Koreana Winter 2018 (Indonesian)

Page 1

MUSIM DINGIN 2018

Seni & buDaya korea

FiTur kHuSuS

k-beauTy

-Beauty

Perkembangan industri dan estetika korea Kebebasan Hati dan Keindahan Melampaui Estetika; Pesona Korea dalam Dunia Kecantikan Global; Liputan tentang Pengalaman K-Beauty

ISSN 2287-5565

sEni & BuDaya KorEa 37

voL. 7 No. 4

K


CITRA KOREA

Kenangan Manis Musim Dingin Kim Hwa-young

Kritikus Sastra; Anggota Akademi Seni Nasional


P

Š NewsBank

enjual ubi jalar panggang harus berjualan di pintu masuk stasiun kereta bawah tanah sekarang. Angin mulai mematirasakan wajah dan merayap di bawah kerah, tanda-tanda kedatangan musim dingin. Salah seorang penjual, seorang pria berusia 40-an, terus berkedip di depan mata saya, seperti gambar seekor angsa melawan langit yang dingin dan berkilauan. Apakah dia berhenti dari pekerjaan musiman, yang berakibat kebutuhannya tak terpenuhi, apalagi investasinya kecil? Atau apakah dia menyimpan cukup uang untuk memiliki sebuah kios? Penjual ubi jalar panggang merupakan ikon musim dingin di Korea. Mereka tidak pernah muncul ketika musim gugur surut. Bagi banyak orang, ken angan manis ubi bakar, atau gun goguma, sebagai camilan malam hari, tak terhapuskan berpadu dengan kenangan tahun-tahun menyedihkan setelah Perang Korea. Mereka terkenang betapa mengantuknya ketika menunggu ayah mereka pulang terlambat dari tempat kerja dengan sekantong ubi jalar panggang yang diselipkan ke dalam mantelnya agar tidak lekas dingin. Pada tahun-tahun sesudah perang, ketika persediaan makanan nasional terbatas, pemerintah mempromosikan budidaya ubi jalar sebagai tanaman keras dan bahan untuk minuman beralkohol. Para pedagang kaki lima mulai muncul sebagai cara untuk menangani surplus produksi. Sebenarnya, mereka pertama kali muncul pada tahun 1954, tahun setelah perang berakhir, mengenakan topi bulu tentara yang dibuang untuk melindungi kepala mereka dari musim dingin yang menggigit dan memanggang ubi jalar di drum logam yang biasanya digunakan untuk pengiriman minyak. Citra demikian hampir tidak berubah setelahnya. Berasal dari Amerika Tengah dan Selatan, ubi jalar diperkenalkan ke Eropa, Afrika, dan Asia oleh bangsa Spanyol dan Portugis setelah kemenangan mereka pada abad ke-16. Ubiu jalar pertama kali masuk Korea pada 1764 saat masa pemerintahan Raja Yeongjo di Dinasti Joseon ketika Jo Eom, seorang anggota misi diplomatik ke Jepang, membawa benih dari Pulau Tsushima. Sejak itu, ubi jalar telah tumbuh secara luas di seluruh Korea. Saat ini, ubi jalar dianggap sebagai makanan sehat dan me­­ rupakan bagian dari rencana diet populer. Lahan untuk menanam ubi jalar belum tersedia, tetapi pasokan telah menyusut. Jumlah petani dekat kota semakin berkurang dan impor dilarang. Selain itu, kehadiran alat pemanggangan untuk memanggang ubi jalar di rumah, serta penjualan ubi jalar panggang di beberapa toserba, telah meningkatkan harga sayuran umbi ini. Dikombinasikan dengan bermacam-macam penawaran makanan di jalan, termasuk tteokbokki (kue beras tumis pedas) dan wafel, untuk menurunkan penjualan ubi jalar di bawah titik toleransi mereka. Sebenarnya, sepuluh ribu won untuk sekantong dengan enam ubi jalar panggang bukanlah camilan murah. Saya hanya berharap bahwa penjual ubi jalar di masa lalu, saatnya menjadi pemilik toko di suatu tempat yang terang benderang dan hangat.


Dari redaksi

Pemimpin Umum

Lee Sihyung

Sejuk Sebelum Musim Dingin Tiba

Direktur Editorial

Kim Seong-in

Pemimpin Redaksi

Koh Young Hun

Sebelum musim dingin tiba kesejukan telah terjadi di Korea. Suasana sejuk terasa saat kunjungan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo ke Korea. Presiden RI tersebut sempat memberikan kuliah umum bagi para mahasiswa di Hankuk University of Foreign Studies (HUFS), Seoul, Korea Selatan, pada Selasa, 11 September 2018 dengan tema “Peran Pemuda dalam Era Globalisasi”. Di tempat yang sama sudah pernah hadir para pemimpin besar lain seperti Presiden Barrack Obama, Presiden Mikhail Gorbachev, hingga Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon. Pesan yang sejuk disampaikan di ujung pidatonya yaitu bahwa Korea Selatan dan Indonesia adalah mitra yang ideal untuk bekerja sama menuju sebuah agenda internasional yang progresif bagi dunia. Tentu bekerja sama dalam bidang apa saja, termasuk di bidang industri. Kali ini Koreana akan mengupas perihal industri komestik luar biasa di Korea Selatan sehingga melahirkan istilah K-Beauty. Kekuatan terbesar perusahaan kosmetik Korea terletak pada kemampuan mereka untuk dengan cepat mengeksekusi ide dan menggabungkan dengan teknologi. Di samping sisi modern yang selalu dikembangkan, Korea tidak pernah melupakan masa lalu, bahkan memeliharanya. Kerajaan Goryeo sebagai simbol kejayaan Korea di masa lalu tak boleh terlupakan. Kerajaan Goryeo tidak berusaha menghilangkan tradisi dan kebudayaan unggul dari dinasti sebelumnya. Sebaliknya, mereka malah mencoba menggabungkannya de­­ ngan kebudayaan mereka sendiri. Itulah yang menginspirasi bangsa Korea hingga di abad milenial ini. Selamat menikmati sajian Koreana Musim Dingin 2018 ini. Semoga Anda semakin dekat dan semakin merindukan negeri ini.

Dewan Redaksi

Han Kyung-koo

Benjamin Joinau

Jung Duk-hyun

Kim Hwa-young

Kim Young-na

Koh Mi-seok

Charles La Shure

Song Hye-jin

Song Young-man

Yoon Se-young

Direktur Kreatif

Kim Sam

Editor

Ji Geun-hwa, Noh Yoon-young,

Park Do-geun

PENATA aRTISTIK

Kim Do-yoon

Desainer

Kim Eun-hye, Kim Nam-hyung,

Yeob Lan-kyeong

Tim Penerjemah

Koh Young Hun

Kim Jang Gyem

Evelyn Yang

Lee Yeon

Koh Young Hun Pemimpin Redaksi Koreana Edisi Bahasa Indonesia

Shin Soyoung

Lee Eun Kyung

Penyunting

Tengsoe Tjahjono

Penata Letak

Kim’s Communication Associates

dan Desain

44 Yanghwa-ro 7-gil, Mapo-gu

Seoul 04035, Korea

www.gegd.co.kr

Tel: 82-2-335-4741

Fax: 82-2-335-4743

Harga majalah Koreana per-eksemplar di Korea W6.000. Di negara lain US$9. Silakan lihat Koreana halaman 84 untuk berlangganan.

seni & budaya korea Musim Dingin 2018

Percetakan Edisi Musim DINGIN 2018 Samsung Moonwha Printing Co. 10 Achasan-ro 11-gil, Seongdong-gu, Seoul 04796, Korea Tel: 82-2-468-0361/5

Diterbitkan empat kali setahun oleh The Korea Foundation 55 Sinjung-ro, Seogwipo-si, Jeju-do 63565, Korea http://www.koreana.or.kr

© The Korea Foundation 2018 Pendapat penulis atau pengarang dalam majalah ini tidak haurs selalu mencerminkan pendapat editor atau pihak Korea Foundation. Majalah Koreana ini sudah terdaftar di Kementerian Budaya,

“Potret Sebuah Kecantikan” (detail)

Shin Yun-bok Akhir Dinasti Joseon Tinta dan warna di atas sutra, 114 x 45,5 cm

Olahraga, dan Pariwisata(No. Pendaftaran Ba 1033, 8 Agustus 1987), Korea sebagai majalah triwulanan, dan diterbitkan juga dalam bahasa Inggris, Cina, Prancis, Spanyol, Arab, Rusia, Jepang, dan Jerman.


© Sulwhasoo

FITUR KHUSUS

K-Beauty: Perkembangan Industri dan Estetika Korea

06

FITUR KHUSUS 1

Kebebasan Hati dan Keindahan Melampaui Estetika

18

FITUR KHUSUS 3

Liputan tentang Pengalaman K-Beauty Lee Hyo-won

Kim Seon-woo

12

FITUR KHUSUS 2

Pesona Korea dalam Dunia Kecantikan Global Lim Seung-hyuk

24

FOKUS

Melihat Lagi Kerajaan Goryeo yang Terlupakan Jeong Myoung-hee

30

WAWANCARA

Desainer Kostum Berhasil Menghidupkan Tokoh dalam Film Kang Yun-ju

36

JATUH CINTA PADA Korea

Choi Sung-jin

DI ATAS JALAN

Jindo: Perpaduan Kekayaan, Keberanian dan Keputusasaan Lee Chang-guy

48

BUKU & LAINNYA

‘Debu dan Cerita-cerita Lainnya’

Kisah Pergulatan Seorang Penulis dalam Masa Kritis

‘Kebun Korea: Tradisi, Simbolisme dan Keuletan’ Panduan Desainer Berkebun Australia

‘Differance’

Evolusi Besar Mavericks terhadap Musik Tradisional Korea Charles La Shure, Ryu Tae-hyung

Keseimbangan dalam Sastra, Bela Diri, dan Selera

40

52

Kisah Dua Korea

Perspektif Baru mengenai Pyongyang Kim Hak-soon

54

SATU HARI BIASA

Mengajarkan Nilai Sejati Berlatih Taekwondo

60

Kisah Ramuan

Jahe, Penyedap Rasa dan Obat Sekaligus Jeong Jae-hoon

64 esai “Dasar Pandang Ke Timur”: Inspirasi Pendidikan Lanjut di Korsel Nurul Adila Roslan

66

GAYA HIDUP

Permainan Papan Kembali Digemari Choi Byung-il

Kim Heung-sook

70

58 HIBURAN

Selamat Tinggal Kegelapan, Kesepian yang Hangat

Simbolisme Dunia Akhirat dalam Tontonan Spektakuler

Choi Jae-bong

Jung Duk-hyun

PINTU 4

Ki Jun-young

PERJALANAN KESUSASTRAAN KOREA


FITUR KHUSUS

-Beauty Perkembangan Industri dan Estetika Korea Fitur Khusus 1

Kebebasan Hati dan Keindahan Melampaui Estetika Fitur Khusus 2

Pesona Korea dalam Dunia Kecantikan Global Fitur Khusus 3

Liputan tentang Pengalaman K-Beauty



FITUR KHUSUS 1

K-Beauty: Perkembangan Industri dan Estetika Korea

Kebebasan Hati dan Keindahan Melampaui Estetika 6 Koreana Musim Dingin 2018


Sebuah adegan dari video musik untuk “IDOL� oleh BTS, grup K-pop No. 1. Video itu dengan penuh kegembiraan memadukan motif tradisional Korea seperti giok kelinci, pohon pinus, harimau, dan tari topeng dengan unsur-unsur budaya dari seluruh dunia.

Orang-orang yang hidup di bumi selama bertahun-tahun telah mengendalikan ketertindasan mereka dengan tarian, nyanyian dan humor, serta mencoba menggabungkan diri dengan semua makhluk di dunia. Keinginan untuk menciptakan dunia di mana tidak ada yang terkecuali dan semuanya hidup berdampingan dengan damai rasanya adalah salah satu dari takaran dasar tentang keindahan yang dimiliki oleh orang Korea. Kim Seon-woo Penyair, Novelis

seni & budaya korea 7


S

aya pernah menulis dalam suatu tulisan “Saya percaya bahwa puisi adalah catatan keindahan”. Persepsi keindahan begitu subjektif sehingga tidak ada jawaban yang benar tepat untuk menjelaskan penciptaan dan penerimaannya. Jadi ada seratus cara oleh seratus orang untuk menjelaskan apa arti keindahan. Oleh karena itu, saya tidak bisa memberikan definisi universal tentang ‘estetika keindahan oleh orang Korea’. Hanya saja, saya dapat me­­ ngatakan tentang hal-hal Korea yang sangat saya sukai sebagai seorang penyair yang selalu memandang keindahan. Baru-baru ini, ada beberapa tokoh yang membuat mulut saya mengatakan “Ini indah!”. Yaitu kelompok penyanyi BTS (Bang-tan Seonyeondan). Mereka membangkitkan citra khusus dalam pikiran saya dari awal debut mereka hingga sekarang. Yaitu harimau Korea, atau harimau Siberia, yang juga disebut harimau Baekdusan. Pada album perdana BTS, masih terlihat sisa keremajaan mereka, sehingga menonton musik video mereka mengingatkan saya pada anak-anak harimau yang bermain dan bercengkrama dengan bebasnya. Dan sekarang mereka telah tumbuh menjadi harimau muda yang terlatih dan mampu menghibur kesedihan ge­­n erasi sepantaran me­­ reka di seluruh dunia. Bakat dan penampilan mereka terkumpul bersama dan menjadi satu dalam lompatan berirama bak seekor harimau, membuat penggemar mereka terkesima oleh pertunjukan mereka. Saya menyebut pertunjukan mereka sebagai ‘keindahan alam liar’. Saya bahkan merasa bahwa bakat leluhur yang pernah hidup negeri ini mengalir melalui gen budayadan mekar juga pada akhirnya.

Keindahan Liar

Asal-usul ‘Keliaran ala Korea’ adalah dari kenyataan. Seni tidak terpisah dari kehidupan, tetapi diekspresikan melalui kontak dekat dengan adegan kehidupan.

8 Koreana Musim Dingin 2018

Kenyataan itu berhubungan dengan permainan. Orang Korea sangat gemar bermain. Jika lowong, mereka akan menggelar panggung lalu menari dan bernyanyi di manapun tempatnya. Bahkan mereka menciptakan ruang unik yang disebut ‘Noraebang’ atau ‘Ruang Menyanyi’. Sejarah kaya masyarakat Korea sehubungan dengan Gamu(Lagu dan Tari) memang sudah cukup panjang. Menurut catatan, orang Korea telah terbiasa menikmati lagu dan tari sejak 3.000 tahun yang lalu. Catatan tentang penari telah muncul di petroglif Semenanjung Ulju yang diukir dari zaman Neolitik ke Zaman Perunggu. Melalui ukiran batu dari zaman Goguryeo (37 SM ~ AD 668) kita dapat mengetahui bahwa hampir semua ritual Jecheon(syukuran), hampir sepanjang ri­­ tual adalah ‘waktu untuk bermain’. Ada juga catatan tua yang mengatakan “Orang-orang berkumpul dalam jumlah besar hari demi hari untuk makan, minum, bernyanyi dan menari, dan orangorang yang lewat juga turut menikmati nyanyian, sehingga acara seakan tak ada putus-putusnya”. Memainkan alat musik, menari, dan bernyanyi adalah gaya hidup yang indah oleh leluhur Korea. Alat cangkul, alatpenabur, alat panen, semua alat kerja sehari-hari berbaur dengan wangi arak dan berpadu dengan irama musik dan tarian. Mereka tidak membutuhkan panggung khusus. Entah itu ladang, pasar, atau kebun, di mana saja, cukup untuk dijadikan ajang sukaria. Oleh karena itu, lagu rakyat, yang juga merupakan lagu saat bekerja, berkembang dengan membawa ciri-ciri khusus setiap daerah. Itulah alasan mengapa lagu-lagu rakyat terkenal seperti Arirang tidak hanya dinyanyikan de­­ngan nada yang sama, tetapi ada ratusan nada yang terbentuk dari kekhasan di berbagai daerah. Para leluhur negeri ini, de­­ ngan naluri bermain alami mereka yang tidak terikat oleh norma, 1 hidup sangat optimis dan melepas © Leeum, Museum Seni Samsung


kelelahan jiwa dan raga mereka dengan menari dan bernyanyi. Mereka bersyukur atas nasib yang telah ditentukan bagi mereka dan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip alam. Jadi tidak banyak kaum melankolis yang tenggelam dalam ketidaksempurnaan dan kehidupan yang tragismereka. Duka dan derita dalam hati dilepas melalui lagu dan tarian, dan kemampuan untuk menikmati hari yang sedang dijalani cukup untuk membawa gelak tawa sekalipun sedang berada dalam kegetiran. Sifat seperti ini disebut ‘Heung’ dan ‘Shin-myeong’ atau ‘jiwa yang riang’. Orang Korea membuat arena bermain di mana pun mereka berada dan merasakan kebebasan bermain. Orangorang bebas ini saling berpegangan tangan dan bersatu. Pada abad ke-21, saya melihat sejarah manifestasi dari orang-orang Korea dalam ‘Demonstrasi Lilin’. Kekuatan untuk membuat pertemuan bahkan perlawanan terhadap kekuatan politik yang dianggap kelewatan merupakan kekuatan unik dari orang Korea. Sejarah Korea bukanlah tercipta oleh beberapa orang pahlawan, tetapi oleh sejumlah orang biasa. Bahkan jikakelas penguasa dan politisi mengkhianati rakyat, orang-orang membuka diri di setiap titik sulit dalam sejarah dan membuka sejarah baru. Ini juga berlaku untuk sejarah modern Korea di abad ke-20. Hal yang sama telah dilakukan oleh pejuang tak bernama di era kolonial Jepang, para mahasiswa yang memimpin revolusi 4.19 melawan kediktatoran pada 1960, dan warga yang keluar di jalan-jalan meneriakkan demokratisasi pada 1987. Cahaya lilin di musim dingin tahun 2016, yang mengejutkan dunia, bukanlah satu peristiwa yang tiba-tiba muncul dan terjadi. Ini adalah produk sejarah yang telah terakumulasi dalam darah orang Korea sejak lama. Bahkan dalam demonstrasi lilin, orang Korea bermain. Mereka menari di jalanan dan jalanan, bernyanyi dan berteman. Kemampuan untuk membuat gerakan perlawanan menjadi festival adalah vitalitas indah yang sudah lama dimiliki oleh bangsa Korea.

kuat dan lincah, saya pernah mengumpulkan gambar harimau. Macan Korea lebih besar dari harimau Bengal dari benua India dan bulunya tebal dan mewah dengan garis-garis indah. Kuat namun elegan dan berkarisma, penuh ketegangan sekaligus memberikan rasa nyaman, telah digambarkan dalam banyak karya seni. Harimau Korea dalam lukisan rakyat memiliki kebebasan dan jiwa bermain. Di sana, optimisme leluhur kita terungkap. Ada vitalitas murni. Di antara lukisan rakyat tentang harimau yang bagus ada tetapi lukisan harimau Korea yang terbaik, yaitu ‘Harimau di Bawah Pinus’ oleh Kim Hongdo, pelukis istana dari Dinasti Joseon. Selain perpaduan indah dari pinus dan harimau yang indah, karya itu juga menampilkan indahnya bidang kosong dengan sempurna. Bagian kosong dalam lukisan Korea juga dapat diartikan sebagai sudut pandang orang Korea tentang alam dan dunia. Karena bagian kosong bukan milik siapa-siapa. Ini adalah cakrawala baru di benak orang yang melihatnya. Saya melihat ke dalam gambar ini ketika saya merasa sedih. Jika melihat ekor harimau yang terkesan hidup dan energi dari kakinya, Anda dapat merasa lebih baik. Harimau adalah hewan yang ditakuti, tetapi dari harimau Korea dapat dirasakan karisma dan keindahannya. Terlihat berani dan dingin, tetapi mereka tidak terlihat mengancam. Harimau yang terkesan mengancam lawannya dengan memperlihatkan taring bengisnya tidak ada di lukisan lama Korea. Sosok orang-orang yang tinggal di tanah Korea di mana

keaktifan Murni

Karena kecintaan pada citra harimau Korea yang 1. “Harimau di Bawah Pohon Pinus” oleh Kim Hong-do (1745– 1806) dan Kang Se-hwang (1713–1791). Akhir medio Joseon. Tinta dan warna terang di atas kertas. 90,4 x 43,8 cm. Harimau Korea dengan tubuh yang sangat besar dan bulunya yang indah digambarkan dengan gaya hiper-realis oleh Kim Hong-do, seorang seniman dari Royal Bureau of Art. Gurunya, Kang Se-hwang, melukis pohon pinus. 2. “Guci Porselen Putih.” Periode Joseon. Tinggi: 43,8 cm, Diameter: 44 cm. “Guci Bulan” adalah guci porselen putih besar dari Dinasti Joseon, yang tingginya lebih dari 40 cm dengan bentuk bulat penuh. Bagian atas dan bawah dibuat secara terpisah dan disatukan. Harta Nasional No. 310.

2

© Museum Istana Nasional Korea

sEni & BuDaya KorEa 9


Š Ha Ji-kwon

Bagaimana kehangatan dari tanah liat dan angin ini dapat dirasakan dari patung-patung logam? Bunga-bunga, awan, angin dan api sampai gelombang suara lonceng seakan menyebar sampai ke semua syaraf untuk membuka semua indera di seluruh tubuhku. 10 Koreana Musim Dingin 2018


banyak harimau liar hidup tercermin dalam lukisan harimau. Ini adalah harmoni aneh tentang kekuatan tetapi tidak dipamerkan, penuh energi namun tidak ganas, serta menunjukkan koeksistensi kedamaian. Saya melihat ke dalam mata harimau dan mengelus kaki besarnyalagi. Bulu harimau yang seakan hidup itu tentulah merupakan hasil goresan kuas yang dilakukan berulang kali helai demi helainya. Seorang pelukis jenius sekalipun, yang dapat melukis dengan cara sederhana apapun yang ada dalam hatinya, tentulah telah melukis seekor harimau dengan sepenuh hati bagai menjalankan suatu ritual.

dari lonceng kuil Silla yang masih ada adalah Lonceng Kuil Sangwon yang juga berasal dari abad ke-8. Seperti lonceng sezamannya yang lebih terkenal, bentuk lonceng ini juga menampilkan desain apsara yang sangat indah, atau makhluk nirwana terbang. Desain ini berirama dan radikal, dan sekali lagi tidak simetris. Sungguh menakjubkan bahwa benda logam dingin dapat menyampaikan kehangatan bumi dan angin. Bunga, awan, angin dan api turut dalam gelombang suara yang berasal dari lonceng dan membuka bahkan sampai indra yang paling halus.

Keindahan Radikal

Koeksistensi Damai

Saya menyukai kuil Korea sebanyak menyukai harimau Korea. Di seluruh daerah di Korea, di tempat yang paling indah selalu bisa ditemukan sebuah kuil. Jadi jika melakukan perjalanan ke Korea, wisatawan wajib mampir ke kuil-kuil penting di ma­­singmasing daerah. Jika saya berkunjung ke kuil, saya selalu menghadiri acara ‘sembahyang subuh’. Ketika saya mendengar suara lonceng berdentang saat fajar, saya seakan dapat melihat asalusul 'Suara Ilahi'. Lonceng terkenal di Korea, yaitu ‘Lonceng Seongdeok, Raja Besar Shinseong’, adalah lonceng legendaris yang sering disebut juga dengan nama ‘Lonceng Emile’, dibuat pada abad ke-8 pada masa pemerintahan Dinasti Silla. Lonceng ini, yang menurut sejarah memakan waktu 34 tahun hanya untuk pembuatannya, memiliki suara yang mendalam dan misterius yang tidak dapat dijelaskan oleh ilmu teknologi modern. Di antara fitur struktural lonceng Budha Korea, fitur yang paling menonjol adalah 'naga' yang disebut ‘Yongnyeo’. Untuk dapat menggantung lonceng, pada bagian atasnya dibentuk seperti cincin besar menyerupai naga. Lonceng di Cina yang membuat lonceng jauh sebelum orang Korea membuatnya, bagian atas lonceng memiliki dua naga ditempatkan secara simetris. Namun, lonceng buatan Silla hanya memiliki seekor naga yang berbentuk asimetris. Naga simetris memiliki rasa stabilitas yang difokuskan pada fungsi cincin, tetapi pada naga yang asimetris terdapat estetika yang khas yang memiliki keindahan kreatif. Orang Korea tidak suka puas dengan simetri statis. Estetika khas dengan keindahan yang kreatif itu menarik saya lebih dalam lagi pada lonceng tersebut. Yongnyeo yang terkesan hidup dan kuat seakan bergetar bersama gema lonceng. Kekuatan getaran lonceng seakan terlukis oleh Yongnyeo. Selain Lonceng Raja Besar Seongdeok, contoh utama

“Lonceng Besar Raja Seongdeok” (detail). 771. Tinggi: 366 cm, Diameter bibir loncengh: 227 cm. Lonceng kuil Korea yang terkenal ini memiliki desain relief dari bidadari, makhluk surgawi yang berlutut di atas bunga teratai.

Ketika berbicara tentang keindahan Korea, banyak orang mengagumi guci porselen putih Joseon (1392-1910) sebagai contohnya. Saya juga suka guci bulan, tetapi kadang-kadang saya ingin menikmati ‘keindahan luar biasa' yang sulit untuk ditambahkan pada keindahan sederhana dari guci bulan. Ketika saya ingin meredakan rasa lapar untuk kecantikan seperti ini, pikiran saya terarah ke ‘Baekje Jin Dong Dae Hyanghyang’ sebagai contoh super kuat. Sebagai penggemar wewangian, saya telah melihat hampir semua jenis pembakar dupa dari seluruh dunia. Tapi saya belum pernah melihat pembakar dupa yang begitu menakjubkan seperti ini. Ini adalah tarian dan musik yang sempurna. Sebuah phoenix dengan manik ajaib di bawah dagunya sementara ekornya terbang di angin dan duduk di atas gunung. Bentuk keseluruhan tutupnya, menciptakan sebuah pesta garis lengkung yang cantik, melambangkan gunung sebagai tempat tinggal abadi. Gunung dan phoenix didukung oleh bunga teratai, seekor naga dengan bunga teratai yang mekar pada mulutnya seakan membawanya ke langit. Jika diperhatikan baik-baik,detail gunung dilukiskan sebagai simbol dunia ideal. Lima musisi bermain di bawah phoenix. Air terjun dan aliran sungai di antara lereng garis lengkung membentuk satu puncak gunung. 39 binatang dan 11 hewan terlihat. Pada badannya, 24 hewan diukir pada setiap kelopak, dan ada dua orang suci. Bayangkan aromadupa naik melalui puncak-puncak gunung dan melalui lubang kecil di dada phoenix, dan membawanya menuju nirwana. Ini adalah koeksistensi damai yang didambakan oleh orang Korea. Orang Baekje mengimpikan dunia di mana hewan dan manusia hidup bersama dan di mana alam dan manusia bersatu. Setiap bagian dari pembakar dupa itu sangat indah. Dasar pembakar dupa sebenarnya cukup saja jika berfungsi sebagai penyanggah, tetapi nenek moyang Korea tidak puas sampai situ saja. Bagian dasar dari pembakar dupa itu juga merupakan lagu berirama dan ekspresi napas. Saya menyebut dasardupa ini ‘naga angin bernyanyi’. Karena ia adalah naga, sekaligus juga musik, angin dan tarian.

seni & budaya korea 11


FITUR KHUSUS 2

K-Beauty: Perkembangan Industri dan Estetika Korea

Pesona Korea dalam Dunia Kecantikan Global Gelombang Korea (Hallyu) yang dipicu oleh K-Drama ini telah meluas ke produk kecantikan, yang disebut “K-Beauty.” Dengan popularitas bahan-bahan perawatan kulit dan make-up Korea yang luar biasa pada konsumen luar negeri dan pengaruh mereka yang meningkat di pasar global, industri kosmetik Korea mencapai titik balik yang signifikan. Lim Seung-hyuk Editor Mingguan Majalah Digital Beauty-in Heo Dong-wuk Fotografer

Banyak “lapak jalanan” dan toko-toko unggulan dari merek kecantikan Korea berjajar di jalan-jalan Myeong-dong di pusat kota Seoul, tujuan belanja paling populer di kalangan wisatawan.

