Koreana Summer 2017 (Indonesian)

Page 1



KETIKA SAMUDRA TAMPAKKAN DIRINYA Kim Hwa-young Kritikus Sastra; Anggota Akademi Seni Nasional

D

ataran pasang surut merupakan kulit dalam samudra. Dua kali sehari, ketika kaki langit mengembang dan air pasang mereda, kulit tersembunyi itu terlihat. Sekonyong-konyong, dataran pasang surut menegang dan mengeras. Makhluk-makhluk yang sedang tertidur di semua sudut dataran memperlihatkan kehidupannya. Skala keperakan dari sirip ikan tampak saat burung air merenggut ikan-ikan itu dengan ujung paruhnya. Kepiting, menari dengan cakar mereka terangkat tinggi untuk menarik si betina, menghilang dalam sekejap dan bersembunyi di lubang mereka saat burung-burung camar mendekat. Dalam waktu yang sangat pendek antara gelombang surut dan pasang, orang-orang yang hidup oleh dataran pun sibuk. Mereka mendorong kereta luncur mereka yang terbuat dari bilah kayu, meluncur dan terus meluncur melintasi hamparan lumpur yang luas. Mereka membawa ember plastik dan cangkul penggali, garpu dan jala, para perempuan memandang dengan secercah pandangan yang tajam. Sebelum air pasang tiba dan matahari terbenam, mereka harus sudah mengumpulkan ikan di jala dan menggali kerang dan gurita kecil dalam lumpur. Kaum muda telah pergi untuk menetap di kotakota, mening足galkan orang-orang tua yang dengan lelah membangun harapan anak-anak me足reka melalui lumpur dengan garpu di tangan mereka. Bagi mereka, dataran pasang surut merupakan tempat kerja dan firdaus sekaligus. Di pantai barat dan selatan semenanjung Korea, garis pantai yang bergerigi menebarkan kekuatan ombak, meninggalkan sedimen untuk membangun dan membentuk datar足 an pasang surut yang miring dan gagah. Dataran tersebut merupakan habitat plankton dan banyak varietas flora serta spesies hewan dan unggas yang tak terhitung jumlahnya yang berada dalam bahaya kepunahan. Dalam hal keanekaragaman ekologis, dataran pa足sang surut Korea termasuk lima besar di dunia, bersama dengan pantai Georgia di Amerika Serikat bagian tenggara. Ukuran dataran pasang surut di pelbagai wilayah terus menurun karena reklamasi dan pembangunan pantai. Manusia yang tidak sabar selalu berpandangan pendek dan tidak mau menunggu alam memperbaharui dirinya sendiri. Namun, kematian dataran pasang surut akan mengancam asal mula kehidupan manusia. Semoga, pengalaman siklus alami ekosistem ini membantu mereka mewujudkan nilai kehidupan yang berharga.


Sambutan dari Pemimpin Umum

30 Tahun Sebagai Jembatan Budaya Dunia Edisi Musim Panas 2017 merupakan ulang tahun ke-30 Koreana. Majalah Catur Wulan ini diterbitkan dalam 11 bahasa untuk mempromosikan seni dan budaya Korea di seluruh dunia. Dengan demikian berkontribusi pada persahabatan Korea dan masyarakat global. Selama 30 tahun terakhir, Koreana terus memperbarui dirinya untuk mendukung hubungan internasional Korea yang terus berkembang. Semula diluncurkan dalam bahasa Inggris pada musim gugur 1987, menjelang Olimpiade Musim Panas 1988 di Seoul. Edisi bahasa Jepang dikeluarkan tahun berikutnya. Pada 1993, setelah Korea Selatan dan Cina membangun hubungan diplomatik, edisi Cina diperkenalkan. Edisi bahasa Spanyol dan Prancis menyusul kemudian, dan saat hallyu (Gelombang Korea) mulai menyebar pada pergantian milenium baru, Koreana menanggapi meningkatnya minat global terhadap budaya Korea dengan meluncurkan bahasa Arab, Jerman, Indonesia, dan edisi bahasa Rusia. Dengan kemunculan media digital, Koreana semakin memperluas pembacanya melalui layanan e-book dan webzine (www.koreana.or.kr). Baru-baru ini, Vietnam dan Edisi Korea dibuat untuk memperluas diversifikasi saluran komunikasi antarbudaya dengan netizen di seluruh dunia. Koreana menyajikan spektrum seni dan budaya Korea yang luas, mulai dari peninggalan Paleolitik hingga media kontemporer dan seni instalasi; dari budaya istana kerajaan Joseon yang indah, seni jalanan dan fashion masa kini, mulai dari sastra hingga film dan berbagai genre budaya lainnya. Dengan demikian, majalah ini telah membantu orang-orang di seluruh dunia untuk menghargai universalitas dan kekhasan Budaya Korea dan juga berkontribusi pada misi Korea Foundation: “Menghubungkan Orang-orang, Menjembatani Dunia”. Merayakan prestasi Koreana, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dewan editor, kontributor, penerjemah, editor, dan semua pihak yang telah terlibat secara langsung maupun tidak langsung terhadap proses produksi dan distribusi. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pembaca kami di seluruh dunia dan berharap terus mendukung kami selama-lamanya.

PEMIMPIN UMUM DIREKTUR EDITORIAL PEMIMPIN REDAKSI DEWAN REDAKSI DIREKTUR KREATIF EDITOR PENATA ARTISTIK DESAINER

Lee Si-hyung Kim Gwang-keun Koh Young Hun Bae Bien-u Charles La Shure Choi Young-in Han Kyung-koo Kim Hwa-young Kim Young-na Koh Mi-seok Song Hye-jin Song Young-man Werner Sasse Kim Sam Lim Sun-kun Park Do-geun Park Sin-hye Lee Young-bok Kim Ji-hyun Kim Nam-hyung Yeob Lan-kyeong

PENATA LETAK Kim’s Communication Associates DAN DESAIN 44 Yanghwa-ro 7-gil, Mapo-gu Seoul 04035, Korea www.gegd.co.kr Tel: 82-2-335-4741 Fax: 82-2-335-4743

Harga majalah Koreana per-eksemplar di Korea W6.000. Di negara lain US$9. Silakan lihat Koreana halaman 84 untuk berlangganan.

Lee Si-hyung Presiden, The Korea Foundation

Dari Redaksi

MUSIM PANAS DAN HARAPAN BARU Ketika bunga mawar sudah mekar, tanda-tanda musim semi akan segera berakhir, dan musim panas pun tiba. Suhu musim panas tentu lebih panas dibandingkan dengan musimmusim lainnya di Korea. Di musim panas ini kita diajak menelusuri distrik Baekje yang terletak di Gongju Provinsi Chungcheong Selatan. Pemandangan klasik dan sangat alami akan tergelar di tempat itu, perpaduan benteng tanah, makam raja-raja, sungai, pohonan, kuil, membuat hati berdecak kagum dan bahagia. Ini merupakan sebagian kecil kekayaan Korea yang amat luar biasa. Menikmati keindahan tempat ini seakan-akan harapan tentang masa depan dan kehidupan yang baik selalu terbuka dan akan ada. Selain itu kita juga diajak mengikuti sejarah terciptanya aksara hangeul dan bagaimana aksara Korea itu menginspirasi para desainer muda menciptakan karya-karya modern. Ternyata hangeul merupakan aksara klasik namun dianggap paling modern oleh para peneliti Barat. Tentu ini amat mengagumkan. Yang menarik pada 10 Mei 2017 Moon Jae-in dilantik menjadi presiden ke-19 Korea Selatan. Dalam sumpahnya Moon berjanji akan mematuhi konstitusi, melindungi negara, serta bekerja demi persatuan bangsa. Ia juga berjanji untuk mendorong kebebasan individu, kesejahteraan rakyat, dan budaya nasional. Semoga dengan presiden baru ini Korea Selatan semakin mantap melangkah ke depan, tercipta masyarakat yang adil dan sejahtera, sejajar dengan bangsabangsa maju di dunia. Koh Young Hun Pemimpin Redaksi Koreana Edisi Indonesia

INFORMASI BERLANGGANAN: The Korea Foundation 2558 Nambusunhwan-ro, Seocho-gu Seoul 06750, Korea PERCETAKAN EDISI MUSIM PANAS 2017 Samsung Moonwha Printing Co. 10 Achasan-ro 11-gil, Seongdong-gu, Seoul 04796, Korea Tel: 82-2-468-0361/5 © The Korea Foundation 2017 Pendapat penulis atau pengarang dalam majalah ini tidak haurs selalu mencerminkan pendapat editor atau pihak Korea Foundation. Majalah Koreana ini sudah terdaftar di Kementerian Budaya, Olahraga, dan Pariwisata(No. Pendaftaran Ba 1033, 8 Agustus 1987), Korea sebagai majalah triwulanan, dan diterbitkan juga dalam bahasa Inggris, Cina, Prancis, Spanyol, Arab, Rusia, Jepang, dan Jerman.

http://www.koreana.or.kr


SENI & BUDAYA KOREA Musim Panas 2017

FITUR KHUSUS

FITUR KHUSUS 1

Baekje: Melacak Jejak Kerajaan yang Hilang

Baekje di Bawah Cahaya Bulan

04

Permainan Puzzle, Menyatukan Kembali Sejarah Terlupakan

Munculnya Baekje

20

Kim Tae-shik

Lee Chang-guy

FITUR KHUSUS 2

FITUR KHUSUS 3

12

FITUR KHUSUS 4

Orang-orang Baekje di Jepang

26

Ha Jong-moon

Choi Yeon

FOKUS

Hangeul, Penciptaan dan Masa Depannya sebagai Tema Desain

32

DI ATAS JALAN

Jalan Menuju Impian Gwak Jae-gu

Chung Jae-suk

SATU HARI BIASA

WAWANCARA

Penata Rambut Lee Chun-suk yang Tangkas dan Gembira

38

Kim Moon-jung Sutradara Drama Musikal yang Karismatik Won Jong-won

KISAH DUA KOREA

Rahasia di Balik Cantik Ala Korea

42

JATUH CINTA PADA KOREA

46

Wolf Schröder: ‘Di eSports, Terbaik di Korea Adalah Terbaik di Dunia’ Kim Hyun-sook

GAYA HIDUP

Reuni SMA Putri Persahabatan Hingga Tahun Emas Kim Yoo-kyung

PERJALANAN KESUSASTRAAN KOREA

Kami Semua Haruo

62

68

72

Choi Jae-bong

Separuh Haruo Lee Jang-wook

Aviani Malik

KISAH RAMUAN

Kim Hak-soon

58

Kim Seo-ryung

ESAI

Sastra Perlawanan di Luar Korea Utara

50

Gurita: Tekstur Halus di Balik Tampilan Kasar

64

Soul Ho-joung SAMPUL “Pagoda Batu Lima Lantai di Situs Kuil Jeongnim” Yoo Youn-bin 2011. Tinta dan warna pada kertas mulberi, 30cm x 30cm.


FITUR KHUSUS 1 Baekje: Melacak Jejak Kerajaan yang Hilang

BAEKJE DI BAWAH CAHAYA BULAN

Lee Chang-guy Penyair dan Kritikus Sastra Ahn Hong-beom Fotografer

4 KOREANA Musim Panas 2017


Ketika malam jatuh di Benteng Gunung Gong di hamparan perbukitan yang menghadap ke Sungai Geum, lampu-lampu menyala di sepanjang dinding benteng. Dengan panjang total 2.660 meter, benteng ini diba­ ngun pada tahun 475 Masehi, memanfaatkan medan alami dengan sangat baik, untuk melindungi ibu kota baru Baekje Ungjin (sekarang Gongju di Provinsi Chungcheong Selatan).

Kerajaan Baekje, didirikan pada tahun 18 SM, berkembang secara budaya karena menguasai bagian barat daya semenanjung Korea. Salah satu dari Tiga Kerajaan kuno bersama dengan Silla dan Goguryeo, ditaklukkan oleh pasukan sekutu Silla dan Tang Cina pada tahun 660 M, delapan tahun sebelum Goguryeo juga jatuh, menuju ke arah persatuan pertama bangsa Korea. Baekje paling aktif dari tiga kerajaan untuk saling bertukar dengan Cina dan Jepang dan memainkan peran penting di kawasan Asia Timur, meskipun sebagian besar sejarahnya terdistorsi dan kemudian terlupakan. Namun, berkat ditemukannya banyak situs arkeologi dan peninggalan zaman modern, wajah sebenarnya Baekje berangsur-angsur terungkap. Kami melakukan perjalanan kembali ke masa lalu untuk mencari peninggalannya. SENI & BUDAYA KOREA 5


P

ada 8 Juli 2015, pertemuan Komite Warisan Dunia ke-39 yang dilangsungkan di Bonn, Jerman secara resmi me­ngakui tempat bersejarah Baekje yang berkontribusi bagi pembentukan peradaban Asia Timur menjadi sebagai warisan dunia dengan sebutan “Kawasan Warisan Bersejarah Baekje”. Kawasan Warisan Bersejarah ini terdiri atas 8 tempat, yaitu benteng Gongsanseong dan kompleks makam raja-raja Songsan-ri, pusaka Gwanbuk-ri dan benteng Busosanseong, kompleks makam raja-raja Neungsan-ri, Kuil Jeongnimsaji di Gongju dan Naseong di Buyeo, Chungcheongnam-do, Mireuksaji dan pusaka Wanggung-ri di Iksan, Jeollabuk-do. Di antaranya benteng Gongsanseong, Busosanseong, dan Pagoda Lima Tingkat Jeongnimsaji dan Pagoda Seoseoktap Mireuksaji memandang kehidupan bangsa Korea selama lebih dari 1.300 tahun sambil dipukul salju, hujan, angin, dan sinar matahari hingga tubuhnya runtuh atau miring.

Sejarah Menciptakan Bentuk Belum lama ini, banyak monumen Baekje berserak di bawah tanah. Kemudian, pada musim panas 1971, salah satu makam kuno di Songsan-ri diidentifikasi sebagai makam Raja Muryeong, raja ke-25 Baekje, dan pada bulan Desember 1993, makam Neungsan-ri dikonfirmasi sebagai milik bangsawan Baekje ketika sebuah pembakar dupa perunggu cantik dan peninggalan lainnya ditemukan di lokasi kuil kerajaan di dekatnya. Pada tahun 1975, penggalian dilakukan di tembok kota kuno Buyeo. Sebagai benteng tanah, benda itu tidak mudah terdeteksi, namun beragam peninggalan besar dan kecil terus ditemukan di sekitarnya hingga saat ini. Lokasi pagoda timur di lokasi kuil Mireuksa diidentifikasi dengan jelas pada tahun 1974, namun baru pada tahun 1989, skala keraton Wanggung-ri mulai dipahami dengan baik. Keadaan serupa terjadi pula dalam penemuan benteng tanah besar di Wiryeseong, ibu kota pertama Baekje di sepanjang Sungai Han di bagian tenggara Seoul. Meskipun tidak termasuk Warisan

1

6 KOREANA Musim Panas 2017

Dunia, benteng tersebut merupakan sisa dari lima abad pertama negara tersebut, ketika fondasinya dirancang demi pengem­bangan pertanian dan produksi alat-alat besi. Benteng Tanah Pungnap, yang diyakini berdiri di bagian utara ibukota tua, ditemukan pada tahun 1925 karena banjir, namun baru pada saat sejumlah besar artefak Baekje digali dalam sebuah proyek pembangunan apartemen pada tahun 1997, benteng tersebut menarik perhatian perhatian ilmuwan. Benteng Tanah Mongchon, sebuah benteng yang serupa dipercaya telah membentuk bagian selatan ibukota, ditemukan pada tahun 1980. Setelah sekian lama, situs dan peninggalan arkeologi ini menjadi bukti teknologi luar biasa Baekje, estetika unik yang didasarkan pada tradisi filosofis Buddhisme, Konfusianisme, dan Taoisme, dan pertukarannya dengan Cina, Jepang, dan bagian lain Asia Timur selama hampir 700 tahun. Sekarang, menjadi tugas para ilmuwan untuk membahas nilai dan pentingnya bukti-bukti fisik yang indah ini, yang ditemukan secara kebetulan setelah dikuburkan atau ditutupi lapisan tanah tebal selama berabad-abad, saya akan mencoba mengeksplorasi pengaruh Baekje terhadap jiwa rakyat Korea. Hal ini merupakan usaha yang ambisius, namun harus diakui satu-satunya sumber saya adalah semangat amatir saya. Minat ini berawal dari kesadaran bahwa, saat terkena sinar matahari, masa lalu selalu dikaitkan dengan unsur samar dan kabur yang remangremang. Unsur-unsur ini mewujudkan masa lalu dengan cara me­reka sendiri. Mereka tidak bertambah tua atau berubah, dan mereka pun tidak lupa. Oleh karena itu, mereka merupakan penjaga masa lalu.

