(Ini adalah rangkuman hasil diskusi, bukan untuk menjadi rujukan) Diskusi tim : 1. Penerimaan publik a. Edukasi dan pendekatan budaya pra pembangunan instalasi nuklir jangka panjang Analisis masalah : I. ketidak tahuan masyarakat awam terhadap teknologi nuklir secara umum. Kurangnya transparansi informasi mengenai teknologi nuklir menyebabkan banyak kesalah-pahaman terhadap fakta lapangan mengena teknologi nuklir. Teknologi Nuklir memiliki keuntungan dan kerugian, namun tidak semua masyarakat mendapatkan informasi yang cukup. Sehingga, masih banyak masyarakat yang beranggapan negatif dan menolak teknologi nuklir, bahkan sebenarnya mereka tidak paham tentang fakta sebenarnya atas teknologi tersebut. Solusi : I. Edukasi dan pendekatan budaya pra pembangunan instalasi nuklir jangka panjang. Berdasarkan artikel Nuclear Power and Public Acceptance of republik Korea oleh Dr. KunMo Chung yang di terbitkan IAEA pada tahun 1990, PLTN banyak ditolak oleh warga Korea dengan merebaknya isu nuklir itu berbahaya bagi lingkungan yang digagas oleh kelompok anti nuklir. Pemerintah Korea melakukan promosi dengan cara melakukan sosialisasi jangka panjang kepada masyarakat tentang baik dan buruknya energi nuklir misalnya dengan memasang pamflet ataupun slogan lainnya dalam area publik, melakukan diskusi dengan kelompok anti nuklir dan melakukan kerjasama internasional dalam rangka peningkatan penerimaan masyarakat terhadap nuklir. Dengan metode tersebut, public acceptance di masyarakat dapat meningkat dan akhirnya rakyat Republik Korea menerima PLTN. II. Adanya agen sosialisasi dalam organisasi yang terstruktur dan resmi dari pemerintah untuk meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang disampaikan. III. Pendekatan melalui pembangunan kemitraan dengan masyarakat di sekitar calon tapak PLTN dengan cara memberi perhatian lebih terhadap kesejahteraan masyarakat dan pendidikan anak-anaknya sehingga dapat mendukung program PLTN di tapak tersebut. b. Butuh adanya keseriusan dalam menggarap suatu proyek terkait pembangunan instalasi yang berlanjut. Analisis Masalah : I. Banyak program sosialisasi dan pembangunan yang tidak berlanjut dari pemerintah periode sebelumnya, kini dan nanti. Adanya kepentingan kelompok tertentu terkadang membawa pengaruh negatif terhadap pembangunan berlanjut di Indonesia. Sehingga, setiap pergantian periode banyak rencana yang berubah dan menjadikan pembangunan yang seharusnya berlanjut menjadi berhenti. Hal ini mengakibatkan tidak hanya kerugian secara material namun juga kerugian moril di masyarakat. Solusi : I. Perlu adanya konsistensi terhadap rencana pembangunan jangka panjang nasional dari pemerintah periode sebelumnya, kini dan nanti. Sehingga,
pembangunan dapat berlanjut sesuai rencana hanya bisa berubah jika terjadi perubahan yang signifikan terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat (misal: kerusuhan 98). c. Peningkatan tingkat pendidikan masyarakat Analisis masalah : I. Taraf pendidikan masyarakat menentukan penerimaan masyarakat terhadap perkembangan teknologi II. Pendidikan masyarakat yang rendah akan menghambat pembangnan berkelanjutan. Karena pembangunan berkelanjutan bukan hanya membutuhkan peran dari pemerintah namun juga peran dari masyarakat Solusi : I. Perencanaan jangka panjang peningkatan taraf pendidikan masyarakat. Dibutuhkan Grand Design. II. Fokus peningkatan pendidikan akan lebih baik jika dilakukan ada pada daerah tapak PLTN, sehingga pembangunan infrastruktur pendidikan untuk mencapai target taraf pendidikan masyarakat yang dapat menerima PLTN. 2. Aspek Ekonomi Analisis Masalah : I. Pembanguna PLTN relatif mahal dan membutuhkan waktu balik modal yang lama “Jika pemerintah merencanakan pembangunan PLTN sampai 2025 maka tahun ini merupakan