PLAK!
P
TIMNAS
DI
BI R E
RL AGA
EDISI II
BE
T TIA
TABOK NURDIN RAME-RAME
N
urdin Halid bilang dia marah disebut “man tan Koruptor”. Kita bilang: “Mana ada man tan koruptor?” Sekali koruptor akan tetap koruptor. Buktinya? Sekali dipenjara dia tidak ka pok. Korupsi lagi. Dua kali Nurdin dipenjara kare na kasus korupsi. Nurdin Halid bilang dia tidak marah jika disebut “Mantan Napi”. Kita bilang: Tidak mau di sebut “mantan koruptor” tapi mau disebut mantan Napi” adalah lawakan paling geblek sekolong jagat. Me mangnya Nurdin jadi napi karena apa? Karena menyodomi Nugraha Besoes? Ya enggaklah. Nur din jadi “mantan napi” ya karena korupsi. Mau di sebut “mantan Napi” tapi gak mau dipanggil “man tan koruptor” itu kaya omongan orang habis ma buk solar 4 liter. Nurdin Halid bilang dia seperti Nelson Mandela karena sama-sama pernah dipenjara. Kita bilang: “Maksud lu apaan, Din?” Nelson Mandela dipen jara karena membela kemanusiaan dan melawan rasisme yang menistakan martabat. Lha Nurdin dipenjara karena maling, karena korupsi. Gile aje bandingin diri sama Mandela. Nurdin Halid bilang PSSI anti calo. Kita bilang: “Kau itu yang malah suhunya para calo, gurunya para makelar.” Pemain timnas harusnya latihan dan isti rahat malah kau bawa untuk dipamerkan di depan Aburizal Bakrie. Nurdin sudah jadi makelar yang mendagangkan pemain timnas pada konglomerat dan politisi. Nurdin Halid bilang jangan bawa-bawa sepakbola ke dalam politik praktis. Kita bilang: “Pengurus PSSI di bawah kepemimpinan Nurdin yang justru banyak diisi orang-orang parpol.” Dua belas anggota Komite Eksekutif PSSI itu sepertiganya orang Golkar semua. Nurdin sendiri pengurus Partai Golkar. Ngaca woi! Nurdin Halid bilang negara ini bisa rusak kalau tiap permintaan mundur harus dituruti. Kita bi lang: “Khusus buat elu, Din, negara ini tambah ru sak kalau ente makin lama jadi juragan PSSI.” Mi nimal kesehatan jiwa banyak orang jadi terganggu karena harus dengar Nurdin nampang saban hari di televisi. Nurdin Halid bilang keberhasilan timnas adalah andil PSSI. Kita bilang: “justru orang-orang PSSI yang 2 bulan lalu menganggap Riedl tidak membe rikan hal positif pada timnas.” Ngapain waktu itu Andi Darusalam Tabusala sampai bilang “Riedl itu orang yang tidak tahu adat”? Ke mana saja kema rin? Giliran menang saja ngaku-ngaku, giliran ka lah dari Uruguay malah jelek-jelekin Riedl. Menang atau kalah, juara atau tidak juara, tidak se pantasnya seorang koruptor (Nurdin dua kali di penjara karena korupsi) diberi tempat terhormat di mana pun dan kapan pun. PLAK! tak akan pernah bosan untuk mengutip omongan Soe Hok Gie: (para koruptor seharusnya) ditembak mati di lapangan banteng! (@ZenRS)
GBK
T
BERTARUNG DENGAN PREMAN PSSI Ini kisah tentang perjuangan kami menyuarakan suara pub lik Indonesia yang sudah muak dengan kepemimpinan Nurdin Halid melalui zine PLAK! saat semifinal kedua Indonesia vs Fi lipina (19 Des 2010). ini kisah bagaimana kami harus berha dapan dengan preman-preman yang tak mau sepakbola Indone sia menjadi lebih baik: **** ukul setengah 3 sore, kami (saya, Islah dan Baihaqi) bergerak menuju GBK. Jalan dari arah Sudirman menu ju GBK via Hotel Atlet Century sudah penuh dengan orangorang berwarna me rah. Me rah di mana-mana, di ma na-ma na me rah. 1700 eksemplar zine PLAK! sudah dibagi ke tas kami masing-masing. Pertarungan pun dimulai! Islah diserbu dua orang yang memaksanya menyerahkan zine PLAK! Sekitar 50 eksemplar pun melayang. “Seorang me megang bahu saya, satunya dengan cepat merampas sege pok PLAK! yang sedang saya pegang. Kalau mereka nekat memaksa ngambil sisa PLAK! lainnya yang ada di tas, saya nekat akan melawannya,” kata