Koreana Autumn 2016 (Indonesian)

Page 1

musim GuGur 2016 ugur 2016

FiTur Khusus MusiM

DMZ: Tanah Larangan

DMZ DMZ, Tanah Tempat Mimpi Unifikasi Mekar Ekologi DMZ yang Tersembunyi dalam Keheningan Gyodong, Pulau di Seberang Korea Utara

Tanah Larangan Dipandang Melalui Pagar Kawat Berduri KOrEan uLTurE & rTs summer 2016

aL FEaTurE

ISSN 2287-5565 Sinan’s Natural Riches and Beauty: A Legacy for the Future; Intrigue of the ‘Black Mountain’; Salt Fields Preserve the Time-honored Values of Island Culture

vol. 5 no. 3

isLanDs OF suMMEr 2016 vol. 30 no. 2

vol. 30 no. 2

ISSN 1016-0744

sEni & BuDaYa KOrEa


CITRA KOREA


Penampilan Luar Rumah dan Pegunungan Kim Hwa-young Kritikus sastra; Anggota Akademi Seni nasional

S

ekitar tujuh puluh persen wilayah nasional Korea merupakan pegunungan. Di daratan dan tanah datar yang tersisa tiga puluh persen itu orang-orang membangun rumah dan ladang mereka. Pada abad ke-18 filsuf Park Ji-won menyesalkan situasi di negara pegunungan ini, mengatakan, “Sebagian dataran memanjang hingga 100 li dan tidak ada desa yang memiliki lebih dari 1.000 rumah.�Tapi wisatawan asing yang ke Seoul hari ini, sebuah kota besar dengan lebih dari 10 juta penduduk, mengatakan hal yang sama: “Di mana pun Anda pergi tidak dijumpai rumah, tapi semua apartemen bertingkat tinggi.� Tatkala sangat banyak penduduk tinggal di tanah datar yang tidak begitu luas, tidak dapat dihindari bahwa bangunan tumbuh ke atas, bukan meluas ke samping. Tapi mata orang akan mengamati bahwa di luar gedung-gedung bertingkat itu, tidak terlalu berjarak jauh, gunung-gunung tinggi mengelilingi seluruh kota. Hal tersebut tidak hanya terdapat di Seoul. Terdapat sekitar 4.440 pegunungan berdiri tegak di bumi yang mudah dijangkau oleh sebagian besar warga Korea dalam kehidupan sehari-hari mereka. Sungguh masuk akal jika mendaki menjadi salah satu hiburan favorit orang Korea. Mereka mendaki gunung karena gunung-gunung itu hadir untuk didaki. Walaupun beberapa lembaga penelitian memberikan sedikit perbedaan angka, diperkirakan bahwa 15 juta dari 50 juta penduduk Korea mendaki secara teratur setiap bulan. Hal itu berarti 460 juta terdapat pendaki per tahunnya. Tiba-tiba saja popularitas pendakian berdampak pada industri fashion. Tiga puluh atau empat puluh tahun yang lalu, pakaian menyumbang sebagian kecil dari peralatan mendaki. Pada hari-hari permulaan, peralatan dan pakaian pendakian dijual di toko-toko kecil di dekat pintu masuk dari jalan pendakian. Tapi hari ini banyak orang berjalan melintasi wilayah sekitar atau berjalan di tepi sungai dengan mengenakan perlengkapan pendakian fungsional terbaru, seakan-akan hendak menaklukkan Everest. Peralatan pendakian Korea saat ini telah sangat berkembang dari segi materi, desain, warna dan fungsi yang dapat dipakai di mana saja, baik untuk bekerja, olahraga dan rekreasi. Beberapa tahun terakhir ini, pasar pakaian luar rumah Korea telah tumbuh mencapai lebih dari tujuh triliun won. Pada musim gugur ketika gunung berhiaskan daun warna-warni, pertunjukan fashion luar rumah ditemukan pada jalan pendakian yang memperkaya lanskap semakin penuh warna.


pEMiMpin uMuM DirEKTur EDiTOriaL pEMiMpin rEDaKsi DEwan rEDaKsi

Dari Redaksi

KETiKa angin BErhEMBus sEgar Di MaLaM hari Musim panas tahun in sungguh luar biasa. Suhu udara menyengat kulit di atas 30 derajat. Kadang-kadang dibarengi hujan turun sangat lebat. Sungguh, antara panas dan basah menyatu dalam tubuh membuat badan terasa sangat tidak nyaman. namun, begitulah kehidupan. Selalu ada dinamika, naik-turunnya kondisi sungguh sangat alami dan manusiawi. Ketika angin berhembus segar di malam hari, tanda-tanda musim baru sudah dekat. Pelan-pelan dedaunan ginkgo menguning, dedaunan maple berubah warna-warni, sebelum berguguran menimbuni bumi. Siklus musim telah mendidik bangsa Korea untuk selalu memiliki harapan. Harapan mengenai unifikasi dua Korea pun mekar dalam hati setiap orang. Mimpi unifikasi itu dan segala hal mengenai DMZ atau Zona Demiliterisasi di semenanjung Korea, entah mengenai ekologi di sana, Gyodong pulau di seberang Korea Utara, dan sebagainya dikupas tuntas dalam fitur khusus Koreana edisi musim gugur tahun ini. Bangsa Korea tak pernah menyerah pada kondisi geografis negerinya. negeri yang tekstur tanahnya bergunung-gunung justru menciptakan banyak tangga di kota-kota. Hal tersebut justru membuat ciri khas yang menarik dari arsitektur kotakota di Korea. Taman tangga di kota bisa saja tak dijumpai di negeri lain. Silakan nikmati ulasannya di edisi ini. Banyak hal yang membuat orang jatuh cinta kepada Korea, termasuk orangorang asing. Darcy Paquet, yang berasal dari Amerika Serikat, tertarik pada film Indie Korea, dan sangat aktif melakukan pembelaan terhadap film-film Indie tersebut. Keunikan nasi sebagai makanan pokok Korea juga dibahas secara menarik di terbitan kali ini. Menjelajahi halaman demi halaman dalam setiap edisi Koreana seakan dibimbing menjelajahi negeri Korea dengan cara sederhana namun meninggalkan kesan mendalam. Selamat memulai perjalanan sejak halaman pertama. Koh Young hun Pemimpin Redaksi Koreana Edisi Indonesia

pEnaTa arTisTiK DEsainEr

pEnaTa LETaK Dan DEsain

Kim’s Communication Associates 44 Yanghwa-ro 7-gil, Mapo-gu Seoul 04035, Korea www.gegd.co.kr Tel: 82-2-335-4741 Fax: 82-2-335-4743

Harga majalah Koreana per-eksemplar di Korea W6.000. Di negara lain US$9. Silakan lihat Koreana halaman 84 untuk berlangganan. inFOrMasi BErLangganan: The Korea Foundation West Tower 19F Mirae Asset CEnTER1 Bldg. 26 Euljiro 5-gil, Jung-gu, Seoul 04539, Korea pErcETaKan EDisi MusiM gugur 2016 Samsung Moonwha Printing Co. 10 Achasan-ro 11-gil, Seongdong-gu, Seoul 04796, Korea Tel: 82-2-468-0361/5 © The Korea Foundation 2016 Pendapat penulis atau pengarang dalam majalah ini tidak haurs selalu mencerminkan pendapat editor atau pihak Korea Foundation. Majalah Koreana ini sudah terdaftar di Kementerian Budaya, olahraga, dan Pariwisata(no. Pendaftaran Ba 1033, 8 Agustus 1987), Korea sebagai majalah triwulanan, dan diterbitkan juga dalam bahasa Inggris, Cina, Prancis, Spanyol, Arab, Rusia, Jepang, dan Jerman.

sEni & BuDaYa KOrEa musim GuGur 2016

Diterbitkan empat kali setahun oleh The Korea Foundation 2558 nambusunhwan-ro, Seocho-gu Seoul 06750, Korea http://www.koreana.or.kr

“DMZ2009_Sungai Kuning” Heryun Kim 2009, Minyak di kanvas, 150x200cm.

DirEKTur KrEaTiF EDiTOr

lee Si-hyung Yoon Keum-jin Koh Young Hun Bae Bien-u Charles la Shure Choi Young-in Han Kyung-koo Kim Hwa-young Kim Young-na Koh Mi-seok Song Hye-jin Song Young-man Werner Sasse Kim Sam lim Sun-kun noh Yoon-young Park Sin-hye lee Young-bok Kim Ji-hyun Kim nam-hyung Yeob lan-kyeong


FoKus

KisAH rAmuAn

Taman Tangga di Kota

Ragam Beras Tanpa Batas

Kwak Hee-soo

Kim Jin-young

WAWAnCArA

06

30

34

esAi

Kartunis Kim Botong Dicintai Khalayak Ramai

Difusi inovasi ala Negeri ginseng

Park Seok-hwan

Tami Mauliana Kartanegara

TinJAuAn seni

38

Lee Jung-seob “Seni itu Rekaman tentang Kekuatan Kebenaran yang Mengalahkan Badai”

GAYA HiDuP

62

66

68

Lahirnya Kembali Toko Buku Kecil Baik Chang-hwa

Chung Jae-suk

JATuH CinTA PADA KoreA

12

Gwak Jae-gu

04

DMZ Tanah Tempat Mimpi Unifikasi Mekar

suATu HAri BiAsA

12

Ekologi DMZ yang Tersembunyi dalam Keheningan

56

48

Nama Saya ‘Ibu Gosam’ Kang Shin-jae

Ham Kwang-bok

FiTur KHusus 2

48

Teruslah Berpuisi, Hingga Tiba Saatnya Kita Bersatu

DmZ: Tanah larangan Dipandang melalui Pagar Kawat Berduri FiTur KHusus 1

Kim Hyun-sook

Di ATAs JAlAn

FITUR KHUSUS

44

Darcy Paquet Pembela Film Indie Korea

HiBurAn

Kim Kwang-seok Hidup Kembali Kim Go-geum-pyung

60

PerJAlAnAn KesusAsTrAAn KoreA

72

Apakah aku masih seperti aku yang dulu? Choi Jae-bong

Hotel Plaza

Seo Jae-chul

Kim Mi-wol

FiTur KHusus 3

18

Gyodong Pulau di Seberang Korea Utara lee Chang-guy

FiTur KHusus 4

Menyaksikan Kembali Adegan Terakhir dari Perang Dingin Melalui Seni Visual ‘Real DMZ Project’ di Mata Kurator Kim Seon-jeong Koh Mi-seok

24

43 70


FITUR KHUSUS 1 DMZ: Tanah larangan Dipandang Melalui Pagar Kawat Berduri

Kabut pertama melayang naik dari atas Sungai Imjin di bagian barat tengah Provinsi Gyeonggi. Sebuah jip patroli militer berada di sekitar pagar kawat berduri menandai garis batas selatan Zona Demiliterisasi, masih diselimuti kegelapan.

4 KoREANA musim Gugur 2016


DMZ

TANAH TEMPAT MIMPI UNIFIKASI MEKAR Zona Demiliterisasi Korea (Demilitarized Zone, disingkat DMZ) adalah zona penyangga militer dengan lebar kurang lebih 4 Kilometer dan panjang 238 Kilometer yang memotong pinggang semenanjung Korea dengan mengikuti garis demarkasi militer di antara Korea Utara dan Selatan. Berbeda dengan namanya, DMZ yang merupakan sisa peninggalan perang dingin ini adalah perbatasan dengan penjagaan militer paling ketat di dunia. Tempat paradoks yang masih meninggalkan simbol perpecahan dan konflik bahkan setelah lebih dari 60 tahun berlalu sejak diadakannya Perjanjian Gencatan Senjata, sekarang seharusnya menjadi tempat untuk menetaskan mimpi menuju persatuan. Ham Kwang-bok Kepala Pusat Penelitian DMZ Korea, Penulis Reportase DMZ Ahn Hong-beom, Lee Sang-youp Fotografer

CHANGDO

KOSONG KUMGANG

Garis Perbatasan Utara (NLL)

2km

GOSEONG

PYONGGANG

4km DMZ

Garis Perbatasan Militer (MDL)

KIMHWA

2km Garis Perbatasan Selatan

CHORWON

Garis Kontrol Sipil (CCL)

CHEORWON CHANGPUNG

YANGGU HWACHEON YEONCHEON

KAESONG PAECHON YONAN

INJE

Korea Utara

POCHEON

PANMUNJOM KAEPUNG

GAPYEONG PAJU

YANGJU

CHUNCHEON Garis Lintang 38

Korea Selatan GYODONG

GANGHWA GIMPO

SENI & BUDAyA KoREA 5


P

ada tanggal 27 Juli 1953, pukul 10:12 pagi di Panmunjeom, letnan Jenderal William K. Harrison sebagai wakil komando militer Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Jenderal nam Il dari Republik Demokratik Rakyat Korea (Korea Utara) menandatangani Perjanjian Gencatan Senjata. Kemudian mereka masing-masing berdiri dan keluar melalui pintu keluar yang berbeda tanpa mengatakan sepatah katapun dan tanpa bersalaman pada hari bersejarah lahirnya DMZ. Demikianlah DMZ yang memisahkan Korea lahir bagaikan buah hasil dari kebencian dan ketidakpercayaan.

Tempat Tanpa Perang Maupun Damai Tahun ini adalah tahun peringatan DMZ yang ke-63. Jika diandaikan sebagai manusia, maka DMZ adalah orang tua yang memiliki lebih banyak masa yang telah dilalui daripada masa sisa hidupnya. Mungkin itulah sebabnya mengapa orang-orang menunjukkan toleransinya jika bersangkutan dengan DMZ. Sebagai contohnya, mereka sering membayangkan hewan-hewan liar berlari dan bermain di tanah alami yang tak tersentuh oleh manusia selama puluhan tahun ini. Mungkin mereka ingin percaya bahwa mereka mendapatkan alam murni tak tersentuh bagaikan harta karun di tengah petaka terbelahnya Korea. Akan tetapi DMZ bukanlah “orang tua yang lemah” maupun “ekologi harta karun”. Tanah kasar yang hangus karena pembakaran hutan; pagar kawat berduri yang terbentang menerobos gunung-gunung hijau; jalur parit dan tangga semen yang berliku-liku menjalar ke atas menuju bukit; jalanan militer yang sempit dan curam; padang jagung yang ditanam oleh tentara Korea Utara di lereng gunung; bungker Korea Utara dengan pasukannya yang menyembunyikan dirinya sambil mengawasi Korea Selatan; dan pasukan garis depan Korea Selatan yang juga mengawasi mereka. Meskipun tempat ini tidak bisa dikatakan sebagai medan perang, tetapi tidak akan ada orang yang percaya

1

6 KoREANA musim Gugur 2016

bahwa di sini adalah tempat yang damai jika telah memahami DMZ dengan baik.

Apa itu DMZ? Perjanjian Gencatan Senjata menetapkan masing-masing 2 Kilometer dari garis demarkasi militer ke bagian Selatan dan Utara Korea sebagai DMZ, di mana garis demarkasi militer tersebut dimulai dari mulut sungai Imjin di laut Barat dengan plang tanda nomor 0001, menjalar hingga ke Myeongho-ri di laut Timur dengan plang tanda nomor 1292. Dalam arti yang sempit, DMZ adalah garis panjang yang membentang dari Timur ke Barat di pinggang semenanjung Korea. Ketika berbicara mengenai terbaginya semenanjung Korea, ungkapan yang sering dilontarkan adalah “mengikuti sepanjang 155 Mil pagar kawat berduri di garis gencatan senjata”. Akan tetapi, tepatkah kata-kata ini? Untuk memastikannya, seorang geografer mengukur jarak garis batas Selatan dari mulut sungai Imjin hingga desa Chogu di laut Timur. Jarak tepatnya adalah 148 Mil (238 Kilometer). lebih tepatnya lagi, garis gencatan senjata sebenarnya tidak memiiki tanda pemisah dan hanya merupakan garis demarkasi militer yang tergambar di atas peta. Bila para wisatawan melihat DMZ yang tenang dan damai melalui jendela kaca besar observatorium yang terdapat di sanasini mengikuti pagar kawat berduri di bagian selatan DMZ, maka mereka akan mengingat tempat itu sebagai tanah sepi tanpa aktivitas apa pun. Akan tetapi sebenarnya di tempat tersebut sedang berlangsung perang dengan taktik licik hingga sekarang. Sebagai 1 Dua tentara memandang contohnya, antara pertengahan bulan DMZ dari pos jaga yang terletak di pusat garis depan. Februari hingga bulan Mei, tentara 2 Tentara yang ditempatkan Korea Utara dan Selatan melakukan di unit pusat garis depan strategi pembakaran tumbuhan dan sepanjang DMZ berbaris untuk absen pagi. pepohonan yang dapat menghalangi pandangan dan penglihatan ketika membidik sesuatu. Strategi kuno seperti perang api ini masih berguna di DMZ. Perjanjian Gencatan Senjata yang menyatakan janji untuk tidak melewati batas garis bagian Selatan dan Utara yang dibuat masing-masing 2 Kilometer dari garis demarkasi militer, telah lama dilanggar. Hal tersebut dikarenakan berlangsungnya “perang merebut tanah” dengan cara memajukan pagar kawat berduri sedikit demi sedikit. Sampai saat ini banyak kejadian dan bentrokan yang terjadi di DMZ, seperti kebakaran hutan, perang ranjau, penggalian


2

SENI & BUDAyA KoREA 7


1

tanah terowongan dari Korea Utara, hingga baru-baru ini dimulai kembali penyiaran propaganda dengan pengeras suara. Satu lagi fakta yang harus diperhatikan adalah bahwa statistik jumlah penduduk di wilayah perbatasan DMZ jauh lebih rendah dari pada jumlah penduduk yang sebenarnya. Tentara di sini selalu menjadi “populasi tersembunyi”. Jumlah penduduk daerah Hwacheon di provinsi Gangwon yang letaknya berdekatan dengan DMZ pada tahun 2015 adalah kurang lebih 27.000 jiwa. Tetapi, ada kemungkinan “populasi tersembunyi” lebih banyak dari jumlah tertulis tersebut.

Rahasia Ekologi DMZ Secara singkatnya, keadaan lingkungan alam di DMZ tidak begitu alami. Hutan di sini telah tandus oleh api, terpolusi atau ditebang oleh banyak “penduduk”. Para sarjana telah lama mengatakan bahwa jumlah tumbuhan yang hidup di DMZ lebih sedikit dari pada jumlah rata-rata di Korea Selatan, dan 8 KoREANA musim Gugur 2016

menyarankan tindakan segera untuk mengembalikan ekosistem alam yang telah rusak. Hewan-hewan yang hidup di hutan tandus ini menderita karena taktik psikologi propaganda lewat pengeras suara, sinar lampu yang selalu menyinari sekitar pagar kawar berduri , dan beberapa di antaranya mati karena menginjak ranjau. Akan tetapi reportase DMZ selalu memperkenalkan tempat ini sebagai surga binatang-binatang liar. Misalnya seperti sekumpulan rusa air yang berlari dengan lincah, kambing gunung yang berdiri sendiri di atas batu sambil melihat ke suatu tempat, dan babi hutan yang mondar-mandir di sekitar barak tentara. Tetapi tidak ada binatang yang berpose untuk kamera. Yang ada hanyalah tempat persembunyian mereka di atas tanah kejam tanpa tumbuhan yang telah terekspos.

Lima Buah Wajah DMZ Jika selama ini DMZ dianggap sebagai tanah yang damai dan hidup, atau sebagai luka dari tragedi terbelahnya negara, maka


MENANTI HARI KERETA API GUNUNG GEUMGANG MELAJU LAGI

2 1 Meskipun sulit untuk menjelaskan berdasarkan foto ini, pos jaga Korea Selatan di depan barat tampak berjarak sangat dekat dengan pos jaga dari Korea Utara. 2 Kim Yeong-beom dan Kim Sun-hui sama-sama lahir di sebuah desa di dalam zona pengontrolan sipil di Cheorwon, Provinsi Gangwon. Pada 1980-an, mereka membuka Tempat Istirahat Garis Depan di ladang bunga dandelion di desa mereka. Kerinduan mereka untuk penyatuan kedua Korea, mereka pun menyambut tamu yang telah melalui serangkaian pos pemeriksaan militer hanya untuk mendapatkan rasa ikan patin rebus pedas mereka. 3 Jembatan jalan kereta api Jeongyeon, bagian dari Mt. Kumgang line, dibangun di atas Sungai Hantan di Cheorwon pada tahun 1926. Tanda di jembatan yang bertuliskan “Jalan kereta api Terputus! Gunung Kumgang 90 km” menyampaikan rasa duka dan kerinduan yang mendalam.

Padang Dandelion di Gimhwa, kota Cheorwon, provinsi Gangwon merupakan tanah paling Utara Korea Selatan – tanah yang tidak nyaman dengan gununggunung hitam tempat orang Korea Utara mengawasi tanah ini dari ketinggiannya. Di padang inilah melintas Zona Demiliterisasi Korea (DMZ: Demilitarized Zone). Di atas tanah ini terdapat pula jembatan rel yang telah berkarat. Jembatan rel ini merupakan bagian dari jalur kereta api Geumgangsan yang dibuka pada tahun 1926 dan beroperasi dari Cheorwon sampai stasiun naegeumgang, hingga akhirnya berhenti berlaju selamanya setelah Korea terbelah dua. Pada pilar jembatan terukir kesedihan berbunyi “Rel Putus! Gunung Geumgang 90 Km”, memberitahukan bahwa kita tidak dapat berjalan lebih jauh lagi. Awal tahun 1970-an, petani muda bernama Kim Yeong-beom yang tinggal di desa di dalam zona pengontrolan sipil, melamar gadis sekampungnya, Kim Sunhui, dengan melontarkan kata-kata “Maukah Engkau menghabiskan sepanjang hidupmu bersamaku di rumah layaknya lukisan di padang hijau Dandelion itu?”, seperti dalam lirik lagu “Bersamamu” yang sedang populer saat itu. Kebetulan, saat itu bunga Azalea pun sedang mekar dengan indahnya di tepi sungai Hantan. Gadis itu mengangguk mengiyakan. Mereka melahirkan putra-putri dan melewati kehidupan yang bahagia. Belasan tahun kemudian, sang suami benar-benar menepati janjinya setelah mendapat persetujuan dengan mengunjungi kantor daerah dan mengajukan permohonan ke unit militer. Ia benar-benar membangun rumah di atas padang hijau Dandelion tersebut. Ia juga memajang papan bertuliskan “Tempat Peristirahatan Garis Depan” sambil mengatakan bahwa bukankah bisa saja suatu saat nanti rel putus itu akan tersambung kembali dan di atasnya akan berlari kereta api dengan para wisatawan penuh di dalamnya. Meskipun wisatawan gunung Geumgang tidak mungkin datang, tetapi desas-desus bahwa Sop lele pedas buatan wanita pemilik rumah itu bukan main lezatnya telah tersebar dari mulut ke mulut hingga ke luar zona pengontrolan sipil. Menghangatkan hati itu juga ikut terkenal, dan sekarang tempat ini menjadi lokasi wisata tersembunyi di dalam zona pengontrolan sipil.

3

SENI & BUDAyA KoREA 9


Bila para wisatawan melihat DMZ yang tenang dan damai melalui jendela kaca besar observatorium yang terdapat di sana-sini mengikuti pagar kawat berduri di bagian selatan DMZ, maka mereka akan mengingat tempat itu sebagai tanah sepi tanpa aktivitas apa pun. Akan tetapi sebenarnya di tempat tersebut sedang berlangsung perang dengan taktik licik hingga sekarang. sekarang sudah saatnya untuk lepas dari persepsi umum tersebut dan melihat wajah aslinya dengan serius. Pertama, DMZ adalah museum perang yang hidup. Perang Korea yang dimulai pada bulan Juni 1950 adalah perang dunia secara de facto . Dalam perang internasional ini, sekitar 60-an negara ikut terlibat secara langsung maupun tidak langsung, termasuk kurang lebih 10 negara komunis di dalamnya. Dalam sejarah umat manusia, belum pernah ada begitu banyak bangsa dan negara yang berperang di satu tempat yang sama. DMZ adalah bukti perebutan kekuasaan Timur-Barat, dan merupakan sebuah dokumenter perang dingin. Kedua, DMZ adalah laporan antropologi dan sejarah Korea. Pada tahun 1978, tentara Amerika Serikat bernama Greg Brown yang ditempatkan di Korea menemukan kapak tangan Acheulean di tepi sungai Hantan, daerah Yeoncheon, provinsi Gyeonggi. Ini adalah bukti bahwa 300.000 tahun yang lalu di daerah DMZ ini hidup jenis manusia yang jauh lebih tua dari pada manusia modern. Sisa peninggalan perang kuno di sepanjang tepi sungai Hantan dan Imjin – seperti benteng pertahanan gunung, membuktikan bahwa tempat ini adalah medan perang Tiga Kerajaan Korea – Goguryeo, Baekje, dan Silla – 2.000 tahun yang lalu. Pada Periode Akhir Tiga Kerajaan Korea di tahun 901, Kerajaan Taebong berdiri di tengah DMZ yang saat ini disebut daerah Cheorwon. Pada tahun 918 berdiri Kerajaan Goryeo di tempat ini, dan pada tahun 1392 berdiri Dinasti Joseon di Gaeseong, ibu kota Goryeo. Jadi DMZ adalah tempat yang melahirkan tiga buah kerajaan di Korea. Ketiga, DMZ adalah harta karun peninggalan sejarah modern. Kota reruntuhan tua Cheorwon sebenarnya memiliki jumlah populasi sebanyak 37.000 jiwa pada tahun 1940-an. Cheorwon yang merupakan sebuah kota yang direncanakan oleh kolonial Jepang ini hancur karena ledakan bom ketika perang Korea berlangsung. Akan tetapi kantor daerah, kantor polisi, sekolah, gereja, pusat pemeriksaan hasil panen, gudang es, asosiasi keuangan, stasiun kereta api, kantor pusat Partai Buruh Korea Utara, dan lain-lain – semua ini tersisa dalam keadaan runtuh dan membuktikan keberadaan kota ini di jaman dulu. Dahulu Cheorwon merupakan bagian dari Korea Utara sejak merdeka dari kolonial Jepang pada tahun 1945 hingga ditandatanganinya Perjanjian Gencatan Senjata pada tahun 1953. Jembatan Seungil yang melewati sungai Hantan dibangun oleh Korea Utara pada tahun 1948, dan sejajar di sampingnya berdiri jembatan Hantan yang dibangun oleh Korea Selatan pada tahun 1996. Keempat, DMZ adalah ceruk peleburan (a melting pot ). Tepat 10 KoREANA musim Gugur 2016

setelah gencatan senjata, terdapat lebih dari 100 desa kosong tanpa penghuni di zona pengontrolan sipil (Civilian Control Zone) yang terletak di luar DMZ. Pemerintah kemudian menjalankan kebijakan migrasi untuk memenuhi desa-desa tersebut. Sebagai hasilnya, pada tahun 1983 di mana zona pengontrolan sipil ini mencapai wilayahnya yang terluas, terdapat 39.725 jiwa dalam 8.799 kepala keluarga yang hidup di 81 desa (Setelah itu garis kontrol sipil ini digeser jauh ke arah Utara sehingga beberapa desa terlepas dari pengontrolan). Kemudian penduduk migran di wilayah ini menciptakan budaya yang unik. Berbagai macam budaya yang dibawa oleh penduduk migran dengan bahasa, gaya pikiran, adatistiadat, silsilah keluarga, dan latar belakang yang berbeda, serta ditambah dengan budaya militer, semuanya berbaur menjadi satu dan menciptakan budaya unik “zona ke-3”. Terakhir, DMZ adalah taman raya pelestarian ekosistem alam perang dingin. Suksesi ekologi tidak akan mungkin bisa dijalankan selama perang dingin karena intervensi yang parah. Meskipun demikian, ceruk tanah berisi air tempat jatuhnya peluru meriam kini berubah menjadi kolam, dan sawah yang ditinggalkan oleh orang-orang berubah menjadi rawa-rawa. Tumbuhan air di rawa-rawa tersebut menjadi makanan para rusa air, sementara serangga dan cacing tanah mengundang para burung dan binatang liar ke tempat ini. Tumbuh-tumbuhan di padang tempat berlangsungnya taktik pembakaran hutan oleh Korea Selatan dan Utara tampaknya telah menyerah untuk menumbuhkan cabangnya. Mungkin mereka belajar dari pengalaman untuk memanjangkan tubuhnya ke atas agar semprotan api berlalu di bawahnya. Sementara itu, satu lagi fenomena alami unik yang dimiliki DMZ adalah potensinya akan virus dan patogen. Pada saat perang Korea, Hantavirus penyebab Demam Berdarah dengan Sindroma Ginjal (Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome) yang menginfeksi kurang lebih 3.000 tentara PBB masih ada hingga sekarang. Penyakit rabies dan malaria pun banyak terdapat di daerah ini. lima buah wajah DMZ adalah peninggalan sejarah dan budaya yang tidak dapat ditemukan di tempat lain manapun di atas bumi ini. Peninggalan ini merupakan konten berharga yang diwariskan oleh abad 20 kepada orang Korea, bagaikan kompensasi masa depan mengenai luka tragedi terbelahnya Korea yang diberikan kepada orang-orang yang hidup di masa ini. Kini kita harus memanfaatkan konten ini sebagai tempat untuk menetaskan mimpi menuju persatuan.