Hadir untuk Menyembuhkan Luka Perang Modern Festival Baekje yang pertama dimulai di Buyeo pada tanggal 18 April 1955, mundur dua hari dari jadwal. Upacara pembukaan ditunda karena hujan musim semi tiba-tiba berubah menjadi badai. Buyeo adalah ibu kota kerajaan Baekje dimana enam raja meme­ rintah selama 123 tahun, termasuk raja terakhir, Raja Uija. Festival dimulai dengan sebuah upacara peringatan untuk raja-raja Baekje yang lalu dan berlangsung selama lima hari, kemudian berakhir dengan Suryukjae, upacara penghiburan arwah sekitar 3.000 orang dayang yang jatuh ke sungai Baekmagang dari batu Nakhwaam karena kesedihan terhadap keruntuhan negara ke tangan sekutu Silla dan Tang. Kira-kira 20.000 orang dari seluruh negeri datang beramai-ramai ke Buyeo untuk menonton acara tersebut sehingga penginapan dan restoran di kota Buyeo penuh sekali. Jumlah peserta itu menakjubkan jika dibandingkan dengan kondisi sosial dan kendaraan pada saat itu. Acara yang paling menarik adalah Samchungje, upacara penyimpanan papan nama leluhur 3 pegawai setia, yaitu Seong­ chung, Heungsu, dan Gyebaek. Ratusan siswa dan warga yang di­kerahkan untuk mengikuti ritual ini serta sejumlah besar pengunjung membuat upacara ini menjadi pemandangan yang luar biasa. Dari segi pemandangan sungai Baekmagang dan ‘Batu Nakh-


1 Dinding Benteng Gunung Gong naik dan turun mengikuti kontur tanah. Bentengnya hari ini dihiasi jalan setapak yang menawarkan pemandangan indah kota Gongju kepada pengunjung yang berjalan-jalan di atas dan di bawah tembok tua, menikmati angin sepoi-sepoi dari sungai. 2 Pagoda batu lima lantai di lokasi Kuil Jeongnim di Buyeo (Benda Budaya No. 9), dibangun pada pertengahan abad ketujuh dan berdiri setinggi 8,8 meter, merupakan satu dari dua pagoda batu dari masa Tiga Kerajaan yang tersisa di wilayah Baekje lama. Masyarakat Baekje mengembangkan sebuah jenis pagoda batu baru yang dibangun dalam bentuk pagoda kayu, yang menjadi prototipe gaya pagoda korea yang unik yang disempurnakan selama periode Silla Bersatu.

2

SENI & BUDAYA KOREA 7


Terdapat orang yang belum pulang, meskipun malam telah turun. Mereka hilang karena tidak bisa tinggal lama, tidak punya tempat untuk pergi karena tidak ada yang memanggil nama mereka. Cahaya bulan memeluk dan membelai jejak kehidupan mereka yang rusak, dihapus, dan disimpangkan, yang tersebar di pegunungan dan sungai dari tanah air mereka - Baekje.

waam Tiga Ribu Dayang’ merupakan objek pariwisata terkenal yang tidak kalah dibandingkan dengan ‘Bukit Lorelai’ di sungai Rhine, Jerman, acara ini sungguh berhasil. Namun, keberhasilan festival dan popularitas Sungai Baengma dan Batu Nakhwaam Tiga Ribu Dayang, tempat para dayang melompat sampai mati, karena objek wisata tidak cukup menjelaskan mengapa penduduk setempat begitu setia pada kegiatan ini, dengan sukarela mengumpulkan dana untuk itu. Selain itu, kejadian itu berlangsung sebelum sisa-sisa bawah tanah Baekje terungkap, pada saat kebanggaan masyarakat terhadap sejarah dan budayanya tidak terlalu tinggi. Mungkin satu-satunya penjelasan yang masuk akal adalah festival itu merupakan kesempatan untuk mendorong solidaritas dan rekonsiliasi. Perang Korea (1950-1953) mengakibatkan lebih tiga juta nyawa melayang. Angka ini termasuk orang-orang yang meninggal dalam

1 Feri di Sungai Baengma melintasi Nakhwaam setinggi 40 meter, “Batu Bunga Gugur”. Menurut legenda bahwa 3.000 danyang istana menjatuhkan diri mereka dari batu ke sungai di bawah ketika Baekje jatuh pada tahun 660 Masehi. Sebuah kuil kecil bernama Gosansa, yang dibangun di atas lereng tebing pada abad ke-11 untuk menenangkan jiwa mereka, masih bertahan sampai sekarang. 2 Kompleks Neungsanri sebagai makam kerajaan kuno terdiri atas tujuh makam bangsawan Baekje dari masa ketika Sabi (Buyeo) merupakan ibu kota Baekje. Kelompok tumuli duduk di lereng tengah di sisi selatan gunung di Neungsanri, 121 meter di atas permukaan laut. 1

8 KOREANA Musim Panas 2017

pembantaian dan tindakan pembalasan politik baik di Utara maupun Selatan. Setelah gencatan senjata pada tahun 1953, masyarakat setempat wajib menenangkan dan menyembuhkan luka yang ditinggalkan oleh perpecahan nasional dan konflik yang menghancurkan. Pada saat itu, kaum intelektual Buyeo bersepakat membuat sebuah cerita yang memperingati kesetiaan tiga pegawai setia dan tiga ribu dayang yang mengorbankan diri untuk negara yang terancam oleh kekuatan asing. Oleh sebab itu, upacara peringatan untuk mereka secara alami berubah menjadi upacara peringatan untuk keluarga dan tetangga warga Buyeo yang terpecah karena perang. Upacara ini berubah menjadi festival kebudayaan daerah dan skalanya juga menjadi lebih besar di bawah dukungan penuh dari pemerintah sejak tahun 1965. <Malam Purnama di Sungai Baekma> (1993), sebuah skenario Oh Tae-seok yang bermotif asal usul Eunsan Byeolsinje dari Eunsan-meyon, Buyeo-gun merupakan karya kontroversial dengan menggunakan Gut sebagai unsur sandiwara. Bercerita tentang asal-usul Eunsan Byeolsinje; pada zaman dahulu, wabah melanda desa Eunsan. Seorang tetua bermimpi bahwa seorang komandan militer Baekje yang berkuda putih meminta menguburkan jenazah prajurit Baekje yang tergeletak di sana-sini tanpa perawatan dan setelah itu, dia akan menghilangkan wabah yang telah tersebar di desa itu. Semua warga desa mengumpulkan tulang-tulang dan mengadakan Gut seperti perintah dalam mimpi. Sesudah itu, wabah hilang dan desa menjadi tenteram. Ketika sandiwara <Malam Purnama di Sungai Baekma> dipentaskan lagi di Pusat Seni Namsan, Oh Tae-seok sebagai penulis asli sekaligus sutradara memperbaiki karya aslinya sehingga dinilai “Lebih memusatkan perhatian pada rekonsiliasi antara tentara Baekje, Raja Uija, dan Sundan (putri dukun tua yang memimpin ritual desa, yang juga merupakan reinkarnasi mata-mata Silla yang menikam Raja Uija), Narasinya lebih jelas dan lebih sederhana.” Namun, dalam proses merevisi sandiwara, hubungan alegoris antara Perang Korea dan jatuhnya Baekje lenyap. Juga dihapus komentar menggoda “Apakah mereka adalah tentara Baekje atau korban pembantaian komunis” di tempat di mana tulangbelulang 17 mayat ditemukan di pintu masuk desa, di dekat kaki tembok yang berdiri di sekitar ibukota tua Baekje. Kesenjangan terjadi oleh penghilangan koneksi sejarah yang secara halus dipenuhi oleh kata-kata dan humor penulis yang khas. Orang bertanya-tanya apa yang menyebabkan dramawan veteran dan sutradara berusia 70-an itu, membuat pilihan seperti itu.


2

‘Tempat yang Diruntuhkan tetapi Mewariskan Spirit’ Hyun Jin-geon (1900-1943) merupakan seorang penulis yang luar biasa, yang memperlihatkan contoh sastra realisme melalui penelitian sungguh-sungguh tentang permasalahan sejarah dan sosial di masa kelahiran sastra modern Korea. Ia yang berkiprah sebagai wartawan pada masa penjajahan Jepang mempunyai kesadaran nasional yang jelas sehingga ditahan karena terkait dengan peristiwa penerbitan berita dan foto kemenangan pelari Sohn Keejeong di maraton Olimpiade Berlin setelah menghapus bendera Jepang di bajunya. Akan tetapi kehidupannya berubah total karena tindakan itu. Ia terpaksa mengundurkan diri dari kantor surat kabar dan keuangannya menjadi mencemaskan sehingga menjual rumah untuk usaha peternakan ayam. Bisnisnya tidak berjalan dengan lancar, bahkan tidak lama kemudian ia meninggal dunia karena penyakit TBC. Bukan kebetulan bahwa dalam novel Hyun “Pagoda Tanpa Bayangan” (Muyeongtap, 1939), protagonisnya adalah Asadal, tukang pukul Baekje yang membuat Muyeongtap di Gyeongju (umumnya dikenal sebagai Seokgatap, atau Pagoda Sakyamuni), dan istrinya, Asanyeo. Hyeon menerbitkan dua novel lagi dengan latar Baekje: “Jenderal Heukchi Sangji” (Heukchi sangji) pada tahun 1940 dan “Putri Seonhwa” (Seonhwa gongju) pada tahun 1941. Menjelang penerbitan <Heukchisangji>, beliau menerangkan tekad dan pendapat sendiri terhadap novel sejarah dengan me­ngatakan “Masa lampau lebih realistis karena memiliki kebe­ naran yang tidak bisa dimiliki maupun tidak bisa dicari pada saat

ini. Novel ini bisa menambahkan realitas yang berdenyut dan berdarah daripada hal-hal dari kenyataan masa kini.” Karena menampilkan seorang pahlawan yang menolak tunduk pada penjajah asing dan berhasil melakukan pemogokan balasan oleh Baekje, novel tersebut dihentikan dalam Tengah serialisasi di bawah tekanan dari jenderal pemerintah Jepang. “Putri Seonhwa,” berdasarkan kisah anak laki-laki yang akan menjadi Raja Mu dari Baekje, diserialkan di majalah bulanan, tapi juga dihentikan sebelum selesai. Hyun Jin-geon memilih seorang tukang batu Buyeo yang terpaksa datang ke Gyongju, ibu kota Silla dan membuat pagoda batu sebagai tokoh utama berdasarkan berbagai catatan bahwa sejumlah besar tukang kayu atau tukang batu yang dikerahkan ke Shilla untuk membangun kuil atau pagoda. Namun, beliau adalah orang pertama yang memberikan nama Asadal padanya. Tidak sulit membayangkan beliau yang berbangga tentang penciptaan nama itu. Oleh karena Asadal sebenarnya merupakan ibu kota Gojoseon yang didirikan oleh Dangun menurut <Samguk Yusa> sekaligus merupakan sejenis lambang bangsa Korea yang bermakna ‘Tanah Sinar Matahari Pagi’. Hubungan antara Asadal, seorang tukang batu Baekje, Juman, anak perempuan ningrat Silla yang mencintainya, dan Asanyeo, istri Asadal yang datang dari Buyeo untuk menemui suaminya menjadi struktur konflik dasar <Muyoungtap>. Puisi penyair Shin Dong-yeop (1930-1969), lahir di Buyeo selama masa penjajahan Jepang, berakar pada pengertian tempat yang unik bagi kota. Baris seperti “nenek tua dengan hidung meler/ SENI & BUDAYA KOREA 9


Pagoda batu lima lantai di Wanggungri di Iksan, Provinsi Jeolla Utara, yang berasal dari Dinasti Goryeo awal, memperlihatkan bentuk pagoda Baekje serta gaya pagoda batu yang kemudian berkembang selama periode Silla Bersatu. Benda Harta Nasional No. 289, pagoda tingginya 8,5 meter. Wanggungri berarti “Desa Istana Raja,” direncanakan sebagai ibukota baru Baekje.

10 KOREANA Musim Panas 2017

menjual mie/ di bawah sinar matahari di rumah pemakaman” atau “Ketenangan abadi dari pohon aprikot desa” bukan sekadar ke­nangan liris di kampung halamannya. Dengan menggunakan imajinasi historis, Shin melompat dari Baekje ke Pemberontakan Petani Donghak (1894-95) dan Gerakan Kemerdekaan 1 Maret (1919), dan akhirnya mendarat dalam Perang Korea (1950-53) dan Revolusi 19 April (1960) Di Korea modern. Asadal dan Asanyeo sering tampil dalam puisinya sebagai tokoh protagonis atau pembicara. Dia mempertahankan peran imajiner karakter yang diciptakan oleh Hyeon Jin-geon, lalu mengubahnya menjadi tetangga yang menderita di tengah perang dan kemiskinan sebagai perwu­ judan dari sebuah negara yang terbelah. Kemanusiaannya terhadap sejarah mencapai puncak dalam puisi epik <Sungai Keumgang>. Beliau ingin meninjau sejarah melalui formasi peristiwa-peristiwa masa lampau dengan kemarahan dan keibaan terhadap tetangga seperti “rakyat yang tidak bersalah, si bodoh yang dikejar selama 5 ribu tahun”. Suksesnya ada di presentifikasi sejarah sedangkan kegagalannya ada di hal idealistis sejarah. Baris-baris puisi berikutnya menjadi contoh yang sesuai. “Baekje,/ dari zaman dahulu, tempat ini untuk kumpul/ busuk/ runtuh, tetapi/ meninggalkan pupuk// sungai Keumgang,/ dari zaman dahulu, tempat ini untuk kumpul/ busuk/ runtuh, tetapi/ mewariskan spirit” – Shin, Dong-yeop, <Sungai Keumgang> bait ke-23.


Di reruntuhan benteng Naseong yang berawal dari Busosanseong Buyeo sampai muara sungai Keumgang, terlihat sebuah tugu puisinya yang meninggal setelah “menderita tanah airnya yang sakit” karena kemiskinan dan keibaan.

