Suara Rumput Ilalang
Sarung
Edisi XVIII
Laporan Utama
Laporan Khusus
Bengkalai Perjuangan yang Masih Berserakan
Makna “Bisu di balik Tradisi Mubeng Beteng
Ke-TH-an
Ke-CSS-an
Sekilas tentang PSQH Workshop Jurnalistik: UIN Sunan Kalijaga Menjalin Ukhuwah Tanpa Batas
Kolom Kajur
Truth Claim Sebagai Tantangan Krusial dalam Studi Hadis
Opini
Resensi
Sastra
Reaktualisasi Spirit 10 November
Cahaya Langit Untuk Masyarakat Bumi
Wanodya Maharani Lancang Sajak Dosa Lenteraku
02
Salam Redaksi
Buletin XVIII - November 2012
Assalamu'laikum Wr. Wb. Salam sejahtera para setia SARUNG. Penasihat: Prof. Dr. Suryadi, M.Ag (Pengelola PBSB UIN Sunan Kalijaga) Penanggung Jawab: Pangeran S. Naga P. (Ketua CSS MoRA UIN Sunan Kalijaga) Pimpinan Umum: Siti Mas'ulah
Bulan Nopember bulan penuh event, berkah dan sarat benih-benih perjuangan kepahlawanan. Kami tim redaksi SARUNG menghadirkan kepada Anda setia SARUNG untuk buletin edisi ke-XVIII dengan bahan-bahan bacaan yang lebih berbeda. Kami sebut “SARUNG Special Edition�, karena memang pada edisi kali ini kami persembahkan khusus dengan tampilan yang lebih nyentrik dari edisi sebelumnya.
Pimpinan Redaksi: Muh. Ali Asy'ari Sekretaris: Nilda Hayati Bendahara: Zuraidha Hanum Editor: Siti Sahila Arasy Mulyazir Layout: Reno Novriadi M. Zainul Hakim M. Mufid M. Dir. Produksi: A. Syaifullah M. Syafi'ie Kemas M. Intizam Gatot Trianto W Dir. Pemasaran Halimatus S. Azam Anhar Yulia Rahmi Staff Redaksi: Asep Nahrul M. Wali Ramadhani Siti Fauziah
Selain dari tampilannya, untuk edisi khusus kali ini kami upgrade kontennya. Kami pun menyuguhkan rubrikrubrik baru seperti KOPI, tentang lintas diskusi ilmiyah mahasiswa. Resensi, tentang review buku-buku berkualitas pilihan kami. Dan Karikatur bahan imajiner karya bergambar pilihan dari kru kami. Semoga dapat lebih memuaskan setia SARUNG sekalian. Dan jangan lupa tetap support kami dengan memberi kami Kritik dan Saran yang konstruktif. Terima kasih. Selamat membaca, Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
03
Laporan Utama
Buletin XVIII - November 2012
Bengkalai Perjuangan Yang Masih Berserakan (Liputan Wawancara Eksklusif Dengan Bapak Soemadi, Ketua Legiun Veteran Yogyakarta)
S
ekali se ap tahun Bangsa Indonesia memperinga Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November. Peringatan tersebut ada lain ditujukan untuk mengenang jerih payah para pahlawan yang dahulu berjuang meraih dan mempertahankan kemerdekaan. Berbagai macam event diselenggarakan dalam tema besar refleksi perjuangan kemerdekaan. Namun di balik refleksi yang dikemas dalam even tahunan tersebut, ada hal pen ng lainnya yang masih tersisih dari lirikan publik, yakni para pejuang itu sendiri yang hingga saat ini masih hidup dan tergabung dalam komunitas veteran pejuang Indonesia. Hari Pahlawan 10 November 2012 ini memberikan kesan tersendiri bagi para veteran pejuang Indonesia. Satu bulan sebelumnya, pada tanggal 2 Oktober 2012, DPR RI meresmikan Undang Undang Veteran. Tunjangan pemerintah untuk para veteran kini dilihat sebagai penghargaan bukan prinsip ke dakmakmuran sebagaimana sebelumnya. Adakah yang bisa diharapkan dari UU Veteran ini ? dan bagaimana pejuang veteran memaknai Hari Pahlawan kali ini ? Ketua Legiun Veteran Yogyakarta, Bapak Soemadi (81 th.) menuturkan bahwa beliau dan rekan sesama veteran lainnya menaruh harapan besar dengan disahkannya UU Veteran ini. Salah satunya
adalah dengan dinaikkannya tunjangan yang diberikan pemerintah untuk kesejahteraan veteran. Hingga saat ini para veteran yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia diberikan tunjangan Rp. 250.000 / bulan. Namun sebagaimana diakuinya, hal ini masih saja belum terealisasi. “Kemarin memang ada rencana, katanya mau dinaikkan. Tapi dalam pertemuan veteran kemarin di Jakarta, hal itu belum terlaksana. Dulu sebenarnya tahun 2008, presiden mengajukan satu juta/bulan, tapi dicoret sama DPR, digan 250 ribu. Saya dak menger cara berpikir DPR, apa mentang-mentang kita memang sudah mau ma (tersenyum) ?”, tutur beliau ke ka diwawancarai kru Sarung di rumahnya di kawasan Patehan, Yogyakarta. Mewakili isi ha sekitar 21 rekannya sesama veteran, Soemadi juga menyesalkan sikap pemerintah terkait kesejahteraan para veteran. Di samping tunjangan veteran yang dak cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari, para veteran yang semuanya sudah lanjut usia itu dipersulit dengan prosedur yang rumit dan dak jelas. “Sebenarnya masalah tunjangan 250 ribu saja itu belum tuntas. Sekarang saja dari ran ng keraton itu ada 2 orang yang belum turun. kita juga sebenarnya menerima dana kema an sebanyak 200 ribu, ke ka saya kemarin mengajukan 4 dana kema an tapi yang
04
Laporan Utama
turun cuma satu. Bahkan pernah pengurus pusat mengembalikan semua berkas yang saya ajukan untuk persyaratan, alasannya kami belum menyertakan KTP veteran, padahal seluruh veteran Indonesia itu belum ada satu pun yang punya KTP veteran dan kami memang dak pernah buat”, paparnya. Lebih lanjut, beliau berharap kepada pemerintah untuk lebih serius menangani kesejahteraan veteran. Sambil mengkri k para koruptor yang gemar menumpuk kekayaan sendiri beliau menegaskan bahwa perjuangan kemerdekaan itu harus dibayar dengan harta dan raga. “ Apakah dahulu kalau dak ada yang berjuang mereka itu bisa duduk di sana ?, tentu dak. Dulu merebut satu kota kecil saja di Yogya itu korbannya sudah berapa. Yang ada di pikiran kita waktu itu hanyalah merebut kemerdekaan, bukannya digaji berapa.” ujarnya. Kiprah perjuangan kakek 9 cucu ini cukup panjang. Pada masa penjajahan Jepang, sejak duduk di Sekolah Rakyat (se ngkat SD), beliau sudah terlibat dalam pertempuran di Kotabaru, Yogyakarta, meskipun dilarang oleh orang tuanya. Pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, beliau bergabung dengan kelompok merah, salah satu kelompok pemuda di Yogyakarta. Pertempuran terbesar yang diiku nya adalah Serangan Umum 11 Maret 1949, yang sekarang diabadikan dalam sebuah monumen di Malioboro, Yogyakarta. Terkait keadaan bangsa Indonesia saat ini, Soemadi menyatakan penyesalan dan rasa sakit ha nya. Sikap rakyat Indonesia sekarang yang notabene “generasi penikmat” membuat kekecewaan yang mendalam bagi para
