Edisi XLVI, Januari 2015
NewsRhetor Media Komunikasi Mahasiswa
RHETOR
REKTOR Kampus
: Kubu-kubuan NU - Muhammadiyah dalam Pilrek : Polemik UKT Masih Berlanjut : Regulasi SC Ancam Kreativitas Mahasiswa Fakultas : IKD Terbentur Sistem Rhetorika : Anakronis Anarkisme Sketsa : Kami Berasal Dari Negara Asing, Tapi Jangan Asingkan Kami
Salam Redaksi
NewsRhetor Edisi XLVI
Preambule Jaman iki jaman lebay, alay, nek ra melu lebay, alay, malah dianggap alay, lebay ( sekarang itu zaman lebay dan alay, kalau tidak ikutan lebay dan alay malah dianggap lebay dan alay) – Otorbus Niqattum Ungkapan itu kami dapatkan dari sebuah status facebook seorang kawan. Entah sebab galau, gersang atau hampa, tapi yang jelas pasti ada motif tersirat yang ingin ia sampaikan dalam statusnya. Dilihat siratannya, ia ingin menggambarkan bagaimana identitas hidup manusia modern, khususnya mudamudinya. Tak berlebihan kiranya, sebab memang begitulah kondisi real yang kita amati dan jalani hari ini. Manusia bak tak punya daya melawan arus itu, muda mudi terhempas, identitas tercerabut, perilaku semrawut. Tak ada lagi kebenaran, yang ada saling cari pembenaran atas masing-masing laku hidupnya. Saiki, jika ada muda-mudi yang melakukan laku-laku intelektual, menyelenggarakan gerakan pemberdayaan, atau bekennnya laku gerakan revolusioner akan dianggap laku yang aneh dan nyeleneh,
sok-sokan atau malah dianggap tak punya kerjaan. Yah, itulah trend, niscaya diterima muhal ditolak. Seperti yang disiratkan status kawan saya diatas, alay dan lebay menjadi wajah dan laku baru muda-mudi manusia modern. Yah, tiap zaman memang punya identitasnya masing-masing, kita tak perlu kaku dan eklusif, terimalah dan lakukanlah gerakan perubahan menurut identitas zamannya. Lebih dari seribu tiga ratus lima puluh tahun yang lalu, seorang khalifah islam bernama Ali bin Abi Thalib memberikan nasehat bahwa mendidik generasi itu harus disesuaikan dengan konteks zaman itu berada. Tak usah berkerut membacanya, sebelum lelah, ngopi sek aja guys, biar tak panik ini kita sediakan suplemen, NewsRhetor XLVI. []
Lembaga Pers Mahasiswa
RHETOR
RHETOR
NewsRhetor diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) RHETOR FDK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pelindung: Allah SWT| Penasehat: Filosof segala Zaman| Pembina: Nanang Mizwar Hasyim M.Si | Pemimpin Umum: Ahmad Hedar | Sekretaris Umum: Nur Anisa Sholikhah | Bendahara : Arivia Nujumulhayat | Pemimpin Redaksi: Fikry Fachrurrizal | Redaktur Pelaksana : Fullah Jumaynah, Amita Meilawati |Redaktur Online: Sarjoko| Staf Redaksi: Nelis Restine Fajrin, Anindia Puspitasari, Roihan Asrofi, Eko Sulistyono, Muhammad Hadi| Kord. PSDM: Suhairi | Staf. PSDM : Fuat Hasan, Tri Junita Sari, Riyan Agus Prasetyo, Amin Aulawie| Jarkom : Acep Adam Muslim | Desain Cover : David Maulana | Ismail Labong | Tata Letak: Suhairi Kantor Redaksi : Jl.Marsda Adi Sucipto Gd. Student Center R.3.46 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta kode pos 55281
NewsRhetor Edisi XLVI
Tajuk
Pilrek Akhirnya, lewat sudah tahun berisik. Tahun yang hari-harinya penuh kegaduhan politik. Selamat datang tahun baru, meski tak menjamin bebas dari intrik. Namun, selalu ada harapan setiap tahun untuk terus membaik. “Panas”nya tahun lalu, membuat UIN Sunan Kalijaga ikut “kepanasan”. Bukan kebetulan, apalagi ikutikutan, UIN Suka gelar suksesi kepemimpinan. Sayang, pemilihan tersebut mahasiswa (dibuat) tidak dilibatkan. Pemilihan digelar “sembunyi-sembunyi” di saat mahasiswa sedang liburan. Selain itu, seperti pemilihan sebelumsebelumnya, suksesi kali ini melibatkan praktik politik kubu-kubuan. NU-Muhammadiyah menjadi basis afiliasi kedua kubu untuk memperebutkan UIN 1. Sebagai bagian dari sivitas akademika, mahasiswa seharusnya dilibatkan. Tidak mendapat suara pun, selayaknya dibuatkan ruang terbuka antara mahasiswa dan para calon rektor untuk berbagi visi-misi dan aspirasi. Tujuannya jelas: demi kebaikan UIN Suka mendatang, khususnya empat tahun ke depan. Aneh kan, mahasiswa tak tau siapa dan bagaimana calon rektornya. Begitu pun, rektornya tak mengerti apa dan bagaimana aspirasi mahasiswa. Lalu, fenomena kubu-kubuan antara afiliasi NU dan Muhammadiyah seharusnya tidak mempengaruhi independensi pemilihan rektor. Baiknya, sebagai lembaga akademik, UIN Suka harus mengedepankan logika
Sang Ahli PHP
akademik dalam pemilihan rektor, bukan logika politik praktis. Pemilihan harusnya didasarkan pada integritas dan kapabilitas secara kelembagaan maupun keilmuan, bukan main banyak-banyakan suara. Memang tak dapat dipungkiri, sebagai organisasi yang usianya lebih sepuh dari republik ini, NU dan Muhammadiyah layak tampil terdepan dalam pembangunan di bidang pendidikan. Termasuk terlibat di dalam tubuh UIN melalui orang-orang yang memiliki ikatan kultural maupun struktural dengan kedua organisasi tersebut. Namun pelibatan yang terjadi bukan untuk kepentingan jangka pendek seperti rebutan kursi rektor dan kebijakan. Jangan rendahkan martabat NU dan Muhammadiyah untuk hal-hal itu! Akhirnya, meskipun tak diajak rembug saat pemilihan, mahasiswa akan tetap melibatkan diri demi menyampaikan aspirasinya. Upaya pengawalan dan kontrol senantiasa ditulis dan diteriakkan oleh mahasiswa. Untuk itulah mereka ada. Selanjutnya, jika memang harus sejalan dengan realitas politik UIN Suka yang menyaratkan punya “kaki” dalam bentuk kubu-kubu. Jadikanlah kaki itu untuk melangkah elegan dan mempererat antar kubu demi langkah yang kompak, tentunya dalam kebajikan. Bukan dipakai untuk saling menendang dan menjegal sesama.[Redaksi]
Surat Pembaca
Oleh : KBMF.DK tatib itu dicantumkan aturan bahwa seluruh mahasiswa Ini Peringatan ketiga....! dilarang memakai celana jeans. Sekarang, tinggal di cek saja Pada tanggal 24 oktober 2014 bertepatan dengan berapa ribu mahasiswa yang memakai celana tersebut tapi tak pelaksanaan Ujian Tengah Semester (UTS) Keluarga Besar pernah di usir dari kelas, berapa ratus mahasiswi yang pakai Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi (KBMF.DK ) celana ketat dan baju transparan namun juga tak pernah melakukan audiensi dengan jajaran birokrasi dekanat, ditindak tegas, yang terlihat, pihak kampus, khususnya di jurusan, TU hingga dosen pengajar. KBMF.DK menuntut F.DK, terlebih khusus lagi Dekan dan beberapa dosen hanya beberapa persoalan yang ada di F.DK. Sebagian besar menindak mahasiswa yang pake kaos dan sandal. Lalu masih tuntutan KBMF.DK ialah soal proses belajar mengajar mau ngobrolin moral, masih pantas ngobrolin keadilan, beserta perangkatya yang dianggap belum optimal. masih layak tatib digunakan. Nonsense alias omong kosong Tak optimalnya proses KBM menurut KBMF.DK bin ra mutu. dapat terindikasi dari Fasilitas belajar yang minim, padahal Lah, waktu itu tuntutan pihak KBMF.DK memang anggaran dan dana perawatan sudah tersedia. Kemudian sempat di skors dengan alasan menunggu keputusan rapat masih dipertahankannya dosen yang rendah kapasitas dan Dekanat beserta klarifikasi dari para Dosen terkait. Dengan kapabilitasnya, sehingga membuat minat belajar mahasiswa pelbagai pertimbangan, maka KBMF.DK sepakat untuk turun karena merasa tak dapat ilmu dari dosen terkait. Tak memberikan somasi selama 2 X 24 jam. perlu kami sebutkan satu persatu nama dosennya, karena Setelah waktu tersebut tiba, KBMF.DK pun selain banyak, pihak dekanat dan jurusan sudah mengantongi kembali turun guna menunggu respon dan hasil keputusan nama yang dimaksud tersebut. Jadi, silahkan bisa di cek Dekanat beserta jajarannya hingga Dosen. Beberapa tuntutan langsung memang bisa mereka klarifikasi dan KBMF.DK terima. Tak hanya soal proses belajar, tata tertib juga Namun sebagian yang lain juga dijanjikan mereka untuk menjadi pembahasan kala itu. Meski terkadang pihak segera direalisasikan, seperti perbaikan Dosen, Fasilitas kampus, khususnya di tingkatan birokrasi menganggapnya hingga tatib. hal yang remeh temeh. Ya, memang remeh temeh, karena Namun, sudah beberapa bulan berlalu, indikasi tatib hanya dijadikan kampus sebagai alat untuk menakutperbaikan tak kunjung ditemui, semua tuntan dan janji nakuti mahasiswa, bukan membuat pintar apalagi cerdas. perbaikan tak pernah direalisasikan. Ya, untuk yang kesekian Toh, seringkali semua pihak dikampus juga melanggar tatib kalinya, kita di PHP-in kampus. itu secara berjamaah dan tanpa dosa. Contoh kecilnya saja, di salah satu pasal dalam Bagi seluruh sivitas akademika UIN Sunan Kalijaga yang ingin berkontribusi lewat tulisan (surat pembaca, opini, artikel, esai, puisi dan cerpen), silahkan kirim ke alamat e-mail: lpmrhetor@gmail.com. Bagi yang merasa keberatan dengan pemberitaan NewsRhetor, dapat melayangkan hak jawab ke alamat yang sama atau datang langsung ke alamat redaksi untuk berdiskusi. Crew NewsRhetor dibekali tanda pengenal dan dilarang memberi ataupun menerima imbalan dalam bentuk apapun.
