2 minute read

Menanti Turunnya Harga Beras Fenomena Kemiskinan dan Stunting

MENTERI Perdagangan

Zulkifli Hasan atau Zulhas masih menemukan harga beras medium yang melebihi harga yang dipatok oleh pemerintah yakni Rp 9.450 per kilogram.

Dalam tinjauannya ke Pasar

Cisalak, Kota Depok, Jawa

Barat, Sabtu 28 Januari 2023, Zulhas menemukan harga beras medium mencapai Rp 10 ribu sementara untuk harga beras premium Rp 12 ribu per kilogram. Menurut Zulhas, melambungnya harga beras medium di pasaran karena distribusi Bulog kepada masyarakat masih terbatas hanya untuk agen-agen besar, sehingga saat tiba di pasar harganya bertambah. Beras adalah makanan pokok masyarakat Indonesia. Kenaikan harga beras tentu membuat masyarakat semakin sulit memenuhi kebutuhan hidupnya.

Harga beras yang terus melambung bukan berita baru.

Ini menunjukkan ada yang salah dengan tata kelola bahan pangan pokok di negeri ini.

Sistem distribusi beras masih banyak dimainkan oleh agenagen mafia beras.

Seyogyanya negara harus turun tangan mengatur distribusi pangan. Lalu mengadopsi kebijakan untuk memastikan kestabilan harga pangan dengan menjaga ketersediaannya melalui berbagai kebijakan swasemba kebutuhan pangan dalam negeri. Terlebih lagi jika kita melihat potensi alam Indo nesia yang kaya sumber daya alam, swasembada sangat mungkin untuk bisa diwujudkan. Namun saat ini sangat sulit bagi rakyat untuk bergantung kepada penguasa. Hampir semua komoditas di negeri ini yang terkait dengan kepentingan publik, sudah dikuasai oleh para mafia atau oligarki. Dan para oligarki lah yang menopang para penguasa. Selama sistem kapitalisme masih diterapkan di negeri ini, masyarakat hanya bisa menanti turunnya harga beras.

Mayang Trisna Wardani Mahasiswa Bogor

Nelangsa, Kondisi Huntara

Warga Sukajaya

KONDISI hunian sementara (huntara) yang menampung warga Sukajaya Kabupaten Bogor yang merupakan korban bencana banjir bandang tahun 2020 menyisakan cerita yang memilukan karena kondisi hunian tidak layak dan kesulitan mencari mata pencaharian. Sudah mengajukan hunian tetap (huntap) namun hanya janji semata.

Ditengah kondisi rakyat yang semakin melarat, Pemprov Jabar lebih mudah membelanjakan anggaran provinsi untuk prestise semata, alokasi dana tidak tepat guna dan tidak tepat sasaran.

Kebutuhan sandang, pangan dan papan warga bogor yang miskin dan korban bencana masih jauh penting dan lebih memerlukan untuk kepastian nasib mereka. Watak penguasa yang lahir dari kapitalisme memprioritaskan pembangunan sarana prasarana guna keuntungan materi semata, rakyat tetap jadi tumbal kerakusan para kapital dan menjadi mesin penggerak ekonomi liberalis.

Rakyat harus pasrah dengan kondisi yang ada, kemanakah peran negara sebagai pelayan warga? Jangan salahkan warga jika banyak terjadi kejahatan, kenakalan remaja, KDRT, penyakit sosial lainnya akibat himpitan ekonomi dan solusi tak menyentuh akar masalah malah menambah masalah. Problematika sistemik membutuhkan solusi sistemik, sistem yang mampu merangkul warga tanpa tolak ukur untung rugi, sistem yang lebih mementingkan kesejahteraan warga, sistem yang mampu menjaga kedaulatan bangsa. Sehingga tercipta kesejahteraan hakiki di seluruh aspek kehidupan.

Diani Ambarawati Forum Literasi Muslimah Bogor

ANGKA stunting di Indonesia cukup tinggi, meski diklaim mengalami penurunan dari prevalensi 37,8% menjadi 30,8%. Namun angka ini masih lebih tinggi dari batas toleransi yang ditetapkan WHO yaitu tingkat prevalensi nya minimal 20%.

Begitu pula di Jawa Barat terbilang tinggi, yaitu 26,21%.

Sehingga pemerintah menargetkan penurunan balita stunting menjadi 14% pada tahun 2024 (Kemenkes RI).

Stunting menjadi gambaran indikator keberhasilan kesejahteraan, pendidikan, dan pendapatan masyarakat. Karena dampaknya yang sangat luas, sebut saja dampak terhadap ekonomi, kecerdasan, kualitas, dan dimensi bangsa yang berefek pada masa depan anak.

Berdasarkan hal itu, pemerintah menetapkan target penurunan stunting pada setiap RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional).

Permasalahan stunting terus menjadi sorotan pemerintah. Menurut Menteri PMK Muhadjir Effendy menyatakan “kemiskinan ekstrem dan stunting itu beririsan.

Maka dari itu, perlu ‘dikeroyok’ penyelesaiannya”. Menurutnya, pemerintah terus memperkuat berbagai upaya untuk meningkatkan gizi dan kesehatan serta penyediaan air bersih dan sanitasi (14/1).

Permasalahan stunting erat kaitannya dengan kemiskinan. Di antara sekian banyak faktor penyebab stunting yang menjadi pengaruh terbesar adalah tingkat kesejahteraan keluarga.

Kondisi ekonomi erat kaitannya dengan kemampuan dalam memenuhi asupan yang bergizi dan pelayanan kesehatan untuk ibu hamil dan balita. Kehidupan yang sejahtera akan mengantarkan pada sumber daya manusia yang berkualitas.

Lalu mengapa kemiskinan ini terus terjadi? Kemiskinan sistemis yang hari ini dialami oleh manusia adalah disebabkan dari penerapan sistem ekonomi kapitalis yang dengan serakah.

Kapitalisme membuat negara yang kaya sumber daya alam menjualnya ke swasta dan asing. Akibatnya, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin sulit hidup layak.

Astri Khoir Cianjur

This article is from: