JCDS Agenda

Page 1

JCDS

Departemen Pekerjaan Umum

Jakarta Coastal Defence Strategy / Strategi Pengamanan Pantai Jakarta

AGENDA 30 September 2011 Kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda


JCDS

Jakarta Coastal Defence Strategy / Strategi Pengamanan Pantai Jakarta

AGENDA 30 September 2011

Lembaga Pelaksana : Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Konsultan: Konsorsium Deltares dan Urban Solutions, bekerja sama dengan Witteveen + Bos, Triple-A Team, MLD, Pusair, ITB


JCDS, Agenda, 30 September 2011

DAFTAR ISI 0. Pendahuluan 0.1 Latar Belakang 0.2 Dasar Pemikiran 0.3 Rencana Strategis 1. Profil Pembangunan Perkotaan 1.1 Tren Pembangunan Perkotaan 1.2 Potensi Pembangunan Perkotaan 1.3 Kendala-kendala Pembangunan Perkotaan 2. Risiko Banjir di Jakarta 2.1 2.2 2.3 2.4

Bahaya Banjir Kerentanan Terhadap Banjir Kapasitas Intervensi Penilaian Risiko Bencana Banjir

3. Rencana dan Strategi yang Ada 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6

Rencana Tata Ruang Wilayah Transportasi Pengendalian Banjir dan Sistem Drainase Air Bersih Pengelolaan Air Limbah Pengelolaan Sampah

4. Skenario-skenario Alternatif 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5

Diagnosis Masalah Banjir dan Identifikasi Skenario Solusi di Daratan/On-land Dengan Sungai Terbuka(Skenario 1.) Solusi Lepas Pantai/Off-shore Dengan Sungai Terbuka (Skenario 2.) Solusi Lepas Pantai/Off-shore Dengan Sungai Tertutup (Skenario 3.) Overview Tiga Skenario Alternatif

5. Arah Strategis 5.1 Prinsip-prinsi Dasar 5.2 Skenario Gabungan 5.3 Pentahapan Implementasi 6. Road Map Untuk Implementasi Strategi 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5 6.6

Perumusan Strategi Penyusunan Masterplan Penyusunan Program Investasi Implementasi Fisik Operasi dan Pemeliharaan Monitoring dan Evaluasi

1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 11 17 20 23 23 26 40 45 48 53 54 54 58 75 87 98 99 100 101 106 116 116 116 117 118 118 118


BAGIAN I: RENCANA STRATEGIS


JCDS Agenda, 30 September 2011

0. Pendahuluan 0.1 Latar Belakang Proyek JCDS merupakan tanggapan terhadap ancaman bencana banjir di Jakarta Utara, dan dilaksanakan di bawah payung kerja sama Indonesia - Belanda dengan tujuan berbagi pengalaman, keahlian dan pengetahuan. Badan Pelaksana adalah Departemen Pekerjaan Umum atas nama Pemerintah Indonesia, dan Partners for Water atas nama Pemerintah Belanda. DKI Jakarta adalah klien utama. Bappenas sebagai Tim Pengarah antar departemen. Bantuan teknis diberikan oleh tim ahli Deltares, Urban Solutions, Witteveen + Bos, Tim Triple-A, ITB, PusAir dan MLD, dan staf ahli Kementerian Infrastruktur dan Lingkungan Belanda. 0.2 Dasar Pemikiran Jakarta adalah ibukota Indonesia dan terletak di pantai utara Pulau Jawa di delta 13 sungai yang dibuang ke Teluk Jakarta. Kota dengan penduduk 9 juta jiwa adalah bagian dari sebuah aglomerasi perkotaan yang berkembang pesat dengan penduduk 30 juta jiwa. Daerah pesisir terkena banjir dari laut, dari sungai dan dari curah hujan. Karena penurunan tanah, yang disebabkan oleh ekstraksi air tanah dalam yang tidak terkendali, daerah pesisir, termasuk muara sungai dan kanal, turun dengan rata-rata 10 cm per tahun. Pada tahun 1990 sekitar 12% dari Jakarta Utara telah berada di bawah permukaan laut, pada tahun 2010 mencapai 58%, dan pada tingkat penurunan seperti saat ini pada tahun 2030 lebih dari 90% akan berada di bawah permukaan laut. Sebagai konsekuensi air laut dapat meluap di saat pasang tinggi, sementara air sungai dan kanal tidak bebas dibuang ke laut. Tanpa intervensi yang efektif seperempat dari wilayah Jakarta dapat menjadi permanen tergenang, tidak hanya mempengaruhi 4 juta jiwa yang tinggal dan bekerja di sini, tetapi juga infrastruktur penting termasuk pelabuhan Tanjung Priok, bandara Soekarno Hatta, pembangkit listrik, jalan tol dan kereta api, kawasan industri, daerah perumahan dan kawasan bisnis, serta kota bersejarah Batavia. 0.3 Rencana Strategis Dengan tujuan memetakan masalah, merumuskan solusi strategis, dan memobilisasi para pemangku kepentingan yang bersangkutan, konsep Triple-A diadopsi, terdiri dari Atlas, Agenda, dan Aturan-Main (=Rules-of-the-game), yang disusun oleh tim kerja multi-stakeholder sebagai 'pemain' yang didukung oleh tim ahli sebagai 'pelatih'. Rencana Strategis dalam Agenda mengintegrasikan solusi teknis yang efektif untuk mencegah banjir (tanggul, kolam retensi, pompa) dengan tindakan-tindakan tambahan untuk membuat solusi teknis berkelanjutan (air bersih perpipaan, air limbah dan sanitasi, resettlement), dan dengan peluang investasi untuk membuat keseluruhan rencana finansial layak berdasarkan pada subsidi silang internal dan public private partnership (reklamasi, jalan tol, dan pelabuhan laut dalam). Rencana terpadu tidak hanya akan melindungi Jakarta Utara dari banjir, tetapi juga akan memecahkan kekurangan air minum, pencemaran air sungai dan kemacetan lalu lintas, mengubahnya menjadi tempat yang menarik untuk tinggal, bekerja dan berinvestasi. Gambar 0.1: Diagram Manajemen Proses

Pemerintah

Tindakan Tambahan

Peluang Investasi

Tanggul Laut dan Sungai

Air Bersih

Reklamasi

Kolam Retensi

Air limbah dan Persampahan

Jalan Tol

Stasiun Pompa

Resettlement

Pelabuhan laut dalam

Parlemen Media Hukum Sektor Swasta

Masyarakat Perkotaan

Pendanaan Publik

Stakeholder segitiga (pemerintah, sektor swasta, masyarakat)

Sumber: Triple-A Team

Pengamanan Pantai

Monitoring dan Evaluasi

Pendanaan Publik

Operasi dan Pemeliharaan

Implementasi

Perumusan Strategi

Masterplan

Program Investasi

Pendanaan Swasta

Perencanaan terpadu kombinasi solusi perlindungan banjir, tindakan tambahan dan peluang investasi swasta.

1

Proses siklus enam langkah (Strategi, Masterplan, Investasi, Program, Implemetasi, O&P, M&E)


JCDS, Agenda, 30 September 2011

1. Profil Pembangunan Perkotaan 1.1

Tren Pembangunan Perkotaan

Jakarta terletak di pantai utara Jawa. Kota DKI Jakarta memiliki penduduk 9,5 juta jiwa. Bersama dengan komuter harian dari daerah pinggiran kota, penduduk siang hari adalah lebih dari 12,5 juta jiwa. Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia, dan pemerintah pusat berkedudukan di DKI Jakarta. Semua kedutaan asing berada di sini, serta kantor perwakilan dari lembaga internasional seperti UNDP, Bank Dunia, ADB dan ASEAN. Disamping itu, kota Jakarta berfungsi sebagai pusat nasional yang dinamis, pusatkeuangan, pusat bisnis, industri dan perdagangan, yang didukung adanya Bandara Internasional Soekarno Hatta, pelabuhan internasional Tanjung Priok, dan sistem jalan tol serta sistem kereta api. Bisnis internasional dan domestic, serta pariwisata adalah kegiatan ekonomi yang dinamis didukung oleh keberadaan hotel-hotel berbintang dan restoran, fasilitas meeting yang sangat baik, pusat perbelanjaan modern, atraksi pariwisata dan fasilitas rekreasi. Menjadi ibukota negara, Jakarta juga berfungsi sebagai titik fokus untuk lembaga ilmiah, pendidikan dan budaya. Warisan budaya yang kaya di Jakarta tercermin dalam kota lama seperti Batavia dan Menteng, dan dalam monumen bersejarah, seperti Istana Presiden dan Museum Nasional. Wilayah yang tertua di DKI Jakarta adalah pelabuhan Sunda Kelapa dan Tanjung Priok yang berada di pantai Teluk Jakarta. 1.2

Potensi Pembangunan Perkotaan

Jakarta memiliki potensi untuk menjadi kekuatan ekonomi terkemuka, tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga untuk wilayah Asia Tenggara. Selama dekade terakhir di Jakarta telah berkembang menjadi sebuah pusat transportasi utama untuk regional, nasional dan internasional, yang memperkuat kota, dengan iklim investasi bisnis yang kompetitif, terutama untuk kegiatan industri, perdagangan dan jasa. Sejumlah perusahaan multinasional memindahkan kantor regional mereka ke Jakarta, sehingga Jakarta dengan cepat berkembang menjadi sebuah metropolis modern yang dinamis. Untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja baru, kota ini memperluas dan meningkatkan infrastruktur jalan, kualitas lingkungan perkotaan serta ruang terbuka. Khusus untuk wilayah Jakarta Utara memiliki potensi menjadi Waterfront City, yaitu dengan mengambil pemandangan unik dari Teluk Jakarta, yang disertai pembuatan ruang hijau di sepanjang sungai, kanal dan kolam retensi. Revitalisasi kawasan pesisir pantai Jakarta akan memerlukan lahan untuk reklamasi, akses jalan yang baik sesuai dengan kondisi yang ada,, pasokan air yang cukup, rehabilitasi pelabuhan, gudang, dan zona industri, restorasi kota bersejarah Batavia, dan penyediaan ruang hijau yang cukup. 1.3

Kendala-Kendala Pembangunan Perkotaan

Kendala utama untuk pembangunan perkotaan adalah: (i) banjir dari laut, sungai dan dari curah hujan, yang diperparah dengan adanya penurunan tanah sebagai akibat dari ekstraksi air tanah dalam yang berlebihan, (ii) terjadinya pencemaran sungai, kolam retensi dan sistem drainase-mikro, karena sistem pembuangan air limbah yang tidak memadai dan pengelolaan sampah yang buruk, (iii) kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh jumlah kendaraan bermotor yang terus meningkat dengan kapasitas jalan terbatas, terkadang diperparah lagi oleh adanya banjir di jalan, bahkan banjir terjadi di beberapa bagian kota; (iv) kepadatan permukiman yang cukup tinggi, serta adanya kelangkaan lahan yang sesuai untuk pengembangan bisnis, permukiman dan ruang terbuka hijau. 2


JCDS, Agenda, 30 September 2011

2. Risiko Banjir di Jakarta 2.1

Bahaya Banjir

2.1.1 Sejarah Banjir di Jakarta Jakarta terletak di daerah rendah dekat laut di delta tiga belas sungai. Selama berabad-abad Jakarta telah mengalami banjir yang serius. Banjir skala besar terjadi pada tahun 1699, 1714, 1854, 1918, 1996, 2002, 2007 dan 2008. Setelah pendirian Batavia pada tahun 1619, suatu sistem saluran digali secara bertahap, sangat mirip dengan yang di Amsterdam pada saat itu. Tanah hasil galian digunakan untuk meninggikan lahan untuk tujuan konstruksi. Pada tahun 1633 sudah ada keluhan tentang bau busuk ketika kanal dalam keadaan kering. Pada tahun 1665 ketinggian air kadangkadang lebih tinggi dari kota, sementara pada tahun 1670 beberapa ruas jalan tergenang akibat pasang surut tinggi. Perbedaan antara pasang dan surut, meskipun tidak besar, kadang-kadang menyebabkan banjir pada saat pasang tinggi, dan kondisi saluran kering pada saat pasang surut rendah. Masalah dengan gumuk pasir di muara Ciliwung dan sepanjang garis pantai, juga dikemukakan pada hari-hari awal Batavia. Gumuk pasir di muara sungai itu dikeruk dengan jaring dan alat pengerukan yang digerakkan oleh kuda. Pada tahun 1725 air Ciliwung dialirkan melalui Westerse Vaart lewat sebuah bendungan, tetapi pada saat datangnya banjir, bendungan itu harus dibuka untuk mencegah kerusakan total. Ini adalah saluran pertama dalam serangkaian saluran banjir yang dimaksudkan untuk mengendalikan Ciliwung. Semua saluran awal seperti Bacherachtsgracht dan Mookervaart, dimaksudkan untuk mengendalikan banjir yang dialirkan ke arah barat. Pada tahun 1918 Batavia dilanda banjir lagi. Setelah banjir ini, Herman van Breen, seorang insinyur untuk pengelolaan air di Jakarta, mengusulkan pembangunan Banjir Kanal Barat untuk mengalihkan banjir, bersama dengan pintu air Manggarai dan Karet dan reklamasi daerah-daerah rendah. Pelaksanaan proposal dimulai pada 1922 dengan pembangunan Banjir Kanal Barat. Rencana Induk baru untuk drainase dan pengendalian banjir dirancang pada tahun 1973, di mana perpanjangan Banjir Kanal Barat dan pembangunan Banjir Kanal Timur diusulkan. Desain kedua jalur banjir ini didasarkan pada frekuensi banjir 100-tahunan. Dalam beberapa tahun terakhir frekuensi dan intensitas banjir sudah terasa meningkat, mempengaruhi wilayah yang lebih luas dan mengakibatkan lebih banyak korban dan kerusakan. Banjir besar pertama terjadi pada tahun 1996, setelah periode panjang dengan hanya banjir kecil. Banjir ini sangat mengejutkan penduduk Jakarta, tetapi relatif cepat terlupakan. Ketika Jakarta mengalami banjir besar lagi di tahun 2002, akhirnya diambil tindakan untuk melaksanakan rehabilitasi besar dan perbaikan, termasuk pembangunan awal Banjir Kanal Timur, yang belum dilaksanakan. Pada awal Februari 2007 terjadi banjir besar lagi melumpuhkan Jakarta. Setelah banjir tahun 2007 kerjasama yang erat antara Indonesia dan pemerintah Belanda dimulai untuk meningkatkan manajemen banjir di wilayah Jakarta melalui inisiatif Jakarta Flood Management (JFM). Akibatnya pembangunan Banjir Kanal Timur dipercepat yang dapat diselesaikan pada tahun 2010 dan rehabilitasi besar-besaran sungai dan sistem drainase dimulai. Meskipun banjir masih terus terjadi, tetapi frekuensi dan skala banjir mulai berkurang. Pada 26 November 2007 permukaan laut memuncak dan mengakibatkan banjir dari laut yang tak terduga. Sampai saat itu, persepsi umum adalah bahwa Jakarta hanya terancam oleh banjir dari hujan / sungai. Namun, Pemetaan Bahaya Banjir 2007 (FHM) jelas menunjukkan bahwa Jakarta juga mulai terancam oleh banjir serius dari laut yang disebabkan oleh penurunan tanah. 3


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Jenis bahaya banjir yang dijelaskan dalam bab ini adalah:    

Banjir dari laut Banjir dari sungai Banjir sistem polder Genangan Jalan

2.1.2 Banjir dari Laut Akibat banjir pesisir adalah: 

Badai: Kemungkinan terjadi banjir dari laut yang disebabkan oleh badai di Jakarta Utara relatif terbatas. Tingkat air laut maksimum yang disebabkan oleh kombinasi laut pasang, anomali permukaan laut dan gelombang badai berada di ketinggian 1,09 m di atas permukaan laut. Dampak gelombang dari badai juga terbatas dengan 0,5 m. Tidak ada badai besar terjadi di Laut Jawa. Hal ini membuat bahaya banjir dari laut karena badai terbatas. Pada saat pasang tinggi, beberapa kebocoran lokal dapat terjadi melalui tanggul laut, menimbulkan genangan air di belakang tanggul laut. Sebelum peningkatan dinding laut pada tahun 2009, banjir sering terjadi di sebagian besar zona pesisir, termasuk penutupan bandara Soekarno Hatta.

Tsunami: Risiko Tsunami harus ditanggapi dengan serius. Bukan karena sering terjadinya tsunami, tetapi karena dampak yang berpotensi besar pada zona pesisir Jakarta. Dari catatan sejarah, kita belajar bahwa letusan Krakatau tahun 1883 menyebabkan tsunami yang melanda Jakarta dengan ketinggian gelombang 2,3 m (lihat RTRW 2030). Penelitian lain telah melaporkan ketinggian gelombang tsunami lebih rendah sampai dengan 0,5 m. Analisis tambahan dengan JCDS menunjukkan bahwa tinggi gelombang sampai dengan 1,55 m dapat dipicu oleh gempa berkekuatan 9 skala Richter di Barat Daya pantai Sumatra. Tsunami dapat memiliki efek yang sangat merusak ketika ombak melampaui tanggul laut karena besarnya volume air yang dipindahkan. Wilayah yang berisiko adalah wilayah yang di bawah tingkat banjir gelombang tsunami, karena tsunami akan melampaui tanggul laut.

Rendahnya kualitas struktur pengamanan laut: Tidak seperti tanggul sungai, tanggul laut selalu berada di bawah tekanan air laut yang terus menerus. Karena sebagian besar dari Jakarta terletak sampai kedalaman 3 m di bawah permukaan laut. Kegagalan tanggul laut mempunyai potensi berdampak besar. Dalam keadaan banjir, air akan mengalir cepat dan tak terduga ke daerah dataran rendah Jakarta Utara. Daerah yang terlanda banjir akan menderita kerugian ekonomi. Jika tanggul laut jebol, terdapat risiko tinggi hilangnya nyawa manusia. Orang tidak memiliki kesiapan dan tidak mempunyai waktu yang cukup untuk melarikan diri.

Penurunan Tanah: Banjir dari laut pada November 2007 menunjukkan bahwa penurunan tanah merupakan faktor penting yang harus diperhitungkan untuk pengamanan pantai. Penurunan tanah rata-rata sepanjang pantai Jakarta adalah sekitar 10 cm / tahun. Ini berarti bahwa perlindungan pesisir harus ditinggikan satu meter setiap 10 tahun untuk mempertahankan keamanan yang sama di atas permukaan laut. JCDS telah menyiapkan simulasi khusus, untuk memperkirakan efek dari pengurangan pengambilan air tanah dalam terhadap penurunan tanah. Dari simulasi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengendalian pengambilan air tanah dalam sangat efektif untuk mengurangi penurunan tanah, dan dalam jangka panjang bahkan menghentikannya. Beberapa informasi latar belakang mengenai pengendalian penurunan tanah diberikan dalam kotak pada halaman berikutnya.

Peningkatan permukaan laut: Pemanasan global secara umum dianggap menyebabkan naiknya permukaan air laut. Pengukuran global kenaikan permukaan laut bervariasi dari 0 sampai 8 mm / tahun, dengan nilai saat ini sekitar 3 mm / tahun sekitar pulau Jawa. Proyeksi ke depan masih merupakan bagian dari perdebatan, dengan perkiraan bervariasi seperti tren saat ini dan tiga kali tren saat ini pada akhir abad ini. Dalam laporan ini, diasumsikan kenaikan permukaan laut akan kira-kira 5 mm / tahun untuk 50 tahun ke depan.

4


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Abstrak Temuan Penurunan Tanah a. Penurunan tanah dapat disebabkan oleh faktor yang berbeda: pengambilan air tanah dalam,

beban dari gedung-gedung tinggi, pemadatan alami lapisan dangkal dan gerakan tektonik. Namun, pengambilan air tanah dalam secara intensif adalah faktor yang paling penting untuk penurunan tanah skala besar di Jakarta Utara dan Jakarta Barat.

b. Di Jakarta Utara dan Jakarta Barat terjadi eksploitasi air tanah dalam berlebihan. Di daerah

tersebut pengambilan air tanah lebih tinggi daripada pemasokan air horizontal dan vertikal di akuifer.

c. Jika pengambilan air tanah dalam berlanjut pada tingkat sekarang, penurunan tanah minimal akan bertambah dengan kecepatan sekarang (ekstrapolasi linier). Dalam skenario yang lebih pesimistis bahkan dapat mempercepat 50% lebih dari nilai penurunan sekarang. d. Pemulihan tekanan air ke tingkat sebelum penurunan tanah intensif setelah menghentikan pengambilan air tanah keseluruhan adalah sekitar 2 sampai 3 tahun. e. Daerah dengan penurunan tanah tinggi yang disebabkan oleh pengambilan air tanah akan pulih lebih cepat. Di daerah dengan penurunan tanah terbatas pemulihan akan perlu waktu lebih banyak. f.

Proses pemulihan tingkat air tanah dapat dipercepat dengan infiltrasi air bersih ke dalam sumur dalam yang sudah tidak digunakan lagi untuk pengambilan air tanah. Besaran debit 3 yang dibutuhkan untuk pemulihan adalah kira-kira1 m / detik. Pemulihan akan berlangsung dalam waktu sekitar satu tahun.

g. Di daerah dengan penurunan tanah saat ini sekitar 10 cm per tahun, penurunan tanah total sampai 2050 (setelah pemulihan tekanan air dalam ke tingkat yang sama dengan 1995) akan mencapai kira-kira 80 cm (50 cm di 10 tahun pertama setelah pemulihan permukaan air tanah). Ini tidak termasuk sumber-sumber penyebab penurunan lainnya. Angka ini masih dapat turun apabila tekanan air tanah masih bertambah. h. Karena kurangnya pasokan air perpipaan, diperkirakan bahwa pemulihan tekanan air dalam akuifer tidak akan terwujud dalam waktu dekat. Apabila penurunan tanah terus berlanjut seperti sekarang dengan kecepatan kira-kira 1 m / tahun, perbedaan penurunan tanah pada tahun 2050 antara kasus penurunan tanpa ada kontrol pengambilan air dengan kasus penurunan dengan dilakukan pemulihan kondisi air seperti tahun 1995 adalah sekitar 2,8 m. Skenario tersebut harus dipertimbangkan dalam perencanaan tindakan. Pemasukan air kembali ke sumur dalam yang ada (dan tidak dipompa lagi) dapat mempercepat proses pemulihan, tetapi juga membutuhkan penambahan air. Diperkirakan reduksi penurunan tanah apabila dilakukan program pengisian kembali tidak akan lebih dari 30 sampai 40 cm. Namun, di daerah risiko banjir dengan tingkat penurunan tanah yang tinggi, program pengisian kembali sumur mungkin perlu ditindaklanjuti.

Tiga Skenario Penurunan Tanah (Untuk Lokasi Daan Mogot) 0 Penurunan Tanah (m)

i.

-1 -2

Tanpa Kontrol

-3

-4

Terkontrol

-5 -6

Pengiisian Kembali

-7

1990

2000

2010

2020 Tahun

5

2030

2040

2050


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Hilangnya hutan bakau: Awalnya seluruh pantai utara Jawa ditutupi oleh hutan bakau, yang berfungsi sebagai perlindungan alami terhadap rob dan abrasi. Hutan bakau secara bertahap berkurang, karena polusi dan pembangunan kolam ikan, kolam garam, dan pemanfaatan ekonomis lainnya. Tanaman bakau di Teluk Jakarta tinggal sedikit, terutama di wilayah DKI Jakarta. Inisiatif membangun kembali kawasan hutan bakau ini sedang dilakukan oleh pemerintah, swasta dan LSM.

2.1.3 Banjir dari Sungai Sebab-sebab banjir dari sungai adalah: 

Meteorologis: Curah hujan di DAS sungai di wilayah Jabodetabek kadang-kadang dapat menyebabkan sungai meluap ke dataran yang berdekatan. Banjir dari sungai dapat diprediksi berdasarkan hujan di wilayah hulu dengan waktu peringatan dini beberapa jam tergantung pada lokasinya. Namun, peringatan sering datang terlambat dengan perubahan ketinggian air yang cepat.

Topografis: Jakarta terletak di dataran banjir di delta Ciliwung. Dataran banjir merupakan daerah datar yang rendah, yang terbentuk dari sedimentasi oleh banjir biasa, sehingga banjir harus dilihat sebagai fenomena alam di daerah tersebut. Permukiman hanya dapat dibangun di daerah tersebut, jika diambil tindakan pencegahan banjir. Untuk melindungi daerah permukiman dari banjir di Jakarta, telah dibangun tanggul, sungai-sungai utama telah dilebarkan dan dinormalisasi, dan kanal drainase telah dibangun. Juga telah dibangun situ di daerah tangkapan air yang berfungsi sebagai kolam retensi. Tindakantindakan ini membantu mengurangi dampak banjir dari sungai di kota. Bagian hilir dari saluran drainase terbuka (misalnya Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur) dipengaruhi oleh ketinggian pasang surut. Tergantung pada arus di kanal dan sungai, efek ini dapat dilihat hingga 10 km dari pantai.

Penurunan Tanah: Penurunan tanah juga memperburuk masalah banjir dari sungai. Secara bertahap, level air di hilir sungai, yang dipengaruhi oleh pasang surut, akan bertambah tinggi terhadap elevasi tanah sekitarnya. Juga fungsi prasarana pencegahan banjir dapat terhambat. Misalnya, pipa penyeberangan dan jembatan menurun secara perlahan di bagian hilir yang terpengaruh oleh pasang surut dan akhirnya dapat menghalangi arus keluar.

Penggunaan lahan: Berkurangnya kawasan hutan di daerah tangkapan hulu telah menghasilkan air limpasan lebih cepat saat hujan lebat. Bahaya banjir meningkat secara serius karena pelanggaran di sempadan sungai dan daerah retensi ('wilayah hijau'). Di mana sungai-sungai di masa lalu dapat dengan bebas merendam dataran banjir alam, mereka sekarang membanjiri daerah terbangun kota. Level air di sungai akan lebih tinggi di beberapa ruas sungai, di mana konstruksi sungai telah mengurangi kapasitas debit air, atau karena sedimentasi dan pembuangan sampah. Berkurangnya retensi hulu pada umumnya akan menyebabkan puncak banjir yang lebih tinggi dan potensi dampak bahaya banjir yang lebih tinggi.

Limpasan air dan kegagalan tanggul: Ancaman serius adalah air melampaui ketinggian tanggul bahkan jebolnya tanggul sungai dan bendungan kecil. Dalam kasus itu banjir datang sangat cepat dan tak terduga. Limpasan air atau jebolnya tanggul umumnya menghasilkan banjir yang luas, dengan kecepatan aliran tinggi dan kedalaman genangan.. Daerah akan tergenang untuk waktu yang lama. Di Jakarta bahaya banjir umumnya lebih besar di sepanjang tanggul kanal dekat laut di mana wilayah sekitarnya rendah. Pengaruh ketinggian air laut menyebabkan tetap tingginya air di dalam kanal.

6


JCDS, Agenda, 30 September 2011

2.1.4 Banjir Sistem Polder Sebab-sebab banjir di sistem polder adalah: 

Meteorologis: Hujan lebat dapat menyebabkan banjir di daerah polder (sub-makro sistem drainase). Banjir umumnya disebabkan oleh kekurangan kapasitas pompa dan / atau retensi dari sistem polder. Banjir umumnya lokal dan di wilayah yang mudah diidentifikasi. Banjir akan secara bertahap berkembang dari dataran rendah dekat kanal stasiun pompa, dan bisa menggenangi daerah dan jalan-jalan yang berbatasan dengan kanal. Jenis banjir ini relatif lambat dan dangkal, dan umumnya tidak mengancam jiwa. Periode genangan bervariasi dari beberapa jam sampai satu hari.

Kurangnya kapasitas retensi dan pemompaan: Karena kekurangan kapasitas retensi dan kapasitas pompa, sistem polder kadang-kadang tidak dapat mengatasi hujan lebat. Daerah retensi (ruang hijau, atau ruang biru) sering secara bertahap berkurang karena urbanisasi dan densifikasi di daerah polder.

Penurunan tanah: Banjir polder juga diperparah oleh penurunan tanah. Perbedaan tekanan yang perlu dipompa secara bertahap akan meningkat dan karena itu efektivitas kapasitas pemompaan akan menurun. Perbedaan lokal dalam penurunan tanah juga dapat mengakibatkan masalah banjir lokal karena limpasan pinggiran kanal.

Kurangnya pemeliharaan: Kurangnya pemeliharaan wilayah retensi, kanal dan stasiun pompa dari polder dapat memperburuk banjir. Kapasitas retensi dan kanal dapat berkurang dan stasiun pompa dapat macet, jika sampah dan sedimen tidak dibersihkan secara rutin. Kerusakan umumnya ringan karena banjir lokal dengan kedalaman banjir yang relatif rendah.

2.1.5 Genangan Jalan Sebab-sebab genangan jalan adalah: 

Meteorologis: Hujan lebat dapat menyebabkan genangan jalan. Genangan jalan umumnya disebabkan oleh kapasitas sistem drainase yang tidak memadai dan kurangnya pemeliharaan. Jenis banjir relatif lambat dan dangkal, dan umumnya tidak mengancam jiwa. Waktu genangan bervariasi dari beberapa jam sampai satu hari.

Terbatasnya kapasitas sistem drainase: Selama hujan lebat mikro-sistem drainase di kota-kota dan sepanjang jalan dapat meluap karena kapasitas terbatas. Ini dapat menyebabkan genangan jalan. Genangan jalan agak tidak menentu karena dapat terjadi di mana saja di kota, dan memiliki durasi pendek sampai beberapa jam. Meskipun genangan jalan hampir tidak pernah mengancam jiwa atau menyebabkan kerusakan besar, genangan jalan dapat menyebabkan gangguan serius, termasuk kemacetan lalu lintas.

Penurunan tanah: Genangan jalan juga diperparah oleh penurunan tanah. Saluran drainase yang dirancang untuk langsung mengalir ke Teluk Jakarta, atau sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut, tidak dapat berfungsi dengan baik lagi. Perbedaan lokal dalam penurunan tanah juga dapat menyebabkan perubahan kemiringan saluran.

Kurangnya pemeliharaan: Genangan jalan lokal diperburuk oleh kurangnya pemeliharaan sistem drainase mikro. Bila terjadi hujan lokal dengan intensitas tinggi, genangan jalan akan sulit dihindari karena kapasitas desain saluran tertutup.

7


JCDS, Agenda, 30 September 2011

2.1.6 Distribusi Bahaya Banjir Peta bahaya disiapkan untuk dilanjutkan analisis dampak dan risiko, untuk banjir dari laut dan banjir dari sungai dan hujan, dan pengaruh dari penurunan tanah. 

Banjir dari laut: Banjir dari laut disebabkan oleh level air laut yang tinggi (‘still water level’) dan gelombang tinggi (‘wave runup’). Permukaan air laut yang tinggi disebabkan oleh air pasang, dorongan angin, dorongan gelombang, arus badai dan anomali permukaan laut. Variasi ini relatif kecil untuk Teluk Jakarta, dan jarang melewati 1 m di atas permukaan laut (air pasang 0,50 m, arus badai 0,60 m). Daerah banjir dengan ketinggian level air laut 1 m dan dengan asumsi tidak ada tanggul ditunjukkan pada Gambar 2.1. Selain itu, gelombang disebabkan angin dan tsunami perlu diperhitungkan. Gelombang dengan ketinggian 1,90 m memiliki periode ulang 1000 tahun. Gelombang yang disebabkan oleh Tsunami jauh lebih merusak karena panjang gelombangnya jauh lebih panjang. Wilayah yang akan terkena banjir yang diasumsikan tsunami dengan ketinggian gelombang 1,55 m dan ketinggian tanggul seperti saat ini, ditunjukkan dalam Gambar 2.1. Perbandingan dari dua peta menunjukkan bahwa wilayah yang terkena kedua bahaya mirip, tetapi kedalaman genangan berbeda secara signifikan.

Gambar 2.1: Kedalaman Banjir untuk ’still water’ dan ‘Wave Runup’

Kedalaman Banjir (m)

Kedalaman Banjir (m)

5.0

5.0

Sangat Tinggi

Sangat Tinggi

4.0

4.0 Tinggi

Tinggi

3.0

3.0 Sedang

Sedang

2.0

Rendah

Rendah

1.0

Sangat Rendah

Sangat Rendah

0.0

Level air laut (1 m)

2.0

1.0

0.0

‘Wave Runup’ (1.55 m)

Sumber: JCDS

Banjir dari sungai dan hujan: Untuk analisis dampak dan risiko banjir dari sungai dan hujan, telah disiapkan dua seri peta bahaya banjir di bawah kegiatan Flood Hazard Mapping (FHM). Kedua seri meliputi peta bahaya untuk periode ulang 1, 2, 5, 10 dan 25 tahun, bersama dengan skenario dasar yang mewakili peristiwa meteorologis dari banjir Februari 2007. Untuk seri pertama mengasumsikan kondisi lapangan aktual ketika terjadi banjir pada Februari 2007. Seri kedua mengasumsikan kondisi setelah langkahlangkah perbaikan mendesak telah dilaksanakan (seperti pengerukan saluran, pelaksanaan Banjir Kanal Timur, perbaikan tanggul saluran). Grafik di bawah ini menunjukkan bahwa sebagai hasil dari pelaksanaan langkah-langkah mitigasi banjir mendesak setelah banjir 2007, probabilitas banjir 20% dari luas Jakarta dapat dikurangi sekali dalam 2 tahun menjadi sekali dalam 25 tahun (lihat Gambar 2.2) .

8


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 2.2: Kedalaman Banjir disebabkan oleh Hujan Februari 2007

Kedalaman Banjir (m)

Kedalaman Banjir (m)

5.0

5.0

Sangat Tinggi

Sangat Tinggi

4.0

4.0 Tinggi

Tinggi

3.0

3.0 Sedang

Sedang

2.0

Rendah

Rendah

1.0

Sangat Rendah

Sangat Rendah

0.0

Kondisi nyata (2007)

2.0

1.0

0.0

Setelah pelaksanaan ‘Tindakan mendesak’

Sumber: FHM

Gambar 2.4: Proporsi Luas Wilayah DKI Jakarta di Bawah Permukaan Laut

Gambar 2.3: Proporsi Luas Banjir di Wilayah DKI Jakarta 30%

25%

Proporsi Wilayah

Proporsi Wilayah

35%

20% 15% 10% 5% 0% 1 Tahun

2 Tahun

Kondisi Tahun 2007

5 Tahun

10 Tahun

Banjir Tahun 2007

25 Tahun

50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%

0m tidak terkontrol 1m tidak terkontrol

2.3m tidak terkontrol 0m terkontrol 1m terkontrol 2.3m terkontrol

1990

Setelah Rehab

2010

2030

2050

Tabel 2.1: Ringkasan Total Luas Banjir (ha) No

Kabupaten/Kota Kota Jakarta Selatan Kota Jakarta Timur Kota Jakarta Pusat Kota Jakarta Barat Kota Jakarta Utara DKI Jakarta

Banjir dari Banjir dari Laut Sungai (Runup 1.5 m) (Feb 2007) 287 4.201 1.662 4.644 8.409 19.202

147 560 2.247 10.608 13.415

Penurunan Tanah (+1 m diatas permukaan laut) Tanpa Kontrol Dengan Kontrol 2010 2030 2050 2030 2050 1 3 6 2 2 251 991 1.725 756 833 661 1.751 2.436 1.249 1.424 3.101 6.530 8.226 5.163 5.522 11.964 13.212 13.480 12.977 13.075 15.726 21.493 24.143 19.389 20.021

Tabel 2.2: Ringkasan Proporsi Luas Banjir (%) No

Kabupaten/Kota Kota Jakarta Selatan Kota Jakarta Timur Kota Jakarta Pusat Kota Jakarta Barat Kota Jakarta Utara DKI Jakarta

Banjir dari Banjir dari Laut Sungai (Runup 1.5 m) (Feb 2007) 2% 23% 34% 37% 60% 30%

0% 1% 12% 18% 76% 21%

Penurunan Tanah (+1 m diatas permukaan laut) Tanpa Kontrol Dengan Kontrol 2010 2030 2050 2030 2050 0% 0% 0% 0% 0% 1% 5% 9% 4% 4% 14% 36% 51% 26% 30% 25% 52% 65% 41% 44% 86% 95% 97% 93% 94% 25% 35% 40% 31% 32%

Sumber: JCDS

Penurunan Tanah: Meskipun penurunan tanah tidak dapat diidentifikasi sebagai bencana karena prosesnya lambat, tetapi penurunan tanah tetap merupakan faktor yang mengancam Jakarta, karena efeknya terhadap bahaya banjir dari laut maupun banjir dari sungai dan hujan. Untuk memperkirakan efek tersebut, telah dibuat estimasi elevasi tanah di masa depan dibandingkan dengan ketinggian permukaan laut rata-rata. Seri 9


JCDS, Agenda, 30 September 2011

pertama ini didasarkan pada elevasi yang akan terjadi apabila tidak ada langkah-langkah pengendalian penurunan tanah. Seri kedua ini didasarkan pada asumsi optimis bahwa telah dilaksanakan langkah untuk mengendalikan pengambilan air tanah dalam pada tahun 2015 yang diperkirakan akan mulai menunjukkan efek pada tahun 2018. Hasil estimasi menunjukkan bahwa dengan langkah-langkah yang dilakukan untuk mengendalikan penurunan tanah, sekitar 25% dari area DKI Jakarta akhirnya akan berada di bawah MSL. Dengan 23% di bawah MSL pada 2030, langkah-langkah untuk melindungi wilayah pesisir Jakarta telah menjadi mendesak. Jika pada tahun 2050 belum ada tindakan yang diambil, sekitar 37% wilayah DKI Jakarta akan terletak di bawah permukaan laut, sementara penurunan tanah akan berjalan terus (lihat Gambar 2.3 di bawah). Gambar 2.3: Kedalaman Banjir yang disebabkan oleh Banjir dari Laut 2030 Kedalaman Banjir: Tanpa Kontrol

2050 Kedalaman Banjir: Tanpa Kontrol

Flood Depth (m)

Flood Depth (m) Very High

Very High

5.0

4.0

5.0

4.0

High

High

3.0

3.0 Medium

Medium

2.0

2.0

Low

Low

1.0

1.0 Very Low

Very Low

0.0

2030 Kedalaman Banjir: Dengan Kontrol

0.0

2050 Kedalaman Banjir: Dengan Kontrol

Flood Depth (m)

Flood Depth (m) Very High

Very High

5.0

4.0

5.0

4.0

High

High

3.0

3.0 Medium

Medium

2.0

2.0

Low

Low

1.0

1.0 Very Low

Very Low

0.0

Sumber: JCDS

10

0.0


JCDS, Agenda, 30 September 2011

2.2

Kerentanan terhadap Banjir

2.2.1 Dampak Banjir Februari 2007 Banjir terakhir terutama disebabkan oleh hujan lebat yang mengakibatkan sungai meluap, seperti pada tahun 2002, 2007 dan 2008. Akan tetapi, banjir Pluit pada bulan November 2007 sepenuhnya disebabkan oleh banjir dari laut. Pada sub-bagian ini, banjir awal Februari 2007 dibahas secara lebih rinci, sebagai dasar untuk penilaian dampak di sub-bagian berikut. Sumber informasi yang digunakan adalah informasi simulasi dari proyek FHM 20072009 dan informasi tentang dampak diambil dari ‘Laporan Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Pasca Bencana Banjir Awal Februari 2007 di Wilayah Jabodetabek’. Gambar 2.5: Kedalaman Banjir Maksimal pada Kejadian Banjir Februari 2007

Kedalaman Banjir (m) 5.0

Sangat Tinggi

4.0 Tinggi

3.0 Sedang

2.0

Rendah

1.0

Sangat Rendah

0.0

Sumber: FHM

Informasi hidrologi banjir yang digunakan untuk penilaian kerentanan banjir meliputi peta kedalaman genangan banjir (lihat gambar atas) dan peta kecepatan aliran banjir. Informasi tentang dampak dari penilaian Bappenas (2007), yang digunakan sebagai dasar untuk estimasi dampak, diberikan dalam tabel di bawah ini.

11


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Tabel 2.3: Informasi dampak dari Banjir Februari 2007 Wilayah

Meninggal

Provinsi DKI Jak arta 1 Jakarta Pusat 2 Jakarta Utara 3 Jakarta Barat 4 Jakarta Selatan 5 Jakarta Timur Provinsi Jawa Barat 1 Kota Bogor 2 Kabupaten Bogor 3 Kota Depok 4 Kota Bekasi 5 Kabupaten Bekasi Provinsi Banten 1 Kota Tangerang 2 Kabupaten Tangerang Total

Rumah terendam

Mengungsi

48 3 11 17 1 16 18 7

276.333 41.821 20.947 46.779 61.796 104.990 271.796 372.000 256.424 15.000 42.278 29.697 12.581 590.407

3 4 4 13 5 8 79

89.770 15.289 8.207 6.627 23.297 36.350 52.972 453 589 6.083 9.624 36.223 3.000

145.742

Nilai kerusakan rumah 695.718 118.490 63.604 51.359 180.552 281.713 410.533 3.511 4.565 47.143 74.586 280.728 23.250 1.129.501

Sumber: BAPPENAS – UNDP, 2007

Tabel 2.4: Kerusakan dan Kerugian di Fasilitas Sosial di Jabodetabek T ota l Ja bode ta be k Jumlah TK yang rusak 15 Jumlah SD yang rusak 224 Jumlah SMP yang rusak 22 Jumlah SMA yang rusak 15 Jumlah sekolah 276 Puskesmas yang rusak 33 Fasilitas Ibadah 466 T ota l 775 KOMP ON E N

Sumber: BAPPENAS – UNDP, 2007

Ke rusa ka n (juta R p) 300,00 8.118,45 496,28 448,84 9.363,57

Ke rugia n (juta R p) 203,00 4.032,00 396,00 270,00 9.363,57

34.300,00 43.663,57

9.363,57

Tabel 2.5: Estimasi Kerusakan dan Kerugian Sektor Produktif Sektor

Kerusakan (Juta Rp)

Usaha Industri Besar Usaha Kecil dan Menengah 13.650,00 Usaha Mikro Informal 530,25 Perdagangan Pasar 1.020,11 Pariwisata Pertanian, Peternakan dan Perikanan Pertanian 3.094,85 Peternakan Perikanan 9.822,50 Total Sektor Ekonomi Produktif28.117,71 Sumber: BAPPENAS – UNDP, 2007

12

Kerugian (Juta Rp)

Total (Juta Rp)

2.000.000,00 729.000,00 46.000,00

2.000.000,00 742.650,00 46.530,25

61.247,51

62.267,62

11.012,50 13.893,31 6.210,13 2.867.363,45

14.107,35 13.893,31 16.032,63 2.895.481,16


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Dampak dari informasi yang tercantum di atas digunakan untuk estimasi kerentanan Jakarta terhadap banjir dari laut dan dampak dari penurunan tanah. Hasil analisis dampak sosialdemografi, dampak fisik dan dampak ekonomi dibahas di bagian berikut.

2.2.2 Potensi Dampak Sosial Demografis Bahaya Banjir Banjir tanpa pandang bulu; mempengaruhi lingkungan permukiman mewah, maupun permukiman kumuh/miskin. Banjir dapat mengakibatkan korban manusia, dan menyebabkan sakit, stres dan kesulitan bagi mereka yang terekspos/terpajan terhadapnya. Populasi yang terpapar digunakan sebagai indikator dampak demografi. Populasi terkena banjir dari laut diperkirakan mencapai 1,5 juta, sedangkan penduduk terkena banjir dari sungai pada bulan Februari 2007 diperkirakan mencapai 2,2 juta. Banjir serupa untuk tahun 2030 akan memaparkan 2,5 juta orang jika penurunan tanah tidak dikendalikan, tapi 'hanya' 2,2 juta jika penurunan tanah dikendalikan (lihat Gambar di bawah).

Gambar 2.6: Penduduk Terancam oleh Banjir

Gambar 2.7: Penduduk Terancam di Bawah Permukaan Laut

3.000.000

3.500.000

2.000.000

3.000.000

1.500.000

2.500.000

Penduduk

Penduduk

2.500.000

1.000.000 500.000

0m tidak terkontrol 1m tidak terkontrol

2.000.000

2.3m tidak terkontrol

1.500.000

0m terkontrol

1.000.000

-

1m terkontrol

500.000 1 Tahun

Kondisi Tahun 2007

2 Tahun

5 Tahun

10 Tahun

Banjir Tahun 2007

25 Tahun

2.3m terkontrol

1990

Setelah Rehab

2010

2030

2050

Tabel 2.6: Ringkasan Dampak Sosial Demografis (orang) No

Indikator Penduduk - Terimbas - Mengungsi

Banjir dari Banjir dari Laut Sungai (Runup 1.5 m) (Feb 2007) 2.236.075 192

1.519.229 189.904

Penurunan Tanah (+1 m diatas permukaan laut) Tanpa Kontrol Dengan Kontrol 2010 2030 2050 2030 2050 1.783.580 2.516.403 2.861.388 2.211.963 2.314.580 222.948 314.550 357.673 276.495 289.322

Sumber: JCDS

2.2.3 Potensi Dampak Fisik dari Bahaya Banjir Dampak dari banjir pada bangunan diperkirakan sebagai berikut:  

Dampak utama terutama untuk rumah-rumah pribadi karena kepadatan tinggi. Kerusakan rumah semi permanen dan non-permanen diperkirakan relatif lebih tinggi karena kualitas bangunannya lebih rendah. Fasilitas sosial seperti sekolah, fasilitas kesehatan dan rumah ibadah, di samping kerusakan pada konstruksi, juga aktivitasnya terganggu.

