2020 Koreana Winter(Indonesian)

Page 1

MUSIM DINGIN 2020

SENI & BUDAYA KOREA

FITUR KHUSUS

Lukisan Rakyat

Lukisan untuk Kebahagiaan Penjaga Kedamaian dan Suka Cita ; Kecintaanku Terhadap Minhwa

Minhwa

VOL. 9 NO. 4

ISSN 2287-5565


CITRA KOREA

2020

Tahun Penuh Mata Cemas


S

aat kita mengawali bulan-bulan pertama tahun 2021, kita mengenang kembali setahun yang dipenuhi potongan kain besar yang menutupi hidung, mulut, dan pipi, hanya menyisakan dua mata cemas yang mengintip dari setiap wajah. Apa yang awalnya terasa seperti bagian dari mimpi buruk telah menjadi aspek rutin lain dari kehidupan kita sehari-hari - sedemikian rupa sehingga mengerikan, contoh kapasitas manusia untuk beradaptasi dengan kemalangan. Sebelumnya, kata “mask” hanya muncul dalam novel klasik “The Man in the Iron Mask”, atau topeng kayu yang dilukis yang digunakan dalam teater tradisional, atau bahkan hiasan topeng mata dalam pesta topeng. Saya juga membayangkan para mahasiswa bertopeng yang unjuk rasa memenuhi kampus atau berbaris di jalanan. Polusi industri, debu kuning, dan pola angin global seakan bersekongkol selama bertahun-tahun untuk memaksa orang Korea mengenakan masker dan membatasi pengaruh udara di luar. Saya sendiri mulai rutin menggunakan masker KF94 saat berkeliling kota. Memang, tampaknya langkah-langkah pencegahan untuk bertahan dari ancaman udara telah menjadi faktor keberhasilan masyarakat Korea melawan pandemi COVID-19. Tentunya, bertahun-tahun sejak sekarang kita akan mengingat musim semi tahun 2020 dengan pedih: periode cemas ketika orangorang menunggu dalam antrean tanpa akhir di setiap pintu apotek, menunjukkan ID mereka untuk menerima jatah masker yang ditentukan. Sementara itu, masker telah menjadi semacam norma sosial. Mereka sekarang dipahami secara luas sebagai cara paling efektif untuk melindungi individu yang sehat dari pembawa asimtomatik atau memiliki gejala yang menjadi ciri khas virus corona baru. Melanggar “kewajiban” memakai masker di depan umum akan dijatuhi denda. Masker sekarang bukan sekadar pilihan pribadi. Mereka telah menjadi kebutuhan demi “kebaikan publik” yang lebih besar. Kultur masker telah berkembang pesat, pertama dengan perbedaan antara “KF Health Masks” dan “KF-AD Droplet Blocking Masks” khusus musim panas, dengan berbagai aksesori, seperti tali pengikat agar masker dapat dipasang dan dilepas dengan cepat. Yang juga muncul adalah kelas pelanggan baru yang tampaknya lebih memilih masker yang lebih menonjolkan gaya daripada memberikan perlindungan maksimal. “Lihat mata saya!” Jumlah “wanita dengan mata tajam” meningkat tajam baru-baru ini. Produk kosmetik untuk bagian wajah yang tersembunyi di balik masker pun anjlok; tetapi eyeliner, eyeshadow dan maskara ludes dari rak. Selain mata, bagaimana dengan kemerdekaan hidung dan mulut? Kapan mereka bisa kembali untuk segera terlihat lagi, memungkinkan melihat lagi wajah tetangga kita yang tersenyum cerah dan utuh sekali lagi? Kim Hwa-young Kritikus Sastra; Anggota Akademi Seni Nasional © Yonhap News


Dari Redaksi

PEMIMPIN UMUM

PANDEMI DI MUSIM DINGIN

DIREKTUR EDITORIAl

Kang Young-pil

PEMIMPIN REDAKSI

Koh Young Hun

DEWAN REDAKSI

Han Kyung-koo

Benjamin Joinau

Jung Duk-hyun

Kim Hwa-young

Kim Young-na

Koh Mi-seok

Charles La Shure

Song Hye-jin

Song Young-man

Memasuki bulan November udara di Korea pelan-pelan menjadi dingin. Daun-daun ginko yang berjatuhan di musim gugur, menyisakan batangbatang pohon yang terkesan sepi diselemuti rasa dingin yang akut. Keadaan itu menjadi semakin sunyi ketika orang-orang tak banyak memenuhi jalan karena pandemi corona tak kunjung surut. Alih-alih landai, Covid-19 justru makin menjadi-jadi. Hal seperti itu sesungguhnya tidak hanya terjadi di Korea, namun melanda pula negara-negara lain di dunia. Pembatasan sosial berskala besar pun dilakukan kembali di Korea. Di saat wabah ini belum dapat dikendalikan dengan baik, sebaiknya kita berdiam di rumah, kecuali memang tidak sungguh penting untuk keluar. Dan, Majalah Koreana akan menemani pembaca dengan suguhan yang menarik. Di masa pandemi ada cara terbaik untuk menciptakan waktu yang bermutu yaitu dengan membaca. Kali ini Anda akan diajak menguak nilai-nilai estetis dari Minhwa (lukisan rakyat Korea) yang pernah hidup di masa lalu, dan diapresiasi di masa kini. Lukisan itu sungguh bisa menjadi ikon budaya Korea yang sangat adiluhung. Bahkan, dianggap sebagai lukisan untuk kebahagiaan, dapat melindungi manusia dari roh jahat. Tontonan yang menarik di saat tidak keluar rumah adalah video musik. Koreana juga mengupas tuntas perihal video musik K-Pop. Video musik tersebut tidak sekadar berupa video pendek yang bercerita tentang konten sebuah lagu, melainkan memperlihatkan juga ‘pandangan tentang dunia’ melalui pesan yang terdapat dalam lirik dan melodi. Selamat membaca Koreana dari halaman pertama hingga halaman terakhir. Anda akan berselancar pada gelombang keunikan dan keindahan Korea. Jangan lupa, jaga kesehatan, kuatkan imun, jaga jarak, pakai masker, dan mengonsumsi makanan bergizi dan vitamin. Semoga corona segera berlalu.

Lee Guen

Kim Eun-gi

DIREKTUR KREATIF

Kim Sin

EDITOR

Ji Geun-hwa, Ham So-yeon

PENATA ARTISTIK

Kim Ji-yeon

DESAINER

Jang Ga-eun,

Yeob Lan-kyeong

TIM PENERJEMAH

Koh Young Hun

Kim Jang Gyem

Evelyn Yang

Lee Yeon

Shin Soyoung

Lee Eun Kyung

PENYUNTING

Tengsoe Tjahjono

PENATA LETAK

Kim’s Communication Associates

DAN DESAIN

240-21, Munbal-ro, Paju-si,

Gyeonggi-do 10881, Korea

www.gegd.co.kr

Tel: 82-31-955-7413

Fax: 82-31-955-7415

Harga majalah Koreana per-eksemplar di Korea W6.000. Di negara lain US$9. Silakan lihat Koreana

Koh Young Hun Pemimpin Redaksi Koreana edisi Bahasa Indonesia

halaman 84 untuk berlangganan.

SENI & BUDAYA KOREA Musim Dingin 2020 PERCETAKAN EDISI MUSIM DINGIN 2020 Samsung Moonwha Printing Co. 10 Achasan-ro 11-gil, Seongdong-gu, Seoul 04796, Korea Tel: 82-2-468-0361/5 Diterbitkan empat kali setahun oleh THE KOREA FOUNDATION 55 Sinjung-ro, Seogwipo-si, Jeju-do 63565, Korea http://www.koreana.or.kr

“Burung Magpie dan Harimau” Pelukis Tidak Dikenal Awal abad ke-20 Tinta dan warna di atas kertas, 88 × 52 cm Museum Gahoe

© The Korea Foundation 2020 Pendapat penulis atau pengarang dalam majalah ini tidak haurs selalu mencerminkan pendapat editor atau pihak Korea Foundation. Majalah Koreana ini sudah terdaftar di Kementerian Budaya, Olahraga, dan Pariwisata(No. Pendaftaran Ba 1033, 8 Agustus 1987), Korea sebagai majalah triwulanan, dan diterbitkan juga dalam bahasa Inggris, Cina, Prancis, Spanyol, Arab, Rusia, Jepang, dan Jerman.


Minhwa

Lukisan untuk Kebahagiaan

04

FITUR KHUSUS 1

12

FITUR KHUSUS 2

Penjaga Kedamaian dan Suka Cita

Kecintaanku Terhadap Minhwa

Chung Byung-mo

Yoon Yul-soo

© National Folk Museum of Korea

20

FOKUS

Video Musik K-Pop, Berdiri di Garis Terdepan

42

DI ATAS JALAN

60

KISAH RAMUAN

Meditasi di Jalur Pegunungan

Pollack: Ikan Serbaguna

Lee Chang-guy

Jeong Jae-hoon

50

64

Kim Yoon-ha

24

WAWANCARA

Ukuran Yang Tidak Biasa

SATU HARI BIASA

Bahagia Itu Sederhana Hwang Kyung-shin

Kim Min

30

GAYA HIDUP

Kamping Mobil sebagai Alternatif Wisata Kim Dong-hwan

PENJAGA WARISAN BUDAYA

54 HIBURAN

Seni Bela Diri untuk Kebaikan Bersama

Memanggil Ingatan Masa Tahun 1990-an

Kim Dong-ok

Song Hyeong-guk

68

PERJALANAN KESUSASTRAAN KOREA

Inisiasi yang Mendebarkan dan Membingungkan Choi Jae-bong

34

KISAH DUA KOREA

Kisah Anak-Anak Terlupakan Kim Hak-soon

38

JATUH CINTA PADA KOREA

Bermimpi dalam Dua Bahasa Cho Yoon-jung

58 ESAI Jurimmal atau Singkatan: Kunci Menjadi Gaul dalam Berbahasa Korea Luhde Gista Maharani

Vertigo Kim Se-hee


FITUR KHUSUS 1

Minhwa : Lukisan untuk Kebahagiaan

PENJAGA KEDAMAIAN DAN SUKA CITA Lukisan rakyat Korea memiliki peran melindungi dari roh jahat dan menyampaikan harapan akan kebahagiaan. Sebagai cerminan artistik dari kepositifan dan ketahanan orang Korea, mereka sekarang mengalami kebangkitan modern. Chung Byung-mo Profesor Tamu, Jurusan Warisan Budaya, Universitas Gyeongju

“Layar Lipat Empat Panel dengan Bunga Peoni.” Akhir abad ke-19 menjelang abad ke-20. Tinta dan warna pada sutra. 272 × 122,5 cm (setiap panel). Museum Istana Nasional Korea. Peoni telah lama dianggap sebagai simbol kekayaan dan kehormatan. Motif seni yang populer, peoni juga menghiasi furnitur dan pakaian. Layar lipat dengan peoni umumnya memiliki empat, enam atau delapan panel. Sebagai dekorasi rumah dan sering digunakan di pesta pernikahan.

4 KOREANA MUSIM DINGIN 2020


SENI & BUDAYA KOREA 5


P

ada masa lalu penyakit menular merupakan bencana besar. Pada zaman ketika belum ada pengetahuan ilmiah yang menerangkan bahwa virus adalah penyebab penyakit menular, orang menganggap penyebab wabah penyakit tak lain adalah roh jahat yang membawa penyakit. Oleh karena itulah, di hari pertama tahun baru, ada kebiasaan mengusir roh-roh jahat dengan menempelkan gambar Cheo-yong, putra raja naga dalam legenda, di pintu setiap rumah. Kebiasaan ini kembali pada masa Raja Heongang (875-886), yang mengalami puncaknya di Periode Silla Bersatu (676-935), yang merupakan kerajaan pertama yang melingkupi keseluruhan Semenanjung Korea. Ketika Raja Heongang pergi beristirahat ke Gaeunpo di Ulsan di pantai timur, hari tiba-tiba menjadi gelap karena awan dan kabut menggantung di langit padahal siang bolong. Raja, yang menanggapi situasi ini dengan serius, bertanya kepada seorang munajim, dan ia berkata, “Ini tanda kemurkaan raja naga, dan kita harus menenangkan raja naga.” Ketika raja berjanji untuk membangun kuil untuk raja naga, tanda kemurkaan itupun menghi-lang. Sebagai balasannya, raja naga mengirim putranya Cheo-yong, yang dinikahkan dan kemudi-

an diberinya kedudukan. Namun kecantikan istri Cheo-yong menjadi masalah. Sedemikian jelitanya hingga roh jahat Yeok-shin yang bermaksud dewa wabah pun terpesona padanya. Sebuah kejadian terjadi ketika Cheo-yong pulang ke rumah di malam yang cerah setelah bermain larut malam. Cheo-yong, yang menyaksikan Yeok-shin dan istrinya sedang tidur, namun ia memaafkannya dengan berkata, “Dia memang milikku, tapi apa yang bisa aku lakukan jika kamu sudah mengambilnya?” Terkesan dengan kemurahan hati CheoYong, setelah kejadian itu Yeok-shin tidak lagi muncul jika dia melihat lukisan yang ditempelkan di pintu gerbang.

Minhwa Pertama

Kisah ini memberikan dua informasi menarik kepada kita. Pertama, Cheoyongmunbae adalah Minhwa (lukisan rakyat) pertama yang tercatat dalam sejarah sebagai lukisan yang tersebar hingga ke masyarakat umum. Awal mula Minhwa memang dapat ditelusuri kembali dari lukisan batu prasejarah, tetapi Cheoyongmunbae adalah yang pertama yang tertulis dalam bentuk catatan. Kedua, cara Cheo-yong mengusir roh jahat Yeok-shin. Daripada menakut-nakuti dengan penampilan yang menakut-

1. Topeng dewa wabah, Cheoyong, memakai topi yang dihiasi bunga peoni dan buah persik. Ilustrasi topeng dan pakaian yang dikenakan dalam Tarian Cheoyong termasuk dalam “Canon of Music” (Akhak gwebeom) Vol. 9, dipublikasikan pada tahun 1493 oleh Akademi Musi; Kerajaan dari Dinasti Joseon. 1

6 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

2. “Chaekgeori.” abad ke-19. Tinta dan warna di atas kertas. 45,3 × 32,3 cm. Koleksi Pribadi. Lukisan Chaekgeori secara khas penuh dengan simbol keberuntungan. Buku itu merepresentasikan kesuksesan; semangka, banyak putra; buah persik, umur panjang; dan bunga teratai, kebahagiaan.


kan atau aneh, dia mengusir roh jahat itu dengan kemurahan hati. Ini mungkin saja merupakan cara orang Shilla yang memiliki pola pemikiran paradoks. Selama Dinasti Joseon (1392-1910), kebiasaan Yonghomunbaedo populer bersama dengan Cheoyongmunbae. Pada hari pertama tahun baru, seekor naga digambar di satu sisi gerbang dan seekor harimau di sisi lain. Roh jahat yang berbahaya bagi manusia diusir oleh harimau, dan roh yang baik bagi manusia dibawa oleh naga. Dengan kata lain, lukisan harimau berfungsi sebagai benteng, dan lukisan naga berfungsi sebagai pintu masuk kemujuran. Keduanya adalah ekspresi berbeda untuk tujuan yang sama. Keduanya adalah sarana magis untuk menjaga kedamaian dan kebahagiaan keluarga.

Gambar Simbolis

Minhwa berkembang dengan berbagai cara pada abad ke-19, ketika permintaan lukisan menyebar ke berbagai kelas sosial seiring dengan perkembangan perdagangan. Motifnya meningkat secara signifikan, dan ekspresinya juga menjadi lebih beragam. Di atas segalanya, patut dicatat bahwa Minhwa membawa harapan dan doa akan kebahagiaan melalui gambar. Sampai-sampai Prof. Fumigatsu Kishi dari Universitas Dongjisa Jepang menyarankan agar Minhwa disebut “lukisan bahagia”. Namun, bukan hanya lukisan rakyat Dinasti Joseon saja yang mengharapkan dan mendoakan kebahagiaan. Semua lukisan negara Asia Timur yang bercorak Tionghoa seperti Tiongkok, Jepang, dan Vietnam, memberi harapan akan kebahagiaan. Lukisan memuat keinginan akan keberuntungan, kesuksesan, dan umur panjang. Misalnya, peoni, lotus, naga, phoenix, dan kelelawar melambangkan kebahagiaan, dan semangka, delima, anggur, dan teratai berarti multi-manusia. Jengger, ekor merak, buku, dan ikan mas mencerminkan harapan untuk sukses, sedangkan bambu, bangau, laut, bulan, kura-kura, rusa, dan rumput awet muda melambangkan umur panjang. Ciri-ciri tersebut berbeda dengan lukisan Barat yang mencakup semua emosi, seperti cinta, ketakutan, dan kematian, serta kebahagiaan. Bunga peoni menjadi simbol orang kaya karena “Kisah Cinta” yang ditulis oleh Ju Don-i.

2

Dalam kisahnya, ia mendefinisikan peoi sebagai orang kaya, sambil membandingkan krisan dengan pertapa dan teratai dengan orang bijaksana. Namun, pada Dinasti Joseon, sulit untuk menerima simbolisme bunga peoni ini. Karena Konfusius, yang dikagumi oleh para cendekiawan Dinasti Joseon, berkata, “Sekalipun makan nasi yang kasar, hanya minum air, dan tidur berbantalkan lengan; aku tetap menemukan kebahagiaan di dalamnya. Kekayaan dan kehormatan yang diperoleh oleh ketidakbenaran bagiku bagaikan awan yang mengapung”. Oleh sebab itulah, peoni dianggap kurang sesuai untuk menjadi simbol orang kaya yang mengejar harta dan kehormatan dunia.

Kebajikan Konfusianisme

Pada abad ke-19, situasinya berubah. Peoni muncul sebagai lukisan bunga paling populer. Lukisan peoni dipasang di dalam rumah untuk menjadi-

SENI & BUDAYA KOREA 7


kan rumah sebagai tempat kebahagiaan, dan bahkan saat pesta, lukisan peoni dipasang di dinding untuk mencerahkan acara. Ini tampaknya merupakan hasil dari perubahan realistis dalam persepsi para cendekiawan selama masa empat perang dari Perang Imjin ke Byeongja Horan. Mereka yang menghargai kebajikan Konfusianisme yang ketat dan terobsesi dengan argumen filosofis, yang membuka mata mereka pada keinginan yang realistis. Masyarakat Joseon, yang terlambat berpartisipasi dalam ‘Pesta Kebahagiaan’, menjadi lebih haus akan kebahagiaan daripada negara-negara Asia Timur lainnya. Namun, Minhwa tidak bisa sepenuhnya lepas dari ideologi Konfusianisme. Sehingga Minhwa tetap menunjukkan pola mengharapkan kebahagiaan dalam batas-batas etika Konfusianisme. Bahkan hasrat keberuntungan yang dikejar melalui Minhwa menunjukkan dualitas bersandar pada Konfusianisme. Contoh representatifnya adalah penggunaan tulisan. Di negara lain di Asia Timur, tulisan yang berisi tentang kemujuran juga populer, dengan tulisan tentang kebahagiaan, kesuksesan, dan umur panjang, tetapi hanya di Joseon, ideologi Konfusianisme ‘berbakti pada orang tua, loyalitas terhadap raja dan negara, sopan santun, dan kejujuran’ selalu ditekankan. Seiring waktu berlalu, cita-cita Konfusianisme yang terkandung dalam tulisan tersebut berangsur-angsur melemah, dan sebaliknya, gambar bunga dan burung menggantikan tempatnya. Penampilannya sepertinya ditujukan pada ideologi adat, tetapi di dalamnya, ada fenomena aneh di mana gambar-gambar yang mengharapkan dan mendoakan kebahagiaan berkembang dengan indah. Sebagai hasilnya, tulisan pada lukisan tersebut secara unik tidak lagi membatasi etika, tetapi berfungsi sebagai dasar untuk mengarahkan keinginan untuk kebahagiaan.

Emosi Ceria

Minhwa Korea yang mengharapkan dan mendoakan kebahagiaan diekspresikan dengan warna-warna cerah dan emosi ceria yang penuh humor. Tidak hanya arti gambarnya saja, tapi terang dan kesederhanaan lukisan itu sendiri membuat orang yang melihatnya merasa bahagia. Pada akhir abad ke-19, masyarakat Joseon

8 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

Minhwa Korea yang mengharapkan dan mendoakan kebahagiaan diekspresikan dengan warna-warna cerah dan emosi ceria yang penuh humor. Tidak hanya arti gambarnya saja, tapi cahaya dan kesederhanaan lukisan itu sendiri membuat orang yang melihatnya merasa bahagia. memasuki masa yang sangat sulit secara politik dan ekonomi. Ketika kekuatan Barat seperti Rusia, Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis melintasi Semenanjung Korea, Joseon secara bertahap masuk ke dalam kehancuran, dan akhirnya berada di bawah pemerintahan kolonial Jepang. Namun, tidak ada bayangan gelap yang dapat ditemukan dalam Minhwa pada periode ini. Sebaliknya, justru riang dan ceria. Seolah menggambarkan orang-orang pada saat yang mencoba mengatasi duka dan kesulitan dengan pikiran positif. Minhwa adalah ‘lukisan ceria dalam sejarah yang suram’. Anehnya, lukisan rakyat Dinasti Joseon kini kembali digemari dalam gaya retro. Minhwa yang awalnya merupakan hobi para ibu rumah tangga kini mulai bermunculan sebagai salah satu jenis seni rupa modern. Dengan pesatnya peningkatan jumlah pelukis Minhwa dan perkembangan beragam Minhwa modern, masa kejayaan berikutnya akan datang. Mungkin ada beberapa alasan ledakan ini, tetapi alasan terbesar adalah persepsi bahwa Minhwa memberi kebahagiaan. Tentu saja, itu berasal dari keyakinan magis, tetapi kesan riang dan ceria itu sendiri menyampaikan energi yang sehat kepada orang. Selalu memberi kekuatan positif - ini keindahan yang terbaik dari Minhwa.

“Naga dan Harimau” (detail). abad ke-19. Tinta dan warna di atas kertas. 98,5 × 59 cm (masing-masing). Koleksi Pribadi. Naga itu pada umumnya dipercaya bisa mengusir roh jahat. Dalam agama Buddha, itu dianggap sebagai pelindung dharma, atau hukum dan ketertiban kosmik, yang menjadikannya motif dekoratif yang populer dalam seni kuil. Ini adalah bagian dari karya dua panel, panel lainnya menampilkan harimau. Binatang buas itu terlihat lucu daripada ganas.


SENI & BUDAYA KOREA 9


Gairah Seorang Arsitek Ada nama yang selalu dikenang bersama dengan Minhwa . Zo Za-yong (1926-2000), yang dikenal juga sebagai “Mr. Tiger” adalah orang pertama yang mengumpulkan Minhwa , menelitinya dan kemudian memperkenalkannya kepada dunia. Pertemuannya dengan sebuah lukisan harimau di toko barang antik yang berlokasi di Insa-Dong, membawa kehidupannya ke arah yang tidak pernah diduga oleh siapa pun sebelumnya. Chung Byung-mo Profesor, Jurusan Warisan Budaya, Universitas Gyeongju

B

ila melihat latar pendidikan dan karier Zo Za-yong, orang akan

melakukan perjalanan ke seluruh negeri untuk mempelajari lebih

merasa heran bagaimana dia tertarik pada lukisan rakyat. Dia

banyak contoh arsitektur tradisional Korea dan mengumpulkan

berangkat ke Amerika Serikat pada tahun 1947 untuk belajar teknik

genteng, ciri khas bangunan pramodern.

sipil di Universitas Vanderbilt dan kemudian menerima gelar master

Burung Murai & Harimau

dalam bidang teknik arsitektur di Universitas Harvard. Pada tahun 1954, ia kembali ke Korea dan berpartisipasi dalam

Momen penting terjadi pada tahun 1967 dalam perjalanannya ke

banyak proyek untuk membangun kembali Korea melalui UNKRA

Insa-dong, distrik Seoul yang terkenal dengan toko-toko barang an-

(United Nations Korean Reconstruction Agency) dari reruntuhan

tik dan kedai tehnya. Kertas yang digunakan untuk membungkus

perang. Ada kesuksesan dan kegagalan, dan dalam perjalanannya,

cetakan kue beras yang dia beli bergambar Minhwa burung murai

warisan budaya bangsa menarik minatnya. Dalam pada itu, di Kuil

dan harimau, yang membuatnya mulai tenggelam dalam Minhwa.

Beomeo di Busan, Zo terkesima melihat bagaimana empat pilar

Lukisan itu cukup modern seperti lukisan Picasso dan dia terpes-

batu yang berdiri berjajar menopang atap yang berat dengan be-

ona oleh ekspresi harimau yang merupakan binatang buas tetapi

gitu mantapnya. Pengalaman hari itulah yang membuatnya sering

digambarkan dengan ekspresi bersahabat bahkan cenderung kelihatan bodoh. Lukisan itu kini menjadi karya yang mewakili Min-

1

2

hwa Korea dan bertahun-tahun kemudian, lukisan yang sama ini menginspirasi Hodori, maskot harimau di Olimpiade Seoul 1988. Lukisan berikutnya yang memikat Zo adalah “Gunung Geumgang” (Geumgangdo). Dalam lukisan tersebut ia menemukan pandangan orang Korea tentang alam semesta serta gaya lukisan yang unik. Daripada mengekspresikan alam secara realistis, lukisan itu

1. “Folk Bunga Magpie dan Harimau”. Akhir abad ke-19. Tinta dan warna di atas kertas. 91,5 × 54,5 cm. Leeum, Museum Seni Samsung. Lukisan membuat Zo Za-yong terpesona, mengubah jalan hidupnya. Harimau ini menginspirasi Hodori, maskot Olimpiade Seoul 1988. 2. “Layar Lipat Delapan Panel dengan Ginung Geumgang” (detail). Tanggal tidak diketahui. Tinta dan warna di atas kertas. 59,3 × 33,4 cm (setiap panel). Museum Rakyat Nasional Korea. Seni rakyat, seperti yang terlihat di layar lipat dengan Gunung Geumgang (Pegunungan Berlian), mencerminkan gaya unik lukisan lanskap “pemandangan nyata” (jingyeong sansuhwa) yang diprakarsai oleh Jeong Seon (1676-1759), seniman istana dari Dinasti Joseon. Panel ini menggambarkan Guryong Pokpo (Sembilan Naga Terjun).

