42 minute read
Komparasi Biji Kakao Indonesia & Malaysia
KOMPARASI BIJI KAKAO
INDONESIA & MALAYSIA
Advertisement
Meski tidak jauh berbeda secara geografis, biji kakao Indonesia dan Malaysia memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan utama terletak pada praktik penanganan, terutama yang menyangkut praktik fermentasi biji kakao.
Di Malaysia, pertumbuhan kakao banyak ditemukan di wilayah Sabah dan diikuti sampai ke Semenanjung Malaysia. Tipe perkebunan yang dimiliki adalah model smallholder dan plantation. Penurunan produksi biji kakao di Malaysia disebabkan oleh beberapa faktor seperti harga kakao di dunia menurun, persoalan sumber daya manusia, dan adanya kompetisi dari pemakaian tanah dengan kultivasi minyak sawit pada tahun 1995. Selain itu, adanya investasi dari pihak asing pada perkebunan kakao juga membuat daerah perkebunan kakao pada tahun 1990 yang memiliki luas hingga 390.000 ha menurun hingga tersisa 190.000 ha. Penuruanan luasan lahan ini terus terjadi hingga tahun 2005 dengan angka 33.000 ha.
Industri kakao Malaysia
Industri kakao Malaysia mulai tumbuh pada tahun 1973 dimulai dengan proses grinding sebanyak 6.000 ton pada tahun 1980 dan menjadi 70.000 ton pada tahun 1990. Proses grinding terbanyak dengan capaian 300.000 ton per tahun terjadi pada kisaran tahun 2007. Hal ini tentu menjadi menarik karena pengurangan
produksi kakao di perkebunan tidak berpengaruh pada proses grinding kakao yang dilakukan. Pada kondisi ini, untuk terus melangsungkan produksi industri kakao, pada akhirnya Malaysia mengimpor biji kakao Indonesia dan terus berlangsung proses grinding serta meningkat pada tahun 2004.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa industri kakao Malaysia berebut pasar dengan industri kakao di Indonesia terkait dengan biji kakao yang digunakan. Sebagai hasilnya, Indonesia harus menutup kekurangan dengan mengimpor biji kakao dari Pantai Gading dan Ghana. Hal ini mengingat bahwa pertumbuhan biji kakao Indonesia pada saat itu hanya berkisar 200.000 ton per tahun. Terkait dengan kualitas biji kakao, secara umum, biji kakao Malaysia adalah biji yang telah terfermentasi. Hanya saja, tingkat keasaman yang dimiliki cukup tinggi. Nilai pH biji kakao mentah berkisar antara 4,6-
4,8. Selain keasaman yang tinggi, rasa kakao dari biji Malaysia juga tergolong rendah. Hal ini disebabkan karena jenis kakao yang banyak ditumbuhkan di Malaysia adalah jenis Triantario. Kendati demikian, pengembangan penelitian kakao di Malaysia hingga saat ini terus berkembang.
Industri kakao Indonesia
Penanaman kakao di Indonesia dimulai pada tahun 1980-an. Namun, sejarah mencatat bahwa penanaman kakao lebih jauh telah dimulai pada tahun 1560 oleh seorang berkebangsaan Spanyol di Sulawesi. Jenis kakao pertama yang ditanam adalah jenis Criolo. Pada saat itu, nilai ekspor dapat mencapai 90 ton yang didapatkan dari Minahasa, Sulawesi Utara. Sayangnya, hal tersebut tidak berlangsung lama karena pada tahun 1930 ekspor terhenti akibat adanya penyakit pada tanaman kakao. Sekitar tahun 1912, penelitian kakao dilakukan oleh C.J.J. Van Hall di kebun Jatirunggo daerah Getas, Jawa Tengah.
Selanjutnya, perkembangan pertumbuhan kakao dimulai di pulau Jawa sampai Sumatera pada tahun 1990. Didukung dengan penanaman yang telah berlangsung di wilayah Sulawesi, maka pada saat itu, Indonesia berhasil mencapai posisi nomor tiga di dunia dengan nilai pertumbuhan mencapai 800.000 ton per tahunnya. Namun demikian, pada tahun 2010 dan seterusnya hingga 2018 terjadi penurunan yang sangat drastis hingga mencapai 200.000 ton per tahunnya. Sedangkan saat ini, Indonesia menduduki posisi ke-6. Di Indonesia, kakao adalah salah satu sumber pendapatan masyarakat pertanian. Diperkirakan tidak kurang dari dua juta keluarga menggantungkan pendapat utamanya pada komoditas kakao. Saat ini, kondisi kepemilikan perkebunan kakao di Indonesia masih didominasi oleh Perkebunan Rakyat (PR) dengan total 97,8% dari luas area kakao. Sisanya sebanyak 1,3% adalah
perkebunan swasta dan perkebunan besar negara sejumlah 0,9%.
Perkebunan rakyat masih dikelola dengan cara tradisional, sehingga optimalisasi pemanfaatan lahan sangat rendah. Dalam usaha pertanian kakao ini, petani kakao masih menggunakan sumber benih lokal (asal; tidak tersortir) yang rentan terhadap penyakit dan mempunyai produktivitas rendah. Rata-rata produktivitas petani kakao di Indonesia adalah 300 kg kakao/ ha. Angka ini tergolong cukup kecil dibandingkan dengan negara lainnya yang mencapai rata-rata 800-1.000 kg/ha. Tidak hanya itu, penurunan produktivitas petani juga disebabkan oleh tanaman kakai yang sebagaian besar telah berumur tua, atau di atas 25 tahun. Sedangkan tanaman kakao memiliki usia paling produktif berkisar pada umur 12-18 tahun.
Kondisi ini juga terjadi akibat tidak tersedianya akses untuk bibit kakao di perkebunan rakyat serta sulitnya meremajakan tanaman kakao. Tidak kalah penting, hama dan penyakit tanaman kakao seperti penggerek kakao (PBK), penyakit buah kakao (BBK) dan penyakit vascular streak dieback (VSD) juga menjadi salah satu faktor yang berbahaya dan sangat merugikan. Faktor ini dapat memberikan penurunan hingga 80%.
Kebijakan pemerintah
Untuk membantu petani, pemerintah mengeluarkan peraturan yang diharapkan dapat membanti petani kakao. Salah satu peraturan yang penting adalah terkait peraturan mutu biji kakao Indonesia. Di luar itu, ada beberapa faktor utama yang dapat menentukan mutu biji kakao yakni melalui proses fermentasi atau tidak. Langkah ke depan yang perlu diambil di antaranya adalah perlunya kebijkan pemerintah yang saling bersinergi terutama pada konsentrasi perkebunan, perindustrian, perdagangan, dan koperasi untuk melakukan pengawasan dan bantuan yang diperlukan untuk petani kakao. Perlunya budidaya kakao yang telah difermentasi serta skema perbaikan pola rantai pasok perkebunan kakao untuk peningkatan mutu dan pendapatan petani. Dengan proses fermentasi, diharapkan biji kakao dapat mencapai harga berkisar pada Rp3.000-5.000/kg lebih tinggi dibandingkan dengan biji kakao yang tidak terfermentasi. Terakhir, dapat dilakukan skema pencicilan untuk petani selama waktu fermentasi sehingga petani mendapat upah selama menunggu waktu fermentasi selama 4-5 hari.
Referensi:
Enin Ariningsih, Helena J.Purba, J.F.Sinuraya, Sri
Suharyono, Kartika Sari Septanti: Kinerja Industri
Kakao di Indonesia, Forum Peneliotian Agro Ekonomi, vol 37, No.1, July 2019 Jakarta Post:October 2020,Tueday Lee, C. H: Planting Cocoa-Challenges and Reality in
Malaysia. F. M. Arshad, A, Ibragimov: Malaysia Cocao Beans
Decline: A Prognosis, Int.J.Agric, Forestry and
www.foodreview.co.id
Go Digital
To download Your personal free copy FOODREVIEW INDONESIA start on January 2021
https://bit.ly/FRIDIGITAL
click here
• Sent to Your Mailbox Every Month • Unlimited Distribution and Sharing • Click on Advertisements • Direct Contact to Your Vendors • Interactive Videos and Links • Pop Up Advertisement
and its FREE
meningkatkan daya saing industri cokelat
Melalui Inovasi Teknologi
Secara global, permintaan akan kakao meningkat sebanyak tiga persen pada akhir dekade ini. Di Indonesia, rata-rata konsumsi cokelat juga mengalami peningkatan sebesar 10,28% pada lima tahun terakhir.