Buletin XVIII - November 2012
veteran yang merupakan “generasi pejuang”. Beliau mengutarakan kekecewaannya kepada para pemuda masa kini yang gampang sekali cek-cok dan terprovokasi, bahkan oleh hal-hal yang kecil dan sepele. “nonton band saja ribut, saya dak menger cara berpikir mereka?” cetusnya. Terlebih ke ka bersinggungan dengan konflik berbau SARA. “Dulu itu kita senang kok melakukan perlawanan. Orang-orang dalam satu kelompok itu bercampur, dak hanya dari Yogya atau orang Islam saja. Dalam kesatuan itu macam-macam agama dan sukunya, orang luar yang datang ke sini, itu bisa bersatu. Tidak seper sekarang, sesama tetangga saja sekarang sudah dak akur. Saya itu sakit sekali melihatnya.” sesal Soemadi. Kekecewaan itu juga beliau tujukan kepada pemerintah yang menurutnya justru mengajarkan ke dakakuran kepada rakyatnya. “Tapi saya kira itu juga karena memang atasannya juga sama bentrok. Di atasnya yang malah mengajar bentrok kalau saya lihat. Mes nya mereka orang-orang besar memberi contoh yang baik kepada penduduk. Katanya wakil rakyat, tapi hanya menumpuk kekayaan sendiri, sebetulnya sakit sekali ha saya.” ungkap Soemadi. (Asep-Sarung)
05
Laporan Khusus
Buletin XVIII - November 2012
Makna “Bisu� Dibalik Tradisi Mubeng Beteng
KHIDMAT: Para Abdi Dalem dan warga Yogyakarta berdoa sebelum mubeng beteng
A
kulturasi budaya menjadi hal yang sangat pen ng dalam upaya masuknya Islam ke nusantara. Ini disebabkan karena kebanyakan masyarakat condong menerima budaya yang telah mereka bawa secara turun-temurun dibandingkan dengan budaya yang baru, oleh karena itu, agar budaya yang baru dapat diterima, maka jalan satu-satunya adalah melalui akulturasi budaya. Ini sangat terlihat pada beberapa hal misalnya saja ke ka disatukannya sistem kalender Saka dengan kalender Islam (red-Hijriah). Nama-nama bulan pada kalender Jawa mengacu pada kalender Hijriah, sehingga dak heran jika kalender Jawa memiliki tahun baru yang sama dengan kalender Hijriah, yakni 1 Sura. Kata 'sura' yang diadopsi dari bahasa
Arab yaitu 'Asyura' yang juga berar 10 Muharram. Berbicara tentang 1 Sura, di beberapa daerah khususnya di jawa memiliki tradisi tersendiri dalam merayakan tahun baru Islam tersebut. sebut saja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. “Tapa Bisu Mubeng Beteng� inilah sebutan ritual yang dilakukan oleh masyarakat Yogyakarta dalam rangka merayakan 1 Sura. Mubeng yang berar keliling dan beteng berar benteng, jadi tapa bisu tersebut adalah sebuah tradisi yang dilakukan dengan diam sambil berkeliling benteng keraton. Acara yang dilakukan sejak pukul 24:00 WIB ini merupakan acara yang telah berakar dan mendarah daging di masyarakat Jogja. Sehingga meskipun malam sudah larut,
06
Laporan Khusus
tetapi mayoritas masyarakat masih terlihat ramai datang ikut serta dalam pelaksanaan tradisi tersebut. Menurut salah seorang anggota pani a Mubeng Beteng, tradisi ini sudah ada sejak kerajaan Mataram (Kotagede). Keraton Yogyakarta hanya meneruskan tradisi tersebut. Awalnya, tradisi ini hanya diperuntukkan bagi abdi dalem keraton, namun pada perkembangan selanjutnya masyarakat umum pun ikut serta dalam tradisi tersebut karena mudahnya ritual dan penuh dengan corak kebudayaan. Masyarakat hanya diminta untuk diam sambil mengelilingi benteng/keraton. Beberapa di antara mereka memakai baju Jawa, memegang obor, membakar kemenyan, dan lain sebagainya. Lantas pertanyaannya adalah kenapa harus dengan “tapa bisu” ? “tapa bisu ini bukan hanya sekedar diam tanpa makna apa-apa” ungkap pani a Mubeng Benteng tersebut. Selama Mubeng Benteng, masyarakat diminta
Buletin XVIII - November 2012
untuk diam sehingga namanya dikenal dengan “tapa bisu”. Akan tetapi, saat diam itulah masyarakat dimintai untuk berdoa. Berdoa untuk keselamatan dan ketentraman lahir ba n serta kesejahteraan bagi diri pribadi, keluarga, bangsa, dan negara. Agar lebih kosentrasi maka salah satu caranya adalah dengan diam dan membisu. Tak hanya berdoa, tapa bisu ini juga merupakan ajang instropeksi diri (redmuhasabah). Pani a tersebut juga menambahkan bahwasanya tradisi Mubeng Benteng ini seja nya bukan hanya untuk merayakan tahun baru, tapi juga sebagai momen untuk berdoa bersama. Sebagai muslim, peris wa ini dianggap sebagai salah satu bentuk ekspresi dalam melestarikan budaya keraton. “Kalau bukan kita yang melestarikan tradisi ini, lantas siapa nan nya yang akan melestarikannya.” Tambahnya. (WaliHakim—Sarung)
07
Kolom Kajur
Buletin XVIII - November 2012
