MAJALAH BERITA POLITIK & EKONOMI
Pemimpin Umum David Jhonny Simanjorang Pemimpin Redaksi Raymond Rajaurat Pemimpin Perusahaan (plt) A. Syarifuddin H Dewan Ahli Taren Sembiring Meliala Rimson Simanjorang DR. Nuril Hakim Yohansyah, SE. SH Irjen Pol (Purn) Sudirman Ail Hi. Gunadi Ibrahim, SE (Non Aktif), Drs. Hasan Zainal Abidin Sekretaris Redaksi Rumentha Silvia, Amd Redaksi Santi Hastarini, Andriyanto, I Made Darmawan, Fajrul Lajiman, Purnaherawan, Decky Apriadi, Rinaldi Prihartono Penelitian & Pengembangan Joenjoenan Sari Penerbit Yayasan Media Wasantara Pendiri Rimson Simanjorang Anggota SPS No. 358/1986/03/2002 Bank Bank Lampung No. Rek. 380.03.04.44829.9 a/n. David Jhonny Simanjorang Alamat Redaksi Jl. Purnawirawan Raya No. 12/ 424 Gunung Terang, Bandar Lampung. Telp. 0816 4063 04 Website opini-indonesia.com Email opini.indonesia@yahoo.com Percetakan PT. Lampung Visitama Ganda ( DavPrinting ) (Isi diluar tanggungjawab percetakan) Wartawan majalah OPINI INDONESIA dalam menjalankan tugas dilengkapi kar tu identitas. Narasumber, klien iklan dan relasibisnis diharap tidak melayani siapapun yang mengaku wartawan OPINI INDONESIA tanpa identitas resmi
2
OPINI INDONESIA 015
Iklim Usaha di Daerah
E
konom Universitas Gajah Mada DR Sri Adiningsih mengatakan kondisi social dan ekonomi tampaknya juga tidak akan steril dari pengaruh politik yang sedang menghangat di Indonesia sekarang ini. Karena itu, menurut dia, kita mesti mewaspadai berbagai perkembangan domestik yang terjadi, agar dapat meminimisasi dampaknya pada ekonomi. Apalagi pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah mulai melemah pada tahun lalu. Terkait dengan asumsi itu, maka berbagai perkembangan yang terjadi di Lampung sekarang ini, seperti memanasnya suhu politik menjelang pemilihan gubernur mendatang (meskipun jadwalnya juga belum pasti) serta dinamika dan manuver politik menghadapi pemilu dan pilpres 2014, perlu mendapat perhatian lebih, karena bisa membawa dampak negatif bagi pertumbuhan perekonomian daerah. Bagi Lampung, konflik sosial baik yang bersifat horizontal maupun vertical sudah sering terjadi. Luka-luka sosial yang merupakan dampak dari persoalan tersebut, menjadi hal yang paling sulit dituntaskan dan membutuhkan waktu lama Karena itu, terjadinya konflik sosial (petambak plasma vs petambak plasma dan perusahaan) di Usaha budidaya udang modern PT Central Pertiwi Bahari (Bratasena) medio Maret 2012 lalu cukup menggetarkan perasaan kita. Sebab, tidak mungkin konflik ini muncul tiba-tiba begitu saja. Perlu diingatkan kembali bahwa Otonomi Daerah telah memberi kewenangan yang sangat besar kepada daerah. Kewenangan ini menunjukkan bahwa daerah memiliki peran dan posisi strategis dan kuat dalam menentukan kebijakan termasuk yang berkaitan dengan dunia usaha di daerah. Pelaksanaan kebijakan daerah dalam rangka kebijakan iklim usaha di daerah, misalnya, merupakan tugas wajib yang harus dilakukan pemerintah daerah. Walaupun masih terdapat berbagai kelemahan dalam penerapan Otda itu, tetapi beragam kebijakan daerah sudah pasti memiliki nilai penting dalam mempengaruhi munculnya situasi yang kondusif. Bagi daerah Lampung sendiri, belum tuntasnya sejumlah permasalahan yang berpotensi memicu konflik sosial seperti masalah
4
OPINI INDONESIA 015
pertanahan (agraria) dan sebagainya itu, sudah pasti berdampak negatif bagi perekonomian daerah, terutama dalam kaitannya untuk mengundang investasi baru. Terkait itu, banyak yang bersepekulasi, bahwa jangankan untuk menarik investor baru, mempertahankan yang sudah ada saja pun akan cukup berat jika masalah politik dan sosial tersebut tidak bisa diminimalisir. Artinya, suatu permasalahan yang muncul dapat dihandel dengan cepat dan tepat sehingga tidak menjadi mata rantai dari permasalahan lain. Perlu diakui bahwa salah satu instrumen penting yang dari tahun ke tahun masih menjadi penggerak pertumbuhan perekonomian nasional-termasuk Lampung- adalah masuknya investasi baru baik yang berasal penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN). Tentu saja, dengan kondisi yang kurang “nyaman” tersebut akan membuat investor berpikir dua kali sebelum memutuskan untuk berinvestasi. Para investor kendati menyoroti juga persoalan legal, tax dan perburuhan serta infrastruktur namun masalah-masalah “non-economic factors”, seperti stabilitas politik dan keamanan justru memberi bobot lebih pada pertimbangan mereka. Seharusnya kita menyadari bahwa bahaya laten konflik sosial seperti yang terjadi di Bratasena cukup besar dan itu akan semakin meningkatkan persepsi negatif dari dunia usaha sekaligus mengurangi minat investor untuk menanamkan uangnya di provinsi ini. Karena itu, dengan masih berlarutnya berbagai masalah sosial seperti disebut di atas, maka sangat bisa diprediksikan bahwa pertumbuhan perekonomian Lampung tahun 2013 ini tidak akan lebih baik dari tahun sebelumnya. Tantangan dan ancaman yang berdampak pelemahan pertumbuhan ekonomi masih cukup besar, dan pada kelanjutannya kondisi ini dapat meningkatkan pengangguran dan juga kemiskinan atau lebih memiskinkan lagi yang sudah miskin. Meningkatknya ketimpangan tingkat kesejahteraan tersebut dan jika dibarengi dengan kemerosotan ekonomi bisa saja menimbulkan gejolak social yang sangat tidak diharapkan. Kondisi yang “fragile” seperti itu menjadi lebih buruk apabila ada factor-faktor penyumbang negatif seperti masalah politik yang berbaur dengan masalah sosial. Terima kasih.
Nuril Hakim
Bentrok Masyarakat
Bentrok Fisik di Bratasena Demokrasi Yang Kebablasan Melebarnya konflik Bratasena (PT Central Pertiwi Bahari-PT CPB) ke sejumah lembaga di luar locus konflik itu sendiri, menurut Dr Nuril Hakim Yohansyah merupakan gejala yang tidak sehat dan akan membuat penyelesaian konflik semakin rumit dan sulit.
N
uril Hakim yang dimintai pendapatnya terkait dengan konflik fisik di Bratasena 12/13 Maret lalu, mengatakan perlu ‘kejernihan’ semua pihak bahwa di daerah tersebut ada otoritas yaitu Pemerintah Kabupaten Tulangbawang sebagai tempat bagi pihak yang berkonflik mengadukan
permasalahan sekaligus mencari soluasi. “Kalau di Tulangbawang tidak selesai, baru naik ke provinsi dan seterusnya. Jangan terus ujug-ujug seperti sekarang ini mengadu kesana -kemari yang akhirnya membuat akar permasalahannya tidak tersentuh sama sekali,” katanya. Dia menjelaskan itu, sehubungan de-
ngan adanya pengaduan kedua pihak yang berkonflik di Bratasena tersebut ke berbagai lembaga di Jakarta seperti Kontras, Komas HAM, Kementerian Keluatan dan Perikanan (KKP), bebagai LSM di Jakarta dan Lampung, dan bahkan meminta bantuan juga ke Bidang Konsultasi Bantuan Hukum (BKBH) Univesitas Lampung (Unila). Pengalaman menunjukkan, tambah Nuril Hakim, dengan semakin banyaknya institusi atau lembaga yang nimbrung ke dalam permasalahan, bukannya memperlancar tetapi membuat penyelesaikannya semakin sulit. “Seperti kasus di Dipasena dulu. OPINI INDONESIA 015
5
BENTROK MASYARAKAT Akar masalahnya adalah persoalan kemitraan antara plasma dan inti. Tetapi kemudian melebar ke sana-sini, sehingga sulit dilakukan penyelesaian dan bahkan akhirnya perusahaan itu ambruk Dampaknya tidak hanya merugikan perusahaan dan negara tetapi juga petambak,” katanya. Dia mengatakan, contoh kasus Dipasena yang juga dialami Bratasena sekarang ini, mencerminkan proses demokratisasi dan otonomi daerah yang menjadi tujuan reformasi 1998 lalu sudah kebablasan. “Kalau kita memang cocok dengan sistim otonomi daerah, maka seharusnya kita menghargai otoritas di daerah itu. Saya setuju dengan pendapat Jenderal Kiki Syahnakri yang mengatakan bahwa demokrasi kita sekarang ini telah dibajakoleh liberalisme,” katanya lagi. Untukdiketahui mantan Wakil KSAD Letjen Purn. Kiki Syahnakri, dalam acara ‘deklarasi menolak ideology selain Pancasila’ yang digelar beberapa organisasi masyarakat di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) Bandung, Sabtu 4 Agustus 2012 lalu mengatakan, reformasi yang dilakukan pada 1998 tanpa kewaspadaan dalam arus globalisasi yang menderas, menyebabkan begitu mudahnya proses perubahan itu ditunggangi oleh kelompok liberal yang meletakkan kepentingan pasar di atas segalanya. “Reformasi telah dibajak oleh liberalisme yang akar budayanya adalah individualisme,” ujarnya. Menurut Kiki, hal tersebut telah menyebabkan kesenjangan lebar antara golongan miskin dan kaya di Indonesia. Atmosfir kebebasan yang terbuka, menurut dia, telah mengundang masuk berbagai paham yang tidak sesuai dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa. “Kran demokrasi dibuka terlalu lebar dengan atas nama demokrasi dan hak azasi manusia. Inilah yang menjadi
kata kunci liberalisme,” tambahnya. Karena itu, dia menganjurkan agar reformasi diluruskan, agar kembali ke jalur yang benar sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa mewujudkan Indonesia yang berkeadilan social dengan Pancasila sebagai satu-satunya pedoman. DI LAMPUNG Di Lampung sendiri, kata Dr Nuril Hakim, kebebasan yang kebablasan itu sudah kerap terjadi. Kantor bupati dibakar, kantor polsek dirusak, asset yang dibiayai negara seperti Patung ZAP di Kalianda dihancurkan, milik perusahaan dijarah dan lain-lain. Ini contoh yang menunjukkan bahwa kebebasan yang diberikan itu belum bisa kita gunakan dengan baik. Sementara itu, kondisi hidup yang semakin sulit dan kompetitif sekarang ini, dan ditambah lagi dengan proses-proses politik yang tiada henti (seperti pemilu, pilkada, pemilihan kepala kam-
pung dst), tambah Nuril, secara psikologis telah membuat rakyat dalam fatique (kelelahan). “Bahayanya, masyarakat yang dalam posisi kelelahan (fatique) seperti itu, mudah menjadi lahan empuk dipecah-belah oleh provakator, karena dalam kondisi seperti itu masyarakat mudah percaya kepada isu,” ujarnya. Terkait dengan konflik fisik yang terjadi di Bratasena, langkah Pemkab Tulangbawang sudah bertindak cepat memediasi kedua pihak yang berkonflik -meskipun tidak menemukan hasil yang diharapkan- dipuji Nuril sebagai bentuk pertanggungjawaban . Sebagaimana diketahui, sehari setelah tragedy memilukan itu, Bupati dan Wakil Bupati Tulangbawang mengadakan pertemuan dengan mengundang pihak-pihak yang berkonflik termasuk aparat keamanan. Tetapi upaya ini gagal karena salah satu pihak yaitu kelompok Forsil (forum silaturahmi) tidak menghadirinya. “Saya minta aparat keamanan tegas. Ungkap kebenaran, tangkap pelaku kerusuhan. Sebab ini tindakan biadab sekali, saya sangat kecewa,” kata Bupati Hanan A Razak bersama Wakil Bupati Heri Wardoyo. SOLUSI CEPAT DAN CEPAT Nuril mengatakan, penyelesaian kasuskasus yang melibatkan massa seperti di Bratasena itu harus cepat, cerdas dan juga tegas. Sebabnya, kata dia, konflik yang melibatkan massa banyak seperti itu memiliki aneka dampak social dan politik. Pengalaman menunjukkan kasus-kasus konflik massif, baik yang horizontal (masyarakat versus masyarakat) atau pun vertical (masyarakat versus pemerintah) jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, bisa meluas ke daerah lain, karena adanya potensi serupa dan pembelajaran lewat konflik yang terjadi.
