36 minute read
FOOD INFO
INFO GAPMMI
• Ketua Umum GAPMMI menjadi narasumber pada acara Executive
Advertisement
Talk: Emerging Trends, Innovation and Investment in the Agri-Food Value
Chain yang diadakan bersamaan dengan pameran Propak Asia pada 15-18 June 2022 di BITEC Bangna,
Bangkok, Thailand. • Ketua Bidang Kerjasama Luar Negeri
GAPMMI, Johan Muliawan hadir secara daring dalam acara China (Huaihua)-ASEAN Green Agricultural
Products Matchmaking Meeting yang
diselenggarakan oleh China ASEAN Business Council (CABC). Pada kesempatan tersebut, beliau menyampaikan bahwa Indonesia sangat serius dan fokus terhadap pengembangan industri hijau di Indonesia. Beliau menambahkan, Kementerian Perindustrian RI juga telah memiliki peta jalan industri hijau dan terus melakukan pengembangan terhadap industri ini di Indonesia. GAPMMI mengikuti pameran Indonesia Food Exhibition 2022 • GAPMMI mengikuti Pameran Indonesia Food Exhibition 2022 (EastFood Indonesia, EastPack Surabaya). Pameran Internasional di bidang industri pangan, bahan baku, teknologi & jasa layanan dan teknologi pengemasan. Pameran ini diadakan pada tanggal 9 – 12 Juni 2022 yang lalu di Grand City Surabaya. Pameran yang diikuti lebih dari 154 peserta diantaranya 30 perusahaan UMKM, dan menargetkan 20.000 pengunjung baik dari lokal maupun internasional tersebut untuk mendorong pemulihan
Adhi S. Lukman, Ketua Umum GAPMMI, memenuhi undangan Zoom meeting dengan Dubes RI di Colombo
ekonomi nasional, khususnya pada sektor industri pangan dan kemasan. • Pengurus GAPMMI, Ibu Widya
Herminingsih menjadi narasumber pada Talk Show yang diselenggarakan oleh Badan Standardisasi Nasional dengan tema “Meningkatkan budaya keamanan pangan di Indonesia melalui standar mutu dan keamanan pangan, untuk pangan lebih aman dan kesehatan lebih baik”, dalam rangka peringatan World Food Safety Day (WFSD) atau Hari Keamanan Pangan
Dunia. • Ketua Umum GAPMMI, Adhi S.
Lukman didampingi oleh Ketua
Bidang Kerjasama Luar Negeri
GAPMMI, Johan Muliawan dan
Wakilnya, Lena Prawira memenuhi undangan Zoom meeting dengan
Dubes RI di Colombo beserta jajarannya. Dalam pertemuan tersebut, selain menjajaki peluang ekspor & investasi industri pangan olahan, Bu Dubes Dewi Gustina
Tobing menyampaikan bahwa rencananya 30 pengusaha Sri Lanka akan datang ke TEI Oktober 2022 mendatang, sebagian diantaranya di bidang pangan olahan. • Pengurus GAPMMI Bidang Regulasi
Teknis, Susana, menjadi salah satu narasumber pada Temu Ilmiah
Nasional PERSAGI XVII “Update terkini: Ilmu Gizi, Pangan, dan
Kesehatan untuk Menunjang Program
Nasional di Bidang Gizi, Kesehatan dan Pariwisata Indonesia”Pada event tersebut, beluiau membawakan topik:
Peran GAPMMI dalam Menjaga dan
Meningkatkan Mutu Pangan Olahan terkait Diet dan Terapi Gizi. • GAPMMI turut berpartisipasi dalam
Pameran Bandung Food & Beverage
Expo yang diselenggarakan di
Sudirman Grand Ballroom, Bandung,
Jawa Barat. Pada kesempatan tersebut, GAPMMI juga mengadakan
Adhi S. Lukman menjadi narasumber pada Executive Talk: Emerging Trends, Innovation and Investment in the Agri-Food Value Chain
Ketua Umum GAPMMI (paling kanan), menjadi salah satu panelis dalam event Asia Soy Excellence and Protein Summit (ASEPS)
sosialisasi halal untuk para pelaku usaha & UMKM di Jawa Barat. • Ketua Umum GAPMMI Adhi S.
Lukman menjadi narasumber pada acara Executive Talk: Emerging
Trends, Innovation and Investment in the Agri-Food Value Chain yang diadakan bersamaan dengan pameran
Propak Asia di 15-18 June 2022 di
BITEC Bangna, Bangkok, Thailand. • Ketua Umum GAPMMI, Adhi S. Lukman menjadi salah satu panelis dalam event Asia Soy Excellence and Protein Summit (ASEPS) yang diadakan di Bali pada tanggal 2122 Juni 2022. Beliau memberikan paparan tentang peran industri pangan olahan dalam menyediakan produk pangan kaya protein yang berbahan dasar kedelai, termasuk peluang serta tantangannya. Fri-27
FOODREVIEW INDONESIA
WEBINAR
Challenge & Opportunity in Dairy Products
Produk susu dan olahannya sudah lama dikenal memiliki banyak manfaat kesehatan untuk tubuh manusia. Karena manfaatnya itu, konsumsi susu dan olahannya perlu ditingkatkan untuk mendukung sumber daya manusia yang berkualitas. Kendati demikian, konsumsi susu per kapita (kg/kapita/tahun) masih rendah. Pada tahun 2020, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, konsumsi susu di Indonesia berkisar pada angka 16,27 kg, lebih rendah dibanding negara tetangga seperti Malaysia (36,2 kg), Myanmar (26,7 kg), dan Thailand (22,2 kg). Rendahnya angka ini juga disebabkan oleh beberapa faktor seperti aspek keterjangkauan, rendahnya akses untuk mendapatkan produk susu berkualitas, hingga masih kurangnya pengetahuan serta pengaruh sosial-budaya.
“Salah satu dampak yang terlihat dari masih rendahnya konsumsi susu adalah beban stunting yang mencapai angka 27,67% di tahun 2019. Padahal, WHO menetapkan angka tidak lebih dari 20% untuk negara yang memiliki beban stunting,” kata Chandra Susilo,
Chandra Susilo, Business Manager, Sugar Reduction & Specialty Sweetener, Ingredion APAC
Business Manager, Sugar Reduction & Specialty Sweetener, Ingredion APAC dalam FoodReview Indonesia Webinar – Challenge & Opportunity in Dairy Products yang diselenggarakan secara daring beberapa waktu lalu. Di sisi lain, Indonesia juga masih memiliki beban lain terkait dengan obesitas. Salah satu penyebab adalah masih tingginya konsumsi produk dengan kandungan gula dan lemak yang tinggi.
“Untuk mengatasi permasalahanpermasalahan ini, tentu diperlukan pendekatan yang tepat. Dapat dengan dua arah melalui top-down dan bottom-up,” imbuhnya. Chandra juga menuturkan bahwa konsumen saat ini juga semakin sadar dalam memilih produk yang memiliki manfaat kesehatan untuk tubuh. Selain itu, ada beberapa tren yang juga bermanifestasi pada prinsip kesehatan dan keberlanjutan seperti health reimagined, greener ways, modern transparency, dan dynamic lifestyle.
