25 minute read
Masa Depan Kemasan Berkelanjutan
Kemasan terus mengalami evolusi dari waktu ke waktu. Salah satu yang melatarbelakangi evolusi dari sebuah kemasan adalah konsumen.
Saat ini, sudah saatnya untuk memetakan kembali konsumen seperti apa yang akan mendorong tren kemasan. Jika melihat kondisi terkini, konsumen saat ini didominasi oleh generasi milenial dan kelas menengah yang memiliki karakter sangat menghargai kualitas sebuah kemasan serta memiliki kecondongan pada produk-produk yang dikemas. “Faktor kedua yang membuat industri kemasan terus berkembang adalah teknologi,” ujar Product and Business Development PT FUJIFILM Indonesia, Haryanto Wijaya. Dimulai pada industri 1.0 hingga sekarang, kemasan terus berevolusi secara kontinu.
Advertisement
Tidak hanya itu, tujuan dari kemasan juga mengalami perkembangan. Tidak hanya untuk melindungi produk yang
dikemas, tetapi juga memiliki fungsi lain. Hal ini juga semakin meningkat terutama pada teknologi pencetakan kemasan. Selanjutnya, faktor internet adalah titik balik yang menngubah budaya secara global. Dari internet pula, masyarakat saling terhubung satu sama lain. Di faktor ini pula, generasi milenial mengembangkan kehidupan dan sosialnya. “Tidak seperti percetakan komersial, pencetakan kemasan terlihat semakin meningkat dengan adanya internet,” imbuh Haryanto.
Internet memungkinkan suatu merek untuk mengembangkan sistem manajemen, kemasan cerdas, pembuatan versi yang beragam, regulasi, hingga pemenuhan berbagai permintaan yang mungkin diwujudkan. Selama pandemi COVID-19, loka pasar (e-commerce) juga mengalami peningkatkan dibandingkan sebelumnya. Hal ini juga membuat
permintaan akan pencetakan digital naik karena beberapa masyarakat secara impulsive mencoba menjadi seorang yang menjalankan sebuah bisnis baru. Faktor lain selanjutnya adalah lingkungan. Diinisiasi oleh generasi yang lebih muda dan kesadaran akan perubahan lingkungan, penggunaan kemasan yang berkelanjutan semakin meningkat. Bahkan, di saat pandemi COVID-19, semakin meneguhkan posisi kemasan berkelanjutan karena kesadaran akan dunia yang lebih baik. Inovasi pada teknologi juga mendukung keberlanjutan terutama pada sektor digital. Beberapa keuntungan utama dalam teknologi digital diantaranya adalah tidak membutuhkan penyimpanan yang besar dari jumlah yang diinginkan untuk mendapatkan biaya cetak yang lebih rendah. Selain itu, kecepatan waktu juga menjadi poin penting yang perlu dipertimbangkan. “Beberapa industri memiliki produk seasonal yang membutuhkan kecepatan dalam proses pencetakan, dengan pencetakan digital hal ini dapat dipenuhi sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan,” ujar Haryanto. Kelebihan lain dengan pencetakan digital adalah tidak diperlukan media yang spesifik. Dengan demikian, tidak memerlukan biaya yang lebih untuk media, penyimpanan yang lebih, serta dapat mengurangi limbah dari media yang digunakan. Fri-35
Oleh Purwiyatno Hariyadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University
Pangan hilang dan terbuang (food loss and waste) diidentifikasi sebagai masalah penting yang perlu diselesaikan, khususnya terkait dengan upaya menjamin ketersediaan pangan secara lebih baik dan berkelanjutan.
Masalah pangan hilang dan terbuang ini telah menjadi perhatian global. Untuk itu, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) berkomitmen untuk mengurangi jumlah pangan hilang dan terbuang ini sebagai bagian dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Komitmen itu, tertuang pada SDG No. 12, yaitu tujuan mencapai “konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab”, di mana ditargetkan bahwa secara global pada tahun 2030 akan mampu mengurangi separuh jumlah pangan terbuang per kapita serta mengurangi jumlah pangan hilang yang terjadi di sepanjang rantai produksi dan pasokan, termasuk kehilangan pascapanen.
Pangan hilang dan terbuang dapat terjadi di sepanjang rantai pasok pangan. Saat ini, terdapat beberapa definisi yang berbeda untuk istilah pangan hilang dan terbuang. Pada tulisan ini, pengertian pangan hilang dan terbuang akan merujuk pada definisi dari Food and Agriculture Organization (FAO), yang menyatakan bahwa pangan hilang (food loss) adalah kehilangan jumlah atau mutu pangan yang terjadi di bagian produksi sampai distribusi pada rantai pasok pada pangan, sedangkan pangan terbuang (food waste) kehilangan pangan layak konsumsi (baik pangan mentah, setengah jadi ataupun olahan) yang terjadi di tingkat pengecer dan rumah tangga. Perbedaan antara pangan hilang dan pangan terbuang ini dapat dilihat secara lebih detail pada Gambar 1 dan Tabel 1.
