C SMORA community of santri scholars of ministry of religious affairs
SUNAN KALIJAGA
dari HOTEL ke PESANTREN
Supported by:
COMMUNITY OF SANTRI SCHOLARS OF MINISTRY OF RELIGIOUS AFFAIRS Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta email: sarung_cssmora@yahoo.co.id
2
kolom kajur Pemikiran Hadis Orientalis oleh: Prof. Dr. Suryadi, M. Ag Guru Besar Hadis UIN SuKa merangkap Ketua Pengelola PBSB UIN SuKa
Sejauh ini, tidak ada informasi yang akurat tentang siapa orientalis yang pertama kali mengkaji hadis dan kapan. Namun, menurut Muhammad Mushthafa Azami, orientalis yang pertama sekali melakukan kajian hadis secara intensif adalah Ignaz Goldziher (1850-1921 M), Yahudi kelahiran Hongaria dengan bukunya Muhammedanische Studien (Muslim Studies). Kajian Ignaz Goldziher diarahkan pada otentisitas hadis. Ia meragukan adanya otentisitas hadis Nabi. Di samping itu kritik hadis yang dilakukan oleh ulama klasik tidak b i s a dipertanggu ng jawabkan s e c a r a i l m i a h , karena lebih b a n y a k menggunaka n metode kritik sanad, dan kurang menggunakan kritik matan. Kajian Ignaz Goldziher kemudian diteruskan oleh Joseph Schacht (1902-1969), dengan teori Projecting Back, dalam bukunya The Origins of Muhammadan Jurisprudence. Schacht lebih banyak menyoroti aspek sanad dari pada aspek matan hadis. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hukum Islam baru eksis pada masa al-Sya`bi (w. 110 H), oleh karenanya hadis yang berkaitan dengan hukum Islam
adalah buatan para ulama yang hidup sesudah al-Sya`bi. Penelitian Schacht diarahkan pada kitab al-Muwaththa` I m a m M a l i k ( w. 1 7 9 H ) , a l Muwaththa` karya al-Syaibani, serta al-Umm dan al-Risalah karya al-Syafi`i (w. 204 H). Kesimpulan dari kedua orientalis tersebut bahwa hadis Nabi baru lahir pada abad I dan II H, dengan kata lain hadis Nabi adalah buatan para ulama abad I dan II H. Pemikiran kedua orientalis di atas sangat berpengaruh terhadap orientalisorientalis sesudahnya, semisal A. Guillaume (dalam The Tradition of I s l a m ) , Margoliouth, Prof. Robson, dan lain-lain. Teori common link GHA. Juynboll (1935) juga dipengaruhi pemikiran Goldziher dan Schacht. Teori common link telah digunakan oleh Juynboll untuk menyelidiki asal-usul dan sejarah awal periwayatan hadis selama dua puluh tahun terakhir ini. Teori ini berpijak pada asumsi dasar b a hwa s e m a k i n b a nya k j a l u r periwayatan yang bertemu pada seorang periwayat, semakin besar s e o r a n g p e r i waya t d a n j a l u r periwayatannya memiliki klaim kesejarahan.
to be continued... hal.
Tour De Satu Syuro Aneh-aneh saja,...!! Agaknya ungkapan ini yang pantas disematkan kepada generasi baru CSS MoRA angkatan 2009/2010. Kamis malam Jum'at, malam satu Syuro tepatnya, di saat anggota CSS MoRA yang lain asyik menyambut datangnya tahun baru Islam dengan bershalawat hadrah di masjid Jami' al-Muhsin, 12 anggota CSS MoRA UIN Su-Ka malah ber"touring" ria (baca : melarikan diri). Sah-sah saja tentunya. Dengan digawangi oleh Abdul Qadir (angkatan 2008/2009 red.), genk montor ini, pada pukul 22.00 WIB bergerak menuju makam Mbah Dalhar dan Raden Santri di Watucongol, Magelang. Keduanya keluarga kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat. Setelah berziarah dan berpuas-puas memandangi keramaian nuansa tahun baru di lereng gunung merapi itu, sekitar pukul 00.00 WIB, rombongan bertolak kembali ke Yogyakarta menuju tujuan selanjutnya, Alun - alun Lor. Hapir satu setengah jam ditempuh. Namun, jarak tersebut sepantas dengan pengalaman selanjutnya yaitu ber"malam" dengan nuansa mistis Keraton Yogyakarta. Untuk beberapa menit, rombongan beristirahat sejenak sambil "ngopi" dan sarasehan. Sambil ngobrol ngalor-ngidul. Pukul 02.00 dini hari, usut punya usut, ada beberapa rombongan yang pernah selentingan dari banyak orang, bahwa di saat-saat seperti inilah ada ritual "mandi telanjang" sekaligus pemersembahan sesaji di pantai laut Selatan. Dan rombongan akhirnya meutuskan tujuan selanjutnya: Pantai Parang Tritis. Naas, karena ritual telah dimulai dan selesai beberapa saat sebelum mereka tiba. Tapi tentu saja kekecewaan mereka terobati dengan pemandangan pantai yang memukau. Menikmati sun rise ditemani hiruk-pikuk khalayak yang memadati pantai menyuguhkan keasyikan tersendiri. Setelah Shubuh, rombongan akhirnya kembali ke PP. Aji Mahasiswa al-Muhsin. Dan semoga saja, senyum yang terus mengambang dari mulut mereka, bukan berarti mereka kesambet . Tapi menunjukkan bahwa mereka telah menemukan makna lain dari Satu Syura. Semoga saja.... !!!
