Kerjasama PT. Kapuk Naga Indah dengan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Sahabat-Bakau @sahabatbakau www.sahabatbakau.com
ENSIKLOPEDIA
DI KAWASAN HUTAN ANGKE KAPUK Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta
ENSIKLOPEDIA
DI KAWASAN HUTAN ANGKE KAPUK Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta
Kerjasama PT. Kapuk Naga Indah dengan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor 2013
FLORA MANGROVE DI KAWASAN HUTAN ANGKE KAPUK Jakarta Utara, Provinsi Dki Jakarta
Penulis
: Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Niechi Valentino, S.Hut Dadan Mulyana, S.Hut, M.Si
Proof Reader
: Dr. Ir. Iwan Hilwan, MS
Desain & Lay Out
: R Rodlyan Ghufrona, S.Hut
Copyright Š 2013 Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang Dilarang memperbanyak buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit ISBN: 978-979-17820-5-7
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t J ^
KATA PENGANTAR Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas sekitar 17.405 buah pulau dengan panjang garis pantai sekitar 95.181 km. Sebagian besar dari pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau kecil yang keberadaannya bergantung pada hutan mangrove dan hutan pantai. Oleh karena itu, sebagai negara kepulauan Indonesia mempunyai hutan mangrove dengan luasan terluas di dunia dan jenis tumbuhan yang relatif banyak dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Seperti halnya lazim terjadi di negara-negara berkembang lainnya di dunia, banyak hutan mangrove di Indonesia mengalami kerusakan akibat berbagai gangguan, namun gangguan yang paling menonjol adalah pengkonversian lahan mangrove ke bentuk-bentuk penggunaan lahan lainnya. Salah satu hutan mangrove yang saat ini mengalami gangguan cukup berat adalah hutan mangrove di Angke Kapuk, Jakarta Utara. Sehubungan dengan itu, Fakultas Kehutanan IPB bekerjasama dengan PT Kapuk Naga Indah melakukan survey vegetasi untuk menyusun buku “Flora Mangrove di Kawasan Hutan Angke Kapuk, Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta� ini. Pada dasarnya buku ini menyajikan berbagai jenis tumbuhan yang tumbuh di kawasan mangrove tersebut. Kami harapkan buku ini dapat menjadi salah satu acuan untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan mangrove yang tumbuh di Hutan Lindung dan Suaka Margastwa Muara Angke, serta daerah sekitarnya di Angke Kapuk, Jakarta Utara.
Bogor, Januari 2013
Tim Penyusun
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t JJ ^
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
I.
PENDAHULUAN
2
II.
PENGERTIAN, PENYEBARAN, DAN KONDISI LINGKUNGAN MANGROVE
3
2.1.
Pengertian Mangrove
3
2.2.
Penyebaran jenis-jenis mangrove di Indonesia
4
2.3.
Kondisi Lingkungan Mangrove
5
III.
ATRIBUT IDENTIFIKASI JENIS TUMBUHAN MANGROVE
7
IV.
DESKRIPSI JENIS TUMBUHAN
22
4.1.
Jenis Tumbuhan Berhabitus Pohon
22
Acacia auriculiformis A. Cunn. ex Benth.
22
Avicennia alba Bl.
24
Avicennia marina (Forssk.) Vierh.
26
Bruguiera gymnorhiza (L.) Lamk.
27
Cerbera manghas L.
29
Excoecaria agallocha L.
32
Ficus benjamina L.
34
Hibiscus tiliaceus L.
35
Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze.
38
Leucaena leucocephala (Lam.) De Wit
40
Morinda citrifolia L.
41
Plumeria rubra L.
43
Rhizophora apiculata Bl.
45
Rhizophora mucronata Lamk.
48
Rhizophora stylosa Griff.
50
Sonneratia alba J. Smith.
52
Sonneratia caseolaris (L.) Engl.
54
Terminalia catappa L.
55
Thespesia populnea (L.) Soland. ex Correa.
57
Xylocarpus granatum Koen.
59
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t JJJ ^
4.2.
Jenis Tumbuhan Berhabitus Bukan Pohon
62
Abrus precatorius L.
62
Acanthus ilicifolius L.
63
Acanthus volibilis Wall.
66
Acrostichum aureum L.
68
Acrostichum speciosum Willd.
70
Ageratum conyzoides L.
71
Alternanthera sessilis (L.) R. Br.
73
Chloris barbata Sw.
75
Cleome rutidosperma D.C.
78
Clerodendrum serratum (L.) Moon
80
Cordia dichotoma G. Forst.
82
Cymbopogon cambodgiensis L.
84
Cymbopogon nardus (L.) Rendle.
86
Derris trifoliata Lour.
88
Eichornia crassipes (Mart.) Solms.
89
Ipomoea pes-caprae (L.) Sweet.
91
Ipomoea maxima (L.f.) Don ex Sweet.
93
Luffa cylindrica (L.) Roem.
95
Mimosa pigra Blanco.
98
Nypa fruticans Wurmb.
100
Olax imbricata Roxb.
102
Panicum maximum Jacq.
104
Passiflora foetida L.
106
Phragmites karka (Retz.) Trin ex. Steud.
108
Pluchea indica (L.) Less.
110
Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.
111
Ricinus communis L.
113
Ruellia tuberosa L.
116
Sesuvium portulacastrum (L.) L.
117
Suaeda maritima (L.) Dum.
119
DAFTAR PUSTAKA
121
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t JW ^
DAFTAR TABEL 1.
Penyebaran jenis-jenis mangrove di pulau-pulau utama di Indonesia
6
2.
Karakteristik morfologi tumbuhan yang digunakan dalam identifikasi jenis
7
DAFTAR GAMBAR 1. Acacia auriculiformis A. Cunn. ex Benth.
21
2. Avicennia alba Bl.
24
3. Avicennia marina (Forssk.) Vierh.
25
4. Bruguiera gymnorhiza (L.) Lamk.
28
5. Cerbera manghas L.
30
6. Excoecaria agallocha L.
31
7. Ficus benjamina L.
33
8. Hibiscus tiliaceus L.
36
9. Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze.
38
10. Leucaena leucocephala (Lam.) De Wit
39
11. Morinda citrifolia L.
42
12. Plumeria rubra L.
44
13. Rhizophora apiculata Bl.
46
14. Rhizophora mucronata Lamk.
47
15. Rhizophora stylosa Griff.
49
16. Sonneratia alba J. Smith.
51
17. Sonneratia caseolaris (L.) Engl.
53
18. Terminalia catappa L.
55
19. Thespesia populnea (L.) Soland. ex Correa.
58
20. Xylocarpus granatum Koen.
60
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t W ^
21. Abrus precatorius L.
61
22. Acanthus ilicifolius L.
63
23. Acanthus volibilis Wall.
66
24. Acrostichum aureum L.
67
25. Acrostichum speciosum Willd.
69
26. Ageratum conyzoides L.
72
27. Alternanthera sessilis (L.) R. Br.
74
28. Chloris barbata Sw.
76
29. Cleome rutidosperma D.C.
78
30. Clerodendrum serratum (L.) Moon
79
31. Cordia dichotoma G. Forst.
81
32. Cymbopogon cambodgiensis L.
84
33. Cymbopogon nardus (L.) Rendle.
85
34. Derris trifoliata Lour.
87
35. Eichornia crassipes (Mart.) Solms.
89
36. Ipomoea pes-caprae (L.) Sweet.
92
37. Ipomoea maxima (L.f.) Don ex Sweet.
93
38. Luffa cylindrica (L.) Roem.
96
39. Mimosa pigra Blanco.
97
40. Nypa fruticans Wurmb.
99
41. Olax imbricata Roxb.
101
42. Panicum maximum Jacq.
103
43. Passiflora foetida L.
105
44. Phragmites karka (Retz.) Trin ex. Steud.
107
45. Pluchea indica (L.) Less.
109
46. Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.
112
47. Ricinus communis L.
114
48. Ruellia tuberosa L.
115
49. Sesuvium portulacastrum (L.) L.
117
50. Suaeda maritima (L.) Dum.
120
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
KAWASAN RESTORASI MANGROVE EKOWISATA MANGROVE HUTAN LINDUNG
TAMAN WISATA ALAM
PENGEMBANGAN BIOTA MANGROVE
ABORETUM MANGROVE
EKOWISATA MANGROVE
Sabuk Hijau Mangrove Kawasan Muara Angke DKI Jakarta
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
I. PENDAHULUAN Kawasan hutan mangrove Angke Kapuk terletak di pantai utara Pulau Jawa. Secara geografis kawasan hutan ini terletak di antara 6째05` sampai 6째10` Lintang Selatan dan antara 106째43` sampai 106째48` Bujur Timur. Berdasarkan administrasi pemerintahan, kawasan ini terletak di dalam wilayah Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta. Kawasan ini berbatasan dengan PT Mandara Permai di bagian selatan, Laut Jawa di bagian utara, Sungai Angke di bagian timur dan Sungai Kamal di bagian barat.
HUTAN LINDUNG
SUAKA MARGASATWA
PENDIDIKAN LINGKUNGAN
Berdasarkan hasil tata batas di lapangan dan Berita Acara Tata Batas yang ditandatangani pada tanggal 25 Juli 1994 oleh Panitia Tata Batas yang diangkat dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 924 Tahun 1989, kawasan hutan Angke Kapuk luasnya sekitar 327,61 ha yang terdiri atas hutan lindung (44,76 ha), hutan wisata (99,82 ha), Suaka Margasatwa Muara Angke yang ditetapkan tahun 1998 (25,02 ha), dan Hutan dengan Tujuan Istimewa (LDTI) yang terdiri atas Kebun Pembibitan Mangrove 10,51 ha, Transmisi PLN 23,07 ha, Cengkareng Drain 28,93 ha serta Jalan Tol dan Jalur Hijau 95,50 ha. Pada saat ini vegetasi mangrove yang tumbuh relatif cukup masif di kawasan ini hanya ditemukan di Hutan Lindung dan Suaka Margasatwa Muara Angke, sedangkan di daerah lainnya vegetasi mangrove hanya tumbuh secara sporadik dengan kelimpahan yang relatif sedikit, khususnya tumbuh di sebagian kecil pematang-pematang tambak di sekitar sepanjang jalan Tol Sedyatmo. Melalui kerjasama antara Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta dengan berbagai pihak (instansi pemerintah, BUMN, perusahaan swasta, LSM, dan lain-lain) areal-areal tambak terbuka di sepanjang jalan tol tersebut sudah ditanami tumbuhan jenis mangrove (umumnya jenis Rhizophora spp.) yang sebagian besar menggunakan teknik guludan yang diperkenalkan oleh Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB). Vegetasi mangrove di kawasan hutan Angke Kapuk awalnya terdiri atas vegetasi hutan mangrove yang tumbuh secara alami di Suaka Margasatwa Angke Kapuk dan vegetasi hutan mangrove yang ditanam pada tahun 1972 di kawasan hutan lindung mangrove Muara Angke dan sekitarnya. Sejalan dengan perjalanan waktu, hutan tanaman mangrove tersebut tumbuh seperti hutan alam. Perkembangan dan pertumbuhan vegetasi mangrove tersebut nampaknya kurang optimal karena adanya berbagai gangguan seperti pencemaran air, sampah, abrasi, dan perambahan. Akibatnya, saat ini hutan mangrove yang di kawasan hutan Angke Kapuk merupakan sosok hutan mangrove yang terganggu yang banyak ditemukan beragam jenis tumbuhan bawah yang mendominasi daerah-daerah relatif terbuka dan pepohonan mangrove yang penampakan morfologisnya merupakan tegakan mangrove relatif muda. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, buku ini disusun untuk menyajikan beragam jenis tumbuhan yang tumbuh di kawasan hutan Angke Kapuk, khususnya di Hutan Lindung dan Suaka Margasatwa Muara Angke dan daerah sekitarnya di sepanjang jalan tol Sedyatmo dengan cara menjelajah daerah-daerah tersebut.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
II. PENGERTIAN, PENYEBARAN, DAN KONDISI LINGKUNGAN MANGROVE 2.1. Pengertian Mangrove Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove (Macnae, 1968). Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan, baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu jenis tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu jenis tumbuhan, dan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Menurut Aksornkoae (1993), hutan mangrove adalah tumbuhan halofit yang hidup di sepanjang areal pantai yang terletak diantara pasang tertinggi sampai daerah yang mendekati ketinggian rata-rata air laut, atau lebih tinggi dari permukaan air laut, yang tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis. Dengan demikian secara umum hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai, laguna,dan muara sungai yang terlindung) yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut, yang komunitas tumbuhannya toleran terhadap garam (kondisi salin). Adapun ekosistem mangrove adalah merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya di dalam suatu habitat mangrove. Ruang lingkup sumberdaya mangrove secara keseluruhan terdiri atas : (1) satu atau lebih jenis tumbuhan yang hidupnya terbatas hanya di habitat mangrove, (2) jenis-jenis tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove,
namun juga dapat hidup di habitat non-mangrove, (3) biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut pohon, cendawan, ganggang, bakteri dan lain-lain), baik yang hidupnya menetap, sementara, sekali-sekali, biasa ditemukan, atau terbatas hanya di habitat mangrove, (4) proses-proses alamiah dinamis yang berperan dalam mempertahankan ekosistem ini, baik yang berada di daerah bervegetasi maupun di luarnya, (5) mud flat (dataran lumpur) yang berada antara batas tepi hutan dengan batas pasang terendah di laut, dan (6) penduduk yang tinggal, baik di dalam maupun di sekitar hutan mangrove. Tomlinson (1984) membagi tumbuhan mangrove menjadi tiga kelompok, yakni: (1). Tumbuhan mangrove utama (major), yakni tumbuhan mangrove yang hanya tumbuh di habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar napas/udara dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam (mengeluarkan garam untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan). Contohnya adalah jenis-jenis dari marga Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera dan Nypa. (2). Tumbuhan mangrove penunjang (minor), yakni tumbuhan mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas, contohnya adalah Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera. (3). Tumbuhan asosiasi mangrove, yakni tumbuhan yang berasosiasi dengan tumbuhan mangrove utama dan penunjang, contohnya adalah jenis-jenis dari marga Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Di lapangan, tumbuhan mangrove umumnya tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi), tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan. Beberapa faktor lingkungan yang penting dalam mempengaruhi zonasi mangrove adalah: (1). Pasang surut, yang secara tidak langsung mengontrol dalamnya muka air (water table) dan salinitas air serta tanah. Secara langsung arus pasang surut dapat menyebabkan kerusakan terhadap anakan. (2). Tipe tanah, yang secara tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah, tingginya muka air dan drainase. (3). Kadar garam tanah dan air, yang berkaitan dengan toleransi jenis terhadap kadar garam. (4). Cahaya, yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari jenis intoleran seperti jenis-jenis dari marga Rhizophora, Avicennia dan Sonneratia. 2.2. Penyebaran jenis-jenis mangrove di Indonesia Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia). Penyebaran hutan mangrove terbatas dari daerah tropika sampai 320 LU dan 380 LS. Menurut Chapman (1975a), penyebaran hutan mangrove di dunia dibagi ke dalam dua kelompok yaitu : 1. The Old World Mangrove yang meliputi Afrika Timur, Laut Merah, India, Asia Tenggara, Jepang, Filipina, Australia, New Zealand, Kepulauan Pasifik dan Samoa. Kelompok ini disebut pula Grup Timur. 2. The New World Mangrove yang meliputi pantai Atlantik dari Afrika dan Amerika, Meksiko, dan pantai Pasifik Amerika dan kepulauan Galapagos. Kelompok ini disebut pula Grup Barat. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Fakultas Kehutanan IPB bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial pada tahun 1999, luas mangrove di Indonesia diperkirakan sekitar 9,2 juta ha yang terdiri atas 3,7 juta ha di dalam kawasan hutan dan 5,5 juta ha di luar kawasan hutan. Selanjutnya dilaporkan bahwa saat ini sekitar 43 % (1,6 juta ha) mangrove di kawasan hutan dan 67 % (3,7 ha) mangrove di luar kawasan hutan sedang mengalami kerusakan akibat eksploitasi yang kurang terkendali, konversi ke bentuk pemanfaatan lain, pencemaran, bencana alam, dan lain-lain.
Struktur dan komposisi mangrove di Indonesia lebih bervariasi bila dibandingkan dengan wilayah lain. Di Indonesia dapat ditemukan tegakan Avicennia marina dengan ketinggian 1-2 m pada pantai yang tergenang air laut terus menerus, hingga tegakan campuran Bruguiera-Rhizophora dengan tinggi lebih dari 30 m. Pada pantai terbuka, dapat ditemukan jenis Avicennia alba dan Sonneratia alba, sementara di sepanjang sungai yang mempunyai salinitas yang lebih rendah banyak ditemukan jenis palem Nypa fruticans dan Sonneratia caseolaris. Dilain pihak kawasan mangrove sekunder, didominasi oleh anakan mangrove dan berbagai jenis semak atau herba, misalnya Acanthus ilicifolius dan Acrostichum aureum. Jenis-jenis pohon mangrove umumnya menyebar di pantai yang terlindung dan di muara-muara sungai, dengan komposisi jenis yang berbeda-beda bergantung pada kondisi habitatnya. Berdasarkan berbagai hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penyebaran jenis mangrove tersebut berkaitan dengan salinitas, jenis tanah, tipe pasang, dan frekuensi penggenangan. Tumbuhan mangrove terdiri atas pohon, epifit, liana, alga, bakteri dan fungi. Menurut Hutching and Saenger (1987), di seluruh dunia terdapat lebih dari 20 suku Tumbuhan mangrove, yang terdiri dari 30 marga, dengan anggota lebih dari 80 jenis. Sejauh ini di Indonesia tercatat ada 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis liana, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku (Kusmana, 1993). Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis merupakan jenis mangrove sejati (true mangrove) dan selebihnya merupakan jenis mangrove asosiasi (associate mangrove). Dari 43 jenis mangrove sejati tersebut 33 jenis diantaranya merupakan jenis berhabitus pohon atau semak yang besar maupun yang kecil. Di Indonesia sendiri terdapat perbedaan dalam hal keragaman jenis mangrove antara satu pulau dengan pulau lainnya. Dari 202 jenis mangrove yang telah diketahui, 166 jenis terdapat di Jawa, 157 jenis di Sumatera, 150 jenis di Kalimantan, 142 jenis di Irian Jaya (Papua), 135 jenis di Sulawesi, 133 jenis di Maluku dan 120 jenis di Kepulauan Nusa Tenggara. Sebaran jenis mengrove di pulau-pulau utama di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
2.3. Kondisi Lingkungan Mangrove Percival and Womersley (1975) menyatakan bahwa kondisi lingkungan yang mempengaruhi mangrove adalah struktur fisiografi wilayah, daya akresif atau erosif dari laut atau sungai, pengaruh pasang surut, kondisi tanah, serta kondisi-kondisi tertentu yang disebabkan oleh eksploitasi. Dalam hal fisiografi, kondisi yang menguntungkan untuk mangrove adalah adanya teluk dangkal yang terlindung, estuaria, laguna, dan sisi semenanjung atau pulau dan selat yang terlindung. Selain itu, Chapman (1975a) menyatakan bahwa banyak faktor lingkungan yang mempengaruhi rawarawa mangrove, tetapi faktor yang terpenting adalah tipe tanah, salinitas, drainase dan arus air. Meskipun keberadaan rawa-rawa mangrove tidak tergantung pada iklim, dan ditemukan pada kondisi yang selalu basah ataupun pengaruh musiman (Tomlinson, 1986; Percival and Womersley, 1975), tetapi keberadaan mangrove yang luas, nampaknya bergantung pada tujuh faktor dasar berikut ini (Chapman, 1975b): (1). Suhu udara Hutan mangrove yang luas umumnya terdapat pada wilayah yang suhu rata-rata di bulan terdinginnya, lebih dari 20 o C dengan kisaran musimannya tidak melebihi 5o C, kecuali di Afrika Timur dimana kisarannya bisa mencapai 10o C. (2). Arus laut Perlu dicatat bahwa batas bagian selatan penyebaran mangrove dari pantai bagian barat Afrika, berkaitan dengan perbatasan antara upwelling air dingin dengan arus air hangat bagian selatan. Situasi yang sama juga terjadi untuk pantai barat Australia dan Amerika Selatan dimana terdapat penyebaran mangrove yang sangat terbatas, dimana arus Humboldt yang dingin terjadi. Arus tersebut mengarah ke utara, dan ini menghambat benih yang mengapung untuk hanyut ke selatan. Kemungkinan, bila benih-benih mangrove ditanam di bagian selatan dari penyebarannya sekarang di perbatasan Australia bagian barat, Afrika Selatan dan Amerika Selatan bagian barat, mereka akan tumbuh dan berkembang dengan baik. (3). Perlindungan Mangrove berkembang baik di pantai-pantai yang terlindung dari ombak yang kuat atau pengaruh pasang surut yang terlalu kuat yang dapat menyapu anakan mangrove sebelum tumbuh mapan. Perlindungan seperti itu diberikan oleh teluk, laguna,
estuaria di belakang semenanjung dan gosong lepas pantai, dan di selat yang sempit. (4). Pantai yang dangkal Pantai-pantai yang dangkal memberikan kesempatan berkembangnya mangrove yang luas. Meskipun demikian, pada pantai yang dasar lautnya curam, mangrove tepian (fringe mangrove) cenderung berkembang dengan baik. (5). Air masin Kandungan garam dalam air bukan merupakan prasyarat untuk pertumbuhan mangrove, meskipun toleransi terhadap garam memungkinkan jenis mangrove tumbuh di wilayah tropika beriklim arid (kering) dimana mereka tidak akan bisa hidup seperti tanaman darat. Mangrove biasanya ditemukan di wilayah tropika basah, walaupun ada juga mangrove yang bisa hidup di daerah pantai di gurun. Di wilayah tropika basah, mangrove menstimulasi terjadinya hutan rawa air tawar atau hutan riparian. (6). Kisaran pasang surut Pasang surut dan fenomena yang terkait dengannya, nampaknya mengendalikan zonasi vertikal dari beberapa jenis mangrove. Suatu kisaran pasang surut yang besar, yang dibarengi dengan pantai dengan dasar laut yang landai, akan mendorong berkembangnya mangrove yang ekstensif. (7). Substrat lumpur Walaupun mangrove tumbuh pada pasir, lumpur, gambut, dan batuan koral, tetapi mangrove yang luas biasanya ditemukan pada tanah-tanah lumpur atau yang berlumpur. Tanah-tanah seperti itu biasanya ditemukan di sepanjang pantai berdelta, laguna, dan estuaria. Tanah-tanah volkanik, seperti yang terdapat di Indonesia, bersifat kondusif bagi mangrove. Menurut Hamilton dan Snedaker (1984), sumberdaya mangrove bersifat terbarukan hanya bila proses-proses ekologis yang mengatur sistem tersebut dipertahankan. Proses ekologis internal yang menyebabkan bisa dipertahankannya dan bisa diperbaharuinya ekosistem mangrove adalah bergantung pada proses eksternal berikut ini: (1) percampuran antara air masin (pasang surut) dengan air tawar (air sungai) yang seimbang, (2) pasokan hara yang memadai, dan (3) substrat yang stabil. Menghilangkan satu atau lebih dari faktor-faktor tersebut akan merusak atau menghilangkan sifat terbarukan dari sumberdaya mangrove tersebut.
\'-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
TABEL 1 PENYEBARAN JENIS-JENIS MANGROVE DI PULAU-PULAU UTAMA DI INDONESIA
NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
ISLAND
JENIS
Acanthus ilicifolius Aegiceras corniculatum Aegiceras floridum Acrosticum aureum Avicennia alba Avicennia lanata Avicennia marina Avicennia officinalis Bruguiera cylindrica Bruguiera gymnorrhiza Bruguiera parviflora Bruguiera sexangula Cerbera manghas Ceriops decandra Ceriops tagal Derris trifoliata Dolichandrone spathacea Excoecaria agallocha Finlaysonia maritima Heritiera littoralis Kandelia candel Lumnitzera littorea Lumnitzera racemosa Nypa fruticans Osbornea octodonta Pemphis acidula Phoenix paludosa Pluchea indica Rhizophora apiculata Rhizophora lamarckii Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Scyphiphora hydrophyllacea Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Sonneratia ovate Widelia bi Tumbuhan Xylocarpus granatum Xylocarpus moluccensis Xylocarpus rumphii
Java
Bali&LSI*
Sumatra
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
+ +
+ + + + +
+ +
+ +
+ +
+ + + + + + + +
+ + + + + + + + + + + + + + + +
+ + + + +
+ + + + +
+ + + + + + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + +
+ + + +
+ + +
+ + + + +
+ + + + +
+ + + + + + +
+ + + + + + +
+ + + + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + + + + +
+ + + + + + +
+
+ +
+ +
+ + + + + + + + +
+ + + + + + + + +
+ + + + + + + + + + + + +
+ +
Papua
+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
III. ATRIBUT IDENTIFIKASI JENIS TUMBUHAN MANGROVE TABEL 2 KARAKTERISTIK MORFOLOGI TUMBUHAN YANG DIGUNAKAN DALAM IDENTIFIKASI JENIS No
Bagian Tumbuhan
I.
DAUN
1.
Bentuk Helai Daun A. Simple leaf:
Keterangan
Daun tunggal hanya terdapat satu helai daun yang terlihat nyata pada tingkat daun.
B. Compound leaves:
Daun majemuk terdiri dari dua atau lebih helai daun yang terlihat nyata dan jelas pada tingkat daun.
C. Trifoliolate:
Daun majemuk beranak daun tiga helai.
D. Palmate:
Daun majemuk menjari.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
No I.
Bagian Tumbuhan
Keterangan
DAUN E. Bipinnate: Daun majemuk menyirip ganda dua.
F. Tripinnate: Daun majemuk menyirip ganda tiga.
2.
Tata Daun A. Opposite:
Dua daun terletak berlawanan satu sama lain pada setiap buku batang pada ranting yang sama.
B. Opposite decussate:
Berhadapan - bersilangan antar buku bersilangan.
C. Alternate:
Hanya satu daun yang terdapat pada buku batang pada setiap ranting.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
No I.
Bagian Tumbuhan
Keterangan
DAUN D. Whorled: Berkarang atau melingkar, di dalam satu buku terdapat lebih dari 2 daun.
E. Spiral: Tersusun secara berseling (alternate) namun daun-daun mengarah ke berbagai sudut.
3.
Bentuk Helai Daun A. Cordate:
Bentuk daun seperti hati, pangkal daun melebar.
B. Deltoid: Bentuk daun membentuk seperti sebuah segitiga dimana di pangkalnyamelebar dan meruncing di ujung daunnya.
C. Elliptic:
Daun melebar pada bagian tengah daun, bagian pangkal dan ujung daun mempunyai bentuk yang hampir sama, panjang daun minimal dua kali lebar daunnya.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
No I.
Bagian Tumbuhan
Keterangan
DAUN D. Lanceolate: Panjang helai daun beberapa kali dari lebarnya, melebar ke arah pangkal daun dan meruncing pada ujung daun.
E. Linear: Bentuk daun lurus panjang dan mengikuti pertulangan daunnya, lebar daun tidak begitu lebar dari pertulangan daunnya dan memiliki lebar yang sama di sepanjang daunnya.
F. Oblanceolate:
Berbentuk lanset terbalik dimana daun melebar di bagian ujung.
G. Oblong:
Berbentuk elips yang memanjang, panjang daun 3-5 kali lebar daun.
H. Obovate:
Bentuk daun seperti telur, pangkal daunnya menyempit.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
No I.
Bagian Tumbuhan
Keterangan
DAUN I. Orbicular: Bentuk bundar.
J. Spathulate:
Sempit untuk hampir seluruh daun, tetapi kemudian memiliki struktur putaran tiba-tiba di puncak.
K. Rhomboid:
Bentuk belah ketupat.
4.
Bentuk Ujung Daun A. Acute: Ujung daun lancip, meruncing ke arah ujung daun dengan sisi yang lurus atau agak lurus.
B. Acuminate:
Meruncing.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
No I.
Bagian Tumbuhan
Keterangan
DAUN C. Caudate: Meruncing panjang.
D. Cuspidate:
Meruncing pendek.
E. Mucronate:
Meruncing seperti jarum.
F. Emarginate:
Berlekuk.
G. Rounded:
Ujung daun tidak membentuk sudut sama sekali.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
No I. 5.
Bagian Tumbuhan
Keterangan
DAUN Bentuk Pangkal Daun A. Attenuate: Jaringan daun meruncing ke bawah tangkai daun (arah dasar) ke basis yang sempit, selalu memiliki beberapa daun berdaging di kedua sisi tangkai daun.
B. Cuneate: Pertulangan daun sempit, berbentuk lurus dengan sisi dasarnya, meruncing ke dasar, daun terpasang di ujung yang sempit.
C. Rounded:
Pertulangan daun membentuk kurva yang melengkung membentuk lingkaran.
D. Cordate: Hati-berbentuk daun dasar yang melekat pada kedudukan dari dasar. Bisa juga menjadi bentuk daun keseluruhan, dengan tangkai yang melekat pada takikan.
E. Auriculate:
Berbentuk seperti daun telinga di kiri-kanan tangkai daun.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
No I.
Bagian Tumbuhan
Keterangan
DAUN F. Hastate: Pangkal daun melebar dan menyudut sempit.
G. Asymmetric: Pangkal daun tidak simetris.
6.
Bentuk tepi daun A. Entire:
Rata.
B. Crenate:
Bergerigi.
C. Dentate:
Bergelombang.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
No I.
Bagian Tumbuhan
Keterangan
DAUN D. Undulate: Berombak.
E. Serrate: Bergerigi tajam tapi jarang.
F. Serrulate: Bergerigi tajam/runcing yang rapat.
G. Lobed: Berlekuk.
H. Deeply Lobed:
Berlekuk dalam.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Daun bakau hitam (Rhizophora mucronata Lamk.) Susunan daunnya tunggal, bersilangan (opposite)
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
No II.
Bagian Tumbuhan
Keterangan
BUNGA Bentuk Umum Bunga Majemuk A. B. C. D. E. F. G.
Stigma Style Anther Filament Ovary Petal Sepal
: : : : : : :
Kepala Putik. Tangkai putik. Kepala sari. Tangkai sari. Bakal biji. Daun mahkota. Daun kelopak bunga.
A. Recame: Berbentuk bongkol (bunga majemuk tak terbatas).
B. Panicle:
Berbentuk malai (bunga majemuk tak terbatas).
C. Cyme:
Bunga majemuk terbatas.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
No II.
Bagian Tumbuhan
Keterangan
BUNGA D. Umbel:
Bunga berbentuk payung (bunga majemuk tak terbatas).
E. Spike: Bunga berbentuk bulir (Bunga majemuk tak terbatas).
G. Lobed:
Bunga majemuk dalam seludang.
G. Corymb:
Bunga berbentuk aying (bunga majemuk tak terbatas).
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
No
Bagian Tumbuhan
III.
MORFOLOGI PAKU-PAKUAN
1.
Bentuk Fisik Tumbuhan A. Monopodial:
Keterangan
Batang hanya memiliki satu titik pertumbuhan.
B. Sympodial:
Batang memiliki lebih dari satu titik pertumbuhan.
2.
Tipe Daun A. Simple:
Satu tangkai hanya menopang satu helai daun.
B. Compound:
Memiliki banyak anak daun.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
No
Bagian Tumbuhan
III.
MORFOLOGI PAKU-PAKUAN
IV.
Morfologi Daun Palem A. Fan-Like:
Keterangan
Berbentuk kipas.
B. Fish-tail-like:
Berbentuk ekor ikan.
C. Feather Like:
Berbentuk menyirip.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 1 Acacia auriculiformis A. Cunn. ex Benth.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
IV. DESKRIPSI JENIS TUMBUHAN 4.1. JENIS TUMBUHAN BERHABITUS POHON
Acacia auriculiformis A. Cunn. ex Benth. Famili: Fabaceae
Biji: Lonjong, pipih hitam atau coklat mengkilap.
Sinonim: Racosperma auriculiforme (Benth.) Pedley.
Batang: Tegak, bulat, putih kotor.
Nama daerah: Akasia, Ki hia.
Akar: Akarnya berupa akar tunggang, berwarna putih kotor.
Spesies yang mirip: A. mangium, A. crassicarpa A. Cunn. Ex Benth.
Ciri khusus: Daunnya hampir sama dengan Acacia mangium tetapi daunnya lebih kecil seperti bulan sabit.
Habitus: Pohon, tinggi 15-20 m, pada tapak yang baik dapat mencapai 35 m. Daun: Majemuk berhadapan, menyirip pada tingkat semai. Pada tingkat dewasa lonjong, tepi rata, ujung dan pangkal tumpul, panjang 5-20 x 1-2 cm, pertulangan menyirip hijau dengan 3 urat yang jelas. Bunga: Majemuk berkelamin dua di ketiak daun, berwarna kuning muda, wangi, kelopak silindris, benang sari silindris, kepala sari bentuk ginjal, mahkota putih bentuknya seperti kuku, putih. Buah: Polong, masih muda hijau setelah tua berwarna coklat, kemudian merekah dan terpilin. Ukuran buah (6.5 x 1.5) cm.
Fenologi: Muncul sepanjang tahun dan berbunga pada bulan Maret sampai Juni. Penyerbukan biasanya dilakukan oleh serangga. Habitat: Tumbuh di dataran rendah tropis beriklim lembab sampai sub lembab, sepanjang tepi sungai, pada daerah berpasir di tepi pantai, daerah yang mengalami pasang surut air laut, danau-danau berair asin di dekat pantai, dan dataran yang tergenang air. Jenis ini dapat tumbuh pada kondisi tanah yang mengandung garam dengan salinitas 0.15-7.25 dS/m, baik di tanah kering maupun basah. Kegunaan: Kayunya untuk kayu bakar, jenis ini dimanfaatkan secara luas untuk keperluan revegetasi dan rehabilitasi lahan terdegradasi dan reklamasi pada lahan bekas pertambangan timah dan bauksit.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Avicennia alba Bl. Famili: Avicenniaceae
Biji: Tipe biji kriptovivipari.
Sinonim: Avicennia marina (Forssk.) Vierh. var. alba (Blume) Bakh.
Batang: Kulit kayu berwarna kelabu hingga hitam, seperti kulit ikan hiu.
Nama daerah: Api-api, Mangi-mangi putih, Boak, Koak.
Akar: Berakar napas, seperti pensil.
Spesies yang mirip: A. marina, A. officinalis, A. lanata.
Ciri khusus: Daunnya ramping panjang, buah seperti cabe, spesies pionir.
Habitus: Pohon mencapai tinggi 15 m. Daun: Tunggal, bersilangan (opposite), lanset hingga elips, ujung daun runcing, panjang 10-18cm. Bunga: Rangkaian 10-13 bunga, panjang 1-3 cm, berada di ujung atau di ketiak daun pada pucuk, mahkotanya 4 berwarna kuning sampai oranye, kelopak 5 helai, benang sari 4 dengan diameter 0.4-0.5 cm. Buah: Ukuran buah lebarnya 1.5-2 cm dan panjangnya 2.5-4 cm, berambut halus, buah seperti cabe atau biji buah mete.
Fenologi: Berbunga umumnya Juli sampai Februari, berbuah umumnya November sampai Maret (musim penghujan), pembuahan sampai masak 2-3 bulan. Habitat: Paparan lumpur, tepi sungai, daerah kering, toleran terhadap salinitas yang sangat tinggi. Kegunaan: Kayunya sebagai kayu bakar jenis unggulan dan penahan abrasi laut di pesisir pantai paling depan.
Gambar 2 Avicennia alba Bl.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 3 Avicennia marina (Forssk.) Vierh.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Avicennia marina (Forssk.) Vierh. Famili: Avicenniaceae
Biji: Tipe biji kriptovivipari.
Sinonim: A. intermedia Griff., A. mindanaense Elmer., Sceura marina Forssk., A. marina var. acutissima Stapf & Moldenke., A. marina var. anomola Moldenke., A. marina var. australiasica (Walp.) J. Everett., A. marina var. intermedia (Griff.) Bakh., A. marina var. marina., A. marina var. resinifera (Forst.) Bakh., A. marina var. rumphiana (Hall. f.) Bakh., A. marina var. typica Bakhuizen.
Batang: Kulit kayu bagian luar berwarna abu-abu kecoklatan dan tipis, mengelupas pipih dalam bentuk bercak, kulit dalam berwarna putih krem.
Nama daerah: Sie-sie, Pejapi, Nyapi, Sia-sia putih, Api, Sia, Hajusa, Pai, Api-api. Spesies yang mirip: A. alba, A. officinalis, A. lanata. Habitus: Pohon mencapai tinggi 25 m dan diameter mencapai 40 cm. Daun: Tunggal, bersilangan (opposite), berbentuk elips, ujung runcing hingga membundar, pangkal daun acute, ukuran daun (5-11 cm x 2.5-5 cm), permukaan daun bagian atas hijau kuning mengkilap dan bagian bawahnya abu-abu keputihan, tangkai daun 1.5-2 cm. Bunga: Rangkaian 8-14 bunga rapat dan kompak, panjang 1-2 cm, berada di ujung atau di ketiak daun pada pucuk, mahkotanya 4 berwarna kuning sampai oranye, kelopak 5 helai, benang sari 4 dengan diameter 0.4-0.5 cm. Buah: Ukuran buah lebarnya 1.5-2 cm dan panjangnya 1.5-2.5 cm, kulitnya berambut halus pendek dengan warna kulit abu-abu kehijauan, buah seperti kotak atau seperti kacang. Buahnya melingkar atau memiliki sebuah paruh pendek.
Akar: Akar napas, seperti pasak. Ciri khusus: Buah seperti kacang, spesies pionir. Fenologi: Berbunga umumnya Juli sampai Februari, berbuah umumnya November sampai Maret (musim penghujan), pembuahan sampai masak 2-3 bulan. Habitat: Paparan lumpur, tepi sungai, daerah kering, toleran terhadap salinitas yang sangat tinggi dan umumnya di daerah pertemuan sungai atau teluk landai dengan lumpur dalam. Kegunaan: Kayunya sebagai kayu bakar jenis unggulan dan penahan abrasi laut di pesisir pantai paling depan. Selain itu akarnya menjadi penahan dan penangkap berbagai sampah di perairan, serta menjadi tempat makanan bagi aneka jenis kepiting bakau, siput, dan teritip.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Bruguiera Gymnorhiza (L.) Lamk. Famili: Rhizophoraceae Sinonim: B. capensis Bl., B. conjugata (non Rhizophora conjuga L.) Merr., B. cylindrica (non Bl.) Hance., B. gymnorrhiza (with one ‘r’), B. rhedii Bl., B. rumphii Bl., B. wightii Bl., B. zipelii Bl., Mangium celsum Rumph., M. minus Rumph., Rhizophora gymnorrhiza L., R. palun., R. rhedii Steud., R. tinctoria Blanco. Nama daerah: Lindur, Tancang merah, Sala-sala, Totongkek, Tancang, Tumu, Tanjang, Putut, Tokke-tokke, Tokke, Mutut besar, Tongke kecil, Mangi-mangi, Wako, Bako, Bangko, Sarau, Kendeka, Pertut, Taheup, Tenggel, Tumu, Tomo, Dau. Spesies yang mirip: B. passiflora, B. cylindrica, B. sexangula, R. mucronata, R. apiculata, R. stylosa, R. lamarkii. Habitus: Pohon mencapai ketinggian 36 m dan diameter mencapai 60 cm. Daun: Tunggal, tata daunnya bersilangan-berhadapan (opposite), berwarna hijau pada lapisan atas dan berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak hitam (ada juga yang tidak), bentuknya elips-lanset, ujung meruncing dengan ukuran daun (4.5-7 cm x 8.5-22 cm). Bunga: Rangkaian bunga lebar dan tunggal di ketiak daun, bunga bergelantungan dengan panjang tangkai bunga 9-25 mm, mahkotanya putih hingga coklat, kelopaknya 1014 helai berwarna merah, panjangnya 3-5 cm, ujung tiap mahkotanya runcing, masing-masing terdiri dari 3 tangkai benang sari.
