Agro 10 opt

Page 1

MUATAN TEKNOLOGI UNTUK Antisipasi Isu Kesehatan

Majalah Bulanan Pertanian Strategis www.opini-indonesia.com/agro

Edisi 10/Februari 2014 o PROLOG o TABULASI o IDENTIFIKASI o ANTISIPASI

3 4 7 17

Karet Revitalisasi Macet • Masalah Klasik • Gernas Karet Masih Indonesia: Produktivitas Sebatas Wacana • Yang Terluas Tapi Tak • Potensi Industri Kayu Memimpin Karet


10/2014 03

04

PROLOG

Karet: Revitalisasi Macet

Indonesia merupakan negara dengan areal tanaman karet terluas di dunia. Namun sayangnya, kita hanya sebagai negara produsen karet kedua terbesar di dunia pada saat ini setelah Thailand.

11

TABULASI

Masalah Klasik Produktivitas 14

Memang ada keinginan untuk merevitalisasi kebun karet. Namun tanpa realisasi konkrit dan keberpihakan pemerintah, jangan mimpi bahwa produktivitas akan meningkat. Mengapa keberpihakan? Karena mayoritas kebun karet adalah milik rakyat.

07

IDENTIFIKASI

Terluas Tapi Tak Memimpin

Dengan memiliki lahan terluas di dunia, seharusnya Indonesia bisa memimpin dalam produksi karet alam dunia. Pemerintah harus fokus meningkatkan kualitas dan kuantitas karet. Jika tersedia bibit unggul dan dilakukan revitalisasi, Indonesia bisa menjadi penghasil karet nomor satu.

09

17

19

Enggan Menyadap, Harga Meningkat: Cuaca Jadi Kendala

Saat hujan tanaman karet sama sekali tidak dapat disadap sehingga petani memilih berhenti menyadap sementara waktu. DAYA SAING

Kompetisi di Pasar Dunia

Indonesia diperkirakan hanya bersaing dengan utama Thaliand,karena produksi karet Malaysia diperkirakan akan terus mengalami penurunan . ANTISIPASI

Muatan Teknologi Karet Antisipasi Isu Kesehatan

Jangan sampai di masa datang karet alam Hevea bernasib sama dengan formalin atau asbestos yang mulai dikurangi pemakaiannya karena dianggap membahayakan kesehatan. TEKNOLOGI

Pecahkan Masalah Industri Karet: Teknologi Berkas Elektron Selain menghindari potensi kanker dan alergi, penggunaan iradiasi sinar gamma atau elektron membuat karet menjadi baik dan ekonomis. Bahkan dapat dilakukan industri kecil dan menengah.

20

KEBIJAKAN

Gerakan Nasional (Gernas) Karet: Masih Sebatas Wacana

Program yang awalnya dicanangkan pada kurun 2013-2015 diubah menjadi kurun 2014-2017. Namun Gernas Karet nampaknya masih tetap sebagai wacana. Kemungkinan tidak akan berjalan pada tahun ini. Pasalnya, belum adanya respon dari Presiden SBY terkait usulan program tersebut.

LAMPUNG

22

HISTORIA

Karet Indonesia: Bertahan di Berbagai Rezim

Komoditas yang satu ini dimulai oleh Belanda dan mengalami berbagai kebijakan dan larangan dari berbagai rezim pemerintah. Komoditas ini terbukti bertahan sampai kini. INOVASI

Potensi Industri Kayu Karet: Perlu Diseriusi

Kayu karet pada awalnya dianggap sebagai hasil samping. Namun seiring waktu, permintaan terhadap kayu karet terus meningkat setiap tahun.

MUATAN TEKNOLOGI UNTUK ANTISIPASI ISU KESEHATAN

Majalah Bulanan Pertanian Strategis www.opini-indonesia.com/agro

Edisi 10/Februari 2014 o PROLOG o TABULASI o IDENTIFIKASI o ANTISIPASI

3 4 7 17

Karet Revitalisasi Macet Í Masalah Klasik Í Gernas Karet Masih Indonesia: Produktivitas Sebatas Wacana Í Yang Terluas Tapi Tak Í Potensi Industri Kayu Memimpin Karet

Diterbitkan sebagai majalah pertanian strategis yang berupaya memetakan dan mencari solusi masalah pertanian Indonesia dari berbagai sudut pandang.

Managed By

Pemimpin Redaksi Ir. Raymond Rajaurat Dewan Redaksi Ir. Raymond Rajaurat Ir. Anom Wibisono, Hs. Staf Redaksi M. Mutawally Ronald Simarmata Andri Penerbit Yayasan Media Wasantara Anggota SPS No. 358/1986/03/2002 Pendiri Rimson Simanjorang Managing Director Ir. David J. Simanjorang Bank Bank Central Asia (BCA) No. Rek. 166 1967 957 a/n. Raymond Rajurat Alamat Redaksi Jl. Yupiter Utama D10/12 Bogor 16914 Telp/Faks: (021) 87716493, 0811 192306 Alamat Iklan/Tata Usaha Jl. Purnawirawan Raya 12/424 Bandar Lampung Telp : 0816 4063 04. Website www.opini-indonesia.com/agro Email agro@opini-indonesia.com Percetakan PT. Lampung Visitama Ganda (DavPrinting)

Isi diluar tanggungjawab percetakan


PROLOG

Edisi 10/2014 | AGRO SWAKARSA

3

Indonesia merupakan negara dengan areal tanaman karet terluas di dunia. Namun sayangnya, kita hanya sebagai negara produsen karet kedua terbesar di dunia pada saat ini setelah Thailand.

Karet: Revitalisasi Macet

K

aret merupakan komoditi perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja bagi sekitar 2 juta tenaga kerja, komoditi ini juga memberikan kontribusi yang signifikan sebagai salah satu sumber devisa non-migas dan pemasok bahan baku karet. Komoditas ini juga berperan penting dalam mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di wilayahwilayah pengembangan karet. Sampai dengan tahun 1998 komoditi karet masih merupakan penghasil devisa terbesar dari subsektor perkebunan dengan nilai US$ 1.106 juta. Namun pada tahun 2003 turun menjadi nomor dua setelah kelapa sawit dengan nilai US$ 1.494 juta (nilai ekspor minyak sawit mencapai US$ 2.417 juta). Di samping itu perusahaan besar yang bergerak di bidang karet telah memberikan sumbangan pendapatan kepada negara dalam bentuk berbagai jenis pajak dan pungutan

perusahaan. Indonesia merupakan negara dengan areal tanaman karet terluas di dunia. Namun sayangnya, kita hanya sebagai negara produsen karet kedua terbesar di dunia pada saat ini setelah Thailand. Indonesia berpotensi besar untuk menjadi produsen nomor satu jika saja kita mau berupaya dengan membuat strategi yang konkrit, bukan hanya wacana yang hanya memberi harapan kosong kepada pelaku usaha, terutama pertani rakyat. Seperti misalnya program revitalisasi bernama Gernas Karet yang secara wacana sangat baik, namun terus menerus diundur pelaksanaannya. Mau memimpin pasar tapi tidak mau berupaya, demikian kira-kira ungkapan yang tepat. Akhirnya petani kembali dibiarkan berupaya sendiri untuk bertahan sembari menunggu realisasi wacana tersebut. Bukan tidak mungkin daya tahan menunggu akan tergantikan dengan potensi ekonomis komoditas lain. Akhirnya perlahan komoditas yang satu

ini akan memudar. Padahal, jika diseriusi komoditas karet memiliki daya tawar lingkungan yang tinggi dan nilai ekonomis berlanjut. Secara internasional, keberadaan populasi hutan karet bisa menjadi bargaining power menghadapi isu lingkungan yang selalu menghantam Indonesia. Secara ekonomis, pemanfaatan 40 tahun getah karet ditambah tanaman sela memiliki daya tarik tersendiri. Apalagi di akhir masa sadap, kayu karet masih memiliki nilai ekonomis juga karena berpotensi menjadi sumber kayu yang dapat menstubsitusi kebutuhan kayu yang selama ini mengandalkan hutan. Memang ada ancaman isu kesehatan dengan produk olahan komoditas ini. Namun kita sudah ada upaya dan mempersiapkan teknologi untuk meminimalisirnya. Menjadi pertanyaan besar. Dengan potensi dan kemampuan yang ada kenapa masih ragu untuk merevitalisasi kebun karet kita?


4

TABULASI

AGRO SWAKARSA | Edisi 10/2014

Masalah Klasik Produktivitas Memang ada keinginan untuk merevitalisasi kebun karet. Namun tanpa realisasi konkrit dan keberpihakan pemerintah, jangan mimpi bahwa produktivitas akan meningkat. Mengapa keberpihakan? Karena mayoritas kebun karet adalah milik rakyat.