4
Dalam tradisi pesantren, tak afdhol rasanya, kalau ritual yang satu ini ditinggalkan. Syukuran tak hanya menjadi pernak-pernik penghias setiap kenikmatan yang datang, tapi ia telah menjadi identitas bagi kaum santri. Agaknya, tradisi nan penuh simbol positif ini pula yang tetap ingin dipertahankan oleh anggota CSS MoRA UIN Su-Ka. Tepatnya pada hari Ahad, 20 Desember lalu, dengan men"carter" KOPATA, anggota CSS MoRA angkatan 2007/2008 ngluruk ke kediaman Dr. Ahmad Baidhowi, M.Ag. Setelah hampir sebulan tertunda, akhirnya terlaksana juga agenda ini. Dalam rangka mensyukuri gelar doktor yang di"gondol"nya, Bapak SekJur (yang sekaligus wakil Ketua pengelola PBSB UIN Su-Ka) mengundang santri - santri ini untuk meengadakan acara kecil - kecilan di rumahnya. Sekitar pukul 11.00 WIB, rombongan tiba dan sebagaimana sebelumnya direncanakan, menuju ke wisata candi "Sambi Sari". Selepas dzuhur, dilanjutkan acara Muqaddaman (mengkhatamkan al-Qur'an bersama - sama bi al-nadhar) kemudian pelantunan Shalawat hadrah Shimt al-Dhurar. Tentu saja, dengan "ramah - tamah" dan menikmati suguhan - suguhan yang dihidangkan. Acara diakhiri pukul 16.00 WIB, rombongan CSS MoRA meski belum puas ber"nostalgia", harus mengakhiri acara ini. Semua puas. Semua senang. Kapan lagi ada moment bercakap - cakap bersama yang tidak perlu menyebutkan referensi setiap berargumentasi sebagaimana di kelas??
by: Goez
Dengan kata lain, jalur periwayatan yang dapat dipercaya adalah jalur yang bercabang ke lebih dari satu jalur. Sementara jalur yang berkembang ke satu jalur saja, yakni single strand, tidak dapat dipercaya kesejarahannya. GHA. Juynboll juga berpendapat b a h wa p e r t u m b u h a n h a d i s tampaknya dimulai dari ceritacerita tentang Nabi, puji-pujian terhadap Ali dan Abu Bakar, serta tuntunan tentang halal dan haram. Menurutnya, hadis pada umumnya baru muncul pada zaman tabi`in dan atba` al-tabi`in. Tidak semua pemikiran orientalis di atas mempunyai nilai negatif dalam studi hadis Nabi. Bagaimanapun juga, pemikiran orientalis tersebut telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam khazanah keilmuan hadis, terutama dari aspek metodologinya--bukan m a t e r i nya - - . S e h i n g g a k i t a semakin kritis dan selektif dalam berinteraksi dengan hadis Nabi.
KAJUR
Prof. Dr. H. Muhammad Syuhudi Ismail Nama Muhammad Syuhudi Ismail tidak bisa dilepaskan dari sejarah besar Bangsa Indonesia. Beliau merupakan tokoh kenamaan dalam pergulatan keilmuan hadis di Indonesia. Syuhudi lahirkan di Lumajang 66 tahun silam, tepatnya pada tanggal 23 April 1943. Layaknya anak-anak di daerahnya, Syuhudi masuk di Sekolah Rakyat Negeri di Sidorejo, Lumajang, Jawa Timur dan lulus tahun 1955 M. Aktifitas "sekolah'nya ia teruskan kemudian di Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) di Kota Malang selama 4 tahun. Belum puas dengan ilmu yang diperoleh, akhirnya Syuhudi memutuskan hijrah ke kota Pelajar dan Budaya, Yogyakarta. Ia memasuki Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) Yogyakarta dan tamat tahun 1961. Dikarenakan semangat dan idealisme kaum muda yang dimilikinya, selepas lulus, ia lantas "bergerilya" ke pulau orang Bugis, Makassar, dengan masuk ke Fakultas Syari'ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) "Sunan Kalijaga" Yogyakarta Cabang Makassar (Sekarang menjadi UIN Alauddin Makassar) dan mampu meraih gelar sarjana Muda pada tahun 1965 M. Kesarjanaan lengkapnya diambil dalam institusi yang sama pada tahun 1973 M. Lima tahun kemudian, Syuhudi memasuki Studi Purna Sarjana (SPS) di Yogyakarta. Sebagai tindak lanjut dari keikutsertaannya di SPS tersebut, Syuhudi mengambil Program Studi S2 pada Fakultas Pascasarjana IAIN "Syarif Hidayatullah" Jakarta dan dinyatakan lulus pada tahun 1985 M. Syuhudi mampu menyelesaikan jenjang tertinggi tingkat pendidikannya dengan meraih gelar Doktor pertama dalam bidang Ilmu Hadis pada Program Studi S3 (doctoral) Fakultas Pascasarjana IAIN (sekarang UIN) "Syarif Hidayatullah" Ciputat Jakarta tahun 1987 M dengan judul disertasi "Kaedah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan llmu Sejarah". 6