Tentara Korea Selatan dan Utara berdiri saling berhadapan di kedua sisi Garis Demarkasi Militer yang melintasi Area Keamanan Bersama di desa gencatan senjata Panmunjom. Bangunan di seberang adalah Panmungak yang terletak di Korea Utara, dan gedung biru di sisi kiri adalah ruang konferensi JSA.

SENI & BUDAyA KoREA 11


FITUR KHUSUS 2 DMZ: Tanah larangan Dipandang Melalui Pagar Kawat Berduri

observatori Taepung di Yeoncheon, Provinsi Gyeonggi, memperlihatkan pemandangan Sungai Imjin yang berkelok-kelok ke selatan melalui DMZ dari Korea Utara.

12 KoREANA musim Gugur 2016


EKOLOGI DMZ YANG TERSEMBUNYI DALAM KEHENINGAN Seo Jae-chul Anggota Ahli Koalisi Hijau Ahn Hong-beom, Kim Cheol Fotografer

DMZ Korea adalah salah satu sumbu ekologis penting di Semenanjung Korea. Meskipun ada deforestasi diakibatkan aktivitas militer, dan karena sejak berakhirnya Perang Korea, tempat ini bebas dari gangguan peradaban, seperti pembangunan jalan atau urbanisasi selama lebih dari 60 tahun, memungkinkan di bagian barat tercipta rawa-rawa, sementara di sebelah timur terbentuk hutan subtropis alami. SENI & BUDAyA KoREA 13


A

kses ke DMZ dibatasi untuk sejumlah tentara militer dua Korea yang ditugaskan di perbatasan. Setelah berakhirnya Perang Korea, akses warga sipil ke perbatasan bisa dihitung dengan jari. Sebagai pegawai pemerintah yang ditugasi untuk menilai dampak lingkungan daerah sekitar rel dan jalan melalui Gyeongui dan Donghae yang menghubungkan Korea Selatan dan Utara, saya dengan alasan umum sempat 3 kali melintasi daerah terlarang DMZ di tahun 2000-an saat suasana rekonsiliasi selatan dan utara sedang maraknya. namun penelitian saat itu sangat terbatas di beberapa daerah saja. Pada tahun 2006, saya pernah turut berpartisipasi sebagai anggota dalam salah satu penelitian lingkungan hutan DMZ yang diselenggarakan oleh Kementerian Perhutanan dan didukung oleh Kementerian Pertahanan. Dengan berjalan kaki melintasi semua daerah dari bagian depan barat di mulut Sungai Imjin di Paju, Provinsi Gyeonggi sebagai titik berangkat menuju Goseong, yakni ujung depan timur di sepanjang batas selatan Cheolchaek, kami bisa meninjau realitas DMZ secara rinci. Melewati garis kontrol sipil DMZ di pagi hari dan berjalan satu hari dengan jarak yang dibatasi selama dua bulan penuh di wilayah demarkasi militer bagian selatan merupakan pekerjaan melelahkan. Di sana terdapat beragam ekosistem hutan iklim yang menyebar bagai mosaik. Dalam genangan air hingga hutan rimba, semua bagai melaporkan keanekaragaman ekologi di tempat ini.

1 Ikan mandarin emas, sebuah monumen yang secara alami terbentuk, berenang di hulu Sungai Bukhan di daerah Hwacheon, Provinsi Gangwon, di DMZ. 2 Sebuah kawanan rusa air berjalan di sepanjang pagar kawat berduri di daerah garis depan pusat DMZ.

1

14 KoREANA musim Gugur 2016

Rawa-rawa Habitat Keanekaragaman Makhluk Hidup Di wilayah barat dari DMZ yang paling menunjukkan pemandangan dinamis adalah rawa-rawanya. Semua aliran yang mengelilingi zona demiliterisasi membentuk satu lahan lembab yang terproses melalui transisi alami. Di antara berbagai bentuk aliran air seperti sungai, anak sungai, aliran air, waduk, genangan air, sampai parit, masih ada beberapa tempat yang tersisa tanggul-tanggul sawah tua yang tersebar di sana sini. Di daerah pedesaan neoreun yakni di wilayah pertengahan sebelah barat dari Semenanjung, terdapat sebuah desa sebelum terjadinya perang. lahan sawah menyebar di sepanjang aliran air. Kegiatan tani yang terhenti akibat perang berubah perlahan mengikuti perjalanan waktu panjang dan seiring dengan aliran air serta karya alam, menjadikannya sebagai nirwana bagi berbagai mahkluk hidup yang berhabitat di rawa-rawa seperti burung, ikan, amfibi, reptil, serangga dan sebagainya. Jika kita berjalan di sepanjang rawa-rawa ini dan menyaksikan berbagai aspek yang terhampar di depan mata maka kita akan terkagum melihat karya alam di lahan di mana budaya pertanian terhenti. Di musim dingin, tempat ini menjadi persinggahan kawanan burung musiman seperti durumi (Crane Merah) dan jaedurumi (Crane Putih). Gorani (sejenis rusa), adalah penghuni rawa–rawa ini yang merupakan spesies yang dilindungi secara internasional. Gorani memiliki sosok kecil dan lemah bila dibandingkan dengan rusa atau hewan lainnya, suka menikmati ketenangan di tempat yang leluasa sehingga terkesan jinak. Tetapi jika ia sedang melompat dan berlari, maka ia tidak kalah dengan kucing atau jenis binatang buas lainnya. Sebagian besar sungai-sungai yang mengalir dari utara ke selatan melintasi sungai dan lembah di DMZ sangat jernih airnya sebelum terjadinya modernisasi dan industrialisasi. Di sini kegiatan pembangunan apapun tidak diperbolehkan, bahkan kegiatan menangkap ikan atau memancing juga dilarang, memungkinkan berbagai jenis ikan air tawar berkembang biak dan berenang bebas. Bisa dikatakan ikan-ikan memenuhi aliran air. Sungai-sungai seperti ini menjadi habitat dari hewan langka seperti berangberang. Adapun berang-berang memangsa ikanikan yang hidup di perairan habitatnya.


2

SENI & BUDAyA KoREA 15


Jika kita berjalan di sepanjang rawa-rawa ini dan menyaksikan berbagai aspek yang terhampar di depan mata maka kita akan terkagum melihat karya alam di lahan di mana budaya pertanian terhenti. Di musim dingin, tempat ini menjadi persinggahan kawanan burung musiman seperti durumi (Crane Merah) dan jaedurumi (Crane Putih). Kawasan Hutan Timur Wilayah bagian timur dari perbatasan secara keseluruhannya adalah kawasan hutan. lereng lembahnya terjal dan curam. Di sini kalaupun terjadi kebakaran hutan, biasanya tidak menyebar luas. Karenanya tempat ini menjadi habitat yang aman bagi hewan-hewan. Tentara-tentara yang bertugas di kawasan ini mengaku sering bertemu dengan hewan-hewan yang terancam punah seperti domba liar ataupun rusa liar. Rusa liar tidak terlihat lagi sejak tahun 1970-an selain di daerah DMZ di semenanjung, dan mulai menampakkan diri lagi di tahun 2014 serta dimasukkan dalam 'daftar merah' flora dan fauna yang terancam punah di International Union for Conservation of nature. Di daerah ini hidup juga mamalia lain seperti berang-berang, rusa merah, gorani, tupai terbang, kucing tutul, dan beruang Asiatic. Yang menakjubkan, hewan yang menghuni wilayah DMZ ini tidak lari walau didekati

16 KoREANA musim Gugur 2016

1 Burung-burung migran tidak mengenal batas saat mereka tiba untuk mencari biji-bijian liar di Dataran Cheorwon, ketika panen berakhir. 2 Sekuntum bunga dog’s-tooth violet tumbuh melalui celah topi baja yang sudah berkarat.


manusia. Mungkin karena ada satu kepercayaan unik dalam militer yang meyakini jika menangkap hewan liar di kawasan militer akan mendatangkan bencana. Di pegunungan nan megah dan puncak-puncaknya yang sambung menyambung dan puncak megah . pohon-pohon seperti Singal, Gachoam, Gulcham, Mulbakdal, Sanbeotkot, Goroswe, Eum, Gare, Gwijong, Shin, dan Dangdanpung tumbuh dengan suburnya. Solnari dan Geumgangchorong serta lebih dari 30 spesies tanaman endemik asli Korea juga tumbuh dengan subur. Alam dan ekosistem dari DMZ telah memicu rasa ingin tahu banyak orang. namun, penelitian ekologi yang telah dilakukan sampai kini hanyalah sebatas 10% dari total area yang ada, dan itupun telah lama dilakukan. Juga terlalu banyak area yang tidak mungkin diakses karena merupakan wilayah beranjau. Yang bisa kita harapkan hanyalah cepat terciptanya dasar bagi perdamaian antara Utara dan Selatan agar penelitian ekologi skala menyeluruh untuk mengungkap misteri alam dapat menjadi nyata.

1

2

IKHTISAR EKOLOGI DMZ Dinas Kehutanan dan Peneliti bidang Kehutanan memisahkan ekosistem hutan di wilayah DMZ dan daerah sekitarnya menjadi 4 daerah luas yakni daerah pesisir barat, daerah daratan tengah barat, daerah pegunungan tengah timur dan daerah pesisir timur. ■ Daerah pesisir barat adalah wilayah perairan dengan lahan basah berskala besar yang meliputi muara Sungai Han dan Sungai Imjin. Di perbukitan dengan ketinggian sekitar 100m tanah yang subur digunakan sebagai lahan pertanian. Tempat ini juga merupakan habitat dari jenis burung yang terancam punah seperti burung Jeo-eo, Jaedurumi, Gaeri dan lain-lain. ■ Daerah dataran tengah barat meliputi dataran Cheolwon dan cekungan vulkanik Hantan dari Kabupaten Yeoncheon. Di kelokan Sungai Imjin dan Sungai Hantan, jenis burung terancam punah yakni Durumi dan Jaedurumi menetap selama musim dingin. ■ Daerah pegunungan tengah timur terdiri dari lembah sungai yang mengalir dari Baekdu Daegan sampai ke Hanbuk, dan di sekitarnya dikelilingi pengunungan dengan ketinggian lebih dari 1000 m dengan hutan lebat. Tempat ini adalah habitat bagi hewan terlindung seperti Sanyang (sejenis kambing gunung) dan Sahyang noru (sejenis rusa liar). ■ Di sebelah timur daerah pesisir timur dikelilingi Baekdu Daegan, dan di daerah mulai dari Puncak Hyangro sampai Gunung Geonbong telah ditetapkan sebagai cagar alam.

SENI & BUDAyA KoREA 17


FITUR KHUSUS 3 DMZ: Tanah larangan Dipandang Melalui Pagar Kawat Berduri

Pada hari yang cerah, Dataran Yeonbaek di Korea Utara dapat dilihat dari atas Gunung Hwagae di Pulau Gyodong. Menurut pengungsi tua yang bertahan di Daerah Yeonbaek, Provinsi Hwanghae, sekarang di Korea Utara, penduduk Gyodong menggunakan perahu ke Yeonbaek untuk membeli dan menjual barang di pasar sampai semenanjung itu terbagi dua.

18 KoREANA musim Gugur 2016


GyodonG PULAU DI SEBERANG KOREA UTARA

Pulau Gyodong yang seluruhnya merupakan bagian dari zona pengontrolan sipil, tidak memiliki garis demarkasi militer maupun Zona Demiliterisasi Korea (DMZ: Demilitarized Zone). Alasannya adalah karena laut memisahkan pulau ini dari Korea Utara. Pada tahun 2014, dibangun jembatan penghubung Pulau Gyodong dengan Pulau Ganghwa di dekat Incheon yang membawa kontroversi karena masalah keamanan militer, sehingga kini Pulau Gyodong dapat dikunjungi tanpa menggunakan kapal feri. Lee Chang-guy Penyair dan Kritikus Sastra Ahn Hong-beom, Kim Yong-chul Fotografer

P

erjanjian Gencatan Senjata menetapkan perairan yang dinamakan sungai Jo oleh orang lokal – yaitu perairan yang dimulai dari pertemuan sungai Han dan sungai Imjin, melewati Pulau Ganghwa, Pulau Gyodong, sampai akhirnya menuju laut Kuning – sebagai “perairan netral di muara sungai Han”. Berbeda dengan DMZ, di daerah perairan ini semua perahu nelayan dari kedua belah Korea diperbolehkan berlayar dengan damai. namun, pemerintah dari kedua belah Korea melarang para nelayan berlayar di sini karena masalah keamanan. Mengikuti perairan ini, dua per tiga garis pantai Pulau Gyodong sepanjang 37,5 Kilometer dipagari dengan kawat berduri. Pada tahun 1992, saat proyek pembangunan jalan tol Jayuro yang menghubungkan jembatan Haengju dengan observatorium persatuan Imjingak, pemerintah mengizinkan kapal tongkang untuk melewati perairan ini. Keputusan ini adalah hal yang sangat tidak biasa sehingga menjadi berita utama saat itu. Kemudian laut Gyodong menjadi “laut yang dapat dilihat”. namun sebagai gantinya, laut Gyodong yang berada di bawah matahari merah, hembusan angin yang kencang, serta kabut yang tebal ini membuat penduduk pulau ini mengingat kembali dan bertanya-tanya mengenai segala hal dan perubahan yang terjadi karena perang dan perpecahan Korea. SENI & BUDAyA KoREA 19


1

Laut Ayah Saya Saya lahir di Incheon dan melewati seluruh masa kecil dan masa sekolah saya di sini. Bahkan setelah menikah, saya masih tinggal di kota pelabuhan yang tak jauh letaknya dari Pulau Gyodong hingga akhirnya keluar dari rumah orang tua. Tetapi entah sejak kapan, saya tidak bisa langsung menjawab ketika seseorang menanyakan dari mana saya berasal. Kampung halaman ayah saya adalah Songya-ri, Honam-myeon, kota Yeonbaek, propinsi Hwanghae, yang sekarang merupakan bagian dari Korea Utara. Jadi Incheon adalah tempat pengungsian ayah saat perang Korea. Saya tidak tahu entah sejak kapan kesadaran menjadi anggota keluarga pengungsi melekat di hati saya. Mungkin gambaran kerabat keluarga yang berkumpul di hari raya atau acara keluarga sambil membuat songpyeon (kue beras isi) dan mandu (pangsit) – yang begitu besar hingga hanya dengan dua buah mandu saja sudah bisa memenuhi mangkuk – begitu dalam tertancap di dalam benak saya. Pada suatu hari, saya juga pernah menggabungkan pikiran bersama ayah untuk menggambar peta kampung halamannya yang belum pernah sekali pun saya kunjungi. Salah satu cara ayah yang berusia 90-an tahun, dan kakak lakilakinya yang telah meninggal kira-kira 10 tahun yang lalu untuk melepaskan nestapa kerinduan akan kampung halamannya adalah dengan memilih hari yang cerah dan pergi ke bukit di sebelah Utara Pulau Gyodong untuk melihat pohon pinus yang terdapat di bukit 20 KoREANA musim Gugur 2016

terpencil di belakang kampung halamannya dengan tatapan yang kosong. Jarak kampung halamannya di Honam-myeon dengan Pulau Gyodong hanya sekitar 2-3 Kilometer saja. Pada hari yang seperti itu, ayah biasanya pulang dalam keadaan mabuk berat dan pergi tidur lebih awal. Sebelum merdeka dari penjajahan Jepang, Pulau Gyodong merupakan pelabuhan persinggahan penting yang setidaknya didatangi oleh 4 buah kapal penumpang secara rutin. Dahulu di sini terdapat kurang lebih 10 pelabuhan dan dermaga kapal feri, sehingga bila membayangkan perahu besar-kecil yang mengunjungi pulau ini beserta suara-suara hidup yang mereka bawa, saya jadi merasa tenang dan santai. Ditambah lagi, perbedaan pasang dan surut di sini sangat besar sampai-sampai pada saat air surut orang-orang dapat berjalan kaki ke Yeonbaek di tanah semenanjung. orang-orang Pulau Gyodong manapun pernah kelewatan menepati jam air pasang surut ketika pergi melihatlihat pasar di desa pesisir, sehingga mereka harus menginap dan pulang pada hari berikutnya. Pada tahun dilandanya kekeringan, penduduk di sini pergi menjual hasil panen khas mereka seperti buah kesemek, dan banyak para pemuda yang pergi merantau ke Yeonbaek untuk mencari pekerjaan. Bila ada gadis Pulau Gyodong yang menikah dengan pemuda dari tanah semenanjung, maka pernikahan gadis itu akan membuat para tetangganya cemburu. Secara alamiah, gaya hidup penduduk Pulau Gyodong mirip


dengan penduduk provinsi Hwanghae di tanah semenanjung. logat dan gaya bicara penduduk asli pulau ini sama sekali sama dengan penduduk Hwanghae, sehingga membuat para pengungsi teringat akan kerabat keluarga mereka yang terpisah. Gaya hidup mereka – seperti kue beras dan pangsit yang berukuran besar, rumah dengan jumlah kamar yang banyak dan luas – semua ini juga memperlihatkan ciri-ciri daerah Utara. lagu dan melodi yang dinyanyikan oleh para petani sambil mengelilingi rumah-rumah di desa pada hari Chuseok (festival panen raya) atau hari Daeboreum (hari pertama bulan purnama dalam kalender lunar) bertempo lebih cepat dan bersemangat dari pada lagu dari daerah Selatan. Budaya makan seperti menikmati ketumbar, atau membuat kimchi dengan menggunakan lobak yang dipotong besar-besar, semua ini juga merupakan budaya dari Utara.

Laut Bagaikan Halaman Depan Penangkapan ikan di Pulau Gyodong dibatasi dari dermaga feri pelabuhan namsanpo di sebelah Selatan pulau ini, Changhu-ri di Pulau Ganghwa, sampai Pulau Seongmo setelah ditetapkannya garis batas memancing pada tahun 1955. Sebagai hasilnya, 3 dari 8 tempat yang memiliki pemandangan bagus di Pulau Gyodong hilang – termasuk pub dan bar di pelabuhan Juksanpo

2

dan Binjangpo, dua buah tempat yang juga merupakan tempat dibukanya pasar ikan musiman. Untuk berlayar dari namsanpo sampai garis batas memancing yang ditetapkan hanya memakan waktu 5 sampai 10 menit saja. Sesempit itulah wilayah memancing Gyodong. Jumlah jala ikan yang boleh dibawa pun dibatasi hingga dua saja per perahu. Dulu terdapat kurang lebih 10 kepala keluarga yang mendiami laut kecil ini. namun sekarang hanya 5 orang nelayan saja yang mempertahankan tradisi mereka dan berusaha untuk mengingatkan kembali “nuansa masa lalu” kepada orangorang yang bernostalgia. Kadangkala pada jaman dulu, ketika mendekati hari raya Imlek atau Chuseok, komandan dari unit militer terdekat mengizinkan para nelayan melewati garis batas memancing dengan panduan perlindungan para tentara untuk menangkap ikan belanak dan kerang-kerangan. Akan tetapi, kini telah menjadi cerita masa lalu saja. Hasil penangkapan ikan di Pulau Gyodong pada paroh pertama tahun ini tidaklah begitu memuaskan. Pak Cha Gwang-sik (67) yang lahir di Yeonbaek, propinsi Hwanghae mengungsi saat masih bayi ketika perang Korea berlangsung. Tidak akan ada orang yang menyangka bahwa ia akan menjadi nelayan sepanjang hidupnya. Hasil tangkapan udangnya tahun ini sama seperti biasanya – jumlahnya terbatas untuk pelanggan rutinnya sebagai

3

1 Pasar Daeryong adalah lorong pasar yang didirikan oleh pengungsi dari Yeonbaek, Korea Utara selama Perang Korea, ditiru lagi setelah Pasar Yeonbaek kembali. Waktu tampaknya telah berhenti di pasar ini dengan mural nostalgianya. Pasar itu telah menjadi objek wisata sejak pembukaan Jembatan Gyodong pada Juli 2014. 2 Ji Gwang-sik, 75, keluarganya berasal dari Yeonbaek selama Perang Korea, menjadi tukang cukur pada awal tahun 20-an, dan Gyodong Barbershop telah dijalankan sejak 1970-an. Dia setia pada aturannya sendiri untuk buka “sampai matahari terbenam”, bahkan walaupun tidak ada pelanggan. 3 Pertemuan olah raga untuk merayakan “Hari Penduduk Gyodong” dihadiri sekitar 2.700 warga setempat.

SENI & BUDAyA KoREA 21


bahan asinan udang (saeujeot). Hyun Sang-rok (63), kepala desa nelayan, menjual hasil laut dan membuka usaha restoran. Kirakira setahun setelah gencatan senjata, ia lahir dari orang tuanya yang mengungsi ke Selatan dan hidup bergantung pada laut di namsanpo selama lebih dari 40 tahun. Satu hal yang patut disyukuri adalah bahwa tidak pernah ada bentrokan militer antara kedua belah Korea di laut depan Pulau Gyodong selama lebih dari 60 tahun, meskipun terkadang ada orang Korea Utara yang berenang melintasi laut dan membuat situasi heboh. Ada banyak kekaguman mengenai kehidupan orang-orang tua yang dihabiskan bersama laut di pulau ini, yang terkadang berjiwa petualang namun penurut, dan realistis namun santai.

Penjaga Pulau Gyodong Han Gi-chool (67) yang hidup di Pulau Gyodong dari generasi ke generasi, tidak menyembunyikan fakta bahwa ia adalah pengusaha pertanian buatan sendiri dengan luas lahan sekitar 4 Hektar. Meskipun terlihat seperti tuan tanah di pulau kecil, namun sebenarnya pertanian lebih diutamakan ketimbang kegiatan ekonomi lainnya di sini. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah laut dari pulau itu direbut menjadi daerah terlarang telah kehilangan fungsinya. Usaha pertanian ini pun sebenarnya dapat mulai berjalan dengan mulus setelah tahun 1970-an, yaitu setelah dibuatnya waduk besar dan pengorganisasian ulang tanahtanah yang subur. Daerah mutlak lahan pertanian bertambah luas setelah dibangunnya tembok laut sehingga lumpur laut berubah menjadi lahan pertanian. Pak Han menghabiskan masa mudanya untuk melakukan perubahan revolusioner seperti ini di bidang pertanian. Sesuai dengan usahanya selama ini, ia memegang banyak jabatan sebagai tokoh masyarakat. namun demikian, di antara begitu banyak jabatan yang ia peroleh, jabatan sebagai ketua Dewan Perkembangan Sejarah dan Budaya Gyodong inilah yang menjadi favoritnya. Entah sejak kapan, urusan yang berhubungan dengan penyebarluasan dan pelestarian sejarah dan budaya Gyodong, harus melewati Pak Han sebagai perantaranya. Dalam waktu dekat, jurnal sejarah <Kronik Gyodong> akan diterbitkan atas nama Dewan yang ia pimpin. Alasan Pak Han melakukan perubahan semacam ini adalah karena ia memiliki kesadaran yang menyakitkan bahwa

1

pembangunan dapat menghancurkan alam, mengubur sejarah, dan merusak budaya. Ketika berbicara mengenai sejarah dan budaya Gyodong, ia menjelaskan dengan suara yang rendah dan tenang satu persatu tahun kejadiannya seperti guru sejarah. Jika dirumuskan, pemikiran Pak Han adalah seperti berikut: pertama, Pulau Gyodong tertinggal dalam bidang ekonomi maupun budaya. Kedua, meskipun demikian Gyodong memiliki sejarah dan budaya yang patut dibanggakan. Ketiga, oleh karena faktor di atas, penduduk lokal di sinilah yang bertanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan sejarah dan budaya Gyodong.

