Teras Pers Edisi Maret 2017

EDISI XXVII MARET 2017

“KETOK PALU KURIKULUM BARU” LIPUTAN UTAMA

SUDUT

SENI BUDAYA

Menelisik Kurikulum Baru: Sudah Waktunya Berbenah 03

Berkawan Dan Berlawanan Bersama Lorong Kampus

Hikayat Ketandan

19

13

Kayuh terus sepeda mu dek, tuntunlah ilmu dengan semangat mu.

Fotografer: Regy Eka

EDITORIAL

Perubahan kurikulum tak dapat dihindarkan lagi. Hal tersebut merupakan keniscayaan. Se­ bagaimana termaktub dalam Perpres Nomor 8 tahun 2012, merupakan sebuah keharusan bagi seluruh pendidikan tinggi untuk menyesuaikan orientasi pendidikan setiap lembaga dengan apa yang disebut sebagai Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Secara singkat, KKNI akan menjadi acuan agar pendidikan tinggi di seluruh Indonesia memiliki pencapaian sesuai yang diharapkan oleh negara.

Apakah yang diharapkan negara dari penerapan KKNI? Kesiapan mahasiswa untuk menghadapi dunia kerja meliputi seluruh aspek: pengetahuan, kemampuan, dan menejerial.

Dalam rangka pengimplementasian KKNI, maka prodi Ilmu Komunikasi FISIP UAJY mengambil langkah dengan melakukan perubahan kurikulum agar sesuai dengan ketentuan pemerintah ter­sebut.

Perubahan drastis yang dapat kita lihat diantaranya adalah penyesuaian dan peniadaan (­konversi) beberapa mata kuliah dan peniadaan empat konsentrasi studi yang selama ini menjadi identitas Ilmu Komunikasi UAJY. Perubahan tersebut akan diterapkan mulai tahun ajaran 2017/2018 dan diberlaku­ kan bagi seluruh mahasiswa aktif dari seluruh angkatan. Hal ini berbanding terbalik dengan isu yang selama ini beredar kuat bahwa kurikulum baru hanya akan diterapkan bagi mahasiswa baru saja.

Seluruh perubahan tersebut tidak dapat dihindari lagi. Hal penting yang harus segera di­ lakukan oleh pihak prodi dan tim penyusun kurikulum adalah sosialisasi kepada seluruh maha­siswa yang masih memiliki kepentingan akademis. Hal tersebut harus dieksekusi mengingat, setidaknya, ada dua isu yang perlu ditanggulangi. Pertama, perkara sosialisasi kebijakan hampir selalu menjadi masalah di tingkat prodi, fakultas bahkan universitas. Hal ini tentu merupakan ironi mengingat prodi ilmu komunikasi mempunyai segenap syarat untuk memastikan kebijakan dipahami oleh setiap civitas, namun hingga hari ini bisa kita tengok polemik berbagai kebijakan masih saja kerap terjadi.

Kedua, tentu berkaitan dengan perencanaan studi mahasiswa yang akan berpengaruh dengan adanya konversi dan peniadaan konsentrasi studi yang berimplikasi pada alur mata kuliah. Tidak meng­ herankan bila lantas kekhawatiran akan berubahnya rencana studi bagi mahasiswa aktif mencuat dan menjadi isu yang paling banyak diperbincangkan oleh mahasiswa.

TIM REDAKSI PEMIMPIN UMUM

Ryan Sara Pratiwi

Stephanie Miranda Gregorius Christian H.

WAKIL PEMIMPIN UMUM

LITBANG

PEMIMPIN REDAKSI

LAYOUTER

Agustinus Negara Aloysius Bram

WAKIL PEMIMPIN REDAKSI

Benedith Maria

LIPUTAN 1 03-04

SEKITAR KITA 17-18

LIPUTAN 2 05-06

SUDUT 19-20

ILUSTRATOR

POLITIK KITA 07-08

SOSOK 21-22

FOTOGRAFER

LITBANG 09-10

OPINI 23

DJENDELA RANA 11-12

KOMIK 24-25

Monica Kasihana D. Maria Heris Devina Adi Surya Samodra Judith Brenda

EDITOR

Christina T. Nicholas Ryan Aditya REPORTER

Gregorius BramaSntyo Ayumi Danuswari Nadia Fika P. Chintya Deavy Ardelia Karismurti Odilia Fenta Yosephine Isabella Teresia Bela

DAFTAR ISI

Regy Eka Deasilda Amalo Monang Widyoko Jeremy MARCOMM

Novita Sri Rejeki Dewa Ayu Indah K.P. Tieni Feranica K. Natasha Debora

SENI BUDAYA 13-14 KOMUNITAS 15-16

LIPUTAN UTAMA

Menelisik Kurikulum Baru: Sudah Waktunya Berbenah

Ilustrasi Judith Brenda

Simpang siur terkait beredarnya isu perubahan kurikulum di prodi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) telah terjadi beberapa lama. Setelah dikonfirmasi, kurikulum ini akan berjalan pada tahun ajaran 2017/2018. Diterapkan untuk seluruh mahasiswa aktif dari seluruh angkatan.

Awal tahun 2016 lalu, Ike Devi ­ditunjuk sebagai ketua tim perubahan ­ kurikulum.

Dipilihnya Ike Devi, tak dapat dilepaskan ­ dari posisinya sebagai kepala program studi (­kaprodi) Ilmu Komunikasi ­Univesitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY). Keberadaan Ike Devi di tim ini tidak sendirian, prodi Ilmu ­Komunikasi UAJY sebelumnya pernah memiliki tim ­kurikulum beberapa tahun lalu. Kala itu posisi kaprodi dipegang oleh Dhyah Ayu Retno Widyastuti dan ditemani oleh Pupung Arifin, Yohanes Widodo, Bonaventura Satya Bharata dan Setyo Budi. Mengingat bahwa ­Bonaventura dan Setyo Budi sedang menjalankan studi S-3, maka kemudian mereka ber­tigalah yang menemani diskusi dan rapat secara me­ nyeluruh dari tim kurikulum yang dipimpin Ike Devi. Melalui tim yang telah dibentuk, proses peninjauan kurikulum terus dilakukan.

Tim Perubahan kurikulum ­ kemudian merasa perlu mendapat masukan dan ­kritikan tentang kurikulum yang selama ini telah berjalan. Segenap civitas ­ ­ akademik Ilmu Komunikasi UAJY dilibatkan dalam ­ ­ proses tersebut. Tak hanya dosen, tanggal 28 ­November 2016 lalu, tim perubahan ­kurikulum mengundang beberapa mahasiswa yang ter­ gabung dalam HMPSKOM dan BEM yang terdiri dari masing-masing konsentrasi studi untuk mengikuti diskusi tertutup yang membahas perubahan kurikulum tersebut. Hal yang cukup menarik ialah bahwa tim tersebut juga ber­

03

usaha menghimpun masukan dari perusahaan atau lembaga yang telah memperkerjakan alumni Ilmu Komunikasi UAJY untuk menjadi bahan referensi.

Wajah Baru Kurikulum

Sebulan setelah forum diskusi ­tertutup tersebut dilakukan, awak Teras menemui Ike Devi. Ketika ditanya mengenai ­urgensi peru­ bahan kurikulum, ia ­menjelaskan bahwa pe­ rubahan ­ kurikulum merupakan ­ implementasi ­aturan yang dicanangkan ­Direktorat ­Pendidikan Tinggi (­DIKTI). “Sesuai ketentuan, sebenarnya setiap 5 tahun sekali harus ada peninjauan kembali terhadap ku­rikulum. Perubahan bisa minor, bisa juga mayor. Sedangkan sampai saat ini kita masih menggunakan kurikulum 2003,” ­jelas Ike Devi (20/12). Ia sendiri menambah­ kan ­bahwa pe­rubahan kurikulum kali ini me­ rupakan salah satu bentuk dari penyesuaian terhadap perkembangan dimana teknologi telah ­ ­ me­ rambah ke dunia industri, ekonomi dan politik.

Perubahan yang nantinya dilakukan di­ antaranya meliputi peniadaan pemilihan kon­ sentrasi studi di semester tiga. Hal ini dika­ renakan kurikulum yang selama ini ber­tjalan di prodi Ilmu Komunikasi dianggap “mendua” oleh DIKTI. “Kita kan ilmu ­komunikasi maka seharusnya ilmunya yang kita kuatkan, agar dapat masuk di profesi manapun, karena ­ semua ranahnya dari ilmu komunikasi. Itu ­

yang harus dibenahi,” ungkap Ike Devi.

­ roses penyempurnaan kurikulum baru tengah p ­berlangsung dan ­tinggal menunggu hasil ­final

Perubahan lain dari ­ pembaharuan untuk kemudian di­ sosialisasikan. Tim pem­ kurikulum ­ adalah konversi beberapa baharuan ­ kurikulum memastikan sosialisasi mata ­ kuliah. Secara akademis diharapkan akan dilakukan ­sepanjang berlangsungnya se­ mahasiswa lebih memiliki kompetensi di bi­ mester genap tahun ajaran 2016/2017. ­ dang Ilmu Komunikasi dari berbagai perspektif yang lebih luas. Perubahan tersebut mengacu Respon Civitas pada standar Kerangka Kualifikasi Nasional Setiap perubahan tentunya dapat ­Indonesia (KKNI) yang telah ditetapkan oleh membawa respon positif dan negatif, begitu DIKTI. Sebagaimana yang tercantum dalam pula perubahan kurikulum di Ilmu ­Komunikasi.

Peraturan Presiden (Perpres) no 8 tahun 2012 Lukas Ispandiarno selaku dosen di Ilmu pasal 5 yang menyatakan bahwa strata pen­ ­ Komunikasi UAJY menyambut baik peruba­ didikan D-4 dan S-1 ada di level 6. Ike Devi han kurikulum ini. Ia menyatakan bahwa me­ kemudian menjelaskan bahwa standar pen­ mang sudah waktunya kurikulum ini diganti capaian yang ditujukan kepada setiap level sejalan dengan berkembangnya jaman. Lukas pendidikan memiliki perbedaan. “Masing-­ juga menambahkan bahwasannya di dalam masing level kan sudah ditentukan. Misalnya ­ kurikulum yang selama ini digunakan dinilai kalau levelnya segini (S1,-red.) itu bukan cukup rumit dan terdapat beberapa masalah untuk mem­ ­ perdalam teori tapi untuk me­ yang kerap dijumpai. “Salah satu problemnya ngenal teori,” tutur Ike Devi. ada saat bimbingan rencana studi dan juga pada ­administrasi. Misalkan mayor pilihannya

Saat ini proses telah berjalan ini dan minor harus itu, sebarannya banyak sampai tataran penentuan mata kuliah dan sekali. Kalau salah mengarahkan nanti bisa ­ pe­ ­ nyusunan buku pedoman akademik yang merugikan mahasiswa, karena keluar dari ko­ akan ­digunakan mulai tahun ajaran 2017/2018. taknya,” jelas Lukas (21/01).

Bersama ­teman-teman dosen, mahasiswa dan alumni, forum diskusi men­ jadi ruang dalam Tak hanya dosen, pembaharuan mem­pertimbangkan masukan dan saran. Mata ­ kurikulum ini juga mengundang ­ respon dari kuliah yang sudah ­ ditentukan kemudian di mahasiswa. Yosepha Debrina, ­ mahasiswi ­rincikan lagi ke dalam deskripsi mata kuliah un­ ­ konsentrasi studi jurnalisme angkatan 2014 tuk setelahnya dibentuk menjadi Satuan Acara mengatakan bahwa ia setuju ­dengan ­perubahan Perkuliahan (SAP) atau Rencana ­Pendidikan yang akan dilaksanakan, “­Perubahan ku­ Semester (RPS) sehingga setiap dosen yang rikulum yang baru dengan yang sebelumnya mengajar memiliki ­panduannya. Artinya, wa­ menurutku nggak jauh berbeda dan itu pasti laupun pada dasarnya ada karakteristik dari juga udah melalui berbagai pertimbangan. dosen satu dan dosen lainnya dalam cara me­ Jadi ya jalani saja,” tuturnya. ngajar, panduan yang digunakan akan tetap sama. Hal ini sebagaimana juga tercantum Pendapat berbeda diutarakan ­ Shinta dalam Peraturan Menteri (Permen) nomor 49 Dewi, mahasiswi konsentrasi studi P ­ublic tahun 2014 pasal 12. ­Relations angkatan 2014. Dirinya ­ber­pendapat apabila pembaharuan kurikulum ini di­

Kurikulum KKNI ini nantinya akan lakukan, nantinya mahasiswa tidak begitu ke­ berlaku tidak hanya bagi mahasiswa baru, sulitan menentukan topik yang akan di­ambil tapi juga mahasiswa yang telah ­mengenyam dalam ­ menulis skripsi karena tidak lagi pendidikan di Ilmu Komunikasi UAJY dan dikotak-­ kotakan oleh konsentrasi program akan berjalan pada tahun ajaran 2017/2018. studi. ­Namun di sisi lain, Shinta Dewi merasa ­Pemberlakuan serentak penggunaan ­kurikulum ­pelajaran yang ­diterima mahasiswa tidak akan baru untuk seluruh angkatan ini ­ merupakan fokus pada profesi yang hendak mereka jalani ketentuan pusat, dimana dalam satu ­fakultas di ­kemudian hari. “Kenapa orang yang nggak tidak boleh ada dua kurikulum. “Kalau masuk ke PTN itu tetap pilih UAJY? Ya karena di ­SIATMA (internal) mungkin bisa dibuat poin tingginya justru ada di situ. UAJY punya “dua rumah” (dua kurikulum,-red.), tapi keunikan di situ,” tukas Shinta (20/01). ­pemerintah tidak meng­akomodasi hal itu. Na­ (Ayumi Danuswari/Cynthia Deavy/Yosephine mun ­prinsipnya perubahan ini tidak akan me­ Isabella) rugikan mahasiswa,” tegas Ike Devi. Saat ini

04

LIPUTAN UTAMA

Ilustrasi Adi Surya Samodra

Perubahan Kurikulum Baru Berbasis KKNI: Menilik Implikasi Terhadap Mahasiswa

Kurikulum baru berbasis ­ Kerangka Kompetensi Nasional Indonesia (KKNI) ­dianggap lebih sesuai dengan perkembangan zaman. Asumsinya, sebuah kurikulum yang baik mencoba memodifikasi kurikulum lama.

“Mata kuliah yang ada kita coba untuk up to date kan,” ucap Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Dr. G. Arum ­Yudarwati ketika ditemui awak Teras, Kamis (19/1).

Sesuai Peraturan Presiden No. 8 ­Tahun 2012, dan Undang-Undang No. 12 ­Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, KKNI wajib ­diterapkan pada tahun 2016. Namun, dalam prosesnya diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing fakultas. Ilmu Komunikasi ­FISIP UAJY secara resmi mulai memberlakukan ­kurikulum baru pada tahun ajaran 2017/2018.

Bahwa, mahasiswa angkatan 2010/2011 ­hingga 2016/2017 akan terkena imbas ­ langsung dalam proses transisi kurikulum baru. “Di manapun itu hanya berlaku satu kurikulum.

Nah ­kebijakannya akan seperti apa itu disebut sebagai konversi,” jelasnya.

Konversi merupakan proses ­perubahan mata kuliah kurikulum lama ke kurikulum baru.

Kemungkinan perubahan paling ­ sederhana berupa penggantian nama mata kuliah. “Saya ambil contoh, Penulisan Ilmiah sudah tidak ada, sekarang diganti Bahasa ­ Indonesia. Itu sosiologi ya. Komunikasi belum saya terima,” terang Arum. Lalu pertanyaan yang mun­ cul kemudian, bagaimana dengan nilainya?

05

­ antan ketua program studi ilmu komunikasi M itu menjelaskan lebih lanjut. “Misalnya dulu dia dapat B, nanti akan kita ­konversikan, se­ hingga ­ transkripnya berubah dengan nama yang baru,” jelasnya lagi.

Namun, yang menjadi pertanyaan ada­ lah apakah kebijakan kurikulum baru ­tersebut berimplikasi pada mahasiswa yang sudah men­ jalankan kurikulum sebelumnya? Sementara, hingga saat ini tidak sedikit mahasiswa yang belum mengetahui perubahan kurikulum di Ilmu Komunikasi UAJY. “Saya ­justru belum mendengar adanya pergantian ­kebijakan kuri­ kulum tersebut,” ungkap Adi Bayu, mahasiswa aktif Ilmu Komunikasi UAJY angkatan 2014. ­Selain itu, tanggapan yang sama juga di­berikan oleh Allan, mahasiswa aktif Ilmu Komunikasi angkatan 2015. “Saya tidak tahu. Apakah akan ada perubahan kurikulum?”

Menanggapi ketidaktahuan ­mahasiswa mengenai perubahan kurikulum, Kepala ­Prgram Studi Ilmu Komunikasi UAJY yang juga merupakan ketua panitia perubahan ­kurikulum 2017/2018, Ike Devi ­ Sulistyaningtyas men­ jelaskan bahwa sosialisasi akan berjalan ­selama semester ini. Saat ditanya oleh Awak Teras mengenai implikasi terhadap mahasiswa, Ike enggan menjawab. Selain itu, Arum me­ nambahkan bahwa sosialisasi akan di­lakukan setelah adanya Surat Keputusan (SK) resmi dari fakultas. “Bulan Februari draft awal buku pedoman kurikulum baru harus sudah ada, ke­ mudian Maret digodog, April harus sudah di­

rapatkan. Bulan Mei surat keputusan itu ada,” imbuhnya.