Syuhudi Ismail bukanlah akademisi dengan keahlian yang "melangit", tetapi ia adalah prototip pelajar sekaligus praktisi sosial-kemasyarakatan. Di tengah-tengah kesibukannya sebagai dosen di IAIN Makassar, UNISMUH Makassar, Universitas Muslim Indonesia (UMI) dan pada Pesantren IMMIM Tamalanrea, Makassar, Syuhudi tercatat pernah menjadi pegawai Pengadilan Agama Tinggi (Mahkamah Syar'iyyah tingkat Propinsi) di Makassar tahun 1962-1970 M, Kepala Bagian Kemahasiswaan dan Alumni IAIN (sekarang UIN) "Alauddin" Makassar tahun 1973-1978 M, Sekretaris KOPERTAIS Wilayah VIII Sulawesi tepatnya tahun 1974-1982 M, dan Sekretaris Al-Jami'ah IAIN (sekarang UIN) "Alauddin" Makassar tahun 1979-1982 M. Sejak mudanya, Syuhudi terkenal sebagai sosok yang progresif. Untuk menuangkan ide-ide kreatifnya, di sela tugas-tugasnya sebagai pegawai dan pengajar, Syuhudi giat membuat karyakarya tulis dalam bentuk makalah, penelitian, bahan pidato, artikel, maupun diktat, baik untuk kepentingan kalangan IAIN "Alauddin" sendiri, maupun untuk forum ilmiah lainnya, juga untuk dimuat dalam majalah atau surat kabar yang terbit di Ujung Pandang atau di Jakarta. Buku-buku hadisnya yang hingga sekarang banyak digunakan oleh para mahasiswa jurusan ilmu-ilmu hadis diantaranya: Pengantar Ilmu Hadis dan Menentukan Arah Kiblat dan Waktu Salat (keduanya diterbitkan di Bandung, tahun 1987 M), Kaidah Keshahihan Sanad Hadits, Metodologi Penelitian Hadits Nabi (diterbitkan di Jakarta oleh penerbit Bulan Bintang) serta buku Hadis Nabi yang tekstual dan Kontekstual, tela'ah ma'anil hadis tentang ajaran Islam Universal,
MENYOAL KEMBALI KONSEP NEGARA KHILAFAH Untuk meng-counter pendapat ekstrem Sebagai kitab induk umat Islam, alQur'an tak luput membahas masalah- tersebut, tampillah ulama' lain yang lebih masalah seputar tata kenegaraan. Paling toleran. Misalnya Ali Abdal Raziq dan Luthfi tidak, al-Qur'an menyebutkan banyak al-Sayyid. Sayangnya, kelompok ini sekali term yang berkaitan dengannya. melakukan penyanggahan yang apologis Sebut saja baldah, qaryah, syu'b, mulk dengan mengatakan bahwa Islam adalah (untuk menyebut negara atau yang agama murni. Islam tidak menentukan semacamnya), khalifah, imam, malik sistem pemerintahan yang definitif, (untuk pemimpin suatu negara), ataupun sehingga umat Islam boleh memilih bentuk qaum, ummah, qabilah (untuk penduduk pemerintahan apa pun yang dirasa cocok. yang menghuni suatu negara). Tak Argumentasi yang lemah ini menimbulkan ketinggalan, di dalam al-Qur'an juga kesan ke-minggrang-minggring-an. Menengahi keduanya, kelompok terdapat panduan-panduan mengenai a s a s - a s a s k e p e m i m p i n a n , s y u r a , moderat, yang direpresentasikan oleh Muhamad Husein Haikal, Muhammad demokrasi, dan lain-lain. Tentu saja, bukan al-Qur'an namanya, Abduh, Fazlur Rahman, serta Arkoun, jika tidak memancing perdebatan seputar menyatakan bahwa kendati Islam tidak interpretasi atas ayat-ayatnya. Dalam menunjukkan preferensinya pada sistem permasalahan kenegaraan pun demikian. politik tertentu, tetapi dalam Islam Semenjak beberapa dekade silam, muncul terdapat prinsip-prinsip moral atau etika wacana mendirikan negara khilafah. bagi kehidupan bernegara, yang untuk G a u n g k e l o m p o k i n i d a l a m pelaksanaannya umat Islam bebas memilih argumentasinya, tentu saja disokong sistem mana pun yang terbaik. Abduh menambahkan bahwa dengan legitimasi dari ayat-ayat al-Qur'an. Tidak hanya ulama' "garis keras" pemerintahan itu tidak berdasarkan semisal Sayyid Quthb dan al-Maududi saja, agama, tetapi memiliki tugas keagamaan yang mendukung faham ini, tetapi ulama' untuk memelihara nilai-nilai dan prinsiprasionalis kontemporer semacam Rasyid prinsip Islam yang umum. Persepsinya Ridha pun turut berdiri di belakang garis tentang negara dan pemerintahan, konservatif tersebut. Pada intinya, mereka mencerminkan bahwa ia tidak mengmenyerukan terbentuknya pemerintahan hendaki pemerintahan eksklusif untuk supranasional (kesatuan seluruh dunia umat Islam; ia juga dapat menerima negara Islam) yang sentralistis dan didirikan atas kesatuan nasional sebagaimana yang tiga prinsip utama: keadilan penguasa, berkembang di zaman modern (dan di ketaatan rakyat dan permusyawaratan Indonesia tentunya). Umat Islam kiranya perlu mengkaji antara keduanya. Dalam pandangan kelompok ini, kembali berbagai pandangan khilafah demokrasi adalah musuh utama yang dilihat dari aspek-aspek ta'abbudi atau harus dibungkam. Karena -menurut ta'aqquli-nya, atau dalam waktu yang sama, mereka- demokrasi telah "menafikan ta'abbudi dan ta'amuli-nya. Logikanya, otoritas Tuhan". Manusia hanyalah bahwa berkumpul di satu rumah "gadang" pelaksana kedaulatan dan hukum Tuhan. dalam beberapa kesempatan adalah Dan oleh karenanya, manusia tidak boleh utama, tetap tidak kesempatan lain.