Buah: Buahnya melingkar atau memiliki sebuah paruh pendek. Buahnya melingkar spiral, bundar melintang, panjangnya 2-2.5 cm. Hipokotil lurus, tumpul dan berwarna hijau gelap hingga ungu dengan bercak coklat, panjangnya 12-30 cm dan diameter 1.5-2 cm, permukaan licin, kelopaknya menyatu saat buah jatuh. Biji: Tipe biji vivipari. Batang: Kulit kayu bagian luar berwarna abu-abu, abu-abu kehitaman, coklat tua atau hitam mengelupas kaku, retakretak yang dalam memanjang searah vertikal, memiliki mulut kulit kayu, kasar, kulit dalam berwarna merah muda, merah atau coklat kemerahan. Akar: Akar berupa akar lutut dan banir kecil berasal dari bentukan seperti akar tunjang, seakan-akan papan melebar ke samping di bagian pangkal pohon. Ciri khusus: Bunga besar, berwarna merah (kelopak), daun licin dan tebal, tanpa ujung yang kasar dan ramping. Fenologi: Berbunga sepanjang tahun, berbuah umumnya Juli sampai Agustus, pembuahan sampai masak 7-8 bulan. Habitat: Tumbuh subur di daerah mangrove bagian tengah sampai bagian dalam. Umumnya di daerah yang mempunyai aerasi yang baik. Kegunaan: Bagian dalam hipokotil dimakan (manisan kandeka), dicampur dengan gula. Kayunya yang berwarna merah digunakan sebagai kayu bakar. Kulit batang sumber tanin untuk penyamak kulit.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 4 Bruguiera gymnorhiza (L.) Lamk.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Cerbera manghas L. Famili: Apocynaceae
Biji: Tipe bijinya sebesar 8 x 4 cm tetap melekat pada bibit.
Sinonim: Cerbera odollam Bl., C. lactaria Hamilton., C. forsteri Seem., C. linneai Montr., C. tanghinia Hook., C. venenifera A.J.M., C. venenifera (Poir.) Steud., Elcana seminuda Blanco., Tabernaemontana obtusifolia Poir., Tanghinia manghas (L.) G. Don.
Batang: Eksudat berlebihan, biasanya memiliki cairan susu tapi terkadang sering berwarna hijau kekuningan. Kulit kayu bercelah, berwarna abu-abu hingga coklat, memiliki lentisel.
Nama daerah: Bintaro, Mangga laut, Bintan, Buta-buta madang, Gorogoro, Kayu susu, Kayu kurita, Kenyeri putih, Kadong, Koyandan, Mangga brabu, Waba, Jabal, Kenyen putih, Bilu tasi, Buta badak. Habitus: Pohon mencapai ketinggian 20 m. Daun: Biasanya terdapat 20-30 bunga dalam satu tandan, letaknya di ujung dahan. Formasinya berkelompok secara tidak beraturan. Daun mahkotanya berjumlah 5 putih bersih dan berwarna merah jingga hingga merah muda-merah pada bagian pusatnya. Kelopaknya berjumlah 5 dengan putih kehijauan, letaknya agak jauh dari mahkota. Benang sari tidak bergagang menempel pada mulut tabung. Bunga: Rangkaian bunga lebar dan tunggal di ketiak daun, bunga bergelantungan dengan panjang tangkai bunga 9-25 mm, mahkotanya putih hingga coklat, kelopaknya 1014 helai berwarna merah, panjangnya 3-5 cm, ujung tiap mahkotanya runcing, masing-masing terdiri dari 3 tangkai benang sari. Buah: Bulat, hijau hingga kemerahan, mengkilat dan berdaging. Diameter buah 6-8 cm. Buah berpasangan.
Akar: Akarnya menjalar ke seluruh permukaan tanah, tapi kurang memiliki akar udara dan akar nafas. Ciri khusus: Mempunyai buah yang mencolok, berpasangan, biji beracun, bergetah putih. Fenologi: Tumbuh di sepanjang tahun. Habitat: Tumbuh di hutan rawa pesisir atau pantai hingga jauh ke darat (400 mdpl), menyukai tanah yang memiliki system pengeringan yang baik, terbuka terhadap udara dari laut dan tempat yang tidak teratur tergenang oleh pasang surut. Biasanya tumbuh di tepi bagian daratan mangrove. Kegunaan: Minyak yang diperas dari biji dan buah dapat mengobati gatal-gatal, reumatik, dan pilek. Selain itu dapat digunakan untuk meracuni ikan (insektisida). Kulit kayu dan daun digunakan untuk obat pencahar. Kayunya sebagai kayu bakar dan bahan arang. Sebagai tanaman hias/peneduh, kadang-kadang sebagai energi alternatif (biofuel).
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 5 Cerbera manghas L.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 6 Excoecaria agallocha L.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Excoecaria agallocha L. Famili: Euphorbiaceae
Biji: Berwarna coklat tua dengan keadaan normal.
Sinonim: Commia cochinchinensis Lour., Stillingia agallocha (L.) Baill.
Batang: Kulit kayu berwarna abu-abu, halus tetapi memiliki bintil. Batang memiliki getah putih lengket.
Nama daerah: Madengan, Buta-buta, Menengan, Kalibuda, Kayu butabuta, Betuh, Warejit, Bebutah, Kayu wuta, Sambuta, Kalapinrang, Mata huli, Makasuta, Goro-goro raci.
Akar: Akarnya menjalar ke seluruh permukaan tanah, seringkali berbentuk kusut dan ditutupi oleh lentisel, tidak memiliki akar udara.
Habitus: Pohon mencapai ketinggian 15 m.
Ciri khusus: Mempunyai getah putih yang lengket pada batang, dahan dan daun yang dapat menyebabkan iritasi mata dan kulit.
Daun: Hijau tua dan berubah merah bata sebelum rontok, pinggiran halus bergerigi, letak daunnya berselingan dengan bentuk elips. Ukuran daun 6.5-10.5 x 3.5-5.0 cm. Ada 2 kelenjar pada pangkal daun. Ujung daunnya meruncing. Bunga: Letak bunganya di ketiak daun berupa bulir, daun mahkotanya berwarna hijau dan putih, kelopak bunganya hijau kekuningan, benang sari 3 dengan warna kuning dengan diameter 0.2-0.3 cm (tiap bunga). Memiliki salah satu bunga jantan atau betina, tidak keduanya, bunga jantan lebih kecil dari bunga betina dan menyebar di seluruh tandan. Buah: Berwarna hijau dengan permukaan seperti kulit dan kasar, berbentuk seperti bola dengan 3 tonjolan (schizocarp). Ukuran bunga berdiameter 5-7 mm.
Fenologi: Tumbuh sepanjang tahun. Perbungaan terjadi sepanjang tahun dan penyerbukan melalui serangga, terutama lebah. Habitat: Tumbuh memerlukan pasokan air dengan jumlah yang besar. Umumnya ditemukan mangrove di bagian pinggir daratan, atau kadang-kadang di atas air pasang. Bahkan dapat ditemukan di sepanjang pinggiran danau asin (90% air laut). Kegunaan: Akar sebagai obat sakit gigi dan pembengkakan, kayu sebagai bahan ukiran dan bahan kertas yang bermutu baik, getah dapat digunakan sebagai pembunuh ikan.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 7 Ficus benjamina L.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Ficus benjamina L. Famili: Moraceae
Biji: Biji bulat, keras, dan putih.
Sinonim: F. altissima Bl., F. carica Linn., F. conora King., F. fistulosa Reinw., F. fulva Reinw., F. hispida Linn., F. melinocarpa Bl.
Batang: Batang tegak, bulat, percabangan simpodial, permukaan kasar, berwarna abu-abu kehitaman. Bergetah putih.
Nama daerah: Beringin, Waringin (Sunda), Caringin (Jawa).
Akar: Berakar tunggang dan akar napas.
Spesies yang mirip: F. ampelas Burm., F. annulata Bl., F. callosa Willd., F. glabella Bl.
Ciri khusus: Pada batang keluar akar gantung (akar udara).
Habitus: Pohon, tinggi 20-25 m. Daun: Daun tunggal, bertangkai pendek, letaknya berseling. Bentuk daun lonjong dengan tepi rata, ujung daun runcing, pangkal tumpul, panjang daun 3-6 cm, lebarnya 2-4 cm, pertulangan daun menyirip hijau. Bunga: Bunga tunggal, keluar dari ketiak daun, kelopak bentuk corong, mahkota berbentuk bulat, halus, berwarna kuning kehijauan. Buah: Buah buni, bulat, panjang 0.5-1 cm, masih muda hijau, setelah tua merah.
Fenologi: Muncul sepanjang tahun. Habitat: Tumbuh di tanah dan bersifat hemi-epifit (pencekik), mampu tumbuh pada berbagai kondisi lingkungan. Kegunaan: Daun berfungsi sebagai obat sakit sariawan pada anak-anak, akar udara mampu mengobati penyakit pilek, demam, radang amandel, nyeri rematik sendi, bronchitis, influenza, luka terpukul (memar), bahkan mampu mencegah penyakit kanker.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Hibiscus tiliaceus L. Famili: Malvaceae
Biji: Biji kecil berwarna cokelat muda.
Sinonim: H. abutiloides Willd., H. celebicus Koord., H. cuspidatus Sol. ex Park., H. elatus (non Sw.) Miq., H. hastatus L., H. similis Blume., H. tricuspis Sol. ex Park., Novella repens, Novella rubra, Paritium tiliaceum (L.) St. Hill.
Batang: Batang berkayu, bulat, bercabang, warnanya cokelat tua.
Nama daerah: Waru, Waru laut, Wande, Waru langkong, Waru langit, Waru lot, Waru lenga, Waru lengis, Waru lisah, Waru rangkang, Baru (Jawa), Kioko, Siron, Baru, Buluh, Bou, Tobe, Beruk, Melanding (Sumatera), Kabaru, Fau, Wau (Nusa Tenggara), War, Papatale, Haru, Palu, Faru, Haaro, Fanu, Balo, Kalo, Pa (Maluku), Kasyanaf, Iwal, Wakati (Papua), Bahu, Molowahu. Spesies yang mirip: H. similis Blume., H. macrophyllus Roxb., Thespesia populnea Soland. Habitus: Pohon mencapai ketinggian 5-15 m. Daun: Daun tunggal, berseling, berbentuk hati, lebar, panjang 1015 cm, bagian bawah berbulu keputih-putihan dengan tepi rata, bertulang daun menjari, garis tengah hingga 19 cm, daun penumpunya bundar telur memanjang. Bunga: Serupa dengan Thespesia populnea, tetapi bercabang 5, kepala putik berwarna ungu dengan bercak coklat. Bunga berdiri sendiri atau dalam tandan berisi 2-5 kuntum. Daun kelopak berjumlah taju 8-11buah dengan panjang 2.5 cm, daun mahkota berbentuk kipas, berkuku pendek, dan lebarnya 5-7.5 cm, berwarna kuning, jingga kemudian kemerah-merahan dengan noda ungu pada pangkalnya. Buah: Kapsul, diameter 2-3 cm, terbelah ke dalam 5 segment dan melepaskan biji pada saat matang (dehiscent). Berambut lebat, dan beruang lima, panjang sekitar 3 cm.
Akar: Berakar normal, serabut. Ciri khusus: Daun tipis, lebih pendek dan lebih besar daripada Thespesia populnea. Fenologi: Tumbuh di sepanjang tahun. Habitat: Tumbuh di daerah pantai tidak berawa atau di dekat pesisir. Tumbuh liar di daerah ladang dan hutan. Mampu bertahan di daerah toleran terhadap kondisi masin dan kering, juga terhadap kondisi tergenang. Tumbuh baik di daerah panas dengan curah hujan 800-2000 mm per tahun. Biasa ditemui di daerah pesisir pantai berpasir, hutan bakau, dan wilayah riparian. Kegunaan: Kayunya biasa digunakan sebagai bahan banguna atau perahu, roda pedati, perkakas, dan kayu bakar, kulit batangnya dapat dijadikan tali. Daunnya dapat digunakan sebagai pakan ternak, atau yang muda dapat dijadikan sayuran.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 8 Hibiscus tiliaceus L.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze. Famili: Fabaceae Sinonim: I. amboinensis D.C., I. madagascariensis Thouars ex DC., I. retusa (Kurz.) O. Kuntze., Afzelia bijuga (Colebr.) A. Gray. Nama daerah: Merbau, Ipil, Kayu besi. Spesies yang mirip: Kingiodendron platycarpum. Habitus: Pohon mencapai ketinggian 50 m dengan tinggi bebas cabang mencapai 20 m, dan berdiameter mencapai 160-250 cm. Daun: Daun majemuk dengan 2-3 pasang anak daun, anak daun bundar telur tidak simetris, ukurannya 2.5-16.5 x 1.811 cm, dengan ujung tumpul atau melekuk dan pangkal membundar, permukaannya gundul dan licin, tulang daun utama berambut panjang di sisi bawah. Bunga: Terkumpul dalam karangan di ujung (terminal), panjang hingga 10 cm, berambut halus. Mahkota berwarna putih yang berubah menjadi jambon, atau merah; benang sari seluruhnya berwarna merah keunguan.
Gambar 9 Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze.
Buah: Buah kapsul dengan 3 sel yang berisi sampai 450 biji, buah polong dengan ukuran 10-28 x 2-4 cm. Biji: Biji kecil 1-8 butir, kasar, hitam. Batang: Batang tidak bercabang, lurus, licin dan berwarna keputihan, kulit mengelupas. Akar: Membentuk akar banir (papan) yang tebal dan tinggi, bentuk pegagannya berwarna abu-abu terang atau coklat pucat, halus dengan bintil-bintil kecil lentisel, mengelupas serupa sisik-sisik bulat. Fenologi: Bunga muncul sepanjang tahun, dengan puncaknya pada bulan Agustus. Habitat: Sering terdapat di hutan pantai dan sepanjang sungai pasang surut tetapi juga ditemui di daratan sampai ketinggian 600 m dpl. Kegunaan: Kayunya biasa digunakan sebagai bahan konstruksi berat, pepagan dan daunnya dapat digunakan sebagai obat dan bijinya dapat dimakan setelah diolah dengan hati-hati.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 10 Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit Famili: Fabaceae
Biji: Bulat telur, masih muda hijau setelah tua coklat
Sinonim: Mimosa leucochepala Lam., Mimosa leucophala Lam.
Batang: Berkayu, penampang bulat, bercabang, hijau kecoklatan.
Nama daerah: Petai cina (Indonesia), Lamtoro (Jawa), Peuteuy selong (Sunda), Tibak, Ipil-ipil (Kalimantan)
Akar: Akar tunggang, berwarna kuning kecoklatan
Spesies yang mirip: Leucaena glauca (L.) Benth Habitus: Pohon dapat mencapai tinggi sekitar 11 m dan diameter batang sekitar 17 cm. Daun: Majemuk menyirip ganda dua, daun berseling (alternate), anak daun berhadapan (opposite), anak daun bulat telur, panjang 6-25 cm, lebar 2-5 cm, ujung runcing, tepi rata, pangkal tumpul, hijau, berbulu. Bunga: Bongkol, kelopak bentuk lonceng, hijau, benang sari sepuluh, panjang + 1 cm, daun mahkota lepas, bentuk lanset, panjang Âą 5 mm, tangkai panjang, putih kekuningan Buah: Polong, bentuk lanset dan pipih, panjang 8-18 cm, lebar Âą 2 cm, masih muda hijau setelah tua hitam.
Ciri khusus: Daun kecil mengandung alkaloida, saponin, flavonoida dan tanin. Buahnya mirip dengan buah petai (Parkia speciosa) tetapi ukurannya jauh lebih kecil dan berpenampang lebih tipis. Fenologi: Polinasi dilakukan oleh serangga atau burung dan angin. Habitat: Cocok hidup di dataran rendah sampai ketinggian 1500 m dpl. Sering ditemukan di dekat sungai, juga di sepanjang jalan dan tonjolan pada tanah berpasir. Kegunaan: Digunakan sebagai tanaman naungan dan reboisasi. Kayu digunakan untuk pulp/kertas, bahan bakar dan arang. Kulit (ditumbuk) digunakan untuk melawan infeksi jamur dan sebagai pewarna cokelat untuk jaring ikan. Daun digunakan sebagai pakan ternak. Daun, bunga dan buahnya digunakan untuk memasak. Biji dapat digunakan sebagai pengganti kopi juga sebagai peluruh air seni dan obat cacing.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Morinda citrifolia L. Famili: Rubiaceae Sinonim: Bancudus latifolia Rumph., Morinda citrifolia Hunter. Nama daerah: Mengkudu, Noni, Keumeudee (Aceh), Pace, Kemudu, Kudu (Jawa), Cangkudu (Sunda), Kodhuk (Madura), Tibah (Bali), Eodu, Eoru, Lengkudu, Bangkudu, Pamarai, Mangkudu, Neteu, Kudu, Ai kombo, Bakulu, Wangkudu, Labanau. Habitus: Pohon kecil atau perdu yang mencapai tinggi 3-8 m. Daun: Daun mengkilap, letak daun berhadapan (opposite), helaian daun tebal, tunggal dan besar. Bentuknya jorong lanset, berukuran (15-50 x 5-17) cm, tepi daun rata, ujung daun lancip pendek. Pangkal daun berbentuk pasak dengan urat daun menyirip. Warna daun hijau mengkilap, tidak berbulu, dengan pangkal daun berukuran 0.5-2.5 cm. Ukuran daun penumpu bervariasi, berbentuk segitiga lebar. Bunga: Bertipe bonggol bulat, bergagang 1-4 cm. Bunga tumbuh di ketiak daun penumpu, dengan berkelamin dua. Mahkotanya putih berbentuk corong, panjang mencapai 1.5 cm. Benang sari tertancap di mulut mahkota, dengan kepala putik berputing dua. Bunga putih dan harum. Buah: Buah bulat lonjong seperti telur dengan diameter 7.5-10 cm. Permukaan buah terdiri dari sel-sel polygonal yang berbintik dan berkutil. Awal berwarna hijau, lama-kelamaan berwarna putih kekuningan hingga masak putih transparan. Daging buah terdiri dari buah-buah berbentuk piramida berwarna cokelat.
Biji: Berwarna hitam, tersusun dari albumen keras dan ruang udara yang tampak jelas. Berukuran kecil-kecil dan berjumlah banyak. Batang: Batang bengkok-bengkok, berdahan kaku, kasar. Kulit batang cokelat keabu-abuan atau cokelat kekuningkuningan, berbelah dangkal, tidak berbulu, anak cabangnya bersegi empat. Akar: Berbentuk tunggang yang tertancap dalam. Ciri khusus: Bijinya mempunyai daya tahan lama, tajuknya selalu hijau, dan batangnya sangat mudah dibelah. Fenologi: Bulan kering berpengaruh pada jumlah buah dan besar kecilnya buah yang dihasilkan sedangkan bulan basah berpengaruh terhadap proses pembungaan. Habitat: Tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1500 m dpl. Tanaman ini sangat baik tumbuh dengan kondisi cukup sinar matahari, tekstur tanah liat berpasir, agak lembab, banyak mengandung bahan organik dengan drainase yang cukup baik, curah hujannya 1500-3500 mm/tahun dengan bulan kering < 3 bulan, pH tanah 5-7. Kegunaan: Kayunya sebagai penopang tanaman lada, daunnya dimakan dengan nilai kandungan gizi yang tinggi, buahnya sebagai antibiotik. Akarnya untuk mewarnai batik dan anyaman pandan.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 11 Morinda citrifolia L.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Plumeria rubra L. Famili: Apocynaceae Sinonim: P. acuminata W. T. Aiton., P. acutifolia Poir. Nama daerah: Kamboja, Semboja (Jawa), Bunga jebun (Bali), Samoja, Kamoja (Sunda), Bunga lomilate (Gorontalo), Campaka molja/Bakul (Madura), Pandam (Minangkabau), Karasuti, Kolosusu, Tintis (Minahasa).
Biji: Biji kecil bersayap, akan terbang terbawa angin bila buah sudah merekah. Batang: Batangnya berkayu keras tinggi, percabangannya banyak, batang utamanya besar, cabang mudanya lunak, batangnya cenderung bengkok dan bergetah. Akar: Akarnya berupa akar tunggang.
Habitus: Pohon, tinggi 6 m.
Fenologi: Pembungaan terjadi sepanjang tahun.
Daun: Daun berwarna hijau, berbentuk lonjong dengan kedua ujungnya meruncing dan agak keras dengan urat-urat daun yang menonjol, sering rontok dalam keadaan lebat.
Habitat: Tanaman tumbuh subur di dataran rendah sampai ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, tumbuh subur hampir di semua tempat dan tidak memilih iklim tertentu untuk berkembang biaknya.
Bunga: Berbentuk terompet, muncul pada ujung-ujung tangkai, perhiasan bunga berjumlah 5 buah, berwarna putih atau merah. Buah: Buah berpasangan, merekah pada saat tua
Kegunaan: Kamboja ditanam sebagai tanaman hias, getahnya digunakan sebagai obat sakit gigi atau obat luka, sedangkan kulit batangnya sangat efektif untuk menumpas rasa sakit bengkak dan pecah-pecah pada telapak kaki. Bunga digunakan dalam upacara adat keagamaan di Bali.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 12 Plumeria rubra L.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Rhizophora apiculata Bl. Famili: Rhizophoraceae
Biji: Tipe biji vivipari.
Sinonim: Mangium candelarium Rumph., R. candelaria DC., R. conjugata (non Linne) Arn., R. lamarckii, R. mangle (non Linne).
Batang: Kulit luar berwarna abu-abu, abu-abu tua, atau hitam, kasar, retak-retak dangkal membentuk persegi empat dengan tepi tidak terangkat. Kulit dalam berwarna kemerah-merahan dan berserabut.
Nama daerah: Bangka minyak, Donggo akit, Jankar, Abat, Parai (Sarbei, Bintuni), Kajang-kajang, Tokei (Palopo), Bakau (Makassar), Bakau bini (Tarakan, Kaltim), Bakau (Riau), Tongke kecil (Ambon), Mangi-mangi (Sorong), Bakau leutik, Bakau kacang, Bakau putih, Tanjang wedok, Tongke busar, Lalano, Wako, Jangkah, Slengkreng, Tinjang. Spesies yang mirip: Bruguiera cylindrica, B. gymnorrhiza, B. parviflora, B. sexangra, R. lamarckii, R. mucronata, R. stylosa. Habitus: Berbentuk pohon dan mencapai ketinggian 35 m dengan diameter 55 cm. Daun: Susunan daunnya tunggal, bersilangan (opposite). Bentuk elips dan menyempit, ujung daunnya tajam (dengan ujung yang tiba-tiba tajam), panjang 9-18 cm. Permukaan bawah hijau kekuningan, berbintik-bintik hitam kecil yang menyebar di seluruh permukaan bawah daun, dengan pangkal daun cuneate. Tangkai daunnya 1-3 cm. Bunga: Rangkaian 2 bunga per kelompok pada tangkai bunga yang kokoh, panjang tangkai bunga hingga 1.4 cm di ketiak daun. Mahkotanya 4, berwarna hijau sampai putih. Kelopak 4 helai dengan warna kuning kehijauan, di luar hijau kemerah-merahan. Benang sari umumnya berjumlah 12 dengan warna cokelat. Ukuran bunga 2-3 cm. Buah: Bersifat vivipari, berbentuk hipokotil, daun kelopak (calyx) tidak luruh, berwarna coklat dengan ukuran panjangnya 2-3.5 cm. Hipokotilnya berwarna jingga kemerah-merahan, dan merah pada kotiledon jika sudah matang. Panjang hipokotil 18-38 cm.
Akar: Perakaran bertipe akar tunggang. Ciri khusus: Daun lebih kecil dibandingkan jenis Rhizophora lainnya. Fenologi: Berbunga sepanjang tahun (terutama Agustus-Desember), berbuah pada musim hujan (Desember-Maret), pembuahan hingga masak 5-6 bulan. Habitat: Tumbuh subur pada daerah muara sungai yang memiliki lumpur mangrove lembut, dan pada umumnya di daerah tanah berlempung dan berhumus serta beraerasi baik. Kegunaan: Kayunya sebagai kayu bakar, dan bahan arang, serta mempunyai nilai energi tinggi untuk bahan batu bara. Selain itu dapat dimanfaatkan sebagai tanaman penghijauan. Pepagannya dapat digunakan sebagai obat disentri dan menghasilkan tanin untuk penyamak kulit.
Gambar 13 Rhizophora apiculata Bl.
Gambar 14 Rhizophora mucronata Lamk.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Rhizophora mucronata Lamk. Famili: Rhizophoraceae Sinonim: Mangium candelarium Rumphius., Rhizophora candelaria Wight & Arn., R. latifolia Miq., R. longissima Blanco., R. macrorrhiza Griff., R. mangle (non Linne) Roxb., R. mucronata var. typica Schimp. Nama daerah: Bakau, Bako gundul, Bakau genjah, Bakau bandul, Bakau hitam, Tanjang lanang, Tokke-tokke (Palopo), Bakao (Makassar), Bakau laki (Tarakan, Kaltim), Blukap (Sarbei, Bintuni), Tongke besar, Lului, Bakau-bakau, Wako, Bangko, Bako, Bangka itam, Dongoh korap, Bakau korap, Bakau merah, Jankar, Lenggayong, Belukap, Lolaro.
Buah: Bersifat vivipari, berbentuk hipokotil, daun kelopak (calyx) tidak luruh dan permukaannya berbintil. Ukurannya berdiameter 2-2.3 cm dengan panjang 50-70 cm, berwarna hijau sampai hijau kekuningan, leher kotiledon berwarna kuning ketika matang. Biji: Tipe biji vivipari. Batang: Kulit luar berwarna abu-abu terang, abu-abu tua atau coklat terang. Permukaan kasar dan beralur, retak-retak membentuk segi empat dengan tepi terangkat, bersisik dan mengelupas. Kulit dalam berserabut, merah muda sampai merah tua.
Spesies yang mirip: Bruguiera cylindrica, B. gymnorrhiza, B. parviflora, B. sexangra, R. apiculata, R. lamarckii, R. stylosa.
Akar: Berakar tunjang, berbentuk akar tongkat yang keluar dari batang, memiliki lentisel untuk pernapasan.
Habitus: Berbentuk pohon dan mencapai ketinggian 30 m dengan diameter 35 cm.
Ciri khusus: Daun lebih besar dari R. stylosa, pada bagian tengah memiliki panjang yang maksimum, benang sari pendek.
Daun: Berdaun lebar dengan panjang mencapai 16-22 cm dan lebar 8-11 cm, berwarna hijau tua pada bagian atasnya dan berwarna hijau muda kekuningan pada bagian bawahnya serta terdapat bercak hitam kecil yang menyebar pada permukaan bawah daun, dengan tangkai berukuran 3-4.5 cm. Tata daun berhadapan, bersilangan (opposite), komposisi tunggal, bentuk elips membesar, ujungnya meruncing (acute) dan terdapat jarum (mucro), pangkal daunnya cunneate.
Fenologi: Berbunga sepanjang tahun (terutama Agustus-Desember), berbuah pada awal musim hujan (Oktober-Desember), pembuahan hingga masak 14-15 bulan.
Bunga: Rangkaian bunga 4-8 kelompok bunga yang tersusun duadua, bergantung di ketiak daun. Mahkotanya berjumlah 4 berwarna putih dan berbulu. Kelopaknya 4 helai, berwarna kuning susu hingga hijau kekuningan. Benang sari pendek dan berjumlah 8 sedangkan putiknya sangat pendek. Ukuran bunga berdiameter 3-4 cm dengan panjang 1.5-2 cm, dan meruncing pada bagian ujungnya.
Habitat: Tumbuh subur pada daerah muara sungai yang memiliki lumpur mangrove halus, mudah beradaptasi dengan ketinggian bervarias, atau yang digenangi air pasang agak besar. Kegunaan: Kayunya sebagai bahan bangunan, kayu bakar, dan bahan arang. Kulit kayu menghasilkan tanin sebagai penyamak, dan sebagai bahan wood chip bahan baku utama pembuatan kertas.
Gambar 15 Rhizophora stylosa Griff.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Rhizophora stylosa Griff. Famili: Rhizophoraceae Sinonim: Rhizophora lamarckii, Rhizophora mucronata var. stylosa Schimp. Nama daerah: Bakau, Bako kurap, Slindur, Tongke besar, Wako, Bako, Bangko. Spesies yang mirip: B. cylindrica, B. gymnorrhiza, B. parviflora, B. sexangula, R. apiculata, R. lamarckii, R. mucronata. Habitus: Berbentuk pohon dan mencapai ketinggian 10 m dengan diameter 35 cm. Daun: Susunan daun tunggal, bersilangan. Bentuk elips. Ujungnya tajam (ujung memiliki bentukan seperti tonjolan gigi). Panjang daun berkisar 10-18 cm. Daun berkulit, berbintik hitam menyebar teratur di bagian bawah permukaan daun yang berwarna hiaju kekuningan. Tangkai daun berwarna hijau dengan panjang gagang 1-3.5 cm, dan pinak daun dengan panjang 4-6 cm.
Bunga: Rangkaian bunga 8-16 atau lebih kelompok bunga yang tersusun dua-dua, bergantung di ketiak daun. Mahkotanya berjumlah 4, berwarna putih, berbulu dengan panjang 8 mm. Kelopaknya 4 helai, berwarna kuning hijau dengan panjang 13-19 mm. Benang sari pendek dan berjumlah 8 dengan ukuran 2.5-3.5 cm dan sebuah tangkai putik berukuran 4-6 mm. Tangkai kepala putik seperti cagak, biseksual. Buah: Bersifat vivipari, berbentuk buah pir, berwarna cokelat dengan berisi 1 biji fertil. Ukuran buah dengan diameter 1.5-2 cm, panjang 30 cm. Hipokotil berwarna hijau kekuningan, dengan leher kotiledon berwarna kuning kehijauan ketika matang. Biji: Tipe biji vivipari. Batang: Kulit luar berwarna abu-abu terang, abu-abu tua sampai hitam. Permukaan relatif halus dan beralur, bercelah. Akar: Berakar tunjang dengan panjang sampai 3 m dan memiliki akar udara yang tumbuh dari cabang bawah. Ciri khusus: Daun lebih kecil dari R. mucronata, cenderung menyempit kea rah tangkai daun, rangkaian bunga lebih banyak daripada R. mucronata, benang sari panjang tipis, akar tunjang berkembang menjadi cabang-cabang.. Fenologi: Berbunga sepanjang tahun (terutama Agustus-Desember). Penyerbukan dilakukan oleh angin. Habitat: Tumbuh di tepian laut, mudah beradaptasi pada kemiringan rendah. Biasa tumbuh pada keadaan substrat karang, lumpur, pasir dan batu. Kegunaan: Sebagai bahan bangunan, kayu bakar dan arang. Buahnya dapat dimanfaatkan dalam pembuatan anggur ringan dan pengobatan hematuria (pendarahan air seni). Kulit batang menghasilkan tanin untuk penyamak kulit.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 16 Sonneratia alba J. Smith.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Sonneratia alba J. Smith. Famili: Sonneratiaceae Sinonim: Chiratia leucantha Montr., Mangium caseolare album Rumph., Rhizophora caseolaris Linne., Sonneratia acida F. Vill., S. caseolaris Engl., S. griffithii (non Kurz) Watson., S. iriomotensis Masamune., S. mossambicensis Klotzsch ex Peters. Nama daerah: Pedada (Ind.), Perepat, Pidada, Bogem, Bidada, Posi-posi, Wahat putih, Kedada, Bangka, Berobak, Barabak, Pupat, Mange-mange, Muntu, Sopo (Sarbei, Bintuni), Suput.
Buah: Buah buni, berbentuk bola agak gepeng, berbau tidak enak. Berwarna hijau, dengan permukaan halus, memiliki diameter 3.5-4.5 cm, berisi 150-200 biji dalam satu buah. Biji: Tipe biji normal. Batang: Kulit kayu bagian luar halus, retak/celah searah longitudinal, warna kulit luar krem sampai coklat. Kulit dalam berwarna cokelat sampai merah muda.
Spesies yang mirip: S. caseolaris, S. ovata.
Akar: Berakar nafas, berbentuk kerucut, baji, kokoh, lancip dengan diameter pangkal akar mencapai 5 cm dan tinggi hingga 25 cm.
Habitus: Berbentuk pohon dan mencapai ketinggian hingga 20 m dengan diameter 40 cm, selalu hiaju, bertajuk lebar, padat dan kompak.
Ciri khusus: Helai kelopak menyebar atau sedikit melengkung ke arah buah (pada S. ovata kelopak tegak pada buah), tangkai daun pada bunga dewasa berwarna kuning.
Daun: Susunan daun tunggal, bersilangan. Bentuk oblong sampai bulat telur sungsang, memiliki ketebalan. Ujung daunnya membundar sampai berlekuk (obtuse) dengan ukuran (5-10 x 3.5-7) cm, pangkal daun berbentuk acute atau obsute. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau muda hingga hijau mengkilap dan halus, sedangkan permukaan bagian bawah daun berwarna hijau. Tangkai daunnya berukuran 1 cm.
Fenologi: Berbunga sepanjang tahun (antara 3-4 bulan). Berbuah pada bulan Mei-Juni dan Oktober-November. Pembuahan sampai masak 2-3 bulan.
Bunga: Rangkaian bunga 1 sampai beberapa bunga tersusun di ujung atau cabang/dahan pohon, berkelamin ganda. Tipenya cyme atau soliter. Mahkotanya berwarna krem sampai putih, berukuran 13-20 x 0.5-1.5 mm. Kelopaknya serupa lonceng dengan jumlah 6-8 helai dengan bagian luar berwarna hijau, bagian dalam berwarna merah, tidak rontok. Benang sarinya banyak, putih dan lekas rontok. Termasuk bunga sehari (ephemeral), terbuka menjelang malam hari dan berlangsung sepanjang malam, mengandung banyak madu pada pembuluh kelopak.
Habitat: Tumbuh di lumpur berpasir di muara sungai, sering ditemukan di daerah yang menjorok ke laut dengan salinitas yang relatif tinggi. Umumnya di daerah pertemuan sungai yang landai atau teluk berlumpur dalam, kadang-kadang di pantai berbatu, berkarang atau di atas tanah liat, tapi tidak mampu tumbuh pada genangan air tawar dalam jangka panjang. Kegunaan: Kayunya sebagai bahan geladak, siku-siku perahu kayu bakar. Daun mudanya dapat dimakan dan buahnya yang mulai melunak dapat dimakan.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 17 Sonneratia caseolaris (L.) Engl.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Sonneratia caseolaris (L.) Engl. Famili: Sonneratiaceae
Biji: Tipe biji normal.
Sinonim: Aubletia caseolaris Gaertn., Blatti acide Lamk., Blatti caseolaris O.K., B. pagatpat Niedenzu., Mangium caseolare rubrum Rumph., Rhizophora caseolaris L., Sonneratia acida Linne., S. evenia Bl., S. lanceolata Bl., S. neglecta Bl., S. obovata Bl., S. ovalis Korth., S. pagatpat Blanco., S. rubra.
Batang: Kulit batang halus dan menjuntai.
Nama daerah: Pedada merah (Ind.), Alatat (Simuelue), Berembang (Melayu), Pedada, Perepat merah, Rambai (Banjarmasin), Bogem (Sunda), Betah, Bidada, Bogem, Kapidada (Jawa), Bhugem, Poghem (Madura), Wahat merah, Warakat merah (Ambon), Posi-posi merah (Ternate), Rambai. Spesies yang mirip: S. alba, S. ovata. Habitus: Berbentuk pohon dan mencapai ketinggian hingga 15 m. Daun: Susunan daun tunggal, bersilangan. Bentuk jorong sampai oblong. Ujung membundar dengan ukuran panjang 4-8 cm. Tangkai daun kemerahan, lebar dan sangat pendek. Bunga: Rangkaian bunga 1 sampai beberapa bunga bersusun di ujung atau cabang/dahan pohon, berkelamin ganda. Pucuk bunga bulat telur dengan mahkota berwarna merah (17-35 x 1.5-3.5) mm, mudah rontok. Kelopak bunga 6-8 helai, berwarna hijau dan berkulit di bagian luar, di bagian dalam putih kekuningan hingga kehijauan.Benang sari banyak, ujungnya putih dan pangkalnya merah dan rontok. Ukuran diameter 8-10 cm, termasuk bunga sehari (ephemeral), terbuka menjelang malam hari dan berlangsung sepanjang malam hari dan berlangsung sepanjang malam, mengandung banyak madu pada pembuluh kelopak. Buah: Buah buni seperti bola, ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya terbungkus kelopak bunga. Ukurannya lebih besar dari S. alba, menghasilkan biji lebih banyak (800-1200), diameter 6-8 cm, berwarna hijau kekuning-kuningan dengan permukaan mengkilap. Kelopaknya tidak menutupi buah dan memanjang horizontal, helai kelopak menyebar.
Akar: Berakar napas berbentuk kerucut hingga mencapai 1 m yang banyak dan sangat kuat. Ujung cabang/ranting terkulai, dan berbentuk segi empat pada saat muda. Ciri khusus: Bunga dewasa memiliki tangkai daun pendek dengan dasar berwarna kemerah-merahan, benang sari berwarna merah dan putih, akar nafas yang berkembang dengan baik dapat mencapai tinggi lebih dari 1 m, lebih tinggi dibandingkan S. alba. Fenologi: Berbunga sepanjang tahun (antara 3-4 bulan). Berbuah pada bulan Mei-Juni dan Oktober-November. Pembuahan sampai masak 2-3 bulan. Tidak toleran terhadap naungan, ketika bunga berkembang penuh pada saat malam (sekitar pkl. 20.00) maka bunga banyak berisi nektar. Selama hujan lebat, kecenderungan pertumbuhan daun akan berubah dari horizontal ke vertikal. Habitat: Tumbuh di bagian yang kurang asin di hutan mangrove, pada tanah lumpur yang dalam, seringkali di sepanjang sungai kecil dengan air yang mengalir pelan dan terpengaruh oleh pasang surut. Tidak pernah tumbuh di daerah pematang/sepanjang karang. Tumbuh di tepi muara sungai terutama di daerah yang memunyai salinitas rendah dengan campuran air tawar. Kegunaan: Buah dapat dimakan, kayu dapat digunakan sebagai kayu bakar. Akar nafas dapat digunakan sebagai pengganti gabus, sekaligus penahan abrasi laut.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Terminalia catappa L. Famili: Combretaceae Sinonim: Myrobalanus catappa Kuntze., Terminalia catappa var. chlorocarpa Hassk., T. catappa var. macrocarpa Kassk., T. catappa var. rhodocarpa Hassk., T. latifolia Blanco., T. mauritiana (non Lamk.) Blanco., T. moluccana Lamk. Nama daerah: Ketapang (Ind.), Hatapang, Katafa, Katapieng, Lahapang, Beowa, Ki geutapang, Salrise (Sumatera), Katapang (Sunda, Jawa), Klihi, Lisa, Ketapas (Nusa tenggara), Sadina, Saliha, Salisa, Klis, Ngusu (Maluku), Tarisei, Dumpayong, Lumpayong, Talisei, Kanangan, Atapang (Sulawesi), Kalis, Kris (Papua), Kilaula, Wewa, Sabrise, Sarisei, Dumpajang, Sirisal, Tasi, Tiliho. Spesies yang mirip: Terminalia littorea, Terminalia gablarata. Habitus: Berbentuk pohon dan dapat mencapai ketinggian hingga 12 m, mudah gugur, bentuk seperti pagoda terutama bila pohon masih muda. Daun: Susunan daun tunggal, berseling, dan tersebar di ujung ranting, bertangkai pendek dan hampir duduk. Helaian daun berbentuk bulat telur terbalik dengan ukuran 8-25 hingga 38 x 5-14 sampai 19 cm, dengan ujung lebar meruncing dan pangkal menyempit perlahan. Helaian serupa kulit licin di atas permukaan daun, berambut halus di bawah permukaan daun, kemerahan jika akan rontok.
Akar: Akar tunggang, berbentuk akar napas seperti papan hingga mencapai 3 m sangat kuat. Ciri khusus: Daunnya rontok hingga 2 kali, sebelum rontok berwarna oranye kemerah-merahan sehingga membuat pohon menjadi lebih berwarna. Buahnya yang memiliki gabus dapat terapung-apung dalam jangka waktu yang cukup lama sampai menemukan tempat yang cocok untuk tumbuh. Fenologi: Penyebaran terjadi oleh kelelawar, monyet dan air. Meranggas di Jawa pada bulan Januari-Februari dan JuliAgustus. Termasuk jenis mangrove ikutan. Habitat: Terdapat di tanah berpasir atau berbatu dan di perbatasan mangrove dengan daratan. Pohon ini cocok dengan iklim pesisir dan dataran rendah hingga ketinggian sekitar 400 mdpl. Curah hujan antara 800-3500 mm per tahun, dan bulan kering hingga 6 bulan. Kegunaan: Pepagan dan daunnya dapat digunakan sebagai penyamak kulit, bahan pembuatan tinta, sebagai pewarna hitam. Kayu dapat digunakan sebagai bahan pembuatan kapal. Bijinya dapat dimakan dan pengganti biji almond dalam kue. Ketapang yang mengering dapat menurunkan pH air, menyerap bahan-bahan berbahaya, dan memberikan kondisi nyaman bagi ikan.
Bunga: Berukuran kecil, putih bulir, majemuk, berwarna kuning kehijauan dengan panjang 5-25 cm berada di ujung daun. Bunga tak bermahkota, dengan kelopak berjumlah 5, bentuk piring atau lonceng yang berukuran 4-8 mm. Benang sari dalam lingkaran yang tersusun lima-lima. Buah: Buah batu berbentuk telur gepeng, bersegi atau bersayap sempit dengan ukuran 2.5-7 x 4-5.5 cm, berwarna hijaukuning-merah, atau ungu kemerahan jika masak. Biji: Tipe biji normal, dapat dimakan. Batang: Kulit batang halus berwarna hijau pada saat muda, dan kecoklatan pada saat mengalami pertumbuhan setelah dewasa.
Gambar 18 Terminalia catappa L.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Thespesia populnea (L.) Soland. ex Correa. Famili: Malvaceae Sinonim: Bupariti populnea (L.) Rothmaler., Hibiscus bacciferus Forster., H. macrophyllus (Bl.) Oken., H. populneus L., Malvaviscus populneus (L.) Gaertn., Novella litorea Rumph., Thespesia banalo Blanco., T. howii Hu., T. macrophylla Blume., T. populneoides Roxb. Nama daerah: Waru laut, Waru lot (Ind.), Baru laut (Simeulue), Baru lot, Beru lot (Madura), Waru pantai, Salimuli. Spesies yang mirip: Hibiscus tiliaceus L., Hibiscus similis Bl. Habitus: Berbentuk pohon kecil dan mencapai ketinggian hingga 2-10 m. Daun: Susunan daun tunggal, berseling, dan berbentuk hati (cordate), ujung daun meruncing, panjang 15-20 cm, tebal dan halus, tidak berambut, tulang daun kekuning-kuningan dan menjari. Daun bertangkai panjang, dengan tepi rata, dengan kelenjar kulit kecil di antara pangkal tulang daun utama di sisi bawah daun. Daun muda bersisik coklat rapat. Bunga: Bunga berdiri sendiri di ketiak daun, aksiler, soliter, besar. Bertangkai panjang dan bersisik. Daun kelopak tambahan 3, amat kecil dan lekas rontok, mahkota berbentuk bundar telur, sungsang, menyerong. Kelopak seperti cawan, panjang 12-14 mm, dengan gigi yang sangat kecil. Mahkota berbentuk lonceng, 6-7 cm, kuning muda dan akhirnya merah, dengan noda bercak (ungu) pada pangkalnya. Bergetah kuning. Buah: Buah kotak dengan bentuk bola pipih sampai bentuk telur lebar, bersudut 5, diameter 2.5-4.5 cm, tidak membuka atau membuka lambat.
Biji: Tipe biji normal, halus dan berambut, biji 4 per sel membentuk telur sungsang. Batang: Batang tertutup rapat dengan sisik coklat keperakan, menggundul. Akar: Akar normal, serabut. Ciri khusus: Daunnya lebih tebal dan lebih panjang daripada Hibiscus tilaceus. Fenologi: Perbungaan berbentuk aksiler, soliter, besar, bunga kuning membuka pada sekitar jam 10 pagi, menjadi orangekemerahan pada siang hari, kemudian memudar menjadi pink pada pohon dan tidak gugur selam beberapa hari. Perbanyakan secara alami dilakukan dengan biji dan penyebarannya melalui air. Habitat: Habitat alami di pantai, dan berada di daerah pinggir pantai terutama di wilayah pesisir. Selain itu dapat ditanam di pinggir jalan sebagai tanaman hias dan peneduh. Kegunaan: Kayunya dapat dimanfaatkan sebagai furniture, konstruksi ringan, lantai, bahan-bahan percetakan, alat-alat musik, alat-alat rumah tangga, dan badan mobil. Pegagannya dapat digunakan untuk pendempul dan pembuat tali. Daun muda sebagai lalapan, kayu dan getah kuning dari buah dan bunga menghasilkan pencelup, kayu teras sebagai obat kolik dan demam. Selain itu daun dan buah digunakan sebagai obat penyakit kulit.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 19 Thespesia populnea (L.) Soland. ex Correa.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Xylocarpus granatum Koen. Famili: Meliaceae Sinonim: Amoora salomoniensis C. DC., Carapa granatum (Koen.) Alston., C. indica A. Juss., C. moluccensis auct. non Lam., C. obovata Blume., Granatum littoreum parvifolium Rumph., G. obovatum (Blume) Kuntze., G. oblongifolia Griff., Monosoma littorata Griff., Xylocarpus bednadirensis Mattei., X. carnulosus Zoll. & Morr., X. minor Rydley., X. moluccensis auct. non M. Roem., X. obovatus (Blume) A. Juss. Nama daerah: Niri, Nyireh, Nyiri, Nyireh bunga, Nyireh udang, Nyiri hutan, Pohon kira-kira, Jomba, Banag-banang, Siri, Nilyh, Nyuru, Jombok gading, Buli, Bulu putih, Buli hitam, Inggili, Nipa, Niumeri kara, Mokmof, Kabau. Spesies yang mirip: Xylocarpus moluccensis, Xylocarpus rumphii. Habitus: Berbentuk pohon dan mencapai ketinggian hingga 10-20 m dengan diameter hingga 1 m. Daun: Susunan daun majemuk, berseling, anak daun biasanya terdiri dari 2 pasang, dan ada yang sendiri, tebal. Bentuk anak daun elips sampai bulat telur sungsang dengan ujung daun membundar. Ukuran daun 4.5-17 cm x 2.5-9 cm. Bunga: Bunga terdiri dari 2 jenis kelamin atau bunga betina saja (uniseksual), bentuk malai, tumbuh di ketiak daun. Tandan bunga panjangnya 2-7 cm muncul dari dasar ketiak tangkai daun, dan tangkai bunga panjangnya 4-8 mm. Formasi/ rangkaian bunganya 8-20 bunga per gerombol. Daun mahkotanya berjumlah 4, berwarna krem sampai putih kehijauan dengan bentuk lonjong dan bertepi bundar, ukuran panjang 5-7 mm. Kelopak daunnya 4 helai, berwarna hijau kekuningan, panjangnya 3 mm. Benang sari berwarna putih atau krem yang menyatu dengan pembuluh (tube). Ukuran bunga berdiameter 1-1.2 cm.
Buah: Buah seperti kelapa, dengan berat 1-2 kg, warna hijau kecokelatan hingga cokelat kekuningan dengan ukuran buah berdiameter 10-25 cm, permukaan kasar berkayu, mengandung 6-18 biji. Biji: Tipe biji normal, berbentuk persegi empat, panjang hingga 6 cm, berwarna coklat. Susunan biji sangat rapid an rapat seperti puzzle fruit. Batang: Batang seringkali berlubang terutama batang yang sudah tua, kulit kayu berwarna cokelat muda-kekuningan, tipis mengelupas, sementara pada cabang yang muda, kulit kayu berkeriput. Pola pengelupasan kulit acak dan berbintik, serta halus. Akar: Akar banir dan akar papan, sering dijumpai sistem akar berupa akar napas atau permukaan seperti pita. Ciri khusus: Banir tumbuh dengan baik, akar seperti ular yang berombak, buah bulat seperti melon yang keras berwarna coklat kekuningan. Fenologi: Berbunga sepanjang tahun antara 3-4 bulan, berbuah terutama pada bulan Juli-Agustus dan NovemberDesember. Pembuahan hingga masak 10 bulan, penyebaran biji melalui air. Habitat: Tumbuh di sepanjang pinggiran pasang surut, pinggir daratan dari mangrove bagian dalam dengan salinitas rendah 0.1-3%, dan lingkungan payau yang tidak terlalu asin. Seringkali mengelompok dalam jumlah yang besar. Kegunaan: Kulit batang kaya akan tanin digunakan sebagai pewarna pakaian, batangnya digunakan sebagai kayu bakar dan bahan pembuatan arang. Tumbuhan ini digunakan untuk merehabilitasi kawasan pantai.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 20 Xylocarpus granatum Koen.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 21 Abrus precatorius L.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
4.2. JENIS TUMBUHAN BERHABITUS BUKAN POHON
Abrus precatorius L. Famili: Fabaceae
Biji: Biji berbentuk bulat, kecil, cokelat.
Sinonim: A. laevigatus E. Mey., A. melanospermus Hassk., A. pulchellus Wall.
Batang: Tegak, berkayu, bulat, permukaan halus, batang muda berwarna ungu, percabangan monopodial, hitam keputih-putihan.
Nama daerah: Saga hutan (Ind.), Thaga (Aceh), Seugeu (Gayo), Parusa (Mentawai), Kundi, Saga buncik, Saga ketek (Minangkabau), Kanderi, Kunderi (Lampung), Kitoke laut (Sunda), Segawe sabrang (Jawa), Sagabhinek (Madura), Taning bajang (Dayak), Saghanal, Kangean (Nusa tenggara), Bibilaka (Alor), Wolipopo (Gorontalo), Idi-idima lako (Ternate). Spesies yang mirip: Adenanthera pavonina L. Habitus: Semak, mampu menjadi pohon, tinggi 15 m. Daun: Majemuk, berseling, tangkai daun silindris, panjang daun 7 cm, berwarna hijau kecoklatan, anak daun lonjong, halus, tepi rata, ujung tumpul, pertulangan daun menyirip, ukuran anak daun 2-3 x 1-2 cm, hijau. Bunga: Majemuk, bentuk bulir, berkelamin dua, di ujung batang dan ketiak daun, tangkai silindris dengan ukuran 2 mm, hijau keunguan. Kelopak berbentuk corong, pecah, gundul, hijau pucat. Mahkota berbentuk bintang, kuning. Benang sari panjang 1 cm, hijau pucat, tangkai putik panjang 8 mm, putih, kepala sari berbentuk bola kecil, putih. Buah: Bentuk kotak, bulat, diameter 2 mm, pada saat muda berwarna hijau, cokelat pada saat tua.
Akar: Akarnya berupa akar tunggang, berwarna putih kotor. Ciri khusus: Kulit, batang, dan daun mengandung saponin dan flavonoida. Selain itu kulit batang mengandung tanin, dan daun mengandung polifenol. Fenologi: Polinasi dilakukan oleh burung atau serangga dan angin. Habitat: Tumbuh mulai dataran rendah hingga ketinggian 250 m dpl, tetapi sering ditemukan juga di daerah yang berawa dan mempunyai salinitas rendah. Kegunaan: Kulit batang dapat digunakan sebagai pencuci luka yang lama. Akar saga berkhasiat anti radang dan melancarkan air seni, sedangkan daun berkhasiat anti batuk, mencegah sariawan, dan radang tonsil, mengencerkan dahak di tenggorokan, panas perut. Biji saga berkhasiat anti radang dan anti parasit.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Acanthus ilicifolius L. Famili: Acanthaceae
Biji: Biji berbentuk ginjal, jumlahnya 2-4 buah.
Sinonim: A. neo-guineensis, Aquifolium indicum Rumph.
Batang: Batang semu.
Nama daerah: Jeruju, Darulu, Deruju, Jeruju hitam, Tepus sigung.
Akar: Akarnya berupa akar tunggang, berwarna putih kekuningan.
Spesies yang mirip: Acanthus volubilis Wall., Acanthus ebracteatus Vahl.
Ciri khusus: Kadang-kadang tumbuh akar yang mirip dengan akar tunjang, bentuk semak dapat ditemukan di sepanjang daerah pasang surut dan bagian tepi daratan di wilayah mangrove.
Habitus: Semak, tinggi 1.5 m. Daun: Daun tunggal , berhadapan, ukuran 5-15 cm, berbentuk lanset, berduri (duri terletak dibagian tepi daun), berjajar ke bawah. Bunga: Bulir, panjang 10-20 cm, di ujung mahkota berwarna biru terang warna ungu. Buah: Buahnya berupa buah kotak, bulat telur, panjang Âą 3 cm, berwarna cokelat kehitaman.
Fenologi: Polinasi dilakukan oleh burung atau serangga. Habitat: Dekat dengan mangrove dan berada di dalamnya, atau di daerah mangrove yang terbuka. Kegunaan: Akar digunakan untuk pengobatan seperti radang hati (hepatitis) akut dan kronis, pembesaran hati dan limpa, pembesaran kelenjar limpa, termasuk pembesaran kelenjar limpa pada tuberkulosis (TBC) kulit, gondongan, sesak napas, cacingan, nyeri lambung, sakit perut, kanker, terutama kanker hati. Biji digunakan untuk pengobatan bisul dan cacingan.
Gambar 22 Acanthus ilicifolius L.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Acanthus volibilis Wall. Famili: Acanthaceae
Biji: Biji berbentuk ginjal, jumlahnya 2-4 buah.
Nama daerah: Jeruju.
Batang: Batang semu.
Spesies yang mirip: Acanthus ilicifolius L., Acanthus ebracteatus Vahl.
Akar: Akarnya berupa akar tunggang.
Habitus: Semak, tinggi 4-8 m.
Ciri khusus: Kadang-kadang tumbuh akar yang mirip dengan akar tunjang, bentuk semak dapat ditemukan di sepanjang daerah pasang surut dan bagian tepi daratan di wilayah mangrove.
Daun: Tunggal, berhadapan, berukuran 2.5-5.0 cm, berbentuk oblong- lanset, tanpa duri. Bunga: Bunga berukuran 1.9-2.5 cm, mahkota berwarna putih dan berubah coklat ketika tua. Buah: Buah jarang terbentuk, berbentuk kapsul, ellipsoid dan pipih dengan ukuran 2.5 cm.
Gambar 23 Acanthus volibilis Wall.
Fenologi: Polinasi dilakukan oleh serangga dan air. Habitat: Seperti spesies Acanthus lainnya, dekat dengan magrove dan di dalamnya atau di daerah mangrove terbuka. Kegunaan: Menurut cerita masyarakat Malaysia bubuk dari biji dapat dijadikan obat pembersih darah dan obat bisul.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 24 Acrostichum aureum L.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Acrostichum aureum L. Famili: Pteridaceae
Biji: Bukan berbentuk biji tetapi berbentuk spora.
Sinonim: Acrostichum inaequale Willd., A. obliquum Blume., A. spectabile Zoll., Chrysodium aureum Mett., C. inaequale Fee., C. vulgare Fee.
Batang: Batang berupa rhizome yang keras, timbul dan lurus, ditutupi oleh urat besar. Menebal di bagian pangkal, cokelat tua dengan peruratan yang luas, pucat, tipis ujungnya, bercampur dengan urat yang sempit dan tipis.
Nama daerah: Hata diuk, Paku tjaj, Kala keok, Wikakas, Krakas, Wrekas, Paku laut, Piai raya. Spesies yang mirip: Acrostichum speciosum Willd., Acrostichum danaefolium. Habitus: Terna yang membentuk tandan di tanah, tinggi mencapai 4 m. Daun: Panjang 1-3 m, memiliki tidak lebih dari 30 pinak daun. Pinak daun letaknya berjauhan dan tidak teratur. Pinak daun terbawah selalu terletak jauh dari yang lain dan memiliki tangkai yang panjangnya 3 cm. Ujung daun fertil berwarna cokelat seperti karat. Bagian bawah dari pinak daun tertutup secara seragam oleh sporangia yang besar. Ujung pinak daun yang steril dan lebih panjang membulat atau tumpul dengan ujung yang pendek. Duri banyak, berwarna hitam. Peruratan daun menyerupai jaring. Sisik yang luas, panjang hingga 1 cm, hanya terdapat di bagian pangkal dari tangkai, menebal di bagian tengah. Spora besar dan berbentuk tetrahedral.
Akar: Berbentuk akar rimpang, sama dengan Acrostichum speciosum, tidak mempunyai akar udara. Ciri khusus: Seringkali keliru dengan A.speciosum. Secara umum, A.aureum lebih tinggi, dan individu mudanya lebih kemerahan dibandingkan dengan A.speciosum yang kecokelatan. Fenologi: Polinasi dilakukan oleh angin dan tumbuh sepanjang tahun. Habitat: Terna tahunan yang tumbuh di mangrove dan pematang tambak, sepanjang kali dan sungai payau serta saluran. Tingkat toleransi terhadap genangan air laut tidak setinggi A.speciosum. Ditemukan di bagian daratan dari mangrove. Biasa terdapat pada habitat yang sudah rusak, seperti areal mangrove yang telah ditebangi yang kemudian akan menghambat tumbuhan mangrove untuk beregenerasi. Tidak seperti A.speciosum, jenis ini menyukai areal yang terbuka terang dan disinari matahari. Kegunaan: Akar rimpang dan daun tua digunakan sebagai obat. Daun digunakan sebagai pakan dan alas ternak. Daun mudanya dilaporkan dimakan di Timor dan Sulawesi Utara.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 25 Acrostichum speciosum Willd.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Acrostichum speciosum Willd. Famili: Pteridaceae
Biji: Bukan berbentuk biji tetapi berbentuk spora.
Sinonim: Acrostichum aureum var. schmidtii (Christ) C. Chr., Chrysodium aureum var. schimidtii Christ., C. speciosum Fee.
Batang: Batang semu (paku – pakuan).
Nama daerah: Piai lasa. Spesies yang mirip: Acrostichum aereum Willd., Acrostichum danaefolium. Habitus: Terna yang membentuk tandan di tanah, tinggi mencapai 1.5 m. Daun: Lanset, majemuk, ujung daun meruncing. Pada umumnya panjangnya kurang dari 1 m dan memiliki pinak daun fertil berwarna karat pada bagian ujungnya, tertutup secara seragam oleh sporangia besar. Pinak daun berukuran kirakira 28 x 10 cm. Pinak daun yang steril memiliki ujung lebih kecil dan menyempit. Jenis ini berbeda dengan A.aureum dalam hal ukuran pinak daunnya yang lebih kecil dan ujungnya meruncing, permukaan bagian bawah pinak daun yang fertil berwarna coklat tua dan ditutupi oleh sporangia, serta daun mudanya berwarna hijau-kecoklatan. Peruratan daun berbentuk jaring. Sisik luas, panjang hingga 1 cm, hanya terdapat di bagian pangkal daun. Sisik menebal di bagian tengah. Spora besar dan berbentuk tetrahedral.
Akar: Tidak memiliki akar udara, dalam bentuk akar rimpang. Ciri khusus: A.speciosum lebih rendah, dan individu mudanya lebih kecoklatan. Fenologi: Polinasi dilakukan oleh angin. Paku-pakuan tahunan. Tumbuh pada areal mangrove yang lebih sering tergenang oleh pasang surut. Khususnya tumbuh pada gundukan lumpur yang “dibangun” oleh udang dan kepiting. Biasanya menyukai areal yang terlindung. Daun yang fertile dihasilkan pada bulan Agustus hingga April. “Kecambah” (sebenarnya “bibit spora”) berlimpah pada bulan Januari hingga April (di Jawa). Habitat: Tepi sungai dengan daerah yang memiliki salinitas air rendah, dan perairan tawar. Kegunaan: Obat luka dan bisul, alas kandang ternak, tanaman yang tumbuh cepat di lahan reklamasi.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Ageratum conyzoides L. Famili: Asteraceae Sinonim: Ageratum latifolium, A. cordifolium, A. album, A. odoratum, A. obtusifolium. Nama daerah: Bandotan, Babandotan, Dus bedusan (Madura), Wedusan (Jawa), Rumput bulu (Dayak). Spesies yang mirip: Ageratum houstonianum. Habitus: Herba, tinggi 60 cm. Daun: Tunggal, bulat telur, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi beringgit, panjang 3-4 cm, lebar 1-2,5 cm, pertulangan menyirip, tangkai pendek, hijau. Majemuk, di ketiak daun, bongkol menyatu menjadi karangan, bentuk malai rata, panjang 6-8 mm. Daun beraroma bulu kambing. Bunga: Kelopak berbulu, hijau, mahkota bentuk lonceng, putih atau ungu. Buah: Buahnya berwarna hitam dan bentuknya kecil.
