88 Vol. No. 1, 2013 DIA L 32, OG Prisma Prisma
Christianto Wibisono:
Pasar Itu Lebih Tua dari Marxisme SEPEREMPAT abad silam Richard Robison menerbitkan sebuah buku berjudul Indonesia: The Rise of Capital (1986). Buku berisi pemetaan detail tentang munculnya faksi-faksi modal di era Orde Baru itu telah menjadi semacam studi klasik tentang pertumbuhan kapitalisme di Indonesia dari sudut pandang studi ekonomi politik. Setelah reformasi, lanskap ekonomi politik di Indonesia berubah seiring dengan perubahan kekuasaan. Di era pasar bebas dewasa ini, kekuatan-kekuatan bisnis memunculkan wajah baru. Sebagian di antaranya bertukar tempat dengan pemain lama. Namun muncul banyak kritik. Misalnya, liberalisme pasar ternyata belum bisa membuat para pengusaha nasional menjadi tuan di negeri sendiri. Pertanyaan tentang sejauh mana liberalisme harus dilakukan kembali mengemuka di tengah sentimen nasionalisme yang menghendaki proteksi bagi ekonomi nasional. Peran negara yang berhasil melahirkan dan membesarkan konglomerat Tionghoa di era Orde Baru, kini kembali ditinjau oleh sebagian kalangan dan bahkan ingin ditarik kembali untuk mengatur pasar. Di era reformasi ini, haruskah negara kembali melakukan intervensi dan/atau melindungi industri nasional? Christianto Wibisono memberikan komentar seputar isu itu. Dia melihat dari sudut berbeda dengan apa yang pernah dipaparkan Richard Robison seperempat abad silam. Berikut petikan dialog Nezar Patria dan Arya Wisesa dari Prisma dengan mantan Direktur Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) itu pada penghujung tahun 2012 di Jakarta.
Prisma: Salah satu tesis Richard Robison dalam buku Indonesia: The Rise of Capital adalah kapitalisme tidak akan muncul dan ada di Indonesia tanpa peran negara yang kuat. Bagaimana komentar Anda? Christianto Wibisono (CW): Kita harus melihat Indonesia sebagai bagian dari dunia yang secara generik dan universal sama. Ada beberapa persamaan dan perbedaan yang bisa dijumpai di setiap negara, dan ini bukan ciri khas kabalistik negara-bangsa. Namun, lahir dan pertumbuhan kapitalisme di negara-negara berkembang pada umumnya sulit dipisah dari peran negara. Negara harus melakukan intervensi sekaligus menjalankan peran nurturing.
Negara memang perlu memproteksi infant industry dalam negeri. Contohnya Jerman era Bismarck yang memproteksi industri domestik sebagai upaya mengejar ketertinggalannya dari Inggris dalam proses industrialisasi. Infant industri itu ibarat bayi usia di bawah lima tahun yang harus selalu diberi air susu, dididik, dan disapih. Bukan lagi proteksi tetapi pornografi bila ia telah berusia 25 tahun masih tetap menyusui. Pada usia itu infant industry sudah seharusnya mandiri dan naik tingkat menjadi orang dewasa serta tidak membebani “orangtua.� Kebanyakan negeri berkembang memang mengidap penyakit erzats capitalism. Kapitalis di Indonesia dikarbit dan dilindungi D I A L O G