FAO (2019) memperkirakan bahwa sekitar 14% produk pangan yang berhasil diproduksi hilang atau tercecer di antara panen dan ritel (https://bit.ly/ foodlosswaste-harvestretail) dan sekitar 17% pangan tersebut terbuang sia-sia di tingkat ritel dan konsumen (https:// bit.ly/foodavailabletoconsumers).
Gambar 1. Pangan Hilang & Pangan Terbuang (dimodifikasi dari https://www.gdrc.org/sustdev/food/food-losswaste.html)
Tabel 1. Perbedaan antara pangan hilang (food loss) dan pangan terbuang (food waste).
Faktor Pembeda Pangan Hilang (Food Loss) Pangan Terbuang (Food Waste)
Pengertian umum
Lokasi kejadian
Penyebab Pangan yang secara tidak sengaja tumpah, tercecer, rusak, mengalami penurunan mutu (memar, layu, dan lain-lain) hingga (tetapi tidak termasuk) tingkat ritel (pengecer) dan konsumen.
Dari produksi, penyimpanan, penanganan/pengolahan, dan distribusi.
• Tumpah atau tercecer selama panen atau pananganan pascapanen • Penyimpanan, transportasi/distribusi yang kurang tepat, sehingga produk menjadi busuk atau rusak • Infrastruktur kurang memadai (ketiadaan fasilitas penyimpanan suhu rendah, ruang dengan atmosfir termodifikasi, dan lain-lain). • Pengemasan yang tidak tepat. Pangan yang aman, bermutu baik dan layak dikonsumsi, tetapi akibat kesalahan atau kelalaian di tingkat ritel dan konsumen, maka dengan sengaja diputuskan untuk dibuang. Ritel (tingkat pengecer), hotel, restoran, kafé, dan rumah tangga (konsumsi).
• Tidak sesuai standar mutu atau estetika (warna, bentuk dan lainnya) • Tidak sesuai selera • Tidak habis (karena sudah kenyang, dan lain-lain). • Berlebih (pembelian berlebihan) dan rusak, atau • Lalai sehingga lewat tanda (tanggal) kedaluwarsanya.
Terlihat bahwa jumlah pangan tercecer dan pangan terbuang ini sangat besar, dan untuk menguranginya memerlukan kolaborasi dari berbagai pelaku usaha pangan, dari hulu (produsen primer, petani, petambak, nelayan, pekebun, peternak, dan lain-lain) sampai ke hilir (yaitu konsumen).
Fungsi pengemasan
Hariyadi (2008) menyatakan bahwa pengemasan mempunyai multi fungsi, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2. Fungsi-fungsi pengemasan pangan perlu dioptimasi sehingga mampu berperan penting dalam mengurangi jumlah pangan hilang dan pangan terbuang.
Gambar 2. Fungsi Utama Pengemas Pangan
Kemasan berfungsi menjamin keamanan pangan, memberikan perlindungan terhadap produk yang dikemas, baik terhadap kerusakan fisik (benturan, gesekan, goresan, dan lain-lain) maupun kerusakan kimia (karena bereaksi dengan oksigen dan air), mencegah kontaminasi; baik kontaminasi karena mikroorganisme, serangga, binatang pengerat; ataupun bahan-bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Pada dasarnya, kemasan adalah wadah, yang diperlukan untuk mencegah produk tercecer dan hilang, mengatur produk pangan dalam satuan-satuan atau kelompok-kelompok tertentu sehingga memudahkan pembelian secara eceran dan tidak berlebihan. Selain itu, kemasan berfungsi memfasilitasi penanganan produk; transportasi, penyimpanan, dan bahkan penggunaannya di tingkat konsumen. Jadi, jika dirancang dengan baik, proses pengemasan, pangan dapat mengurangi jumlah pangan hilang dan terbuang.
Dengan pelabelan yang baik, kemasan juga berfungsi sebagai media komunikasi kepada konsumen, khususnya memberikan informasi tentang identitas produk (ingridien yang digunakan, informasi gizi dan keterangan lain yang perlu/harus
diketahui konsumen) termasuk instruksi penyimpanan dan penyiapan yang baik, dan keterangan kedaluwarsa. Informasi ini dapat dimanfaatkan oleh konsumen untuk merancang pembelian dan pemanfaatan pangan dengan baik, sehingga menekan jumlah pangan terbuang.
Tantangan keberlanjutan kemasan pangan
Fungsi kemasan juga berkembang sesuai dengan perkembangan harapan sosial ekonomi budaya masyarakat. Secara umum (Hariyadi, 2014) menyatakan bahwa untuk mengurangi jumlah pangan hilang dan terbuang, perancang kemasan harus memastikan bahwa pengemasan pangan dapat memberikan fungsi optimumnya dalam mewadahi, melindungi, dan memperpanjang masa simpan produk pangan yang dikemas. Untuk itu, perlu dirancang kemasan pangan yang menghasilkan “just-right”packaging (Gambar 3), tepat memberikan perlindungan sesuai dengan yang dinginkan. Perancang kemasan pangan harus memastikan kemasan yang diberikan tidak memberikan kondisi under-packaging, tidak mampu memberikan perlindungan yang diperlukan oleh produk pangan yang dikemas, sehingga produk pangan akan mengalami kerusakan secara dini dan menyebabkan pangan terbuang. Sebaliknya, pengemasanan pangan juga tidak didesain secara berlebihan,
Gambar 3. Ilustrasi kasus tentang under-, “just-right”- dan over-packaging (Modifikasi dari Hariyadi, 2014)
memberikan perlindungan terhadap produk pangan secara tidak perlu, sehingga justru akan menghamburhamburkan sumber daya pengemas (yang justru berpotensi menjadi sampah kemasan) dan biaya-biaya lain secara mubazir.