membuat kebijakan dengan ijtihad mereka
to be continued..., hlm. 9
7
dari
HOTEL kePESANTREN
Sudah genap lima tahun Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs (untuk kemudian disingkat CSS MoRA) berdiri. Beberapa program kerja kepengurusanpun telah dilakukan. Diantaranya, adalah agenda pertemuan tahunan. Idealnya, helatan akbar ini digelar untuk kepentingan evaluasi sekaligus wadah komunikasi dan koordinasi, baik antar CSS MoRA perguruan tinggi, antar CSS MoRA dengan Departemen Agama, maupun antar sesama anggota CSS MoRA sendiri. Terhitung sudah tiga kali "temu kangen" ini diadakan. Pertama di Grand Hotel Trawas (angkatan 2005-2006), lalu di Grand Hotel Lembang (angkatan 2005-2007), dan untuk kali ketiga di Pondok Pesantren al-Hikmah, Benda, Sirampog, Brebes (angkatan 2005-2008). Pertemuan tahunan ini menjadi momentum yang (barangkali) tak akan terlupakan oleh anggota CSS MoRA. Pasalnya, saat-saat inilah menjadi moment temu alumni dari pondok pesantren masing-masing yang lolos tes PBSB. Selain itu, kesempatan saling berbagi dan bertukar cerita juga merupakan saat yang ditunggutunggu. Tak heran kenapa, hampir dipastikan, antusiasme anggota CSS MoRA selalu menggebu-gebu dalam menyambut acara ini. Terlebih lagi, dengan diberikannya penghargaan kepada beberapa mahasiswa yang memperoleh nilai IPK tertinggi di masing-masing universitasnya. Momentum ini sangat diharapkan mampu mempererat keakraban antar anggota CSS MoRA, terutama karena pada kesehariannya, mereka akan terpisah-pisah dalam regional masing-masing. Pada pertemuan pertama (di Trawas pen.), aroma persatuan memang belum terasa, ini disebabkan tidak diformatkannya sebuah acara yang mampu mengakomodir kehendak bersama. Dan lagi, karena dengan belum dibentuknya sebuah organisasi yang pakem, (barangkali) semangat ke-CSS MoRA-an juga belum sehebat sebagaimana sekarangadanya acara yang menyatukan semuanya. Lain halnya dengan pertemuan di Grand Hotel Lembang dan di Ponpes al-Hikmah Brebes. Di Lembang, diadakan beberapa permainan yang dilangsungkan satu hari penuh dengan peserta-pesertanya adalah kelompok-kelompok dari semua universitas yang ada. Begitu halnya dengan pertemuan di Ponpes al-Hikmah, adanya penugasan bersama yang diformat dalam bentuk pengabdian memberi ruang lebih bagi para anggota CSS MoRA untuk lebih mengenal antara satu dengan yang lain.
8
Menyoal kembali... hlm. 7
Meskipun karena beberapa alasan, acara tidak bisa dilakukan bersamaan dalam satu tempat, tetapi di pisah-pisah sesuai dengan regional masing-masing perguruan tinggi (reg. Barat pada 18-20 desember 2009 di Ponpes Madinatun Najah, Jombang Ciputat Tangerang Banten, reg. Tengah pada 25-27 desember 2009 di Pondok Pesantren Pandan Aran Sleman Yogyakarta dan reg. Timur pada 1-3 januari 2010 di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Al Yasini, Areng-areng, Wonorejo Pasuruan Jawa Timur), spirit kebersamaan dan gotong-royong akan tetap dibangun. Bertempat di PP Sunan Pandan Aran, Ngaglik-Sleman, jiwa ke-CSS MoRA-an anggota CSS regional tengah yang sedang "terlelap", akan dibangunkan. Hal lain, jika pada pertemuan pertama dan kedua, para anggota CSS MoRA "dimanjakan" dengan fasilitas serba "wah", maka untuk pertemuan yang ketiga, begitu pula yang keemat, fasilitas super tidak diwujudkan dalam bentuk materi, tetapi nuansa spiritualnya. Yaitu dengan diadakannya acara tahunan ini di pondok pesantren. Tentu saja dengan harapan, agar para anggota CSS tidak lupa dari mana ia berasal, dan akan ke mana ia setelah lulus kelak. Tidak jauh beda dengan yang telah sukses dilakukan setahun sebelumnya, "temu kangen" tahun ini, rencananya juga akan mengambil format pembinaan plus pengabdian. Selain para anggota CSS MoRA dibekali ulang, mereka juga disilahkan me"mamer"kan sekelumit ilmu yang didapat dalam rangka pengabdian pesantren sekaligus memotivasi diri mereka sendiri. Apapun itu, kita semua jelas berharap, ahwa moment - moment penting seperti ini, tak hanya berujung pada "hura-hura" yang tak perlu. Saya ingat, dulu ada salah seorang pembina berkata :"CSS MoRA dalam kesempatan kali ini, ibarat berlian yang terus diasah guna menunjukkan betapa terangnya ia". Akan sangat baik, sebelum kita berangan - angan akan seberapa terang sinar kita, kita bertanya :"sudahkah kita jadi berlian???�
by: Iztie Ashley
Dien Syamsuddin dan Dedy Djamaluddin Malik, tokoh terpandang dari Ormas Muhammadiyah menyuarakan p a n d a n g a n nya m e n g e n a i h a l i n i . Menurutnya, konsep khilafah tidak cocok diterapkan di Indonesia. Ini dikarenakan (paling tidak) empat alasan. Pertama, secara historis, umat Islam Indonesia sudah pernah memperjuangkan hal ini di konstituante pada dekade 1950an, tetapi gagal. Kedua, umat Islam di Indonesia tidak tunggal dalam pemahaman keagamaan dan keorganisasian. Ketiga, masyarakat Indonesia adalah pluralis-majemuk, begitu pula umat Islamnya. Keempat, Sebagian besar orang Islam diwakili ormas yang menanunginya (dalam hal ini NU dan Muhammadiyah) adalah moderat dan toleran serta inklusif. 'Ala kull hal, penerapan Khilafah Islamiyyah akan memantik api perpecahan yang tak ada ujungnya. Pun pula KH. Hasyim Muzadi, sebagai pentolan NU menyatakan sikapnya bahwa konsep Pancasila sebagai ideologi Negara adalah "final" Adapun jika ternyata di negara kita yang demokrasi ini, banyak kesemrawutan yang masih perlu diselesaikan, itu semua bukan karena bentuk pemerintahannya yang salah, tetapi pengelolaan sistemnya lah yang mesti dibenahi. Dengan kata lain, jika oknum-oknum tak becus didaulat memegang tampuk kuasa, chaos akan tetap terjadi, apapun jenis pemerintahannya. Adalah bijak, mengikuti semangat Ibn Taimiyah yang menyatakan, bahwa eksistensi negara diperlukan untuk menegakkan agama. Tidak dengan melembagakan ke-Islam-an negara, tetapi dengan menormakannya. Maka jika Piagam Madinah berhasil menggambarkan sebuah sketsa yang indah tentang Ukhuwah Islamiyah, Diniyah, dan Wathaniyah yang amat prima, begitu pula Piagam Jakarta.