Islah. Saya juga menyerahkan segepok zine PLAK! pada Bani Maryanto, kawan dari komunitas Joglosemar dan suporter PSIS. Belum lagi diedarkan, tiga sampai empat orang tibatiba langsung menyerobot PLAK! yang dipegang Bani. Sua sana makin panas. Saya minta Beni menepi dan dari sudut yang agak sepi saya masukkan beberapa bundel PLAK! ke tasnya dengan gerak cepat. Saya pindah posisi ke arah luar Albina menjauhi GBK. Sepanjang trotoar itu saya membagikan PLAK! dengan ge rak yang ringkas dan cepat. Tapi preman-preman itu su dah tersebar di mana-mana. Di depan Gedung Diknas, dua orang mendekati saya dan menarik tas yang berisi kamera (di dalamnya memang ada sekitar 400 eksemplar PLAK!). “Kamu orang suruhan siapa?” bentak salah satu dari mere ka. “Kau suruhan Nurdin!” balasku. PLAK! yang ada di tangan ku, sekitar 10 eksemplar, saya lempar ke arah mereka. Mereka berlalu tanpa memunguti PLAK! yang berserak di trotoar. Diam-diam ternyata seorang polisi melihat adegan di atas. Saat saya lewat di depannya, ia berbisik: “Hati-hati, Bang!” Lalu saya kembali ke Mesjid Albina. Sekitar 30an eksem plar PLAK! saya titipkan pada Resa untuk dibagi pada war tawan di press area. 100 eksemplar lagi saya titipkan pada Aris ta Budiyono yang masih kelimpungan mencarikan 300an tiket untuk kawan-kawan Pasoepati yang datang da ri Solo. Saya khawatir dengan Baihaqi dan berharap dia tak mengalami hal buruk. Dia tak banyak membawa PLAK!,
P
2 PLAK!
tapi spanduk hitam itu ada di tas nya. Tugas dia untuk menjaganya sebisa-bisanya. Saya bersyukur Bai ternyata tak mengalami apa yang saya dan Islah alami. Lalu Islah datang dengan muka kusut. “Saya demam, mas,” katan ya. Saya paham. Sejak kemarin dia menunggu PLAK! di sebuah per cetakan milik seorang kawan saya yang lain di Jogja sana. Sore kema rin sampai subuh Islah ber juang di atas kereta ekonomi, paginya langsung melipat PLAK!, siangnya membantu bikin spanduk “PSSI SARANG KORUPSI”, dan sorenya bergerak menyebar PLAK! dan harus berkonfrontasi dengan pre man-preman. Dua hari satu malam dia tak tidur. Saya memintanya isti rahat di samping barat Albina. Saat saya menengoknya seten gah jam kemudian, dia terlihat ter tidur dengan tas berisi zine PLAK! terpegang rapat dalam pelukannya. Dia menjaga tas berisi penuh PLAK! itu bahkan saat ia sedang tertidur. Saya kembali menengok Islah sekitar pukul 5 setelah ber temu Agiel, anak Jakarta yang kuliah di Bandung. Dia yang mencetak massal kaos bertuliskan “Aku Berlindung da ri Godaan Nurdin yang Terkutuk”. Saya memintanya memban tu menyebarkan PLAK! Dengan gerak yang cepat, 300an ek semplar PLAK! berpindah dari tas Islah ke tas Agiel. Kami berpisah sambil saling berjabatan tangan. “Hati-hati!” kata saya pada Agiel. Tapi Agiel tidak menu ruti permintaan saya. Malamnya saya baru tahu ia berke jar-kejaran dengan preman-preman itu. “Saya bagikan PLAK! sepanjang jalan dari Albina menu ju Gate 2 tempat saya masuk. Ada dua orang yang ngeliatin dan ngikutin saya terus. Saya menyelinap di balik kerumun an orang. Saat kejar-kejaran itulah tiket saya jatuh. Jadinya saya gak nonton di dalam stadion, Mas,” ujar Agiel pada ma lam harinya. Saya minta maaf padanya karena secara tak langsung ikut membuatnya gagal masuk ke GBK. Dengan halus dia menampik permintaan maaf saya. Melalui sebuah pesan pendek, Agiel berkata: “Sama sekali saya gak nyesal gagal masuk GBK. Saya ikhlas.” Saat pertandingan berlangsung, Bai dan Islah berhasil membentangkan spanduk PSSI SARANG KORUPSI di sektor 5. Aman? Tidak. Spanduk itu pun dicopot oleh orang-orang bersafari. Persis seperti spanduk “Lindungi Indonesia dari Godaan Nurdin yang Terkutuk” saat laga Indonesia vs Laos yang juga dirampas. Jadi, siapa Nurdin? Dia yang bikin organisasi dengan se jarah terhormat seperti PSSI jadi organisasi yang akrab de ngan para tukang pukul dan preman. (@zenrs)
