STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH (SPKD) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 - 2013
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH SEKRETARIAT TKPKD PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pemuda 127 – 133 Telp. (024) 3515591 – 3515592 Fax. (024) 3546802 Kode Pos 50132 e-mail : set-tkpkdjateng@jatengprov.go.id Semarang 2011
KATA PENGANTAR
Dalam rangka meningkatkan efektivitas upaya penanggulangan kemiskinan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Nomor: 414.2/131/2010, tanggal 31 Agustus 2010 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi Jawa Tengah yang berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor: 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, dan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor: 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota. TKPK Provinsi Jawa Tengah telah melaksanakan berbagai kegiatan dalam rangka percepatan program penanggulangan kemiskinan, salah satunya adalah penyusunan Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah. Dokumen SPKD Provinsi Jawa Tengah berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor : 15 Tahun 2010, Instruksi Presiden Nomor : 1 Tahun 2010, Instruksi Presiden Nomor : 3 tahun 2010 dan Permendagri Nomor : 42 Tahun 2010, serta diselaraskan dengan Visi dan Misi RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013. Dokumen SPKD Provinsi Jawa Tengah menjelaskan tentang strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan Provinsi Jawa Tengah sebagai langkah untuk melakukan koordinasi dalam perencanaan program percepatan penanggulangan kemiskinan yang lebih terpadu dan terintegrasi dengan proses-proses perencanaan pembangunan yang lain. Tersusunnya dokumen SPKD Provinsi Jawa Tengah diharapkan dapat dijadikan acuan dalam perumusan kebijakan dan program-program sehingga lebih menjamin percepatan penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah.
Semarang,
Oktober 2011
KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH Selaku Sekretaris TKPK Provinsi Jawa Tengah
Herru Setiadhie, SH, M.Si
i
RINGKASAN EKSEKUTIF 1.
Latar Belakang. Kemiskinan masih menjadi isu utama dalam pembangunan sosial ekonomi di Indonesia termasuk di Provinsi Jawa Tengah. Upaya mengatasi kemiskinan telah dilakukan antara lain dengan menyediakan beberapa kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, perluasan kesempatan kerja dan pembangunan pertanian. Bahkan pemberian bantuan langsung tunai juga telah ditempuh sehubungan dengan kenaikan harga BBM tahun 2005 sebagai bagian dari upaya menanggulangi kondisi kemiskinan di Indonesia. Jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah terus mengalami penurunan, dari 5,72 juta jiwa (17,72 %) pada tahun 2009 menjadi sebanyak 5,37 juta jiwa (16,56 %) pada Maret tahun 2010 menjadi sebanyak 5,22 juta jiwa (16,11 %) pada Juli 2010 dan menjadi sebanyak 5,10 juta jiwa (15,76 %) pada Maret 2011. Meskipun jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah telah mengalami penurunan namun pada hakekatnya jumlahnya masih relatif tinggi, hal ini mengharuskan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dengan kerja keras dan serius dari seluruh pemangku kepentingan baik Pemerintah Pusat, Daerah maupun seluruh komponen (Masyarakat, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi, LSM dan lain-lain).
2.
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD). Dalam rangka mendorong percepatan penanggulangan kemiskinan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah perlu menyusun Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai sebuah perencanaan strategi untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di daerah. Penyusunan SPKD berpedoman pada Perpres 15 tahun 2010, Inpres 1 tahun 2010 dan Inpres 3 tahun 2010 yang diselaraskan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah 2008 – 2013. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) pada hakekatnya merupakan arah dan kebijakan yang akan dilaksanakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam upaya penanggulangan kemiskinan hingga tahun 2013. SPKD ini disusun berdasarkan deskripsi masalah dan analisa kondisi yang ada di Provinsi Jawa Tengah.
3.
Diagnosis Kemiskinan. a. Pengertian Kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang sangat kompleks, bukan hanya masalah pendapatan, tetapi juga menyangkut kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin. Cara pandang yang berbeda akan menentukan pemahaman tentang kondisi, sifat dan konteks kemiskinan, bagaimana sebabsebab kemiskinan dapat diidentifikasi, dan bagaimana masalah kemiskinan dapat diatasi. Agar upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan secara tepat, hal pertama yang harus dilakukan adalah memahami pengertian kemiskinan secara komprehensif. b. Dimensi Kemiskinan. Untuk memahami fenomena kemiskinan, juga bisa didekati dengan dimensi/sisi politik, sosial budaya, lingkungan, ekonomi dan dimensi aset. ii
c. Penyebab Kemiskinan. Ada empat faktor penyebab kemiskinan adalah Faktor Budaya (Cultural Factor), Faktor Struktural (Structural Factor), Faktor Alam (Natural Factor), dan Konflik Sosial Politik. d. Pendekatan Penanggulangan Kemiskinan. Terdapat 5 (lima) pendekatan penanggulangan kemiskinan, yaitu Pendekatan Kebutuhan Dasar (Basic Needs Approach), Pendekatan Pendapatan (Income Approach), Pendekatan Kemampuan Dasar (Human Capability Approach), Pendekatan Obyektif, dan Pendekatan Subyektif. 4.
Isu-isu strategis. Beberapa isu dan permasalahan kemiskinan di Jawa Tengah, yaitu 1) Tingginya Laju Pertumbuhan Penduduk dan Banyaknya Jumlah Penduduk Miskin; 2) Tingginya Jumlah Pengangguran; 3) Tingginya Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian; 4) Belum Meratanya Pelayanan Kesehatan Dasar; 5) Belum Berimbangnya Kondisi Layanan Pendidikan Dasar antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah; 6) Bencana Alam; 7) Masih Rendahnya Realisasi Penanaman Modal; 8) Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha serta Rendahnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan; 9) Terbatasnya Akses Layanan Perumahan Dan Sanitasi; 10) Lemahnya Partisipasi Masyarakat Miskin; 11) Besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup masyarakat miskin; 12) Masih rendahnya akses usaha kecil dan mikro terhadap permodalan usaha dan pasar ekspor; 13) Belum optimalnya penyelenggaraan tata kepemerintahan yang amanah (Good Governance); dan 14) Belum Terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender.
5.
Visi dan Misi. Visi penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah dirumuskan sebagai berikut: “Menurunnya Penduduk Miskin Guna Mendukung Tercapainya Masyarakat Jawa Tengah yang Semakin Sejahtera�. Untuk mewujudkan visi penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah ditempuh melalui 5 misi yaitu: 1) Melakukan pemberdayaan masyarakat miskin dan perempuan secara terprogram dan berkesinambungan; 2) Menciptakan perluasan kesempatan kerja dan berusaha serta mengembangkan UMKM; 3) Meningkatkan akses pelayanan dasar dan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dan perempuan; 4) Mengembangkan sumber daya manusia yang produktif berbasis pada sektor pertanian dan perdesaan; dan 5) Membangun komitmen dan kemitraan seluruh pihak dalam penanggulangan kemiskinan.
6.
Kebijakan. Kebijakan yang dilakukan dalam pelaksanaan penanggulangan kemiskinan perlu dilaksanakan secara koordinatif, terpadu, terukur, sinergis, berkesinambungan dan terencana yang dilandasi oleh kemitraan dan keterlibatan berbagai pihak dan dikelola sebagai suatu gerakan bersama penanggulangan kemiskinan. Berbagai kebijakan yang diambil antara lain 1) Kebijakan Ekonomi yang Pro Growth, Pro Job, Pro Poor, dan Pro Environment; 2) Kebijakan Perluasan Kesempatan Kerja dan Berusaha; 3) Kebijakan Pengurangan Kesenjangan Antar Wilayah; 4)
iii
Kebijakan Pemenuhan Hak Dasar; 5) Kebijakan Percepatan Pembangunan Perdesaan; dan 6) Kebijakan Percepatan Pembangunan Perkotaan. 7.
Strategi. Penanggulangan kemiskinan dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan 5 (lima) strategi utama, yaitu: Strategi 1 : Pemberdayaan Kelompok Masyarakat Miskin; Strategi 2 : Peningkatan Akses Pelayanan Dasar; Strategi 3 : Pembangunan yang Inklusif; Strategi 4 : Mensinergikan Kebijakan dan Pengelompokan Program Penanggulangan Kemiskinan; dan Strategi 5 : Memperbaiki Program Perlindungan Sosial. Strategi mensinergikan kebijakan dan pengelompokan program penanggulangan kemiskinan di bagi dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu Kelompok 1 : Kelompok Program Bantuan Sosial Terpadu Berbasis Keluarga; Kelompok 2 : Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat; dan Kelompok 3 : Kelompok Program Penangulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Usaha Ekonomi Mikro dan Kecil.
8.
Program. Program penanggulangan kemiskinan haruslah diletakkan pada kerangka dasar yang lebih berkelanjutan agar mampu memberikan manfaat yang nyata, jangka panjang dan berkelanjutan. Implementasi program-program penanggulangan kemiskinan yang langsung diarahkan kepada kelompok sasaran/target group/kelompok miskin, membangun infrastruktur sosial-kelembagaan yang baik harus juga dibangun agar dapat menjadi penopang bagi program-program penanggulangan kemiskinan.
9.
Monitoring dan Evaluasi. Kegiatan monitoring dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan pada dasarnya dilakukan oleh semua pelaku atau pemangku kepentingan (stakeholders) penanggulangan kemiskinan. Keberhasilan pelaksanaan monitoring dan evaluasi perlu dilandasi oleh kejujuran, motivasi dan kesungguhan yang kuat dari para pelaku. Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi kebijakan penanggulangan kemiskinan adalah 1) Obyektif dan Profesional; 2) Transparan; 3) Partisipatif; 4) Akuntabel; 5) Tepat Waktu; 6) Berkesinambungan; 7) Berbasis Indikator Kinerja; 8) Jujur; Tahapan-tahapan pelaksanaan Monitoring dan evaluasi yaitu : 1) Pembentukan Tim Pemantau (Monitoring); 2) Pembahasan Materi Pemantauan; 3) Penentuan Lokasi Sasaran; 4) Pelaksanaan Monitoring oleh Tim Pemantau; 5) Pembahasan Hasil Monitoring; 6) Pelaporan Hasil Monitoring dan Evaluasi; 7) Diseminasi Hasil Monitoring dan Evaluasi; dan 8) Pemanfaatan dan Tindak Lanjut.
iv
DAFTAR ISI Kata Pengantar ............................................................................................. Ringkasan Eksekutif ....................................................................................... Daftar Isi ...................................................................................................... Daftar Tabel .................................................................................................. Daftar Gambar ..............................................................................................
i ii v viii ix
BAB I
1 1 2 2 3 4 6 7 7 8
PENDAHULUAN ........................................................................... A. Latar Belakang .......................................................................... B. Maksud dan Tujuan Penyusunan SPKD ........................................ 1. Maksud ............................................................................... 2. Tujuan ................................................................................ C. Dasar Hukum ............................................................................ D. Metode dan Tahapan Penyusunan SPKD ..................................... E. Kedudukan dan Ruang Lingkup .................................................. 1. Kedudukan .......................................................................... 2. Ruang lingkup .....................................................................
BAB II DIAGNOSA KEMISKINAN ............................................................ 9 A. Pengertian Kemiskinan ................................................................ 12 B. Fenomena Kemiskinan Absolut dan Relatif.................................... 10 1. Kemiskinan Absolut............................................................... 11 2. Kemiskinan Relatif. ............................................................... 11 C. Derajad Kemiskinan .................................................................... 12 1. Kemiskinan Potensial (Potential Poverty) ................................ 12 2. Kemiskinan Sementara (Transient Poverty) ............................ 12 3. Kemiskinan Kronis (Cronic Poverty)........................................ 13 D. Dimensi Kemiskinan ................................................................... 13 1. Dimensi Politik ...................................................................... 13 2. Dimensi Sosial Budaya .......................................................... 13 3. Dimensi Lingkungan.............................................................. 14 4. Dimensi Ekonomi .................................................................. 14 5. Dimensi Asset....................................................................... 14 E. Penyebab Kemiskinan ................................................................. 14 1. Faktor Budaya (Cultural Factor) ............................................ 14 2. Faktor Struktural (Structural Factor)....................................... 15 3. Faktor Alam (Natural Factor) ................................................ 16 4. Konflik Sosial Politik .............................................................. 16 F. Pendekatan Penanggulangan Kemiskinan. .................................... 17 1. Pendekatan Kebutuhan Dasar (Basic Needs Approach)............ 17 2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) .......................... 17 3. Pendekatan Kemampuan Dasar (Human Capability Approach) . 18 4. Pendekatan Obyektif ............................................................. 18 5. Pendekatan Subyektif............................................................ 18 G. Indikator Kemiskinan .................................................................. 18 H. Gambaran Umum Kemiskinan di Jawa Tengah.............................. 19 Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
v
1. 2. 3.
Kondisi Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Tengah ....... 19 Kecenderungan Jumlah Penduduk Miskin Prov. Jateng ............ 21 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Provinsi Jawa Tengah................................... 22 4. Distribusi Penduduk Miskin per Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah ........................................................................ 23 5. Persebaran Penduduk Miskin Perdesaan dan Perkotaan........... 30 6. Tingkat Pengangguran di Provinsi Jawa Tengah...................... 31 7. IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah......................... 34 I. Isu窶的su Strategis ........................................................................ 41 1. Tingginya Laju Pertumbuhan Penduduk dan Banyaknya Jumlah Penduduk Miskin................................................................... 41 2. Tingginya Jumlah Pengangguran ........................................... 41 3. Tingginya Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian ......... 42 4. Belum Meratanya Pelayanan Kesehatan Dasar ........................ 42 5. Belum Berimbangnya Kondisi Layanan Pendidikan Dasar antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. .............................. 42 6. Bencana Alam....................................................................... 43 7. Masih Rendahnya Realisasi Penanaman Modal ........................ 43 8. Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha serta Rendahnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan ...................... 43 9. Terbatasnya Akses Layanan Perumahan Dan Sanitasi ............. 43 10. Lemahnya Partisipasi Masyarakat Miskin................................. 44 11. Besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup masyarakat miskin ................................................................ 44 12. Masih rendahnya akses usaha kecil dan mikro terhadap permodalan usaha dan pasa rekspor ...................................... 44 13. Belum optimalnya penyelenggaraan tata kepemerintahan yang amanah (Good Governance).................................................. 44 14. Belum Terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender ............. 45 BAB III REVIEW KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN ........... 46 A. Paradigma Penanggulangan Kemiskinan Lama.............................. 47 B. Paradigma Penanggulangan Kemiskinan Baru............................... 48 C. Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah ............................................................................. 50 BAB IV STRATEGI, KEBIJAKAN, DAN TARGET CAPAIAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN.............................................. 52 A. Visi dan Misi ............................................................................... 52 B. Prinsip Dasar Penanggulangan Kemiskinan ................................... 53 C. Kebijakan ................................................................................... 54 D. Strategi ...................................................................................... 62 E. Target Capaian Penanggulangan Kemiskinan................................ 69 BAB V
KERANGKA IMPLEMENTASI DAN PENJABARAN KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM ........................................................ 72
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
vi
A. Kerangka Implementasi Kebijakan dan Program Penanggulangan Kemiskinan ................................................................................ 72 B. Penjabaran Kebijakan, Strategi, dan Program .............................. 75 1. Masih Banyaknya Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah ............................................................................. 76 2. Masih Tingginya Angka Pengangguran ................................ 77 3. Tingginya Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian, Tambak ke Industri ........................................................... 79 4. Rendahnya Akses Masyarakat Miskin Untuk Mendapatkan Layanan Dasar Bidang Kesehatan, Pendidikan, Akses Usaha, Permodalan, Air Bersih, Sanitasi, Dan Perumahan ................ 80 5. Terbatasnya Akses dan Rendahnya Mutu Layanan Pendidikan.82 6. Bencana Alam .................................................................... 85 7. Masih Rendahnya Realisasi Penanaman Modal ..................... 86 8. Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha, Lemahnya Perlindungan Terhadap Asset Usaha, dan Perbedaan Upah Serta Lemahnya Perlindungan Kerja Terutama Bagi Pekerja Anak dan Pekerja Perempuan ............................................. 87 9. Terbatasnya Akses Terhadap Air Bersih, Layanan Perumahan dan Sanitasi ....................................................................... 89 10. Lemahnya Partisipasi Masyarakat Miskin .............................. 91 11. Besarnya Tanggungan Keluarga dan Tekanan Hidup Masyarakat Miskin............................................................... 93 12. Masih Rendahnya Akses Usaha Kecil dan Mikro Terhadap Permodalan Usaha dan Pasar Ekspor ................................... 95 13. Belum Optimalnya Penyelenggaraan Tata Kepemerintahan Yang Bersih (Good Governance) .......................................... 98 14. Belum Terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender ........... 100 BAB VI MONITORING DAN EVALUASI ...................................................103 A. Pengertian, Tujuan, Manfaat dan Waktu Pelaksanaan .................. 103 1. Pengertian ........................................................................... 103 2. Tujuan ................................................................................ 103 3. Manfaat .............................................................................. 104 4. Waktu Pelaksanaan .............................................................. 104 B. Sistem Monitoring dan Mekanisme Evaluasi ................................. 105 C. Langkah-Langkah Monitoring dan Evaluasi .................................. 108 1. Pembentukan Tim Pemantau (Monitoring).............................. 108 2. Pembahasan Materi Pemantauan ........................................... 108 3. Penentuan Lokasi Sasaran ..................................................... 110 4. Pelaksanaan Monitoring oleh Tim Pemantau ........................... 110 5. Pembahasan Hasil Monitoring ............................................... 114 6. Pelaporan Hasil Monitoring dan Evaluasi................................. 114 7. Diseminasi Hasil Monitoring dan Evaluasi................................ 116 8. Pemanfaatan dan Tindak Lanjut ............................................ 116 BAB VII PENUTUP ....................................................................................118
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
vii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Wilayah Administrasi Provinsi Jawa Tengah .................................... 19 Tabel 2. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Jawa Tengah Tahun 1996 – 2010 ................................................. 22 Tabel 3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Provinsi Jawa Tengah Bulan Maret 2005-2010 ........................................................................ 22 Tabel 4. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Jawa Tengah Bulan Maret 2005-2010 ......................................................................... 23 Tabel 5. Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2009 .................................................... 24 Tabel 6. Nama Kabupaten/Kota Tingkat Kemiskinan Cenderung Meningkat lebih dari 5% ............................................................................. 27 Tabel 7. Kabupaten/Kota yang Mampu Menurunkan Angka Kemiskinan ........ 28 Tabel 8. Garis Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2004 – 2009 (Rupiah/Kapita/Bulan) ......................................................... 28 Tabel 9. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kota dan Desa di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1996 – 2010 ..................................... 30 Tabel 10. Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten /Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2010 ......................................................... 32 Tabel 11. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005, 2007, 2009 ............................. 35 Tabel 12. Upah Minimum Kabupaten/Kota dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2010 ................................................................................ 37 Tabel 13. Persentase Perbandingan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Tahun 2008 – 2010 ......... 38 Tabel 14. Program Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah ...... 51 Tabel 15. Target Capaian Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 – 2015 ..................................................................... 70
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
viii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Alur Penyusunan SPKD Provinsi Jawa Tengah ............................... 7 Gambar 2. Perbandingan Tingkat Kemiskinan Antara MasingMasing Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Nasional Tahun 2010 ........ 26 Gambar 3. Peta Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010...................... 26 Gambar 4. Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 – 2010............................................................................... 32 Gambar 5. Grafik Perbandingan Nilai IPM Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 ........................................................... 36 Gambar 6. Grafik Persentase Perbandingan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Tahun 2010 ......... 40 Gambar 7. Kerangka Implementasi Kebijakan dan Program Penanggulangan Kemiskinan................................................................................. 75 Gambar 8. Mekanisme dan Teknis Monitoring dan Evaluasi Pronangkis ........... 113
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
ix
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya adalah upaya sadar untuk memanfaatkan
potensi yang layak, memecahkan permasalahan yang dihadapi serta memenuhi kebutuhan masyarakat menuju keadaan atau kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Pendayagunaan berbagai potensi dan sumberdaya yang tersedia untuk pembangunan telah digerakkan melalui perencanaan pembangunan jangka panjang, menengah dan tahunan secara berkesinambungan, namun sampai saat ini masih belum dapat sepenuhnya memecahkan permasalahan yang ada termasuk kemiskinan. Kemiskinan masih menjadi isu utama dalam pembangunan sosial ekonomi di Indonesia termasuk didalamnya Provinsi Jawa Tengah. Upaya mengatasi kemiskinan telah dilakukan antara lain dengan menyediakan beberapa kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, perluasan kesempatan kerja dan pembangunan pertanian. Bahkan pemberian bantuan langsung tunai juga telah ditempuh sehubungan dengan kenaikan harga BBM tahun 2005 sebagai bagian dari upaya menanggulangi kondisi kemiskinan di Indonesia. Sedangkan untuk jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah telah mengalami penurunan dari 5,72 juta jiwa (17,72 %) pada tahun 2009 menjadi sebanyak 5,37 juta jiwa (16,56 %) pada bulan Maret tahun 2010 menjadi sebanyak 5,22 juta jiwa (16,11 %) pada bulan Juli 2010 dan menjadi sebanyak 5,10 juta jiwa (15,76 %) pada bulan Maret 2011. Meskipun jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah telah mengalami penurunan namun pada hakekatnya jumlahnya masih relatif tinggi, hal ini mengharuskan upaya penanggulangan kemiskinan dengan kerja keras dan serius dari seluruh pemangku kepentingan baik Pemerintah Pusat, Daerah maupun seluruh komponen (Masyarakat, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi, LSM dan lain-lain). Penduduk di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 sebanyak 32.380.687 jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 995 jiwa/km dan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,37 % (periode 2000 – 2010). Kondisi faktual tahun 2010 (sampai dengan Agustus 2010, BPS) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 6,21 % (1,04 juta orang) dari total jumlah angkatan kerja sebanyak 16.856.330 orang dan telah melampaui target yang tertuang dalam RPJMD tahun 2010 yaitu sebesar 7,63 % (1,35 juta orang). Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
1
Belum optimalnya penurunan angka kemiskinan di Indonesia termasuk di Jawa Tengah, salah satu faktornya dikarenakan belum optimalnya komitmen dan keterpaduan dalam menangani masalah kemiskinan. Ego sektoral, bidang dan urusan masih mewarnai dalam penetapan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Untuk itu dalam rangka mendorong percepatan penanggulangan kemiskinan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah perlu menyusun Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai sebuah perencanaan strategi untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di daerah. Penyusunan dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Provinsi Jawa Tengah berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor : 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Instruksi Presiden Nomor : 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 dan Instruksi Presiden Nomor : 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, diselaraskan atau dipadukan dengan Visi dan Misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2013. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Provinsi Jawa Tengah merupakan pengejawantahan kebijakan dalam percepatan penanggulangan kemiskinan
melalui
pendekatan
yang
komprehensif
dan
terpadu
serta
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, terencana dan berkesinambungan. Selain itu juga menuntut keterlibatan semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan maupun masyarakat miskin itu sendiri agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan rumah tangga miskin pada khususnya dan pembangunan daerah pada umumnya.
B.
Maksud dan Tujuan Penyusunan SPKD
1.
Maksud :
a.
Memperluas
kesempatan
dan
keterlibatan
stakeholders
dalam
perencanaan program baik secara langsung maupun tidak langsung dalam upaya penanggulangan kemiskinan; b.
Memperkaya analisis dan pemahaman terhadap permasalahan kemiskinan serta potensi-potensi yang ada dengan melibatkan seluruh stakeholders;
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
2
c.
Mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk lebih proaktif, peduli dan memiliki kemampuan menyusun kebijakan yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro poor);
d.
Mendorong
kemandirian
menerapkan
Pemerintah
pembangunan
Provinsi
partisipatif
Jawa
melalui
Tengah
sinergi
dalam
penyusunan
program dan penganggaran yang berpihak kepada masyarakat miskin.
2. a.
Tujuan : Menegaskan
komitmen
dan
mendorong
sinergi
berbagai
upaya
penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Kemasyarakatan, Pelaku Usaha, Lembaga Internasional, dan pihak-pihak pemangku kepentingan (stakeholders) untuk mengatasi kemiskinan di Jawa Tengah; b.
Membangun konsensus bersama untuk mengatasi kemiskinan dengan pendekatan partisipatif dan pemberdayaan dalam perumusan kebijakan dan strategi penanggulangan kemiskinan;
c.
Menegaskan
komitmen
dalam
mendukung
pencapaian
tujuan
pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDG’s) terutama tujuan penanggulangan kemiskinan; d.
Sebagai dasar kebijakan dalam penanganan kemiskinan di daerah dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dokumen perencanaan dan anggaran daerah, didayagunakan untuk menyusun langkah (rencana aksi) yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan, melalui serangkaian program dan kegiatan dalam satu wadah koordinasi yang lebih mantap, komprehensif, sinergis, akseleratif dan berkelanjutan;
e.
Terintegrasinya SPKD Provinsi Jawa Tengah ke dalam RKPD dan RAPBD Provinsi Jawa Tengah secara bertahap dan berkelanjutan.
C. 1.
Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950, tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah;
2.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
3
3.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4421);
4.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
6.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557);
7.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant On Civil and Politic Right (Konvenan Internasional tentang HakHak Sipil dan Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558);
8.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang
Nasional
2005-2025
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700): 9.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2049 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
10. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
4
11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988, tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3373); 12. Peraturan Pemerintah 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota 13. Peraturan
Presiden
Nomor
15
Tahun
2010,
tentang
Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan; 14. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010; 15. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan; 16. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2025; 17. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2013; 18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2010 tentang Pedoman Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota; 19. Peraturan Gubernur Nomor 41 Tahun 2007, tentang Pemanfaatan Profil Data Kemiskinan di Jawa Tengah; 20. Keputusan
Gubernur
Jawa
Tengah
No.
414.2/131/2010
tentang:
Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah.
D.
Metode dan Tahapan Penyusunan SPKD Metode yang dipakai dalam menyusun dokumen SPKD Provinsi Jawa
Tengah adalah mengkaji ulang dan menganalisa dokumen SPKD yang telah disusun sebelumnya, kemudian dilanjutkan dengan mengkombinasi kajian dan analisa data sekunder serta dokumen/kertas hasil diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan. Tahapan Penyusunan SPKD Provinsi Jawa Tengah dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut : Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
5
1.
Evaluasi dan analisa data sekunder yang berkaitan dengan kemiskinan;
2.
Telaah terhadap dokumen SPKD sebelumnya dengan didukung dokumen lain
yang
berkaitan
dengan
penanggulangan
kemiskinan
secara
partisipatif; 3.
FGD Stakeholders dengan melibatkan berbagai unsur (Akademisi, Pelaku dan Penerima Program Penanggulangan Kemiskinan, Dunia Usaha, Birokrasi, NGO dan Asosiasi);
4.
Konsultasi Komunitas : a. Konsultasi Publik (perwakilan stakeholders); b. Konsultasi Ahli (akademisi perguruan tinggi);
5.
Perbaikan draft dokumen SPKD; Berdasarkan masukan-masukan yang di sampaikan dalam konsultasi publik dilakukan perbaikan dokumen SPKD;
6.
Diskusi pemantapan dokumen SPKD (internal TKPKD Provinsi Jawa Tengah);
7.
Rapat koordinasi TKPKD seluruh Kabupaten/Kota se - Jawa Tengah; Rapat
Koordinasi
dokumen
SPKD
TKPKD
ini
Provinsi
dimaksudkan
kepada
untuk
TKPKD
mensosialisasikan
Kabupaten/Kota
untuk
mendapatkan masukan dan legitimasi dari Kabupaten/Kota; 8.
Review tahap akhir dan finalisasi dokumen SPKD; Berdasarkan masukan-masukan yang disampaikan dalam rapat koordinasi dilakukan penyempurnaan/finalisasi dokumen SPKD;
9.
Legalisasi dokumen SPKD Provinsi Jawa Tengah; Agar dokumen SPKD ini bisa menjadi pengikat dan acuan bagi seluruh pelaku
penanggulangan
kemiskinan
maka
perlu
adanya
Peraturan
Gubernur; Selanjutnya untuk mengetahui bagan alur penyusunan SPKD Provinsi Jawa Tengah terlihat pada gambar 1 berikut :
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
6
Gambar 1 Bagan Alur Penyusunan SPKD Provinsi Jawa Tengah
ALUR PENYUSUNAN SPKD PROVINSI JAWA TENGAH FGD Stakeholder
Konsultasi Publik
Review SPKD
Perbaikan Draft SPKD FGD Stakeholder
Konsultasi Ahli
Diskusi Kelompok TKPKD Prov. Jateng
Lokakarya Stakeholder Provinsi dan Kabupaten
Evaluasi Dan Analisa Data Sekunder
Review Tahap Akhir
Implementasi Perencanaan TA 2011
E.
Kedudukan dan Ruang Lingkup
1.
Kedudukan
Proses Ke Peraturan Gubernur
Finalisasi Dokumen
Dokumen SPKD yang berisikan Strategi dan Rencana Aksi untuk mempercepat tujuan dan sasaran penanggulangan kemiskinan. Oleh sebab itu, dokumen SPKD tidak berdiri sendiri tetapi menjadi bagian integral dari dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2013 yang memuat Kebijakan Pembangunan dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah selama lima tahun. Selanjutnya agar dokumen SPKD dapat menjadi arah dalam melakukan pengarusutamaan ( mainstreaming) berbagai kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan di daerah, maka SPKD selain disusun oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga disusun oleh Pemeirntah Kabupaten/Kota. Dokumen SPKD diselaraskan pada RPJMD Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang dapat menjabarkan berbagai program dan kegiatan percepatan penanggulangan kemiskinan di daerah.
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
7
2.
Ruang Lingkup Penyusunan SPKD berpedoman pada Perpres 15 tahun 2010, Inpres 1
tahun 2010 dan Inpres 3 tahun 2010 yang diselaraskan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah 2008 – 2013. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) pada hakekatnya merupakan arah dan kebijakan yang akan dilaksanakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam upaya penanggulangan kemiskinan hingga tahun 2013. SPKD ini disusun berdasarkan deskripsi masalah dan analisa kondisi yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Mengingat kompleksitas permasalahan kemiskinan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik berkaitan dengan penyebab maupun implikasinya, maka upaya penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan berbagai bidang pembangunan. Program penanggulangan kemiskinan meliputi program-program pembangunan berbagai bidang yang tertuang dalam dokumen perencanaan pembangunan yang sudah ada yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) maupun Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah
(Renstra
SKPD)
yang
secara
langsung
mendukung
upaya
penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu, SPKD sesungguhnya merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan tahunan, SPKD menjadi bagian dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), yang merupakan dokumen perencanaan pembangunan tahunan daerah. Pada tataran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dalam jangka menengah, Program-program dalam SPKD terakomodasi dalam Rencana Strategis (Renstra) SKPD, sedangkan dalam jangka pendek (tahunan)
program-program
penanggulangan
kemiskinan
dalam
SPKD
diimplementasikan dalam Rencana Kerja (Renja) SKPD yang merupakan bagian dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
8
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
BAB II DIAGNOSA KEMISKINAN
BAB II DIAGNOSA KEMISKINAN A.