10 KOREANA MUSIM DINGIN 2020


menampilkan dua belas ribu puncak menjulang tajam seolah menembus langit, yang dipahami Zo sebagai representasi penciptaan alam semesta. Di dalamnya, dia merasakan semangat Minhwa dan kepercayaan animisme.

Lukisan Bertujuan Praktis Setelah itu, Zo mencurahkan energinya untuk mempromosikan keindahan dan nilai Minhwa di dalam dan luar Korea, merencanakan dan membuka 17 pameran di dalam dan 12 di luar negeri. Pameran dan ceramahnya di Amerika Serikat dan Jepang juga tidak ketinggalan. “Harta Karun dari Gunung Geumgang” (East-West Center di Hawaii University, 1976), “Jiwa Harimau: Seni Tradisional Korea” (Thomas Burke Memorial Washington State Museum, Seattle, 1980),“

Zo Za-yong, yang belajar teknik sipil dan struktural di Amerika Serikat, adalah seorang arsitek yang membangun portofolio luar biasa ketika dia jatuh cinta pada lukisan harimau oleh pelukis tanpa nama. Dia menghabiskan sisa hidupnya menjelajahi kesenian rakyat Korea.

“Mata Harimau” (Mingei International Museum, San Diego, 1980), “Naga Biru dan Harimau Putih” (Museum Oakland California, 1981) dan “Penjaga Kebahagiaan” (Museum Kerajinan dan Seni Rakyat, Los Angeles; 1982), dari judul pamerannya saja dapat diketahui aspek apa dalam Minhwa yang ingin ditonjolkan Zo untuk pengunjung pameran

© Park Bo-ha

di luar negeri. Tak hanya dalam bahasa Korea, ia juga menerbitkan buku dan katalog yang berkaitan dengan pameran dalam bahasa Ing-

Korea yang menopang budaya mereka. Akhirnya, dia mencapai ke-

gris dan Jepang.

simpulan bahwa semuanya bermuara pada kepercayaan pada Sam-

Zo melihat Minhwa sebagai lukisan yang menggambarkan keberadaan manusia yang sebenarnya. Ia melihatnya bukan dalam kon-

sin(tiga dewi) yang mengatur persalinan. Mengenai perjalanannya mengejar akar budaya Korea, dia mengatakan sebagai berikut:

sep struktur masyarakat, tetapi dengan menghubungkannya dengan

“Dalam proses mencari goblin, harimau, dewa gunung, dan ku-

kehidupan nyata dan sifat alami manusia dalam lingkup yang luas.

ra-kura, saya mulai menemukan budaya orang tua saya, meski sa-

Zo memasukkan lukisan istana yang digunakan untuk tujuan praktis,

mar-samar. Saya menemukan matriks budaya masyarakat kita dalam

seperti lukisan dekorasi dan ritual agama yang berhubungan dengan

apa yang saya sebut Minmunhwa, atau budaya rakyat. … Saya telah

agama Buddha dan perdukunan, dalam lingkup Minhwa . Berbeda

mengumpulkan semua hal yang terjadi dalam proses mencari tahu,

dengan “seni rakyat” yang dikemukakan oleh William Morris, pakar

tanpa henti mencari peninggalan bersejarah, mengumpulkan bahan,

Gerakan Seni dan Kerajinan di Inggris dan juga berbeda dengan kon-

mendirikan museum, melakukan promosi di luar negeri, akhirnya

sep lukisan rakyat oleh Yanagi Muneyoshi, kritikus seni rupa Jepang

membangun Kuil Samsin dan memulai gerakan untuk melindungi

dan pendiri gerakan kerajinan rakyat (mingei). Dengan lingkup konsep yang diperluasnya, Zo berjuang untuk mengangkat dan meningkatkan nilai Minhwa. Namun pada saat yang

budaya pedesaan yang hilang.” (Zo Za-yong, “Mencari Matriks Budaya Korea” [Uri munhwa-ui motae-reul chajaseo], 2000, Ahn Graphics.) Pada tahun 2000, Zo mewujudkan impian lamanya saat membu-

sama, berdasarkan jumlah permintaan di masyarakat, karena Minhwa

ka “Pameran Raja Goblin, Naga dan Harimau untuk Anak-anak” di

termasuk dalam lukisan istana, pendapat dan konsep yang tidak se-

Daejeon Expo Park. Tapi dia meninggal akibat penyakit jantung yang

jalan ini menimbulkan pertentangan di kalangan cendekiawan sejarah

diidapnya saat pameran berlangsung dan meninggal dikelilingi oleh

seni Korea.

minhwa kesayangannya. Pada 2013, Zo Za-yong Memorial Society didirikan untuk menghormati dan meneruskan warisannya. Sejak

Kepercayaan terhadap Samsin

tahun 2014, setiap awal tahun, Museum Gahoe mengadakan Festival

Ketertarikan dan kecintaan Zo pada lukisan rakyat yang berawal dari

Budaya Daegal di Insa Art Center di Insa-dong. Zo, dengan warisan

<Harimau dan Burung Murai> membuatnya merenungkan sema-

monumentalnya dalam menjelajahi sumber-sumber unsur budaya

ngatnya secara mendalam. Melalui Minhwa , ia menjelajahi asal mula

Korea melalui lukisan rakyat dan mempromosikannya ke dunia, pa-

seni Korea dan berusaha mengidentifikasi dasar dunia spiritual orang

tutlah kita kenang jasanya sepanjang masa.

SENI & BUDAYA KOREA 11


FITUR KHUSUS 2

Minhwa : Lukisan untuk Kebahagiaan

KECINTAANKU TERHADAP MINHWA Direktur Museum Gahoe, Yoon Yul-soo, mengabdikan hidupnya dengan mengoleksi, meneliti, dan menggelar pameran lukisan rakyat. Ia semakin terpikat pada dunia lukisan rakyat yang ia temui ketika memulai karirnya sebagai kurator di Museum Emille pada tahun 1973. Ia mengingat kembali masa-masa lampau yang ia lewati bersama begitu banyak harimau, naga, burung murai, pohon-pohon peoni, dan bunga-bunga teratai dalam minhwa (lukisan rakyat) dengan penuh tawa dan tangis. Yoon Yul-soo Direktur Museum Gahoe

K

ota Namwon, Provinsi Jeolla Selatan, tempat saya dilahirkan dan dibesarkan, merupakan lokasi strategis kerajaan Baekje dan Silla. Oleh karena itu, berbagai artefak zaman Tiga Kerajaan (Silla, Baekje, Goguryeo) dapat ditemukan dengan mudah di wilayah ini. Ketika membajak sawah, tidak hanya potongan tembikar saja, melainkan gerabah yang hampir menyerupai bentuk aslinya juga dapat ditemukan. Sehingga ketika kecil, saya sering memungut potongan-potongan tembikar yang bertebaran di sawah dan membawanya pulang. Entah apa karena kebiasaan itu, saya senantiasa gemar mengoleksi sesuatu. Kegiatan koleksi mulai sungguh-sungguh saya lakukan ketika duduk di bangku SD dengan mengoleksi perangko. Berkat usaha keras selama beberapa tahun, saya berhasil mengumpulkan cukup banyak perangko. Namun sayangnya, pada suatu hari buku koleksi tersebut hilang dicuri. Dilanda dengan rasa kecewa berat, saya memikirkan barang koleksi yang tidak akan dicuri oleh siapa pun, dan terlintaslah bujeok (amulet) dalam pikiran saya. Saya pikir jimat-jimat yang tertempel di tiap-tiap rumah paling pas untuk dikoleksi, dan saya mulai mengoleksinya

12 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

dengan penuh semangat. Kemudian datanglah kesempatan baik ketika berada di militer. Ketika saya menjadi kepala satuan peleton, para prajurit yang mengetahui hobi saya dalam mengoleksi jimat, kembali dari liburan mereka dengan membawa berbagai jenis jimat. Berkat itulah saya dapat mengumpulkan berbagai jenis jimat dari berbagai daerah. Saya mulai terpikat dengan lukisan rakyat pada April tahun 1973 bertepatan dengan masa penyelesaian wajib militer, yaitu ketika saya bekerja sebagai kurator di Museum Emille yang didirikan oleh Dr. Zo Za-yong.

Museum Emille

Pengelola Museum Emile, Dr. Zo Za-yong, adalah seorang arsitek lulusan Amerika Serikat. Meskipun demikian, beliau memiliki pengetahuan mendalam akan budaya dan seni tradisional Korea. Khususnya, beliau memiliki rasa sayang dan minat mendalam terhadap lukisan rakyat, dan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mengoleksinya. Meskipun saya bekerja sebagai kurator, ketika itu saya tidak memiliki pengetahuan apa pun mengenai lukisan rakyat. Bersama Dr. Zo, hampir setiap hari saya


“Burung Magpie dan Harimau.” abad ke-20. Tinta dan warna di atas kertas. 98,3 × 37 cm. Museum Gahoe. Lukisan itu memiliki komposisi yang tidak lazim dengan burung magpie dan harimau dalam kesejajaran vertikal dengan puncak gunung dan bunga peoni sebagai latar belakang.

SENI & BUDAYA KOREA 13


menghabiskan waktu dengan meletakkan sebuah lukisan rakyat di depan mata, menelitinya dengan saksama, dan berbagi pendapat mengenainya. Setelah melihat ratusan lukisan seperti itu, sedikit demi sedikit saya mampu melihat makna di dalamnya, dan secara alami saya mulai terpikat pada lukisan rakyat. Pada November 1975, Dr. Zo memulai pameran keliling di Amerika Serikat bersama 32 buah lukisan dari museumnya. Pameran keliling yang dimulai dari Hawaii dan berlangsung selama tujuh tahun tersebut merupakan kesempatan pertama bagi lukisan rakyat Korea untuk dikenal di luar negeri. Saya bertugas dalam acara pameran keliling sejak tahun 1981 saat pameran tersebut berlangsung di Museum Seni Auckland. Ketika itu, melihat reaksi hebat dari penduduk sekitar, saya mendapat keyakinan akan masa depan baru lukisan rakyat Korea. Ketika Museum Emille berpindah lokasi dari Deungchon-dong, Seoul, ke Gunung Songni di Kabupaten Boeun, Provinsi Chungbuk, saya pun pergi meninggalkan museum ini. Namun, cinta saya terhadap lukisan rakyat yang telah terlanjur menarik hati, tidak dapat dihentikan. Setelah itu, saya terus belajar secara sistematis selama bekerja di museum lain, dan terus mengelilingi Korea tanpa mengenal lelah karena bagi saya pengalaman melihat banyak lukisan adalah cara belajar yang terbaik. Seiring dengan masa-masa tersebut, koleksi saya bertambah satu per satu.

Museum Gahoe

“Jenderal Zhang Fei.” abad ke-19. Tinta dan warna di atas kertas. 111 × 64 cm. Museum Gahoe. Novel sejarah China “Romansa Tiga Kerajaan” mendramatisasi dan meromantisasi peristiwa dan karakter sejarah, yang sering dilukis untuk tujuan didaktik. Zhang Fei, seorang jenderal pemberani yang membantu panglima perang Liu Bei menemukan Shu Han, dilukiskan secara lucu.

14 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

Sambil bekerja sebagai kurator selama lebih dari 30 tahun dan memperluas pengalaman dan pengetahuan, saya bercita-cita untuk dapat mengelola museum milik sendiri suatu hari nanti. Cita-cita yang terpendam jauh di dalam hati ini terwujud secara tak terduga. Secara kebetulan, saya melihat pengumuman dari Badan Pembangunan Perkotaan Seoul mengenai pendaftaran terbuka bagi siapa pun yang ingin membuka museum di Bukchon sehari sebelum masa pendaftaran itu berakhir. Saya dan istri saya dengan susah payah mengumpulkan dokumen-dokumen yang diperlukan dalam satu hari. Dan akhirnya, saya berhasil meraih kesempatan untuk menuangkan kobaran semangat dan pengalaman panjang yang saya miliki. Minhwa dan Hanok (rumah tradisional Korea),


Minhwa (lukisan rakyat) adalah lukisan yang paling selaras dengan cita rasa kehidupan orang Korea. Beruntunglah saya dapat mengelola museum minhwa di Desa Hanok Bukchon (Bukchon Hanok Village), Seoul, di mana aroma tradisinya masih terjaga dengan baik. gabungan dari dua unsur ini merupakan kombinasi yang hampir mencapai kata sempurna. Minhwa adalah lukisan yang paling selaras dengan cita rasa kehidupan orang Korea. Beruntunglah saya dapat mengelola museum minhwa di Desa Hanok Bukchon (Bukchon Hanok Village), Seoul, di mana aroma tradisinya masih terjaga dengan baik. Pada tahun 2002, akhirnya saya membuka museum khusus lukisan rakyat di sebuah hanok kecil. Bersama istri saya, kami berdua banyak berdiskusi mengenai cara mengelola museum yang sesuai dengan hanok, dimulai dari penamaan museum hingga metode pamerannya. Pertama, interior hanok yang terbagi menjadi beberapa bilik kami sambung menjadi sebuah ruangan untuk digunakan sebagai ruang pameran. Kemudian, kami menempatkan sistem pemanas lantai agar para pengunjung dapat membuka alas kaki ketika memasuki museum. Itu bukanlah suatu hal yang mudah. Ketika itu, keuangan saya menipis karena tidak sedikit gaji yang saya gunakan untuk mengoleksi lukisan rakyat. Museum Gahoe tidak akan eksis jika tidak ada dukungan dan dorongan aktif dari istri saya, seorang pendukung yang kokoh. Istri saya yang lahir dan besar di Seoul, sebagai lulusan jurusan sejarah Korea, ia mengerti dengan baik makna khusus yang dimiliki museum minhwa yang dibangun di Bukchon lebih dari segalanya. Saya menetapkan “Byeoksa – pengusiran roh jahat” sebagai tema pameran pertama dan menyeleksi gambar bertemakan byeoksa dari semua amulet dan lukisan rakyat yang telah lama saya koleksi. Dalam berbagai jenis bentuk amulet, terdapat sesuatu yang disebut dangsaju (ramalan yang memberitahukan takdir baik dan buruk). Dangsaju menggambarkan alur takdir seseorang melalui gambar yang sangat mirip dengan keelokan garis kuas lukis-

an rakyat, sehingga orang yang tidak bisa membaca pun dapat memahami isinya dengan mudah. Dangsaju berfungsi mendekap luka-luka masyarakat, dan minhwa mewakili berbagai harapan rakyat jelata. Meskipun memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda, namun kedua gambar ini memiliki kesamaan dalam hal memahami perasaan masyarakat. Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa dangsaju juga memiliki nilai yang cukup bermakna. Sebelumnya juga memang kadang-kadang ada pameran lukisan rakyat yang berhubungan dengan byeoksa, namun pameran saya tersebut merupakan pameran khusus pertama yang bertemakan lukisan rakyat dan amulet byeoksa. Ketika menempelkan jimat-jimat yang saya kumpulkan untuk pameran di panel dan dinding secara rapat, sisi dinding tersebut tidak cukup untuk memuat semua jimat. Oleh karena itu, saya menempelkan sisa jimat di palang balok dan kasau pada bagian atap hanok seperti apa yang dilakukan di rumah tangga yang sebenarnya. Jadi, kita harus berbaring di lantai hanok untuk dapat melihat gambar-gambar tersebut. Pameran ini bukan pameran biasa yang dikunjungi dengan mengenakan alas kaki seperti umumnya dan dinikmati dalam posisi berdiri tegak, melainkan sebuah pameran yang diikuti dengan pengalaman hanok di mana para pengunjungnya harus membuka alas kaki dan berbaring di lantai, merasakan semua sisi ruang pameran dengan seluruh indra tubuh mereka. Ketika inilah dengan alami Museum Gahoe menemukan orientasi pameran untuk ke depannya. Terutama, melalui lukisan bertemakan harimau – yang merupakan akar asli dan simbol budaya Korea, dan merupakan lukisan byeoksa yang paling menunjukkan ciri lukisan rakyat Korea – saya bermaksud untuk menyampaikan betapa bangsa Korea menganggap harimau sebagai sosok yang tidak asing dan gaib.

SENI & BUDAYA KOREA 15


Pameran Luar Negeri

Dalam pameran pertama, bukan hanya sarjana foklor dalam negeri saja, melainkan orang-orang asing yang berminat pada kepercayaan rakyat Korea pun banyak yang datang berkunjung. Sejak saat itu, koleksi lukisan-lukisan rakyat diperkenalkan ke masyarakat melalui pameran khusus tiap tahun. Meskipun skala pamerannya terbatas karena hanya memperlihatkan barang-barang koleksi pribadi, namun ada pula hikmahnya karena dapat memperlihatkan lukisan rakyat yang dikategorikan dalam tema-tema tertentu. Pameran menjadi kesempatan bagi saya untuk menata koleksi saya secara sistematis. Setelah itu, saya mengadakan lebih dari 20 kali

pameran dengan judul “Kebajikan Budaya Konfusianisme, Sebuah Tantangan Karakter Tulisan (2003)”, “Mencari Bentuk Asli Kepercayaan Lokal – Lukisan Shamanisme (2004)”, “Kembalinya Kehidupan di Cheonggyecheon (2005)”, “Lukisan Pohon Peoni (2006)”, “Lukisan Pemandangan Indah (2007)”, dan sebagainya. Tidak hanya di Seoul saja, saya juga secara antusias turut berpartisipasi dalam pameran-pameran daerah. Setiap merencanakan sebuah pameran, penelitian mengenai tiap-tiap tema menjadi semakin mendalam, dan semua hasil tersebut tertuang dalam bentuk katalog. Pameran yang memulai langkah awalnya di museum kecil dan serba kekurangan ini kemudian mulai menyebarkan langkahnya menyeberangi lautan. Kami terutama berusaha keras dalam beberapa pameran, dimulai dari penyelenggaraan “Onggi Tradisional Korea dan Lukisan Rakyat” – yang menggambarkan lelucon dan kecerdikan lukisan rakyat Korea – di Museum Zanabazar di Ulaanbaatar, Mongolia, pada Maret 2006; “Pameran Lukisan Asli dalam Lukisan Rakyat Korea dan Buku Bergambar – Pertemuan antara Lukisan Rakyat dan Buku Bergambar (2010)” di Otani Memorial Art Museum di Jepang; “Lukisan Shamanisme Korea (2010)” yang diselenggarakan oleh Pusat Kebudayaan Korea di Prancis; dan “Lukisan Rakyat Korea – Permohonan Keselamatan (2012)” yang diselenggarakan di Museum Sayamaike di Osaka. Selain itu, kami juga telah menyelenggarakan delapan tur pameran dari Januari 2013 hingga Juli 2015 di Australia. Kemudian pada tahun 2018, pameran tunggal lukisan rakyat diselenggarakan untuk pertama kalinya di National Museum of Oriental Art di Moskow, dan dilanjutkan dengan pameran di National Museum of Art di Belarusia, Minsk.

Pameran Khusus Harimau

Museum Gahoe dibuka pada tahun 2002 di sebuah rumah tradisional di Bukchon di jantung kota Seoul. Ini memiliki sekitar 2.000 objek, termasuk lukisan rakyat, jimat, dan artefak rakyat lainnya. Karena perkembangan distrik, museum dipindahkan ke bangunan bergaya modern di dekatnya pada tahun 2014.

16 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

Tak terasa telah 47 tahun berlalu sejak saya bertemu dengan lukisan minhwa. Cita-cita saya saat ini adalah mengumpulkan 100 lukisan rakyat yang bergambarkan harimau dan mengadakan “pameran khusus harimau”. Tentunya pameran ini secara otomatis akan diikuti dengan penelitian yang logis dan sistematis, dan akan meninggalkan katalog yang dapat memberikan kegembiraan kepada banyak orang untuk masa yang panjang. Saya sedang mengatur nafas lagi untuk mencapai cita-cita ini.


Separuh Hidupnya Dipersembahkan Demi Lukisan Ch’aekkori Pada tahun 1973, seorang wisatawan Amerika Serikat yang sedang berwisata di Korea terpesona melihat tirai lipat bergambarkan ch’aekkori pada pandangan pertama. Kemudian setelah itu ia mengabdikan seluruh hidupnya untuk meneliti lukisan-lukisan tersebut. Semua usaha dan semangat yang Kay E. Black curahkan selama hampir setengah abad itu dituturkan dalam sebuah buku dan diterbitkan oleh sebuah penerbit di Seoul pada Juni lalu.

Lee Eun-ju Reporter Senior Kebudayaan JoongAng Ilbo

B

ulan Juni lalu, sebuah buku tiba di atas

Terpikat pada Pandangan Pertama

ngan ramah memperkenalkan penulis yang

meja kerja saya di kantor surat kabar.

Saya menghubungi pihak penerbit karena

tidak pernah saya temui itu. Kata pengan-

Karena posisi saya sebagai wartawan bu-

ingin tahu lebih banyak mengenai penga-

tar itu dimulai dengan kalimat: “Saya ber-

daya dan seni, saya kadang-kadang me-

rang buku tersebut. Namun, apa yang saya

temu dengan Kay E. Black pertama kali

nerima buku-buku baru mengenai budaya.

dapatkan adalah sebuah kabar yang tak

pada musim gugur tahun 1996, saat saya

Namun, buku yang tiba kali ini terlihat

terduga. Pengarang buku itu dikabarkan

menghabiskan cuti sabatikal di Universitas

berbeda. Judul buku yang diterbitkan da-

telah meninggal dunia belum lama ini di

California, Berkeley”. Kemudian Profesor

lam bahasa Inggris itu berbunyi “Ch’aekkori

Amerika. Dengan suara yang sayu, editor

Ahn menambahkan, “ketika bertemu de-

Painting: A Korean Jigsaw Puzzle ” dan peng-

buku tersebut berkata seperti berikut.

ngan Kay Black, saya terkesan dengan ke-

arangnya bernama Kay E. Black.

“Kami langsung mengirim buku tersebut

cintaannya yang tulus terhadap seni Korea

Dengan penasaran, saya membuka

ke Amerika begitu dicetak. Ibu Kay Black

dan pengabdiannya yang kuat untuk mem-

buku itu dan terbentanglah gambar-gam-

menerima buku itu di rumah sakit dan kami

pelajari ch’aekkori ”.

bar indah di depan mata. Setiap memba-

dengar beliau sangat senang menerima

Kemudian, menurut beberapa sumber

likkan lembar demi lembar, seruan kagum

buku tersebut. Kami mendapat berita duka

informasi, Kay Black adalah seorang ibu

keluar dengan sendirinya. Tidak banyak

beberapa lama setelah beliau menerima

rumah tangga yang tinggal di Denver,

orang Korea yang tahu mengenai gambar

buku itu.”

Colorado. Ia bersama para pecinta seni

zaman Dinasti Joseon ini. Kenyataannya jus-

Buku ini adalah buku ilmiah dengan

setempat mengunjungi Korea pada tahun

tru orang pada tahun 1970-an menyadari

tebal melebihi 330 halaman, dan beruku-

1973. Ketika itu, ia mengunjungi Muse-

nilai yang terkandung di dalamnya dan

ran panjang 300 mm x lebar 225 mm. Kay

um Emille yang memperkenalkan lukisan

menjadikannya sebagai bahan penelitian

Black menerima cetakan buku yang dikirim

rakyat Korea, dan terpesona pada tirai lipat

selama sisa hidupnya. Sungguh merupakan

dari Korea dengan pengiriman internasio-

bergambarkan ch’aekkori pada pandang-

hal yang mengejutkan.

nal ekspres pada akhir Juni, dan meninggal

an pertama. Sepulangnya ke Amerika, ia

dunia sepuluh hari kemudian pada tanggal

menyatakan kepada keluarganya bahwa ia

5 Juli. Ketika itu ia berumur 92 tahun. Langsung terpikat oleh lukisan rakyat Korea selama perjalanannya di tahun 1973, Kay Black mengabdikan hidupnya untuk mempelajari lukisan ch’aekkori hingga dia meninggal dunia pada Juli 2020.

akan belajar mengenai lukisan ch’aekkori

Saya melihat isi buku dengan lebih

secara sistematis dan mendaftarkan diri ke

saksama agar dapat mengenali buku itu.

program pascasarjana Departemen Asia di

Kata pengantar Ahn Hwi-jun, Profesor

Universitas Denver. Ia kembali menuntut

Emeritus Universitas Nasional Seoul, de-

ilmu pada umur 45 tahun.

