Surya Digitalpaper 08 Januari 2013Pagi

Page 1

DIGITAL NE WS PA PER

Kebiri Kimia bagi pemerkosa hal

Spirit Baru Jawa Timur surabaya.tribunnews.com

surya.co.id

2 | SELASA, 8

jANUARI 2013 | Terbit 2 halaman

edisi pagi

Presiden FIFA

kritik

pemain milan SURABAYA, SURYA-Menurut Presiden FIFA Sepp Blatter, pemain sepakbola tak selayaknya meninggalkan lapangan meski tengah mengalami aksi rasis. Mengomentari insiden yang menyebabkan para pemain AC Milan meninggalkan gelanggang pada pertandingan persahabatan hari Kamis (3/1) lalu karena pemain keturunan Ghana, Kevin-Prince Boateng diteriaki makian rasis dari kubu pendukung klub Italia, Pro Patria. Sepp Blatter mempertanyakan kenapa para pemain melenggang keluar lapangan. “Kok keluar lapangan? Itu bukan solusi.” Pada sesi laga berikutnya melawan Siena pada hari Minggu (6/1), pemain AC Milan mengenakan kaos dengan pesan antirasisme. Tetapi menurut Blatter: “Saya rasa Anda tidak bisa mengelak, karena pada akhirnya kalau Anda kabur maka Anda kalah tanding.” Peran wasit “Ini isu yang sangat rawan, tetapi toleransi terhadap rasisme adalah nol di dalam stadion,” kata Blatter sebagaimana dilaporkan oleh harian The National yang terbit di Abu Dhabi. Pria Swiss berusia 76 tahun yang sudah memimpin FIFA sejak 1998 ini mengakui perlu ada sanksi lebih tegas terhadap isu rasisme, misalnya pemberlakuan pengurangi angka bagi tim yang bersalah. “Satu-satunya solusi adalah dengan sanksi lebih keras, bentuknya harus lah semacam pengurangan nilai atau sejenisnya.” Mantan pemain Tottenham dan Portsmouth Boateng mengambil bola pada pertengahan paruh pertama laga dan menendangnya ke arah penonton sebagai reaksi atas sikap rasis sebagian fans. Pemain tengah itu lalu mencopot kaosnya dan meninggalkan lokasi tanding diikuti rekan seklub dan para ofisial Milan. Federasi Sepakbola Italia (FIGC) telah mengumumkan akan menggelar penyelidikan segera. Sementara ketua Asosiasi Sepakbola Inggris Alex Horne mengatakan seharusnya wasit menjadi sosok utama yang mengambil tindakan jika muncul pelecehan ras di tengah pertandingan. “Kalau ada pemain menjadi sasaran aksi rasial maka harus lapor wasit,” kata Horne dalam siaran olahraga BBC Radio 5. Juni lalu, Presiden Asosiasi Sepakbola Eropa Michel Platini mengatakan pemain yang meninggalkan lapangan di arena Euro 2012 aksi rasial akan dikenai kartu. Boateng sendiri dalam sebuah wawancara dengan CNN setelah insiden terjadi mengatakan ‘tak peduli apapan skala pertandingannya’ jika menjadi sasaran perlakuan rasisme. “Saya tidak peduli, mau pertandingan persahabatan, Liga Italia atau Liga Champions, saya akan tetap walk off.”(bbc)

join facebook.com/suryaonline

Sepp Blatter

Kevin-Prince Boateng follow @portalsurya


2

SELASA, 8 jANUARI 2013 | surya.co.id | surabaya.tribunnews.com

Kebiri Kimia Bagi Pemerkosa SURABAYA, SURYAPemerintah India berencana memberlakukan kebiri paksa bagi pemerkosa. Meski diprotes karena dianggap tidak manusiawi, namun banyak negara yang memberlakukan metode kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual. Tekanan yang kuat terkait kematian tragis seorang gadis yang diperkosa beramai-ramai di atas bus di New Delhi akhir tahun lalu, membuat pemerintah India berencana memberlakukan hukuman yang lebih keras. Pemerintah yang berkuasa mengusulkan untuk memperberat hukuman penjara ditambah kebiri kimia paksa bagi para pelaku kejahatan seksual. Pada saat bersamaan, pemerintah Turki tahun ini juga akan memberlakukan hukuman yang sama bagi para pedofil. Para aktivis hak asasi manusia menentang praktek kebiri kimia paksa, dan menyebut itu sebagai sebuah tindakan melawan kebebasan dan kemanusiaan. Matikan Dorongan Seksual Kebiri kimia berbeda dengan metode kebiri fisik. Kebiri kimia tidak dilakukan dengan membedah atau mengamputasi testis. Secara teknis, kebiri kimia dilakukan dengan memasukkan bahan kimia antiandrogen, baik melalui pil atau suntikan ke tubuh seseorang untuk memperlemah hormon testosteron. Secara sederhana, zat kimia yang dimasukkan ke dalam tubuh itu akan mengurangi bahkan menghilangkan libido atau hasrat seksual. Kebiri kimia sering dianggap sebagai alternatif bagi hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati, karena pelaku kejahatan seksual bisa dibebaskan dengan mengurangi atau bahkan menghilangkan kesempatan bagi mereka untuk melakukan kejahatan yang sama. Direktur Human Rights Watch HRW Asia Selatan Meenakshi Ganguly, kepada Deutsche