Salah satu cara ayah untuk melepaskan nestapa kerinduan akan kampung halamannya adalah dengan memilih hari yang cerah dan pergi ke bukit di sebelah Utara Pulau Gyodong untuk melihat pohon pinus yang terdapat di bukit terpencil di belakang kampung halamannya dengan tatapannya yang kosong. Jarak kampung halamannya di Honam-myeon dengan Pulau Gyodong hanya sekitar 2-3 Kilometer saja. Pada hari yang seperti itu, ayah biasanya pulang dalam keadaan mabuk berat dan pergi tidur lebih awal. 22 KoREANA musim Gugur 2016


Pasar Daeryong dan Pasukan Partisan Korea Pasar Daeryong adalah pasar yang dibentuk oleh para pengungsi dari Yeonbaek atau Gaeseong (Korea Utara) ke pulau Gyodong saat perang Korea berlangsung. Mereka memilih Pulau Gyodong sebagai rute pengungsian karena jalur laut jauh lebih cepat dan aman dari pada jalur darat. Terutama dari bulan Desember tahun 1950 – saat pasukan sekutu mundur karena ikut sertanya tentara komunis Cina dalam perang – puluh ribuan pengungsi melewati Pulau Gyodong dan Ganghwa untuk mengungsi ke Incheon atau Chungcheong. Beberapa pemuda di antaranya menetap di Pulau Gyodong. Mereka memilih tinggal di sini dengan harapan dapat kembali ke kampung halaman begitu perang selesai. Di sisi lain, mereka juga berharap mendapatkan kabar keluarga yang tertinggal di Utara, dan berusaha untuk mengajak mereka ke Selatan bila memungkinkan. Untuk bertahan hidup, mereka membuka toko sementara dan menjual kain, sepatu karet, pakaian, sop dan nasi, minuman keras, dan naengmyeon (mi dingin terbuat dari gandum hitam) di pinggir jalan. Toko-toko sementara inilah yang kemudian berkembang menjadi pasar Daeryong yang kita lihat sekarang. Ji Gwang-sik (75) dan keluarganya juga mengungsi ke Pulau Gyodong untuk bergabung dengan ayahnya yang telah mengungsi ke pulau ini terlebih dahulu. Pada usia awal 20-an tahun, ia memilih bekerja sebagai tukang cukur – yang merupakan profesi paling diminati saat itu – dan membuka salon cukur di pasar ini sampai

sekarang. Bersamaan dengan semakin ramainya para pengunjung, pasar ini berkembang menjadi lebih besar. Pembangunan sekolah, detasemen polisi, dan kantor daerah di sekitar tempat ini membuat pasar Daeryong berkembang menjadi pusat Pulau Gyodong. Akan tetapi, wilayah ini selalu dikecualikan dalam rencana pembangunan ulang karena adanya konflik perbedaan kepentingan antara pemilik tanah dan pemilik gedung. Sebagai hasilnya, bersama dengan imajinasinya sebagai tempat berkumpul para pengungsi, pasar yang tetap membawa suasana tahun 1960an bagaikan “tempat yang terhenti 1 Desa Eupnae-ri memiliki reruntuhan Tembok Kota waktunya” ini menjadi salah satu Gyodong, yang dibangun tempat atraksi utama di Pulau Gyodong. untuk melawan invasi asing Tahun ini adalah perayaan ke-41 selama Dinasti Joseon. Daerah ini digunakan seb“Hari Warga Masyarakat Gyodong” agai pusat Pulau Gyodong, yang dibentuk pada tahun 1975 untuk yang memiliki sejarah panjang, tetapi kehilangan persatuan penduduk Pulau Gyodong. posisi sebagai dampak Tahun ini mereka juga mengadakan proyek reklamasi yang karnaval olahraga yang meriah. Tidak dilakukan setelah Perang Korea. ada perang yang dimenangkan oleh 2 Pertanian merupakan penduduk sipil. Inilah alasan mengapa industri penting bagi warga orang-orang Korea yang berharap Gyodong sejak mereka kehilangan lahan perikanan suatu saat nanti dibangun jembatan lepas pantai mereka yang penghubung Gyodong dan Yenbaek, dibangun oleh Perjanjian harus memikirkan kembali mengenai Genjatan Senjata Perang Korea. Pulau Gyodong.

2

SENI & BUDAyA KoREA 23


FITUR KHUSUS 4 DMZ: Tanah larangan Dipandang Melalui Pagar Kawat Berduri

MENYAKSIKAN KEMBALI ADEGAN TERAKHIR DARI PERANG DINGIN MELALUI SENI VISUAL ‘ReAl dMZ PRoject’ di MAtA KuRAtoR KiM Seon-jeonG ‘Real DMZ Project (RDP)’ adalah sebuah proyek untuk menganalisa dan merekam DMZ beserta daerah wilayah perbatasan yang berlapis-lapis dari segi pandang seni kontemporer. Berbagai pameran percobaan dan forum akademik telah diadakan dengan diawali oleh sebuah pameran yang memanfaatkan fasilitas rute tur keamanan di Cheorwon, Gangwon. Koh Mi-seok Editor Harian Dong-A

24 KoREANA musim Gugur 2016


d

MZ adalah ruang kontradiksi. Dengan zona militer yang menjadi batas di antara dua Korea, tentaratentara terus siap-sedia dengan moncong senapan siap memuntahkan isinya setiap saat. Tempat ini adalah perbatasan paling berbahaya di dunia, sekalipun karena tidak adanya campur tangan manusia, tempat ini dilaporkan sebagai lokasi ekologi flora langka dan habitat fauna. namun warga sipil hidup bertani di kota paling utara dari Korea Selatan yang terletak di zona kontrol sipil, yakni di “zona demiliterisasi” ini. Daripada membahas soal implikasi politik dan militer, “Real DMZ Project” menitikberatkan implikasi politik dan militer dari DMZ menempatkan lubuk terdalam dari antinomi di tempat ini. Kurator pertama, yang merancang proyek ini, Kim Sun-jung (Direktur SAMUSo, Space for Contemporary Art) menjelaskan

tujuan proyek ini sebagai berikut. “negosiasi gencatan senjata di tahun 1953 adalah antara Amerika Serikat dan PBB, Korea Utara dan China, sementara pihak kita tidak turut serta. Saya ingin kita melihat kembali ke masa lalu saat Republik Korea tidak bisa bertindak inisiatif, dan menafsirkan kembali arti DMZ dengan sikap inisiatif melalui proyek ini”. Inilah cerita DMZ dari sudut pandang seorang seniman.

Tafsir Ulang Perbatasan Ko Mi-seok Mengapa DMZ? Mengapa Anda memilih daerah sengketa sebagai latar dari proyek seni? Kim Sun-jung Tahun 2008 saya pernah merencanakan sebuah proyek pameran “Tuntutan Kemenangan (2015)” oleh Magnus Bärtås adalah instalasi video yang menyoroti berbagai cara Perang Korea yang diperingati pada museum perang masing-masing di Pyongyang dan Seoul.

berjudul ‘Perbatasan’ (Border) yang dikarang oleh seniman Jepang Tatsuo Miyajima (宮島 達男). Karya waktu itu adalah mengambil gambar dari orang-orang yang pada badannya dicat angka ‘3’ dan ‘8’ yang melambangkan 38 derajat garis lintang utara yang memisahkan utara dan selatan di lokasi Paju Imjingak dan Yeoncheon Menara Taepung sebagai latar belakangnya. Sewaktu mengerjakan sketsa gambar untuk pameran itu, dalam proses penelitian sosial, saya menyadari ternyata saya yang justru adalah warga Korea Selatan tidak mempunyai perhatian dan pengetahuan tentang DMZ. Saya menyesali diri saya waktu itu. Setelah itu, saya membuat rencana 10 tahun dengan tujuan untuk mencari catatan dan karya seni berkenaan dengan DMZ. Sejak awal saya sudah memikirkan partisipasi dari seniman dalam dan

©SAMUSo

SENI & BUDAyA KoREA 25


luar negeri, saya mulai mengumpulkan dan meneliti data tentang DMZ secara bersamaan. Mulai dari perspektif tentang garis demarkasi militer, studi tentang situasi sosial-politik yang disebabkan oleh pemisahan selatan-utara, semakin melihat luas ke isu seperti masalah lingkungan. Di Pusat Seni Sonje Seoul dilakukan secara serentak pertunjukan atraksi, diskusi dengan seniman, serta lokakarya dan pameran yang saling berhubungan. Panggung utama dari proyek ini adalah Cheorwon, Provinsi Gangwon. Segera setelah kemerdekaan pada tahun 1945 dan garis lintang 38 dibentuk, Cheorwon menjadi wilayah yurisdiksi militer Soviet. Fasilitas rezim komunis dari Partai Tenaga Kerja yang berada di lokasi tersebut setelah terjadi gencatan senjata masuk menjadi wilayah Korea Selatan. Daerah Cheorwon sepertiganya dilalui DMZ, sehingga di bagian selatan adalah Cheorwon Republik Korea dan di bagian utara adalah Cheorwon Republik Demokratik Rakyat Korea. Tempat ini, ketika perang Korea berkobar, merupakan garis tengah untuk menguasai pihak lawan yang menjadi tempat strategis paling penting serta medan tempur paling sengit yang disebut juga dengan nama

©SAMUSo

1

‘Segitiga Besi’. Karena lokasinya yang terletak di pusat semenanjung, tempat ini pada masa jayanya berkembang di bidang logistik dan transportasi, tetapi akhirnya hancur oleh perang.

Komunikasi dengan Penduduk Setempat Ko Apakah sudah ada perubahan dalam proyek sampai saat ini? Kim Pada tahun pertama, pameran pendek lebih banyak digelar di daerah pe rbatasan yang sulit dijangkau dan periodenya juga pendek. Pameran digelar di beberapa fasilitas pada rute wisata keamanan Cheorwon sampai di terowongan bawah tanah yang dalam sebagai ruang pameran sehingga sulit untuk dijangkau oleh pengunjung. Biasanya dalam pameran, karya yang dipamerkan adalah yang pernah dipamerkan sebelumnya. Tetapi dalam pameran kali ini, sebagian besar dari karya seni yang ditampilkan adalah karya-karya baru. Karena itulah para seniman perlu waktu untuk memahami DMZ. Waktu panjang yang dihabiskan untuk menyiapkan pameran hanya dibalas dengan dalam waktu yang singkat penunjukan dalam pameran, sehingga menyebabkan rasa

kosong dalam hati. Pameran yang dibuka setiap tahun dengan melewati proses perbaikan dan penyempurnaan yang hanya bisa dikunjungi pengunjung secara terbatas setelah mendapat izin masuk ke wilayah pameran ini kini secara perlahan berubah menjadi pameran yang dibuka di wilayah yang dapat dikunjungi dengan bebas oleh siapa saja. Proyek yang mendapat dukungan keuangan dari pemerintah daerah setempat ini justru tidak melibatkan warga daerah, sehingga pada tahun 2015 lokasi pameran dipindahkan ke Dongsongeup yang ramai dikunjungi warga dan tentara yang sedang bercuti. Ko Saya dapat merasakan bahwa tujuannya adalah lebih meresap ke dalam kehidupan sehari-hari warga wilayah perbatasan ketimbang berfokus pada wilayah perbatasan itu sendiri. Kim Saya mementingkan keberlanjutan proyek ini sebagai proyek seni publik di tempat umum. Karena alasan itulah selama bertahun-tahun kami berusaha untuk berkomunikasi dengan intim dengan warga setempat, karena ini bukanlah acara sekali buka lantas bubar. “Real DMZ Project 2015: Masa-masa di Dongsong (同 送 歲 月)” menggunakan pasar, katedral, terminal bus, dan fasilitas di Dongsongeup yang kini tidak terpakai. Setelah lokasi pameran dipindahkan dari tempat yang aksesnya terbatas bagi warga sipil ke lokasi pusat komersial dan budaya, komunikasi langsung dnegan warga setempat menjadi lebih leluasa. Ko Kalau begitu, apakah tujuan Program Residensi Warga Desa juga merupakan salah satu darinya? Kim Di tahun 2014, saya merenovasi rumah kosong yang terletak di Cheorwon Dongsong-eup (東 松) Yangji-ri (陽 地 里) dan menamakannya “Yangji-ri Residency”.

“Korea Selatan memberi kesan bahwa mereka mengembangkan DMZ sebagai tempat wisata perang, sementara Korea Utara tak lain adalah sebuah negara yang keseluruhannya adalah taman bertemakan perang” - Ingo Niermann (penulis partisipan proyek). 26 KoREANA musim Gugur 2016


2

3

1 Kurator Kim Sun-jung (paling kanan) berbicara dengan seniman penyokong untuk Real DMZ Project di tempat penyimpanan es pada masa penjajahan Jepang, yang hancur dalam Perang Korea kecuali bagian dinding. 2 Pemain cello lee ok-kyung menampilan secara spontan “Broken Sky” di penggilingan padi sepi di Yangji-ri, sebuah desa di zona pengontrolan sipil, di Cheorwon, selama Real DMZ Project 2014. 3 “Bukit Es Krim” (2014-2015), instalasi video oleh Aernout Mik, menggambarkan kesenjangan dan konflik antara Korea Selatan dan Korea Utara menggunakan kisah sekelompok orang muda ketika bertamasya ke Puncak Sapseul dekat DMZ yang hancur oleh ketegangan.

SENI & BUDAyA KoREA 27


ataupun psikologis, perbatasan yang memisahkan tanah ataupun manusia merupakan satu tema selalu berlaku. Melewati Perang Dingin, konflik tajam yang menyelubungi pengungsi masih dapat kita saksikan sampai hari ini. Ko Apa perbedaan tafsiran seniman dalam dan luar negeri tentang DMZ Korea? Kim Seniman Korea yang menerima pendidikan anti-komunis sejak masa s e ko l a h b e r u s a h a u n t u k m e l i h a t dengan cara pandang baru. Sementara seniman luar negeri menafsirkan DMZ dari sudut pandang mereka sendiri dan memiliki konteks yang lebih luas. Para seniman, yang berminat tentang negara, nasionalisme dan bangsa terkait dengan perbatasan, yang berpartisipasi umumnya memikirkan cara untuk mengaitkan minat mereka dengan DMZ. Selain itu, mereka juga banyak menaruh perhatian terhadap budaya militer yang merupakan fitur unik dari Korea. Masalah tidak akan terlihat

Program ini adalah untuk seniman dalam dan luar negeri serta peneliti agar mereka bisa tinggal dan beraktivitas di lapangan, dan sudah sekitar 10 orang yang pernah tinggal di sini. Pada mulanya di tahun 1970 tempat ini dibuat untuk tujuan propaganda terhadap Korea Utara di tahun 1970. Sekarang ada 75 rumah tangga dengan sekitar 130 orang tinggal di desa kecil ini. Pada mulanya hubungan warga setempat dan seniman canggung, tetapi kini menjadi dekat sampaisampai seniman mendapat bantuan dari warga untuk bercocok tanam. Seorang seniman Argentina berbaur dengan penduduk setempat, membuka pesta babi panggang, dan akhirnya kini ia sedang membuat karya visual tentang penduduk desa.

Instalasi foto “Untuk Bertahan vs Ketika Tiba” (2012) oleh noh Sun-tag mencakup satu set foto yang diambil dari atap observatorium Perdamaian di Cheorwon, yang diarahkan oleh panorama Dataran Tinggi Pyonggang di Korea Utara. Foto tersebut berupa pandangan belakang seorang prajurit yang dipajang di tempat yang sama ketika ia diambil gambarnya. Menurut sang fotografer, “Di Korea Selatan, daerah perbatasan telah menjadi daya tarik wisata yang populer di kalangan warga Korea dan turis asing. Apa kewajiban mereka yang mengunjungi tempat unik ini? Ia akan melihat, untuk mengambil gambar.”

28 KoREANA musim Gugur 2016

©SAMUSo

Beda Pandangan antara Orang Luar dan Orang Dalam Ko Saya dapat merasakan betapa Anda berpikir keras untuk bisa memperlihatkan keistimewaan situasi Korea Selatan sekaligus juga menunjukkan lokalitas dan keuniversalan dalam karya ini. Kim Masalah ‘perbatasan’ DMZ yang rumit karena terkait perang dan situasi internasional adalah satu isu bersama masyarakat dunia. Sampai penyatuannya di tahun 1975, di vietnam juga ada DMZ di lintang 17 yang membatasi selatan dan utara. Jerman juga sempat terbagi menjadi Jerman Timur dan Jerman Barat setelah Perang Dunia Kedua, tetapi akhirnya perbatasan itu juga runtuh bersamaan dengan runtuhnya Tembok Berlin. Wilayah DMZ antara Suriah dan Israel, Irak dan Kuwait dibuat sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB. Baik secara fisik

dengan jelas bila ditengok dari sisi dalam saja. Untuk melihat DMZ yang berada di antara dinginnya perang dan hangatnya perdamaian secara perspektif diperlukan pandangan secara internasional, yakni dari pihak eksternal.

Karya yang Mengesankan Ko Adakah karya seniman asing yang mengesankan? Kim Bukit Eskrim (Icecream Hill) karya seorang seniman Belanda bernama Aernout Mik adalah karya visual komisi yang dikerjakan selama satu tahun. nama ‘Eskrim’ diberikan karena gunung yang terkena bom dahsyat tampak seperti meleleh bagai es krim. Karya itu menyiratkan “Sejarah berat yang tersimpan bukit yang indah”. Seniman Swedia Magnus Bärtås menjadi buah bibir dengan karyanya ‘Seruan Kemenangan’, yang menampilkan Museum Perang di Seoul dan Museum Peringatan


Kemerdekaan Bangsa di Pyongyang. Karya visual ini menunjukkan bagaimana konfrontasi selatan-utara ditafsirkan secara berbeda oleh masing-masing pihak. Seniman ini menunjukkan di layar secara berdampingan untuk menunjukkan bagaimana kontrasnya suasana di Museum Pyongyang -yang memiliki latar belakang lukisan hasil karya 40 pelukis dan dilengkapi dengan tank dan jeep hasil rampasandan Museum Seoul –yang menampilkan diorama animasi dengan efek khusus seperti pemainan komputer-. Penulis Jerman Ingo niermann dengan karyanya ‘Solution 264-274: negara Pelatihan’ dengan latar belakang kunjungannya ke Korea Selatan dan Utara menulis ‘sebelas skenario untuk Korea Bersatu’. Pada tahun 2014, ia membacakan bagian pertama dari buku yang sedang ditulisnya waktu itu, dan pada tahun 2015 ia menerbitkan buku tersebut. Dan saya ingat dalam sebuah wawancara ia mengatakan “Korea

Selatan memberi kesan bahwa mereka mengembangkan DMZ sebagai tempat wisata perang, sementara Korea Utara tak lain adalah sebuah negara yang keseluruhannya adalah taman bertemakan perang”. Ko Seniman asing tentunya hanya melihat DMZ dari berita saja. Bagaimana kesan mereka setelah mengalami secara langsung? Kim Setiap seniman mempunyai arah yang berbeda. Misalnya, seorang penulis mencurahkan perhatian pada DMZ secara alami sebagai daerah ekologis penting, dan ada juga yang menggambarkan ‘warga dua Korea yang tinggal serumah’, ‘karya yang dibuat dari komponen-komponen buatan warga selatan dan utara’, ada pula yang melihat jauh ke depan. Ko Bagaimana dengan hasil karya seniman lokal? Kim Seniman lokal Korea mendapat kesempatan untuk berpikir tentang sejarah masa lalu dan kini, ketegangan dan rutinitas hidup berdampingan

di wilayah perbatasan. lim Min-ouk membuat catatan tentang 300 orang yang diketahui dibantai setelah usai perang di Cheorwon dalam bentuk arsip. Koo Jeong-a membuat sebuah karya instalasi di Alun-alun Perdamaian yang berlokasi di dataran tinggi Hyunmu-Am yang adalah simbol perdamaian di Cheorwon. Wartawan foto yang noh Sun-tag dari sudut pandang seorang wartawan foto menggelar foto-fotonya, seperti foto-foto belakang wisatawan terowongan DMZ. namun, ada pepatah yang mengatakan bahwa melihat langsung jauh lebih baik daripada mendengar beratus kali. Saya berharap akan ada lebih banyak orang yang mengunjungi langsung DMZ, meluangkan waktu untuk merasakan dan mengetahui mengapa dan bagaimana proyek ini ditangani secara internasional. Kim Sun-jung, memelopori kolaborasi karya seni visual, arsitektur, musik, humaniora, ilmu sosial. Tahun ini, ia memulai pekerjaan persiapan untuk meluncurkan ‘PAvIlIon PRoJECT’, yang akan menjadi pameran permanen mulai tahun depan dan tidak membuat proyek pameran terpisah. Ia juga menyatakan maksudnya untuk lebih mengukuhkan proyek yang telah dijalaninya selama 10 tahun silam agar dapat berevolusi untuk jangka yang lebih panjang. ‘Real DMZ Project’ ini bertujuan untuk melangkah menuju festival seni eksperimental dengan menyediakan platform penelitian untuk membantu memahami sejarah modern Korea di semenanjung Korea yang kini masih terbagi, di reruntuhan Perang Dingin yang tercatat dalam sejarah dunia. Sebagai tujuan akhir adalah untuk memungkinkan ‘membaca DMZ lebih dalam’ untuk memberikan petunjuk bagi perdamaian dan koeksistensi manusia dan dunia yang melampaui perspektif Korea. Jika kita dapat menembak sasaran dengan tepat, maka kita akan berkesempatan untuk melihat kembali bukan hanya DMZ secara fisik, tetapi juga batas-batas psikologi yang ada dalam diri kita masing-masing. SENI & BUDAyA KoREA 29


FOKUS

TAMAN TANGGA DI KOTA

Kwak Hee-soo Kepala Arsitek Kota, Arsitek IDMM Kim Dong-hyeon Fotografer

Program regenerasi perkotaan yang diluncurkan oleh pemerintah untuk merevitalisasi lingkungan kumuh melalui proyek-proyek seni publik telah menciptakan “desa mural” yang hidup di seluruh pelosok negeri. Namun, tumbuh pula ketidakpuasan di kalangan penduduk setempat. Mereka mengklaim bahwa lingkungan mereka yang dulu tenang telah menjadi tempat bermain bagi sejumlah pengunjung yang tertarik oleh pesona desa tua mereka.

S

ungguh menakjubkan pulih dari reruntuhan perang, Seoul telah menjadi kota metropolis kosmopolitan dengan populasi 10 juta penduduk hanya dalam waktu 60 tahun. Distrik Gangnam, dilatarbelakangi “Psyglobal” mega-hit “Gangnam Style” merupakan pusat ekonomi Korea, dengan berbagai bangun an bertingkat tinggi yang menghiasi jalan-jalan. Tak mudah dipercaya bahwa 40 tahun yang lalu, distrik makmur ini hanyalah lahan pertanian dan kebun. Sayangnya, beberapa tempat masih tertinggal dalam pembangunan kota yang cepat, serta masih mempertahankan banyak penampilan lama mereka. lebih dari 70 persen dari wilayah Korea merupakan pegunungan. Ibu kota Seoul terbentuk di sekitar pegunungan, karena itulah mengapa ada begitu banyak tangga di dalam kota. Di tengah arus modernisasi dan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, masyarakat miskin terus tersingkir keluar dari lingkungan mereka dan dipaksa untuk menetap di rumah-rumah di bawah standar pada daerah perbukitan kota. orang-orang menyebut daerah tersebut daldongne (secara harfiah “desa bulan”), yang berarti lokasi tempat tinggal mereka lebih dekat ke bulan. Tangga-tangga curam yang mengarah ke desa-desa di puncak bukit menggambarkan kehidupan sehari-hari warga yang keras. 30 KoREANA musim Gugur 2016

Tangga-tangga tersebut baru-baru ini menjadi kontroversi sebagai pusat pembuatan bir.

Penutupan Pasar Tangga Di pintu masuk ke Usadan-gil di Itaewon, sebuah distrik dengan budaya lokal yang unik dengan sebahagian besar warga negara asing, terdapat sebuah tangga yang mengarah ke Seoul Central Masjid . lingkungan ini ramai dengan orang-orang muda 1 yang tertarik berkunjung ke toko-toko dengan produk yang unik dan restoran yang menyajikan masakan tradisional dari berbagai belahan dunia. namun, ketika tahun 2013 suatu pasar dibuka untuk pertama kali di tangga ini, keadaan mulai berubah. “Pasar tangga” diorganisir dan dijalankan oleh pengusaha muda dari daerah sekitar dan seniman yang bekerja di Usadan. Menjual pernak-pernik, aksesoris fashion, dan makanan ringan, para pedagang dan seniman ikut ambil bagian terutama untuk bersenang-senang atau sebagai kelanjutan dari hobi mereka, dan mungkin mencari sedikit keuntungan. Dengan menyebarnya informasi, setiap kali pasar dibuka tangga menjadi penuh sesak dengan orang-orang pada Sabtu setiap akhir bulan. Hal itu menyenangkan bagi para penjual dan pembeli. Akan tetapi, pasar ini menghilang pada bulan Maret tahun ini. Masuknya orang luar telah mendorong naiknya harga sewa dan keluhan warga tentang ketidaknyamanan yang disebabkan oleh adanya pasar. Harapan awal bahwa pasar bisa mengubah tangga bobrok menjadi landmark lokal dan membawa perubahan positif bagi lingkungan berakhir dengan sukses belum terwujud sepenuhnya. Tangga menjadi daya tarik, namun hal ini justru menyebabkan memburuknya hubungan antar tetangga. Perusakan Mural Tangga Situasi serupa terjadi di desa mural di Ihwa-dong, Jongno-gu. Ihwa-dong adalah daerah di pusat kota Seoul yang menghubungkan distrik teater Daehangno dan tembok kota berumur 600 tahun yang berkelok-kelok sepanjang punggung pegunungan di belakangnya.


