5 Tahap Berduka dalam Film Manchester By The Sea

Page 1


5 TAHAP BERDUKA DALAM FILM MANCHESTER BY THE SEA

Kajian Film

Kajian oleh Kelompok 6

Jennifer Regina Setiawan (16624357)

Nadha Aulia Ramadhani (16024380)

Rashif Aulia Bahri (16724222)

Vanessa Stefani (16724404)

I. Introduksi

Grieving atau berduka tidak sebatas merasa berkabung atau bersedih atas kehilangan atau kematian seseorang yang dicintai. Grief dapat menjadi suatu isu yang kompleks sebagaimana grief dapat mengerjai otak dalam suatu permainan emosi Salah satu hal yang otak prioritaskan dalam grieving yaitu ketika dia mengembalikan masa-masa lampau yang tidaklah disambut baik dan berkoneksi dengan seseorang atau sesuatu terkait berduka ini. Kembalinya masa lalu yang tidak disenangi memicu konflik internal yang rasanya tereksteralisasi dan ini menjadikan suatu beban atau kesulitan dalam kehidupan sehari-hari penduka Terlebih lagi dalam masa postmodernisme, para perduka mesti pulang-pergi dari tugas dia yang pokok dengan perasaan dia yang sedang berkecamuk atau yang disebut sebagai osilasi (Walter, 2007).

Secara umum, tahapan seseorang dalam menghadapi duka terbagi menjadi lima babak yang biasa disebut sebagai 5 Stages of Grief. Berdasarkan lini masanya, babak-babak ini akan terbagi berdasarkan jangka waktu yang terdekat dengan kejadian yang menimbulkan perasaan duka itu Namun, terdapat kemungkinan seseorang tidak melalui semua babak dalam waktu yang singkat. Selain itu, terdapat kemungkinan juga akan satu alasan dan lainnya, seseorang ‘mengulang’ perasaan yang ditimbulkan pada suatu babak Kejadian mengulang atau osilasi ini menjadikan bahwa dalam menghadapi grief, perduka tidak selalu dihadapkan secara linear mengenai tahap-tahap berduka ini (Walter, 2007).

II. Identifikasi Masalah

Manchester By The Sea menggambarkan apa arti dari grief yang tidaklah berdampak baik. Penampilan Casey Affleck dalam memerankan seseorang yang enggan kembali ke tempat asalnya karena suatu senandika sungguh menjiwai grief sebagai biang keladi permasalahan karakter ini Grief yang lahir dari kematian kakaknya, Joe Chandler, melahirkan suatu isu baru sebagai permasalahan yang tampak di permukaan, yaitu pemindahan hak asuh atau mereka sebut sebagai guardian kepada dirinya sebagai adiknya Tanpa membicarakan grief sebagai isu yang kompleks, mengurusi seorang anak tanpa pengalaman menjadi tantangan tersendiri baginya

Akan tetapi, apa yang tampak di permukaan tidak menampilkan apa yang sebenarnya tergambarkan di dalamnya. Menjadi seorang penjaga seorang remaja yang belum sepenuhnya dewasa sudah merupakan masalah, tetapi fakta bahwa dia terpaksa terhubung kembali dengan keponakannya tersendiri yang sering diajak main saat dia kecil membuatnya enggan berbuat Kompleksitas itu terus beranting-ranting dengan latar belakang dirinya yang membuat dirinya merasa tidak baik bagi keponakannya

Reconnecting tidak hanya terjadi secara lahiriah, tetapi juga secara batiniah Ini alasan dia enggan mengurusi Patrick, yaitu dia tidak tahan untuk reconnect secara batiniah. Senandika yang muncul berasal dari kejadian lampaunya yang pahit dan panas Kejadian bahwa anak-anak milik perseorangan terbakar dalam rumah milik perseorangan bukanlah kenangan indah, terlebih lagi terjadi karena kelalaian tersendiri dalam pengaruh obat-obatan Tentu saja ini sangat traumatis bagi Lee hingga dia mencoba membunuh dirinya sendiri di hadapan otoritas dan hereditasnya. Komplikasi dari kejadian pahit ini terus saja berlanjut dan teramplifikasi dari hari ke hari Pada akhirnya, dia memutuskan untuk meninggalkan Manchester By The Sea supaya dirinya tidak terus merasa dikambinghitamkan