Biji: Berbentuk seperti padi, bulat panjang, bersegi lima, gundul atau berambut jarang, hitam. Batang: Tegak atau terbaring. tangkai berambut. Akar: Tunggang, putih kotor. Ciri khusus: Herbal tahunan yang tumbuh sekitar 60 cm tinggi dan menghasilkan bunga-bunga ungu kecil di bagian atas batang berbulu. Fenologi: Tumbuh sepanjang tahun dengan penyerbukan dibantu oleh angin. Habitat: Tumbuh di ketinggian 1 sampai 2100 meter di atas permukaan laut. Tumbuh di sawah-sawah, ladang, semak belukar, halaman kebun, tepi jalan, tanggul, dan tepi air. Kegunaan: Digunakan secara luas dalam pengobatan tradisional oleh masyarakat di berbagai belahan dunia. Di India, A. conyzoides L. digunakan sebagai bakterisida, antidisentri dan anti-lithik. Sedangkan di Brazil, perasan/ekstrak tanaman ini sering dipakai untuk menangani kolik, flu dan demam, diare, rheumatik dan efektif mengobati luka bakar. Di Indonesia, A. conyzoides L. banyak digunakan untuk obat luka, radang (inflamasi) dan gatal-gatal.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 26 Ageratum conyzoides L.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Alternanthera sessilis (L.) R. Br. Famili: Amaranthaceae Sinonim: Alternanthera nodiflora R. Br. Nama daerah: Ormak (Toba, Ind.), Jukud demah (Lampung), Kremek, Tolod, Tolod soyah (Sunda), Bayem kremah, Kremah, Kremi, Matean (Jawa). Spesies yang mirip: Alternanthera philoxeroides (Mart.) Griseb., A. amoena Voss., A. strigosa Hassk. Habitus: Semak merambat tahunan atau dalam kondisi yang tidak memungkinkan menjadi musiman. Daun: Daun tunggal, berhadapan, bentuk lonjong, ujung daun dan pangkal daun meruncing, hijau. Bunga: Perbungaan bentuk bulir, di ketiak daun dan di ujung batang, mahkota bunga berwarna putih kehijauan. Buah: Buah kotak, warna cokelat, biji bulat, dan hitam. Batang: Merambat, batang masif, berbuku-buku, warna hijau kekuningan. Batang seluruhnya atau sebagian besar terletak pada tanah, dari buku-buku keluar akar, bercabang, panjang batang sampai 1 m.
Akar: Tunggang dan putih kecokelatan, kuat, tumbuh dari bukubuku batang. Ciri khusus: Akar Alternanthera sp., seperti rhizoma tetapi membentuk akar tunggang yang kuat pada setiap ruas/buku. Selain itu mampu menjadi terna musiman pada saat kondisi tidak memungkinkan karena dapat tumbuh dengan cepat. Fenologi: Polinasi dilakukan oleh angin dan air. Habitat: Tepi sungai dengan daerah yang memiliki salinitas rendah, perairan tawar, kelembaban tempat harus konstan atau periodik tinggi, dan dapat juga ditemukan di lahan basah lainnya. Selain itu dapat ditemukan juga pada daerah dataran rendah sampai ketinggian 1000 m dpl, pada tempat terbuka atau dengan naungan sedikit. Kegunaan: Seluruh bagian tanaman dapat mengobati sakit kejang, berak darah. Daun kremah digunakan sebagai obat pendingin di kepala pada saat sakit demam dan sakit kepala. Selain itu di daerah Pasundan, daunnya dimakan sebagai lalab.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 27 Alternanthera sessilis (L.) R. Br.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Chloris barbata Sw. Famili: Poaceae
Akar: Akar serabut.
Sinonim: Andropogon barbatus sensu L., A. polydactylos L., Chloris barbata Swartz var. divaricata Kuntze., C. barbata Swartz var. normalis Kuntze., C. dandyana C. D. Adams., C. inflata Link., C. paraguaiensis Steudel., C. rufescens Steudel.
Ciri khusus: Sangat tahan pada tempat yang salinitasnya tinggi.
Nama daerah: Rumput jarong, Rumput jejarongan. Spesies yang mirip: Chloris andropogonoides, Chloris ciliata. Habitus: Herba tahunan. Daun: Daun kebanyakan cauline, mengumpul di bawah dan warnanya mencolok, distichous dan mempunyai selubung daun pada dasar daun. Sarung daun kebanyakan terbuka atau longgar, strukturnya halus dan tidak berbulu. Bunga: Bunga biseksual dan berdaging mempunyai anthera 3; 0,6-0,7 mm dan stigma 2, termasuk jenis perbungaan tandan bentuk malai dengan cabang sempit yang berbentuk gugusan atau spicate, cabangnya banyak lebih dari 10 perbungaan terminal dan soliter terdiri dari satu kuntum yang subur dengan kuntum berkurang di puncak. Spikelet sessil atau subsessil, semu spikelet sama fertil, soliter pada nodus malai. Mempunyai lemma dan palea, lemma berbeda dengan palea karena palea lebih pendek dari lemma. Buah: Buah caryopsis dengan pericarp pada bagian punggung pipih, bersegi tiga, estipitate, tanpa sulkus panjang 1,2 mm halus, embrio 0,75 caryopsis panjang. Endosperma seperti tepung. Biji: Mempunyai struktur perikarp yang lunak dan mempunyai endosperma yang seperti tepung. Batang: Batang selubang sangat pipih dan tegak, umurnya tahunan. Bentuknya seperti pisau yang panjang, batang berbentuk elips di bagian ruas, cabang lateral kurang atau jarang, batang bulat, silinder di bagian silang atau polygonal, stem ruas padat atau spons.
Fenologi: Berbunga sepanjang tahun. Habitat: Jenis rumput ini dapat berkembang biak dan tumbuh pada tempat-tempat terbuka, banyak ditemukan tumbuh di pinggiran jalan, rel kereta api, atau di sekitar lapangan terbang. Rumput ini sangat tahan terhadap garam dan kekeringan, oleh sebab itu sering ditemukan tumbuh bersama-sama dengan rumput lain. Kegunaan: Selain sebagai tanaman hias, rumput ini dapat bermanfaat sebagai penahan erosi. Di tempat lain, daun tempel diterapkan secara eksternal dalam penyakit kulit. Jus daun digunakan untuk demam, diare dan diabetes. Rumput ini berfungsi sebagai penutup tanah, menambah estetika pada suatu lanskap sebagai penahan erosi.
Gambar 28 Chloris barbata Sw.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Cleome rutidosperma D.C. Famili: Cappraceae Sinonim: Cleome ciliata Schmach. & Thonn. Nama daerah: Gunda, Maman ungu, Maman lelaki. Habitus: Herba tahunan. Daun: Majemuk, trifoliate, spiral, dan alternate. Bunga: Bunga biseksual, soliter, berwarna pink, biru atau ungu, dan memiliki 4 daun kelopak. Buah: Berbentuk menyerupai pedang dengan ujung yang runcing, panjangnya 5-7 cm dan lebar 4-5 mm, panjang tangkai di atas bekas tempat daun tajuk 8-12 mm, berbiji banyak.
Biji: Kecil dan berpenampang 1.75 â&#x20AC;&#x201C; 2.00 mm, mempunyai lapisan elaiosom berwarna keputihâ&#x20AC;&#x201C; putihan, permukaannya tidak rata dan warnanya coklat kehitam-hitaman. Batang: Tegak, segi empat, berbulu, dan padat. Akar: Tunggang dan putih cokelat. Ciri khusus: Tumbuhan lunak dan pendek, biasanya tumbuh merapat dan mengelompok di sepanjang jalur tanaman yang sudah berproduktif ataupun belum berproduktif. Fenologi: Biasanya berbunga dari Mei-September dan kadang-kadang sampai Januari. Habitat: Berawa dan berair dengan lahan yang basah. Kegunaan: Sebagai obat tetes mata ataupun digunakan sebagai campuran tembakau.
Gambar 29 Cleome rutidosperma D.C.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 30 Clerodendrum serratum (L.) Moon.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Clerodendrum serratum (L.) Moon. Famili: Capparidaceae Sinonim: Clerodendron fortunatum Burm. ex Moldenke., Clerodendron serrulatum Spreng. ex Razi., Cleome guinnensis Hook. f., Cleome rutidosperma var. hainanensis J.L. Shan., Cleome rutidosperma DC. ex Schult. f., Cleome thyrsiflora De Wild. & T. Durand., Volkameria serrata L. Nama daerah: Senggugu, Singgugu (Sunda), Srigugu, Sagunggu (Jawa), Kertase, Pinggir tosek (Madura), Sinar bangkudu (Batak toba), Tinjau handak (Lampung).
Biji: Dikotil, kecil, berpenampang 1,75-2 mm, mempunyai elaiosom keputih-putihan, permukaannya tidak rata, warnanya cokelat kehitam-hitaman. Batang: Batang berongga, berbongkol besar, bersegi dan berbulu halus, tumbuh tegak atau melengkung, tingginya 5-80 cm, agak lunak/lemas, membentuk percabangan yang banyak dan tersebar, daun-daun yang terdapat di sebelah atas bertangkai lebih pendek. Akar: Akar warnanya abu-abu.
Spesies yang mirip: C. Ciliata Schum. & Thonn.
Ciri khusus: Buah berbentuk pedang dengan ujung yang runcing.
Habitus: Semak.
Fenologi: Berbunga dari bulan September- Desember, sepanjang tahun, tumbuh pada tanah lembab atau agak kering terutama lokasi terbuka, sering tumbuh mengelompok.
Daun: Daun tunggal, tebal dan kaku, bertangkai pendek, letak berhadapan, bentuk bundar telur sampai lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi tajam, pertulangan menyirip, kedua permukaan berambut halus, panjang 8-30 cm, lebar 4-14 cm, warnanya hijau. Bunga: Perbungaan majemuk bentuk malai yang panjangnya 6-40 cm, warnanya putih keunguan, keluar dari ujung-ujung tangkai, kelopak berbulu halus. Tangkai bunga 2-3 cm. Buah: Buah berbentuk pedang dengan ujung yang runcing, masih muda hijau, setelah tua hitam.
Habitat: Tumbuh liar pada tempat-tempat terbuka atau agak terlindung, bisa ditemukan di hutan sekunder, padang alang-alang, pinggir kampung, tepi jalan atau dekat air yang tanahnya agak lembab, dari dataran rendah sampai 1.700 m dpl. Kegunaan: Obat bisul, obat patah tulang, penawar gigtan ular, obat borok, rematik, obat busung lapar, cacingan, asma, bronchitis, susah kencing, malaria dan menjernihkan suara.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 31 Cordia dichotoma G. Forst.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Cordia dichotoma G. Forst. Famili: Boraginaceae Sinonim: Arbor glutinosa Rumphius., Cordia blancoi Vid., C. griffthii C.B. Clarke., C. myxa auct. non. L., C. obliqua auct. non. Willd., C. suaveolens Bl., C. suaveolens Vidal., C. subdentata Miq., Varronia sinensis Loureiro. Nama daerah: Anuanga, Cena, Kanonang, Kendal, Knadate, Lantolo, Mampapu, Manonang, Nonang, Nunang, Onunang, Temampapu, Teo-teo, Tomatangtang, Toteo,Gigiwangan, Nona burung, Petekat, Sekendal. Spesies yang mirip: Cordia premnifolia Ridl. Habitus: Perdu, mampu menjadi pohon dengan ketinggian 6-20 m dan diameter hingga 11.5 cm. Daun: Daun ovate, alternate dan berhadapan, bersilangan, panjang tangkai daun 2.5 cm, ukuran daun 13 x 6 cm, ujung daun runcing, permukaan atas daunnya berbulu. Bunga: Biseksual, bunganya mengintai pendek, warna putih hanya terbuka pada malam hari.
Buah: Buah berwarna kuning atau merah muda kuning yang berubah kecokelatan pada penuaan dan getah menjadi kental. Biji: Bulat telur, permukaan beralur, dan berlendir cokelat. Batang: Kulit batang coklat keabu â&#x20AC;&#x201C; abuan, halus atau keriput longitudinal. Akar: Tunggang dan putih kecokelatan. Ciri khusus: Mampu tumbuh menjadi pohon, dan memiliki getah kuning yang tidak lengket. Fenologi: Berbunga sepanjang tahun. Habitat: Tumbuh di hutan basah, tumbuh di daerah yang lembab, dan berada pada genangan air. Selain itu dapat tumbuh di rawa, dan jurang yang lembab. Kegunaan: Kulit batang dapat digunakan sebagai obat demam dan obat kuat.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Cymbopogon cambodgiensis L. Famili: Poaceae
Biji: Bulat panjang.
Nama daerah: Rumput welingi.
Batang: Tidak berkayu, beruas-ruas pendek, putih.
Spesies yang mirip: Cymbopogon nardus, Cymbopogon winterianus.
Akar: Akar serabut.
Habitus: Semak.
Ciri khusus: Mempunyai aroma yang khas yang tidak disukai oleh nyamuk.
Daun: Majemuk, bentuk malai. Bunga: Karangan bunga berseludang. Buah: Buah seperti padi, bulat panjang, pipih, putih kekuningan.
Gambar 32 Cymbopogon cambodgiensis L.
Fenologi: Berbunga sepanjang tahun. Habitat: Tumbuh di rawa yang tergenang air. Kegunaan: Dapat dimakan dan memunyai aroma yang khas yang tidak disukai nyamuk.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 33 Cymbopogon nardus (L.) Rendle.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Cymbopogon nardus (L.) Rendle. Famili: Poaceae
Buah: Buah seperti padi, bulat panjang, pipih, putih kekuningan.
Sinonim: Andropogon nardus, Cymbopogon confertiflorus Sapt., Oleium citronellae.
Biji: Bulat panjang, cokelat.
Nama daerah: Sereh, Sere (Jawa), Sarai, Sorai, Sange-sange (Sumatera), Belangkak, Senggalau, Salai (Kalimantan), See, Nau sina, Bu muke (Nusa tenggara), Sare (Sulawesi), Hisa, Isa (Maluku). Spesies yang mirip: Cymbopogon combodgiensis, Cymbopogon winterianus. Habitus: Herba tahunan dengan tinggi 50-100 cm. Daun: Rumput harum, abadi, panjang daun 1 m dan lebar 1.5 cm. Daun tunggal, berjuntai, bagian bawah agak kasar, tulang daun sejajar. Bunga: Majemuk, bentuk malai, karangan bunga berseludang, terletak dalam satu tangkai, bulir kecil, benang sari berlepasan, kepala putik muncul dari sisi, putih.
Batang: Tidak berkayu, beruas â&#x20AC;&#x201C; ruas pendek, putih. Akar: Akar serabut, putih kekuningan. Ciri khusus: Mempunyai aroma khas yang tidak disukai oleh nyamuk. Fenologi: Tumbuh sepanjang tahun. Habitat: Tumbuh di rawa yang kaya dengan air, tumbuh liar di ketinggian 0-900 m dpl. Selain itu dapat tumbuh pada kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan sekalipun. Kegunaan: Dapat dimakan dan mempunyai bau yang khas untuk penangkal nyamuk. Selain itu menghasilkan minyak atsiri, melancarkan sirkulasi darah. Akar dapat digunakan sebagai peluruh kencing darah. Daun dapat digunakan sebagai peluruh sakit perut.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 34 Derris trifoliata Lour.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Derris trifoliata Lour. Famili: Fabaceae Sinonim: Derris uliginosa (Willd.) Benth., D. heterophylla (Willd.) Backer ex. K. Hayne., Deguelia trifoliata (Lour.) Taub., Robinia uliginosa Willd., Dalbergia heterophylla. Nama daerah: Ketower, Ambung, Kambingan, Tuwa areuy, Ki areuy tongeret, Gadel, Kamulut, Toweran, Tuba abal, Tuba laut. Spesies yang mirip: Derris pinnata (Lour.) Prain. Habitus: Liana, kadang-kadang tumbuh dalam bentuk semak. Daun: Memiliki 3-7 pinak daun, permukaan atas berwarna hijau mengkilat, dan bagian bawah abu-abu hijau, unit dan letak daunnya majemuk bersilangan, bentuknya bulat telur atau elips, ujung daunnya meruncing, berukuran 6 – 13 x 2 – 6 cm. Bunga: Biseksual, tandan bunga panjangnya 7-20 cm dan tangkai bunga panjangnya 2 mm. letak di ketiak batang yang tumbuh horizontal di sepanjang permukaan tanah. Formasinya bulir, daun mahkotanya berwarna ungu agak putih-merah muda pucat, panjangnya sekitar 1 cm. Benang sari mempunyai bagian atas tumbuh sendiri, sementara yang lainnya bersatu.
Buah: Polong berkulit, bulat memanjang dan hampir membundar, tipis/pipih dan bergerombol. Ukuran buah 2-4.5 x 2.5 x 3.5 cm. Biji: Satu atau dua berkeriput, hampir bundar, hijau-perunggu ketika kering. Ukuran biji 12 x 11 mm. Batang: Kulit kayu berwarna cokelat tua, halus dengan lentisel merah muda. Batang yang muda berwarna merah tua dengan memiliki banyak lentisel. Akar: Akar tunggang. Ciri khusus: Memiliki akar nafas untuk menyerap oksigen. Fenologi: Bunga muncul pada bulan September – November, sementara buah muncul di bulan November – Desember (di Australia). Polinasi dapat terjadi karena air dan kadang – kadang karena angin. Habitat: Tumbuh pada substrat berpasir dan berlumpur pada bagian tepi daratan dari habitat mangrove, menyukai daerah yang sering mendapat pasokan air tawar, tergenang secara tidak teratur oleh pasang surut air. Kegunaan: Mengobati gangguan pencernaan dan reumatik, meracuni ikan.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Eichornia crassipes (Mart.) Solms. Famili: Ponterediaceae Sinonim: Eichornia seciosa Kunth., Piaropus crassipes (Mart.) Raf. Nama daerah: Eceng gondok (Ind.), Kelipuk (Ogan, Sumsel), Ringgak (Komering, Sumsel), Ilung-ilung (Kalimantan), Tumpe (Manado), Mampai (Kutai), Gendot (Jawa), Bengok (Banten). Habitus: Herba/terna yang mengapung. Daun: Daun berlilin, dapat mencapai 90 cm. Berbentuk bundar telur lebar dengan tulang daun yang melengkung, rapat dengan panjang 7-25 cm, gundul dan daun berwarna hijau mengilat. Bunga: Bunga yang majemuk dalam malai dapat mencapai panjang 4-15 cm. Buah: Buah dalam bentuk kapsul dengan tiga sel yang berisi sampai 450 biji. Biji: Tipe biji bulat berwarna hitam.
Akar: Akar gantung yang dapat mengambang di air dan bercabang-cabang halus, permukaan halus. Ciri khusus: Tumbuhan ini mempunyai petioles yang dapat menggembung yang memungkinkan dapat mengapung di permukaan air. Fenologi: Berkembang biak dengan stolon (vegetative), dan juga secara generative. Perkembangbiakan secara vegetative sangat menetukan untuk berkoloni. Tumbuhan ini tergantung pada ketersediaan O2 yang terlarut di dalam air. Habitat: Tumbuh di kolam dangkal, tanah basa dan rawa, aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Selain itu dapat beradaptasi pada keadaan yang ekstrim dari ketinggian air, arus air, perubahan ketersediaan nutrient, pH, temperatur, dan racun-racun dalam air. Tumbuhan ini akan bekembang cepat pada musim hujan dan berkurang pada saat kenaikan garam di musim kemarau. Tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1600 mdpl. Kegunaan: Pembersih polutan logam di air yang terkontaminasi, penyerap residu pestisida, permukaan akar digunakan mikroorganisme sebagai tempat pertumbuhan.
Gambar 35 Eichornia crassipes (Mart.) Solms.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Ipomoea pes-caprae (L.) Sweet. Famili: Convolvulaceae Sinonim: Convolvulus bilobatus Roxb., C. brasiliensis Linne., C. marinus Rumph., C. maritima, C. maritimus Desr., C. pescaprae Linne., Ipomoea biloba Forsk., I. maritima R.Br., I. pes-caprae Roth., Soldanella marina indica Rumph. Nama daerah: Tapak kuda (Ind.), Katang-katang, Dalere, Watata ruruan, Alere, Loloro, Balim-balim, Kabai-kabai, Ketepeng, Daun kacang, Daun barah, Batata pantai, Daun katang. Spesies yang mirip: Ipomoea aquatica, Ipomoea reptans, Ipomoea gracilis R.Br. Habitus: Herba tahunan. Daun: Tunggal, licin, tebal dan mengilap. Unit dan letak daunnya yang sederhana dan bersilangan, bentuk bundar telur seperti tapak kuda. Ujung membundar membelah (bertakik), ukurannya 3-10 x 3-10.5 cm. Bunga: Berwarna merah muda â&#x20AC;&#x201C; ungu dan agak gelap di bagian pangkal bunga. Bunga membuka penuh sebelum tengah hari, lalu menguncup setelah lewat tengah hari. Letak bunga di ketiak daun pada gagang yang panjangnya 3-16 cm. Formasinya soliter. Daun mahkota berbentuk seperti terompet/corong, panjang 3-5 cm, diameter saat membuka penuh sekitar 10 cm.
