KAMPUNG NAGA
EKSKURSI ARSITEKTUR NUSANTARA Laporan Kuliah Kerja Lapangan Arsitektur Universitas Negeri Semarang 2018. 10 - 11 Oktober 2018 Diterbitkan tahun 2018 Tim KKL Arsitektur UNNES 2018 Mahasiswa Arsitektur UNNES Angkatan 2015 GEDUNG E12, Lt 1 KAMPUS FT Universitas Negeri Semarang Kampus Sekaran, Gunungpati, Kota Semarang, 50229 kklarsitekturunnes arsitektur.unnes.ac.id
1 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Sebuah perjalanan berarsitektur dari kota yang modern sampai ke perkampungan yang tetap menjaga adat istiadat dan ketradisionalannya. - Tim KKL -
Ekskursi Arsitektur Nusantara 2
3 Ekskursi Arsitektur Nusantara
PRAKATA
: Atap Rumah Kampung Naga : Dokumentasi Pribadi Tim KKL
Puji syukur kami sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya kepada kami semua, sehingga kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ke Jawa Barat berjalan dengan lancar. Terima kasih kami sampaikan kepada pihakpihak yang terlibat dalam proses kegiatan KKL ini. Tujuan dari KKL ke Jawa Barat ini yaitu sebagai sarana pembelajaran tentang arsitektur modern & vernakular untuk meningkatan pemahaman mahasiswa akan dua gaya arsitektur yang berbeda dalam hal ini arsitektur modern diwakili oleh kota Bandung dimana kota Bandung sering mendapatkan award dikancah Internasional dalam tatanan kotanya. Sedangkan Kampung Naga mewakili Vernakular dimana Kampung Naga menjadi salah satu cagar budaya di Indonesia dalam cultur budaya maupun arsitekturnya.
Gambar Sumber
Tim KKL Arsitektur UNNES 2018
Ekskursi Arsitektur Nusantara 4
Dekan Fakultas Teknik Dr. Nur Qudus, M.T. Ketua Jurusan Teknik Sipil Aris Widodo, S. Pd, M.T . Koordinator Prodi Arsitektur Teguh Prihanto, S.T, M.T. Dosen Pembimbing Lapangan Ir. Eko Budi Santoso, M.T. Ir. Moch Husni Dermawan, M.T. Ketua KKL Sulistiono Sekretaris Fuad Andhika Arya Sena Alif Fadhila Septyanita Elfira Dewi Bendahara Zumrotun Jurnia Inda K Tim Acara Arsivalendra Karina Rahmasari Agustina Setyoningsih Doni Arwindo J Elang Ilham Muchamad
Tim Perkap Rio Priyo Saputro M Baqiyatusholihin Umbu Muhammad Khafidlin Baehaki Ishak
Tim Humas M Arfan Rosyid S S Mike Riska Putri
Tim Laporan Rian Setiawan M Faiz Mubarok
Tim Dokumentasi Grego Daffodi Piero Ristka Sarimukti Novian Budi S Nauvaldy Amru Tim Konsumsi Novika Wahyu Arshella Diyan Nurindasari Siti Mutmainah Probo Wisnu Bagaskoro Deby Zulfa Octavia Rahita Nadya Anwar Rizky Nur Fitriana
rahita
Tim Pameran Afis Yudha Dwi Wahyu Wijayanto Susilo Bayu Ampean Nur Laila Iqoah Delvi Irene Sitohang Indah Arina Mia Savira Indriyani Kanya Puruhita Amarilis
baehaki
5 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Koordinator Lapangan Setiap Destinasi 1. Dwi Wahyu Wijayanto ( Alun-Alun Bandung ) 2. Rian Setiawan ( Masjid Al-Irsyad Satya ) 3. Doni Arwindo Julianto ( PT. Urbane Indonesia ) 4. M Arfan Rosyid S S ( Skywalk Cihampelas ) 5. Fuad Andhika Arya Sena ( SHAU Architect ) 6. M. Faiz Mubarok ( Microlibrary) 7. Karina Rahmasari ( Alun - alun Cicendo ) 8. Arsi Valendra ( Kampung Naga )
beki
mike
diyan
doni
alif
septy
Kuliah Kerja Lapangan
EKSKURSI ARSITEKTUR NUSANTARA
pak eko
pak husni
Bandung, 10 - 11 Oktober 2018 elang
rosyid
nauval
bayu
faiz
fuad
sulistiono
susilo
novian
aďŹ s
dwi
rian
shella
mia
karina
probo
daffo
ela
savira
umbu
rizky
delvi
rio
kanya
iin
tina
deby
zum
valen
jurnia
ristka
Ekskursi Arsitektur Nusantara 6
7 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Gambar Sumber
: Detail Atap Rumah Kampung Naga : Dokumentasi Pribadi Tim KKL
DAFTAR ISI JUDUL PRAKATA SUSUNAN PANITIA DAFTAR ISI MENGAPA KAMPUNG NAGA ? PERJALANAN SEJARAH DAN ASAL USUL KAMPUNG NAGA KEHIDUPAN DAN KEBUDAYAAN PENDUDUK KAMPUNG NAGA KESENIAN DAN BENDA KAMPUNG NAGA KAWASAN WILAYAH KAMPUNG NAGA ARSITEKTUR RUMAH ADAT KAMPUNG NAGA PENUTUP DAFTAR PUSTAKA FOTO KEGIATAN
1 3 5 7 11 13 17 23 41 51 59 79 81 83
Ekskursi Arsitektur Nusantara 8
Petualangan kami untuk menjelajah arsitektur nusantara dimulai setelah dari ekskursi kita tentang urbanisme di kota Bandung. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya, tepatnya berada di wilayah Desa Neglasari, Kec. Salawu, Kab. Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Jarak tempuh dari Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer. Untuk menuju ke Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya, kita harus menuruni tangga, yang konon, berjumlah 439 trap yang curam dan berkelak-kelok. Berawal dari sinilah perjalanan kita menjelajahi arsitektur Nusantara di Kampung Naga. Akan banyak cerita yang kami dapat di Kampung Naga. Untuk lebih lengkapnya akan diulas dihalaman berikut berikutnya pada buku “Ekskursi Arsitektur Nusantara - Kampung Naga Tasikmalaya�.
9 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Ekskursi Arsitektur Nusantara 10
Gambar Sumber
: Perjalanan Tim KKL Arsitektur UNNES 2018 : Dokumentasi Pribadi Tim KKL
11 Ekskursi Arsitektur Nusantara
KAMPUNG NAGA
Gambar : Kampung Naga Sumber : Tim Dokunmentasi KKL
Hidup Bersama Alam
Ekskursi Arsitektur Nusantara 12
Mengapa Kampung Naga ?
13 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Di zaman modern ini semakin majunya teknologi yang kini sedang di terapkan, semakin hari bangunan modern semakin banyak yang terbangun. Dari hal tersebut Arsitek Indonesia dituntut untuk mendesain sebuah bangunan yang modern tetapi tidak melupakan rancangan arsitektur nusantara yang masih merujuk ke desain tradisional. Berbekal keinginan yang kuat untuk mendalami arsitektur nusantara, kami mencari berbagai pilihan tujuan KKL Arsitektur UNNES 2018. Berbagai macam pilihan antara lain Jakarta, Sulawesi, Lombok, Bandung-Tasikmalaya dan banyak pilihan destinasi lainya. Banyaknya pilihan tersebut, kami serombel melakukan diskusi yang cukup panjang. Tujuan kami disini menginginkan
Gambar : Gedung Sate Bandung Sumber : googlr.co.id
perjalanan yang tidak hanya sebuah perjalanan studi ekskursi saju namun sebuah ekspedisi arsitekural yang mendalami arsitektur nusantara. Dari keinginan kami tersebut, kami serombel memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Jawa bagian Barat dengan tujuan Kampung Naga. Namun, kami sempat melakukan rundingan kembali apakah akan tetap pergi ke Kampung Naga atau pindah kunjungan kelain kota. Melalui kesepakatan bersama, akhirnya dengan segala konsekuensi yang akan kami terima, kami memutuskan pilihan untuk mengobservasi Kampung Naga yang memiliki kekayaan arsitektur berupa rumah yang berbentuk panggung, unik dan khas serta kekayaan kearifan lokal.
