Professional Biography
Professional Biography DR. AB. SUSANTO
DR. AB. SUSANTO
09.09.2019
Lumen Cordium
Lumen Cordium R. Masri Sareb Putra. MA
If You want to be successful, You have to do what successful people do. And the things successful people do is READ and GROW RICH. –Burke Hedges, penulis buku Read & Grow Rich. Tiap orang, pada galibnya, punya sejilid buku. Yakni kisah hidupnya sendiri. Hanya saja, ada  yang sudah ditulis, dan lebih banyak lagi yang belum ditulis. Seperti buku, babakan kehidupan seseorang bisa dibagi ke dalam chapter chapter. Dapat seturut urut-kacang waktu kronologis, dapat secara tematik, dapat pula mengisahkan suatu peristiwa saja yang dianggap paling penting dalam garis kehidupannya. Seperti gunung yang punya ketinggian dan pesona masing-masing, demikian pula manusia. Tidak adil kiranya membandingkan satu sama lain, sebab setiap pribadi adalah individu (individere), yang utuh, tak terbagi, unik, dan tidak ada duanya. Tiap-tiap individu, karenanya, adalah unik. Oleh sebab itu, tidak ada kisahan hidup manusia yang sama persis. Tiap pengalaman dan peristiwa yang dialami adalah tunggal. Sehingga biografi tiap-tiap orang seperti tamsil gunung tadi: punya ketinggian dan pesonanya sendiri-sendiri. Apa yang diucapkan berlalu, tapi yang tertulis abadi. Demikianlah, setiap jelang ulang tahun di angka yang penting, Susanto punya kebiasaan mengabadikan perjalanan hidup, pikiran, dan tindakannya dalam sebuah buku. Pada tahun 1999, di usia genap 49 tahun jelang 50, terbit buku biografinya yang perdana. Sepuluh tahun kemudian, 2009, terbit lagi bukunya pada usia 59 tahun jelang 60 tahun. Satu dasawarsa kemudian, 2019, terbit lagi biografinya yang ke-3 pada usia genap 69 tahun jelang 70 tahun. Dan semoga sepuluh tahun kemudian pun, terbit lagi biografinya yang ke-4, dan seterusnya. in a best book great men talk to us give their most precious thoughts and pour their souls into ... us (William Ellery Channing)
Semoga buku ini menginspirasi!
Professional Biography of DR. AB. Susanto The Corporate Doctor
Lumen Cordium
R. Masri Sareb Putra, M.A.
LUMEN CORDIUM
I
Lumen Cordium
Dr. AB Susanto
The Corporate Doctor Professional Biography Penulis : R. Masri Sareb Putra, M.A. Tim Editor : Dyah Suyono & Giovani Anggasta Desain dan Perwajahan Isi : Nandang Sumirat & Zack Tifosi Published by Publishing Division of The Jakarta Consulting Group DBS Office Tower 12th Floor – Ciputra World 1 Jl. Prof. Dr. Satrio Kav 3-5, Jakarta 12940 E-mail: info@jakartaconsulting.com www.jakartaconsulting.com ISBN. 978-602-74886-6-3 Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta 1. Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf i untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 2. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan atau huruf h, untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 3. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan atau huruf g, untuk penggunaan secra komesial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah). 4. Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000.00 (empat miliar rupiah). Š Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Diterbitkan oleh The Jakarta Consulting Group Jakarta, 2019
Ucapan Terima Kasih Terima kasih tak terhingga penulis haturkan kepada Bapak/Ibu/Romo/Saudara/ Para Cucu :
Anna Maria Zhang
Andora Michi Jayadi
Christina Zhang
Drg. Beatrice Ang
Michelle Zhang
Ribka Oyong
Angeline Zhang
Glory Oyong
Adji Anggono
Grace Lasarodien
AM Kusuma Dewi
Shelvia Bong
Budi Bedjo Agung
Vesperina Ujudeda
Budi Untung
Victoria Caroline
Irene Lina KD
Agustien Sidharta
Mary Chandra Prawira Kusumawidjaja Maria Lilies Hawati
Himawan Wijanarko Deasy Loen Hariadi
Yanie Atmadja
Novi Gafar
Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo
Rini Wijaya Sabar
Romo Prof. Dr. BS Mardiatmadja SJ Romo Dr. Andang L. Binawan, SJ Pastor Rofinus Neto Wuli, Pr.,S.Fil., M.Si. Han.
Arfan Afandi Riyanto
Romo Samuel Pangestu Pr
Suprihatino
Romo RD. Yohanes Subagyo, Pr
Agustiyanto
Elsa Chandra Maria Joane Barlean
Wiwit Agustina Margono
LUMEN CORDIUM
III
SD Dharmono
Johnny Salmon Karlina Damiri
Adharta – Yayasan Dharma Wulan Boen Setiawan
B. Woeryono
Juny Intan Gunawan
Prijono Sugiarto
Dr. Pranantyo
Gandi Sulistiyanto Soeherman,
Teddy Tjahyadi
Purnomo Yusgiantoro Thomas Sugijata
Dipl. Ing. William Sulaiman (Kiki)
F.X. Sujanto
Suchjar Effendi
F.X. Sri Martono
Lusia Soetanto
Haji Datuk Sweida Dr. Ongky Suryono Slamet Rahardjo Handoko Wignjowargo Koerniatmanto Soetoprawiro Yohanes Handoyo Budhisedjati Hermanto Tanoko Maulana Ibrahim Wulani Wihardjono
Jeannetta Suhendro Setiawan Sudjie Samsudi Adi Hartono Peter Purnomo Fathiyah Mira Gan Lilik Djuwita Dr. George Dewanto
Atas kesediaannya berbagi pengalaman selama mengenal sosok Bapak AB Susanto. Kontribusi Bapak/Ibu/Romo/Saudara dan para cucu semua bukan saja menjadikan buku ini lengkap namun juga memberi multidimensi dalam memandang sosok Pak AB Susanto yang tergambar pada Bab 8 “Menurut Kamu, Siapakah Aku Ini ? - Dixit autem illis vos autem quem me esse?” dalam biografi ini.
IV
LUMEN CORDIUM
Daftar Isi Ucapan Terima Kasih
III
Kata Pengantar Penulis
IX
Bab 1
Comprehending Taijitu: Striving for Ageing with Contentment
1
Memahami Keseimbangan Hidup : Menua dengan Rasa Syukur
• Taijitu dalam kehidupan nyata
• Menus dengan rasa syukur
11
• Sehatnya orang tua dan rasa syukur tiada henti
18
• Lumen Cordium
25
Bab 2
Strategic Management Expert with Multiple Interest:
39
His Journey as a Writer
Ahli Manajemen Stratejik dengan Ragam Minat: Perjalanan
sebagai Penulis
• Multiple Intelligences
42
• Gemolog
43
• Penyair dengan puisi akrostik pada mulanya
46
• Alam dan suasana kehidupan
50
• Lembayung di hari senja
54
• Ahli penyakit diabetes
57
• Strategic Management Expert
60
• Paradigma JCG - Peradaban
64
• Penulis buku
71
6
LUMEN CORDIUM
V
Bab 3
Quality Ageing: Harnessing Second Demographic Bonus
91
Menua secara berkualitas: Mendayagunakan Bonus
demografis kedua
• Bonus demografi
93
• Belarasa, bukan sekadar empati
95
• Penuaan aktif
99
• Bukan beban, tapi kontribusi
100
• Quality Ageing
103
• Susanto Eagle Advantage
107
• Sekolah/kuliah lagi
109
Bab 4 Multi Interest – Multi Genre
111
Ragam Minat – Ragam Buku
• Buku yang disukai sekaligus memberi royalti lumayan
114
• Simbol Naga
116
• Jadi judul buku
118
• Berawal dar Family Bussiness
118
• Mengapa paling disukai
123
• Fenomena Menarik
124
• Buku paling kurus dan paling gemuk
129
• Buku paling luks
131
Bab 5
Towards a Broader Cause
133
Melintas Batas
• Awalnya pendidikan
136
• Benih watak yang sejati
138
• Pendidikan yang baik
140
• Anomali nilai dan 5 hubungan - 10 Kewajiban
143
VI
LUMEN CORDIUM
Daftar isi ■
Bab 6 Leading with ‘The Eyes of Budha’
147
Kepemimpinandalam Perspektif Tatagata
• Pemimpin Menunjukkan Jalan
150
• Meneteskan kekuasaan
153
• Angle seorang pemimpin
156
Bab 7
Searching for Higher Dimension:Towards the origin of life
161
Pencarian dimensi yang lebih tinggi : Terarah kepada
Sang Asal Mula Kehidupan
• Jalan Panjang Memaknai Kehidupan
163
• Mencapai Keseimbangan Emosi
166
• Refleksi Mengenai Hidup
169
• Attachment yang Radikal
171
Bab 8
Menurut Kamu, Siapakah Aku Ini?
173
Dixit autem illis vos autem quem me esse?
Bab 9
Passing Away with Dignity
Meninggal dengan Bermartabat
• Dignity - secara terhormat
238
• Berjaga - jaga
239
• The White Message fro AB Susanto
242
• Eulogia dan Misa Requem
246
• Filsafat Kematian
247
• Tremendum et Fascinans - The will to meaning
249
235
Indeks
253
Biografi Singkat Penulis
257
LUMEN CORDIUM
VII
VIII
LUMEN CORDIUM
kata pengantar ■
Cahaya Hati Susanto
K
un Tien, suatu siang, awal Maret 2019. Ketika sedang menikmati kuliner di Kota Khatulistiwa, Pontianak yang termasuk paling mak nyuz di Nusantara, tiba-tiba telepon genggam saya berdering. “Halo,
ini Susanto,” suaranya sangat jelas meski dipisah oleh laut dan udara yang jaraknya dari private office-nya di bilangan Sudirman, Jakarta Pusat, adalah 738 km. Dari seberang sana, saya mendengar jelas suaranya. Kami memang telah lama tidak saling kontak, apalagi bertemu langsung. Saya sempat mengumpulkan ingatan, mungkin telah sekitar 5 tahun kami tak bertemu. Sejak saya membantunya di dalam mengedit dan menerbitkan buku sangat spesifik dengan segmen sangat sempit pula, Manajemen Paroki: Manual bagi Pelayan Pastoral. Almanak tahun itu berangka 2014. Sebagai sesama penulis, saya dengan Susanto bagai huruf dengan tinta. Dalam berbagai perbincangan, senantiasa hangat, sekaligus menarik. Dari topik ringan, hobi misalnya, perbincangan kami bisa berkembang menjadi sebuah buku. Banyak belum ditulis di kamus, leksikon, atau Wikipedia – meski kemudian saya salah satu content provider Wikipedia - kami menemukan sendiri kosa kata, istilah, bahkan membangun teori sendiri. Termasuklah dalam dunia perbukuan di mana kami sebenarnya “anti
LUMEN CORDIUM
IX
kemapanan”, sesuatu yang tidak perlu kiranya diungkapkan di sini. Namun, cukup dikiaskan saja, bahwa sebenarnya ceruk pasar yang dianggap sangat sempit, jika segmen itu digarap betul, maka sesungguhnya tidak ada buku yang tidak laku. Yang ada adalah: buku yang belum bertemu dengan pembelinya. Buku Manajemen Paroki itu kemudian cetak ulang. Terbit dalam dua edisi, yang pertama khusus untuk pasar Keuskupan Agung Jakarta, dan edisi yang lain untuk Nasional. Sebelum itu, sebenarnya, kami telah melakukan semacam riset pasar. Kami menghitung berapa jumlah keuskupan di Indonesia. Tiap-tiap keuskupan berapa jumlah parokinya? Berapa pelayan pastoralnya? Dan sebagainya. Apa yang hendak disampaikan dari contoh perbincangan di atas? Itulah manajemen stratejik-terapan! Zaman now, penerbit tanpa gudang. Sekali cetak, langsung habis. Sebab gudang akan membuat harga buku tinggi, selain mengurangi keuntungan. Cetak saja buku sesuai dengan jumlah perkiraan yang membeli, cetak secara print on demand. Dan yang penting, di atas segalanya: tulislah buku yang bisa dijual, bukan buku yang bisa ditulis. Bisa “dijual” dalam arti harfiah maupun simbolik. Saya sudah bisa menduga, tentu ada maksud Susanto menelepon. “Baik, Pak Abe,” jawab saya di sebuah restoran khas Tiu Ciu, ketika di luar sana udara panas dan matahari sedang bermain-main dengan sinarnya yang membuat bayang-bayang kita akan tertelan tatkala berada tepat di atas garis khatulistiwa. Itulah Equinox. Susanto bertanya tentang kapan saya kembali ke Jakarta? Ia seperti tahu, saya penyuka lagu-lagu Koes Plus yang salah satunya berjudul “Kembali ke Jakarta”, dilantunkan Yon Koeswoyo dengan suara emasnya yang mendayu-dayu. “Bisa diatur,” kata saya. Sejak 2014, saya memang memutuskan untuk memerdekakan diri dari jajahan jam kantor, nine to five. Di pikiran saya, office hours hanya membuat
X
LUMEN CORDIUM
kata pengantar ■
seorang yang kreatif tidak bisa memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya. Dalam kamus filsafat, dari in potentia menjadi in actu. Dalam bahasa manajemen, dari capability menjadi ability (di sana, saya dan Susanto sering merasa klik). Bahkan, saya sampai pada simpulan, orang kreatif tidak bisa dikerangkeng dalam sebuah kandang bernama “kantor” sebab kreativitas akan membuatnya berontak. Begitu mendengar bahwa waktu bertemu “bisa diatur”, Susanto meneruskan pertanyaan. “Bisa minta tolong tidak, Pak?” “Oho, bisa sekali!” jawab saya. Tutur bahasanya santun. Pilihan katanya tepat. Kalimatnya mengikat. Membuat yang disapa, seperti terhipnotis untuk mengangguk, menjawab “ya”, sehingga tidak kuasa untuk menolak, serta merasa penting deal dengannya. “Jika begitu,” lanjutnya. “Kapan Pak Masri merasa nyaman dan bisa ngatur waktu untuk kita makan siang di private office saya?” Saya langsung menentukan waktu. Minggu kedua di bulan Maret 2019. Ketika tiba masanya, saya pun datang ke kantor pribadinya. Hidangan makan ala Jawa siang itu begitu menggoda. Jam ideal untuk makan siang telah lewat sebenarnya, sebab waktu menunjukkan pukul 13.20. Benarlah kata orang, waktu makan yang paling enak bukan pagi, siang, atau malam; tapi waktu lapar. Kami makan dengan sangat lahap, bukan hanya saya, tapi saya lihat Susanto juga. Perbicangan di meja makan, lantai 22, sebuah apartemen-kantor di bilangan Sudirman, Jakarta berlangsung hangat. Setelah masing-masing puas, kami berpindah ke ruang meeting yang rapi. Di situ lengkap segala peralatan rapat dan meeting, termasuk white board dan paper-clipart. Bahkan tersedia juga layar multifungsi yang bisa untuk TV dan bisa pula sebagai layar untuk menampilkan materi presentasi dari laptop.
LUMEN CORDIUM
XI
Di ruang yang berpendingin itu Susanto mengingatkan kembali bahwa kami telah saling kenal, sejak lama. “Sejak buku perdana saya, itu lho, yang tipis sekali!” katanya. “Lupa saya judulnya apa?” Sebagai sahabat yang sudah lama mengenalnya, saya mafhum itu gaya bicara Susanto. Ia tidak hendak berkomunikasi searah, ia melakukannya senantiasa dua arah. “Meneladani Jejak Yesus sebagai Pemimpin,” kata saya. “Ya, ya! Kan Pak Masri yang editornya!” “Ya,” spontan saya berkata. Saya merasa tersanjung, tentu saja. Sekaligus kagum pada caranya membangun komunikasi. Sangat menyentuh hati. Tiba-tiba saya merasa sudah masuk ke dalam “jeratanya”. Yang saya pelajari adalah: “ya” besar, senantiasa berawal dari “ya” yang kecil. Jadilah perbincangan ke penulisan biografi. Lagi-lagi saya menjawab “ya”, ketika memang benar bahwa saya satu dari dua penulisnya waktu buku biografi Susanto yang terbit memperingati usianya ke-49, tahun 1999. Co-author waktu itu, kami bertiga dari kantor yang sama yang di Divisi Penerbitan Gramedia kerap dijuluki “The Three Musketers”, yakni Y.B. Sudarmanto dan A. Ariobimo Nusantara. Satu dari kami, Sudarmanto, telah tiada empat tahun lalu. Kiranya kami tetap mengenangnya, ketika Susanto pun ingat ciri bahwa orangnya rapi, necis, gaya priyayi, fasih bahasa Belanda dan kerap mengingatkan bahwa bijverdienste (honor) yang kami dapat, haruslah dibagi rata. Biografi Susanto pertama itu diberi judul The Corporate Doctor: Biografi Profesional Dr. A.B. Susanto. Tidak murni mengisahkan peristiwa urut kacang menurut usia biologis, biografi ini sengaja ditampilkan secara berbeda dengan menekankan pada “profesi” yang sedang digelutinya saat itu. Dari dokter manusia pada mulanya, bertransformasi menjadi dokter perusahaan. Di buku ini, kentara sekali nuansa “jiwa
XII
LUMEN CORDIUM
kata pengantar ■
muda”-nya, yang memang ketika itu – usia 49—sedang berada pada bara dunia kerja, dengan segala sepak terjang dan kemegahan dunia yang ditawarkannya. Termasuk citacita dan apa yang akan dicapainya 10 tahun ke muka. Inilah usia di mana menurutnya ia suka sekali membanding-banding
diri
dan
pencapaian dengan orang hebat di atasnya. Apa yang lain lagi di buku ini? Ketika
itu,
Susanato
dianggap
sebagai objek, atau orang ketiga. Yang harus menerima begitu saja apa yang ditulis tentangnya yang menjadi materi buku. “Mas Win (Winarno) waktu itu Direktur Penerbit Gramedia minta begitu,” kata Susanto. “Saya tak ikut campur isinya. Bahkan, ada narasumber yang sebenarnya ‘berseberangan’ dengan saya, tetap dimuat juga dalam buku opininya tentang saya.” Sembari menjumput teh yang tersedia di atas meja, di muka masing-masing, kami terus melanjutkan perbincangan. Setiap manusia pada galib kehidupannya dapat dibagi-bagi secara periodik, sebagaimana halnya novel yang mengenal jilid. Dari babakan yang terjilid itu, dapat diketahui apa yang menjadi “jati diri” seseorang, termasuk peristiwa yang dialami, terjadi dalam rentang waktu yang menyejarah, dan tidak bisa direproduksi atau diulang kembali (irreproductible). Tanpa terasa, dasawarsa berganti demikian lekas. Sampailah masa dari buku pertama itu, 10 tahun. Banyak hal terjadi, yang belum dialami, sehingga tidak tercatat dalam
LUMEN CORDIUM
XIII
buku sebelumnya. Maka sepuluh tahun yang lewat ini, hendak dicatat dalam sebuah buku pula. Susanto mengontak saya yang ketika itu dosen pada Fakultas Ilmu Komunikasi sebuah universitas milik Kompas-Gramedia yang berkampus di wilayah Gading Serpong, Tangerang, Banten. Rancangan buku sepenuhnya dari The Jakarta Consulting Group. Mulai dari apa yang menjadi isi buku, narasumber, hingga pada frasa serta peribahasa yang mesti ada Latin-nya. Dasar Susanto memang suka Latin. Judul buku lama kami diskusikan. Ia menjelaskan antara isi dan bungkusan mesti serasi, seperti kompetensi (lentera) dan kapas yang tersimbol pada mottonya. Isi yang baik, harus dibungkus bahan yang baik pula. Itulah seni. Maka “sepakat� pun disetuji bersama sebagai kata yang kami putus. Judul buku memasuki usia sewidak (60) pun ditetapkan Dulce et Utile. Biografi Profesional Dr. A.B. Susanto. 09.09.09. Frasa Latin ini, sesungguhnya, dipungut dari khasanah penyair Romawi kuno, Quintus Horatius Flaccus. Saya
penulis
solo
buku
yang
penampilannya terbilang luks ini. Dibanding sebelumnya, jauh lebih keren, lagi gemuk. Kertas art paper, jilid hard cover, dan full color lagi. Selama karier saya sebagai penulis, sejak 1986 dengan 74 buku berISBN, inilah buku in optima forma. Tak ada yang lain lagi. Ada sedikit pergeseran dibanding yang pertama, pada buku kedua ini, sampul bukunya dominan warna biru, dengan tulisan judul buku warna putih dengan sub judul tulisan
XIV
LUMEN CORDIUM
kata pengantar ■
warna emas. Susanto mengenakan busana batik yang rapi, tersenyum lebar dengan lesung pipit khasnya seakan menatap pembaca. Di tangannya tertata secangkir teh dengan tatakannya, simbol pertemanan, sekaligus penghormatan (kepada tamu). Buku ini di-launching dan dibahas dalam sebuah acara yang cukup meriah di Jakarta. Usia 50-60 tahun adalah puncaknya seorang dalam karier. Di Cina, perusahaan Alibaba malah menerima karyawan usia 60+. Namun, Susanto mulai menyiapkan pemimpin baru di perusahaannya, The Jakarta Consulting Group. Ini yang menjadi pemikiran, sekaligus “kerisauan”-nya pada babakan ini. Maka ia membaca, sekaligus riset, tentang bagaimana tumbuh kembang, the rising and the fall perusahaan-perusahaan keluarga yang pernah ada dan berjaya di jagad ini. Sementara berkutat dalam pencarian itu, Susanto bertanya-tanya: Mengapa ada perusahaan keluarga yang benar-benar hebat, tapi kemudian tumbang di tangan generasi ketiga? Mengapa ada yang tetap bertahan, tetapi stagnan? Tapi mengapa pula ada perusahaan keluarga yang semakin hari semakin baik pertumbuhannya dalam kurva good, better, best? Mengapa demikian? Apa saja faktor-faktor yang menyebabkannya? Setelah membaca puluhan buku, berdiskusi, meneliti, dan memetik dari pengalaman menangani perusahaan keluarga, Susanto menjadi mafhum jawabannya. Apa jawabannya? Hanya sepatah kata saja: suksesi! Tentang bagaimana “suksesi” ini dijabarkan, dapat dibaca dalam buku tergemuk yang pernah ditulisnya. Lalu apa lagi yang menjadi kegelisahannya? Sama juga! Di JGC, ia akan menghadapi suksesi. Baiklah jika begitu. Ia akan siapkan seorang. Namun, siapa? Susanto kembali berkutat dengan pustaka. Ia mengoleksi buku-buku bertopik kepemimpinan. Apakah kepemimpinan itu dilahirkan (bakat) atau dijadikan? Ia menemukan bahwa ada orang yang dari sononya sudah ada bakat pemimpin. Namun,
LUMEN CORDIUM
XV
ada yang dijadikan, diberi bekal, dilatih, dan memang jadi sebagai pemimpin. Tapi alangkah lebih baik lagi kombinasi dari keduanya. Dalam pada itu, seiring waktu, ia menemukan di JCG calon pemimpin dengan bakat yang bisa dijadikan. Susanto melakukan apa yang ditulisnya, dan menulis apa yang dilakukannya. Dalam buku tentang leadership, ia antara lain menulis bahwa tugas pemimpin adalah: menyiapkan pemimpin baru. Ia wajib melahirkan seorang pemimpin melebihi, minimal sekelas dengannya. Susanto mulai sedikit demi sedikit memberi “beban� (kepercayaan) kepada calon pemimpin baru. Ia sudah menulis sebelumnya, bahwa dasarnya sayang, suka, tapi jika memberi beban terlampau berat yang tidak bisa dipikul pemimpin baru, akan membuatnya jatuh ke tubir celaka. Perusahaan juga akan terjerumus ke jurang kehancuran. Istilah untuk itu mengambil dari khasanah boneka, yakni tall puppet. Sinyal sudah diberikan sebelumnya. Calon pemimpin baru JCG telah sedikit demi sedikit ambil bagian dalam kepemimpinan. Mulai dari mendalami topik bisnis keluarga, hingga bersamanya mengalami bagaimana menjadi seorang pemimpin. Maka pada pada 2010, Susanto menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan kepada putri keduanya, Patricia Susanto. Di usia ke-60, ia mulai melepaskan diri dari kemegahan dunia ini, perlahanlahan untuk merenggangkan segala macam bentuk tali attachment. Susanto undur diri dari dunia ini. Saatnya ia memikirkan dan terarah kepada perkaraperkara “yang di atas�. Kegiatan sosial diperbanyaknya. Ia menyibukkan diri dan terjun ke topik warga senior. Mulanya memang cukup asing, namun prinsip magnifying glass yang tertanam dalam dirinya, membuatnya menguasai masalah dengan detail setelah belajar dan belajar sampai benar-benar mastering. Di berbagai Yayasan dan organisasi, dirinya bukan lagi menjadi Ketua, melainkan Ketua Kehormatan, Dewan Pakar, atau Penasihat saja. Jabatan yang membuat dirinya tidak terikat, lagi tidak mesti jadi pusat jika ada acara serta duduk di muka.
XVI
LUMEN CORDIUM
kata pengantar ■
SEBENARNYA itu babakan ke-3 hidup Susanto yang menjadi menu gizi buku ini. Diberi judul Lumen Cordium. Biografi Profesional Dr. A.B. Susanto. 09.09.19., buku ini yang terasa berbeda dari sebelumnya. Di mana letak bedanya? Pertama, ia lebih gemuk dari buku yang sebelumnya. Hal itu karena ternyata masa 10 tahun dari 59-69 adalah usia produktif, sehigga lebih banyak peristiwa yang dilakukan oleh sang tokoh. Tentu saja, tidak semua yang dilakukannya dicatat dalam kitab ini. Sebab jika semuanya harus dicatat, maka agaknya dunia ini tidak akan cukup untuk memuat buku yang akan dituliskan itu. Yang dicatat adalah apa yang dianggap penting saja. Yakni hal yang terkait dengan kompetensi utama (core competence) baliau sebagai ahli manajemen stratejik, filosofi hidupnya, isu yang menjadi topik bukunya, hingga kepada –yang bagi bangsa Timur tabu untuk dibicarakan— catatan putih, sebuah “surat wasiat” bagaimana ketika nanti tiba saatnya menutup mata untuk selamanya, ia harus diperlakukan. Kedua, orang yang memberi opini kesan dan atau pesan kepadanya jauh lebih banyak jumlahnya. Mulai dari cucu, adik, adik ipar, klien, pejabat, hingga kolega serta temanteman sekolahnya. Saya membilang, jumlahnya lebih dari 70. Ini luar biasa. Seumurumur menulis biografi, baru kali ini narasumber sebuah biografi sebilang itu jumlahnya. Mungkin juga belum ditemukan pada biografi lain, sehingga pantaslah kiranya untuk diusulkan – jika memang belum ada rekor sebuah biografi 70 narasumber - buku ini dapat tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai sebuah biografi dengan narasumber terbanyak. Keaslian yang menjadi kesan dan opini orang tentang Susanto, tetap dipertahankan rasanya. Hanya pengkalimatan saja yang disesuaikan, agar enak dibaca dan mudah dicerna. Namun, cucu kesayangan yang tinggal di Amerika menulis dalam bahasa Inggris. Ketika membacanya, serasa bukan tulisan anak usia 10-12 tahun. Itu sudah amat sangat sempurna. Banyak hal bisa dipetik hikmahnya dari tulisan dua bocah peri itu. Saya menikmati bagaimana para cucu mendeskripsikan pengalaman dan menyampaikan opini tentang opa mereka, bagaimana merangkai kata dan menata
LUMEN CORDIUM
XVII
kalimat sehingga menarik – pemantik yang membuat saya berpikir bahwa: kita pun, orang dewasa, patut belajar dari anak-anak. Ternyata, anak milenial banyak membaca, rasa-rasanya khasanah mereka dapatkan dari membaca mitologi Yunani kuno. Hal yang perlu disebutkan lagi adalah bahwa untuk mendapatkan materi dari para narasumber, dijaring dengan sebuah kuesioner yang pertanyaannya sama. Ada pepatah, “Quot capita tot sensus” (sebanyak itu kepala, sebanyak itu pula pendapat). Narasumber di tempat yang berbeda, waktu berbeda, dan intensitas mengenal dan bergaul berbeda dengan varian dalam berbagai usia dan kelas dalam strata sosial. Namun, dari opini serta kesan mereka yang terjaring, semua seia sekata bahwa sosok Susanto punya ciri watak dan kepribadian yang khas. Apa ciri-ciriya? Kiranya, cukup di sini dibeberkan 5 saja bawa ia seorang yang: 1) perfeksionis, 2) ramah, 3) lemah lembut, 4) perhatian, dan 5) hangat. Selengkapnya, Anda dipersilakan membacanya di Bab 8. Ketiga, buku ini berisi 9 bab. Susanto memang mengalir darah Tionghoa dalam dirinya, namun hidup dan dipengaruhi alam budaya Jawa yang cukup kental. Dalam alam kepercayaan Jawa, seorang bayi berada dalam kandungan ibu selama sembilan bulan. Selama itu pula, ia bersemayam pada wali wolu dengan penutup yang ke-9. Ada semacam kepercayaan, jika angka 9 ini di-pangku (diperoleh), maka seseorang akan menguasai. Di-pangku orang berkarakter baik, maka angka 9 ini akan membawa berkah. Sehingga ia kelak di kemudian hari menjadi “orang besar”, yang dituakan dan didengar, pemberi nasihat kepada saudara-saudaranya. Dalam pada itulah, kita teringat akan para wali di Jawa yang diberi gelar sebagai “wali songo”, yakni 9 tokoh yang berkuasa lagi berpengaruh. Oleh sebab itu, diniatkannya untuk mengabadikan perjalanan hidup pada usia berujung 9, yakni: 49, 59, dan 69 dengan menerbitkan sebuah buku. Tiap berulang tahun pada tahun yang berujung 9, dekat dengan angka penting 50 (seket, setengah abad), 60 (sewidak), dan 70 (pitung dasa). Semacam catatan dari tiap-tiap babakan,
XVIII LUMEN CORDIUM
kata pengantar â–
sebab pada galibnya manusia dapat dibagi kehidupannya secara kronologis untuk dilihat fase-fase perkembangannya. Hanya Tuhan yang Maha Tahu, Susanto pun tidak tahu, apakah 10 tahun lagi ia akan masih menerbitkan biogafi? Demikian pula saya, apakah masih diizinkan Tuhan untuk menghirup udara dan menghela napas dengan leluasa sehingga lincah sebagai kaki kijang bisa bergerak ke sana kemari lagi? Maka pada bonus demografi kedua, isi buku ini lebih menggali, sekaligus terarah menjawab: Apa makna hidup yang sesungguhnya? Itulah mengapa, buku ini diakhiri dengan Refleksi, sekaligus catatan penutup bahwa dalam kondisi apa pun, hidup ini sebuah anugerah yang wajib untuk disyukuri. Entah Anda, saya sendiri ketika menulis dan membaca The White Message, Catatan Putih tentang kematiannya nanti, seluruh bulu kuduk dan juga kaki tangan saya merinding. Saya lalu berhenti sejenak dari aktivitas. Stop kegiatan menulis. Mendongak, tengadahkan kepala ke atas. Memejamkan mata. Merapatkan kedua belah tangan. Lalu menarik napas dalam-dalam. Saya diajak merenung bahwa segala sesuatu ada masanya. Ada kelahiran, ada kematian. Yin dan Yang dalam sebuah lingkaran hitam putih bernama Taijitu. Saya pernah membaca buku-buku Sartre, Nagel, Gould, Otto, dan Steven Luper. Yang mereka refleksikan, dan dianggap sebagai olah cipta filsafat, adalah topik seperti yang Susanto renungkan. Tentang filsafat kematian, atau The Philosophy of Death. Setiap orang pasti mati. Hanya bila dan bagaimana caranya, hanya menjadi rahasia illahi. Seperti dapat ditemukan dalam bangun silogisme kategoris zaman Yunani Kuno, era Socrates bahwa tidak ada yang pasti di dunia ini. Yang pasti adalah: mati. Bahwa Susanto berani merefleksikan dan membahas hal yang pasti itu, saya sungguh merasa sangat terpikat.
LUMEN CORDIUM
XIX
Dalam proses kreatif menulis sebuah biografi, saya merasa paling beruntung. Sebab mendapat lebih dahulu inspirasi, motivasi, dan pengalaman hidup langsung dari sang tokoh. Bahkan ketika pertama berjumpa, untuk membuka maksud dan rencana menulis, saya sudah menimba kekayaan air hidup dari sumur sang tokoh. Menurut saya, jika Anda ingin sukses, lakukan apa yang orang sukses lakukan. Ini akan memotong kurva belajar. Tidak usah di sini membilang, sudah berapa buku biografi yang saya tulis dan terbitkan. Itu hanya akan membuat saya menjadi kecil lagi ciut di muka seorang, misalnya, Albertine Endah. Atau penulis biografi kelas dunia, seperti: Bushrui, Bernstein, Bergdahl atau Samuel Johnson. Siapa mereka, silakan tanya mbah Google! Lalu apa faedah membaca biografi, termasuk buku ini? Burke Hedges, penulis buku Read & Grow Rich (2000) mengaskan. ”If You want to be sucessful, You have to do what sucessful people do. And the things sucessful people do is: Read and Grow Rich.” Saya merasa, 4 kata terakhir ini pas untuk menggambarkan seorang Susanto: ia membaca dan menjadi kaya, ia kaya karena membaca. Sudahlah tentu, membaca ini sama dengan “kaca pembesar” yang melambangkan kompetensi, sebab membaca adalah jembatan emas mencapai kompetensi. Sebagai nyala api pada lentera, demikian Susanto menerangi tiap-tiap pribadi yang dijumpainya. Tutur kata, sikap, dan tindakannya adalah pancaran dari jiwa. Itulah makna terdalam, sensus plenior, dari sebuah nama villa, rumah tinggalnya di bilangan Kemang, Jakarta Selatan yang memungut dari kata Latin: Lumen Cordium, cahaya hati. Akhir kata, terima kasih Pak Abe yang memberi saya kesempatan ketiga. Kepada Dyah Suyono dan Anggie, yang sangat kooperatif di dalam proses riset hingga penulisan buku ini, gratias tibi valde! Karawaci, Tangerang, 21-07-2019 R. Masri Sareb Putra
XX
LUMEN CORDIUM
kata pengantar â–
K
ehidupan seseorang dapat diibaratkan dengan Bab Bab dalam sebuah buku. Hanya saja, ada yang ditulis dan ada yang belum
ditulis. Inilah kisah kehidupan Susanto yang tertulis abadi dalam buku. Sekaligus memancarkan babakan-babakan rangkaian hidup biologis, emosional, dan jiwanya.
LUMEN CORDIUM
XXI
XXII
LUMEN CORDIUM
Bab 1 Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment Memahami Keseimbangan Hidup: Menua dengan Rasa Syukur
LUMEN CORDIUM
1
2
LUMEN CORDIUM
Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment Memahami Keseimbangan Hidup: Menua dengan Rasa Syukur Seseorang pasti menjadi tua. C’est la vie. That’s life; such is life. Tak seorang pun bisa menghindari. Dan memang faktanya demikian!
Apakah yang pasti di Dunia ini?
K
etika langit kota Jakarta menggantungkan awan pekat di angkasa, orang kira sebentar lagi akan turun hujan. Namun, siang jelang sore pada bulan Maret 2019, di atas bilangan Sudirman, Jakarta
Pusat, langit bersih. Awan tipis berjalan perlahan melintas langit biru. Sinar matahari tertahan oleh gedung-gedung tinggi pencakar langit yang berdiri angkuh berjejal di atas tanah megapolitan yang semakin rendah dari permukaan laut. Jam makan siang baru saja usai. Manusia lalu lalang di jalan depan kantor-kantor. Semua buru-buru seperti mengejar sesuatu. Tak seorang pun berpikir tentang jawaban pertanyaan di atas. Hanya seorang di ketinggian apartemen-kantor lantai 22 yang berpikir jauh menjangkau ke depan. Di kantor pribadinya yang asri dan cukup luas untuk ukuran Jakarta, Susanto tampak ceria. Tetap bergairah menapaki hari-harinya, meski sedang menginjak usia kepala 7. Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya. Sebenarnya, yang dicemaskannya bukanlah masalah dunia ini. Akan tetapi, bagaimana meninggal dengan baik dalam
LUMEN CORDIUM
3
arti harfiah maupun simbolik. Cara dan tempatnya terhormat. Selain, sudah tentu, meninggalkan warisan yang nilainya tiada tara yakni: nama baik. Sebuah legacy melebihi segala-galanya. Maka pertanyaan, “Apa yang pasti di dunia ini?” menjadi bukan saja bersifat sangat pribadi, melainkan juga filosofis. Orang pajak mengatakan, tidak ada yang pasti di dunia ini kecuali: pajak. Akan tetapi, jauh sebelum itu, sebenarnya para filsuf telah menjawabnya dengan meyakinkan sesudah melakukan olah pikir secara mendalam mencari esensi jawaban atas suatu pertanyaan. Maka rumusannya terdapat pada naskah kuno pada zaman Aristoteles (384-322 SM) yang terangkai abadi dalam sebuah bangun silogisme yang berikut ini:
Semua makhluk hidup pasti mati Socrates adalah makhluk hidup Socrates pasti (akan) mati Jadi, hal yang pasti adalah: mati. Tentang bagaimana caranya dan bila, hanya menjadi rahasia Ilahi. Tapi biasanya, usia tua dikait-kaitkan dengan dekatnya masa di mana kepastian itu tiba. Tiap orang akan mengalami, dan pasti, menjadi tua. Ini hukum alam. Tentang hal ini, ada sebuah nats yang mencatat, “Ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kau kehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kau kehendaki.” Engkau akan mengulurkan tangan, orang lain akan mengikat dan membawa engkau ke tempat yang tidak kau kehendaki, adalah ciri utama orang yang menjadi tua. Suka tidak suka, itulah faktanya. Suatu masa yang pasti tiba dan tiap orang pasti mengalaminya. Namun, di antara rasa gamang dan hati yang cemas menghadapi masa tua, ada seorang yang tegar seraya mengatakan, “Jangan takut!” sebab dia telah mengalami
4
LUMEN CORDIUM
Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment ■
sendiri bahwa dalam hidup ini ada sisi putih dan hitamnya. “Itulah tanda penuaan seorang bijak ketika memikirkan perkara-perkara yang terarah ke atas, yang bukan lagi semata-mata duniawi ini.” Demikian kata pria kelahiran Sabtu Pahing, 9 September 1950 di rumah sakit Panti Rapih, Jogjakarta. Orangtua memberinya nama Tionghoa: Liem Kong Hok. Di kemudian hari, orang mengenal anak lelaki pertama bertubuh montok itu sebagai Pak AB, lengkapnya Alfonsus Budi Susanto. Jelang usia emasnya, ia banyak mengajak orang berpikir terarah ke “atas”. Ke hal-hal yang esensi dalam hidup ini. Paling penting, ia menggelitik kita semua untuk melakukan refleksi. Mensyukuri tiap helaan napas, detak jantung, serta berterima kasih atas sebesar apa pun nikmat rezeki yang bisa diperoleh setiap harinya. Memandang hidup secara berbeda dari kacamata Taijitu kiranya perlu mengawali bab buku ini. Lalu berdiskusi mengenai cara menghadapi masa tua yang pasti masingmasing dari kita akan mengalaminya. Sebab pada hemat kami, dalam kondisi apa pun, kita patut bersyukur menjalani hari tua. Dalam kondisi apa pun, entah dalam untung ataupun malang. Mengapa demikian? Sebab di dalam Taijitu jelas dikatakan, dalam setiap kegelapan, ada berkas-berkas terangnya. Dan sebaliknya. Di dalam menghadapi penuaan pun demikian. Ada sisi hitam putihnya. Tak syak, menjadi tua suatu keniscayaan. Masalahnya, ada orang yang menghadapi masa tua dengan rasa gentar dan was-was. Namun, hanya segelintir menghadapinya dengan rasa syukur. Salah satu di antara yang segelintir itu adalah Susanto. “Semua ada waktunya, seperti kata Amsal. Ketika menjadi tua, kita mulai menata hati dan pikiran untuk tidak lagi terlampau terikat dengan hal-hal yang bersifat duniawi. Hati dan pikiran mulai ditunjukkan ke ‘atas’. Tidak lagi membanding-bandingkan diri dengan orang lain, terutama dengan kalangan yang serba-atas tadi,” terang Susanto.
LUMEN CORDIUM
5
Menurutnya, membanding-bandingkan diri dengan pencapaian orang lain hanya akan menyeret seseorang ke tubir ketidakpuasan. Raga telah renta, namun dibekap sejuta keinginan yang ingin dicapai. Jika tidak tercapai, hati dan jiwa akan tersiksa. Oleh sebab itu, Susanto sendiri memilih jalan sunyi di hari tua. Ia meninggalkan halhal yang duniawi, mulai sibuk berkutat dengan sesuatu yang bernilai dan serbabermakna bagi sesama yang terarah kepada kebaikan umum. Di usia akan genap 69 tahun, memasuki gerbang bilangan kepala 7, Susanto tetap diberi nikmat sehat. Tak lupa, ia mengucap syukur atas semua yang telah dialami. Dirinya masih dapat melihat hal-hal baik dalam sebuah rangkaian perjalanan hidupnya. Bersyukur pula, sebab mata dan hatinya masih bisa melihat kebaikan dalam satu kesatuan lingkaran Taijitu.
Taijitu dalam Kehidupan Nyata Susanto mengaku, dari dulu ia mengenal simbol ini. Namun, makanya dalam kehidupan, ia belum terlampau memahami benar. Secara kasat mata, simbol ini tampak di dalam belahan yang hitam terlihat ada putihnya, sebaliknya dalam putih ada hitamnya. Dalam setiap kebaikan, masih ada hal-hal yang buruk. Kita mengalami kebaikan, kita berpikir, ada juga orang yang mengalami hal-hal yang “hitam”. Misalnya, kita bisa sekolah tinggi, tetapi ada sebagian orang yang tidak bisa sekolah. Sesungguhnya, Taijitu adalah simbol yang mewakili tradisi agama dan filsafat Taoisme (juga disebut Taoisme). Istilah ini berarti “diagram tertinggi” yang mengacu pada konsep Cina yang terkenal tentang yin dan yang, tentang pertentangan yang ada dalam suatu harmoni yang lengkap. Simbol Taijitu terdiri dari dua (satu hitam dan satu putih) berputar-putar melingkar membentuk “tetesan air mata” yang saling melengkapi menjadi sebuah lingkaran
6
LUMEN CORDIUM
Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment â–
yang sempurna. Setiap gambar berisi bagian dari yang lain sehingga ada titik hitam di setengah putih lingkaran dan titik putih di bagian hitam. Bagian yang tampaknya saling bertentangan ini, tetapi saling melengkapi, membentuk sebuah keseluruhan dan dengan demikian, tidak lengkap tanpa satu sama lainnya. Sisi gelap atau teduh mewakili Yin, sedangkan sisi putih atau cerah mewakili Yang. Yin dikaitkan dengan feminitas, bumi, air, bulan dan malam hari dan dianggap pasif, dingin, lunak, menghasilkan dan basah. Sementara itu, Yang dikaitkan dengan kejantanan, dosa, api, langit, dan siang hari dan dianggap agresif, panas, keras, dan kering. Putih melambangkan khayalan, sedangkan hitam melambangkan pencerahan. Apa inti dari pesan yang hendak disampaikan oleh simbol Taijitu? Pesannya adalah bahwa segala sesuatu berada dalam dualitas, yang merupakan aspek dasar dari alam. Konsep kebaikan tidak bisa ada di sana tanpa konsep buruk yang terkait. Pria dan wanita, benar dan salah, terang dan gelap, positif dan negatif, panas dan dingin, siang
Yin Yang hitam putih dalam satu kesatuan.
LUMEN CORDIUM
7
dan malam, dan semua elemen kontras lainnya saling bergantung dan tidak dapat eksis dalam satu keterpisahan hubungan. Di satu sisi, gerakan memutar yang ditunjukkan oleh simbol Taijitu juga menggambarkan lingkaran kehidupan ilahi. Dunia berubah secara konstan dan bergerak maju dalam siklus yang berbeda, di mana hari berubah menjadi malam dan malam mengarah ke hari lain lagi. Sementara itu, setiap kelahiran berakhir dengan kematian, dan kematian menyebabkan kelahiran kembali. Begitu seterusnya, berlanjut tanpa putus sebagai sebuah siklus. Itulah pengertian dasar Taijitu, di mana segala sesuatu berada dalam dua dimensi. Dalam kehidupan nyata, Susanto merasakannya sungguh. Ia mencontohkan ketika akan kuliah ke luar negeri, menerima beasiswa. “Ada dua pilihan waktu itu,� kisahnya. “Minta beasiswa, dengan alasan uang tidak cukup (berbohong) atau mengatakan yang sejujurnya.� Terjadi gejolak dalam dirinya. Sebab ia berada dalam situasi dualitas. Susanto ingat akan pengalaman dulu ketika mencari beasiswa selepas menamatkan SMA. Memang hati akan merasa nyaman jika mengatakan, punya cukup uang. Inilah keadaan apa adanya, yang manakala disimbolkan adalah bagian putih dari Taijitu. Tapi kalau mendapat beasiswa pastinya tanggungan orang tua menjadi lebih ringan, sebab masih punya banyak adik. Bagian ini adalah dimensi hitamnya, berbohong. Lalu pilihan apa yang akhirnya dijatuhkan Susanto? Gejolak pasti ada di dalam masa timbang-menimbang jalan mana yang harus dilalui. Hati nurani pada akhirnya bicara. Siapa yang mengikutinya, dia akan terbebas dari rasa berdosa di kemudian hari. Tidak dinyana, Susanto malah dapat beasiswa FriedrichEbert-Stiftung (FES). Menjadi benarlah bahwa suara hati dan kehendak baik (bonae voluntatis) adalah suara Tuhan yang diam, yang bersemayam sebenarnya dalam diri tiap orang. Tinggal bagaimana seseorang mengenal dan mencoba mendengarnya, sebab bisikannya terlampau halus.
8
LUMEN CORDIUM
Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment ■
Bagi Susanto, mendapat beasiswa – dan kuliah di Jerman sebagaimana dicitacitakannya menjadi seorang dokter — adalah “sesuatu banget”. Tidak setiap orang bisa mendapatkannya. Ia satu dari sekian juta lulusan SMA negeri ini di masa itu yang cukup beruntung. Seperti diketahui, FES adalah yayasan politik tertua di Jerman dengan tradisi demokrasi yang mengakar sejak berdirinya pada 1925. Yayasan ini berikut visinya dibentuk oleh Friedrich Ebert, Presiden Jerman pertama yang dipilih secara demokratis. Friedrich Ebert seorang Sosial Demokrat. Ia berlatar belakang pengrajin sederhana yang berhasil memegang jabatan politik tertinggi di negaranya. Kemudian mendirikan yayasan ini sebagai tanggapan terhadap pengalamannya yang panjang dalam konfrontasi politik. Nah, salah satu tujuan yayasan ini adalah memberikan akses
Friedrich Ebert (1871-1925). Yayasan FES fokus bekerja untuk menghapus diskriminasi terhadap pekerja di bidang pendidikan. Sumber:https://www.fes-indonesia.org/fileadmin/user_upload/examples/teaser_fes-febert_410x310.jpg
LUMEN CORDIUM
9
pendidikan yang menyeluruh lagi gratis yang dipandang sebagai faktor kunci untuk menciptakan peluang hidup yang setara tanpa memandang latar belakang keluarga. Susanto terbidik, sekaligus menjadi penerima beasiswa ini. “Penerima beasiswa ini sedikit jumlahnya, sehingga dana beasiswanya lumayan banyak. Dari situ, saya kemudian tahu ajaran-ajaran Sosial Demokrat yang sedikit berbeda dengan ajaran Katolik.� Menerima beasiswa itu, kata Susanto, ia sekaligus menerima kebaikan dan kemurahan. Namun, jauh di lubuk hati ia merasa cukup terhenyak beberapa tahun kemudian, waktu anak-anaknya di Amerika mau masuk universitas ada kesempatan mendapat beasiswa pula. Salah satu ada yang mempertanyakan, “Kalau tidak terima beasiswa, cukup tidak hidupnya nanti di Amerika? Kalau begitu, saya tidak ambil, sebab orang lain pasti butuh.� Pengalaman ini mengisyaratkan bahwa dalam kebaikan, ada keburukan. Dalam keburukan pun, ada kebaikan. Orang yang mengalami situasi tidak enak, misalnya, senantiasa ada hikmah di baliknya. Ada contoh pengalaman orang dekatnya, sebuah keluarga yang ditimpa banyak masalah. Hubungan yang tadinya sangat jauh, lalu menjadi dekat. Tadinya mereka berjauhan, ada masalah, lalu saling dekat satu sama lain. Anak-anaknya mendapat perhatian dan cinta kasih yang sesungguhnya. Contoh lain. Orang yang mempunyai banyak ilmu, bagus saja, tapi selalu ada blind spot. Padahal, jika tidak tahu, dalam keadaan ignorance, kita merasa lebih damai. Tidak ada hal yang dicemaskan. Berbeda bilamana tahu. Kita akan mencemaskan, dan menjadi pikiran, apa yang kita ketahui itu. Pernah kejadian, ada orang yang setiap harinya segala sesuatunya berjalan normal-normal saja. Suatu ketika, kantornya ada program check up kesehatan, dan ia mengikutinya. Hasilnya, terdeteksi bahwa ia mengidap suatu penyakit yang selama ini tidak ia ketahui dan rasakan. Akibat tahu itu, ia menjadi cemas. Kecemasan yang berlebihan, membuatnya depresi. Depresi
10
LUMEN CORDIUM
Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment â–
membuat sakitnya menjadi-jadi. Inilah contoh bahwa dalam keadaan ignorance, kita merasa lebih damai.
Menua dengan Rasa Syukur Taijitu mengajarkan, apa pun dalam setiap peristiwa hidup yang kita alami, senantiasa ada sisi bagusnya. Hidup ini bisa kita pandang dengan tatapan senang, riang gembira, tanpa beban. Kita bisa mengulas senyum menghadapi kehidupan sebagai sebuah panggung sebab ini hanya permainan dunia. Nikmati saja karena dalam setiap peristiwa, senantiasa ada kebaikan. Tinggal melihat bagaimana cara melepaskan diri dari Attachment? Lalu memandang surut ke belakang, sembari tetap berjalan ke depan seperti orang sedang mengendarai. Sesekali melihat ke belakang dari kaca spion penting untuk keselamatan dan keamanan, akan tetapi perjalanan tetap ke depan. Kiranya perjalanan hidup ini pun demikian. Private office lantai 22 sebuah apartemen-kantor di bilangan Sudirman, Jakarta Pusat itu dipenuhi kehangatan. Cangkir teh di depan masing-masing telah lama menunggu untuk dijumput. Masih hangat meski tidak panas betul menjadi teman yang pas sembari makan cemilan gorengan khas Betawi. Dari balik dinding kaca, pada sebuah ketinggian, tampak di jalan raya mobil sebesar korek api. Panjang sekali antrean memenuhi badan jalan bagai semut berbaris tanpa bisa bergerak. Di kejauhan tampak gedung-gedung menjulang seperti orang sombong, menara pencakar langit menampakkan ujungnya menjulang di angkasa yang nirbatas. Yang tertinggi adalah menara wisma BNI 46, runcing layaknya sebuah stylus, dominan warna biru, di mana kantor Private Office terletak dekat dengannya. Kiranya itu bukan percakapan biasa dua sahabat yang telah saling kenal lebih dari 20 tahun. Lebih dari itu, sebuah perbincangan tentang makna kehidupan. Yang nantinya disarikan mirip sebuah inquiry. Namun, sama sekali tidak terbetik niat
LUMEN CORDIUM
11
untuk menandingi Socratic Inquiry yang temashyur itu. Dikenal juga sebagai metode Elenchus, metode elenctic, atau debat Socrates, adalah bentuk dialog argumentatif kooperatif antara individu, berdasarkan pada pertanyaan bertanya dan menjawab untuk merangsang pemikiran kritis dan untuk menarik ide-ide dan asumsi yang mendasari anggapan. Bukan, ini tidak debat Socrates. Hanya sebuah pendalaman untuk catatan kehidupan babak ke-3 seorang anak manusia bernama Susanto. Agar anak cucunya di kemudian hari menjadi mafhum, bahwa tidak ada yang tidak bisa di dunia ini. Kita menjadi seperti apa yang kita pikirkan. Ars longa, vita brevis - kata pepatah petitih. Hidup itu singkat, tapi seni abadi. Sebagai sebuah seni, sastra akan mengabadikan apa yang sementara, seperti kehidupan, sebuah babakan kisahan novel yang telah ditorehkan Susanto selama 69 tahun. Benarlah seperti dikatakan Toni Morrison, wanita berkulit hitam warga Amerika pemenang Hadiah Nobel kategori Sastra. Katanya, “Tiap orang punya satu novel yang belum ditulis. Yakni kisah hidupnya.� Novel jilid 3 kehidupan Susanto sedang ditulis. Menyusul dua babakan (jilid) biografi yang sudah terbit sebelumnya. 1. The Corporate Doctor: Biografi Profesional Dr. A.B. Susanto. Oleh A. Ariobimo Nusantara, R. Masri Sareb Putra, dan Y.B. Sudarmanto. 1999. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 2. Dulce et Utile. Biografi Profesional Dr. A.B. Susanto.09.09.09. Oleh R. Masri Sareb Putra. 2009. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 3. Lumen Cordium. Biografi Profesional Dr. A.B. Susanto. 09.09.19. Oleh R. Masri Sareb Putra. 2019. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. Memanglah, setiap manusia punya babakan-babakan dalam hidupnya yang bisa dibagi sesuai urut-kacang (kronologis) atau berdasarkan tema. Persitiwa yang dialami
12
LUMEN CORDIUM
Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment â–
telah terjadi adalah sejarah. Namun, seperti layaknya sebuah buku-sejarah, tidak semua peristiwa harus ditulis. Jadi, hanya bagian yang dianggap penting saja yang dicatat. Bukan berarti bahwa yang tidak dicatat, tidak terjadi. Itulah, dalam media, yang disebut “bias�. Bagaimana penulis memilah dan menulisnya, itulah prosesto spoon, menyendok bagian yang dianggap penting, seperti menyendok makanan dan memasukkannya ke dalam mulut sebagai asupan gizi sekaligus memberi kehidupan. Kembali ke talking with a wise man di Private office lantai 22. Konon katanya, berbincang-bincang dengan seorang bijak yang berpengetahuan, akan memotong kurva belajar. Bagai sebuah rekaman yang siap diputar, Susanto berkisah dengan lancar. Pandangan matanya ke muka, menembus dinding kaca, memintas awan putih tipis yang bermain-main di angkasa yang nirbatas, serta melintas batas cakrawala langit kota megapolitan Jakarta.