6
OPINI INDONESIA 015
Secara formal, katanya, ketegasan pemerintah dalam mengambil tindakan akan mempengaruhi munculnya gerakan massa yang lebih reaktif. “Jujur saja, kasus yang terjadi di Bratasena itu, tidak lagi bisa dikategorikan sebagai tindak pidana biasa. Ini harus diwaspadai, termasuk mengungkap provokator di balik peristiwa itu,” katanya. ISU HAM Terkait dengan isu HAM (Hak azasi manusia) yang mulai masuk dalam kasus Bratasena itu, Alumnus KRA (Kursus Reguler Angkatan) Lemhannas itu, mengatakan sejak awal reformasi 1998 lalu Isu HAM selalu saja masuk pada kasus-kasus yang melibatkan massa. Dia mengingatkan bahwa Reformasi sebetulnya menghendaki adanya kehidupan masyarakat yang beradab yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Hak-hak azasi warga negara dijamin oleh hukum dan undang-undang. Tetapi, jangan pernah lupa bahwa isu HAM itu tidak bisa terlepas dari kepentingan-kepentingan dari negara-negara maju. “Masalah ini pernah saya bicarakan dengan Pak Wiranto dalam
satu diskusi di Lemhannas di awal reformasi lalu, karena saya melihat isu HAM secara sistematis sengaja ditiupkan pihak-pihak luar untuk melemahkan Indonesia. Padahal, negara yang menjadi “asal” HAM itu sendiri terus-terusan melanggar HAM. Bedanya dengan di sini, kalau di Amerika, aksi massa yang merusak atau melanggar ketertiban umum langsung ditindak tegas. Tapi di sini, ya ….. seperti yang kita lihatlah … adem saja,” ujarnya. Meski demikian, “kegamanangan” pihak Kepolisian untuk bertindak tegas dan keras
bisa juga dimengerti karena penyikapan atas isu HAM ini sendiri sangat tidak berimbang. Lihat saja, kalau ada korban akibat penertiban dan penegakan hukum oleh pihak Kepolisian, pastilah banyak yang teriak bahwa kepolisian sudah melakukan pelanggaran HAM. Sebaliknya, jika yang korban itu adalah Polisi atau TNI, tidak ada tuduhan seperti itu. Ini kan tidak benar, katanya lagi. JUJUR MENGENALI MASALAH Karena itu, membicarakan penyelesaian konflik Bratasena tersebut tidak bisa sepotong-sepotong. Diperlukan keberanian dan keterusterangan untuk mengenali akar permasalahannya. Kemudian dilakukan proses penyelesaian yang terus menerus sehingga tuntas. Mengapa? Karena berbagai konflik memiliki akar masalah yang berbeda, tetapi seringkali penyelesaiannya dilakukan dengan pola yang sama. Seperti yang terjadi selama ini, penyelesaian dilakukan dengan dengan pendekatan keamanan dan penegakan hukum. Tetapi, tibatiba dapat juga berubah dengan pendekatan budaya atau bahkan pendekatan politik mi-
salnya dengan membuat pernyataan sikap dst.nya. Pemetaan akar permasalahan tidak tersentuh. Benang merah permasalahan menjadi tidak jelas, sehingga pendekatan yang dilakukan pun tidak juga jelas polanya apakah pendekatan budaya, politik atau keamanan. “Ini sangat berbahaya. Sebab, jika penangannya tidak sesuai dengan tipologi masalahnya, maka luka-luka social itu akan sulit terobati dan akhirnya menjadi persoalan yang paling sulit dituntaskan dan membutuhkan waktu lama,” katanya. (*) RIMSON OPINI INDONESIA 015
7
BENTROK MASYARAKAT Masih ingat Dipasena??? Perusahaan tambak udang modern di pantai timur Kabupaten Tulang bawang itu sempat mencatat masamasa keemasannya sebelum mengalami konflik berkepanjangan pasca reformasi 1998 lalu.
B
erbagai usaha dilakukan pemerintah untuk memediasi pihak-pihak yang “berhadapan” di areal pertambakan seluas 16 ribu hectare lebih itu, tetapi tidak berhasil. Bahkan setelah pengelolaan PT Dipasena Citra Darmaja diambilalih perusahaan baru PT Aruna Wijaya Sakti (AWS), persoalan tidak juga selesai dan akhirnya berhenti beroperasi. Puluhan lembaga yang ikut nimbrung ngurusi kasus Dipasena ini, termasuk Organisasi petambak plasma P3UW (Persatuan Petambak Plasma Udang Windu) yang sebegitu garang dan nyaring menyuarakan tuntutan plasmanya tak bisa berbuat apa-apa dan diam seribu bahasa. Puluhan ribu petak tambak intensif (didisain modern) jadi terlantar atau berubah
8
OPINI INDONESIA 015
BRATASENA MEMBARA!!
menjadi tambak tra disional. Karena tidak mampu mengelola pertambakan dengan desain modern tersebut, maka puluhan ribu karyawan dan petambak plasma Dipasena terpaksa mencari penghidupan lain. Proyek udang modern Dipasena yang diharapkan menjadi pusat pertumbuhan dan akselarasi kemajuan di pantai timur Lampung itu pun berhenti total, serta meninggalkan luka-luka social yang tidak mudah untuk disembuhkan kembali. Dipasena, kini, hanya tinggal kenangan. KEADAAN yang seperti itulah yang kini bergolak di area pertambakan udang PT Central Pertiwi Bahari (CPB). Suasana damai
di area pertambakan yang populer dengan nama Bratasena itu kini memanas. Semangat kebersamaan, persaudaraan dan etos kerja di lokasi Tambak Inti Rakyat (TIR) itu sudah tak kelihatan lagi. Sejak tahun lalu, dua kelompok warga di Bratasena saling berhadapan “menghunus senjata”. Mereka selalu saja berbeda dalam menyikapi kebijakan-kebijakan perusahaan. Perbedaan sikap dan pertikaianpun semakin kerap terjadi sejak PT CPB menerapkan parameter budidaya baru tahun 2012. Kelompok yang pro kebijakan perusahaan yang terdiri dari para karyawan perusahaan dan petambak plasma yang pro-kemitraan (P2K) di satu pihak, berhadapan dengan kelompok penentangnya yaitu kelompok Forum Silaturahmi (Forsil) di lain pihak. Kelompok Forsil tegas menyatakan tidak dapat menerima kebijakan perusahaan inti (PT CPB) dalam penerapan parameter baru tersebut. Pemberitaan pers pun tidak jelas bagaimana sebetulnya bentuk parameter budidaya baru yang diributkan tersebut. Namun, sejak adanya kebijakan itu, keadaan di lokasi Bratasena tidak lagi kondusif. Bahkan keadaan sudah menunjukkan tanda-tanda “berbahaya” sejak sejumlah besar pertambak anggota Forsil melakukan tebar mandiri. Semangat tebar mandiri ini dijawab perusahaan dengan daya listrik, padahal itu vital untuk menggerakkan berbagai jenis peralatan budidaya. Akumulasi dari pertikaian itu, akhirnya meledak menjadi bentrok fisik kedua kelompok tanggal 12 dan 13 Maret lalu. Aparat keamanan yang berjaga di lokasi tidak bisa berbuat banyak karena jumlah massa sangat besar. Tragedi menyedihkan itu
membawa korban 3 orang meninggal dunia, puluhan luka berat dan luka ringan, ratusan rumah petambak plasma pro perusahaan (P2K) dibakar dan ratusan keluarga petambak terpaksa mengungsi ke tempat aman. Pemicunya adalah masalah rombongan ketua Forsil Cokro Edy Prayitno yang dilarang masuk ke areal PT CPB oleh pihak security perusahaan karena menolak untuk diperiksa. Malam 12 Maret itu, Cokro cs kembali ke areal PT CPB setelah bersilaturahmi ke rumah Mubayin di Kampung Pasiran. Di pos security perusahaan, rombongan ini menolak diperiksa sekuriti. Karena itu, oleh pihak security mereka tidak diijinkan masuk lokasi, sehingga mereka kembali ke rumah Mubayin. Mendengar khabar bahwa Ketua Forsil dan rombongannya tidak diijinkan masuk lokasi perusahaan, sejumlah petambak dari Kampung Adiwarna dan Bratasena Mandiri bergerak mau menjemput. Namun, perjalanan mereka dihadang oleh ratusan karyawan dan petambak plasma yang pro perusahaan sehingga terjadi cekcok mulut dan kemudian bentrok fisik. Tiga orang yang tewas dalam bentrok tersebut ditemukan tenggelam di kanal-kanal tambak besok harinya (13/3). Sekitar pukul 9.30 Rabu 13/3, ditemukan mayat Suwandi (40) karyawan cold storage. Empat jam kemudian sekitar pukul 14.00 ditemukan mayat Edi Ardiansyah (25) karyawan cold room. Satu jam kemudian ditemukan lagi satu mayat Sumanto (36), petambak plasma di jalur 22 Kampung Adiwarna. Selain yang korban meninggal terdapat pula sekitar 28 orang korban luka karena senjata tajam, tumpul dan lain-lain. Ratusan rumah petambak dibakar dan ribuan jiwa bergegas mengungsi ke tempat aman menyelamatkan jiwanya. Dari pemberitaan pers, hampir semua korban berasal dari kelompok yang pro perusahaan. Pemkab Tulangbawang, otoritas di sana memang bertindak cepat. Tanggal 13 Maret Pemkab Tulangbawang menggelar rapat untuk membahas masalah ini. Hadir dalam rapat tersebut dari Kepolisian, TNI, tokoh masyarakat, PT CPB, P2K. Tetapi dari pihak Forsil meskipun telah diundang tidak hadir. Wakil Bupati Heri Wardoyo mengatakan tujuan rapat itu adalah untuk menentukan langkah jangka pendek agar bentrok tidak lagi terjadi. Tentu saja, ini sangat mengecewakan, sehingga Head of Operation PT CPB Arman Zakaria dalam jumpa pers Rabu sore (14/3) di Hotel Amalia Bandarlampung dengan tegas mengatakan perusahaan tidak mau lagi melakukan perundingan dengan petambak yang membang-
kang tersebut. Dia menegaskan perusahaan akan mengeluarkan mereka dari lokasi PT CPB apapun resikonya. SUMBER KONFLIK Head of Operation PT CPB Arman Zakaria dalam jumpa pers di Hotel Amalia tersebut mengakui kondisi memanas di Bratasena sebetulnya sudah bersemi sejak 2012 lalu, ketika perusahaan CPB menerapkan aturan parameter budidaya baru. Kondisi semakin memburuk ketika ada 9 orang dari sekitar 3.000 pertambak plasma yang tidak mau menandatangani kesepakatan baru. Perusahaan kemudian mem PHK ke sembilan orang tersebut. Kebijakan PHK ini ditentang Forsil. “Sejak itulah terjadi konflik yang berkepanjangan, “ kata Arman. Sikap membangkang terhadap kebijakan perusahaan itu ternyata tidak diikuti mayoritas petambak. Mereka yang setuju dengan perusahaan menyatakan keluar dari Forsil dan membentuk paguyuban sendiri bernama P2K (Plasma Pro Kemitraan) pada bulan Oktober 2012. P2K mengambil sikap menyetujui parameter baru untuk budidaya dan juga mendukung program perusahaan. Pada saat ini, ada kurang lebih 496 orang petambak anggota Forsil di areal pe-
rusahaan. Masalahnya kemudian melebar dan membesar ketika kedua kelompok baik Forsil maupun P2K mengadukan masalah itu ke Kontras dan Komas HAM di Jakarta. Yang pertama melapor adalah kelompok Forsil sehingga pada bulan Februari 2013 Komnas HAM memang turun ke Bratasena melakukan investigasi. “Kali ini, kami balik melaporkan mereka (forsil). Dengan demikian, Kontras dan Komnas HAM tahun kronologis yang sebenarnya serta tidak mendapat laporan sepihak saja,” kata Supriono, salah seorang petambak P2K yang bersama rombongan SPSI Bratasena melaporkan pula masalah itu ke Kontras dan Komnas HAM di Jakarta, Jumat (15/3). Sama seperti pihak pertama (Forsil) tentu saja, kelompok inipun melapor menurut versi mereka pula. Para pemerhati masalah mengatakan, kasus Bratasena adalah kasus nasional yang bisa menjadi preseden dan inspirasi bagi perusahaan-perusahaan kemitraan lainnya, jika tidak segera dibuat penyelesaian yang adil dan tuntas. Sejarah akan mencatat apakah nasib Bratasena akan sama pula dengan Dipasena? (*) DAVE
OPINI INDONESIA 015
9