Dampak dari banjir pada prasarana diperkirakan sebagai berikut:     

Kerusakan tanggul sungai, kanal dan kolam retensi, meningkatkan pajanan terhadap banjir. Kerusakan jembatan dan jalan atau genangan jalan, mengganggu sirkulasi lalu lintas Kerusakan dan gangguan pasokan air dan sistem air limbah menimbulkan ancaman bagi kesehatan masyarakat. Kerusakan prasarana transportasi meliputi kerusakan jalan dan jembatan, jalan tol, kereta api dan jaringan angkutan umum Kerusakan pembangkit listrik dan jaringan listrik 13


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Perkiraan kerusakan rumah dapat digunakan sebagai indikator dampak prasarana. Kerusakan rumah yang disebabkan oleh banjir dari laut diperkirakan sebesar 21,9 juta USD. Kerusakan rumah yang disebabkan oleh banjir pada bulan Februari 2007 diperkirakan mencapai 75,8 juta USD. Banjir dengan hujan yang sama pada tahun 2030 akan menyebabkan kerusakan 87,5 juta USD jika penurunan tanah tidak dikendalikan, tapi 'hanya' 77,2 juta USD apabila penurunan tanah dapat dikendalikan (lihat Gambar di bawah). Gambar 2.9: Estimasi Kerusakan Rumah di Wilayah di Bawah Permukaan Laut

100.000

Kerusakan (dalam ribu USD)

Kerusakan (dalam ribu USD)

Gambar 2.8: Estimasi Kerusakan Rumah di Wilayah Banjir 80.000

60.000 40.000 20.000 1 Tahun Kondisi Tahun 2007

2 Tahun

5 Tahun

10 Tahun

Banjir Tahun 2007

25 Tahun

120.000

100.000

0m tidak terkontrol

80.000

1m tidak terkontrol

60.000

2.3m tidak terkontrol

40.000

0m terkontrol

20.000

1m terkontrol 2.3m terkontrol

1990

Setelah Rehab

2010

2030

2050

Tabel 2.7: Ringkasan Kerusakan Rumah dan Fasilitas Sosial (dalam ribu USD) No

Indikator Kerusakan Tempat Tinggal - Hilang - Rusak berat - Rusak ringan Jumlah Kerugian TT Fasilitas Pendidikan - TK - SD - SLTP - SLTA - SMK - Akademi - Sekolah lain Jumlah Fasilitas Pendidikan Fasilitas Kesehatan - Rumah Sakit - Puskesmas - Puskesmas Bantu Jumlah Fasilitas Kesehatan Fasilitas Ibadah Jumlah Rumah dan Fasilitas

Banjir dari Banjir dari Laut Sungai (Runup 1.5 m) (Feb 2007) 9.750 29.371 36.714 75.836 96 307 68 67 23 33 20 614 167 23 190 2.525 79.164

56 9.709 12.136 21.900 60 194 45 37 17 11 13 377 89 13 102 1.700 24.079

Penurunan Tanah (+1 m diatas permukaan laut) Tanpa Kontrol Dengan Kontrol 2010 2030 2050 2030 2050 8.278 23.547 29.433 61.257 71 233 55 47 20 22 13 462 111 17 128 2.025 63.872

11.469 33.813 42.266 87.548 102 342 78 70 27 22 27 668 167 23 190 2.858 91.264

13.387 38.162 47.703 99.252 118 389 90 80 30 33 30 770 200 27 227 3.267 103.516

10.091 29.809 37.261 77.161 89 299 68 60 23 22 20 581 144 20 164 2.508 80.415

10.468 31.167 38.957 80.592 93 315 73 63 27 22 23 616 144 23 168 2.625 84.001

Sumber: JCDS

2.2.4 Potensi Dampak Ekonomi dari Bahaya Banjir Banjir dapat menggenangi atau mengisolasi bidang bisnis, kawasan industri, pembangkit listrik, pelabuhan dan bandara regional yang menyebabkan gangguan ekonomi dan kerugian keuangan. Penurunan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh bencana banjir dari laut dalam kondisi saat ini diperkirakan sebesar 0,48% untuk wilayah Jakarta (atau kerugian ekonomi sekitar 186 juta USD). Hal ini hampir sama tinggi dengan penurunan pertumbuhan 0,52% (atau kerugian ekonomi sekitar 205 juta USD) yang diperkirakan dari Banjir Februari 2007. Pada tahun 2050 nilai-nilai ini diperkirakan meningkat menjadi 0,63% jika penurunan tanah tidak terkontrol, dan 0,57% jika dapat dikontrol (lihat Gambar 2:10 dan 2:11 di bawah). 14


Gambar 2.10: Estimasi Penurunan Pertumbuhan Ekonomi disebabkan oleh Banjir

Penurnunan Pertumbuhan Ekonomi (%)

Penurunan Pertumbuhan Ekonomi (%)

JCDS, Agenda, 30 September 2011

0,60% 0,50% 0,40% 0,30% 0,20%

0,10% 0,00% 1 Tahun

2 Tahun

Kondisi Tahun 2007

5 Tahun

10 Tahun

Banjir Tahun 2007

25 Tahun

Gambar 2.11: Estimasi Penurunan Pertumbuhan Ekonomi per Ketinggian Banjir di atas Permukaan Air Laut 1,00% 0m tidak terkontrol

0,80%

1m tidak terkontrol

0,60%

2.3m tidak terkontrol

0,40%

0m terkontrol

0,20%

1m terkontrol

0,00%

2.3m terkontrol 1990

Setelah Rehab

2010

2030

2050

Tabel 2.8: Ringkasan kerugian PDRB (dalam ribu USD) No

Indikator Pertanian Pertambangan/Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Rest. Perhubungan Keuangan Jasa-jasa Jumlah Penurunan Pertumbuhan Ekonomi

Banjir dari Banjir dari Laut Sungai (Runup 1.5 m) (Feb 2007) 16.488 1.515.627 6.543 68.835 59.719 80.555 68.878 30.288 1.846.933 0,53%

14.673 1.463.444 5.975 45.483 38.520 60.133 28.832 17.265 1.674.325 0,48%

Penurunan Tanah (+1 m diatas permukaan laut) Tanpa Kontrol Dengan Kontrol 2010 2030 2050 2030 2050 16.996 21.914 24.208 20.251 20.767 1.669.751 1.979.771 2.114.762 1.893.620 1.922.700 6.896 8.918 9.870 8.217 8.441 53.655 82.635 98.388 71.205 74.838 45.713 71.954 86.229 61.564 64.832 70.449 100.156 115.594 89.066 92.540 35.042 75.111 98.924 57.673 63.398 20.535 34.892 43.046 28.993 30.895 1.919.037 2.375.350 2.591.021 2.230.590 2.278.412 0,55% 0,68% 0,74% 0,64% 0,65%

Sumber: JCDS

2.2.5 Distribusi Kerentanan terhadap Bahaya Banjir Untuk analisis risiko informasi dampak dikonversi menjadi indeks kerentanan, berdasar struktur pohon yang ditampilkan di Gambar 2.12. Sejalan dengan penilaian dampak, pembagian utama indeks kerentanan juga dibagi antara sub-indeks kerentanan sosialdemografis, sub-indeks kerentanan fisik dan sub-indeks kerentanan ekonomi. Setiap subindeks terdiri dari satu atau lebih parameter, yang dikombinasikan dengan bobot. Gambar 2.12: Struktur Analisis Kerentanan

Kerentanan sosial, kerentanan fisik dan kerentanan ekonomi telah dipetakan (Lihat Gambar 2.13 di bawah ini). Semua parameter yang paling rentan berada di Jakarta Pusat. Tiga peta bersama-sama memberikan kerentanan keseluruhan. 15


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 2.13: Hasil Analisis Kerentanan Kerentanan Sosial

Kerentanan Fisik

Indeks Sosial Demografi 0.0

0.2

Sangat Rendah

0.4 Rendah

0.6 Sedang

Indeks Kerentanan Fisik 0.8

Tinggi

1.0

0.0

0.2

Sangat Rendah

Sangat Tinggi

0.4 Rendah

0.6 Sedang

Kerentanan Ekonomis

0.2

0.4

0.6

0.8

0.0

Rendah

Sedang

Tinggi

0.2

Indeks Kerentanan Banjir 0.4

0.6

0.8

1.0 Sangat Rendah

Sangat Rendah

1.0 Sangat Tinggi

Kerentanan Total

Indeks Kerentanan Ekonomi 0.0

0.8 Tinggi

Sangat Tinggi

Sumber: JCDS

16

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat Tinggi

1.0


JCDS, Agenda, 30 September 2011

2.3

Kapasitas Intervensi

Kebalikan dari kerentanan, kapasitas melihat ke dalam kekuatan kondisi lokal masyarakat dan pemerintah untuk menangani banjir. Kapasitas dapat dibagi menjadi kapasitas tata ruang dan lingkungan, kapasitas sosial-ekonomi, kapasitas fisik dan sosial kelembagaan (lihat Gambar 2.14 di bawah). Gambar 2.14: Struktur Analisis Kapasitas

2.3.1 Kapasitas Tata Ruang dan Lingkungan 

Reboisasi dan retensi hulu: Wilayah hutan hulu dan kolam retensi membantu untuk menyimpan air hujan yang berlebihan, dan melepaskan secara perlahan-lahan ke sungai. Sehingga reboisasi dan pembangunan kolam retensi dapat mengurangi bahaya banjir.



Ruang untuk Air: Dampak banjir dapat dikurangi dengan pemeliharaan bantaran sungai dan wilayah retensi. Sehingga dalam rencana tata ruang harus diidentifikasi ruang / zona yang boleh tergenang apabila sungai membawa debit tinggi.



Zona hijau perkotaan: Daerah hijau di kota membantu menyerap air hujan dan menginfiltrasikannya ke dalam tanah. Daerah ini dapat memberikan ruang untuk air yang disebutkan sebelumnya, terutama jika daerah itu tergabungkan dengan danau / kolam retensi. Menurut peraturan nasional tentang perencanaan tata ruang, setiap kota harus menargetkan untuk memiliki paling tidak 30% "hutan kota". Di DKI Jakarta hanya memiliki 9,6% daerah hijau.

2.3.2 Kapasitas Sosial / Ekonomi 

Kapasitas untuk bertahan dan pemulihan kembali: Kondisi kesehatan, pendidikan, ekonomi dan sosial adalah kapasitas utama yang diperlukan untuk bertahan dan pemulihan kembali dari bencana. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Pemberdayaan Jender (IDG) dirancang untuk memberikan indikasi status kapasitas ini.

17


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Kesadaran Publik: Kesadaran publik tentang bahaya banjir yang ada, dan persiapan yang perlu diambil ketika banjir datang, sangat dapat mengurangi dampak yang disebabkan oleh banjir (jumlah korban, kehilangan aset, dll).

Kesiapan dan kemauan untuk merespons: Bencana banjir sering terjadi tiba-tiba di daerah yang relatif besar. Dalam kondisi ini masyarakat harus mampu menangani dampak banjir dengan sendirinya, karena bantuan nasional dan internasional sering memerlukan beberapa hari sebelum mencapai seluruh masyarakat di daerah bencana. Oleh karena itu, kerjasama antara anggota masyarakat adalah sangat penting.

2.3.3 Kapasitas fisik 

Prasarana yang mengurangi bahaya banjir: Dalam menanggapi masalah banjir tahuntahun terakhir Pemerintah Indonesia telah mulai membangun beberapa infrastruktur besar, seperti pembangunan Banjir Kanal Timur dan meninggikan jalan tol ke bandara internasional Soekarno-Hatta. Langkah-langkah lain yang diperlukan, mencakup pembangunan kolam retensi, dan perluasan sistem polder.

Prasarana dukungan: Sebuah sistem prasarana pendukung yang berfungsi dengan baik, seperti jaringan jalan, listrik, penyediaan komunikasi, air dan prasarana air limbah selalu harus tersedia, tetapi terutama menjadi penting dalam kasus bencana alam, untuk mengevakuasi orang dan memfasilitasi misi penyelamatan. Ketika prasarana pendukung rusak oleh bencana, kapasitas harus tersedia untuk sesegera mungkin memperbaiki sistem kembali.

Tempat pengungsian dan fasilitas kesehatan: Tempat pengungsian dan fasilitas kesehatan merupakan kepentingan utama selama fase bantuan setelah bencana. Bangunan publik seperti sekolah, kantor pemerintah, bangunan keagamaan dan stadion olahraga yang dapat berfungsi sebagai tempat penampungan harus diidentifikasi, dan disiapkan untuk digunakan. Fasilitas kesehatan (rumah sakit, klinik dan pusat kesehatan) harus siap untuk menangani korban dalam jumlah besar.

Fasilitas dan peralatan penyelamatan: Helikopter, dan speed-boat karet harus tersedia untuk mendukung misi penyelamatan.

2.3.4 Kapasitas Kelembagaan 

Kapasitas respons terhadap bencana banjir: Lembaga harus memiliki tanggung jawab yang jelas, rencana dan prosedur mitigasi bencana harus tersedia dan disebarluaskan dalam setiap organisasi.

Hukum dan peraturan: Beberapa undang-undang baru dikeluarkan, seperti UU 24 Tahun 2007 tentang Mitigasi Bencana, dan UU 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang mengharuskan Pemerintah Nasional, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah untuk mempersiapkan peta risiko bencana didasarkan pada bahaya, kerentanan dan kapasitas untuk mengatasi bencana alam, dan yang harus menjadi dasar untuk rencana mitigasi bencana berdasarkan rencana tata ruang (RTRW) dan program investasi (RPJM).

Sistem peringatan dini: Melalui prakiraan cuaca dan pengukuran debit sungai hulu, masyarakat dapat memperoleh informasi tentang risiko banjir yang mungkin terjadi, dan disarankan untuk mengambil tindakan pencegahan. Namun, rentang waktu peringatan masih pendek di Jakarta dan perlu diperpanjang.

18


JCDS, Agenda, 30 September 2011



Operasi dan pemeliharaan prasarana: Tugas-tugas pemeliharaan yang paling utama adalah pembersihan / pengerukan saluran dan sungai untuk mempertahankan kapasitas desain tersedia. Selanjutnya, pintu air dan stasiun pompa harus dioperasikan oleh petugas yang berkualitas. Saat ini, pemeliharaan sistem pengendalian banjir tidak memadai di banyak lokasi, kecuali untuk jalur banjir utama seperti Banjir Kanal Barat dan Timur.



Kapasitas untuk membangun prasarana pengendalian banjir utama: Pembangunan prasarana pengamanan laut adalah tugas spesifik yang membutuhkan keahlian khusus. Jika keahlian ini tidak tersedia secara nasional, pelaksanaan pekerjaan tersebut harus dikontrakkan kepada kontraktor internasional.

2.3.5 Distribusi Kapasitas untuk Mengatasi Bahaya Banjir Kapasitas Sosial ekonomi, kapasitas fisik dan kapasitas kelembagaan telah dipetakan (Lihat Gambar 2.15 di bawah ini). Saat ini kapasitas tertinggi adalah di tengah DKI Jakarta. Tiga peta bersama-sama menghasilkan kapasitas keseluruhan. Gambar 2.15: Hasil Analisis Kapasitas Kapasitas Sosial Ekonomi

Kapasitas Fisik

Indeks Kapasitas Sosial-Ekonomi 0.0

0.2

Sangat Rendah

0.4 Rendah

0.6 Sedang

0.8 Tinggi

Indeks Kapasitas Fisik

1.0

0.0

Sangat Tinggi

0.2

Sangat Rendah

0.4 Rendah

Kapasitas Kelembagaan

0.2

Sangat Rendah

0.4 Rendah

0.6 Sedang

0.8 Tinggi

0.8 Tinggi

1.0 Sangat Tinggi

Peta Indeks Kapasitas

Indeks Kapasitas

Indeks Kapasitas Kelembagaan 0.0

0.6 Sedang

0.0

1.0

0.2

Sangat Rendah

Sangat Tinggi

Sumber: JCDS

19

0.4 Rendah

0.6 Sedang

0.8 Tinggi

1.0 Sangat Tinggi


JCDS, Agenda, 30 September 2011

2.4

Penilaian Risiko Bencana Banjir

Risiko Bencana didefinisikan sebagai kemungkinan dampak tertentu untuk bencana tertentu. Beberapa metodologi digunakan untuk pemetaan risiko bencana. Metodologi yang paling sering digunakan adalah analisis risiko bencana berdasar indeks, dibanding dengan metodologi yang menghasilkan unit yang lebih kuantitatif seperti 'kemungkinan hilangnya nyawa', atau 'kemungkinan hilangnya aset'. Metodologi yang digunakan untuk pemetaan risiko dalam bab ini didasarkan pada sistem indeks yang menggunakan rumus berikut: di mana:

RH*

V C

R:

Risiko Bencana (Risk)

H:

Ancaman Bahaya (Hazard): frekuensi (kemungkinan) kejadian bencana dengan intensitas tertentu di lokasi tertentu

V:

Kerentanan (Vulnerability): kerugian yang diperkirakan (dampak) di daerah tertentu dari kejadian bencana tertentu dengan intensitas tertentu. Perhitungan variabel ini biasanya didefinisikan sebagai pajanan (dari populasi, aset, dll) kali sensitivitas untuk intensitas bencana tertentu

C:

Adaptif Kapasitas (Capacity): kapasitas yang tersedia di daerah tersebut untuk mencegah bencana tertentu atau untuk pemulihan dari bencana tersebut.

Untuk menghasilkan peta risiko, setiap parameter dikonversi dahulu ke nilai indeks antara 0 dan 1, sebelum rumus di atas digunakan. Untuk tujuan ini semua indikator dikonversi ke peta raster terdahulu. Peta risiko yang dihasilkan menunjukkan nilai risiko relatif, yang dimaksud untuk mengidentifikasi distribusi risiko berdasar lokasi dan waktu. Berdasarkan prinsip di atas, peta risiko banjir telah disiapkan untuk risiko banjir dari laut, risiko banjir dari sungai dan efek dari penurunan tanah untuk risiko banjir. Peta hasil analisis lengkap disajikan dalam Atlas. Beberapa peta ditampilkan di bawah ini: Gambar 2.16: Hasil Analisis Risiko Banjir Risiko Banjir dari Laut

0.0

Sangat Rendah

0.2

Indeks Risiko Banjir 0.4

Rendah

0.6

Sedang

Tinggi

0.8

Risiko Banjir dari Sungai (2007)

0.0

1.0

Sangat Rendah

Sangat Tinggi

Sumber: JCDS

20

0.2

Indeks Risiko Banjir 0.4

Rendah

0.6

Sedang

Tinggi

0.8

1.0

Sangat Tinggi


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 2.17: Peta risiko banjir dengan dan tanpa pengendalian penurunan tanah Risiko Banjir 1990

0.0

Indeks Risiko Banjir

0.2

Sangat Rendah

0.4

Rendah

0.6

Sedang

0.8

Tinggi

Risiko Banjir 2010

1.0

0.0

Sangat Tinggi

0.2

Sangat Rendah

Indeks Risiko Banjir 0.4

Rendah

0.6

Sedang

0.8

Tinggi

Sangat Rendah

0.2

Indeks Risiko Banjir 0.4

Rendah

0.6

1.0

0.0

Sangat Tinggi

Sedang

Tinggi

0.8

Rendah

0.6

Sedang

0.8

Tinggi

1.0

Sangat Tinggi

Risiko Banjir 2020: Dengan Kontrol

Indeks Risiko Banjir

0.2

Sangat Rendah

Risiko Banjir 2030: Tanpa Kontrol

0.0

0.4

Sangat Rendah

Risiko Banjir 2020: Tanpa Kontrol

0.0

Indeks Risiko Banjir

0.2

0.4

Rendah

0.6

Sedang

Tinggi

0.8

1.0

Sangat Tinggi

Risiko Banjir 2030: Dengan Kontrol

0.0

1.0

Sangat Rendah

Sangat Tinggi

Sumber: JCDS

21

0.2

Indeks Risiko Banjir 0.4

Rendah

0.6

Sedang

Tinggi

0.8

1.0

Sangat Tinggi


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Risiko Banjir 2040: Tanpa Kontrol

0.0

Indeks Risiko Banjir

0.2

0.4

Sangat Rendah

Rendah

0.6

Sedang

Tinggi

0.8

Risiko Banjir 2040: Dengan Kontrol

1.0

0.0

Sangat Tinggi

Sangat Rendah

Risiko Banjir 2050: Tanpa Kontrol

0.0

0.2

Sangat Rendah

Indeks Risiko Banjir 0.4

Rendah

0.6

Sedang

Tinggi

0.8

0.2

Indeks Risiko Banjir 0.4

Rendah

0.6

Sedang

0.8

Tinggi

1.0

Sangat Tinggi

Risiko Banjir 2050: Dengan Kontrol

1.0

0.0

Sangat Tinggi

Sangat Rendah

0.2

Indeks Risiko Banjir 0.4

Rendah

0.6

Sedang

Tinggi

0.8

1.0

Sangat Tinggi

Sumber: JCDS

Kesimpulan dan Rekomendasi:    

Dampak banjir dari laut akan kira-kira sama dengan dampak bencana banjir Februari 2007 dalam hal skala dan lokasi. Penurunan tanah secara substansial memperburuk efek banjir dari laut maupun banjir dari sungai. Penurunan tanah dapat dihentikan secara efektif dengan menghentikan ekstraksi air tanah dalam. Risiko banjir dapat dikurangi dengan mengurangi kerentanan melalui relokasi penduduk dan pusat-pusat kegiatan yang mempunyai bahaya banjir, dan dengan sistem peringatan dini dan jalur evakuasi. Risiko banjir dapat dikurangi dengan meningkatkan kapasitas pemerintah untuk memprediksi dan merespons banjir, dengan meningkatkan kapasitas masyarakat untuk bereaksi secara memadai jika banjir terjadi dan dengan meningkatkan kapasitas prasarana untuk mencegah banjir.

22


JCDS, Agenda, 30 September 2011

3

Rencana dan Strategi yang Ada

Strategi Pengamanan Pantai Jakarta perlu mempertimbangkan strategi dan rencana yang ada di tingkat nasional, regional, provinsi dan kabupaten. Ini terutama relevan untuk menyinkronkan perencanaan tata ruang dan perencanaan prasarana antara tingkat pemerintah yang berbeda, dan di wilayah perbatasan propinsi dan kabupaten. 3.1

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

3.1.1

Perencanaan Tata Ruang Jabodetabekpunjur (Perpres 54/2008)

Teluk Jakarta terletak di Kawasan Strategis Nasional Jabodetabekpunjur (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur). Perencanaan tata ruang untuk daerah ini telah disusun melalui Peraturan Presiden (Perpres 54/2008), yang berfungsi sebagai pedoman untuk perencanaan dan pembangunan terpadu dan sinkronisasi di wilayah Jabodetabekpunjur. Selain instruksi dan parameter perencanaan, dalam peraturan ini terdapat tiga peta skala 1:50.000 yang terdiri dari (1) rencana struktur ruang dan rencana pola ruang, (2) rencana sistem transportasi, dan (3) rencana sumber daya air dan sistem pengendalian banjir. Rencana struktur ruang dan pola ruang membagi ke dalam 3 zona yaitu :zona konservasi, zona pengembangan, dan zona perlindungan pantai, dengan kode P1 sampai P5. Dalam zona perlindungan pantai P2 sampai P5, reklamasi dapat diimplementasikan dalam bentuk pulau-pulau dengan jarak minimal 200-300 m dari garis pantai yang ada, sampai kedalaman maksimum - 8 m. Penggunaan lahan Reklamasi baru harus kompatibel dengan penggunaan lahan yang di sekitarnya. Satu-satunya zona perlindungan yang tidak mengijinkan reklamasi (P1) terletak di sepanjang kawasan konservasi di Kabupaten Bekasi (Lihat Gambar 3.1 di bawah). Gambar 3.1: Teluk Jakarta di Rencana Struktur Ruang dan Pola Ruang

Sumber: Perpres 54/2008

23


JCDS, Agenda, 30 September 2011

3.1.2

Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2011-2030

Dalam RTRW DKI Jakarta, reklamasi telah direncanakan lebih lanjut. Daerah reklamasi direncanakan sebagai wilayah pengembangan strategis, yang didukung rencana "Pusat Kegiatan Primer" di tengah-tengah daerah itu, dan reklamasi lahan telah diintegrasikan ke rencana jaringan jalan dan keamanan pantai dalam rencana struktur ruang. Rencana pola ruang membedakan kawasan industri (bagian timur), kawasan perkantoran (bagian tengah), kawasan permukiman (bagian barat) dan kawasan hijau (Lihat Gambar 3.2 di bawah). Selanjutnya, wilayah sebelah timur Tanjung Priok telah ditunjuk sebagai kasawan Strategis Ekonomi Khusus yang dikenal kawasan 'Marunda', sedangkan sisanya dari daerah reklamasi direncanakan sebagai Kawasan Startegis Pesisir dengan fungsi ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Kawasan Strategis lain yang relevan untuk JCDS adalah Kawasan Strategis Lingkungan Banjir Kanal Barat, Ciliwung dan Banjir Kanal Timur, sedangkan kota tua Batavia didefinisikan sebagai Kawasan Strategis sosial-budaya. Gambar 3.2: Teluk Jakarta dalam Rencana Pola Ruang DKI Jakarta

Sumber: RTRW DKI Jakarta 2011 - 2030

Menurut RTRW DKI Jakarta, implementasi reklamasi memerlukan rencana berikut:          

Rencana Teknis Reklamasi Rencana penggunaan lahan di bidang reklamasi Desain reklamasi Rencana Prasarana Penilaian Dampak Lingkungan Rencana Pengelolaan Lingkungan Rencana Pemantauan Lingkungan Lokasi sumber bahan Rencana Keuangan Rencana air bersih, air limbah dan pengendalian banjir

24


JCDS, Agenda, 30 September 2011

3.1.3

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang

Selain DKI Jakarta, Tangerang juga memiliki rencana untuk reklamasi pantai. RTRW Kabupaten Tangerang merencanakan reklamasi tujuh pulau. Lima pulau diusulkan untuk pengembangan daerah pemukiman, satu pulau untuk pembangunan pelabuhan terpadu dan satu pulau untuk pembangunan kawasan industri. Total area reklamasi yang direncanakan sekitar 9000 ha. Gambar 3.3: Wilayah Pesisir pada Rencana Pola Ruang Tangerang

Sumber: RTRW Tangerang 2030

3.1.4

Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi

RTRW Bekasi tidak menyebutkan reklamasi pantai secara eksplisit. Menurut RTRW Jabodetabekpunjur, reklamasi terbatas pada daerah Marunda Teluk Jakarta, sebelah timur Kanal Banjir Timur. Pada kenyataan reklamasi pantai telah mulai di laksanakan, langsung terhubung ke tanah daratan, tanpa buffer 200 meter seperti yang dipersyaratkan oleh RTRW Jabodetabekpunjur.

Gambar 3.4: Teluk Jakarta di Rencana Pola Ruang Bekasi

Sumber: Draft RTRW Bekasi 2030

25


JCDS, Agenda, 30 September 2011

3.2

Transportasi

3.2.1 Transportasi dalam RTRW Jabodetabekpunjur Dalam RTRW Jabodetabekpunjur, sistem transportasi didefinisikan sebagai sistem terintegrasi dan intermoda, yang menghubungkan antara tansportasi darat, laut dan udara. Sistem transportasi darat dibagi lagi ke transportasi jalan, kereta api dan sungai / danau (Lihat Gambar 3.5). Panduan yang diberikan RTRW Jabodetabekpunjur untuk pengembangan sistem transportasi darat adalah: a. Penataan angkutan masal jalan rel dan angkutan jalan; b. Peningkatan pemanfaatan jaringan jalur kereta api pada ruas-ruas tertentu sebagai prasarana pergerakan komuter dari wilayah Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok ke Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan sebaliknya; c. Pemisahan penggunaan prasarana antara jaringan jalur kereta api yang bersifat komuter dan jaringan jalur kereta api yang bersifat regional dan jarak jauh; d. Pengembangan jalan yang menghubungkan antar wilayah dan antar pusat permukiman, industri, pertanian, perdagangan, jasa dan simpul-simpul transportasi serta pengembangan jalan penghubung antara jalan selain jalan tol dengan jalan tol; e. Pengembangan jalan tol dalam kota di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang terintegrasi dengan jalan tol antarkota sesuai dengan kebutuhan nyata; f.

Pembangunan jalan setingkat jalan arteri primer atau kolektor primer yang menghubungkan Cikarang di Kabupaten Bekasi ke pelabuhan Tanjung Priok di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Citayam di Kota Depok ke jalan lingkar luar di Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

g. Pembangunan jalan rel yang menghubungkan Cikarang di Kabupaten Bekasi ke pelabuhan Tanjung Priok di Daerah Khusus Ibukota Jakarta; h. Pengembangan sistem jaringan transportasi masal yang menghubungkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan pusat-pusat kegiatan di sekitarnya; i.

Pengembangan sistem transportasi masal cepat yang terintegrasi dengan bus, perkeretaapian monorel, dan moda transportasi lainnya; dan

j.

Pengembangan sistem transportasi sungai yang terintegrasi dengan moda transportasi lainnya.

26


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 3.5: Rencana Sistem Transportasi Darat Jabodetabekpunjur

Sumber: Perpres 54/2008

Pengembangan transportasi laut dan udara harus mendukung transportasi penumpang dan kargo, masuk dan keluar dari wilayah secara efisien. Untuk menjamin keselamatan, semua moda transportasi harus disediakan dengan peralatan dan prosedur keselamatan, dan perencanaan harus memperhatikan penggunaan ruang di terminal dan di sepanjang jaringan transportasi. 3.2.2

Transportasi di RTRW DKI Jakarta

Menurut RTRW DKI Jakarta 2011-2030, tujuan utama dari pengembangan sistem transportasi umum perkotaan adalah untuk menciptakan sistem transportasi yang efisien yang dapat mendukung pertumbuhan sosial-ekonomi yang positif, menciptakan kesetaraan kesempatan untuk perjalanan nyaman dan aman bagi seluruh masyarakat, penekanan pada peningkatan transportasi umum masal (lihat Gambar 3.6). Pada saat ini, dua mode transportasi publik yang diadakan di Jakarta: Bus Rapid Transit sistem (Trans-Jakarta Busway) dan Kereta Mass Rapid Transit (MRT). Di masa depan, jenis lain dari moda transportasi juga akan dikembangkan. Sungai dan kanal di Jakarta mempunyai kemungkinan untuk pengembangan transportasi sungai. Untuk ini diperlukan tingkat air sungai yang lebih stabil.

27


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 3.6: Pusat Kegiatan Ekonomi dengan Usulan Jaringan Arteri dan Transportasi Umum Masal

Sumber: RTRW DKI Jakarta 2011 - 2030

Selain pembangunan prasarana transportasi, langkah-langkah untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi juga direncanakan. Kebijakan yang diusulkan mencakup 3-in-1, Electronic Road Pricing (ERP) dan car-pooling. Kebijakan yang telah dilakukan untuk mengontrol lalu lintas barang meliputi:  

Pembatasan waktu untuk transportasi berat untuk menggunakan jalan tol, di mana transportasi berat hanya dapat menggunakan jalan tol pada malam hari; Penerapan tarif tol yang lebih tinggi untuk transportasi berat khusus selama jam puncak.

Pada dasarnya, manfaat dari kebijakan ini adalah pengurangan kemacetan jalan raya di gerbang tol dan di jalan raya. Kerugian kebijakan ini termasuk gangguan distribusi barang, gangguan pada penjadwalan dan sistem persediaan pergudangan, dan inefisiensi dari gerakan pengiriman. 3.2.3

Rencana Pengembangan Transportasi

Rencana pengembangan transportasi seperti yang dijelaskan dalam Rencana Tata Ruang Jakarta diadopsi dari SITRAMP II (Study on Integrated Transportation Master Plan for JABODETABEK (Phase II)), yang disiapkan oleh JICA pada tahun 2002 dan dari 'Pola Transportasi Makro’ yang disiapkan oleh DKI Jakarta pada tahun 2003, dan direvisi pada tahun 2007. Gambaran dari isi laporan ini dijelaskan di bawah ini. Kebijakan Pengembangan Tata Ruang Pengembangan tata guna lahan sesuai dengan Jabodetabekpunjur 2020, DKI Jakarta diperkirakan akan tetap sebagai pusat utama perkembangan kota bagi 28


JCDS, Agenda, 30 September 2011

wilayah Jabodetabek (SITRAMP phase II, 2003) , namun secara perlahan kota-kota pendukung di wilayah Bodetabek akan muncul yang disebut sebagai sub center. Selain pengembangan sub-center, ada beberapa kebijakan penataan ruang lainnya yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan pelayanan sistem transportasi di DKI Jakarta antara lain:     

Penataan pengembangan ruang yang selaras dengan pola jaringan transportasi, khususnya jaringan angkutan umum massal. Penerapan kebijakan insentif dan dis-insentif pada tingkat DKI Jakarta Pemindahan beberapa aktifitas pemerintahan Pemda DKI Jakarta ke kawasan Timur dan Barat Pemindahan Aktifitas Pemerintahan Pusat Revisi kebijakan rencana tata ruang DKI Jakarta

Sejalan dengan tujuan dan strategi dari RTRW DKI Jakarta, Rencana Induk Transportasi mendukung pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial dengan mempromosikan penggunaan transportasi umum dan mengurangi kemacetan lalu lintas. Pengembangan Jaringan Jalan Peningkatan/Pembangunan Jaringan Arteri dan Kolektor Ketidakjelasan klasifikasi fungsional jalan di DKI Jakarta menyebabkan terjadinya mixed traffic antara lalu-lintas jarak dekat dan jarak jauh, sehingga perlu dikembangkan pola jaringan jalan yang lebih pasti (sesuai dengan peraturan perundangan) dan mengatur perjalanan hingga tidak terjadi mixed traffic. Mengacu kepada kajian-kajian terdahulu didapati pola jaringan jalan khususnya jalan arteri dalam kondisi tidak ideal. Prinsip kesinambungan jaringan tidak terpenuhi, sehingga skenario pengembangan pola jaringan, untuk jaringan arteri khususnya, secara umum terdiri dari sistem jaringan jalan lingkar yaitu lingkar dalam (inner ring road) dan lingkar luar (outer ring road), jaringan radial yang melayani kawasan diluar jalan lingkar dalam menuju kawasan di dalamnya dan jaringan jalan berpola grid di wilayah pusat kota.

29


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 3.7: Usulan Pola Jaringan Arteri

Sumber: RTRW DKI Jakarta 2011 - 2030

Peningkatan Kapasitas Jalan Sebuah sistem jaringan jalan yang baik dan efisien harus dikembangkan, dengan klasifikasi fungsi jalan yang proporsional. Program perbaikan fasilitas jalan yang diusulkan dalam RTRW DKI Jakarta adalah: 

Penyelesaian Jalan Lingkar Luar Jakarta (JORR) JORR mempunyai peranan yang penting pada jaringan jalan di Jabodetabek yang berfungsi untuk mendistribusikan perjalanan dan pengalihan lalu-lintas dari CBD, bahkan JORR diharapkan dapat memenuhi angkutan barang/peti kemas dari pelabuhan internasional Tanjung Priok untuk mengurangi beban di ruas tol Bekasi - Cawang dan untuk membangkitkan lalu-lintas jalan tol serpong. Ruas JORR yang saat ini belum dan harus terkoneksi adalah sebagai berikut ; Pondok Pinang – Puri Kembangan; Puri Kembangan – Sedyatmo; Rorotan – Tanjung Priok.

Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Bebas Hambatan DKI Jakarta Untuk membantu meningkatkan kapasitas, rasio arteri terhadap sistem jaringan, dan aksesibilitas perlu dibangun jalan arteri yang bersifat bebas hambatan pada koridor-koridor yang terindikasi menampung beban lalu lintas besar dan cenderung bersifat mixed traffic serta yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan primer maupun sekunder

Pembangunan Fly Over dan Underpass Didalam wilayah pusat kota DKI, pengembangan jaringan secara ekstensif terkendala oleh lahan dan dana serta beberapa kebijakan tata ruang lainnya. Skenario yang relatif lebih mudah dilakukan adalah menghilangkan titik-titik konflik pada persimpangan melalui pembangunan simpang tidak sebidang berupa 30


JCDS, Agenda, 30 September 2011

jembatan layang dan terowongan, terutama pada lokasi-lokasi yang dapat mendukung jalur-jalur angkutan massal baik berbasis jalan maupun rel. Gambar 3.8: Rencana Jaringan Jalan Arteri DKI Jakarta

Sumber: RTRW DKI Jakarta 2011 - 2030

Gambar 3.9: Status Pembangunan Jaringan Jalan Tol Di Jabodetabekpunjur

31


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Peningkatan dan Pengembangan Jaringan Angkutan Kereta Api Untuk mengakomodasi potensi pergerakan di tahun 2030 mendatang, konsep pengembangan sistem angkutan kereta api terbagi menjadi dua bagian, yaitu:  

Pembenahan dan penguatan sistem dan infrastruktur fisik yang bersifat menguatkan yang sudah ada (tidak menambah jaringan baru). Pengembangan sistem dan jaringan baru yang secara langsung meningkatkan kapasitas angkut.

Pengembangan sistem dan kapasitas pelayanan yang bersifat menguatkan dan menata sistem dan jaringan yang ada secara rinci terdiri dari : 

Penguatan jaringan yang sudah ada berupa peningkatan frekuensi dan jumlah rangkaian kereta dengan tetap memenuhi persyaratan keselamatan operasional.

Peningkatan operasional trayek jalur melingkar (circle/loop line) pada jaringan kereta Jabodetabek untuk mengakomodasi potensi penumpang yang berpindah jalur.

Perbaikan dan peningkatan secara fisik dan kualitas pelayanan dari fasilitas pendukung seperti: stasiun; sistem signal; persilangan; sistem tiket dan transaksi tiket

Peningkatan dan pengembangan fasilitas yang memberikan kemudahan menuju dan dari lokasi stasiun kereta api yang terdiri dari: (1) Penguatan dan Pengembangan fasilitas transfer antar moda; (2) Pengembangan dan pengadaan sistem feeder bus-KA; (3) Penyediaan fasilitas pejalan kaki; (4) Penyediaan fasilitas park and ride untuk mobil, sepeda motor dan sepeda.

Gambar 3.10: Rencana Trayek Jalur Melingkar Pertemuan Multimodal dengan stasiun kereta api

Sumber: "Blueprint of National Railways", Direktorat Jenderal Transportasi Rel Kereta Api

32


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Konsep Pengembangan Jaringan (Rel) Angkutan Kereta Api Pengembangan jaringan baru yang layak dipertimbangkan untuk mengakomodasi potensi demand dan perkembangan penggunaan lahan sebagai dampak perubahan tata ruang hingga tahun 2030, yaitu:

  

Pengembangan jalur (track) baik secara layang maupun permukaan

pada jaringan rel Jabodetabek. Peningkatan jumlah jaringan ini diharapkan mampu mengakomodasi potensi demand pada tahun 2030 seperti; Jalur (track) ke dan dari Bandara Soekarno-Hatta; Jalur Ganda (Double track) Manggarai-Bekasi; Jalur angkutan barang Pengembangan tiga koridor MRT yaitu (1) Sentra Primer Timur-Kp. Melayu-Casablanca-Tomang-Sentra Primer Barat (2) jalur Lebak BulusKp. Bandan dan (3) koridor Timur ke Barat Jakarta. Pembangunan Light Rail (atau elevated Busway/Guided Busway) Peningkatan koridor BRT menjadi koridor berbasis rel atau Elevated Busway

Gambar 3.11: Rencana Jaringan Angkutan Umum (2030)

Sumber: RTRW DKI Jakarta 2011 - 2030

33


JCDS, Agenda, 30 September 2011

3.2.4

Rencana Induk Pelabuhan

Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta merupakan Pelabuhan Internasional Hub sebagai pendukung utama pembangunan nasional, sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 53 Tahun 2002 tentang Tatanan Pelabuhan Nasional. Berdasarkan hirarki, peran dan fungsi Pelabuhan, Tanjung Priok akan terus dikembangkan untuk menjadi pusat logistik (logistic center) di kawasan ASEAN, untuk meningkatkan daya saing perdagangan internasional dan iklim investasi Indonesia. Secara umum, fasilitas pelayanan yang diberikan oleh Pelabuhan Tanjung Priok meliputi: a) b) c) d) e)

Kegiatan bongkar muat konvensional; Bongkar muat Peti kemas Internasional; Bongkar muat curah cair; Bongkar muat curah kering Transportasi penumpang.

Selama lima tahun terakhir jumlah kapal dan barang yang dilayani oleh Pelabuhan Tanjung Priok meningkat lebih dari 6% per tahun. Pada tahun 2006, Pelabuhan Tanjung Priok melayani volume total sekitar 38.7 juta ton dari berbagai jenis komoditas konvensional. Distribusi jenis komoditas dan tingkat pertumbuhan berdasarkan data dekade terakhir disajikan pada Gambar 3.12 di bawah ini. Gambar 3.12: Jenis Komoditi yang Dilayani oleh Pelabuhan Tanjung Priok

Gambar 3.13: Persentase Pertumbuhan per Tahun per Komoditi

Pelabuhan Tanjung Priok dikelola oleh otoritas pelabuhan yang ditetapkan oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008. Wilayah yuridis terletak di sepanjang pantai utara mulai dari Propinsi Banten, melalui DKI Jakarta sampai di Provinsi Jawa Barat. Terminal umum yang berada di bawah payung Pelabuhan Tanjung Priok meliputi:    

Terminal Tanjung Priok di DKI Jakarta Terminal Kalibaru di DKI Jakarta Terminal Patimban di Kabupaten Indramayu (akan dibangun) Terminal Bojonegara di Banten 34


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Pertimbangan Dasar Perluasan Pelabuhan Maksud Rencana Induk Pengembangan Pelabuhan di DKI Jakarta (target tahun 2030) adalah untuk memberikan kerangka dasar perencanaan bertahap, jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Tujuan Rencana Induk Pengembangan Pelabuhan di DKI Jakarta adalah sebagai berikut:

Untuk mengatur terminal peti kemas baru yang dapat menampung peti kemas internasional yang saat ini tidak dapat ditampung oleh terminal peti kemas yang ada (Jakarta Container Terminal - JCT). Ruang untuk perluasan di wilayah pelabuhan yang ada terbatas, dan diantisipasi akan jenuh pada waktu dekat, karena permintaan pelayanan peti kemas meningkat.

Untuk membangun kembali dermaga di terminal Tanjung Priok, sehingga dapat memenuhi peningkatan kargo peti kemas dan kargo dalam negeri

Untuk menetapkan terminal BBM baru di sekitar Terminal Tanjung Priok

Pengembangan terminal curah kering baru

Hambatan dan kerugian telah diidentifikasi di Terminal Tanjung Priok: 

Kemacetan di jalan akses pelabuhan Pengguna pelabuhan seperti, forwarder, truk-truk kontainer, dan pengirim / penerima barang mengalami kemacetan di jalan akses ke pelabuhan, terutama di daerah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi).

Hambatan di pelabuhan Tanjung Priok mempunyai kendala dalam olah gerak (maneuvering) kapal keluar masuk pelabuhan. Lalu lintas kapal di seluruh kanal dalam pelabuhan hanya dapat dilakukan satu arah (one way ) dan overlapped dengan kolam putar (turning basin) kapal, sehingga memperbesar waktu tunggu kapal yang akan melakukan bongkar muat. Hanya terdapat satu pintu masuk,pintu Barat (kedalaman 14 m) yang dioperasikan untuk kapal niaga dengan panjang maksimum 300 m . Pintu Timur (kedalaman 5 m) tidak dioperasikan karena dangkal dan saat ini hanya digunakan untuk kapal yang sangat kecil seperti kapal nelayan dan kapal tunda

Dengan mempertimbangkan aspek di atas, Rencana induk untuk pembangunan pelabuhan di DKI Jakarta telah disusun sesuai dengan prinsip-prinsip berikut:

Mengusulkan terminal baru yang menampung perkembangan peti kemas internasional sampai Target tahun 2030

Rencana pembangunan kembali dermaga konvensional yang ada di terminal Tanjung Priok yang dapat menampung perkembangan peti kemas domestik dan kargo konvensional

Mengusulkan jalan akses ke pelabuhan

Memperhatikan isu-isu lingkungan melalui pelaksanaan SEA (Kajian Lingkungan Strategis) sebelum menyelesaikan Rencana induk, terutama difokuskan pada harmonisasi dengan rencana tata ruang dari pemerintah pusat, tingkat provinsi dan lokal dan kegiatan terkait di lokasi pelabuhan yang direncanakan.

35


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Pengembangan Dermaga Tanjung Priok Kebutuhan dermaga jangka panjang untuk Tanjung Priok telah dipelajari (lihat kotak pada Pertimbangan Dasar Perluasan Pelabuhan), dan Kalibaru Utara diidentifikasi satu-satunya tempat yang mungkin untuk ekspansi lebih lanjut dari Terminal Tanjung Priok, yang dapat memenuhi peningkatan permintaan untuk peti kemas internasional sampai target tahun 2030 dan juga dapat melayani transfer produk minyak bumi dan penanganan kargo curah kering. Pilihan untuk terminal peti kemas internasional baru selain Kalibaru Utara Opsi yang diusulkan untuk terminal peti kemas internasional yang baru bersama dengan terminal curah baru untuk target tahun 2030 adalah di Kalibaru Utara, sebelah utara Terminal Tanjung Priok yang ada. Pembangunan dermaga yang diusulkan telah dibagi menjadi tiga tahap: Tahap I, Tahap II dan Tahap III masingmasing direncanakan mulai beroperasi dari 2014, 2019 dan 2024. Selain itu, ada sembilan rencana pengembangan konsep pelabuhan yang diusulkan oleh berbagai organisasi termasuk Pemerintah Jawa Barat, DKI Jakarta, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Tangerang, Pelindo II dan pengembang swasta (Lihat kotak ‘Lokasi Alternatif Pengembangan Pelabuhan Masa Depan’ pada halaman berikutnya). JICA telah mengevaluasi sembilan calon lokasi dan kemudian mempersempit ke tiga lokasi: Kalibaru Utara Tanjung Priok, Cilamaya dan Tangerang. Pada saat ini, rencana yang unggulan antara tiga rencana alternatif belum dipilih. Gambar 3.14: Rencana Pengembangan Jangka Menengah Tanjung Priok

Sumber: Pelindo II

36


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Lokasi Alternatif Pengembangan Pelabuhan Masa Depan DKI Jakarta 1. Kalibaru Utara Tahap II dan Tahap III, utara Terminal Tanjung Priok 2. Sebelah utara daerah Marunda antara pelabuhan Kalibaru dan perbatasan Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat 3. Sebelah utara pertengahan Marunda di DKI Jakarta 4. Pinggir barat sungai Cikarang di DKI Jakarta 5. Daerah muara Gembong sungai di Kabupaten Bekasi 6. Pantai Cilamaya di Kabupaten Karawang 7. Teluk Ciasem di Kabupaten Subang Provinsi Banten 8. Pantai di Kabupaten Tangerang 9. Pelabuhan Bojonegara

Selain pelabuhan internasional Tanjung Priok, dan pelabuhan Sunda Kelapa, ada beberapa pelabuhan lokal dan pelabuhan perikanan terletak di sepanjang pantai Teluk Jakarta. Sebagian besar pelabuhan ini sudah lama didirikan dan tidak memiliki rencana khusus untuk masa depan. Jarak 200/300 meter dari garis pantai untuk reklamasi pantai yang dipersyaratkan dalam RTRW Jabodetabekpunjur, adalah permulaan untuk menjamin akses ke pelabuhan, tetapi perkembangan tanggul laut juga harus mempertimbangkan bahwa saluran pesisir masih memiliki akses ke laut. Akses ini dapat dipastikan melalui saluran terbuka atau melalui konstruksi pintu kapal khusus. Terutama pelabuhan perikanan membutuhkan perhatian khusus, karena selain akses yang lebih sulit, juga ekologi dari daerah tersebut akan berubah.

37


JCDS, Agenda, 30 September 2011

3.2.5

Rencana Induk Bandara Soekarno-Hatta

Bandara Soekarno-Hatta terletak sekitar 20 km sebelah barat DKI Jakarta, di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Bandara ini mulai beroperasi pada tahun 1985, menggantikan Bandara Kemayoran (penerbangan domestik) di Jakarta Pusat. PT. Angkasa Pura II, bertanggung jawab untuk pengelolaan bandara. Luas bandara ini adalah 18 km². Bandara ini memiliki dua landasan pacu paralel dengan panjang 2400 m yang terhubung oleh dua cross taxiway. Ada tiga terminal utama: 

Terminal 1 adalah terminal pertama Bandara International Soekarno-Hatta. Konstruksi selesai pada tahun 1985. Terminal ini kebanyakan untuk maskapai domestik. Terminal ini memiliki 3 sub-terminal, dengan daya tampung 9 juta penumpang per tahun.

Terminal 2 merupakan terminal kedua Bandara International Soekarno-Hatta. Konstruksi selesai pada tahun 1992. Terminal untuk maskapai penerbangan internasional dan penerbangan domestik (Garuda Indonesia dan Merpati Nusantara). Terminal 2 memiliki 3 sub-terminal dengan daya tampung 9 juta penumpang per tahun.

Tahap pertama dari Terminal 3, membangun pier pertama dari lima pier yang direncanakan, dibuka pada 15 April 2009. Terminal ini mengadopsi desain yang berbeda dari Terminal 1 dan 2, dengan menggunakan konsep ramah lingkungan dan modern. Saat ini terminal ini hanya untuk mengoperasikan penerbangan domestik Air Asia.

Rencana Pengembangan Masa Depan Terminal 3 yang telah dibangun adalah awal dari pelaksanaan rencana induk baru, yang direncanakan dalam dua tahap tambahan (lihat juga Tabel 3.1): 

Tahap 3 adalah pembangunan Terminal 3 dan memperpanjang Runway 2 sampai 4.000 m. Terminal 3 sedang dibangun untuk penerbangan berbiaya rendah, dan sudah melayani penerbangan haji. Setelah menyelesaikan 5 pier yang direncanakan, terminal ini akan memiliki kapasitas 4 juta penumpang per tahun. Dengan dibangunnya terminal 3 akan meningkatkan kapasitas Bandara International Soekarno-Hatta , dari 18 juta sampai dengan 38 juta penumpang per tahun. Pada tahun 2012 bandara akan terhubung dengan Stasiun Manggarai (stasiun pusat Jakarta masa depan).