Selain ingin mendalami arsitektur nusantara, kami juga menginginkan perjalanan yang tidak biasanya dan mendapatkan pelajaran yang lebih, serta memperoleh pengalaman yang tidak akan terlupakan. Kami berharap perjalanan kami memberikan dampak yang bersifat positif dan membuka pikiran bahwa berarsitektur tidak selalu tentang arsitektur modern melainkan juga arsitektur nusantara. Alasan kami untuk berkunjung ke Kampung Naga karena kampung ini unik dan berbeda dengan kampong biasa pada umumnya salah satunya adalah bangunan rumah etniknya yang seragam.
Ekskursi Arsitektur Nusantara 14
KAMPUNG NAGA TASIKMALAYA HIDUP BERSAMA ALAM
15 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Ekskursi Arsitektur Nusantara 16
Sejarah dan Asal Usul Kampung Naga
17 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Ekskursi Arsitektur Nusantara 18 Gambar : Kampung Naga Sumber : Tim Dokumentasi KKL
Gambar : View Kampung Naga Sumber : Tim Dokumentasi KKL
Kampung Naga merupakan salah satu Desa Adat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan contoh perkampungan di Indonesia yang memiliki sense of place dan berusaha mempertahankannya. Kampung Naga mempertahankan adat istiadatnya ketika masyarakat di sekitarnya telah berubah seiring dengan perkembangan jaman. Kehadirannya menggambarkan kehidupan masyarakat Indonesia yang sesungguhnya yang belum terkontaminasi oleh perubahan budaya. Daya tarik obyek wisata Kampung Naga terletak pada kehidupan yang unik dari komunitas yang terletak di Kampung Naga tersebut Kehidupan mereka dapat berbaur dengan masyarakat modern, beragama Islam, tetapi masih kuat memelihara Adat Istiadat leluhurnya. 19 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Seperti berbagai upacara adat, upacara hari-hari besar Islam misalnya Upacara Bulan Mulud atau Alif dengan melaksanakan Pedaran (pembacaan Sejarah Nenek Moyang). Desa yang damai dan hijau ini hanya berjarak 500 meter dari jalan r a y a G a r u t d a n Ta s i k m a l a y a . Kampung Naga terletak di antara dua buah bukit dan di sisi Sungai Ciwulan. Ada sekitar 439 anak tangga di lereng perbukitan itu (konon pada penghitungan kali lain jumlahnya bisa berubah). Tangga itu mengarah dari sisi jalan raya ke suatu tempat di Sungai Ciwulan. Desa ini terletak pada sisi bukit dekat sungai. Kita harus menuruni anak tangga itu sampai di tepian Sungai Ciwulan. Sungai itu melintasi Kampung Naga. Dengan menelusuri jalan di pinggir Sungai Ciwulan tidak lebih 200 meter,
sampailah kita ke wilayah Kampung Naga yang dikelilingi pagar bambu. Di seberang sungai berdiri kokoh hutan kecil, sebuah bukit yang dipenuhi oleh pohon-pohon yang tampaknya berumur sangat tua. Hutan tersebut dinamakan Leuweung Larangan. Leweung Larangan berada di seberang Sungai Ciwulan, sebelah timur perkampungan. Di sebelah barat, tepat di belakang perkampungan terdapat Leuweung Keramat. Dengan demikian Kampung Naga dibagi dalam tiga wilayah, yaitu Leuweung Keramat (tempat nenek moyang mereka dimakamkan) yang ada di sebelah barat, perkampungan tempat mereka hidup dan bercocok tanam di tengah-tengah, dan Leuweung Larangan (tempat para dedemit) di sebelah timur. Posisi perkampungan tidak secara langsung berhubungan dengan kedua hutan tersebut. Leuweung Larangan dibatasi oleh sebuah Sungai Ciwulan, sedangkan Leuweung Keramat dibatasi oleh tempat masjid, ruang pertemuan dan Bumi Ageung (tempat penyimpanan harta pusaka). Terdapat banyak versi terkait asal mu asal masyarakat Kampung naga. berdasarkan wawancara dengan punduh (28 Februari 2013), ini dikarenakan, bukti tertulis yang konon ditulis di atas daun lontar sudah terbakar habis ketika peristiwa 1956. Kampung Naga pernah dibumi hanguskan oleh gerombolan DI/TII Jawa Barat yang dipimpin Kartosuwiryo. DI/TII ingin mendirikan negara islam di Indonesia, sedangkan kiblat warga Kampung Naga dan sekitarnya adalah ke pemerintahan republik yang sah. Hal ini jelas jelas bertolak belakang dengan keinginan DI TII. Oleh karena itu generasi terdahulu tidak bisa menyelamatkan
benda/dokumen pusaka Kampung Naga. Kampung Naga ada beberapa petilasan yang sampai saat ini dikeramatkan; diantaranya petilasan pangsolatan, yang menunjukkan bahwa Islam turun dengan perintah solat. Kemudian petilasan lumbung, hal ini memperlihatkan bahwa nenek moyang Kampung Naga sudah memberikan suri tauladan untuk ketahanan pangan apabila menghadapi masa paceklik. Ada juga bumi ageng tempat dilaksanakannya upacara adat, apabila melaksanakan upacara adat, tidak sembarang orang bisa masuk kesana. Versi pertama, Seuwu putu naga (sebutan untuk penduduk Kampung naga), berasal dari mataram. Konon ceritanya pada tahun 1630 ketika Sultan Agung menyerang batavia, sekelompok pasukan mataram di bawah pimpinan Singaparna mengalami kekalahan. pasukan tersebut tidak kembali ke mataram dan tidak pula menyerahkan diri pada VoC, melainkan bersembunyi di sebuah hutan perbukitan di dekat sungai Ciwulan. untuk menutupi identitasnya, mereka mengubah nama dan dialek mereka dengan Sunda. Sejak itu, penduduk tidak diperbolehkan menyebut nama Singaparna dan menyebut kampung mereka de ngan Kampung naga (haditomo, 1989: 31). Versi kedua, eyang Singaparna yang merupakan karuhun (nenek moyang) me reka berasal dari Timur dipercayai dari mataram. Ia bertugas sebagai utusan raja untuk menyebarkan agama Islam ke Tanah pasundan. Dalam perjalanan, ia sampai di suatu daerah yang merupakan daerah cekungan, di tempat itu ia mendirikan sebuah bangunan sebagai tempat tinggalnya, hingga kini dikenal dengan bumi ageung, yang menjadi bangunan pertama masyarakat Kampung naga (budi Sulistiono, 1997:11). Ekskursi Arsitektur Nusantara 20
Gambar : View Kampung Naga Sumber : Tim Dokumentasi KKL
Versi ketiga, penduduk asli Kampung naga berasal dari lereng gunung Galunggung, orang Sunda asli, berasal dari keturunan Singaparna. Singaparna adalah nama ulama sakti, putra prabu Rajadipuntang yang merupakan Raja Galunggung terakhir. prabu Raja dipuntang diserang oleh prabu Surawisesa dari Kerajaan Sunda, karena tidak lagi memeluk agama hindu dan beralih pada agama Islam, peristiwa ini berlangsung pada abad ke- 16 masehi. menghadapi serangan tersebut, prabu Rajadipuntang menyelamatkan harta pusakanya dan menyerahkannya pada Singaparna, serta memintanya untuk menyelamatkan diri (etty Saringendyanti, 2008:12).