Sektor agribisnis kakao memiliki irisan terhadap kondisi lokal yang cukup besar sehingga kehadirannya juga sangat berpengaruh pada ekonomi di kelompok lokal tersebut.
Secara umum, tipe cokelat dibagi menjadi dua yakni cokelat couverture yang terbuat dengan menggunakan lemak kakao dan cokelat compound yang terbuat dengan menggunakan lemak nabati. Saat ini, industri pengolahan cokelat di Indonesia terbagi menjadi beberapa industri seperti industri cokelat, industri konfeksioneri cokelat dan cokelat artisan (bean to bar). Namun demikian, secara kuantitas, industri cokelat masih mendominasi pasar Indonesia.
“Konsumen Indonesia masih lebih memilih jenis cokelat compound dibandingkan dengan couverture. Dibandingkan dengan couverture, cokelat compound memang lebih resisten untuk meleleh pada udara yang
Mohammad Ari Kurnia Taufik, Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Agro
panas,” ungkap Chairman of Indonesia Cocoa Board, Dwi Atmoko Setiono dalam Webinar Food Technology Innovation yang diselenggarakan oleh Global Expo Management (GEM) Indonesia pada 10 Juni 2021 lalu.
Kategori industri cokelat
Kategori industri cokelat memiliki segmentasi dan karakteristik yang berbeda untuk setiap produknya. Pada industri cokelat, produk yang dihasilkan biasa digunakan pada saat pengolahan atau digunakan oleh pihak ketiga untuk membuat produk yang memerlukan bahan baku cokelat. Kategori ini juga biasa digunakan untuk beberapa spektrum produk seperti konfeksioneri, es krim, minuman, dan bakeri.
Pada industri cokelat konfeksioneri, karakteristik produk yang dihasilkan biasanya telah dilakukan pencampuran dengan beberapa bahan lain seperti gula, susu bubuk, pati, tepung, dan lain sebagainya. Cokelat jenis ini biasanya telah siap untuk langsung dikonsumsi “Sayangnya cokelat jenis ini banyak didominasi oleh merek-merek cokelat luar negeri yang menjadi perhatian spesial oleh banyak konsumen, sehingga dapat menjadi ancaman bagi merekmerek cokelat lokal,” tambah Dwi.
Kategori selanjutnya adalah cokelat artisan. Pada dasarnya, cokelat artisan sama halnya dengan cokelat konfeksioneri. Hanya saja terdapat perbedaan nama dari industri yang mengolahnya. Pada cokelat artisan, tidak seluruh proses langsung menggunakan mesin, tetapi banyak melibatkan peran manusia yang memiliki ekspertis di bidang cokelat. Di Indonesia, banyak
cokelat artisan yang menggunakan konsep “bean to bar” yang tidak hanya menyajikan produk mulai dari proses pemanenan dan memilih bahan baku hingga menjadi produk cokelat, tetapi banyak produsen yang juga menyelipkan cerita di setiap produk yang diproduksi. Konsep cerita ini kemudian menjadi kekuatan pada cokelat artisan dibandingkan dengan cokelat yang diproduksi di tingkat industri cokelat.
Kualitas cokelat
Pada dasarnya, parameter kualitas cokelat dapat dibagi menjadi beberapa yakni permukaan cokelat, kekerasan, aroma, titik leleh, ukuran partikel, properti reologi, dan kandungan air. Kualitas permukaan cokelat yang baik memiliki kenampakan yang mengilat dengan warna yang gelap, tidak memiliki gelembung atau titik putih di permukaannya. Untuk tingkat kekerasan pada cokelat dipengaruhi oleh kandungan lemak, kelembapan, ukuran partikel serta tingkat tempering. Aroma pada cokelat didapatkan pada saat penanganan saat setelah pemanenan (fermentasi dan pengeringan) dan pada saat proses pengolahan (penyangraian dan conching). “Untuk titik leleh cokelat akan menentukan rasa saat berada di mulut dan berperan pada saat pelepasan flavor,” tutur Dwi.
Dwi Atmoko Setiono, Chairman of Indonesia Cocoa Board
Tantangan dan peluang sektor industri agro
Industri kakao dan cokelat termasuk dalam industri agro yang perannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) cukup besar. Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Agro, Mohammad
Ari Kurnia Taufik dalam kesempatan yang sama mengungkapkan bahwa ada beberapa tantangan untuk pengembangan sektor industri agro.
Tantangan tersebut adalah (1) infrastruktur, termasuk biaya logistik, infrastruktur rantai dingin dan penyimpanan bahan baku, (2) birokrasi, termasuk dinamika regulasi pemerintah, prosedur administratif, dan peran pemerintah dalam membangun kawasan industri, (3) permodalan, termasuk akses kredit dan bunga pinjaman kredit, (4) faktor produksi dan rantai pasok, termasuk ketergantungan impor bahan baku dan penolong, upah minimum regional, tingkat kompetensi tenaga kerja, biaya energi, penanaman modal asing, serta produktivitas tenaga kerja.
“Tidak lupa, pemulihan akibat COVID-19 juga perlu dipertimbangkan sebagai tantangan pengembangan sektor industri agro,” kata Ari. Lebih lanjut, selain tantangan, industri makanan dan minuman yang memiliki porsi besar dalam industri agro memiliki peluang untuk bisa dikembangkan. Hal ini dapat dilihat dari pasar domestik Indonesia yang memiliki penduduk hingga 260 juta jiwa. Tidak hanya itu, sumber daya alam terutama pertanian yang berlimpah menjadi sumber bahan baku industri agro dalam negeri. Selanjutnya, terdapat industri halal yang belum dioptimalkan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
“Perubahan pola konsumsi konsumen yang cenderung beralih ke makanan kemasan modern juga menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan. Selain itu, saat ini juga muncul pemain-pemain industri agro nasional yang sudah mampu bersaing di tingkat global,” tambah Ari. Kendati demikian, peluang pengembangan industri makanan dan minuman nasional tersebut belum dimanfaatkan secara optimal karena keterkaitan hulu-hilir belum secara efisien terjadi.
Strategi dan kebijakan industri agro nasional
Saat ini, peningkatan daya saing dan nilai tambah sektor industri agro tengah digalakkan. Ada beberapa poin yang menjadi strategi dan kebijakan
industri agro nasional di antaranya (1) pemanfaatan penyediaan & penyaluran sumber daya alam yang didalamnya mencakup kordinasi dan kemitraan, integrasi hulu dan hilir, peningkatan utilisasi industri dan diversifikasi produk, (2) pengembangan pemanfaatan teknologi yang di dalamnya mencakup fasilitasi R&D, inovasi teknologi, pembelian teknologi, kerja sama teknologi, industri 4.0, dan revitalisasi permesinan, (3) standar industri yang di dalamnya mencakup produk, proses produksi, SDM, lingkungan, dan teknologi, (4) kerja sama internasional yang di dalamnya mencakup posisi runding, hambatan ekspor, promosi industri (investasi dan produk), (5) insentif fiscal & non-fiskal yang di dalamnya mencakup tax holiday, tax allowance, super deduction tax, insentif PEN untuk insentif. Bea keluar untuk disinsentif serta fasilitasi bahan baku, promosi bantuan keringanan, NTM, fasilitasi investasi dan kemudahan berinvestasi untuk non-fiskal. Terakhir yakni (6) pembangunan SDM industri yang di dalamnya mencakup peningkatan kompetensi vokasi industri serta Pendidikan dan pelatihan (teknis produksi, desain ekspor, pelatihan dan lain sebagainya). Fri-35
Strategi Pengurangan Garam
untuk Produk Pangan yang Lebih Menyehatkan
Hipertensi atau tekanan darah tinggi diketahui sebagai pembunuh senyap.