LUMEN CORDIUM
13
Ia bicara soal keterikatan manusia pada kenikmatan dunia, pada apa yang disebutnya sebagai Attachment. Sederhananya, Attachment adalah “ikutan�. Yakni sesuatu yang menjadi bagian dari paket sebuah kemasan, suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Manakala kita mengirim surat elektronik (e-mail) misalnya, Attachment berarti paket dari apa yang hendak kita kirimkan. Bahkan, kerap, isi suratnya sendiri tidak lebih dari sebuah pengantar sedangkan Attachment kerap merupakan intinya. Teori
Attachment
terutama
dikenal dalam ilmu psikologi. Intinya, teori ini mengajarkan adanya
ikatan
emosional
mendalam dan abadi yang menghubungkan
seorang
dengan orang lain melintasi ruang dan waktu (Ainsworth, 1973; Bowlby, 1969). Akan tetapi, Attachment dapat pula dimaknai sebagai: keterikatan, satu paket, atau tidak dapat melepaskan diri dari... Demikian tua.
pula
Seseorang
menjadi harus
bisa
melepaskan diri dari keterikatan. Keterikatan pada jabatan, pada kuasa, pada penghormatan, pada pasangan hidup, pada anak, pada keluarga, termasuk keterikatan pada harta benda dunia.
14
LUMEN CORDIUM
Lantai 22 apartemen yang berdiri megah di tengah-tengah kota megapolitan Jakarta ini adalah private office (PO) Susanto. Setelah peristiwa mala praktik yang menimpanya, ia lebih banyak beraktivitas di sini dan menyerahkan estafet kepemimpinan JCG kepada putrinya, Patricia.
Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment ■
“Memasuki usia tua,” papar Susanto, “Sebaiknya perlahan-lahan kita mulai lepas dari Attachment. Sedikit demi sedikit. Tidak mudah memang, hanya saja perlu sedikit belajar.” Tidak mudah, menurut Susanto, sebab keinginan untuk terikat dengan Attachment senantiasa menggoda. Hal itu karena godaan biasanya menyenangkan. Ia memberi contoh. Dahulu, ketika aktif dan bergiat sebagai Ketua Umum Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) Keuskupan Agung Jakarta, terlambat sedikit ikut misa pun dapat tempat duduk. Ada orang mencarikan, memberi tempat duduk, di muka lagi. Demikian pun, jika menjadi ketua pengurus suatu organisasi kemasyarakatan, selalu duduk di muka. Terhormatlah pokoknya. “Ketika telah menjadi tua, semua Attachment perlahan-lahan ditinggalkan. Sedikit ‘menarik diri’ dari jabatan, fungsi sentral, dan peran di dalam organisasi masyarakat dan institusi. Tidak lagi menjadi Ketua, melainkan cukup penasihat saja. Sebab jika penasihat, boleh hadir atau tidak hadir dalam suatu acara, tinggal memilih dan menyesuaikan. Tidak menjadi pusat seperti ketika terikat, masih dalam belenggu Attachment.” Dengan melepaskan Attachment, menjalani hari tua, seseorang akan lega. Ia lepas. Ia tidak terikat. Ketika bebas lepas itulah, timbul rasa syukur, bahwa apa yang sudah dilalui, dan diperoleh, terangkum dalam lingkaran dari yin dan yang. Ada sisi gelap. Namun, sisi putihnya juga ada. “Kita mensyukuri semua itu. Di dalam gelap kita melihat terang. Sebaliknya, di dalam kekelaman, muncul seberkas cahaya harapan,” terang Susanto. Menurutnya, kurang bisa lepas dan melepaskan diri dari Attachment adalah masalah yang membuat banyak orang ketika memasuki usia tua menjadi merana. Dan kemudian terjerembab jatuh ke tubir merasa tidak lagi berguna, tidak lagi didengar, tidak lagi diikuti, tidak lagi dipandang, tidak lagi berpengaruh, bahkan yang paling parah: tidak lagi dihormati. Orang yang dulunya powerful, sangat berkuasa pada posisinya entah di lembaga swasta entah di lembaga pemerintahan, mengalami post power syndrome.
LUMEN CORDIUM
15
“Inilah yang banyak dialami oleh orang tua, terutama yang sebelumnya memegang kendali ‘kekuasaan’ tiba-tiba kendali itu hilang. Sehingga yang tidak siap dan tidak bisa terima menjadi radikal, menentang, menyalahkan, seolah-olah perbuatan dan apa yang dilakukannya di masa lalu itulah yang dianggap sebagai benar. Ketika banyak orang tidak mempedulikan, dan tidak menganggapnya lagi, ia merasa tidak dihargai lagi. Orang seperti ini kita sebut terikat dengan Attachment-nya, ia masih terbelenggu oleh kejayaan masa lalu serta kenikmatan dunia ini.” Memang dunia ini menawarkan segala bentuk kenikmatan dan kemuliaan. Akan tetapi, sesungguhnya itu semua hanya sementara sifatnya. Di masa tua, semestinya kita bisa mengatur hati untuk menerima fakta bahwa suatu waktu nanti semua kenikmatan dunia akan berakhir, lagi pula kita tidak membawa apa-apa menghadap hadirat-Nya. Bukankah manusia ini dari debu, dan akan kembali menjadi debu? Dalam konteks melepaskan diri dari Attachment, kita jadi teringat akan tamsil yang sangat dalam maknanya: Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. Apa yang dimaksudkan dengan Attachment, tersimpul dalam sepatah kata saja: harta. Makna “harta” luas, bukan sebatas barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan; barang milik seseorang; atau juga kekayaan berwujud dan tidak berwujud yang bernilai dan yang menurut hukum dimiliki perusahaan. Akan tetapi, harta juga menyangkut hal-hal yang tidak tampak, seperti: kehormatan, kemuliaan, duduk di depan, dan menjadi pusat. Kadang keduanya menjadi satu paket. Orang dihormati karena banyak hartanya dan juga baik karakternya. Akan tetapi, seberapa banyak yang bisa kita konsumsi –makan
16
LUMEN CORDIUM
Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment â–
dan minum— apabila sudah menjadi tua? Pasti jauh lebih sedikit dibandingkan ketika muda. Apakah harta yang banyak bisa dinikmati semua? Lalu kita bekerja keras untuk siapa? Susanto mengajak kita merefleksikan Attachment ini dari sisi seorang yang mengalami. Bahwa sesungguhnya nama baik seseorang satu-satunya harta tak terhingga yang akan ditinggalkan. Seperti kata pepatah petitih: Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. Artinya, seorang anak manusia terutama dikenang budi baik dan jasa-jasanya atau akan kesalahan-kesalahan yang pernah dibuatnya. Perbuatannya di dunia ini, entah baik entah buruk, akan tetap dikenang meskipun seseorang sudah tiada. Idealnya, yang dikenang dari seseorang adalah kebaikannya saja. Tidak mudah di usia tua untuk lepas dari Attachment dan bergeming dari kenikmatan dunia sebab hakikatnya daging manusia adalah benda dunia. Tapi kita punya jiwa yang tidak pernah mati. Berdamailah dengan hati, pikiran, dan jiwa serta arahkanlah sisa usia kepada asalnya niscaya di dalam menghadapi dan menjalani hari tua seseorang akan merasa damai. Pengetahuan yang kita dapat bisa jadi sudah banyak, baik dari agama maupun dari filsafat manusia. Misalnya, Plato (427 SM 347 SM) mengatakan bahwa raga manusia adalah penjara jiwa. Hampir mirip dengan apa yang Susanto sebut Attachment, namun melepaskan diri dari keterikatan dunia ini menjadi sebuah strategi bagaimana kelak ketika jiwa bebas dari penjara menjadi bersih, mendekati sifat-sifat Sang Kebaikan. Melepaskan diri dari Attachment dunia membuat hati manusia merasa damai,
LUMEN CORDIUM
17
sehingga di hari tua lebih banyak mengumpulkan harta di surga, berkebalikan dengan ketika muda mengumpulkan harta dunia ini. Setelah kini kegiatannya lebih banyak untuk mengumpulkan harta di surga, apakah Susanto merasa berbeda dan orang-orang yang mengenalnya tidak lagi menganggapnya? Tentu ada yang berubah. Jika dahulu menjadi pusat, kini tidak lagi. Kalau di masa lampau ia disediakan tempat duduk di barisan paling muka, sekarang menjadi berbeda. Manakala dahulu ketika ada acara ia ditunggu, kini menjadi lain, ia yang menunggu. Menjadi orang yang tidak dapat menerima dan mengalami post power syndrome kah Susanto? Tidak, sama sekali tidak. Ia telah menabung banyak kebaikan sebelumnya, sehingga di mana pun berada, praktis tidak banyak hal yang berubah. “Hanya saja, sekarang saya menyeleksi acara apa saja yang perlu diikuti. Sahabat lama dan para klien yang dulu, tidak berubah. Mereka tetap menaruh respek. Tapi saya mesti tahu diri,” paparnya.
Sehatnya Orang Tua Dan Syukur Tiada Henti “Apa kabar?” jika bertanya seperti ini pada Susanto maka jawabnya, “Baik.” “Sehat-sehat saja, kan, Pak?” Sekonyong-konyong seulas senyum mengembang. Jabat tangannya erat. Pria berzodiak Virgo ini akan menjawab, “Sehat, sehatnya orang tua.” Sehatnya orang tua berarti sesorang yang mengalami serta menjalani masa penuaan tidak lagi segesit dahulu, seperti ketika muda. Yang pada masa muda bisa berolahraga keras, seperti bulutangkis atau renang, perlahan-lahan mengurangi jam dan intensitasnya. Tenaga manusia ada batasnya. Barangkali jika diibaratkan mesin yang bekerja terusmenerus, perlu diistirahatkan. Raga perlu penyesuaian dengan irama biologis-usia. Maka makna “sehat” pun menjadi relatif, terkait dengan usia dan juga tenaga.
18
LUMEN CORDIUM
Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment â–
Akan tetapi, lebih dari segalanya, adalah rasa syukur. Pernah mengalami malapraktik dalam dunia medis, membuat Susanto sempat bermasalah dalam bidang fisik. Pada Oktober 2005, sang dokter mengeluh sakit pada bagian punggung. Maka ia putuskan untuk melakukan pemeriksaan ke sebuah rumah sakit terkemuka di daerah Tangerang, Banten. Dari hasil pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI), Susanto didiagnosis menderita spondilitis atau infeksi tulang karena bakteri tuberkolosis di torak (bagian punggung) 7 dan 8. Sebagai tindakan medis, ia sempat dirawat selama lima hari. Setelah itu, konsultan manajemen dan bisnis yang senior yang tengah menanjak saat itu beberapa kali melakukan kontrol. Setiap kali kontrol, seorang dokter ahli dan senior dokter selalu menyarankan agar dilakukan injeksi cement pada ruas torak 7 dan 8 yang agak keropos dengan anestesi lokal. Pertimbangan medisnya, demikian seperti dikemukakan, jika tidak dilakukan injeksi sebagai antisipasi dini maka jika terpeleset atau jatuh dapat menyebabkan lumpuh total. Maka Susanto pun bersetuju untuk dilakukan “injeksi cement�, proses medis menyuntikkan kandungan tulang ke dalam tulang. Saat itu kondisi tubuhnya sehat, normal, dapat berjalan dan berlari. Saat akan melakukan injeksi, kepada pasien justru dilakukan general anestesi, yakni tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran (reversible). Naluri dan pengetahuan Susanto sebagai dokter sempat meragukan jenis anestesi ini, bukannya local anestesi seperti dijanjikan sebelumnya. Namun, pertanyaannya dijawab karena general anestesi lebih tepat. Celakanya, yang melakukan injeksi bukanlah dokter ahli lagi senior seperti dijanjikan sebelumnya, melainkan asistennya. Apa yang kemudian terjadi? Pasca operasi itu, Susanto menyadari ada yang tidak beres pada penanganan dirinya. Alih-alih pulih, Susanto justru tidak bisa menggerakkan tubuh bagian kiri. Rumah sakit kemudian melakukan scan. Temuannya terdapat cement
LUMEN CORDIUM
19
yang masuk ke bagian yang bukan tempatnya. Tindakan medis yang diberikan, alihalih membuat kondisi tubuhnya makin baik, malah menyebabkan pembengkakan pada seluruh tubuh Susanto. Kadar gula darahnya pun naik. Anehnya, selama masa perawatan, pihak rumah sakit juga menolak memberikan rekam medis kepada keluarga. Merasa dirugikan, dan ingin pulih sebagaimana sediakala, Susanto kemudian berkonsultasi pada seorang dokter ahli di Mount Elisabeth Hospital, Singapura. Hasil dari pemeriksaan di sana menengari bahwa telah terjadi kekeliruan penanganan medis di Indonesia. Seharusnya, tidak boleh dilakukan general injeksi sebab berpotensi berakibat fatal. Malang tak dapat ditolak, apa boleh buat, akibat tindakan fatal itu Susanto harus menggunakan kursi roda selama tiga bulan. Untuk berjalan, ia menggunakan bantuan tongkat untuk berjalan selama 4 bulan. Betapa pedih hatinya. Bayangkan saja, dari kondisi manusia normal tanpa cacat, harus menggunakan kursi roda dan untuk berjalan harus menggunakan tongkat. Keluarga besar Susanto bukan saja kecewa, tapi juga terpukul. Kasus malapraktik ini sempat dibawa dipertanggung jawabkan ke meja hijau. Keluarga menuntut rumah sakit itu membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 1,856 miliar dan immateriil Rp 180 miliar. Akan tetapi, tuntutan itu pun kemudian mental. Membayangkan peristiwa itu saja kita merasa tidak dapat menerima, apalagi mengalaminya sendiri. Akan tetapi, Susanto melihatnya dalam sebuah lingkaran Taijitu. Di satu pihak, memang susah bagi dirinya dan keluarga. Ia sempat dibuat lumpuh. Hal ini tentu saja menimbulkan kepanikan, kekecewaan, bahkan kedukaan. Bagaimana tidak? Lumpuh selama masa 4 bulan, sepenuhnya dibantu dan bergantung pada orang, bukanlah hal yang mudah untuk dilalui. Bayangkan! Segala sesuatu yang sebelumnya dikerjakan mandiri untuk hal sederhana, misalnya makan dan minum, kemudian harus bergantung pada orang. Jelas bukan sesuatu yang mudah untuk menerima keadaan seperti itu, apalagi untuk orang yang sedang aktif lagi produktif. Sebuah pukulan cukup berat.
20
LUMEN CORDIUM
Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment ■
Bagaimanapun, di antara putus asa dan rasa kecewa, Susanto berusaha mengendalikan diri. Dalam situasi seperti itu, dirinya ingat Taijitu. Bahwa dalam kegelapan, ada seberkas terang cahaya. Ia berupaya melihat, di balik “ketergantungan” pada orang lain, dan kondisi fisik yang tidak memungkinkan untuk beraktivitas ini, ada hikmah di baliknya. “Saya mulai menarik diri untuk urusan kantor dan memercayakannya kepada Patricia, putri saya yang kedua. Jika ada hal-hal yang harus turun tangan, maka itu saja dikerjakan. Selebihnya, karena kondisi fisik tadi, saya mulai perlahan-lahan undur diri.” Tatkala itu pula, terbesit niat untuk mengurangi jumlah hari dan jam masuk kantor dan lebih banyak mencurahkan waktu di private office (PO). Maka Susanto pun, sejak itu, lebih banyak menghabiskan waktu di PO-nya, di bilangan Jl. K.H. Mas Mansyur, Jakarta Pusat. Lantai 22 apartemen yang berdiri megah di tengah-tengah kota megapolitan Jakarta ini adalah private office (PO) Susanto. Setelah peristiwa mala praktik yang menimpanya, ia lebih banyak beraktivitas di sini dan menyerahkan estafet kepemimpinan JCG kepada putrinya, Patricia. Dalam berbagai ceramah, Susanto kerap menekankan bahwa, “Manajemen Stratejik intinya adalah tidak mau didikte oleh keadaan.” Nah, kini saatnya ia buktikan katakatanya. Ia tidak hendak menyerah pada keadaan. Bisakah? Didorong oleh semangat dan tekad untuk kembali normal, Susanto melakukan berbagai treatment. Termasuk fisioterapi dan latihan-latihan berjalan di kolam renang di rumahnya. Seiring berjalannya waktu, kesehatan Susanto perlahan-lahan semakin pulih. Benarlah kata-kata seorang dokter ini, “Penyakit datangnya seperti badai, namun kesembuhan pulih seperti semut.” Bagai datangnya semut, kondisi fisiknya kian menunjukkan tanda-tanda normal kembali. Meski kerap untuk berjalan menggunakan tongkat, namun sudah banyak kegiatan dapat dilakukannya secara mandiri. Bepergian ke luar negeri misalnya, ia sudah bisa sendiri tanpa ditemani siapa pun lagi.
LUMEN CORDIUM
21
Walau sempat “tersandera” di kursi roda tidak menyurutkan semangat AB Susanto untuk berbagi ilmu, “Manajemen Strategi intinya adalah tidak mau didikte oleh keadaan”.
22
LUMEN CORDIUM
Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment â–
Saat ini AB. Susanto sudah terbiasa kembali bepergian ke luar negeri seorang diri.
LUMEN CORDIUM
23
Menengok surut ke belakang, Susanto mengucap syukur tiada henti. Dirinya menempatkan segala peristiwa yang dialami dalam lingkaran Taijitu sehingga memampukannya menjadi tua dengan rasa syukur. Hikmat kebijaksanaan yang telah lama ia kenal sebenarnya, namun baru dimengerti setelah dialami. Rasa syukur juga terkait dengan pemahaman sekaligus penerimaan bahwa menjadi tua adalah suatu yang pasti. Tidak seorang pun yang dapat menghindarinya. Tidak seorang pun bisa memutar jarum jam surut ke belakang. Sehingga yang namanya “usia” terkait dengan tiga hal, yakni 1) kronologis, 2) biologis, dan 3) psikologis. Yang pertama, usia berdasarkan urut kacang waktu dari masa kelahiran (*) seseorang hingga berakhir pada suatu waktu tertentu (+) yang disebut sebagai calander age. Yang kedua, usia ditinjau dari sisi bilogis, yaitu kondisi baik buruknya fungsi raga seseorang terkait dengan usia kronologis. Dan ketiga, usia dilihat dari sisi psikologis yaitu terkait dengan persepsi seseorang mengenai usianya sendiri yang berpengaruh pada sikap, tindakan, dan perilakunya. Hanya dalam satu kesatuan tiga dimensi-usia di atas kita dapat memahami adanya kedamaian hati, jiwa, serta pikiran seseorang pada usia lanjut. Ketiganya saling kait. Oleh sebab itu, kita kerap mendengar lontaran ungkapan bahwa usia tua bukan jaminan bagi kedewasaan jiwa seseorang. Tentu saja, ada usaha yang dikerahkan untuk itu. Namun, lebih banyak soal nrimo (menerima) bahwa menjadi seorang yang kian hari bertambah usia merupakan keniscayaan, sesuatu yang wajar–bahkan memang demikianlah adanya. Seseorang pasti menjadi tua. C’est la vie. That’s life; such is life. Tak seorang pun bisa menghindarnya. Dan memang faktanya demikian! “Menjadi tua bukanlah suatu penyakit atau kutukan,” terang Susanto dengan nyala obor semangat yang masih kuat berpendar. Di usia jelang kepala 7, senyum tetap terulas dari bibirnya yang senantiasa memancar ramah. Di garis wajahnya, dalam istilah Jawa, tergurat nyerahke. Lebih dalam dari berpasrah diri, bukan pula nrimo;
24
LUMEN CORDIUM
Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment ■
lebih dari itu. Kita kehabisan istilah untuk menggambarkannya. Mungkin kapitulieren dalam bahasa Jerman, namun masih belum cukup juga untuk menggambarkan suatu sikap yang menerima dengan penuh syukur. Lesung pipit pria dengan simbol 9.9.9 itu tak banyak berubah, masih seperti dulu. Tetap tenggelam mana kala menyunging senyum, atau melepas tawa. Ia syukuri apa yang telah lewat, menerima segala yang sudah terjadi, hari-hari yang Tuhan telah beri. Peristiwa malapraktik yang pernah dialaminya, seakan pupus begitu saja oleh riang dan tawa candanya. Benarlah bahwa, “Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang” (Amsal 17: 22). Susanto tidak pernah berubah. Ia seorang yang gembira lagi penuh semangat. Semangat yang kemudian memancar lewat judul bukunya yang mulai dengan “Obor” serta nama rumah kediamannya di bilangan Kemang, Jakarta Selatan: Lumen Cordium – Cahaya Hati.
LUMEN CORDIUM Entah kenapa, alumnus SMA De Britto, Jogjakarta, ini suka bahasa Latin, padahal bukan siswa seminari. Jauh sebelumnya, keluarga besar Liem Han Tjioe memang sudah akrab dengan para Romo Katolik terutama dari Ordo Jesuit, beberapa bahkan misionaris asing yang bertugas di tanah Jawa. Asal tahu saja, pada masa ketika pra dan beberapa tahun kemudian pasca Konsili Vatikan II (1962-1965), perayaan Misa Gereja Katolik seluruh liturginya dalam bahasa Latin. Nah, dalam kalender liturgi Katolik, perayaan ekaristi pada malam Natal disebut “Misa Malaikat”. Dahulu, nyanyiannya dalam bahasa Latin juga. Rasanya, ketika mengikutinya, dekat sekali dengan surga. Ada pula “Missa de Angelis”, di mana lagulagu Gregorian dinyanyikan koor dan umat lantun demi lantun. Diiringi dengan orgel denting demi denting. Khidmat sekali. Hati begitu damai mengikuti Misa, hingga
LUMEN CORDIUM
25
selesai. Suasana batin ketika diiring La musica antica Gregorian, sungguh membuat merinding. Begitu indahnya Misa dalam bahasa Latin, sehingga ada yang bilang Latin adalah “bahasa Malaikat.” Sebenarnya, Susanto terlahir dari dari keluarga dengan latar penganut Konfusius. “Saya baru dibaptis menjadi Katolik waktu SD kelas enam,” kisahnya. “Tapi kemudian, ajaran-ajaran Kristen merasuk benar ke dalam diri saya. Saya meresapnya, menghayatinya dengan sungguh, tidak ada konflik, sebab satu menekankan mengenai humanisme universal dan satunya lagi tentang keimanan. Life philosophy awal adalah Konfusianisme yang jika saya hubung-hubungkan di Katolik itulah simbol dari palang horizotal, perintah untuk mengasihi sesama sebagaimana mengasihi diri sendiri.” Di masa-masa awal menjadi Katolik, Susanto ingat betul suasana Misa pada masa lampau. Ia terkenang bahasa Latin yang selain indah didengar bunyinya di telinga, maknanya juga sangat dalam. Kadang sulit menemukan padanannya dalam bahasa Indonesia. Demikianlah, ketika akan memberi apa nama rumah tinggalnya di Kemang, Jakarta Selatan, ia ingin mengambil dari khasanah bahasa Latin – bahasa para malaikat tadi. Dulu, waktu kuliah Kedokteran, banyak sekali ditemuinya istilah dalam bahasa Latin. Hal itu karena asal muasal ilmu dari tanah Yunani-Timur Tengah-wilayah kekaisaran Romawi,sehingga Latin menjadi bahasa ilmu. Bahkan menjadi induk bahasa Eropa. Sifat dasar bahasa yang presisi, dengan tata bahasa yang jika dibolak balik dalam kalimat tidak berubah makna, menjadikan Latin cocok sebagai bahasa ilmu. Contoh: Regina incolae pacemdat (Ratu memberi kedamaian kepada penduduk). Jika kalimat itu dibolak balik demikian: Regina dat incolae pacem – maka maknanya tetap sama. Perhatikan, dan rasakan, betapa indah susunan katanya. Hal ini karena Latin mengenal apa yang disebut genus kata (Maskulinum, Femininum, dan Neutrum), sehingga
26
LUMEN CORDIUM
Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment ■
antara subjek dan predikat berujung sama, dan harus sesuai dengan “tasrif”-nya. Inilah keindahan bahasa Latin, enak bunyinya di telinga, selain dalam pada makna. “Saya memberi nama rumah tinggal ini juga bertanya dulu kepada teman yang mengerti Latin,” kisah Susanto. “Sudah betul apa tidak? Apakah cukup menggambarkan keinginan saya?” nyala lentera tetap terpancar pada roman mukanya. Ia seorang ugahari yang rendah hati. Jalan masuk beraspal dari Jalan Kemang Timur IV ke depan sekitar 30 meter, buntu. Sebelum mentok betul, sebelah kanan, berdiri pagar tinggi sekitar 2 meter warna cokelat berdinding kayu. Bentuknya cukup klasik, seperti tempat kediaman para pangeran Jawa di masa lampau. Terpampang nomor di situ: 99. Susanto memang menyukai makna simbol angka ini. Selain merujuk kepada tanggal, bulan, dan tahun kelahirannya, 9 adalah angka keramat baginya. Terlahir di alam budaya Jawa, apalagi sang ayah cukup dipengaruhi kejawen, membuat Susanto menaruh sedikit pengertian pada makna angka 9 ini. Sembilan adalah songo. Dalam kepercayaan Jawa, seorang bayi berada dalam kandungan ibu selama sembilan bulan. Selama itu pula, ia bersemayam pada wali wolu dengan penutup yang ke-9. Ada semacam kepercayaan, jika angka 9 ini di-pangku (diperoleh), maka seseorang akan menguasai. Di-pangku orang berkarakter baik, maka angka 9 ini akan membawa berkah. Sehingga ia kelak di kemudian hari menjadi “orang besar”, yang dituakan dan didengar, pemberi nasihat kepada saudara-saudaranya. Dalam pada itulah, kita teringat akan para wali di Jawa yang diberi nama sebagai “wali songo”, yakni 9 tokoh yang berkuasa lagi berpengaruh. Oleh sebab itu, diniatkannya untuk mengabadikan perjalanan hidup pada usia berujung 9, yakni: 49, 59, dan 69 dengan menerbitkan sebuah buku. Tiap berulang tahun pada tahun yang berujung 9, dekat dengan angka penting 50 (seket, setengah abad), 60 (sewidak), dan 70 (pitung dasa). Semacam catatan dari tiap-tiap babakan,
LUMEN CORDIUM
27
sebab pada galibnya manusia dapat dibagi kehidupannya secara kronologis untuk dilihat fase-fase perkembangannya. Memasuki sewidak, Susanto mulai undur diri dari kemegahan duniawi. Ia memasuki usia lanjut yang sudah matang, dan lebih berhatihati dalam hidup. Selanjutnya, usia bonus demografi baginya untuk semakin banyak bersyukur. Lebih banyak waktu dicurahkan di kantor pribadi, di kegiatan sosial, dan di rumah. Tak mengherankan, ia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, menerima tamu di tempat tinggal nan asri bernomor 99. Rumah tinggal itu besar. Luas pula halamannya. Hanya saja, dari luar, tidak semua tampak karena pemandangan terhalang oleh pagar-pagar kokoh lagi tinggi sekitar 2 meter. Dahulu Susanto memang memimpi-mimpikan punya rumah besar seperti ini, di samping banyak saudara, juga kaya akan handai tolan, tamu, bahkan juga anak dan menantu beserta cucu-cucu kesayangan yang pastinya datang sewaktu-waktu. Jika punya rumah besar tentu menyenangkan sebab orang akan betah bertamu. Sebelum masuk pintu gerbang pagar, pada dinding tembok sebelah kiri mata akan terpanah pada sebuah lambang. Dengan dasar warna putih empat persegi 40 x 40 cm, tulisan dan gambar itu mencolok mata. Tiap-tiap tamu yang datang, pasti berhenti di depannya. Memandang, lalu bertanya-tanya: Apa kiranya makna dari simbol lambang itu? Susanto akan dengan ramah menjelaskannya. Tentu saja, tidak bisa detail, hanya sekilas saja berhubung waktu yang terbatas atau oleh sebab lain, sehingga masih tersisa beberapa makna dan filosofi yang belum sempat diungkapkan. Namun, bilamana ingin mengetahuinya, ia bisa jelaskan berjam-jam lamanya ala seorang semiotisian. Bahwa lambang atau simbol adalah representasi dari apa yang dilambangkan. Yang menurut ilmu tentang simbol (semiotika), dikenal dua hal yakni penanda (signifier) dan signified (petanda). Tulisan Lumen Cordium dengan gambarnya adalah penanda yang merupakan aspek material dari sebuah signifier tanda, atau aspek citranya. Suatu penanda tanpa pertanda, tidak berarti apa-apa
28
LUMEN CORDIUM
Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment ■
dan karena ia bukan merupakan tanda. Sedangkan sifat-sifat atau watak adalah konsep mental yang diambil dari sang penanda. Susanto bagai sealir sungai akan mengalir begitu saja jika mengisahkan proses kreatif, makna, serta filosofi dari lambang villa (rumah tinggal)-nya. Dalam bahasa Latin, villa berarti: pondok. Di Indonesia, citraan “pondok” bukanlah sebuah gubuk reyot seperti tertera pada citraan sinetron-sinetron yang mengambil setting pada masa kerajaan tempo doeloe. Namun, pondok yang dipadankan makanya dengan “villa” identik sebuah kawasan mewah, bahkan super mewah seperti halnya Pondok Indah di bilangan Jakarta Selatan di mana warga megapolitan akan dicap “keterlaluan” bilamana mengatakan tidak tahu tempat itu.
Susanto mengamati Lumen Cordium, simbol dari pancaran pribadinya yang terpampang pada dinding gerbang pintu pagar rumah kediamannya di Jalan Kemang Timur IV, Jakarta Selatan.
LUMEN CORDIUM
29
Ketika pintu gerbang terkuak, tampak pekarangan yang luas lagi elok rupanya seakan mengucapkan selamat datang. Pohon mangga teduh menaungi halaman. Pucukpucuk kelapa dominan warna hijau kuning yang berjejer di tengah-tengah halaman dalam rumah, tepi kolam renang dan batas dengan tetangga sebelah, melambailambai ditiup angin. Tapi kaki belum hendak melangkah ke dalam, masih terpaut oleh simbol yang terpampang pada sisi kiri dinding tembok yang sekaligus menjadi pagar rumahnya. Manakah yang lebih dulu dilihat? Hal itu sepenuhnya bergantung pada interest serta sudut pandang masing-masing tamu yang datang. Ada yang lebih dulu tertarik pada tulisan, ada yang pada gambar dua ekor macan sedang mengaum seperti hendak menerkam mangsa, ada yang pada tajuk yang menjadi lambang mahkota, dan lain sebagainya, mungkin ada yang pada kuntum bunga peony. Semuanya sah-sah saja sebab pada akhirnya, semua anasir itu membentuk satu kesatuan. Akan tetapi, baiklah kiranya kita mulai dari tulisan LUMEN CORDIUM. Jika membuka kamus Latin-Indonesia sampul biru dengan tulisan warna putih dan hitam susunan Prent, dkk. terbitan Kanisius, pada halaman 506, lumen berarti: cahaya, terang, sinar. Maknanya begitu dalam, sehingga sebenarnya masih ada sisi lain yang tekait dengan “lumen� yakni: penerang, pelita, lilin, lampu, lentera, suluh; siang; penglihatan, mata; jendela, tingkap, celah/lubang. Dalam dunia seni lukis, lumen berarti: bagian warna yang terang dari bidang sebuah lukisan. Di sini menjadi terang benderang mengapa semua makna yang indah dan yang baik di atas terangkum dalam sepatah kata saja: lumen. Inilah yang tadi kita katakan betapa Latin menuansakan kedalaman yang tak terucap oleh bahasa mana pun di muka bumi ini selain enak di telinga. Lalu ada kata “cordium�. Tidak langsung ditemukan kata itu dalam kamus, kita wajib terlebih dahulu menelusuri akar katanya, yakni: cor. Genetivus-nya: cordis, sehingga
30
LUMEN CORDIUM
Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment ■
manakala sebagai predikabilia dari kata lumen (Neutrum), maka menjadi: cordium. Makna pertama kata ini seperti tertera dalam kamus (halaman 196) adalah jantung. Baru makna berikutnya pusat akal budi, pikiran, hati, batin, jiwa, pengertian, dan lambung (cardiacus). Maka dapatlah kiranya Lumen Cordium secara sederhana di indonesiakan menjadi: pelita hati, atau cahaya jiwa. Diandaikan ada sinar, energi, penerang yang memancar dari kedalaman hati/jiwa yang dirasakan orang sekitar. Adapun kehangatan, kelemah lembutan, ulas senyum, tutur kata yang santun, serta keramahan adalah tampak-luar, pancaran dari hati dan jiwa si pemilik villa. Di dalamnya, ada Élan vital (energi hidup), istilah yang dipopulerkan filsuf Henri Bergson (1859-1941). Suatu konsep energi yang berasal dari Yang di Atas, dipancarkan seseorang kepada sesama sebagai bagian dari pada-Nya. Demikianlah keseharian Susanto. Ia senantiasa ingin menjadi terang yang memberi kehangatan kepada orang sekitarnya. Setelah tulisan, ada gambar yang mengelilingi scutum (perisai). Seperti diketahui, dahulu kala pada masa perang, perisai adalah alat untuk melindungi diri dari serangan musuh. Alat perlindungan diri ini biasanya digunakan tangan kiri–bagi orang kidal, sebaliknya -- yang biasanya didampingkan dengan senjata lain seperti pedang dan tombak. Gambar yang cukup mencolok adalah dua ekor macan sedang mengaum di kiri dan kanan menyimbolkan shio-nya, macan. Ketika melihatnya, Susanto ingat juga sang ayah yang ber-shio sama. Macan ini kiranya pas menyimbolkan wataknya ketika muda. “Saya dulunya seorang pemarah,” katanya. “Namun, seiring kematangan psikologi dan biologi, perlahan-lahan emosi bisa dikontrol. Memang menjadi orang pemarah banyak rugi daripada untungnya,” cetusnya. Setelah macan, ada pula sebuah lentera. “Sengaja bukan lilin, lampion, neon, atau lampu pijar yang lain. Lentera mungkin sederhana, sebab ia bisa diterapkan segala
LUMEN CORDIUM
31
jiwa, tidak menggunakan high technology. Sehingga seseorang itu, kapan pun menerangi, ya menerangi saja. Tidak perlu ribet segala macam. Lampu kecil bertutup kaca itu juga menunjukkan ugahari, sikap sederhana,” papar Susanto, sembari menambahkan bahwa ia punya semacam motto: Smile and the world will smile with you -- tersenyumlah maka dunia akan tersenyum padamu. Kita memang punya kompetensi, tetapi menyampaikannya dengan cara yang ramah, bersahabat, tidak terkesan sombong. Ada citarasa, bungkusnya tidak congkak, tidak usah sok aksi dengan bahasa tubuh dan pilihan kata yang ilmiah. Yang unik dari simbol lentera ini adalah cahaya apinya. Lihatlah! Ia dilindungi oleh kaca di luarnya, cahayanya pun tidak terlampau benderang sehingga menyilaukan mata. Besar kecilnya api bisa disetel. Nyala api lentera lebih persisten, tahan lama, dan menyesuaikan dengan keadaan. Kemudian ada magnifying glass (kaca pembesar) yang menunjukkan kompetensi. “Kita harus punya kompetensi. Kita benar-benar mastering, menguasai suatu bidang. Oleh karenanya, kita ingin melihatnya dengan kaca pembesar, sehingga tahu sampai detail. Sama dengan kata latin “nemo dat quod non habet” (Tak seorang pun bisa memberi sesuatu yang tidak dipunyainya). Nah, jika kita kita tidak mastering, tidak bisalah kita memberi apa-apa kepada orang lain. Kalau kita tahu banyak, hati kita tidak akan bicara sombong. ”Suryakanta ini alat berbentuk lensa cembung yang mempunyai titik fokus dekat dengan lensanya. Objek yang akan diperbesar terletak pada titik fokus lup. Seorang pengamat akan jeli melihat objeknya. Seorang yang berkompetensi akan menguasai objeknya manakala menggunakan lup ini. Ada pula setangkai bunga peony. Kisahnya macam-macam, dalam legenda. Lambang bahwa kita harus berani menjadi diri kita sendiri, supaya bisa bercahaya, tidak boleh menjadi orang lain, menerima keadaan kita apa adanya. Ia lambang keindahan. Dahulu kala, alkisahnya, ada seorang Ratu di negeri Cina yang omnipotens, sangat berkuasa. Ia ingin di musim dingin, bunga-bunga mekar indah mewangi. Ia ingin semua bunga mekar, diperintahkannya dengan kuasanya. Semua bunga mengikuti kuasa perintahnya, kecuali peony.
32
LUMEN CORDIUM
Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment ■
Lalu ada gambar padi dan kapas. Umumnya, diartikan sebagai lambang dari kemakmuran. “Tapi di sini saya sedikit mengartikannya lain sebagai suatu bungkusan. Kalau kita mau maju, kalau kita seorang yang artis, bungkusannya artis pula. Menjadi petani ya petani, manager ya manager, dosen ya dosen, pengusaha ya pengusaha juga,” terangya. “Saya cukup memerhatikan bungkusan ini,” imbuhnya. “Oleh sebab itu, jika saya misalnya sedang berpakaian santai, tidak berani datang ke JCG (kantor yang didirikannya pada 1983), tetapi ke kantor pribadi saja. Sebab di sana orang-orang semuanya berpakaian rapi, necis, yang mengesankan suasana formal penuh dengan keseriusan menjalankan dan mengembangkan suatu usaha yang berkelas. Selain kapas, ada pasangannya yakni padi. Padi ini lambang santapan, jamuan. Dalam hidup ini, filosofinya, kita menjamu. Cara kita hidup, cara kita makan, mesti yang pantas. Ada yang mewah, ada yang biasa. Jika menjamu, juga harus tahu menjamu. Dulu pernah nulis buku Professional Image (1977). Ide dasarnya bagaimana menggabungkan baju yang bagus, tapi juga tahu kapan memakainya.“ Kesemua anasir dari lambang tersebut pada akhirnya direkat-kuat, sekaligus dilindungi oleh sebuah scutum, shield, atau perisai yang melambangkan perlindungan diri atas tergradasinya nilai-nilai yang disimbolkan dari semua benda di dalamnya. Dan pada tajuknya, ada mahkota. Di sanalah kita dipancarkan dalam keagungan dan kemuliaan. “Dengan bunga peony, the king of flower, kita bisa percaya diri, membiarkan hati kita, diri kita, memberikan cahaya,” terang Susanto. “Pesannya sederhana. Jika kita memiliki kompetensi yang cukup dalam, menjadi lentera, menyampaikannya dengan senyuman, semua gunannya adalah untuk mencapai kemakmuran, bisa membawa diri, dan menjadi diri sendiri.” Maka Lumen Cordium adalah gabungan kata dan gambar, satu kesatuan di mana yang terpancar keluar adalah isi dari kedalaman jiwa. Jika jiwamu sehat, sehat pulalah ragamu. Sikap, tindak tanduk, watak, serta perilaku seseorang adalah pancaran dari jiwanya, berperilaku dengan cahaya hati, punya daya. Kita jika berada di kerumunan orang akan diajak, orang sering ingin melakukan sesuatu yang baik bagi kita tanpa
LUMEN CORDIUM
33
terlampau banyak pamrih. Agaknya, itu yang terasa benar ketika Susanto menjadi motivator untuk berbagai perusahaan. Ia menghormati privacy orang, mencoba memahami pengetahuan dan sejumlah asumsi di kepalanya, kemudian merenung. Nanti jika ketemu, baru disentuh lagi. Ini kembali ke simbol peony lagi, kita berusaha bertindak bukan seperti Ratu dalam legenda Cina yang memaksa. Konteksnya, selain motivasi, Susanto juga sering melakukan mediasi. Ada dua interest yang berseberangan, perlu menjadi penengah atas conflic resolution dua pihak agar sudi meninggalkan ego yang menjadi masalah pokoknya. Ini bukan lagi rundingan. Kaki terus melangkah. Perbincangan terhenti sejenak. Setelah pintu gerbang terkuak, masuk halaman villa, pandangan tergoda oleh banyak objek menarik di sekitar. Ada relief Borobudur, kopinya persis. Terukir dengan sangat apik artistik penuh makna pada relief-reliefnya. Pasti bukan tangan sembarangan yang mengerjakannya. Mengapa relief Borobudur? “Ia menjadi simbol dari jejak peradaban Nusantara,� terang Susanto. “Salah satu yang gampang diingat saja, lagi pula dikenal hingga mancanegara.�
Relief-relief Borobudur menghiasi dinding pagar rumah tinggalnya nan asri lagi penuh nuansa seninya.
34
LUMEN CORDIUM
Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment â–
Sekali lagi tulisan keramat terpampang di atas dinding setelah teras akan masuk rumah.
Pada batas teras masuk rumah, di atas kepala, melekat pada dinding, terpampang hanya tulisan timbul saja “VILLA LUMEN CORDIUM�. Seakan-akan, sekali lagi, mengingatkan bahwa villa ini pancaran jiwa hati penghuninya, yang hendak dipancarluaskan ke setiap tamu yang datang. Ada serumpun bambu, bambu kuning, yang tumbuh subur dalam sebuah pot keramik warna kesukaan para raja zaman dulu. Dahulu kala, bambu kuning ini diyakini mempunyai aura yang cukup baik lagi berkhasiat sebagai penolak bala atau penangkal hal-hal gaib yang akan mencelakakan orang yang akan ditujunya. Samping rumpun bambu berdiri sebuah patung orang sedang menyiram, memberi kehidupan pada makhluk, apa saja, terutama tanaman. Di belakangnya, ada patung seorang dewi sebagai penjaga kemurnian.
LUMEN CORDIUM
35
Namun, sebelum masuk bagian dalam rumahnya, Susanto dengan sukacita mengajak tamu berjalan keliling mengitari halaman rumahnya. Ia pasti sudi menjawab tiap pertanyaan seputar aneka benda-benda antik dan budaya berharga di rumahnya. Pada sebuah ruang yang cukup luas, sebelah sana sedikit garasi mobilnya, tampak tertata dengan rapi sebuah galeri. Kain-kain warna oranye sedikit menutupinya. Ketika angin berembus dengan cukup kuat, maka tersibaklah kain penutup itu sehingga tampak sederetan tersusun rapi gamelan-gamelan hasil kerajinan serta olah seni budaya Jawa yang luar biasa. “Tidak mudah mendapatkannya. Dari seorang pejabat, bukannya orang yang tidak berada dia itu,� jelas Susanto. “Ini gamelan peninggalan zaman salah satu kerajaan terkenal di Jawa. Warna suaranya khas. Jika dibunyikan, orang yang tadinya galau, akan menjadi gembira. Yang berseteru, akan damai hatinya,� begitu penyuka seni budaya Jawa ini menjelaskan. Suatu ketika, gamelan-gamelan ini ditabuhkan ketika ada hajatan. Bahkan,
Seakan bicara dengan mereka, Susanto mengamati, sekaligus menikmati gamelan yang tertata rapi pada sebuah ruang penyimpanan khusus samping rumahnya.
36
LUMEN CORDIUM
Comprehending Taijitu Striving for Ageing with Contentment ■
Menikmati, sekaligus mengagumi karya seni lukis dari bahan kain tentang bunga peony di ruang tamu rumah tinggalnya. Jiwa dan darah seninya diturunkan dari sang ibu, Tan Gien Hwa alias Elizabeth Ratna Juwita.
kerap pula dibunyikan ketika ada acara wayangan dengan mengundang orang luar (bukan sembarangan), juga tetangga sekitar untuk wayangan semalam suntuk. Makna dan keindahan berpadu dalam Villa Cordium. Sebuah rumah sudah jadi, yang dibeli Susanto dan keluarga dari seseorang. “Dulunya, ketika buku biografi pertama ditulis, kami tinggal di Cempaka Putih. Rumah ini tidak banyak diubah, hanya dirapi-rapikan saja. Terutama perabot, seluruhnya dari kami,” terang pria berjiwa sekaligus penikmat seni. Apa pun, ketika sebuah rumah sudah pindah tangan kepemilikannya, ia menjadi hak pembeli. Itu sebabnya, sebenarnya eksterior dan interior rumah ini banyak berubah dari aslinya.Terutama perabotnya. “Ini, kursi bekas kapal,” terang Susanto sembari menunjuk sederet kursi kayu antik, tebal, kokoh, lagi berat yang tertata dengan apik di teras dalam rumahnya depan kolam renang. Dahulunya bekas kapal yang tenggelam, kapal kayu,
LUMEN CORDIUM
37
barangkali kapal perang yang bahannya dari kayu terpilih. Lihatlah!” katanya seraya menunjuk, “itu banyak sekali lobang-lobang bekas peluru.” Susanto mengaku, dirinya mendapat kursi ini dari seorang kawan yang bermain-main dengan kapal. Badan kapal dari kayu keras ini dijadikan mebel. Kesannya sangat antik, sekaligus artistik.” “Gak matching, tapi saya atur-atur sendiri,” kata Susanto dengan gaya bahasa eufemisme. Bagi mata awam, perabotan serta tata letaknya sudah serasi betul dengan suasana dan pas sekali adanya di tempat itu. “Ini sebelah itu kan ada meja antik. Dahulu tempat orang biasa madat, mengisap candu,” terangnya. Bagi yang panjang ingatan, dan suka sejarah, pemerintah kolonial Belanda pernah menjadikan candu sebagai pundi-pundi kas mereka. Alkisah, suatu hari, terjadi perkelahian antara warga Tionghoa dengan seorang patih di sebuah kerajaan. Ia dipanggil ke kerajaan karena dituduh menjual madat ilegal. Yang dituduh menjual tidak mengaku melakukan, sebab yang ia jual menurutnya adalah rokok biasa dan tembakau. Akan tetapi, sang patih tetap saja mendesak agar warga Tionghoa mengaku perbuatannya. Karena merasa tidak melakukan apa yang dituduhkan padanyan, warga Tionghoa mengelak, sehingga terjadilah perkelahian. Susanto mungkin hanya merawat ingatan, selain hobi mengoleksi benda seni dan bersejarah. Meja-madat di rumahnya sebuah benda seni dan bersejarah. Tingginya sekitar 0,5 meter dengan panjang 2 meter dan lebar 80 sentimeter. Di masa lalu, ada alas kepalanya. Orang yang madat berbaring miring, didepannya tersaji sepoci teh dengan cawannya. Tersedia pula kotak tembakau serta pipa pengisap candu. Itu simbol penikmat dunia. Orang-orang dengan pikiran hedonisme, yang tujuan hidupnya mengejar kenikmatan. Dalam sejarah umat manusia, ada sisi-sisi di mana kita harus belajar dari sejarah sosial yang negatif, agar jangan terulang dan diulangi, dan hanya (boleh) terjadi sekali itu saja. Meja-madat salah satu contohnya. Tidak untuk ditiru, namun lebih sebagai koleksi sekaligus pengingat sejarah masa lampau bahwa, “Taijitu, sisi putih dan hitam, senantiasa ada dalam sejarah umat manusia kapan saja.”
38
LUMEN CORDIUM
Bab 2 Strategic Management Expert his Journey as a Writer with Multiple Talents: Ahli Manajemen Stratejik dengan Ragam Minat: Perjalanan sebagai Penulis
LUMEN CORDIUM
39
40
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert his Journey as a Writer with Multiple Talents: Ahli Manajemen Stratejik dengan Ragam Minat: Perjalanan sebagai Penulis “Ut conclave sine libris, ita corpus sine anima”. Sebuah ruang tanpa buku, bagai raga tanpa jiwa. –Cicero Sebuah perjalanan penuh liku yang mendaki sebagai penulis. Tergelitik oleh hipotesis Huntington mengenai kles sivilisasi (The Clash of Civilization). Susanto ingin “menantang” buku bersampul biru dengan tulisan putih terbitan Simon & Schuster yang disebut-sebut buku terhebat pada abad di kelasnya.
W
aktu terus berjalan. Dan tanpa terasa, buku yang telah ia tulis dan terbitkan sama dengan bilangan usianya. Sudahlah tentu, tidak sembarang orang bisa melakukan apa yang Susanto lakukan. Hanya
seorang climber bisa menulis dan menerbitkan buku sama jumlahnya dengan usia. Banyak penulis dan pengarang, sekali berarti (terbit bukunya), sudah itu, mati. Yang kerap terjadi adalah seseorang kurang berkanjang pada bidangnya, termasuk dalam hal menulis. Banyak orang yang patah arang ketika naskah yang ditawarkan ke Penerbit, ditampik. Lalu buru-buru menyimpulkan: saya gak ada bakat. Padahal, dalam berbagai literatur, menulis dan mengarang bukanlah bakat, melainkan skill (keterampilan). Jika skill, bisa dong dipelajari? Kenapa tidak? Lihatlah Susanto. Ayahnya bukanlah seorang penulis, tapi pedagang batu permata. Barangkali saja, anak laki-laki pertama itu kecipratan darah seni dari sang ibu. “Ibu saya seorang penyuka seni, utamanya seni musik. Bahkan, memainkan alat musik piano ibu bisa. Mama juga seorang yang suka pada charity, pelayanan. Sampai akhir hayatnya, beliau mencurahkan waktu dan tenaga pada pelayanan sosial.”
LUMEN CORDIUM
41
Seni musik dan sastra memang berbeda, namun sebenarnya cukup dekat. Keduanya mengasah kehalusan budi dan jiwa. Syair lagu yang indah misalnya, manakala menyatu dengan musik, serasa semakin indah. Darah seni dari sang ibu menitis pada Susanto. Sejak usia remaja, ia sudah biasa menulis syair. Hanya saja, tidak pernah terlintas dalam pikiran bahwa kelak di kemudian hari ia menjadi seorang penulis dan penyair. Yang ia tahu adalah menuliskan coretan berupa catatan-catatan, kebanyakan diary, yang sifatnya pribadi lagi bukan untuk konsumsi umum. Selebihnya, catatan sekolah dan kuliah biasa. Jika yang terakhir ini, dirinya rajin. Bahkan soal catat-mencatat ini menjadi kebiasaannya hingga hari ini.
Multiple Intelligences Awal mulanya terjun menjadi penulis produktif berangkat dari profesinya sebagai singer (pembentang) di berbagai fora terkait profesinya sebagai ahli manajemen stratejik. Menjadi pendiri, sekaligus pemilik The Jakarta Consulting Group (JCG), sebuah lembaga yang bergerak dalam jasa konsultasi bisnis dan manajemen, mewajibkannya banyak membaca buku terkait untuk menambah khasanah pengetahuan, sekaligus mengasah keterampilan sebagai narasumber yang diharapkan bukan hanya memberikan solusi melainkan juga menjadi obor yang menerangi siapa saja – terutama perusahaanuntuk melangkah mencapai tujuannya. Kian lama, bacaan itu makin banyak. Pada akhirnya, menjadi lumbung khasanah pengetahuannya. Dipadu dengan pengalaman dan kemampuan menyintesekan, didapatlah pengetahuan baru. Itulah ujud inovasi, seperti dikemukakan Michael Vance, “Innovation is he creation of the new, or the re-arranging of the old in a new way.� Dalam bahasa ilmu, itulah sintesis, sebuah pengetahuan baru yang ditemukan lewat jalan dialektika. Pemikiran dan pengetahuan Susanto banyak sudah dituangkan dalam tulisan. Hanya saja, belum umum, baru sebatas konsumsi pribadi. Terbiasa menulis dan berlatih,
42
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents ■
akhirnya Susanto menjadi terampil. Akumulasi kebiasaan adalah keterampilan. Itulah “kecerdasan” yang didefinisikan-ulang, bukan hanya intelligence quotient (IQ). Hampir bersamaan pula dengan terbiasanya Susanto menulis, pada tahun 1993, dunia dicelikkan matanya. Bahwa kecerdasan bukan hanya ditakar dari IQ (intelligence quotient) semata sebagaimana diperkenalkan Binet-Simon. Adalah pakar psikologi Howard Gardner yang mencelikkan kita semua bahwa kecerdasan bukan soal isi kepala. Ia menyebut adanya multi kecerdasan, yakni “multiple intelligences”. Terdapat 8 dimensi kecerdasan yang diperkenalkannya: 1) logikamatematika, 2) bahasa, 3) musikal, 4) visual-spasial, 5) kinestetik, 6) interpersonal, 7) intrapersonal, dan 8) naturalis. Tiap-tiap individu dikaruniai kecerdasan. Akan tetapi, tidak setiap orang mendapat multikarunia. Pada Bab ini, kita akan melihat satu di antara segelintir anak manusia dengan multi karunia dalam berbagai facet. Kita mulai dari sisi keterampilan/keahlian akademik yang dengan perjuangan dan susah payah diraihnya di negeri orang.
Gemolog Sesungguhnya, selain bidang manajemen, Susanto pada masa mudanya dikenal sebagai seorang gemologis. Gemologis adalah pakar di bidang batu permata. Keterampilan
ini,
tidak
didapatnya
begitu saja, melainkan dari warisan orang tua. Seperti diketahui, ayah Susanto di Jogjakarta dikenal sebagai pedagang batu permata. Adalah sebuah toko emas
LUMEN CORDIUM
43
bernama Hok Sing di Jalan Margamulya dan Sentral di Malioboro, Jogja yang di kota gudeg orang mengenal pemiliknya sebagai Liem Han Tjioe. Itulah ayah Susanto. Sang
ayah
tumbuh
dan
berkembang sebagai seorang pemilik
dan
pedagang
perhiasan yang cukup terkemuka pada zamannya di kota gudeg. Bahkan, memiliki jaringan hingga luar negeri. Sang ayah kerap pula di dalam bisnisnya itu bekerja sama dengan orang luar negeri. Tak ketinggalan, para pemain baru pun “dibantu” ayah. Sampai-sampai ada keturunannya yang masih ingat, dan mencari-cari di Jogja, siapa pemilik toko emas yang dahulu pernah berdagang di Jalan Margamulya dan Sentral di Malioboro? Bukan alang kepalang. Yang mengutus mencari pemilik toko emas lebih dari setengah abad yang lalu itu adalah salah seorang konglomerat nasional. Ia dikenal sebagai owner sebuah rumah sakit terkemuka di Jakarta saat ini, selain memiliki Bank, dengan nama yang sama dengan rumah sakitnya. “Ternyata, menabur hal-hal yang baik itu selalu ada hikmahnya. Seperti dilakukan ayah saya. Pada zamannya, ayah pernah membantu seseorang, yang perlu dibantu, di mana pada saat itu ayah dalam posisi lumayan bagus,” kisah Susanto. Alkisah, lanjut Susanto, “Dahulu ayah kerap ikut bahkan menyelenggarakan pameran batu mulia, bukan hanya kelas nasional, melainkan juga bertaraf internasional. Tahutahu, ada orang yang ingin minta bantu dipertemukan, atau masuk, di dalam jaringan. Lama-kelamaan, ia menjadi bertumbuh dan makin besar.”