PLAK!/@iwaniwe
SEJARAH PREMANISME NURDIN HALID
I
ndonesia memang bukan Serbia. Pada perang Balkan 1990-an, hampir setiap klub di sana memiliki tukang pukul, organisasi preman yang menduduki tempat ter hormat di antara suporter mereka. Pejabat klub sengaja memasang organisasi geng dan memberi upah tetap. Tugas mereka adalah menjaga ketua klub, dan sekaligus menginti midasi kalau perlu membunuh suporter lawan, pemain la wan dan bahkan pemain klub mereka sendiri. Bayangan kelam itu tiba tiba bisa dilihat di Indonesia. PSSI kini juga memiliki tukang tukang pukul dan preman untuk melindungi kepentingan mereka. Khususnya melin dungi Nurdin Halid. Sama seperti Arkan, pemilik klub Obilic di Serbia yang selalu dilindungi tukang pukul yang juga menjadi serdadu pembunuh Slobodan Milosevic, pemimpin Serbia yang ga nas. Di sini PSSI, Nurdin Halid juga turun mobil dengan pengawalan ketat para orang orang organisasi pemuda ter sebut. Ke luar dari kantor PSSI untuk masuk ke pintu VVIP GBK pun dia akan selalu dikawal ketat. Dan, tentu saja, para pengawal dan tukang pukul itu masuk dengan gratis tanpa tiket. Wajah garang dan curiga dari orang orang itu seakan menyatakan bahwa dalam perhelatan Internasional ini, ha rus bebas dan steril dari aksi-aksi unjuk rasa menentang Nurdin Halid. Konon Nurdin berkeinginan menjadi salah satu eksekutif Comitee di AFC sehingga rapor bagus tanpa ada gejolak bisa membantu memuluskan impiannya. Preman-preman Nurdin menjaga setiap titik stadion, me nurunkan dengan paksa spanduk-spanduk yang menghujat sang Ketua umum. Mereka menyita brosur yang disebar kan anak-anak muda pejuang yang ingin merombak PSSI. Pertanyaannya mengapa dengan Organisasi Pemuda ter sebut? Tidak salah, mereka memang melakukan aksi aksi kotor rezim Orde Baru dan kepentingan Keluarga Cendana. Organisasi itu juga menjalani pesanan pemerintah seperti penyerbuan ke kantor PDI Juni 1996. Catatan masa lalu Nurdin Halid memang jelas menyata kan ia sudah menjalin persahabatan dengan salah satu kelu arga Cendana, Hutomo Mandala Putra, ketika menguasai jalur “premanisme” perdagangan cengkeh nasional lewat BPPC. Dalam praktiknya, ternyata badan ini justru membuat para petani menderita. Dengan cara preman, mereka diwa jibkan menyetorkan sumbangan wajib khusus petani dan dana penyertaan modal. Untuk mengambil “sumbangan” ini BPPC menempuh cara yang tak bisa dilawan petani, yakni langsung menyunat harga penjualan cengkeh yang mestinya diterima petani. Pabrik rokok juga diperintahkan
membeli harga cengkeh yang ditetapkan BBPC. Dengan praktek seperti ini, diduga hingga 1998 BPPC menangguk untung sekitar Rp 1,3 triliun. Kini PSSI sudah mulai dipasok tukang-tukang pukul ba yaran yang terbiasa melakukan pekerjaan kotor sejak dulu. Nurdin Halid tak pernah malu melakukan apa yang dilaku kan organisasi sepak bola di Serbia, karena sejak dulu dia sudah melakukan dengan cara preman. Hari ini ia sengaja membiarkan para tukang pukul me masuki organisasi sepak bola yang dijalaninya. Hari ini para tukang pukul itu hanya memeriksa tas-tas suporter dan menurunkan spanduk. Hari ini mereka meneror supor ter timnas sendiri. Siapa tahu kelak mereka juga meneror pemain kita sendiri. Indonesia memang bukan Serbia. Kita harus tolak aksiaksi kotor seperti ini. Sekali lagi sejarah selalu mengajar kan. Tidak pernah ada kekuatan yang bisa mengalahkan suara dan kepalan tangan rakyat. Apalagi hanya organisasi preman. (@imanbr)
PLAK! 3
Jangan Mengaku Berjasa, PSSI!