K

aret bukanlah komoditi asing di Indonesia. Komoditi yang diperkenalkan Belanda ini sudah menjelma menjadi salah satu komoditi utama di Indonesia untuk ekspor maupun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Komoditi ini diusahakan baik oleh perkebunan negara, swasta maupun karet rakyat dengan porsi terbesar adalah lahan karet rakyat. Karet Indonesia juga merupakan salah satu pemain utama dalam perdagangan karet dunia. Produksi dan nilai ekspor kita adalah nomor dua di dunia setelah Thailand. Sebagai catatan, lima besar produsen karet alam berada di Asia, secara berturut-turut adalah Thailand, Indonesia, Malaysia, India dan Vietnam. Tahun 2012, luas lahan karet nasional adalah 3,48 juta hektar yang terkonsentrasi di dua pulau besar, Sumatera dan Kalimantan. Kedua pulau ini

menyumbang 95% dari seluruh luas areal perkebunan karet di Indonesia. Sepuluh besar lahan terluas adalah provinsiprovinsi yang berasal dari kedua pulau ini. Jika ditotal, kesepuluh propinsi ini saja sudah menguasai 89,5 % dari total luas nasional. Adapun propinsi dengan lahan karet terluas adalah Sumatera Selatan yang memiliki 19% dari total lahan karet Indonesia. Meskipun sedikit, Lampung masuk dalam 10 besar lahan karet terluas yang mengambil porsi 2,4% lahan nasional. Demikian juga untuk urusan produksi, provinsi dengan lahan-lahan terluas juga mendominasi total hasil produksi. Selama 2012 saja misalnya, dengan total produksi 3.04 juta ton, kesepuluh propinsi yang menguasai 89,5% lahan tersebut menyumbang produksi sebesar 2,74 juta ton atau setara dengan 90,2% total produksi nasional. Hanya saja, luas lahan tidak sama dengan produktivitas. Dari 10 besar pemilik lahan terluas dan produksi terbesar, hanya Lampung, Sumatera Utara, Riau dan SUmatera Barat saja yang memiliki produktivitas di atas 1,15 ton per hektar. Dan Sulawesi Selatan menjadi provinsi dengan areal paling produktif dengan produktivitas 1,675 ton per hektar. Dan hanya 5 provinsi memiliki produktivitas di atas 1,5 ton per hektar. Adapun jika digabung secara nasional, produktivitas karet kita hanya menyentuh angka 1,08 ton per hektar. Itu menurut data BPS. Jika melihat data FAO produktivitas kita hanya berkisar 0,8 ton per hektar, beda tipis dari Malaysia. Bandingkan dengan Thailand, Vietnam dan India yang memiliki produktivitas dua kali lebih besar. Melihat data tersebut wajar saja bahwa meskipunmemiliki lahan luas kita bukanlah produsen terbesar dunia. Kondisi tersebut juga


5

Areal

Produksi

Produksi

Luas Lahan

- ton

2012

2011

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

Edisi 10/2014 | AGRO SWAKARSA

Produktivitas

Produktivitas

- hektar

- kg/ha

• Sumsel

608,243

20.0%

• Sumsel

670,489

19.2%

• Sulsel

1,675

• Sumut

501,484

16.5%

• Sumut

470,202

13.5%

• Sulbar

1,579

• Riau

409,044

13.5%

• Jambi

446,525

12.8%

• Jatim

1,544

• Jambi

339,566

11.2%

• Riau

393,643

11.3%

• Jabar

1,522

• Kalbar

272,256

9.0%

• Kalbar

390,615

11.2%

• Jateng

1,508

• Kalteng

202,682

6.7%

• Kalteng

267,357

7.7%

• Lampung

1,281

• Kalsel

114,532

3.8%

• Sumbar

136,337

3.9%

• Sumut

1,209

• Aceh

108,827

3.6%

• Kalsel

135,862

3.9%

• Sulteng

1,185

• Sumbar

105,836

3.5%

• Aceh

121,183

3.5%

• Riau

1,163

79,165

2.6%

• Lampung

84,887

2.4%

• Sumbar

1,162

298,741

9.8%

• Lainnya

366,973

10.5%

• Lainnya

<1,150

3,040,376

100%

INDONESIA

3,484,073

100%

INDONESIA

• Lampung • Lainnya INDONESIA

1,080

Sumber: Ditjenbun. angka sementara 2012.

merupakan cerminan kondisi domestik kita, dimana provinsi dengan lahan-lahan besar tidak ada satupun yang menyamai produktivitas tiga negara tadi. Memang ada keinginan untuk merevitalisasi kebun karet. Namun tanpa realisasi konkrit dan keberpihakan pemerintah, jangan mimpi bahwa produktivitas akan meningkat. Mengapa keberpihakan? Karena mayoritas kebun karet adalah milik rakyat. Atau kita hanya menambah jumlah areal dalam upaya meningkatkan total produksi.

PEMAIN UTAMA KARET DUNIA

#1 #4 #5 #3

Produktivitas karet DUNIA • India

1.82

• Indonesia

0.87

• Malaysia

0.81

• Thailand

1.71

• Viet Nam

1.71

Sumber: FAO, 2012 - dalam ton/ha

#2

1. Thailand

2. Indonesia

3. malaysia

4. vietnam

5. india



IDENTIFIKASI

Edisi 10/2014 | AGRO SWAKARSA

7

Terluas Tapi Tak Memimpin

Dengan memiliki lahan terluas di dunia, seharusnya Indonesia bisa memimpin dalam produksi karet alam dunia. Pemerintah harus fokus meningkatkan kualitas dan kuantitas karet. Jika tersedia bibit unggul dan dilakukan revitalisasi, Indonesia bisa menjadi penghasil karet nomor satu.

P

roduktivitas tanaman karet di Indonesia masih sangat rendah. Nilai produktivitas tersebut masih jauh tertinggal di bawah negara produsen karet lain. Hal ini menggambarkan bahwa perkebunan karet kita meskipun sangat luas, tapi belum menerapkan pola manajemen yang optimal. Baik dari aspek kualitas bibit, penyakit tanaman karet maupun aspek lainnya, termasuk teknik pemanenan dan pengolahan pasca panen. Hal ini disampaikan Direktur Pusat Teknologi Bioindustri BPPT, Retno Dumilah Esti Widjajanti pada acara Focus Group Discussion (FGD) tentang “Pengembangan Teknologi Perbanyakan Bibit Unggul dan Pengendalian Penyakit

Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas dan Produktivitas Tanaman Karet� di Serpong, Tangsel, awal Oktober lalu. Padahal, Indonesia memiliki areal karet paling luas di dunia yakni sebesar 3,4 juta hektar. Dalam hitungan per hektarnya, produktivitas karet lokal baru mencapai mencapai satu ton. Sementara Malaysia sudah memproduksi 1,3 ton per hektar dan Thailand 1,9 ton per hektar. Menurut Retno, petani selama ini tidak banyak menguasai teknik budi daya karet yang tepat dan baik dalam penguasaan teknologi penyadapan. Penggunaan bibit unggul dan pola penyadapan juga sangat mempengaruhi produktivitas karet. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih agresif melakukan peremajaan tanaman karet dengan menggantinya dengan

bibit unggul serta menggenjot transfer teknologi pada petani. Hal ini didorong potensi ekspor tanaman karet yang saat ini sedang bagus, yang dipicu kondisi depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Kalau ekspor karet banyak, setidaknya bisa menekan depresiasi rupiah terhadap dolar AS. Jadi, komoditas ini layak dikembangkan lebih banyak, terutama bagi rakyat. Apalagi sektor industri ini menyerap tenaga kerja lebih dari 2 juta orang. Jepang masih butuh banyak Jepang dan negara lain masih sangat membutuhkan banyak karet Indonesia khususnya untuk memenuhi kebutuhan pabrik ban. Indonesia yang menjadi salah


AGRO SWAKARSA | Edisi 10/2014

Luas Area Panen 5 Produsen Karet Utama Dunia

India

Indonesia

Malaysia

Thailand

Viet Nam

Besar Produksi 5 Produsen Karet Utama Dunia

India

Indonesia

Malaysia

Thailand

Viet Nam

1995 356,000.00 2,260,687.00 1,475,000.00 1,496,000.00 146,900.00

1995 472,000.00 1,532,143.00 1,088,900.00 2,061,000.00 124,700.00

2000 400,000.00 2,400,000.00 1,300,000.00 1,462,076.00 231,500.00

2000 630,000.00 1,501,430.00 928,000.00 2,278,653.00 290,800.00

2005 447,000.00 3,279,391.00 1,237,000.00 1,691,099.00 334,200.00

2005 802,625.00 2,270,891.00 1,126,000.00 2,979,722.00 481,600.00

2010 477,000.00 3,445,121.00 1,112,000.00 1,929,257.00 438,562.99

2010 862,000.00 2,734,900.00 900,000.00 3,051,781.00 751,700.00

2012 442,000.00 3,484,100.00 1,200,000.00 2,050,000.00 505,804.77

2012 805,000.00 3,040,400.00 970,000.00 3,500,000.00 863,773.28

satu negara penghasil terbesar karet dunia, masih diandalkan Jepang untuk mengisi kebutuhan pabrik ban. Demikian disampaikan Presdir PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate, Togar Simanjuntak, di Medan sebagaimana dikutip dari Antara, Agustus lalu. Pabrik ban Bridgestone, di Jepang dan yang ada di negara lain, misalnya membutuhkan sekitar satu juta ton crumb rubber. Sementara, produksi pabrikan crumb rubber Bridgestone termasuk yang ada di Indonesia jauh di bawah itu. Makanya Bridgestone membutuhkan karet petani untuk diolah menjadi crumb rubber atau pabrikan ban di Jepang mengimpor crum rubber Indonesia dan negara penghasil lainnya. Butuh terobosan pemerintah Produktivitas karet dan termasuk hasil komoditas petani lainnya yang

