Koreana Winter 2016 (Indonesian)

Page 1

musim Dingin 2016

Film Korea Dewasa ini

Pesta Budaya Film Film Korea Abad 21: Banyak Arus dan Wajah Baru Bintang Film Pujaan Masyarakat Korea

special Feature

DMZ, Where Dreams of Unification Bloom; Peace of Mind Relished on the DMZ Forest Trail; The Uncertain Serenity of the DMZ Ecosystem; Gyodong: A Lonely Island Across from North Korea; Real DMZ Project: Art Casts New Light on Cold War Legacy

vol. 30 no. 3

ISSN 1016-0744

ISSN 2287-5565

vol. 5 no. 4

DmZ

The Forbidden Land Glimpsed through Barbed ire Fences

Fitur Khusus musim Dingin 2016

Korean ulture & rt autumn 2016

Film Korea Dewasa Ini: Dinamika dan Impian DMZ

seni & BuDaYa Korea


CITRA KOREA


KebangKitan HanboK dan nilai tersembunyi Kim Hwa-young Kritikus Sastra, Anggota Akademi Seni nasional

D

i sepanjang jalan ramai di sekitar pusat kota bersejarah Seoul seperti lingkungan rumah-rumah tradisional di Bukchon dan kompleks megah Istana Gyeongbok, pada hari-hari tertentu dijumpai banyak perempuan muda lalu lalang dalam balutan hanbok yang gemilang. Banyak orang bertanya-tanya apakah sedang berlangsung festival. Atau apakah mereka para undangan yang meninggalkan resepsi pernikahan? Itukah hanbok, busana nasional Korea, yang dikenakan kembali? Dengan dibukanya pelabuhan pada akhir abad ke-19, kecintaan pada busana tradisional mulai surut dengan masuknya pengaruh barang-barang asing. namun hingga tahun 1960-an, orang-orang yang berbusana hanbok masih menjadi pemandangan umum di jalan-jalan kota Seoul. Jas gaya barat dan pakaian jalan menjadi norma ketika industri fashion mulai berkembang berkat produksi massal dan keterjangkauan tekstil. Hanbok disimpan di almari, dikenakan kembali pada liburan nasional seperti Tahun Baru dan Chuseok (Harvest Moon Festival), dan pada kesempatan khusus seperti pernikahan. Walaupun jauh dari pengamatan, hanbok datang kembali ke blantika fashion dalam beberapa tahun terakhir. Bagaimana hal itu terjadi? Acara Hari Hanbok tahunan, yang diselenggarakan pada tahun 1996 oleh Kementerian Kebudayaan, olahraga dan Pariwisata (kemudian Kementerian Kebudayaan dan olahraga) sebagai isyarat awal. namun popularitas hanbok merebak karena kebijakan bebas masuk ke istana kuno Seoul bagi siapa saja yang datang dengan mengenakan pakaian tradisional. Di bawah pengelolaan Dinas Warisan Budaya sejak oktober 2013, tiket masuk gratis bagi pengunjung tidak hanya berlaku untuk empat istana kuno di Seoul, tetapi juga kuil kerajaan Jongmyo dan makam kerajaan Dinasti Joseon. Tren hanbok benar-benar dimulai ketika Istana Gyeongbok Palace dan Changgyeong dibuka untuk umum pada wisata malam selama beberapa kali dalam setahun. Untuk mengontrol jumlah pengunjung, hanya mereka yang telah memesan lebih dahulu diperbolehkan masuk. Persaingan ketat, tetapi mereka yang mengenakan hanbok bisa menikmati tur istana di malam hari, gratis, tanpa harus berebut dalam persaingan dan kerumitan pemesanan. Anda tinggal berjalan dengan kamera yang selalu siap. Program ini sangat populerdi kalangan penduduk lokal, namun juga menarik hati para wisatawan asing. Menanggapi tren ini, banyak foko persewaan hanbok tumbuh dekat istana dan menikmati bisnis yang luar biasa. Pembuatan hanbok tradisional itu sulit, karena itu mahal, terutama untuk orang-orang muda. namun sekarang mereka dapat menyewa dengan tidak begitu mahal dan berjalan-jalan dengan busana tradisional selama beberapa jam atau sepanjang hari. Media sosial dibanjiri foto dari pasangan atau teman-teman dalam balutan hanbok menikmati pengalaman melangkah anggun bagaikan tokoh film di sekitar istana kerajaan atau desa-desa tradisional. Selama beberapa jam atau sehari mereka menjadi aktor dan aktris dalam kostum tradisional, merekam diri mereka kemudian membaginya secara online. Pada momen tersebut, mereka seakan berada di atas panggung dan hanbok mampu mengekspresikan fantasi yang indah. Akankah orang-orang muda menyadari bahwa di saat industri hanbok tradisional runtuh dan dibuat secara sederhana, hanbok impor menghiasi toko-toko persewaan mengubah keindahan asli dari hanbok menjadi sekadar barang dagangan warna-warni?


pemimpin umum DireKtur eDitorial pemimpin reDaKsi Dewan reDaKsi

Dari Redaksi

salJu turun leBih awal Pada akhir november tahun ini salju tipis sudah berguguran dari langit Korea. Bahkan, pada pertengahan november weather forcast di smartphone sudah menunjukkan derajat pada angka minus 2. Maka, pemandangan orang-orang bergegas dengan pakaian tebal ke subway dan gedung-gedung sudah mulai tampak. Suasana musim dingin sudah terasa di sana-sini. Di mana tempat hangat di musim dingin begini? Salah satunya tentu saja di gedung sinema atau film yang banyak dijumpai di kota-kota di Korea. Film di Korea memiliki sejarah panjang. Gedung bioskup atau film telah berubah dengan cepat seiring dengan perubahan dalam masyarakat. Bioskup yang dahulu sering terputus di tengah-tengah tayangan telah berganti dengan multipleks yang dibangun dengan kapitalisme raksasa. Hal tersebut akan dikupas tuntas oleh Koreana pada edisi ini. Selain tulisan tentang film, Koreana terbitan ini juga akan mengungkap perihal hidup dan kehidupan seniman multitalenta Paik nam June. Ia merupakan pribadi yang selalu optimis bahwa manusia dan dunia akan berubah menjadi lebih baik. Karya-karya Paik nam June terasa melawan nilai yang sudah ada dan mematahkan pendapat umum. Suhu udara kota Seoul dan Korea pada umumnya memang sangat dingin sekarang ini. namun, suhu udara yang dingin itu tidak menyurutkan niat jutaan orang yang berunjuk rasa di beberapa kota di Korea, yang sekarang ini sedang menjadi berita aktual. Unjuk rasa merupakan bagian dari kemajuan demokrasi yang berkembang di negeri ini. Yang menarik unjuk rasa itu berjalan tertib, aman, dan damai, tidak berkembang ke arah anarki. Semoga suasana segera kembali normal, dan warga Korea bisa bekerja lagi seperti biasa. Selamat menikmati sajian Koreana Musim Dingin 2016 ini. Sampai bertemu di musim-musim baru pada tahun 2017 nanti.

DireKtur KreatiF eDitor

penata artistiK Desainer

penata letaK Dan Desain

lee Si-hyung Yoon Keum-jin Koh Young Hun Bae Bien-u Charles la Shure Choi Young-in Han Kyung-koo Kim Hwa-young Kim Young-na Koh Mi-seok Song Hye-jin Song Young-man Werner Sasse Kim Sam lim Sun-kun noh Yoon-young Park Sin-hye lee Young-bok Kim Ji-hyun Kim nam-hyung Yeob lan-kyeong Kim’s Communication Associates 44 Yanghwa-ro 7-gil, Mapo-gu Seoul 04035, Korea www.gegd.co.kr Tel: 82-2-335-4741 Fax: 82-2-335-4743

Harga majalah Koreana per-eksemplar di Korea W6.000. Di negara lain US$9. Silakan lihat Koreana halaman 84 untuk berlangganan. inFormasi Berlangganan: The Korea Foundation West Tower 19F Mirae Asset CEnTER1 Bldg. 26 Euljiro 5-gil, Jung-gu, Seoul 04539, Korea

Koh Young Hun Pemimpin Reaksi Koreana Edisi Indonesia percetaKan eDisi musim Dingin 2016 Samsung Moonwha Printing Co. 10 Achasan-ro 11-gil, Seongdong-gu, Seoul 04796, Korea Tel: 82-2-468-0361/5 Š The Korea Foundation 2016 Pendapat penulis atau pengarang dalam majalah ini tidak haurs selalu mencerminkan pendapat editor atau pihak Korea Foundation. Majalah Koreana ini sudah terdaftar di Kementerian Budaya, olahraga, dan Pariwisata(no. Pendaftaran Ba 1033, 8 Agustus 1987), Korea sebagai majalah triwulanan, dan diterbitkan juga dalam bahasa Inggris, Cina, Prancis, Spanyol, Arab, Rusia, Jepang, dan Jerman.

seni & BuDaYa Korea musim Dingin 2016

Diterbitkan empat kali setahun oleh the Korea Foundation 2558 nambusunhwan-ro, Seocho-gu Seoul 06750, Korea http://www.koreana.or.kr

Montase gambar aktor dan aktris utama film Korea pada abad ke-21


04

FOKUS

28

Menghidupkan Kembali Paik Nam June

Korea: Ketika Hal Sederhana Jadi Luar Biasa

Ahn Kyung-hwa

Maria Dini Gilang Prathivi

WAWANCARA

34

62

KISAH RAMUAN

Choi Byong-hyon Mengangkat Pahlawan dari Karya Klasik Korea

Kacang Dari Makanan Kaum Miskin hingga Makanan Modern

Cho Yoon-jung

Kim Jin-young

KISAH DUA KOREA

38

Kim Hak-soon

JATUH CINTA PADA KOREA

66

GAyA HIDUP

Di Era Smartphone , Obrolan dalam Grup dan Emoticon Sangat Membantu Komunikasi

‘Bachelor Mom’ dan Anak-anaknya Membangun Masa Depan Bersama

14

60

ESAI

Kim Dong-hwan

42

Shin Eui-son Pelatih Kiper dari Tajikistan Kim Hyun-sook

FITUR KHUSUS

Film Korea Dewasa Ini: Dinamika dan Impian

DI ATAS JAlAN

46

Menyongsong Matahari Gwak Jae-gu

SATU HARI BIASA FITUR KHUSUS 1

04

Pesta Budaya Film

Film Korea Abad 21 Banyak Arus dan Wajah Baru

10

BUKU & lAINNyA

58

“Perilaku Manusia” Kenangan Luka dan Kekerasan yang Tak Terlupakan

Huh Moon-young

FITUR KHUSUS 3

18

Bintang Film Pujaan Masyarakat Korea

Kenangan Samar Tentang Bioskop Tempo Dulu lee Chang-guy

“Pertapaan”

70

PERJAlANAN KESUSASTRAAN KOREA

Sihir Cinta dan Perdamaian Lewat Fiksi Magis Choi Jae-bong

Penyihir Jalan Kim Jong-ok

Memainkan Heavy Metal dengan Alat Musik Tradisional Korea

www.koreanfilm.org

lee Hwa-jung

FITUR KHUSUS 4

45

Kim Seo-ryung

Darcy Paquet

FITUR KHUSUS 2

54

Kehidupan Luar Biasa Kim Joung-won Pemilik Karaoke

24

Dikelola oleh Sukarelawan koreanfilm.org semakin maju Charles la Shure, Kim Hoo-ran

31 49


FITUR KHUSUS 1 Film Korea Dewasa Ini: Dinamika dan Impian

PESTA BUDAYA FILM Darcy Paquet Film Critic Ahn Hong-beom Fotografer

Kemampuan para sutradara Korea untuk berinteraksi dengan para penontonnya melalui cerita-cerita dan ide-ide yang dapat memancing masyarakat luas, dan kadang-kadang membuat seseorang sensitif; diskusi mungkin merupakan sumber utama dari dinamika film Korea. Penonton merespon dengan semangat dan dedikasi. Festival film adalah tempat para sutradara berinteraksi secara aktif dengan para penonton, berkata-kata, dan membangkitkan antusiasme untuk menciptakan film yang bagus.

4 KOREANA Musim Dingin 2016


Sutradara Kim Ki-duk dan aktor Ahn Ji-hye, Choe Gwi-hwa, dan Hwang Geon berjalan di sepanjang karpet merah untuk mengikuti upacara pembukaan Festival Film Internasional Busan ke-21, yang diselenggarakan pada 6 Oktober 2016 di Haeundae, Busan.

SENI & BUDAYA KOREA 5


T

erkadang ini adalah saat yang paling tak terduga, suatu keadaan biasa yang berubah menjadi sebuah kenangan yang paling abadi. Bagi saya, salah satu kenangan yang paling berkesan dari Festival Film Internasional Busan (BIFF) adalah suatu kejadian yang terjadi di pantai Haeundae pada tahun 2007.

Busan Kini dan Nanti Saat itu terdapat acara perbincangan terbuka antara dua artis Korea, yaitu: Jeon Do-yeon, seorang artis yang pernah meraih penghargaan pemain wanita terbaik di Festival Film Cannes pada tahun sebelumnya untuk prestasinya dalam film arahan sutradara lee Chang-dong “Rahasia Matahari Terbenam”; dan Kang Soo-youn, seorang artis yang pernah meraih penghargaan pemeran wanita terbaik di Festival Film venice pada tahun 1987 untuk perannya dalam film karya sutradara Im Kwon-taek yang berjudul “Ibu Surrogate”. Saya sudah sangat penasaran mengenai diskusi antara dua artis pemenang penghargaan tertinggi dalam sejarah akting Korea. namun saya terlambat tiba di pantai dan orang-orang di sana sudah membanjir. Setelah mencoba beberapa menit untuk menerobos keramaian demi melihat secuil sosok artis-artis itu, saya akhirnya pasrah dan mendengar percakapan mereka melalui pengeras suara. Saya sama sekali tidak dapat melihat panggung tempat kedua artis itu berdiskusi, namun saya dapat melihat dengan jelas wajah para penonton yang duduk di baris depan saya. Saya langsung tidak mempermasalahkan kekecewaan saya mengenai tidak dapatnya melihat panggung tersebut, karena melihat wajah para penonton

1

6 KOREANA Musim Dingin 2016

di depan saya merupakan suatu hal yang sama menyenangkannya dengan melihat para bintang film itu sendiri. laksana keramaian yang berkumpul di depan perapian, wajah-wajah para penonton itu bersinar dengan penuh kekaguman, kecintaan akan film, dan kebanggaan akan hasil yang dicapai oleh kedua artis tersebut. Mereka berkonsentrasi mendengar setiap tunggal kata yang dilontarkan, dan memberikan respon yang hangat dan penuh antusias. Dapat dikatakan bahwa saat itu saya sedang menyaksikan kekuatan yang menghidupkan BIFF menjadi festival film bergengsi di Asia. Untuk lebih luasnya, minat dan semangat para penonton semacam ini telah menjadi faktor utama suksesnya industri perfilman Korea. orang-orang kadang berbicara mengenai faktor ekonomi yang telah memberikan kontribusi terhadap ledakan perkembangan film Korea selama dua dekade terakhir, dimulai dari ukuran para konglomerat bisnis di Korea hingga sokongan dana yang disediakan oleh pemerintah. Tetapi saya berpendapat kunci lain yang sama pentingnya dalam perkembangan tersebut adalah kuatnya budaya film yang berkembang di Korea sejak tahun 1990-an. “Budaya film” adalah


konsep yang abstrak, tetapi bila tinggal di Korea atau menghabiskan waktu di festival-festival film utamanya, kita dapat merasakan budaya itu di sekitar kita. Budaya film adalah pengetahuan dan rasa antusias terhadap film yang dimiliki oleh orang biasa, dan juga mengenai cara berekspresi dan berbicara mengenai film. BIFF tahun 2016 sangat berbeda dengan BIFF tahun 2007. Salah satu perbedaannya, artis Kang Soo-youn kini menjadi direktur pelaksana festival dan berdiri di tengah kontroversi mengenai kebebasan dan masa depan festival ini. Tetapi, sama seperti sebelumnya, BIFF tetap menjadi tempat utama untuk merasakan budaya film Korea secara langsung.

Impian-Impian Sinema Saya melihat nam Yeon-woo tampak gugup. Seorang aktor yang beralih menjadi sutradara ini berdiri di depan lobi bioskop Megabox dengan dikelilingi teman-teman dan para pemeran karya debutnya sebagai sutradara berjudul “Kalah Malu”. Penayangan pertama akan segera dimulai dan setelah melewati masa persiapan, syuting, pengeditan dan pascaproduksi selama dua tahun, akhirnya ia akan menerima tanggapan para penonton mengenai filmnya.

2

©Festival Film Internasional Busan

1 Ahmad Kiarostami, putra mendiang sutradara Iran Abbas Kiarostami, membuat pidato penerimaan atas nama ayahnya sebagai Pencipta Film Asia Tahun Ini di BIFF 2016. Abbas Kiarostami wafat Juli lalu. 2 Aktris Kang Soo-youn, direktur BIFF 2016, menyapa Souleymane Cissé, pencipta film Mali yang mengepalai juri seksi Pendatang Baru, dan istrinya serta aktris Aminata Cissé, pada upacara penutupan festival. Pada ujung kiri adalah ketua BIFF Kim Dong-ho.

Meskipun ini adalah karya debutnya, sutradara nam Yeon-woo tidak sepenuhnya baru dengan situasi seperti ini. Pada tahun 2012, ia pernah menjadi pemeran utama dalam film “Fatal”, yaitu sebuah film yang dibuat dengan bujet luar biasa rendah sejumlah 3 juta won (2.800 USD). Film yang pertama kali ditayangkan di Busan itu memenangi penghargaan “Pendatang Baru” untuk kategori sutradara muda Asia. Film unik dengan karakterkarakter yang mengesankan ini telah ditayangkan di beberapa festival lainnya di seluruh dunia, dan meraih beberapa penghargaan lagi. Kemudian, film ini dirilis di bioskop Korea. namun karena bersaing dengan film laris Hollywood dan fitur-fitur komersial Korea yang berbujet tinggi, film ini tidak banyak mendapat perhatian. Film “Kalah Malu” bercerita mengenai seorang aktor yang memerankan karakter transgender. Tokoh cerita ini berpendapat bahwa dirinya adalah orang yang memiliki pikiran terbuka, namun kemudian ia dipaksa untuk menghadapi prasangka di dalam dirinya sendiri. Film ini memiliki tema yang tidak biasa dengan karakter-karakter yang impresif. Setelah mengumpulkan sekumpulan aktor–aktor kenalan dan memainkan peranan utamanya sendiri, nam membuat film ini dengan biaya yang sangat minim. Sementara pascaproduksinya didukung oleh BIFF melalui “Dana Film Asia”. Ketika “Kalah Malu” ditayangkan untuk pertama kalinya di depan para penonton di Busan, ada rasa menyengat bagaikan listrik di udara. Kita dapat mengetahui kapan film itu mengambil perhatian para penontonnya, dan saat sesi tanya-jawab dengan sutradara dan para pemainnya, banyak penonton yang menyampaikan rasa antusias dan pujian-pujiannya. Di antara para penonton itu, hadir juga pelaksana festival film lain dari seluruh dunia termasuk Festival Film Cannes. Kemudian banyak orang yang menghampiri nam secara pribadi dan memberikan kata-kata pujian kepadanya. Sementara itu, di belakang lobi bioskop, antrian panjang para fans sedang menunggu kesempatan untuk mendapat tanda tangan dan foto bersama dengan nam beserta para pemain filmnya. Setidaknya untuk hari ini, aktor yang beralih menjadi sutradara ini menjadi seorang bintang. Terdapat banyak sutradara muda di Korea yang bercita-cita mendapatkan pengalaman seperti ini. Sutradara Park Jung-bum yang sekarang dianggap sebagai sutradara independen utama berkat penghargaan yang diraihnya atas film “Jurnal Musan”(2010) dan “Semangat Hidup” (2013), sering mengunjungi BIFF di masa mudanya. Saat itu ia menanam kecintaannya terhadap film dan mulai bermimpi untuk membuat filmnya sendiri serta menayangkannya di depan para penonton di Busan. Hollywood kadang-kadang disebut sebagai “kota impian”, namun di Korea, para sutradara muda kerap mewujudkan impian mereka di Busan, Jeonju, atau Bucheon. Memang, Busan bukan satu-satunya festival di Korea yang membangkitkan semangat akan film. Festival Film Internasional Jeonju yang diselenggarakan pada awal Mei, dengan mudah menandingi BIFF dalam bidang kelarisan penayangan dan ukuran keramaiannya. Meskipun festival ini fokus kepada film-film yang tidak beraliran utama dan film independen, tiap tahunnya selalu mengundang banyak orang. (Masakan Jeonju membuat kunjungan ke festival ini semakin menarik). Begitu pula dengan Festival Film Fantastik Internasional Bucheon (BiFan), di sini adalah tempat bertemunya para penggemar film genre. Meskipun tidak banyak jumlah sutradara Korea yang membuat film genre dengan bujet rendah, namun BiFan memberikan bantuan untuk SENI & BUDAYA KOREA 7


Bagi para sutradara yang menanggung masa ketidakjelasan selama bertahun-tahun dan bekerja keras demi membuat sebuah film, impian dan cita-cita menjadi sangat penting. Hollywood kadangkadang disebut sebagai “kota impian”, namun di Korea, para sutradara muda kerap mewujudkan impian mereka di Busan, Jeonju, atau Bucheon.

mempertahankan keberadaan mereka dengan cara memberikan ruang untuk bertemu dengan para penonton yang mendukung mereka. Bagi para sutradara yang menanggung masa ketidakjelasan selama bertahun-tahun dan bekerja keras demi membuat sebuah film, impian dan cita-cita menjadi sangat penting. Bukan hanya itu saja, pada masa-masa seperti sekarang, cara memperkenalkan film kepada khalayak luas pun sangat penting. Penonton dari BIFF dan Jeonju bukanlah penonton biasa, melainkan para penggemar yang memiliki minat dalam terhadap film. Bila mereka menemukan film yang mereka sukai, omongan dari mulut ke mulut akan mulai menyebar, dan tanggapan atau ulasan singkat akan muncul di dunia online. Kemudian reputasi sang sutradara akan mulai terbentuk. Bayangkan bila sutradara memperkenalkan filmnya secara langsung di bioskop. Dalam lingkungan persaingan kejam nan dingin di mana film-film kecil berada dalam posisi yang sangat tidak menguntungkan, film seperti “lost to Shame” akan hilang dengan mudahnya tanpa menarik perhatian penonton manapun. Inilah salah satu alasan mengapa festival film dan budaya film yang mendukungnya menjadi sangat penting bagi para sutradara.

Sinema Sebagai Komunikasi Sementara itu, di sepanjang pantai Haeundae, kira-kira 10 menit berjalan dari tempat nam Yeon-woo mempresentasikan filmnya, terdapat semacam acara lain di sana. Distributor utama n.E.W. sedang menyelenggarakan pesta untuk perusahaan distribusi di seluruh dunia yang telah membeli film hit berjudul “Kereta ke Busan”. Bercerita tentang adanya virus zombi misterius yang menyebar tak terkendali di dalam kereta berkecepatan tinggi KTX, film “Kereta ke Busan” terjual lebih dari 11 juta tiket di Korea sehingga menjadi film terlaris di tahun pelirisannya. Tetapi, mungkin yang lebih luar biasa adalah bahwa film tersebut dinikmati di luar negeri seperti Singapura, Australia, Hong Kong, Taiwan, dan Perancis – di mana keberhasilan semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya. Suasana pesta itu begitu ringan – bagaimanapun juga, kebanyakan dari distributor yang hadir telah menghasilkan banyak keuntungan dengan film ini. Sutradara film tersebut, Yeon Sang-ho, tidak asing lagi di BIFF. Film pertamanya, yaitu sebuah film animasi berbujet rendah yang bercerita mengenai penindasan di sekolah berjudul “Raja Babi” meraih tiga buah penghargaan di BIFF pada tahun 2011 dan langsung ditayangkan pada sesi Director’s Fortnight di Cannes pada tahun berikutnya. Film animasi ke-duanya yang berfilosofi gelap berjudul “Kepalsuan” adalah salah satu film yang paling 8 KOREANA Musim Dingin 2016

1 Pada malam BIFF setiap tahun, BIFF Square nampo-dong, Busan, penuh sesak dengan penggemar film yang menikmati pesta. Foto itu menunjukkan banyak orang berkumpul pada 1 oktober 2014, untuk menonton acara pra-pembukaan BIFF ke-19. 2 Sutradara lee Joon-ik dan bintang-bintang dari film “Singgasana” (alias “Sado”) menyapa penonton di sebuah acara outdoor BIFF ke20, yang diselenggarakan pada 1-10 oktober 2015.

1


2

banyak diperbincangkan di BIFF tahun 2012. Meskipun gaya pengkaryaan sutradara Yeon Sang-ho pada film-film sebelumnya jauh dari aliran utama, n.E.W. percaya akan bakatnya dan mendanai film berbujet tinggi “Kereta ke Busan”, walaupun terdapat takhayul yang mengatakan bahwa film zombi tak pernah berhasil di Korea. Taruhan yang mereka ambil ternyata memberikan bayaran yang tidak pernah dibayangkan oleh siapapun. namun ironisnya, “Kereta ke Busan” tidak termasuk dalam program BIFF tahun ini. Film ini ditarik karena pemboikotan secara parsial para sutradara yang bersumpah untuk mempertahankan kebebasan festival dari tekanan politik. Konflik yang berlangsung selama dua tahun dengan pemerintah daerah Busan setelah penayangan dokumenter kontroversial “lonceng Penyelam: Kebenaran Tak Akan Tenggelam Bersama Sewol” pada tahun 2014, mengakibatkan diturunkannya pelaksana festival lee Yong-kwan dari jabatannya. Terutama pada tahun lalu, status BIFF sebagai rumah bagi kontroversi terus dibicarakan dan film-film yang sensitif sering menjadi sumber perdebatan sengit. Hampir 10 tahun yang lalu, saya mewawancarai

seorang sutradara sukses Hong Kong bernama Peter Ho-sun Chan (sutradara dari “Panglima Perang”, “Teman-teman Seperjuangan: Sebuah Kisah Cinta”). Di tengah wawancara, ia mengakui bahwa ia sangat iri terhadap para penonton film di Korea. “Para penonton di Korea sangat pintar”, katanya. “Mereka memiliki selera yang luar biasa, dan mereka mendukung film-film inovasi dan film yang dibuat dengan baik”.