Adanya ASEAN community digadanggadang juga menjadi cikal bakal terbentuknya kurikulum berbasis KKNI. Masyarakat ASEAN berkompetisi satu sama lain dalam dunia kerja. Mahasiswa asing lulusan komunikasi di­ perbolehkan masuk dan mencari lapangan pekerjaan di Indonesia. “Artinya, ­kompetensi kita sudah seharusnya tidak mengguna­ kan standar nasional tetapi internasional,” ­tutupnya memberi tanggapan.

Tanggapan Lain, Lebih Dulu Mengubah Kurikulum Berbasis KKNI

Beberapa fakultas di UAJY sudah me­ lakukan pergantian kurikulum berbasis KKNI. Mulai tahun 2016, Fakultas ­ Teknobiologi (FTB) adalah salah satu fakultas yang telah me­ nerapkan kurikulum berbasis KKNI. Awak Teras berhasil menemui Wadek 1 ­ Fakultas Teknobiologi, L. Indah M. Yulianti, yang ­ juga merupakan ketua panitia perubahan kurikulum, di kantornya. Kurikulum baru ini ­ diterapkan sepenuhnya kepada mahasiswa baru angkatan 2016/2017. Sedangkan untuk mahasiswa atas, pihak fakultas memberikan masa transisi selama satu tahun sampai Juli 2017 “Artinya, nanti kalau sampai Juli 2017 belum habis teori, mahasiswa ini ikut dengan kurikulum yang baru,” jelas Indah saat di­ temui di kantornya (19/1).

Fakultas Teknobiologi (FTB) UAJY yang sudah menerapkan kurikulum KKNI se­ jak ­tahun 2016 lalu telah mengalami ­situasi ­pengorvesian mata kuliah. “Salah satunya mata kuliah Struktur Hewan dan Reproduksi kami gabung menjadi Struktur ­Perkembangan Hewan. Nilainya kami ambil yang paling ­ ­bagus,” terang Indah.

Lebih lanjut, Indah pernah menda­ pat beberapa keluhan dari mahasiswanya.

Pada kurikulum lama, mata kuliah teori dan ­praktikum digabung menjadi satu. Namun saat ini, praktikum adalah mata kuliah ­ sendiri.

“Dulu nilainya A, berarti dikonversi yang baru kuliahnya A, praktikum juga A. Namun, ada mahasiswa yang di nilai akhirnya D, begitu dikonversi kan kuliahnya D, praktikumnya juga D, padahal kalau dilihat detail nilai praktik­ umnya sebenarnya nggak D,” katanya.

Selain itu, fakultas juga memberikan kesempatan para mahasiswa untuk mengulang mata kuliah tertentu yang akan dihilangkan

jika dirasa nilai yang ada meragukan. “Kan pengen nya nanti lulus IP-nya lebih bagus sehingga katakanlah mundur satu semester ­ tapi ada kesempatan mengulang,” ungkapnya.

Saat ditanya mengenai implikasi bagi mahasiswa, Indah menjelaskan bahwa satu hal yang diperhatikan merupakan ­ learning ­outcome dan diharapkan bahwa ada skill tertentu yang ditambahkan di tiap muatan ­ mata ­kuliah. “Harapannya adalah siap kerja dan sesuai bidang, makanya harus cepat lulus, IPK-nya tinggi, dan cepat dapat pekerjaan,” jelas Indah.

Awak Teras juga mencari beberapa pendapat dari mahasiswa FTB. Mereka me­ ngungkapkan bahwa masih sedikit bingung terkait dengan konversi mata kuliah. Salah satu perubahan yang mendapatkan perhatian dari mahasiswa adalah perubahan penilaian yang menggunakan plus dan minus. “Nah, ­mahasiswa seperti aku yang nilainya bagus tapi tanggung jadi turun nilainya ­ kebawahnya,” ­ungkap Vincent, mahasiswa aktif FTB ­angkatan 2015.

Vincent juga menilai bahwa pe­ mindahan mata kuliah yang seharusnya untuk ­semester atas cukup membebani. “Karena itu mata kuliah syarat untuk mata kuliah lain, ya, harus diambil. Jadinya rencana 4 tahun ­kedepan, harus diganti lagi.” imbuhnya.

Mengenai keuntungan yang ­dirasakan, Vincent juga menambahkan dengan ku­rikulum baru ini ada pengurangan mata kuliah yang ia rasa tepat. Misalnya, mata kuliah matematika yang dalam aplikasi biologi tidak terlalu ter­ pakai. Namun, Yovi, salah satu ­mahasiswa FTB angkatan 2015 yang lain, ­justru ­memberikan pendapat yang berbeda. Ia merasa pe­ ngurangan mata kuliah matematika dan ­bahasa inggris kurang tepat karena dirasa penting.

Di sisi lain, Yovi merasakan ­keuntungan dari kurikulum KKNI. “Sekarang praktikum mengerjakan langsung di tempat, jadi tidak perlu repot-repot mengerjakan di rumah,” jelasnya. Pada prinsipnya, kurikulum diubah sesuai dengan kebutuhan pasar, sehingga per­ lu adanya peninjauan secara rutin agar ­dapat mempersiapkan mahasiswa di dunia kerja nan­ ti. “Kalau aku lihat dari tujuannya, ­memang baik untuk mahasiswa, hanya saja perlu adanya adaptasi dari mahasiswa dan pihak ­ fakultas.” jelas Vincent menutup wawancara.

(Ardelia K./Nadia Fika P./Teresia Bela)

06

POLITIK KITA

MENANTI SOSIALISASI PENERAPAN KURIKULUM BARU

Ilustrasi Judith Brenda

Program studi Ilmu ­ Komunikasi ­Universitas Atma Jaya ­Yogyakarta akan ­me­nerapkan kurikulum ­­baru pada tahun ini. ­Berbagai upaya ­dilakukan oleh Tim ­Kurikulum agar proses pembuatan kurikulum dapat segera ­selesai. Tak banyak yang tahu, ­bahwa ­Tim­ ­Kurikulum telah ­menyelenggarakan ­Focus Group Discussion (FGD) terkait ­dengan ­pe­rubahan kurikulum. Teras Pers ­berusaha me­ wawancarai beberapa mahasiswa yang terlibat dalam FGD. Ditemui di ­kampus (21/12/16), Alvina ­ Clorinda, ­ mahasiswi ­ angkatan 2013, membenarkan ­adanya FGD, “Ya, betul, FGD dilaksanakan 28 ­ ­ November yang lalu.” Vina menjelaskan, bahwa FGD diikuti oleh per­

07

wakilan ­ Himpunan Mahasiswa Program Studi ­Komunikasi (HMPSKom), Badan Eksekutif ­Mahasiswa (BEM), dan juga beberapa maha­ siswa yang dipilih secara acak oleh Tim Ku­ rikulum. “Aku ­sendiri diundang secara pribadi oleh Pak Beny,” ­ungkapnya.

Terkait dengan proses berlangsungnya FGD, Vina menjelaskan, “Awalnya ­dipancing dengan beberapa pertanyaan, seperti kenapa kamu masuk Atma Jaya, kenapa kamu me­ milih konsentrasi studi tertentu, adakah mata ­kuliah yang patut dipertahankan atau tidak, apakah ada yang bobotnya berlebihan atau malah kurang,” terangnya. Ditemui di hari

yang sama, perwakilan HMPSKom, ­ Michael Samuel, menjelaskan bahwa di akhir FGD, ma­ hasiswa di­ajak untuk ­mendiskusikan ­rancangan ­kurikulum yang baru. “Jadi ­mahasiswa di­ mintai pendapat, semua saran mahasiswa yang hadir berusaha diakomodir,” tutur Michael.

Menurutnya, hal itu dilakukan agar kurikulum baru yang nantinya diterapkan bisa berjalan dengan baik bagi seluruh mahasiswa.

Regina Tita, salah satu peserta FGD, mengungkapkan hal yang sama pula, “Dosen ingin tahu bagaimana pendapat mahasiswa tentang kurikulum yang sekarang, sudah ­benar atau belum. Terakhir mereka me­ nunjukkan sekilas rancangan kurikulum yang akan ­dipakai, dan meminta pendapat kami,” terang maha­ siswi angkatan 2012 itu (23/12/16). Sementara itu, Yohanita ­Rosediana, perwakilan HMPSKom, menjelaskan lebih ­ lanjut bahwa kurikulum yang berjalan di Prodi Ilmu ­Komunikasi UAJY membagi peminatan ke dalam ­empat konsen­ trasi studi, sehingga mahasiswa dapat belajar secara mendalam. ­Namun di dunia kerja, hal itu justru me­ nimbulkan kekhawatiran, se­ hingga perlu dijelaskan melalui FGD. “Lulusan ilmu ­komunikasi harusnya nggak hanya hebat di salah satu bidang seperti Public Relations, Periklanan, Jurnalisme, atau Kajian Media aja, tapi diharapkan memiliki kompetensi-­ kompetensi dalam bidang ilmu komunikasi secara umum, karena menyandang gelar S.I.Kom,” ujar Yohana (21/12/16).