S
atu hal yang dulu paling saya taku ti jika tim nasional Indonesia berjaya adalah pongahnya pengurus PSSI yang bertepuk dada dan mengaku-ngaku berjasa atas prestasi terse but. Mereka seharusnya sadar, yang kerja keras itu para pemain dan staf pelatih, bukan mereka yang mengu rusi distribusi tiket saja tidak becus. Bagaimana bisa para pengurus sindikat terselubung itu mengklaim hasil kerja dari seorang pelatih yang hampir mereka depak? Alfred Riedl, pria penuh disiplin asal Austria terse but hampir ditendang dari kursinya sebagai pelatih timnas Indonesia aki bat menolak disetir kanan-kiri oleh pengurus PSSI. Riedl yang tidak kenal kompromi itu pernah membuat Andi Darussalam Tabusala, manajer timnas, murka kare na mengu sir dokter pribadinya dari rapat internal tim. Alasan Riedl seder hana, rapat internal tim hanya boleh dihadiri oleh pemain dan staf pelatih sedang sisanya boleh menunggu di luar. Entah bagaimana cara Riedl mengusirnya, tapi yang pasti Andi Tabusala keki setengah mati. Saat pertandingan uji coba melawan Maladewa, Andi Tabusala enggan duduk di ping gir lapangan dan memilih menyaksikan laga dari bangku penonton. Bukan sekali itu saja Riedl mengambil keputusan yang mengesalkan banyak orang. Sebelumnya ia juga pernah me ngusir seorang wartawan dan pengurus PSSI yang tidak berkepentingan dari rapat internal tim di sebuah hotel di Bandung. Andi Tabusala angkat bicara dan ia menyerang ke tegasan Riedl yang ia pandang tidak pada tempatnya. “Riedl harus memahami adat istiadat Indonesia, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung,” ujar Andi Tabusala kala itu. Ketidaksukaan pengurus PSSI pada Riedl semakin meruncing dan rencana mendepak dirinya semakin kuat. Bahkan wacana perekrutan pelatih baru asal Turki, Fatih Terim sempat dihembuskan. Jika Riedl memilih mengalah dan mengikuti “adat isti adat” Indonesia seperti ucapan Andi Tabusala waktu itu, timnas tidak akan bermain seperti sekarang ini di Piala AFF. Riedl yang super keras dan disiplin ini sukses membuat pa ra pemain muntah-muntah saat sesi latihan perdana usai ditunjuk menjadi pelatih timnas. Bukan rahasia jika fisik para pemain Indonesia itu payah, VO2max kebanyakan pe main hanya 11, padahal batas minimal pemain sepakbola profesional adalah 13. Itulah mengapa pemain-pemain In donesia sering habis napas di babak kedua. Mereka sebe