MENUJU BE 1 sudah tahu siapa dan bagaimana Alzier Dianis Thabranie. Citranya di pertarungan politik antara lain didukung oleh posisinya sebagai Ketua Golkar Lampung dan latar belakangnya sebagai pemenang Pilgub 2002. Pada Pilgub 2002 itu, dia ditetapkan DPRD Lampung sebagai Gubernur Terpilih, tetapi kursi gubernur tidak pernah dia duduki sebab secara de facto Alzier tidak dilantik oleh Presiden Megawati. Kegigihannya merebut pucuk kepemimpinan Lampung dia tunjukkan lagi dalam Pilgub 2008. Tetapi kali ini pun dewi fortuna belum memihak padanya. Banyak pengamat menilai, Alzier memiliki kapasitas sebagai play maker yang andal meskipun belum tentu dia berhasil jika dia maju sendiri. Karena itulah ketika namanya muncul lagi saat ini, segera saja konstelasi politik bergerak lebih dinamis. Kelemahan utama Alzier kali ini, terletak pada adanya konflik internal Golkar seputar adanya dua figure yang bekeras maju pilgub. Meskipun dia telah ditetapkan oleh Golkar Lampung sebagai cagub dari Golkar, tetapi hal itu tidak mengurangi semangat rekan se partainya Riswan Toni, anggota FPG di DPR RI merebut rekomendasi cagub dari DPP (Dewan Pengurus Pusat) Partai Golkar. Kondisi ini tentu saja membuat pendukung Partai Golkar di lapangan menjadi terganggu dan labil. Meski demikian, secara politis dukungan kepada Alzier pastilah cukup besar, apalagi dia juga mendapat dukungan dari kalangan keluarga besar Nahdliyin (NU). Kelemahannya, adalah karena dia dinilai kurang mengesankan dalam hal mengelola isu dan opini, sehingga sering menjadi bahan empuk isu miring dan gosip. ABDURACHMAN SARBINI Mantan Bupati Tulangbawang yang kini adalah Ketua PAN Lampung, dinilai banyak kalangan memiliki kapasitas sebagai pemimpin Lampung ke depan. Citra publik ini didukung oleh keberhasilannya dalam dua kali masa jabatan sebagai Bupati Tulangbawang telah menorehkan sejarah keberhasilan membawa perubahan di kabupaten itu. Misalnya, dia juga berhasil membangun Universitas Megou Pak di Menggala yang kini tampil sebagai salah satu perguruan tinggi ternama di Lampung. Padahal awalnya banyak pihak yang sinis dengan programnya ini mengingat kota Menggala hanyalah sebuah kota kecil. Masih banyak lagi yang sudah dibuatnya sehingga nama Kabupaten Tulangbawang berkibar di Lampung. Selain popular, Abdurrachman Sarbini (Mance) juga dinilai sebagai pemain andal
12
OPINI INDONESIA 015
dan siap ambil resiko (to take the risk) termasuk dengan rencananya maju Pilgub kali ini. Sebagai politisi kawakan ia juga berhasil mendapatkan keuntungan “politis” dari keberaniannya dalam beberapa hal bersebarangan Gubernur Sjachroedin. Kelemahannya terutama terletak pada ambisinya yang tidak dia tutup-tutupi. Misalnya, dia telah mensosialisasikan niatnya berjuang meraih jabatan Lampung –01 sejak beberapa tahun lalu, dengan memasang balihobaliho besar yang terpampang di sejumlah lokasi di Tulangbawang. Secara umum, potensi Mance menuju Pilgub dan peluangnya meraih suara besar tak bisa dipandang sebelah mata. AMALSYAH TARMIZI Dari semua aspiran cagub saat ini, tokoh puncak yang ‘memukau’ rakyat Lampung adalah Kolonel Amalsyah Tarmizi. Dia adalah Komandan Korem 43 Garuda Hitam Lampung. Penampilan publiknya sangat terkontrol, membangun citranya sebagai seorang pemimpin dan negarawan yang diperlukan, pada saat semua orang sepertinya “kehilangan pemimpin yang berwawasan dan berwibawa”. Beberapa bulan terakhir- terutama sejak Pangdam II Sriwijaya berkunjung ke Batalion 143 Lampung- beberapa waktu lalu, namanya semakin berkibar di kancah perpilguban Lampung. “Kalau memang rakyat menghendaki, sebagai perajurit saya siap mencalon,” katanya menjawab pers. Tampilnya Amalsyah ke kancah perpilguban Lampung mendatang memang tidak lagi mengejutkan masyarakat luas. Nama dan fotonya sudah melakat di masyarakat Lampung baik di kota maupun di desa, lewat spanduk dan slogan “Damai Itu Indah” yang disebar Korem 43 Gatam Lampung ke seluruh pelosok pasca konflik sosial tahun lalu. Pengamat Politik menilai keputusan Amalsyah maju Pilgub sebagai sesuatu yang tepat, karena meskipun dia tidak terlibat dengan kegiatan politik praktis, namun figur TNI dan Polisi selalu diperhitungkan mengingat fungsi pertahanan dan keamanan mereka. Publik yang kecewa dengan kondisi sekarang, kembali melirik sosok berlatar belakang militer karena diyakini lebih mampu memberikan stabilitas ekonomi maupun keamanan. Menguatnya kerinduan masyarakat akan sosok pemimpin yang tegas, bersih, terbebas dari konflik politik, serta teruji menghargai pulralisme (keberagaman) menempatkannya menjadi pilihan yang sangat layak dipertimbangkan. Penampilan Amalsyah yang ketika memimpin pasukan dengan tongkat koman-
do memang berbeda tatkala ia berhadapan dengan masyarakat. Di masyarakat Amalsyah kerap tampil bersama istri selalu tampil lembut. Tak jemu-jemu dia membangkitkan semangat kebersamaan sebagai “modal dasar” membangun Lampung yang lebih baik. Penampilannya yang ‘merakyat’ itu tercermin dalam kegiatan yang dilakukannya bersama rakyat seperti kegiatan Bakti Sosial TNI, TNI Membangun (manunggal) Desa, kegiatan kesehatan, olahraga, pendidikan, dan juga budaya. Beberapa waktu lalu, jajarannya Korem 43 Gatam mengadakan Parade Budaya Nusantara di Bandarlampung untuk memperingati Cap Go Meh dan Hari Raya Nyepi. Dalam parade ini, Korem 43 berhasil memecahkan rekor MURI untuk pembuatan lontong terpanjang di Indonesia saat ini. Amalsyah juga bergaul dekat dengan berbagai kalangan etnis dan termasuk dengan kalangan intelektual kritis. Dia kerap hadir sebagai nara sumber dalam kuliah umum, seminar, diskusi dan bertanya jawab dengan para mahasiswa di hampir semua Perguruan Tinggi di Lampung baik swasta maupun negeri, khususnya untuk masalah-masalah kebangsaan dan tantangannya ke depan. Masyarakat perdesaan lebih mengenal nama Amalsyah sebagai pelopr Damai Itu Indah. “Hidup ini hanya sekali. Karena itu kita perlu berdamai antara kita sama kita. Kalau sesama kita berdamai, maka kita bisa berharap akan ada pula perdamaian kita dengan Tuhan Yang Maha Kuasa,” katanya. BERLIAN TIHANG Aspiran gubenur yang pertama menyebutkan pendampingnya pe publik adalah Berlian Tihang. Burokrat yang saat ini mengemban tugas sebagai Sekretaris Provinsi Lampung, ketika bertemu dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Jakarta, beberapa waktu lalu, menyebut nama Aryodhia Febriansyah (Jodi) putra Ketua PDIP Lampung Sjachroedin ZP. Pilihannya satu paket dengan Jodi memang sudah lama terdengar. Orang mengenalnya sebagai loyalis Sjachroedin, Gubernur Lampung yang juga Ketua PDIP Lampung saat ini. “Saya menilai gagasan Bapak Gubernur merupakan kata kunci untuk memajukan Provinsi Lampung. Karena itu, jika saya berpeluang menjadi gubernur saya akan teruskan program-program itu,” katanya dalam berbagai kesempatan. Penampilannya yang bersahaja dan lentur membuatnya mudah bergaul dan tetap berhubungan baik dengan berbagai kalangan, termasuk dengan sejumlah pejabat yang juga berambisi seperti Herman HN (Waliko-
ta Bandarlampung) ataupun Mukhlis Basri (Bupati Lampung Barat). Terkait niatnya mencalon Berlian Tihang mengaku telah membicarakannya dengan detil dengan Gubernur Sjachroedin. Dan gubernur, kata Berlian, menyetujui. Tetapi, sebagaimana umumnya kaum birokrat, kelemahan Berlian Tihang adalah karena dia tidak memiliki basis politik formal yang bisa melayarkannya menuju Pilgub Lampung. “Tetapi, tampaknya dengan bermodal kedekatannya dengan Gubernur Sjachroedin yang juga adalah Ketua PDIP Lampung itu kelemahan ini bisa dia tutupi. Dengan perkataan lain, terbuka peluang dia dimajukan oleh PDIP. HERMAN HN MASYARAKAT Lampung tentu sepakat bahwa kepala daerah yang cukup populer sekarang ini adalah Herman HN, walikota Bandarlampung. Gaya kepemimpinannya yang yang bergelora dan doyan blusukan membuatnya lain dari yang lain. Gerakannya cepat dan konsisten untuk segera membenahi kota Bandarlampung. Secara jujur, kota Bandarlampung sekarang ini sudah jauh lebih baik dari masa sebelumnya. Kebersihan kota cepat berubah. Sebagian pusat-pusat perniagaan yang semula sumpek dijejali pedagang kaki lima (PKL) dia tertibkan tanpa masalah. Memang belum seratus persen berhasil, tetapi langkah ke arah itu sudah terlihat.Banyak pihak berdecak kagum tentang kepiawaian Herman melobi pedagang-pedagang kecil tersebut. Kota Bandarlampung berubah dan bahkan perubahan itu datang lebih cepat dari yang semula diperhitungkan. Tentu saja, masyarakat kota Bandarlampung – terutama kalangan bawah/miskin- tidak akan pernah lupa bahwa walikota inilah yang dengan tegas menjalankan program kesehatan gratis bagi semua warganya di semua rumah sakit, baik rumah sakit pemerintah maupun swasta. Biaya perawatan sepenuhnya ditanggung pemerintah kota. Dia juga semakin memantapkan program pendidikan gratis 12 tahun. “Jika ingin melihat apa yang sudah saya lakukan, silahkan lihat di kota Bandarlampung ini,” katanya mempromosikan diri dalam berbagai kesempatan. Dalam pilgub mendatang, Herman menyatakan terpanggil maju membaktikan pemikiran dan gagasannya membangun Provinsi Lampung. Banyak warga kota yang terkejut mendengar niat walikotanya itu. Secara politis, Herman diperkirakan akan berjuang mendapatkan “tiket PDIPl” melayarkannya ke Pilgub mendatang. Apalagi dia adalah ketua satgas pemenangan Pemilu PDIP untuk Lampung. Seperti pilwakot 2010 lalu, pencalonannya
ke BE-1 ini juga bakal didukung penuh istrinya, Eva Dwiana Herman HN, yang medio Maret lalu mundur dari posisi Ketua Partai Demokrat Kota Bandarlampung. Mundurnya Eva disebut-sebut banyak pihak karena tidak ada sinyal Partai Demokrat untuk mengusung suaminya Herman HN dalam Pilgub mendatang. Kelemahan utama Herman lebih terletak pada sikapnya yang dinilai terlalu berambisi meskipun masa tugasya sebagai walikota masih cukup panjang. Dalam budaya politik Indonesia, “ambisi” tidak dibedakan dari sifat “ambisius” yang berkonotasi kurang baik. Selain itu sikapnya yang kerap emosional dalam berbagai situasi disertai ‘ketajaman’ lidahnya bisa mengurangi popularitasnya sebagai seorang pemimpin yang andal. Banyak yang tidak suka dengan ucapanucapannya yang ceplas-ceplos dan sering menyerang pihak yang berseberangan dengannya. JOKO UMAR SAID Meskipun nama Joko Umar Said belum banyak disebut dalam pemberitaan Pilgub Lampung, tetapi para Pengamat Politik menilai figure yang satu ini layak sekali untuk diperhitungkan. Kekuatan utama Joko Umar Said adalah posisinya sekarang sebagai Wakil Gubernur Lampung. Kendati posisi wagub tidak terlalu menonjol dalam kancah perpolitikan namun itu justru menguntungkan Joko Umar Said, karena dia memiliki waktu yang cukup untuk tetap menjalin silaturahmi dan komunikasi politik dengan pendukung-pendukungnya terutama di kalangan petani di Provinsi Lampung. Itu semua bisa menjadi asset politik yang efektif pada saat dia memerlukannya. Kelemahan utama Joko adalah mungkin karena ambisinya yang kurang dan kehidupannya yang terlalu jujur sehingga kurang memiliki dana untuk membiayai kegiatan politik. Dia juga tidak pernah menunjukkan sikap ingin mencalon. Dia sepertinya sangat membatasi diri untuk tidak terlibat dalam wacana perpilguban Lampung. Tampak ia sangat hati-hati untuk memanfaatkan posisinya sebagai Wakil Gubernur tersebut, terutama karena akan berhadapan langsung dengan Sjachroedin . Meski demikian, para pengamat masih