Hingga saat ini, belum ada ­sosialisasi terkait penerapan kurikulum baru. Salah satu perwakilan BEM yang hadir dalam FGD, ­Andreas Krisna Darmawan, mengaku tak tahu kapan sosialisasi akan dilakukan. “Aku nggak tahu kapan ya, karena setahuku ini masih ­digodog bersama,” ucap Krisna (20/01/17).

Untuk mengetahui kejelasan ­mengenai sosialisasi kurikulum baru, Teras Pers menemui Ketua Tim Kurikulum, Ike Devi Sulistyaningtyas (10/01/17). Menurutnya, sosialisasi kepada seluruh mahasiswa memang belum dilakukan.

“Sampai saat ini memang belum, karena kami masih mendengar masukan-masukan dari ahli dan juga alumni, bisa jadi ada perubahan, kan,” ujar Ike.

Proses pembuatan kurikulum hingga saat ini masih terus berjalan. Menurut salah satu anggota Tim Kurikulum, Dhyah Ayu ­Retno,

bangunan kurikulum yang dibentuk masih dalam tahap rekonstruksi. Rekonstruksi ­ kurikulum bertujuan untuk mengkaji kem­bali kekhasan Prodi Ilmu Komunikasi UAJY bila dibandingkan dengan prodi ilmu komunikasi di u ­ niversitas lain. Untuk itu, sosialisasi kurikulum baru akan dilakukan setelah rancangan kurikulum dirasa sudah siap. “Ketika ­sosialisasi sudah di­ lakukan, berarti kan ­bangunan ­kurikulumnya sudah ada, kalau sekarang output-nya belum kelihatan,” paparnya (18/01/17).

Sekretaris Tim Kurikulum, Alexander Beny Pramudyanto, juga mengatakan hal yang serupa. Ditemui pada hari yang sama, Beny menjelaskan bahwa Tim Kurikulum belum me­ nentukan tanggal pasti diadakannya ­sosialisasi.

“Pergantian semester depan itu harusnya ­sudah sosialisasi,” terangnya. ­Menurut Beny, sosialisasi dapat dilakukan secara verbal melalui bimbingan mahasiswa di ruang kelas.

Beny menekankan pentingnya bimbingan KRS ­bagi mahasiswa, sehingga ­informasi me­ngenai kurikulum dapat tersampaikan. Selain itu, ­ akan ada pula petunjuk-petunjuk secara ter­ tulis melalui buku pedoman.

Terakhir, Yohanes Widodo, anggota Tim Kurikulum menambahkan, bahwa proses pembentukan kurikulum memang panjang (20/01/17). Menurutnya, tak mudah bagi Tim Kurikulum untuk menyamakan persepsi. ­Melalui berbagai diskusi dengan dosen ­lainnya, Tim Kurikulum berusaha untuk merangkum segala masukan, sehingga apa yang nanti dihasilkan berasal dari satu persepsi yang sama. “Otomatis harus ada sosialisasi, karena ­mungkin akan ada kontroversi dari mahasiswa juga. Tetapi sekali lagi, prinsipnya kurikulum tidak akan merugikan mahasiswa,” tekannya.

(Benedith Maria/Feranica Kairupan)

08

LITBANG

JAJAK PENDAPAT KEBIJAKAN ­ KURIKULUM BARU DI PRODI ILMU KOMUNIKASI FISIP UAJY

Sebagaimana diatur oleh Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ­Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014, standart acuan dalam menyusun, menyelenggarakan, ­ dan mengevaluasi kurikulum program studi harus didasarkan pada Standar Nasional Pen­ didikan Tinggi. Dasar pemikiran dalam me­ nyusun kurikulum pendidikan tinggi sebagai standart nasional pendidikan, harus sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012. Oleh karena itu, maka semua perguruan tinggi wajib menyesuaikan diri sesuai standart KKNI.

Prodi Ilmu Komunikasi akan ­melakukan penyesuaian terkait dengan kurikulum yang diterapkan. Hingga saat ini, kurikulum yang digunakan oleh prodi Ilmu Komunikasi sendiri masih menggunakan kurikulum tahun 2003.

Perubahan itu, menurut Ike Devi, kepala prodi Ilmu Komunikasi sekaligus kepala Tim ­Perubahan Kurikulum, meliputi peniadaan pe­ milihan konsentrasi studi di semester tiga dan konversi beberapa mata kuliah.

Teras Pers tertarik melakukan ­ riset sederhana dengan menyebarkan ­ kuesioner ­secara online kepada 100 responden. ­Responden yang dituju tentunya adalah ma­ hasiswa aktif Ilmu Komunikasi di FISIP UAJY. Selain melalui metode penyebaran kuesioner, Teras Pers juga melakukan wawancara kepada beberapa mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UAJY yang mengaku berperan aktif me­ngikuti informasi di kampusnya. Hal ini dilakukan ­untuk menggali informasi-informasi mengenai kebijakan baru tersebut.

Dari kuesioner yang dieadarkan, sekitar 66,7% mahasiswa Ilmu Komunikasi ­ mengaku aktif mengikuti informasi terkait den­

09

gan FISIP UAJY. Terutama informasi me­ngenai kebijakan-kebijakan yang masih ­ ­ berlaku di ­fakultas tersebut. Mengenai pe­rubahan kuriku­ lum di prodi Ilmu ­Komunikasi, sejumlah 63,9% sudah mengetahui ­ ­ informasi tersebut. Se­ banyak 68% responden ­mengetahui ­informasi tersebut dari teman. Sedangkan sebanyak 29,9% mengetahui ­informasi ­tersebut dari dos­ en. Lembaga mahasiswa juga ­me­nyumbang dis­ tribusi informasi tersebut dengan ­presentase 22,7% responden ­ mengetahui informasi ter­ sebut dari lembaga HMPSKOM. Sedangkan 8,2% mengetahui dari Badan Eksektuif Maha­ siswa FISIP UAJY. Ada pula responden yang mengaku mendapat ­ informasi tersebut dari karyawan dengan presentase sebesar 7,2%.Se­ dangkan dari pihak lain yang tidak disebutkan sebesar 15,5%.

Berdasarkan jajak pendapat yang di­ lakukan, sejumlah 65% mahasiswa mengaku belum menyetujui dengan adanya ­perubahan kebijakan kurikulum di FISIP UAJY. Meski ­demikian, ada pula sejumlah 35% responden yang menilai sah dan setuju bila hal tersebut diberlakukan segera di FISIP UAJY.

Berbagai pendapat pun ­ dilontarkan.

Salah satunya datang dari Bernadeta Agustina. ­ Mahasiswi konsentrasi studi hubungan masyarakat angkatan 2013 ini ­ mengungkapkan bahwa informasi perubahan ­ kurikulum di kampusnya masih dalam proses penyempurnaan.“Info tersebut ­sebenarnya masih rencana ya, jadi sampai sekarang Fakultas dan Prodi masih dalam proses pe­ ­ nyempurnaan,” katanya.Meski masih dalam proses perencanaan, Bernadeta mengaku setuju jika kebijakan mengubah kurikulum di FISIP UAJY terjadi.“Aku setuju saja sih, asal­ kan memang sudah benar-benar siap, jadi kita nggak perlu takut kalau ada perubahan karena pasti sudah dipertimbangkan.”

Pendapat berbeda diungkapkan oleh Benedicta Alvinta atau yang lebih akrab di sapa Yeye. Ia pribadi mengaku masih sulit bahkan dilema mengenai mana yang harus ­ ­disetujui atau tidak dari perubahan ­kurikulum ilmu ­komunikasi di kampusnya. “Aku masih dilema ya, mana yang harus disetujui atau tidak di­ setujui,” kata Yeye.Yeye juga men­ jelaskan bahwa kurikulum ilmu komunikasi yang se­karang diterapkan justru sudah men­ jadi ­ unggulan dari prodi Ilmu Komunikasi UAJY. “Mahasiswa dapat semakin ahli dalam bidangnya. Ini akan membentuk mahasiswa untuk siap memasuki dunia kerja,” paparnya.

Senada dengan Yeye, Natalia ­Ningrum, mahasiswi konsentrasi studi ­ periklanan angkatan ­ 2014 juga ­ mengungkapkan ketidaksetujuannya ­ akan perubahan ­kurikulum. “­Untuk penjurusan di semester 5 nanti, aku gak setuju karena seharusnya dari awal memang lebih difokuskan mahasiswanya.

Kalo dari semester 5 berarti mereka belajar ­teori penjurusan hanya sebentar. ­Kemungkinan susah ­ ­ mengaplikasikannya nanti,” papar ­Natalia.