masih rendah di Indonesia antara lain dipicu tidak terjaganya harga jual di dalam negeri. Harga jual dengan tren turun saat panen raya membuat petani enggan serius menekuni bisnis tanamannya. Walaupun langkah itu akhrnya merugikan petani sendiri. Penyebab produktivitas yang rendah juga karena ketidakmampuan petani menyediakan dana segar untuk peremajaan tanamannya. Dua penyebab utama itu harusnya menjadi perhatian serius pemerintah. Harusnya dengan ketergantungan negara lain atas hasil komoditasl Indonesia, petani nasional bisa lebih sejahtera, bukan seperti dewasa ini yang sebagian besar masih hidup susah. Dengan memiliki lahan terluas di dunia, Indonesia seharusnya bisa memimpin dalam produksi karet alam dunia. Dengan fakta tersebut, pemerintah harus berfokus meningkatkan kualitas dan kuantitas karet setiap tahun. Jika pemerintah bisa memberikan bibit unggul dan revitalisasi yang baik kepada petani, dalam dua tahun ke depan Indonesia bisa menjadi penghasil karet nomor satu. “Berikan bibit yang terbaik kepada para petani, berikan keistimewaan kepada para petani, dan berikan revitalisasi yang terbaik kepada petani. Saya yakin

kalau itu diberikan oleh pemerintah, Indonesia bisa jadi nomor satu dalam memproduksi karet per tahunnya,� ujar Ketua Umum Dewan Karet Indonesia Aziz Pane Juni lalu. Ia menekankan untuk menghapuskan prosedur yang mempersulit petani sehingga memperlambat produksi tiap tahunnya. Aziz mengatakan rata-rata pohon karet yang ada di perkebunan sudah tua dan sudah dikelupas kulitnya dari atas sampai bawah pohon tersebut. Hal ini, kata Aziz, menandakan kalau pohon karet tersebut memang sudah sangat tidak layak lagi untuk diambil getahnya. Sehingga produksi karet dalam negeri tidak meningkat. Tanpa revitalisasi, jangankan menjadi nomor satu, bertahan saja sudah sangat baik.

Diolah dari data FAO

8


KEBIJAKAN

9

Edisi 10/2014 | AGRO SWAKARSA

Gerakan Nasional (Gernas) Karet:

Masih Sebatas Wacana

Program yang awalnya dicanangkan pada kurun 2013-2015 diubah menjadi kurun 2014-2017. Namun Gernas Karet nampaknya masih tetap sebagai wacana. Kemungkinan tidak akan berjalan pada tahun ini. Pasalnya, belum adanya respon dari Presiden SBY terkait usulan program tersebut.

K

aret merupakan salah satu tanaman unggulan nasional. Karet juga merupakan komoditas ekpor yang memberikan kontribusi peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2011 ekspor karet mencapai 2,38 juta ton karet kering dengan nilai sebesar US$ 11,14 milyar. Indonesia sebagai negara produsen karet terbesar kedua di dunia, dengan luas areal seluas 3,45 juta hektare, sekitar 85% pengusahaannya oleh perkebunan rakyat yang melibatkan 2 juta tenaga kerja, sebagian besar belum menggunakan benih unggul, dengan kondisi merupakan tanaman tua/rusak, sehingga tingkat produktivitasnya rendah. Rendahnya produktivitas karet nasional menyebabkan pendapatan petani karet tidak begitu baik. Karena itu, pemerintah merencanakan Gerakan Nasional (Gernas) Karet. Program untuk

meningkatkan produktivitas melalui intensifikasi dan rehabilitasi ini dilakukan bertahap 2013-2015 dengan dana 5 triliun rupiah dengan luas lahan 350 ribu hektar. Dalam gernas tersebut, pemerintah akan memberikan bantuan benih, pupuk, dan alat-alat pertanian. Dana itu dialokasikan secara khusus seperti pada program Gernas Kakao dan bukan dari dana Kementerian Pertanian. Selama ini, pemerintah sudah merevitalisasi perkebunan karet. Tapi tidak sebanding dengan kebutuhan lahan yang harus diremajakan. Selain itu, ada skema revitalisasi perkebunan karet yaitu melalui kredit perbankan. Namun, skema itu tidak sesuai bagi perbankan karena tidak ada agunan mengingat petani belum memiliki sertifikat tanah yang dapat dijadikan sebagai agunan. Karet nasional yang didominasi oleh rakyat sangat membutuhkan revitalisasi/ peremajaan. Tanaman yang ada sudah tua, sehingga produktivitasnya menjadi rendah. Produktivitas karet rakyat

Rencana Gernas Karet 2013-2015 Tahun

Peremajaan

Intensifikasi

2013

80,000

20,000

2014

100,000

15,000

2015

120,000

15,000

Jumlah

300,000

50,000

Sumber: Kementan, 2012. Angka dalam hektar

pada tahun lalu hanya 0,9 ton per ha lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas perkebunan milik negara 1,3 ton per ha dan perkebunan swasta 1,6 ton per ha. Apalagi dibandingkan dengan produktivitas negara tetangga sesama produsen utama karet alam dunia seperti Thailand. Program Gernas Karet ini diharapkan meningkatkan produktivitas karet rakyat menjadi 1,5 ton karet kering/ha. Banyak pihak berharap program Gernas Karet tidak hanya sekadar wacana, dan program revitalisasi dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Perlu komitmen pemerintah


10

AGRO SWAKARSA | Edisi 10/2014

karena menyangkut 85% kebun karet rakyat yang artinya 2 juta ha lebih milik rakyat dan masih bermasalah pada rendahnya produktivitas. Sebenarnya peremajaan karet dapat menjadi instrumen untuk mengatur harga. Jika ada peremajaan dalam jumlah cukup luas, maka produksi karet akan turun, sehingga harga akan terdongkrak. Di sisi lain, Industri karet menawarkan komoditas baru yaitu kayu karet yang dapat menggantikan kayu ramin yang sudah punah. Untuk itu, industri diharapkan tertarik melakukan komersialisasi kayu karet dari peremajaan kebun karet rakyat, sehingga ada sinergi pemerintah, petani dan swasta. Masih wacana dan terus diundur Rencana Gernas Karet yang seyogyanya dimulai 2013 nampaknya berubah. Program yang awalnya dicanangkan pada kurun 2013-2015 diubah menjadi kurun 2014-207 di atas lahan 450 ribu hektar. Dan rencananya akan dimulai tahun ini. Herdrajat Natawidjaya, Direktur Tanaman Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan) bilang, usulan program itu sudah final. Menurut Herdrajat, program ini akan mampu menaikkan kualitas dan kuantitas hasil sadapan karet petani rakyat. Dengan program itu hasil peningkatan produksi akan dirasakan dalam empat tahun mendatang. “Proposal sudah di tangan presiden, tinggal menunggu arahan,� katanya, Mei tahun lalu. Perkembangan terakhir Gernas Karet nampaknya masih tetap sebagai wacana. Kemungkinan tidak akan berjalan pada tahun ini. Pasalnya, belum adanya respon dari Presiden SBY terkait usulan program tersebut. Dirjen Perkebunan Gamal Natsir mengatakan usulan yang diajukan belum juga mendapatkan respon dari pemerintah.

Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heryawan sendiri mengatakan bahwa tahun ini langkah pemerintah akan terfokus pada revitalisasi perkebunan teh milik rakyat guna mendongkrak

industri teh nasional yang saat ini sedang terpuruk. “Semacam gernas, tetapi kita menyebutnya revitalisasi teh, anggaran yang disiapkan sebesar Rp. 50 miliar untuk revitalisasi kebun rakyat, bongkar diganti bibit unggul,� katanya. Sektor perkebunan hingga saat ini masih dihadapkan pada masalah rendahnya produktifitas tanaman, Kementerian Pertanian menyatakan rendahnya produktifitas ini disebabkan usia tanaman yang sudah tua sehingga sudah saatnya untuk diganti dengan tanaman yang baru. Namun, mengganti tanaman petani yang sudah tua tersebut bukanlah perkara yang mudah mengingat sebagian besar petani mengandalkan hidupnya dari lahan perkebunannya tersebut. Mengganti tanaman dengan tanaman baru juga berarti menghilangkan sumber pendapatan petani untuk beberapa saat. Selan itu, terbatasnya anggaran yang dimiliki pemerintah juga menghambat upaya perbaikan di sektor hulu. Dengan anggaran yang terbatas tersebut, pemerintah harus mampu memprioritaskan komoditas mana yang sangat perlu segera ditolong. Nampaknya karet masih mesti bersabar mendapat perhatian. Meskipun komoditas ini sangat berpotensi menjadi penguasa pasar dunia.