Pengertian Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang sangat kompleks,
bukan hanya masalah pendapatan, tetapi juga menyangkut kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin. Cara pandang yang berbeda akan menentukan pemahaman tentang kondisi, sifat dan konteks kemiskinan, bagaimana sebabsebab kemiskinan dapat diidentifikasi, dan bagaimana masalah kemiskinan dapat diatasi. Agar upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan secara tepat, hal pertama yang harus dilakukan adalah memahami pengertian kemiskinan secara komprehensif. Kemiskinan memiliki dimensi ekonomi, sosial-budaya dan politik. Dimensi kemiskinan
yang
bersifat
ekonomi
memandang
kemiskinan
sebagai
ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan material manusia seperti pangan, sandang, papan dan sebagainya. Dimensi ini diukur dengan nilai uang, meskipun harganya selalu berubah tergantung pada tingkat inflasi yang terjadi. Dimensi sosial dan budaya memandang kemiskinan sebagai pelembagaan dan pelestarian nilai-nilai apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan dan sebagainya.
Sedangkan
dimensi
politik
melihat
kemiskinan
sebagai
ketidakmampuan masyarakat dalam mengakses proses-proses politik karena tidak ada lembaga yang mewakili kepentingan terhambatnya
sebagian
kelompok
masyarakat
mereka menyebabkan dalam
memperjuangkan
aspirasinya. Dimensi kemiskinan berimplikasi pada upaya untuk mendefinisikan kemiskinan, termasuk ukuran-ukuran yang digunakan.
Konferensi Dunia untuk Pembangunan Sosial telah mendefinisikan kemiskinan sebagai berikut:
“Kemiskinan memiliki wujud yang majemuk, termasuk rendahnya tingkat pendapatan
dan
berkesinambungan;
sumber
daya
kelaparan
dan
produktif
yang
kekurangan
menjamin
gizi;
kehidupan
rendahnya
tingkat
kesehatan, keterbatasan dan kurangnya akses kepada pendidikan dan layananlayanan pokok lainnya; kondisi tak wajar dan kematian akibat penyakit yang Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
9
terus meningkat; kehidupan bergelandang dan tempat tinggal yang tidak memadai; lingkungan yang tidak aman; serta diskriminasi dan keterasingan sosial. Kemiskinan juga dicirikan oleh rendahnya tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan dan dalam kehidupan sipil, sosial dan budaya.� Secara umum kemiskinan dipandang sebagai kondisi dimana seseorang atau suatu keluarga berada dalam keadaan kekurangan dan atau ketidaklayakan hidup menurut standar-standar tertentu, ketidak atau kekurangmampuan fisik manusia, ketiadaan atau kekurangan akses dalam memperoleh pelayanan minimal dalam berbagai bidang kehidupan, serta sulit atau kurang memperoleh akses dalam proses-proses pengambilan kebijakan. Kemiskinan adalah masalah sosial yang kompleks yang juga menuntut penanganan secara komprehensif. Masalah kemiskinan tidak dapat direduksi secara sederhana sebagai masalah kurangnya pendapatan, dan diberi solusi yang sederhana, misalnya dengan memperluas kesempatan. Kemiskinan dapat mengambil bentuk lain, seperti lemahnya kapabilitas, lemahnya kelembagaan dan kerentanan. Wujud kemiskinan tersebut saling berhubungan dan merupakan suatu pola kemiskinan. Artinya masing-masing bentuk/wujud kemiskinan dapat melekat pada orang yang sama atau berbeda. Misalnya, orang yang miskin pendapatan, bisa pada saat yang sama miskin kapabilitas, miskin kelembagaan dan rentan. Pendapatan yang rendah menjadi sebab ketidakmampuan seseorang untuk memperoleh atau meningkatkan pendapatan. Rendahnya pendapatan dan kapabilitas terjadi karena tidak adanya dukungan kelembagaan yang dapat melindungi dan memfasilitasi masyarakat miskin.
B.
Fenomena Kemiskinan Absolut dan Relatif Kemiskinan absolut dan relatif adalah konsep kemiskinan yang mengacu
pada
kepemilikan
materi
dikaitkan
dengan
standar
kelayakan
hidup
seseorang/keluarga. Kedua istilah itu menunjuk pada perbedaan sosial ( social
distinction) yang ada dalam masyarakat berangkat dari distribusi pendapatan. Perbedaannya adalah bahwa pada kemiskinan absolut ukurannya sudah terlebih dahulu ditentukan dengan angka-angka nyata dan atau indikator atau kriteria yang digunakan, sementara pada kemiskinan relatif, kategorisasi kemiskinan ditentukan
berdasarkan
perbandingan
relatif
tingkat kesejahteraan
antar
penduduk. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
10
1.
Kemiskinan Absolut Secara sederhana kemiskinan absolut adalah derajat kepemilikan materi
atau standar kelayakan hidup orang-orang atau keluarga yang berada di garis atau di bawah garis subsisten. Indikatornya sangat terukur, di mana ada standar kehidupan yang dikategorikan secara berjenjang, yakni di bawah garis kemiskinan. Dengan kata lain, kemiskinan absolut adalah suatu kondisi di mana tingkat pendapatan
seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan (Sayogya, 1988). Rendahnya tingkat pendapatan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana fisik dan kelangkaan modal atau miskin karena sebab alami (Sayogya, 1988). Kemiskinan absolut diukur dengan menggunakan garis kemiskinan yang konstan sepanjang waktu yang biasanya berupa jumlah atau nilai pendapatan dan unit uang. Namun ukuran bisa pula berbentuk jumlah konsumsi kalori, atau lainnya, yang memungkinkan adanya perbedaan jumlah atau nilai perbedaan pendapatan dalam unit uang. Parameter ini merupakan ukuran yang tetap dan kriteria pengukuran seperti itu diperoleh dari pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan biologis dan pendekatan kebutuhan dasar.
2.
Kemiskinan Relatif. Berbeda dengan kemiskinan absolut, kemiskinan relatif pada dasarnya
menunjuk pada perbedaan relatif tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat. Mereka yang berada di lapis terbawah dalam persentil derajat kemiskinan suatu masyarakat digolongkan sebagai penduduk miskin. Dengan kategorisasi seperti ini, dapat saja mereka yang digolongkan sebagai miskin sebenarnya
sudah
dapat
mencukupi
hak-hak
dasarnya,
namun
tingkat
keterpenuhiannya berada di lapisan terbawah. Kemiskinan relatif memahami kemiskinan dari dimensi ketimpangan antar kelompok penduduk. Pendekatan ketimpangan tidak berfokus pada pengukuran garis kemiskinan, tetapi pada besarnya perbedaan antara 20 atau 10 persen masyarakat paling bawah dengan 80 atau 90 persen masyarakat lainnya. Kajian yang berorientasi pada pendekatan ketimpangan tertuju pada upaya memperkecil perbedaan antara mereka yang di bawah (miskin) dan mereka yang makmur (better-off) dalam setiap dimensi stratifikasi dan differensiasi sosial. Ketimpangan merupakan suatu permasalahan yang berbeda dengan kemiskinan dan para ahli Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013 11
sosiologi pada hakikatnya lebih tertarik pada isu ketimpangan. Misalnya mereka lebih tertarik pada kelompok masyarakat pada spektrum pendapatan 5 persen atau 10 persen paling bawah dalam hirarki pendapatan. Dalam pendekatan ini persentase orang yang relatif miskin cenderung konstan walaupun kondisi ekonomi berubah.
C.
Derajad Kemiskinan Kondisi kemiskinan dapat terjadi dalam derajat yang berbeda, dari tingkat
yang paling ringan ke tingkat yang lebih parah. Situasi paling ringan disebut sebagai kemiskinan potensial (potential poor) atau hampir miskin (near poor). Sementara itu orang yang tengah mengalami kemiskinan dapat dikatagorikan menjadi dua macam yaitu : pertama, mereka yang mengalami kemiskinan untuk sementara waktu karena kondisi eksternal yang membawanya ke situasi seperti itu, disebut kemiskinan sementara; atau kedua, mereka mengalami untuk waktu yang lama dan sulit diubah ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, disebut kemiskinan kronis. 1.
Kemiskinan Potensial (Potential Poverty) Kemiskinan potensial (potential poverty), yaitu orang yang pendapatannya
berada sedikit di atas garis kemiskinan, sehingga sedikit goncangan eksternal dapat membuat mereka kehilangan pekerjaan atau berkurang perolehan pendapatannya sehingga jatuh ke dalam situasi kemiskinan yang lebih buruk. Orang yang berada pada situasi pendapatan seperti ini disebut hampir miskin (near poor). Potensi menjadi miskin bisa juga berasal dari faktor-faktor eksternal, seperti tempat tinggal yang rentan terhadap bencana alam (banjir, tanah longsor, kekeringan, gempa bumi, badai, tsunami dan sebagainya). Tatanan sosial yang rusak sehingga rentan mengalami konflik horizontal juga dapat menjadi potensi untuk terjadinya kemiskinan yang lebih buruk. 2.
Kemiskinan Sementara (Transient Poverty) Kemiskinan sementara (transient poverty), adalah kemiskinan yang terjadi
hanya untuk waktu yang relatif sementara. Kemiskinan ini dialami oleh orang (keluarga) yang sebelumnya tidak miskin, tetapi karena kondisi eksternal tertentu (perang, konflik horizontal dalam masyarakat, bencana alam, kecelakaan dan sebagainya), orang atau keluarga tersebut jatuh ke dalam kemiskinan. Mereka yang mengalami kemiskinan sementara ini mungkin mempunyai latar Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
12
belakang pendidikan dan keterampilan yang cukup memadai, atau memiliki etos kerja dan daya inovasi yang tinggi. Orang atau keluarga seperti itu dapat dengan mudah dapat terbebas dari situasi miskin jika kondisi eksternal berubah ke arah yang lebih positif. 3.
Kemiskinan Kronis (Cronic Poverty) Kemiskinan kronis (cronic poverty). Kemiskinan dapat berlangsung secara
terus menerus atau lebih bersifat permanen. Di sini orang lahir dari keluarga miskin, hidup di masyarakat miskin, mungkin dengan kultur kemiskinan (fatalisme) atau tinggal di tempat yang tidak menguntungkan (tanah tandus, miskin sumber daya alam, terisolasi secara spasial), sehingga sedikit kesempatan tersedia baginya untuk meningkatkan kualitas hidup. Kemiskinan kronis dapat diperparah oleh kebijakan negara yang tidak berpihak kepada masyarakat miskin atau daerah tertinggal, atau oleh sistem pasar yang tidak memberi ruang bagi mereka untuk masuk sebagai tenaga kerja atau untuk menjual produk-produk mereka karena tidak bisa bersaing dengan produk-produk mereka karena tidak bisa bersaing dengan produk-produk lain di pasar bebas.
D.
Dimensi Kemiskinan Untuk memahami fenomena kemiskinan, juga bisa didekati dengan
dimensi/sisi politik, sosial budaya, lingkungan, ekonomi dan dimensi asset. Berikut penjelasan berbagai dimensi dimaksud : 1.
Dimensi Politik Kemiskinan dilihat dari dimensi politik adalah tidak dimilikinya akses dan
wadah/organisasi yang memungkinkan kaum miskin ikut dalam pengambilan keputusan strategik untuk memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan menyangkut hidup mereka, sehingga mereka benar-benar tersingkir dari proses pengambilan keputusan penting yang menyangkut diri mereka,
akibatnya kaum miskin
dengan segala pekerjaan usahanya secara resmi tidak diakui, tidak dimilikinya akses ke sumber daya kunci yang memadai untuk menyelenggarakan hidup mereka secara layak, termasuk akses informasi dan peluang usahanya terbatas.
2.
Dimensi Sosial Budaya Ditandai dengan tidak terintegrasinya masyarakat miskin dalam institusi
sosial formal dan terinternalisasikannya budaya kemiskinan, sebagai akibat Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
13
adanya segresi sosial yang menyebabkan berbagai kerawanan keamanan, masyarakat miskin harus mengembangkan sistem jaminan sosialnya sendiri, lahirnya budaya kemiskinan yang sering merusak kualitas manusia, pudarnya nilai-nilai kapital sosial dan tata nilai-nilai dominan yang berlaku.
3.
Dimensi Lingkungan Sering muncul dalam bentuk sikap perilaku dan cara pandang yang tidak
berorientasi pada pembangunan berkelanjutan sehingga cenderung memutuskan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang kurang menjaga kelestarian dan perlindungan lingkungan serta pemukiman.
4.
Dimensi Ekonomi Rendahnya penghasilan sehingga tidak cukup untuk menunjang kehidupan
keluarga, akibatnya kebutuhan dasar tidak dapat dipenuhi, yang ditandai dengan tidak dimilikinya mata pencaharian yang mantap (rentan tidak mapan), gizi dan kesehatan rendah, pakaian tidak memadai, hunian yang tidak layak, pendidikan rendah dan sebagainya, akhirnya muaranya adalah kelaparan.
5.
Dimensi asset Rendahnya kepemilikan masyarakat miskin terhadap berbagai hal yang
dapat menjadi modal hidup mereka termasuk asset kualitas sumberdaya manusia atau
“human
capital�, peralatan kerja, asset sosial, asset sumberdaya
alam/lingkungan, asset finansial, hunian atau perumahan dan sebagainya.
E.
Penyebab Kemiskinan Berdasarkan analisa dan identifikasi, setidaknya ada empat faktor
penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut : 1.
Faktor Budaya (Cultural Factor) Di mana penyebab kemiskinan tidak bersumber dari luar, melainkan dari
diri dalam diri atau masyarakat miskin itu sendiri. Penjelasan ini diangkat dari perspektif kalangan konservatif di mana orang menjadi miskin karena jebakan budayanya dan perilakunya sendiri yang kemudian diwariskan secara turun Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
14
temurun. Kelompok dan Individu-individu yang ada dalam masyarakat dianggap terjebak pada kebiasaan-kebiasaan hidup berikut nilai-nilai sosial dalam masyarakat di mana ia/mereka berada. Budaya hidup miskin dianggap sebagai produk sosial kolektif yang pada akhirnya dipandang sebagai kekuatan eksternal yang koersif (memaksa) di mana individu larut atau tidak berdaya di dalamnya. Karena memang tidak memiliki kekuatan untuk melawannya. Malas, orientasi hidup yang hanya berdasarkan kebutuhan pragmatis sehari-hari atau tidak berorientasi ke depan, kemanjaan terhadap lingkungan akibat suburnya lahan sehingga merasa tidak perlu kerja keras karena memang sumber penghidupan dapat dengan mudah diperoleh, merupakan sebagian dari faktor-faktor yang kemudian membentuk budaya dan lalu menjebak mereka dalam kondisi hidup miskin.
2.
Faktor Struktural (Structural Factor) Di mana orang atau kelompok masyarakat miskin lebih disebabkan oleh
berbagai kebijakan negara yang bukan saja tidak menguntungkan melainkan juga menjadikan mereka dimiskinkan. Kebijakan-kebijakan politik dan ekonomi dari negara akan selalu menunjukkan keberpihakannya pada kelompok kepentingan yang direpresentasikannya, secara langsung atau tidak langsung, disadari atau tidak disadari telah mengesampingkan kepentingan masyarakat miskin. Kemiskinan struktural juga dapat merupakan produk dari sistem sosial, ekonomi, dan politik yang hegemonis dan eksploitatif. Sistem ekonomi pasar yang tidak terkendali bisa memarginalkan kelompok ekonomi oleh segelintir elit ekonomi. Sistem ekonomi yang represif memberi ruang yang terbatas kepada penduduk miskin untuk mengambil peran dalam proses-proses politik dan memperjuangkan kepentingannya. Sistem sosial juga dapat berkembang ke arah yang bersifat memarginalkan kelompok sosial tertentu. Suku pedalaman, misalnya, dapat terpinggirkan oleh suku pantai atau pendatang. Perbedaan agama juga dapat melahirkan diskriminasi ekonomi terhadap penganut agama yang berbeda. Lebih jauh lagi, masyarakat yang dibangun di atas pondasi kultur patriarki dapat memarginalkan perempuan untuk terlibat dalam aktifitas produktif dan memberi kontribusi pada kesejahteraan ekonomi keluarga. Negara, yang diekspresikan oleh kebijakan pemerintah, dianggap terlalu banyak memberikan kebebasan atau toleransi terhadap kekuatan modal dalam melakukan ekspansinya, sehingga bukan saja dengan leluasa melakukan Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013 15
eksploitasi terhadap sumber daya alam dan manusia secara tidak adil, melainkan juga berhasil melakukan penggusuran terhadap hak-hak milik, hak ekonomi, dan hak budaya masyarakat lokal. Demikian juga kebijakan di bidang agraria, pemerintah harus memiliki komitmen untuk menciptakannya secara berkeadilan. Negara sering juga tidak memberikan keberpihakan yang kuat kepada kelompok masyarakat yang rentan dan termarginalkan atau pada tingkat tertentu ikut melanggengkan nilai-nilai sosial yang eksploitatif dan diskriminatif. Dalam hal ini, meskipun daya kritis masyarakat terhadap kebijakan negara semakin tinggi, utamanya berkaitan dengan hak-hak hidup mereka yang kian tergusur oleh kebijakan
negara
atau
ekspansi
kapitalis,
pemerintah
dengan
berbagai
instrumennya selalu saja bersikap defensif dan bahkan ofensif terhadap kekuatan yang kritis.
3.
Faktor Alam (Natural Factor) Penyebab atau latar belakang dari adanya kemiskinan jenis ini diperoleh
dari pendekatan fisik dan ekologi (physicological and ecological explanation ) dan pendekatan yang menyalahkan individu atau orang miskin ( individual blame
approach). Setidaknya terdapat tiga jenis yang tergolong sebagai penyebab kemiskinan alamiah, yaitu: pertama, kondisi alam yang kering, tandus dan tidak memiliki sumber alam yang dapat dimanfaatkan secara ekonomi alam yang dapat dimanfaatkan
secara
ekonomi,
serta
keterisolasian
wilayah
pemukiman
penduduk; kedua, bencana alam seperti tanah longsor, gempa bumi, dan wabah penyakit baik menyerang manusia maupun sumber mata pencaharian penduduk (seperti menyerang hewan ternak dan tanaman penduduk); dan ketiga, kondisi fisik manusia baik bawaan sejak lahir maupun pengaruh degenerasi yang menjadikan seseorang tidak memiliki kemampuan untuk bekerja secara layak.
4.
Konflik Sosial Politik Kenyataan bahwa konflik sosial dan politik yang terjadi di berbagai
belahan dunia telah menjadi salah satu faktor penyebab munculnya kemiskinan. Instabilitas sosial dan politik berpengaruh secara signifikan terhadap menurunnya produktivitas masyarakat, termasuk bukan saja enggannya para investor untuk menanamkan modalnya dalam suatu negara yang bergejolak, melainkan juga terjadinya pelarian modal dari dalam negeri (atau daerah) ke luar (daerah atau Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
16
negeri). Akibatnya lapangan kerja terbatas atau berkurang yang berdampak pada pengangguran atau PHK meningkat. Kecuali itu, pengalaman dari adanya berbagai kasus konflik horisontal dan vertikal di tingkat lokal di Indonesia selama beberapa tahun terakhir, berdampak pada terjadinya mobilitas paksa (forced migration), perubahan tempat tinggal (people displacement) secara paksa, termasuk kehilangan lapangan kerja, harta benda, tanah, rumah atau tempat tinggal. Pengungsi/eksodus begitu banyak dengan kondisi kehidupan yang secara tiba-tiba berubah menjadi miskin, dengan korban utama adalah perempuan, anak-anak, dan kalangan orang tua. Di samping itu, banyak pula korban konflik yang mengalami cacat fisik seumur hidup, yang artinya juga kehilangan daya untuk bekerja secara layak. Konflik sosial politik seperti ini bisa terjadi karena ketidakadilan sosial yang terjadi antara kelompok masyarakat, sehingga menciptakan kecemburuan sosial, misalkan kecemburuan sosial antara penduduk asli dengan pendatang.
F.
Pendekatan Penanggulangan Kemiskinan. Untuk melengkapi agar dapat memahami lebih dalam tentang kondisi
kemiskinan dapat dilihat melalui 5 pendekatan, yaitu : 1.
Pendekatan Kebutuhan Dasar (Basic Needs Approach)
a.
Kemiskinan
sebagai
suatu
seseorang, keluarga dan
ketidakmampuan masyarakat
(lack
of
dalam memenuhi
capabilities) kebutuhan
minimum. b.
Kebutuhan minimum yang dimaksud adalah kebutuhan pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi.
2.
Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
a.
Kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset dan alat-alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pandapatan seseorang dalam masyarakat.
b.
Pendekatan ini menentukan secara rigid standar pendataan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya.
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
17
3.
Pendekatan Kemampuan Dasar (Human Capability Approach)
a.
Kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat.
b.
Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan.
4.
Pendekatan Obyektif Pendekatan ini sering disebut juga sebagai pendekatan kesejahteraan ( the
welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi keluar dari kemiskinan. 5.
Pendekatan Subyektif Kemiskinan berdasarkan pendapatan atau pandangan orang miskin sendiri.
G.
Indikator Kemiskinan Ukuran kemiskinan merupakan hal yang sangat penting. Selain untuk
mengetahui tingkat kemiskinan, status kemiskinan suatu keluarga juga memiliki berbagai
fungsi.
Pertama,
sebagai
alat
penargetan
program-program
penanggulangan kemiskinan. Kedua, sebagai alat untuk mengukur dampak suatu program penanggulangan kemiskinan. Jenis data yang dibutuhkan untuk kedua jenis pengukuran kemiskinan tersebut dapat berbeda, meskipun seluruhnya membutuhkan data pada tingkat keluarga dan/atau lingkungan. Badan Pusat Statistik (BPS) telah menetapkan 14 kriteria atau indikator yang digunakan untuk mengukur kemiskinan : 1.
Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang;
2.
Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan;
3.
Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa plester;
4.
Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain;
5.
Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik;
6.
Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindungi/ sungai/air hujan;
7.
Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah;
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
18
8.
Hanya mengkonsumsi daging /susu/ayam satu kali dalam seminggu;
9.
Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun;
10.
Hanya sanggup makan satu/dua kali dalam sehari;
11.
Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik;
12.
Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) per bulan;
13.
Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD;
14.
Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah di jual dengan nilai Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah), seperti sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya.
H.
Gambaran Umum Kemiskinan di Jawa Tengah
1.
Kondisi Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Tengah Provinsi Jawa Tengah secara geografis terletak pada 5째40' dan 8째30' dan
111째30' Bujur Timur,
selain daratan Jawa Tengah juga memiliki wilayah laut
dengan garis pantai sepanjang 791,76 km dimana pantai utara sepanjang 502,69 km dan pantai selatan sepanjang 289,07
km.
Secara administratif, Provinsi
Jawa Tengah terdiri dari 29 Kabupaten, 6 Kota, 573 Kecamatan, 8577 Desa/Kelurahan
(7810
Desa dan
767 Kelurahan). Secara
rinci
wilayah
administrasi Provinsi Jawa Tengah bisa dilihat dalam tabel 1 berikut : Tabel 1 Wilayah Administrasi Provinsi Jawa Tengah No. 1 2 3
Uraian Jumlah Kabupaten/Kota Jumlah Kecamatan Jumlah Desa/Kelurahan a. Desa b. Kelurahan
Kabupaten/Kota Kabupaten 29 537 8.235 7.809 426
Kota 6 36 341 341
Jumlah 35 573 8.576 7.809 767
Luas wilayah Provinsi Jawa Tengah tercatat sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa (1,70 persen luas Indonesia), terdiri dari 992 ribu hektar (30,50 persen) lahan sawah dan 2,26 juta hektar (69,5 persen) lahan bukan sawah. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
19
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi berkepadatan penduduk sangat tinggi, dengan rata-rata kepadatan penduduk sebanyak 995 jiwa setiap kilometer persegi. Jumlah tersebut menempatkan Provinsi Jawa Tengah sebagai Provinsi ketiga dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Timur dan Jawa Barat. Secara proporsional jumlah penduduk terbesar adalah penduduk usia produktif atau kelompok umur angkatan kerja (15-64 tahun), dengan demikian dapat dipastikan bahwa jumlah pencari kerja, angka pengangguran dan kebutuhan fasilitas-fasilitas yang berhubungan dengan pendidikan dan latihan kerja cukup tinggi. Apabila dilihat dari jenis pekerjaan penduduk, jumlah pekerja pada lapangan usaha di bidang pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan menempati proporsi tertinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lain. Sektor industri merupakan salah satu motor penggerak perekonomian Jawa Tengah yang memberikan sumbangan cukup dominan dalam menunjang pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Pada sektor pertanian, Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu 20 tahun masih tetap menjadi salah satu penyangga pangan nasional terutama beras. Provinsi Jawa Tengah memiliki garis pantai sepanjang 791,76 km dimana pantai utara sepanjang 502,69 km dan pantai selatan sepanjang 289,07
km,
juga terdapat pulau-pulau kecil yang tersebar di Laut Jawa. Kondisi geografis semacam ini menyimpan potensi sumberdaya kelautan dan
perikanan yang
sangat besar termasuk perikanan tangkap dan budidaya, industri pengolahan produk perikanan dan bioteknologi, pariwisata bahari dan pantai, pertambangan dan energi, perhubungan laut, industri kapal, bangunan laut dan pantai, pulaupulau kecil dan kegiatan pendayagunaan benda-benda berharga di dalam laut. Dari gambaran tersebut, sumber daya kelautan dan perikanan di bidang kelautan dan perikanan di Jawa Tengah memiliki potensi yang sangat besar, sehingga dapat menjadi faktor penggerak (prime mover) apabila dikelola dengan baik. Dalam perkembangannya dari tahun ke tahun menunjukkan adanya usaha penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing) di wilayah Pantai Utara Jawa Tengah. Sementara di wilayah pantai selatan Jawa Tengah mempunyai potensi sumber daya perikanan laut yang sangat besar namun belum dimanfaatkan secara optimal.
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
20
2.
Kecenderungan Jumlah Penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah Untuk mengukur kemiskinan, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan
konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar ( basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Head Count Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Pada tahun 2010 Garis Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar Rp. 192.435 per kapita/ per bulan. Penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita/ per bulan di bawah angka tersebut. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1996 sebesar 6.417,6 ribu atau 21,61 %. Tiga tahun kemudian pada tahun 1999 terjadi peningkatan yang cukup signifikan baik dari segi jumlah maupun persentasenya yaitu sebanyak 8.755,4 ribu atau 28,46%. Terjadinya peningkatan angka kemiskinan yang cukup signifikan karena pada tahun 1997 hingga 1998 dikarenakan Indonesia mengalami krisis ekonomi dan politik. Sejak tahun 1999 angka kemiskinan cenderung terus menurun. Pada tahun 2005 ke 2006 terjadi peningkatan angka kemiskinan dari 20,49% menjadi 22,19% dikarenakan pada saat itu terjadi kenaikan bahan bakar minyak yang menyebabkan kenaikan harga. Pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah sebanyak 5.369,2 juta orang atau 16,56%. Meskipun terjadi penurunan, namun persentase penduduk
miskin di Provinsi Jawa Tengah masih lebih tinggi dari rata-rata
nasional yaitu sebesar 13,33%. Kondisi tersebut menempatkan Jawa Tengah pada peringkat ke 17 dari 33 provinsi di Indonesia. Agar terdapat gambaran yang lebih lengkap tentang kecenderungan jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada
tabel 2
berikut: Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
21
Tabel 2 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Jawa Tengah Tahun 1996 – 2010
Tahun
Garis Kemiskinan
1996 1999 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
32.424 76.579 119.403 126.651 130.013 142.337 154.111 168.168 182.515 192.435
Persentase Penduduk Miskin (%) Jawa Tengah Nasional 21,61 17,47 28,46 23,43 21,78 17,42 21,11 16,66 20,49 15,97 22,19 17,75 20,43 16,58 19,23 15,42 17,72 14,15 16,56 13,33
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Orang) 6417,6 8755,4 6980,0 6843,8 6533,5 7100,6 6557,2 6189,6 5725,7 5369,2
Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)Maret 2010
3.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Provinsi Jawa Tengah Indeks
Kedalaman
Kemiskinan
(P1)
merupakan
ukuran
rata-rata
kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 sebesar 2,96 menurun menjadi sebesar 2,49 di tahun 2010, atau terjadi penurunan sebesar 0,47. Kondisi ini sesuai dengan yang ditargetkan oleh MDG’s yakni harus terjadi penurunan Kemiskinan
(P1).
Untuk
mengetahui
kecenderungan
Indeks Kedalaman Indeks
Kedalaman
Kemiskinan (P1) di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2005 hingga tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 3 berikut: Tabel 3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Provinsi Jawa Tengah Bulan Maret 2005-2010 No
Tahun
1 2 3 4 5 6
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Kota Desa Kota+Desa 3,05 3,84 3,51 2,75 4,37 3,69 3,33 4,32 3,84 2,97 3,78 3,39 2,56 3,34 2,96 2,09 2,86 2,49
Sumber : Kemiskinan Makro Susenas, BPS Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
22
Dalam tabel 3 tersebut juga bisa dilihat bahwa Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di daerah perdesaan jauh lebih tinggi daripada di perkotaan. Pada tahun 2010, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan sebesar 2,09 sedangkan di daerah perdesaan mencapai 2,86. Itu berarti kesenjangan kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi dibanding di daerah perkotaan. Untuk mengetahui penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin diukur melalui Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Semakin tinggi nilai indeks semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Jawa Tengah mulai tahun 2007 sampai tahun 2010 terus menunjukkan angka penurunan. Penurunan ini memberikan gambaran bahwa di Provinsi Jawa Tengah, ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin semakin mengecil. Untuk mengetahui gambaran Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 hingga tahun 2010 dapat dilihat dalam tabel 4 berikut : Tabel 4 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Jawa Tengah Bulan Maret 2005-2010 No Tahun 1 2 3 4 5 6
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Kota 0,85 2,72 0,96 0,82 0,62 0,50
Desa 0,99 1,10 1,19 0,98 0,85 0,69
Kota+Desa 0,93 0,94 1,08 0,90 0,74 0,60
Sumber : Kemiskinan Makro Susenas, BPS
Dari tabel 4 tersebut dapat terlihat bahwa Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Jawa Tengah antara perkotaan dan perdesaan lebih tinggi di daerah perdesaan. Itu berarti ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin di perdesaan lebih tajam.
4.