Selain itu, ada juga responden yang mengaku belum paham dan belum men­ dapat kejelasan dari informasi berubahnya ­kurikulum di prodi Ilmu Komunikasi FISIP UAJY. Melalui kuesioner online yang diedarkan oleh Teras Pers,sekitar 88% dari 110 responden ­menyetujui bahwa diperlukan sosialisasi lebih lanjut terkait dengan perubahan kurikulum tersebut. Baik sebelum diterapkan maupun ketika pihak prodi sudah mengetuk palu ten­ tang perubahan tersebut.

(Monica Kasihana D.)

10

SENI BUDAYA

Hikayat Ketandan Keberadaan gerbang besar yang berada di sebelah timur Jalan Malioboro itu tampak mencolok.

Dua tiang berwarna merah yang menjulang tinggi dengan ornamen berbagai makhluk dari ­mitologi Tionghoa ini menjadi pagar sebuah kampung bernama Ketandan.

Hiruk pikuk keberagaman warga di Kampung Ketandan (Foto:Aloysius Bram)

Terletak di Kecamatan Gondomanan, ­ aerah ini memang kondang sebagai salah satu d kawasan pemukiman masyarakat Tionghoa atau pecinan di Yogyakarta. Selain Ketandan, sebenarnya terdapat pula kawasan pecinan lain yang berada di Yogyakarta. “Ada kampung Pajeksan di sebelah barat Malioboro. Juga di utara Pasar Kranggan dikenal pula sebagai ­kawasan pecinan,” papar Tjundaka Prabawa, tokoh warga Tionghoa yang juga menjabat ketua RW 5 Kampung Ketandan. Ketandan sendiri memiliki kisah sejarah yang juga saling bertaut erat dan menjadi bagian dari sejarah Yogyakarta.

Hiruk pikuk Ketandan sendiri su­ dah ter­ catat sejak Kerajaan ­ Ngayogyakarta

13

­ adiningrat dipimpin oleh Sri Sultan ­Hamengku H ­Buwono II. Bermukimnya masyarakat ­Tionghoa di ­daerah ini tidak lepas dari strategi ­Belanda untuk menjaga stabilitas pengaruhnya di ­Yogyakarta. Belanda pada waktu itu membuat pem­ bagian daerah pemukiman berdasarkan golongan warga. “Warga Tionghoa ­ditempatkan di s­ebelah utara loji kecil yang berada di ­Jalan ­Suryotomo. Sehingga ­tersebutlah ­daerah Ketandan, ­ ­ Pajeksan hingga Poncowinatan sebagai daerah pecinan. Sedangkan warga pribumi ditempatkan di dekat Kraton,” kisah Tjundaka. Pada waktu itu di Ketandan ­tinggal seorang kapitan Tionghoa yang ­ termahsyur bernama Tan Jing Sing. “Dahulu rumah Tan Jing Sing berdiri dari gerbang Kampung ­Ketandan sampai perempatan Ketandan,” je­

II. Hubungan mesra kedua kutub kebudayaan besar yang ada di Yogyakarta tersebut lantas memunculkan bentuk-bentuk akulturasi ke­ budayaan antara kultur Tionghoa dan Jawa.

“Ya yang paling kentara ­akulturasinya adalah makanan ya. Kita bisa tahu beberapa ikon makanan yang terkesan jawa sekali ternyata jus­tru hasil dari akulturasi itu sendiri seperti bakmi jawa, bakmi ongklok, bakso, bakpia.

Sampai wedang ronde dan wajik pun ada­ lah hasil dari proses akulturasi itu,” jelas ­Tjundaka.

Salah satu pojok Kampung Ketandan yang ikonik (Foto:Aloysius Bram)

las ­Tjundaka.

Hari ini, Tan Jing Sing lebih kita ­ k enal dengan nama KRT Secadiningrat.

Nama yang juga menjadi sebuah ruas jalan di Kota ­ ­ Yogyakarta: Secodiningratan.

Secadiningrat adalah nama yang diberikan ­ oleh Sri Sultan ­ Hamengku Buwono III ke­ tika Tan Jing Sing ­ menjabat sebagai bupati Kraton ­ ­ Ngayogyakarta Hadiningrat. Jabatan ­tersebut tak lepas dari jasanya bernegosiasi dengan Thomas ­Raffles. “Jadi pasca ­kekalahan Belanda ­ ­ melawan perang dengan Inggris, ­Yogyakarta akan diduduki oleh Inggris. Namun Tan Jing Sing yang memang luas pergaulannya diutus oleh kraton untuk melakukan nego­ siasi hingga ­akhirnya ditarik mundurlah bala ten­tara Inggris yang waktu itu sudah separuh jalan menuju Yogyakarta dari Semarang,” ­ tambah Tjundaka.

Secara administrasi kewilayahan, ­Ke­tandan sendiri terbagi menjadi 3 unit rukun warga (RW) dengan populasi masyarakat Tionghoa yang mencapai 60%. Aktivitas ­ masyarakat Tionghoa di Ketandan sendiri masih ­ didominasi oleh aktivitas ekonomi.

Sesuatu yang tidak pernah berubah sejak da­ hulu hingga saat ini. “Tan Jing Sing pun juga seorang pengusaha hasil bumi waktu itu,” ujar Tjundaka. Di era Orde Baru di mana diskri­ minasi terhadap kaum Tionghoa dimobilisasi langsung oleh pemerintah lewat berbagai kebijakannya, Ketandan sendiri termasuk ­kawasan pecinan yang cukup kondusif.

Sepanjang sejarahnya, belum ­pernah terjadi suatu peristiwa sentimental ber­ nuansa rasisme di Ketandan. Tjundaka ­sebagai warga yang sejak kecil tinggal di ­ ­ Ketandan ber­ pendapat bahwa situasi harmonis itu juga berusaha dijaga oleh warga Tionghoa di ­Ketandan. “Saya ingat di tahun 1980-an kami warga Tionghoa yang tinggal di Ketandan per­ nah mengadakan upacara bendera hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia. Dari mulai peserta sampai petugas upacaranya adalah warga Tionghoa. Ini menunjukkan bahwa kami pun juga merasa menjadi bagian dari bangsa Indonesia,” kenang Tjundaka.

(Aloysius Bram)

Dari sanalah Ketandan memiliki ­hubungan khusus dengan Kraton ­Ngayogyakarta ­Hadiningrat. Hubungan ter­sebut semakin terja­ lin lantaran KRT ­Secadiningrat memper­sunting salah seorang kerabat kraton menjadi istri keduanya. Begitu juga di generasi se­lanjutnya manakala anak Sri Sultan Hamengku Buwono IV mempersunting putri KRT ­ Secadiningrat

14

KOMUNITAS

MELAWAN TEROR LEWAT DUNIA MAYA

Sutanto Prabowo (Kiri) dan ALif Probohadi (Kanan) (Foto:Gregorius Bramantyo)

15

Badan Nasional Penanggulangan ­Terorisme (BNPT) pada tahun 2016 mem­ bentuk kelompok yang bernama Duta Damai.

Kelompok tersebut berada di bawah komando Deputi 1 BNPT yang bertugas sebagai pencegah paham-paham radikalisme dan propaganda terorisme di dunia maya. Duta Damai sendiri terbagi ke lima komunitas: Satu Duta Damai, Pojok Duta Damai, Jihadis Duta Damai, Ayo Duta Damai, dan Kita Duta Damai.

lis yang dianggap mampu dan masuk kriteria.

Selain memiliki kesibukan di bidang online, Pojok Duta Damai juga memiliki ­kegiatan yang berbasis pada dunia nyata (offline). “Seperti akhir tahun 2016 kemarin, kami dikumpulkan di Jakarta selama lima hari untuk pelatihan tingkat lanjut. Intinya penyegaran tentang tugas-tugas kita dan pelantikan ­ ­ anggota,” jelas Alif Probohadi, divisi DKV Pojok Duta Damai.

Salah satu kelompok duta damai, ­Pojok Duta Damai, bertugas untuk melawan pahampaham radikalisme dan propaganda berbau terorisme di dunia maya. “Sekarang kan ­banyak konten-konten negatif di ­dunia maya, seperti propaganda tentang ­ radikalisme dan terorisme. Tugas kami adalah membuat kon­ tra propagandanya,” ucap ­Sutanto Prabowo, ­Pemimpin Redaksi Pojok Duta Damai. Dalam tugasnya memerangi tindak radikalisme di dunia maya, Pojok Duta Damai mengguna­ kan cara-cara yang satir namun elegan lewat laman website-nya. “Biasanya kami mem­ buatnya dalam bentuk tulisan, meme, dan video,” lanjut Prabowo.