Penyakit ini menyebabkan timbulnya penyakit komplikasi lain seperti stroke, penyakit jantung dan gagal ginjal. Hal tersebut menjadikan jenis penyakit tidak menular ini menjadi salah satu penyebab utama kematian dini di dunia.
Di Indonesia, data Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) menunjukkan bahwa prevalensi stroke pada penduduk di atas 15 tahun sebesar 10,9% pada 2018 (dihitung berdasarkan diagnosis dokter) di mana angka ini meningkat dari tahun 2014 yang berada di angka 7% (dihitung berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan). Di samping itu, pada 2018 terdapat 34,1% hasil mengukuran hipertensi pada penduduk di atas 18 tahun dan berdasarkan rule of half hipertensi diketahui baru 50% orang dengan hipertensi terdiagnosis. Adapun 50% dari terdiagnosis ini mendapatkan pengobatan dan 50% yang diobati dapat mencapai target terapi.
Prof. Nuri Andarwulan, Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB University
Asupan garam diketahui sebagai salah satu faktor penyebab hipertensi. Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University, Prof. Nuri Andarwulan mengungkapkan hasil studinya terkait asupan garam di Jakarta Selatan dan diketahui bahwa rata-rata asupan natrium pada semua kelompok umur sebesar 2,46 g/cap/ hari. "Angka ini masih di atas anjuran Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang merekomendasikan asupan garam <2 g/ cap/hari," tuturnya dalam FoodReview Indonesia Webinar - Umami Ingredient: Flavor Enhancer for Reduced-Salt Foods yang diselenggarakan pada 24 Juni 2021 lalu secara virtual. Selain itu, diketahui juga pria mempunyai asupan garam yang lebih tinggi dibanding wanita. Dilihat dari kontribusi jenis pangan terhadap asupan garam, pangan siap saji berkontribusi paling besar dibanding pangan olahan dan masakan rumahan.
WHO dalam Sustainable Development Goals (SDGs) tujuan 3 Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan merekomendasikan asupan garam kurang dari 5 g per hari untuk orang dewasa dan garam yang dikonsumsi merupakan garam yang telah terfortifikasi iodium.
Upaya pengurangan asupan garam
Nuri menjelaskan bahwa pengurangan garam dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu intervention in setting, reformulasi pangan, edukasi konsumen, pelabelan kemasan, serta pajak garam. Intervention in setting salah satunya telah dilakukan di Portugal pada makanan sekolah tingkat awal sampai menengah melalui The Eat Mediterranian Program. Rito dkk. (2020) dalam laporannya menyebutkan intervensi tersebut berhasil menurunkan 23% kandungan garam pada makanan sekolah. Adapun menu yang paling banyak berkontribusi pada pengurangan garam adalah sup.
WHO menjadikan reformulasi pangan sebagai salah satu pilar kunci
Dra. Yunida Nugrahanti Soedartp, Apt., MP., Direktur Pengawasan Pangan Olahan, Badan POM RI
dalam penurunan garam, terutama untuk negara-negara yang konsumsi pangan olahannya dalam jumlah besar. Nuri menerangkan bahwa konsumsi pangan olahan Indonesia masih kurang dari 30% sedangkan negara maju pangan olahan mempunyai proporsi 55-85% dibanding pangan lainnya. Pada tahun 2014, sebanyak 83 negara telah mempunyai prakarsa atau rencana pengurangan garam di mana 59 di antaranya telah bekerja sama dengan industri pangan dan 38 negara merancang target kandungan garam.
Terkait pelabelan kemasan, pelabelan kandungan garam telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.30 tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak (GGL) serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. Dalam pasal 4 disebutkan bahwa pesan kesehatan berbunyi “Konsumsi gula lebih dari 50 gram, natrium lebih dari 2000 miligram atau lemak total lebih dari 67 gram per orang per hari berisiko hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung”. Beberapa produk pangan olahan diketahui telah mencantumkan pesan kesehatan tersebut dalam label kemasannya. Adapun upaya pengurangan garam dengan pajak garam telah dilakukan oleh beberapa negara. Dalam Santos dkk. (2021) disebutkan terdapat 5 negara yang telah menerapkan pajak terhadap garam, yaitu Fiji, Meksiko, Saint Vincent, dan The Grenadine.
Label “Pilihan Lebih Sehat”
Selain label tentang informasi pesan kesehatan tentang kesehatan terkait GGL, terdapat pula label healthier choice atau “Pilihan Lebih Sehat” yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM Nomor 22 tahun 2019 tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan. Pencatuman logo “Pilihan Lebih Sehat” diterapkan secara bertahap berdasarkan kajian risiko dan untuk pertama kali diterapkan pada produk minuman siap konsumsi dan prosuk pasta instan dan mi instan.
Abigail Bethrose Sembiring, Technical Sales Representative PT Cheil Jedang Indonesia
Pada pasta dan mi instan, profil gizi yang menjadi syarat untuk pencantuman logo “Pilihan Lebih Sehat” adalah lemak total maksimal 20 g per 100 g dan garam (natrium) maksimal 900 mg per 100 g. Nuri juga menyontohkan produk mi instan yang menyantumkan logo “Pilihan Lebih Sehat” dan diketahui bahwa produk mi instan dengan label tersebut mempunyai kandungan Natrium 45% lebih rendah dibanding produk mi instan tanpa label “Pilihan Lebih Sehat”.
Jika dilihat lebih lanjut, pengurangan kandungan garam pada produk mi berlabel “Pilihan Lebih Sehat” dilakukan dengan penggunaan ingridien-ingridien seperti tomat bubuk, jamur bubuk dan ekstrak ragi. Ingridien-ingridien tersebut merupakan sumber sumber glutamat sehingga dapat menciptakan cita rasa yang tetap diterima konsumen meskipun dengan kadar garam yang lebih rendah.
Technical Sales Representative PT Cheil Jedang Indonesia, Fadhila Dorian Syahputri menjelaskan tentang TasteNrich yang merupakan perisa alami yang bisa diaplikasikan pada berbagai produk pangan. Untuk aplikasi flavor, perisa ini dapat memberikan flavor kentang panggang, roasting granny, amber flavor, brown sugar, dan sautéed mushroom. Adapun terkait cita rasa, perisa alami ini mempunyai beberapa komponen masing-masing menghasilkan cita rasa tersendiri (lihat Tabel 1).
Fadhila juga mengungkapkan bahwa perisa alami ini diproses melalui fermentasi alami tetes tebu (molases) dan mikroorganisme yang selanjutnya diproses secara minimal, yaitu pemisahan fisik dengan cell mass, pengonsentrasian, dan pengeringan semprot (spray drying). Kandungan natrium dalam perisa alami ini kurang dari 2% sehingga diharapkan dapat diaplikasikan untuk produk-produk
Tabel 1. Komponen pembentuk cita rasa pada TasteNrich Komponen Cita rasa
Glutamat alami, nukleotides alami
Asam-asam amino: Glisin, alanin, asam aspartat, dan lain sebagainya
Asam-asam alami: Sitrat, malat, suksinat, dan lain sebagainya
Gula alami: Trehalose, gula Umami
Umami dan manis
Asam dan asin
Manis
Fadhilah Dorian Syahputri, Technical Sales Representative PT Cheil Jedang Indonesia
dengan tujuan pengurangan garam.