Cerita Pribadi Ketika saya pertama kali pindah ke Korea pada tahun 1997, saya sama sekali tidak tahu mengenai sinema Korea. Dua minggu setelah kedatangan saya di Korea, saya menghadiri BIFF ke-2 dan dikejutkan oleh rasa antusias para penontonnya. Sejak itu, saya mengunjungi tiap festival dan mengarahkan karir saya untuk mengajar dan menulis mengenai perfilman Korea. Kadang-kadang ada orang yang menanyakan film apa yang menginspirasikan saya untuk fokus di bidang ini. Tetapi sebenarnya, yang membuat saya tertarik bukanlah salah satu film tertentu, melainkan budaya film yang saya alami di Busan dan percakapan yang terasa begitu hidup mengenai film di sekeliling saya. Mungkin ada banyak orang dengan cara berpikir yang sama penasaran bagaimana film Korea yang kontemporer dapat menjadi begitu dinamis. Tetapi saya pikir kita perlu melihat jauh di luar film-film dan para sutradaranya. Di bawah semua itu terdapat budaya film Korea yang sangat kuat. Dalam hampir semua situasi, budaya film yang kuat pada akhirnya akan menciptakan film lokal yang kuat pula. Inilah alasan mengapa budaya film begitu penting, dan mengapa kita perlu untuk mempertahankannya. SENI & BUDAYA KOREA 9


FITUR KHUSUS 2 Film Korea Dewasa Ini: Dinamika dan Impian

FILM KOREA ABAD 21

BANYAK ARUS DAN WAjAH BARU

Huh Moon-young Kritikus Film Foto dari Cine21

jika melihat perkembangan film Korea dewasa ini, akhir abad ke-20 bagaikan sebuah masa yang begitu lampau meski hanya 20 tahun berlalu sejak terjadinya peralihan abad. Artinya, sedrastis itulah perkembangan industri perfilman Korea di abad 21. Meskipun demikian, film Korea masih belum menemukan posisi tetapnya dalam peta perfilman dunia. 10 KOREANA Musim Dingin 2016


H

ingga tahun 1980-an, pergi menonton film Korea bukanlah suatu hal yang menarik. Dalam kurun waktu yang lama, orang Korea menganggap film dalam negeri sebagai film cengeng bermutu rendah. Pada tahun 1960-an, film Korea bersemarak dan tumbuh subur dengan daya tariknya tersendiri. namun mulai awal tahun 1970-an, selama hampir 20 tahun, pengawasan dan sensor dari pemerintahan otoriter serta pertumbuhan televisi yang pesat membuat perkembangan film di Korea terganggu. Kemudian mulai pertengahan tahun 1990-an, terjadi perubahan yang dapat disebut sebagai kebangkitan dalam perfilman Korea. Para produser muda yang berani dan berwawasan luas, dan sutradara-sutradara baru dengan bakat estetika dan ambisi yang tinggi membuka arus baru. Sejak itu film Korea mengalami perkembangan gemilang baik dalam sisi komersial maupun artistiknya. Persepsi internasional pun ikut berubah. Para pemuda Korea yang belajar di Paris pada pertengahan 1990-an terkadang mendapat pertanyaan seperti “Apakah film juga dibuat di Korea?” dari teman-temannya di sana. Pertanyaan seperti itu muncul karena hingga saat itu – kecuali sebagian kecil dari para ahli film – sangat sedikit orang yang mengenal film Korea, bahkan diantara para pecinta film sekalipun. Akan tetapi kondisi ini berubah drastis saat memasuki abad 21. Film Korea diperkenalkan dan meraih penghargaan di festival film internasional bergengsi. Sutradara-sutradara Korea dari generasi baru yang muncul di panggung perfilman pada akhir 1990-an seperti Hong Sang-soo, Kim Ki-duk, Park Chan-wook, Bong Joon-ho, dan lain-lain; kini memiliki penggemar yang cukup banyak di luar negeri.

Perkembangan Pesat Industri Perfilman Korea tergolong sebagai negara yang sangat pesat perkembangannya dalam industri perfilman di abad 21. Total penonton yang berjumlah 61,69 juta orang pada tahun 2000 melonjak menjadi 217,3 juta orang pada tahun 2015; jumlah produksi film dalam negeri (dari 57 menjadi 232) dan jumlah penayangan layar (dari 720 menjadi 2.424), semuanya melonjak lebih dari 3 kali lipat; dan total pendapatan pada tahun 2015 mencapai 2,11 trilyun won (total pendapatan pada tahun 2005 adalah 1,52 trilyun won, dan tidak ada data akurat mengenai pendapatan untuk tahun-tahun sebelum 2005). Memang, bila dilihat dari

©nEW

Even karpet merah untuk penonton vIP dalam pemutaran film “Kereta ke Busan,” yang diselenggarakan pada 18 Juli 2016 di Yeongdeungpo Time Square, di Seoul, menciptakan kerumunan besar. Ini acara gala untuk pembukaan film Korea tentang bencana yang sangat laris menunjukkan sepotong industri film Korea dari abad ke-21.

SENI & BUDAYA KOREA 11


kecepatan perkembangannya masih belum sebanding dengan Cina. Industri perfilman Cina terus berkembang sejak pertengahan tahun 2000-an dengan persentase pertumbuhan kurang lebih 30% tiap tahunnya, dan mencetak angka pertumbuhan yang sulit dipercaya, yakni sebesar 64,3% pada tahun 2010. ledakan pertumbuhan industri perfilman Cina yang saat ini masih memiliki jumlah menonton film per kapita sebesar 0,92 kali pada tahun 2015, diperkirakan akan terus berkembang. namun selain Cina, sulit menemukan negara yang mencetak perkembangan tajam dalam industri perfilman seperti Korea. Di Korea, perkembangan yang paling patut diperhatikan adalah jumlah menonton film per kapita. Pada tahun 2000, jumlah rata-rata orang Korea yang menonton film di bioskop adalah sebanyak 1,3 kali. namun dalam kurun waktu 5 tahun angka tersebut naik lebih dari dua kali lipat menjadi 2,95 pada tahun 2005; dan naik lagi empat kali lipat menjadi 4,17 pada tahun 2013; hingga akhirnya mencapai 4,22 pada tahun 2015. Perlu diperhatikan bahwa jumlah tontonan film tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan Amerika Serikat (4,0), Perancis (3,14), Britania Raya (2,61), Jerman (1,59), dan Jepang (1,22) pada tahun 2013. Bahkan India yang paling banyak memproduksi film di seluruh dunia (1.602 film pada tahun 2013), hanya mencapai 1,55 per kapita. lantas, apakah yang membuat Korea dapat mencetak angka-angka tersebut? Satu jawaban yang memungkinkan dapat ditemukan dalam kebijakan promosi film yang dilancarkan oleh pemerintah Korea. Di bawah sistem kuota gedung bioskup yang ketat, tiap gedung bioskup harus menayangkan film Korea paling tidak 73 hari tiap tahunnya. orangorang yang berkecimpung di dunia perfilman mendapat sokongan dana dari Badan Film Korea, komite film regional, pemerintah daerah, dan festival film internasional. Sekali lagi, bila mengecualikan Cina yang dengan tegas membatasi pengimporan film luar negeri, Korea menyediakan dukungan tertinggi dalam promosi film domestik. Kebijakan-kebijakan sejenis ini memungkinkan dominasi pangsa pasar film domestik dalam pendapatan perfilman. Pangsa pasar 12 KOREANA Musim Dingin 2016

1 Sebuah adegan dari “Chunhyang” (2000) karya Im Kwon-taek, film Korea pertama yang dipilih untuk bagian kompetisi utama dalam Festival Film Cannes. 2 Sebuah adegan dari “oasis” (2002) karya lee Chang-dong, sebuah kisah cinta seorang wanita dengan kelumpuhan syaraf otak dan ketidakcocokan sosial. 3 Choi Min-sik berperan sebagai artis jenius Jang Seungeop dari Dinasti Joseon akhir abad ke-19 dalam “lukisan Api” (2002), film fitur 98 tahun sutradara Im Kwontaek.

1 2

film Korea dari tahun 2013 hingga 2015 berturut-turut mencapai 59,7%, 50,1%, dan 52,0% ; di mana secara konstan melebihi setengah dari jumlah keseluruhannya. Berdasarkan data tahun 2013, disamping Amerika Serikat dan India yang masing-masing mencapai pangsa pasar film domestik hingga 94,6% dan 94,0% , Korea bersama dengan Cina (58,6%) dan Jepang (60,6%) termasuk salah satu dari sedikit negara yang menganggap posisi film lokal setara atau bahkan lebih tinggi dari pada film Amerika Serikat (sementara Perancis mencetak 33,8% dan Britania Raya – termasuk film produksi kerjasama dengan negara lain – mencetak 22,1%). Selain itu penghapusan sistem sensor, munculnya pemuda-pemudi berbakat di panggung perfilman, dan sebagainya turut menjadi faktor berkembangnya film Korea. Tentu saja, saat ini industri perfilman Korea sudah memasuki tahap baru. Jumlah menonton film per kapita, jumlah gedung bioskup, dan kebijakan promosi film yang hampir mendekati batas maksimalnya membentuk perkiraan bahwa pola perkembangan industri perfilman Korea ke depannya akan berubah.

Posisi Film Korea Sebelum film Im Kwon-taek yang berjudul “Chunhyang” terpilih menjadi bagian kompetisi resmi dalam Festival Fim Cannes pada tahun 2000, tidak ada satu pun film Korea yang pernah memasuki bagian kompetisi tersebut sejak awal diselenggarakannya Festival Film Cannes di tahun 1946. Meskipun kita tidak dapat menjadikan Palem Emas (Palme d’or) Festival Film Cannes ini sebagai standar mutlak, tetapi melihat kepada kenyataan ini, dapat dikatakan bahwa film Korea tidak pernah ada dalam peta perfilman dunia abad ke-20 yang dibentuk oleh spesialis dan kritikus film dari Barat. Dalam buku <Sejarah Film Dunia oxford – oxford History of World Cinema> yang diterbitkan oleh penerbit oxford University Press pada tahun 1996, film Korea sama sekali tidak diperkenalkan, begitu pula dalam buku mengenai sejarah film dunia lainnya. namun, mulai tahun 2000 segalanya terlihat berubah. Dalam Festival Film Cannes, Im Kwon-taek dengan karyanya berjudul “lukisan


3

SENI & BUDAYA KOREA 13


1

Dalam bentuk apapun, sifat kedaerahan yang tidak dapat dijelaskan telah mendarah daging dalam film yang datang dari wilayah sama. Kalau begitu, bagaimana dengan film Korea? Dengan kata lain, sifat kedaerahan apakah yang terpantul dalam film sutradara Hong Sang-soo, Bong Joon-ho, Lee Chang-dong; dan dalam film sutradara Park Chan-wook dan Kim Ki-duk?

2

14 KOREANA Musim Dingin 2016


Api” meraih penghargaan sutradara terbaik pada tahun 2002, sedangkan Park Chan-wook meraih hadiah utama (Grand Prix) dengan karyanya berjudul “Pemuda Tua” pada tahun 2004, dan hadiah dewan juri (Jury Prize) melalui film “Dahaga” pada tahun 2009. Jeon Do-yeon meraih penghargaan pemeran wanita terbaik melalui film “Rahasia Matahari Terbenam” yang disutradarai oleh lee Chang-dong pada tahun 2007. Sementara lee Chang-dong sendiri menerima penghargaan skenario terbaik untuk filmnya berjudul “Puisi” pada tahun 2010. Tiga buah film Hong Sang-soo dan dua buah film Im Sang-soo juga pernah memasuki kriteria kompetisi resmi meskipun tidak dapat meraih penghargaan dalam Festival Film Cannes. Dalam Festival Film venice, film “oasis” lee Chang-dong menerima penghargaan khusus sutradara, dan dengan film ini Moon So-ri memenangkan penghargaan aktris baru pada tahun 2002. Sedangkan Kim Ki-duk mendapat penghargaan sutradara terbaik untuk film “Gadis Samaritan” dan “3-Iron” pada tahun 2004 dalam Festival Film Berlin, dan penghargaan Singa Emas untuk filmnya yang berjudul “Pieta” dalam Festival Film venice pada tahun 2012. Jika mempertimbangkan kenyataan tersebut, bisa dikatakan bahwa film Korea di abad 21 sedang mendapat reputasi menakjubkan yang sulit dibayangkan pada abad sebelumnya. Dengan beberapa hasil yang diraih dalam festival-festival internasional selama belasan tahun terakhir ini, dapatkah dikatakan bahwa film Korea telah mendapatkan posisi tetapnya dalam peta perfilman dunia? Sebenarnya masih sulit untuk mendapatkan jawaban positif mengenai pertanyaan ini. Setiap 10 tahun, majalah film <Sight & Sound> di Britania Raya mengumumkan daftar “Film Terbaik

3

4

5

6

©Festival Film Internasional Busan, Festival Film Fantastik Internasional Bucheon

1 Sebuah adegan dari “Pembaca Wajah” (2013), disutradarai oleh Han Jae-rim. Kim Hye-soo bertindak sebagai Yeonhong, penghibur yang menggoda dan pembaca wajah. 2 Sebuah ikon adegan dari “Pencuri” (2012), disutradarai oleh Choi Dong-hoon, sebuah thriller aksi komik yang menampilkan 10 pencuri memburu sebuah berlian. 3 Sebuah adegan dari “Pemburu” (2008), disutradarai oleh na Hong-jin. Film thriller pembunuh berantai, sang korban, mucikari dan mantan detektif polisi yang mengejar pembunuh. 4 Sebuah adegan dari “veteran” (2015), disutradarai oleh Ryoo Seung-wan. Film ini menggambarkan kehidupan neraka dari konglomerat pewaris generasi ketiga. 5 Subuah adegan dari “Hamba Perempuan” (2016), film yang banyak dibicarakan, karya Park Chan-wook. 6 Satu adegan dari <Jeon Woochi>(2009, sutradara Choi Dong-hoon), film komik hero dengan tokoh seorang ahli Tao pada zaman Dinasti Joseon.

Sepanjang Masa – The Greatest Films of All Time” berdasarkan hasil survei dari para kritikus film dan sutradara di seluruh dunia. Dalam daftar film terbaik pada tahun 2012, film Korea masih belum bisa memasuki rangking 100. Hal ini memang sudah dapat diperkirakan sebelumnya. Akan tetapi, dari 6 buah film Asia yang pernah memasuki rangking 10 besar tahunan sejak tahun 2000, film Korea tidak pernah ada di antaranya. Memang, kita tidak perlu terlalu serius menanggapi urutan rangking tersebut. Daftar tersebut akan terus dirombak, dan seperti apa yang selalu terjadi, film-film Korea akan lebih banyak mendapat sorotan di masa depan daripada saat ini. Tetapi kita dapat memperkirakan bahwa banyak para ahli film di seluruh dunia menganggap film Korea tidak menempati garis depan estetika film melalui pengurutan rangking tersebut. Pendeknya, posisi film Korea saat ini dalam peta perfilman dunia masih belum jelas. Di sini, kita harus memikirkan kembali pengekspresian kata “film Korea”. Dalam kata “film Korea”, “film India”, dan “film Inggris”, terdapat ambiguitas tipis. Kita sulit untuk menjawab pertanyaan apakah kata Korea, India, dan Inggris menampakkan persamaan berarti, bukan hanya sekadar mewakili nama sebuah negara. Menggeneralisasikan karakter film-film dari wilayah sama secara gegabah dapat membentuk prakonsepsi yang membuat keunggulan tiap individu film terabaikan. Meskipun demikian, dalam bentuk apapun, sifat kedaerahan yang tidak dapat dijelaskan telah mendarah daging dalam film yang datang dari wilayah sama. Kalau begitu, bagaimana dengan film Korea? Dengan kata lain, sifat kedaerahan apakah yang terpantul dalam film sutradara Hong Sang-soo, Bong Joon-ho, lee Changdong; dan dalam film sutradara Park Chanwook dan Kim Ki-duk? Ini adalah pertanyaan yang sulit dijawab secara langsung. Sebaliknya, di antara mereka malah terlihat bagaikan tidak ada persamaan sama sekali. Film Hong Sang-soo dan Kim Ki-duk tergolong dalam cabang modernisme Eropa, sementara film Park Chan-wook dan Bong Joon-ho (terkadang juga film Kim Ki-duk) dapat dilihat sebagai variasi estetika SENI & BUDAYA KOREA 15


1 1 Aktor Song Kang-ho dan aktris Kim ok-bin dalam sebuah adegan dari “Dahaga” (2009), sebuah thriller yang menampilkan seorang imam berubah vampir, disutradarai oleh Park Chan-wook. 2 Hwang Jung-min bertindak sebagai dukun di “Ratapan” (2016), disutradarai oleh na Hongjin, di sebuah pedesaan dimana serangkaian pembunuhan misterius terjadi. 3 Sebuah adegan dari “The High Rollers” (2006), disutradarai oleh Choi Dong-hoon, menampilkan band dari penjudi bawah tanah. 4 Sebuah adegan dari “Raja dan Badut” (2005), disutradarai oleh lee Joon-ik, yang diklaim sebagai “film ejekan pertama terhadap istana kerajaan” dalam sejarah film Korea. 5 Jun Ji-hyun memainkan peran utama dalam “Pembunuhan” (2015), disutradarai oleh Choi Dong-hoon.

2 ©Festival Film Internasional Busan

3

4

16 KOREANA Musim Dingin 2016

film ekstrim Asia. Dengan kata lain, film Korea merupakan kombinasi dari berbagai macam film yang sulit diperkecil untuk membentuk karakter kedaerahannya, dan ciri-ciri ini menjadi salah satu faktor yang membuat posisi film Korea di peta perfilman dunia tidak begitu jelas.

Sutradara Dengan Berbagai Macam Kecenderungannya Film Korea dewasa ini begitu beragam sampai-sampai mustahil untuk meringkaskannya dalam beberapa karakteristik. namun, jika disimpulkan secara berlebihan, film Korea dapat dibagi menjadi empat kategori. “Realisme nasional” dapat dikatakan sebagai kategori pertama. Tanpa perlu


5

dipertanyakan lagi, kepala dari kategori ini adalah Im Kwon-taek. Sosok besar yang sudah lama mewakili film Korea ini berpusat pada arus utama pada masa mudanya. namun mulai pertengahan tahun 1970-an, Ia berjuang keras dalam pembaharuan estetika film nasionalis, dan pada tahun 2014 Ia merilis filmnya yang ke 102 berjudul “Revivre”. lee Chang-dong juga bisa dikatakan sebagai orang yang tepat untuk kategori ini. lee Chang-dong, seorang sutradara moralis yang berdiri berlawanan dengan penyampaian hiburan kepada para mania film, menjadi sunyi setelah merilis filmnya “Puisi” pada tahun 2010. Im Sang-soo yang menyutradarai “Pembantu Rumah Tangga”(2010) dan “Aroma Uang” (2012) juga dapat dimasukkan ke dalam kategori ini, meskipun Ia memiliki jiwa yang jauh lebih bebas. Semua filmfilm mereka memperhatikan sifat kedaerahan Korea dan membicarakan peristiwa sejarah dan absurditas realitas. Kategori kedua adalah “modernisme”. Hong Sang-soo dan Kim Ki-duk dapat masuk ke dalam kategori ini. Tetapi kedua seniman ini memiliki lebih banyak perbedaan dari pada persamaan. Hong Sang-soo mencoba mencari kesan realitas yang baru melalui pembaharuan bentuk, sementara Kim Ki-duk menyelami masalah penyelamatan melalui penderitaan fisik. Sejumlah kecil sutradara muda sedang membuat film yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori ini, namun

mereka masih belum dikenal oleh masyarakat luas. Kategori ketiga adalah “genre pembaharuan”, di mana para sutradaranya mendapat dukungan dari masyarakat dan kritik secara merata seperti Park Chan-wook, Bong Joonho, Kim Jee-woon, dan Ryoo Seung-wan. Mereka semua awalnya merupakan para penggemar film dan sama-sama pernah terpikat oleh film genre kelas B. Kebanyakan dari film-film mereka adalah film genre kombinasi yang berbasis pada cerita seru (thriller) atau laga, dengan selipan horor dan komedi. Park Chan-wook mengartikan kembali tragedi klasik menjadi film genre, sementara Bong Joon-ho mengkombinasikan politik regional dengan dinamika genre. Ryoo Seung-wan dan Kim Jee-woon tidak pernah meninggalkan hiburan untuk para mania film meskipun mereka mengangkat permasalahan realitas. Di antaranya, film Bong Joon-ho berjudul “Tuan Rumah” (2006) dan film Ryoo Seungwan berjudul “veteran”(2015) mencapai 10 juta penonton dan menjadi panutan bagi para calon sutradara Korea. Untuk sutradara generasi muda, na Hong-jin yang menyutradarai film “Pemburu” (2008), “laut Kuning” (2010), dan “Ratapan” (2016), dapat dikelompokkan dalam kategori ini. Kategori keempat adalah film beraliran utama, yaitu kategori yang paling banyak diikuti oleh para sutradara di Korea. Kang Woo-suk menjadi wakil kategori ini dalam kurun waktu yang cukup lama. namun sejak pertengahan tahun 2000-an, posisi tersebut diganti dengan Choi Dong-hoon dan Youn Je-kyun yang pernah merilis dua buah film dengan jumlah penonton lebih dari 10 juta orang. Terutama Choi Donghoon dengan lima buah filmnya – dari karya debut berjudul “Penipuan Besar” (2004) hingga “Pembantaian” (2015), seluruhnya sukses secara komersial – menjadi sutradara terbaik untuk film aliran utama. Kita sulit untuk memilih salah satu dari kategori-kategori di atas sebagai perwakilan dari film Korea. Berbagai kecenderungan seperti ini membuat film daerah di Korea tersebar tak teratur, namun film Korea tetap sedang membentuk wajah dinamisnya. SENI & BUDAYA KOREA 17


FITUR KHUSUS 3 Film Korea Dewasa Ini: Dinamika dan Impian

BINTANg FILM PUjAAN MASYARAKAT KOREA Aktor adalah cermin dari suatu generasi. Di generasi saat ini, kepada aktor seperti apakah orang Korea menaruh minat dan aspirasi mereka? Saya memilih tiga orang aktor. Mereka adalah aktor mapan yang mendapat dukungan penuh dari penggemarnya, yang sampai saat ini, sedang, dan –untuk sementara diperkirakan- akan terus mendominasi layar. Lee Hwa-jung Wartawan Cine 21 Foto dari Cine21

B

elum lama ini, Song Kang-ho dalam filmnya <Mata-mata> telah muncul sebagai pemain utama film Korea yang untuk pertama kalinya berhasil mencetak penonton kumulatif mencapai 100 juta orang lebih. Bukan semata-mata karena film yang dibintanginya itu telah mencapai prestasi besar, tetapi tidaklah keliru jika film tersebut membuktikan kemampuannya sebagai seorang aktor yang selama 20 tahun setelah debutnya telah membintangi 22 buah film lebih.

Song Kang-ho Pergolakan 20 Tahun Silam Song Kang-ho adalah wajah kita saat ini, dibentuk oleh perubahan zaman. Dia menciptakan ciri pribadi sebagai gangster ketiga tingkat di film “no. 3 ”pada tahun 1997. Ini merupakan peran kecil tapi memesona penonton dengan akting komiknya, berkembang dengan aksen Busan yang kuat. Film-film gangster gaya Korea menggabungkan komedi dan aksi sedang naik daun pada saat itu, namun, tampaknya Song itu sedikit menonjol di antara banyak aktor pendukung dalam 18 KOREANA Musim Dingin 2016

genre itu. Tapi sebenarnya saat itulah Song Kang-ho mulai menjadi asal mula pergeseran seismik dalam industri film Korea Selatan. Menurut kriteria saat itu, dia sama sekali bukanlah aktor yang bisa dibilang mempunyai kemungkinan menjadi seorang ‘bintang’. Dia tidak memiliki perawakan seperti layaknya aktor peran utama di dalam film saat itu, dan bahasanya yang bercampur dengan dialek sangatlah jauh dari kesan klimis dan ningrat. Tidak ada seorangpun yang menduga bahwa ia akan membintangi <Tuan Rumah / Gwemul>(2006), <Pengacara / Byeonhoin>(2013) yang berhasil mengumpulkan 10 juta penonton, dan mengembangkan sayap ke Hollywood melalui film <Kereta negeri Salju / Seolguk Yeolcha> (2013). Tapi akting mapannya yang terlatih dari perannya di pentas drama, aksen khasnya, serta gerak-geriknya yang hampir tidak perlu dikoreksi lagi, berbaur menjadi satu penampilan alami yang tidak dimiliki oleh aktor lain pada umumnya. Peran sebagai sersan Korea Utara oh Kyoung-phil dalam <Joint Security Area / JSA> (2000) dan <Pembalasan adalah milikku / Boksunen na-ei Got“ (2002), dan juga <Dahaga /

Bakjwi> (2009) dinilai sangat istimewa oleh sutradara Park Chang-uk yang bersamasama mengerjakan film tersebut. “Jika Anda sedang mencari arti dari seorang aktor Song Kang-ho dari Korea Selatan selama 20 tahun, mungkin bisa disebutkan sebagai 'modernitas'. Modernitas dalam berakting. Ia memulainya dengan genre, tapi dia telah memperluas ekstensi film Korea. Saya pikir itulah keistimewaan yang dimiliki oleh Song Kang-ho”. Song Kang-ho juga sangat agresif dalam bekerja dengan sutradara muda. Sutradara Han Jae-rim dalam karya keduanya <Dunia Elegan / Uwahan Segye> (2007) masih ingat saat Song Kang-ho – yang sudah sering bekerjasama dengan sutradara ternama- menerima begitu saja skenario film tanpa membacanya terlebih dulu. Kriteria Song Kang-ho dalam memilih suatu karya hanya satu saja. Ia ingin lari dari kesan berulang. Kata kunci konvergen dari aktingnya adalah “orang kecil”. “Saya mendapat banyak tawaran untuk bermain di karakter itu. Karakter lain tidak cocok dengan saya, kan? (Tertawa) Yang terkesan elegan, cerdas, atau melankolis, tentu saya tidak cocok...


“Saya mendapat banyak tawaran untuk bermain di karakter itu. Karakter lain tidak cocok dengan saya, kan? (Tertawa) Yang terkesan elegan, cerdas, atau melankolis, tentu saya tidak cocok... (Tertawa)�

SENI & BUDAYA KOREA 19


“Saya tidak pernah membuat target atau rencana untuk membuat sesuatu yang berbeda dari karya sebelumnya. Saya menyadari sejak awal bahwa realitas tidak bisa sama dengan apa yang kita bayangkan. jadi saya hanya memilih pilihan yang terbaik dari kesempatan terbaik yang muncul sewaktuwaktu.�

20 KOREANA Musim Dingin 2016


(Tertawa)” katanya bercampur humor, tetapi ia selalu ingin melakonkan peran yang mewakili rakyat umum yang berkesan di hati masyarakat. Dalam perannya sebagai gangster golongan kedua di <Dunia Elegan>, ia tidak melupakan kekhawatiran seorang paruh baya yang adalah kepala rumah tangga, dan dalam perannya sebagai seorang polisi di <Kenangan Pembunuhan / Sarin-eui Chuok> sepotong kalimat “Kamu ini sempat makan tidak, sih?” yang dilontarkannya secara spontan kepada tersangka pembunuh berantai menggambarkan bahwa polisi tak lain adalah juga manusia. Dalam perannya film <Tuan Rumah / Gwemul> sebagai seorang ayah dari keluarga pemilik kios di pinggir Sungai Han, ia berhasil menampilkan wajah “orang kecil” melalui aktingnya sebagai ayah yang bertarung seorang diri setelah kehilangan anak perempuannya oleh makhluk aneh. Perannya sebagai aktor “orang kecil” mencetak puncaknya dalam <Pengacara / Byeonho-in>. Dalam perannya sebagai Song Woo-suk, pengacara hak asasi manusia yang diisukan mengambil Almarhum Presiden Roh Mu-hyun sebagai model, seruan Song Kang-ho di pengadilan “Kedaulatan Republik Korea ada di tangan rakyat Korea, segala otoritas datang dari rakyat. negara tak lain adalah rakyat Korea!” menunjukkan apa yang dimaksud vitalitas dari aktingnya yang seolah menyeruak keluar dari layar. Kritikus film Kim Young-jin memberikan nilai tinggi adegan close-up wajah Song Kang-ho dalam bagian terakhir dari <Kenangan Pembunuhan / Sarin-eui Chuok> sebagai “wajah yang merangkum satu generasi”. Ia menambahkan Song Kang-ho “mampu menguasai peran apapun yang ditanganinya dan berhasil mencapai sisi manusia dari peran tersebut, entahkah itu berkenaan dengan pekerjaannya, status sosialnya, maupun sifat dari peran tersebut. Ia adalah seorang seniman yang mampu menciptakan dengan sangat baik emosi dan tekstur dari rutinitas keseharian dengan sangat sensitif yang sangat sesuai dengan karakter yang

diperankannya”. Dalam film <Supir Taksi / Teksi Unjeonsa> yang sedang dikerjakannya, Song Kang-ho memerankan supir Man-suk yang adalah seorang supir taksi Seoul, yang kebetulan membawa tamunya dari Seoul ke Kwangju yang adalah seorang wartawan Jerman yang merekam kejadian Gerakan Demokratisasi Gwangju 5.18 di tahun 1980 dengan taruhan nyawanya. Sekali lagi, ia akan menunjukka aktingnya sebagai “orang kecil’ Korea Selatan.