44
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents â–
Nah, ketika sudah sukses bahkan menjadi konglomerat, orang itu ingat akan masa-masa ketika susah. Terbetiklah dalam ingatannya akan seorang yang dahulu pernah membantunya. Hati kecilnya merasa terpanggil untuk mencari, bukan sekadar ingin tahu, melainkan lebih dari itu. Yakni semacam melakukan “balas budi�. Dan memang ujung-ujungnya bertemu juga. Lewat sang adiknya, kata Susanto, “Orang tersebut menawarkan sesuatu. Namun, saya kemudian meminta dalam bentuk lain. Saya minta dia menyumbang untuk suatu kegiatan amal,� terangnya. Dilahirkan dari keluarga pedagang batu mulia, membuat Susanto menyukai, dan kemudian terjun, sebagai gemologis. Kiranya tidak perlu lagi diulang di sini bagaimana ia dengan tekun dan saksama berkanjang mempelajari batu permata alami dan buatan. Bahkan ketika masih berkuliah di Jerman, Susanto bersama istri tercinta, Tati, dikenal sebagai grosir barang-barang kerajinan perak dari Indonesia. Dari Martapura hingga mancanegara Susanto pernah melanglang buana. Bukan semata-mata untuk memburu permata, melainkan juga membuka mata: belajar dan belajar. Mengasah setiap potensi menjadi keterampilan/keahlian adalah falsafah kunci dalam hidupnya. Susanto memercayai, setiap manusia punya potensi. Hanya saja, ada yang mampu menggali dan menjadikannya sebagai actu atau kenyataan dan ada yang belum. Sebagai batu permata, potensi seseorang harus digali dan dibersihkan baru memancarkan cahaya, sekaligus menebar pesona. Atas pengakuan dan pencapaiannya, Susanto bahkan sempat menjadi model iklan batu permata. Bersama artis terkenal, Lisa A. Ryanto, Susanto dan Tati memperkenalkan sekaligus memamerkan seuntai kalung berlian. Mengesankan kemuliaan sekaligus pesona berlian dalam sebuah ruang yang tertata apik, bernuansa modern, lagi penuh kehangatan suasana keluarga yang bahagia.
LUMEN CORDIUM
45
Hobi batu permata ini mendorong keingintahuan Susanto lebih dalam. Ia pun menenggelamkan diri larut dalam sekolah Gemmological Institute of Idar Oberstein, Jerman. Yakni sebuah sekolah khusus tentang berlian. Jadi, memang hanya segelintir saja jumlah penjual perhiasan merupakan gemolog terpelajar yang mampu mengidentifikasi dan menilai permata, salah satunya: Susanto. Oleh sebab itu, seorang gemolog dianggap sebagai pemilik pengetahuan tentang ilmu bumi dan cabang dari mineralogi. Ia sebuah seni berpadu dengan ilmu.
Penyair dengan Puisi Akrostik pada Mulanya Jujur saja. Terutama di negeri kita, seorang penyair kerap di identikkan dengan gaya dan suasana hidup bersahaja. Mata sayu, badan kurus kering, sandal jepit, dan sarungan. Namun, Susanto menjungkirbalikkan stereotipe itu. Rangkaian puisi, dengan tema dan suasana yang ia bangun jadi saksi, sekaligus pusat budaya dan tempat siapa saja menjadi mafhum bahwa puisi milik semua kelas dan golongan. Ia media singkat lagi bernas, serta bahasa yang efektif untuk menyentuh hati. Menggugah emosi. Kadang puisi sangat mengena sebagai bahasa karena berbicara melalui rasa dan hati, bukan ke pikiran. Susanto sejak usia muda menyintai dunia seni. Satu di antaranya, seni merangkai kata, yakni puisi. Meski sebenarnya, ia juga menyukai seni lukis. Kerapkali, ia menghadiri bahkan menyelenggarakan pameran lukisan. Kegemaran pada seni, membuatnya bukan saja sebagai penikmat dan pengagum, melainkan pula turut menciptakan. Ia sudah mengenal puisi sejak SMP. Sajak-sajak ciptaan Chairil Anwar dihafalnya di dalam kepala. Sebut saja misalnya, sajak “Aku� dan “Diponegoro� yang kerap dibacakan dalam berbagai kegiatan sekolah, utamanya jelang 17 Agustus. Bahkan hingga kini pun, Susanto kerap membacakan puisi. Kadang di hari ulang tahun keluarga dan handai taulan.
46
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents ■
Ketika masih sekolah menengah, berpuisi sebatas hobi, jika tidak ingin disebut “iseng”. Hanya coret-coretan di buku, atau diary. Bentuknya pun masih sederhana. Sebagai bahasa simbol, gubahan puisinya belum terlalu dalam. Kerap berbentuk “Acrostic”, yakni sepatah kata, atau sebuah nama (misalnya SUSANTO), yang disusun berurutan dari atas ke bawah. Tiap-tiap huruf ada maknanya, sehingga keseluruhan huruf membentuk sebuah rangkaian puitis yang sarat dengan makna.
Sabtu Pahing, 9 September 1950 Usia pun mulai ditorehkan bilangannya dengan angka pertama Sudah 69 jumlahnya kini, tanpa terasa Anak manusia yang lahir lemah Nanti pada masanya menjadi kuat Tanpa iman dan pengharapan Orang tak bisa tiba ke Sumber, Asal, dan Tujuan kehidupan Atau contoh lain. Puisi yang diciptakan sendiri oleh si penyair. Jika kita apresiasi, maknanya sangat dalam yang mencerminkan watak kepribadiannya. Ia akan menjadi seperti apa, tercermin di dalam untaian kata-kata yang membentuk seluruh namanya (AB Susanto) yang berikut ini:
Achieving high with Brave heart Support others Utilizing expertise and Smile Actualizing Network and Trust for Optimum life
LUMEN CORDIUM
47
Bernas, sarat dengan simbol serta kedalaman sebagai penciri utama puisi, tersimpul di dalam puisi akrostik itu! Kiranya ini bukan ruang tempat kritik sastra, sehingga tidak perlu semua unsur (intrinsik dan ekstrinsik) puisi diulas. Cukup dikemukakan saja, bahwa ada ide/gagasan yang disampaikan dalam tiap puisi dalam untaian bahasa simbol. Khusus puisi ini, penyair mem-branding, sekaligus mempersepsikan diri sebagai pribadi yang:
Menempuh pencapaian/ dengan hati yang berani/Dukung orang lain/Manfaatkan keahlian dan/Tersenyum/Aktualisasi/Jaringan dan/ Kepercayaan untuk/Kehidupan yang optimal. Per definisi, ragam puisi ini demikian adalah akrostik. “In acrostic poems, the first letters of each line of the poem are aligned vertically to form a word. Generally, the word formed thus, is the subject of the poem.” Jadi, dalam puisi akrostik, huruf pertama dari setiap baris puisi disejajarkan secara vertikal untuk membentuk patah demi patah kata menjadi sebuah rangkaian kalimat. Kata yang dibentuk subjek dari puisi itu. Sekian waktu berlalu, sekian pula bilangan jumlah puisi yang telah digubahnya. Hingga muncul dorongan untuk mengumpulkannya menjadi satu dalam sebuah antologi yang diberi judul Perjumpaan – Die Begegnung – The Encounter. Diterbitkan salah satu sister’s company Kompas Gramedia Penerbit Bhuana Ilmu Populer (2017). Tanpa goresan jiwa yang tertuang dalam rangkaian kata-kata puitis, kita tidak pernah mengetahui apa yang dirasa dan dipikirkannya. Itulah dunia Susanto yang purna. Puisi, ternyata, bisa mengungkap kedalaman jiwa yang tak terucap. Sementara itu, lihatlah pilihan kata-katanya yang sederhana. Khasanah yang dipetiknya dari pengalaman keseharian yang nyata dialami. Jelaslah bukan puisi ide yang jauh dari konteks sosial kemasyarakatan pada zamannya. Senantiasa ada dua hal terkandung dalam perut puisinya: berguna dan indah. Ada pesan tersirat di dalam tiap
48
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents ■
untaian kata-kata yang dirangkainya. Pilihan katanya bernas, tapi indah, dengan tidak lupa menyisipkan unsur keindahan bunyi dalam tiap rangkaian kata. Eufoni --begitu istilah teknisnya dalam khasanah dunia sastra. Dalam proses kreatif menulis puisi, sebenarnya Susanto bukan sekadar memindahkan keindahan dan makna ke dalam untaian kata. Lebih dari itu, sebagai pujangga, ia sedang mengajar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Vossius bahwa, “Poetae sunt morum doctores” (pujangga adalah guru moral). Lewat goresan pena, penyair pada hakikatnya sedang mengajar banyak orang. Ia bukan hanya mengalihkan suasana jiwa dan pikirannya lewat rangkaian kata, melainkan juga menyelipkan nilainilai, sekaligus mengasah jiwa pembaca. Di sini menjadi genap kata-kata Victor Collance, “The poet is a man who seeing it as beauty, makes an effort to express it in words that, even as the come, make the vision itself a little clearer to himself and to others.” Ya, pada galibnya seorang penyair seorang yang melihat segala sesuatu objek sebagai keindahan, berusaha untuk mengekspresikannya dengan untaian kata-kata yang sekonyong-konyong ketika ilhamnya datang, menggoreskan apa yang diinderainya itu sendiri sedikit lebih jelas untuk dirinya sendiri dan orang lain. Puisi salah satu bentuk sastra yang tak pernah mati. Dari zaman Yunani kuno ketika Homeros menulis Iliad dan Odyssey hingga abad milenial saat ini, ia abadi. Bahkan, bisa dikatakan, puisi menjadi sarana komunikasi efektif, yang disampaikan melalui bahasa simbol. Di sini menjadi menarik untuk mengetahui, langgam puisi Susanto menggunakan simbol apakah kiranya? Seperti diketahui, ada tiga macam simbol bahasa puisi. Pertama, blank symbol yang maknanya bersifat umum dan tidak perlu ditafsirkan lagi oleh pembaca. Pengertiannya gamblang sangat terang benderang dan tidak
LUMEN CORDIUM
49
multitafsir, meski kerap bersifat konotatif. Misalnya, adu domba (menghasut), tahi lalat (bintil hitam pada kulit), seumur jagung (sebentar saja, tidak lama). Kedua, natural symbol yakni simbol yang menggunakan realitas alam seperti kerap dijumpai pada sajak-sajak Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono, atau Goenawan Mohammad. Para penyair itu menyihir pembaca lewat untaian kata yang menggunakan simbol alam ini untuk menyampaikan isi/makna. Tidak heran, simbol alam ini sekaligus juga terasa lebih romantis, naratif, sekaligus dalam. Ketiga, private symbol, yakni simbol yang khusus diciptakan sendiri oleh penyair. Misalnya, puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri yang sarat dengan simbol pribadi. Simbol pribadi itu sukar dimengerti orang lain dan hanya dimengerti oleh segelintir orang, bahkan kerap hanya dimengerti oleh penulisnya sendiri.
Alam dan Suasana Kehidupan Yang paling penting, sekaligus menarik, dari puisi sebenarnya mengetahui makna terdalam (true conditions), yang melingkupi alam pikiran dan suasana kehidupan sang penyair. Mengetahui suasana batin, yang mendorongnya secara spontan mengangkat pena, dan mengalihkan objek yang diinderainya ke dalam bahasa puisi. Bagaimana alam pikiran dan suasana kehidupan Susanto? Sebelum menjawab pertanyaan ini, kiranya penting untuk memahami latar seseorang mengapa ia bersyair. Pabila dicermati dengan saksama, puisi-puisi Susanto muncul spontan tiba-tiba begitu saja. Dalam tiap tulisan sastra, termasuk puisi, ada yang disebut subject matter. Yakni gagasan pokok penyair yang dikemukakan lewat puisi. Dari gagasan pokok ini nantinya dapat ditarik totalitas makna sebuah puisi. Feeling adalah sikap penyair terhadap gagasan pokok yang dikemukakannya. Adapun tone ialah sikap penyair terhadap pembaca, sesuai dengan gagasan pokok yang ditampilkannya.
50
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents â–
Nah, terdapat 7 gagasan-pokok dalam puisi-puisi Susanto yakni tentang: 1. Leadership (kepemimpinan), 2. Family and friends (keluarga dan sahabat), 3. Getting older (menjadi tua), 4. Just ideas (sekadar gagasan) 5. Dissapointment (rasa kecewa) 6. For our country (demi negeri), dan 7. Joyest occasions (kesempatan paling bahagia). Sebagaimana prosa, dalam puisi, larik merupakan satuan lebih besar dari kata yang secara bersama-sama dengan kata lain mendukung satuan makna tertentu. Karena itu, larik dalam puisi merupakan pewadah, penyatu, dan pengemban ide penyair yang diawali sepatah kata. Pernyataan baris juga dengan memerhatikan rima, dan tetap mempertimbangkan pertalian larik satu dengan larik lainnya. Pertalian antarlarik ditunjukkan adanya mekanisme bunyi dalam kesatuannya dengan rima.
LUMEN CORDIUM
51
Puisi adalah karya pribadi. Karena itu, kerap mencerminkan kepribadian seseorang. Namun, puisi juga berdimensi universal karena itu menjadi konsumsi umum. Berbeda dengan prosa, tiap orang dapat memberi makna sendiri pada puisi. Apakah hakikat puisi? Kamus Besar Bahasa Indonesia mencatat puisi adalah “ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait�. Kata dan bahasa yang dipilih sedemikian rupa serta ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus. Seseorang dapat menggubah puisi sesuai dengan pakem. Namun, ada juga penyair yang keluar dari pakem dan menciptakan dunianya sendiri dengan menggunakan simbol-simbol pribadi. Hal ini dimungkinkan karena dalam puisi dikenal istilah licentia poetica yakni hak khusus seorang penyair untuk menabrak rambu-rambu dalam bahasa.
Lingkaran puitika. Upaya memahami sekaligus menemukan makna terdalam dari sebuah puisi.
52
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents â–
Nah, jika Anda ingin memahami puisi-puisi Susanto, tidak bisa lepas dari “lingkaran puitika� sebagaimana tampak dalam gambar.. Penyair tidak hidup dalam ruang hampa. Ia berdiam dalam dimensi ruang dan waktu. Karyanya akan abadi, manakala berfungsi menjadi jendela dan cermin sekaligus. Maka puisi adalah separuh fakta, separuh juga fiksi. Patut diberikan catatan, meski penyair mempunyai lisensi khusus dalam menggubah puisi, bukti-bukti menunjukkan bahwa puisi yang digemari ialah yang dimengerti umum dan gaya bahasanya enak dan menyentuh emosi. Seperti halnya puisi-puisi Susanto. Susanto seolah membuktikan, menjadi penyair masa kini tidak mesti berbadan kurus, ceking, mata merah, perokok, sandal jepit, dan sarungan. Susanto membuktikan sebaliknya. Ia guru dalam banyak hal. Patut ditiru. Perlu jadi pemicu, terutama generasi muda. Bahwa olah kata adalah kecerdasan yang di masa depan, seperti dikemukakan Gardner, merupakan ujud dari keterampilan/kecerdasan di dalam berkomunikasi (wordsmart). Tak pelak, selain piawai berpantun, seorang public figure dan orator wajib terampil bersyair. Bukan saja merupakan salah satu seni retorika, melainkan juga karena puisi dapat menyampaikan secara bernas suatu gagasan, pikiran, harapan, bahkan ketakutan-ketakutan yang tak-terucapkan. Kiranya tidak usah berpanjang kata lagi membahas Susanto dan puisi. Menutup sub bab ini, kita langsung saja mengecap nikmatnya anggur merah kirmizi untaian kata yang ia rangkai dalam bahasa puisi. Satu saja, puisi tentang senja. Apa makna terdalam, yang menjadi latar, serta simbol apa yang digunakan penyair dalam puisi ini? Kiranya pembaca sudah bisa menganalisis.
LUMEN CORDIUM
53
LEMBAYUNG DIHARI SENJA Sinar mentari senja menyinari butir debu di atas meja Ada yang diam ada yang terbang melayang tinggi Lepas dari pandangan menembus cakrawala Bagai anak didik lepas dari busur pendidikan tinggi Murid dapat mencontoh guru dalam berkarya Anak dapat mencontoh orang tua dalam berkreasi Perigi kehidupan bagai tempayan tak habis ditimba Namun tekad dan upaya membuat hidup teruji Ketika lembayung memancarkan warna warni dunia Marilah kita mensyukuri berkat anugerah Ilahi Untuk hari hari bahagia penuh canda tawa Juga saat saat kita kecewa pada takdir Ilahi Bias bias cahaya bak batu permata Pendaran jamrud, nilam bercampur rubi Menyilaukan sipit mata rohani kita Tatkala kebajikan berserak di lumbung padi AB Susanto Jakarta, 16 April 2016
54
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents â–
AB. Susanto sedang menulis puisi .
Penyair biasanya dikait-kaitkan dengan manusia merdeka, bebas menabrak ramburambu, termasuk logika, tata bahasa, ejaan, dan tanda baca. Maka dikenal, hanya dalam puisi, licentia poetica. Yakni lisensi seorang penyair di dalam “membebaskan� kata dari maknanya demi tujuan yang hendak dicapainya. Kita sering temukan bagaimana penyair menabrak rambu-rambu, tapi puisinya tetap enak saja, dan kita merasa keindahan puitis sangat kental di dalamnya. Yang kita temukan dalam larik-larik puisi Susanto adalah kecermatan dan ketaatasasannya di dalam bersyair. Mengesankan dia seorang yang rapi, teratur, tertib, lagi santun dalam berbahasa. Akan tetapi, pesan-pesannya (amanat) tersampaikan lewat suatu rangkaian kata yang lebur dalam rima dan irama yang memesona. Tidak setiap cendekiawan dapat menuangkan gagasan melalui bahasa puisi. Puisi bisa mengungkapkan apa yang tidak terucap. Dan Susanto berpuisi.
LUMEN CORDIUM
55
Entah berapa ribu patah kata bersemayam dalam coretan-coretannya dalam bentuk puisi. Bagai sumur Yakub yang tak pernah kering untuk ditimba, ia terus menjerat lewat tali-tali penarik imaginasi yang ada di kepalanya. Sejak SMP, Susanto memang telah menaruh minat pada seni. Ia menyebut minat dan bakat seperti ini baru sebatas capability (kapabilitas). Suatu potensi, sebuah sumber, yang perlu digali dan diwujudnyatakan. Agar menjadi nyata, kapabilitas tadi perlu menjadi ability (kemampuan). Dari sekadar bakat, kini Susanto mahir berpuisi. Sejilid antologi puisinya telah dibukukan oleh salah satu anak perusahaan Gramedia Grup. Tidak perlu diragukan kualitasnya, sebab tentu sudah lolos melalui sebuah seleksi yang cukup ketat baik dari sisi substansi materi maupun dari pertimbangan pasar. Kita jadi teringat akan seorang penulis nasional yang berkata demikian, “Penulis sejati adalah ketika artikel Anda telah dimuat Kompas dan buku Anda diterbitkan Gramedia.” Artikel Susanto telah pernah diterbitkan Kompas. Bukunya juga diterbitkan Gramedia. Di dalam proses kreatif menulis puisi, agaknya Susanto tidak memikirkan apakah puisinya termasuk sastra atau bukan. Ia juga tidak peduli pakem puisi, seperti: tema, rasa, nada, amanat, diksi, pengimajinasian, gaya bahasa, rima, irama. “Pokoknya, waktu bikin puisi, ya bikin saja. Soal apakah sastra atau bukan, silakan para pakar dan kritikus sastra yang menilai,” katanya seraya berkata bahwa selain yang pernah dibacakan dan diterbitkan, masih ada sekitar 25 buah puisinya yang tercecer. “Akan dicarikan, namun barangkali ‘Puisi yang Tercecer AB Susanto,” itulah judul antologi puisinya nanti. Mengapa Susanto menulis puisi, sedangkan kita mafhum bersama, puisi tidak membuat pengarangnya kaya dalam arti harfiah? Puisi memang tidak membuat Susanto kaya, tapi puisi membuat tulisan-tulisannya menjadi kaya. Baca dan kecaplah buku-buku yang ditulis dan diterbitkannya. Ia bisa membumikan manajemen, sehingga tidak kering. Ketika membacanya, kita larut dalam tulisan seolah-olah pelaku, tapi juga memetik ilmu dan inspirasi darinya.
56
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents ■
Ahli Penyakit Diabetes Tidak banyak orang yang mafhum bahwa Susanto adalah dokter di bidang penyakit Diabetes, atau kencing manis. Selepas SMA, ia mendapatkan beasiswa dari Yayasan Friedrich Ebert yang berafiliasi dengan Sozial Partei Demokrate (SPD) untuk melanjutkan studinya di Bonn, Jerman Barat. Namun, menginjak tahun ke3, ia putuskan untuk masuk Medizinische Fakultät Düsseldorf (Fakultas Kedokteran di Uiversitas Düsseldorf), Jerman. Terletak di bilangan Universitätsstraße 1, 40225 Düsseldorf, yang berdiri sejak 1907, perguruan tinggi ini cukup bergengsi di seantero Eropa bahkan dunia pada saat itu dan juga kini. Tahun 1980-an, ketika kuliah di sana, fasilitas dan suasana akademik terbilang kontemporer dan modern. Inilah seperti kata orang, “Semua indah pada waktunya”. Ibarat benih yang jatuh di lahan yang baik, ia akan tumbuh dan berbuah limpah pula. Demikian Susanto di Fakultas Kedokteran ini. Bukan saja belajar ilmu kedokteran, ia berkesempatan membuka mata dan telinga untuk menimba sebanyak-banyaknya ilmu pengetahuan dan seni di negeri tersebut.
Suasana akademik dan kelengkapan lab Fakultas Kedokteran Uiversitas Düsseldorf. Sumber gambar: http://www.medizin.hhu.de/en.html
LUMEN CORDIUM
57
Enam tahun lamanya Susanto tenggelam dalam suasana akademik, keluar masuk perpustakaan, lab, sembari menambah pengetahuan seni diplomasi dan juga mengasah jiwa seninya. Ia merasa semakin banyak menimba ilmu di negeri Panzer, maka kian bermanfaatlah bagi masa depannya jika suatu hari nanti kembali ke Indonesia. Karena sudah mengantongi ijasah sebagai dokter, ia pun bekerja di rumah sakit Das Marien Hospital DĂźsseldorf. Sembari itu, melanjutkan Program Doktoral dengan melakukan penelitian eksperimental pada Diabetes Research Institute dalam program endocrinology and diabetology. Ia pun meraih gelar Doktor dengan spesialis disiplin ilmu langka itu. Selain mendalami ilmu bidang kesehatan manusia, Susanto yang dari sananya memiliki banyak interest, pun tetarik pada aneka seni dan budaya. Seperti diketahui, DĂźsseldorf satu dari banyaknya kota di Jerman yang terkenal akan industri fesyen lagi kaya akan seni budayanya. Kota nan permai ini seperti dibelah oleh Sungai Rhine, dengan Altstadt (Kota Tua) di tepi timur dan area komersial modern di barat. Di Altstadt, terdapat Gereja St. Lambertus dan Schlossturm (Menara Kastil) keduanya merupakan jejak peradaban dari abad ke-13. Jalan-jalan seperti KĂśnigsallee dan Schadowstrasse dipenuhi dengan toko-toko butik. Susanto sangat menikmati kota dengan segala kemegahan duniawi yang ditawarkannya. Di sela-sela liburan semester, Susanto mengikuti program leadership yang diselenggarakan di berbagai tempat dan Pihak Kedutaan. Di situ diajarkan teori debat, diskusi, retorika, pengetahuan umum mengenai ajaran-ajaran politik dan demokrasi. Bahkan juga mendapatkan pembekalan mengenai proses persiapan membuat undang-undang. Selain itu, semasa menempuh pendidikan, Susanto banyak memperoleh materi tentang kepemimpinan dalam lingkup yang luas. Ia juga kaya akan pengalaman bertemu dan berkomunikasi dengan orang-orang penting dunia. Bekerja sebagai dokter di berbagai rumah sakit, salah satunya rumah sakit klinik Bad Oeynhausen
58
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents â–
yang dikenal banyak dikunjungi pasien sangat amat penting (VVIP) membuat Susanto diperkaya seni berdiplomasi dan berkomunikasi. Setelah merasa cukup menimba ilmu dan pengetahuan di negeri orang, pada 1978 Susanto memutuskan kembali ke Indonesia mengabdikan dirinya untuk bangsa dan negeri tercinta. Meninggalkan kota serba-menjanjikan lagi menawan seperti Dßsseldorf terasa sayang. Terbayang bagaimana suatu ketika nanti, masih adakah kesempatan untuk sekadar menikmati kembali gemerlap dan semaraknya dunia ini? Sungai Rhine, o, alangkah sulit melupakan dirimu. Pabila cuaca tiba memanggil terang, maka akan terlihat warna biru memancar pesona pada permukaan air sungainya. Mengalir seperti kehidupan ini, bagaikan aliran darah, tanpa pernah berhenti. Ia salah satu sungai besar dan panjang di benua di Eropa, yang memiliki sumbernya di Swiss dan mengalir ke arah utara melalui Jerman dan Belanda, lalu bermuara di Laut Utara. Terbayang titik terang di mata Susanto jauh ke negeri asalnya meski pesona biru Sungai Rhine seperti terus menggodanya. Walaupun sudah betah tinggal di negeri dengan temperatur suhu rata-rata 19°C, tanah kelahiran ternyata lebih kuat memanggilnya. Apalagi, telah pula punya pekerjaan serta penghasilan dengan standar Jerman. Jadi, apalagi sebenarnya yang ia cari? Kembali ke Indonesia. Dan merasa berguna selama hidupnya bagi orang lain, terutama mereka yang memerlukan, itulah tekad seorang dokter muda dengan spesialis diabetes bergelar akademik tertinggi: Doktor. Selesai memutuskan akan kembali, timbul pertanyaan baru: di mana ia akan bekerja? Sudah pasti, tidak adil kiranya membandingkan Indonesia dengan Jerman. Terutama menyangkut soal fee, atau jasa dari profesi seorang dokter. Tapi biarlah yang ini menjadi perkara kedua, atau yang kesekian, yang utama ada tempat yang sesuai untuknya bekerja. Setibanya di Indonesia, Susanto bekerja di Schering AG Indonesia. Di perusahaan farmasi ini, ia bertemu dokter-perusahaan, seperti AB Ghifari yang di kemudian hari menjadi associate partner-nya di JCG.
LUMEN CORDIUM
59
Dengan basic ilmu kedokteran manusia, Susanto pada akhirnya memutuskan berbelok arah. Dari bidang kesehatan, ia terjun total ke dunia manajemen dengan mendirikan The Jakarta Consulting Group (JCG) pada tahun 1983 yang dikenal sebagai sebuah perusahaan konsultan manajemen strategis. JCG memiliki berbagai layanan dengan konsultasi sebagai area terbesar, meningkatkan keterampilan sumber daya manusia termasuk penilaian eksekutif dan pelatihan. Kiprahnya selama lebih dari 30 tahun telah banyak membantu berbagai perusahaan di dalam manajemen bisnis keluarga dan manajemen perusahaan induk untuk holding company (70%) dan perusahaan menengah (30%). Maka The Corporate Doctor kemudian menjadi julukannya. Ia kini dokter bagi perusahaan-perusahaan. Yang sudah sehat, akan menjadi semakin berkembang lagi dan tumbuh seperti diimpikan. Yang belum sehat, akan tertolong oleh sang dokter untuk menjadi sehat. Sama sekali berbedakah dunia kesehatan dan perusahaan? Susanto tahu pasti jawabnya. Sejak kecil menimba “ilmu strategi� dari sang ayah, ia ingat akan bagaimana strateginya di dalam mengatur adik-adiknya yang jumlahnya persis bilangan jari-jari dua belah tangan. Ia sendiri anak pertama. Menyebut kata “strategi�, ingatannya kembali tertuju pada toko perhiasan di Jalan Malioboro, Jogjakarta. Di sana ia pernah ditempa untuk selalu bisa menundukkan situasi, apa pun itu, melalui sebuah perencanaan yang dieksekusi dalam tindakan yang dalam bahasa manajemen disebut strategic management.
Strategic Management Expert Tindakan medis dan tindakan kepada perusahaan pada hakikatnya sama. Keduanya melalui proses dan jalan yang tidak jauh berbeda. Pola dasar pemikiran yang dibentuk di bangku kuliah kepada para (calon) dokter begitu sistematis, penuh dengan kalkulasi yang matang, baru dieksekusi melalui tindakan medis. Ia akan mulai dari diagnosis penyakit, apa dan di mana penyakit itu bersarang, bagaimana tindakan yang tepat, obat yang sesuai, perawatan, baru diizinkan pulang.
60
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents ■
Tak terbilang sudah Susanto di bawah bendera JCG membantu perusahaanperusahaan mulai dari BUMN hingga holding company menjadi lembaga yang sukses mencapai tujuannya. Definisi manajemen stratejik sederhana dan mudah, namun ketika dihadapkan pada menemukan solusi apa yang tepat agar suatu lembaga menjadi sehat, dibutuhkan seorang ahli strategi yang terbukti andal. “Prinsip dasarnya,” terang Susanto mengeluarkan khasanah pengetahuan dari dalam kepalanya dengan lancar, “Manajemen stratejik adalah suatu proses untuk menentukan arah dan tujuan organisasi dalam jangka panjang beserta pemilihan metode untuk mencapainya melalui pengembangan formulasi strategi dan implementasi yang terencana secara sistematis.” Menentukan arah dan tujuan organisasi serta menemukan metode untuk mencapainya itu kata kuncinya. Kiranya di sinilah titik stratejiknya, yang tidak semua konsultan manajemen, apalagi orang awam, bisa melakukannya. Nama Susanto, otomatis terikut pula JCG, dikenal sebagai ahli di bidang manajemen stratejik. Melihat dari rekam jejak jam terbang menjadi singer (narasumber), ceramah baik di fora nasional maupun internasional, artikel, serta buku-buku yang ditulisnya, tak syak lagi, bahwa Susanto seorang ekspert di bidang Strategic Management atau manajemen stratejik. Menurutnya, yang dimaksudkan dengan “strategis” itu senantiasa berfokus pada hal– hal yang berdampak besar dan berjangka panjang. Katanya, “Pengaruh kepemimpinan seorang pemimpin yang berdampak akan dirasakan bukan hanya oleh orang-orang yang dipimpinnya, melainkan juga oleh pihak-pihak yang tidak dipimpinnya.” Ia memberi misal kepemimpinan Bung Karno, Bung Hatta, Haji Agus Salim, dan para pendiri bangsa lainnya bukan hanya dirasakan oleh bangsa Indonesia dalam bentuk kemerdekaan. Melainkan lebih daripada itu, jauh dan sangat jauh, menjangkau ke depan melampaui zamannya yang pasti terus berubah. Rumusan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Pembukaan UUD 1945, dan Dasar Negara Indonesia misalnya, adalah buah
LUMEN CORDIUM
61
dari manajemen stratejik. Yakni bagaimana para pemimpin masa lampau di dalam membuat keputusan yang memiliki high impact, high value. Sederhananya, manajemen stratejik itu ikhwal mengatur atau menstrategikan hal-hal yang berkaitan dengan keputusan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Pastinya, keputusan itu bermuara kepada apa yang disebut high impact high value, dengan semangat tidak mau didikte oleh keadaan. Inilah yang perlu dilakukan seorang manager, seorang strategic leader di dalam memanfaatkan situasi, sehingga dapat membuat keputusan penting buat organisasi. Kemudian, di dalam kepemimpinan stratejik itu, ada gaya yang disebut dengan “servant leaderhip”. Susanto menjelaskan, “Servant leadership kerap disalah tafsirkan, seolah-olah seorang pemimpin melakukan sesuatu yang bukan menjadi tugas serta tanggung jawabnya. Ia bukan sekadar melayani, tapi masalah penggunaan power, lebih bijaksana. Power-nya bukan untuk memberi komando, kita menggesernya menjadi memberikan hal-hal yang bersifat compassion (welas asih). Di dalamnya power ada, namun yang diberikan keluarnya lain, bukan lagi komando, suatu perintah top down, dari atas ke bawah. Jadi, tidak menggunakan power untuk mengontrol, melainkan kita ingin menggunakannya untuk kolaborasi.” Hal yang kerap terjadi, menurut Susanto, seorang pemimpin menunjukkan kuat kuasanya untuk menaklukkan, to conguer. Padahal, yang betul itu adalah power untuk cooperate, untuk bekerja sama. Intinya adalah, “Saya punya power, tapi bagaimana dengan kuat-kuasa ini, saya bisa memampukan seseorang untuk melakukan yang menjadi tugas dan kewajibannya?” Tidak terbilang sudah berapa perusahaan, lembaga, dan organisasi yang difasilitasi dan dibantu Susanto sehingga tumbuh dan berkembang ke arah yang semakin baik. Dan sejak terjun, menekuni, serta larut dalam dunia konsultan dengan mendirikan kantor konsultan strategic management dengan nama The Jakarta Consulting Group
62
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents ■
sejak 1983, Susanto dikenal luas sebagai seorang ekspert di bidang manajemen stratejik. Kata Susanto, “Sesungguhnyalah manajemen itu for everyone. Tiap-tiap orang, dari berbagai level dan layer, dari tukang hingga presiden, memerlukan pengetahuan dan keterampilan manajemen. The Jakarta Consulting Group dahulu, punya program tentang leadership yang yang dibahas mulai dari hari pertama hingga hari kelima. Dari masalah-masalah umum leadership, dari hal yang sangat basic sekali tentang kepemimpinan. Mulai mencoba menjabarkan integritas hingga kemampuan intelegensia. Tidak disangka-sangka, paket itu mendapat sambutan positif. Kami menyebutnya JCG Pyramid of Leadership,” kisahnya. “Yang terinti dan terpenting dari leadership adalah integrity dan intelligence.” Akan tetapi, tanpa adanya Will, keinginan yang kuat untuk mencapai, tidak bisa jalan. Dalam sebuah buku berjudul Visi Global Para Pemimpin: Sinkretisme Peradaban – Global Vision of Leaders (1988), dengan sengaja diberi sub judul demikian. Padanannya dalam bahasa Inggris mungkin Syncretism of Civilization. Ini merupakan antitesis dari Samuel Huntington yang menulis buku The Clash of Civilization (1996). Buku ini menarik, bahkan menjadi begitu fenomenal di kelasnya pada pengujung abad 19. Dibahas dan diperbincangkan di mana-mana, di belahan bumi dan benua. Di kalangan akademik, menjadi semacam kiblat, pustaka acuan, serta manual di dalam menyusun strategi kebudayaan. Apa pendapat Susanto tentang ini?
LUMEN CORDIUM
63
Piramida JCG - Peradaban Paradigma dapat dimengerti sebagai sebuah kerangka berpikir. Melalui kerangka berpikir tersebut, seseorang atau lembaga melihat suatu objek (masalah) secara lebih detail dan komprehensif. Dapat menjelaskan tali-temali antara peristiwa satu dengan yang lainnya, sebab-akibat, hingga kepada pemecahan masalah. Akan halnya JCG, punya paradigma sendiri di dalam adanya suatu perspektif dimana Q (quotient) atau Kecerdasan memainkan semua perannya dalam satu kesatuan berbentuk piramida. Kita melihat dalam bangun prisma, terdapat pertautan antara enam kecerdasan, yakni: 1. Spiritual Quotient 2. Physical Quotient 3. Creativity Quotient 4. Intelligence Quotient 5. Emotional Quotient 6. Adversity Quotient Yang menempati puncak piramida paradigma JCG adalah Spiritual Quotient (SQ). Adapun Quotient lainnya menjadi kaki-kaki atau dasar yang menjadi tumpuannya. JCG berpandangan bahwa kehendak baik (bonae voluntatis) menjadi pemuncak dari segala kecerdasan. Hal itu karena suara hati kerap disebut-sebut sebagai “suara Tuhan�, sehingga ia menjadi nilai universal. Dengan hati nuraninya, manusia bisa mempertimbangkan baik buruk, benar salah tindakannya. Oleh karena itu, segala bangsa di seluruh muka bumi ini mengakui kehendak baik sebagai bagian dari nilai spiritual yang harus dijunjung tinggi. SQ inilah yang dianggap menyinari kecerdasan yang lain, sehingga seseorang – apalagi pemimpin yang berdampak— akan memancarkan nilai-nilai kebaikan kepada sesama dan dunia ini.
64
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents ■
Kiranya Q lang lain sudah sangat biasa lagi akrab dengan kehidupan kita seharihari. Susanto ingin menekankan saja, bahwa 6-Q ini saling berkorelasi. Lalu juga penekanan diberikan pada kreativitas, mengingat kecerdasan ini rata-rata manusia Indonesia masih perlu diasah dan ditingkatkan. Kreativitas menyangkut bagaimana seseorang berimaginasi, mengembangkan potensi dayaciptanya. “Kreativitas adalah suatu tindakan-nyata dari seseorang mengubah ide-ide baru dan imajinatif menjadi kenyataan. Kreativitas ditandai oleh kemampuan untuk memahami dunia (objek) dengan cara-cara baru, untuk menemukan pola-pola masih terselubung, untuk membuat hubungan antara fenomena yang tampaknya tidak saling kait, dan untuk menghasilkan solusi,” terang Susanto. Suatu kesempatan, ia bicara soal “kreativitas mengalir”, untuk menerangkan bahwa manakala suatu hal baru bisa dilakukan, akan mengalir dengan sendirinya sesuatu baru yang lain lagi.
LUMEN CORDIUM
65
Yang khas JCG, kecerdasan lain, terutama IQ, dipancarkan secara elegan. Sedemikian rupa, sehingga cahayanya tidak menyilaukan dan memanaskan orang sekitar di satu pihak, akan tetapi persisten dan senantiasa bisa menjadi penerang dalam berbagai situasi. Tindak tanduk, tutur kata, gaya leadership, pada akhirnya adalah pancaran jiwa seseorang. Jiwa muda Susanto menggelora. Ketika itu, dirinya senang membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Terutama dalam hal prestasi, pemikiran, dan pencapaian. Ia merasa bahwa hipotesis Huntington perlu untuk dilengkapi, bukan berpretensi menyanggahnya. “Sebab, kita adalah apa yang kita pikirkan. Kita menjadi apa yang dilabeli. Jika berpikir tentang kles, ya terjadi kles,” katanya. “Oleh sebab itu, perlu dibangun suatu pemikiran yang tertuju pada hal-hal yang positif. Dan saya punya istilah sendiri untuk itu yakni ‘sinkretis’, untuk menyebut adanya percampurbauran serta saling berinteraksinya berbagai budaya. Namun, apa sejatinya saripati buku Huntington? Buku bersampul biru dengan tulisan putih terbitan Simon & Schuster ini memang menawan. Bukan hanya itu. Ia termasuk buku terhebat pada abad di kelasnya. Hipotesis yang dibangun Huntington bahwa identitas budaya suatu bangsa dan agama yang dianutnya akan menjadi sumber utama konflik di dunia pasca-Perang Dingin. Ilmuwan politik Amerika ini berpendapat bahwa perang di masa depan akan terjadi bukan hanya antar-negara, tetapi antar budaya. Pemikiran ini dicetuskannya dalam ceramah pada tahun 1992 di American Enterprise Institute, yang kemudian dikembangkan dalam artikel Luar Negeri 1993 berjudul “The Clash of Civilizations?”. Sesungguhnya, ini adalah tanggapan terhadap buku mantan muridnya yang terbit tahun 1992, Francis Fukuyama, siswa bukunya berjudul The End of History and the Last Man. Huntington kemudian memperluas pemikirannnya dalam sebuah buku yang terbit ada 1996 yakni The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order.
66
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents ■
Nihil novi sub sole – tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari. Pepatah petitih ini berlaku dalam dunia ilmu dan kepenulisan. Ungkapan yang dilontarkan Huntington, sebelumnya digunakan oleh Albert Camus pada tahun 1946, oleh Girilal Jain dalam analisisnya tentang perselisihan Ayodhya pada tahun 1988, oleh Bernard Lewis dalam sebuah artikel di The Atlantic Monthly edisi September 1990 berjudul “The Roots” of Muslim Rage” dan oleh Mahdi El Mandjra dalam bukunya La première guerre civilisationnelle yang diterbitkan pada tahun 1992. Bahkan lebih awal, frasa tersebut muncul dalam buku 1926 tentang Timur Tengah oleh Basil Mathews: Young Islam on Trek: A Study in the Clash of Civilizations. Ungkapan ini berasal dari “benturan budaya”, yang sudah digunakan selama periode kolonialisme. Hal yang dianggap baru adalah bahwa Huntington memulai pemikirannya dengan mensurvei beragam teori tentang sifat politik global pada periode pasca-Perang Dingin. Beberapa ahli teori dan penulis berpendapat bahwa hak asasi manusia, demokrasi liberal, dan ekonomi pasar bebas kapitalis telah menjadi satu-satunya alternatif ideologis yang tersisa untuk negara-negara di dunia pasca-Perang Dingin. Tidak dapat dihindari lagi, terjadi kles sivilisasi, benturan peradaban manusia di dalamnya, sehingga menimbulkan konflik global dan berkepanjangan. Nah, seluruh emosi, daya upaya, serta pemikiran kita akan tercurah ke sana. Hanya karena kita berpikir akan terjadi kles. Hingga di sini, kiranya pembaca sudah bisa meraba-raba untuk kemudian mengembangkan sendiri inti dari pemikiran Huntington tanpa harus langsung membaca bukunya. Jika begitu, mari kembali ke laptop, yang menjadi inti bahasan kita. Susanto ingin menambahkan, jika bukan mengkritik, hipotesis Huntington. Ia hendak menekankan bahwa pada galibnya seorang, atau suatu kaum, punya apa yang dalam dunia psikologi dikenal dengan istilah “Self-fulfilling Prophecy”. Pada galibnya seorang, atau suatu kaum, punya apa yang dalam dunia psikologi dikenal dengan istilah “Self-fulfilling Prophecy”. Yakni suatu ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya secara langsung atau tidak langsung karena di alam bawah sadarnya masih
LUMEN CORDIUM
67
hidup, atau dipengaruhi, oleh pemikiran tertentu, atau dihantui suatu obsesi tertentu. Hal ini sebagai akibat antara keyakinan dan perilaku. Nubuat positif atau negatif dapat menjadi suatu kepercayaan yang dipegang teguh, kemudian benar terjadi padahal sebenarnya dapat untuk dicegah. Namun, cukup memengaruhi seseorang atau sekelompok orang, sehingga tingkah laku mereka pada akhirnya terjadi seperti yang dinubuatkan. Adalah sosiolog abad ke-20, Robert K. Merton yang mempopulerkan “self-fulfilling prophecy”, yang terutama dalam khasanah ilmu psikologi menjadi topik kajian yang cukup menarik sekaligus isu yang hangat. Dikenal juga dengan Pygmalion Effect, atau efek Pygmalion, di mana jika kita berpikir tentang sesuatu akan terjadi, maka terjadilah demikian. Maka kita sebagai individu, maupun kelompok suatu kaum, wajib membangun dalam diri hal-hal, ramalan-ramalan yang positif. Semua yang positif itu pada akhirnya bermuara pada apa yang disebut: budaya, peradaban. “Nah, jika kita berpikir mengenai kles, ya kles beneran yang terjadi,” kata Susanto. Maka ia mengusulkan mengganti clash dengan syncretism yang masih belum ditemukan padanannya yang pas dalam khasanah bahasa Indonesia. Jika membuka kamus Wesbter, kita menemukan bahwa asal usul katanya dari khasanah Yunani synkrētismos, yang masuk khasanah kosa kata Inggris pada abad ke-19. Akan tetapi, pada sense awal, kata ini tetap mengacu kepada gagasan adanya “peleburan” dan muncul dalam konteks seperti “agama sinkretik,” “masyarakat sinkretik,” dan bahkan “musik sinkretik.” Semua itu menggambarkan fenomena yang dipengaruhi oleh dua gaya atau lebih atau tradisi. Kata sinkretis juga memiliki aplikasi spesifik dalam linguistik, di mana ia merujuk pada perpaduan bentuk tata bahasa. Maka jika kembali ke sense awal, kiranya tidak salah juga Susanto menggunakan “sinkretisme peradaban”. Menurutnya, “Peradaban kita ini perlu dipikirkan. Mulai dari memikirkan diri sendiri, lalu keluarga, lalu masyarakat, komunitas, bangsa, rakyat. Lalu yang lebih besar lagi: peradaban. Bung Karno pernah bilang ‘bangsa Ini umurnya seribu windu’ -- istilah yang menurut saya sangat luar biasa. Kan ujung-ujungnya, semua kembali ke peradaban, peradaban suatu bangsa.”
68
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents ■
pengaruh TINDAKAN KITA (pada orang lain)
KEYAKINAN KITA (tentang diri)
Pygmalion effect (sef-fulfilling prophecy)
dampak
KEPERCAYAAN (tentang kita)
memperkuat TINDAKAN LAIN (pada orang sendiri)
sebab
Diolah kembali dan dimodifikasi dari: dreamstme.com
Nah, apakah yang menjadi peradaban bangsa kita? Susanto tidak langsung menjawabnya. Ia malah berkata, “Sebelum menjawabnya, mari sejenak memutar ingatan ke Film Sam Kok, kisah mengenai tiga (sam) kok (kerajaan). Alkisah, tersebutlah sebuah kerajaan yang peradabannya tinggi sekali waktu itu di Cina. Ada ratusan tokoh yang berusaha menyelamatkan negara yang sangat mereka cintai dari kehancuran. Usaha mulai dari menumpas pemberontakan untuk memperbaiki situasi dan kondisi negara. Namun, karena perbedaan motivasi, pandangan, dan kepentingan masingmasing tokoh akhirnya berujung pada perpecahan menjadi 3 negara atau kerajaan. Sudahlah tentu, sebagai sebuah cerita, ada pesan di baliknya. Dikisahkan seorang ksatria yang cinta negara, loyal kepada bangsa, dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Namanya Liu Bei dan pengikutnya, yang sengaja ditampilkan sebagai tokoh protagonis, tokoh baik. Untuk memperbaiki negara dan masa depan bangsa, dibutuhkan kehadiran seorang “jagoan” yang bisa menjadi tokoh anutan bagi generasi
LUMEN CORDIUM
69
muda. Seorang role model yang inspiratif, seorang yang bisa memberi motivasi serta tindak tanduknya bisa dicontoh. Di pihak lain, ada tokoh antagonis, tokoh lawan, yang dikisahkan sebaliknya. Cao Cao seorang tokoh dari kubu lainnya, dikisahkan sebagai sosok licik, ambisius, dan perilakunya kurang bermoral. Di Cina, orang yang memimpin, dianggap mendapat mandat dari langit, mandate fromheaven. Senantiasa ada yin dan yang, dalam sebuah lingkaran bernama Taijitu. Putih hanya kontras karena ada hitam, dan sebaliknya. Kedua anasir ini tarik-menarik sejak zaman semula jadi. Dalam alam budaya Jawa, seorang pemimpin dianggap mendapat wahyu cakraningrat. Yakni wahyu yang menjadi syarat untuk mendapat kekuasaan serta takhta suatu kerjaaan. Dalam dunia pewayangan, mengisahkan usaha Raden Lesmana Mandrakumara, Raden Samba, dan Raden Abimanyu dalam menjemput turunnya Wahyu Cakraningrat. Perlombaan ini dimenangkan oleh Raden Abimanyu. Maka dialah kelak yang bisa menurunkan raja-raja di Tanah Jawa. Di kalangan manusia Dayak, terutama Iban, syarat pemimpin adalah seorang yang dapat dipegang tutur katanya, yang pandai mengatur negara (pengator pekara), serta unggul dalam segalanya dibanding yang lain. “Jika diperhatikan dengan saksama, maka tiap-tiap suku bangsa di Nusantara ini telah tinggi peradabannya. Peradaban adalah kemajuan misalnya dalam hal kecerdasan dan kebudayaan lahir batin. Masing-masing suku bangsa punya keunggulannya. Nah, itu yang ingin saya tekankan untuk bangsa ini peradabannya yang baik tadi saling mengisi, saling menyerap satu sama lain, agar bangsa ini semakin maju bergerak ke arah semakin maju peradabannya. Kita tidak menginginkan bangsa tercinta ini kles, melainkan saling support,� terang Susanto. “Jika kita berpikir baik, ya baik
70
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents ■
adanya peradaban kita. Sebaliknya, jika berpikir akan ada benturan peradaban, maka terjadilah. Itulah self-fulfilling prophecy,” tandasnya.
Penulis Buku Langka penulis di negeri ini yang jumlah bukunya sama, bahkan lebih banyak dari bilangan usianya. Salah satunya: Susanto. Namun, sebelum melihat lebih jauh Susanto sebagai penulis buku, kiranya penting dicatat terlebih dahulu awal proses kreatifnya menjadi seperti sekarang ini sebagai seorang penulis yang produktif. Hal ini akan memberi bingkai, bagaimana jejak rekam sejarah kepenulisannya. Dari menulis masalah yang jika diingat kini “cemen”, dangkal, menjadi isu yang urgen serta berdampak besar. Kita mulai dari awal dekade 1990-an. Ketika ini, boleh dikatakan media kertas sangat penting, lagi berpengaruh. Terpaan media cetak begitu dahsyat kepada masyarakat, sehingga teori komunikasi menyebutnya sebagai hipodermik, seperti mustajabnya pengaruh obat jarum suntik masuk ke tubuh manusia. Media cetak pada 1990-an boleh dikatakan di Indonesia merajai media, meski TVRI dan TV swasta telah pula ada. Masyarakat menjadikan media cetak sebagai sarana informasi, pendidikan, dan hiburan sekaligus. Ketika itu, content (isi) media ditentukan si penerbit, sehingga hanya halaman tertentu saja dari media cetak diisi orang luar. Ketika itu, belum banyak muncul para penulis. Para penulis kawakan saat itu –di luar jurnalis dan orang media-masih berbilang jari, semisal: Mangunwijaya, Mohamad Sobary, Abdurrahmad Wahid, Mardiatmadja, Didik Rachbini, atau Mudji Sutrisno. Mereka tampil dengan vak serta analisis masing-masing. Sama-sama menarik jika mengupas suatu isu, pada saat itu. Pada umumnya isu yang diangkat adalah masalah sosial, agama, pendidikan, politik, ekomi, dan pembangunan. Didik Rachbini, misalnya. Sangat mahir menarikan kata-
LUMEN CORDIUM
71
Buku 10 Tahun Terakhir AB. Susanto
72
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents â–
Buku 10 Tahun Terakhir AB. Susanto
LUMEN CORDIUM
73
Buku 10 Tahun Terakhir AB. Susanto
74
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents â–
Buku 10 Tahun Terakhir AB. Susanto
LUMEN CORDIUM
75
Buku 10 Tahun Terakhir AB. Susanto
76
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents ■
kata ketika membahas ekonomi Indonesia. Romo Mardi di bidang pendidikan. Atau FX Mudji Sutrisno di fakultas filsafat kebudayaan. “Saya mengamati dan mempelajari, selain menikmati serta membaca,” papar Susanto. “Ketika itu, kantor (JCG) berlangganan banyak media, mulai dari majalah Tempo hingga berbagai tabloid populer. Kompas dan harian ekonomi dan bisnis terkemuka saat itu, Bisnis Indonesia, jangan tanya. Semua media cetak, ada.” Maka mulailah Susanto berpikir dan menimbang-nimbang: Saya ini kan vak saya di bidang Diabetes. Lalu juga seorang praktisi, meski kemudian secara akademik, mendalami ilmu manajemen. Nah, mestinya, fokus pada isu manajemen. Selain mengerti dan menguasai, juga mengalami. Alangkah indahnya sebuah jika tulisan disertai dengan contoh dan pengalaman nyata. Bukan saja bersentuhan nyata dengan kehidupan sehari-hari, melainkan juga menjadi interest banyak orang. Ternyata, itulah syarat utama seorang penulis-sejati: jeli di dalam membidik topik tulisan yang sedang aktual dan dibutuhkan khalayak. Menjadi kebiasaan Susanto sejak muda, suka mencatat. Apa saja yang dianggap penting sebagai pusat perhatian, ditulisnya. Tak pernah disia-siakannya waktu. Pada sela-sela jam kerja dan tugas kantornya, Susanto mulai coret-coret. Dapat contoh kasus ketika bertemu klien, diskusi dengan staf, atau ketika membaca koran, ia coba dalami dan pelajari. Isunya sederhana, tetapi menarik perhatian publik. Itulah yang kemudian ditulisnya, dari kacamata seorang praktisi dan konsultan manajemen. Sedikit lama-lama menjadi bukit. Tidak dinyata, tulisannya yang bernas dan sederhana disukai bukan hanya Redaktur, melainkan juga khalayak pembaca. Susanto kemudian bahkan diminta untuk secara ajeg menulis. Lama-lama menjadi kolumnis beberapa media, antara lain Bisnis Indonesia dan Majalah Hidup. “Kadang kala artikel saya tulis sembari menunggu jam penerbangan. Atau ketika jam istirahat dan di luar office hours,” kenang Susanto. Tak sedikit yang pada awal
LUMEN CORDIUM
77
mulanya coretan tangan, isu sederhana, yang jika saya ingat kembali saat ini begitu saja kok bisa dimuat?” kenangnya. Minggu berganti bulan, menjadi tahun. Tanpa terasa, artikel yang ditulis –dan diterbitkan di media—sudah menumpuk. Maka muncul ide untuk menyatukannya menjadi sebuah kemasan, yakni buku. Maka jadilah buku Manajemen Aktual, kumpulan artikel yang membahas isu manajemen terkini, pada waktu itu. Buku ini diterbitkan PT Gramedia Widiasarana Indonesia pada tahun 1977. “Pada saat itu, saya kolumnis di beberapa media cetak untuk topik manajemen. Inspirasi menulisnya, ketika berdiskusi dengan klien, atau tatkala melihat dan kemudian melakukan refleksi atas kasus yang ditangani. Rasanya, tangan ini ‘gatel’ kalau gak ditulis. Di sela-sela waktu, dalam perjalanan, di ruang tunggu, atau sembari menunggu waktu bertemu klien dan handai tolan, saya bikin coretan-coretan. Kadang, sehabis office hours,” kisah Susanto ihwal awal mula ia menjadi seorang penulis.