Adapun dalam penggunaannya, TasteNrich dapat diaplikasikan pada produk saus (0,1-0,5%), perisa makanan ringan (3-10%), dry seasoning blends (5-10%), dressing (0,1-0,5%), dipping sauce (0,3-2%), produk olahan daging (0,2-0,5%), produk siap santap (0,10,3%), kecap (0,502%), dan bubuk kaldu (5-10%). Diketahui bahwa perisa alami ini mempunyai kestabilan terhadap suhu pengolahan 120oC selama 30 menit dapat mengurangi 20-50% kandungan garam.
Regulasi BTP penguat rasa
“Berdasarkan Peraturan Badan POM Nomor 11 tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan, penguat rasa (flavour enhancer) adalah BTP untuk memperkuat atau memodifikasi rasa dan/atau aroma yang telah ada dalam bahan pangan tersebut tanda memberikan rasa dan/atau aroma tertentu,” tutur Direktur Pengawasan Pangan Olahan Badan POM, Dra. Yunida Nugrahanti Soedarto, Apt., MP. Jenis BTP penguat rasa ini meliputi asam L-glutamat dan garamnya, asam guanilat dan garamnya, asam inosinat dan garamnya, serta garamgaram dari 5’-ribonukleotida. Dalam penggunaannya, batas maksimal penggunaan BTP ini adalah CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik), yaitu konsentrasi BTP secukupnya yang digunakan dalam pangan untuk menghasilkan efek teknologi yang diinginkan.
Yunida mengungkapkan, pada periode Februari 2018 – Juni 2021 terdapat total 94 jumlah nomor izin edar (NIE) BTP penguat rasa dari 33 pelaku usaha dengan rincian 88 MD dan 6 ML. Mononatrium L-glutamat menjadi jenis BTP penguat rasa yang paling banyak digunakan. Ia juga menjelaskan tentang peluang pengembangan bahan-bahan alam yang berpotensi dimanfaatkan sebagai BTP penguat rasa dan Badan POM mendukung dan memfasilitasi penyusunan standar produk hasil riset bahan bahan alam tersebut. Di sisi lain, salah satu hal yang menjadi tantangan adalah adanya dugaan bahwa penggunaan penguat rasa berkontribusi terhadap tingginya asupan sodium karena umumnya penguat rasa terdapat dalam bentuk campuran dengan sodium. Selain itu, perlu pula edukasi masyarakat bahwa penguat rasa bukan merupakan penyedap rasa karena penguat rasa berfungsi untuk memperkuat rasa yang sudah ada sehingga penggunaannya tidak perlu berlebihan. Fri-29
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia
Potensi dan Pasar Halal di Indonesia
Denah lokasi booth pada ii-motion virtual
Indonesia memiliki peluang untuk menjadi produsen dan eksportir produk halal terbesar di dunia. Hal ini didukung dengan sumber daya yang dimiliki, termasuk potensi sektor industri di Indonesia. Kementerian Perindustrian mendorong potensi dan peluang tersebut agar dapat tumbuh secara optimal.
“Indonesia merupakan pasar yang besar bagi produk muslim, karena sebagai negara dengan populasi muslim terbesar, mencapai 229 juta jiwa. Angka tersebut merupakan 87,2% dari populasi penduduk Indonesia yang berjumlah 276,3 juta jiwa atau 12,7% dari populasi muslim dunia,” kata Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin pada pembukaan pameran Indonesia Industrial Moslem Exhibition (ii-Motion) 2021 secara virtual pada 3 Juni 2021 lalu.
Wapres menjelaskan, sektor industri halal merupakan bagian dari ekosistem dengan potensi ekonomi yang sangat besar untuk saat ini dan ke depan. Berdasarkan laporan dari State of Global Islamic Economic Report 2020-2021, tingkat konsumsi masyarakat muslim dunia mencapai USD2,02 triliun yang
terserap di sektor pangan, farmasi, kosmetik, mode, perjalanan dan media/ rekreasi halal.
“Tingkat konsumsi tersebut diproyeksi terus meningkat hingga mencapai USD2,4 triliun pada tahun 2024 dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 3,1%,” pungkasnya.
Kesempatan pelaku IKM
Pada kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan, pihaknya menginisiasi penyelenggaraan ii-Motion secara virtual pada 3-5 Juni 2021 dengan tujuan untuk membuka dan memperluas jangkauan pemasaran produk muslim Indonesia.
Selain itu, mendorong pertumbuhan industri kecil dan menengah (IKM) produk muslim, memperkuat citra Indonesia sebagai pemain penting dalam industri halal dunia, serta mendukung upaya Indonesia untuk menjadi produsen produk halal terbesar di dunia.
“Kesempatan pelaku IKM Indonesia untuk masuk pasar dunia sangat besar, sayang apabila kita tidak menggunakan potensi ini. Maka itu, kami fasilitasi dengan pameran ii-Motion agar produk Indonesia bisa menembus ekspor,” paparnya.
Menperin menambahkan, rangkaian kegiatan ii-Motion 2021 dengan tema “Indonesian Halal Industry Today” terdiri dari pameran secara virtual, webinar dan gelar wicara dengan berbagai pembahasan, demo riasan dan hijab, demo barista, serta demo masak.
Pameran virtual dalam kegiatan ii-Motion 2021 diikuti sebanyak 142 peserta yang berasal dari kelompok komoditas pangan, fesyen, sepatu, tas, perhiasan, kosmetik serta peralatan rumah tangga. Selain itu, terdapat satu booth program santripreneur, dua klinik konsultasi dan fasilitasi bagi Industri Kecil dan Menengah (IKM), serta empat booth penghargaan IKM.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Gati Wibawaningsih mengatakan, kebutuhan masyarakat terhadap produk dan jasa berlabel halal semakin meningkat, seiring dengan bertambahnya kesadaran terhadap kualitas, keamanan dan kesehatan produk yang dikonsumsi.
Menurut Gati, legitnya pasar industri produk halal global ini memang tak hanya dikerubuti oleh negara dengan mayoritas muslim, seperti Indonesia dan Malaysia. Perusahaan-perusahaan dari China, Thailand, Filipina, Jepang, Korea Selatan dan Australia juga ikut berebut memproduksi barang-barang halal. “Saya yakin kita bisa mengambil bagian pasar produk halal, paling tidak sebagai pemain utama di Asia,” ujarnya. Fri-27
Sekretariat GAPMMI
ITS Office Tower Lt. 8 Unit 16, Nifarro Park Jl. Raya Pasar Minggu KM. 18, Jakarta Selatan 12510 Telp/Fax. (021) 29517511; Mobile. 08119322626/27 Hp. 08156720614 Email: gapmmi@cbn.net.id Website: www.gapmmi.id
Mengendalikan Fat Bloom & Cracking
pada Produk Konfeksioneri Berbasis Cokelat
Oleh Dimas Rahadian Aji Muhammad, Ph.D Program Studi Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Fat bloom dan cracking merupakan fenomena yang banyak ditemui di industri konfeksioneri terutama pada produk-produk yang menggunakan cokelat. Munculnya fat bloom dan cracking pada cokelat ditandai dengan bercak keputihan yang menyebar menyerupai jamur dan pada kondisi yang lebih parah, produknya tampak seperti “hancur” atau cracking.
Munculnya bercak putih dan rusaknya produk ini sebenarnya disebabkan oleh berubahnya mikrostruktur. Bercak keputihan pada cokelat mengubah secara signifikan kenampakan produk sehingga menurunkan secara drastis selera konsumen, meskipun cokelat tersebut sebenarnya masih aman untuk dikonsumsi. Aspek sensoris ini yang menyebabkan fat bloom sering dijadikan patokan untuk menentukan umur simpan atau masa kedaluwarsa cokelat, demikian pula dengan cracking. Maka dari itu, sebuah industri konfeksioneri yang tidak dapat mengendalikan terjadinya fat bloom dan cracking pada produknya, mempunyai risiko kerugian yang lebih tinggi.