waktu yang tepat untuk mengambil keputusan. Hal itu karena membangun PLTN membutuhkan waktu yang panjang,� Taswanda Taryo, Deputi bidang teknologi nuklir, BATAN, Jakarta, 2015. Solusi : I. Butuhnya rencana pembangunan berkelanjutan jangka panjang dan payung hukum yang jelas sehingga pembangunan PLTN terus berjalan sampai akhir dan pada saat beroperasi dapat mencapai target keuntungan yang dicanangkan. Sebagai contoh di Amerika, nuklir tidak lagi hanya sekedar menjadi sumber energi, tetapi juga pendapatan. Perputaran bisnis dalam industri nuklir sangat menguntungkan. Mulai dari penyerapan tenaga kerja yang sangat luas hingga proyek-proyek dalam skala besar yang membutuhkan vendor dalam jumlah yang banyak. Pada sebuah PLTN dibutuhkan 400700 pekerjaan tetap secara langsung. Pekerjaan ini dibayar 36% lebih banyak dibanding gaji rata-rata pada daerah tersebut. Berikut ini adalah table perbandingan antara jumlah pekerjaan, gaji, dan pemasukan angkatan kerja.
Tabel 1; hubungan pembangunan PLT dan pekerjaan. (Sumber: Donald Harker and Peter Hans Hirschboeck, “Green Job Realities: Quantifying the Economic Benefits of Generation Alternatives,� Public Utilities Fortnightly, May 2010.)
Berdasarkan data dari World Nuclear Assosciation (2014), harga produksi listrik di Amerika Serikat dari PLTN kompetitif dengan harga produksi listrik yang dihasilkan PLT Batubara. harga produksi listrik termasuk biaya operasi dan perawatan tetapi tidak termasuk modal tidak langsung. Berdasarkan outlook energi Indonesia 2015, Biaya investasi PLTN yang sangat tinggi menyebabkan biaya pembangkitan PLTN lebih mahal dari PLTU batubara. PLTN hanya akan kompetitif apabila biaya secara eksternal atas pemanfaatan PLTU batubara dipertimbangkan sebagai biaya investasi agar resiko penyakit dan kerusakan lingkungan akibat polusi udara yang timbul dari pengoperasian PLTU batubara dapat ditekan PLTN investasi awal-nya lebih mahal karena terdapat proses dekomisioning setelah PLTN berhenti beroperasi. Selain itu, sistem keamanan dan keselamatan yang sangat tinggi di PLTN (generasi setelah Fukushima) dapat menjadi penyebab investasi PLTN lebih tinggi dibandingkan PLT lainnya, namun harga produksi listriknya lebih kompetitif dan pasokan energi relatif stabil.
Gambar 1. Grafik operasi produksi batubara dan perawatannya (tidak termasuk biaya tidak langsung dan kapital) sumber :Ventyx Velocity Suite/NEI, Mei 2013
Tabel 2. Harga pembangkitan listrik. (Sumber : Buku Putih PLTN 5 GW) 3. Aspek Regulasi Analisis masalah : I. Pembangunan PLTN di Indonesia harus memenuhi 19 syarat dari IAEA Solusi : I. Harus ada sinergi pemangku kepentingan atau pembuat keputusan di indonesia terkait pembangunan teknologi nuklir. Indonesia melalui BAPETEN telah berkomitmen terhadap safety, security and safeguard terhadap teknologi nuklir. Safety melalui keselamatan contohnya dalam proses bekerja dengan radiasi maupun lingkungan. Security lebih kepada keamanan kegiatan dengan zat radioaktif maupun zat radioaktif itu sendiri. Safeguard lebih kepada pengawalan dari awal sampai akhir dalam penggunaan zat radioaktif atau yang berhubungan dengan kenukliran. Dalam pembangunan PLTN terdapat 19 syarat yang telah ditetapkan IAEA dalam buku NG-G 3.1, yaitu 1. Posisi nasional 2. Keselamatan nuklir 3. Manajemen 4. Pendanaan dan pembiayaan 5. Kerangka hukum 6. Safeguards 7. Kerangka kerja pengawasan 8. Proteksi radiasi