78
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents ■
Kian hari makin menumpuklah artikel-artikel yang ia itulis yang dimuat media. Oleh karena sifatnya yang tak tahan lama, daya simpan media cetak –apalagi harian—lekas pula menguap, dan dilupakan. Koran yang terbit minggu lalu misalnya, dicari hari ini belum tentu lengkap halamannya. Juga menyimpannya pun sering digeletak begitu saja, dibaca banyak mata, sehingga mencarinya kembali menjadi sulit. Hanya penulis ulung sekaligus seorang pengarsip yang baik. Ia akan menyimpan bukan saja tulisan di media cetak dalam bentuk kliping, melainkan juga memilahnya secara tematis, atau kronologis. Ia juga menyimpan tulisan, yang tidak dimuat media, meski hanya draft kasar. Pantang tulisannya menjadi penghuni tong sampah, meski dirasa jelek sekalipun. Suatu waktu, pasti berguna. Diolah kembali, dikasih pengantar sedikit, diganti tahun atau bulan atau harinya, disesuaikan contoh kasusnya supaya kiwari. Jadilah tulisan yang bagus lagi kontekstual. Itulah novelty, kebaruan. Hanya penulis pemula yang merobek-robek tulisan yang dia anggap “jelek”, lalu membuangnya ke tong sampah. Ini salah besar! Suatu waktu, jika ada Penerbit yang meminta tulisan Anda, ambil kembali naskah yang jelek itu. Maka ia mengatakannya: ruar biasa! Benarlah, jika Anda bukan siapa-siapa, apa pun yang Anda tulis dibilang: jelek. Namun, ketika Anda master, apa pun yang Anda tulis –meski sampah sekalipun— dibilang: ruar biasa. Maka capailah peak, puncak menulis. Anda yang diminta menulis, bukan menjajakan tulisan. Kantor JCG di Jalan Gatot Subroto, lantai 11 Graha Unilever tahun 1990-an menjadi saksi puluhan, bahkan ratusan, artikel ditulis Susanto dan dimuat media. Menghadap jalan tol di jantung kota Jakarta, dari ketinggian Susanto punya view helikopter untuk melihat suatu masalah. Suatu waktu, ia merasa kurang puas menuangkan gagasan dalam sebuah tulisan singkat dengan jumlah maksimal 1.000 kata. Seketika, terbetik keinginan untuk menulis wacana yang panjang dan lebih detail.
LUMEN CORDIUM
79
Jika disambung-sambung, atau dipilah per topik, maka sudah berapa buku yang bisa diterbitkan. Meskipun sejak semula ditulis, tidak dimaksudkan sebagai sebuah buku, bunga rampai bisa dibukukan. Ia menjadi buku hanya karena tematik, ada tema yang sama menyatukannya. Tapi tetap saja bahasannya harus bernas, tidak bisa panjang dan detail, dengan contoh kasus pula yang pastinya sangat dibutuhkan pembaca. Pandangan helikopter, dari ketinggian, pun dipakainya. Susanto mengamati bahwa belum ada pustaka di Indonesia yang topiknya membahas gaya kepemimpinan Yesus. Ia berpikir, “O... alangkah indahnya tercatat sebagai orang pertama yang menulis topik ini. Selain rada baru, topik ini pas dengan apa yang dilakukan dan diajarkan kepada para pemimpin, termasuk klien-klien,� papar Susanto. Tidak lama, butuh beberapa bulan saja menyiapkan naskahnya. Karena mengalami, Susanto dengan tidak terlampau sukar membahas dan menghubungkan leadership style Yesus dengan ilmu kepemimpinan yang diketahui dan dialaminya. Bekerja sama dengan Funisia dan Penerbit PT Grasindo, terbitlah buku Meneladani Jejak Yesus sebagai Pemimpin. Inilah buku perdana Susanto, sebenarnya. Segala sesuatu memang sulit di awal mulanya, menerbitkan
termasuk buku,
menulis seperti
dan dialami
Susanto. Setelah pecah telor dengan buku perdana ini (1997), mudahlah bagai air mengalir terbit buku yang lainnya. Tanpa terasa, pada usia genap 69 jelang 70 tahun (2019), bukunya sama bilangannya dengan usianya. Sesuatu yang sebelumnya musykil, tetapi sungguh nyata.
80
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents ■
Sebuah ruangan di rumah Susanto yang dipenuhi dengan buku.
Setelah itu, buku menjadi lebih banyak dari usia. Pada periode “buku lebih banyak dari usia” ini, Susanto juga menulis dan menerbitkan buku-buku hobi, semisal mengenai kopi, selain puisi, dan sejumlah buku dengan topik ringan seputar masalah bencana, wanita, dan juga warga senior. Namun, mengapa pada akhirnya Susanto menjadi penulis buku, bukan artikel pada majalah dan surat kabar? “Buku abadi. Lagi pula, disimpan dan menjadi semacam life style,” terangnya. Memang, buku adalah puncaknya literasi. Di dunia maju, Amerika dan Eropa misalnya, setiap keluarga punya perpustakaan keluarga. Tidak di terminal, di kereta, di pantai, di kolam renang, dan ruang tunggu; orang membaca buku. Itu sebabnya, Cicero, orator ulung sekaligus filsuf Romawi kuno (106 – 43 SM) mengatakan, “Ut conclave sine libris, ita corpus sine anima”. Sebuah ruangan tanpa buku, bagai raga tanpa jiwa.”
LUMEN CORDIUM
81
Susanto ingin, dalam hidupnya, mengisi ruang-ruang kosong jiwa siapa saja yang haus akan buku. Jika ditumpuk-tumpuk, barangkali tinggi buku yang ditulisnya lebih dari 1 meter. Jumlah lembar halamannya sekian juta. Sedangkan jumlah katanya tak berbilang angka. Capaian itu, tak pernah dibayangkan sebelumnya. Berikut ini senarai buku yang ditulis Susanto dan 3 biografinya yang telah pula diterbitkan. 1. Meneladani Jejak Yesus sebagai Pemimpin. 1977. Jakarta: PT Grasindo dan Funisia. 2. ManajemenAktual (Actual Management). 1997.Jakarta: Elex Media Komputindo. 3. Budaya Perusahaan (Corporate Culture).1997. Jakarta: Elex Media Komputindo. 4. Gerbang Pemasaran (Marketing Gate). 1997. Jakarta: Elex Media Komputindo. 5. Dinamika Manajemen (Management Dynamics). 1977. Jakarta: Elex Media Komputindo. 6. Sekretaris sebagai Manager 1. 1977. Jakarta: Elex Media Komputindo. 7. Sekretaris sebagai Manager 2. 1977. Jakarta: Elex Media Komputindo. 8. Professional Image. 1977. Jakarta: PT Grasindo. 9. Wanita Masa Kini. 1997. Jakarta: Perum PNRI. 10. Meneladani Jejak Yesus: Implementasi Perilaku Yesus dan AjaranNya dalam Kehidupan Sehari-hari. 1998. Jakarta: PT Grasindo. 11. Visi Global Para Pemimpin: Sinkretisme Peradaban (Global Vision of Leaders). 1988. Jakarta: Elex Media Komputindo. 12. Susanto on Survival Management: Management Penyelamatan Perusahaan untuk Mengatasi Badai Krisis. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 13. Obor Pemasaran (Marketing Torch). 1988. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 14. Gelora Manajemen (Management Enthusiasm). 1998. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group.
82
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents ■
15. “Tinjauan Pendidikan Tinggi dalam Milenium Ketiga: Renungan Beberapa Aspek Pembaharuan Dunia Pendidikan” dalam Dies Natalis XXXIII UAJY, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Indonesia Memasuki Milenium ke-3. Editor: Alb. Joko Santoso, V. Ariyono, Henri S.V. Simanjuntak. Yogyakarta: Publishing Division Atmajaya University Yogyakarta. 16. Penerbit Indonesia dalam Menyiasati Krisis” dalam Buku dalam Indonesia Ba ru. 1999. Editor: Alfons Taryadi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 17. Visi Hidup. 2000. Jakarta: Yayasan Aku Percaya, FMKI – KAJ - Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 18. Manajemen Pemasaran di Indonesia, 1st Book (bersama Philip Kotler (Adaption). 2000. Jakarta: Salemba Group, Pearson Education Asia Pte.Ltd., Prencite Hall, Inc. 19. “Perguruan Tinggi dan Pengembangan SDM pada Masa Depan: Tantangan Globalisasi” dalam buku Peran Perguruan Tinggi dalam Penyiapa SDM yang Kritis dan Bermoral: Sebuah Harapan. 2000. Editor: Alexander Jatmiko W., P. Wiryawan Sarjono, D. Danarko. Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 20. Manajemen Pemasaran di Indonesia, 2nd Book (bersama Philip Kotler (Adaption). 2000. Jakarta: Salemba Group, Pearson Education Asia Pte.Ltd., Prencite Hall, Inc. 21. Memorandum DPR dan Sidang Istimewa MPR: Sebuah Wacana Supremasi Hukum. 2001. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 22. Potret-potret Gaya Hidup Metropolis. 2001. Jakarta: Penerbit Buku KOMPAS. 23. Secretary & Beyond Methamorphosis Secretary Profession. 2001. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 24. Reformasi Yayasan: Perspektif Hukum dan Manajemen. 2002. Yogyakarta: Penerbit ANDI Yogyakarta. 25. “Pendidikan Berbasis Kompetensi: Belajar dari Dunia Kerja” dalam buku Pendidikan Berbasis Kompetensi. 2002. Editor: Alexander Jatmiko Wibowo, Fandy Tjiptono. Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
LUMEN CORDIUM
83
26. Quantum Leadership: Kepemimpinan dalam DuniaBisnis dan Militer. 2003. Jakarta: Penerbit PT Grasindo. 27. Visi & Solusi A.B. Susanto untuk Indonesia: Membangun Solidaritas Bangsa. 2004. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 28. Menjadi Super Company. 2004. Jakarta: Penerbit Quantum. 29. Value Marketing: Paradigma Baru Pemasaran (bersama Soehadi, Agus W.; Nurbasari, Anny; Dharmmesta, Basu Swastha; Subroto, Budiarto; Afif, Faisal; Satyagraha, Hadi; Salim, Lina’ Huseini, Martani; dan Pawitra, Teddy. Jakarta: Penerbit Quantum. 30. Power Branding Membangun Merek Unggul dan Organisasi Pendukungnya. 2004. Jakarta: Penerbit Quantum. 31. World Class Family Business. 2005. Jakarta: Penerbit Quantum. 32. Christian Leadership. 2005. Yogakarta: Penerbit Andi. 33. Smart Wallet: Cerdik Mengelola Keuangan Pribadi. 2006. Penerbit PT Ray Indonesia. 34. Disaster Management di Negeri Rawan Bencana. 2006. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 35. Susanto on Leaderhip: Tips Kepemimpinan Dr. A.B. Susanto. 2006. Jakarta: Penerbit PT Ray Indonesia. 36. Appreciative Inquiry: Application in Change Performance & Talent Management. 2006. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 37. The Jakarta Consulting Group on Family Business. Bersama Mertosono, Suwahjuhadi; Wijanarko, Himawan; dan Susanto, Patricia. 2007. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 38. VisiMisi: Langkah Awal menuju Strategic Management Approach. 2007. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 39. Corporate Social Responsibility: A Strategic Management Approach. 2007. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 40. Corporate Culture and Organization Culture. 2008. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 41. Leadpreneurship: Pendekatan Strategic Management dalam Kewirausahaan. 2009. Jakarta: Esensi Erlangga Group.
84
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents â–
42. Super Leadership: Leading Others to Lead. 2009. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. 43. Reinvensi Pembangunan Daerah. 2010. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 44. Reputation-Driven Corporate Social Responsibility: Pendekatan Strategic Management dalam CSR. 2009. Jakarta: Esensi Erlangga Group. 45. 60 Management Gems: Applying Management Wisdom in Life. Bersama Masri Sareb Putra. 2010. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. 46. Management for Everyone 1: Karier. 2010. Jakarta: Penerbit Esensi Erlangga Group. 47. Management for Everyone 2: Strategi. 2010. Jakarta: Penerbit Esensi Erlangga Group. 48. Management for Everyone 3: Bizmark. 2010. Jakarta: Penerbit Esensi Erlangga Group. 49. Management for Everyone 4: Organisasi. 2010. Jakarta: Penerbit Esensi Erlangga Group. 50. Management for Everyone 5: Human Capital. 2010. Jakarta: Penerbit Esensi Erlangga Group. 51. Reinvensi Pembangunan Ekonomi Daerah: Bagaimana Membangun Kesejahteraan Daerah. Bersama A.B. Ghifari, Agung Budilaksono, Aloysius Susanto, Ermaya Suradinata, Himawan Wijanarko, J. Supranoto, Karmaji, Ribka Oyong, Siti Nurbaya, Sukendra Martha. 2010. Jakarta: Penerbit Esensi Erlangga Group. 52. Strategic Change Management: melalui Pendekatan Appreciative Inquiry. 2012. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 53. Merumuskan Visi dan Misi Perusahaan. 2012. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 54. Pendekatan Strategic Management: Manajemen Bencana. 2012. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 55. Pendekatan Strategic Management: Manajemen Perusahaa Keluarga. Bersama Himawan Wijanarko, Patricia Susanto, Suwahjuhadi Mertosono. 2012. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 56. Pendekatan Strategic Management: Manajemen Krisis. 2012. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 57. The Dragon Network. Bersama Paticia Susanto. 2013. John Wiley & Sons Bloomberg Press.
LUMEN CORDIUM
85
58. Strategic Leadership: Menjadi Pemimpin yang Berdampak. 2014. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 59. Manajemen Paroki : Manual Bagi Pelayan Pastoral. 2014. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 60. Manajemen Strategik Komprehensif: untuk Mahasiswa dan Praktisi. 2015. Jakarta: Penerbit Erlangga. 61. Meneladan Jejak Yesus sebagai Pemimpin. 2015. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 62. Quality Ageing. 2015. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 63. Happiness Revolution : Transforming Your Path into a Meaningful Life. 2017. Jakarta : Penerbit Bhuana Ilmu Populer 64. Poetry Collection: Perjumpaan – Die Begegnung – The Encounter. 2017. Jakarta: Penerbit Bhuana Ilmu Populer. 65. World Tourism Management: From Planning to Action. 2017. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 66. A Handbook for Coffee Lovers. 2017. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 67. Applying the Teaching of Confucius in the Modern World. 2018. Jakarta : Publishing Division The Jakarta Consulting Group 68. Strategic Leadership. 2019. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
Biografi: 69. The Corporate Doctor: Biografi Profesional Dr. A.B. Susanto. Oleh A. Ariobimo Nusantara, R. Masri Sareb Putra, dan Y.B. Sudarmanto. 1999. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 70. Dulce et Utile. Biografi Profesional Dr. A.B. Susanto. 09.09.09. Oleh R. Masri Sareb Putra. 2009. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group. 71. Lumen Cordium. Biografi Profesional Dr. A.B. Susanto. 09.09.19. Oleh R. Masri Sareb Putra. 2019. Jakarta: Publishing Division The Jakarta Consulting Group.
86
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents â–
Beberapa buku-buku AB. Susanto yang diterbitkan oleh kelompok Kompas Gramedia dan Penerbit Erlangga.
Tiap pengarang punya motivasi dan tujuan menulis. Tentu saja, Susanto pun demikian. Jika tidak, tidak mungkin dia menghabiskan waktu sekian ribu jam untuk membaca, berdiskusi, menelusuri sumber, menulis, menguji hasil temuan, hingga melakukan kontak dengan penerbit. Apa tidak ada pekerjaan lain, yang urgent dan lebih penting bagi seorang Susanto daripada menulis buku? Apalagi di Indonesia, hanya segelintir penulis yang bisa mendapat manfaat finansial dari bukunya. Pasar buku dan pembeli di Indonesia bukan seperti negara-negara maju, Eropa dan Amerika misalnya. Yang sekali cetak buku bisa tembus hingga jutaan kopi perjudul. Lalu royaltinya? Jangan tanya. Anda tahu siapa pengarang buku fenomenal Harry Potter? Sang pengarang, J.K. Rowling,
LUMEN CORDIUM
87
tercatat satu di antara orang kaya di Britania Raya karena buku ini laris manis, menjadi tambang uang karena copy rights-nya dibeli di seantero negara. Mendapat uang dari royalti merupakan salah satu dari motivasi dan tujuan menulis. Namun, tidak bisa main pukul rata bahwa semua penulis menempatkan uang sebagai nomor wahid. Ada banyak penulis, menulis dan menerbitkan buku karena didorong motivasi dan keinginan berbagi (ilmu) kepada sesama. Ada pula yang menulis didorong kebutuhan mendapatkan angka kredit. Tetapi segelintir penulis yang menulis dengan kesadaran bahwa apa yang diucapkan akan berlalu, tapi yang tertulis abadi. Akan halnya Susanto, apa motivasinya menulis? Pasti bukan untuk mendapatkan royalti. Lalu apa? Jika suatu waktu Anda ada kesempatan bertamu ke rumahnya, Villa Lumen Cordium, Kemang. Atau ke private office-nya di bilangan Sudirman. Maka di ruang kerjanya tersusun banyak buku. Lebih separuhnya dalam bahasa Inggris, sebagian bahasa Jerman. Harap maklum, buku-buku asing umumnya tampilannya luks, hardcover. Kita bisa menaksir harganya dalam dollar. Tapi bukan soal parade buku ini yang penting, melainkan pada sikap dasar seorang penulis. Bahwa tidak seorang pun penulis yang tidak suka membaca buku. Inilah sebabnya, mengapa kita mutar-mutar dulu mengenai koleksi dan membaca buku, sebelum menjawab: apa motiovasi Susanto menulis? Air jika dituangkan terus dari kendi ke dalam gelas, lama-lama akan kosong. Demikian pula penulis. Harap diketahui, membaca-menulis itu satu paket. Lagipula, mana bisa orang memberi jika dia sendiri tidak punya? Susanto merasa perlu “mengisi kendi� lebih dulu sebelum menuangkannya menjadi untaian kata-kata yang lama kelamaan menjadi sebuah buku. Sore telah berganti menjadi malam. Tanpa terasa, telah 22 tahun Susanto menjadi seorang penulis. Jika dirata-rata, maka setahun ia menulis dan menerbitkan 3 buku. Terbanyak topik manajemen. Belakangan, topik bukunya bergerak ke kualitas hidup.
88
LUMEN CORDIUM
Strategic Management Expert His Journey as a Writer with Multiple Talents â–
Bagi seorang Susanto, motivasi dan tujuan menulis buku pasti bukan yang pertama untuk mendapatkan royalti. Selain sebagai media menyalurkan pengetahuan dan berbagi kepada lebih banyak orang, menulis buku adalah mengabadikan apa yang sementara. Mungkin kata-kata sarat hikmat kebijaksanaan dari William Ellery Channing ini cukup untuk menggambarkan suasana hati dan pikirannya tentang sebuah buku yang baik, yang senantiasa ingin ia hadirkan.
in a best book great men talk to us give their most precious thoughts and pour their souls into ... us
Ya! Dalam sebuah buku yang baik, seorang besar menuangkan gagasan-gagasannya. Selain membangkitkan dalam diri kita semangat gelora jiwanya. Namun, harap tambahkan satu lagi motivasi dan tujuan menulis dari Susanto: self-fulfillment. Pemenuhan diri. Dalam khasanah filsafat kuna dan dunia psikologi, terjemahan yang pas untuk self-fulfillment adalah pemenuhan diri sebagai perwujudan dari keinginan dan kapasitas terdalam seseorang. ď ą
LUMEN CORDIUM
89
90
LUMEN CORDIUM
Bab 3 Quality Ageing: Harnessing Second Demographic Bonus Menua secara berkualitas: Mendayagunakan Bonus Demografis Kedua
LUMEN CORDIUM
91
92
LUMEN CORDIUM
Quality Ageing: Harnessing Second Demographic Bonus Menua secara berkualitas: Mendayagunakan Bonus Demografis Kedua Susanto mula-mula merasa terpanggil. Kemudian peduli. Lalu berbela rasa dengan warga senior. Selain memang ia merasa betapa di usia ini seseorang sudah mendapat anugerah berupa “bonus” dalam hidupnya. Bagaimana menjadi tua, dengan penuh syukur? Lalu tetap produktif dan tidak menjadi beban?
M
emikirkan dan peduli pada orang lain bukanlah perkara yang datang tiba-tiba begitu saja pada diri Susanto. Tidak mungkin terlintas dalam pikiran, jika tidak akrab, dan tanpa pernah punya pengalaman tentang
kepedulian pada orang lain. Ketika menjadi siswa SMA De Britto Jogjakarta, “menjadi sesama bagi orang lain” ini menjadi semacam motto: a man for others. Sadar atau tidak, nada dasar peduli pada sesama itu menjadi tone hidup Susanto, hingga kini. Dan ketika memasuki usia “Bonus Demografis Kedua”, Susanto coba memanfaatkan momentum ini dengan hal-hal yang dianggapnya bernilai. Ia mencurahkan perhatian kepada para warga senior, suatu karya yang belum banyak menjadi perhatian orang. Meski sebenarnya, di negara maju seperti Singapura dan Amerika, hal ini menjadi program Negara.
Bonus Demografi Merunut pada hasil survei penduduk antar sensus (Supas) 2015, jumlah penduduk Indonesia pada 2019 diproyeksikan mencapai 266,91 juta jiwa. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah tersebut terdiri atas 134 juta jiwa laki-laki dan 132,89 juta jiwa
LUMEN CORDIUM
93
perempuan. Dapat dilihat dalam ilustrasi bahwa Indonesia saat ini sedang menikmati masa “bonus demografi“. Bonus demografi kedua ini meningkat dalam usia panjang orang dewasa, yang memungkinkan individu menyimpan dalam khasanah miliknya lebih banyak dalam persiapan untuk hari tua. Peningkatan “tabungan” ini dapat berkontribusi pada akumulasi modal dan pertumbuhan ekonomi. Manusia dapat dibagi ke dalam komposisi berdasarkan usia. Kerap berdasarkan interval, dari sekian sampai sekian tahun. Pada usia>60 tahun misalnya, digolongkan ke dalam manusia lanjut usia (Lansia). Sementara ditilik dari produktivitas, maka usia Lansia ini dikategorikan sebagai “tidak produktif”. Manusia lanjut usia (Manula) di Indonesia, secara demografis, dapat dilihat pada ilustrasi seperti sebuah gambar sebuah separuh-bejana. Pada bagian bawah hingga tengah-tengahnya paling besar, makin ke atas makin mengerucut. Pada rentang
75+ 70-74 65-69 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4 15000000
2935800
2114700
2639000
2337700
3751100
3596600
5080200
5043300
6459400
6431700 7760000
7742400
8994200
8866700 9590600
9728900 10395600
10235500
10753200
10504500 10716600
10962000
10890900
11073200
10954200
11180600
10909900
11290300
10768400
11230400
10841100
11133200
10000000
5000000
0
5000000
10000000
15000000
JIWA Data hasil Supa 2015
sumber ilustrasi: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/01/04/
94
LUMEN CORDIUM
quality ageing: harnessing second demographic bonus ■
usia 70-74 mengecil, namun pada usia 75 malah bertambah. Artinya, Indonesia akan menghadapi semakin banyak warga senior di atas usia 75 tahun ini nanti ke depannya. Terbayang, jangan sampai terjadi, para senior itu menjadi beban bangsa. Sebaliknya, tetap produktif di ujung usia. Minimal tidak merepotkan dan menjadi beban. Apa ujud bela rasa Susanto pada fakta ini? “Lansia layak mendapat perhatian, seiring jumlahnya yang makin meningkat di Indonesia,” papar Susanto. Ia menerangkan bahwa jumlah penduduk di atas 60 tahun di Indonesia saat ini mencapai 24 juta jiwa dan akan naik menjadi 39 juta jiwa pada 2030 dan menjadi 61,8 juta jiwa pada 2050. Saat ini, katanya, “Dampak penuaan penduduk belum terasa. Hal itu karena Indonesia mulai menikmati bonus demografi tatkala jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) melebihi jumlah penduduk usia non produktif. Bonus demografi mengalami puncaknya pada 2030 dan berakhir pada 2036.”
Belarasa, Bukan Sekadar Empati Mula-mula merasa terpanggil. Kemudian peduli. Lalu berbela rasa dengan warga senior. Selain memang Susanto merasa betapa di usia ini seseorang sudah mendapat anugerah berupa “bonus” dalam hidupnya, apalagi di usia senior ini masih tetap sehat (sehatnya orang tua). Tentang istilah yang menyebut orang yang telah memasuki usia tua, Susanto punya pandangan sendiri yang jika direnung-renung ada benarnya. “Saya kok merasa bahwa manusia usia lanjut (Manula) atau orang lanjut usia (Lansia) kurang tepat digunakan. Sebab konotasinya jadi berbeda. Rasanya, ‘warga senior’ adalah frasa yang lebih tepat lagi terhormat, “ paparnya.
LUMEN CORDIUM
95
Di dalam mengusulkan istilah tersebut, Susanto bukan asal mau berbeda. Camkan saja makna terdalamnya. Pada dua istilah pertama yang sudah terlanjur digunakan, terkesan bahwa orang yang berusia lanjut adalah mereka itu kaum lemah dalam arti harfiah maupun kiasan. Konotasinya ke orang yang memerlukan bantuan, yang lemah, dan hanya menjadi beban saja. Padahal, dalam abilitasnya masing-masing, mereka bisa memberi sumbangsih yang sangat berguna bagi kemajuan dan perkembangan bangsa dan negara. Pengetahuan, pengalaman, serta pertimbangan mereka karena sudah banyak makan asam garam kadang penuh dengan pertimbangan hikmat kebijaksanaan. Pandangan seorang filsuf, apalagi kacamata Budha (tata gata) yang dipakai untuk melihat karena telah ada jarak, demikianlah dapat disebut ketika Susanto berkata, “Hi, look at the fact! Orang tua, yang disebut Manula dan Lansia itu, bisa lho berprestasi dan memberi kontribusi bagi bangsa ini. Mereka juga masih berpikir tentang bagaimana mengembangkan negara ini agar maju. Janganlah kiranya memberi label yang kurang pas, berilah kepadanya nama yang sesuai.” Teringatlah Susanto pada bukunya yang terbit tahun 2010, jelang bilangan usianya 60 tahun. Dasar hitam, dipadu dengan kombinasi tulisan warna kuning emas serta ilustrasi segenggam berlian yang memancarkan cahaya kemuliaan, ada satu Bab yang membahas tentang Self-fulfilling Prophecy (halaman 333). Kiranya tidak perlu diulang, cukup disinggung sekilas saja guna menyegarkan ingatan kembali. Bahwa kita adalah apa yang kita pikirkan. Apa yang kita pikirkan itulah yang akan terjadi, sebab seluruh energi kita terarah ke sana, termasuk energi alam semesta dan alam bawah sadar kita “bergerak menuju”. Sebagai contoh, waktu SMP, Susanto berlatih drama, dan kemudian memainkan peran, sebagai seorang dokter. Kelak kemudian hari, ia menjadi seperti yang dipikirkannya. “Ini sekadar contoh bahwa sebenarnya sebuah nama bukan sekadar sebuah nama saja, meski Shakespeare berkata ‘what’s in a name?’ –apalah arti sebuah nama? Nama itu
96
LUMEN CORDIUM
quality ageing: harnessing second demographic bonus ■
penting sebenarnya,” tegas Susanto. “Jadi, yang perlu dikembangkan itu adalah Selffulfilling Prophecy yang positif. Sedangkan yang perlu dihindari adalah Self-fulfilling Prophecy yang negatif.” Lalu apa usul Susanto? Tidak perlu susah mencari, khasanah dari perbendaharaan kamus manajemen stratejiknya sudah ada. Susanto yang senantiasa berpikir positif dan menjangkau jauh ke depan itu mengusulkan, “Warga senior barangkali istilah yang lebih tepat. Di dalamnya terkandung makna lebih pas, yang lebih terhormat dan bermartabat. Dengan ‘senior’mengacu kepada bukan saja segi usia, melainkan juga tempat untuk bertanya, menimba pengalaman, meminta masukan, menjadi orang yang dituakan, serta orang yang dapat dimintai nasihat. Jika di usia ini, seseorang masih merasa “berguna” dan “dipakai”, maka dengan sendirinya akan muncul dalam dirinya bahwa dia berarti bagi orang lain”. Aktif dalam kegiatan, dan memikirkan para senior ini, Susanto lalu kerap tampil memberikan
ceramah
kepada
para
seniors. Ia memberi cakrawala pandang dan berbagi tips bagaimana menghadapi hari tua yang bahagia serta produktif. Hal
yang
kemudian
membuatnya
lama-lama cukup dikenal luas karena dianggap memahami Gerontologi. Suatu disiplin ilmu yang menantang baginya. Seperti diketahui, istilah ini dipetik dari bahasa Yunani geros yang berarti usia lanjut dan logos yang berarti ilmu. Sehingga gerontologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang manusia lanjut usia (Lansia). Sebagai ilmu, ia punya syarat.
LUMEN CORDIUM
97
AB. Susanto memberikan ceramah tentang Quality Aging untuk WHO.
Yaitu sebuah pengetahuan yang sistematis, metodis, koheren, berlaku universal, dan dapat dipertanggung jawabkan. Mengamati dan peduli pada topik yang jika tidak diantisipasi dengan tepat ini akan menjadi beban bangsa, Susanto pun mencurahkan perhatian. Ia belajar melalui mengalami, kemudian turut larut dalam kegiatan dan masalah Lansia. Melalui pemahaman dan kegiatan gerontologi ini, Susanto ikut terlibat pada sekelompok orang yang lanjut usia. Dari dalam, ia coba memahami situasi orang tua, berkecimpung di dalamnya, dan tiba-tiba menjadi penasihat pula. “Menemukan diri
98
LUMEN CORDIUM
quality ageing: harnessing second demographic bonus â–
banyak dianggap tahu tentang orang tua, secara nyata bisa beri kontribusi, ini patut disyukuri,� ucapnya. Susanto menghela napas panjang. Matanya menerawang ke negeri, di mana ia pernah menuntut ilmu dan menikmati pergaulan internasional. Ia inginkan manusia Indonesia pun berkualitas di semua rentang usia, termasuk Lansia. Ia mengingat apa yang digaris bawahi International Council of Active Aging Initiated Active Aging Week pada tahun 2003. Dikemukakan bahwa terlepas dari usia atau kondisi kesehatan, orang dewasa di atas 50 dapat hidup semaksimal mungkin di semua bidang kehidupan, terutama bidang fisik, sosial, spiritual, emosional, intelektual, kejuruan dan lingkungan. Dan memberi mereka pengalaman kegiatan kesehatan dan berolahraga di lingkungan yang aman dan mendukung serta mempromosikan manfaat gaya hidup yang lebih sehat dan lebih aktif di seluruh rentang hidup.
Penuaan Aktif Susanto teringat semacam joke, meski sebenarnya lebih condong ke falsafah hidup, para eksekutif muda terutama era 1990-an. Katanya, “Muda foyafoya, tua kaya raya, mati masuk surga.� Seakan-akan, pada waktu itu, demikianlah yang dianggap sebagai benar. Akan
tetapi,
bertambahnya dahulunya kebenaran,
seiring usia, dianggap
dapat
dengan
apa
yang sebagai
terkoreksi
oleh
sebuah pengalaman dan perjalananan
LUMEN CORDIUM
99
rohani. Menurut Susanto, muda tidak menjadi hambatan bagi seseorang matang dalam kehidupan spiritualnya. Sehingga perilaku foya-foya tidaklah mesti dominasi anak muda. Demikian pula, menjadi tua tidak menjamin seseorang kaya raya jika tidak berusaha. Seperti ketika mati, seseorang tidak otomatis masuk surga, manakala ketika muda dan tua tidak “menabung kebaikan” seraya mempersiapkan diri menuju ke sana. Maka Susanto merangkum ke dalam sebuah istilah apa yang disebutnya “penuaan aktif”. Penuaan aktif, atau populer dengan active ageing (AA), yang di Amerika dan Eropa menjadi isu yang sangat sentral dan gencar. Penuaan aktif ini adalah proses mengoptimalkan peluang untuk kesehatan, partisipasi, dan keamanan untuk meningkatkan kualitas jika usia bertambah. Penuaan aktif ini berdasarkan pada hak asasi manusia orang tua dan Prinsip-prinsip PBB untuk kemerdekaan, partisipasi, perawatan, pemenuhan sel, martabat. Dari pendekatan “berbasis kebutuhan” hingga “berbasis hak”, kepada Lansia diberikan perhatian yang sama dengan kelompok usia di bawahnya. Di level internasional, AA diadopsi oleh WHO pada akhir 1990-an untuk menyampaikan pesan yang lebih inklusif dari pada penuaan sehat dan untuk mengenali faktor-faktor di samping perawatan kesehatan. Dalam kerangka ini, menurut Susanto, menjadi isu penting sekaligus sebuah gerakan bagaimana mendampingi dan memampukan Lansia menjadi mandiri. Lansia memiliki kemampuan untuk mengendalikan, mengatasi, dan membuat keputusan pribadi tentang bagaimana seseorang hidup sehari-hari, sesuai dengan aturan dan preferensi masing-masing. Memang, penuan tidak dapat dihindari, namun menjadi aktif dan produktif adalah sesuatu yang dapat distrategikan.
Bukan Beban, Tapi Kontribusi Ada tren, di Eropa khususnya, jauh lebih banyak jumlah warga senior di suatu negara. Di sana tersedia di berbagai ruang publik pelayanan-mandiri bagi mereka. Kemandirian memang menjadi kata kuncinya, dimana kapasitas hidup mandiri dalam komunitas tanpa
100
LUMEN CORDIUM
quality ageing: harnessing second demographic bonus ■
dan sedikit bantuan orang lain adalah tujuannya. Sementara itu, hidup yang berkualitas tidak kalah penting untuk dicapai. Yakni Lansia yang memiliki persepsi tentang posisi dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai. Ini sangat ditentukan oleh kemampuan mereka untuk mempertahankan otonomi dan kemandirian. Di negeri kita, situasi kondisi Lansia masih perlu untuk dibenahi. “Menjadi sebuah pekerjaan bersama, bagaimana manajemen demografic bonus, second demography ini tidak jadi beban, sebaliknya memberi kontribusi,” kata Susanto. Tidak menjadi beban bisa dalam arti hidup bebas cacat. Dapat menolong diri sendiri. Sementara kontribusi adalah apa sumbangsih nyata Lansia bagi masyarakat sekitarnya? Susanto pernah meeting dengan orang tua, yaitu mereka yang top pada zamannya. Yang pernah tercatat dalam sejarah sebagai pejabat publik dan pebisnis hebat kala itu. “Mereka mau kerja sama, mau tunjukkan pada dunia, ini orang-orang tua tidak menjadi beban, malah memberi konstribusi. Mereka coba menunjukkan pada dunia bahwa orang tua yang senior bisa memberi kontribusi.” Senantiasa ada plus minus dari yang muda dan yang tua. Orang tua memang perlu mawas diri, sebab ada kekuatan dan kelemahan di dalam dirinya. “Di bidang keahlian, expert, misalnya. Orang tua bisa ilmunya atau keahliannya tidak relevan lagi untuk saat ini karena sudah ketinggalan zaman,” papar Susanto. Ia memberi contoh, dahulu kala banyak yang mahir mengetik sepuluh jari, cepat dan lancar sekali tanpa melihat tuts mesin ketik. Kini kemahiran ini sudah tidak relevan, sebab orang mengetik lewat media yang lebih canggih, seperti laptop ataupun HP. Hal itu karena zaman telah berubah. Tidak ada yang tidak berubah, kata filsuf Heracleitos, filsuf terkenal PraSokratik, kecuali perubahan itu sendiri. “Akan tetapi, di pihak lain, orang tua punya keunggulan yakni network ( jejaring) dan wisdom (kebijaksanaan),” papar Susanto. Kekuatan ini dapat memberi kontribusi bagi
LUMEN CORDIUM
101
pemecahan isu terhadap masalah bangsa kita dewasa ini. “Melalui jejaring dan kerja sama, enghiong (pendekar) tua-tua di atas gunung bisa turun. Mereka bisa memberi dukungan pada Pemerintah baru dan dukungan pada perekonomian. Inilah yang dimaksudkan dengan harnesing the 2nd demographic bonus,� terangnya. Susanto memandang bahwa Lansia bisa memberi kontribusi terhadap pemecahan masalah bangsa ini. Jujur saja, katanya, isu inovasi yang digulirkan memang penting, tetapi lemah dalam koordinasi. Ke muka, Indonesia akan menghadapi suatu masa seperti di mana negara maju, yakni populasinya menjadi tua. Saat ini memang jumlah Lansia di Indonesia masih sedikit dibandingkan anak muda. Namun, suatu waktu, bisa menjadi piramida terbalik, di mana anak-anak makin sedikit, dan orang tua semakin banyak.
Tour para Lansia bersama AB. Susanto.
102
LUMEN CORDIUM
quality ageing: harnessing second demographic bonus ■
Quality Ageing Indonesia pada tahun 2025-2035 akan mengalami apa yang dinamakan bonus demografis. Sebenarnya, secara sederhana, Bonus Demografis dapat diartikan sebagai: keadaan di mana polulasi suatu negara yang berusia produktif biasanya diambil interval 15-64 tahun, lebih banyak daripada anak-anak dan orang tua di atas usia 60 tahun. Selama ini, Indonesia yang banyak dan menjadi beban berat adalah anak-anak. Bonus demografi adalah fakta yang benar-benar menunjukkan usia produkif lebih banyak dari anak-anak di bawah usia 15 tahun dan orang tua 65 tahun ke atas. Maka, itulah yang disebut dengan “bonus”, beban yang semula berat, menjadi enteng. Menurut Susanto, masalah kita sekarang ini adalah bagaimana mengajak setiap warga Indonesia berpikir, yang tua-tua ini, usia 60 ke atas, bisa dibentuk dengan quality ageing, masih produkif, sehingga kita akan menuai second demographic bonus. Jika orang tua jadi beban, tapi mengalami produktif, maka cita-cita mulia itu tidak tercapai, malah menjadi beban. “Kita tidak ingin demikian. Kita inginkan ke depannya Indonesia menjadi makin baik dan baik lagi,” Susanto menaruh harapan. Lalu strategi macam apa yang perlu dilakukan agar second demographic bonus bisa benar-benar terjadi di negeri Pancasila ini? Susanto mengemukakan pendapatnya. “Orang-orang yang yang akan masuk, dan Lansia sekarang ini, sudah harus disiapkan. Bahwa pada masa pensiunnanti mereka tetap sehat, kejiwaannya tetap dalam kondisi baik, dan yang tidak kalah penting adalah punya kemauan untuk berkontribusi dalam masyarakat, entah sebagai apa. Bisa sebagai penerus budaya. Atau aktivis penanggulangan bencana,” papar Susanto menggarisbawahi isu penting tapi masih taken for granted ini. Masyarakat kita–kesadaran kolektifnya belum bagus. Contohnya, bencana berulang kali terjadi di negeri ini. Setiap terjadi, kita kaget lagi. Early warning system-nya hilang. Saya sedang berpikir ke arah itu,” katanya.
LUMEN CORDIUM
103
AB. Susanto bersama dalam kegiatan lansia.
Jadi, bukan hanya usia yang panjang saja yang penting, melainkan depan,
kualitasnya.
Lansia
Ke
diharapkan
mencapai 3 hal kriteria yang berikut ini,
sehat jasmani,
sehat jiwa (rohani), dan menjadi produktif. Sadar atau tidak, kata Susanto, kita mulai masuk zaman yang berbeda. Ia memberi contoh, di ruang-ruang publik, kita terbiasa menyaksikan anak-anak yang berlari. Sementara itu, kita pun bertemu dengan orang-orang tua yang bertongkat. Bahkan, di mal-mal, bertemu dengan orang tua di kursi roda. Menghadapi isu demografi ke muka, jika tidak bekerja dan aktif, maka Lansia akan jadi beban. Di beberapa negara, Korea Selatan misalnya, harus mempekerjakan orang
104
LUMEN CORDIUM
quality ageing: harnessing second demographic bonus ■
tua, dengan suatu rasio, sehingga mereka pasti produktif. “Di Indonesia, mestinya hal ini juga bisa,” kata Susanto. Akan tetapi, ada suatu model yang ia kurang setuju. Susanto menunjuk model Singapura, kurang sesuai budaya kita. Orang tua dipekerjakan membersihkan toilet, atau membersihkan sisa-sisa makanan. “Gak tega, rasanya,” kisah Susanto. “Meski di baliknya ada pesan: Kamu kerja yang gampang-gampang saja. Walaupun di pihak lain, ada tour bagi orang tua yang terlantar. Peran apa lagi dalam hal berbangsa dan hidup berkomunitas yang bisa dimainkan warga senior? “Sebagai generasi yang sudah tua, yang banyak pengalaman hidup dan makan asam garam, Lansia dapat mengambil peran sebagai orang yang sering mengingatkan. Namun, jika hal sama, dan berulang-ulang diingatkan, orang jadi gak suka.” Lalu bagaimana baiknya? “Harus ada saluran. Lansia bisa menyampaikan solusi masalah bangsa agar bisa diterima. Misalnya, bisa lewat buku, atau sarana penyampaian lain yang efektif. Perlu di media audio visual juga. Ada bagian khusus yang menyuarakan pesan-pesan orang senior, yang menyampaikan nilai, kearifan, kebijaksanaan. Tidak kalah penting, adalah hasil refleksinya.“ Menurut Susanto, setidaknya terdapat dua elemen utama yang harus diciptakan sekaligus ditingkatkan untuk mencapai menua yang berkualitas. Pertama, peace of mind (ketenangan batin). Kedua, good relation (hubungan baik). Meski demikian, terdapat dua elemen yang cukup terkait dengan daya-upaya di masa lampau–ketika muda-yakni keamanan dari sisi finansial dan kondisi kesehatan. Ketenangan batin di usia senior adalah kata kuncinya. Akan tetapi, tidak bisa terlepas dari adanya usaha membangun hubungan yang baik, terutama dengan keluarga
LUMEN CORDIUM
105
inti, anak misalnya. Dicontohkannya, tidak sedikit orang yang tidak bisa berdamai dengan hati dan jiwanya, oleh karena tidak memiliki hubungan baik dengan anaknya. “Dikasih nasihat dan peringatan, padahal maksudnya baik, sang anak malah tidak menerima. Tidak sedikit, karena merasa punya pendidikan dan berpengetahuan, anak yang membantah serta melawan orang tuanya. Nah, si orang tua menjadi sakit hati karenanya. Mulai kecewa, tidak bertegur sapa. Dari tidak bertegur sapa ini, meningkat menjadi tidak saling mengunjungi. Lalu terjadi miskomunikasi. Lama-lama tertoreh luka batin di sana. Inilah yang dimaksudkan dengan perlu membangun good relationship.� Hubungan baik ini jika dijabarkan ada 6 butir pokoknya: 1. Hubungan baik dengan Sang Pencipta. 2. Hubungam baik dengan diri sendiri dan dengan pasangan. 3. Hubungan dengan saudara kandung. 4. Hubungan intergenerasi. 5. Hubungan dengan teman. 6. Hubungan dengan masyarakat luas. Ke-6 relasi di atas mengandaikan bila seorang hidup bersaudara dalam sebuah keluarga dan menikah. Tapi ada pula anak tunggal dan orang yang tidak menikah, bagaimana? Tetap saja, poin 1, 2 (dengan diri sendiri), 4, 5, dan 6 menjadi penting bagaimana membangun relasi yang baik. Kita manusia memang makhluk individu, namun juga makhluk sosial dan religius. Sehingga berdamai dengan diri sendiri (bisa menerima, bukan berarti memaafkan diri sendiri, lalu berusaha menjadi semakin baik dan lebih baik lagi), berdamai dengan sesama (orang lain), dan berdamai dengan Tuhan menjadi syarat kedamaian dalam pikiran. Energi Susanto masih membara, ia kian menggebu bicara soal menjadi tua secara berkualitas. Meeting room kantor pribadinya menjadi saksi, white board dan paperclipart penuh dengan coret-coretan catatan. “Tidak kalah penting untuk menjadi
106
LUMEN CORDIUM
quality ageing: harnessing second demographic bonus â–
Habitus tulisan: Setajamtajamnya ingatan, jauh lebih tajam tinta yang paling buram. Susanto terbiasa segala sesuatunya dicatat, dan dilakukan secara terencana.
tua secara berkualitas, adalah kaitan seseorang dengan masa lalu. Apakah itu?� ia melontarkan pertanyaan reflektif. Kita bisa saja menebak yang dimaksudkan, tapi bisa juga meleset. “Keamanan dari sisi finansial dan kondisi kesehatan itu semacam tabungan. Faktor pendukung kedamaian pikiran.�
Susanto Eagle Advantage Susanto bukan hanya sekadar berkata-kata tentang bagaimana menjadi tua dengan berdaya guna. Ia mewujudnyatakannya dalam tindakan dan perbuatan. Maka tercipta sebuah perkumpulan. Gabungan dari para praktisi senior berbagai bidang keterampilan dan usaha. Hal yang menarik adalah bahwa gabungan ini terdiri atas para senior dari berbagai rentang usia dari 60-83 tahun.
LUMEN CORDIUM
107
Adapun gabungan para senior dari berbagai kelompok usia itu dinamakan “Susanto Eagle Advantage”. Anggota sungguh ingin memberi kontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara. “Jadi tidak ingin menjadi beban, melainkan sebaliknya: memberi kontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara. Pengalaman dan kematangan sebagai senior memungkinkan anggota untuk memberikan nasihat dan konsultasi sesuai dengan visi Presiden Jokowi untuk Indonesia maju dengan program Nawacita-nya,” terang Susanto.
108
LUMEN CORDIUM
Sekolah/Kuliah Lagi Ada semacam joke yang santer beredar demikian: Mahasiswa dapat dikenali dari aroma/ baunya. Mahasiswa S-1 bau kencur. Mahasiswa S-2 bau wangi. Lalu apa yang menjadi aroma khas mahasiswa S-3? Konon katanya, mahasiswa S-3 dikenali dari baunya, yakni baru minyak kayu putih dan rheumason. Tapi di negara Cina dan Malta, klasifikasi mahasiswa “berdasarkan bauâ€? itu tidak berlaku. Kini di negara itu sedang booming orang tua masuk Universitas. Sehingga banyak juga Lansia yang berbau kencur dan wangi, sebab mereka belajar lagi mengambil jenjang pendidikan S-2 dan S-1, dalam rangka menjadi produktif di hari tua. Warga senior belajar lagi boleh, tetapi hendaknya bisa menyuarakan sesuatu. Harus ada beban dan tanggung jawab untuk manusia usia 60 ke atas, mereka diharapkan lebih memberikan yang bisa disebut legacy. Misalnya, ketika sudah uzur, seorang warga senior bisa bercerita, “Pramuka dulu saya bangun. Pohon itu dulu saya yang tanam. Sekolah yang berkembang itu dulu saya Ketua Komitenya. Jalan yang bagus itu dulu saya yang menjadi inisiator gotong royongnya. Dan lain-lain. Menurut Susanto, Legacy orang tua perlu diarahkan untuk zaman sekarang. Mendengar istilah ini, orang kerap hanya terarah kepada harta atau warisan yang ditinggalkan saja. Padahal, Legacy ini luas pengertiannya. Yakni peninggalan baik sekaligus berharga yang diwariskan orang tua ke generasi berikutnya. Bisa berbentuk warning, atau nasihat-nasihat yang memberi arahan kepada generasi untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. Menjadi tua, dengan demikian, bukan sesuatu yang mengkhawatirkan. Semua bisa berkontribusi untuk sesama, sesuai dengan rentang usia dan kapasitas masingmasing. ď ą
LUMEN CORDIUM
109
Ceramah Quality Ageing
110
LUMEN CORDIUM
Bab 4 Multi Interest - Multi Genre Ragam Minat - Ragam Buku
LUMEN CORDIUM
111
112
LUMEN CORDIUM
Multi Interest - Multi Genre Ragam Minat - Ragam Buku Tiap penulis, sebagaimana halnya seniman, punya karya yang dianggap ter- Manakah dari 69 buku Susanto yang terkategori serba?
T
iap atlet, senantiasa punya idola sesama atlet juga pada cabangnya. Ada pertandingan tertentu yang berkesan, yang tetap dikenang sepanjang hayat dikandung badan. Pengarang dan penulis juga
demikian. Di antara puluhan, bahkan ratusan karyanya, tentu ada yang Ter- Kategori Ter- ini, ada banyak, misalnya: Termewah (luks) dari sisi tampilan fisik, paling laris, paling disukai, hingga yang paling tebal di antara buku yang telah ditulis dan dipublikasikannya. Penggila buku, atau buku-mania, sudah ada legendanya sejak lama. Jika tidak, tidak akan muncul istilah “bibliofili”, yang pastinya kemunculan terminologi ini ditengarai bersamaan waktunya dengan filateli, pecinta dan kolektor perangko. Dari kata Yunani “biblos” yang berarti: buku dan “filos” yang berarti: cinta; bibliofili merujuk kepada seseorang yang haus buku, seorang pemburu buku langka nan bersejarah, sekaligus pembaca yang ulung. Ia juga memiliki perpustakaan pribadi dan keluarga. Ditandainya pula, mana buku yang tidak boleh dipinjamkan dan hanya dapat dibaca di tempat, dan mana yang boleh. Pendeknya, bibliofili merujuk ke seorang gila-buku, yang mungkin bantalnya untuk tidur dengan tumpukan buku.
LUMEN CORDIUM
113
Kita akan menelisik, buku mana saja dari puluhan karya Susanto yang masuk kategori Ter-? Kita mulai dari buku yang paling disukainya.
Buku Yang Disukai Dan Memberi Royalti Lumayan Sinar surya memancarkan warna merah jingga. Biasnya tembus masuk celah-celah daun mangga. Rumah besar, yang samping tembok depan gerbang masuknya bertuliskan “Lumen Cordium�, tersibak. Seorang security, penjaga keamanan rumah itu, mempersilakan masuk seraya membuka daun pintu lebar-lebar. Setelah melewati teras rumah, masuk ke dalam, ke ruang tamu. Teh hangat dengan makanan ringan lumpia goreng khas Semarangan tersaji di depan menemani ngobrol santai pagi jelang siang itu. Teh dijumput. Lumpia yang masih hangat pun masuk mulut. Amboi, betapa lezatnya! Sesudah menikmati sajian makanan kecil para pangeran itu, kami pun masuk ruang kerja pribadi Susanto. Semua tertata dengan apik. Rak-rak buku berderet rapi. Dipadu warna alami, cokelat, begitu kontras lagi pas menjadi penyimpan buku-buku yang sebagian besar adalah karyanya sendiri. Teringatlah kita pada kata-kata Cicero. Katanya, “Ut conclave sine libris, ita corpus sine anima -- Sebuah ruangan tanpa buku, bagai raga tanpa jiwa.� Di antara sekian puluh buku yang ditulis dan diterbitkannya, Susanto suka satu. Sebuah buku dengan sampul warna kuning emas, dipadu dengan ilustrasi gambar seekor naga. Simbol suatu suku bangsa di muka bumi ini yang tiada habisnya untuk digali filosofi kedalaman maknanya. Tiap suku bangsa di muka bumi ini punya simbol. Merunut kepada makna hakiki dari simbol, maka kita segera bertemu dengan hubungan antara tanda, penanda, dan apa yang ditandakan. Interaksi peran antara penanda dan apa yang ditandakan dapat menghasilkan tanda (sign) yang merupakan penanda (signifier) untuk apa yang ditandakan (signified).
114
LUMEN CORDIUM
multi interest - multi genre â–
Susanto dan buku yang paling disukainya.
Sudah tentu, ada konsep tertentu di balik sebuah simbol. Ia tidak lahir di ruang hampa, senantiasa ada konteks dan latarnya. Demikian pula halnya suku bangsa Cina. Etnis yang mendiami daratan Cina serta menyebar ke seantero jagad ini, mengambil tamsil dari khasanah yang dianggap cukup untuk menggambarkan siapa dirinya. Di balik simbol, terdapat berbagai tali-temali, juga harapan dan mimpi, yang ingin dikejar dan dijadikan kenyataan. Lebih dari sekadar tanda dan penanda, sebagaimana dikemukakan Womack, simbol merupakan sarana komunikasi. Secara umum, simbol adalah gambar, kata, atau
LUMEN CORDIUM
115
perilaku yang memiliki banyak tingkatan makna. Simbol singkatan dari konsep yang terlalu rumit untuk dinyatakan secara langsung dengan kata-kata. “Symbols are, above all, a means of communication. In general term, symbol are images, words, or behaviors that have multiple levels of meaning. Symbol stand for concept that are too complex to be stated directly in words (Womack, hlm. 1-2).