Welle menyebut “Ini seperti diskusi di ruang hampa, karena kami tidak tahu pasti apa yang dimaksud ketika orang-orang di sini (India-red) bicara soal kebiri kimia.“ Partai Kongres India yang berencana mengusulkan hukuman ini memang belum memberi penjelasan detail. “Kami harus memahami dulu mekanisme dan prosedur medis kebiri kimia. Saat ini orang-orang masih terlalu emosi“ kata Ganguly. Dalam kasus India, dia mengatakan bahwa yang dibutuhkan bukanlah metode hukuman baru bagi pelaku kejahatan seksual. Lebih penting lagi adalah memastikan bahwa para pelaku bisa dituntut dan dihukum, bahkan dengan aturan yang ada saat ini. “Bicara soal hukuman baru tidak masuk akal“ kata Ganguly sambil menambahkan bahwa dia menentang semua jenis hukuman yang melibatkan unsur penyiksaan dalam bentuk apapun. Di banyak tempat, pemberlakuan hukum kebiri

kimia paksa, biasanya terjadi sebagai respons setelah terjadinya kasus pemerkosaan atau pedofilia yang membuat banyak orang marah. Pertengahan tahun 2012, seorang laki-laki di Korea Selatan dijatuhi hukuman kebiri kimia karena berulang kali melakukan serangan seksual kepada anak-anak. Inilah untuk pertama kalinya negara itu menjatuhkan hukuman kebiri, sejak aturan itu berlaku dua tahun sebelumnya. Laki-laki berusia 45 tahun yang empat kali melakukan pemerkosaan dan serangan seksual terhadap anak-anak di bawah umur dikebiri. Dia dibebaskan dari penjara, namun diwajibkan mendapat suntikan kebiri kimia setiap tiga bulan selama tiga tahun. Sesuai aturan, jika menolak atau tidak datang sesuai jadwal penyuntikan, maka dia bisa dimasukkan kembali ke dalam penjara selama tujuh tahun. Tidak hanya itu. Laki-laki itu juga dipasangi gelang elektronik untuk mengawasi gerakgeriknya di luar penjara. Dia adalah orang terakhir di dunia yang tercatat menjalani hukuman kebiri kimia paksa. Kebiri Kimia di Dunia

Kebiri kimia digunakan dalam banyak bentuk: sejumlah negara memberlakukan itu sebagai hukuman paksa sebagaimana hukuman penjara. join facebook.com/suryaonline

Sementara di negara lain, kebiri kimia ditawarkan sebagai alternatif untuk mendapat pengurangan masa hukuman. Artinya, para terpidana ditawari untuk mendapat pengurangan masa hukuman asal bersedia menjalani kebiri kimia. Tahun 2013, Turki kemungkinan akan mulai menerapkan hukum kebiri kimia bagi para pedofil. Mereka berharap metode hukuman ini bisa menciptakan efek jera dan

membuat pemerkosaan anak di bawah umur berkurang. Tahun 2012, Moldova dan Estonia meloloskan aturan mengenai hukuman kebiri kimia. Aturan serupa juga berlaku di banyak negara termasuk Argentina, Australia, Israel, Selandia Baru, dan Rusia. Setidaknya sembilan negara bagian Amerika: California, Florida, Georgia, Iowa, Louisiana, Montana, Oregon, Texas dan Wisconsin juga memberlakukan beragam versi mengenai hukuman kebiri kimia dalam sistem hukum mereka. Jerman termasuk negara yang mempunyai aturan

mengenai hukuman kebiri. Awal tahun 2012, Komite Anti Penyiksaan Uni Eropa mendesak Jerman agar mengakhiri pelaksanaan hukuman itu. Dalam jawaban tertulis, pemerintah Jerman mengatakan bahwa praktek itu “sedang ditinjau ulang.” Jerman memberlakukan hukuman ini dengan prosedur yang ketat: terpidana sebelumnya diberitahu mengenai dampak dan kemungkinan efek sampingan. Dan yang paling penting: terpidana bersedia menjalani kebiri kimia. Terakhir, hukuman ini dilaksanakan tahun 1960-an. Tahun 2010 berbagai kelompok hak asasi manusia mengecam pemerintah Polandia yang memberlakukan hukuman kebiri kimia paksa. Sebagaimana dikutip The Economist, dalam pernyataannya pemerintah Polandia beralasan “Tujuan dari tindakan ini adalah untuk memperbaiki kesehatan mental terpidana, menurunkan libidonya dan dengan demikian mengurangi risiko kejahatan lainnya dilakukan oleh orang yang sama.“ Menanggapi kritik yang menyebut hukuman itu tidak manusiawi, Perdana Menteri Polandia, Donald Tusk mengatakan “Saya tidak percaya bahwa kita bisa menyebut para individu atau makhluk-makhluk ini sebagai manusia. Jadi dalam kasus ini, kita tidak perlu mendiskusikan hak asasi manusia.“(DE.DW) follow @portalsurya


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.