21 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Berdasarkan berbagai versi tersebut, peneliti mengambil beberapa kesimpulan. pertama, adanya sosok eyang Singaparna yang dipercayai sebagai karuhun (nenek moyang) atau primus interpares masyarakat Kampung naga, hingga saat ini terdapat sebuah makam yang dipercayai adalah makan Singaparna, dan selalu diikutsertakan dalam berbagai kegiatan upacara. Kedua, Islam telah menjadi agama masyarakat Kampung naga antara abad 16 hingga 17 masehi. Ketiga, masyarakat Kampung naga berasal dari suku Sunda, karena merupakan keturunan kerajaan Galunggung, kemudian terjadi pertemuan budaya dengan Jawa keti
Wilayah Adat Kampung Naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Berjarak sekitar 30 km dari pusat kota Tasikmalaya ke arah garut atau sekitar 90 km dari Bandung. Dengan batas wilayah, disebelah barat dibatasi oleh hutan keramat, sebelah selatan dibatasi oleh sawah penduduk, dan sebelah utara serta timur dibatasi sungai ciwulan (DisBudPar Tasik). Luas tanah pemukiman di Kampung Naga adalah 1,5 Hektar yang terdiri dari 113 buah bangunan; 109 rumah, sebuah masjid, bale patemon (gedung pertemuan), bale ageng (rumah besar), dan leuit (lumbung padi). Dengan bentuk rumah harus sama yakni beratap ijuk atau rumbia, dengan dinding terbuat dari serat-serat rotan yang disusun sedemikian rupa menyerupai tikar besar atau terbuat dari bilik bamboo. Bangunan di Kampung Naga tidak boleh menggunakan cat kecuali kapur putih (DisbudPar Tasik, 2015). Warga Kampung Naga sebagaimana disebutkan diatas sebenarnya hanya 1,5 H. Dimana pada saat ini bangunan perumahan di dalam Kampung Naga dihuni oleh 101 KK. Warga yang tinggal didalam Kampung Naga hanya sebagian kecil saja yaitu 305 jiwa, mayoritas warga berada diluar wilayah Kampung Naga. Yang membedakan warga yang tinggal didalam dan diluar hanya dari s i s i b a n g u n a n n y a s a j a . Wa r g a Kampung Naga yang tinggal diluar disesuaikan dengan lingkungan dimana mereka berada. Demikian juga dengan fasilitas tidak disesuaikan dengan kebutuhan. Seperti halnya warga yang berada di didaerah parkir diatas Kampung Naga, mereka adalah
warga Kampung Naga namun memiliki bangunan rumah pada umumnya, begitupula dengan fasilitasnya. Sementara itu bagi warga didalam Kampung Naga bangunannya harus dalam bentuk yang sama, bahan yang sama, namun ukuran boleh berbeda. bukan untuk membeda-bedakan, tapi mengikuti luas lahan yang dimiliki oleh warga tersebut, yaitu jika ada warga yang lahannya luas, maka luas juga bangunannya. Namun diluar pagar terdapat wilayah adat lainnya yang terdiri dari persawahan penduduk, kolam ikan, dan tiga jenis hutan yaitu hutan larangan, hutan rahasia, dan hutan garapan. Hutan larangan adalah hutan yang tidak boleh disentuh atau dimasuki sama sekali oleh siapapun, apabila ada yang melanggar dipercaya akan mengalami yang disebut kasarung yang artinya gelap-gulita yaitu ada beberapa kemungkinan pertama orang bisa masuk namun tidak dapat menemukan jalan keluar, kedua orang bisa masuk namun pikirannya menjadi tidak jernih, dan ketiga bisa gelap rejekinya. Kemudian hutan keramat adalah hutan yang dikeramatkan sebab didalamnya terdapat empat makam salah satunya adalah makam sembah dalem singaparana (leluhur Kampung Naga). Ziarah ke makam ini dilakukan pada upacara-upacara adat maupun hari-hari yang telah ditentukan (selain selasa, rabu dan sabtu) dan bulanbulan terlarang (safar dan ramadhan). Dan terakhir adalah hutan garapan adalah hutan produktif milik perorangan dari warga Kampung Naga yang diwariskan secara turun-temurun, biasanya kayu dari pohonnya digunakan untuk membangun rumah adat Kampung Naga. Ekskursi Arsitektur Nusantara 22
Gambar : Penduduk Kampung Membuat Kerajinan Tangan Sumber : Tim Dokumentasi KKL
23 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Kehidupan dan Kebudayaan Pendudukan Kampung Naga Ekskursi Arsitektur Nusantara 24
25 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Gambar : Pemangku Adat Kampung Naga Sumber : Tim Dokumentasi KKL
Masyarakat Kampung Naga berjumlah 326 jiwa yang terdiri dari 101 kepala keluarga dengan jumlah areal pemukiman Kampung Naga tidak akan diperluas apalagi menambah jumlah bangunan baru. Hal ini bukan ditabukan tapi semata-mata terbentur pada keterbatasan lahan yang tidak memungkinkan. Apabila dipaksakan disatu pihak akan menyita luas tanah atau sawah milik pribadi yang memang sangat sempit.
Kehidupan Penduduk
Jumlah rumah di Kampung Naga berjumlah tetap selama puluhan tahun. Mereka menjaganya dengan “agak membatasi jumlah anak�, mengecilkan ruang-ruang di dalam rumah, dan menciptakan ruangruang kosong tanpa furnitur di dalam rumah agar ruang dapat berfungsi banyak. Namun tentu perkembangan penduduk lama kelamaan tak dapat ditampung lagi oleh kawasan arsitektural perkampungan ini, yang dengan aturan adat, terus berusaha menerapkan aturan tidak bertambahnya luasan kampung dan tidak bertambah jumlah rumah. Karenanya sebagian warga yang tidak tertampung , bertempat tinggal di luar Kampung Naga inti, namun tetap disebut sebagai warga kampung Naga. Listrik tidak ada di Kampung Naga. Pemerintah sering menawari untuk menyalurkan listrik, namun Masyarakat lewat tetua adat tidak menerima. Alasan yang dikedepankan adalah dengan kondisi arsitektural berupa rangka kayu/bambu, dinding anyaman bambu dan atap ijuk, warga sangat takut pada resiko hubungan pendek sehingga terjadi bahaya kebakaran. Dari tiga kondisi di atas, nampak bahwa adat istiadat cukup kuat dipegang, namun juga menyediakan ruang kompromi menghadapi kondisi yang sulit dihindari. Mereka tidak mengasingkan diri dan membentengi diri dengan aturan adat yang takterbantahkan, namun menyediakan kompromi dan jalan keluar dalam menghadapi masalah sosial kemasyarakatan. Sedangkan dari kondisi arsitektur, nampak bahwa masyarakat Kampung Naga adalah masyarakat komunal yang dengan rela mematuhi aturan-aturan yang ada demi mempertahankan kondisi komunal yang nyaman bagi mereka. Ekskursi Arsitektur Nusantara 26
Pemerintahan Adat Terjadi dualisme pemerintahan di Kampung Naga. Antara pemerintahan formal dalam bentuk Rukun Tetangga (RT) yaitu RT 1, dan pemerintahan nonformal yaitu lembaga adat yang terdiri dari kuncen, wakil kuncen, punduh, lebey dan para sesepuh. Kuncen bertugas sebagai pemangku adat. Sementara wakil kuncen sebagai jabatan terbaru dalam lembaga adat dibuat untuk mengatasi urusan yang tidak bisa ditangani langsung oleh kuncen, seperti menerima tamu termasuk para peneliti yang berkunjung ke Kampung Naga. Tugas punduh adalah ngurus laku memeras gawe (mengurusi hal-hal umum menyangkut masyarakat) seperti jika ada perubahan waktu untuk upacara adat, sementara tugas lebe adalah ngurus mayit ti awal dugi ka ngureubkeun (mengurusi jenazah dan upacara kematian) serta keagamaan pada umumnya. Yang terakhir adalah para sesepuh yang berasal tidak hanya dari Kampung Naga. Wilayah pesebaran sesepuh adalah dari Kabupaten Tasik sampai Garut. Yang kebanyakan ada di Kabupaten Tasik kecamatan Salawu dan Cigalontang. Sekalipun warga Kampung Naga adalah masyarakat hukum adat, mereka juga mengakui sebagai warga Negara. Sehingga hak dan kewajiban juga sama seperti warga Negara lainnya. Hubungan diantara dua sistem pemerintahan ini berjalan dengan baik tanpa konik. Sebab menurut Pak RT, kebijakan adat lebih diuatamakan daripada kebijakan RT, dan tidak ada masalah dengan hal ini. Jika ada program dari pemerintah yang masuk ke Kampung Naga maka akan disampaikan melelui desa kemudian diteruskan ke RT. Selanjutnya apapun program tersebut semuanya akan 27 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Jika secara adat dianggap program tersebut tidak menyalahi pakem adat, maka akan diterima, namun bila tidak sesuai akan ditolak. Jadi tidak semua program pemerintah dapat direalisasikan. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa posisi pemerintahan adat lebih tinggi daripada sistem pemerintahan formal. Lembaga adat berjalan secara turuntemurun dari keturunan laki-laki atau patrilinial. Sosok yang terpilih dalam lembaga adat tidak dipilih melalui voting, namun dengan musyawarah.