Truth Claim Sebagai Tantangan Krusial dalam Studi Hadis Prof. Dr. Suryadi, M. Ag.* Harus diakui, sejauh ini perkembangan pemikiran terhadap hadis memang dak sesemarak sebagaimana pemikiran terhadap al-Qur'an . Ini terlihat dari beribu-ribu kitab tafsir dengan berbagai coraknya, sejak abad pertama Hijriyah untuk menafsirkan ayat-ayat alQur'an yang secara kuan tas kurang dari 7.000 ayat. Selain itu jumlah para pakar hadis pun tak sebanyak pakar dalam bidang al-Qur'an. Dalam bidang hadis, perkembangan pemikiran yang ada dak sejalan dengan jumlah hadis Nabi sendiri yang jumlahnya berlipat ratusan kali lebih banyak dari jumlah ayat al-Qur'an. Kondisi tersebut, sangat bisa dimaklumi, karena hadis sebagai sumber ajaran Islam yang kedua, banyak (dalam aspeknya) berbeda dengan al-Qur'an. Pertama, sejarah mencatat bahwa kodifikasi hadis memiliki rentang waktu sekitar dua abad dengan masa hidup Nabi. Rentang waktu yang cukup panjang tersebut telah melahirkan perdebatan mengenai oten sitas hadis yang berimplikasi pada ke dakseragaman kualitas teks hadis, yakni hadis (shaḥih, ḥasan dan dla'if bahkan ada juga yang maudlu') serta adanya perbedaan ngkatan hadis karena kuan tas perawinya (mutawa r dan ahad) dan keragaman jalur sanad (rangkaian periwayat yang mentransmisikan hadis Nabi sampai pengarang kitab hadis). Kedua, redaksi hadis bisa diriwayatkan
sama persis (bi al-lafdli) atau berbeda redaksi (bi al-ma'na). ini menunjukkan, sejak awal interpretasi para perawi hadis masuk dalam redaksi hadis. Ke ga, faktor lain yang dak kalah pen ng—menurut pandangan Amin Abdullah—kebanyakan ulama mendahulukan sikap reserve untuk menelaah ulang dan mengembangkan pemikiran dan pemahaman terhadap sunnah secara bebas, karena khawa r dianggap inkar al-sunnah . Beberapa faktor di atas menunjukkan kompleksitas tersendiri untuk masuk pada kajian hadis. Pengkaji hadis yang akan menelaah bagaimana pemahaman terhadap teks menunjukkan bahwa teks tersebut memang secara historis bisa dipertanggungjawabkan sebagai hadis Nabi. Untuk mengkaji “hadis” sebagai realitas yang bersumber pada figur Nabi Muhammad saw umat Islam merujuk pada teks-teks hadis yang memiliki rentang dua abad dengan masa hidup Nabi. Berpijak dari realitas tersebut, ada dua agenda besar yang senan asa dikaji dalam studi hadis, yakni “oten sitas hadis” dan “pemahaman hadis”. Kajian oten sitas hadis yang terdiri dari peneli an sanad/alnaqd al-isnad atau yang biasa kita kenal dengan is lah kri k eksternal , dan peneli an matan/ naqd al-matn/ kri k internal, dilakukan dalam rangka menyeleksi mana teks-teks hadis yang bisa dipertanggungjawabkan orisinalitasnya
08
Kolom Kajur
dari Nabi dan mana yang dak orisinal. Sedang kajian pemahaman hadis dilakukan dalam rangka bagaimana memahami, meneladani dan mengaplikasikan hadis Nabi dalam konteks ruang dan waktu yang berbeda dengan masa Nabi. Secara garis besar ada dua pendekatan yang dirunut para pakar dalam mengkaji oten sitas hadis. Pertama, lebih menekankan pada oten sitas matan, yakni kesesuaian matan dengan al-Qur'an dan akal. Pandangan ini dipegangi beberapa pemikir hadis Mesir modern seper Ahmad Amin, Muhammad Abu Rayyah, Husain Haekal dan Muhammad Abduh. Mereka berargumen orisinalitas sebagian teks-teks hadis, meski termaktub dalam kitab-kitab hadis yang qualified tetap diragukan. Oleh karenanya, mereka lebih menawarkan rasionalitas dalam memahami hadis, yakni harus sesuai dengan pesan al-Qur'an dan akal. Kedua, lebih menekankan pada oten sitas sanad. Oten sitas sanad merupakan satu kemutlakan untuk memahami hadis Nabi lebih jauh. Pandangan ini dipegangi sebagian besar Ulama Hadis, termasuk kelompok tekstualis dan kontekstualis, adapun kriteria oten sitas yang dipegangi adalah: 'adil, dhabith, mu ashil, ghairu syadz dan ghair 'illah, kecuali sahabat (rawi pertama). Kriteria-kriteria tersebut berlaku untuk semua perawi pada se ap thabaqah, kecuali sahabat (rawi pertama), karena semua sahabat dianggap adil dan periwayatannya diterima. Dari aspek matan, mencakup kriteria dak mengandung syadz dan 'illah yang terangkum dalam kategori dak bertentangan dengan al-Qur'an, hadis, logika, dan ilmu pengetahuan maupun
Buletin XVIII - November 2012
sejarah. Sedangkan dari aspek pemahaman terhadap hadis, persoalan yang ghalibnya dikedepankan adalah perbedaan dalam memahami hadis Nabi. Hingga saat ini, berbagai upaya kajian pemahaman terhadap hadis Nabi terus dilakukan oleh para pakar di bidangnya dengan berbagai metode, latar belakang pen-syarah dan produk pemahaman. Namun, menurut penulis, masih banyak hal yang perlu dikaji mengingat adanya faktor-faktor yang belum dipikirkan dan yang perlu dipikir ulang, yang melingkupi kitaran pemahaman terhadap teks hadis Nabi. Oleh karena itu, terbukanya ruang yang lebar dalam studi hadis membutuhkan lebih banyak kehadiran serta kesungguhan para pakar di bidang hadis untuk turut bersama bergandeng tangan dalam memberikan kontribusi bagi studi Hadis secara khusus, dan bagi kehidupan kita pada umumnya. Meski banyak kalangan berpendapat bahwa perbedaan pemahaman adalah problem utama dalam memahami hadis Nabi akan tetapi dalam kaca mata penulis terdapat problem yang lebih krusial, yakni: Penafsiran realitas teladan ideal Nabi (hadis) yang mensejarah, yang telah mentransmisikan diri dalam bentuk teksteks hadis. Bagamanapun juga hilangnya kesadaran sejarah transmisi hadis ke dalam teks-teks hadis telah berimbas kepada adanya dogma sasi “teks-teks hadis” dan “pemahaman terhadapnya” sebagai sesuatu yang norma f, Ilahiyyah, transenden, sta s, final, dengan kesakralan dan keabadian maknanya. Tidak ada lagi orang yang dianggap memiliki otoritas dan kapabilitas sebagaimana yang dimiliki oleh ulama'
09
Kolom Kajur