12 Koreana Musim Dingin 2018


seni & budaya korea 13


G

elombang Korea (atau hallyu, mengacu pada popularitas budaya pop Korea di luar negeri), yang didorong oleh popularitas drama TV Korea di China, Jepang dan Asia Tenggara pada tahun 2000an, kemudian meluas ke seluruh dunia. K-pop memacu hallyu yang kuat, dan baru-baru ini, K-beauty telah mempengaruhi dunia kecantikan global dengan luar biasa. Pada bulan Mei yang lalu, raksasa kosmetik global L'Oréal mengakuisisi perusahaan kosmetik Korea merek 3CE bagian dari Stylenanda seharga 400 miliar won (US $ 351 juta) dengan tujuan memperluas pasar ke China, karena 3CE merupakan peringkat nomor satu merek kosmetik berwarna. Dan tahun lalu, Unilever, sebuah perusahaan barang konsumen transnasional Inggris-Belanda, membayar 3 triliun won (US $ 2,7 miliar) untuk Carver Korea, sebuah perusahaan kosmetik homegrown yang dikenal dengan merek perawatan kulitnya AHC. Pada tahun 2014, dalam artikel New York Times “Korea Selatan Mengekspor Cahayanya” ditulis bahwa produk perawatan kulit Korea telah mengambil alih pasar kecantikan Amerika, yang secara tradisional didominasi oleh merek Eropa dan Jepang.

store ternama dunia, dan tidak dapat bertahan lama meskipun kadang-kadang berhasil memasuki mall. Dalam situasi seperti itu, krim BB membukakan pintu baru menuju globalisasi K-Beauty. Ketika itu demam krim BB banyak dibahas dalam majalah “Vogue” versi Amerika Serikat dan majalah kecantikan “Allure”. Artikel-artikel bermunculan dari berbagai media mengatakan bahwa krim serba bisa yang mempercerah warna kulit dengan alami seakan-akan tidak berdandan sekaligus juga memblokir sinar ultraviolet ini berasal dari Korea. Minat ini kemudian berlangsung dengan munculnya krim CC dan berbagai jenis lembaran masker wajah. Lembaran masker wajah menjadi sebuah ikon baru K-Beauty sampai-sampai ada rumor berlebihan yang mengatakan bahwa “wanita-wanita Korea memakai lembaran masker wajah sehari sekali”. Demam K-Beauty juga membawa perubahan pada struktur industri kosmetik Korea. Menurut Kementerian Keamanan Makanan dan Obat-obatan, jumlah perusahaan produksi dan penjual kosmetik di seluruh Korea melonjak drastis dari 3.884 perusahaan pada tahun 2013 menjadi 8.175 perusahaan pada tahun 2016, dan mencapai 10.080 perusahaan di tahun 2017. Selain itu, Layanan Bea Cukai Korea melaporkan bahwa jumlah ekspor kosmetik Korea pada tahun 2017 mencapai 4 miliar 968 juta dolar Amerika (sekitar 5 triliun 290 miliar 920 awal Gelombang korea Masa mulainya kenaikan luar biasa K-Beauty sekitar 2014 juta Won), mencetak rekor tertinggi dengan kenaikan sebesar ketika krim BB, yang semula digunakan seusai operasi spe18,5% dibandingkan tahun sebelumnya, dan perkembangan sialis kulit dikembangkan agar dapat digunakan sehari-hari, semacam ini sedang terus berlangsung pada tahun ini. Jika kita mendapat popularitas sensasional. Kosmetik menempati posimempertimbangkan penurunan pendapatan dari pasar Cina bersi teratas di antara produk ekspor on-line Korea, dan masa ini hubungan dengan masalah politik penempatan THAAD pada merupakan lampu hijau untuk usaha bidang ini bersinar. tahun lalu, maka perkembangan tersebut tidak ragu lagi merSampai saat itu, di Eropa dan Amerika, kecantikan Asia upakan sebuah perkembangan yang menakjubkan. telah identik dengan kecantikan Jepang. Merek kosmetika Selain hasil statistik, hal lain yang harus diperhatikan adaJepang yang memiliki sejarah panjang, seperti lah aktifnya pengenalan teknologi konvergenShiseido, Kanebo dan Kosé, telah mensi dalam bidang kosmetik baru-baru ini. dominasi pasar dengan hadirnya di Kosmetikal, yaitu bisnis perpaddepartment store besar di New uan antara farmasi dan kosmeYork, Paris, London dan Milan. tik, sedang naik daun sebagai ekspor kosmetik korea (2017) M e r e k J e p a n g l a i n ny a , motor pendorong perkemSK-II, menikmati popubangan baru dalam bisnis laritas besar di seluruh sejenis. Produk pemutih dunia melalui pemasarkulit dan anti keriput, an yang agresif oleh dan produk pembantu perusahaan indukpemulihan masalah nya, Procter & Gamkulit yang selangble, pesaing Amerika kah lebih maju darUnilever. ipada sebe lumnya, Sebaliknya, diharapkan menjadi merek kosmetik figur utama pemim Korea tidak berhasil pin K-Beauty generaEkspor kosmetik Korea mencapai rekor tertinggi pada tahun 2017 dan tumbuh semakin kuat pada tahun 2018. memasuki department si mendatang.

US$4,968,000,000 Sumber: Layanan Bea Cukai Korea

14 KorEana Musim Dingin 2018


Pakar industri kecantikan mengatakan bahwa kekuatan terbesar perusahaan kosmetik Korea terletak pada kemampuan mereka untuk dengan cepat mengeksekusi ide dan menggabungkan dengan teknologi. ide dan Teknologi

mencari kualitas bagus dengan harga terjangkau. Standar merGelombang K-Beauty berawal dari bintang-bintang Hallyu. eka yang tinggi telah mendorong perusahaan kosmetik untuk Misalnya, ekspor produk lipstik dan bedak yang dipakai oleh terus berjuang demi kualitas yang lebih unggul. Jun Ji-hyun dalam drama televisi berjudul “Kekasihku dari Bintang� yang dimainkannya pada tahun 2014 melonjak drasPeranan kreator kecantikan Para kreator kecantikan (beauty creator) yang aktif di Youtis, dan produk-produk komersial yang diiklankan oleh pemTube juga merupakan tokoh utama K-Beauty yang tersemeran utama drama “Keturunan Matahari�, Song Hye-kyo, laku bunyi. Peran aktif mereka berkaitan dengan strategi pemasaran keras secara konstan di luar negeri. Selain itu, banyak juga perusahaan kosmetik Korea. Sebagian besar perusahaan proorang asing yang mengikuti gaya dandan grup K-Pop seperti duksi dan penjual kosmetik lebih memilih strategi memanfaatTwice dan Mamamoo. kan para kreator kecantikan yang lebih memperlihatkan hasil Namun semua dampak demam yang berkelanjutan itu viral secara on-line dibandingkan dengan sarana media seperti tidak dapat hanya dianggap sebagai hasil dari pengaruh bintelevisi yang berbiaya banyak. Para kreator kecantikan terketang-bintang Hallyu. Sebab, kontribusi yang disalurkan oleh nal yang menargetkan pasar global menciptakan konten khupekerja industri kecantikan juga tidak kalah pentingnya. Pakar sus luar negeri dengan menampilkan teks terjemahan dalam industri kecantikan mengatakan bahwa kekuatan terbesar berbagai bahasa seperti bahasa Inggris, Cina, Thailand, dan perusahaan kosmetik Korea terletak pada kemampuan meresebagainya, untuk ikut memperkenalkan K-Beauty. ka untuk dengan cepat mengeksekusi ide dan menggabungkan Para kreator kecantikan terkenal mendapat popularidengan teknologi. Selain itu, keberagaman material juga termatas yang tidak kalah hebat dengan para artis. Kreator-kreator suk salah satu dari faktor terkenalnya K-Beauty. Merek-merek kecantikan ternama seperti Risabae, Pony, dan Ssin mampu kosmetik Korea memperlihatkan produk-produk bermaterial mencapai penghasilan hingga 100 juta Won dalam 5 menit, dan baru dengan cepat. Contoh-contohnya yang menonjol antara sekuat itulah pengaruh mereka. Mereka juga muncul dalam lain masker wajah dengan bahan susu keledai yang berkomiklan promosi perusahaan besar kosmetik Korea seperti Amore ponen serupa dengan asi, produk perawatan kulit yang menPacific, LG Household and Health Care, dan gandung komponen obat-obatan oriental, krim sebagainya, dan ikut serta dalam pemasanutrisi yang mengandung lendir siput, dan ran melalui kerja sama dengan perusebagainya. sahaan tersebut. Baru-baru ini Bukan hanya itu saja alasan pengguna YouTube (YouTumeningkatnya persentase penJumlah Produsen dan ber) dan media blog (blogguasaan pasar secara drasDistributor kosmetika korea ger) luar negeri yang tertis oleh merek kosmetik pengaruh aktivitas para Korea di luar negeri. Para kreator kecantikan spesialis perancang ternama Korea juga kosmetik luar negeri mengunggah konten berpendapat bahwa tutorial tata rias ala keunggulan kualiK-Beauty. tas kosmetik sebagai Pembuat kontsalah satu potensi 2013 2016 2017 en individu ini munK-Beauty. Hal ini 3,884 8,175 10,080 cul sebagai kekuatan dapat dikaitkan denpendorong kehebatan gan sebagian konLedakan K-beauty telah mendorong ekspansi cepat industri kosmetik Korea. K-beauty. Sungguh sumen domestik yang Sumber: Kementerian Perlindungan Pangan dan Obat-obatan

sEni & BuDaya KorEa 15


menarik melihat kontribusi mereka ke depan. Program situs portal “Naver” tempat para kreator kecantikan membuat dan memuat konten mereka juga ikut menarik perhatian banyak orang. Naver menampilkan konten-konten kecantikan melalui fasilitas utama miliknya sendiri seperti media blog dan pos. Saat ini sebanyak 7.000 orang pembuat konten dan 900 orang kreator kecantikan spesialis bergerak aktif melalui situs Naver termasuk Lee Sarah, seorang kreator kecantikan yang pernah meraih gelas Miss Korea dan kini dikenal sebagai bintang ternama.

total populasinya dipenuhi oleh pemuda di bawah 40 tahun. Kenyataannya, pada tahun 2017 skala pasar kosmetik di Vietnam meningkat hingga 250 miliar Won. Bukan hanya merek Korea saja, melainkan juga merek Jepang, Amerika Serikat, dan berbagai macam negara Eropa bersaing untuk dapat memasuki pasar tersebut. Tetapi di antaranya produk Korea menguasai 50% pasar tersebut. Kini angin K-Beauty berhembus melewati Asia menuju Amerika dan Eropa. Skala ekspor kosmetik Korea ke Amerika pada babak pertama tahun 2017 mencapai 270 juta dolar dan ini meningkat sebesar 43,3% dibandingkan semester kedua tahun sebelumnya. Selain itu, merek Korea disambut baik di Melampaui batas asia Dengan menyebarnya kabar dari mulut ke mulut di antara para pasar distribusi global, dan tidak sulit untuk menemukan prokonsumen luar negeri melalui YouTube dan media sosial bahwa duk kecantikan Korea di mall dan toko gerai di seluruh wilayah “produk kecantikan Korea memiliki keunggulan untuk dibeli Amerika. meskipun harus dengan membayar ongkos kirim luar negeri Menurut data statistik tahun 2016 Institut Industri Kosdan memakan waktu yang lama”, merek-merek kecantikan metik Korea, lebih dari 70% pasar luar negeri kosmetik Korea Korea mendapat kemudahan dalam memasuki pasar global. cenderung berkumpul di Asia dengan Cina sebesar 39,1%, Terutama di pasar kosmetik dunia ke-3 setelah Amerika SeriHongkong 24,7%, Jepang 4,6%, Taiwan 3,1%, dan untuk kat dan Cina, yaitu Jepang, angin demam K-Beauty berhembus wilayah lainnya Amerika Serikat menempati persentase terkeras dewasa ini. tinggi sebesar 9,1%. Tetapi kini kosmetik Korea melewati pasar Menurut Layanan Bea Cukai Korea, pada kuartal pertama Amerika dan menunjukkan hasil nyata di pasar Eropa. Terutahun 2018, skala penjualan langsung produk kecantikan Korea tama kosmetik alamiah yang menggunakan bahan kandungan secara on-line ke Jepang mencapai 47,8 miliar Won, meningtumbuh-tumbuhan seperti ginseng, teh hijau, lidah buaya, dan kat sebesar 850% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal sebagainya menarik minat para vegetarian Eropa. Dengan banini juga tidak jauh berbeda dengan pasar Cina. Meskipun wisatuan peranan bintang Hallyu, termasuk Bangtan Boys (Bangtan tawan Cina berkurang drastis berhubungan dengan konflik antara Sonyeondan, BTS), K-Beauty sedang menyebar lebih luas lagi Korea dan Cina mengenai penempatan THAAD belakangan hingga pasar Amerika Tengah dan Utara. ini, namun demam K-Beauty di pasar Cina masih tetap menyaBelakangan ini, pasar kecantikan Korea memperlihatkan la panas. Menurut data tren konsumsi tahunan mall pembelian perkembangan besar baik dari segi kuantitas maupun kualilangsung on-line terbesar di Cina, Tmall Global, produk Korea tasnya, sehingga perusahaan-perusahaan kosmetik global menmencetak penghasilan terbesar ke-5 dari seluruh ganggap pasar Korea sebagai tempat percobaan produk impor pada tahun 2017. Terutasambil memperhatikan reaksi konsumen ma dalam kategori lembaran masker Korea. Jika perkembangan teknik wajah, merek Korea menguasai industri kecantikan dan pengemkurang lebih setengah dari total bangan materi, perkembanSebaran Pasar kosmetik Global pendapatan 700 miliar Won gan para kreator kecantiMenurut negara (2016) pada tahun lalu. kan, dan pengaruh K-Pop Sementara itu, di dan Hallyu terus menAS 19.4% Vietnam yang sedang d u k u n g K - B e a u t y, China 12.0% berkembang de ngan maka perkembangan Jepang 9.0% pasar “Post China” K-Beauty di pasar Brasil 6.4% juga memperlihatkosmetik dunia yang Jerman 4.1% k a n p e r t u m bu h a n b eg i t u l u a s a k a n Inggris pesat K-Beauty yang terus berlangsung 3.9% menonjol. Vietnam hingga mencapai Prancis 3.4% termasuk pasar yang total pendapatan 500 Korea Selatan 3.0% memiliki potensi tingtriliun Won. Korea menempati urutan ke delapan di pasar kosmetik global, gi karena 70% dari menyusul Prancis.

Sumber: Institut Pengembangan Industri Kesehatan Korea

16 KorEana Musim Dingin 2018


Pesona k-beauty

Ssin

Lee Hyo-won Reporter Hollywood Koresponden Asia

Menurut Guru YouTube Kecantikan

Sebagai pemengaruh kecantikan (beauty in-

kali ini saya bisa lebih santai. Dengan begitu saya dapat menikmati proses kreasi saya.”

fluencer), Ssin mendapatkan popularitas melalui

Nama asli Ssin adalah Park Soo-hye. Sambil belajar kesenian di universitas, ia mulai

unjuk talentanya secara terbuka tanpa ragu. Di luar

memperlihatkan talenta khususnya dalam menyamar di YouTube untuk pertama kalinya.

dugaan, Ssin yang berumur 28 tahun ketika saya

Ia tertarik berdandan bukan untuk menjadi cantik, tetapi lebih karena menganggapnya se-

temui di Gangnam untuk wawancara, adalah wan-

bagai cara untuk mengekspresikan dirinya sendiri.

ita yang sangat lembut dan bahkan hampir terlihat

“Ketika masih SMP, sambil bermain di rumah, saya mulai mencoba berdandan.

seperti tidak memiliki kekocakan. Tetapi kemudi-

Saya berdandan meniru musikal “Cats” atau salah satu seri horor Jepang berjudul “Ju-on

an saya ketahui penyebabnya adalah karena ia,

Grudge”.”

yang di kemudian menjadi bintang YouTube, baru

Hobi Ssin kemudian menjadi profesi. Ia bekerja sama dalam proyek merek kosmetik

datang dari dinas bisnis di luar negeri semalam. Ia

Korea seperti “Too Cool for School”, kemudian muncul dalam televisi, dan pergi mengelilingi

membuat video untuk fitur khusus Halloween di

dunia. Seiring dengan semakin besarnya pengaruh K-Pop, kemampuan unik menyamar

Los Angeles. Belakangan ini Halloween banyak dimi-

menjadi anggota grup laki-laki Korea membuat Ssin menjadi salah satu bintang kecantikan

nati orang Korea karena adanya kesempatan untuk

yang paling ternama. Oleh sebab itu, ia juga diundang dalam acara luar negeri seperti show-

menyamar dan membangun jati dirinya yang lain.

case K-Pop yang dibuka setiap tahun di Kalifornia Selatan atau dalam konvensi Hallyu KCON.

Tahun lalu, Ssin membuat sebuah seri dengan judul “13 hari Halloween”, dengan memperlihatkan

Ia juga menjelaskan bahwa kini pemengaruh (influencer) kecantikan Korea ikut menjadi bagian dari acara terutama di Asia Tenggara.

samaran menyeramkan yang berbeda-beda sela-

“Sama halnya seperti Korea 5 tahun yang lalu, konsep pemengaruh (influencer) menja-

ma 13 hari berturut-turut. Dari penampilan sebagai

di sebuah fenomena sosial di Asia Tenggara baru-baru ini. K-Beauty selalu mengiringi acara

kucing pemalu dengan memakai wig perak, perona

yang berhubungan dengan Hallyu. Karenanya, saya cukup sibuk untuk mengikuti jadwal

mata berkelap-kelip, dan hiasan permata di wajah;

luar negeri.”

hingga sosok badut berwajah putih seperti hantu dan berbaju hitam, semua itu ia lakukan untuk 1.590.000 orang pengikut YouTube-nya. “Video itu benar-benar sukses besar. Luar

Ssin terus terkejut dengan penyebaran K-Beauty yang luar biasa. “Ada orang Prancis yang mengenali saya di jalanan Paris. Rasanya benar-benar ganjil”, jelasnya. “Sekarang sangat mudah menemukan kosmetik Korea di toko Sephora, sebuah toko perusahaan kosmetik multinasional milik Prancis. Saya pikir kita harus mengakui jasa

biasa. Saya pikir ke depannya pun tidak akan bisa

toko jalanan merek Korea untuk popularitas yang dicapai K-Beauty. Siapa coba yang tidak

melampaui kesuksesan seri video tahun lalu. Jadi

menyukai produk yang berkualitas bagus, murah, dan didesain dengan imut dan lucu?”

sEni & BuDaya KorEa 17


FITUR KHUSUS 3

K-Beauty: Perkembangan Industri dan Estetika Korea

Liputan tentang

Pengalaman K-Beauty Dari salon kecantikan cantik dan fasilitas spa Gangnam Bukchon hingga toko jalan yang lebih terjangkau yang terletak di tujuan wisata populer, pasar kecantikan Korea memuaskan para pelanggannya dengan berbagai estetika, selera, dan kondisi saku dengan enerjik. Hyo-won Lee, Koresponden Hollywood Reporter Asia, menceritakan pengalamannya di sebuah lokasi wisata. Lee Hyo-won Koresponden Hollywood Reporter Asia Heo Dong-wuk Fotografer

S

uatu hari di sore hari di Daehangno, yang merupakan salah satu jalan kota tersibuk di Seoul yang merupakan wilayah di mana kampus dan sejumlah teater drama dan tari berlokasi. Ada antrean panjang di Etude House berlantai dua. Sebuah toko kosmetik Korea Selatan yang menargetkan gadis berusia 20-an dengan desain bernuansa pink Barbie dan berbentuk rumah boneka. Setelah melewati banyak lipstik bernuansa warna permen, palet eye shadow, dan lainnya, pengunjung akan sampai pada area Color Factory, sebuah studio di mana konsultan kecantikan membantu para pengunjung untuk menemukan “warna pribadiâ€? mereka, atau warna optimal untuk membantu menghadirkan yang pesona tercantik dalam fitur intrinsik mereka. Dengan kata lain, lavender tidak semuanya sama; beberapa memiliki nada magenta yang lebih dingin dan yang lainnya berwarna merah muda yang lebih hangat. Š ETUDE HoUSE

18 KorEana Musim Dingin 2018


Gerai Etude House di Dubai Mall, salah satu pusat perbelanjaan terbesar di dunia di Uni Emirat Arab. Merek populer untuk kaum remaja dan dewasa di Korea, merek “lapak jalanan� menyajikan produk terlarisnya yang dioptimalkan untuk kulit penduduk setempat.

sEni & BuDaya KorEa 19


Warna Cocok untuk Setiap Individu

Etude House hanyalah salah satu dari banyak merek yang menyediakan layanan serupa untuk memberi pelanggan peng­ alaman yang memuaskan di era Instagram, di mana orang gemar berbagi tren dan pengalaman. Konsultan kecantikan akan meminta pengunjung untuk duduk di sebuah ruang dandan yang dilengkapi dengan lampu-lampu yang dinyalakan bak ruang rias seorang bintang film dan bertanya apakah sang pe­ ngunjung memakai foundation pada wajahnya. Pertanyaan itu diberikan karena ia akan memeriksa nuansa warna kulit menggunakan perangkat kamera kecil seukuran ponsel pintar. Ekspor industri K-Beauty mencapai kisaran $3.170.000 pada tahun 2016 dan tumbuh sebesar 45,7% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (data KOTRA September 2017 dari Korea Trade & Investment Promotion Corporation) menjadikan Korea sebagai negara eksportir kosmetik terbesar kelima di dunia. Korea Selatan adalah pasar kosmetik, produk perawatan pribadi dan kesehatan terbesar kedelapan dunia dan memiliki nilai pasar sebesar $15,5 miliar, menurut organisasi peneliti pasar, Statista, dan diproyeksikan akan tumbuh hingga $17 miliar pada akhir tahun ini. 90% di antara produk yang baru diluncurkan adalah kosmetik kulit yang menjanjikan kulit wajah

yang lembab dan berkilau seperti embun. “K-Beauty memang lebih banyak kaitannya dengan kulit. Seperti yang dapat Anda lihat dari tahapan perawatan kulit orang Korea yang sudah terkenal, kami menerapkan setidaknya lima jenis toner, losion, dan serum yang berbeda untuk wajah” jelas Kim Chung Kyung. Dia dikenal sebagai makeup artist generasi pertama di Korea yang berpengalaman menangani rias wajah artis Kelas A selama lebih dari 30 tahun, termasuk Song Hye Kyo dan ratu K-pop Lee Hyo Ri. Kim Chung Kyung baru-baru ini meluncurkan serum vitamin C-nya sendiri, yang telah diakui di pasar domestik, menggunakan bahan-bahan terkenal untuk mencerahkan warna kulit wajah. “Yang penting bagi wanita Korea adalah kulit yang cerah” katanya. Penemuan warna pribadi di Etude House dirancang untuk membantu pengguna kosmetik untuk menemukan kesan terbaik dari seluruh wajah, atau lebih khusus lagi, warna lipstik yang optimal yang akan lebih menonjolkan nuansa kulit wajah. “Kulit orang Asia bisa dibagi menjadi dua jenis. Yaitu warna kekuningan dan kemerahan” kata konsultan kecantikan Etude House. Perhatian yang cermat pada nuansa kulit membutuhkan penjelasan historis.

1

20 Koreana Musim Dingin 2018


“Orang-orang di negara-negara Asia Timur umumnya menganggap istimewa kulit putih” kata Lee Ji-sun, kurator di Koreana Cosmetics Museum di Seoul. “Sebab hal itu melambangkan kelas atas. Korea secara tradisional adalah masyarakat tani, dan semakin rendah kelas sosialnya, semakin banyaklah kemungkinan bekerja di bawah sinar matahari. Keistimewaan itu berarti menghabiskan banyak waktu di dalam ruangan, menjadikan standar kecantikan dasar adalah kulit putih.” “Namun, standar tradisional kecantikan Korea sedikit berbeda dengan negara-negara tetangga di Asia Timur, karena menekankan keadaan alamiahnya” jelas Lee. “Misalnya, untuk orang Jepang, seperti yang bisa dilihat dari rias wajah geisha, kulit terlihat putih kulit. Tetapi untuk orang Korea, cahaya kulit yang sehat dan alami sangatlah penting.” Jadi tidak seperti tata rias Jepang, yang menggunakan bahan-bahan seperti batu untuk mendapatkan putih tak transparan, nenek moyang Korea menggunakan tanah liat yang dicampur dengan tepung beras, yang mirip dengan cara pembuatan berbagai warna foundation dewasa ini. Sudah lama diketahui secara luas bahwa biji persik dan aprikot memiliki sifat mencerahkan kulit dan digunakan dengan cara menggilingnya. Standar kecantikan tradisional seperti itu berlanjut hingga kini dan ditemukan dalam tren-tren utama. Awalnya dikembangkan untuk pertama kalinya di Korea untuk menyembu­ nyikan tanda operasi laser, BB Cream sekarang menawarkan krim CC yang lebih ringan dan transparan. Dan sekarang produk ringan yang disebut ‘toning creams’ mendominasi pasar. Meskipun wanita adalah target utama produk kecantikan, kaum pria (termasuk ayah mempelai pria dan wanita) menjadi semakin antusias tentang pemakaian krim BB untuk fotografi pernikahan, tutur Kim, yang juga adalah pengelola jaringan make-up dan salon rambut terkenal.