Distribusi Penduduk Miskin per Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah tersebar di 29 Kabupaten dan 6
kota. Penyebaran itu tidak merata dalam arti ada kabupaten yang persentase penduduk miskinnya tinggi dan ada yang persentase penduduknya rendah. Untuk tahun 2010, wilayah dengan persentase penduduk miskin paling tinggi adalah Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
23
Kabupaten Purbalingga yaitu sebesar 25,91%. Sedangkan wilayah yang paling rendah persentase penduduk miskinnya adalah Kota Semarang yaitu sebesar 5,12 %. Selengkapnya, persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah, berbasis Kabupaten dan Kota, periode tahun 2003 s/d 2010 disajikan dalam tabel 5 berikut : Tabel 5 Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2010
1
Kabupaten Cilacap
Maret 2003 20,90
2
Kabupaten Banyumas
21,50
21,47
22,02
24,44
22,46
22,93
21,52
Juli 2010 18,11 20,20
3
Kabupaten Purbalingga
31,27
31,20
29,95
32,38
30,24
27,12
24,97
24,58
4
Kabupaten Banjarnegara
26,88
26,91
27,35
29,40
27,18
23,34
21,36
19,17
5
Kabupaten Kebumen
31,00
30,95
29,83
32,49
30,25
27,87
25,73
22,71
6
Kabupaten Purworejo
24,79
23,51
22,77
22,75
20,49
18,22
17,02
16,61
7
Kabupaten Wonosobo
32,96
33,15
31,68
34,43
32,29
27,72
25,91
23,16
8
Kabupaten Megelang
17,45
16,10
15,42
17,36
17,37
16,49
15,19
14,14
9
Kabupaten Boyolali
18,48
18,47
17,75
20,00
18,06
17,08
15,96
13,72
10
Kabupaten Klaten
23,84
23,48
22,48
22,99
22,27
21,72
19,68
17,47
11
Kabupaten Sukoharjo
15,17
14,38
13,67
15,63
14,02
12,13
11,51
10,94
12
Kabupaten Wonogiri
24,09
24,43
25,21
27,01
24,44
20,71
19,08
15,68
13
Kabupaten Karanganyar
17,45
16,14
16,14
18,69
17,39
15,68
14,73
13,98
14
Kabupaten Sragen
27,01
26,06
24,28
23,72
21,24
20,83
19,70
17,49
15
Kabupaten Grobogan
29,19
29,03
28,00
27,60
25,14
19,84
18,68
17,86
16
Kabupaten Blora
23,38
22,97
21,73
23,95
21,46
18,79
17,70
16,27
17
Kabupaten Rembang
32,06
32,00
30,72
33,20
30,71
27,21
25,86
23,41
18
Kabupaten Pati
20,66
20,67
19,82
22,14
19,79
17,90
15,92
14,48
19
Kabupaten Kudus
12,34
11,44
10,93
12,05
10,73
12,58
10,80
9,02
20
Kabupaten Jepara
10,11
9,88
10,39
11,75
10,44
11,05
9,60
10,18
21
Kabupaten Demak
24,43
24,94
23,60
26,03
23,50
21,24
19,70
18,76
22
Kabupaten Semarang
14,04
13,68
13,16
13,62
12,34
11,37
10,66
10,50
23
Kabupaten Temanggung
15,69
15,22
14,50
16,62
16,55
16,39
15,05
13,46
24
Kabupaten Kendal
22,84
20,87
20,06
21,59
20,70
17,87
16,02
14,47
25
Kabupaten Batang
20,68
19,01
18,15
19,99
20,79
18,08
16,61
14,67
26
Kabupaten Pekalogan
23,66
21,50
20,47
22,80
20,31
19,52
17,93
16,29
27
Kabupaten Pemalang
24,02
22,31
22,59
25,30
22,79
23,92
22,17
19,96
28
Kabupaten Tegal
21,42
20,53
19,60
20,71
18,50
15,78
13,98
13,11
29
Kabupaten Brebes
31,18
29,10
27,79
30,36
27,93
25,98
24,39
23,01
30
Kota Megelang
14,80
14,01
12,92
11,19
10,01
11,16
10,11
10,51
31
Kota Surakarta
15,00
13,72
13,34
15,21
13,64
16,13
14,99
13,96
32
Kota Salatiga
11,59
9,68
8,81
8,90
9,01
8,47
7,48
8,28
33
Kota Semarang
6,01
5,60
4,22
5,33
5,26
6,00
4,84
5,12
34
Kota Pekalongan
7,64
6,81
6,37
7,38
6,62
10,29
8,56
9,37
35
Kota Tegal JAWA TENGAH
9,53 21,78
9,49 21,11
8,96 20,49
10,40 22,19
9,36 20,43
11,28 18,99 15,42
9,88 17,48 14,15
10,62
NO
KABUPATEN/KOTA
NASIONAL
Maret 2004 20,90
Maret 2005 22,25
Maret 2006 24,93
Maret 2007 22,59
Juli 2008 21,40
Juli 2009 19,88
(Maret)
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
16,11 13,33
(Maret)
(Maret)
24
Berdasarkan data
kemiskinan tahun 2010 tingkat kemiskinan di
Kabupaten/kota dapat dikategorisasikan menjadi 3 kategori: 1.
Kategori pertama adalah Kabupaten/kota yang tingkat kemiskinannya di bawah angka Nasional yaitu sebesar 13,33 % pada bulan Maret tahun 2010,
sejumlah
10
Kabupaten/kota,
yaitu
Kabupaten
Sukoharjo,
Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, Kabupaten Semarang, Kabupaten Tegal, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal. 2.
Kategori kedua adalah Kabupaten/kota yang tingkat kemiskinannya di atas angka nasional yaitu sebesar 13,33% pada bulan Maret tahun 2010 namun di bawah angka Provinsi yaitu sebesar 16,11 % pada bulan Juli tahun 2010, sebanyak 9 Kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Magelang,
Kabupaten
Boyolali,
Kabupaten
Wonogiri,
Kabupaten
Karanganyar, Kabupaten Pati, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Kendal, Kabupaten Batang, dan Kota Surakarta. 3.
Kategori ketiga adalah Kabupaten/kota yang tingkat kemiskinannya di atas angka provinsi yaitu sebesar 16,11 % pada bulan Juli tahun 2010, sebanyak 16 Kabupaten/Kota, yaitu Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang,
Kabupaten
Demak,
Kabupaten
Pekalongan,
Kabupaten
Pemalang, dan Kabupaten Brebes. Posisi tingkat kemiskinan di masing masing Kabupaten/Kota tahun 2010 dibandingkan Provinsi dan Nasional dapat ditampilkan dalam gambar 2 berikut :
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
25
Gambar 2 Perbandingan Tingkat Kemiskinan Antara Masing-Masing Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional Tahun 2010 30
25
15
10
5
16,11 13,33
18,11 20,2 24,58 19,17 22,71 16,61 23,16 14,14 13,72 17,47 10,94 15,68 13,98 17,49 17,86 16,27 23,41 14,48 9,02 10,18 18,76 10,5 13,46 14,47 14,67 16,29 19,96 13,11 23,01 10,51 13,96 8,28 5,12 9,37 10,62
Persen
20
0
Persentase Penduduk Miskin Provinsi tahun 2010
Persentase Penduduk Miskin Nasional tahun 2010
Gambar 3 Peta Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
26
Tingkat kemiskinan di bawah angka Nasional: Kabupaten
Sukoharjo,
Kabupaten
Kudus,
Kabupaten
Jepara,
Kabupaten Semarang, Kabupaten Tegal, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal. Tingkat kemiskinan di atas angka Nasional di bawah angka Provinsi: Kabupaten
Magelang, Kabupaten
Boyolali,
Kabupaten
Wonogiri,
Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Pati, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Kendal, Kabupaten Batang, dan Kota Surakarta. Tingkat kemiskinan di atas angka Provinsi: Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Purworejo, Kabupaten
Wonosobo,
Kabupaten
Grobogan,
Kabupaten Kabupaten
Klaten, Blora,
Kabupaten Kabupaten
Sragen, Rembang,
Kabupaten Demak, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, dan Kabupaten Brebes.
Ada hal yang perlu dicermati dari tabel 5 tersebut adalah bahwa dalam kurun waktu 5 tahun (2004 – 2009), ada beberapa Kabupaten/Kota yang tingkat kemiskinannya tinggi dan cenderung stagnan dan bahkan meningkat
angka
kemiskinannya yaitu Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, dan Kabupaten Pemalang dapat dilihat di tabel 6 berikut : Tabel 6 Nama Kabupaten/Kota Tingkat Kemiskinan Cenderung Meningkat No 1 2 3
Kabupaten Banyumas Cilacap Pemalang
2004 21,47 20,90 22,31
Tahun %
2009 21,52 19,88 22,17
Di sisi lain ada 11 Kabupaten dalam kurun waktu 5 tahun (2004-2009) mampu menurunkan angka kemiskinan sampai lebih dari 5 %. Kabupaten tersebut dapat dilihat dalam tabel 7 berikut :
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
27
Tabel 7 Kabupaten/Kota yang Mampu Menurunkan Angka Kemiskinan Lebih Dari 5 % No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tahun 2004 2009 29,03 18,68 33,15 25,91 26,06 19,07 20,53 13,98 23,51 17,02 31,20 24,97 32,00 25,86 24,43 19,08 22,97 17,70 24,94 19,70 30,95 25,73
Kabupaten/Kota Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten
Grobogan Wonosobo Sragen Tegal Purworejo Purbalingga Rembang Wonogiri Blora Demak Kebumen
Tingkat Penurunan 10,35 7,24 6,99 6,55 6,49 6,23 6,14 5,35 5,27 5,24 5,22
Sedangkan untuk garis kemiskinan dan penduduk miskin Kabupaten/Kota pada tahun 2004 – 2009 terlihat pada tabel 8 di bawah ini : Tabel 8 Garis Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah TAHUN 2004 – 2009 (Rupiah/Kapita/Bulan)
1
Kabupaten Cilacap
123.822
128.671
135.406
141.840
Juli 2008 161.646
2
140.153
152.121
158.253
164.111
189.735
208.583
225.546
132.016
144.515
146.178
148.735
164.046
194.529
210.349
119.127
126.543
136.765
146.531
158.702
160.345
173.385
5
Kabupaten Banyumas Kabupaten Purbalingga Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Kebumen
107.837
137.095
149.986
162.301
188.042
195.589
211.495
6
Kabupaten Purworejo
118.385
128.427
138.748
148.607
156.632
194.292
211.400
7
Kabupaten Wonosobo
128.514
134.488
139.766
144.809
147.687
187.932
203.216
8
Kabupaten Megelang
113.953
113.279
120.111
126.638
146.910
169.158
184.053
9
Kabupaten Boyolali
121.025
120.685
136.787
152.169
161.660
195.538
209.495
10
Kabupaten Klaten
160.796
180.085
191.910
203.205
240.551
241.608
258.854
11
Kabupaten Sukoharjo
150.254
129.392
145.884
161.638
182.624
211.928
227.055
12
132.197
130.016
137.241
144.144
155.000
182.083
195.080
134.693
148.987
156.733
164.134
173.222
202.500
216.954
14
Kabupaten Wonogiri Kabupaten Karanganyar Kabupaten Sragen
136.527
147.361
158.011
168.185
166.014
192.530
206.273
15
Kabupaten Grobogan
126.471
138.103
151.133
163.581
165.302
205.468
223.560
16
Kabupaten Blora
112.729
120.701
126.957
132.933
144.710
174.951
190.356
17
Kabupaten Rembang
139.921
141.530
152.740
163.449
172.010
200.216
217.846
18
Kabupaten Pati
160.096
159.558
172.821
185.490
220.352
224.390
244.149
19
Kabupaten Kudus
152.203
156.462
164.758
172.683
217.005
218.411
237.643
20
Kabupaten Jepara
134.066
155.376
163.028
170.338
201.625
206.549
224.737
21
Kabupaten Demak
136.777
142.593
155.282
167.405
173.075
210.260
228.774
NO
3 4
13
Kabupaten/Kota
2004
2005
2006
2007
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
Juli 2009 191.167
Juli 2010 206.714
28
156.697
Juli 2008 164.333
Juli 2009 189.612
Juli 2010 206.308
120.580
129.495
146.268
164.343
178.814
140.676
156.491
171.598
182.113
199.020
216.545
96.516
106.644
118.985
133.680
151.411
155.558
169.256
151.665
150.604
161.603
172.110
205.028
210.168
228.674
125.554
128.309
144.570
160.105
185.526
198.295
216.365
Kabupaten Tegal
126.516
140.441
150.438
159.988
180.878
187.048
204.093
29
Kabupaten Brebes
133.321
137.298
151.922
165.893
192.162
219.119
239.086
30
Kota Megelang
163.503
157.233
167.813
177.920
228.385
237.967
258.921
31
Kota Surakarta
154.749
169.956
183.766
196.959
236.751
286.158
306.584
32
Kota Salatiga
136.723
150.854
161.527
171.722
211.260
221.701
241.223
33
Kota Semarang
133.814
162.723
167.404
171.875
221.357
226.271
246.195
34
Kota Pekalongan
139.571
136.266
144.066
151.517
223.167
231.562
251.952
35
Kota Tegal
167.621
171.462
184.872
197.683
244.380
248.173
270.788
181.877 182.636 (Maret)
201.651 200.262 (Maret)
217.327 211.726 (Maret)
NO
Kabupaten/Kota
2004
2005
2006
2007
22
Kabupaten Semarang Kabupaten Temanggung Kabupaten Kendal
123.907
143.695
150.294
106.292
111.249
150.584
27
Kabupaten Batang Kabupaten Pekalongan Kabupaten Pemalang
28
23 24 25 26
Jawa Tengah Nasional
Garis kemiskinan Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga), yaitu : 1.
Garis
Kemiskinan
rendah,
yaitu
Kabupaten/Kota
yang
garis
kemiskinannya berada di bawah garis kemiskinan Provinsi bulan Juli tahun 2010 sebesar Rp. 217.327/kapita/bulan terdapat di 15 Kabupaten yaitu: Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten
Kebumen,
Kabupaten
Purworejo,
Kabupaten
Magelang,
Kabupaten Boyolali, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Blora, Kabupaten Semarang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Batang, dan Kabupaten Tegal. 2.
Garis kemiskinan sedang adalah Kabupaten/Kota yang berada antara garis
kemiskinan
Provinsi
bulan
Juli
tahun
2010
sebesar
Rp.
217.327/kapita/bulan dan garis kemiskinan Nasional bulan Maret 2010
sebesar Rp. 211.726/kapita/bulan terdapat
di
3
Kabupaten
yaitu:
Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Kendal, dan Kabupaten Pemalang. 3.
Garis kemiskinan tinggi adalah Kabupaten/Kota yang berada di atas garis
kemiskinan
Nasional
bulan
Maret
2010
sebesar
Rp.
211.726/kapita/bulan terdapat di 17 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Banyumas,
Kabupaten
Klaten,
Kabupaten
Sukoharjo,
Kabupaten
Grobogan, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
29
Kabupaten Jepara, Kabupaten Demak, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Brebes, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal. Garis kemiskinan yang paling rendah adalah Kabupaten Batang sebesar Rp.169.256/kapita/bulan sedangkan yang paling tinggi adalah Kota Surakarta sebesar Rp. 306.584/kapita/bulan.
5.
Persebaran Penduduk Miskin Perdesaan dan Perkotaan Penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah tersebar di wilayah perdesaan
dan perkotaan. Pada tahun 2010 penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah sebesar 5.369,2 ribu jiwa (16,56%), yang tersebar di wilayah perdesaan sebesar 3.110,2 ribu jiwa (18,66%) di wilayah perkotaan sebesar 2.258,9 ribu jiwa (14,33%). Jumlah, persentase dan persebaran penduduk miskin di perkotaan dan perdesaan di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat dalam tabel 9 berikut : Tabel 9 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kota dan Desa Provinsi Jawa Tengah Tahun 1996 – 2010 (bulan Maret) Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Orang) Tahun Kota Desa Kota+Desa 1996 1.973,4 4.444,2 6.417,6 1999 3.062,2 5.723,2 8.755,4 2002 2.762,3 4.5.46,0 7.308,3 2003 2.520,3 4.459,7 6980,0 2004 2.346,5 4.497,3 6843,8 2005 2.671,2 3.862,3 6533,5 2006 2.958,1 4.142,5 7100,6 2007 2.687,3 3.869,9 6557,2 2008 2.556,5 3.633,1 6189,6 2009 2.420,9 3.304,8 5725,7 2010 2.258,9 3.110,2 5369,2
Persentase Penduduk Miskin (%) Kota Desa Kota+Desa 20,67 22,05 21,61 27,80 28,05 28,46 20,50 24,96 23,06 19,66 23,19 21,78 17,52 23,64 21,11 17,24 23,57 20,49 18,90 25,28 22,19 17,23 23,45 20,43 16,34 21,96 19,23 15,41 19,89 17,72 14,33 18,66 16,56
Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS Provinsi Jawa Tengah
Bila dibandingkan terhadap total penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah, jumlah penduduk miskin yang berada di di daerah perdesaan sejumlah 3,110 juta orang atau sebesar 57,72%, sisanya tinggal di daerah perkotaan sejumlah 2,258 juta orang atau sebesar 42,28%. Pengukuran kemiskinan menggunakan Garis Kemiskinan yang berbeda Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
30
antara daerah perdesaan dan perkotaan, di daerah perkotaan pada bulan Maret tahun 2010 sebesar Rp. 205.606/kapita/bulan dan di perdesaan sebesar Rp. 179.982/kapita/bulan. Pada periode Maret 2009 – 2010 penduduk miskin di daerah perkotaan turun 162 ribu orang, sedangkan di perdesaan turun sebesar 194,53 ribu orang.
6.
Tingkat Pengangguran di Provinsi Jawa Tengah Dari tahun ke tahun, penduduk yang membutuhkan pekerjaan terus
bertambah, sementara, di lain pihak, ketersediaan lapangan pekerjaan yang ada terbatas. Besarnya jumlah pencari kerja dan terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia memaksa para pencari kerja untuk lebih berkompetisi dan berusaha lebih keras dalam mencari pekerjaan dengan berbagai cara yang bisa dilakukan. Bagi yang tidak mampu mengimbangi arus kompetisi, maka akan tersisihkan dan pada akhirnya berstatus sebagai tuna karya, atau lebih umum disebut sebagai pengangguran. Di Provinsi Jawa Tengah, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada tahun 2010 adalah sebesar 1.046.883 orang (6,21%) dari total jumlah angkatan kerja sebanyak 16.856.330 orang. Jadi jumlah angkatan kerja yang terserap sebanyak 15.809.447 orang (93,79%). Sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada tahun 2009 sebanyak 1.252.267 orang (7,33%) dari jumlah angkatan kerja sebanyak 17.087.649 orang. Dari jumlah tersebut, yang berhasil mendapatkan pekerjaan adalah sebesar 15.835.382 orang (92,67%). Dari tahun 2009 sampai tahun 2010 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan sebesar 19,62%. Sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian, sebanyak 5.616.529 orang atau 35,53%, kemudian sektor perdagangan yang menyerap 3.388.450 orang atau 21,43% dan sektor industri yang menampung 2.815.292 orang atau 17,81% dari orang yang bekerja. Walaupun sektor pertanian terbanyak menyerap tenaga kerja di tahun 2010, namun dibanding dengan tahun 2009 penyerapan tersebut menurun sekitar 1,51%.
Penurunan pekerja di sektor ini dari tahun sebelumnya kemungkinan
disebabkan karena luas lahan pertanian yang semakin berkurang maupun juga disebabkan karena pengaruh musim. Fenomena ini sangat berkaitan erat dengan tingkat kemiskinan di Provinsi Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
31
Jawa Tengah. Tengah. Dengan Dengan penyerapan penyerapan tenaga tenaga yang yang semakin semakin berkurang berkurang di sektor Jawa pertanian (perdesaan) (perdesaan) maka maka kemiskinan kemiskinan di di perdesaan perdesaan tetap tetap tergolong tergolong tinggi. pertanian Berikut ini ini adalah adalah grafik grafik TPT TPT di di Provinsi Provinsi Jawa Jawa Tengah Tengah dari tahun 2005 Berikut hingga 2010 2010 dapat dapat dilihat dilihat pada pada gambar gambar 44 berikut berikut :: hingga Gambar 44 Gambar
Peningkatan TPT TPT di di Provinsi Provinsi Jawa Jawa Tengah Tengah adalah adalah dari dari tahun tahun 2005 ke tahun Peningkatan 2006, yaitu yaitu dari dari 5,89% 5,89% naik naik menjadi menjadi 7,30%. 7,30%. Namun, Namun, secara secara umum, tingkat 2006, pengangguran di di Provinsi Provinsi Jawa Jawa Tengah Tengah cenderung cenderung menurun, menurun, terutama terutama dari tahun pengangguran 2007 hingga hingga 2010, 2010, yaitu yaitu dari dari 7,70% 7,70% terus terus turun turun hingga hingga 6,21%. 6,21%. Sedangkan untuk 2007 Kabupaten dan dan kota kota yang yang ada ada di di Provinsi Provinsi Jawa Jawa Tengah, Tengah, 17 Kabupaten/kota Kabupaten memiliki TPT TPT yang yang lebih lebih baik baik dari dari Provinsi Provinsi Jawa Jawa Tengah. Tengah. Data Data mengenai tingkat memiliki pengangguran terbuka terbuka Kabupaten Kabupaten dan dan kota kota yang yang ada ada di di Provinsi Provinsi Jawa Tengah pengangguran (tahun 2009-2010) 2009-2010) dapat dapat dilihat dilihat pada pada tabel tabel 10 10 berikut berikut :: (tahun Tabel 10 10 Tabel Tingkat Pengangguran Pengangguran Terbuka Terbuka Kabupaten Kabupaten /Kota Tingkat Provinsi Jawa Jawa Tengah Tengah Tahun Tahun 2009 2009 -- 2010 2010 Provinsi No No
11 22 33 44 55 66 77 88
Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota Kabupaten Cilacap Cilacap Kabupaten Kabupaten Banyumas Banyumas Kabupaten Kabupaten Purbalingga Purbalingga Kabupaten Kabupaten Banjarnegara Banjarnegara Kabupaten Kabupaten Kebumen Kebumen Kabupaten Kabupaten Purworejo Purworejo Kabupaten Kabupaten Wonosobo Wonosobo Kabupaten Kabupaten Magelang Magelang Kabupaten
2009 2009 Jumlah Persentase Persentase Jumlah 89.175 11,45% 89.175 11,45% 59.582 8,05% 59.582 8,05% 19.638 4,66% 19.638 4,66% 22.993 5,07% 22.993 5,07% 49.241 8,12% 49.241 8,12% 17.748 4,94% 17.748 4,94% 14.292 3,62% 14.292 3,62% 31.253 4,95% 31.253 4,95%
2010 Jumlah Persentase 74.298 9,75% 58.403 7,37% 16.653 3,82% 14.457 3,10% 46.876 8,02% 11.994 3,40% 16.066 4,04% 19.245 2,97%
DokumenStrategi StrategiPenanggulangan PenanggulanganKemiskinan KemiskinanDaerah Daerah Provinsi Provinsi Jawa Jawa Tengah Tengah Tahun Tahun 2011 2011 -- 2013 2013 Dokumen
32
No
Kabupaten/Kota
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kabupaten Boyolali Kabupaten Klaten Kabupaten Sukoharjo Kabupaten Wonogiri Kabupaten Karanganyar Kabupaten Sragen Kabupaten Grobogan Kabupaten Blora Kabupaten Rembang Kabupaten Pati Kabupaten Kudus Kabupaten Jepara Kabupaten Demak Kabupaten Semarang Kabupaten Temanggung Kabupaten Kendal Kabupaten Batang Kabupaten Pekalongan Kabupaten Pemalang Kabupaten Tegal Kabupaten Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jawa Tengah Nasional
2009 2010 Jumlah Persentase Jumlah Persentase 29.899 5,51% 20.594 3,90% 39.271 6,36% 25.877 4,50% 37.359 8,28% 32.000 7,40% 29.159 5,03% 24.407 4,70% 37.608 8,26% 30.321 6,62% 28.624 5,78% 19.777 4,09% 46.610 6,07% 33.179 4,60% 34.361 6,99% 25.643 5,49% 18.058 5,64% 15.653 4,89% 49.094 7,68% 38.604 6,22% 32.306 7,36% 26.152 6,22% 24.562 4,40% 25.648 4,56% 30.022 5,72% 29.696 5,69% 40.267 7,88% 33.499 6,25% 16.514 4,24% 14.797 3,60% 29.255 5,64% 26.395 5,57% 24.733 7,11% 24.486 6,48% 17.993 4,18% 16.912 4,04% 79.372 12,26% 66.630 11,45% 60.152 9,24% 47.313 7,48% 79.116 9,42% 72.659 8,21% 9.863 14,95% 8.226 13,28% 28.778 10,44% 22.575 8,73% 9.674 10,95% 8.345 10,22% 83.963 10,66% 71.499 8,98% 12.564 8,61% 10.165 7,00% 19.168 15,74% 17.839 14,22% 1.252.267 7,33% 1.046.883 6,21% 7,87%
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Dari tabel di atas TPT Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu : 1.
Kategori Rendah adalah Kabupaten/Kota dengan TPT di bawah angka Provinsi (6,21%) sejumlah 17 Kabupaten, yaitu: Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Jepara, Kabupaten Demak, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Pekalongan.
2.
Kategori Sedang adalah Kabupaten/Kota dengan TPT di atas angka
Provinsi di bawah angka Nasional (7,87%) sejumlah 6 Kabupaten, yaitu: Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013 33
Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Kabupaten Semarang, Kabupaten Batang, dan Kota Pekalongan. 3.
Kategori Tinggi adalah Kabupaten/Kota dengan TPT di atas angka nasional (7,87%) sejumlah 12 Kabupaten/kota yaitu: Kabupaten Cilacap, Kabupaten
Banyumas,
Kabupaten
Kebumen,
Kabupaten
Pemalang,
Kabupaten
Tegal,
Kabupaten
Kabupaten
Sukoharjo,
Brebes,
Kota
Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, dan Kota Tegal.
7.
IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index
(HDI) merupakan ukuran keberhasilan pembangunan aspek manusia dalam suatu wilayah tertentu yang standarnya ditentukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UNDP (United Nation of Development Program). selanjutnya
disepakati
dan
dapat
digunakan
untuk
Ukuran ini
mengukur
kinerja
pembangunan manusia pada suatu wilayah tertentu, seperti negara, propinsi atau Kabupaten/kota. Pada dasarnya IPM menetapkan standar-standar minimal yang sangat sederhana sehingga dapat dikatakan sebagai prasyarat minimal yang harus dicapai oleh suatu negara atau wilayah pada kurun waktu tertentu. IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari: a.
Indeks Harapan Hidup Terdiri dari komponen : Kesehatan yang diukur dengan Angka Harapan Hidup (AHH);
b.
Indeks Pendidikan Terdiri dari komponen : Pengetahuan, yang diukur dengan (1) Angka Melek Huruf, dan (2) Rata-rata Lama Sekolah;
c.
Indeks Standar Hidup Layak Terdiri dari komponen : Pendapatan, yang diukur dengan rata-rata konsumsi riil yang telah disesuaikan atau pendapatan per kapita riil yang telah disesuaikan daya belinya untuk tiap-tiap negara.
Di Provinsi Jawa Tengah telah dilakukan penghitungan nilai IPM oleh BPS, adapun nilai IPM dari masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah terlihat pada tabel 11 berikut : Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
34
Tabel 11 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005, 2007, 2009 Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 71 72 73 74 75 76 33
Kabupaten/Kota Kabupaten Cilacap Kabupaten Banyumas Kabupaten Purbalingga Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Kebumen Kabupaten Purworejo Kabupaten Wonosobo Kabupaten Magelang Kabupaten Boyolali Kabupaten Klaten Kabupaten Sukoharjo Kabupaten Wonogiri Kabupaten Karanganyar Kabupaten Sragen Kabupaten Grobogan Kabupaten Blora Kabupaten Rembang Kabupaten Pati Kabupaten Kudus Kabupaten Jepara Kabupaten Demak Kabupaten Semarang Kabupaten Temanggung Kabupaten Kendal Kabupaten Batang Kabupaten Pekalongan Kabupaten Pemalang Kabupaten Tegal Kabupaten Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jawa Tengah
2005
2007
2009
69.5 70.7 69.3 67.3 68.9 69.1 67.6 69.9 69.0 71.4 71.2 69.0 70.7 66.6 68.2 67.9 69.0 70.9 70.0 69.6 69.4 71.9 71.8 67.5 67.6 68.2 66.3 67.5 64.3 74.7 76.0 74.8 75.3 71.9 71.4 69.8
70.25 71.23 70.38 68.54 69.96 70.68 69.22 71.03 69.63 72.48 72.46 70.11 71.59 68.98 69.75 69.11 70.54 71.87 71.66 71.45 71.05 72.93 73.08 68.91 68.64 69.69 67.89 68.83 66.57 75.69 76.58 75.37 76.11 73.10 72.72 70.92
71.39 72.27 71.51 69.63 70.73 71.88 70.08 71.76 70.44 73.41 73.29 71.04 72.55 70.27 70.60 70.14 71.55 72.72 72.57 72.45 72.10 73.66 73.85 70.07 69.84 70.83 69.02 70.08 67.69 76.37 77.49 76.11 76.90 74.01 73.63 72.10
Apabila ditampilkan dalam grafik, IPM dari 35 Kabupaten/Kota se Jawa Tengah tahun 2009 dapat dilihat pada gambar 5 dibawah ini :
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
35
Gambar 5 Grafik Perbandingan Nilai IPM Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 80 78 76 74
73,63
76,90
74,01
77,49
76,37 70,83
70,08
67,69
64
69,02
69,84
73,85 70,07
73,66
72,45
72,10
72,72
72,57
71,55
70,60
70,14
72,55
70,27
71,04
73,41
73,29
71,76
70,44
71,88
70,08
70,73
72,27
69,63
66
71,39
68
71,51
70
76,11
72,10
72
62
IPM Kabupaten/Kota tahun 2009
IPM Provinsi Tahun 2009
Dari data IPM tersebut dapat diketahui bahwa nilai IPM dari tahun 2005, 2007 dan 2009 di semua Kabupaten/Kota mengalami peningkatan antara 1 – 4 point, peningkatan yang paling tinggi terjadi di Kabupaten Sragen 3,67 point dan Kabupaten Brebes 3,39 point. Sedangkan yang paling rendah terjadi di Kota Salatiga 1,34 point Kabupaten Boyolali 1,44 point dan Kota Surakarta 1,49 point. Kalau dicermati dari perbandingan antar tahun terlihat bahwa peningkatan nilai IPM yang tinggi terjadi di wilayah Kabupaten/Kota yang IPM nya rendah namun masih tetap pada posisi IPM yang rendah sehingga pada wilayah-wilayah tersebut
tetap
perlu
mendapatkan
perhatian
yang
serius
untuk
terus
meningkatkan kesejahteraanya yang secara otomatis akan meningkatkan nilai IPM sejajar dengan Kabupaten/Kota lain di Jawa Tengah. Apabila dibandingkan antar Kabupaten/Kota di Jawa Tengah nilai IPM yang tinggi yaitu: 1.