by: Lina Halimah Tafsir Hadis ‘07 9
Perempuan-perempuan di Sebuah Lampu Persimpangan Matahari belum terang benar, ketika seorang mahasiswi terlihat memasuki gerbang sebuah Universitas Negeri di Yogyakarta. Raut mukanya muram, guratan hitam di bawah cekung matanya menandakan malam tadi ia telah menangis cukup lama. Tidak seperti kebiasaan perempuan muda pada umumnya yang gemar bersolek dengan bedak serta gancu yang menggairahkan, kali ini si mahasiswi hanya mengenakan t-shirt lengan panjang dengan rok jeans Levis tanpa ada bekas bahwa ia baru saja mematung di depan cermin pagi tadi. Keningnya yang sedari tadi berpeluh seakan memperingatkan siapa saja yang ditemuinya bahwa sekarang dia tengah berada dalam sebuah kegentingan yang amat. Tergesa-gesa ia menaiki tangga gedung kampus menuju tingkat yang lebih tinggi. Tak lebih dari sepuluh menit kemudian, ia telah sampai di balkon gedung empat tingkat tersebut. Disapunya ruangan tanpa tembok itu dengan kedua matanya. Segera kemudian ia menuju ujung depan balkon sebelah kanan. Ia lalu merogoh tas pink mickey mousenya, dikeluarkannya handphone besar miliknya. Untuk sejenak ia terdiam memandangi pesan singkat yang baru pagi tadi diterimanya, "Ra‌.! aku ga' bisa tanggung jawab‌.aku ga' siap‌ maaf Ra‌! alasanku tetep sama‌." Perempuan itu keluar dari menu "pesan", bergetar tangannya menekan beberapa tombol di hpnya, kini dinding kedua matanya m u l a i b e rka c a , d i a n gka t nya te l p o n genggamnya mendekati telinga, berharap ada jawaban. Entah telah berapa kali hal yang sama diulanginya. Nihil, yang terdengar hanya jawaban dari mesin pesan veronica. Dengan lunglai, ia mendudukkan tubuhnya, melimpahkan berat bebannya pada kedua pantatnya. Pikirannya melayang jauh. Rasanya baru kemarin ia menikmati masa-masa indah sebagai mahasiswi, lepas dari keterkungkungannya dari peraturan orang tua. Namun naas, sebagai perantau, ia gagal menghadapi ujian pertamanya. Dispensasi Bapaknya untuk sepenuhnya mengatur kebutuhan hidupnya disalahgunakan, ia terjebak dengan kehidupan malam kota besar. Nge-tam di mall, pulang malam, clubbing telah menjadi bagian hidupnya sehari hari. Hingga beberapa bulan yang lalu, ia dikenalkan dengan seorang lelaki muda yang juga sedang meneruskan pendidikan di salah satu perguruan tinggi swasta di kota tersebut.. 10
Entah apa yang membuatnya kemudian begitu dekat dengan laki-laki tersebut. Hingga kejadian malam itupun tak bisa dielakkan, kini ia hamil dan barusan calon bapak dari jabang bayinya mengatakan ketidak sanggupannya memenuhi kewajiban. Perlahan ia bangkit dari posisinya, berjalan gontai menuju ujung balkon di sebelah barat gedung. Rencananya pagi ini, ia akan mengakhiri semuanya, malam tadi ia telah menumpahkan air matanya deras, kegalauannya ditumpahkan pada bantal dan gulingnya. Tapi masalah yang melilitnya semakin menghantui. Bapak Ibunya yang pasti akan sangat marah dan malu sekali mendengar anak semata wayangnya dihamili orang, belum lagi kekecewaan keluarga besarnya yang menyempatkan mengantarkannya ke bandara di hari pertama ia meninggalkan kota kelahiran. Lamunannya menjauh, Tak berani ia bayangkan jika ia harus kuliah dengan perutnya yang membuncit nanti. Cemooh dan ejekan yang pasti akan menghujatnya, belum lagi jika ia harus menanggung kesedihan anaknya nanti jika ia lahir tanpa bapak. Di tengah kebingungannya, pesan singkat d a r i ke ka s i h nya ya n g m e m a ks a nya menggugurkan kandungannya tersebut membuatnya bergetar, "Haruskah ia menjadi seorang pembunuh?", "Tidak.... dengan alasan apapun....". ia masih terlalu baik untuk melakukan hal bejat tersebut. Semalaman ia merenung, menimbang- nimbang segala resiko yang mungkin terjadi. Hingga akhirnya diputuskan jalan terakhir yang mungkin tidak akan menyebabkan kesedihan berkepanjangan. Dipandanginya tanah pekarangan kampus yang telah dipaving, jatuh dari ketinggian 20 kaki tampaknya cukup bisa menerbangkan nyawanya, dipejamkannya matanya sebentar, mencoba merenungi apa yang akan dilakukannya sekali lagi. Sempat terlintas di otaknya pengajian ustadznya dulu, "bunuh diri itu haram dan ruh tidak akan diterima di sisi Tuhan". Air matanya meleleh. Matanya jelalatan menatap pemandangan di depannya, air matanya terus keluar, bahkan kini semakin deras. Hingga ia menangkap bayangan sosok yang tak asing lagi baginya. Seorang pengemis tua dengan kebaya lusuh yang entah berapa lama tidak diganti, tampak sedang menengadahkan tangannya di depan kaca sebuah Avanza silver.