SENI & BUDAYA KOREA 17


Kolaborasi

ch’aekkori dalam 3 jenis kategori. Profesor

menulis, “saya mendapat kehormatan untuk

Lukisan ch’aekkori adalah lukisan buku-buku

Ahn mengatakan, “sejak publikasi makalah

dapat melakukan kolaborasi kerja dengan

dan rak buku yang diselingi keramik, pera-

sebelumnya oleh Kay Black dan Profesor Ed-

almarhum Profesor Edward W. Wagner

latan tulis, pembakar dupa, dan sebagainya

ward Wagner, telah muncul sejumlah studi

(1924-2001), profesor pendiri Studi Korea di

yang digambar di atas material berupa tirai

oleh para ilmuwan Korea yang membahas

Universitas Harvard, selama 12 tahun dalam

lipat. Lukisan yang juga disebut chaekgado

subjek tersebut dengan landasan yang lebih

proyek ini”. Ia juga mengatakan bahwa Gari

ini populer sebagai lukisan kerajaan pada

baik berdasarkan materi rujukan yang lebih

Ledyard, Profesor Emeritus Studi Korea Raja

abad ke-18, dan menyebar sebagai minhwa

luas. Meskipun ide-ide yang disajikan oleh

Sejong di Unversitas Columbia, memberikan

(lukisan rakyat) pada abad ke-19 dan selan-

Black dan Profesor Wagner kadang dikorek-

bantuan besar dalam memperkenalkannya

jutnya. Selama sepuluh tahun terakhir, pa-

si dan mendapat bantahan, namun banyak

kepada Profesor Wagner pada waktu yang

meran berskala besar diadakan di museum

poin utama mereka yang masih tetap ber-

paling tepat. “Ini adalah upaya rintisan, dan

dan galeri seni di dalam negeri dan nilai lukis-

nilai.”

saya harap usaha ini dapat memberikan

an ini mulai direvaluasi. Namun, pada tahun 1970-an, penelitian akan lukisan ch’aekkori bagaikan lahan gersang. Kenyataan bahwa lukisan ch’aekkori mulai diteliti oleh seorang wisatawan asing sejak tahun 1970-an sangat mengejutkan. Kay Black meneliti dan memotret secara langsung lukisan-lukisan chaekgeori yang terdapat tidak hanya di Korea saja, melainkan juga yang tersebar di Amerika, Eropa, dan Jepang sejak tahun 1980-an. Lalu beberapa tahun kemudian, ia berkolaborasi dengan profesor jurusan Studi Korea di Universitas Harvard, almarhum Profesor Edward W. Wagner. Profesor Wagner adalah ahli terkemuka dalam penelitian silsilah Dinasti Joseon dan memberikan bantuan besar kepada Black dalam mengidentifikasi silsilah para pelukis chaekgado . Pada tahun 1990an mereka menerbitkan beberapa makalah bersama. Profesor Ahn menilai, “selama ini lukisan chaekgeori umumnya dipahami sebagai karya para pelukis anonim yang merefleksikan selera rakyat. Namun, Black memecahkan persepsi lama itu dengan bantuan Profesor Edward Wager, dengan menemukan fakta bahwa lukisan-lukisan tersebut digambar oleh para pelukis istana dan banyak diminati oleh penguasa elit dan bahkan oleh golongan kerajaan”. Black membagi dan memperkenalkan berbagai lukisan

18 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

Dalam prakata bukunya, Kay Black

inspirasi kepada orang lain untuk mengejar


dan melengkapi teka-teki yang terpendam

ibunya. Namun ia segera mengirim bala-

hormati keberanian dan kegigihannya”,

dalam topik ini”, tambahnya.

san yang menyentuh hati.

tambahnya.

Ia mengatakan, “buku ini benar-benar

Sambil menutup buku itu, seraya me-

Keberanian dan Kegigihan

merupakan karya hidup ibu”. “Ibu mer-

lihat lukisan ch’aekkori , saya mencoba

Untuk mendapatkan informasi lebih me-

upakan panutan yang luar biasa bagi saya.

merenungkan segala waktu yang Kay Black

ngenai penulis yang luar biasa ini, saya

Saya belajar darinya bahwa saya bisa

habiskan. Kira-kira berapa banyak lagi

mencari alamat email putrinya, Kate Black,

melakukan apa saja yang ingin saya laku-

petunjuk dan potongan-potongan puzzle

dan meminta waktu untuk wawancara.

kan jika bersungguh-sungguh. Setelah saya

yang belum dapat kita tangkap dari lukis-

Kate Black (64) belajar arsitektur di MIT,

dan kakak perempuan saya masuk uni-

an-lukisan itu? Kay Black menuntun kita

dan saat ini ia menjabat sebagai direktur

versitas, ibu saya mengabdikan 47 tahun

untuk mencari pintu menuju dunia yang

perancangan kota Piedmont. Saya me-

hidupnya untuk menjelajahi budaya dan

misterius melalui lukisan ch’aekkori dan

ngajukan beberapa pertanyaan dengan

seni Korea, dan berkeliling dunia mencari

membuat kita melihat kembali warisan bu-

hati-hati karena ia belum lama kehilangan

lukisan ch’aekkori. Saya benar-benar meng-

daya menakjubkan yang kita miliki.

1

2

1. “Chaekgeori.“ Yi Eung-rok (1808-1883). abad ke-19. Tinta dan pigmen mineral di atas kertas. 163 × 276 cm. Museum Seni Asia, San Francisco. Chaekgeori adalah lukisan benda mati yang dipasang di layar lipat, yang menampilkan perlengkapan ilmiah, seperti buku, keramik, alat tulis, dan pembakar dupa. Itu adalah bentuk seni yang populer di akhir Dinasti Joseon. Lukisan itu menggabungkan perspektif linier Barat, yang jarang terlihat saat itu. 2. Kay E. Black’s “Ch’aekkori Painting: A Korean Jigsaw Puzzle” karya Kay E. Black, diterbitkan pada Juni 2020 oleh Akademi Sahoipyoungnon [Kritikus Sosial] di Seoul. Sebuah studi akademis yang komprehensif tentang bentuk seni. Buku ini adalah puncak dari penelitian lengkap penulis selama 30 tahun. Sampul tebal, 336 halaman.

SENI & BUDAYA KOREA 19


FOKUS

3:07 / 3:36

1

1. Blackpink berpose di adegan penutup video musik “DDU-DU DDU-DU,” single utama dari EP pertama mereka, “Square Up,” yang dirilis pada Juni 2018. Video tersebut mencapai 1,4 miliar penonton di YouTube pada 23 November, 2010, tertinggi dalam sejarah K-pop. 2. Video musik untuk “How You Like That,“ hit single Blackpink tahun 2016, menggabungkan irama yang kuat dari lagu tersebut dan gerakan grup yang memukau untuk mencetak rekor dunia baru untuk 100 juta penonton YouTube.

3

3, 4. Video musik untuk “DNA”, single utama dari EP BTS, “LOVE YOURSELF: Her,” mencapai 1 miliar penonton di YouTube pada 1 Juni 2020, hampir tiga tahun setelah debut. Video tersebut menggambarkan momen jatuh cinta dengan warna-warna gembira, cerah, dan gambar yang sejuk dan kuat.

2:44 / 4:15

4 20 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

2


Video Musik K-Pop, Berdiri di Garis Terdepan Video musik K-pop yang diikuti oleh basis penggemar global yang sangat besar dari grup seperti Blackpink dan BTS mendominasi peringkat penayangan di Youtube. Produksi ini membentuk genre baru “pesta untuk mata” yang memikat sejumlah besar penonton dengan konsep cerdas, kostum dan latar yang memukau, dan pertunjukan yang memikat. Kim Yoon-ha Kritikus Musik Populer

P

ada tanggal 8 September 2020, jumlah penonton lagu baru Blackpink <How You Like That> melampaui angka 500 juta hanya dalam 73 hari yang merupakan rekor baru dalam waktu tersingkat di Youtube dalam kategori K-Pop. Jumlah ini lebih cepat dicapai 43 hari dibandingkan dengan lagu <Kill This Love> mereka di tahun 2019. Sejak diluncurkan pada tanggal 26 Juni, jumlah penonton <How You Like That> mencatat rekor baru dalam sejarah Youtube dengan mencapai 100 juta hanya dalam waktu 32 jam. Rekor ini bahkan dicatat dalam 5 kategori terpisah ke dalam Guinness World Records yang kemudian menjadi topik hangat. Pencapaian ini semakin mendapat perhatian besar akibat sengitnya persaingan dengan BTS. Hanya ada dua grup K-Pop yang memiliki video musik dengan jumlah penonton di atas 1 miliar, yakni BTS dan Blackpink. <DDU-DU DDU-DU> Blackpink merupakan lagu K-Pop pertama yang jumlah penontonnya mencapai 1 miliar di bulan April tahun lalu, yang kemudian langsung disusul oleh <DNA> milik BTS.

Makna Jumlah Penonton 1 Miliar

Dua grup ini bisa saja membuat jumlah penonton 1 miliar dan tidak lagi menjadi hal yang luar biasa, tapi sebenarnya angka ini adalah impian dari seniman-seniman musik populer di seluruh dunia. Video musik K-Pop yang pertama meraih angka 1 miliar dalam sejarah adalah <Gee> milik Girls’ Generation. Lagu ini dirilis Januari 2009 dan baru dipublikasikan di Youtube pada bulan Juni, sampai akhirnya menjadi isu hangat karena berhasil meraih jumlah penonton lebih dari 1 miliar hanya dalam kisaran waktu 3 tahun 10 bulan di April 2013. Ini tentu saja bukan sesuatu yang bisa diremehkan. K-Pop yang di sekitar masa itu tengah naik perlahan di pasar global sema-

SENI & BUDAYA KOREA 21


kin berkembang dengan kecepatan mencengangkan berkat adanya video. Pamor grup-grup seperti Big Bang, EXO, Seventeen, Twice, dll. semakin menanjak, begitu pula dengan penyanyi solo seperti G-Dragon, Taeyang, HyunA, Taeyeon, IU, dan lainnya yang juga melesat seperti anak panah. Jumlah penonton 1 miliar di Youtube sekarang telah menjadi tolak ukur utama kepopuleran penyanyi K-Pop.

1. EXO muncul di video musik “Power”, lagu utama dari album studio “The Power of Music”. EXO adalah salah satu artis K-pop pertama yang membuat video musik yang menampilkan narasi para artis atau pesan universal di seluruh album. 2. Video musik untuk “Tempo”, lagu utama di album studio EXO “DON’T MESS UP MY TEMPO”. Grup tersebut memperkenalkan konsep “pandangan dunia”, yang mencakup elemen fantasi seperti dunia paralel dan kekuatan supernatural. 3. Rapper G-Dragon muncul di video musik “Crooked”, lagu utama dari album 2013 “COUP D’ETAT”. Difilmkan di London dan dirilis pada hari yang sama dengan album, video tersebut mencapai 100 juta penonton di YouTube pada Januari 2017. Gaya busana G-Dragon menarik perhatian sebanyak musiknya.

Grup Idola dan Video Musik

Video musik mulai dianggap penting di dunia musik populer di awal tahun 1980-an. Seperti lantunan lagu <Video Killed the Radio Star> milik grup new-wave Inggris (The Buggles), alunan lagu mulai menghibur telinga sekaligus mata para penggemar musik populer di seluruh dunia di tahun 1981, yakni tahun diluncurkannya stasiun TV kabel khusus musik Amerika bernama MTV. Laju cepat musik video yang berhasil ‘memvisualisasikan suara’ yang sebelumnya hanya ada di khayalan tidak dapat dibendung. Bintang-bintang dunia yang membangkitkan tiupan di pasar musik pop Amerika pada periode 1980-an terus bermunculan melalui musik dan video memesonakan berkilauan yang terus hadir tanpa henti selama 24 jam, termasuk Madonna, Michael Jackson, Prince, dan lain-lain. Sama dengan mereka, grup-grup Inggris yang dulu juga sangat terkenal di Korea berkat kombinasi visual dan musikalitas yang berkarakter seperti Duran Duran, Culture Club, dan Eurythmics pun berhasil menjadi pesohor dunia atas jasa video musik mereka. Sejak itu, video musik berubah dari sekadar pilihan menjadi sebuah keharusan bagi seorang musisi. Fakta bahwa K-Pop merupakan genre paling diuntungkan atas pertemuan video dengan musik di saat ini setelah sekitar 40 tahun berlalu merupakan hal yang sangat menarik. Pada dasarnya, K-Pop hampir dapat diartikan sebagai ‘Idola Pop Korea’. Kebanyakan grup idola K-Pop dibentuk atas dasar fokus pada visual, bahkan sampai harus ada satu anggota terpisah yang berpenampilan sangat menawan atau memiliki kemampuan menari yang luar biasa. Jejak peninggalan ‘musik yang dilihat’ seperti itu dapat ditemukan dengan mudah di video musik grup idola generasi pertama, seperti H.O.T, S.E.S, Fin. K.L, dan Sechs Kies. Yang paling mendasar adalah pendekatan de-

22 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

1

ngan memanfaatkan imaji satu dimensi yang mampu membuat penonton langsung terpesona. Contohnya adalah video penuh sensasi yang merupakan senjata utama setiap anggota melalui pemaparan yang berfokus pada ciri khusus penampilan atau close-up ekstrim wajah anggota. Tidak lama kemudian, perlahan mulai masuk video musik bergaya drama yang fokus pada kisah sebuah grup atau pesan untuk generasi mendatang, seperti di lagu <Hope> milik H.O.T atau <Now> milik Fin. K.L. Tema video musik bergaya drama yang sering digunakan untuk menyampaikan pesan di balik sebuah lagu lama-kelamaan semakin luas, sampai akhirnya berevolusi. Video musik Korea dibuat tidak sekadar berupa video pendek yang bercerita tentang konten sebuah lagu, melainkan untuk memperlihatkan ‘pandangan tentang dunia’ melalui pesan keseluruhan dari sebuah album atau grup penyanyi sejak masa EXO di tahun 2012.


2

Video musik Korea dibuat tidak sekadar berupa video pendek yang bercerita tentang konten sebuah lagu, melainkan untuk memperlihatkan ‘pandangan tentang dunia’ melalui pesan keseluruhan dari sebuah album atau grup penyanyi sejak masa EXO di tahun 2012. 3

Para anggota EXO mencoba membuat publik meyakini sebuah narasi untuk membebaskan kekuatan super mereka di ruang virtual bernama ‘exoplanet’. Mereka menggunakan berbagai ide untuk menggambarkan pandangan tentang dunia fantasi ini secara efektif. Selain menggunakan grafis komputer untuk memperlihatkan kekuatan super, mereka juga meluncurkan video-video canggih, termasuk berbagai macam video teaser untuk mendeskripsikan dunia tersebut, lengkap dengan gambaran dunia paralel, pohon kehidupan, serta dua matahari yang bahkan sampai dijuluki ‘Teori EXO’.

Tugas Masa Depan

Kita tidak boleh sampai lupa membahas video-video musik seri dunia muda <The Most Beautiful Moment in Life> Part 1, Part 2, dan ‘EPILOGUE: Young Forever’ yang telah menaikkan nama BTS menjadi bintang dunia saat ini. Begitu pula dengan Blackpink. Citra tangguh di video musik lagu debut mereka berjudul <Whistle> dan <Boombayah> berhasil mengukuhkan dua hal. Pertama adalah citra musisi hip dan cool yang menjadi ciri khas agensi YG Entertainment yang telah banyak digemari di Eropa dan Amerika bahkan sebelum adanya ‘Invasi K-Pop’, dan kedua adalah perwujudan tepat akan eksistensi tiap 4 anggota sebagai influencer global dengan jumlah follower yang masif, serta sebagai fashionista pemulai tren. Tidak berlebihan jika musik video K-Pop dianggap sudah lebih dari sekadar perpaduan video dengan musik, melainkan telah berkembang menjadi media utama pengubah struktur dasar pasar musik dunia. Setelah ‘Tari Kuda’ Psy di <Gangnam Style> menyapu pasar global di tahun 2012, Billboard mulai mempertimbangkan jumlah penonton video musik di Youtube untuk perhitungan tangga lagu HOT 100-nya. Ini merupakan dukungan paling kokoh bagi para penyanyi K-Pop yang bermimpi untuk memasuki pasar Amerika. Namun, kedudukan K-Pop yang semakin tinggi juga menuntut pertanggungjawaban besar. Para kreator video musik Korea seakan merasakan sebuah kesamaan, yakni mereka harus lebih cepat dari siapa pun untuk memahami hal yang sedang tren atau bahkan yang belum pernah dicoba oleh siapa-siapa. Selain itu, ada pula kemungkinan untuk berhadapan dengan kritikan terhadap sesuatu yang dianggap tidak layak secara kultural, penyimpangan akan kebudayaan tertentu, maupun plagiarisme akibat kecerobohan karena adanya tekanan seperti yang disebutkan di atas. Ini merupakan isu yang harus dihadapi dengan hati-hati, terlebih karena musik video K-Pop telah banyak melahirkan berbagai macam rekor baru. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa video musik K-Pop kini tengah berdiri di garis terdepan.

SENI & BUDAYA KOREA 23


WAWANCARA

UKURAN YANG TIDAK BIASA Seniman instalasi Choi Jeong-hwa tidak terlalu senang dirinya disebut “seniman.” Merasa sebagai “desainer,” Choi menganggap pasar loak dan pasar tradisional lebih artistik dalam banyak hal dibanding museum seni. Kim Min Reporter, The Dong-A Ilbo

P

Heo Dong-wuk Fotografer

ada pekan menjelang libur Chuseok, balon raksasa berbentuk delima, persik, dan stroberi dipasang di pasar buah dan sayuran di kota-kota besar provinsi. Balon-balon itu, yang beberapa di antaranya berdiameter sampai delapan meter, merupakan bagian dari “Proyek Perjalanan Buah” karya Choi Jeong-hwa. Choi dikenal menumpuk sesuatu yang biasa dan mudah ditemui sehari-hari atau membuatnya dalam ukuran besar dan menampilkan karyanya itu di tempat-tempat umum. Untuk “CHOIJEONGHWA – Bunga yang Sedang Mekar,” pameran tunggalnya yang diadakan pada tahun 2018 di Museum Nasional Seni Modern dan Kontemporer (MNSMK), Choi mengumpulkan sekitar 7.000 buah peralatan dapur yang disumbangkan oleh masyarakat dan membuat “Dandelion” setinggi sembilan meter. Pada tahun 2020, ia memamerkan karya yang dibuatnya pada tahun 2013, yaitu “Kabbala,” tumpukan 5.376 keranjang plastik berwarna merah dan hijau, di Museum Seni Daegu. Cara pembuatan karya seperti ini mengingatkan kita kepada karya Andy Warhol “Kaleng Sup Campbell” atau patung raksasa Claes Oldenburg. Perbedaannya terletak pada bahannya – keranjang plastik dan panci dapur – yang terasa lebih dekat bagi orang Korea. Warna yang terang dan bahan yang tidak asing pasti lebih menarik mata. Meskipun orang yang lewat tidak mengenal nama Choi, mereka akan mengingat karyanya. Master “Seni pop Korea” yang aktif baik di dalam maupun di luar negeri ini dapat dijumpai di studionya di Distrik Jongno, Seoul.

24 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

Nama Anda identik dengan “menumpuk.” Kapan ini bermula? Pada awal tahun 1990-an, saya menggelar pertunjukan tunggal “Surga Plastik,” berupa tumpukan keranjang hijau yang menyerupai sekumpulan menara. Karya ini merupakan eksperimen membuat sesuatu yang biasa menjadi tidak biasa. Ini berawal dari pemikiran sederhana dan menyenangkan: “Bagaimana reaksi orang-orang jika saya membawa keranjang plastik ini dan menempatkannya di ruang pamer museum seni?” Ternyata banyak orang menyukainya. Mengapa keranjang plastik? Dulu saya melukis. Bahkan, saya pernah memenangkan beberapa penghargaan. Tapi saya merasa ragu. Jadi, sekitar tiga tahun lamanya saya menolak undangan pameran. Kemudian, ketika saya akhirnya memutuskan menerima undangan lagi, saya tersandung keranjang plastik berwarna merah yang kebetulan ada di sekitar rumah saya. Setiap pasar punya tumpukan keranjang ini, dan setiap rumah setidaknya punya satu keranjang. Bisa dikatakan semua ini berawal dari ide menggunakan sesuatu yang dimiliki semua orang dan memakainya dalam karya. Sebagian orang mengatakan Anda menggunakan bahan sehari-hari karena ingin menghindari aktivitas artistik. Cara dan subjek yang saya pilih biasanya berhubungan dengan pertunjukan dan instalasi di luar ruangan. “WITH”


Choi Jeong-hwa mengatakan bahwa dia menemukan lebih banyak inspirasi di pasar loak dan pasar jalanan tradisional daripada di pameran museum seni. Menggunakan benda sehari-hari yang tersedia untuk semua, ia menciptakan karya yang mendobrak penghalang antara seni dan kehidupan sehari-hari.

SENI & BUDAYA KOREA 25


1. “Kabbala.” 2013. Keranjang plastik, rangka logam, pemasangan variabel (16m). Museum Seni Daegu. Sekitar 5.000 keranjang plastik ditumpuk bersama dalam bagian instalasi ini, sebuah karya yang menarik dari benda biasa. 2. “Pohon Buah: Udara Para Raksasa di Taman Villette”. 2015. FRP, Uretan, rangka logam. Instalasi variabel (7m). Karya di Taman La Vilette di Paris ini mencerminkan kesukaan karakteristik seniman pada kitsch dan animasi. Variasi dari karya ini, dengan judul yang sama “Pohon Buah,” telah dipasang di beberapa tempat lain di dunia.

1

26 KOREANA MUSIM DINGIN 2020


adalah judul penampilan tunggal saya pada tahun 2015 yang saya adakan di Museum Rakyat Onyang. Saya mengumpulkan perkakas dari rumah-rumah yang ditinggalkan di dekat museum dan membangun sebuah menara di antaranya dari meja makan. Ini merupakan semacam pertunjukan yang terjadi di luar apa yang kita anggap sebagai seni visual atau seni bernilai tinggi. Anda benar-benar mengambil risiko menjadi “Liga Mereka Sendiri.” Maksudnya begini: saya ingin membuat “taman bermain yang semua kehidupan di dalamnya menjadi seni.” Kemudian, semua orang bisa menikmatinya, mengingat kenangan dan memori masa lalu mereka. Pada dasarnya seni milik semua orang – dan saya sedih sekali ketika hanya sedikit sekali, katakanlah satu persen, yang menikmatinya. “Duka” bukan istilah yang sering saya pakai. Sebenarnya, bahkan sekarang pun, seni kontemporer tidak mudah bagi saya. Ada banyak yang tidak saya mengerti. Jadi, bayangkan apa yang dirasakan oleh orang awam. Jujur sekali. Benar. Saya juga mengatakan hal itu tidak lama berselang, dalam sebuah pertunjukan tunggal yang saya adakan di Gallery P21. Saya katakan, “Ketika pertama ini pada dasarnya adalah pertunjukan produk Choi Jeong-hwa, sebuah pertunjukan bujeok (jimat).” Maksud saya adalah segala sesuatu yang dibuat oleh seniman merupakan sebuah produk. Intinya, saya membuat sebuah produk dan ketika saya memperkenalkannya, penonton memberikan respon. Maksud Anda, komunikasi sangat penting? Akhirnya memang begitu. Saya percaya bahwa kita hendaknya tidak menyasar pakar seni. Ketika pertama kali saya mengadakan pameran tumpukan keranjang, seorang perempuan yang bekerja sebagai pembersih melihatnya dan mengatakan kepada saya, “Keranjang yang bagus sekali! Saya juga mau.” Buat saya, itu tanda bahwa cara komunikasi yang saya lakukan berhasil. Anda juga sangat aktif sebagai sutradara baik dalam seni panggung maupun layar, dan desain interior juga. Saya sudah menggarap beberapa butik dan klub, dan beberapa interior bar. Kemudian, seriring dengan itu, saya bertemu penari dan koreografer Ahn Eun-me dan akhirnya mennggarap seni panggung bersamanya. Lalu, saya bertemu penyair dan novelis Jang Jeong-il dan mulai bekerja sebagai sutradara seni dalam film yang diadaptasi dari karyanya, “301 302” (1995). Film ini berkisah tentang dua perempuan yang tinggal bertetangga di apartemen yang sama, salah sa-

2

tunya menderita anoreksia dan lainnya suka makan berlebihan. Saya mulai menggarap seninya, tapi kemudian ditawari menangani dan mengerjakan semua hal dalam pembuatan film tersebut. Sebelumnya, pada akhir tahun 1980-an, saya bekerja di sebuah perusahaan desain interior – dan bahkan mendirikan perusahaan sendiri. Apa yang saya lakukan ketika itu adalah hal-hal yang “sama sekali tidak penting”. Saya menggunakan bahan yang biasa tidak dipakai di toko busana. Saya membiarkan begitu saja hasil pembongkarannya. Sisa-sisa bahan “bertebaran” juga. Pengalaman saya dengan bahan dan ruang pada masa itu membentuk pemikiran saya setelahnya. Bagaimana dengan seri “Alkimia” Anda? Apakah itu artinya doa untuk nasib baik? Alkimia secara harfiah berarti alkimia – proses pengubahan logam dasar menjadi emas. Ini artinya mengubah pilar-pilar plastik itu menjadi sesuatu yang bernilai lebih. Membuat emas sangat tidak mungkin, tapi ini proses yang membawa sesuatu ke dalam pikiran. Ketika melihat penjaga toko di pasar sedang menumpuk barang-barangnya, Anda pasti terpana – tidak hanya karena keindahannya tapi juga karena keterampilan yang luar biasa, yang dilatih bertahun-tahun. Itu keindahan yang sublim, yang bisa ditemukan dalam tumpukan plastik yang tak terhitung itu. Mengapa Anda menganggap berdoa untuk nasib baik itu penting?

SENI & BUDAYA KOREA 27


1

1. “Kosmos.” 2015. Manik-manik, lembaran cermin kawat logam, klip. Instalasi variabel (Atas); “Mandala Bunga.” Tutup plastik. 2015. Instalasi variabel. Proyek ini diresmikan di “APT8 Kids,” bagian dari Triennial Asia Pacific of Contemporary Art (APT8) ke-8, yang diadakan di Galeri Seni Queensland dan Galeri Seni Moden (QAGOMA) di Australia. Rantai plastik dan manik-manik berwarna-warni menjuntai dari langit-langit sementara anak-anak bermain bebas dengan tutup plastik yang tak terhitung jumlahnya. 2. “Kubis dan Gerobak.” 2017. Silikon, gerobak. WDH: 210 × 100 × 106 cm. Kubis silikon ditumpuk di gerobak yang terletak di salah satu ujung galeri. Ini adalah bagian dari pameran “Sarori Saroriratta” di Museum Seni Gyeongnam (22 Oktober 2020-14 Februari 2021).

