Pembangunan Daerah ISSN 2337-3318
JURNAL
VOLUME III | EDISI 1 | TAHUN 2015
M E D I A
R E F E R E N S I
D A E R A H
M E M B A N G U N
MODEL PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Sjofjan Bakar DESENTRALISASI DAN PEMBANGUNAN DAERAH DI INDONESIA:MENCIPTAKAN PEMERINTAH DAERAH YANG EFEKTIF, RESPONSIF, DAN AKUNTABEL Didi Ahmadi STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN DESTINASI PARIWISATA UNGGULAN BERKELANJUTAN DALAM MENOPANG PERTUMBUHAN DOMESTIK EKONOMI LOKALPROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Muhammad Ali Sagalo MENGAGAS KOMUNIKASI E-MUSRENBANG MENCEGAH INEFISIENSI DAN MAKSIMALISASI INFRASTRUKTUR DALAM MENGUKUR AKUNTABILITAS INVESTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA TANGERANG SELATAN Rusdianto RESEARCH DEVELOPMENT PEMBANGUNAN ZERO PROVERTY BERBASIS PRODUKSI DAN INDEKS SUMBERDAYA MANUSIA DALAM MENGENTASKAN KEMISKINAN DI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH Wajib dan Erniati
DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH
VOL. III
EDISI 1
JAKARTA 2015
ISSN 2337-3318
ii
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. II | EDISI 3 | TAHUN 2014
DewanRedaksi PELINDUNG PENANGGUNGJAWAB KETUA DEWAN REDAKSI ANGGOTA
: : : :
REDAKTUR UTAMA REDAKTUR PELAKSANA REDAKSI
: : :
MITRA BESTARI
:
ALAMAT REDAKSI
:
Menteri Dalam Negeri Dr. H. Muh. Marwan, M.Si Dr. Drs. SjofjanBakar, M.Sc Hasiholan Pasaribu, SE., MPKP Drs. Binar Ginting, MM Edi Sugiharto, SH., M.Si Drs. Sugiyono, M.Si Ir. Muhammad Hudori, M.Si Iwan Kurniawan, ST, MM Subhany, SE, M.Si Yoppie Herlian Juniaga, ST, MT Ali Hasibuan, SH., MM Muhammad Nur Fajar Asmar, S.STP Dede Sulaeman, Rizki Ganie Satria J.HNT. Arif Rahman Dr. Moch. Fachrurrozi, M.Si Dr. RulliNasrullah, M.Si Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Jl. Taman Makam Pahlawan No. 20 Kalibata Jakarta Selatan 12750 Telp.: 021-7992537 Email: jurnal@bangda.kemendagri.go.id
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH| VOL. II | EDISI 3 | TAHUN 2014
iii
Pengantar Redaksi
P
emerintahan sekarang memberikan berbagai macam perubahan positif dari aspek reformasi birokrasi. Pemerintah memberikan banyak tuntutan terhadap penyelenggaraan pemerintahan di pusat dan daerah. Oleh karena itu, momentum keselarasan dan keserasian pembangunan daerah harus terus dimantapkan, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menimbulkan kesenjangan yang lebih lebar, bahkan sebaliknya dapat terus mendorong kesejahteraan yang lebih berkeadilan. Untuk mencapai hal tersebut, sinergi kebijakan dan strategi yang diterapkan, khususnya pada aspek perencanaan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus dilakukan secara lebih terukur dan terarah, karena keberhasilan pembangunan nasional tercermin dari kesuksesan pembangunan di daerah. Melihat pelaksanaan otonomi daerah, kebijakan desentralisasi selanjutnya juga mengatur pembagian urusan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya atau tetap menjadi kewenangan Pemerintah Pusat (sebagai urusan absolut). Di samping itu, terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat konkuren yang maknanya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Terkait ini, terdapat enam Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar yang membutuhkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak konstitusional masyarakat. Melihat isu ini, Sjofjan Bakar, Sekretaris Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri mengurai secara apik model penerapan SPM dalam perencanaan pembangunan daerah yang terangkum dalam tulisannya, Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah. Tulisan itu mengambil studi kasus pengintegrasian SPM Bidang Kesehatan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah. Artikel kedua ditulis olehDidi Ahmadi, Tenaga Ahli Ekonomi Pembangunan pada Direktorat Pengembangan Wilayah Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri. Artikel yang diberi judul, Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel mengulas teori desentralisasi dan melihat perkembangan implementasinya di Indonesia. Lalu, setelahnya ia mengajukan beberapa rekomendasi atas masalah yang dihadapai pemerintahan daerah.
iv
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. II | EDISI 3 | TAHUN 2014
Secara tandas ia menyimpulkan bahwa dari satu setengah dekade perjalanan desentralisasi di Indonesia adalah benar bahwa desentralisasi telah melahirkan beberapa daerah yang terbilang sukses mewujudkan pemerintahan secara efektif dan efisien. Namun, kebanyakan daerah lain justru masih berkutat dengan masalah. Oleh karena itu, menurutnya, desentralisasi Indonesia butuh terus direformasi. Melihat potensi wisata daerah-daerah di Indonesia yang sangat melimpah, Muhammad Ali Sagalo, Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Mataram tertarik untuk mengupasnya secara khusus. Dalam artikel ketiga, Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi Lokal Provinsi Nusa Tenggara Barat, ia mengupas potensi wisata di Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan menawarkan langkah strategis untuk mewujudkan pembangunan dan pengembangan destinasi wisata di daerah tersebut. Ia melihat, pembangunan sektor pariwisata akan mampu mengangkat kesejahteraan masyarakat di daerah NTB sebagai daerah pilihan para wisatawan mancanegara yang lebih dulu dikenal mampu memberikan kenyaman. Berdasarkan penelitiannya, pariwisata NTB telah berhasil mengangkat derajat masyarakat dengan berbagai peluang pengelolaan berbagai bidang industri kreatif dan kerajinan. Sehingga sektor pariwisata NTB dianggap jalan keluar dari tingginya faktor miskin dan pengangguran masyarakat. Sementara itu, dalam artikel keempat, Rusdianto, Peneliti Pusat Studi Desentralisasi dan Otonomi Daerah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ahmad Dahlan (STIEAD) Jakarta, tertrik untuk mengupas pentingnya komunikasi elektronik dalam mengoptimalkan penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di daerah dan secara khusus ia mengambil kasus pemerintah Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Artikelnya berjudul, Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan. Dalam artikel terakhir, redaksi menampilkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Wajib dan Erniati, Kepala Bagian Organisasi Pemerintah Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah dan Dosen IAIN Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Kedua peneliti ini mengkaji program penanggulangan kemiskinan di Kota Palu yang dilaksanakan mulai tahun 2007, yaitu sejak pencanangan oleh Presiden mengenai Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di Kota Palu saat itu juga meluncurkan Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM) dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), serta Program Pembangunan Kelurahan Berjangka (PPKB). Dalam temuannya, di Kota Palu, menunjukkan bahwa penanggulangan kemiskinan belum terintegrasi dengan baik, sering terjadi ego sektoral, dan diskoordinasi. Penelitian keduanya berjudul, Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah.[]
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH| VOL. II | EDISI 3 | TAHUN 2014
v
Daftar Isi PENGANTAR REDAKSI
iv
DAFTAR ISI
vi
MODEL PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Sjofjan Bakar
1
DESENTRALISASI DAN PEMBANGUNAN DAERAH DI INDONESIA MENCIPTAKAN PEMERINTAHAN DAERAH YANG EFEKTIF,
23
RESPONSIF, DAN AKUNTABEL
Didi Ahmadi
STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN DESTINASI PARIWISATA UNGGULAN BERKELANJUTAN DALAM MENOPANG PERTUMBUHAN DOMESTIK EKONOMI LOKAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Muhammad Ali Sagalo
41
MENGGAGAS KOMUNIKASI E-MUSRENBANG MENCEGAH INEFISIENSI DAN MAKSIMALISASI INFRASTRUKTUR DALAM MENGUKUR AKUNTABILITAS INVESTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA TANGERANG SELATAN Rusdianto
73
TINJAUAN PENGARUH MASYARAKAT EKONOMI ASEAN TERHADAP PERGERAKAN BARANG DAN TENAGA KERJA Wajib dan Erniati
95
vi
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. II | EDISI 3 | TAHUN 2014
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Sjofjan Bakar Sekretaris Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Abstrak Pelaksanaan otonomi daerah berkaitan erat dengan kebijakan desentralisasi. Argumentasi tersebut bukan tanpa dasar mengingat desentralisasi merupakan urusan yang berhak diselenggarakan oleh pemerintah daerah dalam rangka implementasi hak otonominya. Dengan kata lain, desentralisasi dapat terjadi hanya jika daerah tersebut memiliki otonomi. Kebijakan desentralisasi selanjutnya juga mengatur pembagian urusan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada
pemikiran
bahwa
selalu
terdapat
berbagai
urusan
pemerintahan
yang
sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan Pemerintah Pusat (urusan absolut).Disamping itu, terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent, artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam kaitan ini, terdapat enam Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar yang membutuhkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak konstitusional masyarakat. Tulisan ini akan menguraikan model penerapan SPM dalam perencanaan pembangunan daerah, dengan mengambil studi kasus pengintegrasian SPM Bidang Kesehatan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah. Kata Kunci: SPM, Urusan, Desentralisasi, Indonesia
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
Sjofjan Bakar
Abstract The implementation of regional autonomy is closely related to the decentralization policy. This argument seems logic given the decentralization is entitled affairs organized by the local government for the implementation of autonomy rights. In other words, decentralization can take place only if the local government has autonomy. Furthermore, decentralization policy also regulates the distribution of affairs between the Central Government and Local Government, as stipulated in Law No. 23 Year 2014 on Local Government. The distribution of government affairs is based on the premise that there is always a variety of government affairs that remain the authority of the central government (absolute affairs).In addition, there are concurrent government affairs, meaning that the handling of government affairs in part or particular field can be carried out jointly between the Central Government and Local Government. In this regard, there are six Mandatory Government Affairs relating to fundamental services that require minimum service standards (MSS) to guarantee the constitutional rights of the people. This article will outline the model of implementation of MSS in regional development, with a case study of the integration of MSS in the health sector to regional development planning documents. Keywords : MSS, Affairs, Decentralization, Indonesia
I.
Pendahuluan Dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan daerah dan kepentingan masyarakat setempat dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui pemberian otonomi yang seluasluasnya tersebut, daerah diharapkan dapat melaksanakan pembangunan untuk peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, lapangan berusaha, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan publik, serta daya saing daerah.
2
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah berkaitan erat dengan kebijakan desentralisasi. Argumentasi tersebut bukan tanpa dasar mengingat desentralisasi merupakan urusan yang berhak diselenggarakan oleh pemerintah daerah dalam rangka implementasi hak otonominya. Dengan kata lain, desentralisasi dapat terjadi hanya jika daerah tersebut memiliki otonomi. Di Indonesia, konsep desentralisasi yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 lebih merujuk pada desentralisasi yang bersifat politik atau devolusi. Dalam konteks ini, Bird dan Vaillancourt1 berpendapat bahwa telah terjadi pendelegasian sebagian wewenang dan tanggung jawab membuat keputusan dan pengendalian atas sumber-sumber daya kepada instansi pemerintah daerah yang memiliki lembaga perwakilan dan memiliki kekuasaan pemerintahan. Desentralisasi politik pada dasarnya mencakup pemerintahan wilayah administratif dan pemerintahan daerah otonom. Dalam pemerintahan wilayah administratif ditandai dengan adanya aparat dan pejabat-pejabat birokrasi pemerintah pusat yang ditugaskan di daerah sebagai field administrator. Aparat ini tidak memiliki kekuasaan politik, namun mempunyai kewenangan administratif guna melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan di tingkat pusat. Sebaliknya, pada pemerintahan daerah otonom, terdapat lembaga perwakilan yang didasarkan atas pemilihan dan mempunyai kekuasaan pemerintahan di tingkat daerah (lembaga eksekutif). Lembaga-lembaga tersebut memiliki kewenangan politik untuk membuat kebijakan publik. Kebijakan desentralisasi selanjutnya juga mengatur pembagian urusan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan Pemerintah Pusat (urusan absolut). Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara 1
Bird, R. M. and Vaillancourt, F.(1998). Fiscal Decentralization in Developing Countries. Cambridge: Cambridge University Press
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
3
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
Sjofjan Bakar
secara keseluruhan. Disamping itu, terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent, artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pada prinsipnya, urusan pemerintahan konkuren terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan. Urusan Pemerintahan Wajib dibagi dalam Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak terkait Pelayanan Dasar. Untuk Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar ditentukan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak konstitusional masyarakat. Sementara itu, terkait pelaksanaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak terkait Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Pilihan, Kementerian/Lembaga berkewajiban membuat norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) untuk dijadikan pedoman bagi Daerah dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang diserahkan ke Daerah dan menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga tersebut dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan yang bersifat teknis. Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota didasarkan pada 4 (empat) prinsip, antara lain: 1.
Prinsip akuntabilitas, yakni penanggungjawab penyelenggaraan suatu Urusan Pemerintahan ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang ditimbulkan oleh penyelenggaraan suatu Urusan Pemerintahan;
2.
Prinsip efisiensi adalah penyelenggara suatu Urusan Pemerintahan ditentukan berdasarkan perbandingan tingkat daya guna yang paling tinggi yang dapat diperoleh;
3.
Prinsip eksternalitas adalah penyelenggara suatu Urusan Pemerintahan ditentukan berdasarkan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang timbul akibat penyelenggaraan suatu Urusan Pemerintahan;
4
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
4.
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
Prinsip kepentingan strategis nasional adalah penyelenggara suatu Urusan Pemerintahan ditentukan berdasarkan pertimbangan dalam rangka menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa, menjaga kedaulatan negara, implementasi hubungan luar negeri, pencapaian program strategis nasional dan pertimbangan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Sejalan dengan penerapan otonomi daerah, Pemerintah Pusat juga menerapkan
kebijakan desentralisasi fiskal guna melaksanakan urusan yang telah menjadi kewenangan pada masing-masing tingkatan pemerintahan. Manakala Daerah mempunyai kemampuan keuangan yang kurang mencukupi untuk membiayai Urusan Pemerintahan, maka Pemerintah Pusat dapat menggunakan instrumen transfer lain seperti DAK (Dana Alokasi Khusus) guna membantu daerah sesuai dengan prioritas nasional yang ingin dicapai. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah setiap tahunnya telah mengalokasikan belanja Kementerian/Lembaga, belanja non Kementerian/Lembaga, dan belanja transfer ke daerah guna mempercepat pembangunan daerah. Di tingkat pemerintah daerah, meskipun pola penerimaan daerah masih mengandalkan komponen belanja transfer dari pemerintah pusat, namun berdasarkan data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan pola belanja daerah belum menekankan pada belanja-belanja yang bersifat produktif (e.g. belanja modal) pada periode 2010 – 2013 (lihat Diagram 1).
Diagram 1 : Perkembangan Belanja Daerah 2010 – 2013
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
5
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
Sjofjan Bakar
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan Terlebih lagi, realisasi yang dihasilkan dari belanja tersebut relatif minim. Data Direktorat Jenderal Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri menunjukkan bahwa pada tahun 2012, realisasi keseluruhan belanja daerah hanya mencapai 88,95 %. Kondisi ini mengakibatkan besarnya potensi SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Berjalan) dan SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran TahunSebelumnya) yang terjadi di banyak daerah. Tinjauan yang lebih mendalam dilakukan oleh Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri (2014) juga menemukan inkonsistensi program dan kegiatan antardokumen perencanaan pembangunan daerah. Terkait hal tersebut, 17,07 persen program yang disusun dalam RencanaKerjaPemerintah Daerah (RKPD) tidak berpedoman pada Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan JangkaMenengah Daerah (RPJMD), dan 85,84 persen pagu anggaran yang dialokasikan dalam RKPD tidak direncanakan dalam RPJMD. Bahkan, 14,70 persen program yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang RPJMD tidak dianggarkan dalam Peraturan Daerah tentang AnggaranPendapatanBelanja Daerah (APBD) dan 103,04 persen pagu program yang dianggarkan dalam APBD melampaui pagu baseline yang ditetapkan dalam RPJMD. Besarnya potensi SILPA dan SiLPA, serta inkonsistensi program dan kegiatan antardokumen perencanaan pembangunan daerah berimplikasi pada ketiadaan jaminan
6
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
pelayanan publik yang disediakan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat. Oleh karenanya, Pemerintah Pusat menyusun dan menerapkan SPM sebagaistandar minimal bagipelayanandasar yang wajibditerimaolehmasyarakat.Sejalan dengan penerapan UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, saat ini SPM yang telah dan akan disusun oleh setiap Kementerian/Lembaga merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar yang meliputi: a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan umum dan penataan ruang; d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman; e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan f. sosial. Tulisan
ini akan menguraikan
model penerapan
SPMdalamperencanaan
pembangunan daerah, dengan mengambil studi kasus pengintegrasian SPM Bidang Kesehatan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah. II.
Perencanaan
Pembangunan
dalam
Sistem
Pemerintahan
yang
Terdesentralisasi Proses perencanaan pembangunan di Indonesia secara umum dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-Undang ini menegaskan sistem perencanaan pembangunan nasional sebagai satu kesatuan yang tata cara perencanaan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Proses penyusunan dokumen perencanaan sendiri dilakukan melalui proses teknokratik, politik, partisipatif, bottom-up dan top-down (Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010). Proses teknokratik biasanya dilakukan oleh kalangan birokrasi. Proses ini menggunakan data dan metode ilmiah untuk menentukan kebutuhan masyarakat. Dalam praktiknya akan ada sinkronisasi antara proses politik dan proses teknokratik. Untuk menjaga konsistensinya,
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
7
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
Sjofjan Bakar
kedua proses ini perlu mengacu pada arah pembangunan jangka panjang yang termuat dalam RPJPN dan RPJPD. Pada proses politik, mulanya ahli-ahli teori perencanaan publik menggunakan informasi preferensi (keinginan) semua penduduk sebagai awal dari proses perencanaan pembangunan. Namun kini, karena kurang praktis, maka preferensi penduduk tidak lagi dikumpulkan melalui penelitian, tetapi diganti dengan proses politik. Pemilihan umum dipandang sebagai “market of plan” dimana calon Presiden/Wakil Presiden/Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dan legislatif menawarkan program-program pembangunan yang akan dilaksanakan bila kelak menang. Inilah salah satu bentuk proses politik dalam perencanaan. Sebagai cerminan lebih lanjut dari demokratisasi dan partisipasi sebagai bagian dari good governance, maka proses perencanaan pembangunan juga melalui proses partisipatif. Pemikiran perencanaan partisipatif diawali dari kesadaran bahwa kinerja sebuah prakarsa pembangunan masyarakat sangat ditentukan oleh semua pihak yang terkait dengan prakarsa tersebut. Sejak dikenalkannya model perencanaan partisipatif, istilah “stakeholders” menjadi sangat meluas dan akhirnya dianggap sebagai idiom model ini. Perencanaan partisipatif berangkat dari keyakinan bahwa keberhasilan program-program pembangunan ditentukan oleh komitmen semua stakeholders, dan komitmen ini didapat dari sejauhmana mereka terlibat dalam proses perencanaan program tersebut. Konsep perencanaan partisipatif dalam sistem perencanaan pembangunan nasional diwujudkan melalui musyawarah perencanaan pembangunan.Mekanisme musyawarah ini membahas sebuah rancangan rencana dan dikembangkan bersama semua pelaku pembangunan (stakeholders). Pelaku pembangunan berasal dari semua aparat penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), masyarakat, rohaniwan, dunia usaha, kelompok profesional, organisasi non-pemerintah, dan lain-lain.
8
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
Proses top-down versus bottom-up lebih mencerminkan proses perencanaan di dalam pemerintahan, yaitu dari lembaga/departemen dan daerah ke pemerintah Pusat. Lembaga/departemen/daerah menyusun rencana pembangunan sesuai dengan wewenang dan fungsinya. Proses top-down dan bottom-up ini dilaksanakan dengan tujuan antara lain menyelaraskan program-program untuk menjamin adanya sinergi/konvergensi dari semua kegiatan pemerintah dan masyarakat. Penyelarasan rencana-rencana lembaga pemerintah dilaksanakan melalui musywarah perencanaan yang dilaksanakan baik di tingkat pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota. Pada sistem perencanaan nasional, pertemuan antara perencanaan yang bersifat topdown dan bottom-up diwadahi dalam musyawarah perencanaan. Dimana perencanaan makro yang dirancang pemerintah pusat disempurnakan dengan memperhatikan masukan dari semua stakeholders dan selanjutnya digunakan sebagai pedoman bagi daerah-daerah dan lembaga-lembaga pemerintah menyusun rencana kerja.Proses perencanaan di Indonesia bermuara pada dokumen perencanaan yang secara umum terbagi menjadi 3 jenis dokumen, yakni: 1.
Dokumen perencanaan jangka panjang dengan skala waktu 20 tahun;
2.
Dokumen perencanaan jangka menengah dengan skala waktu 5 tahunan; dan
3.
Dokumen perencanaan jangka pendek dengan skala tahunan. Kebijakan dalam sistem pembangunan saat ini sudah tidak lagi berupa daftar usulan,
tapi sudah berupa rencana kerja yang memperhatikan berbagai tahapan proses mulai dari input seperti modal, tenaga kerja, fasilitas dan lain-lain. Kemudian juga harus memperhatikan proses dan hasil nyata yang akan diperoleh seperti keluaran, hasil dan dampak. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan harus dimulai dengan data dan informasi tentang realitas sosial, ekonomi, budaya dan politik yang terjadi di masyarakat, ketersediaan sumberdaya dan visi/arah pembangunan. Jadi, perencanaan lebih kepada bagaimana menyusun hubungan yang optimal antara input, proses, output, outcomes dan
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
9
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
Sjofjan Bakar
dampak. Dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan yang terdesentralisasi, diperlukan kerjasama dan keterpaduan program (joined-up) antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam merealisasikan program-program pemerintahan. Dalam konteks Joining-up ini, pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada dasarnya harus bergerak selaras untuk mewujudkan tujuan yang sama dan mewujudkan tujuan kenegaraan secara keseluruhan2. Konsep joining up ini di Indonesia terwujud dalam pembagian peran dan pembagian urusan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang secara legal dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini secara tegas memisahkan urusan pemerintahan absolut, konkuren, dan umum3. Hal yang menarik disini adalah terkait urusan pemerintahan konkuren, yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam urusan pemerintahan ini, telah diberikan batasan dan pembagian kewenangan antarlevel pemerintahan; pusat, provinsi dan kabupaten/kota4. Masing-masing level pemerintahan melaksanakan urusan pemerintahan secara terpadu yang tujuan akhirnya untuk mencapai kehidupan
bernegara,pencapaiankesejahteraanmasyarakat,
mewujudkankeadilansosial,
danmembangunmanusia Indonesia seutuhnya sebagaimana dicantumkan dalam konstitusi Indonesia. Pelaksanaan urusan konkuren di daerah dalam model otonomi Indonesia dilakukan untuk peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, lapangan berusaha, meningkatkan dan kualitas pelayanan publik dan daya saing daerah5. Guna mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya tingkat konsistensi yang tinggi dalam program
2
3 4 5
Jessop B, Governance of Complexity and Complexity of Governance: Preliminary Remarks on Some Problems and Limits of Economic Guidance, in Beyond Market and Hierarchy: Interactive Governance and Social Complexity, Eds A Amin, J Hausner (Edward Elgar, Cheltenham, Glos, 1997), pp. 95-128. Lihat UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 9 dan Pasal 10. Lihat UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 11 sampai dengan Pasal 24. Pasal 258 UU 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.
10
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
pembangunan pada setiap level pemerintahan. Konsistensi ini menjamin bahwa setiap level pemerintahan bergerak dalam arah yang sama sesuai tugas dan kewenangannya. Pada titik ini, rencana pembangunan daerah memainkan peranan yang sangatpenting untuk memastikan bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah ditujukan untuk pencapaian tujuan kenegaraan dan selaras dengan kesejahteraanmasyarakatdanpembangunan nasional. Sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, konsistensi dan sinkronisasi antardokumen perencanaan dan antarlevel pemerintahan perlu tetap dijaga. Secara umum, pola ketehubungan antardokumen perencanaan adalah sebagai berikut: Gambar 1 : Sinkronisasi Dokumen Perencanaan Pusat dan Daerah
Sumber : Diolah dari produk legislasi
III.
Model Integrasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan dalam Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah
3.1.
Tahap Persiapan dan Penyusunan SPM
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
11
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
Sjofjan Bakar
Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 344 ayat (1), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah wajib menjamin terselenggaranya pelayanan publik berdasarkan urusan pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah. Oleh karenanya, setiap pemerintah daerah diharuskan membuat maklumat pelayanan publik sebagai prasyarat dasar, sehingga masyarakat di daerah tersebut mengerti jenis pelayanan publik yang disediakan, bagaimana mendapatkan aksesnya, kejelasan dalam prosedur dan biaya untuk memperoleh pelayanan publik tersebut, serta adanya saluran keluhan manakala pelayanan publik yang didapat tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Dengan mempertimbangkan keberadaan berbagai tingkatan pemerintahan di Indonesia, maka pihak yang sangat mendesak membutuhkan SPM adalah pihak pemerintah Kabupaten/Kota. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain: 1.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menempatkan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten/kota. Konsekuensinya, daerah Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk menyusun dan melaksanakan kebijakan daerah menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya;
2.
Apabila dibandingkan dengan posisi Provinsi maupun Pusat, maka posisi Kabupaten/Kota paling dekat dengan masyarakat. Sehingga tuntutan pelayanan publik akan lebih langsung diarahkan pada pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam rangka menyusun SPM, daerah Kabupaten/Kota wajib menyiapkan rencana
pencapaian SPM. Sebagaimana tertuang pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007, Rencana Pencapaian SPM adalah target pencapaian SPM yang dituangkan dalam dokumen perencanaan daerah yang dijabarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah
(RPJMD),
RencanaKerjaPemerintah
RencanaStratgeisSatuanKerjaPerangkat Daerah
12
Daerah
(Renstra-SKPD), dan
(RKPD),
RencanaKerja
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
(Renja)-SKPD untuk digunakan sebagai dasar perhitungan kebutuhan biaya dalam penyelenggaraan pelayanan dasar. Guna mencapai hal tersebut, dibutuhkan beberapa tahapan, antara lain: 1.
Persiapan penerapan SPM. Tahapan persiapan penerapan SPM dimulai dari pembentukan Tim Koordinasi Penerapan SPM, serta penyusunan program kerja tahunan (Annual Work Plan/AWP) dan keseluruhan (Overall Work Plan/OWP) tim kooordinasi tersebut untuk mengetahui stakeholders dan tanggung jawab (role sharing) masing stakeholders yang terlibat. Setelah AWP dan OWP disusun, masingmasing SKPD, dalam hal ini Dinas Kesehatan di Kabupaten/Kota, melaksanakan program kerja;
2.
Identifikasi kewenangan daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah membagi urusan pemerintahan bidang kesehatan dalam beberapa sub-urusan, yang mencakup: a. upaya kesehatan; b. sumberdaya manusia kesehatan; c. ketersediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan minuman; serta d. pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan. Sub-urusan tersebut telah membagi habis kewenangan masing-masing ditingkatan pemerintahan dan Tim Koordinasi yang telah terbentuk diharuskan melakukan pemetaan awal guna mengidentifikasi kewenangan Kabupaten/Kota tersebut;
3.
Penentuan kondisi awal tingkat pencapaian pelayanan dasar. Kondisi awal tersebut dapat dilihat dari kegiatan yang sudah dilakukan oleh daerah sampai saat ini, terkait dengan database dan profil pelayanan yang tertuang dalam SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
4.
Penyusunan target pelayanan dasar yang akan dicapai. Terdapat beberapa langkah dalam menentukan target capaian SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, antara lain: a. Validasi dan verifikasi realisasi dan target capaian kinerja untuk setiap jenis indikator SPM Bidang Kesehatan; b. Melakukan analisa perbandingan status
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
13
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
Sjofjan Bakar
awal dan realisasi capaian kinerja dengan target capaian SPM Bidang Kesehatan secara nasional; c. Mengkaji permasalahan pencapaian kinerja pelayanan; dan d. Melakukan analisaawal kapasitas/kemampuan Dinas Kesehatan di Kabupaten/Kota dimaksud; 5.
Analisa kemampuan, kondisi, potensi, karakteristikdaerah dan komitmen nasional secara komprehensif. Sejatinya, kondisi, potensi, serta karakteristik daerah mengandung pengertian ketersediaan sumberdaya yang dimiliki baik yang telah dieksploitasi maupun yang belum dieksploitasi yang keberadaannya dapat dimanfaatkan untuk menunjang pencapaian SPM. Sementara, kemampuan daerah didefinisikan sebagai kemampuan keuangan daerah, dan seluruh komponen di dalamnya seperti PAD dan dana perimbangan, yang dapat digunakan dalam membiayai pencapaian SPM. Sedangkan komitmen nasional mengacu pada komitmen pendanaan dan SDM guna mendukung target SPM yang ingin dicapai, serta batas waktu pencapaian SPM Bidang Kesehatan secara nasional yang telah ditetapkan
oleh
Kementerian/Lembaga
dengan
memperhatikan
analisis
kemampuan, kondisi, potensi, dan karakteristik daerah; Analisis kemampuan, kondisi, potensi, dan karakteristik daerah disusun menggunakan teknik SWOT berdasarkan data, statistik dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan baik yang bersifat khusus maupun umum. Pengertian khusus dalam hal ini adalah data, statistik dan informasi yang secara langsung terkait dengan penerapan SPM Bidang Kesehatan. Misalkan: data teknis, sarana dan prasarana fisik, personil, alokasi anggaran untuk pelaksanaan SPM dimaksud. Sedangkan pengertian umum dalam hal ini adalah data, statistik dan informasi yang secara tidak langsung terkait dengan penerapan SPM Bidang Kesehatan namun keberadaannya menunjang pelaksanaan SPM secara keseluruhan.
14
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
Misalnya, kondisi geografis, demografis, pendapatan, sarana prasarana umum, dan sosial; 6.
Penyusunan skala prioritas program dan kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan pencapaian dan penerapan SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
7.
Perhitungan pembiayaan atas target pencapaian SPM Bidang Kesehatan sesuai perhitungan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan kemampuan keuangan daerah;serta penyusunan analisa standar belanja kegiatan berkaitan dengan SPM dan satuan harga kegiatan;
8.
Penyusunan rencana aksi penerapan pencapaian SPM.
3.2.
Tahap Pengintegrasian SPM Pada prinsipnya, pemerintah daerah menyusun rencana pencapaian SPM bidang
yang dituangkan dalam RPJMD dan dijabarkan dalam target tahunan pencapaian SPM bidang di RKPD. RPJMD yang memuat rencana pencapaian SPM bidang akan menjadi pedoman dalam penyusunan Renstra SKPD, yang nantinya dijabarkan setiap tahunnya ke dalam Renja SKPD (lihat Gambar 2).
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
15
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
Sjofjan Bakar
Gambar 2: Kedudukan Rencana Pencapaian SPM Dalam Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah
Adapun mekanisme integrasi SPM dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah digambarkan dalam Gambar 3.
16
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
Gambar 3 : Integrasi Rencana Pencapaian SPM Bidang Kesehatan Dalam Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah
Pada poin pertama, rencana kerja pencapaian SPM bidang kesehatan yang disusun oleh Tim Koordinasi masuk dalam rencana kerja penyusunan RPJMD. Pada poin kedua dan ketiga, Tim Koordinasi yang telah terbentuk melakukan pemetaan awal guna mengidentifikasi kewenangan Kabupaten/Kota terkait urusan dan sub-urusan Kesehatan.
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
17
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
Sjofjan Bakar
Selanjutnya, Tim melakukan perumusan kondisi awal tingkat pencapaian pelayanan dasar dengan menggunakan database dan profil pelayanan dasar bidang kesehatan. Database dan profil inilah yang menjadi bagian dari analisis gambaran umum kondisi daerah pada Bab II RPJMD (lihat Tabel 1).