Kampus
NewsRhetor Edisi XLVI
Kubu-kubuan NU - Muhammadiyah dalam Pilrek Oleh: Amin Aulawi “ Ruang kampus yang dianggap steril dari politik praktis nampaknya hanya sekedar wacana. Indikasi itu mencuat kala melihat peta pemilihan rektor. Tak tanggung-tanggung, pilrek yang sudah berjalan beberapa periode itu melibatkan NU-Muhammadiyah sebagai kekuatan politik di masing-masing kubu.” UIN - Pemilihan rektor (Pilrek) telah usai, tak ada hingar bingar maupun kesan meriah. Pamflet pengumuman soal pemilihan rektor pun tak terlalu semarak, bahkan kosong melompong di beberapa lokasi strategis kampus Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yang terlihat, hanya di depan gerbang utama dan pamflet-pamflet kecil di tiap mading Fakultas. Hanya beberapa kali terdengar kegaduhan di beberapa kubu, itupun soal pemindahan hari-H pemilihan rektor. Tak adanya geliat pesta demokrasi itu tak lepas dari ditutupnya peran serta mahasiswa dalam pilrek. Alih-alih berperan aktif dalam memantau dan mengawal dinamika pilrek, sosialisai pun dianggap sangat minim untuk mahasiswa. Hal itu Seperti yang dikatakan oleh Adin, menurutnya sosialisasi pemilihan rektor kali ini tidak seperti tahun-tahun sebelumya. “Kalo tahun-tahun sebelumnya di setiap ada pemilihan rektor, sosialisasinya gencar mas, biasanya dosen-dosen juga ikut mensosialisasikan di ruang informal,” ujar mantan anggota Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa ini. Selain pentingnya peran aktif mahasiswa dalam memantau dan mengawal dinamika pilrek, alasan adin kenapa mahasiswa harus dilibatkan dalam pilrek adalah konsekoensi logis dari pemilihan itu, yakni pengawalan atas kinerja Rektor. Menurut aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu, kepemimpinan yang akan dijalankan oleh rektor terpilih secara pasti menentukan arah kampus, khususnya mahasiswa. Sebab itulah ia menyebut pihak penyelenggara terlalu arogan. “UIN jogja cenderung arogan dalam pemilihan rektor kemarin, terlebih dengan adanya pemunduran waktu Pilrek,” kata Adin. Tak kalah kecewanya dengan kondisi itu, Habibi, mahasiswa Fakultas syariah kelahiran Klaten 5 juni 1991 ini juga turut menyayangkan sikap panitia pemilihan yang mengacuhkan keterlibatan mahasiswa dalam pilrek. Padahal, jika untuk proses demokratisasi yang baik dan ideal serta kebaikan UIN SuKa kedepan, kata Habibi, harusnya mahasiswa dilibatkan. “Sangat disayangkan saat pemilihan rektor 04
kemarin mahasiswa diacuhkan. Seharusnya mahasiswa dilibatkan, minimal sekedar member masukan demi kebaikan UIN” ucap adin saat ditemui NewsRhetor di sebuah warung kopi. Sementara itu tanggapan enteng dikatakan Waryono, saat ditemui NewsRhetor diruangannya, Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang sekaligus menjadi salah satu anggota Senat Universitas itu mengaku telah melakukan proses sosialisasi pilrek. Menurutnya, semua sudah berjalan sesuai prosedur. “Kan dari panitia sudah melakukan sosialisasi adanya pemilihan rektor dengan membuat pengumuman-pengumuman di setiap Fakultas mas,” katanya. Namun, saat NewsRhetor menemui beberapa mahasiswa, pernyataan waryono itu dianggap hanya pembenaran atas posisinya sebagai senat. Ketua umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) rayon Fakultas Dakwah periode 2008-2009 Syaifudin mengatakan bahwa kecenderungan pihak kampus untuk tidak melibatkan mahasiswa sudah tercium sejak dulu. Lebih jauh, kata mahasiswa yang akrab disapa Udin itu, tidak dilibatkannya mahasiswa dalam pemilihan rektor sudah menciderai proses demokratisasi kampus. Saat ditanya soal kemungkinan tak dilibatkannya mahasiswa, Udin menganggap bahwa pihak birokrasi kampus ingin menutup kran aspirasi mahasiswa. Sebab melihat kasus-kasus sebelumnya, pemilihan rektor selalu diwarnai dengan aksi demo mahasiswa untuk memberikan aspirasi dan masukan bagi calon rektor. Politik Kubu-kubuan NU - Muhammadiyah Tak hanya soal ketertutupan dan minimnya sosialisasi dalam proses pilrek, praktik dan ajang politik praktis kerapkali mewarnai proses dan dinamika pemilihan orang nomor satu di UIN Suka itu. Praktik itu, kata Habibi, sudah sering dan sejak lama terjadi. ''Politik kubu itu pasti, itu sudah sejak dulu mas,'' katanya Tak tanggung-tanggung, politik praktis yang mewarnai pilrek itu dimotori oleh massa dua organisasi besar islam, yakni Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah. Habibi berkata, ”dua organisasi itu Januari 2015
NewsRhetor Edisi XLVI sejak lama sudah bertarung dalam kontestasi pemilihan birokrasi kampus, dari tingkatan rektor sampai jurusan''. Bahkan, tambah Habibi, sampai pada pemilihan dosen baru pun terkadang tak luput dari politik dua kubu itu,''saya yakin jika pengangkatan dosen baru itu dipengaruhi oleh basic organisasi itu. Silahkan mas, cek aja basic organisasi dosen muda, mereka kebanyakan dari organisasi tertentu,'' ujar mantan Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Sleman ini. Waryono yang terlibat langsung sabagai senat sebenarnya membenarkan adanya kubu-kubuan dalam proses pilrek. Bahkan ia menyebut langsung jenis kubu-kubu itu.'' Sebenarnya ada tiga kubu, yakni HMI, Muhammadiyah, terus NU, sisanya abu-abu,'' ungkapnya. Saat ditanya tentang kubu dirinya, ia mengaku memang termasuk dalam salah satu kubu itu, padahal ia adalah sebagai senat yang harus netral dalam menentukan usulan rektor, ''saya sendiri dari PMII mas,'' akunya. Artinya, sebelum pemilihan di hari-H, kepastian siapa yang bakal jadi sudah dapat terlihat. Hal itu mengingat adanya kubu mayoritas dan minoritas. Adanya indikasi itu yang kemudian banyak pihak, termasuk dosen tak apresiatif dengan pilrek. Kata Waryono, tak adanya animo dan apresiasi itu kemungkinan memang sebab kepastian adanya yang sudah terpilih sebelum pemilihan. ''Rektor itu kan dipilih oleh senat, senat sendiri sudah jelas komposisinya dari kubu mana yang lebih banyak. Kubu yang lebih banyak sudah jelas to pilihanmya,'' ungkapnya. Namun, soal adanya intervensi golongan NUMuhammadiyah dalam penerapan kebijakan di UIN, perekrutan dosen misalnya, senat yang juga aktif jadi pengurus takmir laboratorium agama itu membantahnya. Menurut pengakuan Waryono, di kampus ini perekrutan dosen tidak ada hubungannya dengan golongan NUMuhammadiyah. “Menurut saya perekrutan dosen baru di UIN tidak ada hubungannya dengan basic organisasi calon dosen,� katanya. Pengakuan Rektor Baru Kepastian soal adanya politik kubu-kubuan ditubuh UIN SuKa mendapat kejelasan setelah NewsRhetor menemui Rektor yang baru terpilih. Untuk diketahui, bahwa setelah dilakukan proses pemilihan oleh senat dan dipertimbangkan di Kementrian Agama melalui Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Minhjaii secara resmi terpilih menjadi rektor baru UIN SuKa. Sebelumnya di tingkatan Universitas, ia berhasil mendapatkan suara terbanyak dengan perolehan 29 suara mengungguli lawannya seperti Niza Ali dengan 21 suara, Khoiruddin Nasution 2 suara, sementara itu Machasin hanya mendapat 0 suara. Januari 2015
Kampus Minhaji sendiri berasal dari kubu NU. Saat dimintai keterangan soal konflik kubu-kubuan yang terjadi pada realitas politik UIN Suka, Rektor asal Madura itu menceritakan secara kronologis peta politik UIN SuKa, khususnya yang menyangkut pengalaman politiknya. Minhaji bercerita, pertama kali mendapat jabatan di kampus ini, kala itu ia baru menamatkan study doctor di Amerika. Pada masa kepemimpinan Amin Abdullah di periode 2001-2002 ia dipilih sebagai salah satu wakil rektor. Pemilihan tersebut, Akhmad minhaji kata mantan Dekan Fakultas Sains dan Rektor terpiiih periode 2015 - 2019 Teknologi itu, disebabkan hanya karena ia satuDoc : Rhetor/Eko satunya doctor yang ada di Fakultas Syariah. Namun, lanjut Minhaji, setelah orang-orang di sekilingnya paham bahwa ia tak punya kubu, di periode selanjutnya ia gagal menjabat wakil rektor lagi. Kegagalan dalam memperoleh jabatan kembali berlanjut ketika pemilihan Dekan Syariah, saat itu menurut pengakuannya, Minhaji belum memastikan diri berada di kubu yang mana, sebab yang menjadi komitmennya ialah bahwa ia adalah dari kubu islam, bukan NU maupun Muhammadiyah. Namun komitmennya tersebut memang tak sejalan dengan realitas politik UIN SuKa yang mengharuskan menentukan kubu. “Saya calon Dekan Syariah kan, kalah kan, karena saya dianggap tidak punya kaki. Kaki saya itu hanya satu, Islam,� ujar Minhaji. Minhaji baru terpilih kembali saat menjadi calon dalam pemilihan Dekan Saintek, itupun, kata ketua konsorsium ilmu-ilmu keislaman Indonesia itu, terpilihnya dirinya sebagai Dekan, sebab kultur dosen di Fakultas tersebut yang tak ada NU-Muhammadiyahnya. ''Seperti diketahui bahwa khusus Fakultas tersebut, sampai sejauh ini sebagian besar dosennya memang berasal dari luar UIN Suka. Sehingga kecenderungan politik yang tercipta di Fakultas baru itu memang cenderung abu-abu,'' Tuturnya. Kedepan, pesan Minhaji, konflik dan perseteruan antar kubu tak lagi menjadi penghambat untuk memajukan dan menjadikan UIN Suka sebagai kampus islam terkemuka. Menurutnya, adanya perbedaan kubu seharusnya menjadi kekuatan bersama. ''NU ya penting, Muhammadiyah juga penting, tapi marilah NUMuhammadiyah kerjasama bangun UIN sebagai kekuatan perguruan tinggi akademk,'' harapnya.[]