Pada mulanya, terdapat lima kelom­ pok Duta Damai di Yogyakarta. Setelah hampir satu tahun berlalu, kini tinggal menyisakan dua kelompok, Pojok Duta Damai dan Satu Duta Damai, yang masih aktif. Masing-masing dari kelompok tersebut berjumlah dua belas orang anggota.Pojok Duta Damai sendiri tidak memiliki kontrak untuk anggotanya karena berdasarkan pada asas volunteer. “ Tidak ada masa jabatan. Selama kita masih mau dan mereka (BNPT) masih mau pakai kita,” terang Alif.

Pojok Duta Damai sendiri masih ter­ dengar asing di kalangan masyarakat. Hal itu diakui oleh Prabowo, “Ya memang, karena kami terbentuk baru sekitar pertangahan ta­ hun 2016. Bisa dibilang kami terbentuk sete­ lah momentum teror Thamrin di Jakarta.” Ia menjelaskan, pada awalnya BNPT membuka semacam lowongan atau rekrutmen untuk Duta Damai melalui laman website BNPT. “­Kemudian nanti diseleksi secara online.

Setelah lolos, nanti ditelepon sama BNPT ­ untuk diundang ke pertemuan perdana guna membentuk tim redaksi.” Seleksi yang di­ lakukan oleh BNPT sendiri diambil berdasar­ kan kompetensi di tiga bidang: penulis, desain grafis, dan informatika. Ketiga kompetensi tersebut nantinya akan saling melengkapi ­ketika bekerja di dunia maya.

“Yang penulis nanti membuat ar­ tikel, desain grafis membuat meme, dan yang ahli ­ informatika bisa membuat video atau ­mengelola website,” terang Prabowo.

Ke depan, BNPT akan mengadakan rekrutmen untuk anggota Duta Damai yang baru. Anggota Duta Damai yang sekarang me­ rupakan angkatan pertama dan nantinya akan melebarkan sayapnya ke kota-kota lain. Untuk saat ini, Duta Damai baru berada di Jakarta, Yogyakarta, Medan, dan Makassar.

Dalam gerakannya membuat kontra propa­ ganda di dunia maya, Pojok Duta Damai pun kerap kali mendapatkan beberapa ancaman.

“Pernah ada komentar-komentar di website kami yang bernada mengancam. Tapi untung­ nya, belum pernah ada ancaman di dunia nyata,” kata Prabowo. Ia juga menjelaskan ­ bahwa pekerjaan tersebut memang beresiko tinggi. Bagian kontak dalam laman website mereka pun tidak dipublikasikan demi ­alasan keamanan. “Memasang foto diri di website kami pun sebenarnya juga rawan,” tutup Prabowo sembari tertawa ringan.

(Gregorius Bramantyo)

Selain itu, BNPT juga menyasar ke dalam komunitas-komunitas blogger dan per­ guruan tinggi untuk merekrut anggota Duta Damai. Dari situ, BNPT merekrut penulis-penu­

16

SEKITAR KITA

Berkawan Dan Berlawanan Bersama Lorong Kampus Akhir medio 2016, mahasiswa ­Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) sempat dihebohkan dengan viralnya sebuah ­ ­situs bernama “Lorong Kampus”. Mungkin banyak dari kita yang berlomba-lomba men­ cari tahu apa itu Lorong Kampus, dan mem­ bagikannya ke teman-teman setongkrongan dan sepermainan. Berbekal canggihnya alat smartphone saat ini, begitu mudah kita me­ nemukan informasi-informasi mengenai lorong kampus. Lewat aplikasi instagram dan situs lorongkampus.com kita bisa melihat lebih dekat mengenai lorong kampus.

Merasa kurang puas berselancar di ­ internet dan dunia maya, awak Teras akhirnya berhasil mewawancarai pendiri ­ dari Lorong Kampus. Adalah Sandok Portibi, biasa ­ dipanggil Bung Sandok yang meng­ gagas media ­ alternatif ini. Dengan slogan “Berkawan dan ­Berlawanan”, lorong kampus ­mengenalkan ­dirinya sebagai media alternatif di UAJY. ­Menurut mahasiswa Fakultas Hukum ­angkatan 2011 ini, gagasan lorongkampus.com ­diwujudkan untuk mahasiswa UAJY berdiskusi dan menulis. “Tarikan awalnya sih ingin mem­ bangun budaya diskusi dan menulis di ­kalangan mahasiswa.

17

Selain itu untuk membangun kritik yang mengena, gak terlalu berat, tapi ma­ hasiswa banget,” ujar Sandok tegas. Sandok menilai bahwa tidak ada wadah tepat untuk mengakomodir budaya tersebut. “Apalagi ngomongin kebijakan kampus, takut ini ­takut itu,” tukasnya. Ia sendiri menilai berbagai lembaga pers mahasiwa yang ada di UAJY saat ini lebih terlihat sebagai alat propaganda pencitraan kampus belaka. “Contohnya kaya GEMA, menurut saya pribadi isi dari majalah itu pencitraan kampus semua agar terlihat baik di mata institusi pendidikan lainnya,” ­jelas Sandok.

Sedangkan Lorong Kampus sendiri ber­ orientasi menyediakan bahasan yang ­mungkin selama ini tidak pernah diakomodir oleh ­lembaga pers “buatan kampus”.

Menggalakkan Isu BEM Universitas Sandok sendiri mengakui, selain mem­ buat ­ wadah diskusi dan kritik di kalangan civitas akademik Universitas Atma Jaya Yogyakarta,Lorong Kampus berusaha ­ untuk menggalakkan isu mengenai urgensi ke­ beradaan lembaga eksekutif mahasiswa di

tingkat universitas. Mengapa hal ini menjadi begitu penting dan menjadi prioritas dari Lorong Kampus?

Sandok berpendapat karena selama ini yang bisa menjembatani antara kebijakan kampus dengan mahasiswa hanyalah lembaga eksekutif mahasiswa. Ia melanjutkan, bahwa masalah kebijakan kampus tidak akan bisa dibahas oleh BEM di masing-masing fakultas karena lingkup kerjanya yang terbatas. “BEM Fakultas tidak memiliki kapasitas terkait itu, kebijakan fakultas selama ini hanya seputar kebijakan administrasi saja,” nilai Sandok.

program studi Manajemen angkatan 2015.

Menurutnya, Lorong Kampus sudah bagus ­ dalam mengisi konten alternatifnya, meski begitu dirinya menginginkan agar Lorong Kampus lebih dikenal lagi oleh mahasiswa ­ agar ­ keinginan dari lorong kampus sendiri yaitu menciptakan budaya menulis dapat ter­ laksana di kalangan mahasiswa. “Ini kan yang saya tahu wadah untuk menulis ya, jadi perlu lebih digalakkan lagi lorong kampus itu apa, mungkin dengan seperti itu akan ada banyak mahasiswa yang tahu dan menulis di sana ka­ rena tahu ada wadahnya,” pungkas Rio. (Nicholas Ryan)

Meski saat ini baru mahasiswa ­fakultas hukum saja yang terlibat, media alternatif ini juga terbuka terhadap mahasiswa fakultas lain yang ingin bergabung mengkritisi kebija­ kan kampus dengan berdiskusi dan menulis.

Sistem kontributor yang diterapkan Lorong Kampus membuat siapapun boleh menulis dan menjadi bagian dari Lorong Kampus. Sifatnya yang mandiri dan alternatif membedakan Lorong Kampus dengan media lainnya. “Kita bukan media jurnalistik, media pers atau apa­ pun itu yang berbau jurnalistik, karena sekali lagi yang kita bangun di sini adalah budaya menulis,” tegas Sandok.

Lorong Kampus di Tengah Mahasiswa Salah satu mahasiswa FISIP UAJY yang me­ ngikuti perkembangan dari viralnya Lorong Kampus ialah Fitri Utaminingtyas. Menurut mahasiswi Ilmu Komunikasi angkatan 2015 ini, dirinya mengetahui keberadaan Lorong ­Kampus ketika media ini sedang bersiteru de­ ngan Potensi UAJY medio 2016 lalu. ­Lanjutnya, Fitri menanggapi bahwa Lorong Kampus ­sebagai media alternatif harus bisa lebih men­ cerminkan sisi alternatifnya lagi.

Meski begitu, ini bukan sematamata kekurangan dari Lorong Kampus saja, melainkan bisa jadi karena kesadaran ­ ­mahasiswa UAJY yang masih kurang terhadap media seperti ini. “Aku rasa lorong kampus harus lebih alternatif lagi agar mahasiswa yang suka dengan media seperti ini bisa ber­ tambah,” tutup Fitri.

