Sulitnya Peluang Madrid
DIGITAL NE WS PA PER
hal
2
Spirit Baru Jawa Timur surabaya.tribunnews.com
surya.co.id
| SELASA, 30 APRIL 2013 | Terbit 2 halaman
edisi pagi
Pendidikan Nasional
INTROSPEKSI SURYA Online - Amburadul pelaksanaan Ujian Nasional (Unas) harus menjadi momentum untuk introspeksi sistem pendidikan nasional secara menyeluruh. Tak hanya pelaksanaan Unas saja, tetapi juga komponen proses belajar mengajar lainnya, seperti biaya pendidikan yang semakin mencekik rakyat, mutu guru, mental guru, sarana dan prasarana pendidikan. Dengan penetapan anggaran 20 persen APBN dan APBD harusnya mutu pendidikan bangsa kita jauh lebih baik dan yang tidak kalah pentingnya, lebih murah. Tetapi realitanya, justru amburadul dan mutu pendidikan tidak lebih baik dibanding pendidikan tahun 60-80 an, dimana justru mutu pendidikan Indonesia lebih bagus, setidaknya di tingkat Asia Tenggara. Buktinya, tahun-tahun tersebut, banyak tenaga pendidik kita yang diminati negara-negara tetangga, seperti Malaysia bahkan negara-negara Arab. Bahkan menelorkan jeniusjenius tingkat dunia, seperti mantan Presiden BJ Habibie bahkan Menteri Pendidikan M Nuh sendiri. Yang lebih penting lagi, waktu itu, banyak anak-anak petani di desa yang mampu menelorkan pemimpinpemimpin bangsa dengan pendidikannya yang moncer. Artinya, mereka mampu membiayai pendidikan anakanaknya. Tetapi sekarang? Kalau bukan anak orang kaya mana mungkin bisa masuk Fakultas Kedokteran yang biayanya Rp 150 juta? Kalaupun itu ditutupi dengan jalur prestasi, itu dapat dihitung berapa persen
yang terkecil saja. Kalau boleh dikata ekstrim, itu hanya akalakalan saja untuk mengelabuhi mahalnya pendidikan. Padahal bangsa ini bisa maju kalau generasi mendatang mampu mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Kalau ada pejabat yang bilang, kalau pendidikan murah mana mungkin mendapatkan mutu pendidikan yang bagus ? Mungkin dirinya hanya mengukur sesuai dengan kemampuannya karena pejabat berkantong tebal dan semoga Allah segera menyadarkannya karena sebenarnya kondisi rakyat Indonesia, lebih banyak
join facebook.com/suryaonline
yang tidak mampu menghadapi biaya pendidikan sekarang ini. Yang tidak kalah pentingnya adalah juga mental pejuang guru yang era setelah reformasi ini semakin terpuruk, meskipun pendapatnya sudah jauh lebih baik, bahkan guru sekarang cenderung lebih materialistik. Tidak ada lagi kecocokan dengan pepatah guru adalah sosok yang patut ditauladani, seperti Umar Bakrinya Iwan Fals. Yang ada sekarang adalah bagaimana guru sekarang juga ingin naik CRV ke sekolah dengan rumah loteng tanpa lagi menghiraukan kemuliaan
kata guru itu sendiri. Mental-mental guru seperti ini semakin menggila saja, tanpa disadari mungkin juga karena keseringan nonton sinetron yang selalu bertabur kemewahan. Jika introspeksi ini segera dilakukan menyeluruh terhadap sistem pendidikan nasional, tentu saja usaha Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M Nuh untuk ‘membela diri’ dalam Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI, Jumat (26/4/2013), tak perlu terjadi. “Saya sangat syok pada 10 April, Kabalitbang dan BSNP
(Badan Standar Nasional Pendidikan) menginformasikan ada satu percetakan kemungkinan tidak bisa menyelesaikan tepat waktu,� kata M Nuh waktu itu. Idealisme dan briliannya sosok M Nuh yang sangat moncer ketika menjabat Rektor ITS, belum kelihatan sama sekali ketika menjabat Menteri Pendidikan. Bahkan yang terjadi justru biaya pendidikan makin mahal dan amburadulnya Ujian Nasional. Padahal di tangan M Nuh sebenarnya pendidikan murah dan lebih bagusnya mutu dan sistem pendidikan, sangat diharapkan. (wahjoe harjanto) follow @portalsurya