Tabel 1 : Hasil Analisis Gambaran Umum Kondisi Daerah Terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Kesehatan di Kabupaten / Kota No
Aspek/Fokus/Bidang Urusan/Indikator Kinerja
Capaian Kinerja (n-5)
(n-4)
(n-3)
Standar (n-2)
Intepretasi Blm tercapai (<)
(n-1)
Pembangunan Daerah
Sesuai (=) Melampaui (>)
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Kesejahteraan Sosial Kesehatan Angka
Kelangsungan
Hidup Bayi Angka Usia Harapan
Diisi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Standar bersangkutan
SPM Nas
Hidup Persentase Balita Gizi Buruk
Analisis gambaran umum kondisi daerah kemudian menghasilkan perumusan permasalahan pembangunan, yang nantinya akan menjadi Analisa Isu-Isu Strategis pada Bab IV RPJMD. Telaah isu-isu strategis diformulasikan oleh stakeholders dalam menyusun Visi,
18
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
Misi, Tujuan, dan Sasaran pada Bab V RPJMD, hingga perumusan Strategi dan Kebijakan pada Bab VI RPJMD dengan mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai serta sasaran yang ingin dihasilkan. Sementara itu, pada poin 4, 5, 6, dan 7, program dan kegiatan prioritas SPM bidang kesehatan, indikator program dan kegiatan bidang kesehatan, serta kebutuhan pendanaan program dan kegiatan bidang kesehatan selama 5 (lima) tahun tertuang dalam Bab VII dan Bab VIII RPJMD (lihat Tabel 2).
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
19
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
Sjofjan Bakar
Tabel 2 : Indikasi Rencana Program Prioritas yang Disertai dengan Kebutuhan Pendanaan di Kabupaten/Kota
20
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
IV.
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
PENUTUP Era pemerintahan Joko Widodo â&#x20AC;&#x201C; Jusuf Kalla memberikan berbagai macam
perubahan positif dari aspek reformasi birokrasi. Meskipun Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri mengalami perubahan struktur, organisasi, dan tata kerja yang cukup signifikan, momentum keselarasan dan keserasian pembangunan daerah harus terus dimantapkan, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menimbulkan kesenjangan yang lebih lebar, bahkan sebaliknya dapat terus mendorong kesejahteraan yang lebih berkeadilan. Untuk mencapai hal tersebut, sinergi kebijakan dan strategi yang diterapkan, khususnya pada aspek perencanaan,oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus dilakukan secara lebih terukur dan terarah, karena pembangunan nasional merupakan upaya dan pencapaian pembangunan terpadu yang dilakukan bersama dengan daerah. Pemerintah Pusat dan Daerah juga perlu berpijak pada kerangka pikir yang sama, yaitu: (i) Stabilitas (stability) yang mencakup stabilitas ekonomi, sosial, dan politik; yang perlu di jaga di setiap daerah agar upaya-upaya pembangunan yang dilakukan dapat berjalan secara efektif dan tanpa gangguan; (ii) Pemerataan yang Berkeadilan (equity) yang memastikan keikutsertaan seluruh masyarakat untuk berperan dan ikut serta dalam pembangunan dan menikmati hasil pembangunan (inclusiveness). Kedua langkah tersebut berjalan secara simultan dengan penataan dan pelaksanaan urusan, baik urusan yang telah menjadi kewenangan daerah, maupun urusan yang mutlak menjadi kewenangan pemerintah pusat.
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
21
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
Sjofjan Bakar
DAFTAR PUSTAKA Bird, R. M. and Vaillancourt, F. (1998). Fiscal Decentralization in Developing Countries. Cambridge: Cambridge University Press. Jessop B, Governance of Complexity and Complexity of Governance: Preliminary Remarks on Some Problems and Limits of Economic Guidance, in Beyond Market and Hierarchy: Interactive Governance and Social Complexity, Eds A Amin, J Hausner (Edward Elgar, Cheltenham, Glos, 1997), pp. 95-128. Undang â&#x20AC;&#x201C; Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah. Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
22
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel Didi Ahmadi Tenaga Ahli Ekonomi Pembangunan pada Direktorat Pengembangan Wilayah, Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri
Abstrak Evolusi sektor publik di penjuru dunia mengarah pada perwujudan model pemerintahan yang lebih fleksibel, inovatif, dan memiliki sense kewirausahaan. Desentralisasi menjadi isu sentral dalam rangka mewujudkan gerakan besar tersebut. Secara teoretis ia terbagi ke dalam tiga aspek: politik, administratif, dan fiskal. Di beberapa negara maju, macam negara-negara OECD, desentralisasi berhasil menghadirkan layanan publik yang lebih efektif dan efisien. Negara-negara berkembang, sebagaimana kasus yang terjadi di Indonesia, cenderung mengimplementasikan desentralisasi hanya pada dua aspek pertama, sementara tetap menyerahkan urusan fiskal pada pemerintah pusat. Kesimpulan yang dapat ditarik dari satu setengah dekade perjalanan desentralisasi di Indonesia adalah bahwa benar ia telah melahirkan beberapa daerah yang terbilang sukses mewujudkan pemerintahan secara efektif dan efisien. Namun, kebanyakan daerah lain justru masih berkutat dengan masalah. Oleh karena itu desentralisasi Indonesia butuh terus direformasi. Tulisan ini akan mengulas teori desentralisasi dan melihat perkembangan implementasinya di Indonesia, untuk kemudian mengajukan beberapa rekomendasi atas masalah yang dihadapai pemerintahan daerah. Kata Kunci: desentralisasi/otonomi daerah, desentralisasi politik, desentralisasi administratif, desentralisasi fiskal, pembangunan daerah, pemerintah daerah. Abstract Public sector evolution around the world tries to realize the more flexible, innovative, and entrepreneurial model of government. Decentralization policy lies in the core of this massive movement. Theoretically, decentralization consists of three main aspects: political, administrative and fiscal. In some advanced countries, like those from OECD countries, decentralization succeeds to deliver more effective and efficient public services. Developing countries, as is the case in Indonesia, tend to
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
Didi Ahmadi
implement decentralization only in the first two aspects, while retaining fiscal matters to the central government. The conclusion that can be drawn from one and a half decade of decentralization in Indonesia is that it is true that it has spawned several areas, which to some extent succeeded to realize local government effectively and efficiently. However, most regions are still struggling with many problems. Therefore, Indonesian decentralization needs further reforms. This paper will review the decentralization theory and look at its implementation in Indonesia, then try to propose some recommendations on the problems faced by local government. Key Words: decentralization/local autonomy, political decentralization, administrative decentralization, fiscal decentralization, local development, local government.
Pendahuluan Keinginan untuk mewujudkan pemerintahan yang fleksibel, inovatif, dan memiliki sense kewirausahaan yang tinggi telah menjadi gerakan besar dalam konteks evolusi sektor publik di seluruh dunia. Desentralisasi kewenangan pemerintah menjadi tema sekaligus tuntutan utama dari strategi ini, selain juga penyederhanaan hirarki birokrasi, perhatian lebih pada aspek kualitas, dan pengutamaan prinsip ramah pelanggan (costumer friendly) pada berbagai layanan pemerintahan (Osborne dan Gaebler 1992: 12; Pollit 2002: 276). Dalam tulisan ini, desentralisasi atau otonomi daerah dimaknai sebagai penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah atau lembaga teknis di daerah untuk mengelola dan mengatur fungsi-fungsi publik (Bank Dunia, dikutip dalam tulisan Green 2005: 1; Bardhan 2002: 186). Sebagai tuntutan sekaligus konsekuensi dari gerakan Reformasi 1998, pemerintah Indonesia memulai proyek besar desentralisasi sejak tahun 1999. Setelah secara formal diimplementasikan pada tahun 2001, tak bisa dimungkiri bahwa desentralisasi tampak berhasil mengubah postur besar pemerintahan dan mewujudkan beberapa kemajuan. Sebutlah misalnya pembagian kewenangan pemerintahan dan perubahan sistem politik ke arah yang semakin terbuka. Namun demikian, desentralisasi juga masih menyisakan banyak
24
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
masalah. Ganjalan itu terbentang mulai dari problem klasik birokrasi yang belum efektif, perilaku koruptif yang dilakukan pemerintah (pusat dan daerah), sampai dengan lambannya respon pemerintah menyikapi buruknya fasilitas dan layanan yang diberikan kepada masyarakat. Untuk itu, desentralisasi butuh terus direformasi. Tulisan ini akan memberikan gambaran umum tentang desentralisasi secara teoretis dan praktiknya di beberapa negara. Ia kemudian mengulas perjalanan desentralisasi di Indonesia secara umum dalam 1,5 dekade terakhir, dan kemudian coba memberikan rekomendasi agar desentralisasi Indonesia berjalan secara lebih efektif, responsif, dan akuntabel. Rekomendasi tulisan ini terutama akan mengambil fokus pada soal perbaikan struktur dan koordinasi manajemen publik, reformulasi sistem politik di daerah, penegakan hukum, dan pemberdayaan masyarakat sipil. Desentralisasi dan Pembangunan Secara konseptual desentralisasi dibagi menjadi tiga elemen, yaitu politik, administratif, dan fiskal (Schneider 2003: 33; Green 2005: 2). Schneider, dalam tulisannya yang berjudul Decentralization: Conceptualization and Measurement, merujuk desentralisasi politik pada seberapa besar pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada pemerintahan di level bawahnya untuk melaksanakan fungsi-fungsi politik dari pemerintahan. Ia mengacu pada teori political science terutama tentang mobilisasi, partisipasi, representasi, dan agregasi kepentingan. Dalam teori tersebut, sistem yang terdesentralisasi secara politik terjadi dimana aktor dan isu-isu politik lebih menggema di tingkat lokal dan setidaknya sebagiannya bebas dari pengaruh pusat (Fox dan Aranda 1996, dikutip Schneider 2003: 39). Sementara desentralisasi administratif merujuk pada seberapa besar kewenangan yang dimiliki oleh selain pemerintah pusat (pemerintahan di level provinsi, kabupaten/kota). Desentralisasi administratif mengacu pada teori administrasi publik. Fokusnya adalah pada sejauh mana bisa menciptakan birokrasi yang modern, birokrasi yang
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
25
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
Didi Ahmadi
efisien, efektif dan rasional merujuk pada teori Max Weber (Schneider 2003: 37). Untuk hal itu, teori desentralisasi administratif menggunakan istilah deconcentration, delegation, dan devolution dalam konteks distribusi kewenangan pemerintahan (Rondinelli 1990). Singkatnya, otonomi yang dimiliki pemerintah daerah pada dekonsentrasi hanyalah sedikit (berbeda tipis dari sistem yang sentralistik), sementara itu sedikit lebih banyak pada delegasi, dan pada devolusi derajat otonominya paling besar. Yang membedakan ketiganya adalah pada model kontrol pemerintah pusat. Kalau pada dekonsentrasi pusat masih melakukan kontrol lewat saluran birokrasi di tingkat lokal, pada delegasi pusat hanya memiliki kontrol secara kontraktual, maka pada devolusi daerah terbebas dari dua model kontrol tersebut (Schneider 2003: 38). Sedangkan desentralisasi fiskal merujuk pada seberapa besar pemerintah pusat membagi urusan fiskal kepada pemerintahan di level bawahnya. Konsep ini mengacu pada teori fiscal federalism yang mengedepankan prinsip maksimalisasi kesejahteraan. Prinsip yang menurut Schneider (2003: 36) tergambar dari gabungan antara stabilitas ekonomi, efektivitas alokasi, dan pemerataan distribusi. Yang paling penting diperhatikan di sini adalah sampai sejauh mana setiap tingkatan pemerintahan memiliki impact dari fiskal. Jadi, kalau terdapat sumberdaya di sebuah daerah dan dikalkulasi akan jauh lebih maksimal dan menguntungkan jika dikelola oleh daerah, maka pemerintah pusat harus melepaskan kewenangan pengelolaan sumber ini pada daerah. Demikian juga sebaliknya. Namun, teori ini tak lepas dari kritik. Pranab Bardhan (2002), misalnya, mengkritik asumsi umum teori ini yang terlalu Amerika-sentris, dan karenanya bisa jadi tidak cocok untuk diterapkan di negara berkembang yang karakter ekonomi, model birokrasi, dan lain-lainnya sangat berbeda. Konsepsi teoretis desentralisasi menyiratkan pesan bahwa sejatinya desentralisasi adalah sebuah sistem di mana pusat hanya memainkan sedikit saja peran pada beberapa atau sebagian besar elemen utamanya. Konsep ini mulai membius perhatian dunia baik negara
26
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
maju maupun berkembang pada era 1980-an. Namun demikian, ia tidak lantas dilaksanakan secara membabi buta karena beberapa pakar menemukan bahwa desentralisasi tidak selalu sinonim dengan nilai-nilai positif. Bersamanya juga selalu melekat impact yang negatif (Green 2005; Schneider 2003; Adam, Dellis dan Kammas 2014). Negara-negara maju yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menerapkan tiga elemen utama desentralisasi, namun hingga kini masih terus mereformulasi pola distribusi pusat dan daerah. Dalam konteks itu, para peneliti menemukan bahwa praktik desentralisasi mereka yang sampai masuk ke wilayah fiskal telah memperlihatkan hasil yang memuaskan. Penelitian Adam, Dellis dan Kammas (2014), misalnya, mengkonfirmasi bahwa tingginya desentralisasi fiskal di negara-negara OECD berkorelasi positif dengan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, terutama sebagaimana terlihat dalam hal penyelenggaraan pendidikan dan layanan kesehatan. Meski begitu, jika desentralisasi fiskal dibuka lebih luas lagi dari standar yang diterapkan negaranegara OECD sekarang ia justru bisa berimbas negatif. Pada titik itu, pelayanan publik malah bisa jadi tidak efisien (Adam, Dellis dan Kammas 2014: 44). Bagaimana dengan negara-negara berkembang? Di negara-negara berkembang, sejak era 1980-an, desentralisasi dianggap sebagai resep mujarab untuk mengatasi problem akut kemandegan ekonomi dan tidak efisiennya pemerintah pusat yang sentralistik (Schneider 2003: 33-34). Setali tiga uang dengan keyakinan internal masing-masing negara, organisasi multilateral juga kemudian selalu menyertakan desentralisasi pada banyak programnya di negara berkembang. Hal ini tidak aneh karena secara umum prasyarat keberhasilan pelaksanaan desentralisasi belum sepenuhnya dimiliki oleh kelompok negara ini. Lantas apa itu prasayarat keberhasilan desentralisasi? World Bank, sebagaimana dijelaskan Green (2005: 2), setidaknya mengidentifikasi lima hal yaitu (1) memastikan bahwa sumberdaya keuangan daerah sesuai atau minimal cukup untuk membiayai kapasitas pemerintah daerah dalam memberikan layanan publik; (2) masyarakat daerah harus
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
27
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
Didi Ahmadi
mengetahui ongkos real dari layanan publik; (3) masyarakat juga harus bisa menyatakan keinginan mereka dengan cara yang baik dan membangun; (4) harus ada transparansi dan akuntabilitas dari setiap kegiatan pemerintah daerah; dan (5) sistem hukum harus sesuai dengan tujuan utama sistem politik negara. Namun, kemunculan desentralisasi di negara-negara berkembang biasanya didahului oleh perubahan politik dan sosial-ekonomi atau bisa juga karena tekanan publik (Kudo 2004: 153), bukan murni kesadaran pemerintah untuk mendistribusikan wewenang sebagai upaya untuk menyejahterakan rakyat. Sudah begitu, sebagaimana disimpulkan oleh Polidano dan Hulme (1999: 125-126), desentralisasi di negara berkembang ini lebih didominasi oleh praktik devolusi otoritas politik, sementara sedikit saja perhatian yang dicurahkan pada desentralisasi manajemen. Implikasinya, praktik desentralisasi di negaranegara ini lebih terkonsentrasi pada pembagian wewenang politik, ketimbang bagaimana segera mengoptimalkan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan layanan publik yang menyejahterakan rakyatnya. Hal lain yang menyebabkan buah desentralisasi belum segera bisa dipetik di negara berkembang adalah fakta bahwa kapasitas personil pemerintah daerah mereka masih sangat kurang (Polidano dan Hulme 1999: 126). Belum lagi adanya hambatan yang datang dari kelompok elit dan kelompok kepentingan lokal. Kasus di negara-negara berkembang, misalnya, memperlihatkan bahwa tidak sedikit dari kelompok elit dan kepentingan yang memanfaatkan desentralisasi hanya untuk memenuhi kepentingan pribadi dan kelompoknya (Minogue 1998: 20; Caiden dan Sundaram 2004: 379). Maka alih-alih memproduksi layanan publik yang efektif dan efisien, desentralisasi di negara berkembang tak jarang hanya mempertontonkan adu kekuatan massa karena ketakpuasan hasil pemilihan kepala daerah dan kemudian menjadikan pemerintahan daerah sebagai lahan subur praktik korupsi. Satu Setengah Dekade Desentralisasi Indonesia
28
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
Di Indonesia, desentralisasi dilahirkan secara berdarah-darah. Reformasi 1998 memakan korban mahasiswa dan rakyat jelata serta memorak-porandakan beberapa kota. Hasilnya, desentralisasi yang dinamai otonomi daerah itu kemudian melahirkan sistem politik dan pemerintahan Indonesia yang lebih demokratis dan terbuka. Pada saat yang sama kebebasan sipil sebagaimana terlihat pada makin bebasnya pers dan partisipasi warga juga makin tergaransi (Green 2005: 4). Desentralisasi, yang idenya disetujui oleh semua golongan dan ideologi dari yang paling kanan sampai ke yang paling kiri (Bardhan 2002: 185-186), di negeri ini juga diyakini menjadi solusi untuk menciptakan pemerintahan daerah yang lebih mumpuni baik dari sisi kebijakan politik dan administratif, maupun kekuatan keuangan daerah. Ia pada saat yang sama akan mendorong keterlibatan lebih luas masyarakat dalam pembangunan daerah dan menumbuhkan iklim evaluasi publik yang lebih kondusif. Dengan begitu, idealnya pemerintah daerah akan dapat menghadirkan layanan publik yang lebih cepat dan mudah, sanggup mengatrol pembangunan daerah karena dukungan kapasitas keuangan yang mumpuni, dan iklim pemerintahan menjadi lebih sehat karena semakin besarnya partisipasi masyarakat dan organisasi non-pemerintah dalam menyumbangkan gagasan maupun memberikan evaluasi pada performa pemerintahan daerahnya. Namun, tidak sebagaimana potret negara-negara OECD, dalam bingkai desentralisasi
berbalut
negara
kesatuan,
Undang-Undang
di
Indonesia
hanya
mengakomodasi dua komponen pertama dalam konsep desentralisasi (politik dan administasi), sementara tetap mempertahankan kebijakan fiskal sebagai bagian dari otoritas pemerintah pusat (Green 2005: 4, 9). Undang Undang (UU) tentang Pemerintahan Daerah yang secara berkala direvisi mulai dari UU No. 22/1999, kemudian UU No. 32/2004, dan terakhir UU No. 23/2014 menempatkan urusan pemerintahan absolut seperti politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama sebagai domain pemerintah pusat. Dari situ, aspek pembagian administrasi terlihat sudah tidak
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
29
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
Didi Ahmadi
menjadi masalah. Distribusi kewenangan politik, selain urusan politik luar negeri, juga sepertinya sudah lebih selaras dengan konsep desentralisasi. Tetapi soal fiskal, desentralisasi di Indonesia tampak masih menjalankannya dengan setengah hati, untuk tidak mengatakan sama sekali tidak mengakomodasi. Di atas segalanya, kebijakan otonomi daerah yang sudah diinisiasi sejak 1999 dan kemudian diimplementasikan pada 2001 jelas telah mengubah Indonesia secara umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan atau distribusi kewenangan kini sudah semakin jelas dan tidak lagi terpusat. Untuk hal itu UU Pemerintahan Daerah menggunakan istilah desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan (UU No. 23/2014). Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom. Sementara dekonsentrasi hanya pelimpahan sebagian urusan pemerintahan pusat kepada kepala daerah dan instansi vertikal di wilayah tertentu. Sedangkan tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan pusat atau dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota. Postur pemerintahan daerah mengalami perubahan signifikan setelah tahun 1999. Jumlah daerah otonom provinsi, kabupaten/kota meningkat tajam. Sampai dengan 2014 saja, menurut data Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri) 8 provinsi, 181 kabupaten, dan 34 kotamadya baru telah terbentuk. Artinya, kini Indonesia memiliki 34 provinsi, 416 kabupaten, dan 98 kota. Tahun 2015 dan ke depannya, parlemen Indonesia masih dan akan terus menggodok rancangan undang-undang untuk usulan puluhan bahkan ratusan pemekaran daerah baru. Selain menghasilkan penambahan daerah dan mempertegas pembagian urusan pemerintahan, 1,5 dekade praktik desentralisasi juga telah melahirkan beberapa daerah percontohan dimana pemerintahannya sudah berjalan relatif lebih efektif, responsif dan akuntabel. Beberapa daerah tersebut misalnya Kabupaten Sragen di Jawa Tengah dan
30
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
Kabupaten Jembrana di Bali. Kabupaten Sragen telah berhasil membangun beberapa unit pemerintahan menjadi sumber pendapatan daerah, memberikan pelatihan kejuruan bagi warga, dan melaksanakan beberapa urusan dan manajemen pemerintahan secara elektronik dengan lebih mengaktifkan peran serta pemerintah di tingkat terendah. Sementara Jembrana telah berhasil merestrukturisasi unit pemerintahan dan manajemen birokrasi secara umum, memberikan block grand dalam jumlah signifikan kepada sekolah negeri maupun swasta, dan telah memfungsikan perizinan satu atap untuk layanan pemerintahan (Prasojo 2008: 9-13). Ini adalah contoh nyata kemajuan daerah yang sanggup mengambil dampak positif desentralisasi. Sebuah capaian spesial yang pada rezim sentralistik sebelumnya bahkan sama sekali tak terbayangkan. Namun begitu, desentralisasi Indonesia tidak sama dengan desentralisasi di negara federal. UUD 1945, misalnya, membatasi bahwa hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah otonom adalah bersifat dependent-subordinate, bukan independent-coordinative seperti di negara federal. Di sini pemerintah pusat tidak sepenuhnya melepaskan otonomi kepada pemerintah daerah. Maka, dalam kasus pembuatan peraturan daerah (Perda) contohnya, pemerintah daerah tidak bisa begitu saja membuat dan menetapkan peraturan. Selain tentu tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan kesusilaan, ia juga tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (Permendagri No. 1/2014). Jika Perda melanggar hal tersebut, ia bisa dibatalkan. PR Desentralisasi Di luar batasan kewenangan pengelolaan urusan pemerintah daerah yang ditentukan undang-undang, desentralisasi Indonesia jelas belum sepenuhnya terbebas dari masalah. Beberapa kendala yang hingga saat ini menghambat laju perkembangan desentralisasi dapat disebutkan misalnya pada kenyataan akan masih tingginya tingkat korupsi yang dilakukan oleh pemerintah di era otonomi daerah. Dalam tiga tahun terakhir (2012-2014) Indonesia hanya memperoleh skor 32 - 34 dari total 100 dalam indeks persepsi korupsi yang dibuat
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
31
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
Didi Ahmadi
oleh Transparency International (Transparency International 2014). Skor tersebut menempatkan Indonesia di peringkat ke-107 dari 175 negara. Artinya, Indonesia masih berada di zona merah korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat begitu banyaknya korupsi yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Dari 2004 sampai dengan 2014, sebanyak 36,5 persen tindak pidana korupsi (TPK) dilakukan oleh pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Sementara TPK terbesar melibatkan unsur kementerian/lembaga yang berjumlah tak kurang dari 44,5 persen (KPK 2014). Dari data tersebut, desentralisasi jelas belum dapat meminimalisasi apalagi memberantas penyakit akut korupsi. Kalau begitu, apa yang masih menjadi pekerjaan rumah desentralisasi? Green (2005: 7) mengidentifikasi faktor utama yang menyebabkan tingginya tingkat korupsi elit lokal pada proses administrasi dan kurangnya pengawasan eksternal atas kegiatan dan pembelanjaan pemerintah daerah. Rasionalisasinya adalah karena otoritas mereka di era desentralisasi semakin meningkat, elit dan pejabat lokal sekarang menggunakan wewenang itu untuk meminta hadiah atau suap dalam hal, misalnya, pemrosesan administrasi dan perijinan bisnis. Si pelaku usaha, pada titik lain, hampir tidak punya pilihan kecuali membayar urusan yang tidak transparan demi memperlancar proses perijinan. Sementara itu, pengawasan masyarakat sipil juga masih lemah. Kombinasi sempurna inilah yang kemudian menjadikan persoalan perizinan sebagai ruang yang menghubungkan suap dengan praktik korupsi (Kuncoro, 2004). Masalah lain yang dapat diidentifikasi adalah problem klasik berupa masih ditemukannya alur birokrasi berbelit yang jauh dari prinsip efektivitas dan lambannya respon pemerintah daerah atas keluhan masyarakat. Hal tersebut, pada gilirannya, berujung pada ketidakpuasan masyarakat atas pelayanan publik yang diberikan pemerintah. Di sini, masalah realnya adalah kekurangan sumberdaya manusia di level pemerintahan daerah, kultur kolot birokrasi yang masih emoh mengedepankan prinsip costumer friendly, dan kurang berfungsinya sistem informasi pemerintah daerah. Pada faktor yang disebutkan
32
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
terakhir, misalnya, sesungguhnya kini hampir tidak ada lagi pemerintahan di Indonesia baik pada level pusat maupun daerah yang tidak memiliki situs web dan layanan elektronik. Sayangnya, tidak semua fasilitas itu dapat diakses secara terbuka oleh publik (Kudo 2004, hal. 167). Sehingga, arus informasi pemerintah-masyarakat dan sebaliknya menjadi terputus. Dengan kondisi seperti itu, maka sepertinya benar belaka jika Pepinsky dan Wihardja (2011) menyimpulkan bahwa desentralisasi Indonesia tidak memberikan efek positif dan kausal pada performa ekonomi secara nasional. Di tingkat lokal, pemerintah daerah yang semakin memiliki kebebasan untuk bersaing memanfaatkan sumberdaya produktif terhambat karena heterogenitas yang sangat luas antardaerah. Sementara kewajiban pemerintah daerah agar akuntabel terhadap masyarakatnya sendiri kerap menguap menjadi semata ilusi karena, terutama di daerah-daerah yang secara sosioekonomi tertinggal, masyarakatnya tidak memiliki mekanisme punishment yang jelas dan ketat atas kegagalan pemerintah dalam mengembangkan kebijakan yang pro-kesejahteraan (Pepinsky dan Wihardja 2011: 352). Meramu Pemerintah Daerah Melihat masih berkelindannya permasalahan yang membebat proses desentralisasi, konsepnya di Indonesia jelas memerlukan reformasi lebih lanjut. Karena desentralisasi menjadikan pemerintah daerah sebagai pemeran utama, maka peran, fungsi dan posisi mereka perlu direvitalisasi. Revitalisasi perlu dilakukan di berbagai aspek agar pemerintah daerah dapat lebih efektif, responsif dan akuntabel dalam menjalankan tugas melayani masyarakat. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah pertama, merestrukturisasi praktik manajemen publik. Hal ini, misalnya, bisa dijalankan dengan menyederhanakan prosedur pelayanan publik, mendefinisikan ulang posisi pegawai negeri menjadi lebih menyerupai
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
33
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
Didi Ahmadi
sistem pasar, dan memfokuskan kebijakan pemerintah pada fasilitas dan layanan yang lebih dirasakan publik secara langsung (Caiden dan Sundaram 2004: 380). Penyederhanaan prosedur layanan publik akan dapat memangkas waktu dan biaya dalam memroses urusan administratif. Ini penting mengingat compliance costs dalam hal waktu pemrosesan dianggap sebagai beban yang justru lebih berat daripada monetary costs (Lewis, 2006). Sementara pengadopsian prinsip pasar pada layanan kemasyarakatan akan membuat pemerintah daerah menjadi lebih responsif. Menempatkan masyarakat sebagai pelanggan seperti dalam pasar akan membuat pemerintah tertantang untuk terus melakukan inovasi dalam rangka memenuhi demand masyarakat. Dengan begitu, selain akan dapat menjamin pemenuhan permintaan masyarakat, pemerintah juga mestinya akan semakin mempermudah sekaligus mempermurah ongkos urusan publik. Namun, seperti yang terjadi di India (Caiden dan Sundaram 2004: 380), mengimplementasikan langkah tersebut tampaknya bukanlah urusan yang mudah. Di samping mensyaratkan political will pemerintah, ia membutuhkan kontrol yang lebih luas dan kuat baik dari internal pemerintah maupun dari masyarakat sipil untuk memastikan akuntabilitas, efisiensi dan kualitas layanannya. Kedua, meningkatkan aksesibilitas informasi pemerintah. Pengelolaan sungguhsungguh atas informasi pemerintah secara elektronik bisa menjadi cara efektif dalam konteks ini (Kudo 2004; Caiden dan Sundaram 2004: 379). Pengalaman Italia dalam mereformasi manajemen publik akan sangat baik diterapkan di Indonesia. E-government yang dibangun oleh Italia, misalnya, tidak hanya mencakup penyediaan informasi pemerintah melalui website, tetapi juga deklarasi secara online dan e-payment (Kudo 2004: 156-158). Mereka menerapkan sistem itu pada sektor perpajakan dan semua pengadaan yang dilakukan pemerintah. Pada gilirannya, hal tersebut mendukung upaya pemerintah Italia dalam usaha merasionalisasi keuangan, menjamin akuntabilitas pemerintah, menurunkan tingkat korupsi, dan memperkuat suasana politik yang demokratis. Sekarang, yang dibutuhkan oleh
34
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
Indonesia, di luar permasalahan teknologi, adalah dukungan serius terutama terkait prosedur administrasi, sistem dan kemauan pemerintah, juga pengawasan dari masyarakat (Caiden dan Sundaram 2004: 379; Kudo 2004: 157). Ketiga, meningkatkan sumber daya manusia (SDM) pemerintahan daerah. Tak bisa dimungkiri bahwa kapasitas aparatur pemerintahan daerah masih menjadi pekerjaan rumah yang berat dalam rangka menjalankan roda otonomi daerah menjadi lebih efektif dan efisien. Yang butuh terus diperbaiki di sini adalah pola rekrutmen pegawai negeri di daerah. Hal ini penting karena merekrut orang yang benar dan tepat lewat prosedur yang obyektif menjadi fondasi bagi penyelenggaraan pemerintahan yang efektif (CGD 2008: 66). Hal lain yang mesti terus dilakukan adalah upgrading kapasitas aparatur pemerintah lewat pendidikan dan pelatihan terutama di bidang administrasi dan teknologi (Polidano dan Hulme 1999; Kudo 2004). Peningkatan kapasitas ini sangat vital karena, sebagaimana diingatkan Caiden dan Sundaram (2004: 380), pegawai negeri yang tidak terampil akan cenderung bergantung pada instruksi pimpinan sehingga mudah dimanfaatkan oleh mereka yang berwatak oportunis untuk melegitimasi sikap dan tindak korupnya. Pada titik itu, hambatan besarnya terletak pada minimnya dukungan dan kapasitas keuangan daerah (Green 2005: 8). Tak sedikit daerah di Indonesia yang sejatinya cukup kaya tetapi kurang memperhatikan capacity upgrading aparaturnya, sementara daerah-daerah yang terbilang miskin, untuk memenuhi kebutuhan wajibnya saja kadang masih tidak sanggup, apalagi untuk memberikan dukungan keuangan bagi peningkatan kapasitas pegawainya. Dalam konteks ini, Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan kepada seluruh pemerintah daerah tampak belum mampu membantu menghasilkan pemerintahan yang efektif. Sementara itu Dana Alokasi Khusus (DAK) hanya menyasar pada pemenuhan urusan pemerintahan secara fisik. Maka model alternatif subsidi silang antara daerah yang memiliki fiskal mumpuni dengan daerah miskin perlu terus direformulasi sehingga pemerataan tidak
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
35
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
Didi Ahmadi
semata menjadi kegiatan rutin bancakan anggaran, tetapi lebih berdaya guna bagi pembangunan daerah. Keempat, mengintensifkan koordinasi antarlevel dan sektor pemerintahan. Hal ini penting dilakukan untuk menjadikan kegiatan pemerintah semakin fokus dengan cakupan yang lebih jelas. Koordinasi yang intens, menurut Green (2005: 8), akan dapat menurunkan anggaran pemerintah, menjadikan layanan publik semakin efisien, dan pada saat yang sama bisa mencegah maraknya korupsi. Dengan komunikasi dan koordinasi yang intens, lembagalembaga pemerintah akan dapat memetakan permasalahan prioritas sekaligus dapat saling melengkapi kegiatan antarlembaga pemerintahan, bukan hanya asal menyerap anggaran. Dengan begitu tidak akan ada lagi kasus di mana program dengan tujuan yang sama dijalankan oleh beberapa departemen. Kalaupun tetap terjadi persinggungan, maka lewat koordinasi, anggaran pemerintah akan dengan mudah dipecah pada level cakupan atau konsentrasinya. Kelima, melakukan penataan ulang politik lokal dan penguatan penegakan hukum. Hal ini terutama dilakukan sebagai respon atas maraknya tindak korupsi yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Sudah mafhum bahwa korupsi dapat membunuh semua jenis reformasi dan membuat desentralisasi menggali lubang kuburnya sendiri (Caiden dan Sundaram 2004, hal. 382). Desentralisasi menjadi hilang efektivitasnya dan pembangunan daerah menjadi terhambat karena kanal anggaran disulap sementara alokasi disunat oleh okunum pemerintah yang hanya memprioritaskan kepentingan sesaat. Di era otonomi daerah di mana pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung, potensi korupsi sudah bisa dibaca dari proses calon kepala daerah mengikuti kontestasi. Sudah bukan rahasia lagi jika pemimpin daerah terpilih akan coba mengembalikan pengeluaran kampanye mereka dengan menggunakan fasilitas pemerintah. Untuk itu, beberapa ahli mengusulkan pentingnya pemberdayaan budaya kejujuran (Minogue 1998: 32; Green 2005: 8). Tetapi hal itu sungguh terlalu abstrak, maka yang penting diwujudkan
36
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
adalah, misalnya, pengaturan standar transparansi, penciptaan kode etik pelayanan publik, dan penguatan pengawasan baik secara internal maupun eksternal. Bersama dengan itu juga penting hadirnya penegakan hukum yang lebih kuat. Sebab sistem hukum yang lemah dengan hakim yang bisa dinegosiasi, misalnya, hanya akan melahirkan mekanisme hukum yang justru menjadi ladang korupsi para elit dan lembaga hukum itu sendiri. Keenam, memperkuat kontrol secara proporsional baik oleh pemerintah pusat maupun masyarakat sipil. Memang benar bahwa pemerintah daerah memerlukan otonomi untuk menjalankan desentralisasi secara efektif. Namun, kemelimpahan otonomi juga menyimpan bahanya sendiri. Salah satu yang paling sering muncul adalah penyalahgunaan kekuasaan yang justru bertentangan dengan tujuan desentralisasi sendiri. Oleh karena itu, desentralisasi yang efektif juga memerlukan semacam kontrol atau pemantauan yang proporsional dari pemerintah pusat. Hal ini misalnya dapat dilakukan lewat penerbitan beberapa peraturan pemerintah terkait penyelenggaraan otonomi daerah. Indonesia memang telah memiliki banyak peraturan dan petunjuk teknis untuk hal itu, namun yang perlu terus diperjelas adalah, misalnya, soal standar pelayanan, sistem atau alat kontrol untuk menjamin efisiensi, pengukuran kinerja, dan mekanisme audit keuangan pemerintahan daerah (Minogue 1998: 31). Pada titik lain, kontrol terhadap pemerintah daerah juga perlu ditunjang dengan keterlibatan aktif masyarakat. Pelajaran dari Rajasthan India dan Proshika Bangladesh dapat dicontoh oleh Indonesia. Di kedua daerah tersebut, sebagaimana dicatat Polidano dan Hulme (1999: 127), masyarakat sipil berperan besar dalam memberikan tekanan dan kontrol kepada pemerintah untuk memastikan tepat sasarannya penyaluran bantuan. Mereka bahkan masuk pada ranah advokasi yang ditujukan untuk melindungi kelompok bisnis lokal agar tidak mudah dimanfaatkan kepentingan sesaat pemerintah daerah. Kontrol masyarakat sipil itulah yang pada gilirannya membuat pemerintah daerah lebih efektif dalam mengelola bantuan dan urusan sosial lainnya. Sementara advokasi pada usaha kecil dan
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
37
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
Didi Ahmadi
menengah berbuah pada terjaganya kondusivitas iklim usaha dan akhirnya meningkatkan kesejahteraan para warga.