9. Jaringan listrik 10. Pengembangan SDM 11. Keterlibatan pemangku kepentingan 12. Tapak dan fasilitas penunjang 13. Perlindungan terhadap lingkungan 14. Penanggulangan kedaruratan 15. Keamanan dan proteksi fisik 16. Daur bahan bakar nuklir 17. Pengelolaan limbah radioaktif 18. Keterlibatan industri 19. Pengadaan Untuk Indonesia saat ini adalah: 1,3,11 = belum siap ke fase II 4,5,12,18 = siap ke fase II dengan modifikasi 2,6-10,13-17,19 = siap ke fase II Tahapan: Fase I = kebijakan Go Nuclear Fase II = persiapan dan konstruksi PLTN Fase III = komisioning dan operasi Indonesia sendiri telah mendapatkan status safeguards yang telah terintegrasi dan terpadu sejak tahun 2003. Status ini harus dipertahankan dengan meningkatkan infrastruktur yang ada. Maka dari itu, sangat dibutuhkan kesadaran dan partisipasi aktif para pemangku kepentingan yang terlibat dalam implementasi safeguards di Indonesia. ( sumber : http://www.bapeten.go.id/?p=17494) 4. Pengolahan Limbah dan keamanan Analisis Masalah: I.
Pengolahan limbah di Indonesia masih sebatas menanggulangi resiko paparan radioaktif dari bahan bakar nuklir yang sudah tidak digunakan lagi, belum hingga dapat mengurangi aktifitasnya
II.
Lingkungan akan tercemar jika limbah tidak dikelola dengan baik dan keamannanya tidak terjaga.
Solusi: I.
Salah satu solusi yang dapat di implementasikan adalah re-procesing. Reprosesing adalah proses pengambulan U-235 yang masih dapat digunakan kembali. Berikut adalah alur pengolahan limbah radioaktif :
Gambar 2. Alur pengelolaan limbah radioaktif. (Sumber : http://www.batan.go.id/ptlr/11id/?q=content/pengelolaan-limbah-radioaktif )Keterangan : IS : Interim Storage PSLAT : Penyimpanan Sementara Limbah Aktivitas Tinggi KH-IPSB3 : Kanal Hubung - Instalasi Penyimpanan Sementara Bahan Bakar Bekas
Limbah cair organik dan limbah padat terbakar direduksi volumenya dengan cara insinerasi. PTLR mempunyai satu unit insinerator dengan kapasitas pembakaran limbah padat 50 kg/jam atau 20 liter limbah organik cair / jam beserta peralatan sementasi abu dalam drum 100L.
Limbah cair diolah dengan cara evaporasi untuk mereduksi volume limbah. PTLR memiliki satu unit evaporator dengan kapasitas olah 0,75 m3/jam dengan ratio pemekatan 50:1. Konsentrat hasil evaporasi dikungkung dalam shell beton 950L dengan campuran semen. Bila limbah cair bersifat korosif maka limbah diolah secara kimia (chemical treatment) sebelum disementasi. Limbah padat termampatkan proses reduksi volumenya dilakukan dengan cara kompaksi. PTLR mempunyai 1 unit kompaktor dengan kekuatan 600 kN, meja getar dan perangkat sementasi. Limbah padat dalam drum 100L dimasukkan dalam drum 200L saat kompaksi. Dengan kuat tekan 600 kN kompaktor PTLR mampu mereduksi 4-5 drum 100L dalam drum 200L. Setelah pengisian batu koral, hasil kompaksi selanjutnya disementasi dalam drum 200L. Limbah padat tak terbakar dan tak termampatkan pengolahannya dimasukkan secara langsung dengan cara sementasi dalam shell beton 350L/950L. Proses imobilisasi atau proses kondisioning dilakukan dengan menggunakan shell beton 350 liter, 950 liter, drum beton 200 liter dan drum 200 liter dengan bahan matriks campuran semen basah. Limbah padat aktivitas tinggi (LAT), limbah aktivitas sedang (LAS) dan limbah aktivitas rendah (LAR) masing-masing diimobilisasi di dalam shell beton 350 liter, 950 liter, drum beton 200 liter dan drum 200 liter. Untuk menunjang kegiatan proses pengolahan ini diperlukan suatu koordinasi kerja yang terpadu diantara tenaga yang terdiri dari proses, penunjang sarana, keselamatan, laboratorium dan administrasi. (sumber : http://www.batan.go.id/ptlr/11id/?q=content/pengelolaan-limbah-radioaktif ) Limbah radioaktif menurut aturan IAEA, harus dikembalikan ke negera produsen bahan bakar radioaktif tersebut berasal. Indonesia tidak punya hak untuk memproduksi bahan bakar radioaktif sendiri, dikarenakan telah menandatangani NPT(Non- Proliveration Treaty). Hal ini merupakan keuntungan bagi Indonesia dalam hal pengelolaan limbah, karena Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk mengolah kembali dan hanya wajib menyimpan limbah tersebut sementara. II.