Kabupaten/Kota yang di atas nilai IPM Provinsi sebesar 72,10 terdapat sebanyak 15 Kabupaten/Kota, yaitu : Kota Surakarta, Kota Semarang, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota Pekalongan, Kota Tegal, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Semarang, Kabupaten Jepara, Kabupaten Kudus,
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
36
Kabupaten
Pati,
Kabupaten
Karanganyar,
Kabupaten
Sukoharjo,
Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Banyumas. 2.
Kabupaten/Kota yang di bawah nilai IPM Provinsi sebesar 72,10 terdapat sebanyak 20 Kabupaten, yaitu: Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, Kabupaten
Pemalang,
Kabupaten
Pekalongan,
Kabupaten
Batang,
Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kabupaten Rembang, Kabupaten Blora, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Sragen, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten
Boyolali,
Kabupaten
Kabupaten
Purworejo,
Magelang,
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Wonosobo,
Kebumen,
Kabupaten
Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Cilacap.
Upah
Minimum
Regional
(UMR)
adalah
salah
satu
indikator
kemajuan/kesejahteraan suatu wilayah, yaitu standart upah orang bekerja dalam kurun waktu 1 bulan, dimana perhitungan UMR ini salah satu pertimbangannya adalah
pendapatan
minimal
untuk
bisa
hidup
layak
disuatu
wilayah
(Kabupaten/Kota) atau Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Selanjutnya untuk Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) selama sebulan menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 - 2010 dapat terlihat pada tabel 12 berikut : Tabel 12 Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2010 (dalam Ribu Rupiah)
Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kabupaten/Kota Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten
Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora
2008 UMK KHL 587,5 550,0 560,0 551,0 550,0 555,0 565,0 610,0 622,0 607,0 642,5 585,0 650,0 607,5 555,0 624,0
693,5 612,2 687,0 649,0 626,9 623,3 666,9 662,4 642,4 658,6 659,7 618,0 668,8 640,3 627,7 675,0
2009 UMK KHL 664,3 612,5 618,8 637,0 647,5 643,0 667,0 702,0 718,5 685,0 710,0 650,0 719,0 687,0 640,0 675,0
775,3 682,7 719,5 740,3 734,0 710,8 785,1 789,5 729,4 714,9 710,3 683,3 751,0 721,6 729,1 710,5
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
2010 UMK KHL 698,3 670,0 695,0 662,0 700,0 719,0 715,0 752,0 748,0 735,0 769,5 695,0 761,0 724,0 687,5 742,0
812,5 677,5 803,0 794,5 786,4 795,5 814,4 835,9 752,7 743,0 769,5 739,4 780,0 728,7 809,5 760,9
37
Kode 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 71 72 73 74 75 76 33
Kabupaten/Kota Kabupaten Rembang Kabupaten Pati Kabupaten Kudus Kabupaten Jepara Kabupaten Demak Kabupaten Semarang Kabupaten Temanggung Kabupaten Kendal Kabupaten Batang Kabupaten Pekalongan Kabupaten Pemalang Kabupaten Tegal Kabupaten Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jawa Tengah
2008 UMK KHL
2009 UMK KHL
2010 UMK KHL
560,0 600,0 672,5 585,0 647,5 672,0 547,0 662,5 615,0 615,0 575,0 560,0 547,0 570,0 674,3 662,5 715,7 615,0 560,0 601,4
647,0 670,0 750,7 650,0 772,3 759,4 645,0 730,0 700,0 700,0 630,0 600,0 575,0 665,0 723,0 750,0 838,5 710,0 611,0 679,2
702,0 733,0 775,0 702,0 813,4 824,0 709,5 780,0 745,0 760,0 675,0 687,5 681,0 745,0 785,0 803,2 939,8 760,0 700,0 737,0
640,3 667,8 684,7 668,3 683,4 737,4 614,2 702,9 666,3 682,3 669,0 681,8 737,5 661,1 674,3 711,0 715,7 660,6 648,2 667,7
735,4 726,1 764,1 730,8 812,9 862,3 769,8 768,4 792,2 762,9 731,2 749,0 793,7 751,2 723,0 780,8 838,5 806,7 701,3 752,4
755,1 779,6 786,9 772,7 847,3 895,0 800,9 817,6 845,4 836,5 765,6 794,1 857,3 826,6 855,6 803,2 939,8 839,5 798,0 800,6
Selanjutnya persentase perbandingan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Tahun 2008 – 2010 terlihat pada tabel 13 berikut : Tabel 13 Persentase Perbandingan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Tahun 2008 – 2010 Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kabupaten/Kota Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten
Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora
2008
2009
2010
84,72 89,84 81,51 84,89 87,73 89,04 84,72 92,09 96,83 92,17 97,39 94,66 97,19 94,88 88,42 92,44
85,69 89,72 86,00 86,04 88,22 90,46 84,95 88,92 98,51 95,81 99,95 95,13 95,74 95,20 87,77 95,00
85,95 98,90 86,55 83,32 89,02 90,39 87,80 89,97 99,37 98,93 100,00 94,00 97,56 99,36 84,93 97,52
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
38
Kode
Kabupaten/Kota
2008
2009
2010
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 33
Kabupaten Rembang Kabupaten Pati Kabupaten Kudus Kabupaten Jepara Kabupaten Demak Kabupaten Semarang Kabupaten Temanggung Kabupaten Kendal Kabupaten Batang Kabupaten Pekalongan Kabupaten Pemalang Kabupaten Tegal Kabupaten Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jawa Tengah
87,46 89,84 98,22 87,54 94,74 91,13 89,06 94,25 92,31 90,14 85,95 82,13 74,17 86,22 100,00 93,17 100,00 93,09 86,40 90,07
87,97 92,27 98,25 88,94 95,00 88,06 83,79 95,00 88,36 91,76 86,16 80,11 72,45 88,53 100,00 96,06 100,00 88,01 87,12 90,27
92,97 94,02 98,49 90,85 96,00 92,07 88,59 95,40 88,12 90,85 88,16 86,58 79,44 90,12 91,75 100,00 100,00 90,53 87,72 92,06
Apabila ditampilkan dalam grafik, persentase perbandingan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menurut Kabupaten/Kota se Jawa Tengah Tahun 2010 dapat dilihat pada gambar 6 dibawah ini :
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
39
Gambar 6 Grafik Persentase Perbandingan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Menurut Kabupaten/Kota se Jawa Tengah Tahun 2010 105 100 95
97,52 92,97 94,02 98,49 90,85 96,00 92,07 88,59 95,40 88,12 90,85 88,16 86,58 79,44 90,12 91,75 100,00 100,00 90,53 87,72
84,93
80
85,95
85
86,55 83,32 89,02 90,39 87,80 89,97
98,90
90
99,37 98,93 100,00 94,00 97,56 99,36
Persen
92,06
75
Persentase UMK terhadap KHL Kabupaten/Kota tahun 2010 Persentase UMK terhadap KHL Provinsi tahun 2010
Upah Minimum Regional Kabupaten/Kota (UMK) di Provinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan di semua Kabupaten/Kota, namun peningkatan UMR tersebut tidak atau belum menunjukkan tingkat kesejahteraan di wilayah tersebut hal ini bisa dilihat dari lebih tingginya Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di bandingkan dengan UMK. Selain itu juga UMK masih belum diterapkan oleh beberapa perusahaan sesuai dengan yang seharusnya. Kabupaten/Kota yang memiliki persentase perbandingan UMK terhadap KHL di atas persentase perbandingan UMK terhadap KHL Provinsi ada 16 Kabupaten/Kota atau sekitar 45,71%, yaitu : Kabupaten Banyumas, Kabupaten Boyolali,
Kabupaten
Klaten,
Kabupaten
Sukoharjo,
Kabupaten
Wonogiri,
Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, Kota Salatiga, dan Kota Semarang. Untuk Kabupaten/Kota yang persentase perbandingan UMK terhadap KHL di bawah persentase
perbandingan
UMK
terhadap
KHL
Provinsi
terdapat
di
19
Kabupaten/Kota atau sekitar 54,29%, yaitu: Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga,
Kabupaten
Banjarnegara,
Kabupaten
Kebumen,
Kabupaten
Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Jepara, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Batang, Kabupaten Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
40
Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal. Apabila diperbandingkan UMK antar Kabupaten/Kota pada tahun 2010 bisa diketahui bahwa Kabupaten/Kota yang paling tinggi UMK nya adalah Kota Semarang yaitu Rp 939.800,-, sedangkan Kabupaten/Kota yang paling rendah UMK nya adalah Kabupaten Banjarnegara yaitu 662.000,-.
I.
Isu - Isu Strategis Berbagai isu strategis dan permasalahan yang dialami masyarakat miskin
pada
umumnya
menunjukkan
bahwa
kemiskinan
bersumber
dari
ketidakberdayaan dan ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar; kerentanan
masyarakat menghadapi persaingan usaha; lemahnya
penanganan masalah kependudukan; ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender; dan kesenjangan pembangunan yang menyebabkan masih banyaknya wilayah tertinggal dan terisolir. Diagnosis kemiskinan juga menunjukkan faktor utama penyebab kemiskinan yang bersifat struktural, yaitu pelaksanaan kebijakan, pengelolaan anggaran dan penataan kelembagaan yang kurang mendukung, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin. Beberapa isu dan permasalahan kemiskinan di Jawa Tengah, yaitu : 1.
Tingginya Laju Pertumbuhan Penduduk dan Banyaknya Jumlah Penduduk Miskin Laju pertumbuhan penduduk di Jawa Tengah pada tahun 2009 adalah
0,77 %. Sedangkan jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah pada tahun 2010 sejumlah 5.369.200 orang (16,56%), meskipun telah mengalami penurunan bila dibanding dengan penduduk miskin tahun 2009 sejumlah 5.726.700 orang (17,72%) namun secara absolut jumlahnya penduduk miskin masih relatif banyak. Penyebaran penduduk miskin pun tidak merata, di antara 35 Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Penduduk miskin juga sebagian besar tinggal di perdesaan. 2.
Tingginya Jumlah Pengangguran Jumlah pengangguran di Jawa Tengah pada tahun 2010 sebanyak
1.046.883 orang atau 6,21% dari total jumlah angkatan kerja sebanyak 16.856.330 orang. Tingginya tingkat pengangguran ini dipengaruhi minimnya
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
41
keterampilan dan pendidikan yang dimiliki oleh penganggur sehingga sangat sulit mengakses pasar kerja. 3.
Tingginya Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian lebih kurang sebesar 2% per
tahun, akibatnya adalah berkurangnya total produksi pertanian yang berakibat pada berkurangnya ketersediaan pangan. Walaupun sektor pertanian masih menjadi lapangan pekerjaan utama penduduk Provinsi Jawa Tengah, namun pada tahun 2010 terjadi penurunan persentase daya serap sektor pertanian sebesar 1,51% dari tahun 2009. Situasi
ini dipengaruhi
oleh
lemahnya kepastian
kepemilikan
dan
penguasaan tanah. Masyarakat miskin menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Kehidupan rumah tangga petani sangat dipengaruhi oleh akses terhadap tanah dan kemampuan mobilisasi anggota keluarganya untuk bekerja di atas tanah pertanian. 4.
Belum Meratanya Pelayanan Kesehatan Dasar Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat yang diprogramkan oleh
pemerintah belum sepenuhnya menjangkau seluruh keluarga miskin yang ada di Jawa Tengah. Disisi lain keterbatasan kemampuan anggaran pemerintah baik APBN dan APBD sangat terbatas sehingga tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat miskin. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh kesulitan mendapatkan layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi, jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Di sisi lain, fasilitas rumah sakit masih didominasi oleh golongan mampu, sedang masyarakat miskin cenderung memanfaatkan pelayanan di Puskesmas. 5.
Belum Berimbangnya Kondisi Layanan Pendidikan Dasar antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan dasar
di Jawa Tengah antara lain adalah masih rendahnya kondisi sarana prasarana pendidikan dasar sesuai Standar Nasional Pendidikan (SNP) di Kabupaten/kota; Disparitas
kualifikasi
pendidikan
pendidik
pada
pendidikan
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
dasar
antar
42
Kabupaten/kota; dan Disparitas katagori (hasil akreditasi)
satuan pendidikan
dasar antar Kabupaten/kota. 6.
Bencana Alam Berbagai macam bencana alam terjadi setiap tahun di Jawa Tengah, baik
banjir, tanah longsor, kekeringan, gunung berapi, gempa bumi, angin puting beliung, kebakaran hutan dan lain-lain. Kejadian bencana alam datang secara mendadak dapat menimbulkan korban bagi masyarakat yang terkena bencana dan akibatnya masyarakat yang terkena bencana alam dapat menjadi miskin. 7.
Masih Rendahnya Realisasi Penanaman Modal Penanaman
modal
merupakan
salah
satu
solusi
bagi
terjadinya
pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja untuk megurangi tingginya angka pengangguran. Untuk itu besarnya peningkatan penanaman modal di Jawa Tengah sangat diperlukan untuk mendorong tumbuh kembangnya industri maupun usaha-usaha lain didaerah. 8.
Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha serta Rendahnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan. Masih banyaknya penduduk usia kerja yang bekerja di sektor pertanian
dalam arti luas dan industri pengolahan yang sebagian besar berstatus sebagai buruh tani dan buruh industri dengan tingkat pendidikan relatif rendah, sehingga berpengaruh terhadap tingkat penghasilannya. Masih banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor informal tanpa adanya perlindungan kerja/sosial yang memadai serta belum adanya kepastian keberlanjutan usaha. Terdapat kecenderungan menurunnya tingkat penyerapan tenaga kerja, karena meningkatnya usaha yang lebih bersifat padat modal. Masih rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan dibanding laki-laki. 9.
Terbatasnya Akses Layanan Perumahan dan Sanitasi. Masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan, dan
pertanian lahan kering kesulitan memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak. Dalam satu rumah seringkali dijumpai lebih dari satu keluarga dengan fasilitas sanitasi yang kurang memadai. Terbatasnya akses terhadap air bersih. Kesulitan untuk mendapatkan air bersih terutama Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
43
disebabkan oleh terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air. Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumberdaya alam. 10.
Lemahnya Partisipasi Masyarakat Miskin. Berbagai kasus penggusuran perkotaan, pemutusan hubungan kerja
secara sepihak, menunjukkan kurangnya dialog dan lemahnya partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan. Rendahnya partisipasi masyarakat miskin dalam perumusan kebijakan juga disebabkan oleh kurangnya informasi baik mengenai kebijakan
yang
akan
dirumuskan
maupun
mekanisme
perumusan
yang
memungkinkan keterlibatan mereka. 11.
Besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup masyarakat miskin. Rumah tangga miskin mempunyai rata-rata anggota keluarga lebih besar
daripada rumah tangga tidak miskin. Rumah tangga miskin di perkotaan rata-rata mempunyai anggota 5 orang. 12.
Masih
rendahnya
akses
usaha
kecil
dan
mikro
terhadap
permodalan usaha dan pasar ekspor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah basis perekonomian yang cukup tangguh di Jawa Tengah, sehingga kontribusi UMKM bagi penyerapan tenaga kerja sangat besar. Sayangnya prestasi ini belum sepenuhnya diimbangi dengan pelayanan permodalan yang diberikan oleh pemerintah secara optimal dan pasar ekspor juga sulit untuk ditembus karena persaingan kualitas produk disamping akses menuju tempat tujuan ekspor belum sepenuhnya mudah dijangkau. 13.
Belum optimalnya penyelenggaraan tata kepemerintahan yang amanah (Good Governance) Tuntutan untuk mewujudkan good governance sudah menjadi salah satu
isu yang harus segera diwujudkan, karena dapat menimbulkan dampak krisis finansial seperti yang terjadi tahun 1997 – 1998 yang meluas menjadi krisis multidimensial. Dampak dari krisis tersebut dapat menyebabkan jumlah pengangguran dan kemiskinan semakin bertambah karena banyaknya PHK dari beberapa perusahaan yang dilanda krisis multidimensial.
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
44
14.
Belum Terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender Dua indikator perwujudan keadilan dan kesetaraan gender adalah Indeks
Pembangunan
Gender
(IPG)
dan
Indeks
Pemberdayaan
Gender
(IDG).
Ketidakadilan dan kesetaraan juga dapat dilihat dari tingginya angka tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
45
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
BAB III REVIEW KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN
BAB III REVIEW KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan : � Masalah kemiskinan tidak dapat dipecahkan melalui kebijakan yang bersifat sektoral, parsial, dan berjangka pendek, tetapi kebijakan yang konsisten, terpadu, dan terencana � Berbagai program kemiskinan terdahulu yang bersifat parsial, sektoral, dan
charity
dalam
kenyataannya
justru
menghasilkan
kondisi
yang
kurang
menguntungkan misalnya salah sasaran, terciptanya benih-benih fragmentasi sosial, dan melemahkan kapital sosial yang ada di masyarakat seperti gotong royong, kepedulian, musyawarah, keswadayaan. Lemahnya kapital sosial pada gilirannya juga mendorong pergeseran perilaku masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan dan kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama. Kondisi kapital sosial yang memudar dan melemah salah satunya disebabkan oleh keputusan, kebijakan dan tindakan dari pengelolala program kemiskinan dan pemimpin-pemimpin masyarakat yang selama ini cenderung tidak adil dan tidak transparan, sehingga menimbulkan kecurigaan, ketidakpedulian dan skeptisme masyarakat. Pelaksanaan berbagai kebijakan publik strategis telah diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten/Kota dalam mengatasi berbagai permasalahan
kemiskinan.
Implementasi
kebijakan
tersebut,
baik
secara
langsung maupun tidak langsung memiliki dampak pada terpenuhinya hak-hak dasar warga miskin atau justru malah menurunkan taraf hidup mereka. Oleh karenanya, kaji ulang kebijakan menjadi perlu dilakukan guna menilai sejauh mana
dampak
pelaksanaan
kebijakan
tersebut
terhadap
penghormatan,
perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar warga miskin. Kaji ulang kebijakan berfungsi sebagai bahan analisis kebijakan Pronangkis kedepan serta mengukur sejauhmana komitmen dan kemitraan berbagai pihak dalam menanggulangi kemiskinan dengan menjunjung tinggi prinsip good local governance. Disisi lain, kaji ulang terhadap kebijakan publik strategis penanggulangan kemiskinan dimaksudkan untuk mengambil pelajaran dalam penyusunan SPKD Provinsi Jawa Tengah sehingga tidak terjadi kesalahan atau mengulang kesalahan yang sama dimasa mendatang seperti duplikasi anggaran pada program
dan
sasaran
yang
sama
di
level
basis
masyarakat.
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
Metode 46
pengkajiannya tidak hanya dilakukan dengan menelaah dokumen terkait, namun juga menggali aspirasi implementasi program di masyarakat melalui pendekatan yang partisipatif, apakah dalam kebijakan atau program tersebut telah terpenuhi unsur pilar penanggulangan kemiskinan. Pilar-pilar tersebut antara lain perluasan kesempatan kerja dan berusaha, pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, perlindungan dan jaminan sosial, dan peningkatan kualitas lingkungan.
A.
Paradigma Penanggulangan Kemiskinan Lama Pendekatan dan pengkajian masih berporos pada paradigma modernisasi
yang bersandar pada teori-teori pertumbuhan ekonomi dan model yang berpusat pada produksi. Kelemahan paradigma lama yaitu : 1.
Masih berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi makro, yang tidak langsung menyentuh masyarakat miskin.
2.
Kebijakan
yang
terpusat
(sentralisasi)
dan
seragam,
sementara
karakteristik kemiskinan berbeda-beda antara satu wilayah dengan wilayah yang lain sehingga penyelesaianya juga harus sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. 3.
Lebih bersifat karitatif, sesaat dan tidak berkelanjutan.
4.
Memposisikan masyarakat sebagai obyek dalam pembangunan termasuk dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
5.
Cara pandang tentang kemiskinan yang hanya berorientasi pada ekonomi, sementara
kemiskinan
merupakan
masalah
yang
kompleks
dan
penyelesaiannya tidak hanya dimensi ekonomi tetapi dari berbagai dimensi kemiskinan yang ada. 6.
Asumsi permasalahan dan penanggulangan kemiskinan yang sering dipandang sama (one fit for all).
7.
Kegiatan selama ini bersifat parsial dan sektoral yang pada akhirnya akan melemahkan kapital sosial, Lemahnya kapital sosial pada gilirannya juga mendorong pergeseran perilaku masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan daan kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama.
8.
Kurang memperhatikan keragaman budaya, sementara keragaman budaya dan kearifan lokal seringkali memberikan energi positif dalam kemandirian masyarakat.
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
47
9.
Pendekatan yang top down.
10.
Tumpang tindihnya program dan kelompok sasaran.
11.
Kurang
terintegrasi
program-program
yang
diluncurkan
sehingga
berdampak pada tumpang tindih kegiatan dan sasaran termasuk pada implementasi program yang seringkali kontradiktif. 12.
B.
Tidak berkelanjutan.
Paradigma Penanggulangan Kemiskinan Baru Pergeseran paradigma pembangunan di Indonesia mulai dari paradigma
pembangunan ekonomi, paradigma pembangunan kesejahteraan sosial, dan kini bergeser pada paradigma pembangunan manusia telah membawa dampak perubahan
dalam
kebijakan
penanggulangan
kemiskinan.
Selain
itu,
pengarusutamaan kemiskinan dalam pembangunan membawa konsekuensi setiap kebijakan pembangunan harus berorientasi dan bermanfaat bagi orang miskin (pro-poor development), baik di bidang ekonomi, sosial, politik, hukum, dan keamanan. Paradigma penanggulangan kemiskinan yang dianut pemerintah saat ini adalah paradigma pemenuhan hak-hak dasar manusia yang lebih menekankan otonomi individu dari sekedar pendekatan kebutuhan masyarakat. Komitmen
pemerintah
menandatangani
deklarasi
pencapaian
Millenium
Development Goals (MDG’s) pada September Tahun 2000 lalu merupakan langkah terukur dan signifikan dalam menanggulangi kemiskinan dengan orientasi pemenuhan hak dasar manusia. Pengakuan permasalahan kemiskinan karena tidak terpenuhinya hak-hak dasar warga miskin untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat
juga
dirumuskan
dalam
dokumen
Strategi
Nasional
Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) Tahun 2005-2009 yang telah terintegrasi kedalam dokumen RPJMN Tahun 2004-2009. Sehingga, pada tahun 2006 Pemerintah merasa perlu membangun konsensus nasional Pembangunan Manusia Indonesia (PMI) dalam bentuk kontrak sosial dengan pemerintah daerah sebagai pintu masuk untuk menjamin bahwa proses pemenuhan hak dasar manusia tersebut berjalan partisipatif. Pembangunan Manusia Indonesia berarti negara melaksanakan kewajibannya memenuhi, menghormati dan melindungi hak dasar warga negara Indonesia sesuai apa yang diamanahkan dalam UUD 1945.
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
48
TNP2K-RI
berupaya
mengembangkan
paradigma
dalam
proses
penanganan penanggulangan kemiskinan yang sifatnya sektoral, guna mengarah pada pola penanganan yang bersifat multisektoral dengan mengelompokkan program-program penanggulangan kemiskinan tersebut berdasarkan segmentasi masyarakat miskin penerima program sebagai berikut : 1.
Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan dan perlindungan sosial yang terdiri atas program yang bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin;
2.
Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat yang terdiri atas program-program yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsipprinsip pemberdayaan masyarakat;
3.
Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil terdiri atas program-program yang bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil.
Meninjau pelaksanaan kebijakan pronangkis akhir-akhir ini memunculkan kesepahaman bahwasanya pola dan paradigma baru penanganan kemiskinan secara umum setidaknya memiliki ciri sebagai berikut : 1.
Kemiskinan tidak hanya dilihat dari karakteristik orang miskin yang statis, melainkan dilihat secara dinamis;
2.
Indikator untuk mengukur kemiskinan adalah komposit;
3.
Konsep kemampuan sosial (social capabilities) dipandang dari pendapatan dalam memotret dinamika kemiskinan;
4.
Pengukuran kemampuan sosial keluarga miskin pada beberapa indikator kunci mencakup kemampuan keluarga miskin dalam memperoleh mata pencaharian (lifelihoods capabilities), memenuhi kebutuhan dasar (basic
needs fullfilment), mengelola aset (asset management), berpartisipasi dalam
kegiatan
kemasyarakatan
(access
to social capital), serta
kemampuan dalam menghadapi guncangan dan tekanan ( cope with
shocks and stresses);
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
49
5.
Berorientasi pada penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar (right-based approach) masyarakat miskin;
6.
Bertumpu pada community based development dengan pola memberikan kewenangan khususnya
kepada
masyarakat
masyarakat
lokal
sampai
dalam
pada
tingkat
pengambilan
terbawah,
keputusan
dan
pengelolaan program (people centered development); 7.
Mengedepankan keterlibatan pelaku-pelaku kunci untuk diarahkan pada pemberdayaan potensi masyarakat miskin;
8.
Mengarah pada pola-pola penanganan yang bersifat multisektoral namun tetap terkoordinir secara sistematis, holistik, partisipatif dan berkelanjutan dalam sebuah wadah kelembagaan dan payung kebijakan nasional;
9.
Terintegrasi dalam skema perencanaan pembangunan dan penganggaran daerah;
10.
Bersifat pemenuhan hak dasar utama individu dan rumah tangga miskin pada program-program nangkis berbasis perlindungan dan jaminan sosial seperti
dalam
bidang
pendidikan,
pelayanan
kesehatan,
pangan,
kesempatan kerja, sanitasi dan air bersih; 11.
Mengutamakan pendekatan partisipatif dalam setiap prosesnya, adanya unsur
desentralisasi dan pengembangan kapasitas kelembagaan pada
program-program nangkis berbasis pemberdayaan masyarakat; 12.
Dibidang pembangunan ekonomi, lebih berorientasi pada pemberdayaan dan pengembangan usaha mikro dan kecil;
13.
Mengutamakan keterlibatan perempuan dan kelompok marjinal dalam pengambilan keputusan dan seluruh proses pengelolaan program untuk mengakses pelayanan dasar;
14.
Memperhatikan keragaman budaya, bersifat inovatif dan memberdayakan masyarakat miskin.
C.
Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah Provinsi Jawa Tengah pada berbagai kesempatan seringkali sebagai tolak
ukur
dan
barometer
keberhasilan
pelaksanaan
berbagai
program
penanggulangan kemiskinan, kita ketahui bersama bahwa upaya penanggulangan kemiskinan yang diprakarsai pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Daerah saat ini telah mengalami perkembangan dan pergeseran yang cukup berarti Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
50
sesuai
dengan
arah
dan
konteks
sasaran
penanggulangan
kemiskinan.
Pencanangan PNPM Mandiri pada bulan April Tahun 2007 lalu sebagai payung kebijakan nasional penanggulangan kemiskinan menjadi momentum penting pergeseran skema proyek menuju skema program yang lebih mengedepankan prinsip keberlanjutan, kemandirian, dan kemitraan sinergis antara masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli (swasta). Program kegiatan penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel 14 berkut : Tabel 14 Program Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah No
Program
1.
PNPM Mandiri Perkotaan PNPM Mandiri Perdesaan PPIP PAKET P2KP PLPBK Pamsimas Sanimas BLT Raskin KUBE BOS KUR Pemugaran Rumah Tidak Layak Huni
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Perluasan Kesempata Kerja dan Berusaha
Output Yang Dapat Dicapai Pemberdaya Peningkatan Perlindungan an dan Kapasitas dan Jaminan Kemandirian dan Kualitas Sosial Masyarakat SDM
Peningkatan Kualitas Lingkungan
Sumber :FGD Stakeholders Provinsi Jawa Tengah
Adapun hasil program penanggulangan kemiskinan yang dikembangkan oleh
pemerintah
pusat
dan
daerah
melalui
pendekatan
pemberdayaan
masyarakat saat ini setidaknya memiliki pola-pola sebagai berikut : 1.
Kebijakannya terdesentralisasi dengan memperhatikan karakteristik dan budaya masing-masing wilayah;
2.
Memposisikan warga masyarakat sebagai pelaku pembangunan;
3.
Membangun serta melibatkan kelembagaan keswadayaan masyarakat sebagai motor penggerak dan pengendali program;
4.
Memandang
permasalahan
kemiskinan
dari
berbagai
aspek
dan
kategorisasi kelompok sasaran; 5.
Menerapkan prinsip good governance;
6.
Menerapkan pendekatan partisipatif berdasarkan kebutuhan masyarakat;
7.
Mengutamakan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
51
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
BAB IV STRATEGI, KEBIJAKAN, DAN TARGET CAPAIAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN
BAB IV STRATEGI, KEBIJAKAN, DAN TARGET CAPAIAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN
A.
Visi dan Misi Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Provinsi Jawa Tengah
merupakan bagian yang terpisahkan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah 2008 - 2013. Berdasarkan substansi yang ada di RPJMD Provinsi Jawa Tengah 2008 - 2013, kondisi dan tantangan yang dihadapi, serta modal dan potensi daerah, maka visi penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah dirumuskan sebagai berikut :
“Menurunnya Penduduk Miskin Guna Mendukung Tercapainya Masyarakat Jawa Tengah yang Semakin Sejahtera�
Untuk mewujudkan visi tersebut ditempuh melalui 5 (lima) misi sebagai berikut : 1.
Melakukan pemberdayaan masyarakat miskin dan perempuan secara terprogram dan berkesinambungan;
2.
Menciptakan
perluasan
kesempatan
kerja
dan
berusaha
serta
mengembangkan UMKM; 3.
Meningkatkan
akses
pelayanan
dasar
dan
perlindungan
sosial
bagi
masyarakat miskin dan perempuan; 4.
Mengembangkan sumber daya manusia yang produktif berbasis pada sektor pertanian dan perdesaan;
5.
Membangun komitmen dan kemitraan seluruh pihak dalam penanggulangan kemiskinan;
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
52
B.
Prinsip Dasar Penanggulangan Kemiskinan
1.
Kesamaan Hak Penanggulangan kemiskinan menjamin adanya hak tanpa membedakan atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial ekonomi, jenis kelamin, usia, bahasa dan keyakinan politik;
2.
Manfaat Bersama Penanggulangan kemiskinan harus memberikan manfaat bagi semua pihak, terutama bagi masyarakat miskin;
3.
Kemandirian Penanggulangan kemiskinan harus menjamin peningkatan kemandirian masyarakat miskin, bukan justru meningkatkan ketergantungan pada pihak lain, termasuk kepada pemerintah;
4.
Kebersamaan Penanggulangan kemiskinan menjadi tanggung jawab bersama dilakukan secara terpadu dengan keterlibatan aktif semua pihak, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat termasuk masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan;
5.
Transparansi Penanggulangan kemiskinan menekankan asas keterbukaan bagi semua pihak melalui pelayanan dan penyediaan informasi bagi semua pihak termasuk masyarakat miskin;
6.
Akuntabilitas Seluruh proses, mekanisme dan hasil dari penanggulangan kemiskinan harus dapat dipertanggungjawabkan ke seluruh pemangku kepentingan;
7.