Buah: Buah berbentuk kapsul bundar hingga datar, diameter 1-2cm. Biji: Dengan empat biji berwarna hitam. Ukuran buah 12-17 mm dan biji berukuran 6-10 mm. Batang: Batang panjangnya 5-30 m dan menjalar, akar tumbuh pada ruas batang. Batang berbentuk bulat, basah dan hijau kecoklatan. Akar: Berakar pada ruas-ruasnya. Ciri khusus: Mendominasi formasi pes-caprae atau di pantai berpasir. Fenologi: Perbungaan muncul sepanjang tahun. Penyerbukan dilakukan oleh serangga, khususnya lebah. Hal ini diperkirakan karena adanya serbuk sari yang tebal serta kehadiran nektar yang memproduksi kelenjar pada ujung pinak daun di bawah bunga. Habitat: Tumbuh liar mulai permukaan laut hingga 600 m dpl, biasanya di pantai berpasir tetapi terdapat juga di garis pantai, serta kadang-kadang di saluran air. Kegunaan: Bijinya digunakan sebagai obat sakit kram dan perut. Daunnya untuk obat nyeri persendian, reumatik, pegal-pegal, wasiran dan korengan, sedangkan akarnya untuk obat eksim dan sakit gigi. Cairan dari batangnya digunakan untuk mengobati sengatan dan gigitan binatang. Wanita hamil dilarang memakai tumbuhan obat ini karena mengandung zat yang dapat mengganggu janin di dalam kandungan.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 36 Ipomoea pes-caprae (L.) Sweet.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Ipomoea maxima (L.f.) Don ex Sweet. Famili: Convolvulaceae Sinonim: Convolvulus maximus L., Ipomoea sepiaria Koen. ex Roxb., I. subtrilobans Miq., I. verrucosa Bl. Nama daerah: Akar kangkong bulu (Ind.), Kangkung bulu. Spesies yang mirip: Ipomoea alba L. Habitus: Herba memanjat. Daun: Tunggal, berseling dengan bentuk oval atau bundar telur. Ukurannya 2-6 cm, ujung meruncing. Bunga: Karangan bunga berada di ketiak daun, berbunga satu, berselingan, daun pelindung kecil, rontok. Daun kelopak elips, gundul, tidak sama, paling luar terpendek, panjang 0.5-1.5 cm. Mahkota berbentuk terompet, putih, dengan pita kehijauan, tepian lebar, bentuk jantra. Benang sari lepas tertancap tinggi, gundul. Bakal buah gundul. Tangkai putik bentuk benang, gundul. Kepala putik bentuk bola rangkap.
Batang: Batang panjangnya 5 m dan menjalar, akar tumbuh pada ruas batang. Batang berbentuk bulat, basah dan hijau kecokelatan. Akar: Akar tunggang. Ciri khusus: Pada tepi-tepi daun terdapat bintik-bintik keunguan dan sedikit berbulu. Fenologi: Berbunga sepanjang tahun. Penyerbukan dilakukan oleh serangga. Habitat: Tumbuh pada ketinggian 1-1400m dpl. Biasanya ditemukan di pantai berpasir tetapi terdapat juga di garis pantai, serta kadang-kadang di saluran air. Kegunaan: Dapat digunakan sebagai tanaman pagar, tepi jalan dan sebagainya. Bunga yang mekar di malam hari ini jika dikeringkan bunganya tetap berbau sedap sekali, digunakan untuk memberi bau sedap pada makanan, daun muda digunakan untuk sayuran.
Buah: Kapsul, agak bulat dan pipih dengan ukuran 6-7 mm, beruang 2, berkatup 4, berbiji 4. Biji: Biji segar berwarna putih gading.
Gambar 37 Ipomoea maxima (L.f.) Don ex Sweet.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Luffa cylindrica (L.) Roem. Famili: Cucurbitaceae
Biji: Bulat dan pipih kehitaman.
Sinonim: Luffa aegyptica Mill., L. cattupincinna Ser., L. foetida Sieb et Zucc., L. pentandra Roxb., L. petola Ser., Momordica cylindrical L.
Batang: Panjang batang mencapai 2-10 m, memanjat dengan sulursulur yang keluar dari ketiak daun.
Nama daerah: Oyong hutan, Belustru. Spesies yang mirip: Luffa acutungula (L.) Roxb. Habitus: Semak merambat. Daun: Daun tunggal, panjang tangkai daun 4-9 cm, letak berseling. Helaian daun bulat telur melebar, berlekuk menjari 5-7 buah, pangkal daun berbentuk jantung, tulang daun menonjol di bawah, warna permukaan atas berwarna hijau tua, warna permukaan daun bagian bawah hijau muda, panjang 6-25 cm, lebar 7.5-27 cm. Bunga: Bunga berkelamin tunggal, terdapat dalam satu individu tumbuhan. Mahkota bunga berwarna kuning. Buah: Buah tergantung dan terletak di atas tanah, bentuknya bulat memanjang atau silindris, panjang 10-50 cm, dengan garis tengah 5-10 cm, jika sudah tua berwarna cokelat. Bagian dalam buah yang sudah masak terdapat anyaman sabut yang sudah rapat.
Akar: Tunggang dan putih kecokelatan. Ciri khusus: Mempunyai â&#x20AC;&#x153;lingirâ&#x20AC;? sebanyak 10 di permukaannya. Potongan melintang buahnya berupa roda-roda bergigi. Fenologi: Perbungaan muncul sepanjang tahun. Penyerbukan dilakukan oleh serangga, khususnya lebah. Hal ini diperkirakan karena adanya serbuk sari yang tebal serta kehadiran nektar yang memproduksi kelenjar pada ujung pinak daun di bawah bunga. Kegunaan: Digunakan untuk mengatasi demam, rasa haus, batuk sesak, keputihan dan haid tidak teratur, air susu ibu (ASI) tidak lancar, sukar buang air besar, pendarahan seperti air seni berdarah, mimisan dan bisul. Biji digunakan untuk mengatasi masalah wajah, tangan, kaki (edema) bengkak, batu saluran kencing, cacingan, sakit pinggang, dan wasir.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 38 Luffa cylindrica (L.) Roem.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 39 Mimosa pigra Blanco.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Mimosa pigra Blanco. Famili: Fabaceae Sinonim: Mimosa asperata L, M. pidica var. pudica., M. pidica var. hispida., M. pidica var. tetranda., M. pidica var. unijuga., M. pudica Duchass & Walp. Nama daerah: Putri malu (Ind.), Jukut borang (Sunda), Si meduri-duri (Riau), Radelik, Kucingan, Pis kucing cilik (Jawa), Rebha bangun, Rebha lomalowan, Dus todusan (Madura), Padang getep (Bali), Si kajuk (Minangkabau), Si kerput, Si hirput (Batak), Dukut kokompun, Gigoko (Minahasa). Spesies yang mirip: Mimosa invisa Mart., Mimosa pudica L. Habitus: Semak tahunan. Daun: Daun majemuk dengan anak daun kecil-kecil dengan jumlah genap atau daun majemuk beranak genap. Daun majemuk berwarna hijau dengan ukuran 3-6 cm, berbulu. Tangkai daun yang berduri dengan panjang 20-25 cm. Bunga: Bunga bulat halus, merah muda dengan 1-2 cm secara keseluruhan. Setiap kepala bunga menghasilkan 1-30 polong yang 3-8 cm panjang yang ditutupi dengan rambut. Bunga berbentuk bonggol, yang keluar pada ketiak tangkai daun. Buah: Buah berbulu tebal, berjumlah 20-25 dengan panjang 6.57.5 cm dan lebar dengan 0.7 cm untuk 1 cm. Buah berwarna cokelat saat matang, dan bergerombol dalam satu segmen, dengan rambut-rambut yang tegak dan kasar.
Biji: Polong dengan warna cokelat saat matang yang masuk ke dalam segmen. Setiap segmen berisi biji dengan panjang 4-5 mm dan lebar 2 mm. Batang: Batang bercabang 2-6 cm panjang dengan pertumbuhan padat. Batang berwarna merah tua dengan duri-duri tempel. Akar: Tunggang dan memperpanjang dengan kedalaman 1-2 m. Ciri khusus: Daun sensitif disentuh dan mengandung zat mimosin yang bersifat racun bagi binatang ternak. Fenologi: Berbunga dalam satu tahun perkecambahan, dengan menghasilkan 100 bunga. Penyerbukan dilakukan oleh lebah dan kupu-kupu. Habitat: Tumbuh pada iklim basah-kering tropis, di daerah dengan curah hujan di atas 750 mm/ tahun dengan suhu yang sangat tinggi. Kegunaan: Sampai saat ini masih diteliti kegunaan dari tumbuhan liar ini. Secara tradisional, lembaran-lembaran daun ini sering ditaruh di bawah bantal untuk memudahkan tidur pada anak-anak yang mengalami kesulitan tidur. Secara alamiah, jenis ini berfungsi sebagai penutup tanah untuk mencegah erosi.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 40 Nypa fruticans Wurmb.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Nypa fruticans Wurmb. Famili: Arecaceae Sinonim: Cocos nypa Lour., Nypa fruticans Thunb. Nama daerah: Nipah, Niu-nipa, Nypa, Buyuh, Daon (Sunda), Daonan (Banyumas), Buyuk (Jawa, Bali), Bhunyok (Madura), Bobo (Manado, Ternate, Tidore), Boboro (Halmahera), Palean, Palenei, Palene, Pulene, Puleanu, Pulanu, Pureno, Parinan, Parenga (Ambon, Seram, dan sekitarnya), Tangkal daon, Lipa. Habitus: Palem, tinggi 4-9 m. Daun: Susunan daun palem, bentuknya lanset untuk setiap anak daun, menyirip, ujung daun meruncing dengan panjang unit daun sekitar 4-9 m. Bunga: Ukuran daun perhiasan bunga 25 cm pada bunga betina dan berbentuk bola, bunga jantan bergerombol rapat, warna merah bata hingga kekuningan. Karangan bunga majemuk muncul di ketiak daun, berumah satu, setiap untaian bunga jantan mempunyai 4-5 bulir yang panjangnya mencapai 5 cm, bunga jantan diliputi oleh seludang bunga. Panjang tangkai badan bunga 100-170 cm. Buah: Tipe buah batu dengan mesocarp bersabut, bulat telur terbalik dan gepeng dengan 2-3 rusuk, cokelat kemerahan, terkumpul dalam kelompok rapat dengan diameter sekitar 45 cm, dalam satu tandan buah dapat mencapai 30-50 bulir. Biji: Biji terlindung oleh tempurung dengan panjangnya 8-13 cm dan berbentuk kerucut, bertipe kriptovivipari, kadangkadang bertipe vivipari.
Batang: Palem tanpa batang dipermukaan, membentuk rumpun. Batang terdapat di bawah tanah, kuat dan menggarpu. Akar: Tidak terdapat akar udara, berupa akar serabut yang panjangnya hingga 13 m. Ciri khusus: Palem mangrove, tumbuh berdekatan seringkali membentuk komunitas murni di sepanjang tepi sungai. Selain itu, memiliki perakaran yang kuat dan rapat yang beradaptasi lebih baik terhadap perubahan masukan air, dibandingkan dengan sebagian besar jenis tumbuhan mangrove lainnya. Fenologi: Proses pembungaan dan penyerbukan dipengaruhi oleh serangga (lalat Drosophilla) karena memiliki serbuk sari yang lengket dan pasang surut air laut karena memiliki buah yang berserat dan berongga udara pada biji. Habitat: Tumbuh di bagian belakang bakau, terutama di daerah aliran sungai yang memasok air ke pesisir. Selain itu dapat tumbuh di daerah agak air tawar, sepanjang sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sering ditemukan dalam komunitas besar. Selain itu mampu bertahan di daerah yang agak kering, pada saat surut. Kegunaan: Daun nipah tua digunakan sebagai atap rumah, daun nipah muda digunakan anyaman dinding, tangkai daun dan pelepah daun dapat digunakan sebagai bahan kayu bakar. Pelepah daun juga dapat digunakan sebagai bahan pulp (kertas). Lidinya dapat digunakan sebagai bahan anyaman, sapu, dan tali. Sadapan air nira nipah dibuat sebagai gula dan juga dapat digunakan bahan etanol.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 41 Olax imbricata Roxb.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Olax imbricata Roxb. Famili: Olacaceae Sinonim: Olax laxiflora Ridl., O. multiflora A. Rich., O. multiflora Ridl., O. rosea Ridl., O. semiinfera Valet., O. wightiana Wall. ex Wight & Arn., Pseudaleia imbricata (Roxb.) Hassk., P. longistylis Hassk., Ximenia olacoides Wight & Arn.
Biji: Mempunyai struktur perikarp yang lunak, dan endosperma berukuran besar. Batang: Batang berlekuk pada awalnya berbulu kemudian menjadi halus. Pada saat dewasa berwarna cokelat kemerahan. Pada cabang yang tua terdapat duri.
Nama daerah: Lenteng, Kayu kil.
Akar: Akar serabut.
Spesies yang mirip: Olax scandens Roxb.
Ciri khusus: Sangat tahan pada tempat yang salinitasnya tinggi.
Habitus: Semak, kadang-kadang memanjat, tinggi 10 m.
Fenologi: Berbunga sepanjang tahun. Musim berbuah dari bulan Maret sampai Juli.
Daun: Daun tunggal, berbentuk ovatus sampai elips bulat telur, ukurannya 2-7,5 cm. Bunga: Berkelompok, kelopak berwarna putih dengan ukuran 0,5-3,5 cm. Buah: Buah bulat, besar, dengan daging buah sedikit. Berbentuk bulat, berwarna hijau dan saat matang berwarna orange, dengan ukuran 1,7-2 cm.
Habitat: Tumbuh sendiri pada pantai yang berpasir, dekat dengan laut. Seringkali di hutan primer dan hutan sekunder, pada ketinggian 0-900 m dpl. Termasuk jenis mangrove ikutan. Kegunaan: Daun muda di Pulau Jawa digunakan sebagai sayuran, dan buah dapat dimakan.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 42 Panicum maximum Jacq.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Panicum maximum Jacq. Famili: Poaceae
Biji: Biji bulat, normal, kecil.
Sinonim: Pannicum coloratum, Pennisetum perpureum, Euchlaena mexicana, Setaria sphacelata.
Batang: Batang kuat, tegak, membentuk rumpun. Batang tidak berbulu dengan diameter batang 5-10 mm dan batang muda berbentuk pipih serta batang tua berbentuk elips, dan berongga halus.
Nama daerah: Rumput benggala. Spesies yang mirip: Brachiaria brizhanta, B. ruziziensis, B. mutica, Choris gayana, Cynodon plectostachyrus, Digitaria decumbens, Paspalum dilatatum. Habitus: Herba tahunan dan dapat tumbuh setinggi 3-4.5 m. Daun: Panjang daun 16â&#x20AC;&#x201C;90 cm dan lebar daun 8â&#x20AC;&#x201C;35 mm, helai daun linier sampai lanceolate menyempit. Helai daun dengan permukaan atas yang kasar; pangkal daun ditutupi oleh rambut-rambut menyebar yang pendek dan padat. Bunga: Perbungaan berbentuk malai (panicle) yang memiliki panjang 1.5-5 cm dengan bulir mayang berukuran 3-4 mm berwarna hijau sampai ungu. Buah: Buah seperti padi, bulat panjang, pipih, putih kekuningan.
Akar: Akarnya membentuk serabut dalam. Berkembang dengan rhizoma yang panjangnya dapat mencapai 1 m. Akar tumbuh pada buku-buku bawah. Ciri khusus: Memiliki perakaran udara dalam bentuk rhizoma yang membentuk serabut dalam. Fenologi: Pembungaan 2-3 kali sepanjang tahun. Penyerbukan dibantu oleh angin. Habitat: Tumbuh pada dataran rendah sampai pegunungan 0â&#x20AC;&#x201C;1200 m di atas permukaan laut. Tumbuh pada hampir semua jenis tanah asal mendapat pengairan yang baik, basah dan subur, dan dapat tumbuh pada pengairan yang jelek ataupun tanah yang tidak subur. Jenis ini tidak tahan tumbuh pada musim kering yang lebih dari 3-5 bulan, serta salinitas yang tinggi. Tumbuh pada 30% naungan, dan suhu 15-3800 C. Kegunaan: Dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk hijau untuk pakan ternak ruminansia.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 43
L.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Passiflora foetida L. Famili: Passifloraceae Sinonim: Dysosmia cilata M. Roem., D. fluminensis M. Roem., D. foetida (L.) M. Roem., D. gossypifolia (Desv. ex Ham.) M. Roem., D. hastata (Bertol.) M. Roem., D. hibiscifolia (Lam.) M. Roem., D. nigelliflora (Hook.) M. Roem., Granadilla foetida (L.) Gaertn., Passiflora baraquiniana Lem., P. ciliata Dryand. Nama daerah: Buah tikus, Buah pitri, Bungan pulir, Ceplukan, Gagembo, Kaap, Kaceprok, Lemanas, Moteti, Pacean, Permot, Rajutan, Remugak. Spesies yang mirip: Passiflora incarnata L., P. involucrata, P. jorullensis H.B.K., P. laurifolia L., P. quadrangularis L., P. rubra L. Habitus: Terna yang merambat, panjang 1.5-5 m, memiliki alat pembelit seperti spiral. Daun: Berwarna hijau kekuningan hingga hijau muda mengkilat seperti ada lapisan lilin, berambut halus, bertangkai 2-10 cm. Unitnya sederhana dan letaknya bersilangan. Bentuknya seperti seperti jantung, lebar menjari dengan tiga lekukan. Ujung daun meruncing. Ukuran daun 5-13 cm x 4-12 cm. Bunga: Warna agak putih hingga ungu muda/pucat, pada bagian tengahnya jauh lebih ungu. Letak: di ketiak daun. Formasi bunga soliter. Daun mahkota berbentuk bulat telur terbalik, diameter hingga 5 cm. Benang sari banyak, putih dan panjangnya dapat melampaui ukuran panjang mahkota bunga.
Buah: Bulat seperti kelereng, kadang agak lonjong. Kulit buah hijau jika mentah dan menjadi getas dan kuning ketika matang. Buah dibungkus oleh serabut yang berambut banyak. Di dalam buah banyak dijumpai biji. Ukuran: diameter buah 1,5-3,0 cm. Biji: Bentuk bulat pipih, berselaput keras, hitam. Batang: Berbentuk bulat, dengan sulur pembelit, licin berwarna hijau. Akar: Serabut, kuning kecoklatan. Ciri khusus: Bunga Passiflora memiliki tiga putik dan lima kepala sari. Fenologi: Berbunga sepanjang tahun. Polinasi dilakukan oleh angin dan serangga. Habitat: Tumbuh liar di dekat pantai berpasir yang bukan rawa, tanah lapang terlantar, merambat di pagar dan menyenangi lokasi yang mendapat cahaya matahari yang kuat, memerlukan cukup cahaya matahari atau sedikit naungan, dan perbanyakannya dapat dilakukan dengan stek batang pada batang yang cukup tua. Kegunaan: Daun muda dapat digunakan sebagai sayur, buahnya enak dimakan (manis seperti markisa, tapi agak sedikit pahit). Seluruh bagian tanaman juga dapat digunakan sebagai obat batuk, koreng, borok, kencing berlemak dan pembesaran kelenjar limfa di leher.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 44 Phragmites karka (Retz.) Trin ex. Steud.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Phragmites karka (Retz.) Trin ex. Steud.