Cokelat dalam industri konfeksioneri
Cokelat merupakan produk utama yang diperoleh dari biji kakao. Cokelat dapat diformulasikan setidaknya menjadi 3 tipe, yaitu cokelat hitam, cokelat susu, dan cokelat putih. Perbedaan komposisi antara kakao
massa, lemak kakao, susu dan gula yang menentukan tipe dari cokelat tersebut. Cokelat yang sudah jadi selanjutnya dapat digunakan pada industri konfeksioneri dengan proses yang relatif lebih sederhana, yaitu melalui proses pelelehan, pencampuran dengan bahan lain, tempering dan pencetakan.
Salah satu produk konfeksioneri yang populer sejak dulu adalah cokelat yang diberi isian kacang-kacangan, termasuk kacang mede. Cokelat yang diisi dengan berbagai macam isian, atau yang dikenal dengan sebutan praline, juga sudah mulai populer di Indonesia. Berbeda dengan konsep produk cokelat dengan kacang mede yang menyerupai “sphere” di mana kacangnya menyebar pada seluruh bagian produk cokelat, praline merupakan produk yang menyerupai “capsule” yaitu menggunakan cokelat sebagai cangkangnya, sedangkan isiannya berada di tengah produk. Secara umum, praline dapat diisi dengan dua tipe isian, yaitu isian berbasis lemak (fatcontinuous fillings) dan isian berbasis air (water-continuous fillings). Contoh dari isian berbasis lemak adalah pasta kacang hazelnut, kacang tanah atau kacang almon, sedangkan contoh dari isian air adalah fondan, selai, jeli, agaragar atau ganache. Meskipun “cokelat mede” dan “praline” mempunyai konsep produk yang berbeda, namun keduanya mempunyai persamaan, yaitu isian yang dicampurkan ke dalam cokelat dapat mempercepat terjadinya fat bloom atau cracking.
Mekanisme fat bloom dan cracking
Tempering merupakan salah satu tahapan penting dalam pembuatan cokelat untuk membentuk polimorf kristal βV yang membuat cokelat bertekstur padat dan mempunyai kenampakan mengilat. Selama proses
penyimpanan cokelat, kristal βV ini bertransformasi menjadi kristal βVI yang apabila dilihat secara mikroskopis membentuk kristal berbentuk jarum. Transformasi kristal dari βV menjadi βVI berlangsung secara alamiah karena secara kodrat kristal akan bertransformasi menjadi polimorf yang paling stabil, yaitu βVI. Kristal βVI selanjutnya semakin membesar seiring dengan penyimpanan yaitu sekitar 1-3 µm setelah 3 minggu dan dapat lebih besar dari 10 µm setelah 8 minggu penyimpanan. Secara kasat mata perubahan polimorf kristal yang telah tumbuh ini memberikan kenampakan bercak-bercak keputihan pada permukaan cokelat. Konsekuensi dari terjadinya fat bloom ini adalah berkurangnya tingkat kilap (glossiness) dari cokelat.
Munculnya fat bloom pada cokelat dapat semakin cepat apabila cokelat diisi dengan bahan lain yang mengandung minyak atau lemak non-kakao. Di dalam cokelat yang diisi dengan bahan yang mengandung minyak atau lemak terjadi migrasi minyak atau lemak dari bahan tersebut ke cokelat dan sebaliknya sesuai dengan prinsip kesetimbangan. Semakin besar perbedaan komposisi minyak/lemak bahan dengan lemak kakao, maka kemungkinan terjadinya fat bloom semakin besar dan cepat. Migrasi tersebut akan berhenti saat komposisi triasilgliserol (TAG) dari cokelat dan dari isiannya sudah setimbang dan identik. Konsekuensi dari migrasi tersebut adalah isian cokelat yang mengeras, cangkang atau balutan cokelat yang melunak dan juga terjadinya fat bloom. Munculnya fat bloom ini dapat dimengerti sebab setelah terjadinya migrasi, cangkang cokelat dimasuki oleh minyak atau lemak yang tidak tertempering dengan baik.
Bloom dan bahkan sampai tahap cracking dapat semakin dipercepat dengan adanya isian cokelat yang berbasis air. Cokelat adalah produk gula dan partikel kakao yang terdispersi di dalam lemak kakao. Air dapat bermigrasi ke dalam cokelat karena gula bersifat hidrofilik. Air dengan jumlah yang sedikit dapat menyebabkan rekristalisasi gula sehingga membentuk bercak keputihan juga, atau yang dikenal dengan sugar bloom. Isian cokelat yang mengandung kadar air tinggi (dan juga aktivitas air yang tinggi) akan menyebabkan proses migrasi air semakin cepat, sehingga risiko kerusakan cokelat akan semakin cepat
pula. Pada tingkat keparahan yang tinggi, cangkang cokelat pada praline akan terpecah dan hancur atau yang lazim disebut dengan fenomena cracking. Hal ini disebabkan gula yang menyerap air mengalami pembengkakan dan akhirnya mengubah struktur dari cokelat. Isian yang dapat menyebabkan cracking adalah isian yang mempunyai aktivitas air di atas 0.6.
Faktor penyebab fat bloom dan cracking
Komposisi bahan
Proses migrasi baik air maupun lemak merupakan penyebab fat bloom dan cracking, sehingga jumlah air dan lemak serta komposisi lemak bahan isian merupakan faktor penting yang menyebabkan fenomena fat bloom dan cracking. Bahkan tanpa bahan isian pun, cokelat batang (cokelat susu) yang mengandung susu rendah lemak akan mengalami transformasi kristal βV menjadi βVI yang lebih lambat dibandingkan dengan cokelat yang diformulasikan dengan susu berkadar lemak lebih tinggi. Namun demikian, lemak yang tinggi bermanfaat untuk mencegah cracking, sebab kadar lemak yang tinggi bermanfaat sebagai barrier untuk menghalangi air bermigrasi.
Ukuran partikel
Ukuran partikel di dalam matriks cokelat mempunyai pengaruh terhadap kecepatan kerusakan cokelat, terutama fat bloom. Cokelat yang mempunyai ukuran partikel besar cenderung mempunyai ruang antar partikel yang lebih besar. Dalam kondisi ini, minyak dan lemak dari isian cokelat dapat lebih leluasa dan cepat bermigrasi, sehingga fat bloom dapat terjadi lebih cepat. Ukuran partikel cokelat dapat diperkecil dengan proses refining pada proses pembuatan cokelat.
Ketebalan cangkang
Ketebalan cangkang dapat berpengaruh terhadap fat bloom dan cracking. Migrasi yang dibutuhkan air atau minyak/lemak dari isian praline ke permukaan cokelat akan semakin lama apabila cangkang cokelat tersebut semakin tebal.
Suhu dan kelembapan lingkungan penyimpanan
Suhu mempunyai pengaruh terhadap
kecepatan kerusakan cokelat, karena suhu yang semakin tinggi akan akan mempercepat proses difusi dan migrasi molekul air atau minyak/ lemak dari isian ke cokelat. Semakin tinggi suhu penyimpanan akan semakin mempercepat transformasi polimorf kristal sehingga fat bloom juga semakin cepat terjadi. Kelembapan lingkungan juga berpengaruh terhadap kecepatan kerusakan cokelat. Pada kelembapan yang tinggi uap air yang ada di uara dapat bermigrasi ke produk cokelat.
Struktur morfologi lemak kakao
Lemak kakao dapat eksis dalam berbagai bentuk kristal dari yang paling tidak stabil (kristal α) hingga yang paling stabil (kristal βVI). Untuk mendapatkan bentuk kristal yang diinginkan (βV) pada cokelat, dapat dilakukan melalui proses tempering. Keberhasilan tempering ini sangat menentukan kecepatan terjadinya fat bloom. Cokelat yang tidak ditempering secara baik akan mengalami fat bloom lebih cepat, bahkan sesaat setelah proses pendinginan cokelat masih di dalam cetakan. Hal ini disebabkan cokelat yang mempunyai struktur βV lebih kompak dan padat daripada struktur kristal α. Dengan struktur yang lebih kompak, maka migrasi minyak/lemak atau air akan lebih sulit dibandingkan pada matriks cokelat dengan struktur yang tidak kompak.