Menjaga stabilitas keamanaan limbah radioaktif yangs esusai prosesdur safety, security, dan juga safeguard.
III.
Mengusahakan melalui diplomasi
internasional supaya Indonesia dapat
melakukan reprosesing meskipun telah menandatangani NPT karena dengan diperbolehkannya Indonesia melakukan reprosesing dan fabrikasi bahan bakar, maka Indonesia dapat berpotensi mengembangkan industry nuklirnya.
5. Aspek Lingkungan Analisis Masalah : I. Paradigma masyarakat yang menganggap PLTN tidak ramah lingkungan Solusi : I. Memaparkan fakta tentang dampak PLTN terhadap lingkungan Berdasarkan data dari IAEA, emisi CO2 yang dihasilkan oleh PLTN memiliki nilai maksimal yang paling rendah. Sementara itu, pembangkit listrik di Indonesia didominasi oleh PLT yang berbahan bakar fosil sebagai base load. Sehingga perlu dilakukan diversifikasi energi dalam memasok listrik base load, salah satu caranya adalah dengan PLTN. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk mengurangi tingkat emisi GRK.
Gambar 3. Grafik gram CO2 per kwH dari setiap sumber energi pembangikt. (Sumber : Buku putih PLTN 5GW)
Kebijakan yang telah diberlakukan Jerman, Energiewende, pada kenyataannya justru membawa kondisi ekonomi Jerman memburuk. Penutupan PLTN yang dilakukan secara bertahap dengan niat menurunkan emisi CO2 ternyata masih memiliki celah.
Penggunaan energy alternative nyatanya masih belum bisa memenuhi permintaan energy yang ada. Sampai pada akhirnya ketika memutuskan untuk menutup PLTN, Jerman harus kembali memanfaatkan PLTU sebagai sumber energy yang paling dominan. Padahal emisi yang ditimbulkan oleh PLTU tidaklah kecil. Jika kita bandingkan dengan Perancis, negara yang tidak jauh berbeda dengan Jerman, emisi CO2 terendah justru bukan pada negara dengan renewable tertinggi ( Jerman), justru kebalikannya. Perbedaannya bukan pada bauran renewable yang mempengaruhi rendahnya CO2 tetapi di porsi Nuklir Perancis yang hampir 80% + Hydro 11% sementara Jerman Nuclear 15% + 68% batubara – Faktanya emisi CO2 jerman adalah yang tertinggi di EU, karena butuh batubara untuk backup angin dan surya.