1 Di pasar tangga di Usadan-gil di Itaewon, Seoul, seniman muda menarik hati orang yang lewat dengan tulisan, “Rekam kenangan Anda dengan polaroid.� 2 Pasar tangga yang dibuka pada 2013 mengubah lingkungan yang relatif tenang dan menyenangkan menjadi penuh daya tarik, berdampak pada kenaikan biaya sewa dan meningkatnya ketidakpuasan di kalangan penduduk. Pasar lenyap pada Maret tahun ini.

2

SENI & BUDAyA KoREA 31


Itu salah satu dari 11 pemukiman yang dipilih untuk “lukisan dalam Kota�, proyek mural publik tahun 2006 yang disponsori oleh Kementerian Kebudayaan, olahraga, dan Pariwisata untuk meningkatkan kualitas hidup dari lingkungan kumuh melalui karya seni publik. Sekitar 70 seniman ikut ambil bagian dalam proyek ini, lukisan mural di dinding rumah-rumah tua yang melapisi bukit terjal, pemasangan karya seni, dan perbaikan rambu-rambu jalan. Setelah desa bulan ini, yang padat dengan rumahrumah petak kumuh dan pabrik-pabrik kecil yang berdekatan dengan tembok kota kuno, disulap dengan mural yang menarik pada rumah-rumah tua dan tangga, menjadikannya lokasi syuting yang populer untuk acara televisi dan drama. Tidak lama, orang-orang berbondong-bondong ke desa, yang dengan cepat menjadi tempat kencan dan daya tarik wisata populer. Sampai beberapa waktu lalu, warga setempat merusak mural ikan dan mural bunga matahari di tangga-tangga. Hal tersebut sebagai bentuk protes akibat polusi suara, sampah, dan invasi privasi terhadap warga yang harus bertahan beberapa tahun terakhir ini, akibat lonjakan pengunjung yang begitu cepat. Insiden mengejutkan ini telah berkembang menjadi sengketa hukum.

Pengunjung Versus Warga Setempat Bagi orang-orang kota, tempattempat seperti Usadan-gil dan Ihwa-dong bagaikan permata langka. Pemandangan kota yang terbuka, lorong-lorong labirin dan tangga, dan ruang-ruang rahasia kecil yang tersimpan di sudutsudut menawarkan perubahan yang menyegarkan pemandangan ke berbagai sudut jalan-jalan dari kota modern. Kebersahajaan, suasana rumah Ihwa-

dong, dan kehidupan sederhana dari warga menciptakan ilusi bahwa waktu telah berhenti di sana. Dengan penambahan karya seni yang indah dan publikasi dari acara popular di televisi, secara alami desa-desa tersebut mendapat perhatian sebagai lingkungan menawan yang menawarkan jeda dari keramaian dan hiruk pikuk kehidupan kota. Tapi, bagaimana dengan warga? Tujuan utama dari inisiatif publik pemerintah adalah untuk mengaktifkan masyarakat kurang mampu, yang sering tidak mampu membayar kemewahan kegiatan budaya, menikmati seni sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari dalam kenyamanan lingkungan mereka, mempromosikan budaya, sehingga meningkatkan kualitas hidup dan menghargai diri mereka sendiri. namun, kepuasan warga tidak berlangsung lama; meningkatnya ketidakpuasan akibat banyaknya pengunjung yang telah mengambil alih tangga dan lorong-lorong yang dulu merupakan tempat bermain, berkumpul, dan tempat istirahat mereka, benar-benar mengganggu lingkungan mereka. Benturan kepentingan antara warga yang ingin melindungi kehidupan sehari-hari dan pengunjung yang ingin menikmati suasana menawan di lingkungan tersebut menyebabkan perusakan mural pada tangga secara drastis. Pihak berwenang memutuskan untuk meminta pertanggungjawaban warga secara hukum atas rusaknya karya seni yang telah dibuat dengan menggunakan dana publik. Jadi, apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi situasi ini? Haruskah pihak berwenang meminta kompensasi dari warga, ataukah membatalkan proyek revitalisasi perkotaan yang telah mereka usahakan dengan susah payah?

Pendekatan yang Layak untuk Regenerasi Perkotaan Mural pertama kali muncul di kota-kota Korea pada waktu pertengahan gerakan demokratisasi tahun 1980-an. Dengan menyebarnya aktivisme akar rumput, mural

1

Orang berjalan naik dan menuruni tangga. Di tangga tersebut orang juga bisa duduk untuk beristirahat atau berdiri di atas untuk menikmati pemandangan kota. Itulah fungsi-fungsi dasar yang harus diperhitungkan ketika merancang program untuk pengembangan daerah-daerah tersebut. 32 KoREANA musim Gugur 2016


digunakan sebagai sarana untuk mengekspresikan ketidakpuasan politik. Mural ini memicu konflik antara seniman dan masyarakat setempat, namun hal tersebut tidak berlangsung lama karena mempercantik kota bukanlah tujuan utama pada saat itu. Di Korea, asal mula mural sebagai karya seni murni dapat ditelusuri kembali pada pertunjukan jalanan yang diselenggarakan oleh mahasiswa seni Universitas Hongik tahun 1992. Dengan persetujuan dan kerjasama dari masyarakat setempat, para mahasiswa menghiasi dinding suram di lingkungan mereka dengan karya seni. Kegiatan yang telah berlangsung selama 24 tahun hingga sekarang ini menginspirasi pemerintah untuk meluncurkan suatu inisiatif untuk meregenerasi budaya perkotaan. Meskipun program ini dipelopori oleh pemerintah, partisipasi dan keterlibatan warga sangat penting untuk keberlanjutan dan hasil akhir jangka panjang untuk memulihkan kemanusiaan pada kota modern 1 Penduduk Desa Ihwa Mural kita. Hal-hal yang mendukung adalah proyek terbaru yang terpecah antara mereka menerapkan pendekatan organik pada kota dan berfokus yang berpikir bahwa mural mengubah lingkungan pada konsep yang terpusat pada warga masyarakat. “Rencana suram menjadi hidup dan komprehensif untuk pembaharuan perkotaan Seoul�, orang-orang yang tidak ingin diumumkan oleh Pemerintah Metropolitan Seoul pada tahun lingkungan mereka menjadi tempat wisata karena mer2015. eka hanya ingin hidup damai. Kontroversi di seputar tangga Usadan-gil dan Ihwa-dong 2 Desa Ihwa Mural merupakan dapat didekati dari perspektif yang sama. orang berjalan lingkungan tua yang terletak di sebuah bukit di bawah naik dan menuruni tangga. Di tangga tersebut orang juga tembok kota kuno Seoul bisa duduk untuk beristirahat atau berdiri di atas untuk berkelok-kelok sepanjang punggung Gunung nak. menikmati pemandangan kota. Itulah fungsi-fungsi dasar yang

harus diperhitungkan ketika merancang program untuk pengembangan daerahdaerah tersebut. Juga, batas-batas yang jelas harus ditandai sehingga dapat meminimalkan perselisihan; batas yang seharusnya kondusif terhadap rasa harmoni dan koeksistensi agar bertahan lama. Melibatkan warga setempat dalam proyek ini juga menjadi sebuah prasyarat. Sebuah pendekatan buatan dan tidak alami hanya akan menemui kegagalan. Bagaimana jika taman dibuat di tangga? Taman gantung, taman kontainer, taman di puncak gedung—hanyalah beberapa dari banyak jenis taman yang dapat ditemukan di kota-kota seluruh dunia, yang menunjukkan bagaimana keindahan alam dapat berfungsi sebagai media untuk menghubungkan manusia dengan ruang kota. Pemikiran sebuah taman di tangga yang dibuat oleh penduduk setempat memberikan senyuman pada wajah saya.

2

SENI & BUDAyA KoREA 33


WAWANCARA

KaRtunis Kim Botong Dicintai KhalayaK Ramai Kim Botong menjadi sorotan perhatian internasional dengan karya pertamanya, “Amanza,” sebuah gambar kartun dengan warna-warna pastel. Kalimat terakhir tokoh utamanya, seorang penderita kanker, adalah “Hiduplah dengan cara yang brilian!” Kalimat pendek ini tampaknya mewakili semua yang ingin disampaikan sang kartunis kepada dunia. 34 KoREANA musim Gugur 2016

Park Seok-hwan Profesor, Korea University of Media Arts Ahn Hong-beom Photographer


d

alam sebuah drama televisi, tokoh utama perempuan berkata, “Saya penderita kanker.” Kemudian, di papan buletin, seseorang bertanya arti “amanza”. Berita ini menyebar cepat dan membuat banyak orang tertawa. Kata amhwanja yang artinya “penderita kanker,” dilafalkan amanza , kata yang tidak ada artinya. Sebagian lagi tidak ikut tertawa karena kesalahan lafal ini. Mereka adalah para penderita kanker dan keluarganya; dan Kim Botong salah satunya. Kim Botong adalah kartunis yang sedang naik daun. Ia pertama kali menerbitkan karyanya secara online pada tahun 2013, tiga bulan sebelum ulang tahunnya yang ke-34. Debutnya yaitu “Amanza” menceritakan kisah laki-laki muda berusia duapuluhan yang didiagnosis kanker stadium lanjut. Pembaca lebih tertarik dengan gambar ilustrasinya dengan garis ringan yang hidup dan warna-warna pastel daripada kisah tentang seorang pasien yang menunggu ajal. Untuk karyanya ini Kim menerima penghargaan Korean Cartoons Today Award tahun 2014, dan menjadi sorotan dunia ketika karya ini diperkenalkan di Jepang dan Amerika. Karya Kim berikutnya tentang dunia militer. Pada tahun 2014, sebuah surat kabar mulai memuat kartunnya yang berjudul “D.P. Dog Days” (“Deserter Pursuit Dog Days”), yang memaparkan pelanggaran hak asasi manusia dalam dunia militer melalui seorang tokohnya yang bekerja memburu desersi. Karena kartun ini secara langsung berkaitan dengan masalah sosial, penerimaan publik sulit sekali diharapkan. Tapi, setelah diterbitkan di situs kartun lezhin Comics, karya ini mengingatkan warga Korea, yang mengalami pelanggaran serupa. Pada saat kartun ini ditayangkan, Kim juga mengunggah “Arbitrary Agony Uncle Column”, kartun yang berasal dari tanya-jawab, di situs yang sama. Ia menerima pertanyaan di Twitter dan menjawabnya melalui kartun. Pengalaman ini membuat Kim berganti peran dari kartunis cerita menjadi kartunis yang mendengar suara publik.

Dengan bertopeng karakter anjing, kartunis Kim Botong berpose di studio.

Dari Pekerja Kantor Menjadi Kartunis Kim Botong menghabiskan tahun-tahun masa remaja dan duapuluh tahunannya jauh dari kartun. Ketika remaja, ia fokus belajar, dan di usia duapuluh tahunan ia bekerja di perusahaan besar, seperti yang diinginkan ayahnya. Di usia tigapuluhan ia menjadi anggota organisasi bisnis besar. Ia berhasil menduduki posisi ini dengan kerja keras, tapi itu tidak membuatnya

berbangga diri. Dunia ini membuatnya merasa kecil, dan tekanan yang diterima dari atasannya mengalahkan segala yang sudah dibangun bersama rekan kerjanya. Ditambah lagi ayahnya didiagnosis kanker perut. “Ayah saya punya passion yang besar dalam pendidikan. Ia sangat mendukung saya dan ingin melihat saya mendapatkan pekerjaan yang bagus. Sejak di sekolah menengah, saya tahu saya punya bakat di bidang seni, dan saya sangat menyukai kartun. Tapi, tidak pernah terpikirkan sedikitpun saya akan berkarir sebagai kartunis," kata Kim. Ketika ayahnya hampir meninggal, Kim harus menghadiri jamuan makan malam bersama rekan kerjanya dan menyanyi di karaoke (norebang ). Ia sangat membenci situasi ini dan membenci dirinya sendiri karena melakukan ini walaupun tidak ada yang memaksanya. Tapi, ia tidak sanggup memberitahu ayahnya yang sedang sakit bahwa ia tidak ingin pergi ke acara itu. Setelah ayahnya meninggal ia berhenti bekerja dan mencari pekerjaan baru. “Sebenarnya, setelah saya menyerahkan surat pengunduran diri, saya menyesal. Awalnya saya pikir saya tidak bisa bertahan di pekerjaan itu, tapi lalu menjadi sangat khawatir mengenai pekerjaan ini dan membuat saya hampit tidak bisa bernafas. Saya mencoba semua jenis pekerjaan dan akhirnya memberitahu keluarga saya bahwa saya akan kuliah di fakultas hukum. Ketika mulai menggambar kartun, saya mengumpulkan uang yang saya peroleh itu untuk kuliah di fakultas hukum,” kata Kim. Suatu hari, pada saat ia memikirkan mengenai pekerjaan, ia mengambil pensil dan buku yang kebetulan ada di hadapannya dan mulai menggambar. Selama beberapa bulan berikutnya, yang dilakukannya adalah menggambar. Saat itu, ia mulai menggunakan Twitter dan bertemu orang baru yang sangat berbeda dari mereka yang sudah dikenalnya. Seorang komposer menawarkan komposisi musik untuk karyanya, dan ia menulis lirik. Ketika ia mulai menggambar wajah pengikutnya di Twitter, ia bertemu kartunis terkenal dan kemudian memproduksi kartunnya sendiri. Kartunis terkenal itu, Choi Gyu-seok, pencipta “Gimlet,” memberikan nasihat kepadanya untuk menggambar kartun. Kim harus bekerja, dan berpikir mengenai sesuatu yang bisa dibuka di telepon pintar, seperti ketika ia menulis surat kepada almarhum ayahnya. Tapi kisahnya, yang ditulis dari perspektif pemuda penderita kanker, jauh lebih berhasil. Kim SENI & BUDAyA KoREA 35


berhasil menemukan karir baru tidak lama setelah melepaskan pekerjaan lamanya, dan saat ia menjadi seniman naik daun seperti sekarang ini, ia masih menganggap dirinya belum sepenuhnya diterima masyarakat.

Memakai Topeng “Botong” adalah nama penanya. Dalam bahasa Korea, kata ini berarti “tidak spesial” atau “biasa.” Kim memilih nama ini karena ia ingin membedakan kehidupan sebelum dan setelah berhenti bekerja. Karena tidak bisa mengganti wajah, ia memakai topeng ke manapun ia pergi. Sebagai orang yang “meninggalkan pekerjaan untuk mengejar impian,” ia merasa prihatin dengan rekan kerjanya 2 yang masih menekuni pekerjaannya. oleh karenanya ia memakai topeng. “Tahun lalu, saya diundang ke Blue Room di kantor Twitter Korea. Saya duduk di studio dan berbincang dengan pengguna Twitter melalui video dan chatting. Awalnya saya menolak. Saya takut orang yang kenal saya melihat saya sebagai pribadi yang lama, dan saya pikir komunikasi seperti ini tidak akan membantu mereka menghargai karya saya. Pihak pengundang kemudian membuatkan saya topeng berdasarkan karakter kartun anak anjing yang saya buat. Sejak saat itu, saya selalu memakai topeng selama interview. Saya tidak memakainya di Jepang karena di sana tidak ada yang mengenal saya secara personal, jadi lebih mudah buat saya," katanya. namun, Kim Botong bukan tipe kartunis yang eksentrik, yang hidup menyendiri. Dengan rambut rapi dan tubuh yang terbentuk sempurna berkat olah raga, ia sangat peduli dan menghargai sesama – sifat yang didapatkannya dari pekerjaan – dan sangat rendah hati. “Masih ada orang yang tidak tahu karya saya. Jadi, saya mencoba memperkenalkannya kepada publik," kata Kim. “Saya sangat aktif di media sosial. Saya juga banyak berolah raga dan menjalani diet. Untuk pekerjaan berseri jangka panjang, stabilitas mental sangat penting, jadi saya tidak banyak keluar rumah dan bertemu orang.”

1

36 KoREANA musim Gugur 2016

Menemukan Harapan dengan Cara Kim Botong Tahun lalu, edisi bahasa Jepang “Amanza” diterbitkan pertama kali secara online, yang membuat Kim lebih dikenal di Jepang dibanding di Korea. Edisi bahasa Jepang ini juga dicetak dalam bentuk buku, dan ia diundang untuk berpartisipasi dalam Artistin-Residence Program yang diselenggarakan oleh Japan Foundation dan okayama Prefecture. Kim merencanakan karya berikutnya ketika melakukan perjalanan pulang pergi Korea-Jepang selama program residensi ini. Edisi berbahasa Inggris “Amanza” bisa dibaca online di Amerika. Pegawai rumah sakit dalam penanganan kanker melihatnya sebagai materi referensi. “Ketika karya saya dibuat serial di Jepang, saya memakai nama Jepang ‘Hutz,’ yang maknanya sama dengan ‘Botong’ dalam bahasa Korea. Karena saya tidak membuka diri mengenai kewarganegaraan saya, pembaca berargumen mengenai hal ini. Saya kaget ada yang mengatakan bahwa saya orang Korea hanya karena dalam cerita itu


“Saya mencoba membuat kisah sedih ‘Amanza’ sebagai sesuatu yang menghibur, tapi dalam ‘D.P. Dog Days,’ saya tidak mungkin menampilkan masalah sistem militer seperti dalam kenyataan.” 1 Adegan hutan dalam “Amanza,” karya debut Kim Botong, menyemarakkan drama tentang seorang pasien kanker berusia muda. 2 “D.P. Dog Days,” ditulis berdasarkan pengalaman nyata Kim melayani tim polisi militer yang mengejar dan menangkap pembelot, terbit dalam empat volume setelah surat kabar dan serial online. 3 Kim bekerja dengan dua asistennya di sebuah studio kecil di Ilsan, Provinsi Gyeonggi. Dia sedang mempertimbangkan memakai Cintiq (tablet grafis) agar dapat bekerja kapan saja di rumah.

ada semur ala Korea di meja ketika tokoh utama mengatakan kepada keluarganya mengenai diagnosis kanker itu. Banyak orang Jepang yang bersimpati dengan kisah saya karena angka kematian akibat kanker sangat tinggi di Jepang. Ada yang menyarankan “D.P. Dog Days” juga diterbitkan dalam bahasa Jepang, tapi saya tahu bagaimana orang Jepang bereaksi terhadap kisah mengenai realitas militer Korea,” kata Kim. Di Korea, setiap pemuda yang sehat harus ikut wajib militer di usia duapuluhan, usia yang menyenangkan tapi membingungkan. Kim Botong ikut wajib militer di Military Police sebagai anggota tim yang bertugas menangkap desersi, yang cuti dan tidak kembali. Berbeda dengan karya pertamanya yang berkisah tentang penderita kanker, kisah kali ini berdasarkan pengalamannya sendiri. “Saya ingin bicara tentang orang yang merasa tidak punya pilihan selain membangkang, bukan tentang penangkapan desersinya itu sendiri. Saya ingin bicara tentang pelanggaran hak asasi manusia dalam militer dan beberapa elemen yang mungkin membuat pembaca merasa tidak enak. “Saya mencoba membuat kisah sedih ‘Amanza’ sebagai sesuatu yang menghibur, tapi dalam ‘D.P. Dog Days,’ saya tidak mungkin menampilkan masalah sistem militer seperti dalam kenyataan. Banyak orang mengerti bahwa ada masalah tertentu yang tidak bisa dihindari dalam militer, tapi pembiaran menyebabkan terjadinya desersi.”

Kim Botong bicara tentang hak asasi manusia dalam militer tidak hanya melalui karyanya tapi juga melalui aktifitas lain seperti memberikan kuliah. Ketika ditanya apakah ini artinya ia memaparkan isu tanpa memberikan alternatif, ia menjawab, “Jika saya melakukan apa yang bisa saya lakukan, dan orang lain melakukan yang mereka bisa, banyak hal akan berubah.” “Dalam karya saya yang akan datang, saya ingin bicara tentang sistem sekolah. Makin banyak siswa yang bunuh diri. Saya ingin bicara tentang monster yang tumbuh di sekolah. Monster ini mungkin berupa siswa, guru, orangtua, atau lingkungan,” kata Kim. Dalam “Amanza,” ia membawa tokoh utama, yang menderita karena kankernya sudah menyebar, ke dunia lain. Di dunia yang disebut “The Forest” ini, pahlawannya, yang tidak tahu siapa dirinya dan mengapa ia ada di sana, menyaksikan perusakan hutan. Alur kisahnya maju mundur antara perjuangan melawan kanker dan petualangannya melindungi hutan. Dengan mengabaikan penyakitnya itu, pahlawan muda ini berjuang menyelamatkan hutan yang mati perlahan. Adegan di hutan, yang lebih menarik dibanding drama rumah sakit yang menyedihkan, mencerminkan gaya Kim Botong tentang fantasi dan elemen yang melejitkan “Amanza.” Pahlawan seperti apa yang akan diciptakan Kim Botong untuk melawan monster yang ada di sekolah? Kita lihat dalam karya berikutnya.

3

SENI & BUDAyA KoREA 37


TINJAUAN SENI

LEE JUNG-SEOB “SENI ITU REKAMAN TENTANG KEKUATAN KEBENARAN YANG MENGALAHKAN BADAI” 38 KoREANA musim Gugur 2016


©Museum nasional Seni Kontemporer dan Modern

“Keluarga di Jalan” (1954). Minyak di atas kertas, 29,5 x 64,5cm. Sebuah keluarga menyiapkan suatu perjalanan saat fajar. Matahari belum sepenuhnya bangkit, sehingga masih tampak gelap. lukisan menyampaikan harapan pelukis untuk bersatu kembali dengan keluarganya suatu saat.

Lee Jung-seob adalah seniman Korea yang paling terkenal dan dicintai pada abad ke-20. Pada peringatan 100 tahun kelahiran sekaligus 60 tahun kematian Lee, Museum Nasional Seni Kontemporer dan Modern Korea telah menyelenggarakan restrospektif besar yang pertama dari mendiang seniman Lee, yang diberi judul “Mitos 100 tahun, Lee Jung-Seob.” Chung Jae-suk Penulis Editorial dan Reporter Budaya Senior, Joong-ang Ilbo

SENI & BUDAyA KoREA 39


B

agaikan seorang tokoh utama di dalam novel atau film, lee Jungseob adalah sosok yang sangat dicintai masyarakat Korea. Kisah dramatis hidupnya yang pendek – ditandai dengan kejeniusan artistik, kerinduan tragis pada yang tercinta, membawanya dari tempat ke tempat dan akhirnya pada kematian saat dia masih muda – telah menjadi legenda. Sejak lahir pada tahun 1916 sampai kematiannya yang sunyi pada tahun 1956 di usia 40 tahun, lee telah menjalani kehidupan yang sederhana, yang kebanyakan menyenangkan. Pada akhirnya dia dianggap sebagai bintang dalam sejarah seni modern Korea. Choi Yeol, seorang sejarahwan seni dan penulis buku “lee Jung-Seob, Sebuah Biografi Kritis: Pencarian Kebenaran di Balik Mitos Sang Seniman” (2014), memberikan pandangannya tentang mengapa lee menjadi seniman yang 40 KoREANA musim Gugur 2016

diidolakan masyarakat Korea: “Mengalami penderitaan akibat konsekuensi kehancuran oleh Perang Korea, maka apa yang masyarakat butuhkan adalah roh suci yang dapat membantu mereka untuk bertahan dalam masa-masa suram, dan orang yang paling sesuai memenuhi harapan tersebut adalah lee Jung-seob. lahir dengan roh suci serta bakat yang luar biasa, lee menjadi sebuah simbol kesucian.”

Rekaman dari Sang Jiwa Pengelana lee lahir di daerah Pyongwon, Provinsi Pyongan Selatan (saat ini adalah Korea Utara). Dia menghabiskan hidupnya dengan mengembara dari satu tempat ke tempat lain, hidup di lebih 10 kota, termasuk Pyongyang, Tokyo, Seogwipo di Pulau Jeju, Busan, Tongyeong dan Seoul. Melankolis dan kerinduannya akan cinta tergambar pada lukisannya, demikian

pula rasa kekosongan dan kemurnian, kemungkinan karena lukisan-lukisan tersebut merupakan rekaman dari sang jiwa pengelana. lee juga memiliki persahabatan dengan banyak penulis, dan persahabatan ini mengilhami dia menjadi jiwa yang artistik dan puitis yang membuatnya mampu menghadapi kesulitan dalam hidup pengembaraannya. lee biasa mengatakan. “Seni adalah sebuah rekaman tentang kekuatan kebenaran yang mengalahkan badai.” Retrospektif lee Jung-seob dipamerkan sejak 3 Juni hingga 3 oktober di cabang Deoksugung dari Museum nasional Seni Kontemporer dan Modern. Pameran tersebut memamerkan sekitar 200 karya dan 100 material yang merupakan pinjaman dari 60 institusi, termasuk Museum Seni Modern di new York, menyediakan gambaran komprehensif dari kehidupan dan karir sang seniman.

©Museum nasional Seni Kontemporer dan Modern

1


Banyak sekali karyanya ditunjukkan dalam pameran tersebut, termasuk 60 lukisan cat minyaknya yang terkenal seperti “Banteng” dan “Keluarga di Perjalanan,” lukisan yang digambarkan pada kertas rokok, drawing , lukisan pada kartu pos, dan ilustrasi huruf, serta berbagai barang pribadi yang ditinggalkannya. Ilustrasi pada kartu pos dan lukisan dalam surat tidak hanya memperlihatkan jejak kehidupannya yang terpaksa hidup hidup terpisah dikarenakan kemiskinan dan perang yang mengerikan, tetapi juga menyampaikan sejarah keluarga yang menyayat hati serta sejarah tragis dari pemisahan masyarakat Korea. Sebagian besar dari karyanya dihasilkan dalam lima tahun pada tahun 1950-an. Hal tersebut membuat orang mengagumi semangat kreatif abadi yang dimilikinya di hadapan kemiskinan dan penderitaan akibat perang. Terutama, pada tahun terakhir hidupnya, dia bertarung melawan anoreksia, penyakit mental dan hepatitis. Walaupun demikian, dia tidak pernah menaruh kuasnya. Bahkan ketika kematian semakin mendekati, semangatnya tidak pernah meluntur karena dia terus menaruh harapan tinggi untuk dapat bersatu kembali dengan istri dan kedua putranya, yang dia kirim ke Jepang untuk melarikan diri dari perang dan kondisi keuangan yang hancur. Sebuah surat yang ditulisnya untuk istrinya pada tahun 1954, memberikan sekilas gambaran hatinya pada kita. “Seorang seniman yang tidak mampu memberikan segalanya untuk bersatu dengan istri yang dicintainya, tidak dapat diharapkan dapat menciptakan karya yang bagus. Tentu saja terdapat beberapa seniman yang menciptakan karya seni tanpa menikah, tetapi Agori [julukan lee Jung-seob yang berarti “lee yang berahang panjang”] bukanlah seniman macam itu. Saya melihat diri saya dari perspektif yang benar. Seni adalah sebuah ekspresi cinta yang tidak pernah berakhir. Ketika Anda dipenuhi dengan cinta sejati, maka hati Anda akan mampu mencapai kemurnian dan kesucian. Mohon untuk

memiliki kepercayaan pada seniman hebat Jung-seob, yang hanya berpikir tentang Anda ketika melukis, dan tetap merasa senang dan sehat sementara terus menjaga rasa hormat diri dan semangat tentang Tokyo.” lee suka menyebut dirinya sendiri sebagai seorang “pelukis jujur.” Kejujuran dalam perasaannya diungkapkan dalam gambar anak-anak yang muncul di banyak karyanya. Dia memproyeksikan dirinya ke dalam lukisan seorang anak lelaki muda, yang kemungkinan adalah caranya melarikan diri dari kejamnya kenyataan. Wajah ramah sang seniman tumpang tindih dengan gambar anak laki-laki melintas di sekitar kanvas seolah sedang mencari impian jauh.