Dulu ia merasa begitu kasihan dengan nasib perempuan tersebut, pastilah ia seorang yang paling menderita karena kemiskinannya, tapi sekarang ia berpikir lain, apa pula yang lebih menyedihkan ketimbang jika masa depannya hancur karena ulah dirinya sendiri. Lampu merah masih menyala, dari kaca mobil yang terbuka, seorang perempuan lainnya mengeluarkan tangannya keluar, memberikan sesuatu kepada pengemis tadi…. "Akhirnya ia bisa makan pagi ini…!" pikirnya, "Sayang hal yang sama tak akan bisa aku lakukan…….." <><><><><><><><> "Ah, moso' ngemis meneh*?", nenek tua itu bergumam tidak jelas di depan satpam yang baru saja mengusirnya. Cuiihh…. Bunyi mulutnya meludah. Pahit sisa cerutu bekasnya tadi malam masih terasa. Siapa yang mengira, beberapa puluh tahun lalu, di sebuah desa terpencil di pegunungan Surakarta, ia adalah seorang perempuan ayu nan menyenangkan mata siapa yang memandang. Juga pandai untuk ukuran gadis zaman itu. Jika ada yang sedikit jeli memperhatikannya, akan terlihat sisa kemanisan wajah gadis cantik di usianya yang menginjak kepala lima itu. 25 tahun silam, kehidupannya tak jauh beda dengan nasib gadis kebanyakan. Tumbuh dan dibesarkan di tengah keluarga baik-baik. Tidak cukup kaya memang, tapi cukup untuk membuatnya menikmati masa remajanya. Hingga malapetaka itupun tiba. Berawal dari kegelisahan pemerintah orde lama dengan maraknya aksi-aksi perlawanan. Hingga semaraklah aksi penculikan oknum-oknum yang dianggap terlibat "persengkokolan gelap". Singkat cerita, Bapaknya juga termasuk daftar orang yang tiba-tiba menghilang. Mak nya tak kuat menahan kesedihan ditinggal pergi suami tercinta. Kata orang sih,"Maknya ora waras meneh**". Bebannya mengurus si emak tanpa Bapak sedikit berkurang ketika setengah t a h u n k e m u d i a n e m a k n ya t u r u t m e n i n g g a l k a n nya . B u k a n d i c u l i k b a y a n g a n t a k j e l a s , t a p i Tu h a n menculiknya. Ia tak tahu lagi mesti bagaimana, keluarganya tak cukup mampu untuk menampungnya dalam waktu yang lama. Lagipula, Ibunya hanya mempunyai 2 orang saudara.
Hidup sebatang kara kemudian membawanya merantau. Ngayogyakartolah yang tujuannya. Kota yang "sebagaimana ia dengar dari orang -orang" menyimpan sejuta harapan dan cita-cita. Kota yang "kata orang" mau menampung orang susah sepertinya. Tapi sayang, perempuan itu pada akhirnya, tidak pernah bisa menanggalkan embel-embel 'kata orang" di setiap pujiannya terhadap kota tersebut. Lama merantau di Yogyakarta, ia akhirnya kehabisan bekal sebelum dapat mendapatkan kehidupan yang layak. Pernah beberapa kali ia dikasihani orang, tinggal beberapa bulan dengan sepasang pedagang kelontong di malioboro, menetap di rumah seorang dosen universitas swasta, hingga menjadi pelayan seorang mantan pejuang veteran. Benarbenar nasib berkehendak lain. Karena entah bagaimana, inilah dia sekarang, seorang pengemis wanita tua yang sehari-harinya mangkal di perempatan jalan protokol, tepatnya perempatan dekat sebuah Universitas ternama di kota itu. Tanpa dia sengaja, perutnya telah sedari tadi berkerucuk. Dirabanya perut kecilnya, ditekan-tekannya pula, sepertinya ia ingin tahu sedalam mana lubang di perutnya yang belum diisi. "Apa boleh buat…" selalu saja itu yang ia katakan, barangkali hanya untuk berharap suatu hari nanti ada keberuntungan lain menghampirinya. Perlahan ia berjalan menuju tiang lampu merah hijau di persimpangan. Meski tak melihat jam, ia tahu sekarang belum lebih dari pukul enam pagi, lalu lintas belum ramai, hanya ada beberapa mobil serta sejumlah sepeda motor yang melintasi Jalan Marsda Adi Sucipto. Sembari menunggu lampu merah, ia menaikkan capingnya ke kepala. Di Jogja sekarang, banyak lopper koran, pengemis, maupun pengamen yang mengenakan sesuatu menutup kepala, bahkan wajah. Barangkali mereka takut kepergok tetangga, dosen, ataupun pacar mereka "ah, pengemis ya pengemis bung..!" Lampu merah di depannya menyala, bergegas ia menyongsong sebuah mobil Avanza silver di tepi sebelah kanan depan. Ia menengadahkan kedua tangannya lebar, berharap orang di mobil itu memberikan sesuatu selebar tangannya. Mulutnya digerakkannya sedikit, memberi kesan bahwa "sangking lemahnya ia jadi suka mengigau", itulah beberapa trik yang telah dipelajarinya selama beberapa tahun menjadi pengemis to be continued,.. hlm. 13 11