Tahap 4 adalah pembangunan Terminal 4 dan landasan pacu ketiga (4.000 m).

38


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Tabel 3.1: Tahap Tahap 1 Tahap 2

Tahap 3

Tahap 4

Pentahapan Pembangunan Bandara Internasional Soekarno–Hatta Tahun Deskripsi Status Konstruksi Terminal 1, dengan kapasitas 9 1985 Selesai juta penumpang per tahun Konstruksi Terminal 2, dengan kapasitas 9 1992 Selesai juta penumpang per tahun Konstruksi Terminal 3 sub-terminal 1, 2008 dengan kapasitas 4 juta penumpang per Selesai tahun Terminal 3 lengkap dengan 5 subterminal Belum akan mempunya kapasitas 20 juta Dalam progres pasti penumpang per tahun Tahap 2020Konstruksi Terminal 4 Perencanaan

Gambaran layout akhir Bandara Soekarno Hatta diberikan pada Gambar 3.15. Gambar 3.15: Rencana Induk Bandara Soekarno-Hatta

Sumber: PT Angkasa Pura III

Setelah selesai membangun satu atau dua landasan pacu, tiga terminal yang ada akan direnovasi dan diperluas, dilanjutkan pelaksanaan konstruksi terminal 4. PT Angkasa Pura II berencana untuk membangun bandara baru di Cilegon, Banten, 80 kilometer dari Jakarta atau di Karawang, Jawa Barat, 70 kilometer dari Jakarta. Keduanya memiliki akses jalan tol ke Jakarta.

39


JCDS, Agenda, 30 September 2011

3.3

Pengendalian Banjir dan Sistem Drainase

3.3.1

Pengendalian Banjir dan Drainase dalam RTRW Jabodetabekpunjur

RTRW Jabodetabekpunjur memperhatikan kebutuhan untuk pengendalian banjir sungai dan genangan jalan, tetapi belum memperhatikan kebutuhan untuk keamanan pantai. Menurut RTRW tersebut, tujuan dari sistem drainase dan pengendalian banjir adalah untuk mengurangi risiko banjir dan genangan di daerah perkantoran, perumahan, industri, komersial, sawah, dan jalan. Ini harus dicapai melalui pengelolaan DAS terpadu, pengendalian debit air sungai, meningkatkan kapasitas sungai, waduk dan perbaikan danau sebagai area penyimpanan air, terutama di daerah polder, pembangunan pengalihan sungai, dan pengendalian penggunaan lahan, terutama di daerah hulu dan di sempadan sungai. Pengembangan prasarana drainase dan pengendalian banjir dilakukan melalui kegiatan-kegiatan berikut: a. b. c. d.

Rehabilitasi hutan dan lahan serta penghijauan kawasan tangkapan air; Penataan kawasan sempadan sungai dan anak-anak sungainya; Normalisasi sungai-sungai dan anak-anak sungainya; Pengembangan waduk-waduk pengendali banjir dan pelestarian situ-situ serta daerah retensi air; e. Pembangunan prasarana dan pengendali banjir; dan f. Pembangunan prasarana drainase. Gambar 3.16: Rencana Sumber Daya Air dan Sistem Pengendalian Banjir dalam Rencana Tata Ruang Jabodetabekpunjur

Sumber: Perpres 54/2008

40


JCDS, Agenda, 30 September 2011

3.3.2

Sistem Pengendalian Banjir dan Drainase dalam RTRW DKI Jakarta

Rencana Induk Pengendalian Banjir dan Drainase telah dibuat beberapa kali dalam sejarah Jakarta. Versi terakhir adalah rencana induk tahun 2005, yang merupakan respon terhadap banjir 2002. Pelaksanaan rencana induk ini telah dipercepat akibat banjir pada tahun 2007 dan 2008. Ini dan pengetahuan baru tentang degradasi tanah telah membuat rencana induk in kadaluarsa. Diskusi intensif pada pengendalian banjir, termasuk penurunan muka tanah dan pengamanan pantai telah diselenggarakan untuk penyusunan RTRW DKI Jakarta 2030. Diskusi ini menghasilkan sebuah konsep pengelolaan air baru untuk DKI Jakarta, dengan prinsip-prinsip berikut (lihat juga Gambar 3.17): 

Air dari hulu harus ditahan oleh vegetasi di dataran tinggi di Selatan (Puncak). Kemudian sedapat mungkin disimpan pada waduk dan situ yang terdapat di Bogor, Depok dan Jakarta Selatan. Sisa air akan mengalir melalui Banjir Kanal Barat, Cengkareng Drain, dan Banjir Kanal Timur. Sayangnya kapasitas Cengkareng Drain masih belum memadai. Oleh karena itu, direncanakan untuk membuat kanal baru (Cengkareng Drain 2) yang akan mengalirkan air dari Kali Pesanggrahan menuju ke laut dengan muara di sekitar Kali Dadap dekat Bandara Sukarno-Hatta. Gambar 3.17: Sistem Pengelolaan Air yang Diusulkan RTRW DKI Jakarta

Sumber: RTRW DKI Jakarta 2011 - 2030



Penurunan tanah dan kenaikan permukaan laut dua-duannya mempengaruhi Jakarta, sehingga luas wilayah di bawah permukaan laut di perkotaan Jakarta Utara rata-rata juga meningkat. Akibatnya sistem polder perlu diperluas, terutama di selatan dan barat. Sistem polder tidak akan memerlukan konstruksi tanggul skala besar, tetapi terutama akan terdiri dari saluran air, kolam retensi dan stasiun pompa. Sub-makro sistem ini belum dirancang. Sebuah tata letak umum disajikan pada Gambar 3.18. Setiap polder memerlukan penyediaan cukup ruang untuk air permukaan dan ruang retensi banjir (' daerah hijau '). Ruang ini akan berkisar 5% untuk menghindari banjir tahunan sampai 12,5% untuk menghindari banjir 100-tahunan. 41


JCDS, Agenda, 30 September 2011



Pengembangan wilayah pesisir (Pantura) akan diintegrasikan dengan pengendalian banjir, untuk mengantisipasi penurunan muka tanah dan kenaikan permukaan air laut. Minimum ruang 5% diperlukan di pulau reklamasi untuk kolam retensi. Daerah antara pulau-pulau reklamasi harus digunakan untuk retensi dari daratan Jakarta. Lokasi tanggul laut harus direncanakan dengan baik, untuk melindungi terhadap banjir dari laut, tetapi tidak menciptakan masalah banjir tambahan di daratan Jakarta. Karena itu tanggul laut masih harus menyediakan akses terbuka untuk sungai/saluran utama untuk mengalir ke laut. Juga akses ke pelabuhan masih harus disediakan (lihat Gambar 3.18).

Gambar 3.18: Pengamanan Pantai dan Sistem Polder RTRW DKI Jakarta

Sumber: RTRW DKI Jakarta 2011 - 2030

RTRW DKI mengusulkan kegiatan non-teknis untuk pencegahan banjir sebagai berikut: 

Penanganan berbasis wilayah aliran sungai: Pengendalian Banjir harus diintegrasikan dengan perencanaan tata ruang. Daerah hulu harus cukup hijau, dengan hutan, perkebunan permanen dan 'terasiring' untuk meminimalkan limpasan. Daerah tengah harus menyediakan cukup ruang / kapasitas untuk menyimpan air pada musim hujan untuk penggunaan pada musim kemarau. Daerah hilir harus menyediakan ruang yang cukup untuk tampungan air sementara (di waduk, sungai dan saluran).



Pembatasan penggunaan air tanah: ekstraksi air tanah yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan muka tanah. Pengurangan ekstraksi air tanah dalam akan dicapai melalui kampanye kesadaran, peraturan dan insentif.



Pengembangan dan pemanfaatan situ/waduk: Waduk akan berfungsi sebagai danau retensi selama musim hujan dan sebagai sumber air di musim kemarau. 42


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Pengembangan pemanfaatan bantaran sungai: batas yang jelas harus diidentifikasi untuk bantaran sungai. Daerah ini harus digunakan sebagai area hijau, yang bisa mendapatkan banjir saat air sungai tinggi. Pemanfaatan harus dibatasi untuk menghindari gangguan aliran air. Aturan yang jelas harus ditetapkan dan ditegakkan untuk bantaran sungai ini, terutama mengenai relokasi pemukiman (ilegal), tentu saja tanpa melupakan hak-hak sosial orang yang tinggal di daerah-daerah.

Pengaturan Penataan Ruang (Redevelopment) Kawasan Permukiman: Pengembangan spasial permukiman secara horisontal tidak efisien. Untuk mengatasi ini, salah satu solusi adalah dengan membangun pola perumahan dengan sistem blok bertingkat.

Pengaturan Limbah dan Sampah: Pembuangan ilegal sampah dan air limbah secara langsung ke saluran dan sungai, menyebabkan polusi air dan meningkatkan masalah banjir. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan manajemen persampahan yang kompleks, melibatkan seluruh warga masyarakat dari tingkat provinsi, kotamadya, kecamatan, RT/RW dan bahkan rumah tangga.

RTRW DKI mengusulkan kegiatan teknis untuk pencegahan banjir sebagai berikut: 

Perbaikan Kapasitas Saluran Makro: Untuk menghindari banjir mengalir memasuki kota, air harus dialihkan melalui saluran utama dan sungai, langsung ke laut. Untuk meningkatkan ini sistem Banjir Kanal Timur, Cengkareng Drain-2 dan hubungan antara Banjir Kanal Timur dan Barat harus dibangun.

Pengerukan dan Pelebaran Sungai: Kapasitas sungai dan saluran secara signifikan dikurangi oleh sedimentasi. Untuk mengembalikan atau meningkatkan kapasitas, sungai dan kanal harus dikeruk dan diperlebar.

Perbaikan Pintu Air: Beberapa pintu air tidak berfungsi dengan baik lagi dan memerlukan perbaikan.

Penambahan dan Perbaikan Sistem Sub-Makro: Sistem polder harus diperluas dan ditingkatkan. Hambatan utama adalah kapasitas dan kondisi kanal dan waduk retensi polder. Kanal dan waduk retensi yang ada harus direhabilitasi dan diperluas. Ini termasuk relokasi pemukiman ilegal di area bantaran kanal dan waduk.

Perbaikan Sistem Mikro: sistem drainase mikro sering mendapatkan hambatan pada fase konstruksi dan kurangnya pemeliharaan. Kadangkadang sistem bahkan tidak ada sama sekali, terutama di daerah kumuh. Yang diperlukan adalah penegakan hukum yang mencegah pembangunan spontan dan pemeliharaan rutin.

Pengembangan dan Pembuatan Sumur Resapan Air: Sumur resapan dapat mengurangi dampak banjir kecil, dan membantu untuk mengembalikan pasokan air tanah dangkal. Sumur resapan dapat diimplementasikan di daerah perumahan, kawasan komersial, di sepanjang saluran drainase, di ladang dan kebun dan di kantor-kantor pemerintah.

Pembangunan Bangunan Penahan Lumpur (Kantong Lumpur): Kantong lumpur, apabila dibangun di lokasi tertentu dapat mengurangi masalah sedimen di sungai. Dalam perencanaan kantong tersebut, tempat pembuangan akhir untuk sedimen yang dikeruk harus ditemukan, sehingga tidak menciptakan masalah lingkungan. 43


JCDS, Agenda, 30 September 2011



3.3.3

Pengembangan Tampungan Setempat (OSD: On-Site Stormwater Detention): Pengembangan Tampungan Setempat untuk mengurangi limpasan langsung dan dapat berkontribusi untuk pengurangan banjir. Kolam ini harus menjadi bagian dari rencana konsep drainase air hujan (Stormwater Drainage Concept Plan atau SDCP), yang seharusnya menjadi bagian terpadu dari rencana pembangunan daerah. Pelaksanaan harus dilakukan dalam kerjasama yang erat dengan masyarakat setempat.

Konstruksi dan Kegiatan yang sedang Berjalan

Pemerintah Pusat dan Provinsi ingin meningkatkan kondisi sungai dan kanal. Karena itu telah diimplementasikan konstruksi sheet pile di beberapa lokasi di sepanjang Banjir Kanal Barat untuk meningkatkan dan memperkuat tanggul kanal. Namun, ketika penurunan tanah akan terus dengan kecepatan saat ini, diperkirakan bahwa dalam dekade berikutnya air sungai dapat melampaui pembangunan sheet pile . Banjir Kanal Timur sudah hampir selesai, dan akan mengurangi risiko banjir di Jakarta Utara dan Timur. Bila tersambung ke Ciliwung, Banjir Kanal Timur juga dapat berkontribusi untuk mengurangi risiko banjir di sepanjang Banjir Kanal Barat. Beberapa kegiatan pengerukan telah dilakukan, dengan memanfaatkan 'buldoser mengambang'. Hasil percobaan cukup memuaskan. Jakarta berencana untuk melanjutkan kegiatan pengerukan untuk meningkatkan kapasitas sungai dan kanal. Gambar 3.19: Banjir Kanal Timur (10 Desember 2010)

Sumber: Arsip JCDS

44


JCDS, Agenda, 30 September 2011

3.4

Air Bersih

3.4.1 Kondisi Sistem Pelayanan Air Bersih Saat Ini Pelayanan air bersih untuk wilayah DKI Jakarta diselenggarakan oleh PAM Jaya yang dibentuk pada tahun 1977 berdasarkan Perda. Sejak tahun 1997 Perusahaan Daerah Air Minum Jakarta Raya (PAM Jaya) bermitra dengan dua perusahaan swasta, untuk pengelolaan air bersih untuk warga Ibu Kota, melalui Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk periode waktu 25 tahun. Operasional pengelolaan dan pelayanan air bersih efektif dilaksanakan pada bulan Pebruari 1998, dengan PT Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Thames PAM Jaya (TPJ) sekarang PT Aetra Air Jakarta (Aetra). Wilayah kerja sama, terdiri dari wilayah Barat (yang diselenggarakan oleh PT Palyja) dan wilayah Timur (yang diselenggarakan oleh PT Aetra), selanjutnya dibagi lagi ke beberapa wilayah usaha. Wilayah Barat terbagi atas wilayah usaha Zona 1, 4 dan 5; sedangkan, Wilayah Timur termasuk wilayah usaha Zona 2, 3 dan 6 (lihat Gambar 3.20) . Batas dari kedua wilayah tersebut dipisahkan oleh Sungai Ciliwung. Kedua pengelola swasta ini mempunyai hak khusus untuk memproduksi dan mendistribusikan air di wilayah kerjasama, mencakup batas administrasi Jakarta, kecuali untuk Proyek Kota Tepi Pantai yang direncanakan Pemda Provinsi DKI Jakarta dan Kepulauan Seribu. Gambar 3.20: Wilayah Pelayanan Air Bersih yang Dikelola oleh: PT. PAM Lyonnaise Jaya dan

PT. Thames PAM Jaya

Sumber: RTRW DKI Jakarta 2011 - 2030

Berdasarkan data dari PAM Jaya, total kapasitas produksi air bersih yang dikelola oleh kedua mitra kerjasama tersebut pada tahun 2007 adalah 18.260 l/det, dengan jumlah pelanggan sebanyak 750’000 dengan tingkat kebocoran berkisar 40 – 50%. Sumber air baku yang kedua operator tersebut berasal dari air permukaan dan airtanah tertekan/dalam. Untuk sumber air baku dari air permukaan berasal dari (Lihat juga Gambar 3.21): 

Saluran terbuka dari Waduk Jatiluhur yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta II (PJT II), yang dialirkan ke Jakarta melalui saluran terbuka Kanal Tarum Barat (Kali Malang), 45


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Sungai Ciliwung (Banjir Kanal Barat),

Sungai Krukut/Cilandak,

Sungai Pasanggrahan

Pembelian air curah/bersih dari Kabupaten Tangerang (Sungai Cisadane) dan Kabupaten Bogor (Mata Air Ciburial).

Gambar 3.21: Sumber Air Baku untuk PAM DKI Jakarta dan Fasilitas IPA

Sumber: RTRW DKI Jakarta 2011 - 2030

3.4.2

Penyediaan Air Bersih dalam RTRW Jabodetabekpunjur

Strategi untuk sistem pengelolaan air baku adalah untuk memperhatikan keseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air untuk kegiatan rumah tangga, pertanian, industri, perkotaan, dan pemeliharaan sungai, kelestarian daerah aliran sungai, dan sumber-sumber air lainnya, yang pengelolaannya dilakukan dengan kerja sama antardaerah. Pengembangan prasarana air baku dapat dilakukan dengan pembangunan dan pengelolaan waduk multiguna, saluran pembawa, pengelolaan situ, dan pemeliharaan sungai. Rekomendasi pengelolaan sistem air baku digambarkan dalam ‘Peta Arahan Sistem Air Baku dan Pengendalian Banjir Kawasan Jabodetabekpunjur ' (lihat Gambar 3.16). Air baku untuk Jakarta bagian Barat direncanakan akan dipasok dari Kabupaten Tangerang (Reservoir Pasir Kopo, Cianam, Waduk Tanjung) dan Jakarta bagian Timur dari Saluran Tarum Barat.

46


JCDS, Agenda, 30 September 2011

3.4.3 Air Bersih dalam RTRW DKI Jakarta RTRW DKI Jakarta mengarahkan pemanfaatan ruang di DKI Jakarta untuk lebih menjamin pendayagunaan air secara lebih efektif dan berkelanjutan sebagai berikut,:     

Pendayagunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan masyarakat secara adil. Pendayagunaan sumberdaya air mengutamakan pendayagunaan air permukaan dan mengurangi penggunaan air tanah. Dalam penggunaan air, setiap orang atau badan usaha diarahkan agar menggunakan air secara daur ulang dan menggunakan kembali air. Penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada. Penyediaan air ini merupakan prioritas utama. Pengembangan prasarana irigasi diarahkan untuk mengintensifkan kegiatan dan hasil pertanian pada lokasi pertanian.

Rencana Tata Ruang memberikan panduan berikut untuk pengembangan pasokan air: 1. Upaya untuk meningkatkan kuantitas air bersih dengan pengembangan kapasitas pada sumber dan eksplorasi sumber-sumber baru. 2. Penyediaan kualitas air yang baik dengan penerapan pengolahan air di setiap sumber air dan penggunaan pipa untuk mempertahankan kualitas air sampai tujuan. 3. Perlindungan sumber daya air oleh: a. Pembatasan konstruksi di daerah tangkapan air; b. Pelaksanaan pembangunan berimbang dengan ruang terbuka yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air hujan c. Pencegahan infiltrasi air limbah tanpa pengolahan ke dalam tanah 4. Pengembangan jaringan transmisi, yang mendukung perluasan jaringan distribusi, khususnya di utara, barat dan timur DKI Jakarta. Hidran umum harus disediakan di daerah padat penduduk yang tidak dapat dilayani oleh jaringan distribusi. 5. Kemitraan publik-swasta (PPP) dalam penyediaan air bersih dan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang penghematan air di daerah dengan pasokan air yang terbatas.

47


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 3.22: Rencana Pasokan Air Baku yang Diusulkan dalam RTRW DKI Jakarta

Sumber: RTRW DKI Jakarta 2011 - 2030

3.5

Pengolahan Air Limbah

Rencana pengembangan Air Limbah untuk DKI Jakarta telah dibahas dalam berberapa dokumen perencanaan, yaitu: 

RTRW Jabodetabekpunjur

RTRW DKI Jakarta

Rencana Induk Air Limbah DKI Jakarta (1991)

Jakarta Wastewater Disposal Project, pengembangan rencana saluran (2001)

Review Rencana Induk dan DED Air Limbah, yang mencakup tinjauan terhadap sistem pembuangan limbah rencana induk Zona Tengah (2009)

Selain itu, PD PAL memiliki rencana sendiri untuk pembangunan sistem pembuangan limbah di Setiabudi Tebet. Sebagian saat ini telah dilaksanakan.

yang

meliputi

Zona

Tengah

3.5.1 Pengolahan Air Limbah dalam RTRW Jabodetabekpunjur Rencana Tata Ruang Jabodetabekpunjur memberikan panduan berikut untuk pengembangan fasilitas pengolahan limbah: 

Penataan sistem pengelolaan air limbah harus memperhatikan kualitas sanitasi lingkungan dan meminimalkan pencemaran air tanah dan air permukaan.

Strategi pengelolaan air limbah diarahkan untuk pengurangan, pemanfaatan kembali, dan penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan air limbah bagi kegiatan permukiman dan industri dengan memperhatikan baku mutu limbah cair.

48


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Sistem pengelolaan air limbah bagi kegiatan domestik/rumah tangga merupakan sistem yang terpisah dari pengelolaan air limbah industri.

Sistem pengelolaan air limbah dilaksanakan secara terpusat terutama pada kawasan perumahan padat, pusat bisnis, dan sentra industri.

3.5.2 Pengolahan Air Limbah dalam RTRW DKI Jakarta Menurut RTRW DKI Jakarta, kebijakan manajemen domestik air limbah harus memiliki lima komponen berikut: 

Peningkatan akses prasarana dan sarana air limbah baik on site maupun off site di perkotaan dan perdesaan untuk perbaikan kesehatan masyarakat

Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman

Pengembangan perangkat peraturan perundang-undangan penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman

Penguatan kelembagaan serta peningkatan kapasitas personil pengelolaan air limbah permukiman

Peningkatan pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman

Berdasarkan pada permasalahan air limbah yang dihadapi DKI Jakarta, strategi yang diterapkan berdasarkan pada RTRW DKI Jakarta 2030 adalah: 

Pengembangan sistem sarana dan prasarana pengolahan air limbah dilaksanakan melalui pemisahan antara sistem saluran drainase dan sistem perpipaan tertutup yang diselenggarakan secara bertahap;

Pengembangan sistem sarana dan prasarana pengolahan air limbah diarahkan untuk dapat dikembangkan menjadi alternatif sumber air bersih.

Pengembangan sistem pengelolaan air limbah dikembangkan dengan memperhatikan layanan sistem polder dan meliputi: o

pengelolaan air limbah industri; dan

o

pengelolaan air limbah domestik.

Pengembangan pengolahan air limbah industri dilaksanakan dengan sistem komunal atau sistem individual sebelum dibuang ke saluran lingkungan

Pengembangan pengolahan air limbah domestik terdiri atas: o

sistem terpusat;

o

sistem komunal/modular; dan

o

sistem setempat.

Pengembangan pengelolaan air limbah domestik diprioritaskan di dalam zona tengah/sentral.

Pengembangan instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT), dilakukan di kawasan barat, timur, dan selatan.

49


JCDS, Agenda, 30 September 2011

3.5.3 Rencana Induk Air Limbah DKI Jakarta (1991) Dalam Master Plan Air Limbah DKI Jakarta tahun 1991, DKI dibagi menjadi 3 wilayah pengembangan sanitasi yang didasarkan pada tingkat kepadatan penduduk dan beberapa pertimbangan lainnya seperti tinggi muka air tanah, permeabiliitas tanah, kondisi sosial ekonomi, dll. Pembagian wilayah sanitasi tersebut dibagi dalam pengelompokkan berikut (lihat Gambar 3.23): A. Sistem Pengolahan Setempat Sederhana pada daerah pengembangan (Daerah A) dengan kepadatan penduduk kurang dari 100 jiwa/ha, luas wiiayah 21.159 ha (32%). Teknologi pengolahan air limbah yang diterapkan adalah septic tank. B. Sistem Pengolahan Setempat Tingkat Tinggi pada daerah pengembangan (Daerah B) dengan tingkat kepadatan penduduk 100 - 300 jiwa/ha, luas wilayah 27.386 ha (42%). Teknologi pengolahan air limbah yang diterapkan adalah septik tank yang dimodifikasi ataupun sistem sewerage dengan seleksi tingkat kemampuan ekonomi masyarakat. C. Sistem sewerage pada daerah pengembangan (Daerah C) dengan tingkat kepadatan penduduk lebih dari 300 jiwa/ha, luas wilayah 16.604 ha (26%). Teknologi pengolahan yang diterapkan adalah aerated lagoon atau activated sludge. Gambar 3.23: Rencana Pengembangan Zona Sanitasi Legenda Sistem terpusat (Sewerage) Sistem setempat Komunal Sistem setempat sederhana

Sumber: RTRW DKI Jakarta 2011 - 2030

3.5.4

Jakarta Wastewater Disposal Project 2001

Pada studi ini, dilakukan beberapa perubahan terhadap master plan 1991 khususnya mengenai rencana pengembangan sewerage di zona pusat, Review tersebut antara lain : 

Rencana lokasi IPAL di waduk Pluit dipindah ke Muara Baru yaitu berupa lahan reklamasi laut



Rencana pengolahan Air Limbah dibagi menjadi 6 sub sistem yaitu : 

Subsistem Thamrin dilayani IPAL Waduk Setiabudi; 50


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Sub sistem Setiabudi Tebet dilayani IPAL Waduk Setiabudi;

Sub sistem Gajahmada dilayani IPAL Muara Baru;

Sub sistem Pantai Mutiara dilayani IPAL Muara Baru;

Sub sistem Kali Ancol dilayani IPAL Kali Ancol;

Sub sistem Kali Grogol dilayani IPAL Grogol;

Sub sistem Waduk Grogol dilayani IPAL Grogol; dan

Sub sistem Siantar dilayani IPAL Muara baru.

Direncanakan ada 8 (delapan) stasiun pompa, yaitu : (1) PS1 Krukut, (2) PS2 Pasar Rumput, (3) PS3 Abdul Muis, (4) PS4 Pluit, (5) PS5 Kali Grogol, (6) P56 Kali Grogol, (7) pS7' Kali Ancol, dan (8) PS8 Siantar.

IPAL Muara Baru, berlokasi di Teluk Muara baru yaitu di sebelah utara pompa banjir Pluit, di sebelah timur perumahan pantai Mutiara atau di sebelah barat pasar ikan yaitu pada lahan reklamasi laut seluas 40 Ha. Jenis pengolahan pada tahap 1 berupa aerated lagoon dan pada tahap jangka panjang dengan activated sludge.

3.5.5

Review Rencana Induk dan DED Air Limbah Tahun 2009

Lingkup studi mencakup zona pusat sebelah utara (tidak termasuk Setiabudi-Tebet). Review mencakup beberapa hal antara Lain : 

IPAL Muara Baru dipindahkan lokasinya ke Pluit Selatan untuk tahap I dan Pluit Utara untuk jangka panjang.

IPAL Pluit Selatan melayani sub sistem Gajah Mada, Thamrin, Pantai Muutiara, Siantar & Kali Ancol dgn kapasitas 86.400m3/hr

IPAL Kali Ancol tidak dibuat & dialihkan ke IPAL Muara Baru

IPAL Grogol tetap melayani sub sistem Kali Grogol & Waduk Grogol

Pengadaan air Iimbah dengan sistem activated sludge (+ membrane untuk daur ulang)

Sistem pengumpulan air limbah dibagi dua bagian, sistem timur dan sistem barat dengan batas jl.Tamrin, Gajahmada. Masing-masing sistem dilayani pipa utama diameter 1,8 m yang ditempatkan 2 jalur di sepanjang jl.Tamrin, Gajahmada/ Hayam Wuruk hingga ke IPAL di Pluit Selatan.

51


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 3.24: Rencana Pengembangan Di Zona Pusat

Sumber: RTRW DKI Jakarta 2011 - 2030

Pengembangan pengolahan air limbah perkotaan dilakukan sebagai berikut:  Pengembangan sistem air limbah Setiabudi ke bagian kota yang terjangkau; 

Pengembangan pelayanan pengolahan air limbah:

Sistem terpusat dengan instalasi pengolahan di waduk Pluit Muara Baru untuk wilayah komersial, industri, perumahan menengah ke atas, dan baru. - Sistem modul / komunal (sistem modular) dengan lokasi pengolahan di Setiabudi reservoir dan waduk lainnya untuk daerah permukiman berpendapatan menengah dan bawah. Partisipasi sektor swasta dalam pengelolaan air limbah; -

Pengembangan fungsi ganda untuk reservoir yang ada sebagai instalasi pengolahan terpusat;

Penggunaan ruang terbuka hijau sebagai instalasi pengolahan bawah tanah;

Pengembangan sistem pelayanan air limbah khusus untuk Kawasan Reklamasi Pantai Utara dan ruang bawah tanah sehubungan dengan pengembangan jaringan induk air limbah. Untuk pengembangan pengelolaan air limbah di daerah ini perlu menerapkan konsep Daur Ulang Komprehensif (Daur Ulang Air Keseluruhan);

Meningkatkan produktivitas jasa pengolahan air limbah untuk seluruh kota. -

Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pegolahan air limbah. Untuk itu perlu peningkatan jaringan air limbah dan pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Meningkatkan koordinasi antara instansi terkait dalam pengelolaan air limbah.

Memastikan integritas dalam penyusunan program pengolahan air limbah. 52


JCDS, Agenda, 30 September 2011

3.6

Pengelolaan Sampah

3.6.1 Pengelolaan Sampah dalam RTRW Jabodetabekpunjur RTRW Jabodetabekpunjur memberikan panduan berikut untuk pengembangan pengelolaan sampah: 

Sistem pengelolaan persampahan dikembangkan secara terpadu di Kawasan Jabodetabekpunjur melalui kerjasama antardaerah dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

Strategi pengelolaan persampahan Kawasan Jabodetabekpunjur diselenggarakan dengan pemanfaatan kembali, daur ulang, dan pengolahan sampah dengan memperhatikan kriteria teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Arahan pengelolaan persampahan terpadu pada Kawasan Jabodetabekpunjur harus memperhatikan penentuan lokasi tempat pembuangan akhir dan pengolahan sampah terutama incinerator yang tidak mencemari lingkungan.

Penentuan lokasi tempat pembuangan akhir di Kawasan Jabodetabekpunjur harus memperhatikan daya tampung dan volume sampah domestik dan nondomestik dari Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Depok, dan Cianjur serta berada pada jarak aman yang tidak mencemari lingkungan di sekitarnya.

3.6.2 Pengelolaan Sampah dalam RTRW DKI Jakarta Satu-satunya Rencana Induk Persampahan yang tersedia untuk DKI Jakarta adalah Rencana Induk dari 1987, yang berlaku untuk periode 1987-2005. Rencana Induk ini mengusulkan pembangunan dua tempat pembuangan akhir, satu untuk Jakarta bagian timur dan satu untuk Jakarta bagian barat. Menurut RTRW saat ini hanya 2% dari sampah yang diproduksi tidak dikumpulkan. Proporsi sampah yang tidak dikumpulkan menurun secara bertahap dari sekitar 10% pada 1994 menjadi 2% pada tahun 2007. Mungkin karena itu, RTRW tidak membahas pengembangan sistem pengumpulan sampah. Tetapi memberikan arahan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas layanan dan mempertahankan kualitas lingkungan. Selanjutnya RTRW mengusulkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat melalui program 3R dari sumber (Reduce, Reuse dan Recycle) dan untuk melaksanakan pembangunan fasilitas prasarana pengolahan sampah dengan teknologi ramah lingkungan. RTRW DKI Jakarta mengidentifikasi prasarana pengelolaan sampah berikut sebagai prasarana kunci untuk pengembangan lebih lanjut: 

Tempat penampungan sementara (TPS);

Tempat pengolahan sampah terpadu (TPST);

Tempat pemrosesan akhir (TPA);

Pengelolaan sampah drainase/sungai/waduk/situ/teluk; dan

Sampah spesifik.

Rencana induk baru untuk pengelolaan sampah sangat dibutuhkan. Kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian banjir harus berkonsentrasi pada peningkatan kesadaran masyarakat yang tinggal di dekat sungai dan danau, supaya tidak membuang sampah limbah mereka di sungai dan saluran. 53


JCDS, Agenda, 30 September 2011

4. Skenario-skenario Alternatif

Berdasarkan penilaian dari masalah banjir di daerah pesisir Jakarta, tiga Skenario alternatif untuk sistem pengamanan pantai Jakarta telah dikaji. Bab 4.ini menjelaskan tentang prinsip-prinsip dasar untuk setiap skenario, elemen kunci, tindakan tambahan, rencana pentahapan dan perkiraan biaya. Setiap deskripsi skenario diikuti dengan penilaian terhadap implikasi secara lebih luas, dan diakhiri dengan evaluasi kelayakan, efektivitas dan keberlanjutan dari skenario terkait 4.1 Diagnosis Masalah Banjir dan Identifikasi Skenario Latar Belakang. Selama dekade terakhir DKI Jakarta telah berkembang dengan cepat dari sebuah kota besar dengan penduduk sekitar 2,9 juta jiwa pada tahun 1960 menjadi kota metropolitan dengan penduduk lebih dari 9,5 juta jiwa pada tahun 2010, yang merupakan bagian dari aglomerasi perkotaan yang lebih luas yang disebut Jabodetabekpunjur dengan penduduk lebih dari 30,1 juta jiwa. Wilayah aglomerasi perkotaan yang terletak di daerah tangkapan air dari sungai yang bermuara di Teluk Jakarta ditinggali penduduk kurang lebih sejumlah 14,9 juta jiwa. Proyeksi penduduk untuk tahun 2030 adalah 12,6 juta untuk DKI Jakarta, 28,2 juta untuk daerah aliran sungai, dan 69,1 juta untuk Jabodetabekpunjur. Pertumbuhan perkotaan yang luar biasa memberikan implikasi yang cukup besar bagi pengelolaan perkotaan, perencanaan penggunaan lahan dan penyediaan infrastruktur. Masalah serius yang harus segera ditangani di Jakarta adalah masalah banjir, kemacetan lalu lintas, kekurangan air, dan polusi lingkungan. Masalah-masalah tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya, industri yang ada sekarang kekurangan pasokan air sehingga perlu menggunakan air tanah dalam, hal ini menyebabkan terjadinya penurunan tanah, dan banjir di daerah pesisir, yang dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas, oleh karena itu perlu solusi pemecahan masalah secara terintegrasi. Dalam beberapa tahun terakhir banjir semakin sering terjadi,dan berlangsung lebih lama, sehingga menggenangi wilayah yang lebih luas, menelan lebih banyak korban dan menyebabkan kerusakan fisik dan ekonomi yang lebih besar. Kondisi yang demikian ini disebabkan karena terjadinya peningkatan run-off air hujan akibat urbanisasi di wilayah hulu dan deforestasi, dan di sisi lain drainase di wilayah hilir dan kapasitas retensi semakin berkurang. Disamping itu, Jakarta juga terancam oleh banjir dari laut sebagai akibat dari penurunan tanah di daerah pesisir pantai. Penurunan tanah akibat ekstraksi air tanah dalam. Jakarta terletak di wilayah delta sungai yang rentan terhadap banjir dari laut, sungai dan hujan lokal. Banjir dari laut yang sekarang terjadi semakin diperparah oleh terjadinya penurunan tanah di wilayah pesisir Jakarta Utara terutama yang diakibatkan karena ekstraksi air tanah dalam yang berlebihan. Penurunan tanah disepanjang pantai bervariasi antara 2 - 20 cm per tahun. Akibat penurunan tanah, tanah disekitar pantai secara bertahap mengalami penurunan di bawah permukaan laut, termasuk pantai yang ada, sistem polder yang berdekatan dengan laut, hilir sungai dan kanal yang secara terbuka terhubung ke laut. Pada tahun 1990 hanya sekitar 12% (1'600 hektar) dari tanah Jakarta Utara, terletak di bawah permukaan laut (MSL). Pada tahun 2010 penurunan tanah sudah lebih dari 58% (8'000 hektar) dari wilayah tersebut, telah turun di bawah permukaan laut, dan jika tidak ada tindakan untuk mengendalikan penurunan tanah pada tahun 2030 hampir 90%, (12'500 hektar), akan berada di bawah permukaan laut. Banjir akibat penurunan tanah. Pada saat wilayah pantai turun di bawah permukaan laut, air laut yang melampaui tembok laut dan menggenangi daerah pesisir yang berdekatan. Ketika hilir sungai dan kanal, termasuk tanggul, turun di bawah permukaan laut, air sungai yang berasal dari air hujan di hulu tidak bisa lagi dibuang ke laut, melainkan akan membanjiri daratan, banjir yang sebagian dari air laut akan masuk sungai dan kanal hingga 10 km sehingga mempengaruhi pasang surut, hal ini disebut efek 'backwater'. 54


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 4.1: PENURUNAN TANAH Di bawah Mean Sea Level (MSL) jika tidak ada aksi

2010

2010

2010

Dinding Laut

Dari 1990-2010 garis pantai Jakarta Utara telah tenggelam 105 cm Dari tahun1990-2010 wilayah Jakarta Utara yang berada di bawah MSL telah meningkat dari 12% menjadi 58%

2015

2015

2010 2015

Dinding laut

Garis pantai tenggelam 50 cm sejak tahun 2010 69% dari Jakarta Utara di bawah MSL

2020

2020

2010 2015 2020

Dinding laut

Garis pantai tenggelam 100 cm sejak tahun 2010 80% dari Jakarta Utara di bawah MSL

2030

2030

2010 2015 2020 2030

Sea wall

Garis pantai tenggelam 200 cm sejak tahun 2010 90% dari Jakarta Utara di bawah MSL

55


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Ketika sistem polder turun di bawah permukaan air laut, sangat sulit dan mahal untuk memompa keluar air hujan, hal ini dikarenakan terjadi peningkatan perbedaan 'tekanan' air antara polder dan laut. Dalam beberapa tahun tidak mungkin untuk mengeringkan kota dengan menggunakan stasiun pompa yang ada pada saat ini, hal ini dikarenakan 'tekanan' kapasitas pompa akan dikurangi menjadi nol. Efek gabungan banjir dari laut, sungai, dan dari curah hujan lokal serta penurunan tanah yang terjadi terus menerus dengan tingkat rata-rata 10cm/tahun akan menimbulkan risiko buruk yang cukup serius bagi Jakarta Utara. Ketika terjadi air pasang yang cukup tinggi pada bulan November dan Desember 2007, dimana tingkat air laut lebih tinggi dari biasanya, sebagian besar kota untuk pertama kalinya mengalami bencana banjir dari laut. Hal ini di karenakan tinggi air laut melebihi tanggul laut yang ada yaitu setinggi 30 cm. Jika tidak ada tindakan perlindungan banjir yang mewadahi di tempat tersebut, 20 tahun kemudian, wilayah pesisir akan turun di bawah permukaan laut sekitar 2 meter, sedangkan daerah di wilayah Jakarta Utara yang terancam banjir akan semakin besar. Ancaman terbesar adalah banjir gabungan dari air laut pasang dan curah hujan yang besar. Banjir sebagai akibat dari tsunami. Banjir yang diakibatkan dari tsunami, tanah longsor bawah laut, letusan gunung berapai atau gempa bumi sangat jarang terjadi, tetapi jika hal ini terjadi sangat berbahaya. Dampak buruk bencana tsunami di Indonesiayang melanda Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 menyatakan bahwa korban lebih dari 120'000 orang dan kerusakan fisik yang ditimbulkan sangat besar, sedangkan bencana tsunami yang melanda Jepang pada tanggal 22 Maret 2011, memicu terjadinya efek domino yang menyebabkan penghancuran secara besar-besaran disepanjang pantai, terjadinya ancaman radiasi dari pembangkit listrik tenaga nuklir yang rusak, dan terjadinya gangguan ekonomi sebagai konsekuensi dari adanya ancaman radiasi. Letusan gunung berapi Krakatau di Selat Sunda antara pulau Jawa dan pulau Sumatra pada tanggal 26 Agustus 1883 menyebabkan bencana tsunami yang mencapai Jakarta dalam waktu 2,5 jam dengan ketinggian gelombang sekitar 2,30 meter. Model simulasi hidrodinamika menunjukkan bahwa gempa bumi dengan kekuatan 9,0 skala Richter pada garis patahan seismik selatan-barat dari pulau-pulau Jawa dan Sumatera, dapat menyebabkan gelombang tsunami setinggi 1,55 meter, ketika akan mencapai zona pesisir di wilayah Jakarta Utara. Gelombang air tersebut akan merambat jauh sampai ke dataran melalui hilir sungai dan kanal terbuka,dan dapat menggenangi sebagian besar kota Jakarta, jika tidak ada perlindungan yang memadai. Hingga saat ini tidak ada tindakan perlindungan terhadap bencana tsunami di wilayah tersebut. Faktor lainnya. Kombinasi dari gelombang astronomi, gelombang badai, tinggi ombak, dan anomali permukaan laut kadang-kadang bisa mencapai ketinggian sekitar 3'00 m lebih tinggi dari permukaan laut disepanjang pantai Jakarta, 5,40 m pada 3 km dari lepas pantai, dan 6,00 m pada 6 km dari lepas pantai. Perubahan iklim global menyebabkan terjadinya peningkatan permukaan air laut yang diperkirakan akan meningkat rata-rata 5 mm per tahun. Faktor-faktor diatas merupakan kriteria yang relevan untuk mendesain tindakan perlindungan banjir. Skenario alternatif. „Tidak melakukan sesuatu / Do-nothing' bukan merupakan pilihan yang realistis, karena skenario tersebut menyiratkan bahwa pada tahun 2030 lebih dari seperempat kota Jakarta akan kebanjiran dan lebih dari 4 juta orang akan terimbas dampak banjir Berdasarkan perhitungan, kerugian financial dari tanah dan properti saja akibat banjir akan melebihi 135 miliar USD, berdasarkan genangan 9'000 hektar dengan rata-rata harga tanah sekitar 500 USD per m2 dengan rata-rata investasi sekitar 1'000 USD per m2. Hal ini belum termasuk kerugian ekonomi yang ditimbulkan. Tindakan mendesak, seperti mempertinggi tanggul laut yang sudah ada, pengerukan sungai dan memperkuat tanggul sungai adalah beberapa tindakan solusi yang diperlukan, tetapi hal ini hanya bersifat sementara. Solusi yang efektif untuk memberikan perlindungan terhadap bahaya banjir pesisir Jakarta Utara adalah mengkombinasikan 56


JCDS, Agenda, 30 September 2011

antara tanggul, hilir sungai dan kanal yang kuat di sepanjang pantai, dengan ruang retensi dan sistem polder yang memiliki kapasitas pemompaan yang cukup. Tiga skenario alternatif untuk melindungi Jakarta dari banjir pesisir telah dipelajari. Dalam rencana pentahapan untuk setiap Skenario dibuat berbeda antara Tahap I angka pendek (2012-2015), Tahap II jangka menengah (2015-2020), dan Tahap III jangka panjang (2020-2030). Bukannya memilih salah satu dari skenario yang ada, tetapi unsur-unsur yang berbeda dari tiga skenario digabungkan menjadi satu solusi. Tiga skenario alternatif tersebut adalah sebagai berikut :  Skenario 1. : Solusi di daratan /On-land dengan sungai terbuka. Solusi ini sepenuhnya terletak dalam zona pesisir Jakarta Utara yang ada saat ini, sementara sungai-sungai tetap terhubung secara terbuka dengan laut, sedangkan lahan untuk retensi terletak di darat. Skenario 1. akan dikembangkan secara independen terpisah dari reklamasi yang direncanakan di Teluk Jakarta.  Skenario 2. : Solusi lepas pantai / Offshore dengan sungai utama terbuka. Solusi ini mengintegrasikan antara perlindungan banjir Jakarta Utara dengan reklamasi yang direncanakan di luar garis pantai yang ada, sementara sungai utama akan tetap terhubung secara terbuka dengan laut, sedangkan lahan retensi ditetapkan diantara lahan reklamasi yang direncanakan.  Skenario 3. : Solusi lepas pantai / Offshore dengan semua sungai tertutup. Solusi ini sepenuhnya terletak di Teluk Jakarta, sedangkan sungai akan ditutup dari laut bukan dibuang kedalam kolam retensi besar yang ada di luar reklamasi.

57


JCDS, Agenda, 30 September 2011

4.2 Solusi di daratan / On-land dengan sungai terbuka (Skenario 1.) 4.2.1 Prinsip-prinsip dasar Skenario 1. Subchapter ini merangkum karakteristik, dimensi dan implikasi spasial dari solusi di daratan Skenario 1. Strategi di daratan bertujuan untuk menemukan solusi dari permasalahan banjir yang terjadi di wilayah pesisir Jakarta Utara, yang merupakan wilayah padat penduduk dengan jumlah ruang terbuka terbatas. Elemen-elemen kunci dari solusi permasalah bajir adalah membangun langsung tanggul laut sepanjang 36 km di wilayah pesisir untuk melindungi Jakarta Utara terhadap banjir dari laut, tanggul dengan ketinggian yang sama juga akan dibangun disepanjang hilir sungai dan kanal dengan total 100 km untuk melindungi daerah perkotaan terhadap banjir yang dipengaruhi oleh pasang surut di hilir sungai dan kanal, kolam retensi dengan kapasitas ekstra dalam sistem polder juga perlu dibuat di Jakarta Utara untuk melindungi terhadap banjir yang berasal dari curah hujan lokal, serta menambah kapasitas pompa untuk memompa air dari kolam retensi keluar melalui kanal, sungai dan laut. Dasar tanggul laut baru akan dibangun berdekatan dengan tembok laut lama yang ada di pantai yaitu -1,00 m relatif terhadap permukaan laut (MSL), biaya untuk konstruksi relatif rendah dan waktu implementasi relatif cepat. Untuk membangun tanggul di sepanjang hilir sungai dan kanal memerlukan pembebasan lahan sekitar 300 hektar, hal ini menjadi mahal, memakan waktu lama dan sensitif untuk dilaksanakan diwilayah pesisir perkotaan yang padat penduduknya. Hal yang sama juga berlaku untuk pembebasan lahan seluas 600 hektar yang akan digunakan untuk menambah kapasitas retensi dalam sistem polder di Jakarta Utara. Pada Skenario 1., asumsi yang dibuat adalah perlindungan banjir melalui reklamasi yang direncanakan di wilayah Teluk Jakarta, akan dikembangkan secara independen.

58


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 4.2: SKENARIO 1. Tanggul di Daratan dengan Sungai Terbuka

Diskripsi singkat Skenario 1.

Kondisi 2010

Elemen-elemen kunci dalam pengamanan pantai 2010

Dinding laut

Tampang melintang zona pantai pada tahun 2010

I. Konstruksi 2012 - 2015 Tanggul sungai

2010 2015

Tanggul laut

Setelah Tahap I di daratan. Tanggul laut di garis pantai akan segera memberikan perlindungan dari 2015 - 2020

II. Konstruksi 2015 - 2020 Tanggul sungai

2010 2015 2020

Tanggul laut

Selama Tahap II tanggul laut dan sungai akan dinaikkan mengikuti penurunan tanah, memberikan perlindungan dari 2020 – 2030

 Tanggul laut sepanjang 36 km dibangun pada garis pantai yang ada – 1 m di bawah permukaan laut  Penambahan kapasitas retensi dalam polder sebesar 600 hektar  Penambahan kapasitas pompa sebesar sebesar 200 m3/s  Tanggul sungai sepanjang hilir sungai dan kanal dengan total panjang 100 km  Pembebasan lahan 900 hektar dan pemukiman kembali / resettlement 180‟000 jiwa

Tindakan tambahan  Jalan sepanjang 36 km dengan 4 jalur di atas tanggul laut.  Air bersih perpipaan sebesar 23.3 m3/dt untuk DKI Jakarta dan untuk menutup sumur dalam  Sistem air limbah dan sanitasi untuk daerah tangkapan air di Teluk Jakarta

Estimasi Biaya  Pengamanan Pantai: 5.9 milyar USD  Tindakan tambahan: 16.3 milyar USD  TOTAL BIAYA: 22.2 milyar USD

Evaluasi Skenario 1.  Efektifitas: Tanggul laut segera efektif. Tetapi lahan reklamasi tidak dilindungi.  Kelayakan: Tanggul laut adalah layak, tetapi ruang untuk retensi di darat dan tanggul sungai terbatas dan akan memerlukan pembebasan lahan.  Keberlanjutan: Tanggul laut dan sungai akan terus tenggelam karena penurunan tanah.