Mencegah fat bloom dan cracking Prinsip utama dari mencegah atau memperlambat fat bloom dan
cracking adalah dengan mengendalikan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap migrasi air atau minyak/lemak di dalam produk. Jika migrasi dapat dihentikan atau setidaknya diperlambat, maka terjadinya fat bloom dan cracking dapat diperlambat pula. Salah satu cara untuk memperlambat fat bloom dan cracking untuk produk konfeksioneri berbasis cokelat yang mengandung isian adalah memperkecil perbedaan komposisi antara isian dengan cokelat. Untuk isian yang berbasis air, maka aktivitas air (aw) isiannya harus kurang dari 0.5. Untuk isian yang berbasis lemak, perlu digunakan isian yang dibuat dengan lemak yang mempunyai melting point relatif tinggi. Selain itu, perbedaan komposisi antara isian dengan cokelat dapat diperkecil dengan cara menambahkan lemak kakao
pada isian tersebut, misalnya dengan konsentrasi 5-6%. Agar isian tersebut selanjutnya mempunyai struktur kristal yang kompak dan padat, maka isian yang sudah ditambah dengan lemak kakao tersebut perlu dilakukan tempering. Emulgator tertentu dapat berkontribusi pada proses kristalisasi dengan cara meningkatkan jumlah bibit kristal. mengecilkan ukuran kristal dan meningkatkan titik leleh dari kristal. Emulgator jenis ini, misalnya STS, MA atau asam alkenyl dikarboksilat, juga dapat mempelambat laju perubahan dari kristal βV menjadi βVI sehingga dikenal pula sebagai anti-bloom agent.
Selain bahan yang digunakan untuk formulasi produk konfeksioneri, proses produksi juga sangat berpengaruh untuk memperlambat terjadinya fat bloom dan cracking. Cokelat secara umum diproduksi dengan beberapa tahapan proses pengolahan, yaitu mixing, refining, conching, tempering dan molding. Refining merupakan proses yang ditujukan untuk memperkecil ukuran partikel-partikel di dalam matriks cokelat. Ukuran partikel yang lebih kecil akan menghasilkan rongga antar partikel yang lebih kecil, sehingga proses migrasi menjadi semakin lambat. Tempering juga bermanfaat untuk memperlambat migrasi karena bermanfaat untuk membentuk kristal lemak yang lebih kompak dan padat. Selain mengoptimalkan proses standar pada proses pembuatan cokelat, beberapa peneliti mencoba melakukan
BELI FOODREVIEW DI TOKOPEDIA & shopee
perlakuan tambahan untuk mencegah fat bloom, misalnya dengan (1) menghangatkan cokelat pada suhu 3235°C selama 80 menit; (2) melakukan pendinginan cepat; (3) menggunakan magnetic field; (4) ultrasonikasi; dan (5) menambah bibit kristal yang dibuat dari lemak yang telah dimodifikasi komposisinya.
Kondisi penyimpanan juga berpengaruh terhadap munculnya fat bloom dan cracking bahkan untuk cokelat yang sudah berstatus welltempered. Oleh karena itu, suhu dan kelembapan lingkungan penyimpanan perlu untuk dikendalikan. Kondisi yang disarankan untuk penyimpanan adalah 18-20°C. Jika penyimpanan lebih tinggi dari 20°C maka fat bloom akan lebih cepat muncul. Dengan mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan munculnya fat bloom dan cracking selama penyimpanan dan pemasaran, industri konfeksioneri dapat memperkecil risiko kerugian akibat adanya kerusakan produk yang tidak diinginkan tersebut.
Referensi:
Delbaere, C., Van de Walle, D., Depypere, F., Gellynck,
X., & Dewettinck, K. (2016). Relationship between chocolate microstructure, oil migration, and fat bloom in filled chocolates. European journal of lipid science and technology, 118(12), 1800-1826. Slettengren, K. (2010). Crack formation in chocolate pralines (Master's thesis).Chalmers University, Sweden. Ziegler, G. (2009). Product design and shelf-life issues: oil migration and fat bloom. In Science and technology of enrobed and filled chocolate, confectionery and bakery products (pp. 185-210). Woodhead Publishing.
Rp 900.000 Rp 100.000* Rp 125.000* Rp 75.000
*Terdapat harga khusus reseller atau pembelian minimal 5 buku dengan judul yang sama, informasi lebih lanjut dan pemesanan : langganan@foodreview.co.id | (0251) 8372333
FOODREVIEW INDONESIA 2020 COMPLETE COLLECTION
Get Your copy now for only Rp 400.000
PT Media Pangan Indonesia Jl Binamarga II No. 23, | Baranangsiang, Bogor Timur 16143 Phone: (0251) 8372333, (0251) 8322732 | Fax: (0251) 8375754 langganan@foodreview.co.id | www.foodreview.co.id
Kriteria Mikrobiologi
dalam Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan
Undang-Undang Pangan No. 18 tahun 2012 telah menyatakan bahwa setiap orang yang terlibat dalam rantai pangan wajib mengendalikan risiko bahaya pada pangan, baik yang berasal dari bahan, peralatan, sarana produksi, maupun dari perseorangan agar terjamin keamanan pangan. Tentunya, pangan yang beredar tidak boleh mengandung atau melebihi batas maksimum cemaran mikroba yang ditetapkan dalam standar.
Timbulnya berbagai macam penyakit bawaan pangan (foodborne diseases) dan kasus kejadian luar biasa (KLB) yang disebabkan oleh cemaran mikroba terutama bakteri patogen membuat berbagai pihak mencari upaya untuk mengatasinya, salah satunya dengan menetapkan persyaratan cemaran mikroba dengan kriteria mikrobologi.
Kriteria mikrobiologi (Microbiological Criteria) adalah suatu ukuran manajemen risiko yang menunjukkan keberterimaan suatu pangan atau kinerja suatu pengendalian proses atau sistem kemananan pangan yang merupakan hasil dari pengambilan sampel dan pengujian mikroorganisme pada titik tertentu dalam suatu rantai pangan.
Tabel 1. Contoh pengujian yang direkomendasikan untuk produk steril komersial
Kepentingan relatif Pengujian yang berguna
Critical ingredients Medium
In-process High/low
Processing enviroment Low/high
— Uji spora hanya untuk critical ingredients: pati, gula, sereal, rempah dengan pengendalian pemasok dan spesifikasi mikrobiologi — Umumnya kandungan spora termofilik pada ingridien <102/g — Pengujian histamin pada lot ikan scromboid (kasus 8: n=5 c=1 m=100ppm M=200ppm (high) Pengecekan mutu pengemasan secara mekanis dan visual (high) Monitoring dan verifikasi waktu/suhu, pH, aw & nitrit. (high) Monitoring dan verifikasi kadar sanitaiser air pendingin (low) Pengujian mikrobiologi secara periodik direkomendasikan untuk: — Uji air pendingin dengan mengacu standar air minum — Monitoring tahapan sebelum proses termal yang memungkinkan pertumbuhan spora tahan panas (low) Verifikasi pembersihan permukaan kontak pangan pada proses dengan retort. (high) Monitoring dan verifikasi pembersihan permukaan kontak pangan pada proses termal in-line dengan memeriksa kondisi CIP dan pengujian ATPase (aseptic, hot-fill-and-hold, etc.)
Shelf life Tidak ada
End product Medium Sumber: Presentasi Dewanti-Hariyadi (2021)
Pengujian mikrobiologi rutin tidak direkomendasikan.
Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University sekaligus Peneliti Senior di SEAFAST Center LPPM IPB University, Prof. Dr. Ratih Dewanti-Hariyadi, menuturkan bahwa kriteria mikrobiologi telah dikembangkan sebagai parameter dan indikator dalam rangka memverifikasi kesesuaian pangan dengan persyaratan yang telah ditetapkan dan untuk mengukur bagaimana sistem pengendalian keamanan pangan dari suatu proses pengolahan dalam satu lot pangan olahan telah sesuai dengan yang dipersyaratkan.
