5 minute read
ANALISA KASUS CASE REPORT I
Etiologi oftalmia simpatika masih belum diketahui, tetapi telah dilaporkan bahwa reaksi hipersensitivitas granulomatosa bilateral dipicu oleh antigen dari mata yang terluka. Tanda-tanda peradangan granulomatosa uveal, termasuk nodul Dalen-Fuchs, adalah karakteristik klinikopatologi klasik dari penyakit ini. Namun, proses pembentukan granuloma memakan waktu beberapa minggu. Respon inflamasi awal melibatkan aktivasi sel T CD4 oleh antigen presenting cell (APC), dengan perekrutan monosit dan aktivasi makrofag ke sel epiteloid.
Karakteristik patologis awal oftalmia simpatika sebelumnya dijelaskan pada mata trauma yang dienukleasi 14 minggu setelah cedera dan setelah 1 minggu gejala. Laporan patologis dari mata yang dienukleasi mengungkapkan infiltrasi limfositik ke dalam koroid dengan makrofag di sekitarnya seperti yang terlihat pada kasus ini. Tidak adanya perubahan granulomatosa pada kasus ini dikarenakan tindakan yang cepat setelah diketahui adanya gejala, dan penulis menyimpulkan bahwa infiltrasi limfosit merupakan petunjuk diagnostik penting untuk konfirmasi histopatologis oftalmia simpatika. Sejalan dengan itu, dilaporkan juga bahwa pasien dengan hanya vitritis dan edema diskus ringan merupakan manifestasi klinis awal dari penyakit ini, dan pasien kasus ini memiliki hasil ketajaman visual yang lebih baik daripada kasus dengan panuveitis granulomatosa.
Advertisement
KESIMPULAN CASE REPORT 1
Kasus ini mengilustrasikan bukti klinis dan histopatologi dari oftalmia simpatika yang berkembang 5 hari setelah luka tembus dan tanpa gejala. Temuan ini menyoroti pentingnya pengawasan dini untuk oftalmia simpatika yang dapat berkembang diam-diam sebelum periode
14 hari yang secara umum dilaporkan pada sebagian besar kasus. Temuan klinis dan patologis ini kemungkinan menunjukkan tahap paling awal dari oftalmia simpatika.
Bab Ii
CASE REPORT 2
Judul journal article: “Early presentation of sympathetic ophthalmia in optical coherence tomography studies: A case report”
2.1 IDENTITAS
• Nama pasien : Tidak disebutkan
• Usia : 62 tahun
• Jenis kelamin : Laki-Laki
• Etnis : Kaukasian
2.2 ANAMNESIS
Keluhan utama Luka tembus pada mata kanannya sejak 1 hari
Keluhan tambahan
- sekarang Pasien datang dengan luka tembus pada mata kanan setelah terkena
Riwayat penyakit serpihan logam sehari sebelumnya dahulu Riwayat penyakit lain disangkal
Riwayat penyakit
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat pengobatan
Riwayat kebiasaan
-
-
-
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
• Status Generalis
- Keadaan Umum
- Kesan Sakit : Tidak ada informasi
- Kesadaran : CM
• Tanda Vital
Tekanan Darah : Dalam batas normal
Nadi : Dalam batas normal
Pernapasan : Dalam batas normal
Suhu : Dalam batas normal
• Status oftalmologis
Oculi Dextra (OD)
Oculi Sinistra (OS)
Light Perception Visus 20/20 ft - TIO -
Tidak ada informasi
Kedudukan bola mata
Pergerakan bola mata
Tidak ada informasi
Tidak ada informasi
Tidak ada informasi Tes konfrontasi
Tidak ada informasi
Tidak ada informasi
Tenang Palpebra Superior Tenang
Tenang Palpebra inferior Tenang
Tenang Konjungitva tarsalis superior Tenang
Tenang Konjungtiva bulbi Tenang
Tenang Konjungtiva tarsalis inferior Tenang
Tampak bekas jahitan (+) Kornea Tenang
Tenang COA Tenang
Tenang Iris Tenang
Tenang Pupil Tenang
Kekeruhan lensa (+)
Lensa Tenang
Tenang Vitreous humour Tenang
Normal Funduskopi Normal
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
- OCT OS : tampak lesi pada retina, tampak disintegrasi fokal ringan epitel retina, zona interdigitasi, zona ellipsoid di makula (23 jam setelah trauma mata kanan)
2.5 RESUME
Seorang laki-laki 62 tahun datang dengan luka tembus pada mata kanannya yang disebabkan oleh serpihan logam sehari sebelumnya, pemeriksaan oftalmologis didapatkan
VOD light perception, VOS 20/20, tampak bekas jahitan pada kornea OD, lensa OD keruh. Pemeriksaan OCT OS ditemukan disintegrasi fokal ringan epitel retina di makula.