05
Kampus
NewsRhetor Edisi XLVI
Polemik UKT Masih Berlanjut Oleh: Acep Adam Muslim “ Keresahan mahasiswa terhadap penerapan UKT kini benar-benar terbukti. Sejak diterapkan hingga kini, polemik dari sistem pungutan biaya kuliah itu terus bermunculan “ Polemik serta kontroversi soal perubahan mekanisme pembiayaan tarif kuliah masih terus berlanjut di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN SuKa). Seperti diketahui sebelumnya, UIN SuKa memakai Tarif biaya kuliah dengan sistem uang pangkal dan SPP tetap. Uang pangkal dipungut untuk memenuhi beberapa kebutuhan dasar perkuliahan, seperti DPP, Orientasi Pengenalan Akademik dan Kampus, Sosialisasi Pembelajaran, Pengembangan Bahasa Asing, ICT, serta sumbangan perpustakaan. Sementara untuk SPP, seluruh mahasiswa dipungut rata sebesar Rp, 600.000. Pungutan tersebut belum termasuk uang praktikum, magang profesi, KKN serta wisuda. Tanggal 23 Mei 2013 lalu, keluar Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan No. 55 tahun 2013. Peraturan itu berdasarkan pada Surat Edaran Direktorat Jenderal pendidikan tinggi nomor: 97/E/KU/2013 atas dasar UU No. 12 tahun 2012 tentang instruksi Dirjen dikti. Instruksi itu berupa penghapusan uang pangkal dan menetapkan serta melaksanakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa S1 Reguler mulai tahun ajaran 2013 / 2014. Artinya sejak itu pula UIN Suka telah resmi merubah tarif biaya kuliah menjadi UKT. Hal itu diakui oleh Wakil Rektor II, Nizar Ali. Menurutnya mulai periode 2013 UIN SuKa memang sudah menerapkan sistem UKT. Sistem itu, kata Nizar, diterapkan untuk meringankan beban mahasiswa yang kurang mampu, “pada prinsipnya, UKT diterapkan agar orang yang tidak mampu bisa kuliah disini,” ujarnya. UKT adalah sistem pembayaran tarif perkuliahan dengan memakai logika subsidi silang. Logika tersebut diterapkan dengan asumsi mahasiswa yang kurang mampu dapat di subsidi oleh mahasiswa yang mampu. Sebabnya, tak semua besaran biaya kuliah mahasiswa sama. Tarif biaya yang disediakan oleh UIN Suka terbagi menjadi tiga golongan, hal itu didasarkan pada rasio kemampuan ekonomi mahasiswa. Tiga golongan itu meliputi I (kurang mampu) non bidikmisi, II (mampu), III (diatas mampu). Polemiknya Bukan tanpa masalah, kebijakan penerapan UKT 06
di UIN Suka menuai banyak polemik, bahkan tak sedikit dari mahasiswa yang mengaku kecewa karena dirugikan kampus.Kepastian banyaknya mahasiswa yang kecewa itu didapat setelah mengorek data dari Senat Mahasiswa Universitas (Sema-U) dan wawancara bersama mahasiswa. Polemik itu diantaranya meliputi, distribusi golongan yang tidak tepat sasaran sehingga banyak mahasiswa baru yang merasa keberatan, selanjutnya keluhan dari angkatan 2013 yang dikenakan dua pungutan, yakni uang pangkal dan UKT. Tak hanya soal uang pungutan, beberapa mahasiswa angkatan 2013 yang NewsRhetor temui juga mengkritik soal diratakannya golongan UKT mereka. Sema-U sendiri sudah mengantongi data mahasiswa baru yang merasa keberatan dengan Doc : Istimewa golongan yang mereka terima sebab tak ratanya distribusi. Hal itu langsung diungkap oleh kata ketua Sema-U, Romel Maskuri. “Dari data yang ada, sampai saat ini ada 102 nama dari berbagai Fakultas yang mengajukan banding, dan 66 nama yang sudah bisa diproses dan ditempatkan digolongan yang sesuai,'' ungkap Romel. Pihak Sema-U, lanjut Romel, juga sangat menyayangkan tidak adanya klarifikasi dari kampus terkait UKT, terlebih tentang mekanisme penggolongan dan pemberlakuan UKT untuk mahasiswa angkatan 2013 yang masih bermasalah sampai sekarang. Untuk angkatan 2013, UKT diberlakukan mulai semester ganjil (semester III). Sementara, diawal pembayaran biaya kuliah, mereka sudah dikenakan uang pangkal sebesar Rp 2.300.000. Ketika UKT diberlakukan mereka diratakan masuk golongan II yakni Rp. 600.000. Artinya, kalau menurut aturan UKT yang meniadakan uang pangkal, mahasiswa angkatan 2013 berhak atas uang Rp, 1.700.000 sisa dari uang pangkal. Pengakuan dari mahasiswa pun tak jauh beda dengan data yang diperoleh dari Sema-U. Heris misalnya, mahasiswa Perbandingan Madzhab itu mempertanyakan mekanisme penetapan UKT dari sosialisasi hingga Januari 2015
Kampus
NewsRhetor Edisi XLVI
I
II
III
V
IV
Doc : Istimewa
kontroversi uang pangkal. Menurutnya, kasus UKT ini masih simpang siur, sebab banyak dari angkatannya yang belum paham namun tiba-tiba diterapkan. Lebih dari itu, ia juga mempertanyakan kebijakan UKT bagi angkatannya yang ia anggap telah melanggar aturan. ''Lah katanya kalau UKT diterapkan uang pangkal dihapus, kita dulu kan sudah bayar uang pangkal, masak UKT juga diberlakukan bagi kita,'' kata Heris. Mahasiswa asal Jawa Barat ini menganggap bahwa penetapan UKT bagi angkatannya terkesan lucu dan main-main, hal itu tak lepas dari diratakannya golongan UKT mereka. Bahkan, sebelumnya ia mengaku dari angkatannya masih banyak yang tidak tahu barada digolongan mana. “Rugi lah, UKT sudah diterapkan tapi penggolongan belum jelas,” ujarnya. Heris berkata, “tidak tahu-menahu kok UKT sudah diterapkan, terus akurasinya dimana. lagian kalau memang di samaratakan, terus apa gunanya ada UKT''. Pernyataan lain diungkapkan mahasiswa Jurusan Psikologi, Sofeatul Hasanah. Ia menyoroti teman-teman angkatannya (2013) yang saat ini masih banyak kebingungan soal UKT. Bahkan ia dan beberapa temannya mengaku juga belum paham terkait mekanisme penggolongan yang tiba-tiba ditetapkan. “Saya juga gak tau masuk golongan mana, golongan II kayaknya,” ujarnya. Bahkan ia menganggap ada indikasi pelanggaran saat UKT diterapkan diangkatanya, hal itu menyangkut pungutan uang praktikum yang masih berlaku di jurusannya, ''Kalau UKT sudah ditetapkan, seharusnya uang-uang untuk praktik tidak ada kan,'' keluhnya. Sementara itu saat ditemui di kantor Pusat Administrasi Universitas (PAU), Nurdiah selaku staf rektorat bagian keuangan menganggap bahwa problem dua pungutan yang berlaku bagi angkatan 2013 sudah tak ada masalah. Nurdiah menyatakan bahwa uang pangkal yang dikenakan bagi angkatan 2013 sudah digunakan buat kegiatan kemahasiswaan. ''Lah, ya uang pangkal mereka sudah digunakan buat kegiatan mahasiswa,'' katanya. Pengakuan staf keuangan itu juga diakui oleh Nizar Ali, ia menampik ada sisa dari uang pangkal mahasiswa karena sudah disubsidi BOPTN,'' kan sudah buat mahasiswa semua,'' tutur Nizar. Untuk mendapat kepastian lain, NewsRhetor kemudian menemui Waryono. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi itu sebelumnya sempat menjadi Plt guna mengisi jabatan yang sempat ditinggal Nizar Ali sebagai WR II. Januari 2015
VI
VII
Soal kebingungan mahasiswa yang tak tahu sosialisasi penetapan UKT Waryono mengakui bahwa itu tanggung jawab Universitas. “Sosialisasi di Fakultas memang tak ada, kan lewat web atau dikorankoran juga dijelaskan, tinggal