Pengawasan produk pangan
Semakin berkembangnya sebuah tren pada produk pangan, tentu memiliki konsekuensi. Tujuan pengawasan pangan juga sebagai bagian dari perlindungan kesehatan konsumen serta keadilan perdagangan. Perlindungan kesehatan konsumen termasuk di dalamnya adalah jaminan keamanan pangan dan mutu pangan yang dapat dilakukan dengan (1) penerapan analisis risiko, (2) sumber daya dan fasilitas pengawasan yang handal dan memadai, (3) pengawasan dari hulu ke hilir. Sedangkan untuk keadilan perdagangan meliputi kemudahan dan kepastian dalam berusaha serta perlindungan pemalasuan dan kejahatan perdagangan yang dapat dilakukan dengan (1) transparansi regulasi, (2) pelayanan publik yang cepat, mudah, aman, dan handal, serta (3) penerapan konsisten dan imparsial. Di Indonesia, pengawasan pangan olahan diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. “Kami memiliki dua skema dalam pengawasan pangan olahan yakni pengawasan premarket dan postmarket,” tutur Anisyah, S.Si., Apt., MP., Direktur Standardisasi Pangan Olahan BPOM RI.
Dalam kesempatan tersebut, Anisyah juga menjelaskan mengenai Program Manajemen Risiko (PMR) pada indutsri dairy. PMR adalah program yang disusun dan dikembangkan untuk menjamin keamanan dan mutu pangan melalui pengawasan berbasis risiko secara mandiri oleh industri. “Penerapan PMR merupakan perwujudan misi
Anisyah, S.Si., Apt., MP., Direktur Standardisasi Pangan Olahan BPOM RI Prof. Dede R. Adawiyah, Department of Food Science & Technology and SEAFAST Center-LPPM, IPB University
Badan POM untuk meningkatkan daya saing industri, dalam hal ini melalui pengakuan terhadap kemandirian industri dalam menjamin keamanan produknya sekaligus sebagai upaya optimalisasi pilar produsen dalam tiga pilar pengawasan keamanan pangan,” tambah Anisyah. Penerapan PMR menitikberatkan pada pengendalian faktor risiko keamanan pangan dipadukan dengan sistem manajemen mutu untuk menjamin konsistensi. Produsen sebagai penanggung jawab utama keamanan pangan karena mampu untuk senantiasa mengawasi berjalannya proses produksi pangan, sehingga menjadi tumpuan pertama untuk menjamin keamanan pangan.
“Penerapan PMR terbukti efektif untuk menjamin keamanan pangan di negara maju seperti di Selandia Baru. Untuk status penerapan PMR. Bersifat wajib untuk industri pangan yang memproduksi pangan dengan (1) pangan steril komersial, dan (2) pangan olahan untuk keperluan gizi khusus,” Ujar Anisyah. PMR juga dapat bersifat sukarela untuk industri pangan lainnya, termasuk produk susu dan hasil olahannya yang tidak termasuk dalam Pangan Steril Komersial (PSK), dan Pangan Keperluan Gizi Khusus (PKGK). “Keamanan pangan merupakan tanggung jawab bersama (pemerintah, industri, masyarakat), untuk mencapai hal tersebut diperlukan komitmen menjalankan tanggung jawab dan peran masing-masing termasuk pada akses produk dairy yang aman, bermutu, dan bergizi,” pungkasnya.
Evaluasi sensori pada produk dairy
Evaluasi sensori merupakan bagian dari ilmu sensori yang memiliki keilmuan multidisiplin untuk mempelajari respon dan penerimaan manusia terhadap suatu produk baik makanan, minuman, produk farmasi, kosmetik, dan lain-lain. Metode yang
paling baik dalam memprediksi seberapa jauh konsumen menyukai dan menggunakan produk pangan dalam kondisi yang sebenarnya. “Hasil analisis tergantung pada anggota panel sensori. Ketajaman/kepekaan indra manusia sangat dipengaruhi banyak variabel yang sulit dikontrol karena melibatkan proses fisiologis dan psikologis yang kemudian disebut juga sebagai good sensory practice,” kata Prof. Dede R. Adawiyah, Department of Food Science & Technology and SEAFAST Center-LPPM, IPB University. Good sensory practice meyakinkan bahwa pengambilan data valid dan menghasilkan data yang konsisten dan actionable, serta meminimalkan efek psikologis dari manusia sebagai instrumen penguji.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan good sensory practice seperti (1) pengontrolan proses dan lingkungan, (2) pengontrolan produk, (3) pengontrolan terhadap panel. Untuk produk dairy, terutama susu perlu diketahui terlebih dahulu komponen apa saja yang berkorelasi dengan kualitas sensori. Lemak susu memiliki peranan yang penting dalam persepsi sensori susu cair. Berkontribusi memberikan rasa creamy yang juga berkorelasi dengan karakter yang disukai pada produk susu. Namun demikian, saat ini banyak kosnumen yang juga lebih memiliki reduce-fat milk dibandingkan dengan whole milk karena pertimbangan kesehatan tubuh. “Penerapan teknis analisis sensori yang kuat telah secara signifikan memberikan manfaat bagi penelitian, pemasaran, pemahaman umum terkait sifat-sifat susu cair,” imbuh Dede. Sangat penting bagi industri susu untuk mengevaluasi kualitas susu cair untuk mencapai tujuan industri, termasuk meningkatkan kualitas produk, memperpanjang umur simpan, dan lain sebagainya. Fri-35
Urgensi Standardisasi Pangan
Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc.,
Vice-chairperson of the Codex Alimentarius Comission 2017-2021
Akses terhadap pangan yang aman dan bergizi serta dalam jumlah yang cukup adalah kunci untuk mempertahankan hidup dan meningkatkan kesehatan yang baik. Pangan yang tidak aman adalah penyebab berbagai penyakit dan berkontribusi pada kondisi kesehatan yang buruk lainnya, seperti gangguan pertumbuhan dan perkembangan, defisiensi mikronutrien, serta penyakit tidak menular maupun menular.
Vice-chairperson of the Codex Alimentarius Comission 2017-2021, Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc., menjelaskan nilai suatu pangan salah satunya ditentukan oleh keamanan pangan, yakni sesuai istilah “if it is not safe, it is not food”. Oleh karenanya, standar pangan diperlukan untuk memberikan kepastian nilai pangan demi menjaga kesehatan publik dan menjaga praktik perdagangan yang adil.
Standar pangan berisi i) pedoman (guideline) dari berbagai persyaratan yang harus dipenuhi agar target keamanan, gizi, dan mutu produk dapat terpenuhi, ii) standar produk atau sekelompok produk berisi berbagai persyaratan, baik kuantitatif maupun kualitatif untuk memastikan produk pangan aman dan layak untuk konsumen, bebas dari pemalsuan, lengkap dengan label dan cara penyajian yang benar, dan iii) kode praktik tentang persyaratan praktik yang perlu dipenuhi meliputi praktik produksi, pengolahan, pembuatan, transportasi, dan penyimpanan produk, untuk memastikan keamanan, gizi, dan mutu pangan.
Keamanan, lanjut Purwiyatno, adalah prasyarat pangan. “Konsumsi pangan yang aman dan baik akan memenuhi kebutuhan gizi individu, yakni dapat membantu orang dewasa untuk hidup sehat, aktif, dan produktif, serta membantu anak-anak untuk tumbuh dan berkembang dengan sehat,” tuturnya dalam Sambutan Pembukaan Seminar Nasional Hari Keamanan Pangan Sedunia 2022 yang diselenggarakan oleh Badan Pangan Nasional secara daring dan luring di Bogor beberapa waktu yang lalu.