2.6 DIAGNOSIS
- OD trauma tembus intraorbita, katarak traumatika
- OS koroiditis susp oftalmia simpatika pasca trauma
2.7 PENATALAKSANAAN
- Pasien menjalani vitrektomi pars plana OD dengan pengangkatan corpus alienum intraorbital
- Dilakukan fakoemulsifikasi katarak
- Diberikan injeksi antibiotik intraokular
- Adanya robekan retina peripapil yang besar menghambat perlekatan intraoperatif
2.8 FOLLOW UP
Dua belas minggu pasca operasi, pasien mengalami nyeri phthisis bulbi tanpa persepsi cahaya di mata kanan. BCVA di mata kiri masih 20/20 tidak ada kelainan dalam oftalmoskopi, namun pencitraan OCT mengungkapkan lesi makula yang sebelumnya ditemukan.
Dua minggu kemudian, pasien mengeluhkan penglihatan kabur dan fotofobia, ketajaman penglihatan berkurang menjadi 20/25. Pemeriksaan slit-lamp dari OS mengungkapkan presipitat keratik mutton fat, sinekia posterior (meridian jam 2–4 dan 8–9), vitritis (1+), cakram optik hiperemik, dan beberapa lesi subretinal kekuningan. Tekanan intraokular (TIO) meningkat dari 18 mmHg menjadi 25 mmHg. OCT mengungkapkan pembentukan lesi seperti nodul antara membran Bruch dan lapisan RPE dan retina yang menebal. Fluorescein angiography mengungkapkan beberapa fokus hipofluoresen pada fase vena awal diikuti dengan pewarnaan akhir, dan optic disc menunjukkan kebocoran pada fase akhir angiogram Area fluoresensi yang terblokir di awal berhubungan dengan lesi yang diamati pada gambar OCT.
Pemeriksaan sistemik negatif.
Berdasarkan anamnesis dan temuan klinis, kami membuat diagnosis oftalmia simpatika. Pasien mulai diberikan dexamethasone topikal 0,1% setiap jam, tropicamide 1% t i d, dorzolamide 2% b.i.d, timolol 0,5% b.i.d, dan prednison oral 80 mg setiap hari bersama dengan
PPI (pasien menolak kortikosteroid intravena), suplementasi kalsium dan vitamin D. Mata kanan telah dienukleasi.
Histopatologi menunjukkan infiltrasi limfositik dari koroid yang menebal dengan nodul Dalen-Fuchs, sel raksasa Langhans, dan sel epiteloid. Kortikosteroid perlahan dikurangi, dan ditambahkan siklosporin A (5,0 mg/kg/hari) dan adalimumab (awalnya 80 mg diikuti dengan 40 mg subkutan setiap 2 minggu). Lesi makula yang diamati berkembang menjadi nodul DalenFuchs kuning. Setelah 2 tahun tindak lanjut, BCVA stabil pada 20/20, dan nodul Dalen-Fuchs mengalami kemunduran.