Skenario I: Kondisi akhir 2030

III. Konstruksi 2020 - 2030 Tanggul sungai

2010 2015 2020 2030

Tanggul laut

Selama Tahap III tanggul laut dan sungai akan dinaikkan mengikuti penurunan tanah, memberikan perlindungan dari 2030 - 2040

Tidak ada perlindungan lahan reklamasi, perlu penyesuaian untuk mengikuti penurunan tanah di masa depan, tidak tahan tsunami

59


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 4.3: Prinsip-prinsip Dasar Skenario 1.

Saluran Cengkareng Area polder masa depan

BKB

DKI Jakarta

BKT

Kawasan lebih tinggi

13 Sungai

Sumber: JCDS

Tabel 4.1: Prinsip-prinsip Dasar Skenario 1 Elemen Kunci Pertahanan laut Polder Tanggul sungai

Sumber: JCDS

4.2.2

Unit dasar -1 m, puncak +6.14 diatas MSL Kapasitas pompa baru Pembebasan tanah JakUt resettlement Kontruksi (sampai ketinggian 5m ) Pembebasan tanah resettlement

Tahap I

Tahap II

km

36

m3/dt ha jiwa km ha

100

jiwa

100 220 44.000

Tahap III

Total 36

50 300 60.000

50 300 60.000

80

160

200 600 120.000 100 300

8.000

8.000

60.000

Diskripsi Elemen-elemen Kunci Skenario 1.

Subchapter ini menjelaskan tentang elemen-elemen kunci dari solusi di daratan (Skenario 1.) untuk mengatasi permasalahan banjir di Jakarta Utara, termasuk perkiraan biaya yang dibutuhkan. Perbedaan dibuat antara perlindungan banjir pesisir, perlindungan banjir sungai, dan perlindungan banjir polder. Perlindungan banjir pesisir. Sebuah tanggul laut baru akan dibangun di sepanjang garis pantai yaitu berada dipinggir pantai di atas tanggul lama yang ada pada saat ini, tetapi tanggul tersebut akan melewati daerah selatan dari pelabuhan Sunda Kelapa dan Tanjung Priok untuk menjaga akses kapal ke laut terbuka. Total panjang tanggul laut baru akan mencapai sekitar 36 km. Untuk tujuan desain dan biaya diasumsikan bahwa tanggul laut baru tersebut akan dibangun di garis kontur yang ada pada saat ini yaitu 1,0 m di bawah MSL. Pada tahun 2010, ketinggian minimum dari tanggul laut adalah + 3 m di atas MSL, perhitungan ini mempertimbangkan efek pasang surut, gelombang badai, ombak dan anomali permukaan laut. Namun, jika tanggul ini diharapkan dapat berfungsi secara efektif sebagai perlindungan banjir jangka panjang, dan dapat secara efektif mengantisipasi penurunan tanah yang mencapai rata-rata 10 cm per tahun, maka puncak tanggul perlu ditingkatkan setiap 10 tahun dengan setinggi 1 meter. Hal ini diasumsikan bahwa pada tahun 2040 penurunan tanah akan berhenti. Tanggul laut baru akan dibangun di luar sepanjang garis pantai yang ada sekarang, dalam hal ini diasumsikan tidak ada pembebasan lahan yang besar dan pemukiman kembali yang 60


JCDS, Agenda, 30 September 2011

akan diperlukan. Tanggul laut akan dirancang dengan lebar atas minimum 27 m, tetapi kemungkinan besar akan lebih luas di beberapa tempat untuk mengembangkan multifungsional 'liveable dike'. Perhatian khusus juga harus diberikan kepada fungsi-fungsi yang ada pada saat ini, dan kepentingan-kepentingan pribadi di yang ada di wilayah pesisir yang nantinya akan terpengaruh oleh pembangunan tanggul laut yang diusulkan, seperti akses untuk nelayan ke laut, pendinginan air untuk PLN, water front view untuk Ancol. Dalam beberapa kasus, arah dari tanggul laut dapat disesuaikan, dalam kasus lain kompensasi dan relokasi mungkin diperlukan. Pembangunan tanggul laut di sepanjang garis pantai dibagi menjadi tiga tahap yang berbeda yaitu : tahun 2012-2015 untuk membangun tanggul laut dengan puncak + 4 m di atas MSL yang dapat memberikan perlindungan jangka pendek terhadap banjir sampai tahun 2020; tahun 2015-2020 untuk meningkatkan puncak dengan tambahan 1 m untuk memberikan perlindungan jangka menengah terhadap banjir sampai tahun 2030, dan tahun 20202030 untuk menambah ketinggian puncak lagi 1 m untuk memberikan perlindungan jangka panjang terhadap banjir sampai tahun 2040 ketika penurunan tanah sepanjang pantai diasumsikan telah berhenti. Jika tidak dilakukan, Skenario 1 hanya dianggap sebagai solusi sementara. Implementasi bertahap diperlukan untuk : menjamin perlindungan banjir secara langsung di tahun-tahun mendatang dengan biaya yang minimal, menjadi fleksibel dalam menyesuaikan strategi pengamanan pantai pada tahap berikutnya, kemungkinan menggabungkan dengan skenario yang lain, dan untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi di masa depan sehubungan dengan tren penurunan tanah dan kenaikan permukaan air laut. Sebagai konsekuensi dari pembangunan di sepanjang pantai yang ada pada saat ini, puncak tanggul laut secara periodik perlu untuk ditinggikan agar dapat mengimbangi penurunan tanah. Tanggul laut tidak akan memberikan perlindungan banjir untuk reklamasi yang direncanakan di Teluk Jakarta.

61


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 4.4: Peta lokasi dan arah tanggul laut di sepanjang garis pantai pada Skenario 1.

Perlindungan banjir dari sungai. Pada Skenario 1. sungai dan kanal tetap terhubung secara terbuka dengan laut dan dibuang secara gravitasi ke Teluk Jakarta. Untuk melindungi wilayah pesisir Jakarta Utara terhadap banjir pasang surut dari sungai dan kanal, tanggul yang terpengaruh pasang surut di hilir sungai dan kanal perlu diperkuat dan diangkat ke tingkat yang sama dengan ketinggian tanggul laut di sepanjang garis pantai. Dengan asumsi penurunan tanah rata-rata 10 cm per tahun, dalam 20 tahun ke depan wilayah pesisir Jakarta Utara diperkirakan akan turun sekitar 2,00 m. Akibatnya rata-rata panjang sungai dan kanal yang terkena dampak pasang surut secara bertahap mencapai sekitar 10 km pada tahun 2030. Karena ada lima sungai dan kanal yang terhubung terbuka dengan laut, maka total panjang tanggul yang perlu diperkuat dan dibangun adalah sekitar 100 km. Pada tahun 2030 ketinggian banjir di bagian hilir sungai dan kanal yang terkena dampak pasang surut dapat mencapai sekitar 3-5 meter di atas permukaan tanah yang ada disekitarnya. Perbedaan yang besar antara ketinggian banjir dan permukaan tanah menimbulkan situasi yang dapat mengancam jiwa penduduk yang tinggal di Jakarta Utara jika tanggul tersebut jebol. Oleh karena itu tanggul sungai dan kanal harus dibangun dengan standar desain yang kuat, yang dapat menampung limpasan tanpa meruntuhkan struktur tanggul. Untuk meningkatkan dan memperkuat tanggul sungai dan kanal membutuhkan ruang. Desain konseptual untuk pembangunan tanggul ini didasarkan pada asumsi perbedaan 'tekanan' rata-rata 4 m antara ketinggian banjir dengan lantai dasar yang berdekatan dengan tanggul. Sebuah tanggul tanah liat biasa akan memerlukan lebar konstruksi rata-rata sekitar 30 m, sehingga total kebutuhan ruang pembangunan di sepanjang tepi sungai utama sekitar 300 ha. Karena kepadatan penduduk rata-rata di Jakarta Utara 62


JCDS, Agenda, 30 September 2011

adalah sekitar 200 jiwa per hektar, atau sekitar 60.000 orang kemungkinan besar perlu dilakukan relokasi penduduk. Karena tidak semua bantaran sungai padat penduduk, maka jumlah orang yang sebenarnya akan direlokasi kemungkinan akan berkurang. Sebagai alternatif dibuat tanggul tanah liat (regular clay dike), konstruksi sheet pile dapat digunakan untuk membangun tanggul. Jenis konstruksi ini hanya memerlukan lebar konstruksi 15 m. Oleh karena itu biaya untuk pembebasan lahan dan pemukiman kembali akan menjadi lebih kecil daripada untuk konstruksi tanggul tanah liat, perbedaan terutama pada 'tekanan' yang lebih besar antara tingkatan banjir dengan permukaan tanah yang berdekatan. Biaya konstruksi sheet pile akan menjadi lebih tinggi, tergantung pada perbedaan 'tekanan'. Perbedaan 'tekanan' hingga 4,5 m, biaya untuk konstruksi tanggul dari tanah liat masih lebih murah daripada sheet pile, begitu juga dengan biaya untuk perbaikan dan pemeliharaan. Desain konseptual dari tanggul tanah liat dan pembangunan sheet pile disajikan dalam gambar di bawah ini. Selain itu, juga disajikan informasi terkait dengan biaya yang dibutuhkan untuk kedua jenis konstruksi tanggul termasuk biaya untuk pembebasan tanah dan kompensasi relokasi. Gambar 4.5: Penampang melintang tanggul tanah liat (a regular clay dike) L1

L2

L3

L4

L5

L6

L7

land side H3

H4

s3

s2

s4

River side

H2

MSL : LWS +0.6m s1

Surface level

H1

Gambar 4.6: Perbandingan biaya tanggul tanah liat dan sheet pile

Total Biaya (MUSD)

4000 3500 3000 2500 2000

Tanggul tanah

1500

Kontruksi sheetpile

1000 500 0

0

5

10

Beda tinggi (m)

Tanggul sungai efektif terhadap banjir dari sungai, namun pembebasan lahan dan relokasi mungkin membutuhkan waktu dan kompensasi yang cukup sebelum pekerjaan konstruksi dimulai. Kelayakan finansial untuk tanggul tanah liat dipengaruhi oleh tingginya biaya pembebasan lahan dan relokasi, sedangkan dalam kasus tanggul yang menggunakan konstruksi sheetpile kelayakan finansial dipengaruhi oleh tingginya biaya konstruksi. Keberlanjutan dari tanggul sungai tergantung pada perbaikan, pemeliharaan

63


JCDS, Agenda, 30 September 2011

dan penyesuaian ketinggian tanggul, dengan catatan konstruksi dan kegiatan manusia di sekitar tanggul terkontrol dengan baik. Perlindungan banjir sistem polder. Dalam sistem polder perkotaan di Jakarta Utara, untuk mencegah banjir yang diakibatkan hujan lokal yang ekstrim diperlukan kombinasi antara kolam retensi dengan kapasitas pompa yang cukup. Jika kapasitas pompa yang telah diinstal telah cukup, maka kapasitas kolam retensi dapat dikurangi dengan ketentuan sungai dan kanal yang menghubungkan pompa dan kolam retensi dikeruk dan diperlebar. Menurut RTRW 2030 ruang retensi yang diperlukan dalam sistem polder adalah 5%, hal ini tampaknya menjadi minimal karena berada di bawah kondisi hidrometeorologi yang berlaku. Berdasarkan persyaratan ini, ruang retensi dan kapasitas pompa yang diperlukan untuk sistem polder Jakarta Utara adalah sekitar 1 m3/dt per 100 ha. Luas total polder dalam zona pesisir Jakarta Utara pada tahun 2030 adalah sekitar 30.000 ha. Ruang persyaratan retensi yang sesuai 5% adalah 1.500 ha. Saat ini, ruang retensi hanya sekitar 3% dari luas daratan, yang 1% terdiri dari saluran drainase dan sekitar 2% dari area retensi (Waduk). Hal ini berarti masih dibutuhan tambahan untuk pembebasan tanah sebesar 2%, atau 600 ha, untuk memenuhi ruang retensi tambahan. Berdasarkan rata-rata kepadatan penduduk Jakarta Utara yaitu sekitar 200 jiwa / ha, atau sekitar 120.000 orang kemungkinan diperlukan relokasi untuk mencapai tujuan ini. RTRW 2030 mengisyaratkan 30% dari luas daratan DKI Jakarta harus dipertahankan sebagai ruang hijau. Bagian ruang hijau ini dapat berfungsi sebagai daerah retensi. Namun, karena kelangkaan tanah dan tekanan pembangunan, maka timbul kecenderungan untuk berlawanan dengan arah kebijakan di Jakarta, dimana ruang terbuka hijau yang ada akan dikonversi menjadi lahan untuk perumahan dan kegiatan ekonomi. Berdasarkan perhitungan luas kebutuhan untuk polder adalah 30'000 ha sedangkan kapasitas pompa yang diperlukan adalah 1 m3/dt per 100 ha, pada saat ini jumlah kapasitas pompa yang tersedia di sepanjang pantai utara Jakarta hanya sekitar 100 m3/dt, sehingga masih diperlukan tambahan kapasitas pompa 200 m3/dt harus diinstal. Semua stasiun pompa yang lainnya juga membutuhkan tinjauan menyeluruh, tetapi tidak dimasukkan dalam analisis di atas. Tambahan ruang retensi dan kapasitas pompa di daerah polder perkotaan dapat efektif memberikan perlindungan terhadap banjir yang diinduksi dari hujan, tetapi membutuhkan pembebasan lahan dan relokasi yang kemungkinan akan memakan waktu yang cukup lama sebelum konstruksi dimulai. Kelayakan keuangan dipengaruhi oleh tingginya biaya pembebasan lahan dan pemukiman kembali. Keberlanjutan sistem polder membutuhkan pengerukan rutin, pembersihan saluran drainase dan kolam retensi, pemeliharaan dan perbaikan sistem pemompaan. Estimasi biaya elemen kunci untuk perlindungan banjir di Skenario 1. Biaya yang diperkirakan untuk pelaksanaan dan pemeliharaan elemen-elemen kunci dalam Skenario 1 disajikan dalam tabel di bawah ini. Tambahan biaya pemeliharaan telah dihitung dengan asumsi persentase investasi dan tambahan selama masa konstruksi sesuai dengan pentahapan yang diusulkan dalam tiga tahap, yaitu 3 tahun, 5 tahun dan 10 tahun.

64


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Tabel 4.2: Estimasi Biaya Elemen Kunci dalam Skenario 1 (dalam juta USD) Elemen kunci Pertahanan laut Polder

Tanggul sungai

Sumber: JCDS

Tahap I Kontruksi dasar -1 m, puncak +6.14 (km) Tambahan biaya pemeliharaan Kapasitas pompa baru (m3/dt) Pembebasan tanah di JakUt (ha) Biaya resettlement (daerah retensi) Tambahan biaya pemeliharaan Incremental energy costs Konstruksi (km sampai ketinggian 5m) Pembebasan tanah (ha) Biaya resettlement (tepi kanal) Tambahan biaya pemeliharaan (1%) Total=

Tahap II

252 8 60 0 0 5 5 95 733 122 29 1.309

Tahap III

90 17 30 1.000 167 157 20 64 267 44 66 1.922

Total

90 43 30 1.000 167 613 65 118 533 89 207 2.955

432 68 120 2.000 333 775 90 277 1.000 167 301 5.562

Diperkirakan total biaya investasi dan pemeliharaan untuk Skenario 1 adalah sekitar 5,6 milyar USD. Biaya utama adalah untuk pembebasan tanah dan pemukiman kembali dengan biaya sebesar 3,5 milyar USD, atau hampir 65% dari total investasi. Dampak samping selama konstruksi adalah pariwisata, perikanan atau industri belum dimasukkan, kemungkinan hal ini juga perlu kompensasi. 4.2.3 Tindakan Tambahan Bagian ini menjelaskan tindakan tambahan, yang bertujuan untuk membuat pelaksanaan Skenario 1. lebih efektif, layak dan berkelanjutan. Tabel 4.3: Tindakan Tambahan Skenario 1 Elemen kunci Lalu lintas Infrastruktur Air bersih Sanitasi Reklamasi

Unit Jalan (lebar 27m ) Jembatan (lebar 27m) Jaringan transmisi Jaringan distribusi Terpusat (saluran air limbah) Setempat canggih (Komunal) Setempat sederhana (Individu) Reklamasi (termasuk jalan drainase dan fasilitas)

km km m3/dt m3/dt Juta jiwa ha

Tahap I

Tahap II

T III

Total

36,0 1,0 6,5 6,5 1,0 2,5 2,5

0 0 16,8 12,3 1,6 6,5 5,9

0 0 0,0 4,5 0,3 3,7 3,9

36,0 1,0 23,3 23,3 3,0 12,7 12,2

500

1.000

1.500

3.000

Sumber: JCDS

Infrastruktur jalan. Pembangunan tanggul laut baru di sepanjang garis pantai akan menawarkan kesempatan untuk menciptakan secara bersamaan hubungan transportasi baru arah timur-barat di Jakarta Utara, yang bisa juga berfungsi sebagai akses jalan ke daerah yang berdekatan di zona pesisir termasuk lahan reklamasi yang direncanakan, dan sebagai jalan penghubung antara bandara Soekarno Hatta, pelabuhan Tanjung Priok dan zona industri serta gudang di dekatnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, tanggul laut baru yang ada di pantai harus dirancang dengan lebar atas 27 m, cukup untuk jalan 4 jalur. Arah jalan tidak akan menghalangi akses ke laut dari pelabuhan Tanjung Priok, Sunda Kelapa dan Muara Baru, atau dari pelabuhan kecil yang ada di Kamal, Muara Angke, Pluit, Marina Pantai Mutiara, Marina Ancol, Kali Baru dan Marunda. Hal ini kemungkinan memerlukan tindakan tambahan seperti pembuatan jembatan, terowongan, kunci kapal dan dinding dermaga yang lebih tinggi, atau melakukan alternatif lain yaitu relokasi pelabuhan ke pantai yang ada tanggul baru. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk kombinasi antara tanggul laut dan jalan baru yang menghubungkan timur-barat, menentukan kombinasi fungsi optimum dan efisiensi biaya, serta untuk menilai kemungkinan partisipasi investor swasta.

65


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Tanggul laut harus dibangun lebih kuat, jika diatasnya ingin dibangun jalan tol 4-jalur. Hal tersebut akan meningkatkan kelayakan finansial implementasi, karena biaya pembangunan tanggul dapat dibagi dengan biaya pembangunan jalan, dan tidak memerlukan pembebasan lahan dan pemukiman kembali. Jalan yang dibangun di atas tanggul laut tidak mempengaruhi keberlanjutan tindakan perlindungan banjir. Air bersih. Penyebab utama dari masalah banjir di Jakarta Utara adalah penurunan tanah akibat eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya air tanah dalam. Jika penurunan tanah bisa dihentikan, tindakan perlindungan banjir bisa ditunda atau diturunkan skalanya, akan menghemat biaya besar. Satu-satunya cara untuk menghentikan penurunan tanah adalah memberikan pasokan air bersih ke Jakarta Utara dari sumber-sumber alternatif, dan menutup ekstraksi air tanah dalam. DKI Jakarta telah merencanakan memperluas cakupan sistem penyediaan air bersih perpipaan sampai 100%. Cakupan total DKI Jakarta akan membutuhkan kapasitas produksi air sebesar 41,1 m3 / s pada tahun 2030. Kapasitas pada saat ini sebesar 17,8 m3/dt, hal ini berarti bahwa masih diperlukan kapasitas ekstra sebesar 23,3 m3/dt dalam 10 tahun mendatang. Prioritas untuk pelaksanaan rencana ini harus diberikan untuk wilayah Jakarta Utara dalam memenuhi kebutuhan air bersih rumah tangga dan industri, sehingga sumur dalam dapat ditutup dan penurunan tanah dapat dihentikan. Tahap pertama pelaksanaan memerlukan penambahkan kapasitas sebesar 6,5 m3/dt ke zona utara DKI Jakarta untuk mencapai cakupan sebesar 100% di daerah ini pada tahun 2015. Tahap kedua akan membutuhkan tambahan sebesar 12,3 m3/dt untuk mencapai cakupan 100% di zona pusat DKI Jakarta pada tahun 2020, dan penambahan kapasitas ekstra sebesar 4,5 m3/dt untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah penduduk dari periode 2020-2030 (lihat gambar di bawah ). Waduk Jatiluhur yang terletak di sebelah selatan-timur Jakarta sudah berfungsi sebagai sumber air utama untuk Jakarta. Dari rencana yang ada akan membangun pabrik pengolahan air baru di tepi waduk, dan untuk mengalirkan air, akan dipasang pipa sepanjang 130 km di Kanal Tarum Barat untuk zona pesisir Jakarta Utara dan Barat. DKI Jakarta telah merencanakan untuk mengimplementasikan pipa, dan ditargetkan untuk memasok air sebesar 82% dari DKI Jakarta (lihat peta di bawah).

66


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 4.7: Usulan Pentahapan Perluasan Air Bersih REKOMENDASI AIR TANAH DENGAN STRATEGI KONSERVASI MELALUI PEMBATASAN PEMANFAATAN AIR TANAH DI WILAYAH DKI JAKARTA TAHUN 2015-2030 Terhitung tahun 2015, seluruh zona ini harus mendapat 100% suplai air bersih perpipaan dan “zero” pengambilan air tanah

2015

Mulai tahun 2020, zona ini harus mendapat 100% suplai air bersih perpipaan dan “zero” pengambilan air tanah

2020

Terhitung tahun 2025, seluruh zona ini harus mendapat 100% suplai air bersih perpipaan dan “zero” pengambilan air tanah

2025

Terhitung tahun 2030, seluruh zona ini harus mendapat 100% suplai air bersih perpipaan dan “zero” pengambilan air tanah

Gambar 4.8: Usulan Sumber Air dan Transmisi dari Tambahan Pasokan Air untuk DKI Jakarta

Hal ini diasumsikan bahwa dalam waktu 2 sampai 3 tahun setelah ekstraksi air tanah dalam telah dihentikan, tingkat penurunan tanah awalnya akan melambat dari 10 cm sampai beberapa cm per tahun selama sepuluh tahun berikutnya, dan akhirnya tinggal beberapa milimeter per tahun . Dalam hal pasokan air bersih untuk Jakarta Utara akan 67


JCDS, Agenda, 30 September 2011

tersedia pada tahun 2015, seperti yang direncanakan, efek kecil pada penurunan tanah akan terlihat pada tahun 2020. Selain tahun 2020, penurunan tanah akan berkurang menjadi sekitar 10 cm per dekade berbeda tajam dengan sekitar 100 cm per dekade jika pengambilan air tanah dalam tidak dihentikan. Pasokan air bersih perpipaan adalah tindakan yang sangat efektif, karena memungkinkan untuk menutup ekstraksi air tanah dalam, yang pada akhirnya bisa menghentikan penurunan tanah yang menyebabkan banjir di daerah pesisir. Tindakan ini adalah layak secara finansial karena sumber air cukup tersedia, karena alinemen pipa air di sepanjang Kanal Tarum Barat tidak memerlukan pembebasan lahan dan pemukiman kembali, serta biaya investasi dalam penyediaan air dapat cost recovery dari konsumsi air dan ini merupakan penghematan biaya dalam sistem pengamanan pantai. Tindakan ini memberikan kontribusi untuk keberlanjutan perlindungan banjir, karena akan menghentikan penurunan tanah. Air limbah, dan sanitasi. Karena lokasi Jakarta Utara terletak di hilir delta sungai, menerima akumulasi limbah manusia, tidak hanya dari seluruh DKI Jakarta, tetapi juga dari daerah hulu di DAS sungai yang pembuangan di Teluk Jakarta. Hanya sekitar 3% dari limbah manusia yang dihasilkan oleh 9 juta penduduk yang tinggal di DKI Jakarta diolah dengan sistem air limbah terpusat. Kebanyakan orang menggunakan septic tank setempat atau lubang pencucian untuk membuang limbahnya, hal ini sering menyebabkan pencemaran air tanah akibat konstruksi yang buruk dan kurangnya pemeliharaan. Limbah rumah tangga dan limbah industri sering secara ilegal dibuang di saluran drainase, sungai, kanal, kolam retensi, dan akhirnya berakhir di Teluk Jakarta. Hal ini memiliki implikasi terhadap perlindungan banjir di Jakarta, karena akumulasi limbah akan mengurangi kapasitas retensi, menghalangi saluran drainase, menyumbat sistem pemompaan, dan menimbulkan bahaya kesehatan yang serius dalam kasus banjir. Untuk secara efektif memecahkan masalah limbah yang dapat mempengaruhi kualitas air permukaan Jakarta Utara, maka sistem pengolahan air limbah dan sanitasi yang akan mencakup seluruh daerah aliran sungai yang dibuang ke Teluk Jakarta sangat dibutuhkan. Kebutuhan mendesak untuk perlindungan banjir dapat berfungsi sebagai pemicu dan insentif untuk mulai investasi dalam sistem air limbah dan sanitasi, meskipun penerapan sistem tersebut kemungkinan akan mahal dan memakan waktu yang cukup lama. Meskipun kebutuhan ini benar, namun pengambilan keputusan membutuhkan keberanian politik dan kebijaksanaan, karena efek positif hanya akan terlihat pada jangka panjang. DKI Jakarta sudah mengidentifikasi kebutuhan untuk memperbaiki sistem saluran air limbah dan sanitasi, disamping itu sekitar 3% dari wilayah DKI Jakarta sudah dicakup oleh sistem terpusat. Pemerintah merencanakan menambah cakupan sistem terpusat sekitar 23 % pada tahun 2020, dikombinasikan dengan penambahan fasilitas sistem komunal sebesar 42%, dan sistem individu sebesar 32% (lihat peta di bawah). Untuk daerah lain di luar DKI Jakarta, tetapi masih dalam daerah aliran sungai yang dibuang di Teluk Jakarta, tidak ada sistem terpusat yang direncanakan. Sebaliknya pusat-pusat perkotaan (Kota) bergantung pada cakupan sistem komunal 50% dan 50% sistem individu, dan kabupaten lain bergantung pada cakupan sistem komunal 25% dan 75% sistem individu. Berdasarkan asumsi-asumsi perencanaan dan tujuan yang ambisius untuk memiliki sarana sanitasi dengan cakupan 100% pada tahun 2020, DKI perlu memperluas pengolahan air limbah sistem terpusat untuk melayani 2,6 juta penduduk pada 2020. Dalam daerah aliran sungai keseluruhan 9 juta orang direncanakan akan dilayani oleh sistem komunal pada tahun 2020, dan 8,4 juta orang akan terus bergantung pada sistem individu, dengan pengumpulan lumpur yang baik dan sistem pengolahan harus dikembangkan. 68


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 4.9: Rencana Pembangunan Sanitasi

RTRW DKI 2011 – 2030 : Rencana Pengembangan Sanitasi  Sistem pengolahan B

A

C

setempat sederhana daerah A (32%)  sistem pengolahan setempat tingkat tinggi daerah B (42%)  Sistem pengolahan terpusat daerah C (26%)

A

A B

C B

A

Source: RTRW DKI 2011-2030

Berdasarkan prioritas pembangunan DKI Jakarta pelaksanaan tambahan cakupan 23% air limbah sistem terpusat harus diselesaikan pada tahun 2020. Selama tahap pertama 2012-2015 sekitar 1 juta orang akan dilayani, sementara di tahap kedua 2015-2020 sebanyak 1,6 juta orang sisanya akan dilayani (lihat peta di bawah). Dalam periode terakhir 2020-2030 0,3 juta orang lainnya akan dilayani, yang merupakan pertumbuhan penduduk yang diharapkan di wilayah layanan Jakarta. Peningkatan dan perluasan sistem komunal di seluruh daerah tangkapan air direncanakan akan mencakup 2,5 juta orang pada tahap pertama 2012-2015, diikuti oleh 6,5 juta orang pada tahap kedua 2015-2020 dan 3,7 juta orang ditahap terakhir 2020-2030. Demikian juga pelaksanaan peningkatan dan perluasan sistem individu di seluruh daerah tangkapan air direncanakan akan mencakup 2,5 juta orang pada tahap pertama 2012-2015, diikuti oleh 5,9 juta orang pada tahap kedua 2015-2020 dan 3,9 juta orang di tahap terakhir 2020-2030.

69


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 4.10: Lay-out Rencana Pembuangan Limbah Sistem Terpusat untuk DKI Jakarta

sumber: RTRW DKI Jakarta

Pelaksanaan sistem air limbah dan sanitasi akan efektif dalam meningkatkan kualitas air sungai, kanal, saluran drainase, kolam retensi, Teluk Jakarta, serta akan meningkatkan fungsi kolam retensi, drainase dan sistem pemompaan untuk mencegah banjir. Tindakan ini adalah layak, jika kesadaran masyakarat ditingkatkan. Di satu sisi, ada bahaya lingkungan dan risiko banjir yang diperparah oleh polusi air permukaan, di sisi lain, ada peluang untuk perbaikan kondisi hidup masyarakat dan revitalisasi ekonomi, jika air permukaan bersih dan aman. Tindakan ini adalah berkelanjutan, karena ada manfaat sosial dan ekonomi yang tinggi. Pengelolaan Sampah: Meskipun DKI Jakarta memiliki kapasitas yang cukup untuk mengumpulkan semua sampah yang dihasilkan di kota ini, beberapa masih membuang sampah di sungai dan saluran. Upaya untuk mencapai kondisi sungai yang bersih harus ada konsentrasi terhadap kampanye kesadaran publik dan program partisipasi berbasis masyarakat yang hidup di sepanjang sungai dan kanal, bukan pada peningkatan kapasitas pengumpulan sampah. Program kampanye ini bisa jadikan sebagai salah satu upaya kombinasi untuk persampahan dan sanitasi. Kampanye ini harus dilaksanakan di daerah aliran sungai di seluruh Teluk Jakarta, termasuk DAS Sungai Angke, DAS Sungai Ciliwung, dan DAS Sungai Sunter. Kegiatan ini harus dimulai pada Tahap I. Idealnya kegiatan pembersihan sungai harus dilakukan sebagai bagian dari program yang komprehensif, termasuk pengerukan sungai, program partisipasi masyarakat untuk mengumpulkan sampah dari aliran sungai, mengatur pengumpulan sampah rumah tangga, meningkatkan sanitasi lokal, melakukan komitmen perjanjian dengan industri dan perusahaan untuk tidak membuang limbah ke sungai (Prokasih), serta adanya perubahan yang jelas tentang penggunaan dasar sungai. Pendekatan seperti itu cocok dengan rencana DKI Jakarta untuk menetapkan Kanal Banjir Barat, Sungai Ciliwung dan Kanal Banjir Timur sebagai Kawasan Strategis Lingkungan Provinsi. Dalam kawasan 70


JCDS, Agenda, 30 September 2011

limbah akan dikontrol, dan zona akan berfungsi sebagai zona penyangga hijau dan pengendalian banjir. Kontrol sampah meliputi pembersihan daerah tersebut, diikuti dengan pemasangan bin-bin sampah dan dengan rambu-rambu “Jagalah kebersihan kota!�. Untuk menghindari sampah yang masuk pada daerah tersebut, jaring-jaring sampah dapat dipasang, dikombinasikan dengan perangkap sedimen di samping sungai, sebelum masuk ke kanal. Organisasi pengelolaan sampah harus berada di tempat,untuk menghindari skala besar pembuangan sampah di sungai dan kanal. Pelaksanaan kegiatan ini tergantung pada jadwal pelaksanaan Kawasan Strategis Lingkungan Provinsi. Perkiraan Biaya Tindakan Tambahan. Biaya investasi untuk saluran air limbah dan sanitasi dalam kaitannya dengan Skenario 1. disajikan dalam tabel di bawah. Tabel 4.4: Perkiraan Biaya Tindakan Tambahan di Skenario 1. (juta USD)

Elemen Kunci Insfrastruktur transportasi Air bersih Sanitasi

Reklamasi

jalan (lebar 27m) Jembatan (lebar 27m) Biaya tambahan pemeliharaan Jaringan transmisi Jaringan distribusi Biaya tambahan pemeliharaan Terpusat (Air limbah) Setempat canggih (Communal) Setempat sederhana (Individual) Biaya tambahan pemeliharaan Reklamasi (termasuk jalan, drainase dan fasilitas) Total=

Tahap I 108 45 23 585 195 47 368 460 304 68

Tahap II

0 0 38 1.512 369 266 589 1.196 716 363

Tahap III

0 0 77 0 135 559 110 681 474 980

Total

108 45 138 2.097 699 872 1.067 2.337 1.494 1.411

1.000

2.000

3.000

6.000

3.202

7.050

6.015

16.267

Pembangunan jalan baru di sepanjang garis pantai di atas tanggul laut diperkirakan membutuhkan investasi sekitar 150 juta USD. Sekitar 2,8 miliar USD akan diperlukan untuk menerapkan sistem air bersih untuk melayani semua rumah tangga dan industri di Jakarta pada tahun 2020 tanpa harus menggunakan air tanah dalam. Pada tahap pertama 2012-2015, semua rumah tangga yang saat ini tidak menerima air, industri yang saat ini tergantung pada air tanah di Jakarta Utara akan terhubung dengan pasokan air ledeng. Sedangkan untuk air limbah dan sanitasi, total investasi diperkirakan 5 milyar USD untuk seluruh DAS Teluk Jakarta 4.2.4 Implikasi lebih luas Implikasi spasial dan lingkungan. Sebagai konsekuensi dari penurunan tanah di tahun 2010 lebih dari 50%, atau 7'500 hektar lahan di Jakarta Utara sudah terletak di bawah permukaan laut (MSL). Tingkat penurunan tanah rata-rata 10 cm per tahun, sehingga pada tahun 2030 hampir 90%, atau 12'500 hektar lahan di Jakarta Utara sudah terletak di bawah permukaan laut (MSL). Jika penurunan tanah dapat dikontrol dengan mengganti ekstraksi air tanah dalam dengan pasokan air perpipaan, area di bawah permukaan laut rata-rata masih akan lebih dari 80%, atau sekitar 11'300 hektar pada tahun 2030. Tanpa perlindungan banjir di daerah ini secara permanen akan mengalami kebanjiran, sehingga mempengaruhi 4 juta orang dan harta bendanya. Strategi pengelolaan banjir di daratan Skenario 1. membutuhkan sekitar 600 hektar ruang untuk daerah retensi tambahan dan 300 hektar untuk memperkuat tanggul sungai dan kanal, sehingga totalnya lahan yang dibutuhkan 900 hektar. Karena kepadatan penduduk rata-rata di daerah perkotaan Jakarta Utara adalah sekitar 200 orang per hektar, kebutuhan untuk pemukiman kembali akan menjadi sekitar 180.000 orang. Penyediaan 600 hektar ruang retensi tambahan di daerah perkotaan padat penduduk Jakarta Utara akan menimbulkan dampak positif terhadap kondisi lingkungan hidup dan iklim mikro, hal ini dikarenakan ruang retensi tersebut digunakan sebagai ruang hijau 71


JCDS, Agenda, 30 September 2011

sekaligus berfungsi sebagai rekreasi. Untuk mencapai tujuan ini, zona retensi perlu pemeliharaan dan dibersihkan secara teratur, karena air pada saluran drainase yang dibuang ke zona retensi sering tercemar. Tindakan-tindakan pengamanan pantai pada Skenario 1. juga berfungsi untuk melindungi warisan budaya yang unik, situs bersejarah dan bangunan Batavia, yang akan tenggelam antara tahun 2010 dan 2030 hingga hampir 4,5 m di bawah permukaan laut akibat penurunan tanah. Potensi pariwisata daerah bersejarah ini sangat menjanjikan. Tetapi rencana restorasi pemerintah dan rencana investasi bisnis pengembang swasta menunggu kepastian bahwa area dan jalan akses tersebut cukup aman terhadap banjir. Implikasi sosial dan ekonomi. Dibandingkan dengan bagian lain dari kota Jakarta, kerugian ekonomi akibat banjir relatif tinggi di daerah pesisir Jakarta Utara, karena kegiatan ekonomi lebih banyak terkonsentrasi di sini, termasuk pelabuhan internasional Tanjung Priok dan akses ke bandara Internasional Soekarno Hatta. Banjir yang terjadi di wilayah fasilitas ini, atau genangan pada akses jalan dapat menghambat kegiatan ekonomi. Jika banjir bisa dicegah, atau setidaknya berkurang secara siknifikan, daerah tersebut akan menarik bagi investor bisnis dan pengusaha, harga tanah dan properti juga akan terus meningkat. Revitalisasi ekonomi di wilayah Jakarta Utara memiliki dampak positif pada pengurangan kemiskinan karena penciptaan lapangan kerja serta peningkatan pendapatan bagi masyarakat yang tinggal dan bekerja di wilayah tersebut. Sebagai konsekuensi dari harga tanah dan properti yang naik adalah kelompok-kelompok ekonomi kuat akan bergerak, sementara kelompok ekonomi lemah akan pindah, sehingga mengubah demografi daerah dan tatanan sosial. Pemukiman kembali dengan tujuan pembebasan tanah bagi tambahan ruang retensi dan perkuatan tanggul sungai merupakan masalah yang sangat sensitif, kecuali lokasi alternatif yang ditawarkan dapat diterima serta ada kompensasi uang untuk ditawarkan kepada orang-orang yang harus pindah. Lokasi tersebut dapat ditemukan didekat rencana reklamasi di Teluk Jakarta. Banjir menimbulkan banyak korban dan menimbulkan ancaman kesehatan bagi masyarakat, seperti penyakit yang berhubungan dengan paparan air tercemar, penyakit yang ditularkan melalui air seperti demam berdarah dan malaria, serta kontaminasi dari sumur dangkal yang berfungsi sebagai sumber air tradisional. Banjir juga dapat mempengaruhi infrastruktur vital, seperti sistem air bersih, sistem air limbah dan sanitasi dan sistem pengolahan persampahan. Implikasi infrastruktur. Di atas tanggul laut sepanjang garis pantai yang diusulkan saat ini dapat dibangun jalan baru yang memberikan akses ke daerah-daerah industri dan bisnis di kawasan pesisir Jakarta Utara, menghubungkan pelabuhan Tanjung Priok dan bandara Soekarno Hatta, serta memberikan akses ke kawasan lahan reklamasi baru. Jika di atas tanggul laut di bangun jalan, tidak ada pembebasan lahan dan pemukiman kembali, hal ini akan menghemat waktu pelaksanaan dan biaya. Sistem air bersih perpipaan yang direncanakan akan membawa air dari Jatiluhur ke Jakarta Utara akan selesai pada tahun 2015. Tantangan utama adalah menghubungkan konsumen individu ke sistem pasokan air, serta menegakkan aturan penutupan sumur dalam. Hal ini akan tergantung pada kualitas air, harga dan keandalan sistem penyediaan air perpipaan.

72


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Tanpa sistem air limbah dan sanitasi yang memadai serta sistem manajemen sampah, daerah retensi hijau baru yang akan dikembangkan di Jakarta Utara di bawah Skenario 1. kemungkinan besar akan tercemar. Hal ini dapat menyebabkan sumbatan saluran drainase, penyumbatan stasiun pompa, air tergenang, dan menimbulkan risiko kesehatan bagi orang yang tinggal, bekerja dan rekreasi di daerah tersebut. Implikasi institusional. Dalam strategi di daratan pada sistem pengamanan pantai Jakarta Utara akan dilaksanakan secara independen dari lahan reklamasi tanah yang direncanakan swasta, dan oleh karena itu akan lebih sederhana di dalam pengelolaan dari perspektif organisasi. Tapi koordinasi menjadi hal yang sangat penting bagi masyarakat yang akan dimukimkan kembali terkait pembuatan ruang untuk tindakan perlindungan banjir. Karena komponen kunci dari sistem perlindungan banjir terletak di dalam batas Provinsi DKI Jakarta, pelaksanaan tidak akan rumit karena tidak memerlukan koordinasi antarpropinsi. Namun, ada kebutuhan untuk koordinasi antar-propinsi antara DKI Jakarta dengan provinsi yang berdekatan seperti Banten dan Jawa Barat bagi pelaksanaan jalan, air bersih dan sistem air limbah dan sanitasi. Selain itu akan ada kebutuhan koordinasi nasional-provinsi-kota dalam proses perencanaan, investasi, implementasi, dan operasi dan pemeliharaan. Sebuah embrio untuk koordinasi ini sudah ada yaitu melalui rencana tata ruang Jabodetabekpunjur. Elemen-elemen kunci dari tindakan pengaman pantai, seperti tanggul, kolam retensi, dan saluran drainase, tidak memiliki pemulihan biaya langsung atau cost recovery, tetapi dijustifikasi berdasarkan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan, oleh karena itu investasi terkait terutama tergantung pada sumber-sumber dana publik, kemungkinan juga dapat didukung oleh dana bilateral dan pinjaman dari bank-bank pembangunan internasional. Hal ini juga berlaku sampai batas tertentu untuk pengembangan sistem air limbah dan sanitasi. Namun, tindakan tambahan seperti sistem penyediaan air dan pengembangan pelabuhan memiliki pemulihan biaya langsung yang dapat memulihkan kembali keuangan yang sehat, karena itu untuk investasi terkait sangat cocok menggunakan privatisasi. Pembangunan berbasis wilayah terpadu seperti pembangunan kembali zona pesisir dan revitalisasi kota bersejarah Batavia, dapat didanai melalui skema public-private-partnership (PPP). 4.2.5

Evaluasi Skenario 1.

Efektifitas  Tanggul laut yang dibangun di pinggir pantai adalah efektif dalam memberikan perlindungan banjir dari laut pada jangka pendek, karena dapat dibangun relatif cepat. Namun, karena lokasinya tanggul laut di garis pantai maka tidak akan memberikan perlindungan banjir untuk lahan reklamasi yang direncanakan di Teluk Jakarta.  Tanggul sungai adalah efektif terhadap banjir dari sungai, namun perlu waktu untuk pembebasan lahan dan pemukiman kembali.  Tambahan ruang retensi dan kapasitas pemompaan di daerah polder adalah efektif terhadap banjir yang disebabkan hujan, tetapi pembebasan lahan dan pemukiman kembali perlu waktu.  Desain tanggul laut yang kuat akan menjadi dasar yang efektif untuk pembangunan jalan.  Pasokan air bersih perpipaan secara tidak langsung sangat efektif, karena akan memungkinkan penutupan sumur dalam, yang pada akhirnya akan menghentikan penurunan tanah, dan hal ini akan mengurangi risiko banjir. 73


JCDS, Agenda, 30 September 2011

 Air Limbah dan sanitasi akan efektif untuk memperbaiki kualitas air dari saluran drainase, kolam retensi, sungai dan kanal, serta mengurangi bahaya kesehatan masyarakat dalam kasus banjir. Kelayakan  Karena lokasi tanggul yang akan dibangun berada di luar tembok laut lama sepanjang pantai, tanggul laut tidak memerlukan pembebasan tanah atau pemukiman kembali.  Kelayakan finansial dari memperkuat dan meningkatkan tanggul sungai dan kanal dipengaruhi oleh tingginya biaya pembebasan lahan dan pemukiman kembali untuk pembangunan tanggul tanah liat, sedangkan dalam kasus sheet pile mempertimbangkan biaya konstruksi yang cukup tinggi.  Kelayakan finansial untuk menambah ruang retensi dalam sistem polder dipengaruhi oleh tingginya biaya pembebasan lahan dan pemukiman kembali di wilayah perkotaan padat penduduk.  Pembangunan jalan di atas tanggul laut meningkatkan kelayakan finansial dalam implementasi, karena biaya konstruksi dapat dibagi.  Pasokan air bersih perpipaan sebagai alternatif untuk ekstraksi air tanah dalam, meningkatkan kelayakan finansial dari solusi perlindungan banjir, karena akan menghentikan penurunan tanah. Hal ini dapat memungkinkan untuk menurunkan skala sistem pengamanan pantai dan pengurangi biaya investasi. Investasi dalam penyediaan air bersih dapat recovery dari konsumsi air.  Sistem air limbah dan sanitasi akan meningkatkan kelayakan ekonomi dari solusi perlindungan banjir, karena air permukaan yang bersih akan memiliki dampak positif pada kesehatan masyarakat, pada lingkungan perkotaan, serta dapat menarik investor yang diperlukan untuk revitalisasi zona pesisir. Keberlanjutan  Tanggul laut di pantai akan menawarkan solusi yang berkelanjutan terhadap banjir dari laut, karena dapat dikembangkan secara bertahap sesuai dengan tren penurunan tanah yang terjadi.  Tanggul sungai menawarkan solusi berkelanjutan terhadap banjir dari sungai, karena perbaikan, pemeliharaan dan penyesuaian ketinggian tanggul sungai relatif mudah dilaksanakan.  Saluran drainase, ruang retensi dan sistem pemompaan menawarkan solusi berkelanjutan terhadap banjir dari hujan lokal, asalkan sistem ini terpelihara dengan baik dan teratur dibersihkan.  Pembangunan jalan di atas tanggul laut tidak akan mempengaruhi keberlanjutan tindakan perlindungan banjir.  Pasokan air bersih meningkatkan keberlanjutan tindakan perlindungan banjir, karena akan menghentikan penurunan tanah.  Air limbah dan sanitasi akan membuat tindakan perlindungan banjir lebih berkelanjutan, karena fungsi sistem tidak akan terhambat lagi oleh sampah.

74


JCDS, Agenda, 30 September 2011

4.3 Solusi Lepas Pantai dengan Sungai Terbuka (Skenario 2.) 4.3.1

Prinsip-prinsip Dasar Skenario 2.

Subchapter ini merangkum karakteristik, dimensi dan implikasi spasial dari solusi lepas pantai Skenario 2. Solusi Lepas Pantai Skenario 2. bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap banjir dari laut dengan tanggul baru multi-fungsi yang juga melindungi lahan reklamasi yang direncanakan di Teluk Jakarta, dengan tetap mempertahankan sungai-sungai utama terhubung terbuka dengan laut. Elemen-elemen kunci dari solusi ini adalah tanggul laut yang 'layak huni' sepanjang 58 km langsung dibangun di sepanjang tepi lahan reklamasi yang direncanakan di Teluk Jakarta sekitar 3 km dari garis pantai yang ada, total 100 km dari tanggul-tanggul di sepanjang hilir sungai terbuka dengan ketinggian yang sama dengan tanggul laut untuk melindungi wilayah perkotaan yang berdekatan dengan sungai terhadap banjir yang dipengaruhi pasang surut, 600 hektar waduk retensi lepas pantai di luar garis pantai yang ada dan antara segmen yang berbeda dari lahan reklamasi untuk mengatasi banjir dari hujan lokal , dan tambahan kapasitas pompa untuk memompa air dari waduk retensi keluar ke laut. Sebuah peta skematik dari Skenario 2. disajikan di bawah ini: Gambar 4.11: Prinsip-prinsip Dasar Skenario 2.

Saluran Cengkareng Area polder masa depan

BKB

DKI Jakarta

BKT

Kawasan lebih tinggi

13 Sungai

Dasar tanggul laut akan dibangun pada kedalaman rata-rata sekitar - 8,00 m di bawah permukaan laut rata-rata, namun karena lokasi lepas pantai di sana maka tidak ada kebutuhan untuk pembebasan tanah dan pemukiman kembali. Namun, untuk membangun tanggul di sepanjang hilir sungai dan kanal akan memerlukan pembebasan lahan seluas 300 hektar, hal ini menjadi mahal, memakan waktu lama dan sangat sensitif bagi perkotaan zona pesisir yang padat penduduk. Kapasitas retensi lepas pantai adalah 600 hektar, di antara segmen lahan reklamasi tidak memerlukan pembebasan lahan dan pemukiman kembali. Pada Skenario 2. lahan reklamasi baru di Teluk Jakarta perlu disinkronisasi dengan sistem pengamanan pantai untuk mendapatkan keuntungan dari pembagian biaya antara lahan reklamasi dan pembangunan tanggul laut dan dari waduk retensi. Pemanfaatan sepanjang garis pantai tergantung pada lokasi, seperti lokasi nelayan, lokasi galangan kapal, PLN serta Ancol, lokasi-lokasi ini harus dihubungkan kembali, diberi kompensasi atau direlokasi.