“Umumnya, kriteria mikrobiologi diaplikasikan untuk penerimaan atau penolakan sepanjang rantai pangan mulai dari bahan baku, bahan tambahan, produk akhir, distribusi/ritel, dan lot oleh pemerintah atau industri pangan,” kata Ratih dalam Workshop on Web yang diselenggarakan oleh FoodReview Indonesia dengan tema Setting Up Microbiological Criteria: Their Role in Testing for Food Quality & Safety pada 10 Juni 2021 lalu.
Bagi industri pangan, selain untuk memeriksa kesesuaian dengan peraturan, juga digunakan untuk memformulasikan persyaratan desain dan menguji produk akhir sebagai bagian dari verifikasi dan validasi pelaksanaan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Sedangkan bagi pemerintah, kriteria mikrobiologi diberlakukan wajib dalam bentuk peraturan dan digunakan untuk menetapkan atau memeriksa kesesuaian dengan persyaratan mikrobiologi.
Kriteria mikrobiologi yang ideal, lanjut Ratih, setidaknya harus mencantumkan delapan aspek berikut yakni tujuan ditetapkannya kriteria mikrobiologi, jenis pangan, jenis mikroba yang akan diuji, sampling plan (n, c), batas mikrobiologi (m dan M), tahap/titik di mana kriteria mikrobiologi akan diaplikasikan, metode anasilis, dan kinerja kriteria mikrobiologi.
Kriteria mikrobiologi disusun untuk beberapa tujuan, di antaranya i) keberterimaan bahan baku (misalnya di point of entry untuk produk impor yang tidak diketahui asal-usul/sejarah produksinya), ii) keberterimaan suatu lot produk pangan (misalnya pada saat rilis ataupun distribusi), iii) pemantauan lingkungan, dan iv) pengujian in-process. “Kriteria mikrobiologi dapat ditetapkan untuk pangan tertentu seperti bahan baku kritis oleh produsen, produk pangan dengan sejarah KLB oleh pemerintah, maupun produk pangan yang masuk ke suatu negara tanpa diketahui sejarah produksinya,” ungkap Ratih.
Mikroba yang diatur dalam kriteria mikrobiologi tersebut harus relevan dengan pangan dan proses pengolahannya. Mencakup antara lain bakteri, virus, kapang dan khamir, termasuk toksin dan metabolitnya. Kriteria mikrobiologi biasanya juga mengatur mikroba terkait umur simpan (angka lempeng total, total kapang khamir, dan lain-lain), mikroba yang merepresentasikan cemaran atau fekal (Koliform, E. coli, Enterobacteriaceae), dan mikroba patogen atau penyebab penyakit B. cereus, S. aureus, Salmonella non-tifoid, Salmonella typhi, C. botulinum,
L. monocytogenes, dan Cronobacter). “Mikroba yang akan diuji tersebut hendaknya telah diketahui dengan baik karena menentukan kriterianya harus seketat apa,” tambah Ratih.
Kriteria mikrobiologi dalam pengujian pangan
Seperti yang telah diketahui, pengujian produk akhir memiliki beberapa keterbatasan seperti waktu pengujian yang lama, umumnya destruktif terhadap sampel, tidak mungkin menguji semua produk, serta tidak dapat mengindikasikan penyebab kegagalan proses.
Sistem manajemen mutu dan keamanan pangan modern menitikberatkan pada pengendalian proses (process control) yang berbasiskan risiko untuk memberikan perlindungan lebih terhadap pangan dari berbagai cemaran. “Sebagai contoh, program manajemen risiko (PMR) dari Badan POM RI sangat baik karena memberikan kewenangan kepada produsen untuk melakukan pengendalian proses yang idealnya berbasiskan risiko, sehingga dapat diketahui mana yang harus benar-benar dikendalikan. Salah satunya dengan HACCP guna memberikan perlindungan
Tabel 2. Contoh pengujian yang direkomendasikan untuk produk susu formula
Kepentingan relatif Pengujian yang berguna
Critical ingredients High
– Penting untuk membangun hubungan baik dengan pemasok untuk bahan baku krotis dry-mix agar terjamin keamanannya, persyaratan harus sama dengan persyaratan produk akhir – Tergantung tingkat kepercayaan, pengujian digunakan untuk keberterimaan atau monitoring
In- process High Pengujian in-process direkomendasikan pada titik kritis pengolahan, rekomendasi: – Salmonella absen dalam sampel > 25 g – Cronobacter spp absen dalam sampel > 25 g – Enterobacteriaceae absen dalam sampel > 10 g
Processing environment High
Karena sering ditemukan dalam jumlah rendah, pengujian rutin Cronobacter tidak direkomendasikan. Pengujian rutin untuk Salmonella dan Enterobacteriaceae direkomendasikan: – Salmonella absen – Enterobacteriaceae < 10 CFU/g Shelf life NA tidak ada
End product High
High
Pengujian untuk indikator pengendalian proses dan tren analisis Sampling plan dan limit/g: Produk Mikroorganisme Metode Kasus n C m M
PIF ACC ISO 4833 2 5 2 5x102 5x103 Sampling plan dan limit/10 g: Enterobacteriaceae ISO 21528-1 NA 10 2 Negatif Jika hasil uji in-process dan lingkungan untuk Salmonella negatif, maka menguji sejumlah kecil sampel untuk verifikasi sudah cukup. Jika hasil mengindikasikan potensi kontaminasi atau jika tindakan pencegahan terkompromi (ada konstruksi, wet cleaning) maka pengujian adalah sebagai berikut, juga dengan alasan Cronobacter lebih sering terdapat
Sampling plan dan limit/g: Produk Mikroorganisme Metode Kasus n C m M PIF Salmonella ISO 6785 15 60 0 0 -
Low-high
High
Sampling plan dan limit/10 g: Cronobacter spp ISO TS 22964 14 30 0 0 -
Sumber: Presentasi Dewanti-Hariyadi (2021)
yang lebih baik untuk pangan dari berbagai cemaran,” tutur Ratih.
Pengujian diharapkan berfungsi sebagai alat verifikasi, worst case warning, dan dapat dilakukan dalam frekuensi yang lebih rendah. Oleh karena itu pengujian harus dilakukan dengan tepat dan dirancang untuk tiap proses, sesuai yang dibutuhkan. Pengujian mikrobiologi dapat dilakukan dalam produksi pangan yang berbasiskan risiko dengan kriteria yang dirancang sesuai prinsip-prinsip penetapan kriteria mikrobiologi, mencakup pengujian ingridien, pengujian “in-process”, pengujian
Tabel 3. Pengujian yang direkomendasikan untuk produk MP-ASI
Kepentingan relatif Pengujian yang berguna
Critical ingredients High
In- process High – Persyaratan Salmonella untuk bahan baku kritis dry-mix harus sama dengan persyaratan produk akhir, uji untuk keberterimaan atau monitoring. – Uji biji-bijian atau tepung untuk mikotoksin jika keyakinan terhadap pemasok rendah Pengujian in-process direkomendasikan pada titik kritis pengolahan, rekomendasi: – Salmonella abesn dalam sampel > 25 g – Enterobacteriaceae absen dalam 1 g atau 0,1 g (MP-ASI 6-12 bulan paling ketat)
Processing environment High
Pengujian rutin Salmonella direkomendasikan: – Salmonella absen per unit sampel yang diambil – Enterobacteriaceae < 100 CFU/g Shelf life NA tidak ada
End product
Low-high
Pengujian untuk indikator pengendalian proses dan tren analisis, pilih tingkat Enterobacteriaceae dan ACC (TPC) berdasarkan peruntukan umut MP-ASI Sampling plan dan limit/g: Produk Mikroorganisme Metode Kasus n C m M Infant cereal ACC ISO 4833 2 5 2 1x103 - 5x103 1x104 - 5x104 Enterobacteriaceae ISO 21528-1 5 10 2 0-10 10-100 ISO 21528-2 Jika hasil uji in-process dan lingkungan untuk Salmonella negatif, maka menguji sejumlah kecil sampel untuk verifikasi sudah cukup. Jika hasil mengindikasikan potensi kontaminasi atau jika tindakan pencegahan terkompromi (ada konstruksi, wet cleaning) maka pengujian Salmonella disarankan s/d 60x25 g untuk rilis Sampling plan dan limit/g: Produk Mikroorganisme Metode Kasus n C C M MP-ASI Salmonella ISO 6785 15 60 0 0 -
Sumber: Presentasi Dewanti-Hariyadi (2021)
lingkungan, pengujian masa simpan, dan pengujian produk akhir.