Keamanan pangan sangat erat kaitannya dengan kesehatan. Penyakit bawaan pangan biasanya bersifat menular atau beracun, disebabkan oleh bakteri, virus, parasit atau zat kimia yang masuk ke dalam tubuh melalui pangan yang tercemar. Banyak penyakit bawaan makanan dapat menyebabkan keracunan akut, kecacatan jangka panjang, serta kematian.
Beban penyakit bawaan makanan tidak hanya berdampak terhadap kesehatan masyarakat, namun juga memengaruhi ekonomi di tingkat nasional maupun global. Pangan tidak aman menyebabkan kerugian atau beban ekonomi di Indonesia sebesar 2,9 triliun rupiah per tahun (Badan POM, 2015), 7,7 – 23 miliar USD per tahun di Amerika Serikat (CDC, 2015), serta menurut catatan WHO, sebanyak 110 miliar USD per tahun dialami oleh negara-negara berpenghasilan rendah hingga menengah. “Pangan tidak aman menjadi beban besar bagi pembangunan manusia,” kata Purwiyatno.
Produksi pangan yang aman dapat meningkatkan peluang ekonomi dengan memungkinkan akses pasar dan produktivitas yang lebih tinggi. Sedangkan pangan yang tidak aman atau tercemar akan menyebabkan penolakan perdagangan, kerugian dan beban ekonomi, dan pemborosan makanan. Oleh karena itu, praktik yang baik di sepanjang rantai pasokan dapat meningkatkan keberlanjutan pangan.
Fri-37
Standar Penanganan Ikan di Atas Kapal
Pemanfaatan teknologi pangan yang tepat dalam mengolah hasil perikanan memberikan potensi yang besar bagi nilai ekonomi masyarakat terutama dalam hal memperpanjang umur simpan hingga potensi ekspor. Penanganan di atas kapal adalah langkah pertama setelah penangkapan. Apabila penanganan di atas kapal tidak baik maka ikan tuna hasil tangkapan, misalnya, tidak akan memenuhi persyaratan eskpor. Sertifikat hasil tangkapan ekspor dimiliki oleh masing-masing ekor ikan sehingga penanganan di atas kapal harus dilakukan dengan hati-hati dan detail.
“Untuk mendapatkan nilai yang ekspor yang tinggi pertama kali perlakuan pertama adalah penanganan di atas kapal. Karena apabila penanganan di atas kapal terjadi salah penanganan maka kualitasnya tidak akan baik,” tutur Peneliti Loka Riset Perikanan Tuna Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Denpasar Bali, Gussasta Levi Arnenda dalam Webinar – Teknologi Pengolahan Sumberdaya Perikanan di Indonesia yang diselenggarakan oleh Prodi D3 Sekolah Vokasi Universitas Sebelas Maret beberapa waktu lalu.
Selain itu, penggunaan alat tangkap juga harus diperhatikan agar sesuai dengan regulasi yang berlaku. Apabila penggunaan alat tangkap tidak sesuai maka keberlanjutan dari sumber daya
perikanan laut tidak bisa terjaga serta regulasi ekspor akan menolaknya karena merupakan penangkapan ikan ilegal. Sebagai contoh untuk penangkapan ikan tuna menggunakan pancing dan tidak bisa menggunakan jaring. Hal ini dikarenakan ikan tuna merupakan perenang cepat sehingga ketika jaring diturunkan maka ikan tuna akan berenang pergi. Penting juga untuk diketahui adalah terkait pengertian ikan ekonomis. Ikan ekonomis adalah ikan yang mempunyai nilai pasaran tinggi, memiliki volume produksi makro yang tinggi dan luas, serta mempunyai daya produksi yang luas. Berdasarkan peraturan kementerian kelautan ada lebih dari 84 jenis ikan yang termasuk kategori ikan ekonomis penting. Salah satu jenis ikan ekonomis adalah ikan tuna dan sejenisnya.
Beberapa jenis ikan ekonomis penting dari tuna sebagai hasil tangkapan utama adalah Albacore atau Thunus alalunga, Yellowfin Tuna atau Thunus albacares, Big Eye Tuna atau Thunus obesusu, dan Bluefin Tuna (Thunnus maccoyii, Thunnus orientalis, Thunnus thynnus). Ikan cakalang termasuk ke dalam hasil tangkapan samping karena dalam skala industri pasti diproses dalam kondisi beku, tidak seperti ikan tuna yang diekspor dalam kondisi segar. Ikan tuna diekspor dalam kondisi segar ke beberapa negara seperti Jepang dan Amerika Serikat karena biasanya diolah menjadi sashimi atau mentah sehingga kualitas dan higienitas dari ikan harus benar-benar terjaga. Identifikasi dari jenis spesies tuna hasil tangkapan perlu diperhatikan agar data yang didapatkan sesuai sehingga proses ekspor menjadi lebih baik. Apabila kurang jeli maka bisa salah mengidentifikasi jenis ikan tuna yang ditangkap.
Beberapa faktor yang memengaruhi mutu ikan yaitu produk segar utuk meningkatkan nilai tambah dan mendistribusikannya berkelanjutan, penanganan di atas kapal untuk menjaga kesegaran dari ikan mati hingga fase rigor mortis, sesuai dengan standar mutu nasional (identitas, higiene, kimiawi, keseragaman ukuran, berat dan isi, jumlah, rupa, dan sebagainya), sanitasi dan penyimpanan dengan sistem rantai dingin suhu refrigerasi, pemeriksaan dan pengawasan sehingga tidak ada kontaminasi bakteri, serta sesuai dengan SNI mutu ikan. Adapun SNI mutu ikan yang berlaku adalah SNI 01-2693.2-2006. Fri-31
Peluang Pasar Pangan Berbasis Nabati di Indonesia
Masyarakat saat ini semakin menaruh perhatian yang besar pada aspek kesehatan dan lingkungan. Untuk mendukung hal tersebut, ada beberapa perilaku yang juga bergeser. Salah satunya adalah pola konsumsi berbasis nabati yang diterapkan. Pasar daging alternatif dunia diperkirakan mencapai US$9,5 miliar pada tahun 2023 dengan Asia yang menjadi daerah terbesar kedua di dunia untuk alternatif daging berbasis nabati.
Di Indonesia, pasar pangan nabati ini mulai dilirik dengan adanya bisnis jasa boga yang fokus pada pangan berbasis nabati. Penelitian Kerry barubaru ini menunjukkan bahwa minat masyarakat pada pangan nabati nampak dari perhatian pada kesehatan dan kebugaran. Namun demikian, hal ini tidak dibarengi dengan kepuasaan rasa pada produk berbasis nabati. Tidak hanya itu, dalam segi pemenuhan gizi, protein hewani juga masih dianggap lebih superior dibandingkan dengan alternatif nabati yang ada.
Di Indonesia, sebanyak 67% konsumen menyatakan bersedia untuk mencoba produk berbasis nabati dengan 50% bersedia untuk mengonsumsi secara regular. Sedangkan sebanyak 60% konsumen mengharapkan harga yang bersaing pada produk alternatif daging. “Rasa menjadi alasan nomor satu dalam keputusan pembelian. Konsumen menginginkan produk plant-based yang sesuai dengan rasa dan tekstur daging namun dengan gizi yang lebih baik, diproduksi secara berkelanjutan, dan terjangkau,” kata Jie Ying Lee, Senior Strategic Manager Plant-based, Kerry APMEA dalam Media Gathering Kerry yang diselenggarakan secara luring di Jakarta, 29 Juni 2022 lalu.