Kesimpulan Desentralisasi adalah konsep yang didesain untuk mendistribusikan otoritas pemerintahan dari pusat ke daerah. Semangatnya adalah menghilangkan kehadiran penentu kebijakan tunggal yang sangat rawan penyelewengan. Secara teoretis ia bisa berbentuk desentralisasi politik, administratif, dan fiskal. Pelaksanaannya di beberapa negara maju, seperti kasus negara-negara OECD, membuahkan hasil pada semakin efektif dan efisiennya layanan publik yang diselenggarakan pemerintah daerah. Konsep desentralisasi menjadi booming di era 1980-an, dan sejak itu ramai diadopsi oleh negara-negara berkembang. Pemicu praktik desentralisasi di negara berkembang kebanyakan adalah huru-hara masalah sosio-ekonomi-politik dan tekanan publik. Maka desentralisasi yang muncul lebih berwarna politik-administratif, kurang menyentuh wilayah fiskal. Indonesia persis mengalami hal tersebut lewat kemunculan gerakan reformasi 1998. UU pemerintahan daerah disyahkan dan terus direvisi untuk menyesuaikan dengan kondisi dan coba mendekati idealitas konsepsi desentralisasi. Hasilnya, pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan daerah semakin diperjelas. Namun wewenang yang dimiliki pemerintah daerah tidak tak terbatas karena UUD 1945 membatasi hubungan pusat dan daerah sebagai dependent-subordinate. Pada soal postur pemerintahan, efek desentralisasi di Indonesia lebih besar lagi. Ia berhasil melahirkan daerah otonom baru degan jumlah yang sangat signifikan. Meski dapat memunculkan beberapa daerah percontohan, penerapan desentralisasi Indonesia masih menyisakan masalah. Maraknya korupsi yang dilakukan pemerintah daerah, masih ditemukannya alur birokrasi berbelit, dan lambannya respon pemerintah daerah atas
38
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
keluhan masyarakat adalah beberapa di antaranya saja. Untuk itu, desentralisasi perlu terus direvitalisasi dan direformasi. Beberapa hal yang penting dipertimbangkan untuk menciptakan pemerintah daerah yang efektif, responsif dan akuntabel di antaranya adalah merestrukturisasi manajemen publik, meningkatkan aksesibilitas informasi pemerintah, meningkatkan kapasitas SDM pemerintahan daerah, mengintensifkan koordinasi, menata ulang format politik lokal dan memperkuat penegakan hukum, serta memperkuat kontrol atas kinerja pemerintah daerah.
Referensi Adam, A, Dellis, MD, & Kammas, P 2014, ‘Fiscal decentraliszation and public sector efficiency: evidence from OECD countries’, Economic and Governance, vol. 15, h. 1749. Bardhan, P 2002, ‘Decentralization of governance and development’, Journal of Economic Perspectives, vol. 16, No. 4, h. 185-205. Caiden, G & Sundaram, P 2004, ‘The specificity of public service reform’, Public Administration and Development, vol. 24, h. 373-383. Commission on Growth and Development (CGD) 2008, ‘The Policy ingredients of growth strategy, part 2’, The Growth report: strategies for sustained growth and inclusive development, The World Bank, h. 33-69. Green, K 2005, ‘Decentralization and good governance: the case of Indonesia’, Munich Personal RePEc Archive, h. 1-11. Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri) 2014, Pembentukan daerah-daerah otonom di Indonesia sampai dengan tahun 2014. Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2012, 2013, 2014, KPK, Jakarta. Kudo, H 2004, ‘Reform of public management through ITC: interface, accountability and transparency’, Research in Public Policy Analysis and Management, vol. 13, h. 153-174. Kuncoro, A 2004, ‘Bribery in Indonesia: Some Evidence from Micro-Level Data’, Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. 4, No. 3. Lewis, B 2006, ‘Local Tax Effect on Business Climate’, Jakata, Mimeo.
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
39
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
Didi Ahmadi
Minogue, M 1998, ‘Changing the state: concept and practice in the reform of public sector’, in M Minogue, C Polidano & D Hulme, (eds.), Beyond the new public management, Edward Elgar, Cheltenham, h. 17-37. Osborne, D & Gaebler, T 1992, Reinventing government, Addison-Wesley, Reading, h. 1-24. Pepinsky, TB & Wihardja, MW 2011, ‘Decentralization and economic performance in Indonesia’, Journal of East Asian Studies, vol. 11, No. 3, h. 337-371. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. Polidano, C & Hulme, D 1999, ‘Public management reform in developing countries’, Public Management Review, vol.1, no. 1, h. 121-132. Pollit, C 2002, ‘The new public management in international perspective: an analysis of impacts and effects’, in K McLaughlin, SP Osborne and E Ferlie (eds.), New public management: current trends and future prospects, Routledge, London, h. 274-292. Prasojo, E 2008, ‘Reformasi birokrasi dan good governance: kasus best practices dari sejumlah daerah di Indonesia’, makalah dipresentasikan dalam Simposium Internasional Jurnal Antropologi Indonesia, h. 1-15. Schneider, A 2003, ‘Decentralization: conceptualization and measurement’, Studies in Comparative International Development, vol. 38, no. 3, h. 32-56. Transparency International, Corruption Perceptions Index 2014, diakses pada tanggal 5 Mei 2015, http://www.transparency.org/cpi2014/results. Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999; UU No. 32 Tahun 2004; dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
40
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi Lokal Provinsi Nusa Tenggara Barat Muhammad Ali Sagalo Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Mataram Abstrak Pembangunan sektor pariwisata tujuannya mengangkat kesejahteraan masyarakat di daerahNTB sebagai daerah pilihan para wisatawan mancanegara yang dikenal mampu memberikan kenyaman. Pariwisata NTB telah berhasil mengangkat derajat masyarakat dengan berbagai peluang pengelolaan berbagai bidang industri kreatif dan kerajinan. Sehingga sektor pariwisata NTB dianggap jalan keluar dari tingginya faktor miskin dan pengangguran masyarakat. Pariwisata di NTB merupakansalah satu faktor penting bagi pembangunan masyarakat. Apalagi menumbuhkan industri kreatif lebih terbuka dan meningkatnya ekonomi domestik lokal. Kata Kunci : Strategi Pembangunan, Pengembangan, Destinasi Pariwisata Unggulan Pertumbuhan Domestik Ekonomi Lokal Abstract Tourism sector development goal to lift the welfare of the people in the area NTB as the area of choice for foreign tourists are known to provide comfort. NTB tourism has managed to elevate the public with a variety of opportunities management of a variety of creative and craft industries. So NTB tourism sectoris considered a way out of the high factor of poor and unemployed community. Tourism in NTB is animportant factor for the development of society. Moreover, the creative industries grow more open and increasing local domestic economy. Keywords: Development Strategy, Development, Growth Domestic Tourism Destination Leading Local Economy
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Muhammad Ali Sagalo
Pendahuluan Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia yang sedang mengalami peningkatan pertumbuhan kunjungan wisatawan setiap tahun. Pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan utama dalam menghasilkan pendapatan (Rio S. Migang, dkk., 2010). Maka dari itu Industri pariwisata di NTB diharapkan memiliki keterkaitan ke belakang yang kuat dengan sektor-sektor ekonomi lainnya. Pengembangan industri pariwisata di NTB telah berdampak positif terhadap pendapatan regional (PDRB), penyerapan tenaga kerja dan pemerataan distribusi pendapatan masyarakat. Dampak positif tersebut terjadi akibat dari keterkaitan antarsektor dalam proses produksi guna memenuhi permintaan.1 Lombok sebagai suatu Destinasi Wisata (daerah tujuan wisata) utama nasional, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantaratelah dikenal sejak lama. Kemajuan sektor pariwisata NTB melampaui proyeksi UNDP dengan porsentase kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 281 porsen dan kunjungan wisatawan nusantara sebesar 86 porsen pada tahun 1991. Sejak tahun 1990-an sektor parisiwata NTB, khususnya di pulau Lombok dan Sumbawa secara signifikan terus meningkat hingga pada tahun 1997 ketika Indonesia dan Asia pada umumnya dilanda krisis moneter. Tingkat kunjungan wisatawan asing, khususnya dari negara-negara Asia menurun drastis. Keadaan ini tidak berlangsung lama, 1
Faturahman menjelaskan dalam penelitiannya bahwa dukungan dan pembinaan terhadap atraksi seni budaya perlu ditingkatkan dalam upaya meningkatkan struktur obyek pariwisata NTB sehingga tidak semata-mata mengandalkan obyek wisata alam tetapi dapat dikembangakan seperti di daerah lain, Bali dan DIY yang memiliki obyek wisata alam dan wisata budaya yang sama-sama berkembang dengan baik. Objek-objek wisata budaya terutama seni dan budaya, menurut pria kelahiran Lombok Timur, 29 November 1954, sangat banyak menyerap tenaga kerja tetapi belum berperan memadai keterkaitan dan dampak bagi industri pariwisata, sehingga perlu dikembangkan agar dapat menjadi objek wisata yang menjadi setingkat dengan obyek wisata alam sebagaimana peranan seni budaya pada daerah tujuan wisata lainnnya seperti Bali dan sebagainya. Sementara penyerapan tenaga kerja dari industri pariwisata di bidang jasa hiburan dan atraksi budaya diakuinya cukup besar yakni mampu menyerap sekitar 30 ribu orang tenaga kerja dari 47 ribu tenaga kerja yang bekerja di bebagai sektordi NTB. Selain atraksi seni budaya, imbuhnya, industri mutiara perlu mendapat perhatian khusus dalam hal pembinaan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi dan dukungan dalam proses perdagangan terutama dalam proses promosi. (HumasUGM/Gusti Grehenson,http://ugm.ac.id/id/berita/41211.sektor.penyusun.industri.pariwisata.di.ntb, diakses pada tanggal 10 Januari 2015).
42
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
yakni pada tahun 1999 sektor pariwasata sudah mulai menunjukkan kegairahannya hingga tahun 2000 ketika bom mengguncang pulau Bali sebagai barometer pariwisata nasional. Pulau Lombok dan Sumbawa merupakan daerah yang memiliki banyak tujuan wisata yang dikunjungi oleh para wisatawan lokal maupun asing. Namun karena kurangnya promosi membuat daerah yang ada di pulau Lombok dan Sumbawa jarang dikenal oleh para wisatawan. Dengan mengacu pada perkembangan pariwisata di Propinsi Nusa Tenggara Barat dimulai sejak tahun 1967 hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur KDH Tingkat I Nusa Tenggara Barat tanggal 28 Mei 1967 No. 256/Sek. 1/3/1967, tentang pembetukan Badan Pembimbing Kepariwisataan Daerah untuk merencanakan pengembangan industri pariwisata NTB yang dipusatkan di Lombok Barat. Namun secara yuridis penetapan kawasan industri pariwisata di provinsi Nusa Tenggara Barat dimulai sejak tahun 1989 hal tersebut sesuai dengan SK Gubernur NTB No. 2 tahun 1989 tentang penetapan 15 kawasan pariwisata di NTB yaitu; 9 yang terdapat di pulau Lombok diantaranya Senggigi, Gili Gede, Suranadi, Kuta, Selung Blanak, Sade (Rambitan), Gili Indah, Gunung Rinjani, dan Gili Sulat. Sedangkan di pulau Sumbawa terdapat 6 kawasan industri pariwisata, yaitu Moyo, Pantai Maluk, Pantai Huâ&#x20AC;&#x2122;u, Gunung Tambora, Bima dan Sape (Dwi Sudarsono, dkk. 1999: 4). Selain wisata alamnya seperti; laut, pantai maupun Gunung, Lombok juga memiliki wisata budaya. Atraksi wisat budaya banyak kita jumpai di pulau Lombok seperti tari Gendang Beleq, Peresean, upacara Bau Nyale (Festival Bau Nyalae) di pantai Seger, Kuta, Pujut Lombok Tengah. Selain itu juga terdapat beberapa peninggalan sejarah seperti; Taman Narmada, Pura Lingsar, Taman Mayura, dan lain sebagainya. Seiring dengan hadirnya pariwisata di Lombok, Nusa Tenggara Barat berdampak pula pada adat-istiadat masyarakat setempat termasuk sosial budayanya (I GustiBagusRaiUtama,tanpatahun). Terkait dengan perkembangan pariwisata di Lombok dan Sumbawa,maka pengembangan pariwisatanyaharus dengan konsep yang mengarah pada pembangunan
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
43
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Muhammad Ali Sagalo
pariwisata berkelanjutan. Adapun dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan itu sangat erat kaitanya dengan bagaimana manajemen destinasi pariwisata itu sendiri yang dalam hal ini adalah manajemen destinasi wisata yang ada di pulau Lombok menuju pembangunan pariwisata berkelanjutan. Terkait dengan hal tersebut salah satu aspek yang perlu ditata adalah pariwisata budaya yang ada di pulau Lombok karena daya tarik ini sangat potensi dalam rangka pembangunan pariwisata berkelanjutan di Lombok sebab selain Lombok memiliki potensi budaya yang unik juga manajemennya harus sesuai dengan konsep-konsep pariwisata berkelanjutan. Salah satu bentuk manajemen destinasi pariwisata pulau menuju pembanguanan pariwisata berkelanjutan di Lombok adalah dalam Pariwisata budaya sebab hal tersebut tersebut merupakan salah satu atraksi wisata penting di pulau Lombok baik itu dengan konsep penggunaan air yang bagus seperti di salah satu destinasi budaya di Lombok, yaitu di Pura Lingsar maupun di Taman Narmada. Dengan demikian pengelolaan sumberdaya yang ada guna mendukung pembagunan pariwisata berkelanjutan itu harus memperhatikan beberapa aspek diantaranya adalah aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya. Oleh karenanya salah satu bentuk manajemen destinasi wisata pulau menuju pembanguanan pariwisata berkelanjutan di Lombok adalah dalam bentuk pariwisata budaya.2
2
Kepariwisataan dapat dipandang sebagai sesuatu yang abstraks, misalanya saja suatu gejala yang melukiskan kepergian orang-orang dalam negaranya sendiri (pariwisata domestik) atau penyebrangan orangorang pada tapal batas suatu negara/pariwisata internasional (Salah Wahab, 1976:3). Proses bepergian ini dapat menyebabkan terjadinya interaksi, dan hubungan-hubungan, saling pengertian insani, perasaanperasaan, persepsi, motivasi, tekanan-tekanan, kepuasan, kenikmatan, dan lain sebagainya diantara sesama pribadi atau antarkelompok. Secara khusus kepariwisataan dapat dipergunakan sebagai suatu alat untuk memperkecil kesenjangan, saling pengertian diantara negara-negara yang sudah berkembang, yang biasanya adalah negara-negara sumber wisatawan atau negara pengirim wisatawan. Pada dasarnya bagian-bagian dari gejala pariwisata terdiri dari tiga unsur yaitu; manusia (unsur insani sebagai pelaku kegiatan pariwisata), tempat (unsur fisik yang sebenarnya tercakup oleh kegiatan itu sendiri) dan waktu (unsur tempo yang dihabiakan dalam perjalan ini sendiri dan selam berdiam di tempat tujuan). Unsur waktu dapat bervariasi sesuai dengan jarak diantara titik pemberangkatan dengan negara atau daerah tujuan wisata, alat transportasi yang dipergunakan, lamanya mengvinap di tempat tujuan tersebut dan sebagainya(Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, 2002, Profil Pariwisata Lombok Barat, (Data Base) tahun 2002, Pemerintah Kabupaten Lombok Barat).
44
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Kegiatan pariwisata memberikan manfaat yang cukup besar dalam perekonomian suatu Negara, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kegiatan di sektor-sektor lain secara tidak langsung. Adapun manfaat kegiatan kepariwisataan bagi suatu Negara dan daerah diantaranya: 1. Pariwisata adalah faktor penting untuk menggalang persatuan bangsa yang rakyatnya memiliki daerah yang berbeda, dialek, adat-istiadat, dan cita rasa yang beraneka ragam; 2. Pariwisata menjadi faktor penting dalam mengembangkan ekonomi, karena kegiatannya mendorong perkembangan sektor ekonomi nasional lainnya. Selain hal tersebut di atas secara nasional tujuan kepariwisataan adalah sebagai berikut;3 a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi; b. Meningkatkan kesejahteraan rakyat; c. Menghapus kemiskinan; d. Mengatasi pengangguran; e. Melestarikan alam, lingkungan dan sumberdaya; f. Memajukan kebudayaan; g. Mengangkat citra bangsa; h. Memupuk rasa cinta tanah air; i. Memperkukuh jadi diri dan kesatuan bangsa; dan j. Mempererat persahabatan antarbangsa. Selain itu juga, daya tarik wisata (atraksi wisata) merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan guna menghidupkan dunia kepariwisataan termasuk di dalamnya adalah kebudayaan yang unik seperti halnya yang ada di Lombok Nusa Tenggara Barat. Terkait dengan hal tersebut, menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan 3
Undang-undang Kepariwisataan No. 10 Tahun 2009.
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
45
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Muhammad Ali Sagalo
manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Keadaan alam, flora dan fauna, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumberdaya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut Yoeti (2006:55-56) daya tarik wisata dibagi menjadi empat (4) bagian yaitu (Salah Wahab, 1996): 1. Daya tarik wisata alam, yang meliputi pemandangan alam, laut,
pantai dan
pemandangan alam lainnya; 2. Daya tarik wisata dalam bentuk bangunan, yang meliputi arsitektur bersejarah dan modern, monumen, peninggalan arkeologi, lapangan golf, toko dan tempat-tempat perbelanjaan lainnya; 3. Daya tarik wisata budaya, yang meliputi sejarah, foklor, agama, seni, teater, hiburan, dan museum; 4. Daya tarik wisata sosial, yang meliputi cara hidup masyarakat setempat, bahasa, kegiatan sosial masyarakat, fasilitas dan pelayanan masyarakat. Selain empat komponen tersebut, daya tarik wisata juga harus memiliki komponen aksesibilitas dan amenitas.4 Menurut Damanik dan Weber (2006:13) daya tarik wisata yang baik sangat terkait dengan empat hal, yakni memiliki keunikan, orisinalitas, otentisitas, dan keragaman. Keunikan diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan kekhasan yang melekat pada suatu daya tarik wisata. Orisinalitas mencerminkan keaslian atau kemurnian, yakni seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi atau tidak mengadopsi nilai yang berbeda dengan nilai aslinya. Otentisitas mengacu pada keaslian. Bedanya dengan orisinalitas,
4
Aksesibilitas mencakup sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan daya tarik wisata yang satu dengan daya tarik wisata yang lain di daerah tujuan wisata mulai dari transportasi darat, laut dan udara. Aksesibilitas juga mencakup peraturan atau regulasi pemerintah yang mengatur tentang rute dan tarif angkutan (Damanik dan Weber, 2006:12-13).
46
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
otentisitas lebih sering dikaitkan dengan tingkat keantikan atau eksotisme budaya sebagai daya tarik wisata. Daya tarik wisata budaya atau pariwisata budaya di Lombok merupakan salah satu bentuk pariwisata yang sangat potensial untuk pemabagunan pariwisata berkelanjutan. Dan berikut adalah beberapa atraksi wisata yang terkait dengan pariwisata budaya menuju pariwisata berkelanjutan diantaranya (Sartika, ArindaCici, 2011): a. Pura Lingsar Kompleks Pura dan Kemaliq Lingsar merupakan kompleks taman yang besar dengan bangunan pura di dalamnya. Bangunan Pura sendiri tidak begitu besar tetapi mempunyai beberapa keistimewaan. Pura ini terdiri atas tiga kompleks, yaitu kompleks Pura Lingsar (Pura Gaduh), kompleks Kemaliq, dan kompleks Pesiraman. Berdasarkan fungsinya, bangunan-bangunan yang terdapat di Pura/Taman Lingsar ini dapat kita kelompokan menjadi 3 kelompok bangunan, yaitu: 1. Kompleks Pura Lingsar (Pura Gaduh).Pura ini dikelilingi oleh tembok dari batu bata dengan tinggi 3,51m, tebal 85 cm, dan diberi pintu utama di sebelah barat bagian tengah. Tembok batu bata ini disebut pula Kori Agung. Bagian dalam halaman pura (jeroan pura) terdapat bangunan-bangunan suci, diantaranya adalah Bale Banten, penyungsungan Betara Gunung Agung, penyungsungan Betara Alit Sakti di bukit,penyungsungan Betara Ngerurah, penyungsungan Betara Gunung Rinjani, Bale Pararianan dan Bale Pawedaan. 2. Kompleks Kemaliq. Kompleks ini dikelilingi oleh Penyungsungan Betara Gde Lingsar (Betara Lingsir),petaulan atau pratina, Arca Garuda Wisnu, Bale Sekepat,dan Bangunan Baru. 3. Kompleks Pesiraman.Kompleks ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu Pesiraman Laki-laki (Permandian untuk kaum laki-laki) dan Pesiraman Perempuan (Permandian untuk kaum wanita). Di dalam Kompleks Pesiraman ini terdapat beberapa bangunan, yaitu bangunan betara bagus belian, pancuran, dan Pancuran Loji.
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
47
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Muhammad Ali Sagalo
b. Taman Narmada Sebuah tujuan wisata bak surgawi berupa taman tetirah keluarga kerajaan, sekaligus tempat suci penyelenggaraan aktivitas religi yang unik dan amat tenteram dengan panorama Gunung Rinjani yang eksotis yang berada di Taman Narmada, Lombok Nusa Tenggara Barat. Kalau Kota Yogyakarta memiliki Tamansari sebagai tempat wisata yang merupakan taman kerajaan atau pesanggrahan bagi kerabat Keraton Yogyakarta, di Lombok juga terdapat sebuah taman serupa yang disebut dengan Taman Narmada. Taman Narmada ini dahulu kerap dipakai sebagai tempat peristirahatan keluarga raja dan sebagai tempat suci bagi umat Hindu dalam mengadakan upacara adat Pekelem. Taman Narmada dibangun tahun 1727 oleh Raja Mataram Lombok, yakni Anak Agung Ngurah Karangasem. Pemilihan nama Narmada juga tidak lepas dari agama Hindu yang dianut oleh raja dan rakyat pada masa itu. Narmada diambil dari kata Narmadanadi, nama sebuah anak Sungai Gangga di India yang dianggap suci oleh umat Hindu. Penggunaan air di dalam Taman Narmada ini memberikan satu pelajaran penting, yaitu bagaimana seharusnya kita menggunakan air secara baik dan benar, karena sistem penggunaan air yang ada di taman Narmada ini adalah sistem yang sangat bagus dimana penggunaan mata air alami, yaitu mata air yang selalu mengalir sepanjang zaman tanpa harus merusak ekosistem yang ada. Jika dalam pembangunan kepariwisataan menggunakan sumberdaya secara bijak itu berarti bahwa salah satu indikator pengembangan pariwisata berkelanjutan dapat terwujud. Sebab, air merupakan salah satu hal yang terpenting dalam pembangunan kepariwisataan terutama untuk pariwisata berkelanjutan â&#x20AC;&#x153;sustainable tourism developmentâ&#x20AC;?. Salah satu upaya yang sangat menarik guna menggunakan air secara bijak adalah bahawa ternyata air itu bisa membuat awet muda, selain air itu sebagai salah satu sumber kehidupan. Di samping itu juga di Taman Narmada ini adalah sebuah bangunan yang disebut Balai Petirtaan yang sumber airnya berasal dari Gunung Rinjani dan merupakan
48
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
pertemuan antara tiga sumber mata air, yaitu Lingsar, Suranadi, dan Narmada. Karena mata airnya berasal dari Gunung Rinjani dan tempat pertemuan tiga sumber mata air, maka air yang ada di Balai Petirtaan dipercaya dapat menjadikan orang yang meminum dan membasuh mukanya dengan air di situ akan awet muda. Sebagai bangunan tua dan bersejarah, Taman Narmada tidak lepas dari mitos. Mitos yang berkembang di sana dan dipercaya sebagian orang adalah khasiat awet muda dari mata air di dalam kompleks taman ini. Taman Narmada memang dipenuhi dengan kolam, parit, dan pancuran. Air ini mengalir sepanjang hari tanpa kenal henti. Di beberapa lokasi, air dijatuhkan menjadi pancuran. Pancuran itu sering dimanfaatkan pengunjung untuk membasuh muka dan cuci tangan. Air yang melimpah dan bening ini memang mengagumkan. Tidak heran jika berkembang mitos bahwa yang mandi atau sekadar membasuh muka dan dari taman ini dipercaya akan awet muda karena kondisi airnya yang sejuk dan bening belum tercemar polusi. Boleh jadi air yang berasal dari Pegunungan Rinjani ini mengandung banyak mineral yang bermanfaat bagi kesehatan kulit. Mineral-mineral ini akan membantu menunda penuaan dini dengan memberikan efek pelembapan. Apalagi dengan meminum air yang kaya mineral, selain merupakan cara yang ampuh menunda proses penuaan, berkhasiat menjaga kesehatan (Tengku Nor RizanTengkuMohdMaasum, 2011). Antara taman Narmada dan Pura Lingsar mempunyai kemiripan serta kaitan yang erat terutama dalam hal kebudayaan dan pariwisata Lombok. Dalam hal ini kita mendapat pelajaran berharga tentang bagaimana seharusnya membina kerukunan serta saling toleransi antarsesama supaya tercipta keharmonisan dalam hidup termasuk di dalamnya adalah bagaimana seharusnya kita menjaga hubungan baik dengan alam lingkungan sekitar. Disamping itu juga di Lombok terdapat berbagai tradisi, kebudayaan, adat-istiadat maupun kesenian yang hingga kini masih dilestarikan seiring dengan berkembangnya pariwisata:
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
49
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Muhammad Ali Sagalo
a. Tari Gendang Beleq; b. Peresean; c. Bau Nyale; d. Sade. Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) fokus padapembangunan dan pengembangan destinasi pariwisata unggulan sebagai upaya menarik minat wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri. Destinasi yang memiliki daya tarik spesial sebagai pusat pembangunan seperti wilayah tenun khas suku sasak di desa Sade, Gili Trawangan, Gili Air, Pulau Satonda dan Gili Meno. Hal ini dilakukan mulai tahun 2014 hingga tahun 2016. Pelaksanaan perencanaan pembangunan dan pengembangan destinasi pariwisata unggulan didasarkan pada peraturan daerah (perda) yang telah ditetapkan guna memperjelas arah pengembangan pariwisata terpadu. Dasar-dasar tersebut misalnya bertolak pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pembangunan Kawasan Pariwisata di NTB. Kemudian Perda ini sudah diperbarui karena bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional tahun 2010-2025 yang merupakan penjabaran dari Undang Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1999 sebagai pengganti UU Nomor 9 Tahun 1999 tentang kepariwisataan. Setelah diterbitkan regulasi rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, maka harus ada rencana induk pembangunan kepariwisataan daerah yang ditetapkan melalui peraturan daerah yang telah diperbarui.Dengan demikian, perda rencana induk pembangunan pariwisata daerah Nusa Tenggara Barat lebih mempertegas kawasan pengembangan pariwisata di wilayah NTB, yang disesuaikan dengan MP3EI (Masterplan
50
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Perencanaan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) (Ahmad Kamal Abdullah, 2011: 92). Untuk menetapkan arah kebijakan pengembangan pariwisata terpadu dan program strategis kepariwisataan di wilayah NTB, maka disiapkan regulasi ditingkat daerah sesuai dengan arah pembangunan dan pengembangan pariwisata dalam jangka panjang dan jangka menengah yang memiliki pengaruh positif terhadap potensi pariwisata dari sisi produk, pasar, spasial, sumberdaya manusia, manajemen, dan aspek lainnya.Dengan begitu, diharapkan pariwisata NTB tumbuh dan berkembang serta berkelanjutan bagi proses pembangunan dan pengembangan wilayah yang berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat. Selain itu, regulasi tersebut juga untuk mengatur peran setiap lintas instansi sektoral, pelaku bisnis, maupun lintas daerah/wilayah, agar dapat mendorong pengembangan pariwisata secara sinergis dan terpadu. Sesuai dengan konsep pembangunan maritim dan konsep MP3EI, maka provinsi Nusa Tenggara Barat berada dalam koridor yang sama dengan provinsi lain dalam pembangunan dan pengembangan pariwisata dan ketahanan pangan. Ada empat pilar pembangunan pariwisata daerah Nusa Tenggara Barat, yang meliputi pelaku pariwisata, media, lingkungan dan destinasi. Pengembangan empat pilar pembangunan pariwisata daerah NTB, tentu membutuhkan pola penataan kawasan pengembangan dan pembenahan infrastruktur yang telah ada. Anggaran daerah untuk pembangunan dan pengembangan destinasi di tahun 2014 lebih banyak dari anggaran promosi mencapai Rp 18 miliar dan anggaran promosi hanya sebesar Rp 2 miliar saja dari sebelumnya Rp 7 miliar lebih. Hal ini, merupakan upaya serius pengembangan potensi pariwisata NTB dilakukan meskipun porsinya relatif berkurang dibanding tahun sebelumnya. Pasalnya, program Visit Lombok Sumbawa (VLS) 2012 sampai sekarang ini dan akan terus dilakukan telah sukses melampui target dengan angka kunjungan mencapai 1.163.142 wisatawandengan rincian 752.306 wisatawan mancanegara
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
51
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Muhammad Ali Sagalo
dan wisatawan nusantara 876.816 orang, bahkan lebih dan setiap tahun mengalami peningkatan yang luar biasa. Capaian ini didukung oleh promosi yang masif dan terarah oleh pemerintah dan pelaku usaha pariwisata.Namun, pada sisi obyek wisata, masih perlu dilakukan penataan dan penyediaan sarana serta fasilitas pendukung yang lebih representatif, misalnya "rest area" (shelter), kamar mandi atau tempat bilas, musalla atau masjid serta tempat sampah (Raihanah M.M, 2013: 33). Dalam melakukan upaya penataan destinasi, bila hanya mengandalkan pemerintah kabupaten/kota berdasarkan kewenangannya, belum dapat dilaksanakan secara optimal, mengingat kapasitas fiskal pemerintah kabupaten/kota relatif terbatas.Karena itu, dialokasikan anggaran penataan destinasi pariwisata dalam jumlah yang cukup memadai dari Pemerintah Provinsi NTB sekaligus mengurangi anggaran promosi.5 Berbagai macam bentuk pembangunan dan pengembangan pusat destinasi pariwisata NTB, seperti pulau Gunung Satonda yang merupakan gunung api seluas 2.600 hektardijadikan taman wisata laut yang memiliki danau airasin di tengah pulau. Diperkirakan danau terbentukakibat letusan Gunung Tambora sehingga mengakibatkan tsunami hingga menerjang Kaldera Gunung Satonda pada tahun 1815. Lalu pembangunan "open stage" (panggung terbuka) Udayana Kota Mataram, penataan infrastruktur jalan lingkar Gili Air Lombok Utara, pembangunan fasilitas wisata di Aik Nyet Sesaot Lombok Barat, pembuatan "geo trail" Timbanuh untuk menuju Gunung Rinjani Lombok Timur dan pembangunan jalur pendakian Gunung Tambora Kabupaten Dompu, Gunung Barujari yang 5
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat saat ini fokus membenahi destinasi wisata untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke daerah itu. Pada tahun 2015 Disbudpar selain melakukan promosi langsung di dalam dan luar negeri, juga membenahi obyek wisata yang ada di Pulau Lombok dan Sumbawa. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB mencatat angka kunjungan wisatawan hingga akhir 2014 mencapai 1.629.122 orang. Berdasarkan angka kunjungan itu, Pemprov NTB pada 2015 terus melakukan pembenahan dan pengembangan di berbagai bidang, terutama destinasi wisata yang menjadi daya tarik wisatawan. Pembenahan difokuskan pada destinasi wisata yang tidak dikelola oleh investor. Beberapa obyek wisata masih perlu dilakukan penataan dan penyediaan sarana dan fasilitas pendukung yang lebih representatif. Muhammad Nasir, Kembangkan Destinasi Pariwisata Unggulan Nusa Tenggara Barat (http://travel.kompas.com/read/2013/12/23/1416077/NTB.Fokus.Kembangkan.Destinasi.Pariwisata.Unggulan Diakses pada tanggal 18 februari 2015).