Tabel 3. Tabel emisi karbon, pendapatan perkapita dan harga listrik serya presentasi sumber energi listrik di Jerman, Italy, Perancis. (Sumber : The Institute of energy research)
Gambar 4. Grafik emisi karbon di Jerman, Italia, dan Perancis dari tahum 1990 hingga 2010 (Sumber : The Institute of energy research) Penggunaan energy alternative yang tidak tepat pada akhirnya membuat kebijakan energiewende ini berjalan tidak sesuai dengan rencana. Faktor kapasitas Angin dan Surya sangat rendah di bawah 25% dan tidak dapat di andalkan sebagai sumber energy primer karena sifatnya yang terdifusi atau tidak terkonsentrasi yang istilahnya intermittent. Sementara perusahaan Listrik membutuhkan sumber energy primer yang konstan yang dapat menghasilkan Listrik secara stabil dalam jumlah besar, skala GigaWatt. Saat ini pilihannya adalah Batubara, Hydro dan Nuklir. Dalam skala yang lebih kecil ada Geothermal, Diesel dan Gas Alam. The Institute for Energy Research (IER) pada tahun 2014 menerbitkan sebuah study berjudul “Germany’s Green Failure : a Lesson for US Policy Maker� – sebuah study yang di lakukan oleh lembaga penelitian amerika yang di tujukan supaya Pemerintah AS tidak mengikuti jejak Jerman menuju kehancuran ketahanan energi. Studi tersebut menyimpulkan bahwa : 1. Warga Jerman membayar Listrik rumah tangga 3x lebih mahal di banding Amerika. 2. Lebih dari 800,000 warga Jerman di putus listriknya karena tidak mampu membayar tagihan Listrik. 3. Biaya yang harus di bayarkan untuk mengintegrasikan intermittent kedalam jaringan membengkak terus sampai US$ 33,6 Milyar. 4. Biaya Subisidi EBT yang terus membengkak dari tahun 2010 sebesar US$ 9 Milyar menjadi US$16,8 Milyar pada 2014 yang mulai membebani Anggaran Belanja Jerman. Sedangkan di Jepang, Paska Fukushima, partai yang berkuasa saat itu DJP, membekukan semua hampir PLTN dan mengatakan bahwa Jepang akan mengganti semua PLTN dengan angin, surya dan memanfaatkan gas untuk Listrik. Sehingga pada tahun 2013 PLTN hanya menyumbang sekitar 1% dan terjadi lonjakan bauran gas yang sebelumnya 30% menjadi 43% dan batubara dari 24% ke 30%. Ternyata tambahan import bahan bakar pengganti Nuklir berupa import gas, batubara dan diesel menjadi $40 milyar/tahun yang mengakibatkan tarif listrik membengkak dan mengakibatkan inflasi karena harga-harga yang naik. APBN jepang jebol karena subsidi EBT dan import gas yang kelewat besar, rakyat menjerit. Sehigga pada pemilu 2013, DJP di kalahkan oleh LDP yang mengkampanyekan untuk menghidupkan kembali PLTN untuk menekan harga Listrik. Bahkan di wilayah fukushima pun DJP juga kalah. Pada akhirnya ketika LDP memenangkan pemilu dan kembali berkuasa, PLTN di hidupkan kembali. Bahkan saat ini Jepang sedang membangun 2 PLTN : Chugoku ABWR 1373 MW yang di harapkan dapat beoperasi tahun ini dan J-Power ABWR 1383 MW akan beroperasi tahun 2022. Untuk masalah lingkungan, memang energi nuklir memiiki limbah yang berbahaya dan harus ditangani secara hati-hati, namun kuantitas limbah dan ruang yang harus disiapkan untuk menampung limbah radioaktif tersebut tidaklah seberapa dibanding luas area terdampak pemanasan global yang mencapai seluruh dunia yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil secara terus menerus untuk kepentingan pembangkitan energi. Sehingga justru sampai saat ini, PLTN masih menjadi solusi terbaik masalah lingkungan yang harus segera teratasi ini, mengingat sumber energi terbarukan belum dapat memenuhi bagian besar kebutuhan energi.dunia dan gerakan pengehematan energi meskipun merupakan gerakan yang baik, namun tidak akan mampu mengurangi peningkatan kebutuhan energi secara signifikan di zaman ini.