Gambar : Sambutan Pemerintah Adat Kampung Naga Sumber : Tim Dokumentasi KKL
Kepengurusan biasanya akan berganti saat kuncen sudah tidak mampu lagi melaksanakan tugasnya atau yang selama ini terjadi adalah saat kuncen sudah mendekati ajalnya. Ada beberapa kriteria untuk menjadi kuncen pertama tidak ada batasan usia, yang penting sudah menikah dan dewasa dan kedua adalah masih keturunan kuncen. Seseorang yang terpilih tidak boleh menolak. Menurut cerita kuncen, bahwa sebenarnya keturunan juga tidak mau menjadi kuncen karena tanggungjawabnya berat sekali. Apalagi pada era sekarang.
Posisi Kampung Naga yang dekat dengan kota dan sudah banyak dikunjungi tamu, perkembangan ilmu pengetahuan,informasi tegnologi dan segala macam perkembangan zaman semakin membuat berat tantangan untuk tetap bisa bertahan dalam kebersahajaan adat. Sebenarnya kuncen boleh mengundurkan diri, namun berdasarkan wawancara dengan wakil kuncen, hal tersebut belum pernah terjadi. Maka hingga saat ini, seseorang tidak lagi menjadi kuncen satusatunya penyebab karena ajal. Ekskursi Arsitektur Nusantara 28
Pendidikan Pada umumnya tingkat pendidikan orang Naga masih rendah, namun sebagian kecil ada yang tamat SLTP, SLTA, bahkan ada yang lulusan perguruan tinggi. Hanya saja sudah tidak berdomisili di Naga. Walaupun demikian, sewaktu-waktu datang untuk pulang kampung, terutama pada hari Lebaran dan pada upacara-upacara adat.
Gambar : Anak Kampung Naga Berangkat Sekolah Sumber : google.co.id
Penduduk yang sedang mencari ilmu setiap hari harus pergi jalan kaki untuk mencapai jalan besar sekitar 500 m dan menaiki 439 anak tangga.
29 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Agama
Meski demikian seperti halnya masyarakat adat nenek moyang mereka. Artinya, meskipun mereka menyatakan memeluk agama Islam, namun syariat Islam yang mereka jalankan agak berbeda dengan pemeluk agama Islam lainnya. Salah satu di antaranya, shalat lima waktu; Subuh, Dzuhur, Ashar, Magrib, dan Isya, hanya dilakukan pada hari Jum'at. Di luar itu, mereka tidak melaksanakan shalat lima waktu. Meski demikian toleransi kepada keyakinan lainnya tetaplah dijaga luhur. Mereka tak melarang para pelancong yang hendak melaksanakan shalat lima waktu di luar hari Jumat.
Gambar : Penduduk Kampung Naga Sumber : google.co.id
Orang Naga termasuk Seuweu Putunya dimanapun mereka berada adalah pemeluk agama Islam. Jadi tidak benar apabila ada anggapan apabila mereka seperti orang Badui dalam, yang menganut kepercayaan sunda wiwitan atau angngapan yang menyatakan orang Naga itu menganut agama Hindu-Budha. Dan hal itu sekali lagi tidak benar karena mereka telah menganut Islam sebelum datang ke Naga.
Ekskursi Arsitektur Nusantara 30
Mata Pencaharian Penduduk Kampung Naga
Gambar : Interaksi Tim KKL dengan Pengrajin Kp. Naga Sumber :Tim Dokumentasi KKL 31 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Mata pencaharian orang Naga kebanyakan bertani, kemudian mereka juga mereka menumbuk padi secara mandiri. Warga bangun pagipagi untuk bertani dan menumbuk padi hingga siang hari. Selain itu, penduduk kampung naga juga banyak yang memaksimalkan kemampuannya untuk membuat kerajinan tangan kemudian mereka menjualnya sebagai souvenir untuk para wisatawan kampung naga.
Gambar : Penduduk Kampung Naga Menumbuk Padi Sumber :Tim Dokumentasi KKL
Akan tetapi dalam perkembangan pada masa sekarang ada beberapa tambahan dan perubahan sesuai dengan perkembangan dan kemajuan jaman, antara lain sebagai petani dan ditambah dengan mengolah sawah, sebagai pedagang kecil, antara lain menjual hasil pertanian dan kerajinan, sebagai buruh di kota dan sebagaian menjadi PNS, POLRI, TNI, dsb.
Ekskursi Arsitektur Nusantara 32
33 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Gambar : Penduduk Kampung Naga Sumber :Tim Dokumentasi KKL
Hukum adat di Kampung Naga tidak banyak aturan, namun hanya ada satu larangan dalam satu kata yakni “pamali”. Tidak ada sanksi fisik, semuanya diserahkan kepada Yang Maha Kuasa. Pamali hidup didalam petuah-petuah yang diyakini warga kampung naga, salah satunya adalah “Daging kasaaban ruyung, keret picen” yang artinya seperti daging yang tertusuk duri, maka durinya harus dibuang.
Hukum Adat
Hukum adat di Kampung Naga dalam hal ini “pamali” tidak dibuat tertulis, sebab menurut kuncen dikhawatirkan bisa ditawar, sebagaimana yang biasa terjadi di Indonesia. Kalau pamali yang sifatnya lisan dan sanksinya berhubungan langsung dengan Yang Maha Kuasa malah lebih kuat karena tertanam disetiap jiwa warga Kampung Naga. Keberlanjutan hukum adat ini diyakini oleh kuncen akan terus hidup walaupun tidak tertulis sebab regenerasi Kampung Naga masih aman. Dimana secara naluri atau alamiah anak-anak Kampung Naga setelah tamat Sekolah Dasar sudah tampak rasa mencintai tradisi dan kampungnya. Hal ini menurut kuncen sebab banyaknya ritual, dimana anak-anak turut serta baik menyaksikan mapun makan-makan dan segala persiapannya. Dimana hal tersebut menampakkan kerukunan yang memperkuat rasa memiliki anak-anak terhadap adat dan kampungnya.
Ekskursi Arsitektur Nusantara 34
Adat Istiadat Dalam aspek kultural masyarakat Kampung Naga mempunyai beberapa adat-istiadat yang dapat ditemui dan secara jelas dapat diamati dalam bentuk beberapa jenis upacara adat. Upacara adat ini memberikan gambaran tentang kondisi nilai-nilai kehidupan yang dianut oleh masyarakat ini. Nilai-nilai tersebut sangat berperanan penting dalam menjaga sustainabilty dalam ruang dan waktu yang berjalan.