Simbol Naga Naga kemudian identik dengan Cina. Ia makhluk legendaris dalam mitologi Cina, cerita rakyat Cina, dan boleh dikatakan sebagai budaya Asia Timur pada umumnya. Naga Cina memiliki banyak bentuk binatang yang digambarkan seperti kura-kura dan ikan, tetapi paling sering digambarkan seperti ular dengan empat kaki. Makhluk ajaib sekaligus magis itu secara tradisional melambangkan kekuatan potensial dan keberuntungan, terutama karena kuasanya atas air, curah hujan, topan, dan banjir. Naga juga merupakan simbol kekuatan, kedigjayaan, dan keberuntungan bagi orang-orang yang dignity (pantas, layak) dalam budaya Asia Timur. Selama masa Kekaisaran Cina, Kaisar Cina biasanya menggunakan naga sebagai simbol kekuatan dan kekuatan kekaisarannya. Dalam budaya Tiongkok, orang yang sangat baik dan luar biasa lazimnya disimbolkan dengan naga, sementara orang yang tidak mampu tanpa prestasi dikaitkan dengan makhluk lain yang tidak dikenal, seperti cacing. Sejumlah peribahasa dan idiom Tiongkok menampilkan rujukan pada naga, seperti “Berharap seorang anak kelak dikemudian hari akan menjadi naga” (Cina sederhana: 望子成龙; Cina tradisional: 朢 子成龍; pinyin: wàng zi chéng lóng). Secara historis, naga Tiongkok dikaitkan dengan Kaisar Cina dan menggunakan simbol untuk mewakili kekuatan kekaisaran. Pendiri dinasti Han, Liu Bang mengklaim bahwa ia dikandung setelah ibunya mimpi tentang seekor naga. Selama dinasti Tang, Kaisar
116
LUMEN CORDIUM
multi interest - multi genre ■
mengenakan jubah dengan motif naga sebagai simbol kekaisaran, dan pejabat tinggi mungkin juga disajikan dengan jubah naga. Dalam dinasti Yuan, naga lima cakar bertanduk dua digunakan untuk digunakan oleh Putra Surga atau Kaisar saja, sedangkan naga empat cakar digunakan oleh para pangeran dan bangsawan. Demikian pula selama dinasti Ming dan Qing, naga bercakar lima itu hanya diperuntukkan bagi Kaisar saja. Naga dalam tradisi dinasti Qing muncul pada bendera nasional Tiongkok pertama. Naga kadang-kadang digunakan di Barat sebagai lambang nasional Cina meskipun penggunaan seperti itu tidak umum terlihat di Republik Rakyat Cina atau Republik Cina. Namun, naga umumnya digunakan sebagai simbol budaya. Di Hong Kong, naga adalah komponen dari lambang di bawah kekuasaan Inggris. Hal itu kemudian menjadi bentuk desain Merek Hong Kong, simbol dari promosi pemerintah. Naga Cina memiliki konotasi yang sangat berbeda dari naga Eropa. Dalam budaya Eropa, naga adalah makhluk yang mengembuskan napas api dengan konotasi agresif, sedangkan naga Cina adalah simbol spiritual dan budaya yang mewakili kemakmuran dan keberuntungan, selain hujan dari dunia Dewa yang menumbuhkan harmoni. Seperti diketahui bahwa pemerintah Tiongkok memutuskan untuk tidak menggunakan naga itu sebagai maskot Olimpiade Musim Panas 2008 resmi mengingat konotasi agresif yang dimiliki naga di luar Tiongkok, dan sebagai gantinya memilih simbol yang lebih “ramah”. Naga dalam tradisi Cina mengarahkan pandangan ke muka, mencengkeram mutiara di kakinya. Adalah tabu untuk menodai penggambaran naga yang sakti lagi mulia ini. Kadangkadang orang Cina menggunakan istilah “Keturunan Naga” (Cina yang disederhanakan: 传人的传人; Cina tradisional: 傳人的) menjadi simbol identitas etnis, sebagai bagian dari kebiasaan yang dimulai pada era 1970-an ketika berbagai negara Asia sedang mencari simbol binatang sebagai representasi jatidiri, misalnya serigala dapat digunakan oleh bangsa Mongol karena dianggap sebagai leluhur legendaris mereka.
LUMEN CORDIUM
117
Jadi Judul Buku Ada berbagai kiat di dalam menentukan judul buku. Yang lazim adalah mengambil dari intisari substansi buku. Namun, kerap pula ada penulis yang menggunakan simbol untuk mengungkapkan makna terdalam dari pikirannya menjadi judul buku. Sedemikian penting judul sebuah buku. Tak jarang, dari judulnya, orang bisa tertarik membaca, kemudian membelinya. Karena itu, tidak sembarang orang bikin judul buku. Sebegitu penting judul dalam sebuah sampul buku, sehingga Kremer (1993: 94) mencatat, “You can sell a book by it cover”. Yang pertama tampak dalam sebuah buku, tentu saja, judulnya. Susanto menjadikan “dragon” sebagai judul buku. Lengkapnya The Dragon Network, yang proses kreatifnya sendiri sebenarnya cukup unik. Dragon diambil jelas sebagai simbol negeri Tirai Bambu. Ada “Network”, yakni jejaring. Ada dua hal yang unik dari fenomena ini. Yang pertama, ada sikap saling tolong antarsesama hoakiao, sesama perantauan, sehingga muncul tali ikatan batin sebagai sebuah keluarga besar sedemikian kuat. Yang kuat merasa ada kewajiban moral untuk membantu yang memerlukan pertolongan. Yang kedua, muncul rasa “belarasa”, yakni sikap tanggung gugat kepada sesama saudara yang memerlukan pertolongan. Sikap belarasa ini didasari saling kepercayaan.
Berawal dari Family Bussiness Adalah putrinya yang bungsu, Patricia Susanto, yang sejak lama berkanjang dan meminati topik family bussiness (bisnis keluarga). Minat ini kemudian menggelitik hatinya, kemudian mengantarnya mendalami secara akademik bagaimana perusahaan keluarga dikelola, sehingga bukan saja menjadi sebuah usaha yang skala kecil (keluarga), melainkan juga menggurita dan berdampak pada masyarakat luas.
118
LUMEN CORDIUM
multi interest - multi genre ■
Patricia belajar menekuni bidang Manajemen Organisasi dan Sistem Informasi Manajemen sesuai dengan gelaran yang diraihya “Bachelor of Science” dalam kedua bidang tersebut di University of Southern California, Los Angeles, USA. Patricia juga mendalami Manajemen Sumber Daya Manusia dan Psikologi dan meraih gelar “Master of Human Resource Management” dari Griffith University, Brisbane, Australia. Lalu meraih gelar Magister Psikologi dari Universitas Indonesia. Sebelum bergabung dengan The Jakarta Consulting Group (JCG), Patricia pernah bekerja sebagai R & D Associate di Fazelli and Sons, Business Developer pada Omni Security dan Negotiator di Initiative Media, Los Angeles, USA. Ia banyak terlibat dalam memberikan ceramah maupun konsultasi topik Family Business, terutama dari perspektif generasi penerus. Pada
2007,
bersama
AB
Susanto,
Himawan Wijanarko, dan Suwahjuhadi Mertosono,
Patricia
menulis
dan
menerbitkan
buku
berjudul
The
Jakarta Consulting Group on Family Bussiness. Buku setebal 478 halaman ini terdiri atas 13 Bab dan mengupas perusahaan keluarga, lengkap dengan permasalahan dan prospeknya. Buku ini tentu saja cukup mendapat perhatian, terutama karena isunya yang bukan saja “seksi”, melainkan juga
menantang.
Menantang,
karena ada semacam mitos yang beredar bahwa perusahaan keluarga:
LUMEN CORDIUM
119
generasi pertama membangun, generasi kedua menikmati, dan generasi ketiga menghancurkan. Tantangan, dan yang diharapkan adalah: generasi pertama membangun, generasi kedua menikmati, dan generasi berikut melambungkannya. Inilah sisi menarik dari buku ini, sehingga menjadi pembicaraan, dan bahan kajian. Nah, berawal dari topik family business inilah, Patricia mulai dilirik. Terutama perspektifnya dari generasi kedua, suatu sudut pandang yang sangat jarang. Barangkali banyak generasi kedua mengkiritisi sekaligus melanjutkan bisnis keluarga, namun segelintir yang menuliskannya. Itulah yang dilakukan Patricia, sehingga menjadi perhatian sebuah badan penerbit terkemuka yang bermarkas di Amerika Serikat. Seiring dengan waktu dan pengalaman, penulis buku memang kerap mengalami apa yang disebut dengan multiplier effect, yakni efek berguling, di mana satu buku akan membawa banyak efek lainnya. Entah orang meminta menjadi narasumber, meminta wawancara, entah meminta untuk menulis buku baru lainnya lagi. Patricia, dalam kapasitasnya sebagai salah satu penulis buku family business, terdeteksi sampai luar negeri minatnya dan pengetahuannya tentang bisnis keluarga di Indonesia. Apalagi yang istimewa adalah bahwa ia putri AB Susanto, pendiri sekaligus owner The Jakarta Consulting Group. “Awalnya, dari Patricia yang mendalami dan menggeluti family business. Di dalamnya, ada juga perusahaan-perusahaan keluarga etnis Tionghoa. Banyak bisnis etnis Cina, entah di Tiongkok entah di luar Tembok Raksasa, adalah perusahaan milik keluarga,� terang Susanto. Hal yang menarik, apa yang menjadi ciri khas keluarga Tionghoa. Yakni bisnis keluarga pada umumnya berjalan, antara lain difaktorkan oleh kepercayaan budaya
120
LUMEN CORDIUM
multi interest - multi genre ■
yang kuat pada keluarga serta dilandasi oleh perilaku di dalam menjaga nilai budaya dan tradisi leluhur dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk bisnis. Karena menjadi inovatif, fleksibel, tumbuh dalam jaringan, penuh jiwa wirausaha, dan efisiensi, bisnis keluarga Cina terus berjaya selama bertahun-tahun dan ini menjadi daya tarik untuk mengetahui bagaimana sebenarnya jaringan itu berfungsi. Oleh sebab itu, apa yang disebut “network” dari keluarga Tionghoa –dalam konteks ini The Dragon Network—adalah sebuah wilayah kajian yang menarik, sekaligus menantang. “Penerbit yang menghubungi. Kami diminta menulis mengenai bagaimana jaringan naga itu bekerja,” papar Susanto. “Patricia yang lebih banyak bekerja, modalnya ia sudah punya pengalaman dan sedikit pengetahuan mengenai family business.” Tawaran yang menarik, sekaligus menantang ini pun dijawab ayah dan sang putri. Dalam lubuk hati Susanto yang paling dalam, ia mengaku bahwa ini kesempatan. Sebelumnya, di usia yang belum lagi menginjak kepala 6, sempat terbetik hasrat ingin membanding-banding diri dengan penulis andal dan terkenal lainnya, utamanya penulis luar negeri. Pada tahun 1996, terbit buku The Clash of Civilizations karya Samuel P. Huntington. Susanto tergelitik, sekaligus sedikit terobsesi oleh buku ini. Tesisnya adalah bahwa di era pasca Perang Dingin, yang menjadi sumber konflik adalah identitas budaya dan agama. Benturan peradaban ini, membagi dunia ke dalam peradaban-peradaban besar yang saling berbenturan satu sama lain. ”Sempat terlintas, ingin menulis semacam buku tandingan. Namun, melihatnya dalam perspektif yang berbeda jika tidak dikatakan sebaliknya. Inginnya The Syncretism of Civilizations. Yakni usaha menggabungkan nilai-nilai dan kebaikan-kebaikan dalam peradaban-peradaban dunia menjadi sebuah kekayaan sekaligus kekuatan, bukan
LUMEN CORDIUM
121
sumber konflik,” kisah Susanto. Hanya saja, dia belum menemukan istilah yang tepat untuk “penggabungan” itu. Hingga, suatu ketika, ada tawaran dari salah satu penerbit besar dan terkemuka di Amerika Serikat. Ketika itulah muncul dalam hati, mungkin ini sebuah kesempatan langka untuk mewujudkan apa yang pernah dimimpi, yakni menerbitkan buku yang menjadi legenda. Berawal dari mimpi mengenai buku yang bergengsi dan berkelas internasional, topik mengenai bisnis keluarga, lahirlah buku yang dimimpi-mimpikan itu. Inilah kata orang, “Jika berpikir mengenai suatu akan terjadi terjadikan.” Hingga suatu hari, kesempatan itu pun datanglah. “Oh, boleh juga tawarannya,” papar Susanto. Ia menjelaskan, “Patricia yang mulamula dihubungi. Lalu kami mengiyakan akan riset kemudian menulis bersama buku mengenai jaringan naga, The Dragon Network. Saya pikir, ini tidak terlampau jauh meleset dari apa yang pernah saya bayangkan sebelumnya. Bahwa suatu ketika di kemudian hari, akan menulis dan menerbitkan buku yang berdampak cukup luas dan memengaruhi orang lebih banyak,” ungkapnya. Susanto meneruskan kisahnya. Kali ini sebagai penulis buku. “Adalah impian tiap penulis jika bukunya dibaca banyak orang dan memengaruhi. Sebagai alat komunikasi yang dimengerti dan digunakan sebagian besar umat manusia di planet bumi ini adalah bahasa Inggris. Nah, buku ini terbit dalam bahasa Inggris dan diterbitkan penerbit terpandang, bermarkas di Amerika Serikat pula. Banyak orang mafhum akan reputasi penerbitnya, yakni Wiley.” Dikemukakan, buku ini termasuk yang cukup memberi manfaat dari berbagai segi. Karena dicetak dalam oplah banyak, sehingga royalti yang didapat pun lumayan. Lagi pula, ditulis dalam bahasa Inggris sehingga pembaca melampaui negara dan bangsa. Harganya pun boleh dikatakan cukup mahal bila dibandingkan dengan buku di dalam negeri.
122
LUMEN CORDIUM
multi interest - multi genre â–
Mengapa Paling Disukai? Sebagai penulis, seseorang biasanya menyukai satu di antara sekian bukunya. Entah karena proses kreatifnya yang unik, entah karena tampilan fisiknya, entah karena kepuasan yang didapat darinya berupa materi maupun kebanggaan lainnya. Sejak menulis dan meluncurkan buku perdana, Manajemen Aktual (1997), dari tangan Susanto telah terbit tidak kurang dari 60 buku. Nah, dari sekian bilangan buku yang ditulisnya, manakah yang paling ia sukai? Karena apa? “Ya, buku The Dragon Network itulah,� aku Susanto. Menurutnya, ada beberapa sebab mengapa ia menyukai buku setebal 209 halaman, tampil dengan hard cover, berjaket, lagi dicetak dalam kertas matt paper yang tampilannya terkesan luks. Seperti kolektor benda-benda antik, atau
pelukis,
tiap
artis
menyukai
buah karyanya. Penulis pun demikian. Sebagai
penulis,
Susanto
mengaku
menyukai buku ini di antara lebih dari 60 buku ber-ISBN yang sudah ditulis dan diterbitkannya. “Buku ini juga mengalami proses yang cukup ketat. Editingnya sangat cermat. Sehingga akurasi terjaga. Sebuah buku yang berbeda, bernas. Padat berisi. Tidak mudah menulis buku seperti ini,� katanya. Akan tetapi, di balik sebuah buku, tentu ada fenomenon atau novelty (kebaruan)
LUMEN CORDIUM
123
yang menjadi penciri, sehingga membuatnya menarik dan memancing rasa ingin tahu. Buku ini pun demikian.
Fenomena Menarik Fenomena adalah jamak dari “fenomenon: yang berarti gejala, atau sesuatu yang tampak luar. Di balik apa yang tampak di permukaan bahwa etnis Tionghoa menyebar ke segala penjuru dunia (China overseas, atau kerap pula disebut diaspora, atau istilah kerennya hoakiau), sebenarnya menarik mengamati mengapa mereka bisa bertahan, bahkan sukses di mana saja? Seperti kita ketahui, Cina perantauan saat ini tidak kurang dari 50 juta orang Tionghoa perantauan. Sebagian besar dari mereka tinggal di Asia Tenggara di mana mereka merupakan mayoritas penduduk Singapura, yakni 75%. Ada pula terdapat populasi minoritas Tionghoa di Malaysia (23%), Thailand (14%), Brunei (10%), Indonesia (1%), Filipina, dan Vietnam yang juga minoritas namun cukup berkiprah di dunia bisnis dan perdagangan. Setelah reformasi yang terjadi pada era Deng Xiaoping, sikap RRC terhadap orang Cina perantauan berubah secara dramatis. Cina perantauan bukan lagi dipandang sebagai “orang yang lari meninggalkan negeri Naga�, namun mereka dipandang sebagai orang yang dapat membantu pengembangan RRC melalui keterampilan dan modal mereka. Selama tahun 1980-an, RRC secara aktif berupaya mencari dukungan dari orang Tionghoa perantauan di luar negeri dengan mengembalikan barang-barang yang telah disita setelah revolusi 1949. Baru-baru ini kebijakan RRC telah berusaha untuk mempertahankan dukungan dari orang-orang Tionghoa yang baru saja pindah, yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa Tiongkok yang mencari pendidikan sarjana dan pascasarjana di dunia Barat. Banyak diaspora Cina sekarang berinvestasi di negeri asal
124
LUMEN CORDIUM
multi interest - multi genre ■
leluhurnya yang menyediakan sumber daya keuangan, jaringan sosial dan budaya, pertemanan, dan peluang. Menjadi fenomena menarik: mengapa di perantauan hubungan batin dan kekeluargaan etnis Cina tetap kuat? Mengapa ada semacam “panggilan” untuk tetap memberi kontribusi kepada sesama etnis dan negeri leluhur? “Itulah yang saya gambarkan dengan istilah ‘Network That Really Work’, jejaring yang benar-benar bekerja,” Susanto memberi hasil pengamatannya. “Sebab ada banyak jejaring, namun tidak bekerja.” Ada syarat tertentu, menurut Susanto, suatu jejaring bisa bekerja efektif. Yang pertama, tentu saja, ada semacam komitmen pribadi. Komitmen pribadi ini menyangkut integritas dan harga diri. “Rasa malu adalah sumber kebenaran dan kebijaksanaan. Orang yang memiliki rasa malu, akan merasa bersalah apabila melanggar rambu-rambu kejujuran dan kepantasan. Muaranya, rasa malu ini akan mendatangkan kepercayaan, dan kepercayaan (sosial) mendatangkan kepercayaan finansial,” terang pria bershio macan. Susanto memberi contoh dan ia mengalami sekaligus menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Ada calon pengusaha etnis Tionghoa perantauan yang ingin membuka usaha. Tidak lempang juga jalan mendapatkan bantuan dana dari para pemodal seetnis, namun yang dilakukan pertama-tama adalah dengan melihat integritas, track record, atau menelisik adakah orang itu punya “rasa malu?” “Diundang begitulah istilahnya. Diajak ngobrol-ngobrol. Dari obrolan itu, akan ketahuan yang bersangkutan serius apa tidak dengan rencana usahanya? Apakah dia punya integritas? Apakah dia juga berasal dari keluarga baik-baik, dan punya komitmen pada apa yang akan dilakukannya?”
LUMEN CORDIUM
125
Acara Launching Buku The Dragon Network
Acara Talkshow dan Launching Buku The Dragon Network bersama Penerbit John wiley dan Sons Bloomberg Press.
126
LUMEN CORDIUM
multi interest - multi genre â–
LUMEN CORDIUM
127
Jadi, ada semacam tes, uji coba penjajakan awal. Tidak serta merta pula bantuan dana diberikan. Ada semacam tes. Meski tidak formal, tes ini untuk melihat kesungguhan dan integritas yang bersangkutan. Jika dianggap memenuhi syarat, maka kepadanya diberikan bantuan usaha. Jika tidak, ya tidak. “Namun, jika ia misalnya melanggar komitmen, otomatis namanya tersebar ke mana-mana. Maka akan sekali itu saja ia dibantu,” terang Susanto. Inilah yang ia sebut dengan “jejaring yang sungguh bekerja.” Memang, orang-orang Cina perantauan cukup kuat dalam hal permodalan. Namun, tidak mudah pula mendapatkan kepercayaan begitu saja. Kepercayaan ini yang sulit didapat. Bukan saja menyangkut bagaimana mengemban amanah dan tanggung jawab kepada pemodal, melainkan juga kepercayaan dalam hal “merasa malu” tadi. Jejaring bisa berbentuk organisasi. Di dalamnya, ada sekelompok orang yang bekerja untuk tujuan yang sama. Jika ada sekelompok orang yang bekerja untuk tujuan macam-macam, itu bukanlah sebuah organisasi. The Dragon Network intisarinya ihwal kisah di balik sukses bisnis keluarga Tionghoa. Seperti disengaja, dan didesain sedemikian rupa, berisi 12 bab. Mengungkap dibalik fenomena pertumbuhan cepat bisnis keluarga Tionghoa di berbagai belahan dunia hingga bagaimana mengembangkan sekaligus mendorong tumbuh kembangnya bisnis keluarga Tionghoa ke depan. Akankah ke muka, di antara mengguritanya perusahaan multinasional ke berbagai belahan dunia, jaringan naga ini eksis, bahkan makin berjaya? Buku ini memprediksinya. Salah satu kuncinya, adalah “kuasa budaya”. Bagaimana etnis yang tersebar di berbagai belahan benua, dan menguasai perekonomian dunia ini jejaringnya tetap bekerja, tergambar dengan terang benderang. Dan agar tetap berkelanjutan, di bagian paling belakang buku ini sebuah subjudul menarik yang menjadi kunci: “Creating a new business paradigm, strategy,
128
LUMEN CORDIUM
multi interest - multi genre ■
structure, and system.” Jika paradigma sudah terbentuk, strategi didapat, struktur dibangun, serta sistem berjalan, maka itulah: jejaring yang bekerja. Network That Really Work.
Buku Paling Kurus dan Paling Gemuk Tiap wacana, berawal dari sepatah kata. Tiap buku mulai dari satu ide, sebuah gagasan saja. Lalu dikembangkan melalui sebuah teknik mengembangkan gagasan, yang dalam dunia penulisan kreatif disebut spider diagram, yang oleh Tony Buzan disebut mind mapping (peta pikiran). Lupakan Buzan, sebab di dalam dunia penulisan buku sesungguhnya seorang bisa mulai dari mana saja, asalkan tahu di mana yang menjadi titik pusat atau spider gagasan. Jika melihat sarang laba-laba, maka itulah net, jejaringnya, sementara laba-labanya sendiri berada pada posisi paling sentral yang menjadi pusatnya. Buku yang baik juga demikian, selalu jejaring (bab)-nya mengerucut ke pusat yang menjadi judul. Lazimnya, judul mencerminkan intisari buku. Demikianlah proses kreatif Susanto menulis buku. Ia tidak mulai urut kacang dari depan sampai belakang, dari Bab 1 sampai Bab akhir, namun mulai dari mana suka. Hasil akhirnya, baru sebuah buku yang sistematis, proporsional, dan koheren. Dalam menulis buku, Susanto menetapkan lebih dulu topiknya. Lalu topik yang telah ditetapkan itu, dibagi-bagi ke dalam sistematika, satu kesatuan gagasan kecil-kecil yang saling menopang gagasan pokok. Setelah ketemu, baru diberikan daging atau yang menjadi isinya. Sudahlah tentu bahwa ada bab tertentu, atau bagian tertentu, yang lebih panjang ulasannya dibanding bagian lain. Itulah yang disebut “barang jualan”, ibarat pajangan utama barang-barang di sebuah toko atau mal. Lalu soal tebal tipisnya buku? “Sangat bergantung kepada segmen yang menjadi target buku itu,” papar Susanto. “Jika misalnya pembaca menginginkan suatu bahasan
LUMEN CORDIUM
129
Buku terkurus dan tergemuk. Tidak penting jumlah halamannya, yang penting sehat (idenya utuh dan bahasannya tuntas).
detail lengkap dengan contoh kasus, maka sebuah buku akan menjadi cukup tebal. Oleh sebab itu, buku-buku karya saya bervariasi kurus tebalnya,” kisah Susanto. Kurus gemuk, sengaja dipilih diksi ini untuk menggambarkan bahwa sebuah buku tidak pandang pada tebal tipisnya, yang paling penting –seperti manusia— sehat. Kurus gemuk soal genetika, faktor bawaan. Yang paling pokok sebuah buku itu tuntas, bukan dilihat dari jumlah halamannya. Namanya juga sebuah proses menjadi penulis, seseorang harus bergerak ke kurva good, better, best. Sebagai sebuah buku perdana, Meneladani Jejak Yesus sebagai Pemimpin (1997), meski “hanya” 112 halaman, sudah termasuk good untuk ukuran seorang pemula. “Sempat launching dan bedah buku segala. Waktu itu, ada pater Drost SJ, yang dikenal sebagai pakar pendidikan, turut mengupasnya,” kenang
130
LUMEN CORDIUM
multi interest - multi genre â–
Susanto. “Yang saya ingat, banyak juga datang tokoh dan pejabat saat itu. Ada Alfons Taryadi, Direktur Utama Penerbit Buku Gramedia. Kawan-kawan pengusaha Katolik, yang tergabung dalam Persekutuan Usahawan Katolik (PUKAT) Keuskupan Agung Jakarta, di mana pada waktu itu salah satu tokohnya adalah Michael Utama Purnama dari PT Gudang Garam. Setelah sambutan yang meriah atas buku kurus ini di Jakarta, Surabaya juga menggelar acara serupa. Hal yang di luar dugaan, pesertanya mbludak luar biasa, sampai ada yang tidak kedapatan tempat duduk, berdiri di luar.� Buku yang paling gemuk adalah The Jakarta Consulting Group on Family Business, yang terbit 10 tahun kemudian (2007). Dengan jumlah 496 halaman (xviii + 478), inilah pustaka pertama di Indonesia yang membahas topik perusahaan keluarga secara komprehensif. Memang ditulis bersama tiga co-writers lain, namun Susanto tercatat sebagai penulis-pertama. Penulis-rekan yang lain untuk buku ini adalah Himawan Wijanarko, Patricia Susanto, dan Suwahjuhadi Mertosono. Tampilannya hard cover, berjaket, berpita hitam, namun kertas isinya ringan dengan school book paper, diterbitkan oleh Divisi Penerbitan The Jakarta Consulting Group.
Buku Paling Luks Tampilan fisik buku memang penting, meski isi juga tidak kalah penting. Akan tetapi, sebuah buku yang luks, yang bahannya terbuat dari materi berkelas serta mahal, full color lagi, sangat langka di Indonesia. Umumnya buku yang beredar dan diperjualbelikan soft cover, yang bahan isinya dari kertas school book paper atau HVS. Jarang yang diiterbitkan menggunakan kertas isi art paper, full color, dan dengan flap (lidah) lagi. Manakah buku karya Susanto paling mewah? Sudah tentu A Handbook for Coffee Lovers. Tulisan judul utamanya Coffeedengan huruf timbul (embos), warna persis seperti biji kopi yang siap giling dengan mesin mahal sebagaimana biasa ditemukan di kedai-kedai kopi berkelas.
LUMEN CORDIUM
131
Terbit
tahun
2017,
buku
yang
dicetak Divisi Penerbitan The Jakarta Consulting Group ini, “Atas kerja sama dengan sebuah perusahaan, mereka yang menyandang dana penerbitan, sehingga bisa menerbitkan buku sebagus itu,” terang Susanto. Katanya, ide awalnya ingin membantu para pecinta kopi Nusantara. Ia mengamati, manual atau bahasan mengenai
kopi
yang
cukup
komprehensif belum ada, padahal kebutuhan untuk itu sungguh nyata. Jangan katakan Anda pecinta kopi manakala belum baca buku ini.
Apalagi, akhir-akhir ini tren sekali di mana-mana menjamurnya Cafe. “A must have book for a coffee lover”,
inilah dia. Seorang pecinta kopi menjadi tidak lengkap manakala belum baca buku ini. Tidak syak, buku ini dibutuhkan dan dipajang di Cafe-cafe, terutama yang ada di kota-kota besar. Bukan saja pemilik yang dicerahkan dan menyukainya, buku ini pun menarik perhatian dan dibolak balik oleh para pengunjungnya. Di sebuah Kafe di Bilangan Lippo Karawaci, Banten misalnya, buku ini sudah sobek jilidan atasnya karena sering gonta ganti tangan mengambil, memagang, dan membacanya. Atas pengalaman menulis dan menerbitkan buku-buku ini, Susanto percaya bahwa tidak ada buku yang tidak laku. Yang ada adalah: buku yang belum bertemu dengan pembeli yang pas.
132
LUMEN CORDIUM
Bab 5 Towards a Broader Cause Melintas Batas
LUMEN CORDIUM
133
134
LUMEN CORDIUM
Towards a Broader Cause Melintas Batas Berguna untuk sesama. Hanya itu, cuma itu, yang membuat seseorang dihargai dan merasa bermakna dalam hidup. Contohnya banyak. Dari Henry Kissinger, Bunda Teresa, hingga Mahathir Mohamad yang hingga usia lanjut tetap produktif dan berguna. Susanto melihat mereka tokoh-model yang patut diteladani.
M
encari kegiatan untuk yang lebih luas? Barangkali, bagi seorang active ageing, istilah yang tepat bukan “mencari”, tapi kegiatan itu datang dengan sendirinya. Apalagi, jika seseorang kompeten di bidangnya,
atau punya keterampilan tertentu yang langka. Tidak semata-mata tenaga yang dibutuhkan, melainkan juga pemikirannya. Kita punya banyak contoh hidup. Henry Kissinger, Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat ke-56 misalnya. Dikenal sebagai diplomat ulung, hingga usia kepala 9 masih aktif dalam kegiatan diplomasi. Ia kerap diminta menjadi mediasi antar-negara yang sedang bertikai, yang sempat mengalami jalan buntu bagi pemecahan masalah saling menguntungkan. Akhir-akhir ini, Kissinger berperan aktif di dalam menjembatani hubungan yang panas antara Cina-Amerika. Banyak mata dan harapan tertuju pada pria berdarah Jerman kelahiran Fürth, Jerman ini berhasil mengemban misinya. Hal itu mengingat, “Dunia akan berada dalam bahaya jika AS dan China membiarkan konflik dagang mereka berkelanjutan menjadi konflik strategis geopolitik atau militer”(Kompas.Com 06/11/ 2018). Atau contoh dalam negeri. Kita kenal Syafii Maarif. Ia seorang ulama yang rendah hati, ilmuwan, dan pendidik. Pernah menjabat Ketua Umum Pengurus Pusat
LUMEN CORDIUM
135
Muhammadiyah, Presiden World Conference on Religion for Peace dan pendiri Maarif Institute. Beliau ini juga dikenal sebagai seorang tokoh yang mempunyai komitmen kebangsaan yang patut untuk diteladan. Di usianya yang tidak lagi muda (84), masih punya seabreg kegiatan. Bukan ia yang mencari, melainkan bangsa dan masyarakat yang membutuhkannya. Pria bersahaja kelahiran 1935 ini senantiasa tampil meneduhkan di berbagai fora. Bukannya kehilangan “pekerjaan”, malah makin bertambah di usia senjanya. Kembali ke topik. Kita sedang membahas kegiatan lebih luas lagi yang bisa dikerjakan seorang warga senior. Dari dua contoh luar dan dalam negeri di atas nyatalah bahwa kegiatan yang lebih luas, di usia lanjut, otomatis dialami seorang yang melampaui batas dirinya, keluarga, klan, kelompok, maupun golongannya. Adapun isu yang ditangani terpusat pada: perdamaian, utamanya perdamaian dalam skop yang lebih luas.
Awalnya Pendidikan Menurut Susanto, perdamaian itu awalnya adalah pendidikan dalam arti luas. Ia percaya pada pendidikan. “Teringat saya akan kata-kata bijak yang mengatakan bahwa: Education bridge confidence. Confidence bridge hope. And hope bridge peace.” Pendidikan adalah jembatannya percaya diri. Percaya diri membangun harapan. Sedangkan harapan menjadi jembatan menuju perdamaian. Itulah mengapa Ibu Musdah Mulia, waktu akan dibuka Global Peace Foundation, menandatangani akte pendiriannya. Sebab ia yakin pada perdamaian. Wanita berjenjang akademik tertinggi, Profesor, kelahiran Sulawesi Selatan, “3 Maret 1958 ini dikenal” sebagai aktivis perempuan, peneliti, konselor, dan penulis bidang keagamaan di Indonesia. Atas kiprahnya pada perdamaian, ia menerima penghargaan Yap Thiam Hien. Bagi perdamaian Indonesia, Musdah rela melakukan apa yang dianggapnya harus dilakukan. Sampai-sampai menyatakan rela jadi martir untuk sebuah negara-bangsa
136
LUMEN CORDIUM
towards a broader cause ■
Indonesia yang damai, bebas dari sikap dan perbuatan intoleransi. Wanita yang kerap disebut “tokoh kontroversial” ini awalnya seorang pendidik. Yang paham jalan bahwa pada muaranya, pendidikan itu adalah jembatan menuju perdamaian. Ada fenomena, orang kaya di USA giat mendirikan lembaga perdamaian dunia. Global Peace Foundation, misalnya. “Indonesia perlu ada Yayasan Perdamaian. Setidaknya, orang-orang yang peduli pada isu sepanjang masa ini,” cetus Susanto.
AB. Susanto dalam kesibukannya tetap bersedia di baiat sebagai pembina di Global Peace Foundation Indonesia.
Ia menggarisbawahi, kerap upaya membangun perdamaian ini terbelenggu oleh masalah dana. Memang betul. Tapi, jika benar-benar mau berkiprah, selalu ada jalannya. Kita selalu berpikir, jika mau berkiprah untuk perdamaian dunia, uangnya kurang, dari mana sumber dana untuk berkegiatan? Maka pilih pendidikan, tetap juga kurang. Lalu makin mengerucut, pilih anak-anak muda, usia 13-17 tahun (SMP – SMA). Mereka masih lentur, masih bisa dibentuk. “Ambilnya siswa SD-SMP, yang menjadi fokus. Kita bentuk hanya character and creativity mereka. Dibentuk karakter anak-anak muda ini, yang dikembangkan kreativitasnya yang bersifat dogmatik ditinggalkan. Pengalaman menunjukkan orang yang bisa survive, bukan orang pandai, yang ijasahnya banyak, tapi orang yang kreatif,” papar pengajar di beberapa perguruan tinggi itu.
LUMEN CORDIUM
137
Indonesia perlu membentuk karakter baik anak-anak muda yang menjadi pemimpin di masa depan. “Membentuk karakter mereka agar nantinya tidak menjadi beban, membentuk supaya bisa bekerja sama, bisa jadi orang baik. Lalu kreatif. Di situ sebetulnya pusat awal pendidikan kita,� Susanto memberi penekanan.
Benih Watak Sejati Menurut Susanto, Konfusius meninggalkan ajaran berupa serangkaian keyakinan dan perilaku yang disusun untuk menghasilkan orang dengan kualitas-kualitas dan karakter-karakter moral unggul melalui pemahaman tatanan sosial. Seberapa besar jejaring kita? Penting juga melihat sejauh mana kita punya network ini agar apa yang kita mimpikan dan lakukan bekerja sebagaimana yang diinginkan. Mengapa? Sebab, kata Susanto, “Kita bisa ciptakan para influencer lewat jejaring itu. Bagaimana supaya kreativitasnya juga penting untuk digali dan ditumbuh kembangkan.� Dalam hasil amatannya, Susanto melihat bahwa orang Indonesia kurang kreatif saja. Orang-orang pintar, akan kalah oleh orang kreatif. Saat ini, simpanan kepintaran adanya di Google. Big Data, yang serba instan cepat sekali untuk melihat dan mendapatkannya. Jadi, ke depan, isu yang jauh lebih penting dari pada sekadar pintar adalah masalah nilai. Perdamaian dunia satu dari nilai, bukan hanya menurut Living Values, melainkan karena memang berlalu universal dan menjadi isu sepanjang masa, tidak pernah basi. Itulah mengapa Susanto tidak menampik dibaiat sebagai Pembina di Global Peace. Dalam kapasitasnya ini, ia diundang ke Karangturi, ceramah mengenai konfusius. Ada sudut pandang dari Taman Siswa. Ada paparan dari pendekatan Jawa, namun dirinya diminta menyoroti masalah Konfusius.
138
LUMEN CORDIUM
towards a broader cause â–
Penulis buku mengenai Konfusius ini memaparkan bahwa ajaran Konfusius ada banyak. Yang utama beliau itu bukan filosofer, yang utama ia adalah pendidik. Zaman beliau, orang harus punya kompetensi, misalnya: menulis (sastra dan falsafah), kaligrafi, menunggang kuda, memanah, dan bersyair. Sudahlah tentu, kompetensi zaman sekarang ada yang berubah dan ada yang tinggal tetap lain lain. Akan tetapi, kata Susanto, tekanannya tidak pernah berubah. Yakni bahwa orang harus punya kompetensi, hatinya harus baik. Falsafah yang hendak dibangun Konfusius adalah mengajarkan bakti kepada orang tua dan leluhur yang dituangkan dalam bentuk ritual. Susanto memberikan ilustrasi yang berikut ini. Menurutnya, Cheng Beng (sembahyang kubur) misalnya. Ritual ini sangat dalam maknanya,� papar Susanto. Pada waktunya, limpahan orang Tionghoa akan pulang ke tanah asalnya hanya untuk memberi
AB. Susanto ketika menjadi pembentang dalam acara gelar wicara di Karangturi.
LUMEN CORDIUM
139
respek kepada orang tua.Sekilas, ini high cost, jika dipikir dengan logika sederhana: untuk apa? Namun, orang tetap datang ke keluarga yang dekat dengan tempat peristirahatan ayah bunda dan sanak keluarganya. Bukan an sich berdoa, tapi ritualnya itu yang pokok. Sebab pada ritual itu banyak berkaitan dengan budaya disiplin. Yang mengikuti semua anggota keluarga, tidak peduli siapa, dan berapa usianya. Pada zaman Konfusius, semua diatur dan tertata. Hingga kini pun, tetap melekat sebagai budaya yang diwariskan turun temurun.� Sebenarnya, dasar-dasar kemanusiaannya sederhana. Pada acara Gelar Wicara yang diadakan di Karangturi, Semarang, 1 Maret 2019 Susanto membentangkan pemikiran sekaligus ajaran Konfusius yang melampaui batas suku bangsa dan waktu. Ia mencatatkannya dalam empat butir yang berikut ini: 1) rĕn, 2) yi, 3) li, dan 4) zhi. Pertama, rĕnyaitu hendaknya setiap orang mesti punya Perasaan Belas Kasihan sebagai benih Cinta Kasih. Kedua, yi yaitu Perasaan Malu/tidak suka sebagai benihKebenaran. Ketiga, li yaitu Perasaan Rendah Hati dan mau mengalahsebagai benih Kesusilaan. Keempat, zhi yaitu Perasaan Membenarkan dan menyalahkan sebagai benih Kebijaksanaan.
Pendidikan Yang Baik Memikirkan masalah orang tua, selain Global Peace Foundation, menurut Susanto juga termasuk broader cause. Apalagi memikirkan pendidikan anak-bangsa, agar Indonesia semakin baik ke depannya. Namun, seperti apakah gerangan pendidikan yang baik itu? Susanto membuka kembali lembaran kitab Konfusius. Kemudian menyarikannya sebagai bahan refleksi, sekaligus nilai yang tidak basi dan tetap relevan untuk abad milenial kini.
140
LUMEN CORDIUM
towards a broader cause â–
Ia menjelaskan, “Pendidikan yang baik menurut Konfusius, mengandung tiga asas. Yakni asas Moral, Pengetahuan, dan Kemahiran.� Adapun tujuannya untuk memberikan kemudahan, menghasilkan keharmonisan, dan menjadikan orang berpikir.� Akan tetapi, ada syaratnya. Yakni murid dan guru harus termotivasi dan punya minat yang sama. Merasa
turut
terpanggil
dalam
pembangunan karakter anak bangsa, Susanto menitipkan empat pesan kepada dunia pendidikan. 1. Pikiran harus aktif. 2. Stimulasi dengan Metafora, Analogi, Pertanyaan yang menantang, dan Cerita yang memotivasi dan menginspirasi. 3. Perhatikan juga otak kanan: Musik dan Puisi. 4. Guru harus menjadi contoh itu sendiri, bukan sekadar memberi contoh. Mengapa pikiran pembelajar (siswa) harus aktif? Zaman serba teknologi canggih saat ini, orang cenderung dikuasai alat, bukan menggunakan alat untuk memudahkan pekerjaan atau memuliakan peradaban. Jika terjebak dalam teknologi (gadget, game, dan sebagainya), pikiran siswa dikuasai oleh alat. Pikirannya tidak aktif, melainkan pasif. Ia dikendalikan, bukan mengendalikan. Akalnya lama-lama tidak dirangsang untuk berpikir secara rasional dan cenderung menang sendiri. Jika pikiran siswa tidak aktif, ia mudah dikendalikan untuk hal-hal negatif. Jika aktif, ia mempunyai potensi dan kapasitas untuk memilih dan memilah manakah yang benar dan yang salah, yang buruk dan yang baik, yang pantas dan tidak pantas.
LUMEN CORDIUM
141
Berkunjung ke Museum Pustaka Peranakan Tionghoa yang didirikan oleh Bapak Ir. Azmi Abubakar.
Para pembelajar juga perlu distimulasi dengan yang
Metafora, menantang,
Analogi, dan
Pertanyaan
cerita
yang
memotivasi serta menginspirasi. Dengan stimulasi semacam itu, mereka kaya akan imaginasi. Pertanyaan yang menantang (Socratic Inquiry), akan merangsang otak siswa berpikir kritis, logis, dan tajam. Sudah tentu,
pertanyaan
yang
dimaksudkan
bukan sekadar pertanyaan. Akan tetapi, pertanyaan yang mengandaikan adanya seperangkat pengetahuan di baliknya. Lalu cerita yang memotivasi dan menginspirasi perlu ditanamkan dalam diri pembelajar sejak dini, sebab cerita yang bagus akan menanamkan dalam memori kolektif bawah sadar mereka nilai-nilai luhur dalam cerita tersebut. Input kepada mereka berupa
142
LUMEN CORDIUM
towards a broader cause ■
cerita yang baik, secara kumulatif dan lambat laun akan membentuk karakter mereka pula. Di perpustakaan sekolah dan perpustakaan umum, hendaknya diseleksi bahan bacaan yang benar-benar sesuai dan edukatif. Tidak kalah penting adalah perlunya memerhatikan otak kanan: Musik dan Puisi. Dahulu kala, kecerdasan hanya ditakar lewat seberapa tingkat kecerdasan intelektual (IQ) seseorang. Namun, Gardner kemudian memperkenalkan adanya 8 kecerdasan, salah satunya bidang seni. Musik dan puisi perlu diajarkan kepada siswa. Di masa lalu, anak-anak pangeran dan raja diajarkan seni. Hal itu agar mereka memiliki kehalusan budi dan memiliki cita rasa seni yang tinggi. Jiwa dan budi yang halus akan mudah peka terhadap apa pun juga, terutama hal-hal yang menyangkut kemanusiaan. Seorang seniman, karena itu, pada umumnya berjiwa halus. Mereka mudah tersentuh. Dari tersentuh ini, mereka berbuat. Empati saja tidaklah cukup, melainkan juga sampai kepada tindakan berbela rasa. Ini yang di zaman sekarang terasa semakin luntur. Yang tidak kalah pentingnya adalah contoh hidup itu sendiri. Ada pepatah dalam bahasa Jawa yang berbunyi, “Guru digugu lan ditiru”. Artinya: guru itu orang yang diturut dan ditiru. Dalam praktik kehidupan sehari-hari, guru mengajar, bukan mendidik. Akibatnya, ajaran (pengetahuan) ditransformasikan, akan tetapi pendidikannya tidak. Apa pasal? Sebabnya adalah karena yang bersangkutan belum menjadi contoh hidup itu sendiri.
Anomali Nilai dan 5 Hubungan - 10 Kewajiban Tidak syak lagi, bahwa yang namanya “guru” terutama zaman sekarang bukan hanya orang yang berprofesi mengajar di sekolah formal saja. Namun, seperti ditegaskan guru-bangsa Ki Hadjar Dewantara, “Guru adalah setiap orang dan sekolah adalah semua tempat.” Jadi, sebenarnya, terdapat tiga jenis guru. Di sekolah, di rumah, dan di masyarakat. Yang menjadi masalah pada diri siswa saat ini adalah mereka mengalami langsung terjadinya “anomali nilai”.
LUMEN CORDIUM
143
Sebagai contoh, di rumah diajarkan sopan santun dan jangan melawan orang tua. Di sekolah, hal sama diajarkan. Namun, dalam masyarakat (dan media), siswa menyaksikan dengan mata kepala sendiri adegan hidup bahwa seakan-akan orang tua boleh dilawan. Itulah anomali nilai. Oleh karena itu, Susanto punya pemikiran sebagai salah satu jalan keluar dari anomali itu. Ia menyebutnya dengan dalil “5 Hubungan – 10 Kewajiban” sebagaimana tampak dalam diagram yang berikut ini.
5 Hubungan - 10 Kewajiban ORANG TUA MENYAYangI
KAKAK LEMBUT HATI
ANAK BERBAKTI
ADIK ENDAH HATI
SUAMI MEMEGANG KEWAJIBAN
ISTRI MENGIKUTI DALAM KEBENARAN
Yang TUA MURAH HATI
Yang MUDA MEMATUHI
PENGUASA BERPERI CINTA KASIH
PENGIKUT SETIA
Kiranya dari gambar di atas menjadi terang benderanglah bagi kita bagaimana berelasi di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. Menjadi tua adalah suatu keniscayaan. Namun, berdamai dengan diri sendiri dan sesama, suatu pilihan. Dan itu diawali dari pola asuh dan pendidikan yang benar.
144
LUMEN CORDIUM
towards a broader cause â–
AB. Susanto banyak terlibat dalam ragam aktivitas sosial kemasyarakatan yang lintas suku, agama dan ras sebagai bentuk perhatian dan kecintaan beliau pada persatuan dan kesatuan bangsa.
LUMEN CORDIUM
145
146
LUMEN CORDIUM
Bab 6 Leading with “The Eyes of Budha” Kepemimpinan dalam Perspektif Tathagata
LUMEN CORDIUM
147
148
LUMEN CORDIUM
Leading with “The Eyes of Budha� Kepemimpinan dalam Perspektif Tathagata Bagaimana Susanto memandang leadership (kepemimpinan) setelah tidak lagi berada dalam arena? Adakah sudut yang berbeda?
S
usanto kini setelah praktis undur diri dari dunia konsultasi bisnis dan manajemen melalui bendera The Jakarta Consulting Group (JCG), bisa melihat bidang yang ditekuninya lebih dari 30 tahun ini dari kacamata
yang berbeda. Di mana letak bedanya? “Jikalau dahulu saya melihat leadership, kepemimpinan, dari kacamata seorang konsultan yang diharapkan memberi solusi atas suatu masalah dan setidaknya masukan, kini bisa berbeda. Saya melihat kepemimpinan dari perspektif tata gata. Atau, dengan bahasa sederhana: kacamata seorang Budha�. Bagi Anda, pembaca, yang telah membaca serial buku Kepemimpinan yang ditulis Susanto, bisa jadi tidak menemukan didalamnya topik sebagaimana dipaparkan dalam Bab ini. Jika dahulu, Susanto memberi defenisi singkat tentang leadership begini: Seni di dalam menggali semua potensi pengikut, tanpa kecuali, dan mampu memberdayakan mereka sesuai dengan potensinya masing-masing untuk mencapai tujuan organisasi (Susanto, Strategic Leadership, 2015: 12). Kini, ia melihat kepemimpinan dari sudut yang berbeda. Di mana letak bedanya?
LUMEN CORDIUM
149
Pemimpin Menunjukkan Jalan Secara sederhana, orang kerap membagi adanya dua macam pemimpin: pemimpin formal dan informal. Dengan “formal” dimaksudkan pemimpin pada perusahaan, institusi, organisasi, administrasi, ranah dan publik. Pemimpin ini punya followers, para pengikut. Pemimpin formal ini seseorang yang dikenal di luar kelompok sebagai pemimpin suatu kaum/kelompok. Ia diangkat, atau diberhentikan, oleh suatu organisasi untuk memimpin. Sementara itu, pemimpin informal adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku orang lain dengan cara selain otoritas formal yang diberikan oleh organisasi melalui peraturan dan prosedurnya. Kepemimpinan informal pada dasarnya adalah segala jenis kepemimpinan yang tidak berdasarkan otoritas formal. Tekanan kita, bukan pada pemimpin informal, melainkan pada yang satunya. Dalam kehidupan sehari-hari, kerap orang mempersamakan pemimpin dan bos. Padahal, sesungguhnya, berbeda. Apa yang membedakan seorang pemimpin dan bos? Selain bahasa, gaya, juga tingkah lakunya. Berikut ini 14 ciri seorang pemimpinsejati. Pemimpin menunjukkan (show) jalan bagi pengikutnya, bukan seorang yang berada di depan atau yang melakukan. Ia pelita sekaligus menunjuk arah pengikutnya mencapai tujuan. Pemimpin tiada pernah mengenal kata “tamat” dalam belajar dan belajar (always learning). Di era yang cepat berubah seperti saat ini, orang yang tidak belajar, akan tergilas dalam arus perubahan. Ia (pemimpin) harus memberi jalan kepada pengikutnya bagaimana melakukan sesuatu (show how it’d done). Sebelum memimpin anak buah, ia terlebih dahulu punya
150
LUMEN CORDIUM
leading with “the eyes of budha” ■
kemampuan di bidang apa yang wajib dikerjakan oleh pengikutnya. Dan kepada yang belum mampu melakukannya dengan baik, seorang pemimpin mengajarinya dengan contoh. Hal yang kerap dilupakan, atau sengaja tidak dilakukan, oleh seorang pemimpin adalah menciptakan/mengkaderkan pemimpin baru (create more leaders). Penyebabnya banyak, misalnya ia takut disaingi, khawatir ada “matahari kembar” yang meredupkan sinarnya, dan berbagai sebab lainnya. Boleh dikatakan, ini masalah kita semua sebagai bangsa. Banyak contoh di sekitar kita, begitu seorang pemimpin lengser, ia tak menyiapkan kader, sehingga estafet kepemimpinan menjadi masalah. Jika toh tidak menjadi masalah, kerap kualitas penerusnya tidak selevel dirinya. Seorang pemimpin menunjukkan arah (give direction). Di antara sekian banyak jalan mencapai, ia menunjukkan arah yang bukan saja presisi, melainkan juga efektif. Pemimpin juga seorang yang berintegritas dan mengutamakan penghormatan, bukan ditakuti (integrity and earn respect). Takut cenderung berkonotasi ke perasaan atau sikap gentar dan tidak berani, akan tetapi hormat adalah rasa/sikap segan karena seseorang punya kelebihan yang bernilai. Pemimpin yang diktator cenderung ditakuti anak buahnya, namun pemimpin sejati dihormati. Kita jadi teringat akan ucapan yang sangat mengesankan dari Caligula, kaisar Romawi. Menjadi sangat masyhur, karena kemudian dipraktikkan para dikator, “Orderint dum metuant” (biar mereka (rakyat) benci, asalkan takut). Pemimpin yang membuat pengikut takut bukan segan ini tidak lama bertahan, setelah tidak memimpin lagi, ia dibenci, bukan dikenang pengikutnya seperti seorang yang berintegritas dan mengutamakan kehormatan. Pemimpin memberi saran (give advice), bukan mengkritik atau menegur dengan kasar. Ada pemimpin yang menegur anak buahnya dengan kasar, kerap malah di depan banyak orang. Ia bukanlah pemimpin sejati, jika tidak memberi saran bagaimana menuntaskannya.
LUMEN CORDIUM
151
Pemimpin sejati mencari solusi (seek solutions). Ia tidak menggerutu, atau memarahi, atau mencaci maki pekerjaan anak buahnya. Ia hadir sebagai bagian dari pemecahan masalah anak buah (part of solution), bukan sebaliknya menjadi bagian dari masalah. Ciri seorang pemimpin sejati dapat dikenali dari tutur bahasa yang digunakannya. Ia senantiasa menggunakan kata “ayo kita!” (le’t us), bukan lakukan ini! (do it!). Seorang pemimpin juga manusia biasa. Jika terjadi kekhilafan, ia akan mengakui kesalahan (admit mistakes). Sikap seperti ini tidak dimiliki setiap pemimpin. Yang kerap terjadi adalah rumusan peraturan Nomor 1 “Pemimpin tidak pernah salah”, sehingga jika terjadi segala sesuatu yang tidak sesuai tata organisasi, jika terjadi ketidak beresan, maka: kembali ke Nomor 1. Pemimpin sudah seharusnya bertanggung jawab (responsibility). Ini normatifnya, meski kasat mata kita menyaksikan peristiwa sehari-hari praktiknya tidak demikian. Menjadi seorang pendengar yang baik (listen first), sesuatu yang tidak mudah bagi siapa pun, apalagi bagi seorang pemimpin. Kerap pemimpin lebih mengutamakan didengarkan daripada menjadi pendengar yang baik. Dengan mendengar, ia dapat menangkap situasi dan kondisi, sehingga dapat memberi solusi. Memberi kepercayaan (give credit) kepada anak buah menjadi ciri seorang pemimpin sejati. Hal ini tidak mudah, oleh sebab seorang pemimpin yang merasa serba tahu sulit memercayai anak buahnya. Kesempatan pun tidak diberikan, apalagi kepercayaan, membuat anak buah tetap tidak berkembang. Seorang pemimpin melatih (coach) anak buahnya. Melatih dalam arti luas, bisa secara formal melalui pendidikan dan latihan (Diklat) yang terprogram, bisa juga melalui contoh nyata. Mengapa melatih ini menjadi penting? Sebab, sesungguhnya, tidak ada hebat luar biasa, yang ada adalah: kebiasaan. Berlatih, membiasakan diri, lama-lama
152
LUMEN CORDIUM
leading with “the eyes of budha” ■
seseorang akan terampil. Hal ini sesuai sebagaimana dikatakan Aristoteles, filsuf Yunani kuno (384-322 s.M.) “We are what we repeatedly do. Excellence, then, is not an act, but a habit”. Ya, Kehebatan (kita) adalah apa yang kita berulang kali lakukan. Maka, keunggulan bukanlah suatu tindakan, melainkan suatu kebiasaan. Oleh karena itu, seorang pemimpin perlu melatih berulang-ulang anak buahnya agar menjadi terampil. Adapun “bos” punya gaya berbeda. Ia menciptakan pengikut, memberi perintah, haus akan hormat, merasa lebih tinggi dan cenderung merendahkan, seorang yang banyak bicara, dan berupaya untuk meraup kepercayaan untuk dirinya sendiri. Terang benderang bedanya seorang pemimpin dan bos. Seorang bos, dilayani, bukan melayani. Bos meminta kepercayaan, bukan memberi. Orientasi seorang bos adalah diri sendiri, bukan orang lain, atau pengikut. Seorang pemimpin, bukanlah bos. Dalam kehidupan dan praktik sehari-hari, Yansen tidak pernah menempatkan diri sebagai bos, ia pemimpin yang melayani. Seorang yang memandirikan rakyatnya, bukan yang memerintah dan melihat dari singgasana. Oleh karena itu, sering ia blusukan, mengalami, menyaksikan sendiri dengan mata kepala sendiri masalah dan apa yang dibutuhkan masyarakat. Ia mengalami dan terjun langsung. Bahasa seorang pemimpin, berbeda dengan bahasa bos.