Cerita Pecundang yang Harus Diperbaiki Kontroversi tentang ‘berita palsu’ ada di masa kini maupun masa lampau. Cerita pemenang dibesar-besarkan dan disebarkan tetapi cerita pecundang dibicarakan seperti keluhan wanita tua yang berdesah. Tidak berbeda cerita tentang Baekje. Di depan kepintaran dan keberanian pihak yang menang, ketidakmampuan dan ke­merosotan pihak yang kalah ditonjolkan. Komposisi sederhana ini menjadi lebih keras daripada kenyataan yang terjadi pada zaman dulu. Selama itu, masa lampau menjadi internalisasi dan fragmentasi menurut pemahaman realitas dan perasaan orang-orang yang mengingat dan melihat hal ini. Batu Tasaam, bekas tragedi perang berubah menjadi ‘Batu Nakhwaam Tiga Ribu Dayang’ dan teras Sajaru di puncak benteng Busosanseong seharusnya menjadi Sabiru. Walaupun demikian, kita tidak mudah mengoreksi hal tersebut sampai saat ini karena alasan tersebut. Struktur epik oleh hubungan kebenaran objektif tidak penting maupun tidak perlu bagi mereka, <Jeongeupsa> yang berawal dari ayat “Dalha Nopigom Doda Sha” adalah lagu Baekje satu-satunya yang masih ada dan liriknya dinyanyikan sampai zaman Goyeo dan Joseon. Menurut <Goryeo-

sa>, seorang pedagang di Jeongeup pergi untuk bisnis tetapi lama tidak pulang. Oleh karena itu, istrinya mendaki batu mangbuseok dan menyanyikan lagu ini dengan menunggu dan mengkhawatirkan suaminya. Orkestra Musik Korea Jeongeup menggelarkan berbagai konser musik Korea pada setiap bulan purnama untuk memperi­ ngati lagu ini. Semua lagu pop dewasa kini yang menyanyikan Baekje memperingati malam purnama. Di upacara ini selalu ada ‘Sungai Baekma’, ‘Burung Air’, ‘Keheningan’, ‘Ilyeop Pyonju’, dan ‘Bunyi Lonceng’. Lee Byong-ju (1921-1992), seorang novelis sekaligus jurnalis menulis sebuah ungkapan di pendahuluan novel epik <Sanha>; “Menjadi sejarah jika dilunturkan sinar matahari, menjadi legenda jika diwarnai sinar bulan!” Sebagai jawaban atas ungkapan tersebut, Baekje ada di bawah sinar bulan. Jikalau kesamaran senja menembus batas malam, lampu-lampu mulai dinyalakan di Gongsanseong. Pada saat itu, siluet benteng yang kadang-kadang memperlihatkan bahunya di bawah langit malam biru tua memanggil seseorang yang berdiri di seberang sungai. Terdapat orang yang belum pulang, meskipun malam telah turun. Mereka hilang karena tidak bisa tinggal lama, tidak punya tempat untuk pergi karena tidak ada yang memanggil nama mereka. Cahaya bulan memeluk dan membelai jejak kehidupan mereka yang rusak, dihapus, dan disimpangkan, yang tersebar di pegunungan dan sungai dari tanah air mereka - Baekje.

SENI & BUDAYA KOREA 11


FITUR KHUSUS 2 Baekje: Melacak Jejak Kerajaan yang Hilang

PERMAINAN PUZZLE, MENYATUKAN KEMBALI SEJARAH TERLUPAKAN

Choi Yeon Ahli Geografis, Kepala Sekolah Seoul, Pusat Pembelajaran Ilmu Humaniora Ahn Hong-beom Fotografer

Baekje adalah kota kedua yang terletak di sebelah selatan ibukota Hansung. Pada tahun 475, di Gongnaru, yaitu wilayah Gongju sekarang, sebelum ibukotanya dipindahkan ke Woongjin, yakni Baekje pada era Han Sung. Di masa itu orang-orang membangun sebuah desa di pegunungan di sekitar Sungai Han dan menggunakan perbukitan alami Sungai Han sebagai benteng pelindung pemukiman dan hidup bertani. Saat ini, di bagian tenggara Seoul, di daerah Gangdong-gu dan Songpa-gu masih tersisa peninggalan-peninggalan sejarah di antara gedung-gedung dan apartemen-apartemen super modern.

12 KOREANA Musim Panas 2017


Makam No. 3 di kompleks makam Baekje di Seokchon-dong, tenggara Seoul, diyakini sebagai tempat pemakaman Raja Geunchogo, yang secara signifikan memperluas wilayah dan kekuasaan Baekje. Mirip dengan gaya makam Goguryeo, menunjukkan hubungan erat antara elit penguasa dua kerajaan kuno tersebut.

SENI & BUDAYA KOREA 13


D

ari total populasi 50 juta orang di Korea Selatan, sekitar 20 juta orang tinggal di wilayah metropolitan Seoul. Seoul adalah kota bersejarah dengan beragam budaya yang tersebar sejak lebih dari 2000 tahun, mulai dari kerajaan Baekje, yang berdiri di arteri menuju jantung semenanjung Korea, hingga ‘Gangnam Style’ di abad ke-21. Namun, Seoul jugalah yang merupakan kota yang tidak mampu menunjukkan dalam dan luasnya budaya tersebut secara sempurna dan menyeluruh. Invasi Goryeong dan Mongolia di masa Dinasti Goryeo (918-1392), invasi Imjinwaeran (壬辰倭亂 15921598) dan Byeongja-Horan (壬辰倭亂 1636-1637) di masa Dinasti Joseon telah membuat banyak warisan budaya habis terbakar. Pada abad ke-20, setelah pemerintahan kolonial, Perang Korea kembali menimbulkan malapetaka di seluruh Korea, menyebabkan sebagian besar warisan budaya yang tersisa lenyap dalam angin industrialisasi dan pembangunan. Itulah sebabnya sisa warisan budaya Seoul hanya berbentuk titik-titk saja. Kita baru akan dapat menikmati nilai historis dan budaya Seoul dengan menghubungkan titik-titik menjadi garis, dan me­rekonstruksi budaya tersebut dalam tiga dimensi.

1

14 KOREANA Musim Panas 2017

Tentukan Wilayah di Dekat Sungai Han, dan Dirikanlah Satu Negara Di Timur, semua kehidupan dianggap mempunyai hubungan antara langit, bumi, dan manusia. Tanah sebagai tempat tinggal dimana manusia hidup tak bisa lepas dari pegunungan dan sungai. Pegunungan dan sungai saling terhubung satu sama lain dan merupakan hubungan yang saling menguntungkan. Air yang berasal dari dua gunung saling bertemu dan mengalir di sepanjang daratan yang dikelilingi oleh kedua gunung tersebut. Dan sudah sejak lama dan hingga kini orang-orang hidup di sepanjang jalan itu. Tiga kerajaan kuno di semenanjung Korea hampir tidak berhenti saling bertempur untuk dapat menguasai lembah Sungai Han. Baekje adalah kerajaan pertama yang berhasil menguasai lembah Sungai Han dalam pertempuran tiga kerajaan itu. Ada beberapa argumen tentang berdirinya Baekje, tapi kalau dipersingkat, asal usulnya adalah dari Manchuria, yakni orang-orang Kerajaan Buyeo (夫 餘) yakni Biryu (沸流) dan Onjo (溫祖), dua bersaudara bersama bawahannya. Mereka adalah putra-putra Jumong, pendiri Goguryeo. Sang adik, Onjo, menetap di lembah sungai Han, dan sang kakak Biryu, menetap di Michuhol (彌鄒忽), yang sekarang lebih dikenal dengan nama Incheon. Onjo memberi nama kerajaan yang dibentuknya Sibjae (十濟) untuk mengenang 10 orang abdi yang membantunya. Dan ketika kakanya Biryu meninggal, rakyat Michuhol datang kepadanya untuk meminta perlindungan. Onjo menerima mereka dan sejak saat itu nama kerajaan diubahnya menjadi Baekje (百濟). Mereka pergi lebih jauh ke arah selatan dan membentuk sebuah aliansi di tanah jatah mereka, 100 ri (40 km) dari Mokjiguk (目支國), yakni salah satu wilayah dari federasi Mahan (馬韓聯盟體) yang terdiri dari 54 kerajaan, tempat Provinsi Gyeonggi, Provinsi Chungcheong, dan Jeolla berlokasi saat ini. Dan setelah memperkuat kekuasaannya, mereka lalu memasukkan Mokjiguk ke wilayah kekuasaan mereka. Mahan menjadi sekutu baru dan mereka membentuk kerajaan baru. Pada mulanya, raja hanya memerintah di benteng kerajaan, sementara untuk wilayah lain dikuasai secara tidak langsung lima pemimpin yang ditempatkan di wilayah, namun dengan segera ditetapkan sistem pemerintahan kerajaan untuk mampu menangani perkembangan populasi rakyat dan memperkuat sistem pertahanan, dan untuk itu dibentuklah kota benteng. Kota benteng yang terbentuk saat itu adalah Pungnab-toseong (風納土 城) dan Mongchon-toseong (夢村土城). Pungnab-toseong secara geografis terletak di tanah datar untuk ditinggali dalam keadaan biasa, sementara Mongchon-toseong terletak di daerah berbukit untuk digunakan


2 1 Pagar kayu diperbaiki di sepanjang tepi utara Benteng Tanah Mongchon. 2 Parit yang mengelilingi Benteng Tanah Mongol telah berubah menjadi kolam.

Diperkirakan dulu ada sebuah istana di dalam benteng. Menurut catatan Sejarah Tiga Kerajaan (三國史記) terdapat ungkapan yang menyarankan agar pendirian bangunan sebaiknya “sederhana, tetapi tidak lusuh, mewah tetapi tidak boros”. SENI & BUDAYA KOREA 15


dalam dalam keadaan darurat dengan menggunakan bukit sebagai pertahanan bagi istana kerajaan. Pungnab-toseong berada di utara dan Mongchon-toseong berada di selatan, karenanya kedua benteng ini disebut Buk-seong (北城) dan Nam-seong (南城). Benteng ini dilengkapi dengan sistem benteng lapis dua (二城體制) yakni menggunakan benteng dalam (國內城) dan benteng luar (丸都山城) seperti benteng Goguryeo yang berlokasi di Manchuria sekarang.

Potongan Sejarah dari Reruntuhan Benteng Kuno Pungnab-toseong adalah benteng yang dibangun di dataran Sungai Han. Lingkar keseluruhan adalah 3470m, tingginya 6m sampai 13.3m, lebar tembok adalah 30m sampai 70m, dan ada parit (垓字) yang lebar di luar benteng yang berfungsi untuk bertahan dari serangan musuh. Bentuknya memanjang berbentuk oval dari utara ke selatan. Lebarnya 1.500m, 200m di selatan, dan 300m di utara. Tembok barat hilang pada tahun 1925 karena banjir (乙丑大洪水), tapi sekarang direstorasi. Karena tembok benteng terputus di empat tempat, diasumsikan ada empat gerbang menuju bagian dalam benteng di masa itu. Diperkirakan dulu ada sebuah istana di dalam benteng. Menurut catatan Sejarah Tiga Kerajaan (三 國史記) terdapat ungkapan yang menyarankan agar pendirian bangunan sebaiknya “sederhana, tetapi tidak lusuh, mewah tetapi tidak boros”. Dari hasil survei penggalian ditemukan bahwa di masa itu rakyat hidup di sekitar tembok benteng dengan membuat parit untuk mengalirkan dan menyimpan air, dan juga ditemukan peralatan rumah tangga yang membuktikan adanya fasilitas memasak dan berkumpul secara berkelompok. Di jalan terdapat juga bekas bangunan (遺構) dan aliran air (水穴) yang memberikan bukti kemungkinan banyaknya fasilitas kerajaan yang berada di dalam istana. Mongchon-toseong yang terletak sekitar 700 meter dari tenggara Pungnab-toseong adalah benteng

1

16 KOREANA Musim Panas 2017

1 Bagian penampang tiruan dinding Benteng Tanah Pungnap dipajang di lobi Museum Baekje Seoul. Memperlihatkan tumpukan lapisan tanah untuk membangun benteng. 2 Museum Baekje Seoul, yang terletak di dalam Taman Olimpiade Seoul, menyajikan beragam pameran yang menyoroti era prasejarah sebelum pendiri Baekje menetap di lembah sungai Han, serta dua negara tetangga mereka Goguryeo dan Silla, yang kemudian menduduki wilayah tersebut.


Wisata Sejarah Baekje di Seoul Stasiun subway Gwangnaru

Jembatan Gwangjin Benteng Tanah Pungnap

Sungai Han Gerbang Utara Taman Olimpiade Seoul Benteng Tanah Mongchon Gerbang Taman Olimpiade Seoul

Monumen Sarnjeondo

Museum Sejarah Mongchon 2

Museum Baekje Seoul

Danau Seokchon

WISATA JALAN KAKI KE BAEKJE Makam Baekje

dengan desain istimewa yang berbentuk benteng bagian dalam dan luar menggunakan topografi alam yang memiliki gunung tinggi dan lembah di sekelilingnya. Tembok benteng dibuat dari tumpukan tanah liat, dan bila diperlukan bagian yang curam dipotong seperlunya. Ada pagar kayu di utara dan parit yang mengelilingi benteng di bagian luar. Parit ini kini telah diubah menjadi danau. Panjang total tembok benteng adalah mulai dari tembok yang terletak di dataran paling tinggi sepanjang 2285m, sementara benteng bagian luar berada tegak lurus dalam jarak 270m dengan tinggi sekitar 30m. Di bagian luar benteng sebelah utara yang berupa lereng curam dan dataran terdapat bekas pancang-pancang kayu penyangga. Dan lereng sebelah timur terkesan dipotong dengan tergesa-gesa dan dilengkapi dengan parit yang diperkirakan berfungsi untuk bertahan dari serangan yang datang dari arah utara. Hal ini didukung dengan ditemukannya reruntuhan ba­ngunan penyimpanan yang berfungsi sebagai gudang dengan menara dan bekas bangunan yang digunakan sebagai fasilitas militer berlokasi bukan di Wangseong tetapi di Boru, yakni tempat pertahanan dan pelarian dalam keadaan darurat. Belakangan ini ditemukan jalan setapak dua jalur saat pelaksanaan penggalian di Mongchon-toseong yang diyaki-

Di sekeliling Lotte World, kompleks rekreasi dan perbelanjaan utama di Jamsil, tenggara Seoul, terdapat Danau Seokchon. Semulau danau itu merupakan bagian Sungai Han, tapi berubah menjadi danau saat arah aliran sungai diubah pada 1970 untuk menanggulangi banjir. Ia terbagi menjadi danau timur dan barat. Di sebelah barat danau terdapat Monumen Samjeondo mengenang penyerahan Joseon ke Qing setelah invasi Manchu kedua(1636-1637). Dari sini, berjalan separo di sekitar barat danau, lalu menyusuri jalan melewati daerah padat penduduk, daerah perumahan di selatan sampailah Anda di makam kuno Baekje di Bangi-dong. Di sekeliling terdapat gundukan batu makam dan makam lainnya yang berasal dari zaman Hanseong (18 SM – 475 M) Baekje, lurus ke depan menuju Taman Olimpiade Seoul. Taman Olimpiade Seoul, dibangun di atas tanah yang pada awalnya merupakan lokasi Benteng Tanah Mongchon, berisi stadion dalam utama yang dibangun untuk Olimpiade Musim Panas 1988. Di depan Taman Museum Baekje Seoul, yang juga terletak di dalam taman, Anda bisa mengapresiasi patungpatung para seniman terkenal dunia. Selanjutnya, Anda bisa berjalan santai di sepanjang lereng benteng kuno dan kemudian berhenti di Museum Sejarah Mongchon, tempat yang menyenangkan untuk mempelajari sejarah Kerajaan Baekje. Jika Anda keluar dari taman melalui Gerbang Utara 1, berjalan melewati Kantor Distrik Gangdong, dan menyeberang jalan utama, Anda akan menemukan SMA Wanita Youngpa. Berjalanlah di sepanjang dinding sekolah menuju pemukiman penduduk, dan benteng tanah yang lain Benteng Tanah Pungnap akan terlihat.