Famili: Poaceae Sinonim: Arundo karka Retz., A. vallatoria Pluk ex. L., Phragmites communis sensu Ridley., P. filiformis, P. phragmites (L.) Karst., P. roxburghii. Nama daerah: Gelagah, Bayongbong, Galagah asu, Gumulong, Kasongket, Perumpung, Gajonggong, Palungpung, Parongpong, Tatepal, Tatupele, Biet, Weda-Palungpung. Spesies yang mirip: Phragmites vallatoria (Pluk. ex. Linn.) J.F. Veldkamp. Habitus: Terna tahunan, tinggi 2-8 m. Daun: Daunnya memita, tak berbulu, tidak kasap, panjang 20-60 cm dan lebar 8-35 mm. Bunga: Perbungaannya malai, 20-75 cm tingginya, tegak atau dengan cabang menunduk, buliran terdiri atas 3-7 floret, berbulu putih keperakan.
Buah: Buahnya kariopsis, dengan bermahkotakan bekas tangkai putik. Biji: Biji bulat, normal, dan kecil. Batang: Dalam bentuk rumpun, kuat, batangnya berongga-rongga. Akar: Bentuk rhizoma yang membentuk serabut dalam. Fenologi: Berbunga sepanjang tahun. Polinasi dilakukan oleh serangga atau burung dan dapat dieprbanyak dengan biji. Habitat: Tumbuh di ketinggian 1700 m dpl di tempat berbencahbencah atau setidaknya lengas, terutama di pinggir-pinggir pengairan dan di tebing-tebing jurang yang lembab, biasanya tumbuh berkelompok dan tak jarang dalam jumlah besar. Kegunaan: Digunakan sebagai pupuk untuk tambak, bisa juga untuk stabilisasi tanah.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 45 Pluchea indica (L.) Less.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Pluchea indica (L.) Less. Famili: Asteraceae
Biji: Biji bulat silinder, normal, kecil, coklat keputih-putihan.
Sinonim: Baccharis indica L., Erigeron denticulatum Burm. f.
Batang: Batangnya berkayu, bulat, tegak, bercabang, bila masih muda berwarna ungu setelah tua putih kotor.
Nama daerah: Beluntas, Lamutasi, Lenabou, Baruntas, Luntas, Lamutasa (Makassar). Spesies yang mirip: Pluchea odorata, P. obovata, P. sericea, P. purpurascens, P. glutinosa. Habitus: Semak, tinggi 2 m. Daun: Daun bertangkai pendek, letaknya berselang-seling, berbentuk bulat telur sunsang, ujung bundar melancip. Tepi daun bergerigi, berwarna hijau terang, bunga keluar di ujung cabang dan ketiak daun, berbentuk bunga bonggol, bergagang atau duduk, dan berwarna ungu. Bunga: Bunga majemuk bentuk malai rata, keluar dari ketiak daun dan ujung tangkai, cabang cabang perbungaan banyak sekali, bunga bentuk bonggol bergagang atau duduk, warnanya putih kekuningan sampai ungu. Buah: Buah longkah agak berbentuk gasing, kecil, keras, cokelat dengan sudut sudut putih. Biji kecil, coklat keputih putihan. Perbanyakan dengan stek batang yang cukup tua.
Akar: Akar tunggang. Fenologi: Berbunga sepanjang tahun. Polinasi dilakukan oleh angin. Perbanyakan dapat dilakukan dengan stek pada batang yang sudah cukup tua. Habitat: Tumbuh di daerah berpasir, sering juga ditemukan di tanah berkadar garam tinggi. Beluntas dapat tumbuh di daerah kering pada tanah yang keras dan berbatu, pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian 1000 meter dari permukaan laut, memerlukan cukup cahaya matahari atau sedikit naungan. Kegunaan: Mengobati sakit saraf lemah, lalapan daun dapat menghilangkan bau keringat, dan obat demam.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC. Famili: Fabaceae Sinonim: Botor tetragonolobus (L.) Kuntze., Dolichos tetragonolobus L., Psophocarpus longepedunculatus Hassk., P. tetragonolobus (Stickm.) DC. Nama daerah: Kecipir (Ind.), Kacang botol, Kacang belimbing (Sumatera), Jaat (Sunda), Kaceper (Madura), Cipir (Jawa tengah dan Jawa timur), Kelongkang (Bali), Biraro (Ternate). Spesies yang mirip: P. grandiflorus, P. lancifolius, P. lukafuensis, P. monophyllus, P. palustris, P. scandens, P. necker, P. lecomtei. Habitus: Tumbuhan merambat dan dapat membentuk semak, tinggi 3-4 m. Daun: Daun majemuk dengan anak daun berbentuk segitiga dan dua penumpu kecil yang berjumlah 3 helai, panjang daun 7-8.5 cm, pertulangan menyirip, letak daun berseling-seling, berwarna hijau. Bunga: Bunga berjumlah 2-10 buah, berada dalam tandan di ketiak daun, bertipe kupu-kupu, dan berwarna lembayung muda atau putih dengan ragam perpaduan lembayung muda, krem, biru, dan merah. Kelopak bunga biasanya berwarna biru pucat dan mampu menyerbuk sendiri. Buah: Bertipe polong, memanjang, berbentuk segi empat dengan sudut beringgit, panjang polong 5-35 cm, lebar sekitar 2.5 cm, mengandung 5-20 biji. Setiap segi bersayap dan di bagian pinggirnya berombak, bergerigi, atau berlekuk. Lebar sayap 0.3-1 cm, berwarna kuning-hijau, hijau atau krem, dan kadang-kadang disertai lurik merah. Polong muda pada sat masak berwarna cokelat atau hitam.
Biji: Bentuk biji agak membulat dengan panjang 0.6-1 cm, dan bobotnya 0.04-0.64 gram. Biji berwarna kuning, kehijauan, coklat, putih hingga hitam berbintik. Biji memiliki kulit yang keras. Batang: Batangnya silindris, beruas, dan jarang mengayu. Warna batang umumnya berwarna hijau, namun beberapa varietas memiliki batang keunguan, merah muda hingga cokelat. Batang merambat turus hingga ketinggian 3 m, bila tidak ada maka akan melata di atas tanah. Akar: Akarnya membentuk umbi utama dengan diameter 2-4 cm dan panjang 8-12 cm. pada akar terdapat bintil-bintil akar. Ciri khusus: Biji sangat keras, sangat sensitif terhadap suhu dingin. Fenologi: Pembungaan terjadi sangat pendek, terjadi jika penyinaran kurang dari 12 jam. Habitat: Tanaman tumbuh baik sepanjang tahun di daerah berhawa panas atau sedang, dengan temperatur 15-320 C. Penyebarannya di daerah dataran rendah hingga ketinggian 2000 mdpl. Tumbuh baik dengan keadaan tanah berbahan organik rendah, berstruktur pasir atau lempung. Kegunaan: Bagian polong, daun dan bunga dapat digunakan sebagai sumber pangan, ampas biji dapat digunakan sebagai pakan ternak sapi perah dan ayam petelur. Daunnya juga dapat dimanfaatkan sebagai obat sakit mata, telinga dan bisul, sedangkan bijinya berkhasiat menambah nafsu makan, meningkatkan daya tahan tubuh, dan anti flu. Multifungsi lainnya adalah sebagai penutup tanah dan sebagai pupuk hijau.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 46 Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Ricinus communis L. Famili: Euphorbiaceae Sinonim: Ricinus inermis Mill., Ricinus spectabilis Bl. Nama daerah: Jarak kaliki, Dulang (Sumatera), Kalek (Madura), Tanggang-tanggang raja (Makassar), Peleng kaliki (Bugis). Spesies yang mirip: Ricinus viridus Willd., R. specious Burm., R. inermis et lividus Jack., Croton spinosa L. Habitus: Perdu, dengan tinggi mampu mencapai 1-5 m. Daun: Tangkai daunnya bulat berongga. Daunnya menjari dan bangun daunnya bulat. Bentuk daunnya memanjang. Ujung daun runcing. Tulang daun menyirip. Bagian tepi daunnya bergerigi. Daunnya bercangap menjari. Daging daunnya seperti perkamen. Permukaanya licin. Termasuk daun tunggal. Panjang 10-75 cm dan lebar 10-65 cm, warna daunya cokelat hijau. panjang tangkainya 35-50 cm. Bunga: Termasuk bunga majemuk berbatas. Memiliki bentuk tandan di ujung cabang. Merupakan bunga banci dengan benang sari banyak, tangkai putik sangat pendek, bentuk benang. Tumbuhan berumah satu yaitu putik dan benang sari terdapat dalam satu bunga. Dasar bunganya bercawan. Warnanya merah muda, merah atau hijau. Buah: Buah sejati ganda, berbentuk kotak, lonjong, memiliki lekuk tiga dan berduri. Waktu masih muda berwarna hijau setelah tua hitam.
Biji: Bijinya memiliki kulit luar yang tebal berdaging sedangkan kulit tengahnya keras. Bentuk luarnya lonjong. Selain itu warna kulit luar biji cokelat dengan bintik hitam di tengahnya. Batang: Batang berkayu dan berbentuk bulat. Permukaanya berlubang dan beruas-ruas. Warnanya cokelat kebiruan. Arah tumbuhnya serong ke atas atau condong. Percabangan batang monopodial. Akar: Akarnya tunggang, bercabang. Warnanya kuning muda. Ciri khusus: Bijinya mempunyai racun yang berbahaya bagi tubuh. Fenologi: Berbuah setelah 2 - 3 tahun. Perbanyakan generatif (biji). Habitat: Tumbuh liar di hutan, semak-semak, tanah kosong dataran rendah sampai 800 m dpl, atau di sepanjang pantai. Dapat tumbuh di daerah yang kurang subur, asalkan pH tanah sekitar 6â&#x20AC;&#x201C;7, dan drainasenya cukup baik karena akar tumbuhan jarak cepat busuk dalam air yang tergenang atau dalam tanah yang banyak mengandung air. Kegunaan: Biji jarak yang dibuang kulitnya dan dilumatkan hingga menjadi serbuk dapat ditempel ke tubuh sebagai obat korengan, sedangkan minyak yang diambil dari bijinya bisa diminum untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan orang dewasa. Daunnya berkhasiat untuk menyembuhkan batuk dan sesak napas. Akarnya dapat dimanfaatkan untuk menjaga stamina tubuh. Tumbuhan ini mengandung minyak yang dapat dimanfaatkan sebagai bio-etanol.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 47 Ricinus communis L.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 48 Ruellia tuberosa L.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Ruellia tuberosa L. Famili: Acanthaceae
Biji: Biji bulat, cokelat, dan kecil.
Sinonim: Ruellia clandestina.
Batang: Tegak, pangkal sedikit berbaring, bersegi, masif, hijau.
Nama daerah: Pletekan, Ceplikan (Jawa), Pletesan.
Akar: Tunggang, membentuk umbi, cokelat.
Spesies yang mirip: Ruellia napifera.
Ciri khusus: Warna bunga yang mencolok berwarna ungu.
Habitus: Terna musiman, tinggi 0.4-0.9 m.
Fenologi: Berbunga sepanjang tahun. Polinasi dilakukan oleh serangga dan angin dan dapat dieprbanyak dengan biji.
Daun: Tunggal, bersilang berhadapan, bentuk solet, ujung membulat, pangkal runcing, tepi bergigi, panjang 6-18 cm, lebar 3-9 cm, licin, pertulangan menyirip, hijau. Bunga: Majemuk, bentuk payung, di ketiak daun, terdiri 1-15 bunga, kelopak 2-3 cm, benang sari melekat pada tabung mahkota berjumlah 4, dasar mahkota membentuk tabung, ujung berlekuk 5, panjang 3,5- 5 cm, ungu. Buah: Kotak, lonjong, kering, berbiji banyak, panjang 2-3 cm, membuka dengan dua katup, hijau.
Habitat: Tumbuh di ketinggian 0-800 m dpl dan liar di dalam hutan, dapat tumbuh di daerah yang kurang subur asal pH tanahnya sekitar 6-7 dan drainase baik. Akarnya tidak tahan terhadap genangan air. Kegunaan: Untuk obat kencing batu dipakai Âą 15 gram daun Ruellia tuberosa, dicuci dan direbus dengan 2 gelas air sampai mendidih selama 15 menit, dinginkan dan disaring.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Sesuvium portulacastrum (L.) L. Famili: Aizoaceae
Akar: Tumbuh di antara ruasnya, dalam bentuk rhizoma.
Sinonim: Crithmus indicus Rumph., Portulaca portulacastrum L., Pyxipoma polyandrum Fenzl., Sesuvium polyandrum Fenzl. ex Britt., S. repens Willd., Trianthema polyandrum Bl.
Ciri khusus: Tumbuhan yang hidup berkoloni.
Nama daerah: Gelang laut, Saruni air, Krokot, Sesepi, Gelang pasir. Habitus: Herba tahunan, menjalar, seringkali memiliki banyak cabang. Panjangnya hingga 1 m dengan batang berwarna merah cerah, halus dan ditumbuhi akar pada ruasnya. Daun: Daunnya tebal, berdaging dan berbentuk linier, lanset, oblong lanset, dengan ukuran 2,5-7 cm x 0,5â&#x20AC;&#x201C;15 cm, pada bagian daun axialnya mempunyai bunga. Bunga: Kecil, warna ungu, memiliki tangkai panjangnya 3-15 mm dan tabung panjangnya 3 mm. Letak bunga: di ketiak daun. Formasi: soliter. Daun mahkota: 5 cuping, panjang 6-9 mm. Benangsari: banyak dan 3-4 tangkai putik. Buah: Berbentuk kapsul, bundar dan halus, panjang melintang kira-kira 8 mm. Terdapat beberapa biji hitam berbentuk kacang, halus dan panjangnya 1.5 mm. Biji: Biji kecil, tidak ringan, dan tidak mengapung. Batang: Bercabang, panjang batang 1 m, dengan warna merah, cerah dan halus.
Fenologi: Pembungaan muncul sepanjang tahun. Berukuran kecil dengan putik bergerombol dan dibantu oleh lebah dalam proses penyerbukan. Biji tidak ringan. Habitat: Seringkali ditemukan di sepanjang bagian tepi daratan dari mangrove, pada hamparan lumpur dan gundukan pasir, pada areal yang secara tidak teratur digenangi oleh pasang surut. Substrat tumbuh berupa pasir, lumpur dan tanah liat. Juga ditemukan di pantai berkarang, sepanjang pematang tambak dan kali pasang surut. Umumnya ditemukan di lahan di sekitar bagian tepi di daratan mangrove, tanah berlumpur, dan bukit pasir yang biasanya membanjiri dan tidak teratur. Ditemukan juga di areal berbatu. Kegunaan: Daun dapat dimakan setelah dicuci dan dimasak berulang kali. Di Thailand biasa digunakan untuk makanan ternak seperti domba, kambing dan babi, serta dapat dikonsumsi manusia.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 49 Sesuvium portulacastrum (L.) L.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Suaeda maritima (L.) Dum. Famili: Chenopodiaceae Sinonim: Atriplex maritima (L.) Crantz., Chenopodium australe R.Br., C. maritimum L., Chenopodina australis (R.Br.) Moq., C. maritima (L.) Moq., C. maritima var. vulgaris., Dondia maritima (L.) Druce., Lerchena maritima (L.) Kuntze., Salsola indica Willd., S. maritima (L.) Poir., Schoberia linifolia Nutt. ex Moq., S. maritima (L.) C.A. Mey. Nama daerah: Alur, Ahaha-Malur. Spesies yang mirip: Suaeda australis (R.Br.) Moq., S. indica Moq., S. nudiflora Moq. Habitus: Herba tahunan, yang bias menjadi semak tinggi 45 cm. Daun: Daun sederhana, alternate, exstipulate, berdaging, silinder, linier, berbentuk sabit ketika muda, basis truncate, 1-2.5 x 1-2 cm. Bunga: Bunga hijau-keputihan, biseksual, dan bracteate 2-bracteolate, perianth pendek, calycine bulat atau urceolate, 5 - lobed, benang sari 5, filamen pendek, kepala sari agak besar, bulat telur ovarium, sessile, adnate bawah ini untuk perianth, stigma 3 dan papillose. Buah: Buahnya berbentuk seperti spons.
Biji: Biji monomorfic, lenticular, berdiameter 1-2.2 mm, kulit biji coklat kemerahan atau hitam, retikulat. Batang: Dalam bentuk rumpun, kuat, batangnya tegak, bercabang, linear atau substrate. Ukuran 10-50 x 0.8-1.7 mm. Akar: Bentuk rhizoma yang membentuk serabut dalam. Ciri khusus: Tumbuh dalam bentuk semak, daunnya seperti duri tajam padahal tidak tajam. Berwarna keunguan mencolok jika terendam dalam air yang bersalinitas tinggi. Fenologi: Tumbuh sepanjang tahun dan termasuk spesies mangrove yang terasosiasi. Polinasi dilakukan oleh air. Habitat: Tumbuh di lahan lumpur dan rawa-rawa yang bergaram, dan di tanah berpasir. Kegunaan: Dimakan sebagai sayuran.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
Gambar 50 Suaeda maritima (L.) Dum.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
DAFTAR PUSAKA Aksornkoae S. 1993. Ecology and management of mangroves. Thailand, IUCN Bangkok. 176pp. Chapman VJ. 1975a. Mangrove Vegetation. German: Strauss and Cramer GmbH. Chapman VJ. 1975b. Mangroves biogeography. In Walsh GE, Snedaker SC, Teas HJ (Eds). Proceeding of international symposium on biology and management of mangrove: 3 â&#x20AC;&#x201C; 22. Gainseville, University of Florida, Hawaii. Hamilton LS, Snedaker SC (eds). 1984. Handbooks for mangrove areas management. IUCN-UNESCO. 123pp. Kusmana C. 1993. A study on mangrove forest management based on ecological data in East Sumatra, Indonesia. PhD Dissertation, Kyoto University, Japan. Macnae W. 1968. A general account of the fauna and flora of mangrove swamps and forests in the Indo-West Pacific region. Advances in Marine Biology 6:74-241. Percival M, Womersley JS. 1975. Floristic and ecology of the mangrove vegetation of Papua New Guinea. Botany Bulletin 8. 96p. Santoso N. 2012. Arahan kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan mangrove berkelanjutan di Muara Angke Daerah Khusus Ibukota Jakarta [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Snedaker SC. 1978. Mangrove: Their value and perpetuation. Nature and Resources 14:6-13. Tomlinson PB. 1986. The Botany of Mangrove. UK: Cambridge University Press.
\ '-03" ."/(307& %* ,"8"4"/ )65"/ "/(,& ,"16, t ^
TIM PENELITI
Berdiri (dari kiri ke kanan) :
Duduk (dari kiri ke kanan) :
1. Petugas lapang 2. Muhammad juan ardha 3. Setiawan 4. Davidia Intan Permata Yahdi 5. Rianiko Aditya Permana 6. Rian Ristia Wulandari 7. Meidilaga 8. Petugas lapang
1. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MSc 2. Ir. Dadan Mulyana, MSi
Duduk (dari kiri ke kanan) : 1. Petugas lapang 2. Badrun 3. Dea Fauzi Lestari 4. Petugas lapang
wa
sa
n
Re
ENSIKLOPEDIA
Ka
Kampung Nelayan Kamal Muara
Laut Jawa
sto
ras
Tambak
iH
uta
nM ang rov e Hutan Lindung Angke Kapuk
Taman Wisata Alam Pantai Indah Kapuk Aboretum Mangrove
Muara Angke
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas sekitar 17.405 buah pulau dengan panjang garis pantai sekitar 95.181 km. Sebagian besar dari pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau kecil yang keberadaannya bergantung pada hutan mangrove dan hutan pantai. Oleh karena itu, sebagai negara kepulauan Indonesia mempunyai hutan mangrove dengan luasan terluas di dunia dan jenis tumbuhan yang relatif banyak dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Seperti halnya lazim terjadi di negara-negara berkembang lainnya di dunia, banyak hutan mangrove di Indonesia mengalami kerusakan akibat berbagai gangguan, salah satu hutan mangrove yang saat ini mengalami gangguan cukup berat adalah hutan mangrove di Angke Kapuk, Jakarta Utara. Sehubungan dengan itu, Fakultas Kehutanan IPB bekerjasama dengan PT Kapuk Naga Indah melakukan survey vegetasi pada kawasan ini.
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, 2013.
FLORA MANGROVE
Buku Ensiklopedia Flora ini menyajikan berbagai jenis tumbuhan yang tumbuh di kawasan mangrove Angke Kapuk, kami berharap buku ini dapat menjadi salah satu acuan untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan mangrove yang tumbuh di daerah kawasan restotasi hutan Mangrove, hutan lindung dan Suaka Margasatwa Muara Angke.