Meskipun demikian, banyak produk pangan nabati yang ada saat ini justru tidak memenuhi harapan mereka, terutama dalam hal rasa, dengan 70% konsumen di Asia Pasifik mengatakan bahwa rasa dan tekstur produk pangan nabati tidak sesuai dengan daging asli. Kabar baiknya adalah, mereka berkenan menjadikan produk pangan nabati sebagai bagian rutin dari diet jika memang produknya enak,” lanjut Jie. Kerry bermitra dengan industri untuk menciptakan dunia dengan gizi berkelanjutan, yang dipimpin oleh keahlian perusahaan dalam hal rasa melalui ‘RadicleTM by Kerry’. Fri-35
TEKSTUR:
TANTANGAN REFORMULASI PANGAN OLAHAN
Oleh Purwiyatno Hariyadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University
Tekstur pangan merupakan salah satu atribut fisik dan sensori yang digunakan konsumen untuk menilai mutu produk pangan. Bahkan, untuk beberapa jenis produk pangan, atribut tekstur bersifat krusial, berperan sebagai penciri utama, dan menentukan keseluruhan mutu produk tersebut. Contoh produk demikian antara lain keripik, kerupuk, biskuit, dan bahkan daging (steak). Produkproduk tersebut dinyatakan sebagai defect (cacat) dan karenanya akan ditolak, jika teksturnya tidak sesuai.
Beberapa produk yang lain, peranan tekstur tidak sedemikian kritis, tetapi tetap berperan penting dalam menentukan mutu, tetapi bukan penciri utama. Contoh produk demikian adalah berbagai buah segar, berbagai produk panggang (rerotian), permen, produk cair kental dan lain-lain. Sedangkan untuk beberapa produk yang lain, terutama produk minuman dan sup encer, atribut tekstur bersifat minor, sehingga dapat saja diabaikan.
Untuk berbagai produk pangan yang ciri utama mutunya ditentukan oleh atribut teksturnya, maka tekstur perlu diperhatikan serius sejak dari perancangan produk; termasuk pemilihan ingridien, proses pengolahan, pengemasan dan distribusinya. Jika atribut tekstur tidak sesuai dengan harapan konsumen, maka dapat saja pengembangan produk tersebut mengalami kegagalan. Pada pengembangan produk daging nabati (plant-based meat), misalnya, salah satu tantangan terbesarnya adalah bagaimana medapatkan tekstur produk yang mirip dengan tekstur daging yang sebenarnya (hewani). Penilaian konsumen dalam menggambarkan pengalaman mencoba daging nabati umumnya mengidentifikasi kelemahan pada tekstur, khususnya terasa lebih rapuh dan lembek. Demikian pula dengan upaya reformulasi pangan olahan. Upaya mengurangi kandungan gula, garam dan/atau lemak akan berpengaruh pula terhadap tekstur (tidak hanya cita rasa) pangan, sehingga berpengaruh pula terhadap penerimaan
konsumen. Karena itu, pemahaman dan pengendalian tekstur menjadi hal penting yang perlu dilakukan untuk suksesnya reformulasi pangan olahan.
Definisi tekstur
Pemahaman tentang tekstur perlu dimulai dengan memberikan definisinya. Pada literatur, seiring dengan perkembangan ilmu pangan dan instrumentasinya, definisi tekstur ini terus berkembang. Komite Evaluasi Sensori dari Instute of Food Technologist (1964) mendefinisikan tekstur sebagai gabungan dari sifat-sifat bahan pangan, yang sensasinya dapat diterima (diindra) oleh mata dan indra kulit dan otot di rongga mulut, yang mancakup sifat-sifat mengenai kekasaran, kehalusan, kekenyalan bahan, dan lainlain. Kemudian, Jowitt (1974) dalam artikelnya yang berjudul the Terminology of Food Texture (J. Texture Stud. 5, 351–358), menyatakan bahwa tekstur adalah atribut dari suatu zat yang dihasilkan dari kombinasi sifat fisik dan hal-hal yang sensasinya dirasakan secara simultan oleh indra peraba (sentuhan), penglihatan, dan pendengaran. Sifatsifat fisik ini antara lain meliputi ukuran, bentuk, jumlah, dan konformasi dari unsur struktural penyusun suatu bahan tersebut.
McCarthy (1987; Food Technology in New Zealand July, 40– 43) bahkan menyatakan bahwa tekstur ada kaitannya juga dengan aspek psikologis, dengan menyatakan bahwa tekstur adalah persepsi fisiologis-psikologis manusia terhadap sejumlah sifat reologis dan sifat-sifat lainnya dari suatu bahan makanan, dan interaksi antara sifatsifat tersebut dengan indra manusia. Untuk keperluan standardisasi, maka
Organisasi Standar Internasional (ISO, 2020) menyatakan bahwa tekstur adalah semua atribut mekanis, geometris, dan permukaan dari suatu produk yang dapat dipersepsikan melalui reseptor mekanis, taktil dan, jika sesuai, visual dan auditori (pendengaran). Definisi ISO ini juga diadopsi oleh Codex Alimentarius Commission, dan berlaku baik untuk pangan padat, semi padat maupun pangan cair. Dalam literatur, istilah tekstur biasanya berlaku untuk padatan, sedangkan untuk pangan cair sering digunakan istilah viskositas, yang dapat dianalisis melalui sifat reologinya (Hariyadi, 2006).
Analisis tekstur dengan metode sensori
Mengingat atribut tekstur merupakan sensasi kompleks seperti definisi di atas, maka analisis tekstur biasanya juga tidak sederhana. Karena tekstur merupakan karakteristik mutu pangan yang sensasinya dirasakan oleh manusia ketika mengonsumsi pangan; maka hanya manusia yang dapat merasakan
elevating the lives of people and nature
PT Austindo Nusantara Jaya Tbk. (ANJ) merupakan perusahaan induk yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit, sagu, edamame dan energi terbarukan. ANJ berkomitmen dalam penerapan praktik agronomi terbaik, inovasi, transformasi digital dan efisiensi untuk meningkatkan produktivitas seluruh komoditas, serta untuk mengurangi dampak cuaca ekstrim akibat perubahan iklim. PT ANJ Agri Papua (ANJAP) adalah anak perusahaan ANJ yang melakukan pemanenan dan pengolahan pati sagu. Pohon sagu yang diolah ANJAP tumbuh secara alami di hutan tanpa pestisida, pupuk atau zat tambahan lainnya, serta tanpa rekayasa genetika. Pabrik ANJAP dilengkapi dengan teknologi terbaru untuk menghasilkan pati sagu berkualitas premium untuk pasar domestik maupun ekspor. Proses produksi ANJAP mengikuti peraturan keamanan pangan dan telah sepenuhnya disertifikasi oleh BPOM, serta telah mendapat sertifikasi Halal.