75


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 4.12: SKENARIO 2. Tanggul Lepas Pantai Dengan Sungai Utama Terbuka

Diskripsi singkat Skenario 2.

Kondisi 2010

Elemen kunci Pengamanan Pantai

2010

 Tanggul laut sepanjang 58 km di pantai lahan reklamasi antara - 1 dan - 8 m di bawah permukaan laut  Tambahan kapasitas retensi dalam waduk lepas pantai sebesar750 hektar  Penambahan kapasitas pompa sebesar 330 m3/dt  Tanggul sungai di sepanjang hilir sungai dan kanal dengan total panjang 100 km  Pembebasan tanah 300 hektar dan relokasi 60'000 orang

Dinding laut

Tampang melintang zona pantai pada tahun 2010

I. Konstruksi 2012 - 2015

Tindakan Tambahan

Tanggul sungai

2010 2015

 Jalan tol 49 km dengan 10 jalur di atas tanggul laut ditambah rel kereta api, dan 9 km jalan baru dengan 4 jalur  Pasokan air bersih perpipaan 20 m3/dt untuk DKI Jakarta dan penutupan sumur dalam  sistem air limbah dan sanitasi untuk daerah tangkapan air Teluk Jakarta  Lahan reklamasi 3'000 hektar untuk DKI  Ekspansi Pelabuhan dalam area reklamasi * * Biaya tidak termasuk

Dinding laut Tanggul laut

Konstruksi pondasi tanggul laut lepas pantai di -8 m belum memberikan perlindungan banjir yang efektif pada tahun 2015.

Estimasi Biaya Skenario 2.

II. Konstruksi 2015 - 2020

 Tindakan perlindungan banjir: 3.8 milyar USD  Tindakan tambahan: 16.9 milyar USD  Biaya total: 20.7 milyar USD

Tanggul sungai

2010 2015 2020

Evaluasi Skenario 2.

Dinding laut Tanggul laut

 Efektivitas: Tanggul laut di pinggir pantai lahan reklamasi akan memakan waktu lebih lama membangun sebelum menjadi efektif  Kelayakan: Tanggul laut di lahan reklamasi dan retensi lepas pantai adalah layak. Tanggul Sungai perlu pembebasan lahan.  Keberlanjutan: tanggul akan terus tenggelam karena penurunan tanah

Setelah Tahap II tanggul laut lepas pantai akan memberikan perlindungan dari zona pesisir dan tanah reklamasi 2020-2030.

Skenario 2: Kondisi akhir 2030

III. Konstruksi 2020 - 2030 Tanggul sungai

2010 2015 2020 2030

Dinding laut Tanggul laut

Selama Tahap III tanggul laut lepas pantai akan dinaikkan mengikuti penurunan tanah, memberikan perlindungan 2030-2040.

76

Dibutuhkan penyesuaian rutin terhadap penurunan tanah di masa depan, tidak tahan tsunami.


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Tabel 4.5: Prinsip-prinsip Dasar Skenario 2. Elemen kunci Pertahanan laut

Polder Tanggul sungai

Unit Kontruksi pada -1 m Kontruksi pada -8 m Kontruksi pada lahan reklamasi Tambahan 1.05 m pada tanggul reklamasi Kapasitas pompa baru (m3/dt) Pembebasan tanah di JakUt (ha) resettlement (jumlah orang) kontruksi (km sampai ketinggian 5m) Pembebasan tanah resettlement

4.3.2

Tahap I

Tahap II

km km km

3 6 10

km m3/dt ha jiwa km ha

100 0 0 100 0

jiwa

0

Tahap III

Total

6 13 20

0 0 0

9 19 30

30 230 0 0

30 0 0 0

150

150

60 330 0 0 100 300

30.000

30.000

60.000

Diskripsi Elemen-elemen Kunci Skenario 2.

Bagian ini menjelaskan elemen-elemen kunci dari solusi lepas pantai dengan sungai terbuka (Skenario 2.) Untuk masalah banjir Jakarta Utara, termasuk perkiraan biaya yang dibutuhkan. Perbedaan dibuat antara perlindungan banjir pesisir, perlindungan banjir sungai, dan perlindungan banjir sistem polder. Perlindungan banjir pesisir. Tanggul 'layak huni/liveable ' multi-fungsional akan dibangun di sepanjang tepi utara lahan reklamasi yang baru direncanakan di Teluk Jakarta sekitar 3 km dari garis pantai yang ada. Tanggul laut akan melewati selatan kawasan pelabuhan Tanjung Priok untuk menjaga akses kapal ke laut terbuka. Untuk tujuan desain dan biaya diasumsikan bahwa tanggul laut ini akan dibangun di sepanjang bentangan 58 km (49 km di garis kontur - 8 m di bawah MSL, dan sepanjang hamparan 9 km selatan pelabuhan di kedalaman - 1 m di bawah MSL). Tanggul laut memiliki lebar atas 57,5 m, cukup untuk dibangun jalan tol sebanyak 10-jalur, yang akan melewati pintu masuk pelabuhan Tanjung Priok melalui jembatan tinggi atau terowongan. Sejak tanggul laut baru dibangun dengan kombinasi lepas pantai dengan lahan reklamasi baru, diasumsikan tidak diperlukan pembebasan lahan dan pemukiman kembali untuk membangun tanggul laut. Tanggul laut pertama dibangun untuk memfasilitasi reklamasi lahan, atau lahan reklamasi dibangun pertama dan tanggul selanjutnya ditambahkan di atasnya. Pada tahun 2010, ketinggian minimum tanggul laut akan perlu + 4,5 m di atas MSL, dengan mempertimbangkan efek pasang surut, gelombang badai, ombak dan anomali laut. Agar efektif sebagai perlindungan banjir sampai tahun 2020, tanggul laut harus dapat mengantisipasi tingkat penurunan tanah rata-rata 10 cm per tahun, untuk itu tanggul laut akan dibangun dengan ketinggian + 5,5 m di atas MSL; pada tahun 2015-2020 meningkatkan puncak tanggul setinggi 1 m yang akan memberikan perlindungan jangka menengah terhadap banjir sampai tahun 2030, dan pada tahun 2020-2030 menambah lagi ketinggian puncak setinggi 1 m yang akan memberikan perlindungan jangka panjang terhadap banjir sampai tahun 2040 ketika penurunan tanah sepanjang pantai diasumsikan telah berhenti. Kondisi ini diasumsikan bahwa penurunan tanah di lepas pantai 3 km sama seperti pada garis pantai yang ada. Tanggul akan dibangun di lahan reklamasi baru. Karena diperlukan waktu untuk pengembangan lahan reklamasi baru maka perlu dikombinasikan dengan pembangunan tanggul laut baru di air - 8 m dalam, tindakan perlindungan banjir hanya akan menjadi efektif pada jangka menengah. Pelaksanaan tanggul laut secara finansial adalah layak, karena tidak memerlukan pembebasan tanah atau pemukiman kembali, dan biaya konstruksi dapat dibagi antara lahan reklamasi baru dan jalan tol yang akan dibangun. Solusi ini adalah berkelanjutan, karena tanggul laut dapat dikembangkan secara bertahap sesuai dengan tren penurunan tanah yang sebenarnya.

77


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 4.13: Kemungkinan lokasi dan arah tanggul laut lepas pantai di Skenario 2.

Perlindungan banjir sungai. Pada Skenario 2. sungai dan kanal akan tetap terbuka dengan laut dan air dibuang secara gravitasi di Teluk Jakarta (mirip seperti dalam solusi di daratan Skenario 1). Untuk melindungi zona pesisir Jakarta Utara terhadap banjir pasang surut dari sungai dan kanal, tanggul dari hilir sungai dan kanal yang terpengaruh pasang surut perlu diperkuat dan ditinggikan pada ketinggian yang sama dengan ketinggian tanggul laut di sepanjang garis pantai. Dengan asumsi penurunan tanah rata-rata 10 cm per tahun, zona pesisir Jakarta Utara diperkirakan tenggelam sekitar 2,00 m selama 20 tahun ke depan. Akibatnya rata-rata panjang sungai dan kanal yang terkena dampak pasang surut secara bertahap akan meningkat menjadi sekitar 10 km pada tahun 2030. Karena ada lima sungai dan kanal terbuka dengan laut, total panjang tanggul yang perlu diperkuat dan ditinggikan sekitar 100 km. Ketinggian banjir pada tahun 2030 di bagian hilir sungai dan kanal yang terkena dampak pasang surut dapat mencapai sekitar 3-5 meter di atas permukaan tanah yang berdekatan. Perbedaan yang besar antara ketinggian banjir dan permukaan tanah menimbulkan situasi yang mengancam jiwa di Jakarta Utara, jika tanggul tersebut jebol. Oleh karena itu tanggul sungai dan kanal harus dibangun dengan standar desain yang kuat, agar dapat menampung limpasan tanpa merusak struktur tanggul. Meningkatkan dan memperkuat tanggul sungai dan kanal membutuhkan ruang. Desain konseptual pembangunan tanggul ini didasarkan pada asumsi perbedaan 'ketinggian' ratarata 4 m antara tingkat banjir dan lantai dasar yang berdekatan dengan tanggul. Tanggul tanah liat biasanya akan memerlukan konstruksi lebar rata-rata sekitar 30 m, sehingga total kebutuhan ruang pembangunan di sepanjang tepi sungai utama adalah 300 ha. Karena kepadatan penduduk rata-rata di Jakarta Utara adalah 200 orang per hektar, atau sekitar 60.000 orang kemungkinan diperlukan pemukiman kembali atau direlokasi. Karena tidak

78


JCDS, Agenda, 30 September 2011

semua tepi sungai padat penduduknya, jumlah sebenarnya orang yang akan dimukimkan kembali kemungkinan akan berkurang. Sebagai alternatif untuk tanggul tanah liat, sebuah konstruksi sheet pile dapat digunakan untuk membangun tanggul. Jenis konstruksi ini hanya memerlukan lebar konstruksi 15 m. Oleh karena itu biaya pembebasan lahan dan pemukiman kembali akan kurang dari konstruksi tanggul tanah liat, terutama untuk perbedaan 'ketinggian' yang lebih besar antara tingkat banjir dan permukaan tanah yang berdekatan. Biaya konstruksi dari sheet pile akan menjadi tinggi, hal ini tergantung pada perbedaan 'ketinggian'. Sampai perbedaan ketinggian 4,5 m konstruksi tanggul dari tanah liat lebih murah daripada sheet pile, juga dalam hal perbaikan dan pemeliharaan. Tanggul sungai adalah efektif terhadap banjir dari sungai, namun pembebasan lahan dan pemukiman kembali mungkin membutuhkan waktu dan memerlukan kompensasi yang cukup sebelum konstruksi dapat dimulai. Kelayakan finansial dari solusi ini dipengaruhi oleh tingginya biaya pembebasan lahan dan pemukiman kembali untuk tanggul tanah liat, atau dengan biaya konstruksi tinggi dalam kasus sheet pile. Keberlanjutan dari tanggul sungai adalah baik, karena perbaikan, pemeliharaan dan penyesuaian ketinggian tanggul relatif mudah, asalkan konstruksi dan kegiatan manusia di tanggul terkontrol dengan baik. Perlindungan banjir sistem polder. Pengelolaan banjir sistem polder yang ada di masa depan pada lahan akan memakai lahan yang ada sekarang (30.000 ha) dan lahan reklamasi baru (3.000 ha) yang nantinya akan diintegrasikan dengan menciptakan sistem polder besar di selatan tanggul laut baru. Stasiun pompa akan dibangun pada tanggul laut untuk membuang air dari polder tersebut. Dengan membangun koneksi terbuka antara sistem air dari polder yang ada di wilayah Jakarta Utara dan polder yang ada di daerah reklamasi lahan baru, sebagian besar dari kebutuhan retensi di Jakarta Utara dapat ditemukan di lepas pantai antara pulau-pulau baru. Untuk membuat sistem tanggul laut dan stasiun pompa baru berfungsi dengan baik pembangunan dilakukan pada waktu yang sama di awal pembangunan. Kapasitas retensi yang diperlukan untuk di Jakarta Utara adalah 5% dari daerah polder. Ini berarti persyaratan total retensi adalah 1.650 ha. Saat ini, ruang retensi di Jakarta Utara secara total sekitar 900 hektar. Oleh karena itu, sekitar 750 ha kawasan air terbuka perlu dicadangkan untuk retensi di antara daerah lahan reklamasi yang tertutup oleh tanggul laut baru. Ketinggian air di daerah retensi ini akan dijaga di 2-3 m di bawah MSL. Karena ruang retensi ini terletak di lepas pantai, maka tidak diperlukan pembebasan lahan dan pemukiman kembali. Jika ruang retensi yang tersedia sekitar 5% , kapasitas pemompaan yang diperlukan untuk polder di wilayah Jakarta adalah sekitar 1 m3/dt per 100 ha. Oleh karena itu total kapasitas pompa yang dibutuhkan adalah 330 m3/dt. Kapasitas pompa ini akan diinstal pada tanggul laut baru. Waduk retensi lepas pantai yang baru akan dioperasikan pada tingkat yang lebih rendah pada saat air surut. Sebagai konsekuensi alami pembilasan tidak akan mungkin dilakukan. Sebaliknya kualitas air di waduk retensi tergantung pada sirkulasi dengan bantuan stasiun pompa baru. Tambahan ruang retensi lepas pantai dan kapasitas pompa antara segmen reklamasi tanah akan efektif terhadap banjir yang diinduksi dari hujan di polder yang ada dan polder baru dalam lahan reklamasi. Solusi ini adalah layak secara finansial karena tidak menghadapi kendala pembebasan lahan dan pemukiman kembali. Keberlanjutan tergantung pada pembilasan waduk retensi, dan operasi dan pemeliharaan sistem pemompaan.

79


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Estimasi biaya elemen kunci dari perlindungan banjir Skenario 2. yang terdiri dari biaya pelaksanaan dan biaya pemeliharaan disajikan dalam tabel di bawah. Penambahan biaya pemeliharaan telah dihitung dengan asumsi persentase investasi dan tambahan biaya selama masa konstruksi sesuai dengan pentahapan yang diusulkan dalam tiga tahap masing-masing 3 tahun, 5 tahun dan 10 tahun. Tabel 4.6: Estimasi Biaya Elemen Kunci dalam Skenario 2 (dalam juta USD) Elemen kunci Pertahanan laut

Polder Tanggul sungai

Tahap I Konstruksi pada -1 m (km) Konstruksi pada -8 m (km) Konstruksi pada lahan reklamasi (km) Tambahan biaya pemeliharaan Kapasitas pompa baru (m3/dt) Tambahan biaya pemeliharaan Tambahan biaya energi Konstruksi (km sampai ketinggian 5m ) Pembebasan tanah (ha) Biaya resettlement (Tepi kanal) Tambahan biaya pemeliharaan Total=

Tahap II 21 270 60 11 60 5 6 95 0 0 3 529

Tahap III

65 699 210 66 138 25 21 64 500 83 37 1.908

Total

23 114 90 155 0 50 70 118 500 83 144 1.347

108 1083 360 232 198 79 97 277 1.000 167 184 3.784

Total investasi diperkirakan dan biaya pemeliharaan untuk Skenario 2 adalah sekitar 3,8 milyar USD. Biaya untuk pembangunan tanggul laut, pembebasan lahan dan pemukiman kembali yang terkait dengan pembangunan tanggul sungai adalah elemen biaya utama, menghabiskan hingga 2,8 milyar USD, atau sekitar 70% dari total investasi. Biaya investasi untuk stasiun pompa dan biaya operasional adalah relatif kecil dibandingkan dengan biaya total. Dampak samping yang mungkin selama konstruksi adalah pada sektor pariwisata, perikanan atau industri belum dimasukkan, dampak samping tersebut mungkin juga perlu kompensasi. 4.3.3 Tindakan Tambahan Bagian ini menjelaskan tindakan tambahan, yang bertujuan untuk membuat pelaksanaan Skenario 2. lebih efektif, layak dan berkelanjutan. Tindakan tambahan: infrastruktur jalan, pasokan air perpipaan, pengolahan limbah, reklamasi dan pengembangan pelabuhan. Tabel 4.7: Tindakan Tambahan Skenario 2 Elemen Kunci

Units

Infrastruktur lalu Jalan (lebar 27m) lintas jalan (lebar 57m) jembatan (lebar 27m) jembatan (lebar 57m) Air bersih Jaringan transmisi Jaringan distribusi Sanitasi Terpusat (Saluran air limbah) Setempat canggih (komunal) Setempat sederhana (Individual) Reklamasi Reklamasi (termasuk jalan, drainase dan fasilitas)

km km km km m3/dt m3/dt Juta penduduk ha

Tahap I

Tahap II

Tahap III

Total

3 16 0,0 0,0 6,5 6,5 1,0 2,5 2,5

6 33 0,5 1,5 16,8 12,3 1,6 6,5 5,9

0 0 0,0 0,0 0,0 4,5 0,3 3,7 3,9

9 49 0,5 1,5 23,3 23,3 3,0 12,7 12,2

500

1.000

1.500

3.000

Infrastruktur jalan. Pembangunan tanggul laut baru sepanjang pantai utara lahan reklamasi baru yang direncanakan akan menawarkan kesempatan untuk menciptakan hubungan transportasi timur-barat di Jakarta Utara, yang bisa berfungsi sebagai by-pass baru di bagian utara yang akan mengurangi kemacetan lalu lintas di daerah tersebut, sebagai jalan akses ke lahan reklamasi yang direncanakan, dan menghubungkan bandara Soekarno Hatta, pelabuhan Tanjung Priok, zona industri dan gudang di dekatnya. Untuk mencapai tujuan ini tanggul laut baru di tepi reklamasi harus dirancang dengan lebar atas 57,5 m yang cukup dibuat jalan untuk 10-jalur. Alinemen jalan tol tidak akan menghalangi akses pelabuhan Tanjung Priok ke laut. Akses ke pelabuhan pantai yang lebih kecil mungkin memerlukan tindakan tambahan seperti jembatan, terowongan, kunci kapal dan dermaga dengan dinding yang lebih tinggi, atau sebaliknya, relokasi ke pantai dari tanggul baru. 80


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Penelitian lebih lanjut diperlukan pada kombinasi potensial tanggul laut dan jalan baru yang menghubungkan timur-barat untuk menentukan kombinasi optimum fungsi dan efisien biaya, dan untuk menilai kemungkinan partisipasi investor swasta. Tanggul laut harus dibangun lebih kokoh jika di atas tanggul tersebut akan dibangun jalan dengan 10-jalur. Tindakan tersebut akan meningkatkan kelayakan financial untuk implementasi, karena biaya pembangunan tanggul dapat dibagi dengan biaya pembangunan jalan tol, dan karena jalan dapat menghasilkan pendapatan, jika akan dioperasikan sebagai jalan tol. Jalan di atas tanggul laut tidak mempengaruhi keberlanjutan tindakan perlindungan banjir, tetapi tergantung pada desain tanggul yang dapat mengurangi fleksibilitas untuk mengembangkan tanggul laut di tahap berikutnya. Air bersih. Sistem air bersih yang diusulkan identik dengan Skenario 1. (Lihat sub-bab 4.2.3 untuk penjelasan rinci). Sistem Air limbah dan sanitasi. Sistem air limbah dan sanitasi yang diusulkan identik dengan Skenario 1. (Lihat sub-bab 4.2.3 untuk penjelasan rinci). Pelaksanaan fasilitas air limbah dan sanitasi adalah lebih mendesak untuk Skenario 2, karena kualitas air permukaan yang jelek akan mengisi kolam retensi yang dibuat antara segmen lahan reklamasi. Pengelolaan sampah. Sistem yang diusulkan pengelolaan sampah identik dengan Skenario 1. (Lihat sub-bab 4.2.3 untuk penjelasan rinci). Reklamasi. Reklamasi yang direncanakan di Teluk Jakarta akan diintegrasikan ke dalam sistem pengamanan pantai Skenario 2. Total kawasan diperuntukkan untuk tindakan reklamasi sekitar 3'000 hektar, terdiri dari 10 sampai 12 polder baru yang dikembangkan antara garis pantai yang ada dan garis kontur - 8 m sekitar 3 km dari pantai. Ruang antara polder dibiarkan terbuka sehingga sungai dan kanal dapat mengalirkan air langsung ke laut. Bagian dari ruang di antara polder diperlukan sebagai retensi banjir. Reklamasi telah direncanakan dalam rencana tata ruang Jakarta, RTRW 2030. Konsesi telah dikeluarkan untuk pengembang swasta, yang sekarang sedang menunggu lampu hijau, setelah pembangunan sempat terhenti karena masalah lingkungan. Biaya reklamasi diperkirakan sekitar 200 USD per meter persegi, atau secara total 6 miliar dolar (Lihat juga Tabel 4.8). Reklamasi lahan adalah bisnis yang menguntungkan, mengingat harga tanah di lokasi terdekat di Jakarta Utara sekitar lima kali lebih tinggi. Dengan perlindungan banjir yang memadai di tempat tersebut, harga tanah kemungkinan besar akan menjadi lebih tinggi, mengingat lokasi utama di pantai dan di samping kota Jakarta. Karena investor swasta dan pengembang kawasan reklamasi memiliki kepentingan dalam untuk melindungi tanah dan harta mereka dari banjir, oleh karena itu mereka kemungkinan akan tertarik untuk berbagi biaya pertahanan laut. Pemerintah dapat membangun tanggul laut untuk memfasilitasi reklamasi dan membiarkan investor swasta membayar untuk investasi, atau investor swasta dapat mengklaim lagi tanah dan memungkinkan pemerintah untuk membangun tanggul laut di sepanjang garis pantai. Reklamasi meningkatkan efektivitas dari solusi perlindungan banjir, karena lahan reklamasi tersebut memiliki kapasitas retensi besar dilepas pantai. Pelaksanaan tanggul laut secara finansial adalah layak, karena biaya pembangunan tanggul laut baru dan reklamasi tanah dapat dibagi antara pemerintah dan swasta, serta biaya pembebasan lahan untuk penyediaan ruang retensi dapat dihindari. Pembangunan pelabuhan. Pelabuhan laut internasional Tanjung Priok terletak antara garis pantai yang ada dan garis kontur - 8 m di bawah MSL. Jalur akses di kedalaman -14 meter. Otoritas pelabuhan dapat memperluas kapasitas pelabuhan dengan cara menampung 81


JCDS, Agenda, 30 September 2011

kapal-kapal yang lebih banyak dan lebih besar, mengembangkan fasilitas pelabuhan laut dalam, mengembangkan terminal kontainer serta memodernisasi fasilitas penanganan kapal dan jasa. Di lokasi ini ada beberapa kendala, termasuk banjir akibat penurunan tanah, ruang terbatas untuk perluasan lahan, kemacetan akses jalan dan hubungan dengan hinterland. Otoritas pelabuhan (Pelindo II) memiliki kepentingan dalam perencanaan, investasi, dan pelaksanaan tindakan pertahanan banjir pesisir (untuk melindungi daerah pelabuhan terhadap banjir), lahan reklamasi di Teluk Jakarta (untuk memiliki ruang yang cukup untuk ekspansi), serta pembangunan jalan (untuk mengurangi kemacetan lalu lintas ke dan dari daerah pelabuhan). Pada Skenario 2 tanggul laut melewati selatan pelabuhan Tanjung Priok untuk menjaga akses ke laut terbuka. Otoritas pelabuhan bertanggung jawab untuk pengembangan dermaga dan terminal yang berhubungan dengan kegiatan bisnis pelabuhan. Pengembangan pelabuhan itu sendiri tidak memberikan kontribusi bagi efektivitas perlindungan banjir bagi keseluruhan wilayah di Jakarta, namun diharapkan dapat mengembangkan langkah-langkah perlindungan banjir untuk dermaga dan terminal. Pengembangan pelabuhan akan meningkatkan kelayakan finansial dari tindakan perlindungan banjir, sebagai biaya pembangunan tanggul laut dapat dibagi dengan pelabuhan. Pembangunan pelabuhan tidak memberikan kontribusi pada keberlanjutan dari solusi yang diusulkan, tetapi signifikan bagi prospek pembangunan ekonomi Jakarta. Estimasi Biaya Tindakan Tambahan. Biaya investasi untuk tindakan tambahan dalam hubungannya dengan Skenario 2. disajikan dalam tabel di bawah. Tabel 4.8: Estimasi Biaya Tindakan Tambahan di Skenario 2 (juta USD) Elemen Kunci Infrastruktur lalu lintas

Air bersih Sanitasi

Reklamasi

Tahap I Jalan (lebar 27m) Jalan (lebar 57m) Jembatan (lebar 27m) Jembatan (lebar 57m) Tambahan biaya pemeliharaan Jaringan transmisi Jaringan distribusi Tambahan biaya pemeliharaan Terpusat (Sewerage) Setempat canggih(Komunal) Setempat sederhana (Individual) Tambahan biaya pemeliharaan Reklamasi (termasuk jalan, drainase dan fasilitas) Total=

Tahap II

Tahap III

Total

9 104 0 0 17 585 195 47 368 460 304 68

18 215 23 146 129 1.512 369 266 589 1.196 716 363

0 0 0 0 257 0 135 559 110 681 474 980

27 319 23 146 403 2.097 699 872 1.067 2.337 1.494 1.411

1.000

2.000

3.000

6.000

3.156

7.541

6.196

16.893

Pembangunan jalan tol baru sepanjang pantai utara lahan reklamasi baru di atas tanggul laut membutuhkan investasi yang diperkirakan mencapai 500 juta USD. Sekitar 2,8 miliar USD akan diperlukan untuk menerapkan sistem pasokan air untuk melayani semua rumah tangga dan industri yang ada di wilayah Jakarta pada tahun 2030 tanpa harus menggunakan air tanah dalam. Pada tahap pertama yang akan selesai pada tahun 2015, semua rumah tangga dan industri yang pada saat ini belum menerima pasokan air di Jakarta Utara, pada tahun tersebut akan terhubung. Investasi yang dibutuhkan diperkirakan mencapai total 5 milyar USD yang nantinya diperlukan untuk membangun sistem air limbah dan sanitasi dari seluruh DAS sungai yang pembuangannya di Teluk Jakarta. 4.3.4

Implikasi lebih Luas

Implikasi spasial dan lingkungan. Sebagai konsekuensi dari penurunan tanah di tahun 2010, lebih dari 50%, atau sekitar 7'500 hektar lahan di Jakarta Utara sudah terletak di bawah permukaan laut (MSL). Berdasarkan tingkat penurunan tanah rata-rata 10 cm per tahun, 82


JCDS, Agenda, 30 September 2011

pada tahun 2030 diperkirakan hampir 90%, atau sekitar 12'500 hektar berada di bawah permukaan laut (MSL). Jika penurunan tanah dapat dikontrol dengan mengganti ekstraksi air tanah dalam dengan pasokan air perpipaan, area di bawah permukaan laut rata-rata masih akan lebih dari 80%, atau sekitar 11'300 hektar pada tahun 2030. Tanpa perlindungan banjir daerah ini akan secara permanen akan mengalami bencana kebanjiran, dan akan mempengaruhi 4 juta orang termasuk harta bendanya. Manajemen strategi banjir lepas pantai Skenario 2. membutuhkan sekitar 750 hektar ruang untuk tambahan daerah retensi yang ditempatkan diantara waduk lepas pantai dengan daerah lahan reklamasi, selain itu 300 hektar untuk memperkuat tanggul sungai dan kanal yang terletak di darat. Karena kepadatan penduduk rata-rata di daerah perkotaan Jakarta Utara adalah sekitar 200 orang per hektar, penguatan bantaran sungai akan membutuhkan relokasi sekitar 60.000 orang. Tindakan pengamanan pantai Skenario 2. juga akan melindungi warisan budaya yang unik, situs bersejarah dan bangunan Batavia, yang akan tenggelam antara tahun 2010 dan 2030 hingga hampir 4,5 m di bawah permukaan laut akibat penurunan tanah. Potensi pariwisata dari kawasan bersejarah ini sangat menjanjikan. Tapi rencana restorasi pemerintah dan rencana investasi bisnis pengembang swasta menunggu kepastian bahwa kawasan dan jalan akses akan cukup aman terhadap banjir. Implikasi sosial dan ekonomi. Dibandingkan dengan bagian lain dari kota Jakarta, kerugian ekonomi akibat banjir relatif lebih tinggi di untuk wilayah pesisir Jakarta Utara, karena kegiatan ekonomi banyak terkonsentrasi di sini, termasuk pelabuhan internasional Tanjung Priok dan akses menuju bandara Internasional Soekarno Hatta. Banjir pada fasilitas-fasilitas ini, atau genangan pada akses jalan akan menghambat kegiatan ekonomi. Jika banjir bisa dicegah, atau setidaknya sudah jauh berkurang, daerah tersebut bisa digunakan untuk menarik investor bisnis dan engusaha, dengan demikian harga tanah dan properti akan meningkat. Reklamasi seluas 3'000 hektar memberikan kesempatan untuk investasi dan revitalisasi ekonomi Jakarta Utara, hal ini memberikan dampak positif pada pengurangan kemiskinan karena dapat penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat yang tinggal dan bekerja di wilayah tersebut. Sebagai konsekuensi dari ini semua adalah harga tanah dan properti menjadi naik, karena itu tak terelakkan lagi bahwa kelompok-kelompok ekonomi kuat akan pindah kesana, sementara kelompok ekonomi lemah akan tersingkir, sehingga mengubah demografi dan tatanan sosial di wilayah tersebut. Pemukiman kembali untuk tujuan pembebasan tanah untuk memperkuat tanggul sungai merupakan masalah yang sangat sensitif, kecuali lokasi alternatif yang ditawarkan dapat diterima selaian itu kompensasi keuangan yang ditawarkan kepada orang-orang yang harus pindah sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dapat ditemui dalam lahan reklamasi yang direncanakan di Teluk Jakarta. Banjir menimbulkan korban dan menimbulkan ancaman kesehatan bagi masyarakat. Hal ini diakibatkan oleh penyakit yang berhubungan dengan paparan air tercemar, penyakit yang ditularkan melalui air seperti demam berdarah dan malaria, kontaminasi dari sumur dangkal yang berfungsi sebagai sumber air tradisional. Banjir juga dapat mempengaruhi infrastruktur vital, seperti sistem penyediaan air, sistem air limbah, sanitasi dan tempat pembuangan sampah. Implikas infrastruktur. Di atas tanggul laut yang diusulkan pada tepi luar area lahan reklamasi akan dibangun jalan tol baru sebagai hubungan transportasi timur-barat yang akan memudahkan sirkulasi lalu lintas di Jakarta Utara, menghubungkan pelabuhan Tanjung Priok, bandara Soekarno Hatta, memberikan akses ke daerah lahan reklamasi baru serta 83


JCDS, Agenda, 30 September 2011

ke daerah industri dan bisnis yang berada di kawasan pesisir Jakarta Utara. Jika jalan dibangun di atas tanggul laut, tidak diperlukan pembebasan lahan dan pemukiman kembali, menghemat waktu pelaksanaan serta membutuhkan biaya investasi yang cukup besar. Sistem air bersih perpipaan yang direncanakan akan mengalirkan air dari Jatiluhur ke Jakarta Utara dan akan selesai pada tahun 2015. Tantangan utama adalah menghubungkan konsumen individu ke sistem pasokan air, serta menegakkan aturan penutupan sumur dalam. Hal ini akan tergantung pada kualitas air, harga dan keandalan sistem penyediaan air perpipaan. Tanpa sistem air limbah, sistem sanitasi yang memadai dan sistem pengelolaan sampah, daerah retensi yang akan dikembangkan antara segmen lahan reklamasi pada Skenario 2. akan sangat tercemar. Hal ini dapat mengakibatkan penyumbatan saluran drainase, penyumbatan stasiun pompa, air yang tergenang, menimbulkan risiko kesehatan bagi orang yang tinggal, bekerja dan rekreasi di wilayah tersebut, dan menakut-nakuti investor bisnis potensial. Implikasi institusional. Dalam strategi lepas pantai Skenario 2. sistem pengamanan pantai Jakarta Utara akan dilaksanakan dalam koordinasi yang erat antara pemerintah dan sektor swasta, termasuk re-planning struktur tata ruang dan pemanfaatan lahan reklamasi, dan renegosiasi konsesi antara pemerintah dan sektor swasta dalam pandangan investasi bersama dan sinkronisasi implementasi. Hal ini memerlukan mekanisme yang jelas dan praktis untuk koordinasi perencanaan, investasi, implementasi, dan operasi dan pemeliharaan. Koordinasi juga akan penting dengan masyarakat yang perlu direlokasi untuk memperkuat tanggul-tanggul sungai, serta pemangku kepentingan, yang tergantung pada akses ke laut, atau pada lokasi di pantai. Karena komponen kunci dari sistem perlindungan banjir terletak di dalam batas Provinsi DKI Jakarta, pelaksanaan tidak akan dirumitkan oleh koordinasi antar-propinsi. Namun, akan ada kebutuhan untuk koordinasi antar-propinsi antara DKI Jakarta dan provinsi berdekatan Banten dan Jawa Barat untuk pelaksanaan jalan tol, pasokan air dan sistem air limbah dan sanitasi. Selain itu akan ada kebutuhan koordinasi nasional-provinsi-kota dalam perencanaan, pelaksanaan investasi, dan operasi dan pemeliharaan. Elemen-elemen kunci dari tindakan pengamanan pantai, seperti tanggul, saluran drainase dan kolam retensi, tidak memiliki pemulihan biaya langsung atau kembali keuangan, tetapi dijustifikasi berdasarkan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan, dan oleh karena itu investasi terkait terutama tergantung pada sumber-sumber dana publik, antara lain didukung oleh dana bilateral dan pinjaman dari bank-bank pembangunan internasional. Hal ini juga berlaku sampai batas tertentu untuk pengembangan sistem air limbah dan sanitasi. Namun, tindakan tambahan seperti pembangunan jalan tol, pengembangan tanah reklamasi, penyediaan sistem air minum dan pengembangan pelabuhan memiliki kemampuan untuk pemulihan biaya serta mengembalikan kembali keuangan yang yang sudah dikeluarkan, oleh karena itu investasi terkait ini cocok jika menggunakan pendanaan dari sektor swasta. Pembangunan berbasis wilayah terpadu seperti pengembangan lahan reklamasi, pembangunan kembali daerah pesisir, dan revitalisasi kota bersejarah Batavia, kemungkinan besar dapat didanai melalui skema public-private-partnership (PPP).

84


JCDS, Agenda, 30 September 2011

4.3.5

Evaluasi Skenario 2.

Efektifitas  Pembangunan tanggul laut baru di -8 m di bawah MSL perlu disinkronkan dengan lahan reklamasi baru, yang memiliki durasi waktu jangka menengah, dan perlindungan banjir hanya akan menjadi efektif sampai tahun 2020.  Tanggul sungai adalah efektif terhadap banjir dari sungai, tapi memerlukan waktu untuk pembebasan tanah dan pemukiman kembali.  Tambahan ruang retensi lepas pantai dan kapasitas pompa adalah efektif terhadap banjir yang diinduksi dari hujan di polder yang ada dan polder baru dalam lahan reklamasi.  Desain yang lebih kuat dari tanggul laut akan menyediakan dasar yang efektif untuk pembangunan jalan.  Pasokan air perpipaan adalah tindakan yang sangat efektif, karena memungkinkan untuk menutup ekstraksi air tanah dalam, yang pada akhirnya akan menghentikan penurunan tanah yang menyebabkan banjir di daerah pesisir.  Sistem air limbah dan sanitasi akan efektif dalam meningkatkan kualitas air di kanal banjir, saluran drainase dan kolam retensi dan fungsi sistem pompa.  Lahan reklamasi meningkatkan efektivitas dari solusi perlindungan banjir, karena itu termasuk dalam waduk retensi besar lepas pantai.  Pengembangan pelabuhan itu sendiri tidak memberikan kontribusi bagi efektivitas perlindungan banjir keseluruhan Jakarta, namun diharapkan dapat mengembangkan tindakan perlindungan banjir sendiri untuk dermaga dan terminal. Kelayakan  Pelaksanaan tanggul laut secara finansial layak, karena tidak memerlukan akuisisi tanah atau pemukiman kembali, dan biaya konstruksi dapat dibagi dengan lahan reklamasi baru dan jalan tol yang direncanakan.  Kelayakan finansial memperkuat tanggul sungai dipengaruhi oleh tingginya biaya pembebasan lahan dan pemukiman kembali untuk tanggul tanah liat, atau dengan biaya konstruksi tinggi dalam kasus sheet pile.  Pembangunan waduk retensi lepas pantai adalah layak secara finansial karena tidak menghadapi kendala pembebasan lahan dan pemukiman kembali.  Pembangunan jalan tol pada tanggul laut meningkatkan kelayakan finansial pada implementasi, karena biaya pembangunan tanggul dapat dibagi dengan biaya pembangunan jalan, dan karena jalan dapat menghasilkan pendapatan, jika akan dioperasikan sebagai jalan tol.  Pasokan air perpipaan akan memiliki dampak positif pada kelayakan finansial sejak alinemen pipa air tidak memerlukan pembebasan lahan dan pemukiman kembali, dan karena biaya investasi dalam penyediaan air dapat pulih dari konsumen air.  Pelaksanaan sistem air limbah dan sanitasi akan meningkatkan kelayakan finansial dari waduk retensi lepas pantai, karena akan mengurangi biaya pemeliharaan, dan bahaya kesehatan dalam kasus banjir.  Pelaksanaan tanggul laut secara finansial lebih layak, karena biaya konstruksi tanggul dan reklamasi tanah dapat dibagi, dan karena biaya pembebasan lahan untuk di darat ruang retensi dapat dihindari.  Pembangunan pelabuhan akan meningkatkan kelayakan finansial dari tindakan perlindungan banjir, sebagai biaya pembangunan tanggul laut dapat dibagi dengan pelabuhan.

85


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Keberlanjutan  Tanggul laut di pantai utara lahan reklamasi adalah solusi yang berkelanjutan, karena dapat dikembangkan secara bertahap sesuai dengan tren penurunan tanah yang sebenarnya.  Tanggul sungai adalah solusi berkelanjutan sejak perbaikan, pemeliharaan dan penyesuaian ketinggian tanggul relatif sederhana.  Keberlanjutan waduk retensi tergantung pada pembilasan reguler, dan operasi dan pemeliharaan dari sistem pemompaan.  Jalan di atas tanggul laut tidak mempengaruhi keberlanjutan dari tindakan perlindungan banjir, tetapi tergantung pada desain tanggul, fungsi jalan dapat mengurangi fleksibilitas untuk mengembangkan tanggul laut bertahap.  Pasokan air perpipaan berkontribusi terhadap keberlanjutan perlindungan banjir, karena akan memungkinkan penutupan sumur dalam, yang pada akhirnya akan mengurangi dan menghentikan penurunan tanah.  Air limbah dan sanitasi berkontribusi terhadap keberlanjutan tindakan perlindungan banjir, karena memiliki dampak positif pada kualitas air di kanal, sungai dan waduk retensi, yang pada gilirannya akan memiliki dampak positif pada kesehatan masyarakat, lingkungan dan investasi.  Lahan reklamasi secara idependen berkelanjutan, tetapi itu tidak membuat perbedaan bagi keberlanjutan tindakan perlindungan banjir yang diusulkan.  Pembangunan pelabuhan tidak memberikan kontribusi pada keberlanjutan dari solusi yang diusulkan, tetapi signifikan bagi prospek pembangunan ekonomi Jakarta.

86


JCDS, Agenda, 30 September 2011

4.4

Solusi Lepas Pantai dengan Sungai Tertutup (Skenario 3.)

4.4.1

Prinsip-prinsip Dasar Skenario 3.

Bagian ini merangkum karakteristik, dimensi dan implikasi spasial dari solusi Lepas Pantai dengan sungai tertutup Skenario 3. Strategi lepas pantai (offshore) mengantisipasi bahwa penurunan tanah akan terus berlangsung sampai pada ketinggian drainase sistem gravitasi dengan saluran terbuka tidak bisa lagi dipertahankan. Hal ini memerlukan penutupan dengan memompa semua sungai dan saluran terbuka terkait untuk memberikan perlindungan banjir dari laut. Kelebihan air (hujan) yang menyebabkan banjir yang perlu dipompa keluar dari kota ke laut. Untuk menjamin pompa 'aman', reservasi ruang untuk sebuah waduk penyimpanan diperlukan minimal 50 km2. Reservasi ruang tersebut tidak dapat direalisasikan dalam batas-batas DKI yang ada atau dalam lahan reklamasi yang direncanakan saat ini dan dengan demikian Skenario 3 mencakup waduk penyimpanan pompa besar yang terletak di Teluk Jakarta, di luar lahan reklamasi tertutup oleh tanggul laut luar. Tingkat retensi laguna akan dipertahankan dengan stasiun pompa besar dan tingkat operasi akan diturunkan dari waktu ke waktu mengikuti penurunan tanah di Jakarta Utara. Dalam Skenario 3 tidak diperlukan perkuatan tanggul sungai. Elemen-elemen kunci dari solusi adalah sebuah tanggul laut yang 'layak sepanjang 59 km terletak di sekitar 6 km dari garis pantai yang ada (atau utara lahan reklamasi baru), yang dibangun pada kedalaman antara - 8 m bawah MSL, dan waduk retensi antara tanggul laut dan garis pantai sekitar dengan asumsi kapasitas pemompaan total 500 m3/dt.

Gambar 4.14: Prinsip-prinsip Dasar Skenario 3.

Saluran Cengkareng

Area polder masa depan

BKB

DKI Jakarta

Kawasan lebih tinggi

13 Sungai

87

BKT

huni/ liveable' 3 km dari tepi dan - 14 m di 10'000 hektar,


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 4.15: SKENARIO 3. Tanggul Lepas Pantai dengan Sungai dan Kanal Tertutup

Diskripsi singkat Skenario 3.

Kondisi 2010

Elemen-elemen Kunci Pengamanan Pantai Dinding laut

2010

Tampang melintang zona pesisir pada tahun 2010

I. Konstruksi 2012 - 2015 Reklamasi dalam proses Dinding laut

2010 2015

Tanggul laut dalam proses

Konstruksi pondasi tanggul laut lepas pantai pada -14 m belum memberikan perlindungan banjir pada tahun 2015.

II. Konstruksi 2015 - 2020 Reklamasi dalam proses 2010 2015 2020

Dinding laut Tanggul laut dalam proses

Pembangunan tanggul laut di lepas pantai - 14 m belum memberikan perlindungan banjir secara penuh pada tahun 2020.

III. Konstruksi 2020 - 2030

2010 2015 2020 2030

Tanggul laut

 Tanggul laut sepanjangi 59 km lepas pantai yang dibangun antara - 1 dan - 14 m di bawah permukaan laut  Tambahan kapasitas retensi di laguna lepas pantai 10'000 hektar  tambahan kapasitas pompa dari 500 m3 /dt

Tindakan Tambahan  jalan tol 50 km dengan 8 jalur di atas tanggul laut, dan jalan baru 9 km dengan 4 jalur  Pasokan air perpipaan 20 m3/dt untuk DKI Jakarta dan penutupan sumur dalam  Sistem air limbah dan sanitasi untuk daerah tangkapan air dari Teluk Jakarta  Reklamasi 3'000 hektar  Ekspansi pelabuhan termasuk pelabuhan laut dalam * * Biaya tidak termasuk

Estimasi Biaya Skenario 3.  Pengamanan pantai: 4.9 milyar USD  Tindakan tambahan:16.6 milyar USD  Total biaya: 21.5 milyar USD

Evaluasi Skenario 3.  Efektivitas: tanggul laut lepas pantai di garis pantai akan memakan waktu lebih lama dalam pembangunannya sebelum menjadi efektif  Kelayakan: tanggul laut lepas pantai dan retensi lepas pantai adalah layak.  Keberlanjutan: Tidak ada pembebasan lahan di 6 km dari garis pantai yang ada

Skenario 3: Kondisi akhir 2030

Dinding laut

Penyelesaian tanggul laut di lepas pantai - 14 m akan memberikan perlindungan banjir permanen melampaui 2030.

Perlindungan banjir permanen, karena tidak ada penurunan tanah pada 6 km dari garis pantai, dan solusi ini aman dari tsunami karena sungai ditutup

88


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Tabel 4.9: Prinsip-prinsip Dasar Skenario 3 Elemen Kunci

Unit

Pertahanan laut Konstruksi pada -1 m Konstruksi pada -8 m Konstruksi pada -14 m Polder Kapasitas pompa baru Pembebasan tanah di JakUt Resettlement Tanggul sungai Konstruksi Pembebasan tanah Resettlement

Sumber: JCDS

4.4.2

Tahap I

km km km m3/dt ha jiwa km ha

Tahap II

Tahap III

Total

20%

30%

50%

0 0 0

0 0 0

500 0 0

0

0

0,00

9 20 30 500 0 0 0 0

0

0

0

0

jiwa

Deskripsi Elemen-Elemen Kunci Skenario 3

Bagian ini menjelaskan elemen-elemen kunci dari solusi lepas pantai dengan sungai tertutup (Skenario 3.) Untuk masalah banjir Jakarta Utara, termasuk estimasi biaya. Dibedakan berdasarkan perlindungan banjir pesisir, perlindungan banjir sungai, dan perlindungan banjir sistem polder. Gambar 4.16: Rencana lokasi dan arah tanggul laut di Skenario 3.