Manchester By The Sea membuka banyak interpretasi yang ditampilkan sepanjang filmnya berlangsung akan bagaimana seseorang menghadapi perasaan kehilangan ata seseorang yang dikasihinya Disebutkan sebagai banyak interpretasi karena untuk menghadapi perasaan kehilangan itu tidak memiliki pakem atau aturan baku yang harus diikuti oleh semua orang Cara yang digambarkan dalam film ini mungkin memiliki perbedaan dengan apa yang biasanya kita lakukan. Berbagai faktor keadaan internal atau eksternal seperti kultur, keadaan mental seseorang, pengaruh lingkungan, dan ekonomi dapat mengambil bagian dalam alasan dibaliknya Hal-hal seperti ini yang dialami oleh Lee dan Patrick ketika dihadapkan oleh kematian Joe, sosok figur yang memiliki pengaruh atas berbagai hal yang terjadi dalam hidupnya

III. Isi Kajian

Perjalanan panjang dari Lee dan Patrick dibuka dengan babak pertama, denial Alih-alih digambarkan sebagai kondisi yang menyangkal kematian Joe, denial digambarkan dengan perilaku berdiam diri seperti mati rasa Bagai petir yang menyambar di tengah hari, perasaan diam tersebut bertindak sebagai tindakan mencerna informasi mengejutkan yang baru saja didapatkan, memilah-milah situasi dan realita aats banyak pertanyaan, “Apakah ini benar terjadi atau mimpi selintas?” Lee, yang telah lebih dahulu mengalami banyak tragedi, seperti sudah tahu persis bagaimana babak ini dalam hidupnya. Kaku serta tidak memiliki emosi. Lain halnya dengan Patrick, remaja dengan perasaan yang masih terombang-ambing, seperti mendapatkan tamparan realita setelah kepergian sang ayah Patrick digambarkan melalui perilakunya yang cenderung emosional dan menghindari percakapan dengan pamannya jika itu mengenai urusan pemakaman ayahnya Tak jarang, percakapan itu memantik emosi dari keduanya dan berakhir dengan adu argumen Dinamika ini menghadirkan kompleksitas plot secara keseluruhan ditinjau dari perbedaan usia dan pengalaman hidup kedua pemeran utama.

Selain itu, teknik pengambilan shots dalam film ini juga menjadi salah satu media perantara penyaluran perasaan yang dialami oleh setiap karakter Pengambilan adegan dengan pergerakan kamera yang minim, membiarkan objek berlalu-lalang di depannya, merepresentasikan perasaan kaku atau minimnya emosi yang dirasakan oleh karakter dalam film tersebut. Dengan pergerakan kamera yang minim, penonton dibuat seolah-olah menangkap atau melihat kejadian itu dengan mata sendiri, dengan tatapan yang nanar, ikut larut dalam kesedihan yang sama pula

Ketika kesedihan yang mendalam tidak dapat disangkal serta dihindari lagi dengan bayang-bayang perasaan denial, luapan emosi dalam bentuk kemarahan atau anger hadir sebagai babak kedua Suatu adegan hanya menampilkan bagaimana Casey Affleck melihat orang-orang saling bercengkrama dan saling tertawa satu sama lain dan dia sebagai seorang Lee hanya di situ menatapi mereka dengan kosong Pada akhirnya, dia pun memukul seseorang

Anger dalam grieving ditandai dengan bertindak agresif dalam tidak mengakui kesalahan Tindakan agresif ini dapat berupa pertanyaan sederhana yang mempertanyakan kelayakan dirinya mendapat musibah hingga tindakan fisik yang merugikan. Bagi Lee Chandler yang sudah hidup dalam pengucilan, menjadi passive-aggressive merupakan caranya dalam melewati dampak musibah yang terjadi Pada awal film ini diputar, Lee tidak lain seorang pekerja yang tidak didengarkan suaranya, sehingga dia bekerja tidak ramah kepada para penghuni hunian itu Pada adegan pertengkaran, terlihat bahwa Lee tidak punya intensi untuk menyegerakan tindakan pemukulan, tetapi memang terjadi secara spontanitas Tidak hanya sekali, tetapi dua kali. Tindakan kekerasan irasional yang spontan menandakan suatu senandika masih tertinggal di dalam hatinya dan berubah menjadi anger