Hasil pati sagu ANJAP dikemas dalam dua jenis, yaitu Sapapua untuk pasar retail dan Pati Alam untuk pasar industri. Saat ini, Pati Alam telah digunakan berbagai industri untuk bahan baku pengolahan sosis, bakso, roti dan kue, mie, bihun dan masih banyak produk lainnya.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai produk pati sagu dari ANJ, silahkan untuk mengunjungi:
https://anj-group.com/en/sago-harvesting-and-processing
@apapua.sagu
Sagu Sapapua
dan mendeskripsikan tekstur, maka analisis tekstur yang paling sensitif dan tepat tentu dengan menggunakan manusia (panelis) itu sendiri; walaupun ada unsur subjektivitas.
Subjektivitas penilaian terhadap tekstur juga dipengaruhi oleh pengalaman personal dan pemahaman panelis tentang tekstur, termasuk parameter dan istilah-istilah tekstur. Untuk mengurangi pengaruh hal ini, dikembangkanlah standar internasional analisis sensori (ISO, 2020). Perlu diantisipasi bahwaistilah tekstur dalam bahasa yang berbeda, bisa bermakna berbeda, sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman, kebingungan, dan inkonsistensi dalam penilaian (scoring) mutu tekstur.
Untukitu metode dan prosedur standar perlu dikembangkan dan diikuti dengan tertib dan disiplin. Secara umum, langkah-langkah utama pada prosedur standar analisis profil tekstur secara sensori ini meliputi (i) pemilihan panelis, (ii) pelatihan panelis, (iii) penetapan skala penilaian standar dengan menggunakan produk standar, (iv) penetapan lembar penilaian dasar untuk profil tekstur, dan (iv) pengembangan metode analisis dan komparasainya. Secara lebih detail, pembaca disarankan merujuk pada Bourne (2002), khususnya BAB 7 (Sensory Methods of Texture and Viscosity Measurement).
Evaluasi sensori untuk tekstur ini sangat berkembang, meliputi analisis tekstur produk yang dianalisis di luar maupun di dalam mulut, saat gigitan pertama, bahkan pada akhir pengunyahan, saat menelan, sampai pada penilaian rasa sisa (after taste) pangan di mulut dan tenggorokan. Dengan demikian, metode ini dapat memberikan deskripsi detail tentang mutu tesktur pangan. Saat ini, analisis deskriptif telah menjadi alat utama
dalam ilmu sensori untuk memperoleh data yang terperinci, andal, dan dapat direproduksi untuk menggambarkan profil tekstur secara sensori.
Analisis tekstur dengan metode objektif
Pada praktiknya, metode subjektif di atas digabungkan dengan pengukuran instrumental (analisis objektif), dilanjutkan dengan analisis korelasi terhadap hasil analisis subjektifnya. Secara umum, metode evaluasi tekstur secara objektif menggunakan instrumen dapat dibedakan menjadi tiga jenis, metode dasar (fundamental), metode empiris, dan metode imitatif. Metode dasar dikembangkan dengan pemahaman bahwa tekstur merupakan manifestasi dari reologi dan sifat fisik pangan, maka analisis tekstur dapat didekati dengan metode pengukuran sifat fisik pangan. Pengukuran ini mempunyai keuntungan dalam hal objektivitasnya yang tinggi. Artinya, dengan sifat fisik yang terdefinisikan dengan baik, kemudian diukur dengan benar, maka hasilnya biasanya sangat konsisten. Sifat fisik dasar yang umum adalah modulus Young, modulus geser, modulus curah dan rasio Poisson (untuk padatan) dan viskositas (untuk cairan). Pengukuran sifat fisik dasar pangan tersebut di atas bermanfaat dalam mempelajari perubahan sifat fisik pangan karena proses pengolahan, tetapi umumnya tidak berkorelasi langsung dengan mutu tekstur. Hal ini disebabkan -sekali lagi- karena sensasi tekstur pangan ini diterima dan dirasakan manusia ketika mengonsumsi pangan, sehingga ada faktor yang tidak dapat dipertimbangkan dengan baik oleh metode pengukuran fisik dasar ini. Faktor demikian, misalnya, adalah faktor fisiologis yang terkait mastikasi, anatomi mulut, peranan saliva, danlain-lain. Selain itu, pangan umumnya bersifat heterogen, dengan struktur yang khas, sehingga sifat fisiknya juga bisa beragam. Jadi, sifat-sifat fisik (termasuk sifat reologis dan mekanis) suatu bahan pangan tidak dengan sendirinya merupakan tekstur itu sendiri. Karena itu, dikembangkanlah metode empiris, untuk mendapatkan informasi mengenai sifat-sifat tekstur; dari berbagai uji fisik dasar. Dengan pemahaman bahwa atribut tekstur sangat berkaitan dengan berbagai sifat fisiknya, maka dengan analisis yang hati-hati, ada kemungkinan ditemukan korelasi empiris antara keduanya, khususnya pada suatu kondisi, jenis dan karakter pangan tertentu yang khas, namun jelas tidak berlaku umum.
Dalam hal ini, banyak instrumen yang telah dikembangkan untuk memberikan nilai numerik tertentu, yang secara empiris mempunyai korelasi baik dengan skor sensori. Namun perlu diingat bahwa nilai terukur dan korelasinya ini tidak dapat dibandingkan jika diperoleh dari instrumen yang berbeda. Beberapa contoh uji empiris ini misalnya adalah pengukuran tekstur menggunakan Magness-Taylor puncture tester (dan korelasinya dengan
kekerasan buah), Bloom Gelometer (dan korelasinya dengan kekuatan jel), dan Kramer Shear Press (dan korelasinya dengan kekerasan buah, sayuran dan kacang-kacangan olahan). Beberapa sektor industri, umumnya mengembangkan metode empirisnya dan menggunakannnya sebagai praktik yang distandarkan, terutama yang berkaitan dengan kondisi pengujian.
Metode ketiga adalah metode imitatif. Metode ini menggunakan instrumen yang dirancang untuk menirukan dan mensimulasikan proses mengunyah pangan yang dilakukan oleh manusia. Tidak hanya meniru gerakan mulut manusia ketika mengunyah pangan, tetapi juga meniru parameter empiris lain, seperti suhu, rasio liquid/solid, jumlah pangan, dan lain-lain. Instrumen pengujian tekstur secara imitatif yang populer Texture Profile Analyzer (TPA), yang dirancang dengan probe meniru gigi manusia, melakukan pergerakan menyerupai mengunyah, dioperasikan melakukan gigitan dua kali berurutan, dan dicatat gaya yang diperlukan. Dengan alat ini, maka dapat dirumuskan secara objektif berbagai parameter tekstur, seperti kekerasan, kelengketan, dan kekompakan, berdasarkan pada kurva hubungan antara gaya dan waktu yang dihasilkan (Gambar 1).
Dengan mempelajari dan mengendalikan produk pangan, maka dapat ditemukan korelasi yang lebih baik antara berbagai parameter tekstur (seperti kekerasan, kepaduan dan kerekatan) yang diperoleh dari pengukuran menggunakan TPA dengan skor sensori tekstur yang dihasilkan oleh panel terlatih. Belakangan, TPA
Gambar 1. Kurva tipikal hubungan antara gaya dan waktu, hasil pengujian tekstur menggunakan alat TPA (Dimodifikasi dari Rahman, 2005)
Gambar 2. Pengembangan lanjut analisis tekstur dengan alat TPA (Bourne, 2002)
ini semakin berkembang dan semakin banyak pula informasi mengenai parameter tesktur yang dapat diperoleh dari kurva yang dihasilkan; seperti fracturability, springiness, stringiness (Gambar 2) dan lain-lain disesuaikan dan dikorelasikan dengan karakter tekstur khas hasil analisis sensori, yang menunjukkan penciri utama mutu produk yang dianalisis.