SENI & BUDAYA KOREA 17


ni merupakan jalan yang digunakan di masa Baekje dan juga dalam periode Goguryeo. Ini adalah jalan dua jalur tertua yang ditemukan di Korea, yang merupakan jalan raya yang menghubungkan bagian luar dan dalam benteng, yakni Mongchon-toseong dan Pungnab-toseong. Setelah Baekje memindahkan ibukota ke selatan, wilayah itu menjadi bagian dari Goguryeo dan setelah melewati tiga kali perba­ ikan dan perluasan, terbentuknya jalan yang tampak saat ditemukan. Jalan dibuat dengan campuran batu, tanah liat dan tanah liat lapuk, sehingga sangat keras dan tidak berbekas sekalipun dilewati oleh roda gerobak. Artefak penting lainnya yang ditemukan di sini adalah guci berleher pendek Baekje dengan tulisan “Gwan (官)”, yang berarti kantor pemerintah. Ini adalah pertama kali ditemukannya artefak dengan tulisan dari reruntuhan periode Baekje. Ini membuktikan bahwa Mongchon-toseong bukan sekedar benteng pertahanan tetapi juga berfungsi sebagai kota benteng.

Berbagai Bentuk Makam Ada makam kelas penguasa di dua are di bagian kota benteng, yaitu Seokchon-dong, Garak-dong, dan Bangi-dong. Pada catatan jilid ketiga Dinasti Joseon, yang diterbitkan pada tahun 1916 di masa penjajahan Jepang, ada 23 gundukan pemakaman di daerah tersebut berupa makam tanah dan 66 buah makam batu. Saat ini termasuk 7 buah makam batu besar dan Neolmudeom (makam berbentuk tumpukan batu) serta Dokmudeom (makam kubur berupa tanah galian berbentuk persegi), tersisa sekitar 30 buah makam. Ditemukannya kuburan tumpukan batu, yang merupakan pengaruh dari Goguryeo menunjukkan bahwa pendiri Baekje berhubungan erat dengan Goguryeo. Tercampurnya makam ukuran kecil milik rakyat jelata dan ukuran biasa milik pekerja pemerintahan di daerah ini menunjukkan bahwa daerah pemakaman ini melewati masa yang berbeda menyebabkan makammakam ini saling tumpang tindih. Di sekitar Seokchon-dong, tampak berbagai makam dari dari abad ke-3 sampai abad ke-5. Yang terbesar adalah makam No. 3 yang berukuran panjang 45.5m panjang, lebar 43.7m dan tinggi 4.5m, dan berbentuk empat persegi panjang (基壇式積石塚) dengan 3 tingkat yang diperkirakan dibangun sekitar pertengahan abad ke-3 sampai abad ke-4. Makam ini diperkirakan sebagai makam Raja Seongcho pendiri kerajaan Baekje sebagai bangsa kuno yang kuat selama periode Han Seong (346-375). Pada paruh kedua abad ke-5, makam penguasa yang berkuasa berubah dari makam tumpukan batu menjadi makam batu dengan ruang kubur setelah periode Gongju. Pada tahun 1971, dengan ditemukannya makan Raja Muryeong secara dramatis yang merupakan makam dengan ruang kubur pertama yang ditemukan di Korea, menandakan bahwa bentuk makam seperti ini adalah bentuk yang lazim sejak masa itu hingga masa Tiga Kerajaan. Mencari Pecahan Puzzle Yang Tersisa Pada tahun 70-an, seiring perkembangan komprehensif di daerah Jamsil dimulai, kapsul waktu Baekje harus mengalami pergolakan antara harus dilakukannya pengembangan kota dan pelestarian warisan budaya.. Pada tahun 1980-an, daerah ini terpilih sebagai lokasi Stadion Olimpiade Seoul 1988 sehingga berbagai stadion dan fasilitas lainnya termasuk stadion utama didirikan. Demikianlah Olimpiade di abad ke-20 dilangsungkan di ibukota tua Baekje, dimana nafas sejarah dan budaya meresap sejak 2.000 tahun yang lalu. Kota yang telah dibangun selama ratusan tahun oleh hikmat dan jerih lelah orang-orang Baekje telah lenyap digantikan dengan apartemen-apartemen bertingkat tinggi di sekitar area poros termahal di Seoul. Tidak dapat dipungkiri bahwa ada sisi positif dari perkembangan aktif seperti rekonstruksi apartemen, pembangunan jalan, pembangunan fasilitas Olimpiade, dan pemeliharaan perkotaan memberi kesempatan untuk menemukan reruntuhan warisan yang tersembunyi di bawah tanah. Upaya untuk merestorasi jalan kerajaan dan kehidupan orang-orang yang pernah tinggal di sana pada suatu masa -dengan menghubungkan titik yang satu dengan yang lain menjadi garis, dan membuat garis-garis itu menjadi bentuk tiga dimensi- sampai sekarang masih terus berlanjut.

18 KOREANA Musim Panas 2017


Benteng Tanah Mongchon, digali dan disurvei enam kali pada tahun 1980an, sekarang menjadi taman bagi warga Seoul.

SENI & BUDAYA KOREA 19


FITUR KHUSUS 3 Baekje: Melacak Jejak Kerajaan yang Hilang

MUNCULNYA BAEKJE Š Museum Nasional Gongju

Budaya Baekje, yang tersembunyi karena kurangnya data penelitian yang tersisa, mulai terkuak dengan adanya penemuan sebuah makam raja. Di tahun 1971 pada musim panas, di Provinsi Chungcheong Selatan daerah Songsanri ditemukan tanpa sengaja makam Raja Muryeong dari Baekje saat dilakukan pembangunan jalan air. Ini merupakan satu-satunya makam di Korea yang dengan jelas mencatat siapa yang dimakam di dalamnya. 20 KOREANA Musim Panas 2017

Kim Tae-shik Jurnalis Penelitian Aset Budaya dan Tanah


M

usim hujan telah datang kembali di Semenanjung Korea tanpa kecuali, bahkan di musim panas 1971 yang memiliki iklim monsun Asia. Musim hujan di lokasi peninggalan secara biasanya merupakan bencana. Tapi pada tahun itu, hujan menjadi berkat bagi kota Gongju. Sejak peletakan batu pertama pada tahun 18 SM, selama 700 tahun berdirilah kerajaan Silla, Goguryo yang dipimpin oleh Baekje sebagai pemimpin Tiga Kerajaan Kuno di daerah keduanya di Provinsi Chungcheong Selatan Gongju yang disebut ‘Songsanri Gobugeun’, yang merupakan lokasi pemakaman raja Baekje. Ada dua makam membentuk gundukan kurva lembut yang terletak di tepi barat laut dari aliran pegunungan rendah selatan, yang menyambung dari kota Gongju, membentuk satu daerah yang nyaman ditinggali. Penemuan makam Raja Muryeong dari Baekje yang merupakan raja ke 25 (masa pemerintahan tahun 501-523) dan permaisurinya adalah keajaiban dan kurnia dari datangnya hujan.

Pembangunan Jalan Air Sebelum Musim Hujan Panjang Tentang Makam Songsanri tertulis juga Jiriji (catatan Donggukyeojiseungram) di abad ke-16 bahwa “Hyanggyo terletak sejauh 3 ri dari kota dan di sebelahnya terletak makam kerajaan. Tetapi tidak tahu siapa raja yang dimakamkan di dalamnya”, dan dengan demikian bisa diketahui bahwa makam rajaraja Baekje telah diduga lokasinya sejak zaman Dinasti Joseon. Selain itu, pada pendudukan Jepang dilakukan beberapa penggalian, tetapi tetap tidak dapat diketahui dengan persis siapa yang terkubur didalamnya. Informasi yang didapat hanyalah sampai pemerintahan Woongjin dari tahun 475538 dari sebuah makam raja Baekje. Sampai sebelum musim hujan di tahun 1971, saat musim panas telah mulai, sudah ada enam gundukan makam yang diduga sebagai makam raja dan telah ditetapkan se­bagai situs bersejarah nasional yang wajib dilestarikan. Gundukan makam ini dibanjiri musim hujan setiap musim panas. Ini karena air yang mengalir dari gunung belakang biasa meresap ke gundukan makam. Biro Properti Budaya (sekarang Kantor Administrasi Warisan Budaya), yang telah berjuang memikirkan tindakan penanggulangannya, memutuskan untuk melindungi makam No. 5 dan No. 6, yang berdekatan dengan bagian timur dan barat dari banjir secara paralel sejauh 3 km dari jalur air. Konstruksi dimulai pada 29 Juni, saat musim hujan mulai mengarah dari utara menuju pantai selatan semenanjung dan konstruksi itu direncanakan selesai sebelum musim hujan. Tanggal 5 Juli, sekitar pukul 2 siang pada hari pertama konstruksi saluran pembuangan air itu, cangkul seorang pekerja terkena pada satu batu yang terpendam dalam tanah. “Kenapa ada batu se­perti ini di dalam tanah? Saya langsung mendapat firasat aneh. Karena batu keras itu biasanya untuk kuburan. Dan setelah saya gali terus, ternyata ada bentuk bangunan yang dibentuk dengan menumpuk batu-batu yang sangat rapi. Saya terus menggali, dan ada batu kapurnya juga. Dan setelah saya akhirnya cangkul saya terkena sesuatu lagi. Ternyata itu batu kuno”, kenang Kim Young-il, kepala lokasi konstruksi Samnam, yang bertanggung jawab atas konstruksi pada saat itu. Inilah yang menjadi cikal bakal munculnya makam kerajaan brilian, yang tak pernah terpikirkan oleh seorang pun. Bagian tersebut ternyata adalah plafon selatan jalan makam yang menuju ke dalam makam berbentuk batu-batu yang tertumpuk di dalamnya. Sampai saat itu, tidak ada yang tahu siapa yang dikuburkan dalam makam tersebut. Tapi jika dilihat dari dibentuknya makam dengan menyusun batu-batu dan juga mempelajari struktur pembangunannya, dapat diduga dengan pasti bahwa itu adalah makam seorang raja. Karena bentuknya mirip sekali dengan makam No. 6 yang terletak persis di depannya. Ruang utama makam Raja Muryeong, dilihat dari lorong. Makam itu ditemukan pada tahun 1971 di sebuah pemakaman kerajaan Baekje di Songsanri, Gongju. Di bawah lemari besi, yang dibangun dengan menumpuk batu bata dalam berbagai bentuk dan corak, ruang persegi panjang berisi peti mati kayu raja Baekje dan istrinya, yang telah runtuh karena waktu.

Hujan Deras Sepanjang Malam Harus diapakan makam batu yang baru ditemukan ini? Pemimpin konstruksi segera menginformasikan hal ini pada Kim Young-bae, Kepala Museum Nasional Korea, Museum Nasional Korea. Meskipun seharusnya museum wajib segera melaporkan hal tersebut ke Kantor Administrasi Properti Budaya untuk mendapatkan izin penggalian, tetapi saking gembiranya atas munculnya makam kerajaan Baekje yang baru, prosedur hukum ini terabaikan sama sekali, dan berita ini dengan segera sampai kepada beberapa arkeolog lokal yang langsung memulai penggalian untuk segera memastikan siapa yang terSENI & BUDAYA KOREA 21


1

Makam Raja Muryeong yang hampir terlupakan berhasil terselamatkan. Baekje juga merupakan sisi gelap dari sejarah kuno Korea. Catatan literatur yang digali dari peninggalan Makam Raja Muryeong dari keturunan Taebujok menjadi bukti hidup untuk menelusuri sejarah Baekjea dari berbagai sudut pandang.

22 KOREANA Musim Panas 2017

2


kubur dalam makam tersebut. Fakta ini baru dilaporkan ke Biro Properti Budaya pada 6 Juli, keesokan harinya melalui pemerintah Kota Gongju. Biro Properti Budaya mengirim seorang anggota staf ke lokasi untuk memastikan situasi sebenar­ nya dan memerintahkan untuk segera menghentikan konstruksi saluran drainase dan penggalian makam yang tidak sah itu. Kemudian memutuskan untuk mengatur tim penggalian formal dan melakukan penyelidikan. Di tempat kejadian pada tanggal 7 Juli, ada Kim Won-ryong, Kepala Museum Nasional saat itu, yang bertanggung jawab atas penggalian, dan Cho Yu-jin, yang bertanggung jawab atas penelitian penggalian di Laboratorium Properti Budaya di bawah Biro Properti Budaya, serta Ji Geon-gil (lihat Box) sebagai peneliti budaya. Penggalian sah dimulai pukul 16:00 pada hari itu. Tapi dua jam setelah penggalian dimulai, kejadian tak terduga terjadi di lokasi penggalian. Tiba-tiba saja langit yang cerah mencurahkan hujan deras. Situs penggalian menjadi luapan air. Salah-salah air hujan bisa langsung masuk ke dalam makam. Di tengah hujan deras yang tercurah semalaman, tim penggalian terpaksa mengundurkan diri sementara pekerja konstruksi harus terus berjuang untuk membuat aliran air darurat untuk segera mengeluarkan air yang sudah telanjur masuk ke makam di malam yang pekat. Pada saat yang sama, tim investigasi berkumpul di sebuah penginapan di kota Gongju dan memutuskan untuk melanjutkan penyelidikan keesokan harinya sebagai hasil dari pembahasan langkah-langkah tersebut.

Lokasi Penggalian Berselimutkan Kegembiraan Untungnya, keesokan harinya, langit tampak cerah. Tim investigasi, yang memulai penggalian pada pukul 5 pagi pada tanggal 8 Juli, akhirnya berhasil membuka seluruh jalan depan makam sampai ke ruang kubur. Dan terbuktilah bahwa itu adalah makam raja lain dari masa Baekje. Pukul 16:00, sebagai penghormatan diadakanlah ritual sederhana didirikan dengan tiga ekor

1 Ditemukan di makam Raja Muryeong, hiasan untuk mahkota raja, desain berbentuk bunga kamperfuli dari piring emas murni, menyerupai nyala api. Panjang: 30.7 cm. Lebar: 14 cm. Harta Benda Nasional No. 154. Museum Nasional Gongju. 2 Hiasan untuk mahkota ratu ditemukan di bagian kepala peti jenazahnya. Panjang: 22.2 cm. Lebar: 13,4 cm. Harta Benda Nasional No. 155. Museum Nasional Korea. 3 Tim penggalian melakukan ritual sederhana sebelum memindahkan batu bata yang menghalangi makam Raja Muryeong pada tanggal 8 Juli 1971.