Jeon Do-yeon Aktris Kelas Dunia, Kepercayaan Para Aktor Tanggal 27 Mei 2007, dalam acara penutupan Festival Film Internasional Cannes ke-60, Jeon Do-yeon menjadi aktris Korea Selatan yang pertama yang memenangkan gelar aktris terbaik melalui <Miryang> (2007) oleh sutradara lee Chang-dong. Perannya sebagai seorang ibu yang hidup dengan kepedihan menyayat akibat kehilangan anaknya mendapat nilai tinggi dari tim juri. Jeon Do-yeon yang saat itu memperoleh tropi dari Alain Delon terlihat tersenyum cerah. Festival Film Internasional Cannes menggelari Jeon Do-yeon dan Song Kang-ho yang juga turut membintangi film tersebut sebagai “aktor dan aktris masa depan yang dapat diandalkan”. Sejak saat itu Jeon Do-yeon dijuluki sebagai “bintang dunia”. Sejak menginjakkan kakinya di dunia hiburan pada masa SMA-nya sebagai model majalah, sebelum dikenal di layar lebar, wajahnya telah dikenal melalui drama Tv. namun saat itu ia hanya diakui sebagai “aktris pendukung dengan akting stabil” yang berwajah kekanak-kanakan di antara aktris cantik lainnya. Film <Koneksi / Jeob-sok> oleh Myoung Film di (1997) merupakan ledakan yang mengisyaratkan bakat tersembunyi aktris ini. Mulai dari gayanya sudah berbeda. Daripada berusaha untuk kelihatan cantik, ia tampil dengan rambut pendek keriting dengan

kosmetik yang kelihatan alami. Ini adalah satu percobaan yang pada masa itu tidak pernah dicoba oleh aktris manapun. Dalam film yang mengarahkan perfilman di Korea Selatan ke film melankolik modern, Jeon Do-yeon menjadi satu sosok penting yang turut berkontribusi dalam mengarahkan film Korea ke arah yang baru. Pengalaman akting Jeon Do-yeon tidak mudah diringkas. Kalau melihat dari deretan film-film utama yang dibintanginya, yaitu <Janji / Yaksok> (1998), <Harmoni di Hatiku / nae Maeum-ei Punggeum> (1999), <Akhir yang Bahagia / Happy Ending> (1999), <Seandainya Aku Punya Istri / nado Annaega Issoseumyeon Johgetta> (2000), <Tanpa Darah dan Air Mata / Phido nunmuldo Eobsi> (2002), <Skandal / Sekendel> (2003), <Putri Duyung / Inneo Gongju> (2004), <Kamu Takdirku / neoneun nae Unmyeong> (2005), <Hari yang Indah / Meotjin Haru> (2008), <Pembantu / Hanyeo> (2010), <Hyeopnyeo> (2015), maka dapat diduga bahwa dalam memilih karya berikutnya ia tidak berpikir atau bertindak dengan pola tertentu, atau membuat suatu perhitungan cerdas untuk menentukan kerja berikutnya. Dalam film<Akhir yang Bahagia / Happy Ending> di mana untuk pertama kalinya ia beradegan bugil yang mengejutkan sekaligus juga membuka babak kedua dalam kehidupannya sebagai seorang aktris, ia menjawab perkataan orang tuanya yang khawatir “Kalau kamu berakting begitu dalam film, kamu susah menikah” dengan jawaban “Bapak dan Ibu mendukung saya menjadi seorang aktris kan bukan karena supaya saya bisa menikah.”, yang sudah menjadi anekdot umum. Selain saat memilih mengerjakan <Miryang> hanya karena film ini dikerjakan oleh sutradara lee Chang-dong dan Song Kang-ho, dalam memilih karya berikutnya ia selalu berstandar pada “skenario yang baik.”. Jika sudah terfokus pada skenario dan telah memahaminya, ia tidak akan sungkan-sungkan dalam bekerja. “Dalam memilih skenario, saya SENI & BUDAYA KOREA 21


tidak menentukan standar tertentu. Setiap kali memilih, saya memilih skenario yang pada saat itu pas dengan perasaan saya. Saya tidak pernah membuat target atau rencana untuk membuat sesuatu yang berbeda dari karya sebelumnya. Saya menyadari sejak awal bahwa realitas tidak bisa sama dengan apa yang kita bayangkan. Jadi saya hanya memilih pilihan yang terbaik dari kesempatan terbaik yang muncul sewaktu-waktu.” Sejak dalam film <Koneksi / Jeob-sok> ia tidak pernah berakting untuk kelihatan baik, ataupun berpura-pura agar kelihatan cantik. Dalam film <Tanpa Darah dan Air Mata / Phido nunmuldo Eobsi>, untuk memerankan roundgirl ‘Sunglass’ ia melakukan push-up sebanyak 3000 sehari, dan untuk film <Putri Duyung / Inneo Gongju>, untuk memerankan Haenyeo Jeju, ia memberanikan diri untuk menyelam padahal berenang saja tidak bisa. Jeon juga adalah aktris terpercaya. Dalam fim terbaru <Pria dan Wanita / namgwa Yeo> (2015), Kong You yang berakting bersamanya mengaku “Dia adalah seorang aktris yang sangat teliti, dan seorang aktris yang memberi energi kuat kepada aktor pasangannya”. Pada musim panas lalu ia muncul dalam drama Tv berjudul <Istri yang Baik> sejak 11 tahun meninggalkan layar tv. Entah ke mana langkahnya kemudian, semua menunggu langkah berikut dari aktris yang sedang meninkmati istirahat panjang setelah pembuatan drama.

Ha Jeong-woo Aktor Terlaris yang Agresif Dalam musim panas lalu, melalui film <Pembunuhan / Amsal> yang mencatat 12,7 juta penonton, Ha Jeong-woo membuktikan kemampuan aktingnya, dan pada tahun ini dalam film <nona / Agassi> oleh Sutradara Park Chanwook dan <Terowongan / Tunnel> oleh Sutradara Kim Seong-hoon, dua film yang menjadi buah bibir sebagai ‘film yang bisa dipercaya’, ia sekali lagi membuktikan kualitas dirinya. Sejak debutnya melalui film <Yang tidak Terampuni / Yongseo Badji Mothan Ja> (2005) oleh Sutradara Yoon Jong-bin, ia membintangi <Waktu / Sigan> (2006), <nafas / Sum> (2007) oleh Sutradara Kim Ki-deug, dan <Padahal Tidak Tahu Apapun / Jal Aljido Mothamyeonseo> (2008) oleh Sutradara Hong Sang-soo, dengan terus merubah diri dalam aktingnya. Dalam film <Yang tidak Terampuni

22 KOREANA Musim Dingin 2016

“Saya pikir lebih baik untuk menyesal setelah melakukan sesuatu daripada menyesal tanpa melakukan apa-apa.”


/ Yongseo Badji Mothan Ja>, <Kejahatan dan Perang / Beomjwe-wa Jeonjaeng> (2011), <Kundo> (2014) oleh Sutradara Yoon Jong-bin, ia adalah seorang persona hidup. Sementara dalam <Pengejar / Chugeyokja> (2008), <laut Kuning / Hwang Hae> (2010) yang adalah genre membuat penonton gregetan, ia adalah ikonnya. Dan dalam <Berlin> (2012) oleh Sutradara Ryu Seung-wan, dan <Pembunuhan / Amsal> (2015) yang merupakan film dengan skala raksasa, ia merupakan pendorong besar dengan tenaga kerja luar biasa. Melalui karyanya <The Terror life> (2013), ia mendukung sutradara muda Kim Byoungwoo, yang menunjukkan bahwa dalam bekerja ia tidak memilah antara film kolosal dengan film yang beranggaran kecil, bahkan ia tidak sungkan untuk bekerja dengan sutradara baru. Dalam <Pengejar / Chugeyokja>, ia memerankan pembunuh berantai yang bengis, sementara dalam <Yang tidak Terampuni / Yongseo Badji Mothan Ja>, ia memerankan bos gangster dengan karisma melimpah, selain itu dalam <Fiksi Cinta / love Fiction> ia muncul sebagai penulis novel baru, yang cukup menunjukkan kemampuan aktingnya yang tak terduga. Walau demikian, rencana aktor yang berjulukan “Generasi Ha” ini tidaklah besar ataupun mewah. Ia menamakan dirinya “Aktor Keseharian” yang menentukan pekerjaan esok setiap hari dan mengerjakannya sedapat mungkin. Aktor yang berprinsip “Saya pikir lebih baik untuk menyesal setelah melakukan sesuatu daripada menyesal tanpa melakukan apaapa” ini adalah aktor agresif yang tertantang bukan hanya untuk menyusun batu bata, tetapi tertantang untuk menghancurkan batu bata yang telah tersusun. Selain sebagai seorang aktor, ia juga melebarkan sayap dengan bertindak sebagai perencana dalam <577 Project> (2012), sebagai direktur dalam <Roller Coaster> (2013) dan <Ho Sam Gwan> (2014), dan juga menikmati aktivitas melukis.

SENI & BUDAYA KOREA 23


FITUR KHUSUS 4 Film Korea Dewasa Ini: Dinamika dan Impian

KENANgAN SAMAR TENTANg BIOSKOP TEMPO DULU Lee Chang-guy Penyair dan Kritikus Sastra Shim Byung-woo Fotografer

Bioskop telah berubah dengan cepat seiring dengan perubahan dalam masyarakat. Bioskop yang memutarkan beberapa film sekaligus di pintu masuk pasar lokal yang berfungsi sebagai pusat hiburan bagi masyarakat telah berganti dengan multipleks yang dibangun dengan kapitalisme raksasa. Masa berubah, kalau dulu satu ruang bioskop hanya untuk satu film, kini ke bioskop manapun kita pergi, di satu ruang bioskop kita bisa menonton berbagai pilihan film. 24 KOREANA Musim Dingin 2016


S

ama seperti patung Yunani kuno atau kulit kura-kura dengan tulisan Cina kuno yang digali setelah sekian lama terkubur di dalam tanah, yang namanya kenangan biasanya dilupakan bagian sedihnya dan kemudian dengan sendirinya ditempatkan di tempat yang baik untuk dilihat dan biasanya akan tetap berada di tempat itu. Kemudian orang-orang secara individu maupun kelompok tanpa ragu mengedit atau menghiasi potongan-potongan kenangan yang biasa-biasa saja itu menjadi adegan terbaik. Berkat kekuatan mengejutkan yang dimiliki oleh kenangan, kita semua memiliki kenangan masa kecil kita dan beberapa orang bahkan membuatnya menjadi mitos suci bagi diri mereka sendiri. Walter Benjamin, yang tidak menuliskan kata “saya” kecuali untuk surat-surat pribadi dan menggantikannya menjadi “Miscellanies” bisa diartikan sebagai harapan seorang ilmuwan sastra yang keras sekaligus juga takut-takut yang ingin menjauh dari sihir kenangan. Tetapi saya akan masuk ke dalam kenangan saya yang tidak ada yang khusus dan juga tidak koheren, karena tujuan saya bukan untuk mencapai esensi tetapi untuk menggambarkan suasana dalam kenangan tersebut.

Gedung Bioskup Gukje dekat Gerbang Gwanghwamun penuh sesak dengan orang-orang yang datang ke bioskop selama liburan Chuseok di September 1962.

Cahaya dan Kegelapan Saya ingat waktu saya pergi ke bioskop dengan ibu untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Hari itu, tidak seperti biasa, ibu mengenakan hanbok (pakaian tradisional Korea) berwarna biru langit yang cantik dan membawa sebuah payung kecil. Kami berjalan menyusur bukit di bawah terik matahari mengikuti jalur kereta api Suwon-Incheon. Saya berusaha meredam kegirangan dan rasa bersalah yang entah dari mana asalnya, berjalan mengikuti ibu yang saat itu berusia 39 tahun dan jauh lebih tinggi saya. Waktu itu di tahun 1967, yakni di pengujung liburan musim panas saat saya duduk di kelas dua SD. Film yang kami tonton hari itu adalah film animasi berjudul “Hong Gil-dong” (alias Robin Hood-nya Korea). Dari penelitian singkat saya mengetahui bahwa film perdana ditayangkan pada bulan Januari tahun itu berhasil menarik 10.000 penonton dalam waktu tiga hari, yah… karena waktu itu adalah liburan Tahun Baru Imlek. Film itu dirilis ulang pada bulan Agustus, dan itulah saat kami pergi untuk menontonnya. Tidak akan saya sebutkan betapa saya merengek dan memohon kepada ibu agar bisa menonton film itu. Waktu itu, saya adalah seorang pembaca setia Chosun Ilbo Anak, yang memuat serial kartun “Pahlawan Hong Gil-dong” oleh Shin Donwu. Jadi saya sudah tahu sejak jauh-jauh hari bahwa

kartun itu telah dibuat menjadi sebuah film animasi. Saya tidak ingat isi film waktu itu. Tetapi kenangan tentang bioskop waktu itu masih lekat dalam ingatan saya. Begitu pintu masuk ke teater dibuka, ada sebuah tirai tebal dan lembut yang serta merta menyelubungi wajah saya, dan dari kegelapan terdeteksi bau keringat dan jamur, serta kehangatan yang berasal dari orangorang yang ada di dalamnya. Dengan tangan meraba dinding, saya berjalan selangkah demi selangkah dalam kegelapan. Ruang pekat ini lantainya ternyata berupa tangga. Samar-samar terlihat deretan kursi di setiap lantai tangga dan bentuk-bentuk kepala yang berada di atasnya. Tidak ada yang kelihatan dapat menjamin keselamatan kami dalam kegelapan, dan ibu saya tanpa kesulitan membimbing saya ke sebuah kursi kosong dan mendudukkan saya di situ. Sebuah sinar melewati atas kepala saya, dan di dalam sinar kebiruan itu tampak partikel debu turun naik. Sampai sekarang, setiap kali keluar dari teater setelah menyaksikan sebuah film, saya selalu merasa seolah-olah saya terlempar keluar dari kandungan ibu ke dalam cahaya sengit dari jalanan. Selalu dibutuhkan waktu yang cukup bagi jantung saya yang berdegup tidak teratur untuk bersinkronisasi kembali dengan irama jalanan yang tenang dan asing.

Wang Yu dan Li Ching Setelah perjalanan berkesan tadi ke bioskop, saya mulai sering pergi ke bioskop dengan teman-teman. Biasanya bioskop berada di pasar. Tempat di mana banyak orang berkumpul sekaligus juga merupakan ruang rahasia di mana semua jenis kejahatan secara blak-blakan terjadi, tempat sepasang pria dan wanita menyemai cintanya, berkhianat, sekaligus membalas dendam. Bagi anak-anak laki-laki yang tidak memiliki hiburan selain mengamati kereta api yang lewat saat mengumpulkan akar kudzu, pergi ke bioskop menjadi hobi kedua tak tertahankan walaupun berbahaya. Kami berusaha menghindari mata para penjaga yang akan menggertak penonton di bawah umur, tetapi selalu takut dan khawatir oleh keberadaan “kursi inspeksi” yang diperuntukkan bagi polisi masa penjajahan Jepang pada kedua sisi teater di bagian belakang. Kursi ini kursi khusus dipasang untuk menyensor film, dan tetap bertahan lama bahkan setelah kemerdekaan dengan dalih menjaga ketertiban di dalam teater. Kursi, yang biasanya dibiarkan kosong ini, membuat selalu saya bertanya-tanya bagaimana tempat bagai surga dengan hiburan menarik seperti ini ternyata juga bisa sekaligus menjadi tempat yang tidak damai di bawah SENI & BUDAYA KOREA 25


pengawasan dan kontrol. Masa bodoh dengan semua itu, kami terpesona oleh Wang Yu (alias Jimmy Wang) dalam “Pendekar Bersenjata Satu” (1967) dan menangis bersama “Susanna” (1967) yang dibintangi li Ching. Film yang pertama adalah tentang seorang pria yang kehilangan lengan kanannya dalam kesalahan yang dibuatnya dan kemudian melatih diri untuk menguasai jurus permainan pedang dengan tangan kiri untuk membalas kematian ayahnya dan membayar hutang budi pada gurunya. Ceritanya sendiri bagi saya cukup menarik, tapi terutama saya terpesona oleh akting yang dibawakan oleh Wang Yu. Saya menahan napas mencoba menenangkan jantung yang berdesir ketika melihat sinar matanya yang berkilat dalam kegelapan. Setiap anak lelaki yang pernah menonton film ini pastilah akan mencoba untuk meniru permainan pedang Wang Yu dengan menyembunyikan lengan kanan di dalam baju, mengalahkan musuh imajiner masing-masing dalam perjalanan pulang dari bioskop. Pada Festival Film Internasional Busan 2013, Wang Yu memperoleh penghargaan Penghargaan Bintang Asia sebagai Aktor Terbaik. Aktor berusia 70 tahun itu setelah penyerahan tropi mengatakan, “Terima kasih Anda semua masih mengingat saya”. Begitu sang aktor meninggalkan panggung Programer Eksekutif BIFF Kim Ji-seok tampil di panggung dan berkata, “Bagaimana mungkin kami melupakan Anda? Hampir semua pria Korea setengah baya mengingat dan berterima kasih pada Anda”. Saya yakin, apa yang dikatakannya itu tidak berlebihan. Saat senja menjelang, biasanya saya akan naik ke bukit di belakang rumah yang menghadap ke arah laut dan memainkan lagu pembuka “Susanna” dengan harmonika berulang kali sambil mengenang pandangan mata hangat nan lembut milik li Ching.

The Ventures dan The Spotnicks Ini bukan berarti saya pergi menonton film yang sukses secara komersial saja. Saya menikmati film asing pada setiap masanya, ikut tertawa terpingkalpingkal karena komedi vulgar atau film aksi yang norak, dan juga pergi dibimbing orang dewasa untuk menonton film propaganda dan bertepuk tangan seadanya mengikuti kelakuan orang lain. Salah satunya adalah “Gunung dan Sungai dari Delapan Provinsi” (1967), menampilkan sepasang suami istri tua yang melakukan perjalanan ke seluruh negeri untuk mengunjungi putri-putri mereka yang telah menikah. Tujuan dari drama keluarga yang sangat indah ini 26 KOREANA Musim Dingin 2016

adalah untuk memuji pembangunan ekonomi Korea di era industrialisasi, meninggalkan kesuraman dan kemiskinan akibat perang. Di tahun 1970-an, saya telah tumbuh menjadi seorang remaja yang tidak lagi tertarik pada bioskop yang menyajikan propaganda yang sudah ketahuan isinya atau film remaja-muda yang ceritanya mudah ditebak. Apalagi pada masa itu televisi mulai menguasai kamar utama di rumah-rumah dan salah satu programnya yaitu “Sinema Karya Agung” yang diputar setiap akhir minggu cukup memuaskan dahaga akan “film yang baik”. Bioskop kecil yang lusuh, yang satu kala pernah menjadi menjadi landmark pasar di daerahnya, mulai menghilang satu per satu. Dengan demikian, kenangan film yang sering putus mendadak saat diputar, menyebabkan kegelapan pekat menyelubungi bioskop, membuat anak-anak bersiul dan berteriak bersama penonton dewasa, juga menghilang satu per satu. Tapi dalam ingatan saya, saya masih dapat melihat anak lelaki kurus dengan wajah serius yang akan lari ke bioskop setiap kali dia mendengar potongan instrumental dari ventures atau Spotnicks, dan tanpa ragu membongkar celengannya untuk membeli tiket. lagu “le Dernier Train De l’espace” dan “Gitar Johnny” yang kuat dan riang akan bergema dikuti

Gukdo & Garam merupakan gedung bioskop dengan 142 kursi berlokasi di Daeyeon-dong, Busan. Terletak di lingkungan yang tenang, kawasan untuk produksi film indie, yang melawan arus kuat film multipleks.


Bioskop kecil yang dulu sempat berfungsi menjadi landmark pasar di daerahnya, mulai menghilang satu per satu. Dengan demikian, kenangan film yang sering putus mendadak saat diputar, menyebabkan kegelapan pekat menyelubungi bioskop, membuat anak-anak bersiul dan berteriak bersama penonton dewasa, juga menghilang satu per satu.

dengan “Berjalanlah, Jangan Berlari” karena pada proyektor harus dipasang film berikutnya. Meskipun saya selalu menyukai irama riang kuat “Berjalanlah, Jangan Berlari” oleh ventures, Spotnicks dengan suara gitar listrik, yang dingin dan ngilu bagai langit Eropa Utara yang cerah seperti memiliki kekuatan untuk membawa saya ke suatu tempat di luar angkasa bahkan sampai sekarang. Dan, oh, sebuah lagu yang masih ingin saya dengar “Karelia di Balik Kabut”! Rupanya selama ini saya lebih tertarik pada musik dari film-film daripada ceritanya. Film-film yang saya tonton di masa remaja saya untuk menghabiskan waktu dalam kelesuan misterius, tersimpan dalam memori saya dalam bentuk musik daripada cerita atau adegan. Kalau mengingat film <Perjalanan Para Dungu> (1975) oleh sutradara Ha Gil-jong, saya dapat mendengar suara serak dan sendu dari penyanyi Kim Jeong-ho. Bila mendengar lagu <Kampung Halaman Bintang-Bintang> (1974) yang dibawakan dengan suara manis dan getir milik lee Jang-ho, saya lebih teringat pada permainan gitar Kang Geun-sik daripada adegan di film itu. Dan kalau saya mendengar lagu-lagu dalam film <Hujan Kemarin> (1975), saya lebih mengingat melodi seruling oleh Jeong Seong-jo daripada senyum manis aktris bintang utama film itu. Sekitar waktu itu, minat saya mengarah ke puisi. Ayat-ayat seperti “Kalau saja musik mengalir di kehidupan masyarakat” dan “Seperti dalam drama Tv” dalam koleksi puisi pertama saya tentulah merupakan warisan laten dari hobi saya mengunjungi bioskop. Seingat saya film terakhir yang saya tonton dengan berdiri berdebar di antrean panjang saat membeli tiket di Bioskop Dansungsa adalah <Seopyonje> (1993) oleh sutradara Im Kwon-taek “Sopyonje.”

Pergi ke Bioskop dengan Anak Lelaki Baru-baru ini, saya mulai kembali berkunjung ke bioskop dengan anak saya. Sekitar tahun 1998, bioskop mulai berubah menjadi multiplexes berkat kapitalisme raksasa. Dari zaman bioskop berlayar tunggal, kini telah menjadi zaman multiplexes yang menawarkan berbagai pilihan film di satu tempat, seperti layaknya

pakaian siap pakai. Dengan demikian, metode lama pendistribusian film -dengan memutar film yang baru dirilis kemudian pada proyektor ditukar dengan film yang sudah lebih dulu dirilis- telah menjadi usang. Meskipun sistem sekarang telah dimodernisasi, itu bukan berarti semua film bisa bersaing secara adil. Film-film yang menguntungkan diputar lebih banyak di beberapa teater, sementara yang kurang diminati disajikan hanya beberapa kali sehari, biasanya pada jam-jam yang kurang strategis, malah ada yang menghilang begitu saja tanpa bekas. Itu sebabnya saya dan anak lelaki saya pernah menikmati kemewahan menonton berdua saja di sebuah teater luas, satusatunya masalah adalah bahwa film yang kami tonton pada waktu itu adalah film horor Jepang pilihan anak saya. Sebuah survei di tahun 2015 oleh perusahaan kartu kredit mengungkapkan bahwa satu dari empat orang membeli tiket film hanya satu lembar saja, mencerminkan kenaikan jumlah penonton bioskop yang menonton sendirian. Entahkah ini merupakan satu kebetulan belaka, angka ini kira-kira sesuai dengan proporsi rumah tangga dengan anggota keluarga satu orang yang berjumlah 27,2 persen di tahun itu menurut Statistik Korea. Seiring waktu, bioskop telah berubah. Tapi ada satu hal penting tidak berubah, yaitu mereka yang pergi untuk menonton film, baik sendiri ataupun bersama dengan orang lain, adalah orang-orang yang tidak bisa duduk diam di rumah dan membiarkan dunia berputar begitu saja. Keinginan mereka untuk pergi keluar dan melihat apa yang ada di balik dunia pribadi mereka mendesak mereka untuk duduk bersebelahan dengan orang asing di sebuah teater yang gelap untuk bersamasama menatap ke satu arah, ke arah layar. Mereka bosan dengan kehidupan sehari-hari dan juga ingin tahu apa yang ada di luar sana. Saya berharap mereka tidak akan terlempar keluar, kecewa dengan realitas dunia dan akhirnya merasa sumpek lagi setelah selesai mengembara tanah ilusi dan tipuan selama beberapa saat.

SENI & BUDAYA KOREA 27


FOKUS

MENGHIDUPKAN KEMBALI PAIK NAM JUNE Artis video Paik Nam june pernah mengguncang dunia dengan siaran langsung dari pertunjukan <Selamat Pagi, Pak Orwell> yang disiarkan di New York dan Paris dengan menggunakan satelit buatan pada Hari Tahun Baru 1984. Sepanjang tahun 2016 yang bertepatan dengan peringatan kematiannya yang ke-10 berbagai perayaan peringatan kematian digelar untuk membuktikan hasil karya seniman multitalenta Paik Nam june yang senang mengadaptasi dan menyampaikan spekulasi yang bersifat filosofis dengan teknologi tinggi kepada masyarakat luas. Ahn Kyung-hwa Kurator Senior, Pusat Seni Paik nam June

Sebuah karya Paik nam June, “Penyu” (1993) merupakan sebuah patung raksasa yang terbuat dari 166 Tv monitor, dikelilingi oleh dinding media tiga dimensi. Terdapat pada pameran di “Pertunjukan Paik nam June” sebuah retrospektif memperingati ulang tahun ke-10 wafat artis tersebut, diselenggarakan sejak 20 Juli - 30 oktober 2016 di Plaza Desain Dongdaemun di Seoul. Karya itu selebar 6 meter, sepanjang 10 meter, dan setinggi 1,5 meter.

28 KOREANA Musim Dingin 2016


SENI & BUDAYA KOREA 29


“E

ksperimen Tv saya tidak selalu menarik. Walaupun begitu bukan berarti juga selalu tidak menarik. Bagaikan alasan keindahan alam bukanlah karena alam berubah dengan indah, melainkan karena perubahan itu sendiri.” Paik nam June, “Musik Penutup untuk Pameran Tv Eksperimen”, 1963.