35 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Ekskursi Arsitektur Nusantara 36
Gambar : Penduduk Kampung Naga melaksanakan ritual adat Sumber :google.co.id
1. Menyepi Upacara menyepi dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga pada hari Selasa, Rabu, dan hari Sabtu. Upacara ini menurut pandangan masyarakat Kampung Naga sangat penting dan wajib dilaksanakan, tanpa kecuali baik laki-laki maupun perempuan. Pada dasarnya upacara ini bertujuan memberi kesempatan kepada warga untuk bertenang diri, berintrospeksi pada kehidupan yang telah dilakukan. Pelaksanaan upacara menyepi diserahkan pada masingmasing orang, karena pada dasarnya merupakan usaha menghindari pembicaraan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan adat istiadat. Melihat kepatuhan warga Naga terhadap aturan adat, selain karena penghormatan kepada leluhurnya juga untuk menjaga amanat dan wasiat yang bila dilanggar dikuatirkan akan menimbulkan malapetaka. 2. Hajat Sasih Upacara Hajat Sasih dilaksanakan oleh seluruh warga adat SaNaga, baik yang bertempat tinggal di Kampung Naga maupun di luar Kampung Naga. Maksud dan tujuan dari upacara ini adalah untuk memohon berkah dan keselamatan kepada leluhur Kampung Naga, Eyang Singaparna serta menyatakan rasa syukur kepada Tuhan yang mahaesa atas segala nikmat yang telah diberikannya kepada warga sebagai umat-Nya. Upacara Hajat Sasih diselenggarakan pada bulan-bulan dengan tanggal-tanggal sebagai berikut: 1. Bulan Muharam pada tanggal 26, 27, 28 2. Bulan Maulud pada tanggal 12, 13, 14 3. Bulan Rewah (Sya'ban) pada tanggal 16, 17, 18 4. Bulan Syawal pada tanggal 14, 15, 16 5. Bulan Rayagung (Dzulkaidah) tanggal 10, 11, 12
Pemilihan tanggal dan bulan untuk pelaksanaan upacara Hajat Sasih sengaja dilakukan bertepatan dengan hari-hari besar
37 Ekskursi Arsitektur Nusantara
agama Islam. Penyesuaian waktu tersebut bertujuan agar keduanya dapat dilaksanakan sekaligus. Upacara Hajat Sasih merupakan upacara ziarah dan membersihkan makam. Sebelumnya para peserta upacara harus melaksanakan beberapa tahap upacara. Mereka harus mandi dan membersihkan diri dari segala kotoran di sungai Ciwulan. Upacara ini disebut beberesih atau susuci. Selesai mandi mereka berwudlu di tempat itu juga kemudian mengenakan pakaian khusus. Secara teratur mereka berjalan menuju mesjid. Sebelum masuk mereka mencuci kaki terlabih dahulu dan masuk kedalam sembari menganggukan kepala dan mengangkat kedua belah tangan. Hal itu dilakukan sebagai tanda penghormatan dan merendahkan diri, karena mesjid merupakantempat beribadah dan suci. Kemudian masing-masing mengambil sapu lidi yang telah tersedia di sana dan duduk sambil memegang sapu lidi tersebut. Adapun kuncen, lebe, dan punduh / Tua kampung selesai mandi kemudian berwudlu dan mengenakan pakaian upacara mereka tidak menuju ke mesjid, melainkan ke Bumi Ageung. Di Bumi Ageung ini mereka menyiapkan lamareun dan parukuyan untuk nanti di bawa ke makam. Setelah siap kemudian mereka keluar. Lebe membawa lamareun dan punduh membawa parukuyan menuju makam. Para peserta yang berada di dalam mesjid keluar dan mengikuti kuncen, lebe, dan punduh satu persatu. Mereka berjalan beriringan sambil masing-masing membawa sapu lidi. Ketika melewati pintu gerbang makam yang di tandai oleh batu besar, masing-masing peserta menundukan kepala sebagai penghormatan kepada makam Eyang Singaparna. Acara selanjutnya diadakan di mesjid. Setelah para peserta upacara masuk dan duduk di dalam mesjid, kemudian datanglah seorang wanita yang disebut patunggon sambil membawa air di dalam kendi, kemudian memberikannya kepada kuncen. Wanita lain datang membawa nasi tumpeng dan meletakannya ditengah-tengah. Setelah wanita tersebut keluar, barulah kuncen
Gambar : View Sekuen Rumah Kampung Naga Sumber :Tim Dokumentasi KKL
berkumur-kumur dengan air kendi dan membakar dengan kemenyan. Ia mengucapkan Ijab kabul sebagai pembukaan. Selanjutnya lebe membacakan doanya setelah ia berkumurkumur terlebih dahulu dengan air yang sama dari kendi. Pembacaan doa diakhiri dengan ucapan amin dan pembacaan AlFatihah. Maka berakhirlah pesta upacara Hajat Sasih tersebut. Usai upacara dilanjutkan dengan makan nasi tumpeng bersamasama. Nasi tumpeng ini ada yang langsung dimakan di mesjid, ada pula yang dibawa pulang kerumah untuk dimakan bersama keluarga mereka.
Ekskursi Arsitektur Nusantara 38
3. Perkawinan Upacara perkawinan bagi masyarakat Kampung Naga adalah upacara yang dilakukan setelah selesainya akad nikah. Adapun tahaptahap upacara tersebut adalah sebagai berikut: upacara sawer, nincak endog (menginjak telur), buka pintu, ngariung (berkumpul), ngampar (berhamparan), dan diakhiri dengan munjungan. Upacara Sawer dilakukan selesai akad nikah, pasangan pengantin dibawa ketempat panyaweran. Mereka dipayungi dan tukang sawer berdiri di hadapan kedua pengantin. panyawer mengucapkan ijab kabul, dilanjutkan dengan melantunkan syair sawer. Nincak Endog. endog (telur) disimpan di atas golodog dan mempelai laki-laki menginjaknya. Kemudian mempelai perempuan mencuci kaki mempelai laki-laki dengan air kendi. Setelah itu mempelai perempuan masuk ke dalam rumah, sedangkan mempelai laki-laki berdiri di muka pintu untuk melaksanakan upacara buka pintu. upacara buka pintu terjadi tanya jawab antara kedua mempelai yang diwakili oleh masing-masing pendampingnya dengan cara dilagukan. 39 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Setelah upacara buka pintu dilaksanakan, dilanjutkan dengan upacara Ngampar, dan munjungan. Ketiga upacara terakhir ini hanya ada di masyarakat Kampung Naga. Upacara riungan adalah upacara yang hanya dihadiri oleh orang tua kedua mempelai, kerabat dekat, sesepuh, dan kuncen. Usai acara tersebut dilanjutkan dengan acara Munjungan. kedua mempelai bersujud sungkem kepada kedua orang tua mereka, sesepuh, kerabat dekat, dan kuncen Akhirnya selesailah rangkaian upacara perkawinan di atas. Sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada para undangan, tuan rumah membagikan makanan kepada mereka. Masingmasing mendapatkan boboko (bakul) yang berisi nasi dengan lauk pauknya dan rigen yang berisi opak, wajit, ranginang, dan pisang. Beberapa hari setelah perkawinan, kedua mempelai wajib berkunjung kepada saudara-saudaranya, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan. Maksudnya untuk menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan mereka
Gambar : Tim KKL Mendapat Pengetahuan dari Pemangku Adat Kampung Naga Sumber :Tim Dokumentasi KKL
4. Khitanan Upacara khitanan adalah upacara yang ramai dan disukai masyarakat karena tergolong upacara yang bersifat riang. Menandakan seorang anak sudah menginjak dewasa secara adat maupun secara Islam. Biasanya beberapa anak di khitan sekaligus. Sebelum acara, mereka disucikan dahulu dengan mandi di sungai Ciwulan. Setelah mengganti pakaian, mereka lalu berkumpul di masjid untuk melaksanakan proses hajat buku taun. Di sinilah mereka berdoa untuk meminta keselamatan. Doa dipanjatkan oleh kuncen. Namun yang unik, selain melafalkan ayat-ayat Alquran, doa pun dituturkan dalam bahasa Sunda. Proses selanjutnya para orang tua dan anak yang hendak dikhitan diarak menuju lapangan untuk mengikuti prosesi helaran (ngala beas / mengambil beras). Di sana sejumlah ibuibu sepuh menanti mereka sembari menabuh lesung. Setiap anak kemudian satu per satu diharuskan menumbuk beras dalam lesung, yang sudah dicampur dengan nasi ketan dan kunyit. Beras inilah yang nantinya akan dijadikan nasi kuning,
Dalam melaksanakan upacara ini, pihak tuan rumah atau orang tua tidak perlu repot menyediakan keperluan pesta/upacara. Tetangga akan memenuhi hampir seluruh kebutuhan yang diperlukan. Dari bahan pangan sampai perangkat upacara. Sikap gotong-royong dan saling memiliki satu sama lain menjadi hal yang masih lestari. Materi bukan segala-galanya, yang terpenting hidup rukun, saling bahumembahu akan membawa masyarakatnya pada kemakmuran bathin. Inilah yang tercermin dari falsafah yang dianut mereka: �Panyauran gancang temonan, pamundut gancang caosan, parentah gancang lakonan�. Artinya, undangan cepat datangi, permintaan cepat penuhi, dan perintah cepat laksanakan. Metoda gotong royong ini juga dilakukan untuk melaksanakan 3 upacara tersebut di atas. Sehingga dapat disimpulkan. Dalam menjalankan kewajiban spiritual mereka dalam bentuk upacara, gotong royong tanpa perhitungan rumit dilakukan sebagai budaya yang masih lestari.