Senandika yang muncul berasal dari masa lalunya yang fatal, yaitu lalainya dia dalam membiarkan rumah dinyalakan api dalam perapian ketika semuanya tertidur dan dia memutuskan untuk pergi ke minimarket. Yang muncul adalah rumah berkobaran api yang sangat dahsyat Wide shot yang disajikan mengamplifikasi dramatisme peristiwa itu dan menjadikan senandika terasa sangat berat bagi Lee Adegan ketika dia memutuskan untuk menembak kepalanya sendiri, tetapi gagal, baginya menjadi tindakan akhir dalam mengatasi grief

Lee Chandler tidak ingin mengasuh atau menjaga keponakannya sendiri, Patrick, karena sulitnya dia menerima untuk merasa diterima di kampung halamannya dahulu. Akan tetapi, melihat dirinya tidak semurni dan sebaik masa dia masih 9 tahun, dia memutuskan untuk menjaganya sementara waktu. Kembalinya Lee bagi Patrick sedikit canggung karena sudah lama tidak bertemu. Akan tetapi, lama-kelamaan, mereka menemukan soft spot antara satu sama lainnya Lee menjadi lebih terbuka dan lebih penyayang terhadap Patrick Patrick lebih bersikap baik dan bijaksana kepada Pamannya. Lee sering mengantar-jemput dia, bahkan untuk suatu hal yang tidak genting Dia rela mengantarkannya ke rumah pacarnya atau ke ibunya yang sudah menikah dengan lelaki lain Lee sendiri sungkan masuk ke dalam karena latar belakang ibunya Patrick, tetapi tetap saja dia mengantarkannya dan berharap baik. Bargaining melibatkan suatu keputusan dalam menjadi baik demi menyelesaikan duka Tindakan-tindakan baik ini seakan-akan untuk membayar musibah yang dialami Lee Chandler dengan banyak trauma yang dialaminya menjadikan kembalinya ke Manchester By The Sea sebuah ajang untuk reconnect dengan satu-satunya orang tercinta, yaitu orang yang dia sendiri sudah dekat sejak lama, yaitu Patrick. Meskipun banyak penolakan dan rasa ditolak terjadi, dia tetap mencoba untuk menjadikan dirinya merasa lebih baik Apakah baginya ini berhasil?

Fase selanjutnya adalah fase depression Dalam fase ini, pertama kalinya kita dilihatkan breakdown yang dialami Patrick. Seorang remaja berusia 16 tahun yang sebenarnya seorang lelaki yang tegar dalam menghadapi berbagai cobaan, khususnya kematian ayahnya sendiri, tidak bisa menahan diri bahwa dia khawatir akan jasad ayahnya

Pada tahap depression, perkabung tidak dapat berpikir dan bertindak produktif. Mereka lebih memilih untuk diam dan jarang membuka konversasi Bagi Patrick, orang terdekatnya saat itu hanyalah pamannya itu dan dia pun jarang terbuka dengannya Mereka tidak dapat membuka perbincangan di dalam mobil saat antar jemput atau di dalam rumah saat makan

malam Mereka tahu bahwa mereka tidak ingin diganggu satu sama lain Bagi Lee, dia mengkhawatirkan kondisi Patrick yang hanya berdiam saja, merasa dirinya tegar, hingga dia membuka freezer dan mendapati tumpukan ayam beku di dalamnya Kesedihan dan trauma yang Patrick pendam selama ini akhirnya memnbuncah, menghambur satu dalam tangisan teringat akan jasad ayahnya.

Di akhir, kita akhirnya dapat melihat hubungan Lee dan Patrick yang semakin membaik Lee perlahan mulai menerima amanat dari Joe sebagai wali Patrick. Lee berhasil mengakui secara verbal ke Patrick bahwa traumanya memang masih terpendam di kota Manchester, dan ia masih tidak sanggup untuk menetap Setelah tragedi kelam itu, Lee sempat berkeinginan untuk membunuh dirinya sendiri, dan mungkin masih berlanjut. Walaupun tubuhnya memang masih hidup dan berjalan, pikiran dan traumanya juga selalu ikut berjalan di samping Lee Tragedi itu juga membunuh Lee secara emosi dan perasaan, bahwa hidupnya tidaklah sama lagi, seakan hidup hanya untuk bertahan tanpa tujuan.