2

28 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

3. “Pesta Bunga”. 2015. WDH: 122 × 75,5 × 290 cm. Bagian dari pameran “WITH: Choi Jeong-hwa & Onyang Folk Museum” di Pusat Seni Gujeong Museum Rakyat Onyang (31 Maret-30 Juni 2015). Perlengkapan dapur seperti meja kecil, baki, dan piring dari rumah dekat Museum Rakyat Onyang di Asan, Provinsi Chungcheong Selatan, membentuk pagoda berlantai sembilan.


Saya tidak tahu pasti. Mungkin karena dulu kami kekurangan? Kami sangat miskin, dan dari kelas satu sampai kelas enam saya berpindah sekolah sebanyak delapan kali – kami tidak pernah bisa berakar di mana pun. Jadi, saya tidak punya kenangan masa kecil. Semuanya gelap dan kosong. Dan, tidak ada yang lebih menakutkan daripada tidak punya kenangan mengenai sesuatu. Sepertinya saya justru memanfaatkan tahun-tahun itu. Saya tidak punya teman bermain karena kami terlalu sering berpindah tempat, sehingga saya punya kebiasaan mengambil sampah dan membuang barang saya sendiri. Ketika saya mahasiswa, saya sering kali mendapati diri saya sangat tersentuh dalam perjalanan pulang pergi ke sekolah. Ada tempat pembuangan barang-barang yang tidak terpakai dan situs konstruksi di sisi jalan yang saya lewati. Sekali waktu saya bahkan menemukan sebongkah emas. Tapi kemudian ketika saya sampai di sekolah, saya merasa terhalang – seolah tidak bisa mendengar atau berpikir dengan jelas. Mungkin itulah sebabnya seniman yang mengenal saya mengatakan karya saya sangat muram.

3

Pendapat bahwa seni “untuk semua orang” mungkin berbahaya, tapi karya saya memang dibuat di jalanan. Ketika seni dianggap sebagai sesuatu yang tinggi dan susah dijangkau, saya ingin sekali mengatakan, “Ayo turun dan bermain,” untuk menunjukkan bahwa “seni berada tepat di sebelah Anda.”

Karya Anda tampaknya dipengaruhi oleh ibu Anda. Ayah saya tidak setuju saya masuk sekolah seni. Ia bahkan mematahkan kuas saya supaya saya tidak bisa melukis, jadi saya kuliah di jurusan desain di Akademi Teknik Gyeonggi. Ibu sayalah yang membantu saya diam-diam mendaftar ke sekolah seni. Ketika kami tidak dapat membayar biaya studio, ia membawa kimchi ke studio. Ibu saya adalah pencipta dan dewi saya. Dan, dia sendiri pun sebenarnya sangat berbakat. Bagaimana dengan pertunjukan solo Anda saat ini di Museum Seni Gyeongnam? Gerobak berusia sekitar 50-70 tahun dari pasar buah dan sayuran lokal didatangkan ke museum untuk membuat karya seni itu. Parasol warna-warni dari pasar diubah menjadi tempat lilin, dan sebuah kapal yang terbengkelai di pantai juga ditampilkan. Yang paling penting adalah kami juga mengundang aktivis revilatalisasi urban setempat sebagai seniman tamu untuk memperkenalkan proyek mereka. Apakah ada rencana untuk proyek yang akan datang? Pendapat bahwa seni “untuk semua orang” mungkin berbahaya, tapi karya saya memang dibuat di jalanan. Ketika seni dianggap sebagai sesuatu yang tinggi dan susah dijangkau, saya ingin sekali mengatakan, “Ayo turun dan bermain,” untuk menunjukkan bahwa “seni berada tepat di sebelah Anda.” Saat ini, saya sangat tertarik dengan “regenerasi.” Saya sedang berpikir bagaimana caranya mengeksekusi dan mengembalikannya ke sumbernya, ke akar dari segalanya.

SENI & BUDAYA KOREA 29


PENJAGA WARISAN BUDAYA

Seni Bela Diri untuk Kebaikan Bersama Park Shin-young telah berlatih taekkyeon , seni bela diri Korea, selama lebih dari 25 tahun dari 29 tahun hidupnya. Sekarang, master muda ini menggunakan keahlian dan pengalamannya untuk menjalankan sebuah yayasan sosial yang bergerak dalam bidang pertunjukan panggung. Yayasan ini bertujuan menyebarkan semangat dan nilai kehidupan serta kesejahteraan bersama yang terkandung di dalam taekkyeon ke seluruh dunia. Kim Dong-ok Penulis Lepas Ahn Hong-beom Fotografer

T

aekkyeon yang diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Penting Republik Korea dan Warisan Budaya Takbenda untuk Kemanusiaan oleh UNESCO ini adalah seni bela diri tradisional Korea yang menggunakan tangan dan kaki untuk menyerang atau menjatuhkan lawan. Sama seperti banyak tradisi rakyat lainnya, asal mula taekkyeon tidak tercatat dengan jelas dalam dokumen sejarah. Namun, jejak sejarah panjangnya dapat ditelusuri dari gerakan sama yang tergambar pada mural di Muyongchong (Makam Penari), yang diperkirakan berasal dari Kerajaan Goguryeo (37 SM – 668 M). Taekkyeon disebut juga sebagai subakhui dan gakhui. Kata ‘hui’ dalam kedua sebutan itu berarti ‘permainan.’ Taekkyeon bersifat sebagai permainan menyenangkan karena dilakukan di sekeliling banyak orang di luar ruangan dan menyajikan kesenangan kepada mereka. Sampai dengan tahun-tahun terakhir periode kerajaan Joseon, pertandingan taekkyeon adalah salah satu program reguler setiap kali desa mengadakan suatu acara atau pesta. Penduduk desa dibagi menjadi tim dari area atas dan tim dari area bawah dengan kontestan paling ahli terpilih dari setiap area untuk mengikuti pertandingan. Dalam hal ini, yang menarik adalah bahwa biasanya pertandingan anak dilakukan lebih dulu. Kenyataan itu berkaitan erat dengan alasan mengapa Park tertarik pada taekkyeon, sehingga mempertaruhkan hidupnya demi taekkyeon. “Sebuah foto yang berusia lebih dari satu abad dan telah memudar mengantar aku kepada dunia taekkyeon,” uar Park.

30 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

Foto yang disebutkannya adalah foto tua yang memperlihatkan pertandingan taekkyeon antara dua anak laki-laki dikelilingi oleh penonton muda, yang kemungkinan besar diambil oleh seorang misionaris Barat pada sekitar tahun-tahun terakhir periode kerajaan Joseon (1392-1910).

Seni Bela Diri yang Mirip Tari

“Dulu orang tuaku mendirikan taman kanak-kanak. Pada suatu hari mereka melihat foto itu, lalu segera mendatangkan pelatih taekkyeon agar mulai memberikan pelatihan harian bagi anak-anak. Mereka berpikir taekkyeon dapat membantu anak-anak dalam hal disiplin diri dan perlindungandiri. Aku pun bergabung dengan kelas tersebut. Saat itu, aku tidak merasa sedang belajar sesuatu, tetapi aku lebih merasa aku sedang menari dan bermain. Jadi, aku menunggu kelas seni bela diri tersebut setiap hari,” ingat Park. Perkataan tersebut menunjukkan bagaimana bahwa taekkyeon yang dikenalnya sekarang telah dipelajarinya selama dua puluh lima tahun. Sama seperti yang dirasakannya ketika ia masih kecil, taekkyeon memang tampak seperti menari, yaitu gerakan lentur yang terus berubah-ubah secara konstan. Taekkyeon tampak seperti tarian terutama karena pumbabgi, yaitu kumpulan gerakan dasar kaki yang pemula pelajari dari awal. Gerakan kaki tersebut menciptakan kesan seperti tari, terutama ketika dikombinasikan dengan gerakan tangan memutar yang disebut hwalgaetjit. Gerakan kaki untuk pumbabgi itu sangat sederhana maka mudah dipelajari – melangkahkan satu kaki di depan


Park Shin-young, perwakilan dari IK Taekkyeon, mendemonstrasikan variasi tendangan samping yang disebut gyeot chigi, yang membuatnya mendapatkan hadiah utama di beberapa kompetisi. © IK Taekkyon

SENI & BUDAYA KOREA 31


1

kaki lainnya dan menekuk lutut sesuai irama, kemudian menarik kaki sementara bersandar dengan gesit pada pinggang. Gerakan berirama ditambah kecepatan dan keberagaman gerakan kaki serta kelenturan pinggang menciptakan dorongan. Hanya saja, mudah dipelajari bukan berarti mudah dikuasai. Seperti yang Park jelaskan, “Anda pasti dapat mencari siapa yang pemula dan siapa yang pemain ahli hanya dengan melihat gerakan kaki pumbabgi-nya. Pemula cenderung tampak tidak sabar, bergerak dengan gegabah. Sebaliknya, pemain ahli akan tampak lebih santai. Irama tiga-ketukan pemain juga tidak sama antara satu pemain dengan pemain lainnya.”

Lembut di Luar, Kuat di Dalam

Kemungkinan dikarenakan gerakan seperti tari dan teriakan tidak biasa seperti “Eek-eh!” atau “Akh-eh!” yang sering ditirukan oleh komedian, taekkyeon kadang-kadang dilihat sebagai olahraga komedi. Namun, sebenarnya, taekkyeon adalah sebuah seni bela diri yang dipraktikkan secara aktif dengan kekuatan destruktif besar. Ketika kedua petarung berhadap-hadapan dalam jarak dekat, segala jenis serangan kaki

32 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

1. Lee Ju-young, suami dan instruktur Park (kiri), dan Ahn Hyungsoo, wakil wakil IK Taekkyon, melakukan tendangan samping sambil melompat di udara. 2. Park menunjukkan gerakan tangan. Teknik serangan tangan Taekkyeon beragam seperti gerakan dan kekuatan kaki, meski terlihat agak halus.

dapat dilakukan hanya dengan sedikit gerakan pendahuluan. Petarung dapat memilih satu dari serangkaian jenis tendangan, antara lain: tendangan depan yang dilakukan dengan atas kaki (jegyeo chagi), tendangan lokomotif yang sekeras pukulan tongkat pemukul (huryeo chagi), tendangan kail yang dilakukan dengan memanfaatkan atas kaki lawan (gyeot chigi), dan tendangan terbalik yang dilakukan dengan berputar di udara sambil berdiri di atas tangan (nal-chigi) – tidak ada perkiraan tendangan jenis apa dan kapan waktu tendangan tersebut akan dilakukan. Keahlian utama Park Shin-young adalah gyeot chigi, yang telah menganugerahinya hadiah utama pada sejumlah pertandingan bergengsi, termasuk Festival Olahraga Nasional. Sama seperti ssireum (permainan gulat tradisional Korea) dan judo, dalam taekkyeon juga terdapat kete-


rampilan yang beranekaragam dan mempesona. Gerakan taekkyeon kelihatan lentur bagaikan tari, tertapi sebenarnya taekkyeon bersifat keras karena merupakan kombinasi antara ketrampilan Jujitsu dan keterampilan bertempur. Meskipun demikian, seni bela diri ini paling mengutamakan kepedulian dan nilai kehidupan serta kesejahteraan bersama. Jika dilihat secara mendalam, kita dapat menemukan adanya perbedaan antara taekkyeon dan seni bela diri lain. Dalam sebagian besar seni bela diri lain, kekuatan berarti mengambil alih secara paksa dan mendominasi lawan tanpa henti, sehingga tidak memberikan kesempatan pada lawan untuk melawan balik. Sebaliknya, taekkyeon selalu memberikan kesempatan sama kepada kedua belah pihak, seperti yang tersirat dari gerakan kaki pumbabgi yang disebut di atas, yaitu taekkyeon selalu dilakukan dengan satu kaki dalam jarak serang lawan. Sikap dasar ini disebut daejeop, yang berarti “perlakuan ramah.” Dengan kata lain, lawan adalah lebih dianggap seperti tamu yang disambut dengan sopan daripada seorang lawan untuk dihancurkan. “Sebenarnya melukai orang lain dengan kekuatan adalah perbuatan yang mudah dilakukan. Orang mungkin akan mengatakan bahwa yang melakukan perbuatan melukai itu adalah orang kuat. Namun, itu bukan kekuatan, melainkan kekejaman. Mengalahkan lawan tanpa melukainya itu sulit dilakukan. Jika Anda bisa melakukan hal itu, Anda baru boleh dianggap sebagai orang yang sungguh-sungguh kuat. Itu adalah suatu keadaan yang sulit diraih tanpa disiplin mental,” kata Park.

Yayasan Sosial

Untuk beberapa waktu, Park juga sempat terobsesi oleh hasrat untuk menjadi lebih kuat. Dengan menyembunyikan hasrat itu di balik niat untuk belajar, dia mengunjungi satu studio ke studio lain untuk bertemu dengan master-master terkenal. Dia berharap dapat menyerap dan menguasai teknik rahasia mereka. Kemudian, pada sesuatu hari, dia sadar bahwa dia hanya mencari keterampilan teknis, tanpa menghargai keutamaan rohani, maka dia menghentikan pencariannya pada kekuatan. Setelah itu, dia mendirikan sebuah yayasan sosial ‘IK Taekkyeon’ bersama dengan beberapa anggota dari Federasi Taekkyeon Korea yang telah bekerja bersamanya sebagai tim peraga. “Akankah datang hari ketika manusia tidak lagi berperang? Aku membayangkan, hari itu mungkin saja datang jika semua orang di dunia berlatih taekkyeon dan belajar untuk memahami dan menghormati orang lain melalui latihan bertahun-tahun. Sebagai langkah pertama, aku berpikir bahwa aku harus membuat taekkyeon lebih dikenal luas.

2

Dengan demikian, melalui IK Taekkeyon, aku tidak hanya akan berkontribusi pada masyarakat, tetapi juga mewujudkan impianku,” katanya. Enam tahun telah berlalu sejak Park mendirikan yayasan tersebut. Selama waktu tersebut, dia telah mengunjungi berbagai negara asing untuk mempertunjukkan taekkyeon, dan menciptakan pertunjukan panggung dengan mengadopsi format pertunjukkan seni seperti teater luar ruangan tradisional (madanggeuk) dan pertunjukkan musikal. “Tiada hal yang membuatku sebahagia dan sekuat seperti berlatih taekkyeon, yang bagiku sama seperti bekerja dan bersantai pada waktu bersamaan, Aku masih memiliki jalan yang panjang. Aku tahu, aku harus bekerja lebih keras karena masih banyak orang yang bertanya padaku apa itu taekkyeon.” Perkataan Park yang penuh keyakinan itu membangkitkan rasa iba bagi yang mendengarnya. Namun, saya juga berterima kasih karena Park telah sungguh-sungguh berjuang dalam menghidupkan tradisi yang kurang diperhatikan itu. Dengan demikian, saya berani menyimpan harapan pribadi saya bahwa Park tidak akan berhenti dan tidak akan menyerah dalam menjalankan tugas mulia ini.

SENI & BUDAYA KOREA 33


KISAH DUA KOREA

1. Seorang anak Korea Utara menjawab di sebuah sekolah dasar di Budapest, Hongaria, pada tahun 1950-an.

1 Foto atas kebaikan Kim Deog-young

Kisah Anak-Anak Terlupakan “Anak-Anak Kim Il Sung”, sebuah film dokumenter yang membutuhkan waktu 16 tahun penyusunannya, mengungkapkan lembar-lembar yang terlupakan dari Perang Korea - pengiriman ribuan anak yatim piatu Korea Utara ke kaum komunis Eropa Timur untuk dididik. Kim Hak-soon Jurnalis, Profesor Tamu Jurusan Media Universitas Korea Ha Ji-kwon Fotografer

34 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

2. Prasasti pada palang peringatan yang ditemukan di Sekolah Pusat Nasional No. 2 di Plakowice, Polandia, tertulis bahwa anak yatim piatu perang Korea Utara belajar di sekolah tersebut dari tahun 1953 hingga 1959.


P

ada tahun 1952, ketika perang Korea masih berkecamuk, sebuah kereta khusus yang menampung anak-anak tiba di kota Siret di Rumania dan disambut meriah. Anak-anak yang tampak riang gembira menjulurkan kepala ke luar jendela kereta dan melambaikan tangan. Anak-anak berusia sekitar 10 tahun itu adalah anak yatim piatu Korea Utara yang datang dari ujung benua Eurasia dengan naik kereta api Trans-Siberia. Kurang leibh 5.000 anak dikirim ke 5 negara Eropa termasuk Rumania, Polandia, Ceko, Hongaria, dan Bulgaria untuk mendapat pendidikan oleh blok komunis. Perang tiga tahun itu membuat lebih dari 100.000 anak menjadi yatim piatu. Tercatat dengan baik bahwa banyak anak yatim piatu Korea Selatan yang diadopsi di Amerika Serikat atau Eropa. Yang kurang diketahui adalah nasib anak yatim piatu perang Korea Utara. Film dokumenter ‘Anak-Anak Kim Il Sung’ menceritakan anak yatim piatu yang dikirim ke Eropa Timur, yang belum dikenal sampai saat ini. Film ini merupakan hasil daya upaya sutradara Kim Deog-young yang pergi ke Eropa Timur lebih dari 50 kali selama 16 tahun sejak 2004. Kim menentukan pergi ke Rumania setelah mendengar sebuah cerita amat sedih dari sutradara senior Park Chanwook. “Katanya ada seorang nenek Rumania yang menunggu suami warga negara Korea Utara yang dikirim ke Korea Utara selama lebih dari 40 tahun. Ini adalah saat pertama saya mengetahui masalah anak yatim piatu korban perang Korea Utara.”

Suatu Pasangan Suami Istri

Ceritanya begini. Pada tahun 1952, Georgeta Mircioiu yang berusia 18 tahun yang baru lulus universitas keguruan menjadi guru seni di Sekolah Rakyat Josun yang terletak di Siret, 100 km dari ibu kota Rumania, Bukares. Di sana dia bertemu dengan seorang guru Jo Jung-ho yang berumur 26 tahun yang dikirim sebagai supervisor untuk menjaga anak yatim piatu Korea Utara. Diam-diam mereka saling mencintai dan akhirnya menikah dengan izin pemerintah masing-masing pada tahun 1957. Akan tetapi mereka terpaksa pergi ke Pyongyang pada tahun 1957 karena kebijakan pemulangan yang mendadak. Setelah pulang, Jo langsung disingkirkan dan dipekerjakan sebagai buruh tambang. Dari tahun 1960-an, di Korea Utara ideologi juche berkembang dan gerakan anti orang asing mulai bermunculan sehingga banyak warga negara asing yang menikah dengan warga Korea Utara diusir. Mircioiu sementara pulang ke Rumania dengan anak perempuannya yang berumur 2 tahun dan menderita kekurangan kalsium pada tahun 1962.

Setelah itu, mereka dilarang memasuki Korea Utara pada tahun 1967 dan akibatnya terputus kontak dengan suaminya. Mircioiu sudah berusia 86 tetapi sampai saat ini ia selalu mengirim surat permohonan kepada pemerintah Korea Utara untuk mengetahui kabar suami yang berumur 94 tahun apakah masih hidup. Yang diterima hanyalah jawaban singkat bahwa ‘Dia hilang’ sejak tahun 1983. Dia tinggal di Bukares dengan anak perempuan yang telah berusia 60 tahun sambil menunggu kabar dari suaminya dengan cara berkirim surat permohonan bantuan kepada organisasi internasional. Mircioiu memakai cincin pernikahan yang diukir huruf ‘Jungho 1957’ sepanjang hidupnya. Dia mulai belajar bahasa Korea supaya tidak melupakan cinta dengan suaminya. Selain itu dia dengan sepenuh hati menyusun ‘Kamus Rumania-Korea (130 ribu kata)’ dan ‘Kamus Korea-Rumania (160 ribu kata).’ Sutradara Kim membuat kisah cinta mereka yang memilukan menjadi sebuah program khusus, ‘Mircioiu, Suamiku adalah Jo Jung-ho’. Program itu ditayangkan di televisi KBS untuk hari peringatan Perang Korea pada tahun 2004. Sementara itu, sutradara Kim terus mengikuti jejak anak-anak yatim piatu Korea Utara di 5 negara Eropa Timur. Akhirnya Kim secara dramatik menemukan sebuah film dengan durasi 4 menit 30 detik di arsip film Rumania. Film itu menampilkan anak-anak Korea Utara yang turun dari kereta Trans Siberia. Petugas arsip yang mengenakan sarung tangan putih mengeluarkan film 35mm dari kaleng silver yang diselimuti debu. Pada saat itu Mircioiu mengingatkan nama anak-anak satu per satu dengan air matanya berlinang-linang. Pada saat itu, sutradara Kim tersadar “Tidak

2

SENI & BUDAYA KOREA 35


Sebelum mereka kembali ke Korea Utara, beberapa anak berusaha untuk meninggalkan jejak mereka sendiri. Tugu atau palang peringatan yang terukir namanya masih berdiri di hutan dekat sekolah lama mereka.

1

boleh mengabaikan sejarah ini.” Dia berusaha keras untuk mencari data terkait hal itu tetapi tidak mudah mendapat surat, foto, video, dan lain-lain tentang Korea Utara setengah abad yang lalu. Bahkan mustahil dia mendengar kesaksian karena sebagian besar orang yang bersangkutan telah meninggal dunia. Sejak itu sutradara Kim mulai mengumpul data dengan menjelajahi Eropa Timur secara langsung. Dia menandangi asrama, sekolah, arsip dokumen secara sungguh-sungguh. Dia berhasil merekam kesaksian jurnalis, ahli sejarah, dan orang-orang yang menghabiskan masa kecil bersama anak-anak Korea Utara. Berdasarkan dokumen diplomatik, kurang lebih 5 ribu anak yatim piatu Korea Utara diduga dikirim ke Eropa Timur. Akan tetapi Kim mengasumsikan jumlah anak-anak itu mungkin melebihi 10 ribu.

Pemulangan dan Perpisahan

Film ‘Anak-Anak Kim Il Sung’ menunjukkan klip hitam putih yang jelas dari anak-anak Korea Utara yang belajar dan bermain bersama dengan anak-anak setempat. Film ini juga menunjukkan kehidupan kelompok mereka. Di antaranya sangat terkesan mereka bangun pada pukul 6.30 setiap pagi untuk memberi hormat pada bendera Korea Utara yang dihiasi dengan wajah Kim Il Sung dan menyanyikan “Lagu Jenderal Kim Il Sung”. Walaupun lebih dari 60 tahun berlalu, teman sekelas

36 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

Rumania dan Bulgaria mereka yang sudah beruban masih bisa menyanyikan lagu dalam bahasa Korea, yang dimuali dengan “Setiap rantai pegunungan Baekdu memiliki jejak darah.” Lagu ini dianggap penting hingga dinyanyikan untuk membuka setiap acara. Namun menurut kesaksian, kehidupan sehari-hari mereka tidak selalu berdisiplin seperti tentara. “Pada saat itu kami bermain sepak bola dan voli di atas bukit. Kami seperti saudara kandung.” kata Veselin Kolev dan Bulgaria. Menurutnya, anak-anak Korea Utara memanggil guru ‘ibu’ dan ‘ayah’. Dianka Ivanova, salah satu guru mereka menunjukkan sehelai foto lama dan menyebut nama satu anak, “Inilah Cha Ki-soon yang paling menyukaiku.” Kim mengetahui bahwa beberapa anak melarikan diri dari asrama dan tumbuh di daerah sekitar, menikah degan wanita setempat, dan menjadi sopir taksi. Kim mencoba melacak mereka tetapi tidak berhasil. Pendidikan komunis diketahui telah direncanakan oleh Uni Soviet, yang memiliki pengaruh besar di negara-negara satelitnya di Eropa Timur. Proyek ini adalah bagian dari kampanye propaganda untuk mempublikasikan keunggulan sistem komunis dan mengkritik ‘konsekuensi dari intervensi Amerika Serikat dalam konflik Korea.’ Kim berspekulasi bahwa Korea Utara mungkin menerima tawaran itu dengan keyakinan bahwa anak-anak yang dididik di negara-negara maju di bidang teknologi dan budaya akan berguna di masa depan dalam pembangunan bangsa. Pada tahun 1956, anak-anak Korea Utara yang menyesuaikan diri pada kehidupan baru terpaksa berpisah dengan teman dan guru yang disayangi karena mereka mendadak diperintah pulang ke Korea Utara. Anak-anak dipulangkan satu per satu dari 1956 sampai 1959. Pada saat itu gelombang revolusi demokratik yang melawan Uni Soviet


2

3

bermunculan di antara negara-negara Eropa Timur termasuk Hongaria. Bahkan itu, di Korea Utara sebuah peristiwa yang dikenal sebagai ‘Insiden Faksi Agustus’ untuk membunuh Kim Il Sung terjadi selama dia mengunjungi Bulgaria pada tahun 1956. Selain itu, 2 anak yatim piatu Korea Utara di Polandia tertangkap ketika mencoba melarikan diri ke Austria.