Penciptaan Lukisan dalam Kertas Rokok Jika orang membicarakan dunia lukisan lee Jung-seob, hal yang tidak dapat dikesampingkan adalah lukisan dalam kertas rokok atau yang disebut sebagai Eunjihwa dalam bahasa Korea. lee adalah seorang perokok berat, tetapi yang lebih penting dari rokoknya adalah lapisan/ kertas yang terdapat pada bungkus rokok. Kekurangan uang untuk membeli alatalat seni, dia menggunakan kertas rokok sebagai kanvasnya. Sebagian besar lukisan dalam kertas rokok diciptakannya selama

2 1 “Sabung ayam” (1955). Minyak di atas kertas, 28,5 x 40,5cm. lukisan dua ayam bertarung terbagi secara diagonal dalam kanvas. lee pertama melukis bentuk dasar dalam tiga warna utama, kemudian melukisnya lagi lebih abu-abu gelap, dan menggores permukaan dengan pahat secara cepat, memulasnya sebelum cat kering. 2 lee Jung-seob berpose di sebuah pameran yang diselenggarakan bersama-sama dengan tiga seniman lain di kota pelabuhan selatan Tongyeong pada tahun 1954, tak lama setelah Perang Korea berakhir. 3 “Dua Anak” (1950). Digores di kertas timah, 8,5 x 15,5cm. lee Jung-seob menciptakan lukisan kertas timah dengan menggunakan teknik inovatif yang mengingatkan pada teknik tatahan dari tembikar Goryeo atau tatahan perak pada peralatan logam.

3

SENI & BUDAyA KoREA 41


Gambar anak-anak telanjang sering terlihat dalam lukisan kertas timahnya, terlihat di dalamnya garis tebal yang kuat yang menyampaikan kerinduan yang membara akan keluarganya. Lee mengatakan bahwa lukisan ini adalah sketsa kasar untuk mural yang kemudian akan dilukisnya. hidupnya di Busan, tempat dia melarikan diri ketika terjadi perang. lukisan dalam kertas rokok itu menjadi aliran baru yang lee ciptakan dengan menggunakan teknik inovatif dan belum pernah ada sebelumnya. lukisannya dibuat dengan menggores permukaan kertas rokok yang berbahan timah perak, lalu melukis di atasnya, dan kemudian mengusap catnya, meninggalkan cat hanya di tempat yang terukir. Hasilnya adalah sebuah lukisan yang terdiri dari lekukan dalam garisgaris yang dibuat pada permukaan datar, tetapi diberikan ilusi tenggelam atau muncul, dengan permukaan berkilau yang meningkatkan kesan artistiknya. lee dikenal telah menghasilkan sekitar 300 lukisan dalam kertas rokok ; lukisanlukisan ini berukuran kecil, hanya sekitar 9 cm x 15 cm, dan seluruhnya dipenuhi dengan gambar. Gambarnya menangkap intisari dari subjek hanya dalam beberapa garis yang mengekspresikan fitur utama.

Gambar anak-anak telanjang sering terlihat dalam lukisan kertas timahnya, terlihat di dalamnya garis tebal yang kuat yang menyampaikan kerinduan yang membara akan keluarganya. lee mengatakan bahwa lukisan ini adalah sketsa kasar untuk mural yang kemudian akan dilukisnya.

Bereksperimen dengan Menggunakan Berbagai Bahan Tema utama yang terdapat dalam karya lee adalah cintanya pada istri dan kedua putranya. Hal ini juga yang menjadikan alasan mengapa lukisannya terkanal luas dan dicintai masyarakat dari segala umur. lee bertemu dengan istrinya, Yamamoto Masako (nama Korea adalah lee namdeok), seorang yuniornya saat dia sedang mempelajari seni di Bunka Gakuin di Tokyo. Dia segera mengejar istrinya tersebut, mengirimi istrinya dengan sekitar 90 kartu pos yang menyatakan

©Museum nasional Seni Kontemporer dan Modern

1

42 KoREANA musim Gugur 2016

cintanya hingga akhirnya dia berhasil memenangkan hati istrinya. Ilustrasi seperti “Dalam Mitologi” dan “laki-laki dan Perempuan” yang terlukis dalam satu sisi sebuah kartu pos muncul secara fantastis dan terlihat nyata. Walaupun besar lukisan itu sebesar telapak tangan, lukisanlukisan itu memancarkan energi yang luar biasa. Sebagaimana halnya dengan lukisan dalam kertas rokok, lukisanlukisan itu dianggap sebagai sebuah aliran independen. lee mengirim istri dan kedua putranya ke Jepang pada tahun 1952 di tengah Perang Korea, dan setelah itu menjalani kehidupan terpencil dari satu tempat ke tempat lain, tanpa pernah lupa menulis surat untuk keluarganya sekalipun. Sekitar 70 buah surat yang mencapai hingga 150 halaman, menampilkan ilustrasi indah yang melimpah dengan cinta dan kerinduan terhadap keluarganya. Suratsurat tersebut tidak hanya merupakan sumber berharga untuk mempelajari hubungan antara kehidupan lee dan seni, tetapi juga merupakan karya seni itu sendiri, yang ditandai dengan keharmonisan dari tulisan tangan bebas dan gambar. “Aku akan berusaha sebaiknya untuk melukis secepat yang aku bisa agar dapat menyelenggarakan p a m e ra n d a n m e n j u a l l u k i s a n k u . Kemudian, aku akan dapat mengunjungi kalian dengan membawa banyak uang dan hadiah. Maka, aku mohon agar kalian tetap sehat sampai saat itu,” bunyi salah satu suratnya yang menyedihkan.

1 “Tiga Anak dengan Ikan” (1950). Minyak di atas kertas, 27 x 36,4cm. 2 “Sapi Jantan” (1953-1954). Minyak di atas kertas, 32,3 x 49,5cm. Di antara seri “Sapi Jantan” oleh lee Jung-seob, lukisan ini sering dianggap paling mencolok.


2

Tampak bahwa dia tidak peduli dengan bahan material yang dia gunakan. Ketika dia tengah asyik menciptakan suatu karya, maka dia tidak akan ragu untuk bereksperimen. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan pada April lalu, ditemukan bahwa di antara 540 karyanya yang dia tinggalkan, sekitar 140 buah adalah lukisan cat minyak dan sekitar 160 buah adalah drawing berwarna. Banteng adalah perubahan ego dan jiwa lee sekaligus merupakan semacam roh yang menyingkatkan dunia kepelukisannya. lee memiliki ketertarikan pada banteng putih, menganggap mereka sebagai sebuah simbol dari rakyat Korea yang “berpakaian putih” dan kesabaran serta keuletan dalam menghadapi kesulitan. Dalam satu karyanya, seekor banteng kurus kering mengambil langkah besar, meninggalkan jejak di tanah dan melanjutkan maju barisannya dengan tegas. Seseorang dapat merasakan sebuah energi besar muncul dari usapan tebal kuas lee dalam karyanya, yang menangkap kesan kuat banteng hanya dalam beberapa usapan. Sama seperti

usapan kuas dalam kaligrafi, lukisan lee penuh dengan resonansi dan vitalitas spiritual. Dalam retrospektif lee untuk kali ini dipamerkan lima buah lukisan banteng. Yang paling merepresentasikan lukisan banteng lee adalah yang berjudul “Banteng,’ ,sebuah lukisan cat minyak yang dihasilkannya di antara tahun 1953 dan 1954, yaitu sebuah lukisan close-up kepala seekor banteng merah besar sedang melenguh dengan latar belakang langit merah matahari terbenam.

Legenda yang Belum Diselesaikan Pada tanggal 6 September 1956, lee meninggal sendirian di Rumah Sakit Palang Merah Seoul di Seodaemun-gu. Tanpa kehadiran satu pun keluarganya, jenazahnya ditinggalkan di rumah sakit selama empat hari sampai seorang teman datang. Kontras dengan hidupnya yang tragis, pameran anumertanya menarik banyak perhatian khalayak. Pameran spesial peringatan ke-30 tahun yang diselenggarakan pada Juni 1986

di Museum Seni Ho-Am, Seoul, harus diperpanjang untuk mengakomodasi pengunjung yang melimpah. Hingga akhir pameran, jumlah pengunjung pameran itu mencapai sekitar seratus ribu orang. Kemudian, pameran khusus diadakan pada bulan Januari 1999 di Gallery Hyundai juga menarik jumlah pengunjung yang hampir sama. Gu Sang (1919-2004), seorang penyair dan sahabat lee yang selalu berada di sisinya, mengatakan, “Aku tidak mengenal seniman lain seperti Jung-seob, yang menunjukkan kekonsistenan antara seni dan dirinya sendiri, antara seninya dan kebenaran. Dia adalah orang yang ramah dan bersemangat pada semua yang dia kenal, dan menunjukkan rasa sayang pada hewan, burung, ikan, dan bahkan pohon dan rumput. Dia menggambarkan komunikasi harmonis mereka dengan usapan kuas yang berenergi dan segar.” Pernyataan ini justru menunjukkan mengapa segala penelitian dan evaluasi mengenai lee Jung-seob dan karyakaryanya masih terus dilakukan. SENI & BUDAyA KoREA 43


JATUH CINTA PADA KOREA

dARcy PAquet PEMBELA FILM INDIE KOREA Kim Hyun-sook CEo, K-Movielove

ŠFIlM Pas Mal

Kritikus film Darcy Paquet menggagas Wildflower Film Awards ketiga tahun ini. Penghargaan untuk film independen ini memakai nama wildflower karena bunga liar tumbuh walaupun di lahan tandus. Kecintaannya kepada perfilman Korea selama 20 tahun ini ia wujudkan dengan meproduksi sesuatu yang lebih berarti. 44 KoREANA musim Gugur 2016


K

ami bertemu di pintu keluar stasiun kereta bawah tanah di bagian utara Seoul pada suatu sore saat hujan mengguyur di bulan Juni. Darcy Paquet memegang payung yang bertuliskan “Waiting for the Snow. ” Ia baru saja mengunjungi Indie Space yang berlokasi di dekat stasiun untuk menonton film dan mendapatkan payung itu sebagai cindera mata. Ia mengajak saya menyusuri gang sempit menuju sebuah café dengan pintu gerbang bergaya Korea dan kebun kecil. Suaranya lembut dan lafal Koreanya mendekati sempurna. Kami duduk sangat dekat, bahkan hidung kami nyaris bersentuhan.

Wildflower Film Awards Ketiga Awalnya, saya bertanya mengenai film yang baru saja ia saksikan. “Saya suka film pertama sutradara Jang Hee-chul ‘Beautiful Miss Jin .’ Saya masih ingat nama-nama tokohnya, dan saya menontonnya di hari terakhir. Saya satu-satunya penonton saat itu. Sepertinya jumlah penonton kurang dari seribu orang. Padahal, tigapuluh ribu penonton sudah cukup untuk menutup biaya produksi dan memberikan keuntungan. Sayang sekali orang hanya berbondong-bondong menonton film laris saja.” Percakapan kami berlanjut ke Wildflower Film Awards , yang digagas oleh Darcy. Penghargaan ini dimulai pada musim semi tahun 2014 untuk mendorong produksi film-film berbiaya rendah. Penghargaan tahun ketiga ini diberikan pada bulan April lalu. Mereka memberikan penghargaan kepada para pembuat film dan film yang dibuat dengan biaya kurang dari 1 milyar won (sekitar $880.000). “Saya sudah lama memikirkan hal ini, tapi tidak pernah menyangka akhirnya sayalah yang mengerjakannya,” kata Paquet. “Saya melihat banyak film yang bagus dan kreatif gagal mendapatkan tempat di hati penonton dan menghilang begitu saja. Saya berharap film-film itu bisa diapresiasi ulang. Jika ada penghargaan untuk film-film seperti ini, pasti akan menarik. Banyak yang mendorong saya, tapi saya hampir menyerah di tengah jalan karena kekurangan dana. Situasi jauh lebih baik sekarang karena kami mendapat dukungan dari investor, importir, dan distributor film termasuk Showbox.” Sekarang Wildflower Film Awards sudah mendapatkan pengakuan. Paquet ingat betapa bahagianya ketika ia menerima telepon dari seorang profesor yang mengatakan, “Saya punya mahasiswa di Departemen Film yang sedang membuat film khusus untuk ikut Wildflower Film Awards.” Jika segala sesuatunya sesuai

harapan, yang sangat ingin dilakukannya adalah memberikan kompensasi kepada lee Harin, seorang buruh angkut yang membuat 30 piala untuk acara itu.

Dari Guru Bahasa Inggris ke Pakar Film Korea Darcy Paquet sudah tenggelam dalam pekerjaan yang berhubungan dengan film Korea selama 20 tahun terakhir. Saya tahu banyak kaum muda dari negara Barat jatuh cinta kepada Korea setelah menonton film yang disutradarai oleh Kim Ki-duk, Bong Joon-ho, dan Park Chan-wook, dan akhirnya datang dan menetap di sini. Mereka mengajar kelas film di universitas, memperkenalkan karya sineas Korea dalam festival film asing, atau memproduksi film sendiri. Bisa dikatakan semua itu berawal dari Paquet. Ketika Paquet pertama kali datang ke Seoul pada tahun 1997 untuk mengajar bahasa Inggris di Korea University , ia meminta rekomendasi temannya mengenai film-film Korea yang bagus. Mereka menggeleng dan berkata: “Tidak banyak.” “Ah, sudahlah.” “Tidak layak tonton.” Siapa sangka kemudian ada gelombang besar dalam perfilman Korea? lalu, laahirlah “The Contact,” “Christmas in August,” “Swiri,” “Green Fish,” “The Quiet Family,” “An Affair,” “Girls’ night out,” dan “no. 3.” Ia pun terpesona. “Waktunya sangat pas. lima tahun kemudian setelah kedatangan saya di Korea seperti Renaissance dalam perfilman Korea. Filmfilm saat itu sangat bagus. Hong Sang-soo, Kim Ki-duk, dan Kim Jiwoon adalah sutradara pada masa itu,” lanjutnya. Darcy Paquet muda yang sangat menyukai Dostoyevsky dan Chekhov mendalami bahasa Rusia di Carleton College di Minnesota. Ia berencana mendapatkan gelar Ph.D. dalam sastra Rusia di Indiana University, tapi ia berubah pikiran dan beralih mengikuti program magister dalam linguistik terapan. Ia memiliki banyak teman Korea di program pascasarjana, dan bekerja di Korea University setelah menyelesaikan kuliah. Awalnya, ia hanya akan tinggal sebentar di Korea dan berencana pergi ke Republik Czech, tapi film-film Korea mengubah jalan hidupnya. Dewan Film Korea melihat ada warga Amerika yang menyukai film-film Korea dan memintanya menulis press releases dan materi pemasaran. Berdasarkan pengalamannya, Paquet membuat situs pribadi koreanfilm.org dan untuk pertama kalinya ia menyadari penikmat film Korea banyak sekali. “Saya mengunggah ulasan saya, dan cepat sekali setelahnya laman saya mendapatkan 30.000 page view dalam sehari. Ada seki-

Darcy Paquet, kritikus film AS yang tinggal di Korea, bermain pada bagian dalam film lim Sang-soo 2012 "Selera Uang" sebagai seorang Amerika yang mengatur pengiriman uang gelap dari keluarga chaebol untuk seorang tokoh politik.

SENI & BUDAyA KoREA 45


tar 7.000 pengunjung setiap harinya dan ada diskusi seru di sana,” katanya. Editor internasional di Screen International, sebuah majalah film Inggris, menyukai situs Paquet dan memintanya menjadi koresponden Korea. Ia menerima tawaran ini, dan menulis ulasanulasan segar mengenai industri perfilman Korea, awalnya untuk Screen International dan kemudian untuk variety.

less Bullet ” dari tahun 1961. Setelah itu, ia akan menilik ulang karya-karya Korea tahun 1970an dan 1980an, termasuk “Chil-su and Man-su.” Sejak tahun 2007 ia menjadi delegasi dalam Festival Film Internasional San Sebastian di Spanyol. Dalam tahun 2012, ia mengadakan sesi pemutaran film Korea di festival itu, dengan menayangkan 10 film dari tahun 1970an, termasuk karya Yu Hyun-mok, Ha Giljong, Im Kwon-taek, dan Kim Ki-young. “Acara yang diberi judul ‘The Darkest Decade’ ini memperkenalkan film Korea yang diproduksi di bawah diktator militer. Terlihat keadaan sosial pada saat itu dan pembatasan-pembatasan dengan adanya sensor dari pemerintah. Film-film itu diputar dua kali sehari selama lima hari dan hasilnya luar biasa,” lanjutnya. Sejak tahun 2002, ia juga menjadi konsultan program atau panelis dalam Festival Film Timur Jauh di Udine, Italia. Di sana ia memperkenalkan film Korea kepada khalayak yang lebih luas.

Subtitle dan Kelas Bahasa Inggris Paquet menghabiskan sebagian besar waktunya menulis subtitle film, mengajar di program International Summer Camp di Korea University , dan membantu penyelenggaraan festival film asing dalam menyeleksi film Korea. Ia sudah bekerja sebagai penulis subtitle selama beberapa tahun. namanya muncul dalam sekitar 150 film. Ia berhenti sejenak karena menderita tenosynovitis di tangan kanannya, dan kembali menekuni pekerjaan ini pada tahun 2014 dalam film “ode to My Father.” Ia sangat sibuk dalam bulan Maret tahun ini mengerjakan Penonton adalah Kekuatan Film-film Korea subtitle untuk film arahan Park Chan-wook “The Handmaiden” dan Duapuluh dua tahun lalu, Darcy Paquet sudah meramalkan arahan na Hong-jin “The Wailing” dan mempersiapkannya untuk film-film yang dibuat di Korea suatu saat akan tampil di pentas dunia. Tapi sekarang justru sebaliknya. festival film Cannes. “Jujur saja, film-film Korea tidak menghibur seperti dulu. Tidak Saat ini ia sedang mengerjakan dua film Hong Sang-soo. “Right ada film yang dibuat di Korea selama lima tahun terakhir ini yang now, Wrong Then” sudah pernah dikerjakan oleh orang lain, tapi benar-benar bagus. Beberapa hari yang lalu saya menonton “The Hong menolak subtitle yang diajukan dan mengatakan bahwa nuansanya “kurang tepat.” Film inilah yang sekarang dikerjakan Wailing.” Ini adalah film terbaik dalam kurun waktu lima tahun teroleh Paquet. akhir,” kata Paquet. Ia percaya kemitraan dengan 20th Century Fox “Setiap sutradara punya gaya masing-masing. Park Chanmemberikan ruang gerak lebih luas bagi sutradara na Hong-jin wook ingin semua kalimat dalam film itu diterjemahkan, walaupun untuk lebih kreatif berkarya. terengar janggal, sedangkan Hong Sang-soo lebih menyukai gaya Melihat kembali sistem pembuatan film di Korea, ia mencatat natural dan simpel. Sutradara Hong bisa berbahasa Inggris dengan bahwa sistem ini sangat kuat dan kaku. “Saya ragu apakah bisa baik, jadi sebelum mulai bekerja melahirkan sesuatu yang baru,” kami duduk bersama dan memlanjutnya. “Meskipun pesannya Sepuluh besar film indie Darcy Paquet bagus, jika filmnya tidak menarik baca beberapa kalimat yang sudah The World of Us (2016), disutradarai oleh Yoon Ga-eun tentu tidak akan diproduksi. Setiap diterjemhakan dan saya memintanA Midsummer’s Fantasia (2015), disutradarai oleh Jang Kun-jae film dibuat dengan cara yang sama. ya memilih mana gaya yang disuA Girl at My Door (2014), disutradarai oleh July Jung Jadi, film komersil yang ada saat ini kai,” katanya. 10 Minutes (2014), disutradarai oleh Lee Yong-seung pun seperti itu. Kurang menarik.” Paquet sudah mengajar di InterThe Russian Novel (2013), disutradarai oleh Shin Yeon-shick Paquet tidak secara langnational Summer Camp di Korea Juvenile Offender (2012), disutradarai oleh Kang Yi-kwan University sejak tahun 2009. Setiap sung menyebut monopoli bisnis The Winter of the Year Was Warm (2012), disutradarai oleh David Cho musim panas ia mengejar 40 jam besar dalam dunia perfilman yang The Journals of Musan (2011), disutradarai oleh Park Jung-bum dalam enam minggu. Tahun ini, ia memang merupakan masalah terDaytime Drinking (2008), disutradarai oleh Noh Young-seok mengkaji teori Yu Hyun-mok, yang besar dalam perfilmaan Korea. Sundays in August (2005), disutradarai oleh Lee Jin-woo membuat film klasik Korea “AimBarangkali ini terkait dengan

“Korea punya kekuatan besar yang tidak dimiliki negara lain, yaitu penonton lokal. Di negara lain film lokal tidak menguasai pasar seperti di Korea. Cobalah menonton film indie yang dibuat dengan biaya rendah. Film-film itu unik dan menyegarkan.” 46 KoREANA musim Gugur 2016


pemikirannya dan adanya kekhawatiran kehilangan sponsor untuk Wildflower Film Awards. Tapi ia tampak teguh dengan pendiriannya bahwa film indie adalah satu-satunya film yang pas dalam perfilman Korea. Di Korea, film dianggap gagal jika tidak menutup investasi awal. Sutradara yang tidak berhasil membuat film laris akan menemui kesulitan mendapatkan dukungan untuk proyek selanjutnya. Paquet memulai Wildflower Film Awards dengan harapan mematahkan lingkaran ini. Pembuat film yang berhasil akan memiliki kesempatan untuk membuat karya selanjutnya. “negara lain memiliki masalahnya sendiri berkaitan dengan industri film ini. namun, Korea punya kekuatan besar yang tidak dimiliki negara lain, yaitu penonton lokal. Di negara lain film lokal tidak menguasai pasar seperti di Korea. Cobalah menonton film indie yang dibuat dengan biaya rendah. Film-film itu unik dan menyegarkan,” kata Paquet.

Istri dan Anak-anak Dalam tahun keduanya di Korea, Paquet bertemu Yeon Hyeonsook, yang kemudian menjadi kekasihnya selama tiga tahun sebelum akhirnya menikah. Mereka memiliki dua anak laki-laki, satu duduk di kelas tiga dan satu lagi di kelas enam, di sekolah dasar negeri di Mia-dong, sebuah wilayah kota tua di Seoul. Anak pertamanya pergi ke Amerika musim panas yang akan datang untuk

tinggal dengan kakek dan neneknya. Paquet dan istrinya sudah menonton banyak film selama mereka berpacaran dan menerjemahkan “Memories of Murder” bersama. Karena kesibukan mengurus dua anaknya, istrinya sedikit menjauh dari dunia film. Sekarang ia punya sertifikat seni menghias kuku (nail art) dan akan membuka gerai. “Penting bagi laki-laki dan perempuan untuk menerima dan memahami perbedaan satu sama lain ketika menikah. Ada banyak perbedaan meski Anda tumbuh di lingkungan yang sama. Kami memahami ini sejak awal, jadi semua lancar-lancar saja,” kata Paquet. Menonton banyak film Korea sudah pasti sangat membantunya memahami Darcy Paquet berpose Korea, serta budaya dan kaum peremdengan oh Dong-jin puannya dengan lebih baik. Ia juga tampil (paling kanan), kritikus film dan Ketua Komite dalam tujuh film, termasuk “Almost Che ” Pengarah Penghargaan and “The Taste of Money. ” Ia menikmati Film Wildflower 3, dan terlibat dalam pengambilan gambar dan anggota lainnya setelah presentasi penghargaan berkolaborasi dengan kru. Ia jarang menoyang diadakan di sebuah lak ketika diminta bermian dalam film. Ia kafe di pusat kota di Seoul pada tanggal 7 berharap suatu saat bisa menulis naskah April tahun ini. Paquet film mengenai politik Korea khususnya adalah direktur pengmengenai pemilihan umum, bersama penhargaan tahunan untuk film indie Korea. ulis Korea.

SENI & BUDAyA KoREA 47


DI ATAS JALAN

“Sepatu Karet Terbang untuk Damai,� sebuah instalasi seni di DMZ Eco-Museum Trail sepanjang Sungai Imjin di Paju, menggunakan pagar puncak-kawat-berduri sepanjang garis pengontrolam sipil di Zona Demiliterisasi sebagai ruang pameran. Kerinduan masyarakat untuk menginjakkan kaki di tanah Korea Utara dinyatakan dalam rangkaian pot tanaman dalam bentuk ratusan pasang sepatu karet yang digantung di pagar kawat menghadap ke utara. Dibuat oleh Seong Yeon-Gwi dan Yang Si-hoon, dipilih sebagai karya yang luar biasa dalam kompetisi mahasiswa yang diselenggarakan pada 2010.