Hingar-bingar Theater CSS MoRa UIN SuKa Tak asing lagi bagi kita, momentum Tak cukup puas dengan pencapaian perhelatan temu akbar tahunan keluarga tersebut , setahun kemudian, pada besar Penerima Beasiswa Santri Berprestasi. pertemuan nasional ke-3 di Brebes, Jateng, Sejak pertama kali diadakan di Trawas, CSS MoRA UIN SuKa kembali menyuarakan Mojokerto pada 2006, hingga pertemuan gaungnya. Kali ini dengan dimotori oleh terakhir di Brebes tahun lalu, acara besar ini anggota CSS MoRA angkatan '08, mereka selalu menyisakan banyak kenangan bagi menampilkan drama visual dengan audio yang mengikutinya. Lewat acara "lepas yang telah direkam sebelumnya (baca: kangen" ini jugalah, lahir komunitas kita, CSS dubbing). Belum juga reda tepuk tangan MoRA. penonton oleh tingkah lucu para lakonnya, Jika dicermati, pihak DEPAG tentu saja gelak tawa ribuan orang memenuhi Hall, tidak asal mengkonsep event-event tahunan akibat humor-humor pintar jenaka yang ini. Terbukti dengan kemasan agenda yang disguhkan. Walhasil, entah berapa ribu disuguhkan, selalu menarik lagi bermanfaat. pasang mata yang tak mampu terpejam Untuk menjalin sillaturahmi antar anggota malam itu, membayangkan jika merekalah CSS MoRA, jajaran pengelola, baik tingkat N a s i o n a l m a u p u n U n i v e r s i t a s , pemilik sandiwara hebat yang baru saja d i a g e n d a k a n l a h d i s k u s i b e r s a m a , disaksikan. U s u t p u nya u s u t , te r nya t a a d a pembekalan, Out Bond, serta beberapa pengalaman yang hampir sama dalam setiap agenda pengabdian terhadap masyarakat dan pondok Pesantren. Di samping itu semua, ada pementasan "wah" tersebut. Pada satu acara lagi yang tak seyogyanya diabaikan penampilan di Lembang, anak-anak dan tak sepantasnya tidak dilirik. PENSI angkatan '07 nyaris tidak bisa tampil. "Kami (baca: Pentas Seni), begitu biasanya acara ini hampir tidak jadi maju, karena temandisebut. Ritualnya adalah pada malam teman CSS MoRA lainnya sudah ada yang terakhir di setiap rangkaian "kumpul" mau pulang. Tidak mungkin kan kami tampil nasional, masing-masing dari CSS MoRA tanpa penonton, apalagi make up seudah p e r g u r u a n T i n g g i d i p e r k e n a n k a n terlanjur dipasang" kata Afif Rizqon Haqqi menampilkan sebuah jenis hiburan. Tentunya saat dwawancarai. "Pemeran setan, banci yang menghibur dan yang bisa menumpahkan dan orang gilapun bahkan sudah dirias ke r i n d u a n ya n g b e l u m s e p e n u h nya habis-habisan", tambahnya. Untungnya, terungkapkan. dengan segala resiko pementasan tetap Karena begitu berharganya event ini, tak dilakukan. Dan meskipun dapat bagian heran jika CSS MoRA UIN SuKA selalu berusaha tampil 'ngotot" (baca : All Out) paling akhir, antusias penonton terlihat menyuguhkan sebuah hiburan yang menarik paling gemuruh dan fantastis. dan (tentu saja) berkesan. Pada penampilan Begitu juga di tahun berikutnya, para perdananya, di Lembang, Bandung pada 2008 artis angkatan '08 sempat frustasi sebelum silam, Arif Nur Shihah (Pentolan theater CSS UIN Su-Ka pen.) cs menyuguhkan sandiwara naik panggung. Pasalnya, sebagaimana berbahasa Arab yang dikemas apik ditentukan panitia, durasi masing-masing membicarakan seputar fenomena nabi palsu. pementasan dibatasi maksimal lima belas Karena selain harus mampu melatih para menit saja, padahal, dubbing yang sudah lakon yang nota bene awwam, ia juga musti dibuat memakan waktu tak kurang dari 45 bisa mengelaborasi dan menata kombinasi acak-acakan yang ada. Hasilnya tak m e n i t . B a h k a n , b e b e ra p a a n g g o t a mengecewakan, bukan hanya para anggota mengusulkan mundur atau mengganti CSS MoRA saja yang tercengang, beberapa dengan penampilan yang ringan seperti pembina dan pendampingpun turut puisi atau nasyid. mengangkat topi tanda kagum. 12
Akan tetapi, berkat usaha senior- senior yang tak henti-hentinya "mengomporngompori", para artis hebat tersebut memberanikan diri berjudi dengan penonton. Dengan durasi yang panjang tersebut, mau tak mau penampilan CSS MoRA UIN SuKa harus diakhirkan. Tentu saja dengan resiko yang sama seperti sebelumnya: kemungkinan pulangnya sebagian penonton. Akhirnya, para artis lakon sandiwara tersebut mulai bersiapsiap dan merias diri. Tiga Jam sebelum waktu jatah mereka dimulai, para pemain dengan dandanan menor dan gaya yang mencolok, telah mengambil posisi di bawah panggung utama. Sehingga seakan-akan penonton sudah 'melihat' drama mereka sebelum drama dimulai. Walhasil, meski dipentaskan tengah malam, riuh rendah suara decak kagum, tepuk tangan senang, serta sorak sorai kemeriahan masih bisa terdengar jelas dari gedung pertemuan PP al-Hikmah, Sirampog. Begitulah lebih kurang cerita Arif Sirojul Mustafid, seorang lakon drama, ketika ditemui beberapa hari lalu. Agaknya, semangat "sensasional, fenomenal" ini pulalah yang dibawa anggota CSS MoRA UIN SuKa angkatan '09. Untuk theather kali ini (di Sunan pandan Aran pada 26 Desember pen.) persiapan-persiapan telah dimatangkan. "Di sela-sela kesibukan kuliah dan pondok, kami menyempatkan diri untuk berkumpul dan mengadakan latihan bersama." tutur Atabik Faza, koordinator angkatan sekaligus sutradara. Tema yang diangkat kali ini adalah seputar "caplok - mencaplok" kebudayaan Indonesia. "Kami berulang kali melihat, baik secara langsung atau tidak langsung, dua penampilan pendahulu kami. Jadi, tak ada alasan untuk menampilkan pertunjukan yang lebih jelek", ujarnya. Bagaimanapun juga, latihan adalah latihan dan penampilan adalah penampilan. Kita lihat saja, apakah sesumbar mereka sesuai dengan penampilan yang akan ditunjukkan, ataukah hanya isapan dengkul semata. ..? Let's see . . .