Hal senada juga diutarakan oleh Stefanus Rio, mahasiswa Fakultas Ekonomi ­

18

SUDUT

Problematika Kurikulum Prodi Sosiologi: “Pergantian, Bukan Kesalahan”

Ilustrasi Adi Surya Samodra

Pemenuhan SKS (Satuan Kedit ­Semester) merupakan syarat mutlak bagi seorang mahasiswa untuk mencapai gelar ­ ­sarjana. Tak terkecuali mahasiswa dari Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poli­ tik Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Se­ belum mewujudkan impiannya memperoleh gelar ­ Sarjana Sosiologi, setiap mahasiswa harus mampu memenuhi jumlah SKS yang telah ditetapkan prodi. Berbicara soal SKS, sudah tentu berbicara perihal kurikulum dan kode mata kuliah.Dilansir dari website res­ mi milik prodi Sosiologi, kode mata kuliah yang ­ digunakan berikut akronimnya yakni ­Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), Matakuliah Keilmuan & Keahlian (MKK), Ma­

19

takuliah Keahlian Berkarya (MKB), ­Matakuliah Perilaku Berkarya (MPB), dan Matakuliah Berkehidupan Bersama (MBB).

Suatu sistem yang telah dirancang baik, tak menjamin pelaksanaan juga se­ lalu baik. Begitu pula dengan sistem kuri­ kulum prodi sosiologi ini. Sistem kurikulum yang telah dijalankan, terutama terkait kode mata kuliah sempat menimbulkan kebingun­ gan pada mahasiswanya. Kebingungan ini dialami oleh sebagian besar mahasiswa so­ ­ siologi ­ angkatan 2012. Bagi para mahasiswa 2012, ­ permasalahan ini disebut-sebut seba­ gai ke­salahan kode mata kuliah. Awak TERAS ber­hasil menemui Rani ­Lestari, salah seorang

mahasiswa sosiologi yang mengalami per­ masalahan ini. “Permasalahan pertama ada­ lah kesalahan kode mata kuliah, yakni ­Bahasa Indonesia MPB seharusnya MPK (­semester satu), ­Etnografi ­Audiens MKB seharusnya MPB (semester enam), Organisasi Manajemen Penelitian MKB seharusnya MPB. Kedua, ada ­ mata kuliah kurikulum lama yang ditawarkan kembali di tahun akademik selanjutnya yang telah meng­gunakan kurikulum baru, yakni Or­ ganisasi Manajemen Penelitian (MPB), Negara Pasar Buruh (MBB), Etnografi Audiens, serta Kajian Budaya, Media Massa Indonesia, dan Komunikasi Lintas Budaya (mata kuliah lintas prodi). Terakhir adalah kesalahan jumlah SKS pada dua mata kuliah Prodi Sosiologi, yakni Pendidikan Agama dan Bahasa Indonesia yang seharusnya 3 SKS, tetapi hanya 2 SKS saat kami melakukan kuliah ini di semester satu,” jelas Rani.

Sebagai salah satu masalah kuriku­ lum yang ada di prodi, kesalahan mata ­kuliah ini tentu menuntut perhatian yang besar dari ­Kaprodinya sendiri. Ditemui di ruanga­n­ nya, Kaprodi Sosiologi yang akrab disapa Pak ­Bambang ini menyempatkan waktunya untuk mengobrol beberapa waktu bersama awak TERAS. “Oh, itu bukan kesalahan tapi pergan­ tian. Jadi pada angkatan tahun 2012 dilaku­ kan pergantian kurikulum ke 2013. Pada saat pergantian itu memang kode mata kuliah ada yang diubah dan ada tambahan mata kuliah yang baru,” jawab pak Bambang ketika ditanya perihal permasalahan yang disebut mahasiswa sosiologi sebagai kesalahan kode mata kuliah.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa masalah yang timbul sebenarnya lebih kepada akibat dari kurangnya komunikasi antara pihak prodi dan mahasiswa sosiologi. Perubahan kuriku­ lum yang dilakukan mahasiswa terhitung dari ­angkatan 2012 ini tidak begitu disosialisasikan.

“Mahasiswa yang tidak paham tentang pergan­ tian kurikulum tersebut dan yang mengalami pasti banyak yang bingung. Maka banyak yang menyebutkan itu adalah kesalahan kode mata kuliah yang sebenarnya bukan,” jelas Pak Bambang ketika ditanya kesalahan seperti apa yang terjadi. Mahasiswa angkatan 2012 me­ ngaku baru mengetahui perubahan kurikulum ini sekitar semester 5.

Rani sebagai salah satu mahasiswi yang megalami permasalahan ini mengaku bahwa ia memperoleh informasi peruba­

han kurikulum ini dari salah satu dosen yang ­datang dan menjelaskan ketika Rani tengah berbincang bersama rekan-rekannya saat akan mengisi KRS. “Kalau semisal salah kurikulum, harusnya kan dari semester awal kita ngeh.

Tapi baru tahu salah itu, ya, dari salah satu dosen. Nggak semua dosen pembimbing KRS mengkoreksi kalau kurikulum pada beberapa mata kuliah yang akan kita ambil itu adalah mata kuliah di semester lama,” tambah Rani dengan lugasnya.

Kebingungan akan sistem kurikulum terkait kode mata kuliah ini membawa dam­ pak bagi perkuliahan mahasiswa. Dampak permasalahan ini diakui berimbas pada jum­ lah Satuan Kredit Semester (SKS) dari yang telah ditargetkan oleh pihak prodi. “Jumlah SKS yang saya ambil, karena adanya kesala­ han kurikulum dan kode mata kuliah adalah 155 sks. Artinya saya sudah kelebihan 11 sks, dari syarat kelulusan Prodi Sosiologi yang harus menye­lesaikan 144 SKS,” tambah Rani.

Kelebihan SKS ini kemudian menurutnya perlu ditangani dengan melakukan konversi kode mata kuliah. Jika hal ini tidak dilakukan, maka pengambilan beberapa mata kuliah dengan kode tertentu akan menjadi hangus karena sebenarnya tidak masuk ke kurikulum.

Mahasiswa yang merasa dirugikan ka­ rena masalah ini pun, kabar baiknya, tidak tinggal diam. Mereka aktif dan berinisiatif untuk melaporkan hal ini ke Kaprodi. Selain itu, mereka juga berdiskusi dengan dosen lain terkait kesalahan kode mata kuliah. Pihak ­Kaprodi kemudian mengambil tindakan. Prodi telah melakukan konversi kode mata kuliah sebagai bentuk bantuan kepada mahasiswa 2012 guna menyesuaikan dengan kurikulum baru. “Respon balik dari laporan mahasiswa ke ­Kaprodi sejauh ini berjalan baik. Kode mata kuliah saat kami melakukan key-in ­sudah di­ ubah. Mata kuliah yang salah kode sudah dikonversi. Mata kuliah lintas prodi yang saya ambil juga sudah dikonversi sehingga tidak jadi hangus. Persoalan konversi sudah ditetap­ kan, sehingga memberikan keadilan bagi saya pribadi dan teman-teman saya, tetapi tetap dengan kelebihan 11 SKS bagi saya dan teman-teman lain yang selama 5 semester berkesempatan mengambil 24 SKS,” jelas Rani, ­me­ngakui tanggung jawab pihak prodi.

(Odilia Fenta Trikuswari / Stephanie ­Miranda)

20

SOSOK

Riyadi dan Perindang yang Ia Cintai

Pesona pantai berpasir putih dan ber­ bukit karang merupakan daya tarik wisata pantai di kabupaten Gunung Kidul. Setiap akhir pekan, pantai-pantai di yang terletak di pesisir pulau Jawa ini selalu ramai dikunjungi, terutama kawasan pantai Baron, Kukup dan Krakal yang telah lama dikelola sebagai obyek wisata. Pengelolaan kawasan berupa penataan ruang dan ketersediaan fasilitas umum di­ harapkan mampu meningkatkan kenyamanan kawasan wisata. Riyadi, 43 tahun, adalah salah satu orang di balik pengembangan ka­ wasan pantai Baron, Kukup dan Krakal.

Laki-laki berkulit gelap yang saat ini bekerja sebagai tenaga kerja harian di bawah Dinas Pariwisata kabupaten Gunung Kidul ini selain bertanggung jawab atas pengelolaan pantai Kukup juga mengklaim dirinya sebagai perintis konservasi lingkungan pesisir. Penana­ man pohon-pohon perindang jalan yang meng­ hubungkan sejumlah pantai dari kecamatan Tanjungsari hingga kecamatan Girisubo yang dilakukannya menjadi dasar klaim tersebut.

Riyadi berbagi cerita bahwa ide pe­ nanaman perindang ini berawal sekitar tahun 1991-1992. Ia merasa bahwa gersangnya ka­ wasan pantai dan jalan di sekitarnya mem­ buat orang gerah dan tak betah berkunjung di bawah terik matahari. “Yang saya lihat dari awal adalah pengunjung pantai datang, kemu­ dian kepanasan lalu pulang. Secara berulangulang itu yang terjadi,” tutur Riyadi. “Musuh terbesar orang yang tinggal di pinggir pantai adalah saat musim kemarau, panasnya itu

21

membakar,” tegasnya ketika saat ditemui pos informasi pantai Kukup.