berspeksulasi apa yang akan dilakukan Mantan Kepala Dinas Pertanian itu dalam beberapa bulan ke depan. Ada yang berasumsi bahwa jika Joko Umar Said berniat mencalon Pilgub, maka kekuatan parpol yang akan cukup ada. Kebersahajaan sikap Joko Umar Said dan gaya kepemimpinannya serta kehidupan pribadinya yang hampir tanpa cacat bagaimanapun membuatnya tetap saja diperhitungkan baik untuk posisi ‘BE-1’ ataupun juga digandeng calon lain untuk posisi ‘BE-2’. RICDO FICARDO Nama tokoh muda ketua Partai Demokrat itu semakin santer disebut sebagai calon pemimpin Lampung ke depan. Berbekal pengalamannya dalam berbagai organisasi dan latar belakang keilmuan yang dimilikinya, Ridho diyakini memiliki pemikiran komprehensif untuk kemajuan Lampung ke depan. Tokoh muda ini dinilai memiliki gagasan besar yang bisa diimplementasikan. Dia juga diperkirakan memiliki dana politik yang cukup untuk menopang aktivitas politik dan bisnisnya. Kemauannya yang keras untuk menjaga soliditas Partai Demokrat saat mengalami masa-masa berat sekarang ini, dinilai banyak pihak, sebagai tampilan kemampuannya semakin memanas. Kepiawaiannya mengelola dinamika politik yang di tengah permasalahan berat yang dihadapi partainya ‘Partai Demokrat’, membuat nama Ridho tetap berkibar sebagai pemimpin potensial di masyarakat. Meski demikian, terkesan juga bahwa dia tahu diri. Jam terbangnya yang belum memadai di bidang politik membuatnya tidak terlalu ngotot bersaing dengan yang lebih senior darinya. Dari berbagai even yang diikutinya, terekam bahwa Ridho juga sepertinya sangat memahami bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan antara kecanggihan pemikiran dan popularitas dengan dukungan dan pilihan riil. Karena itu, untuk pilgub kali ini bisa saja diposisikan Ridho sebagai ajang pemanasan untuk perjuangan ke depan. Dia terlihat datar-datar saja untuk mengejar posisi ‘BE-1’. Tetapi, dia tetap punya peluang besar diajak bergandengan tangan oleh tokoh lain yang berpotensi untuk menjadi cagub. TIM ANALIS
OPINI INDONESIA 015
13
RAKORGUB
TOMMY WINATA CHAIRMAN GROUP AG Chairman Grup Artha Graha, Tommy Winata, minta pemerintah jangan mengambangkan proyek JSS dan segera membuat keputusan, sebab Tommy khawatir dengan berlarut-larutnya permasalahan ini, investor yang semula berminat bisa mengundurkan diri.
Ini Topik Panas Rakorgub se Sumatera Sejujurnya, tidak ada yang baru dalam Rapat Koordinasi (rakor) Gubernur se- Sumatera serta Rakor Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang berlangsung di Hotel Novotel, Bandarlampung, 19-20 Maret lalu.
P
asalnya, materi yang dibicarakan pada rapat koordinasi itu sudah sering dibahas bersama oleh para gubernur dan bahkan juga sudah ada kesepahaman dengan Pemerintah Pusat. Karena itu, rakor gubernur se Sumatera itu dinilai banyak pihak lebih sebagai tampilan kegerahan dan kegalauan para gubernur di Sumatera sehingga mereka menabuh “genderang usulan” Sumatera kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. (baca delapan poin kesepakatan Rakorgub Sumatera) Sebagaimana dirumuskan dalam delapan poin kesepakatan hasil rakorgub tersebut, masalah infrastruktur transportasi menjadi topik “panas” dan sekaligus tersirat mengingatkan Pemerintah Pusat supaya punya ketegasan dan konsistensi. Dalam kesepakatan itu ditegaskan: Percepatan pembangunan Jembatan Selat
14
OPINI INDONESIA 015
Sunda -JSS (Point 1), dibarengi dengan percepatan pembangunan jalan tol LampungBanda Aceh sepanjang 2.700 kilometer (poin 2), dan percepatan pembangunan jalur kereta api Lampung-Banda Aceh sepanjang 2.900 kilometer (point 3). Masalah ini sejak beberapa tahun lalu pun sudah diusulkan para gubernur tersebut. Karena itu tidak ada kejutan, ketika masalah ini juga dikatakan Menko Perekonomian Hatta Rajasa ketika membuka rapat kordinasi para gubernur itu di Hotel Novotel Bandarlampung. Hatta mengatakan, pilar utama pembangunan ekonomi adalah infrastruktur. “Jika infrastrukturnya sudah bagus, perekonomian suatu daerah akan cepat tumbuh,” katanya. Karena itu, lanjutnya, apa yang dihasilkan oleh Rakor Gubernur se Sumatera tersebut akan segera disampaikan ke Presiden SBY. Kesembilan guber-
nur/wakil gubernur di Sumatera yang “menagih” tanggungjawab dan berkewajiban Pemerintah Pusat untuk membangun infrastruktur transportasi itu, memberikan argumen bahwa kawasan Sumatera yang tahun 2012 berpenduduk 52,17 juta jiwa (21,7 persen penduduk Indonesia) dalam kondisi infrastrukturnya yang terbataspun telah memberi kontribusi 23,77 persen dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Karena itu, mereka (para gubernur,red) berkesimpulan, bahwa jika kondisi infrastruktur transportasi lebih ditingkatan baik kapasitas, kualitas dan juga jangkauannya, maka percepatan peningkatan kapasitas ekonomi di koridor Sumatera yang berarti mempercepat kesejahteraan rakyat juga dapat lebih diharapkan. Disebutkan galau, karena para Gubernur se Sumatera itu juga memahami bahwa usulan mereka tersebut bisa saja tidak berjalan lancar sebab tahun 2013 ini adalah tahun persiapan menuju Pemilu tahun 2014. Tetapi paling tidak usulan yang diteken oleh tuan rumah Gubernur Lampung Sjachroedin ZP, Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah, Gubernur Kepulauan Riau M. Sani, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, Wakil Gubernur Nangru Aceh Darussalam Muzakir Manaf, Wakil Gubernur Bangka Belitung Rustam Efendi, Wakil Gubernur Riau HR. Mambang, dan yang mewakili Gubernur Sumatera Selatan Aleks Noerdin, itu bisa menjadi bahan “renungan”
bagi Pemerintahan SBY-Boediono di akhir masa tugasnya. KONSISTENSI Karena masalah transportasi sudah sering dibahas oleh Gubernur se Sumatera maka aroma yang juga menguat dalam poin-poin kesepakatan rakorgub itu adalah permintaan kepada Pemerintah Pusat agar lebih tegas dan konsisten. Mengapa? Gambaran kurangnya ketegasan dan konsistensi Pemerintah Pusat memang sudah terlihat pada sejumlah program infrastruktur yang diunggulan Sumatera, seperti Rencana Pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS). Sekarang ini progress JSS juga nyangkut di tingkat Pemerintah Pusat. Program JSS yang mulai dihandle Pemprov Lampung dan Pemprov Banten sejak lima tahun lalu itu, kini masih berkutat pada mencari opsi yang dipakai memulai studi kelayakan. Menteri PU Djoko Kirmanto mengatakan sudah bertemu Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Tetapi, katanya, mereka berdua bersepakat bahwa hasil pertemuan itu belum bisa diungkapkan ke publik. “Jadi masih rahasia. Saya tidak akan bicara apapun,” katanya dikutip pers beberapa waktu lalu. Meski demikian, sebagai Ketua Harian Dewan Pengawas Program JSS dia menjelaskan telah menyiapkan tiga rekomendasi kepada Menko Perekonomian. Ketiga rekomendasi itu adalah, pertama, studi kelayakan dikerjakan pihak swasta sebagaimana amanat Perpres. Jika opsi ini dipilih maka studi kelayakan akan digarap oleh PT Graha Banten Lampung Persada (PT GBLS). Kedua, studi kelayakan dilakukan oleh pihak pemerintah, sesuai saran Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Opsi ini demi mencegah penyelewengan proyek semenjak masa perencanaan. Ketiga, studi kelayakan dikerjakan bersama antara pemerintah dan swasta. Opsi ketiga ini adalah gabungan dari opsi per-
tama dan kedua. Penjelasan Menteri PU ini bahkan membuat nasib JSS semakin tidak jelas. Sebab Presiden SBY sendiri telah menerbitkan Peraturan Peresiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2011 tanggal 2 Desember 2011 tentang Pengembangkan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS). Pada Perpres Nomor 86 itu, PT GBLS diberikan kepercayaan sebagai pemrakarsa yang harus menyelesaikan dan membiayai pekerjaan feasibility study dan basic design. Perpres itu terbit sebagai respons pemerintah atas hasil evaluasi dan rekomendasi Tim Nasional Persiapan Pembangunan Jembatan Selat Sunda (Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 2009) terhadap pra-studi kelayakan yang dilakukan PT GBLS. Untuk terkesan sangat serius Presiden juga telah membentuk tim tujuh yang terdiri dari tujuh menteri yaitu: Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto, Menteri Perhubungan EE. Mangindaan, Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Menteri Perindustrian MS Hidayat, Kepala Bappenas Armida S. Alisyahbana, Menkumham Amir Syamsuddin, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, dan Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Namun, semenjak dibentuk pada awal Juli 2012 lalu, tim tujuh belum ada membuat kesepakatan resmi untuk mendorong pembangunan JSS yang ditaksir bisa menghabiskan sekitar Rp200 triliun itu Awal Februari lalu, Chairman Grup Artha Graha, Tommy Winata, minta pemerintah jangan mengambangkan proyek JSS dan segera membuat keputusan, sebab Tommy khawatir dengan berlarut-larutnya permasalahan ini, investor yang semula berminat bisa mengundurkan diri. TANTANGAN BERAT Bagi Provinsi Lampung sendiri, pembangunan infrastruktur Sumatera sudah harga mati. Pasalnya, beban yang ditanggung sebagai muara dari seluruh alur transportasi dari Sumatera menuju Jawa dan sebaliknya terus meningkat. Karena itu, sejak Sjachroedin memimpin Lampung sembilan tahun lalu (mulai 2004), masalah transportasi mendapat per-
hatian super kuat. Sjachroedin menggagas terobosan yang terintegrasi dengan pembangunan daerah lainnya di Sumatera, seperti program pembangunan jalan tol Sumatera, pembangunan jalur kereta api Sumatera, peningkatan kapasitas Bandara Raden Intan II menjadi bandara internasional, dan termasuk juga pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS). Dalam berbagai kesempatan dia mengatakan bahwa dalam kurun 10 tahun ke depan kemacetan di penyeberangan di Selat Sunda sudah tidak mungkin teratasi jika hanya dengan mengandalkan armada penyeberangan (menambah dermaga dan kapal feri). Kemudian, jika JSS selesai dibangun maka sarana jalan di wilayah Sumatera pun harus pula selesai dibangun, karena kalau tidak, seperti yang dikatakannya kembali pada rakor tersebut, JSS hanya akan memindahkan kemacetan dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera. Dalam konteks regional Sumatera, Gubernur Lampung itu berkesimpulan bahwa untuk “membangunkan” perekonomian di Sumatera tidak lagi bisa hanya dengan mengandalkan sector-sektor konvensional seperti sector pertanian semata. Dia mengatakan selain kurang mampu menuntaskan masalah kemiskinan, kapasitas sector pertanian pun semakin terbatas untuk menampung beban pertumbuhan penduduk, angkatan kerja dan produktivitas usaha. Dia mengatakan, pertumbuhan sector pertanian haruslah diikuti oleh sector-sektor lainnya, sehingga kemampuan seluruh sector untuk meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan perluasan lapangan kerja terus bertambah. Dalam konteks ini ia meyakini sector transportasi dapat dinamo (penggerak) perekonomian Sumatera termasuk Lampung. “Transportasi merupakan syarat mutlak untuk melepaskan Sumatera dari kemiskinan dan keterbelakangan,” kata Sjachroedin dalam banyak kesempatan. Pengamat ekonomi menilai, kelebihan program yang digagas Gubernur Lampung itu dan kemudian menjadi kesepakatan para Gubernur se Sumatera, terletak pada orientasinya yang padat tenaga kerja sehingga berpotensi mengurangi pengangguran sekaligus menciptakan peluang kerja baru. Dari aspek social, pengurangan pengangguran juga akan mengurangi potensi keresahan dan konflik masyarakat, dan kelanjutannya akan membuat iklim usaha lebih kondusif sekaligus memicu tumbuhnya kualitas dan daya kreasi masyarakat untuk membangun ekonominya. RIMSON
OPINI INDONESIA 015
15
16
OPINI INDONESIA 015
OPINI INDONESIA 015
17
ADVETORIAL
ARIEF MURYOTO KETUA IKPLN LAMPUNG “Ini merupakan suatu berkah dari Allah SWT, Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang kepada kami para anggota IPLN,” katanya.