Meneteskan Kekuasaan Cukup sulit menemukan padanan dalam kosa kata Indonesia untuk melukiskan sudut pandang Susanto terhadap kepemimpinan, setelah tidak lagi berada di dalam arena. Barangkali saja karena bukan lahir dari khasanah Nusantara, sehingga belum ditemukan adanya diksi yang pas untuk melukiskan maksud hatinya. “Saya menamakan apa yang saya pandang kini terkait kepemimpinan dengan apa yang disebut Tathāgata,” papar Susanto. Istilah ini berasal dari bahasa Pali, dibentuk
LUMEN CORDIUM
153
dari dua suku kata “tathā dan āgata”, yang secara sederhananya dapat dimaknai sebagai “kesempurnaan” (tathatā), yang menunjukkan bahwa demikianlah sesuatu itu (kenyataan) seperti apa adanya. Tathāgata secara harfiah berarti “orang yang telah pergi ke tingkat yang demikian” atau “orang yang telah tiba pada tingkat yang seperti itu”. Nah,” tingkat yang seperti itu” dapat dimaknai sebagai telah mengalami, telah melampaui, berada pada ketinggian, sehingga dari tempat itu ia bisa memandang objek secara lebih jelas, atau seperti apa adanya. Seolah-olah sesuatu yang contradictio in terminis, bertolak belakang dari sisi terminologi. Adakah pemimpin yang melayani? Bukankah yang dikenal selama ini pemimpin itu dilayani? Dalam berbagai literatur mengenai kepemimpinan, dikenal berbagai jenis kepemimpinan. Namun, ihwal topik the servant leader, pemimpin yang melayani, baru Robert Neuschel, seorang pensiunan berpangkat Kapten di U.S. Army selain seorang Profesor di Kellogg School of Management, yang menulis pengalamannya menjadi buku. “Memang cukup banyak dibahas orang bentuk pemimpin yang melayani ini,” terang Susanto. Ia memberi contoh dalam dunia kepemimpinan Kristen, bagaimana keteladanan yang dilakukan oleh Yesus, sebagai guru, kepada para pengikut-Nya pada peristiwa “Pembasuhan Kaki” dalam rangkaian Perjamuan Terakhir (The Last Supper). Ada pesan di situ bahwa hendaknya saling melayani, seperti halnya guru melayani. Akan tetapi, konteks dan tekanannya lebih pada diakonia. Susanto coba meramu sendiri apa yang disebutnya “pemimpin yang melayani”. Tidak pertama-tama berorientasi kepada kekuasaan itu mutlak pada pemimpin, melainkan kuasa itu yang berusaha untuk diteteskan ke bawah. Maka semangat leadership yang utama. Netesnya itu yang paling pokok. Dalam praktik sehari-hari, selalu leader
154
LUMEN CORDIUM
leading with “the eyes of budha” ■
dalam posisi lebih tinggi dari anak buah. Leader adalah perkara power, kekuasaan, dan kekuatan, kekuatan dalam kekuasaan. Bagaimana cara meneteskanya kekuasaan kepada anak buah? Bukan pertamatama berteriak, ditekankan jika ceramah. Tapi esensi pemimpin yang melayani itu sederhana: kalau melayani anak buah, ia tambah pintar, maka ia dengan sendirinya akan sukses. Kalau anak buah sukses, kita punya 100 orang sukses, maka kita menjadi orang yang super sukses. Seorang pemimpin hendaknya memfasilitasi agar pengikut sukses dalam pekerjaannya. Ia wajib membawa pemikiran ke paradigma: people over profit, mendahulukan orang, profitnya kemudian. Rumusannya: People dulu menjadi profit, dari profit ke prosperity. “Setelah saya renung-renung, dengan kacamata seorang Budha, yang benar itu kita mulai dari people. Esensinya, tinggal mendefinisikan kembali, secara sederhana, masalah penggunaan power,” papar Susanto. Untuk itulah, dirinya kemudian menyarankan tiga hal yang berikut ini perlu diperhatikan seorang pemimpin sejati. Pertama, kita menggunakan power bukan untuk komando, untuk memerintah. Akan tetapi, yang disebut “Command” ini digunakan lebih untuk compassion, sudah bertemu dengan pandangan agama-agama. Kedua, kekuasaan bukan untuk kontrol, tapi lebih untuk collaboration. Ada fenomena, orang ingin kontrol. Padahal, yang diperlukan adalah seorang pemimpin itu membantu agar kolaborasi lebih lancar, inilah servanthood leader. Kolaborasi dalam arti kerja sama untuk mencapai tujuan yang sama. Ketiga, power untuk cooperation. Bekerja sama, bukan menaklukkan, to conguer. Seorang pemimpin tidak menunjukkan semangat: kamu gak bisa, saya bisa. Jika begini,
LUMEN CORDIUM
155
maka semangatnya menaklukkan. Nah, di Indonesia, ada semangat yang salah. Orang merasa dikontrol, padahal bukan ini yang pokok. Kita ingin sukses dalam pencapaian. Melayani dan memampukan pengikut agar didapatkan hasil yang semakin meningkat. Oleh sebab itu, perlu adanya pengejahwantahan dari Servanthood leaderhsip ini. Dikaitkan dengan akuntabilitas. Jika ada anak buah tidak cakap, kenapa tidak dibantu untuk mampu? Seorang pemimpin sejati dalam hati dan pikirannya akan berkata, “Setiap orang yang bekerja sama dengan saya, orang itu harus sukses.” Maka, ia punya kewajiban untuk membantu anggota tim agar sukses. Hal yang tidak kalah pentingnya, seorang pemimpin jangan sekali-kali merasa terancam dan memandang anak buahnya sebagai pesaing. Leader semacam ini hanya menunjukkan bahwa ia kurang pede atau tidak punya kemampuan.
Angle Seorang Pemimpin Lebih dari apa yang telah dipaparkan di muka, penting seorang pemimpin punya angle, sudut pandang, yang berbeda dibanding yang lain. Baik kiranya dikisahkan ilustrasi pengalaman Susanto yang berikut ini. Kejadiannya sudah lama. Ketika dalam tubuhnya masih menetes darah muda, yang masih rada “kampungan”. Masih bekerja, buat penelitian, mendapat dana dari World Healt Organization (WHO) di bidang medis. Susanto mengisahkan sepenggal pengalamannya. “Oleh karena ini bantuan dari luar negeri, kita harus melewati di Sekretariat Negara ada Biro Komisi Teknik Luar Negeri. Sampai berbulan-bulan lamanya dana itu tidak keluar-keluar. Waktu muda, saya seorang yang rada pemarah juga. Saya putuskan untuk mendatangi Setneg. Benar-benar ngamuk saya di situ. Ini bukan hanya soal duit dari WHO, tetapi merasa terhormat memperolehnya. Saya berbicara di situ dengan nada suara yang keras,
156
LUMEN CORDIUM
leading with “the eyes of budha” ■
sehingga kepalanya kantornya keluar. Kepalanya seorang tokoh nasional. Ia melihat saya sejenak, kemudian mengajak berbicara ke dalam. Pikirnya, ini siapa sih? Kok beraninya marah-marah?” kenang Susanto. Susanto mafhum, umumnya orang Indonesia cukup segan pada bule. Sama orang sendiri, malah cenderung menggampangkan. Akan tetapi, kadang “takut” juga pada orang yang tegas meminta haknya, contoh pengalamannya di Setneg itu. Oleh karena tegas dan berbicara lantang, akhirnya semua orang dipanggil. “Saya minta, 2 x 24 jam suratnya harus keluar. Jika tidak, saya minta dikabari,” kisah Susanto sembari menunjuk bahwa di situ ia temukan ada sosok pemimpin yang melayani. “Dia tahu anak buah mempersulit, tapi dia tidak biarkan. Pemimpin yang bisa membuat keputusan, keputusan diimplementasikan anak buah. Jika menyimpang, dia yang take over lagi untuk membereskannya.” Itulah protipe kebanyakan orang di birokrasi Indonesia, takut buat kebijakan. Pemimpin pada level yang tinggi memang seharusnya membuat kebijakan, sedangkan Standard Operating Procedure (SOP) pada tingkat bawah. Jadi, tidak semua masalah di-SOPkan. Menurut Susanto, terkait dengan topik kepemimpinan pada aras yang lebih luas, kita terbebani oleh banyak masalah birokrasi, aturan main, sehingga kita menghabiskan energi bukan main. Berapa banyak waktu, pikiran, dan uang yang terkuras; sementara masalahnya mutar-mutar begitu saja. “Pemimpin, dalam kelas tertentu, bukan lagi SOP, tapi nalar pikirannya sebagai pemimpin harus bermain. Pemimpin berada pada puncak gunung, semestinya memiliki cakrawala pandangan serta wawasan luas. Selain pandangan jauh ke depan, ia bisa memberi impian dan gagasannya. Mesti lebar juga angle-nya sebagai pemimpin,” tegas Susanto. Sebegitu juga, terjadi kesalahan persepsi soal hubungan antara leader-follower. Acapkali follower yang baik, dianggap orang yang berani vokal, bahkan menantang
LUMEN CORDIUM
157
yang leader-nya dalam forum resmi, menunjukkan dirinya punya keberanian. Ini salah! Sebab ia akan ditembak sebelum masanya. Yang ideal, ia asertif, tidak submisif, tidak agresif. Menyatakan tidak setuju, tapi pemimpinnya tidak dibuat malu. Ini sebuah seni. Namun, sayangnya, kesalahan yang terjadi pada follower yang kapasitas kemampuannya lumayan, orang yang berpotensi, dikurung sebelum masanya, hanya karena tidak pandai membawa diri. Angel seorang pemimpin perlu berbeda, terutama karena ia berada di puncak. Puncak berarti punya power. Yang terbaik, power itu diteteskan ke bawah. Selain untuk memampukan pengikut mencapai tujuan bersama, juga pada gilirannya mengkaderkan para leader. Barangkali, apa yang dipaparkan di atas, cukup out of the box, berada di luar jalan nalar teori kepemimpinan yang biasa. Namun, itulah sudut pandang seorang yang memandang leaderhip dari sudut pandang seorang Budha. ď ą
158
LUMEN CORDIUM
leading with “the eyes of budha” ■
LUMEN CORDIUM
159
160
LUMEN CORDIUM
Bab 7 Searching for Higher Dimension: Toward the origin of lite Pencarian dimensi yang lebih tinggi: Terarah kepada Sang Asal Mula Kehidupan
LUMEN CORDIUM
161
162
LUMEN CORDIUM
Searching for Higher Dimension: Towards the origin of life Pencarian dimensi yang lebih tinggi: Terarah kepada Sang Asal Mula Kehidupan Makna kehidupan sangatlah kompleks bagi Susanto. Hampir tidak bisa dilukiskan hanya dengan satu kalimat. Namun, ia menyarikannya bahwa hidup yang bermakna apabila semakin lama makin terarah kepada asal mula Yang Empunya Kehidupan. Mencari semacam legacy, yakni nilai-nilai dalam kehidupan yang dapat diwariskan generasi ke generasi.
A
pa makna hidup? Jawaban atas pertanyaan ini pasti beraneka ragam, bergantung kepada masing-masing orang, jika ditanyakan. Ada yang mengatakan, makna hidup adalah mencari dan menemukan kebahagiaan. Ada yang bilang, makna
hidup ditemukan dalam relasi dengan Allah dan sesama yang intens dan berkualitas. Ada yang menyebutkan, hidup bermakna jika hati, pikiran, dan jiwa damai dan tenang. Ada pula yang menyatakan, hidupnya bermakna bila berharga bagi orang lain. Makna kehidupan amatlah kompleks. Hampir tidak bisa dilukiskan hanya dengan satu kalimat. Namun, ia menyarikannya bahwa hidup yang bermakna apabila semakin lama makin terarah kepada asal mula yang Empunya Kehidupan. Yakni terarah kepada nilai-nilai, sehingga disebutnyalah itu sebagai sebuah pencarian yang semakin lama semakin dekat, dan akhirnya ditemukan. Ia gambarkan hal itu sebagai “Searching for higher dimension�, yakni upaya mencari dimensi yang lebih tinggi.
Jalan Panjang Memaknai Kehidupan Keluarga Tionghoa memercayai makna shio. Demikian pula ayah dan ibu Susanto, cukup terpengaruh dengan alam kepercayaan dan keyakinan leluhur. Dua lelaki
LUMEN CORDIUM
163
Ber-shio sama dengan sang ayah, shio macan.
dalam keluarga besar Susanto ber-shio macan, yakni ia dan sang ayah. Adapun tahun kelahiran shio macan ini adalah tahun 1950. Sedangkan sang ayah tahun 1927. Terpautlah usia ayah-anak lelaki pertama ini 24 tahun, meski shio sama. Menurut hitungan penanggalan Cina, atau Imlek, 2 x 12. Itulah pautan usia ayah-anak bershio sama, macan. Dan menurut kalender Cina, tahun shio macan ini mengandung unsur yang berbeda-beda, dalam variasi 5 unsur yang bervariasi. Shio macan sang ayah dimulai dari 13 Februari 1926 - 1 Februari 1927 yang mengandung unsur : api. Sedangkan shio Susanto dimulai dari 17 Februari 1950 - 5 Februari 1951 dengan jenis unsur: logam. Seperti dimaklumi, logam bahasa Yunaninya: metallon. Logam adalah unsur kimia yang siap membentuk ion (kation) dan memiliki ikatan logam. unsur logam adalah unsur yang berwujud padat. Ia dapat ditempa dan diregangkan, mengkilap manakala
164
LUMEN CORDIUM
searching for higher dimension: towards the origin of life ■
Macan di ruang tamu Villa Lumen Cordium.
digosok dan dapat penghantar listrik (konduktor). Contoh unsur logam antara lain Kalsium (Ca), Mangan (Mn), Kobalt (Co), Timah (Sn), Alumunium (AI), Barium (Ba), dan Kalium (K). Di kalangan etnis Tionghoa, dipercaya terdapat lima elemen/unsur, yang dalam ilmu Fengsui disebut: wuhang, wu xing yang dianggap mewakili kehidupan. Kelima unsur dimaksud adalah: kayu (木), unsur api (火), unsur tanah (土), dan unsur logam (金). Unsur-unsur ini saling memengaruhi satu sama lain. Meski seperti tampak dalam gambar ke-5 unsur saling terkait dan saling memengaruhi, sejatinya tahun kelahiran seseorang akan menentukan unsur mana yang paling penting dalam hidupnya. Misalnya, Susanto lahir tahun 1950 (shio macan), artinya berunsur logam. Ada semacam kepercayaan, dalam satu keluarga Tionghoa, tidak boleh ada dua orang punya shio sama, apalagi shio macan. Hal itu akan membuat kendali dalam keluarga
LUMEN CORDIUM
165
AIR
e
ny
M Air
ub
urk
an
Ka
u
yu
y Ka
Me
ng
ob ark
an
Ap
i
API
KAYU
M
al ir et A M ung duk en
i Ap ilkan has h g en na M Ta
METAL
Tanah Mengandung Metal
TANAH
Sumber ilustrasi: sukawu.com
bisa ganda, atau dapat menimbulkan hal-hal “panas”, katakanlah salah paham dan pertengkaran yang tidak diinginkan. “Oleh sebab tidak boleh ada dua orang bershio sama, shio macan, maka saya semacam ‘diangkat’ menjadi seakan-akan anak orang lain,” cetus Susanto. Meski demikian, ia tetaplah keluarga utuh ayah dan ibu. Hanya saja, itu sebuah upaya budaya, untuk menghindari dua orang ber-shio macan dalam sebuah keluarga.
Mencapai Keseimbangan Emosi Panjang jalan yang dilalui Susanto di dalam upaya mencapai keseimbangan emosi. Ketika muda, jiwanya muda juga. Seperti digambarkan dalam syair lagu, bahwa darah muda adalah darahnya para remaja. Bawaannya cenderung ingin lekas-lekas, ingin menang sendiri, dan tidak hendak mendengarkan apalagi mengikuti pendapat orang lain.
166
LUMEN CORDIUM
searching for higher dimension: towards the origin of life â–
Ketika itu, orang hanya mengenal kecerdasan otak (IQ). Daniel Goleman belum menulis dan mempublikasikan karyanya yang fenomenal dan menjadi acuan dunia mengenai kecerdasan emosi, yakni Emotional Intelligence. Buku penting yang menyibak sekaligus membangun kesadaran bersama bahwa emosi sangat penting dalam membangun kesuksesan seseorang ini baru terbit perdana pada 1995. Akan tetapi, jauh sebelumnya secara naluriah, Susanto telah menyadari bahwa emosi perlu dikontrol. Ia sadar, sebagai seorang dengan shio macan, emosi yang meletup-letup adalah bawaan orok. Namun, bisakah hal itu diubah atau dikendalikan? Seperti apakah gerangan karakter dan ambisi seorang yang ber-shio macan? “Waktu muda, saya orangnya gampang marah. Namun, punya ambisi menjulang tinggi untuk berprestasi. Saya juga seorang pekerja keras,� kenang Susanto. Agaknya penggambaran, sekaligus pengakuan, itu tidak terlampau meleset dari apa yang dilukiskan leluhur. Jika membuka Wikipedia, maka manusia ber-shio macan karakternya digambarkan sebagai berikut. “Orang yang terlahir dengan shio macan cenderung beruntung dalam kehidupannya. Ia memiliki bakat seorang pemimpin, berambisi untuk berprestasi, dan gemar bekerja keras. Selain itu, ia bijaksana dalam dunia bisnis, percintaan, dan perang. Ia juga disenangi karena kemampuannya membangkitkan semangat, murah hati, dan dermawan. Bila diperlukan, terkadang tanpa diminta, ia memberikan nasihat yang berguna. Itu pertanda ia juga mampu mengatasi persoalannya dengan baik. Di saat melakukan kesalahan, ia dengan cepat mampu mengoreksi diri. Hal positif lainnya yang ia miliki adalah pendiriannya yang teguh dan selalu berpikir dahulu sebelum bertindak. Dengan karakteristik shio macan yang tukang perintah, ia pantang ditantang. Bila perlu, orang yang menghalanginya ditantang duel, setidaknya ia ajak bertengkar.� Lahir dalam tahun dan bulan dengan shio macan, membuat Susanto muda pun, sadar tidak sadar, menurunkan watak macan pula. Ketika muda, ada semacam keinginan untuk cepat-cepat menyelesaikan atau mencapai sesuatu. Darah muda shio macan membuatnya punya banyak ambisi pribadi.
LUMEN CORDIUM
167
Itulah yang dialaminya semasa muda. Mulai dari memilih SMA De Britto di mana pada saat itu dianggap yang terbaik di Jogjakarta dan sekitarnya. Lulus SMA, mendapat beasiswa kuliah di Jerman. Banyak kegiatan sewaktu mahasiswa, dari seni hingga diplomasi, dari mimbar akademik, hingga tenggelam dalam buku-buku di perpustakaan. “Pokoknya, banyak keinginanlah di masa muda. Ambisi itu dibawa ketika baru lulus dari pendidikan di Jerman, mulai pertama bekerja di Indonesia, di sebuah rumah sakit. Bekerja dari pagi sampai malam, tiada henti. Begitu pula ketika mendirikan dan mulai menjalankan The Jakarta Consulting Group. Nyaris tiada waktu untuk hal-hal lain, kecuali urusan duniawi,” terang pendiri sekaligus owner The Jakarta Consulting Group ini. Ia menambahkan, “Waktu muda, kita punya beban besar untuk membereskan tanggung jawab yang bersifat duniawi. Baik tanggung jawab kepada keluarga, kantor, maupun kegiatan sosial. Ditopang ego yang tinggi, rasanya semua ingin kita lakukan dan kita capai.” Membahagiakan keluarga, menimbun harta, menyelesaikan konflik, dan mewariskan ke generasi berikutnya, kata Susanto, adalah kata kunci ketika masih muda. Jika direntangkan usia, maka “muda” itu ada pada ambang batas 60 tahun. Pada titik usia inilah, Susanto memutuskan “lengser keprabon mandeg pandhita” dalam makna yang sesungguhnya. Yakni undur diri dari arena dunia dan berperan “hanya” sebagai penasihat atau memberi saran. Maka di usia 60 tahun (2010), Susanto pun undur diri dari jabatan dan tugas-tugas eksekutif. Tidak lagi menjabat sebagai Ketua di berbagai organisasi dan perkumpulan. Kiranya Susanto paham betul konsekuensi melepaskan diri dari belenggu nikmat duniawi itu. “Jika dulu misalnya, waktu menjabat Ketua Forum Umat Katolik Indonesia
168
LUMEN CORDIUM
searching for higher dimension: towards the origin of life â–
terlambat Misa tidak apa-apa, pasti dapat tempat duduk, disediakan di muka lagi. Kalau ada pertemuan-pertemuan, selalu menjadi pusat perhatian. Lalu setelah lengser, kemudahan-kemudahan serta kenikmatan itu tidak didapatkan lagi,� terang Susanto. Faktanya, masih banyak orang yang bertahan tetap menggenggam segala macam jabatan dan larut dalam kemuliaan duniawi di usia senja. Ini bukan persoalan salah atau benar, melainkan sebuah pilihan.
Refleksi Mengenai Hidup Memasuki garis khayal pada ujung kehidupan, sebab akhir hidup seseorang tiada yang tahu pasti, Susanto merasa usia kepala 6 saatnya untuk melakukan refleksi mengenai hidup ini. Pada masa usia yang lebih tua, tuntutan ekonomi, dan hal-hal yang bersifat keduniawian menjadi berkurang. Inilah saat untuk refleksi mengenai makna hidup.
LUMEN CORDIUM
169
Lazimnya, orang pada usia tertentu bisa melihat garis akhir. Ada semacam urgensi, bahwa waktunya “tidak banyak” lagi. Logika lurusnya demikian. Sebab, ibarat pertandingan, usia kepala enam hampir memasuki garis finish. Oleh sebab itu, di garis itu nantinya, hendaknya seseorang mempunyai nilai dan berkualitas. Kita menemukan nilai dan kualitas tidak selalu berkaitan dengan masalah keduniawian. Ada tariktarikan. Susanto Ingin membereskan situasi keluarga dengan sebaik-baiknya. Selain itu, ia nyatakan tidak lagi terlampau memikirkan harta. Tidak hendak terkungkung dalam halusinasi akan apa yang akan ditinggalkan. Akan tetapi, lebih terarah kepada legacy, yakni nilai-nilai kehidupan yang dapat diwariskan generasi ke generasi. Dalam bahasa biblis, “Kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.” Nah, di rembang usianya, Susanto ingin mengumpulkan harta di mana ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Yakin jembatan yang dititinya ini membuat hati dan jiwanya merasa nyaman dan tentram. Susanto bergeming, dan berusaha melepaskan diri dari “attachment”, keterikatan duniawi ini. Perlu sedikit digaris bawahi mengenai attachment ini. Menurut Susanto, keterikatan inilah yang menjadi sumber kedamaian atau kekacauan hati dan jiwa seseorang, entah muda, entah tua. Terutama di rembang usia, yang namanya attachment ini akan membelenggu seseorang di dalam menemukan kedamaian dan makna hidupnya. Jika mengirim isi e-mail, kerap ada attachment-nya. Keterikatan manusia dengan “lampiran” inilah yang berpotensi menjadi sumber masalah. Jika tidak dapat dilepaskan, ia membelenggu. Pada gilirannya, belenggu menjadi beban. Hal yang juga menjadi pencapaian Susanto adalah mengalami Peace of mind, kedamaian dalam pikiran dan jiwa di hari tua. “Kalau bisa damai, bukan saya saja
170
LUMEN CORDIUM
searching for higher dimension: towards the origin of life ■
nikmati, tapi orang lain juga. Jika berinteraksi dengan orang lain, saya ingin orang itu sukses. Seakan-akan memberi privilege kepada seseorang: because you know me you have to succeess,” Susanto seperti menyibak rahasia dari kedalaman lubuk hatinya. Menurutnya, memasuki ambang sore kehidupan, berkaitan dengan time line yang sungguh berharga. Oleh karena itu, peace of mind, kedamaian hidup menjadi pencarian makna hidup seseorang. Ada orang yang dinilai egois karena cenderung untuk meninggalkan legacy. Membuat tugu sebagai monumen bagi dirinya. Ada yang gemar menyumbang. Tapi ini juga bisa positif. Kesemuanya jika direnungkan dalam rangka membangun peace of mind untuk diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Ada orang yang tidak punya beban, tidak kompleks, sehingga orang di sekelilingnya bisa nyaman.
Attachment yang Radikal Banyak orang mengira bahwa kata dan istilah “radikal” cenderung mengarah ke hal-hal yang negatif. Bukan! Sebagai kata dan istilah, ia netral. Bahkan ketika kata dan istilah itu dikenal, sangat positif pemaknaannya. Radikal asal usulnya dari kata Latin yang telah dikenal sejak abad 14 dalam khasanah filsafat abad pertengahan, yakni radix, yang berarti: akar. Biasanya, untuk mengacu atau menunjuk suatu konsep atau pemikiran yang menjelaskan segala yang ada (objek) atau cara berpikir tertentu hingga ke akar-akarnya. Susanto agaknya mengambil dari khasanah falsafah itu untuk menggambarkan dirinya yang semakin berumur semakin mengurangi keterikatan pada nikmat, hormat, serta kemegahan duniawi. Sebab menurutnya, “Keterikatan akan hal-hal duniawi akan membuat seseorang sulit untuk berdamai dengan dirinya sendiri, sehingga membelenggu dan menyandera dirinya di hari tua.” Mengurangi attachment, tidak terikat, ini bisa dianggap radikal. Manakala misalnya, keterikatan yang terlampau bisa menyebabkan seseorang jatuh ke dalam tubir “satu paket”, sehingga jika yang satu lepas, yang lain juga ikut.
LUMEN CORDIUM
171
Ada banyak contoh sekitar kita di mana terjadi, di hari tua, seorang suami meninggal lebih dahulu, dan tak lama kemudian, istrinya menyusul. Dan sebaliknya? Mengapa demikian? Hal itu tidak lain tidak bukan karena adanya attachment, keterikatan yang sangat kuat antar suami-istri. “Mungkin radikal, menurut saya, perlu pula dipikirkan hubungan yang terlampau erat bukan hanya suami-istri, melainkan juga dengan orang lain. Bisa dengan anak-cucu, bisa dengan siapa pun,” papar Susanto. Ia menghela napas sejenak. Kemudian, tatapannya mengarah ke muka. Susanto kembali lagi ke “laptop”, ke topik: mencari makna terdalam dari kehidupan. Setiap orang, di rembang usianya, pasti punya pilihan dalam pencarian. Namun, Susanto memilih jalannya sendiri. Ia meniti jalan menuju Sang Sumber Kebaikan, sekaligus Kehidupan.
172
LUMEN CORDIUM
Bab 8 Menurut Kamu, Siapakah Aku ini? Dixit autem illis vos autem quem me esse?
LUMEN CORDIUM
173
174
LUMEN CORDIUM
Menurut Kamu, Siapakah Aku Ini? Dixit autem illis vos autem quem me esse? Bab ini khusus memuat kesan serta pendapat orang banyak tentang Susanto. Berawal dari pancingan, “Who do you say that I am? Dixit autem illis vos autem quem me esse? Menurut kamu, siapakah aku (Susanto) ini?”
A
da pepatah, “Quot capita tot sensus” -- Sebanyak kepala, sebanyak itu pula pendapat. Berikut ini puspa ragam komentar dan jawaban “siapakah Susanto” yang menunjukkan bahwa manusia multi dimensional.
Anna Maria Zhang – Cucu pertama dari Putri pertama All about You “A grandfather is someone with silver in his hair and gold in his heart” That’s all they say. Don’t get me wrong here my grandpa is the kindest most patient person you will ever meet but, where’s the crazy stories and the old songs that lull you to sleep? My grandpa has ten siblings, TEN! I mean I have three and they drive me nuts. He studies in the university of Dusseldorf, Germany & the university of Indonesia. He was a former medical doctor, now a professor, and management consultant. If all that is not enough for you he also published some books most about business and consulting, but some about family with a lot of pictures, those are my favorite to read. He plays a great role in my life. As a kid, I used to spend hours in his room with all my
LUMEN CORDIUM
175
little cousins. We would sit in a circle listening to made up stories that I still remember to this day. I remember the one of him being the former king of the England “Look at that box” he said, pointing at the safe in the corner of the room. “that’s where I keep my crown, its magic” he continued, moving around his hand to exaggerate the magic, while one of the kids would shout “That’s A lie!” as the rest of us burst into laughter. My grandpa is respected by each and every person I know of. My grandma from my dad’s side is a strong-willed person and once she sets her mind to it she will not listen to anyone who tries to stop her. But, my grandma will actually listen to his reasoning’s. He knows how to use the right words to encourage you and persuade you. And Last…. all I have to say is, I love you so much grandpa!
Christina Zhang – Cucu kedua dari Putri pertama The Story of my AMAZING Grandpa Imagine going to school after graduating, with your wife and children waiting for you to go home for five years. This is the story of my amazing grandfather Dr. A.B. Susanto. The first thing he wanted to do was to become a doctor, and that is exactly what he did. He went to Germany so that he could fulfil his dreams. Before going to school he got married to my grandmother that had a child when they were in Germany. In Germany he went to school so that he can study on how to become a medical doctor and a specialist on diabetes. But my grandmother did not like being in Germany with my mom( the baby) because it was too cold for them. So they left after ten years in the freezing cold weather. They went back home to Jakarta were my grandmother had another baby my aunt. But in Jakarta my grandfather could not use his expertise because it was to become a doctor in Germany and not in Jakarta, so he went to school again and learned about economics and business. After going to school he became a doctor, consultant, and author. After he got his jobs my mom and her sister wanted to follow in his footsteps. They both became teachers, then my aunt became a
176
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? ■
consultant too. Even after I was born he still went to school everywhere in Indonesia to learn about American studies. Until now he still reads more books because he believes that no one can have full knowledge. Even though he is really busy he still finds time to fly to the other side of the world just to be here with us. And this is why he is an amazing grandfather. Before me and my siblings moved to Singapore we spent a lot of our time in his house where we make lots of memories. We can do basically anything in there because our grandmother, she is really creative and can make batik, and make other things she doesn’t have with things that are already in the house. When me, my sisters, and my cousins come over we get crazy because when our cousins come they can only stay until 8-9 pm which is early at that time because we sleep at 11:00 if we sleep in our grandparents’ house. When we eat dinner we talk about really weird things like him being the king of China and us going to the theme park instead of school. We all join in with the nonsense talking and end up laughing really loud. My favorite place to be is with them laughing the night away. But with his job we can only be with him from 6:00 pm on weekdays but on weekends we can spend the whole day with him. Even if he comes back from work at night he still finds time to spent time with us and makes us laugh. He is the best grandfather I could ever ask for.
Michelle Zhang – Cucu ketiga dari Putri pertama MY GRANDPA My grandpa is amazing He writes books instead of reading He is an author of his own And does it all on his own He is an owl after all He’s perfect but not that tall He had written many books But does not sell it to any crooks
LUMEN CORDIUM
177
My mum helps him sell I love him just as well He is my role model – my siblings too He is perfect like me and you
Angeline Zhang - Cucu keempat dari Putri pertama My Grandpa is amazing. He writes books so he is an author for all his books. His shio is a tiger. He is 69 years old. All night He likes to sing and it goes like this: La lelo lelo lelo ledung chahau bobo nanti di gigit nyamuk gede. That is the song that he sings. He loves everyone like a goess. He is the funniest person I know. He is a very great, funny and kind person. I love him as much as I love my other family members.
Adji Anggono Sebagai ipar, Adji Anggono cukup mengenal sosok Susanto. “Waktu itu tahun 1982, saat istri saya ulang tahun ke-17,” ia mengingat-ingat. Menurutnya, abang iparnya ini seorang yang perfectionist. Dari interaksi mereka, ada sedikit pengalaman unik sekaligus menarik. “Dari dia saya sadar bahwa good is not enough.” Dalam berkomunikasi, ia sangat friendly. Menunjukkan seorang berwawasan sangat luas. Bisa apa saja sehingga banyak belajar. Susanto sangat mudah bergaul. Ia menjadi the best role model. Harapan ke depan, agar Susanto selalu sehat dan terus berkarya.
AM Kusuma Dewi “Susanto adik kandung. Tentu saja, sejak kecil kami sudah bersama. Hal yang cukup menarik, ciri khas wataknya yang unik: selalu ceria, suka bercanda, jika perlu serius dia sambil “sersan”, serius tapi santai.
178
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? ■
Dalam berkomunikasi, ia menerapkan komunikasi terbuka dua arah. Adapun kepribadiannya campuran Choleric-Sanguinis. Sementara gaya kepemimpinan yang diterapkannya, “Ing ngaso sung tulodo, ing madyo mangun karsa tut wuri handayani.” “Hendaknya tambah usia, tambah menjadi semakin bijak.”
Budi Bedjo Agung Adik kandung Susanto nomor 8 ini mengaku telah bertemu Susanto sejak dilahirkan.” Saking semua OK dalam diri abang tertuanya itu, sehingga “Tidak ada yang unik dalam dirinya. Tapi dia sangat baik.” Ia berharap si koko tetap sehat dan damai sejahtera.
Budi Untung Sebagai adik Susanto, Budi Untung merasa beruntung. Menurutnya, ciri khas dari abangnya adalah memberikan motivasi yang positif bagi adik-adiknya . “Satu rumah, ya setiap hari jumpa. Dalam bidang pendidikan, patut dicontoh. Terbantu secara tidak langsung untuk belajar dengan sungguh-sungguh.” Susanto selalu membangun komunikasi yang positif dan interaktif. Keunikannya dalam hal makan. Masih berani makan yang dilarang spt kambing dan durian. Leadership style positif dan kooperatif. Berharap ke depanya Susanto dapat membina keluarga supaya makin sejahtera dan damai.
Irene Lina KD Saya adik kandung ke-10 dari Susanto. Semuanya, kami 11 bersaudara. Karena adik kandung, tentu saja saya mengenalnya dari kecil. Susanto anak sulung dari 11 bersaudara yang selalu menjadi teladan bagi adik-adiknya karena berprestasi dan berpengetahuan luas, beliau rajin belajar dan membaca. Kalau adik-adiknya bandel dan tidak mau belajar, maka Susanto yang ngejar-ngejar dan negur adik-adiknya.
LUMEN CORDIUM
179
Saya mengenalnya sebagai pribadi yang ingin selalu perfect dan detail. Beliau adalah orang yang peduli dengan saudaranya, saat saya akan buka toko perhiasan berlian di Semarang, Susanto yang memberi bimbingan kepada saya dan juga mengenalkan dengan supplier kenalannya juga. Beliau Pandai berkomunikasi dan sudah tampak dari muda. Orangnya pe-de untuk tampil dan juga berkomunikasi dengan baik dengan berbagai kalangan. Ia tidak bisa bisa diam dalam arti positif. Misalnya, ia aktif beroganisasi, memberi wejangan saudara yang ada masalah, aktif di kegiatan rohani dan juga terus menulis buku di usia senja. Gaya kepemimpinannya mix antara Transformational leadhership & Transactional leadership. Harapan saya, semoga Susanto selalu diberi kesehatan dan bisa terus berkarya.
Mary Chandra Ko Hok. Nama panggilan kesayangan kami dalam keluarga besar. Ia seorang kakak tertua yang kami idolakan. Kami hargai dia. Dan selalu kami menaruh hormat padanya. Saya anak paling kecil. Beda umur dengan Susanto 17 tahun. Ko Hok selalu memberikan pengarahan kepada adik-adiknya, terutama untuk pendidikan. Kami ber-11 selalu dibimbing untuk meraih pendidikan setinggi mungkin. Karena prinsip ortu kami adalah bahwa kekayaan diri berupa pendidikan tidak bisa habis. Namun, kekayaan beruapa uang bisa habis. Ko Hok menjadi panutan keluarga. Terutama semenjak orang tua kami telah tiada. Beliau akan dengan bijaksana mengarahkan adik adiknya. Terima kasih ko Hok. Engkau telah membentuk kami menjadi orang yang tangguh dalam berkarya. Salam.
180
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? â–
Prawira Kusumawidjaja Saya adik iparnya. Mengenal Susanto pada akhir Desember 1977 di rumah orang tuanya di Jogjakarta ketika kami akan menikah pada Februari 1978. Beliau beserta keluarganya baru tiba dari Jerman. Ia seorang pribadi yang perfeksionis. Yang saya ingat, ketika beberapa bulan sisa rumah kontrakannya di Pulo Mas, kami yang melanjutkannya. Ia ramah kepada siapa saja. Berusaha keras untuk maju dan berkembang. Semoga semakin sukses dan makin terkenal.
Maria Lilies Hawati Saya sebagai adik ipar Susanto. Beliau adalah panutan kami. Ia banyak membantu dalam arahan dan bimbingan soal bisnis, terutama di bidang jewelry. Hal itu karena beliau ini salah satu pakar di dunia jewelry. Apalagi, ia dilahirkan dari keluarga jewelry. Dari awal, bisnis kami selalu dibantu dan dibimbing dengan management yang baik. Selalu menjadi kehangatan bagi adik-adik beliau. Ia seorang yang humoris juga. Yang selalu ingin menyatukan adik-adiknya sebagai pengganti orang tua yang sudah tiada. Beliau hobby jalan-jalan dan juga makan yg enak-enak.
Yanie Atmadja Salut dengan semangat yang besar dari Pak AB dalam mencapai cita-citanya. Ia sangat peduli dengan kedua orang orang tua, anggota keluarga serta saudara-saudara yang lain, termasuk terhadap saya sebagai kakak sepupunya. Ia kuat dalam berprinsip. Selalu setia kepada ajaran-Nya.
Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo – Keuskupan Agung Jakarta Harapan & Doa untuk Bapak AB Susanto di usia ke-69 tahun: Bapa yang Mahakasih, Kami bersyukur kepada-Mu, karena Engkau telah memberikan anugerah hidup kepada Bapak A.B. Susanto.
LUMEN CORDIUM
181
Anugerah itu diterimanya dengan penuh syukur dan dihayati dengan tekun dan setia selama 69 tahun. Anugerahkan kepadanya berkat, perlindungan dan damai agar Bapak A.B Susanto dapat melanjutkan peziarahan hidupnya dengan gembira, mengabdikan diri bagi kemuliaan-Mu Tuhan dan sesama. Jagalah pula seluruh keluarganya agar bersama-sama sebagai keluarga terus berusaha menanggapi panggilan-Mu menuju kesempurnaan kasih. AMIN.
Romo Prof. Dr. BS Mardiatmadja SJ ABSUS. Itu salah satu nama dalam WA Group saya. Sejak saya mempunyai WA. Orangnya, sudah kukenal sejak puluhan tahun. Semula, saya tak berani. Di Yogya, ia “orang asing” bagiku, walau sama-sama orang Yogya. Sejak sering bertemu dan bicara tentang keprihatinan bisnis Jakarta dan Indonesia, saya melihat, bahwa dia memang orang Yogya yang “sumanak”. Kodrat businessman adalah ramah. Lha, kan mesti butuh pelanggan. Tetapi Absus lebih, karena mempunyai “hati” (bukan hanya “dompet usahawan”). Maka ia mau berbagi (itu pun istilah dengan makna ganda: “share” bisa amat “businesslike” tetapi juga bisa “berwarna heartily personal”). “Personal sharing” memang dapat menjadi “business” yang menembus kepentingan finansial dan kapitalistik, tetapi juga menjadi “psychological bridge between persons”; bahkan “spiritual encounter”. And that has Absus! Congratulation, my Friend, the Friend of Jesus.
Romo Dr. Andang L. Binawan, SJ Panggilan manusia, dalam pandangan orang Kristiani, adalah tumbuh dan berbuah. Bertolak dari sudut ini, cukup jelas bahwa dalam usia 69, Pak Susanto telah
182
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? â–
mengusahakan menjalani panggilan itu sebaik mungkin. Dan dengan itu beliau telah menjadi berkah bagi keluarga, sesama dan dunia. Semoga kesaksian ini menginspirasi banyak orang, terlebih untuk menjalani panggilan Tuhan tadi. Selamat ulang-tahun Pak AB. Semoga tetap dapat bertumbuh dan berbuah dalam keadaan apa pun. Berkah Allah selalu berlimpah. Amin.
Pastor Rofinus Neto Wuli, Pr.,S.Fil., M.Si. (Han) Relasi saya dengan bapak AB Susanto adalah sebagai sahabat. Persahabatan kami sudah berlangsung lama. Persahabatan yang dijalani atas dasar “kedekatan� emosional, kedekatan intelektual dalam cara pandang dan wawasan berpikir yang dilandasi pada spirit keimanan Katolik dan spirit kebangsaan dalam NKRI, kedekatan dalam gaya kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership)dengan sama sama berupaya meneladan Sang Guru Agung Yesus Kristus sebagai Pemimpin, dan kedekatan secara fisik karena sama-sama berkecimpung di Organisasi Perkumpulan Vox Populi Institute Indonesia atau Vox Point Indonesia di mana Susanto sebagai salah satu Dewan Penasihatnya dan saya sebagai Moderator Nasional Organisasi tersebut. Saya katakan pengenalan persahabatan kami sudah berlangsung lama, ini sungguh beralasan. Hal itu karena walaupun kedekatan secara fisik baru terjadi pada Maret 2016 bersamaan dengan berdirinya Vox Point Indonesia di mana kami bersama-sama sebagai Pengurus, juga ketika beliau mengundang saya untuk melayani Misa Kudus di kantor dan tempat kerjanya, saya juga dalam kapasitas sebagai Pastor Bantuan militer dan polisi (Pasbanmilpol) Keuskupan TNI/Polri sering mengundang bapak Susanto hadir dalam kegiatan Natal Bersama dan Paskah bersama TNI/Polri se-Garnisun tetap I/Jakarta di Valentino Mako Kopassus Cijantung; namun sesungguhnya kedekatan secara intelektual dan dalam spirit pelayanan yang sama sudah terjadi lama sejak tahun 1997 ketika saya masih sebagai Frater Calon Pastor di Seminari Tinggi St.Petrus Ritapiret Maumere Flores membaca buku karya perdana bapak AB Susanto berjudul
LUMEN CORDIUM
183
Meneladani Jejak Yesus-Implementasi Perilaku Yesus dalam kehidupan Sehari-hari yang diterbitkan PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo). Sebagai calon Pastor Katolik saat itu saya sungguh termotivasi dan “terberkati� dengan pemikiran Dr. AB. Susanto dalam buku tersebut yang disertai dengan foto berwarna perjumpaan beliau dan putrinya dengan Sosok Paus Terbesar abad ini yang telah menjadi Orang kudus, Sri Paus Yohanes Paulus II di Vatikan. Ia sosok yang tenang, teduh, bernas dan mendalam dalam berpendapat. Saya sungguh merasa terbantu oleh Susanto. Ketika saya mengambil Program Doktoral pada Prodi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan mulai melakukan penelitian untuk Disertasi “Manajemen Konflik Berbasis Servant Leadership Pada Ordinariatus Castrensis Indonesia� mengalami kesulitan untuk mendapatkan buku-buku sumber seputar topik Kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership) dan manajemen konflik, saya datang menemui dan berbicara dengan bapak Susanto di salah satu kantornya di JCG, beliau selain memberikan banyak pencerahan kepada saya tentang topik ini yang memang beliau salah satu pakarnya tapi juga memberikan kepada saya 7 buah buku karya beliau yang berkaitan langsung dengan topik penelitian disertasi saya tersebut seperti buku berjudul: a). Manajemen Strategik Komprehensif-Untuk Mahasiswa dan praktisi, b) Meneladan Jejak Yesus Sebagai Pemimpin-Christian Leadership, dan lain-lain. Pola komunikasi Susanto sangat santun, sangat menghargai rekan/lawan bicara, dan selalu mengedepankan sisi-sisi humanistik dalam berkomunikasi. Memperlakukan orang lain itu setara (egaliter). Di balik kesan keseluruhan kepribadiannya yang tenang dan nampak serius sebetulnya ada jiwa humor dan seninya. Hal ini nyata ketika beliau saya undang menghadiri acara Paskahan bersama TNI/Polri bertepatan dengan Syukuran Pelantikan Wakasad Letjen TNI Hinsa siburian di Gereja St.Valentino Kopassus Cijantung, beliau menyumbangkan sebuah acara dalam bentuk Puisi yang beliau sendiri bawakan dengan amat indahnya. Kami semua termasuk para Perwira Tinggi (Pati) Katolik sungguh menikmatinya.
184
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? ■
Gaya kepemimpinan (leadership style) yang dihidupi Bapak AB Susanto ialah Kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership). Gaya kepemimpinan yang melayani ini tidak hanya sebatas retorika, kata-kata pengajaran lewat bukubuku karyanya yang cukup banyak, tetapi lebih dari itu beliau dengan konsisten menghidupinya dalam praksis kehidupan nyata sehari-hari. Sebagai seorang Katolik, pak AB Susanto dengan setia dan konsisten mewujudnyatakan dan meneladan jejak Yesus Sang Guru Agung sebagai Pemimpin yang melayani di tengah medan bakti karya pengabdian dan pelayanannya sehari-hari. Pak AB mengimani Yesus Kristus yang datang ke dunia ini bukan untuk dilayani, sebaliknya untuk melayani. Alkitab bersaksi: “Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang”(Matius 20:28). Bagi pak AB hanya pemimpin yang bersedia melayanilah yang benar-benar memiliki kekuatan dirinya, kekuatan dari aspek pengetahuan, keluasan wawasan, maupun dari kekuatan komitmennya. Pak AB menghayati esensi kepemimpinan Kristiani sebagaimana diajarkan Kristus, Yesus menunjukkan keteladanan bahwa menjadi pemimpin adalah melayani atau pelayanan (Servant as a Leader). Alkitab bersaksi: “ Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya” (Markus 9:35b). Bapak Susanto teruslah menjadi saluran berkat Tuhan bagi banyak orang melalui berbagai talenta yang bapak punyai dari Tuhan. Jadilah alat di tangan Tuhan untuk memancarkan Cahaya Hati kepada dunia yang kadang diliputi kegelapan, menyalurkan berkat dan dan jamahan kasih Tuhan. Hidupmu telah dan akan terus menjadi berkat. Ad Multos Annos.
Romo Samuel Pangestu Pr. – Vikjen Keuskupan Agung Jakarta Bapak AB Susanto yang selalu dikasihi Tuhan. Selamat ulang tahun ke 69. Semoga semakin bahagia, sehat, bijaksana dan sejahtera dalam Tuhan bersama keluarga dan komunitas. Tetap semangat melayani Tuhan dalam keluarga, Gereja dan masyarakat.
LUMEN CORDIUM
185
Romo. RD. Yohanes Subagyo, Pr Pak AB adalah doktor medis ahli diabetes yang menjadi ahli manajemen. Saya penderita diabetes yang menjadi sahabatnya. Bukan soal sakit yang mempertemukan kami tapi perhatian pada hal-hal baik. Kesan utama saya setiap berjumpa Pak AB adalah bahwa ia selalu bicara baik dan merencanakan yang baik. Ia bukan kritikus. Ia selalu mengapresiasi banyak hal dalam hidupnya sebagai yang baik. Selamat bersyukur di usia 69, Pak AB. Selamat terus berbagi kebaikan dan menjadi berkat.
Elsa Chandra Mantan karyawan di The Jakarta Consulting Group dan ipar dari adik Susanto. Sudah saling mengenal ejak adik saya meminang adik Susanto, dan sejak saya bekerja di The Jakarta Consulting. Ia seorang yang perfeksionis. Banyak dibimbing dan diberikan ilmu terkait bidang pekerjaan. Ditempa untuk mandiri dan berani menerima tantangan pekerjaan yang lebih luas dari sekadar cakupan pekerjaan di job des. Pola komunikasi dua arah yang disesuaikan oleh kebutuhan dan situasi. Ia pribadi yang memandang kehidupan dengan optimis dan berani secara aktif mencari tantangan untuk memeroleh hasil lebih baik. Kepemimpinan yang diterapkannya mengutamakan hasil dan berdasarkan situasi. Semoga senantiasa sehat, diberikan kebahagiaan, dan terus sukses dalam karier dan kehidupan keluarga.
Maria Joane Barlean Sebagai former personal assistant Susanto, membuat saya cukup mengenalnya. Pertama kali saya mengenal Dr. AB Susanto adalah saat interview pertama kali di
186
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? ■
JCG sekitar bulan Oktober 2017. Saya interview untuk mengisi lowongan sebagai konsultan. Namun, pada Januari 2018 beliau menghubungi saya langsung melalui Whatsapp untuk datang interview sebagai PA-nya dan langsung diajak ke beberapa pertemuan bapak. Di situ saya langsung menerima tawaran bapak untuk bekerja, karena saya yakin akan mendapat banyak pengalaman berharga dan pelajaran baru, serta dapat bertemu dengan orang-orang hebat. Ia seorang yang perfectionist. Yang ingin segala pekerjaannya terselesaikan dengan sebaik mungkin. Ia sangat detail melihat segala pekerjaan tidak hanya dari isi kontennya, namun juga hal-hal detail seperti penulisan, dan sebagainya. Bekerja dengannya bukan seperti bekerja, tetapi lebih kepada belajar. Dan menurut saya ini lebih berharga dari sekadar bekerja dan menerima gaji. Secara tidak langsung beliau membantu saya belajar mengenai banyak hal. Tidak hanya bisnis, namun juga hal lain seperti organisasi, kesehatan, dan masih banyak lagi. Lebih lagi, bapak adalah orang yang mempunyai spesialis di bidang family business. Ini sangat berharga untuk saya dapat belajar mengenai family business dan leadership karena sekarang saya sedang ikut mengelola perusahaan keluarga. Adapun pola komunikasi yang bapak bangun adalah komunikasi yang friendly dan kekeluargaan. Ia seorang “bigboss”, tapi bisa menciptakan suasana kekeluargaan terhadap karyawan. Bapak tidak segan untuk merangkul dan memeluk karyawannya dan membuat kami nyaman tetapi tetap sangat menghormati beliau. Kadang malah saya merasa bapak seperti “opa” saya, hehehe. Keunikan, sekaligus hal yang mengagumkan dari beliau, adalah ia tahu tentang segala hal. Sosok yang sangat-sangat pintar menurut saya. Tanya padanya mengenai apa pun bapak pasti tau. Ia juga seorang yang sangat bersemangat dalam pekerjaan. Selalu mencari sesuatu yang bisa dikerjakan atau bahasa lainnya “tidak bisa diam”. Di usia yang sudah senior, bapak memilih untuk tetap aktif bekerja dibanding bersantai dan
LUMEN CORDIUM
187
menikmati masa pensiun. Menurut saya, ini hal yang unik dan mengagumkan. Bapak bukan hanya konsultan, tapi juga pembicara, dosen, dokter, dan aktif di berbagai organisasi. Ini yang menbuat saya “wow� seakan semua profesi dijajah olehnya. Gaya kepemimpinan beliau sangat patut dicontoh. Beliau bisa membuat orang sangat hormat, sungkan, tetapi juga seperti tidak menciptakan gap, tetap kekeluargaan. Saya tidak tau apa bahasa yang tepat untuk gaya kepemimpinan bapak. Tapi ia bisa menempatkan diri kapan harus santai, kapan harus “menggenjot� karyawannya. Harapan saya, agar beliau sehat dan bahagia selalu. Bisa menikmati momen-momen indah bersama keluarga dan cucu-cucu tentunya. Mengenal Susanto yang hebat ini adalah suatu kesempatan yang sangat berharga. Semoga bisa terus menjaga tali silaturahmi.
Andora Michi Jayadi Saya dulunya bekerja di JCG. Sudah kenal dengan Pak AB sejak tahun 2014. Saya pertama kali join di JCG di tahun 2014 sebagai personal assistant beliau. Setelah 2015 sempat berhenti dan join kembali bekerja sebagai junior consultant di JCG di tahun 2016. Kesan saya, ia seorang yang baik hati dan wise at the same time. Pengalaman merasa terbantu secara support pada saat ada masalah di kantor, beliau merupakan pendengar yang baik dan leader yang dapat memberikan constructive feedback. Komunikasi yang dibangunnya efektif. Tutur katanya singkat tapi padat, terutama pada saat memberikan pekerjaan/task kepada tim. Bapak AB adalah pribadi yang keras, namun baik dan lembut secara bersamaan. Ini adalah unik karena beliau bisa menyesuaikan pribadi sesuai dengan circumstances yang berbeda beda. Ia sosok Inspirational leader yang selalu mendorong team-nya
188
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? â–
untuk menjadi lebih baik. Dapat memberikan arahan yang baik sehingga kami pun bersemangat untuk meraih goals tersebut. Saya harap Bapak selalu sehat karena kesehatan adalah hal terpenting di dunia ini. Selain itu. juga berharap agar beliau terus menjadi blessing/ berkat kepada orang di sekitarnya (keluarga, teman ataupun pegawai).
Drg. Beatrice Ang Tentang Cahaya Hati Dr AB Susanto Saya sangat bersyukur bisa mengenal om AB Susanto. Saya bertemu pertama kali dengan beliau pada tahun 2012 pada pernikahan sahabat saya Devina yang merupakan ponakan dari Om AB Susanto. Dengan senyum dan keramahannya, saya dan teman saya menumpang di mobil om AB –sapaannya-- di kala hujan lebat setelah pemberkatan pernikahan menuju tempat acara selanjutnya. Sekalipun baru pertama kali bertemu, tapi seakan sudah akrab ketika mengobrol dengan beliau yang mensharingkan kegiatannya. Setelah perjumpaan itu, saya diajak untuk mengikuti kegiatan beliau dan saya banyak belajar dengan beliau sebagai PA. Dengan kesabaran beliau saya diajarkan mengenai dunia di luar kedokteran gigi. Dari dunia bisnis sampai kegiatan sosial. Di kala kesibukan beliau, beliau selalu menyiapkan waktu untuk memberi pelayanan sosial, keagamaan dan tidak lupa untuk family time. Saya sangat kagum dengan sikap beliau yang tidak memandang bulu terhadap siapa saja yang ditemuinya, dan beliau selalu memulai duluan
untuk menyapa dengan senyum dan ramah. Saya sangat kagum dengan beliau yang memiliki ide cemerlang dan strategi yang tidak pernah terpikirkan (out of box). Saya berdoa semoga beliau selalu diberikan hikmat dan kebijaksanaan oleh Tuhan dalam setiap karyanya dan semakin menjadi inspirasi bagi banyak orang. Terima kasih om AB Susanto buat setiap ilmu yang diajarkan kepada saya dengan penuh kesabaran.