Kulit Bersih dan Lembab

Menurut laporan Juli 2018 oleh Kantor Distrik Gangnam, pariwisata medis ke daerah ini (yang menjadi terkenal oleh artis K-pop Psy dan dikenal dengan butik-butik trendi, klinik kosmetik dan restoran) melampaui 70.000 orang di tahun 2016 dan 2017. Perawatan kulit dan plastik operasi bersama mendudu-

1. Koresponden Asia untuk The Hollywood Reporter, Lee Hyo-won, dipijat premium di gerai utama Sullhwasoo di Cheongdam-dong, Seoul. Program pijat ini menampilkan produk perawatan kulit berbasis ginseng dan aplikator giok untuk membantu meningkatkan regenerasi kulit. 2. Lee Hyo-won dirias di salon kecantikan di Garosu-gil Road di Gangnam, Seoul. Sebagian besar selebriti menggunakan layanan se­ perti itu di masa lalu, tetapi mereka tumbuh lebih populer di kalangan masyarakat umum karena jumlah toko waralaba murah meningkat.

2

ki posisi teratas dengan capaian 59,2% di bidang pariwisata medis, diikuti oleh pengobatan Oriental, yang menyumbang 9,4%. Tidak mengherankan, tujuan wisata terpopuler bagi pariwisata yang dimotori oleh kecantikan tidak bisa lepas dari dua faktor pariwisata terkemuka, perawatan kulit dan pengobatan oriental, yaitu Sulwhasoo Spa, sebuah spa bernuansa emas berkilauan yang dihiasi lampu kristal. Merek perawatan kulit Korea menarik pelanggan dari dalam dan luar negeri dengan produk mengandung tanaman lokal yang digunakan dalam ba­han-bahan obat berabad-abad, seperti toner ginseng toner, krim mata pinus merah, serum anti kerut jamur pinus dan minyak rambut camelia. Toko pusat yang berokasi di Cheongdam-dong, terletak di area Taman Dosan Gangnam di mana butik-butik merek mewah seperti Hermes dapat ditemukan. Hotel ini menawarkan perawatan pijat wajah dan tubuh premium dengan menggunakan produk Sulwhasoo yang terkenal dan juga kafe pri­ badi elegan, menawarkan minuman herbal dan makanan ringan yang diilhami oleh tradisi. Tersedia juga barang-barang eksklusif seperti sabun batangan herbal. Perawatan utama di Sulwhasoo Spa yakni ‘Ginseng Journey’ termasuk perawatan mewah dengan harga 250.000 won dan pengunjung harus rela menunggu untuk mendapatkan re­servasi sekitar dua minggu dan membayar uang muka sebesar 50.000 won (penulis harus menunggu selama hampir satu bulan karena ada libur Chuseok). Sebenarnya ini merupakan penantian yang cukup panjang mengingat bagaimana pasar rias wajah dan rambut begitu ramainya sehingga tanpa adanya re­­ servasi awal tidak mungkin dapat mengunjungi sederetan klinik dermatologi yang terkemuka di Gangnam dan panti pijat kelas atas. Menurut Sulwhasoo, sekitar setengah dari pengunjung­

seni & budaya korea 21


1

nya adalah turis asing, sebagian besar adalah orang Cina. Faktanya, turis asal Cina mencapai 40% wisatawan di Gangnam pada tahun 2017. Ini adalah angka luar biasa mengingat adanya ketegangan politik antara Seoul dan Beijing atas sistem perta­ hanan rudal AS yang menghentikan pariwisata dari Cina selama beberapa tahun terakhir. Pengguna spa akan dipandu ke galeri yang diterangi de­­ ngan warna-warni yang menampilkan, berisi peti kayu berusia berabad-abad dan peralatan kecantikan vintage lainnya. Seorang konsultan berseragam elegan akan menyilakan duduk dan mengisi kuesioner panjang tentang rutinitas perawatan kulit harian Anda, kehawatiran terkait perawatan kulit (hidrasi, pori-pori, keriput, dll). Dan jika diinginkan, akan diberikan kuesioner panjang terkait dengan masalah kesehatan apa pun yang perlu dipertimbangkan untuk pijat tubuh. ‘Ginseng Journey’ selama 90 menit terdiri dari mandi kaki pendek, terapi aroma, perawatan wajah yang diaplikasikan dengan batu pijat giok putih berbentuk huruf C, serta gosok leher dan kulit kepala. Pengguna spa diberikan kamar pribadi dengan sudut untuk berpakaian dan shower, area spa untuk mandi kaki dan tempat tidur, ditambah bak mandi untuk paket spa yang termasuk mandi herbal. Bahan aktif Ginseng, saponin, efeknya telah terbukti dalam berbagai studi ilmiah dari penyembuhan luka kulit hingga anti-penuaan. “Ginseng adalah salah satu herbal yang pa­­ ling sering disebutkan dalam ‘Prinsip dan Praktik Pengobatan

22 Koreana Musim Dingin 2018

Timur’ (Dongui bogam)” jelas kurator Lee tentang buku abad ke-17 yang ditulis oleh seorang dokter oriental Korea yang terus menjadi referensi penting untuk pengobatan dan masakan tradisional ala Korea. “Ginseng terlalu berharga untuk digunakan untuk riasan saat itu. Tetapi mengingat bagaimana ginseng telah lama dihargai karena manfaat kesehatannya, tidak mengherankan bahwa ginseng telah menjadi bahan yang populer untuk produk perawatan kulit di Korea” kata sang kurator. “Kecantikan ala Korea tak lain adalah memiliki warna kulit yang bersih dan cerah yang menunjukkan kesehatan Anda.”

Perawatan Kecantikan Ginseng

Mode Korea tersembunyi di balik obsesi orang Korea terhadap perawatan kecantikan kulit, tetapi Korea sebenarnya telah lama menjadi pusat mode yang kuat di Asia. “Artis-artis mengenakan pakaian mewah, tetapi orang awam tidak mungkin bisa begitu. Namun mereka bisa mendapatkan rias wajah dan rambut yang bagus dengan biaya yang relatif rendah. Misalnya, Anda dapat

1. Toko utama Sullhwasoo, yang dirancang mewah oleh duo Cina Neri & Hu, bercahaya lembut dari lentera sebagai metafora merek. Toko ini menawarkan kepada pelanggan bukan hanya pengalaman spa eksklusif tetapi juga berbagai acara dan pameran budaya. 2. Aplikator giok digunakan untuk program perawatan spa Sullhwasoo. Masing-masing digunakan untuk bagian tubuh yang berbeda dan memiliki efek yang berbeda.


“ Saya pikir kecantikan ala Korea tak lain adalah memiliki warna kulit yang jelas dan cerah yang menunjukkan kesehatan Anda.”

2

melakukannya melalui berbagai video instruksional dari YouTube. Lipstik Chanel jelas lebih murah daripada tas Chanel,” kata Shin Hye-ryun, seorang stylist yang mengkurasi bintang Steven Yan dan aktris Park Hae Jin. Jika sesi tata rias salon kecantikan yang dioperasikan oleh Kim Chung-kyung adalah untuk acara-acara khusus atau selebriti di masa lalu, waralaba layanan cepat seperti Style Bar X sekarang membuatnya lebih mudah dan murah untuk digunakan. Terletak di dua lokasi di Gangnam, Style Bar X menawarkan 30 menit layanan untuk make up, gaya rambut atau alis, atau satu setengah jam untuk melakukan semua itu. Kelas rias wajah juga tersedia di sini. Saya menerima layanan penuh seharga 85.000 won karena tidak menambahkan cuci rambut tetapi cukup dengan menyanggul rambut. Para perias wajah memulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan tentang gaya favorit pengunjung, cara mereka melakukan perawatan kulit wajah, atau adanya alergi. Yang menarik, kosmetik yang dipakai bukan merek Korea, tetapi merek Barat populer seperti Nas dan Mac.

Penampilan Bintang Hallyu

Pengunjung lokal biasanya datang dengan Style Bar X dan memperbaiki alis mereka (12.000 won) dan menerima pe­­ rawatan rias wajah dan rambut untuk dokumentasi acara-acara khusus seperti pernikahan, foto paspor, wawancara kerja atau kencan pertama.

“Saya ingat kenangan yang saya terima dari seorang profesional karena wawancara,” kata seorang pramugari berusia 34 tahun, yang telah bekerja untuk maskapai domestik besar selama 11 tahun. Dia enggan mengungkapkan namanya. Bahkan, sampai belakangan ini, pada formulir pendaftaran lowongan kerja perlu melampirkan foto, sampai akhirnya dihapus pada tahun 2015 karena dianggap ilegal. Selain itu, pencarian informasi terkait kecantikan telah menjadi semacam ‘hak demokratis’ di Korea, yang dicermin­ kan oleh angka-angka. Toko-toko kecantikan, seperti Olive Young, Watsons, dan Boots, yang menjual rangkaian produk yang relatif murah, terus berkembang hingga membentuk pasar sekitar 1,77 triliun won. Seperti merek Etude House yang menargetkan pelanggan muda, merek-merek bersaing untuk menyediakan produk yang lebih terjangkau dan servis pengalaman tata rias langsung. Di gerai utama Innisfree Myeong-dong, tempat wisata paling populer di Seoul, pengunjung dapat menitipkan koper mereka dan menerima layanan konsultasi kecantikan. Instrumen berukur­ an smartphone digunakan untuk mengukur ‘usia kulit’ mereka. Seperti ukuran pori dan keriput, elastisitas kulit, kerusakan akibat ultraviolet, dan kadar kekeringan. Pengunjung juga akan mengetahui melalui pengalaman Virtual Reality (VR) bahwa Innisfree menggunakan bahan-bahan alami dari pulau vulkanik Jeju. Layanan yang disebut ‘Roadshow Brand’ ini menawarkan harga yang kompetitif, misalnya satu set yang mengandung toner kosmetik dasar, serum dan krim adalah sekitar 50.000 won. Harga ini sekitar sepersepuluh dari harga Sulhwasoo yang harganya di atas 500.000 won. “Saya sangat menyukai layanan yang menyediakan produk dan perawatan yang tepat untuk orang-orang dengan latar belakang ekonomi beragam untuk dinikmati. Di Amerika Se­­ rikat, hanya mereka yang berpenghasilan tinggi saja dapat melakukan operasi plastik atau perawatan wajah, atau membeli produk tata rias yang memberikan hasil optimal” kata Nadeera Dawlagala, seorang dokter umum di New York, dalam konfe­ rensi terbuka yang diadakan di Seoul. Gwendolyn Rainer, 35 tahun, mengunjungi Korea untuk bisnis dua tahun lalu untuk bisnisnya dan menyelesaikan pe­­ ngalamannya di Seoul dengan membeli berbagai produk Road Shop termasuk masker siput. “Teman dan kolega saya meminta saya untuk membelikan produk tertentu sehingga saya harus menyisakan ruang di dalam tas saya. Memang, saya juga membeli beberapa untuk diri saya sendiri.” ujarnya.

seni & budaya korea 23


FOKUS

24 Koreana Musim Dingin 2018


Melihat Lagi Kerajaan

Goryeo yang Terlupakan

Goryeo: Kejayaan Korea. (Goryeo: The Glory of Korea) yang diselenggarakan Museum Nasional Korea, merupakan pameran berskala besar pertama yang memamerkan secara terpadu karya seni Kerajaan Goryeo, kekuasaan yang menyatukan Semenanjung Korea pada abad pertengahan (tahun 918-1392). Pameran eksklusif yang akan dibuka sampai 3 Maret tahun depan ini memamerkan total sekitar 450 koleksi berharga dari 45 institusi, terdiri dari 11 institusi dari 4 negara asing. Jeong Myoung-hee Kurator Senior, Museum Nasional Korea

“Patung Perunggu dari Taejo Wang Geon.â€? Abad ke 10-11. Perunggu. Tinggi: 138,3 cm. Digali pada tahun 1992 dari Hyonrung, sebuah kompleks makam di Monumen Bersejarah dan Situs di Kaesong, ibukota lama Dinasti Goryeo, satu-satunya patung agung yang masih ada di Korea. Patung itu ditemukan dengan jubah sutra aslinya yang membusuk kecuali sebuah sabuk giok. Š Museum Sejarah Pusat Korea

seni & budaya korea 25


S

ejak awal, Goryeo menjunjung tinggi keberagaman. Mereka membina hubungan diplomatis di ber­­bagai bidang dengan negara tetangga, dengan pikiran yang sangat terbuka dan bersahabat. Mereka bahkan tak kebe­ratan menjadikan warga asing sebagai penasihat raja. Zaman Goryeo sangat tertanam sebagai identitas bangsa Korea, se­­­hingga sebutan ‘Korea” dalam bahasa Inggris pun diturunan dari istilah ‘negeri bangsa Goryeo’ atau ‘ tanah bangsa Goryeo’. Namun demikian, masih banyak misteri yang tersembunyi dalam kegelapan dari masa 500 tahun sejarah Goryeo. Keba­­­ nyakan orang Korea Selatan saat ini tidak dapat menyebut secara langsung situs atau peninggalan bersejarah Goryeo secara terperinci. Penyebabnya terkait erat dengan sejarah modern yang penuh kemalangan; termasuk penjajahan Jepang, Perang Korea, dan perpecahan antara Korea Selatan dan Korea Utara. Sosok Goryeo menjadi tidak begitu dikenal karena kebanyakan pusat pemerintahan, kegiatan keagamaan, kebudayaan, dan komunikasi, bahkan ibukotanya, Gaegyeon (sekarang Kaesong) tidak dapat diakses karena terletak di Korea Utara. Oleh sebab itu, sebagian besar sejarahnya pun hilang dari ingatan masyarakat. Istana Manwolde merupakan tempat tinggal utama keluarga Kerajaan Goryeo. Istana itu didirikan oleh Taejo Wang Geon di selatan Gunung Songaksan pada tahun 919, setahun setelah pendirian kerajaan Goryeo. Istana itu bertahan hingga kerajaan itu runtuh akibat Turban Merah. Sebuah foto yang diambil Jepang pada 1918, saat mereka berusaha meneliti sejarah Joseon, memperlihatkan adanya sisa reruntuhan Istana Manwoldae. Saat foto itu diambil, Goryeo sedang memasuki usia ke-1000 tahun. Akan tetapi, tidak ada yang dapat merayakan peristiwa itu di bawah penjajahan Jepang. Oleh karena itu, peringatan ke-1.100 tahun usia Kerajaan Goryeo menjadi sangat berharga bagi bangsa Korea, yang telah kehilangan kesempatan untuk merayakan 1000 tahun usia kerajaan itu. Beragam pameran dan acara kesenian dilaksanakan di seluruh penjuru negeri pada tahun ini untuk menyoroti sejarah dan memperingati 1.100 tahun usia Goryeo. Pameran eksklu­ sif yang dimulai pada 4 Desember di Museum Nasional Korea adalah acara penting yang tidak bisa dilupakan. Dalam pameran ini ditampilkan sebagian besar peninggalan utama Kerajaan Goryeo yang tersebar di berbagai wilayah dan negara, termasuk Amerika, Inggeris, Italia, dan Jepang.

1

© Museum Haeinsa Seongbo

1. “Patung Kayu Dipernis Kering dari Huirang Daesa.” Abad ke10. Pernis kering pada kayu. Tinggi: 82 cm. Wajah Guru Besar Huirang (889–966), yang merupakan penatua Kuil Haein, adalah satu-satunya patung yang masih ada dari seorang bhikkhu yang diukir dalam masa hidupnya. Treasure No. 999. 2. “Balok Cetakan Avatamsaka Sutra: Edisi Era Shouchang.” 1098. Kayu. 24 × 69,6 cm. Ini adalah cetakan kayu tertua yang masih ada dengan tanggal produksi yang diketahui di Korea. bagian dari koleksi cetakan kayu kuno yang disimpan di Kuil Haein.

Kerajaan Goryeo tidak berusaha menghilangkan tradisi dan kebudayaan unggul dari dinasti sebelumnya. Sebaliknya, mereka malah mencoba menggabungkannya dengan kebudayaan mereka sendiri. 26 Koreana Musim Dingin 2018


Patung Raja dan Guru

Salah satu inti dari pameran khusus kali ini adalah ‘pertemuan antara Taejo Wang Geon dengan Guru Besar Ajaran Buddha Hee Rang’. Raja dari Korea Utara dan Gurunya yang berasal dari Korea Selatan ini mudah-mudahan bisa ‘bertemu’ setelah 11 abad. Sosok pertama diwakili oleh ‘Patung Tembaga Taejo Wang Geon’, yang merupakan satu-satunya patung raja Korea yang masih tertinggal. Patung ini ditemukan setelah digali dari makam Wang Geon dan permaisuri pertamanya, Ratu Sinhye, di Hyonrung. Patung tembaga dengan tinggi 138,3 cm ini disimpan di Museum Pusat Sejarah Korea di Pyeongnyang. Patung yang dibuat untuk kemakmuran negeri itu, disimpan di kuil agar bisa digunakan saat pelaksanaan ritual. Saat pro­ ses pemakaman, patung dipakaikan baju sutera dan hiasan batu giok di pinggangnya. Saat penggalian, kondisi baju sudah hancur, sehingga hanya patung dan perhiasannya yang dapat dikeluarkan. Hyonrung adalah sebuah kawasan di Kaesong yang ditetapkan sebagai situs bersejarah dunia oleh UNESCO. Sosok kedua diwakili oleh sebuah patung kayu Guru Besar Ajaran Buddha Hee Rang yang disimpan di Kuil Haeinsa. Patung ini dibuat tahun 930 dan merupakan satu-satu­ nya patung potret seorang biksu di Korea. Ini adalah pertama kalinya patung yang memperlihatkan sosok asli biksu dengan ekspresinya yang terlihat sangat manusiawi ini dipamerkan di luar kuil, sejak patung itu disimpan di Kuil Haeinsa. Dua peninggalan berharga ini mempunyai makna istimewa karena dilatarbelakangi oleh hubungan istimewa kedua tokoh tersebut. Sebagai pembimbing spritual, Guru Besar Ajaran Budha Hee Rang menolong Raja Taejo Wang Geon, saat tokoh terakhir ini terdesak dan mengalami masalah politis di Era Tiga Ker-

ajaan Akhir Korea. Ia terus menjadi pembimbing raja setelah Goryeo didirikan. Patung Tembaga Taejo Wang Geon yang merupakan simbol politik, dan patung kayu Guru Besar Ajaran Budha Hee Rang yang melambangkan jiwa Goryeo, tidak pernah berhadapan langsung sejak awal keduanya dibuat hingga sekarang.

Huruf Lepas Emas dan Tripitaka

Salah satu peninggalan berharga yang menarik dalam pameran kali ini adalah Tripitaka Koreana. Peninggalan penting ini sa­­ ngat berharga karena sulit dilihat secara langsung, meskipun kita mengunjungi tempat penyimpanannya di Kuil Haeinsa. Goryeo tercatat memiliki sejarah unggul dan membanggakan dalam dunia percetakan. Mereka merupakan pembuat huruf cetak logam yang pertama di dunia. Seperti halnya pemuka agama di Eropa pada abad pertengahan yang bertugas menyalin doa atau ayat-ayat tertentu, biksu Goryeo juga menjalankan tugas sangat penting untuk menyalin kitab suci dengan tulisan tangan. Perubahan tradisi menulis dengan tangan ke teknik percetakan merupakan temuan yang mengubah paradigma sejarah dunia. Teknik percetakan yang tentu saja menyebar di daerah Timur dan Barat membuat kitab suci Budha dan Tripitaka dengan mudah ditemukan di biara dan kuil. Seperti halnya Alkitab Gutenberg yang menjadi simbol revolusi pembuka era percetakan buku dalam sejarah Barat, Tripitaka Koreana bukan hanya sekadar kitab suci Budha, melainkan juga inovasi percetakan untuk memupuk ilmu pengetahuan dan kebijakan masyarakat di Asia. Gaebojang, yang mulai dibuat tahun 971 dan selesai tahun 983 oleh Taejo dari Dinasti Song, merupakan salah satu upaya untuk merayakan tradisi Kerajaan Song. Sayangnya saat ini

2 © Ha Ji-kwon

seni & budaya korea 27


1. “Bodhisattva Ksitigarbha.” Abad ke-14, Tinta dan warna pada sutra. 104,3 × 55,6 cm Lukisan itu menggambarkan Ksitigarbha yang diyakini menyelamatkan penghuni neraka. Mengikuti komposisi standar lukisan Buddha Goryeo dengan tampilan mengesankan dari Buddha utama di bagian atas dan berbagai tokoh yang disusun di sepanjang bagian bawah. Harta peninggalan No. 784. 2. “Guci dan Mangkuk Bersepuh Perak.” Abad ke-12. Emas perak. Tinggi (keseluruhan): 34,3 cm; Diameter: 9,5 cm (dasar guci), 18,8 cm (bagian atas mangkuk), 14,5 (dasar mangkuk). Ceret yang indah dengan tutup yang dihiasi dengan bunga lotus yang mewah dan burung phoenix dan mangkuk yang sesuai memperlihatkan tingkat seni yang dicapai oleh pengrajin logam Goryeo. 3. “Keramik Hijau Pembakar Dupa dengan Desain Geomerik Terawang”. Abad ke-12. Tinggi: 15,3 cm, Diameter dasar: 11,5 cm. Sebuah keramik hijau Goryeo sebelum pengembangan teknik tatahan, pembakar dupa terdiri atas tiga bagian: tutup terawang, tubuh dan pangkal. Keluwesan dekorasi diseimbangkan oleh bentuk keseluruhan dengan proporsi yang indah. Harta Peninggalan Nasional No. 95.

2 1 © Leeum, Museum Seni Samsung

28 Koreana Musim Dingin 2018

© Museum Seni Boston


hanya sedikit yang tersisa dari buku ini karena rusak. Di sisi lain, Goryeo menerbitkan tiga kitab suci Budha sebagai program nasional. Chojo Daejanggyeong merupakan buku kedua di dunia yang dipatri setelah Gaebojang, dipandang sebagai karya luar biasa yang dibuat di tengah krisis akibat serangan Khitan di tahun 1011. Bangsa Khitan kemudian juga membuat kitab suci, terinspirasi ketika melihat penerbitan Gaebojang. Setelah Chojo Daejanggyeong terbakar dalam serangan Mongolia di tahun 1232, Goryeo menerbitkan Jaejo Daejanggyeong, yang merupakan gabungan dari kitab suci Songbon, Chojo, dan Khitan. Kitab yang dinamakan Tripitaka Koreana ini terdiri dari 160.000 halaman, dengan 80.000 sub halaman di kedua sisi­nya. Tripitaka Koreana telah disimpan di Kuil Haeinsa selama 700 tahun, dan merupakan karya kepustakaan Buddha dengan kondisi paling utuh di Asia. Kekuatan kitab suci di Asia Timur pada Abad Pertengahan dapat disetarakan dengan perang senjata nuklir di masa kini. Proses penerbitannya secara nasional juga merupakan peristiwa berskala besar yang membutuhkan dukungan penuh dari negara. Mencetak dalam jumlah besar di papan kayu dan kemudian menyimpannya di biara memperkuat otoritas kerajaan sekaligus menyatukan rakyat. Selanjutnya, Goryeo juga memberikan salinan kitab suci ke negara tetangga. Dengan cara itu mereka dapat memperlihatkan kemajuan kebudayaan mereka dan inisiatif untuk menjalin hubungan diplomatis. Besarnya pengaruh Goryeo di mata dunia internasional melalui adanya kitab suci ini dapat juga kita lihat dari catatan riwayat perminta­an dan penerimaan kitab suci, serta usaha untuk mendapatkan papan kayu.

Toleransi dan Difusi

Pameran yang akan berlangsung selama tiga bulan ini memiliki tiga tema utama. Pertama adalah keberagaman produk lokal dan kejayaan hubungan maritim melalui ‘Karya Seni Kerajaan dan Kota Internasional Gaegyeong’. Banyak orang asing berkunjung ke Gaegyeong, ibukota Goryeo yang dikenal sebagai kota internasional. Tahun 1123, pada masa pemerintahan Injong dari Goryeo, rombongan utusan Dinasti Song tiba di Gaegyeong. Seo Gung merupakan pimpinan rombongan besar berjumlah 200 orang yang merupakan kiriman dari Hwijong. Sebulan lamanya mereka berada di sana. Seo Gung menulis catatan

dan kesannya tentang kunjungan itu dalam sebuah buku berjudul “Seonhwabongsa Goryeodogyeong”. Kedua adalah ‘Karya Seni Kuil’ yang merupakan lokasi penting untuk menikmati karya seni dan sejarah kerajaan. Budha merupakan agama nasional, sekaligus ideologi dan pusat kehidupan. Kebudayaan Goryeo didasari oleh kebudayaan Budha yang kemudian terus berkembang mencapai puncaknya. Tidak ada kerajaan lain, baik sebelum maupun sesudahnya, yang memahami dan mengamalkan 3 ajaran Budha sebaik dan sedalam © Museum Nasional Korea Goryeo. Ketiga adalah tema ‘Ciri Khas Goryeo, Karya Seni Goryeo’. Walau didasari oleh Cheon Hwa Gwan yang bersifat independen, Goryeo menjaga hubungan baik dengan banyak negara selama lebih dari 200 tahun. Tidak saja dengan Dinasti Song yang berlokasi di daratan Tiongkok, melainkan juga bangsa Khitan yang memperdagangkan matras di daerah utara, atau Bangsa Jurchen yang memperdagangkan emas. Selain itu, masa akhir Goryeo juga dianggap sebagai awal mula berdirinya kerajaan-kerajaan besar yang tak tertandingi dalam sejarah dunia.

Nilai yang Tak Berubah dan Penemuan Kembali

Buku sejarah kebudayaan mencatat secara ringkas mengenai pertukaran-pertukaran seperti ini. Melalui karya-karya seni yang masih ada sampai saat ini, kita dapat melihat betapa maraknya pertukaran yang dilakukan Goryeo dengan berbagai kerajaan di Tiongkok, Jepang dan yang lainnya. Oleh karena itu pameran eksklusif kali ini terasa sangat berarti karena berhasil menyoroti pencapaian peradaban Goryeon yang berkembang dalam hubungan dengan negara-negara Asia Timur dan Utara. Goryeo tidak berusaha melenyapkan tradisi dan kebudayaan dari dinasti sebelumnya. Mereka malah mencoba menggabungkannya dengan kebudayaan mereka sendiri. Bangsa Goryeo memiliki ketulusan dan kelembutan manusiawi, sebagai bahan dan warna yang mereka gunakan untuk melahirkan karya seni unggulan melalui penciptaan teknologi mereka. Hal ini kadang membuat mereka terlihat kuat, tapi kadang juga membuat mereka terlihat elegan dan lembut. Melalui pameran eksklusif ini ini pengunjung akan dapat menemui Goryeo yang terlupakan dan nilai-nilai yang tak berubah walaupun waktu telah terlampaui.

seni & budaya korea 29


WAWANCARA

Salah seorang desainer kostum yang paling banyak dicari di bioskop Korea, Cho Sang-Kyung berusaha untuk mencapai kesempurnaan artistik, menghabiskan banyak waktu untuk melakukan kerja keras serta meneliti secara mendalam dokumen sejarah dan materi visual.