Maka dari itu industri pangan, untuk berkontribusi mengurangi jumlah pangan terbuang di sepanjang rantai pasok pangan, perlu merancang kemasan pangan dengan baik. Dalam praktik industri, kebanyakan bahan pangan akan mengalami transportasi dari tempat produksi sampai ke pasar, dengan jarak yang berbeda-beda. Selama transportasi, sesuai dengan jenis produk, jarak tempuh, kondisi jalan dan alat transportasinya, produk pangan mempunyai risiko rusak yang berbedabeda pula. Selain berfungsi dengan baik sebagai wadah (meminimalkan produk tumpah, tercecer, bocor, dan lain-lain) kemasan yang baik juga harus mampu melindungi produk dari kerusakan fisik, (karena terbentur, tergencet, tertindih, tergesek, dan lainnya). Karena itu, meminimalkan jumlah pangan hilang dan terbuang perlu menjadi tujuan dalam perancangan kemasan pangan.
Jumlah pangan hilang dan terbuang juga dapat dikurangi dengan aplikasi teknologi pengemasan yang tepat, seperti active packaging dan smart/ intelegent packaging. Contoh-contoh active pakaging adalah pengemas pangan yang mampu secara aktif memodifikasi kondisi atmosfir (modified atmosphere packaging), atau mengendalikan kondisi lingkungan dengan pemakaian ”oxygen scavenger”, ”moisture absorber”, atau mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme pada makanan yang dikemas karena menginkorporasikan sistem antimikroba, sedemikian rupa sehingga produk yang dikemas mempunyai masa kesegaran atau masa simpan yang lebih panjang. Sedangkan intelligent packaging atau pengemas pintar adalah suatu sistem pengemas yang mampu memanfaatkan dan mengolah informasi yang ada untuk memberikan status tentang keamanan atau mutu produk pangan yang dikemas kepada konsumen. Contohnya adalah sistem pengemasan yang dilengkapi dengan “timetemperature indicator (TTI)”. Informasi demikian diperlukan oleh konsumen untuk memperoleh keyakinan bahwa
Gambar 4. Pengemas ideal adalah sistem pengemasan yang dirancang memenuhi persyaratan tentang 3 aspek sekaligus; yaitu aspek (i) ekonomi/industri, (ii) ekologi/lingkungan dan (iii) sosial (Modifikasi dari Hariyadi, 2011)
produk pangan tersebut masih aman dikonsumsi, sehingga pangan tersebut tidak akan dengan mudah dibuang siasia.
Pada akhirnya, pengemas pangan ideal adalah pengemas yang mampu memberikan fungsi-fungsi perlindungan, wadah (containment), fasilitasi penanganan, dan fungsi komunikasi (Gambar 2) secara optimal (Gambar 3), yang dirancang dengan mempertimbangkan 3 aspek sekaligus yaitu aspek (i) ekonomi/industri, (ii) ekologi/lingkungan dan (iii) sosial (Gambar 4). Dalam konteks sekarang, aspek ekologi yang sangat kritikal adalah bagaimana pengemas pangan mampu mengurangi jumlah pangan hilang dan terbuang (Gambar 4).
Referensi:
Hariyadi, P. 2008. Pengemasan Pangan: “You don’t get second chance to make a first impression”. Direktori 2008 – Industri Kemasan Indonesia. Tersedia di https://bit.ly/PH-PengemasanPangan Hariyadi, P. 2011. Pengemas dan Pengemasan Pangan:
Convenience Vs. Conscience. FoodReview Indonesia,
Vol VI (No 8) Agustus 2011, Halaman 20-23) Hariyadi, P. 2014. Sustainable Food Packaging:
Arah Pengembangan Pengemas Pangan Masa
Depan. FoodReview Indonesia Vol IX (10), 2014.