Tekstur produk reformulasi
Dengan analisis tekstur memadai, terutama dengan menganalisis pengaruh parameter (ingridien maupun proses) yang berubah karena reformulasi terhadap tekstur, maka diharapkan dapat mengendalikan tekstur dengan lebih baik, sehingga dihasilkan produk baru yang lebih sesuai dengan harapan konsumen. Harapannya, saat mengonsumsi produk hasil reformulasi, konsumen akan mendapatkan sensasi tekstur lebih sesuai dengan ekspektasinya. Dengan berupaya menyelaraskan semua (sebagian besar) parameter sensorinya, termasuk tekstur, diharapkan reformulasi yang dilakukan akan mempunyai peluang sukses lebih baik.
Referensi:
Bourne, M.C. 2022. Food Texture and Viscosity: Concept and Measurement. 2nd Edition. 2002. Academic Press Hariyadi, P. 2006. Reologi: Kriteria Tekstur Produk Pangan
Cair. FoodReview Indonesia, Juni, 2006. Halaman 5153 ISO. 2020. Sensory analysis, Methodology, Texture profile (ISO 11036:2020). Available at https://www.iso.org/ obp/ui/#iso:std:iso:11036:ed-2:v1:en (Accessed on
July 4, 2022). Rahman, M.S. 2005. Dried Food Properties: Challenges
Ahead. Drying Technology, 23: 695–715, 2005
Tren & Peluang Pengembangan Produk Turunan Susu di Indonesia
Oleh Felix Z. Hamdani Country Manager, PT Ingredion Indonesia
Pandemi COVID-19 berdampak dalam segala aspek kehidupan manusia. Ingredion bersama dengan Innova dan Hartman Group melakukan penelitian sepanjang 2021 dan mendapatkan beberapa respon besar terkait perilaku konsumen pangan setelah pandemi mulai mereda.
Sebanyak 64% konsumen mengatakan bahwa mereka mencari produk yang semakin dapat memenuhi kebutuhan gizi tubuh, aktivitas, tujuan kesehatan, dan preferensi rasa. Angka lain sebesar 50% konsumen menyampaikan bahwa mereka melihat konten dari kode batang (QR Code) suatu produk yang ditampilkan di kemasan yang mereka beli, sedangkan 46% konsumen mengekspresikan bahwa produk ritel dengan merek suatu restoran tertentu dapat menjadi cara praktis bagi mereka untuk mendapatkan pengalaman rasa di rumah.
Terakhir, sebanyak 32% konsumen menyatakan kesediaan untuk membayar lebih mahal jika ingin membeli suatu produk yang mengutamakan keberlanjutan dan ramah terhadap lingkungan. Walaupun bukan sesuatu yang baru, keempat respon besar tersebut mengalami perubahan yang cukup signifikan setelah pandemi dibandingkan masa-masa sebelumnya. Hal ini dapat diterjemahkan ke dalam beberapa tren pola pikir yang menjadi cerminan terjadinya pergeseran cara pengambilan keputusan konsumen dalam memilih produk pangan yang akan dikonsumsi secara individu ataupun bersama-sama. Tidak hanya itu, temuan ini juga berpengaruh pada perjalanan konsumen untuk mencari, menemukan, dan menentukan alternatif opsi produk yang mampu mendekati
ekspektasinya. Di tingkat yang lebih mikro, tren tersebut terefleksi lebih lanjut ke beberapa arah format yang lebih spesifik.
Pertama, pencarian produk berdasarkan faktor kesehatan & kebugaran (health & wellness). Faktor ini sebenarnya sudah menjadi tren umum selama satu dekade terakhir. Pergeseran yang terjadi adalah pada masa ini kesempatan bagi konsumen untuk mempersonalisasikan kebutuhan kesehatan maupun preferensi individualnya menjadi lebih mudah daripada sebelumnya. Hal ini memunculkan suatu pandangan baru terhadap kesehatan (health reimagined) dengan fokus untuk mempertahankan atau meningkatkan kesehatan fisik dan mental, tidak hanya kuratif (penyembuhan suatu penyakit) atau sekadar mempertahankan kesehatan saja (termasuk tidak hanya berfokus pada kesehatan fisik) seperti gaya hidup keto, vegan, maupun fleksitarian. Dibandingkan dengan memulihkan kesehatan, konsumen juga cenderung untuk lebih memprioritaskan kesehatan yang berfokus pada upaya mempertahankan kesehatan termasuk kesadaran akan penyakit degeneratif.
Melihat tren-tren tersebut, produk pangan juga tidak lagi dilihat sebagai suatu produk yang memiliki manfaat kesehatan secara umum, tetapi sudah lebih detail kepada preferensi misalnya
meningkatkan kesehatan pencernaan dan imunitas. Penggunaan bahan-bahan yang juga telah diketahui memiliki perspektif negatif pada konsumen juga cenderung untuk dikurangi. Produkproduk yang memiliki perhatian khusus dari sisi kesehatan mental juga menarik konsumen karena dapat memberikan efek positif bagi suasana hati. Saat ini, pasar juga tampak semakin siap untuk menerima produk-produk pangan instan siap saji dengan atribut yang lebih lengkap, termasuk beberapa produk yang memiliki profil khusus seperti minuman berbasis nabati dengan tambahan nutrisi dari prebiotik, herba, dan sebagainya. Untuk segmen produk dairy, masih terus berlangsung trentren dengan konsep fortifikasi dengan protein, serat, dan upaya pengurangan gula, garam, dan lemak. Saat ini, produk dairy juga masih sangat terbuka peluangnya untuk mengikuti tren kesehatan emosional yang terdapat pada jenis produk pangan lainnya.
Transparansi produk pangan
Tren selanjutnya yang juga lebih spesifik adalah adanya cara pandang konsumen yang semakin ingin lebih tahu terkait bagaimana produk tersebut berasal. Konsumen juga mencari produk dengan bahan yang dipersepsikan lebih bersih (clean & simple). Tren ini merepresentasikan kesegaran dengan proses yang minimal yang dinilai lebih sehat. Hal ini diperkuat juga dengan bagaimana produk tersebut dikomunikasikan, termasuk klaim akan produk yang lebih etis ataupun melalui proses yang minim. Tidak hanya itu, konsumen juga memiliki minat yang semakin besar pada bahan-bahan yang dihasilkan secara lokal, aspek keberlanjutan dan proses produksinya. Inilah yang kemudian diterjemahkan sebagai transparansi terkini (modern transparency), yaitu komunikasi yang jelas bagaimana awal mula suatu produk
hingga siap dikonsumsi. Di industri dairy, hal ini misalnya diaplikasikan dengan mengomunikasikan asal daerah dari susu yang digunakan. Hingga kini, produk dairy masih memiliki persepsi produk premium, sehingga mudah untuk mengaitkan dengan segala hal yang bersifat orisinalitas atau meningkatkan kredibilitas. Selain itu, pengaplikasian sertifikat produk yang didukung oleh lembaga terpercaya, pemerintah, dan organisasi berbasis saintifik juga akan menjadi hal yang lumrah. Keadaan ini juga semakin diperkuat dengan teknologi digital sehingga interaksi konsumen dengan industri akan semakin dekat dan dapat memotong hambatan komunikasi.