52
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
terletak di Kaldera Gunung Rinjani (3.726 mdpl) merupakan gunung baru yang muncul di Kaldera karena adanya aktivitas vulkanik yang disebut zona inti Gunung Rinjani. Gunung baru terakhir meletus 2009 dan menciptakan kawah baru di sisi timur. Kemudian destinasi unggulan yang ada di kabupaten Sumbawa bagian Timur, yakni pantai panjang ketapang jemplung sebagai pusat wisata kuliner, dan pulau Moyo Kabupaten Sumbawa. Pembenahan destinasi wisata bukan hanya untuk mendatangkan wisatawan dan membuatnya betah untuk berwisata ke NTB, tetapi banyak dampak positif yang secara tidak langsung bermanfaat bagi masyarakat sekitar lokasi wisata, yakni peningkatan taraf ekonomi yang sangat luar biasa dan terjadinya perubahan atas pergerakan pendapatan masyarakat Nusa Tenggara Barat.Destinasi wisata juga bertujuan mendatangkan wisatawan, sektor ini bisa berperan dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja, atau memberi peluang usaha di bidang pariwisata yang dikelola masyarakat sekitar. Upaya lainnya yang dilakukan pemerintah provinsi NTB adalah menggandeng kelompok sadar wisata dalam membangun destinasi wisata untuk membantu dalam pengembangan dan upaya menarik wisatawan datang berkunjung (Hang Siew Ming, 2011: 201).Kelompok yang dibentuk memelihara dan menjaga destinasi wisata unggulan.Dengan demikian, wisatawan akan merasa nyaman ketika berwisata dan keramahtamahan masyarakat lokal juga harus ditingkatkan serta kondusifitas keamanan destinasi harus baik. Pada masa ini berbagai macam upaya dilakukan dalam membangun pariwisata NTB dan mengejar ketertinggalan di berbagai bidang dan sektor dengan diluncurkan sejumlah program, seperti Gerbang Emas Bangun Desa,pembanguan Bandara Internasional Lombok. Tidak hanya itu, ada kepastian investasi dari Emaar Properties Dubai Uni Emirat Arab untuk mengembangkan Lombok Tourism Development Corporotion (LTDC) di Lombok Tengah bagian selatan dan World Islamic Travel Mart (WITM) serta Join International Seminar on Islamic Tourism 2015. Pemerintahan daerah provinsi bersama masyarakat Nusa Tenggara Barat terus bergegas meretas jalan kebuntuan harapan menuju terwujudnya NTB Berdaya Saing.
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
53
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Muhammad Ali Sagalo
Bahkan pemerintah NTB menerapakan tempat wisata syariah yang bekerjasama antara WITM Malaysia dengan NTB. Dipilih sebagai lokasi wisata Islami karena menyediakan paket wisata syariah yang didukung mayoritas penduduk yang beragama Islam.Setidaknya ada tiga indikasi NTB dijadikan lokasi wisata syariah, yakni pertama,keberadaan penghafal Al-Quran; kedua, predikat Pulau Seribu Masjid; dan ketiga, banyaknya pondok pesantren dan kota-kota santri di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.Lombok dan pulau Sumbawa itu memang indah,sangat cocok pariwisata Islami. Tujuan lain, wisata syariah adalah dapat memenuhi kebutuhan para pelancong dari dalam dan luar negeri, khususnya yang beragama Islam. Sejumlah restoran, pedagang kaklima, gerai makanan, â&#x20AC;&#x2DC;wartegâ&#x20AC;&#x2122; dan lain sebagainya juga menyediakan makanan yang telah terjamin dan tersertifikasi halal.Di Lombok dan pulau Sumbawa, cukup banyak pondok pesantren yang kerap dikunjungi wisatawan mancanegara. Para turis itu pun menjadikannya sebagai tempat belajar. Pondok pesantren dijadikan tempat wisata syariah antara lain Pondok pesantren Muhammadiyah, Nurul Haramain Narmada, Nurul Hakim, dan Al-Islahuddiny di Lombok Barat, Qomarul Huda Bagu di Lombok Tengah, serta Nahdlatul Wathan di Pancor dan Anjani, Lombok Timur. Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Instrumen branding strategi promosi pariwisata mewakili gambaran besar entitas pariwisataNusa Tenggara Barat, hendaknya juga mengakomodir berbagai kepentingan masyarakatdengan tujuan sosialisasi,apa yang disebut "Holiday is Lombok Sumbawa", sekaligus pemetaan produk wisata NTB menuju e-Tourism tahun 2015.Branding pariwisata NTB, Holiday is Lombok Sumbawa sudah bagus. Hanya saja terjebak dalam kata holiday (liburan) saja. Karena orang yang datang ke Lombok dan Sumbawa itu bukan untuk liburan semata, tetapi juga ada kepentingan lain seperti rapat, bisnis, olahraga, pendidikan (studi banding), dan lainnya.
54
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Gagasan dalam menjawab tantangan pariwisata pada masa depan, pertama, peningkatan kualitas riset pariwisata. Kita memahami riset yang bagus akan menghasilkan database yang kuat. Database yang kuat adalah pijakan yang tepat pula dalam menentukan kebijakan pariwisata. Metode risetnya diharapkan mampu memberikan gambaran tentang tren pasar pariwisata dunia saat ini dan bagaimana tingkat kepuasan wisatawan yang datang ke Indonesia. Kedua, inovasi e-tourism Indonesia, yakni digitalisasi semua proses dan rantai nilai dalam industri pariwisata, baik itu dalam bidang perjalanan, perhotelan, makanan, maupun kerajinan yang semua produk tersebut dipromosikan secara terintegrasi satu pintu, one stop tourism promotionservice. E-tourism Indonesia ini diharapkan memaksimalkan efisiensi, efektivitas, dan memperluas jangkauan dampak promosi secara eksternal. Sistem ini mampu membuat pariwisata Indonesia lebih mendunia dan mudah diakses informasinya secara internal. Sistem ini diharapkan mampu jadi terobosan teknologi yang memudahkan pemerintah pusat dan daerah dalam bersinergi melaksanakan program pariwisata nasional. Ketiga, peningkatan kualitas sadar wisata. Pembangunan pariwisata dikatakan berhasil jika pelaksanaannya tak saja mampu mendatangkan wisatawan yang menyejahterakan masyarakat secara ekonomi, juga menghadirkan kesadaran6 di hati setiap individu untuk menjaga keamanan, kenyamanan, dan kelestarian daerah tujuan wisata yang mereka tinggali. Program peningkatan sadar wisata selain pendekatan klasik, perlu juga strategi komunikasi publik yang kreatif dan menyentuh dalam penyampaian pesan tentang perilaku sadar wisata kepada masyarakat.7
6
DPR di Tengah Pusaran Politik Oligarki, AA GN ARI DWIPAYANA (Kliping Kompas/19April2011) Tidak ada yang menyangsikan negeri ini kaya keanekara gaman budaya, banyak pilihan tujuan wisata yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, semakin menguatkan kalau Indonesia benar-benar zamrud khatulistiwa. Pariwisata Indonesia tidak bisa lepas dari permasalahan klasik yang membelitnya. Tantangan pada zaman digital tentunya lebih beragam lagi. Hal yang menarik adalah target kunjungan 20 juta wisatawan yang dicanangkan Kementerian Pariwisata merupakan angka yang fantastis, hampir dua kali lipat dari pencapaian kunjungan wisatawan selama ini. Dibutuhkan lebih dari sekadar kerja keras menyusun cetak biru strategi promosi yang diikuti agenda pembenahan dan perbaikan, mulai dari tingkat pelayanan, regulasi, infrastruktur, ICT, SDM, dan aspek pendukung hingga ke daerah 7
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
55
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Muhammad Ali Sagalo
Keempat, pembangunan wisata syariah. Dibandingkan negara lain, seperti Malaysia, Thailand, Cina, dan Uni Emirat Arab, Indonesia termasuk telat melaksanakan program wisata syariah sebagai diversifikasi produk pariwisata yang mencoba meraih pasar potensial wisatawan Muslim mancanegara. Padahal, Indonesia sangat kaya akan keindahan alam yang bisa menjadikannya favorit Muslim friendly destination. Apalagi kriteria wisata syariah, seperti makanan halal, penunjuk arah kiblat, dan tempat salat sudah bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia yang memang mayoritas Muslim. Kelima, peningkatan kualitas SDM pariwisata. Ini sangat berkaitan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, bagaimana menyiapkan SDM pariwisata yang mumpumi untuk menjawab persaingan dengan tenaga kerja asing. SDM pariwisata Indonesia yang unggul harus ditunjang latar belakang pendidikan yang secara akademis dan praktis siap pakai dan adaptif terhadap permintaan industri pariwisata. SDM pariwisata yang siap pakai masih sedikit dan belum merata. Institusi pendidikan pariwisata kerap kewalahan menghasilkan mahasiswanya yang sesuai harapan pasar pariwisata. Kualitas pemanduwisata (guide) Indonesia yang harus juga ditingkatkan dari segi kemampuan berbahasa asing dan kualitas layanan. Untuk itu, pemerintah kabupaten/kota seluruh NTB sebagai garda terdepan dalam mempromosikan berbagai potensi pariwisata agar terus melakukan upaya branding kepariwisataan tersebut.Tentu tidak luput untuk mendengar masukan masyarakat, baik dari pelaku usaha wisata, seniman/budayawan, akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh
pemuda,
maupun
lembaga-lembaga
swadaya
masyarakat.Sementara
itu
pengembangan sektor pariwisata tidak bisa dilepaskan dari perkembangan masa kini. Maka, pemerintah daerah harus membangun pariwisata berkelanjutan (eco tourism).Bahkan, respon para wisatawan, segala hal yang berbau pelestarian, termasuk di bidang pariwisata, selalu
(http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/14/12/30/nhe7j5-banyak-wna-miliki-lahan-di-lokasi pariwisata-di-ntb. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015).
56
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
mendapat atensi cukup besar.Karena itu, keindahan Lombok dan Sumbawa dari ratusan pulau-pulau kecil di sekitarnya memiliki potensi yang sangat besar manfaatnyasehingga dapat direncanakan dan dilaksanakan secara maksimal, bertujuan memberi dampak besar bagi kesejahteraan masyarakat. Selain itu, dalam memberikan izin kepada para investor agar diperhatikan betul. Apakah site plan (rencana pembangunan) yang ditawarkan sudah memenuhi kriteria-kriteria seperti ditetapkan pemerintah.Jangan sampai masyarakat merasa asing dengan lingkungan sendiri.8 Untuk itu, setiap pembangunan hendaknya tetap harus memperhatikan ruang publik. Sehingga tidak ada gesekan dengan masyarakat ke depannya.BrandingHoliday is Lombok Sumbawa diharapkan tidak terbatas wacana tetapi menjadi spirit (semangat) bagi para wisatawan bahwa memilih Lombok dan Sumbawa sebagai tujuan kedatangan, entah rapat, bisnis, olahraga, atau lainnya yang merupakan langkah tepat. Maka oleh karena itu, pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata di sejumlah daerah di Provinsi NTB dilakukan secara sinergitas dan terpadu antara pemerintah dengan pihak swasta, misalnya pembangunan sektor pariwiata bidang kuliner didahului dengan pelatihan dan pembinaan oleh pihak pemerintah Dinas Pariwisata, Perindustrian dan perdagangan serta Dinas Koperasi dengan melibatkan Koperasi Unit Desa (KUD) dan perbankan terutama Perusahaan Daerah yang bergerak pada Bank Perkreditan Rakyat (PD BPR) tersebar sampai ke kecamatan dan desa.Dengan demikian, pemerintah setempat membangun pusat kegiatan seperti; pusat perbelanjaan hasil kerajinan tangan bahan mutiara 8
Selain itu, diantara permasalahan yang ada bahwa sekitar gunung Rinjani salah satu objek wisata, banyak ditemukan fakta bahwa Warga Negara Asing (WNA) yang membeli lahan di lokasi pariwisatauntuk digunakan sebagai tempat usaha dengan modus menikahi orang daerah. Hingga saat ini WNA yang membeli lahan di Lombok sudah banyak jika dibandingkan dengan daerah lainnya. Namun, hal tersebut menyebabkan permasalahan yang membuat repot pemerintah. Oleh karena itu, menurutnya pihak Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) harus membatasi tentang kepemilikan modal usaha pariwisata. Kepemilikan modal usaha pariwisata di Lombok harus jelas dan dibatasi. Warga negara Asing yang tidak memiliki izin kerja di Indonesia bisa bekerja di objek wisata meski memakai izin liburan. Termasuk salah satunya sebagai instruktur snorkeling. Kondisi tersebut, membuat masyarakat lokal yang menjadi instruktur tidak bisa berkembang (http://cikalnews.com/read/6841/24/12/2014/ntb-susun-branding-pariwisata. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015).
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
57
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Muhammad Ali Sagalo
dan lainnya, pusat penjualan kuliner berikut fasilitas infrastruktur berupa sarana jalan, transportasi dan lain-lain. Hasilnya lumayan, bisa mendominasi PAD (Pendapatan Asli Daerah). Di Kabupaaten Lombok Tengah, misalnya baru 3 tahun bisa menghasilkan PAD sekitar Rp. 110 Miliar (70%)yang bersumber dari sektor pariwisata.9 Kegiatan pembangnan sektor kepariwasataan berkembang sangat pesat hingga menyaingi Provinsi Bali. Dana promosi pariwisata yang bersumber dari APBD 2010 itu, dialokasikan dalam dua tahapan masing-masing Rp250 juta dari APBD murni dan Rp1,4 miliar dari APBD perubahan. Selanjutnya, dukungan anggaran untuk BPPD NTB di 2011 mengalami peningkatan karena total anggaran program Visit Lombok Sumbawa (VLS) 2012 untuk promosi pariwisata yang dikelola Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi NTB juga bertambah menjadi Rp7,5 miliar dari sebelumnya hanya sebesar Rp1,5 miliar. Pada 2013 dialokasikan anggaran untuk BPPD NTB sebesar Rp7 miliar, namun pada APBD murni 2014 dikurangi menjadi Rp2 miliar saja, karena anggaran pengembangan pariwisata NTB lebih mengarah kepada penataan destinasi dengan dukungan anggaran sebesar Rp18 miliar. Kepengurusan BPPD Provinsi NTB periode 2010-2013 telah berakhir terhitung 31 Januari 2013, sehingga dilakukan proses pemilihan pengurus baru. Apalagi, pembangunan oleh perusahaan konsorsium di bidang properti The Blacksteel Group dengan membangun kawasan superblok lombok city center di Kabupaten Lombok NTB untuk mengapreasiasi budaya dan pesona alam. Pembangunan superblok di atas 8,8 hektar lahan menjadi pusat perbelanjaan, pengembangan ekonomi kreatif terbesar pertama di NTB dengan tenant nasional dan internasional. Lombok dan Sumbawa merupakan sasaran strategis untuk mengembangkan bisnis properti, ekonomi kreatif dan meningkatkan daya saing masyarakat NTB.Dengan demikian, pembangunan diyakini dapat meningkatkan
9
Buku ikhtisar data pembangunan Nusa Tenggara Barat, tahun 2001.Published 2001 oleh Badan Perencanaan Daerah, ProvinsiNTB in Indonesian.
58
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
destinasi pariwisata, MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition), tingkat kunjungan wisatawan dan lainnya.10 Pertumbuhan Domestik Ekonomi Kreatif Lokal Pengembangan pariwisata pemicu pertumbuhan ekonomi kreatif sebagai aktivitas bisnis dan berdagang yang dapat meningkat kesejahteraan bagi masyarakat. Pembangunan pariwisata membutuhkan tangan-tangan kreatif masyarakat untuk menghidupkan lalu lintas ekonomi dalam setiap ruang kehidupan masyarakat. Demikian pula kekuatan ekonomi kreatif, juga membutuhkan pasar yang sasarannya adalah masyarakat di berbagai daerah. Perpaduan itu, dapat bersinergi dalam rangka membangun ekonomi masyarakat. Kawasan pariwisata yang potensial memerlukan unsur masyarakat yang mutlak harus libatkan secara intens dalam pembangunan pariwisata dan ekonomi kreatif. Ini sebagai bentuk membangun kepercayaan dan partisipasi dalam pengembangan pariwisata ekonomi kreatif. Telah banyak memang yang telah dilakukan, tetapi karena tidak adanya komunikasi, informasi dan sosialisasi sehingga masyarakat menganggap itutidak membangun pariwisata.11 Aspek tersebut diharap dapat tumbuh dan berkembang secara positif serta berkelanjutan serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mengembangkan sektor pariwisata dalam rangka menyatukan arah pembangunan yang dilakukan provinsi maupun daerah. Dengan harapan tidak terjadinya perbedaan-perbedaan yang berpotensi menghambat pengembangan dan pembangunan. Pemerintah harus berorientasi pada upaya10
Prayitno, Pembangunan Pariwisata Lombok Sumbawa(http://www.beritasatu.com/forum-bisnis/186288lombok-city-center-tingkatkan-pariwisata-ntb.html. Diakses pada tanggal 19 Februari 2015). 11 Sejauh ini pemerintah daerah telah membuat program Focus Group Discussion (FGD) Pariwisata Ekonomi Kreatif. Melalui program ini nantinya pemda akan libatkan seluruh unsur bidang pariwisata seperti para pengusaha, pelaku wisata, seniman, budayawan dan unsur lainnya yang berkaitan. Melalui FGD tersebut nantinya pemda akan menghimpun masukan saran dan sekaligus membangun partispasi masyarakat. Dengan terbangunnya dialog dan komunikasi aktif ini diharapkan warga dan para pemerhati pariwisata mengetahui apa yang menjadi program kerja pemda, apa yang telah dilakukan dan apa rencana kedepan (http://www.gaungntb.com/2015/01/pembangunan-pariwisata-dan-ekonomi-kreatif-perlu-masukan-warga. Diakses pada tanggal 18 Februarai 2015).
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
59
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Muhammad Ali Sagalo
upaya pertumbuhan, ekonomi kreatif, peningkatan kesempatan kerja, pengurangan kemiskininan, serta pelestarian lingkungan yang berkaitan tentang pariwisata. Tentu dalam hal ini masalah keamanan di kawasan pariwisata tidak bisa kita pinggirkan, sebab itu sangat berpengaruh terhadap minat kunjungan wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri. Keberadaan Perda No. 7 Tahun 2013 tentang Ripparda, menuntut suatu usaha dari berbagai pihak. Hal ini demi mengimplementasikan visi pariwisata NTB, yaitu terwujudnya NTB sebagai destinasi Indonesia yang berdaya saing secara Internasional (EndangMulyani, dkk., 2007: 117). Namun dari sisi lain, pentingnya pembangunan pariwisata juga harus dilihat konteks pertumbuhan ekonomi kreatif yang berasal dari berbagai hasil pertanian dan hasil kerajinan lainnya.Sektor pertanian dan kerajinan merupakan andalan di Provinsi Nusa Tenggara Barat, sehingga masih tergolong sebagai daerah agraris. Penyerapan tenaga kerja di sektor pertanianpun masih tertinggi. Hampir 50 persen dari tenaga kerja yang bekerja di sektor ini. Sumbangan sektor pertanian terhadap perekonomian di NTB besarannya nomor 2 (dua) setelah sektor pertambangan dan penggalian yang didalamnya terdapat produksi konsentrat tembaga sebagai komoditas ekspor. Provinsi NTB ditetapkan sebagai daerah swasembada beras dan juga sebagai salah satu daerah penyangga pangan nasional. Tahun 2012, Luas Panen padi di NTB meningkat 1,77 persen atau 7.386 ha. Sedangkan peningkatan produksi padi di NTB tahun 2012 sebesar 2,28 persen atau 47.094 ton. Hal ini mengalami peningkatan karena pasokan sektor pariwisata untuk segala bidang yang ada. Tersedianya sarana perdagangan diberbagai pusat pariwisata dapat menjadi salah satu indikator kemajuan perekonomian. Hasil Podes 2014 mencatat sebanyak 242 desa/kelurahan (21,21%) sudah ada pasar tradisional kerajinan dengan bangunan berdiri diatasnya untuk menyiapkan kebutuhan para pelancong, wisatawan lokal dan mancanegara. Sementara kalau saja diukur dari perkembangan ekonomi kreatif Provinsi NTB sangat pesat, yakni perekonomian Provinsi NTB tahun 2014 yang diukur berdasarkan Produk Domestik
60
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp. 82,45 triliun dan PDRB perkapita mencapai Rp17,27 juta. Sedangkantanpa sub kategoripertambanganbijihlogam, PDRB Provinsi NTB atasdasarhargaberlakuadalahsebesarRp 75,64triliun. Kemudian, EkonomiProvinsi NTB tahun 2014 tumbuh 5,06 persensedikitmelambatdibandingtahun 2013 sebesar 5,15 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 31,04 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit sebesar 11,66 persen.Tanpa sub kategori pertambangan bijih logam, ekonomi Provinsi NTB tumbuh sebesar 6,15 persen mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 5,40 persen. Pentingnya pengembangan sektor pariwisata berbasis natural destinasi dalam membangun
sektor
pariwisata
guna
mengangkat
kesejahteraan
masyarakat
di
daerahmasihdiakui. Karena itu, program Visit Lombok Sumbawa (VLS) 2012 sampai sekarang ditandai dengan banyak pelaku pariwisata yang gencar mempromosikan objek wisata andalan dan mendorong kemajuan ekonomi kreatif di NTB sehingga pemerintah pusat pun sangat mengatensi program tersebut.12Seluruh pengeluaran wisatawan, terdapat sebanyak 20 persen habis untuk akomodasi, hiburan dan restoran. Sedangkan, 25 persen transportasi, 5 persen sektor jasa dan 10 persen hasil kreatif.Sehingga, dampak ekonomi dari sisi jumlah penerimaan pelaku pariwisata dari wisatawan domestik maupun mancanegara mencapai lebih dari Rp 3,1 triliun. Niai investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pariwisata pada triwulan I tahun 2015 mencapai Rp.290-an miliar dan Penanaman Modal Asing (PMA) senilai 38-an juta dollar Amerika.
12
Program VLS 2012 sendiri diluncurkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, NTB, pada 6 Juli 2009 lalu, dan kini, Gubernur NTB telah pula meluncurkan program VLS lanjutan yakni, VLS jilid II dengan target kunjungan dua juta wistawan pada 2015 mendatang dirangkaikan dengan dua abad meletusnya Gunung Tambora yang konon letusannya paling dahsyat se-dunia hingga kini.Diakses pada tanggal 18 Februarai 2015).
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
61
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Muhammad Ali Sagalo
Dari survey Venue Magazine edisi Maret 2012-2015 bahwa NTB menempati posisi kelima nasional sebagai daerah pilihan yang dikunjungi para wisatawan mancanegara di Indonesia. Peringkat pertama masih dipegang Bali, disusul PulauKomodo, Yogyakarta dan Jakarta. NTB masih lebih menarik dan mendunia dimata para wisatawan asing dibandingkan destinasi tersohor lainnya, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Utara dengan Bunaken-nya, maupun kawasan Raja Ampat di Papua.Survey ini, memperkuat hasil survey sebelumnya yang dilakukan Bank Indonesia, Mataram, menyebutkan 90,45 persen wisatawan yang mengunjungi NTB akan kembali mengunjungi Lombok Sumbawa. Sekali lagi, fakta ini muncul ditengah fasilitas dan penataan obyek wisata yang masih terus harus dibenahi. Dari jumlah pengunjung tersebut, dapat diketahui bahwa Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang terdiri dari wisatawan mancanegara dan dalam negeri merupakan indeks komposit persepsi rumah tangga mengenai kondisi ekonomi kreatif yang mereka kembangkan sebagaimana diperlukan oleh konsumen dan perilaku konsumsi terhadap situasi perekonomian pada triwulan berjalan.Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Triwulan IV-2014 di NTB sebesar 108,11menggambarkan kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan IV-2014 meningkat dibandingkan keadaan triwulan III-2014, namun tingkat optimisme wisatawan sebagai konsumen menurundibandingkan triwulan sebelumnya (nilai ITK Triwulan III-2014 sebesar 111,54). Membaiknya kondisi ekonomi konsumen utamanya didorong oleh pendapatan rumah tangga yang meningkat (106,32) dan rendahnya pengaruh inflasinya terhadap konsumsi makanan yang ditunjukkan oleh nilai indeks 103,12. Sedangkan nilai ITK Provinsi NTB pada Triwulan I-2015 mendatang diperkirakan sebesar 106,67 artinya diperkirakan akan terjadi peningkatan kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan I-2015 mendatang walaupun tingkat optimisme lebih rendah dibandingkan Triwulan IV-2014 yang lalu. Membaiknya kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan I-2015 yang akan datang diperkirakan karena
62
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
akan adanya peningkatan pendapatan rumah tangga konsumen (ITK= 108,45), dan rencana untuk pembelian barang tahan lama (ITK= 103,53).13 Sedikitnya sebelas sektor penyusun industri priwisata yang memberikan dampak ekonomi cukup kuat di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Enam sektor diantaranya memiliki keterkaitan dalam pengembangan industri, sektor industri mutiara, restoran, angkutan travel dan wisata, perhotelan non berbintang, angkutan udara dan industri ukiran kayu. Sisanya, perhotelan berbintang, industri gerabah, penukaran uang, atraksi budaya dan pramuwisata menjadi sektor kunci. Dengan demikian, pertumbuhan pendapatan domestik masyarakat dari industri kreatif harus diutamakan perspektif indikator kebahagiaan keluarga dan lingkungan masyarakat. Kita bisa melihat data statistik bahwa indeks kebahagiaan NTB tahun 2014 sebesar 69,28 pada skala 0 - 100 rata-rata dari angka indeks yang dimiliki oleh setiap individu. Semakin tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat kehidupan yang semakin bagus, demikian pula sebaliknya, semakin rendah nilai indeks maka penduduk semakin tidak bagus. Indeks komposit yang disusun oleh tingkat kepuasan terhadap 10 aspek kesehatan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan rumah tangga, keharmonisan keluarga, ketersediaan waktu luang, hubungan sosial, kondisi rumah, dan aset, keadaan lingkungan, dan kondisi keamanan.14 Dengan naik turunnya tingkat aktivitas masyarakat dan terpengaruhnya pendapatan dari hasil penjualan kerajinan maupun usaha ekonomi. Maka, memicu terjadinya inflasi secara terus menerus. Kita lihat pada bulan Januari 2015 Nusa Tenggara Barat mengalami inflasi sebesar 0,47 persen. Angka inflasi ini berada di atas angka deflasi nasional yang tercatat sebesar 0,24 persen. Wilayah Nusa Tenggara Barat, inflasi Kota Mataram sebesar 13
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Triwulan IV-2014 Di Nusa Tenggara Barat Sebesar 108,11,Rilis: Kamis, 5 Pebruari 2015 updated: Kamis, 12 Pebruari 2015 - 09:40:16 WITA. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015. 14 BPS Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indeks Kebahagiaan Nusa Tenggara Barat Tahun 2014 Sebesar 69,28, Rilis:Kamis, 5 Pebruari 2015 updated: Kamis, 12 Pebruari 2015 (http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=133. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015).
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
63
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Muhammad Ali Sagalo
0,45 persen dan Kota Bima mengalami inflasi sebesar 0,58 persen.Inflasi Nusa Tenggara Barat bulan Januari2015 sebesar 0,47 persen terjadi karena adanya kenaikan indeks pada kelompok bahan makanan sebesar 2,17 persen; sandang 1,44 persen; perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 1,14 persen; makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,79 persen; pendidikan, rekreasi dan olah raga 0,25 persen dan kesehatan 0,11 persen. Sedangkan penurunan indeks terjadi pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan 3,57 persen. Laju inflasi Nusa Tenggara Barat tahun kalender (Januari2015 â&#x20AC;&#x201C; Desember 2014) sebesar 0,47 persen, dan laju inflasi tahun ke tahun (Januari2015 â&#x20AC;&#x201C; Januari2014) sebesar 6,21 persen.15 Nilai ekspor Provinsi Nusa Tenggara Barat bulan Desember 2014 sebesar US$114.371.523, angka ini mengalami peningkatan 149,00 persen jika dibandingkan ekspor November 2014 yang bernilai US$45.931.478. Ekspor pada bulan Desember 2014 sebagian besar atau 52,95persen ditujukan ke Negara Jepang, Korea Selatan sebesar 30,27 persen dan Cinasebesar 15,83 persen.Jenis barang yang diekspor sebagian besar senilai US$113.264.707 (99,03%) berupa konsentrat tembaga; perhiasan/permata (0,89%) dan ikan dan udang (0,04%).Nilai Impor pada bulan Desember 2014 bernilai US$11.971.247, nilai ini mengalami peningkatan 35,67 persen dibanding dengan BulanNovember 2014 yang sebesar US$8.824.087. Sebagian besar Impor berasal dari Negara Thailand (28,58%), Jepang (27,55%),danCina (15,09%).Jenis barang impor dengan nilai terbesar adalah karetdanbarangdarikaret (27,78%), plastik dan barang dari plastik (27,41%) dan bendabenda dari besi dan baja (18,84%).16
15
BPS Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, bulan Januari 2015 Nusa Tenggara Barat Mengalami Inflasi Sebesar 0,47 Persen, Rilis: Senin, 2 Pebruari 2015 updated: Selasa, 3 Pebruari 2015 (http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=125. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015). 16 BPS Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, nilai ekspor Provinsi Nusa Tenggara Barat bulan Desember 2014 Sebesar Us$ 114.371.523,Rilis Senin, 2 Februari 2015, updated Selasa, 3 Februari 2015 (http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=126. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015).