Partisipasi Terbukanya perencanaan,
keterlibatan pelaksanaan,
berbagai monitoring
pemangku dan
kepentingan
evaluasi
dalam
penanggulangan
kemiskinan dengan mempertimbangkan keterwakilan masyarakat miskin; 8.
Keberlanjutan Penanggulangan kemiskinan harus menjamin pelaksanaan pembangunan pemberdayaan secara terus menerus. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
53
C.
Kebijakan Dalam Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Pananggulangan Kemiskinan, pada pasal 1 disebutkan bahwa Penanggulangan Kemiskinan adalah kebijakan dan program pemerintah dan pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis terencana dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan
rakyat. Sedangkan arah kebijakan penanggulangan
kemiskinan seperti disebutkan dalam pasal 2 adalah sebagai berikut : (1) arah kebijakan penanggulangan kemiskinan nasional berpedoman pada
Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP); (2) arah kebijakan penanggulangan kemiskinan daerah berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD). Terkait dengan hal ini penanggulangan kemiskinan tidak termasuk kategori sektor atau urusan, namun merupakan program lintas sektor yang bersifat
mainstreaming (pengarusutamaan), dan bisa melekat pada setiap urusan pembangunan daerah. Dalam dokumen RPJP-D Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 - 2025 disebutkan bahwa tujuan pembangunan jangka panjang daerah Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2025 adalah mewujudkan daerah dan masyarakat Jawa Tengah yang mandiri, maju, sejahtera, dan lestari sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan sasaran pokok yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1.
Terwujudnya sumber daya manusia dan masyarakat Jawa Tengah yang berkualitas, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, sehat, serta berbudaya.
2.
Terwujudnya perekonomian daerah yang berbasis pada potensi unggulan daerah dengan dukungan rekayasa teknologi dan berorientasi pada ekonomi kerakyatan.
3.
Terwujudnya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang optimal dengan tetap menjaga kelestarian fungsinya dalam menopang kehidupan.
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
54
4.
Terwujudnya kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana yang menunjang pengembangan wilayah, penyediaan pelayanan dasar dan pertumbuhan ekonomi daerah.
5.
Terwujudnya kehidupan masyarakat yang sejahtera, aman, damai dan bersatu dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) didukung dengan kepastian hukum dan penegakan HAM serta keadilan dan kesetaraan gender.
Sedangkan arah Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 - 2025 adalah sebagai berikut : 1.
Mewujudkan sumber daya manusia dan masyarakat jawa tengah yang berkualitas, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, sehat, serta berbudaya.
2.
Mewujudkan perekonomian daerah yang berbasis pada potensi unggulan daerah dengan dukungan rekayasa teknologi dan berorientasi pada ekonomi kerakyatan.
3.
Mewujudkan kehidupan politik dan tata pemerintahan yang baik ( good
governance), demokratis dan bertanggung jawab, didukung oleh kompetensi dan profesionalitas aparatur, bebas dari praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) serta pengembangan jejaring. 4.
Mewujudkan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana yang menunjang pengembangan wilayah, penyediaan pelayanan dasar dan pertumbuhan ekonomi daerah. Sementara itu dalam pasal 3 Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010
disebutkan bahwa Strategi percepatan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan : 1.
Mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin;
2.
Meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin;
3.
Mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil;
4.
Mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.
Sedangkan dalam pasal 5 disebutkan bahwa
program percepatan
penanggulangan kemiskinan terdiri dari :
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
55
1.
Kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar,pengurangan beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin;
2.
Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, mengembangkan potensi dan kelompok masyarakat miskin pembangunan yang didasarkan pemberdayaan masyarakat;
3.
Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil;
4.
Program-program lainnya yang baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin.
Dalam rangka mengurangi jumlah penduduk miskin dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, perlu dirumuskan berbagai kebijakan untuk mencapai tujuan tersebut. Kebijakan yang dilakukan dalam pelaksanaan penanggulangan kemiskinan perlu dilaksanakan secara koordinatif, terpadu, terukur, sinergis dan terencana yang dilandasi oleh kemitraan dan keterlibatan berbagai pihak dan dikelola sebagai suatu gerakan bersama penanggulangan kemiskinan. Berbagai kebijakan yang diambil antara lain:
1.
Kebijakan Ekonomi yang Pro Growth, Pro Job, Pro Poor, dan Pro
Environment Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, mengarahkan kebijakan ekonomi pada terwujudnya lingkungan yang kondusif bagi pengembangan usaha dan terbukanya kesempatan berusaha yang luas bagi peningkatan kapabilitas masyarakat. Penjabaran dari kebijakan di bidang ini antara lain: a.
Upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dilakukan melalui berbagai kebijakan
yang
diarahkan
untuk
mengembangkan
iklim
investasi
di
perdesaan, meningkatkan produktivitas, memperluas perdagangan dan meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan; b.
Kebijakan pembangunan infrastruktur yang mendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat
miskin
dan
merangsang
investor
untuk
mengembangkan usaha di wilayah perdesaan; Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
56
c.
Kebijakan pengembangkan investasi yang mendasarkan pada pertumbuhan ekonomi yang banyak menyerap tenaga kerja dan pengembangan usaha perdesaan, reformasi perijinan investasi, pengembangan industrialisasi perdesaan untuk memicu dan memacu perkembangan wilayah, peningkatan daya tarik investasi dan menjamin kepastian investasi;
d.
Kebijakan di bidang pertanian ditempuh dengan berbagai upaya antara lain: reorientasi pengelolaan usaha tani, peningkatan akses petani dan nelayan terhadap modal, prasarana dan sarana, teknologi dan pasar;
e.
Kebijakan di bidang perdagangan ditempuh melalui peningkatan kemudahan dalam perdagangan terutama bagi pelaku usaha kecil dan mikro dan koperasi bagi petani dan nelayan, kelancaran aliran barang, jasa dan manusia antar wilayah, pemberian perlindungan pada perdagangan hasil pertanian dan usaha kecil;
f.
Kebijakan di bidang tenaga kerja ditempuh melalui penetapan upah minimum provinsi; jaminan perlindungan bagi tenaga kerja informal dan kesetaraan antara pekerja laki-laki dan perempuan.
2.
Kebijakan Perluasan Kesempatan Kerja dan Berusaha Upaya perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui berbagai
kebijakan yang diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan produktifitas tenaga kerja dan usaha. a.
Kebijakan untuk menciptakan lapangan kerja. Kebijakan
untuk
menciptakan
lapangan
kerja
dilaksanakan
dengan
memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat miskin dan mampu menjamin penghasilan yang tetap. Selain itu juga mendorong masyarakat miskin untuk belajar berusaha secara mandiri melalui kelompok, sehingga mampu mewujudkan jiwa kewirausahaan. 1)
Peningkatan kesempatan kerja masyarakat miskin. Upaya peningkatan kesempatan kerja dilakukan melalui penciptaan lapangan kerja produktif dengan memanfaatkan potensi lokal secara optimal dan dilakukan secara mandiri.
2)
Peningkatan akses permodalan bagi masyarakat miskin. Peningkatan
akses
permodalan
dilakukan
dengan
membangun
kemitraan bersama koperasi, instansi terkait, lembaga keuangan dan
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
57
BUMN/BUMD. Selain itu dilakukan pula pendampingan pengelolaan manajerial dan pemasaran. 3)
Pengembangan usaha. Pengembangan usaha dilakukan melalui pengembangan budaya usaha dan pelatihan kewirausahaan.
b.
Kebijakan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja antara lain : 1)
Pengembangan kewirausahaan. Upaya ini dilakukan dengan penguatan kelembagaan dan kemampuan manajemen usaha.
2)
Peningkatan kapasitas kerja masyarakat miskin. Upaya
ini
dilakukan
melalui
peningkatan
kualitas,
kompetensi,
kemampuan manajemen dan penerapan teknologi tepat guna. c.
Kebijakan untuk meningkatkan usaha produktif bagi masyarakat miskin, meliputi : 1)
Pengembangan usaha pada masyarakat miskin. Pengembangan usaha dilakukan melalui pendampingan kegiatan usaha, peningkatan perlindungan usaha dan disertai pembentukan serta pengembangan sentra-sentra usaha.
2)
Peningkatan akses sumberdaya produktif bagi kelompok masyarakat miskin. Peningkatan
akses
sumberdaya
produktif
dilakukan
melalui
pemberdayaan masyarakat untuk memanfaatkan potensi lokal dengan penggunaan teknologi tepat guna, sehingga diharapkan mampu meningkatkan kegiatan usaha. 3.
Kebijakan Pengurangan Kesenjangan Antar Wilayah Upaya pengurangan kesenjangan antar wilayah dilakukan melalui berbagai
langkah yang diarahkan untuk mempercepat pembangunan wilayah desa tertinggal, terpencil, perbatasan dan wilayah pasca bencana antara lain meliputi : a.
Peningkatan pembangunan prasarana dan sarana dasar di wilayah tertinggal, pesisir, perbatasan provinsi dan pasca bencana.
b.
Peningkatan investasi dan pengembangan usaha di wilayah tertinggal, pesisir, perbatasan provinsi dan pasca bencana. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
58
c.
Revitalisasi
kebijakan
penataan
ruang
wilayah
yang
sesuai
dengan
peruntukannya dan berwawasan lingkungan secara berkelanjutan. d.
Peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah dan masyarakat di wilayah tertinggal, pesisir, perbatasan provinsi dan pasca bencana.
e.
Peningkatan
kerjasama
pembangunan
antar
daerah
dalam
rangka
pengembangan potensi daerah. 4.
Kebijakan Pemenuhan Hak Dasar Kebijakan
penanggulangan
kemiskinan
dipusatkan
pada
prioritas
penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak atas pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, tanah, lingkungan hidup dan sumber daya alam, rasa aman, dan berpartisipasi dengan memperhitungkan kemajuan secara bertahap. Kebijakan pemenuhan hak dasar masyarakat meliputi: a.
b.
Pemenuhan hak pangan bagi masyarakat meliputi: 1)
Peningkatan produksi dan distribusi pangan secara merata;
2)
Peningkatan dan stabilitas ketahanan pangan lokal;
3)
Peningkatan pendapatan petani dan nelayan;
4)
Peningkatan pengetahuan masyarakat akan diversifikasi pangan;
5)
Peningkatan sistem kewaspadaan dini dalam gizi dan rawan pangan.
Pemenuhan hak atas layanan kesehatan, meliputi : 1)
Peningkatan dalam penyediaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin;
2)
Peningkatan pengetahuan masyarakat miskin tentang arti pentingnya kesehatan dan gizi masyarakat;
3)
Peningkatan
kerjasama
global
dalam
penanggulangan
masalah
kesehatan. c.
Pemenuhan hak atas layanan pendidikan, meliputi : 1)
Peningkatan partisipasi layanan pendidikan baik formal maupun non formal bagi masyarakat miskin;
2)
Pemberian kesempatan bagi anak berprestasi dari keluarga miskin untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi;
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
59
3)
Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan di daerah terisolir, tertinggal, perbatasan provinsi.
d.
Pemenuhan hak atas perumahan, meliputi : 1)
Penyediaan rumah yang layak dan sehat yang terjangkau bagi masyarakat miskin;
2)
Peningkatan
perlindungan
terhadap
lingkungan
permukiman
dan
perumahan rakyat terutama komunitas adat. e.
Pemenuhan hak atas air bersih dan sanitasi, meliputi : 1)
Penyediaan air bersih bagi masyarakat di daerah tertipencil, tertinggal, pesisir dan perbatasan provinsi;
2)
Peningkatan sanitasi lingkungan masyarakat miskin didaerah tertinggal, terpencil, pesisir dan perbatasan provinsi serta daerah kumuh.
f.
Pemenuhan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, meliputi : 1)
Pengembangan
sistem
pengelolaan
sumberdaya
alam
yang
berkelanjutan; 2)
Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup;
3)
Menjalin kerjasama global dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan.
g.
Pemenuhan hak atas tanah, meliputi : 1)
Peningkatan peran masyarakat dalam penataan ruang daerah;
2)
Melindungi hak atas tanah bagi komunitas adat, kelompok rentan dan tanah ulayat;
3)
Optimalisasi pemanfaatan tanah secara terencana dan sesuai tata ruang daerah.
h.
Pemenuhan hak untuk berpartisipasi, meliputi : 1)
Pengembangan partisipasi masyarakat melalui mekanisme transparansi dalam proses pembangunan tanpa diskriminasi;
2) i.
Peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat miskin.
Perwujudan keadilan, rasa aman dan kesetaraan gender, meliputi : 1)
Mendorong pengarusutamaan gender di masyarakat;
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
60
2)
Peningkatan pelayanan publik yang berkeadilan gender, perlindungan terhadap perempuan baik di sektor publik maupun domestik dan partipasi perempuan dalam pengambilan keputusan;
3) j.
Memperkuat kelembagaan dan organisasi perempuan.
Memperluas partisipasi masyarakat miskin dalam keseluruhan proses pembangunan.
5.
Kebijakan Percepatan Pembangunan Perdesaan. Upaya percepatan pembangunan perdesaan dilakukan dengan mengarahkan
kembali orientasi pembangunan ke perdesaan yang bersifat menyeluruh, terkait pengembang sumberdaya manusia, sumberdaya alam dan lingkungan, sosial budaya, politik dan kewilayahan. Segenap potensi masyarakat Jawa Tengah, baik pengetahuan, ketrampilan, teknologi, dan informasi serta permodalan diarahkan untuk mendukung pembangunan perdesaan secara terpadu. Hal tersebut sejalan dengan gerakan pembangunan �Bali nDeso mBangun Deso � yang kesemuanya ditujukan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, antara lain digunakan dalam bentuk : a.
Revitalisasi pertanian dalam arti luas dalam bentuk reorientasi pengelolaan usaha tani, peningkatan akses petani dan nelayan terhadap modal, sarana dan prasarana, teknologi dan pasar.
b.
Peningkatan
dan
perbaikan
infrastruktur
perdesaan
dalam
rangka
mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat miskin dan menarik investor mengembangkan usaha di perdesaan. c.
Memperkuat kelembagaan masyarakat dalam rangka mengoptimalkan modal sosial (social capital ).
d.
Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, agar masyarakat berperan aktif dalam pembangunan dan kelembagaan di perdesaan.
e.
Menciptakan iklim yang kondusif, agar kegiatan usaha dapat tumbuh berkembang dan mandiri di wilayah perdesaan.
f.
Menjamin kestabilan ketersediaan pangan.
g.
Menjamin kualitas harga komoditas pertanian dan perlindungan pasar, agar menguntungkan bagi petani.
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
61
6.
Kebijakan Percepatan Pembangunan Perkotaan.
a.
Memperluas pelayanan publik dan kemampuan berusaha bagi masyarakat miskin perkotaan tanpa diskriminasi gender.
b.
Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat miskin perkotaan.
c.
Meningkatkan kepastian penguasaan dan pemilikan permukiman yang layak bagi masyarakat miskin.
D.
Strategi Pilihan strategi sangat tergantung kepada fenomena yang ada. Fenomena
kemiskinan yang berdimensi ekonomi pendekatan strateginya dilakukan dengan dua strategi utama, yaitu pertama, mengurangi beban biaya bagi penduduk miskin dan
kedua, meningkatkan pendapatan dan daya beli penduduk miskin. Bentuk kebijakan riil dari strategi pertama yang ditempuh adalah dengan mengurangi pengeluaran melalui pengurangan beban kebutuhan dasar seperti akses pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang mempermudah dan mendukung kegiatan sosial ekonomi. Bentuk kebijakan riil strategi kedua, adalah melalui peningkatan kapasitas, harga diri
dan produktivitas bagi penduduk miskin agar memperoleh kesempatan dan
hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan ekonomi , sosial dan politik yang berkesinambungan. Kemiskinan
merupakan
permasalahan
bangsa
yang
mendesak
dan
memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistemik, terpadu dan menyeluruh. Dalam rangka memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak, diperlukan langkah-langkah strategis, komprehensif dan aplikatif. Penanggulangan kemiskinan yang komprehensif memerlukan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha (sektor swasta) dan masyarakat merupakan
pihak-pihak
yang
memiliki
tanggung jawab sama terhadap kemiskinan. Pemerintah telah melaksanakan penanggulangan kemiskinan melalui berbagai program dalam upaya pemenuhan hak-hak
dasar warga
negara
secara
layak, meningkatkan kesejahteraan sosial
ekonomi masyarakat miskin, penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat serta melaksanakan percepatan pembangunan daerah tertinggal dalam upaya mencapai masyarakat Indonesia yang sejahtera, demokratis dan
berkeadilan.
Namun keseluruhan upaya tersebut belum maksimal jika tanpa dukungan dari
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
62
para pemangku kepentingan lainnya secara koordinatif, integratif, sinkronisasi, sinergis dan berkesinambungan. Penanggulangan
kemiskinan
dilakukan
secara
komprehensif
dengan
memperhatikan strategi utama, sebagai berikut: 1.
Strategi 1 : Pemberdayaan Kelompok Masyarakat Miskin Pemberdayaan masyarakat adalah serangkaian kegiatan untuk meningkatkan
aset dan kemampuan masyarakat miskin, agar mau dan mampu mengakses berbagai sumberdaya, tanah pertanian, permodalan, teknologi dan pasar. Upaya
pemberdayaan
masyarakat
mempunyai
tujuan
meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan kelompok miskin beserta keluarganya baik dengan meningkatkan usaha yang ada maupun dengan menciptakan kesempatan kerja baru, serta meningkatkan daya tawar mereka melalui pendampingan yang partisipatif dan berkelanjutan. Upaya memberdayakan penduduk miskin menjadi sangat penting untuk meningkatkan Dalam
efektivitas
dan keberlanjutan
upaya penanggulangan
kemiskinan
penanggulangan sangat
penting
kemiskinan. untuk
tidak
memberlakukan penduduk miskin semata-mata sebagai obyek pembangunan. Upaya untuk memberdayakan penduduk miskin perlu dilakukan agar penduduk miskin dapat berupaya keluar dari kemiskinan dan tidak jatuh kembali ke dalam jebakan kemiskinan. Pentingnya pelaksana strategi dengan prinsip ini menimbang kemiskinan juga disebabkan oleh ketidakadilan dan struktur ekonomi yang tidak berpihak kepada
kaum
terdistribusi
miskin.
Hal
ini menyebabkan
output
pertumbuhan
tidak
secara merata pada semua kelompok masyarakat. Kelompok
masyarakat miskin, yang secara politik, sosial, dan ekonomi tidak berdaya, jarang menikmati hasil pembangunan tersebut secara proporsional. Bahkan, sering proses pembangunan itu justru membuat mereka mengalami marjinalisasi, baik secara fisik maupun sosial disebabkan konsep
pembangunan yang ditujukan
untuk
menanggulangi kemiskinan umumnya melalui mekanisme atas bawah (top down). Kelemahan dari mekanisme atas bawah (top down) adalah tanpa penyertaan partisipasi masyarakat. Semua inisiatif program penanggulangan kemiskinan berasal dari
pemerintah (pusat),
demikian
pula
dengan penanganannya. Petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis implementasi program selalu dibuat seragam tanpa memperhatikan karakteristik masyarakat miskin di masing-masing daerah. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
63
Akibatnya, program yang diberikan sering tidak mempunyai korelasi dengan prioritas dan kebutuhan masyarakat miskin setempat. Dengan pertimbanganpertimbangan
tersebut,
upaya
secara menyeluruh
disertai
dengan
pemberdayaan masyarakat miskin menjadi salah satu prinsip utama dalam strategi penanggulangan kemiskinan. Agar terjadi optimalisasi dalam pemberdayaan masyarakat, perlu dirumuskan strategi dalam pemberdayaan masyarakat. Rumusan strategi tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Pendekatan kelompok Dengan berkelompok masyarakat miskin mau dan mampu bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama, berdasarkan potensi dari, oleh dan untuk kepentingan mereka bersama.
2.
Keswadayaan Sejak penumbuhan kelompok, masyarakat miskin sudah didorong untuk berusaha atas dasar kemauan dan kemampuan mereka sendiri dan tidak selalu tergantung kepada bantuan dan pertolongan dari luar.
3.
Kesatuan Keluarga Kepala keluarga beserta anggota keluarga merupakan satu kesatuan untuk kemajuan kesejahteraan mereka. Untuk itu peran serta aktif seluruh anggota keluarga sangat diperlukan, terlebih anggota keluarga yang perempuan.
4.
Kemitraan Masyarakat miskin adalah pelaku utama dalam penanggulangan kemiskinan. Untuk meningkatkan efektivitas upaya tersebut perlu membangun kerjasama dengan pemerintah, sektor bisnis dan akademisi sebagai mitra kerja.
5.
Bekerja sambil belajar Pendampingan orang miskin dilakukan melalui proses saling belajar-mengajar dan
bekerja
sama
dari
mengidentifikasi,
menganalisa,
memutuskan,
melaksanakan dan memetik hasilnya secara berkelanjutan. 6.
Kebersamaan Agar kelompok orang miskin mampu menjadi gerakan rakyat akar rumput maka anggota kelompok haruslah dari orang miskin yang saling mengenal, saling
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
64
percaya dan mempunyai kepentingan yang sama untuk mencapai tujuan bersama. 7.
Pendekatan Orang miskin sebagai pelaku penanggulangan kemiskinan perlu melibatkan seluruh anggota keluarga dengan prinsip kesetaraan gender.
2.
Strategi 2 : Peningkatan Akses Pelayanan Dasar Prinsip kedua dalam penanggulangan
kemiskinan adalah memperbaiki
akses kelompok masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar. Akses terhadap pelayanan pendidikan, kesehatan, air bersih dan sanitasi, serta pangan dan gizi akan membantu mengurangi
biaya
yang
harus
dikeluarkan
oleh
kelompok
masyarakat miskin. Disisi lain peningkatan akses terhadap pelayanan dasar mendorong peningkatan investasi modal manusia (human capital). Salah satu bentuk peningkatan akses pelayanan dasar penduduk miskin terpenting adalah peningkatan akses pendidikan. Pendidikan harus diutamakan mengingat dalam jangka panjang merupakan cara yang efektif bagi penduduk miskin
untuk
keluar
dari kemiskinan. Sebaliknya, kesenjangan pelayanan
pendidikan antara penduduk miskin dan tidak miskin akan melestarikan kemiskinan melalui pewarisan kemiskinan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Anakanak dari keluarga miskin yang tidak dapat mencapai tingkat pendidikan yang mencukupi sangat besar kemungkinannya untuk tetap miskin sepanjang hidupnya. Selain pendidikan, perbaikan akses yang juga harus diperhatikan adalah akses terhadap pelayanan kesehatan. Status kesehatan yang lebih baik akan dapat meningkatkan produktivitas dalam bekerja dan berusaha bagi penduduk miskin. Hal ini akan memungkinkan mereka untuk menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dan keluar dari kemiskinan. Selain itu, peningkatan akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak menjadi poin utama untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Konsumsi air minum yang tidak layak dan buruknya sanitasi perumahan meningkatkan kerentanan individu dan kelompok masyarakat terhadap penyakit.
3.
Strategi 3 : Pembangunan yang Inklusif Pembangunan
yang
inklusif
diartikan
sebagai
pembangunan
yang
mengikutsertakan dan sekaligus memberi manfaat kepada seluruh masyarakat. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
65
Partisipasi menjadi kata kunci dari seluruh pelaksanaan pembangunan. Fakta di berbagai negara menunjukkan bahwa kemiskinan hanya dapat berkurang dalam suatu perekonomian yang tumbuh secara dinamis. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang stagnan hampir bisa dipastikan berujung pada peningkatan angka kemiskinan. Pertumbuhan harus mampu menciptakan lapangan kerja dalam
jumlah
besar.
Selanjutnya,
produktif
diharapkan terdapat multiplier effect pada
peningkatan pendapatan mayoritas penduduk, peningkatan taraf hidup, dan pengurangan angka kemiskinan. Untuk mencapai kondisi sebagaimana dikemukakan di atas, perlu diciptakan iklim usaha yang kondusif di dalam negeri, sehingga stabilitas ekonomi
makro
merupakan prasyarat penting untuk dapat mengembangkan dunia usaha. Selain itu juga diperlukan kejelasan dan kepastian berbagai kebijakan dan peraturan. Begitu juga, diperlukan
kemudahan
berbagai
hal
seperti
ijin
berusaha,
perpajakan dan perlindungan kepemilikan. Selanjutnya, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) harus didorong untuk terus menciptakan nilai tambah, termasuk melalui pasar ekspor. Pertumbuhan yang berkualitas juga mengharuskan adanya prioritas lebih pada sektor perdesaan dan pertanian. Daerah perdesaan dan sektor pertanian merupakan tempat di mana penduduk miskin terkonsentrasi. Dengan demikian, pengembangan perekonomian perdesaan dan sektor pertanian memiliki potensi besar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang menghasilkan penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar dan pengurangan kemiskinan secara signifikan. Pembangunan kewilayahan.
Setiap
yang
inklusif
daerah
di
juga
penting
Indonesia
dapat
dipahami berfungsi
dalam sebagai
pertumbuhan dengan sumber daya dan komoditi unggulan yang Perekonomian
daerah
ini
yang
kemudian
konteks pusat
berbeda.
akan membentuk karakteristik
perekonomian nasional. Pengembangan ekonomi lokal menjadi penting untuk memperkuat ekonomi domestik.
4. Strategi 4 : Mensinergikan Kebijakan dan Pengelompokan Program Penanggulangan Kemiskinan Strategi
mensinergikan
kebijakan
dan
pengelompokan
program
penanggulangan kemiskinan di bagi dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu :
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
66
a.
Kelompok 1 : Kelompok Program Bantuan Sosial Terpadu Berbasis Keluarga Program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga bertujuan untuk memenuhi
hak dasar, pengurangan beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup penduduk miskin. Bantuan sosial terpadu berbasis keluarga memiliki karakteristik bantuan langsung tunai bersyarat bagi keluarga sangat miskin, keluarga miskin dan keluarga hampir miskin. Cakupan program pada kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, meliputi : 1)
Bantuan langsung kepada keluarga sasaran, bantuan langsung dapat berupa bantuan tunai bersyarat (Program Keluarga
Harapan/PKH),
Bantuan Langsung Bersyarat (conditional cash transfer), bantuan langsung dalam bentuk
barang, misalnya pemberian beras bagi masyarakat miskin
(raskin), serta bantuan bagi kelompok masyarakat rentan seperti mereka yang cacat, lansia, yatim/piatu dan sebagainya; 2)
Bantuan pendidikan berupa beasiswa dan pendidikan anak usia dini;
3)
Bantuan kesehatan termasuk pendidikan bagi orang tua bekaitan dengan kesehatan dan gizi (parenting education) melalui pemberian pelayanan kesehatan yang ditunjuk.
b.
Kelompok 2 : Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Kelompok
pemberdayaan
program masyarakat
penanggulangan bertujuan
memperkuat kapasitas kelompok
untuk
kemiskinan
berbasis
mengembangkan potensi dan
masyarakat miskin
untuk terlibat dalam
pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat. Program
pada
kelompok program
penanggulangan
kemiskinan
berbasis
pemberdayaan masyarakat memiliki ciri sebagai berikut : 1)
Masyarakat terlibat langsung dalam kegiatan pembangunan, dari mulai tahap perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan
serta
pemeliharaan
dan
pelestariannya; 2)
Pengelolaan program dilaksanakan melalui kelembagaan masyarakat di tingkat desa/kelurahan secara transparan dan akuntabilitas;
3)
Pemerintah menyediakan tenaga pendampingan ( technical assistance) secara berjenjang dari mulai tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan tingkat pusat. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
67
Cakupan bidang pada kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat dapat diklasifikasikan berdasarkan : 1)
Pembangunan
infrastruktur
pendukung
sosial
ekonomi
di
tingkat
desa/kelurahan; 2)
Peningkatan kapasitas ( capacity building) bagi masyarakat miksin;
3)
Pinjaman modal bagi keluarga miskin pelaku usaha mikro dan kecil melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM) bukan bank dan bukan koperasi di tingkat desa/kelurahan dan atau kecamatan;
4)
Bantuan sosial/santunan bagi Rumah Tangga Sangat Miskin/RTSM (orang lanjut usia/lansia, beasiswa dan peningkatan gizi balita). Penerima manfaat adalah kelompok masyarakat yang dikategorikan miskin
dan hampir miskin.
c.
Kelompok 3 : Kelompok
Program
Penangulangan Kemiskinan
Berbasis Pemberdayaan Usaha Ekonomi Mikro dan Kecil Program
penanggulangan
kemiskinan
berbasis
pemberdayaan usaha
ekonomi mikro dan kecil adalah program yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan
ekonomi
masyarakat
dengan
Karakteristik program pada kelompok program berbasis
berbasis
sumberdaya
penanggulangan
lokal.
kemiskinan
pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil adalah dengan
pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk memberikan akses modal bagi masyarakat kecil. Cakupan pada kelompok program penanggulangan kemiskinan barbasis pemberdayaan usaha kecil dan mikro adalah : 1)
Perluasan penyaluran kredit dalam upaya meningkatkan jumlah kredit dan debitur usaha mikro dan kecil pada kelompok program penanggulangan kemiskinan barbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan
kecil,
pemerintah daerah diharapkan dapat merumuskan pelaksanaan perluasan Kredit Usaha Rakyat (KUR); 2)
Penguatan kelembagaan dalam upaya meningkatkan kelembagaan mikro bukan
bank
dan
penanggulangan
bukan
koperasi
kemiskinan
pada
barbasis
kelompok pemberdayaan
program usaha
ekonomi mikro dan kecil, melalui : a)
Pendataan Lembaga Keuangan Mikro dan Kecil (LKM) bukan bank dan bukan koperasi;
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
68
b)
Pendampingan
terhadap
Lembaga
Keuangan
Mikro (LKM) yang
belum berbadan hukum; c)
Pembinaan
dan
pengawasan
terhadap
Lembaga Keuangan
Mikro (LKM). Penerima manfaat kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil adalah kelompok masyarakat hampir miskin yang kegiatan usahanya pada skala mikro dan kecil dan yang dinilai layak untuk mendapatkan bantuan program.
5.
Strategi 5 : Memperbaiki Program Perlindungan Sosial Prinsip
pertama
adalah
memperbaiki
dan
mengembangkan
sistem
perlindungan sosial bagi penduduk miskin dan rentan. Sistem perlindungan sosial dimaksudkan untuk membantu individu dan masyarakat menghadapi goncangangoncangan (shocks) dalam hidup, seperti jatuh sakit, kematian anggota keluarga, kehilangan pekerjaan, ditimpa bencana dan sebagainya. Sistem perlindungan sosial yang efektif akan mengantisipasi agar seseorang atau
masyarakat
yang
mengalami
goncangan
tidak sampai jatuh miskin.