Web Hosting www.cnp-webservice.com

SOLUSI ONLINE USAHA ANDA

GRATIS 1 (satu) nama domain selama berlangganan dan Host UNLIMITED domain. Harga mulai: Rp 65.000 per bulan

Nama Domain Daftar klien : t CV. Mandala Agro Swakarsa t Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) t PT. Sarana Pratama Gemilang t PT. Sumber Solusi Selaras t Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) t PT. Limas Karya Utama t Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia t Yayasan Pemantau Hak Anak Indonesia t Yayasan Saint Anna Education Center t Yayasan Media Wasantara t dll.

Pendaftaran berbagai ekstensi nama domain internasional (COM, NET, ORG, BIZ, INFO dll.) Harga mulai: Rp 119.000 per tahun

Sertifikat SSL/TSL Membangun kepercayaan pengunjung web dengan mengaktifkan SSL. Harga mulai: $ 45 per tahun


LAMPUNG

Edisi 10/2014 | AGRO SWAKARSA

11

Enggan Menyadap, Harga Meningkat:

Cuaca Jadi Kendala

Saat hujan tanaman karet sama sekali tidak dapat disadap sehingga petani memilih berhenti menyadap sementara waktu.

2012

2011

2010

2009

Harga naik Sementara itu, para petani tanaman perkebunan karet di Kabupaten Waykanan, menikmati harga getah karer (Ant) hasil sadapan yang terus naik dalam beberapa pekan terakhir. “Harga Produksi, Areal dan Produktivitas Karet Lampung karet di sini stabil dengan harga cukup tinggi, rata-rata sekitar Rp9.000/kg sampai Rp10.000/ kg,� kata petani Desa Wonoharjo, Kecamatan Bumi Agung, Kabupaten Waykanan, Wiyono (51) di Wonoharjo, pertengahan Januari lalu kepada Antara. Dia menjelaskan bahwa harga karet Areal Produksi

Diolah dari data BPS

drastis dibandingkan saat cuaca panas. Dan penurunan pendapatan petani karet ini terjadi setiap tahun ketika musim hujan tiba.

2008

S

ebagian besar petani di Kabupaten Lampung Selatan tidak lagi menyadap tanaman karetnya karena terkendala curah hujan tinggi yang melanda daerah itu dalam sebulan terakhir. Saat hujan tanaman karet sama sekali tidak dapat disadap sehingga petani memilih berhenti menyadap sementara waktu. Jika tetap menyadap karet, curah hujan akan menghabiskan getah karet yang ada di dalam mangkuk sadapan. Selain itu, jika batang karet basah maka getah karet akan mengalir tidak melewati alur sadapan. Kualitas karet petani pun sangat rendah karena kadar air terlalu tinggi. Biasanya dalam seminggu petani bisa sampai lima kali menyadap, namun saat ini paling banyak dua kali karena hujan turun hampir setiap hari. Tidak hanya itu, tanaman karet juga banyak yang terendam banjir hingga satu meter, terutama daerah yang berdekatan dengan sungai. Dalam kondisi seperti ini, pendapatan petani karet sangat minim atau turun

sebesar itu lebih tinggi daripada harga sekitar empat bulan lalu yag hanya sekitar Rp7.000/kg. Harga tertinggi yang pernah dicapai adalah Rp16.000/kg pada sekitar dua tahun yang lalu. Tingginya harga karet itu, antara lain karena produksi agak kurang, sedang berlangsung musim hujan, sementara permintaan oleh pedagang pengumpul hasil bumi terus meningkat. Hasil panen karet di daerah tersebut cukup lumayan karena bisa seminggu sekali atau empat kali sebulan menyadap getah karet. Wiyono yang juga salah satu tokoh di desa tersebut mengatakan pula bahwa salah satu kendala di desa itu adalah jauhnya dari kota dan belum didukung oleh sarana jalan yang bagus karena banyak jalan aspal yang rusak sehingga sering menyulitkan pengangkutan hasil bumi hasil panen petani dari desa ke kota. Dia dan masyarakat setempat lainnya sangat mengharapkan agar sarana jalan di desa itu, terutama yang di areal perkebunan kelapa sawit dan karet yang rusak dapat segera diperbaiki agar tidak menghambat lalu lintas angkutan komoditas hasil bumi. Komoditas kelapa sawit dan karet merupakan komoditas ekspor Lampung ke sejumlah negara, yang mampu menyumbangkan devisa yang relatif cukup besar bagi daerah Lampung.


20

AGRO SWAKARSA | Edisi 04/Agustus 2013

ADVETORIAL

Pupuk Organik Cair MASAGRI®

www.masagri.com

S

eiring pertambahan populasi penduduk, kebutuhan akan pangan dan hasil pertanian lainnya meningkat. Guna memenuhinya, dilakukan upaya untuk dapat meningkatkan produktivitas, salah satunya penggunaan pupuk. Namun berdasarkan hasil penelitian, penggunaan pupuk kimia menimbulkan dampak negatif terhadap merosotnya daya dukung lingkungan yaitu meningkatkan kandungan kimia sintetis di perairan dan lapisan tanah (top soil). Tingginya kandungan kimia tersimpan/terakumulasi dalam tanah bersifat toksik terhadap perakaran tanaman, sehingga kesuburan tanah akan terus menurun dan produktivitas menjadi makin rendah. Seringkali penurunan produktivitas karena kesuburan tersebut dijawab dengan penambahan dosis penggunaan pupuk kimia sehingga makin memperparah kondisi lahan. Pada akhirnya mengarah pada proses penggurunan, dimana lahan pertanian memiliki kesuburan sangat rendah. Pemerintah sudah berupaya membantu petani dengan memberikan subsidi pupuk. Namun pertambahan kebutuhan pupuk akan memperbesar subsidi yang pada akhirnya berdampak pada keuangan negara dan program pembangunan yang lain. Karenanya itu, dilakukan pembatasan subsidi pupuk kimia. Dengan keterbatasan subsidi, maka kebutuhan kebutuhan pupuk kimia mau tidak mau harus dipenuhi dengan menggunakan pupuk non subsidi yang harganya lebih mahal sehingga menambah beban produksi petani yang pada akhirnya mengurangi pendapatan petani dari hasil pertanian yang dikelolanya. Faktor biaya ini masih diperparah dengan dengan kelangkaan pupuk kimia, baik karena keterbatasan produksi maupun tata niaga. Hal

Pupuk terdaftar pada Kementerian Pertanian Republik Indonesia

No. L905/ORGANIK/DEPTAN-PPVTPP/VI/2011

ini dapat dilihat dari pemberitaan mengenai kelangkaan pupuk yang melanda hampir seluruh wilayah Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah menggalakkan penggunaan pupuk organik, baik dalam bentuk padat maupun dalam bentuk cair. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang juga akan lebih melestarikan lingkungan karena pupuk organik merupakan pupuk ramah lingkungan dan mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan dengan berkurangnya kandungan residu bahan kimia sintetis pada hasil pertanian yang dikonsumsi oleh manusia. MENGAPA MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK CAIR MASAGRI®? Pupuk Organik Cair MASAGRI® merupakan produk pupuk yang tidak hanya mengandung unsur hara esensial, namun juga berbagai mikroorganisme bermanfaat yang mampu meningkatkan dan menjaga kesuburan tanah, menekan pertumbuhan bakteri penyakit, sehingga akar, daun, batang dan bunga akan tumbuh dan berkembang secara baik dan optimal. Pada Pupuk Organik Cair MASAGRI® juga terdapat senyawa-senyawa organik yang bermanfaat bagi tanaman, seperti asam humik, asam fulvat, dan senyawa organik lainnya. Nutrisi yang terkandung sebagian besar terdiri atas gugus gula sederhana dan protein dengan reaksi lanjutan berupa asam amino, asam organik, vitamin, hormon pertumbuhan (auxin giberilin) unsur makro-mikro. Unsur tersebut sangat dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan dan kesehatan tanaman yang optimal dan berkelanjutan, hingga dapat meningkatkan hasil panen. Pemakaian Pupuk Organik Cair MASAGRI® dapat membantu memperbaiki struktur tanah yang rusak akibat pemakaian pupuk kimia yang masif selama bertahun-tahun dan

Demplot D p M

Ujicoba pada tanaman singkong (ubi kayu) di daerah Way Pengubuan dan Kota Gajah (Lampung Tengah). Pertumbuhan vegetatif jauh lebih cepat dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia (penghematan pupuk) sampai 50%.

Ujicoba pada tanaman padi sawah di daerah Jasinga (Bogor), Palas (Lampung Selatan) dan Kota Gajah (Lampung Tengah). Pertumbuhan lebih cepat dan hasil bisa dipertahankan dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia (penghematan pupuk) sampai 50%.