Untuk tren selanjutnya, masih terkait dengan cara konsumen memilih produk pangan. Konsumen saat ini memiliki gaya hidup yang dinamis (dynamic lifestyle) seperti yang dilihat saat bekerja, rekreasi, dan makan. Selama dua tahun terakhir, aktivitas konsumtif banyak dilakukan di rumah dan mengakibatkan konsumen masih mempertahankan kebiasaan aktivitas tersebut sebagai suatu residu akibat pandemi. Kenaikan biaya yang juga harus dikeluarkan saat makan di luar rumah juga membuat pertimbangan konsumen lebih nyaman untuk makan di rumah. Menghabiskan waktu yang lebih banyak di rumah ini juga memengaruhi bagaimana aktivitas snacking dilakukan. Konsumen menginginkan kegiatan snacking yang memberikan kenyamanan namun tetap terkesan menyehatkan (mengurangi stres dan memiliki kandungan gizi seperti tambahan serat dan protein). Hadir dan menjamurnya e-commerce juga cukup berpengaruh bagi konsumen karena memberikan pengalaman baru konsumsi produk restoran ternama sehingga terkesan menjadi lebih inklusif. Jangkauan konsumen yang lebih luas juga didukung dengan semakin banyaknya produk dengan desain pengalaman yang menghibur di rumah dan kegiatan saling berbagi.
Gaya hidup lebih hijau
Gaya hidup yang lebih hijau bagi lingkungan (greener ways) serta aktivitas yang berkelanjutan juga menjadi perhatian konsumen saat ini. Selain konsumen, komunitas global juga turut menginisiasi beberapa tren mikro seperti gaya hidup konsumsi produk nonhewani. Gaya hidup ini digerakkan
oleh kesadaran kesehatan dan lingkungan yang kemudian beriringan dengan mengutamakan produk-produk berbasis nabati (plant-based) yang sebelumnya masih didominasi oleh produk nonplant-based. Selama produk tersebut masih sejalan dengan selera dan preferensi gizi yang diinginkan oleh konsumen, maka tidak menjadi masalah yang berarti. Konsumen susu saat ini juga mulai familiar dengan konsep susu alternatif selain kedelai di mana sumber proteinnya nonhewani dikombinasikan dengan dan atau sejajar kebaikan susu dari sumber hewani.
Banyaknya organisasi atau negara yang menjadi pemimpin untuk menampakkan upaya strategis masa depan yang lebih baik juga membuat konsumen terinspirasi untuk lebih memilih produk-produk yang lebih berkelanjutan, lebih ramah lingkungan, dari hasil pertanian regeneratif dan lain sebagainya. pada akhirnya, konsumen mengharapkan merek untuk dapat merefleksikan pandangan sosial dan etis tersebut ke dalam bidang lingkungan dan kesejahteraan untuk hewan. Ke depan akan semakin banyak komunikasi yang diharapkan konsumen dalam bidang seperti perdagangan yang adil, kegiatan produksi regeneratif, dan kolaborasi kreasi, serta komunikasi dua arah antara konsumen dan perusahaan. Untuk menjawab hal ini, perusahaan juga dapat memilih inisiatif spesifik agar dapat dipersepsikan lebih bertanggung jawab seperti mengedepankan penggunaan material lebih lanjut hasil fermentasi untuk menciptakan perusahaan dengan zero-carbon footprint.
Tren dan generasi konsumen
Berkembangnya beberapa tren serta tren mikro di atas ternyata didominasi oleh segmen masyarakat usia muda. Kelompok usia milenial dan Gen Z sangat terdepan untuk mengekspresikan sebagian besar nilai-nilai tersebut. Saat ini generasi muda tidak hanya selalu mengedepankan kesenangan saja, tetapi juga memiliki kesadaran akan kesehatan dan tidak sekadar menikmati hidup dengan perilaku konsumtif. Hal ini dapat terlihat dari Gen X yang saat ini sudah melewati usia 40 tahun banyak melihat bagaimana perilaku konsumtif generasi Baby Boomers di masa mudanya memengaruhi keadaan kesehatan di masa kehidupan selanjutnya. Banyak anak muda yang misalnya pada saat membeli produk indulgen seperti minuman boba memilih versi dengan sirup yang dikurangi atau misalnya kesadaran akan alternatif nonhewani. Di Indonesia, tren susu alternatif sudah sangat jamak ditemukan kedai-kedai kopi dalam campuran latte maupun cappucino-nya.
Untuk gaya hidup yang dinamis, saat ini juga semakin banyak kaum muda yang terhubung secara digital dengan merek yang dikonsumsi/digemarinya melalui aplikasi-aplikasi yang dapat diunduh secara gratis. Beberapa tren di atas memang masih belum menjadi sebuah tren yang masif, namun tidak menutup kemungkinan untuk terus berkembang seperti yang terjadi pada sektor keuangan digital, media informasi dan lain sebagainya. Semakin mudahnya manusia terhubung satu sama lain, semakin meratanya tingkat pendidikan dan pendapatan maka sangat mungkin tren-tren mikro tersebut akan menjadi sebuah tren yang masif. Ditambah dengan faktor katalis setiap individu yang selalu ingin mencoba hal baru.
Solusi dari Ingredion
Ingredion yang telah dikenal sebagai produsen ingridien untuk berbagai aplikasi tekstur yang inovatif dan cost-effective melalui beranekaragam produk starch (modified dan functional native starch), memiliki kapabilitas dan pengetahuan bagaimana tekstur dapat memengaruhi rasa dan pengalaman konsumen dalam beragam produk pangan. Selama satu dekade terakhir, Ingredion telah bertransformasi menjadi produsen plant-based materials selain tekstur yang membantu produsen pangan dalam menciptakan beragam produk alternatif plant-based dengan portofolio protein berbasis pulse serta solusi pengganti sukrosa yang lebih sehat dan tetap sinergi dengan rasa dan tekstur yang diharapkan konsumen. Solusi yang dapat dibantu oleh Ingredion selaras dengan apa yang diperlukan product developer masa kini karena dalam perjalanan pengembangan produk dairy dengan konsep-konsep mutakhir, sangat lazim menemukan kendala-kendala dalam fasa-fasa kritis formulasi maupun scale up.
Hal ini disebabkan komponen dairy yang utamanya adalah protein dan lemak (serta gula bila misalnya ditambahkan untuk versi rasa manis),
pada saat berinteraksi dengan ingridien tambahan atau pun bila ada komponen utama yang dikurangi, pada saat mengalami proses produksi bisa saja berimplikasi pada fenomena-fenomena yang tidak diinginkan. Misalnya fenomena seperti perubahan rasa (menjadi kurang mouthfeel, kurang manis, sensasi pahit, pergeseran rasa dari desain awal), kemunculan komponen-komponen yang tidak larut, inkonsistensi kadar komponen utama (baik laktosa, protein maupun lemak) atau bahkan bila hanya sekadar kesulitan untuk mencapai tekstur dan rasa yang ingin dipersepsikan identik dengan produk dairy yang autentik. Ingredion memiliki serangkaian solusi clean label dan specialty starch, serat, pulse protein ingredients. Tidak hanya itu, Ingredion juga memiliki portofolio pemanis alami dan FMPs dari PureCircle by Ingredion, produsen utama ekstrak stevia global yang telah cukup lama diadopsi sebagai salah satu solusi pemanis alami yang memiliki kesan lebih sehat di mata konsumen Indonesia. Ingredion Indonesia dapat menjadi partner utama industri untuk membantu product developer di sepanjang perjalanan siklus inovasi.