Perayaan Peringatan Kematian Paik Nam june yang Ke-10 Di Korea berbagai perayaan untuk mengagumi Paik nam June sudah atau sedang berlangsung sepanjang tahun 2016 yang juga merupakan peringatan kematian Paik nam June yang ke-10. Serangkaian pameran termasuk <Pak nam June∞ Fluxus > (Museum Seni Seoul) yang memperkenalkan seniman-seniman Fluxus -seniman yang pernah bekerja bersama Paik nam Junedengan menggunakan karya-karya Paik nam June yang dimiliki kolektor-kolektor dalam negeri sebagai pusatnya digunakan untuk meninjau dunia seni Paik nam June dengan berbagai sudut pandang yang berbeda. Pameran peringatan kematian ini pun digelar di Jepang, tempat Paik nam June menghabiskan masa remajanya. Di Museum Seni Kontemporer Watari, Tokyo digelar pameran <Selamat Berpisah Paik nam June > yang bertujuan untuk mengenang kematian Paik nam June pada tahun 2006, dibuka pameran peringatan kematiannya yang ke-10, dengan mengumpulkan bahan-bahan, koleksi dari <Robot K-456 > yang berkolaborasi dengan <Joseph Beuys >, berbagai buku dan karyanya yang pernah dipublikasikan di Jepang, dan sebagainya. Even peringatan 10 tahun lainnya untuk memberikan penghargaan kepada artis tersebut, termasuk pertunjukan musik “penghormatan” dan fashion show yang diadakan di dekat Universitas Hongik, dan lokakarya yang diselenggarakan oleh Yayasan Budaya nam Junee Paik menampilkan presentasi kolaboratif. Peristiwa ini menunjukkan bahwa artis na Junee Paik dan dunia seni yang diciptakan masih relevan dan “sesuatu yang tetap menarik” 10 tahun setelah kematiannya.

1

30 KOREANA Musim Dingin 2016

Impian Paik tentang Utopia TV Pada tahun 2001, lima tahun sebelum kematiannya, Paik mulai berdiskusi dengan pemerintah Provinsi Gyeonggi tentang pembangunan sebuah pusat seni dengan memakai namanya. Ia ingin menyebutnya “Rumah Tempat nam Junee Paik Tinggal.” Dengan visi menjelaskan dan mempopulerkan ide-ide dan seni Paik, Pusat Seni nam Junee Paik (nJP Art Center) dibuka pada tahun 2008 dan telah difungsikan sebagai pusat beragam penelitian, kegiatan dan pameran “lintas batas” pameran. Acara peringatan pertama yang diselenggarakan oleh nJP Art Center tahun ini adalah “laser Utopis Tv” sebuah acara tiga hari yang dimulai pada tanggal 29 Januari, sebagai hari wafatnya. Dalam esainya Tahun 1965 dengan judul yang sama, Paik menyatakan keprihatinannya bahwa peningkatan kebebasan yang diberikan oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi akan memungkinkan mereka menang kuat sekali. Ia juga menulis bahwa dengan penggunaan sinyal laser frekuensi tinggi, ribuan stasiun penyiaran kecil dapat dibentuk, yang berarti bahwa siapa pun bisa memproduksi dan menyiarkan program. Dia bahkan membuat panduan program Tv untuk stasiun penyiaran laser dengan menampilkan pertunjukan oleh seniman Fluxus. Rupanya prediksi sistem penyiaran internet multi-channel hari ini, Paik berpandangan utopis bahwa munculnya banyak stasiun Tv, besar dan kecil, akan menghentikan monopoli raksasa penyiaran komersial. Selama tiga hari acara peringatan Pusat Seni nJP berubah menjadi stasiun penyiaran transmisi karya seninya. Berbagai program terkait termasuk upacara peringatan di Kuil Bongeunsa; layanan on-line memorial yang terdiri atas wawancara langsung dan pra-rekaman dari para kenalan Paik; pemutaran beberapa karya seni paling terkenal darinya, seperti “Selamat Pagi Pak orwell” (1984), yang telah dilihat oleh lebih dari 25 juta orang di seluruh dunia pada waktu itu; dan pertunjukan penghargaan oleh para artis dan joki disk. Masing-masing program menandai persetujuan dengan gagasan Paik, sebagai sebuah saluran televisi independen. Proyek global “Dalam Lingkaran Waktu” visi utopis Paik untuk masa depan adalah kemajuan teknologi media akan berdampak positif pada komunikasi antar manusia merupakan dorongan terkuatnya (walau terlihat agak sembrono saat itu) dalam sebuah proyek “trilogi satelit” - “Selamat Pagi Pak orwell” (1984) , “Selamat Berpisah Kipling” (1986), dan “Bergandengan Tangan” (1988). Sebanyak 100 atau lebih seniman terkenal dan avant-garde berperan serta dalam “Selamat Pagi Pak orwell,” siaran satelit langsung yang menghubungkan new York dan Paris yang ditayangkan pada tanggal 1 Januari 1984. Paik mengoordinasi semuanya dari Centre Pompidou di Paris. Selama 50 menit memperlihatkan kombinasi televisi dan teknologi satelit, Paik mengatakan bahwa peristiwa tersebut tidak hanya


Paik Nam June selalu optimis menilai bahwa manusia dan dunia akan berubah menjadi lebih baik. Karya-karya Paik Nam June yang melawan nilai yang sudah ada dan mematahkan pendapat umum. Di hadapannya kita harus siap memandang dunia dengan cara berbeda. Nostalgia seperti apa yang Anda rasakan saat mengenang kembali Paik Nam June? 1 Paik nam June berpose di depan instalasi video empat saluran “Fin de Siecle II (1989, 1220 x 327 x 152 cm), terbuat dari 201 rangkaian televisi, pada Juli 1989. 2 Menandai peringatan 30 tahun “Selamat Pagi Pak orwell”, Pusat Seni Paik nam June menyelenggarakan pemeran “Selamat Pagi Pak orwell 2014” sejak 17 Juli hingga 16 november 2014. Gambar dari pertunjukan langsung dari satelit internasional yang monumental melukiskan proyek 30 tahun dalam layar lebar. 3 “Taman Tv” (1974/2002)

3

SENI & BUDAYA KOREA 31

©Pusat Seni nJP

2


“memperkuat misteri pertemuan seseorang yang baru dalam hidup sepele kita,” tapi menghasilkan umpan balik di mana sebuah pertemuan tak terduga menimbulkan sesuatu yang baru dan yang di gilirannya menyebabkan pertemuan baru lain. <Bergandengan Tangan > yang terwujud bersamaan dengan Seoul olympic tahun 1988 yang juga merupakan karya terakhir dari satelit trilogi tentunya merupakan proyek yang mengekspresikan masa depan koeksistensi yang memungkinkan jaringan horizontal. Pameran peringatan khusus wafatnya <Dalam lingkaran Waktu > yang direncanakan bertepatan dengan hari peringatan wafat Paik nam June, merupakan perpanjangan dari <Bergandengan Tangan >, bersamaan dengan <Stasiun Tv laser Utopia >. Pameran <Dalam lingkaran Waktu > yang terbentuk dari sistem dimana peneliti, kritikus, kurator dari Korea, China, Amerika, dan Jepang memilih koleksi dari pusat kesenian lalu melakukan penelitian terhadap koleksi tersebut, kemudian mereka memilih karya penulis pada periode yang sama yang bersentuhan dengan penelitian tersebut atau meminta karya baru pada seniman yang direkomendasikannya sendiri merupakan proyek kolaborasi, sebelum mewujudkan pameran, yang menarik kesimpulan baru mengenai karya Paik nam June.

Titik Awal Artis Paik Nam june Sebagian besar orang mengingat Paik, nam June yang merencanakan proyek satelit dan siaran dengan dasar televisi dan memproduksi video yang dapat dilihat melalui layar televisi sebagai 'artis video' atau 'bapak seni video'. Akan tetapi titik awal Paik nam June sebagai seniman bermulai dari ketertarikannya terhadap musik. Paik nam June dilahirkan di Seoul pada tahun 1932, ia pergi ke Jepang tahun 1950, dan lulus dari Universitas Tokyo dengan skripsi mengenai pemusik modern tahun 1956 Arnold Schönberg. Ia kemudian pergi ke Jerman dan sejak tahun 1958 hingga 1963 menjadi penanggung jawab pengerjaan musik elektronik di stasiun siaran WDR Jerman. Selama masa ini, diperkirakan Paik nam June bersentuhan dengan televisi dan peralatan-peralatan siaran, sehingga kemudian ia menjadi tertarik pada cara menggunakan properti yang bersifat mekanik dan mengubahnya menjadi perantara artistik. Paik nam June dapat dengan bebas menggunakan musik, pertunjukan, film, seni video, pahatan, laser, serta mewujudkan bentuk-bentuk yang dimengerti secara berlawanan seperti gambar dan suara, gambar yang tidak bergerak dan bergerak, gambar abstrak dan gambar konkret, sehingga tidak bisa menjulukinya sebatas 'seniman vidio' saja. Sebenarnya pada tulisan pendek di awal tahun 1970-an, Paik nam June pernah mengatakan bahwa “setelah tahun 1958 tugas utama saya adalah meneliti masalahmasalah rumit interfacing zona batasan antara berbagai macam terjemahan bahasa inggris, musik dan visual arts , hardware dan software , peralatan elektronik dan ilmu budaya, faktor-faktor dan media-media yang berbeda satu sama lain, dan sebagainya”. 32 KOREANA Musim Dingin 2016

Istilah 'interface' yang digunakan oleh Paik nam June disini dapat membuka kemungkinan pengartian baru atas pemikiran beragam Paik, nam June mengenai hubungan antar kesenian dengan kesenian, kesenian dan manusia, kesenian dan teknologi, juga kesenian dan alam.

Kekuatan Nostalgia Pada September lalu, Pusat Seni nJP menyelenggarakan simposium internasional “Hadiah dari nam Junee Paik 8. Menghidupkan Kembali nJP:. Bertatap muka dengan nam Junee Paik” berusaha menjelaskan “interface” yang tersirat dalam karya seni dan tulisan-tulisannya, “hadiah” yang ditinggalkan untuk kita, dan mengeksplorasi hubungan mereka dengan lintasan sejarah dan seni media dan budaya kontemporer. Simposium yang mempresentasikan penelitian baru mengenai eksperimeneksperimen yang relatif kurang di labolatorium Bell, tentu saja termasuk <Paik-Abe vidio Synthesizer > dan <Global Groove > yang dikenal luas secara komparatif diantara karya-karyanya, merupakan tempat untuk menghidupkan kembali Paik nam June dan menganugerahkan ‘Gerakan’ dan gambaran baru dari karya Paik nam June. Selama 8 tahun terakhir, pusat kesenian terus berusaha untuk menghidupkan kembali Paik nam June di masa lalu pada masa kini sambil mempertimbangkan masa depan dari sudut pandangnya. Kedepannya juga, setiap tahunnya akan menjadi waktu untuk mengaguminya. namun, apakah arti dari memperingati Paik, nam June dan karya-karyanya? 80 tahun semenjak kelahiran Paik nam June, yaitu pada tahun 2012, seperti tahun ini dibuka perayaan-perayaan dengan tema Paik nam June di dalam maupun luar negeri. Di pusat kesenian dipersiapkan perayaan spesial yang meminjam judul dari tulisan Paik, nam June yang berbunyi “nostalgia Merupakan Perluasan Umpan Balik ”(1992), dan perayaan ini dijelaskan seperti berikut. “… Pameran yang dibuka pada 20 Juli 2012 yang merupakan hari kelahiran Paik nam June yang ke-80, bukanlah pameran retrospeksi yang memamerkan karya dari masa tertentu atau karir sebelumnya, melainkan terbentuk dari pameran tematik yang terwujud dari karya-karya yang bermula dari pemikiran Paik nam June yang jelas mengenai visi masa depan yang disebut sibernetika ... ” Paik nam June percaya bahwa nostalgia yang datang saat melihat kembali masa lalu bukan sekedar perasaan dan tindakan yang memunculkan memori, melainkan dapat memberikan pencerahan yang sama dengan timbal balik yang diberikan orang lain kepada kita atau bahkan jauh lebih besar dibandingkan timbal balik tersebut. Paik nam June selalu optimis menilai bahwa manusia dan dunia akan berubah menjadi lebih baik. Karya-karya Paik nam June yang melawan nilai yang sudah ada dan mematahkan pendapat umum. Di hadapannya kita harus siap memandang dunia dengan cara berbeda. nostalgia seperti apa yang Anda rasakan saat mengenang kembali Paik nam June?


1 3 1 Pengunjung muda melihat “Penunggang Ringan” (1995, 164 x 148 x 180 cm) di peringatan 10 tahun retrospeksi “Paik nam June Fluxus”, diselenggarakan pada 14 Juni – 31 Juli 2016 di Museum Seni Seoul. 2 Pengunjung berperan serta melukis grafiti “Garis lurus Datar (Antene Pencari Energi vlF)”, sebuah Joice Hinterding (2016), dipertunjukkan di Pameran Peringatan 10 tahun “Dalam lingkaran Waktu”, diselenggarakn sejak 29 Januari hingga 3 Juli 2016 di Pusat Seni Paik nam June. 3 “Piano dan Surat” (1960) oleh Paik nam June dan Mary Bauermeister 2

©Pusat Seni nJP

SENI & BUDAYA KOREA 33


WAWANCARA

CHOI BYONg-HYON MENgANgKAT PAHLAWAN DARI KARYA KLASIK KOREA

Cho Yoon-jung Asisten Editor, Koreana; Dosen, Pasca Sarjana Jurusan Penerjemahan dan Penafsiran, Ewha Womans University Ahn Hong-beom Fotografer

Professor Choi Byong-hyon menganggap menerjemahkan karya klasik Korea kuno ke dalam bahasa Inggris sebagai “berenang tanpa air, dan bertempur tanpa musuh.� Pertempuran soliternya selama beberapa dekade akhirnya mendapatkan pengakuan dengan diterbitkannya karyanya oleh penerbitan universitas terkemuka di Amerika.

34 KOREANA Musim Dingin 2016


S

ebagian orang menganggap bahwa penerjemah itu tidak terlihat. Karena dianggap sebagai kekayaan profesional; perhatian hanya diberikan kepada karya asli. Ada kalanya, penerjemah tampil ke depan, seperti baru-baru ini ketika The vegetarian karya novelis Korea Selatan Han Kang memenangkan Man Booker International Prize tahun 2016. Penghargaan itu ditujukan untuk Han dan penerjemahnya ke dalam bahasa Inggris Deborah Smith, tapi untuk karya klasik penerjemah sering kali tidak dikenal. “Tanpa penghargaan, tanpa nama,” Prof. Choi Byong-hyon menggambarkan situasi itu. Ia bekerja sendiri di kantornya di Honam University di Gwangju, selama lebih dari 20 tahun dan sudah menerjemahkan beberapa karya klasik Korea: “Book of Corrections: Reflections on the national Crisis During the Japanese Invasion of Korea 1592–1598” (Jingbirok), “Admonitions on Governing the People: Manual for All Administrators” (Mongmin simseo), and “The Annals of King Taejo: Founder of Korea's Choson [Joseon] Dynasty” (Taejo wangjo sillok).

Penyair, Novelis, Penerjemah “Jika saya tidak menjadi pengajar di universitas setempat, semua itu tidak mungkin saya lakukan,” kata. “Saya bekerja sendiri. Tidak ada yang mengganggu. Kantor saya sangat indah. Saya bisa melihat hutan di sekitarnya. Anda bisa bilang waktu saya panjang atau pendek. Saya bergulat dengan teks itu selama bertahun-tahun, dan tahun lalu saya pensiun [dari universitas].” Selain kekuatan kata-katanya dan kedamaian di wajahnya, ia menghasilkan karya tebalnya tanpa kesulitan. “The Book of Corrections” (2002, University of California, Berkeley) adalah memoar perang yang ditulis oleh penulis dan kepala daerah jaman Dinasti Joseon Ryu Seong-ryong, yang memerintah selama invasi Jepang pada akhir abad ke 16. Penerjemahannya perlu waktu empat tahun. Karya kedua, “Admonitions on Governing the People” (2010, University of California Press), ditulis oleh pejabat Jeong Yak-yong. Sebagai manual untuk pejabat lokal, buku ini berisi contoh kasus korupsi, dan berkaitan dengan topik seperti pajak, pengadilan, dan

Prof. Choi Byonghyon, direktur Pusat Globalisasi Korea Klasik, menggalakkan terjemahan Korea Klasik ke dalam bahasa Inggris dengan misi mengatasi kurangnya karya yang tersedia di bidang ini.

penanggulangan kelaparan. Buku ini terdiri dari ratusan halaman dan perlu waktu sepuluh tahun. Jeong ada dalam pikiran dan hati Choi sejak lama. Ketika memberikan kuliah di Gangjin, di mana Jeong Yak-yong menulis bukunya di pengasingan selama 18 tahun, Choi melihat Joseon duduk di antara peserta, memakai pakaian tradisional. “Sungguh pengalaman yang aneh,” kata Choi, dan masih mengingatnya sampai kini. Untuk karya terjemahannya, yang perlu waktu selama sepuluh tahun, Choi menerima hibah sebesar 20 juta won (sekitar $17.500). Publikasi terbarunya, “The Annals of King Taejo” (2014, Harvard University Press), adalah sejarah resmi jenderal militer dari abad ke 14 Yi Seong-gye pada jaman Joseon Dynasty. Penerjemahannya memakan waktu empat tahun. Selain bekerja dengan teks asli, Choi menulis catatan kaki yang panjang untuk membantu pemahaman pembaca. Banyak kantor dan posisi pemerintahan sulit dimengerti dalam bahasa Korea, yang harus ia cari padanan dalam bahasa Inggris. Internet kurang membantu. Kita ingin tahu bagaimana awalnya ia menekuni pekerjaan ini. Pada saat itu, Choi punya pekerjaan tetap sebagai pengajar sastra Inggris di Honam University, selain sebagai penyair dan novelis pemenang penghargaan. Kumpulan puisi pertamanya, “Piano and Geomungo,” yang ditulis dalam bahasa Inggris pada usia 27 tahun ketika ia belajar di University of Hawaii, memenangkan Myrle Clark Award for Creative Writing pada tahun 1977. novelnya “language,” ditulis dalam bahasa Korea, memenangkan penghargaan pertama Hyun Jin-geon literary Award pada tahun 1988. Ketika menulis “language,” Choi sedang menempuh jenjang master dalam sastra Inggris di Columbia University. Ini adalah masa-masa sulit dalam hidupnya. Sambil menjalankan tugasnya dalam militer pada tahun 1970an, ia menghabiskan satu minggu bertumpu pada lututnya sebagai hukuman karena tidak mendukung konsitusi pemerintahan diktator Yushin dan keluarga dan orang terdekatnya harus menjalani pemeriksaan. Ketika ia ke luar negeri untuk belajar ia bersumpah tidak akan kembali. Di Amerika ia menerima banyak pengaruh. Puncaknya pada waktu dekonstruksi tahun 1980. Choi mulai penasaran, “Mengapa bahasa tidak menjadi tokoh utama dalam sebuah novel?” dan melalui bahasa ini ia mulai mendekonstruksi segala sesuatu. Hasilnya adalah “novel puitis” mengenai ritme kesenian tradisional pansori dan rap modern. Tokoh utamanya, yang bernama Sa Il-gu (19 April), oh Il-yuk (16 Mei), dan Sam Il (1 Maret), adalah simbol tekstual gerakan resistensi dalam sejarah Korea modern. “language” adalah sistesis dari gagasan Choi mengenai politik, bahasa dan sastra. Choi mempersatukan Timur dan Barat, seperti terlihat dalam judul bukunya “Piano and Geomungo.” Dalam salah satu puisinya, “Confession,” terdapat kalimat “Why did I choose the way I cannot tell.” SENI & BUDAYA KOREA 35


“Saya mengintegrasikan sastra Inggris dan sastra dunia,” katanya, “Saya tidak menyangka hasilnya adalah penerjemahan karya klasik.”

Seleksi Karya yang Diterjemahkan Pada tahun 1997, Choi diundang mengajar setiap hari Sabtu di Universitas Maryland di Korea. “Saya mengajar sastra Inggris pagi hari dan sastra Korea di sore hari. Sastra Inggris relatif mudah karena banyak karya bagus. Sastra Korea sulit. Ini sangat menjemukan, karena tidak ada teks yang ditulis dalam bahasa Inggris,” katanya. “Jadi untuk setiap kelas, saya mulai menerjemahkan bagian dari teks yang ingin saya pakai, karya sastra periode Goryeo seperti Pahanjip (Collection of Writings to Dispel leisure).” Kemudian, ketika mengajar sastra Korea di Universitas Kalifornia, Irvine, sebagai penerima beasiswa Fulbright, ia menemui masalah yang sama. Menurutnya, belajar harus bermanfaat, dan sepertinya itu menuntunnya kepada apa yang disebut “takdir.” “Saya sadar apa yang harus saya lakukan: sastra Inggris bukan hanya sebagai sastra Inggris saja tapi bisa dipakai sebagai batu loncatan membuat budaya dan sejarah Korea dikenal seluruh dunia. Setelah saya berpikir demikian, saya mulai menyiksa diri saya sendiri,” kata Choi dengan senyum kecut. Dalam memilih karya yang diterjemahkannya, Choi memutuskan bahwa hal terpenting adalah menyampaikan suara bangsa Korea. Kemudian ia menentukan prinsip: tema lokal dan universal; dan isi yang abadi dan temporal. oleh karena itu pilihan pertamanya adalah “Buku Perbaikan” mengenai kebijakan seorang pemimpin dalam krisis nasional dan pelajaran untuk generasi yang akan datang. Pada saat menerjemahkan buku itu, Korea dan negara-negara lain berada di bawah krisis keuangan

Asia. “Mendekati akhir abad ke 16 rakyat tidak mengerti mengapa Hideyoshi menyerbu Joseon. Sama halnya dengan krisis keuangan pada tahun 1997. Tak seorang pun tahu mengapa hal itu terjadi. Dalam kedua kasus itu, rakyat saling menyalahkan. Ini adalah teks yang tepat,” kata Choi mengenai pilihannya. Penerjemahan buku ini dan buku-buku lain sesudahnya disebut Choi sebagai, “Berenang tanpa air, bertempur tanpa musuh. Semuanya sulit.” Kisah mengenai pahlawan Korea menjadi prinsipnya yang lain dalam menerjemahkan karya klasik. Dalam usahanya “mendengar suara leluhur,” ia mendalami kehidupan Ryu Seong-ryong, Jeong Yak-yong dan Raja Taejo dalam hal kepemimpinan internasional, dan ia berharap mendapatkan perhatian dari pembaca. Di Korea mereka adalah figur sejarah populer yang hidupnya sering kali dinagkat dalam film atau drama televisi. “Mereka bernilai sejarah — tokoh yang punya misi,” katanya. Karya klasik Korea ini tidak berisi roman seperti “Iliad” atau “odyssey,” tapi karya itu mengangkat nilai integritas.

Misinya Sendiri Choi punya misi — globalisasi karya klasik Korea. Sebagai direktur Center for Globalizing Korean Classics, ia ingin memperkenalkan pahlawan Korea ke luar negeri. Semua karya terjemahannya diterbitkan oleh penerbitan kampus bergengsi di Amerika setelah melewati standar mereka yang sangat ketat. Berkat sistem distribusi dan pengaruh universitas itu, bukubukunya bisa ditemukan di perpustakaan universitas di dunia dan merupakan buku wajib di semua program kajian Korea. Buku-buku itu juga menggaung di Korea, meningkatkan kesadaran perlunya makin banyak mengenal karya klasik. Pada tahun 2014, Choi diminta mengepalai Center for Korean Classics

“Saya tahu apa yang harus saya lakukan: sastra Inggris bukan hanya sebagai sastra Inggris saja tapi bisa dipakai sebagai batu loncatan membuat budaya dan sejarah Korea dikenal seluruh dunia. Setelah saya berpikir demikian, saya mulai menyiksa diri saya sendiri.”

Ketika menjabat sebagai profesor sastra Inggris selama 20 tahun terakhir, Choi Byonghyon juga telah berhasil menerjemahkan beberapa karya klasik penting, seperti (dari kiri) “Sejarah Raja Taejo: Pendiri Dinasti Korea Chosun”, “Peringatan Pemerintahan Rakyat : Pedoman untuk Semua Administrator, “Peta Seniman Korea Dulu” dan “Buku Perbaikan: Refleksi tentang Krisis nasional Selama Invasi Jepang di Korea 1592-1598 ” Ini adalah sumber berharga untuk studi Korea

36 KOREANA Musim Dingin 2016


Translation di Korea University, yang kini tidak aktif lagi. Di sana ia bekerja dengan tim dalam menerjemahkan “Discourse of northern learning” (Bukhakui ) karya Park Je-ga, yang dijadwalkan terbit pada tahun 2017. Tahun ini ia diminta Poongsan Group menulis biografi Ryu Seong-ryong, penulis buku “Buku Perbaikan” yang merupakan keturunan langsung pendiri grup itu. Meski belum ditulis, biografi ini sudah memiliki judul yaitu “Ryu Seong-ryong, Menteri Heroik dari Korea.” Heroik dalam arti apa, “Bagaimana mungkin seorang pejabat menjadi pahlawan?” Choi menjawab: “Konsep pahlawan berbeda di Timur dan Barat. Di Barat pahlawan adalah pejuang. Di Timur pahlawan adalah seorang terpelajar, sosok ideal Confucius mengenai ‘manusia superior’ (gunja , atau junzi dalam bahasa China). Makna pahlawan lebih spiritual, bukan kekuatan fisik.” Buku barunya akan ditulis dalam bahasa Inggris. Berkat karya dan pengalamannya selama 18 tahun belajar dan tinggal di Amerika, Choi sangat mahir berbahasa Inggris seperti ia berbahasa Korea. Menurutnya, bahasa Inggris punya nuansa tersendiri, “Kejelasan yang khas,” Terjemahannya mudah dibaca. Dalam bahasa Inggris yang sangat jelas, buku-bukunya mudah diakses sebagai sumber primer yang dalam bahasa aslinya yaitu China atau Korea justru membingunkan. Kejelasan ini karena keahlian Choi mengenai isi buku itu, dari politik, perang sampai Confusianisme, agronomi, geografi dan seni. Setiap tahun sekitar bulan oktober, Korea cenderung memanas ketika pemenang hadiah nobel sastra diberikan. Daripada ikut ramai mengenai hadiah nobel yang tidak jelas, Choi mengajak mengubah profil internasional negara ini melalui globalisasi karya klasik. “Kalau akan memberi hadiah untuk Korea dalam hal karya sastra modern, mereka harus mengenal akarnya lebih dulu,” katanya. Biografi ini adalah satu tahap menuju ke arah sana. Model

yang dipakainya salah satunya adalah biografi John Adams karya David McCullough. Karya ini memang bukan terjemahan karya klasik, tapi ia berharap orang lain mengikuti jejaknya. Ini adalah pekerjaan jangka panjang. Pendanaan penerjemahan karya klasik terbatas dan memerlukan pengetahuan yang mendalam mengenai kajian karya klasik China dan Korea. Juga memerlukan kerja keras bertahun-tahun tanpa penghargaan. Pendeknya, ini adalah pekerjaan menyelesaikan misi. Pekerjaan ini adalah idealisme menara gading tapi Choi percaya banyak orang yang “seperti bunga tersembunyi di pegunungan” yang bekerja keras di tempat mereka masing-masing. “Kita perlu membawa orang-orang ini keluar,” katanya. Sesuai dengan motto Choi “Tanpa penghargaan, tanpa nama,” banyak orang akan sangat berterima kasih tapi ini memakan waktu lama. Choi sabar menanti. “Saya seperti Jiang Taigong [negarawan China kuno], yang menghabiskan bertahun-tahun memancing tanpa kail, berharap seseorang datang,” katanya. Ia bicara mengenai waktu ribuan tahun. Jika tidak juga ada pengakuan selama hidup, mungkin akan ada sesudah kematian. Penantian Choi tidak sampai ribuan tahun. Selain pengakuan atas karyanya di luar negeri, dalam bulan September tahun ini ia menjadi salah satu dari enam pemenang national Academy of Sciences Awards. Ia melihat penghargaan itu sebagai pengakuan terjemahan sebagai bidang kajian akademik. Istrinya, yang diajak ke panggung bersamanya ketika ia menerima penghargaan itu, merasa bahagia bahwa pekerjaannya dalam sunyi selama beberapa dekade silam itu dihargai. Anak perempuannya yang tinggal di Amerika mengirimkan Kindle untuk memudahkannya membawa koleksi buku yang diperlukan dalam pekerjaannya. Ia suka sekali membawanya ke manapun ia pergi.