48 KoREANA musim Gugur 2016


TerusLah BerPuisi, hingga TiBa saaTnya KiTa BersaTu Gwak Jae-gu Penyair Ahn Hong-beom Fotografer

Sungai Imjin berhulu di dataran tinggi di sisi timur Semenanjung Korea dan mengalir ke arah barat daya sepanjang 244 kilometer menyusuri bagian selatan Korea Utara, masuk ke wilayah Korea Selatan di sepanjang Zona Demiliter sampai bermuara di Sungai Han dan mengalir ke Laut Kuning. Pelabuhan ferry di sungai Imjin ada di Paju, propinsi Gyeonggi, sebuah titik strategis transportasi ke darat sebelum terjadinya pemisahan kedua negara ini. SENI & BUDAyA KoREA 49


A

roma bunga liar yang tajam itu terbawa angin. Saya berjalan sepanjang bantaran sungai dengan dua teman lama saya. Kami bersekolah bersama di awal tahun 1970an, dan punya pandangan yang sama tentang hidup. Kami bertiga menulis puisi. Menurut saya, bahkan sampai sekarang, sangat luar biasa kami yang baru berusia tujuhbelas atau delapanbelas tahun memutuskan menjadi penyair.

‘Itu Bukan Puisi!’ Ketika kami di sekolah menengah, kami bertemu dua kali seminggu untuk diskusi mengenai puisi. Suatu hari kami membaca dan mendiskusikan karya penyair kenamaan yang baru terbit. Di hari lain kami membaca dan membicarakan puisi kami. Pada saat itu kami pikir karya kami jauh lebih indah dari puisi yang ada di jurnal sastra. Diskusi memanas ketika kami bicara tentang puisi kami. Ketika kami baca puisi masing-masing, selalu ada kalimat seru yang meluncur dari mulut kami: “Itu bukan puisi!� Betapapun

1

50 KoREANA musim Gugur 2016

indahnya puisi yang ditulis salah satu di antara kami, responnya tetap seperti ini. Suatu hari salah satu teman saya membacakan karya terbarunya. Ia menulis dengan passion lebih kuat dari biasanya. Tapi saya bilang: Ini bukan puisi. Tidak ada ruhnya sama sekali. Ini tulisan yang sudah jadi. Mana yang disebut puisi? Teman saya mulai mencari sesuatu di tas sekolahnya. Ia mengeluarkan pisau militer yang besar. Malam sebelum kami berdebat, ia menulis puisi, dan membeli pisau itu di pasar lama. Rupanya is sudah mempersiapkan segalanya. Dan, ia bersumpah pada dirinya sendiri: Siapapun yang mendengar puisi ini dan mengatakan bahwa ini bukan puisi bukan lagi teman saya. Kami lari keluar kelas. Sambil mengayunkan pisaunya, teman saya itu mengikuti kami. Karena melihat beberapa siswa dikejar siswa lain dengan sebilah pisau, orang-orang lalu menghubungi polisi, kami ditangkap dan dibawa ke kantor polisi.


Mengapa kau kejar teman-temanmu dengan sebilah pisau? Mereka bilang puisiku bukan puisi. Polisi tidak percaya. lalu ia bertanya lagi. Mengapa kau kejar teman-temanmu dengan sebilah pisau? Mereka bilang puisiku bukan puisi. Mereka menyebutnya sampah. Polisi itu menggelengkan kepalanya lagi, dan saat itu guru kami masuk. Polisi memperlihatkan laporan yang baru ditulisnya. Siswa ini mengatakan ia mengejar teman-temannya dengan pisau karena mereka bilang puisinya bukan puisi. Apakah benar? Sang guru membaca laporan polisi itu. Jawabannya sangat singkat. Ya, benar. 2 1 Jalur patroli militer, terlarang bagi warga sipil sejak tahun 1971, berubah menjadi eco-trail sepanjang Sungai Imjin dan dibuka untuk umum untuk pertama kalinya dalam 45 tahun. Dengan pemesanan lebih dahulu, siapa pun dapat melihat pemandangan tersembunyi pada perjalanan sepanjang kawat berduri melalui tour yang dipandu. 2 Selama Dinasti Joseon, tempat feri Imjin bersandar merupakan perhentian yang penting di jalan dari ibukota Hanyang hingga Uiju dekat Sungai Amnok (Sungai Yalu), jauh di utara di perbatasan China. Saat ini tempat itu sangat menyedihkan di luar garis kontrol sipil yang hanya beberapa kapal nelayan lokal sesekali datang dan pergi. 3 Dari atas geladak observatorium di Taman Imjingak di Paju, orang dapat melihat pegunungan dan daratan Korea Utara.

Dengan jaminan guru kami itu, kami dibebaskan. Dan, kami melanjutkan menulis puisi di sekolah sampai kami lulus.

Jejak Kelam di Tepi Sungai Saya berjalan menyusuri bantaran sungai dengan teman-teman saya itu. lebih dari lima tahun berlalu. Waktu telah mengantarkan teman saya menjadi dokter, sementara saya dan teman saya mengajarkan puisi di universitas. Sejauh apapun kelas puisi ini, tidak ada yang bisa mengalahkan dokter. Dua tahun lalu, ada tragedi besar di perairan Korea. Ferry Sewol tenggelam dan sebanyak 304 orang meninggal. Di antara yang meninggal itu, 250 korban adalah siswa sekolah menengah yang sedang berkaryawisata. Teman saya yang dokter ini menulis puisi setiap malam, satu puisi untuk masing-masing korban sebanyak 304 orang. Puisi yang ditulisnya tengah malam, setelah mengobati pasien sepanjang hari, melawan kesedihan yang sangat mencekam, akan diterbitkan pada musim gugur mendatang. Teman saya yang lain menulis puisi epik berjudul “Sungai Imjin� di tahun 1986. Puisi ini menceritakan kisah Kim nak-jung, seorang laki-laki muda berusia 20 tahunan yang

3

SENI & BUDAyA KoREA 51


Ratusan pasang sepatu karet putih berjajar di atas pagar. Sekuntum bunga liar terselip di dalam sepatu-sepatu itu. Bunga itu melambangkan kerinduan akan Korea Utara, sebuah tempat yang tidak bisa mereka kunjungi. menyeberangi sungai Imjin ke Korea Utara di bulan Juni 1955 dan kembali ke Korea Selatan di bulan Juni tahun berikutnya. Pada tahun 1954, tidak lama setelah berakhirnya Perang Korea, Kim punya sebuah ide yaitu “komunitas pemuda merdeka untuk persatuan.” Gagasan ini ditujukan kepada pemuda berusia 20 tahun dari Korea Selatan dan Korea Utara untuk membentuk komunitas, dan saling membantu untuk menjalankan komunitas ini. Ketika dikonfrontasi mengenai ide yang romantis tapi tidak realistis ini, resim Syngman Rhee menyebut Kim sudah kehilangan akal. Dengan taruhan nyawa, Kim menyeberangi sungai Imjin dan menyampaikan idenya ini kepada Korea Utara. Tapi respon mereka sama. Resim Korea Utara menuduhnya sebagai mata-mata dan memulangkannya kembali ke Korea Selatan, dan ia dijatuhi hukuman mati lima kali dan menjalani hukuman kurungan selama 18 tahun. Sungai Imjin mengalir dengan tenang, bersama sejarah dan tragedi yang mewarnai hidup kami. Jalan yang kami lalui dibuka untuk umum di bulan Maret tahun ini dan dikenal sebagai Imjin River Eco Trail. Jalur ini membentang sepanjang 9,1 kilometer dari Taman Imjingak, titik paling utara yang diperbolehkan bagi warga Korea Selatan, sampai Yulgok. Bunga yang dulu saya lihat sekarang ditanam di sisi jalan. Teman saya yang menulis puisi “Sungai Imjin” tahu nama-nama tanaman itu lebih banyak dibanding siapapun yang saya kenal. Ia adalah teman terbaik menyusuri jalan itu. Kami berjalan sepanjang sisi selatan pagar kawat berduri yang memisahkan kedua negara. Angin bertiup lembut dan sungai itu memantulkan warna langit. Tak ada biru yang melebihi birunya air itu. Setelah berjalan selama sekitar dua kilometer kami melihat beberapa instalasi di pagar kawat berduri itu. Salah satu yang menarik perhatian adalah: sepatu karet putih yang berjajar di atas pagar. Jumlahnya ratusan. Di dalamnya ada sekuntum bunga liar. Sepatu itu adalah simbol kerinduan orang-orang akan Korea Utara, sebuah tempat yang tidak bisa mereka kunjungi. Siapapun yang berjalan menyusuri bantaran sungai Imjin pasti merasakan hal yang sama. Hati kami sakit. Pada tanggal 30 Juni 1983, Korean Broadcasting System (KBS) mengawali kampanye untuk menolong orang-orang ini bertemu kerabatnya, anggota keluarga yang sudah terpisah karena perang.

DMZ

70km

Kabupaten yeoncheon Seoul

Kabupaten Yeoncheon

Sungai imjin observatorium taepung Rawai-rawa Pyeonghwa Gunung Gunja dermaga imjin

jembatan Perdamaian, taman imjingak Kota Paju

Objek Wisata di Sekitar Kota Paju dan Kabupaten Yeoncheon

52 KoREANA musim Gugur 2016

“Faksi,” sebuah lukisan skala besar oleh Han Sungpil di DMZ Eco-Museum Trail, menggambarkan adegan imajinasi tentara Korea Selatan mengulurkan tangan ke seorang jenderal Korea Utara tanpa ekspresi bagaikan papan di paviliun Panmungak Korea Utara berubah menjadi Tongilgak, atau “Paviliun Unifikasi”.


Dalam waktu 453 jam dan 45 menit siaran langsung itu selama 138 hari sampai tanggal 14 november di tahun yang sama, sebanyak 10.189 orang bertemu dengan kerabatnya. Pada tahun 2015 arsip penyiaran ini tercaatat di UnESCo Memory of the World Register. Siaran langsung ini menjadi catatan mengenai tragedi yang kejam sebagai akibat dari aksi manusia dan luka ini tidak bisa dituangkan dalam karya sastra apapun. .

‘Saya tidak menyangka akan hidup sampai hari ini’ Pada bulan April 1999, kami bertiga menginjakkan kaki di Korea Utara. Wisata ke gunung Kumgang (Geumgang) dibuka pada bulan november 1998. Ketika kapal mendarat di pelabuhan Changjon di pagi hari dan melabuhkan jangkarnya, saya tidak bisa berkata-kata. Wilayah utara di hadapan kami berwarna coklat. Gunung, kapal, gedung — segalanya berwarna sama. Kami bahagia sekali ketika kami memasuki gedung bea cukai untuk prosedur imigrasi, penasaran harus berkata apa untuk menyapa mereka dari utara. Kami mencoba beberapa salam tapi sepertinya kurang pas. Akhirnya saya mengatakan kepada petugas yang mengambil kertas kosong kami, “Saya tidak menyangka akan hidup sampai hari ini.” Dengan sangat cepat ia mengangguk. Pemandu kami ke puncak Kujong di gunung Kumgang punya pipi semburat merah seperti puah persik. Saya ingin mengatakan sesuatu kepadanya, tapi saya ingat ada peringatan dilarang berbicara dengan pemandu. Bunga rhododendrons merah ini sangat cantik, gumam saya di belakang pemandu itu. Ia menimpali: “Indah, bukan?” Itulah awal perbincangan kami. Apa pekerjaan Anda, comrade? Saya menulis puisi. Selama hidup, saya belum pernah memberitahukan pekerjaan saya sepenuh hati seperti

SENI & BUDAyA KoREA 53


ini. Saya berharap Anda terus menulis banyak puisi indah. Itulah yang dikatakannya. Tidak ada salam pembuka dan perpisahan yang saya ingat dalam pertemuan singkat ini. Setelah sekitar tujuh kilometer sepanjang jalur pendakian, kami sampai ke lokasi ferry Imjin. Pada masa dinasti Joseon, pelaabuhan ini adalah lokasi penting di jalur dari Hanyang (sekarang Seoul) ke Uiju di propinsi Pyeongan di perbatasan Korea-China. Pada periode Tiga Kerajaan, lokasi ini adalah pertemuan perbatasan kerajaan Silla, Goguryeo dan Baekje dan menjadi ajang perselisihan di antara ketiganya. Selama perang Korea, tentara dari Korea Selatan dan Utara saling menyerang, bergantian menduduki lokasi ini. Di pelabuhan ini, terdapat sepuluh kapal kayu. Kapal-kapal pencari ikan ini digunakan oleh nelayan lokal. Pelabuhan ini dikelilingi kawat berduri dan memiliki pos penjagaan militer di dekatnya dan akses ke sana sangat terbatas bagi orang luar. lokasi ini penting dalam jalur nasional lama ke Uiju, dan saya membayangkannya sebagai tempat yang luas, tapi ternyata hanya hamparan pasir tidak lebih luas dari lapangan volley. Kapal tidak bisa menyeberangi perairan di sini, jadi tempat ini tidak dipakai lagi sebagai pelabuhan. Jalur ini berakhir di Taman Yulgok.

Observatori di Garis Depan Di hari kedua kami menuju observatori Taepung di wilayah Yeoncheon. Tempat ini terletak di ketinggian 264 meter di atas sungai Imjin, 65 kilometer dari Seoul dan 140 kilometer dari Pyongyang. Kita bisa memasuki observatori ini setelah melewati pos pemeriksaan. Di lokasi ini terdapat gereja Protestan, katedral Katolik, dan kuil Buddha. Tampak juga sebuah monumen untuk mengenang prajurit perang Korea. Ketika kami sedang asyik berdiskusi tentang puisi semasa sekolah menengah, beberapa anak sebaya menaiki tank menuju garis pertahanan musuh. “Kuat bagai baja/Kami kompi 57, brigade

54 KoREANA musim Gugur 2016


1 Sebuah kebun dipenuhi bunga-bunga liar di Taman Subur Perdamaian sepanjang Sungai Imjin di Wilayah Yeoncheon. Galeri Yeongang terlihat jauh di luar taman, dibuka pada bulan Mei tahun ini setelah bekas Aula Pameran Keamanan diubah menjadi fasilitas seni pertama yang berada di dalam zona pengontrolan sipil DMZ. Tergerai menutupi bangunan adalah instalasi “Pintu Damai” oleh Han Sung-pil dan Cho Sang-gi. 2 Di tengah suasana rekonsiliasi antara kedua Korea, perjalanan ke Gunung Kumgang melalui laut diizinkan pada tahun 1998 dan jalur darat dibuka pada tahun 2003. Untuk beberapa tahun wisatawan Korea Selatan dapat menikmati tur bus di sepanjang pantai timur menuju Gunung Kumgang di seberang perbatasan. Tapi proyek pariwisata bilateral ini dihentikan pada tahun 2008 dan kini belum dilanjutkan lagi.

muda.” Ini bagian dari lagu brigade muda, yang terukir di monumen itu. Kami berdoa untuk pejuang tanpa nama atau nomor ini. Kami sampai di depan monumen yang didirikan untuk mengenang 36.940 tentara Amerika yang bertempur di bawah bendera Perserikatan Bangsa-bangsa dan gugur di medan perang. Impian 36.940 jiwa tentang dunia yang damai terkubur di bawah gunung di Semenanjung Korea. Bagaimana mereka yang masih hidup menghargai itu semua? Kami memasuki gedung observatori. Dari ini terlihat pos penjagaan Korea Utara. Garis Demarkasi Militer yang memisahkan Korea Selatan dari Korea Utara terletak sekitar 800 meter dari sini dan pos terdekat adalah 1.600 meter, jadi bahkan di dalam wilayah demarkasi pun lokasi ini ada di garis depan. Pemandangan alam di kedua sisi sungai Imjin, yang mengalir melalui kedua negara itu juga sama. Gunung dan sawah di sisi utara berwarna coklat kemerahan. Tidak ada hutan atau pohon. Kami tidak menyadari bahwa yang tampak jelas itu sebenarnya ladang jagung sampai ketika penjaga militer itu memberitahu kami. Perih sekali. Bagaimana rasanya menanam jagung di garis depan? Mereka mengatakan, di suatu hari yang cerah kita bisa melihat petani Korea Utara. Tapi pada saat kami berkunjung ke situ, mereka tidak tampak sama sekali. Kami hanya bisa melihat melalui teleskop samarsamar desa ojang-dong. Di depan kami terdapat plateau yang bernama nori-goji. Selama perang Korea, sebanyak 4.500 butir peluru ditembakkan di atas wilayah selebar satu meter persegi, yang mengurangi tinggi plateau hingga lima meter. Menuruni observatori, kami langsung menuju rawa-rawa Pyeonghwa (Peace) di hulu sungai Imjin. Setiap tahun, ratusan burung bangau berjambul merah datang untuk menghabiskan musim dingin di rawa buatan ini. Burung yang disebut dengan hak dalam bahasa Korea ini memiliki jambul merah di atas kepalanya. Dengan berat sekitar 10 kilo, panjang sekitar 140 sentimeter dengan jangkauan sayap 240 sentimeter, burung ini dianggap sebagai lambang keberuntungan. orang Korea percaya bahwa munculnya bangau ini berarti akan terjadi sesuatu yang baik. Dan, hal terbaik bagi mereka adalah penyatuan kedua negara. Menciptakan habitat bangau di tepi sungai Imjin, yang dipercaya menjadi tempat arwah jaman perang, dan berdoa semoga bangai itu kembali setiap tahun buat kami menjadi semacam totemisme. Di rawa-rawa ini, kantor wilayah Yeoncheon memasang “Slow Crane Mailbox.” Surat yang ditulis hari ini akan dikirim tahun depan, yang mengingatkan penantian selama setahun bangau-bangau itu datang kembali tahun depan. Barangkali ini ekspresi harapan bahwa kedamaian akan datang tahun depan. Saya mengambil selembar kartu pos, dan berpikir apa yang harus saya tulis. Ucapan pemandu di gunung Kumgang tiba-tiba terlintas di pikiran saya. Saya menulis, “Tulislah puisi, hingga tiba saatnya kita bersatu.”

1

©nam Dong-hwan

2

SENI & BUDAyA KoREA 55


SUATU HARI BIASA

NAMA SAYA ‘IBU GOSAM’ Ibu seorang siswa kelas ke-3 sekolah menengah atas (SMA) umumnya disebut sebagai ‘ibu gosam’. Kata ‘go’ bermakna SMA serta ‘sam’ berarti kelas ke-3. Seorang ibu gosam Korea Selatan tidak bisa berbicara kepada anaknya, ‘Ini hidup kamu.’ Selama satu tahun, dia terpaksa mengikuti kehidupan anaknya seperti mengikuti balapan kaki tiga. Akan tetapi jarang ada ibu yang bisa menjalankan balap tersebut tanpa penderitaan batin. Kang Shin-jae Penulis lepas Ahn Hong-beom Fotografer

S

emakin mendekati jam 7 pagi, Ibu Son, Ae-ran semakin gugup melihat anak perempuan gosam bersiap-siap ke sekolah. Putrinya akan ketinggalan bus shuttle yang berangkat dalam 5 menit kalau tidak buru-buru. Tepat sebelum ibu Son yang merasa cemas tanpa bicara memberi kunci mobil kepada suaminya, putrinya bergegas keluar dari kamarnya dan menuju pintu. “Tidak boleh terlambat ke sekolah karena hal ini tercatat dalam catatan siswa. Memang, pihak sekolah mengatakan tidak ada masalah terlambat sampai tiga kali tetapi saya sebagai orang tua ingin catatan siswa itu bersih. Saya ingin anak saya memiliki catatan sekolah sempurna.” ujarnya.

Anak Gosam, Ibu Gosam Setelah sang putri berangkat ke sekolah, ibu Son dan suaminya baru bisa berangkat kerja dengan mengecek jadwal hagwon. Hari ini ibu Son akan mengantar putrinya ke hagwon pada jam 8 malam dan suaminya akan menjemputnya pada jam 10 malam. Jadwal hari biasa bisa dikatakan mudah diatur. “Pada hari Sabtu, putri saya les di hagwon sejak jam 10 pagi. Saya mengantarnya ke hagwon dan menunggu selama dua jam. Setelah les itu selesai, kami makan siang sebelum dia masuk les jam 13.00. Setelah 3 jam, saya menjemputnya dan pulang ke rumah kemudian mengantarnya lagi ke hagwon di Gangnam untuk les jam 7 malam. Saya menjemputnya jam 10 malam ketika les selesai. Kadang-kadang suami membantu, tetapi bisasanya ibu menjadi pengemudi sepanjang hari. Hari Minggu juga sama.” jelasnya. Itulah sebabnya mobil-mobil berderet di sekitar hagwon. Ibu rela menjadi sepasang kaki anaknya bergerak dengan anaknya bagaikan satu tim. Belajar masih merupakan tugas anaknya sendiri sedangkan antar jemput dari satu hagwon ke hagwon lain serta membantu anaknya 56 KoREANA musim Gugur 2016


memilih hagwon terbaik berdasarkan dengan informasi komunitas orang tua telah menjadi tanggung jawab ibu. Selain itu banyak ibu rela membagi penderitaan dengan berjaga selama anaknya belajar sampai larut malam. oleh karena itu, hubungan ibu dan anak semakin akrab, keakraban bertaut erat selama anaknya kelas ke-3 SMA. Bagaimana kehidupan ibu Son selama tahun gosam? Jalan apa harus ditempuh oleh ibu Son sebagai bagian dari anak yang berumur 19? Dia tampaknya melalui jalan tersebut dengan tenang, di mana sebanyak enam ratus ribu ibu gosam melewati. namun saya mengasumsikan bahwa untuk masa depan anaknya, dia mungkin mengalami ‘penyimpangan dalam kehidupannya sendiri’ dengan menangguhkan beberapa nilai kehidupan pribadinya. Saya bertanya kepada ibu Son, seorang guru SMA sekaligus seorang ibu gosam tentang masa sulit ini. Dia menceritakan kehidupan sehari-hari dengan menyentuh realitas sistem pendidikan masa kini, saya bisa merasakan kelelahan yang tidak bisa dihindari dewasa ini. Kegairahan pada Pendidikan Swasta “Sebagian besar siswa di daerah Mokdong menganggap kehadiran hagwon itu biasa saja. Siswa sekolah dasar (SD) pun mengikuti hagwon sampai jam 10 malam tanpa melawan pada orang tua walaupun mereka mengucek matanya karena mengantuk. Mereka berpikir bahwa bukan hanya mereka sendiri saja yang lelah karena hampir semua siswa mengikuti hagwon,” ujar Son. Mok-dong, di mana ibu Son tinggal, daerah yang dipenuhi oleh apartemen kelas menengah terletak di daerah utara barat Seoul, merupakan ‘Pusat Hagwon’ bersama dengan Daechidong, di Gangnam. Siswa secara alami berbondong-bondong menuju hagwon setelah sekolah selesai. Hagwon bukan hanya tempat belajar namun tempat untuk memanfaatkan waktu. Mereka tidak mungkin mengelola waktu mereka sendiri, sungguh tak mungkin. Kecuali mereka

Son Ae-ran dan putrinya memeriksa daftar program baru yang ditawarkan oleh hagwon (akademi swasta).

SENI & BUDAyA KoREA 57


yang berpendirian kuat, sebagian besar ibu tidak berani mengarahkan anaknya ke pilihan yang berbeda. Mereka yakin anaknya akan mencapai prestasi belajar jika mereka bertahan berjamjam belajar secara pasif tanpa memberontak. Dalam hal hagwon, ibu Son membandingkan Mok-dong dengan Incheon, tempat dia bekerja dan nilai uji coba ujian nasional paling rendah di seluruh Korea. “Siswa akan melalui periode yang penuh gejolak pubertas. Ketika mereka memiliki masalah dan mulai memberontak, ibu-ibu di Mok-dong biasanya mengambil catatan dan mencoba untuk menemukan solusi. Sebenarnya, hagwon tidak memungkinkan para siswa memiliki banyak waktu untuk tersesat, “kata Son. ”Tapi situasinya berbeda di Incheon, terutama di daerah dengan banyak pabrik, seperti lokasi sekolah saya. Para siswa yang tidak hadir hagwon memiliki banyak waktu luang setelah sekolah. Mereka tidak dilatih untuk menggunakan waktu untuk belajar sendiri, dan orang tua mereka tidak punya waktu untuk memberikan bimbingan. Tidak yakin apa yang mereka ingin lakukan, mereka hanya bergaul dengan teman-teman mereka, tapi masalahnya mereka tidak memiliki teman yang bisa berpengaruh positif pada mereka.” Kekuatan mutlak hagwon mengendalikan emosi maupun perilaku masa remaja. Menyadari kekuatan itu, ibu terus gelisah dan terintimidasi. “Ibu-ibu selalu khawatir. Mereka membandingkan nilai anak mereka dengan orang lain dan khawatir bahwa nilai anak mereka mungkin jatuh karena belajar sendiri. Hagwon mengetahuinya dengan baik dan memanasi kekhawatiran orang tua,” katanya. oleh sebab itulah ibu-ibu berusaha mencari hagwon atau guru pribadi terbaik. Mereka berusaha membangun hubungan dengan orang tua lain untuk mendapat informasi hagwon yang dipilih beberapa kaum kelas atas. Meskipun hanya sebagian kecil, mereka mempertimbangkan les pribadi yang biayanya lebih dari beberapa juta won per sesi. Hal yang muncul dari semangat pendidikan obsesif ini adalah pembelajaran lebih awal yang teredistorsi. Misalnya, siswa SD di daerah yang gairah pendidikan pribadinya sangat tinggi justru mempelajari matematika SMA. Ketika penyimpangan semacam ini sudah menjadi standar, minoritas yang berada di luar standar dikecualikan sepenuhnya. Ibu Son menceritakan kehidupannya dalam obsesi ekstrem ini. “Di tengah limpahan informasi yang mendorong orang tua ke pembelajaran swasta, menjaga keseimbangan itu paling penting. Tidak ada lagi batasan jika kami terlalu ambisius. Walaupun begitu, pembelajaran 1 kelas lebih tinggi menjadi hal yang tidak dapat dihindari oleh anak saya juga.”