kitanya cari tau apa gak,'' katanya. Selanjutnya mekanisme penetapan UKT melalui sistem online yang cenderung tak tepat sasaran, Waryono menganggap bahwa persoalan itu sebab ketakjujuran mahasiswa,'' berarti kan ada yang maling dari mahasiswa,'' tuturnya Seperti diketahui bahwa mekanisme penetapan UKT via online memang memicu tak validnya data yang diunggah. Hal itu tak lepas dari tak adanya visitasi secara langsung pada mahasiswa terkait yang bakal kena UKT. Meski indiksasi ketakvalidan itu ada,Waryono hanya bisa memberikan harapan pada mahasiswa untuk jujur dan mengikuti aturan yang ada,”update DPM itu harus, dan mahasiswa harus jujur dari awal,” tuturnya. Ia menambahkan bahwa Universitas hanya bisa menetapkan penggolongan UKT lewat DPM. Untuk memastikan validitas data lewat visit home oleh pihak kampus, Waryono menganggap langkah tersebut terlalu banyak memakan banyak biaya. Sama halnya dengan Waryono, Nizar Ali juga menyatakan bahwa sejauh ini kampus hanya bisa mengandalkan isian melalui DPM (Data Pribadi Mahasiswa) secara online. Meski seperti yang dinyatakan sebelumnya, pengisian validitas DPM masih diragukan dan cenderung menimbulkan tak tepat sasarannya penggolongan. Selanjutnya, soal polemik pungutan uang pangkal dan UKT untuk angkatan 2013, hal itu kata Waryono, sebab intruksi Dirjen Dikti melalui Kemenag baru bisa berlaku di semester genap. Sementara menurutnya, kampus harus ikut kebijakan dari atas,'' kita itu hanya ikut intruksi dari atas,'' katanya. Lain halnya dengan Nurdiah dan Nizar Ali, Menanggapi adanya dua sistem pungutan bagi angkatan 2013 yang seharusnya tak diperbolehkan dalam peraturan perundang-undangan UKT, Waryono berkata,''uang pangkal yang telah dibayar mahasiswa itu masuk ke Negara.'' Namun, saat diminta laporan dan surat pertanggungjawaban dari distribusi anggaran uang pangkal dari mahasiswa dan UKT yang diperoleh dari BOPTN, pihak keuangan dan WR II tak memberikannya, padahal dari SPJ tersebut NewsRhetor hanya ingin memastikan bahwa tak ada indikasi manipulatif dari anggaran yang ada,'' yo gak boleh, minta SPJ BOPTN yo gak boleh,'' ujar Nurdiah.[] 07
Kampus
NewsRhetor Edisi XLVI
Regulasi SC Ancam Kreativitas Mahasiswa Oleh: Tri Junita Sari Student Center (SC) adalah pusat kreativitas mahasiswa UIN Sunan Kalijaga. Markas besar Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tersebut tak pernah sepi dari kehadiran mahasiswa dan kreasinya yang cemerlang. Sayang, SC justru masih menyimpan persoalan yang justru berpotensi menghambat kreativitas.
UIN – Sampai hari ini, kebijakan jam malam yang diterapkan masih dikeluhkan oleh mahasiswa. Rahma, anggota UKM Jamaah Cinema Mahasiswa (JCM) mengaku keberatan dengan peraturan tersebut. Dengan pembatasan buka gedung dari pukul 08.00 s/d 22.00, ia mengaku organisasnya kesulitan beraktivitas. Terlebih ketika mengadakan acara besar yang membutuhkan rapat hingga larut malam. “Kalau pindah tempat pasti udah enggak kondusif seperti semula,” tutur mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) tersebut. Menyikapi keluhan di atas, Gunadi, Kepala Gedung SC menyatakan bahwa peraturan jam malam sudah ada ketentuannya sejak dulu. Ia beralasan seandainya jam malam ditiadakan, maka akan ada jam menginap nantinya. Meski demikian pihaknya mengaku telah memberikan solusi untuk persoalan tersebut dengan menambah hari buka SC. “Tetap buka di Hari Sabtu dan Minggu, agar mahasiswa bisa memaksimalkan kegiatannya pada hari itu,” tutur Gunadi ketika ditemui di ruangannya. Namun solusi tersebut tidak meyelesaikan persoalan. Setidaknya bagi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM). Taufiqurrahman, eks Pemimpin Umum LPM Arena mengaku keberatan dengan pemberlakuan jam malam. Menurutnya, LPM justru membutuhkan waktu yang lebih di malam hari untuk bekerja. “Pers mahasiswa itu kan kerjanya malam. Paginya liputan, 08
malam nulis,” ungkap pria asal Pati itu. Sementara itu, Nur Fauzan Hasibuan, ketua UKM Studi Pengembangan Bahasa Asing (SPBA) menyesalkan penyatuan antara kantor dan tempat latihan di SC. Menurutnya, latihan UKM yang bersuara besar (bela diri, musik, dsb-red) bisa dilakukan di luar agar tidak mengganggu yang di dalam. “SC kan ruangannya tidak kedap suara,” ucap mahasiswa Jurusan Sastra Inggris tersebut. Hal senada diungkapkan sendiri oleh salah satu UKM bela diri. Ahmad Riyanto, ketua UKM Inkai memaklumi dan mengamini keberatan soal penyatuan kantor dan tempat latihan. Apalagi, lanjut Ahmad, UKM sejenis seharusnya disediakan lapangan di luar, agar lebih leluasa berlatih dan tak mengganggu. “Kita tiga Doc : Rhetor/mita UKM, Inkai, Cepedi dan Taekwondo sudah dari tahun 2005 mengajukan proposal supaya di bikin tempat latihan. Tapi sampai sekarang gak ada respon sama sekali,” kesalnya. Namun, pihak universitas berdalih bahwa persoalan tersebut sebagai konsekuensi dari minimnya tempat. Menurutnya, UKM seperti Inkai pernah ditempatkan di salah satu ruangan Multi Purpose (MP) sebelum diminta Bagian Rumah Tangga menjadi kelas. “Pada akhirnya aula lantai satu kita jadikan tempat latihan untuk mereka,” ucap Gunadi. Ia hanya menyarankan antar UKM agar bisa mengerti satu sama lain. Selain itu, kampus juga memutuskan untuk tidak menggunakan jembatan dan pintu masuk lantai dua SC. Faktor keamanan menjadi alasan mengingat pihak universitas hanya mempekerjakan seorang satpam. “Harus pilih salah satu. Kalau mau yang di atas dibuka, ya berarti pintu bawah ditutup,” pungkas Gunadi. Menanggapi hal yang terakhir, Ahmad Riyanto menilai kebijakan tersebut menyia-nyiakan fasilitas yang telah dibangun. “Ngapain kalau enggak dipakai,” ucapnya.[]
Januari 2015
NewsRhetor Edisi XLVI
Kampus
IKD Terbentur Sistem Oleh: Muhammad Hadi | Anindia Eka Puspitasari Indeks Kinerja Dosen (IKD) idealnya merupakan instrumen untuk mengevaluasi kinerja dosen. Namun, sistem evaluasi yang diterapkan membuat kuesioner online tersebut tidak terlihat ada tindak lanjutnya dan pengisiannya hanya formalitas belaka. FDK – Memasuki semester keempatnya, Mujaeni mengeluhkan suasana perkuliahan yang masih membosankan. Menurutnya, beberapa dosen masih menerapkan gaya komunikasi satu arah dalam mengajar. Adapun sesi diskusi seringkali dibuka di akhir ketika jam perkuliahan akan habis. “Kebanyakan dosen seperti itu,” kritik mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) tersebut. Lain lagi dengan Akvi Zuhriati, mahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK). Ia mengkritik kedisiplinan beberapa dosen, yang seharusnya menjadi teladan bagi mahasiswanya, terutama disiplin waktu. “Suka molor, jadinya gak maksimal,” keluh Akvi saat diwawancarai di Taman Dakwah. Mujaeni menambahkan, IKD seharusnya hadir untuk menjalankan fungsi monitoring terhadap kinerja dosen yang dikeluhkan mahasiswa di atas. Namun, menurutnya IKD kerap tidak ada pengaruhnya terhadap dosen yang dinilai. Terbentur Sistem Sementara itu, Khoiro Ummatin menegaskan bahwa IKD penting untuk penilaian kinerja dosen, namun bukan satu-satunya indikator penilaian. “IKD itu IPK-nya dosen,” ujar Ketua Jurusan (Kajur) KPI itu mengibaratkan. Lanjut Atin, begitu Kajur KPI tersebut akrab disapa, selain IKD ada dua indikator lain yakni keaktifan mengajar dan ketepatan menyerahkan nilai. Sehingga nilai kinerja dosen merupakan akumulasi dari ketiga indikator tersebut yang direntangkan dalam skala 1.00 – 4. Hanya ia mengakui bahwa IKD yang diisi oleh mahasiswa sangat menentukan karena memiliki bobot nilai paling tinggi. Dari skala penilaian tersebut, dibuat kategori penilaian terhadap dosen. Kategori baik adalah nilai 3.00 ke atas, yang merupakan titik aman seorang dosen. Sebaliknya, 3.00 ke bawah termasuk kategori buruk. Hal tersebut dijelaskan Mustofa, Wakil Dekan (WD) Bidang Kurikulum. Sehingga menurutnya, jika ada mahasiswa menilai seorang dosen kinerjanya buruk namun nilai IKD dosen tersebut berada di titik aman, maka realitanya dosen tersebut kinerjanya tidak bisa dibilang buruk. “Ya mungkin hanya mahasiswa yang bersangkutan yang menilai buruk,” ungkap Mustofa. Mengenai tindak lanjut bagi dosen yang memiliki indeks nilai dibawah rata-rata, menurut Atin itu wewenang dekan. Jurusan, bersama dosen yang bersangkutan tentunya, hanya mendapat laporan nilai saja dari Kepala Bagian Tata Usaha (Kabag TU) fakultas. Keterangan ini juga yang disampaikan oleh Muhsin Kalida. Ia menegaskan urusan tersebut merupakan tanggung jawab fakultas, bukan wewenang jurusan. Jadi, “Rapat khusus IKD itu tidak ada,” ujar Kajur Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) tersebut. Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Mustofa. Dekanat, khususnya dekan, berkewajiban memberitahu dosen bersangkutan dan berhak memanggilnya. Jika Januari 2015
Doc : akademik.uin-suka.ac.id/ diunduh pada 10 Januari 2015 jam 10:13