Berdasarkan rekomendasi The International Commission on Microbiological Specifications for Foods (ICMSF), kepentingan relatif suatu pengujian dikategorikan ke dalam rendah, sedang, dan tinggi. Pengelompokan tersebut mencerminkan penting tidaknya suatu pengujian untuk dilakukan, dengan asumsi proses pengolahan yang tervalidasi dijalankan dengan memenuhi kaidah GHP/HACCP. “Misalnya, jika pemantauan bahan baku, in-process, dan lingkungan untuk tujuan membangun database analisis tren dilakukan secara rutin dalam lingkungan operasi yang stabil, maka pengujian produk akhir kemungkinan besar menjadi tidak terlalu penting. Namun tingkat kepentingan relatif tersebut dapat berubah apabila ada kondisi nonrutin,” tambah Ratih. Fri-37
eastfood.kristamediaonline.com
The Global Outreach
VIRTUAL Platform for Your Food & Beverage Needs
22 - 26 JUNE 2021
VIRTUAL EASTFOOD INDONESIA EXPO 2021
The International Virtual Exhibition on Food & Beverage Products, Ingredients, Horeca, Bakery, Catering Equipment and services
Featuring :
• Bakery • Confectionery, Biscuits & Pastry • Traditional & Modern Food • Frozen Food • Health Food • Meat & Tripe • Fish, Mollusca & Shellfish • Poultry • Dairy Products & Eggs • Grossary & Dried Products • Coffee Tea• Fruit, Dried Fruits & Vegetables • Horticulture • Ingredients • Sweets, Chocolate & Others • Gelato & Ice Cream • Non Alcoholic Beverages • Delicatessen, Home Meal Replacement • Hospitality • Retail & Tech • Food Service • Tableware & Amenities • Equipment Technologies & Services • Catering Equipment • IT & Security • Services & Trade Press • Organisation, Federations & Institutions
Supporting Ministry
Kementerian Perindustrian
REPUBLIK INDONESIA Supporting Association Media Partner
SELAMAT
KEPADA PEMENANG KUIS FRI DIGITAL #06 (EDISI JUNI 2021)
Salma Nuha Azizah Iswahyudi ------ Universitas Jenderal Soedirman Zukryandry ------ Politeknik Negeri Lampung Pujiyono ------ PT. Sumber Kopi Prima / PT. Global Dairi Alami Umi Salamah ------ Universitas Jenderal Soedirman Aji Rahman Syah ------ PT Sinar Meadow Safrina Dwi Rahmasari ------ Universitas Padjadjaran Jodiawan ------ PT Bukit Baros Cempaka Livy Febria Tedjamulia ------ Universitas Sebelas Maret Albert Cahya ------ Wilmar Nabati Indonesia Nurlita Puji Astuti ------ Universitas Sebelas Maret Surakarta Diana Priyatna ------ PT. United Family Food V. Emmy Mariana ------ PT. Konimex Pharmacetical Laboratories Yafianty Sitivessia ------ PT. Madusari Nusaperdana Nadya alifah zasir ------ BINUS University Nurwulan Purnasari ------ UIN Surakarta Kaninta Brahma Yudha ------ PT. Rekso Nasional Food
Pemenang harap konfirmasi ke tautan berikut: http://bit.ly/KONFIRMPEMENANGKUIS
atau dapat menghubungi nomor berikut: +62 811 1190 039
MINI DIREKTORI
We bring colour into view!
Compact pressure sensors and switches with 360° custom-colour status display
PT REL-ION STERILIZATION SERVICES
Eliminasi Bakteri Patogen, Sterilisasi, Polimerisasi
021-88363728, 021-8836 3729
021-88321246
yayuk@rel-ion.co.id, yayuk@rel-ion.com
www.rel-ion.com256 colours
Individually selectable:
Measurement in progress Sensor switching Process malfunction
PT Ecolab International Indonesia
Water, Hygiene & Energy Technologies and Services
021-2932 7960
FoodBeverageSEA@ecolab.com
https://en-id.ecolab.com
PT. Tsamarot Indonesia
Food Processing Specialized in Puree, Chunk, Slicing, Frozen Food and others
Yoni Gustiawan 0852 1303 4807 / 021 2274 1587
Fitria Yogi / 087775696660 tsamarotindonesia@gmail.com / marketing_tsamarot@yahoo.com/ mngr.marketing@gmail.com www.tsamarot.com
Oterra
Largest provider of naturally sourced colors worldwide for food, beverage, dietary supplements and pet food.
+62 21 21885350
+62 811145388
+62 21 2188-5201
info@oterra.com
www.oterra.com
PT. Mitra Kualitas Abadi (Catalyst Consulting)
Training, Consulting, Assesment/audit, Mystery Shopping Provider
089-9999-7867
info@catalystconsulting.id www.catalystconsulting.id Catalyst Consulting
consulting.catalyst
Buhler
Food Machinery
021 579 55248
021 579 55249
info@oterra.com
www.buhlergroup.com
PT. VEGA Instruments Indonesia
Level and Pressure Instrumentation for the Process Industry
021 2907 6596
021 2608 0104
sales.id@vega.com
www.vega.com
Romer Labs Singapore Pte Ltd
Making The World's Food Safer +65 6631 8018
amy.chua@romerlabs.com www.romerlabs.com
Want to see Your Company in this section? Send us an email : tissa@foodreview.co.id andang@foodreview.co.id
Food Analysis: Role in Preventing Food Fraud, Ensuring Food Safety and Quality
Upaya memastikan bahwa pangan yang akan dikonsumsi aman adalah sebuah keharusan yang absolut. Tidak cukup hanya aman, pangan juga diharapkan dapat memenuhi mutu implisit yang diharapkan ada di dalamnya sebagai ikhtiar untuk memenuhi kesehatan masyarakat. Dengan demikian, peran analisis pangan menjadi krusial. Selain berdampak langsung pada konsumen, proses analisis pangan juga erat kaitannya dengan citra suatu produsen pangan. Apabila pangan yang diedarkan memiliki kondisi yang tidak diharapkan, maka sangat besar kemungkinan konsumen akan memiliki isu kepercayaan pada produsen yang dapat berakhir pada kerugian. Di sinilah upaya untuk menghindari pemalsuan pangan (food adulteration/food fraud) dapat dicegah. Analisis pangan sangat memungkinkan produk pangan diuji dengan standar yang telah disepakati dan dengan komitmen untuk menghindari pemalsuan pangan serta memastikan keaslian suatu produk pangan (food authenticity). Untuk itu, FoodReview Indonesia edisi mendatang akan mengulas beberapa hal yang berkaitan dengan analisis pangan. utamanya pada perannya untuk mereduksi pemalsuan pangan sehingga menjamin mutu dan keamanan produk pangan tersebut.
Pemasangan iklan, pengiriman tulisan atau berita seputar teknologi dan industri pangan, silakan hubungi:
FOODREVIEW INDONESIA telepon (0251) 8372333 & faks (0251) 8375754, email: redaksi@foodreview.co.id & marketing@foodreview.co.id Cantumkan nama lengkap, alamat, email dan nomor telepon Anda.