Perempuan-perempuan..., hlm. 10. Perlahan kaca mobil diturunkan, ia dapat melihat seorang perempuan cantik berada di belakang stir, ia tahu pasti umurnya belum genap tigapuluh tahunan. Tampaknya ia adalah wanita kaya yang banyak uang, disampingnya seorang pemuda tengah tidur bersandarkan kursi empuk di mobil. "anaknya mungkin, atau suaminya" , "ah peduli amat â&#x20AC;Ś" Pengemis tadi masih membuka tangannya lebar, suaranya agak diperjelas. "bu' kasihani saya bu'â&#x20AC;Śâ&#x20AC;Ś" Perempuan di mobil itu tanpa menatap pengemis tua mengeluarkan tangannya dengan selembar uang merah sepuluh ribuan, cukup banyak untuk sekedar hasil mengemis. "Terimakasih bu', semoga hidup dengan suaminya langgeng" pengemis itu berkata lebih keras, meski ia tak yakin, perkataannya tadi didengarkan karena bersamaan dengan itu, kaca mobil dinaikkan. Ia tak tahu, sebuah senyuman menyungging dari balik kaca hitam mobil tersebut. yang ia tahu hanyalah bahwa ia bisa langsung pergi ke angkringan di depan toko yang satpamnya mengusirnya tadi. <><><><><><><><> Cerpen berhadiah : terbuka bagi siapa saja yang mampu menambahkan karakter perempuan lain yang sesuai dengan sketsa cerita di atas, dapat mengirimkan naskahnya ke redaksi. Naskah diketik minimal satu setengah lembar folio spasi 1,5. Naskah yang sesuai, akan dimuat di SARUNG edisi-8 dan berhak mendapatkan souvenir menarik dari redaksi. 13
Serial (2)... hlm. 6
Sebagai guru besar Ilmu Hadis, Syuhudi t a m p i l s e b a ga i p e m i k i r s e ka li g u s penyumbang keilmuan bagi pengembangan studi ilmu hadis. Telaahnya yang paling populer adalah usahanya untuk melihat kembali "kaidah mayor dan minor" dalam keshahihan sanad sebuah hadis. Jika Jumhur ulama hadis menetapkan lima kaidah keshahihan hadis (yaitu ketersambungan sanad, sifat adil, dan dhobth periwayat, serta terhindarnya hadis dari 'illat dan syudzudz) Teori ini, meskipun jelas secara definisi, namun tidak pada aplikasinya. Hal ini dikarenakan sulitnya mengidentifikasi sekaligus membedakan cacat yang termasuk 'illah atau syudzudz. Sehingga Syuhudi Ismail merasa perlu merumuskan sebuah kaidah keshahihan yang lebih realistis-aplicable. Ia lantas membagi kaidah keshahihan menjadi dua: mayor Syuhudi cenderung bersikap "keras", dan minor. Menurutnya, unsur-unsur dengan tidak lantas menerimanya (baca: mayor (baca: pokok) hanya tiga macam taken for granted). Ia masih melakukan saja, yakni (1) sanad bersambung, (2) serangkaian "test" untuk mengungkap periwayat bersifat 'adil dan (3) periwayat apakah sebuah hadis dapat diamalkan bersifat dhabith. (ma'mul bih) atau tidak. Dengan lebih terperinci, Syuhudi Ismail Menurut Prof. Dr. Suryadi, M.Ag menyebutkan tiga kaidah minor yang (Doktor kedua se-Indonesia setelah ditawarkannya. Pertama, untuk hadis Syuhudi di Bidang Studi Ilmu Hadis dari dengan sanad yang bersambung, haruslah UIN Yogyakarta), arah pemikiran muttashil (maushul), marfu', mahfuzh dan kehadisan Syuhudi yang sebenarnya lebih bukan mu'allal (bukan hadis yang ber'illat). tampak dalam deferisiasinya terhadap Kedua, untuk periwayat yang bersifat 'adil makna hadis menjadi yang tekstual dan harus mencakup beberapa elemen, yaitu kontekstual. Rumusan ini merupakan beragama Islam, mukallaf, melaksanakan sumbangan pemikiran Syuhudi dalam ketentuan agama dan mampu memelihara pengukuhan dirinya sebagai Gurur Besar muru'ah. dan Ketiga, untuk periwayat yang Ilmu Hadis di IAIN (sekarang UIN) bersifat dhobith dan atau tam al-dhobith Makassar. Syuhudilah, ahli hadis harus baik hafalannya. Indonesia yang memopulerkan dua Adapun dalam kritik matan (naqd almetode kritik matan, (1) memperhatikan matn), Syuhudi adalah termasuk akademisi linguistik hadis menyangkut sense dan yang kritis lagi selektif. Jika ada suatu hadis yang oleh ulama' dinilai maqbul (dapat style kebahasaan dan (2) melihat diterima sebagai dalil), tapi ternyata hadits historisitas pesan Nabi SAW. tersebut tampak bertentangan dengan alQur'an dan hadits lain yang berstatus maqbul juga, atau bertentangan dengan dalil-dalil lainnya yang sah,
by: Ibn al-Qalam
15