Sumber: JCDS

Perlindungan banjir pesisir. Tanggul „liveable' multi-fungsional akan dibangun di lepas pantai di Teluk Jakarta menghubungkan pantai Tangerang dan Bekasi. Tanggul laut akan melewati selatan area pelabuhan Tanjung Priok, untuk menjaga akses jalur ke laut terbuka untuk kapal. Untuk tujuan desain dan biaya diasumsikan bahwa tanggul 89


JCDS, Agenda, 30 September 2011

laut ini akan dibangun di sepanjang 59 km, sepanjang 30 km akan dibangun pada kedalaman - 14 m, sepanjang 20 km di kedalaman - 8 m, sepanjang 9 km pada kedalaman - 1 m di bawah MSL. Tanggul memiliki lebar atas 57,5 m, cukup untuk dibangun jalan raya 10-jalur, yang akan melintasi jalur pelabuhan dengan jembatan tinggi atau terowongan. Bagian dari tanggul laut lepas pantai dapat dibangun lebih luas lagi untuk menciptakan ruang yang cukup untuk pengembangan sebuah tanggul „liveableâ€&#x;. Sejak tanggul laut baru akan dibangun di lepas pantai, maka diasumsikan tidak ada pembebasan lahan dan pemukiman kembali untuk membangun tanggul laut. Koneksi antara tanah dengan tanggul laut, koneksi dengan jalan yang ada dan koneksi dengan infrastruktur rel belum dimasukkan dalam analisis. Hal ini diasumsikan bahwa tanggul laut yang dibangun sepanjang 6 km dari garis pantai tidak akan terpengaruh oleh penurunan tanah, kecuali bagian penghubung ke garis pantai yang ada di Tangerang untuk barat dan Bekasi untuk bagian timur. Karena waktu yang diperlukan untuk perencanaan, desain dan konstruksi tanggul laut di kedalaman air - 14 m, tindakan perlindungan banjir hanya akan efektif pada jangka menengah dan panjang. Pelaksanaan tanggul laut secara finansial adalah layak, karena tidak memerlukan pembebasan tanah atau pemukiman kembali, dan biaya konstruksi dapat dibagi dengan jalan tol yang direncanakan. Solusi ini adalah berkelanjutan, karena lokasi di mana tanggul laut dibangun tidak terpengaruh oleh penurunan tanah di Jakarta Utara. Perlindungan banjir dari sungai. Dalam Skenario 3. sungai dan kanal akan mengalirkan air secara gravitasi ke dalam laguna retensi lepas pantai 10'000 hektar, selanjutnya air dipompa ke laut. Ketinggian operasi dari laguna retensi akan lebih rendah daripada outlet sungai untuk mempertahankan aliran bebas. Tanggul sungai ini adalah efektif terhadap banjir dari sungai, karena ketinggian banjir tidak akan berubah. Kelayakan finansial dari solusi perlindungan banjir ini secara keseluruhan lebih baik, karena tidak ada tanggul sungai baru yang perlu dibangun, serta tidak ada pembebasan lahan dan pemukiman kembali. Keberlanjutan mengasumsikan adanya pengerukan sungai dan kanal yang tepat, serta adanya pemeliharaan tanggul tersebut. Perlindungan banjir sistem polder. Teluk Jakarta akan efektif ditutup oleh tanggul laut dengan panjang sekitar 59 km pada jarak 6 km dari garis pantai yang ada, atau 3 km dari lahan reklamasi yang direncanakan sepanjang pantai. Ini akan membuat laguna besar antara tanggul laut dan lahan reklamasi yang direncanakan berfungsi sebagai waduk retensi untuk aglomerasi perkotaan seluruh Jakarta. Untuk tujuan ini, laguna akan dioperasikan pada ketinggian air di bawah outlet sungai dan kanal banjir dan harus disesuaikan dengan penurunan tanah rata-rata 10 cm per tahun. Ini berarti bahwa dalam waktu 10 tahun, ketinggian air operasional di laguna retensi akan berada di bawah air surut. Sebagai konsekuensinya, semua air dari laguna retensi perlu dipompa keluar ke laut. Dimensi yang dibutuhkan dari laguna retensi dan stasiun pompa telah diperkirakan berdasarkan analisis banjir Februari 2007. Mentoleransi fluktuasi ketinggian air 2,5 m, ukuran laguna retensi perlu sekitar 5.000 - 10.000 ha dan kapasitas pemompaan 500 m3/dt. Karena laguna akan dioperasikan pada ketinggian lebih rendah dari air surut, pembilasan secara alami tidak akan mungkin dilaksanakan. Sebaliknya kualitas air di laguna retensi akan tergantung pada sirkulasi dengan bantuan stasiun pompa. Untuk tujuan desain analisis yang lebih rinci diperlukan untuk menentukan dimensi optimal dari sistem manajemen banjir, terutama kapasitas pemompaan. Dalam Skenario 3. pada polder di Jakarta 90


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Utara tidak memerlukan tambahan kapasitas pemompaan atau retensi, karena mereka dapat dialirkan bebas ke bawah ke dalam laguna retensi lepas pantai. Laguna retensi lepas pantai yang besar dan sistem pemompaan adalah efektif dalam mencegah banjir dengan sistem polder di Jakarta Utara, termasuk lahan reklamasi baru. Laguna retensi besar secara finansial layak karena tidak memerlukan pembebasan lahan dan pemukiman kembali. Laguna retensi adalah tindakan perlindungan banjir yang berkelanjutan, asalkan kualitas air di laguna retensi dapat dikontrol dengan pembilasan reguler, atau jika kualitas air dari sungai ditingkatkan. Estimasi biaya elemen kunci dari perlindungan banjir Skenario 3. Biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang diperkirakan untuk elemen-elemen kunci dari Skenario 3 disajikan dalam tabel di bawah. Biaya pemeliharaan tambahan telah dihitung dengan asumsi persentase investasi dan tambahan selama masa konstruksi sesuai dengan pentahapan yang diusulkan masing-masing dalam tiga tahap 3, 5 dan 10 tahun. Tabel 4.10: Estimasi Biaya Elemen Kunci dalam Skenario 3. (juta USD) Elemen Kunci Pertahanan laut

Polder

Tahap I Konstruksi pada -1 m (km) Konstruksi pada -8 m (km) Konstruksi pada -14 m (km) Tambahan biaya pemeliharaan Kapasitas pipa baru (m3/s) Tambahan biaya pemeliharaan Tambahan biaya energi Total=

Tahap II 13 180 540 22 0 0 0 755

30 330 810 95 0 0 0 1.265

Tahap III 55 570 1.350 388 300 75 117 2.854

Total 97 1080 2.700 505 300 75 117 4.874

Estimasi total Investasi dan biaya pemeliharaan untuk Skenario 3. adalah sekitar 4,9 milyar USD. Biaya untuk pembangunan tanggul laut lepas pantai adalah elemen biaya utama dan membutuhkan hampir 80% dari total investasi. Biaya investasi untuk stasiun pompa dan biaya operasional relatif kecil dibandingkan jika dibandingkan dengan tanggul laut.

91


JCDS, Agenda, 30 September 2011

4.4.3 Tindakan Tambahan Bagian ini menjelaskan tindakan tambahan, yang bertujuan untuk membuat pelaksanaan Skenario 3. lebih efektif, layak dan berkelanjutan. Tindakan tambahan tersebut adalah: infrastruktur jalan, air bersih perpipaan, pengolahan limbah, reklamasi dan pengembangan pelabuhan. Tabel 4.11: Tindakan Tambahan Skenario 3. Elemen Kunci Infrastruktur lalu lintas Air bersih Sanitasi Reklamasi

Unit jalan (lebar 27m) jalan (lebar 57m) jembatan (lebar 27m) jembatan (lebar 57m) Jaringan transmisi Jaringan distribusi Terpusat (Sewerage) Setempat canggih (Komunal) Setempat sederhana (Individual) Reklamasi (termasuk jalan, drainase dan fasilitas)

km km km km m3/dt m3/dt Juta penduduk ha

Tahap I

Tahap II

Tahap III

Total

2 10 0,0 0,0 6,5 6,5 1,0 2,5 2,5

3 15 0,0 0,0 16,8 12,3 1,6 6,5 5,9

4,5 25 0,0 0,0 0,0 4,5 0,3 3,7 3,9

9,5 50 0,0 0,7 23,3 23,3 3,0 12,7 12,2

500

1.000

1.500

3.000

Infrastruktur jalan. Pembangunan tanggul laut baru akan menawarkan kesempatan untuk membuat hubungan transportasi baru timur-barat di Jakarta Utara, yang bisa berfungsi sebagai by-pass di utara yang akan mengurangi kemacetan lalu lintas di daerah tersebut, sebagai jalan penghubung antara bandara Soekarno Hatta, pelabuhan Tanjung Priok, zona industri dan gudang di dekatnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, tanggul laut baru yang berada di pantai harus dirancang dengan lebar atas 57,5 m, cukup untuk jalan 10-jalur. Alinemen jalan tidak akan menghalangi akses ke laut dari pelabuhan Tanjung Priok. Pelabuhan pantai yang lebih kecil mungkin perlu relokasi ke pantai dari tanggul baru. Penelitian lebih lanjut akan diperlukan pada kombinasi potensial tanggul laut dan hubungan transportasi timur-barat untuk menentukan kombinasi fungsi efisien biaya dan optimum, serta untuk menilai kemungkinan partisipasi investor swasta. Tanggul laut harus dibangun lebih kokoh jika diatasnya akan dibangun jalan raya 10jalur. Tindakan meningkatkan kelayakan finansial dari implementasi, karena biaya pembangunan tanggul dapat dibagi dengan biaya pembangunan jalan, karena jalan dapat menghasilkan pendapatan, jika akan dioperasikan sebagai jalan tol. Sebuah jalan di atas tanggul laut tidak mempengaruhi keberlanjutan tindakan perlindungan banjir, tetapi tergantung pada desain tanggul, fungsi jalan dapat mengurangi fleksibilitas untuk mengembangkan tanggul laut di tahap berikutnya. Air bersih. Sistem air bersih yang diusulkan identik dengan Skenario 1. (Lihat subbab 4.2.3 untuk penjelasan rinci). Sistem air limbah dan sanitasi. Sistem air limbah dan sanitasi yang diusulkan identik dengan Skenario 1. dan 2. (Lihat sub-bab 4.2.3 untuk penjelasan rinci). Pelaksanaan fasilitas air limbah dan sanitasi lebih mendesak untuk Skenario 3, karena kualitas air yang buruk di laguna besar tidak akan diterima untuk alasan lingkungan, karena membahayakan kesehatan masyarakat Pengelolaan sampah. Sistem pengelolaan sampah yang diusulkan identik dengan Skenario 1. (Lihat sub-bab 4.2.3 untuk penjelasan rinci). Reklamasi. Reklamasi yang direncanakan di Teluk Jakarta akan diintegrasikan ke dalam sistem pengamanan pantai Skenario 3. Total kawasan diperuntukkan untuk 92


JCDS, Agenda, 30 September 2011

tindakan reklamasi sekitar 3'000 hektar, terdiri dari 10 sampai 12 polder yang dikembangkan antara garis pantai yang ada dan garis kontur - 8 m sekitar 3 km dari garis pantai yang ada. Reklamasi telah direncanakan dalam rencana tata ruang Jakarta, RTRW 2030. Konsesi telah dikeluarkan untuk pengembang swasta, dan sekarang sedang menunggu lampu hijau, setelah pembangunan sempat terhenti karena masalah lingkungan. Biaya reklamasi diperkirakan sekitar 200 USD per meter persegi, total sekitar 6 miliar dolar. Reklamasi lahan adalah bisnis yang menguntungkan, mengingat harga tanah di lokasi terdekat di Jakarta Utara sekitar lima kali lebih tinggi. Dengan perlindungan banjir yang memadai di tempat tersebut, harga tanah bahkan kemungkinan besar lebih tinggi, mengingat lokasi utama berada di pantai dan di samping kota Jakarta. Reklamasi tidak memberikan kontribusi bagi efektivitas dari solusi perlindungan banjir, namun diharapkan untuk mengembangkan sistem polder sendiri. Penerapan tanggul laut secara finansial lebih layak, jika biaya pembangunan tanggul laut dan dari lahan reklamasi dapat dibagi. Reklamasi sendiri berkelanjutan, tetapi itu tidak mempengaruhi keberlanjutan tindakan perlindungan banjir yang diusulkan. Pembangunan pelabuhan. Pelabuhan laut internasional Tanjung Priok terletak antara garis pantai yang ada dan garis kontur - 8 m. Jalur akses ada di kedalaman 14 meter. Otoritas pelabuhan ingin memperluas kapasitas pelabuhan untuk menampung kapal-kapal lebih banyak dan lebih besar, untuk mengembangkan fasilitas pelabuhan laut dalam dan untuk memodernisasi fasilitas penanganan kapal dan jasa. Di lokasi ini ada beberapa kendala, termasuk banjir dan penurunan tanah, ruang terbatas untuk di-perluasan lahan, kemacetan akses jalan serta hubungan dengan daerah hinterland. Otoritas pelabuhan (Pelindo II) memiliki kepentingan dalam perencanaan, investasi, dan pelaksanaan tindakan pertahanan banjir pesisir (untuk melindungi daerah pelabuhan terhadap banjir), lahan reklamasi di Teluk Jakarta (untuk memiliki ruang yang cukup untuk ekspansi), dan pembangunan jalan (untuk mengurangi kemacetan lalu lintas ke dan dari daerah pelabuhan). Dalam Skenario 3. tanggul laut akan melewati jalur pintu masuk ke pelabuhan Tanjung Priok dari laut dengan sebuah terowongan atau jembatan untuk menjaga akses jalan ke laut tetap terbuka untuk kapal. Otoritas pelabuhan bertanggung jawab untuk pengembangan dermaga dan terminal yang berhubungan dengan kegiatan bisnis pelabuhan, termasuk tindakan pengendalian banjir. Lokasi antara garis kontur -8 m sampai -14 m akan cocok untuk pengembangan fasilitas pelabuhan laut dalam, diuntungkan dari kedalaman air, dari jalan tol-di atas tanggul laut, dan dari hubungan langsung dengan fasilitas pelabuhan Tanjung Priok pada saat ini. Pengembangan pelabuhan itu sendiri tidak memberikan kontribusi bagi efektivitas perlindungan banjir keseluruhan Jakarta, namun diharapkan dapat mengembangkan tindakan perlindungan banjir sendiri untuk dermaga dan terminal. Pengembangan pelabuhan akan meningkatkan kelayakan finansial dari tindakan perlindungan banjir, sebagai biaya pembangunan tanggul laut dapat dibagi dengan pelabuhan. Pembangunan pelabuhan tidak memberikan kontribusi pada keberlanjutan dari solusi yang diusulkan, tetapi signifikan bagi prospek pembangunan ekonomi Jakarta. Estimasi Biaya Tindakan Tambahan. Biaya investasi untuk tindakan tambahan dalam hubungannya dengan Skenario 3 disajikan dalam tabel di bawah. 93


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Tabel 4.12: Estimasi Biaya Tindakan Tambahan di Skenario 3. (juta USD) Elemen Kunci Infrastruktur lalu lintas Air bersih Sanitasi

Reklamasi

Tahap I jalan (lebar 27m) jalan (lebar 57m) jembatan (lebar 57m) Tambahan biaya pemeliharaan Jaringan transmisi Jaringan distribusi Tambahan biaya pemeliharaan Terpusat (Sewerage) Setempat canggih(Komunal) Setempat sederhana (Individual) Tambahan biaya pemeliharaan Reklamasi (termasuk jalan, drainase dan fasilitas) Total=

Tahap II

Tahap III

Total

5 65 0 11 585 195 47 368 460 304 68

8 98 0 44 1.512 369 266 589 1.196 716 363

14 163 0 176 0 135 559 110 681 474 980

27 325 68 231 2.097 699 872 1.067 2.337 1.494 1.411

1.000

2.000

3.000

6.000

3.107

7.161

6.291

16.627

Pembangunan jalan tol baru di atas tanggul laut lepas pantai akan membutuhkan investasi diperkirakan sekitar 420 juta USD. Total investasi mencapai 2,8 miliar USD akan diperlukan untuk menerapkan sistem air bersih untuk melayani semua rumah tangga dan industri di DKI Jakarta pada tahun 2030 tanpa harus menggunakan air tanah dalam. Membangun dan mengatur sistem tersebut adalah operasi besar, yang saat ini direncanakan oleh DKI dan akan dilaksanakan selama 8 tahun mendatang. Pada tahap pertama yang akan selesai pada tahun 2015, semua rumah tangga yang saat ini tidak menerima pasokan air dan industri yang tergantung pada air tanah di Jakarta Utara akan disambungkan dengan sistem air bersih ini. Investasi diperkirakan total 5 milyar USD akan diperlukan untuk membangun sistem air limbah dan sanitasi untuk seluruh daerah aliran sungai yang dialirkan ke Teluk Jakarta 4.4.4

Implikasi lebih luas

Implikasi spasial dan lingkungan. Pada tahun 2010 sekitar 50%, atau 7'500 hektar lahan di Jakarta Utara berada di bawah permukaan laut. Berdasarkan tingkat penurunan tanah rata-rata 10 cm per tahun, pada tahun 2030 hampir menjadi 90%, atau sekitar 12'500 hektar yang berada dibawah permukaan laut. Jika penurunan tanah dapat dikontrol dengan mengganti ekstraksi air tanah dalam dengan pasokan air perpipaan, area di bawah permukaan laut rata-rata sekitar 80%, atau sekitar 11'300 hektar. Tanpa perlindungan banjir daerah ini akan secara permanen kebanjiran, dan mempengaruhi 4 juta orang beserta harta dan harta benda mereka.. Implikasi ekonomi dan sosial. Dibandingkan dengan bagian lain dari kota, kerugian ekonomi akibat banjir relatif tinggi di daerah pesisir Jakarta Utara, karena kegiatan ekonomi banyak terkonsentrasi di sini, termasuk pelabuhan internasional Tanjung Priok dan akses menuju bandara Internasional Soekarno Hatta. Banjir pada fasilitasfasilitas ini, atau genangan pada akses jalan akan menghambat kegiatan ekonomi. Jika banjir bisa dicegah, atau setidaknya sudah jauh berkurang, daerah tersebut bisa digunakan untuk menarik investor bisnis dan pengusaha, sehingga harga tanah dan properti menjadi meningkat. Revitalisasi ekonomi di wilayah Jakarta Utara memiliki dampak positif pada pengurangan kemiskinan karena menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan bagi masyarakat yang tinggal dan bekerja di wilayah tersebut. Sebagai konsekuensinya harga tanah dan properti meningkat, oleh karena itu tak terelakkan lagi kelompok-kelompok ekonomi kuat akan bergerak, sementara kelompok ekonomi lemah akan tersingkir, sehingga mengubah demografi dan tatanan social di daerah tersebut. 94


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Banjir menimbulkan banyak korban dan menimbulkan ancaman kesehatan masyarakat akibat timbulnya penyakit yang berhubungan dengan paparan air tercemar, penyakit menular melalui air seperti demam berdarah dan malaria, dan kontaminasi dari sumur dangkal yang berfungsi sebagai sumber air tradisional. Banjir juga dapat mempengaruhi infrastruktur vital, seperti sistem penyediaan air, saluran air limbah dan sistem sanitasi dan tempat pembuangan sampah. Implikasi infrastruktur. Di atas wilayah tanggul laut lepas pantai diusulkan dibangun jalan tol baru yang melayani transportasi timur-barat yang akan memudahkan sirkulasi lalu lintas di Jakarta Utara, menghubungkan pelabuhan Tanjung Priok dan bandara Soekarno Hatta, dan memberikan akses ke daerah reklamasi baru, ke daerah industri dan bisnis di kawasan pesisir Jakarta Utara. Jika jalan dibangun di atas tanggul laut, tidak diperlukan pembebasan lahan dan pemukiman kembali, menghemat waktu pelaksanaan dan biaya. Direncanakan sistem air perpipaan akan membawa air dari Jatiluhur ke Jakarta Utara dan akan selesai pengerjaannya pada tahun 2015. Tantangan utama selanjutnya adalah koneksi konsumen individu ke sistem pasokan air, dan menegakkan aturan penutupan sumur dalam. Kesemuanya ini tergantung pada kualitas air, harga dan keandalan sistem penyediaan air perpipaan. Tanpa sistem pengelolaan sampah, sistem air limbah dan sanitasi yang memadai, daerah retensi baru di Skenario 3. diramalkan akan sangat tercemar. Hal ini dapat menyebabkan penyumbatan saluran drainase, penyumbatan stasiun pompa, air tergenang, dan risiko kesehatan bagi orang yang tinggal, bekerja dan rekreasi di daerah tersebut. Implikasi kelembagaan dan keuangan. Dalam Skenario 3. sistem pengamanan pantai Jakarta Utara akan dilaksanakan oleh sektor publik, sedangkan perkembangan yang sebenarnya terutama akan tergantung pada investasi sektor berdasarkan swasta. Hal ini memerlukan koordinasi yang sungguh-sungguh rencana tata ruang yang komprehensif dan dilakukan oleh setiap fasilitator lembaga independen yang dapat rekonsiliasi aspirasi dan prioritas kelompok-kelompok kepentingan yang berbeda, sinkronisasi dan menggabungkan inisiatif dan investasi, serta menjaga konsistensi dari konsep keseluruhan. Hal ini membutuhkan delineasi yang jelas tentang peran dan tanggung jawab antara organisasi publik dan swasta yang bersangkutan, mekanisme praktis untuk koordinasi perencanaan, investasi serta implementasi. Komunikasi akan sangat penting dengan masyarakat yang bersangkutan di wilayah Jakarta Utara. Karena komponen-komponen kunci dari sistem perlindungan banjir Provinsi DKI Jakarta tumpang tindih dengan provinsi berdekatan di Banten dan Jawa Barat, koordinasi dalam perencanaan, investasi dan implementasi antar provinsi dan antarkota adalah sangat penting. Juga hubungan kerja vertikal antara tingkat pusat, provinsi dan daerah perlu dirampingkan. Bandara nasional, pelabuhan, kereta api dan sistem jalan perlu dikembangkan dalam koordinasi yang erat dengan rencana pembangunan provinsi dan lokal. Jalan tol, sistem air bersih, pembangunan pelabuhan dan lahan reklamasi memiliki pemulihan biaya (cost recovery) langsung dan tingkat pengembalian keuangan yang baik, investasi-investasi terkait tersebut sangat cocok untuk dilakukan privatisasi. Elemen-elemen kunci dari tindakan pengamanan pantai tidak memiliki cost recovery langsung atau keuntungan finansial, tetapi dibenarkan berdasarkan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan, dan oleh karena itu investasi terkait bergantung 95


JCDS, Agenda, 30 September 2011

pada sumber dana publik, sangat dimungkinkan didukung juga oleh pinjaman dari bank-bank pembangunan internasional. Pembangunan berbasis wilayah terpadu kemungkinan dapat didanai melalui skema public-private partnership (PPP), misalnya untuk pembangunan kembali zona pesisir, pembangunan tanggul 'liveable', dan revitalisasi kota bersejarah Batavia. 4.4.5

Evaluasi Skenario 3.

Efektifitas  Karena memerlukan banyak waktu untuk perencanaan, desain dan konstruksi tanggul laut di kedalaman air - 14 m, tindakan perlindungan banjir Skenario 3. hanya akan menjadi sepenuhnya efektif pada jangka menengah sampai jangka panjang 2020 - 2030.  Tanggul sungai adalah efektif terhadap banjir dari sungai, jika tingkat banjir tidak akan berubah.  Laguna retensi lepas pantai yang besar dan sistem pemompaan adalah efektif dalam mencegah banjir di polder Jakarta Utara, termasuk pada lahan reklamasi baru.  Desain yang lebih kuat dari tanggul laut akan menyediakan dasar yang efektif untuk pembangunan jalan.  Air bersih perpipaan secara tidak langsung merupakan tindakan yang sangat efektif, karena memungkinkan untuk tidak melakukan ekstraksi air tanah dalam, yang pada akhirnya akan menghentikan penurunan tanah yang menyebabkan banjir di daerah pesisir  Air limbah dan sanitasi adalah efektif dalam meningkatkan kualitas air dari air permukaan di Jakarta, termasuk sungai, kanal, saluran drainase, serta laguna retensi besar.  Reklamasi itu sendiri tidak memberikan kontribusi efektivitas dari solusi perlindungan banjir, namun diharapkan untuk mengembangkan sistem polder sendiri.  Pengembangan pelabuhan laut dalam (deep sea-port) tidak berkontribusi pada efektivitas perlindungan banjir keseluruhan Jakarta, namun diharapkan dapat mengembangkan tindakan perlindungan banjir sendiri untuk dermaga, dermaga dan terminal. Kelayakan  Pelaksanaan tanggul laut lepas pantai secara finansial layak, karena tidak memerlukan akuisisi tanah atau pemukiman kembali, dan biaya konstruksi dapat dibagi dengan jalan tol yang diproyeksikan.  Jika tidak ada tanggul sungai baru perlu dibangun atau diperkuat maka tidak ada pembebasan lahan dan pemukiman kembali yang diperlukan, kelayakan finansial dari solusi perlindungan banjir secara keseluruhan akan lebih baik.  Laguna retensi yang besar secara finansial layak karena tidak memerlukan pembebasan lahan dan pemukiman kembali.  Jalan di atas tanggul laut meningkatkan kelayakan finansial untuk implementasi, karena biaya konstruksi tanggul dapat dibagi dengan biaya pembangunan jalan, dan karena jalan akan menghasilkan pendapatan, jika akan dioperasikan sebagai jalan tol.  Air bersih perpipaan secara finansial layak sejak pemasangan pipa air yang tidak memerlukan pembebasan lahan dan pemukiman kembali, dan karena biaya investasi dalam penyediaan air dapat dipulihkaan dari biaya konsumen air dan penghematan biaya dalam sistem pertahanan pesisir. 96


JCDS, Agenda, 30 September 2011

 Air limbah dan sanitasi berkontribusi terhadap kelayakan teknis dari kolam retensi dan dibenarkan atas dasar manfaat lingkungan, ekonomi dan sosial.  Lahan reklamasi berkontribusi terhadap kelayakan keuangan tanggul laut, karena biaya pembangunan tanggul laut dan dari reklamasi dapat dibagi.  Pembangunan pelabuhan akan meningkatkan kelayakan finansial dari tindakan perlindungan banjir, sebagian biaya pembangunan pertahanan laut dapat dibagi dengan pelabuhan. Keberlanjutan  Tanggul laut menawarkan solusi yang berkelanjutan, karena tanggul laut lepas pantai terletak di lokasi yang tidak sensitif terhadap tren penurunan tanah di Jakarta Utara.  Keberlanjutan perlindungan terhadap banjir dari sungai-sungai akan tergantung pada pengerukan yang tepat dari sungai dan kanal, dan pemeliharaan tanggulnya.  Laguna retensi adalah tindakan perlindungan banjir berkelanjutan, jika kualitas air di laguna retensi dapat dikontrol dengan pembilasan reguler  Jalan di atas tanggul laut tidak mempengaruhi keberlanjutan tindakan perlindungan banjir, tetapi tergantung pada desain tanggul fungsi jalan dapat mengurangi fleksibilitas untuk mengembangkan tanggul laut di setiap tahap.  Air bersih perpipaan berkontribusi terhadap keberlanjutan perlindungan banjir, karena akan memungkinkan penutupan sumur dalam, yang pada akhirnya akan menghentikan penurunan tanah.  Meskipun pembuangan air limbah dan sanitasi tidak secara langsung memberikan kontribusi pada keberlanjutan sistem perlindungan banjir, peningkatan kualitas air permukaan akan mengurangi bahaya kesehatan masyarakat, jika sistem perlindungan banjir gagal.  Reklamasi tidak membuat perbedaan bagi keberlanjutan tindakan perlindungan banjir yang diusulkan.  Pengembangan pelabuhan laut dalam tidak berkontribusi pada keberlanjutan dari solusi yang diusulkan, tetapi signifikan bagi prospek pembangunan ekonomi Jakarta.

97


JCDS, Agenda, 30 September 2011

4.5 Overview tiga Skenario Alternatif Bagian ini merangkum Elemen Kunci, Tindakan tambahan dan Perkiraan Biaya dari tiga Skenario Alternatif, dan membandingkan efektivitas, kelayakan dan keberlanjutan. Tabel 4.13: Ringkasan Elemen Kunci, Tindakan Tambahan, dan Perkiraan Biaya Elemen Kunci Tindakan Tambahan Biaya Evaluasi  Efektivitas: tanggul  Tanggul laut 36 km  Jalan sepanjang 36 km Tindakan Skenario Laut segera efektif. yang dibangun di atas dengan 4 jalur di atas perlindungan 1. Solusi di dataran dengan sungai terbuka

 

Skenario 2. Solusi lepas pantai (offshore) dengan sungai terbuka

Skenario 3. Solusi lepas pantai dengan sungai tertutup

garis pantai di - 1 m di tanggul laut. bawah permukaan laut  Tambahan pasokan air Tambahan kapasitas perpipaan 23,3 m3/dt retensi di darat dalam untuk DKI Jakarta dan polder 600 ha penutupan sumur dalam Tambahan kapasitas  Sistem air limbah dan pompa 200 m3 / dt sanitasi aglomerasi Tanggul sungai seperkotaan Jakarta panjang hilir sungai dan kanal dengan total panjang 100 km Pembebasan tanah 900 hektar dan relokasi 180'000 orang

 Tanggul laut lepas pantai sepanjang 58 km di atas tanah reklamasi di 3 km dari garis pantai yang ada di kedalaman - 8 m di bawah permukaan laut  Tambahan kapasitas retensi dalam waduk lepas pantai sebesar 750 hektar  Penambahan kapasitas pompa sebesar 330 m3/dt  Tanggul sungai di sepanjang hilir sungai dan kanal dengan total panjang 100 km  Pembebasan tanah 300 hektar dan relokasi 60'000 orang

 Tanggul laut lepas pantai sepanjang 59 km pada 6 km dari garis pantai yang ada dibangun di - 14 m di bawah permukaan laut  Tambahan kapasitas retensi di laguna lepas pantai 10'000 hektar  Tambahan kapasitas pompa 500 m3 /dt

banjir: 5.6 milyar USD

Tindakan tambahan: 16.2 milyar USD TOTAL BIAYA 21.8 milyar USD

 Jalan tol 58 km dengan 10 jalur dan rel kereta api untuk MRT di atas tanggul laut.  Tambahan pasokan air perpipaan 23,3 m3/dt untuk DKI Jakarta dan penutupan sumur dalam  Sistem air limbah dan sanitasi bagi aglomerasi perkotaan Jakarta  Reklamasi 3'000 hektar  Ekspansi pelabuhan dalam area reklamasi * * Biaya tidak termasuk

Tindakan perlindungan banjir: 3.8 milyar USD

 Jalan tol 59 km dengan 10 jalur dan rel angkutan berat di atas tanggul laut.  Tambahan pasokan air perpipaan 23,3 m3/dt dan penutupan sumur dalam  Sistem air limbah dan sanitasi bagi aglomerasi perkotaan Jakarta  Reklamasi 3'000 hektar  Ekspansi pelabuhan termasuk pelabuhan laut dalam * * Biaya tidak termasuk

Tindakan perlindungan banjir: 4.9 milyar USD

98

Tindakan tambahan: 16.9 milyar US

TOTAL BIAYA 20.7 milyar USD 

Tindakan tambahan: 16.6 milyar USD TOTAL BIAYA 21.5 milyar USD

Tetapi lahan reklamasi tidak dilindungi. Kelayakan: Tanggul laut adalah layak, tetapi sulit untuk menemukan ruang untuk retensi di darat dan tanggul sungai Keberlanjutan: Tanggul laut dan tanggul sungai akan terus tenggelam karena penurunan tanah Efektivitas: Tanggul laut lepas pantai di garis pantai reklamasi akan memakan waktu lebih lama membangun sebelum menjadi efektif Kelayakan: Tanggul laut di lahan reklamasi dan retensi lepas pantai adalah layak. Tanggul sungai perlu pembebasan lahan. Keberlanjutan: Tanggul laut tanggul dan tanggul sungai akan terus tenggelam karena penurunan tanah.

 Efektivitas: tanggul laut lepas pantai akan memakan waktu lebih lama untuk membangun sebelum menjadi efektif  Kelayakan: tanggul laut lepas pantai dan retensi lepas pantai adalah layak.  Keberlanjutan: Tidak ada pembebasan lahan di 6 km dari garis pantai yang ada


JCDS, Agenda, 30 September 2011

5. Arah Strategis Bab ini merumuskan Arah Strategis yang dipilih untuk pengamanan pantai Jakarta berdasarkan penilaian kelayakan, efektivitas dan keberlanjutan dari tiga skenario alternatif yang telah dibahas dalam bab sebelumnya. Namun, daripada memilih salah satu skenario tertentu, Arah Strategis telah didefinisikan secara selektif menggabungkan elemen-elemen kunci dari skenario yang berbeda menjadi sebuah rencana aksi yang koheren yang secara efektif menangani masalah banjir, dengan pentahapan pelaksanaan rencana aksi ini dalam pentahapan logis dengan target terukur jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, dan dengan mengintegrasikan langkah-langkah tambahan ke dalam rencana aksi dengan tujuan mencari di luar masalah banjir dan solusi teknis peluang untuk revitalisasi dan pembangunan kembali zona pesisir Jakarta. Arah Strategis yang dipilih akan berfungsi sebagai dasar untuk perumusan Masterplan Pengamanan Pantai Asumsi-asumsi dasar Informasi yang disajikan dalam Atlas JCDS berfungsi sebagai acuan bagi penyusunan Agenda JCDS. Namun, informasi ini sering tidak lengkap, data dari sumber yang berbeda tidak selalu dapat diverifikasi dengan kepastian yang mutlak, dan informasi yang sama dapat ditafsirkan dengan cara yang berbeda. Untuk itu koleksi data lebih lanjut, survei dan penelitian akan dibutuhkan. Sementara itu, untuk tujuan perumusan Agenda JCDS, asumsi dasar berikut telah digunakan:  Rata-rata penurunan tanah. Penurunan tanah di zona pesisir Jakarta Utara bervariasi antara 2 sampai 20 cm per tahun. Penurunan tanah rata-rata sekitar 10 cm per tahun. Penurunan tanah mungkin dapat dihentikan dengan menghentikan ekstraksi air tanah dalam. Penurunan tanah masih terjadi pada 3 km dari garis pantai yang ada (-8 m), tetapi tidak berpengaruh terhadap daerah yang terletak t pada 6 km dari garis pantai yang ada (-14 m).  Lahan di bawah permukaan laut. Karena penurunan tanah yang parah selama beberapa decade, Jakarta Utara akan tenggelam dengan cepat. Antara 1990 dan 2010 kawasan zona pesisir di bawah permukaan laut meningkat dari 12% menjadi 58%. Jika penurunan tanah tidak dihentikan, daerah di bawah permukaan laut diperkirakan akan mencapai 69% pada tahun 2015, 80% pada tahun 2020 dan 90% pada 2030.  Peningkatan permukaan laut. Perubahan iklim menyebabkan naiknya permukaan laut 0,5 cm per tahun, yang diperkirakan akan terus berlanjut selama sisa abad ini.  Fluktuasi permukaan laut. Sepanjang garis pantai tingkat fluktuasi permukaan laut yang ada terutama disebabkan oleh pasang surut (50 cm) dan gelombang badai (60 cm). Selain itu kenaikan gelombang akibat angin dapat mencapai hingga 190, 430 dan 490 cm pada garis kontur masing-masing -1, -8 dan -14 m di bawah MSL. Mengingat asumsi ini, tingkat minimum tanggul laut dibangun di kedalaman masing-masing - 1, -8 dan -14 m di atas MSL harus masing-masing 300, 540 dan 600 cm. Ini tidak termasuk kompensasi untuk tren penurunan tanah yang diasumsikan dan kenaikan permukaan laut.  Ancaman Tsunami. Gempa bumi di Selat Sunda dengan kekuatan 9,0 skala Richter akan memicu tsunami yang bisa mencapai Jakarta dalam waktu 4-5 jam dengan gelombang banjir 1,55 meter.  Urbanisasi. Penduduk DKI Jakarta meningkat dari 7,9 juta pada tahun 2000 menjadi 9.6 juta pada 2010, dan diperkirakan akan mencapai 12,6 juta di tahun 2030. Penduduk di daerah aliran sungai yang dibuang ke Teluk Jakarta meningkat dari 10,4 juta pada 2000 14,9 juta pada tahun 2010, dan diperkirakan akan mencapai 28,2 juta di tahun 2030. Penduduk Jadebotabdekpunjur meningkat dari 20,6 juta pada 2000 - 30,1 juta pada tahun 2010, dan diperkirakan akan mencapai 69,2 juta pada tahun 2030.

99


JCDS, Agenda, 30 September 2011

5.1 Prinsip-Prinsip Dasar Dari perbandingan dari tiga skenario alternatif yang disajikan dalam Bab 4. Dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:  Efektivitas. Skenario 1. (Solusi On-land dengan sungai terbuka) menawarkan perlindungan banjir paling tidak efektif, karena tanggul laut di pinggir pantai yang diusulkan tidak akan melindungi tanah reklamasi yang direncanakan, tanggul laut yang dibangun di lokasi ini akan tenggelam karena penurunan tanah, dan sungai yang terbuka akan mengakibatkan banjir dari laut melanda di zona pesisir. Skenario 2. (Solusi lepas pantai / Offshore dengan sungai terbuka) menawarkan perlindungan kedua yang paling efektif, karena di satu sisi, tanggul laut di lepas pantai 3 km dari garis pantai yang ada akan melindungi reklamasi tanah yang direncanakan, tapi di sisi lain, tanggul laut yang diusulkan pada lokasi ini akan tenggelam karena penurunan tanah dan sungai terbuka mengakibarkan banjir dari laut melanda zona pesisir. Skenario 3. (Solusi lepas pantai / Offshore dengan sungai tertutup) menawarkan perlindungan paling efektif terhadap banjir dari laut, karena tanggul laut lepas pantai yang diusulkan akan melindungi pantai seluruh Teluk Jakarta termasuk reklamasi tanah yang direncanakan, dan akan menutup semua sungai dari laut. Selain itu lokasi yang diusulkan dari tanggul laut di lepas pantai 6 km dari garis pantai tidak terpengaruh oleh penurunan tanah. Debit sungai dapat mengalir bebas ke bawah retensi laguna lepas pantai seluas 10'000 hektar antara tanggul laut dan reklamasi tanah.  Kelayakan. Skenario 1. menawarkan solusi jangka pendek yang layak, karena tanggul laut yang diusulkan dapat dibangun langsung pada garis pantai yang ada, di mana tidak ada kebutuhan untuk pembebasan tanah yang mahal dan memakan waktu. Setelah tahap pertama sudah dilaksanaan (2012-2015) tanggul laut akan memberikan perlindungan yang efektif terhadap banjir dari laut sampai 2020. Namun, masih diperlukan 900 hektar ruang perkotaan untuk kolam penampungan air di darat dan penguatan tanggul sungai. Luasan tersebut sulit ditemukan di zona pesisir Jakarta Utara yang padat bangunan Skenario 2. menawarkan solusi jangka menengah yang layak, karena pembangunan tanggul laut lepas pantai pada jarak 3 km dari garis pantai yang ada di kedalaman -8 m di bawah MSL perlu disinkronkan dengan proses reklamasi tanah. Hanya setelah tahap kedua pelaksanaan (2015-2020) tanggul laut diharapkan dapat memberikan perlindungan banjir sampai 2030. Ruang untuk retensi 750 hektar dapat ditemukan diantara reklamasi tanah dan tidak memerlukan pembebasan lahan. Skenario 3. menawarkan solusi jangka panjang yang layak. Waktu persiapan untuk perencanaan, desain, investasi, dan pembangunan tanggul laut lepas pantai di kedalaman -14 m kemungkinan akan memakan waktu panjang, karena 100


JCDS, Agenda, 30 September 2011

adanya kendala hukum dan lingkungan. Di sisi lain, Skenario 3. menawarkan kesempatan yang menarik untuk investasi sektor swasta, termasuk pengembangan Pelabuhan laut dalam, jalan tol yang berfungsi sebagai by-pass di bagian utara, dan kereta api.  Keberlanjutan. Skenario 1. akan membutuhkan penyesuaian terus menerus dari tanggul laut dan tanggul sungai yang akan terus tenggelam karena penurunan tanah. Solusinya hanya berkelanjutan jika penurunan tanah dapat dihentikan dengan mengembangkan pasokan air perpipaan untuk Jakarta Utara dan menghentikan ekstraksi air tanah dalam. Skenario 2. akan membutuhkan penyesuaian terus menerus dari tanggul laut dan tanggul sungai yang akan terus tenggelam karena penurunan tanah. Solusinya hanya berkelanjutan jika penurunan tanah dapat dihentikan dengan mengembangkan pasokan air perpipaan untuk Jakarta Utara dan menghentikan ekstraksi air tanah dalam. Skenario 3. Tidak sensitif terhadap penurunan tanah. Keberlanjutan tergantung pada kualitas air sungai-sungai yang dibuang di kolam retensi lepas pantai, yang dapat ditingkatkan kualitasnya, dan jika air limbah dan sistem sanitasi dan sistem pengelolaan sampah berfungsi dengan baik di daerah aliran sungai Berdasarkan perbandingan di atas, arah strategis telah dikembangkan dengan menggabungkan keuntungan dari masing-masing skenario, sementara menghindari kerugian dari skenario tersebut. 5.2 Skenario Gabungan Arah Strategis yang dipilih secara selektif menggabungkan elemen-elemen kunci dari tiga skenario alternatif, berlaku rencana pentahapan dari tiga tahap yang berbeda dengan target jangka pendek, menengah dan jangka panjang, dan mengintegrasikan langkah-langkah tambahan. Pada dasarnya tahap pertama 20122015 harus memberikan perlindungan jangka pendek sampai tahun 2020. Tahap kedua 2015-2020 akan memberikan perlindungan jangka menengah sampai tahun 2030. Dan tahap ketiga 2020-2030 harus memberikan perlindungan jangka panjang melampaui 2030. Elemen-elemen kunci gabungan dari Arah Strategis yang dipilih adalah: Tanggul laut.  Pada tahap pertama antara tahun 2012 sampai 2015 tanggul laut di darat sepanjang 36 km dari skenario 1. akan dibangun, yang langsung akan memberikan perlindungan banjir jangka pendek hingga 2020. Tanggul laut ini dibangun di pantai yang ada dengan dasar di -1,00 m di bawah MSL dan dengan tinggi minimal +3,50 m diatas MSL (ketinggian 2015). Karena penurunan tanah 10 cm per tahun pada tahun 2020 ketinggian tanggul laut ini hanya +3,00 m di atas MSL.

101


JCDS, Agenda, 30 September 2011

 Tanggul laut yang di daratan dari Skenario 1. hanya akan melindungi zona pesisir Jakarta Utara hingga 2020, namun bukan daerah reklamasi yang direncanakan. Daripada meningkatkan ketinggian tanggul laut di daratan seperti dalam Skenario 1., lebih masuk akal menggunakan periode sampai 2020, dimana wilayah pesisir Jakarta Utara masih cukup dilindungi, dengan membangun tanggul laut sepanjang 58 km lepas pantai seperti pada Skenario 2. Dalam Skenario 2 iniakan memberikan perlindungan banjirlebih lama yaitu jangka menengah sampai 2030, dengan demikian kasus penurunan tanah dapat diperlambat atau dihentikan. Tanggul laut lepas pantai dibangun di ujung utara dari wilayah reklamasi tanah sejauh 3 km dari garis pantai yang ada dengan kedalaman -8 m di bawah MSL dan dengan ketinggian sekitar 6,50 m di atas MSL (ketinggian 2020) dengan memperhitungkan penurunan tanah 100cm di periode 2020-2030.  Kasus penurunan tanah masih akan terus berlangsung, sedangkan pembangunan ekonomi masih terus berlangsung, sehingga masuk akal jika menggunakan periode sampai 2030, ketika zona pesisir dan reklamasi lahan masih dilindungi, dengan membangun tanggul laut sepanjang 59 km yang multifungsi 'liveable' Skenario 3. pada jarak 6 km dari garis pantai yang ada, dimana tidak ada lagi penurunan tanah. Tanggul laut lepas pantai, yang akan dibangun pada kedalaman -14 m dan dengan ketinggian sekitar + 6,00 m di atas MSL, akan melindungi seluruh pantai terhadap banjir pesisir dan menutup semua sungai, sebagaimana dimaksud dalam Skenario 3. Hal ini juga melindungi kota terhadap risiko tsunami.  Jika penurunan tanah bisa dihentikan selama 10 tahun ke depan, secara teknis tidak akan diperlukan membangun tanggul laut lepas pantai besar ini Skenario 3. Namun ada argumen lain untuk membangun tanggul laut lepas pantai, seperti kebutuhan untuk melindungi kota terhadap risiko tsunami, pengembangan Pelabuhan laut dalam berdekatan dengan Tanjung Priok, visi pembangunan perkotaan ‘waterfront city’, dan pembangunan jalan tol lepas pantai utara sebagai by-pass untuk lalu lintas kendaraan bermotor. Tanggul sungai.  Dalam kedua Skenario 1. dan Skenario 2. sistem sungai masih terbuka di sambungkan ke laut. Jika outlet sungai, lebih rendah dari tanggul, maka akan tenggelam di bawah permukaan laut akibat penurunan tanah. Tanggul sungai di sepanjang hilir sungai sampai dengan jarak 10 km ke pedalaman perlu diangkat dengan ketinggian yang sama dengan tanggul laut. Jika tanggul sungai diharapkan dapat memberikan perlindungan banjir sampai tahun 2030, tanggul harus dibangun dengan ketinggian 5,00 m di atas MSL, dengan kompensasi 2,00 m untuk penurunan tanah antara 2010 dan 2030  Setelah 2030, tanggul laut lepas pantai pada Skenario 3. akan siap, untuk menutup semua sungai yang ada pada saat itu untuk dibuang secara gravitasi di laguna retensi besar.

102


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Kapasitas retensi.  Daripada menambahkan 600 hektar kapasitas retensi di darat sebagaimana dimaksud dalam Skenario 1., Cekungan retensi lepas pantai 750 hektar antara reklamasi harus dikembangkan pada tahap kedua 2015-2020 berdasarkan Skenario 2.  Selama tahap ketiga dari 2020-2030 laguna retensi besar lepas pantai seluas 10'000 ha akan dikembangkan berdasarkan Skenario 3, yang akan memungkinkan untuk menutup sungai yang saat ini masih dihubungkan terbuka dengan Teluk Jakarta. Untuk menjaga kualitas air yang baik di laguna retensi lepas pantai, pembilasan dengan air laut menggunakan stasiun pompa yang dipasang merupakan solusi yang layak , setidaknya sampai saluran air limbah dan sistem sanitasi bagi Jakarta akan operasional.

103


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Figure 5.1: ARAH STRATEGI Skenario Pentahapan dan Gabungan

2010

2010

Dinding laut

2010

Dari 1990-2010 garis pantai Jakarta Utara telah tenggelam 105 cm

1990-2010 daerah di bawah MSL di Jakarta Utara telah meningkat dari 12% menjadi 58%

2015

I. Konstruksi 2012 - 2015 Tanggul sungai

Tanggul laut 1

2010 2015

Setelah Tahap I di daratan. Tanggul laut di pinggir pantai Skenario 1. akan memberikan perlindungan segera dari 2015 – 2020

Sungai terbuka dengan tanggul, tidak ada retensi tambahan

2020

II. Konstruksi 2015 - 2020 Tanggul sungai

Tanggul laut 1 Tanggul laut 2

2010 2015 2020

Setelah Tahap II tanggul laut lepas pantai Skenario 2. melindungi zona pesisir dan lahan reklamasi 2020-2030.

Sungai terbuka, retensi lepas pantai 750 ha

Hasil 2030

III. Konstruksi 2020 - 2030 Tanggul sungai

2010 2015 2020 2030

Tanggul laut 1 Tanggul laut 2 Tanggul laut 3

Penyelesaian tanggul laut lepas pantai Skenario 3. akan memberikan perlindungan banjir permanen melampaui 2030.

Sungai tertutup,retensi lepas pantai10000 ha

sumber: JCDS 104


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Figure 5.2: TINDAKAN-TINDAKAN TAMBAHAN Peluang Pengembangan Waterfront

Kawasan Risiko Banjir

Kendala Investor menghindari Jakarta Utara karena risiko banjir dikaitkan dengan penurunan tanah yang disebabkan oleh ekstraksi air tanah dalam. Hal ini dikarenakan pasokan air sistem perpipaan tidak mencukupi. Disamping itu sungai, saluran dan kolam retensi sangat tercemar, yang memperburuk dampak banjir. Masalah lain dari zona pesisir yang padat penduduk, kelangkaan tanah dan kemacetan lalu lintas di jalanjalan utama.

Sekitar 50% dari zona pesisir Jakarta Utara saat ini di bawah rata-rata permukaan laut, dan lingkungan banyak yang dalam keadaan rusak

Zona Pengembangan

Potensi Perlindungan banjir yang efektif di Jakarta Utara menawarkan peluang investasi yang menarik untuk lokasi reklamasi yang unik 3'000 ha dekat pantai dan di sekitar laguna air tawar, dan untuk revitalisasi 9'000 ha lingkungan kumuh, termasuk kota bersejarah (kota) Batavia. Lebih dari 100 km jalan baru (tol) dan 50 km dari trek rel di atas tanggul laut baru akan memberikan akses ke zona investasi, melewati utara untuk lalu lintas, dan koneksi strategis antara bandara dan pelabuhan. Tanjung Priok memanfaatkan reklamasi dan tanggul laut untuk memperluas dan mengembangkan fasilitas Pelabuhan laut dalam. Prasyarat untuk revitalisasi adalah air bersih perpipaan dengan kapasitas 23,3 m3/dt untuk menghentikan penurunan tanah, dan sistem air limbah dan sanitasi di hulu untuk mengontrol kualitas air sungai dan kanal yang dibuang ke laguna air tawar.