4 PLAK!
narnya tidak cukup fit untuk ber main sepakbola. Itulah mengapa Riedl menggeber habis fisik para pemain tim nasio nal lewat sistem lati han yang keras. Agar mereka tak lagi habis napas. Agar mereka tak lagi bikin malu. Per t an ya a n nya , mengapa para pemain timnas perlu lagi latihan fisik khusus? Karena mereka tak men dapatkan bekal cukup da ri klub. Akar sebuah tim nasional adalah kompetisi liga. Jika para pemain timnas yang didapatkan dari hasil kompetisi tidak cukup fit sehingga perlu latihan ekstra, maka apa bagusnya kompetisi? Riedl kecewa berat dengan sistem kompetisi liga kita yang sa ma sekali tidak menunjang tim nasional. Aturan offside se enak jidat, tackle keras yang lo los dari hukuman, dan berbagai cacat lainnya. Dalam sebuah partai uji coba melawan klub Divisi Utama, Pro Titan, Riedl mendekati korps wasit sebelum pertandingan dimulai. Keinginan Riedl jelas, ia ingin agar peraturan di tegakkan sebenar mungkin. Per mainan kasar harus di hukum. ”Saya ingin agar pemain timnas terbiasa dengan pertandingan sesungguhnya,” tukas Riedl sembari menyi ratkan bahwa pertandingan liga bukanlah ”pertandingan sesungguhnya”. Orang-orang PSSI yang sekarang turut mengklaim ke suksesan timnas sebagai jasanya adalah orang-orang yang sama yang menghendaki kepala Riedl usai dikalahkan 1-7 dari Uruguay, semifinalis Piala Dunia itu. Orientasi PSSI ha nya hasil tanpa melihat proses. Masih segar dalam ingatan teriakan-teriakan para pengurus PSSI yang menghendaki Riedl mundur karena dianggap tidak mampu mengatrol permainan timnas, sebuah kritikan yang dibumbui senti men pribadi karena Riedl menolak tunduk kepada siapa pun sebagai pelatih yang berkuasa penuh atas timnya. Maka itu saya tidak mengerti mengapa pengurus-pengu rus PSSI itu berani mengklaim jasa mereka atas tim nasio nal ini.Mereka tidak mampu menjalankan sistem kompetisi liga yang menunjang tim nasional bahkan hendak menying kirkan Riedl karena menolak berkompromi, lalu bagian se belah mana yang membuat mereka berjasa? Mengklaim hasil kerja dari seseorang yang hampir anda singkirkan dan mengaku berjasa atas prestasi orang lain saat anda tidak berbuat apa-apa adalah tindakan pengecut nan hina. (@pangeransiahaan)
Bau Busuk Tuan Nurdin
R
iwayat PSSI di masa kekuasaan Yang Terkutuk Nur din Halid adalah riwayat tentang kebobrokan yang kian parah. Kekuasaan Nurdin adalah tipe kekuasaan yang hobi berak di sepanjang jalan sambil berkoar-koar so al kesucian diri. Tipe kekuasaan macam ini tak akan pernah kita temui di buku-buku mana jemen organisasi. Tuan Koruptor Nurdin jauh dari becus untuk mengurus se pak bola. Di masa kekuasaan (dan bukan kepemimpinan) Nurdin, tak ada prestasi yang membang gakan. Yang ada malah segudang tipu-muslihat: pertandingan pe nuh skenario, penalti rekayasa, mafia wasit, kerusuhan, hingga adu pukul antarpemain. Siapa yang di degradasi atau siapa yang diloloskan bisa diatur. Jauh sebelum kompetisi rampung, tim papan atas sudah di tentukan. Sang juara sudah di lantik se belum peluit wasit disemprit. Urusan kualitas tek nik pemain, ter utama di level divisi III, II, I, dan Divisi Utama, tak perlu banyak dipikirkan. Walikota, bupa ti, atau calon kepala daerah, atau siapa saja tokoh yang ingin tenar le wat sepak bola daerah, bisa dime nangkan timnya. Tentu saja asal urusan ”administrasi” sudah dibereskan. Tapi, yang namanya maling, mana mau dia mengaku. Kalau semua maling mengaku, bisa-bisa satu kompleks penjara penuh dengan orang-orang sepak bola kita. Wajar saja, sih, kalau berita suap dan mafia-mafia banyak mengi ringi perjalanan PSSI. Lha wong juragannya saja koruptor tukang makan duit rakyat yang kesandung kasus impor gula, beras, dan minyak goreng. Sulit untuk menyangkal adaya kisah culas dalam sepak bola kita, meski Nurdin dan antek-anteknya rajin memban tah. Mengikuti pertandingan tim favorit saya, Persibo Bojonegoro, terutama di Divisi Utama musim lalu, saya me ra sakan betul kongkalikong itu. Persibo dihajar dan dikerjai habis-habisan. Selalu saja ada penalti aneh dan mengada-ada. Saat itu tersiar kabar bahwa Persibo bukan tim yang diskenario masuk Liga Super. Deltras Sidoarjo adalah tim yang didesain jadi kampiun Divisi Utama. Persibo sempat dihajar Deltras lewat dua penalti konyol di babak delapan besar. Manajemen Persibo, yang sudah kerap marah-marah, saat itu kian tersulut apinya. ”Wasit kurang ajar. Deltras diperkuat14 orang, bagaimana bisa menang coba?” kata Manajer Persibo Taufiq Risnendar. Semua orang tahu siapa sosok di balik Deltras. Penalti demi penalti yang didapat Deltras membuat Kompas menu