IKPLN Lampung Gelar Pengobatan Gratis Ikatan Pensiunan Listrik Negara (IKPLN) Lampung bekerjasama dengan PT.Bintang Sejagat Internasional (BSI) Jakarta menggelar pemeriksaan kesehatan dan bantuan pengobatan gratis bagi keluarga IKPLN Lampung.
P
T.BSI, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang produksi dan penjualan obat herbal dalam lawatan perdananya di Lampung beberapa waktu lalu, telah menjalin kerjasama dengan beberapa komunitas, menggelar Seminar Pola Hidup Sehat, dan pemeriksaan kesehatan (general cek up) secara gratis di Bandar Lampung, di Kota Metro, Wonosobo, Kotaagung dan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Di Hotel 21 Gisting, Tanggamus, 23 Maret lalu, PT BSI menggelar pemeriksaan kesehatan (general chek up) secara gratis bagi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kabupaten Tanggamus. Dalam acara tersebut hadir memberikan sambutan Wakil Bupati Tanggamus, Drs. H. Syamsul Hadi. Ketua IKPLN Daerah Lampung, Arief Muryoto, mengatakan dalam kondisi seka-
rang ini, kerjasama ini sangat bermanfaat dalam upaya menyehatkan anggota-anggota IKPLN yang sebagian telah sepuh dan kurang sehat atau sakit. “Ini merupakan suatu berkah dari Allah SWT, Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang kepada kami para anggota IPLN,” katanya. Thomas Wijaya, Direktur PT. BSI melalui telepon seluler mengatakan perusahaannya mempunyai visi dan misi dalam bidang sosial sebagaimana diberikan kepada pensiunan PLN Lampung. “Itu merupakan bakti sosial perusahaan kepada masyarakat di Lampung dan pada saat ini kami arahkan kepada pensiunan PLN Lampung,” katanya. Dalam lawatannya ke Lampung kali ini, PT. BSI menerjunkan tim yang terdiri dari tiga orang, masing-masing Konradus Pedhu selaku Manager Marketing, Muhammad Nasrullah selaku pakar theraphy herbal,
dan Eko Purwanto selaku observer. “Kami melakukan pemeriksaan kesehatan dengan peralatan canggih Quantum Resonance Magnetic Analyzer yang hanya dalam waktu beberapa menit saja dapat menjelaskan kondisi kesehatan dari 28 titik penting organ tubuh terhadap indikasi gejala penyakitnya,” ujar Konradus Pedhu. Dia mengatakan sangat gembira bahwa dalam dua kali kegiatan pemeriksaan kesehatan yang diadakan di Aula PLN Tanjungkarang, Bandarlampung, mendapat sambutan hangat baik dari anggota IKPLN maupun dari pegawai PLN. Arief Muryoto, Ketua IKPLN Lampung menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan PT.BSI terhadap program kerja IKPLN Lampung tahun 2013 yaitu meningkatkan pembinaan kesehatan bagi anggota IKPLN. “Kami berharap kegiatan yang sangat positif ini dapat dilanjutkan dan ditingkatkan kepada seluruh anggota IKPLN seluruh Indonesia,” kata Arief. Untuk diketahui PT. BSI memproduksi dan menjual obat herbal yang bahannya dihimpun dari dalam negeri dan luar negeri. Obat-obat herbal yang diproduksi PS Bintang Sejagat Internasional (BSI) itu adalah Amazon Berries, Bcoffe, K-Muricata dan Amazon Plus yang telah terbukti menyembuhkan berbagai penyakit seperti : Diabetes, gejala jantung, stroke, gagal ginjal, segala jenis kanker dan bahkan HIV/AIDS. ADV/MURYOTO
IKATAN PENSIUNAN LISTRIK NEGARA (IKPLN) LAMPUNG BEKERJASAMA DENGAN PT. BINTANG SEJAGAT INTERNASIONAL (BSI) JAKARTA
18
OPINI INDONESIA 015
PLN
Penertiban I Tipikor I Tragedi I Pemberontakan
PT. PLN Lampung Terancam Dipolisikan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Warsito, mengancam akan memperkarakan PT PLN karena telah memasang sambungan listrik di kawasan hutan Register 45.
D
ia menilai ‘kebijakan” PLN cari duit di kawasan hutan itu sudah melanggar UU No.41 tahun1999 tentang Kehutanan. “Jika sambungan PLN belum juga dicabut, kami akan melaporkan PLN ke polisi. Pemasangan jaringan (sambungan,red) listrik di hutan melanggar undang-undang dan itu bisa dipidana,” kata Warsito dikutip Harian Lampung Post, 30 Maret lalu. Penegasan Kepala Dinas Kehutanan Lampung
itu dikeluarkan menyusul semakin banyaknya rumah-rumah baru para perambah di kawasan Register 45 yang sudah mendapat penerangan listrik PLN. Kebijakan PLN itu dinilai tidak mendukung operasi penertiban perambah di kawasan hutan Register 45 yang sudah tiga tahun ini dilaksanakan dan belum berhasil. Dari sejumlah sumber yang dihimpun OPINI Indonesia, menyebutkan saat ini saja sudah ada puluhan rumah yang mendapat
penerangan listrik PLN, khususnya di kawasan Alba 6 dan Alba 7. Dalam rilisnya kepada Lampung Post 29/3 lalu, Manager PLN Areal Kotabumi Sofiin Hadi mengakui pada bulan November 2012 lalu, PLN memang menyambung listrik ke rumah dua warga yakni, Wayan dan Trimon di Desa Brabasan, Kecamatan Tanjungraya, Kabupaten Mesuji. Sebulan kemudian, katanya, Bupati Mesuji Khamamik meminta PLN tidak melakukan penyambungan listrik di kawasan hutan (register) dan mencabut seluruh jaringan listrik yang sudah sempat dipasang. “PLN setuju ada razia gabungan untuk menertibkan perambah dan sambungan listrik, termasuk di dua rumah tersebut dibongkar,” ujar Soffin Hadi. Untuk itu, pihak PLN kemudian meminta bantuan polisi untuk pengamanan operasi penertiban aliran listrik di Register 45 dimaksud. Namun, Kapolsek Tanjungraya AKP Eko Nugroho menolak memberi bantuan dengan alasan ditakutkan akan ada pengerahan massa yang mengarah pada tindakan OPINI INDONESIA 015
19
PENERTIBAN anarkis. Penilaian serupa juga disampaikan Wakapolres Tulangbawang, Kompol A. Priantoro. “Kalau kami sendiri yang menangani tidak kuat. Apalagi yang kami hadapi para perambah yang jumlahnya sangat besar,” ujarnya. Priantoro mengungkapkan polisi masih mencari koordinator pemasangan listrik di register tersebut. Jika koordinatornya sudah tertangkap, katanya, barulah polisi bisa mengawal operasi penertiban listrik di kawasan tersebut. Dia juga menjelaskan bahwa untuk operasi penertiban di kawasan register pihaknya masih menunggu perintah dari Polda Lampung. Terkait dengan dukungan kepolisian untuk operasi penertiban sambungan listrik di kawasan tersebut Polda Lampung menilainya sepenuhnya adalah kewenangan PLN. “Itu tanggung jawab PLN dong. Mereka sudah punya gardu induk, jadi tidak perlu minta bantuan kepolisian. PLN sudah mempunyai jaringan sendiri untuk pemutusan itu,” kata Kepala Bidang Humas Polda Lampung AKBP Sulistyaningsih. REGISTER 45 Untuk diketahui, sejak selesainya pembangunan jalan lintas timur (jalintim) tahun 90-an lalu, warga yang “haus” lahan untuk penghidupan mereka terus berdatangan ke kawasan Register 45. Padahal, kawasan itu
juga telah diberikan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) kepada PT Silva Inhutani Lampung dengan SK Menhut No.688/Kpts-II/1991 seluas 33.500 hektar pada 7 Oktober 1991. Bahkan, kemudian, pada tahun 1997 luas HPHTI PT Silva bertambah lagi menjadi 43.100 hektare sesuai dengan SK Menhut No.93/Kpts-II/1997. Sejak itu, permasalahan lahan selalu muncul antara warga lama (kampung adat) yang memang sejak zaman Belanda pun sudah ada di sana dengan perusahaan tersebut. Menurut warga, sesuai penetapan Pemerintah Belanda melalui Besluit Residen Lampung District No.249 tanggal 12 April 1940 luas kawasan Register 45 adalah 33.500 hektare. Kelebihan 9.500 hektare inilah yang diklaim Warga Lembaga Adat Megou Pak (LAMP) Tulangbawang sebagai milik adat atau tanah ulayat. Kegiatan pengeluaran (penggusuran) para perambah dari kawasan tersebut sudah sering dilakukan perusahaan dibantu aparat keamanan. Tanggal 20 Februari 2006, misalnya, ratusan rumah di Simpang D/Nanasan dirobohkan secara paksa oleh aparat. Kemudian pada Maret 2010 Desa Talangbatu digusur aparat bersama pamswakarsa perusahaan. Warga terpaksa mengungsi berpencar di sekitar lokasi itu. Pada 6 November 2010 Tim Perlindungan Hutan Provinsi
Lampung melakukan penertiban gubuk di eks Pelitajaya. Dalam peristiwa ini dua orang warga yaitu Made Aste (38) dan Nyoman Sumarte (32) terkena tembakan petugas. Made Arte kemudian meninggal dunia di RSU Menggala. Pada bulan September 2011 Tim Terpadu Penertiban Hutan Provinsi Lampung kembali menggusur perambah itu. Ribuan KK mengungsi ke berbagai tempat termasuk mengungsi ke Balai Adat Megou Pak di Kota Menggala. Tetapi, sesudah kondisinya sedikit “reda”, merekamereka kembali lagi ke kawasan tersebut. Jumlah perambah dari hari ke hari terus meningkat. Pendataan terakhir menunjukkan sebagian dari kawasan seluas 43.100 hektare itu telah diduduki oleh 7.220 KK perambah. Di sana saat ini, sudah berdiri 2.460 rumah berdinding papan. RED OI
DELAPAN POIN RAKORGUB SE SUMATERA 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
20
OPINI INDONESIA 015
Percepatan penyelesaian tahapan persiapan pembangunan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS) untuk mencaai target groundbreaking Jembatan Selat Sunda pada 2014. Percepatan pembangunan jalan tol Sumatera Lampung-Bandaaceh sepanjang 2.700 kilometer serta penetapan Perpres tentang Penugasan BUMN sebagai pelaksana pembangunan (konstruktor) dan operator jalan tol Sumatera. Percepatan pembangunan jalur kereta api Sumatera yang menghubungkan Lampung-Bandaaceh sepanjang 2.900 kilometer di koridor utama dan subkoridor MP3EI wilayah Sumatera. Peningkatan status bandara domestik menjadi bandara internasional dan embarkasi haji di provinsi yang potensial. Revisi lampiran Perpres No.32/2011 tentang MP3EI sebagai upaya optimalisasi pengembangan potensi ekonomi masing-masing wilayah dalam korindor ekonomi Sumatera. Peningkatan sumber daya manusia melalui pengembangan kapasitas sekolah menengah kejuruan (SMK). Percepatan perwujudan pemenuhan energi listrik berbasis panas bumi (geothermal) dalam rangka mendukung daya tahan energi. Percepatan pembangunan industri hilir karet dan kelapa sawit pada koridor ekonomi Sumatera
TIPIKOR
KPK Mulai Lebih Berani Gunakan Pasal TPPU Semangat publik sedikit bergairah, karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai lebih berani menggunakan pasal-pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam menjerat tersangka korupsi.