U Uj jic icob oba ba pa pad da ttan da anam aman an ssingkong ingkon in kong g di di d dae era rah h Kot K ota ta G Ujicoba pada tanaman daerah Kota buhan tanaman yang berbeda jauh dengan perlak Ujicoba dilakukan pada hamparan lahan singkong g di lahan seluas 2 hektar. Gambar di atas adalah ko o menggunakan Pupuk Organik Cair MASAGRI® dan n biasa. Tanaman lebih subur dan sehat.


Edisi 04/Agustus 2013 | AGRO SWAKARSA

Perbedaan Pupuk Organik Cair MASAGRI® dengan Pupuk Kimia Perbedaan mendasar antara Pupuk Organik Cair MASAGRI® dan pupuk kimia adalah pada perlakuan terhadap tanah. Pupuk kimia memasok nutrisi langsung ke tanaman dengan memberikan unsur yang dibutuhkan tanaman baik unsur makro maupun mikro. Dengan pasokan langsung, maka tanaman mendapatkan unsur yang dibutuhkan tanpa melalui proses biologis dan kimia dalam tanah. Hal ini menyebabkan

menggemburkan tanah kembali. Selain itu berbagai mikroba yang terdapat dalam pupuk ini akan mampu melarutkan dan mengikat zatzat yang dibutuhkan tanah. Pupuk Organik Cair MASAGRI® sudah melewati berbagai uji mutu yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tanah Kementerian Pertanian RI baik kandungan unsur hara maupun keamanan dari mikroba patogen yang merugikan seperti E Coli dan Salmonella. Juga telah lulus uji terap (efektivitas) yang dilakukan oleh Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pupuk Organik Cair MASAGRI® terdaftar dan resmi memiliki ijin peredaran yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian RI sehingga merupakan pupuk resmi yang legal untuk diedarkan di seluruh wilayah Republik Indonesia.

MASAGRI®, tanaman dapat menerima pasokan unsur yang dibutuhkan, sementara kandungan mikroorganisme (mikroba) pada Pupuk Organik Cair MASAGRI® berguna sebagai nutrisi tanah guna meningkatkan kesu-buran tanah. Kebutuhan akan pangan menyebabkan penggunaan pupuk kimia menjadi sa-ngat dominan untuk mengejar kuantitas produksi (produktivitas). Namun tanpa disadari tidak adanya perlakuan yang cukup bagi tanah akan menyebabkan tanah menjadi jenuh dan semakin tidak subur. Penggunanaan kombinasi pupuk kimia dan Pupuk Organik Cair MASAGRI® dapat menjadi solusi meningkatkan produktivitas tanpa mengorbankan kesuburan/kesehatan tanah.

fermentasi. Perbedaannya pada bahan baku dan mikroba yang digunakan. Pupuk Organik Cair MASAGRI® menggunakan bahan baku alami non limbah guna meminimalisir potensi kontaminasi mikroba patogen/merugikan seperti E Coli dan Salmonella dari proses awal produksi. Hal ini untuk meminimalisir adanya kemungkinan penyebaran mikroba patogen seiring dengan penyebaran/distribusi produk Pupuk Organik Cair MASAGRI®. Selain itu, Pupuk Organik Cair MASAGRI® menggunakan mikroba alami asli Indonesia. Hal ini ditujukan untuk mempermudah penyesuaian mikroba tersebut dengan kondisi tanah dan iklim Indonesia sehingga efektivitas pupuk akan lebih baik. Dari sisi ekologi (keanekaragaman hayati), penggunaan mikroba alami asli Indonesia akan melestarikan mikroba bermanfaat yang memiliki tempat hidup di Indonesia.

• Tanaman Pangan: Padi, Jagung, Singkong, Kedelai, Kacang-kacangan dll. • Tanaman Perkebunan: Sawit, Tebu, Cokelat, Cengkeh, Kelapa, Karet, Vanili dll. • Tanaman Hortikultura: Sayuran, Buahbuahan, Biofarmaka • Tanaman Hias dan Taman: Anthurium, Adenium, Aglaonema, Sansevieria, Rumput taman dll. • Tanaman Kehutanan: Sengon, Pinus, Jati, Akasia, Angsana, Mahoni, Meranti dll.

PUPUK ORGANIK CAIR MEREK LAIN APLIKASI TANAMAN Secara umum Pupuk Organik Cair MASAGRI® memiliki persamaan dengan pupuk organik cair merek lain yang memproduksi dengan pola

21

tanah hanya menjadi tempat ‘meletakkan’ akar tanaman dan tidak memiliki fungsi lain. Masalah yang akan timbul kemudian adalah pupuk kimia yang diberikan tidak semua akan diserap oleh tanaman, karena sebagian (>70%) akan terikat (terakumulasi) ke dalam liat tanah, sehingga tanah menjadi liat/keras serta dalam jangka panjang akan bersifat toksik memacu berkembangnya penyakit dalam tanah dan sebagian lainnya pupuk kimia akan hilang karena terbawa aliran air atau menguap. Pupuk Organik Cair MASAGRI® adalah pupuk organik dan bio fertilizer yang memberikan pasokan nutrisi kepada tanaman dan juga kepada tanah. Dengan kandungan unsur makro maupun mikro pada Pupuk Organik Cair

Pupuk Organik Cair MASAGRI® dapat diaplikasikan pada berbagai jenis tanaman:

PEMESANAN

Telp/Faks: 021-87716493 HP/SMS: 0812-7953816 Email: mas@masagri.com

M MASAGRI®

ajjah h ((Lampung Lampun Lamp ung g Teng TTengah) engah h) me menu nunjjukk kkan p ert rtum tum-Gajah G menunjukkan pertumkuan bisa tanpa Pupuk Organik Cair MASAGRI®. g dengan aplikasi Pupuk Organik Cair MASAGRI® o ondisi tanaman pada umur 3 bulan. Di sebelah kiri n di sisi kanan menggunakan pupuk kimia seperti

Ujicoba pada tanaman sawi (caisim) di daerah Tenjolaya (Bogor), Cipanas dan Pacet (Cianjur). Pertumbuhan dan produktivitas (jumlah daun dan berat) tanaman lebih tinggi dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia (penghematan pupuk) sampai 50%.

Ujicoba pada tanaman jagung di daerah Tenjolaya (Bogor). Pertumbuhan lebih cepat, tanaman lebih sehat dan hasil bisa dipertahankan dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia (penghematan pupuk) sampai 50%.


14

DAYA SAING

AGRO SWAKARSA | Edisi 10/2014

Kompetisi di Pasar Dunia

Indonesia diperkirakan hanya bersaing dengan utama Thaliand, karena produksi karet Malaysia diperkirakan akan terus mengalami penurunan.

S

aat ini Indonesia mempunyai luas lahan karet terbesar di dunia. Luas areal karet alam Indonesia sebesar 3,45 juta hektar. Sementara Thailand sebesar 1,9 juta hektar dan Malaysia 1,3 juta hektar. Selain itu, karet alam Indonesia mempunyai nilai ekonomi yang tinggi karena menempati posisi urutan ketiga setelah padi dan kelapa sawit dalam GDP pertanian. Namun sangat disayangkan produktivitas karet alam Indonesia semenjak tahun 1990 jauh lebih rendah dibadingkan dengan Thailand. Keadaan ini karena umumnya karet diproduksi oleh petani dengan teknologi yang sangat sederhana. Hal ini juga masih ditambah dengan kurangnya usaha-usaha peremajaan

karet. Di sisi lain, masyarakat dan pemerintah nampaknya terjebak dalam usaha peningkatan produksi kelapa sawit dimana keuntungannya lebih tinggi dari karet. Berbagai kebijakan tertunda juga ikut menyumbang stagnannya peningkatan produktivitas. Prospek karet Indonesia Prospek karet alam pada masa datang akan semakin membaik sejalan dengan pertumbuhan industri-industri yang menggunakan bahan baku karet. Sementara itu karet sintetis yang dihasilkan dari minyak bumi dan batu bara diramalkan semakin berkurang sejalan dengan semakin terbatasnya sumberdaya tersebut serta adanya isu lingkungan. Oleh karena itu persaingan antara karet alam dengan karet sintetis

diperkirakan semakin melemah. Sebagai sumber daya alam yang bisa diperbarui, maka karet alam lebih sustainable ketimbang kate sintetis. Saat ini permintaan karet alam dunia terus meningkat yang ditandai dengan net trade karet alam dunia yang bernilai negatif. Keadaan ini memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan produksi dan ekspor karet alam di pasar dunia. Salah satu usaha yang harus dilakukan adalah meningkatkan daya saing karet alam Indonesia di pasar internasional. Peta kompetisi Berdasarkan data FAO (2012) terdapat 20 negara produsen karet terbesar di dunia. Meskipun demikian, tidak semua negara produsen tersebut menjadi pengekspor karena besaran ekspor masing-masing negara sangat tergantung jumlah permintaan di dalam negerinya. Sampai saat ini, produsen terbesar ditempati oleh Thailand, Indonesia dan