Ekskursi Arsitektur Nusantara 40
Kesenian dan Benda Kampung Naga
41 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Ekskursi Arsitektur Nusantara 42
Gambar : Alat Musik Suling yang dijual di Kampung Naga Sumber :Tim Dokumentasi KKL
Gambar :Pemangku Adat Kampung Naga Menggunakan PakainAdat Sumber :Tim Dokumentasi KKL
Bahasa dan Pakaian Adat
43 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Bahasa Dalam bahasa, masyarakat Kampung naga lebih cenderung menggunakan bahasa lisan sebagai bahasa pergaulannya sehari-hari. Bahasa yang digunakan tersebut adalah bahasa sunda yang telah turun-temurun menjadi bahas pergaulan dari nenek moyangnya dahulu. Namun demikian bukan berarti masyarakat Kampung Naga ini tidak menggunakan bahasa lainnya karena ada pula warga yang mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan sebagian pun mengerti bahasa Indonesia hanya dalam pengucapannya kadang masih terselip bahasa sundanya begitupun dalam intonasi pengueapannya lebih berbau ciri khas bahasa sunda
Pakaian Adat Pakaian adat Kampung Naga adalah pakaian adat dari suku sunda. Pakaian tersebut bernama kampret. Pakaian tersebut merupakan sepasang baju dan celana berwarna hitam. Sementara untuk melakukan upacara adat, penduduk Kampung Naga menggunakan pakaian serba putih.
Ekskursi Arsitektur Nusantara 44 2
45 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Ekskursi Arsitektur Nusantara 46
47 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Ekskursi Arsitektur Nusantara 48
Kerajinan Tangan Penduduk Kampung Naga
49 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Sebagian penduduk di Kampung Naga bermata pencaharian sebagai penghasil kerajinan, dari kerajinan itu mereka bisa menghidupi keluarga mereka. Hasil kerajinan itu berupa produk perabotan rumah tangga atau untuk oleh-oleh yang diperjual-belikan bagi pengunjung, beberapa macam diantaranya adalah gelas dari bambu, alat musik, pisau, yang bahan baku untuk kerajinannya didapat sendiri di hutan atau di kebun daerah kampung naga.
Ekskursi Arsitektur Nusantara 50
51 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Gambar : Kampung Naga Sumber :Tim Dokumentasi KKL
Kawasan Wilayah Kampung Naga
Ekskursi Arsitektur Nusantara 52
POLA TATANAN MASSA KAMPUNG NAGA
Gambar : Peta Kawasan Kampung Naga Sumber :Tim Dokumentasi KKL
U
Di Kampung Naga terdapat masjid dan bale yang letaknya berdampingan. Di sebelah timur masjid dan bale terletak tanah lapang/halaman yang disebut alun-alun sebagai ruang terbuka serbaguna. Sejajar dengan masjid di sebelah barat pada bagian tanah yang lebih tinggi terdapat sebuah bangunan yang dikeramatkan sebagai bangunan suci yang disebut bumi Ageung. Sarana produksi berupa 53 Ekskursi Arsitektur Nusantara
sawah atau ladang terdapat di sebelah barat dan timur pemukiman penduduk. Sarana produksi lainnya adalah lisung, yaitu bangunan yang digunakan masyarakat sebagai tempat untuk menumbuk padi. Kolam ikan yang menjadi tempat budidaya ikan, menjadi batas ujung timur, utara, dan selatan. Sekeliling Kampung Naga dipagari dengan pagar bambu yang disebut dengan Kandang Jaga.
Gambar : Kawasan Kampung Naga Sumber : Dokumen Pribadi Tim KKL
Hutan Keramat
Bumi Ageung Bale Masjid
Kolam Gambar : Peta Pola Kawasan Kampung Naga Sumber : Dokumen Pribadi Tim KKL
Kampung Naga ini memiliki hutan keramat yang dipercaya merupakan “makam Sembah Dalem Singaparna” yang merupakan leluhur Kampung Naga yang letaknya berada di kontur yang lebih tinggi di arah utara perkampungan yang menunjukan hierarki dengn filosofi panempatan luhur - handap. Konsep luhur-handap adalah sebagai acuan penataan wadah fisik, luhur-handap merupakan salah satu ciri konsep orientasi pada patempatan, ialah keyakinan bahwa di luhur (di atas) dinilai lebih tinggi nilainya.Contoh, kepala (ada di luhur) lebih tinggi nilainya daripada kaki (ada dihandap) manifestasinya antara lain berupa rumah kuncen berada di area lebih tinggi. Ekskursi Arsitektur Nusantara 54
Lisung
Hutan Kramat
Sungai Ciwulan
Hutan Larangan
Sawah
Gambar : Peta Pola Kawasan Kampung Naga Sumber : Dokumen Pribadi Tim KKL
Lokasi Kampung Naga berada didaerah lembah atau kaki gunung sehingga memiliki lahan berkontur dengan kondisi alam yang masih asri dan terjaga. Di Kampung Naga memiliki elemenelemen alam seperti : hutan, sungai, sawah, mata air yang menjadi faktor pendukung di Kampung Naga, sehingga Kampung Naga menjadi daerah yang strategis untuk sebuah kampung. Konsep lemah-cai mengandung arti dibutuhkan dua elemen komplementer sebagai syarat suatu pemukiman, yaitu lemah (tanah) yang layak dihuni dan dijadikan ladang, serta cai (air) yang tersedia misalnya mata air dan sungai untuk menghidupi tanah dan manusia.
Di Kampung naga memiliki beberapa tempat yang dianggap memiliki kekuatan supranatural yaitu: - Hutan Keramat - Hutan Larangan dan - Bumi Ageung Kedua tempat ini dipercaya oleh warga Kampung Naga memiliki kekuatan mistis yang sangat kuat yang mendiami tempat tersebut, sehingga tidak ada warga Kampung Naga yang berani mendekati atau memasuki tempat tersebut tanpa izin dari penunggu tempat tersebut. Konsep wadah-eusi mengandung arti bahwa setiap tempat selalu menjadi suatu wadah sekaligus mempunyai eusi atau kekuatan supranatural. Walau eusi selalu butuh wadah, ia dapat bertukar wadah. Proses pemilihan lokasi kampung, ladang, juga hunian selalu berlandas pada konsepsi ini.