30 Koreana Musim Dingin 2018


Desainer Kostum Berhasil Menghidupkan Tokoh dalam Film Cho Sang-kyung, salah satu desainer kostum Korea yang paling diminati, menggarap film dan proyek TV dengan riset dan analisis berjam-jam. “Saya menjadi shaman pada saat saya menerima naskah,” katanya. Kreasinya menambah intensitas dan kemewahan dramatis dalam banyak film termasuk film laris yang disutradarai oleh Park Chan-wook “Oldboy” dan yang terbaru yaitu serial TV “Mr. Sunshine.” Kang Yun-ju Dosen dan Ketua Departemen, Manajemen Budaya dan Seni, Program Pascasarjana Kyung Hee Cyber University Ha Ji-kwon and Heo Dong-wuk Fotografer

S

ebagian besar orang akan canggung menatap mata seseorang yang ditemuinya pertama kali bahkan bagi mereka yang bukan pemalu sekalipun. Buku etiket pasti memberikan nasihat bagi Anda, misalnya “perhatikan cara saling memandang ketika bertatap muka.” Namun, ketika saya bertemu Cho Sang-kyung pertama kali, ia langsung menatap mata saya. Saya merasa hampir buta karena tatapannya yang tajam. Mungkin intensitas seperti itulah yang membuatnya berhasil dalam drama TV terlaris tahun ini, “Mr. Sunshine.” Cho adalah otak di balik kostum pemain dalam film pemenang festival internasional, seperti “Oldboy” (2003), “Sympathy for Lady Vengeance” (2005) dan “The Host” (2006), dan film laris seperti “Along with the God” dan “A Taxi Driver.” Sentuhan seni Cho khususnya dalam beberapa film lama dan gebrakan terbarunya dalam drama TV, yang lebih populer daripada film, telah membuat namanya makin dikenal.

Riset Sejarah yang Melelahkan

Walaupun sudah ditekuninya dengan pengalaman bertahun-tahun dalam bidang sinematik dan produksi panggung, drama layar kecil tetap menjadi genre yang kurang populer. Namun, Cho memutuskan untuk menerima tantangan “Mr. Sunshine” dan yakin bahwa film ini akan menjadi karya besar.

Sutradara Lee Eung-bok dan penulis Kim Eun-sook membuat serial drama sejarah pada tahun 2008 dan terus bekerja sama mengembangkan naskah untuk menghasilkan film yang bernilai seni, bukan hanya mengejar sisi komersil. Karena Cho dikenal dengan kecermatannya, saya tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai persiapan yang dilakukannya sebelum pengambilan gambar dimulai. Ternyata ia hanya diberikan waktu sekitar satu bulan untuk itu, meski persiapan produksi­ nya sendiri berlangsung selama 11 bulan. Pengambilan gambar dilakukan dengan naskah yang sudah jadi, tapi drama TV biasanya memiliki jadwal yang jauh lebih padat. Cho harus menyerahkan konsep desain berdasarkan kerangka cerita yang diberikan sutradara dan naskah untuk dua episode pertama. Dan, serial yang semula direncanakan 16 episode berkembang menjadi 20 dan akhirnya 24 episode, yang berarti ia harus berjibaku dengan waktu yang tanpa ampun. Walaupun kondisinya sangat menantang, karya Cho sangat gemilang, misalnya dalam baju seragam yang dikenakan oleh tokoh protagonis Eugene Choi, seorang perwira Korps Marinir Amerika Serikat, yang dimainkan oleh Lee Byung-hun. “Awalnya, saya menyarankan Eugene Choi menjadi perwira di Angkatan Laut, bukan di Korps Marinir, karena seragam Angkatan Laut pada masa itu jauh lebih berkilau,” kata Cho.

seni & budaya korea 31


Pekerjaan mengumpulkan data dan informasi adalah tahap paling penting dalam desain kostum.

Cho memeriksa kostum untuk Raja Neraka dalam film terbaru “Bersama Para Dewa.� Membuat kostum untuk karakter fiktif mengharus untuk berlatih imajinasi sepenuhnya.

32 Koreana Musim Dingin 2018


“Tapi saran itu ditolak. Jujur saja, saya masih belum puas de­­ ngan seragam itu. Namun, saya tidak bisa begitu saja mengganti gaya itu semau saya. Saya mencoba sebisa mungkin untuk meniru seragam Marinir Amerika Serikat di akhir abad 19 dan awal abad 20, sesuai dengan latar waktu film itu. Namun, saya masih saja menerima keluhan. Ternyata, emblem pada seragam itu salah tempat. Apa yang saya lakukan selain mengakui ke­­ salahan saya dan meminta maaf?” Demi otentisitas yang lebih meyakinkan, Cho membuat seragam itu di Amerika Serikat. Supaya segalanya sempurna, dia meminta ahli yang profesional untuk membuat topi dan sepatu botnya. Untuk seragam militer, dia memakai informasi yang didapatnya dari riset yang mulai dilakukannya pada tahun 2010, ketika dia ditugaskan mendesain seragam untuk “The Front Line,” sebuah film berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam Perang Korea. Dia tahu bahwa “penggemar atribut militer” memiliki seragam lebih banyak daripada museum dan ia memutuskan menemui salah satu dari mereka. Ia mengunjungi rumah seorang administrator online perlengkapan militer dan komunitas kolektor senjata dan sangat kaget. Kecuali kasur yang ada di tengah ruang tamu, seluruh rumah itu dipenuhi dengan perlengkapan militer, dari seragam dan topi sampai medali dan badge. Antusiasme fanatik yang menjadi bumbu kisah ketentaraan kolektor itu sangat kuat se­­ hingga ia harus mengajak seseorang dalam kunjungan keduanya. Namun, berkat bantuan penggemar atribut militer itu, ia bisa dengan tepat menghidupkan tokoh tentara dalam film “Battle of Aerok-goji” (Aerok adalah Korea yang dituliskan terbalik, dan goji berasal dari Baengma-goji, atau Bukit Kuda Putih, lokasi pertempuran sengit selama Perang Korea). Pekerjaan mengumpulkan data dan informasi adalah tahap paling penting dalam desain kostum.

1 2

Tekanan yang Menegangkan

Bukan hanya pekerjaan mengumpulkan data dan informasi ke­­ sana kemari; Cho sering kali harus menyisir banyak arsip sastra dan visual untuk materi referensi. Adegan perang antara Spa­ nyol dan Amerika dalam “Mr. Sunshine,” pada saat Eugene Choi menyelamatkan seorang temannya hanya berlangsung selama 1. Film “Simpati bagi Pembalasan Wanita” (2005) menceritakan kisah seorang wanita yang merencanakan dan membalas dendam setelah 13 tahun salah melayani di penjara. Untuk menyampaikan emosi kompleksnya, Cho menciptakan kostum retro untuk menggambarkan kesenjangan antara masa lalunya dan masa kini. 2. Sebuah adegan dari “Pelayan Perempuan” (2016), sebuah film yang dibuat di Korea di masa pendudukan Jepang pada 1930-an. Untuk mengekspresikan karakter yang dingin dan penuh rahasia dari wanita bangsawan muda, Cho menghasilkan 25 kostum yang luar biasa namun terkendali. © CJ ENM

seni & budaya korea 33


sekitar lima menit. Namun, Cho harus berusaha mati-matian untuk mendandani pasukan itu. Ia menonton film lama dan film dokumenter Spanyol, tapi karena hitam putih, film-film itu tidak begitu banyak membantu mengenai warna seragamnya. Setelah melakukan riset yang sulit, akhirnya ia bisa menemukan satu adegan yang berwarna dan memakainya sebagai acuan desain. Mendatangkan pakaian dari luar negeri bukan pekerjaan yang mudah. Untuk film “Assassination” (2015), Cho ingin membeli contoh seragam Tentara Kerajaan Jepang dari Jepang. Namun, mayoritas penggemar seragam militer di Jepang beraliran kanan dan tidak ada yang mau menjual secara langsung kepadanya. Akhirnya, ia harus membelinya melalui seorang perantara. Proses desain kostum itu sendiri memang penuh dengan drama. Kredo Cho adalah riset sejarah yang sangat menantang. Namun, itu tidak membuatnya kebal terhadap kritik. “The Concubine” (2012) adalah film yang mendapatkan perhatian tidak hanya pada penyutradaraan dan penampilan pemainnya yang sangat mengesankan, namun juga desain kostumnya. Hanbok (pakaian tradisional Korea) yang sangat indah yang dikenakan oleh selir istana adalah hasil dari pencarian informasi dan koleksi museum yang sangat melelahkan. Namun, meski ia sudah berusaha sebaik-baiknya, banyak penonton yang keliru dan mengatakan bahwa “gaya hanbok itu tidak mewakili zamannya.” Beberapa dari mereka bahkan mengklaim bahwa terdapat banyak sentuhan gaya Jepang di dalamnya. Untungnya, perancang hanbok mengakui karya Cho ini dan mengatakan, “Jika Anda ingin melihat kostum tradisional dari pertengahan periode Joseon, tontonlah ‘The Concubine.’” “Apa yang saya sesalkan selama mempelajari hanbok adalah bahwa kita hanya tahu sedikit sekali mengenai sejarah pakaian tradisional kita dibanding pakaian Barat,” kata Cho. “Kita hanya mengerti sekilas mengenai pakaian itu. Selama 500 tahun bertahtanya Dinasti Joseon, pakaian hanbok pasti sudah mengalami banyak perubahan.” Ia ingin perancang hanbok terlibat lebih banyak dalam desain kostum drama sejarah dan memberikan nasihat profesionalnya. Publik cenderung lebih banyak mengetahui hanbok dari media populer, seperti film dan drama TV, dibanding dari buku-buku dan ceramah. Oleh karena itu, Cho menekankan bahwa untuk mempromosikan nilai hanbok dan memastikan bahwa pakaian itu dibuat dengan sepenuh hati, para ahli harus secara aktif memanfaatkan media.

Membaca Puisi

1

34 Koreana Musim Dingin 2018

Selama wawancara, saya melihat sesuatu yang tidak biasa. Tidak seperti desainer pakaian yang cen­derung memakai istilah fesyen dalam bahasa Inggris, Cho justru menghindarinya. Cho, yang belajar seni lukis


Oriental dan desain panggung di Universitas Seni Nasional Korea, mengatakan bahwa ia adalah seorang pembaca yang tekun. “Ketika masih kecil, saya suka menyendiri dan tidak punya banyak teman,” katanya. “Biasanya, saya menghabiskan waktu dengan membaca banyak buku. Saya adalah anak ketiga dari lima bersaudara, yaitu empat anak perempuan dan satu laki-laki, dan ibu saya sangat mendukung segala yang ingin saya lakukan. Saya pergi ke sanggar lukis dan mulai menikmati menggambar. Sebenarnya, saya tidak tahu banyak tentang fesyen. Saya tidak pernah belajar secara formal bagaimana membuat pola pakaian.” Tentu sangat mengejutkan ketika seorang desainer kostum yang sangat diakui tidak pernah menempuh pendidikan formal dalam desain fesyen. Namun, Cho mengatakan bahwa sering kali ia justru dikejutkan oleh sesuatu yang lain. “Saya kaget ketika mendengar mahasiswa yang ingin menjadi desainer kostum mengatakan bahwa mereka tidak pernah sepenuhnya membaca naskah. Mungkin hanya satu dari se­­ratus yang membaca naskah dan sisanya tidak membaca sama sekali. Ketika saya mengatakan kepada mereka untuk memikirkan sebuah konsep desain, hal pertama yang mereka lakukan adalah mencari di Internet. Saya menyarankan kepada mereka untuk membaca puisi. Saya pembaca cepat, tapi ketika mem­baca puisi, saya cenderung membaca berulang kali. Sering kali saya menghasilkan sebuah desain setelah membaca puisi. Sa­­­ngat menyenangkan mempelajari puisi itu dan merancang desain sesudahnya.” Cho juga terampil dalam menyeimbangkan kebutuhan produksi dan pemain. Ketika ia mendandani pemain dalam sebuah film pendek, ia menyarankan untuk membawanya sendiri dan menjelaskan alasannya. Seharusnya kostum tidak hanya mewakili latar waktu, tapi yang jauh lebih penting adalah para pemain harus merasa nyaman mengenakannya. Kostumkostum itu harus membuat mereka bersinar. Cho tidak hanya fokus kepada akurasi sejarah kostum itu dan memakaikan-

2

3

nya kepada para aktor. Ia percaya bahwa perannya dalam sebuah film adalah membuat kostum yang membantu mereka sepenuhnya menyelami karakter yang diperankannya dalam waktu itu. Dalam film “The Handmaiden” (2016), Cho harus mendesain baju yang sangat pas untuk Kim Min-hee dan membuat aktris ini tampak anggun dalam perannya yang gemilang sebagai Lady Hideko. Meski tidak tertangkap kameera, Cho juga membuat pakaian pelapis di bagian dalam untuk membantu menonjolkan postur Kim.

Menikmati Hidup 1. Salah satu kostum dari Kudo Hina, karakter utama serial TV terbaru “Mr. Sunshine”. Cho Sang-kyung merancang kostumnya dengan cara mengekspresikan selera mode seorang janda kaya yang memiliki hotel top di Seoul pada awal abad 20. 2. Go Ae-sin, protagonis perempuan di “Mr. Sunshine” adalah wanita bangsawan yang diam-diam belajar menembak dan berpartisipasi dalam kegiatan milisi untuk melindungi Joseon dari agresi asing. Pakaiannya mengungkapkan status sosialnya. 3. Tokoh laki-laki protagonis Eugene Choi di “Mr. Sunshine ”adalah Perwira Korps Marinir yang bekerja di Kedutaan Amerika di Seoul awal abad ke-20. Seragamnya dibuat khusus di AS untuk mencapai akurasi historis.

Ketika ditanya mengenai perasaannya bekerja dengan aktor dan sutradara papan atas, ia menjawab dengan tersenyum, “Setiap malam saya tidur sambil berpikir, ‘Barangkali esok tidak akan pernah datang.’ Jadi, saya mensyukuri setiap hari dan bertanya kepada diri sendiri, ‘Tidak apa-apa, kan?’ Ini menjadi kebiasaan.” “Apakah menurut Anda saya orang yang aneh?” ekspresi­ nya tampak seperti menunggu jawaban seraya menatap saya. Saya katakan kepada diri saya sendiri, “Sama sekali tidak. Anda harus menikmati hidup. Anda tidak boleh menyesali hidup Anda. Tampaknya hidup Anda akan berakhir bahagia.”

seni & budaya korea 35


JATUH CINTA PADA Korea

Keseimbangan dalam Sastra, Bela Diri, dan Selera Orang Amerika ini memahami tradisi Korea lebih baik daripada orang Korea sendiri dalam dua hal — sastra dan minuman keras. Seseorang bisa menjadi pakar budaya negara lain tanpa harus mencintai budaya itu. Namun, tidak demikian bagi John Frankl. Jika ia tidak mencintai budaya negara ini, ia tidak akan mengeluhkan mengenai Amerikanisasi Korea di tengah usahanya yang bersungguh-sungguh untuk melestarikan dan mengembangkan tradisi. Choi Sung-jin Editor Eksekutif, Korea Biomedical Review Ahn Hong-beom Fotografer

S

ejak zaman purba, orang Korea percaya bahwa baik sastra maupun kemampuan bela diri diper­ lukan untuk menjadi manusia seutuhnya. Seba­ gian orang tampaknya tidak setuju dengan dengan dua hal ini dan menambahkan satu hal lagi, yaitu selera. John Frankl memenuhi ketiganya. Frankl adalah seorang profesor dengan pengalaman me­­ ngajar selama satu dekade dalam bidang sastra Korea di Underwood International College di Universitas Yonsei. Tidak hanya itu. Carilah di mesin perambah Internet dan Anda akan melihat namanya terafiliasi dengan lusinan akademi jiu-jitsu Brasil (JJB) di Korea. Ia sangat dikenal di kalangan komunitas bela diri ini. Selanjutnya, tentang selera, yang terkait dengan alkohol. Orang Korea terkenal — khususnya secara negatif— sebagai konsumen minuman beralkohol. Namun, Frankl punya bebera­ pa teman yang memiliki kecintaan dan pengetahuan mengenai anggur tradisional mereka. Ia bahkan menerima tawaran untuk membuat dan menjual minuman beralkohol dengan namanya sendiri sebagai merek dagang. Bagaimana ia bisa melebur tiga bidang yang sama seka­ li berbeda tanpa menjadi kutu buku, petarung atau peminum? Kuncinya adalah keseimbangan.

36 Koreana Musim Dingin 2018

Frankl sangat memahami ungkapan, “Pelajari semua, tapi jangan kuasai satupun,” dan ini menggambarkan dirinya. “Saya tidak suka mendapatkan medali emas untuk satu hal saja, tapi lebih memilih mendapatkan medali perunggu untuk ketiganya,” katanya. Lebih bagus lagi, perpaduan ketiganya. Frankl ingin melakukan yang terbaik sebagai seorang dosen, suami dan ayah, juga sebagai orang yang menguasai bidangnya, atlet dan pembuat minuman. “Untuk menjadi yang terbaik dalam satu bidang, Anda harus mengorbankan banyak hal lain,” katanya.

Bermain dengan Tiga Bola

Mari kita ambil jiu-jitsu Brasil sebagai contoh. Pada tahun 1999, Frankl memperkenalkan olah raga ini — yang merupa­ kan turunan dari judo Jepang — ke Korea. Saat ini, sebagian muridnya yang berguru kepadanya sejak ia membuka akademi JJB sudah menjadi pemegang ikat pinggang hitam dan mem­ buka akademinya sendiri. Akademi itu memakai nama Frankl untuk menunjukkan hubungan di antara mereka. Frankl ber­ empati karena tidak bisa terlibat dalam operasionalnya atau menerima uang dari mereka. Ia juga tidak tertarik membuat jejaring dalam akademi JJB. Ia hanya berlatih di dua sang­ gar kebugaran JJB di dekat tempat bekerjanya dan tidak ingin


Profesor John Frankl memeriksa tempayan yang berisi minuman keras buatan sendiri. Dia menikmati proses pembuatan bir tradisional Korea yang tidak praktis dan hasilnya memiliki rasa unik.

bertanding untuk memperebutkan gelar apapun. Frankl percaya JJB adalah bela diri terbaik untuk kese­ hatan, lebih baik daripada karate, Muay Thai dan taekwondo; yang semuanya pernah ia tekuni. “Semua bela diri itu meng­ gunakan pukulan dan tendangan yang bisa menyebabkan luka bukan hanya untuk penyerang tapi juga bagi yang diserang,” katanya. “Sebaliknya, dalam JJB Anda bisa mengungkapkan keinginan menyerah dengan menepuk bagian tubuh lawan Anda, dan keduanya tidak akan ada yang terluka.” Jika jiu­jitsu tidak aman, tentu ia tidak akan membiarkan anak perempuan­ nya yang duduk di kelas dua sekolah menengah atas untuk mempelajarinya. Meniti karir sebagai akademisi sekaligus atlet bisa menurunkan prestasi salah satu atau keduanya. Namun, Frankl tidak demikian. “Buat saya, semua itu hanya soal keseimban­ gan — antara mental dan fisik. Saya melihat keduanya sal­ ing menguatkan, bukan sebaliknya.” Keseimbangan ini tidak menyisakan waktu baginya untuk menjadikan JJB sebagai bisnis. Ia tidak tertarik.

Anggur Korea dan Minuman Lain

Mottto hidup Frankl mengenai keseimbangan jelas berlaku juga

ketika ia mengolah minuman beralkohol. Pada tahun 2010, ia mulai menyuling minuman di rumahnya. Karena ingin mem­ buat sul (minuman beralkohol) yang lebih enak, Frankl mengi­ kuti kursus dari tingkat dasar sampai tingkat lanjut di Insitut Riset Pembuatan Minuman Korea. “Sekali Anda mulai membuatnya sendiri, Anda tidak akan mau mengkonsumsi minuman yang dijual di pasar,” katanya. “Saya tidak mengerti mengapa orang Korea, yang punya tradisi mengagumkan dalam anggur dan minuman terbaik, tetap ber­ tahan dengan minuman yang murah seperti soju, yang rasanya sangat membosankan dan monoton.” Bagi Frankl, bahan mentah menentukan lebih dari 90 per­ sen rasa soju, sisanya adalah soal waktu. “Dengan nuruk (malt, atau ragi) yang difermentasi dengan baik dan beras berkualitas tinggi, rasa minuman akan sangat terjamin,” katanya. “Masuk­ kan beras, malt dan air ke dalam sebuah toples dan biarkan ber­ fermentasi di suhu ruangan selama sekitar 10 hari, dan Anda akan mendapatkan minuman yang tidak ada di belahan dunia manapun. Tambahkan perasa seperti serbuk pinus atau mugwort — ini adalah lapisan yang dipakai dalam kue.” Anggur yang difermentasi dengan baik difilter untuk meng­ hasilkan anggur beras jernih yang disebut cheongju, sementara

seni & budaya Korea 37


1

yang tidak difilter, keruh seperti susu disebut takju, atau juga dikenal dengan nama makgeolli. Cheongju yang dipanaskan akan menjadi soju. Kadar alkoholnya dikontrol melalui tem­ peratur pemanasan hingga 80 proof (40 dalam derajat Korea) atau lebih tinggi. “Lakukan penyulingan dengan cheongju yang bermutu tinggi, dan Anda akan mendapatkan seperempat­ nya sebagai soju,” kata Frankl. “Soju yang disuling secara tra­ disional adalah minuman berkualitas tinggi yang pembuatannya mekaman banyak waktu dan uang.” Pewawancara kali ini menyicipi dua jenis soju 80 proof yang disuling oleh Frankl. Seperti minuman keras lain, ter­ masuk anggur kaoliang China, soju itu berasa lebih pahit, tapi menyisakan rasa yang jernih, seperti anggur beras yang manis. Rasa tidak enak yang sering kali tersisa di tenggorokan ketika kita menikmati minuman yang kuat juga tidak ada. “Bahkan ketika minum wiski yang mahal sekalipun, Anda harus menahan rasa di tenggorokan Anda,” kata Frankl. “Soju tradisional Korea, walaupun kadar alkoholnya tinggi, meluncur ke perut Anda dengan lembut. Soju ini dibuat dari bahan yang bagus dan tidak membuat Anda merasa mabuk keesokan hari­ nya, walaupun Anda meminumnya dalam jumlah banyak.” Frankl mengatakan ia bisa minum pada malam hari tanpa merasa mabuk keesokan harinya jika tiga syaratnya terpenuhi — anggur yang bagus, orang-orang yang membuatnya nya­ man dan atmosfer yang menyenangkan. Profesor berusia 51 tahun ini mengatakan ia tidak memberikan toleransi terha­ dap kekerasan yang dilakukan oleh para mereka yang mabuk. “Orang Korea tampaknya sangat toleran terhadap mereka yang mabuk dan kesalahan yang mereka lakukan, dan mengatakan ‘itu semua karena sul,’” katanya. “Saya tidak setuju karena kita tidak bisa menyalahkan minuman beralkohol yang kita minum. Yang salah adalah mereka yang meminumnya.” Mengenai budaya minum orang Korea, Frankl melihat

38 Koreana Musim Dingin 2018

adanya perubahan yang signifikan. “Sekarang, orang Korea minum lebih sedikit dibanding dulu, waktu minumnya juga lebih singkat dan atmosfernya lebih tenang. Sebagai seorang peminum dan pembuat minuman beralkohol, saya merasa kece­ wa,” katanya sambil terkekeh. Frankl ingat dulu sebagian orang Korea menganggapnya aneh: orang asing menyuling minuman Korea. Namun, seka­ rang mereka memintanya berbagi produk dan cara membuat­ nya. Beberapa temannya yang bukan orang Korea, termasuk dari Skotlandia yang merupakan negara penghasil wiski, sangat tertarik kepada soju Korea dan cara pembuatannya. “Keunggulan anggur Korea adalah bahwa Anda bisa membuatnya dari bahan yang mudah didapat dalam waktu yang relatif pendek,” kata Frankl. Sambil menekankan bahwa minum­­an beralkohol Korea lebih enak daripada kaoliang atau sake, ia mengatakan, “Apa yang dibutuhkan orang Korea ada­ lah kebanggaan kepada produknya sendiri, merawat tradisi dan membungkusnya dengan cerita.” Frankl mengatakan banyak orang Korea bersedia meng­ habiskan ratusan ribu won untuk sebotol wiski Skotlandia atau satu juta won untuk anggur Perancis tapi hanya mau menge­ luarkan uang beberapa ribu won untuk soju atau makgeolli. Ia menekankan bahwa anggur dan minuman Korea tidak harus murah dan orang Korea harus belajar dari orang-orang China, yang membuat dan menjual minuman kaoliang mereka dengan harga yang sangat mahal. “Beberapa lulusan institut pembuatan minuman ini men­ jalankan usaha minuman dan penyulingan berskala kecil, yang membuat diversifikasi produk dari soju dan makgeolli Korea. Proses diferensiasi sudah dimulai meski popularisasinya masih perlu waktu,” kata Frankl. “Zaman anggur dan minuman yang murah, ringan dan hambar, seperti soju dan makgeolli yang Anda temui di pasar swalayan dan toko serba ada, harus digan­


Meniti karir sebagai akademisi sekaligus atlet bisa menurunkan prestasi salah satu atau keduanya. Namun, Frankl tidak demikian.

2

tikan dengan soju, cheongju dan dongdongju (disebut juga takju, tapi dengan sedikit butiran beras yang mengambang) yang berkelas.” Kadang-kadang Frankl menerima tawaran untuk meluncur­ kan minuman dengan namanya sebagai merek dagang. “Saya bimbang dengan tawaran itu,” katanya. “Jika saya menjadikan minuman sebagai bisnis, saya tidak akan menikmatinya lagi sebagai hobi. Sebaliknya, saya juga memiliki mimpi melihat produk saya dijual di toko-toko besar.”