Halaman 18-25. Tersedia di https://bit.ly/PH-
SustainableFoodPackaging
Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia
Kilas Balik Kesuksesan Pelaksanaan G20 Indonesia 2022
Perwakilan GAPMMI dalam forum dialog B20 pada rangkaian acara KTT G20
Kesuksesan penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada 15-16 November 2022 termasuk juga mencegah hambatan perdagangan. G20 memahami pentingnya kerja lalu membawa manfaat terhadap negara anggota G20 dan juga untuk dunia, terutama bagi negara berkembang, sesuai dengan tema “Recover Together, Recover Stronger”. KTT yang dihadiri oleh para pemimpin negara-negara anggota forum kerja sama multilateral ini menghasilkan Deklarasi Para Pemimpin G20 Bali (G20 Bali Leaders Declaration) serta concrete deliverables yang berisi daftar proyek kerja sama negara anggota G20 dan undangan. Salah satu isi deklarasi menyebutkan adanya komitmen yang terkait dengan perdagangan, investasi dan industri, yaitu untuk memperkuat perdagangan internasional dan kerja sama investasi untuk menyelesaikan isurantai pasok, sama internasional yang inklusif dalam perdagangan digital, serta perlunya dukungan peningkatan nilai tambah melalui investasi yang inklusif dan berkelanjutan di sektor produktif, seperti sektor manufaktur hilir, perdagangan digital, serta jasa. Selain KTT G20, kita juga mengetahui adanya penyelenggaraan puncak B20, yaitu adalah forum dialog resmi G20 dengan komunitas bisnis global. B20 merupakan salah satu kelompok keterlibatan yang paling menonjol di G20, dan bertugas merumuskan rekomendasi kebijakan tentang isu-isu yang telah ditentukan. Rekomendasi tersebut kemudian disampaikan pada KTT Presidensi G20. Penyelenggaraan puncak
B20 berlangsung pada 13-14 November 2022 di Bali. KADIN Indonesia ditunjuk menjadi penyelenggara yang mewakili Pemerintah Indonesia pada B20 2022 di Bali. Dengan kata lain B20 merupakan bagian rangkaian kegiatan KTT G20 di Bali. B20 menghasilkan 25 rekomendasi kebijakan, 65 rekomendasi aksi dan empat program warisan. Empat program warisan adalah program-program yang ditujukan untuk menyelesaikan tiga agenda prioritas global antara lain: 1. Carbon Center of Excellence: Ruang berbagi pengetahuan dan praktik terbaik perdagangan karbon. 2. Wiki-enterpreneurship: Sistem pendukung bagi UMKM melalui digitalisasi dan perluasan akses pasar. 3. One Global Women Empowerment (OGWE): Mendorong pertumbuhan kewirausahaan perempuan dan kesetaran gender. 4. Global “One Shot” Campaign:
Infrastruktur relevan untuk mitigasi krisis kesehatan masa depan.
Empat program warisan ini diharapkan dapat memberikan efek yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi global ke depannya. Dokumen hasil forum B20 selengkapnya dapat diakses pada: https://b20indonesia2022.org/ document
GAPMMI sebagai salah satu pemangku kepentingan dari sektor industri pangan turut hadir dalam penyelenggaraan forum B20 dan turut berpartisipasi dalam acara side event G20 yaitu showcasing produk UMKM dengan tema “Future SMEs Village: Local Wisdom for Global Sustainability” yang diikuti lebih dari 20 peserta dari kementerian/ lembaga, asosiasi, dan sektor swasta, di Bali Collection, Kawasan Pariwisata Nusa Dua, Bali, yang diselenggarakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan produk lokal nusantara ke mata dunia, khususnya para delegasi negara anggota G20. Booth GAPMMI mengusung tema “Indonesia Spice Up The World” karena masih dalam rangka mempromosikan kekayaan rempah Indonesia melalui produk rempah olahan maupun aneka panganan produk UMKM binaan GAPMMI. Menteri Koperasi dan UKM, Drs. Teten Masduki, hadir meresmikan.
Fri-27
Sekretariat GAPMMI
ITS Office Tower Lt. 8 Unit 16, Nifarro Park Jl. Raya Pasar Minggu KM. 18, Jakarta Selatan 12510 Telp/Fax. (021) 29517511; Mobile. 08119322626/27 Hp. 08156720614 Email: gapmmi@cbn.net.id Website: www.gapmmi.id
Segenap Pimpinan dan Pengurus GAPMMI Mengucapkan Selamat Hari Natal 2022 & Selamat Tahun Baru 2023
Keamanan pangan merupakan prasyarat utama yang perlu dipenuhi pada setiap produk pangan yang beredar. Tidak hanya itu, keamanan pangan juga menjadi salah satu upaya perlindungan hak masyarakat sebagai konsumen. Oleh karenanya, saat ini, potensi akan beberapa senyawa yang berbahaya juga penting untuk diketahui guna memastikan kesehatan masyarakat terutama konsumen produk pangan. Beberapa senyawa yang memiliki potensi tersebut di antaranya adalah etilen oksida (EtO), diisopropilnaftalena, dan antrakinon.
“Guna menjamin kesehatan masyarakat dan keamanan produk pangan yang beredar, Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida 2,6-diisopropilnaftalena dan 9,10-Antrakinon ditetapkan melalui Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida (Ethylene Oxide), 2,6-diisopropilnaftalena (2,6-diisipropylnaphthalene), dan 9,10-Antrakinon (9,10-anthraquinone),” ujar Direktur Standardisasi Pangan Olahan, Anisyah, S.Si., Apt., MP dalam Member Gathering GAPMMI, beberapa waktu lalu di Jakarta.