PENEMUAN SALAH YANG AKAN SELALU DISESALI 3

“Mungkin terdengar seperti alasan, tetapi kita harus mengakui bahwa tingkat arkeologis kita baru sampai di situ. Namun kita bisa menghibur diri bahwa kita telah belajar dari kesalahan bahwa kita berusaha teliti dalam perencanaan dan pelaksanaan penggalian arkeologi.” Ji Geon-gil, mantan Kepala Museum Nasional Korea menyebut tahun 70-an sebagai tahun keemasan dalam hidupnya yang paling puncak. Terutama dari tahun 1973 sampai 1976 waktu ditemukannya makam raja Shilla Cheonmachong dan Hwangnamdaechong, merupakan kenangan paling berharga baginya. Jika penggalian di Gyeongju merupakan ‘kebanggaan’ baginya, ia menilai penemuan makam Raja Muryeong sebagai ‘hal memalukan yang tidak dapat diperbaiki’. Beliau telah bekerja di Yayasan Warisan Budaya Luar dan Dalam negeri sejak lulus dari Universitas Nasional Seoul Departemen Antropologi dan Arkeologi. Sejak saat itu beliau bekerja sebagai kurator di Yayasan Warisan Budaya Luar dan Dalam Negeri, yakni sejak November 1968 sebagai seorang pegawai negeri. 7 Juli 1971, beliau dan beberapa rekannya secara tiba-tiba ditugaskan untuk pergi ke Gongju. Di makam Songsan-ri, di sebuah makam lain, yang diyakini sebagai makam kerajaan Baekje, barulah ia mengetahui bahwa di tempat itulah ia ditugaskan untuk melakukan penelitian. “Tidak ada orang yang tahu apa yang terjadi saat kami dalam perjalanan menuju ke sana. Waktu itu adalah generasi yang kalau disuruh pergi, ya pergi saja. Setelah kami sampai, kami melihat sebuah makam yang diselubungi batu –batu tertumpuk rapi dengan bagian depannya terlihat sedikit.” Dia memiliki kenangan menyakitkan lainnya terkait penggalian Raja Muryong. Salah satu tugasnya adalah fotografi. Foto adalah dokumen pertama dan utama yang membuktikan situasi posisi artefak ditempatkan di tempat kejadian pada saat ditemukannya. Namun, ia gagal membuat foto yang berguna. Sebagian besar foto di lokasi penemuan adalah dari wartawan media massa yang meliput situs tersebut pada saat itu. Apa yang terjadi? “Saya memotret sebanyak mungkin di makam. Namun, ketika saya kembali ke kantor Seoul dan mencuci filmnya, foto-fotonya tidak muncul dengan baik. Saat itu saya membawa kamera baru saya ke lokasi sehingga saya belum begitu paham cara menyetel kamera tersebut. Ada yang muncul cuma setengah, yang bisa dipakai hanya beberapa saja. Betul-betul satu kesalahan besar. Karena itu tertinggal sebagai penyesalan besar dalam hati saya.”

SENI & BUDAYA KOREA 23


1

1 Sepatu-sepatu perunggu ditemukan di bagian kaki di dalam peti mati raja. Panjang: 35 cm. Museum Nasional Gongju. 2 Salah satu dari dua lempengan batu yang ditemukan di tengah jalan makam terdapat ukiran pernyataan bahwa tanah makam itu dibeli dari dewa-dewa langit dan bumi, bersamaan dengan nama penghuni, tanggal kematian, dan tanggal penguburan. Lebar: 41.5 cm. Panjang: 35 cm. Tebal: 5cm. Harta Benda Nasional No. 163. Museum Nasional Gongju. 3 Batu berbentuk binatang penjaga ditemukan di sepanjang lorong. Panjang: 47 cm. Tinggi: 30 cm. Lebar: 22 cm. Harta Benda Nasional No. 162. Museum Nasional Gongju. 4 Pengunjung Museum Nasional Gongju melihat-lihat pameran, termasuk peti mati kayu untuk pasangan kerajaan dan binatang penjaga, yang diperbaiki hampir mendekati keadaan semula.

ikan polak kering dan arak bagi yang dikuburkan di makam, sebelum batu penutup makam dibuka satu per satu. Saat bagian gelap makam terbuka pertama kali setelah lewat 1.500 tahun, hawa dingin, seperti saat menyalakan AC mobil pertama kali setelah melewati musim dingin, keluar berupa asap putih dari dalam makam. Setelah batu terbuka hingga mencapai ukuran yang bisa dimasuki oleh orang, Kim Won-ryong, Kepala Penyelidikan, dan Kim Young-bae, Kepala Departemen Gongju memasuki makam dengan lampu pijar. Terowongan makam batu bata berbentuk terowongan setinggi seorang pendek, terasa menyeramkan. Di bagian langit-langit, akar pohon akasia menggantung, membuatnya terlihat se­perti rumah hantu. Di tengah terowongan terletak sebuah patung babi seram dengan tanduk di dahinya. Sepertinya sengaja diletakkan untuk menjaga makam kubur dari aura jahat yang menyerang dari luar. Setelah melewati terowongan, sampailah mereka pada ruang kubur yang berlantai persegi dengan langit-langit berbentuk kubah. Ruang kubur tidak begitu luas, tetapi karena gelap, sulit untuk melihat bagian dalamnya secara detail. Dalam gelap terlihat beberapa papan kayu berserakan. Kelihatannya peti kayu tidak mampu melawan beratnya waktu yang telah berlalu dan hancur. Dari celah-celahnya terlihat benta-benda yang memancarkan sinar keemasan. Kim Won-ryong dan Kim Young-bae hampirhampir tidak dapat mempercayai mata mereka saat menyaksikan artefak tersembunyi dalam makam tersebut, yang siapapun pasti akan tahu bahwa artefak tersebut tidak pernah tersentuh oleh penjarah kubur sekalipun. “Makam Raja Baekje! Yang belum pernah terjamah tangan manusia! Kita menemukannya! Bukan main!”.Kedua pria itu tidak bisa menyembunyikan kegembiraan mereka.

Makam Siapa Sebenarnya? Kegembiraan ini mencapai klimaksnya dalam proses kembali dari ruang kubur melewati terowongan makam. Di hadapan patung babi yang menyeramkan itu terletak dua buah papan batu yang berukirkan tulisan. Dan saat diterangi dengan senter, terlihatlah dengan jelas tulisan yang terukir pada papan batu yang diletakkan di sana dengan rapinya. Pada baris pertamanya tertulis: “Jendral Yeongdong Baekje Raja Sammae (寧東大將軍百濟斯麻 王)” Yang berarti Sammae Baekje, pemimpin besar yang membuat perdamaian di wilayah bagian timur. Yaitu gelar yang diberikan oleh Kaisar Cina dari Kerajaan Nam (梁) kepada Raja Baekje Muryoung pada zaman itu. Ketika hal itu melintas dalam kepalanya, Kim Won-ryong mengaku “hampir semaput saya waktu saya membacanya dan menyadari apa artinya!”. Setelah terbukti siapa yang terbaring dalam makam tersebut, Kim Won-ryong yang terlalu gembira tanpa sempat berpikir dengan kepala dingin, menyatakan harus melakukan penggalian makam Raja Muryeong yang merupakan penemuan yang belum 24 KOREANA Musim Panas 2017

2

2


ada sebelumnya dalam sejarah arkeologi Korea.

Peninggalan Sejarah Baekje yang Terlupakan Demikianlah, penggalian makam seorang raja yang dilakukan serta merta bagai perampokan, tanpa perencanaan dan sistem yang matang ini menjadi objek kritik dan refleksi diri bagi kaum akademik arkeologi Korea. Tetapi hasil yang didapatkan dari penemuan tersebut tidak dapat dibandingkan dengan penemuan manapun juga. Dari antara 31 orang raja Baekje, 27 orang raja Goguryeo, dan 56 orang raja Silla, yaitu total 114 orang raja dari Tiga Kerajaan dan Silla Bersatu, hanya makam Raja Muryeong dari Baekje sajalah yang dengan jelas terbukti keberadaannya. Selain itu, makam Raja Muryeong menyelamatkan Baekje yang hampir terlupakan. Sejarah tentang Baekje selama ini bagai kegelapan dalam sejarah Korea kuno. Dalam situasi di mana catatan tentang kerajaan ini sangat minim, relief yang ditemukan dalam makam ini menjadi bukti nyata untuk melihat Baekje dari berbagai sudut pandang. Dalam catatan pada sebuah batu yang ditemukan dalam makam tersebut dikatakan bahwa tanah pemakaman itu dibeli dari dewa-dewa di langit untuk memakamkan raja dan permaisurinya, yang menunjukkan ritual pemakaman masyarakat Baekje yang sangat khusyuk di masa itu. Makam kerajaan Muryong menumpahkan lebih dari 3.000 artefak berwarna-warni dari 100 jenis. Beberapa darinya jelas diimpor dari Cina. Selain itu, kayu peti jenazah raja dan permaisuri menunjukkan bahwa kayu yang dipakai adalah pinus emas yang hanya tumbuh kepulauan Jepang. Ini adalah bukti sejarah bahwa Baekje telah melakukan pertukaran budaya dengan negara-negara tetangga melalui laut dan bahwa keluarga kerajaan Baekje terutama berhubungan dekat dengan Jepang.

3

4

SENI & BUDAYA KOREA 25


FITUR KHUSUS 4 Baekje: Melacak Jejak Kerajaan yang Hilang

ORANGORANG BAEKJE DI JEPANG Baekje menyerap budaya dan teknologi Cina, dan mengadaptasi serta berasimilasi dengan elemen budaya asing untuk mengembangkan budayanya yang unik yang kemudian menyebar ke negara tetangga. Kerajaan ini mempertahankan hubungan yang baik dengan Jepang, dengan mengadopsi budaya dan teknologinya dan sebagai balasannya Jepang mengirimkan bantuan militer. Jejak interaksi antara kedua negara ini masih terlihat di banyak tempat di Jepang. Ha Jong-moon Dosen, Program Studi Jepang, Universitas Hanshin Ahn Hong-beom Fotografer

1

1 Kudara Kannon, atau Bodhisattva Avalokitesvara Baekje, yang diabadikan di Rumah Berharga Horyu-ji, di Nara, merupakan salah satu harta karun Jepang yang paling terkenal. Gambar yang anggun, terbuat dari kayu kamper bersepuh emas, setinggi 209 cm. Pengerjaan Baekje dengan jelas terlihat dalam mandorla yang unik, mahkota menerawang, lekukan halus bahu dan pinggang, dan ekspresi lembut di wajah. Ini berasal dari awal hingga pertengahan abad ketujuh. 2 Kudarao-jinja, klan klan keluarga kerajaan Baekje, masih berdiri di Hirakata, kota administrasi Osaka. Pada abad kedelapan, keturunan raja terakhir Baekje yang menetap di Osaka selatan juga membangun Kudara-ji, sebuah kuil besar tempat roh pemimpin raja Baekje diabadikan, namun kuil tersebut hancur terbakar. Tempat suci saat ini dibangun kembali pada tahun 2002. Š SHOGAKUKAN


2

D

i hari keempat bulan kesepuluh tahun 663 sebelum Masehi, perang terakhir yang menentukan nasib Kerajaan Baekje yang berusia tujuh abad terjadi di bagian hilir Sungai Geum. Ibukota Kerajaan, Sabi (sekarang Buyeo), jatuh ke tangan musuh dan Raja Uija menyerah pada tahun 660, tapi perang masih berlangsung di beberapa bagian negara itu. Restorasi Baekje memaksa sekutu mereka, Jepang (saat itu disebut “Wa�), mengirimkan bantuan, dengan memberangkatkan sebanyak lebih dari 40.000 tentara dalam dua tahap. Tentara Baekje-Wa dan pasukan sekutu dari Silla dan Tang tergabung dalam armada laut dan pasukan darat selama lebih dari dua hari dalam perang yang setara dengan sebuah konflik regional di Asia Timur. Sekutu Silla-Tang memenangkan pertempuran. Meskipun sebagai kerajaan yang paling maju dalam hal budaya dan diplomasi di antara ketiga kerajaan di Korea, Baekje tidak dapat menghindari keruntuhannya yang tragis. Bantuan militer Jepang merupakan testimoni karakter internasionalnya yang kuat. Setelah jatuhnya Baekje, hubungan erat dengan Jepang tetap berlanjut. Menurut New Selection and Record of Hereditary Titles and Family Names (Shinsen shojiroku), catatan genealogi keluarga

aristokrat Jepang yang diprakarsai oleh kaisar dan selesai pada tahun 815, sepertiga kaum bangsawan itu berasal dari imigran, dan sebagian besarnya adalah nenek moyang Baekje. Jepang kuno mengembangkan budayanya dan menjadikannya sebagai budaya yang menyebar di seluruh negara melalui hubungannya dengan Baekje. Sampai awal abad kesembilan, keturunan imigran Baekje merupakan kelas utama di Jepang.

Tiga Migrasi Massa Ada tiga gelombang imigran Baekje ke Jepang. Migrasi pertama datang setelah pertengahan abad keempat. Karena seringnya terjadi benturan dengan Goguryeo di bagian utara, Baekje secara aktif menjalin hubungan dengan Jepang untuk memperkuat pertahanan. Pada waktu itu, Baekje memberangkatkan dua cendekiawan ke Jepang. Yang pertama adalah Ajikgi (Achiki dalam bahasa Jepang), yang membawa dua kudanya. Awalnya ia mengajar menunggang kuda, tapi ketika ternyata ia juga menguasai karya klasik Confucius, ia menjadi tutor putra mahkota. Yang kedua adalah Dr. Wangin (Wani dalam bahasa Jepang), yang dipanggil ke Jepang berdasarkan rekomendasi Ajikgi. Ia memperkenalkan Thousand CharacKOREAN CULTURE & ARTS 27


ter Classic dan Analects of Confucius kepada masyarakat Jepang. Anak cucunya mengabdi kepada keluarga kerajaan dari generasi ke generasi dan memegang posisi yang bertanggungjawab dalam dokumentasi, catatan kerajaan dan keuangan. Setelah Wiryeseong, ibukota Baekje yang kemudian dikenal dengan nama Hanseong, jatuh ke tangan Goguryeo pada tahun 475, Baekje memindahkan ibukotanya ke bagian selatan ke Ungjin (saat ini dikenal dengan nama Gongju), yang menyebabkan terjadinya migrasi massa kedua ke Jepang. Di bawah ancaman agresi Goguryeo, Baekje memperkuat sekutunya dengan Jepang; sebagai balasan bantuan militer Jepang, Baekje mengirimkan banyak profesional dengan pengetahuan dan keahlian teknologi yang maju. Hubungan kedua negara ini mencapai puncaknya di bawah peme­rintahan Raja Muryeong (bertahta pada tahun 501–523) dan Seong (bertahta pada tahun 523–554). Selama masa ini, ketika ajaran Buddha diperkenalkan ke Jepang, Baekje mengirim arsitek, peng­rajin, teknisi dan spesialis Buddha dengan ketrampilan dan pe­ngetahuan baru. Mereka berperan aktif dalam membangun pemerintahan sentral dari konfederasi klan lokal yang kuat, yang membuat budaya Buddha makin berkembang selama periode Asuka (circa 538–710). Ibunda Kaisar Kanmu (bertahta pada tahun 781–806), yang merelokasi ibukota ke Heian-kyo (sekarang dikenal dengan nama Kyoto) dari Nara di akhir abad kedelapan, pada peri-

ode Heian (794–1185), dikenal sebagai keturunan Raja Muryeong dari Baekje. Kaisar Akihito menyebutkan hal ini di depan umum pada tahun 2001. Setelah jatuhnya Baekje, anggota keluarga kerajaan dan kelas atas menyeberangi laut ke Jepang dan menetap di sana. Menurut catatan dari tahun 663 dalam Chronicles of Japan (Nihon shoki ), ketika mereka naik kapal menuju Jepang, mereka mengatakan, “Nama Baekje sudah tidak ada lagi sejak hari ini. Akankah kita bisa mengunjungi makam leluhur kita?” Berdasarkan catatan sejarah, jumlah mereka diperkirakan lebih dari 3.000 orang, termasuk 60 pejabat tinggi pemerintah. Mereka menempati posisi penting dalam pemerintah selama transisi Jepang ke struktur pemerintahan sentral pada abad ketujuh.