Laguna retensi 10’000 ha Lahan reklamasi 3’000 ha

Kawasan bersejarah Batavia Revitalisasi zona pesisir 9’000 ha

Revitalisasi melalui reklamasi 4'000 ha dan pembangunan kembali 9'000 ha lahan.

Aksesibilitas Jalan bypass Pelabuhan laut dalam

Ringroad dan Rel Bandara Internasional

Biaya investasi dan pendanaan

Jalan akses

Efisien arus lalu lintas dan sistem transportasi dan perluasan Pelabuhan laut dalam.

Utilitas Air Bersih Perpipaan 23.3 m3/dt – 16.5 juta penduduk

Sistem Air Limbah dan Sanitasi 27.9 juta penduduk

Akses terhadap air minum perpipaan sebesar 23,3 m3 /dt, dan laguna retensi ramah lingkungan melalui dengan air limbah dan sanitasi 105

Biaya pertahanan laut 8,2 miliar USD dan langkah-langkah tambahan 17.7 miliar USD, yang ditotal 25,9 miliar USD. Pertahanan laut dan pembuangan limbah tergantung pada pendanaan publik. Pasokan air, jalan (tol) dan pembangunan kembali tergantung pada PPP. Lahan reklamasi dan pengembangan pelabuhan adalah investasi swasta. Penilaian Biaya / Manfaat Konsep pembangunan pesisir lepas pantai yang dikombinasikan, bertahap dan terpadu memberikan perlindungan banjir permanen untuk Jakarta dan memiliki manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan yang kuat: Investor tertarik, penggusuran diminimalkan, kondisi hidup ditingkatkan, penurunan tanah dihentikan, dan kualitas air aman.


JCDS, Agenda, 30 September 2011

5.3 Pentahapan Implementasi 5.3.1 Tahap I: Tindakan Jangka Pendek untuk Memberikan Perlindungan Banjir hingga 2020 Tahap I. (2012 - 2015) memiliki tiga tujuan berbeda: (i) Pelaksanaan tindakan pengamanan pantai yang akan segera efektif dan memberikan perlindungan banjir setidaknya sampai 2020. (ii) Investasi dalam tindakan yang akan menghentikan penurunan tanah di Jakarta Utara, yang merupakan penyebab yang mendasari masalah banjir pesisir. (iii) Pelaksanaan tindakan tambahan yang berkontribusi terhadap perlindungan banjir (misalnya pasokan air, air limbah dan sanitasi, pengelolaan limbah padat), atau yang dapat digunakan untuk berbagi biaya dan revitalisasi (misalnya jalan tol, reklamasi, pembangunan pelabuhan, MRT). Gambar 5.3: Overview Elemen Kunci Tahap I.

sumber: JCDS

Elemen Kunci Tahap I. Perlindungan terhadap banjir dari laut. Antara 2012 dan 2015 dengan tanggul laut 36 km dibangun di pesisir yang ada di kedalaman -1 m di bawah permukaan laut. Dengan asumsi bahwa tanggul laut akan tenggelam 1 m antara 2010 dan 2020 karena penurunan tanah, ketinggian tanggul laut harus minimal 4 m di atas MSL untuk memberikan perlindungan banjir yang memadai hingga 2020. Perlindungan terhadap banjir dari sungai. Tanggul sungai yang dibangun di sepanjang hilir sungai dan kanal dengan total panjang 100 km di 3 m di atas MSL untuk mengkompensasi penurunan tanah sampai 2020. Perlindungan terhadap banjir dengan sistem polder. Kapasitas tambahan pompa 100 m3/dt akan dipasang untuk mengkompensasi kurangnya kapasitas memompa polder di Jakarta Utara. Selain itu, penekanan harus pada pengerukan dan 106


JCDS, Agenda, 30 September 2011

pembersihan saluran drainase dan kolam retensi, dan pada perbaikan dan pemeliharaan sistem pompa. Tindakan Tambahan Tahap I. Pembangunan Jalan. Jalan sepanjang 36 km dengan 4 jalur akan dibangun di atas tanggul laut di darat. Jalan ini akan memudahkan akses ke zona pesisir dan lahan reklamasi yang direncanakan, dan pelabuhan internasional Tanjung Priok, yang mempertimbangkan perluasan terminal tersebut. Diatas tanggul laut baru dapat digunakan sebagai fasilitas jalan, sehingga pembebasan tanah yang mahal dapat dihindari, tetapi memakan waktu dalam pelaksanaan. Pengembangan Air Minum. Untuk menghentikan penurunan tanah, ekstraksi air tanah dalam di Jakarta Utara harus dihentikan. Hal ini hanya mungkin jika pemerintah menawarkan pasokan air sistem perpipaan, yang sudah dijadikan Agenda prioritas Pemerintah DKI. Untuk menutupi kebutuhan air bersih di Jakarta Utara dan sebagian Jakarta Barat diperlukan tambahan sekitar 6,5 m3/dt. Proyek ini akan menjadi bagian dari skema yang lebih besar untuk menambah sistem penyediaan air minum DKI Jakarta secara keseluruhan, terdiri dari pengolahan air di dekat Jatiluhur dan perpipaan 130 km di sepanjang Kanal Tarum Barat. Pengembangan Sistem Air Limbah dan Sanitasi. Pada tahun 2015 sekitar 10% dari DKI Jakarta akan dilayani air limbah system terpusat, naik dari 2,8% saat ini. Untuk daerah kepadatan rendah komunal diterapkan air limbah sistem setempat yang melayani penduduk 2,5 juta orang, dan 2,5 juta orang yang lain akan dilaksanakan dengan sanitasi sistem individu. Program kampanye kesadaran masyarakat dan partisipasi masyarakat pada sector kesehatan, sanitasi dan pengolahan persampahan akan dimulai bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai. Perincian Biaya Tahap I Biaya total investasi pertahanan banjir untuk periode 2012-2015 diperkirakan sebesar 427 juta USD. Perincian disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 5.1: Perkiraan Biaya Elemen Kunci dalam Tahap I. Tindakan

Unit

Pengamanan Pantai Kontruksi pada -1 m Kontruksi pada -8 m Konstruksi pada lahan reklamasi Kontruksi pada -14 m Tambahan biaya pemeliharaan Polder Kapasitas pompa baru Pembebasan lahan di JakUt Biaya resettlement (area retensi) Tambahan biaya pemeliharaan Tambahan biaya energi Tanggul sungai Konstruksi (sampai ketinggian 4m) Pembebasan lahan Biaya resettlement (tanggul kanal)

km km km km % inv. m3/dt Ha Ha % inv. Mm3/m Km Ha Ha

Tambahan biaya pemeliharaan

% inv.

Sumber: JCDS

107

Harga per unit [juta USD]

Total biaya [juta USD]

Volume

7 45 6 90 1.0%/tahun 0.60 3.33 1.11 2.5%/tahun 400 1.60 3.33

4’500 60 0

252 0 0 0 8 60 0 0 5 5 95 0

1.11

0

0

Total=

3 427

1.0%/tahun

36 0 0 0 100 0 0


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Total biaya investasi dalam tindakan tambahan untuk periode 2012-2015 diperkirakan sebesar 3,2 milyar USD. Secara rinci disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 5.2: Estimasi Biaya Tindakan Tambahan Tahap I. Tindakan

Unit

Infrastruktur lalulintas jalan (lebar 27m) Km jalan (lebar 57m) Km jembatan (lebar 27m) Km jembatan (lebar 57m) Km Tambahan biaya pemeliharaan Out Air bersih Jaringan transmisi m3/dt Jaringan distribusi m3/dt Tambahan biaya pemeliharaan % inv. Sanitasi terpusat (sewerage) Setempat canggih (komunal) juta penduduk Setempat sederhana (Individual) Tambahan biaya pemeliharaan out (18 tahun) Reklamasi Reklamasi (termasuk jalan, ha drainase dan fasilitas)

Sumber: JCDS

Harga per unit [juta USD] 3.0 6.5 45.0 97.5 5.0% 90 30 2.0% 368 184 121

Total biaya [juta USD]

Volume 36.0 0 1.0 0.0 6.5 6.5 1.0 2.5 2.5

108 0 45 0 23 585 195 47 368 460 304

2.0% 2

68 500

1’000

Total=

3’202

5.3.2 Tahap II: Tindakan Jangka Menengah untuk memberikan perlindungan Banjir sampai Tahun 2030 Tahap II. (2015-2020) memiliki tiga tujuan yang berbeda: (i) Pelaksanaan tindakan perlindungan banjir di tingkat aman sampai tahun 2030 untuk seluruh zona pesisir termasuk daerah reklamasi. (ii) Investasi dalam tindakan air limbah dan sanitasi yang akan meningkatkan kualitas permukaan air di kolam retensi di daratan dan lepas pantai. (iii) Mobilisasi investor swasta dalam tindakan tambahan yang secara langsung berkontribusi terhadap perlindungan banjir (misalnya pasokan air bersih), atau yang dapat digunakan untuk berbagi biaya dan revitalisasi (misalnya jalan tol, reklamasi, pembangunan pelabuhan). Elemen Kunci Tahap II Perlindungan terhadap banjir dari laut. Antara 2012 dan 2020 dengan tanggul laut kedua sepanjang 58 km akan dibangun di sekitar 3 km dari garis pantai yang ada di ujung utara dari wilayah reklamasi pada kedalaman 8 m di bawah MSL. Untuk memberikan perlindungan banjir sampai 2030, ketinggian tanggul laut lepas pantai harus dibangun + 6,5 m di atas MSL (ketinggian 2020 ), dengan mempertimbangkan tren penurunan tanah dan kenaikan permukaan laut yang diasumsikan. Perlindungan terhadap banjir dari sungai. Sepanjang hilir sungai terbuka yang terkena pasang surut, tanggul akan ditinggikan dan diperkuat untuk memberikan perlindungan banjir sampai 2030. Tanggul di sepanjang hilir sungai perlu dinaikkan sampai sekitar 4 m di atas MSL. Pembangunan tanggul sungai memerlukan pembebasan lahan sekitar 150 hektar dan permukiman sekitar 30'000 orang. Operasi pengerukan yang direncanakan untuk meningkatkan kapasitas aliran kanal dan sungai. Tindakan perencanaan dan regulasi harus diambil untuk mengurangi run-off dari daerah hulu, termasuk penegakan hukum perencanaan penggunaan lahan, reboisasi daerah retensi, dan pelestarian ruang terbuka.

108


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Perlindungan terhadap banjir dengan sistem polder. Tambahan kapasitas retensi seluas 750 hektar dibuat dalam kolam lepas pantai yang terletak antara reklamasi tanah di depan pantai yang ada. Kapasitas pemompaan tambahan sebesar 330 m3/dt dipasang yang juga berfungsi membilas untuk mengontrol kualitas air di kolam retensi. Gambar 5.4: Overview Elemen Kunci Tahap II.

Sumber: JCDS

Tindakan Tambahan Tahap II Pengembangan Jalan Tol dan MRT. Antara 2015 dan 2020 jalan tol dari 58 km dengan 8 jalur dan jalur kereta api akan dibangun di atas tanggul laut kedua. Jalan tol ini akan mengurangi kemacetan lalu lintas di Jakarta Utara, dan memfasilitasi akses ke lahan reklamasi, dan akan menghubungkan Bandara Internasional Soekarno Hatta dan Pelabuhan Internasional Tanjung Priok. Pembangunan by-pass di utara adalah agenda dengan prioritas tinggi baik pada Pemerintah Nasional maupun Pemerintah Provinsi DKI, dan ada minat yang kuat dari investor swasta. Rel kereta api disiapkan untuk Mass Rapid Transport. Pengembangan Air Minum. Pasokan air sistem perpipaan sudah menjadi agenda dengan prioritas tinggi Pemerintah DKI. Untuk menutupi kekurangan kapasitas pasokan air DKI Jakarta perlu ditambahan sekitar 12,3 m3/dt untuk jaringan distribusi. Pada periode ini pula jaringan transmisi akan diperpanjang, langsung dengan tambahan kapasitas 16,8 m3/dt, yang akan cukup sampai 2030. Proyek ini akan menjadi bagian dari skema untuk menjangkau sistem penyediaan air minum seluruh DKI Jakarta, yang terdiri dari pabrik pemurnian air di dekat Jatiluhur dan pipa sepanjang 130 km di sepanjang Kanal Tarum Barat

109


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Pengembangan Sistem Air Limbah dan Sanitasi. Pada tahun 2020 sekitar 26% dari DKI Jakarta akan dicakup oleh pembuangan air limbah sistem terpusat. Selama periode 2015-2020 akan dilaksanakan pembangunan saluran air limbah sistem terpusat di zona timur laut, zona barat laut, zona barat daya dan zona Tanjung Priok. Untuk daerah dengan kepadatan rendah akan dibangun pembuangan air limbah sistem komunal yang akan melayani populasi 6,5 juta orang, dan untuk 5,9 juta orang dengan sistem sanitasi individu akan ditingkatkan. Program kampanye kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam sanitasi kesehatan dan pengelolaan persampahan akan dilanjutkan bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai. Perincian Biaya Tahap II Biaya total investasi dalam perlindungan banjir di periode 2015-2020 diperkirakan sebesar 2,4 milyar USD. Secara rinci disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 5.3: Estimasi Biaya Elemen Kunci Tahap II

Kontruksi pada -1 m Kontruksi pada -8 m Konstruksi pada lahan reklamasi Kontruksi pada -14 m Tambahan biaya pemeliharaan Kapasitas pompa baru Pembebasan lahan di JakUt Biaya resettlement (area retensi) Tambahan biaya pemeliharaan Tambahan biaya energi Konstruksi (sampai ketinggian 4m) Pembebasan lahan Biaya resettlement (tanggul kanal)

km km km km % inv. m3/dt ha ha % inv. out km ha ha

Harga per unit [Juta USD] 19.5 51 12 90 1.0% 0.60 3.33 1.11 2.5% 400 1.6 3.33 1.11

Tambahan biaya pemeliharaan

% inv.

1”0%

Tindakan Tanggul Laut

Polder

Tanggul sungai

Unit

Sumber: JCDS

Volume 9 19 22.5 0

Total biaya [juta USD]

5.940 40 150 75

176 969 270 0 83 198 0 0 32 12 64 500 83

Total=

37 2.424

330 0 0

Total biaya investasi dalam tindakan tambahan untuk periode 2012-2015 diperkirakan sebesar 7,7 milyar USD. Secara rinci disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 5.4: Estimasi Biaya Tindakan Tambahan Tahap II Tindakan

Unit

Infrastruktur lalulintas jalan (lebar 27m) jalan (lebar 57m) jembatan (lebar 27m) jembatan (lebar 57m) Tambahan biaya pemeliharaan Air bersih Jaringan transmisi Jaringan distribusi Tambahan biaya pemeliharaan Sanitasi terpusat (sewerage) Setempat canggih (komunal) Setempat sederhana (Individual) Tambahan biaya pemeliharaan Reklamasi Reklamasi (termasuk jalan, drainase dan fasilitas)

Sumber: JCDS

110

km km km km % inv. m3/s m3/s % inv. juta penduduk % inv. ha

Harga per unit [juta USD] 3,0 6,5 45,0 97,5 5,0% 90 30 2,0% 368 184 121 2,0% 2

Volume 9,0 49 0,5 1,5 16,8 12,3 1,6 6,5 5,9

Total harga [juta USD] 27 319 23 146 167 1’512 369 266 589 1’196 716 363

1.000

2’000

Total=

7’693


JCDS, Agenda, 30 September 2011

5.3.3 Tahap III: Tindakan jangka panjang untuk memberikan perlindungan banjir melampaui 2030 Tahap III. (2020-2030) memiliki tiga tujuan yang berbeda: (i) Pelaksanaan tindakan perlindungan banjir di tingkat keselamatan yang melebihi tahun 2030 untuk seluruh zona pesisir, termasuk daerah reklamasi dan sungai. (ii) Investasi dalam tindakan pembuangan air limbah dan sanitasi yang akan meningkatkan kualitas permukaan air sungai, kanal dan laguna retensi lepas pantai. (iii) Mobilisasi investor swasta dalam tindakan tambahan yang secara langsung berkontribusi terhadap perlindungan banjir (misalnya pasokan air), atau yang dapat digunakan untuk berbagi biaya dan revitalisasi (misalnya jalan tol, reklamasi, pembangunan pelabuhan). Elemen Kunci Tahap III Perlindungan terhadap banjir dari laut. Dalam hal penurunan tanah akan berlangsung pada tingkat seperti saat ini, pada tahun 2020 pembangunan tanggul laut ketiga harus dimulai sesuai Skenario 3. Sebuah tanggul laut lepas pantai sepanjang 59 km yang dibangun di 6 km dari garis pantai yangberada pada kedalaman -14 m di bawah MSL. Puncak tanggul harus dibangun minimal +6 m di atas MSL. Hal ini diasumsikan bahwa tidak ada penurunan tanah terjadi pada lokasi berjarak 6 km dari garis pantai. Perlindungan terhadap banjir dari sungai. Perencanaan dan pengaturan tindakan yang diambil untuk mengurangi run-off dari daerah hulu, termasuk penegakan hukum rencana penggunaan lahan, reboisasi daerah retensi, dan pelestarian ruang terbuka. Perlindungan terhadap banjir dengan sistem polder. Tambahan kapasitas retensi dibuat di lepas pantai laguna seluas 10'000 hektar yang tertutup oleh tanggul laut ketiga. Fungsi lain dari laguna retensi termasuk penyimpanan air tawar, rekreasi dan perikanan. Air akan dibuang dari laguna ke laut dengan memasang pompa berkapasitas sebesar 500 m3/dt, yang juga berfungsi membilas untuk mengontrol kualitas air di laguna.

111


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Gambar 5.5: Overview Elemen Kunci Tahap III

Tindakan Tambahan Tahap III Pengembangan jalan tol, jalur kereta api dan Pelabuhan laut dalam. Sebuah jalan tol sepanjang 59 km dengan 10 jalur dan rel kereta api akan dibangun di atas tanggul laut ketiga di 6 km dari pantai. Jalan tol ini akan mengurangi kemacetan lalu lintas di Jakarta Utara, dan akan menghubungkan bandara internasional Soekarno Hatta dan pelabuhan internasional Tanjung Priok. Pembangunan by-pass di utara ini bersifat agenda prioritas tinggi pada Pemerintah DKI, dan ada minat yang kuat dari investor swasta. Rel kereta api dimaksudkan untuk membawa transportasi berat ke dan dari kawasan industri dan Pelabuhan laut dalam yang direncanakan berdekatan dengan Tanjung Priok. Pengembangan Air Minum. Untuk mencapai cakupan 100% pada tahun 2030, tambahan kapasitas pasokan air sekitar 4,5 m3/dt harus dikembangkan selama Tahap III. Proyek ini akan menjadi bagian dari skema sistem perluasan penyediaan air minum dari seluruh DKI Jakarta, yang terdiri dari pabrik pemurnian air di dekat Waduk Jatiluhur dan pipa 130 km di sepanjang Kanal Tarum Barat. Pengembangan Sistem Pembuangan Air Limbah dan Sanitasi. Perluasan dari sentral sistem saluran air limbah melampaui tahun 2020, sebesar sekitar 0,3 juta orang, akan digunakan untuk mengimbangi pertumbuhan populasi di dalam area cakupan, dan untuk memperluas ke daerah-daerah yang telah mencapai kepadatan penduduk yang lebih tinggi sebesar 300 orang/ha. Untuk daerah kepadatan rendah akan dibangun sistem komunal untuk melayani penduduk 3,7 juta orang, dan untuk 3,9 juta orang lainnya fasilitas sanitasi individu akan ditingkatkan. Program kampanye kesadaran dan partisipasi masyarakat pada sanitasi kesehatan dan pengelolaan sampah akan dilanjutkan bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai. 112


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Perincian Biaya Tahap III Biaya total investasi dalam pertahanan banjir diperkirakan sebesar 5,3 milyar USD. Investasi harus dibuat pada periode 2020-2030. Secara rinci disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 5.5: Estimasi Biaya Elemen Kunci dalam Tahap 3 Tindakan Pengamanan Pantai

Polder

Tanggul sungai

Unit Kontruksi pada -1 m Kontruksi pada -8 m Konstruksi pada lahan reklamasi Kontruksi pada -14 m Tambahan biaya pemeliharaan Kapasitas pompa baru Pembebasan lahan di JakUt

km km Km Km % inv. m3/dt Ha Ha

Biaya resettlement (area retensi) Tambahan biaya pemeliharaan Tambahan biaya energi Konstruksi (sampai ketinggian 4m) Pembebasan lahan Biaya resettlement (tanggul kanal)

% inv. Mm3/m Km Ha Ha % inv.

Tambahan biaya pemeliharaan

Harga per unit [Juta USD] 22 57 12 90 1,0% 0,60 3,33

Total biaya [juta USD]

Volume 9 20 7.5 30 500 0

1,11 2,5% 400

17.190

0 140 93

1.60 3,33

0

0 0

1,11

0

0

Total=

74 5.307

1,0%

sumber: JCDS

0

198 1134 90 2.700 579 300 0

Rincian biaya untuk tindakan tambahan disajikan dalam tabel berikut. Tabel 5.6: Estimasi Biaya Tindakan Tambahan Tahap 3 Tindakan

Unit

Infrastruktur lalulintas jalan (lebar 27m) jalan (lebar 57m) jembatan (lebar 27m) jembatan (lebar 57m) Tambahan biaya pemeliharaan Air bersih Jaringan transmisi Jaringan distribusi Tambahan biaya pemeliharaan Sanitasi terpusat (sewerage) Setempat canggih (komunal) Setempat sederhana (Individual) Tambahan biaya pemeliharaan Reklamasi Reklamasi (termasuk jalan, drainase dan fasilitas)

sumber: JCDS

113

Km Km Km Km % inv. m3/dt m3/dt % inv. Juta penduduk % inv.

Harga per Total biaya unit Volume [juta USD] [Juta USD] 3,0 9 27 6,5 50 325 45,0 0,0 0 97,5 0,0 0 5,0% 510 90 11,8 0 30 11,8 135 2,0% 559 368 0,3 110 184 3,7 681 121 3,9 474 2,0% 980

ha Total=

0 6.800


JCDS, Agenda, 30 September 2011

RINGKASAN SOLUSI TERPADU Tabel 5.7: Ringkasan Semua Tindakan dalam Strategi Tindakan Tanggul laut

Polder Tanggul sungai

Unit Kontruksi pada -1 m Kontruksi pada -8 m Konstruksi pada lahan reklamasi Kontruksi pada -14 m Kapasitas pompa baru Pembebasan lahan di JakUt resettlement Konstruksi (ketinggian 4m) Pembebasan lahan

Tahap I

km km km km m3/dt ha orang km ha orang km km km km m3/dt m3/dt

Resettlement Infrastruktur lalu lintas jalan (lebar 27m) jalan (lebar 57m) jembatan (lebar 27m) jembatan (lebar 57m) Air bersih Jaringan transmisi Jaringan distribusi Sanitasi Terpusat (Saluran air limbah) Juta Setempat canggih (Komunal) penduduk Setempat sederhana (Individual) Reklamasi (termasuk jalan, drainase dan ha fasilitas)

Tahap II Tahap III

Total

36 0 0 0 100 0 0 60 0 0 36.0 0 1.0 0.0 6.5 6.5 1.0 2.5 2.5

9 19 22.5 0 330 0 0 40 150 30.000 9.0 49 0.5 1.5 16.8 12.3 1.6 6.5 5.9

9 20 7.5 30 500 0 0 0 0 9 50 0.0 0.0 0.0 4.5 0.3 3.7 3.9

54 39 30 30 930 0 0 100 150 30.000 54.0 99 1.5 1.5 23.3 23.3 2.9 12.7 12.2

500

1’000

1’500

3’000

Tabel 5.8: Estimasi Biaya Semua Tindakan dalam Strategi Tindakan

Unit

Tanggul laut

Kontruksi pada -1 m Kontruksi pada -8 m Konstruksi pada lahan reklamasi Kontruksi pada -14 m Tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun) Polder new pumping capacity Tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun) Tambahan biaya energi (18 tahun) Tanggul sungai Konstruksi (ketinggian 4m) Pembebasan lahan Biaya resettlement (tanggul kanal) Tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun) Infrastruktur lalu lintas jalan (lebar 27m) jalan (lebar 57m) jembatan (lebar 27m) jembatan (lebar 57m) Tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun) Air bersih Jaringan transmisi Jaringan distribusi Tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)) Sanitasi Terpusat (Saluran air limbah) Setempat canggih (Komunal) Setempat sederhana (Individual) Tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun) Reklamasi Reklamasi (termasuk jalan, drainase dan fasilitas) Total=

Sumber: JCDS

114

252 0 0 0 8 60 5 5 96 0 0 3 108 0 45 0 23 585 195 47 368 460 304 68 1’000 3’630

Tahap I 176 969 270 0 83 198 32 12 64 500 83 37 27 319 23 146 167 1’512 369 266 589 1’196 716 363 2’000 10’117

Tahap II 198 1’134 90 2’955 604 300 140 93 0 0 0 74 27 325 0 0 510 0 135 559 110 681 474 980 3’000 12’107

Tahap III 626 2’103 360 2’955 670 558 176 110 160 500 83 114 162 644 68 146 699 2’097 699 872 1’067 2’337 1’494 1’411 6’000 25’853


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Tabel 5.9: Ringkasan Elemen Kunci, Tindakan Tambahan dan Biaya Tahapan Tahap I.

Elemen Kunci

Tindakan Tambahan

Biaya

Evaluasi

 Antara 2012 dan 2015 dengan tanggul laut pertama sepanjang 36 km dibangun berdekatan Memberikan dengan pantai yang ada di perlindungan kedalaman - 1 m di bawah banjir hingga permukaan laut. Sampai tahun 2020 2020 tanggul bagian atas harus minimal + 4 m di atas permukaan laut untuk mengimbangi Berdasarkan tenggelamnya tanggul akibat Skenario 1: penurunan tanah sampai 2020 Solusi di  Tanggul sungai dibangun di daratan sepanjang hilir sungai dan kanal dengan sungai dengan total panjang 100 km di + terbuka 3 m di atas permukaan laut untuk mengkompensasi penurunan tanah sampai 2020. Periode implementasi  Pembebasan tanah seluas 150 hektar dan resettlement 30'000 2012-2015 orang untuk pembangunan tanggul sungai

 Jalan sepanjangi 36 km dengan 4 jalur akan dibangun di atas tanggul laut pertama di pantai  Air bersih perpipaan dengan 6.5 m3/dt untuk Jakarta Utara dan menghentikan sumur dalam  Sekitar 1 juta orang DKI Jakarta akan dilayani oleh pembuangan limbah sistem terpusat. Selain itu 2,5 juta orang akan dilayani sistem komunal, dan 2,5 juta orang akan dilayani septic tank  Reklamasi di sepanjang garis pantai yang ada seluas 500 hektar

Tahap II

 Jalan tol sepanjang 58 km dengan 10 jalur dan jalur rel kereta api di atas tanggul kedua  Air bersih perpipaan denga 12.3 m3/s untuk melayani seluruh DKI Jakarta dan menghentikan sumur dalam  Penambahan 1.6 juta orang di Jakarta Pusat akan dilayani air limbah sistem terpusat, dan lebih 5.9 juta orang akan dilayani air limbah sistem setempat  Reklamasi sepanjang garis pantai seluas 1’000 hektar  Perluasan pelabuhan dengan daerah lahan reklamasi* * biaya tidak dimasukan

Tindakan perlindungan banjir: 2.42 milyar USD

 jalan Tol sepanjang 59 km dengan 10 jalur dan kereta api angkutan berat di atas tanggul laut.  Air bersih perpipaan dengan debit 4.5 m3/detik untuk Jakarta Utara dan menghentikan sumur dalam  300'000 orang yang lain di Jakarta Pusat akan dilayani pembuangan air limbah system terpusat. Disamping itu 3,7 juta orang akan dilayani sistem setempat komunal, dan 3,9 juta orang akan dilayani sistem setempat individu  Tambahan reklamasi 1'500 hektar dikembangkan sebagai bagian terpadu tanggul laut 'layak huni'  Perluasan pelabuhan termasuk Pelabuhan laut dalam* * Biaya tidak dimasukan

 Efektivitas: Tanggul laut Tindakan ketiga efektif pada perlindungan 2030, akan memberikan banjir: perlindungan banjir 5.31 milyar USD

 Antara 2015 dan 2020 sebuah tanggul laut kedua sepanjang 58 km dibangun di 3 km dari garis Memberikan pantai yang ada di reklamasi perlindungan tanah pada kedalaman - 8 m di banjir hingga bawah permukaan laut rata-rata. 2030 Untuk memberikan perlindungan banjir sampai 2030, tanggul bagian atas harus + 6,5 m di atas Berdasarkan permukaan laut (2020) termasuk Skenario 2.: kompensasi untuk penurunan Solusi lepas tanah sampai 2030. pantai dengan  Penambahan kapasitas retensi sungai terbuka sebesar 750 hektar dibuat dalam kolam lepas pantai antara lahan Periode reklamasi implementasi  Penambahan kapasitas pompa yang dipasang sebesar 330 m3/dt 2015-2020 yang juga dimanfaatkan untuk membilas untuk kontrol kualitas air di cekungan retensi .  Pada 2020 pembangunan tanggul Tahap III laut ketiga sepanjang 59 km akan dimulai terletak di 6 km dari garis Memberikan pantai yang ada di kedalaman - 14 perlindungan m di bawah permukaan laut. banjir melebihi Tanggul bagian atas harus + 6 m tahun 2030 di atas permukaan laut dengan asumsi bahwa tidak ada penurunan tanah di lepas pantai 6 Berdasarkan km. Skenario 3.:  Tambahan kapasitas retensi Solusi lepas dibuat di lepas pantai laguna pantai dengan seluas 10'000 hektar yang tertutup sungai tertutup oleh tanggul laut ketiga. Fungsi lain dari laguna adalah Periode penyimpanan air tawar, rekreasi, implementasi dan perikanan  Tambahan kapasitas pemompaan 2020-2030 sebesar 500 m3/dt, yang juga berfungsi untuk membilas untuk mengontrol kualitas air di laguna.

Sumber: JCDS

115

Tindakan perlindungan banjir: 427 juta USD Tindakan tambahan: 3.20 milyar USD BIAYA TOTAL 3.63 milyar USD

Tindakan tambahan: 7.69 milyar USD BIAYA TOTAL 10.12 milyar USD

 Efektivitas: Tanggul laut akan segera memberikan perlindungan yang efektif hingga 2020. Tetapi lahan reklamasi tidak dilindungi.  Kelayakan: tanggul Laut tidak perlu pembebasan lahan. Tambahan lahan retensi di daratan tidak layak, karena memerlukan pembebasan tanah 600 hektar ini terlalu sulit di daerah perkotaan yang padat. Penegakkan daerah sungai tidak dapat dihindari dan perlu pembebasan lahan.  Keberlanjutan: Tanggul laut dan sungai akan terus tenggelam dengan rata-rata 10 cm per tahun karena penurunan tanah.  Efektivitas: Tanggul laut kedua di pinggir pantai lahan reklamasi akan memberikan perlindungan banjir efektif sampai tahun 2030  Kelayakan: Tanggul laut kedua dan retensi lepas pantai adalah layak secara finansial karena biaya dibagi dengan reklamasi tanah dan jalan tol 10 jalur.  Keberlanjutan: Tanggul laut dan sungai akan terus tenggelam dengan rata-rata 10 cm per tahun karena penurunan tanah.

yang memadai untuk waktu yang tidak Tindakan terbatas dengan asumsi tambahan: bahwa tidak ada 6.80 milyar USD penurunan tanah di 6 km dari garis pantai yang ada. BIAYA TOTAL  Kelayakan: Tanggul laut 12.11 milyar lepas Pantai 'layak huni' USD dan laguna retensi lepas pantai adalah layak dan mempunyai multi-fungsi  Keberlanjutan: Tidak ada penurunan tanah di 6 km dari garis pantai yang ada


BAGIAN II: ROAD MAP UNTUK PELAKSANAAN


JCDS, Agenda, 30 September 2011

6. Road Map untuk Implementasi Strategi Bab ini menjelaskan proses untuk melaksanakan Strategi Pengamanan Pantai Jakarta melalui siklus enam langkah: (i) Formulasi Strategi, (ii) Penyusunan Masterplan, (iii) Program Investasi; (iv) Pembiayaan dan Pelaksanaan; (v) Operasi dan Pemeliharaan ; (vi) Monitoring dan Evaluasi. Konsistensi dalam proses ini didasarkan pada hubungan logika antara langkah-langkah berikutnya, di mana output dari satu langkah memberikan masukan ke langkah berikutnya. Gambar 6.1: Siklus manajemen proses

1. Perumusan Strategi

6. Monitoring dan Evaluasi

5. Operasi dan Pemeliharaan

2. Penyusunan Masterplan

4. Implementasi

6.1 Perumusan Strategi

3. Program Investasi

Sumber: Triple-A Team

Perumusan Strategi Pengamanan Pantai Jakarta (JCDS) didasarkan pada konsep yang disebut Triple-A, terdiri dari Atlas, Agenda dan Aturan-main (= Rules-of-game). Atlas komprehensif menganalisis fakta yang relevan, tren dan faktor yang mendasari dalam konteks pembangunan yang komprehensif. Agenda ini menggambarkan Arah Strategis yang mengintegrasikan antara intervensi teknis dan langkah-langkah tambahan, untuk meningkatkan efektivitas, kelayakan dan kesinambungan dari arah strategis. Aturan-main (= Rules-of-game-) mendefinisikan mekanisme untuk implementasi dari Agenda yang efektif didasarkan pada partisipasi multi-stakeholder dalam perencanaan, investasi dan implementasi, termasuk Public Private Partnership (PPP). 6.2 Penyusunan Masterplan Arah Strategis untuk pengamanan pantai harus disinkronkan dengan RTRW yang ada di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten, dan dengan masterplan infrastruktur sektor terkait, termasuk drainase, air limbah dan sanitasi, pengelolaan sampah, dan transportasi. Sinkronisasi berarti bahwa RTRW dan masterplan infrastruktur mungkin perlu direvisi untuk mematuhi Arah Strategis yang diadopsi, atau sebaliknya bahwa Arah Strategis mungkin perlu disesuaikan dengan mempertimbangkan RTRW dan 116


JCDS, Agenda, 30 September 2011

masterplan infrastruktur. Setelah sinkronisasi, Arah Strategis ini akan berfungsi sebagai dasar perumusan masterplan Pengamanan Pantai Jakarta, yang terdiri dari:        

Sistem pengamanan pantai; Deskripsi infrastruktur perlindungan banjir, Pre-design Estimasi biaya; Pentahapan; Pra-studi kelayakan, analisis biaya-manfaat (EIRR), opsi pendanaan (FIRR); Kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) Peraturan untuk penggunaan yang efektif, pemutakhiran dan penetapan masterplan.

Masterplan meliputi periode yang sama dengan rencana tata ruang DKI Jakarta (RTRW 2010-2030). Persiapan proses Masterplan harus didasarkan pada konsultasi stakeholder, termasuk instansi pemerintah terkait di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten, pengusaha swasta dan investor yang berkepentingan di zona pesisir Jakarta Utara, dan masyarakat yang hidup dan bekerja di kawasan tersebut. Masukan yang relevan akan dicarikan dari para ahli dari lembaga penelitian dan universitas. Setelah selesai, masterplan Pengamanan Pantai Jakarta harus secara resmi diterima oleh Pemerintah dan disetujui oleh DPR di tingkat nasional dan tingkat provinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Masterplan Pengamanan Pantai akan berfungsi sebagai referensi untuk penyusunan Program Investasi Jangka Menengah (RPJM) di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten. 6.3 Penyusunan Program Investasi Rencana pentahapan masterplan memprediksikan tiga tahap pelaksanaan untuk mencapai perlindungan banjir jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Prioritas untuk investasi ditentukan berdasarkan urgensi masalah, pada waktu yang diperlukan untuk melaksanakan solusi, dan pada proses konsultasi bottom-up dengan stakeholder (Musrenbang). Daftar panjang-prioritas untuk perlindungan banjir harus disesuaikan, dikaitkan dan disinkronkan dengan prioritas sektor-sektor lainnya. Berdasarkan ketersediaan dana, daftar pendek harus berbentuk paket investasi yang terintegrasi, yang akan diusulkan untuk multi-sumber pendanaan. Program investasi yang disetujui berfungsi sebagai dasar untuk pengeluaran anggaran Pemerintah dan mobilisasi sumber-sumber pendanaan lainnya. Program Investasi Jangka Menengah terdiri dari:     

Deskripsi dari paket investasi, Standar teknis dan spesifikasi Perkiraan biaya rinci, Jadual waktu pelaksanaan Rencana multi-sumber pembiayaan

Untuk tujuan pengamanan pantai, paket investasi yang terintegrasi meliputi komponen-komponen berikut: a. Infrastruktur Pengamanan Pantai: tanggul laut dan sungai, kolam retensi, stasiun b. Intervensi yang dilakukan pemerintah yang terkait: permukiman, pasokan air, air limbah dan sanitasi. c. Intervensi yang dilakukan swasta yang terkait: reklamasi, jalan tol, pelabuhan laut dalam 117


JCDS, Agenda, 30 September 2011

6.4 Implementasi Fisik Berdasarkan Program Investasi Jangka Menengah Nasional dan Provinsi, pemerintah melakukan pembiayaan dari anggaran pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten (APBN dan APBD). Agar memenuhi syarat untuk dapat dana hibah dan pinjaman internasional, paket investasi yang diusulkan harus disertakan dalam Blue Book Bappenas. Selain itu, komponen investasi harus diidentifikasi yang cocok untuk Public-Private-Partnership. Pelaksanaan paket investasi yang terintegrasi membutuhkan komitmen pembiayaan dan koordinasi dari pekerjaan yang berbeda dengan pelaku yang berbeda pada saat yang sama di lokasi yang sama. Implementasi biasanya akan memerlukan kegiatan sebagai berikut:      

Penyiapan sub-project digests (SPD) Studi kelayakan (FS) Kajian dampak lingkungan (amdal) Perencanaan rinci (DED) Dokumen tender untuk pengadaan barang dan jasa Manajemen kontrak, pengawasan lapangan

6.5 Operasi dan Pemeliharaan Setelah pekerjaan fisik selesai dan diserahkan, efektivitas, kelayakan dan keberlanjutan bergantung pada operasi dan pemeliharaan (O&P)yang tepat:      

O&P sistem drainase mikro O&P sungai, kanal, kolam-kolam penampungan O&P stasiun pompa O&P sistem air limbah O&P sistem air bersih O&P jalan, lalu lintas dan transportasi

Pertama yang penting adalah untuk menentukan kepemilikan dari pekerjaan yang sudah selesai, dan untuk mengidentifikasi instansi Pemerintah yang bertanggung jawab untuk O & M. Ketika ini jelas, adalah penting untuk membangun kapasitas teknis, manajerial dan keuangan dari lembaga ini. 6.6 Monitoring and Evaluasi Efektivitas tindakan perlindungan banjir harus dinilai dari waktu ke waktu, termasuk manfaat dan penerima manfaat. Berdasarkan monitoring secara berkala dan evaluasi, rekomendasi harus dilakukan untuk mengoptimalkan keefektifan langkahlangkah pengendalian banjir, dan jika diperlukan, untuk meninjau Arah Strategis yang asli.

118


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Tabel 6.1: Roadmap langkah-langkah dan kegiatan PERUMUSAN STRATEGI Penilaian fakta, trend dan faktor Arah strategis dalam konteks komprehensif Mekanisme implementasi

Penguatan hukum (persetujuan formal) Penguatan kelembagaan (Koordinasi) Diseminasi (informasi ke lembaga-lembaga pemerintah) Sosialisasi (stakeholder / investor) Peningkatan kapasitas (training) ToR Masterplan terintegrasi

PENYUSUNAN MASTERPLAN Konsep untuk sistem pengamanan pantai; Pre-design Estimasi biaya; Pentahapan; Pre-studi kelayakan, EIRR, FIRR; Kajian lingkungan hidup strategis (KLHS); Peraturan penggunaan efektif masterplan

Sinkronisasi dengan masterplan sektor yang lain Konsultasi dengan stakeholder dalam perumusan masterplan Partisipasi dari lembaga-lembaga pemerintah terkait Konsistensi Arah Strategis Identifikasi sumber-sumber pendanaan

PROGRAM INVESTASI Deskripsi dari paket investasi, Standar teknis dan spesifikasi Detel estimasi biaya, Jadual pelaksanaan Rencana pembiayaan multi-sumber

Integrasi ke dalam Blue Book Penggabungan dalam RPJMN dan RPJMD Komitmen APBN dan APBD Mobilisasi pendanaan Sektor Swasta dan PPP Mobilisasi pinjaman internasional dan hibah

IMPLEMENTASI FISIK Sub-project Digest Kajian dampak lingkungan (amdal) Perencanaan rinci (DED) Prosedur tender Pengawasan pelaksanaan

Konstruksi tanggul Konstruksi kolam retensi Konstruksi sistem pemompaan Pengerukan kanal dan sungai Meningkatkan tanggul kanal dan sungai Melakukan reklamasi Membangun sistem air limbah Membangun sistem penyediaan air minum Pembangunan jalan dan sistem transportasi

OPERASI DAN PEMELIHARAAN O & P prasarana pengamanan pantai O & P infrastruktur yang dilaksanakan pemerintah O & P investasi sektor swasta terkait

MONITORING DAN EVALUASI Memeriksa dan meningkatkan langkah-langkah pengamanan pantai Review Arah Strategis

Identifikasi lembaga pemerintah yang bertanggung jawab Membangun kapasitas manajerial Membangun kapasitas keuangan Membangun kapasitas teknis Menilai efektivitas dari tindakan Periksa manfaat dan penerima manfaat

119


JCDS, Agenda, 30 September 2011

1. Formulasi Strategi

Gambar 6.1: Critical Path Proses Implementasi Strategis Strategi Pengamanan Pantai Jakarta

Penguatan Kelembagaan

Penguatan Hukum

Sosialisasi

Diseminasi Penguatan Kapasitas

6. Pemantauan dan Evaluasi

5. Operasi dan Pemiliharaan

4. Pelaksanaan Fisik

3. Program Investasi

2. Formulasi Rencana Induk

Sinkronisasi dengan RTRW dan Rencana Induk Prasarana

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Rencana Induk Pengamanan Pantai Jakarta

Penilaian Lingkungan Strategis

Integrasi ke dalam RPJMN

Integrasi ke dalam RPJM Provinsi dan Kabupaten/ Kota

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Mobilisasi Hibah dan Pinjaman

Partisipasi Sekor Swasta (PPP)

Partisipasi Masyarakat

Detailed Engineering Design (DED)

Sub-project Digest

Studi Kelayakan (FS)

Dokumen Tender

Supervisi Pelaksanaan

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Operasi dan Pemeliharaan

Pemantauan dan Evaluasi

120


JCDS, Agenda, 30 September 2011

Tabel 6.2: Jadual Pelaksanaan Indikatif 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030

Strategi (Penguatan hukum dan kelembagaan, diseminasi) Masterplan (Sinkronisasi) Program Investasi (RPJM, Mobilisasi investor) Implementasi (DED, sumber pendanaan) Operasi dan Pemeliharaan (Buku saku, manual) Evaluasi dan Pemeliharaan (Manajemen proses)

121


LAMPIRAN ASUMSI DASAR, SKENARIO, STRATEGI


JCDS Agenda, 30 September 2011

JCDS - Rincian Biaya

Skenario 1. Skenario 1 Unit harga

Jumlah Tahap II Tahap III

Tahap I pengamanan pantai

konstruksi pada -1 m (km) tambahan 1.05 m di atas tanggul -1 m kontruksi pada -8 m (km) tambahan 1.05 m pada tanggul -8 m kontruksi pada reklamasi tanah (km) tambahan 1.05 m di atas tanggul reklamasi konstruksi pada -14 m (km)

Juta Juta Juta Juta Juta Juta Juta

km' km' km' km' km' km' km'

7 2,5 45 6 6 3 90

36

tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

% dari investasi tanggul

0 8

25

76

108

kapasitas pompa baru (m3/dt) pembebasan lahan di Jakarta Utara (ha) biaya pemukiman kembali (area retensi) pemukiman kembali (jumlah penduduk)

Juta USD per m3/dt Juta USD per ha USD per ha jumlah jiwa

60 0 0

30 1.000 167

30 1.000 167

120 2.000 333

tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun) tambahan biaya energi (18 tahun)

% dari investasi pengadaan pompa USD per Mm3/m tekanan

5 5

157 20

613 65

775 90

konstruksi (km pada ketinggian 3m) pada konstruksi 1 m dari 3 sampai 4 (km) pada konstruksi 1 mdari 4 sampai 5 (km) pembebasan tanah (ha) biaya pemukiman kembali (tepi kanal) pemukiman kembali (jumlah penduduk)

Juta USD per Juta USD per Juta USD per Juta USD per USD per ha jumlah jiwa

km' km' km' ha

0,95 0,64 1,18 3,33 1,11

95 0 0 733 122

0 64 0 267 44

0 0 118 533 89

95 64 118 1.000 167

tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

% dari investasi dalam tanggul

1,0%

29

66

207

301

Infrastruktur lalu lintas

jalan ( lebar 27m ) jalan (lebar 57m ) jembatan (lebar 27m) jembatan (lebar 57m) tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

Juta USD per km' Juta USD per km' Juta USD per km' km Juta USD per km' % dari investasi

3,0 6,5 45,0 97,5 5,0%

36,0 0,0 1,0 0,0

0 0 0 0

0 0 0 0

36,0 0,0 1,0 0,0

108 0 45 0 23

0 0 0 0 38

0 0 0 0 77

108 0 45 0 138

air bersih

jaringan transmisi jaringan distribusi tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

MSUD per m3/dt MSUD per m3/dt % dari investasi

90 30 2,0%

6,5 6,5

16,8 12,3

0,0 4,5

23,3 23,3

585 195 47

1.512 369 266

0 135 559

2.097 699 872

sanitasi

terpusat (Sewarage) setempat canggih (komunal) setempat sederhana (Individual) tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

Juta USD per Juta penduduk Juta USD per Juta penduduk Juta USD per Juta penduduk % dari investasi

368 184 121 2,0%

1,0 2,5 2,5 6,0 21,5%

1,6 6,5 5,9 14,0 50,2%

0,3 3,7 3,9 7,9 28,3%

2,9 12,7 12,3 27,9 100,0%

368 460 304 68

589 1.196 716 363

110 681 474 980

1.067 2.337 1.494 1.411

reklamasi

Reklamasi (termasuk jalan, drainase dan fasilitas Juta USD per ha

2,00

500,00

1.000,00

1.500,00

3.000

1.000

2.000

3.000

6.000

Sub total Pengendalian Banjir Jalan Air Bersih Air Limbah Reklamasi

1.309 176 827 1.199 1.000

2.092 38 2.147 2.865 2.000

3.149 77 694 2.244 3.000

5.927 291 3.668 6.308 6.000

Total

4.511

9.142

9.164

22.194

0 0

0 36 0 0 0 0 0

36 72 0 0 0 0 0

1,0%

0,60 3,33 1,11

2,5% 400

100 0 0 0

50 300 150 60.000

50 300 150 60.000

200 600 300 120.000

4.500

5.400

6.300

16.200

100 160 80 8.000

100 100 100 300 150 60.000

100 100 220 110 44.000

80 40 8.000

252

Total 252 504 0 0 0 0 0

0

0 36 0 0 0 0 0

Biaya (Juta USD) Tahap II Tahap III 0 252 0 0 0 0 0

tanggul sungai

per per per per per per per

Tahap I

0 252 0 0 0 0 0

polder

USD USD USD USD USD USD USD

Total

0 0

Annex - 1


JCDS Agenda, 30 September 2011

JCDS - Rincian Biaya

Skenario 2. Skenario 2 Unit harga

Jumlah Tahap II Tahap III

Tahap I pengamanan pantai

konstruksi pada -1 m (km) tambahan 1.05 m di atas tanggul -1 m kontruksi pada -8 m (km) tambahan 1.05 m pada tanggul -8 m kontruksi pada reklamasi tanah (km) tambahan 1.05 m di atas tanggul reklamasi konstruksi pada -14 m (km)