64
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Penyebab inflasi dan deflasi dari perekonomian Nusa Tenggara Barat adalah meningkatnya jumlah penumpang yang datang menggunakan angkutan laut pada bulan Desember 2014sampai 2015 sebanyak 3.830orang, naik 13,62 persen dibandingkan bulan November 2014. Demikian pula jumlah penumpang yang berangkat mengalami peningkatansebesar 19,11 persen. Jumlah penumpang yang datang melalui penerbangan domestik pada bulan Desember 2014 sebanyak 114.153orang, naik 13,61 persen dari bulan November 2014. Demikian pula jumlahpenumpang datang melalui penerbangan internasional, mengalamipeningkatan 37,92persen dibandingkan bulan November 2014.Jumlah penumpang yang berangkat melalui penerbaangan domestik sebanyak 104.695 orang pada bulan Desember 2014, naik 3,23 persen dari bulan November 2014. Demikian pula penumpangberangkatmelaluipenerbanganinternasionalnaik 13,97 persen dibandingkan bulan November2014.17 Pada bulan November 2014 tingkat penghunian kamar (TPK) hotel bintang mengalami penurunandibandingkan bulan Oktober 2014. TPK bulanNovember 2014 tercatat sebesar 47,30 persen, turun 5,12point dibandingkan keadaan bulan Oktober 2014 dengan TPK 52,42 persen. Demikian pula jika dibandingkan dengan TPK bulan November 2013 yang mencapai 63,56 persen, turun 16,26 point. Rata-rata lama menginap (RLM) tamu hotel bintang pada bulan November 2014 tercatat 2,18 hari, turun 0,29 hari dibandingkan dengan RLM bulan Oktober 2014 yang tercatat 2,47hari. Demikian pula bila dibandingkan dengan RLM bulan November 2013 yang mencapai 2,58 hari, terjadi penurunan 0,40 hari. Jumlah tamu yang menginap pada hotel bintang bulan November 2014 tercatat 49.917 orang, jumlah ini mengalami penurunan 6,50 persen dibanding tamu bulan Oktober 2014 yang sebanyak 53.390 orang. Namun jika dibandingkan dengan bulan November 2013, yaitu sebanyak 44.584 orang, mengalami 17
Jumlah Penumpang yang Datang Melalui Penerbangan Domestik pada Bulan Desember 2014 Sebanyak 114.153 Orang, Rilis: Senin, 2 Pebruari 2015 updated: Selasa, 3 Pebruari 2015 (http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=128. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015).
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
65
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Muhammad Ali Sagalo
peningkatan sebesar 11,96 persen.TPK hotel non bintang pada bulan November 2014 tercatat 26,47 persen, turun 0,25 point dibandingkan dengan TPK bulan Oktober 2014 yang tercatat 26,72 persen. Demikian pula bila dibandingkan dengan TPK bulan November 2013 yang mencapai 31,82 persen, turun 5,35 point. Rata-rata lama menginap (RLM) hotel non bintang pada bulan November 2014 mencapai 1,78 hari, naik 0,06 hari dibandingkan bulan Oktober 2014. Demikian pula bila dibandingkan dengan RLM bulan November 2013 yang tercatat 1,71 hari, naik sebesar 0,07 hari.18 Kalau dihubungkan dengan perkembangan jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Barat pada September 2014 mencapai 816,62ribuorang (17,05 persen), berkurang 4,20 ribuorang (0,19persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2014 yang sebesar 820,82ribu orang (17,24 persen).Selama periode Maret â&#x20AC;&#x201C; September 2014, penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sekitar 15,13ribu orang (dari 370,18 ribuorang pada Maret 2014 menjadi 385,31ribuorang pada September 2014), sementara di daerah perdesaan berkurang sebanyak 19,33 ribu orang (dari 450,64orang pada Maret 2014 menjadi 431,31ribuorang pada September 2014).Penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2014 sebesar 18,54 persen, bertambah menjadi 19,17 persen pada September 2014. Sedangkan, untuk penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang, yaitudari16,31 persen padaMaret 2014menjadi 15,52 persen pada September 2014.Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Ini terjadi baik di Perkotaan maupun perdesaan. Pada September 2014, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 73,51persen untuk perkotaan dan 79,24 persen untuk daerah perdesaan.Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai
18
Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Barat (http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=114. Di akses pada tanggal 26 Februari 2015).
66
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun perdesaan adalah beras, rokokkretek filter,gulapasir, telurayamras, mie instan, dan bawang merah. Komoditi bukan makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan adalah, sedangkan di perdesaan sendiri adalah perumahan, pakaian jadi anakanak, angkutan, bensin, kayu bakar, pakaian jadi perempuan dewasa dan pendidikan.Pada periode Maret â&#x20AC;&#x201C; September 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) mengalami kenaikandari 2,560 pada Maret 2014 menjadi 2,922 pada September 2014. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauh dari Garis Kemiskinan dan terjadi ketimpangan pengeluaran penduduk.Begitu juga Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami kenaikan, dari 0,606 pada Maret 2013 menjadi 0,722 pada September 2014. Dengan naiknya P2 berarti semakin tersebar penduduk miskinnya dari garis kemiskinan.19 Sehingga, kalau dihitung dari berbagai faktor diatas dengan kalkulasi data yang ada. Maka, pertumbuhan produksi rata-rata industri manufaktur mikro dan kecil provinsi NTB tahun 2014, adalah:20 a. PertumbuhanproduksiIndustriManufakturMikrodan Kecil (IMK)Provinsi NTB (q-toq) triwulan IV tahun 2014 turunsebesar 8,48 persendariproduksiIndustritriwulan III tahun 2014; 2. PertumbuhanproduksiIndustriManufakturMikrodan Kecil
Propinsi NTB (y-on-y)
triwulan IV tahun 2014 turunsebesar 3,82 persendibandingtriwulan yang samapadatahun 2013; 3. Pertumbuhanproduksi rata-rata IndustriManufakturMikrodan Kecil Provinsi NTB tahun 2014 naiksebesar 6,26 persendibandingpertumbuhan rata-rata padatahun 2013; 19
Ketahanan ekonomi lokal provinsi Nusa Tenggara Barat, September 2014 Mencapai 17,05 Persen (http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=117. Di akses pada tanggal 21 Februari 2015). 20 BPS NTB, Pertumbuhan Produksi Rata-rata Industri Manufaktur Mikro Dan Kecil Provinsi NTB Tahun 2014 Naik Sebesar 6,26 %,Senin, 2 Februari 2015 (http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=130. Di akses pada tanggal 21 Februari 2015).
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
67
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Muhammad Ali Sagalo
4. PertumbuhanproduksiIndustriManufakturBesardanSedang (IBS) Propinsi NTB (q-onq) padatriwulan IV tahun 2014 turunsebesar 1,06 persendariproduksi IBS triwulan III tahun 2014; 5. PertumbuhanproduksiIndustriBesardanSedang
(IBS)
Provinsi
NTB
(y-on-y)
padatriwulan IV tahun 2014 naiksebesar 8,93 persendibandingtriwulan yang samapada Tahun 2013; 6. Pertumbuhanproduksi rata-rata IndustriManufakturBesardanSedang (IBS) Provinsi NTB tahun 2014 naiksebesar 4,17 persendibandingpertumbuhan rata-rata padatahun 2013. Penutup Sebagai penutup dari tulisan ini, penulis akan memberikan kesimpulan dan saran untuk mengetahui strategi pembangunan dan pengembangan destinasi pariwisata provinsi Nusa Tenggara Barat, adalah sebagai berikut: Kesimpulan Provinsi Nusa Tenggara Barat sedang gencar melakukan pembangunan dan pengembangan destinasi pariwisata. Hal ini dilakukan untuk memberikan efek kesejahteraan kepada masyarakat, utamanya masalah ketahanan pangan.Gambaran destinasi pariwisata Nusa Tenggara Barat, membutuhkan masyarakat dengan tujuan sosialisasi atau "Holiday is Lombok Sumbawa"dan sekaligus pemetaan produk wisata NTB menuju e-Tourism tahun 2015. Pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata Provinsi NTB dilakukan secara sinergitas antara pemerintah dengan pihak swasta, misalnya bidang kuliner, industrial, perdagangan dan koperasi usaha kecil.Pengembangan pariwisata pemicu pertumbuhan ekonomi kreatif sebagai aktivitas bisnis dan berdagang yang dapat meningkat kesejahteraan bagi masyarakat.Aspek tersebut menumbuhkankesejahteraan masyarakat secara positif dan
68
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
berkelanjutan. Peningkatan tersebut karena tersedianya sarana perdagangan diberbagai pusat pariwisata sebagai indikator kemajuan perekonomian. Tahun 2014 sebanyak 242 desa/kelurahan (21,21%) sudah ada pasar tradisional kerajinan dan bangunan untuk menyiapkan kebutuhan para pelancong, wisatawan lokal, dan mancanegara. Sehingga dari sektor ini kesejahteraan masyarakat dari ekonomi kreatif Provinsi NTB sangat pesat, yakni dapat diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 82,45 triliun dan PDRB perkapita mencapai Rp. 17,27 juta. Membaiknya kondisi ekonomi konsumen utamanya didorong oleh pendapatan rumah tangga yang meningkat (106,32) dan rendahnya pengaruh inflasinya terhadap konsumsi makanan yang ditunjukkan oleh nilai indeks 103,12. Sedangkan nilai ITK Provinsi NTB pada Triwulan I-2015 mendatang diperkirakan sebesar 106,67 artinya diperkirakan akan terjadi peningkatan kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan I-2015 mendatang walaupun tingkat optimisme lebih rendah dibandingkan Triwulan IV-2014 yang lalu.Dengan demikian, pertumbuhan pendapatan domestik masyarakat dari industri kreatif harus diutamakan perspektif indikator kebahagiaan keluarga dan lingkungan masyarakat. Kita bisa melihat data statistik bahwa indeks kebahagiaan NTB tahun 2014 sebesar 69,28 pada skala 0 - 100 rata-rata dari angka indeks yang dimiliki oleh setiap individu. Dengan naik tingkat aktivitas masyarakat dan terpengaruhnya pendapatan dari hasil penjualan kerajinan maupun usaha ekonomi.Hal ini mengalami peningkatan karena pasokan sektor pariwisata untuk segala bidang yang ada. Tersedianya sarana perdagangan diberbagai pusat pariwisata dapat menjadi salah satu indikator kemajuan perekonomian. Hasil Podes 2014 mencatat sebanyak 242 desa/kelurahan (21,21%) sudah ada pasar tradisional kerajinan dan bangunan diatasnya untuk menyiapkan kebutuhan para pelancong, wisatawan lokal dan mancanegara. Sementara kalau saja diukur dari perkembangan ekonomi kreatif Provinsi NTB sangat pesat, yakni perekonomian Provinsi NTB tahun 2014 yang diukur
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
69
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Muhammad Ali Sagalo
berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp. 82,45 triliun dan PDRB perkapita mencapai Rp. 17,27 juta. Dengan naiknya tingkat aktivitas masyarakat dan terpengaruhnya pendapatan dari hasil penjualan kerajinan maupun usaha ekonomi kreatif lainnya. Maka, justru menambah nilai ekspor Provinsi Nusa Tenggara Barat bulan Desember 2014 sebesar US$114.371.523, angka ini mengalami peningkatan 149,00 persen jika dibandingkan ekspor November 2014 yang bernilai US$45.931.478.Sementara perkembangan jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Barat pada September 2014 mencapai 816,62ribuorang (17,05 persen), berkurang 4,20 ribuorang (0,19persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2014 yang sebesar 820,82ribu orang (17,24 persen). Komoditi ekonomi kreatif menentukan besar dan kecilnya nilai pendapatan dan mengguranggi angka kemiskinan, baik di perkotaan maupun perdesaan. Rata-rata sudah tidak mengeluh untuk mendapatkan dan pembelian rumah, pakaian, ongkos angkutan, bensin, kayu bakar,dan pendidikan. Saran Sarana kepada pemerintah Provinsi Nusa tenggara Barat adalah: 1. Pembangunan dan pengembangan pariwisata perspektif ketahanan pangan harus terus dilakukan di seluruh provinsi NTB; 2. Strategi promosi pariwisata harus melibatkan dunia pendidikan dan masyarakat luas serta memberikan keramahan pada para pelancong maupun turis mancanegara; 3. Perkuat Piarisasi Holiday is Lombok Sumbawa, sebagai konsep menjanjikan sebuah pariwisata yang bisa mendatangkan investasi besar-besaran; 4. Sinergitas dan terpadu antara pemerintah dengan pihak swasta dalam pengembangan pariwisata segala bidang; 5. Menumbuhkan industri kreatif sehingga masyarakat dapat menikmati secara leluasa;
70
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
6. Memperkuat peraturan tentang tidak diperbolehkan kepada turisme asing dan lokal dari daerah lain untuk melalukan transaksi penjualan barang ekspor maupun impor dari negara lain; 7. Proteksi terhadap seluruh produk luar negeri yang mengancam produk lokal dan mempersempit ruang gerak turisme khusus pada industri kreatif bahwa mereka tidak boleh membeli tanah, berjualan, menikah illegal, dan lain sebagainya. Daftar Pustaka Fathurrahman,
Pengembangan
Pariwisata
Nusa
Ttenggara
Barat,
Humas
UGM,
http://ugm.ac.id/id/berita/412-11.sektor.penyusun.industri.pariwisata.di.ntb Diakses padatanggal 10 Januari 2015. Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, 2002, Profil Pariwisata Lombok Barat, (Data Base) tahun 2002, Pemerintah Kabupaten Lombok Barat. Undang-undang Kepariwisataan No. 10 tahun 2009, Jakarta: Harvarindo. Salah Wahab, 1996. Manajemen Kepariwisataan, cetakan ketiga, Paradnya Paramita, Jakarta. Damanik dan Weber, 2006, Eksotisme Pariwisata NTB, Institute for Global Justice,Jakarta. Sartika, Arinda Cici, 2011. Pembangunan Pariwisata â&#x20AC;&#x153;Oceaneo Ecotourismâ&#x20AC;? padaObyekWisata Gili Trawangan, Universitas Brawijaya. Muhammad Nasir, Kembangkan Destinasi Pariwisata Unggulan Nusa Tenggara Barat, http://travel.kompas.com/read/2013/12/23/1416077/NTB.Fokus.Kembangka n.Destinasi.Pariwisata.Unggulan. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015. Prayitno, Pembangunan Pariwisata Lombok Sumbawa,http://www.beritasatu.com/forumbisnis/186288-lombok-city-center-tingkatkan-pariwisata-ntb.html. Diakses pada tanggal 19 Februari 2015.
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
71
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
Muhammad Ali Sagalo
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Triwulan IV-2014 Di Nusa Tenggara Barat Sebesar 108,11,Rilis: Kamis, 5 Pebruari 2015 updated : Kamis, 12 Pebruari 2015 09:40:16 WITA. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015. BPS Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indeks Kebahagiaan Nusa Tenggara Barat Tahun 2014 Sebesar 69,28,Rilis kamis, 5 Feb 2015 updated : Kamis, 12 Februari 2015,http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=133. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015. BPS NTB, Jan 2015 NTB Mengalami Inflasi Sebesar 0,47 %, Senin, 2 Februari 2015,http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=125. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015. BPS NTB, Nilai Ekspor Provinsi Nusa Tenggara Barat,Des 2014 Sebesar Us$ 114.371.523,Senin, 2 Feb 2015, http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=126. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015. BPS NTB, Jumlah Penumpang Yang Datang Melalui Penerbangan Domestik Pada Bulan Desember 2014 Sebanyak 114.153 Orang,Senin, 2 Februari 2015.http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=128. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015. BPS
NTB,
Jumlah
penduduk
miskin
di
Nusa
Tenggara
Barathttp://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=114. Di akses pada tanggal 26 Februari 2015. BPS NTB, Ketahanan ekonomi lokal provinsi Nusa Tenggara Barat, September 2014 Mencapai 17,05 Persen, Jumat, 2 Jan 2015,http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=117. BPS NTB, Pertumbuhan Produksi Rata-rata Industri Manufaktur Mikro Dan Kecil Provinsi NTB Tahun 2014 Naik Sebesar 6,26 Persen,Senin, 2 Februari 2015,http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=130.
72
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan Rusdianto Peneliti Pusat Studi Desentralisasi dan Otonomi Daerah Sekolah Tinggi Ilmu EkonomiAhmad Dahlan (STIE-AD) Jakarta Abstrak Mengagas komunikasi e-musrenbang merupakan metode baru dalam pembangunan daerah yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya inefisiensi waktu dan anggaran dalam penyerapan masukan, saran, kritik maupun aspirasi dari masyarakat. Sehingga agenda maksimalisasi pembangunan infrastruktur yang menjadi penunjang kesejahteraan masyarakat dapat diukur sistem akuntabilitas kinerja pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan tersebut. KataKunci:Komunikasi
E-Musrenbang,MaksimalisasiInfrastruktur,
Akuntabilitas
Investasi
Pembangunan Abstract: Notions e-musrenbang communication is a new method in regional development carried out by the government. It aims to prevent inefficiencies in the absorption time and budget input, suggestions, criticisms and aspirations of the community. Thus maximizing infrastructure development agenda into supporting public welfare measurable performance accountability system of government in the implementation of the sustainable development.
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
Rusdianto
Keywords: Communication E-Musrenbang, Maximalization Infrastructure, Development Investment Accountability LatarBelakang Krisis pèmbangunan merupakan masalah klasik bangsa Indonesia. Kegagalan realisasi program kesejahteraan bagi masyarakat tidak dapat dipungkiri. Puluhan tahun bangsa ini melaksanakan pembangunan, tampaknya masih jauh dari kenyataan, apalagi pembangunan tidak berorientasi memyeluruh pada aspek penting kehidupan negara. Menurut Merlinta Sembiring (2013:12) bahwa kinerja pembangunan yang diwujudkan dalam pertumbuhan pembangunan baik ekonomi, budaya, politik dan lapangan kerja belum optimaldalam menjawab tantangan disparitas distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Meski begitu, momentum musrenbang dilaksanakan sebagai aktivitas tahunan dengan perencanaan pembangunan yang boleh dibilang mengagumkan. Tetapi, program perencanaan itu sungguh ironis, hanya 40 persen terealisasi dan justru pada saat bersamaan angka pengangguran semakin meningkat dan membumbung tinggi. Pembangunan belum menjadi arus perubahan masyarakat untuk mengantar Indonesia pada pertumbuhan ekonomi ke level 6,0 porsen sebagaimana keinginan bersama. Seharusnya hasil pembangunan mencapai optimum kalau dilihat dari rencana yang telah disepakati. Padahal, program yang ditetapkan dalam musrenbang bisa menumbuhkan dan mendorong kadar batas maksimal daĺam proses implementasi kesejahteraan masyarakat. Wajar harapan itu muncul mengingat Indonesia dikenal alamnya kaya-raya. Paradigma musrenbang sudah keluar dari jalur, mestinya dalam perencanaan pembangunan di terapkan sistem aspirasi publik agar proses pembangunan sesuai visi yang ditetapkan bersama. Selama ini, memang terjadi inefisiensi musrenbang karena faktor banyak menyerap bugeting adalah birokrasi. Sementara kinerja birokrasi sangat panjang,
74
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
menjemukan dan menghambat kerja-kerja pembangunan. Bukan hanya di faktor birokrasi, tetapi dibidang lain juga harus direvitalisasi sehingga pembangunan berjalan baik tanpa ada hambatan yang serius. Mencermati kondisi pembangunan, pemerintah sebaiknya mengadakan perbaikan pada sisi makro agar kebijakan yang selama ini penghambat laju perubahan dari implementasi pembangunan itu dapat diperbaiki. Kalau melihat data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013-2014 bahwa kemiskinan di Indonesia mengalami tren meningkat setiap tahun, baik ukuran indeks kedalaman kemiskinan (IKK) maupun indeks keparahan kemiskinan di dalam negeri. Indeks kedalaman kemiskinan naik dari 1,75% (Maret 2013) menjadi 1,89 %. Kemudian indeks keparahan kemiskinan naik dari 0,43% (Maret 2013) menjadi 0,48%. Tercatat secara kedalaman perkotaan sebesar 1,41% dan perdesaan jauh lebih tinggi, yaitu 2,37%. Sementara nilai indeks keparahan kemiskinan untuk perkotaan hanya 0,37% sementara di daerah perdesaan sebesar 0,60%. Artinya tingkat kemiskinan yang ada di Indonesia semakin parah. Sebab berada menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin melebar. Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar jumlah dan persentase. Karena ada dimensi lain, yaitu tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Tentunya akan membantu pemerintah dalam musrenbang sehingga tidak lagi ada persoalan data kemiskinan parah maupun disparitas pembangunan. Fungsi peran pemerintah dalam proses pembangunan adalah harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin dan mengurangi tingkat keparahan dari kemiskinan. Namun, porsentase kemiskinan sempat menurun sedikit pada 2014-2015, sebagaimana Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil terbaru pendataannya, bahwa pada bulan Maret 2014, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,28 juta orang sekitar 11,25%. Sementara, jumlah penduduk miskin berkurang sebesar 0,32 juta orang jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2013 sebesar 28,60 juta orang. Selama periode
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
75
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
Rusdianto
September 2013-Maret 2014 jumlah penduduk miskin daerah perkotaan turun sebanyak 0,17 juta dari 10,68 juta pada September 2013 menjadi 10,51 juta pada Maret 2014. Sementara itu, di daerah perdesaan turun sebanyak 0,15 juta orang dari 17,92 orang pada September 2013 menjadi 17,77 juta pada Maret 2014. Sedangkan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan September 2013 sebesar 8,55% turun menjadi 8,34% pada Maret 2014 kemudian persentase penduduk miskin di daerah perdesaan turun 14,37% pada September 2013 menjadi 14,17% pada Maret 2014. Namun, trend turun tidak berarti validasi data BPS membenarkan kondisi masyarakat Indonesia yang masih parah kemiskinannya dan menurunnya tingkat kesejahteraan. Disinilah butuh kearifan dalam musrenbang untuk mengukur tingkat kemiskinan dengan pendekatan preventif dalam menangani berbagai masalah sehingga dengan konsep tersebut memiliki jangkauan dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar atas problem kemiskinan yang terjadi. Hal ini, dipandang agar tidak terjadi inefisiensi pada rencana pembangunan (musrenbang), maka metode pemerintah dalam menghitung garis kemiskinan yang terdiri dari metode Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Pemakaian metode dan pendekatan penghitungan dalam musrenbang,bisa mencegah disparitas sehingga stigma kemiskinan turunan itu tidak terjadi lagi. Harus disadari bahwa pembangunan itu merupakan proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya untuk meningkatkan dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) serta menjalankan roda perekonomian dengan mewujudkan kesejahteraan sosial. Pasal 33 UUD 1945 menjadi modal dalam perencanaan pembangunansehingga lebih praktis mewujudkan keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat melalui berbagai peran dan keberpihakan dalam menjamin taraf hidup rakyat.
76
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
Komunikasi e-musrenbang1Mencegah Inefisiensi Musrenbang sebaiknya menjadi cambuk bagi pemerintah bersama masyarakat untuk menjalin komunikasi yang baik agar penyerapan aspirasi bisa maksimal. Kesan yang selama ini bahwa musrenbang membuang anggaran, energi dan waktu, tak sesuai dengan tujuan pembangunan. Sehingga menyebabkan terjadinya inefisiensi yang berkonotasi pemborosan dan tidak tepat sasaran. Penyebab inefisiensi pada pola pembangunan adalah pertama; tidak efektifnya komunikasi antara pemerintah dan masyarakat pada saat musrenbang berlangsung. Kedua; mahalnya ongkos birokrasi, mulai anggaran kecil hingga besar.Ketiga: hal ini sangat rumit karena harus melalui jalur birokrasi yang begitu membosankan. Harus disadari bahwa pembangunan itu merupakan proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan musrenbang tingkat kecamatan, pemerintah daerah dan pemerintah pusat maupun lembaga negara telah menampung aspirasi usulan program kegiatan dari masyarakat sekitar. Dasar hukum musrenbang adalah Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Usulan tersebut mencakup bidang kegiatan peningkatan pelayanan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, keamanan lingkungan, penanggulangan masalah sosial dan program kegiatan lainnya yang ada di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), anggaran hibah, peningkatan ekonomi kreatif bagi warga yang terlibat dalam UKM (Usaha Kecil Menengah). Daerah kota Tangerang Selatan(Tangsel) sendiri kegiatan dilaksanakan di kecamatan Serpong yang terdiri atas 9 kelurahan jumlah usulan yang masuk ada sebanyak 419 item
1
Rusdianto (2015), â&#x20AC;&#x153;Inefisiensi Komunikasi E-Musrenbang,â&#x20AC;? Koran Harian Tangsel Pos Group Jawa Pos, Terbit pada Rabu 18 Maret 2015. Hal. 5.
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
77
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
Rusdianto
dengan total anggaran mencapai Rp. 260.950.257.986. Sedangkan pada Kecamatan Serpong Utara yang terdiri atas 7 kelurahan jumlah usulan yang masuk terdapat 757 item dengan total anggaran sebanyak Rp 112.131.097.975. Dilanjutkan di Kecamatan Ciputat yang terdapat 7 kelurahan jumlah usulan yang masuk ada sebanyak 643 item dengan total anggaran mencapai Rp. 74.533.747.722. Kecamatan Ciputat Timur yang terdiri dari 6 kelurahan menampung 977 item usulan dengan total anggaran sebanyak Rp. 120.186.738.509. Kemudian di Kecamatan Pondok Aren yang terdiri atas 11 kelurahan, Bappeda Kota Tangsel telah menampung usulan program kegiatan pembangunan dari warga yang jumlahnya mencapai 1.208 item. Total jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk mengakomodir usulan tersebut mencapai Rp. 197.091.794.150. Sedangkan pada Kecamatan Pamulang yang terdiri dari 8 kelurahan jumlah usulan ada sebanyak 796 item dengan total anggaran senilai Rp 183.737.963.029. Terakhir adalah di Kecamatan Setu yang terdiri dari 6 kelurahan/desa menampung usulan warga sebanyak 189 item kegiatan pembangunan dengan total anggaran senilai Rp. 167.027.773.198. Menurut Setu Wahyudi Leksono (2014) bahwa hasil inventarisir data yang ada di wilayahnya terdapat 287 usulan dengan pagu total anggaran mencapai Rp. 63 miliar. Sedangkan jumlah kegiatan mencapai 809 item dengan total anggaran sebanyak Rp. 152 miliar. Perbaikan RSUD Tangsel, seperti merenovasi beberapa ruang rawat inap dan ruangan lainnya. Selain itu akan ada penambahan tempat tidur pasien yang terdiri dari tahap 1 dan 2 masing-masing sebanyak 100 tempat tidur pasien, dan tahap 3 sebanyak 250 tempat tidur pasien. Gagasan pemerintah dalam menanggapi berbagai usulan tersebut, maka pemerintah tangsel sendiri membuat pola baik yang tergolong unik, yakni komunikasi e-musrenbang dengan harapan pemerintah Tangsel terus memberikan inovasi dalam program pelayanan bagi masyarakat yang semakin dibuat sedemikian mudah. Komunikasi e-musrenbang ini
78
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
tentu memberikan manfaat bagi masyarakat yang ingin mengusulkan pembangunan di wilayahnya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi lewat dunia maya. Penerapan Elektronik Musyawarah Rencana Pembangunan atau e-musrenbang ini merupakan sistem komunikasi antara pemerintah dan masyarakat yang diyakini dapat menyajikan data lebih akurat dan lebih efektif menyaring usulan warga. Pemakaian emusrenbang tahun 2015 bagi Tangsel menjadi daerah percontohan dalam mendorong transparansi dan akutabilitas data usulan yang masuk dari warga sekitar. Pola sistem komunikasi e-musrenbang ini bisa menjadi produk unggulan bagi Indonesia dan seluruh kepala daerah lainnya karena penerapan aplikasi SIMRAL e-musrenbang menyajikan data akurat, kegiatan tepat sasaran, pengelompokkan jenis usulan pekerjaan lebih mudah hingga memperpendek waktu rekapitulasi data usulan. Dalam menginput data usulan program pembangunan yang masuk digunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Penganggaran dan Pelaporan (Simral). Aplikasi ini merupakan hasil kerjasama dengan Pusat Teknologi Informasi dan Teknologi BPPT. Sesuai dengan namanya, Simral meliputi perencanaan yang perwujudannya adalah proses musrenbang Tingkat Kelurahan, Tingkat Kecamatan, Tingkat Kota (Forum SKPD dan Musrenbang Tingkat Kota), bergulir terus menjadi KUA-PPAS (Kebijakan Umum Anggaran â&#x20AC;&#x201C; Penetapan Plafon Anggaran Sementara), penetapan R-APBD yang dirapatkan dengan legislatif, sampai pada penetapan APBD. E-musrenbang ini, berbasis internet. Masyarakat yang ingin mengetahui usulan kegiatan di wilayahnya dapat dengan mudah mengakses informasinya melalui situs website resmi Pemkot Tangsel sesuai dengan motto Kota Tangsel, Cerdas dan Modern. Pada tahapan perencanaan dan pengganggaran, dinamika perubahan sangat tinggi dan komplek. Selesai ditetapkan sebagai KUA-PPAS, alokasi anggaran dibahas dalam acara rapat dengar pendapat (hearing) antara legeslatif dengan SKPD terkait, yang berpotensi terjadi perubahaan dalam berbagai sisi. Dengan Simral setiap kejadian perubahan tersimpan dan tercatat dalam Simral.
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
79
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
Rusdianto
Dalam proses perencanaan anggaran, Simral menyusun dan mencatat tiga tahap atau tiga jenis RAPBD â&#x20AC;&#x201C; RAPBD yang diajukan ke legislatif oleh Tim Anggaran Eksekutif, RAPBD persetujuan bersama antara Eksekutif dan legislatif, dan APBD hasil revisi Pemerintah Provinsi. Semua tercatat dalam sistem e-musrenbang. Pada saat peyusunan DPA, setiap kegiatan yang dilakukan oleh SKPD dapat terpantau secara real timeuntuk menyelsaikan proses implementasi perencanaan pembangunan yang telah dirancang sebelumnya. Selesai tahapan perencanaan pembangunan tergantung Simral yang meliputi aspek penatausahaan keuangan. Pada wilayah ini di-input segala bentuk kegiatan transaksi keuangan baik dari sisi pendapatan maupun pengeluaran. Proses belanja daerah yang dilakukan setiap SKPD seperti pembuatan SPD, SPP, SPM, SP2D, Buku Besar, dan sebagainya semua masuk dalam proses manajemen Simral. Demikian pula dalam hal proses pendapatan. Dengan di-input-nya segala aktivitas keuangan dalam sistem yang online, maka progres pengeluaran dan pendapatan daerah akan dengan mudah diketahui dan tentunya akan menjadi acuan dalam mengontrol keuangan daerah serta memantau tingkat penyerapan anggaran SKPD. Simral juga meliputi pelaporan yang wujudnya adalah pelaporan akuntansi berbasis aktual, yang merupakan pola pelaporan relatif baru dari pola pelaporan akuntansi sebelumnya yang berbasis kas. Setiap alur kerja yang ada pada Simral mengacu pada Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri Nomor 55 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya, dan Permendagri Nomor 64 tentang Penetapan Standar Akuntansi Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah. Tentu hal ini menjadi daya tarik masyarakat mewujudkan perencanaan pembangunan partisipatif dan berkualitas. Program kegiatan berupa pengentasan kemiskinan dan
80
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
peningkatan wirausaha ekonomi kreatif telah terpadu yang dicanangkan serta tertuang dalam Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode 2011-2016. Perencanaan pembangunan secara transparan dan tersusun dengan baik. Sehingga masyarakat bisa melihat dan memonitor pelaksanaannya. Ini menjadi hal yang baik, kedepan. Maksimalisasi Pembangunan Infrastruktur Kota Tanggerang Selatan2 Visi misi pembangunan infrastrukur pemerintahan masih sangat minim. Hal itu terjadi karena tidak berusaha melaksanakan komitmen, sebagaimana janjinya.Banyaknya masalah pembangunan, membuat tangsel kelihatan semrawutan, mulai dari pencemaran air, dangkalnya aliran selokan dan kumuhnya tempat pedagang rombong, PKL dan asongan. Hal ini merupakan hambatan dan kendala mensejahterakan masyarakat. Tambah dibebani oleh kurangnya kesadaran masyarakat. Buktinya, masih banyak yang membuang sampah sembarangan. Semangat gotong royong pun sudah mulai memudar dan ketidakpedulian sama sekali. Padahal, dahulu gotong royong sudah menjadi budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat, sehingga pada setiap hari minggu atau pada hari-hari libur lainnya masyarakat selalu berbondong-bondong untuk bergotong royong membersihkan selokan dan saluran air, membakar sampah yang berserakan dan lain-lain dengan dipandu oleh kepala desa/kelurahan, kepala dusun atau tokoh masyarakat setempat. Sehingga, keinginan untuk mewujudkan pembangunan bukan hanya pemerintah saja. Tetapi di butuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat seutuhnya.3 Melihat pembangunan
2
Rusdianto (2015), “Maksimalisasi Pembangunan Infrastruktur,” Koran Harian Tangsel Pos Group Jawa Pos, Terbit pada Rabu 7 - 8 Maret 2015. Hal. 5. 3 Gunawan Tanuwidjaja dan Joyce Martha Widjaya, “Revitalisasi Kota dan Kabupaten yang Lebih Berkelanjutan: Kerangka Kerjasama dan Perencanaan Partisipatif di Bangkalan Madura,”Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen BinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 1 Tahun 2013. Hal. 60.