Data Objektif

“Menurut surat yang dikirim anak-anak yang pulang ke Korea Utara kepada teman dan guru mereka, setibanya di tanah Korea Utara, petugas menyuruh 2 atau 3 anak turun dari kereta di setiap stasiun. Korea Utara sengaja memisahkan mereka karena takut anak-anak yang telah hidup bersama di luar negeri melakukan aksi massa.” ujar Kim. Sejak tahun 1961, surat-surat dari anak-anak itu terhenti karena sensor ketat pemerintah Korea Utara. Di dalam surat terakhir tertulis “Perlu pakaian. Tolong kirimkan buku catatan.” Di bagian akhir surat selalu tertulis kalimat “Ibu, aku rindu sekali.” Sebelum berangkat ke Korea Utara, mereka meninggalkan jejak mereka sendiri di daerah permukiman. Tugu dan palang peringatan yang terukir namanya masih ada di hutan sekitar sekolah. Di sebuah papan tanda yang ditemukan di Sekolah Sentral Nasional Ke-2, Plakowice, Polandia ada tulisan ‘Kami, anak-anak yatim piatu korban perang Korea belajar di sekolah ini dari tahun 1953 sempai 1959.’ Di monumen tertulis nama anak-anak dalam huruf Korea dan huruf latin. Di monumen peringatan abad pertengahan di sekitar desa Valeci, Ceko diukir 2 nama dengan jelas. Sutradara Kim menga-

4

1. Sutradara Kim Deog-young berharap film dokumenternya, ”Anak-Anak Kim Il Sung” akan membantu orang di seluruh dunia untuk lebih memahami masyarakat Korea Utara. 2. Georgeta Mircioiu, seorang Rumania yang mengajar seni rupa di Sekolah Rakyat Korea, berpose dengan suaminya dari Korea Utara Jo Jung-ho. Jo mengawasi dan mengajar anak-anak di sekolah yang sama.

takan, “Saya dapat memahami perasaan 3. Orang Eropa Timur masih mengingat anak-anak yang dengan jelas teman sekelas mereka di sungguh-sungguh Korea Utara, yang belajar dan bermain tidak ingin pulang bersama mereka lebih dari 60 tahun ke Korea Utara ketiyang lalu. ka saya menemu4. Foto bersama anak-anak dan guru yang diambil di “Sekolah Kim Il Sung” kan namanama yang di Cekoslowakia pada tahun 1950-an. diukir di monumen setinggi 10 meter.” Sutradara Kim menjelaskan bahwa dia sangat berhati-hati untuk tidak condong ke ideologi politik apa pun saat membuat film tersebut. Untuk itu, dia mencoba mengurangi kemungkinan kontroversi dengan menggali data objektif sebanyak mungkin daripada bersandar pada rumor. Perilisan “Anak-Anak Kim Il Sung” bertepatan dengan peringatan 70 tahun pecahnya Perang Korea. Hasilnya kurang memuaskan di bioskop karena COVID-19. Namun film itu bisa menjangkau banyak penonton di sekitar 130 negara melalui Netflix dengan bantuan pendukung Korea-Amerika. Meskipun gagal menarik perhatian di Korea Selatan, film ini telah diundang ke acara utama dari 13 festival film internasional termasuk Festival Film Internasional New York, Festival Film Internasional Nice, dan Festival Film Internasional Polandia, dan mendapat perhatian yang signifikan oleh masyarakat seluruh dunia.

SENI & BUDAYA KOREA 37


JATUH CINTA PADA KOREA

Bermimpi dalam Dua Bahasa

38 KOREANA MUSIM DINGIN 2020


Eva Lee, yang lahir di Rusia tapi menghabiskan hidupnya di Korea, membuat orang Korea berpikir tentang bahasa pertama mereka. Ia menjadi pembawa acara televisi dan memperkenalkan sastra Korea kepada Rusia dan sebaliknya. Cho Yoon-jung Penulis dan Penerjemah Lepas Heo Dong-wuk Fotografer

B

Eva Lee kelahiran Rusia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Korea setelah pertama kali datang ke sini sebagai seorang anak bersama ibunya. Dia adalah seorang penerjemah dan juru bahasa dan sering menjadi tamu di televisi dan radio.

anyak orang mengatakan kepada Eva Lee bahwa dirinya berbahasa Korea lebih baik dibanding orang Korea. Video klip di YouTube yang menampilkan dirinya mendapatkan banyak komentar. Sebagai pengisi acara tetap dalam“Orang Asing di Korea Selatan” (Daehan Oegugin) di MBC Plus dan “Acara Radio Park Myung-soo” di KBS Cool FM, Eva membuat orang lupa bahwa dia orang Rusia. Namun, fasih dalam dua bahasa kadangkadang tidak nyaman dengan keduanya dan berada dalam dua budaya justru tidak merasa memiliki keduanya. Bagi Eva, pencerahan datang ketika dia mengikuti program Pascasarjana Kejurubahasaan dan Penerjemahan di Hankuk University of Foreign Studies (HUFS) pada tahun 2017. Ketika mendapatkan tugas menerjemahkan sebuah teks sepanjang tiga menit pertama kali, dia sempat mengalami momen menbung (mental terpuruk) dan merasa tidak bisa berbahasa Korea atau Rusia. “Saya tidak mengerti apa yang saya dengar,” katanya. Perkenalan pertama Eva dengan Korea berawal ketika ibunya diundang untuk mengajar bermain piano di sini, melalui misionaris Korea di Khabarovsk, tempat Eva dan ibunya tinggal. Hubungan itu terjadi berkat neneknya dari pihak ibu, yang menjadi jemaah di gereja Korea. Eva bersekolah di sekolah dasar di Uiwang, Provinsi Gyeonggi dan menjadi satu-satunya orang asing di kelas. “Saya bukan hanya menjadi oegugin (orang asing) tapi oegyein [alien],” kenangnya. Namun, setelah enam tahun di Korea, kembali ke Rusia justru memberinya semacam kejutan budaya. Kemudian, setelah enam tahun kemudian, ia mendaftar di sebuah universitas di Korea dengan beasiswa dari pemerintah dan lagi-lagi mengalami kejutan budaya.

Kejutan Budaya Dua Arah

Berada dalam percampuran dua budaya dan bahasa membuatnya bisa mengikuti kuliah di universitas di Rusia dan mendalami kajian media di HUFS pada waktu yang sama. “Saya menghabiskan empat bulan di Korea, lalu kembali ke Rusia selama satu bulan. Ketika saya di Rusia, semua sama. Ketika saya kembali ke Korea, ada sesuatu yang berubah,” katanya. “Bolak-balik seperti itu awalnya terasa berat. Tetapi, saya bisa mengatasinya. Pengalaman ini membuat saya tidak begitu sensitif dan lebih mudah menerima sesuatu yang baru.” Setelah mendapatkan gelar sarjana pada tahun 2015, Eva menikah dengan teman sekelasnya dulu dan memakai nama keluarga suaminya, Lee. Katanya, ini dilakukannya demi kenyamanan. Nama gadisnya Kononova dan orang-orang akan – secara tidak sengaja, tentu saja – mengucapkannya dengan variasi yang beragam. Nama ini cocok buatnya. Setelah berbincang dengan Eva Lee beberapa waktu, ia terlihat seperti gadis Korea pada umumnya. Ia tumbuh dan menonton “Bangwi Daejang Ppungppungi” (Master Kentut Ppungppungi), acara televisi anak-anak populer, dan bahkan juga pernah dengan setia menunggu kekasihnya yang sedang mengikuti wajib militer selama dua tahun. Ketika tahu kekasihnya ditempatkan di Namyangju di pinggir kota Seoul, ia mengatakan, “Itu lebih mudah buat saya. Kami bisa berbincang di telepon dan bisa menemuinya sekali atau dua kali sebulan.” Kemudian, dengan humor garing yang biasa dipakai perempuan Korea ketika berbicara mengenai suami mereka, ia menambahkan, “Waktu itn saya tidak mau menemuinya sesering itu. Tapi sekarang kami malah terlalu sering bertemu.” Pandemi COVID-19 memaksa pasangan yang keduanya orang rumahan ini mengh-

SENI & BUDAYA KOREA 39


abiskan lebih banyak waktu di rumah. Eva mengatakan ia kadang-kadang mengajak suaminya keluar dan berolahraga atau melakukan aktivitas lain. Jika bukan karena pandemi, Eva mungkin akan lebih sibuk dengan pekerjaan juru bahasanya. Dengan tidak adanya acara internasional saat ini, ia lebih banyak mengerjakan pekerjaan penerjemahan. Ia merasa pekerjaan sebagai juru bahasa lebih berat karena tidak ada kesempatan memperbaiki kesalahan. “Saya lega ketika pekerjaan sudah selesai, tapi merasa kosong,” katanya. “Dalam pekerjaan penerjemahan, ada tekanan harus memenuhi tenggat waktu dan tidak pernah merasa puas. Ketika melihat pekerjaan Anda, Anda akan bertanya kepada diri sendiri ‘Mengapa saya menulis seperti itu?’ Tetapi setidaknya Anda punya hasil yang bisa dilihat.” Eva ingin mendalami penerjemahan karya sastra. Kini ia mengikuti kelas online di Lembaga Penerjemahan Karya Sastra Korea dengan harapan bisa menerjemahkan salah satunya karya Park Min-gyu “Tarian untuk Mendiang Putri Kerajaan” ke dalam bahasa Rusia. Dan ia ingin memperkenalkan buku-buku Rusia ke Korea. Sedikit yang memiliki kemampuan sama baik di bidang penerjemahan dan kejurubahasaan, tetapi Eva mengatakan ia merasa nyaman dengan bahasa Rusia dan Korea dan mampu menerjemahkan keduanya baik tertulis maupun lisan. Ia mengatakan, “Sekarang setelah saya lebih lama tinggal di Korea dibanding di Rusia, mungkin bahasa Korea lebih nyaman buat saya. Tergantung dengan siapa saya bicara.”

Kemampuan Berbahasa

Pekerjaan penerjemahan dan kejurubahasaan memang memberinya semacam pencapaian, namun bidang penyiaranlah yang membuat Eva dikenal publik. Sebenarnya, salah satu alasan ia bekerja keras meningkatkan kemampuan bahasanya adalah mimpinya menjadi pembawa acara di televisi. Ia tampil pertama kali di televisi ketika mengikuti kuis dalam acara “Kompetisi Bahasa Korea” (Urimal Gyeorugi). Ia menjadi juara pertama mengalahkan orang asing lain. Ketika masuk universitas, ia bekerja sebagai pembawa acara “Pagi di Gwanghwamun” di TV Chosun. Dalam acara ini, ia tidak hanya menampilkan pusat kota Seoul, melainkan

40 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

Dia memiliki kemampuan membangun percakapan dengan orang Korea dan non-Korea dengan baik. Tetapi, dia merasa masih harus banyak belajar dan belum memiliki jejaring yang luas. membawa penonton berkeliling ke seluruh penjuru negara. Awalnya memperkenalkan makanan daerah kemudian berbagai jenis pekerjaan. “Semua pekerjaan berat, seperti memancing gurita dan membawa karung terigu ke toko roti. Saya juga punya beberapa pengalaman yang sangat khas Korea seperti menanam padi,” kenangnya. Pengalaman lain yang sangat mengesankan misalnya memberi makan serigala dan menyelam bersama ikan-ikan hiu. Selain mengetahui bahwa Korea, negara yang kecil ini, punya wilayah-wilayah yang berbeda, atau “serigala lebih takut kepada kita dibanding rasa takut kita kepada mereka,” Eva juga menyadari di televisi semua orang harus sedikit beraksi. Reporter acara di pagi hari harus sangat riang dan energetik. “Saya lebih pendiam dari yang saya bayangkan, jadi jika perlu, saya akan lebih aktif”, katanya. Aksi dan kemampuan bahasanya membuat Eva berpikir mengenai fenomena orang asing yang sangat digemari di televisi Korea karena mereka bisa berbahasa Korea. “Di Rusia, sangat sedikit orang asing tampil di televisi,” katanya, seraya menambahkan bahwa Anda harus melakukan sesuatu selain berbicara bahasa lokal penonton di sana. “Di Korea, jika Anda berbahasa Korea, Anda akan mendapat kesempatan tampil di televisi. Itu merupakan sesuatu yang spesial dan disyukuri, tentu saja.” Namun, kadang-kadang ia berpikir lebih baik tidak terlalu fasih saja. “Jika Anda imut lalu melakukan kesalahan, atau berbicara dalam logat tertentu, atau punya beberapa ciri pelafalan khusus – orang-orang akan lebih suka.” Pada dasarnya, penyiaran adalah hiburan. Eva percaya, “untuk bertahan di dunia penyiaran, Anda harus bekerja keras dan menciptakan karakter Anda sendiri.”


2 © Diambil dari YouTube

1 © MBC every 1

1. Eva adalah pengisi tetap di program “Orang Asing Korea Selatan” (ditayangkan di MBC), sebuah acara kuis yang menampilkan orang asing yang tinggal di Korea. Dia terkenal karena pengetahuan dan bahasa Koreanya yang fasih. 2. Eva mengajar bahasa Korea di “The World of Dave,” saluran YouTube yang dioperasikan oleh David Kenneth Levene, Jr. dari Amerika Serikat. Penonton kagum dengan cara dia memahami nuansa bahasa Korea yang lebih halus.

Sementara Eva berpikir mengenai kemampuan berbicara seperti orang Korea, penonton justru menerima “karakternya”, yaitu orang asing yang bicara seperti penutur asli. Ini memberinya semacam beban. “Mereka pikir saya sangat cerdas. Tapi, mampu bicara dengan baik dan cerdas itu dua hal yang sangat berbeda. Saya bisa berbahasa Korea karena saya berlatih. Tapi, saya tidak tahu banyak mengenai sejarah, tradisi dan sebagainya. Saya hanya bisa bicara mengenai apa yang saya alami. Saya belajar dengan keras dan mencoba mengisi kesenjangan itu sendiri,” katanya.

Mengisi Kesenjangan

Eva masih bermimpi menjadi pembawa acara, tapi saat ini ia melihat adanya peluang di YouTube dengan ketentuan yang lebih longgar dan batasan yang lebih sedikit, sehingga memungkinkan ia membuat lebih banyak konten. Dunia sudah bergerak dan pindah ke negara lain tidak sedramatis sebelumnya. Setelah menikah, ia tidak pernah lagi berpikir, “Baiklah, saya akan menetap di sini selamanya. Seharusnya, ‘Baiklah, kita tinggal di sini sekarang.’ Suami saya ingin mencoba tinggal di Rusia suatu waktu. Atau mungkin kami akan tinggal bersama di suatu negara kelak,” katanya.

Bangsa asing yang diketahuinya ini punya lebih dari sekadar penghargaan dan perbandingan sederhana mengenai orang, makanan, dan budaya. “Misalnya, sebagian orang dapat membantu siswa berpikir mengenai apa yang ingin mereka lakukan dalam hidupnya, atau seseorang dalam dunia bisnis memberikan inspirasi orang lain dengan pengalamannya,” katanya, dengan sigap menyampaikan beberapa gagasan. Dia memiliki kemampuan membangun percakapan dengan orang Korea dan non-Korea dengan baik. Tetapi, dia merasa masih harus banyak belajar dan belum memiliki jejaring yang luas. Tujuan lainnya adalah membantu mempererat hubungan antara Korea and Rusia. Tahun ini menandai peringatan ke-30 tahun hubungan diplomatik antara kedua negara. Beberapa rancangan acara sudah dibuat tapi harus dibatalkan karena pandemi. Untuk saat ini, Eva menerjemahkan pos di Instagram yang berhubungan dengan hal ini dan menjadi juru bahasa sukarela di sebuah pusat panggilan telepon, yang memungkinkannya berhadapan dengan segala situasi seperti instruksi taksi sampai menenangkan orang yang terkunci di toilet bandara. Dalam usia 28 tahun, Eva punya banyak bakat dan waktu untuk bermimpi, malah dalam dua bahasa.

SENI & BUDAYA KOREA 41


DI ATAS JALAN

MEDITASI DI JALUR PEGUNUNGAN Wihara Seonam dan Songgwang, yang terletak di bagian timur dan barat Gunung Jogye di Provinsi Jeolla Selatan, adalah representasi Ordo Buddha Korea dan merupakan destinasi turis dan umat Buddha. Jalur pegunungan yang menghubungkan keduanya tak kalah menarik baik bagi para pendaki maupun bagi pengamut ajaran itu. Lee Chang-guy Penyair dan Kritikus Sastra Ahn Hong-beom Fotografer

42 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

1


K

etika memasukkan “Wihara Songgwang” atau “Wihara Seonam” ke dalam mesin perambah internet Korea, saran pertama yang muncul adalah jalur di antara keduanya. Hasil pencarian sebelumnya yang tak terhitung jumlahnya pasti menampilkan juga rute sepanjang 6,5 kilometer yang juga sering dicari orang-orang yang ingin tahu mengenai semenanjung Korea bagian selatan. Wihara-wihara ini berlokasi di sisi yang berseberangan dari Gunung Jogye. Di Korea, bukan hal yang aneh dua wihara Buddha tua yang sama besarnya berada di jalur pendakian gunung yang tinggi. Tapi, sangat jarang ditemukan dua wihara yang terbuat dari kayu masih berdiri dengan kokoh hingga saat ini. Angin yang panas dan lembab bertiup dari laut selatan menyuburkan pohon-pohon berdaun lebar dan pohon pinus penghasil kayu balak yang dipakai dalam pembangunannya lebih dari 1.000 tahun lalu, dan proyek restorasi modern juga dilakukan untuk memperbaiki kerusakan akibat tangan manusia dan alam.

Wihara Seonam termasuk ke dalam Ordo Taego, kelompok pecahan Ordo Jogye. Wihara ini diakui dalam melestarikan dan menyebarkan budaya Buddha Korea dan termasuk ke dalam Daftar Warisan Budaya Dunia UNESCO pada tahun 2018. Di dalamnya terdapat banyak objek yang merupakan “Harta Karun Nasional” Korea. Sejarah kedua wihara ini jelas memberi nilai

Lereng yang Berlawanan

Wihara Seonam di lereng timur Gunung Jogye lebih dekat ke puncak, tapi jalan di antara kedua wihara itu berjarak sama dari kedua sisi gunung. Ketika bus umum tidak banyak beroperasi, penduduk Desa Oesong di pintu masuk Wihara Songgwang biasa melewati jalan ini sebagai jalan pintas ke kota Suncheon. Sekarang, ada bus nomor 111 yang melayani rute ke Wihara Songgwang setiap 30 menit dari Stasiun Suncheon. Jalur pegunungan yang sering kali dilewati oleh pengumpul herba, petani pembuka ladang, atau penduduk desa setempat yang sedang terburu-buru ini menjadi jalur pendakian yang bisa ditempuh dalam satu hari yang populer setelah Gunung Jogye dijadikan taman provinsi pada tahun 1980-an. Sekitar 400.000 pengunjung kini dapat menikmati jalur berkanopi ranting-ranting pohon ini setiap tahun. Wihara Seonam dan Songgwang merupakan bonus dalam pendakian ke puncak Gunung Jogye, meski keduanya bukan wihara gunung biasa. Tidak hanya karena sudah berusia lebih dari seribu tahun, tapi juga merupakan dua dari sedikit chongnim, yaitu wihara yang dilengkapi dengan pusat latihan dan rumah bagi banyak biksu, yang sangat terkenal. Wihara Songgwang adalah salah satu dari Wihara Tiga Permata di Korea, yang mewakili tiga pilar ajaran Buddha: Buddha, darma, dan sangha, yaitu para biksu dan biksuni. Wihara ini merupakan rumah bagi Ordo Jogye dalam ajaran Buddha Korea, yang menjadi nama gunung ini, yang bisa ditelusuri asalnya ke ajaran Zen di Gunung Caoxi di Cina. Wihara ini menghasilkan biksu paling banyak di Korea dibanding wihara-wihara lain, dan merupakan destinasi utama bagi biksu asing dan mahasiswa yang ingin mendalami ajaran Buddha Korea.

2

1. Sebuah jalan setapak sepanjang 6,5 km di Gulmokjae, bukit antara Kuil Seonam di sisi timur Gunung Jogye dan Wihara Songgwang di sisi barat, secara alami dibuat oleh biksu ketika berjalan bolak-balik dari dua kuil lebih dari 1.000 tahun yang lalu. Sekarang ini menjadi jalur pendakian yang menarik puluhan ribu pengunjung setiap tahunnya. 2. Tiang roh, yang disebut jangseung, berdiri di jalur bukit Gulmokjae. Sebagai dewa penjaga desa, tiang roh biasanya ditemukan di pintu masuk desa, tetapi terkadang di sepanjang tepi jalan yang juga berfungsi sebagai tiang penunjuk arah.

SENI & BUDAYA KOREA 43


lebih pada pendakian di jalur pegunungan ini. Meskipun belum setua dan sebijaksana biksu, para pendaki tergerak mengikuti langkah mereka melepaskan diri dan kecemasan akan hal-hal duniawi dan melintasi jalan ini untuk mencari pencerahan. Di antara para pendaki ini adalah wisatawan yang terengah-engah sambil berharap mereka bisa melepaskan beban, bahkan bayangan mereka sebelum jalan menanjak berikutnya. Ada juga anggota klub pendaki yang melalui jalan ini dengan mudah dan terdengar seperti pemandu ketika ditanya mengenai arah jalan. Mereka semua dapat mengesampingkan kekhawatiran mereka untuk sementara waktu dan merasakan penghiburan dan penyembuhan yang ditawarkan jalan itu. Setiap batu kecil, setiap bunga liar yang tak bernama menjadi sangat berharga, bahkan ketika masa penghiburan sudah berlalu.

Penghiburan

Jika Anda berangkat dari Stasiun Suncheon, pertanyaan besarnya adalah wihara mana yang sebaiknya dikunjungi lebih dulu. Jika mulai dengan Wihara Seonam, Anda akan terpesona oleh kehadiran sungai berarus cukup deras di bawah kaki Anda dan pohon-pohon hinoki yang tegak menjulang tinggi di sisi lembah. Pada saat Anda melihat Jembatan Seungseon (Jembatan Menuju Kehidupan Abadi), yang melengkung seperti pelangi di atas air, berarti Anda sudah memasuki Tanah Murni. Pada awal musim semi, Anda juga akan melihat bunga plum yang anggun beraneka warna di sepanjang dinding batu di belakang aula utama wihara, Daeungjeon (Aula Pahlawan Besar). Bunga-bunga yang muncul dari pohon-pohon plum yang berusia lebih dari 400 tahun ini sangat terkenal. Pada waktu-waktu berikutnya di musim semi, Anda akan disambut oleh bunga sakura yang sangat indah. Di pintu gerbang depan wihara, Iljumun (Pintu Gerbang Satu Pilar), aroma wangi pohon osmanthus menyambut pengunjung. Menurut cerita rakyat, aroma ini tercium sampai ribuan mil jauhnya dan pohon ini juga tumbuh di bulan. Pada musim gugur, kelopak kecilnya yang putih memenuhi taman bagian dalam. Di wihara ini, pintu gerbang yang tinggi, kolam, dan bangunan yang sederhana ditata dengan indah di sekitar pepohonan berbunga seperti sebuah desa. Jika di Wihara Seonam terdapat Jembatan Menuju Kehidupan Abadi, di Wihara Songgwang ada Jembatan Tiga Dewi (Jembatan Samcheong). Tidak hanya jembatan, sebuah paviliun juga dibangun di atasnya. Namanya Uhwagak, sebuah paviliun tempat manusia menjadi seringan bulu, naik ke nirwana dan abadi di sana. Paviliun ini istimewa dan merupakan tempat beristirahat yang hanya bisa ditemukan Wihara Songgwang. Daun-daun berbagai warna yang kesepian tanpa seorang pun melihatnya tumbuh jauh di gunung, terserak dan terbawa aliran sungai dan akhirnya berkumpul di bawah paviliun. Air sungainya tampak dingin.

44 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

1

Jika Anda mengunjungi Wihara Seonam pada pagi hari dan ke Wihara Songgwang ketika matahari terbenam, cobalah mencari titik pandang paling tinggi. Ketika sinar dari kejauhan di antara bukit-bukit menyinari aula wihara yang gelap, pemandangan itu tidak akan bisa Anda lupakan untuk waktu yang lama. Halaman luas di depan aula utama merupakan bagian tengah wihara. Ini adalah hasil restorasi setelah bangunan aslinya menjadi abu dalam Perang Korea. Wihara mana pun yang Anda kunjungi pertama kali, cobalah tinggal selama mungkin, karena kedamaian yang Anda rasakan akan cepat berlalu.


2

1. Jembatan Seungseon mengarah ke kompleks Seonam, salah satu dari tujuh biara gunung Korea yang masuk dalam Daftar Warisan Budaya Dunia UNESCO. Ada kepala naga yang mencolok diukir di relief di tengah bagian bawah lengkungan. 2. Jembatan Samcheong di Wihara Songgwang lebih kecil dari mitranya di Kuil Seonam tetapi memiliki aura indah tersendiri. Uhwagak masa lalu, sebuah paviliun yang dibangun di atas jembatan, merupakan halaman depan kuil.

SENI & BUDAYA KOREA 45


1. Dua pagoda batu dari periode Silla Bersatu (676-935) menempati halaman depan di depan aula utama, Daeungjeon, Wihara Seonam. Pagoda tiga lantai yang berdiri di atas pangkalan bertingkat dua ditetapkan sebagai Harta Karun Nasional No. 395. 2. Wihara Songgwang adalah salah satu dari Tiga Wihara Permata Korea, bersama dengan kuil Haein dan Tongdo. Ini menghasilkan 16 biksu terkemuka yang menjadi guru nasional, oleh karena itu dikenal sebagai “kuil permata sangha.” 3. Imgyeongdang di sebelah kiri Uhwagak adalah salah satu pemandangan paling indah dari Wihara Songgwang. Bangunan itu memiliki jendela besar yang memperindah tampilan.