perkembangan klaim kebenaran (truth claim) merupakan pekerjaan rumah yang cukup berat. Klaim bahwa kelompoknya (red-pemahaman kelompoknya) yang paling benar, dengan atau tanpa kepen ngan apa pun dan pemahaman yang berbeda dengan kelompoknya adalah salah. Kita sebagai umat Islam sering kali lupa dan menaďŹ kan bahwa perbedaan pendapat itu sendiri sudah ada sejak zaman Rasulullah saw. Keberadaan hadis-hadis yang mukhtalif—hadis-hadis yang redaksinya saling kontradik f—menunjukkan bahwa Rasul membuka ruang bagi para sahabat untuk menginterpretasikan hadis. Sejarah mencatat, bagaimana Rasul sering kali memberikan jawaban yang berbeda untuk menanggapi pertanyaan yang sama. Hal
Buletin XVIII - November 2012
tersebut, bukanlah merupakan buk inkonsistensi Rasul, tetapi lebih kepada bagaimana Rasul menjawab sesuai dengan kondisi audiens. Nabi pun senan asa bijak dalam menghadapi dua sahabat yang berupaya menaa beliau dalam bentuk yang berbeda. Seper contoh kasus interpretasi sahabat terhadap perintah nabi untuk tayammum: 'Ammar ibn Yasar menginterpretasikan tayammum ke ka janabah dan dak ada air dengan cara bergulung-gulung di tanah. Sedang 'Umar memilih untuk dak salat sampai menemukan air. *Penulis adalah Ketua Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga
10
Ke-TH-an
Buletin XVIII - November 2012
Pergulatan Pemikiran Hadis Salafus-“Shalih” versus Khalaf-“Liberal” Oleh: Asep Se awan El-Banjary
Pada beberapa dekade terakhir ini, mencuat di tengah-tengah kita sebuah kajian yang sebenarnya semenjak lama telah dibahas oleh ulama terdahulu terhadap hadis Nabi yakni persoalan metode kri k hadis. Hal ini adalah sebuah keniscayaan karena metode kri k hadis (naqd al-hadis) ini, merupakan in dari kajian ilmu hadis itu sendiri, sebab dengan kri k hadis, maka akan diketahui mana hadis yang shahih dan mana yang dak. Selanjutnya, pada ronde berikutnya, hadis yang shahih tersebut dapat dijadikan hujjah dalam aplikasinya dan sebaliknya. Kajian mengenai metode kri k hadis ini, pun melahirkan perdebatan sengit antara ulama salafus-“shalih” dan khalaf–“liberal” khususnya perbedaan yang sangat mencolok antara kedua belah pihak yakni tentang fungsi dan tugas Nabi, apakah beliau sebagai musyari'i ataukah sekedar penyampai saja. Dan mengenai metode pemahaman hadis, apakah dipahami secara tekstual atau kontekstual. Jika kita lik sejarah, pada umumnya, langkah pertama yang dilakukan oleh para ulama hadis untuk menyaring mana hadis yang shahih dan mana yang dak shahih, adalah melakukan kri k. Mayoritas para ulama salafus-“shalih”, terkadang hanya terbatas pada kri k sanad saja, sementara kri k matan, sering kali teralpakan. Berangkat dari keyakinan bahwa Nabi SAW adalah manusia biasa -akan tetapi bukan seper manusia biasa- ﻣﺣﻣد ﺑﺷر ﻻ ﻛﺎﻟﺑﺷر, selain mempunyai sisi kemanusiaan, Nabi
juga memiliki fungsi sebagai ﻣﺷرع (pembuat syari'at). dan para ulama salaf lebih memandangnya lebih sebagai ﻣﺷرع ke mbang manusia. Kalaupun misalkan dalam satu teks, kedudukan beliau sebagai manusia, namun mereka meyakini bahwa sifat( اﺳوة ﺣﺳﻧﺔpanutan yang baik) senan asa melekat pada diri pribadi beliau. Dengan demikian, ke ka mereka telah mengakui keabsahan suatu hadis, langkah mereka selanjutnya adalah ﺳﻣﻌﻧﺎ و ( اطﻌﻧﺎkami mendengar dan kami menaa ). Hal ini tercermin dengan statemen: اذا ﺻﺢ ( اﻟﺣدﯾث ﻓﮭو ﻣذھﺑﻲjika sebuah hadis dinyatakan shahih, maka itulah pendapatku). Keadaan di atas, sangatlah berbeda dengan ulama khalaf-“liberal”. Di samping mereka melakukan kri k sanad, dak ke nggalan matan pun perlu dipertanyakan. Hal ini bukan berar mereka dak mengakui keabsahan hadis, namun mereka lebih sering menududukan fungsi nabi dalam teks-teks hadis di samping sebagai ﻣﺷرعtetapi juga sebagai ( ﺑﺷرmanusia biasa), sehingga apabila hadis tersebut berkaitan dengan masalah kebutuhan manusia seper makan, minum, dur dll, yang berkenaan dengan pengalaman atau kebiasaan individual atau masyarakat seper bercocok tanam, pengobatan, model pakaian dll. itu semua disampaikan oleh Nabi bukan sebagai musyari' atau penyampai risalah akan tetapi hanya sebagai manusia biasa sehingga dak harus diiku . Dengan
11
ke-TH-an
berpedoman dengan keyakinan tersebut, maka sering kali mereka lebih memprioritaskan pemahaman hadis secara kontekstual. Karena secara logika, agama diturunkan untuk manusia dan untuk kepen ngan manusia, oleh sebab itu, manusia tahu (melalui logikanya) apa yang dibutuhkan. Menurut penulis, ke ka para salafus“shalih” dikatakan terlalu tekstualis, tuduhan tersebut kurang tepat karena mereka pun memperha kan konteks. Meskipun dak bisa dipungkiri bahwa sebagian mereka terlalu kaku dan terpaku untuk menafsirkan hadis secara tekstualis. Sebaliknya, para khalaf-“liberal”, sering kali atau justru mungkin inilah landasan teori s mereka, yakni selalu melihat hadis secara kontekstual dengan keyakinan bahwa secara logika, agama diturunkan untuk manusia dan untuk kepen ngan manusia, oleh sebab itu, manusia tahu (melalui logikanya) apa yang dibutuhkan olehnya. Padahal jika hal ini dipaksakan,
Buletin XVIII - November 2012
maka dak akan berlaku lagi separuh bahkan lebih syari'at Islam. Kaidah “al-'ibrah bi 'umum al-fadz, la bi khusus al-sabab” atau sebaliknya “al'ibarah bi khusus al-sabab la bi 'umum allafdz” selalu digunakan dan dijadikan dalil. Padahal menurut penulis, yang harus diingat adalah logika dasar yang lebih mendeka kebenaran dalam memahami se ap pembicaraan, termasuk yang sudah terekam dalam bentuk teks yakni “al-ashlu fi al-kalam al-haqiqah”. Atas dasar ini, maka pemahaman hadis perlu dilakukan secara tekstual terlebih dahulu (setelah dikaji secara mendalam misal dari aspek kebahasaan dan latarbelakang munculnya -sabab al-wurud-) baru kemudian dipahami secara kontekstual ke ka cara pertama dak memungkinkan. Dan pemahaman inilah yang dilakukan oleh jumhur ulama. Wallahu a'lam bi shawab.