Potensi Pati Sagu Papua untuk Produk Pangan Modern
Oleh Ilham Billy N. & Siva Febidamara Food Application ANJ
Sekitar 85% dari seluruh tanaman sagu (Metroxylon sp) di dunia, tersebar dan tumbuh baik di Indonesia. Pati sagu berpotensi besar untuk menjadi bahan baku pangan olahan, baik untuk industri pangan modern maupun rumahan. Mulai dari perannya sebagai bahan baku fungsional sampai menjadi bahan utama produk bebas gluten dan produk makanan plant-based yang banyak digemari saat ini.
Tanaman sagu (Metroxylon sp) tersebar dan tumbuh baik di daerah khatulistiwa, khususnya Indonesia serta wilayah Asia Tenggara. Saat ini, sagu masih menjadi makanan pokok bagi sebagian masyarakat di Indonesia Timur, terutama Maluku dan Papua.
Sagu dapat dikatakan tanaman asli Indonesia karena 85% luasan sagu di dunia ada di Indonesia dan hampir seluruhnya (lebih dari 90%) terdapat di Provinsi Papua dan Papua Barat. Hutan sagu alami dapat banyak dijumpai di wilayah Indonesia Timur, sedangkan di wilayah Indonesia Barat sagu banyak dikembangkan dengan cara budidaya atau perkebunan.
PT ANJ Agri Papua (ANJAP) adalah anak perusahaan dari PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJ). ANJAP merupakan salah satu perusahaan penghasil pati sagu yang memiliki izin untuk mengelola 40.000 Ha konsesi hutan sagu alami yang berada di Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat dan 10.000 Ha di antaranya dipertahankan sebagai kawasan konservasi. Kelestarian hutan sagu merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh ANJAP dengan berbagai cara, seperti mengatur jarak rumpun anakan tanaman sagu. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan penyerapan nutrisi dan menyeragamkan faktor pertumbuhan tanaman sagu. Selain itu, ANJAP melakukan proses pemanenan secara berkelanjutan dengan sistem tebang pilih dan tidak menebang pohon diluar usia masak tebang.
Pati sagu yang diproduksi ANJAP berasal dari empulur batang sagu yang tumbuh secara alami di hutan, tanpa pestisida, pupuk, rekayasa genetika ataupun zat tambahan lainnya. Pabrik pengolahan sagu ANJAP didesain
dengan kapasitas produksi hingga 1.250 ton per bulan. Saat ini, ANJAP terus berupaya untuk meningkatkan volume produksi dan penjualan hingga kapasitas maksimumnya. Proses ekstraksi pati sagu dari empulur batang sagu dilakukan secara mekanis dan modern untuk menghasilkan pati sagu berkualitas tinggi yang memenuhi standar konsumen lokal maupun ekspor.
ANJAP menjaga kualitas pati sagu yang dihasilkan secara konsisten dengan melakukan pengendalian mutu rutin sepanjang proses produksi. Hal ini dilakukan untuk menjamin keamanan produk dan menjaga karakter pati sagu agar tetap sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Pati sagu yang diproduksi oleh ANJAP dipasarkan menggunakan merek Pati Alam dengan ukuran kemasan 50 kg yang ditujukan untuk kebutuhan industri. Selain itu, ANJAP juga memasarkan pati sagu dengan merek Sapapua dengan ukuran 500 gr yang ditujukan untuk konsumen berskala rumahan atau retail.
Dalam upaya peningkatan ketahanan dan diversifikasi pangan, sagu memiliki potensi yang sangat besar untuk digunakan sebagai salah satu sumber karbohidrat utama pengganti beras. Hal ini diharapkan mampu mengurangi ketergantungan masyarakat pada beras, gandum, dan biji-bijian pokok lainnya. Selain itu, sagu juga dapat digunakan dalam berbagai macam olahan pangan modern dan kekinian. Ditinjau dari kandungan gizinya, sagu memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, sekitar 85-87%, namun rendah protein sehingga konsumsi harian sagu harus tetap diimbangi dengan mengonsumsi daging, sayur, dan buah untuk memenuhi kebutuhan gizi harian.
Kelebihan dari pati sagu dibandingkan dengan tepung lain yang berada di pasaran adalah memiliki karakteristik yang unik. Contohnya, pada olahan daging dan ikan, seperti bakso, sosis, dan nugget, pati sagu dapat meningkatkan tekstur yang lebih kenyal dan meaty. Sama halnya dengan olahan ikan, dengan menggunakan pati sagu hasil olahan otak-otak dan tekwan juga menjadi lebih kenyal dan lebih kuat cita rasa ikannya. Selain meningkatkan kekenyalan pada olahan daging, penggunaan pati sagu pada campuran tepung salut mampu meningkatkan kegaringan secara maksimal dan mempertahankan kerenyahan hasil produk lebih lama dibandingkan tepung lainnya.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menjalani pola hidup yang lebih sehat membuat tren olahan pangan bebas gluten meningkat. Saat ini, cukup banyak masyarakat yang memiliki sistem pencernaan sensitif dan menyebabkan intoleransi tehadap gluten. Menurut penelitian, tidak terdapat kandungan
Sagu untuk kremesan garing dan renyah
gluten pada pati sagu. Hal ini tentunya membuat pati sagu dapat dijadikan sebagai bahan campuran utama untuk olahan pangan bebas gluten (glutenfree) dan olahan pangan berbasis tanaman (plantbased) yang saat ini juga sedang digemari.
Selain itu, pati sagu mampu mengikat air dan menghasilkan sifat elastis dengan sedikit bantuan Bahan Tambahan Pangan (BTP) tertentu tanpa memerlukan ikatan gluten. Berdasarkan karakteristiknya, pati sagu termasuk hidrokoloid yang dapat berinteraksi dengan air dan membentuk gel dengan adanya peningkatan suhu.
Dengan inovasi dan formulasi yang tepat, pati sagu dapat diolah menjadi berbagai olahan produk yang bebas gluten, seperti kue kering, roti, cake, pancake, mie atau pasta dengan tekstur dan citarasa yang disukai konsumen. Berbeda dengan pati bebas gluten lainnya, gelatinisasi dan perpindahan air yang terjadi pada saat pemanggangan, membuat tekstur roti sagu lebih kokoh dibanding dengan roti bebas gluten lainnya.
Dalam memenuhi permintaan pasar yang meningkat, ANJAP secara berkelanjutan terus berupaya untuk meningkatkan efisiensi produksi dan meningkatkan mutu dari produk yang dihasilkan. Untuk mendukung eksplorasi dan pengembangan produk olahan sagu modern, ANJAP memiliki fasilitas khusus, berlokasi di Jakarta, yang digunakan untuk mengeksplor pati sagu menjadi berbagai macam olahan. Sagu sebagai tanaman asli Indonesia mempunyai potensi besar untuk menyuplai kebutuhan karbohidrat Indonesia. Diharapkan pati sagu ke depannya mampu menjadi sumber pangan lokal dari Indonesia yang mengglobal.
Gluten-free sago bread
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan untuk menghubungi:
Email : • billy.nugraha@anj-group.com • siva.febidamara@anj-group.com
Website: www.anj-group.com
Follow us at Instagram • @sapapua.sagu • @anjgroup.id