Pedoman ini (https://jdih.pom.go.id/ download/product/1427/229/2022) dilatarbelakangi oleh beberapa insiden penolakan pada produk pangan olahan ekspor Indonesia karena adanya temuan residu pestisida Etilen oksida (EtO), 2,6-diisopropilnaftalena (2,6-DIPN), dan 9,10-antrakuinon (AQ). Untuk itu, BPOM mengambil langkah dengan menyusun panduan untuk mencegah dan meminimalkan keberadaan EtO, 2,6-DIPN, dan 9-10-AQ pada pangan olahan. “Beberapa temuan terkait dengan senyawa ini sebenarnya sudah ada di beberapa tahun belakangan seperti pada tahun 2020, terdapat senyawa EtO pada biji wijen India, lalu pada 2021 terdapat EtO pada gom kacang lokus, dan pada 2022, ditemukan EtO pada mi instan dan es krim serta 2,6-DIPN dan antrakuinon pada teh. Sehingga, ini bukanlah hal baru tetapi tetap harus diwaspadai,” imbuh Anisyah.
Karakterisasi senyawa
EtO dikenal sebagai bahan baku yang umum digunakan pada industri seperti untuk sintesis etilen glikol, agen sterilisasi untuk alat medis dan pada beberapa negara digunakan sebagai pestisida. EtO diklasifikasikan sebagai senyawa karsinogenik genotoksis sehingga tidak memiliki nilai Acute Reference Dose (ARfD) atau Acceptable Daily Intake (ADI). Selanjutnya adalah 2-kloroetanol (2-CE) merupakan produk hasil reaksi dari EtO yang digunakan pada proses fumigasi dengan ion klorida yang terkandung dalam pangan. senyawa 2-CE digunakan sebagai pelarut untuk
eter selulosa, pembersih mesin, dan penghilang noda intermediet pada sintesis EtO dan etilen glikol, serta produksi pewarna indigo, dikloroetil formal dan tiodietilen gliko (percetakan tekstil). Senyawa ini tidak mutagen dan tidak karsinogenik. Untuk 2,6-diisopropilnaftalena, merupakan senyawa yang bukan termasuk biopestisida regulator pertumbuhan tanaman yang menghambat perkecembahan kentang selama penyimpanan. 2,6-DIPN banyak ditemukan pada keamsan yang diproduksi dari kertas daur ulang. Terkait dampaknya pada kesehatan manusia, 2,6-DIPN tidak berpotensi menyebabkan kanker. Menggunakan dosis terukur secara eksperimen yang tidak menghasilkan efek merugikan (No Observed Adverse Effect Level/NOAEL) pada tikus dewasa yaitu 50 mg/kg/hari berdasarkan penurunan berat badan dan konsumsi pakan; serta NOAEL untuk toksisitas perkembangan prenatal yaitu 150 mg/kg/hari berdasarkan penurunan berat badan janin dan kemungkinan pengobatan anomali tulang rawan terkait (US EPA Office of Pesticide Programs, 2003).
Senyawa 9-10-AQ merupakan senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) yang digunakan
BELI FOODREVIEW DI TOKOPEDIA & shopee
*Juga tersedia buku-buku terbitan PT Media Pangan Indonesia
oleh industri kertas (pulp) sebagai pemlastis, sebagaimana diatur juga dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Senyawa ini juga digunakan sebagai pestisida dan dapat berada di lingkungan akibat dari proses pembakaran. 9,10-AQ adalah bahan baku penting dan banyak digunakan pada pembuatan pewarna, selain itu juga banyak digunakan sebagai seed dressing (jenis pestisida untuk coating seed sebelum ditanam). “Setelah penyerapan, antrakinon didistribusikan ke berbagai jaringan, dengan konsentrasi tertinggi di jaringan adiposa. Dalam 96 jam setelah pemberian, lebih dari 95% dari dosis yang diberikan telah dimetabolisme dan dieliminasi dalam empedu, feses dan urin. Metabolit utama yang terdeteksi dalam urin tikus yang terpapar antrakinon secara intravena atau oral adalah senyawa hidroksiantrakinon (NTP, 2005),” tutur Anisyah.
Pengkajian paparan dan potensi sumber residu
Salah satu potensi terpaparnya senyawa EtO pada produk pangan adalah melalui Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang terbawa (carryover). Di Eropa, persyaratan residu EtO pada BTP tertuang dalam Regulation (EU)
2022/1396 dengan batas maksimal 0,01 sebagai total dari EtO dan 2-CE. Residu EtO yang terbawa dari BTP ke dalam pangan dapat dihitung secara teoritis dengan mengkalikan kadar residu EtO dalam BTP dan komposisinya dalam pangan. Sedangkan di Indonesia, spesifikasi BTP dapat dilihat dalam Kodeks Makanan Indonesia (KMI).