12
Opini
Buletin XVIII - November 2012
Reaktualisasi Spirit 10 November Oleh: Adang Saputra*)
10 November diyakini sebagai momentum pen ng (the big moment) sejarah bangsa kita. Semangat perlawanan para pendahulu dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari sekutu dan Belanda. Dengan spirit persatuan dan perlawanan yang dikoarkan Bung Tomo, terjadilah perang dahsyat yang oleh sebagian besar masyarakat kita dikenal dengan “pertempuran dahsyat antara arek-arek Surabaya dan NICABelanda”. Karena peris wa tersebut terjadi di kota Surabaya, maka orang menyebutnya dengan “perjuangan arekarek Surabaya” atau the ba le of Surabaya. Berdasarkan data sejarah, pasca pengumuman yang dilontarkan wakil nggi mahkota Belanda di Jakarta terkait pihak Belanda dak lagi terikat pada perjanjian Renville, maka perlawanan rakyat melawan kolonial Belanda dan sekutunya pun tak bisa dielakkan, sehingga pada tanggal 10 November 1945 terjadilah perang di Surabaya, antara rakyat Surabaya ( Arek-arek Surabaya) dengan NICABelanda yang dibantu tentara sekutu. Peris wa tersebut diawali dengan kedatangan ribuan tentara sekutu beserta NICA-Belanda—di bawah pimpinan Brigadir Jendral Mallaby—pada tanggal 25 September 1945 dengan maksud awal 'hanya' untuk melucu bala tentara Jepang. Namun pada kenyataannya menyimpan agenda terselubung, yakni ingin menancapkan kembali kekuasaan
kolonialisme dan imperialisme di Indonesia. Berawal dari penolakan ul matum maut sekutu pada tanggal 9 November 1945 yang menyatakan bahwa rakyat Surabaya beserta para pejuangnya agar meletakkan senjata dan menyerahkan diri kepada bala tentara Sekutu. Padahal seluruh bangsa di dunia mengetahui kekuatan dan kedigdayaan bala tentara sekutu pada waktu ul matum dikeluarkan—dimana front Eropa mampu menggilas habis kekuatan Nazi Jerman yang terkenal tangguh itu, di medan laga Asia-Pasifik bala tentara sekutu mampu menggulung tentara Nipon. Dengan bersikukuh pada komitmen untuk tetap menolak ul matum tersebut, maka pada tengah malam tanggal 9 November 1945, dengan gagah berani Gubernur Suryo menyerukan melalui radio yang menyatakan, “Rakyat Surabaya menolak ul matum Sekutu, lebih baik hancur binasa daripada dijajah kembali”. Iapun menyerukan untuk berperang di keesokan harinya. Tak pelak, perang pun terjadi begitu sengit. Pertempuran ini dianggap dan disebut oleh banyak kalangan media luar negeri sebagai petempuran terbesar lagi dahsyat pasca perang dunia kedua. Pada saat itu muncul salah seorang pemimpin pejuang yang sangat fenomenal, Bung Tomo dengan orasinya yang berapi-api dalam menyemanga para pejuang untuk dak mundur setapak pun
Buletin XVIII - November 2012
Opini
13
Selain itu, bangsa kita dari medan sering kehilangan iden tasnya tempur. “Terkadang kita lupa akan sebagai bangsa pejuang yang Ribuan jiwa teladan tersebut dan bebas dari pengaruh maupun korban melayang pada kerap menghabiskan tekanan bangsa asing. Kasus pertempuran waktu energi hanya untuk tunduknya kita terhadap itu, baik dikalangan gontok-gontokan antar tekanan IMF beberapa waktu rakyat biasa, para sesama demi lalu, 'membebeknya' diplomasi pejuang RI maupun di kepentingan kelompok. “ pada PBB (baca: Amerika) atas pihak tentara sekutu kasus nuklir Iran, termasuk sendiri. Pertempuran inferioritasnya rakyat dalam baru berakhir kurang menghadapi negara kecil lebih satu bulan seper Singapura terkait ekspor pasir laut, kemudian. Untuk mengenang partrio sme perjanjian ekstradisi dan kerja sama militer para pendahulu yang gagah berani yang sangat merugikan RI, dan lemahnya tersebut, maka tanggal 10 November sektor Diplomasi dalam menghadapi diabadikan sebagai Hari Pahlawan bagi Malaysia dalam kasus Sipadan-Ligitan, TKI, Bangsa Indonesia. penculikan kebudayaan dan lain-lain. Hal Lantas apa yang seharusnya kita ini sungguh kurang mencerminkan bahwa lakukan di masa kini? Dengan melakukan rakyat mewarisi semangat juang para upaya reinterpretasi, reformulasi, dan pendahulu. Akankah kita nggal diam reaktualisasi semangat persatuan dan membiarkan spirit emas para pendahulu kesatuan para pahlawan. Itulah yang harus hilang begitu saja? Akankah kita hanya kita teruskan dalam menghadapi segala bisa bangga dan terlena oleh sejarah rintangan, untuk dak mudah tunduk pada belaka? Mari kita bangun bangsa ini di atas kemauan maupun tekanan bangsa asing. persatuan dan kesatuan serta lawan Terkadang kita lupa akan teladan mereka yang menggerogo dan tersebut dan kerap menghabiskan energi mengin midasi bangsa ini! hanya untuk gontok-gontokan antar sesama demi kepen ngan kelompok. Perkelahian antar pelajar, tawuran antar*) Mahasiswa CSS MoRA UIN Suka '09. kampung, adu ďŹ sik antar-pendukung kontestan Pilkada maupun Pemilu, misalnya.
15
ke-CSS-an
Buletin XVIII - November 2012
Workshop Jurnalis k:Menjalin Ukhuwah Tanpa Batas Jum'at (16/11), ga delegasi CSS MoRA UIN Sunan Kalijaga berangkat ke Semarang untuk mengiku workshop jurnalis k yang diadakan oleh CSS MoRA IAIN Wali Songo. Dua diantaranya merupakan kru sarung; Si Mas'ulah dan Wali Ramadhani, sedangkan seorang lagi merupakan perwakilan dari Divisi Litbang; Ali Muazis. Pela han yang dilaksanakan selama dua hari ini diiku oleh 45 peserta, di antaranya dua perwakilan dari CSS MoRA UNAIR, ga perwakilan dari CSS MoRA UIN SUKA, dua perwakilan dari CSS MoRA UIN Malik Ibrahim, dua perwakilan dari CSS MoRA UPI Bandung dan selebihnya merupakan para peserta dari CSS MoRA IAIN Wali Songo sendiri. Workshop jurnalis k ini merupakan tradisi Falak Expo yang diadakan se ap tahunnya oleh CSS MoRA IAIN Walisongo. Namun tahun ini terlihat sedikit berbeda. Selain dari anggota CSS MoRA IAIN Walisongo sendiri, beberapa delegasi CSS MoRA se-PTN di Indonesia juga ikut serta
dalam workshop ini. Hal ini bertujuan untuk menambah wawasan serta saling tukar pikiran (sharing) seputar dunia jurnalis k, sebagaimana yang diungkap oleh Dito selaku ketua CSS MoRA IAIN Wali Songo Semarang. Awalnya, pani a mengagendakan untuk menghadirkan pemateri yang membahas tentanghun ng berita. Namun karena berhalangan hadir, maka digan kan dengan pembentukan kelompok untuk membuat majalah bayangan pada malam harinya.Se ap kelompok beranggotakan lima orang dengan seorang pembimbing. Dan se ap kelompok bertugas mencetuskan nama majalah, temanya, serta berbagai rubrik yang menjadi isinya. Agenda berikutnya dilanjutkan dengan bahasan opini dan ar kel yang dibahas oleh M. NaďŹ ul Haris; seorang penulis lepas yang tulisannya telah bertebar dan melalang buana diberbagai media masa. Dalam bahasannya tersebut, ia mengatakan bahwa untuk menjadi penulis yang baik, maka harus terlebih dahulu
Buletin XVIII - November 2012
menjadi pembaca yang baik. Selain itu, sebelum menulis seseorang harus banyak membaca data-data orang lain mengenai hal yang akan ditulis. Agar tulisannya baik dan lebih bermakna. Tak lengkap rasanya, kalau workshop jurnalis k hanya berisikan teori. Setelah mendapatkan banyak teorimengenai dunia jurnalis k, setelah ashar para peserta diminta untuk mencari data-data (red-laput dan lapsus) yang akan ditulis pada majalah bayangan. Ruang lingkupnya adalah sekitar Candi Gedung Songo. Dengan bermodal spidol, koran, beberapa kertas HVS, pensil, pulpen, penghapus, penggaris, dan lem, majalah bayangan tersebut harus diselesaikan dalam satu malam dan minimal 24 halaman. Pada pembuatan majalah inilah para delegasi PTN lain
ke-CSS-an
14
berbaur dan bekerja sama dengan peserta CSS MoRA IAIN Wali Songo agar dapat membuat majalah yang baik. Hari berikutnya, para peserta diminta untuk mempresentasikan majalah bayangan yang telah mereka rancang. Disinilahpara peserta mendapatkan banyak ilmu dengan adanya saran, kri k, serta masukan dari beberapa jurnalis senior yang ahli di bidang ini. Acara workshop ini diakhiri dengan wisata ke Candi Gedung Songo yang tergolong dekat dari tempat penginapan. Terlepas dari kekurangan dan kelebihannya, se daknya acara ini mampu menjalin ukhuwah sesama peserta, terutama antara peserta CSS MoRA IAIN Wali Songo dengan para delegasi CSS MoRA PTN lainnya. (Wali-sarung)
KOPI
Buletin XVIII - November 2012
16
SEPAK TERJANG JALAN KOPI Oleh: Dewi Romlah Oktavia*
Masih lekat diingatan Mas Adang Saputra
(Anggota CSS MoRA UIN SuKa '09) dalam
dihasilkanlah beberapa keputusan. Diawali
suatu kesempatan mengatakan, “Saya
dengan iden tas, kami sepakat komunitas
khawa r dengan kader CSS MoRA saat ini.