55 Ekskursi Arsitektur Nusantara
ZONING KAMPUNG NAGA
BALAI PERTEMUAN MASJID RUMAH WARGA RUANG TERBUKA TOILET / JAMBAN
Gambar : Zoning Kawasan Kampung Naga Sumber : Dokumen Pribadi Tim KKL
Untuk pembagian zona atau area di Kampung Naga terbagi menjadi 3 bagian tidak ada istilah publik, privat, dan servis melainkan dengan istilah yaitu : a. Area suci b. Area bersih dan, c. Area kotor Ini disesuaikan dengan fungsi bangunan dan nilai-nilai mitologi yang ada didalamnya. Pembagian zona tapak atau area di Kampung Naga sudah ada sejak zaman nenek moyang dan itu sudah turun temurun hingga saat ini masih dijaga, yang patut dicontoh dari Kampung Naga ini adalah mereka selau mempertimbangkan aspek alam atau lingkungan sekitar, tidak dalam pembagian zona atau area tapak di Kampung Naga saja, tetapi dalam kehidupan sehari-hari dan setiap kegiatan aktiďŹ tas mereka. ORIENTASI MASSA BANGUNAN KAMPUNG NAGA
U B Gambar : Zoning Kawasan Kampung Naga Sumber : Dokumen Pribadi Tim KKL
Berdasarkan adat istiadat Kampung Naga terdapat hukum yang tidak tertulis yang wajib dipatuhi, seperti bentuk rumah, cara membangun, perletakan massa bangunan dan arah bangunan selain adat istiadat lainnya seperti pakaian dan upacara-upacara adat. Hukum tersebut membuat Kampung Naga berbeda dengan kampung-kampung lainnya dan memberikan ciri khas tersendiri. Bangunan pada Kampung Naga tersusun sejajar dan tertata rapi. Jumlah bangunan di Kampung Naga sebanyak 113 bangunan, diantaranya sebanyak 108 rumah dan tempat lainya berupa bale pertemuan, lumbung padi, dan masjid. Ekskursi Arsitektur Nusantara 56
OLAHAN RUANG LUAR
Gambar : Olahan Ruang Luar Kawasan Kampung Naga Sumber : Dokumen Pribadi Tim KKL
BALAI PERTEMUAN MASJID RUMAH WARGA RUANG UNTUK UPACARA ADAT RUANG YANG TERCIPTA ANTAR BANGUNAN
Gambar : Olahan Ruang Luar Kawasan Kampung Naga Sumber : Dokumen Pribadi Tim KKL
57 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Olahan ruang luar di Kampung Naga terbagi menjadi 2 bagian yaitu ruang terbuka yang tercipta dengan sendirinya tanpa unsur kesengajaan dan tidak direncanakan dari awal dan ruang terbuka yang sengaja diciptakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Kampung Naga akan ruang luar. Sejak dari zaman nenek moyang mereka olahan ruang luar di Kampung Naga sudah ada dan tidak banyak berubah. Ruang terbuka di Kampung Naga berada didalam kawasan pemukiman atau berada di area bersih. Ruang terbuka yang tercipta dengan sendirinya adalah ruang terbuka yang berupa tanah kosong atau lahan sisa yang tercipta antar bangunan di Kampung Naga, tanpa unsur kesengajaan. Bisa disebut juga sebagai halaman depan rumah, tetapi tidak semua bangunan di Kampung Naga memilikinya, hanya di daerah-daerah tertentu dan lahan kosong ini dapat dijadikan untuk membangun atau mendirikan sebuah rumah apabila lahannya cukup luas dan tidak ada peraturan adat istiadat (pamali) yang melarangnya atau dengan sengaja menghimbau warganya untuk membuat ruang terbuka antar bangunan.
Gambar : Data Kawasan Kampung Naga Sumber : Dokumen Pribadi Dosen Ekskursi Arsitektur Nusantara 58
Gambar : Kampung Naga Sumber : Tim Dokumentasi KKL
59 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Arsitektur Rumah Adat Kampung Naga Rumah adat khas Kampung Naga sering disebut rumah Suhunan kata suhunan sendiri itu diambil dari bentuk atapnya yang pelana ciri yang paling menonjol dari rumah adat kampung naga adalah material yang digunakan , yaitu kayu , bambu, ijuk, dan batu. Selain itu banyak makna yang tersirat dalam rumah kampung naga, seperti orientasi rumah yang menghadap kearah selatan dan utara, leluhur mereka percaya bahwa angin dari arah barat membawa sumber penyakit, selain itu mereka sangat menghargai kiblat sehingga tatanan ruang maupun ornamen rumah menghindari arah kiblat. sebagai salah satu rumah tradisonal di daerah tropis bangunan rumah adat kampung naga juga menerapkan kaidah kaidah dalam arsitektur tropis seperti bukaan udara dan matahari yang cukup, tritisan pada atap, sistem rumah panggung, dll.
Ekskursi Arsitektur Nusantara 60
Pada dasarnya denah rumah-rumah di Kampung Naga terbagi menjadi 4 (empat) bagian, yaitu ruang tidur, ruang tamu, dapur, dan lumbung. Sedangkan ada satu ruang yang tidak semua rumah di Kampung Naga memiliki yaitu ruang tengah.
61 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Ekskursi Arsitektur Nusantara 62
Gambar : Interior rumah Kampung Naga Sumber : Tim Dokumentasi KKL
Gambar : Detail pondasi Kampung Naga Sumber : Tim Dokumentasi KKL
x PONDASI Pondasi kampung naga menggunakan material kayu manglin dan batu kali. Kayu manglin menggunakan cara pengawetan dengan cara direndam dengan lumpur empang, dengan harga pasar sekitar 2 juta per m3. Batu Pulukan difungsikan untuk menopang kayu agar tidak langsung tertempel pada tanah, sehingga rayap tidak langsung merambat naik, karena ada pemisahnya yaitu batu kali.
63 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Gambar : Kampung Naga Sumber : Tim Dokumentasi KKL
PONDASI UMPAK Pondasi Umpak cara membuatnya dengan cara meletakkan kolom ke pondasi batu pulukan yang telah dipahat dengan tinggi 50 cm yang dibentuk trapesium dan diberi lubang untuk memasukkan kolom.
GALUGUR Gagalur & Darurung atau nama lain dalam bahasa Indonesia adalah slof. Gagalur & Darurung menggunakan material kayu manglid. Dengan cara pengawetannya direndam dengan lumpur empang. Gagalur & Darurung memiliki ukuran 10 cm x 10 cm.
PONDASI TATAP Pondasi tatap pakan cara membuat dengan cara meletakan kolom ke atas batu kali dan diletakan saja tanpa dibuat lubang pada batunya. Difungsikan agar mudah untuk proses pemindahan rumah. Ekskursi Arsitektur Nusantara 64
Gambar : Bale Pertemuan Sumber : Tim Dokumentasi KKL
65 Ekskursi Arsitektur Nusantara
x LANTAI Struktur lantai hanya diletakan di atas batu pondasi umpak. Jika terjadi gempa maka bangunan rumah hanya bergeser/berpindah posisi. Pondasi dan struktur lantai serta badan bangunan tidak terdapat sambungan yang kaku dan rigid. Lantai Kayu pada area kamar ruang tamu dan kamar menggunakan kayu Albasia atau kayu sengon. penggunaan kayu memiliki tujuan dimana pada saat siang hari lantai tidak terasa panas dan pada malam hari akibat dari penyerapan panas di siang hari lantai terasa hangat Lantai pada area dapur menggunakan krapyak bambu, penggunaan bambu memiliki fungsi dimana lantai bawah dapur terhubung dengan kandang ayam, sehingga sisa sisa makanan yang tidak habis akan di buang ke bagian bawah dengan mengulung lantai bambu tersebut, selain itu tekstur bambu yang memiliki kulit keras diluarnya mampu menahan panas bara api yang tidak sengaja keluar dari perapian sehingga lantai tidak terbakar
Ekskursi Arsitektur Nusantara 66
Gambar : Dapur rumah Kampung Naga Sumber : Tim Dokumentasi KKL
TUNGKU Tungku tradisional terbuat dari tanah liat yang di topang bambu dan kayu. terdapat lapisan tanah liat di bagian alas sehingga api tidak membakar bambu sebagai penopangnya. selain itu terdapat lubang kecil di sisi tungku untuk membuang abu ke bawah rumah di mana akan menjadi pupuk jika bercampur dengan kotoran ayam di bawah
67 Ekskursi Arsitektur Nusantara
KOLONG RUMAH Sebagai rumah dengan sistem panggung pasti rumah akan menciptakan ruang kosong di bagian bawah rumah, dalam hal ini masyarakat memfungsikan area ini sebagai tempat menyimpan barang/ perkakas kerja dan juga sebagai kandang ayam. penempatan kandang ayam bukan ada karena kesengajangan tetapi juga ada fungsi di baliknya, yaitu dimana unsur material utama rumah adalah kayu dan bambu dimana material ini rawan terhadap serangga, ayam akan berfungsi sebagai musuh alami serangga yang akan merusak rumah. selain itu kotoran ayam di bawah yang bercampur dengan abu sisa memasak akan terolah secara alami menjadi pupuk dimana akan dimanfaatkan oleh penduduk sebagia pupuk di pertanian mereka.