Edisi 10/2014 | AGRO SWAKARSA

Malaysia. Ketiganya juga merupakan negara pengekspor karet alam terbesar di dunia. Situasi ini sebenarnya sangat menguntungkan bagi Indonesia karena hanya bersaing dengan Thailand dan Malaysia. Bahkan Indonesia diperkirakan hanya bersaing dengan utama Thailand karena produksi karet Malaysia diperkirakan akan terus mengalami penurunan karena kebijakan pemerintah Malaysia untuk mengalihkan sebagian areal tanaman karetnya menjadi areal kelapa sawit. Adapun perkembangan luas areal karet alam Indonesia dan Thailand terus meningkat antar waktu, sementara Malaysia mengalami penurunan semenjak tahun 1980an). Namun luas yang lebih besar dibandingkan Thailand tidak dikuti dengan kuantitas produksi karet. Produksi Thailand nyatanya lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Hal ini terjadi karena produktivitas karet alam Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan Thailand. Keadaan ini mengindikasikan bahwa pengolaan usahatani karet di Thailand lebih baik dibandingkan dengan Indonesia. Ditinjau negara tujuan ekspor karet alam Indonesia umumnya didominasi pada negara tujuan Amerika Serikat,

Jepang dan China. Sedangkan pada negara negara lainnya relatif kecil. Namun usaha-usaha peningkatan ekspor pada negara-negara yang masih rendah pangsa impornya patut dilakukan. Negara-negara yang mempunyai daya saing tinggi dalam karet berturut turut adalah Thailand, Indonesia, Liberia dan Malaysia. Jika Indonesia ingin meningkatkan daya saingnya dan

15

mengalahkan Thailand, maka Indonesia harus melakukan peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas dan peningkatan ekspor melalui diversifikasi negara tujuan disertai peningkatan kualitas karet alamnya. Selain itu, mesti dilakukan pengembangan daerah pada daerah dimana karet mempunyai keungggulan komparatif.

Trend Ramah Lingkungan Ban masa depan mesti memenuhi tiga kriteria yaitu kenyamanan, keamanan dan ramah lingkungan.

M

ayoritas karet alam dunia digunakan untuk industri ban. Untuk meningkatkan nilai tambah produknya, para pembuat ban berlomba-lomba untuk mengurangi bahan turunan dari minyak bumi dalam proses pembuatan ban. Ban masa depan mesti memenuhi tiga kriteria yaitu kenyamanan, keamanan dan ramah lingkungan. Ban merupakan salah satu komponen mobil yang sangat erat kaitannya dengan masalah lingkungan, sebab pemakaian bahan bakar mobil dan emisi karbondioksida sangat bergantung pada besarnya gesekan antara ban dan jalan ketika mobil melaju.

Maka, jenis bahan ban, ketahanannya terhadap aus, dan besar gaya-gaya gesek yang bekerja pada saat mobil sedang berjalan, akan sangat mempengaruhi penghematan bahan bakar dan lingkungan. Biasanya dalam proses pembuatan ban konvensional, karet alam dicampur dengan karet sintetis, karet hasil daur ulang, baja, serat buatan dan bahan campuran lainnya. Dalam ban konvensional setidaknya 50% lebih masih bergantung pada unsur turunan minyak bumi. Namun seiring dengan keterbatasan minyak bumi dan isu pentingnya pengurangan efek emisi karbondioksida yang timbul dalam proses pembuatan ban berbahan turunan dari minyak bumi, dilakukan penelitan untuk

pembuatan ban dari unsur non minyak bumi oleh para produsen ban. Serat buatan dan karet sintetis dari unsur minyak bumi pun diganti dengan serat tumbuhan dan karet alam, sedangkan unsur tambahannya seperti carbon black diganti dengan silika. Tingginya kebutuhan akan karet alam di masa depan tidak saja dikarenakan meningkatnya jumlah produksi mobil, tapi juga karena memang adanya kebutuhan ban baru yang ramah lingkungan (green tyre). Peluang ini merupakan sesuatu yang menggembirakan sekaligus memberikan harapan bagi para produsen karet alam termasuk Indonesia, karena industri ban adalah sektor yang paling banyak menggunakan karet alam yaitu sekitar 70% produksi dunia.



ANTISIPASI

Edisi 10/2014 | AGRO SWAKARSA

17

Muatan Teknologi Karet

Antisipasi Isu Kesehatan Jangan sampai di masa datang karet alam Hevea bernasib sama dengan formalin atau asbestos yang mulai dikurangi pemakaiannya karena dianggap membahayakan kesehatan. Di Amerika Serikat, salah satu negara pengimpor karet alam terbesar dari Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 20 juta orang yang alergi terhadap karet Hevea ini. Demikian pula di Eropa dan Jepang, sekalipun tidak sedratis di Amerika jumlah penderita alergi selalu meningkat dari tahun ke tahun. Padahal Amerika Serikat, Eropa dan Jepang saat ini adalah negara-negara pengimpor karet terbesar bersama China. Isu karsinogen lebih menakutkan lagi. Karsinogeb yang terkandung dalam karet alam diisukan menjadi unsur penyebab kanker. Karet alam sendiri bukanlah merupakan unsur penyebab kanker. Tapi pada saat dilakukan proses vulkanisasi dengan belerang biasanya ditambahkan bahan kimia tambahan untuk mempercepat proses vulkanisasi (bahan akselerasi). Bahan tambahan inilah yang membentuk nitrosamine yang diduga bertanggung jawab atas penyakit kanker yang ditimbulkan karena kontak dengan karet alam.

S

ebagai salah satu penghasil karet alam terbesar dewasa ini, Indonesia boleh merasa gembira karena adanya prediksi peningkatan kebutuhan karet alam dunia di masa depan. Akan tetapi untuk menangkap peluang tersebut dan mempertahankan ekspor karet kita dari ancaman bahan alternatif lain, setidaknya ada dua hal yang menyangkut kebijakan karet yang harus segera dilakukan segera. Pertama, tentunya peremajaan pohon-pohon karet dan perluasan hutan karet. Hal ini sudah sering dikampanyekan dalam program-program pemerintah. Tinggal pelaksanaannya yang semestinya diperlancar, sehingga hambatan birokrasi pendanaan dan permasalahan bibit mudah teratasi. Kedua ialah penerapan teknologi-

teknologi mutakhir agar karet alam Indonesia bisa bersaing di pasar internasional. Hal yang kedua ini agaknya belum dilihat secara serius oleh semua pihak yang terkait, termasuk pemerintah lewat PTP Nusantara yang mengelola langsung perkebunan karet. Dengan proses pengolahan karet Hevea Brasiliensis sekarang ini, masih terkandung protein alergen dan karsinogen. Ancaman isu kesehatan Kedua kandungan tersebut menjadi isu masalah kesehatan yang mencuat sejak tahun 1990-an. Karet alam Havea disinyalir mengandung jenis protein yang bertanggungjawab terhadap alergi tipe I yang bisa berakibat fatal, bahkan hingga kematian.

Teknologi Mesin Berkas Elektron Dewasa ini, dengan beberapa teknologi irradiasi, protein alergen di dalam getah karet Hevea ini bisa dikurangi. Pertama ialah teknik irradiasi dengan sinar gamma 60Co. Proses irradiasi dengan sinar gamma tidak saja mampu mengurangi protein alergen, tapi juga bisa dilakukan proses vulkanisasi tanpa penambahan bahan akselerator berbahaya, sehingga bisa terhindar proses pembentukan senyawa nitrosamin, penyebab kanker. Teknik irradiasi dengan sinar gamma ini untuk tujuan ini sebenarnya sudah cukup mapan dan telah biasa dilakukan di Batan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Serpong, hanya saja untuk pengoperasiannya diperlukan investasi awal yang cukup tinggi termasuk bangunan radiation shielding yang terbuat dari beton tebal sehingga agak sulit untuk bisa diterapkan langsung di daerah sekitar lokasi hutan karet.


18

AGRO SWAKARSA | Edisi 10/2014

Di masa akan datang, teknik irradiasi dengan berkas elektron cukup menjanjikan sebagai alternatif irradiasi dengan sinar gamma. Seperti halnya sinar gamma, teknologi irradiasi berkas elektron pada karet alam ini terbukti bisa menghasilkan proses vulkanisasi tanpa belerang dan bisa pula digunakan untuk mengurai protein alergen pada karet alam. Selain itu, proses penghilangan protein alergen ini bisa dilakukan di dekat lokasi perkebunan karet, karena memungkinkan untuk dibuat mesin berkas elektron yang mudah dipindah-pindah (mobile), dengan konsumsi tenaga listrik yang tidak besar. Apalagi sekarang tengah dikembangkan mesin berkas elektron (MBE) dengan luas penampang berkas yang luas. Dari percobaan iradiasi latex menggunakan MBE, diketahui karet alam yang masih fresh ternyata bisa mencapai kualitas sifat mekanik yang lebih baik tanpa bahan akselerator. Kelebihan lain dari MBE ini ialah bisa dibuat power supply yang lebih kecil sehingga bisa dirancang suatu sistem MBE yang kecil dan bisa dipindah-pindah (mobile). Salah satu hambatan mengapa ban kendaraan tidak bisa sampai 100% bahan non minyak bumi adalah perlunya bahan tambahan yang diperlukan untuk vulkanisasi dengan belerang.