ini hanya bergerak di bidang kepenulisan
Mungkin bisa dihitung dengan jari ada
non-fiksi. Terlepas bagaimana prosesnya
berapa orang yang tulisannya bisa saya temui
nan , kami sudah memukul palu bahwa
di media”. Seraya menyebutkan nama-nama
komunitas ini
yang tulisannya mungkin pernah ia lihat
dunia imajinasi (red: fiksi). Setelah itu, kami
mewarnai media. Syahdan, saya—selaku
juga dibingungkan dengan nama
salah satu kader yang dimaksud—merasa
ko m u n i ta s . B e r b a ga i u s u l a n n a m a
kebakaran telinga. Bagaimana
dak, dari
dimunculkan seper KORPESA, FKS CSS,
sekian banyaknya kader CSS MoRA UIN
dan lain sebagainya. Akhirnya seusai
Sunan Kalijaga, hanya lima orang yang ia
perdebatan panjang, lagi-lagi jalan vo ng
tunjuk sebagai mahasiswa yang dianggap
menjadi jalur alterna f sehingga terpilihlah
memiliki ghirah (red-semangat) nggi dalam
usulan Mas Aswar (CSS MoRA UIN SuKa
dunia kepenulisan . Sebuah angka yang
'09) untuk menamainya dengan KOPI
sangat miris.
(Komunitas Peneli an dan Kepenulisan
Berawal dari ha yang geram, ide
Ilmiah) beserta logo pena bulu angsa di
krea f pun muncul. Beberapa minggu
secangkir kopi yang dirancang Mas Didik
kemudian, saya beserta sahabat LITBANG
(CSS MoRA UIN SuKa '09).
CSS MoRA UIN SuKa berinisia f untuk
alasan terpilihnya nama KOPI selain karena
mewadahi semangat dan potensi anggota
unik, juga karena hampir semua yang hadir
CSS MoRA UIN SuKa dalam kepenulisan.
saat itu adalah laki-laki—yang umumnya
Akhirnya, dengan dukungan penuh dari
sehidup sema dengan kopi.
ketua C S S MoR A U I N SuKa saat ini,
Proses Krea f
diadakanlah sebuah perkumpulan kecil
Sejak awal, kami sudah menyematkan
dengan para senior CSS MoRA UIN SuKa.
D a r i p e r k u m p u l a n t e rs e b u t
dak akan berafiliasi pada
Barangkali,
17
KOPI
Buletin XVIII - November 2012
dalam diri untuk berproses menulis ilmiah.
sangat naïf jika pengembangan bakat
KOPI pun ibarat rumah tak beratap bagi para
tersebut terhen
penghuninya. Seabreg kegiatan dilaksanakan.
dengan ideologi komunitas sejak awal.
Dimulai dari bedah karya orang lain,
Oleh karena itu, tanpa adanya rapat resmi,
presentasi karya sendiri, diskusi seputar
KOPI juga menampung hasil karya fiksi
kepenulisan ilmiah, bahkan sharing informasi
( dak serta merta menolak dan
perlombaan hingga memburunya. Semuanya
mengembalikan pada penulis) tapi
mewarnai KOPI. Sesekali waktu, ke ka taman
mengubah kesepakatan awal bahwa goal
depan laboratorium agama UIN Suka sebagai
dari komunitas ini adalah karya ilmiah. Toh,
markas KOPI dirasa menjenuhkan, kamipun
dengan memberikan ruang untuk menulis
pindah tempat ke warung kopi di sekitar
fik f, selain
kampus. Alhamdulillah, semuanya berjalan
anggota dalam dunia kepenulisan, anggota
lancar meski terkadang tersendat karena
KOPI juga bisa mewarnai media
agenda kampus dan pondok yang tak bisa
hanya dengan tulisan ilmiah. Maka,
dikompromikan.
teruslah menulis. Dengan KOPI, bermata
karena
dak sejalan
dak
dak membunuh krea fitas
Aliran air tak selamanya datar. Adakalanya
dak
karya bertangan pena.
berliku, naik, turun sesuai medan yang dilewa . Begitulah KOPI. Seiring berjalannya
waktu, kurang afdhal lagi jika KOPI hanya
Dewi Romlah Oktavia (Anggota tetap KOPI
membatasi diri dengan kepenulisan ilmiah,
dan CSS MoRA UIN Sunan Kalijaga 2011)
tanpa bersinggungan sedikitpun dengan kepenulisan fik f. Mungkin sebagian orang akan berpendapat hidup di dunia jenis kepenulisan yang berbeda menjadikan seseorang dak jelas iden tasnya, dak bisa intensif dalam satu jenis kepenulisan, serta berbagai pendapat kontra lainnya. Tapi apalah daya, kecenderungan seseorang dalam menulis
dak bisa semata-mata
ditentukan komunitas yang mewadahi. Kala penyetoran karya wajib, ada saja anggota yang menyetorkan karya fiksi. Sehingga,
Sastra
Buletin XVIII - November 2012
18
Lancang Perih, Saat peluru menghujam, menembus dadaku Merasuk dalam aliran darah
SAJAK
Keluar membekas lubang menganga Aku berkoar-koar Mengerahkan ribuan prajurit lengkap Tapi engkau malah bersantai Tak pernah memikirkan anak-cucuku, Yang ku nggal sekarang
Biarlah tuhan menjadi saksi dosa kita semua Biarlah dosa menjadi kenangan manis di antara kita Biarlah kenangan menjadi omong kosong semata Dan biarlah omong kosong menjadi nyata pada waktunya
Rela ku ukir luka di sekujur tubuh
Janganlah tuhan,
Hantaman peluru, tebasan pedang, dan tancapan tombak tak ku hirau lagi
Yang terpilih menjadi saksi kita yang terpaksa sabar sebab dosa kita
Namun, apakah kau pernah berpikir
Yang terlanjur termenung mengenang kita
memerdekakan negri lancang ini?