Gambar : Lantai rumah Kampung Naga Sumber : Tim Dokumentasi KKL
Ekskursi Arsitektur Nusantara 68
Pada dasarnya denah rumah-rumah di Kampung Naga terbagi menjadi 4 (empat) bagian, yaitu ruang tidur, ruang tamu, dapur, dan lumbung. Sedangkan ada satu ruang yang tidak semua rumah di Kampung Naga memiliki yaitu ruang tengah. Ruang tidur adalah ruang yang digunakan untuk beristirahat masyarakat di Kampung Naga yang diatur sedemikian rupa sehingga tidak menghadap ke arah barat. Hal itu dikarenakan masyarakat di Kampung Naga tidak diperbolehkan untuk tidur mengadap ke barat untuk menghargai arah kiblat sebagai agama yang dianut masyarakat di Kampung Naga. Ruang tamu merupakan untuk menerima tamu yang berkunjung di Kampung Naga,selain itu ruang tamu juga bisa berfungsi sebagai pengganti dari ruang tengah untuk berkumpul dan bercengkrama antar anggota masyarakat di Kampung Naga. Dapur merupakan tempat untuk memasak dan di salah satu bagian dapur terdapat lumbung untuk menyimpan bahan makanan. Sedangkan untuk mencuci piring, masyarakat di Kampung Naga mencuci piring di kamar mandi umum atau di tempat mencuci piring dan mencuci baju umum. Dahulu dapur di Kampung Naga tidak memiliki pintu. Pintu hanya terdapat 1 buah di ruang tamu. Tetapi dengan berjalannya waktu, sekarang di setiap rumah di Kampung Naga memiliki pintu untuk akses langsung ke dapur ataupun ke ruang tidur tanpa harus melewati ruang tamu.
69 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Gambar : Kampung Naga Sumber : Tim Dokumentasi KKL
Ekskursi Arsitektur Nusantara 70
Gambar : Kampung Naga Sumber : Tim Dokumentasi KKL
Dinding rumah terbuat dari anyaman bambu oleh masyarakat Kampung Naga sehingga membentuk corak anyaman horizontal kecil. Bahan dasar pembuat dinding rumah pun tersedia di hutan yang ada di sekitar Kampung Naga. Desain dinding rumah seperti ini memungkinkan orang dapat melihat keluar rumah tanpa terlihat dari luar. Sedangkan untuk pintu rumah di Kampung Naga menggunakan bahan kayu Albasia atau kayu Sengon dan kayu Manglin. Berbeda dengan dinding, untuk pintu rumah menggunakan corak anyaman vertikal kecil. Hal unik yang terdapat pada setiap pintu rumah di Kampung Naga yaitu terdapat sesajen. Sesajen tersebut dipercaya oleh masyarakat yang ada di Kampung Naga sebagai penolak bala.
71 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Konstruksi yang membentuk bagian dari badan bangunan rumah di Kampung Naga menggunakan konstruksi kayu pada semua bagian nya yang meliputi bagian ringbalk, kolom, dan sloof. Sedangkan kayu yang digunakan sebagai konstruksi rumah di Kampung Naga menggunakan kayu lokal yang terdapat di hutan area Kampung Naga yaitu kayu Manglin. Tiang Kayu manglidnmenggunakan cara pengawetan dengan cara direndam dengan lumpur empang, dengan harga pasar sekitar 2 juta per m3. Pada bagian struktur bawah menggunakan material kayu dalam bahasa sunda Tihang Pangadeg.
Ekskursi Arsitektur Nusantara 72
Gambar : Kampung Naga Sumber : Tim Dokumentasi KKL
Susunan struktur rumah adat Kampung Naga yaitu berdasarkan susunan dari rangka manusia, Atap rumah adat Kampung Naga berarti bagian dari kepala manusia. Pada bagian atas atap rumah terdapat simbol V yang melambangkan “PERDAMAIAN. Pada awal dibangunnya rumah adat Kampung Naga, atap rumah tersebut semuanya menggunakan simbol V namun lama kelamaan sebagian rumah ada yang tidak lagi menggunakannya dikarenakan bahan yang digunakan mudah lapuk hingga mudah lepas.
73 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Gambar : Atap rumah Kampung Naga Sumber : Tim Dokumentasi KKL
Susunan dan Bahan Atap Rumah Adat Kampung Naga TANDUK PARA SENE KAYU MANGLIN ATAP TEPUS VENTILASI ATAP IJUK BILIK KEPANG
Ekskursi Arsitektur Nusantara 74
Gambar : Kampung Naga Sumber : Tim Dokumentasi KKL
1. Tanduk : Tanduk pada atap rumah berlambang V yang berarti “ PERDAMAIN� bahan yang digunakan yaitu bambu yang dililit oleh ijuk. 2. Para Sene : Tempat menaruh perkakas dan alat masak. Bahan yang digunakan yaitu anyaman bambu yang dilapisi oleh cairan kapur, cairan kapur bermanfaat untuk memperkuat atau mengawetkan anyaman bambu tersebut. 3. Kayu Manglin : Kayu manglin digunakan sebagai kontruksi pada atap rumah adat, kayu manglin mudah didapat disekitar Kampung Naga, tradisi masyarakat Kampung Naga yaitu merendam kayu manglin dengan lumpur lempong agar kayu manglin kuat dan tahan lama. 4. Atap Tepus : Atap tepus merupakan rangkaian dari daun kecombrang yang menjadi lapisan pertama. pada atap rumah adat kampung naga, atap tepus dapat digunakan tanpa pelapis ijuk. 5. Ventilasi : Ventilasi ini wajib digunakan untuk pencahayaan alami didalam ruangan. bahan yang digunakan yaitu kayu. 6. Atap Ijuk : Ijuk yang biasa digunakan diambil dari hutan sekitar kampung naga, namun juga mudah didapat di material. Rangkaian atap ijuk dan atap tepus diberi nama atap gugusi. 75 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Atap Tepus Reng jarak antar reng 0,3m
.
Balok jarak antar balok 3m Usuk jarak antar usuk 0,45m Bilik Kepang
Ekskursi Arsitektur Nusantara 76
Gambar : Kampung Naga Sumber : Tim Dokumentasi KKL
77 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Ekskursi Arsitektur Nusantara 78
Kampung Naga menjadi perjalanan terakhir KKL Arsitektur UNNES 2018 dengan tema Ekskursi Arsitektur Nusantara. Perjalanan kita di kampung Naga Tasikmalaya yang kami ceritakan di buku ini “Ekskursi Arsitektur Nusantara�.
79
Ekskursi Arsitektur Nusantara
Kampung Naga Sebuah kampung yang sangat menjunjung tinggi nilai kebudayaan dengan konsep " hidup bersama alam". Mereka percaya bahwa apabila kita menjaga alam dengan baik maka alam pun akan menjaga kita. Disana kita dapat belajar banyak tentang bagaimana cara kita memperlakukan lingkungan sekitar dengan baik. Suatu benda yang keluar dari alam dengan bersih dan kembali ke alam dalam keadaan bersih pula. Konsep Arsitektur Kampung Naga yang sangat memperdulikan alam dan kehidupan sosial yang tinggi membuka mata kita bahwa " Arsitektur bukan hanya tentang keindahan visual, tetapi juga keharmonisan hubungan antara manusia dengan alam " Tim KKL Arsitektur Unnes 2018
Gambar Sumber
: Atap Masjid Kampung Naga : Dokumentasi Pribadi Tim KKL
Ekskursi Arsitektur Nusantara
80
81
Ekskursi Arsitektur Nusantara
Daftar Pustaka Dinas pariwisata dan kebudayaan, “Gambaran Umum kampung Adat “Kampung Naga” Kabupaten Tasikmalaya”, Tasikmalaya. Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan.2015,”Pesona Wisata Dan Budaya Kabupaten”, Tasikmalaya. https://id.m.wikipedia.org/wiki/kampung_naga Epon, Ningrum.2012.Dinamika Masyarakat Tradisional Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya.Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS, Universitas Pendidikan Indonesia. vol.28.no.1. 47-54 Maulida Illiyani.2016.Pilihan Hidup Tradisional Kampung Naga di Tengah Perubahan.Peneliti di Pusat penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI.118 Qodariyah, Lelly & Laely Armiyati.2013.Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Kampung Naga sebagai alternatif sumber belajar.FKIP universitas muhammadiyah.vol 10.no 1.10-20
Ekskursi Arsitektur Nusantara 82
83 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Ekskursi Arsitektur Nusantara 84
85 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Ekskursi Arsitektur Nusantara 86
87 Ekskursi Arsitektur Nusantara
Ekskursi Arsitektur Nusantara 88
EKSKURSI ARSITEKTUR NUSANTARA Laporan Kuliah Kerja Lapangan Arsitektur Universitas Negeri Semarang 2018. 10 - 11 Oktober 2018 Diterbitkan tahun 2018 kklarsitekturunnes arsitektur.unnes.ac.id