Beberapa sumber EtO diduga berasal dari residu pestisida, penggunaan BTP, sterilisasi alat medis dan kandungan alami. EtO memiliki titik didih yang rendah sehingga mudah menguap (volatile). Jika terdapat pada bahan pangan, maka akan sulit ditemukan pada produk. Namun, EtO merupakan senyawa yang reaktif dan dapat bereaksi dengan ion klorida dalam matriks pangan membentuk 2-kloroetanol (2CE) yang digunakan sebagai marker residu EtO. “BTP yang berisiko adalah bahan yang pernah mengalami kasus/ notifikasi RASFF atau BTP yang menggunakan EtO dalam proses pembuatannya di antaranya adalah gom xanthan, gom guar, gom kacang lokus, kalsium karbonat, polietilen glikol, dan kelompok polisorbat,” ungkap Anisyah.
Kodeks Makanan Indonesia (2018) telah menetapkan batas maksimal impurities EtO pada polietilen glikol sebesar 0,02%. Untuk sumber residu 2,6-DIPN jika dilihat dari produk
pangan asal Indonesia yang ditolak Taiwan seperti teh diduga berasal dari perkebunan teh yang berdekatan dengan kentang yang menggunakan pestisida 2,6-DIPN. Selain itu, bisa juga berasal dari kemasan kertas yang membungkus produk teh tersebut. Untuk potensi sumber residu 9,10-AQ terutama yang terdapat pada teh diduga berasal dari residu pestisida, kontaminasi lingkungan, kontaminasi selama proses dan migrasi kemasan pangan.
Upaya mitigasi
Terkait dengan mitigasi risiko yang dilakukan, Anisyah menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang perlu dilaksanakan pada setiap tahapan. “Mitigasi risiko EtO, 2-CE, 2,6-DIPN, dan 9,10-AQ dapat dilakukan tahap Good Agricultural Practice (GAP), Good Manufacturing Practice (GMP), dan mitigasi pada impor serta ekspor,” ujarnya. Pada tahap Good Agricultural Practice (GAP), mitigasi yang bisa dilakukan pada EtO dan 2-CE adalah dengan menggunakan pestisida alternatif selain EtO seperti metil bromide dan fosfin. Kedua, melakukan sterilisasi dengan cara lain seperti iradiasi dan perlakuan uap. Untuk 2,6DIPN maka perlu dipastikan bahwa perkebunan teh tidak terkontaminasi penggunaan senyawa tersebut sebagai pestisida. Pelaku usaha juga perlu memastikan bahwa perkebunan teh tidak berdekatan dengan perkebunan kentang yang biasanya menggunakan fumigasi 2,6-DIPN. Terakhir, untuk
9,10-AQ pada tahap GAP mitigasi risiko dapat dilakukan dengan memilih proses pelayuan teh selain metode kayu bakat atau batu bara.
“Di tahap GMP, mitigasi yang bisa dilakukan untuk EtO dan 2-CE adalah meminimalkan penggunaan BTP yang mengandung residu EtO,” kata Anisyah. Pada tahapan ekspor dan impor, otoritas pengawas pangan segar dan pangan olahan dapat melakukan pengecekan terhadap bahan baku melalui certificate of analysis (CoA). Di bagian penerimaan bahan, perlu juga dilakukan konfirmasi dengan penyuplai terkait dengan fumigasi EtO. Lalu selanjutnya perlu juga dilakukan spesifikasi dan dokumen terkait saat penerimaan serta melakukan pengujian pada bahan yang memiliki potensi residu ETO dan 2-CE. Di tingkat eksportasi produk, industri memastikan bahwa produk yang diekspor memenuhi ketentuan negara tujuan. Tidak hanya itu, industri juga perlu melakukan mock recall setiap satu tahun sekali dan memiliki prosedur ketertelusuran dan penarikan produk. Fri-35
Permintaan konsumen akan produk pangan olahan yang aman, inovatif, sesuai tren yang berkembang, serta diterima di masyarakat semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Hal ini kian mendorong industri pangan untuk lebih kreatif dalam memproduksi pangan sesuai kebutuhan dan keinginan pasar. Oleh karenanya, diperlukan regulasi yang berfungsi dalam mengawasi perkembangan produk pangan melalui sistem pengawasan pre-maket dan postmarket.
“Untuk menjamin keamanan pangan, diperlukan pemahaman semua pihak terkait, terhadap regulasi keamanan dan mutu pangan olahan, baik di Unit Pelaksana Teknis Badan POM sebagai pengawas; pelaku usaha pangan; maupun pihak lainnya terhadap regulasi keamanan dan mutu pangan olahan,” kata Direktur Standardisasi Pangan Olahan Badan POM, Anisyah, S.Si., Apt., MP. K dalam Sosialisasi Regulasi Keamanan dan Mutu Pangan Olahan dalam Rangka Implementasi UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
yang diselenggarakan oleh Direktorat Standardisasi Pangan Olahan Badan POM pada 25 Oktober 2022 lalu.