Yang terdiam mendengar omong kosong kita Yang tersaki oleh kenyataan kita
Sambil ongkang-ongkang di kursi empukmu
Waktu adalah agama Bagi mereka pecandu fatamorgana
Manan hari tuamu esok dengan harta rakyat
Termakan omong kosong manusia
Tak jarang juga kau ndas mereka dengan janji-janji
Ter dur oleh kenangan putra-putri hawa
palsumu Ah,
Teracuni dosa dosa dosa DOSA DOSA DOSA D-O-S-A OH,,,,,,,,,,,, nikmatnya Biarlah
Layakkah negeri ini merdeka?
Tuhan memakluminya
Dengan semangat nafsumu, kau hanya berceloteh
Atau lancang? (Basecamp, 10-11-12) By: Ibn 'Aqil
YOGYAKARTA,20-09-2012 waada naumiyyah. css 2012
Sastra
Buletin XVIII - November 2012
19
LENTERAKU Senyummu pancarkan pesona Wujudkan glora cinta asmara Membuat ha membara Hingga tak kuasa rindu membahana Alunan suaramu begitu menyihir Serasa sukma menghilang Bagai tersentuh belaian halus jemari izroil Di se ap ubun raga ini Lenteraku... Kias katamu selalu tergiang Dalam ha dan hariku Pancarkan semangat iman dalam kalbuku Menusuk sukma dalam khayalku Sinarmu akan selalu terpancar Walau engkau menjauh dari lubuk ha ku (Si tasrifah CSS'12)
SURAT PEMBACA Fafa '12 Salam….. Sebelumnya, gwe mau ngucapin makasih banget buat SARUNG yang udah dengan rela ha jadi wadah buat tulisan-tulisan kami (Semoga kelak mendapat ganjaran dari-Nya) hehehehehe…. Gini 'Rung', gwe mau ngasih dikit usul ne buat kamu, hmmmm….. gimana kalo dalam SARUNG ditambah 1 rubrik lagi, tapi rubriknya bukan buat yang serius2, isinya tu “bebas”. Mungkin bisa berupa curhat2an, gombal2an,impian2, ya pokoknya yang isinya gila2an githu dech…. Buat kali ne mungkin cukup itu aja ya, Rung. Ow ya.. 'Rung' cemungut tyuz ea- Coz U're the apple of my eyesKru Sarung : Salam juga…. Sama2 Fafa…., makasih juga buat doanya, buat sarannya kami rasa itu saran yang keren banget, kita emang perlu ngasih inovasi2 buat SARUNG kita, biar isinya gak boring and bikin garing. Saran Fafa mungkin bakal kami per mbangkan buat SARUNG edisi berikutnya, Thanks very much buat support-nya.
Sastra
Buletin XVIII - November 2012
WANODYA MAHARANI
Pekerjaan pertamaku ke ka mengisahkannya adalah menerjemahkan se ap ngkah-laku, ndak-tanduk, serta segala kelembutan yang pernah aku saksikan dan yang sempat aku dengar. Kumulai dengan
k, diam, sebab aku sulit membahasakan
se ap jengkal kebaikannya. Ah, jemari-jemari itu terlalu banyak mengucurkan keringat, bibir itu juga terlalu sering mengembang, mempersembahkan senyum termanis kepada aku, dia, dan mereka di sekitarnya. Lentur kakinya juga sudah banyak menjamah langkah-langkah kecil, mencari kata dan cara untuk membuatku menjadi baik, dan semakin baik lagi. Aku menyebutnya Wanodya Maharani. Di saat lain aku dan semesta memanggilnya Ratu Berryl. Perempuan dengan kecan kan luar biasa. Perempuan dengan ketangguhan ada tara. Belum kutemukan tandingan keberaniannya, yang kadangkala dibalut dengan air mata bening bercucuran dari re na indahnya. Ah Ibu. Riwayatmu dalam ceritaku kubagi dalam berbagai prolog, epilog, maupun epigraf yang indah. Ke ka kukisahkan, sama indahnya dengan komposisi nada seorang maestro kenamaan, Mozart. Segala senyummu kunikma kembali, entah ke ka kureguk segelas kopi, atau ke ka kudengar senandung akus k milik Groove Coverage dalam Moonlight Shadow. Bagian-bagian tentangmu kutelusuri satu demi satu. Kukupas sedikit demi sediki. Hingga kudapa lagi bijakmu. Ah Ibu. Ada sejuta cinta di ha mu. Seper saat kau menghempaskan tangan kekar Ayah kala hendak menamparku keras. Itu balasan atas kenakalanku yang sudah menyentuh stadium atas. Itu yang kutahu dari perbincanganmu dengan Ayah. Pernah pedang terhunus tajam. Lembut membelai bagian luar tenggorokanku. Sementara tatapan Ayah murka bersama tangan kekarnya. Lalu kau sigap menghen kan kemarahannya. Dengan lembut kau tuturkan, cinta seharusnya menghalangi desiran panas dan aliran murka. Pernah juga, kau singsingkan lengan baju lusuhmu, selayak prajurit
20
Buletin XVIII - November 2012
Sastra
kebanggaan tahun 1945, kau telusuri jalanan kampung. Menuju atap dengan dapur yang lebih mengepul tujuanmu. Ke ka itu kita terjatuh, terpelan ng dalam kelaparan ada tara, lantaran roda ternyata benar-benar berputar serupa jarum jam. Ayah memang telah disematkan gelar almarhum. Dan kau dengan keibuan dan perasaan tanggung jawabmu berperan menjadi seorang ayah. Na ah dan na ah. Lalu kau pulang dengan keringat membalut tubuh rentamu. Masih tentangmu. Belum lelah rasanya kuurai se ap jejak langkah kebaikan, segala detak lunglai bijak, atau semua petak bingkai wejangan dan nasihat luar biasamu. Ah Ibu. Masih saja pepatah itu berlaku. Kasih anak sepanjang gala, kasih ibu sepanjang jalan. Gala yang tentunya berujung dan pendek, berbanding terbalik dengan jalan panjang tak berujung, bahkan juga untuk dibayangkan. Kasihmu cemerlang menapak se ap las langkah aku dan anak-anakmu yang lain. Sementara sayangmu tak pelak dak kuasa diukur. Benar-benar sepanjang jalan. Jalan tak berujung dan tak bermendung. Wanodya Maharani. Aku rindu senyum itu. Aku rindu suara itu. Suara dengan nada-nada terindah, serupa komposisi Mozart. Jadilah matahari, pernah kau berujar seper itu. Dinan ke ka pagi dan dirindu ke ka malam. Tanpa lelah walau malam dan siang masih saja bergelut, berperang dan saling mengalahkan. Menjadi manusia yang selalu ditunggu. Ditunggu untuk menjadi tuntunan katamu, bukan sekedar tontonan. Ah Ibu. Belum habis juga kalimat-kalimat ini. Kupasan-kupasan cerita tentang sosokmu. Ada bab-bab yang memaksa mata berkeringat berlinang kristal. Ada pula episode-episode yang memintaku, sedikit memaksa, tersenyum lebar dengan nada sorak gembira. Ah Ibu. Kau wanita tercan k yang pernah kutemui. Tidak pernah kuragukan itu. Seonggok daging terbungkus rapi dalam raga bijaksana. Selusin tulang terbingkai indah dalam jiwa bertuah. Aku selalu mengagumimu, tentunya. Pernah aku berpikir, terlalu lama kau berperang dengan kesendirian semenjak Ayah pergi ke alam sana. Terlalu sering Kau ber kai dengan masalah-masalah,