Keperdulian Terhadap Harga Diri Anak Apakah tidak ada kebijakan untuk mendinginkan gairah ini? “Anak perempuan saya memilih jurusan ilmu pengetahuan alam. Jurusan ini biasanya dipilih oleh siswa yang bernilai tinggi sehingga persaingan sengit untuk nilai sekolah tidak bisa dihindari. Jika dia membuat kesalahan pada satu soal dalam ujian matematika, dia langsung jatuh dari tingkat pertama ke tingkat ketiga. Belajar itu seperti berjalan di atas es tipis.” katanya. Dalam keadaan ini, perubahan kebijakan masuk perguruan tinggi tidak begitu bermanfaat walaupun mementingkan nilai sekolah daripada nilai ujian nasional masuk perguruan tinggi atau merekomendasi ‘berbagai kegiatan dan prestasi’ selain nilai sekolah. orang tua, siswa, dan pihak pendidikan swasta tidak bisa berhenti ‘memenuhi kualifikasi untuk kegiatan’ supaya mengatasi peraturan baru. Dengan latar belakang ini, siswa tidak bisa merasakan kenikmatan

Belajar masih merupakan tugas anaknya sendiri sedangkan antar jemput dari satu hagwon (bimbingan belajar) ke hagwon lain serta membantu anaknya memilih hagwon terbaik berdasarkan dengan informasi komunitas orang tua telah menjadi tanggung jawab ibu. Selain itu banyak ibu rela membagi penderitaan dengan berjaga selama anaknya belajar sampai larut malam. 58 KoREANA musim Gugur 2016


belajar dan hatinya menderita karena hasilnya. Para siswa di ujung lain dari spektrum menderita juga. "Akhir-akhir ini, ada banyak supoja [siswa yang sudah menyerah pada matematika]. Mereka tidak mempelajari dasar-dasar secara benar di SD dan SMP dan tidak bisa mengikuti pelajaran di SMA. Pelajaran matematika tidak memiliki arti bagi mereka. Tapi ada sesuatu yang benar-benar menarik mereka dan bisa mendapatkan nilai yang baik. Itu adalah game online. Tentu, mereka sungguh dimanjakan. Saya sering melihat siswa yang bermain game sampai larut malam kemudian datang ke sekolah setelah hampir tidak bisa bangkit tempat tidur," Son menjelaskan. Para siswa yang kurang mampu menduduki peringkat atas dalam persaingan pembelajaran juga mempunyai ambisi dan harga diri yang ingin dijaga. namun masyarakat tidak bermurah hati untuk memahami rasa kesepian mereka dan memeluknya. oleh karena itu, akhirnya semua hal menjadi tanggung jawab ibu. Ibu Son mengatakan “Saya selalu memperhatikan putri saya agar mempunyai harga diri. Saya berbicara banyak dengannya tentang ‘watak untuk berharga diri’. Dengan harga diri, dia bisa mengatasi kesulitan apa saja karena dia percaya diri.” Berkat pembicaraan dan perhatian antara ibu dan putrinya, dikatakan bahwa putri ibu Son sedang melewati terowongan gosam tanpa masalah serius. “Saya ingin membaca dan menyentuh perasaannya karena putri saya berusaha menangani masalahnya sendiri,” tambah ibu Son yang matanya menampakkan pemahaman yang mendalam. Apakah itu bisa diartikan sebagai ketenangan yang diperolehnya dengan mengubah beban yang tidak adil dan kejam dari zaman ini ke ‘cinta seorang ibu yang tidak terbatas’?

Seperti putrinya yang melewati tahun terakhir SMA-nya yang sulit untuk mempersiapkan diri ujian masuk universitas, Son mendorong dan mencoba untuk memastikan bahwa dia tidak kehilangan harga dirinya.


HIBURAN

KIM KWANG-SEOK HIDUP KEMBALI Cinta publik terhadap penyanyi folk modern Kim, Kwang-seok dan lagu-lagunya semakin membesar walaupun dia telah meninggal 20 tahun yang lalu. Tahun ini, pameran tentang hidupnya dan konser yang menampilkan almarhum penyanyi dalam hologram menarik perhatian tanpa habis-habisnya dari para penggemar. Kim Go-geum-pyung Deputy Culture Editor, Money Today Shim Byung-woo Fotografer

P

ada 13 Juni, arena konser hologram K live, yang terletak di Eulji-ro, Seoul menggelar sebuah konser yang menampilkan almarhum Kim, Kwangseok. Kim dibangkitkan sebagai gambar 3D di atas panggung dengan bantuan teknologi mutakhir dan ia menyanyikan lagu-lagu lama favorit seperti “Surat dari Prajurit Dua” dan “Menjelang Umur Tiga puluh” dengan menyertakan dirinya dalam harmonika dan gitar. Sebuah audisi diadakan untuk menemukan orang yang mempunyai fitur wajah, perawakan, dan gerakan yang paling mirip almarhum penyanyi untuk produksi konser hologram. Salah seorang aktor pengganti profesional terpilih kemudian dia berlatih keras selama dua bulan agar bergerak seperti Kim dan meniru ekspresi wajahnya. Ketika aktor sudah siap, dia mengenakan pakaian yang pernah dipakai Kim pada salah satu konser live kemudian sikronisasi bibir atau lip sync-nya direkamkan di studio kunci kroma atau penayangan dengan menangkap gerakan otot-otot wajah aktor yang sangat halus. Hal-hal yang tampaknya kurang dilengkapi oleh karya animator profesional yang dilapisinya 68 ekspresi unik Kim, Kwang-seok. Melalui Program Heritage Digital dari Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Perencanaan Masa Depan, konser hologram itu bisa diproduksi oleh 3D 60 KoREANA musim Gugur 2016

1

Factory; waktu 9 bulan dan memakan biaya sekitar 550 juta won.

Hidup yang Singkat namun Intens “Dulu saya merasa kasihan kepadanya tetapi sekarang saya iri hati kepadanya,” kata penyanyi Park, Hak-gi, salah seorang sahabat akrab Kim. “Adakah penyanyi yang dicintai begitu banyak dan begitu lama? Dia meninggalkan kisah nyata tentang

kehidupannya di dalam hati orang-orang yang mendengar lagu-lagunya.” Kim Kwang-seok pertama memperkenal kan namanya pada tahun 1980an ketika dia bergabung dengan sebuah grup vokal kelas pekerja, Song Seekers serta sebuah band Dongmulwon atau The Zoo. Dia menjadi sadar sosial dengan menyanyikan lagu protes dalam sentuhan rumit yang ditambahkan ke dalam musik pop. Dia menyanyikan lagu-lagu yang ingin didengarkan orang masa itu dan pada waktu yang bersamaan dia tidak pernah melepaskan filosofi pribadinya. Dia seorang penyanyi berwawasan, karena itu dia sangat dicintai. Kemudian ia bernyanyi solo dan dari album pertama “Kim Kwang-seok I” pada 1989 sampai album remake “Kim Kwang-seok Menyanyi Kembali II” pada 1995, dia menyanyi lebih sungguh-sungguh daripada orang lain dan menjangkau banyak pendengar, menjulukinya sebagai “pekerja penyanyi”. Dia mengadakan konser ke1000 di Teater Hakjon di Daehangno pada 11 Agustus 1995 tetapi pada tahun berikutnya, pada tanggal 6 Januari 1996, dia bunuh diri pada usia muda 32. Masih belum diketahui sampai hari ini kenapa dia memutuskan sengaja bunuh diri.

Pilar Musik Rakyat Korea Kontemporer Musik Kim Kwang-seok amat unik kare-


1 Kim Kwang-seok menyembuhkan banyak jiwa yang terluka dari generasinya dengan bernyanyi, yang diiringi sendiri dengan gitar dan harmonika. Kim bunuh diri pada usia 32 di tahun 1996. Dua puluh tahun kemudian, ia tetap dicintai oleh banyak orang Korea. 2 Jalan Kim Kwang-seok di Daegu, diciptakan untuk menghormatinya pada tahun 2009, telah menjadi tempat wisata yang sudah dikunjungi oleh 800.000 pengunjung setiap tahun.

2

2

na pada awalnya terdengar seperti musik rakyat khas tetapi jika didengarkan dengan seksama musik itu ternyata merupakan kombinasi banyak genre. lafal dan on beat-nya, gaya menyanyi yang jujur sesuai dengan lagu rakyat atau lagu protes, tetapi melodi merangkum unsur pop dan jazz. Ketika kita mendengarkan dia bernyanyi, bukan lagu yang kita nikmati tetapi “sebuah montase lukisan.” Dia melukis kursus kehidupan termasuk perasaan kebahagiaan, kesedihan, persahabatan, dan kecintaan pada lagunya. Gaya menyanyinya tidak mengikuti jalan klise musik, lagu-lagunya membunyikan chord di dalam hati orangorang. Dia pria pendek dengan perawakan kasar. Penampilannya tidak seperti bintang penyanyi, tetapi suara yang keluar dari hatinya sudah mampu mengetuk rasa pendengar dan memesonakan mereka. Beberapa bintang budaya pop lain memengaruhi pendengar bagaikan dirinya, dan musiknya yang unik menyamankan dan menyembuhkan banyak jiwa. Dia disambut sebagai pilar musik pop Korea kontemporer dan ikon musik pop liris, dan musiknya ditafsirkan lagi dewasa ini dalam cahaya baru. Seorang penyanyi muda, Kim Kwangseok, telah meninggal seperti angin 20 tahun yang lalu tetapi kenangannya masih menjadi dasar yang kuat budaya pop saat ini.

Kim Kwang-seok Menyanyi Kembali Konser tahunan “Kim Kwang-seok Menyanyi Kembali” dimulai pada tahun 2008. Konser itu dilangsungkan sebagai katalis untuk memungkinkan para pendengar menikmati lagu-lagu Kim. Konser memorial merupakan upaya para musisi menghormati almarhum penyanyi dengan memainkan dan menafsirkan kembali musiknya sekarang dalam perayaan tahun ke-9 dan telah memposisikan diri sebagai tema yang berulang budaya populer dewasa ini. Pada tahun 2009 di tanah airnya, Daegu, Jalan Seni Memorial Kim Kwang-seok alias Gang Seniman dibangun. Jalan itu memiliki lebar 3 meter dan panjang 300 meter. Jalan itu dilapisi dengan mural besar gambar ikonik penyanyi-penulis lagu yang dilahirkan dan dibesarkan di sana, dihiasi oleh seniman setempat dan patungpatung untuk mengenang Kim sejak masih anak kecil hingga dia termasyhur sebagai penyanyi. Jalan itu telah menjadi tempat wisata di mana jumlah pengunjung mencapai 800.000 orang setiap tahun. Di Teater Bundo di jalan itu, konser hologram diadakan dari Kamis sampai Minggu setiap minggu. Konser yang dilangsungkan selama 20 menit itu gratis. 70 kursi di teater itu jarang kosong karena orangorang datang berduyun-duyun untuk menonton pertunjukan regular.

Sebuah pameran, “lihat Kim Kwangseok” diadakan di Galeri Pusat Seni Daehangno Universitas Hongik sejak 1 April sampai 26 Juni tahun ini, yang memamerkan partitur dengan tulisan tangan Kim, buku harian, memoar, dan gitar yang selalu dimainkan oleh Kim. Pameran ini merupakan pameran berskala besar yang terdiri dari 8 ruang bertema di mana musiknya hadir bersama dengan karya para seniman yang memberi penghormatan kepadanya. Pameran peringatan lain sedang dilangsungkan di dekat Dongdaemun Design Plaza (DDP) sejak 16 Juli sampai 11 September. Judul pameran itu adalah “Kim Kwang-seok di Hatiku: wkf tkfwl?” Urutan ejaan samar itu adalah pesan terakhir yang dikirimnya di papan buletin situs fan online “Round Sound” sebelum dia meninggal dunia. Diterjemahkan ke bahasa Korea, urutan ejaan samar tersebut bisa dibaca “Apa kabar?” Kim Min-ki, seorang penyanyi-penulis lagu dan impresario, yang memimpin proyek peringatan Kim Kwang-seok, meringkaskan motivasi di belakang berbagai usaha untuk menghidupkan kerja almarhum penyanyi melalui dekade: “Pameran di DDP merupakan semua hal untuk memperluas makna Kim Kwang-seok- ‘ku’ menjadi Kim Kwang-seok ‘kita’.”

SENI & BUDAyA KoREA 61


KISAH RAMUAN

RAGAM BERAS TANPA BATAS

Kim Jin-young Perwakilan Dapur Pelancong Shim Byung-woo Fotografer

September merupakan bulan saat beras pertama kali dipanen, sehingga nasi pada bulan September merupakan nasi yang paling enak. Semangkuk nasi yang ditanak dari beras yang baru dipanen merupakan hidangan utama dalam sajian masakan Korea. 62 KoREANA musim Gugur 2016


S

elama perjalanan panjang ke luar negeri, orang kadang-kadang akan rindu pada makanan rumah. Hal itu terjadi pada saya, sangat merindukan makanan sederhana: kimchi kobis matang, sup kedelai, dan semangkuk nasi yang baru dimasak. Dalam perjalanan saya, saya kadang-kadang menemukan berbagai hidangan nasi, namun nasi itu terasa asing.

Japonica dan Indica Secara garis besar jenis beras dibagi dua, yaitu beras japonica dan beras indica. Korea, Jepang, dan sebagian dari China mengonsumsi lebih dahulu, dan sebagian daerah yang lain menyusul kemudian. Perbedaan antara dua varietas ini terletak pada komposisi kanji dari butir beras. Kanji Bberas pati terdiri atas amilosa dan amilopektin, dan tingkat amilopektin menentukan tingkat zat perekatnya. Beras indica, dengan kandungan amilosa yang lebih tinggi, berasal dari tanaman tinggi, bijinya lebih panjang dan dapat dengan mudah rusak. Ketika dimasak, kurang lengket. Beras japonica, dengan kandungan yang lebih tinggi dari amilopektin, berasal dari tanaman yang lebih pendek, dan bijinya berbentuk bulat, tebal, dan lebih keras. Ketika dimasak sangat lengket. Hidangan nasi internasional yang paling terkenal, risotto Italia, nasi pilau Timur Tengah, dan nasi tumis Asia Tenggara lebih cocok memakai indica, sementara bibimbap Korea (nasi dicampur dengan sayuran) dan sushi Jepang menggunakan japonica. Tidak jelas sejak kapan orang Korea makan nasi sebagai makanan pokok mereka. Berdasarkan benih padi liar yang ditemukan di situs pemukiman prasejarah, diperkirakan bahwa penduduk Semenanjung Korea mulai mengumpulkan dan makan nasi sejak 15.000 tahun yang lalu pada Zaman Batu Tua. Nasi sebagai Hidangan Utama dalam Sajian Masakan Korea Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa nasi berperan sebagai hidangan utama dalam sajian masakan Korea, sedangkan lauk pauk berperan sebagai peran pembantunya. Juga dapat dikatakan bahwa sejumlah masakan fermentasi seperti kimchi dan jangachi (acar), dan sejumlah bumbu Korea seperti gochujang, doenjang (tauco), dan ganjang( kecap asin) dikembangkan supaya orang dapat menikmati nasi dengan lebih sedap. Sebuah sajian masakan yang paling enak dan lengkap dapat dipersiapkan jika ada keselarasan antara hidangan utama yaitu nasi dengan peran pembantu yaitu lauk pauk. Semangkuk nasi yang baru ditanak, masakan ikan atau daging, kimchi serta acar yang baru dikeluarkan dari kulkas dan gim panggang, lengkaplah sudah sajian tersebut. Menu inilah yang disebut ‘Baekban’ yang sering ditemukan di rumah makan Korea. Saya ingin menyarankan ‘Bakban ’ itu kepada wisatawan asing yang mengalami kesulitan atau merasa bingung dalam memesan makanan di rumah makan Korea. Tentu boleh juga mencoba Bulgogi atau Kimchicigae, jika orang berkeinginan kuat untuk makan masakan-masakan tersebut karena akan disajikan bersama sejumlah lauk pauk dalam Baekban. Di toko-toko, terutama yang dekat hotel, Anda dapat dengan mudah menemukan nasisiap- makan Korea. Di sana dijual nasi instan yang disebut sebagai ‘Hapban.’ nasi instan itu dibuat dari nasi yang telah ditanak, lalu dibungkus dengan disterilkan. nasi instan itu bisa langsung dimakan setelah dipanaskan dengan oven microwave dan menjadi wangi.

nasi yang dikomsumsi oleh orang Korea sebagai makanan pokok merupakan jenis japonica, yang butirnya berbentuk bulat dan lengket saat dimasak.

SENI & BUDAyA KoREA 63


Belakangan ini terdapat berbagai jenis nasi instan, misalnya nasi yang disertai saus. nasi instan itu sangat bermanfaat terutama bagi turis yang menginap di guest house yang menyediakan dapur supaya turis dapat memasak sendiri. Selain itu, nasi instan itu juga sangat popular bagi orang Korea karena kemudahannya. Maka, jumlah ekspor nasi ‘Hapban’ itu pun semakin bertambah.

Cemilan dan Kudapan Zaman dulu para ibu akan segera merendam beras ke dalam air jika ada anggota keluarga yang masuk angin atau kena flu untuk dibuatkan bubur. Cara memasak bubur adalah dengan mencincang ikan/hasil laut lainnya atau daging, lalu memasaknya dengan minyak wijen dan beras yang telah direndam di penggorengan. Kemudian, masakan tersebut dibiarkan sampai butir beras melunak bersama bahan-bahan yang lain dengan api kecil dengan waktu yang cukup lama. namun, sebaiknya masakan tetap dijaga, kadang-kadang diaduk dan ditambahi air sampai bubur matang. Bubur merupakan jenis makanan yang lama memasaknya atau slow food atau juk . Untuk pasien yang sulit mencerna makanan, biasanya disiapkan bubur yang hanya dibuat dari beras tanpa bahan lainnya. Bubur jenis itu disebut sebagai ‘Bubur Putih.’ Akan tetapi, pada zaman sekarang, bubur yang tadinya hanya dimakan pada saat sedang sakit berubah menjadi sebuah masakan sehat dan mudah dimasak sekaligus masakan istimewa. Hal itu disebabkan karena bubur yang berkalori kecil membuat orang cepat kenyang dan memungkinkan orang dapat makan berbagai bahan masakan sekaligus. Maka, tidak heran jika beras dimasak menjadi berbagai jenis bubur seperti Jatjuk (bubur biji cemarah), Jeonbokjuk (bubur tiram), Kimchijuk (bubur kimchi ), dan chamchijuk (bubur tuna), tergantung pada jenis bahan yang digunakan dan juga menjadi masakan yang bergizi. Banyak restoran yang hanya menjual bubur dan perusahan juga mengadakan riset tentang jenis bubur baru yang dapat memikat lidah orang Korea. Pada zaman dulu, kue Korea tradisional yang dibuat dari beras, yaitu ‘Han-gwa’ merupakan sesaji untuk upacara penghormatan nenek moyang dan masakan untuk pesta. namun, pada zaman sekarang kue itu digemari banyak orang sebagai ‘Finger Food,’ yaitu kudapan sebagai teman teh atau kopi. Dalam hal ini, ‘Gangjeong’ dapat dianggap sebagai wakil dari kue itu. Untuk membuat Gangjeong , kue yang langsung meleleh begitu dimasukkan ke dalam mulut diperlukan pros-

1

64 KoREANA musim Gugur 2016

1 nasi putih yang dicampur dengan kacang merah atau dengan beras merah saat ini semakin disukai sebagai pilihan yang lebih sehat melebihi nasi putih biasa. 2 Gangjeong, kudapan manis berkalori rendah rendah, merupakan berbagai hangwa, atau kembang gula yang dibuat dengan fermentasi beras ketan, sirup atau madu, dan sereal kembung, sajian tradisional terutama pada hari-hari raya atau dalam upacara leluhur. Sekarang ini populer sebagai makanan ringan. 3 Ketika bayi berusia 100 hari, keluarga membuat baekseolgi, kue beras putih tradisional, untuk dibagikan kepada tetangga, berharap anak berusia panjang dan sehat. Kue ini dibuat dengan merendam beras di dalam air, menggilingnya halus, dan mengukus.


2

Secara garis besar jenis beras dibagi dua, yaitu beras japonica dan beras indica. Risotto Italia, nasi pilau Timur Tengah, dan nasi tumis Asia Tenggara lebih cocok memakai indica, sementara bibimbap Korea dan sushi Jepang menggunakan japonica.

es yang cukup rumit. Pertama, beras ketan yang difermentasi ditumbuk, lalu dibuat menjadi adonan. Kemudian, adonan dipotong dengan potongan sebesar jari dan dikeringkan. Potongan adonan yang dikeringkan, lalu digoreng sampai potongan adonan itu mengembang seperti roti atau berbentuk pastry jika dibandingkan dengan kue Barat. Terakhir, adonan ditambahkan jochung , yaitu madu buatan yang dibuat dari fermentasi nasi, lalu adonan digulung dengan menggunakan ‘popped rice’ sehingga didapat gangjeong. Sebetulnya diperlukan waktu kurang lebih 15 hari untuk membuat beras sampai menjadi kue. Akhir-akhir ini muncul kue campuran atau fusion cookie yang luarnya manis dan lunak, tetapi bagian dalamnya garing. Kue tersebut adalah hasil perpadukan teknologi fermentasi kue Korea dengan kue Barat. Tteok , salah satu masakan Korea tradisional yang dibuar dari beras, sesungguhnya memiliki jenis dan bentuk yang sangat beranekaragam. Tteok adalah masakan yang selalu disajikan saat pesta ulang tahun, upacara pernikahan, upacara pemakaman, dan upacara penghormatan nenek moyang karena tteok itu mengandung makna doa restu. Pada zaman sekarang pun, orang masih membuat Baeksulgi dan membaginya kepada para tetangga serta para rekan kerja ketika bayi baru lahir sebagai tanda permohonan doa selamat untuk sang bayi. Di samping itu, ketika orang baru membuka bisnis atau toko, dia membuat Sirutteok yang terdapat kacang merah di bagian atasnya, membagikannya kepada orang-orang sekitar sebagai tanda permohonan doa untuk kesuksesan bisnis baru. Setiap perayaan Chuseok, orang Korea biasanya berziarah ke makam nenek dengan membawa Songpyun yang dibuat dari beras yang baru dipanen. Kebiasaan itu merupakan adat turun-temurun bagi orang Korea yang masakan uta3 manya adalah nasi. SENI & BUDAyA KoREA 65


ESAI

DIFUSI INOVASI ALA NEGERI GINSENG Tami Mauliana Kartanegara Wartawan Metro Tv

A

pa yang terbesit ketika mendengar nama Korea Selatan? Tentu saja drama dan kpop yang sudah sangat menggema di Indonesia. Korea Selatan berhasil menghipnotis wisatawan dari berbagai penjuru dunia lewat Korean wave nya atau gelombang korea. Saya pun termasuk salah satu yang terhipnotis dengan keindahan negaranya. lewat sebuah drama berjudul Boys Before Flower, saya begitu menikmati setiap visual yang disajikan. Begitu banyak tempat yang membuat saya takjub, salah satunya adalah set sekolah dan taman taman hijau di drama tersebut. Saya memang bukan penggemar berat drama korea, namun lewat film ini saya bisa menikmati bahkan berimajinasi tentang Korea. Dari situlah, saya mulai bermimpi untuk bisa pergi kesana bahkan ingin mencicipi pendidikan di negeri ginseng tersebut. Beruntung, lewat pertukaran pelajar dari Universitas Padjadjaran Bandung, saya bisa lolos mewakili Fakultas Ilmu Komunikasi bersama empat delegasi lainnya. Sayapun diberangkatkan ke Ajou University yang terletak di Suwon, Korea Selatan selama kurang lebih delapan bulan dengan mendapatkan beasiswa dari Korean Goverment Scholarship. Anyeonghaseo! Begitulah sapaan sehari hari yang saya dengar di negara ginseng, Korea Selatan. Sapaan dibalut senyum semangat serta hentakan kaki yang mantap mengantarkan manusia di negara ini menjadi manusia modern yang maju namun tak melupakan

66 KoREANA musim Gugur 2016

budayanya. Mencicipi kehidupan dan pendidikan Korea Selatan menjadi pengalaman yang begitu berharga untuk saya. Begitu banyak hal yang membuat saya takjub dengan negara ini. Dimulai dari kebersihannya, di setiap sudut kampus terdapat tempat sampah dan semua orang tertib membuang sampah pada tempatnya. Jalanan pun begitu bersih dan rapi. Begitu pula dengan budaya tepat waktunya, setiap perkuliahan selalu tepat waktu. Untuk perkulihan di kelas sebenarnya hampir sama dengan di Indonesia, hanya saja teknologi yang begitu canggih membuat mahasiswa semakin mudah untuk mengerjakan tugas. Saya kembali takjub ketika melihat mahasiswa begitu antusias pergi ke perpustakaan. Di negara ini, perpustakaan adalah tempat yang paling nyaman untuk belajar dan mengerjakan tugas dilengkapi pula dengan wifi yang super cepat. Jelang ujian, perpustakaan buka 24 jam dan kami harus mengantri untuk bisa masuk kesana. Banyak juga mahasiswa yang menginap di perpustakaan demi mengejar nilai maksimal. Berbagai sarana dan prasarana pendidikan sangat baik. Begitu juga dengan dana pendidikan yang maksimal dari pemerintah. Banyak sekali beasiswa yang diberikan, Korea benar benar mempersiapkan sumber daya manusianya. Ruang terbuka hijau yang begitu melimpah menjadi salah satu faktor mengapa betah tinggal di negara ini. Taman taman hijau yang bersih dan luas mem-


buat saya kerasan untuk menghabiskan waktu. Berbeda dengan negara saya yang lebih banyak bangunan mall, di Korea taman hijau disertai fasilitas olah raga menjadi prioritas utama. Tak hanya taman, trotoar untuk pejalanan kaki pun dibuat begitu lebar sehingga para pejalan kaki bisa berjalan dengan aman dan nyaman. Begitu juga dengan sungainya yang bersih dan tidak tercemar membuat banyak orang menghabiskan waktu untuk berekreasi disana. Korea bisa menyulap pinggiran sungai menjadi rekreasi sederhana. Seperti sungai Han yang sangat nyaman untuk bersepeda, banyak sekali kegiatan yang bisa dilakukan disana. Tak ketinggalan keindahan Cheonggyecheon yang telah menjadi salah satu destinasi wisata wajib. Korea Selatan telah berhasil mewujudkan peradaban sungai di tengah kota. Begitu besarnya kesadaran pemerintah Korea untuk memperbesar lahan hijau di tengah kota bukan hanya pembangunan semata. Tak heran jika orang Korea banyak yang panjang umur karena masih banyak ruang terbuka hijau disana yang sangat mendukung untuk olah raga. Sistem transportasi yang memadai juga menjadikan negara ini menjadi negara maju yang selalu menghargai waktu. Subway dan bus menjadi transportasi utama saya jika bepergian. Berbeda dengan Jakarta yang setiap hari menghadapi kemacetan, di Korea saya jarang menemukan kemacetan. Di subway station semua orang tertib mengantri dan tak pernah saling dorong. Semua orang sudah sadar akan budaya antri. Jadi, alasan terlambat karena macet tidak bisa diterima di negara ini. Selain itu, saya belajar akan budaya jujur di Korea Selatan, suatu hari handpohone saya tertinggal di wc umum, namun pada pagi harinya barang saya masih tetap ada di tempat tersebut padahal sudah semalaman tertinggal. Walau sederhana namun pengalaman seperti itu tak pernah terlupakan. Begitu pula dengan keadaan politik negaranya, jarang sekali ada pejabat yang korupsi. Sehingga uang negara benar benar dipergunakan untuk pembangunan. Saya rasa negara maju adalah negara yang menjunjung tinggi kejujurannya. Jika melihat ke belakang, pada tahun 1980 saja perekonomian Korea masih dibawah Indonesia. Pendapatan domestic bruto saat itu hanya 64,4 milyar dollar AS, sedangkan Indonesia lebih tinggi yaitu 86,3 miliar dol-

lar AS. namun perlahan pastui pasti Korea Selatan bisa bangkit dari keterpurukan, mereka sadar betul harus memperkaya sumber daya manusianya karena sumber daya alam Korea tidak ada apa apanya jika dibanding Indonesia. Korea menjadi sebuah negara industri baru yang melahirkan produk teknologi unggulan. Saat ini Samsung sudah menjadi sebuah brand unggulan di seluruh dunia, begitu juga dengan teknologi internet tercepatnya membuat negara ini tentu akan lebih berkembang dengan mudah. Selain berbagai brand elektronik unggulan, Korea juga punya strategi jitu untuk memperluas pariwisatanya. Korean wave atau gelombang. Korean Wave yang sering disebut juga dengan Hallyu adalah suatu fenomena tersebarnya budaya pop korea secara global. Indonesia termasuk negara yang terkena gelombang ini. Mulai dari drama, kpop sampai fashion hampir semua orang di Indonesia nampaknya sudah tersihir oleh Korea Selatan. Dari drama Korea, banyak sekali wisatawan yang datang apalagi untuk menghampiri lokasi shooting drama favorit mereka. lokasi shooting drama korea selau indah dan membuat penontonnya berkhayal ingin pergi kesana. Saya rasa drama korea bisa memberikan efek “baper� alias bawa perasaan istilahnya orang Indonesia. Acting lucu yang didukung paras tampan dan cantik sangat mendukung Korea menjadi salah satu negara wisata impian masyarakat Indonesia. Tak lupa juga dengan Kpop yang banyak mengeluarkan girl band dan boy band yang segar di mata. Konser Girls Generation ataupun Super Junior selalu dinanti para penggmarnya. Fashion dan make up ala Korea juga sangat disenangi di Indonesia, banyak sekali produk Korea yang diminati oleh orang Indonesia khususnya remaja. Korea memberikan efek segar dalam industri hiburan Asia. Walau beberapa karya terinspirasi budaya barat, hebatnya orang orang Korea begitu cinta dengan produk mereka sendiri. Mereka memakai produk sendiri untuk kesehariannya, begitu juga dengan industri hiburannya, mereka begitu mencintai dan menghargai produk negara mereka. Saya rasa itulah yang membuat perekonomian Korea Selatan terus maju melesat. Saya sebagai salah satu orang yang mengagumi negara ini akan menunggu difusi inovasi yang akan dilakukan oleh negara ini, daebaaaak!