Beberapa regulasi tentang pangan di Indonesia diantaranya UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, PP Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan, dan lainlain. Salah satu regulasi terbaru yang mengatur tentang pangan yakni terbitnya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang mengubah beberapa pasal di UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Beberapa perubahannya antara lain mengenai penahapan penerapan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) berdasarkan jenis pangan dan skala usaha pangan serta perizinan berusaha berbasis risiko. Perizinan berusaha berbasis risiko lebih lanjut diatur dalam PP No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang di dalamnya memuat perizinan sektor pangan olahan. “Ketentuan peraturan perundangundangan tersebut telah mengatur secara lengkap dan komprehensif from-farm-to-table dengan melibatkan kementerian/lembaga sesuai kewenangannya,” imbuh Anisyah.
Regulasi label pangan olahan
Dasar hukum yang mengatur tentang label pangan olahan antara lain UU No.18/2012 tentang Pangan, PP No.69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan, PerBPOM No.31/2013 tentang Label Pangan Olahan, dan PerBPOM No.20 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas PerBPOM No.31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. “Pengaturan label dan iklan pangan sangat penting karena tujuannya adalah
untuk memberikan informasi yang jelas dan benar kepada masyarakat,” tutur Koordinator Kelompok Substansi Standardisasi Bahan Baku, Kategori Informasi Produk dan Harmonisasi Standar Pangan Olahan Badan POM, Yeni Restiani, S. Si., Apt., M.P. Selain karena masyarakat perlu dilindungi dari informasi yang tidak benar, tidak jelas, dan menyesatkan terkait pangan olahan, penerbitan peraturan tentang label juga dibutuhkan oleh pelaku usaha agar menjadi acuan pencantuman label pada produknya. “Dan tentunya, pemerintah juga perlu tools pengawasan untuk pangan olahan,” tambah Yeni.
Label pangan didefinisikan sebagai setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, ditempelkan pada/merupakan bagian kemasan pangan. Label pangan olahan yang beredar paling sedikit memuat keterangan mengenai nama produk, daftar bahan, berat/isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi/mengimpor, halal bagi yang dipersyaratkan, tanggal dan kode produksi, keterangan kedaluwarsa, nomor izin edar, serta asal usul bahan pangan tertentu.
Sedangkan pangan olahan yang dijual kepada pelaku usaha (B-to-B) untuk diolah kembali menjadi pangan olahan lainnya, label wajib memuat keterangan paling sedikit mengenai nama produk, berat/isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi/mengimpor, tanggal dan kode produksi, serta keterangan kedaluwarsa. Dalam hal distribusi pangan olahan secara B-to-B, pelaku usaha harus mencantumkan keterangan seperti “tidak diperdagangkan secara eceran”, “tidak untuk dikemas ulang”,
“hanya untuk kebutuhan hotel, restoran, dan katering”, atau dengan kalimat lain yang semakna.
Yeni juga menjelaskan bahwa buku pedoman terkait implementasi PerBPOM No.31/2018 tentang Label Pangan Olahan dapat diunduh di subsite standarpangan.pom.go.id.
Regulasi informasi nilai gizi
Informasi nilai gizi (ING) didefinisikan sebagai daftar Kandungan Zat Gizi dan Non Gizi Pangan Olahan sebagaimana produk pangan olahan dijual (as sold) sesuai dengan format yang dibakukan. Kewajiban pencantuman informasi nilai gizi tertuang dalam PerBPOM No.31/2018 tentang Label Pangan Olahan, PerBPOM No.26/2021 tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan, dan PerBPOM No.16/2020 tentang Pencantuman Informasi Nilai Gizi untuk Pangan Olahan yang Diproduksi oleh UMK.
Dalam kesempatan yang sama, Sub Koordinator sub Kelompok Substansi Standardisasi Klaim dan Informasi Nilai Gizi Badan POM, Ati Widya Perana, SP, MP menjelaskan tentang pengecualian pencantuman ING untuk: i) kopi bubuk, kopi instan, kopi dekafein, biji kopi, teh bubuk/serbuk/celup termasuk seduhan herbal; ii) AMDK dan air soda; iii) herba, rempah-rempah, bumbu, kondimen, cuka makan, ragi; serta iv) bahan tambahan pangan. “ING juga dilarang
Gambar 1. Komponen tabel informasi nilai gizi Sumber: Ati, Badan POM (2022)
dicantumkan pada label minuman beralkohol,” kata Ati. Komponen tabel informasi nilai gizi dapat dilihat pada Gambar 1.
Terdapat istilah Informasi Nilai Gizi pada bagian label yang mudah dilihat dan dibaca atau front-of-package nutrition labelling (FOPNL). Cara pelabelan gizi pada bagian FOPNL harus dengan bentuk yang lebih sederhana, simbol/grafik, teks atau kombinasinya, dibandingkan tabel ING agar lebih mudah dipahami oleh masyarakat. “Terdapat dua desain yang dicantumkan pada FOPNL yakni panduan asupan gizi harian warna monokrom dan logo ‘Pilihan Lebih Sehat’. FOPNL ini bersifat sukarela, kecuali pada produk formula bayi, formula lanjutan, MP-ASI, dan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK),” tambah Ati. Pencantuman ING atau logo ‘Pilihan Lebih Sehat’ yang belum diatur dalam peraturan hanya dapat dicantumkan setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari kepala Badan POM.