LUMEN CORDIUM
189
Ribka Oyong Sebagai anak internship dari UPH yang saat itu berusia 20 tahun, saya banyak bekerja membantu project langsung Pak AB. Saya mengenal Pak AB pertama kali tahun 2009 melalui adik saya, Glory Oyong, yang lebih dulu bekerja freelance untuk beliau di masa kuliahnya. Saat itu, saya baru selesai kembali dari program study exchange di Amerika, sedang mencari tempat magang untuk tugas akhir kelulusan saya. Saya bersyukur, saat itu JCG melalui interview degan Pak AB bisa menerima saya magang di sana, bahkan yang saya tidak pernah lupa unexpectedly saya bisa mendapatkan gaji juga. Tentu ini hal yang super excited and beyond my expectation saat itu sebagai anak internship. Saya merasa very blessed karena saya diberi kesempatan yang sangat luas untuk belajar dan praktik serta mendapatkan banyak sekali ilmu yang mahal. At the same time, saya merasa beruntung juga bisa sekaligus dipercaya beberapa project yang membuat saya bisa belajar mengembangkan potensi walaupun bisa dibilang saya anak termuda saat itu. Ciri khas yang melekat sekali menurut saya adalah beliau suka sekali pakai cincin berlian yang super gorgeous dan pakaian yang sleek. Watak yang unik dari Pak AB, ada terangkum dalam satu kalimat yang selalu saya ingat dan menurut saya itu “Bapak banget� yakni: iron fist with velvet gloves. Yang artinya dalam kepemimpinan khususnya saat ingin mengambil keputusan yang penting, kita harus tegas pada prinsip yang benar di dalamnya tapi tetap lembut saat menyentuh kepada orang (di luarnya). Tentunya, pengalaman terbantu oleh Pak AB sangat banyak bisa dibilang selama bekerja di JCG. Saya selalu merasa upgrade level setiap harinya baik dri sisi skill, knowledge sampai penampilan. Yang saya ingat salah satunya seputar penampilan, (maklum karena anak kost perantauan hehe...) jadi kadang-kadang lupa memperhatikan penampilan. Tapi karena Pak AB tipe yang elegant sleek jadi beliau juga ingin semua rekan kantornya berpenampilan yang representatif. Salah satunya saya ingat sekali pernah saat ada momen press conference dan client gathering, saya
190
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? ■
diberi baju yang proper, meskipun kelihatannya itu hal kecil, tapi menurut saya Pak AB orangnya detail oriented dan ingin orang-orang terdekat di sekitarnya juga lebih baik lagi setiap harinya. Tentunya, selama proses kuliah tugas akhir juga, sampai akhirnya saya lulus dengan nilai terbaik, puji Tuhan, itu juga berkat bimbingan Pak AB. Pola komunikasi yang dibangun sangat terbuka, selalu mau mendengar dari dua arah, bahkan selalu menggali ide-ide buah pikiran kita. Pak AB juga menurut saya tipe yang mudah beradaptasi dengan perubahan, tidak gengsi bertanya pada yang lebih muda. Selalu bisa dengan baik memisahkan hal-hal secara objektif dan subjektif serta membuat kita terkadang bisa menemukan sendiri solusi pencerahan dari masalah yang kita hadapi. Jadi, kadang-kadang merasa seperti berkomunikasi dengan “bapak sendiri”. Impresi unik awal ketika saya pertama kali bertemu dengan beliau saat interview di JCG adalah bahwa meskipun saya masih muda saat itu tapi beliau tidak memandang remeh dan menghargai setiap pemikiran serta kerja keras. Bahkan juga sering memberi wejangan-wejangan nilai-nilai kehidupan. Nah, kebiasaan unik yang saya ingat juga sebagai ciri khasnya adalah suka ke toilet. Haha... entah untuk rapi-rapi atau sekadar cuci tangan, dan tidak ketinggalan selalu bawa sapu tangan. Super clean and sleek pokoknya Bapak hehe.... Pak AB menurut saya sosok yang mempunyai aura leadership yang kuat tapi sekaligus aura kebapakan yang “ngemong”. Jadi, kita bisa merasa tetap respek kepada beliau sebagai pimpinan, tapi at the same time, bisa ada comfort feeling, “acceptance as who we are.” Harapannya untuk AB Susanto, agar Tuhan selalu memberi kesehatan yang prima untuknya serta kebahagiaan dari seluruh aspek kehidupan. Juga tentunya beliau bisa terus berkarya dan menjadi saluran berkat bagi banyak orang.
LUMEN CORDIUM
191
Glory Oyong – Kompas TV Anchor Saya mengenal Pak AB Susanto sejak tahun 2008 waktu itu saya bekerja magang sebagai staff PR untuk The Jakarta Consulting Group perusahaan yang dipimpin oleh Pak AB Susanto, namun selain mengerjakan perkerjaan kantor saya juga ikut terlibat dalam berbagai kegiatan Pak AB lainnya sebagai Personal Assistant, seperti untuk kegiatan sosial beliau, acara peluncuran buku, lelang, dan sebagainya. Sebagai seorang atasan, Pak AB Susanto adalah orang yang rendah hati, tidak arogan, tidak pelit membagi ilmu dan selalu mendorong staffnya untuk terus maju dan berkembang. Saya selalu dapat belajar banyak dari cara Pak AB berbicara dengan para karyawannya di kantor maupun para kliennya, tutur bahasa yang santun dengan gesture yang ramah membuat lawan bicaranya menjadi segan dan para staff melakukan pekerjaan dengan ringan hati dan maksimal. Saya selalu kagum dengan cara Pak AB dapat membuat hal terjadi “make things done” tanpa memaksa, namun dengan kharisma seorang pemimpin. Pak AB Susanto juga adalah orang yang sangat menghargai waktu, tidak pernah terlambat dan disiplin dalam pekerjaan, hal ini jugalah yang menjadi teladan bagi kami para staffnya. Saat saya masuk bekerja di perusahaan beliau, saya hanyalah anak magang yang sangat minim pengalaman, namun dengan kepercayaan yang tinggi, Pak AB selalu menyertakan saya untuk acara-acara yang menambah luas relasi dan wawasan sehingga saya dapat belajar banyak seperti layaknya pekerja tetap dan juga memeroleh pengalaman kerja yang sesungguhnya dan dapat menjadi bekal untuk masa depan karier saya kelak. Pak AB adalah orang yang amat piawai di dalam berkomunikasi, tidak hanya kepada klien bisnis, namun kepada para staff dan bawahan, beliau selalu menggunakan kalimat yang membangun semangat positif, sekalipun sedang dihadapkan dengan hal yang di luar ekspektasi. Sangat jarang saya menyaksikan Pak AB “marah”, namun beliau selalu dapat menegur dengan tepat dan tidak menimbulkan sakit hati.
192
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? ■
Pak AB sangat pintar juga menjaga relasi, sehingga tidak heran begitu banyak orang yang selalu bersedia membantu beliau, inilah salah satu keunikan yang tidak banyak dimiliki orang banyak, yaitu kepiawaian membuat dan mempertahankan relasi. Gaya kepemimpinan yang tegas namun tetap lembut, seperti istilah “Tangan Besi, sarung tangan beludru.” Kiranya Pak AB dapat terus menjadi cahaya inspirasi, teladan dan semangat bagi siapa saja yang mengenalnya, dapat terus berkarya dan meninggalkan jejak-jejak teladan untuk diikuti oleh generasi penerus. Kiranya pula, Pak AB selalu berbahagia dan mencapai semua kepenuhan hidup. Amin. Happy Birthday Pak AB Susanto!
Grace Lasaroedin Dahulu, pernah menjadi PA Pak Susanto. Mengenalnya sejak 2009, saat saya masih berkuliah dan beliau menerima saya sebagai karyawannya di JCG. Ia sosok pemimpin yang cerdas, aktif, dinamis dan memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi. Beliau adalah sosok pemimpin yang sangat supportive, berhasil membuat bakat fotografi saya terasah. Beberapa kali mengadakan sesi pemotretan dengan beliau yang sangat ramah lagi berkesan. Di dalam berkomunikasi, beliau Open and two way Communication. Beliau sangat terbuka akan saran dan masukan orang orang di sekitarnya. Pak AB, begitu sapaan hangatnya di JCG, beliau adalah pemimpin yang smart, ramah, tinggi jiwa sosial dan peduli pada sesama. Saya teringat ucapan beliau, memerintah dengan tangan besi namun di sarungi oleh sarung tangan beledru, sehingga yang dipimpin tidak merasa “sakit”, namun tujuan tercapai dengan baik.
LUMEN CORDIUM
193
Sehat selalu, menjaga pola hidup dan makan yang sehat. Panjang umur, rezeki dan selalu menjadi dampak positif di keluarga, kolega dan bangsa Indonesia. Teruslah menjadi sumber inspirasi pemimpin bagi kami, generasi Milenial!! WE LOVE YOU PAK AB
Shelvia Bong Saya pernah bekerja bersama pak AB dan JCG untuk tahun 2016. Saya mengenalnya pada tahun 2016 untuk suatu proyek untuk JCG dan Pak AB. Dalam proyek itu, saya melihat sosok Pak AB yang tidak hanya pintar dan bersahabat, tapi juga memiliki jiwa mengayomi. Selain proyek, Pak AB juga aktif sebagai pembicara dalam berbagai kesempatan. Tidak hanya untuk kesuksesan perusahaan, namun juga untuk negara dan rohaniawan. Melalui beberapa kegiatan tersebut, saya mengenal dan semakin memahami sosok Pak AB. Ciri khas Pak AB: ia merupakan sosok yang visioner. Saya bisa melihatnya memiliki banyak hal-hal baru atau gebrakan-gebrakan baru baik dalam bentuk kegiatan atau pun solusi yang ditawarkan dalam pekerjaan. Dalam menyelesaikan permasalahan, Pak AB menggunakan framework yang pada kebanyakan ia ciptakan sendiri. Selain itu, Pak AB juga kreatif dalam menciptakan terms baru yang membantu pendengar atau client mengerti maksud yang akan disampaikan. Dalam proses pemecahan masalah, thinking process pak AB yang menjadi pelajaran berharga buat saya. Komunikasi yang beliau bangun, sudah pasti dua arah. Namun, menurut saya, beliau pendengar yang baik, di mana selain mendengar ia juga mampu ikut merasakan emosi atau perasaan si pembicara. Pak AB memiliki empati yang cukup tinggi. Sehingga, Pak AB mampu ikut ke dalam permasalahan lawan bicaranya dalam bentuk aktifitas dan juga emosi.
194
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? ■
Kepeduliannya terhadap sesama, ia “care”. Tanpa memandang dirinya sebagai boss atau sosok yang ternama, beliau masih hangat dan suka bertegur sapa dengan siapapun. Sementara itu, people management-nya cukup baik. Di mana pak AB selalu memberi kesempatan bagi kami untuk mengembangkan ide-ide kami secara kreatif. Pak AB lebih menggunakan pendekatan “sahabat” dalam bekerja, sehingga tidak ada perasaan canggung atau gap antara pak AB dan saya. Sehat selalu, dan semakin kreatif dalam setiap karya nya sehingga mampu memberkati lebih banyak orang dari berbagai segmen.
Vesperina Ujudeda Pak AB pernah menjadi boss saya. Bertemu dengannya saat direkomendasi seorang profesor di UI untuk homecare tahun 2014. Wataknya yang unik: semua harus tampak lurus. Rapi tak boleh miring... Ia seorang perfectionist. Pak AB membuat saya menjadi seperti saat ini. Beliau mengajarkan untuk berprinsip dan tampil profesional. Pola komunikasi pak AB sangat baik karena sangat persuasif. Keunikan dari pribadi pak AB, ia suka koleksi barang-barang antik. Gaya kepemimpinannya tegas. Ia seorang yang visioner.
Victoria Caroline Saya pernah berkerja bersama dengan Dr. AB Susanto selama setahun di The Jakarta Consulting Group. Mengenalnya sekitar 4-5 tahun yang lalu. Ia adalah seseorang yang berwibawa dan bijaksana. Menurut saya, berwibawa dan bijaksana itu merupakan sebuah achievement dalam hidup dan tidak semua orang dapat mencapai ini.
LUMEN CORDIUM
195
Saya menganggap Susanto sebagai seseorang yang lebih daripada seorang atasan, tapi seorang Pemimpin/Leader. Ketika saya kesulitan untuk mencari kelebihan organizational saya, Pak AB mendorong saya dengan feedback regular dan menantang saya untuk fokus mengembangkan kelebihan saya. Pak AB percaya pada kemampuan saya dalam menyelesaikan project dengan bimbingannya yang membangun. Tidak sulit untuk berkomunikasi dengan beliau karena Pak AB selalu memancarkan aura yang positif dan hangat (warm). Pola komunikasi beliau berbeda dengan pemimpin lainnya, karena beliau akan selalu mendengarkan dan mencoba mengerti situasi lawan bicara. Dengan kewibawaan beliau. Saya merasa selalu mendapatkan sesuatu, pelajaran,pedoman atau bimbingan dari setiap menit yang saya habiskan untuk berbincang dengan beliau. Keunikan kepribadian yang paling mencolok yang dimiliki oleh Pak AB, adalah humility dan kebijaksanaan beliau. Menurut saya, wisdom/kebijaksanaan itu merupakan sebuah achievement dalam hidup dan tidak semua pemimpin perusahaan memiliki ini. Selain itu, dengan posisi dan keberhasilan beliau saat ini, beliau tetap menjadi seorang sosok yang menginspirasi banyak orang dengan kerendahan hatinya. Beliau sangat berperan dalam gaya kepemimpinan saya saat ini. Perpaduan antara transformational dan situational leadership, Pak AB dapat mengenal kekurangan dan kelebihan setiap individu di lingkungan kantor. Beliau memberikan dampak positif terhadap kinerja kami dengan feedback dan bimbingan yang membangun dan terarah.
Agustien Sidharta – GM Executive Search & Assessment JCG Mengaku mengenal Susanto sejak bergabung sebagai salah satu anggota tim di kantor The Jakarta Consulting Group, kantor konsultan manajemen yang didirikannya sekian puluh tahun yang lalu.
196
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? ■
“Susanto yang saya kenal adalah seorang yang berpembawaan hangat, ramah, memiliki perhatian yang besar pada orang lain, termasuk kepada relasi-relasi professional dan para anggota timnya. Hal ini terbukti dengan banyaknya network/relasi yang ia miliki, baik yang bersifat profesional maupun yang pribadi. Susanto juga seorang penyuka seni yang memiliki perhatian besar pada kesenian tradisional.” “Dalam berkomunikasi, beliau terbuka kepada siapa saja, bersedia memberikan bimbingan dan pengarahan kepada orang lain yang membutuhkan. Sebagai pemimpin, beliau juga menerapkan standard values dan etika dalam menjalankan bisnis organisasinya dan mengharapkan agar seluruh anggota timnya menerapkan hal yang sama. Beliau juga mendorong anak buahnya untuk menjadi seorang high achiever serta tidak mudah menyerah. Ia menerapkan disiplin yang tinggi untuk diikuti oleh seluruh anggota organisasi. Di sisi lain, Ia juga tak segan untuk memberikan teguran kepada anggota tim yang melakukan kesalahan. Seiring dengan berjalannya waktu, dalam beberapa tahun belakangan ini, Susanto terlihat mulai mengurangi aktivitas bisnis keorganisasiannya dan lebih memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang bersifat pendidikan dan sosial kemasyarakatan. “Harapan saya ke depan, semoga Susanto akan tetap terus berkarya dan memberikan manfaat bagi lingkungan dan Negaranya,” pungkasnya.
Himawan Wijanarko – Master Consultant JCG Susanto adalah rekan Kerja di kantor The Jakarta Consulting Group. Saya mengenalnya pada tahun 1990, waktu bergabung dengan JCG. Seorang yang persistent, selalu membantu/mendorong untuk berkembang dalam karier. Di dalam berkomunikasi, ia membangun komunikasi dua arah. Ia menurunkan sifat pantang menyerah. Tanpa pernah lelah mengajak think big, tidak menyalahkan keadaan dan tidak menyerah dalam menghadapi keadaan. Istilahnya, menunggangi keadaan. Semoga Bapak AB Susanto sehat selalu!
LUMEN CORDIUM
197
Deasy Loen – Coordinator Finance & GA Sebagai salah seorang staff kantor di The Jakarta Consulting Group, Susanto memiliki kepribadian unik. “Beliau itu ingin segala sesuatu perfect. Rasa pedulinya dan care terhadap karyawan sungguh berkesan. Pola komunikasi yang beliau bangun dua arah, tidak hanya dari sisinya, melainkan juga mendengarkan pendapat/masukan kita.” Susanto punya kepribadian yang ramah terhadap semua orang. Ia juga mempunyai jiwa seni yg tinggi. Hal yang cukup mengangumkan, Pak Susanto bisa mencapai apa yg saat ini beliau masih cita-kan dalam karier dan kehidupan. Berharap diberikan kesehatan di usianya yang tidak lagi muda.
Hariadi – Researcher JCG Susanto adalah pimpinan di tempat kerja, dan saya mengenalnya sejak bergabung dengan The Jakarta Consulting Group. Ia punya sikap pantang menyerah. Dengan gaya kepemimpinan Visioner, semoga beliau tetap sehat. Sukses selalu!
Novi Gafar – Business Development Manager JCG Mengenal sosok Susanto sejak tahun 1999 saat menjadi karyawan JCG. Ia pribadi yang ramah lagi hangat. Ketika ayah mertua saya di ICU dan membutuhkan darah dengan golongan yang jarang, beliau langsung menghubungi keluarga beliau yang merupakan dokter di salah satu rumah sakit untuk membantu saya agar mendapatkan darah tersebut. Pola komunikasi yang beliau bangun, bersifat kekeluargaan. Meski demikian, ia seorang yang perfeksionis. Semoga beliau selalu sehat, panjang usianya dan diberkati Tuhan YME.
Rini Wijaya – Finance & GA Officer JCG Sebagai karyawan, sudah mengenal Susanto tahun 2002. Beliau ramah pada siapa saja. Saya merasa senang bekerja di JCG selain membantu saya memenuhi kebutuhan
198
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? ■
keluarga, juga bisa bertemu dengan pribadi yang menarik dan berkharisma. Beliau seorang yang ramah dan mengganggap karyawan seperti keluarga. Keunikannya adalah ramah pada semua orang. Semoga Bapak sehat selalu dan semakin sukses.
Sabar – Personil Keamanan Rumah Bapak orangnya tegas dan jeli/awas. Beliau tidak suka yang berantakan. Maunya rapi sampai ke urusan berpakaian. Kalau kerja maunya cepat. Beliau juga selalu sopan dalam berbicara dengan siapa pun.
Arfan Afandi – Office Boy Kantor Bapak itu orangnya supel. Beliau mampu menarik simpati lawan bicaranya.
Riyanto – Driver Kantor Bapak AB Susanto itu orangnya sangat ramah terhadap siapa pun, baik kepada driver maupun kepada OB di kantor JCG. Tidak hanya ramah, pak AB juga santun dalam bertutur kata.
Suprihatino – Driver Pribadi Bapak oragnya ramah kalau ketemu saya. Suka nanya “kabarnya bagaimana?” Dengan bahasa Jawa.
Agustiyanto - Office Boy Kantor Bapak orangnya tegas dan rapi serta super teliti.
Wiwit Agustina - Asisten Rumah Tangga Bapak itu orangnya tegas, tapi saya tahu hati beliau baik. Dari bapak, saya juga belajar banyak hal.
LUMEN CORDIUM
199
Margono – Driver Kantor Bapak itu tipe orang yang disiplin, baik tentang waktu maupun tentang apa yang sedangkan bapak kerjakan.
Johnny Salmon Sebenarnya, saya berkenalan dengan Susanto adalah terlebih dahulu dari Ibu Tati (istri Pak AB). Waktu itu, sekitar tahun 1984-1985, Ibu Tati mempunyai toko perhiasan di mana saya adalah produsen yang memberikan supply kepada Ibu Tati dan berkenalan dengan Pak AB. Selanjutnya, pada tahun 1989, perusahaan kami yang kala itu mulai mengembangkan usaha, kami coba berkonsultasi di Jakarta Consulting Group yang pada waktu itu masih berkantor di daerah Kelapa Gading. Mungkin kami termasuk salah satu klien yang pertama dari Jakarta Consulting Group. Dari sana kita mulai bekerja sama, merekrut pegawai untuk management, bahkan kita pergi ke Jogjakarta untuk merekrut pengrajin-pengrajin perak di Kota Gede untuk bekerja di perusahaan saya. Pak AB dikenal sebagai seorang intelektual yang luas pengetahuannya, tapi disamping itu beliau juga mengerti pasar, dapat bergaul dengan segala kalangan. Kami sering bercanda seperti anak-anak muda, yang bisa bercerita dan melantur ke kanan kiri. Pengalaman dan kenangan di masa lalu yang pada saat itu kami masih “hijau-hijau�, tapi penuh semangat untuk membangun industri perhiasan di tanah air. Ketika diingat kembali sangat mendebarkan hati.
Karlina Damiri Sebagai sahabat, kenal sudah lama, tetapi dekat kira-kira sekitar kurang lebih dua tahun. Pak AB adalah ciri khas yang menyenangkan penuh keterbukaan dan humoris.
200
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? ■
Dengan keberadaan Pak AB, saya banyak terbantu dalam menyelesaikan satu masalah, sehingga mendapatkan jalan keluar yang baik dan penuh bijaksana. Beliau sangat komunikatif dan semua komunikasi yang beliau berikan selalu mendapatkan dan menemukan banyak ide ke depan dan menyemangati untuk maju kedepan. Ia seorang pemikir penggagas ide-ide baru dan penuh canda. Beliau tegas, praktis, dan tidak kaku. Harapannya, beliau harus sehat terus dan maju terus karena ilmunya banyak diharapkan banyak orang.
B. Woeryono “Ia seorang sahabat sejati. Saya mengenalnya sejak kira-kira sepuluh tahun lalu dalam sebuah acara di mana beliau menjadi salah satu narasumber.” Gambaran sosok Susanto menurutnya, adalah sosok yang low profile, pekerja keras dan ramah kepada siapa pun yang dijumpai. “Campur tangan beliau kepada saya datang secara tidak langsung melalui setiap sesi yang saya ikuti. Kalimat-kalimat yang memotivasi saya menjadi pribadi dan profesional yang lebih baik. Bagi saya, komunikasi beliau dibangun secara positif dan konstruktif sehingga sangat menyenangkan setiap kali ada kesempatan berinteraksi dengan beliau.” Tentang kepribadiannya, Susanto pribadi yang ramah dan rendah hati. Melihat sosoknya, saya meyakini beliau memiliki ketegasan dan wibawa sebagai seorang pemimpin tanpa perlu menimbulkan rasa takut/enggan bagi orang lain yang berinteraksi. “Harapan saya, tentu agar beliau selalu dalam kesehatan yang prima dan di dalam semangat yang tinggi untuk menyebarkan pengaruh positif melalui karya dan pemikirannya.”
LUMEN CORDIUM
201
Prijono Sugiarto - Presiden Direktur PT Astra International Tbk AB Susanto adalah seorang pembelajar sejati. Dari keahlian dokter manusia, ia bertransformasi menjadi Dokter Perusahaan. Ini memerlukan bukan hanya kerja keras, tapi juga kerja cerdas. Inilah yang membuat beliau bukan hanya inovator buat Corporate Doctor, melainkan juga sudah menjadi ikon yang Indonesia tidak bisa melupakannya. A real life legacy.
Gandi Sulistiyanto Soeherman – Managing Director Sinarmas Group Relasi dengan Susanto adanya hubungan family berdasarkan keluarga besar marga Gan. Mengenal beliau sudah lama sekitar tahun 90’an justru sebagai konsultan manajemen, sejak saat itu baru tahu ada hubungan keluarga. Watak yg menonjol dari beliau adalah ramah tamah banyak senyum dan selalu sistematis dalam bertutur kata. Ringan tangan dalam membantu orang dan mudah bergaul tanpa membedakan status sosial. Pernah meraa sangat terbantu untuk membentuk institusi bisnis keluarga. Sangat komprehensif dan komunikatif, konsisten, dan persisten. Keunikannya, beliau adalah medical doctor, namun profesi nya di bidang manajemen. Adapun gaya kepemimpinan (leadership style) beliau Tut Wuri Handayani. Berharap agar beliau tetap dapat berkarya lebih luas lagi, dan dapat menyebarkan ilmunya melalui jalur perguruan tinggi sebagai guru besar.
Purnomo Yusgiantoro – Guru Besar ITB Susanto adalah rekan dan sahabat. Kami berkenalan sudah cukup lama, dalam pertemuan bisnis dan sosial. Ia seorang yang aktif dalam organisasi sosial. Walaupun terjun di bidang swasta, tapi punya sifat sebagai pendidik yang baik. Ia seorang yang mau mendengarkan.
202
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? ■
Kami berkomunikasi sangat intensif, tidak formal, cukup lewat HP. Ia saya lihat seorang yang pantang menyerah kalau punya keinginan. Seorang pemimpin yang ngayomi. Terus berjuang selama hayat dikandung badan. Lanjutkan terus menulis yang produktif.
Thomas Sugijata - Mantan Direktur Jenderal Bea dan Cukai 2009-2011 Kami sesama satu alumi SMA Kolose De Britto Yogyakarta. Saya lulus Tahun ‘70, sedangkan Pak AB Tahun ‘69. Sebagai teman, karena semasa masih aktif di Birokrasi saya sesekali secara informal ketemu untuk ngobrol /diskusi ringan. Saya juga pernah bergabung di The Jakarta Consulting Grup sebagai Partner/Master Konsultan sekitar 4 tahun sehingga paling tidak sebulan sekali diskusi mengenai Pekerjaan yang terkait rencana/progres /pelaksanaan Konsultasi yg akan/sedang ditangani. Hal yang spesifik saya ingat ketika Pak AB mencalonkan diri menjadi Caleg dengan nomor urut 1 dari Partai Kebangkitan Bangsa untuk Daerah Pemilihan DKI. Catatan yg unik pada saat dicalonkan di PKB adalah waktu itu saya ikut membantu Kampanye di Gereja saya. Artinya, Partai Islam kapanyenya di Gereja. Tapi seingat saya, sekitar akhir ’90-an atau awal 2000-an kami mulai menjalin komunikasi. Tentunya, Pak AB sebagai Konsultan Manajemen dan saya di Birokrasi waktu itu sebagai Direktur Penindakan dan Penyidikan DitJen Bea Cukai Kemenkeu. Ada hal dan permasalahan terkait dengan Impor/Ekspor Barang. Yang didengar/ ditangani Pak AB didiskusikan dengan saya. Sebaliknya, saya kalau ada permasalahan modernisasi manajemen juga minta masukan darinya. Sejak itu, memang kami selalu menjaga hubungan dan komunikasi meskipun tidak rutin/intens. Dan ending-nya saya bergabung di JCG setelah Purna Bakti di Tahun 2011. Yang uniknya, basis Pendidikannnya Dokter,tapi selama ini boleh dikatakan tdk pernah membicaran/ mendiskusikan segala sesuatu terkait Ilmu Kedokteran dan Pengobatan
LUMEN CORDIUM
203
Orang sakit. Ia lebih banyak menulis dan bicara masalah Manajemen Strategik, Leadership dan Corporate Plan. Lebih banyak bicara dan menangani bagaimana menangani Entitas Bisnis (korporasi, manufakturing, Perusahan keluarga,kegiatan bisnis) supaya menjadi sehat, Survive dan tumbuh berkembang secara berkelanjutan. Jadi yang unik Pak AB bisa dengan sangat baik mentranformasi diri dari Dokter yang menyehatkan orang Menjadi Dokter yang menyehatkan Perusahaan. Istilahnya mungkin bukan dibantu, tapi lebih kepada Berkolaborasi karena saya mempunyai Expertise dan Praktik Praktik riil dalam merencanakan, melaksanakan dan Mengevaluasi Transformasi Birokrasi dan masih menekuni di bidang ini setelah Purna Bakti sedangkan JCG juga sangat berengalaman panjang dan memiliki kompetensi yang sama, khususnya untuk BUMN, Family Business, Korporasi dengan past record yang sangat baik. Dengan kolaborasi ini bisa saling mengisi khususnya dalam mempertajam identifikasi dan diagnosis terhadap permasalahan yang dihadapi Korporasi/Perusahan, sehigga kualitas hasil konsultasi menjadi lebih baik. Itu yang mendasari saya bergabung dengan JCG. Menurut saya, Pak AB memiliki kelebihan dalam Interpersonal Comunication. Hal ini tercermin bagaimana cara cara untuk mengartikulasikan pandangan, gagasan, praktikpraktik manajemen yang baik (best practice) dengan jelas, dan implementatif disertai dengan visualisasi beserta contoh terkini dan menarik, sehingga penyajian/komunikasi menjadi efektif dan audience puas. Dalam mengajak komunikasi dengan beberapa pihak, selalu dilakukannya pendekatan informal sekaligus formal. Tetap aktif mendengarkan masukan pihak lain sehingga ending-nya selalu diperoleh kesepahaman. Gaya kepemimpinannya bisa disebut Team Leadership. Artinya, kepemimpinan yang bisa mendayagunakan orang yang kompeten di bidangnya untuk dikonsolidasikan dan diberdayakan menjadi sebuah kerja sama dan kolaborasi yang unggul karena saling melengkapi melalui proses Metodologi dan Kerangka berpikir yang sistemik. Dengan cara tersebut objektif dan outcome-nya menjadi lebih efektif, efisien, dan optimal.
204
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? ■
Harapan ke depan agar tetap berkarya. Idealnya adalah bagaimana Membangun culture (values) Bangsa Indonesia sehingga memiliki nilai-nilai unggulan yang sesuai kepribadian Bangsa Indonesia, untuk menjawab tantangan global yang sedang dan akan dihadapi bangsa Indonesia di tahun mendatang.
F.X. Sujanto – Master Consultant JCG AB SUSANTO - DUC IN ALTUM BUKU REFERENSI SEBAGAI AIR HIDUP KONSULTAN. Tahun 2002, saya pensiun dari Pertamina. Secara kebetulan saya berjumpa Pak AB dan ditawari gabung ke JCG. Terus terang, waktu itu kurang tertarik untuk menjadi konsultan manajemen. Ada tarikan yang lebih besar yaitu menjadi konsultan dalam bidang migas hulu. Namun, sekadar menghormati beliau suatu siang saya datang ke JCG. Saya diterima di kamarnya yang besar yang penuh dengan berbagai artifak dan perhiasan. Kami ngobrol sana sini, makan gado-gado dan minum kopi. Setelah sejaman, saya pulang. Paginya kembali saya ditelepon BS, “gimana mas?” Dan saya menjawab, “Baik, besok pagi saya mulai ngantor di Wisma BNI Lt.32.” Mau tahu alasannya? Kantor yang keren? Bukan! Gaji yang ditawarkan? Bukan! Keterkenalan? Bukan! Jawaban yang benar : karena saya melihat ada koleksi buku referensi yang sangat banyak dan lengkap! Buku yang banyak sekali jumlahnya dan dipajang rapi sebetulnya yang menjadi daya tarik selama kunjungan saya. Dengan banyaknya buku referensi dan sangat bervariasi maka saya merasa menemukan sumber iair yang membuat hidup menjadi selalu segar dan berenergi. Pak AB adalah kolektor buku. Kalau ke luar negeri oleh-oleh terpenting adalah bukubuku referensi. Salah satu dari 3 koper bawaannya berisi buku. Bagi beliau, konsultan tidak boleh kehabisan inspirasi dan harus selalu kaya dengan opsi-opsi solusi. Beliau selalu bilang, konsultan harus jauh lebih pintar dari clients-nya. Apakah pak AB
LUMEN CORDIUM
205
membaca buku-buku itu, bukan sekadar pajangan? Jawaban saya sangat tegas: ya dibaca! Setiap saya mempelajari suatu buku referensi untuk persiapan suatu seminar, saya selalu lihat ada jejak-jejaknya nampak di buku-buku: ada coretan dan catatan dengan pensil runcing di pinggiran halaman! Bagi Pak AB, buku referensi adalah air hidup seorang konsultan.
DUC IN ALTUM – BERTOLAKLAH KE TEMPAT Yang LEBIH DALAM. Dari ratusan judul artikel ataupun judul ceramah Pak AB, satu saja yang paling saya ingat yaitu judul Injil Lukas 5: 1-11 Duc In Altum. Saya tidak ingat di buku atau publikasi yang mana, namun sedikit memudahkan saya menggambarkan sosok pak AB dalam memimpin usaha: pemimpin yang selalu meng”explore” hal-hal baru. Bertolak ke tempat yang lebih dalam menyimbolkan keberanian dan pergulatan hidup yang menghadapkan manusia pada tantangan sebuah ketidakpastian. Namun, di sisi lain tempat yang juga menjanjikan hasil dan potensi dan harapan baru. Perikop Injil diatas memang sangat indah namun tajam bagaimana manusia Petrus berani untuk masuk ke wilayah yang tidak dikenalnya. Dalam kepemimpinan, Pak AB yang saya amati selama lebih 15 tahun, JCG dari waktu ke waktu selalu diupayakan bahkan dipaksakan meng”eksplore” sesuatu yang baru: jasa konsultasi baru, target market baru, metodologi konsultasi baru, brand image perusahaan baru, tim konsultan baru dll. Awalnya, di tahun-tahun 80-an, jasa konsultasi lebih ke ceramah dan konsultasi manajemen usaha dan pemasaran, namun setelah itu terus dikembangkan jasa konsultansi lain yang makin advance, seperti : budaya etika perusahaan, family business, menjadi negosiator andal, Corporate Strategic Planning, pembangunan ekonomi daerah, bahkan manajemen bencana alam dan tourism management. Dalam hal target market, pak AB selalu merintis dan melaksanakan penetrasi baru. Awalnya, perusahaan swasta menengah, kemudian perusahaan swasta korporasi/
206
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? ■
perusahaan keluarga dan kemudian juga penetrasi ke BUMN – BUMN raksana. Dalam konteks metodologi konsultasi, awalnya banyak porsi waktu didominasi oleh pengolahan data di kantor JCG, namun dengan berkembangnya waktu dan peningkatan kualitas SDM clients (lebih-lebih setelah masuk ke BUMN) maka pendekatan workshops dan FGD menjadi porsi yang besar dari proses konsultasi. Metodologi SEM atau Strategic Exploratory Meeting (baca : interviews eksekutif) dibuat efektif dan efisien dengan pengorganisasian kuesioner sesuai dengan ide manajemen strategik. Sesuai perkembangan zaman,masalah globalisasi dan ancaman eksternal yang melanda di lingkungan organisasi bisnis juga membawa dampak “tekanan” bagi JCG untuk mengembangkan Ilmu Leadership. Ini adalah pesan pak AB kepada para CEO: jangan mau didikte keadaan, tetapi CEO harus mampu mengatasi keadaan! Dalam kaitan itu, Pak AB mengembangkan berbagai JCG brand tentang Leadership dan menulis berbagai buku Leadership: Quantum Leadership, Super Leadership, Strategic Leadership, Iron Fists and Velvet Gloves Leadership, dll. PERTEMANAN DAN PERSAHABATAN. Menjadi konsultan manajemen bukan berarti perusahaan yang dipimpinnya menjadi usaha yang melenggang dengan mudah. Pak AB menyadari bahwa kisi-kisi usaha semakin banyak ragam dan banyak berada di luar batas jangkauan pengetahuan beliau, hunting ground atau lahan usaha yang luas tanpa batas, namun memerlukan keahlian atau paling tidak pengalaman profesi, sementara pesaing di dunia jasa konsultasi manajemen juga semakin cerdik. Semuanya itu mengharuskan bantuan banyak orang, namun harus sekaligus dapat diandalkan. Dalam konteks itu, pak AB membangun pasukan elit dengan membina perkawanan dan persahabatan dengan banyak orang dari berbagai kelompok masyarakat: profesional, akademisi, pejabat pemerintan, CEO perusahaan, pemuka agama, pekerja sosial dll. Pasukan elit tersebut berfungsi seperti buku-buku referensi yaitu air hidup! Semua buku karangan Pak AB selalu diawali Kata Pengantar dari tokoh masyarakat dan juga dilengkapi dengan resensi banyak orang dari berbagai kalangan.
LUMEN CORDIUM
207
MENENG,WENING,DUNUNG. Kesibukan memecahkan keruwetan para clients (mending kalau hanya sekadar keruwetan bisnis tetapi sering juga keruwetan akibat konflik berat antar manusia dalam bisnis keluarga),atau kegagalan JCG meluncurkan produk baru, atau ketika JCG menghadapi kinerja finansial yang mengkawatirkan dan sebagainya, pasti membuat pak AB lelah,�mriang� dan perlu energi ilahi. Sebagai insan Katolik, sudah sejak awal usaha pak AB menyadari pentingnya energi ilahi tersebut. Oleh karena itu, semua kegiatan sehari-hari selalu berimbang dan sebagai lulusan SMA de Britto bagian dari pendidikan Jesuit, pak AB tahu apa yang harus dilakukan sebagai seorang Katolik. Oleh karena itu, di luar hingar bingar dan kegemerlapan dunia bisnis, beliau menyadari bahwa dirinya adalah seorang warga gereja . Warga gereja pengikut Yesus sang Pemimpin sejati. Ciri–ciri pengikut Yesus adalah melayani dan imannya dinyatakan dalam perbuatan. Dalam pada itu, Pak AB banyak waktu yang ia sediakan untuk mengambil peran aktif di berbagai Yayasan atau Perhimpunan Katolik, antara lain: Dewan Penyantun, Unika Soegijapranata - Semarang , Dewan Penasihat Alumni SMA Kolese De Britto ,Ketua Umum Forum Masyarakat Katolik Indonesia, Anggota Dewan Penyantun, Universitas Atma Jaya Yogjakarta, Ketua Dewan Penyantun Akademi Sekretaris Tarakanita. Iman Katolik tetap membimbing pak AB dalam hidup kesehariannya, pengakuannya bawa dia hanyalah domba yang tergantung pada pimpinan gembala gereja terutama di Jakarta. Diminta atau tidak, Pak AB sering membantu pimpinan Gereja Jakarta dengan berbagai cara misalnya, penulisan buku di tahun 2014 : Manajemen Paroki. Manual Bagi Pelayan Pastoral. Khusus bagi Sang Gembala Agung, sebagai pernyataan tunduk, kagum dan syukur Pak AB membuat 4 buku: Meneladani Jejak Yesus sebagai Pemimpin, 1997; Meneladani Jejak Yesus : Implementasi Perilaku Yesus dan Ajarannya Dalam Kehidupan Sehari-hari,1998; Christian Leadership, 2005: dan Meneladani Jejak Yesus sebagai Pemimpin-Edisi 2, 2016.
208
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? ■
Bukunya Poetry Collection: Perjumpaan - Die Begegnung – The Encounter, tahun 2017, menunjukkan bahwa dalam kesibukan yang luar biasa, ternyata Pak AB masih ada waktu juga untuk meneng (diam) dan merenung. Meneng sangat penting bagi hidup seorang Kristiani. Kata Ibu Teresa dari Calcuta: God speaks in the silence of the heart. Meneng (diam) untuk merenungkan hakikat hidup, agar kita menjadi wening (paham) agar menyadari apa yang terjadi dan akhirnya menjadikan kita dunung (tahu peta kehidupan) untuk benar dalam meneruskan peziarahan hidup sesuai dan kembali ke arah yang ditunjukkan Sang Gembala Agung. Selamat Hari Ulang Tahun ke-69. Tuhan Menyertai dan Melindungi Pak AB.
F.X. Sri Martono – Alumni De Britto Saya kenal Pak AB Susanto sejak sekolah di SMA Kolese de Britto, kami selalu satu kelas dari kelas 1 sampai kelas 3. Dulu kami memanggil beliau Kong Hok. Lama berpisah dan kemudian bertemu kembali di Jakarta setelah beliau pulang dari Jerman. Suatu hari, saya menghadiri reuni alumni de Britto yang difasilitasi oleh Pak AB Susanto di rumah kediaman beliau, waktu itu masih di Cempaka Putih. Pernah pula beliau mengunjungi saya di kantor, di Sunter. Pada waktu itu saya berkarya di PT Astra International MVD yang sekarang menjadi PT Astra Daihatsu Motor. Hubungan persahabatan kami tetap terjaga dengan baik sampai hari ini. “Kanca lawas dadia kanca sak lawase” artinya: kawan lama jadilah kawan selamanya. Saya mengenal beliau cukup lama sebagai mantan teman sekelas dan juga banyak bersinggungan dalam urusan pekerjaan dan bisnis. Beberapa kali kami undang beliau untuk berbagi di Astra, cukup sering pula saya diundang sebagai narasumber dan diminta terlibat dalam kegiatan-kegiatan The Jakarta Consulting Group (JCG). Pernah pula saya diminta sebagai salah satu fotografer beliau, di kantor, di rumah, di berbagai tempat di mana beliau beraktivitas dan berkarya. Banyak terimakasih, Pak AB Susanto.
LUMEN CORDIUM
209
Sungguh, beliau sangat care dan peduli pada orang lain tanpa memandang status dan latar belakangnya. Menurut hemat saya itu adalah salah satu hasil didikan di de Britto, kami dididik untuk menjadi orang yang bertanggung jawab, menjadi Man for Others –membantu, melayani dan berbagi. Pertemanan dan persaudaraan yang tidak membeda-bedakan siapa pun, dan kita bisa merasakan beliau melakukannya dengan tulus dan tidak dibuat-buat, bukan sekedar karena teman. Sebagai founder dan Chairman JCG beliaupun walk the talk, sebagai seorang leader yang bisa menjadi teladan bagi orang lain, pimpinan-pimpinan atau para leaders yang lain. Beliau mempunyai energi yang besar, dan energinya bisa meng-energize orang-orang di sekelilingnya. Selain sebagai pribadi yang care, beliau sebagai seorang leader juga selalu gigih mengejar visi dan misinya tanpa kenal Lelah. Persistensi, konsistensi ini membuahkan hasil sebagaimana bisa kita lihat seperti saat ini. Seorang leader harus bisa create leaders dan itu telah beliau tunjukkan dengan legacy adanya successor yang beliau persiapkan dengan baik, Ibu Patricia Susanto putrinya. Dalam bisnis, entah itu private atau family owned ataupun public listed dan state owned companies ya memang harus seperti itu. Yang utama adalah bagaimana kita bisa create leaders, groom future leaders yang kelak kemudian hari bisa menggantikan kita, menjadi successor kita. Hal lain yang menarik dari sosok Pak AB Susanto, bahwa di luar kesibukan beliau sebagai businessman, beliau juga punya aktivitas sosial yang luar biasa banyak. Committed dan Involved dalam berbagai kegiatan sosial (satu diantaranya adalah Gerakan Masyarakat Peduli Indonesia dan Dunia tanpa Kusta atau Gempita), membantu dalam Sinode Ke-2 KAJ beberapa tahun yang lalu, dan masih banyak lagi. Contoh lain dari Pak AB Susanto being a Man for Others. Tidak berlebihan rasanya jika dikatakan bahwa Pak AB Susanto memberikan leadership role modelling yang bisa dan perlu diteladani oleh orang lain, siapa saja.
210
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? â–
Akhir kata, saya turut bersyukur untuk Pak AB Susanto. Selamat ulang tahun ke-69 dan mendoakan semoga senantiasa dalam naungan Kasih Karunia dan Rahmat Tuhan, panjang usia, sehat dan berbahagia selalu bersama keluarga. Semoga tetap semangat dan bisa menjadi saluran Berkat bagi lebih banyak orang.
Haji Datuk Sweida – Ketua Alumni Jesuit Indonesia AB Susanto. Beliau seorang senior di Kolese de Britto, tempat kami bersama menyapa kenakalan masa muda. Hubungan kami tetap terjaga di hari hari berikutnya, pertemuan demi pertemuan selalu kami lakukan. Mas AB seorang yg luar biasa sibuk, tetapi tetap menjaga akarnya, menjaga hubungan dengan kami para juniornya. Beliau selalu mencoba hadir dalam setiap kegiatan almamater kami. Ia senantiasa hadir dalam kerapian dan sekaligus kebersahajaan, sejak masih berjalan tegak tanpa aksesori hingga kini berjalan tegak ditopang tongkat yang trendi khas mas AB. Tongkat ini juga menjadi penanda, saya wajib dan bangga membela dia dalam kasusnya di pengadilan negeri Jakarta Utara. Mas AB begitu kami menyapanya, pribadi yang unik hangat sekaligus mengayomi. Dia selalu bicara mengenai cita cita besar bersama yang do able bisa diraih, sekaligus menyemangati kami para juniornya untuk jangan lelah menggapai cita cita tersebut. Mas AB, terima kasih. Tetaplah menjadi tongkat penyangga semangat kami semua.
Dr. Ongky Suryono Seiring dengan sukses yang sudah diraih, semoga pak AB Susanto tetap ingat dengan para sahabat serta tetap menjadi pribadi yang rendah hati.
LUMEN CORDIUM
211
Slamet Rahardjo – Alumni De Britto Semoga dik AB Susanto menjadi pribadi yang berguna bagi sesama.
Handoko Wignjowargo - CEO MAESTRO Corporation, Presiden Paguyuban Alumni Kolese de Britto THE INSPIRING MAS ABE Saya mengenal Mas Abe dari tahun 90-an. Kala itu Paguyuban Alumni Kolese de Britto mulai dihidupkan di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Beliau (Angkatan 69) adalah senior saya (Angkatan 83). Sebagai junior jauh, saya sangat merasa bersyukur bahwa tidak ada jarak dengan Beliau, selalu ramah dan penuh perhatian. Padahal, saya masih mahasiswa dan Beliau adalah tokoh ternama di dunia bisnis konsultasi. Pulang dari studi MBA di USA (1992-1994), saya bertemu Beliau dalam sebuah acara Corporate Planning di tempat perusahaan pertama saya bekerja. Saya memperkenalkan diri sebagai Alumni dan ternyata Beliau masih ingat. Tidak hanya saya melanjutkan kontak dengan Beliau tetapi juga bercita-cita suatu hari saya bisa memiliki perusahaan konsultan sendiri. Mas Abe adalah salah satu sumber inspirasi saya. Keterlibatan saya di Paguyuban membuat pertemuan dengan Mas Abe cukup sering. Kadang kami (dan sejumlah alumni lain) diundang untuk rapat-rapat Paguyuban baik dalam rangka merancang kegiatan ataupun menyelesaikan masalah. Dalam kesibukannya, Mas Abe masih bersedia meluangkan waktu, dan itu kembali menginspirasi saya untuk (meskipun sangat sibuk) tetap meluangkan waktu untuk Paguyuban. Tahun 2003, cita-cita saya untuk berhenti dari seorang profesional tercapai. Terakhir saya menjadi Executive Director di Ciputra Group, dan tahun itu saya mendirikan MAESTRO Consulting-Coaching-Communicating sambil mengikuti Program Doktoral di bidang Strategic Management di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Buku Mas Abe The Corporate Doctor adalah salah satu sumber inspirasi saya.
212
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? ■
Selama 16 tahun terakhir malang melintang di bisnis konsultasi sengaja ataupun tidak sengaja saya ketemu dengan Mas Abe di berbagai tempat. Seperti biasa, Mas Abe selalu ramah dan penuh perhatian, dan saya tidak pernah merasa sungkan untuk bercerita ataupun bertanya. Salah satunya adalah ketika pernah suatu saat Mas Abe mengalami masalah kesehatan dan menjadi perbincangan di media. Dalam rangka ulang tahun saya yang ke-55 pada tanggal 8 Oktober 2019 saya punya ide untuk membuat buku “REFIRE @55”. Tanpa sungkan, saya meminta Mas Abe untuk menjadi salah satu dari 55 kontributor. Mas Abe menyetujui, tetapi meminta waktu melewati deadline karena sedang menjalani Sabbatical Leave di USA. Tetapi ternyata Mas Abe meluangkan waktu khusus untuk menulis dan dikirim sebelum deadline. Saya punya dua akun Facebook Mas Abe dan jarang melihat postingannya, ternyata bukan berarti Mas Abe tidak aktif. Ketika di media sosial ada hiruk pikuk saya dicalonkan sebagai Presiden Paguyuban Alumni Kolese de Britto ternyata Beliau mengikuti. Pada saat akhirnya saya terpilih menjadi Presiden, Beliau mengucapkan selamat lewat jalur media sosial. Selain itu, saya juga diundang untuk acara alumni di kediamannya. Mas Abe telah banyak memberikan inspirasi untuk saya baik lewat bukunya dan lewat perjumpaan baik langsung ataupun tidak langsung. Saya berdoa khusus agar Mas Abe selalu sehat, selalu bersemangat dan selalu menjadi berkat untuk lebih banyak orang, dan agar bisa selalu mewujudkan semangat Ignatian yang berbunyi “Man with and for Others”.
Koerniatmanto Soetoprawiro Susanto itu senior saya. Saya tidak ingat sejak kapan saya mulai kenal dengan beliau. Namun, satu hal yang pasti, kami sama-sama adalah sebagai alumni Kolese De Britto, Yogya. Sampai sekarang pun kami masih rutin berkomunikasi setiap pagi.
LUMEN CORDIUM
213
Susanto di mata saya adalah pribadi yang sangat rendah hati dan ramah sekali. Saya pernah sangat tersanjung saat saya diundang makan malam berdua. Saya sungguh merasa di-’orang’-kan. Pola komunikasi yang dibangun oleh bpk ABS saya rasakan sangat dialogis. Tidak ada sama sekali kesan merendahkan partner berelasinya. Bagi saya pribadi bpk ABS itu sangat smart, namun tdk tampak sok pinter samasekali. Matang selali pribadi beliau itu. Saya percaya bahwa ke depan Susanto akan selalu memberi pancaran positif ke segenap relasinya. Serba ceria, serba promisable.
Yohanes Handoyo Budhisedjati - Ketua Umum Vox Point Indonesia Saya kenal pak AB sejak tahun 1991. Saya sebagai salah satu peserta seminar JCG mengenal serta mengagumi beliau sebagai trainer yang sangat prima dalam melakukan presentasinya. Cara beliau memberikan pendidikan dengan bahasa sederhana, runtut, dan mudah dicerna. Menarik disertai dengan berbagai contoh. Perkenalan saya dengan pak AB dilanjutkan di organisasi Katolik. Kepemimpinan yang member kesempatan pada generasi muda untuk berkreasi, bekerja, dan pak AB “Tut Wuri Handayani,” saya temukan dalam tipe kepemimpinannya. Komunikasi yang selalu dibangun dalam organisasi adalah “always listening then act”. Selalu mau mendengarkan, tapi tegas dalam pengambilan keputusan. Pak AB saya lihat sebagai senior yang selalu memotivasi dan memberikan dorongan semangat tak menyerah. Sangat helpfull dalam interaksi degan juniornya. Harapan saya, semoga pak AB tetap dapat sebagai motivator dan selalu setia menemani generasi muda dalam perjuangannya. Selamat Ulang Tahun pak AB Susanto. Sahabat, sekaligus senior, saya yang sejati.
214
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? â–
Hermanto Tanoko Saya adalah sahabat Susanto. Saya mengenal beliau sekitar tahun 2010 waktu berkonsultasi mengenai Family Office di kantor. Ia seorang yang sangat bijaksana, pintar, ramah dan visioner. Setiap kali berjumpa, kami berdiskusi dan saya mendapat banyak sekali masukkan yang positif karena beliau sangat berpengalaman sekali. Kami sering berkomunikasi melalui WA. Sorot Mata beliau sangat Tajam bagaikan Elang, bisa mengetahui karakter orangorang yang baru dikenal dengan cepat. Tidak syak, beliau adalah tokoh dan Master di bidang Leadership di Indonesia. Sesuai dengan fokus pembenahan SDM Indonesia yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi 5 tahun ke depan. Harapan saya, Susanto dapat memberikan inspirasi, membagikan ilmunya yang hebat luar biasa dan berkontribusi melahirlanjutkan Entrepreneur Indonesia yang berintegritas, empati, pintar, dan tangguh.
Maulana Ibrahim Sebenarnya, saya secara kontak fisik dari sisi bisnis dengan Susanto sangatlah terbatas. Tapi mengetahui mengetahui Susanto adalah salah satu pionir konsultan bisnis nasional terkemuka yang banyak dipakai oleh para pebinis besar di Indonesia, juga BUMN dan Lembaga Pengguna Jasa lainnya di negeri ini. Ini menunjukkan bahwa Susanto mampu bersaing dengan konsultan-konsultan asing yang ternama lainnya. Indisental, saya baru kontak dengan beliau pada waktu mengikuti program sertifikasi profesi di bidang manajemen risiko. Waktu itu, saya kebetulan ditunjuk untuk mewawancarinya. Terus terang, saya sangat terkesan dan merasa surprise, beliau masih sudi untuk mengikuti program tersebut, padahal posisinya di lembaga yang dipimpinnya sudah sangatlah mumpuni. Selama kurang lebih 1,5 terjadi diskusi, tanya-jawab serta tukar pengalaman yang sangat menarik.
LUMEN CORDIUM
215
Akhirnya, saya dapat simpulkan bahwa Susanto adalah sosok yang tiada berhenti menggali ilmu. Ia mau dan mampu serta sangat bersemangat untuk membangun dan mempunyai teman-teman baru dalam kelompok dan jejaring yang baru. Suatu sikap yang sangat jarang dimiliki oleh individu terutama yang sudah menyandang level status sosial yang tinggi. Sikap dan semangat yag demikian, sangat layak dijadikan contoh dan teladan bagi generasi yang akan datang.
Wulani Wihardjono – Owner Tata Logam Saya kliennya. Mengenal Pak AB saat melakukan program konsultansi family business untuk pembuatan family governance. Waktu itu, di tahun 2015, Pak AB sempat ikut kami ke acara cruise bersama distributor-distributor PT Tatalogam Lestari. Pak AB adalah seorang individu yang anggun, sopan dan ramah. Pak AB selalu mengatur perkataannya dengan baik sehingga tidak pernah melukai perasaan orang lain. Jarang ditemui individu seperti Susanto yang penampilannya seperti priyayi, tapi membumi. Pernah, pada saat Pak AB memutuskan untuk ikut ke cruise dan menyampaikan materi mengenai family business bersama distributor-distributor kami, dan pada saat Pak AB bersedia untuk menjadi narasumber dan menulis kata pengantar untuk buku mengenai Bp. Yarryanto, suami serta ayah kami pada ulang tahunnya yang ke-70: “Tekad Baja Mengatapi Nusantara�. Beliau adalah seorang individu yang berperilaku halus dan selalu mengatur katakatanya sehingga selalu membangun dan tidak melukai orang lain. Ia tampil dengan banyak isu yang dibawa, seperti: kebudayaan, kesehatan, dan kebahagiaan, dan para senior. Beliau adalah sosok pemimpin yang sangat memerhatikan
216
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? â–
timnya. Senantiasa memberi contoh yang baik dan anak buah melakukan apa yang dikatakannya. Ia bukan hanya memberi perintah, melainkan juga melakukan apa yang dikatakannya. Ia fokus dalam capability building dan empowerment. Ia pemimpin kharismatik yang mampu menyentuh hati orang dengan contoh dan teladan, seorang intelektual yang tampak dalam tingkah wicaranya. Berharap Susanto terus dapat berpartisipasi di dalam membangun budaya (batik, kebudayaan Jawa) serta membangun dan meningkatkan kemampuan manajerial banyak perusahaan di Indonesia. Kami juga berharap ia dapat terus membantu tumbuh dan kembangnya perusahaan-perusahaan keluarga di Nusantara, terutama dalam hal succession planning.