Diversifikasi Lebih Utama

John Mark Frankl lahir di Los Angeles tapi dibesarkan di Santa Cruz, California. “Tidak ada warga atau siswa Korea di seki­ tar kota saya ketika saya duduk di sekolah memengah. Juga tidak ada misionaris Kristen yang pernah bertugas di Korea,” katanya. “Saya memilih bahasa Korea sebagai bahasa asing kedua ketika saya kuliah dan mempelajarinya dengan tekun, seolah-olah itu mata kuliah yang sangat menentukan kelulusan saya.” Ia pertama kali datang ke Korea pada tahun 1989 sebagai mahasiswa pertukaran di Universitas Yonsei dan melanjutkan belajar bahasa Korea. Kemudian ia mengembangkan minatnya dalam sastra Korea modern dan kontemporer. Frankl menyu­ kai novelis yang aktif di tahun 1920-an dan 1930-an, seperti Chae Man-shik, Yeom Sang-seop dan Hyeon Jin-geon. Mer­ eka membawa bendera sastra realis dan naturalis, tapi penu­ lis-penulis ini dipilihnya karena karyanya, bukan karena genre sastranya. Penulis favoritnya adalah Yi Sang. Ia menyukai esai Yi, tapi kurang menikmati membaca puisi dan novelnya, karena menurutnya “terlalu sulit” dipahami. Setelah tinggal di Korea selama hampir 15 tahun, Frankl mengakui bahwa ia mencintai negara ini. “Namun, seper­ ti yang Anda ketahui, tidak ada kecintaan yang 100 persen

1. Profesor Frankl, yang memperkenalkan jiu-jitsu Brasil ke Korea pada tahun 1999, memeragakan di sebuah studio yang dinamai menurut namanya. Dia menunjukkan bahwa menjadi seorang sarjana dan atlet sebagai tindakan penyeimbang pikiran dan tubuh. 2. Profesor Frankl mengajar sastra Korea di Underwood College di Universitas Yonsei. Dia dibesarkan di Santa Cruz, California dan mengunjungi Korea untuk pertama kalinya pada tahun 1989 sebagai siswa pertukaran di sekolah yang sama.

murni,” katanya. “Jika Anda mencintai Korea dengan 95 pers­ en perasaan positif, 5 persen sisanya adalah aspek negatif yang bisa muncul kapan saja.” Mengenai alasan 95 persen perasaan positifnya, Frankl menjelaskan bahwa ia melihat orang Korea percaya diri dan ber­ pikiran terbuka dan Korea adalah negara yang ramah dan nya­ man ditinggali bagi orang asing. Pada mulanya, ia merasa orang Korea sangat tertutup dan tidak ramah kepada orang asing, tapi kecenderungan ini menghilang. Sedangkan, mengenai aspek negatif sebesar 5 persen yang dirasakannya, Frankl mengatakan bahwa itu terkait dengan sifat individualistis mereka. Ketika ditanya pendapatnya mengenai karakter orang Korea, Frankl mengatakan ia tidak percaya dengan istilah “nilai-nilai nasional,”. Guru-guru di Korea seharusnya tidak menanamkan istilah mistis seperti “satu negara” atau “garis darah murni” kepada anak didiknya. Sebaliknya, orang Korea harus melihat perbedaan di antara mereka sendiri dan menghar­ gai perbedaan mereka dengan orang asing — di sini dan di luar negeri. “Apa yang paling saya sukai mengenai Korea adalah kerag­ aman dialek, pemandangan alam dan makanan di seluruh neg­ eri yang bisa Anda temui di manapun hanya dengan mengenda­ rai mobil selama sekitar tiga jam,” tambahnya.

seni & budaya korea 39


DI ATAS JALAN

Jindo

Perpaduan Kekayaan, Keberanian dan Keputusasaan

Terletak di ujung barat daya Korea, Jindo adalah pulau terbesar ketiga di Korea, yang dikelilingi oleh ratusan pulau kecil. Pulau yang berada di rute maritim yang menghubungkan Cina dan Jepang ini kaya akan sejarah yang meliputi hasil panen yang melimpah, musik dan ritual rakyat, cerita mengenai tahanan politik, dan perjuangan yang epik. Lee Chang-guy Penyair dan Kritikus Sastra Ahn Hong-beom Fotografer

40 Koreana Musim Dingin 2018


Pemandangan Jindo, atau Pulau Jin, dilihat dari Gunung. Cheomchal. Pegunungan rendah yang melindungi ladang emas melawan angin dari laut. Wilayah Haenam di semenanjung Korea dapat terlihat di seberang lautan.

seni & budaya Korea 41


P

ada tanggal 9 September 1816, Basil Hall (1788– 1844), kapten kapal perang Inggris yang bernama Lyra, mendaki puncak tertinggi di Pulau Sangjo melalui pesisir Jindo (atau Pulau Jin) dan memandang ke arah kepulauan dengan lebih dari 100 pulau kecil. “Sungguh sebuah pemandangan yang indah,” katanya. Sekarang, terdapat Taman Basil Hall di dekat observa­ torium di Gunung Dori di Jindo untuk memperingati kun­ jungan kapten Inggris itu. Jika Anda tiba di Sebang Nakjo di pantai barat daya dan sampai di observatorium sebelum gelap, Anda pasti memahami apa yang digambarkan oleh Hall itu. Keindah­an yang bisa dilihat dari tempat ini sangat luar biasa, dan pe­­ngunjung dapat melihat jajaran pulau-pula kecil di laut bagaikan burung hitam di air di sisi kiri mataha­ ri tenggelam yang membuat awan menjadi berwarna merah muda. Itulah Kepulauan Jodo yang dulu memukau Hall dan awak kapalnya. Komandan kapal itu sedang tergabung dalam misi Ing­ gris untuk meningkatkan perdagangan dengan Cina ketika ia menerima perintah untuk menjelajah pantai barat wilayah Joseon, yang kini dikenal dengan nama Korea. Ia mencatat detail perjalanannya dalam sebuah buku Sebuah Perjalanan Penemuan Pantai Barat Korea dan Pulau Loo-Choo, yang per­ tama kali diterbitkan pada tahun 1818. Buku ini memberita­ hukan kepada dunia bahwa Jindo adalah sebuah tempat yang bisa dijangkau dengan kapal. Ini terjadi setengah abad sebe­ lum pelabuhan-pelabuhan di Korea secara resmi terbuka bagi Jepang dan kemudian bagi negara-negara Barat. Disebutkan bahwa Inggris meminta pengadilan Joseon untuk menyerahkan Jindo dan Kepulauan Jodo. Warga Jindo percaya bahwa jika pulau mereka dikelola oleh Inggris, akan menjadi pusat perda­ gangan seperti Hong Kong. Jindo memang tidak menjadi pusat perdagangan yang ramai, namun pulau ini menjadi tempat berbaur dan berkem­ bang bagi orang asing dan penduduk asli. Lokasi pulau ini juga menjadikan Jindo sebagai tempat yang terkenal karena pem­ bantaian dan keputusasaan. Letaknya di ujung bagian bawah semenanjung Korea.

Subur dan Bernuansa Musik

Jindo memiliki luas sekitar 360 kilometer persegi, yaitu 60 persen kota Seoul. Perjalanan dari Seoul memerlukan waktu hampir empat jam — 2½ jam dengan KTX, kereta api cepat Korea, yang berkecepatan 300 kilometer per jam ke pelabuh­ an Mokpo di Propinsi Jeolla Selatan, ditambah sekitar satu jam dengan mobil untuk sampai di pulau yang terhubung ke semenanjung Korea dengan jembatan gantung sepanjang ham­ pir 500 meter itu. Di laut Jindo, arus dingin menuju ke selatan dari Laut

42 Koreana Musim Dingin 2018

Timur bertemu dengan arus panas yang mengalir ke utara dari wilayah ekuator. Pengaruh air pasang di sekitar Jindo membuat arus air makin cepat. Arus seperti ini menyebabkan banyak­ nya pertemuan dagang antara Cina dan Jepang, dan kapal-kapal kargo bukan hanya dari pantai selatan dan barat Korea melain­ kan juga dari Gaegyeong, ibukota Dinasti Goryeo di bagian utara, dan Hanyang, yang sekarang dikenal dengan nama Seoul. Produk spesial dari Jindo termasuk kepiting, ikan teri, abalone dna gurita kecil dan beragam jenis rumput laut seperti mustard laut, ganggang merah dan rumput laut yang berwarna coklat. Semua produk ini adalah berkah dari arus dingin dan panas yang mengelilingi pulau itu. Melihat sekeliling pulau ini membuat kita lupa bahwa Jindo adalah sebuah pulau. Gunung-gunung berjajar di tiga sisi dan pemandangan agrikultur yang khas sangat mudah dijum­ pai. Berbeda dari pulau-pulau lain, lahan pertanian di sini sa­­ ngat luas dan reservoir ada di mana-mana. Ini berkat reklama­ si tanah yang dilakukan berabad-abad silam ketika penduduk lokal meratakan bukit dan mengurug cekungan. Pulau ini dulu bernama “Okju,” yang berarti “sebuah tem­ pat yang subur.” Pertanian membuat Jindo menjadi pemasok biji-bijian terbesar di negara ini tapi hasil utamanya adalah beras. Sebagian hasil panennya dikirim ke Pulau Jeju, yang empat kali lebih luas tapi tidak bisa menghasilkan beras. “Hasil panen yang bagus selama satu tahun cukup untuk hidup selama tiga tahun” adalah peribahasa lama di Jindo. Dalam lingkungan pedesaan, lagu dan tarian adalah hal yang alami bagi penduduk pulau itu. Bahkan, sekarang, di desa manapun Anda akan mendengar para perempuan menyanyikan nada yang indah dari lagu rakyat yukjabaegi. Lagu-lagu mereka riang dan dinyanyikan di sawah selama musim tanam di musim panas, dengan beragam melodi dan irama. Lagu yang dinya­ nyikan di sawah dan di lahan kering juga berbeda. Di bawah bulan purnama dalam hitungan bulan ke dela­ pan menurut perhitungan bulan, para perempuan dan anakanak di desa mengenakan pakaian baru, berpegangan tangan dan menampilkan tarian melingkar yaitu ganggang sullae, atau menyanyikan kalimat dari “Jindo Arirang.” Sementara itu, para laki-laki memainkan nongak, musik, tarian dan ritual petani tradisional yang sudah tercatat dalam Daftar Warisan Budaya Kemanusiaan Takbenda UNESCO. Tidak mengherankan, pulau yang hanya dihuni oleh 30.000 penduduk ini memiliki perusahaan musik tradisional­ nya sendiri, yang terdiri dari kelompok seni yang memaink­ an musik instrumental, vokal dan tarian. Pulau ini juga memi­ liki aula konser modern yang mengesankan yang dikhususkan untuk pertunjukan gugak, musik klasik Korea, yang merupakan bagian dari Pusat Gugak Nasional Jindo, lengkap dengan fasili­ tas berlatihnya.


Sebang Nakjo di Jindo terletak di ujung paling selatan Korea. Menciptakan pemandangan senja sore yang indah, 154 pulau berubah menjadi siluet hitam saat matahari terbenam.

Melihat sekeliling pulau ini membuat kita lupa bahwa Jindo adalah sebuah pulau. Gunung-gunung berjajar di tiga sisi dan pemandangan agrikultur yang khas sangat mudah dijumpai. Berbeda dari pulau-pulau lain, lahan pertanian di sini sangat luas dan reservoir ada di mana-mana.

seni & budaya korea 43


Sumbangan Abadi Para Tahanan

Selain melimpahnya hasil panen dan nyanyian, ada kisah yang kental dengan kepedihan dan penderitaan dalam sejarah Jindo. Jauhnya jarak dari ibukota membuat pulau ini menjadi tem­ pat yang sempurna untuk mengasingkan pejabat karena alasan politik atau ideologi. Bagi mereka, Jindo adalah tempat yang membuat mereka terlupakan. Namun, letaknya yang jauh dari ibukota ini justru menjadi berkah untuk Jindo. Karena para pejabat itu berada di pengasingan selama tiga sampai 20 tahun di pulau ini, mereka akhirnya berbaur dengan penduduk lokal, memperkenalkan budaya dari wilayah yang berbeda dan menularkan semangat dan nilai kepada jiwa­ji­ wa yang berbakat. Akibatnya, budaya Jindo menjadi jauh lebih beragam dan kaya dibanding banyak daerah lain di Korea. Misalnya, Jindo dianggap sebagai pusat lukisan berga­ ya Selatan dan tahun ini menyelenggarakan Biennale Sumuk Internasional Jeonnam pertama (sumuk adalah lukisan tinta dalam bahasa Korea; Jeonnam mengacu kepada Propinsi Jeol­ la Selatan). Acara ini menampilkan dua penduduk asli Jindo, Heo Ryeon (1809–1892) dan Heo Baek­ryeon (1891–1977), yang merupakan pelukis gaya Selatan paling terkenal di Korea. Keduanya diajar oleh tahanan politik yang memiliki pengeta­

huan seni dari ibukota. Di konteks yang sama, budaya pem­ buatan minuman mulai dikembangkan. Minuman yang dibuat meliputi hongju (secara harafiah berarti “minuman berwarna merah”), yang dibuat dengan merendam akar kering tanaman yang bernama jicho (gromwell berwarna ungu) dalam air beras selama proses penyulingan untuk menjadikannya berwarna merah, dan teh yang dibuat dari pucuk tanaman teh yang tum­ buh di pegunungan dan lahan di seluruh pulau.

Titik Balik Militer

Selama Dinasti Joseon (1392–1910), cara paling cepat ke Jindo adalah dengan kapal dari Pusat Komando Angkatan Laut Kanan di Haenam Pelabuhan Nokjin. Namun, arus deras di sekitar pulau membuat orang awam memilih menggunakan rute yang satu kilometer lebih jauh dan berangkat dari Pelabuhan Byeokpa. Di balik bukit yang tampak dari pelabuhan itu adalah lokasi Benteng Gunung Yongjang tua. Benteng ini merupakan markas Sambyeolcho (Pasukan Elit Tiga), yang menolak kepu­ tusan pemerintah Goryeo untuk menyerah kepada Mongolia yang menginvasi pada tahun 1231. Pasukan itu memberontak dan mundur ke Jindo. Mereka ingin menjadi “Goryeo baru” dan berperang melawan Mongolia sampai akhir.

Tempat untuk dikunjungi di Jindo 1 Taman Pantai Nokjin

Seoul

Makam Korban Perang 2 Invasi Jepang Kedua

3 Benteng Gunung Yongjang

408km Ullim Sanbang (Studio Gunung Awan dan Hutan)

Jindo

1

2

3

4

44 Koreana Musim Dingin 2018

45

Benteng Namdo Garrison

5

Balai Peringatan Sochi


Jindo adalah lokasi yang sangat ideal untuk pertahanan. Setelah tiba di pulau itu di akhir pertengahan tahun 1270, Sam­ byeolcho mengubah infrastruktur pertahanan kota Yongjang menjadi sebuah pelabuhan dan mulai membangun benteng militer yang kokoh di sekitar Yongjangsa, kuil Buddha terbesar di pulau itu. Mereka memakai nama Goryeo, mengangkat raja mereka sendiri dan membangun replika yang sangat mirip den­ gan Manwoldae, istana kerajaan Goryeo di ibukota Gaegyeong (sekarang bernama Kaesong di Korea Utara) sebagai markas. Warga Jindo mendukung tujuan Sambyeolcho dan mere­ ka memberikan bantuan. Mereka juga berharap terbebas dari Mongolia, yang melampaui penjajah sebelumnya dalam hal luasnya wilayah Korea yang diduduki. Namun, sikap ini tidak berlangsung lama. Kurang dari satu tahun kemudian, Bneteng Gunung Yongjang jatuh di bawah kekuatan Mongolia-Goryeo yang sudah bersatu, dan mengakhiri perang pada tahun 1271. Bagaimana perasaan penduduk asli Jindo mengenai pulau mereka dengan cepat berubah menjadi sebuah medan per­ tempuran? Ada satu tempat di pulau itu yang bisa memberi­ kan gambaran. Untuk mengenang hari itu, mereka mengada­ kan ritual di hari pertama bulan purnama di padepokan yang dipersembahkan bagi Bae Jung-son, pemimpin pasukan Sam­

byeolcho. Ini mengingatkan kita tentang insiden pasukan Sam­ byeolcho membakar kertas identifikasi yang menunjukkan kelas sosial seseorang sebelum mereka masuk ke Jindo. Di tengah masyarakat Goryeo yang sangat tergantung pada kelas sosial, Sambyeolcho menentang aturan dan menginginkan sebuah negara yang baru dan demokratis. Setelah mengalahkan Sambyeolcho, bangsa Mongolia membawa sekitar 10.000 pen­ duduk Jindo sebagai tahanan perang dan membangun istal kuda di pulau itu. Hal ini membuktikan bahwa anjing Jindo Korea, yang merupakan “kekayaan nasional” resmi, adalah keturunan anjing penggembala yang dibawa oleh orang Mongolia dan anjing lokal. Pelabuhan Byeokpa menjadi perhatian lagi sekitar 300 tahun kemudian selama Invasi Jepang kedua (1597–98), yang dikenal dengan nama Jeongyu Jaeran. Laksamana Yi Sunsin, yang sudah diturunkan pangkatnya di tengah perselisihan politik, ditugaskan kembali sebagai komandan angkatan laut Benteng Garrison Selatan, atau Namdojin Seong, didirikan pada abad ke13 untuk mempertahankan wilayah pesisir ketika Sambyeolcho, “pasukan elit” dari Goryeo, melawan penjajah Mongol. Selama Dinasti Joseon digunakan sebagai benteng angkatan laut untuk memblokir penjajah Jepang.

seni & budaya korea 45


tertinggi untuk menghentikan armada Jepang yang dikirim untuk mendukung pasukan yang melakukan invasi di bawah pimpinan Toyotomi Hideyoshi. Namun, ia hanya bisa mena­ ngani 12 kapal perang karena angkatan laut Korea kalah dalam serangkaian peperangan melawan Jepang ketika ia diturunkan pangkatnya dan dipenjara. Yi berhasil menahan ratusan kapal perang Jepang di teluk dan kapal terakhir ada di Selat Myeongnyang, atau “Screaming Strait,” antara pelabuhan Nokjin dan Byeokpa. Pada tanggal 26 Oktober 1597, Yi memanfaatkan air pasang dan pusaran yang berkecepatan tinggi di selat itu, selebar 200 meter di titik terdang­ kalnya. Kesulitan ekstrim dalam menaklukkan arus deras mem­ berikan keuntungan dalam menghadapi armada Jepang. Mereka kehilangan banyak kapal dan menarik mundur pasukannya. Kemenangan Yi yang sangat mengagumkan merupakan

bukti strategi militernya bahwa pasukannya yang sangat sedikit itu mampu bertahan. Penduduk Jindo juga hebat. Ketika laksamana itu pergi ke pantai barat untuk menyu­ sun kembali kekuatannya, Jepang menyerang penduduk Jindo dengan kejam. Yi kembali ke pulau itu 23 hari kemudian dan melihat wilayah itu luluh lantak. Dalam buku harian perangn­ ya, “Nanjung Ilgi,” ia menulis, “Tidak ada satu rumahpun yang berdiri. Seluruh desa sunyi tanpa ada jejak kehidupan manu­ sia.” Penduduk Jindo sangat terpukul tapi mundurnya pasukan Jepang di Selat Myeongnyang mengakhiri pertempuran sela­ ma tujuh tahun itu. Saat ini, patung Yi berdiri di Nokjin dan di Gwanghwamun Square di jantung kota Seoul.

Dua Permakaman

Di kanan-kiri jalan di kaki gunung Desa Dopyeong, yaitu jalan 1

46 Koreana Musim Dingin 2018


dari Pelabuhan Byeokpa, terdapat sekitar 230 makam. Nama resmi permakaman ini adalah Permakaman Prajurit Perang Jeongyu Jaeran. Di tempat ini terbaring para tentara Joseon yang gugur dalam Pertempuran Myeongnyang dan rakyat biasa yang terbunuh melawan Jepang. Selain sepuluh orang yang dikenal, sebagian besar makam itu adalah tidak diketahui rim­ banya. Semua dimakamkan menghadap utara ke arah raja di ibukota. Menyusuri jalanan di pegunungan ke arah laut sepanjang sembilan kilometer, terdapat bukit yang rendah dan indah, yang bernama Waedeoksan. Sebanyak 100 makam dulu ada di tem­ pat ini — mereka adalah tentara Jepang yang berjuang dalam pertempuran di bawah komando Kurushima Michifusa. Keti­ ka dilakukan pembersihan kerangka pasukan Jepang itu, pen­ duduk desa menyusun kembali dan menguburkannya di bukit menghadap ke selatan mengarah ke Jepang. Karena konstruksi jalan dan reklamasi, banyak makam itu rusak dan hanya sekitar 50 kerangka yang masih tersisa. Dalam bulan Agustus 2006, ketika berita mengenai per­ makaman ini pertama kali sampai ke Jepang, anak cucu pasu­ kan yang meninggal dan sekelompok mahasiswa mendatangi Jindo dan mengunjungi lokasi ini di bawah panduan panduduk desa. Sebuah surat kabar Hiroshima menuliskan tentang kun­ jungan ini, menyebut permakaman itu sebagai tempat yang sakral dan mengucapkan terima kasih kepada penduduk Jindo. Namun, bagi penduduk lokal, apa yang mereka lakukan adalah sesuatu yang wajar, karena pandangan orang Korea tradisional mengenai kehidupan dan kematian menempatkan pentingnya rekonsiliasi antara yang hidup dan yang mati. Ini juga ditun­ jukkan dalam ssitgim-gut, sebuah ritual pemakaman syaman di Jindo yang diadakan untuk melepas mereka yang sudah meninggal dan membersihkan jiwanya sehingga mereka bisa beristirahat dalam damai.

Yang Hidup dan Yang Mati

Dalam konteks agama Barat, kata ssitgim berarti pembaptis­ an; namun teori keagamaan di balik dua upacara ini tidak sepenuhnya berbeda. “Ritual pembersihan jiwa” Jindo ber­ beda nama dan sifatnya sesuai dengan tempat atau penyebab kematian; prosedurnya tergantung keadaan. Misalnya, untuk

1. Para perempuan segera menggoyang-goyang ikan croaker dari jala di Pelabuhan Seomang. Ikan harus cepat dikeluarkan dari jala dan dibekukan untuk menjaga kesegarannya. Jadi selama musim croaker, penduduk desa berkumpul menciptakan sebuah tontonan besar. 2. Patung Buddha tiga serangkai di Kuil Yongjang memiliki Buddha Pengobatan setinggi 2 meter. Duduk di atas alas teratai, tubuh bagian bawahnya tinggi dan besar, menunjukkan proporsi khas gambar Buddha Goreyo.

2

jiwa orang yang meninggal karena tenggelam, ritualnya dise­ but “geonjigi (mengambil dari air) ssitgim-gut,” dan untuk jiwa orang yang mati jauh dari rumah dan kesepian, ritualnya dise­ but “honmaji (meeting the soul) ssitgim-gut.” Ritual ini ber­ beda dari ritual pemakanan syaman di wilayah lain dalam ele­ men artistiknya. Berkat “tarian untuk dewa” yang sederhana namun sangat menarik, narasi yang disampaikan melalui lagu dan beragam instrumen syaman, Ssitgim-gut Jindo lebih dari sekedar upacara keagamaan. Besarnya keinginan untuk menghubungkan yang hidup dan yang mati berangkat dari kenangan yang menyakitkan dari masa lalu. Penduduk Jindo merasakan kepedihan dari peris­ tiwa sejarah seperti Pemberontakan Rakyat Donghak pada tahun 1894–1895 dan Perang Korea di tahun 1950–1953, dan menyaksikan pembantaian yang tidak adil bagi warganya. Bagi mereka, Ferry Sewol yang tenggelam di perairan Jindo pada tahun 2014, yang menelan korban sebanyak 250 siswa sekolah menengah dan 54 guru, kru dan lainnya, juga memilu­ kan. Mengenai hal ini, antropog dan etnolog Perancis Claude Lévi-Strauss menulis: “Tidak ada yang lebih berhasil dari mas­ yarakat dalam menafikan kebenaran bahwa gambaran mas­ yarakat mengenai hubungan antara yang hidup dan yang mati, dalam analisis final, adalah usaha, dalam tingkat pemikiran religius, untuk membuka, menghias atau menjustifikasi hubung­­an nyata yang ada di antara yang hidup.” (“The Sad Tropics” oleh Claude Lévi-Strauss, diterjemahkan oleh John dan Doreen Weightman, Penguin Books, halaman 246) Barangkali, Jindo memang mampu menyembuhkan dirin­ ya sendiri.

seni & budaya korea 47


KISAH DUA KoreA

Perspektif Baru mengenai Pyongyang Dalam buku terbarunya, “Waktu Pyongyang Mengalir Bersama Waktu Seoul,” jurnalis lepas yang berbasis di AS, Jin Chun-kyu menyajikan pandangan yang tidak lazim tentang Korea Utara berdasarkan wawancaranya dengan ratusan warga Korea Utara dan foto-foto. Menyebut dirinya sebagai “koresponden keliling yang melaporkan dari Pyongyang,” khusus tentang penyatuan budaya bangsa yang terbelah. Kim Hak-soon Jurnalis, Profesor Tamu Jurusan Media Universitas Korea Ha Ji-kwon Fotografer

48 Koreana Musim Dingin 2018


M

edia Barat sering menggambarkan Korea Utara sebagai “negara tertutup,” yang men­ gontrol secara ketat akses masuk. Pem­ batasan ini secara alami menghambat pemahaman seacara utuh masyarakatnya. Akibatnya, orang luar cenderung percaya bahwa sanksi internasional melumpuhkan perekonomian Utara dan menimbun kesulitan pada warganya. “Waktu Pyongyang Mengalir Bersama Waktu Seoul,” yang diterbitkan oleh Takers di Seoul awal tahun ini, bertentangan dengan pandangan konvensional ini. Ditulis oleh Jin Chun­kyu, seorang jurnalis lepas yang berbasis di AS, buku ini mengung­ kap permadani yang berbeda dari Pyongyang saat ini, berkat pembatasan yang longgar atas kunjungannya. Sejak Oktober 2017, Jin mengunjungi Korea Utara empat kali selama sem­ bilan bulan, dan tinggal selama 40 hari. Bukunya merupakan hasil wawancaranya kepada sekitar 250 warga Korea Utara dan mengambil foto­foto yang penuh wawasan, menggambar­ kan betapa Korea Utara telah beru­ bah dalam beberapa tahun terakhir. Di tengah usahanya untuk membu­ ka hubungan dengan Pyongyang, Presiden Korea Selatan Moon Jae­in memasukkan buku itu dalam bacaan liburan musim panasnya. Sampai saat ini, hubungan lin­ tas batas yang dingin menghalangi wartawan Korea Selatan memasuki Korea Utara. Tapi Jin memiliki kartu penduduk permanen AS, menempat­ kannya dalam kategori yang berbe­ da dari warga Korea Selatan lainnya, dan dia memiliki kepercayaan yang dibangun dengan otoritas Korea Utara. Statusnya memungkinkan­ nya bergerak relatif bebas, bertemu warga Korea Utara di Masikryong Ski Resort dan Gunung Myohyang di Wonsan, Nampo dan Pyong­ yang, dan memotret momen­momen kehidupan mereka.

© Jin Chun-kyu

Jalan Changjon di Pyongyang barat dilihat dari Menara Juche. Jalan berjajar dengan gedung-gedung apartemen bertingkat tinggi dibangun pada tahun 2012.

