PL AK!
T
I EDDIASNA
PER
PLAK!/@reshadeco
TABOK NURDIN RAME-RAME
idak ada tempat bagi korupsi dalam se pak bola, tak boleh ada tempat bagi ko ruptor dalam sepakbola. Korupsi adalah lintah yang menghisap darah bangsa ini. Membasmi dan mengganyang para koruptor lintah adalah sebuah tugas suci yang harus kita panggul bersama. Semua-mua mes ti ikut ambil peran, siapa pun juga harus ambil bagian. Tak terkecuali dalam dunia sepakbola! Sepakbola Indonesia adalah sebenar-benarnya monarki. Di sana, di kantor PSSI yang citranya sudah hancur itu, para raja dan juragan dengan seenaknya memperlakukan sepakbola Indone sia seperti miliknya. Aksi suap dan sogok me nyogok, mafia wasit, dan prestasi sepakbola yang terus anjlok tak bikin mereka merasa ber salah dan malu. Mereka terus saja jual kecap dan jual ludah tentang sepakbola. PSSI adalah sarang korupsi yang tak tersentuh. Pemerintah pusat dan daerah, semua depart emen dan instansi, semuanya tidak kebal dari pemeriksaan KPK. Tapi, PSSI? Tidak pernah! Mereka menggunakan statuta FIFA untuk ber lindung dari intervensi pihak luar yang sudah muak dan ingin muntah melihat prilaku mereka. Bayangkan: di negara yang korupsi harusnya jadi musuh yang mesti diganyang ramai-ramai, PSSI malah dipimpin narapidana koruptor. Nurdin Halid adalah terpidana koruptor. Tak tanggung-tanggung: Nurdin Halid sudah divo nis bersalah 2 kali dalam kasus korupsi! Di sini, koruptor malah anteng duduk di tribun kehormatan dan duduk manis di sebelah Presi den. Presiden dan koruptor bisa duduk berse belahan di tribun kehormatan hanya mungkin terjadi di negara yang korup, Bung. Bisa kalian bayangkan: koruptor -orang yang tidak ter hormat- justru diberi kehormatan sedemikian rupa. Harusnya tak ada tempat secuil pun bagi korup tor. Kalau mau lebih kongkrit: para koruptor itu seharusnya (dengan mengutip Soe Hok Gie) “ditembak mati di Lapangan Banteng!” (@zenrs)
PLAK! | 1