lis, ”Percayalah, ’tangan ajaib’ selalu menyertai Deltras.” Tapi nasib berkata lain: Persibo jadi juara Divisi Utama se telah menekuk Deltras di laga final. Memasuki Liga Super, Persibo tetap saja jadi bulan-bu lanan. Pernyataan Pelatih Persibo Sartono Anwar soal ma fia wasit malah berujung pada ancaman sanksi untuk dirinya dengan tuduhan meleceh kan PSSI. Bagi Anda yang tak sering ikut tur mengiringi perjalanan tim favorit yang selalu dikerjai, mungkin tak akan bisa men angkap perasaan saya. Saya bersama pendukung Persibo lainnya hadir di banyak kota. Untuk tur di kota yang dekat, seperti Solo atau Sidoarjo, mi nimal uang Rp 30.000 harus dikeluarkan. Bagi sebagian warga Bojonegoro, itu bukan jumlah kecil. Upah Mi nimum Kabupaten (UMK) Bojonegoro hanya Rp 825.000 per bulan atau Rp 31.730 per hari den gan asumsi 26 hari kerja. Itu berarti, untuk melihat Persibo di luar kandang, suporter yang seorang buruh dengan gaji pas UMK harus merelakan sa tu hari gajinya. Saya menemui ada bapak se pa ro baya yang rela me mangkas uang makannya un tuk bisa melihat Persibo bermain. Sebagian lain ada yang harus menjual ayam peliharaan dan berutang ke tetangga. Beberapa bocah membawa bekal makanan dari rumah agar tak kelaparan seusai bernyanyi di stadion. Semuanya tulus mencintai sepak bola. Semuanya ingin melihat permain an yang indah dan bersih. Tapi PSSI di bawah kuasa Yang Terkutuk Nurdin telah mematahkan cinta tulus mereka. Bau busuk Nurdin kian meresap di hidung kalau kita sadar bahwa hiruk-pikuk sepak bola kotor ini malah dibia yai oleh duit rakyat. Saban tahun setiap klub di Liga Super menghabiskan dana sedikitnya Rp 15 miliar. Nilai itu jauh di bawah pos-pos anggaran yang berhubungan langsung dengan kesejahteraan rakyat. Dari duit itulah sepak bola kotor ini dijalankan: wasit-wasit disuap, negosiasi juara di lakukan, tawar-menawar sanksi dijalankan. Maka, kebusukan mana lagi yang hendak kau tutupi, Tu an Nurdin? Di televisi mulut busukmu bicara, ”Kalau tuntu tan mundur itu dipenuhi, rusaklah negeri ini.” Goblok seka li Anda! Mana mungkin rumah akan rusak kalau tikus-tikus pengganggu kita bersihkan? Justru rumah itu akan bersih, bisa kita cat dan tata ulang agar kian menawan. Rumah itu akan harum karena kotoran tikus tak lagi bertebaran, kare na berak Anda, Tuan Nurdin, tak lagi berserakan. (@erirawan)
PLAK! 5
Nurdin Tak Becus Tegakkan Disiplin
J
ika hari ini dan esok sepakbola Indonesia masih terus dirongrong oleh aksi kekerasan (baik pemain atau su porter) di lapangan, PSSI dan Nurdin Halid harus ber tanggungjawab. PSSI dan Nurdin terbukti sangat sering membiarkan aksi-aksi kekerasan itu berlangsung. Pembiar an itu dilakukan dengan cara seringnya Komisi Banding PSSI dan Nurdin Halid menganulir hukuman tegas yang dibe rikan Komisi Disiplin. Ada cerita dari Erwiyantoro ten tang bagaimana Nurdin intervensi soal ini terkait mogoknya Persipura dalam laga final Copa Dji Samsoe 2009. Nurdin dengan lantang bicara pada anggota Komdis, “Hinca dan Nigara, tolong Persipura dihukum seberat mungkin, juga ketua umum Persipura, MR Kambu juga dihukum,” tegasnya. Namun, Nigara nyeletuk, “Kita ng gak masalah, karena kita semua ada di lapangan dan melihat langsung. Tapi, abang (Nurdin) jagain Komisi Banding, karena kita (Komisi Displin) kalau ketok palu menghukum berat. Tapi, tolong, Komisi Banding jangan seenaknya meringankan hukuman.” Terbukti hukuman Komdis terhadap Persipura malah diringankan kembali oleh Komisi Banding PSSI. Berikut beberapa kasus di mana Komisi Banding PSSI dan Nurdin seringkali melecehkan keputusan Komdis se hingga membut upaya menegakkan disiplin menjadi kem bali mentah.