Namun dengan MBE, permasalahan ini bisa teratasi dengan MBE karena memungkinkan kita untuk melakukan vulkanisasi pada karet alam tanpa diberi bahan tambahan, sehingga ban ramah lingkungan dengan bahan non minyak bumi lebih dari 97% bisa terwujud. Sudah selayaknya Indonesia, sebagai produsen karet alam terbesar di dunia, serius melihat dan mengembangkan teknologi-teknologi yang ada untuk menghilangkan protein alergen yang terkandung dalam karet alam Hevea ini. Keuntungan penjualan hasil ekspor karet selama ini selayaknya disisihkan untuk melakukan investasi awal pembelian mesin pengolah yang canggih termasuk berbagai penelitian agar diperoleh karet bebas protein alergen. Teknologi ini, tidak saja membebaskan dari alergen, tapi juga bisa menghilangkan resiko kanker yang sangat ditakuti. Memang diperlukan investasi yang mahal, tapi tentunya tidak akan sebesar biaya yang dikeluarkan Amerika untuk mencari bahan alternatif yang akan mengancam ekspor karet alam kita di masa datang. Jangan sampai di masa datang karet alam Hevea bernasib sama dengan formalin atau asbestos yang mulai dikurangi pemakaiannya karena dianggap membahayakan kesehatan. Purwadi Raharjo


TEKNOLOGI

Edisi 10/2014 | AGRO SWAKARSA

19

Pecahkan Masalah Industri Karet:

Teknologi Berkas Elektron

Selain menghindari potensi kanker dan alergi, penggunaan iradiasi sinar gamma atau elektron membuat karet menjadi baik dan ekonomis. Bahkan dapat dilakukan industri kecil dan menengah.

T

eknologi mesin berkas elektron (MBE) dapat menghemat proses vulkanisasi lateks karet alam. Demikian paparan Menristek Gusti Muhammad Hatta, saat melakukan peletakkan batu pertama pembangunan gedung pilot plant vulkanisasi lateks karet alam dengan menggunakan mesin berkas elektron di Landak, Kalimatan Barat, Maret lalu. Menurutnya selama ini kita selalu bangga menjadi nomor satu sebagai negara pengekspor, apakah itu ekspor kakao, ekspor batu bara atau urutan kedua sebagai produsen karet di dunia. Namun masalahnya apa yang kita ekspor masih berupa bahan mentah semuanya. Padahal jika bahan mentah tersebut diolah di luar negeri, dan setelah jadi dijual ke Indonesia maka harganya jauh lebih mahal. “Itu artinya kita memberi kesempatan orang luar negeri bekerja untuk kita, kita beri upah. Kenapa tidak kita sendiri yang mengolahnya,” tegas Menristek.

Rantai industri dengan bahan baku lateks terdiri dari industri yang menghasilkan produk dipping (examination gloves, catheter). Secara konvensional, untuk menghasilkan produk dipping dipergunakan proses vulkanisasi dengan belerang dan memerlukan heat treatment yang memerlukan banyak energi. Selain itu, penggunaan belerang menyebabkan adanya nitrosamin yang bersifat carcinogen (penyebab kanker) pada produk. Dalam produk dipping tersebut masih tersisa protein alergen yang ada secara alami, sehingga perlu direduksi dengan proses khlorinasi. Vulkanisasi dengan cara radiasi sinar gamma atau elektron, memungkinkan pemisahan antara proses vulkanisasi lateks karet alam dengan proses dipping. Bahkan proses dipping menjadi sangat sederhana dan dapat dilakukan oleh industri rumah tangga atau industri kecil dan menengah (IKM) yang dapat melibatkan kelompok petani pemilik kebun karet.

Sementara itu, Bupati Landak Adrianus Asia Sidot dalam memaparkan bahwa khusus untuk tanaman karet rakyat, yang menjadi sumber bahan baku utama bagi pabrik vulkanisasi lateks, merupakan tanaman primadona yang menghidupi 70-75% masyarakat Kabupaten Landak. “Tanaman karet bagi masyarakat Kabupaten Landak sudah menjadi semacam ATM (automatic teller machine, red), sebab pohon karetlah yang menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat di daerah ini,” jelasnya. Namun menurutnya, pendapatan petani karet seringkali tidak menentu seiring dengan naik turunnya harga karet. Hal ini disebabkan karena karet yang dijual oleh masyarakat masih diekspor dalam bentuk bahan mentah atau paling-paling dalam bentuk rubber smoke shit (RSS). Itupun oleh mata rantai perdagangan karet yang terlalu panjang, sehingga insentif harga lebih banyak dinikmati oleh para pedagang perantara ketimbang para petani. Melalui aplikasi mesin berkas elektron ini, Adrianus berharap dapat meningkatkan nilai tambah produkproduk pertanian Kabupaten Landak. “Prototipe mesin ini sudah dibuat di PTAPB-BATAN Yogyakarta dan satu keunggulan lain dari mesin ini adalah komsumsi listriknya yang sangat rendah yakni hanya 25 KVA per mesin, sehingga ini dapat dipakai di daerah-daerah pedalaman atau di remote area yang mungkin nanti mengalami kekurangan listrik,” imbuh Adrianus. Sedangkan Kepala BATAN Djarot Sulistio Wisnubroto dalam sambutannya mengatakan bahwa bahan lateks karet alam dipilih sebagai suatu bahan untuk implementasi iptek nuklir karena mempunyai beberapa kelebihan. Selain menghindari adanya nitrosamin yang berpotensi menimbulkan kanker dan alergi, bahan lateks karet alam yang divulkanisasi dengan menggunakan iradiasi sinar gamma atau elektron sifat fisiknya berubah menjadi kuat dan menjadi lebih elastis, ramah lingkungan, hemat energi dan sederhana, bahkan industri kecil dan menengah dapat melakukan hal tersebut. (Ristek)


20

HISTORIA

AGRO SWAKARSA | Edisi 10/2014

Karet Indonesia:

Bertahan di Berbagai Rezim Komoditas yang satu ini dimulai oleh Belanda dan mengalami berbagai kebijakan dan larangan dari berbagai rezim pemerintah. Komoditas ini terbukti bertahan sampai kini.

T

anaman karet mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Tanaman karet yang paling tua diketemukan di Subang Jawa Barat yang ditanam pada tahun 1862. Pada tahun 1864 tanaman karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman baru untuk dikoleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah. Perkebunan karet dibuka oleh Hofland pada tahun 1864 di daerah Pamanukan dan Ciasem, Jawa Barat. Pertama kali jenis yang ditanam adalah karet rambung atau Ficus elastica. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) ditanam di daerah Sumatera Timur pada tahun 1902, kemudian dibawa oleh perusahaan perkebunan asing ditanam di Sumatera Selatan. Pada waktu itu petani membuka hutan untuk menanam padi selama 2 tahun lalu ladang ditinggalkan, sebelum meninggalkan ladang biasanya menanam tanaman keras seperti karet dan buah-buahan. Petani akan datang kembali setelah 10 - 12 tahun kemudian untuk menyadap

kebun karetnya. Perkebunan karet rakyat di Indonesia berkembang seiring naiknya permintaan karet dunia dan ledakan harga. Hal-hal lain yang ikut menunjang dibukanya perkebunan karet rakyat di beberapa daerah antara lain karena pemeliharaan tanaman karet relatif mudah dan rakyat mempunyai kepercayaan terhadap cerahnya masa depan perkebunan karet. Beberapa jemaah haji dari Indonesia pada waktu pulang dari Mekkah yang berhenti di Singapura atau Malaysia membawa biji karet untuk ditanam di Indonesia. Disamping itu dengan lancarnya perdagangan antara Sumatera dan Malaysia juga membantu berkembangnya usaha karet rakyat. Ledakan tingginya harga karet terutama setelah terjadi pada tahun 1922 dan 1926 menjadikan rakyat berlomba-lomba membuka kebun karet sendiri. Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu memang tidak membuat peraturan tentang pembukaan dan pengusahaan perkebunan karet oleh rakyat. Akibatnya, lahan karet di Indonesia meluas secara tak terkendali

sehingga kapasitas produksi karet menjadi berlebihan. Harga karet pun menjadi semakin sulit dipertahankan pada angka yang wajar. Kecenderungan yang terjadi adalah semakin menurunnya harga karet di pasaran. Beberapa kali pemerintah Hindia Belanda merencanakan untuk melakukan pembatasan atau restriksi terhadap karet rakyat. Pada tanggal 7 Mei 1934 diadakan persetujuan antara Pemerintah Prancis, Britania Raya, Irlandia Utara, British Indie, Belanda dan Siam mengadakan pembatasan dalam memproduksi karet dan ekspornya. Pada kenyataannya Pemerintah Hindia Belanda tidak berhasil melakukan restriksi karet di luar Jawa, maka Pemerintah Hindia Belanda melakukan pembatasan ekspor karet