1

Kedamaian

Dari Wihara Seonam, bukit pertama yang akan Anda temui adalah Gulmokjae. Bukit ini terletak di balik hutan hinoki dan sebuah batu tempat harimau duduk dengan dagu bertumpu pada kakinya, melihat ke hati dan pikiran orang-orang yang lewat. Bagian jalur pendakian ini, dengan puncak Gunung Jogye di arah utara, sangat terjal tapi akan melandai setelah melewati bukit. Dari arah yang berlawanan dari Wihara Songgwang, Anda bisa berjalan sepanjang lembah, menyeberangi jembatan kayu yang kokoh dan melewati sebuah batu yang akan jatuh ke bawah dan menutupi jalan tapi dihentikan oleh biksu yang sedang mengasah kekuatan spiritualnya. Nama “Gulmokjae” tertulis pada batu di dekatnya. Ketika mendaki dari Wihara Seonam, bukit itu disebut “Gulmokjae

46 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

Besar.” Dari Wihara Songgwang, bukit ini disebut “Gulmokjae Kecil.” Ini adalah daerah aliran sungai Gunung Jogye, yang terletak di arteri pegunungan Honam. Air yang mengalir menuruni lereng timur menuju Teluk Suncheon, sementara air yang mengalir di lereng barat mengalir ke laut lepas Beolgyo. Setelah melewati bukit ini dan menyusuri jalan menurun, terdapat rumah makan nasi barli. Roti gandum hitam di Eropa dan nasi barli kasar di Korea mengandung makna sosial yang sama. Sementara kaum minoritas kaya makan roti putih yang terbuat dari gandum dan nasi putih, roti gandum hitam dan nasi barli menopang hidup orang miskin. Sekarang, barli dipasarkan sebagai makanan kesehatan yang membangkitkan kenangan. Rumah makan yang awalnya merupakan tempat istirahat yang dibuat dengan merombak tempat tinggal para petani pembuka ladang ini kini menjadi bagian dari paket perjalanan bagi para pendaki Gunung Jogye; tak ada yang melewati jalan ini tanpa masuk ke dalamnya. Menunya sederhana: barli dikukus dengan beras di panci besi besar, makanan pendamping yang terbuat dari sayuran hijau dari gunung dan sayuran yang ditanam di kebun, semua disajikan dengan sup pasta kedelai yang dimasak dengan lobak kering di atasnya. Bagi siapa pun yang sudah berjalan satu atau dua jam sampai di tempat dengan ketinggian 600 meter di atas permukaan laut ini, makanan ini tidak tertandingi. Kadang-kadang sekelompok pendaki berjalan sekitar 20 menit naik dari Desa Jangan hanya untuk makan di sini. Cara tercepat mencapai rumah makan terkenal ini adalah dengan mobil menyusuri jalan gunung sampai di bagian atas desa, memarkir mobil di sana dan berjalan mendaki sedikit. Rasa makanan itu tidak mudah digambarkan tapi


2 3

SENI & BUDAYA KOREA 47


1. Melewati puncak Gulmokjae, restoran nasi sederhana berusia 40 tahun adalah pemandangan selamat datang di lereng bukit. Hidangan nasi secukupnya yang dicampur dengan berbagai macam sayuran yang dibumbui dan pasta cabai merah adalah salah satu kesenangan dalam perjalanan.

1

semua orang melahap habis makanan itu dengan cepat. Jadi, tempat ini bisa disebut “rumah makan barli paling enak.” Namun, dari dulu sampai sekarang, rasa kenyang dari barli ini terasa kurang nyaman. Bukan karena kita makan lebih banyak dari biasanya atau cepat merasa lapar lagi, tapi rasa kenyang ini membuat Anda bertanya-tanya apakah Anda sudah bisa berdamai dengan rasa lapar.

Sejarah

Semua jalur itu punya masanya sendiri. Sama halnya dengan penghiburan, kedamaian, dan perasaan kenyang. Batu tempat harimau duduk dan melihat hati dan pikiran orang-orang yang lewat dan legenda biksu yang menghentikan batu besar yang meluncur ke bawah dan menutupi jalan dengan kekuatan misteriusnya hanyalah cerita khayalan. Semua dibungkus dengan sejarah jalan di atas Gulmokjae, putus dan disambung lagi tak terhitung berapa kali banyaknya selama lebih dari seribu tahun. Dalam sejarah Korea modern, istilah “ppalchisan” mengacu kepada kelompok partisan bersenjata selama Perang Korea. Gunung Jogye adalah pangkalan penting bagi aktivitas mereka dan penghubung dengan pertahanan mereka di Gunung Jiri. Lembah Honggol, tidak jauh dari Wihara Songgwang, adalah tempat persembunyian para partisan dan tempat pertempuran sengit yang akan menelan nyawa mereka jika mereka tidak melawan serangan. Banyak orang tua yang tinggal di wihara ini terbunuh. Dulu, jalan ini menjadi tempat orang-orang memburu dan diburu musuh dengan kejam. Kemudian, terjadi insiden yang mengarah kepada konflik yang lebih fundamental dan lama. Pada tahun 1954, segera setelah Perang Korea berakhir, Presiden Syngman Rhee bersikeras bahwa biksu yang menikah adalah peninggalan aturan kolonial Jepang

48 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

2. Pertapaan Buriram di bukit di belakang Wihara Songgwang adalah tempat Yang Mulia Beopjeong (1932-2010), yang dihormati karena karakter tegas dan disiplin diri, tinggal sejak pertengahan 1970-an hingga awal 1990-an. Dia menulis buku esainya yang terkenal “Bukankepemilikan” (Musoyu) di sini.

dan oleh karenanya harus dihapus. Korea tidak punya tradisi yang memperbolehkan biksu Buddha menikah dan selama akhir periode Dinasti Joseon (13921910), ketika monarki menekan ajaran Buddha, menjadi hal yang lumrah memperlakukan orang biasa yang menjaga wihara sebagai biksu. Selama masa kolonial Jepang (1910-1945), biksu Korea dipengaruhi oleh ajaran Buddha Jepang yang mengizinkan biksu menikah sesuai aturan selama periode Meiji. Menjelang tahun 1945, Korea punya banyak biksu yang menikah dibanding biksu yang selibat. Han Yong-un (1879-1944), penyair dan biksu, menulis dalam bukunya yang terbit pada tahun 1913 “Restorasi Ajaran Buddha Korea”, “Tidak masuk akal orang yang lahir dengan badan sehat tidak punya nafsu makan dan seks.” Ia mengatakan para biksu seharusnya bebas memilih cara hidupnya sendiri. Campur tangan pemerintah dalam masalah yang seharusnya diselesaikan di kalangan umat Buddha sendiri ini membawa akibat lebih buruk dibanding kerusakan akibat perang. Mahkamah Agung memutuskan pada tahun 1969 bahwa semua otoritas agama ada pada biksu selibat yang ditahbiskan. Mereka yang memprotes keputusan ini membentuk Ordo Taego Buddha Korea, dengan Wihara Seonam sebagai pusatnya. Sebelumnya, biksu dari kedua wihara datang dan pergi mencari guru dan teman belajar dan berbagi ilmu. Sekarang tidak lagi. Konflik mengenai hak properti wihara ini juga sedang terjadi.


2

Nidana

Ibadah fajar di Wihara Songgwang adalah kegiatan yang sakral dan khusyuk. Musisi tradisional Kim Yeong-dong memasukkan dan mengembangkan kemegahan dan musikalitas ibadah Buddha ini menjadi musik meditasi. Selain suara dari empat instrumen wihara (genderang darma, ikan kayu, gong berbentuk awan dan lonceng) dan kata-kata kebaktian, doa dan Sutra Hati, ia menambahkan

musik dan suara dari daegeum dan sogeum (seruling kayu tradisional). Hasilnya adalah album piringan hitam yang dirilis pada tahun 1988 berjudul “Musik Meditasi Buddha Korea.” Siapa pun yang menyukai kidung Gregorian harus mendengarkan lagu terakhir dalam album ini, “Banya Simgyeong,” nama Korea dari Sutra Hati. Musiknya berbeda dari musik meditasi Zaman Baru. Terdapat juga album CD yang direkam pada tahun 2010 oleh teknisi suara profesional Hwang Byeong-jun. Suara alami, seperti angin, sudah dihilangkan untuk membantu pendengar lebih fokus pada suara dan gaung bangunan kayu tua. Jika pesona musik Kim adalah menemukan suara tersembunyi di alam dan membawanya ke ruang baru, musik Hwang membawa kita ke waktu yang menghilang tanpa jejak. Kim mengatakan bahwa ia terinspirasi membuat album itu ketika bertemu Yang Mulia Beopjeong (1932-2010) di Biara Buril di Wihara Songgwang. Karena menjalankan keyakinannya yaitu “tidak memiliki,” biksu itu dihormati secara luas tidak hanya di kalangan umat Buddha tapi jauh lebih luas lagi. Istilah Sino-Korea untuk tidak memiliki adalah musoyu. Unit terkecil yang memiliki arti, leksem, diwujudkan dalam karakter yu (有), yang bermakna “punya,” yang berevolusi dari karakter dalam skrip Cina kuno yang digambarkan sebagai tangan yang sedang menggenggam ikan. Kursi yang dibuat oleh Beopjeong dari kayu ek masih ada di depan biara; di atasnya ada daun dari pohon peoni. Seandainya biksu tua itu melihatnya, mungkin ia akan mengatakan, “Daun yang baik, beristirahatlah. Engkau sudah bekerja keras, bertahan di ranting-ranting pohon.”

Tempat kunjungan di sekitar Gunung Jogye Wihara Songgwang

1

Gunung Jogye Wihara Seonam Taman Provinsi Gunung Jogye 2 Lokasi Syuting Terbuka Suncheon

Balai Kota Suncheon

2

3 Taman Nasional Teluk Suncheon

1 Benteng dan Desa Kota Nagan 4 Cagar Alam Teluk Suncheon

Seoul 3

4

330km Suncheon Laut Selatam

SENI & BUDAYA KOREA 49


SATU HARI BIASA

Bahagia Itu Sederhana Lim Chun-sik sudah menjual kwabaegi (donat kepang) selama 43 tahun di sebuah pasar tradisional di Seoul. Baginya, setiap hari itu sederhana dan gurih-manis seperti kue yang dijualnya kepada pembeli yang mengantre panjang. Hwang Kyung-shin Penulis Ha Ji-kwon Fotografer

P

asar Yeongcheon bukan pasar tradisional yang menjadi pusat keramaian di Seoul. Masa kejayaannya berakhir ketika ada jalan layang dan pengembangan wilayah di sekitar Taman Kemerdekaan, yang membuat pasar itu menjadi semakin menyempit. Namun, masih ada beberapa toko kecil yang ramai, dan salah satunya adalah toko yang menarik konsumen dari lingkungan kelas pekerja di dekatnya dan dari apartemen-apartemen tinggi yang jauh dari situ. Di dekat pintu masuk pasar, dengan pintu yang terbuka lebar, terdapat toko kecil yang bernama Darin Kwabaegi (Donat Kepang Master). Memang terdengar sedikit berlebihan, mengingat ada ratusan tempat yang menjual kwabaegi di ibu kota ini. Namun, satu gigitan donat versi pemilik toko Lim Chun-sik sudah cukup meyakinkan pakar donat mana pun bahwa kata “master” justru masih kurang pas. Di lorong-lorong pasar terdengar suara dari toko Lim: memberikan salam, menerima pesanan dan memanggil pembeli berikutnya. Pemandangan ini menarik bagi siapa pun yang ada di sana, dari antrean panjang pembeli yang menunggu giliran hingga pembeli yang menggigit kwabaegi sambil tersenyum dan orangorang yang melihat semua itu. Kwabaegi dibuat dengan cara memilin adonan tepung menjadi panjang dan tipis, melipatnya menjadi

50 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

1


dua dan memelintirnya seperti membuat tali – kemudian menggorengnya dengan minyak. Jika ditelusuri, makanan ini berasal dari mahua, kue panggang tradisional dari Cina. Di sebuah kota di bagian utara Cina, yaitu Tianjin, kue mahua tradisional sedikit keras. Konon, orang-orang Korea di wilayah Yanbian di bagian utara Cina pertama kali memfermentasi adonan dengan alkohol atau ragi untuk membuat versi yang lebih lembut dari tarae-tteok, yang secara harfiah berarti “kue gulungan benang.” Kwabaegi Korea ditambah gula, dan menonjolkan rasa manisnya. Sebagian orang memisahkan kepang kwabaegi yang terjalin erat ini sebelum memakannya; sedangkan yang lain memilih memakannya begitu saja. Keduanya sama-sama nikmat.

atau kantin sekolah. Pekerjaan berat mengolah hingga 20 karung tepung terigu seberat 20kg itu sungguh sangat melelahkan baginya. Kemudian, rumah makan dan kantin itu ditutup. Ini berkah bagi kesehatannya. Lim beralih ke usaha eceran dengan menjual langsung. Donat yang baru dibuatnya dengan cepat menjadi sangat populer dan membuatnya punya banyak pelanggan tetap. Dalam waktu singkat menyebar dari mulut ke mulut dan penggemar donat dari tempat yang jauh pun ikut datang dan mengantre. Untuk menjaga kualitas – dan memuaskan seleranya sendiri – Lim makan tiga atau empat kwabaegi setiap hari. “Pertama karena enak, dan untuk melihat apakah sudah bagus atau masih ada yang kurang pas. Takaran garam, gula, air, dan waktu menguleni – semua penting.”

Bekerja Sejak Berusia 13 Tahun

Darin Kwabaegi adalah bisnis keluarga. Selain Lim, yang membantunya bekerja adalah istrinya, anak laki-lakinya, menantu perempuannya, dan adik laki-laki bungsunya. Pada papan nama tokonya tertulis “Warisan Leluhur Berusia 42 Tahun,” tapi papan nama itu dibuat pada tahun 2019. Tahun 2021 toko itu akan berusia 44 tahun. Lim, anak tertua dari empat anak lelaki yang berasal dari Provinsi Jeolla Selatan, ditinggal ayahnya ketika ia duduk di kelas enam SD. Untuk membantu ibunya yang berjuang menghidupi keluarganya seorang diri, ia merantau ke Seoul segera setelah menyelesaikan sekolah dasar. Ketika berusia 13 tahun, Lim mulai bekerja dan tidak pernah lagi kembali ke bangku sekolah. Ia bekerja di Pasar Yeongcheon, tempat seorang temannya dari kampung halaman membuka toko gorengan. “Dulu, lorong ini tempat menjual tteok (kue beras),” kata Lim, ketika menjelaskan lorong tempatnya berjualan. “Semua toko hanya menjual tteok twigim. Kemudian, suatu hari ada yang membawa kwabaegi, dan mereka mengatakan, ‘bagaimana kalau Anda mencobanya?’ Saya mendengarnya, dan saya mulai membuatnya. Dulu tidak ada toko kwabaegi – sebelum kue ini populer. Orang yang sudah pernah merasakannya akan mengatakan kue ini gurih-manis, enak, mudah dicerna, dan sebagainya.” Lim dan temannya tinggal bersama selama 10 tahun. Pada tahun 1977, ia membuka tokonya sendiri. Ia tetap berjualan di Pasar Yeongcheon karena sudah terbiasa dengan tempat ini. Dulu ia menjual secara grosir. Ia mulai bekerja sebelum subuh, membuat kwabaegi dan mengemasnya ke dalam kotak-kotak yang akan diambil pada pagi hari oleh petugas pengiriman dan diantarkan ke rumah makan sementara di dekat lokasi pembangunan

Pertunjukan Membuat Adonan

Selain membeli kue, pembeli bisa menikmati pertunjukan. Salah satu alasan orang-orang rela menunggu lama adalah teknik Lim yang sangat menarik. Setiap kali membuat adonan ia memakai 40kg tepung dan menambahkan gula, margarin, air hangat dan ragi; kemudian mulai menguleni, memukul dan membantingnya. Adonan yang sudah difermentasi itu kemudian dibuat pipih dan dipotong berbentuk persegi panjang dengan

2

1. Lim Chun-sik telah menjual kwabaegi di Pasar Yeongcheon, Seoul, selama lebih dari 40 tahun. Setelah menguleni adonan, dia membuat untaian tipis, melemparkannya ke udara dan mengubahnya menjadi donat yang dipelintir dalam sekejap. 2. Sejak tampil di acara dokumenter mingguan SBS “Master of Living,” Lim telah melihat antrean pelanggan yang semakin panjang di toko donatnya.

SENI & BUDAYA KOREA 51


lebar sekitar 3cm dan panjang 15cm. Potongan ini lalu dibuat menjadi tali yang panjang dan tipis; dilipat menjadi dua dan dilempar – wus – ke udara, dipilin menjadi bentuk yang bagus sebelum mendarat dengan suara yang memuaskan. Tanpa ketebalan dan ukuran yang sama, keseluruhan proses menjadi berantakan. Para pembeli terhipnotis dan terpana, dan menjulukinya “master”. Kesegaran sangat penting. Setiap adonan disiapkan dengan tepat untuk dijual dalam waktu singkat. Jika adonan dibiarkan terlalu lama, warna akan berubah dan rasanya tidak lagi sama: kwabaegi harus digoreng dan dijual dalam waktu tiga jam setelah diuleni. Dan, karena lamanya waktu pembuatan bisa merusak rasa, setiap kwabaegi disajikan selagi panas segera setelah digoreng. Inilah yang membedakan kwabaegi Lim dari donat yang dibiarkan berjam-jam di toko roti dan pasar swalayan. Lim tiga kali membuat adonan setiap hari kerja dan dimulai sejak pagi buta. Ia bangun pukul 5.30 dan hanya perlu lima menit berjalan dari rumah ke tokonya yang berukuran 40 meter persegi itu. Ia sampai di sana sebelum pukul enam dan gelombang pertama pelanggannya akan mengular 30 menit kemudian. Hujan atau panas, mereka tetap sabar menunggu di luar. Tokonya terlalu kecil untuk menampung semua pelanggan kecuali keluarga Lim, jadi melayani pembeli dengan cara ini merupakan satu-satunya pilihan. “Ada ibu-ibu tukang bersih-bersih dalam perjalanannya berangkat pagi-pagi sekali, dan orang-orang yang berangkat ke tempat kerjanya di sekolah atau rumah sakit. Makanan ini adalah pengganti sarapan bagi sebagian orang, dan yang lain membelinya untuk dibawa dan dimakan bersama rekan kerja. Menyenangkan sekali makan sesuatu yang sedikit manis di pagi 1 hari,” katanya. Ketika kesibukan pagi hari berakhir, sekitar pukul 10, Lim sarapan sekaligus makan siang. Kemudian, tiba giliran rombongan makan siang pekerja kantor. Menjelang pukul dua atau tiga sore, adonan ketiga sudah habis dan toko itu ditutup dan dibersihkannya. Setelah itu, anggota keluarga Lim menyebar kembali ke kehidupannya masing-masing. Lim suka berolahraga dan sering bermain golf layar.

52 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

Rasa yang Tak Berubah

Harga donat Lim masih sangat murah. Di banyak toko lain, tiga kwabaegi seharga sekitar 2.000 won. Ia mengalahkannya dengan dengan kualitas, jumlah, dan harga yang tak tertandingi: ia menjual empat buah kwabaegi dengan harga 1.000 won. Dan yang luar biasa adalah harga ini tidak berubah selama sepuluh tahun. Padahal, harga bahan mentahnya pasti sudah mengalami kenaikan. Ini cukup membuat orang berpikir mengenai margin laba yang diperolehnya. “Ini bisnis keluarga, jadi tidak ada biaya karyawan. Kami tidak memakai telur dan susu; kami membuatnya dengan cara lama, sehingga bisa menekan harga. Tentu ada keinginan menaikkan harga, tapi keadaan ekonomi saat ini tidak baik dan harga ini cukup buat saya. Jadi, saya tetap menjualnya dengan harga ini. Pembeli senang kami bisa menekan harga.” Lim sudah mencoba menguleni dengan mesin tapi rasa adonan menjadi tidak enak. “Jika menurut saya rasanya tidak enak, tentu pelanggan saya juga akan merasakan hal yang sama. Dan, jika pelanggan bilang rasanya tidak enak, tentu kami juga akan sangat sedih. Jadi, saya tidak lagi memakai mesin,” jelasnya. “Melelahkan dan perlu banyak tenaga. Tapi, mana ada pekerjaan yang menghasilkan uang tapi tidak memerlukan tenaga? Membuat kwabaegi adalah pekerjaan yang baik. Pekerjaan ini tidak memerlukan waktu persiapan yang lama, hanya menguleni adonan dan menggorengnya; kemudian setelah menggoreng, buang minyaknya. Selesai. Tidak ada inventaris juga.” Setelah donat kepang Lim menarik perhatian media,


ia menerima tawaran untuk memberi merek dan membuatnya menjadi waralaba. Namun, karena ia bersikeras menguleni dengan tangan, dan adonan digoreng dan dijual saat itu juga, tidak mungkin baginya mengawasi banyak tempat. Barangkali waralaba akan memungkinkan jika Lim punya asisten, tapi ia tidak mau. Sama konsistennya dengan caranya menciptakan dan mempertahankan rasa donatnya selama beberapa dekade. Hari demi hari, hanya tangan dan indera perasanya yang tahu kapan adonan itu terasa pas. Kesetiaan pelanggannya menambah nilai semua itu. “Anda makan satu, kemudian Anda menengok ke sekeliling, dan Anda ingin makan lagi. Itu kata mereka. Saya sudah pernah melihat ada yang bisa makan 10 buah sekali duduk. Sebagian orang membekukannya di rumah dan memanaskannya di wajan, atau microwave dan menaburkan gula di atasnya ketika masih lembut. Nenek-nenek lebih suka mengukusnya di pemasak nasi, dan orangorang muda menghangatkannya dengan menggunakan air fryer. Pernah ada seorang nenek yang membeli banyak sekali, lalu saya bertanya, ‘Bagaimana caranya Anda makan sebanyak ini?’ Dan, dia menjawab, ‘Jangan khawatir. Saya akan memakannya dengan cara saya, Anda pikirkan saja bagaimana menjualnya.’”

Kebahagiaan yang Terukur

“Keluarga saya bukan orang kaya. Saya mulai bekerja ketika masih sangat muda. Saya mulai dari bawah, tanpa memiliki apa pun. Keterampilan yang saya pelajari, menjadi pekerja keras, dan menjaga hati dan pikiran – itulah yang membuat saya seperti sekarang ini. Saya punya

2

seorang anak laki-laki, dan setelah lulus kuliah ia bekerja di sebuah kantor selama beberapa tahun. Kemudian, dia mengatakan ingin membantu saya dalam pekerjaan ini. Awalnya saya tidak setuju. Saat ini dunia sudah lebih baik, dan dia sudah memperoleh pendidikan yang bagus. Saya ingin dia hidup lebih mudah dan nyaman. Selain itu, tentu akan berat tidak hanya bagi anak saya, tapi juga bagi menantu perempuan saya. Ini adalah jenis pekerjaan yang memerlukan totalitas. Jadi, benar-benar tidak ada yang bisa menganggapnya enteng. Saya belum menemukan orang dari generasi saya yang tidak berjuang dalam hidupnya. Kebahagiaan dan kepuasan saat ini – itulah harapan kami. Saya tidak terlalu peduli dengan keadaan yang kurang baik di masa lalu. Bekerja keras sekarang, bekerja dengan gembira: itu yang penting.” Apa yang diinginkan Lim dalam hidupnya juga tidak muluk-muluk. “Saya ingin keluarga saya dan orang-orang terdekat saya sehat. Itu saja. Di usia saya, saya belum pernah mencoba peruntungan di pasar saham – bahkan membeli tiket lotre sekalipun. Jika saya bisa menghasilkan sepuluh ribu won, saya habiskan sepuluh ribu won. Saya kehilangan banyak teman dulu ketika saya bekerja sangat keras dan menghasilkan banyak uang. Semua karena uang. Ketika saya makan di luar dan ada orang yang punya uang lebih banyak daripada saya, saya akan tetap membayari makan malam semua orang dengan kartu kredit saya.” “Saya bisa menghasilkan uang dengan membuat kwabaegi lebih banyak. Jadi, orang-orang menganggap saya kaya – tidak perlu saya jelaskan bahwa saya tidak seperti itu, bukan? Maksud saya, saya punya seorang anak laki-laki dan saya juga punya seorang cucu laki-laki – artinya saya kaya, bukan? Saya kaya karena saya bahagia. Menurut saya begitu.” Kehidupan Lim, seperti kwabaegi yang dibuatnya, sederhana dan gurih-manis. Pukul tiga sore: setelah selesai dengan pekerjaannya, Lim membersihkan tepung dari celemeknya dan keluar dari toko dengan langkah ringan. Hari baru saja beranjak meninggalkan siang; kebahagiaan-kebahagiaan kecil menunggunya di segala penjuru. 1. Toko ini adalah bisnis keluarga. Lim dan adiknya membuat adonan dan istri serta putranya biasanya menangani penggorengan. Menantu perempuan Lim menerima pesanan pelanggan dan membungkus kwabaegi. 2. Kwabaegi adalah makanan utama yang dapat ditemukan di toko roti mana pun, tetapi ada perbedaan kecil dalam rasa menurut cara pembuatannya. Adonan Pak Lim tidak mengandung telur atau susu, jadi rasa donatnya lebih sederhana dan sedikit lebih ringan.