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
81
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
Rusdianto
infrastruktur Tangsel masih banyak kekurangan, bahkan proses pembangunan ada yang masih berlangsung sejak lama. Apalagi, aktivitas galian C yang meresahkan masyarakat terus saja berjalan, padahal selain mengancam kelestarian alam juga merusak jalan. Akibatnya, hampir setiap tahun Pemkot Tangsel melakukan perbaikan jalan dan main â&#x20AC;&#x2DC;tambal sulamâ&#x20AC;&#x2122; untuk mencegah kerusakan jalan yang lebih parah. Faktanya, sekitar Karawaci, BSD dan pusatkota Tangsel sendiri masih melakukan perbaikan jalan dan mengeluarkan anggaran APBD Kota Tangsel hanya untuk membiayai pembangunan fasilitas infrastruktur yang sama setiap tahun. Seharusnya, pemerintah jangan hanya memikirkan uang masuk untuk menambah PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kota Tangsel, tapi juga memikirkan uang keluar pembangunan yang merugikan lingkungan masyarakat karena pola pembangunannya tak memiliki strategi perbaiki jangka panjang. Sehingga pembangunan hanya berjalan begitu saja, apalagi tidak dikontrol sama sekali. Anehnya lagi, proyek pembangunan jalan wilayah Tangerang Selatan banyak belum selesai padahal telah mengakibatkan penggusuran terhadap masyarakat. Sebetulnya, begitu banyak masyarakat yang ingin mengetahui rencana pembangunan tersebut. Namun pemerintah Tangsel tidak berusaha menjelaskan maupun komunikasi dengan masyarakat masalah proses pembangunan. Pembangunan infrastruktur merupakan suatu strategi dalam penyediaan sarana sesuai dengan prinsip dasar penyediaan infrastruktur secara keseluruhan. Infrastruktur
merupakan
katalis
pembangunan.
Ketersediaan
infrastruktur
memudahkan akses komunikasi masyarakat sehingga meningkatkan produktivitas pertumbuhan ekonomi Tangsel. Hampir semua aktivitas masyarakat dan pemerintah hanya menghadapi macet, jalanan rusak dan gray-gray pedagang rombong yang semrawut, maka alhasil pembangunan Tangsel tidak fundamental pada perbaikan sektor ril daerah. Padahal yang harus dipahami oleh pemerintah Tangsel, yakni keberadaan infrastruktur merupakan
82
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
alat komunikasi untuk menjalankan roda ekonomi dan pendidikan masyarakat dengan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan dasar rakyat Tangsel. Peran Komunikasi Elektronik PemerintahanKota Tanggerang Selatan Yang dimaksud peran komunikasi elektronik pemerintahan Tangsel, yakni memaksimalkan ketersedian infrastruktur dalam pembangunan sehingga apapun faktor kebutuhan masyarakat menjadi optimal, maka komunikasi pemerintahan dalam perspektif pembangunan harus terkait dengan potensi kekuatan ekonomi Tangsel, seperti pertanian, perkebunan, budi daya ikan, industri, perdagangan, jasa dan pariwisata. Untuk menjamin hal ini, bagi pemerintah Tangsel harus menerapkan upaya terbuka dan mendorong masyarakat yang menjadi kelompok sasaran pelayanan4 infrastruktur tersebut agar dapat berpartisipasi, misalnya peran pemerintah dan masyarakat secara langsung dalam pengelolaan institusi layanan publik. Dalam konteks investasi infrastruktur perlu mempertimbangkan minat investor, bahkan perencanaan kebutuhan infrastruktur harus dilakukan melalui kombinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah Tanggerang Selatan. Seiring dengan diimplementasikannya desentralisasi fiskal dan diberikannya kewenangan luas bagi daerah, maka pemerintah Tangsel diharapkan mampu mengembangkan potensi yang ada yang membebani masyarakat. Disinilah peran komunikasi pemerintahan bersama masyarakat dengan mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang dilakukan pemerintah, sehingga pembangunan infrastruktur mampu mendorong majunya taraf perekonomian daerah dan sekitarnya. Untuk itu perlu kerangka komunikasi pemerintah daerah bersama masyarakat, bukan hanya pada saat musrenbang dilaksanakan membangun komunikasi elektronik sangat 4
Rusdianto, â&#x20AC;&#x153;Strategi Percepatan dan Pemanfaatan Pembangunan Tata Ruang Wilayah Berbasis Agropolitanyang Cepat Tumbuh dan Berkelanjutan,â&#x20AC;?Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 1 Tahun 2013. Hal. 18.
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
83
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
Rusdianto
penting. Karena saking penting bahwa sewaktu menjalankan tugas pembangunan sebagai kontrol sangat perlu melakukan komunikasi dengan masyarakat. Tentu pola komunikasi itu bertujuan indentifikasi rencana kebutuhan infrastruktur secara lokal dan regional, sehingga dikoordinasikan bersama pemerintah pusat dan daerah dalam jangka waktu cukup panjang menginggat kegiatan pembangun tersebut penting agar semua sektor bisa terpenuhi, seperti ekonomi makro, sektor keuangan, kebijakan berkelanjutan dan mekanisme sektor publik. Sehingga menjadi maksimal dan efisien. Tujuan komunikasi elektronik pemerintahan adalah proses pelaksanaan pembangunan yang memiliki andil penting.5 Everett M. Rogers (1985) dalam Rusdianto (2014) menyatakan, komunikasi elektronik pemerintahan sangat penting dalam pembangunan yang merupakan konsekuensi perubahan menuju sistem sosial ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak dari suatu pemerintahan. Perubahan yang dikehendaki dalam pembangunan tentu perubahan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu peranan komunikasi dalam pembangunan kemaritiman Indonesia harus dikaitkan dengan arah perubahan tersebut. Artinya kegiatan komunikasi dalam agenda pembangunan kemaritiman harus mampu mengantisipasi dan mendorong gerak pembangunan. Pembangunan merupakan proses keselarasan antara aspek kemajuan dan kepuasan (pelayanan). Jika dilihat dari segi ilmu komunikasi yang juga mempelajari masalah proses, yaitu proses penyampaian pesan seseorang kepada orang lain untuk merubah sikap, pendapat dan perilakunya. Maka pembangunan pada dasarnya melibatkan minimal tiga komponen yakni komunikator pembangunan (aparat pemerintah dan masyarakat), pesan
5
Rusdianto, â&#x20AC;&#x153;Komunikasi PembangunanShow CaseEkonomiKemaritiman IndonesiaBerbasisSosial Micro Finance,â&#x20AC;?Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014. Hal. 34.
84
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
program pembangunan dan komunikan pembangunan, yaitu masyarakat luas sasaran pembangunan.6 Infrastruktur BerkelanjutanKota Tanggerang Selatan7 Pembangunan infrastruktur harus memperhatikan aspek keberlanjutan, sehingga dalam jangka panjang keberadaan infrastruktur tidak menyebabkan kerusakan lingkungan. Mekanisme penyediaan infrastruktur harus mendasarkan pada prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, serta memperhatikan aspek efisiensi dan keadilan. Infrastruktur sebagai sistem komunikasi yang dikaitkan dengan unsur tata ruang daerah sehingga memiliki peran penting terhadap kesejahteraan masyarakat. Peran infrastruktur terhadap perkembangan wilayah dan kota memiliki kontribusi yang sangat signifikan, baik pada aspek perekonomian, sosial kemasyarakatan, maupun kelestarian lingkungan. Akan tetapi arah kebijakan pembangunan sistem infrastruktur yang berlangsung saat ini belum menunjukan hasil yang memadai untuk memerankan fungsinya sebagai pengarah dan pendorong pembangunan.8 Berbagai persoalan yang terkait dengan pelayanan infrastruktur yang terjadi saat ini mengarah pada kadar persoalan yang semakin berat, misalnya pelayanan infrastruktur transportasi, penyediaan air bersih, pembuangan limbah, serta infrastruktur lainnya. Solusi aat ini penyelesaian persoalan yang parsial sehingga bisa mengatasi ketidakmampuan sistem infrastruktur dalam memerankan fungsinya. Banyak aspek yang menjadi penyebab, misalnya keterbatasan serta kebijakan alokasi anggaran pembangunan, aspek kejelasan kewenangan serta peraturan, ataupun konflik antardaerah dalam melaksanakan pembangunan 6
Effendy, OnongUchjana (1987) dalam Rusdianto (2014),mengutif buku “PerananKomunikasi Massa dalam Pembangunan,”terbitan Yogyakarta, GadjahMada University Press dalam Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen BinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014. Hal. 4. 7 Rusdianto, Tangsel Pos Rabu 7 - 8 Maret 2015. Hal. 5. 8 Muhammad Ali Sagalo, “Instrument Pilot Project Pembangunan Kemaritiman dan Revolusi Mental Berbasis Kearifan Lokal di Nusa Tenggara Barat,”Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen BinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014. Hal. 22.
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
85
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
Rusdianto
infrastruktur.Maka sistem infrastruktur menjadi pendukung utama dalam sistem komunikasi dan strata sosial maupun sistem ekonomi.9 Oleh karena itu, setiap perancangan masing-masing sistem infrastruktur maupun keseluruhannya harus dilakukan dalam konteks keterpaduan dan menyeluruh. Apabila tidak menyeluruh, tentu makin lama semakin besar, meluas, dan serius. Persoalan pemerintah Tangsel disebabkan terlambat dalam finalisasipembangunan infrastruktur berkelanjut, sehingga masa demi masalah akan timbul dikemudian hari bersifat lokal atau translokal. Dampak-dampak banjir yang terjadi terhadap lingkungan mata rantai yang saling mempengaruhi secara subsistem. Apabila satu aspek masalah, maka berbagai aspek lainnya akan mengalami dampak pula. Maka peran pemerintah daerah Tangsel dalam menggusung pembangunan infrastruktur berkelanjutan harus perhatikan seluruh aspek terkait, jangan mengabaikan hal-hal penting dan hanyabisa merencanakan. AkuntabilitasInvestasi PembangunanKota Tanggerang Selatan10 Pertumbuhan pembangunan Tangsel cukup membanggakan. Walaupun sejauh ini belum maksimal pada proses akuntabilitasnya. Hal tersebut, bukanlah suatu halangan dan rintangan bagi pemerintah Tangsel, tetapi akuntabilitas merupakan indikator pertumbuhan dan keberhasilan suatu daerah. Hal ini terkait harapan pemerintah Tangsel dalam pembangunan bersifat populis dan mencapai target. Pembangunan tumbuh karena pengelolaan secara intensif terhadap daya dorong lingkungan masyarakat dan kerjasama yang bagus.11 Sehingga pelaksanaan pembangunan tepat sasaran dan tujuannya tercapai. Pelaksaan pembangunan harus berdasarkan Sistem 9
Rully Nasrullah, “Pemanfaatan Media Baru dalam Pembangunan Daerah,”Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen BinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 1 Tahun 2013. Hal. 77. 10 Rusdianto (2015), “Akuntabilitas Investasi Pembangunan,” Opini Koran Harian Tangsel Pos Terbit pada Senin 23 Februari 2015. 11 Ruslan, “Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Pembangunan Perdesaan dan Industri Lokal Market Menuju Kemandirian Indonesia,”Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen BinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014. Hal. 9.
86
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
Akuntalitas Kinerja Instansi pemerintah (SAKIP) sehingga pembangunan berdaya dan berhasil guna, serta bebas dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Akuntabilitas pembangunan sebagai alat analisis dalam memberi jawaban kepada masyarakat secara luas. Dalam konteks pemerintah, pembangunan merupakan amanat yang harus dilaksanakan baik jangka panjang maupun pendek.12 Di Tangsel, kewajiban pemerintah untuk menerapkan sistem akuntabilitas kinerja pembangunan berlandaskan pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam Inpres tersebut, akuntabilitas adalah perwujudan kewajiban pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan
keberhasilan
atau
kegagalan
pelaksanaan
misi
pembangunan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui pertanggungjawaban secara periodik kepada masyarakat. Siklus akuntabilitas pemerintah pada dasarnya berlandaskan pada konsep manajemen berbasis kinerja, pertama, penetapan perencanaan strategi objektif pembangunan. Kedua, penetapan ukuran perencanaan pembangunan yang akan di laksanakan. Ketiga, penganggaran yang terbuka bagi masyarakat, Keempat, pelaporan pelaksaan pembangunan yang transfaran. Keempat siklus diatas, merupakan nilai-nilai efisiensi, efektivitas, reliabilitas, dan prediktibilitas yang harus tertanam pada segenap pemerintahan dalam pelaksanaan pembangunan di Tanggerang Selatan sehingga tidak mengalami program yang bersifat abstraks. Mengukur Akuntabilitas Pembangunan Kota Tanggerang Selatan Tidak menutup kemungkinan bahwa perhatian pemerintah Tangsel terhadap akuntabilitas pembangunan dan kinerja sangat kurang serta minim. Pemerintah Tangsel lebih mengutamakan pada proses penyerapan anggaran yang benar sesuai dengan dokumendokumen administrasi sebagai bukti pertanggungjawaban, sementara kualitas realisasi
12
Iwan Nugroho, â&#x20AC;&#x153;Pengembangan Ekowisata dalam Pembangunan Daerah,â&#x20AC;?Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen BinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2 Tahun 2013. Hal. 10.
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
87
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
Rusdianto
anggaran tersebut dapat diukur dengan kinerja pembangunan yang ada, baik fisik maupun nonfisik, sebagaimana prioritas sebelumnya yang ingin di capai.13 Pemerintah telah melakukan penilaian atas SAKIP Tangsel tahun 2014. Hasilnya pemerintah Tangsel mendapat nilai 79,03 predikat Baik (B). Nilai itu sedikit naik dibandingkan tahun 2012 yang memperoleh nilai 74,11 predikat (B+). Evaluasi tersebut dilakukan dalam rangka mendorong terwujudnya pemerintahan yang berorientasi kepada hasil (result oriented government). Diperlukan upaya yang lebih serius untuk meningkatkan akuntabilitas
pembangunan
dilingkungan
pemerintah
Tangsel.
Apalagi, Tangsel
menargetkan APBD Murni 2015 sebesar Rp 2,7 triliun. Angka ini naik Rp. 200 miliar dibandingkan APBD sebelumnya sebesar Rp. 2,5 triliun. Maka angka tersebut membutuhkan Memorandum of Understanding (MoU) antara Pememerintah dan legislatif sehingga program pembangunan disesuaikan dengan proses akuntabilitas agar rencana pembangunan dan investasi yang digerakkan dapat menjadi jawaban dari sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, hingga kesejahteraan rakyat. Peluang Investasi PembangunanKota Tanggerang Selatan14 Potensi pembangunan daerah Tangsel sangat beragam dan membuka peluang investasi yang lebih besar. Hal ini menjadi bagian daya tarik pemerintah sebagai upaya peningkatan kualitas pembangunan, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Ini merupakan target penting pemerintah Tangsel sebagai tolak ukur kemampuan daerah menjual potensi yang dimilikinya dan menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mendukung investasi.
13
Eka Intan Kumala Putri, â&#x20AC;&#x153;Peran dan Fungsi Kecamatan di Era Otonomi Daerah dalam Perencanaan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) di Indonesia,â&#x20AC;?Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen BinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2 Tahun 2013. Hal. 25. 14 Rusdianto, Koran Harian Tangsel Pos Terbit pada Senin 23 Februari 2015.
88
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
Melihat potensi yang dimiliki Tangsel sangat strategis sebagai daerah penyangga dan memiliki akses yang baik dengan daerah lainnya. Maka sangat banyak potensi yang bisa dikelola secara baik, antara lain:pertama,park and ride(pembangunan fasilitas persinggahan), berupa lahan parkir, hotel, ruang pertemuan, pusat perbelanjaan dan fasilitas area stasiun kereta api yang presentatif. Kedua,kereta api dan monorail sebagai sarana transportasi massal.Ketiga,pengelolaan sampah dengan mendaurulang sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan masyarakat. Keempat, pembangunan instalasi pengolahan air bersih/air minum, masih sangat membutuhkan baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri. Kelima,pembangunan permukiman vertikal sebagai respon terhadap kepadatan penduduk Tangsel telah melebihi 8.856 jiwa/Km2, maka akan semakin sulit untuk membangun permukiman yang membutuhkah lahan yang luas. Keenam,kawasan jasa dan perdagangan terpadu, konteks pembangunan ini maka pemerintah Tangsel harus mengajak para investor bekerjasama mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, berbagai fasilitas bisnis, tempat rekreasi modern, gedung kesenian dan budaya, convention center. Ketujuh, pembangunan convention center,sebagai kota perdagangan dan jasa, maka salah satu sarana perkotaan dan dapat dijadikan icon Tangsel yang lebih baik kedepannya. Kedelapan,sektor industri dan pergudangan, melihat luas lahan yang tersedia, pemerintah Tangsel menempatkan tujuan pembangunan pada sektor industri dan pergudangan sebagai andalan. Kesembilan,sektor pertanian, peternakan dan perikanan, saat ini memiliki lahan yang dapat dimanfaatkan untuk sektor pertanian, peternakan dan perikanan dengan luas kurang lebih 2.794.41 ha atau 18,99 % dari luas lahan Tangsel, maka pemanfaatan lahan untuk sektor ini masih cukup potensial. Sesuai dengan motto cerdas, modern dan religius, maka peluang investasi pembangunan Tangsel sangat besar dan menarik perhatian banyak pihak. Perkembangan sangat positif dan
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
89
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
Rusdianto
berharap terus ditingkatkan untuk mencapai tujuan pembangunan15 yang akuntabel dan baik. Harapan masyarakat sangat besar, sehingga perlu banyak pihak untuk terlibat dalam proses pembangunan di Tangsel. Karena pembangunan Tangsel, upaya meningkatkan kualitas masyarakat secara berkesinambungan yang didasari kepada kekuatan sumber daya yang dimanfaatkan sesuai dinamika yang berkembang. Pembangunan Tangsel ditujukan untuk mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam susunan perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib, dan dinamik, serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan dinamis, serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai. Maka sebab itu, pembangunan hendaknya dilandaskan pada suatu perencanaan yang menyeluruh16 sehingga terdapat akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Pembangunan hendaknya dilaksanakan secara jelas tujuan dan arahnya. Pada setiap kegiatan pembangunan harus mempunyai tepat sasaran sehingga berguna seacara efektif dan efisien. Sasaran pembangunan Tangsel untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan masyarakat, dan ketertiban yang berdasarkan pada keterbukaan informasi maupun keadilan sosial. Prioritas akuntabilitas pembangunan merupakan sebuah reportase yang mesti menampung masukan atau kritik terhadap rencana pembangunan Tangsel. Agar program pembangunan sesuai prioritas yang telah ditetapkan pada Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) dan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara 15
Rusdianto, “Konektivitas Pembangunan dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas Ketahanan Pangan Berkelanjutan,”Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen BinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2 Tahun 2013. Hal. 64. 16 Supadiyanto, “Pembangunan Nasional Berbasis Ekonomi Kelautan,”Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen BinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2 Tahun 2013. Hal. 48.
90
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
(KUA & PPAS). Prioritas tersebut menjadi model peningkatan kualitas infrastruktur dasar, peningkatan akses dan kualitas pelayanan pendidikan, peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, optimalisasi penyelenggaraan pemerintah daerah, dan pemberdayaan usaha mikro kecil menengah dan penanggulangan kemiskinan dan pengganguran. Penutup Mencermati kondisi pembangunan, pemerintah sebaiknya mengadakan perbaikan pada sisi makro agar kebijakan yang menjadi penghambat laju implementasi pembangunan bisa diperbaiki.Tentu, masyarakat ingin mengetahui kegiatan pembangunan di wilayahnya sehingga mengakses informasinya melalui metode pengaduan dan pelayanan melalui elektronik musrenbang (e-musrenbang) Tangsel sesuai dengan tahapan perencanaan dan pengganggaran dalam proses pembangunan. Sehingga dengan cara komunikasi e-musrenbang akan memberikan dampak lebih pada penataan wilayah dan investasi infrastruktur yang sangat perlu mempertimbangkan minat masyarakat, bahkan perencanaan kebutuhan infrastruktur harus dilakukan melalui kombinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah Tangsel. Komunikasi elektronik e-musrenbang sebagai kendali pembangunan oleh pemerintah yang bertujuan mempercepat proses pelaksanaan pembangunan yang diperuntukan bagi masyarakat Kota Tanggerang Selatan. Sistem e-musrenbang dalam perencanaan pemerintah merupakan infrastruktur pendukung utama dalam sistem komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah sebagai pelaksana pembangunan. Oleh karena itu, setiap perancangan masing-masing sistem e-musrenbang dapat memperjelas posisi maksimalnya pembangunan infrastruktur untuk mengukur akuntabilitas investasi yang dilakukan oleh pemerintah dengan pihak ketiga sehingga keterpaduan itu bersifat populis dan mencapai target.
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
91
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
Rusdianto
Pembangunan tumbuh karena pengelolaan komunikasi e-musrenbang secara intensif terhadap daya dorong lingkungan masyarakat dan kerjasama yang bagus. Sehingga pelaksanaan pembangunan tepat sasaran dan tujuannya tercapai. Akuntabilitas pembangunan dan kinerja sangat mengutamakan proses penyerapan aspirasi, anggaran dan kebijakan sebagai bukti pertanggungjawaban, baik fisik maupun nonfisik. Potensi yang bisa dikelola secara baik, antara lainpark and ride(pembangunan fasilitas persinggahan), kereta api dan monorail, pengelolaan sampah dengan mendaurulang, pembangunan instalasi pengolahan air bersih/air minum,kawasan jasa perdagangan terpadu,sektor industri dan pergudangan, pertanian, peternakan dan perikanan. Elektronik musrenbang (e-musrenbang) dapat memfasilitasi kegiatan pembangunan yang tepat sasaran sehingga berguna secara efektif dan efisien. Sasaran pembangunan Tangsel adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan masyarakat, dan ketertiban yang berdasarkan pada keterbukaan informasi maupun keadilan sosial. Daftar Pustaka Rusdianto (2015), Inefisiensi Komunikasi E-Musrenbang, Koran Harian Tangsel Pos Group Jawa Pos, Terbit pada Rabu 18 Maret 2015. Rusdianto (2015), Maksimalisasi Pembangunan Infrastruktur, Koran Harian Tangsel Pos Group Jawa Pos, Terbit pada Rabu 7 - 8 Maret 2015. Gunawan Tanuwidjaja dan Joyce Martha Widjaya, Revitalisasi Kota dan Kabupaten Yang Lebih Berkelanjutan: Kerangka Kerjasama Dan Perencanaan Partisipatif di Bangkalan Madura,Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 1 Tahun 2013. Rusdianto, Strategi Percepatan dan Pemanfaatan Pembangunan Tata Ruang Wilayah Berbasis Agropolitas Yang Cepat Tumbuh dan Berkelanjutan, Jurnal Pembangunan Daerah
92
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
(Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 1 Tahun 2013. Rusdianto, Komunikasi PembangunanShow CaseEkonomiKemaritiman IndonesiaBerbasisSosial Micro Finance, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014. Effendy, OnongUchjana (1987) dalam Rusdianto (2014),mengutif dalam buku â&#x20AC;&#x153;PerananKomunikasi Massa Dalam Pembangunanâ&#x20AC;?, terbitan Yogyakarta, GadjahMada University Press ke dalam Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014. Muhammad Ali Sagalo, Instrument Pilot Project Pembangunan Kemaritiman dan Revolusi Mental Berbasis Kearifan Lokal di Nusa Tenggara Barat, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014. Rully Nasrullah, Pemanfaatan Media Baru dalam Pembangunan Daerah,Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 1 Tahun 2013. Rusdianto (2015), Akuntabilitas Investasi Pembangunan, Opini Koran Harian Tangsel Pos Terbit Pada Senin 23 Februari 2015 Ruslan, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Pembangunan Pedesaan dan Industri Lokal Market Menuju Kemandirian Indonesia,Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014. Iwan Nugroho, Pengembangan Ekowisata dalam Pembangunan Daerah, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2 Tahun 2013. Eka Intan Kumala Putri, Peran dan Fungsi Kecamatan di Era Otonomi Daerah Dalam Perencanaan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) di Indonesia, Jurnal Pembangunan Daerah
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
93
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
Rusdianto
(Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2 Tahun 2013. Rusdianto, Konektivitas Pembangunan Dalam Rangka Meningkatkan Produktifitas Ketahanan Pangan Berkelanjutan, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2 Tahun 2013. Supadiyanto, Pembangunan Nasional Berbasis Ekonomi Kelautan,Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2 Tahun 2013.
94
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah Wajib dan Erniati Kepala Bagian Organisasi Pemerintah Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah dan Dosen IAIN Palu Provinsi Sulawesi Tengah Abstrak Program penanggulangan kemiskinan di Kota Palu dilaksanakan mulai tahun 2007, yaitu sejak pencanangan oleh Presiden mengenai Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di Kota Palu. Pada saat itu Kota Palu juga meluncurkan Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM) dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan Program Pembangunan Kelurahan Berjangka (PPKB). Ketiga program tersebut merupakan kegiatan daerah dalam penanggulangan kemiskinan di Kota Palu. Tahun 2012 dilakukan berbagai kajian dalam penanggulangan kemiskinan yang sudah dilaksanakan. Kenyataan menunjukkan penanggulangan kemiskinan belum terintegrasi dengan baik, sering terjadi ego sektoral, diskoordinasi. Kata Kunci: Pembangunan Zero Proverty, Produksi, Sumberdaya Manusia dan Mengentaskan Kemiskinan Abstract Poverty alleviation programs in Palu implemented starting in 2007, ie since the declaration by the President of the National Program for Community Empowerment (PNPM) in Palu. At that time the city of Palu also launched the Regional Program for Community Empowerment (PDPM) and Urban Poverty Program (P2KP)) and Village Development Program Futures (AEOS). The third program is an activity in the area of poverty reduction in Palu. In 2012 carried out various studies on poverty reduction has been implemented. Reality shows poverty reduction is not well integrated, common sectoral ego, incoordination.
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Wajib dan Erniati
Keywords: Zero proverty Development, Production, Human Resources and Alleviating Poverty
Pendahuluan Kota Palu merupakan Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah dengan luas wilayah mencapai 395,06 Km². Sebagai daerah otonom, Kota Palu terdiri dari 8 (delapan) kecamatan dan 45 (empat puluh lima) kelurahan. Kota Palu juga sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah, maka tingkat aktivitas di sektor pelayanan dan pemerintahan cukup tinggi, karena merupakan daerah penyangga untuk kabupaten yang ada di sekitarnya. Sesuai data kependudukan jumlah penduduk Kota Palu saat ini mencapai 385.684 jiwa terdiri 195.463 laki-laki dan 190.330 perempuan, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 104.085 KK. Jumlah penduduk tersebut tersebar pada 8 (delapan) kecamatan. Jumlah penduduk yang terbesar di Kecamatan Palu Selatan yang mencapai 75.217 jiwa, kemudian Kecamatan Mantikulore dengan 66.540 jiwa, sedangkan Kecamatan Tawaeli paling sedikit, yaitu 22.656 jiwa. Ditinjau dari jumlah KK menunjukkan bahwa jumlah total KK di Kota Palu ialah 104.085 KK. Jumlah KK terbesar di Kecamatan Palu Selatan mencapai 20.342 KK dan terendah ialah KecamatanTawaeli sebesar 5.994 KK. Diperoleh informasi penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan pada tahun 2012 mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu menjadi 9,24% dibandingkan tahun 2011. Program yang berorentasi pada masyarakat miskin memberikan dampak cukup baik di Kota Palu. Selain itu, penurunan proporsi penduduk bawah kemiskinan merupakan salah satu indikator meningkatnya perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Dari jumlah Keluarga tersebut, masyarakat miskin di Kota Palu mencapai 13.673 KK atau sebesar 35.637 jiwa (9,24%). Oleh sebab itu, sudah selayaknya mendapatkan perhatian
96
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
khusus dari semua pihak, terutama dari Pemerintah Kota Palu untuk menanganinya. Dengan adanya perhatian khusus diharapkan reduksi kemiskinan dapat berangsur terminimalisir, sehingga seluruh rumah tangga sasaran dapat terintervensi atau tersentuh program yang ada. Untuk itu Pemerintah Kota Palu mengambil berbagai pendekatan melalui beberapa kegiatan dalam rangka mendukung program penanggulangan kemiskinan (zero poverty). Untuk mengetahui komposisi penduduk menurut jenis kelamin, pekerjaan dan pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Jumlah dan Komposisi Penduduk Kota Palu Tahun 2013 No
Uraian
1
Jumlah Penduduk (Jiwa)
2
Komposisi Penduduk menurut:
Jumlah 385,684
Jenis Pekerjaan
a
-
Belum/Tidak Bekerja
97,166
-
Mengurus Rumah Tangga
64,686
-
Pelajar/Mahasiswa
84,778
-
Pensiunan
4,649
-
PNS
22,055
-
TNI dan Kepolisian
4,285
-
Pedagang
2,026
-
Petani
5,217
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
97
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
-
Dan lain-lain
Wajib dan Erniati
100,792
Pendidikan
b
-
Belum Sekolah
59,787
-
Tidak Tamat SD
47,493
-
SD
48,312
-
SLTP
57,133
-
SLTA
125,967
-
Diploma II
4,823
-
Diploma III
8,671
-
Strata I
29,714
-
Strata II
3,448
-
Strata III
336
Sumber Data: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Palu, Oktober 2013. Latar Belakang
Paradigma pembangunan di Kota Palu secara garis besar dapat dikategorikan dalam dua paradigma pembangunan (development paradigm), yaitu: (1) Paradigma pembangunan yang berpusat pada produksi (production centered development); (2) Paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development). Paradigma pembangunan yang bertumpu pada produksi, dengan menitikberatkan perhatiannya pada pertumbuhan ekonomi dengan indikator meningkatnya pendapatan dan
98
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
menumbuhkan tingkat kesejahteraan masyarakat (welfare oriented development). Sedangkan paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia menekankan peranan manusia bukan hanya sebagai sumberdaya dan obyek penuh, tetapi lebih dipandang sebagai subyek dan aktor pembangunan yang menentukan tujuan yang hendak dicapainya sendiri, menguasai sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut dan yang mengarahkan proses yang memengaruhi dan menentukan hidupnya sendiri. Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia seperti yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum. Kesejahteraan umum dapat ditingkatkan apabila masalah kemiskinan dapat dikurangi. Masalah kemiskinan di Indonesia pada umumnya dan Kota Palu pada khususnya, merupakan masalah klasik yang sangat dilematis, sehingga perlu pengkajian dan penanganan yang serius. Telah banyak teori dan konsep yang dibangun dan telah banyak pula upaya yang dilakukan untuk menyingkap tabir kemiskinan dan segala upaya penanggulangannya. Orientasi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi untuk mengatasi masalah kemiskinan mengandung beberapa kelemahan. Pertama, pembangunan yang memandang masyarakat sebagai obyek bantuan dalam bentuk berbagai pelayanan dan pemberian fasilitas sosial, justru memperbesar ketergantungan masyarakat pada uluran tangan pemerintah. Kedua, model pembangunan ini cenderung menguras sumberdaya yang tersedia. Ketiga, pembangunan yang seharusnya melayani kepentingan seluruh masyarakat kemudian hanya menjadi pelayanan dari lapisan atas yang sangat terbatas jumlahnya. Kondisi yang demikian belum dapat secara optimal mendukung usaha penanggulangan kemiskinan, namun cenderung menimbulkan kesenjangan sosial dan konflik sosial dalam masyarakat. Menyadari adanya kelemahan pada strategi tersebut, maka Pemerintah Kota Palu, berinisiatif untuk menggeser paradigma pembangunan daerahnya dari paradigma pertumbuhan ekonomi ke paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (people
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
99
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Wajib dan Erniati
centered). Sehingga sejak tahun 2007 kebijakan yang bermuara pada pembangunan masyarakat (community development) mendapat porsi yang relatif besar dalam proporsi APBD Kota Palu. Paradigma ini memfokuskan pada pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Sejak tahun 2007 Pemerintah Kota Palu telah meletakkan konsep kerja terintegrasi antarpemerintah, swasta, dan masyarakat, yaitu sebuah ide atau gagasan menjadi suatu langkah kongkret dengan meluncurkan program yang diarahkan untuk mengentaskan kemiskinan, yakni Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM), dan pada tahun 2011 menajamkan startegi tersebut ke dalam bingkai program penaggulangan kemiskinan (Zero poverty). PDPM merupakan program penanggulangan masalah kemiskinan yang menekankan pada segi pemberdayaan masyarakat sambil menguatkan institusi masyarakat dengan garis depan, yaitu kelurahan dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM). Berdasarkan fenomena dan identifikasi permasalahan pembangunan yang telah ada, maka Kota Palu, menyusun secara bersama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat satu konsep yang jelas, aplikatif, komprehensif serta berkesinambungan untuk pelaksanaan kerja penanggulangan kemiskinan, dalam bentuk suatu kebijakan publik yang secara jelas menegaskan kembali keberpihakan pada kepentingan, perlindungan dan pemenuhan hak dasar bagi masyarakat miskin di Kota Palu. Alasan pengembangan program dan permasalahan yang dihadapi Kapasitas Pendukung pengembangan program yang dimiliki pemerintrah Kota Palu dalam mencapai sasaran penanggulangan kemiskinan yang ada, disesuaikan dengan kinerja pembangunan penanggulangan kemiskinan, tersinergi dalam agregasi sinergis dengan kinerja pembangunan daerah yang tertuang dalam dokumen rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) berdurasi 20 tahun, dan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang berdurasi 5 tahun.