SENI & BUDAyA KoREA 67


GAYA HIDUP

LAHIRNYA KEMBALI TOKO

BUKU KECIL Toko buku kecil hadir kembali. Toko yang tidak hanya menjual buku tapi juga sebagai tempat berkegiatan budaya diterima publik dengan sangat terbuka. Sekarang, toko buku yang juga menyediakan bir atau cocktail makin banyak bermunculan dan makin populer di kalangan pegawai kantor yang datang untuk melepas lelah setelah seharian bekerja. Baik chang-hwa Kurator Buku, Toko Buku Kecil di Tengah Hutan

68 KoREANA musim Gugur 2016


d

ari halaman sebuah toko buku tiba-tiba terdengar suara tawa seorang anak. Saya memandang ke luar jendela, dan melihat seorang anak perempuan dengan jepit merah muda di rambutnya dan memakai gaun berwarna sama, tersenyum cantik bagaikan sekuntum bunga. Ia duduk di bangku kayu di bawah pohon bersama ibunya, yang sedang membacakan buku bergambar. Sesaat kemudian anak perempuan itu masuk ke dalam toko buku dan membeli buku bergambar, sebuah cerita tentang penari yang memakai baju seperti yang dipakainya, dan kemudian pergi sambil bergandengan tangan dengan ibunya. Semua orang yang sedang menikmati sore di akhir pekan itu memandang hangat ke arah mereka.

Industri Penerbitan Menurun, Penjual Buku Gulung Tikar Toko buku yang saya temui ini sama persis dengan namanya. Toko Buku Kecil di Tengah Hutan, toko buku kecil bertempat di sebuah rumah di tepi hutan, dekat dengan desa terpencil. Ketika saya membuka toko buku di daerah pedesaan di wilayah Goesan di bagian utara propinsi Chungcheong yang hanya dihuni oleh 35.000 jiwa, dan si sebuah desa dengan penduduk kurang dari 100 orang, semua orang di sekitar saya ragu. Untuk apa kamu buka toko buku di hutan yang jauh dari mana-mana sementara toko buku lokal di kota-kota terpaksa tutup karena bisnis ini sedang menurun? namun, dua tahun sejak kami buka, rata-rata lebih dari 500 orang dalam sebulan datang ke tempat antah berantah ini dari kota besar seperti Seoul dan kota-kota lain, dan pendapatan kami meningkat. Ini artinya toko buku adalah bisnis yang stabil. Bahkan ketika toko buku online makin berkembang dan sebagian besar orang membeli buku secara online, saya takjub dengan pengunjung yang melakukan perjalanan seharian menuju desa terpencil ini untuk menghabiskan waktu di tempat yang menyenangkan dan memilih buku yang ditawarkan. Menurut “Korea Bookstore Handbook� yang diterbitkan oleh Korea Federation of Bookstore Associations tahun ini, di akhir tahun 2015 ada 1.559 toko buku yang hanya menjual buku di Korea. Angka ini menurun sebanyak 544 buah dari jumlah 2.103 satu dekade sebelumnya, yaitu tahun 2005. Ini menunjukkan adanya penurunan jumlah toko buku sebesar 70 persen dalam kurun waktu 20 tahun yaitu sejak tahun 1998 yang mencapai 5.378 buah. Pada tahun 2000an, dengan pesatnya pertumbuhan toko buku online, toko buku besar terpaksa menurunkan skala bisnisnya dan banyak toko buku lokal kecil dan sedang akhirnya tutup. Dari 226 kota administratif di Korea, enam di antaranya tidak memiliki toko buku, sementara 43 lainnya hanya punya satu toko buku dan ada kemungkinan tutup dalam waktu dekat. Dengan buruknya situasi ini, industri penerbitan dan distribusi

perlu diselamatkan, dan untuk itu pemerintah menetapkan beberapa kebijakan. Yang paling berhasil adalah sistem harga baku buku (fixed price) yang diberlakukan pada tahun 2014. Sistem ini membatasi diskon harga buku sampai 15 persen sebagai upaya mendorong persaingan di antara penerbit kecil dan toko buku lokal. Kebijakan ini sangat menguntungkan pembaca. Setelah sistem ini berlaku selama dua tahun, opini publik terbagi menjadi dua sisi, yang mendukung dan yang menentang. Bagi orang-orang seperti saya yang menjalankan toko buku lokal kecil seperti ini kebijakan tentang harga baku buku ini sudah pasti memberikan pengaruh positif.

Ruang yang Mendobrak Stereotype Trend menurunnya toko buku sudah dimulai sejak tahun 2013. Dan, dalam industri penjualan buku, masalah yang hangat dibicarakan selama beberapa tahun belakangan adalah mengembalikan toko buku lokal yang sudah kembang kempis. Salah satu upaya ini adalah lahirnya ThanksBooks. lima tahun lalu toko buku ini dibuka di wilayah Hongdae, pusat kegiatan anak muda di Seoul, dan menghadirkan buku-buku yang baru dan bagus. Toko buku ini melengkapi wilayah yang sebelumnya dipenuhi dengan toko pakaian, rumah makan, cafe dan tempat hiburan lain “Saya sangat ingin di sana ada satu saja toko buku yang bisa dikunjungi sepulang kantor,� kata lee Ki-seob, pemilik ThanksBooks. Seperti yang diharapkan lee, setelah pukul 6 malam setiap harinya tempat ini menjadi hidup. Dengan cafe yang menyediakan minuman dan galeri tempat seniman lokal memamerkan karyanya, toko buku ini menjadi tempat yang layak dikunjungi di Hongdae. Mereka memajang buku dengan cara yang sangat menarik. Buku-buku itu dikelompokkan dan dipajang dalam rak yang sangat cerdas. Buku tentang kota pasti menarik perhatian pegawai kantor dan para penikmat teknologi berusia duapuluh dan tigapuluhan. Tempat lain yang menentang stereotip toko buku konvensional adalah BooK BY BooK di wilayah Sangam-dong di Seoul. Toko buku ini menarik kalangan muda dengan konsep baru yaitu pengunjung bisa memilih buku sambil menikmati bir. Tempat ini makin digemari dengan diadakannya kuliah, bincang-bincang dengan penulis, dan beragam acara sastra. Hampir setiap malam ada peluncuran buku, pertunjukan musik atau acara inovatif lain di sana. “Saya suka tempat ini karena setelah masuk, kita akan merasakan energi vibrant anak muda. Mereka mengadakan bincangbincang dengan penulis ketika ada buku baru, dan musisi yang tampil di sini sangat berbakat dan unik. Saya sangat ingin menikmatinya sepanjang waktu. Saya sangat berharap toko buku lokal yang nyaman seperti ini bertahan di tahun-tahun mendatang, SENI & BUDAyA KoREA 69


1 ŠToko Buku Kecil di Tengah Hutan

karenanya saya semakin jarang membeli buku secara online dan memilih pergi ke sini kalau ada buku yang ingin saya beli,� kata seorang ibu rumah tangga, Kim Su-hyun. Tempat seperti Bookbar di Yeonhui-dong di mana kita bisa membaca buku sambil menikmati cocktail yang diramu oleh pemiliknya dan B+ dengan bir dan anggur rumahan yang disajikan bersama buku semakin populer sebagai tempat berkumpul para pegawai kantor. Pada saat yang bersamaan, tempat seperti Booktique di nonhyeon-dong, yang kini punya cabang baru di Seogyodong, mengklaim sebagai “tempat mengasingkan diri dengan buku� dan buka hingga pukul 10 malam setiap hari Jumat untuk melayani mereka yang datang hingga larut malam. Tempat seperti ini bagaikan oasis bagi para profesional di akhir pekan.

Minat yang Sama Jumlah toko buku yang menyediakan tempat kegiatan serbaguna makin meningkat. Sebelumnya, acara bincang-bincang dengan penulis yang diadakan di toko buku cenderung hanya merupakan cara penerbit memasarkan produk baru mereka. Sekarang, toko buku menjadi lokasi inti untuk beragam acara budaya, termasuk konser musisi independen dan workshop seni dan aktivitas yang 70 KoREANA musim Gugur 2016

tidak diadakan oleh orang-orang terkenal, tapi oleh seniman muda yang sangat mencintai seni mereka. Mereka juga menyelenggarakan pameran dan membincang beragam seni seperti kaligrafi, lukisan dan fotografi. Toko buku ini menjadi tempat berkumpul bagi masyarakat setempat yang memungkinkan mereka bisa menikmati seni dalam kehidupan sehari-hari. Trend lain adalah munculnya toko buku yang menjual pernakpernik sesuai tema misalnya perjalanan, sastra, atau buku bergambar. Toko buku seperti ini tidak hanya menjual buku. Para pelancong biasanya bergabung di grup tertentu, ikut menghadiri pertemuan, merencanakan liburan dengan biaya terjangkau, dan pergi bersama. Selain buku panduan perjalanan, mereka juga menjual novel dan memoir perjalanan, kumpulan cerita, buku fotografi, dan publikasi lain yang berhubungan dengan kegiatan itu. Toko buku yang menjual publikasi independen juga makin banyak. Publikasi semacam ini adalah bentuk perlawanan terhadap produksi dan distribusi massal yang dilakukan oleh industri penerbitan komersial. Sekarang, siapapun dapat menjadi penulis berkat Internet dan akses teknologi komunikasi yang makin mudah. Mereka membuat buku-buku itu sangat cantik, dengan menulis, mencetak dan memberikan ilustrasi sesuai keinginannya.


Mereka merindukan tempat yang kecil dan sederhana tapi sangat nyaman sebagai pelarian dari bisingnya dunia dan menemukan kembali keterikatan dalam hening dengan mereka yang sejiwa.

2 ©Thanksbooks

1 Di taman Toko Buku Kecil di Tengah Hutan di Daerah Goesan, Provinsi Chungcheong Utara, peserta dalam satu hari acara café bersantai menghabiskan sore sambil minum kopi yang dilayani oleh barista dari mobil kopi. 2 Dengan kafe dan galeri yang nyaman, Thanks Books di daerah Hongdae Seoul telah menjadi terkenal sebagai toko buku trendi, tempat yang sempurna untuk bersantai dalam perjalanan pulang dari hari yang berat di kantor.

Buku seperti ini biasanya diproduksi dalam jumlah terbatas, 100 sampai 500 buah, dan sampai ke tangan pembaca melalui jaringan toko buku khusus. Toko buku kecil adalah jawaban atas meningkatnya permintaan akan tempat yang sesuai dengan minat tertentu. orang-orang yang tidak tahan terhadap homogenitas masyarakat dengan produksi dan konsumsi massa mulai mencari dan mengejar individualitas dalam waktu luang mereka. Mereka merindukan tempat yang kecil dan sederhana tapi sangat nyaman sebagai pelarian dari bisingnya dunia dan menemukan kembali keterikatan dalam hening dengan mereka yang sejiwa. Tempat-tempat penuh buku yang memanjakan minat mereka semakin menjadi trend, dan membuat makin banyak orang mencari tempat seperti itu. Daya tarik toko buku kecil ini adalah orang-orangnya. Toko buku ini bisa memberikan tempat bagi individu modern yang terasing oleh anonimitas media online. Tempat seperti ini hadir dan tumbuh di celah industri yang tumbuh dalam skala sangat besar dengan produk yang bisa dilihat kasat mata. Di tempat kecil ini mereka merasa nyaman dan bicara satu sama lain melalui buku. Karena alasan inilah toko buku kecil seperti itu lahir dan bertahan. laura J. Miller, penulis buku “Reluctant Capitalists,” mencatat bahwa perilaku konsumen seperti apapun, termasuk mereka yang berbelanja di toko buku independen, adalah sebuah pilihan. Membeli buku di toko buku sekitar kita yang merupakan bagian dari masyarakat lokal, bukan ke toko buku besar atau toko buku online, adalah pernyataan bahwa kita adalah kaum pembaca, bukan sekedar pembeli. Pada masa ini, di mana sangat mungkin membeli buku dengan diskon beragam dan kemudahan mengeklik dari rumah, memutuskan pergi ke toko buku lokal dan kadang-kadang menghabiskan banyak biaya transportasi merupakan perilaku konsumerisme yang tidak banyak dilakukan. Pemilik ThanksBooks, lee Ki-seob, melihat keragaman budaya memberikan pengaruh sangat positif. “Dalam jangka waktu yang lama budaya kita dibuat seragam dalam semua sektor dan didistorsi. Dalam konteks resesi ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang lamban ini, bukan hanya industri penjualan buku yang makin beragam; hal yang sama juga terjadi secara menyeluruh dalam masyarakat. Beberapa bisnis baru melakukan uji coba dan akhirnya menghilang, dan sebagian lagi bertahan, dan saya yakin bisnisbisnis ini memberikan energi baru dan vitalitas.” SENI & BUDAyA KoREA 71


PERJALANAN KESUSASTRAAN KOREA

KRITIK

APAKAH AKU MASIH SEPERTI AKU YANG DULU?

“Aku suka keluyuran menyusuri jalan-jalan Seoul. Dari Jongno ke Gerbang Timur, dari Yeongdeungpo ke daerah Hongdae, dari Balai Kota ke Gerbang Gwanghwamun. Aku telah melakukannya selama bertahuntahun. “Plaza Hotel” adalah salah satu kisah yang mencolotl setelah sekian tahun menumpuk dalam benakku.” Kim Mi-wol. Choi Jae-bong Reporter, The Hankyoreh Lee Jun-ho Fotografer

72 KoREANA musim Gugur 2016


c

erita pendek Kim Mi-wol, “Plaza Hotel” pertama kali diterbitkan tahun 2011 dalam antologi tematik para penulis perempuan yang berjudul Seoul, night Wanderers, yang berlatarkan berbagai tempat di Seoul. Hotel yang tegak berdiri di tengah Seoul, menghadap Balai Kota, adalah latar utama cerita. Ini kisah sepasang manusia berusia tiga puluhan yang, anehnya, menghabiskan liburan mereka di hotel di pusat kota, dan bukannya liburan di sebuah resor di pedesaan atau di luar negeri. Cara mereka menghabiskan liburan ini seperti telah menjadi ritual selama beberapa tahun. Mereka memilih Plaza Hotel, yang bagi mereka kedatangannya ke sana punya makna tertentu. Cerita bergerak bolak-balik di antara masa-masa kuliah si pencerita dan keadaan sekarang, rentang waktu yang berjarak sekitar sepuluh tahun atau lebih. Acuan peristiwa dalam cerita terjadi pada musim panas 2009. Tampak dari jendela hotel di gerbang utama Istana Deoksu, pasangan ini berbicara tentang bagaimana altar peringatan untuk mantan presiden Roh Moo-hyun terjadi hanya dalam beberapa bulan. Setahun atau lebih setelah berakhir masa kepresidenannya, ia mengakhiri hidupnya, keluarganya diduga melakukan tindak korupsi dan sedang berhadapan dengan penyelidikan pihak berwajib, dan warga masyarakat yang mengaguminya mendirikan sebuah altar di luar istana; Istri si pencerita antre selama lima jam hanya untuk memberi penghormatan kepada mendiang mantan presiden itu. Ketika suaminya melangkah keluar dari hotel untuk membeli kopi ringan, ia melihat sekelompok kecil pengunjuk rasa yang dengan tenang melakukan ritual untuk menghormati arwah mendiang, setiap kali maju tiga langkah ke depan, kemudian bersujud dengan penuh takzim. Para pengunjuk rasa, bersama beberapa simpatisan, adalah kerabat dari lima korban “Tragedi Yongsan,” yang meninggal ketika polisi menyerbu sebuah menara yang akan digu-

sur dan mengusir si penyewa bangunan itu. Pencerita dan para demonstran ditangkapi di tengah guyuran hujan deras.. Kontras antara “suhu yang sempurna, kelembaban yang sempurna, kebersihan sempurna, layanan sempurna, perasaan sempurna,” yang baru saja dialami si pencerita di hotel, setelah membayar jumlah kenyamanan, dan situasi orang-orang yang berdemonstrasi di tengah guyuran hujan deras tanpa payung atau jas hujan yang melambangkan realitas Korea modern, yaitu kapitalisme dan demokrasi, dan apa yang disebut dengan sikap konservatif dan progresif, yang kerap menimbulkan konflik. Dengan cara ini, pengarang menempatkan pasangan suami-istri yang liburan hotel dalam konteks situasi sosial-politik Korea tahun 2009, dengan latar belakang tragedi sebelumnya, korban massal yang terjadi Gwangju tahun 1980. Kenyataan bahwa hotel tempat mereka tinggal dekat dengan lokasi demonstrasi pada saat si pencerita menghubungkannya dengan tema lain. Yun-seo, universitas tempat si pencerita kuliah dan sang pacar, yang “tampak seperti Putri Salju,” mendengar seorang lelaki paruh baya di jalan menyampaikan komentar kritis tentang demonstran mahasiswa: “Para mahasiswa muda berpikir yang mereka tahu, kemudian setelah mereka lulus, mereka terjun ke tengah masyarakat dan melupakan semuanya, jadi mengapa mereka terus berdemonstrasi? Semua yang mereka lakukan adalah semacam hentakan isyarat; dunia tidak berubah.” Dan hal tersebut tampaknya telah terjadi. Pencerita sudah berhasil menyelesaikan kuliahnya, menjadi anggota masyarakat, dan mencapai prestasi tertentu saat ia bisa menghabiskan liburan di sebuah hotel di pusat kota. Apakah dia lupa semangat dan perjuangan suci para mahasiswa seperti dikatakan lelaki setengah baya itu? Alih-alih menjawab langsung pertanyaan, pengarang membuat jalan memutar sedikit. Pada akhirnya, pencerota bertanya pada dirinya sendiri: "Aku ingin tahu

apakah dia akan percaya padaku sekarang, lebih dari sepuluh tahun kemudian? Apakah ia mengingat segala yang berada di belakangnya? Bisakah kubuktikan bahwa aku sama seperti aku yang dulu, bahwa kita masih sama sebagai kita yang kemudian?" Dan pikiran menyembunyikan semacam kesimpulan yang sebaliknya. Terlebih lagi, pertanyaan tampaknya tentang tanggal pembatalan malam natal di masa mudanya, tetapi itu bukan keseluruhan cerita; segalanya terbuka untuk ditafsirkan. “Cara yang sama seperti” bukan tentang kencan anak muda, atau tidak hanya tentang itu, karena jika pada saat yang sama kita memahaminya sebagai peristiwa yang merujuk pada mahasiswa muda yang merupakan bagian dari kerumunan demonstrasi jalanan yang kemudian pergi melarikan diri dan mendengar kritik orang tua, pertanyaan pencerita tentang apakah ia masih bisa jujur mengatakan bahwa ia terus peduli, tidak hanya berkaitan dengan kejanggalan, cinta sejati lebih indah dari hari-hari yang berlalu; mungkinkah memahaminya seperti juga semangat politik dalam penegakan demokrasi. Kim Mi-wol, yang memulai kariernya tahun 2004, seperti pengarang muda lainnya waktu itu, ia terutama memusatkan perhatiannya pada persoalan kemiskinan dan perjuangan pemuda. Dalam antologi cerpennya yang pertama, “Guide to Seoul Cave” (2007), perempuan itu digambarkan hikikomori (anak muda yang terisolasi secara sosial) yang menutup diri di ruang belajar, loteng, atau ruang bawah tanah dan sepenuhnya menarik diri dari kontak sosial. Ketika ia menerbitkan “Plaza Hotel,” yang ketika itu usia sastrawan perempuan itu sekitar tiga puluh tahunan, seperti tokoh dua sejoli dalam cerita. oleh karena itu, mungkin layaknya melihat cerita tentang dirinya sendiri, melihat kembali masa mudanya bahwa dia sekarang tumbuh jauh lebih tua, dan kini mencermati dirinya di cermin masa mudanya.

SENI & BUDAyA KoREA 73


informasi Berlanqganan

Cara Berlangganan Biaya Berlanqganan

Isi formulir berlangganan di website (www.koreana.or.kr > langganan) dan klik tombol “Kirim.� Anda akan menerima faktur dengan informasi pembayaran melalui E-mail.

Daerah

Biaya Berlangganan (Termasuk ongkos kirim melalui udara)

Edisi lama per eksemplar*

Korea

1 tahun

25,000 won

6,000 won

2 tahun

50,000 won

3 tahun

75,000 won

1 tahun

US$45

2 tahun

US$81

3 tahun

US$108

1 tahun

US$50

2 tahun

US$90

3 tahun

US$120

1 tahun

US$55

2 tahun

US$99

3 tahun

US$132

1 tahun

US$60

2 tahun

US$108

3 tahun

US$144

Asia Timur

1

Asia Tenggara dsb 2

Eropa dan Amerika Utara 3

Afrika dan Amerika Selatan 4

US$9

* pemesanan edisi lama ditambah ongkos kirim. 1 Asia Timur(Jepang, Cina, Hong Kong, Makau, dan Taiwan) 2 Asia Tenggara(Kamboja, laos, Myanmar,Thailand,vietnam, Filipina,Malaysia, Timor leste,Indonesia,Brunei, Singapura) dan Mongolia. 3 Eropa(termasuk Russia and CIS), Timur Tengah, Amerika Utara, oseania, dan Asia Selatan (Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, India, Maldives, nepal, Pakistan, dan Sri lanka) 4 Afrika, Amerika Selatan/Sentral (termasuk Indies Barat), dan Kepulauan Pasifik Selatan

Mari bergabung dengan mailing list kami Tanggapan Pembaca

84 KoREANA musim Gugur 2016

Jadilah orang pertama yang mengetahui isu terbaru; maka daftarkan diri Anda pada Koreana web magazine dengan cara mengirimkan nama dan alamat e-mail Anda ke koreana@kf.or.kr * Selain melalui majalah web, konten Koreana tersedia melalui layanan e-book untuk perangkat mobile (Apple i-books, Google Books, dan Amazon)

Tanggapan atau pemikiran Anda akan membantu kami meningkatkan daya tarik Koreana. Kirimkan komentar dan saran Anda melalui E-mail ke koreana@kf.or.kr.


koreana@kf.or.kr SENI & BUDAyA KoREA 85


musim Gu ur 2016 ugur 2016

DMZ: Tanah Larangan

DMZ DMZ, Tanah Tempat Mimpi Unifikasi Mekar Ekologi DMZ yang Tersembunyi dalam Keheningan Gyodong, Pulau di Seberang Korea Utara

ISSN 2287-5565

vol. 5 no. 3

Sinan’s Natural Riches and Beauty: A Legacy for the Future; Intrigue of the ‘Black Mountain’; Salt Fields Preserve the Time-honored Values of Island Culture

koreana@kf.or.kr vol. 30 no. 2

ISSN 1016-0744

FiTur Khusus MusiM

isLanDs OF sinan suMMEr 2016 vol. 30 no. 2

spEciaL FEaTurE

Dialogue with Pristine Nature

Tanah Larangan Dipandang Melalui Pagar Kawat Berduri KOrEan cuLTurE & arTs summer 2016

Islands of Sinan

KOr & BuD


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.