21
Buletin XVIII - November 2012
Sastra
dak mengurangi jiwa arif itu. anakku jaga dirimu baik-baik baik-baik pada orang lain lain tanah lain pula adat adat orang lain kau horma horma yang tua sayangi yang muda mudah-mudahan engkau selamat selamat jalan anakku
Aku terperangah pada patah-patah kata seper itu. Nasihat dengan tuah
luar biasa. Selayak sabda dengan fungsi yang beraneka. Ada kata-katamu bermakna perintah. Ada aksara-aksaramu berar tabu. Ada pula paragrafparagrafmu bernuansa canda. Bahwa hidup ini dak terlepas dari norma. Dari perintah, larangan, dan seharusnya dengan canda dan sorai ceria. Sekali lagi, ada tanda serumu membuatku berhen . Ada juga tanda tanya kau lontarkan di keningku, lalu membuatku mengernyitkan dahi sejenak. Ada koma dengan jeda, bahwa hidup membutuhkan is rahat, namun untuk berjalan lagi, jika perlu harus berlari dan melompat lebih nggi.
Ah Ibu. Aku dak mungkin menyelesaikan cerita ini. Sebab yang kutahu, dak ada akhir dari cerita perjuangan, keberanian, hingga pengorbanan untuk apa
yang kita yakini dan kita cintai. Itu yang Kau lakukan. Itu yang aku ambil dari se ap kata tertutur, dan se ap ngkah yang kau tunjukkan. Aku tersungging menyimpanmu di se ap harap. Tanpa tersinggung aku mengingat se ap kau terpeleset, tentunya sebagai seorang manusia biasa. Ah Ibu, kisahku ini dak mengenal kata sudah, dap pula sepotong “telah�. *Untuk sosok yang aku dan semesta memanggilnya Ibu. Pangeran S Naga P Pentor CSS MoRA UIN Sunan Kalijaga '10
22
23
Resensi
Buletin XVIII - November 2012
Cahaya Langit untuk Masyarakat Bumi Judul buku
: Lentera Al-Qur'an Kisah dan Hikmah Kehidupan
Penulis
: M. Quraish Shihab
Penerbit
: PT Mizan Pustaka, Bandung
Tahun terbit
: 2008
Tebal
: 377 halaman
Tak ada habisnya, itu kiranya
yang paling legendaris adalah
sebuah kata yang tepat untuk
Membumikan Al-Qur'an, Lentera Ha ,
menggambarkan seorang Muhammad
Wawasan Al-Qur'an, dan Tasir Al-Mishbah
Quraish Shihab. Salah seorang pakar
yang memuat tafsir Al-Qur'an berbahasa
tafsirIndonesia dan orang Asia Tenggara
Indonesia lengkap 30 juz.
pertama yang meraih gelar doktor di
Lentera Al-Qur'an merupakan
bidang ilmu-ilmu Al-Qur'an di Universitas
salah satu karya beliau. Buku ini adalah
Al-Azhar Kairo, Mesir dengan yudisium
pilihan dari tulisan-tulisan yang pernah
summa Cum Laude ini tetap eksis
beliau sajikan di Harian Pelita, sejak tahun
memberikan kontribusinya untuk
1990 hingga awal 1993. Tulisan-tulisan
kemajuan Islam khususnya dan Indonesia
tersebut dimaksudkan sebagai lentera
secara umum,meskipun sudah dak bisa
yang menerangi pembacanya sehubungan
dikatakan muda lagi. Ayah presenter
dengan berbagai masalah aktual yang
cerdas, Najwa Shihab, ini masih ak f
dihadapi masyarakat pada saat rubrik itu
memberikan siraman ruhani dan
dihidangkan.
intelektualnya seper pada acara ru n
Ha –seper diisyaratkan oleh
Tafsir Al-Mishbah se ap bulan Ramadhan
akar kata bahasa arabnya, qalaba
yang ditayangkan oleh salahstasiun televisi
(membalik)—mudah berubah-ubah.
nasional, metro TV. Beliau juga merupakan
Dengan kata lain, ha berpotensi untuk
penulis yang produk f. Lebih dari 20 buku
berbolak-balik.Di satu saat merasa senang
telah lahir dari tangannya. Di antaranya
dan di saat lain merasa susah, atau suatu
Buletin XVIII - November 2012
kali mau menerima dan suatu kali
Resensi
24
tulisan-tulisan dalam sebuah koran harian,
menolak. Ha memang dak konsisten.
maka antar bab dan subbabnya terkesan
Hal-hal yang yang berasal dari “kata ha ”
terpotong dan dak nyambung. Namun,
pun hasilnya dak selalu benar karena
kekurangan ini dak terlalu menjadi
terkadang ia merupakan lammah
masalah berar karena tujuan utamanya
malakiyah (bisikan malaikat), dan
dapat tercapai tanpa keserasian dan
terkadang ia merupakan lammah
ketersambungan topik-topik yang dibahas
syaithaniyah (bisikan setan)—yaitu saat
tersebut. Justru hal ini semakin
setan memperdaya ha . Bahkan boleh
menampakkan bahwa penulis merupakan
jadi, “kata ha ” kadang juga merupakan
manusia yang “sempurna” karena
bisikan nafsu.Maka di sinilah, lentera Al-
ke daksempurnaan yang dimilikinya.
Qur'an diperlukan bagi ha manusia. Seper halnya buku-bukunya yang
Terlepas dari kekurangan yang dimiliki, buku ini sangat baik untuk dibaca
lain, buku Lentera Al-Qur'an ini
terutama bagi mereka yang mengharapkan
dikemasdengan gaya bahasa populer dan
cahaya Al-Qur'an guna menerangi ha
enak dibaca untuk semua kalangan, satu
yang gundah, gelisah, dan dak memilliki
hal yang memang menjadi kelebihan
kejelasan arah. (M.Itsbatul Haq—Anggota
penulis. Topik-topik yang diangkat pun
CSS MoRA UIN SuKa '12)
aktual dan yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Akan tetapi, karena buku ini merupakan himpunan dari
Make a History to Forward