100
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Dalam dua dokumen perencanaan tersebut, tertera bahwa kinerja pembangunan untuk mereduksi kemiskinan, penganggarannya terletak pada semua SKPD, namun belum merata baik berdasarkan kuantitas anggaran maupun kualitas program yang ada. Di samping itu beberapa daerah di Kota Palu masih memerlukan percepatan pembangunan daerah bagi daerah-derah kantong kemiskinan. Untuk mensinergikannya maka, pada saat ini telah dibuat dokumen strategi penanggulangan kemiskinan daerah, yang berisi strategi dan tahapan serta skenario program dan pembiayaan untuk penanggulangan kemiskinan di Kota Palu. Model pendekatan penanggulangan kemiskinan di Kota Palu ditujukan untuk menggairahkan masyarakat dengan berbagai sentuhan kesetiakawanan sosial yang menganut prinsip â&#x20AC;&#x153;Peduli dan Berbagi.â&#x20AC;? Dengan model ini diharapkan dapat menyentuh langsung akar masalah kemiskinan yang ada di masyarakat, yaitu mencakup perubahan sikap, perbaikan hubungan sosial, pemenuhan kebutuhan infrastuktur lingkungan yang layak, meningkatnya derajat kesehatan dan pemenuhan perumahan layak huni. Dengan model pendekatan pemberian bantuan dan penyediaan kemudahan untuk pelayanan dasar terhadap masyarakat miskin, diharapkan tingkat kesejahteraan, kemakmuran, dan taraf hidup masyarakat miskin di Kota Palu meningkat. Sebelum tahun 2008, penanganan kemiskinan belum terfokus dan terintegrasi dengan baik, dan masih berupa program bantuan kesehatan yang belum berjalan efektif. Penanganan kemiskinan di Kota Palu lebih banyak untuk bantuan kesehatan masyarakat miskin, belum menyentuh akar masalah. Dengan adanya kenyataan tersebut perlu inovasi yang dapat menyelesaikan permasalahan penanganan kemiskinan secara bertahap dan tepat sasaran. Pengantar model good practice dan unsur-unsur inovasi Untuk menanggapi belum padunya dan masih bersifat ego sektoral pananganan kemiskinan, maka Pemerintah Kota Palu melakukan inovasi dengan membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK). Tim ini mempunyai tugas untuk
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
101
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Wajib dan Erniati
merumuskan penanganan kemiskinan melalui program zero poverty, salah satunya tugas melaksanakan rapat koordinasi untuk membahas penanganan kemiskinan secara terpadu. Dalam rapat koordinasi tersebut penanganan kemiskinan melalui program Zero Poverty menetapkan 4 (empat) kebutuhan dasar yang harus dilayani dan dipenuhi oleh penduduk miskin. Kebutuhan dasar tersebut meliputi: a. Pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan pelayanan persalinan melalui program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda); b. Bantuan atau stimulus pembangunan rumah layak huni untuk masyarakat miskin dan bantuan sosial lainnya yang bersifat produktif; c. Menciptakan lapangan pekerja bagi masyarakat miskin, melalui program padat karya produktif; d. Pemberian bantuan beasiswa untuk anak kaum duafa. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan program zero poverty, maka kelurahan melakukan pendataan dan memverifikasi serta memberikan rekomendasi terhadap warga miskin penerima layanan atau bantuan. Layanan tersebut meliputi bidang kesehatan, perbaikan rumah layak huni, padat karya produktif dan bantuan sosial lainnya serta pemberian beasiswa. Pelaksanaan program zero poverty di Kota Palu dilakukan secara bertahap, dengan menetapkan skala prioritas. Pada program tersebut, prioritas pertama adalah layanan kesehatan untuk warga miskin, yaitu dengan jalan memberikan rekomendasi atau kartu Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Gagasan awal program zero poverty ini adalah dari Walikota Palu, Rusdy Mastura, yakni perlu meningkatkan kesejahteraan masyarakat (warga miskin) dan pelayanan masyarakat miskin harus dilakukan secara tepat dan terintegrasi dengan baik, sehingga kualitas hidupnya akan meningkat. Dengan gagasan tersebut dibentuklah tim terpadu penanganan kemiskinan, yaitu Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Kota
102
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Palu, yang melibatkan beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan pemangku kepentingan. Kerangka aturan percepatan penanggulangan kemiskinan di Kota Palu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Implementasi program penanggulangan kemiskinan di Kota Palu dilaksanakan jauh sebelum ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Program penanggulangan kemiskinan, khususnya untuk bidang layanan kesehatan, layanan perbaikan rumah layak huni, serta bantuan sosial lainya dilaksanakan sejak tahun 2007 dan sudah berjalan efektif. Program layanan kesehatan instansi yang bertanggung jawab adalah Dinas Kesehatan dan Badan Rumah Sakit Daerah Kota Palu. Sedangkan untuk layanan perbaikan rumah layak huni instansi yang bertangung jawab adalah Dinas Tata Ruang dan Pemukiman dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Palu untuk dana yang berasal dari APBD Kota Palu. Adapun bantuan sosial lainnya instansi vertikal yang bertanggung jawab adalah Dinas Sosial Tenaga Kerja. Untuk mengetahui mengenai kegiatan penanggulangan kemiskinan di Kota Palu dapat dilihat gambar berikut:
Gambar 3 Program Penanggulangan Kemiskinan Kota Palu
(1) Pemberian Pelayanan kesehatan dan ibu hamil
(2) Pemberian Bantuan Pembangunan rumah layak huni
(3)
Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan padat 1.
Kelompok kerja pelayanan kesehatan dan ibu melahirkan
2.
Kelompok kerja pemberian bantuan pembangunan rumah layak huni
Pemberian
3.
beasiswa siswa tidak mampu
Kelompok Kerja kegiatan padat karya produktif
4.
Kelompok Kerja pemberian beasiswa siswa tidak mampu
karya produktif
(4)
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
103
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Wajib dan Erniati
Penanganan kemiskinan di Kota Palu dapat kelompokkan menjadi 4 (empat) kegiatan. Program pertama yang perlu dilakukan pada penanganan kemiskinan di Kota Palu adalah pelayanan kesehatan untuk warga miskin dan pelayanan ibu melahirkan. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Sedangkan pelayanan dasar yang kedua adalah bantuan atau stimulus pembangunan rumah layak huni dan bantuan sosial lainnya, misalnya teknologi tepat guna. Untuk pelaksanaan pembangunan rumah layak huni dilakukan dengan program padat karya produktif. Program penanggulangan kemiskinan (zero poverty) ketiga adalah padat karya produktif dan kegiatan keempat adalah pemberian beasiswa untuk siswa tidak mampu. Dengan kegiatan ini diharapkan warga miskin memperoleh pelayanan yang sama di bidang pendidikan. Dengan adanya pemberian beasiswa ini, diharap akan perubahan pola pikir dan wawasan, sehingga dapat memutus rantai kemiskinan. Selanjutnya kegiatan menanggulangan kemiskinan di Kota Palu melalui program zero poverty adalah dengan pola padat karya produktif. Program padat karya produktif ini sebenarnya sudah dilaksanakan bersama dengan pembangunan rumah layak huni dan pembangunan infrastruktur lainnya. Namun untuk lebih intensif program padat karya produktif dengan berbagai skenario peningkatan pendapatan dan peningkatan kesempatan berusahatahun 2013, maka Pemerintah Kota Palu menetapkan beberapa komponen kegiatan, yang meliputi: 1. Peningkatan kapasitas masyarakat; 2. Komponen pendamping, yaitu untuk pendampingan padat karya produktif; 3. Konponen bantuan langsung masyarakat, ditujukan pada masyarakat dengan jumlah Rp. 500.000,- (tetantif) per bulan keluarga sasaran; 4. Komponen perbaikan dan peningkatkan infrastruktur lingkungan serta peningkatan kualitas kesehatan masyarakat, misalnya pembersihan dan penghijauan lingkungan, kegiatan Jumantik (juru pemamtau jentik); dan
104
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
5. Padat karya produktif, misalnya bantuan usaha tani, ternak dan bantuan bibit ikan dan kegiatan lainnya. Penanganan masalah kemiskinan tidak bisa diselesaikan oleh satu instansi saja. Oleh sebab itu, kepedulian dari semua pihak akan mempercepat mengatasi permasalahan kemiskinan. Untuk lebih cepat memberikan layanan kesehatan terhadap warga miskin, terhadap warga yang belum memiliki kartu Jamkesda, maka proses pelayanan tetap dilakukan sambil menunggu melengkapi persyaratan kartu Jamkesda. Dari sisi reformasi birokrasi pada sektor pelayanan publik, Pemerintah Kota Palu telah melakukan berbagai terobosan memperbaiki pelayanan publik, antara lain: penetapan Standar Operasional Prosedur (SOP), Standar Pelayanan Publik (SPP), dan Standar Pelayanan Minimal (SPM), maupun peningkatkan pelayanan publik melalui partisipasi masyarakat. Upaya terobosan perbaikan pelayanan publik tersebut ditujukan untuk mengatasi persoalan kemiskinan. Untuk meningkatkan pelayanan publik melalui partisipasi masyarakat, Pemerintah Kota Palu pada tanggal 9 sampai dengan 11 Juli 2013 telah melaksanakan aplikasi Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2009, yaitu mulai dari lokakarya awal, lokakarya lanjutan sampai janji perbaikan pelayanan publik. Tujuan program pelaksanaan penanggulangan kemiskinan (zero poverty) Tujuan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, baik melalui kegiatan pelayanan kesehatan warga miskin, pemberian bantuan rumah layak huni dan bantuan sosial lainnya, dan pemberian beasiswa siswa tidak mampu maupun kegiatan padat karya produktif bertujuan: 1. Memperbaiki serta meningkatkan kualitas lingkungan fisik di sekitar tempat tinggal masyarakat, melalui kegiatan padat karya produktif dan bantuan rumah layak huni;
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
105
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Wajib dan Erniati
2. Meningkatkan pendapatan masyarakat sasaran melalui insentif yang tertuju langsung ke masyarakat, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dasar rumah tangganya; 3. Memperbaiki kohesi sosial antarwarga melalui kebersamaan dan gotong royong untuk meningkatkan kepedulian melalui perbaikan lingkungan yang ada di sekitarnya; 4. Meningkatkan kepedulian Pemerintah Kota Palu terhadap keberpihakan anggaran yang responsif dan tertuju langsung pada masyarakat sasaran; 5. Meningkatkan standar dan kualitas kesehatan serta kapasitas lingkungan masyarakat; dan 6. Memberikan dorongan dan penguatan untuk menciptakan lapangan kerja dengan memberikan penjaminan pinjaman pada perbankan. Prinsip-prinsip pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan (Zero Poverty) Terdapat beberapa prinsip dalam pelaksanaan program kegiatan penanggulangan kemiskinan di Kota Palu, yaitu: a. Partisipatif, setiap tahapan proses kegaiatan (perencanaan, palaksanaan, tanggung jawab dan pengawasan) melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama, sekaligus yang akan menerima manfaat; b. Transparan dan akuntabel, setiap tahapan dilaksanakan secara terbuka dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat maupun pemeriksa keuangan; c. Sederhana dan mudah dikerjakan, maksudnya jenis kegiatan dan proses pelaksanaannya diupayakan mudah dan sistematis serta dapat dilaksanakan sendiri oleh masyarakat dengan tetap mengacu pada ketentuan yang dipersyarakatkan, khususnya untuk program padat karya produktif; dan
106
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
d. Berkualitas secara layak, agar dalam pelaksanaan tetap mengacu pada pencapaian kualitas standar teknis pekerjaan dan pengembangan infrastruktur secara baik. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikategorikan dalam beberapa keberhasilan upaya pemerintah kota Palu melakukan proses pembangunan manusia dan membangun sentra produksi usaha daerah mulai dari kesehatan, ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Capaian tersebut adalah: a.
Pencapaian Ivonasi Kesehatan Warga Miskin
Inovasi di bidang pelayanan kesehatan adalah sejak Tahun 2008 sampai sekarang pembangunan infrastruktur kesehatan menjadi perhatian utama Pemerintah Daerah Kota Palu, hal ini tercermin dari infrastruktur kesehatan seperti pembangunan dan peningkatkan pelayanan pada Rumah Sakit Umum Anutapura, Puskemas dan Posyandu. Percepatan pelayanan kesehatan untuk warga miskin juga diwujudkan dalam bentuk pemberian pelayanan rujukan atau berobat lanjut, di mana untuk masyarakat yang belum memiliki kartu Jamkesda, pihak rumah sakit tetap memberikan pelayanan. Saat ini Pemerintah Kota Palu telah menerbitkan Kartu Jamkesda berjumlah 24.304 kartu. Sedangkan dalam kurun waktu 2008-2013, upaya peningkatan pelayanan derajat kesehatan masyarakat melalui pembangunan fisik pelayanan terlihat pada gambar berikut: Gambar 4. Sasaran Pelayanan Kesehatan di Kota Palu
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
107
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Wajib dan Erniati
Pembangunan infrastruktur kesehatan tidak hanya dilakukan pada Rumah Sakit Umum Anutapura, namun fasilitas kesehatan lainnya. Berikut ini tabel pembangunan infrastruktur sarana kesehatan. Tabel 3. Pembangunan Infrastuktur Kesehatan di Kota Palu N o.
Infrakstruktur
Volume
Ket
-
1.
Rehabilitasi Puskesmas
12 unit
2
Rumah dinas
15 unit
Rumah medis & para medis
3
Poliklinik bersalin desa
7 unit
Penyiapan sarana persalinan
4
Puskesmas pembantu
29 unit
Rehab
5
Poskesdes
1 unit
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Palu, 2013 Adapun beberapa inovasi program reformasi birokrasi di bidang pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin yang telah dilakukan di Kota Palu, yaitu: 1. Pelayanan masyarakat miskin di Kota Palu, melalui program Peduli Kaum Dhuafa, dilakukan melalui: a). Program â&#x20AC;&#x153;health careâ&#x20AC;?, meliputi kegiatan sunatan massal dengan sasaran masyarakat miskin, operasi katarak, operasi bibir sumbing, program promotif-preventif-kuratif bagi masyarakat miskin; b). Program jaminan pembiayaan masyarakat miskin melalui program Jamkesda dan Jamkesprov; serta c). Kegiatan pelayanan ibu melahirkan. 2. Pegembangan kelurahan siaga;
108
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
-
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
3. Program percepatan pelayanan kesehatan pada Pukesmas dan rumah sakit serta Kota Palu kota sehat; dan 4. Program perbaikan mutu layanan Puskesmas (reformasi birokrasi pelayanan kesehatan pada puskesmas dan rumah sakit). Gambar 5. Kegiatan Pelayanan Kesehatan Warga Miskin
Sejak tahun 2008-2013 telah dilakukan pelayanan kesehatan terhadap 23.558 jiwa mayarakat miskin, pembinaan di 10 dusun sulit, pembinaan 12 institusi, layanan 85 keluarga rawan gizi, pendistribusian layanan makanan tambahan bagi 350 orang, pelayanan kesehatan 43.159 siswa dari keluarga miskin. Pelayanan kesehatan warga miskin juga telah diberikan layanan imunisasi DT/TT pada 39.104 murid, layanan imunisasi campak pada 19.945 murid, operasi katarak pada 43 pasien, operasi pada 190 pasien bibir sumbing, penyunatan massal terhadap 3.752 pasien warga. Selain itu telah dilakukan kunjungan dan pemeriksaan terhadap 3.000 ibu hamil dalam rangka screening bumil risti, pemeriksaan IVA sederhana terhadap 250 dalam rangka screening Ca Cerviks, layanan pertolongan persalinan terhadap 102 bumil dari keluarga miskin, penyediaan obat 100% di sarana pelayanan kesehatan dan penanganan 2.550 orang kasus gizi kurang, penanganan 147 orang kasus anemia Ibu Hamil (Bumil). Adapun alokasi APBD Kota Palu yang diperuntukkan terhadap pelayanan warga miskin sebagai berikut:
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
109
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Wajib dan Erniati
Tabel 4. Hasil yang Dicapai Bidang Pelayanan Kesehatan Warga Miskin Tahun 2013 N No.
Jenis Pelayanan 1
1
Jumlah kegiatan 1 paket
Jumlah Biaya
Keterangan
Rp. 993.106.955
PAD Kota
Jasa pelayanan Jamkesda 2
2
Palu 1 Paket
Rp. 720.000.000
Pelayanan makan pasien Jaskesmas 3
3
Palu 1 Paket
Rp. 4.100.000.000
Pelayanan pasien miskin Jamkesmas 4
4.
Rp. 2.408.415.000
Belanja obat Jamkesmas
5.
Rp. 6.095.561548
Belanja sarana pasien Jamkesmas
6. 7.
1 paket
Rp. 199.822.630
8.
8000 orang
Rp. 120.000.000
300 Bumil 600 Rp. 730.500.000
pemeriksaan ibu hamil, persalinan 102 persalinan dan Bumil anemia pada Pukesmas 9
PAD Kota
147 Bumil anemia
Palu
43 orang Pelayanan kesehatan operasi katarak
147 orang
Rp. 250.000.000
Pelayanan operasi bibir sumbing 1 10.
PAD Kota Palu
Bantuan makan minum Balita dan Maknin Balita
9.
PAD Kota Palu
pada Puskesmas 8
PAD Kota Palu
warga miskin pada RSU Kota Palu 7 Pengobatan kesehatan kaum duafa
PAD Kota Palu
2 paket
6 Belanja makanan dan obat untuk
PAD Kota Palu
1 Paket
5
PAD Kota
PAD Kota Palu
500 orang
Rp. 100.000.000
Pelayanan sunatan massal
PAD Kota Palu
Sumber : Dinas Kesehatan dan RSUD Kota Palu, Oktober 2013
110
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Pencapaian Pembangunan Permukiman Layak Huni dan Penataan Kawasan bagi Masyarakat Miskin Pembangunan permukiman di perkotaan, dalam pelaksanannya harus memperhatikan kaidah seperti pembangunan rumah layak huni dan infrastruktur sehingga penghuni merasa nyaman, kondusif untuk melakukan usaha ekonomi, dan dapat dinikmati. Pemerintah Kota Palu telah melakukan berbagai inovasi dan reformasi birokrasi, yaitu pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kota Palu berdasarkan Keputusan Walikota Palu Nomor 050.13/164/Bappeda/2013 tanggal 28 Januari 2013. Dengan pembentukan tim ini diharapkan penanggulangan kemiskinan di Kota Palu lebih terarah dan tepat sasaran. Salah satu bentuk koordinasi yang dilakukan, yaitu koordinasi antara kelompok kerja pada SKPD, maupun instansi vertikal dalam rangka penanggulangan kemiskinan melalui kegiatan pembangunan rumah layak huni. Adapun alokasi dana yang telah digunakan untuk pembangunan rumah layak huni dan penataan kawasan pemukinan sebagaimana terlihat pada tabel berikut: Tabel 5. Pembangunan Infrastruktur Pemukiman Kota Palu Nilai Permukiman
Tahun
Peruntukan APBN
APBD Kontribusi
Untad
2008-2009
7,000,000,000
Kalikoa (Ujuna)
2009-2010
11,500,000,000
Kayu Malue
2009-2010
9,600,000,000
Pemda dlm bentuk IMB, air, listrik,
Mahasiswa Kumuh Pekerja
tanah Alkhairaat
2009-2010
5,500,000,000
Mahasiswa
Rusunawa Lere
2010-2011
11,500,000,000
Kumuh
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
111
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Perumahan
Wajib dan Erniati
2009
750,000,000
-
Relokasi
2008-2010
785,000,000
-
BBR
2010
1,000,000,000
-
Miskin
2010-2012
2,000,000,000
-
Nelayan
2005-2006
-
800,000,000
Relokasi
Perumahan Salena
2006-2008
-
1,000,000,000
Miskin
Perumahan
2009-2010
-
500,000,000
Miskin
2008
-
600,000,000
Kebakaran
49,635,000,000
2,900,000,000
Nelayan Telise Perumahan Swadaya PNPM Mandiri Perkip Kawasan Khusus Nelayan Perumahan Nelayan
Uwetumbu Perum. Korban Bencana Ujuna Jumlah
Sumber : Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Palu, Oktober 2013 Hasil yang Dicapai Inovasi Kegiatan Padat Karya Produktif dan Bantuan Sosial Lainnya Program bantuan sosial untuk Raskin pada tahun 2012 berjumlah 14.359 KK, sedangkan pada tahun 2013 berjumlah 13.673 KK. Agar pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan warga miskin, bantuan pembangunan rumah layak huni, serta bantuan-bantuan
112
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
sosial lainnya berjalan efektif, maka pelaksanaannya harus dilakukan secara bersamaan. Dengan penetapan skala prioritas pengentasan kemiskinan diharapkan progam ini akan berjalan dengan baik. Khusus untuk program padat karya produktif diarahkan agar dapat memberikan dampak langsung kepada masyarakat sasaran, untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur dasar, meliputi: 1. Pembukaan jalan baru dan peningkatkan jalan lingkungan yang telah ada, serta perbaikan sanitasi lingkungan, meliputi: perbaikan drainase, perbaikan saluran rumah tangga, dan penghijauan lingkungan; 2. Pengelohan sampah terpadu berbasis komunitas; 3. Pembuatan ruang terbuka hijau skala komunitas; 4. Pengelolaan usaha tani, yaitu berupa peternakan secara bersama; 5. Pengembangan kesehatan masyarakat melalui kegiatan partisipatif pemantauan jentik; dan 6. Bantuan pembangunan rumah layak huni. Untuk program pembangunan rumah layak huni dilaksanakan dengan penyedian bahan bangunan, sedangkan pengerjaan dilakukan secara swadaya dan program padat karya terbatas untuk pembangunan rumah layak huni. Progran zero poverty tahun 2013 lebih diintensifkan dengan pendekatan untuk menggairahkan masyarakat dan kesetiakawan sosial dengan menganut prinsip â&#x20AC;&#x153;Peduli Dan Berbagiâ&#x20AC;?, dengan dialokasikan anggaran sebesar Rp. 20.000.000.000,- (dua puluh miliar rupiah) melalui APBD Kota Palu untuk kegiatan padat karya produktif. Program padat karya produktif ini dilakukan oleh masyarakat sendiri dengan pola gotong royong sesuai konsep kearifan lokal (nosiala pale) yang didukung/dibantu relawan sosial dan unsur organisasi sosial kemasyarakatan. Selain itu, program padat karya produktif ini, agar porsi APBD Kota Palu dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat miskin dengan cara memberikan konpensasi dana kepada masyarakat sangat miskin, miskin dan
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
113
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Wajib dan Erniati
hampir miskin. Kegiatan padat karya produktif dan bantuan sosial lainnya telah banyak membawa dampak terhadap perbaikan perekonomian masyarakat. Tingkat keberhasilan kegiatan-kegiatan padat karya produktif dan bantuan sosial lainnya sebagai berikut:
Tabel 6. Hasil yang Dicapai Bidang Padat Karya Produktif dan Bantuan Sosial Lainnya Kepada Warga Miskin Tahun 2013 N No.
Jenis Pelayanan 1
1.
Jumlah Kegiatan
Jumlah Biaya
Keterangan
5 gerobak,
Bantuan pelayanan fasilitas
1 mesin neci2
pengembangan Usaha Kecil Menengah
mesin open 1
(UKM)
mesin las
Rp. 50.000.000 DAU Kota Palu
1 mesin cuci 1 mesin giling 2Bantuan mesin peralatan IKM 2.
PAD Kota Palu
4 Paket
Rp. 20.000.000
PAD Kota Palu
8 Paket
Rp. 40.000.000
PAD Kota Palu
5000 bibit
Rp. 18.400.000
PAD Kota Palu
45.000 Ekor
Rp. 44.500.000
PAD Kota Palu
4 paket
Rp. 50.000.000
PAD Kota Palu
96 orang
Rp. 345.600.000
APBN
makanan olahan 4Bantuan mesin peralatan IKM
4.
Rp. 20.000.000
makanan olahan 3Bantuan mesin peralatan kemasan IKM
3.
4 Paket
kerajinan 5Bantuan pembuatan bibit kelapa
5.
unggulan (padat karya produktif) 6Bantuan pelatihan dan bibit ikan lele,
6.
paten dan ikan nila warga miskin 7Bantuan pengadaan bibit tanaman,
7.
nangka, mangga, tomat dan cabe 8Bantuan penyandang cacat berat
8.
114
selama 12 bulan
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
9 9.
Bantuan Lansia selama 6 bulan
100 orang
Rp. 654.000.000
APBN
3 paket
Rp. 757.956.000
APBN
1 10.
Padat karya infrastruktur
Sumber: Bagian Pembinaan Program Sekda Kota Palu, Oktober 2013 Dengan pendekatan yang digunakan pada kegiatan yang berbasis pemberdayaan masyarakat, diharapkan program ini dapat memulihkan kondisi kesejahteraan dan mengembangkan pertumbuhan ekonomi di wilayahnya masing-masing. Pola padat karya yang dilakukan yaitu, selama 4 (empat) hari mulai hari Senin sampai hari Kamis masyarakat dilibatkan pada padat karya produktif. Sejak tahun 2008 padat karya peduli dilaksanakan bersamaan dengan Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM). Program bercorak pemberdayaan masyarakat sebagai suatu bentuk replikasi program pemberdayaan yang dikreasikan dari pusat, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), namun mengalami penyesuaian dengan kondisi dan tipikal lokalitas di daerah. Pelaksanaan PDPM merupakan dari zero poverty, dimulai dengan Penyusunan Program Pembangunan Kelurahan Berjangka (PPKB) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat. Pola yang dilakukan adalah meningkatkan pengembangan infrastruktur dan sosial ekonomi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki. PDPM telah menyentuh sampai ketingkat kelurahan dan komunitas dengan kelembagaan KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) serta melalui fasilitasi TPM (Tenaga Penggerak Masyarakat). Siklus PDPM mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan, menggunakan pendekatan partisipatoris. Hal tersebut dimaksudkan agar hasil pelaksanaan dapat sesuai dengan keinginan masyarakat. PDPM dilaksanakan di semua kelurahan di Kota Palu, dengan alokasi pembiayaan murni dari APBD Kota Palu, trend pemanfaatan dananya dapat dilihat pada gambar berikut:
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
115
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Wajib dan Erniati
Gambar 6. Trend Pemanfaatan Dana PDPM di Kota Palu
Sumber: Pengolahan Data Informasi Pembangunan Kota Palu, Oktober 2013 Sejalan dengan PNPM yang dicanangkan di Palu oleh Presiden pada tahun 2007, maka Kota Palu telah menyiapkan program serupa, yakni P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan). Program ini bertujuan untuk meningkatan partisipasi Masyarakat dalam membangun infrastruktur lingkungan. Dari tabel tersebut diatas diperoleh informasi bahwa alokasi dana untuk Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) mencapai Rp. 23.591.800.000,- (dua puluh tuga miliar lima ratus Sembilan pulih satu juta delapan ratus ribu rupiah) berasal dari APBN dan Rp. 6.871.000.000,- (enam miliar delapan ratus tujuh puluh satu juta rupiah) bersumber dari APBD Kota Palu. Untuk PDPM alokasi dananya mencapai Rp. 6,847,000,000,- (enam miliar delapan ratus empat puluh tujuh juta rupiah) dibiayai oleh APBD Kota Palu.
116
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Gambar 7. Pembangunan Infrastruktur Lingkungan di Kota Palu
Pencapaian Inovasi Pemberian Beasiswa Untuk meningkatkan akses layanan pendidikan khususnya bagi masyarakat miskin melalui Peduli Kaum Dhuafa telah diberikan beasiswa daerah: 1) Tahun 2006-2013 siswa Sekolah Dasar sebanyak 4.580, dan siswa Sekolah Menengah Pertama sebanyak 1800 Siswa; 2) Sejak tahun 2009 dibangun MoU antara Pemerintah Sulawesi Tengah dengan Pemerintah Kota Palu dalam pelaksanaan program pendidikan Gratis bagi SD/MI, SMP/MTs Negeri dan swasta di Kota Palu; 3) Tahun 2009-2013 oleh Yayasan Anantovea yang menyalurkan beasiswa bagi yang tidak mampu; 4) Pengiriman pelajar ke President University sejumlah 50 0rang (25 orang tahun 2008, 25 Orang tahun 2009 di 5 Jurusan Industri), dengan dana yang dialokasikan melalui APBD Kota Palu sebesar Rp.700.000.000,- (tujuh ratus juta rupiah).
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
117
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Wajib dan Erniati
Dengan pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Kota Palu dapat dilihat pada kegiatan penanggulangan kemiskinan (zero poverty) yang ada telah mendorong masyarakat miskin menjadi insan yang produktif dan bermartabat bukan berdasarkan rasa belas kasihan. Selain itu hasil yang nampak dari kegiatan penanggulangan kemiskinan adalah penciptaan lapangan kerja, Pemerintah Kota Palu telah merintis program pemberdayaan masyarakat melalui Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM) sejak tahun 2008. Dampak lain di bidang reformasi birokrasi dengan pembentuk tim tersebut mekanisme penanggulangan kemiskinan telah melibatkan unsur masyarakat, mulai dan tahap identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif,
terutama masyarakat miskin, dapat
ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan subyek penanggulangan kemiskinan. Salah satu aspek penting yang diperoleh dengan adanya tim tersebut adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat, serta kegiatan penanggulangan kemiskinan. Dampak atau manfaat dari program zero poverty dalam penanggulangan kemiskinan, yaitu telah berhasil menginstitusionalisasikan suatu program daerah bercorak pemberdayaan masyarakat sebagai suatu bentuk replikasi program pemberdayaan yang dikreasikan dari pemerintah dan disesuaikan dengan kondisi dan tipikal lokalitas di daerah. Melalui Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Kota Palu pelaksanaan kegiatannya telah menyentuh sampai ketingkat kelurahan dan komunitas kelembagaan KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat), Proses pelaksanaan dari awal sudah melibatkan peran serta masyarakat melalui fasilitasi TPM (tenaga penggerak masyarakat). Dari segi pelayanan masyarakat, Pemerintah Kota Palu telah melakukan berbagai inovasi dan reformasi birokrasi, sehingga pengurusan izin atau surat lainnya dapat tepat waktu, dan adanya kepastian serta masyarakat dapat mengajukan pengaduan. Sebagai pembanding dengan
118
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
adanya pembentukan tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan tersebut telah menunjukkan terjadinya koordinasi dan integrasi penanggulangan kemiskinan antara SKPD terkait dengan baik. Tabel 8. Situasi Sebelum Pembentukan Tim KPK dan Sesudah Pembentukan Tim Situasi Sebelum Pembentukan Tim
SKPD bekerja kurang fokus akibat
data yang tidak riel.