DAFTAR PUSTAKA 1. www.world-nuclear.org (diakses Juni 2016) 2. www.nei.org (diakses Juni 2016) 3. Buku Putih PLTN ESDM Indonesia 4. Outlook Energi Indonesia 2015 5. www.iaea.org (diakses Juni 2016) 6. www.batan.go.id (diakses Juni 2016) 8. White Paper-Nuclear Energy’s Economic Benefits Current and Future 9. Providing public acceptance: Rosatom’s Approach and experience (www.rosatom.ru) 10. http://www.bin.go.id/wawasan/detil/146/3/16/10/2012/pembangunan-pembangkit-listriktenaga-nuklir-di-indonesia (diakses Juli 2016) 11. http://www.bapeten.go.id/?p=17494 (diakses Juli 20016)
JAWABAN SARAN DAN MASUKAN
1. Bauran energi nasional saat ini
Energi fosil masih mendominasi kebijakan energi saat ini sekitar 70%. Kelebihan dari PLTN dibandingkan EBT lainnya adalah listrik yang dihasilkan harganya kompetitif dengan PLT lainnya terutama batubara (data dari www.world-nuclear.org ). Selain itu, PLTN merupakan
jenis pembangkit base load, sehingga pasokan listrik dari PLTN bisa diandalkan. Dibandingkan energi terbarukan lainnya, PLTN mempunyai kelebihan di bagian listrik yang dihasilkannya, potensi listrik yang dihasilkan dari PLTN bisa mencapai 1000 MW per unit.
Berdasarkan data dari IAEA, emisi CO2 yang dihasilkan oleh PLTN memiliki nilai maksimal yang paling rendah. Sementara itu, pembangkit listrik di Indonesia didominasi oleh PLT yang berbahan bakar fosil sebagai base load. Sehingga perlu dilakukan diversifikasi energi dalam memasok listrik base load, salah satu caranya adalah dengan PLTN. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk mengurangi tingkat emisi GRK.
2. Benarkah reaktor nuklir tidak berbahaya? Bagaimana mencegah tragedi Fukushima dan Chernobyl? Sejatinya reaktor nuklir itu mempunyai potensi bahaya jika dalam penanganannya atau pengoperasiannya tidak sesuai dengan standar. Kecelakaan Fukushima terjadi karena kegagalan sistem pendingin di reaktor, sehingga sistem pendinginan tidak sempurna saat reaktor nuklir mengalami proses shutdown masih ada sisa panas yang tinggi akibat reaksi nuklir di dalam bejana reaktor yang memicu ledakan hidrogen yang menyebabkan atap reaktor berlubang dan memicu lepasnya material radioaktif keluar reaktor. Sementara itu, PLTN Chernobyl mengalami kecelakaan karena buruknya sistem keselamatan dan keamanan dari desain reaktor tersebut. Selain itu, operator PLTN Chernobyl saat itu masih belum kompeten dalam menangani masalah PLTN. Cara untuk mencegah tragedi fukushima dan chernobhyl untuk Indonesia adalah: a. Pemilihan desain reaktor nuklir harus sesuai kebutuhan dan tingkat keamanan serta keselamatannya sangat baik atau sesuai standar yang mutakhir b. Operator PLTN atau para stakeholder terkait harus benar-benar kompeten di bidang yang terkait dengan pengoperasian PLTN. c. Budaya keselamatan terutama teknologi nuklir harus benar-benar diterapkan secara utuh
3. Bagaimana memenuhi kebutuhan uranium? Indonesia mempunyai cadangan bahan bakar nuklir terutama Uranium yang cukup banyak sekitar + 70.000 ton (detik.com, 2014). Namun, Indonesia terkendala aturan internasional mengenai non-proliferation treaty yang menyebabkan Indonesia tidak dapat melakukan pengkayaan Uranium secara mandiri. Sehingga dalam memenuhi kebutuhan Uranium, Indonesia harus impor dari negara lain. Yang menjadi kelebihan dari PLTN adalah bahan bakarnya dapat diganti setiap satu tahun atau 18 bulan sekali.