Budaya Buddha Baekje dan Asuka Ajaran Buddha diperkenalkan ke Tiga Kerajaan Korea jauh sebelum ke Jepang melalui kitab suci yang diterjemahkan ke dalam karakter Cina. Di ketiga negara itu, Buddha berfungsi sebagai alat dalam politik, konsolidasi penguasa kerajaan, dan kemajuan budaya. Hal yang sama terjadi juga di Jepang. Buku-buku sejarah dari Dinasti Sui di Cina (581–618) mencatat bahwa budaya menulis diperkenalkan ke Jepang melalui kitab suci Buddha dari Baekje. Pada pertengahan abad keenam, Raja Seong mengirim sebuah patung

1

28 KOREANA Musim Panas 2017


dan kitab ajaran Buddha ke Jepang untuk pertama kalinya, dan dilanjutkan dengan mengirimkan tokoh penting sampai agama Buddha berakar di negara ini. Pendeta, arsitek dan seniman Buddha diberangkatkan untuk berpartisipasi dalam pembangunan Asukadera, yang dikenal juga dengan Hoko-ji, salah satu kuil Buddha tertua di Jepang. Ketika kuil itu sudah selesai dibangun, sekitar 100 bangsawan bersuka cita dengan memakai pakaian Baekje. Agama Buddha di Jepang pada masa awal penyebarannya membangun pijakan yang kuat di Asuka melalui interaksi dengan Baekje. Baekje memakai bahasa tulis Cina dan ajaran Buddha dalam diplomasinya dengan Jepang. Baekje juga berperan sebagai penghubung budaya antara Cina dan Jepang. Salah satu contohnya adalah ornamen logam berbentuk U pada jepit rambut. Jepit rambut ini, yang ditemukan di Cina dari abad ketiga, dibawa ke Jepang oleh Baekje. Jepit ini ditemukan di antara barang-barang yang tertimbun di dalam kuburan bergaya Baekje di wilayah Kansai (atau Kyoto, Osaka, dan Kobe). Imigran Baekje bahkan memperkenalkan gaya busana terbaru yang digemari di Asia Timur saat itu kepada Jepang.

Patung Buddha Kembar Kerajaan Baekje hilang tanpa jejak ketika restorasi dimulai. Namun, warisan budayanya masih bisa dijumpai di Jepang. Esensi budaya Buddha yang dipelihara oleh Baekje terus hidup di Jepang.

2

Komplek kuil Todai-ji di Nara, yang merupakan jejak pengaruh Baekje, adalah kekayaan budaya Buddha yang ditetapkan sebagai situs UNESCO World Heritage . Patung Buddha Agung, kekayaan nasional yang ada di dalam kuil, dibangun oleh cucu imigran Baekje yang melarikan diri ke Jepang setelah jatuhnya kerajaan itu. Anak cucu keluarga kerajaan Baekje mengembangkan tambang emas dan mendonasikan emas untuk pembuatan patung ini. Esensi budaya Buddha yang dipelihara oleh Baekje terus hidup di Jepang. Penduduk imigram Baekje terdiri dari dua klan kuat. Pertama adalah klan Aya, yang tinggal di Kinai (wilayah ibukota) dekat Osaka dan Nara. Sebagian besar dari mereka adalah pengrajin, seperti pandai besi, atau tergabung dalam produksi pelana kuda, kain sutra, dan gerabah. Klan imigran lainnya adalah Hata. Me­reka bertempat tinggal di Kyoto dan sekitarnya, dan bekerja dalam budi daya ulat sutra, tekstil, dan pengairan. Keturunan Hata dibagi menjadi beberapa klan dengan nama keluarga yang berbeda-beda. Tsutomu Hata, yang menjadi perdana menteri ke-80 di Jepang pada tahun 1994, adalah keturunan klan ini. Koryu-ji, yang dibangun pada tahun 603 di bagian utara Kyoto, awalnya milik keluarga Hata. Kuil ini memiliki enam patung Buddha dan ditetapkan sebagai kekayaan nasional. Di antara patung-patung itu, yang paling menarik adalah patung kayu Pensive Bodhisattva, atau Maitreya in Meditation. Gambaran bodhisattva yang sedang berkontemplasi mendalam mengenai penderitaan manusia telah menarik perhatian banyak orang selama berabadabad. Filsuf jerman Karl Jaspers menganggapnya sebagai “representasi ekspresi tertinggi alami manusia.” Patung kembar yang terbuat dari tembaga, Gilt-bronze Pensive Bodhisattva (Kekayaan Nasional Korea No. 83), berada di Museum Nasional Korea di Seoul. Kedua patung itu sangat mirip, terutama se­nyumnya. Seniman yang membuat patung itu belum diketahui dan kontroversi pun berkembang apakah me­reka dari Bekje atau Silla. Dari mana pun asal mereka, senyum penuh misteri kedua bodhisattva itu menyampaikan sebuah pesan selamat kepada seluruh umat manusia — bukan hanya Baekje, Silla, atau Jepang.

Peninggalan Kerajaan Kuno Peninggalan kerajaan Baekje di Jepang tersebar

1 Makam Dr. Wangin, atau Wani sebagaimana dikenal di Jepang, di Hirakata, Kota Administrasi Osaka. Seorang ilmuwan terkemuka itu diasumsikan datang dari Baekje pada pertengahan abad keempat. Wangin dikaitkan dengan diperkenalkannya sistem penulisan Cina ke Jepang. Keturunannya banyak bertugas di berbagai bidang pemerintahan sipil di Jepang. 2 Jembatan Kudara di Higashisumiyoshi-ku, Osaka selatan, memiliki relasi historis antara wilayah dan Kerajaan Korea kuno Baekje, dengan masa-masa abad ketujuh. Nama Kudara, atau Baekje, dengan mudah ditemukan di nama stasiun, jembatan, dan sekolah di sekitar daerah yang terus memiliki populasi Korea-Jepang yang besar hingga saat ini.

SENI & BUDAYA KOREA 29


Kerajaan Baekje hilang tanpa jejak. Namun, warisan budayanya masih bisa dijumpai di Jepang. Esensi budaya Buddha yang dipelihara oleh Baekje terus hidup di Jepang.

di seluruh wilayah Kansai. Tour menjelajahi reruntuhan kerajaan Korea kuno ini diawali sesaat setelah kita keluar dari Bandara Internasional Kansai, pintu utama ke bagian barat Jepang. Tempat pertama adalah Osaka, kota terbesar kedua Jepang. Pangeran Seongwang, putra raja terakhir Baekje, menghabiskan sisa hidupnya di Jepang setelah kerajaan ini runtuh. Ia diberi nama keluarga Kudara no Konikishi (yang berarti “raja Baekje�) oleh kaisar. Bersama dengan keturunan keluarga kerajaan yang lain, ia tinggal di Baekje di bagian selatan Osaka tempat klan imigran tinggal. Wilayah ini berdekatan dengan Ikuno-ku dan masih mempunyai populasi warga Korea-Jepang yang tinggi. Dengan mudah kita bisa melihat stasiun, jembatan, dan sekolah dasar dengan nama Baekje. Pada masa generasi buyut Keifuku ketika klan Kudara pindah ke Hirakata di bagian utara Osaka. Keifuku, atau Gyeongbok dalam bahasa Korea, mendonasikan emas untuk pembuatan patung Buddha Agung yang terletak di kuil Todai-ji di Nara. Ia juga membangun Kudara-ji, sebuah kuil besar untuk klan ini, tapi hancur karena kebakaran dan sekarang sebuah taman dibangun di tempatnya semula. Di sini masih berdiri tempat suci Kudarao-jinja, yang dibangun di sekitar waktu yang sama dengan kuil itu dan sudah direkonstruksi. Berikutnya adalah Nara. Asuka, sebuah desa yang terletak di selatan, adalah tempat dengan banyak kuil Asuka-dera, tapi sulit mencari jejak orang-orang Baekje di sana karena kuil-kuil itu juga sudah dipindahkan ke Nara setelah relokasi ibu kota. Tempat pertama adalah kuil Gango-ji. Kuil ini pernah menjadi satu di antara tujuh kuil besar di Nara selain Todai-ji dan Kofuku-ji, tapi kemudian diruntuhkan setelah Abad Pertengahan. Namun, tiang aula utama,

yang merupakan kekayaan nasional, sangat menarik dilihat karena berasal dari periode Asuka yang dibuat oleh seniman Baekje. Setelah Gango-ji, tempat berikutnya adalah Todai-ji, yang tidak jauh dari Gango-ji, dan Horyu-ji. Tanah luas sekeliling kuil Horyu-ji penuh dengan kekayaan nasional, tapi ada satu yang memancarkan aura Baekje yaitu Kudara Kannon (Avalokitesvara Bodhisattva from Baekje). Patung kayu setinggi lebih dari dua meter ini adalah karya besar yang menggambarkan kecantikan tubuh manusia, yang sudah lama menjadi sumber inspirasi artistik. Pada tahun 1997, patung ini dipamerkan di Museum Louvre sebagai bagian dari pertukaran kekayaan nasional antara Perancis dan Jepang. Selanjutnya, kita naik kereta ke Kyoto menuju utara. Jangan mengunjungi Kyoto tanpa melihat Kiyomizu-dera, kuil lain yang berhubungan dengan Baekje. Sakanoue no Tamuramaro, seorang jenderal dan shogun yang menaklukkan wilayah Tohoku selama pemerintahan Kaisar Kanmu, adalah orang yang menginisiasi pembangunan kuil itu. Klan Sakanoue sudah terpisah dari klan Aya. Karena saudara kaisar dari garis ibu adalah keturunan keluarga kerajaan Baekje, anggota klan ini memegang posisi penting dalam bidang militer dan berperan dalam periode Heian, yang mengawali masa depan baru di Jepang. Terakhir adalah jalan keliling kota Kyoto dengan arah berlawan­ an jarum jam, menuju kuil Koryu-ji. Di sini, banyak patung Buddha kuno, termasuk patung kayu Pensive Bodhisattva , yang menanti kita. Di sini, kita bisa mengagumi puncak budaya Buddha tertinggi dan sejenak merenungi penderitaan imigran Baekje yang kehilangan negaranya.

1

30 KOREANA Musim Panas 2017

Kunci Hubungan Masa Depan Dengan berakhirnya aliansi Baekje dan Jepang, semua kaitan yang menghubungkan semenanjung Korea dan kepulauan Jepang juga terputus, dan hubungan Korea-Jepang memburuk sejak saat itu. Di akhir abad ke-16, Jepang menginvasi Joseon dan menyebabkan bencana masal dan kerusakan material yang besar; pada tahun 1910, Jepang menjajah Korea. Luka mendalam yang disebabkan penjajahan selama 35 tahun belum sepenuhnya sembuh. Bagaimana hubungan antara Korea dan Jepang di masa depan? Jawabannya mudah ditemukan jika kedua negara mengingat hubungan yang terbuka dan hangat leluhur mereka 1.500 tahun lalu.


1 Aula utama (kanan) dan ruang zen Gango-ji, di Nara. Banyak ubin atap bangunan ini, yang dibedakan dengan warna kecoklatan, dibuat oleh seniman Baekje selama periode Asuka. Candi ini semula didirikan di Asuka pada tahun 593 dan dikenal sebagai Asuka-dera atau Hoko-ji, kuil Budha pertama di Jepang. Ia dipindahkan ke Nara pada tahun 718, ketika ibukota dipindahkan ke sana, dan berganti nama menjadi Gango-ji. 2 Pagoda lima tingkat di Horyu-ji, di Nara, merupakan salah satu bangunan kayu tertua di dunia. Diba­ ngun ketika kuil itu direkonstruksi pada awal abad kedelapan setelah Horyu-ji pertama, selesai dibangun tahun 607, terbakar pada tahun 670. Pagoda tersebut mencerminkan gaya Baekje abad ketujuh. Tingginya 32,5 meter.

2

SENI & BUDAYA KOREA 31


FOKUS

HANGEUL, PENCIPTAAN DAN MASA DEPANNYA SEBAGAI TEMA DESAIN Sebuah pameran khusus di Museum Nasional Hangeul mengangkat status Hangeul saat ini sebagai aksara yang cepat berubah dan masa depannya sebagai aksara Korea yang bersatu. “Desain Hangeul: Prototip dan Masa Depan Aksara Korea,� yang diselenggarakan dari tanggal 28 Februari sampai 28 Mei 2017, menawarkan kesempatan kepada pengunjung untuk melihat kembali kelahiran sistem penulisan unik Korea dan bagaimana masa depannya melalui karya seniman desain muda. Chung Jae-suk Reporter Senior Budaya, The Joong Ang Ilbo Ahn Hong-beom Fotografer

32 KOREANA Musim Panas 2017


Kertas akrilik transparan berdiri di depan pintu pameran “Desain Hunminjeongeum dan Hangeul” di Museum Hangeul Nasional, yang menampilkan 33 halaman “Hunminjeongeum Haerye,” sebuah komentar yang menjelaskan prinsip-prinsip sistem tulisan tulis Korea yang diterbitkan pada 1446 ketika aksara diundangkan.

P

ada 1443, Raja Sejong, penguasa keempat Dinasti Joseon, menyelesaikan pene­ muan mengenai sistem penulisan Korea yang baru bernama Hunminjeongeum, nama asli Hangeul. Itu merupakan hasil usaha yang sungguh-sungguh oleh seorang raja bijak yang telah mencoba meniadakan ketidaksetaraan sosial dan tantangan dalam administrasi negara. Kebanyakan orang mengalami kesulitan mengekspresikan diri mereka secara bebas karena negara tersebut terlalu mengandalkan aksara Cina atau sistem penulisan kuno, yang disebut Idu, kombinasi karakter Cina dan tanda gramatikal yang digunakan oleh kaum terpelajar. Pada 1446, setelah tiga tahun melakukan penelitian dan eksperimen ekstensif, Sejong menerbitkan “Hunminjeongeum Haerye,” sebuah buku SENI & BUDAYA KOREA 33


yang menjelaskan ciri-ciri fonologis huruf dan contoh penggunaannya. Dalam kata pengantarnya, raja berkata: “Meskipun mereka sangat ingin berkomunikasi, banyak dari orang miskin tidak dapat mengekspresikan diri mereka dengan kata-kata dengan bebas. Karena mencintai mereka, kami telah menciptakan 28 huruf baru. Satu-satunya harapan saya adalah bahwa semua orang dapat mempelajari aksara ini dengan mudah dan menggunakannya dengan mudah dalam kehidupan mereka sehari-hari.” Saat melangkah ke aula pameran yang redup, aku merasa seolaholah mendengar suara raja agung.

Penciptaan Sistem Penulisan Baru Sejak dibuka pada Hari Hangeul 9 Oktober 2014, Museum Hangeul Nasional telah mengabdikan diri untuk mempromosikan sejarah dan nilai Hangeul melalui pameran khusus dan acara-acara lain. Museum ini memusatkan perhatian pada keaslian dan kegunaan sistem penulisan unik Korea, yang sangat gampang saat orang menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari mereka seperti menghirup udara atau minum air putih. Di pintu masuk pameran tersebut, terdapat tanda ulang tahun keenam belas kelahiran Raja Sejong (1397-1450; 1418-1450), sebuah instalasi berupa 33 halaman “Hunminjeongeum Haerye” membuat pengunjung merasa seolah-olah memasuki sebuah mesin waktu yang membawa mereka kembali ke hari-hari ketika Sejong menemukan sistem penulisan baru untuk bangsanya. Layar sepertinya bergema dengan sukacita yang pasti dirasakan raja saat dia memproklamasikan penciptaan aksara baru setelah bangsa ini bergantung pada aksara Cina dalam waktu yang lama, membuat dirinya ingin mandiri dan pragmatisme yang luhur serta cintanya kepada rakyatnya. Para cendikiawan membantu raja menciptakan aksara-aksara baru pasti juga merasa sangat bergairah. Dalam kata pengantar lain untuk buku ini, yang ditulis oleh Jeong In-ji (1396-1487), salah satu pengikut kerajaan yang berpartisipasi dalam tugas berat ini dalam menga-

2

1

34 KOREANA Musim Panas 2017

© Museum Nasional Hangeul


tasi banyak kesulitan, mengungkapkan kebanggaannya dengan mengatakan: “Orang yang cerdas dapat mempelajarinya sebelum pagi selesai, dan bahkan orang yang lamban bisa mempelajarinya hanya dalam sepuluh hari.” Para ahli dari seluruh dunia telah mengungkapkan pandangan mereka mengenai nilai signifikan Hangeul sebagai “aksara termuda dan paling ilmiah di dunia.” Robert Ramsey, seorang profesor linguistik Asia Timur di Universitas Maryland Amerika Serikat, me­ngatakan, “Hangeul merupakan hadiah Korea untuk dunia. Hangeul adalah simbol tertinggi budaya Korea, ia memiliki arti penting yang melampaui satu negara.” Jean-Marie Gustave Le Clézio, seorang novelis Prancis dan penerima Nobel tahun 2008 dalam sastra, mencatat, “Sehari cukup untuk menguasai secara tuntas bahasa Korea. Hangeul adalah sistem aksara yang sangat ilmiah dan mudah digunakan untuk berkomunikasi.” John Man, seorang penulis sejarah Inggris dan penulis “Alpha Beta: Bagaimana 26 Huruf Membentuk Dunia” berkomentar, “Hangeul merupakan aksara terbaik yang diimpikan semua bahasa.” Lebih jauh lagi, ini merupakan satu-satunya sistem penulisan yang catatan penemuannya bisa diketahui.