KISAH DUA KOREA

‘BACHELOR MOM’ DAN ANAK-ANAKNYA MEMBANgUN MASA DEPAN BERSAMA gajok adalah rumah singgah yang berfungsi sebagai keluarga alternatif bagi sepuluh remaja pelarian Korea Utara yang kini tinggal di Seoul tanpa orang tua atau saudara. Kim Tae-hoon, laki-laki lajang berusia 40 tahun yang mengepalai rumah itu, secara mandiri merawat anak-anak itu selama sepuluh tahun terakhir. Para tetangga menjulukinya “Bachelor Mom.” Kim Hak-soon Jurnalis, Dosen Tamu di Jurusan Media dan Komunikasi, Korea University Ahn Hong-beom Fotografer

1


K

im Tae-hoon sangat sibuk di pagi hari, bangun pukul 6 untuk menyiapkan sarapan, membangunkan anak-anaknya, dan mengantarkan ke sekolah. Setelah pagi yang sibuk itu, ia lalu membersihkan setiap pojok rumah dan mencuci pakaian untuk mengurangi aroma rumah yang ditinggali oleh 11 laki-laki itu. Inilah rutinitasnya setiap hari. “Saya mencuci pakaian dengan dua mesin cuci. Cucian kami bergunung-gunung karena mereka semua laki-laki,” katanya. Ia sangat memperhatikan kebersihan kamar mandi. Ia bahkan membersihkan toilet dengan sikat gigi untuk mengusir aroma amonia. Anak-anak itu memanggilnya Paman. Banyak di antara mereka gagal beradaptasi dalam masyarakat Korea Selatan karena prasangka, kata Kim. “Ijinkan saya ceritakan tentang anak-anak saya. Di antara mereka ada pelukis, penulis, pemain musik, presiden dewan siswa, dan pemenang Korea’s Best volunteer Award. Bukankah mereka hebat?” Berkat siswa yang menjadi presiden dewan siswa itu, Kim punya kesempatan untuk “unjuk gigi” di sekolah anak ini sebagai presiden dewan orangtua. Menurut Kim, inilah pertama kalinya seorang remaja pelarian menjadi presiden dewan siswa karena memenangkan pemilihan yang diperebutkan dengan sengit di sekolah umum. Siswa ini, Han Jin-beom, memiliki tanggung jawab yang lebih besar karena ia menjadi pemimpin siswa. Mau tidak mau ini menyegarkan misi Kim.

jalan Hidup Kim tidak pernah menyangka ia menjalani hidupnya seperti ini. Semua terjadi secara kebetulan. Pada tahun 2006, ketika bekerja sebagai relawan dalam program membantu para pelarian beradaptasi dengan kehidupan barunya di Korea Selatan, ia merasa harus mengasuh anak laki-laki seorang pelarian yang masih kecil yang ditinggal sendiri di rumah karena ibunya selalu mencari pekerjaan. Kim lalu membagi waktu antara pekerjaan di penerbitan dan menjadi relawan di Hanawon, yang dikelola oleh Kementrian Persatuan Korea di mana para pelarian menjalani program penempatan. Satu dari pelarian itu memberitahu alamat barunya di Seoul. Ketika ia mengunjungi apartemen perempuan itu di Yangcheon District di bagian barat Seoul, ia bertemu seorang anak laki-laki kelas empat sekolah dasar sedang tidur sendiri dalam ruang gelap dengan Tv menyala. Ibunya pergi ke propinsi lain mencari pekerjaan, meninggalkan anak itu di apartemen sewaan yang disediakan oleh Hanawon.

Kim membuka kulkas dan tidak menemukan apapun di dalamnya. Ia sedih sekali. Sebagai seorang juru masak, ia lalu pergi ke toko membeli bahan makanan. Ia memasak, lalu makan bersama anak itu. Tiba-tiba, anak itu mulai bicara tentang kampung halamannya di Korea Utara. Kemudian, ia meminta Kim menginap. Kim bersedia dengan senang hati. Karena tidak bisa meninggalkan anak itu sendiri, Kim tidur di apartemen itu selama beberapa malam berikutnya. Ibu anak ini mendapatkan pekerjaan di propinsi yang jauh dan menetap di sana. Kim memutuskan tinggal bersama anak itu. Akhirnya, ia merawat lebih banyak lagi anak-anak tanpa orang tua yang dikirim oleh Hanawon kepadanya. Setelah pindah dari rumah sewa beberapa kali, ia membeli rumah di kaki gunung Bugak di Seongbuk District, bagian utara Seoul, yang kemudian menjadi tempat penampungan tetap bagi sepuluh remaja dari Korea Utara. Ketika ada anak baru yang datang, Kim membantu memudahkan adaptasinya ke dalam masyarakat Korea Selatan. Untuk anak-anak muda itu, berbaur menjadi perhatian utamanya. Dengan seijin anak-anak itu, Kim membuang pakaian lama mereka. Ia lalu membawa anak-anak itu ke tukang cukur dan membelikan pakaian baru di Dongdaemun. Mereka sangat sensitif mengenai pakaian dan penampilan karena mereka tidak ingin diasingkan sebagai pelarian di sekolah. Anak-anak asuh Kim tidak punya saudara di Korea Selatan dan orangtua mereka sangat sibuk. Sebagian besar dari mereka berasal dari wilayah pedalaman Korea Utara, termasuk propinsi Hamgyong Utara dan Selatan dan propinsi Ryanggang. Jeong Ju-yeong, anak laki-laki kelas tiga yang biasa tinggal bersama neneknya, meninggalkan Korea Utara ketika berusia enam tahun dengan bantuan seorang misionaris. Ia anak terkecil di rumah itu, dan tidak bisa mengingat wajah orangtuanya. Sejak tiba di Seoul, anakanak itu mendapatkan banyak pengalaman yang baru pertama kali dialaminya, seperti 2 memakai seragam sekolah, melihat laut, dan merayakan 1 Anak laki-laki dari “Gajok (keluarga),” sebuah natal. Anak-anak yang lebih “rumah keluarga” untuk remaja yang kehilangan keluarganya, duduk di meja di ruang tamu rumah tua masih berharap Sinterklas mereka pada malam akhir pekan. datang ke rumah mereka mem2 Seluruh “Gajok (keluarga)” sibuk berlatih lagu untuk bawa hadiah. Mereka juga konser musim gugur ini untuk mempersiapkan konser menandai ulang tahun ke-10 dari kelahiran merayakan ulang tahun di keluarga mereka. Mereka tampil sukses di Pusat rumah itu untuk pertama kali. Bioskup Arirang di Seoul selama tiga hari pada Kim menyambut setiap anak 18-20 november. SENI & BUDAYA KOREA 39


yang baru datang dengan pesta kejutan untuk merayakan ulang tahun pertama sebagai anggota keluarga. Sebelum menerima anak baru, Kim mengadakan ‘pertemuan keluarga’ untuk membicarakan hal itu.

Mempertahankan Keluarga, Menyelesaikan Kendala Bukan pekerjaan yang mudah memberi makan dan merawat anak-anak itu. Kim menghabiskan semua tabungannya, tapi masih kekurangan. Ia harus pindah dan khawatir bagaimana memenuhi kebutuhannya karena jumlah anak-anak ini tidak sedikit. Kemudian ia mendengar mengenai rumah singgah, sebuah layanan keluarga alternatif di mana seorang caregiver tinggal bersama dengan anak-anak tanpa orangtua untuk membantunya beradaptasi ke dalam masyarakat. Ia menyadari bahwa sangat mungkin mendapatkan dukungan keuangan dari pemerintah, organisasi sipil, dan yayasan atau perusahaan dengan program CSR. Pada tahun 2009, ia secara resmi menjadi ketua untuk sepuluh remaja pelarian dan memenuhi syarat pemberian bantuan keuangan dari berbagai agen dan bisnis. Ia juga harus menyembuhkan luka batin anak-anak itu yang pulang ke rumah hampir setiap hari dengan sangat marah karena mendengar teman-temannya bicara mengenai bangsa Korea Utara — bahwa mereka berpakaian compang-camping, pergi tidur dalam keadaan lapar; atau diasingkan dari aktivitas siswa reguler. Yeom Ha-ryong, anak laki-laki yang membuat Kim menekuni pekerjaan itu mengatakan, “Saya bicara dengan aksen yang kuat. Teman-teman Korea Selatan saya biasa mengejek saya dan menjuluki ‘pinko.’ Saya tidak tahu kata itu ada di Korea Selatan.” Bagi lee Eok-cheol, yang tumbuh di keluarga itu dan kini menjadi mahasiswa di perawat di Universitas nasional Bugyeong, perasaan tidak diterima itu masih ada: “Saya masih benci ketika orang-orang memandang saya dengan iba karena saya dari Korea Utara. Bagi Kim, ketidaksetujuan orangtua atas keputusannya justru mendorong jiwa kemanusiaannya. Sangat dimengerti bahwa orangtuanya tidak pernah menyukai anak laki-laki tertuanya merawat orang asing dan tetap melajang. Ia menjauh dari keluarganya

1

selama dua tahun pertama. “Awalnya, saya sangat khawatir ibu saya datang dan menyampaikan sesuatu yang menyakiti hati anak-anak itu,” katanya. Ternyata, ibu dan ayahnya menjadi pendukung yang paling setia. Pada tahun baru tahun 2013, orangtuanya melihat anak-anak itu membungkukkan badan dan membolehkan mereka ikut ritual penyembahan leluhur, menerima mereka sebagai cucu adopsi. Sejak saat itu, Kim dan anak-anak itu mengunjungi rumah orangtuanya dengan bebas. Untungnya, sebagian besar anak-anak itu tumbuh dalam keadan fisik sehat, tidak pernah berbuat sesuatu yang tidak baik. Ha-ryong memenangkan hadiah utama dalam kontes relawan nasional untuk siswa sekolah menengah. Ia mewakili Korea Selatan dalam kontes relaewan tingkat dunia di Washington, D.C. Sekarang ia menjadi mahasiswa jurusan sosiologi di Universitas nasional Gyeongbuk. Setelah menjabat sebagai presiden dewan siswa, Jin-beom, yang kini duduk di kelas dua sekolah menengah, diterima di Jurusan Kepemimpinan olah Raga di Kwangwoon University dalam seleksi awal tahun ini. “Hanya satu atau dua setiap sepuluh remaja pelarian menyelesaikan sekolah menengah,” kata Kim. “Sebagian besar drop out, dan kemudian mengambil ijazah persamaan atau transfer ke sekolah alternatif khusus untuk mereka. Itulah alasannya mengapa saya sangat bangga kepada anakanak saya yang sudah beradaptasi dengan baik di sekolah reguler dan tumbuh dengan sehat.”

Memupuk Kebajikan, Membangun Mimpi Baru Bersama dengan anak-anaknya, Kim bepergian ke desa Akha di pedalaman Thailand tiga kali untuk mencari pengalaman dan membantu mereka yang membutuhkan. Perjalanan mereka dibiayai oleh Koscom, sebuah perusahaan informasi keamanan. Thailand merupakan negara transit sebelum anak-anak muda dari Korea Utara mencapai Korea Selatan. lee Jin-cheol, yang sekarang mahasiswa baru di jurusan ekonomi agrikultur di Universitas nasional

“Kami semua akan meninggalkan rumah suatu saat nanti. Tapi, kami adalah keluarga yang tetap dekat satu sama lain sepanjang hidup kami.” 40 KOREANA Musim Dingin 2016


Gyeongbuk, mengatakan: “Saya takut ketika pertama kali saya ke Thailand lagi, karena dulu kami melintasi negara ini selama delapan jam melewati sungai Mekong dengan kapal ketika kami melarikan diri.” Pada tahun 2012, ketika masih di sekolah menengah, Jin-cheol membantu membangun tanki air, tempat parkir, dan fondasi untuk bangunan perpustakaan umum di desa Akha sebagai peserta program relawan Global village. Ia bekerja sangat keras sehingga salah satu tetua di desa ini meminta menikahi anaknya. Ia kembali mengunnjungi desa ini pada musim panas tahun 2013 dan berpartisipasi dalam pembangunan rumah untuk relawan asing. Partisipan itu juga melukis mural yang sangat indah di dinding desa. “Mereka anak-anak kecil. Tapi mereka bekerja sangat keras. Apa yang mereka lakukan bukan semata-mata pekerjaan relawan. Mereka dan saya tumbuh secara spiritual melalui pengalaman itu,” kata Kim. Dalam beberapa kesempatan, anak-anak itu pergi ke bagian timur laut dekat perbatasan dengan Korea Utara untuk membantu pendeta dan biarawati Katholik dari Claretian Missionaries, memberikan pelayanan kepada orang tua yang terlantar, penyandang cacat, dan anak-anak di Wontong, sebuah komunitas pedesaan yang membutuhkan di propinsi Gangwon. Setelah melakukan pekerjaan relawan yang sangat menyita tenaga, termasuk membantu panen, menyiangi kedele kering, dan mengolah tanah dengan traktor, mereka menikmati waktu santai di alam sekitarnya. Mereka punya kesempatan berendam di laut Timur, sesuatu yang baru pertama kali mereka rasakan. Sebagai siswa yang mendalami seni ketika kuliah, Kim mengasah jiwa seni anak-anak itu dengan mengajarkan dan mengembangkan kemampuannya, mewadahi karya mereka dengan menyelenggarakan pameran seni setiap dua tahun sekali. Ada perselisihan dan kesalahan selama persiapan pameran,

1 Sebagaimania mengambil jurusan seni rupa di perguruan tinggi, Kim tae-hoon mengajar seni untuk anakanak dengan hatihati sesuai dengan bakat mereka dan memegang pameran seni setiap dua tahun. Dia mengadakan pameran lukisan minyak berjudul “Akankah Anda Mendengarkan Cerita Kami?” pada tahun 2014 untuk membantu anak-anaknya berkomunikasi dengan dunia melalui tulisan-tulisan dan lukisan. 2 Kim sedang berbicara dengan seorang anak laki-laki di ruang belajar dalam rumah mereka.

tapi kebanggaan mereka terhadap satu sama lain dan kemikmatan bekerja sama terpancar sepanjang waktu. Kisah Kim dan anak-anak ini sudah mendunia melalui pertunjukan musikal berjudul “Are We a Family, Too?” dan “We’re Really Pissed off,” kumpulan karya anak-anak dengan ilustrasi yang mereka buat sendiri. Kisah mereka juga sudah dibuat film dokumenter berjudul “our Family” (disutradarai oleh Kim Do-hyun), yang ditayangkan pada Fifth DMZ International Documentary Film Festival pada tahun 2013. Kim sedang mempersiapkan satu lompatan besar: mendirikan perusahaan sosial. Ia merencanakan sebuah proyek untuk memulihkan ekonomi regional, sambil membantu para pelarian itu mandiri, berpusat di Cheorwon, wilayah yang berbatasan dengan DMZ di propinsi Gangwon. Ia gigih merealisasikan mimpinya ini dengan mempuat persiapan selama lima tahun ke depan. Ia merencanakan menyisihkan sepertiga pendapatan dari proyek ini untuk mendukung kelompok lain. “Kami semua akan meninggalkan rumah suatu saat nanti. Tapi kami keluarga dan akan selalu dekat satu sama lain selama hidup kami,” kata anak-anak itu. Kim Tae-hoon, “Bachelor Mom,” mereka percaya bahwa apa yang dilakukan sekarang adalah bagian dari persiapan untuk penyatuan kedua negara Korea kelak.

2

SENI & BUDAYA KOREA 41


jATUH CINTA PADA KOREA

SHIN EUI-SON PELATIH KIPER DARI TAjIKISTAN Valeri Sarychev, kiper yang lahir di Tajikistan, sebelumnya adalah pemain di liga utama Moskow. Ia datang ke Korea bersama keluarganya pada tahun 1992, ketika ia ditarik oleh klub sepakbola profesional Korea. Media menyebutnya the kiper dengan “tangan tuhan� karena mampu menyelamatkan gawang, yang sering kali dengan sangat menakjubkan. Ia memakai Shin Eui-son sebagai nama Koreanya, yang berarti sama dengan namanya. Sekarang ia adalah warga negara naturalisasi, dan melatih kiper muda Korea. Kim Hyun-sook CEo, K-Movielove Ahn Hong-beom Fotografer

42 KOREANA Musim Dingin 2016


S

Ketika dia sebagai seorang kiper muda, Shin Eui-anak terus menyelamatkan gawangnya. Dia juga mendapatkan gelar khusus “Pemain Tertua dalam Sejarah liga Sepakbola Korea” (ia bermain sampai berusia 44) dan “Pemain Sepak Bola naturalisasi Pertama di liga.” Dia melatih kiper muda Korea di beberapa klub setelah pensiun pada tahun 2005. Dia kini sebagai pelatih kiper untuk Klub Sepak Bola Perempuan Dakyeo Icheon di Icheon, Provinsi Gyeonggi.

aat itu waktu makan siang ketika saya mengunjungi klub sepakbola perempuan Icheon Daekyo di Icheon, propinsi Gyeonggi. Di kafeteria sudah ada sekitar 20-an pemain perempuan, dan saya tidak sulit menemukan Shin Eui-son, pelatih berkepala botak, berusia 56 tahun, dengan tinggi badan 192 cm. Ketika saya memberikan kartu nama saya, ia memperkenalkan saya kepada dua kiper perempuan, Chung Ji-soo dan Kim Jae-hee, yang kebetulan berada di meja yang sama. “Klub lain rata-rata punya tiga kiper, tapi klub kami punya empat. Jun Min-kyung, mantan anggota tim sepakbola nasional, juga ada di klub kami,” katanya dengan bangga. Shin menjadi pelatih kiper di klub sepakbola perempuan tahun ini. Ini adalah kali kedua ia bekerja di Daekyo setelah jeda selama lima tahun. Sebelumnya, ia bekerja sebagai pelatih lapangan dan pelatih kiper dari tahun 2008 sampai tahun 2011. Tim ini sudah bermain dalam WK league, sebuah liga sepakbola perempuan di Korea, semangat anggotanya melejit setelah Shin kembali aktif. Jun Min-kyung berhasil menunjukkan resolusi. Dengan dilatih oleh Shin, ia menjadi pemain utama timnya dalam WK league pada tahun 2009 dan 2011. “Kiper di negara kami biasanya memakai tangan mereka, tapi pelatih Shin mengajarkan kepada kami untuk menggunakan kaki juga. Kami belajar bagaimana menggunakan kaki. Kami terampil menggunakan kedua tangan dan kaki,” kata Jun. “Ketika pelatih Shin pindah ke klub Busan IPark pada tahun 2012, Incheon Hyundai Steel Red Angels menang dalam liga perempuan selama tiga tahun berturut-turut. Sekarang ia sudah kembali, giliran kami menang lagi.” Selama makan siang, Shin terus berkelakar, membuat semua orang tertawa. “Anda bisa bahasa Korea, kan? Bahasa Korea Anda lebih baik daripada saya,” katanya tanpa menyebut seseorang secara khusus. Kim Jaehee berbisik kepada saya, “Ia sangat pengertian. Ia terus menghibur ketika kami letih atau depresi.” Shin berkedip ke arah saya, sambil berkata, “Saya melatih pemain laki-laki selama enam tahun dan pemain perempuan selama lima tahun. Melatih pemain perempuan lebih berat secara spiritual dan emosi.” Semua ikut tegang ketika salah satunya bermain dalam pertandingan.

Masa Suram Setelah Kejayaan Shin punya reputasi luar biasa di Korea. Seorang pemain terkenal dari Rusia dilejitkannya sebagai pemain asing pada usia 32 tahun dan menjadi kiper

terbaik dalam sejarah sepakbola Korea. Ia mencetak banyak prestasi sehingga sulit untuk tidak menyebut namanya ketika membicarakan sepakbola profesional Korea tahun 1990an. Shin lahir di Dushanbe, Tajikistan, yang dulu merupakan bagian dari Uni Soviet. Ia mulai bermain sepakbola ketika berusia 10 tahun dan bergabung dengan klub sepakbola profesional pada usia 18 tahun. Sejak berusia 22 tahun, selama 10 tahun ia menjadi pemain liga utama di Moskow. Momen kejayaannya adalah ketika ia direkrut klub lev Yashin, sebuah kelompok kiper Rusia yang didedikasikan untuk menghormati kejayaan kiper Rusia legendaris. Pada tahun 1991, Shin menjadi Goalkeeper of the Year dalam Soviet Top league. Tahun itu, Park Jong-hwan, manager klub sepakbola Cheonan Ilhwa Chunma (sekarang FC Seongnam) meminta kepada seorang teman yang sering pergi ke Uni Soviet untuk mencari kiper di sana. Pada saat itu, Sebelum keruntuhan Uni Soviet, Seoul dan Moskow terikat dalam brisk dagang satu sama lain. Shin, yang dulu dikenal sebagai MvP valeri Sarychev, otomatis menjadi kiper peringkat atas. Park mengundangnya ke Korea pada bulan oktober tahun itu untuk menjalani ujicoba. “Setelah dua pertandingan, Manager Park meminta saya menandatangani kontrak. Saya bermain untuk klub Ilhwa Chunma sejak tahun 1992,” kata Shin. Pada waktu itu, hanya ada enam klub sepakbola profesional di Korea. Dengan manager yang karismatik dan pemain yang berbakat seperti Ko Jeong-woon, Shin Tae-yong, dan lee Sang-yoon, Ilhwa Chunma menempati peringkat menengah bawah dalam liga K karena tidak memiliki kiper yang bagus. Tahun pertama “Brother Chev” dari Rusia bergabung, Ilhwa Chunma menempati posisi kedua dan memenangkan Adidas Cup. Tim itu menang tiga tahun berturut-turut sampai tahun 1995 dan bahkan memenangkan juga Asian Super Cup dan Continental Cup pada tahun 1996. Ilhwa Chunma menjadi legenda dengan menahan gol paling sedikit selama tiga tahun berturut-turut. Ini dimungkinkan dengan adanya pertahanan Sarychev yang sangat ketat, yang berhasil menahan 0,87 goal rata-rata per pertandingan. Sejak saat itu press mulai menjulukinya kiper dengan “tangan tuhan.” “Saya sedang menonton berita olah raga di Tv ketika melihat subtitle di bawah nama saya. Saya bertanya kepada teman Korea apa artinya julukan itu, karena saya tidak begitu paham bahasa Korea. Ia mengatakan SENI & BUDAYA KOREA 43


bahwa julukan itu artinya ‘tangan tuhan.’ Saya kaget. Cinta saya kepada Korea tiba-tiba melambung tinggi,” kata Shin. Ketika para penggemar membanjirinya dengan perhatian, banyak orang mulai iri hati dan cemburu, menganggapnya mengambil keuntungan dalam kesempatan. “Sebuah surat kabar memuat tulisan feature mengenai klub sepakbola profesional Korea. Dikatakan Ilhwa menyapu bersih liga berkat kiper asing yang dibayar murah, sementara klub lain menghabiskan banyak uang untuk mengontrak penyerang dan gelandang tengah asing,” kata Shin. “Artikel surat kabar itu menjadi awal kemalangan saya. Tahun berikutnya, sembilan klub lain mendatangkan kiper asing. Mereka juga membayar murah, separuh biaya yang biasa mereka bayarkan untuk penyerang dan gelandang tengah.” liga Sepakbola Profesional Korea lalu menentukan batasan mengenai kiper asing dan waktu bermain mereka dalam pertandingan liga. lebih buruk lagi, pada tahun 1999 kiper asing dilarang bermain dalam liga. Sebagai calon potensial penerima MvP, Shin dilarang bermain. Ini adalah masa tersulit selama tujuh tahun berada di Korea.

Lahir Kembali sebagai Warga Negara Korea Karena usianya, tidak mudah bagi Shin bergabung ke dalam klub asing. Ia akan kembali ke Rusia ketika Cho Kwang-rae, manager tim FC Anyang (sekarang FC Seoul), menawarkannya posisi pelatih. Walaupun enggan meninggalkan Ilhwa, Shin memutuskan bergabung dengan FC Anyang sebagai pelatih kiper meskipun itu bukan rencananya. Ia masih ingin bermain sebagai kiper dan Cho memerlukannya dalam posisi itu. Ia percaya kemenangan akan di tangan jika Shin bermain sebagai kiper. Kemudian, Cho menyarankan ia mengajukan kewarganegaraan Korea: “Anda bisa bermain sesuka hati jika Anda menjadi warga negara naturalisasi.” “Saya kira ia bercanda. Tapi ternyata tidak,” kata

Shin. “Jadi saya mulai memikirkannya dengan serius. Saya bisa melakukan apa saja jika saya bisa bermain sebagai kiper lagi. Saya mulai belajar sejarah dan bahasa Korea. Ketika para pemain pergi ke Cyprus selama satu bulan untuk mengikuti latihan, saya membaca buku dan mengikuti ujian naturalisasi.” Ia masih mengingat dengan jelas hari itu: “Saya mengikuti tes tertulis dulu. Saya harus menjawab 20 pertanyaan dalam waktu 40 menit. Saya sangat tegang sehingga kurang memahami pertanyaan daalam tes itu. Beberapa orang keluar ruangan lima menit setelah tes dimulai. Saya iri! Saya di dalam ruangan sampai bel berbunyi. Kami kemudian pindah ke ruangan lain untuk tes lisan. Ada satu orang kru Tv mengikuti saya. Penguji tes lisan itu sepertinya kebingunan, dan bertanya mengenai hal-hal yang sangat sederhana dan menyuruh saya keluar ruangan. Saya kira saya gagal.” Ia tertawa sebentar, berkelakar bahwa ia menduga klub sepakbolanya menggunakan pengaruh media. Sarychev kemudian menjadi “Guri Shin Clan,” mengadopsi nama Guri di propinsi Gyeonggi sebagai kampung halaman klan barunya di Korea. Guri adalah kota di mana Anyang lG Cheetahs berada pada masa

1

Shin memberikan kontribusi besar dalam Liga K dalam dua hal. Pertama, ia menunjukkan bahwa kiper memainkan peran penting dan bisa juga menjadi bintang. Kedua, ia menciptakan posisi pelatih kiper. 44 KOREANA Musim Dingin 2016


1 Ketika ia bermain untuk Anyang lG Cheetahs, kiper Shin Eui-anak selalu menyelamatkan gawangnya dalam pertandingan melawan Suwon Samsung Bluewings, pesaing utama di Anyang ini. 2 Shin Eui-Son, pelatih kiper, membina kiper muda Klub Sepak Bola Perempuan Dakyeo Icheon di Icheon, Provinsi Gyeonggi. Ia berharap kiper muda yang dilatihnya kelak akan menjadi bagian tim nasional sepak bola.

itu. Tahun itu, Anyang memenangkan kejuaraan liga berkat Sarychev, yang kini dikenal sebagai Shin Eui-son. “Setelah saya menjadi warga negara naturalisasi Korea, saya diberi kostum jersey dengan nomor 44. Saya memutuskan melanjutkan bermain selama empat tahun, sampai saya berusia 44 tahun, kemudian berhenti,” kata Shin. Pada upacara pemberhentiannya ia menitikkan air mata selama wawancara Tv. Ia mengatakan, “Selama saya bisa, saya akan bekerja untuk pengembangan sepakbola Korea, sebagai warga negara Korea.” Ia direkrut oleh Hong Myung-bo, manager tim sepakbola nasional untuk pemain di bawah 20 tahun, sebagai pelatih kiper di tahun 2009 dan membantu tim maju ke babak perempat final FIFA U-20 World Cup di Mesir.