nilainya masih di bawah rata-rata, maka akan direkomendasikan ke Center For Teaching Staff Development (CTSD) untuk dibina. Namun, di tengah banyaknya keluhan mahasiswa terhadap kinerja dosen, tindak lanjut pihak fakultas masih berjalan di tempat. Alasannya, WD 1 tersebut mengaku tindakan paling jauh yang pernah ditempuh hanya menegur dan meminta kesediaan dosen bersangkutan untuk memperbaiki kinerjanya. “Selama ini ya itu,” ujar WD 1. Lalu Mustofa menambahkan, dosen bersangkutan tidak bisa serta merta diberhentikan. Alasannya lagi-lagi sistemik. Ia beralasan IKD merupakan fasilitas untuk meningkatkan mutu dosen, sehingga kembali lagi kepada dosen. Sikap berbeda dilakukan terhadap Dosen Luar Biasa (LB). Menurutnya, fakultas memiliki wewenang memberhentikan dosen LB yang memiliki nilai kinerja buruk, untuk diganti di semester berikutnya. Dosen Nyasar Faktor yang juga turut mempengaruhi kinerja dosen adalah basis keilmuan seorang dosen tidak sesuai dengan mata kuliah yang diampunya. Hal tersebut mendapat perhatian serius dari Fajrul Munawwir. Menurutnya inilah problem besar yang harus diselesaikan pihak universitas, karena berkaitan dengan mekanisme perekrutan dosen. Ia mengaku seringkali mendapatkan dosen yang tidak sesuai dengan permintaan jurusan. "Seringkali seperti itu. Kita membutuhkan dosen Psikologi Sosial misalnya, eeh yang turun malah dosen Ulumul Quran, “ tutur Kajur Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) tersebut. Sebagai kepanjangan tangan pemangku kebijakan (rektorat –red) di fakultas, dekanat hanya meneruskan permintaan jurusan. Mustofa menjelaskan bahwa fakultas mengajukan ke panitia di rektorat, untuk kemudian diteruskan ke Kementerian Agama (Kemenag). Ketika mekanisme di Kemenag tidak transparan, jurusan dan mahasiswa hanya bisa menerima keputusan. Meskipun keilmuan dosen putusan tidak sesuai dengan mata kuliah yang diampu. Maka, harga yang harus dibayar adalah dosen bersangkutan tak bisa diganti dengan dalih hal itu adalah wewenang negara. Alhasil, di titik ini IKD tak bertaring dan “ancaman” nilai tak bisa dilihat membuat pengisiannya hanya formalitas belaka.[] 09
Rhetorika
NewsRhetor Edisi XLVI
Anakronis Anarkisme Oleh ; Ahmad Hedar* “ Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan, dituduh subversif dan mengganggu keamanan, maka hanya ada satu kata : Lawan !!! (Widji Thukul) �
Masih ingat dengan tragedi berairmata dan sedikit berdarah bulan nopember 2014 lalu. Tragedi amat bergelora di pertigaan kampus UIN Suka Yogyakarta. Tragedi di pertigaan yang konon dinamakan pertigaan revolusi. Pertigaan tempat dimana para demonstran membaca maklumat perjuaangan bak seorang mujtahid di medan laga. Nopember lalu, hampir seminggu dalam bulan itu, tak henti-hentinya aspirasi disampaikan, jalan di blokir, batu di lempar, oleh sang demonstran. Tak henti-henti pula, gas air mata di tembakkan laiknya memburu hewan, pentungan di hantamkan bak memukul perompak, dan sesekali provokasi dilakukan, itu oleh aparat. Tragedi itu terjadi sebab ada masalah. Masalah sebab rakyat yang tergabung dalam mahasiswa menolak kenaikan BBM, sedang Aparat negara yang tergabung dalam satuan polisi dan Brimob patuh intruksi untuk menjaga kebijakan pemerintah dalam menaikkan BBM. Atau kalau memakai bahasa halus aparat, mengamankan situasi. Semingguan dalam bulan itu, pertigaan yang berlokasi di Jl. Laksda Adi Sucipto itu memang riuh oleh gemuruh teriakan dan tembakan. Mahasiswa secara konsisten terus menolak kenaikan harga BBM. Tak tangung-tanggung, angka mahasiswa yang hampir mendekati seribu mewarnai penyampaian aspirasi. Sekat dan sensitifitas antar gerakan yang selama ini menjadi pemisah horizontal antar mahasiswa tak lagi berlaku, semua turun untuk memperjuangkan hak rakyat, hak menuntuk kewajiban negara untuk menyejahterakan rakyatnya tanpa modus. Mahasiswa adalah bagian rakyat. Jadi logis, kalau apa yang mereka tuntut mengatasnamakan tuntutan rakyat. Meski terkadang, beberapa rakyat yang lain tak merasa menjadi bagian dari apa yang mereka tuntut. Entah, karena tak paham kondisi dan apatis, paham tapi tak mampu berbuat, atau mampu berbuat tapi menganggap superior dirinya, sehingga diam lebih mereka pilih. Kini aksi berlalu, pelan tapi pasti sang demonstran mulai jarang bahkan nyaris tak terlihat di pertigaan revolusi. Ya, mungkin mereka sudah lelah, alih-alih tuntutan mereka didengar oleh pemerintah, wong perjuangan jalanan mereka dibully habis-habisan oleh aparat dan media mainstream. Usai siang mereka digebuk polisi, pagi 10
pun masih digebuk pula oleh media. Seperti yang terlihat di salah satu berita surat kabar, ''massa buat rusuh, aparat amankan mereka,''. Padahal, kata aman bagi aparat adalah horor bagi mahasiswa, terlebih bagi masyarakat secara umum. Karena konotasi aman yang paling sering kita saksikan dalam jagad bumi pertiwi ini adalah bahasa apologis dari aparatur negara untuk melakukan represifitas. Stereotip akhirnya berkembang, banyak dari masyarakat kita, baik dari buruh, tani, bahkan mahasiswa dan para dosen serta birokrasinya salah kaprah menempatkan pemahaman atas tindakan aspiratif tersebut. Entah karena propaganda penguasa lewat media yang memberikan kontruksi pada masyarakat, atau memang karena kebodohan masyarakat itu sendiri, tapi yang jelas, sebagian besar masyarakat kita, baik yang terdidik maupun tidak menganggap bahwa tindakan aspiratif melalui jalur demontrasi adalah tindakan anarkisme. Ya, itu salah kaprah, salah tempat dan salah paham. Anarkisme Seperti akar katanya dalam historinya, anarkisme merupakan teori politik yang bertujuan demi menciptakan masyarakat tanpa hirarkis, baik pada bidang ekonomi, politik pun sosial. Penganut paham ini dengan tegas menolak kehadiran negara dan penguasa yang apabila dari kedua entitas itu memegang penuh otoritas atas kehidupan rakyatnya. Anarkisme melalui tindakan anarkisnya berperan aktif dan positif kaitannya dalam kehidupan sosial, budaya dan politik, karena terus akan mengkritik pemerintahan dan penguasa yang tirani. Ketika anarkisme diterpakan dalam sistem sosial, kaum anarkis yakin akan ada tatanan masyarakat baru yang mampu menciptakan kebebasan secara individu dan juga kebersamaan pada segi sosial. Hal itu akan terwujud sebab dalam paham anarkisme meyakini bahwa tujuan akhir dari kebebasan dan kebersamaan adalah komitmen kerjasama untuk saling membangun. Alexander Berkman, salah seorang pakar anarkisme modern mengingatkan bahwa anarkisme bukanlah bom waktu atau kekacauan, bukan perampokan atau pembunuhan, bukan pula sebuah perang pun perusakan dan tindakan liar. Anarkisme adalah kebalikan dari seluruh label barbar itu, anarkisme justru hadir untuk Januari 2015
Rhetorika
NewsRhetor Edisi XLVI
memperjuangkan perilaku barbar yang dilakukan negara dan penguasa. Anarkisme tidak menginginkan adanya sistem atau tatanan yanng memperbudak, menindas, dan menghisap. Hal itu didasarkan pada keyakinan bahwa sejatinya manusia punya kebebasan untuk memilih hidupnya sendiri. Kebebasan untuk memiliki persamaan hak, hidup dalam perdamaian serta sejahtera dengan setara tanpa ada yang merugi dan dirugikan. Karenanya, ketika hakikat itu tak dilaksanakan oleh negara, anarkisme akan hadir guna mengawal bahkan menuntut. Namun, penguasa dalam hal ini tidak akan diam. Melalui perangkat aparatnya, dari mliter hingga media mereka melakukan propaganda pada masyarakat. Gerakan-gerakan yang dianggap menggangu stabilitas kekuasaan dilibas habis. Perlawanan melalui demonstarsi untuk mengekspresikan pendapat dianggap tindakan merusuh yang barbar. Lalu dengan sekenanya menyebut gerakan rakyat sebagai perusak. Ditaruhlah label anarkis sebagai tindakan yang mengancam dan destruktif. Kebebasan dikekang, hak bangsa dicabut. Untuk diketahui bersama, bahwa alasan aparat, media dan pemerintah menghadirkan isu anti kekerasan, sejatinya adalah tameng untuk melindungi stabilitas kekuasaanya. Akhirnya setelah mereka berhasil melakukan propaganda pada masyarakat luas, legitimasi untuk mengekang ekpresi aktivis lewat represifitas seakan sah dilakukan. Represifitas mereka kaburkan dengan menumbalkan kata anarkis. Disinilah kemudian letak anakronisnya. Lantas...! Mari tetap lakukan pengawalan atas nama menciptakan tatanan baru yang lebih baik. Jangan takut lagi tindakan itu dilabeli anarkis. Anarkisme sah kita lakukan untuk menghempaskan tatanan yang penuh tirani dan penghisap. Tindakan anarkis sah kita lakukan untuk memberikan pelajaran pada penguasa tentang makna adanya rakyat. Tindakan anarkis sah kita lakukan guna memberikan pendidikan bagi Rektor dan jajarannya, Dekan dan jajarannya serta seluruh aparatur kampus tentang makna menghargai mahasiswa sebagai manusia. Yang penting, hindari Chaos.