Penerapan strategi ini antara lain didasari satu fakta besarnya jumlah masyarakat yang rentan jatuh dalam kemiskinan di Indonesia. Di samping menghadapi masalah tingginya potensi kerawanan sosial, Indonesia juga dihadapkan pada fenomena terjadinya populasi penduduk tua ( population ageing) pada struktur demografinya. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan beban ekonomi terhadap generasi muda untuk menanggung mereka atau tingginya rasio ketergantungan. Tingginya tingkat kerentanan juga menyebabkan tingginya kemungkinan untuk masuk atau keluar dari kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menanggulangi semakin besarnya kemungkinan orang jatuh miskin, perlu dilaksanakan suatu program bantuan sosial untuk melindungi mereka yang tidak miskin agar tidak menjadi miskin dan mereka yang sudah miskin agar tidak menjadi lebih miskin.
E.
Target Capaian Penanggulangan Kemiskinan Adapun
persentase
kemiskinan
masing-masing
Kabupaten/Kota
yang
ditargetkan untuk dicapai dari tahun 2011 hingga tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 15 berikut : Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
69
Tabel 15 Target Capaian Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2015
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
KABUPATEN/KOTA Kab Cilacap Kab Banyumas Kab Purbalingga Kab Banjarnegara Kab Purworejo Kab Wonosobo Kab Magelang Kab Boyolali Kab Wonogiri Kab Sragen Kab Blora Kab Rembang Kab Pati Kab Demak Kab Semarang Kab Temanggung Kab Kendal Kab Batang Kab Pekalongan Kab Pemalang Kab Tegal Kab Brebes Kab Jepara Kab Grobogan Kab Kudus Kab Klaten Kab Karanganyar Kab Sukoharjo Kab Kebumen Kota Semarang Kota Salatiga Kota Magelang Kota Tegal Kota Surakarta Kota Pekalongan Jawa Tengah
2011 17.51 19.23 22.50 19.41 15.48 23.38 13.76 14.51 16.59 17.82 16.06 23.51 14.38 17.73 9.62 13.59 14.51 15.04 16.06 20.03 12.44 22.06 8.56 16.89 9.70 17.91 13.32 10.48 23.47 4.19 6.62 8.91 8.82 13.37 7.50 15.00
TARGET CAPAIAN 2012 2013 2014 15.69 13.87 12.05 17.23 15.23 13.23 20.16 17.82 15.48 17.39 15.37 13.35 13.87 12.26 10.65 20.95 18.52 16.09 12.33 10.90 9.47 13.00 11.49 9.98 14.86 13.14 11.41 15.97 14.11 12.26 14.39 12.72 11.05 21.06 18.62 16.17 12.88 11.39 9.89 15.89 14.04 12.20 8.62 7.62 6.62 12.18 10.76 9.35 13.00 11.49 9.98 13.48 11.91 10.35 14.39 12.72 11.05 17.95 15.86 13.78 11.15 9.85 8.56 19.77 17.47 15.18 7.67 6.78 5.89 15.13 13.38 11.62 8.69 7.68 6.67 16.05 14.18 12.32 11.93 10.55 9.16 9.39 8.30 7.21 21.03 18.59 16.15 3.75 3.32 2.88 5.93 5.24 4.55 7.98 7.06 6.13 7.90 6.99 6.07 11.98 10.59 9.20 6.72 5.94 5.16 13.44 11.88 10.32
2015 10.21 11.22 13.13 11.32 9.03 13.64 8.03 8.46 9.68 10.40 9.37 13.71 8.39 10.34 5.61 7.93 8.46 8.77 9.37 11.68 7.26 12.87 4.99 9.85 5.66 10.45 7.77 6.11 13.69 2.44 3.86 5.20 5.15 7.80 4.38 8.75
Berdasarkan persentase target capaian persentase penduduk miskin dapat diketahui target penurunan di atas 2 persen tahun 2011 ke tahun 2012 ada pada 3 Kabupaten yaitu Kabupaten Kebumen, Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Rembang. Sedangkan tahun 2012 ke tahun 2013 target penurunan persentase kemiskinan di atas 1 persen ada pada 22 Kabupaten yaitu : Kabupaten Cilacap, Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
70
Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Demak, Kabupaten
Kendal,
Kabupaten
Batang,
Kabupaten
Pekalongan,
Kabupaten
Pemalang, dan Kabupaten Brebes. Untuk persentase penurunan target penduduk miskin di atas 1,5% di tahun 2012 sampai tahun 2013 ada pada 7 Kabupaten yaitu Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen, Kabupaten Rembang, dan Kabupaten Brebes.
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
71
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
BAB V KERANGKA IMPLEMENTASI DAN PENJABARAN KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM
BAB V KERANGKA IMPLEMENTASI DAN PENJABARAN KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PROGRAM Kebijakan pokok penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk memecahkan permasalahan
kemiskinan
di
masyarakat
dalam
rangka
penganggulangan
kemiskinan, berbagai kebijakan akan dilaksanakan secara koordinatif, terpadu, terukur, sinergis dan terencana yang dilandasi oleh kemitraan dan keterlibatan berbagai pihak, dan dikelola sebagai suatu gerakan bersama penanggulangan kemiskinan. Arah kebijakan penanggulangan kemiskinan secara riil akan diarahkan pada program pembangunan yang pro growth, pro job, pro poor dan pro
Environment yang berorientasi pada pemerataan pendapatan antar kelompok masyarakat, pengurangan beban pengeluaran penduduk miskin, pemenuhan kebutuhan dasar dan pemerataan pembangunan antar wilayah. Adapun arah Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan Daerah sebagai berikut : 1.
Menjamin agar masing-masing keluarga miskin teridentifikasi secara akurat dan terpantau perkembangannya;
2.
Memberikan kesempatan bagi masyarakat miskin untuk meningkatkan produktifitas kerjanya;
3.
Memberikan fasilitas untuk memberdayakan keluarga miskin;
4.
Memberikan perlindungan terhadap kaum miskin dari tekanan internal dan eksternal;
A.
Kerangka Implementasi Kebijakan dan Program Penanggulangan Kemiskinan Di dalam usaha yang dilakukan untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan
mensejahterakan masyarakat, ketersediaan dana bukanlah satu-satunya faktor keberhasilan. Program penanggulangan kemiskinan haruslah diletakkan pada kerangka dasar yang lebih berkelanjutan agar mampu memberikan manfaat yang nyata, jangka panjang dan berkelanjutan, tidak hanya semata-mata untuk pencapaian
MDGs.
penanggulangan sasaran/target
Disamping
kemiskinan
mengimplementasikan
yang
group/kelompok
langsung
miskin,
diarahkan
membangun
program-program kepada
kelompok
infrastruktur
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
sosial-
72
kelembagaan yang baik harus juga dibangun agar dapat menjadi penopang bagi program-program penanggulangan kemiskinan. Beberapa infrastruktur sosial-kelembagaan yang menjadi syarat keberhasilan program penanggulangan kemiskinan yaitu : 1.
Memantapkan
Infrastruktur
Kelembagaan
Penanggulangan
Kemiskinan Pentingnya membangun dan memantapkan kelembagaan penanggulangan kemiskinan sebenarnya sudah disadari oleh Pemerintah.
Di dalam desain
kelembagaan penanggulangan kemiskinan sebelumnya kita mengenal Komite Penanggulangan Kemiskinan. Tahun 2005, Komite Penanggulangan Kemiskinan ini diubah menjadi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) berdasarkan Peraturan Presiden No.54 tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan.
4
tahun
kemudian,
kelembagaan
penanggulangan
kemiskinan
diperbarui melalui Perpres No.13 tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Pada Tahun 2010 Pemerintah mengeluarkan Perpres No.15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dengan membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Ini menunjukkan betapa pentingnya membangun dan memantapkan kelembagaan
penanggulangan
kemiskinan.
Namun
pengelolaan
infrastruktur
kelembagaan ini belum optimal seperti yang diharapkan. Kelembagaan penanggulangan kemiskinan seharusnya juga dibangun dan dimantapkan sampai ke tingkat kelurahan/desa. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan sekarang ini yang hanya dibentuk di tingkat Kabupaten/Kota sebaiknya dibangun pola yang sama di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi mata rantai yang putus di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan. Pada kenyataannya tingkat kecamatan maupun desa/kelurahan membutuhkan
wadah/forum/kelembagaan
yang
berfungsi
mengkoordinasikan
gerakan dan program-program penanggulangan kemiskinan. Forum seperti TKPKD tersebut dilandaskan filosofi kerelawanan yang penggeraknya berasal dari unsur
stakeholders di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan. 2.
Memantapkan Keterpaduan Perencanaan Salah satu sisi yang harus diperkuat untuk mendukung keberhasilan
penanggulangan kemiskinan adalah sisi perencanaan. Pemerintah sangat menyadari Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
73
arti pentingnya keterpaduan perencanaan ini dari Pusat sampai ke desa/kelurahan. Inpres No.3 Tahun 2010 tentang Pembangunan yang Berkeadilan menegaskan bahwa paling lambat tahun 2011, perencanaan di tingkat desa/kelurahan harus sudah bisa dipadukan. Dengan membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Des) yang dijabarkan lebih lanjut dengan Rencana Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan di setiap desa dan kelurahan, maka gerak, langkah dan sasaran penanggulangan kemiskinan sudah bisa lebih terpola, terarah dan terukur. Perencanaan yang ada di desa dan kelurahan bisa memberikan pedoman untuk mengoptimalkan gerakan penanggulangan kemiskinan. 3.
Memantapkan Konsolidasi dan Penyepakatan Bersama Masalah Data Kemiskinan Data kemiskinan makro yang menjadi rujukan resmi untuk mengukur tingkat
kemiskinan, belum bisa dijadikan rujukan untuk menyusun program-program yang langsung ditujukan kepada kelompok miskin, karena data makro tersebut hanya dapat menggambarkan kemiskinan sampai pada tingkat kabupaten/kota. Data kemiskinan makro tersebut belum bisa menjawab pertanyaan dimana kelompok miskin berada (di tingkat kecamatan/kelurahan), siapa kelompok miskin tersebut, dan dimensi-dimensi kemiskinan yang dialami. Pemerintah sudah mengeluarkan Data kemiskinan Mikro pada tahun 2005 (PSE05) dan pada tahun 2008 (PPLS 2008), yang memuat siapa, dimana dan sisi kemiskinan yang dihadapi, namun kenyataannya banyak Kabupaten/Kota yang melakukan assesment atas inisatif sendiri dan menghasilkan data mikro yang berbeda. Kenyataannya ini harus dicari solusinya dan disepakati, sehingga didapat satu data kemiskinan mikro yang dijadikan rujukan bersama. Tanpa kesepakatan bersama, pengukuran tingkat keberhasilan
dalam
menanggulangi
kemiskinan
bisa
berbeda-beda
dan
memunculkan kontroversi. Di dalam gerakan penanggulangan kemiskinan, kekuatan uang atau dana bukanlah menjamin keberhasilan. Salah satu kekuatan yang sudah banyak di identifikasi, namun belum terkelola dengan baik adalah kekuatan modal sosial. Modal sosial ini sebenarnya sudah sangat sering diucapkan dan banyak yang meyakini, namun kenyataannya di praktek penanggulangan kemiskinan belum terkelola dengan baik. Modal sosial, yang dalam praktek keseharian terwujud dalam bentuk kepedulian dan kegotong royongan untuk mengatasi masalah bersama – masalah kemiskinan – pada prakteknya belum dikelola secara lebih baik dan Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
74
berkelanjutan. Modal sosial hanya dipandang sebagai daya dukung yang sesaat, tidak terorganisir dan berkelanjutan dan hanya sebagai penguat program. Modal sosial seharusnya menjadi ruh atau urat nadi dalam gerakan penanggulangan kemiskinan. Beberapa kasus membuktikan bahwa komunitas masyarakat yang menerima dan menjalankan program penanggulangan kemiskinan, yang didasari dengan semangat kerelawanan, kepedulian, kegotongroyongan dan semangat untuk bisa keluar
dari
keberhasilan
kemiskinan yang
sasaran/miskin.
nyata
yang dan
Kelembagaan
terorganisir bisa dan
dan
berkesinambungan,
dirasakan
manfaatnya
pelaksanaan
program
oleh
memiliki kelompok
penanggulangan
kemiskinan semakin kokoh, berkelanjutan dan sangat bermanfaat bila kelembagaan dan pelakunya memiliki roh dan menjadikan modal sosial sebagai urat nadi gerakan. Kerangka berpikir ini merupakan prasyarat agar penanggulangan kemiskinan bisa lebih berkelanjutan dan bermanfaat dalam jangka panjang. Kerangka berpikir ini bisa dilihat dalam gambar 7 berikut : Gambar 7 Kerangka Implementasi Kebijakan dan Program Penanggulangan Kemiskinan
B.
Penjabaran Kebijakan, Strategi, dan Program Berbagai isu strategis dan permasalahan yang dialami masyarakat miskin
pada umumnya menunjukkan bahwa kemiskinan bersumber dari ketidakberdayaan dan ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi hak-hak dasar; kerentanan Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013 75
masyarakat menghadapi persaingan usaha; lemahnya penanganan masalah kependudukan; ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender; dan kesenjangan pembangunan yang menyebabkan masih banyaknya wilayah tertinggal dan terisolir. Diagnosis kemiskinan juga menunjukkan faktor utama penyebab kemiskinan yang bersifat struktural, yaitu pelaksanaan kebijakan, pengelolaan anggaran dan penataan kelembagaan yang kurang mendukung, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin. Untuk itu dalam pelaksanaan penanggulangan kemiskinan ditetapkan berbagai kebijakan dan strategi agar permasalahan kemiskinan dapat teratasi dengan baik. Implementasi kebijakan dan strategi terkait dengan permasalahan kemiskinan yang dihadapi adalah sebagai berikut : 1.
Masih Banyaknya Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah Masih tingginya penduduk miskin salah satunya dikarenakan pendapatan
yang diperoleh tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan minimum yang layak, upaya meningkatkan pendapatan penduduk miskin perlu lebih di dorong sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak melalui kegiatan atau pekerjaan yang melibatkan banyak orang tanpa harus menggunakan tingkat ketrampilan yang tinggi. Tidak terdistribusikannya pendapatan secara merata juga menjadi salah satu sebab kemiskinan tetap ada, keuntungan yang masih banyak pada seorang atau sekelompok orang menyebabkan manfaat pembangunan tidak sampai pada warga miskin. Peningkatan kesempatan kerja dilakukan dengan membuka atau membangun usaha-usaha yang menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan akses produktif berupa permodalan maupun lahan-lahan yang tidak dimanfaatkan agar dapat ditanami atau dimanfaatkan untuk pertanian sehingga dapat diperoleh manfaatnya bagi warga miskin atau pengangguran. Dengan demikian peningkatan kesempatan kerja ini perlu didukung kemauan yang sama antara pemerintah dan investor dalam menciptakan usaha yang banyak menyerap tenaga kerja. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.
Kebijakan 1)
Kebijakan Ekonomi yang Pro Growth, Pro Job, Pro Poor, dan Pro
Environment; b.
Strategi 1)
Pembangunan yang inklusif, melibatkan dan bermanfaat kepada seluruh masyarakat terutama masyarakat miskin;
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
76
c.
Program 1)
Memberdayakan kelompok masyarakat miskin;
2)
Menyusun anggaran yang berorientasi pada masyarakat miskin;
3)
Mempermudah berdirinya perusahaan/pabrik yang bisa memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat miskin;
4)
Membuka akses kepada masyarakat miskin untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keterbatasan yang dimilikinya;
5)
Menciptakan inovasi baru dalam bidang peternakan, perikanan, dan pertanian yang bisa dijalankan oleh masyarakat miskin dengan teknologi dan keterampilan yang sederhana;
6)
2.
Meningkatan akses permodalan bagi masyarakat miskin/penganggur;
Masih Tingginya Angka Pengangguran Kurangnya sektor-sektor usaha yang menyerap tenaga kerja yang banyak
bisa menjadikan pengangguran semakin banyak, rendahnya keterampilan juga mempengaruhi dalam mendapatkan pekerjaan. Untuk itu penting sekali untuk meningkatkan kualitas angkatan kerja dengan pemberian pelatihan keterampilan agar dapat diserap oleh dunia usaha dan meningkatkan investasi pada usaha-usaha yang menyerap tenga kerja yang banyak. Akses bekerja yang semakin banyak diharapkan mampu menyerap angkatan kerja yang belum bekerja dan akses mendapatkan permodalan, ketrampilan juga dapat membantu meningkatkan produktifitas yang semakin baik. Penguatan dalam pembinaan dan pelatihan bagi wirausaha diharapkan mampu menciptakan wirausaha yang tangguh dan memiliki keunggulan kompetitif sehingga mampu bersaing dengan kompetitor lainnya. Penyebarluasan akses informasi yang semakin terbuka diharapkan menjadi jembatan bagi angkatan kerja mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Usaha-usaha yang menyerap tenaga kerja yang banyak perlu mendapatkan dukungan permodalan dan dukungan pemasaran sehingga akan lebih banyak lagi menyerap tenaga kerja. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.
Kebijakan 1)
Kebijakan Perluasan Kesempatan Kerja dan Berusaha;
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
77
b.
Strategi 1)
Mensinergikan Kebijakan dan Pengelompokan Program Penanggulangan Kemiskinan;
2)
Meningkatkan kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam penyerapan tenaga kerja, baik regional, nasional maupun internasional;
3)
Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dalam penyelenggaraan bursa kerja dan optimalisasi sistem informasi bursa kerja yang mudah diakses oleh masyarakat;
4)
Meningkatkan pengawasan dan perlindungan tenaga kerja sesuai norma hukum
yang
berlaku,
serta
meningkatkan
peran
lembaga
ketenagakerjaan; 5)
Mempermudah berdirinya perusahaan/pabrik yang bisa memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat miskin;
6)
Membuka akses kepada masyarakat miskin untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keterbatasan yang dimilikinya;
7)
Mengembangkan kapasitas kewirausahaan dan pelatihan manajemen bagi masyarakat miskin;
8)
Meningkatkan
akses
sumberdaya
produktif
masyarakat
miskin/
masyarakat
miskin/
penganggur; 9)
Meningkatkan
kapasitas
ketrampilan
kerja
penganggur; 10)
Meningkatan akses permodalan bagi masyarakat miskin/penganggur;
11)
Meningkatan
kondusifitas
daerah
untuk
menarik
para
investor
menanamkan modalnya di Jawa Tengah; c.
Program 1)
Program peningkatan akses kesempatan kerja dan berusaha;
2)
Program
peningkatan
mendapatkan pekerjaan
akses kepada masyarakat miskin untuk sesuai
dengan
keterbatasan
yang
dimilikinya; 3)
Program
pengembangan
manajemen bagi
kapasitas
kewirausahaan
dan
pelatihan
masyarakat miskin;
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
78
4)
Program
peningkatan
kesempatan
kerja
bagi
masyarakat
miskin/penganggur; 5)
Program penciptaan inovasi baru dalam bidang peternakan, perikanan, dan pertanian yang bisa dijalankan oleh masyarakat miskin dengan teknologi dan keterampilan yang sederhana;
6)
Program
peningkatan
akses
sumberdaya
produktif
masyarakat
miskin/penganggur; 7)
Program
peningkatan
kapasitas
ketrampilan
kerja
masyarakat
bagi
masyarakat
miskin/penganggur; 8)
Program
peningkatan
akses
permodalan
miskin/penganggur; 9)
Program peningkatan kondusifitas daerah untuk menarik para investor menanamkan modalnya di Jawa Tengah.
3.
Tingginya Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian, Tambak ke Industri Kemajuan ekonomi yang tidak terkendali dan tanpa pengawasan yang baik
menyebabkan berbagai dampak tidak baik antara lain beralihnya fungsi lahan pertanian ke non pertanian, jika tidak dikendalian dengan baik akan mengancam sumber pangan masyarakat atau dengan kata lain ketahanan pangan di suatu wilayah menjadi rapuh. Untuk itu perlu kebijakan yang mampu mengendalikan pertumbuhan ekonomi sehingga tidak merusak lingkungan dan mampu menjaga fungsi kelestarian lingkungan. Konsep pembangunan pada era sekarang mengarah pada pembagunan yang memperhatikan lingkungan atau pembangunan yang mampu menjaga kesimbangan kelestarian lingkungan. Konsep pembangunan yang bersih, memperhatikan dampak pada lingkungan atau pembangunan yang menciptakan lingkungan menjadi lebih bersih (clean development mechanism) sudah menjadi kesepakatan negara maju yang perlu juga dilaksanakan dinegara berkembang. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.
Kebijakan 1)
Kebijakan perlindungan terhadap lahan pertanian dan perikanan produktif.
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
79
b.
Strategi 1)
Regulasi alih fungsi lahan pertanian;
2)
Optimalisasi pengawasan alih fungsi lahan pertanian;
3)
Peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin melalui pemanfatan lahan tidur;
4) c.
Diversifikasi hasil pertanian untuk menggairahkan produktivitas pertanian;
Program 1)
Program perlindungan lahan pertanian produktif dan lahan konservasi;
2)
Program peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan alih fungsi lahan pertanian;
3)
Program sosialisasi regulasi alih fungsi lahan, tata guna lahan, RT/RW kepada semua pihak;
4)
Program penindakan tegas pelanggar atauran tata guna lahan;
5)
Program optimalisasi pemanfaatan lahan tidur;
6)
Program pengolahan makanan berbahan dasar ikan;
7)
Program diversifikasi hasil pertanian;
8)
Program perbaikan sarana prasarana perikanan air payau/tambak;
9)
Program gemar makan ikan;
10)
Program pembangunan pasar ikan modern dengan tetap menjaga kearifan lokal yang ada;
4.
Rendahnya Akses Masyarakat Miskin Untuk Mendapatkan Layanan Dasar Bidang Kesehatan, Pendidikan, Akses Usaha, Permodalan, Air Bersih, Sanitasi Dan Perumahan. Keterbatasan akses bagi warga miskin untuk mendapatkan kebutuhan dasar
perlu lebih dibuka luas dengan lebih menerapkan kinerja aparatur pemerintahan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
yang lebih partisipatif,
transparan dan memiliki kepekaan sosial yang lebih tinggi. Meningkatnya kinerja dari pihak terkait diharapkan warga miskin mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka. Keterpaduan program kegiatan yang dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah diharapkan dapat mengarah pada pemenuhan sepuluh hak dasar antara lain kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, usaha, air bersih dan Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013 80
perumahan,
dan
permodalan.
Peningkatan
koordinasi
dalam
memfasilitasi
kebutuhan tersebut diharapkan dapat mempercepat pengurangan kemiskinan, dengan koordinasi dan penyerapan aspirasi kebutuhan di masyarakat miskin diharapkan nantinya kegiatan atau program yang dilaksanakan benar-benar sesuai dengan kebutuhan sehingga akan lebih tepat guna dan bermanfaat. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.
Kebijakan 1)
b.
Pemenuhan 10 hak dasar;
Strategi 1)
Memperbaikipemenuhan hak atas kesehatan;
2)
Memperbaiki pemenuhan hak atas air bersih dan sanitasi yang baik;
3)
Memperbaiki pemenuhan hak atas perumahan;
4)
Membuka akses kepada masyarakat miskin untuk mendapatkan air bersih dengan mudah dan harga murah;
5)
Membangun kesadaran masyarakat untuk memelihara kelestarian alam yang memberikan ketersedian air bersih yang berlimpah dengan menumbuhkan kearifan lokal yang ada;
6)
Menjaga agar tidak terjadi perusakan alam dalam bentuk apapun yang akan berdampak pada kerawanan air bersih;
7)
Membuka akses masyarakat miskin untuk mendapatkan kemudahan dalam kredit rumah dengan bunga rendah;
8)
Membangun kesadaran masyarakat miskin terhadap rumah yang sehat;
9)
Mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk melaksanakan program pemugaran/perbaikan;
10) Membangun kepedulian pihak swasta untuk melaksanakan program pemugaran/perbaikan rumah tidak layak; 11) Membangun kepedulian dan kebersamaan masyarakat dalam perbaikan rumah tidak layak huni; c.
Program 1)
Program peningkatan fasilitasi pemenuhan 10 hak dasar;
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
81
2)
Program optimalisasi peran Posyandu;
3)
Program peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyediaan pelayanan kesehatan;
4)
Program penyediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat miskin tanpa diskriminasi;
5)
Program peningkatan pengetahuan masyarakat miskin tentang kesehatan terutama ibu, bayi dan balita;
6)
Program
peningkatan
akses
kepada
masyarakat
miskin
untuk
mendapatkan air bersih dengan mudah dan harga murah; 7)
Program
peningkatan
kesadaran
masyarakat
untuk
memelihara
kelestarian alam yang memberikan ketersedian air bersih yang berlimpah dengan menumbuhkan kearifan lokal yang ada; 8)
Program peningkatan penjagaan agar tidak terjadi perusakan alam dalam bentuk apapun yang akan berdampak pada kerawanan air bersih;
9)
Program membangun kepedulian pihak swasta untuk melaksanakan program kelestarian alam dan penyediaan air bersih melalui program CSR;
10) Program sosialisasi pentingnya air bersih dan sanitasi yang sehat dalam kehidupan manusia dan cara pemeliharaannya; 11) Membuka akses masyarakat miskin untuk mendapatkan kemudahan dalam kredit rumah dengan bunga lunak; 12) Membangun kesadaran masyarakat miskin terhadap rumah yang sehat; 13) Mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk melaksanakan program pemugaran/perbaikan rumah tidak layak huni; 14) Membangun kepedulian pihak swasta untuk melaksanakan program pemugaran/perbaikan rumah tidak layak huni; 15) Membangun kepedulian dan kebersamaan masyarakat untuk ikut berkontribusi terhadap perbaikan rumah tidak layak huni; 5.
Terbatasnya Akses dan Rendahnya Mutu Layanan Pendidikan Kemiskinan menyebabkan masyarakat tidak mampu
menyekolahkan ke
tingkat pendidikan dasar maupun pendidikan yang lebih tinggi, disamping itu Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
82
kualitas layanan pendidikan juga belum memadai baik sarana prasarana belajar maupun kualitas pengajaran. Peningkatan akses pendidikan bagi warga miskin perlu lebih ditingkatkan karena keterbatasan akses informasi, akses biaya menyebakan banyak warga msikin yang belum dapat pendidikan yang layak,
termasuk
peningkatan mutu pendidikan bagi warga miskin. Pendidikan informal untuk lebih ditingkatkan kualitasnya baik dari sarana prasarana maupun biaya untuk siswa dari keluarga kurang atau tidak mampu yang digratiskan. Diharapkan dengan peningkatan akses pendidikan bagi semua warga masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidup sehingga mereka mampu mengatasi dan terlepas dari kemiskinan. Peningkatan akses pendidikan bagi warga miskin perlu lebih ditingkatkan karena keterbatasan akses informasi, akses biaya menyebakan banyak warga miskin yang belum dapat pendidikan yang layak, termasuk peningkatan mutu pendidikan bagi warga miskin. Pendidikan informal untuk lebih ditingkatkan kualitasnya baik dari sarana prasarana maupun biaya untuk siswa dari keluarga kurang atau tidak mampu yang digratiskan. Diharapkan dengan peningkatan akses pendidikan bagi semua warga masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidup sehingga mereka mampu mengatasi dan terlepas dari kemiskinan. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.
Kebijakan 1)
b.
Kebijakan Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan;
Strategi 1)
Mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan;
2)
Menampung atau memfasilitasi anak-anak miskin untuk bersekolah;
3)
Penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan;
4)
Meningkatan kualitas tenaga pendidik dan proses belajar mengajar yang profesional;
5)
Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan;
6)
Mengembalikan lembaga pendidikan kepada jatidirinya (mencerdaskan masyarakat termasuk masyarakat yang miskin);
7)
Mengembalikan keberadaan Komite Sekolah yang berperan sesuai tupoksinya (menjadi wakil walimurid untuk mendapatkan hak dan
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
83
kewajibannya dengan benar, bukan sebagai alat legitimasi pihak sekolah); 8)
Mengoptimalkan Kelompok Belajar Usaha (KBU);
9)
Peningkatan pelaksanaan kegiatan belajar melalui Program Kejar PAKET A, PAKET B, dan PAKET C;
10) Penguatan pembinaan potensi siswa pendidikan dasar; c.
Program 1)
Program peningkatan akses pendidikan dan pelayanan pendidikan;
2)
Program peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan;
3)
Program pengembangan program peralatan kesehatan sekolah;
4)
Program pengembangan perpustakaan sekolah;
5)
Program pengembangan peralatan ilmu pengetahuan (laboratorium komputer, laboratorium biologi, laboratorium fisika dll);
6)
Program
pengembalian
(mencerdaskan
lembaga
masyarakat
pendidikan
termasuk
kepada
masyarakat
jatidirinya
yang
kurang
mampu); 7)
Program beasiswa, sarana prasarana pendidikan bagi masyarakat miskin yang dilaksanakan oleh swasta melalui program CSR;
8)
Pelaksanaan kegiatan belajar melalui program Kejar Paket A, Paket B, dan Paket C;
9)
Program fasilitasi pembinaan siswa melalui penguatan bantuan biaya operasional sekolah;
10) Program pemberian bantuan operasional kepada sekolah dasar; 11) Program
penyuluhan
dan
pendampingan
masyarakat
tentang
pentingnya pendidikan dalam merubah nasibnya; 12) Program peningkatan kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anak pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi; 13) Program mengembalikan keberadaan Komite Sekolah yang berperan sesuai tupoksinya (menjadi wakil walimurid untuk mendapatkan hak dan
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
84
kewajibanya dengan benar, bukan sebagai alat legitimasi pihak sekolah); 14) Program perekrutan tenaga pendidik yang sesuai dengan kebutuhan dan berkualitas; 15) Program pemenuhan rasio guru dengan jumlah siswa yang harus dipenuhi; 16) Program penguatan pembinaan potensi siswa pendidikan dasar; 17) Program fasilitasi kabupaten/kota untuk mengoptimalkan Kelompok Belajar Usaha (KBU); 18) Program fasilitasi kabupaten/kota untuk mengoptimalkan Kelompok Belajar Masyarakat (KBM); 6.
Bencana Alam Bencana alam yang berdampak pada kerugian materiil dan non materiil perlu
adanya
penanganan
yang
cepat
untuk
menghindari
banyaknya
kerugian.
Peningkatan fasilitas bagi penanggulangan bencana perlu lebih ditingkatkan baik dari sarana prasana, sumberdaya manusia dan pembiayaan. Kemiskinan juga bisa dikarenakan oleh bencana, oleh karena itu program peningkatan penanganan bencana diperlukan untuk mengantisipasi dan mengurangi dampak yang merugikan dari suatu bencana. Daya tanggap dalam penanganan bencana juga penting sekali karena banyak aspek yang segera ditangani dan perlu mendapatkan perhatian yang sama dan simultan. Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca bencana diharapkan dapat segera dilaksanakan dengan penyediaan anggaran yang memadai baik dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota dan perlunya peningkatan
koordinasi lintas sektor dalam memulihkan kondisi
infrastuktur, sosial dan ekonomi agar masyarakat dapat memulai dengan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.
Kebijakan 1)
b.