Edisi 10/2014 | AGRO SWAKARSA

dengan pajak ekspor. Pajak ekspor ini mengakibatkan produksi menjadi turun dan menurunkan harga yang diterima ditingkat petani. Kemudian pada tahun 1937-1942 diberlakukanlah kupon karet yang berfungsi sebagai surat izin ekspor karet diberikan kepada petani pemilik karet dan bukan kepada eksportir. Dengan sistem kupon ini petani karet dapat menjual karetnya ke luar negeri misalnya ke Singapura. Apabila petani karet tersebut tidak berkeinginan menjual karetnya langsung ke luar negeri maka ia dapat menjual kuponnya kepada petani lain atau kepada pedagang atau eksportir. Sistem kupon tersebut merupakan jaminan sosial bagi pemilik karet karena walaupun pohon karetnya tidak disadap, tetapi pemilik karet

tetap menerima kupon yang bisa dijual atau diuangkan. Sistem kupon ini dimaksudkan pula untuk membatasi produksi (rubber restriction) karena bagi petani pemilik yang terpenting terpenuhinya kebutuhan ekonomi rumah tangganya dari hasil penjualan kupon yang diterimanya walaupun pohon karetnya tidak disadap. Pada tahun 1944 Pemerintah Jepang yang berkuasa waktu itu membuat peraturan larangan perluasan kebun karet rakyat. Produksi karet rakyat yang akan diekspor dikenai pajak yang tinggi yaitu sebesar 50% dari nilai keseluruhan. Kebijaksanaan tersebut berdampak menekan pada perkebunan karet rakyat. Pukulan yang menyakitkan ini tidak mematikan perkembangan perkebunan karet rakyat karena perkebunan karet rakyat

21

masih tetap berjalan dan para petani karet masih percaya akan masa depan usahatani karetnya. Pedagang perantara yang banyak menyediakan barang-barang kebutuhan pokok dan menjadi penyalur produksi karet rakyat dengan jalan membeli hasil produksinya merupakan mata rantai yang tetap mempertahankan kelangsungan usahatani ini. Usahatani karet mereka tidak terlalu berpatokan pada peningkatan produksi dan keuntungan yang berlimpah. Apabila kebutuhan sehari-hari untuk seluruh keluarga petani tercukupi maka petani akan terus mempertahankan usahatani kebun karetnya. Setelah Perang Dunia II berakhir dan pengaruhnya agak reda di berbagai belahan dunia yang terlibat, maka permintaan akan karet menunjukkan peningkatan kembali. Indonesia pun agak merasa lega karena Jepang tidak lagi berkuasa. Sejak tahun 1945 perkebunan-perkebunan karet yang dulu diambil secara paksa oleh pihak Jepang dapat dilanjutkan kembali pengelolaannya oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah mengelola kembali perkebunan karet negara dan menggiatkan perkebunan karet rakyat yang diikuti oleh perkebunan karet swasta sehingga Indonesia menguasai pasaran karet alam internasional, tetapi perluasan areal karet dan peremajaan tanaman karet tua kurang perhatian akibatnya terjadi penurunan produksi karet alam Indonesia.


22

INOVASI

AGRO SWAKARSA | Edisi 10/2014

Potensi Industri Kayu Karet:

Perlu Diseriusi

Kayu karet pada awalnya dianggap sebagai hasil samping. Namun seiring waktu, permintaan terhadap kayu karet terus meningkat setiap tahun.

I

stilah kakao sebenarnya merujuk pada bahan tanam, tanaman, buah dan biji kakao. Tanaman kakao akan menghasilkan buah kakao yang di dalamnya terdapat biji-biji kakao dan melalui proses pascapanen yang meliputi proses pengolahan dan pengeringan, akan dihasilkan biji-biji kakao kering yang siap dikirim ke pabrik pengolah. Nilai ekonomis karet terletak pada kemampuannya dalam menghasilkan lateks. Produk nonlateks seperti kayu karet pada awalnya dianggap sebagai hasil samping terutama untuk kayu bakar. Namun, sejalan dengan berkembangnya teknologi pengolahan dan pengawetan kayu karet dan makin terbatasnya ketersediaan kayu dari hutan alam, baik untuk memenuhi permintaan pasar domestik maupun ekspor maka permintaan terhadap kayu karet terus meningkat setiap tahun. Ada beberapa alasan mengapa kayu karet dapat digunakan sebagai substitusi kayu hutan alam dan menjadi andalan dalam memenuhi kebutuhan kayu baik

untuk pasar dalam maupun luar negeri. Sifat-sifat dasar kayu karet, baik sifat fisik, mekanis maupun kimia relatif sama dengan kayu hutan alam. Demikian juga potensi ketersediaan kayu karet cukup besar sejalan dengan peremajaan perkebunan karet rakyat. Dan kayu karet cukup baik cukup baik secara ekonomis. Peningkatan permintaan kayu karet juga didorong oleh membaiknya perekonomian dunia dan bertambahnya jumlah penduduk. Ditambah dengan terbatasnya ketersediaan kayu hutan alam terutama setelah kayu ramin, meranti putih, dan agathis dilarang untuk diekspor dalam bentuk kayu gergajian. Nilai ekonomi kayu karet yang makin tinggi tersebut dapat menjadi tambahan modal bagi petani untuk melakukan peremajaan kebun karet. Hal ini dapat dilakukan dengan menanam klon-klon unggul yang produktivitasnya tinggi dan pertumbuhannya cepat. Kebutuhan bahan baku kayu nasional tahun 2003 sebesar 63 juta m3. Sementara dalam tahun yang sama hanya

memberikan jatah tebangan sebesar 6,80 juta m3. Data tersebut memperlihatkan adanya kesenjangan yang sangat besar, sekitar 56 juta m3, antara produksi dan kebutuhan kayu. Kondisi ini disebabkan oleh menurunnya produktivitas hutan alam akibat laju kerusakan hutan yang sangat tinggi. Oleh karena itu perlu dicari alternatif kayu pengganti kayu hutan alam yang memungkinkan untuk diekspor. Pemanfaatan kayu karet sebagai pengganti kayu hutan alam sangat memungkinkan. Hal ini mengingat ketersediaan kayu karet sangat besar serta sifat-sifatnya relatif sama dengan kayu hutan alam, seperti kayu ramin, meranti, dan agathis. Di Indonesia, industri pengolahan kayu karet skala besar mulai berkembang sejak akhir tahun 1980-an, seperti di Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung dan Jawa. Pada awalnya, kayu karet banyak dimanfaatkan untuk kayu pertukangan, terutama kayu yang berdiameter besar. Namun akhir-akhir ini kayu karet berdiameter kecil pun banyak digunakan untuk keperluan pabrik papan serat densitas medium (Medium Density Fibreboard, MDF). MDF dapat diproses menjadi bubur kayu. Selanjutnya menjadi papan partikel, pulp, dan kertas. Di Malaysia, industri pengolahan kayu karet untuk ekspor telah dimulai sejak tahun 1970-an. Pada tahun 1980, Malaysia mengekspor 17.500 m3 kayu karet dalam bentuk gergajian dan angka ini meningkat menjadi 178.000 m3 pada tahun 1986. Terbukanya pasar ekspor kayu karet gergajian dan berkembangnya pemanfaatan kayu karet berdiameter kecil untuk keperluan pabrik MDF menyebabkan makin banyaknya minat pengusaha perkayuan untuk ikut dalam kegiatan pengolahan kayu karet. Pemanfaatan kayu karet perlu didukung dengan industri pengolahan. Kontinuitas penyediaan bahan baku bagi industri pengolahan dapat ditempuh melalui pengembangan pola kemitraan antara petani dan industri pengolahan, sekaligus untuk mendukung peremajaan karet rakyat. Tersedianya akses jalan dengan kondisi yang baik, penggunaan bahan tanam unggul, sistem sadap yang baik, lokasi kebun dalam satu hamparan, serta adanya dukungan positif dari pemerintah merupakan langkah-langkah yang perlu dilakukan berbagai pihak agar nilai guna dan nilai ekonomi kayu karet di masa depan dapat dioptimalkan.


Pertumbuhan untuk Masa depan yang lebih baik PGN senantiasa mencapai kinerja pertumbuhan terbaik bagi kepentingan Bangsa dengan selalu memenuhi komitmen kami kepada stakeholder, masyarakat dan lingkungan PGN adalah perusahaan yang bergerak di bidang transmisi dan distribusi gas bumi, yang menghubungkan pasokan gas bumi Indonesia dengan konsumen beberapa daerah Nusantara. Seiring meningkatnya kebutuhan energi yang bersih dan terjangkau, PGN akan terus menggunakan keahlian dan pengalamannya untuk mendapatkan sumber energi baru melalui pemanfaatan berbagai moda transportasi demi memenuhi kebutuhan jangka panjang konsumen.



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.