M
eski demikian, sejumlah pihak seperti anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Indra, mengingatkan KPK agar tidak abuse of power dalam menggunakan pasal TPPU tersebut. “Jangan sampai ada abuse of power. Jangan sampai KPK menggunakan kewenangannya dengan tidak tepat serta tidak sesuai dengan semestinya,” kata dia, di Gedung DPR, Rabu. 27 Maret lalu. Indra menegaskan mendukung langkah KPK menggunakan pasal pencucian uang tersebut. Sebab, kata dia, dengan menggunakan pasal tersebut, rencana pemiskinan koruptor bisa berjalan. “Saya mendukung pemiskinan koruptor itu penting. Kita belajar dari kasus Angie misalnya, yang dinyatakan hasil korupsi tapi tidak disita dan (belajar dari kasus) luar biasa dalam kasus Djoko Susilo,” terang Indra. Seperti diketahui, saat ini KPK mulai lebih berani menggunakan Pasal TPPU un-
tuk menjerat tersangka korupsi. Pasal ini mulai digunakan Abraham Samad dan kawan-kawan kepada terpidana suap Wisma Atlet, Muhammad Nazaruddin dalam kasus pencucian uang di Saham Garuda. Belakangan KPK juga menggunakan pasal ini kepada tersangka penerima suap Ahmad Fatanah dan mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq dalam kasus pengurusan izin kuota impor daging sapi. Sebelum itu, Inspektur Jenderal Djoko Susilo juga dikenakan Pasal TPPU dalam proyek pengadaan alat Simulator SIM Korps Lalu Lintas Kepolisian RI (Korlantas (Polri). Menurut Indra, pasal pencucian uang memang diperlukan, Namun, dia meminta agar KPK jangan sampai terjebak dalam kepentingan politik tertentu ketika menggunakan pasal tersebut. “Publik nanti akan melihat apakah ada nuansa politis atau murni penegakan hukum. Ini menjadi perhatian juga. Nanti biar masyarakat yang menilai.
Yang jelas, pemiskinan koruptor itu perlu tapi jangan sampai mengada-ada,” terangnya. PENYITAAN ASSET Dalam kaitan dengan kasus Simulator |SIM yang melibatkan Irjen Pol.Djoko Susilo, pengacara Djoko, Juniver Girsang, mempertanyakan kewenangkan KPK menyita sejumlah asset milik kliennya. “Langkah yang diambil KPK adalah menginventarisasi asset Djoko yang didapat di bawah 2011, artinya tidak ada relevansinya dengan dugaan tindak pidana korupsi yang dituduhkan ke klien kami. Kami akan siapkan langkah-langkah hukum bila sudah melampaui kewenangan KPK,” ungkap Juniver Gisang, di Gedung KPK seperti di kutip ANTARA, Selasa lalu. Menurut Juniver, KPK seharusnya focus pada asset yang diperoleh Djoko pada 2011 saja, karena Djoko Susilo disangkakan dalam kasus pengadaan tahun 2011. “Jadi yang diproses apakah ada penyalahgunaan wewenang atau ‘mark up’ . Ini yang jadi focus, harus bisa dibuktikan asset itu didapat pada 2011, kalau di bawah 2011 tidak ada untuk melakukan penyitaan,” jelasnya. Untuk diketahui, sampai saat ini, setidaknya sekitar 30 tanah dan bangunan, 3 SPBU, 4 mobil serta 6 bus besar milik jenderal bintang dua itu telah disita KPK. Nilai keseluruhan asset ditaksir mencapai Rp70 miliar. Aset Djoko yang disita berada di berbagai kota, antara lain Jakarta, Depok, Bogor, Solo, Semarang, Yogyakarta, Subang dan Denpaser. Aset property milik Djoko tersebut disamarkan kepemilikannya dengan mengunakan nama istri kedua Djoko, Mahdiana, dan istri ketiga Djoko, Dipta Anindita. Baik Mahdiana maupun Dipta telah dicegah berpergian ke luar negeri oleh KPK. KPK menduga Djoko melanggar pasal 3 dan atau 4 UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pasal 3 ayat 1 dan atau pasal 6 ayat 1 UU 15 tahun 2002 tentang TPPU dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. Sementara untuk kasus korupsi simulator KPK menyangkakan Djoko pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No.20 tahun 2001 tentang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP tentang penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri sendiri sehingga merugikan negara dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun. RAYMOND OPINI INDONESIA 015
21
TRAGEDI UPACARA ADAT
Sambut Korban Tragedi Lapas Cebongan Masyarakat Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur menyambut kedatangan empat jenazah korban tragedi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan, Sleman, Yogyakarta, Senin malam (25/3) sekitar pukul 22.30 WITA dengan upacara adat.
P
ihak keluarga korban di Kupang mengatakan keempat jenazah diterbangkan dari Yogyakarta ke Kupang dengan Lion Air pukul 14.00 dan tiba di Bandara El Tari, Kupang pukul 22.30 WITA. Di tengah ribuan warga Kupang yang menyambut tampak pula Gubernur NTT Frans Lebu Raya, Wakil Gubernur Esthon Foenay, Sekretaris Provinsi NTT Fransiskus Salem serta anggota Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) NTT. Di tengah isak tangis keharuan, jenazah korban disambut dengan upacara adat ‘Natoni’ dan dilanjutkan dengan ibadah penyambutan dipimpin Rd Leo Mali PR, biarawan katolik Keuskupan Agung, Kupang. Tiga jasad korban dimakamkan di pekuburan umum Kota Kupang, yaitu Hendrik Angel Sahetapi alias Deki (31), Gameliel Yermlayanto Rohi Riwu alias Adi (29), dan Yohanes Yuan Mambait (38). Sementara jasad Adrianus Candra Galaja
22
OPINI INDONESIA 015
alias Dedi (33) diterbangkan ke daerah asalnya di Nangaroro, Kabupaten Nagekeo, Flores. Penerbangan lanjutan dari Bandara El Tari, Kupang menggunakan pesawat Wing Air menuju Bandara Aroeboesman, Ende. Setelah itu perjalanan dilakukan lewat darat dengan jarak 125 kilometer. Di Yogyakarta sendiri, masyarakat asal NTT melakukan acara doa bersama sebelum melepas keempat jasad korban dari RSUP DR Sarjito ke Bandara Internasional Adisucipto. MENYERANG WIBAWA NEGARA Sebagaimana diketahui, Sabtu dinihari 23 Maret lalu, sekitar 17 orang bertopeng melakukan penyerangan ke Lembaga Pemasyarakaan Kls II B Cebongan, Sleman, Yogyakarta, dan menembak mati empat tersangka kasus pembunuhan anggota TNI-AD Sersan Satu Heru Santoso yang dititipkan pihak Kepolisian Yogyakarta di Lembaga Pema-
syarakatan Cebongan tersebut karena rumah tahanan (rutan) Kepolisian sedang direnovasi. Keempat korban tewas adalah, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki (31), Adrianus Candra Galaja alias Dedi (33), Gameliel Yermlayanto Rohi Riwu alias Adi (29), dan Yohanes Yuan Mambait (38). Keempat mereka adalah tersangka kasus pengeroyokan yang menewaskan Sertu Santosa anggota Den Intel Kodam IV Diponegoro di Hugos’s Café, Maguwoharjo, Yogyakarta. Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik, Daniel Sparingga mengatakan, Presiden SBY menganggap pembunuhan terhadap empat tahanan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan di Sleman, Yogyakarta, itu sebagai serangan langsung terhadap kewibawaan negara. “Selain telah menghasilkan ancaman serius terhadap rasa aman publik, serangan itu juga memporakporandakan kepercayaan umum terhadap supremasi hukum di Republik ini,” kata Daniel melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa lalu (26/ 3). Daniel mengatakan Presiden telah memerintahkan Kapolri untuk melalukan semua tindakan yang mungkin untuk mengungkap pelaku dan memastikan semua yang terlibat diadili di depan hukum. Presiden juga telah menginstruksikan Panglima TNI agar seluruh jajarannya memberikan kerja sama penuhnya untuk ikut membantu Polri dalam mengungkap identitas para pelaku. Presiden menegaskan bahwa kewibawaan Negara harus dipulihkan dan kepercayaan rakyat terhadap hukum tidak boleh berkurang karena peristiwa ini. Kapolda DIY Brigjen Pol. Sabar Raharjo mengatakan pihaknya tidak akan menutupi proses penyelidikan penyerangan Lapas Kelas II Cebongan, Sleman, DIY. Dia menjelaskan sedang melakukan penyelidikan intensif kasus untuk mengungkap plaku dan motig penyerangan yang menewaskan keempat tahanan itu. “Tidak ada yang kami tutup-tutupi. Penyidik masih bekerja keras mengumpulkan bukti-bukti di lapangan,” kata Sabar di Sleman, Rabu 27/3. Dia meminta masyarakat untuk bersabar karena ada prosedure terkait pemeriksaan yang harus dilewati. “Kami inginnya cepat terungkap. Semakin cepat semakin bagus. Kami tidak mengulur-ngulur karena memang sedang diselidiki,” katanya. Saat ini sudah ada 45 saksi yang diperiks Mereka adalah tahanan Lapas yang menyaksikan langsung penembakan tersebut. “Semuanya sudah dmintai keterangan. Tetapi, belum bisa disimpulkan siapa pelakunya,” katanya. MADE DARMAWAN
PEMBERONTAKAN
“Bendera” GAM Berkibar lagi di Aceh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Pemerintah Provinsi Aceh menerbitkan. Perda atau Qanun No.2 Tahun 2013 tentang bendera dan lambang Provinsi Aceh.