Juta Juta Juta Juta Juta Juta Juta

USD USD USD USD USD USD USD

per per per per per per per

km' km' km' km' km' km' km'

7 2,5 45 6 6 3 90

tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

% dari investasi tanggul

kapasitas pompa baru (m3/dt) pembebasan lahan di Jakarta Utara (ha) biaya pemukiman kembali (area retensi) pemukiman kembali (jumlah penduduk)

Juta USD per m3/dt Juta USD per ha USD per ha jumlah jiwa

tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun) tambahan biaya energi (18 tahun)

% dari investasi pengadaan pompa USD per Mm3/m tekanan

konstruksi (km pada ketinggian 3m) pada konstruksi 1 m dari 3 sampai 4 (km) pada konstruksi 1 mdari 4 sampai 5 (km) pembebasan tanah (ha) biaya pemukiman kembali (tepi kanal) pemukiman kembali (jumlah penduduk)

Juta USD per Juta USD per Juta USD per Juta USD per USD per ha jumlah jiwa

km' km' km' ha

0,95 0,64 1,18 3,33 1,11

tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

% dari investasi dalam tanggul

1,0%

Infrastruktur lalu lintas

jalan ( lebar 27m ) jalan (lebar 57m ) jembatan (lebar 27m) jembatan (lebar 57m) tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

Juta USD per km' Juta USD per km' Juta USD per km' km Juta USD per km' % dari investasi

3,0 6,5 45,0 97,5 5,0%

3 16 0,0 0,0

6,0 33 0,5 1,5

0,0 0 0 0

air bersih

jaringan transmisi jaringan distribusi tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

MSUD per m3/dt MSUD per m3/dt % dari investasi

90 30 2,0%

6,5 6,5

16,8 12,3

sanitasi

terpusat (Sewarage) setempat canggih (komunal) setempat sederhana (Individual) tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

Juta USD per Juta penduduk Juta USD per Juta penduduk Juta USD per Juta penduduk % dari investasi

368 184 121 2,0%

1,0 2,5 2,5

reklamasi

Reklamasi (termasuk jalan, drainase dan fasilitas Juta USD per ha

2,00

500,00

0 23 0 114 0 90 0

63 45 855 228 180 180 0

11

66

155

232

60 0 0

138 0 0

0 0 0

198 0 0

5 6

25 21

50 70

79 97

95 0 0 0 0

0 64 0 500 83

0 0 118 500 83

95 64 118 1.000 167

3

37

144

184

9,0 49 0,5 1,5

9 104 0 0 17

18 215 23 146 129

0 0 0 0 257

27 319 23 146 403

0,0 4,5

23,3 23,3

585 195 47

1.512 369 266

0 135 559

2.097 699 872

1,6 6,5 5,9

0,3 3,7 3,9

2,9 12,7 12,3

368 460 304 68

589 1.196 716 363

110 681 474 980

1.067 2.337 1.494 1.411

1.000,00

1.500,00

3.000

1.000

2.000

3.000

6.000

Sub total Pengendalian Banjir Jalan Air Bersih Air Limbah Reklamasi

529 130 827 1.199 1.000

1.908 530 2.147 2.865 2.000

1.347 257 694 2.244 3.000

3.784 917 3.668 6.308 6.000

Total

3.686

9.449

7.542

20.677

tanggul sungai

6

0

1,0%

0,60 3,33 1,11

2,5% 400

0 9 0 19 0 30 0

9 18 19 38 30 60 0

Total

42 23 585 114 120 90 0

10

6 9 13 19 20 30 0

Costs (Juta USD) Tahap II Tahap III

Tahap I 21 0 270 0 60 0 0

polder

3

Total

0

100 0 0 0

230 0 0 0

0 0 0 0

330 0 0 0

4.650

5.940

6.930

17.520

100 150 75 30.000

100 100 100 300 150 60.000

100 100 0 0 0

150 75 30.000

Annex - 2


JCDS Agenda, 30 September 2011

JCDS - Rincian Biaya

Skenario 3. Skenario 3 Unit harga Tahap I

pengamanan pantai

USD USD USD USD USD USD USD

per per per per per per per

km' km' km' km' km' km' km'

7 2,5 45 6 6 3 90

Jumlah Tahap II Tahap III

konstruksi pada -1 m (km) tambahan 1.05 m di atas tanggul -1 m kontruksi pada -8 m (km) tambahan 1.05 m pada tanggul -8 m kontruksi pada reklamasi tanah (km) tambahan 1.05 m di atas tanggul reklamasi konstruksi pada -14 m (km)

Juta Juta Juta Juta Juta Juta Juta

tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

% dari investasi tanggul

kapasitas pompa baru (m3/dt) pembebasan lahan di Jakarta Utara (ha) biaya pemukiman kembali (area retensi) pemukiman kembali (jumlah penduduk)

Juta USD per m3/dt Juta USD per ha USD per ha jumlah jiwa

tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun) tambahan biaya energi (18 tahun)

% dari investasi pengadaan pompa USD per Mm3/m tekanan

konstruksi (km pada ketinggian 3m) pada konstruksi 1 m dari 3 sampai 4 (km) pada konstruksi 1 mdari 4 sampai 5 (km) pembebasan tanah (ha) biaya pemukiman kembali (tepi kanal) pemukiman kembali (jumlah penduduk)

Juta USD per Juta USD per Juta USD per Juta USD per USD per ha jumlah jiwa

km' km' km' ha

0,95 0,64 1,18 3,33 1,11

tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

% dari investasi dalam tanggul

1,0%

Infrastruktur lalu lintas

jalan ( lebar 27m ) jalan (lebar 57m ) jembatan (lebar 27m) jembatan (lebar 57m) tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

Juta USD per km' Juta USD per km' Juta USD per km' km Juta USD per km' % dari investasi

3,0 6,5 45,0 97,5 5,0%

2 10 0,0 0,0

3 15 0,0 0,0

air bersih

jaringan transmisi jaringan distribusi tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

MSUD per m3/dt MSUD per m3/dt % dari investasi

90 30 2,0%

6,5 6,5

sanitasi

terpusat (Sewarage) setempat canggih (komunal) setempat sederhana (Individual) tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

Juta USD per Juta penduduk Juta USD per Juta penduduk Juta USD per Juta penduduk % dari investasi

368 184 121 2,0%

reklamasi

Reklamasi (termasuk jalan, drainase dan fasilitas Juta USD per ha

2,00

13 0 180 0 0 0 540

19 11 270 60 0 0 810

32 23 450 120 0 0 1.350

63 34 900 180 0 0 2.700

3.877

22

95

388

505

500,00 0,00 0,00 0

500 0 0 0

0 0 0

0 0 0

300 0 0

300 0 0

29.250

300 29.250

0 0

0 0

75 117

75 117

0,00 0,00 0

0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0

0 0 0 0 0

0 0 0 0 0

0 0 0 0 0

0

0

0

0

0

4,5 25 0,0 0,0

9,0 50 0,0 0,7

5 65 0 0 11

8 98 0 0 44

14 163 0 0 176

27 325 0 68 231

16,8 12,3

0,0 4,5

23,3 23,3

585 195 47

1.512 369 266

0 135 559

2.097 699 872

1,0 2,5 2,5

1,6 6,5 5,9

0,3 3,7 3,9

2,9 12,7 12,3

368 460 304 68

589 1.196 716 363

110 681 474 980

1.067 2.337 1.494 1.411

500,00

1.000,00

0 1.500,00

3.000

1.000

2.000

3.000

6.000

Sub total Pengendalian Banjir Jalan Air Bersih Air Limbah Reklamasi

755 81 827 1.199 1.000

1.265 150 2.147 2.865 2.000

2.854 352 694 2.244 3.000

4.874 651 3.668 6.308 6.000

Total

3.862

8.427

9.144

21.501

tanggul sungai

4 0 6

2,7 4,5 6 10 0 0 9

4,5 9 10 20 0 0 15

Total

9 14 20 30 0 0 30

polder

1,8

Biaya (Juta USD) Tahap I Tahap II Tahap III

Total

1,0%

0,60 3,33 1,11

0 0 0 0

0 0 0 0

2,5% 400

0 0 0

0 0 0

Annex - 3


JCDS Agenda, 30 September 2011

JCDS - Rincian Biaya

Strategi Strategi Unit harga

pengamanan pantai

konstruksi pada -1 m (km) tambahan 1.05 m di atas tanggul -1 m kontruksi pada -8 m (km) tambahan 1.05 m pada tanggul -8 m kontruksi pada reklamasi tanah (km) tambahan 1.05 m di atas tanggul reklamasi konstruksi pada -14 m (km)

Juta Juta Juta Juta Juta Juta Juta

tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

% dari investasi tanggul

kapasitas pompa baru (m3/dt) pembebasan lahan di Jakarta Utara (ha) biaya pemukiman kembali (area retensi) pemukiman kembali (jumlah penduduk)

Juta USD per m3/dt Juta USD per ha USD per ha jumlah jiwa

tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun) tambahan biaya energi (18 tahun)

% dari investasi pengadaan pompa USD per Mm3/m tekanan

konstruksi (km pada ketinggian 3m) pada konstruksi 1 m dari 3 sampai 4 (km) pada konstruksi 1 mdari 4 sampai 5 (km) pembebasan tanah (ha) biaya pemukiman kembali (tepi kanal) pemukiman kembali (jumlah penduduk)

Juta USD per Juta USD per Juta USD per Juta USD per USD per ha jumlah jiwa

km' km' km' ha

0,95 0,64 1,18 3,33 1,11

tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

% dari investasi dalam tanggul

1,0%

Infrastruktur lalu lintas

jalan ( lebar 27m ) jalan (lebar 57m ) jembatan (lebar 27m) jembatan (lebar 57m) tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

Juta USD per km' Juta USD per km' Juta USD per km' km Juta USD per km' % dari investasi

3,0 6,5 45,0 97,5 5,0%

36,0 0 1,0 0,0

9,0 49 0,5 1,5

9 50 0,0 0,0

air bersih

jaringan transmisi jaringan distribusi tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

MSUD per m3/dt MSUD per m3/dt % dari investasi

90 30 2,0%

6,5 6,5

16,8 12,3

0,0 4,5

terpusat (Sewarage) setempat canggih (komunal) setempat sederhana (Individual) tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

Juta USD per Juta penduduk Juta USD per Juta penduduk Juta USD per Juta penduduk % dari investasi

368 184 121 2,0%

1,0 2,5 2,5

polder

tanggul sungai

sanitasi

reklamasi Sub total Pengendalian Banjir Jalan Air Bersih Air Limbah Reklamasi Total

USD USD USD USD USD USD USD

per per per per per per per

km' km' km' km' km' km' km'

Jumlah Tahap I Tahap II Tahap III

Reklamasi (termasuk jalan, drainase dan fasilitas Juta USD per ha

7 2,5 45 6 6 3 90

36 0 0 0

9 45 19 19 30 30 0

9 54 20 39 0 30 30

Total 54 99 39 58 30 60 30

2,5% 400

63 113 855 114 180 90 0

63 135 900 234 0 90 2.700

378 248 1.755 348 180 180 2.700

8

83

579

670

60 0 0

198 0 0

300 0 0

558 0 0

5 5

32 12

140 93

176 110

95 0 0 0 0

0 64 0 500 83

0 0 0 0 0

95 64 0 500 83

3

37

74

114

54,0 99 1,5 1,5

108 0 45 0 23

27 319 23 146 167

27 325 0 0 510

162 644 68 146 699

23,3 23,3

585 195 47

1.512 369 266

0

2.097

135

699

559

872

368 460 304 68

589 1.196 716 363

110

1.067

681

2.337

474

1.494

980

1.411

1.000

2.000

3.000

6.000

427 176 827 1.199 1.000

2.424 681 2.147 2.865 2.000

5.307 862 694 2.244 3.000

8.158 1.719 3.668 6.308 6.000

3.630

10.117

12.107

25.853

100 0 0 0

330 0 0 0

500 0 0 0

930 0 0 0

4.500

5.940

17.190

27.630

0 0 0

100 100 0 150 75 30.000

100 100 0 0 0

2,00

150 75 30.000

1,6 6,5 5,9

0,3 3,7 3,9

500,00 1.000,00 1.500,00

`

Total

252 0 0 0 0 0 0

1,0%

0,60 3,33 1,11

Biaya (Juta USD) Tahap I Tahap II Tahap III

2,9 12,7 12,3

3.000

Annex - 4


JCDS Agenda, 30 September 2011

JCDS - Rincian Biaya

Sumber Pendanaan Sumber Pendanaan Unit harga Pemerintah Pemerintah Pemerintah Swasta Pusat Provinsi Kab/ Kota

pengamanan pantai

konstruksi pada -1 m (km) tambahan 1.05 m di atas tanggul -1 m kontruksi pada -8 m (km) tambahan 1.05 m pada tanggul -8 m kontruksi pada reklamasi tanah (km) tambahan 1.05 m di atas tanggul reklamasi konstruksi pada -14 m (km)

Juta Juta Juta Juta Juta Juta Juta

tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

% dari investasi tanggul

kapasitas pompa baru (m3/dt) pembebasan lahan di Jakarta Utara (ha) biaya pemukiman kembali (area retensi) pemukiman kembali (jumlah penduduk)

Juta USD per m3/dt Juta USD per ha USD per ha jumlah jiwa

tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun) tambahan biaya energi (18 tahun)

% dari investasi pengadaan pompa USD per Mm3/m tekanan

konstruksi (km pada ketinggian 3m) pada konstruksi 1 m dari 3 sampai 4 (km) pada konstruksi 1 mdari 4 sampai 5 (km) pembebasan tanah (ha) biaya pemukiman kembali (tepi kanal) pemukiman kembali (jumlah penduduk)

Juta USD per Juta USD per Juta USD per Juta USD per USD per ha jumlah jiwa

km' km' km' ha

0,95 0,64 1,18 3,33 1,11

20% 20% 20% 20% 20% 20%

80% 80% 80% 80% 80% 80%

tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

% dari investasi dalam tanggul

1,0%

20%

80%

jalan ( lebar 27m ) jalan (lebar 57m ) jembatan (lebar 27m) jembatan (lebar 57m) tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

Juta USD per km' Juta USD per km' Juta USD per km' km Juta USD per km' % dari investasi

3,0 6,5 45,0 97,5 5,0%

100%

air bersih

jaringan transmisi jaringan distribusi tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

MSUD per m3/dt MSUD per m3/dt % dari investasi

90 30 2,0%

50% 50%

sanitasi

terpusat (Sewarage) setempat canggih (komunal) setempat sederhana (Individual) tambahan biaya pemeliharaan (18 tahun)

Juta USD per Juta penduduk Juta USD per Juta penduduk Juta USD per Juta penduduk % dari investasi

368 184 121 2,0%

polder

tanggul sungai

Infrastruktur lalu lintas

reklamasi

USD USD USD USD USD USD USD

per per per per per per per

km' km' km' km' km' km' km'

Reklamasi (termasuk jalan, drainase dan fasilitas Juta USD per ha

7 2,5 45 6 6 3 90 1,0%

25% 25%

100% 100% 25% 25%

50%

0,60 3,33 1,11

100% 100% 100%

2,5% 400

100% 100%

2,00

50% 50% 100% 100% 50%

50% 25%

Masyarakat

25%

100% 100% 100% 75%

25%

50% 50% 100%

80% 25% 7% 31%

35% 13% 21%

5% 10% 20% 12%

15% 30% 60% 36%

100%

Sub total Pengendalian Banjir Jalan Air Bersih Air Limbah Reklamasi Total

Annex - 5


JCDS Agenda, 30 September 2011

JCDS - RINGKASAN SKENARIO DAN STRATEGI Total Biaya Investasi per Skenario ( Tanpa O&P) Jenis Skenario 1 Pengendalian Jalan Air Bersih Air Limbah Reklamasi Total Skenario 2 Pengendalian Jalan Air Bersih Air Limbah Reklamasi Total Skenario 3 Pengendalian Jalan Air Bersih Air Limbah Reklamasi Total Strategi Pengendalian Jalan Air Bersih Air Limbah Reklamasi Total

Tahap I

Biaya (Juta USD) Tahap II Tahap III

Total

banjir

1.263 153 780 1.132 1.000 4.327

1.823 0 1.881 2.501 2.000 8.206

2.189 0 135 1.265 3.000 6.589

4.652 153 2.796 4.898 6.000 18.499

banjir

506 113 780 1.132 1.000 3.531

1.758 401 1.881 2.501 2.000 8.542

928 0 135 1.265 3.000 5.328

3.192 514 2.796 4.898 6.000 17.400

banjir

733 70 780 1.132 1.000 3.715

1.170 106 1.881 2.501 2.000 7.658

2.274 176 135 1.265 3.000 6.850

4.177 420 2.796 4.898 6.000 18.291

banjir

407 153 780 1.132 1.000 3.472

2.259 514 1.881 2.501 2.000 9.156

4.422 352 135 1.265 3.000 9.174

7.088 1.019 2.796 4.898 6.000 21.801

Total Biaya Investasi per Skenario (Termasuk O&P) Jenis Skenario 1 Pengendalian Jalan Air Bersih Air Limbah Reklamasi Total Skenario 2 Pengendalian Jalan Air Bersih Air Limbah Reklamasi Total Skenario 3 Pengendalian Jalan Air Bersih Air Limbah Reklamasi Total Strategi Pengendalian Jalan Air Bersih Air Limbah Reklamasi Total

Tahap I

Biaya (Juta USD) Tahap II Tahap III

Total

banjir

1.309 176 827 1.199 1.000 4.511

2.092 38 2.147 2.865 2.000 9.142

3.149 77 694 2.244 3.000 9.164

5.927 291 3.668 6.308 6.000 22.194

banjir

529 130 827 1.199 1.000 3.686

1.908 530 2.147 2.865 2.000 9.449

1.347 257 694 2.244 3.000 7.542

3.784 917 3.668 6.308 6.000 20.677

banjir

755 81 827 1.199 1.000 3.862

1.265 150 2.147 2.865 2.000 8.427

2.854 352 694 2.244 3.000 9.144

4.874 651 3.668 6.308 6.000 21.501

banjir

427 176 827 1.199 1.000 3.630

2.424 681 2.147 2.865 2.000 10.117

5.307 862 694 2.244 3.000 12.107

8.158 1.719 3.668 6.308 6.000 25.853

Annex - 6


JCDS Agenda, 30 September 2011

Total Usulan Pendanaan per Skenario (termasuk O & M) Funding Sources Skenario 1 Pengendalian Jalan Air Bersih Air Limbah Reklamasi Total Skenario 2 Pengendalian Jalan Air Bersih Air Limbah Reklamasi Total Skenario 3 Pengendalian Jalan Air Bersih Air Limbah Reklamasi Total Strategi Pengendalian Jalan Air Bersih Air Limbah Reklamasi Total

Pendanaan (Juta USD) Tahap I Tahap II Tahap III Total

banjir

492 1.815 214 1.152 837 4.511

566 3.404 587 2.371 2.214 9.142

297 3.520 502 3.362 1.483 9.164

1.230 8.242 1.304 6.885 4.534 22.194

banjir

384 803 214 1.448 837 3.686

799 2.480 587 3.369 2.214 9.449

325 1.568 502 3.664 1.483 7.542

1.508 4.851 1.304 8.481 4.534 20.677

banjir

615 624 214 1.572 837 3.862

982 1.583 587 3.060 2.214 8.427

1.003 1.519 502 4.637 1.483 9.144

2.600 3.727 1.304 9.337 4.534 21.501

banjir

316 1.110 214 1.152 837 3.630

871 2.744 587 3.701 2.214 10.117

1.881 2.096 502 6.144 1.483 12.107

3.068 5.950 1.304 10.998 4.534 25.853

Annex - 7


JCDS Agenda, 30 September 2011

JCDS - SKENARIO 1.

L1

L2

L3

L4

L5

L6

L7 Bagian luar

Bagian dalam

mm/tahun H3

H4

s3

s2

s4 ha / km2 area polder Dasar laut m3/dt/km2 USD/juta m3/m tekanan

Level dasar Level tanggul luar Level puncak Level tanggul dalam

H1 H2 H3 H4

-1 2,2 6,65 2,2

LWS LWS LWS LWS

Tanggul bawah luar Tanggul atas luar Tanggul atas dalam Tanggul bawah dalam

s1 s2 s3 s4

3 3 3 3

hor/vert hor/vert hor/vert hor/vert

Lebar kemiringan bawah dalam Lebar tanggul dalam Lebar kemiringan atas dalam Lebar puncak Lebar kemiringan atas luar gg luar Lebar tanggul Lebar kemiringan bawah luar

L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7

9,6 0 13,35 27 13,35 , 3,5 9,6

m m m m m m m

MSL : LWS +0.6m

H2 s1

2010

1.301

Tinggi rata-rata air pasang Pengaruh angin Pengaruh gelombang Gelombang badai Gelombang run up kenaikan muka air laut (2010-2020) Penurunan tanah (2010-2020)

1,00 0,40 0,01 0,18 1,90 0,05 1,00

LWS m m m m m m

Level puncak (proteksi sampai 2020)

4,54 4,04

LWS MSL

Periode konstruksi 2012-2015 Panjang: 36 km Unit biaya: 7.276 USD/m Biaya total: 262 Juta USD

Level puncak (proteksi sampai 2030) Ketebalan batu kemiringan luar bawaht1 Ketebalan batu kemiringan luar atas t2 faktor pemadatan Volume konstruksi batu Vrock Volume konstruksi tanah Vsand

0,5 0,2 0,3 11,986 495,73095 500.000 120.000 5.993.000 59.487.714 65.480.714

4735,1662 5974,8809

5,59

LWS

6,64

LWS

Periode konstruksi 2015-2020 Panjang: 36 km Unit biaya: 1.240 USD/m Biaya total: 45 Juta USD

m m m3/m m3/m

Level puncak (proteksi sampai 2040) Harga unit konstruksi batu Harga unit konstruksi tanah Biaya konstruksi batu Biaya konstruksi tanah Biaya total

H1

Rp/m3 Rp/m3 Rp/m' panjang Rp/m' panjang Rp/m' panjang

Periode konstruksi 2020-2030 Panjang: 36 km Unit biaya: 1.301 USD/m Biaya total: 47 Juta USD 7.276

Annex - 8


JCDS Agenda, 30 September 2011

JCDS - SKENARIO 2

L1

L3

L2

L4

L5

L6

L7 Bagian luar

Bagian dalam mm/tahun H3

H4 s4 ha / km2 area polder m3/dt/km2 USD/juta m3/m tekanan

s3

H1 H2 H3 H4

-8 1,6 7 1,6

LWS LWS LWS LWS

Tanggul bawah luar Tanggul atas luar Tanggul atas dalam Tanggul bawah dalam

s1 s2 s3 s4

6 3 3 6

hor/vert hor/vert hor/vert hor/vert

Lebar kemiringan bawah dalam Lebar tanggul dalam Lebar kemiringan atas dalam Lebar puncak Lebar kemiringan atas luar Lebar tanggul luar Lebar kemiringan bawah luar

L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7

57,6 15 16,2 57,5 16,2 15 57,6

m m m m m m m

Harga unit konstruksi batu Harga unit konstruksi tanah Biaya konstruksi batu Biaya konstruksi tanah Biaya total

2 1 0,3 209,82 2459,808 500.000 120.000 104.910.000 295.176.960 400.086.960

MSL : LWS +0.6m

H2 s1

H1

Dasar laut

Level dasar Level tanggul luar Level puncak Level tanggul dalam

Ketebalan batu kemiringan luar bawah t1 Ketebalan batu kemiringan luar atas t2 faktor pemadatan Volume konstruksi batu Vrock Volume konstruksi tanah Vsand

s2

Tinggi rata-rata air pasang Pengaruh angin Pengaruh gelombang Gelombang badai Gelombang run up kenaikan muka air laut (10 tahun) Penurunan tanah (10 tahun)

1,00 0,40 0,01 0,18 4,30 0,05 1,00

LWS m m m

Level puncak (proteksi sampai 2020)

6,94 6,44

LWS MSL

Periode konstruksi 2012-2015 Panjang: 19 km Unit biaya: 44.454 USD/m Biaya total: 845 Juta USD

m m

m m

44454,107 47211,84 50219,39

Level puncak (proteksi sampai 2030) Periode konstruksi 2015-2020 Panjang: 19 km Unit biaya: 2.758 USD/m Biaya total: 52 juta USD

7,99

LWS

Level puncak (proteksi sampai 2040) Periode konstruksi 2020-2030 Panjang: 19 km Unit biaya: 3.008 USD/m Biaya total: 57 juta USD

9,04

LWS

m3/m m3/m Rp/m3 Rp/m3 Rp/m' panjang Rp/m' panjang Rp/m' panjang

44.454

Annex - 9


JCDS Agenda, 30 September 2011

JCDS - SKENARIO 2.a

L1

L2

L3

L4

L5

L7 Bagian luar

Bagian dalam

s2

mm/tahun H4 Reklamasi (oleh s4 developer) ha / km2 area polder Dasar laut m3/dt/km2 USD/juta m3/m tekanan

Level dasar Level tanggul luar Level puncak Level tanggul dalam

H1 H2 H3 H4

n/a

Tanggul bawah luar Tanggul atas luar Tanggul atas dalam Tanggul bawah dalam

s1 s2 s3 s4

n/a

Lebar kemiringan bawah dalam Lebar tanggul dalam L b kemiringan Lebar k ii atas t dalam d l Lebar puncak Lebar kemiringan atas luar Lebar tanggul luar Lebar kemiringan bawah luar

L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7

n/a

Ketebalan batu kemiringan luar bawaht1 Ketebalan batu kemiringan luar atas t2 faktor pemadatan Volume konstruksi batu Vrock Volume konstruksi tanah Vsand Harga unit konstruksi batu Harga unit konstruksi tanah Biaya konstruksi batu Biaya konstruksi tanah Biaya total

L6

1,6 7 3

LWS LWS LWS LWS

3 3

hor/vert hor/vert hor/vert hor/vert

15 12 57,5 16,2 15

m m m m m m m

n/a

n/a

2 1 0,3 21,06 363,984 500.000 120.000 10.530.000 43.678.080 54.208.080

H3 s3

H2

MSL : LWS +0.6m s1

Tinggi rata-rata air pasang Pengaruh angin Pengaruh gelombang Gelombang badai Gelombang run up kenaikan muka air laut (10 tahun) Penurunan tanah (10 tahun)

1,00 0,40 0,01 0,18 4,30 0,05 1,00

LWS m m m m m m

Level puncak (proteksi sampai 2020)

6,94 6,44

LWS MSL

Periode konstruksi 2012-2015 Panjang: P j 30 km k Unit biaya: 6.023 USD/m Biaya total: 181 Juta USD

m m

H1

6023,12 7425,6533 8997,3283

Level puncak (proteksi sampai 2030) Periode konstruksi 2015-2020 Panjang: 30 km Unit biaya: 1.403 USD/m Biaya total: 42 Juta USD

7,99

LWS

Level puncak (proteksi sampai 2040) Periode konstruksi 2020-2030 Panjang: 30 km Unit biaya: 1.572 USD/m Biaya total: 47 Juta USD

9,04

LWS

m3/m m3/m Rp/m3 Rp/m3 Rp/m' panjang Rp/m' panjang Rp/m' panjang

6.023

Annex - 10


JCDS Agenda, 30 September 2011

L1

JCDS - SKENARIO 3.

L2

L3

L4

L5

L7

L6

Bagian luar

Bagian dalam mm/tahun H3

H4

s3

s4 ha / km2 area polder m3/dt/km2 USD/juta m3/m tekanan

H1 H2 H3 H4

-14 1,6 7,5 1,6

LWS LWS LWS LWS

Tanggul bawah luar Tanggul atas luar Tanggul atas dalam Tanggul bawah dalam

s1 s2 s3 s4

7 3,5 3,5 7

hor/vert hor/vert hor/vert hor/vert

Lebar kemiringan bawah dalam Lebar tanggul dalam g atas dalam Lebar kemiringan Lebar puncak Lebar kemiringan atas luar Lebar tanggul luar Lebar kemiringan bawah luar

L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7

109,2 15 , 20,65 57,5 20,65 15 109,2

m m m m m m m

2,5 1,2 0,3 435,864 4859,4273

m m

Harga unit konstruksi batu Harga unit konstruksi tanah Biaya konstruksi batu Biaya konstruksi tanah Biaya total

500.000 120.000 217.932.000 583.131.276 801.063.276

H2

MSL : LWS +0.6m s1

H1

Dasar laut

Level dasar Level tanggul luar Level puncak Level tanggul dalam

Ketebalan batu kemiringan luar bawaht1 Ketebalan batu kemiringan luar atas t2 faktor pemadatan Volume konstruksi batu Vrock Volume konstruksi tanah Vsand

s2

Tinggi rata-rata air pasang Pengaruh angin Pengaruh gelombang Gelombang badai Gelombang run up kenaikan muka air laut (10 tahun) Penurunan tanah (10 tahun)

1,00 0,40 0,01 0,18 4,90 0,05 0,00

LWS m m m m m m

Level puncak (proteksi sampai 2020)

6,54 6,04

LWS MSL

Periode konstruksi 2012-2015 j g Panjang: 30 km Unit biaya: 89.007 USD/m Biaya total: 2.670 Juta USD

89007,031 93275,867 97487,62

m3/m m3/m Rp/m3 Rp/m3 Rp/m' panjang Rp/m' panjang Rp/m' panjang

89.007

Annex - 11


JCDS Agenda, 30 September 2011

JCDS - TANGGUL SUNGAI Asumsi-Asumsi tanggul sungai: - Untuk terbebas dari masalah backwater dan tsunami, tanggul harus berada pada ketinggian 2 meter diatas ketinggian laut - Penurunan tanah 0.1 m per tahun (= 1 m dalam 10 tahun) - Diperlukan tanggul di kedua sisi kanal yang terbuka ke laut, untuk panjang sekitar 10 km - Dalam hal 5 kanal utama masih terbuka ke laut, untuk itu akan dibutuhkan tanggul 100 km. Kebutuhan ketinggian tanggul: Aman sampai 2020: - Aman dari backwater dan tsunami: - Kompensasi penurunan tanah 10 tahun: Total:

2m 1m 3m

Aman sampai 2030: - Aman dari backwater dan tsunami: - Kompensasi penurunan tanah 10 tahun: Total:

2m 2m 4m

Aman melampaui 2030: - Aman dari backwater dan tsunami: - Kompensasi penurunan tanah 10 tahun: Total:

2m 3m 5m

Estimasi biaya USD: Konstruksi tanggul Lebar tapak (slope 1:3) Pembebasan tanah Kompensasi perumahan Total per m panjang

lebar (m) Unit harga Biaya 951 951 22 22 333 7.326 11 111 1.221 9.498

Estimasi biaya USD: Konstruksi tanggul Lebar tapak (slope 1:3) Pembebasan tanah Kompensasi perumahan Total per m panjang

lebar (m) Unit harga Biaya 1.585 1.585 30 30 333 9.990 15 111 1.665 13.240

Estimasi biaya USD: Konstruksi tanggul Lebar tapak (slope 1:5) P Pembebasan b b ttanah h Kompensasi perumahan Total per m panjang

lebar (m) Unit harga Biaya 2.784 2.784 46 46 333 15 15.318 318 23 111 2.553 20.655

Annex - 12


JCDS Agenda, 30 September 2011

JCDS - RETENSI DAN SISTEM POMPA Asumsi untuk pompa - Rata-rata curah hujan tahunan - Total luas polder: - Total luas reklamasi: - Luas tangkapan hujan yang masuk Teluk J - Luas retensi: - Kapasitas pompa untuk polder: - Unit biaya pompa:

3000 300 30 1500 5 1 400

mm/tahun km2 km2 km2 ha / km2 area polder m3/dt/km2 USD/juta m3/m tekanan

Tekanan pompa untuk kolam retensi adalah kapasitas perbedaan ketinggian ditambah buffer 2 meter Khusus untuk buffer laguna di Skenario 3 dapat 1,5 m karena besar ukuran laguna (100 km2) Polder pada tahun 2010 sudah diperlukan pompa 4 meter perbedaan tekanan - Dalam skenario 1 dari 13 sungai masih terbuka terhubung ke laut - Dalam skenario 2, hanya 5 kanal yang masih terbuka terhubung ke laut. Sistem polder pusat pembuangan ke kolam retensi terintegrasi dalam reklamasi - Dalam skenario 3 semua kanal dan sungai dibuang ke laguna, kecuali Banjir Kanal Timur. - Kapasitas pompa yang diperlukan untuk skenario 1: - Kapasitas pompa yang diperlukan untuk skenario 2: - Kapasitas pompa yang diperlukan untuk skenario 3: Area (km2)

Kebutuhan 300 1500 330 1650 1500 7500

Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3

300 m3/dt 330 m3/dt 500 m3/dt Retensi (ha) Existing Tambahan 900 600 900 750 0 7500

Kapasitas pompa (m3/dt) 300 330 1500

- Karena area tangkapan air cukup besar Teluk Jakarta, dimensi berbeda yang digunakan (lihat tabel di bawah) - Waktu Retensi yang tersedia di laguna diasumsikan 100 km2 (= 10.000 ha) - Desain kapasitas pompa untuk Skenario 3 diambil dari tabel adalah 500 m3 / dt, dengan buffer dari +1,5 m

Kapasitas pompa laguna Area retensi cekungan dalamn Kapasitas pompa 1,000 ha 5,000 ha 10,000 ha 100 m3/dt +5.4 m +2.7 m 200 m3/dt +4.5 m +2.3 m 300 m3/dt +3.7 m +1.8 m 400 m3/dt +3.0 m +1.5 m 500 m3/dt +2.4 m +1.2 m 600 m3/dt +8.9 m +1.8 m 700 m3/dt +6.4 m +1.3 m 800 m3/dt +4.6 m +0.9 m 900 m3/dt +3.3 m 1,000 m3/dt +2.6 m Sumber : Analisis JCDS Biaya pompa tergantung pada jumlah air yang harus dipompa, juga pada perbedaan tekanan

Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3

Jumlah Air (Juta Tahap 1 (sampai 2020) Tahap 2 (sampai 2030) Tahap 3 (selamanya) tekanan (m) m3/m head tekanan (m) m3/m head tekanan (m) m3/m head M3/tahun) 900 5 4500 6 5400 7 6300 990 5 4950 6 5940 7 6930 4500 4,5 20250 5,5 24750 6,5 29250

Annex - 13


JCDS Agenda, 30 September 2011

JCDS - AIR BERSIH Asumsi Air Bersih : - Cakupan area: Whole DKI Jakarta - Kapasitas total existing (2007): - Coverage: I bagian timur: 60% oleh Airtra (~ 9 m3/dt) I bagian barat: 66% oleh Palija (~ 9 m3/dt)

806000 sambungan rumah 150000 tidak dilayani(kekurangan air) 17,8 Sumber Jati Luhur Sumber Jati Luhur Sumber Kali keruput Air curah Cisadane

- Existing penduduk DKI:

- resmi - siang hari - resmi (RTRW DKI 2030) - siang hari - Kapasitas produksi yang diperlukan per jiwa: - kehilangan air - Kapasitas yang diperlukan untuk cakupan 100% DKI pada 2030 - Tambahan kapasitas yang diperlukan untuk DKI: Distribusi Tahap I (2015 DKI bagian utara): Tahap II (2020 DKI bagian tengah): Tahap III (2030 DKI bagian selatan): - Proyeksi penduduk 2030:

9,6 12,5 12,7 16,5 185 16% 41,1 23,3 6,5 16,8 0,0

m3/dt 9 5,6 0,4 2,7

Juta jiwa Juta jiwa Juta jiwa Juta jiwa liter/jiwa/hari m3/dt m3/dt m3/dt m3/dt m3/dt

36,59425 18,8

Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3

Sumber: 6cis project

82%

16%

2.2%

Source: Presentation by 6CIS project

Sumber: RTRW DKI 2010-2030

Sumber: JWRMS project

Annex - 14


JCDS Agenda, 30 September 2011

JCDS - SANITASI Jabodetabekpunjur BANTEN KABUPATEN TANGERANG KOTA TANGERANG KOTA TANGERANG SELATAN DKI JAKARTA KOTA JAKARTA BARAT KOTA JAKARTA PUSAT KOTA JAKARTA SELATAN KOTA JAKARTA TIMUR KOTA JAKARTA UTARA JAWA BARAT KABUPATEN BEKASI KABUPATEN BOGOR KABUPATEN CIANJUR KOTA BEKASI KOTA BOGOR KOTA DEPOK Jabodetabekpunjur

2000 3.552.723 2.326.985 1.225.738 7.798.679 1.531.636 1.107.306 1.956.491 2.029.413 1.173.833 9.298.777 1.330.389 3.059.547 1.960.183 1.294.258 691.421 962.979 20.650.179

2010 Pertumbuhan 5.939.876 5,27% 2.838.592 5,94% 1.797.715 3,90% 1.303.569 5,94% 9.567.127 2,06% 2.278.825 4,05% 898.883 -2,06% 2.057.080 0,50% 2.687.027 2,85% 1.645.312 3,43% 14.583.394 4,60% 2.629.551 7,05% 4.763.209 4,53% 2.168.514 1,02% 2.336.489 6,09% 949.066 3,22% 1.736.565 6,07% 30.090.397 3,84%

Penduduk di Area Tangkapan Air Teluk Jakarta Terpusat Komunal Pop 2000 1.809.294 4.512.521 Pop 2010 2.219.573 6.525.444 Pop 2020 2.617.925 9.014.482 Pop 2030 2.938.345 12.673.980 320.420 3.659.498

Das Das Das Das

Individu 3.947.607 5.898.649 8.425.282 12.295.507 3.870.225

2020 10.009.873 5.052.850 2.636.599 2.320.424 11.284.161 2.807.023 1.041.686 2.598.275 2.844.145 1.993.032 23.664.208 5.197.381 7.415.529 2.398.987 4.218.000 1.302.718 3.131.593 44.958.241

10.269.421 14.643.666 20.057.689 27.907.832

% dalam DAS 2030 Teluk Jakarta Terpusat Komunal Individu 16.991.770 8.994.349 3,2% 0% 25% 75% 3.866.938 32,0% 0% 50% 50% 4.130.483 69,4% 0% 50% 50% 12.665.282 3.211.959 100,0% 23% 42% 32% 1.163.800 100,0% 23% 42% 32% 2.869.321 100,0% 23% 42% 32% 3.059.916 100,0% 23% 42% 32% 2.360.286 100,0% 23% 42% 32% 39.521.551 10.272.769 2,8% 0% 25% 75% 11.544.753 10,4% 0% 25% 75% 2.653.954 0,0% 0% 25% 75% 7.614.642 43,1% 0% 50% 50% 1.788.151 54,8% 0% 50% 50% 5.647.282 96,6% 0% 50% 50% 69.178.604

Penduduk 10.487.784 14.911.546 20.373.646 28.262.460

Komunal DKI 3.275.445 4.018.193 4.739.348 5.319.418

Individu DKI 2.495.577 3.061.481 3.610.932 4.052.890

Population Projection and Sanitation Strategy from RTRW DKI 2030

%Kom. DKI % Indiv. DKI 63,2% 72,6% 61,6% 51,9% 52,6% 42,9% 42,0% 33,0%

Sumber RTRW DKI 2030 Sumber Master Plan Sanitasi DKI (JICA report) Zona tengah terpusat (Rp): Zona tengah terpusat (USD): Penduduk cakupan zona tengah:

Unit Unit Unit Unit Unit

biaya biaya biaya biaya biaya

3,84 Milyar Rp. 427 Juta USD 1,1592 Juta jiwa 2030

terpusat/juta jiwa komunal (%) komunal/juta jiwa sistem individu (%) sistem individu/juta jiw

368 50% 184 33% 121

Juta USD dari sistem terpusat Juta USD dari sistem terpusat Juta USD

Baru 2.8% dari DKI dilayani sistem terpusat Distribusi di luar DKI: Terpusat Kota Kabupaten

Komunal 0% 0%

Individu 50% 25%

50% 75%

Annex - 15


JCDS Agenda, 30 September 2011

JCDS - PENURUNAN TANAH - Mayoritas penurunan tanah di Jakarta Utara disebabkan oleh ekstraksi air tanah dalam - JCDS telah menerapkan simulasi penurunan tanah untuk memperkirakan efek dari tindakan kontrol, untuk Daan Mogot, lokasi dengan catatan penurunan tanah yang relatif tinggi - Simulasi ini dilakukan berdasarkan pada 3 skenario berikut: Tidak terkontr Efek meningkat 1m penurunan/tahun setiap 5 tahun sampai 2030 Terkontrol: Efek dari pemulihan tekanan Piezometric sampai nilai tahun 1995 (15 m pemulihan) tahun 2015 Recharge : Hentikan pengambilan air tanah dan penambahan lokasi sumur dalam

Penurunan tanah antara tahun 2000 dan 2010 (m/tahun)

Daan Mogot

Hasil dari analisis dapat dilihat pada tabel dan grafik di bawah:

Hasil simulasi penurunan tanah di Daan Mogot Tahun Tidak dikontrol 1974 1980 1991 1992 1995 2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2050 Sumber: Analisis JCDS

‐2,162 ‐2,755 ‐3,317 ‐3,800 ‐5,732

Elevasi (m) terkontrol ‐0,446 ‐0,482 ‐0,588 ‐0,608 ‐0,636 ‐0,85 ‐1,194 ‐1,64 ‐2,162 ‐2,555 ‐2,691 ‐2,772 ‐2,890

Recharge

Penurunan tanah (m/tahun) Tidak dikontrol terkontrol Recharge

‐2,162 ‐2,555 ‐2,555 ‐2,555 ‐2,555

0,104 0,119 0,112 0,097 0,097

0,0060 0,0096 0,0143 0,0108 0,0428 0,0688 0,0892 0,104 0,079 0,027 0,016 0,006

Penurunan Tanah (cm/tahun) 32.0

16.0

0,104 0,079 0,000 0,000 0,000

0,821 1,015 1,121

4.0

1.0

0.0

Ti Sk Tiga Skenario Penurunan Tanah i P T h (lokasi Daan Mogot) Penurunan tanah (m)

0 ‐1 ‐2 ‐3 Uncontrolled

‐4 ‐5

Controlled

‐6

Recharge

‐7 1990

2000

2010

2020

2030

2040

Ele vasi (m)

Ele vasi (m)

100.0

100.0

25.0

25.0

5.0

5.0

2050

Tahun

‐ Untuk tujuan desain penurunan tanah 0,1 m / tahun telah diasumsikan, yang berlanjut sampai 2040 - Faktor skenario yang tidak terkontrol dan terkontrol telah digunakan untuk estimasi ketinggian di DKI. Hasil untuk tahun 2050 diberikan dalam peta di sebelah kanan.

0.0

0.0

-10.0

-10.0

Elevasi pada 2050 dengan penurunan tanah tidak terkontrol

Elevasi pada 2050 dengan penurunan tanah terkontrol mulai tahun 2015

Annex - 16


JCDS Agenda, 30 September 2011

Hasil Pengukuran Penurunan Tanah (cm/tahun) Penurunan Tanah Minimum Rata-rata Maksimum

1974‐1990 1,9 7,9

Periode 1990‐2000 0,5 4,5 11,7

2000‐2010 0,9 5,0 17,9

Area di Jakarta dibawah permukaan laut (MSL ‐ dalam hektar) KOTA

JAKARTA SELATAN 146,646

JAKARTA TIMUR 185,503

JAKARTA PUSAT 48,486

JAKARTA BARAT 126,648

Luas (km2) Tren 1990 8 381 2000 5 33 120 763 2010 5 103 218 1.344 Jika tidak ada tindakan mengontrol penurunan tanah 2015 5 136 305 1.977 2020 6 269 483 3.120 2025 7 458 739 4.199 2030 7 632 950 4.993 2040 8 956 1.388 6.360 2050 14 1.208 1.849 7.382 Dengan tindakan kontrol penurunan tanan yang implementasinya tahun 2015 2015 5 136 305 1.977 2020 5 216 415 2.742 2025 6 263 476 3.044 2030 6 302 519 3.283 2040 6 330 595 3.545 2050 7 359 662 3.769

JAKARTA UTARA 140,774

Area di Jakarta dibawah permukaan laut (MSL ‐ dalam %) TOTAL 648,057

1.635 4.553 8.115

2.024 5.474 9.785

9.687 11.264 12.203 12.661 13.189 13.465

12.110 15.142 17.606 19.243 21.901 23.918

9.687 10.799 11.230 11.473 11.769 11.983

12.110 14.177 15.019 15.583 16.245 16.780

Distribusi Penurunan Tanah 2000 ‐ 2010 (dalam ha) Penurunan Tanah (cm/tahun) 0 - 2,5 2,5 - 5,0 5,0 - 7,5 7,5 - 10,0 10,0 - 12,5 12,5 - 15,0 15,0 - 17,5 17,5 - 20,0 Total

JAKARTA SELATAN 3.099 10.719 690 14.508

JAKARTA TIMUR 7.869 9.957 595 73 18.493

JAKARTA PUSAT 100 4.229 484 4.814

JAKARTA BARAT 2.949 8.618 971 12.539

KOTA

JAKARTA JAKARTA JAKARTA JAKARTA JAKARTA SELATAN TIMUR PUSAT BARAT UTARA

Luas (km2) Tren 1990 0,0% 0,0% 0,2% 3,0% 11,6% 2000 0,0% 0,2% 2,5% 6,0% 32,3% 2010 0,0% 0,6% 4,5% 10,6% 57,6% Jika tidak ada tindakan mengontrol penurunan tanah 2015 0,0% 0,7% 6,3% 15,6% 68,8% 2020 0,0% 1,5% 10,0% 24,6% 80,0% 2025 0,0% 2,5% 15,2% 33,2% 86,7% 2030 0,0% 3,4% 19,6% 39,4% 89,9% 2040 0,1% 5,2% 28,6% 50,2% 93,7% 2050 0,1% 6,5% 38,1% 58,3% 95,6% Dengan tindakan kontrol penurunan tanan yang implementasinya tahun 2015 2015 0,0% 0,7% 6,3% 15,6% 68,8% 2020 0,0% 1,2% 8,6% 21,7% 76,7% 2025 0,0% 1,4% 9,8% 24,0% 79,8% 2030 0,0% 1,6% 10,7% 25,9% 81,5% 2040 0,0% 1,8% 12,3% 28,0% 83,6% 2050 0,0% 1,9% 13,7% 29,8% 85,1%

TOTAL

3,1% 8,4% 15,1% 18,7% 23,4% 27,2% 29,7% 33,8% 36,9% 18,7% 21,9% 23,2% 24,0% 25,1% 25,9%

Distribusi Penurunan Tanah (dalam %) JAKARTA UTARA 1.159 5.321 5.368 1.348 409 140 107 2 13.854

TOTAL 12.226 33.175 15.756 2.392 409 140 107 2 64.207

Penurunan Tanah (cm/tahun) 0 - 2,5 2,5 - 5,0 5,0 - 7,5 7,5 - 10,0 10,0 - 12,5 12,5 - 15,0 15,0 - 17,5 17,5 - 20,0

JAKARTA JAKARTA JAKARTA JAKARTA JAKARTA SELATAN TIMUR PUSAT BARAT UTARA 21,4% 73,9% 4,8% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0%

42,6% 53,8% 3,2% 0,4% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0%

2,1% 87,9% 10,1% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0%

0,0% 23,5% 68,7% 7,7% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0%

8,4% 38,4% 38,7% 9,7% 3,0% 1,0% 0,8% 0,0%

TOTAL 19,0% 51,7% 24,5% 3,7% 0,6% 0,2% 0,2% 0,0%

Annex - 17


TRIPLE - A

PusAir

ITB


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.