1) Pertandingan antara Persib vs PSMS (07 April 2007) yang diputus Komisi Disiplin (Komdis) dan Komisi Banding (Komding) tanpa penonton akhirnya diijink an dengan penonton melalui surat sakti dari Ketua Umum PSSI pada tanggal 4 April 2007. (Keputusan ini sebelum Munas PSSI 18-22 April 2007 di Makassar de ngan agenda memilih ketua umum baru) 2) Kurnia Meiga, pemain Arema, dihukum 1 tahun tak boleh bertanding karena kericuhan saat melawan PKT Bontang (13-9-08). Tapi pada 17 Oktober 2008, dipangkas jadi hanya 5 bulan. Tapi 2 Februari 2009 Kurnia Meiga sudah bertanding lagi memperkuat Arema vs Persik Kediri (kurang 4 bulan menjalani hukuman). 3) Yoyok Sukawi, manajer PSIS Semarang, dihukum 6 bulan oleh Komdis dan ditambah menjadi 1 tahun oleh Komding tidak boleh mendampingi timnya se jak Oktober 2008. Namun pada pertengahan Januari 2009, Yoyok Sukawi sudah bisa mendampingi tim nya kembali melalui mekanisme peninjauan kem bali. (baru 3 bulan menjalani hukuman) 4) PSSI akhirnya mengambil keputusan dengan meng anulir hukuman satu tahun yang diberikan kepada Persipura Jayapura terkait kasus pemogokan saat fi
6 PLAK!
nal Copa Indonesia musim 2008/2009. Sebelumnya, tim berjuluk “Mutiara Hitam” itu dijatuhi sanksi 1 ta hun oleh Komisi Disiplin (Komdis) PSSI tak boleh ikut copa musim depan karena terbukti melanggar pasal 27 ayat 6b Manual Copa tentang klub yang mundur.
5) Kasus “diskon super” hukuman atas Abdul Haris, Ketua Panpel Arema Indonesia. Ia diskors dari ke giatan sepakbola selama 20 tahun akibat mencoba menyuap Ketua Komisi Disiplin PSSI Hinca Panjaitan dkk dengan uang sebesar Rp 100 juta. Tapi oleh Komisi Banding PSSI hukuman itu dikurangi hanya 1 tahun saja. Dari 20 tahun jadi 1 tahun? 6) Teriakan bernada rasis yang dilontarkan supor ter Persiba kepada bek Arema, Pierre Njanka, 14 Februari 2010 berbuah denda dari Komisi Disiplin (Komdis) PSSI berupa menggelar 1 laga kandang tanpa penonton. Namun hukuman ini digugurkan Nurdin Halid dengan menggunakan hak prerogatif nya sebagai ketua umum PSSI melalui mekanisme peninjau an kembali (PK), yang diberikan kepada Persiba. 7) Persik dinyatakan kalah WO karena gagal mengge lar pertandingan versus Persebaya pada (29-4-10). Persik bahkan didenda 30 juta oleh Komisi Disiplin karena mengajukan banding. Tapi dua hukuman itu malah digagalkan Komisi Banding yang memerin tahkan diulangnya laga Persik vs Persebaya. Kendati kompetisi ISL sudah selesai, laga tetap harus dige lar. Jika hukuman itu tidak diubah, Persik dan Pelita Jaya yang akan didegradasi. Persebaya menolak laga ulang dan akhirnya Persik dan Persebaya yang di degradasi, sementaraPelita Jaya pun ter/diselamat kan sehingga tertap bertahan di ISL. (dari berbagai sumber)
Keong RacunSEPAKBOLA INDONESIA
K
ita sementara harus menelan pil pahit: kalah dari Ma laysia di leg pertama dengan skor telak 3-0. Betul, laser memang mengganggu konsentrasi pemain In donesia. Tapi ada yang jauh lebih mengganggu dibanding itu semua: ulah PSSI/Nurdin Halid yang merusak persiap an dan konsentrasi tim nasional. Simak bagaimana pelatih Alfred Riedl menjelaskannya dalam jumpa pers usai kekalahan atas Malaysia di laga pertama.”Ya media terlalu banyak minta wawancara tim. Belakangan ini aktivitas dari federasi (PSSI) juga agak mengganggu kami. Kegiatan-kegiatan yang berlebihan dan tidak perlu,” sindir pelatih asal Austria. Bayangkan, saat tim nasional harusnya berlatih pagipagi, terutama bagi pemain cadangan yang tidak tampil saat menghadapi Filipina di semifinal, Nurdin Halid malah membawa seluruh awak tim nasional ke rumah Aburizal