mahobpala
mahasiswa hobi pecinta alam
Puncak Sumbing, 01 Januari 2015
Puncak Sumbing, 15 Juni 2014
Sindoro, 04 Desember 2013
Merbabu, 21 April 2013
PuncakMerbabu, 17 Januari 2014
Puncak Merapi, 08 September 2013
*Lebih Sering dipanggil De. Pelopor dan Maniak di PES Evolution Institute. Sekarang Masih Pemimpin Umum LPM RHETOR mahobpala ins tute Januari 2015
11
Opini
NewsRhetor Edisi XLV
Rektor di Era Pemimpin 'Blusukan' Oleh : Mutiara Nur Said* Menjabatnya Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden RI periode ini, memperpanjang tipe kepemimpinannya yang dikenal dengan nama “blusukan�. Blusukan yang sering kita lihat di televisi ala Jokowi, yaitu berkunjungnya jokowi, selaku pemimpin negara ke daerah-daerah terpencil secara tiba-tiba dan mengontrol kinerja serta keadaan masyarakat di suatu daerah tertentu. Belakangan, agenda blusukan jokowi pun diterapkan oleh beberapa pemimpin daerah di Indonesia. Karena merasa ini cukup mampu dijadikan kontrol. bagi kinerja pejabat daerah yang menjadi objek. sekaligus mengetahui langsung fakta yang terjadi di lapangan. Efektifitas blusukan ini, dapat di lihat pula dari respon yang terjadi di masyarakat. Mereka merasa senang dengan agenda blusukan yang dilakukan pemimpinnya. Selain dapat mengenal pemimpinnya secara langsung, hal ini pula membuat kedekatan yang tidak berjarak antara pemimpin dan rakyatnya. Jika benar masyarakat saat ini mengunggulkan sosok pemimpin yang mau blusukan, dan secara langsung turun ke lapangan. Maka di Era pemimpin blusukan ini bisa pula diterapkan tidak hanya oleh pemimpin daerah. Lebih jauh lagi agenda blusukan bisa dilakukan di semua lini kepemimpinan. Seperti yang tengah dihadapi segenap civitas akademik UIN sunan kalijaga, yang pada tahun ini akan dipimpin oleh rektor baru. Akankah rektor yang baru menjabat di era maraknya pemimpin blusukan ini bisa menerapkan hal yang serupa? demi mengikuti tren yang tengah diunggulkan mayoritas masyarakat. Agenda blusukan bisa jadi akan efektif pula diterapkan oleh rektor baru dalam kepemimpinannya periode ini. sesuai dengan keluhan para mahasiswa khususnya para aktivis gerakan, yang acapkali melempar pernyataan “rektor sulit di temui.� Dengan melakukan kegiatan blusukan, misalnya mengagendakan kunjungan ke setiap fakultas yang ada di UIN. Rektor bisa bertatap-muka langsung dengan mahasiswa dan mendengarkan suara mahasiswa. Melihat bagaimana kondisi yang terjadi di lapangan dan melakukan kontrol terhadap kinerja pejabat fakultas misalnya dekan, kajur dan dosen. Serta melihat pelayanan yang diberikan para staff di setiap fakultas. Dengan mengerti kondisi di lapangan dan mengetahui harapan dari sekumpulan orang yang di pimpinnya. Rektor tidak hanya akan mencapai keberhasilan visi misinya saja, tetapi juga sebuah goal yang tercipta akan sesuai dengan keinginan dan 12
kebutuhan UIN itu sendiri. Mengingat pernyataan Akhmad Minhaji (rektor terpilih periode ini), usai pemilihan rektor di hotel UIN Suka. Minhaji mengungkapkan bahwa jika menjabat menjadi rektor pihaknya ingin membawa UIN Suka menjadi terbaik dan paling maju di antara UIN yang lain di Indonesia. Ketercapaian harapan tersebut bisa saja terjadi dengan metode blusukan, karena metode dibutuhkan setiap pemimpin dalam memerankan kepemimpinannya. Metode menjadi ciri dan seni seorang pemimpin dalam mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Metode ini dirasa sesuai diterapkan oleh pemimpin (red.rektor) UIN Suka, Melihat tujuan minhaji (rektor terplih) untuk menjadikan UIN Suka sebagai UIN terbaik. Hal tersebut tidak terlepas dari peran mahasiswa yang menjadi subjek penggerak kegiatan kampus, beserta seluruh civitas kampus lainnya. Kontrol secara langsung dan kedekatan antara rektor dengan mahasiswa bisa menjadi alat untuk mewujudkannya. Jika saja rektor baru mau menerapkan metode blusukan dan mampu secara maksimal mengembangkannya, tentu akan sangat bermanfaat bagi terwujudnya visi misi yang digadang. Dengan menggerakkan masanya secara langsung dan satu komando. apa yang menjadi tujuan dapat dipahami dan dikerjakan setiap civitas akademik yang ada. Seringkali komunikasi yang tidak sehat terbentuk antara rektor dan mahasiswanya. Penyebab yang munculpun erat kaitannya dengan keberadaan rektor yang minim terlihat di tengah mahasiswanya sehingga jangankan memahami visi misi sang rektor, bahkan untuk mengetahui siapa rektornya saja beberapa mahasiswa masih tidak tahu. Metode blusukan yang sudah diuji Jokowi, memang patut kita akui keefektifannya. Melihat banyak masyarakat yang merasa lebih di perhatikan oleh pemimpinnya, dan berujung pada kepatuhan masyarakat daam satu komando memAbangun bangsa yang satu. Jika Jokowi yang merangkul seluruh masyarakat Ibu Kota saja mampu, bagaimana dengan sang rektor terpilih periode 2015 di UIN Sunan Kalijaga? Sebaiknya kita nantikan bagaimana metode dan tipe kepemimpinan rektor baru, setelah pelantikan rektor yang direncanakan pada awal januari mendatang. *Tidak hanya sekedar nongkrong, namun sekaligus sebagai Redaktur Bahasa LPM ARENA
Januari 2015
NewsRhetor Edisi XLVI
Sketsa
PMIPTI : Kami Berasal Dari Negara Asing, Tapi Jangan Asingkan Kami Oleh: Nelis Restine Fajrin
Persatuan Mahasiswa Islam Patani (Selatan Thailand) Indonesia (PMIPTI) Yogyakarta” begitulah nama organisasi mahasiswa Thailand ini kerap disapa. PMIPTI merupakan salah satu organisasi sekumpulan Para mahasiswa islam asal Patani yang mengenyam Pengurus PMIPTI Doc : Rhetor/Nelis pendidikan di Indonesia, tepatnya Yogyakarta. Saat ini PMIPTI diketuai oleh Abdulloh Salaeh, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora. Anggotanya kini mencapai 65 orang. Mayoritas anggotanya mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, namun ada juga anggota dari universitas lain di Yogyakarta. “Di Indonesia sudah banyak tersebar persatuan mahasiswa Thailand. Bukan hanya di Yogyakarta saja, organisasi Patani ini juga tersebar di Semarang, Surabaya, Bandung, Jakarta, dll. Hanya berbeda nama organisasi saja”, jelas Abdulloh, mahasiswa kelahiran Patani 3 Februari 1988. Sejak dibentuk pada 25 Desember 1972, organisasi ini tumbuh untuk membantu dan memberi informasi pada pelajar-pelajar Thailand untuk bisa melanjutkan studinya di Indonesia. Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim, menjadi salah satu alasan mereka memilih melanjutkan studi di Indonesia. Sebagian besar anggota PMIPTI memilih Yogyakarta berkat informasi dari alumni-alumni yang pernah kuliah di Yogya. Yogyakarta dengan julukannya “Kota Pelajar” menjadi daya tarik tersendiri bagi mahasiswa asing untuk melanjutkan studinya di Indonesia. Seperti halnya mahasiswa dari Patani, mereka memilih Yogyakarta karena biayanya tak jauh beda dengan biaya pendidikan di Thailand. Selain itu, Januari 2015