N
amun, karena bendera bulan bintang dan lambang singa burak itu mirip sekali dengan symbol-simbol yang dulu digunakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), banyak pihak menilainya meresahkan semangat berbangsa dan bernegara. Dari perspektif nasional, situasi ini jelas tidak menguntungkan karena dampak lanjutannya sangat mungkin berupa tumbuhnya kembali “sel-sel pejuang Aceh merdeka” dan berpotensi meciptakan konflik baru. Waladan Yoga, mahasiswa Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), aktivis Gayo Merdeka, kepada Okezone di Banda Aceh 28/3 lalu mengatakan, dari dulu pihaknya menolak pengesahan bendera dan lambang Aceh seperti itu. “Dari dulu kami menolak bendera dan lambang itu, kami tidak pernah mengakui bendera separatis. Silahkan saja warga pesisir Aceh mengibarkan bendera dan lambang singa burak, namun di Tanah Gayo mereka mereka tidak mengizinkan bendera itu berkibar,” ujarnya. Menurut dia, sebagai warga negara Indonesia yang baik, jangan ada pengibaran bendera tersebut. Jika ada yang menaikkan ha-
rus dibersihkan. Dia mengatakan, pihaknya mengaku sudah menyiapkan massa khusus yang siap bergerak kapan saja, untuk menurunkan bendera bulan bintang tersebut jika berkibar di dataran tinggi Gayo. “Di lapangan kami sudah ada “pasukan khusus”. Kami sering berkonsolidasi. Sekarang mereka rutin memantau. Kalau ada yang menaikkan akan diturunkan,” katanya. Dia mengatakan, ketegasan Presiden membatalkan qanun tersebut ditunggu. Jika tetap dipaksakan penggunaan bekas symbol Gerakan Aceh Medeka (GAM) itu dikhawatirkan akan memicu konflik baru di Aceh. :Konflknya bisa lebih parah, bisa konflik antar etnis, karena kami orang Gayo tidak pernah mengakui bendera bulan bintang itu, ujarnya. Sementara itu, KomisiA Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Teuku Adnan Beuransyah mengatakan hal itu sebagai tak perlu diributkan karena bendera dan lambang itu bukan symbol kedaulatan. Dia mengatakan itu usai mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPR dengan 22 Pemerintah Provinsi soal Daerah Otonom di Komisi II
DPR, Jakarta, Kamis 29/3. Menurut Beuransyah, bendera Aceh sama seperti lambang atau bendera milik Yogyakarta, Bali atau Kerajaan Ternate. “Kalau persoalan lambang dan bendera, Yogyakarta juga punya lambang sendiri, bendera sendiri, Bali juga ada, Ternate ada. Kenapa di Aceh diributkan,” katanya. Beuransyah mengklaim Bendera Aceh disahkan karena diinginkan masyarakat. Sebab bendera itu merupakan bagian dari sejarah panjang warga Aceh untuk memperjuangkan hak-hak mereka. “Jadi karena itu, menjadi kebanggaan Rakyat Aceh, menjadi pemersatu Rakyat Aceh. Jadi tidak ada halangan bagi pemerintah untuk menyetujuinya,” terang Beuransyah. Menurut Beuransyah seharusnya pemerintah pusat memelihara keberadaan Bendera Aceh. “Kami berharap pemerintah pusat melihat keputusan itu secara bijak, secara komprehensif, sehingga tidak terjadi lagi gejolak di Aceh,” ujar politisi Partai Aceh tersebut. Ditegaskannya, bendera itu tetap akan menjadi Bendera Aceh meski ditentang oleh Kemenerterian Dalam Negeri. “Kami sebagai wakil (rakyat) bertanggungjawab terjadap pengesahan itu. Meskipun kami dicincang, tidak akan mengubah. Tegas,” kata Beuransyah. Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, menjelaskan pengibaran bendera tersebut telah sesuai dengan Perjanjian damai Helsinki. Pemerintah Pusat tidak perlu takut, karena Aceh tetap bagian dari Indonesia. Bahkan dia mengatakan pengibaran bendera bulan bintang akan disandingkan dengan bendera Merah Putih sebagai bentuk perdamaian di Nusantara. Sebelumnya Kepala Biro Hukum Pemerintah Aceh, Edrian, mengaku telah mendapat himbauan dari Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzie, untuk tidak mengibarkan bendera bulan bintang tersebut. Tetapi dia mengingatkan bahwa secara yuridis formal bendera dan lambang Aceh tersebut sudah memiliki legalitas hukum karena qanumnya sudah dimasukkan dalam lembaran daerah. Untuk diketahui, ketika berita ini dibuat, Bendera Aceh mulai dikibarkan di sejumlah tempat di Aceh. Di bekas rumah petinggi GAM, almarhum Hasan Muhammad Tiro, di Jalan Pemancar Lamteumen Timur Banda Aceh, bendera itu sudah berkibar, sejak Rabu lalu. Penegasan Pemerintah Pusat agar masyarakat tidak mengibarkan bendera bulan bintang tersebut nyatanya sampai 28/3 masih berkibar di jalan-jalan Tapak TuanMedan. Akibat belum ada sosialisasi, banyak warga berhenti mengabadikan keberadaan bendera GAM tersebut. (*) FAJROEL OPINI INDONESIA 015
23
Hatta Rajasa
Industri I Analisa
Potensi dan Tantangan Masa Depan Industri Gula Industri gula telah hadir di Indonesia sejak ratusan tahun silam, ketika pemerintah kolonial Belanda menjejakkan kekuasannya di Bumi Pertiwi.
B
ahkan, pada sekitar tahun 1930-an Indonesia pernah tercatat sebagai negara eksportir gula terbesar kedua di dunia setelah Kuba, dengan produksi mencapai tiga juta ton per tahun. Produksi tersebut mengalahkan negara-negara lain yang dikenal sebagai produsen gula dunia saat ini, semisal Brazil, India dan Thailand. Akan tetapi posisi Indonesia sebagai negara eksportir gula lambat laun menyusut
dan disalip oleh negara-negara tersebut. Angka produksi tiga juta ton tak pernah lagi bisa direalisasikan, bahkan kini bisa dibilang Indonesia semakin tertinggal. Terakhir, pada 2012 produksi gula nasional hanya mencapai sekitar 2,56 juta ton atau meningkat disbanding 2011 yang hanya 2,2 juta ton. Jumlah produksi itu belum mampu menutupi kebutuhan nasional terhadap gula konsumsi (gula kristal putih) yang mencapai sekitar 3 juta
ton. Sejak beberapa tahun lalu, pemerintah telah mencanangkan program swasembada gula (untuk pemenuhan gula konsumsi) bisa direalisasikan pada 2014 dan berbagai upaya untuk menuju ke arah itu terus dilakukan. Salah satu upayanya adalah peningkatan produksi dan produktivitas tebu dengan intensifikasi lahan, selain juga melalui program revitalisasi pabrik lama dan pembangunan pabrik baru. “Melalui program intensifikasi lahan, diharapkan terjadi peningkatan produktivtitas tebu dari sebelumnya sebesar 81,81 ton per hectare menjadi 86,4 ton per hectare tahun 2014,� kata Menko Prekonomian Hatta Rajasa. OPINI INDONESIA 015
25
INDUSTRI
Sejatinya, program revitalisasi industri gula sudah dcanangkan dan dibahas dalam berbagai forum seminar, diskusi, dan lainnya, namun berkali-kali pula strategi dan sasaran revitalisasi gagal, bahkan terputus di tengah jalan. Hampir sebagian besar pelaku industri gula dan pihak-pihak yang menaruh perhatian tinggi terhadap sector ini, mulai mencemaskan masa depan dunia pertebuan itu. Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), HM Arum Sabil menilai wajar jika strategi dan sasaran revitalisasi tidak bisa mencapai hasil maksimal, karena pemerintah terkesan setengah hati melakukan program itu. “Padahal, petani dan pabrik gula sudah melakukan upaya-upaya perbaikan dari sisi budi daya tanaman dan ‘off-farm’ (pabrik gula), kalau tidak ada dukungan penuh dari pemerintah, bagaimana bisa maksimal,” katanya. DARI perhitungan APTRI, kapasitas produksi sebanyak 62 unit pabrik gula (sebagian besar milik BUMN sudah berusia tua) yang kini beroperasi masih bisa dioptimalkan hingga tiga juta ton, untuk memenuhi kebutuhan gula konsumsi secara nasional. Asumsi itu dihitung berdasarkan kapasitas giling 62 pabrik mencapai 205 ton per hari, rendemen 9 persen dan masa giling berjalan 170 hari. Selain dukungan pendanaan yang memadai, pemerintah juga harus melindungi petani tebu melalui kebijakan-kebijakan yang memihak mereka, sehingga petani tetap nyaman dan termotivasi untuk menanam
26
OPINI INDONESIA 015
tebu. “Salah satunya kebijakan soal pembatasan gula impor, khususnya rafinasi yang selama beberapa tahun terakhir selalu menjadi momok bagi petani,” tambah Arum. TANTANGAN BESAR Saat ini industri gula nasional dihadapkan pada berbagai tantang yang berat dan mengharuskan industri padat karya ini untuk melakukan perubahan-perubahan dengan tidak lagi hanya menjalankan aktivitas bisnis secara datar-datar. Program swasembada gula tidak bisa hanya dilihat sebagai upaya memenuhi kebutuhan produksi gula, tetapi lebih penting lagi bagaimana membangun sebuah industri berbasis tebu yang kompleks dan terintegrasi dari hulu hingga hilir. “Tanpa kita membangun industri gula berbasis tebu secara komprehensif dari hulu ke hilir, sesungguhnya swasembaa gula itu akan sulit tercapai,” kata Ketua Ikatan Ahli Gula Indonesia Ir Subiyono, dalam sebuah diskusi di Surabaya akhir 2012 lalu. Sebagai sebuah komoditas yang “highly regulated” lanjut Subiyono, indusrti tebu memiliki sekian banyak masalah yang cukup kompleks. Pada satu sisi biaya produksi gula terus naik seiring kenaikan harga tebu dan upah pekerja, tetapi di sisi lain harga gula tidak bisa dibentuk pada tingkat yang menjanjikan laba, karena perhitungan daya beli konsumen dan intervensi pemerintah. “Setiap harga gula mengalami kenaikan cukup tinggi, pemerintah turun tangan me-
lakukan intervensi. Kondisi ini membuat marjin produsen gula tidak akan cukup untuk ekspansi perluasan lahan maupun membangun pabrik baru,” ujar Subiyono yang juga Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara X (Persero) itu. Padahal, industri gula membutuhkan banyak investasi, mulai dari pabrik hingga budidaya tanaman, Jika sekadar mengandalkan dari bisnis gula, sampai kapanpun upaya optimalisasi lahan akan sulit dilakukan. Langkah untuk memperoleh tambahan belanja modal untuk investasi juga tidak mudah, karena selama ini lembaga keuangan belum begitu percaya dengan perusahaan berbasis agribisnis, mengingat ketergantungannya terhadap iklim yang cukup besar. Menurut Subiyono, langkah diversifikasi usaha menjadi salah satu jawaban untuk mengembalikan kejayaan industri gula nasional. “Namun, diversifikasi bukan urusan mudah dan hanya bisa dijalankan jika pabrik gula yang ada kondisinya sudah efisien dan mencapai tahap optimal. Karena itu, harus ada strategi EDO (efisiensi, diversifikasi dan optimalisasi”, ucapnya. KAJIAN P3GI Hasil kajian Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) menyebutkan, tingkat efisiensi pabrik gula yang dikelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih di bawah 79 persen, sedangkan tingkat efisiensi standar internasional sebesar 85 persen. Direktur P3GI Aris Toharisman menje-
laskan, belum maksimalnya tingkat efisiensi tersebut menjadi salah satu penyebab tidak maksimalnya produktivitas gula, kendati dari sisi budidaya sudah dilakukan perbaikan dengan penciptaan varietas bibit tebu unggul. “Inefisiensi membuat biaya produksi gula menjadi tidak ekonomis. Idealnya biaya produksi gula sekitar Rp5.800Rp6.000 per kilogram, tapi saat ini angkanya masih di atas itu,” ujarnya. Menurut Aris, efisiensi menjadi pekerjaan rumah yang harus dituntaskan industri gula nasional, melalui program peningkatan kualitas ‘in-house keeping’ dan pengurangan ketergantungan terhadap bahan baku minyak pada pabrik gula. Khusus program ‘in-house keeping’, Menteri BUMN Dahlan Iskan melontarkan harapan agar kondisi pabrik gula di lingkungan BUMN bisa seperti mal (pusat perbelanjaan), kendati usianya sudah sangat tua. “Penggunaan ampas tebu sebagai bahan bakar alternatif untuk produksi pabrik gula, adalah langkah tepat untuk menekan biaya BBM dan itu sudah dilakukan pabrik gula milik PTPN X serta beberapa perusahaan lainnya,” tambah Aris. Dari data yang dihimpun ANTARA, PTPN X mampu melakukan efisiensi biaya BBM untuk 11 pabrik gula yang dikelolanya di Jawa Timur, dari sebelumnya sekitar Rp130 miliar pada 2007 menjadi hanya Rp4 miliar selama 2012. Dari pemanfaatan limbah tebu tersebut perusahaan plat merah ini berani menargetkan “zero BBM” untuk seluruh pabrik gulanya pada 2014.