SD Dharmono Ia seorang sahabat dekat. Saya mengenal Pak AB Susanto lebih dari 10 tahun lalu. Beliau adalah orang terpelajar, ramah, penuh percaya diri dan selalu memperhatikan penampilan. Pak AB Susanto orang yang humanis, penuh kasih sayang kepada orang lain. Ya, beliau pernah menjabat sebagai dekan Fakultas Ekonomi President University yang tentu saja membantu kami dalam memberikan kepercayaan kepada stakeholders bahwa Fakultas Ekonomi dipimpin oleh orang yang berkompeten dan berhasil. Beliau mampu berkomunikasi efektif timbal balik dan bersifat dialogis. Pak AB Susanto mampu menunjukkan kelembutan hatinya dalam berhadapan dengan orang lain. Pak AB Susanto mempunyai kecenderungan mempunyai gaya kepemimpinan yang partisipatif, memberi kesempatan kepada bawahan dan cenderung menganggap bawahan sebagai mitra. Agar Pak AB Susanto dikaruniakan kesehatan yang baik dan terus berkarya menjadi motivator dan edukator yang menginpirasi banyak orang untuk hidup optimis dan berfikir positip untuk kemajuan sumber daya manusia Indonesia.
LUMEN CORDIUM
217
Adharta – Yayasan Dharma Wulan Ia sosok tokoh yang saya kenal cukup lama. Berawal dari pertemanan di Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) maupun beberapa kali pertemuan dalam acara kegiatan Generasi Muda Peduli Tanah Air (Gempita) peduli orang Lepra /kusta dan WULAN (Warga Usia Lanjut) dan beberapa organisasi. Seorang dokter dari Jerman malah aktif di bidang Consulting dan Manajemen. Saya dekat dengan Susanto dalam beberapa tahun terakhir bersama dalam keluarga Wulan (Yayasan Dharma Wulan) beliau aktif dan banyak berperan. Dalam hal ini, saya suka berkonsultasi dengan beliau. Susanto orang yang penuh perhatian dan ringan tangan membantu teman dalam persahabatan beliau seringkali memberikan bantuan baik saran maupun nasihat. Tentu saja, ini sangat membantu pemikiran saya. Jangan lupa beliau selalu senyum. Pengalaman berjalan bersama Susanto selalu berada dalam ranah positif pemikiran beliau selau membantu saya dalam mengambil keputusan. Bantuan ini sangat berharga terutama saat perusahaan saya sedang mengalami kesulitan beliau selau memberikan pemikiran dan jalan keluar. “Saya kebetulan mengerti komunikasi masa sedikit saja. Namun, Susanto memiliki komunikasi personal sangat bagus sekali, tetapi perlu dukungan Sosmed yang kuat kalau perlu ada tim IT ahli komunikasi bantu. Kekuatan Sosmed sangat membantu beliau terutama pergerakan lintas generasi. Karena generasi muda (Milenia) kita agak sulit menerima pemikiran kita yang sudah tua. Kekuatan IT bisa menjembantani komunikasi antar generasi.” Kepribadian Susanto sangat kuat terutama kekuatannya dalam membaca situasi. Karena kepribadian seseorang tidak bisa adaptasi situasi akan sulit aplikasi kehadirannya. Ia sangat pandai dan ahli, sehingga kekuatan kepribadiannya sangat menonjol dan memberikan wacana aura sangat positif. “Saya suka itu,” paparnya.
218
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? ■
Adapun gaya kepemimpinan Susanto baik sekali. Ada perpaduan 3 hal dari beliau membawa kepemimpinan, yakni: Kewibawaan, Ketegasan, dan Personal approach and touching. Perpaduan ini sangat bagus dan patut dikagumi. Ke depan, agar Susanto semakin banyak memberikan pemikiran buat generasi muda (Milenia) yang banyak memiliki kekurangan terutama terhadap start up business yang justru jadi bumerang buat generasi ini. Menghadapi lonjakan bonus demografi di Indonesia 10 tahun ke depan maka diperlukan pemikiran ke depan bagaimana menghadapi kekurangan lapangan/lowongan pekerjaan di sisi lain desakan mekanisasi robotisasi komputerisasi bahkan digitalisasi. Dapat ditambahkan bahwa Susanto tokoh masa depan yang ada di masa kini.
Boen Setiawan – Pendiri Kalbe Farma Supaya beliau tetap sehat dan yang penting terus bisa berkontribusi untuk pelayanan konsultasi supaya semua perusahaan Indonesia bisa maju dan berkembang.
Juny Intan Gunawan Saya satu di antara ribuan sahabat pak AB. Saya kenal beliau melalui perantara seorang sosok senior lainnya sekitar 10 tahun lalu. Saat itu, saya memang sedang menekuni lebih dekat tentang isu warga senior/lansia kita dari tempat saya melayani, salah satu model gaya hidup warga senior di salah satu pemukiman di Jakarta. Jadi, cukup beruntung pula saya dapat belajar mengenali lebih dekat pandangan serta pemikiran pak AB yang tidak pernah henti-hentinya menemukan ide-ide baru yang tepat di era tahapan hidupnya. Sosok seorang senior yang tangguh yang sangat kreatif dan bergaya sekali! Beliau juga seorang pemeluk Agama yang saleh yang dinyatakan langsung secara tindakan
LUMEN CORDIUM
219
serta pemikiran-pemikirannya, selain pecinta dan pengagum karya seni yang luar biasa. Hal itu tampak terlihat dari hasil koleksi pribadinya. Bergaul dengan pak AB, rasanya seperti kita berada dalam aliran sungai, selalu mengalir ide-ide karyanya. Kiranya tidak berlebihan jika saya juluki dia sebagai salah satu sosok model warga Senior yang Tangguh. Senang juga berada dekat berdialog dengan pak AB karena terasa kebebasan memberikan pendapat dan merasakan hubungan hangat kekeluargaan dan sosok ke-Bapak-annya. Itu juga terlihat dari hubungan pak AB dengan keluarganya serta rekan-rekan kerja binaannya. Harapan saya jika karya-karya dan sosok model gaya hidup pak AB yang pantang menyerah dan piawai menemukan kunci kegiatan yang tepat di minatinya, dapat pula ia berikan inspirasi bagi banyak lain orang. Benarlah bahwa hidup ini indah. Semua tergantung kita bagaimana meraciknya jadi bumbu-bumbu penyedap dalam hidup yang dapat menyehatkan pikiran dan fisik sehingga dapat temukan kebahagiaan sejati. Salam Ancora Imparo. I am still learning ďƒ seperti pak AB :)Â
Dr. Pranantyo Saya mengenalnya sejak beliau masih SD karena dia adalah teman baik almarhum adik saya karena dia sering ke rumah saya karena rumah kami berdekatan. Setelah lulus SMA saya tahu beliau ke Jerman untuk melanjutkan studinya. Bertahun tidak bertemu akhirnya saya bertemu kalau tidak salah sebagai produk manajer salah satu perusahaan farmasi PMA. Setelah bertahun tidak bertemu, saya dengar beliau mendirikan Jakarta Consulting Group. Saya hanya beberapa kali bertemu setelah saya mondar mandir ke Jakarta. Kami sudah seperti saudara biarpun jarang bertemu misal sewaktu adik saya meninggal beliau hadir di Jogja. Beliau adalah seorang komunikator yang cerdas.
220
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? â–
Beberapa tahun yang lalu, beliau menjalani pemeriksaan MRI di salah satu RS di Jakarta yang kebetulan anak saya di situ, di mana koleganya memberi tahu hati-hati dengan pasien ini karena orangnya sangat sulit, kemudian anak saya menghadapinya dan langsung menanyakan apakah dulu dari Yogja dan menyebut nama kecil beliau dan beliau kaget. Setelah tahu bahwa almarhum adalah anak saya, terus semuanya lancar. Akhirnya, anak saya telah menghadap Tuhan. Beliau selalu menunjukkan perhatian yang sangat besar terhadap keluarga kami seperti setiap kali ada misa di rumah kami untuk memperingati almarhum, beliau selalu hadir bahkan beliau membuat puisi untuk almarhum dalam rangka memperingati satu tahun almarhum di bulan Juli. Selain komunikator beliau mempunyai rasa kemanusiaan yang besar. Harapan saya adalah bahwa semoga apa yang sudah dijalani supaya diteruskan dan bravo The Jakarta Consulting Group.
Teddy Tjahyadi Saya kenal Susanto di tahun 2006. Kebetulan, saya pengurus Persekutuan Doa Katolik Indonesia (Perduki) Chapter Utara. Waktu itu, kenal melalui majalah Perduki di mana Pak AB penasihat di perhimpunan. Kesan pribadi, Pak AB orangnya supel bergaul dengan siapa saja dari agama apapun, dan berjiwa sosial , berdedi kasi, perfect, murah hati, jiwa satria. Suka melayani bagi orang-orang yang tidak mampu, berbagi ilmu. Ia selalu teliti, melihat ke depan. Beliau sukses di bidang consulting dan dalam keluarga. Istrinya, ibu Tati juga aktif di Yayasan Museum Batik dan sangat peduli seni tradisional serta perkembangan batik supaya turun temurun dan anak cucu kita bisa menghayati semua lini dikuasai.
LUMEN CORDIUM
221
Selamat atas pembuatan buku. Tidak ada habisnya doa kami untukmu. Teruslah berjuang untuk bangsa dan Negara Indonesia, demi persatuan dan perdamaian melalui cinta kasih.
Dipl. Ing. William Sulaiman (Kiki) Saya sering mendengar dan melihat di media Pak AB Susanto saat saya mulai jadi anggota Perhimpunan Alumni Jerman (PAJ) Tahun 1993-an, Beliau salah satu Ketua Bidang. Selanjutnya, saya tahu bahwa beliau Konsultan dan pengarang Buku Manajemen terkenal. Tahun 2015, setelah Seminar Smart City di Technische Universitaet Berlin, saya ingin melanjutkan diskusi dengan Alumni di Indonesia. Mulailah saya kumpulkan para Alumni yang kompeten di bidang masing masing. Saya mengajak Susanto menjadi Narasumber maupun penasihat di Working Group Smart City Unterhalten. Dari lebih mengenal beliau, saya mulai lebih tahu bahwa beliau orang yang memiliki kapasitas tinggi. Memimpin Perusahaan Manjemen, Pengarang lebih dari 60 buku, Pembicara di banyak tempat dalam dan luar negeri, penasihat di banyak asosiasi. Dan yang menarik, beliau aktif di juga di bidang Budaya khususnya Batik dan keagamaan khususnya di Keuskupan Agung Jakarta. Jadi beliau ini selain KAPASITAS-nya tinggi juga SEIMBANG dalam hal mengisi waktu beliau yang mahaberharga. Ini sejalan dengan aspek aspek positif yang saya baca tuntas di salah satu buku karangan beliau CONFUCIUS IN THE MODERN WORLD. Semoga Susanto di Usia nya yang ke-69 Tahun tetap sehat dan produktif. Terus berkarya, lewat Karya yang bermaanfaat untuk orang lain yang berpotensi untuk memajukan Indonesia tercinta.
Suchjar Effendi Saya merupakan salah satu sahabat Pak AB Susanto di Perhimpunan Alumni Jerman. Perkenalan saya dengan beliau terjadi tahun 2007, ketika saya menjadi Ketua
222
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? ■
Perhimpunan Alumni Jerman dan mengundang beliau menjadi pembicara di Goethe Institut jakarta. Ciri khas beliau adalah santun dan halus serta selalu tersenyum. Jika diminta datang ke acara Alumni Jerman sebagai Pembicara, beliau pasti hadir, walaupun sangat sibuk. Komunikasi yang beliau bangun masuk kategori komunikasi proaktif. Tidak menunggu. Pak AB merupakan salah satu sosok “Hybrida Baru” Indonesia. Campuran TionghoaJawa yang memiliki warisan lintas budaya dan sekaligus multitalenta. Gaya kepemimpinan beliau dapat dimasukkan pada gaya kepemimpinan demokratiskonservatif yang kuat berpijak pada nilai-nilai tradisi sekaligus modernitas. Saya berharap, beliau tetap produktif menjadi salah satu “Hybrida Baru” yang tidak hanya menonjol di tanah air, melainkan juga di Asia. Panjang umur dan bahagia.
Lusia Soetanto – Aktivis Organisasi Lansia Susanto pribadi yang lembut, pemurah, ramah, dan amat baik hati. Ia profesional yang tidak tinggi hati. Manusia dengan multi talenta, selain penulis, namun juga bijak membacakan berbagai puisi. Tiada cukup dirangkai dengan kata-kata untuk mengungkapkan betapa luhur budi pekertinya. Semoga Tuhan memberkati. Teriring doa dan salam bahagia.
Jeannetta Suhendro Pak AB Susanto yang saya kenal adalah sosok yang sangat ramah, mudah bergaul dengan siapa saja, serta sangat cinta pada keluarga. Selamat Ulang Tahun, Pak AB! Tetaplah menjadi sosok yang menginspirasi banyak orang!
LUMEN CORDIUM
223
Setiawan Sudjie - CEO and Founder RegistryE.com Saya kenal Pak AB Susanto sejak saya masih muda waktu baru awal mulai meniti karir. Sejak dulu saya melihat beliau sebagai sosok yang charismatic, baik dan juga humble. Layaknya sosok figur seperti seorang ayah, selalu memberikan positif spirit untuk orang-orang disekitarnya. Dalam hubungan yang telah terjalin selama ini kami layaknya sahabat yang sangat dekat dimana setiap moment pertemuan kami yang bisa dikatakan cukup sering, pastinya senantiasa berkesan dan sangat berharga, yet sungguh-sungguh berkualitas. Dan dari sosok seorang AB Susanto-lah saya belajar banyak hal. I respect him so much Akhirnya saya dan keluarga mengucapkan selamat kepada Pak AB Susanto atas terbitnya buku Professional Biography of Dr. AB Susanto “LUMEN CORDIUM” dan juga Selamat ulang tahun ke-69. Semoga berkat Tuhan senantiasa menyertai Pak AB Susanto dan keluarga.
Samsudi - Kepala Pengamanan Gedung DBS Bapak AB Susanto orang yang baik, ramah, dan tidak memandang sebelah mata sama orang. Beliau di saat ketemu selalu memberikan senyuman dan menanyakan kabar duluan sebelum ditanya. Beliau selalu simpati kepada yang lemah.
Adi Hartono – Ketua Umum Yayasan Keluarga Gan Indonesia (YKGI) Pak AB Susanto adalah rahmat yang diberikan Tuhan untuk keluarga kami karena di tengah nama besarnya, beliau masih menyisakan waktu. Seperti pepatah Jawa, “Ngumpulin balung pisah” karena tanpa karisma beliau tidak mungkin ada Yayasan Keluarga Gan Indonesia (YKGI). Beliau adalah Ketua Dewan Pembina bersama dua tokoh Gan lainnya yaitu Bpk Thomas M. Gani (Gan Tjoen Min, sesepuh Dewan Pembina YKGI) dan Bpk Gan Ie Djien. Saya melihat semangat beliau yang luar biasa untuk menjadikan keluarga ini agar bersatu kembali dan program kedepan agar kami berlomba-lomba berkarya
224
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? â–
dalam kebajikan seperti moto kami “Diberkati untuk memberkati.� Beliau selalu hadir dan kehadirannya menjadi spirit dan memberi aura positip untuk kami. Terima kasih pak AB. Teruslah menjadi perpanjangan Tangan Tuhan dalam menyalurkan energi positif bagi kami dan juga bagi masyarakat Indonesia yang miskin dan tersingkir. Semoga diberkati dan diberi kesehatan. Kebahagiaan dan umur panjang.
Peter Purnomo Saya masih ada hubungan kekerabatan dengan Susanto. Mengenalnya sejak tahun 2008 melalui pertemuan pertemuan dari anggota keluarga keturunan leluhur Gan Peng. Sosok Susanto seorang yang genius but calm. Cara komunikasi yang ia bangun sangat lancar, jelas, holistik, dan terarah. Cara pandangnya wide spectrum but simple. Ia seorang yang kebapakan, very smart dan pandai membangun suasana. Semoga tetap sehat, sukses, dan senantiasa menjadi berkat bagi banyak orang.
Fathiyah – Pengurus YKGI Saya mengenal Susanto karena sama-sama duduk sebagai pengurus Yayasan Keluarga GAN Indonesia (keturunan family Gan Peng). Saya tahu beliau sudah lama, namun baru kenal secara intensif sejak tahun 2017 setelah duduk dalam kepengurusan yayasan. Beliau pandai, murah senyum dan humble. Keunikan dari kepribadian beliau selain pandai, ketika kita kami terlibat dengan beliau secara langsung saya merasa jarang sekali menemui sosok yang berkepribadian seperti beliau. Menurut saya, beliau tipe orang yang menyenangkan dalam pergaulan dan memiliki jiwa kepimpinan yang tinggi.
LUMEN CORDIUM
225
Doa dan harapan saya, semoga beliau selalu sehat, panjang usia dan akan selalu menjadi suri tauladan bagi generasi penerus.
Mira Gan Ada pertalian saudara dari kakek dengan Susanto dan ia panggil saya ieie (bulik). Mengenalnya sudah cukup lama karena kebetulan saya dan Susanto aktif tergabung di dalam wadah yayasan keluarga Gan. Susanto orang yang baik, penuh visi dan misi yang luar biasa, oleh sebab itu tak heran di mana-mana beliau menjadi pembina. Susanto membantu saya belajar berorganisasi dan tidak sungkan untuk mengajarkan saya supaya berani mengemukakan pendapat. Ia selalu menunjukkan pola komunikasi keluarga yang demokratis. Mau mendengarkan masukan-masukan dari orang lain juga. Susanto sedikit bicara dan orang yang sangat tenang. Beliau selalu peduli dengan orang lain maka itu dia sangat cocok menjadi pemimpin. Harapannya, supaya Susanto dapat menjadi berkat untuk banyak orang melalui seminar-seminar yang diadakannya dan juga melalui buku ini. Sehingga orang yang membaca buku ini mendapatkan pembelajaran bahwa di dalam hidup tidak boleh menyerah karena “proses� akan selalu mengingatkan kita bagaimana kita dapat berada sampai pada titik ini.
Lilik Djuwita Sebagai sahabat dan saudara. Sejak sekitar dua tahun yang lalu di dalam kepengurusan Yayasan Keluarga Gan Indonesia, pak AB Susanto sebagai ketua Dewan Pembina dan saya sebagai sekretaris umum. Pak AB Susanto selalu tenang dan sabar dalam menghadapi masalah. Saya merasa banyak sekali terbantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
226
LUMEN CORDIUM
menurut kamu, siapakah aku ini? â–
mengembangkan diri saya untuk mempunyai keberanian berbicara, memimpin dan mengeluarkan pendapat. Pola komunikasi yang dibangun oleh Susanto adalah Komunikasi dua arah. Beliau tidak hanya memberikan masukan-masukan saja, melainkan juga memberikan kesempatan pada orang berbicara dan lain untuk juga memberikan pendapat dan masukan. Susanto, kepribadiannya tenang dan santun. Gaya kepemimpinannya secara kekeluargaan. Semoga pak Susanto sehat selalu dan terus berkarya.
Dr. George Dewanto The Future is Now Susanto adalah sahabat saya sejak kecil. Kami sekolah (SD, SMP, SMA) di sekolah yang sama di Yogyakarta. Sebenarnya, adik beliau (Budi) yang seangkatan saya dan lebih sering berkomukasi dengan saya. Sifat unik, sejak remaja dia termasuk golongan serius belajar, serius menjaga citra sebagai yang “dituakan�. Selepas SMA, Susanto melanjutkan pendidikan dokter di Jerman. Selama itu, kami tidak pernah kontak lagi. Sekembali dari Jerman, kami bertemu kembali dan beliau bekerja di perusahaan farmasi dan usaha membuka toko emas. Mungkin di saat itulah beliau lebih tertarik mempelajari manajemen dan selanjut berkarya dalam bidang manajemen. Jadi saya tidak pernah merasa terbantu langsung ataupun tidak langsung oleh beliau karena jalan hidup kita akhirnya berbeda. Saya senang beliau masih ingat saya walau sudah berpuluh tahun tidak bersua dan kontak. Saya berharap beliau selalu sehat, bahagia dan bertambah bijak. Selamat ulang tahun pak AB Susanto. Tuhan memberkati.
LUMEN CORDIUM
227
228
LUMEN CORDIUM
LUMEN CORDIUM
229
230
LUMEN CORDIUM
LUMEN CORDIUM
231
232
LUMEN CORDIUM
LUMEN CORDIUM
233
234
LUMEN CORDIUM
Bab 9 Passing Away with Dignity Meninggal dengan Bermartabat
LUMEN CORDIUM
235
236
LUMEN CORDIUM
Passing Away with Dignity Meninggal dengan Bermartabat Meninggal dengan penuh hormat. Kiranya setiap orang mendamba hal yang demikian itu. Dengan cara yang baik dan di tempat yang baik pula. Sakitnya tidak berlama-lama, selain tidak merepotkan orang. Apa isi wasiat, Catatan Putih, Susanto jika suatu waktu –entah bila—ia beralih kealam baka meninggalkan dunia fana ini?
O
rang beriman percaya, hidup dan mati ada di tangan Tuhan. Ia yang memberi, Ia pulalah yang mengambil. Maka hidup sepenuhnya ada dalam suratan “Buku Kehidupan” yang telah dituliskan-Nya.
Kitab Mazmur, yang sarat dengan puisi dan hikmat kebijaksanaan, tentang hal ini mencatat demikian. “Masa hidup kami hanya tujuh puluh tahun, kalau kami kuat, delapan puluh tahun. Tetapi hanya kesukaran dan penderitaan yang kami dapat; sesudah hidup yang singkat, kami pun lenyap” (Mazmur 90:10). Selain Nabi Daud, tradisi juga memercayai bahwa Mazmur ditulis beberapa pujangga. Khusus Mazmur 90, ditulis oleh Musa, dan dianggap mazmur tertua dalam seluruh kitab ini. Pemazmur melihat bahwa kematian sesuatu yang pasti, tak satu pun makhluk di dunia ini berkuasa mengelaknya. Masa hidup manusia singkat: 70 tahun, atau 80, jika kuat. Sesudah itu, seseorang pun lenyap. Di tempat lain, ada ungkapan yang menyatakan, “Ars longa, vita brevis” (hidup memang singkat, tapi seni abadi). Yang dimaksudkan dengan “seni”, luas sekali. Pada saat peribahasa ini tercipta, seni dianggap sebagai puncak dari ciptakarsa manusia,
LUMEN CORDIUM
237
yang menunjukkan tingginya suatu peradaban. Peradaban dapat ditelusuri jejaknya dari semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji. Subjudul kita pada bab ini merangkum “semua yang...” ini.
Dignity - Secara Hormat Susanto sadar, di angka usia yang diingatkan Pemazmur, seseorang mesti bersiapsiap. Lahir batin. Pada bab terdahulu misalnya, kita masih ingat salah satu persiapan itu adalah tidak terikat dengan kenikmatan dan benda-benda duniawi, selain dengan orang-orang dekat kita. Namun, kali ini, persiapan yang dimaksudkan adalah persiapan lahir batin di dalam menghadapi kematian. Bagi sebagian besar orang, membicarakan–apalagi mempersiapkan—kematian dianggap sesuatu hal yang tabu. Pada tradisi etnis atau kelompok tertentu, memang betul. Tapi ada juga sebagian masyarakat yang sejak menginjak usia tua (60 tahun) sudah mempersiapkan kematiannya, termasuk tempat peristirahat terakhir, di mana, dan bagaimana upacara penghormatan terakhir baginya oleh keluarga dan handai tolan. Bahkan, tidak sedikit di antaranya yang sudah “memesan” rumah masa depan (baca: kuburan) pada suatu taman yang indah penuh dengan bunga-bunga yang terletak pada di kaki dan punggung sebuah bukit yang indah. Bagai membeli sebuah rumah, ia dapat mencicilnya sekian rupiah setiap bulannya. Cara memesannya pun unik, kadang malah inden terlebih dahulu. Yang cukup mengherankan, ada orang yang telah memesannya untuk satu keluarga, sesuai dengan kemampuan, ada pula yang memesan untuk suami/istri. Untuk manusia zaman sekarang, mempersiapkan kematian yang dignity sepertinya sudah bukan tabu lagi. Sebelum melihat, bagaimanakah Susanto membicarakan sekaligus mempersiapkan kematiannya, baiklah terlebih dahulu kita melihat apa yang dimaksudkan dengan dignity.
238
LUMEN CORDIUM
passing away with dignity ■
Tidak ditemukan dalam khasanah kosa kata Indonesia padanan yang pas untuk dignity. Mestinya, manakala mengikuti kaidah pengindonesiaan kata asing menjadi serapan kata dalam Bahasa Indonesia, dignity di indonesiakan menjadi: dignitas. Dalilnya sama dengan pengindonesiaan kata: university (universitas), faculty (fakultas), atau diversity (diversitas), dan sebagainya; sehingga umumnya kata Inggris yang berujung “ty”, diindonesiakan menjadi: tas. Kita mafhum, bahwa kosa kata Inggris banyak diderivasi dari kata-kata bahasa Latin. Seperti dignity ini, diderivasi dari kata “dignitas”. Dignitas adalah kata Latin yang merujuk pada konsep sosial yang unik, tidak berwujud, dan subjektif secara budaya dalam pola pikir Romawi kuno. Penafsirannya mencakup terjemahan langsung dalam bahasa Inggris, misalnya: “martabat”, yang merupakan turunan dari ”dignitas” dan “prestise” atau “karisma”. Kamus Webster mendefinisikan kata dignity sebagai: fitness, suitability, worthiness, visual impressiveness or distinction, dignity of style and gesture, rank, status, position, standing, esteem, importance, and honor. Dalam dunia Romawi kuno, tatkala dignity ini lahir, sangatlah khas. Pria dari semua kelas, terutama bangsawan dari keluarga konsul, sangat menjaga dan ingin menjadi seperti makna kata ini. Hal itu karena setiap orang yang memegang jabatan politik yang lebih tinggi selama Republik Romawi menganggap dignitas lebih dari sekadar martabatnya. Hal itu merujuk pada “nama baiknya” (reputasi, prestasi, kedudukan, dan kehormatannya dulu, kini, dan masa yang akan datang). Oleh sebab belum ditemukan padanan dalam bahasa kita yang pas menggambarkan cita rasa sejak awal terbentuk katanya, dignity di sini sementara kita namakan dengan: secara terhormat.
Berjaga-Jaga Susanto, seperti setiap orang inginkan, ketika tiba saatnya nanti menginginkan suatu cara meninggalkan dunia ini secara terhormat. Jika boleh, tidak dalam keadaan
LUMEN CORDIUM
239
“menyusahkan orang lain�. Itu idealnya. Namun, akhir hidup seseorang, siapatah yang tahu? Hanya Dia saja! Hal itu seperti tertulis dalam nats bahwa, “Karena itu berjagajagalah , sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang.Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga (Matius 24: 42-44). Sebagai seorang ahli strategi, Susanto telah memikirkan jauh ke depan. Ia telah mengatur siasat bagaimana menghadapi hari datangnya pencuri. Sudah tentu, apa yang dirancangnya bisa saja dalam kenyataannya nanti berbeda dengan rancanganNya. Tetapi, paling tidak, Susanto telah membuat semacam guideline yang bisa dijadikan pedoman, agar agar keluarga dan orang dekatnya nanti dimudahkan. Prinsipnya, sebagaimana diinginkan setiap orang, Susanto ingin meninggalkan dunia ini dalam keadaan damai, di tempat terhormat, dengan cara yang terhormat pula. Tidak merepotkan dan menyusahkan banyak orang. Dan, tentu saja, meninggalkan legacy berupa nama baik serta keluhuran martabat, yang akan tetap dikenang anak cucu sepanjang masa.
The White Message Suatu pagi, di bulan Maret 2012. Tatkala subuh jatuh pada sebuah teluk di negeri Gajah Putih. Persisnya di Siray Bay, Phuket, Thailand. Ketika semua orang tengah tenggelam dalam buaian desiran dingin angin pantai. Sementara Susanto, di kamarnya, tengah menggores catatan mahapenting untuk suatu masa justru pada akhir garis hidupnya. Sesuatu yang tidak lazim. Tetapi itulah yang dilakukan Susanto. Ditemani angin dingin dan ditingkah embusan segarnya cuaca pagi Teluk Siray, ia mengalihkan pikiran dan seluruh isi hatinya ke dalam rangkaian kata dan kalimat. Cukup banyak, serta sistematis dan detail
240
LUMEN CORDIUM
passing away with dignity ■
pula, Susanto merangkai apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan keluarga dan sanak saudaranya ketika Hari Akhir yang tidak dapat dielakkan itu kelak tiba. Mungkin untuk sebagian orang, jangankan menuangkannya secara tertulis dan sistemati. Berpikir tentang bagaimana akhir hidup dan tata cara pelepasan jasad yang fana ini menuju alam keabadian, sudah dianggap ora ilok. Tabu, atau tidak baik untuk dipikirkan apalagi dilakukan. Setelah ditimbang-timbang, Susanto memutuskan berani untuk berbeda. Bukankah kematian suatu keniscayaan? Dan sebagai makhluk Tuhan yang beriman kepada-Nya, seseorang sepatutnya tawakal. Yakni bersikap pasrah diri kepada kehendak Allah; percaya dengan sepenuh hati, dan kembali lagi ke haribaan-Nya? Dan ia pun membuat garis besar “ritual kematian” yang diberinya nama “The White Message from AB Susanto”. Hasil permenungan bukan sehari dua, melainkan bertahuntahun lamanya.
LUMEN CORDIUM
241
“Saya sampai membuka Kitab Hukum Kanonik (Hukum Gereja Katolik), adakah di dalamnya pasal yang membolehkan orang Katolik kalau mati dikremasi? Dunia ini semakin sempit. Dan orang di masa datang semakin ingin hal-hal yang serba praktis. Jika dikuburkan di suatu tempat memang baik sesuai adat dan budaya orang tua, terutama keluarga Tionghoa. Sanak keluarga akan mudah datang berkumpul dan berdoa di tempat itu. Namun, kini suasanyanya cukup berbeda,” terang Susanto. Terdiri atas 10 poin penting, “Pesan Putih” ini selengkapnya berbunyi demikian:
The White Message From AB Susanto 1. INTRODUCTION Today is the morning 3rd of March 2012. It is around 5 am, the sun has not broken yet. The Place is Siray Bay in Phuket. We are staying in a sweet room with a spectacular view overlooking the bay with its own private pool. The room has been kindly arranged by Johnny. What comes is about guidelines. The guidelines that shall HELP the family, if I am called to return to the Lord’s house. Which purpose is more to help, to make it easier rather than to make it more complicated during the grieving period and therefore as such in the first line shall be seen as “Guidelines” and NOT Rules. According to circumstances and judgment of direct Family, “flexibilities”, adjustment, exception even changes are ALLOWED, whenever it deems necessary or considered as a better option by the Family. 2. UPON THE OFFICIAL ANNOUNCEMENT OF EXIT Please direct Family Members and closed ones, who are present gather together, stay calm, seat or stand in circle and pray together before becoming busy later on with other activities.Whatever happens or happened, please avoid, and DO NOT have any tension whatsoever during the whole period.
242
LUMEN CORDIUM
passing away with dignity ■
3. CASKET and PLACEMENT Choice of both is completely left to the discretion of Family Member. To be determined according to the circumstances. Modern reasonable priced casket is preferred. Placement: Convenience of the family members is the primary consideration. However, it shall be put in a room which is adequately cool enough and have comfortable temperature for family members and guests. Perhaps for practical purposes “Rumah Duka” is more preferred than residence 4. DRESS for the deceased a. Tuxedo, white tuxedo shirt with full collar with cufflinks (in German : Smoking Hemd), white, black or silver Fly OR b. Black suit, white shirt with cufflinks , silver tie, c.
Black sock, formal black shoe with lace (not sportshoe), white glove, and Rosario.
NO Ring, Jewelry and watch whatsoever except ordinary cufflinks
5. DECORATION and FLOWER Elegant, besides white flower other colors including cheerful colors are welcome. 6. ANNOUNCEMENT In Addition to Social Media (SMS, E-mail, Facebook, Twitter), Printed and Electronic Media can be utilized. Printed Media: Kompas 1/2 or 1/4 page. Example of ad. is enclosed 7. HOLY MASS a. First : On the or the following day, which is more suitable. b. Second :
REQUIEM MASS in the evening before the funeral (malam kembang)
Notes. :
Always have a good and senior Priest/Pastor with clear loud voice, who shall wear “robe”.
LUMEN CORDIUM
243
Always have a good choir with sufficient back up music instruments EULOGY after the Requiem Mass (not too brief! better a bit long) by YS, PS and AMZ
Seating Arrangement:
HD, PS, TS, YS, RZ
RZ and HD always seat and stay at TS Side
All shall seat on the chairs (not on the ground please!) also for reception of condolences c.
Third :
On the funeral day’ Blessings (Pemberkatan) in the cemetery is sufficient.
Have a good Priest / Pastor (loud and clear voice, not too young and shall wear “robe”)
8. WARDROBE for FAMILY MEMBERS Clean! Fresh! Comfortable but official looking dress for the whole period until funeral NO jeans, NO T-Shirt without collar! Wearing of “kain blacu” and “ikat kepala” is not necessary a. Colour : White or black or its combination to ensure freshness please have plenty for change
For the official events, ie the REQUIEM MASS resp. Malam kembang and the FUNERAL please wear OFFICIAL WARDROBE meaning
b. For men: White shirt, black suit, black tie, black shoe, black sock c.
For ladies:
3 pieces black suit (white or black shirt), wear ribbon or scarf for elegance, black shoe, black stocking if not too warm.
For the funeral all shall bring and wear Sunglasses. Ladies may wear “cadar” if desired.
For Ladies makeup and hair must be done NEATLY (call a hairdresser!), ALL must look PRETTY!
244
LUMEN CORDIUM
passing away with dignity ■
9. General policy Please adjust with the circumstances/actual conditions, if the financial situation is good please make it ok but reasonable. If is not, it doesn’t have to be grandiose. The important aspects are the theme and the event. Hopefully the event will run smoothly and full of spirit as expected. 10. BURIAL PLACE OR CREMATION Burial place can be anywhere considered appropriate, depending on the circumstances. Although in modern situation Cremation might be more practical and have no objection anymore As a simple alternative, a simple cemetery with a standard size, 1x2 m2, with a flat gravestone is: Pondok Rangon in Cibubur, In 2017 fee for renting the cemetery for five years is Rp 150,000 after that it should be extended. Additional maintenance costs of Rp 30,000 per month will be charged (by request only) Other possible preferred option: CREMATION can be a good alternative too. There is Oasis Lestari Crematorium in Jatake, Tangerang, run by Catholic groups and the ashes will be keep in a mausoleum or columbarium there (throwing it into the sea is not recommended). Demikian seperti terbaca dalam Catatan Putih, Susanto menginginkan suatu “perpisahan abadi” dengan keluarga, saudara, handai tolan, teman, sahabat dan kerabatnya dalam suasana yang berbeda. Biasanya, tangis dan cucuran air mata mengiringi kepergian seseorang ke alam keabadian. Namun, Susanto berkata, “Kepergian saya bukanlah sesuatu yang perlu untuk ditangisi dengan cucuran air mata. Jadikan momen itu sebagai malam kembang “Celebration of Life” di mana suasana selalu gembira dan tidak ada kesedihan.”
LUMEN CORDIUM
245
Ada kata, sekaligus ayat penghiburan dalam nats Alkitab yang barangkali cukup menyentuh hati. Yang meneguhkan bahwa kematian jangan ditangisi, melainkan diselebrasi. “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.� (Yohanes 14: 1-2).
Eulogia dan Misa Requiem Meski dalam suasana duka, jika seseorang baik dalam hidupnya lagi dicintai, biasanya orang tidak takut pada jasad orang itu, malah merasa ditinggalkan. Oleh sebab itu, berduyun-duyun para kerabat dan handai tolan, serta siapa saja yang mengenal serta tahu namanya datang memberi penghormatan yang terakhir. Memang ada suasana kesedihan, namun melepas kepergian orang baik akan membuat kita merasa lega sebab itulah jalan yang harus dilaluinya (kematian) untuk masuk ke kehidupan baru. Bagaimana bentuk kehidupan baru, sepenuhnya tergantung pada iman kepercayaan yang dianut yang bersangkutan. Susanto telah memberi petunjuk bagaimana tata upacara pelepasan dirinya ke alam keabadian. Dua hal perlu digarisbawahi, yakni siapa yang memberi eulogi dan adanya upacara pelepasan jenasah yang dalam Agama Katolik disebut: Misa Requiem. Hal-hal lain, kiranya sudah terang benderang tersurat dalam wasiat catatan putihnya. Eulogi dari khasanah bahasa Yunani eu (baik atau benar) dan logia (kata, ucapan, sambutan atau teks. Namun, isinya wajib bernada hanya pada suatu pujian untuk mengenang atau menyebut kebaikan-kebaikan almarhum saja. Siapah orang yang akan menyampaikan eulogi? Dalam Catatan Putih telah disebut, hanya saja inisial saja: YS atau PS. Pasti itu inisial untuk Yohana Susanto dan Patricia Susanto–kedua putri kesayangannya.
246
LUMEN CORDIUM
passing away with dignity ■
Yang membuat merinding bulu roma, sehingga kadang menimbulkan isak tangis dan dukacita adalah nyanyian “Requiem”ini: Requiem aeternam dona eis, Domine,et lux perpetua luceat eis. Te decet hymnus, Deus, in Sion,et tibi reddetur votum in Jerusalem. Exaudi orationem meam, ad te omnis care veniet. Requiem aeternam dona eis, Domine,et lux perpetua luceat eis. Berilah ia istirahat kekal, Tuhan, dan biarkan cahaya abadi menyinarinya. Engkau dipuji, Tuhan, di Sion, dan penghormatan akan dihunjukkan kepada-Mu di Yerusalem. Dengarlah doaku, sebab semua orang kan menghadap kepada-Mu. Beri padanya istirahat kekal, Tuhan, dan biarkan cahaya abadi menyinarinya.... Warna musik klasik Mozart, dengan iringan orgen, membikin pendengar tambah jatuh dalam suasana magis alam keabadian. Di sini biasanya banyak orang tidak kuat. Susanto, sebagai penganut Katolik taat, ingin ada Misa Requiem buat mengantar dirinya masuk ke alam keabadian. Apalagi, kadang, setelahnya ada lagu “Vidi Aquam”, yang mudah untuk memantik titik-titik air mata orang jatuh semakin larut dalam suasana dukacita abadi. Tangis dan air mata biasanya tak bisa dibendung dan mengalir, waktu itu.
Filsafat Kematian Barangkali cukup berlebihan menyandingkan seorang Susanto dengan para filsuf yang sebelumnya sudah merefleksikan, sekaligus menuliskan secara sistematis buah pemikirannya mengenai kematian. Sebagai contoh, Sartre, Nagel, Gould, Otto, atau seorang Steven Luper yang khusus menuliskan buah perenungan dan refleksinya ke dalam sebuah buku khusus berjudul The Philosophy of Death (Cambridge University Press, 2009).
LUMEN CORDIUM
247
Sebagaimana halnya tidak adil untuk membanding-bandingkan gunung karena setiap ketinggiannya unik, dan laut yang tiap kedalamannya berbeda,
demikian
pula
tidak
pada tempatnya membandingkan Susanto dengan para filsuf lain tentang topik: kematian. Akan tetapi, yang sama adalah: refleksi dan pandangan pribadi tentang kematian dan bagaimana sebaiknya persiapan dan “tindakan” menghadapinya. Bagi Susanto, jelas, kematian adalah suatu keniscayaan yang pasti dialami oleh semua orang. Kematian tidak perlu untuk ditakuti, dicemaskan, bahkan dihindarkan. Ia pasti akan datang, hanya saja, tidak ada yang tahu pasti bila tiba saatnya. Karena itu, bersiap-siap saja, sebab datangnya seperti pencuri yang tidak diketahui. Masa muda bukanlah jaminan untuk berleha-leha, dan merasa bahwa kematian masih akan jauh menghampiri. Nyatanya, dalam fakta hidup sehari-hari, banyak orang muda mendahului yang tua oleh berbagai sebab. Apalagi yang sudah memasuki usia tua, selayaknya bersiap-diri, lahir batin. Apa yang hendak disampaikan Susanto melalui Pesan Putih ini? Tak lain dan tak bukan, ia meninggalkan hasil buah perenungan yang–mungkin cukup berlebihan—disebut dengan “Filsafat Kematian”. Baiklah kiranya diringkas butir-butirnya ke dalam 9 pokok yang berikut ini.
248
LUMEN CORDIUM
passing away with dignity â–
1. Kematian adalah keniscayaan. 2. Jangan takut menghadapinya. 3. Bersiap-siaplah sebab kematian datangnya seperti pencuri. 4. Memasuki usia tua, lepaskan diri dari attachment, ikatan-ikatan duniawi ini. 5. Berdoa memohon pada Tuhan untuk memberikan cara mati secara dignitas. 6.
Jika bisa, waktu mati dan sesudahnya, tidak merepotkan keluarga dan sanak saudara.
7. Waktu pelepasan jasad ke alam baka, hendaknya banyak orang memberi penghormatan terakhir. 8. Meninggalkan legacy, berupa nama baik yang pantas untuk dikenang serta kehormatan untuk generasi selanjutnya. 9. Masuk surga.
Tremendum Et Fascinans - The Will To Meaning Membaca, serta mengikuti dengan saksama, bab terakhir buku biografi ini, kita dibuat merinding. Betapa tidak? Sebab Susanto mengajak kita berkelana ke suatu alam, di mana kita pasti akan tiba di sana, cepat atau lambat oleh berbagai sebab. Namun, hanya segelintir manusia yang berani berpikir dan bersiap-siap untuk memasuki alam yang sesungguhnya diliputi oleh kabut tebal misteri itu. Itulah nyali para pemikir sejati. Berani berpikir di luar pagar, agar orang lain pun terinspirasi, serta berani pula sekaligus bisa menyikapi sesuatu yang riil meski dianggap tabu: kematian. Sebab hanya melalui jalan kematian, bagi orang beriman, kehidupan baru didapatkan. Hidup bukannya dilenyapkan, melainkan hanya diubah bentuknya. Akan tetapi, tidak setiap orang berani dan siap menghadapinya. Setiap pemikir besar, senantiasa terarah kepada upaya menemukan esensi. Demikianlah pula dengan akhir kehidupan, yakni kematian, dipandang sebagai
LUMEN CORDIUM
249
sebuah awal memasuki dan menghampiri asal mula kehidupan yang disebut sebagai Mysterium Tremendum et Fascinans (misteri ketuhanan yang mencekam sekaligus penuh pesona). Pada paparan Bab ini, kita merasa nuansa manifestasi beragama Susanto –seorang Katolik yang taat—pun juga diwarnai oleh dua alur alam kejiwaan ini. Dalam berbagai literatur, kita baca, hanya mereka yang berani berpikir dan tentang kematian bisa menghargai makna kehidupan. Dengan itu, ia punya hasrat yang kuat untuk menjadikan hidupnya bermakna, atau dengan istilah kerennya: the will to meaning. Susanto, dengan berpikir dan membuat Catatan Putihnya, sebenarnya sedang membangun sebuah makna dalam hidupnya. Pada akhirnya, apa yang bisa disimpulkan tentang Susanto? Susanto seorang yang berusaha sebaik mungkin, walaupun karena kelemahannya, seringkali belum mencapai menjadi suami, ayah, dan kakek yang baik. Ia ingin selalu memberikan kasih melalui pemikiran dan pemberdayaan ilmu manajemen. ď ą
250
LUMEN CORDIUM
LUMEN CORDIUM
251
252
LUMEN CORDIUM
Indeks A
C
a man for others : 93, 210
capability : xi, 56, 217
A. Ariobimo Nusantara : xii, 12, 86
C’est la vie : 3, 24
Ability : xi, 56,217, 239
Cicero : 41, 81, 114
active ageing : 100, 135
contradictio in terminis : 154
actu : xi, 45, 47
Clash of Civilization : 41, 63, 66, 67, 121
Adversity Quotient : 64
Clash of Civilizations and the Remaking of World
akrostik : v, 46, 48
Order : 66
Albert Camus : 67
conflic resolution : 34
Amsal : 5, 25
content provider : ix, 213
Aristoteles : 4, 153
core competence : xvii
attachment : vii, xvi, 11, 14, 15, 16, 17,
Creativity Quotient 64
170, 171, 172, 249
D B
demografic bonus : 101
bijverdienste : xii
dialektika : 42
bonae voluntatis : 8, 64
diabetology : 58
bonus demografi : vi, xix, 28, 91, 93, 94,
Die Begegnung : 48, 86, 209
95, 103, 219
Dignity : vii, 116, 238, 239
Bisnis Indonesia : 77
Dixit autem illis vos autem quem me esse : iv, vii,
blank symbol : 49
173, 175
blind spot : 10
Dragon Network : 85, 118, 121, 122, 123, 126, 128
Bernard Lewis : 67
Dulce et Utile : xiv, 12, 86
broader cause : vi, 140, 133, 135
DĂźsseldorf : 57, 58, 59
LUMEN CORDIUM
253
E
high value : 62
Early warning system : 103
hoakiao : 118
eufoni : 49
holding company : 60, 61
Emotional Quotient : 64
Hukum Kanonik : 242
Elenchus : 12 Encounter : 48, 86, 182, 209
I
Endocrinology : 58
Iliad : 49
Enghiong : 102
in optima forma : xiv
eulogi : vii, 246
intelligence quotient : 43, 64
Equinox : x
innovation : 42 irreproductible : xiii
F family bussiness : vi, 118, 119
J
Francis Fukuyama : 66
Jakarta Consulting Group : xiv, xv, 12, 42, 60, 62,
Friedrich-Ebert-Stiftung : 8
63, 82, 83, 84, 85, 86, 119, 120, 131, 132, 149, 168, 186, 192, 195, 196, 197, 198, 200, 209, 220, 221
G
JCG Pyramid of Leaderhip : 254
gemolog : v, 43, 45, 46 Gerontologi : 97, 98
K
Girilal Jain : 67
J.K. Rowling : 87
good relation : 105, 106
Kapitulieren : 25
gratias tibi valde : xx
Kompas : xiv, 48, 56, 77, 83, 87, 135, 192, 243
Griffith University : 119
L
H
La première guerre civilisationnelle : 67
Harry Potter : 87
leadership : xvi, 51, 58, 62, 63, 66, 80, 84, 85, 86,
Henry Kissinger : 135
154, 179, 180, 183, 184, 185, 187, 191, 196, 202,
Hidup, majalah : 254
204, 207, 208, 210, 215
high impact : 62
legacy : 4, 109, 163, 170, 171, 202, 210, 240, 249
high technology : 32
Lembayung di hari senja : v
254
LUMEN CORDIUM
indeks ■
Lentera : xiv, xx, 27, 30, 31, 32, 33
P
licentia poetica : 52, 55
padi dan kapas : 32
Life philosophy : 26
Patricia : xvi, 21, 84, 85, 118, 119, 120, 121, 122,
Liem Han Tjioe : 25, 44
131, 210, 246
logos : 97
paper-clipart : xi, 106
lumen cordium : ii, v, xvii, xx, 12, 25, 28, 30, 31,
peace ofmind : 255
33, 35, 86, 88, 114, 165
pengator pekara : 70
M
peony : 30, 32, 33, 34, 3 peradaban : v, 58, 63, 64, 67, 68, 69, 70, 71, 82,
Mahdi El Mandjra : 67
121, 141, 238
magnifying glass : xvi, 32
Physical Quotient : 64
mak nyuz : ix
pinyin : 116
mandate fromheaven : 70
pitung dasa : xviii, 27
mastering : xiii, 32
potentia : xi
Medizinische Fakultät Düsseldorf : 57
powerful : 15
Michael Vance : 42
print on demand : x
mind mapping : 129
private office : ix, xi, 11, 13, 14, 21, 88
Mozart : 247
private symbol : 50
multiple intelligences : v, 42, 43
public figure : 53
MURI : xvii, 54
Pygmalion Effect : 68
Musdah Mulia : 136 Mysterium Tremendum et Fascinans : 250
Q quality ageing : vii, 86, 91, 93, 103, 110
N
Quot capita tot sensus : xviii, 175
natural symbol : 50
R
Nihil novi sub sole : 67
radix : 171
nine to five : x
Read & Grow Rich : xx
nrimo : 25
Regina incolae pacemdat : 26
Odyssey : 49
Rên : 255
LUMEN CORDIUM
255
Requiem : 243, 244, 246, 247
tall puppet : xvi
Reversible : 19
Tan Gien Hwa : 37 Taoisme : 6
S
Tathâgata : 256
Sam Kok : 69
Tati : 8, 12, 45, 50, 64, 85, 190, 200, 204, 221
Schering AG Indonesia : 59
The Philosophy of Death : xix, 247
seket : xviii, 27, 79
The Last Supper : 154
sewidak : xiv, xviii, 27, 28
the rising and the fall : xv
scutum : 31, 33
Tony Buzan : 129
Self-fulfilling Prophecy : 67, 68, 71, 96, 97 shield : 33
V
shio : 31, 125, 163, 164, 165, 166, 167, 178
Victor Collance : 49
signified : 28, 114 signifier : 28, 114
W
singer : 42, 61, 135
wali wolu : xviii, 27
sintesis : 42
warga senior : xvi, 81, 93, 95, 97, 100, 105, 109,
sister’s company : 48
136, 219, 220
SMA De Britto : 25, 93, 168, 208
white board : xi, 106
synkrêtismos : 256
William Ellery Channing : 89
Smile and the world will smile withyou : 256
wise man : 13
Socrates : xix, 4, 12
Womack : 115, 116
Socratic Inquiry : 12, 142 Sosial Demokrat : 9, 10
Y
Spiritual Quotient : 64
Y.B. Sudarmanto : xii, 12, 86
Spondilitis : 19
Yesus : xii, 80, 82, 86, 130, 154, 183, 184, 185, 208
Strategic Leadership : 86, 149, 207
yi : 140
subject matter : 50
Yin : xvi, xix, 6,7, 15, 70
Syncretism of Civliation : 256
Yohana : 246
T
Z
taijitu : v, xix, 3, 5, 6, 7, 8, 11, 20, 21, 24, 38, 70
zhi : 140
256
LUMEN CORDIUM
Biografi Singkat Penulis
R. Masri Sareb Putra dilahirkan di Jangkang, Kab. Sanggau, Kalimantan Barat di sebuah desa perbatasan dengan Sarawak, Malaysia. Usai menyelesaikan pendidikan menengah atas di Sekadau, ia menuntut ilmu ke Malang, mendalami ilmu filsafat dan teologi pada Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana. Ia melanjutkan studi S-2 Jurusan Media Studies pada Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Pelita Harapan. Kemudian melanjutkan studi ilmu-ilmu sosial dan meraih gelar Magister of Arts (M.A.) pada tahun 2016 di Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN), Palangka Raya. Di angkatannya, baik S-1 maupun S-2, penyuka lagu-lagu Koes Plus dan musik Country ini menorehkan IPK 3,91 dan mendapat predikat kelulusan “cum laude�.
LUMEN CORDIUM
257
Meski petani yang terjun sendiri di lapangan, Masri dikenal sebagai sastrawan dan penulis. Selain novelnya Flamboyan Kembali Berbunga (Nusa Indah, 1987) dan sejumlah cerpen dan puisi, pria yang gemar membaca dan bibliofili ini juga mendukung sastra Indonesia dengan mengedit dan membantu penerbitan sejumlah novel Indonesia monumental, seperti karya Titis Basino, Dari Lembah ke Coolibah dan turut membidani lahirnya buku Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia (PT Grasindo, 2000). Oleh kritikus sastra, Korrie Layun Rampan, Masri dicatat sebagai salah satu pendukung sastra Indonesia dalam Leksikon Susastra Indonesia (2000: 390). Wikipedia pun mencatat namanya sebagai salah seorang sastrawan Dayak (urut kacang ke: 4). Masri sudah aktif menulis sejak 1984, karya tulisnya dipublikasikan di berbagai media, baik nasional maupun internasional sebanyak 4.012 artikel. Hingga Oktober 2018, menulis dan menerbitkan 85 buku ber-ISBN baik diterbitkan dalam bentuk analog maupun dalam bentuk digital di jagad maya internasional Amazon dan dapat diakses pula melalui Google Playstore. Bukunya Dayak Djongkang pada 2010 terpilih sebagai salah satu pemenang pada program Insentif Buku Ajar Perguruan Tinggi yang diselenggarakan DP-2M Dikti, Depdikbud. Pada 2014, Masri (bersama Gumelar) menulis dan menerbitkan Ngayau, novel berdasar sejarah suku bangsa Dayak. Pada 2014, ia menulis novel sejarah, Keling Kumang. Novelnya terbaru berjudul Obituari Bertha (2016). Adapun bukunya yang terkini adalah yang tengah Anda baca. Saat ini Masri adalah staf pengajar Akademi Televisi Indonesia (ATVI), Jakarta. Ia juga dosen luar biasa Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta, mengampu mata kuliah Creative Writing dan Dasar-Dasar Reportase. Sejak 2015, Masri mengembangkan Sastra Budaya Dayak dengan mendirikan Penerbitan Lembaga Literasi Dayak (LLD) bersama Herkulana Mekarryani dan Suriansyah Murhaini. Bersama M. Madi Chusnan
258
LUMEN CORDIUM
biografi Penulis â–
dan kawan-kawan, Masri mendirikan sekaligus menjadi content provider (pengelola dan penyedia isi) portal bukuindonesia.com Di sela-sela kesibukan dan hobinya, Masri sedang menempuh Program Pascasarjana pada Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Kanjuruhan, Malang dengan nomor induk mahasiswa: 160599010096.
Kontak Masri: E-mail: masrisarebputra@gmail.com Fb: Masri Sareb Putra
LUMEN CORDIUM
259
260
LUMEN CORDIUM
LEMBAYUNG DIHARI SENJA Sinar mentari senja menyinari butir debu di atas meja Ada yang diam ada yang terbang melayang tinggi Lepas dari pandangan menembus cakrawala Bagai anak didik lepas dari busur pendidikan tinggi Murid dapat mencontoh guru dalam berkarya Anak dapat mencontoh orang tua dalam berkreasi Perigi kehidupan bagai tempayan tak habis ditimba Namun tekad dan upaya membuat hidup teruji Ketika lembayung memancarkan warna warni dunia Marilah kita mensyukuri berkat anugerah Ilahi Untuk hari hari bahagia penuh canda tawa Juga saat saat kita kecewa pada takdir Ilahi Bias bias cahaya bak batu permata Pendaran jamrud, nilam bercampur rubi Menyilaukan sipit mata rohani kita Tatkala kebajikan berserak di lumbung padi AB Susanto Jakarta, 16 April 2016