Hidup sebagai Pelatih Sepakbola Shin berkontribusi dalam liga K dalam dua hal. Pertama, ia menunjukkan bahwa kiper memainkan peran penting dan bisa juga menjadi bintang. Kim Byung-ji dan lee Woon-jae menjadi kiper ternama Korea, karena mereka meniru model permainan Shin. Kedua, ia menciptakan posisi pelatih kiper. Kecuali

untuk tim nasional, pelatih kiper bukan hal yang biasa. Pemain lain punya pelatih tapi kiper diharapkan bermain dengan baik hanya dengan melihat pemain senior dan pemain asing dari video. Shin berkata ia ingin mempersiapkan sebuah manual dan video pembelajaran untuk kiper. Ia ingin melakukannya sambil melatih pemain sepakbola profesional sebagai kepala pelatih atau pelatih kiper di FC Seoul, FC Gyeongnam, dan Daekyo Kangaroo, dan kadang-kadang sebagai pelatih pemain muda. Ketika pertama kali datang ke Korea dengan istrinya, olga Sarycheva, anak perempuannya berusia delapan tahun dan anak laki-lakinnya enam tahun. Sekarang, anak perempuannya tinggal di Kanada, dan anak laki-lakinya di Amerika. “Saya berencana tinggal di sini selama dua atau tiga tahun. Tapi ternyata sudah 24 tahun,’ katanya, seolah-olah baru menyadarinya. Shin dan istrinya, yang selalu mendukung keputusannya, tinggal sekitar 10 menit dari Daekyo Training Center di Siheung, propinsi Gyeonggi. Ia tidak minum atau merokok, dan hobi satu-satunya adalah menikmati musik.

2

SENI & BUDAYA KOREA 45


DI ATAS jALAN

46 KOREANA Musim Dingin 2016


Menyongsong Matahari gwak jae-gu Penyair Ahn Hong-beom Fotografer

Di Korea, matahari terbit di Homigot, sebuah desa nelayan kecil di Pohang, muncul dari ujung pantai yang menyerupai ekor. Orang-orang dari seluruh negeri berkumpul di sini pada tahun baru untuk melihat matahari terbit dan berjalan sepanjang sisi timur wilayah itu sambil menikmati laut.

Memandang ke arah laut Timur dari plaza di Homigot, sebuah tangan besar perunggu, satu setengah dari patung yang disebut “Tangan Harmoni� dapat dilihat muncul melalui gelombang laut Timur.

SENI & BUDAYA KOREA 47


K

etika saya merasakan sinar matahari di wajah saya, tiba-tiba saya merasa hidup. Dingin, lembut, dan ringan.

Matahari Terbit di Sepanjang jalan ke Laut Timur Kadang-kadang orang bertanya kepada saya, “Apakah momen paling membahagiakan dalam hidup Anda?” Segera setelah saya mendengar pertanyaan ini saya menikmati kembali kenangan saya, lembar demi lembar. Semuanya momen bahagia, besar dan kecil. Sulit sekali memilih satu di antaranya. Beberapa momen, walaupun jarang diingat, punya kekuatan mengaduk-aduk emosi. Saya kembali bertanya, “Apa momen paling menyedihkan dalam hidup Anda?” Momen sedih bagi orang lain ternyata momen membahagiakan buat saya. Dari semua kesedihan dalam hidup ini saya tidak bisa memilih mana yang paling menyedihkan. Jadi, saya akan menjawabnya: “Ketika matahari tidak terbit di pagi hari.” Ini belum pernah pernah saya alami, tapi bagi siapa pun pasti hal itu akan menyedihkan. Kehidupan dan kematian, misteri dan kecantikan, jiwa dan takdir. Dalam masa antara matahari terbit dan terbenam, manusia melukis kenangannya.

1

48 KOREANA Musim Dingin 2016

Membungkuk di Depan Batu Pahat Ketika saya pergi ke laut Timur ada suatu tempat yang selalu saya kunjungi. Semacam ritual. Tempat itu adalah batu pahat Chilpo-ri di kota Pohang. Di dekat jalan desa yang sepi menuju menuju laut Timur, terbentang national Highway no. 7, yang dibuat pada jaman Perunggu sekitar 3.000 tahun lalu. Ketika pertama kali melihatnya, saya merasakan terang. Seolah-olah ada bintang yang bersinar di galaksi Bima Sakti. Bintang-bintang itu adalah mimpi manusia jaman prasejarah yang mereka lihat ketika melihat ke angkasa. Saya melihat ke batu itu, melihat sebuah vas besar yang penuh bunga. Tiga ribu tahun yang lalu seseorang memahat vas dan bunga itu. Pahatan itu ibarat manusia di dunia ini dan lagu pujian yang dinyanyikannya. Pada saat itu, matahari muncul dari balik awan. Sinar matahari diam-diam menerpa permukaan batu. Saya mengangguk, meletakkan tangan saya di depan batu itu dan membungkukkan badan. Di India Timur, terdapat peninggalan monumental yaitu Candi Matahari Konark. Sebagai salah satu warisan budaya yang tercatat dalam UnESCo World Heritage, candi itu dibangun dalam bentuk kereta kolosal dan dipersembahkan kepada Dewa Matahari. Candi itu berada di atas 24 roda, yang masing-masing berdiameter tiga meter, menyimbolkan musim dan bulan. Saya mengunjungi Candi Matahari pada tanggal 1 Januari 2010. Pahatan relief dewa dan raja pada kereta, yang awalnya setinggi 50 meter itu, sangat misterius dan indah. Candi itu sangat ramai pengunjung dari seluruh India dengan sari berwarna orange yang dikenakannya berkilau dalam cahaya matahari. Candi itu penuh dengan ribuan, mungkin puluhan ribu pengunjung berpakaian orange, yang tampak seperti matahari bergulung-gulung. Berjalan bersama orang-orang itu, saya merasakan energi matahari di dalam diri saya. Setelah itu, dalam tahun yang sama saya kembali ke Candi Matahari selama musim hujan. Ketika sampai di Puri, kota itu dilanda banjir dan jalan ke Konark terputus. Sopir-sopir menggelengkan kepala mereka. Kemudian ada seorang laki-laki dengan pakaian sari berwarna orange mendatangi saya. “Mengapa Anda mau pergi ke Konark?” “Saya ingin melihat Candi Matahari.” “Jalan tergenang banjir, dan jika Anda berhasil sampai ke sana pun, candi itu pasti ditutup.” “Saya akan melihatnya dari luar.” Saya tidak tahu mengapa saya sangat keras kepala. laki-laki itu penarik rickshaw. Dengan rickshaw mesin beroda tiga


2 ŠKota Pohang

1 Guryongpo, muara dalam bentuk sembilan naga, dilihat dari udara. 2 Plaza Matahari Terbit di Homigot disesaki orangorang yang datang untuk menyambut matahari terbit pertama di tahun baru. Di sebelah kiri tampak Museum Mercu Suar nasional, di mana sejarah navigasi Korea dengan bantuan teknologi dapat dieksplorasi. 3 Pahatan batu di Chilpo-ri di kota Pohang diciptakan sekitar tiga ribu tahun yang lalu di Zaman Perunggu.

3

SENI & BUDAYA KOREA 49


kami melewati jalan yang tergenang banjir itu. Dalam perjalanan, hujan berhenti. Kemudian jalan mulai kering dan ketika kami sampai di Candi Matahari tiga jam berikutnya, matahari kembali bersinar. Hari itu saya bahagia bisa berjalan menyusuri candi dengan beberapa pengunjung lain. Ketika sedang resah, saya mengenang hari itu. Jika ditanya hari terbaik dalam hidup saya, saya akan memilih hari itu. Kunjungan saya ke batu pahat Chilpo-ri selesai dan saya kembali ke Homigot.

Menyambut Matahari di Ekor Harimau nama Homigot berarti “ujung pantai berbentuk ekor harimau.� Di awal abad ke 20, penulis dan intelektual modern Choe namseon membandingkan bentuk Semenanjung Korea dengan harimau, dengan cakar depannya mencengkeram Manchuria. Tanah yang membentuk ekor harimau adalah Homigot di Pohang, propinsi Gyeongsang Utara. Ini adalah tempat matahari terbit di Semenanjung Korea. Ketika negara ini diduduki Jepang pada tahun 1910, banyak warga Korea datang ke sini dan berdoa bagi kebebasan negara itu sambil memandang matahari terbit di atas

50 KOREANA Musim Dingin 2016

cakrawala. Bagi warga Korea, matahari terbit di Homigot bukan sekadar matahari terbit. Choe nam-seon menganggapnya sebagai salah satu pemandangan paling indah di Korea. Jika Anda pelancong asing yang bepergian ke Korea di musim dingin, menyaksikan matahari terbit di Homigot merupakan pengalaman istimewa. lebih istimewa lagi jika Anda melihatnya di tahun baru. Pada hari itu, sup kue beras hangat, makanan tradisional yang dinikmati pada tahun baru dibagikan gratis kepada semua pengunjung. Semua orang berkumpul di tepi laut pada pagi pertama tahun baru dan menikmati sarapan bersama sambil melihat matahari terbit. Harapan baik terpancar di mata setiap orang ketika mereka menatap matahari yang sinarnya terpantul di air. Semoga dunia menjadi tempat yang lebih baik. Semoga semua sehat dan cinta sesama. Saya melihat mereka bergandengan tangan dan berdoa bersama di bawah kilau sinar matahari, dan saya pun ikut berdoa. Semoga masa-masa kehangatan dan keindahan bersatunya kedua negara segera menjadi kenyataan. Di Homigot ada sepasang patung perunggu tangan yang cupped, yang diberi nama “The Hands of Harmony.� Satu tangan muncul dari laut dan tangan lainnya dari pantai. Keduanya saling


Ombak bergulung tinggi ke tepi laut. Semburat cahaya matahari menerpa gelombang itu. Cahaya itu terlihat seperti sembilan naga dalam kisah legendaris. Berjalan di sepanjang tepi laut yang bersalju dan gambaran naga itu terpatri dalam benak Anda, cukup membuat kunjungan ke tempat ini penuh makna. berhadapan. orang lebih menyukai tangan yang muncul dari laut. Mereka merasakan vitalitas lebih besar dari tangan yang muncul dari bawah gelombang itu. Ada momen ketika matahari tenggelam seolah menyentuh tangan itu, dan semua orang sibuk mengabadikan dengan kamera. Mereka berusaha menangkap energi matahari. Di ujung jalan sepi di sisi laut, ada monumen yang bertuliskan puisi “Green Grapes� (Cheongpodo) karya lee Yuk-sa.

Kanal Pohang mengalir sejauh 1.3 km antara Songdodong dan Jukdo-dong, merupakan objek wisata romantis yang dapat dinikmati dengan cara naik perahu atau berlayar.

Di kampung halamanku Anggur hijau masak di bulan Juli legenda desa itu berbunga dalam rumpun-rumpunnya Dan langit tinggi memayungi anggur-anggur itu Di bawah langit, lautan kebiruan Kapal putih berlabuh Yang kutunggu akan datang Tubuh letihnya berbaju hijau Aku petik anggur untuknya Tanganku tenggelam dalam bahagia Ayo nak, siapkan meja Dengan kain putih di baki kelabu lee pernah beberapa kali ditangkap selama pendudukan kolonial Jepang karena aktivitas perlawanannya, dan meninggal di penjara pada bulan Januari 1944, kurang dari satu tahun sejak ia ditahan. Bisa dibayangkan siksaan yang diterimanya. Satu tahun setelah kematian lee, penyair muda Korea lain, yaitu Yun Doong-ju yang berusia 28 tahun, juga meninggal di penjara Jepang. Kematian kedua penyair ini, yang kehidupan dan tulisannya mewakili masa-

Seoul 365km

Puncak Hyangno Pohang

Pohang

Ukiran Batu Chilpo-ri Monumen Penyair lee yuk-sa Homigot Pantai yeongildae Pasar Jukdo POSCO

Stasiun Pohang

ŠKota Pohang

Situs Wisata di Pohang

SENI & BUDAYA KOREA 51


masa kelam itu, merupakan kehilangan tragis bagi sastra Korea. Jika Anda ingin membaca sebuah buku selama bepergian ke laut Timur, tak ada yang lebih pas dari antologi karya lee Yuk-sa atau Yun Dong-ju. Refleksi mendalam warga Korea ketika melihat matahari terbit dari Homigot pada dari pertama di tahun baru itu bisa ditemukan dalam karya kedua penyair ini.

Desa di Sisi Pelabuhan Masyarakat menyebut jalan sekitar Homigot sebagai “Homi Cape Trail.” Sepanjang jalan ini ada banyak desa di tepi laut dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Korea. Guryongpo adalah muara yang menyerupai sembilan naga mengarah ke langit, sesuai dengan namanya. ombak bergulung tinggi ke tepi laut. Semburat cahaya matahari menerpa gelombang itu. Cahaya itu terlihat seperti sembilan naga dalam kisah legendaris. Berjalan di sepanjang tepi laut yang bersalju dan gambaran naga itu terpatri dalam benak Anda, cukup membuat kunjungan ke tempat ini penuh makna. Pengunjung ke Guryongo selalu mencari makanan tradisional, ikan kering yang disebut gwamegi. Ikan makerel di laut Timur dikeringkan di angin laut, dan kemudian dibekukan dan diletakkan dalam suhu ruang sampai minyaknya terekstraksi. Daging ikan menjadi lembut tapi tetap mempertahankan rasa lautnya. Pemandangan nelayan duduk di tepi laut memanggang ikan kering sambil minum soju sangat akrab dan menarik. Ini berlangsung sepanjang hidup mereka, dengan naga di dalam jiwa mereka. “Anda berasal dari mana?” “Ayo minum.” Sambil tertawa riang, naga-naga itu menyorongkan segelas minuman kepada saya. Dari Homi Cape Trail pada waktu malam terlihat cahaya pabrik PoSCo yang sangat spektakuler. Kerangka baja berdiri di tengah Teluk Yeongil, PoSCo Pohang merupakan pabrik baja terbesar kedua di dunia. Di sini, lembaran baja untuk otomotif, kapal, keperluan rumah tangga, dan produk lain dibuat. lembaran baja PoSCo berperan penting dalam pertumbuhan Korea menjadi negara dengan ekonomi di peringkat ke 11 dunia. Tidak heran penduduk lokal Pohang sangat bangga pada bajanya. Di balik cahaya dari kompleks PoSCo, ada kebanggaan lain yang dimiliki warga lokal — atraksi turis yang membangkitkan nostalgia. Terusan Pohang, yang selesai dibangun pada bulan Januari tahun 2014, berupa terusan sepanjang 1,3 kilometer dari Songdo-dong ke Jukdo-dong melewati kota Pohang. Kanal buatan mengalir melalui area itu yang dulu dipenuhi rumah dan aroma limbah pabrik. Sekarang sangat menyenangkan menyusuri sisi kanal dan mengunjungi galeri, cafe, dan taman bermain di wilayah itu. Turis yang mengunjungi Pohang pada musim gugur, bisa menikmati festival yang akan membawa mereka mengenang memori masa kecil. Atraksi utama festival itu adalah lomba bangti. Bangti dalam bahasa

1

52 KOREANA Musim Dingin 2016

1 Ikan Makerel ditangkap di laut Timur digantung dan dikeringkan di bawah angin laut. Setelah melalui pembekuan dan pelunakan dalam waktu lama ikan diubah menjadi gwamegi, khas daerah dari Guryongpo. 2 Tempat dimana Kanal Pohang mencapai laut yang terletak di Pasar Jukdo, memiliki sekitar 1.500 kios yang menjual makanan laut segar dan kering dan 200 restoran menjual ikan mentah. Ini adalah pasar ikan terbesar di pantai timur.

2


lokal berarti bak besar. Satu orang duduk di bak yang berdiameter kurang dari satu meter itu, dan mendorongnya melintasi kanal dengan tangan sampai garis akhir. Perlombaan ini penuh nostalgia dari tahun-tahun sebelumnya.

Pasar Ikan Tua Salah satu keriaan yang bisa dinikmati turis adalah pasar Jukdo di ujung kanal. Jukdo ini pasar ikan terbesar di tepi laut, dengan lebih dari 2.500 anjungan yang menjual ikan segar dan ikan kering, dan sekitar 200 rumah makan yang khusus menyajikan makanan laut. Ketika Anda berjalan di antara anjungan dengan ikan beraneka warna, kerang, gurita, udang, dan remis, aroma pasar ikan akan menempel di tubuh Anda. Ini adalah penawar letih setelah menempuh perjalanan jauh. Untuk sesaat, kenangan pasar ikan lama pasti akan melintas di pikiran Anda. Saya pernah pergi ke Puna di pulau Hawaii ketika saya diminta menulis mengenai kota itu. Dengan bantuan kantor turis lokal, saya naik kapal selam mini dan menjelajah perairan bawah laut. Saya melihat ikan dan koral dalam beragam warna. Melihat ikan

berenang di antara tanaman laut, saya ingin dilahirkan kembali sebagai ikan dan tinggal di lautan di kehidupan yang akan datang. Berdasarkan acara saya, hari berikutnya saya pergi ke pasar ikan di pagi buta. Ikan segar dijajakan di anjungan dan suara penjual ikan yang keras dan memekakkan. Untuk pertama kalinya saya melihat dinamika dan vitalitas pasar ikan tidak menyenangkan. Ini karena ikan yang saya lihat di habitatnya sehari sebelumnya. Saya pernah ke pasar ikan di Rusia, setelah runtuhnya Uni Soviet, pada saat dalam perjalanan mengunjungi mahasiswa Korea dan keluarganya. Saat itu di pertengahan musim dingin dan kepiting dan ikan kod menumpuk di mounds. Saya berpikir apa yang saya beli untuk buah tangan dan akhirnya memutuskan membeli kepiting dan ikan kod. Saya membeli cukup untuk empat orang seharga sepuluh dolar. Suhu saat itu minus 20 derajat. Tidak ada pemanas di aparteman, tapi kami memasak dan makan bersama tanpa rasa dingin. Ketika saya berjalan sepanjang tepi laut di Pohang, saya merasa lebih hidup. Matahari terbit di sana tampaknya ikut mewarnai kisah hidup saya.

SENI & BUDAYA KOREA 53


SATU HARI BIASA

Kim joung-won, mantan karyawan biasa, membuka sebuah membuka kamar karaoke di sekitar rumahnya pada tahun lalu. Dia menempuh hidup baru dengan bekerja di karaoke sejak siang hingga tengah malam. Dia mencintai kehidupan sehari-harinya dengan menyambut dan melepas berbagai tamu, mulai siswa SMA sampai pasangan lanjut usia.

M

enyanyi merupakan ekspresi diri yang kuat. Mungkin jarang ada bangsa lain yang berkeinginan kuat untuk berekspresi seperti bangsa Korea. Hampir semua desa ada karaoke. Kita pergi ke karaoke ketika sedih maupun senang. Hal yang biasa menyanyi lagulagu di karaoke untuk menguraikan perasaan. Kemampuan menyanyi para peserta di program reality show memang mengagumkan tetapi kemampuan orang-orang biasa juga menakjubkan. Siapa saja yang memegang mikrofon langsung menyanyi. namun tidak diketahui apakah keadaan ini diakibatkan karaoke dan apakah jumlah karaoke meningkat karena keinginan kuat untuk menyanyi.

Tamu Sendirian pada Hari Hujan Karaoke ada di lantai bawah tanah gedung perkantoran di sekitar stasiun subway Gyongbokgung, Seoul. Sebuah tanda bertuliskan Kamar latihan Menyanyi Seochon! Apakah nama toko ini berarti 54 KOREANA Musim Dingin 2016

Kehidupan Luar Biasa Kim Joung-won Pemilik Karaoke Kim Seo-ryung Direktur CEo old & Deep Story lab Ahn Hong-beom Fotografer

bahwa Kim Joung-won mempersilakan orang yang ingin menyanyi maupun orang yang perlu latihan menyanyi juga bisa datang ke karaoke? Walaupun demikian pelatih menyanyi tentu tidak ada. Kim menggolongkan tamunya itu karyawan, siswa, keluarga, sahabat sambil menegaskan bahwa akhir-akhir ini tambah satu golongan lagi, yaitu tamu yang datang sendirian. Menurutnya jumlah tamu yang datang sendiri ke karaoke bertambah dengan mengikuti tren ‘Honbap (makan sendirian)’ dan ‘Honsul (minum alkohol sendirian). Khususnya pada hari hujan ada banyak tamu yang datang sendirian dan bernyanyi lagu sedih sepuas-puasnya. “Pada awal usaha karaoke, pada suatu hari hujan seorang tamu datang sendirian dan terus menambah waktu beberapa kali akhirnya menyanyi selama 3 jam. Pada saat pembayaran saya bertanya, ‘Anda gelisah karena hujan, bukan?’ karena saya tersentuh dengan perasaan tamu itu. Saya berbicara dengan ramah tamah tetapi tamu mungkin tidak suka diketahui perasaan sendiri. Setelah itu, dia tidak datang ke sini lagi. Mungkin juga dia hanya mampir saja, jadi tidak perlu datang lagi. Sejak itu saya tidak sekali-kali mengucapkan sesuatu yang terkait dengan perasaan tamu,” kata Kim. Sebagian besar tamu yang beramai-ramai datang umumnya telah minum alkohol. oleh karena itu terkadang tamu melakukan tindakan sembrono yang mungkin tidak akan diingat pada esok harinya. Memang ada banyak tamu yang


sopan. Kim harus melayani bermacam-macam tamu dengan baik. “Mereka datang untuk melepas stres. Mereka lebih banyak berbahasa kasar dan ada banyak permintaan. namun pemilik karaoke harus menahan keadaan seperti itu. Watak riang seperti saya mungkin sesuai untuk bekerja di karaoke.” ujarnya.

Setelah berhenti dari pekerjaannya di sebuah perusahaan dan membuka karaoke lebih dari setahun yang lalu, Kim Joungwon merasa puas dengan pekerjaannya karena para tamu menyenangkan dia juga, dan dia merasakan kehidupan yang bahagia.

Sejak jam 3 Siang Sampai jam 2 Dini Hari Jadwal kerjanya relatif sederhana. Dia membuka karaoke pada jam 3 siang dan menutup pada jam 2 dini hari. Pada hari Sabtu dan Minggu, karaoke tutup “cepat” pada jam 10 malam. Meskipun kadang-kadang istri atau ibu mertua membantu, dia yang berusia 46 tahun ini bekerja sendiri tanpa karyawan karena harus memperoleh banyak uang selagi masih muda. Dia mengatakan menutup karaoke “khususnya” pada hari raya, hari kanak-kanak, hari natal, akhir tahun dan tahun baru. Dia menjelaskan juga “saya sering berlibur dibandingkan dengan karaoke lain yang biasanya dioperasikan setiap hari.” Berkat tinggal di dekat karaoke, dia bisa masuk kerja dalam 10 menit dari rumah. Dia datang jam 2 siang dan membersihkan 6 kamar dan kantor selama 1 jam kemudian baru membuka karaoke. Pada awal dan tengah bulan oktober serta sejak akhir bulan

november sampai tengah bulan Desember, tamu langsung datang setelah pintu karaoke dibuka. “Tamu yang datang pada jam 3 siang biasanya siswa-siswa SMA yang sedang mengikuti ujian. Mereka datang bersama-sama. Mereka sangat sopan walaupun konon siswa SMA sekarang kurang ajar. Mereka asyik menyanyi selama satu atau dua jam kemudian pulang ke rumah dengan memberi hormat kepada saya. Mungkin ada siswa juga yang langsung pulang ke rumah dari sekolah untuk menyiapkan ujian esok hari,” jelasnya. Ketika saya mengunjungi karaoke itu, 3 atau 4 siswa SMA menyanyi dengan suara keras di dalam ruang sebesar 5m2. Mereka mengatakan “Pak, minta tambah 15 menit dengan gratis.” dan Kim dengan riang menjawab “30 menit sudah tambahnya.” “Aneh, mahasiswa jarang datang. Mungkin mereka tidak ada waktu luang karena harus mencari pekerjaan. Uangnya juga kurang cukup SENI & BUDAYA KOREA 55


“Ketika tamu mengatakan stresnya telah hilang, stres saya juga hilang. Pengelolaan sebuah karaoke bukan hanya kerja fisik tetapi psikologis pula. Walaupun demikian saya merasa senang. Bukankah ini pekerjaan bagus?” kata Kim. karena mereka jarang mendapat uang saku dari orang tua berbeda dengan siswa SMA.” katanya. Biaya karaoke adalah KRW 15.000 per jam untuk ruang kecil dan KRW 30.000 untuk ruang besar. namun Kim memberikan diskon kepada siswasiswa dan menambahkan waktu secukupnya. Setelah siswa-siswa pulang, karaoke menjadi sepi sekitar jum 6 sore. Para pegawai swasta mulai datang setelah jam 8 malam. Pada saat itulah puncak kesibukan karaoke. Sibuk sekali karena banyak permintaan dan pesan. Dia rajin bolak-balik dari ruang ini ke ruang itu dengan gembira. “Ada kesamaan yang menarik bagi setiap rombongan karyawan yang datang bersama atasannya. Para atasan biasanya minta menambahkan waktu tetapi bawahan-bawahan menolak permintaan itu sambil mengedipkan mata. Menyanyi pun menjadi kerja lembur bilamana bersama atasan.” jelasnya. Waktu sudah menjadi jam 11 malam selama dia melayani tamu. Pada sekitar setengah 12 malam, para tamu karyawan beramai-ramai pulang ke rumah. nah, sekarang waktu untuk tamu yang datang sendiri. Mereka umumnya lebih suka lagu sepi daripada lagu senang. Perasaan pemilik karaoke juga ikut menjadi tenang. Setelah jam 12 malam, tamu yang telah minum alkohol di tempat kedua datang berombak-ombak hingga mendekati jam tutup karaoke.