Mobil dan Ponsel

Jin menyebut dirinya “koresponden keliling yang melaporkan dari Pyongyang” karena suatu alasan. Pada 1988, ia memben­ tuk The Hankyoreh, koran Korea Selatan yang berhaluan kiri, bersama dengan wartawan lain yang di­PHK dari media ber­ ita utama oleh kediktatoran militer. Tahun itu, Jin membina hubungan dengan Korut ketika ia meliput pertemuan Komi­ si Gencatan Senjata Militer di desa perbatasan Panmunjom. Setelah itu, dia mengunjungi Korea Utara untuk meliput konfe­ rensi tingkat tinggi antar Korea pada tahun 2000 dan pertemuan pejabat senior pada tahun 1992. Khususnya dia menghadiri Deklarasi Bersama Antara Korea Selatan dan Korea Utara pada 15 Juni 2000 dan mengambil foto presiden Korea Selatan Kim, Dae­jung dan pemimpin Korea Utara Kim, Jong­il berpegangan tangan dengan tersenyum lebar. Jin beremigrasi ke Amerika Serikat pada tahun 2001. Enam belas tahun kemudian, dia mengunjungi kembali Utara dan kaget dengan banyaknya mobil dan penyebaran ponsel yang telah terjadi. Taksi ada di mana­mana, atau antri di hotspot. Sekitar 10 taksi selalu berdiri di depan Okryugwan, menung­ gu pengunjung untuk meninggalkan restoran terbaik di Pyong­ yang. Berbeda dengan prasangka bahwa hanya orang asing atau pejabat tinggi naik taksi, warga­warga biasanya menggunakan taksi. Dahulu peluit polisi dan aba­aba tangan cukup memadai di jalan­jalan yang tenang, sekarang lampu lalu lintas kini men­ jadi kebutuhan untuk menjaga ketertiban. Sebelumnya, lalu lintas seperti itu “tak terbayangkan,” kata Jin dalam sebuah wawancara. “Saya mendengar bahwa lebih dari 6.000 taksi beroperasi di Pyongyang dan ada lima hingga enam perusahaan taksi di sana.” Seorang sopir taksi mengatakan bahwa taksi biasanya digu­ nakan oleh penumpang yang ingin pergi ke gang kecil di mana tidak ada halte bus atau subway. Makin lama makin bertambah jumlah taksi karena tidak ada mobil pribadi. Ada sedikit kema­ cetan juga pada jam­jam sibuk. Kejutan besar berikutnya ada­ lah ketika mengetahui bahwa sebanyak lima juta warga Korea Utara sekarang menggunakan ponsel, meskipun informasi dan pergerakan masih dikontrol. Berkomunikasi atau mengambil foto dengan ponsel di kota Pyongyang bukan hal baru lagi. Jin lebih tercengang melihat situasi internet yang sangat terbuka. Pada saat memakai WiFi di bandara internasional Pyongyang, dia pikir hal ini bisa terjadi karena bandara inter­ nasional. Namun dia tidak bisa percaya ketika dia bisa meng­ gunakan internet secara bebas di hotel Pyongyang. “Saya bisa mencari data yang diperlukan. Saya juga bisa mengirim dan menerima email dengan rekan yang ada di Korea maupun Amerika Serikat.” Emailnya dari Pyongyang sering mengagetkan para pene­ rima. Mereka bertanya “Email ini memang dikirim di Pyong­

seni & budaya Korea 49


“Dunia luar, termasuk Amerika Serikat, percaya bahwa Korea Utara akan mengangkat tangannya di udara dan segera menyerah jika lebih banyak sanksi ekonomi dikenakan. Tetapi menurut pengamatan saya, ketika hari ini saya melihat langsung Korea Utara, keyakinan seperti itu salah.” yang?” Pada suatu hari Jin mengirim email ke Seoul, tetapi tidak ada jawaban. Penerima tidak menjawab emailnya karena takut disensor atau diawasi. Selama tinggal di Pyongyang, Jin juga bisa menyiapkan menerbitkan buku ‘Waktu Pyongyang Mengalir Bersama Waktu Seoul’ melalui email dengan penerbit di Seoul.

Orang Luar yang Dipercaya

Melintasi Pyongyang, Jin tiba di jalan-jalan berjajar dengan gedung-gedung tinggi baru yang tampak lebih mewah daripa­ da di masa lalu. Jalan Changjon sangat indah, bahkan orang asing menyebutnya “Pyonghattan,” perpaduan Pyongyang dan Manhattan, atau “Little Dubai.” Mirae (Jalan Ilmuwan Masa Depan), tempat tinggal banyak ilmuwan, penuh gedung-gedung apartemen bertingkat tinggi dan toko serba ada yang tampak

seperti di negara kapitalis. Sebuah kompleks bangunan di Ryo­ myong New Town, sebuah pembangunan yang didukung penuh oleh pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, ditunjukkan oleh juru kamera TV yang mengendarai motor selama kunjungan Presiden Moon ke Pyongyang pada bulan September. Journalis Jin memastikan 6 toko pizza ada di kota Pyong­ yang. Toko-toko itu bukan untuk orang asing tetapi untuk warga Korea Utara. ‘Restoran Masakan Italia’ di Chuk­ jeon-dong, Kawasan Mankyongdae resmi hadir di Pyongyang pada tahun 2008 sebagai restoran Italia pertama. Ketika Jin mengunjungi restoran itu, restoran seluas 991 meter persegi penuh dengan tamu yang menikmati pizza dan spaghetti. Jin mengatakan bahwa foto yang paling langka adalah foto ruangan rumah warga biasa. Ketika Jin mengambil foto ruang­ an apartmen di Korea Utara, seorang pemandu memberita­

1. Antrean taksi panjang membawa warga Pyongyang setelah pertunjukan di Pyongyang Grand Theatre. Lebih dari 6.000 taksi beroperasi di pusat kota Pyongyang, menurut Jin Chun-kyu, seorang jurnalis lepas yang berbasis di AS.

1 © Jin Chun-kyu

50 Koreana Musim Dingin 2018

2. Jin Chun-kyu memegang bukunya, “Waktu Pyongyang Mengalir Bersama Waktu Seoul”, koleksi kesan-kesan tentang Korea Utara, yang ia kunjungi empat kali dari Oktober 2017 hingga Juli 2018.


huinya “Anda orang asing pertama yang meliputi bagian dalam apartemen penduduk Pyongyang.” Jin mengunjungi sebuah apartemen di jalan Ryomyong yang dibangun pada tahun 2017. Penduduk asli mendapat hak prioritas untuk mendiami aparte­ men itu. Sekarang pekerja-pekerja di sekitarnya tinggal di sana. Rumah yang dikunjungi Jin dilengkapi dengan tem­ pat tidur, kompor gas, kulkas, rice cooker dan sebagainya. Kehidupan pemilik apartemen itu kelihatannya setara dengan masyarakat kelas menengah di Korea Selatan. Meskipun warga diberitahu tentang kunjungannya, Jin tidak memiliki kesan bahwa mereka telah meletakkan barang-barang yang tidak mer­ eka miliki atau mengosongkan rumah mereka dengan sengaja. Orang Korea Utara tidak mengukur apartemen mereka de­­ngan pyeong (3,3 meter persegi) seperti yang dilakukan di Korea Selatan, tetapi berdasarkan jumlah kamar. Oleh karena itu, ada apartemen dengan dua hingga empat kamar. Jumlah anggota keluarga, bukan status dan posisi sosial, menentukan apartemen apa yang mereka tempati. Setiap keluarga memba­ yar sewa bulanan sebesar 240 won (sekitar 2.700 won Korea Selatan) untuk rumah mereka di Jalan Ryomyong. Ini mungkin bukan harga riil; namun sewa simbolis, kata Jin. Warga Korea Utara tidak memiliki tagihan air tetapi dikenakan biaya listrik untuk mendorong penghematan energi. Jin mengatakan “Saya secara bebas berbicara dengan warga Pyongyang untuk meliput dan tidak ada sensor sama sekali terhadap foto dan video walaupun didampingi seorang pemandu.” Otorisasi Korea Utara hanya meminta “Ambil foto agar semua sifat dan lingkungan potret dan patung mantan pemimpin Korea Utara Kim, Il-sung dan Kim, Jung-il tam­ pak di dalam adegan gambar. Selain itu, jangan ambil foto buruh-buruh pembangunan dan tetua yang berpakaian lusuh.”

Usaha untuk Penyatuan Budaya

Sebagian besar buku dan foto tentang Korea Utara biasanya diterbitkan oleh jurnalis asing. Mereka mau tak mau menja­ di ‘pengamat’ untuk mendekati Korea Utara karena sulit ber­ komunikasi. Jin ingin mengatasi batas itu. Dia ingin meliput penampilan luar maupun perasaan dan pikiran warga Korea Utara. Jin mengatakan, “Dunia luar, termasuk Amerika Serikat, percaya bahwa Korea Utara akan mengangkat tangannya di udara dan segera menyerah jika lebih banyak sanksi ekonomi dikenakan. Tetapi menurut pengamatan saya, ketika hari ini saya melihat langsung Korea Utara, keyakinan seperti itu salah.” Berbeda dengan pikiran masyarakat dunia, warga Pyong­ yang tidak hanya berkutat pada masalah sandang, pangan dan papan tetapi juga melakukan berbagai kegiatan konsum­ si. Secara khusus Jin membuktikan “Ketika Korea Utara dan

2

Amerika Serikat bersitegang karena nuklir pada Oktober 2017, Pyongyang tenang seperti biasa berbeda dengan kekhawatiran dunia; Pyongyang telah mulai menyiapkan perang.” Jin memiliki rasa tanggung jawab kuat untuk meliput Korea Utara dan bertekad melihat dan melaporkan segala sesuatu tanpa prasangka sebagai ‘pengendara perbatasan’. Dia mengatakan secara hati-hati “Walaupun beberapa orang mengkritik bahwa Pyongyang tidak bisa dianggap mewakili Korea Utara, saya pikir lebih baik menerima masalah itu seperti perbedaan antara Seoul dan luar Seoul di Korea Selatan.” Jin yang ingin menjadi koresponden permanen Pyongyang berkonsentrasi mendirikan ‘TV Unifikasi’ yang secara resmi akan dibuka pada tahun 2019. TV Unifikasi tersebut merupaka TV kabel yang akan menayangkan program sejarah, program dokumenter alam, program masakan, dan program produksi Korea Utara setelah memperoleh hak cipta video. Jin menyam­ paikan “Pemulihan persamaan dua Korea melalui pertukaran berbagai isi atau konten budaya bisa berperan besar untuk mempercepat penyatuan budaya.”

seni & budaya korea 51


BUKU & LAINNYA Charles La Shure

Dosen, Departemen Bahasa dan Sastra Korea, Universitas Nasional Seoul

Ryu Tae-hyung

Kolumnis Musik, Konsultan, Yayasan Kebudayaan Daewon

52 Koreana Musim Dingin 2018

Kisah Pergulatan Seorang Penulis dalam Masa Kritis ‘Debu dan Cerita-cerita Lainnya’

Oleh Yi T’aejun, diterjemahkan oleh Janet Poole, 304 halaman, $25.00, New York: Columbia University Press [2018]

Yi T’aejun (atau Lee Tae-jun) adalah seorang penulis penting di awal zaman Korea modern, tapi keputusannya untuk pindah dari Seoul ke Pyongyang pada tahun 1946 mem­ buat karyanya dilarang di Korea Selatan sampai tahun 1988. Walaupun larangan ini sudah dicabut tiga dekade lalu, karya-karyanya tetap sulit didapatkan dalam bahasa Inggris. “Debu dan Cerita-cerita Lainnya” setidaknya bisa mengobati kerinduan itu dengan kumpu­ lan cerita pendek Yi dari periode kolonial akhir dan setelah pembebasan pada tahun 1945. Ada satu tema yang bisa mewakili kumpulan cerita ini, yang sifatnya sangat personal: pergulatan seorang penulis untuk tetap setia pada bidang seninya dalam masa krisis. Se­­ narai kisah itu menampilkan tokoh protagonis autobiografi Hyon, dan dalam cerita-cerita itu kita bisa membaca ekspresi Yi mengenai tekadnya untuk bertahan. Tentu tidak mudah bekerja sebagai penulis hanya dari karya yang membutuhkan kreativitas tinggi. Dalam “Musim Hujam” (1936), Yi melukiskan sebuah potret banyaknya penulis kontemporer yang terbuang seperti penulis dan penyunting surat kabar dan majalah. Ternyata, ketika seseorang percaya bahwa “seni lebih penting dari segalanya,” sebagaimana Hyon bersi­ keras dalam “Sungai Pae yang Membeku” (1938), kehidupan menjadi lebih sulit. “Sebelum dan Sesudah Pembebasan” (1946), seperti tersirat dalam judulnya, meng­ gambarkan Hyon berjuang untuk tetap menjadi penulis selama periode kolonial dan setelah pembebasan dari Jepang. Ketika pemerintah Jepang memaksanya mendukung tin­ dakan penjajahan mereka dengan tulisan, jeritan dalam senyap itu mengungkapkan suara hatinya: “Saya hanya ingin hidup!”. Kalimat ini menunjukkan ia ingin hidup sebagai diri­ nya sendiri, bukan sebagai alat ideologi pihak lain. Mengikuti keinginan penguasa kolonial bukanlah sebuah kehidupan dan Hyon menyatakan bahwa ia lebih baik berhenti menulis sama sekali daripada menjadi corong propaganda Jepang. “Nenek Harimau,” yang ditulisnya pada tahun 1949, jelas tampak sebagai usaha yang dilakukan oleh Yi untuk mengikuti apa yang diperintahkan kepada­ nya di Korea Utara untuk menyuarakan propaganda, dan merupakan gambaran bagaimana pemerintah Korea Utara menekankan pada pendidikan, kemajuan ilmu pengetahuan dan pengabaian takhayul. “Debu” (1950) memberikan gambar­an yang jauh lebih kompleks. Karikatur orang-orang Amerika dan pendukung­nya di Korea Selatan bukanlah sesuatu yang mengherankan, tapi tokoh protagonis Hyon adalah tokoh yang sebisa mungkin berusaha tetap netral dalam pertentangan ide­ ologi bangsa ini. Ia khawatir (sekali lagi, sangat yakin) bahwa salah satu dari dua Korea itu meninggalkan yang lainnya, yang kelak membuat rekonsiliasi dan pen­ yatuan tidak mungkin dilakukan. Akhirnya, ia mendapatkan pencerahan dan men­ yadari alasan-alasan yang masuk akal yang dimiliki pemerintah komunis, tapi penutup cerita itu menyisakan banyak keraguan di benak pembaca. Terlihat dari tulisannya bahwa Yi tidak pernah benar-benar terbeli dan menjadi sosialis, dan inilah alasannya mengapa ia menghilang dari sejarah. Nasibnya tidak diketahui hingga kini. Saat ini, ketika seolah tidak ada titik temu antara gagasan dan pendapat yang berseberangan, perjuangan seorang penulis untuk mempertahankan seni sebagai sesuatu yang bernilai seni dan sesuatu yang ideal melebihi ideologi sepertinya lebih relevan dari sebelumnya.


Panduan Desainer Berkebun Australia ‘Kebun Korea: Tradisi, Simbolisme dan Keuletan’ Oleh Jill Matthews, 208 halaman, $44.50, Seoul: Hollym [2018]

Dalam buku terbarunya, desainer kebun Jill Matthews mengajak pembaca lebih jauh ke alam yang sering kali tidak mendapat perha­ tian semestinya. Matthews mengawali bukunya dengan sebuah tulisan tentang sejarah panjang dan keras mengenai kebun di Korea (kebun-ke­ bun itu menjadi target untuk dihancurkan oleh Jepang) dan kemudian menuliskan aspek kebun Korea yang berbeda dari tradisi berke­ bun lainnya. Ulasan singkat mengenai berbagai tradisi spiritual Korea, seperti pungsu (juga dikenal sebagai feng shui dalam bahasa Cina), sya­ manisme, Budha dan Konfusianisme kurang menyeluruh, tapi setidaknya bisa menjadi dasar pemahaman mengenai kebun-kebun di Korea. Bab berikutnya mengenai sim­ bolisme sangat mencerahkan; mengetahui makna mendalam di balik jumlah dan pengaturan batu, tipe pohon dan tanaman, atau bentuk kolam dan pulau-pulau kecilnya menambah keindahan

kebun-kebun ini. Bagian kedua dan terbanyak dalam buku ini menampilkan 20 kebun-kebun cantik di Korea, termasuk kebun istana, kebun di per­ makaman, kebun kuil Budha dan kebun para filsuf Konfusius. Matthews juga menuliskan sejarah dan deskripsi singkat dari setiap kebun, dengan foto berwarna yang indah di hampir setiap halaman. Bagian akhir berisi tabel dan diagram yang sangat membantu, termasuk glosarium istilah berkebun dalam bahasa Korea dan daftar bukubuku untuk dibaca lebih lanjut, serta daftar kebun-kebun yang khas dan unik serta sebuah peta yang menunjukkan lokasi kebun-kebun itu. Dengan peng­ etahuan yang lebih mendalam dan penghargaan terhadap sejar­ ah berkebun di Korea, pembaca akan mendapatkan manfaat dari buku ini dan pasti ingin mengunjungi kebun-kebun itu sebanyak mungkin.

Evolusi Besar Mavericks terhadap Musik Tradisional Korea ‘Differance’

Oleh Jambinai, CD Audio $13, MP3 $8.91, London: Bella Union [2017]

Jambinai, yang dikenal berkat karya crossover-nya dengan musik tradisional Korea, menjadi sensasi di luar negeri dan dianggap sebagai band post-metal atau post-rock. Albun lengkap band ini, yaitu “Differance” (atau “Chayeon” dalam bahasa Korea), yang per­ tama kali dirilis pada tahun 2012, mendapat­ kan predikat sebagai album crossover terbaik dalam Penghargaan Musik Korea ke-10 pada tahun 2013. Judul ini berarti “perbedaan dan pendobrakan makna,” meminjam istilah dari filsuf Perancis kelahiran Algeria Jacques Derri­ da, yang menyuarakan pemikiran kritisnya mengenai hubungan antara teks dan makna. Ini adalah album yang dibuat ulang. Album perta­ ma direkam dalam piringan hitam dirilis oleh label luar negeri, diikuti album kedua pada tahun 2016, “A Hermitage,” dari perusahaan reka­ man yang sama yang berbasis di Inggris. “Time of Extinction,” lagu pertama dalam album itu, ditampilkan dalam upacara penutupan Olimpiade Musim Dingin PyeongChang tahun 2018. Sementara suara geomungo berdawai enam yang dimain­

kan dengan plektrum berselang-seling antara ada dan tiada, suara gitar elektrik yang intensif dan berat tampil mendominasi. Lagu berikutnya, “Grace Kelly,” yang sangat berbeda dari gambaran aktris cantik Amerika yang menjadi Putri Monako. Liri­ knya, yang diawali dengan “Mimpiku adalah kematian dalam tipuan waktu, bersama © The Tell-Tale Heart dengan keputusasaan,” membawa kesan kuat dan dingin, seolah industri ini mengingatkan kita akan Grace Kelly. Pada tahun 1975, ketika maestro pemain dan komposer gayageum Hwang Byung-ki (1936–2018), yang meninggal awal tahun ini, meluncurkan album “Labyrinth” (“Migung”), banyak orang terpukau. Tentu bukan sesuatu yang berlebihan menganggap album Jambinai “Differance” mewakili evolusi besar dalam musik tradisional Korea sejak album ini diluncurkan. Meski band ini sangat sibuk tampil di luar negeri, sangat menyenangkan membayangkan apa yang akan disuguh­ kan dalam albumnya yang akan datang. seni & budaya korea 53


SATU HARI BIASA

Mengajarkan Nilai Sejati Berlatih

Taekwondo

Taekwondo, olah raga nasional Korea, bertujuan untuk membangun tubuh dan jiwa yang kuat. Shim Jae-wan, seorang anggota Asosiasi Taekwondo Korea dan pendiri Yonsei Jeonghun Taekwondo, sudah mengajarkan olah raga ini kepada generasi muda dengan tanggungjawab seorang pendidik selama 32 tahun terakhir. Kim Heung-sook Penyair Ahn Hong-beom Fotografer 54 Koreana Musim Dingin 2018


P

Sebelum mereka berlatih aktif, master taekwondo Shim Jae-wan mengajak mediasi para murid mudanya. Seni bela diri taekwondo memperkuat tubuh sambil melatih pikiran yang sehat untuk berlatih menahan diri.

ada tanggal 30 Mei tahun ini, atlet Taekwondo muda dari Korea Selatan dan Korea Utara mempertunjukkan kete­ rampilan mereka di hadapan Paus Fran­ cis dalam audiensi mingguan dengan publik di Saint Peter’s Square di Vatican. Setelah itu, atlet-atlet yang berpakaian putih dan hitam itu membentangkan sebuah banner yang bertuliskan, “Keda­ maian lebih berharga daripada kemenan­ gan” (La pace è più preziosa del trionfo). Peristiwa itu memperlihatkan bahwa tujuan taekwondo — yaitu menemukan kedamaian, bukan semata-mata untuk keperluan bertanding — bisa diraih de­­ ngan melatih tubuh dan pikiran. Dengan kombinasi dan pengem­ bangan seni bela diri tradisional Korea, taekwondo tersebar luas setelah Perang Korea. Pada tahun 1970-an, seni bela diri ini dianggap sebagai olah raga nasional Korea, tapi tidak secara resmi memiliki status itu sampai Mahkamah Nasional Korea Selatan mengesahkan undang-un­ dang pada tanggal 30 Maret 2018. Saat ini, taekwondo diminati oleh mereka di berbagai negara dan jumlah ini terus meningkat. World Taekwondo, badan taekwondo internasional yang berpusat di Seoul, memiliki anggota sebanyak 209 negara, dan Komite Olim­ piade Internasional mengakui taekwondo sebagai olah raga resmi dalam Olimpi­ ade Sydney pada tahun 2000. Namun, taekwondo ini diajarkan dengan cara yang berbeda antara di Korea dan di ne­gara lain, sesuai dengan keberadaan para anggotanya itu. Sejak tahun 1970-an, jumlah studio taekwondo (dojang) makin banyak, tapi adanya usaha besar-besaran untuk mem­ perkenalkan olah raga ini sejak kecil dan adanya persaingan antara studio yang satu dengan lainnya menyebabkan taekwondo terbagi menjadi dua, sebagai “olah raga sambil bermain” untuk anak-anak di satu sisi dan olah raga yang membutuhkan keahlian khusus di sisi lain.

“Dalam banyak negara asing, me­­ reka berlatih taekwondo karena alasan kesehatan, tapi di Korea, pendekatannya lebih ke arah ketrampilan teknik. Jum­ lah peserta di Amerika Serikat sekitar 10 kali lipat dibanding di Korea, dan ter­ dapat rata-rata 500 orang di tiap dojang yang dalam beberapa kasus mencapai 2.000 orang. Di luar negeri, adalah hal yang biasa bagi para bapak berlatih olah raga ini bersama keluarganya sepulang ia bekerja, tapi di Korea mereka sudah bekerja seharian, sehingga hampir tidak mungkin bagi pekerja kantor untuk ber­ latih bersama keluarganya.” Demikian yang dikatakan oleh Shim Jae-wan, yang mengelola dojang-nya yang bernama Yonsei Jeonghun Tae­ kwondo di wilayah Guui di bagian timur Distrik Gwangjin Seoul. Meski jumlah peserta cenderung menurun di Korea, studio milik Shim, yang dibukanya pada tahun 1986, selalu mempunyai banyak peserta.

Spirit Utama

“Jumlah peserta yang mendaftar di stu­ dion taekwondo di seluruh negeri ini sekitar 50 smapai 70 orang, Tapi di stu­ dio saya, jumlahnya sekitar 270 hingga 280 orang. Beberapa kelas di sekolah-se­ kolah dasar di dekat sini, 50 sampai 70 persen siswanya ikut berlatih di studio saya,” kata Shim. Dari sekitar 14.000 studio taekwon­ do di Korea, jarang ditemui studio den­ gan banyak peserta. “Karena taekwondo adalah aktivitas olahraga untuk anakanak, makin banyak studio yang mulai fokus membuat anak-anak senang berla­ tih, melakukan permainan seperti gulat lutut atau dodge ball,” kata Shim. “Anakanak kecil menganggap latihan taekwon­ do sulit, jadi para instruktur menum­ buhkan minat mereka melalui kegiatan yang menyenangkan dan permainan. Namun, di studio seperti ini, hanya seki­ tar separuh anak-anak itu bertahan lebih dari satu tahun. Mereka menjadi kurang

seni & budaya korea 55


© Shim Jae-wan

berminat ketika kegiatannya hanya ber­ main saja.” Shim pernah mempertimbangkan mencoba latihan dengan berbasis per­ mainan. Namun, sebagai master tae­ kwondo, ia merasa bertanggungjawab untuk menghadirkan spirit fundamen­ tal seni bela diri ini. Ia menghubung­ kan kesuksesan atau kegagalan dengan latihan yang benar. Akibatnya, sebagian besar anak-anak di studionya terus berla­ tih hingga lima atau enam tahun. Struktur dasar taekwondo sama di seluruh dunia. Peserta harus mengikuti tes peningkatan kemampuannya melalui peringkat yang disebut geup, dari pe­­ ringkat 10 ke peringkat 1, dan kemudi­ an naik tingkat sebanyak sembilan ting­ kat (dan). Namun, gelar dan hanya bisa dimiliki oleh peserta yang berusia di atas 15 tahun. Mereka yang memenuhi syarat tapi belum berusia 15 tahun diberikan gelar yunior yang disebut poom. Ikat pinggang berwarna yang dipa­ kai dalam seragam taekwondo biasanya sesuai dengan peringkat, namun tidak ditentukan dalam aturan yang kaku. Dalam banyak kasus, peserta baru memakai ikat pinggang berwarna putih, sementara ikat pinggang berwarna hitam

56 Koreana Musim Dingin 2018

diperuntukkan bagi mereka di tingkat dan. Ikat pinggang kuning dan merah, yang sering kali dipakai oleh anak-anak, tidak mewakili peringkat; namun diberi­ kan oleh pihak studio untuk mendorong mereka supaya tetap berlatih.