Sesudah Pembentukan Tim
Terjadi koordinasi dan integrasi
penanggulangan kemiskinan karena data yang digunakan sama.
Kelurahan kurang dilibatkan dalam
Kegiatan
tepat
sasaran,
karena
penanganan kemiskinan, termasuk penyiapan kelurahan sebagai ujung tombak kegiatan yang data
mengatahui di lapangan Terjadinya perbedaan basis data yang
Data yang digunakan tiap-tiap SKPD
digunakan oleh masing-masing SKPD yang sama dalam pemberian pelayanan menangani kemiskinan
Pelayanan
yang
diberikan
tidak
Pelayanan
menjadi
efektif
dan
efektif akibat tidak ada kejelasan instansi yang efisien, karena SKPD penanggung jawab bertanggung jawab.
cukup jelas untuk masing-masing kegiatan dengan data yang sama.
Pelayanan kepada masyarakat miskin
kurang tepat waktu dan tidak jelas.
Pelayanan kepada warga miskin tepat
waktu dan tidak berbelit dan ada kepastian waktu penyelesaian.
Dalam penanggulangan kemiskinan
Dalam
tidak didasarkan pada standar operasional didasarkan prosedur (SOP)
Kurang
pada
pelaksanaan Standar
kegiatan Operasional
Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan. transparan
mulai
tahap
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Mulai
tahap
perencanaan,
119
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Wajib dan Erniati
perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi dan evaluasi ď&#x192;&#x2DC;
Dari segi APBD Kota Palu kurang
berjalan efektif,karena melibatkan masyarakat ď&#x192;&#x2DC;
Porsi
APBD
Kota
Palu dapat
dirasakan secara langsung oleh masyarakat dirasakan secara langsung oleh masyarakat miskin
miskin
Perancangan dan Penerapan Good Practice Gagasan awal program zero poverty adalah Walikota Palu, Rusdy Mastura dan Wakil Walikota Palu Mulhanan Tombolotutu, bahwa untuk menangani masalah kemiskinan perlu keseriusan dari semua pemangku kepentingan. Pelaku utama pada program ini adalah Sekretariat Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Kota Palu, dengan penanggung jawab sekaligus ketua adalah Sekretaris Kota Palu, Drs. H. Aminuddin Atjo, M.Si. Proses Penerapan Good Practice, Tahapan Kegiatan dan Langkah-langkap yang Dilakukan Pelaksanaan program penaggulangan kemiskinan (zero poverty) secara instensif dilaksanakan pada tahun 2007, di mana berdasarkan gagasan Walikota Palu tersebut, maka untuk mengefektifkan harus dimasukkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Palu. Program ini awalnya dititikberatkan pada kegiatan bidang kesehatan dan pembangunan rumah layak huni serta kegiatan padat karya produktif. Program ini merupakan kebutuhan dasarnya yang harus ditangani terlebih dahulu, selanjutnya pada kegiatan pemberian beasiswa. Untuk program pelayanan kesehatan warga miskin penganggarannya melalui Jamkesmas dan Jamkesda. Kegiatan ini awalnya untuk pelayanan kesehatan rujukan ke rumah sakit warga miskin atau untuk berobat pada Pukesmas di Wilayah Kota Palu. Tahun
120
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
2012, pelayanan kesehatan berkembang bukan hanya untuk bantuan kesehatan semata, tetapi merambah pada pelayanan ibu melahirkan secara gratis di Pukesmas, operasi bibir sumbing, sunatan massal, dan peningkatan gizi masyarakat miskin. Dengan program ini diharapkan pelayanan kesehatan masyarakat miskin berjalan dengan baik dan tepat sasaran. Masyarakat miskin memperoleh hak sama di bidang pelayanan kesehatan. Pada awalnya program penanggulangan kemiskinan (zero poverty) tahun 2007 dilaksanakan secara terpisah (masing-masing Pokja) dan belum terintegrasi dengan baik. Kelompak kerja pelayanan kesehatan warga miskin cenderung kurang melibatkan instansi lainnya. Begitu juga untuk pembangunan rumah layak huni, yang dikerjakan secara padat karya, cenderung kurang terarah dan tanpa didukung data akurat. Setelah dilakukan berbagai evaluasi, maka dalam program penanggulangan kemiskinan perlu berbagai pembenahan dan harus melibatkan berbagai pihak terkait, sehingga program tersebut benar-benar tepat sasaran. Oleh sebab itu, sejak tahun anggaran 2013 dibentuklah tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Palu, yaitu dengan keputusan Walikota Palu Nomor 050.13/164/Bappeda/2013 tanggal 28 Januari 2013, yang mempunyai tugas antara lain melakukan koordinasi dan pengendalian. Pada tim tersebut, masing-masing kelompok kerja yang terlibat diatur berdasarkan tugas fungsi dan tanggung jawab, sehingga program tepat sasaran. Pemerintah kelurahan dan kecamatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menyiapkan data dan sekaligus ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, baik untuk kegiatan pelayanan kesehatan untuk warga miskin, pemberian beras mikin, pembangunan rumah layak huni dan pemberian beasiswa maupun kegiatan padat karya produktif. Seiring dengan perkembangan, maka pelaksanaan kegiatan penanggulangan dilakukan evaluasi dan pembenahan secara berkelanjutan. Pada tahun 2013 program kegiatan inovatif yang dipilih oleh pemerintah Kota Palu untuk mensasar permasalahan pembangunan yang ada, yaitu memfokuskan kebijakan pembangunan pada
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
121
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Wajib dan Erniati
upaya mereduksi kemiskinan di Kota Palu sambil memperkuat kelembagaan kelurahan dan mengoptomalkan kelembagaan yang telah ada di masyarakat, dengan harapan semua warga miskin harus kena sasaran program. Pembenahan dan penyempurnaan yang dilakukan antara lain meningkatkan peran lembaga kemasyarakatan, yakni dengan skema memberikan peran yang luas pada kelompok masyarakat untuk terlibat aktif dalam rangkaian kegiatan mulai dalam tahap perencanaan, ikut serta dalam pelaksanaan kegiatan serta turut mengevaluasi kegiatan yang berlangsung. Langkah-langkah pembenahan dan penyempurnaan kegiatan dipilih 3 (tiga) skenario utama penanganannya, yaitu perbaikan infrastruktur, pengembangan ekonomi produktif dan serta memperkuat kohesivitas sosial kemasyarakatan. Dengan skenario tersebut diharapkan semua warga dapat terlayani dan tidak lagi dijumpai warga miskin di Kota Palu yang tidak mempunyai penghasilan. Strategi atau langkah-langkah yang digunakan dalam program inovatif Kota Palu, yaitu melalui optimalisasi jangkauan pelayanan dasar pada masyarakat sasaran, meliputi perluasan kesempatan kerja dengan penghasilan yang memadai, pekerjaan yang dilakukan melalui skema padat karya produktif. Skema pada karya produktif maksudnya kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin melalui kegiatan pembuatan atau rehabilitasi infrastruktur sederhana maupun kegiatan produktif lainnya. Fokus kegiatan padat karya tersebut meliputi bidang kesehatan melalui jumantik (juru pemantau jentik), bidang lingkungan hidup berupa melakukan penanaman pohon produktif dan bantuan bidang peternakan. Filosofi dasar dari kegiatan penanggulangan kemiskinan Kota Palu adalah tidak ada lagi rumah tangga miskin di Kota Palu yang berjumlah 13.673 KK tidak terlayani oleh fasilitas pemerintah yang bersentuhan langsung dengan reduksi kemiskinan melalui pembenahan infrastruktur daerah serta
bantuan langsung berupa beras murah. Kegiatan penanggulangan kemiskinan
dikelompokan pada 3 (tiga) cluster atau kelompok sasaran, yaitu:
122
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
1. Kelompok pertama, ditujukan untuk keluarga miskin, yaitu dilaksanakan dengan cara intervensi langsung berupa pemberian uang sejumah Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) setiap bulan. Konsekuensi keluarga sasaran yang menerima dana tersebut diwajibkan terlibat dalam berbagai skema kerja padat karya produktif yang berpola pemberdayaan masyarakat. Untuk pengendalian dan operasionalnya memanfaatkan lembaga kelurahan sebagai motor penggerak dan dinamisator kebijakan di lapangan. 2. Kelompok kedua, yaitu memaksimalkan kekuatan komunitas masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan. Kegiatan menekankan penguatan Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM). Pada kelompok kedua, masyarakat dapat mengkreasikan gagasannya menjadi tindakan nyata untuk penanggulangan permasalahan kemiskinan di lingkungannya. Kegiatan yang dapat dilakukan seperti rehabilitasi infrastuktur sederhana, dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya. 3. Kelompok ketiga, yaitu dengan membuka kesempatan bagi para pemuda atau masyarakat yang berminat dan telah memiliki usaha untuk difasilitasi dengan kredit perbankan. Pemerintah Kota Palu berupaya melakukan pembinaan terhadap para pemuda dan keluarga miskin tersebut, sehinga dapat menciptakan lapangan kerja baru dan mempunyai pendapatan sendiri. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Kota Palu, berupa pelatihan kewirausahaan bagi masyarakat telah memiliki usaha ekonomi rumah tangga akan dikembangkan permodalannya. Skenario yang dilakukan dalam permodalan, Pemerintah Kota Palu dengan dukungan Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM) dialokasi anggaran sebesar Rp. 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) melalui APBD Kota Palu. Dari dana tersebut, Rp. 8.000.000.000,- untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dan permodalan. Sedangkan skemakegiatan zero poverty Pemerintah Kota Palu mengalokasikan sejumlah Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah), untuk digunakan sebagai jaminan bagi perbankan, agar memudahkan pinjaman yang akan dilakukan oleh para kelompok masyarakat. Pinjaman
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
123
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Wajib dan Erniati
tersebut dapat berfungsi sebagai penggerak ekonomi kreatif. Hal yang perlu diperhatikan bahwa penanggulangan kemiskinan tidak semata melihat kemiskinan dalam dimensi aspek pendapatan dan konsumsi, tetapi juga melihat aspek kontinuitas pendapatan sebagai faktor yang layak untuk diintervensi. Langkah-langkah kegiatan penanggulangan kemiskinan (zero poverty) di Kota Palu, mengambil skenario tentang pemutusan terhadap siklus kemiskinan. Elemen atau faktor penyebab kemiskinan, hendak diputus melalui program zero poverty. Dengan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dengan berbagai inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Palu ada beberapa harapan yang ingin dicapai atau diubah seperti yang tersebut pada gambar di atas. Pengorganisasi penyelenggaraan penanggulangan kemiskinan di Kota Palu berdasarkan peran dan fungsinya secara spesifik dalam pelaksanaan kegiatan. Penanggung jawab program penanggulangan kemiskinan adalah Sekretaris Daerah Kota Palu. Untuk mengefektifkan kegiatan pada Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, maka pada tingkat Kota Palu dibentuk tim pengendalian SKPD teknis serta sekretariat yang bertugas membantu pengelolaan administrasi dan menjamin kegiatan terlaksana sesuai rencana. Sedangkan untuk tingkat kecamatan dan kelurahan dibentuk tim penanggung jawab, khususnya untuk kegiatan padat karya produktif, yaitu yang berfungsi mengkoordinasi dan mengkontrol pelaksanaan kegiatan, yang dibantu oleh tim fasilitator kecamatan dan kelurahan. Pada program penanggulangan kemiskinan (zero poverty) kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mempunyai kewenangan dan memberikan rekomendasi warga miskin penerima layanan/bantuan. Pada tahap ini, didasarkan pada data-data yang diberikan oleh pihak kelurahan, di mana warga miskin berdomisili. Pada tahap pelaksanaan kegiatan, pemerintah
124
kelurahan
merupakan
ujung
tombak
utama,
dengan
harapkan
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
pelayanan/bantuan tepat sasaran. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program ini, sebagaimana tertera dalam tabel 9 berikut: Tabel 9. Pihak yang Terlibat dan Peran dalam Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kota Palu No
Pihak yang Terlibat
1.
Walikota dan Wakil Walikota Palu
2.
Sekretaris Daerah Kota Palu
3.
Kepala Bappeda
4.
Kepala Dinas Kesehatan
5.
7.
Kepala Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kepala Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kepala Dinas Pekerjaan Umum
8.
Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
9.
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat
10
Kepala Dinas Pendidikan
11. 12.
Kepala Bagian Pembinaan Program, Kabag Humas, Kepala Bagian Organisasi Kepala Puskesmas
13. 14.
Kepala Bagian Perekonomian Camat
15.
Lurah
6
Peran dan Keterlibatan Memberikan dukungan dan komitmen Mengambil kebijakan strategis, termasuk pendanaan Sebagai ketua sekaligus penanggung jawab kegiatan Memberikan arahan kegiatan kepada anggota Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Koordinator Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan sekaligus ketua pengendali Tingkat Kota Palu Melakukan koordinasi dengan SKPD penanggung jawab Merumuskan kebijakan teknis Bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pendanaan pelayanan kesehatan dan ibu melahirkan melalui program Jamkesmas dan Jamkesda pada Puskesmas Bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pendanaan pelayanan Jamkesmas dan Jamkesda Rujukan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bertanggung jawab atas pendanaan dan penyiapan bahanpembangunan rumah layak huni Bertanggung jawab atas pelaksanaan pembangunan rumah layak huni Bertanggung jawab pelaksanaan kegiatan padat karya pembangunan insfrastruktur Bertanggung jawab pelaksanaan bantuan sosial lainnya. Bantuan pembangunan rumah layak huni. Bertanggung jawab pelaksanaan bantuan teknologi tepat guna dan bantuan peralatan industri rumah tangga. Bertanggung jawab pendanaan padat karya produktif Bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pendanaan pelayanan beasiswa siswa miskin. Anggota tim pengendali Program penanggulangan Kota Palu Bertanggung jawab pelaksanaan pelayanan persalinan pada Puskesmas perawatan. Bertanggung jawab atas pelaksanaan Raskin (Beras Miskin) Bertanggung jawab atas pelaksanaan program kegiatan di Wilayahnya Tim pengendalian tingkat kecamatan di wilayah kerja. Bertanggung jawab atas penyiapkan data penduduk miskin di Wilayahnya. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program di wilayahnya.
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
125
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Wajib dan Erniati
Untuk mengefektifkan kegiatan yang dilaksanakan fungsi tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, di mana tim ini setiap 3 (tiga) bulan mengadakan rapat koordinasi untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi sekaligus melakukan monitoring. Dalam melakukan koordinasi penanggulangan kemiskinan, diperlukan komitmen dari pimpinan dan seluruh jajarannya. Setiap kegiatan atau permasalahan harus dikoordinasikan dan dikomunikasikan, yaitu bagaimana strategis dan mekanisme serta apa yang harus dikoordinasikan. Begitu juga terhadap permasalahan yang timbul, komitmen pimpinan dan semua pihak yang terlihat akan dapat memecahkan permasalahan. Selain itu semua pihak yang terlihat harus konsisten terhadap kegiatan penanggulangan kemiskinan. Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian ialah masalah karektistik dan budaya masyarakat maupun sumberdaya yang tersedia. Sehingga dalam penetapkan strategis dan manajemen penanggulangan kemiskinan dapat tepat sasaran. Berikut ini merupakan alur dan hal-hal yang harus dilakukan dalam rangka pelaksanaan penanggulangan kemiskinan di Kota Palu: Gambar 11. Yang Harus Dilakukan dalam Mempercepat Penanggulangan Kemiskinan
Komitmen pimpinan terhadap penanggulangan kemiskinan
Komitmen seluruh jajaran terhadap penanggulangan kemiskinan
Komunikasi dan koordinasi Mengolah dan menangani permasalahan yang timbul
-Strategi - Mekanisme Apa yang dikomunikasi/koordinasikan
harus
Konsistensi Dibutuhkan Komitmen semua pihak terhadap penanganan masalah
Strategi Pelaksanaan
126
Karekteristik masyarakat Budaya masyarakat Sumber daya yang tersedia
Manajemen kemiskinan
penanggulangan
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Selanjutnya untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan secara berjenjang, dari mulai tingkat kota dan kelompok kerja (Pokja) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), tingkat kecamatan dan tingkat kelurahan. Adapun pelaku yang terlibat dalam monitoring dan evaluasi yaitu: a. Tingkat Kota Palu, dilakukan oleh tim pengendali dan SKPD terkait, evaluasi dilakukan untuk menilai kesesuaian rencana dan pelaksanaan, serta untuk memberikan pembinaan teknis kegiatan padat karya produktif; b. Tingkat kecamatan, dilakukan oleh tim pengendalian kecamatan dibantu oleh fasilitator, yaitu untuk memastikan pelaksanaan tepat waktu dan sesuai rencana; c. Tingkat kelurahan, evaluasi dan monitoring dilakukan terhadap kualitas pekerjaan dilakukan oleh masyarakat sasaran. Anggaran untuk Penerapan Good Practice Sesuai program penangggulangan kemiskinan di Kota Palu, maka pembiayaan atau pendanaan operasional mengacu kelompok kerja (Pokja). Skema pendanaan untuk pelayanan kesehatan warga miskin menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan dan Badan Rumah Sakit Daerah (RSUD) Anutapura Kota Palu. Dinas kesehatan mempunyai kewajiban pendanaan untuk pelayanan persalinan dan berobat pada Puskesmas, sedangkan RSUD Anutapura Kota Palu bertanggung jawab terhadap penganggaran pasien rawat inap pemegang kartu Jamkesmas dan Jamkesda. Anggaran untuk penerapan good practice berkenaan dengan program atau kegiatan koordinasi penanggulangan kemiskinan di Kota Palu bersumber dari Pendapatan Asli Daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), APBN, dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dengan adanya dukungan dana tersebut diharapkan pelaksanaan kegiatan tepat sasaran. Untuk penganggaran Kelompok Kerja (Pokja) kegiatan pembangunan rumah layak huni, yang bertanggung jawab adalah Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dan Dinas Pekerjaan
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
127
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Wajib dan Erniati
Umum. Bantuan pembangunan rumah layak huni yang berasal dari Kementerian Sosial Republik Indonesia menjadi tanggung jawab Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, sedangkan penganggaran bantuan rumah layak huni yang berasal dari APBD Kota Palu menjadi tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum Kota Palu dan Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Palu. Bantuan pembangunan rumah layak kepada masyarakat miskin diberikan apabila warga miskin tersebut secara nyata adalah pemilik tanah yang akan dibangun, hal ini untuk menghindari terjadinya (tumbuhnya rumah-rumah) komplek di kemudian hari. Penganggaran untuk kegiatan pelayanan pemberian beasiswa terhadap siswa tidak mampu menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan Kota Palu. Pendanaan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat berupa bantuan teknologi tepat guna menjadi tanggung jawab Badan Pemberdaayaan Masyarakat Kota Palu. Sedangkan bantuan beras miskin (Raskin) menjadi tanggung jawab Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Kota Palu. Alokasi dana program penanggulangan kemiskinan (zero proverty) Pemerintah Kota Palu Tahun Anggaran 2013 sebagai berikut: Tabel 13. Alokasi Anggaran Program Penanggulangan Kemiskinan Kota Palu Tahun 2013 No. A. 1 2.
3 4. 5. 6. 7. 8. 9 10
128
Jenis Kegiatan PELAYANAN KESEHATAN Belanja obat dan perbekalan pelayanan Jamkesda Pelayanan Kesehatan Jamkesda Pelayanan makan pasien Jaskesmas Pelayanan pasien miskin Jamkesmas Belanja obat Jamkesmas Perbaikan gizi masyarakat miskin Belanja sarana pasien Jamkesmas Bantuan makanan dan obat untuk warga miskin pada RSU Kota Palu Pengobatan kesehatan kaum duafa pada Puskesmas Bantuan makan minum Balita dan
SKPD RSUD Anuta Pura RSUD Anuta Pura RSUD Anuta Pura RSUD Anuta Pura RSUD Anuta Pura RSUD Anuta Pura RSUD Anuta Pura RSUD Anuta Pura Dinas Kesehatan
Jumlah Biaya (Rp) 199.822.630
Keterangan PAD Kota Palu
993.106.955 720.000.000 4.100.000.000 2.408.415.000 367.200.000 6.095.561.548 199.822.630
PAD Kota Palu PAD Kota Palu PAD Kota Palu PAD Kota Palu PAD Kota Palu PAD Kota Palu PAD Kota Palu
120.000.000
PAD Kota Palu
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
pemeriksaan ibu hamil, persalinan dan Dinas Kesehatan Bumil anemia dan dan layanan kesehatan lainnya. 11 Pelayanan kesehatan operasi katarak dan Dinas Kesehatan operasi bibir sumbing 12. Pelayanan sunatan missal Dinas Kesehatan JUMLAH B PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN 1. Bantuan kelompok Usaha bersama 30 Dinas Sosial dan (kube) Tenaga Kerja 2. Bantuan keluarga harapan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja 3. Rehalitasi sosial penyandang cacat Dinas Sosial dan Tenaga Kerja 4. Perlindungan sosial lanjut usia Dinas Sosial dan Tenaga Kerja 5. Pelayanan korban bencana sosial Dinas Sosial dan Tenaga Kerja 6. Program padat karya produktif Dinas Sosial dan Tenaga Kerja JUMLAH C. BIDANG PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN 1. Bantuan obat-obatan, makanan dan lainnya Dinas Pertanian kehutanan dan kelautan 2. Bantuan bibit kelapa dan pengolahan hasil Dinas Pertanian perkebunan kehutanan dan kelautan 3. Bantuan pembibitan Pohan asam dan kemiri Dinas Pertanian kehutanan dan kelautan 4. Pengembangan dan bantuan bibit ikan lele, Dinas Pertanian paten dan nila kehutanan dan kelautan 5. Bantuan produksi pertanian dan bibit Dinas Pertanian tanaman mangga, nangka, tomat dan capai kehutanan dan kelautan 6. Pengelolaan irigasi untuk tanaman pangan Dinas Pertanian kehutanan dan kelautan 7. Pengembangan sarana dan prasarana Dinas Pertanian pertanian untuk pengadaan kontruksi jalan kehutanan dan kelautan 8. Pengembangan sarana dan prasarana Dinas Pertanian pertanian untuk pengadaan kontruksi kehutanan dan
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
730.500.000
PAD Kota Palu
250.000.000 100.000.000 16.284.428.763
PAD Kota Palu PAD Kota Palu
450.000.000
APBD dan APBN
3.412.900.000
APBN
345.600.000
APBN
240.000.000
APBN
654.000.000
APBN
757.956.000
APBN
5.860.456.000 307.070.000
APBD Kota Palu
698.400.000
APBN dan APBD
685.074.500
APBD Kota Palu
73.100.000
APBD Kota Palu
89.000.000
APBD Kota Palu
539.000.000
APBN
1.192.500.000
APBD dan DAK
2.162.658.000
APBD dan DAK
129
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
jaringan air kelautan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Badan PP dan (PUAD) ketahanan Pangan JUMLAH D. BIDANG INDUSTRI, KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH (UKM) 1. Pengembangan UKM yang Kondusif Dinas Perindag Koperasi dan UKM 2. Bantuan subsidi kebutuhan pokok, gula Dinas Perindag pasir, minyak goreng dan beras Koperasi dan UKM 3. Bantuan UKM untuk grobak, mesin las, Dinas Perindag mesin open dan lainnya Koperasi dan UKM 4. Bantuan peralatan untuk Industri Kecil dan Dinas Perindag Menengah (IKM) Koperasi dan UKM JUMLAH E KEGIATAN PADAT KARYA PRODUKTIF 1 Pengadaan kontruksi jalan dan peningkatan DINAS PU, jalan Energi dan SDM 9.
Wajib dan Erniati
1.249.004.430 6.906.806.930 200.000.000
APBD Kota Palu
15.000.000
APBD Kota Palu
50.000.000
APBD Kota Palu
80.000.000
APBD Kota Palu
345.000.000 2.196.000.000
2.
Pembangunan saluran drainase/goronggorong
DINAS PU, Energi dan SDM
833.293.700
3.
Pembangunan jaringan air bersih/air minum di wilayah Kota Palu
DINAS PU, Energi dan SDM
3.888.925.000
G. 1
JUMLAH BANTUAN BEASISWA SISWA/MAHASISWA TIDAK MAMPU Bantuan hibah beasiswa/ mahasiswa tidak Dinas Pendidikan
APBD Kota Palu
6.918.218.700 700.000.000
APBD Kota Palu 20% untuk program padat karya produktif APBD Kota Palu 20% untuk program padat karya produktif APBD Kota Palu dan DUK 20% untuk program padat karya produktif
APBD Kota Palu
Sumber: Laporan Pengolahan Data Bagian Pembangunan, Oktober 2013
130
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Faktor Sukses Utama Program Penanggulangan Kemiskinan Faktor utama yang melandasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK) berjalan dengan baik dan tepat sasaran adalah adanya dukumen dan komitmen dari Walikota dan Wakil Walikota Palu, serta Sekretaris Daerah Kota Palu. Selain itu program ini berjalan dengan baik atas dukungan dinas teknis, camat, lurah dan masyarakat. Pembelajaran positif adanya program kegiatan ini adalah terbentuknya koordinasi yang harmonis antar-Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), stakeholders dan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan. Secara rinci faktor sukses utama program penanggulangan kemiskinan di Kota Palu sebagai berikut: a. Komitmen dan kebijakan Walikota Palu dalam rangka pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, didukung pula dari semua SKPD serta adanya berbagai terobosan kebijakan dan inovasi bidang pelayanan; b. Koordinasi yang baik sehingga tercapainya sinergi antar-SKPD dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi; c. Sumberdaya aparatur yang memiliki integritas dan komitmen kuat dalam menjalankan prosedur pelayanan kepada masyarakat; d. Penguatan pola pikir dari jajaran Pemerintah Kota Palu sebagai penyelenggara pelayanan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat pengguna pelayanan; e. Pelaksanaan Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM) dilaksanakan sinergi dengan program penanggulangan kemiskinan; f. Partisipasi masyarakat dalam penentuan kebutuhan, penyusunan rencana, pelaksanaan sampai pengawasan terlibat secara langsung; g. Adanya standar operasional prosedur dan grand design sistem yang jelas dan terarah; h. Kesiapan sarana-prasarana dalam menunjang palaksanaan tugas dan fungsi, misalnya data kependudukan, sistem informasi, dan sebagainya;
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
131
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Wajib dan Erniati
i. Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan dilakukan secara berkala; j. Adanya media pengaduan sebagai akses untuk menyampaikan informasi, apabila terdapat pelayanan yang tidak sesuai yang diharapkan. Hal yang perlu untuk diperhatikan oleh daerah yang ingin mereplikasi atau mentransfer good practice ini adalah komitmen Walikota dan Wakil Walikota Palu, Sekretaris Daerah Kota Palu dan jajaran eksekutif dan dukungan legislatif, serta penyediaan dana, sarana dan prasarana. Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian dalam penerapan good practice tentang penetapkan mekanisme kerja maupun penetapan standar operasional prosedur kelompok-kelompok kerja yang menangani program penanggulangan kemiskinan dan sarana pedukung berupa perangkat lunak untuk mengelola database. Gambar 13. Penanggulanan Kemiskinan Setelah Dilakukan Inovasi
Kebutuhan pelayanan dasar kesehatan warga miskin belum maksimal
Pelayanan kesehatan warga miskin maksimal, jelas, sederhana, bersih dan tidak berbelit
Infrastruktur dan rumah layak huni warga miskin belum tersedia
Tersedia instrastruktur dan rumah layak huni dengan partisipasi masyarakat
Produktivitas rendah danpenghasilan tidak tetap dan kekurangan modal
Memberi stimulus melalui bantuan pinjaman untuk menciptakan lapangan kerja
Pendapatan warga miskinrendah rendah
Pendapatan meningkat dan tabungan meningkat
dan tabungan
Rentan anaknya putus sekolah dan tidak sekolah
Bantuan beasiswa siswa tidak mampu, dalam rangka memutus lingkaran kemiskinan
Penutup Tanggal 28 Januari 2013 dibentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Kota Palu. Dengan dibentuknya tim tersebut, mekanisme kerja dilakukan penyempurnaan. Salah satu yang dilaksanakan adalah pembentukan kelompok kerja (Pokja) dan tim teknis SKPD, penanggung jawab kegiatan kecamatan dan kelurahan.
132
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Model pendekatan yang digunakan adalah untuk menggairahkan masyarakat dengan berbagai sentuhan kesetiakawanan sosial menganut prinsip â&#x20AC;&#x153;Peduli Dan Berbagiâ&#x20AC;? penanggulangan kemiskinan (zero proverty) dilaksanakan melalui 4 program, yaitu: a). Pelayanan kesehatan warga miskin; b). Bantuan pembangunan rumah layak huni; c). Padat Karya Produktif; dan d). Bantuan beasiswa pendidikan. Untuk mereduksi kemiskinan dapat berangsur terminimalisir, maka dibuat strategi penanggulangan kemiskinan daerah, dengan skenario kegiatan yang dikelompokan 3 (tiga) cluster atau kelompok sasaran, yaitu: Cluster I (sasaran warga sangat miskin), dengan intervensi langsung, melalui bantuan Rp. 500.000.,- setiap bulan, dengan konsekuensi ikut kegiatan padat karya produktif selama 4 hari. Cluster II (warga miskin), yaitu memaksimalkan komunitas masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan, dengan penguatan PDPM dan pemberian pelatihan. Sedangkan cluster III (Warga hampir miskin), yaitu dengan membuka kesempatan bagi warga, terutama yang telah mengikuti pelatihan dan memiliki usaha ekonomi keluarga akan dikembangkan permodalannya, maka akan difasilitasi kredit perbankan. Pencapaian pelaksanaan penanggulangan kemiskinan melalui program daerah dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu: yang pertama dari segi hasil pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, sedangkan kedua manfaat atau hasil dari segi reformasi birokrasi. Di sektor kesehatan sejak tahun 2008 sampai Bulan Oktober 2013 telah yang dicapai, antara lain menerbitkan kartu Jamkesda 24.304 Kartu dan pelayanan kesehatan terhadap warga miskin, layanan makanan tambahan, imunisasi DT/TT murid, imunisasi campak murid, operasi katarak dan bibir, penyunatan massal dan layanan pertolongan persalinan. Hasil yang dicapai bantuan pembangunan rumah layak huni, meliputi relokasi rumah nelayan, bantuan perumahan warga Salena, dan korban bencana. Untuk pelayanan bantuan sosial meliputi: bantuan fasilitas pengembangan usaha kecil, bantuan peralatan IKM,
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
133
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Wajib dan Erniati
bantuan bibit pertanian dan bibit ikan. Selain itu, yang telah dilakukan ialah bantuan bidang peternakan, bantuan alat pengolah makanan ternak, bantuan perbengkelan, alat pertukangan dan bantuan bibit bawang goreng serta alat pengolahan bawang goreng serta bantuan beras miskin (Raskin). Di bidang layanan pendidikan bagi warga miskin melalui Peduli Kaum Dhuafa telah diberikan beasiswa daerah untuk siswa SD dan SMP serta penyaluran beasiswa oleh Yayasan Anantovea bagi yang tidak mampu, serta pengiriman pelajar ke berbagai perguruan tinggi. Perubahan yang mendasar di bidang pola pikir dan budaya kerja adalah dengan penetapan program penanggulangan kemiskinan yang melibatkan semua satuan kerja, maka inovasi yang dilakukan dalam merubah pola pikir (mendset) dan budaya kerja semua pegawai harus mempunyai pemahaman dalam melaksanakan tugas dan fungsi sesuai tanggung jawabnya serta memahani alur pekerjaan. Daftar Pustaka Jumlah dan Komposisi Penduduk Kota Palu Tahun 2013, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Palu, Oktober 2013. Pembangunan Infrastuktur Kesehatan di Kota Palu, Dinas kesehatan Kota Palu, 2013. Hasil yang Dicapai Bidang Pelayanan Kesehatan Warga Miskin Tahun 2013, Dinas Kesehatan dan RSUD Kota Palu, Oktober 2013. Pembangunan Infrastruktur Pemukiman Kota Palu, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Palu, Oktober 2013. Hasil yang Dicapai Bidang Padat Karya Produktif dan Bantuan Sosial Lainnya Kepada Warga Miskin Tahun 2013, Bagian Pembinaan Program Sekda Kota Palu, Oktober 2013. Trend Pemanfaatan Dana PDPM di Kota Palu, Pengolahan Data Informasi Pembangunan Kota Palu, Oktober 2013.
134
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Alokasi Anggaran Program Penanggulangan Kemiskinan Kota Palu Tahun 2013 dan Penanggulanan Kemiskinan Setelah Dilakukan Inovasi, Laporan Pengolahan Data Bagian Pembangunan, Oktober 2013.
JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
135