Sedangkan untuk UMK yang seringkali memiliki keterbatasan dalam hal analisis laboratorium, untuk tabel ING, UMK tidak harus melakukan analisis laboratorium. Badan POM memfasilitasi UMK dengan menerbitkan PerBPOM No.16 Tahun 2020 dan Keputusan Kepala BPOM No. HK.02.02.1.12.21.494 Tahun 2021, yang mengatur tentang deskripsi, nilai kandungan gizi per 100 gram, dan takaran saji pangan olahan pada 163 jenis pangan yang diproduksi oleh UMK yang wajib mencantumkan
ING. Fri-37
FOODREVIEW INDONESIA 2016 - 2021
COMPLETE COLLECTION
PT Media Pangan Indonesia Toko Kulinologi 0811 1190 039 www.foodreview.co.id
PT REL-ION STERILIZATION SERVICES
Eliminasi Bakteri Patogen, Sterilisasi, Polimerisasi
021-88363728, 021-8836 3729
021-88321246
yayuk@rel-ion.co.id
www.rel-ion.com
PT. Mitra Kualitas Abadi (Catalyst Consulting)
Training, Consulting, Assesment/audit, Mystery Shopping Provider 089-9999-7867
info@catalystconsulting.id www.catalystconsulting.id Catalyst Consulting consulting.catalyst
Kuraray
eval.jp@kuraray.com https://eval.kuraray.com
Kerry
Taste & Nutrition, Foodservice & Convenience, Food & Beverage, and Pharma +62 21 2966 7860 +62 21 2966 7860 rizki.adriyan@kerry.com
https://www.kerry.com/
KOTRA Surabaya: Korea Food Expo 2022
Korea Trade and Investment Promotion Agency Surabaya is Holding an Online Business Matching Event for Indonesian Importers and Korean Suppliers for Processed Food, Snacks, Drinks, Food Machinery, etc.
+62 31 9921 0211
+62 87 708 708 139
ladiartos@kotrasby.org
https://bit.ly/KFE22Reg (Free Registrasi) https://bit.ly/KFE2022Cat (Catalog)
PT Ajinomoto Indonesia
Ajinomoto Visitor Center dan Pabrik Ajinomoto
0822 8600 5070
visitor_center@ajinomoto.co.id
http://www.ajinomoto.co.id/
PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk.
Sago & Edamame
+62 21 2965 1777
+62 21 2965 1788
corsec@anj-group.com
PT INDESSO NIAGATAMA & PT INDESSO CULINAROMA INTERNASIONAL
Snack Seasonings, Savory Ingredients, Aroma Chemicals, Essential Oils & Food Ingredients
021 386 3974 021 385 0538 contact@indesso.com www.indesso.com
PT. ESCO CHEMICALS MITRAUTAMA
Food Ingredients and Additives Company
(021) 22223455, (021) 29670163
0817-844438
info@escochemicals.co.id
www.escochemicals.co.id
PT. Sarana Karya Utama
Toll Manufacturing (Beverages)
031-3981571
sku@sakatama.com
www.sakatama.com
Solvay
Ingredients / Aromas / Packaging / Leavening Agents
+62 21 29527211 +62 21 29527212 https://www.solvay.com/en/contact-us https://www.solvay.com/en/indonesia
Want to see Your Company in this section? Send us an email :
tissa@foodreview.co.id andang@foodreview.co.id
Plant-based Trends & Innovations
Masyarakat saat ini semakin menaruh perhatian yang besar pada aspek kesehatan dan lingkungan. Untuk mendukung hal tersebut, ada beberapa perilaku yang juga bergeser. Salah satunya adalah pola konsumsi berbasis nabati yang diterapkan. Saat ini, pasar daging alternatif dunia diperkirakan mencapai US$9,5 miliar pada tahun 2023 dengan Asia yang menjadi daerah terbesar kedua di dunia untuk alternatif daging berbasis nabati (Riset Kerry, 2022). Namun demikian, hal ini tidak dibarengi dengan kepuasan rasa pada produk berbasis nabati. Tidak hanya itu, dalam segi pemenuhan gizi, protein hewani juga masih dianggap lebih superior dibandingkan dengan alternatif nabati yang ada. Banyak dari konsumen Indonesia menyatakan terbuka untuk mencoba pangan berbasis nabati karena faktor penasaran dan masih menganggap sebagai makanan pendamping/dikonsumsi hanya sesekali saja, atau dimakan sebagai bagian dari diet yang dijalani. Untuk itu, peluang mengembangkan produk pangan berbasis nabati masih terbuka lebar. Diperlukan terobosan-terobosan yang bisa meningkatkan baik mutu dan kualitas dari produk pangan berbasis nabati sehingga dapat diterima oleh konsumen Indonesia pada khususnya.
Pemasangan iklan, pengiriman tulisan atau berita seputar teknologi dan industri pangan, silakan hubungi:
FOODREVIEW INDONESIA telepon (0251) 8372333 | +62 811 1190 039 email: redaksi@foodreview.co.id & marketing@foodreview.co.id Cantumkan nama lengkap, alamat, email dan nomor telepon Anda.