Metode Latihan Baru

Shim Jae-wan, seorang master taekwon­ do dan 6 (sabeom), lahir pada tahun 1962 di sebuah desa kecil di Propinsi Chungcheong Utara sebagai anak bung­ su dari tujuh bersaudara. Ketika berusia sekitar tujuh tahun, sebuah studio tae­ kwondo dibuka di desa tetangga. Ia ingin ikut berlatih di sana, tapi tidak punya uang. Ketika direktur studio itu menden­ gar kesu­­litannya, ia memperbolehkan berlatih dengan gratis. Berkat kebaikan hati direktur itu, Shim bisa mengetahui lebih jauh mengenai taekwondo. Setelah menyelesaikan sekolah menengah, ia pindah ke Seoul untuk melanjutkan ke sekolah menengah atas tapi tetap berlatih taekwondo. Kendala keuangan keluarga­ nya menghambatnya masuk ke perguru­ an tinggi, sehingga ia mulai menekuni taekwondo sebagai jalan hidupnya. Segera setelah lulus sekolah menen­ gah atas, ia bekerja sebagai instruktur di

Murid dari master Taekwondo Shim menunjukkan kemampuan menendang tinggi di Gwanghwamun Square di pusat Seoul. Shim mengembangkan “tendangan tinggi masa libur” untuk meningkatkan semangat juang para siswi khususnya, dan memberi mereka kenangan positif.

sebuah studio, dan setelah menikah ia menyewa sebuah tempat untuk membuka studio kecilnya sendiri. Pada tahun 2016, setelah 30 tahun menyewa tempat, Shim membeli tempat di ruang bawah tanah sebuah bangunan dan menjadikan studi­ onya memiliki fasilitas yang lebih baik. Karena ingin mempelajari taekwon­ do secara lebih sistematis, Shim menda­ lami olah raga ini di Institut Pendidikan Non-gelar di Universitas Yonsei dan menjadi salah satu lulusan pertaman­ ya. Kemudian, ia mengikuti kursus di Departemen Taekwondo Program Pas­ casarjana Pendidikan Olah Raga di Uni­ versitas Kyung Hee untuk melanjutkan minatnya belajar. Biasanya, sekitar 90 persen peserta di sebagian studi adalah laki-laki, tapi di studio Shim, sekitar 40 persennya pe­­ rempuan. Ini berkat salah satu program­ nya yang menekankan pada kemam­ puan peserta perempuan itu. Sering kali, perempuan jauh lebih bagus dibanding


laki-laki dalam tendangan atas, dengan satu kakinya menendang lurus ke atas. Fenomena ini menginspirasi Shim untuk mengembangkan program “Tendangan Tinggi Masa Libur”. Tujuan program liburan ini dari Seoul tengah sampai luar negeri dan di setiap lokasi para peserta melakukan ten­ dangan tinggi yang mengesankan dengan pemandangan alam yang unik sebagai latar belakangnya. Shim mengabadikan pose tendangan mereka dan mengunggah foto atau video mereka di Internet. Sebagai presiden Pusat Latihan Tae­ kwondo Korea, Shim juga sangat antu­ sias mengembangkan teknik dengan alat. “Latihan dengan alat dikembang­ kan oleh master lain, tapi kurang berha­ sil menarik peserta,” kata Shim. “Saya sudah membaginya menjadi bebera­ pa tahap dan saya mengintegrasikann­ ya ke dalam latihan. Sampai sekarang, latihan taekwondo sepenuhnya diatur secara personal oleh instruktur, tapi jika Anda memakai alat, peserta dapat berla­ tih beberapa hal sendiri. Misalnya, dulu, anak-anak yang tidak dapat melakukan split, instrukturnya akan menekannya ke bawah sampai mereka bisa melakukan­ nya. Namun, sekarang jika mereka terus berlatih secara konsisten dengan sebuah alat, anak-anak akan bisa melakukann­ ya sendiri. Awalnya, mereka menendang domino pendek dan berhasil, lalu secara bertahap mereka menendang domino yang lebih tinggi sampai akhirnya mere­ ka berhasil mencapai tujuannya.”

Satu Mimpi Terakhir

Shim bangun pada pukul 8:30 setiap pagi dan berangkat ke studionya sekitar pukul 11. Setelah berganti dengan se­­ ragamnya, ia dan instruktur lain mem­ persiapkan studio untuk latihan. Shim meninggalkan studionya antara pukul 10 dan 11, setelah semua peserta pulang dan studio sudah dirapi­ kan, namun ia belum sepenuhnya sele­ sai. “Ketika saya pulang dan mandi,

kemudian makan sesuatu dan mengung­ gah foto para peserta di blog atau You­ Tube, saya biasanya baru tidur sekitar pukul 1:30 atau 2 dini hari. Barangkali karena saya terbiasa dengan rutinitas ini, saya tidak merasa lelah,” katanya. Sekilas, seolah keseharian Shim hanya menekuni taekwondo, tapi ia sela­ lu menganggap setiap hari sebagai hari yang baru dan spesial. “Ketika pertama kali membuka stu­ dio ini, saya punya tiga tujuan. Saya ingin punya rumah, membeli mobil yang saya impikan, dan mendirikan sebuah studio di tempat milik saya sendiri. Syukurlah, ketiganya sudah terwujud.” Saat ini, ia punya satu mimpi lagi dalam hidupnya: dalam usianya yaitu akhir 50-an, ia ingin mendaampin­ gi anak-anak tumbuh baik dengan tae­ kwondo sampai ia berusia 70 tahun. Namun, sering kali ia kenyataan tidak sesuai dengan harapannya. “Anak-anak sekarang emosinya lebih lemah. Banyak juga ibu yang terla­ lu melindungi anaknya,” katanya. “Dan, banyak anak yang hidup tanpa sauda­ ra laki-laki ataupun perempuan, dan mereka tidak memiliki jiwa kompromi, perhatian kepada orang lain, atau kerja dalam kelompok. Mereka berselisih paham untuk hal-hal kecil. Jika sedang tidak lapar, mereka memilih membuang makanan ke tempat sampah daripada menawarkannya kepada orang lain. Mer­ eka selalu dicukupi segala kebutuhann­ ya, sehingga mereka tidak tahu bagaima­ na rasanya berbagi. Anak-anak ini men­ jadi tinggi dan besar, tapi mereka tidak memiliki stamina yang prima, dan ada penurunan yang nyata dalam kepadatan tulang dan kekuatan otor.” Ketika melihat anak-anak seperti ini, Shim merasa tertekan, tapi ia melihatn­ ya, “makin buruk keadaan anak-anak itu, makin penting taekwondo bagi kehidupan mereka.” Aktivitas pertama bagi peser­ ta baru adalah belajar bahasa formal dan meditasi — dua latihan dasar dalam pedi­

Aktivitas pertama bagi peserta baru adalah belajar bahasa formal dan meditasi — dua latihan dasar dalam pedidikan karakter. dikan karakter. Shim selalu punya pem­ bawaan seorang kakek yang ramah dan hangat, namun ia tidak akan memberikan toleransi peserta yang merisak peserta yang lebih muda atau lebih lemah.

Melatih Tubuh dan Pikiran

“Jika olah raga hanya membuat tubuh menjadi kuat, pasti ada yang salah. Den­ gan taekwondo, sementara kita menguat­ kan tubuh, kita juga membangun pikiran untuk mengendalikan kekuatan itu. Jika Anda belajar bagaimana menggunakan tubuh Anda, Anda harus lebih berha­ ti-hati dengan perbuatan Anda, dan jika Anda sudah lebih kuat daripada orang lain, Anda harus membantu mereka, bukan menyakiti mereka.” Satu dari hukuman yang diberikan­ nya untuk perisakan adalah mengganti ikat pinggang perisak dari warna hitam menjadi warna putih. Ikat pinggang ber­ warna putih diberikan kepada peserta ketika pertama kali mengikuti latihan, jadi hukuman ini mengingatkan para peserta untuk “perbaiki hati dan pikiran dan mulai lagi dari awal.” Ketika hari beranjak sore, dojang Shim yang semula kosong dipenuhi den­ gan anak-anak yang ceria dengan ber­ baju seragam taekwondo. Dikelilingi oleh energi remaja yang sangat besar ini, Master Shim mengangkat wajahnya, dan sekarang saya mengerti apa yang dimak­ sud dengan, “Kedamaian lebih berharga daripada kemenangan.”

seni & budaya korea 57


HIBURAN

1

Simbolisme Dunia Akhirat dalam Tontonan Spektakuler Sutradara Kim Yong-hwa membuka babak baru sejarah perfilman Korea dengan karya luar biasanya “Bersama Para Dewa.” Dia membuat serial dua bagian sekaligus sejak awal, terinspirasi oleh produksi waralaba bergaya Hollywood.

F

ilm “Bersama Para Dewa” yang dirancang tanpa meli­ hat reaksi pasar menca­ pai sukses besar. Dengan hasil sebanyak 14 juta orang penonton untuk episode pertama “Bersama Para Dewa: Dosa dan Hukuman” yang dirilis pada bulan Desember 2017, film ini telah mendapat­ kan kembali biaya produksi yang dikelu­ arkan untuk kedua episodenya. Episode kedua “Bersama Para Dewa: Sebab dan Akibat Takdir” yang dirilis pada bulan Agustus 2018 juga melebihi total 10 juta orang penonton di seluruh Korea dalam 2 minggu pertama. Melalui kesuksesan film ini, muncul pendapat yang terasa agak tergesa-ge­ sa bahwa “kini di perfilman Korea juga terbuka era waralaba”. Dalam kata-ka­ ta tersebut tersimpan pandangan bahwa kini teknik sekuel yang menggunakan arus cerita sejalan dengan susunan waktu, prekuel yang bercerita dengan cara kembali ke masa lalu, dan spinoff yang menceritakan cerita sampingan

58 Koreana Musim Dingin 2018

Jung Duk-hyun Kritikus Budaya Populer

juga akan mulai digunakan sepenuh­nya di film Korea. Selain itu, di pihak perfilman terdengar kabar bahwa episode ketiga sudah akan mulai dibuat, dan rencana tersebut diperkirakan akan segera terwujud karena baik sutradara maupun pemain-pemainnya memperlihatkan reaksi positif. Alasan terbesar mengapa “Bersama Para Dewa” berani mencoba metode wara­ laba adalah karena karya aslinya – yaitu webtoon yang juga berjudul sama – dimi­ nati oleh banyak pembaca sehingga cerita ini telah dijamin oleh masyarakat. Namun film saduran webtoon ini agak berbeda dalam segi penokohan dan plot dari cerita aslinya. Dalam proses pembuatannya, film ini memiliki kelebihan dan kekurangan­ nya. Di samping menyajikan visual yang spektakuler sampai-sampai mendapat tang­ gapan sebagai “film yang memamerkan teknik dan efek visual Korea”, film ini juga mendapat kritik dalam segi narasi yang memperlihatkan banyak celah.

Simbolisme Dunia Akhirat

Film ini menampakkan warna agama Buddha dengan kental sampai-sampai tidak ber­ lebihan jika disebut sebagai “film agama”. Menurut konsep reinkarnasi, salah satu prin­ sip dasar agama Buddha, jika seseorang mati maka ia akan lahir kembali, dan masa yang ia terima setelah mati hingga diberikannya kehidupan yang baru adalah 49 hari. Episode pertama “Bersama Para Dewa: Dosa dan Hukuman” menceritakan tujuh kali persidangan seorang pemadam kebakaran yang mati dalam kecelakaan di lokasi kebakaran. Film ini memperlihatkan efek visual yang luar biasa saat menampilkan ne­­ raka pembunuhan, neraka kemalasan, neraka kebohongan, neraka api, neraka pengkhi­ anatan, neraka kekerasan, dan neraka ketidaksenangan berbakti. Kenyataan bahwa sebagian besar latar belakang tempat dalam film ini adalah “neraka” patut diperhatikan. Dalam film ini, orang yang melakukan kejahatan semasa hidup tidak dapat mati


© LOTTE ENTERTAINMENT

2

3 © Joo Ho-min

selamanya di dalam kesengsaraan. Dengan kata lain, adegan di mana orang­orang mati tersebut tidak dapat bebas dari neraka digambarkan dengan teliti. Jika orang yang melakukan kebajikan menjadi korban kematian yang tidak adil, maka ia akan diper­ lakukan sebagai orang baik dan mendapat kesempatan untuk bereinkarnasi.

1, 2. Prekuel dan sekuel dari “Bersama Para Dewa” menarik lebih dari 10 juta penonton bioskop, di tengah pujian untuk efek visual spektakuler mereka menyampaikan pesan tentang reinkarnasi Buddha.

Pengampunan dan Perdamaian

3. Film “Bersama Para Dewa” didasarkan pada webtoon penulis dan ilustrator Joo Ho-min dengan judul yang sama, yang dirilis di situs portal Korea Naver.

Walaupun berlatar belakang konsep Buddha yang sama, episode kedua “Bersama Para Dewa: Sebab dan Akibat Takdir” menceritakan kisah yang berbeda dengan episode sebelumnya. Dalam episode ini, diceritakan adik dari pemadam kebakaran yang mun­ cul di episode pertama, yang mendapat penghakiman setelah terbunuh secara tidak adil dan menjadi hantu penasaran. Tetapi cerita dalam episode ini tidak hanya terpaku pada tokoh sang adik ini saja. Film ini justru lebih fokus kepada takdir yang mengikat tiga malaikat maut yang mengiringi tokoh adik tersebut. Penggunaan teknik prekuel dan bukan teknik sekuel untuk film episode kedua ini terlihat sebagai terapan strategi pemasarannya. Pada umumnya kesuksesan film waral­ aba akan semakin menurun setiap beranjak ke episode berikutnya, namun terdapat pengecualian untuk prekuel. Karena jika cerita tersebut mampu kembali ke masa lalu, maka sebuah cerita akan bisa memulai langkah barunya. Akan tetapi, anak judul “Sebab dan Akibat Takdir” memberitahu kita bahwa cer­ ita prekuel ini bukan sekadar strategi pemasaran saja. Pandangan bahwa semua orang baik maupun jahat yang kita temui memiliki takdir yang saling berkaitan di kehidupan sebelumnya adalah pandangan dunia agama Buddha. Hubungan pahit­pahit manis ketiga malaikat maut tersebut menjadi takdir buruk yang sulit dipulihkan ketika mere­ ka memasuki dunia kehidupan sebelumnya.

Penolakan Reinkarnasi

Dalam konsep Buddha, reinkarnasi merupakan keharusan yang mesti dilewati kare­ na tujuan agama Buddha adalah pencapaian “pencerahan” yang terlepas dari siklus reinkarnasi. Oleh karena itu, ritual hari ke­49 merupakan simbol kekangan kehidupan manusia yang terus berulang dan tidak bisa terbebas dari siklus reinkarnasi. Orang mati yang menolak untuk lahir kembali menyiratkan harapan penyelamatan ketika ia

ingin mengakhiri keinginan untuk terus hidup dan mencapai keadaan damai yang sejati. Film ini menggambarkan pemulihan takdir kusut berbelit­belit yang dipulihkan kembali melalui rein­ karnasi, dan secara bersamaan juga menggambarkan mereka yang memilih untuk memutuskan takdir itu sendiri. Sindrom kepopuleran “Bersama Para Dewa” terus berlanjut di Korea dan bahkan hingga di beberapa negara Asia. Kemungkinan besar, alasan yang melatarbelakanginya adalah penyam­ paian konsep Buddha tersebut. Mungkin, penghiburan diri melalui adanya dunia akhirat bagi mereka yang sudah terlalu lelah dengan kehidupan nyata ini adalah emosi universal yang melampaui ruang waktu dan tempat. Mungkin karena itu­ lah kita beranggapan sedang hidup “ber­ sama para dewa” meskipun kenyataann­ ya kita sedang hidup di dunia nyata.

seni & budaya Korea 59


Jahe

KISAH rAmUAN

Penyedap Rasa dan Obat Sekaligus Jahe digunakan bukan hanya sebagai bumbu dalam berbagai masakan Korea, tetapi juga sebagai bahan untuk membuat teh dan kue karena unsur obat di dalamnya. Di Eropa, jahe dianggap sebagai penyedap rasa yang berharga, sehingga jahe juga pernah menjadi sarana untuk memperlihatkan status sosial seseorang. Jeong Jae-hoon Apoteker dan Penulis Kuliner

60 Koreana Musim Dingin 2018


B

ahan masakan juga punya tren. <Apicius: De Re Coquinaria>, buku masakan Roma yang disusun sekitar abad ke-4 dan ke-5 adalah buku masakan pertama di dunia Barat. Dalam hampir semua resep makanan di dalam buku tersebut terdapat berbagai penyedap rasa yang diimpor dari India dan Asia Timur. Di antaranya adalah lada yang menjadi penyedap rasa dan digunakan untuk hampir 80 persen dari resep makanan di dalam buku itu. Akan tetapi, pada abad Pertengahan, popularitas lada meluntur dan jahe menggantikan posisinya. Pada abad Pertengahan, jahe merupakan bahan masakan utama yang memberi­ kan kewibawaan kepada sajian makan malam untuk para bangsawan Perancis. Dalam buku masakan Perancis yang pertama, <Le Viandier de Taillevent (Buku Masakan Taillevent)> yang diterbitkan pada abad ke-14, nama jahe tertera pada baris pertama dalam daftar penyedap rasa. Selain itu, Chiquart Amizco yang pernah memperkenal­ kan sejumlah resep makanan pada berbagai negara di Eropa pada abad ke-15, menye­ but jahe sebagai penyedap rasa yang paling penting untuk sajian makan malam keluar­ ga raja.

Rempah-Rempah Langka dan Berharga

Beberapa orang beranggapan bahwa popularitas jahe di Eropa pada masa lalu dapat dikaitkan dengan kemampuannya untuk menutupi rasa tidak enak dari daging yang diawetkan dengan garam dan bahan makanan yang busuk atau untuk menjaga daging tetap segar. Memang, jahe tampaknya mengurangi bau yang tidak menyenangkan, ter­ masuk bau amis. Agar makanan sunguh-sungguh tersingkir dari bau busuk, bagaimanapun, zat asam seperti jus lemon atau cuka digunakan untuk melahirkan reaksi kimia yang mengubah zat volatil menjadi tidak mudah menguap. Namun, pada tahun 2016, para ilmuwan Cina bereksperimen dengan jahe dan ikan graskap, ikan air tawar, dan mene­ mukan bahwa jahe secara tidak langsung menyingkirkan atau mengurangi zat yang menyebabkan bau amis, tanpa efek kimia atau fisik. Sebaliknya, bau jahe yang kuat hanya menutupi bau lain, seperti deodoran. Namun sulit dikatakan bahwa orang-orang Eropa pada zaman Pertengahan memakai jahe untuk menghilangkan bau dalam bahan masakan. Hal itu disebabkan karena pada masa itu, kalangan atas dapat memperoleh daging dan ikan segar dengan mudah. Pada masa itu, para bangsawan dapat menikmati daging yang baru dari buru­ an atau yang baru disembelih. Lagi-lagi, dalam <Le Ménagier de Paris (buku rumah tangga Paris yang diterbitkan sebagai buku pengantar untuk para ibu rumah tang­ ga)> ditemukan anjuran bahwa penyedap rasa, termasuk jahe sebaiknya dimasukkan ke dalam masakan pada urutan yang paling akhir. Catatan yang seperti itu bertolak belakang dengan anggapan yang telah disebut di atas, yaitu jahe dipakai untuk me­­ nyimpan bahan masakan segar. Penyedap rasa, seperti jahe menjadi rempah yang diinginkan orang-orang di Eropa pada zaman dulu karena penyedap rasa dianggap sebagai sesuatu dari surga dari Timur. Orang-orang Eropa pada zaman Pertengahan memercayai legenda bahwa jahe dan kayu manis mengalir dari surga mistis yang ada di belahan sana melalui Sungai Nil dan para nelayan menangkapnya dengan jala di sungai itu. Oleh karena itu, sa­­ ngat masuk akal jika orang-orang borjuis yang ingin memamerkan status sosial mer­ eka lebih terobsesi pada penyedap rasa daripada kaum bangsawan. Bagi orang-orang Eropa pada zaman Pertengahan, jahe merupakan bahan masakan yang sangat ber­ harga, sebagaimana masakan yang berbahan jamur truffle, yang disajikan di restoran mewah dan mendapat penilaian yang sangat tinggi pada zaman sekarang.

Jahe sebagai Obat

Jika jahe dijelaskan dalam kaitannya dengan surga mistis, hal itu mungkin saja terasa aneh bagi orang Korea. Hal itu disebabkan karena jahe adalah bahan biasa saja, yang dipakai bersama bawang putih sebagai bumbu saat membuat kimchi. Namun, jahe merupakan bahan masakan yang sangat berharga di Korea pada zaman dulu. Meskipun belum diketahui dengan jelas kapan jahe yang berasal dari Asia Tenggara itu datang ke Korea. Catatan mengenai jahe terdapat pada tahun 1018, saat pemerintahan Raja Hyeonjong zaman kerajaan Goryeo. Dari catatan itu, ditemukan bahwa Raja Hyeonjong memerintah untuk mem­ berikan teh, jahe, dan bae (sejenis kain untuk pakaian pada zaman dulu) kepa­ da keluarga-keluarga yang kehilangan anggota keluarga mereka, yang tewas sebagai prajurit dalam perang dengan Khitan di daerah utara dengan tujuan untuk menghibur hati mereka. Dari ke­­ nyatan tersebut dapat diketahui bahwa jahe adalah bahan masakan yang sangat berharga, yaitu sesuatu yang semahal teh, lalu bae juga merupakan komodi­ tas berharga pada masa itu. Pada zaman kerajaan Joseon pun jahe dianggap sebagai sesuatu yang berharga. Menim­ bang catatan dalam <Analects> bahwa jahe adalah bahan masakan kesayangan Konghucu sampai ia tidak pernah lupa memakannya setiap kali makan, seh­ ingga mana mungkin jahe tidak dinilai berharga di kerajaan Joseon yang men­ junjung tinggi Konfusianisme? Alasan mengapa jahe dihargai ting­ gi di berbagai daerah di dunia adalah kenyataan bahwa jahe lebih diang­ gap sebagai bahan obat daripada bahan

Jahe, bumbu berharga bagi orang Eropa selama Abad Pertengahan, telah digunakan secara luas di Korea sebagai obat sejak lama sebelum dipakai sebagai bumbu masakan.

seni & budaya korea 61


© Institute of Korean Royal Cuisine

1

masakan. Jika orang makan jahe, perutnya terasa hangat. Oleh karena itu, orang-orang berpikir bahwa jahe sangat membantu pencernaan. Baik bagi orang-orang Korea yang makan saenggang jeonggwa yang dibuat dengan merebus jahe dan sirup gula den­ gan mengikuti resep dalam <Sanga yorok (Essentials of a Mountainside Household)> yang ditulis pada abad ke-15 dan <Suun japbang (Assorted Recipes for Fine Food)> yang ditulis pada abad ke-16 di kerajaan Joseon, maupun bagi orang-orang di Jerman dan Inggris, yang makan roti jahe pada zaman Pertengahan, jahe merupakan kue yang enak sekaligus obat. Kue jahe, teh jahe, dan ginger ale juga sering dipakai untuk meredakan rasa mual. Meskipun belum diketahui dengan jelas bagaimana caranya jahe dapat meredakan rasa mual. Dapat diduga bahwa hal itu merupakan efek unsur gingerol di dalam­­nya, yang memunculkan rasa pedas. Jika jahe dikeringkan, air keluar darinya, sedangkan gingerol berubah menjadi shogaols yang rasa pedasnya dua kali lipat daripada gingerol. Hal itu menjadi alasan mengapa jahe yang dikeringkan terasa lebih pedas. Menurut tradisi, wanita hamil tidak boleh makan jahe. Akan tetapi, tidak terdapat penelitian ilmiah yang mendukung larangan tersebut, malahan ditemukan kenyataan bahwa jahe mengurangkan ngidam yang dialami wanita hamil. Sejak lama, jahe dike­ nal sebagai bahan yang meninggikan suhu badan, namun dari hasil penelitian yang dilakukan tim penelitian Jepang ditemukan bahwa pengaruh jahe terhadap suhu badan sangat kecil. Demikian juga dengan masakan pedas, yaitu masakan yang berbahan

62 Koreana Musim Dingin 2018

1. Secara tradisional, orang Korea telah menikmati kue-kue jahe seperti saenggang jeonggwa, yaitu jahe yang direbus dengan madu atau sirup gandum (di atas), dan pyeongang, irisan jahe yang direbus dalam air dan gula dan ditaburi dengan kacang pinus tanah. 2. Meskipun efek jahe dalam menaikkan suhu tubuh tidak terbukti secara ilmiah, orang Korea percaya bahwa minum teh jahe panas membantu melawan baik pilek dan cuaca dingin.


jahe, bawang putih, dan cabe dapat membuat badan menjadi panas dan berkeringat, tetapi sebenarnya suhu badan tidak meninggi. Meskipun orang makan jahe, suhu badannya tidak akan lebih meninggi, diband­ ingkan ia makan masakan lain. Namun, jelas bahwa banyak orang mencari teh jahe yang hangat pada saat musim dingin. Meskipun hanya rasa saja yang hangat, bukankah itu pun sudah cukup membuat orang berbahagia?

Perubahan Selera Masyarakat

Jahe memiliki banyak zat aromatik yang menyiratkan rasa berkayu, lemon dan mint. Lemon dan jahe sangat harmonis dalam aroma dan umumnya digunakan bersama untuk membuat teh dan diminum dengan madu. Jahe memiliki aroma manis selain rasanya yang pedas dan sering digunakan untuk meningkatkan cita rasa makanan penutup. Di negara-negara Asia Tenggara yang menyebarkan rempah-rempah ke seluruh dunia, jahe dan lengkuas, bumbu serupa lainnya, tetap menjadi bahan kuliner yang sangat diperlukan. Namun, seperti yang disebutkan sebelumnya, penggunaan jahe dalam masakan Barat modern terbatas pada makanan penutup dan minuman. Hal itu disebabkan karena jahe dapat diimpor dengan mudah dan tidak langka lagi. Maka, jahe bukan lagi menjadi obyek yang diinginkan oleh kalangan-atas. Sementara itu, dengan pengaruh nouvelle cuisine yang dimulai di Perancis sejak abad ke-18, cita rasa para bangsawan dan orang-orang borjuis berubah, yaitu mere­ ka ingin mencari rasa asli yang dimiliki bahan masakan. Oleh karena itu, pemakaian penyedap rasa yang bersifat merangsang berkurang dalam masakan utama dan rasa manis mulai dibedakan dengan rasa lezat. Selain itu, setelah masakan yang asin dan lezat dinikmati, biasanya disajikan makanan pencuci mulut yang manis. Hal itu bukan aturan yang mutlak, yang tidak boleh dilanggar di keahlian memasak, melainkan perubahan sosio-budaya. Terdapat kritik bahwa jahe, bawang putih, dan cabe dipakai terlalu banyak dalam masakan Asia, termasuk Korea dan Tiongkok. Pemakaian seperti itu dianggap mengganggu rasa asli yang dimiliki bahan masakan. Namun, kritik yang seperti itu hanyalah cara pandang sebelah mata yang dipengaruhi perspektif Barat modern dalam memandang masakan. Sebagaimana banyak pemakaian penyedap rasa bertujuan untuk memamerkan status sosial mereka di Eropa pada abad Pertengahan, berkurangnya pemakaian penyedap rasa bukan berarti perubahan cita rasa orang, tetapi aki­ bat dari perubahan selera masyarakat. Jangan­ lah menilai masakan Asia dengan tolok ukur Barat. Sebaiknya kita menikmati beraneka ragam rasa yang dibawa oleh berbagai budaya berbeda. Gourmets dalam arti yang sebenarnya adalah orang yang dapat menikmati masakan, terlepas dari soal ada jahe atau tidak di dalam­ nya. Bukankah keanekaragaman itulah bumbu 2 dalam kehidupan?