Satu-satunya Aksara yang Memiliki Riwayat Penciptaan Hunminjeongeum secara harfiah berarti “suara yang benar untuk diajarkan kepada orang-orang.” Tulisan awalnya terdiri atas 28 huruf, 17 konsonan dan 11 vokal, berdasarkan bentuk dasar titik, garis, dan lingkaran. Komposisinya ditampilkan di ruang pameran Bagian 1, berjudul “Mudah Dipelajari dan Nyaman Digunakan: Aksara umtuk Pertim­ bangan dan Komunikasi.” Ke-17 konsonan berasal dari 5 simbol fonemik dasar yang menyerupai bentuk organ vokal yang bersangkutan. Kemudian, coretan lain ditambahkan ke simbol fonemik dasar, tergantung pada intensitas suara. Misalnya, dengan penambahan coretan lainnya, “ㄴ” (nieun) menjadi “ㄷ” (di-geut), yang suaranya lebih kuat daripada “ㄴ.” Dengan masih ada tekanan lain, “ㄷ” menjadi “ㅌ” (Ti-eut) yang suaranya lebih kuat daripada “ㄷ.” Karakteristik masing-masing suara tercermin dalam setiap huruf. Mulai dari tiga simbol dasar - “•,” “ㅡ,” dan “ㅣ,” berturut-turut mewakili surga, bumi, dan manusia, 11 vokal dikembangkan. Bergabung bersama, 17 konsonan dan 11 vokal dapat menciptakan lebih dari 10.000 blok suku kata, sehingga memungkinkan kombinasi yang hampir tidak terbatas. Hangeul merupakan sistem penulisan suku kata yang unik yang terdiri atas vokal awal, medial, dan akhir. Mengutip kata-kata Jeong In-ji, “Dengan 28

1 “톱” (Top; “Gergaji”) oleh Chae Byung-rok menggambarkan arti kata “톱” dengan membedahnya menjadi tiga bagian - “ㅌ,” “ㅗ” dan “ㅂ” - sesuai dengan awal, tengah dan suara akhir. 2 “장석장” (Jangseokjang; “Perabot Hias”) oleh Ha Jee-hoon adalah perabot kayu yang dihiasi ornamen logam berbentuk konsonan dan vokal Hangeul, dalam perabotan tradisional zaman Dinasti Joseon. 3 “버들” (Beodeul; “Daun Willow”) oleh Yu Myung-sang sebuah eksperimen untuk melihat sampai sejauh mana aksara bisa dilebur menjadi citra dengan menggunakan berbagai gambar daun willow.

3

SENI & BUDAYA KOREA 35


Tim desain ini membangun kehidupan baru ke dalam prototipe Hunminjeongeum, membangun struktur dua dan tiga dimensi dengan usaha yang sungguh-sungguh untuk menguji batas-batas Hangeul sebagai tema untuk inspirasi artistik.

1

1 “감” (Gam; Kesemek/Perasaan/Tenunan) oleh Jang Soo-young mencoba menghidupkan kembali gaya asli Hangeul dengan menempatkan tanda tonal yang berbeda, elemen penting dalam sistem penulisan Korea pada masa awalnya, tiga suku kata yang identik diukir lembut di panel kayu yang terpisah untuk membedakan berbagai arti mereka. 2 Seorang pengunjung melihat berbagai kombinasi kata-kata Hangeul.

36 KOREANA Musim Panas 2017

huruf ini, perubahannya tidak terbatas.”

Lahir Kembali sebagai Tema Desain Dengan judul “Perubahan Tiada Akhir: Pengembangan Hangeul Melalui Tafsir Ulang dalam Desain”, bagian kedua dari pameran tersebut memamerkan perubahan yang tak terhingga jumlahnya melalui 30 karya yang dipresentasikan oleh 23 tim desain. Timtim ini menanamkan kehidupan baru ke dalam prototipe Hunminjeongeum, membangun struktur dua dan tiga dimensi dengan usaha yang sungguh-sungguh untuk menguji batas-batas Hangeul sebagai tema untuk inspirasi artistik. Karya seni mereka merupakan awal yang berarti. Sungguh jelas mengapa Chung Byung-kyu, perancang buku dan tipografi, me­negaskan, “Mari kembali ke Hunminjeongeum!” Seperti yang Chung katakan, “Menjelajahi potensi baru Hangeul merupakan sarana terbaik kita untuk melepaskan diri dari pengaruh Barat, yang telah lama tinggal di alam bawah sadar kita sebagai dasar pemikiran.” “Apakah Anda Mencintai 파리?”, Oleh Park Yeoun-joo, menciptakan derivasi linguistik yang akrab namun aneh dengan mengeksplorasi tujuh makna berbeda dari kata “파리,” yang mencakup “lalat” dan “Paris”. Konotasi yang berbeda dari kata sederhana ini


menyenangkan dan merangsang karena bentrok dengan dirinya sendiri dalam berbagai pengaturan kalimat campuran dan berulang. Melalui karyanya “버들” (Pohon Willow), Yu Myung-sang bereksperimen sejauh mana aksara bisa dilebur menjadi citra dengan menggunakan gambar daun willow yang berbeda. Karyanya berusaha mengatasi batas huruf yang tidak mudah berbaur dengan desain yang berpusat pada gambar. “감” (Kesemek / Perasaan / Tenunan), oleh Jang Soo-young, mencoba untuk menghidupkan kembali gaya aksara asli Korea pada saat penciptaannya dengan menggunakan sistem penanda suara yang telah punah. Suku kata “감” diukir pada tiga panel kayu dengan penanda suara untuk membedakan konotasi mereka yang berbeda, dengan grafik yang menunjukkan pengucapan yang berbeda dari kata yang dihasilkan oleh penganalisis suara yang tercermin dalam ukiran. Seri ukir kayu “장석 장” (Perabot Huas), oleh Ha Jee-hoon, dan “거 단곡 목가구 훈민정음” (Hunminjeongeum pada Perabot Kayu Ukiran), oleh Hwang Hyung-shin, keduanya menerapkan fitur artistik Hangeul dalam hidup sehari-hari, menarik banyak perhatian pengunjung. Ha menghiasi permukaan potongan perabot dengan konsonan dan vokal Hangeul, yang mengingatkan pada perabotan kayu

2

sederhana Joseon yang dihiasi hiasan logam. Hwang menghasilkan bangku kayu, bangku, dan kursi yang meminjam bentuk gores­ an dan titik Hangeul. Dalam kombinasi yang berbeda, potonganpotongan ini bisa membuat berbagai aksara. Pameran ini pertama kali dibuka pada bulan Oktober 2016 di Pusat Budaya Korea di Tokyo. Kurator di Museum Nasional Hangeul telah bekerja selama lebih dari tujuh bulan dengan 23 tim desainer muda untuk mempersiapkan pameran. Melaksanakan proyek-proyek sebesar ini secara terus-menerus akan membantu untuk menegaskan alasan Museum Nasional Hangeul sebagai institusi terpisah, walaupun saat ini berada di kompleks Museum Nasional Korea. Selain itu, proyek semacam itu bisa berdampak pada masyarakat secara keseluruhan, di luar seni dan budaya.

Pameran Lain yang Pantas Diperhatikan Meskipun jadi kebanggaan Korea saat ini, Hangeul telah me­ngalami banyak kesulitan selama berabad-abad yang lalu. Ba­yangkan perjuangan keras orang-orang Korea untuk melindungi bahasa dan sistem penulisan mereka melawan kebijakan asimilasi etnik dan budaya Jepang selama periode kolonial (1910-1945), yang dianggap sebagai bagian penting dari gerakan kemerdekaan mereka. Pada tahun 1940, setelah banyak usaha, Chun Hyung-pil (19061962), seorang kolektor terkemuka dari kekayaan budaya Korea menghabiskan banyak uang untuk secara diam-diam membeli salinan asli “Hunminjeongeum Haerye.” Dia melindung; dokumen yang tak ternilai harganya Sampai Korea merdeka. Sebuah pameran yang menampilkan salinan asli “Hunminjeongeum Haerye” sedang diadakan di Museum Desain di Dongdaemun Design Plaza di Seoul mulai 13 April sampai 12 Oktober, dengan judul “Hunminjeongeum dan Nanjung Ilgi: Lihat, Lagi.” Ini merupakan kesempatan langka. Bagi pengunjung untuk melihat salinan asli dari dua benda klasik tersebut, kedua-duanya merupakan benda nasional Korea yang telah ditulis dalam Memori UNESCO dalam Daftar Dunia. “Nanjung Ilgi” merupakan buku harian perang Laksamana Yi Sun-dosa yang memimpin banyak pertempuran sengit untuk mengusir penjajah Jepang selama invasi Hideyoshi dari tahun 1592 sampai 1598. Sebagaimana banyak orang Korea yang melihat cahaya pembebasan nasional di Hunminjeongeum, orang dapat berpendapat bahwa Hangeul telah mendasari identitas nasional mereka selama 70 tahun dalam wilayah yang terbelah. Di Korea Selatan, 15 Mei sejak tahun 1965 ditetapkan sebagai Hari Guru untuk memperi­ ngati ulang tahun Raja Sejong. Kembali pada 1926, di bawah pemerintahan Jepang, 9 Oktober ditentukan sebagai hari libur nasional yang menandai ulang tahun kelahiran aksara Korea, di bawah inisiatif ilmuwan nasionalis Hangeul. Bangsa Korea memperoleh kekuatan dari Hangeul untuk mengatasi cobaan berat abad lalu, sekali lagi melihat kembali penciptaan aksara untuk membangun kekuatan nasional yang diperlukan untuk mengatasi tantangan abad ke-21. SENI & BUDAYA KOREA 37


WAWANCARA

KIM Mun-jung

SUTRADARA DRAMA MUSIKAL YANG KARISMATIK Ketika lampu padam, tepat sebelum pertunjukan dimulai, ia tampil di bawah lampu sorot dan menyapa penonton. Ia mengangkat kepala dari tempat para pemain orkestra di bawah panggung, menengok ke belakang, dan tersenyum. Selama pertunjukan, ia hanya terlihat bagian belakang kepalanya, tapi dengan tongkatnya ia bisa menguasai penonton. Pada saat pasar musik Korea sedang naik daun, saya bertemu sutradara musik Kim Moon-jung, yang sedang sangat sibuk belakangan ini. Won Jong-won Kritikus Musik, Dosen Jurnalisme dan Komunikasi, Universitas Soonchunhyang Son Cho-won Fotografer

Direktur musikal Kim Moon-jung mengatakan, “Stamina saya lahir dari saat-saat indah bersama seorang aktor atau aktris yang memiliki panjang gelombang suara yang sama.�

38 KOREANA Musim Panas 2017


I

ndustri musik di Korea mencatat pertumbuhan yang luar biasa dalam beberapa tahun terakhir. Sejak “The Phantom of the Opera” ditampilkan dalam bahasa Korea pada tahun 2001, tiket mening­ kat 17–18 persent setiap tahun. Istilah “seniman kelaparan” sekarang sudah tidak ada lagi, setidaknya dalam pasar pertunjukan musik. Jumlah pertunjukan musik yang ditampilkan untuk penonton dewasa di Seoul dan Propinsi Gyeonggi mencapai 160 per tahun. Pertunjukan ini membuat pasar musik Korea berada di antara lima terbesar di dunia. Sebagai sosok penting dalam pertunjukan musikal, Kim Moon-jung menjadi sutradara musik dalam banyak produksi besar, seperti “Mamma Mia!,” “Elizabeth,” “Man of La Mancha ,” “Mozart ,” “Evita ,” “Les Misérables ,” “Jesus Christ Superstar ,” “Rebecca ,” dan pertunjukan musik asli Korea “The Last Empress.”

Seorang Anak yang Suka Lagu dan Drama Won Jong-won Anda sibuk sekali ya? Atau sedang santai, sehingga bisa mengerjakan banyak komposisi lagu dalam pertunjukan musik tahun ini? Kim Moon-jung Dengan pertunjukan yang silih berganti saya garap, acara TV, dan mengajar di universitas, saya cukup sibuk, tapi saya memang sedang sedikit longgar belakangan ini. Saya jadi berpikir, banyak orang menyukai pertunjukan kami. Pertunjukan tidak akan ada artinya tanpa penonton. Won Sutradara dalam pertunjukan musik bukan profesi yang umum. Mengapa Anda memilih pekerjaan ini? Kim Lingkungan masa kecil sangat berperan dalam hidup saya. Saya bermain dengan sepupu saya sepanjang hari, dan di hari ulang tahun nenek saya, kami membuat drama dengan lagu dan menampilkannya di depan seluruh keluarga. Dalam kesempatan seperti itu, saya selalu memainkan piano untuk mengiringinya. Lagu dan pertunjukan ini sangat spesial bagi saya. Tidak banyak orang tahu mengenai pertunjukan musik waktu itu. Sekarang salah satu sepupu saya menjadi komposer dalam musik iklan dan bekerja sebagai sutradara musik untuk drama TV, dan sepupu lain menjadi kritikus musik. Ini menunjukkan pentingnya lingkungan keluarga dalam pendidikan seorang anak. Won Kapan Anda melihat drama musikal pertama kali? Kim Ketika saya duduk di kelas delapan. “Guys and Dolls” sangat populer pada waktu itu. Kami menontonnya sebagai tugas sekolah. Ini drama komedi dan saya sangat menikmatinya. Won Drama itu dipentaskan di pertengahan tahun 1980-an, dan perusahaan teater swasta bersaing untuk menampilkan beragam drama musikal dari luar. Kim Dulu, musik dalam drama musikal tidak ditampilkan secara langsung. Won Anda belajar musik terapan di universitas, bukan? Kim Benar. Setelah lulus, saya bekerja sebagai pemain keyboard, dan pada tahun 1992, saya memainkan “A Chorus Line” dengan piano. Honor yang saya terima tidak banyak, tapi saya mendapat kebebasan di atas panggung, tidak seperti pekerjaan yang sellau saya kerjakan dalam iklan. Lagunya menarik karena lebih panjang dari lagu pop yang berdurasi 4–5 menit, dan menyediakan banyak ruang untuk mengekspresikan beragam emosi. Itulah mengapa saya suka bekerja dalam drama musikal kapan pun ada kesempatan. Kemudian, pada tahun 1997, saya bergabung dengan tim produksi “The Last Empress” dan mulai banyak mengerjakan drama musikal. Saya diajak oleh Kolleen Park, sutradara musik drama ini, dan sangat menikmati bekerja dengannya. Selanjutnya, Yun Ho-jin, CEO A-Com, sebuah perusahaan produksi, dan sutradara “The Last Empress,” menyebut saya sebagai sutradara musik. Ini sangat berarti buat saya. Kenangan Penampilan Pertama “The Last Empress” menandai lahirnya industri musik Korea. Drama musikal ini mengisahkan kematian tragis istri Raja Gojong di akhir abad 19 ketika Dinasti Joseon mendekati masa berakhirnya karena agresi Jepang. Drama ini sukses setiap kali dipentaskan berkat kecintaan penonton akan tradisi Korea dan ekspresi sentimental yang ditampilkan dalam lagu, seni panggung fantastik, dan kostum. Sebagai seorang sutradara musik, Kim Moon-jung diakui baik di dalam negeri maupun di Amerika dan Inggris. Won Apa kenangan paling mengesankan sebagai sutradara musik? SENI & BUDAYA KOREA 39