Tanpa dukungan dana dari peme­ rintah, Riyadi mengawali penanaman po­ hon perindang pada tahun 1999 saat masih ­bekerja sebagai Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM). Berbekal pengetahuan yang diperolehnya saat mengenyam pendidi­ kan di sekolah pertanian di Wonosari dan sete­ ngah tahun mengikuti program kewirausahaan di Akademi Penyuluhan Pertanian ­Yogyakarta, dengan telaten Riyadi merawat bibit-bibit yang ditanamnya. “Untuk menanam perin­ dang tersebut tidak sembarangan saya tanam begitu saja. Pertama saya tanam perindan­ gnya, kemudian saya tutup calon perindang tersebut dengan pelepah daun kelapa untuk menahan percikan air laut,” papar Riyadi. Ia mengungkap bahwa panas dan gersang tidak menjadi masalah dalam penanaman bi­bit, asal di dekatnya terdapat sumber air tawar. Ba­ ginya, kendala utama dalam penanaman bibit perindang adalah teriknya sinar matahari dan percikan air laut yang dapat membunuh bibitbibit yang ditanamnya.

Sempat bekerja di Dinas Sosial Yog­ yakarta selama sekitar empat tahun sebelum akhirnya bekerja di Dinas Pariwisata, Riyadi, laki-laki berperawakan kurus ini berharap agar pengembangan potensi alam di kawasan pantai dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Selain pengembangan di sektor pariwisata melalui pembangunan penginapan-penginapan dan fasilitas penun­

Foto: Gregorius Christian H.

jang lain, menurut Riyadi, banyak kekayaan alam sekitar yang belum banyak dilirik dan di­ maksimalkan pengelolaannya seperti rumput laut. Riyadi berujar bahwa rumput laut belum dimaksimalkan potensinya. Warga sekitar se­ lama ini hanya mengolah rumput laut menjadi produk makanan seperti keripik atau sekedar memanen dan menjualnya ke pengepul, pa­ dahal rumput laut dapat pula diolah menjadi berbagai produk. Oleh karena itu dulu ia mem­ bantu mahasiswa-mahasiswa yang datang mel­ akukan penelitian dan mengadakan sosialisasi mengenai macam-macam produk hasil olahan rumput laut. “waktu itu mahasiswa UGM da­ tang dan mensosialisasikan pengetahuan men­ genai rumput laut yang tumbuh di bibir pantai yang dapat diolah menjadi kerupuk, kemudian dari Undip yang mensosialisasikan pupuk ola­ han dari rumput laut,” kenang Riyadi.

Kini perindang-perindang yang dita­ namnya di sepanjang jalan penghubung pantai dari kecamatan Tanjungsari hingga kecamatan Girisubo telah tumbuh. Meski ukuran pohonpohon tersebut belum terlalu besar dan mam­ pu menaungi para pelintas jalan dari terik ma­ tahari, macam-macam jenis tanaman seperti sengon laut, cemara udang, nyamplung dan santigi yang rajin ia rawat saat masih bibit menandai awal keberhasilan usahanya. Sambil menunjukkan siku kanan dengan tulang yang telah lama bergeser akibat kecelakaan yang terjadi ketika menanam bibit perindang ber­ tahun-tahun lalu, laki-laki kelahiran 1974 itu membanggakan diri. ”Walaupun tangan saya seperti ini, saya bangga karena luka saya ini adalah hasil jerih payah yang akhirnya ter­ bayarkan.” Ke depannya, Riyadi masih ­ingin menanam lebih banyak pohon, terutama ka­ rena keinginannya menanam perindang di sepanjang jalan penghubung pantai belum sepenuhnya tercapai. Masih banyak ruas ja­ lan yang belum memiliki pohon perindang.

“Karena suasana yang sejuk orang juga se­ nang istirahat. Enak kalau di pantai ada tem­ pat ber­teduh di bawah pohon,” tutup Riyadi yang juga berharap pantai-pantai lain seteduh ­pantai Kukup tempatnya bekerja.

(Agustinus Negara/Gregorius Christian H.)

22

OPINI MENINJAU SEJENAK PERENCANAAN PENETAPAN KURIKULUM BARU PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FISIP UAJY

Pada tahun ajaran 2017/2018 men­ datang, Program Studi Ilmu Komunikasi ­Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta (Prodi Ilkom FISIP UAJY) akan mener­ apkan kurikulum baru. Kurikulum baru ini mengi­ kuti panduan baru dari DIKTI yang di­sebut sebagai KKNI (Kerangka Kualifikasi ­Nasional ­Indonesia).

Kurikulum baru ini akan meleburkan empat kon­ sentrasi studi yang ada di kurikulum sebelumnya (Hubungan Masyarakat, ­Komunikasi Periklanan & Pemasaran, Jurnalistik, dan ­Kajian Media) men­ jadi dua peminatan, yaitu: ­Komunikasi Bisnis dan Komunikasi Publik. Hal yang mengejutkan, kuri­ kulum baru ini diterapkan di semua mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UAJY.

Di satu sisi, penghapusan konsentrasi studi ini bisa dianggap baik, sebab ada kecen­ derungan mahasiswa yang memaknai konsentrasi studi sebatas identitas, bukannya sebuah kebu­ tuhan yang ingin digali lebih mendalam. Pengha­ pusan ini juga meminimalisir adanya ajang pe­ milihan yang ‘mengekor’ teman ataupun tragedi salah mengambil jurusan yang sering dikeluhkan oleh mahasiswa. Namun demikian, di sisi lain, perubahan mendadak ini tentu menciptakan ke­ bingungan pada banyak mahasiswa.

Saya yakin tidak sedikit mahasiswa yang sudah merencanakan perjalanan kuliahnya sejak awal. Adanya kurikulum baru yang diterapkan ke seluruh mahasiswa ini kemudian bisa merusak rencana kuliah tersebut. Teman-teman dari kon­ sentrasi studi Kajian Media menjadi pihak yang paling terkena dampaknya. Penghapusan semi­ nar dan diterapkannya program KKL berbobot 4 SKS ke seluruh mahasiswa mulai semester depan membuat mahasiswa Kajian Media banting stir dan harus merevisi rencana kuliahnya. Apakah merugikan? Pada level tertentu saya katakan iya.

Selain kebingungan yang muncul di kalangan mahasiswa, dikatakan bahwa kurikulum baru ini ditujukan supaya menempa mahasiswa agar mempunyai daya tahan ketika berhadapan de­ ngan dunia kerja, setidaknya lima hingga sepuluh tahun. Sebuah gagasan yang absurd, me­ngingat adanya fakta bahwa banyak lulusan yang tidak bekerja sesuai jurusan atau peminatannya. Saya melihat adanya variabel yang terabaikan di sini: bahwa bekerja itu soal kegigihan dan minat dari masing-masing pribadi, bukan hanya ‘­ arahan’ dari perguruan tinggi. Lagipula, gagasan ini dipengaruhi oleh masukan alumni yang sudah

23

bekerja, dan tidak divalidasi apakah masukan alumni setidaknya ada yang sesuai dengan satu atau lebih harapan mahasiswa setelah lulus.

Kemudian, minimnya sosialisasi ten­ tang kurikulum baru tentu berpotensi menjadi polemik di kalangan mahasiswa. Berdasarkan sumber, semestinya sejak bulan Desember ke­ ­ marin sudah ada sosialisasi, namun buktinya sampai sekarang belum ada dan masih sebatas penyebaran isu dengan metode getok tular (dari ­mulut-­ke-mulut) dan belum ada yang bisa me­ mastikan keabsahan informasinya. Isu ini menja­ di liar. Sosialisasi kurikulum dengan jarak 6 ­bulan bila terhitung sejak Desember hingga ­ tahun ­ajaran baru dibuka pun menurut saya masih ter­ hintung mendadak.

Barangkali banyak yang menyangkal untuk apa mahasiswa angkatan tua seperti saya memprotes kebijakan ini? Toh tidak terlalu ba­ nyak berdampak. Tapi saya rasa penting juga untuk bersuara, sebab saya mendapat sedikit banyak keluhan dari mereka yang akan men­ jalaninya. Barangkali ketika mereka berkeluh kesah pada organisasi atau pihak kampus tidak merasa didengarkan, atau hanya berakhir de­ ngan template jawaban yang seolah disiapkan beberapa pihak untuk menjawab pertanyaan atau protes mahasiswa: “Ya saya tidak mau tahu, bla bla bla.”.

Paulus Angre Edvra Mahasiswa Konsentrasi Studi Kajian Media Angkatan 2012

KOMIK

Ilustrasi Judith Brenda

24

KOMIK

Ilustrasi Adi Surya Samodra

25

Ibu-ibu penjual kudapan sego pecel khas pasar Bringharjo Fotografer: Regy Eka