Bakrie. Alasan Nurdin Halid pun menggelikan. Katanya, “Kedatangan kami semata-mata hanya untuk mengucap kan banyak terima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan keluarga Bakrie.” Jika memang mau berterimakasih, ngapain semua awak timnas harus dibawa-bawa semua ke sana? Ngapain juga waktunya mencuri agenda timnas yang sudah padat? Ja wabannya jadi kian jelas saat Nurdin menurunkan harga tiket kelas 3. Alasannya karena Bakrie meminta Nurdin melakukannya. “Sebagai kader saya harus menuruti Pak Aburizal Bakrie,” begitu kira-kira alasan Nurdin. Perlu dike tahui, Nurdin adalah pengurus Partai Golkar dan sepertiga anggota Executive Comitte PSSI juga diisi oleh orang Golkar yang memang dipimpin Bakrie. Dengan melakukan itu, Nurdin dan PSSI telah memperlakukan tim nasional sebagai kendaraan politik. Jika Nurdin mengklaim PSSI tidak meme lihara calo, itu omong kosong bah lul. Nurdin terbukti menjadi calo, tepatnya mencalokan tim nasional kepada Bakrie dan Golkar. Gangguan ternyata belum cukup. 16 jam se belum keberangkatan tim nasional ke Kuala Lumpur, Nurdin Halid malah membawa tim na sional ke sebuah acara istghosah. Seharusnya, sore itu, tim nasional akan memantapkan per siapan akhir menjelang laga melawan Malaysia. Alfred Riedl berkata sehari sebelumnya bahwa Jumat sore agendanya. “Jacuzzi, berenang, rela xing dan melakukan beberapa persiapan untuk penerbangan besok,” tutur Riedl. Kita mendukung siapa pun yang ingin men doakan tim nasional. Itu hal positif. Tapi tidak te pat membawa tim nasional ke acara seperti itu saat tim nasional sesungguhnya butuh istirahat,
persiapan dan konsentrasi tinggi. Makin kelihatan bahwa acara itu juga ditunggangi kepentingan Nurdin Halid ketika spanduk besar bertulisan nama Nurdin Halid terpampang di panggung utama acara istghosah. Makin jelas semuanya saat Nurdin juga minta diberi kesempatan untuk berbicara di depan peserta yang hadir dan disiarkan live di Bakrie TV. Ulah politisi memang menyebalkan. Nurdin, Bakrie dan Golkar bukan satu-satunya politisi yang secara telanjang mengganggu tim nasional. Andi Mallarangeng juga dilapor kan ingin menemui seluruh anggota tim nasional pada ma lam menjelang pertandingan di Kualalumpur. Untung saja Alfred Riedl sudah tidak mau lagi memberi toleransi Kita bangga tim nasional Indonesia dan Alfred Riedl. Tapi kita muak dengan PSSI yang mengeksploitasi tim nasi onal untuk popularitas politisi-politisi busuk. Kita muak Bakrie TV dan infotainment mengganggu persiapan dan is tirahat pemain-pemain tim nasional. Kita juga marah tim nasional dibikin seperti sapi perah oleh para politisi kacrut yang hanya tahu pencitraan. Bayangkan, sempat-sempatnya Nurdin, Bakrie, Hatta Rajasa dan SBY pasang spanduk berikut foto mereka di Bukit Jalil kemarin. Seorang kawan kami, Andreas Marbun, bahkan nyaris ditangkap aparat keamanan Malaysia karena memasang banner Anti-Nurdin. Nafsu Nurdin Halid untuk mencitrakan dirinya sudah benar-benar kelewat batas. Nurdin Halid dan para politisi itu adalah keong racun bagi sepakbola Indonesia. (@anakkardus)
PLAK!/@dobbyf
Zine PLAK! terbit setiap tim nasional Indonesia berlaga di Stadion Utama Gelora Bung Karno. PLAK! terbit berkat sokongan tak ternilai [ide, tulisan, desain, image, dana] dari para pecinta sepakbola Indonesia yang percaya bahwa korupsi bukan hanya musuh besar bangsa Indonesia, tapi juga dunia sepakbola Indonesia. Materi digital dari PLAK! bisa anda lihat di www.plakbola.com. Jika ingin berkontribusi sila kontak kami di zine.plak@gmail.com atau hubungi di akun twitter @zinePLAK.
PLAK! 7
8 PLAK!