4. Pembangunan PLTN Pembangunan PLTN terkait lokasi, BATAN sudah melakukan uji tapak di berbagai tempat di Indonesia. Yang paling potensial adalah di daerah Semenanjung Muria dan Bangka Belitung. Terkait tempat pendirian PLTN, saat ada kebijakan “Go nuclear” nantinya pemerintah bisa menetapkan lokasi yang tepat untuk pembangunan PLTN dan dapat mempertimbangkan uji tapak yang telah dilakukan oleh BATAN (BATAN hanya lembaga riset yang ditugaskan untuk meneliti dan mempersiapkan pembangunan PLTN, pembangunan PLTN adalah tanggung jawab dari NEPIO). Biaya investasi awal untuk PLTN memang mahal, yaitu sekitar US$. 30 juta – US$. 40 juta. PLTN investasi awal-nya lebih mahal karena terdapat proses dekomisioning setelah PLTN berhenti beroperasi. Selain itu, sistem keamanan dan keselamatan yang sangat tinggi di PLTN (generasi setelah Fukushima) dapat menjadi penyebab investasi PLTN lebih tinggi dibandingkan PLT lainnya, namun harga produksi listriknya lebih kompetitif dan pasokan energi relatif stabil. Namun, biaya listrik yang dihasilkan dapat kompetitif dengan PLT lainnya. Pembangunan PLTN dapat memakan waktu 8-10 tahun karena proses perizinan dan komisioning yang sangat ketat. Besaran kapasitas PLTN yang akan dibangun harus sesuai dengan kebutuhan energi saat ini. PLTN dapat dipertimbangkan sebagai pemasok energi primer untuk memenuhi kebutuhan energi saat ini dan meningkatkan rasio elektrifikasi.
Hal-hal yang “negatif” 1. Potensi bahaya radiasi dari akumulasi produk hasil-belah di dalam reaktor PLTN setelah beroperasi 4-5 tahun , tetapi terperangkap di dalam batang bahan bakar; informasi kebocoran perangkat bahan-bakar nuklir (sedikit sekali) 2. Kecelakaan PLTN yang pernah terjadi disertai metoda pengelompokan kecelakaan PLTN (IAEA), termasuk dampak terhadap lingkungan dan penduduk Three Mile Island (TMI-2), 1979 Korban jiwa : 0 Korban cedera : 0 Korban trauma : ada (cukup banyak, pengaruh media) Korban harta : PLTN TMI-2 Urutan kejadian: Reaktor mulai dioperasikan lagi; kegagalan pompa pasokan air utama; pompa pasokan cadangan tidak bisa memasok air karena operator lupa membuka katup; air dalam sistem primer memanas; sistem darurat pendingin teras mulai bekerja; air di dalam reaktor melimpah sampai ke luar dari katup pemelihara tekanan (pressurizer); operator mematikan system darurat pendingin teras; air ke luar terus dari teras melalui pemelihara tekanan karena katup macet (tdk diketahui operator); bagian atas teras reaktor tersingkap dan meleleh
Chernobyl-4, 1986 Korban jiwa : 56 Diungsikan : 130.000 Pasukan relawan pemadam api : 300.000 Korban kanker tiroid : 9 Korban kanker akibat radiasi diperkirakan 3.000 dari jumlah penduduk yang bakal-mati akibat kanker sebanyak sekitar 1 juta (kira-kira seperempat jumlah penduduk), tetapi tanpa diketahui sebabnya Urutan kejadian : menjelang pergantian shift, PLTN Chernobyl-4 diperintahkan melakukan percobaan untuk mengetahui apakah PLTN bisa dijalankan dengan listrik yang dibangkitkan sendiri bilamana pasokan listrik dari luar tiba-tiba berhenti; daya PLTN diturunkan; ada perintah untuk menunda dahulu percobaan selama beberapa jam; terjadi pergantian shift; percobaan dimulai lagi; batang kendali darurat di-bypass; batang kendali ditarik hampir ke luar teras (karena racun Xe-135 yg menumpuk); kenaikan daya tak terkendalikan; terjadi dua ledakan; bagian atas reaktor terbuka dan zat radioaktif dimuntahkan ke atas; moderator grafit kebakaran; pasukan relawan dikerahkan secara bergilir. Catatan : setelah reaktor dihentikan sementara, zat radioaktif disebut racun (pemakan neutron seperti Xe-135) mulai meningkat kadarnya; hal ini mempersulit operasi reaktor selanjutnya karena batang kendali terpaksa harus ditarik ke atas ke tingkat tidak aman; hal ini tampaknya tidak disadari oleh operator.