Mantan Pegawai Swasta yang Menjadi Pemilik Karaoke Kim Joung-won semula merupakan pegawai swasta. Perusahaannya bankrut karena suatu kecelakaan. oleh sebab itu, dia memutuskan membuka toko sendiri dan memikirkan toko apa yang sesuai dengan dirinya sendiri. “20 tahun yang lalu, ayah saya mengelola karaoke di Yeoju, Gyonggido. Pada saat itu, karaoke laris sehingga memperoleh banyak uang. Saya pun suka menyanyi dan yakin bisa melayani tamu-tamu dengan baik.” kata Kim. Memulai bisnis karaoke di bawah lantai di sebuah perkantoran yang direnovasi. Dia sering masuk ke ruang kosong dan menyanyi sendiri. 56 KOREANA Musim Dingin 2016

Semua anggota keluarga termasuk istri, anak laki-laki yang berbangku kelas 5 SD, dan anak perempuan yang kelas 1 SD juga kerap kali menyanyi sampai lelah dengan mesin karaoke sendiri. “Sudah lebih satu tahun dan jumlah tamu meningkat jadi sekarang saya tidak begitu sering menyanyi, ha ha.” jelasnya. Kehidupan sehari-harinya terasa bebas karena tidak mengganggu orang lain. Masalahnya hanya pulang larut malam. lebih jam 3 pagi ketika dia mandi setiba di rumah. Kendatipun bangun siang karena tidur dini hari, dia bisa mempunyai waktu luang dibandingkan masa sebelumnya. “Bahagia sekali karena bisa bersenang-senang dengan istri berbeda dengan kehidupan pegawai swasta. Istri saya tidak tidur sampai saya pulang. Katanya tidak bisa tidur karena merasa kasihan.” katanya. Dia menceritakan pasangan usia lanjut sekitar 80 tahun yang datang ke karaoke dengan menggenggam tangan pada setiap hari Rabu. “Suaminya mantan dokter gigi. Mereka tinggal di dekat karaoke, Mereka mengunjungi karaoke pada waktu yang sama setiap minggu dan menyanyi selama satu

1


1 Kim Joung-won di tempat kerjanya sampai pukul 02:00 dan menghabiskan satu jam untuk membersihkan enam kamar bernyanyi. Dia cermat membersihkan mikrofon yang sudah dipakai para tamu malam sebelumnya. 2 Kim Joung-won bangga bahwa karyanya berupa ruang yang membuat yang bermasalah dapat melepaskan ketegangan mereka untuk sementara waktu.

jam. Betapa terang dan sehat wajahnya! Saya berjanji dengan istri untuk menjalani hidup seperti mereka,” jelasnya. Ada tamu yang sulit dilupakan. laki-laki setengah baya yang datang sendirian dan menyanyi hanya lagulau tentang ibu kandung. Ternyata dia dalah pasien yang tidak bertahan hidup lebih lama. Kim mengatakan “Dia datang ke karaoke hampir setiap hari selama 10 bulan. Saya pernah mengantarnya ke rumah karena dia jatuh pingsan saat menyanyi. Saya khawatir karena dia sudah lama tidak datang ke sini.” Karaoke bukan hanya tempat untuk menyanyi tetapi juga tempat untuk berkomunikasi dan berobat. Demikian pula bagi Kim Joung-won yang menyambut tamu di resepsionis. Dengan alasan ini, dia bisa tahan menghadapi ketidaksopanan beberapa tamu.

2

Pekerjaan Bagus Berapa banyak tamu datang ke karaoke per hari? 100 atau 200 orang? “Jumlah orang tidak penting karena saya menyewa ruang. Penjualannya tergantung pada musim maupun keadaan ekonomi. Pendapatan? Mungkin lebih banyak daripada orang gajian. Akan tetapi kini jumlah tamu merosot karena undang-undang Kim Youngran.” jelasnya. Apakah undang-undang untuk mencegah korupsi para pegawai negeri mempengaruhi karaoke? “Pertemuan makan malam semakin jarang. Saya sudah tepat berada di sekitar Kompleks Pusat Pemerintahan, ada banyak restoran tradisi Korea yang terkenal dan pada umumnya orang-orang datang ke karaoke setelah makan.” jawabnya. Kim juga berdebar-debar ketika orang-orang yang terkenal datang ke karaokenya. Dia merasa demikian pada saat seorang pembaca berita wanita yang terkenal datang bersama pacarnya. Selain itu ketika petinju yang digemarinya pada saat masih kecil maupun penyanyi yang disayanginya datang. “Betapa gembira ketika orang terkenal datang ke rumah saya. Hal yang harus saya lakukan adalah melayani mereka agar menyanyi dengan nyaman.” “Ketika tamu mengatakan stresnya telah hilang, stres saya juga hilang. Pengelolaan sebuah karaoke bukan hanya kerja fisik tetapi psikologis pula. Walaupun demikian saya merasa senang. Bukankah ini pekerjaan bagus?” kata Kim. Kim merupakan orang yang bersikap positif luar biasa.

SENI & BUDAYA KOREA 57


BUKU & lAINNyA Charles La Shure Dosen, Departmen Bahasa dan Sastra Korea, Seoul national University Kim Hoo-ran Editor Budaya, The Korea Herald

58 KOREANA Musim Dingin 2016

Kenangan Luka dan Kekerasan yang Tak Terlupakan “Perilaku Manusia” Ditulis oleh Han Kang, Diterjemahkan oleh Deborah Smith, 224 Halaman, £12.99, london: Portobello, 2016.

Pada bulan Mei tahun 1980, orang-orang yang berunjuk rasa untuk demokrasi dan protes terhadap kudeta Jenderal Chun Doo-hwan bentrok dengan pasukan pemerintah. Aparat keamanan menembak demonstran yang tidak bersenjata,. Unjuk rasa diperparah dengan saling menggunakan senjata lalu menelan seluruh kota. namun pemberontakan tersebut tidak diikuti oleh demokrasi yang diharapkan rakyat. Bahkan peristiwa itu meninggalkan luka yang tidak terlupakan di seluruh negara. Salah seorang tokoh dalam novel Han Kang, “Perilaku Manusia” bertutur, “Suatu kenangan sama sekali tidak terlupakan. Alih-alih memudar seiring waktu, kenangan itu menjadi satu-satunya yang membekas ketika semua kenangan lain menghilang. Kenangan itu makin melekat saat yang lain terkikis.” Dalam novel “Perilaku Manusia” ditemukan banyak kisah. Di antaranya yang menonjol adalah konsep luka yang masih melekat pada benak banyak orang meskipun waktu telah berlalu. Seiring dengan perkembagan cerita dalam novel itu, kita memandang apa yang tertinggal 5, 10 , 22 , 30 tahun kemudian setelah pemberontak terjadi. Meskipun orang-orang menjalani kehidupan masing-masing setelah peristiwa yang terjadi pada musim bunga tahun itu, mereka tidak dapat terlepas dari ingatan akan peristiwa itu. Sebagaimana waktu tidak berlalu, jam berhenti pada saat yang fatalistis, semua hal yang terjadi setelah peristiwa itu hanya merupakan bayangan jarum panjang yang tidak bergerak. Penulis Han Kang dikenal dengan citra yang kuat serta mengejutkan. Dalam novelnya, “Perilaku Manusia” dia mengisahkan peristiwa Mei 1980 dari perspektif yang unik. Dia tidak bergantung pada drama yang sesuatu bergerak tetapi memfokuskan akibat dari pergerakan itu. Cerita dimulai dari adegan yang bertambahnya korban tewas akibat dari penembakan dalam unjuk rasa. Melalui mata anak SMP yang bernama Dong-ho, yang terlibat dalam kerusuhan berdarah, para pembaca menyaksikan akibat yang mengerikan, yaitu pembataian. Jenazah yang tidak bernama bertumbuk-tumbuk lalu membusuk. Dia mulai memaparkan pertanyaan-pertanyaan, “Apa maknanya orang masih hidup dan apa maksud orang berjiwa?” “Berapa lama jiwa masih tertinggal di samping tubuhnya?” Dalam rangka menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, cerita bergeser ke sudut pandang seorang teman Dong-ho. Di sini sekali lagi apa yang kita saksikan bukan kekerasan melainkan akibatnya. Ketika narasinya dimulai, dia telah meninggal lalu jiwanya berusaha memahami apa yang terjadi padanya dan mengapa kejadian itu terjadi padanya. Dalam bab berikutnya muncul beberapa tokoh yang dikenal Dong-ho di sebuah gedung pemerintah daerah dan beberapa lagi yang berhubungan dengan mereka. Setelah peristiwa itu, mereka semua terpaksa menjalani kehidupan tetapi mereka telah berubah karena apa yang dialami mereka selama 10 hari. Seiring dengan perkembangan cerita, kita dapat memandang ingatan akan kejadian masa lalu, yaitu pemberontakan secara lebih mendalam lalu memperoleh gambaran yang jelas mengenai sesungguhnya apa yang terjadi pada masa itu. “Perilaku Manusia” tidak menyajikan gambaran yang lengkap karena dalam novel itu yang digambarkan adalah gambaran mengenai renungan psikologis akan trauma yang mendalam bukan sejarah. novel itu bersandarkan pada pengetahuan yang umumnya dimiliki rakyat Korea dan kesadaran mereka. Hal itu memungkinkan bahwa orang asing tidak akan bersimpati dengan cara yang sama dengan orang Korea saat membaca novel itu. namun pada sisi lain, dengan memaparkan tema universial yang berkaitan dengan kemanusiaan novel itu memperlihatkan sosok manusia yang berusaha menanggulangi yang tidak dapat ditanggulangi dengan sepenuhnya serta yang berusaha mencari makna dari sesuatu yang tidak bermakna kepada para pembaca.


Memainkan Heavy Metal dengan Alat Musik Tradisional Korea “Pertapaan” oleh Jambinai, london: Bella Union, 2016

Band Jambinai yang terdiri dari tiga anggota tidak ingin digolongkan sebagai genre yang spesifik. Albumnya ke-2 yang diluncurkan pada bulan Juni tahun ini, yaitu “Pertapaan (A Hermitage)” dimulai dengan lagu yang bermelodi cepat, “lemari Pakaian (Wardrobe).” Dalam lagu itu, intro panjang yang bergaya heavy metal berlangsung seperti detak jantung. Jika orang mendengar lagu band Jambinai kali pertama, mungkin dia menganggap band itu sebagai grup heavy metal. Band itu muncul pada tahun 2010 dengan EP yang berjudul “Jambinai” lalu meluncurkan album pertama pada tahun 2012. lagu kedua yang berjudul “Gema Kreasi (Echo of Creation)” berlangsung sementara, terdengar melodi haegeum (alat musik petik yang bersenar dua) dan vocal-sound yang memikat hati. Ketika mendengar itu, orang baru menyadari itu bukan permainan heavy metal yang tipikal. Seiring waktu berlalu band itu mengungkapkan jati dirinya. Kelompok tiga orang pemain memainkan baik alat musik tradisional Korea maupun bass serta drum dengan cara yang sama sekali tidak tradisional. “Untuk Segala Sesuatu yang Anda Kehilangan (For Everything You lost)” yang bersuasana meditasi Timur dan menenangkan hati merupakan sebuah bentuk yang diharapkan grup gugak (musik tradisional Korea) crossover. Bunyi petikan senar geomungo (alat musik yang bersenar enam) memberi masculine base dalam lagu “lubuk (Abyss).” Keraguan terhadap jati diri band itu muncul saat terdengar rap

Dikelola oleh Sukarelawan koreanfilm.org Semakin Maju www.koreanfilm.org

Berbeda dengan www.koreanfilm.or.kr, situs versi bahasa Inggris yang disajikan oleh Korean Film Council, www.koreanfilm. org merupakan situs pribadi yang dijalankan orang Amerika yang berdomisili di Korea bersama kelompok sukarelawan. Darcy Paquet, pengamat film yang tinggal di Korea sejak tahun 1997, meluncurkan situs tersebut dengan bertujuan menyediakan informasi untuk penutur bahasa Inggris yang berminat pada film Korea pada tahun 1999. Kebanyakan seksi tidak berubah tetapi seksi ‘Acara Mendatang’ di-update secara teratur. Terutama, informasi mengenai film yang ber-subtitle bahasa Inggris, yang diputarkan di Seoul maupun daerah-daerah di Korea sangat bermanfaat. Tinjauan film pun terus di-update dan tersedia seksi khusus untuk genre video musik meskipun tinjauannya tidak banyak. Tinjauan

yang dinyanyikan Ignito, seorang rapper seperti memancarkan api bersama base geomungo dan melodi haegeum. “Semoga Perjalanannya Menyenangkan (Deus Benedicat Tibi)” timbul sebagai lagu yang bentuknya hampir sama dengan musik tradisional Korea dalam album itu. orang yang telah memiliki pengetahuan dasar tentang musik tradisional Korea dapat menangkap bahwa lagu itu merujuk pada musik tradisional Korea untuk upacara pemakaman. Suasana trance yang dibuat bunyi cymbals yang keras and alat musik tiup berlangsung lalu mencapai puncak kegila-gilaan. Album pertama Jambinai, “Perbedaan (Difference)” menerima penghargaan “Best Crossover Album” di Penghargaan Musik Korea 2013. Setelah itu, band itu mendapat sorotan dari dunia internasional dan berpartisipasi dalam beberapa pesta musik utama, antara lain SXSW dan Glastonbury Festival. Selama empat tahun terakhir ini, band itu membuktikan unsur universial dalam musiknya dengan menyelenggarakan kurang-lebih 100 konser di mana-mana di dunia. Beberapa lagu dalam album itu dapat dinikmati semata-mata sebagai lagu rock-metal. Sebagai contoh, “naburak” merupakan lagu head-banging yang sama sekali tidak memperlihatkan jati diri band Jambinai sebagai crossover band, setidaknya bagi para pendengar umum.

film yang terbaru adalah mengenai “Shake that Brass (2015).” namun daftar ‘Top ten films of the year’ berhenti pada tahun 2013 dan wawacara terakhir pun berhenti pada tahun 2008. Maka informasi mengenai pemain yang baru muncul maupun yangtelah berada perlu di-update. Meskipun informasi yang di-update tidak lengkap, situs itu bermanfaat karena ada link-nya dengan beberapa situs yang berkaitan dengan film Korea. Informasi mengenai lima sutradara utama Korea, termasuk Bong Joon-ho dan Kim Ki-duk yang sangat terkenal di dunia internasional dapat menjadi garis tempat berangkat bagi orang yang berminat pada film Korea. SENI & BUDAYA KOREA 59


ESAI

KOREA: KETIKA HAL SEDERHANA JADI LUAR BIASA Maria Dini gilang Prathivi Mahasiswa S2 Manajemen Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta

P

ada oktober 2016 yang lalu saya berkesempatan berkunjung ke Korea. Ini merupakan kedua kalinya saya ke Korea. Saya sudah pernah mengunjungi Korea 2 tahun yang lalu untuk menemani ayah saya yang bertugas sebagai dosen di sini. Kunjungan saya yang kedua ini menjadi lebih istimewa, karena saya pergi ke lebih banyak tempat, dan mengamati lebih banyak hal. Saya mencoba menangkap lebih banyak makna di balik tempat yang saya kunjungi, di balik setiap perjumpaan yang saya lakukan, dan di balik semua peristiwa yang saya alami. Karena keterbatasan waktu, maka saya hanya bisa berkeliling di Seoul dan sekitarnya. namun, tata kota yang indah dan terencana serta lingkungan yang bersih dan nyaman membuat 2 minggu terasa berlalu begitu cepat. Selain itu, transportasi dalam kota yang sangat mudah juga menjadi salah satu faktor yang membuat kota Seoul menjadi salah satu kota yang sangat ramah wisatawan. Haneul Park merupakan salah satu tempat favorit saya selama saya menjelajahi kota Seoul. Padang ilalang sebenarnya sesuatu yang biasa. Ilalang merupakan sejenis rumput berdaun tajam, yang kerap menjadi gulma di lahan pertanian. Ilalang tumbuh dengan mudah dan tidak memerlukan perawatan yang khusus. Setiap ilalang yang tumbuh akan ditebang dan

60 KOREANA Musim Dingin 2016

dimusnahkan karena dianggap mengganggu keindahan taman. Tidak hanya di Korea, ilalang sangat mudah ditemukan di berbagai tempat di seluruh penjuru dunia. Di Korea, hal yang sederhana ini menjadi luar biasa. Suatu padang ilalang di puncak perbukitan ditata dengan indah, sehingga menjadi suatu objek wisata yang menarik untuk para wisatawan dari luar dan dalam negeri. Perjalanan menuju Haneul pun dirancang begitu rupa oleh pengelolanya. Dengan perjuangan menaiki beberapa ratus anak tangga sebelum menuju Haneul, para pengunjung benar-benar diyakinkan dengan konsep bahwa Haneul Park tidak hanya padang ilalang, melainkan surga di atas bukit. Surga yang bisa kita nikmati setelah melalui jalan terjal sebelumnnya. Saya pun terkejut saat menulis artikel ini dan mencari arti kata ‘Haneul’ sendiri yang ternyata bermakna ‘langit’ atau ‘surga’. Saya yakin ini bukan hanya kebetulan. Tidak hanya itu saja, Sungai Han yang merupakan asset bangsa dikelola dengan baik sebagai salah satu bentuk keberhasilan pemerintah Korea untuk menggunakan hal sederhana yang bisa saja dimiliki oleh setiap negara menjadi objek tujuan wisata yang begitu menyenangkan. Siapa yang tidak suka piknik di taman luas dan bersih di sepanjang Sungai Han, sambil bercengkerama bersama teman-teman terdekat, dan mengabadikan setiap momen kebersamaan di ruang


publik itu dengan kamera? Tentunya jenis rekreasi tanpa biaya yang tinggi ini bisa dijadikan contoh untuk negara-negara lain yang sedang berkembang, sebut saja Indonesia. Adalah sangat menarik melihat setiap sudut perbelanjaan ditata dengan indah, pusat kota yang dipenuhi dengan arsitektur modern dan terawat, bangunan-bangunan bersejarah yang senantiasa dilestarikan, hutan kota pun tak luput dari perhatian. Di Korea setiap hal sederhana diberikan perlakuan maksimal, sehingga berfungsi sempurna, memberikan kenyamanan bagi setiap pengunjungnya. Terkadang sebagai manusia kita memimpikan sesuatu yang berlebihan, tanpa aksi nyata untuk meraihnya. Seringkali manusia hanya terhenti pada tataran ide dan gagasan tanpa perbuatan. Memang, memiliki visi yang jauh ke depan itu bagus, dan kemampuan untuk mewujudkannya tentu sangat mengagumkan. namun, belajar dari kota Seoul, saya mencoba untuk melihat hal-hal yang kecil dan sederhana, hal-hal yang paling dekat dengan keseharian kita dan mensyukurinya. Karena setiap hal, meskipun kecil, memiliki arti dan bisa berdampak besar jika kita bisa mengelolanya dengan baik. Kesederhanaan pun tercermin dalam perilaku orangorang Korea yang kami jumpai. Pada waktu itu, saya, suami, dan Ayah saya berjalan-jalan ke pulau nami, menikmati musim gugur yang indah. Dari pulau nami, kami menumpang taksi ke. The Garden of Morning Calm sang pengemudi taksi kebetulan seorang Bapak pensiunan yang suka bercerita. Sepanjang perjalanan beliau dengan telaten bercerita soal pulau nami, sejarah, dan kehidupan masyarakatnya. Perjalanan panjang itu pun kami lalui dengan tidak terasa karena keramahan Bapak tersebut. Sesampainya di pintu masuk , ayah saya menyadari ponselnya tak berada di sakunya. Sebuah Samsung S7 Edge yang baru dibelinya beberapa bulan lalu itu telah raib. Kami pun kebingungan mencarinya bersamasama, dan berusaha keras mengingat detail peristiwa demi peristiwa yang kami alami sebelumnya dalam upaya menemukan ponsel yang hilang tersebut.

Sejenak kami merasa putus asa, dan pasrah. Kami berpikir akan sangat susah menemukan kembali ponsel yang hilang di negeri asing. Tiba-tiba terdengar panggilan dari pengeras suara yang meminta pengunjung dari Indonesia untuk pergi ke kantor karena ada seseorang yang menemukan ponsel Ayah saya. Rupanya seseorang itu adalah Bapak supir taksi yang tadi kami tumpangi. Beliau baru saja mengantarkan penumpang ke nami, dan segera kembali ke sini untuk mengembalikan ponsel Ayah yang ditemukannya di jok belakang. Padahal beliau harus menempuh waktu 45 menit, bahkan rela menunggu kami di depan pintu masuk. Ekspresi spontan kami, “Bapak sungguh baik. Mau kembali dan menunggu kami.â€? Jawaban sang sopir taksi membuat kami terkesima, “Bagi saya, mengembalikan ponsel Bapak berarti meninggalkan citra baik tentang negara ini kepada wisatawan dari luar negeri, dan itu sangatlah penting. Saat ponsel Bapak kembali, tentunya Bapak akan mengingat orang Korea sebagai orang yang jujur, dan memandang negara kami dengan pandangan positif. Pasti Bapak akan menceritakan hal baik ini ke temanteman Bapak, sehingga semakin banyak turis asing yang datang ke sini.â€? Sungguh, perwujudan cinta negara yang sangat sederhana. Kembali saya melihat perjumpaan ini sebagai sesuatu yang luar biasa. nasionalisme tidak harus diwujudkan dengan angkat senjata atau orasi berkepanjangan. Dari Pulau nami dan melalui diri seorang sopir taksi saya belajar bahwa patriotisme bisa tergambar melalui perilaku diri sendiri yang ramah, jujur, dan senang membantu. Begitulah keindahan Korea yang saya dapatkan, dan akan selalu saya kenang dalam hidup saya. Keindahan yang tercipta dari kesederhanaan. Kesederhanaan alam yang diolah dengan baik, dan kesederhanaan laku hidup yang memancarkan arti dalam dan sekaligus tinggi. Keindahan seperti itu yang membuat saya tak sabar untuk bisa kembali lagi ke Korea suatu saat nanti. Start simple, do more ‌

SENI & BUDAYA KOREA 61


KISAH RAMUAN

Kacang Dari Makanan kauM Miskin hingga Makanan MoDern Yi Ik, seorang sarjana Silhak (Ilmu Praktis) pada abad ke-18 menyatakan, “jika kacang tidak tumbuh di tanah air kita, sangat mungkin orang miskin mengalami kesulitan dalam kehidupannya.” Sebagaimana dinyatakannya, kacang telah lama berperan sebagai sumber protein yang murah sekaligus makanan untuk kalangan miskin. Namun pada zaman sekarang kacang menjadi bahan masakan yang sangat digemari orang di seluruh dunia. Kim jin-young Wakil, Traveler’s Kitchen Shim Byung-woo Fotografer

K

acang telah lama dijuluki sebagai “daging sapi yang bertumbuh di ladang.” PBB menitikberatkan pentingnya kacang sebagai biji yang bergizi tinggi untuk masa depan yang berkelanjutan dengan mencanangkan tahun 2016 sebagai “Tahun Kacang.” Menurut PBB, kacang dapat bertahan pada musim kemarau dan ketergantungannya pada pupuk kimia relatif rendah sehingga kacang dapat menjadi biji yang mengatasi masalah lingkungan serta persoalan makanan manusia. Manchuria dan Provinsi Maritime dari Siberia dikenali sebagai tempat asal kacang. Pada zaman dulu kedua tempat itu adalah wilayah kerajaan Korea kuno, yaitu Gojoseon dan Goguryeo. Sungai Duman mengalir antara Provinsi Maritime dari Siberia dan Semenanjung Korea. Secara harfiah nama sungai Duman berarti sungai yang penuh dengan kacang. Terdapat cerita bahwa sungai itu diberi nama tersebut karena pada zaman dulu sungai itu penuh dengan perahu yang memuat kantong kacang setiap musin gugur, saat panen kacang. Hal itu memperlihatkan sejarah penanaman kacang sangat

62 KOREANA Musim Dingin 2016

1 1 Saus fermentasi doenjang (pasta kedelai) dan gochujang (pasta lada), bahan makanan dasar masakan Korea. 2 Dari atas, kacang merah sebagai bahan dari PATBInGSU (es kacang merah), kacang hijau untuk bindaetteok (pancake kacang hijau), kacang kuning untuk tahu, kacang hitam untuk kongjaban (lauk lezat yang dimasak bersama kecap).

panjang dan kacang dikonsumsi dengan berbagai cara dalam kurun waktu lama. Menurut data mutakhir, jumlah konsumsi kacang per sorang di Korea mencapai 8 kilogram dan menjadi peringkat ke-3 setelah beras dan terigu.

ganjang dan Doenjang Kacang merupakan bahan masakan yang istimewa di Asia Timur laut, termasuk Korea. Hal itu disebabkan karena wilayah tersebut memiliki budaya membuat jang (saus). Sesungguhnya masakan Korea tradisional berdasarkan pada tiga saus yaitu doenjang (soybean paste), ganjang (soy sauce), dan gochujang (red pepper paste). Di antaranya, ganjang dan doenjang terbuat dari kacang yang disebut sebagai baektae dan garam bersama sinar matahari, angin, dan waktu. Untuk membuat meju yang merupakan bahan utama bagi ganjang dan doenjang, kacang direndam selama sehari pada akhir musin gugur. Setelah itu, dikukus dalam periuk lalu didinginkan. Kacang yang


2

SENI & BUDAYA KOREA 63


1 Gomul (bubuk kacang) gurih dan manis sangat penting untuk menciptakan rasa pada injeolmi (kue beras ketan). 2 Tahu kimchi, hidangan tahu segar dengan tambahan kimchi, sangat populer sebagai teman untuk minum.

1

berwarna kuning dan beruap setelah baru dikukus menjadi cemilan yang istimewa untuk anak-anak karena kacang yang seperti itu hanya dapat dimakan sekali setahun, yaitu saat membuat meju. Kacang yang telah mendingin ditumbuk dengan kasar dalam alu. Cara membuat bentuk meju berbeda-beda, misalnya berbentuk bulat atau bersegi tergantung pada preferensi keluarga yang turun-temurun. Tingkat kekuatan dalam menumbuk dan meramas meju justru tergantung pada perasaan atau “feel” orang yang berpengalaman banyak dalam membuatnya. Jika kacang ditumbuk terlalu

halus atau diramas terlalu kental, mudah membusuk karena angin tidak berlalu. Dalam cara memasak makaan Korea, sering ditemukan ungkapan sonmat (berarti ‘rasa tangan’) sebagai pengganti takaran yang tepat. Hal itu sangat mungkin dikarenakan sukses atau gagalnya pembuatan meju yang merupakan bahan dasar untuk semua masakan ditentukan oleh sonmat pembuat. Meju yang bagus menentukan baik rasa segala saus maupun semua masakan dalam sebuah keluarga. Terdapat juga sebuah pribahasa, “Rasa saus yang bagus membawa kemurahan hati dan keberungtungan.”

Meju yang telah diramas disimpan di kamar yang bersuhu hangat selama beberapa hari agar jasad renik dapat berkegiatan aktif lalu menggangtungnya dengan menggunakan tali jerami di tempat terang dan berangin. Sebelum musim bunga datang, meju yang telah mengering dimasukkan ke dalam guci bersama garam dan air untuk difermentasi. Setelah dua atau tiga bulan kemudian, air dari meju yang difermentasi menjadi ganjang sementara bahan-bahan keras di dalamnya menjadi doenjang. Tradisi yang ibu rumah tangga membuat jang di rumah dengan cara tersebut telah lenyap dan kini kebanyakan orang membelinya di toko. Jenis, kualitas, dan harga jang yang dijual bermacam-macam, dari yang dibuat di pabrik perusahaan besar hingga yang dibuat oleh keluarga utama lokal yang terkenal dengan cara yang tersendiri. Pilihannya tergantung pada cita rasa dan kemampuan uang konsumer.