potensial hanya membutuhkan proses teknologi dalam skala medium, namun mayoritas produk memerlukan investasi besar untuk pembangunannya. “Nilai investasi yang tinggi itu sebenarnya akan terkompensasi dengan untung yang menjanjikan, mengingat potensi pasar produk turunan tebu sangat menjanjikan,” katanya. Program diversifikasi pernah dilakukan industri gula Indonesia pada era tahun 1950 dan 1960-an dengan berdirinya pabrik lilin dari blotong yang diekspor ke mancanegara dan sejumlah pabrik alcohol dan spiritus di beberapa pabrik gula. Saat ini terdapat sekitar 45 industri yang menghasilkan 14 jenis produk dari turunan tebu. Hanya saja, sebagian besar industri tersebut dimiliki perusahaan yang sama sekali tidak bergerak di bisnis pengolahan tebu. Menurut Subiyono, pemanfaatan produk hilir tebu non-gula bisa berkontribusi hingga 60 persen terhadap total pendapatan pabrik gula. Salah satu produk turunan yang berpotensi pasar tinggi adalah bioetanol yang bisa diproduksi dari tetes tebu atau molase. Bioetanol adalah energi alternatif yang sangat berguna di tengah mahal dan terbatasnya energi fosil. Sayangnya, selama ini pabrik gula di Indonesia hanya menyuplai tetes tebu ke pabrik lain yang mengembangkan produk turunannya tanpa bisa memanfaatkannya. “Saat ini kami sedang merampungkan proyek pengembangan bioetanol di PG Gem-
polkrep, Mojokerto, bekerja sama dengan New Energi and Industrial Technology Development Organization (NEDO) Jepang. Targetnya tahun ini sudah dioperasikan, “ kata Subiyono. Pabrik bioetanol yang dibangun dengan investasi Rp467,79 miliar itu (Rp150 miliar merupakan hibah NEDO) memiliki kapasitas produksi 30 juta liter per tahun. Bahan baku tetes akan disuplai dari pabrik gula sendiri. Selain itu, PTPN X juga telah menemukan program “co-generation” dengan memproduksi energi listrik dari ampas tebu di PG Ngadirejo. Kediri, dan rencananya juga dijalankan PG Pesantren Baru Kediri dan PG lainnya. “Energi listrik bisa digunakan untuk kebutuhan pabrik dan kelebihannya dijual kepada PLN. Ini sebenarnya yang tidak terpikirkan oleh kita, karena memang investasinya tidak mudah,” tambahnya. Industri gula Indonesia sebenarnya sangat terlambat menjalankan program diversifikasi, karena negara-negara produsen gula utama di dunia seperti Brazil, India dan Thailand sudah sejak lama melakukannya. Subiyono berharap ada jaminan regulasi dari pemerintah, termasuk soal penentuan harga listrik dan garansi kontrak jangka panjang, agar praktik bisnis “co-generation” yang dikembangkan pabrik gula bisa memberikan hasil optimal. DIDIK KUSBIANTORO
CO-GENERATION Kini setelah program efisiensi dan optimalisasi pabrik gula sudah dijalankan, PTPN X mulai melaksanakan program diversifikasi dengan menggarap produk turunan tebu, seperti bio etanol dan program “cogeneration” yang memeroses ampas tebu menjadi energi listrik. Tebu merupakan tanaman yang tergolong paling efisien dalam mekanisme fotosintesis untuk mengubah energi menjadi biomassa, yakni sumber karbon dan energi terbarukan. Setiap satu hectare lahan tebu diperkirakan mampu menghasilkan lebih kurang 200 ton biomassa setiap tahunnya. Berdasarkan hasil kajian P3GI terdapat sepuluh jenis produk hilir tebu yang bisa dikategorikan sebagai unggulan. Dari jumlah itu, enam produk diantaranya berbahan baku tetes, satu jenis produk bisa didapatkan dari tetes atau nira, dan tiga produk lainnya dari ampas tebu. Direktur Utama PTPN X Subiyono mengemukakan, produk-produk tebu yang OPINI INDONESIA 015
27
ANALISA
DR SRI A. EKONOM UGM Jika pertumbuhan ekonomi menurun, jumlah penduduk yang menjadi miskin atau miskin lagi akan meningkat dan bisa memicu keresahan social. Apalagi ketimpangan kesejahteraan masyarakat (yang diukur dengan Gini Ratio)
Ekonomi Indonesia Ditengah Ketidakpastian? TAHUN 2013 dibuka dengan ingar-bingar masalah hukum yang tak kunjung selesai, menyita perhatian bangsa Indonesia karena melibatkan berbagai elite politik ataupun penguasa. Demikian juga suasana politik sudah mulai menghangat meskipun hajatan pemilu masih tahun depan.
K
ondisi social dan ekonomi tampaknya juga tidak akan steril dari pengaruh politik yang sedang menghangat di Indonesia. Karena itu, kita mesti mewaspadai berbagai perkembangan domestik yang terjadi agar dapat meminimisasi dampaknya pada ekonomi. Apalagi pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah mulai melemah pada tahun lalu. Sementara perkembangan ekonomi internasional juga kurang menguntungkan Indonesia. Dampak dari pelemahan ekonomi Eropa yang kontraksi 0,9 persen pada kuartal keempat pada 2012 serta kenaikan pajak dan penghematan fiscal AS diperkirakan akan menghambat pertumbuhan ekonomi AS serta pelemahan pertumbuhan dua raksasa emerging market di Asia seperti China dan India tidak bisa dihindari oleh Indonesia. Ekonomi Indonesia yang terbuka dan masih belum besar saat ini cenderung mudah
28
OPINI INDONESIA 015
dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi internasional, khususnya dari negara atau kawasan yang memiliki hubungan ekonomi yang signifikan dengan Indonesia, seperti AS, Eropa, China dan India. Karena itu, kita perlu mewaspadai perkembangan ekonomi internasional 2013 dengan cermat agar dapat meminimisasi dampaknya bagi ekonomi Indonesia. INDONESIA Economic Review and Outlook (IERO) dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM) dalam buletinnya edisi Maret 2013 mengulas tentang dampak perkembangan politik pada perekonomian Indonesia sehubungan dengan mulai menghangatnya suhu politik di Indonesia. IERO tampaknya mencermati bahwa menghangatnya suhu politik bisa membawa dampak negatif pada perekonomian Indonesia se-
hingga perlu diwaspadai dan dicermati oleh otoritas, masyarakat, dan dunia usaha agar semuanya ikut mengawasi supaya ekonomi Indonesia tidak banyak terpengaruh oleh perkembangan politik yang ada. Apalagi GAMA Leading Economic Indicator juga menunjukkan arah yang negatif, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan masih akan menurun pada kuartal pertama 2013. Sementara tulisan “Indonesia’s Economic Tipping the Balance” dari the Economist Edisi 23 Februari-1 Maret 2013 mempertanyakan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Gloomy politics, so how long can the bright economics last?” “Tampaknya masyarakat internasionalpun melihat masalah publik dan politik yang kurang mendukung ekonomi Indonesia meskipun masih bisa tumbuh 6,2 persen tahun lalu. Saat ini, motor penggerak ekonomi seperti ekspor dan investasi menghadapi tantangan yang berat karena pelemahan ekonomi global dan kebijakan pemerintah yang dianggap memproteksi ekonomi domestik bisa menurunkan FDI.” Padahal defisit neraca perdagangan barang dan jasa semakin membengkak (padahal dalam 14 tahun terakhir surplus). Dari sisi domestik atau keuangan negara, APBN juga selalu defisit, nilainya cenderung terus meningkat. Jika terjadi twin defisit di Indonesia, dikhawatirkan bisa menghambat pertumbuhan atau pembangunan ekonomi sehingga perlu kebijakan untuk menghindari defisit eksternal dan domestik di Indonesia.
KETIMPANGAN YANG MEMBELENGGU? Ekonomi Indonesia yang menghadapi tantangan dan ancaman cukup besar tahun ini bisa menghadapi pelemahan pertumbuhan ekonomi, dapat meningkatkan pengangguran dan kemiskinan. Meskipun jumlah kelas menengah Indonesia menurut data ADB meningkat dari 81 juta tahun 2003 diperkirakan menjadi 150 juta pada tahun 2012, sekitar separuhnya masih berpengeluaran di bawah USD 2 per hari per orang dan sekitar tiga perempatnya di bawah USD 4 per hari per orang. Jika pertumbuhan ekonomi menurun, jumlah penduduk yang menjadi miskin atau miskin lagi akan meningkat dan bisa memicu keresahan social. Apalagi ketimpangan kesejahteraan masyarakat (yang diukur dengan Gini Ratio) Indonesia meningkat dari 0,34 pada 2005 menjadi 0,41 pada 2012, dimana peningkatan ketimpangan terjadi baik di perkotaan maupun perdesaan meskipun tingkat ketimpangan di perkotaan lebih besar dari perdesaan. Meningkatknya ketimpangan tingkat kesejahteraan jika dibarengi dengan kemerosotan ekonomi bisa menimbulkan gejolak social. Padahal memasuki 2013 suhu politik dan social juga sudah mulai menghangat karena mendekati pemilu. Karena itu, Indo-
nesia harus berusaha agar defisit ganda tidak terjadi agar pelemahan ekonomi dapat dihindari. Indonesia tidak memiliki kemewahan untuk mampu menghadapi twin defisit dengan baik (tanpa menimbulkan dampak yang besar). Untuk itu otoritas ekonomi khususnya pemerintah harus berusaha menghindarinya. Keberhasilannya banyak bergantung pada kebijakan pemerintah. Defisit APBN sebetulnya paling mudah untuk dihindari dengan mengurangi subsidi energi yang tahun lalu mencapai lebih dari Rp300
triliun. Demikian juga defisit eksternal akan lebih mudah dikendalikan jika pemerintah mendorong agar FDI tetap tertarik ke Indonesia serta meluncurkan berbagai kebijakan atau fasilitas supaya produk local dapat bersaing di pasar domestik atau internasional. Tentu saja perlu komitmen yang kuat dari semua otoritas ekonomi khususnya pemerintah agar defisit ganda serta ancaman pelemahan ekonomi dapat dihindari. (*) „ SRI ADININGSIH