Sarcophagus Chernobyl-4
Fukushima Daiichi 1-4 Setiap PLTN diwajibkan memiliki sekurangnya tiga pembangkit diesel cadangan untuk keperluan darurat, yaitu bilamana pasokan listrik hilang untuk pendinginan teras reaktor (batang-batang bahan bakar).
Tanpa pendinginan batang bahan bakar akan terjadi pelelehan bahan bakar yang disebabkan oleh radioaktivitas belahan-belahan uranium/plutonium. Dalam hal Fukushima Daiichi pasokan listrik hilang akibat gempa skala Richter 9 yang terjadi, semua reaktor berhenti operasi, tetapi satu jam kemudian 11 dari 12 pembangkit diesel cadangan tidak dapat berfungsi karena dilanda banjir tsunami. Ketika mulai dibangun di tahun 1960-an, persyaratan yang ditetapkan oleh regulator adalah untuk menjaga terhadap tsunami setinggi 5,7 meter. Persyaratan diubah pada tahun 2000 menjadi 10 meter. Tetapi tsunami yang menimpa Fukushima Daiichi pada tanggal 11 Maret 2011 ternyata setinggi 14 meter. Ledakan yang terjadi adalah akibat gas hidrogen yang dilepas ke dalam gedung, bukan ledakan reaktor. Radioaktivitas yang lepas ke udara adalah dalam bentuk gas yang berasal dari hasil belahan reaksi fisi dalam batang bakar yang meleleh. Tidak ada korban akibat radiasi yang terlepas. Namun 130.000 penduduk diharuskan oleh Pemerintah Jepang untuk mengungsi dari permukimannya masing-masing. Hal ini menimbulkan trauma berat. Semua PLTN dihentikan operasinya. Pemerintah Jepang mengubah struktur badan regulasi nuklir dan persyaratan keselamatan nuklir yang lebih ketat telah ditetapkan. Saat ini 4 PLTN sudah dinyatakan siap operasi, tetapi masih menunggu persetujuan pemerintah daerah/lokal. Pulau Honshu terletak di atas pertemuan empat lempeng tektonik.
3. Informasi mengenai kecelakaan reaktor nuklir (bukan PLTN), termasuk NRX di Kanada, dan di Windscale Inggeris pada tahun 1950-an, dll.
4. Indonesia terpaksa impor teknologi PLTN dan impor bahan-bakar nuklir, disertai uraian tentang niat untuk alih-teknologi nuklir, peningkatan “local content”, ketersediaan “pasar” uranium, pengayaan, bahan bakar PLTN, pasokan teknologi PLTN. Penambang uranium terbesar: (urutan besarnya sumberdaya) Kazakhstan (2) Kanada (5) Australia (1) Namibia (8) Rusia (3) Niger (9) Uzbekistan (12) Amerika Serikat (6) Ukraina (10) RRC (14) Afrika Selatan (4) Brazil (7) India (13) Layanan konversi oksida ke hexafluorida: Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Inggeris Raya, Rusia, dan RRC Pemasok pengayaan uranium: Perancis, Jerman, Belanda, Inggeris Raya, Amerika Serikat, Rusia, dll. 5. Biaya modal PLTN yang tinggi (lihat A.6.) EPC (engineering, procurement and construction) + owners’s cost+ contingency: OECD $1556/kW - $4100/kW -$5863/kW Korea Selatan $1556/kW RRC $1748/kW - $2302/kW PLTU OECD $807/kW - $2719/kW 6. Pengelolaan bahan bakar nuklir bekas pakai dan pengelolaan limbah nuklir; ini adalah program 50 tahunan ke atas. Bahan bakar bekas terlebih dahulu disimpan dalam air di lingkungan PLTN selama 23 tahun, kemudian dipindahkan ke kolam selama 3-5 tahun, akhirnya disimpan dalam tabung tertutup tanpa pendinginan. Program penyimpanan akhir limbah nuklir Finlandia dan Swedia Rencana penyimpanan bahan bakar bekas di Nevada, A.S. 7. Masyarakat “belum siap”, contoh Lumpur Lapindo, tabung gas; (namun staf operator PLTN pasti senang tinggal di dekat PLTN)