SENI & BUDAYA KOREA 53


HIBURAN

Memanggil Ingatan Masa Tahun 1990 -an “House of Hummingbird ,” sebuah film independen yang dirilis pada tahun 2019, menampilkan tokoh utama seorang gadis yang bergulat untuk memahami dunia di sekelilingnya. Sutradara film ini menguraikan cerita berdasarkan riwayat hidupnya sendiri dengan sederhana bagaikan hummingbird yang mengepakkan sayapnya secepat 90 kali per detik. Film ini ditayangkan di berbagai negara dan meraih banyak penghargaan dan sorotan dari para pengamat film. Song Hyeong-guk Pengamat film

P

ada tanggal 29 Agustus, diadakan acara peringatan satu tahun “House of Hummingbird” di sebuah bioskop di Seoul. Di acara itu Kim Bo-ra, sutradara film ini memberi komentar yang sangat menarik. “Sebenarnya aku pernah merasa malu karena aku terlalu berpegang teguh dalam membuat film ini. Banyak yang mengatakan kepadaku: Kamu kok serius sekali! dan Santai sajalah! Dalam budaya Korea seseorang yang bersungguh-sungguh dalam mengejar impiannya diberi cap ‘orang yang terlalu polos dan tidak tahu apa-apa tentang dunia.’ Oleh karena itu, aku memendam lama impianku untuk menjadi sutradara. Maka, kalau aku sekarang kembali ke masa lalu, aku tidak lagi merasa malu dengan impianku. Jika di antara kalian ada yang mempunyai sebuah impian atau ingin mengejar impiannya, janganlah merasa malu dengan keseriusan dan semangat yang dimiliki terhadap impianmu sendiri.” Film yang lahir di balik rasa malu itu adalah “House of Hummingbird” yang meraih sebanyak 51 buah penghargaan dalam berbagai pesta film internasional. Mulai dari ‘Grand Prix of the Generation 14plus International Jury’ di Festival Film Internasional Berlin, sampai ketika film ini mendapat sejumlah penghargaan di bidang utama dalam Festival Film Tribeca, Festival Film Internasional Seattle, Festival Film Internasional Beijing, dan Festival Film Internasional Athena. Selain itu, film ini juga meraih penghargaan “Sutradara Yang Terbaik” dan “Pemeran Pendukung Wanita Terbaik” dalam acara Baeksang Arts Award (Penghargaan Seni Baeksang) di Seoul.

54 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

Cerita Sederhana

Keberhasilan film ini tidak sekadar karena memperoleh penghargaan. Ketika diputar di Amerika pada musim panas tahun ini, film ini mendapat penilaian yang tinggi dari dunia perfilman di sana. Dalam <The New York Times> ditulis, “Kim dengan bijaksana mencari keseimbangan antara masyarakat dan individu; ia mengajak para pononton untuk melihat realitas dan kebenaran bersama tokoh utama melalui tragedi negara yang diusung oleh berita dan kesengsaraan temannya.” Sebuah situs pengamat film, yaitu <rogerebert.com> memberi nilai sempurna kepada film ini dengan tanggapan yang sangat baik, yaitu “Meskipun ada banyak aspek yang tidak diragukan lagi akan berkesan lebih mendalam pada penonton Korea (yang kemungkinan lebih terpancing dengan peristiwa besar yang dibangun cerita untuk adegan terakhir), Kim menemukan sebuah cara dalam mengenali dan mengambarkan bahaya emosional masa remaja – terutama cara dalam menggambarkan persahabatan yang tampaknya tak tergoyahkan dapat berubah seketika – dengan cara-cara yang melintasi semua batas budaya.” Selain itu, dalam <Rotten Tomatoes>, situs yang menilai film dengan Tomatometer, film ini mendapat skor 100 %, padahal “Parasite,” film pemenang penghargaan ‘Palme d’Or’ dari Cannes Film Festival dan ‘Film Terbaik’ dari Academy Award mendapat skor 99 %. Komentar Kim yang disebut di atas tidak terlepas dari pandangan hidup yang diutarakan dalam “House of Hummingbird.” Film yang berdasarkan riwayat hidup sang


Poster utama film “House of Hummingbird” (2019) yang disutradarai oleh Kim Bo-ra. Berlatar tahun 1994 ketika Jembatan Seongsu di atas Sungai Han runtuh, film ini menggambarkan seorang gadis kelas delapan belajar tentang kehidupan dan dunia. Poster itu terbuat dari lukisan cat minyak asli oleh seniman muda Kim Seunghwan. © EPIPHANY FILM / MASS ORNAMENT FILMS

SENI & BUDAYA KOREA 55


sutradara ini memandang sutradara sendiri dan masyarakat Korea pada tahun 1990-an dengan cara dan sikap yang jujur. Di Seoul pada tahun 1994 tokoh utama, siswa kelas 2 SMP yang bernama Eun-hee mengalami kekerasan, persahabatan, pengasingan, dan kasih sayang baik di sekolah maupun di rumahnya. Catatan tentang segala sesuatu yang dialaminya dalam film ini merupakan potret dari masyarkat Korea pada masa itu. Sudut pandang seorang gadis yang usianya belasan tahun memperlihatkan gambaran tentang masyarakat Korea pada masa itu dan mengajak para penonton berkeliling Seoul. Setelah itu, muncul kejadian tragis yang meninggalkan bekas, rasa malu, dan luka dalam hati masyarakat Korea, yaitu robohnya jembatan Seongsu pada bulan Oktober 1994. Dalam hal ini, yang harus diperhatikan adalah bahwa Kim menggambarkan kenyataan sosial dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan kebanyakan sutradara. Sejak 1990-an dunia perfilman Korea didominasi ‘socially conscious films’ yang memimpin New Wave Korean Cinema dan kebanyakan film itu cenderung memulai narasi dari wacana sosial makro serta diarahkan oleh sutradara laki-laki. Berbeda dengan kecenderungan itu, Kim memulai narasinya dari urusan pribadi yang sederhana yaitu episode dalam kehidupan sehari-hari tokoh utama dan orangorang di sekitarnya tetapi tetap menangkap dan menyampaikan keadaan masyarakat Korea kontemporer. Hal itulah yang menjadi kekuatan dari seorang sutradara perempuan yaitu ‘setia menyayangi tokoh utama.’ Konon, Kim menghabiskan tiga tahun untuk menemukan pemain perempuan yang cocok untuk memainkan tokoh utama, Eun-hee.

Kekuatan Simpati

Pada bagian awal dalam film ini terdapat adegan bahwa Eun-hee dipukul oleh kakak laki-lakinya. Sebenarnya dia sering dipukul oleh kakaknya hingga pada suatu malam saat keluarganya sedang makan malam bersama, Eun-hee mengumpulkan keberanian lalu mengadukan hal itu pada orang tuanya. Apa yang diharapkan Eun-hee adalah bahwa ayahnya akan bertindak sebagai kepala keluarga, tetapi ayahnya ternyata hanya diam saja. Sebagai penggantinya, ibunya berkata, “Kalian tidak boleh bertengkar!” Dengan perkataan ibu itu, kekerasan yang sebenarnya memposisikan Eun-hee sebagai korban dan kakaknya sebagai pelaku berubah menjadi pertengkaran yang biasa terjadi. Ayahnya tidak peduli sementara ibunya menyelesaikan masalah itu dengan cara patriarki yang terinternalisasi padanya. Namun, pada bagian akhir dalam film ketika Eun-hee membantah orang tuanya dengan berteriak, kakaknya menepuknya dengan keras. Saat itu ayahnya menegur, “Kamu berani memukul adik di depan ayah!” Sang ayah yang tidak memedulikan kekerasan terjadi di belakangnya sendiri, kali ini mengungkapkan kemarahannya. Sikap ini justru merupakan cerminan dari otoritarian yang dimiliki seseorang yang mengutamakan urutan tingkatan dalam hierarki. Melalui film ini, para penonton menyaksikan kejadian yang sering dialami oleh sejumlah anak perempuan dalam masyarakat Korea. Bagaimanapun Eunhee bersikap seolah tidak apa-apa lalu pergi ke sekolah dan berbagai rasa kesal yang dialami sehari-hari dengan sahabatnya. Selain itu, ada seorang yang menjadi naungannya yaitu Young-ji, seorang guru di lembaga pendidikan swasta. Young-ji, mahasiswa di sebuah universitas ternama yang sedang mengambil cuti kuliah karena ada urusan pribadi yang tidak diungkapkan dalam film. Meskipun demikian, dari matanya terbaca nuansa gabungan aktivis mahasiswa yang mulai memudar sejak awal tahun 1990-an. Eun-hee membuka hatinya kepada Young-ji, lalu bersandar padanya. Pada suatu hari Eun-hee bertanya kepada Young-ji, “Bu guru pernah membenci diri sendiri?” Young-ji menjawab bahwa dirinya sering membenci dirinya sendiri. Dengan jawaban itu Eun-hee yang dulu menganggap Young-ji sebagai orang yang hebat menemukan adanya sesuatu yang sama antara

1. Kim Bo-ra (ketiga dari kiri) berpose dengan para pemeran film tersebut setelah menerima Grand Prix Generasi 14plus di Festival Film Internasional Berlin pada tahun 2019.

1 © Ku Semi

56 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

2, 3. Dengan keluarganya yang kurang berkomunikasi dan guru sekolahnya yang hanya menekankan pada kompetisi, Eun-hee berbagi pemikiran dan frustrasinya dengan tutor sekolahnya.


2

dirinya dengan Young-ji. Cara menghibur hati yang sangat membantu bagi seseorang sedang bersedih adalah bukan melalui sesuatu yang muluk-muluk melainkan melalui bercerita dan berbagi rasa dengan orang yang senasib Kepakan sayap dari hummingbird sesungguhnya menyampaikan gaung kepada seluruh masyarakat Korea yang mempunyai luka dan ingatan bersama yang dibawa dari berbagai bencana tragis, termasuk robohnya jembatan Seongsu.

Pertanyaan untuk Para Penonton

Tahun 1990-an yang diringi demokratisasi di bidang politik merupakan masa renaissance dalam budaya pop. Sejumlah hiburan yang baru dan menarik pada masa itu, antara lain, trio Seo Taiji yang memelopori K-pop, sinetron Eyes of Dawn yang berlatar belakang masa penjajahan Jepang dan Hourglass yang menceritakan pergolakan sejarah Korea modern yang penuh dengan kekacauan. Akibatnya, kini kenangan akan masa lalu masih mewarnai sejumlah produk budaya pop dan menarik sambutan hangat dari masyarakat. Contohnya adalah seri sinetron Reply 1997(2012), Reply 1994(2013), dan Reply 1988(2015). Di samping itu, lagu yang sangat populer pada masa lalu kini bangkit kembali dengan mencatat jutaan kunjungan dalam YouTube. Akan tetapi, “House of Hummingbird” yang mengenang masa lalu dengan cara berbeda melontarkan pertanyaan kepada pada penonton, yaitu “Bagaimana keadaan Anda

3 © EPIPHANY FILM / MASS ORNAMENT FILMS

pada masa itu?”, “Apakah Anda berbahagia pada masa itu?”, “Apakah Anda pernah diganggu atau suka mengganggu teman di sekolah?” dan “Apa yang Anda pelajari dari kejadian robohnya jembatan Seongsu yang disusuli beberapa bulan kemudian dengan runtuhnya Mal Sampung?” Pada masa lalu yang tidak begitu jauh dari sekarang yaitu saat Young-ji, salah seorang tokoh dalam film ini masuk universitas, beberapa sutradara ketahuan membuat film yang mengkritik pemerintah lalu dipenjarakan. Kini “House of Hummingbird ” yang memanggil ingatan yang setia dan jujur terhadap masa lalu mendapat sorotan dan penilaian yang tinggi dari seluruh dunia. Hal itu patut mengantar kita termasuk sang sutradara ke rasa bangga, bukan rasa malu.

SENI & BUDAYA KOREA 57


ESAI

Jurimmal atau Singkatan Kunci Menjadi Gaul dalam Berbahasa Korea Luhde Gista Maharani Mahasiswa S2 Akademi Studi Korea

S

ecara umum perkembangan bahasa semakin ke sini semakin unik. Seperti yang para kaum milenial kini sering gunakan dalam berkomunikasi sehari-hari, ada banyak kata gaul atau ekspresi yang tidak baku yang terbentuk atau tercipta akibat dari ‘kreativitas’ yang mereka miliki sebagai pelaku bahasa. Salah dua kata gaul dalam bahasa Indonesia yang hingga saat ini masih sering terdengar adalah baper dan mager. Sebagai salah satu orang yang pernah merasakan kisah manis dan romantis jaman kuliah di Yogyakarta dulu, saya juga sempat menjadi orang yang mudah baper atau yang kepanjangannya adalah ‘bawa perasaan’. Saat ada senior laki-laki yang menyapa dengan sopan dan penuh pesona sedikit-sedikit saya merasa tersentuh dan terpesona, hingga pada akhirnya baper. Dan yang satu lagi ada kata mager yang kepanjangannya adalah ‘malas gerak’. Dua kata tersebut diasumsikan mulai muncul dan sering digunakan pada kisaran tahun 2014 hingga 2015, bahkan hingga kini pun masih menjadi suatu kata yang dibutuhkan dalam menyempurnakan maksud dan tujuan penutur bahasa. Fenomena singkatan kata ini tidak hanya ter-

58 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

jadi dalam bahasa Indonesia, tetapi juga dalam bahasa Korea. Pada tengah tahun 2014 saat saya secara resmi mulai belajar bahasa Korea melalui program S1 di salah satu universitas di Yogyakarta, tentu saya mengawalinya dengan belajar bahasa baku yang terkesan kaku apabila digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau bergaul dengan teman. Namun, saya merasa itu hal yang lumrah dan biasa saja karena memang saya baru belajar pada saat itu. Yang menjadi suatu keterkejutan bagi saya adalah saat saya mulai banyak mengenal teman orang Korea yang datang ke kampus saya untuk belajar bahasa Indonesia pada awal tahun 2017. Kebetulan saat itu saya bekerja paruh waktu di salah satu lembaga BIPA di kampus saya yang menjadi tempat perantara untuk saya bisa berkenalan dengan banyak teman-teman orang Korea. Saat itu saya mendengar percakapan yang aneh antara salah satu senior jurusan saya dengan salah seorang teman orang Korea. Mereka menyebutkan dua kata, yakni ‘eoljuga(얼죽아)’ dan ‘anmul angung(안물안궁)’. Sontak saya kebingungan dan mencoba bertanya langsung kepada mereka apa maksud dari kedua kata yang mereka ucapkan. Ternyata kedua kata tersebut adalah sing-


katan dari sebuah ekspresi kalimat dalam Bahasa Korea. ‘Eoljuga(얼죽아)’ adalah singkatan dari kalimat ‘eoreo jugeodo aiseu amerikhano’ atau yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘mati kedinginan pun tetap ice americano’. Singkatan ini muncul dari latar belakang budaya sebagian besar orang Korea yang sangat menikmati minuman kopi Amerika yang dalam bahasa Italia disebut dengan Caffè Americano. Minuman kopi ini terbuat dari campuran air panas dengan satu seloki espresso. Selain merupakan minuman kopi yang paling terjangkau di Korea, ice americano adalah minuman kopi yang paling sering di konsumsi oleh masyarakat Korea sebelum mereka memulai hari atau berangkat kerja. Dan ekspresi ‘eoljuga(얼죽아)’ juga muncul demi mempersingkat ekspresi bahwa meski pada saat musim dingin yang suhunya di bawah nol derajat, sedingin apapun itu mereka tetap akan mengonsumsi ice americano. Ungkapan ‘anmul angung(안물안궁)’ juga sering digunakan oleh kalangan anak muda di Korea. Dengan memiliki makna yang bertolak belakang dengan ‘F.Y.I’ yang dalam bahasa Inggris berarti ‘for your information’, ‘anmul angung(안물안궁)’ adalah singkatan dari ‘an mureobogo an gunggeumhae’ yang bermakna ‘tidak bertanya dan tidak penasaran’. Pernah suatu hari saya lupa akan arti dari ekspresi ini dan salah seorang teman saya berkata kepada saya bahwa saya belum bisa diakui sebagai orang asing yang gaul dalam berbahasa Korea kalau tidak tahu arti ekspresi ini. Teman Korea saya yang lainnya pun sempat mengatakan bahwa salah seorang senior jurusan saya sangat bagus bahasa Koreanya karena banyak mengetahui banyak tentang ekspresi singkatan seperti ini. Melihat fenomena bahasa yang unik seperti ini, saya menyadari bahwa semakin unik perkembangan suatu bahasa semakin susah ditebak makna dan artinya. Namun, dari sisi keefektifan menyampaikan maksud dan tujuan bisa dibilang

lebih sedikit memakan waktu karena segala bentuk ekspresi menjadi lebih pendek dan singkat. Fenomena seperti ini pun tentu mempermudah kita sebagai makhluk yang tidak lepas dari teknologi untuk lebih mudah dalam mengetik pesan elektronik menggunakan telepon pintar. Bahasa itu sama seperti manusia, dia lahir, tumbuh berkembang dan kemudian tenggelam atau mati ditelan waktu. Tidak jarang keunikan bahasa baru yang lahir diakibatkan dari suatu kesalahan. Beberapa contoh kemunculan ekspresi unik dalam bahasa Korea yang diakibatkan oleh kesalahan pengetikan adalah ‘onajeon(오나전)’ dan ‘jebla(젭라)’. Kedua kata tersebut sempat banyak digunakan pada kisaran tahun 2016 hingga 2018 yang diprediksikan muncul karena kesalahan pengetikan saat berkirim pesan melalui telepon pintar. Kata ‘onajeon(오나전)’ adalah hasil kesalahan pengetikan kata keterangan ‘wanjeon(완전)’ yang artinya ‘sangat’ dan kata ‘jebla(젭라)’ yang merupakan hasil kesalahan pengetikan dari kata keterangan ‘jebal(제발)’ dalam bahasa Korea yang bermakna ‘tolong’ dalam bahasa Indonesia atau ‘please’ dalam bahasa Inggris. Saya semakin yakin bahwa siklus bahasa tidak akan ada ujungnya dan akan semakin menarik kedepannya. Dengan menemukan keunikan dan melakukan penelusuran lebih dalam bidang bahasa seperti ini membuat saya menyadari alasan mengapa saya pada akhirnya memutuskan untuk menggeluti ilmu linguistik ini. Jadi, untuk kawankawan sekalian yang sedang belajar bahasa Korea dan ingin bisa gaul dalam berkomunikasi dengan orang Korea secara langsung, saya sarankan banyaklah mencari tahu tentang bahasa populer atau bahasa baru atau bahasa gaul yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Korea, khususnya muda-mudinya. Namun, tidak saya sarankan untuk menggunakannya saat berkomunikasi dengan atasan di kantor perusahaan Korea kalau tidak ingin berakhir kacau.

SENI & BUDAYA KOREA 59


KISAH RAMUAN

Pollack

Ikan Serbaguna

Ikan Pollack atau ikan musim dingin dianggap sebagai makanan sehat karena memiliki lebih banyak protein, tetapi lebih rendah lemak dibandingkan ikan Blue-backed . Ikan Pollack bahkan dapat ditemukan di atas meja untuk sajian upacara tradisional di Korea – sebagai makanan yang memiliki makna keberuntungan. Jeong Jae-hoon Apoteker dan Penulis Makanan

1 © imagetoday

60 KOREANA MUSIM DINGIN 2020


D

i Korea tidak ada orang yang tidak mengenal ikan Pollack atau meyongtae dalam bahasa Korea. Asal nama ikan ini dapat ditemukan dalam esai Menulis di Bawah Hutan (Imha pilgi), sebuah koleksi esai yang ditulis oleh Yi Yu-won, seorang cendekiawan di akhir Dinasti Joseon (1814-1888) dan dipublikasikan pada tahun 1871. Kisahnya dimulai dari seorang nelayan dengan nama keluarga Tae yang tinggal di Myeongcheon, Provinsi Hamgyeong, Korea Utara saat ini. Suatu hari, dia menangkap seekor ikan dan mempersembahkan ikan itu kepada gubernur. Sang gubernur menikmati ikan tersebut dan menanyakan nama jenis ikan itu, tetapi tidak ada yang tahu namanya. Dia hanya diberitahu bahwa ikan itu ditangkap oleh seseorang dengan nama keluarga Tae dari Myeongcheon. Kemudian, sang gubernur berkata, “Seekor ikan ditangkap oleh Tae dari Myeongcheon. Kita akan sebut ikan itu dengan nama myeongtae.” Demikianlah nama tersebut diciptakan. Hal ini lebih seperti cerita rekaan dibandingkan kisah asal nama sebenarnya. Namun, dari tulisan dalam buku Yi Yu-won ini, menjadi bukti bahwa ikan Pollack adalah ikan yang umum pada masa itu. Dia menulis, “Min Jeong-jung meramalkan bahwa 300 tahun kemudian, ikan ini akan menjadi lebih berharga dibandingkan pada masa dia hidup, dan sepertinya hal ini benar. Ketika saya pergi ke Wonsan, saya melihat ikan-ikan Pollack bertumpuk di pinggir Sungai O (Sungai Han saat ini) seperti tumpukan kayu bakar, sangat tinggi sehingga saya tidak dapat menghitungnya.” Ketika Min Jeong-jung meramalkan ikan Pollack pada abad ke-17, sepertinya ikan tersebut belum dihargai sebagai makanan. Dalam Diari Sekretaris Kerajaan, ikan Pollack muncul dalam sebuah catatan tahun 1652 tentang sebuah masalah ketika telur ikan Pollack tercampur dengan telur ikan Cod dalam persembahan untuk Raja Hyojong dari Provinsi Gangwon. Walaupun, tiga abad kemudian, ikan Pollack menjadi ikan yang populer dikonsumsi di seluruh negeri. Selain mudah ditangkap, ikan Pollack menjadi bahan utama sajian pada meja untuk berbagai upacara ritual di semua kelas sosial.

Metode Pengeringan

Sebelum teknologi pendinginan modern diperkenalkan, ikan Pollack biasanya diperjualbelikan dalam keadaan dikeringkan, kecuali pada musim dingin. Tergantung pada tingkat pengeringannya, ikan Pollack kering memiliki berbagai nama seperti kodari, jjaktae, bugeo, hwangtae, dan meoktae. Berbedanya tingkat pengeringan tidak hanya membuat ikan

Pollack memiliki nama yang beragam tetapi juga membuatnya memiliki rasa dan tekstur yang beragam. Kodari adalah ikan Pollack yang setengah dikeringkan dengan cara ditusuk serta bagian jeroan dan insang dibuang; jjaktae adalah ikan Pollack yang diasinkan lalu dikeringkan, sehingga dagingnya sangat kenyal dan berasa asin; bugeo adalah nama lain dari myeongtae pada masa lalu, tetapi kini menunjuk pada ikan Pollack yang dikeringkan di pantai, sehingga terkena angin laut dan matahari untuk waktu singkat. Hwangtae, sebaliknya, dikeringkan melalui proses 1. Pollack dikeringkan di luar ruangan selama musim dingin, dibekukan dan dicairkan lebih dari 20 kali, untuk menjadi hwangtae. Situs pengeringan ditemukan di daerah pegunungan di Provinsi Gangwon dekat pantai timur, seperti jalur Daegwallyeong dan Jinburyeong dan Pyeongchang. 2. Hwangtae, dicabik-cabik memanjang, bisa digunakan untuk membuat sup atau lauk. Sedikit dipanggang di atas api, menjadi camilan populer dengan bir.

2 © gettyimages

pendingingan dan pelelehan berulang selama beberapa bulan, lalu perlahan difermentasikan selama setahun. Kandungan air dalam ikan menguap selama ikan mengalami pendinginan pada malam hari dan meleleh pada keesokan harinya, membentuk banyak pori dalam daging ikan, sehingga teksturnya menjadi seperti spons. Walaupun bugeo memiliki kandungan kelembaban lebih tinggi dibandingkan hwangtae, daging hwangtae tidak terlalu keras dan lebih mudah dikunyah berkat strukturnya yang berpori. Kemudian, iklim pada dataran tinggi dicirikan dengan kelembaban

SENI & BUDAYA KOREA 61


rendah dan banyak angin, yang berarti kelembaban pada daging ikan akan mudah menguap, menjadikan proses pengeringan lebih cepat tanpa membuat daging ikan keras. Oleh karena itu, daging ikan tetap lembut dan mudah dirobek. Dalam proses pengeringan dan pematangan, lemak dan asam amino dalam ikan berubah menjadi warna keemasan, yang menjadi asal dari nama hwangtae (hwang berarti “kuning”). Jika cuaca terlalu dingin dan daging ikan tetap berwarna putih, maka disebut baektae (baek berarti “putih”), dan jika cuaca hangat dan warna daging ikan berubah menjadi gelap, maka dinamakan meoktae (meok berarti “gelap” atau “hitam”). Hwangtae dikeringkan di celah gunung Daegwallyeong dekat pantai timur yang terkenal dan tempat pengeringan di sana dipenuhi dengan rak-rak ikan Pollack yang tertutup-salju, menarik fotografer dari seluruh negeri untuk datang ke sana.