Masakan Tofu Jika orang bercerita tentang kacang, yang tidak dapat dikesampingkan adalah adalah tofu. Tofu terbuat dari susu kedelai, hasil dari kacang yang direndam, digiling lalu disaring. Susu kedelai dididih, diberi garam mineral lalu dibekukan dengan menggunakan mold, akhirnya menjadi tofu. Tofu dapat dimakan langsung bersama kecap asin setelah dipotong dan juga dimasak dengan cigae (rebus). Jika digoreng dengan minyak wijen atau minyak sayur lain di penggoreng yang telah dipanaskan, masakan itu menjelma sebagai pendamping nasi yang istimewa. Tofu yang digoreng dengan minyak sancho (mrica Cina) merupakan yang paling sedap dan istimewa di antara sejumlah tofu goreng yang pernah saya makan. Rasa pedas yang dimiliki sancho sangat selaras

Kisah mengenai kacang berlanjut dari ganjang (kecap asin) serta doenjang (taucho) hingga nasi, pendamping nasi dan makanan pencuci mulut. Maka sangat wajar jika di Korea jumlah konsumsi kacang mencapai peringkat ke-3 setelah jumlah konsumsi nasi dan terigu yang merupakan makanan utama. 64 KOREANA Musim Dingin 2016


dengan rasa ringan yang dimiliki tofu. Masakan itu dapat dinikmati di restoran masakan tofu di kota Wonju di Provinsi Gangwon dan kota Jecheon di Provinsi Chungcheong Utara. Jika Anda mencari restoran masakan tofu di Seoul, saya menyarankan restoran Hwanggeum Kongbat (Golden Bean Field) di Ahyeo-dong di Mapo-gu. Restoran itu menggunakan tofu yang baru dibuat dan segar maka dianggap oleh banyak penggemar sebagai restoran masakan tofu ‘nomor satu.’ Sajian yang paling sedap di restoran itu adalah tofu goreng dan dububeseotjungol (sop tahu dan jamur). Jika dimakan bersama makgeolli (minuman keras tradisional Korea) yang dibuat di toko itu, rasanya menjadi sangat lengkap.

Dari Nasi Kacang hingga Patbingsu Kacang hitam disebut sebagai seoritae (kacang segar) sebab kacang itu dipanen setelah embun beku pertama turun pada musim gugur. Kacang hitam dianggap superfood karena mengandung banyak anthocyanin, antioksidan. Kulit kacang itu

berwarna hitam sementara isinya berwarna hijau terang. Kini kacang itu lebih sering digunakan untuk membuat tofu daripada baektae sebab bergizi lebih banyak. Jika nasi ditanak bersama seoritae yang telah direndam, nasi berubah menjadi nasi kacang yang berwarna ungu dan mengkilap. Kongjaban, masakan yang dibuat dengan seoritae, kecap asin, minyak wijen, dan oligo-sugar merupakan salah satu lauk pauk yang paling digemari orang Korea. Injeolmi (kue beras tradisional) adalah kue yang masih sangat digemari orang Korea. Kue itu dibuat dari beras ketan yang direndam, dikukus, lalu diramas. Dalam membuat kue itu, bagian yang paling penting adalah konggomul (bubuk kacang). Untuk membuat konggomul kacang dikukus, dikeringkan, digoreng lalu digiling. Setelah itu, diberi garam dan gula. Proses yang terakhir itu menentukan rasa injeolmi. Memang, pada zaman sekarang jarang ditemukan orang yang membuat kue itu di rumah dan setiap toko kue menjual injeolmi yang baru dibuat pada pagi hari sebagai makanan sehat.

Danpatjuk (bubur kacang merah manis) merupakan cemilan yang istimewa pada musim dingin. Danpatjuk dapat dinikmati di toko teh tradisional di Insa-dong, sebuah lokawisata yang sangat terkenal di Seoul. Pada musim panas patbingsu (kacang merah manis dan es serut) disediakan sebagai menu penggangtinya. Dalam kedua cemilan yang rasanya manis, bahan utama adalah pat (kacang merah). Di nagwondong (orang dapat berjalan kaki ke sana dari , dari Insa-dong melalui gang belakang) terdapat toko-toko kue yang paling terkenal di Seoul. Di daerah itu orang dapat menyikmati bermacam-macam kue yang ada berbagai kacang di dalamnya, termasuk injeolmi yang telah disebut di atas. Dari hal-hal tersebut, dapat dikatakan bahwa kisah mengenai kacang berlanjut dari ganjang (kecap asin) serta doenjang (taucho) hingga pendamping nasi dan makanan pencuci mulut. Maka sangat wajar jika di Korea jumlah konsumsi kacang mencapai peringkat ke-3 setelah jumlah konsumsi nasi dan terigu yang merupakan makanan utama.

2


gAYA HIDUP

DI ERA SMARTPHONE , OBROLAN DALAM GRUP DAN EMOTICON SANGAT MEMBANTU KOMUNIKASI 오전 10.06

< 그룹채팅 15

여자친구랑 헤어졌다. ㅠ.ㅠ 오후 6:30

“진짜?” @@ 오후 6:31

“왜?” 네가 잘못한 거 아니냐? 오후 6:32

얼른 가서 빌어 --;; 오후 6:34

Chat room menjadi bagian dalam kehidupan orang-orang Korea. Mereka membentuk grup dan berbagi berita, pemikiran, dan perasaan. Dantokbang , atau chat room grup, milik provider layanan pesan instan Korea Kakao Talk, menempati peringkat pertama. Kim Dong-hwan Wartawan, Digital news Desk, The Segye Times

66 KOREANA Musim Dingin 2016


“H

ai, guys . Saya sedih. Saya baru saja diputus pacar.” Grup obrolan yang biasanya sepi mendadak jadi ramai. “Benarkah?” “Kenapa?” “Kamu berbuat apa? Bilang saja minta maaf.” Setiap kali teman-teman saya memberikan komentar, telepon pintar saya berbunyi. Enam dari mereka meramaikan obrolan dengan nasehat mengenai masalah saya.

Chat Room — Kebutuhan Baru Setiap pengguna telepon di Korea tergabung di setidaknya satu grup. Pengguna anonim bisa berinteraksi dengan orang asing melalui Internet; melahirkan drama online dan aplikasi mereka itu merupakan lompatan luar biasa dalam lingkungan kerja, gaya hidup dan hubungan manusia dengan banyak variasi komunikasi online saat ini. Bagi orang Korea, teman-teman dalam chat room biasanya teman, keluarga atau rekan kerja. “Saya menghabiskan sedikit waktu dengan keluarga saya karena bekerja. Kadang-kadang saya menelepon mereka di akhir pekan untuk menyapa, tapi biasanya percakapannya relatif sama. Jadi, saya membuat chat room keluarga untuk memudahkan komunikasi.” Seorang perempuan berusia sekitar 30 tahun yang saya interview untuk penulisan artikel ini menjelaskan mengapa ia memakai chat room di teleponnya. Ia sudah tiga tahun meninggalkan Seoul untuk mencari pekerjaan. Menurutnya komunikasi dalam grup lebih cepat, lebih mudah dan lebih sederhana. Ia suka mode baru komunikasi ini karena “Saya bisa menyampaikan ‘Aku rindu,’ dan ‘Aku cinta padamu’ lebih mudah dibanding melalui telepon. Saya mengobrol dengan keluarga hampir setiap hari jadi saya merasa dekat walaupun kami terpisah jauh.” Chat room juga membantu memperkecil jarak emosi antara anggota keluarga yang tinggal bersama di bawah satu atap. Kata-kata seperti “terima kasih” dan “maaf” yang lebih sering terdengar di antara rekan kerja dan orang asing jarang diucapkan di antara anggota keluarga. Berkat group ini, emosi-emosi seperti itu dipakai dengan dibantu bermacam-macam emoticon ekspresif. Menurut laporan oECD “Quality of life” yang dipublikasikan tahun 2015, orangtua di Korea menghabiskan 48 menit dari 24 jam setiap harinya dengan anak-anak mereka. Ini adalah sepertiga dari

rata-rata 151 menit di negara-negara anggota oECD, di mana Korea menempati urutan terakhir. Chat room sangat membantu hubungan antara orangtua dan anak-anak mereka yang sulit dijangkau karena waktu mereka terbatas. Dalam bulan Juni tahun ini, Kementrian Kesetaraan Gender dan Keluarga melakukan survei terhadap 1.000 orangtua dan 635 anak-anak kelas empat sampai kelas enam yang tinggal di lima kota metropolitan di Korea untuk mengetahui kualitas apa yang mereka harapkan dari orangtua yang baik. Hasilnya memperlihatkan anak-anak itu mengharapkan “orangtua yang bisa diajak bicara”. orangtua ini mau mendengarkan anak-anak mereka dan memperhatikan hal-hal kecil dalam kehidupan anakanak melalui chat room s keluarga dan menjadikannya mendekati orangtua yang baik.

Kerugiannya: Siaga 24/7 Apakah chat room grup juga bermanfaat di dunia kerja? Seorang karyawan bagian pemasaran di sebuah perusahaan di Seoul merasa terganggu oleh pesan di group chat dari atasannya setelah jam kerja. Misalnya, di perjalanan pulang setelah makan malam dengan partner bisnis, atasannya ini ingin tahu apakah makan malamnya berjalan lancar, apakah tidak ada masalah, dan kapan rapat akan diadakan. Ini ia terima setelah jam kerja tapi chat room masih saja aktif. Jika ia tidak membalas pesan itu, ia dianggap mengabaikan atasan. Inilah alasannya chat room seolah-olah seperti penjara. Karyawan-karyawan seperti itu tidak bebas keluar dari chat room karena mereka khawatir jika tidak tergabung dalam dunia online akan dikucilkan juga di dunia nyata. Dengan tergabung di grup mereka juga bisa mendapatkan informasi mengenai dunia kerja dengan cepat. Karyawan yang tertekan memilih mematikan pemberitahuan pesan masuk. Sejauh ini ia baik-baik saja. “Banyak sekali pesan yang tidak memerlukan respon cepat. Ini tidak akan menimbulkan masalah dan tidak ada bedanya saya memeriksa pesan yang masuk itu setiap satu atau dua jam. Produktifitas pekerjaan dan kehidupan saya meningkat setelah saya mematikan pemberitahuan itu.” Anggota senior di perusahaan lain membaca artikel yang menggambarkan bagaimana instruksi yang diberikan oleh atasan melalui chat room memicu stress di antara karyawan dan menurunkan produktifitas kerja. Ia memutuskan tidak memakai chat room dengan bawahannya setelah jam kerja. Bisa SENI & BUDAYA KOREA 67


jadi pesannya tidak berbahaya, tapi jika datangnya dari atasan tentu akan terasa seperti bekerja. Ia mengatakan, “Tidak sulit membuat keputusan ini. Bukankah atasan yang bijaksana merawat bawahannya dan menghormati waktu pribadi mereka setelah jam kerja?”

Simbol Ajaib Komunikasi Cepat “Emoticon ” adalah kata baru, gabungan dari “emotion” dan “icon .” Ini adalah alat digital yang digunakan untuk menunjukkan perasaan pengirim pesan. Emoticon s dibuat dengan kombinasi sederhana dari simbol keyboard yang menghasilkan eksspresi muka. Kini, sejalan dengan evolusi data mobil dan teknologi messaging , simbol gambar (bukan tipografi), atau emoji, menjadi sarana menyampaikan bermacammacam perasaan seperti riang, marah, cinta, senang, kaget, sedih — dan banyak emosi lain. Emoticon pertama yang saya temui adalah double caret (^^), mirip mata yang sedang tersenyum. Suatu hari di tahun 1999 saya tergabung di situs chat di komputer saya dan seseorang menyapa saya dengan emoticon ini. Dulu saya tidak tahu artinya dan saya ingat waktu itu saya meminta klarifikasi. Dengan adanya telepon genggam sebagai alat utama dalam komunikasi digital, emoticon s menjadi makin 68 KOREANA Musim Dingin 2016

kaya. Ketika sedang terburu-buru dan ingin mengakhiri percakapan dengan sopan, ^^ lebih baik daripada harus mengetik “Saya tidak marah tapi saya sedang buruburu.” Mereka bisa mengungkapkan kesedihan dengan memakai kombinasi vokal dalam bahasa Korea ㅠㅠ, ㅜㅜ, ㅠㅡ untuk menghasilkan simbol air mata. Mereka seperti menemukan dunia baru. Dengan kemajuan smartphone, emoticon menjadi satu karakter kartun yang memadatkan ekspresi wajah dan situasi yang bisa dipilih penggunanya. Animasi memberikan warna pada emosi yang diekspresikan ini. Emoticon menjadi popular dan diproduksi sebagai merchandise . Kakao Talk, aplikasi mobil multiplatform gratis untuk telepon pintar di Korea, mencapai penjualan tinggi untuk karakter emoticon dan barang lainnya. Toko Kakao Friends di Gangnam-gu, bagian selatan Seoul, menjual merchandise Kakao Talk. Ryan adalah karakter favorit pembeli perempuan, dan banyak orang rela mengantre di depan toko untuk membeli barang lain yang berhubungan dengan karakter di Kakao Talk. Karyawan toko menempatkan penjaga di pintu masuk dan memeriksa jumlah pengunjung yang diperbolehkan masuk ke dalam toko sehingga tidak terlalu ramai. Di hari pertama pembukaan toko pada tanggal 2 Juli, lebih dari 3.000 orang berkumpul di toko,


Emoticon adalah kombinasi sederhana dari simbol yang berbeda di keyboard yang membentuk ekspresi wajah. Sekarang, dengan adanya evolusi data mobil dan teknologi messaging , simbol gambar (bukan tipografi), atau emoji, menjadi sarana menyampaikan beragam perasaan seperti riang, marah, cinta, senang, kaget, sedih — dan banyak lagi.

menunjukkan tingginya minat mereka. Dalam waktu satu bulan, toko itu berhasil menarik sebanyak 450.000 pengunjung. line Friends, yang juga berkompetisi untuk posisi pertama atau kedua di pasar, membuka 22 toko karakter di 11 negara termasuk China, Jepang, Taiwan, dan Hong Kong. Ketika ditanya seberapa besar keuntungan perusahaan dari penjualan emoticon , Kakao Talk menjawab sulit memberikan angka yang akurat. Data yang dirilis bulan november 2015 oleh Kakao Talk untuk merayakan ulang tahunnya yang keempat menyebutkan bahwa angka kumulatif pembeli emoticon melonjak dari 2,8 juta di tahun 2012 menjadi 5 juta di tahun 2013, 7,2 juta di tahun 2014, dan lebih dari 10 juta di tahun 2015. Jumlah emoticon s yang dikirim oleh pengguna Kakao Talk tidak terbayangkan: 400 juta emoticon s sebulan di tahun 2012, yang meningkat menjadi 1,2 milyar di tahun 2013, 1,8 milyar di tahun 2014, dan lebih dari 2 milyar di tahun 2015. Sejak 2015, angka itu berarti 67 milyar emoticon s dikirim setiap hari. (Jumlah emoticon yang dikirim ini didapat dari menghitung kode emoticon di databases pengiriman SMS tanpa memedulikan tipe percakapan.) Sekarang, group chat room s hadir dengan emoticon baru. Emoticon ini hanya seharga beberapa dolar per

set sehingga penggunanya tertarik membeli setiap kali ada emoticon baru, dan antusiasme remaja pasti akan membuat dent dompet orangtua mereka. Ada beberapa tips membeli emoticon . Suatu saat teman saya terus memaksa saya berpartisipasi dalam sebuah event yang diadakan oleh salah satu aplikasi chat . Ia meminta saya mendonasikan poin yang dan menekankan bahwa saya bisa melakukan donasi beberapa kali. Saya tidak ingin mengecewakannya jadi saya kirim poin kepadanya ia memakai donasi dari saya untuk membeli emoticon . Tidak semua orang mengikuti emoticon terbaru, atau emojis. Saya tidak pernah membelinya karena saya percaya saya bisa mengekspresikan diri saya dengan apa yang tersedia di telepon saya dengan gratis. Kadang-kadang saya meraasa bersalah ketika saaya menggunakan emoticon dalam obrolan karena saya meraasa tidak tulus dengan mengganti katakata dengan satu emoticon ketika saya terlalu letih mengetik kalimat panjang lebar. Saya ingat ketika saya berinterakssi dengan emoticon dalam chat room saat saya kurang berminat, seseorang berkomentar, “Sepertinya Dong-hwan sedang tidak ingin bicara dengan kita.” Saya balas: “Benar sekali. Saya tidak sedekat itu dengan Anda.”

SENI & BUDAYA KOREA 69


PERjALANAN KESUSASTRAAN KOREA

KRITIK

SIHIR CINTA CINTA SIHIR CINTA SIHIR DAN PERDAMAIAN PERDAMAIAN DAN LEWAT FIKSI FIKSI MAGIS MAGIS LEWAT FIKSI MAGIS LEWAT Choi jae-bong Wartawan, The Hankyoreh

“P

enyihir Jalan” menandai debut sastra Kim Jong-ok yang memenangi Sayembara Tahunan, Sastra Tahun Baru yang diselenggarakan suratkabar Munhwa tahun 2012. Untuk cerita pendek ini, Kim menerima Award Young Writers pada tahun berikutnya penerbitan Munhak Dogne [Sastra Komunitas]. Penghargaan ini diberikan kepada cerita pendek terbaik atau novel yang diterbitkan pada tahun sebelumnya oleh penulis yang telah memulai debutnya dalam satu dasawarsa terakhir. Itu berarti debut karya penulis baru berhasil memenangkan penghargaan sastra yang penting untuk karya-karya para penulis yang berkiprah dalam satu dekade atau lebih. Tentu ada sesuatu yang khusus atas karya ini. Mengangkat cerita dengan isu kelompok pelecehan(bullying ) dan pengucilan di sekolah melalui penceritaan kembali seorang mahasiswa bernama Heesu, yang kemudian mendorong mahasiswa lain, namwoo, bunuh diri dengan cara melompat dari bibir jendela yang tinggi. Ketika berbicara dengan seorang pengacara, teman Ibu Taeyoung, anak yang diduga telah melecehkan namwoo sedemikian rupa yang akhirnya membawanya bunuh diri, Heesu menceritakan peristiwa yang menyebabkan tragedi itu. Pada saat yang sama, ia ingat dan merenungi kenangan bersama namwoo menjelang kematiannya. Sebagai cerita tentang pelecehan(bullying ), yang berakhir dengan kematian korban, menafsirkan pelakunya dan korban, baik dan jahat, dan konteks terkait, yang mestinya menjadi masalah sederhana, dalam “Penyihir Jalan” malah tidak memilih cara pendekatan yang dapat diprediksi. Dengan mengambil perspektif Heesu, pihak ketiga, bukan pelakunya, juga bukan korban, penulis menghindar tudingan menyalahkan, dan dengan berbuat demikian menciptakan jarak dan kebebasan untuk melihat insiden itu dengan cara yang beragam dan komprehensif. Hal ini tidak dapat disalahartikan sebagai rasionalisasi memper-

70 KOREANA Musim Dingin 2016

tahankan seorang saksi yang ada untuk tumpahan pemikiran yang kritis yang membawa pada kematian seorang mahasiswa muda dan rentan. Meskipun Heesu menjelaskan, bagaimana saat namwoo jatuh ke tanah dari ketinggian celah jendela, “semacam sihir” berlangsung “yang menyihir untuk sesaat, sehingga dunia terasa benar-benar damai,” atau bagaimana “pada saat itu, dunia tampak indah, tetapi menyakitkan,” dan ingatannya tidak dapat dihukum, hanya karena menunjukkan ketidakpedulian moral atau kurangnya kepekaan etis. Dalam kalimat berikut, “Ini pasti karena namwoo jatuh ke lantai di tempat kami,” Anda dapat menduga bahwa Heesu melihat namwoo sebagai kambing hitam, atau bahkan semacam tokoh yang menjadi tumbal. Apakah penulis cerpen ini juga melihat namwoo sebagai korban pengkambinghitaman? Tampaknya ada banyak ruang untuk berbagai macam penafsiran dan perdebatan mengenai apakah perspektif Heesu ini, sebagai titik pusat penceritaan dan pencerita adalah pengarangnya sendiri yang memproyeksikan penolakannya atas kesalahan bersama. Dengan mengatakan hal-hal seperti “namwoo tidak diganggu. Dia hanya tidak punya teman, “atau” Anda bahkan bisa berpikir, kita tidak mengecualikan namwoo, tetapi justru dia yang mengecualikan kita., “Heesu mencoba menghindari setiap tanggung jawab langsung atas kematian namwoo; dapat dikatakan bahwa perenungannya cenderung estheticize dan dengan demikian mengaburkan peristiwa seputar tragedi itu. namun, jelas bahwa di antara tokoh-tokoh dalam cerita Heesu, pencerita yang paling empati terhadap namwoo. Hal tersebut dimungkinkan oleh kesalahannya yang gagal menerjemahkan pengertian dan persahabatan yang baginya menjadi tindakan atau ekspresi yang lebih mendukung, tetapi tampaknya tidak tepat menuduh Heesu melakukan kelalaian yang disengaja, atau sebagai aksesori untuk kematian salah.


“Benarkah beberapa kejadian sihir dan yang lainnya, bukan? Percayalah, peristiwa yang terjadi sekarang berada di luar kendali kita, bahwa mereka adalah sebuah realitas yang keras yang tidak dapat diubah - mungkinkah penyikapan ini bukan merupakan hasil dari sejumlah trik tipuan?i

“Penyihir Jalan” judul cerpen ini mengacu pada penyihir, bahwa namwoo melihat pertunjukan di jalan. Bagi namwoo, sang penyihir muncul sebagai orang yang membuat hal-hal yang tidak mungkin, bisa terjadi. Setelah memberi tahu Heesu tentang semua hal yang ia lihat yang dilakukan penyihir, namwoo mengatakan, “Aku akan menunjukkan beberapa sihir,” dan akhirnya, di akhir cerita, pembaca menyadari bahwa serangkaian tindakan yang membuat namwoo mungkin sebenarnya punya sesuatu yang “ajaib” yang telah ia bicarakan. Cerita ditutup dengan adegan saat Heesu bertemu penyihir, dan melalui si penyihir, dia menegaskan lagi betapa mahalnya ia menempelkan nama namwoo dan apa kenangan indahnya yang dia memiliki. Tetapi dalam adegan yang terakhir ini, tidak ada cara bagi pembaca untuk mengetahui apakah pertemuan ini benar-benar terjadi atau hanya imajinasinya belaka. Seperti disebutkan tadi, Heesu tampaknya bukanlah pelaku maupun pengamat nasib namwoo; semua sama, dia jelas melakukan peran yang mewakili standar moral tertentu. Dalam percakapannya dengan pengacara, Heesu mengatakan, “Harus

ada dunia di suatu tempat, penuh dengan kedamaian, seperti semacam keajaiban. (...) Saya pikir seseorang, beberapa kekuatan, sebuah kekuatan yang baik, dapat membuat dan melindungi tempat semacam itu. “Sampai saat ini masih sangat banyak mahasiswa muda yang dengan harapan tertentu tidak bersalah dibungkus dalam fantasi, tetapi kata-kata yang ikuti datang kepada pembaca dengan kedalaman filosofis: “Anda tidak dapat melihat kebaikan jika Anda tidak punya mata untuk melihat kejahatan. Anda tidak dapat melihatnya, jika tidak melalui kejahatan. “Daripada melihat Taeyoung sebagai pelaku yang bersalah, dia melihat langsung ke inti masalah: kelompok perundungan (bullying) dan semua intinya terletak pada kejahatan, tidak pada satu orang. Dia menyimpulkan bahwa dengan cara apa pun, berdiri melawan kejahatan ini adalah kekuatan untuk kebaikan. Semacam penalaran dengan kepala dingin, tidak biasanya yang diharapkan dari seorang mahasiswa muda, dan air mata panas yang menunjukkan dalam adegan akhir cerita, menandai Heesu keluar sebagai karakter yang dapat dipercaya. Dalam cuplikan-cuplikan cerpen karya penerima Award Young Writers ini, Kim Jong-ok berkata begini: “Saya pikir kita benarbenar perlu sihir. Sihir yang membuat dunia menjadi damai sejenak, membuat semua orang saling mengasihi. Ajaib yang membuat kita menyebut nama masing-masing dengan suara paling lembut.” Bukankah sihir yang dilakukan namwoo dan yang disaksikan Heesu benar-benar keajaiban yang ditampilkan oleh Kim Jongok melalui cerita? Pesona dengan dan keyakinan keajaiban novel jelas tidak hanya dalam cerita ini, tetapi juga dalam keseluruhan antologi cerpennya yang pertama, “Gwacheon, Sesuatu yang Tak kita lakukan” diterbitkan tahun 2015.

SENI & BUDAYA KOREA 71


informasi Berlanqganan

Cara Berlangganan Biaya Berlanqganan

Isi formulir berlangganan di website (www.koreana.or.kr > langganan) dan klik tombol “Kirim.� Anda akan menerima faktur dengan informasi pembayaran melalui E-mail.

Daerah

Biaya Berlangganan (Termasuk ongkos kirim melalui udara)

Edisi lama per eksemplar*

Korea

1 tahun

25,000 won

6,000 won

2 tahun

50,000 won

3 tahun

75,000 won

1 tahun

US$45

2 tahun

US$81

3 tahun

US$108

1 tahun

US$50

2 tahun

US$90

3 tahun

US$120

1 tahun

US$55

2 tahun

US$99

3 tahun

US$132

1 tahun

US$60

2 tahun

US$108

3 tahun

US$144

Asia Timur

1

Asia Tenggara dsb 2

Eropa dan Amerika Utara 3

Afrika dan Amerika Selatan 4

US$9

* pemesanan edisi lama ditambah ongkos kirim. 1 Asia Timur(Jepang, Cina, Hong Kong, Makau, dan Taiwan) 2 Asia Tenggara(Kamboja, laos, Myanmar,Thailand,vietnam, Filipina,Malaysia, Timor leste,Indonesia,Brunei, Singapura) dan Mongolia. 3 Eropa(termasuk Russia and CIS), Timur Tengah, Amerika Utara, oseania, dan Asia Selatan (Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, India, Maldives, nepal, Pakistan, dan Sri lanka) 4 Afrika, Amerika Selatan/Sentral (termasuk Indies Barat), dan Kepulauan Pasifik Selatan

Mari bergabung dengan mailing list kami Tanggapan Pembaca

84 KOREANA Musim Dingin 2016

Jadilah orang pertama yang mengetahui isu terbaru; maka daftarkan diri Anda pada Koreana web magazine dengan cara mengirimkan nama dan alamat e-mail Anda ke koreana@kf.or.kr * Selain melalui majalah web, konten Koreana tersedia melalui layanan e-book untuk perangkat mobile (Apple i-books, Google Books, dan Amazon)

Tanggapan atau pemikiran Anda akan membantu kami meningkatkan daya tarik Koreana. Kirimkan komentar dan saran Anda melalui E-mail ke koreana@kf.or.kr.


koreana@kf.or.kr


musim Dingin 2016

Film Korea Dewasa

Pesta Budaya Film Film Korea Abad 21: Banyak Arus dan Wajah Baru Bintang Film Pujaan Masyarakat Korea

special Feature

DMZ, Where Dreams of Unification Bloom; Peace of Mind Relished on the DMZ Forest Trail; The Uncertain Serenity of the DMZ Ecosystem; Gyodong: A Lonely Island Across from North Korea; Real DMZ Project: Art Casts New Light on Cold War Legacy

vol. 30 no. 3

ISSN 1016-0744

koreana@kf.or.kr

ISSN 2287-5565

vol. 5 no. 4

DmZ

The Forbidden Land Glimpsed through Barbed Wire Fences

Fitur Khusus musim Dingin 2016

Korean culture & arts autumn 2016

DMZ

Korea & BuD


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.