Indonesia juga masih dalam wilayah Asia, sehingga mereka menganggap tidak ada salahnya jika mereka kuliah ke luar negeri saja. Kesulitan beradaptasi hidup di negara, bahasa dan budaya yang berbeda diakui sempat dialami mahasiswamahasiswi asal Thailand ini. Kesulitan beradaptasi bukan hanya dirasakan ketika hidup bermasyarakat, di kampus pun demikian. Seperti yang dirasakan oleh Ar-esoh Jehmah (baca: Aisyah Jehmah), salah satu mahasiswa baru jurusan Pendidikan Agama Islam dari Thailand. Ar-esoh mengaku kesulitan saat menjalani proses belajar dikelas karena belum sepenuhnya mengerti bahasa indonesia, dan terkadang dosen yang menerangkan dengan cepat. Namun ia merasa beruntung dapat menanyakan apa yang tidak ia mengerti kepada teman-temannya. “Ada teman yang membantu saya,” ucap singkat Ar-esoh yang belum fasih berbahasa Indonesia. Meski berbagai kesulitan sempat dialami, mereka tak lantas berdiam diri. Upaya beradaptasi baik dengan masyarakat sekitar maupun lingkungan kampus terus dilakukan. Berbaur dan bergabung dengan organisasi kampus atau Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) menjadi salah satu solusi, agar mereka bisa lebih mengenal Indonesia dan berbicara bahasa Indonesia dengan lancar. Banyak dari anggota PMITIP yang mengikuti lomba-lomba. Hasilnya pun membanggakan. Mereka sering menjadi juara di berbagai lomba seperti sepak takrau, pencak silat dll. Sayangnya kampus dirasa kurang memberikan perhatian pada mahasiswa asing. Terbukti dengan tidak adanya pelayanan khusus bagi mahasiswa asing, semuanya disamakan. Padahal mereka mengaku ingin sekali jika ada sebuah lembaga yang mewadahi dan mengkoordinasi mahasiswa dari luar negeri. Itu menunjukan bahwa UIN Sunan Kalijaga juga diminati dan mempunyai mahasiswa asing yang berprestasi, “toh nantinya itu juga bisa membawa nama baik UIN,” tambah Abdulloh.[]
13
NewsRhetor Edisi XLV
Cerpen Bunga dan Semangkuk Bakso Oleh : Rena Riznurfa* Dengan kamera yang ada ditangan, aku potret sembarang objek. Potret sana, potret sini seperti seorang yang tak punya jati diri. Di sekeliingku kini berhamburan bunga-bunga indah dan menawan. Rumput-rumput hijau yang bergerak diterpa angin menyadarkan kembali, bahwa aku masih memiliki kehidupan. Semangkuk bakso mengalihkan pandanganku, lamat-lamat aku menatap mangkuk bakso, sangat dalam seperti ketika memandang kekasih dambaan hati. Tukang bakso langgananku ini sudah mengerti kebiasaanku, satu mangkuk bakso penuh taoge dan sambal. Mangkuk-mangkuk bakso ini telah menjadi saksi atas hidupku, kehidupan bersama seorang gadis yang menawan sekaligus menyayat hati. Terkadang hati salah memilih tempat labuhan. Begitu pula dengan diriku yang mungkin salah memetik bunga. Bunga kota yang cantik jelita itu lihai berjalan di atas permadani. Karpet merah terbentang dihadapannya, bunga-bunga sakura sengaja didatangkan dari negeri Jepang untuk mempercantik si model. Wanita jelita itu menikamati jalannya, menggoyang-goyangkan pinggulnya kesana kemari. Dari tempat inilah semua bermula, melihatnya melenggak-lenggok di atas permadani dengan taburan bunga sakura, hatiku berdesir tiada henti. Wanita di depan lensa kameraku kini adalah wanita istimewa. Keistimewaannya tak bisa dibandingkan dengan perempuan manapun. Bunga kota, dialah bunga kota yang mengalahkan bunga desa-ku. Proyek iklan kali ini berlokasi di sebuah hotel berbintang. Seorang laki-laki tua telah mengubah hidupku. Karenanya pula aku kehilangan bunga desaku. Sangat ingat, dulu saat musim paceklik dalam kehidupanku, dimana harga bahan baku melambung tinggi dan harga daging sapi melejat tanpa permisi, aku kesana kemari mencari sekoin rupiah. Tentu untuk sesuap nasi dan semangkuk bakso, makanan favoritku. Hesti, gadis desa yang tak kalah jelita dengan bintang iklan di tv selalu menghiburku. Menyanyikan lagu-lagu indah penghapus lelahku, dan membisikkan kata cinta yang membius setiap telinga. “Jangan pernah menyerah pada kehidupan ini, Bang, Hesti pun tak akan pernah menyerah untuk terus mendampingimu.” 14
“Walau hidup menderita, apakah kau tetap sudi hidup bersamaku Hesti?” “Musim paceklik pasti berlalu dan akan berganti dengan musim lainnya. Aku ingin melewati berbagai musim denganmu, Sayang.” Amboi. Kata cinta itu indah sekali bukan? Sayang, karena musim paceklik ini, aku harus merantau ke kota, melalang buana di tempat orang. Hesti mencium tanganku lama, memandangiku tajam seolah ia tak setuju dengan keputusanku. “A k u a k a n s e g e r a k e m b a l i u n t u k meminangmu, Sayang,” begitu kataku menghibur dirinya. Ia mengangguk pelan. Dari dua sudut matanya, bulir air jatuh membasahi pipi halusnya. *** Tibalah aku di sini. Tempat yang telah lama mendiami imajiku. Bersandarlah aku di anak tangga monas. Melihat kanan kiri lalu mengambil beberapa objek dengan kamera sendiri. Asyik memotret lelaki setengah tua mendekat. Ia memperhatikanku, kemudian memberikan kartu namanya. Kerutan di dahi terbentuk, rupa punya rupa dia menawariku pekerjaan. Bagi pemuda desa sepertiku, ini kesempatan emas demi memenuhi janji pada Hesti. Hari berlalu, satu per satu rekan kerja dikenalkan Pak Bos. “Anggita Reanita.” begitu ia ucapkan namaya sambil mengulurkan tangan mulusnya ke arahku. Si bos memberikan kamera khusus untuk memotret gadis cantik dan molek di depanku. Anggita berdiri tepat di depan lensa kamera, gaun selutut tanpa lengan berwarna merah cerah ia padukan dengan lipstik merah menyala di bibir tipisnya. Rambut tergerai indah dengan hiasan bunga sakura di telinga kiri semakin menambah aura cantiknya. Andai, dia mau jadi pengantinku, pasti senang diriku, batinku sembari terus memotretnya. Semakin banyak aku memotretnya, dia semakin dekat denganku. Dan semakin dia mendekat, aku semakin lupa akan tujuan awalku ke sini. Hubungan bisnis berubah menjadi sesuatu yang indah. Ditemani rinai hujan dari langit, kuutarakan sesuatu yang mahapenting padanya. Seperti di sinetron-sinetron pada umumnya, dia langsung menerima pengakuan cintaku. Sebagai seorang lelaki Januari 2015
NewsRhetor Edisi XLV normal, muncullah keinginan mengencaninya. “Pakai baju yang bagus dan rapih Pandu, jangan memalukanku.” Sesuai permintaannya, sebelum menancap gas motor vespa biru kesayanganku, dipastikan dandanku tak ada yang salah. Kemeja biru dongker lengan panjang dan celana jeans yang baru kubeli minggu lalu terpasang serasi. Rambutku tak lupa disisir dengan rapi dengan polesan minyak rambut terbaik yang pernah kubeli. Semuanya telah kusiapkan dengan baik. Lama kupandang cermin di dinding, “Sudah tampan. Dia akan tergila-gila padaku.” ***. Mendapatkan wanita seperti Anggita tidaklah mudah, banyak saingan hebat. Artis-artis, rekan lelaki sesama modelnya bahkan beberapa pegawai kantoran ingin menjadikannya pendamping. Ini karena sihir kecantikannya yang luar biasa. Aku beruntung, telah dipilih olehnya. Saat memutuskan menikah dengan Anggita, aku pulang ke kampung menemui Emak, meminta restunya. Emak tak banyak bicara, ia hanya mengangguk dan berpesan: “Bersama siapapun, tetap jaga diri dan iman yang ada di sini” tangan yang sudah tak halus itu memegang dada kananku. Aku pun pamit pada Emak, dan tentu pada Hesti. Di ujung matanya terkumpul air mata, ia menahan tangis . “Hesti akan bahagia jika Abang bahagia” tetesan air matanya tak tertahankan. Tumpah meruah“Satu saja pintaku, jangan pernah tinggalkan kewajiban pada pencipta-Mu, Bang!” Aku mengangguk paham. *** Hubungan ini sangat kunikmati, jalan-jalan menghabiskan uang kesana kemari. Makan di restaurant mahal, berfoya-foya, lupa waktu, lupa segalanya. Dia begitu indah untuk dilewatkan. Saat bersamanya, seruan Illahi di seberang sana jarang ku hiraukan. Bahkan seringnya aku tinggalkan. Tapi kali ini, entah mengapa aku ingin segera menunaikan seruan itu. Rasa rindu pada Diana seketika membuncah, dia tak pernah lupa mengingatkanku untuk kewajiban yang sangat penting ini. Berbeda sekali dengan wanita di depanku. Haruskah aku kembali pada Diana? Ah, sesegara mungkin pikiran itu kutepis. Tak mungkin. Pernah aku mengajaknya mencicipi makanan Januari 2015