Meskipun orang makan jahe, suhu badan­ nya tidak akan lebih meninggi, dibandingkan makan masakan yang lain. Namun, tetap banyak orang mencari teh jahe yang hangat pada saat musim dingin.

seni & budaya korea 63


ESAI

“DASAR PANDANG KE TIMUR”: Inspirasi Pendidikan Lanjut di Korsel Nurul Adila Roslan Calon S2 Program Studi India dan ASEAN, Hakuk University of Foreign Studies

M

asih terngiang-ngiang di memori zaman remaja di mana perasaan sangat meluap-lu­ ap terhadap album Dong Bang Shin Ki (TVXQ) walaupun ia dianggap sebagai musik asing yang bukan saja aneh didengarkan, malah bait-bait li­­ riknya juga tidak bisa dipahami akibat ungkapan bahasa yang berbeda. Siapa sangka irama dan lirik ganjil namun tetap nyaman didengarkan itu ada­

64 Koreana Musim Dingin 2018

lah permulaan fenomena K-POP menular dengan hebatnya bukan saja di negeri asal saya, Malay­ sia malahan mendapat tempat di negeri lain sekitar wilayah Asia Tenggara hingga hari ini. Hampir tiga belas tahun berlalu, akan tetapi perasaan kagum dan kecintaan saya terhadap musik asing itu masih menebal dan utuh setia tanpa men­ genal usia. Lantaran itu, keputusan saya untuk men­ jalani program pelatihan industri di Jamsil pada


2012 dan seterusnya melanjutkan studi magister (S2) di HUFS pada tahun ini menjadi titik mula bagi saya untuk mengenal lebih dalam mengenai seni, budaya, masyarakat dan segala-galanya ten­ tang Korsel. Namun, kejayaan “Dasar Pandang ke Timur” (DPT- Look East Policy) atau Kebijakan Pandang ke Timur hasil ide Perdana Menteri (PM) Malaysia, Tun. Dr. Mahathir Mohamad harus diakui sebagai faktor pembuka jalan bagi saya untuk mere­ alisasikan impian ke Seoul. Hasrat Tun. Dr. Mahathir Mohamad untuk men­ erapkan kembali kecemerlangan hasil DPT dalam pengelolaan dan perlaksanaan kebijakan ke­­rajaan Malaysia setelah menjabat untuk kali kedua pada Mei 2018 lalu dinilai sebagai satu ide yang dapat dipercaya. Ia bukan saja memberi kegunaan kepa­ da pengelolaan dan kesejahteraan rakyat ne­geri itu, malah juga kepada negeri serumpun seperti Indo­ nesia dan negara tetangga di rantau Asia Tenggara yang boleh menerapkan manfaat kebijakan tersebut dalam pengelolaan negeri masing-masing, khususn­ ya dalam hal ihwal sumber daya manusia, perekono­ mian, budaya dan nilai etika serta moral bangsa. Umum mengetahui bahwa Tun Dr. Mahathir yang baru saja merayakan ulang tahunnya ke-93 tahun pada Juli lalu adalah individu yang bertanggu­ ngjawab memperkenalkan kebijakan bersejarah di tahun 1982 semasa zaman pemerintahannya sebagai PM Malaysia ke-4 (1981 – 2003). Meskipun kebi­ jakan itu mengutamakan Jepang dan Korsel dalam semua aspek, lebih-lebih kebijakan luar negeri dan perekonomian dinilai sebagai satu usaha yang prak­ tis oleh kerajaan Malaysia, namun ia dipandang sinis dan skeptis oleh kebanyakan orang termasuk pimpinan Men­teri dalam kerajaan negeri itu sendi­ ri ketika kebijakan itu diumumkan pertama kali. Ini karena tujuan kebijakan ini lebih menjurus ke arah Timur diban­dingkan dengan negeri lain yang ber­ lomba untuk meneladani dan mengikuti kebiasaan negeri-negeri Barat. Namun, setelah tiga puluh tahun berlalu, pelbagai keberhasilan buah kebijakan ini telah dicapai oleh Malaysia sekaligus membuk­ tikan bahwa untuk mengagumi keberhasilan mas­ yarakat negeri Timur juga tidak ada salahnya.

DPT yang dilancarkan hampir empat dekade lalu ini adalah satu kebijakan yang diperkenal­ kan bagi mencontohi negeri-negeri Asia Timur namun prioritas diberikan kepada Korsel karena negeri-negeri ini bukan saja berhasil membangun dengan pesat, namun ia masih utuh mengekalkan nilai budaya dan kepribadian jati diri yang tinggi di kalangan rakyatnya. Walaupun prioritas utama kebi­ jakan ini adalah untuk pembangunan perekonomian negeri dan pembangunan nilai etika kerja, namun nilai-nilai positif seperti disiplin dalam kehidupan harian, sikap patriotik yang tinggi terhadap negeri, semangat kerjasama dan penyatuan masyarakat, penekanan kepentingan pendidikan kepada rakyat dan pembentukan kepribadian dan jati diri dalam hal modal insani adalah juga elemen yang harus dipelajari melalui aspirasi kebijakan ini. Meneladani Nilai Budaya dan Moral Positif Selain itu melalui kebijakan ini, kita juga bisa belajar bagaimana Korsel berhasil membangun di era globalisasi, tanpa meminggirkan nilai seni, budaya dan warisan bangsa. Ini adalah salah satu elemen yang menimbulkan perasaan kagum orang asing terhadap negeri ini. Oleh karena itu, ide Tun Dr.Mahathir Mohamad ini sangat bagus dalam usaha kerajaan memajukan tingkat kehidupan mas­ yarakat di Malaysia dengan meneladani dan mem­ praktikkan nilai budaya dan moral positif dalam kehidupan sehari-hari yang dijalani oleh masyarakat di Korsel itu. Masih sangat banyak yang dapat dipelajari dari Korsel. Negeri ini bukan saja mempunyai sistem perekonomian yang stabil dan teknologi yang cang­ gih, malah ia juga mempunyai keseimbangan yang hampir sama dalam aspek budayanya. Ini tidak mudah ditemukan di negeri-negeri lain. Keunikan sastra, budaya dan tradisi di setiap provinsi, sikap ramah dan tidak jemu membantu yang diamalkan oleh masyarakat di sini dalam melayani orang asing walapun terdapat permasalahan kendala bahasa juga menjadikan Korsel -- yang mendapat julukan negeri K-POP -- menjadi insipirasi bagi pemuda Malay­ sia untuk mempelajari Bahasa Korea dan kemudian melanjutkan studi di sini.

seni & budaya korea 65


GAYA HIDUP

Permainan Papan Kembali Digemari Kafe yang menyediakan permainan papan (board game) tumbuh subur, khususnya di sekitar kampus. Jumlah pemain aktif juga meningkat pesat. Mereka tidak hanya menyukai beragam konten dalam permainan itu, tapi juga kesempatan untuk berbagi keriangan dan kegembiraan di antara mereka. Choi Byung-il Reporter Perjalanan, The Korea Economic Daily Ahn Hong-beom Fotografer

66 Koreana Musim Dingin 2018


K

etika bepergian ke Jer­ man beberapa tahun lalu, Lee Sun-woo menemu­ kan sesuatu yang kemudian menjadi hobi barunya: permainan papan. Sungguh suatu kebetulan. “Saya masuk ke sebuah kafe dan melihat orang-orang yang sudah berumur sedang memainkan ‘Twilight Struggle.’ Seper­ tinya sangat menarik,” katanya. Sebelumnya, permainan dengan komputer dan permainan mobil tidak pernah menjadi sesuatu yang menar­ ik bagi pekerja kantor berusia 30 tahu­ nan ini. Namun, para pemain yang ber­ kompetisi dengan berhadapan muka itu membuatnya terpana. “Itu pemandangan yang tidak biasa buat saya karena setahu saya dalam permainan dengan kompu­ter biasanya para pemain berada di depan layar,” katanya. “Buat saya, sepertinya ini akan menjadi hobi seumur hidup.” Setelah Lee kembali ke Korea, kafe yang menyediakan permainan papan menjadi buruan baru baginya. Tidak mengherankan, kini ia menjadi pakar dan penggemar permainan papan. Ada banyak teman yang memungkinkannya bermain bersama. Dengan replika yang sama dengan kafe di Jerman, kafe per­ mainan papan makin menjamur, teruta­ ma di sekitar kampus dan pusat kota.

Permainan Baru © KOSMOS Verlag

Permainan papan “Die Siedler von Catan” (Pendatang dari Catan), yang dirilis di Jerman pada tahun 1995, dikatakan telah membuka cakrawala baru di pasar permainan papan, karena lebih dari 24 juta unit telah terjual. Pemain membangun desa dan mencoba mengubahnya menjadi kota.

Perkembangan permainan papan secara serius di Korea diawali pada tahun 1982, ketika Blue Marble digilai semua orang. Sebelumnya, ada Monopoly, yang diil­ hami oleh The Landlord’s Game, yang dipatenkan oleh seorang desainer per­ mainan dari Amerika bernama Elizabeth Magie pada tahun 1904. Ada jalur di sekeliling papan permainan seperti dalam The Landlord’s Game, yang memakai nama dan harga pembelian lahan seperti jalan-jalan dan daerah di kota New York. Permainan ini merupakan pendahulu Modoo Marble, yang menjadi sensasi setelah diubah ke dalam aplikasi mobil.

Masa keemasan permainan papan terjadi di awal tahun 2000-an. Per­ mainan yang mudah dan simpel seperti Halli Galli dan Rummikub sangat popu­ ler. Namun, permainan itu kurang bisa membuat pemain bertahan lama sehing­ ga mereka cepat kehilangan minat dan keadaan ini membuat keberadaan kafe yang menyediakan permainan papan berada di ujung tanduk. Permainan yang lebih sulit bukan pilihan yang tepat bagi kafe-kafe ini. Memahami peraturannya saja sudah menyita waktu dan ini berar­ ti pergantian pemain menjadi lambat dan oleh karenanya keuntungan yang dihasilkan pun sedikit. Banyak kafe yang menyediakan menyediakan permainan seperti ini menghilang seperti hantu. Saat ini, pasar mulai hidup lagi. Mereka yang bergerak dalam industri ini berspekulasi, bahwa ironisnya, penggu­ naan perangkat mobil dan Internet yang meluas membuat permainan papan pop­ uler lagi. Mereka yang awalnya bertemu di komunitas penggemar permainan papan online berkumpul untuk bermain berhadapan dan bahkan menyelenggara­ kan kompetisi. Pergeseran persepsi mengenai per­ mainan papan juga berkontribusi terha­ dap popularitasnya. Kepercayaan umum bahwa permainan mewakili budaya laki-laki sudah tinggal sejarah; perem­ puan muda juga mulai banyak ikut ber­ main dan menikmati permainan ini ber­ sama teman-temannya. Crowd-funding, penggalangan dana dalam jumlah kecil dari banyak orang melalui Internet, membuka kemungk­ inan membantu pengembang permainan yang kekurangan dana. Menurut Kick­ starter, platform penggalangan dana untuk proyek-proyek kreatif yang ber­ basis di Amerika Serikat, sebanyak $85 juta didonasikan melalui situs itu untuk membiayai proyek pembuatan dan pengembangan permainan papan dalam tahun 2015. Jumlah ini dua kali lipat dana yang digunakan untuk mendukung

seni & budaya korea 67


permainan video tahun lalu yaitu sebesar $41 juta. Dengan cara itu, sekitar 1.400 permainan papan berhasil diproduksi.

Semua Kembali Ikut Bermain

Pada tanggal 27 September, ribuan orang berkumpul dalam acara “2018 Seoullo Board Game Championships,” yang diadakan di Malli-dong Plaza di Seoul. Camel Up, sebuah permainan perlom­ baan unta, ditayangkan secara langsung di layar selebar 200 inci. Para penonton ber­ sorak melihat unta-unta itu berlomba. Satu bulan kemudian, kompetisi per­ mainan papan untuk keluarga dan pemain perorangan diadakan di Paju, Propinsi Gyeonggi. Dalam cabang permainan ke­­ luarga, tim yang terdiri dari satu orangtua dan satu anak memainkan Halli Galli di Perpustakaan Gyoha untuk meraya­ kan ulang tahun ke-10 pembukaan per­

pustakaan itu. Dalam divisi perorangan, siswa sekolah dasar berkompetisi dalam turnamen permainan Ubongo. Acara-aca­ ra ini adalah dua contoh makin banyakn­ ya pemerintah lokal yang menyelenggara­ kan beragam kompetisi permainan papan. Karena sedikitnya sejarah indus­ tri permainan papan di negara ini, masih sulit mengukur pasar secara akurat. Menurut Agensi Konten Kreatif Korea, berdasarkan angka penjualan perusahaan pengimpor dan pembuat permainan, pasar di Korea bernilai sekitar 100 milyar won di tahun 2015, setara dengan 10 persen pasar mainan tahun itu. Angka penjual­ an tahunan Korea Boardgames, pengem­ bang dan distributor permainan terbesar di negara ini, meningkat sekitar 15 persen dalam dua tahun, dari 24,5 milyar won di tahun 2015 menjadi 28,8 milyar won pada tahun 2017. Penjualan pembuat per­ mainan kecil seperti Happy Baobab dan

Gemblo juga naik lebih dari 20 persen. Ledakan ini bukan hanya terjadi di Korea. Pasar asing juga tumbuh dua digit selama lima tahun terakhir. Menurut Aso­ siasi Perusahaan Mainan Amerika Seri­ kat, dari tahun 2014 sampai 2015, pasar Amerika meningkat sekitar 11 pers­ en hingga $1,6 milyar. Pasar ini juga meningkat di negara-negara Eropa, terma­ suk Jerman dan Perancis.

Mengukir Kenangan Bersama

Perubahan konten juga berkontribu­ si dalam peningkatan angka penjualan di industri permainan ini. Karena per­ mainan baru saat ini terhubung den­ gan telepon pintar, para pengguna bisa sepenuhnya masuk ke dalam permainan favorit mereka dengan bantuan aplikasi yang ada di perangkat telepon. Sementara itu, para pendidik men­

1

68 Koreana Musim Dingin 2018


Efek positif permainan papan bagi masyarakat secara keseluruhan adalah permainan ini dapat menghibur mereka yang merasa kesepian. coba memanfaatkan permainan papan ini dalam dunia pendidikan. Mereka percaya karakteristik sosial, emosional dan edukasional permainan papan dapat membantu pengembangan karakter anak-anak dan remaja. Permainan papan juga makin popu­ ler di antara keluarga yang suka melaku­ kan permainan sederhana bersama-sa­ ma. Permainan keluarga yang populer di antaranya Dynamite, yaitu permain­ an yang mengharuskan pemain menji­ nakkan bom dengan menekan tombol pada waktu yang tepat; Quick, Draw!, yaitu permainan yang memungkinkan pemain menembak targetnya dengan senapan mainan sesuai instruksi dalam

kartu misi; dan Mr. Funny Face, yaitu permainan yang pemainnya berlomba memasang puzzle hingga membantuk wajah manusia. “Penggemar permainan papan dalam kelompok umur yang berbeda punya minat dan kriteria yang berbeda pula dalam memilih permainan,” kata seorang staf pemasaran sebuah perusahaan yang memproduksi permainan ini. Efek positif permainan papan bagi masyarakat secara keseluruhan adalah permainan ini dapat membantu meng­ hibur mereka yang merasa kesepian. Kafe yang menyediakan permainan papan memberikan kesempatan bagi orang-orang yang sama sekali asing

satu sama lain untuk bersosialisasi dan menyusun strategi dalam sebuah per­ mainan. Permainan ini juga membuat anggota keluarga menikmati waktu ber­ sama, merasa lebih dekat satu sama lain. Barangkali ini adalah sesuatu yang iro­ nis: permainan papan online adalah per­ mainan yang paling populer di telepon pintar akhir-akhir ini. 1. Anak-anak berpartisipasi dalam kompetisi papan permainan yang disponsori oleh Perpustakaan Gyoha di Paju, Provinsi Gyeonggi pada 27 Oktober 2018. 2. Pemain menikmati “Jenga,” permainan blok bangunan yang populer, dalam realitas virtual, salah satu teknologi baru yang diterapkan pada permainan papan.

2 © Yonhap News

seni & budaya korea 69


PERJALANAN KESUSASTRAAN KOREA

KRITIK

Selamat Tinggal Kegelapan, Kesepian yang Hangat Tokoh-tokoh dalam cerita pendek Ki Jun-young, kerap menghadirkan pertanyaan: “Apakah semua yang ada ini untuk hidup?” Mereka coba menemukan sesuatu yang baru, tetapi gagal. Dalam beberapa hal, boleh jadi itu lebih merupakan pertanyaan penulisnya sendiri tentang kehidupan. Choi Jae-bong Reporter, The Hankyoreh

K

i Jun-young memulai debutnya dengan memenangkan Penghargaan Penulis Baru Munhak Dongne [Komunitas Sastra] untuk cerpennya “Jenny” pada tahun 2009. Kemudian, pada tahun 2012, ia mener­ bitkan novel panjangnya, Pukulan Liar, yang disusul dengan kumpulan cerpennya, Kisah Cinta (2013) dan Gairah Asing (2016) yang menegaskan kesungguhannya bekerja keras. Tidak jarang, karya-karyanya digambarkan sebagai “sinematik.” Hal ini tentu berkaitan dengan latar belakang pendidikannya di jurusan film di Korea National University of Arts. “Jenny,” cerpen pertamanya, mengiris kehidupan tokoh protag­ onis dan pencerita “Aku” karena menggambarkan kisah kepribadian mereka den­ gan tema novel yang begitu terampil disajikan melalui teknik sinematik. Bentuk dan gayanya seperti tersegmentasi, tetapi bergerak secara berkesinambungan yang mem­ buat para pembaca merasa seolah-olah mereka menonton beberapa video sensual. Tokoh utama, Jenny, tergagap-gagap, terperangkap dalam lingkungan yang menyedihkan dan rapuh. Namun gaya penulis dalam menyampaikannya begitu te­­ nang, bahkan terkesan ceria. Kepribadian Jenny sendiri mungkin juga berperan, tetapi karena ciri-ciri gaya penulisnya, kesengsaraan dan penderitaannya tampak tidak terlalu serius, seo­ lah-olah segalanya dapat diatasi. Kegagapan Jenny, dikelilingi oleh aura puitis di bagian awal cerita sebelum digambarkan di bagian selanjutnya yang begitu detail secara mengerikan dengan hubungan sebab-akibat yang berdampak dramatis bagi

70 Koreana Musim Dingin 2018


pembaca. Ini mungkin hasil dari teknik sebagai novelis. Akhir­nya, saya memu­ tuskan untuk pergi dan bertemu den­ unik penulis membuat “penjarakan” gan para pembaca karya-karya saya antara tokoh dan dirinya. di suatu tempat yang lebih dalam dan Mengenai “Jenny” dan cerpen lain­ nya, “B-cam,” diterbitkan bersama lebih gelap dari sebelumnya.” dalam antologi cerpennya, Kisah Cinta, Situasi ketika seorang gadis berusia Ki memberi catatan begini: “Saat syut­ 17 tahun, Jae-ok, pencerita, dan tokoh ing film, saya terinspirasi untuk men­ utama “Pintu 4”, menemukan dirin­ gubah proses itu menjadi sebuah film ya sendiri dan pilihan yang dibuatnya dokumenter.” Adapun cerita pendek sesuai dengan pernyataan tadi. Setelah yang lainnya, seperti “Cinema,” ia men­ ayah tirinya meninggal mendadak, Jaejelaskan, “Setelah menyusun garis besar ok menemukan dirinya dalam kohabi­ tasi aneh bersama ibunya yang berusia tokohnya, saya mulai dengan meng­ habiskan satu hari berjalan di seki­ 39 tahun dan saudara tiri berusia 28 tar Myeong-dong sambil membawa tahun. Keadaan menjadi lebih buruk, kamera.” ketika ibunya kabur, meninggalkan Pukulan Liar, novel tunggalnya, surat pendek untuk putri dan anak tirin­ ya. Jae-ok berkata sinis, “Kakak tiriku juga menunjukkan karakteristik sinema­ “Akhirnya, saya tik yang kuat. Sebuah narasi yang, alihdan aku, tanpa ikatan darah di antara alih menjelaskan hubungan sebab-aki­ ditinggalkan laksana sepasang memutuskan untuk pergi kami, bat dengan baik, malah melompati kon­ pengantin baru di rumah tua yang sep­ teks, dialog emosional yang dipukul dan bertemu dengan para erti gudang.” mundur oleh tokohnya, dan perubahan Tak mengherankan jika dalam situ­ pembaca karya-karya saya asi itu, Jae-ok merasa takut dan pem­ adegan yang cepat membuat sebagian secara alami berbagi ketakutan­ orang mengatakan bahwa membaca di suatu tempat yang lebih baca nya. Namun, pesona cerita ini adalah buku itu seperti menonton film karya bagaimana hubungan antara Jae-ok sutradara Hong Sang-soo, dengan esteti­ dalam dan lebih gelap ka sinematik­nya yang khas. dan saudara tirinya berkembang secara dari sebelumnya.” Ki Jun-young hadir lebih lambat berlainan dari apa yang diantisipasi. dari kebanyakan penulis lain. Lahir Keyakinan dan kasih sayang yang tak tahun 1972. Karya pertamanya terbit terduga muncul di antara dua saudara saat ia berusia tiga puluh tahun. Karya tiri; ia menceritakan bahwa “kami terli­ hat seperti saudara laki-laki dan perem­ awalnya tidak menyimpang dari se­ puan yang belum dilahirkan” dan “[dia] kegelapan yang paling suatu yang segar atau janggal sebagaimana lazimnya penulis dapat diandalkan di sepanjang tepi hidupku yang tidak dapat baru, melainkan menunjukkan gaya bebas dengan kematangan diprediksi.” teknis, yang tampaknya dikembangkan selama periode waktu Ketika ibunya pergi meninggalkan rumah dan saudara tir­ yang panjang dengan berpegang kuat pada gaya penulisan fiksi. inya berkeliaran, ia dihadapkan pada situasi di mana ia meli­ Ia seakan hendak mengimbangi kedatangannya yang terlam­ bat itu, meski ia memenangkan Penghargaan Novel Changbi hat bekas luka besar dan kecil di tubuhnya, Jae-ok protes dan [Kreasi dan Kritik], yang diberikan Penerbit Changbi yang ter­ berkata, “Kau ambil alih tempatku. Aku orang yang mestin­ kenal, serta Munhak Dongne Young Writers Award yang mene­ ya sakit seperti anjing dan bisa meninggalkan rumah. Semua mpatkan posisinya aman berada dalam lingkaran sastra. orang pergi jauh.” Cara Jae-ok tidur santai dengan lelaki beru­ sia empat puluhan tahun yang ditemuinya di tempat umum ada­ Meskipun demikian, kata pengantar penulis dalam kum­ pulan cerpen keduanya, Gairah Asing (diterbitkan Penerbit lah ekspresi protesnya dari perjuangannya untuk tumbuh dewa­ sa. Lima tahun kemudian, Jae-ok berada di bandara untuk per­ Changbi), mengungkapkan bahwa dia kerap bertanya, apakah jalanan ke Tiongkok. Dia menempatkan kegelapan yang sepi, di­­rinya akan terus menulis fiksi atau tidak. Cerpen “Pintu 4,” namun hangat di belakangnya, citranya memudar tampak dari termasuk dalam antologi ini, ditulis di tengah keraguan sema­ cam itu. Dia menulis, “Ketika saya menulis cerpen ini, saya kejauhan dan mengendap di jantung pembacanya seperti ade­ gan terakhir sebuah film. mende­rita, apakah akan berhenti di sini atau bergerak terus

seni & budaya korea 71


Informasi Berlangganan

Cara Berlangganan Biaya Berlangganan

Isi formulir berlangganan di website (www.koreana.or.kr > Langganan) dan klik tombol “Kirim.� Anda akan menerima faktur dengan informasi pembayaran melalui E-mail.

Daerah

Biaya Berlangganan (Termasuk ongkos kirim melalui udara)

Edisi lama per eksemplar*

Korea

1 tahun

25,000 won

6,000 won

2 tahun

50,000 won

3 tahun

75,000 won

1 tahun

US$45

2 tahun

US$81

3 tahun

US$108

1 tahun

US$50

2 tahun

US$90

3 tahun

US$120

1 tahun

US$55

2 tahun

US$99

3 tahun

US$132

1 tahun

US$60

2 tahun

US$108

3 tahun

US$144

Asia Timur

1

Asia Tenggara dsb

2

Eropa dan Amerika Utara 3

Afrika dan Amerika Selatan 4

US$9

* Pemesanan edisi lama ditambah ongkos kirim. 1 asia Timur(Cina, Hong Kong, Jepang, Makau, dan Taiwan) 2 asia Tenggara(brunei, Filipina, indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, singapura, Thailand, Timor Leste, Vietnam,) dan Mongolia. 3 eropa(termasuk russia and Cis), Timur Tengah, amerika utara, oseania, dan asia selatan (afghanistan, bangladesh, bhutan, india, Maldives, nepal, Pakistan, dan sri Lanka) 4 afrika, amerika selatan/sentral (termasuk indies barat), dan Kepulauan Pasifik selatan

Mari bergabung dengan mailing list kami

Jadilah orang pertama yang mengetahui isu terbaru; maka daftarkan diri Anda pada Koreana web magazine dengan cara mengirimkan nama dan alamat e-mail Anda ke koreana@kf.or.kr

Tanggapan Pembaca

Tanggapan atau pemikiran Anda akan membantu kami meningkatkan daya tarik Koreana. Kirimkan komentar dan saran Anda melalui E-mail ke koreana@kf.or.kr.

84 Koreana Musim Dingin 2018

* selain melalui majalah web, konten Koreana tersedia melalui layanan e-book untuk perangkat mobile (apple i-books, Google books, dan amazon)


A JournAl of the eAst AsiA foundAtion

We Help Asia Speak to the World and the World Speak to Asia. In our latest issue:

Leadership in Asia: Populism, Prosperity and the Basis of Political Legitimacy

Learn more and subscribe to our print or online editions at

www.globalasia.org

understAnding AsiA’s leAders: essAYs bY

John Nilsson-Wright; David Shambaugh; Ellis Krauss; Sang-young Rhyu; John McBeth; Michael Vatikiotis & Pratap Bhanu Mehta the debAte: the us-ChinA trAde ClAsh: two views

Simon Lester on Trump’s trade quagmire; Aidan Yao & Shirley Shen on why a breakthrough is unlikely

in foCus: denuCleArizing the KoreAn peninsulA

Three perspectives on the road ahead for peace efforts

plus

Christopher h. lim & vincent mack zhi wei Global Ambitions of Beijing’s Belt and Road Initiative stephen blank Washington Returns to Central Asia Kai he & huiyun feng A Quest for Joint Prestige: Rethinking the US-China Rivalry t. v. paul The Risks of War Over the South China Sea beginda pakpahan Indonesia’s Indo-Pacific Challenge book reviews by Nayan Chanda, Taehwan Kim, John Delury and John Nilsson-Wright

us$15.00 w15,000 | www.glob A JournAl l of the eAst AsiA foundAtion Ation www.globAlAsiA.org .org | volume 13, number 3, september 2018 A

Leaders & Leadership in Asia Populism, Prosperity and the Basis of Political Legitimacy News, archives and analysis at www.globalasia.org

Have you tried our Magster digital edition? Read on any device. Issues just $5.99 each or $19.99 per year. Download Magzter’s free app or go to www.magzter.com seni & budaya Korea 85


36 Koreana Musim Dingin 2018


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.