Optimalisasi penanganan bencana alam secara sistemik;
Strategi 1)
Identifikasi potensi wilayah rawan bencana;
2)
Optimalisasi manajemen penanggulangan bencana;
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
85
3)
Meningkatan
partisipasi
aktif
masyarakat
dalam
penanggulangan
bencana alam; 4)
Mengembangkan penggunaan alat pendeteksi dini bencana alam;
5)
Memetakan daerah rawan bencana alam;
6)
Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak bermukim di daerah rawan bencana;
c.
7)
Meningkatan sistem koordinasi penanggulangan bencana alam;
8)
Meningkatkan kemampuan petugas penanggulangan bencana alam;
Program 1)
Program peningkatan penanganan bencana dari aspek pencegahan, penyelamatan (tanggap darurat), rehabilitasi dan rekonstruksi;
2)
Program pemetaan daerah rawan bencana alam;
3)
Program pengembangan penggunaan alat pendeteksi dini bencana alam;
4)
Program peningkatan sistem koordinasi penanggulangan bencana alam;
5)
Program
peningkatan
partisipasi
aktif
masyarakat
dalam
penanggulangan bencana alam; 6)
Program peningkatan sarana dan prasarana dalam penanggulangan bencana alam;
7)
Program peningkatan penanganan bencana dari aspek pencegahan, penyelamatan (tanggap darurat) dan rehabilitasi;
7.
8)
Program peningkatan keterampilan menghadapi bencana alam;
9)
Program penyadaran untuk tidak bermukim di daerah rawan bencana;
Masih Rendahnya Realisasi Penanaman Modal Kurangnya penyerapan tenaga kerja akan mengakibatkan kemiskinan
sehingga perlu dilakukan kerjasama investasi dengan berbagai pihak agar dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Masih rendahnya realisasi penanaman modal perlu mendapatkan perhatian dalam penanganannya karena hal ini juga akan mempengaruhi tingkat kemiskinan yang ada di suatu wilayah. Upaya menciptakan lapangan kerja yang luas tidak terlepas dari kebijakan yang mampu menarik investasi di berbagai bidang untuk menciptakan lapangan kerja baru. Untuk itu Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
86
program peningkatan kerjasama jaringan ekonomi lokal, regional dan internasional perlu terus ditingkatkan dengan meningkatkan daya saing di bidang tenaga kerja dan sistem perijinan dan insentif bagi investor yang menanamkan modal. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.
Kebijakan 1)
b.
c.
Peningkatan Penanaman Modal di Daerah.
Strategi 1)
Meningkatkan promosi potensi daerah;
2)
Menyempurnakan sistem pelayanan perijinan;
3)
Meningkatkan kerjasama dengan pihak ketiga;
4)
Menjaga keamanan dan kenyamanan berusaha;
5)
Meningkatkan ketrampilan tenaga kerja;
Program 1)
Program peningkatan kerjasama dengan pihak ketiga;
2)
Program
peningkatan
jaringan
ekonomi
lokal,
regional
dan
internasional;
8.
3)
Program peningkatan promosi potensi daerah;
4)
Program penyempurnaan sistem pelayanan perijinan usaha;
5)
Program peningkatan peran lembaga-lembaga ekonomi di daerah;
6)
Program menjaga keamanan dan kenyamanan berusaha;
Terbatasnya
Kesempatan
Kerja
dan
Berusaha,
Lemahnya
Perlindungan Terhadap Asset Usaha, dan Perbedaan Upah Serta Lemahnya Perlindungan Kerja Terutama Bagi Pekerja Anak dan Pekerja
Perempuan
Seperti
Buruh
Migran
Perempuan
dan
Pembantu Rumah Tangga. Akses untuk mendapatkan pekerjaan ataupun informasi pekerjaan masih perlu ditingkatkan agar percepatan pengurangan kemiskinan dapat sesuai dengan target yang ditetapkan. Namun terkadang hak-hak pekerja belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh perusahaan sehingga seringkali timbul perselisihan antara pekerja Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
87
dengan pengusaha. Begitu juga karena kemiskinan menyebabkan anak-anak yang belum layak untuk bekerja sudah harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Upaya peningkatan perluasan kesempatan kerja bertujuan untuk menyerap jumlah
angkatan
kerja
sehingga
dapat
meningkatkan
pendapatan
dan
meningkatkan pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Perlu upaya yang sinergi dengan para investor dan pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap banyak tenaga kerja melalui kemudahan perijinan dan jaminan keamanan
dalam
berinvestasi.
Peningkatan
sarana
dan
prasarana
dalam
mendukung sektor industri manufaktur maupun pertanian sangat diperlukan agar para penanam modal lebih yakin akan masa depan investasinya sehingga diharapkan akan mampu lebih banyak menyerap tenaga kerja yang lebih banyak dan berkesinambungan seiring dengan meningkatnya hasil produksi dan pemasaran. Sejalan dengan upaya untuk meningkatkan kesempatan kerja maka diperlukan peningkatan kualitas dan produktifitas tenaga kerja sehingga hasil produksi akan lebih diminati dan dipercaya oleh pihak pembeli. Dampak lain dari peningkatan kualitas dan produktif antara lain semakin diminatinya produk industri di Jawa tengah sehingga semakin luasnya pemasaran ke berbagai daerah baik antar kota, pulau ataupun antar negara. Untuk itu penting sekali menjaga mutu produksi yang berstandar nasional dan internasional. Upaya lain agar kualitas dan produktifitas semakin meningkat perlu adanya perlindungan ketenagakerjaan agar mereka merasa nyaman dalam bekerja baik kesejahteraan, keamanan maupun kenyamanan bekerja. Upaya lain terkait dengan perluasan kesempatan kerja adalah pengembangan lembaga ketenagakerjaan yang diharapkan mampu menciptakan tenaga kerja yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Kemampuan lembaga ketenagakerjaan semakin dapat menciptakan kualitas tenaga kerja yang baik jika sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan tenaga kerja juga semakin memadai. Lembaga perlindungan ketenagakerjaan yang professional untuk memperjuangkan hak-hak pekerja juga diharapkan semakin meningkat kemampuannya dalam memberikan advokasi terhadap tenaga kerja jika terjadi perselisihan antara pekerja dan perusahaan. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
88
a.
Kebijakan 1)
Peningkatan dan perluasan lapangan pekerjaan di berbagai sektor;
2)
Peningkatan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pasar kerja;
b.
3)
Penegakan hukum untuk perlindungan tenaga kerja;
4)
Peningkatan kesejahteraan tenaga kerja;
5)
Memantapkan hubungan industrial yang harmonis;
Strategi 1)
Meningkatkan kerjasama dengan pihak terkait (swasta
dan institusi
terkait) dalam penyerapan tenaga kerja, baik regional, nasional maupun internasional; 2)
Optimalisasi
peran
lembaga
pendidikan
ketrampilan
dalam
meningkatkan kualitas tenaga kerja; 3)
Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dalam penyelenggaraan bursa kerja dan optimalisasi sistem informasi bursa kerja yang mudah di akses oleh masyarakat;
4)
Meningkatkan pengawasan dan perlindungan tenaga kerja sesuai norma hukum
yang
berlaku,
serta
meningkatkan
peran
lembaga
ketenagakerjaan; c.
9.
Program 1)
Program Peningkatan Kesempatan Kerja;
2)
Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja;
3)
Program Perlindungan dan Pengembangan Lembaga Ketenagakerjaan.
Terbatasnya Akses Terhadap Air Bersih, Layanan Perumahan dan Sanitasi Kesulitan
terbatasnya
untuk
penguasaan
mendapatkan sumber
air
air dan
bersih
terutama
menurunnya
disebabkan
mutu
sumber
oleh air,
memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumberdaya alam. Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk akan membawa dampak pada semakin bertambahnya kebutuhan akan rumah atau tempat tinggal. Kondisi ekonomi masyarakat juga mempengaruhi Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
89
terhadap kepemilikan rumah sehingga perlu sekali program pembangunan rumah bagi kalangan menengah ke bawah. Terkait dengan penanggulangan kemiskinan maka dibutuhkan perumahan yang murah dan layak huni dengan berbagai sarana sanitasi yang memadai. Konsep perumahan murah ini diharapkan benar-benar dapat dinikmati oleh masyarakat miskin sehingga kualitas hidup mereka akan semakin sehat dan sejahtera. Pemberdayaan komunitas perumahan tidak hanya untuk meningkatkan swadaya masyarakat yang bertempat tinggal diperumahan atau perkampungan dalam meningkatkan kualitas lingkunganya tetapi juga bagi para pengembang perumahan untuk dapat memberikan subsidi silang dari kegiatan pembangunan perumahan kelas menengah dan atas kepada pembangunan perumahan warga kurang mampu. Melalui dana CSR yang dimiliki oleh perusahan swasta perumahan diharapkan juga dapat digunakan untuk pembangunan atau perbaikan permukiman kumuh yang ada di wilayah perusahaan atau wilayah lainnya dari sisi sanitasi, kualitas rumah maupun kelestarian lingkungan sekitar perumahan atau permukiman penduduk, baik dipermukiman padat maupun tidak padat. Peran kelembagaan yang ada di masyarakat perlu ditingkatkan baik kemampuan sumberdaya manusia maupun kelengkapan organisasi. Peran dan fungsi kelembagaan yang ada perlu dioptimalkan dengan pembinaan dan pelatihan bagi personil lembaga masyarakat yang ada sehingga secara nyata lembaga masyarakat tersebut memberikan nilai tambah dalam memperlancar proses pembangunan dan memberikan masukan terhadap pelaksanaan kegiatan program pembangunan yang sedang atau akan dijalankan. Peningkatan komunikasi atau peningkatan jaringan kerjasama antar lembaga masyarakat diharapakan dapat menciptakan penguatan modal sosial masyarakat sehingga memperkuat komunitas yang lebih besar dan akhirnya menjadi gerakan yang postif dalam mendukung kemajuan masyarakat. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.
Kebijakan 1)
Pemenuhan
kebutuhan
rumah
bagi
masyarakat
pedesaan
dan
perkotaan serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR); 2)
Pemanfaatan lahan perumahan dengan efesien dan efektif melalui pembangun rumah secara vertikal;
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
90
3)
Peningkatan partisipasi masyarakat melalui pengembangan kearifan lokal dan memperhatikan lembaga yang telah ada;
b.
Strategi 1)
Mengoptimalkan peran stakeholders dalam hal ini pengembang dan masyarakat dalam pembangunan rumah dan penyediaan sanitasi yang layak;
2)
Memanfaatkan potensi lembaga pembiayaan keuangan lokal dalam pembiayaan perumahan bagi masyarakat pedesaan dan MBR;
3)
Pemberdayaan komunitas perumahan melalui peningkat intensitas komunikasi dan informasi dan mengembangkan model subsidi silang;
c.
10.
Program 1)
Program pembangunan perumahan;
2)
Program pemberdayaan komunitas perumahan;
Lemahnya Partisipasi Masyarakat Miskin Berbagai kasus penggusuran perkotaan, pemutusan hubungan kerja secara
sepihak, menunjukkan kurangnya dialog dan lemahnya partisipasi mereka dalam pengambilan
keputusan.
Rendahnya
partisipasi
masyarakat
miskin
dalam
perumusan kebijakan juga disebabkan oleh kurangnya informasi baik mengenai kebijakan
yang
akan
dirumuskan
maupun
mekanisme
perumusan
yang
memungkinkan keterlibatan mereka. Paradigma pembangunan partisipatif memberikan ruang yang luas bagi masyarakat untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan. Fasilitasi berupa pelatihan dan pendidikan keterampilan
bagi masyarakat diharapkan
dapat
meningkatkan kapasitas masyarakat sehingga masyarakat mampu mengembagkan komunitas di wilayahnya agar lebih berdaya. Peran Pemerintah sangat penting dalam menyerap aspirasi dan menindaklanjuti dengan pemberian fasilitas kepada masyarakat agar bisa berkembang dari sisi pengetahuan dan keterampilan sehingga lebih mampu mendayagunakan potensi dan menyelesaikan permasalahan di lingkungan masyarakat. Sejalan dengan peningkatan fasilitasi pengembangan masyarakat, maka diperlukan wadah atau forum bagi masyarakat untuk melakukan penyampaian gagasan atau ide baik mulai dari proses perencanaan sampai dengan evaluasi kegiatan.
Transparansi
dalam
kegiatan
atau
program
diharapkan
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
akan 91
meningkatkan keterlibatan masyarakat untuk mendukung dan menjaga agar kegiatan program yang dijalankan di wilayah dapat sesuai dengan harapan yaitu meningkatkan kualitas lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk. Kegiatan rembug warga atau kegiatan musyawarah pembangunan tetap terus dilakukan dengan mengedepankan transparansi dan partisipasi agar pembangunan yang dilakukan benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat. Peran kehumasan di pemerintahan memberikan kontribusi yang penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Peran kelembagaan yang ada di masyarakat perlu ditingkatkan baik kemampuan sumberdaya manusia maupun kelengkapan organisasi. Peran dan fungsi kelembagaan yang ada perlu dioptimalkan dengan pembinaan dan pelatihan bagi personil lembaga masyarakat yang ada sehingga secara nyata lembaga masyarakat tersebut memberikan nilai tambah dalam memperlancar proses pembangunan dan memberikan masukan terhadap pelaksanaan kegiatan program pembangunan yang sedang atau akan dijalankan. Peningkatan komunikasi atau peningkatan jaringan kerjasama antar lembaga masyarakat diharapkan dapat menciptakan penguatan modal sosial masyarakat sehingga memperkuat komunitas yang lebih besar dan akhirnya menjadi gerakan yang postif dalam mendukung kemajuan masyarakat. Peran aparatur pemerintah desa sangat penting sekali karena mereka berada pada barisan terdepan yang langsung menangani masyarakat. Kondisi aparatur desa yang masih kurang dari sisi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan menjadi kendala dalam mempercepat pembangunan
di desa dan mengembangkan
kemampuan kemasyarakatan. Pembinaan aparatur desa dari pemerintahan yang lebih tinggi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk mendukung kemajuan sebuah
desa,
pendidikan
dan
latihan
tentang
pembangunan
partisipatif,
perencanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sangat diperlukan disamping keadministrasian desa. Kesadaran tentang pentingnya transparansi, partisipasi dan akuntabilitas bagi aparatur pemerintah desa perlu ditingkatkan dan diperkuat
mengingat
pemerintahan
terkecil
akan
mencerminkan
kondisi
pemerintahan yang lebih tinggi yaitu pemerintahan Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pemerintah Pusat. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
92
a.
Kebijakan 1)
Peningkatan fasilitasi pengembangan masyarakat dan lembaga desa dalam melaksanakan pembangunan;
2)
Peningkatan peran serta masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan desa;
3)
Peningkatan fungsi kelembagaan dan sistem informasi masyarakat penunjang pemberdayaan masyarakat;
b.
4)
Peningkatan kapasitas aparatur pemerintah desa;
5)
Peningkatan kemampuan manajemen keuangan desa;
Strategi 1)
Mengoptimalkan sumberdaya (aparat desa) dalam memberikan fasilitasi kepada masyarakat;
2)
Meningkatkan SDM masyarakat desa dalam pembangunan;
3)
Mengembangkan teknologi tepat guna dengan memanfaatkan potensi dan kearifan desa;
4)
Mengoptimalkan kelembagaan ekonomi desa dalam memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi masyarakat;
5) c.
11.
Meningkatkan dan fasilitasi Bintek dan Diklat Pemerintah Desa;
Program 1)
Program fasilitasi pengembangan masyarakat;
2)
Program peningkatan partisipasi masyarakat;
3)
Program penguatan kelembagaan masyarakat;
4)
Program peningkatan kapasitas aparatur pemerintah desa;
Besarnya Tanggungan Keluarga dan Tekanan Hidup Masyarakat Miskin Rumah tangga miskin mempunyai rata-rata anggota keluarga lebih besar
daripada rumah tangga tidak miskin. Rumah tangga miskin di perkotaan rata-rata mempunyai anggota 5 orang. Pelayanan Keluarga Berencana perlu kembali ditingkatkan dalam upaya mengendalikan jumlah penduduk. Pengendalian jumlah penduduk terkait sangat penting karena pertambahan jumlah penduduk tanpa Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
93
diimbangi dengan pertambahan pendapatan akan menambah jumlah penduduk miskin. Untuk itu pelayanan Keluarga Berencana tidak hanya pada pembatasan jumlah anak namun merupakan manajemen kesejahateraan penduduk di suatu wilayah atau negara. Bagi masyarakat kurang mampu atau miskin diharapkan dapat dilayani dengan biaya gratis atau biaya pelayanan terjangkau dan berkualitas karena sudah menjadi tanggungjawab pemerintah dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakatnya tanpa membebani masyarakat lagi karena misi sosial dalam kesehatan perlu kembali ditingkatkan. Pengembangan model operasional BKB-Posyandu diharapkan akan lebih mendekatkan pada masyarakat sehingga pelayanan akan kesehatan terkait dengan KB semakin cepat dan dihindari keterlambatan pelayanan kesehatan. Peningkatan petugas lapangan KB perlu ditingkatkan dan perlu ditunjang sarana dan prasarana yang memadai termasuk petugas yang ada di Posyandu juga perlu dibekali dengan pengetahuan kesehatan yang lebih baik. Wujud pembinaan peran serta masyarakat diharapkan semakin meningkat baik
dari
sisi
masyarakat.
jumlah
kader
Kesadaran
akan
kesehatan pentingnya
masyarakat
maupun
Keluarga
Berencana
pengetahuan diharapkan
meningkatkan jumlah KB Mandiri. Meningkatnya kemampuan pengetahuan kader kesehatan masyarakat diharapkan dapat mempercepat proses sosialisasi akan pentingnya keluarga berencana bagi masa depan anak-anak dan keluarga yang sedang dibina. Perlu upaya yang terus menerus memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya kesehatan ibu, bayi dan anak agar dapat dikurangi angka kematian ibu dan kasus gizi kurang atau gizi buruk. Untuk itu program promosi kesehatan ibu, bayi dan anak dimaksudkan agar para ibu mampu menjaga kondisi kesehatannya, bayi atau anak yang dimiliki sehingga dapat tumbuh sehat, kuat dan cerdas. Promosi kesehatan tidak hanya memberikan sosialisasi secara umum tentang kesehatan bagi masyarakat umum tetapi diharapkan memberikan nilai tambah pengetahuan dalam meningkatkan kesehatan baik dari pemilihan jenis obat-obatan, susu maupun sayuran-sayuran yang baik bagi kesehatan ibu bayi dan anak di masyarakat kurang mampu atau masyarakat miskin. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
94
a.
Kebijakan 1)
Peningkatan kualitas pelayanan Keluarga Berencana untuk masyarakat dan mendorong masyarakat untuk mengendalikan kelahiran;
2)
Peningkatan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR);
3)
Pengembangan model operasional BKB-Posyandu-PAUD;
4)
Penguatan Kelompok Bina Keluarga, Bina Balita, Bina Remaja dan Bina Lansia;
5)
Peningkatan peran serta masyarakat dan pengembangan informasi KB dan KS serta meningkatkan peserta KB Mandiri;
b.
Strategi 1)
Meningkatkan
kemampuan
petugas
lapangan
(PLKB)
serta
mengkampanyekan Program Dua Anak Lebih Baik; 2)
Meningkatkan kapasitas pemahaman tentang reproduksi sehat remaja dengan melakukan advokasi untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam reproduksi sehat;
3)
Meningkatkan cakupan pelayanan kontrasepsi dan KB bagi keluarga miskin;
c.
Program 1)
Program pelayanan keluarga berencana;
2)
Program kesehatan reproduksi remaja;
3)
Program pengembangan model operasional BKB-Posyandu;
4)
Program pembinaan peran serta masyarakat dalam pelayanan KB Mandiri;
5)
Program promosi kesehatan ibu, bayi dan anak melalui Kelompok Bina Keluarga dan Bina Balita;
12.
Masih
Rendahnya
Akses
Usaha
Kecil
dan
Mikro
Terhadap
Permodalan Usaha dan Pasar Ekspor UMKM adalah basis perekonomian yang cukup tangguh di Jawa Tengah, sehingga kontribusi UMKM bagi penyerapan tenaga kerja sangat besar. Sayangnya prestasi ini tidak diimbangi dengan pelayanan permodalan yang diberikan oleh pemerintah secara optimal dan pasar ekspor juga sulit untuk ditembus karena Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
95
persaingan kualitas produk disamping akses menuju tempat tujuan ekspor belum sepenuhnya mudah dijangkau. Penguatan kapasitas kelembagaan koperasi sangat penting untuk menunjang kinerja pelayanan koperasi terhadap anggota maupun lingkungan masyarakatnya. Penguatan kapasitas kelembagaan tidak terlepas dari peningkatan sumberdaya manusia yang dimiliki melalui pendidikan dan pelatihan manajemen koperasi yang lebih baik. Penguatan jaringan kerjasama dan peningkatan penguasaan teknologi akan menambah kapasitas koperasi sebagai soko guru perekonomian bangsa menghadapi persaingan global maupun persaingan di tingkat lokal dan nasional. Selain penguasaan teknologi adalah prinsip akuntabilitas, transparansi dan kejujuran dalam menjalankan koperasi mempengaruhi kepercayaan masyarakat dalam bekerjasama dengan koperasi yang pada akhirnya koperasi benar-benar sebagai lokomotif pengerak perekonomi masyarakat selain lembaga-lembaga keuangan lainnya. Sejalan dengan penguatan kapasitas koperasi agar menjadi lebih berdaya maka melalui pengembangan jenis usaha yang dilakukan dan meningkatnya jaringan usaha diharapkan akan memperkuat posisi koperasi dalam perekonomian bangsa. Program ini sebagai langkah percepatan dan penguatan pilar ekonomi kerakyatan sehingga mampu bersaing dengan lembaga ekonomi lainnya. Pemberian modal kerja dan pembinaan memberikan nilai tambah dalam mengembangkan koperasi yang lebih maju dan profesional dalam melayani kebutuhan anggota dan masyarakat. Penguasaan teknologi bagi koperasi sangat penting untuk menunjang kinerja pelayanan ekonomi disamping sehat organisasi dan administrasi. Salah satu upaya agar koperasi mampu bersaing adalah adanya penguatan modal yang dimiliki, terfasilitasinya koperasi sebagai Sentra Bisnis Development Services sebagai Konsultan Keuangan Mitra
Bank (KKMB), terintegrasinya KSP
dalam teknologi yang terintegrasi sehingga dapat diketahui perkembangan kelompok-kelompok usaha di bawah koperasi. Pemberdayaan koperasi diharapkan meningkatkan kualitas produk UMKM, mengembangkan
dan
menumbuhkan
wirausaha
baru,
meningkatkan
akses
pemasaran, meningkatkan teknologi tepat guna, terfasilitasinya peningkatan teknologi tepat guna dan peningkatan pemasaran melalui kemitraan, misi dagang, pameran dan gelar produk unggulan. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
96
a.
Kebijakan 1)
Penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat perdesaan dan perkotaan dalam sistem basis agrobisnis (KUD, KOPTAN, KSP dan USP);
2)
Pengembangan jaringan usaha dan perluasan akses dan pangsa pasar koperasi dan UMKM baik di dalam negeri maupun luar negeri;
3)
Perluasan akses Koperasi dan UMKM terhadap lembaga pembiayaan dan penguatan
kelembagaan
keuangan
yang
memiliki
dan
dikelola
masyarakat (KSP, USP dan KJKS ); 4)
Peningkatan pertumbuhan dan memberdayakan UMKM melalui berbagai insentif di bidang perijinan, pemberian fasilitas pemasaran, melalui berbagai pameran produk-produk UMKM, serta penguatan sarana dan prasarana pendukung kegiatan usaha UMKM;
5)
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia Koperasi dan UMKM melalui pendidikan untuk menghasilkan SDM yang memiliki kompetensi dan daya saing yang tinggi;
b.
Strategi 1)
Penguatan kapasitas kelembagaan ekonomi masyarakat perdesaan dan perkotaan dalam sistem agrobisnis maupun perdagangan dan jasa;
2)
Membangun dan mengembangkan sistem jaringan distribusi dan
networking ekonomi koperasi dan UMKM; 3)
Menumbuhkembangkan
lembaga
keuangan
alternatif
(KSP/USP-
Koperasi dan KJKS/UJKS Koperasi) dan lembaga pendukung lainnya bagi pengembangan Koperasi dan UMKM; 4)
Meningkatkan
daya
saing
sektor
UMKM
melalui
peningkatan
produktivitas dan kualitas produk yang berbasis unggulan daerah, berdaya
saing
manajemen
global
pemasaran
dan
berorientasi
kearah
ekspor
pembentukan
serta
perbaikan
produk
bermerek
(branded product); 5)
Mewujudkan SDM Koperasi dan UMKM yang profesional melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga pelatihan dan sertifikasi profesi dalam rangka peningkatan SDM secara periodik dan berkelanjutan, serta perluasan sertifikasi kompetensi SDM koperasi dan UMKM;
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
97
c.
Program 1)
Program penguatan kapasitas kelembagaan Koperasi dan UMKM;
2)
Program pemberdayaan Koperasi dan UMKM melalui Penguatan dan pengembangan diversifikasi usaha dan sistem distribusi/jaringan usaha serta peningkatan daya saing;
3)
Program penguatan dan pengembangan permodalan dan jaringan kemitraan usaha KSP/USP-Koperasi;
4)
Program pemberdayaan Koperasi dan UMKM melalui peningkatan produktifitas pemasaran dan jaringan usaha;
13.
Belum Optimalnya Penyelenggaraan Tata Kepemerintahan Yang Bersih (Good Governance) Tuntutan untuk mewujudkan good governance sudah menjadi salah satu isu
yang harus segera diwujudkan, karena dengan tata kelola kepemerintahan yang bersih diharapkan dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Kinerja pemerintah akan integritas dan semangat yang tinggi dalam menjalankan peran dan fungsinya.
Program
peningkatan kualitas pelayanan publik sangat penting dilaksanakan karena terkait dengan sejauh mana pemerintahan dengan satuan kerja perangkat daerahnya mampu memberikan pelayanan publik menjalankan
kegiatan
programnya
yang baik kepada masyarakat dan
seefektif
mungkin
dalam
mengatasi
permasalahan yang ada. Transparansi dalam tata kelola pemerintahan, akuntabiltas serta kedisplinan aparatur menjadi salah satu indikator kinerja kualitas pelayanan publik. Pelayanan publik yang semakin cepat dan transparan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan masyarakat dan dapat mengurangi biaya dan waktu bagi masyarakat ketika akan mengurus sesuatu hal terkait dengan salah satu jenis pelayanan publik. Untuk itu sistem pelayanan publik terkait dengan sistem teknologi dan informasi pelayanan perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan dengan sistem elektronik. Oleh karena itu penting sekali peningkatan kemampuan aparatur pemerintahan dalam menguasai penggunaan teknologi informasi. Agar setiap anggaran pembiayaan lebih terfokus dalam penggunaannya maka penting sekali bagian perencanaan program satuan kerja perangkat daerah memahami subtansi kegiatan yang akan dianggarkan pembiayaanya untuk menghindari penggunaan anggaran yang tidak tepat penggunaanya. Peningkatan Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
98
peran Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah dalam memberikan saran dan masukan terkait ketepatan kegiatan dan kesesuaian jumlah anggaran terkait dengan kebijakan yang ada perlu lebih ditingkatkan agar arah pembangunan di suatu wilayah sesuai dengan tujuan pembangunan daerah dan tujuan pembangunan nasional. Fungsi evaluasi dan pengendalian pembangunan menjadi sangat penting untuk meningkatkan efektivitas hasil pembangunan pada tahun-tahun mendatang. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut: a.
Kebijakan 1)
Peningkatan disiplin aparatur pemerintahan;
2)
Peningkatan kualitas pelayanan publik melalui transparansi, partisipasi dan akuntabiltas tata kepemerintahan;
3)
Peningkatan kompetensi aparatur pemerintahan dalam pelayanan publik;
4)
Peningkatan
penguasaan
teknologi
dan
informasi
aparatur
pemerintahan; 5)
Peningkatan
efektivitas
penggunaan
anggaran
penanggulangan
kemiskinan; b.
Strategi 1)
Meningkatkan evaluasi kinerja internal aparatur pemerintahan;
2)
Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dengan pendidikan dan pelatihan terkait dengan pelayanan prima, perencanaan anggaran dan evaluasi program, perencanaan program;
3)
Meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi informasi melalui pendidikan dan pelatihan;
c.
Program 1)
Program peningkatan kualitas pelayanan publik;
2)
Program peningkatan sistem teknologi dan informasi pelayanan publik;
3)
Program
efektivitas
penganggaran
berbasis
kemiskinan
dan
pengangguran;
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
99
14.
Belum Terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender Dua indikator perwujudan keadilan dan kesetaraan gender adalah Indeks
Pembangunan
Gender
(IPG)
dan
Indeks
Pemberdayaan
Gender
(IDG).
Ketidakadilan dan kesetaraan gender juga dapat dilihat dari tingginya angka tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Masa depan suatu bangsa ditentukan sejauh mana kemampuan membina generasi muda baik pemuda maupun perempuan, baik dari pengetahuan dan ketrampilan.
Untuk
itu
perlu
sekali
peningkatan
kualitas
anak
dengan
meningkatakan ketrampilan dan pengetahuan, upaya untuk mengatasi anak terlantar menjadi hal yang penting bagi upaya menjamin kelangsungan masa depan anak
tersebut
sehingga
mereka
mampu
terlepas
dari
kemiskinan
yang
membelenggunya. Untuk itu perumusan kebijakan di masing-masing SKPD perlu memberikan kegiatan bagi peningkatan kualitas anak dan perempuan dari sisi pelatihan dan ketrampilan dan penyediaan sarana belajar dan sekolah bagi anakanak terlantar dan kurang mampu. Upaya untuk memperkuat peran serta perempuan dalam pembangunan dibutuhkan sarana dan prasarana yang salah satunya adalah kelembagaan. Kelembagaan pengarusutamaan gender yang telah ada seperti PKK perlu lebih dipertahankan dan ditingkatkan perannya dalam ikut serta dalam pembangunan. Kelompok-kelompok perempuan yang terbentuk di masyarakat perlu dikembangkan dalam aspek kegiatan dan ketrampilan terkait dengan bagaimana kaum perempuan agar bisa produktif menghasilkan usaha yang mampu menggerakan potensi sumberdaya yang ada di masyarakat. Upaya ini meliputi peningkatan kualitas hidup serta perlindungan perempuan dan anak melalui perluasan akses pelayanan kesehatan dan pendidikan. Kualitas anak yang sehat memberikan kontribusi terhadap kualitas masyarakat di suatu wilayah
sehingga mereka lebih
mampu
secara
produktif
berperan
dalam
pembangunan. Begitu juga kualitas perempuan yang semakin meningkat dalam membina anak dan keluarga menjadikan penguatan kualitas masyarakat di suatu wilayah semakin baik. Untuk itu pemenuhan kecukupan gizi anak dan ibu perlu diupayakan, sehingga mampu menciptakan generasi muda yang lebih baik dan berprestasi. Selain itu perlu diperhatikan pula kegiatan pendidikan kemasyarakatan, bimbingan sosial kader perempuan bidang kesejahteraan sosial, terselenggaranya reintegrasi sosial bagi korban kekerasan, TOT pekerja sosial pendamping korban kekerasan, orientasi penanganan anak-anak nakal. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
100
Perlunya wadah atau forum-forum kegiatan yang mampu mengekpresikan potensi yang dimiliki generasi muda dan anak termasuk perempuan dalam pembangunan. Peningkatan kemampuan akan seni budaya, olah raga dan pendidikan memberikan nilai tambah pada kualitas generasi mudah. Event-event lomba kreatifitas pemuda dan perempuan perlu banyak diselenggarakan untuk menggali potensi dan mengembangkan potensi sehingga memperkaya budaya bangsa dan mewarnai pembangunan yang dilaksanakan. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program
yang dilakukan adalah sebagai
berikut : a.