Cerpen favoritku; bakso di pinggir jalan. Tak disangka, wanita berkelas sepertinya mau. Mungkin selama ini aku salah menilainya. Di tempat favoritku ini, kami bercanda dan bermesraan seperti biasa. Ditemani bintang di langit, ku utarakan hal yang dulu pernah aku katakan pada gadis desa-ku. “Ketika kita telah menikah, kamu buatkan bakso untukku ya.” ucapku manja “Untuk apa membuat bakso?.” “Aku ingin memakan masakan dari tangan istriku.” Dia menatapku lebih tajam dari biasanya. “Kalau kita jadi nikah, aku gak mau repot-repot masak buat kamu. Kalau lapar, beli saja sendiri, atau kalau mau masak saja sendiri!!” tegasnya. “Tapi masakan istri sendiri lebih istimewa Anggita.” Dia mengernyitkan sebelah matanya, mengangkat bagian atas bibirnya. “Aku gak sudi tangan indahku kotor karena harus memasak untukmu,” kedua tangan putihnya ia bolak-balik “Hiii….” dia merinding sendiri. Setelah dialog malam itu, ragu mulai menghampiri. Lagi-lagi dalam situasi seperti ini, aku kembali ingat pada bunga desa di kampung halaman. Wanita dengan dandanan sederhana namun tetap menawan setiap mata yang memandang. Aku ingat betul, ketika dulu pamit ke Jakarta, bisikkan kata cinta terucap. “Cepat kembali Abang, akan Hesti buatkan bakso kesukaan Abang.” Ah, indah sekali kalimat itu. Ingin sekali aku dipanggil Abang atau mungkin Mas oleh Anggita. Ingin sekali dihargai olehnya sebagai lelaki istimewa. Tak habis pikir, ada apa dengan diriku? Mengapa bunga desa dengan mudah ku buang lalu memetik bunga kota di jalanan yang banyak terkena polusi? Jika harus berkata menyesal, mungkin aku menyesal. Bagaimanapun, ini sebuah pilihan. Aku tak bisa kembali memetik bunga desa-ku. Yogyakarta, Juni 2014 *Penulis adalah mahasiswa jurusan PBA'12, aktif di LPM Paradigma
15
NewsRhetor Edisi XLV
Puisi Puisi-puisi A. Faruqi Munif
Lagu Tepi Laut awal mula, kita berjumpa pada sebuah senja yang merah merangkai silsilah laut dan patahan-patahan lilin menjadi lanskap cahaya bagi tualang yang lupa jalan pulang kubaca kembali kisah-kisah lampau perihal sepi dan kota-kota yang terluka karena kutuk langit menyumpahi gedung-gedung tinggi penuh teluh dan bayangan kecemburuan. angin-angin yang datang dari selatan menghanyutkan pandang ke tepi laut kematian yang mulai surut dan berkabut hingga, nafas kitapun susut untuk menyusun satu keinginan rahasia kembali kueja arah cuaca saat gemuruh ombak menghantam gigir kerinduan kau dan aku mengasah pandang ke dasar lokan melihat ikan-ikan merajut kemesraan, serupa siang menuntaskan dendamnya kepada malam
maka, kulalui jalan-jalan murung menuju rumahmu di tepi laut mengucapkan salam pada kapal-kapal yang senantiasa melintas meninggalkan desiran jejak serupa kecupan merah yang kucita-citakan di lehermu kunyanyikan tualang kisah kita untuk sebuah malam yang sakral merestui perjalanan nasib yang tinggal sejengkal menyudahi setiap pengembaraan fajar yang oleng menuju ruas mimpi dan senja lepas sudah, kuasah lagi sejarah awal mula kita berjumpa merangkai silsilah laut dan patahan-patahan lilin menjadi lanskap cahaya bagi tualang yang lupa jalan pulang. Masih ingatkah kau, sayang? Sepanjang, 2011
Ritual Ombak aku akan menemuimu, ketika laut mulai pasang dan merekam sisa pertemuan kita di hadapan karang yang kokoh memandang gelombang kenangan yang kita basuh berulang-ulang di hadapan kapal yang melintasi pantai kini, wujudnya menyerupai gerhana yang mempersiapkan sebuah perkabungan atas kematian burung-burung dan sanak saudara ratusan ikan merenangi samudera perenungan, melalukan prosesi singkat agar gelombang bisa berdamai dengan masa silam kita dan bulanpun dapat menyinari samudera kesunyian sebelum maut meluapkan pinta yang tak menuai jawaban Hef, ombak-ombak yang dulu selalu setia mengantarkan kita menuju lembah waktu kini, buihnya menjelma halimun, menyadap seluruh kisah yang akan kita mainkan. barangkali, lelagu yang kita nyanyikan tiap fajar melebam kini berubah tembang belasungkawa mengalun di perempatan jalan, terserak di koran, tercecer di jalanan dan mengepulkan debu waktu, memerihkan mata kita 16
kemudian, hujan berjatuhan dari langit, seperti menangisi kegelisahan bumi yang tak henti menikam jantung hari. semisal dirimu datang membawa catatan panjang yang hitam mengingatkanku pada luka semalam saat bintangbintang terlepas dari genggaman kita Hef, pagi ini aku ke laut untuk menemuimu dan kita bersama-sama menyaksikan laut yang mulai pasang dan merekam sisa pertemuan kita di hadapan karang yang kokoh memandang gelombang. Sepanjang, 2011 A. Faruqi Munif, lahir di Sumenep Madura. Puisi dan cerpennya termuat di berbagai media lokal dan nasional. Karya-karyanya juga masuk dalam sejumlah bunga rampai, antara lain, Reportase yang Gagal (2010), Puzzle (2011), Antologi Puisi Trowulan (2010), Antologi Penyair Muda Nusantara Memburu Matahari (2011) dan Tuah Tara No Ate (2011). Diundang dalam Temu Sastrawan Indonesia-4 di Ternate, Maluku Utara. Tinggal di Yogyakarta.
Januari 2015
NewsRhetor Edisi XLV
Cental-centil
Melukis Setan Pohon beringin depan MP adalah suatu tempat yang angker, saat itu tim “Gerayangan”sedang mendeteksi arwah yang ada di tempat itu. Tim menugaskan satu orang ahli supranatural yaitu mbah Bewok untuk menggambar wujud dari sosok mahluk astral itu. Setelah setengah jam barulah beres, mbah Bewok langsung ditanya oleh salahseorang tim. Tim : mbah, mahluk apa yg menempati tempat ini tuh mbah? Mbah : ”Kuntilanak” Tim : kenapa gambarnya ada dua rupa? Apa kuntilanaknya juga ada dua mbah? Mbah : bukannya ada dua, emang kuntilanaknya itu-itu aja, bedanya dari rambutnya Tim : iya mbah, kok yang ini rambutnya kriting tapi yang ini lurus, kok bisa gitu ? *sambil nunjuk gambar Mbah : kan yang kriting sebelum berangkat ke salon, nah kalo yang lurus sesudahnya direbonding “katanya.. Tim : ?@!# anyiss hah
Mungkin pacaran itu gini (seharusnya) Kosim : bebep sayang kenapa akhir-akhir ini kmu cemberut terus ? -__-“ Sutiyem : kamu gak peka banget ya, pokoknya aku lagi bete dan kesel sama kamu :/ Kosim : terus kenapa gak beresin spanduk gituh atau cuciin motor aku biar gak kesel #pLaakkk *digaplok
Sarapan pagi Kosim : beb tau pak Omen yg tukang becak itu? Sutiyem : iya tau, kenapa gitu? -__-“ Kosim : aku gak suka aja sama gayanya dia udah jelek, item, dekil, so keren, bawa becaknya suka kebutkebutan lagi :/ Sutiyem : itu bapak aku Monyooooong 0_0” #Plakkkkkkks Kawan lama kosim : ehh bray kemana aja ni jarang keliatan? Dudung : biasa bray sibuk banget Kosim : sibuk apa bray? Dudung : sibuk ngedeketin pacar kamu bray #soknyetgelut
Kampanye Inovatif, harusnya.! Blue Campaign lebih tepatnya, kalo cara kampanye yang dilakukan kayak gini. Mungkin cara lama kampanye bagi mereka salahsatunya adalah bagi-bagi kaos berbahan kain yang layaknya buat saringan pembuatan Tahu dengan bertulis dan bergambarkan orang-orang tertentu *sebut saja Capres-Cawapres , sempet mengkhayal “coba kampanye itu dengan cara baru.yaitu, dengan bagi-bagi Sempak. Misalnya untuk kubu nomer 1(Prabowo-Hatta) sempak tersebut berwarna Orange Cream dan bertuliskan MACAN ASIA, dan untuk kubu nomer urut 2 (Jokowi-JK)sempak tersebut berwarna merah dan bertuliskan SUKA BLUSUKAN. Mungkin cara seperti itu lebih Inovatif, Humanis dan tentunya Ngawur . By : @HajiSaddam (Redaktur Huru Hara) Januari 2015
17
Rofida Ilya Qurrata a’yun
Ihda Nurul Sholehah
Rija Aji Banasti
Alvian
Khalilatul Khalqi
Iddah Hadi Mulyono
Teguh Setyadi Khoirul Anam
Mr. Lafzee Chesoh
Reny Virgiani
Puput Sahara
Zulfa Mufidah Az-Zahra Syah Jihan Alby
Dulfikar Asmawi
Asran
Tiara Apriyani
Amin Sahri
Melayani Jasa -
Sewa Motor dan Mobil City Tour dalam dan luar jogja Pegadaian jual beli Hp, motor dan mobil
Minat hubungi kontak dibawah ini : 27FF091 (Rizky21) Pin Call/sms : 0896 8714 9993 (Rizky Muhammad TauďŹ k) KPI 2012
Keamanan dan Kenyamanan Saudara adalah Prioritas Kami
Refleksi 2014
Jogja Berhenti Nyaman
2015 ?
RHETOR
LPM RHETOR
by [et] redaksi