Gambar 4. OCT OS menunjukkan adanya 2 lesi baru. A) elevasi epitel retina, disintegrasi IZ & EZ 23 jam setelah trauma mata kanan. B) RPE semakin terangkat & disrupsi IZ dan EZ 12 minggu kemudian. C) terbentuk nodul 14 minggu kemudian. D) foto fundus ditemukan nodul Dalen-Fuch. E) OCT OS 6 bulan kemudian
Gambar 6. Gambar fase akut oftalmia simpatika. A) gambar mata kanan 12 minggu setelah trauuma (pthisis bulbi). B) mata enukleasi menunjukkan penebalan koroid dengan limfosit dan granuloma. C) foto fundus OS menunjukkan optik disk hiperemis dan tampak lesi kekuningan. D) pemeriksaan FA menunjukkan hipofluorescent beberapa area pada fase awal, E) pada staining fase akhir
Analisa Kasus Case Report 2
Kasus ini memaparkan hasil pemeriksaan serial SD-OCT dari pembentukan nodul Dalen-Fuchs di mata kiri yang merupakan "symphatizing eye" Pemindaian OCT awal pada mata kiri diambil 23 jam setelah trauma mata kanan. Perhatian terfokus pada dua area peningkatan RPE dan disintegrasi IZ (interdigitation zone) dan EZ (ellipsoid zone) Penulis melakukan pemeriksaan mata, termasuk pencitraan OCT, setiap 2-3 minggu. Dua belas minggu setelah trauma mata, kami mencatat perkembangan lesi yang dipantau, meskipun tidak ada peradangan dan peningkatan TIO. Tanda-tanda klinis panuveitis terjadi 2 minggu kemudian ketika struktur yang tumbuh di bawah RPE membentuk fokus kuning yang terlihat jelas. Akhirnya, lesi berevolusi menjadi nodul Dalen-Fuchs. Karena mata kanan mengalami nyeri, kemudian dilakukan enukleasi.
Temuan histopatologis mengungkapkan bahwa proses inflamasi lebih ditandai pada mata pasca trauma daripada mata kiri yang bersimpati. Keterlibatan mata tidak harus simetris. Studi sebelumnya melaporkan bahwa perjalanan klinis oftalmia simpatika mungkin memiliki korelasi minimal dengan temuan histopatologis, terutama pada kasus dengan terapi kortikosteroid sebelum enukleasi. Pasien kami menggunakan kortikosteroid selama 4 hari hanya sebelum enukleasi. Oleh karena itu karakteristik histopatologi oftalmia simpatika menonjol. Studi sebelumnya menggambarkan variasi morfologi nodul Dalen-Fuchs dan membedakan tiga jenisnya. Tipe pertama terdiri dari hiperplasia fokal dan agregasi sel RPE, tipe kedua termasuk sel epiteloid dan limfosit yang mendasari kubah utuh RPE, dan tipe ketiga ditandai dengan degenerasi RPE dan disorganisasi nodul. Ketiga jenis ini mungkin muncul di mata yang sama, tidak tergantung pada kemajuan proses inflamasi. Karena ablasi retina total dan hilangnya kompartemen anatomi, kami tidak dapat menetapkan jenis nodul Dalen-Fuchs dalam spesimen histopatologis mata yang dienukleasi secara eksplisit.
Sejauh ini, tidak ada observasi prospektif pengembangan oftalmia simpatika yang dipublikasikan. Ada beberapa kasus oftalmia simpatika yang dilaporkan, di mana perjalanan penyakit dipantau dengan OCT dan pencitraan kedalaman OCT yang ditingkatkan. Terlihat bahwa pada fase akut SO, penebalan koroid lebih dari 500 μm dengan pengurangan selanjutnya sekitar 200 μm selama pengobatan. Studi sebelumnya. melaporkan perubahan reversibel pada lapisan fotoreseptor dan resolusi cairan subretinal pada kasus dengan terapi kortikosteroid sistemik yang cepat. Dengan demikian, pengobatan dini sangat penting untuk mempertahankan penglihatan. Dalam pencitraan OCT, nodul Dalen-Fuchs disajikan sebagai lesi sub-RPE hiperreflektif yang terkait dengan gangguan zona ellipsoid dan RPE. Dalam studi tersebut, lesi divisualisasikan dalam perjalanan penyakit. Pada pasien ini, didapatkan gangguan RPE, IZ, dan EZ jauh sebelum tanda-tanda peradangan.
Kesimpulan Case Report 2
Kasus ini mengilustrasikan kemungkinan untuk mendeteksi oftalmia simpatika yang berkembang sebelum temuan klinis tipikal terjadi. Lesi koroid yang kecil pada awalnya dapat diabaikan, terutama pada pasien tanpa gejala, onset lambat, atau kekambuhan penyakit. Kasus ini merekomendasikan pencitraan OCT yang sering pada kedua mata. Kasus ini menunjukkan bahwa evaluasi OCT seksama dapat mempercepat pengobatan dini bila diindikasikan.