Dimakan dengan Berbagai Cara

Ada berbagai macam cara ikan Pollack sama seperti namanya yang beragam. Hwangtae dan bugeo dipanggang sebentar di atas api, sehingga cocok menjadi pendamping minuman keras. Selain itu, hwangtae dan bugeo juga dapat disu-

wir dan direndam dalam air hingga lembut, lalu dicampur dengan saus pasta cabai merah atau saus kacang kedelai polos sebagai lauk teman makan nasi. Hwangtae dapat pula dipotong menjadi potongan besar dan direbus bersama bawang, daun bawang, cabai merah, taoge kacang kedelai, tahu, dan berbagai bumbu lainnya menjadi sebuah hidangan yang pedas dan gurih. Masakan ini juga bisa dibuat dengan kodari atau bugeo yang lebih murah dibandingkan hwangtae. Masakan ikan Pollack terkenal lainnya adalah hwangtae panggang yang dibuat dengan pertama merendam ikan kering dalam air, lalu ditutupi dengan saus dari pasta cabai merah dan bumbu lainnya. Rasanya pasti akan membuat orang menginginkan minum minuman keras. Meskipun hwangtae dan bugeo terkenal sebagai makanan pendamping minuman keras, ikan ini juga digunakan sebagai obat penghilang mabuk. Caranya adalah dengan menumis potongan hwangtae bersama lobak yang dipotong dadu tipis dan beberapa tetes minyak wijen atau minyak perilla, lalu ditambah air, kemudian semua campuan bahan ini direbus sehingga menjadi sup berwarna keputihan. Tahu dan telur juga dapat ditambah pada bagian akhir. Memakan sup ini dengan nasi akan membuat kita berkeringat dan membuat kita merasa lebih segar setelah semalam minum minuman keras. 1 Banyak yang mengatakan bahwa tidak ada bagian dari ikan Pollack yang terbuang. Kulit bugeo dapat digoreng, sementara insang, babat, dan telurnya dapat diasinkan. Telur ikan Pollack yang diawetkan dengan cara diasinkan disebut myeongran di Korea, dan diperkenalkan di Jepang di mana di sana disebut dengan mentaiko(明太子), yang secara harfiah berarti “telur myeongtae.” Telur Pollack digunakan dalam berbagai masakan di Jepang seperti pasta, bola nasi, dan baguette sandwiches. Pusat produksi myeongran atau telur ikan Pollack di Korea berada di Busan di mana beberapa perusahaan terlibat dalam penelitian untuk mengembangkan myeongran. © gettyimages

62 KOREANA MUSIM DINGIN 2020


1. Dried Sup pollack kering adalah obat penghilang rasa sakit yang khas. Menumis potongan bugeo tipis dengan lobak yang dipotong persegi dan beberapa tetes minyak wijen kemudian merebus bahan-bahan tersebut dalam air akan menghasilkan sup bewarna keputihan. 2. Bugeo dan hwangtae keduanya dapat digunakan untuk membuat lauk pauk dengan cara menyuwir dan merendam ikan kering hingga empuk kemudian mencampurkannya dengan kuah yang terbuat dari pasta cabai merah. 3. Telur pollack yang diawetkan dengan garam adalah bahan makanan yang mahal. Telur biasanya dicampur dengan minyak wijen dan dimakan dengan nasi panas. 2 © gettyimages

Kini, myeongran dibuat kurang asin dibandingkan masa lalu, tetapi variasi dulu yang lebih asin masih dicari. Akhir-akhir ini, myeongran juga dikonsumsi dengan cara baru melalui produk baru, misalnya rumput laut kering yang ditutupi dengan myeongran, keripik nasi garing yang ditutupi dengan myeongram, atau bahkan myeongran yang dikemas dalam sebuah tube. Meskipin demikian, kebanyakan orang Korea masih akan tetap memilih sengtaetang (sup ikan Pollack) sebagai masakan favorit mereka. Daging putih ikan segar yang meleleh lapis demi lapis di dalam mulut, sesendok demi sesendok, semangkuk nasi putih pasti akan cepat habis. Ikan yang hidup di dalam laut tidak perlu menggunakan energi mereka untuk melawan gravitasi, tidak sepeti hewan darat. Oleh karena itu, daging ikan tidak keras dan kurang berlemak dibandingkan daging hewan darat.

Makanan Khas dari Laut Timur

Ikan yang hidup di laut dalam seperti ikan Pollack dan ikan Cod, memiliki lebih banyak protein dan lebih rendah lemak dibandingkan ikan Blue-backed. Serat ototnya pendek dan diatur menjadi miotom, bagian dari serpihan tipis. Menurut penelitian National University of Singapore tahun 2019, pola-V pada otot ikan adalah dikarenakan lingkungan. Dengan kata lain, pola tersebut terbuat akibat gesekan fisik dan stress dari berenang dalam laut. Ikan Pollack bukan hanya ikan yang penting di Korea. Pada tahun 2018, ikan Pollack menjadi ikan tangkap pa-

3 © PIXTA

ling terkenal kedua di dunia dan dikonsumsi lebih banyak dibandingkan ikan jenis lainnya, yang membuat ikan Pollack menjadi sumber makanan utama. Sejak pembatasan penangkapan ikan Cod diberlakukan dikarenakan bahaya kepunahan, ikan Pollack menjadi semakin dicari sebagai penggantinya. Ikan Pollack juga sering digunakan untuk membuat surimi, ikan olahan. Sampai saat ini, ikan Pollack masih menjadi sumber daya yang berkelanjutan dalam indusrti perikanan. Akan tetapi, sayang sekali, ikan tersebut sudah sulit ditemukan di perairan pantai Korea. Hal ini berarti hampir seluruh produk ikan Pollack terjual di Korea, baik yang segar, dikeringkan atau telurnya, merupakan hasil impor. Suhu laut yang meningkat akibat pemanasan global dan penangkapan berlebih ikan Pollack yang masih belum dewasa telah membuat ikan Pollack menjadi langka di sekitar semenanjung Korea. Saat ini, 400 tahun setelah ramalan dari Min Jeong-Jung, penulis masa Joseon, ikan Pollack di Korea boleh dikatakan tidak hanya berharga, tetapi juga langka. Kabar baiknya adalah sekitar 21.000 ekor ikan Pollack ditangkap pada tahun 2018. Usaha untuk melindungi ikan dan pemberlakuan pembatasan penangkapan ikan telah memperbaiki keadaaan sedikit demi sedikit. Walaupun tidak mungkin lagi melihat ikan ini bertumpuk tinggi seperti tumpukan kayu bakar. Myeongtae segar yang ditangkap dari Laut Timur Korea diharapkan dapat segera terlihat dihidangkan di atas meja makan sekali lagi.

SENI & BUDAYA KOREA 63


GAYA HIDUP

Kamping Mobil sebagai Alternatif Wisata

64 KOREANA MUSIM DINGIN 2020


Kamping dengan mobil menjadi aktivitas wisata yang populer di Korea karena murah dan praktis, asal Anda tidak keberatan tidur di mobil. Aktivitas ini makin marak karena pandemi COVID-19 dan perlunya menjaga jarak dengan orang lain. Kim Dong-hwan Reporter, The Segye Times

“P

ertama, dorong kursi di baris pertama ke arah depan sejauh mungkin. Ke m u d i a n , l i p a t k u r s i d i b a r i s kedua,” kata seorang YouTuber sambil menunjuk ke dalam mobilnya. Dalam kurang dari 30 detik, lantai baru di dalam mobilnya sudah siap. Lalu, ia mengukur untuk memastikan kasurnya bisa dipasang di tempat itu. Panjang dua meter dan lebar satu meter. Semuanya oke. “Siapa pun akan merasa nyaman di tempat ini,” katanya sembari tersenyum. “Aktivitas ini menjadi sangat menyenangkan jika Anda pergi bersama kekasih Anda.” Video ini, yang diunggah di YouTube pada bulan Juli tahun lalu, ditonton lebih dari 100.000 kali sampai bulan Oktober ini. Kamping dengan mobil ibarat “bivak di dalam mobil.” Gaya kam-

Sebuah kemah mobil berada di pinggir Danau Chungju. Kemah mobil memungkinkan relaksasi sederhana, berbeda jauh dengan berkemah formal, yang sering memiliki daftar tunggu untuk mendapatkan izin.

ping ini hanya memerlukan beberapa peralatan, kemauan menerima keadaan yang kurang nyaman dan fasilitas yang minim. Cara ini tidak hanya menarik bagi mereka dengan anggaran pas-pasan; tapi juga bagi mereka yang tidak suka direpotkan dengan reservasi dan perencanaan. Keanggotaan dalam Klub Kamping Mobil, komunitas online penyuka kamping dengan mobil terbesar Korea, melonjak dari hanya sekitar 80.000 orang di akhir bulan Februari menjadi sekitar 170.000 menjelang awal bulan September. Wabah COVID-19 membuat keanggotaan klub ini meningkat dua kali lipat. Kamping dengan mobil membantu melepaskan diri dari stres emosional dan mental menghadapi pandemi dan berada di luar ruangan sangat kondusif dalam menjalankan aturan mengenai jarak sosial. Seorang YouTuber perempuan berhasil menarik 400.000 pengunjung untuk videonya mengenai kamping dengan mobil ini. Ia mengatakan, bagi mereka yang ingin menikmati waktu sendiri, aktivitas ini sangat tepat.

© Lee Jung-hyuk

SENI & BUDAYA KOREA 65


Mereka yang menikmati kamping dengan mobil bisa berangkat kapan saja mereka mau. Mereka bisa parkir mobil di mana saja, baik di area perkemahan resmi maupun di hutan wisata. Dan, mereka tidak perlu melakukan reservasi.

1

Pada bulan Maret lalu, karena Korea meningkatkan kewaspadaan dalam penanggulangan kasus COVID dan jarak sosial menjadi norma baru, sebuah episode “Saya Tinggal Sendiri,” acara televisi populer di MBC TV, menampilkan seorang aktor muda yang juga anggota boy band kamping dengan mobil di taman di pinggir laut. Setelah episode ini ditayangkan, “kamping dengan mobil” muncul di daftar pencarian kata kunci di berbagai portal dan unggahan dengan respon yang antusias dapat dijumpai di media sosial. Ratusan ribu hasil pencarian dapat ditemukan jika Anda mencarinya dengan tagar “kamping mobil” di Instagram.

Bangun, Langsung Berangkat

Spontanitas dan kemudahan adalah fitur utama yang membuat aktivitas wisata mobil makin digemari. Penyuka kamping dengan mobil bisa berangkat kapan saja mereka mau.

66 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

Ketika hari-hari kerja selesai pada hari Jumat, mereka membawa mobilnya ke tempat yang indah dan menikmati udara segar keesokan harinya. Mereka bisa memarkir mobil di mana saja, baik di area yang disediakan oleh perkemahan resmi atau di hutan wisata. Dan, mereka tidak perlu melakukan reservasi. Kamping tradisional dengan tenda dan peralatan lengkap memang belum kehilangan daya tariknya. Namun, kita harus antre untuk masuk ke wilayah perkemahan yang terdaftar. Mendapatkan reservasi di tengah permintaan yang tinggi perlu perencanaan dan komitmen, dua hal yang dihindari para penyuka kamping dengan mobil. Sebagian besar penyuka kamping mobil lebih suka taman di pinggir laut atau sungai yang dilengkapi dengan toilet umum. Ada banyak tempat berkemah dengan fasilitas semacam ini. Namun, banyak tempat seperti ini mulai membatasi akses karena banyak masalah muncul dari

1. Bagian dalam kendaraan untuk olahraga yang disesuaikan dengan selera kemah mobil. Alas tidur sangat penting. Setelah itu, interiornya bisa disesuaikan atau didekorasi sesuai kebutuhan berkemah. 2. SUV lebih disukai untuk kemah mobil karena memiliki ruang interior yang luas. Pemilik mobil penumpang biaa melipat kursi mereka dan mentolerir kenyamanan yang lebih pas.


2 © Kim Nam-jun

kamping liar dan aktivitas memasaknya. Dalam beberapa kasus, banyak orang yang kamping dengan mobil datang pada saat yang bersamaan dan merusak lingkungan. Ada juga kekurangan lain. Misalnya, kasur udara tidak senyaman kasur standar, sehingga kamping mobil ini tidak ideal bagi mereka yang sensitif dalam masalah tidur. Masalah lain yang berpotensi muncul terkait tidur adalah permukaan tanah yang datar. Pada tahun 2020, ada peraturan yang memperbolehkan mengubah mobil khusus penumpang menjadi kendaraan kamping, tapi tidak selalu mudah menemukan permukaan tanah yang datar. Dan, tentu saja, kamping dengan mobil bukan sesuatu yang menarik bagi mereka yang harus memulai harinya dengan mandi pagi. Mereka yang melakukan kamping dengan mobil juga harus siap dengan suhu ekstrim karena sangat berisiko menyalakan penyejuk udara atau pemanas dalam waktu yang lama.

© gettyimages

Pangsa Pasar

Industri mobil dan peralatan aktivitas luar ruangan menawarkan solusi untuk masalah ketidaknyamanan ini. SUV merupakan mobil favorit untuk penumpang dan peralatan, karena selain memberikan ruang untuk tidur, mobil ini memberikan perlindungan dari cuaca. Namun, penjualan truk pikup juga meningkat tajam, dari sekitar 22.000 unit pada tahun 2017 menjadi 42.000 pada tahun 2018, menurut laporan dari Asosiasi Produsen Otomobil Korea. Dalam periode yang sama, nilai industri kamping domestik meningkat sekitar 30 persen dari 2 triliun won menjadi 2,6 triliun won, atau sekitar US$145 miliar menjadi US$189 milyar, menurut Kantor Aktivitas Luar Ruangan dan Kamping Korea. Analisis data penjualan selama periode bulan Juni-Juli yang dilakukan oleh mal daring SSG.com menunjukkan bahwa penjualan tenda mobil (yang bisa dengan mudah dipasang di bagian belakang mobil) dan kasur

udara melesat 664 persen dan 90 persen dari dua bulan sebelumnya. Penjualan kotak pendingin, peralatan kamping penting lain, naik lebih dari sepuluh kali lipat. Menurut superstore Lotte Mart, penjualan kursi dan meja kamping naik 103,7 persen, kantong tidur dan kasur udara 37,6 persen, tenda 55,4 persen, dan peralatan memasak untuk kamping sebesar 75,5 persen selama jangka waktu yang sama. Tentu saja, jumlah dan kualitas peralatan ini disesuaikan dengan keperluan atau kebutuhan masing-masing orang, tergantung level kenyamanan yang diinginkan. Sebagian dari mereka hanya perlu beberapa bungkus makanan siap saji dan sebotol anggur untuk berkemah. Tetapi, selalu ada godaan untuk meningkatkan kenyamanan pada aktivitas berikutnya. Seorang YouTuber laki-laki mengaku ia berhenti melakukan kamping mobil karena keinginannya untuk membeli peralatan-peralatan itu tak terbendung lagi.

SENI & BUDAYA KOREA 67


PERJALANAN KESUSASTRAAN KOREA

Kritik

Inisiasi yang Mendebarkan dan Membingungkan Lahir tahun 1987, Kim Se-hee menggambarkan dengan begitu realistis pengalaman dan perhatian generasi seangkatannya. Karya fiksinya memotret lanskap zamannya, dengan fokus pada masalah yang dihadapi para pemuda dewasa yang pertama kali memasuki masyarakat, seperti kencan dan pernikahan atau pekerjaan dan perumahan, dan memperluas konsensus di antara generasinya. Choi Jae-bong Reporter The Hankyoreh

K

arya Kim Se-hee dapat dimasukkan sebagai novel permulaan menampilkan tokoh utamanya berada pada tahap pertama bekerja atau memulai pekerjaan baru. Namun, inisiasi mereka tidak berjalan mulus dalam suasana perayaan dan sambutan. Ketidakstabilan kehidupan sosial ekonomi dan kekacauan yang dialami generasi muda sejak awal abad ini, serta kecemasan akan masa depan, adalah ciri utama dari karyanya. Sebelum membahas cerita pendeknya, mari kita lihat novel panjang satu-satunya, The Love of the Port (Juni 2019). Berdasarkan pengalaman pengarangnya sendiri, novel itu berkaitan dengan “budaya pseudo-homosexualitas” para gadis remaja sampai akhir fase itu. Judulnya mengacu pada Mokpo, kota pelabuhan tempat Kim Se-hee dibesarkan. Sang protagonis bersekolah di sekolah menengah khusus perempuan, yang para siswanya menulis dan membaca fanfiksi yang menampilkan idola remaja sebagai pasangan sesama jenis dan menganggap sesama siswa sebagai objek cinta. Para gadis menganggap, bahwa “berkencan dengan siswa laki-laki seperti pergi ke sisi lain.” Dalam klaim bahasa mereka, cinta antara mahasiswi harus diakui sebagai sesuatu di “sisi ini” – yaitu sesuatu di ranah normalitas – sementara heteroseksualitas dianggap sebagai “sisi lain”, ranah ketidaknormalan. Alur ceritra buku ini mengeksplorasi identitas dan makna semangat yang ditangkap gadis-gadis itu dilihat dari sudut pandang protagonis, yang kini menjadi penulis, melihat kembali masa itu dari belasan tahun kemudian.

68 KOREANA MUSIM DINGIN 2020

Penulisnya secara realistis mereproduksi dunia siswa perempuan di semua sekolah perempuan di masa lalu, dengan menekankan perlunya pandangan terbuka tentang cinta. Dengan terbitnya sejumlah novel di Korea yang belakangan ini membahas perkara homoseksualitas, karya ini menjadi bagian dari tren yang berkontribusi pada debat sosial tentang masalah tersebut dengan memperluas perspektifnya. Sebelumnya, kumpulan cerita pendek pertama Kim Se-hee, yang diterbitkan Minumsa (Februari 2019), membuatnya mendapat Penghargaan Sastra Shin Dong-yeop untuk penulis pendatang baru. Kalimat pembuka dari cerita yang memberi judul pada antologi, Easy Days, cukup sugestif. “Pada hari Minggu sebelum saya pergi bekerja pada pekerjaan pertama saya, saya kebetulan bertemu Jae-hwa di Daehangno.” Kata pertama dari cerita ini dalam bahasa Korea adalah “pertama”, dan kata benda yang dimodifikasi oleh kata sifat tersebut adalah “akan berhasil”. Namun, dalam novel ini, perusahaan dan masyarakat yang menunggu protagonis (kata Korea untuk “perusahaan” adalah hoesa dan untuk “masyarakat” adalah sahoe, keduanya terdiri dari suku kata yang sama tetapi ditulis secara terbalik), sama sekali tidak menguntungkan, meski di permukaan mungkin tampak demikian. Dia lelah karena beban pekerjaan yang berat, tetapi kemampuannya diakui, dan kepuasan serta pencapaian pekerjaannya tinggi. Dia membuat blog internet yang menampilkan karakter fiksi dan memposting ulasan palsu


tentang produk dari sponsor iklan. Kesadaran dan refleksi diri tentang sifat tidak etis dari mekanisme itu sendiri, menyembunyikan fakta bahwa situs tersebut mempromosikan produk tertentu dari sejumlah pengunjung blog yang tidak ditentukan, hanya datang “terlambat”. Di antara mereka yang memakai disinfektan rumah tangga yang sangat dia puji di blognya, dalam beberapa kasus justru terjadi kematian dan kerusakan paru-paru yang tidak dapat disembuhkan. Peristiwa itu mengingatkan kita pada kasus nyata disinfektan pelembab beracun yang menyebabkan setidaknya 1.500 kematian yang dikonfirmasi dan diperkirakan menyebabkan sebanyak 14.000. Meskipun ini bukan alasan langsung, sang protagonis pada akhirnya berhenti dari pekerjaan pertamanya dan menjadi enggan untuk membicarakan secara spesifik tentang apa yang dia lakukan di sana. Cerita pendek, “Vertigo,” dari antologi yang sama menggambarkan kekhawatiran dan pengembaraan generasi muda tentang kencan, pernikahan, dan perumahan. Won-hee, sang protagonis, tinggal bersama kekasihnya, Sang-ryul, di sebuah apartemen studio, tetapi mereka memutuskan untuk pindah ke unit dua kamar karena ketidaknyamanan yang disebabkan oleh ritme kehidupan mereka yang berbeda. Kisah tentang dua orang yang memilih rumah yang cocok, membeli furnitur bekas, pindah rumah dan sebagainya. Dalam prosesnya, masalah yang telah ditekan muncul ke permukaan. Prasangka dan kritik terhadap wanita belum menikah yang tinggal bersama seorang pria, dan rasa malu karena kemiskinan mengharuskan Won-hee mendirikan rumah dengan barang-barang yang digunakan orang lain adalah tipikal. Masalah seperti itu menyebabkan realisasi situasi yang tidak terduga di dalam diri Won-hee sendiri. Dalam novel, kata “vertigo” digunakan untuk menunjukkan semua itu. “Ada kalanya terjadi vertigo, saat harus menerima kenyataan, saat pemandangan yang belum diterima, atau saat segala sesuatunya belum dikenali, tiba-tiba muncul dengan jelas seolah-olah lampu sudah dinyalakan, dan Anda ingin menutup mata dan memalingkan muka, tapi itu pun tidak diperbolehkan. Sekarang adalah saat yang tepat.” Judul novel berasal dari bagian ini, dan kata “vertigo” yang digunakan di sini juga mengingatkan istilah sastra “epiphany” yang biasa digunakan dalam penjelasan novel James Joyce. Namun, jika pencerahan mengacu pada semacam wawasan melalui realisasi dan pertumbuhan jiwa yang konsekuen, vertigo yang ditemukan dalam karya Kim Se-hee lebih dekat sebagai kebingungan dan frustrasi yang muncul dalam wawasan ini. Kalimat terakhir dari cerita,

Kim Se-hee:

“ Dalam retrospeksi, sastra selalu memberi saya keberanian untuk melampaui hal-hal yang harus saya hadapi.” © Marie Claire

“Dia bertanya-tanya bagaimana dia akan mengingat langkah dan momen ini di masa depan yang jauh,” tampaknya terbuka untuk interpretasi positif dan negatif, tetapi penilaian negatif yang mendasari tentang situasi saat ini tampaknya lebih kuat. Dalam sebuah wawancara, ketika ditanya tentang sumber proses kreatifnya, Kim Se-hee menjawab, “Sesuatu yang tidak dapat diselesaikan sepertinya berkembang menjadi sebuah novel.” Dia menjelaskan: “Mengatakan bahwa itu tidak dapat diselesaikan tetapi membebani pikiran Anda berarti ada sesuatu di sana. Ada sesuatu yang tidak bisa diselesaikan, tapi saya tidak tahu persis apa itu. Jadi saya mengubah hal-hal itu menjadi cerita dengan satu atau lain cara. Dalam proses membuat, menyusun, dan menulis cerita, saya terkadang menemukan apa itu, dan terkadang tampaknya menghasilkan apa yang mungkin menjadi maknanya.” Dalam “Catatan Pengarang” di akhir antologi itu, dia berkata, “Saat saya menulis cerita ini, saya bisa membuka diri terhadap semua momen itu. Dalam retrospeksi, sastra selalu memberi saya keberanian untuk melampaui hal-hal yang harus saya hadapi.” Mungkin itulah alasan mengapa novel Kim Se-hee membentuk ikatan simpati antargenerasi.

SENI & BUDAYA KOREA 69


Informasi Berlangganan

Cara Berlangganan Biaya Berlangganan

Isi formulir berlangganan di website (www.koreana.or.kr > Langganan) dan klik tombol “Kirim.” Anda akan menerima faktur dengan informasi pembayaran melalui E-mail.

Daerah

Biaya Berlangganan (Termasuk ongkos kirim melalui udara)

Edisi lama per eksemplar*

Korea

1 tahun

25,000 won

6,000 won

2 tahun

50,000 won

3 tahun

75,000 won

1 tahun

US$45

2 tahun

US$81

3 tahun

US$108

1 tahun

US$50

2 tahun

US$90

3 tahun

US$120

1 tahun

US$55

2 tahun

US$99

3 tahun

US$132

1 tahun

US$60

2 tahun

US$108

3 tahun

US$144

Asia Timur

1

Asia Tenggara dsb

2

Eropa dan Amerika Utara 3

Afrika dan Amerika Selatan 4

US$9

* Pemesanan edisi lama ditambah ongkos kirim. 1 Asia Timur(Cina, Hong Kong, Jepang, Makau, dan Taiwan) 2 Asia Tenggara(Brunei, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, Timor Leste, Vietnam,) dan Mongolia. 3 Eropa(termasuk Russia and CIS), Timur Tengah, Amerika Utara, Oseania, dan Asia Selatan (Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, India, Maldives, Nepal, Pakistan, dan Sri Lanka) 4 Afrika, Amerika Selatan/Sentral (termasuk Indies Barat), dan Kepulauan Pasifik Selatan

Mari bergabung dengan mailing list kami

Jadilah orang pertama yang mengetahui isu terbaru; maka daftarkan diri Anda pada Koreana web magazine dengan cara mengirimkan nama dan alamat e-mail Anda ke koreana@kf.or.kr

Tanggapan Pembaca

Tanggapan atau pemikiran Anda akan membantu kami meningkatkan daya tarik Koreana. Kirimkan komentar dan saran Anda melalui E-mail ke koreana@kf.or.kr.

* Selain melalui majalah web, konten Koreana tersedia melalui layanan e-book untuk perangkat mobile (Apple i-books, Google Books, dan Amazon)


A JournAl of the eAst AsiA foundAtion

We Help Asia Speak to the World and the World Speak to Asia. In our latest issue:

Battling Covid-19: Lessons from Asia’s Range of Responses

Learn more and subscribe to our print or online editions at

www.globalasia.org

distilling asia’s pandemic experiences: essaYs BY

Wang Yong; Seung-Youn Oh; Audrey Tang; Kazuto Suzuki; Rupakjyoti Borah; Neeta Lal; Sen Nguyen; Yunisa Astiarani the deBate: Who is to Blame for china and india’s Border clash in the himalaYas?

Ananth Krishnan and Sun Yun share different perspectives in focus: china’s ‘Wolf-Warrior’ diplomacY

Xi Jinping’s aggressive stance embolded Chinese diplomats in the early days of Covid-19, but the fire has since cooled

plus

andrew Yeo US alliances and multilateral institutions still matter in Asia, but new thinking is needed mark J. Valencia Risking conflict: The folly of America’s ‘new’ policy on the South China Sea Bertil lintner Myanmar’s stuttering path to real reform tony michell A free port could help North Korea engage Book reviews New books on Chinese capitalism, Southeast Asia’s China challenge and Joko Widodo, plus 14 more recommended new titles.

us$15.00 W15,000 a Journal of the east asia foundation | WWW.gloBalasia.org | Volume 15, numBer 3, septemBer 2020

Battling Covid-19

Lessons from Asia’s Range of Responses

News, archives and analysis at www.globalasia.org

Try our digital edition: Read on any device. Issues just $5.99 each or $19.99 per year. Download the free Magzter app or go to www.magzter.com


www.KoreanLiteratureNow.com

Tap into Our Digital Universe Enjoy web-exclusive content like author videos, audiobooks, book readings, and book trailers, and access the entire content of our back issues for free!

Audiobooks

Book Trailers

BTS Featurettes

Author Videos

Interview with Lim Chulwoo: Bearing the Weight of Unfinished

Interview with Chung Serang: A Champion of Small Birds and Fish

Back Issues

Book Readings

Follow us on our social media for updates about our special 2020 winter golden anniversary issue! @KoreanLitNow

fb.com/LTIKorea


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.