Pelukan yang Lee berikan ke Patrick, menandakan proses acceptance dari traumanya Emosi Lee mulai ia tunjukkan lagi lewat perbuatannya ini. Fase penerimaan ini bukan berarti Lee sudah sepenuhnya berpaling, namun Lee sudah berusaha dan belajar untuk menerima nasib yang pernah menimpa pada dirinya bertahun-tahun yang lalu dan berbulan-bulan yang sekarang. Akan tetapi, hanya berbuat keras saja tanpa ada dorongan untuk ingin berubah hanya menjadikan grief terasa seperti beban Lee berbuat keras selama hidupnya, tetapi saat grieving, dia mencoba lebih kuat lagi Akan tetapi, Lee tidak ingin berubah Dia tetap benci Manchester By The Sea atau orang-orang dari sana tidak suka akan Lee dan dia tetap tidak ingin tinggal di sana Dia memutuskan untuk mengubah wasiat kakaknya itu agar Patrick diurusi oleh temannya, George, dan istrinya karena dia tidak sanggup. Sesuai dengan apa yang dia katakan pada Patrick,

“I can't beat it. I can't beat it. I'm sorry, ”

dia tidak sanggup untuk berbuat demikian Itulah hasil acceptance untuk Lee, yaitu meninggalkan Manchester By The Sea dan mencari kerja di Boston.

Kompleksitas dari grief dalam film Manchester By The Sea menjadikan bahwa 5 stages of grief bukanlah suatu tahapan yang dilalui oleh lini masa, tetapi suatu rangkaian tahapan yang nonlinear dan sering muncul berkali-kali pada ruang dan waktu yang berbeda Lee memicu pertengkaran sebanyak dua kali pada waktu dan tempat yang berbeda, satu di Quincy sebelum kematian Joe dan satu lagi di Manchester By The Sea setelah kematian Joe. Justru, film ini mencoba menangkap arti dari depression sebagai objek dominan dari grief Penampilan film cenderung biru, menggambarkan rasa sedih yang menguat Motionless camera shot menggambarkan penurunan produktivitas yang diasosiasikan dengan depresi. Tidak lupa juga, wide shot mendorong emptiness, suatu perasaan yang meluap saat tertimpa depresi Selain hendak memberi sentuhan emosional melalui indra penglihatan, film ini juga memperluas jangkauannya dengan penggunaan alunan orkestra yang epik di sepanjang durasi filmnya. Hentakan alunannya yang semakin intens di saat momen menegangkan membuat tensi suatu adegan memanas, juga melembut di saat terdapat adegan yang emosional.

IV. Kesimpulan

Dalam kehidupan nyata, orang-orang yang berkabung tidak akan melalui semua tahap dari 5 Stage of Grief tersebut. Setiap orang akan memulai dan mengakhiri tahapan ini berbeda-beda dengan frekuensi yang berbeda-beda Misalnya, para remaja yang sudah mendekati usia dewasa dalam menghadapi kematian ibunya, tidak semua dari mereka sama responnya. Hal ini disebabkan oleh dinamika faktor dari grief itu sendiri: usia, gender, hubungan keakraban, proses kematian, dan lain sebagainya (Fitryani et al, 2021) Itu pula apa yang terproyeksikan dalam film ini. Tiga orang penting melihat kematian Joe berbeda-beda. Adiknya lebih sering depresi, anaknya lebih sering marah, dan mantan saudari iparnya, Randi, lebih sering menangis

Manchester By The Sea mengembalikan audiensi pada apa arti sebenarnya berduka itu. Bagaimana cara tiap orang berkabung dapat berbeda-beda sebagaimana grief tidaklah sedangkal genangan air di pinggir jalan, tetapi sedalam lautan yang diarungi kapal-kapal yang tengah menangkap ikan. Kompleksitas dari grief menjadikan bagaimana tahapan grief itu berlalu dan resolusinya berlangsung tidak akan tetap dan terus berubah-ubah hingga terpilih apa acceptance yang pantas bagi para perduka

Daftar Pustaka

Putry, Dyana & Christiani Berek, Noorce & Anakaka, Dian & Kiling, Indra (2021) “The Dynamics of Grief in Late Adolescence After Maternal Death in Terms of The Theory of Kübler-Ross ” Journal of Health and Behavioral Science 3 481-489 10 35508/jhbs v3i4 4384

Walter, T. (2007). “Modern Grief, Postmodern Grief”, International Review of Sociology. 17(1), 123-134 https://doi org/10 1080/03906700601129798

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.