Kebijakan 1)
Penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender melalui pemahaman dan
komitmen,
kerangka
kebijakan,
struktur
dan
mekanisme
kelembagaan, data informasi dan penelitian, keterampilan perencanaan, manajemen, mekanisme partisipasi, serta sumberdaya;
b.
2)
Peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan;
3)
Peningkatan peran perempuan dalam pembangunan;
Strategi 1)
Mengintegrasikan
kebijakan
dan
program
peningkatan
kualitas
perempuan dan anak dalam dokumen perencanaan daerah (RPJPD, RPJMD dan RKPD); 2)
Meningkatkan pemahaman SKPD dalam pengarusutamaan gender, mewujudkan struktur dan mekanisme kelembagaan yang responsif gender,
mewujudkan
data
dan
informasi
untuk
penguatan
pengarusutamaan gender; 3)
Meningkatkan keterampilan perencanaan dan manajemen bagi SKPD tentang
pengarusutamaan
gender
dan
mewujudkan
mekanisme
partisipasi serta pengolahan sumberdaya yang mendukung peran perempuan dalam pembangunan; 4)
Meningkatkan kualitas hidup dan perlindungan perempuan melalui peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, partisipasi politik dan terbukanya akses sumberdaya dan ekonomi;
5)
Meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan;
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
101
c.
Program 1)
Program
keserasian
kebijakan
peningkatan
kualitas
anak
dan
perempuan; 2)
Program penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender;
3)
Program peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak;
4)
Peningkatan
peran
serta
anak
dan
kesetaraan
gender
dalam
pembangunan;
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
102
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
BAB VI MONITORING DAN EVALUASI
BAB VI MONITORING DAN EVALUASI A.
Pengertian, Tujuan, Manfaat dan Waktu Pelaksanaan
1.
Pengertian Kegiatan monitoring dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan pada
dasarnya dilakukan oleh semua pelaku atau pemangku kepentingan ( stakeholders) penanggulangan kemiskinan. Monitoring dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan pada Lembaga Pemerintah dilakukan secara internal oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kebijakan dan program, serta mengukur dampak kebijakan dan program penganggulangan
kemiskinan.
Kegiatan
monitoring
dan
evaluasi
program
penanggulangan kemiskinan juga dilakukan secara independen oleh lembagalembaga Non Pemerintah seperti LSM, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, Organisasi Profesi, dan Media Massa. Hasil monitoring dan evaluasi, baik yang dilakukan oleh Lembaga Pemerintah maupun Lembaga-Lembaga Non Pemerintah perlu diverifikasi dan dikonsolidasikan oleh sekretariat TKPKD Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan keempat Pokja agar dihasilkan laporan monitoring dan evaluasi yang sistematis, teratur, dan akurat.
2.
Tujuan
Monitoring dan evaluasi secara umum bertujuan untuk mengetahui sejauh mana dampak program/kegiatan yang mencakup manfaat maupun sasaran program itu sendiri telah berjalan. Secara khusus monitoring dan evaluasi itu bertujuan : a.
Untuk menilai kemajuan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan;
b.
Untuk mengetahui kendala-kendala dan permasalahan yang ditimbulkan oleh pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan;
c.
Untuk
mengukur
keluaran/hasil,
manfaat/maksud
dan
atau
dampak
pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan indikator-indikator yang telah di tetapkan; d.
Sebagai umpan balik untuk peningkatan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan khususnya pembangunan upaya penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah untuk periode sekarang maupun yang akan datang. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
103
Secara umum, kegiatan monitoring dan evaluasi akan menjawab pertanyaan sebagai berikut : a.
Apakah kebijakan dan program kegiatan yang dilaksanakan sudah mencapai tujuan yang direncanakan ?
b.
Apakah kebijakan dan program kegiatan yang dilaksanakan telah berhasil ? Mengapa berhasil ? Dan mengapa tidak berhasil ?
c.
Apakah kita akan mengulanginya lagi dengan berbagai perbaikan atau melakukan yang berbeda ?
3.
Manfaat Manfaat monitoring dan evaluasi adalah sebagai berikut :
a.
Mengetahui output dan outcome dari upaya program yang sedang dan telah berjalan.
b.
Sebagai pembelajaran bersama untuk melakukan program/kegiatan yang lebih baik lagi. Adapun manfaat dari monitoring dan evaluasi bagi berbagai pihak adalah :
a.
Bagi Pelaku (Stakeholders)
Monitoring dan evaluasi dimaksudkan untuk menciptakan kepemilikan lokal dan kepedulian bersama. Hal ini merupakan suatu cara untuk membangun kapasitas para pelaku dalam mencari keputusan, dan melakukan upayaupaya perbaikan sesuai dengan kebutuhan. Monitoring dan evaluasi ini juga merupakan pengejawantahan dari implementasi akuntabilitas. b.
Bagi Pengelola Program Pengelolaan dan evaluasi partisipatif dapat membantu untuk memperoleh informasi kuantitatif dan masukan dari berbagai aspirasi yang menyangkut dampak dari suatu program, sehingga dapat dibuat perencanaan strategi untuk meningkatkan pelaksanaan suatu program lebih baik lagi.
4.
Waktu Pelaksanaan Kegiatan evaluasi secara prinsip merupakan kegiatan tahap akhir dari suatu
kegiatan dan program, untuk dinilai apakah sebuah kebijakan dan program telah Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
104
mencapai tujuan yang diharapkan. Kegiatan evaluasi dapat dibagi menurut waktu pelaksanaannya yaitu : a.
Evaluasi pra program;
b.
Evaluasi pada saat program berjalan;
c.
Evaluasi summative (akhir); dan
d.
Evaluasi dampak. Jadi kegiatan evaluasi bukan merupakan kegiatan yang sekali saja dilakukan
pada saat akhir program/kegiatan tetapi kegiatan yang bisa dilakukan sesuai tahapan yang dilaksanakan.
B.
Sistem Monitoring dan Mekanisme Evaluasi Kegiatan monitoring dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan di
tingkat lokal atau komunitas sepenuhnya merupakan prakarsa dan kegiatan masyarakat sendiri. Untuk itu dapat diberikan pendampingan dan/atau advokasi oleh Sekretariat TKPKD Provinsi dan Kabupaten/Kota maupun oleh LSM yang memiliki kompetensi dalam penanggulangan kemiskinan. Keberhasilan pelaksanaan monitoring dan evaluasi perlu dilandasi oleh kejujuran, motivasi dan kesungguhan yang kuat dari para pelaku. Selain itu, prinsipprinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi kebijakan penanggulangan kemiskinan adalah : a.
Obyektif dan Profesional Pelaksanaan
monitoring
dan
evaluasi
dilakukan
secara
profesional
berdasarkan analisis data yang lengkap dan akurat agar menghasilkan penilaian secara obyektif dan masukan yang tepat terhadap pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan. b.
Transparan Pelaksanaan
monitoring dan evaluasi dilakukan secara terbuka dan
dilaporkan secara luas melalui berbagai media yang ada agar masyarakat dapat mengakses dengan mudah tentang informasi dan hasil kegiatan
monitoring dan evaluasi.
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
105
c.
Partisipatif Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan dengan melibatkan secara aktif dan interaktif para pelaku penanggulangan kemiskinan, termasuk masyarakat miskin itu sendiri.
d.
Akuntabel Pelaksanaan monitoring dan evaluasi harus dapat dipertanggung-jawabkan secara internal maupun eksternal.
e.
Tepat Waktu Pelaksanaan monitoring dan evaluasi harus dilakukan sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan.
f.
Berkesinambungan Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkesinambungan agar dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik bagi penyempurnaan kebijakan.
g.
Berbasis Indikator Kinerja Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria atau indikator kinerja, baik indikator masukan, proses, keluaran, manfaat maupun dampak.
h.
Jujur Agar data dan informasi yang didapatkan akan menjadi input terhadap analisis dan rekomendasi yang valid, maka seluruh pelaku/elemen yang terlibat dalam monitoring dan evaluasi harus memegang teguh kejujuran. Disamping prinsip-prinsip tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam pelaksanaan monitoring, yaitu : a.
Pelaku monitoring adalah semua pelaku/stakeholders yang berkepentingan terhadap masalah kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah. Dengan kata lain, pelaku monitoring dalam kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah adalah pemantau bagi dirinya sendiri dan bagi pelaku lain. Dengan demikian diharapkan dapat terlaksana prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas dan partisipasi. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah di tingkat Provinsi bertanggungjawab mengkoordinasikan
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
106
hasil
monitoring
dan
evaluasi
yang
dilakukan
oleh
masing-masing
stakeholders. b.
Obyek monitoring adalah semua kebijakan dan program yang terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan Provinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu,
monitoring
kegiatan
dilaksanakan
sejak
awal
dimulai
dari
proses
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program terkait, dan dilakukan oleh seluruh stakeholders di Provinsi Jawa Tengah, baik yang dilakukan di tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota maupun Provinsi. c.
Sarana monitoring kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan adalah segenap sarana yang dimiliki oleh masing-masing pelaku, selaras dengan semangat kerelawanan dan keikutsertaan, sehingga para pelaku dapat mempergunakan metode dan alat mereka sendiri untuk dikompilasikan hasilnya dan dikaji bersama sebagai dasar perbaikan dan program penanggulangan kemiskinan selanjutnya.
d.
Metode monitoring terhadap kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan ditentukan oleh masing-masing pihak, sesuai dengan kapasitas dan mekanisme kerja masing-masing dengan semangat memperbaiki kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang sedang berjalan. Sistem pemantauan (monitoring) yang partisipatif dalam penanggulangan
kemiskinan berperan sebagai : a.
Tulang punggung komunikasi vertikal dan horizontal yang menghubungkan staf proyek/program pada semua tingkatan dan lokasi dan dengan semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pelaksanaan proyek/program;
b.
Merupakan
dasar
untuk
partisipasi
aktif
penerima
akhir
manfaat
proyek/program serta stakeholders pada umumnya; c.
Memberdayakan masyarakat desa/kelurahan, khususnya kelompok-kelompok yang kurang beruntung di desa/kelurahan, keluarga miskin, dan perempuan untuk menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap layanan, tindakan, dan keluaran suatu program; Sistem
pemantauan
(monitoring)
memerlukan
rencana
operasi
yang
terstruktur dengan baik melalui sistem pengumpulan dan pengolahan data, dimana data ini adalah merupakan inti dari Sistem Informasi Managemen (SIM). Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
107
Langkah-Langkah Monitoring dan Evaluasi
C.
Agar monitoring dan evaluasi dapat dilaksanakan dengan lancar maka diperlukan perencanaan yang terprogram sehingga setiap tahapan pelaksanaan monev (monitoring dan evaluasi) sesuai dengan prosedur baku rencana kegiatan yang
ditetapkan.
Pelaksanaan
monev
didasarkan
atas
rencana
induk
pelaksanaannya yang dilakukan secara pasif dan aktif. Dalam hal ini data SIM menjadi sumber yang menyediakan data utama.
1.
Pembentukan Tim Pemantau (Monitoring) Sebelum
pembentukan
melakukan Tim
pemantauan,
Pemantau
maka
(Monitoring),
hal
terlebih ini
dahulu
ditempuh
dilakukan
agar
terjadi
pembelajaran bersama ketika pemantauan dilaksanakan. Di Provinsi Jawa Tengah pemantauan dilaksanakan melalui dua kategori, yaitu : a.
Pemantauan Internal, yang dilakukan oleh dinas/instansi terkait dengan program atau kegiatan yang sedang dilakukan.
b.
Pemantauan
Independen,
yang
dilakukan
oleh
Tim
Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Provinsi Jawa Tengah dengan membuat Kelompok Kerja (POKJA), Selain itu TKPKD provinsi Jawa Tengah juga
akan
memantau
kegiatan
penanggulangan
kemiskinan
yang
dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota bersama dengan Tim yang ada di Kabupaten/Kota setempat. Pembentukan Tim dibentuk berdasarkan dari perwakilan dari setiap unsur yang ada dan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.
2.
Pembahasan Materi Pemantauan Setelah terbentuk Tim Pemantau, maka selanjutnya dibahas dan disepakati
bersama materi yang akan dijadikan dasar pemantauan. Dalam pembahasan materi tersebut, tentunya tidak terlepas dari data dan informasi mengenai indikator kinerja kebijakan program penanggulangan kemiskinan yang telah disepakati sebelumnya dan telah dituangkan dalam target capaian pada BAB sebelumnya, termasuk didalamnya output dan outcome serta capaian suatu program yang akan dipantau, serta data kondisi awal wilayah yang akan dipantau sebelum pelaksanaan program
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
108
tersebut. Permasalahan dan kendala yang dihadapi baik dari laporan maupun dari pengaduan yang masuk juga menjadi dasar dalam pembahasan materi ini. Dengan adanya pembahasan materi ini, lebih memungkinkan adanya kesamaan pemahaman terhadap sasaran yang akan dilakukan pemantauan serta tidak akan terjadi perbedaan pemahaman diantara pelaku. Dari hasil pembahasan tersebut, keluarlah format monitoring bersama yang akan digunakan oleh seluruh Tim Pemantau. Materi Pemantauan dapat didasarkan juga pada Indikator Kinerja Upaya Penanggulangan Kemiskinan, yang merupakan indikator proses dari setiap langkah program penanggulangan kemiskinan secara
lintas sektor yang dilakukan oleh
instansi-instansi di tingkat Provinsi, sehingga diharapkan dapat terjadi sinkronisasi dan
sinergitas
untuk
mencapai
sasaran
pokok.
Indikator
kinerja
upaya
penanggulangan kemiskinan meliputi : a.
Manusia; sasaran akhir berupa meningkatnya modal sosial, keberdayaan dan martabat manusia;
b.
Ekonomi; sasaran akhir berupa meningkatnya produktifitas dan kapasitas ekonomi;
c.
Lingkungan; sasaran akhir berupa meningkatnya dukungan lingkungan sosial ekonomi terhadap pengembangan usaha;
d.
Kelembagaan;
sasaran
akhir
berupa
meningkatnya
keberdayaan
kelembagaan penduduk miskin dalam berusaha; e.
Berkelanjutan; sasaran akhir berupa menurunnya jumlah penduduk miskin secara terus menerus berdasarkan keberdayaan penduduk miskin yang ada.
Indikator diperlukan sebagai alat untuk menilai kemajuan, keseluruhan kinerja dan dampak program penanggulangan kemiskinan. Indikator merupakan tulang punggung sistem monitoring dan evaluasi sehingga indikator-indikator kinerja yang ada harus dapat diverifikasi secara obyektif. Indikator pencapaian hasil menentukan : a.
Apakah kegiatan dan masukan program penanggulangan kemiskinan menghasilkan keluaran/output yang diharapkan;
b.
Apakah keluaran atau hasil program penanggulangan kemiskinan mencapai maksud/manfaat program; Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
109
c.
Apakah maksud/manfaat program ini memberikan sumbangan kepada tujuan keseluruhan program penanggulangan kemiskinan. Indikator dapat dikembangkan dengan cara yang sangat rinci untuk
mengukur capaian setiap kegiatan, keluaran, maksud dan tujuan program. Oleh karena itu indikator dapat digabung dan disusun sesuai dengan peringkat dan berubah menjadi indikator kunci.
3.
Penentuan Lokasi Sasaran Dalam melakukan pemantauan, juga sangat penting sekali menentukan
lokasi yang akan dikunjungi oleh Tim Pemantau. Apabila lokasinya banyak dengan jumlah pemantau yang sangat terbatas dan tidak akan terkunjungi semua, maka perlu adanya langkah/metode penentuan lokasi yang akan menjadi sampel pemantauan, sebagai berikut : a.
Dilakukan secara acak, diambil beberapa lokasi yang akan dikunjungi dari sejumlah lokasi yang ada. Jumlah lokasi kunjungan disepakati terlebih dahulu oleh Tim pemantau.
b.
Penentuan lokasi sasaran berdasarkan jenis kegiatan atau sasaran penerima manfaat, misalnya program sarana prasarana umum maka dipilih lokasi yang memiliki program yang jenisnya berbeda, misal dipilih lokasi yang penerima manfaatnya terbesar, dll.
c.
Tim Pemantau dapat memilih lokasi dengan kategori wilayah yang paling baik atau paling buruk, atau wilayah yang kondisi geografisnya normal dan wilayah yang kondisi geografisnya remote (sulit/jauh).
d.
Lokasi sasaran juga juga dapat ditentukan berdasarkan capaian suatu program/kegiatan, wilayah yang paling cepat dan wilayah yang paling lambat proses pelaksanaan program/kegiatan tersebut.
e.
Pelaksanaan pemantauan juga dapat dilakukan berdasarkan aspirasi dan permasalahan
yang
terjadi,
baik
itu
berdasarkan
temuan,
maupun
berdasarkan pengaduan dari masyarakat atau dari pihak lain.
4.
Pelaksanaan Monitoring oleh Tim Pemantau Pelaksanaan pemantauan dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah
disepakati bersama Tim pemantau (monitoring), hal ini dilakukan untuk lebih Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
110
mengefisienkan waktu. Dalam pelaksanaannya Tim pemantau menyesuaikan waktunya dengan masyarakat atau pelaku yang akan dikunjungi, sehingga akan dapat berjalan secara optimal. Apabila pemantauan dilakukan kepada masyarakat, maka Tim pemantau harus menggunakan prinsip informal dan kekeluargaan, sehingga masyarakat akan lebih terbuka dalam memberikan informasi yang ditanyakan oleh Tim Pemantau. Hendaknya pelaksanaan pemantauan program penanggulangan kemiskinan bisa dijalankan secara berjenjang mulai dari tingkat pusat sampai di tingkat desa/kelurahan sebagai berikut : a.
Tingkat Pusat (Tim Pemantau pusat) 1)
Memonitor kinerja seluruh pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis) di setiap Provinsi;
2)
Memonitor kinerja administrasi pembiayaan Program Penanggulangan Kemiskinan di setiap Provinsi;
3) b.
Menyiapkan laporan berkala kepada penyandang dana (donor).
Tingkat Provinsi (Tim Pemantau Provinsi) 1)
Memonitor kinerja seluruh pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis) di tingkat Kabupaten/Kota;
2)
Menerima laporan kemajuan pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan
(Pronangkis)
dari
Tim
Koordinasi
Penanggulangan
Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten/Kota dalam rangka pemantauan dan sinkronisasi kegiatan-kegiatan di Kabupaten/Kota. c.
Tingkat Kabupaten/Kota (Tim Pemantau Kabupaten/Kota) 1)
Membentuk Unit Pemantauan dan Pengaduan masyarakat (UPPM) dari beberapa
stakeholders
Program
Penanggulangan
Kemiskinan
(Pronangkis) di tingkat Kabupaten/Kota yang dikoordinasikan oleh TKPKD; 2)
Melaporkan informasi yang diperlukan tingkat pusat dan provinsi secara berkala dengan menggunakan Sistem Informasi Managemen (SIM) yang ada;
3)
Mengolah dan menganalisis informasi tambahan berdasarkan kreteria dan indikator yang telah ditetapkan.
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
111
d.
Tingkat Kecamatan (Tim Pemantau Tingkat Kecamatan) 1)
Membentuk Unit Pemantauan dan
Pengaduan Masyarakat (UPPM)
Pronangkis di tingkat Kecamatan; 2)
Melaporkan informasi yang diperlukan tingkat Kabupaten/Kota secara berkala dengan menggunakan Sistim Informasi Managemen (SIM) yang ada;
3)
Mengolah dan menganalisis informasi tambahan berdasarkan kriteria dan indikator yang telah ditetapkan.
e.
Tingkat Desa/Kelurahan (Tim Pemantau Tingkat Kelurahan) 1)
Membentuk Unit Pemantauan dan Pengaduan Masyarakat (UPPM) di tingkat Desa/Kelurahan yang terdiri dari seluruh elemen masyarakat di Desa/Kelurahan;
2)
Melaksanakan pemantauan/monitoring secara partisipatif;
3)
Mengumpulkan data dari hasil pemantauan/monitoring;
4)
Melaporkan
hasil
pemantauan
ke
tingkat
Kecamatan
dan
Kabupaten/Kota. Untuk lebih jelasnya alur atau proses mekanisme dan teknis monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada gambar 8 sebagai berikut :
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
112
Gambar 8 Mekanisme dan Teknis Monitoring dan Evaluasi Mekanisme dan teknis monitoring dan evaluasi Presiden Bidang Kabinet
DPR
TK P K 1. Forum Konsultasi Monev 2. Pokja Monev
Konsolidasi Monev PK Pemerintah
Konsolidasi Monev PK Non Pemerintah
Monev Internal 1. Departemen 2. Non Departemen
Monev Independen 1. LSM 2. Dunia Usaha 3. Masyarakat
Gubernur Konsulidasi Monev PK Pemerintah
DPRDI T K P K Propinsi 1. Forum Konsultasi Monev 2. Pokja Monev Propinsi
Konsolidasi Monev PK Non Pemerintah
Monev Internal 1.Departemen 2.Non Departemen
Monev Independen 1. LSM 2. Dunia Usaha 3. Masyarakat
Bupati
Konsulidasi Monev PK Pemerintah
Monev Internal 1. Departemen 2. Non Departemen
D P R D II
T K P K Kabupatten 1. Forum Konsultasi Monev 2. Pokja Monev Kabupaten
Konsolidasi Monev PK Non Pemerintah
Monev Independen 1. LSM 2. Dunia Usaha 3. Masyarakat
Tim Monev Kecamatan
Tim Monev Desa/Kel.
Beberapa upaya yang perlu ditempuh untuk memperkuat kapasitas kelembagaan dalam melakukan monitoring dan evaluasi terhadap Program Penanggulangan Kemiskinan adalah : a.
Membangun
sistem
monitoring
dan
evaluasi
yang
terpadu
dengan
memperhatikan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin; Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
113
b.
Melaksanakan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian informasi secara
regular dan terpilah dengan memperhatikan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin; c.
Mengembangkan standarisasi tentang indikator, variabel dan data yang relevan dengan kondisi dan tingkat pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin;
d.
Memperluas kesempatan bagi berbagai pihak untuk mengakses data, informasi tentang kondisi dan tingkat pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin;
e.
Melakukan survey secara regular tentang tingkat kepuasan penerima layanan;
f.
Melakukan tindak lanjut terhadap hasil temuan yang diperoleh dari kegiatan
monitoring;
5.
Pembahasan Hasil Monitoring Setelah dilakukan pemantauan, maka selanjutnya dilakukan pembahasan
hasil dari pelaksanaan pemantauan (monitoring) tersebut. Kegiatan pembahasan ini dihadiri oleh seluruh stakeholders, sehingga dapat memberikan masukan dan dapat diketahui hasilnya oleh semua pihak terkait. Pada pelaksanaan pembahasan ini disampaikan oleh Tim Pemantau secara terbuka dan kemudian ditanggapi oleh peserta yang hadir yang kemudian disepakati rekomendasi guna perbaikan program selanjutnya.
6.
Pelaporan Hasil Monitoring dan Evaluasi Pelaporan hasil pemantauan (monitoring) dan evaluasi penanggulangan
kemiskinan dilakukan untuk menggambarkan kondisi kemiskinan secara nyata dan dan kinerja kebijakan secara obyektif. Laporan yang dihasilkan dari berbagai pihak perlu diolah dan dikonsolidasikan agar komprehensif dan lengkap. Konsolidasi hasil laporan monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan juga dilaporkan terhadap LSM, Media Masa, Perguruan Tinggi, dan Lembaga Penelitian. Tim
Koordinasi
Penanggulangan
Kemiskinan
Daerah
(TKPKD)
menggabungkan kedua hasil konsolidasi laporan pemantauan dan evaluasi penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah dan non pemerintah Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
114
menjadi laporan monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan daerah. Laporan tersebut dilengkapi dengan rekomendasi kebijakan untuk merespon kondisi kemiskinan dan kinerja kebijakan penanggulangan kemiskinan yang selanjutnya diberikan kepada Bupati dan dinas/instansi terkait serta disosialisasikan kepada masyarakat luas. Pelaporan hasil monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan disusun secara praktis, sederhana, menarik, transparan dan mudah dipahami semua pihak. Sistem pelaporan program penanggulangan kemiskinan didasarkan pada prinsip manajemen bermanfaat, untuk mengetahui perkembangan proses pelaksanaan program mulai tahap persiapan dan perencanaan,
pelaksanaan, monitoring,
evaluasi dan laporan diperlukan dalam rangka pengendalian kegiatan program penanggulangan kemiskinan. Penyampaian laporan
melalui jalur struktural mulai
dari tingkat desa/kelurahan berjenjang hingga tingkat pusat, yaitu : a.
Tingkat Desa/Kelurahan Pelaporan
di
tingkat
Desa/Kelurahan
dilakukan
oleh
Tim
Pelaksana
Desa/Kelurahan, Tim Monitoring dan Evaluasi Desa/Kelurahan, dan Tim Operasi dan Pemeliharaan, meliputi :
b.
1)
Laporan kemajuan/perkembangan secara periodik;
2)
Laporan kegiatan monitoring dan evaluasi;
3)
Laporan kegiatan operasional dan pemeliharaan.
Tingkat Kecamatan Pelaporan di tingkat Kecamatan dilakukan oleh Koordinator Pelaksana Lapangan yang bersama-sama dengan elemen masyarakat di Tingkat Kecamatan, meliputi :
c.
1)
Laporan perkembangan atau kemajuan program secara periodik;
2)
Laporan hasil monitoring dan evaluasi.
Tingkat Kabupaten/Kota Pelaporan di tingkat Kabupaten/Kota dilakukan oleh Tim Koordinasi Kegiatan Kabupaten/Kota, Pimpro, dan Unit Pengelola Program, meliputi: 1)
Rancangan kerja yang mencakup tahap persiapan dan rencana target program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten/Kota;
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
115
2)
Laporan
pelaksanaan
berkala
mencakup
kemajuan
pelaksanaan
kegiatan program penanggulangan kemiskinan; 3)
Laporan pengawasan/monitoring dan evaluasi mencakup pemantauan internal
dan
eksternal
pelaksanaan
program
penanggulangan
kemiskinan; 4)
Laporan pengoperasian dan pemeliharaan sarana prasarana pendukung upaya penanggulangan kemiskinan.
d.
Tingkat Pusat Pelaporan yang dilakukan di tingkat Pusat, meliputi : 1)
Laporan
kemajuan/perkembangan
pelaksanaan
kegiatan
program
penanggulangan kemiskinan; 2)
7.
Laporan keuangan konsolidasi.
Diseminasi Hasil Monitoring dan Evaluasi Hasil monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan menjadi hak
sepenuhnya masyarakat Provinsi Jawa Tengah yang dapat diakses secara mudah, terbuka, dan cepat. Oleh karena itu hasil pemantauan dan evaluasi penanggulangan kemiskinan perlu disosialisasikan kepada seluruh stakeholders dan masyarakat melalui berbagai media informasi seperti : media cetak, elektronik, internet dan media lain yang mudah diakses oleh publik. 8.
Pemanfaatan dan Tindak Lanjut Hasil temuan dari kegiatan monitoring dan evaluasi dapat dimanfaatkan,
untuk berbagai tujuan : a.
Memberikan umpan balik bagi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan;
b.
Melakukan sinkronisasi berbagai kebijakan dan program;
c.
Meningkatkan keterbukaan;
d.
Pertanggungjawaban
publik
terhadap
kebijakan
dan
program
serta
memberikan peningkatan studi bagi para akademisi dan peneliti; Tindak lanjut dari hasil monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan dirumuskan dalam pembahasan antar dinas/instansi dan pertemuan atau dengar Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
116
pendapat dengan DPRD untuk menanggapi laporan monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan. Hasil
pembahasan
tersebut
dituangkan
dalam
bentuk
reorientasi
perencanaan dan pengalokasian anggaran pembangunan. Selanjutnya akan dikeluarkan kebijakan dalam bentuk keputusan untuk meneruskan, menghentikan sementara, atau mengubah suatu kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. Keputusan yang disusun dengan memperhatikan dampak bagi masyarakat miskin, administrasi, alokasi anggaran, dan pertimbangan lain yang perlu diperhatikan.
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
117
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
BAB VII PENUTUP
BAB VII PENUTUP Kemiskinan masih menjadi isu utama dalam pembangunan sosial ekonomi di Indonesia
termasuk
juga
di
Provinsi
Jawa
Tengah.
Upaya
percepatan
penanggulangan kemiskinan telah dilakukan Pemerintah dan Pemerintah Daerah melalui
berbagai
program
kegiatan
baik
sektoral
maupun
lintas
bidang
pembangunan. Selain itu, percepatan penanggulangan kemiskinan juga perlu didukung oleh upaya penciptaan tata pemerintahan yang baik, yaitu sebuah tata pemerintahan yang mengedepankan hubungan sinergitas antara elemen-elemen pemerintah, swasta dan masyarakat yang mendasarkan prinsip-prinsip partisipasi, akuntabilitas, transparansi dan pada pengutamaan kepentingan masyarakat. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) merupakan payung kebijakan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di daerah. Dokumen SPKD Provinsi Jawa Tengah disusun dengan berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor : 15 Tahun 2010, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 dan Instruksi Presiden Nomor : 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor : 42 Tahun 2010 tentang Pedoman Pembentukan
Tim
Koordinasi
Penanggulangan
Kemiskinan
Provinsi
dan
Kabupaten/Kota yang diselaraskan dengan Visi dan Misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2013. Dokumen SPKD Provinsi Jawa Tengah diharapkan menjadi acuan bagi seluruh pelaku pembangunan di Provinsi Jawa Tengah baik Pemerintah, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi/Lembaga dan Masyarakat dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan. Setiap daerah mempunyai karakteristik dan masalah kemiskinan yang berbeda dengan daerah lainnya, oleh sebab itu dokumen SPKD di daerah perlu disesuaikan dengan situasi, kondisi dan kemampuan pada masing-masing daerah. Dokumen
SPKD
berlaku
sebagai
acuan
dalam
melakukan
upaya
penanggulangan kemiskinan dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang dan secara dinamis dapat dilakukan perubahan sesuai perkembangan lingkungan. Dokumen SPKD ini diharapkan mampu menjadi pembawa arah bagi upaya penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Jawa Tengah. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013
118