“Saya ingin makin banyak orang menghargai drama musikal asli kita. Bahkan saya sangat ingin menampilkan hallyu [Korean Wave] dengan versi baru. Saya yakin bisa, jika kita berusaha.” Kim Saya masih ingat dengan jelas penampilan “The Last Empress” di Los Angeles pada tahun 2003. Saya bertanggungjawab dalam orkestra besar seperti itu karena saya lebih tahu mengenai drama ini dibanding yang lain. In Amerika, ada serikat musisi, dan musisi lokal dilibatkan dalam pertunjukan. Saya masih merasa gugup ketika mengingat masa-masa itu. Mungkin terdengar aneh, saya memilih tidak memakai bahasa Inggris. Kalau bahasa Inggris saya kurang bagus, saya kehilangan karisma sebagai sutradara musik dan tidak bisa memimpin para musisi. Jadi, saya pakai jasa juru bahasa. Begitu gugupnya saya saat itu. Beberapa musisi bisa bekerja sama sejak awal tapi dengan sebagian lainnya kecanggungan berlangsung sampai akhir. Namun, ketika pertunjukan usai, semua musisi berdiri dan bertepuk tangan. Sungguh momen yang luar biasa dan membanggakan. Won Adakah pertunjukan yang kurang memuaskan? Kim “Organ in My Heart ” adalah drama musikal Korea yang saya kerjakan komposisi musiknya. Saya bangga dengan pekerjaan ini, dan pertunjukkan ini menerima banyak penghargaan tapi penjualan tiketnya tidak meledak. Jo Jung-suk, pemeran utamanya, adalah aktor populer saat ini yang dulu kurang dikenal. Saya ingin mementaskannya lagi, tapi saya tidak yakin apakah itu mungkin dilakukan. Saya masih memimpikannya sampai sekarang. Won Anda menerima penghargaan Korea Musical Awards dalam komposisi lagu. Tapi sejak saat itu, Anda fokus bekerja sebagai sutradara musik. Kim Saya masih membuat komposisi. Saya ingin membuat drama musikal dengan musik Korea trot [sebuah genre musik pop Korea di awal 1900an]. Won Apakah kesuksesan sebagai pertunjukan terlaris penting buat Anda? Kim Drama musikal tumbuh dari budaya populer. Ketika penonton sudah berpaling dari sebuah pertunjukan, sulit mementaskannya kembali, karena biaya produksi yang sangat tinggi.

nal. Hidup saya tidak banyak berubah karena acara itu, tapi saat ini orang-orang mengenal saya dan saya senang menyapa mereka. Meski saya sebagai juri, sebagai sutradara musik saya bisa tetap membantu mereka berkembang. Saya senang melihat mereka berkembang dalam acara itu. Saya ingin bekerja dengan beberapa di antara mereka. Won Siapa kandidat yang paling Anda sayangkan? Kim Lee Jun-hwan. Ia siswa sekolah menengah yang sangat bagus, tapi karena tujuan akhir acara itu adalah untuk membuat grup penyanyi opera pop yang terdiri dari empat orang, kami terpaksa menghentikannya sebelum final. Ia sangat berbakat dan

Adegan dari latihan musikal “Les Misérables.” Di foto kanan, direktur musikal Kim Moon-jung (paling kanan) berbincang dengan anggota orkestra.

Juri dalam Acara Audisi TV Won Acara audisi terbaru “Phantom Singer ” di saluran kabel JTBC sangat sukses. Acara ini diadopsi dengan format audisi yang popular di seluruh dunia, dan menampilkan banyak kontestan de­ngan kemampuan yang luar biasa. Anda juga sangat mengesankan sebagai juri yang karismatik. Kim Kim Hyung-jung, sutradara acara itu, sudah menangani banyak acara penghargaan musikal, dan ia meminta saya bergabung sebagai juri. Drama musikal menjadi sangat populer, de­ngan lebih banyak karya yang dipentaskan, dan melibatkan lebih banyak pemain. Ini membuat saya senang tampil di acara ini. Sa­ngat menyenangkan melihat drama musikal sangat dike© Shim Kyu-tai

40 KOREANA Musim Panas 2017


menari dengan sangat baik, jadi keputusan itu sangat berat buat saya. Kami semua menyayangkannya. Namun, saya yakin bahwa ia punya masa depan yang gemilang sebagai seniman. Won Apakah Anda akan ikut tampil di musim berikutnya? Kim Saya sudah mendapatkan tawaran. Saya ikut acara ini dari awal, dan proses pencarian bakat baru ini sangat menantang, jadi saya akan tetap ikut di musim yang akan datang.

Masa Depan Drama Musikal Korea yang Gemilang Won Sekarang Anda sedang mengerjakan apa? Kim Saya terima banyak tawaran, tapi saya lebih tertarik mengerjakan drama musikal berbahasa Korea dibanding karya asing. Saya mengerjakan versi musikal baru dari “Sandglass,” sebuah drama televisi yang disukai banyak orang dari tahun ‘90-an, dan “Gwanghwamun Love Song,” yang menampilkan lagu-lagu karya komposer Lee Yeong-hoon. Drama musikal populer seperti “Sopyonje,” “Rebecca,” “Rudolf,” dan “Mata Hari” dijadwalkan menjadi penampil inti. Won Anda punya keinginan bekerja sebagai sutradara musik dalam pertunjukan di luar negeri, bukan? Kim Saya sangat ingin mementaskan drama musikal Korea di panggung internasional. Siapa pun dalam industri musikal Korea akan merasakan hal yang sama. Saya ingin menunjukkan kepada penonton dunia betapa pesat perkembangan drama musikal Korea dan betapa pertunjukan ini sangat digemari. Banyak penggemar drama musikal asing di Korea dan mereka sudah menyaksikan drama musikal Korea, tapi saya ingin lebih banyak orang yang mengapresiasi drama musikal asli kami. Saya ingin menampilkan hallyu [Korean Wave] dengan versi baru. Saya yakin bisa, asal kita berusaha.” Sementara drama musikal Barat dipengaruhi oleh teater populer sekitar tahun 1900 — misalnya, vaudeville, minstrel, dan burlesque — dan menghasilkan genre hiburan keluarga, drama musikal Korea berakar pada gaya seni pertunjukan tradisional, seperti lagu-lagu rakyat, tari topeng (talchum), pertunjukan mistik (gut ), lagu naratif pansori , dan akgeuk , teater musikal Korea yang sama bagusnya dengan opera Barat. Latar belakang inilah yang membedakan drama musikal Korea dari drama musikal Barat di panggung Broadway dan Timur Jauh, dan keunikan ini menarik wisatawan manca negara. Kim Moon-jung berkontribusi sangat besar dalam banyak drama musikal dari negara-negara lain, dan ia sangat mencintai produksi pertunjukan Korea asli.

SENI & BUDAYA KOREA 41


KISAH DUA KOREA

Sebuah kolase dari gambar sampul edisi bahasa asing “Tuduhan�, sebuah novel yang ditulis oleh penulis Korea Utara dengan nama samaran Bandi, menunjukkan berbagai aspek realitas negara totaliter yang tertutup itu. Novel itu diterjemahkan dan diterbitkan dalam berbagai bahasa di banyak negara di seluruh dunia awal tahun ini.

SASTRA PERLAWANAN DI LUAR KOREA UTARA Berbeda dari memoir para pelarian yang mengekspos realita kekejaman di Korea Utara, kumpulan cerita pendek yang dianggit oleh penulis yang sampai sekarang masih tinggal di Korea Utara ini menarik perhatian dengan karya sastranya mengenai keadaan yang tidak banyak diketahui di negara itu. The

Accusation yang ditulis oleh Bandi ini sudah diterjemahkan dan diterbitkan dalam banyak bahasa asing, menyuguhkan karya kreatif penulis Korea Utara, selain tentang ideologi realisme sosialis dan ideologi

juche (percaya pada kemampuan diri sendiri) yang dianut negara itu. Kim Hak-soon Jurnalis dan Dosen Tamu, Jurusan Media dan Komunikasi, Universits Korea

42 KOREANA Musim Panas 2017


D

i mata Barat, sastra Korea Utara tidak lebih dari sekadar alat memuja dan mengidolakan tiga generasi diktator dinasti Kim. Kenyataannya, sastra Korea Utara berpijak pada ideologi pemimpin yang sedang memegang tampuk kekuasaan yang menyampaikan aturan bagi penulis di negara itu dalam pidato Tahun Baru yang disampaikan setiap tahun.

Pujian kepada Rezim dan Kritik terhadap Masyarakat Sastra Korea Utara sama sekali bukan hanya mengenai rezim di negara itu. Penyair Choi Jin-yi, yang melarikan diri ke Korea Selatan pada tahun 1998, ingin membuka mata masyarakat me­ngenai kesalahanpahaman ini; tentu lebih dari sekadar yang kasat mata. Ia terlibat dalam aktivitas sastra sebagai anggota Subbagian Puisi di Komite Pusat Serikat Penulis Korea (Utara). Ia mengatakan, “Banyak orang di Korea Selatan cenderung percaya bahwa Korea Utara hanya menghasilkan karya yang memuja rezimnya. Sekilas memang banyak karya sastra yang seakan menyuarakan kejayaan rezim di sana; karena Korea Utara adalah rezim yang sangat otoriter. Mereka dianggap sebagai pemuja ekstrim, yang mengabaikan konsep dasar dalam sastra.” Ketika mereka sedang bersama dengan rekan sesama penulis, sering kali anggota serikat itu mengeluhkan rezim yang sedang berkuasa dengan bahasa yang tidak samar, kata Choi. Suatu hari, seorang penulis yang sudah menghasilkan banyak puisi pujian kepada Kim Il-sung, dan anak laki-lakinya, Kim Jong-il, dikritik keras oleh rekan sesama penulis. Mereka mengatakan, “Mengapa Anda menulis begitu banyak puisi untuk memuja keluarga Kim, sementara Anda sering kali berbicara tidak baik mengenai me­reka di belakang?” Ia menjawab, “Ketika saya menulis puisi-puisi itu, saya memikirkan Tuhan, bukan keluarga Kim.” Dulu Kim Jongil pernah melarang sebuah puisi yang dibaca oleh serikat penulis, dan mengatakan, “Ini membuat saya merinding.” Penulis Korea Utara memberikan perhatian kepada beragam hal seperti cinta dalam kehidupan sehari-hari, pilihan karir, perceraian, kesenjangan antara kota dan desa, atau keragaman secara umum. Mereka dengan sadar dan hati-hati memberikan komentar kritis mengenai mansyarakat, mempertahankan otonomi intrinsik sastra dan sistem sosialis. An Ode to Youth (1987) karya Nam Dae-hyon dan Friend (1988) karya Paek Nam-ryong tidak mengusung konsep ideologis, sehingga bisa diterbitkan di Korea Selatan pada akhir tahun 1990-an. An Ode to Youth berkisah tentang cinta, yang mengangkat kehidupan intelektual, akademisi, dan insinyur muda. Friend , sebuah novel mengenai perceraian yang menjadi buku terlaris di Korea Utara, menarik perhatian pembaca di luar negeri setelah diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Perancis pada tahun 2011. Buku ini adalah karya sastra Korea Utara pertama yang diterbitkan di Eropa. Hwang Jin-yi , yang ditulis oleh Hong Sok-jung dan merupakan novel sejarah Korea Utara yang diterbitkan pada tahun 2004, menjadi sensasi di Pyongyang pada tahun 2002. Hong adalah cucu Hong

Myong-hui (1888–1968; dengan nama pena Byokcho), penulis Im Kkokjong, sebuah serial sejarah yang dikenal dan dibaca di kedua negara itu.

Penulis dengan Nama Pena Bandi Sastra perlawanan adalah hal yang tabu di Korea Utara. Siapa pun yang menulis karya sastra secara terbuka mengkritik rezim yang sedang berkuasa akan dipenjara di kamp penjara politik. Dengan kondisi seperti itu, sebuah karya penulis dengan nama samaran yang diketahui tinggal di Korea Utara ini menarik perhatian khalayak ramai di banyak negara, termasuk Korea Selatan. The Accusation: Forbidden Stories from Inside North Korea, adalah kumpulan cerita pendek yang ditulis oleh seorang penulis Korea Utara dengan nama samaran Bandi (Kunang-kunang). Kepopu­ lerannya makin berkembang setelah ia disebut penulis Perancis sebagai “Solzhenitsyn dari Korea Utara”. Bandi merupakan nama samaran, menggambarkan cahaya dalam realita negara yang sa­ngat miskin, “seperti kunang-kunang yang bersinar dalam gelap.” Bandi berada dalam situasi yang sangat mirip dengan nasib yang menimpa Aleksandr Solzhenitsyn (1918–2008), penerima hadiah Nobel dalam bidang sastra tahun 1970 dari Uni Soviet. Se­perti yang dilakukan oleh Solzhenitsyn, Bandi menentang sistem politik negaranya dan membawa manuskrip itu keluar karena tidak mungkin menerbitkan karya ini di negaranya sendiri. Setelah novel karya Solzhenitsyn One Day in the Life of Ivan Denisovich dan The Gulag Archipelago mengungkap kejamnya kediktatoran Stalin, sastra di Uni Soviet mulai menarik perhatian dunia internasional. Dalam semangat yang sama, setelah karya Bandi The Accusation terbit, sastra perlawanan di Korea Utara mulai punya panggung di dunia luar. Ketujuh cerita pendek dalam buku ini mengungkap kehi­dupan manusia dari beragam sisi, yang memendam kekecewaan di bawah sistem politik Korea Utara. Setiap cerita punya tema dan plot yang berbeda, tapi semua berada di bawah payung tema yang sama: perlawanan kepada pemerintahan Kim Il-sung. Cerita pertama, “Record of a Defection ,” adalah kisah yang dituturkan dengan gaya surat mengenai seorang laki-laki yang curiga kepada istrinya yang secara sembunyi-sembunyi minum pil pencegah kehamilan. Ia menulis surat kepada temannya mengenai rasa frustrasi tentang sistem kasta dan keputusan melarikan diri dari negaranya. “City of Specters” adalah kisah mengenai keluarga yang diusir dari Pyongyang ke propinsi yang jauh dengan tu­duhan penodaan agama. Mereka menutup tirai jendela apartmen karena anak mereka yang berumur tiga tahun menjadi histeris setiap kali melihat potret Karl Marx dan Kim Il-sung di luar jendela di seberang jalan. “So Close, Yet So Far” adalah kisah sangat menyentuh mengenai seorang anak laki-laki yang tidak bisa bertemu ibunya menjelang ajal. Ia naik kereta tanpa tiket, dan tertangkap di pos pengamanan. Di Korea Utara, tidak boleh bepergian SENI & BUDAYA KOREA 43


tanpa tiket. Cerita terakhir adalah “The Red Mushroom .” Dengan menyebut kantor pusat Partai Buruh sebagai “jamur merah beracun,” seorang jurnalis bersuara mengenai rezim Kim, mengatakan, “Cabut jamur beracun itu dari tanah ini — dari bumi ini, selama­ nya!” Sebagai sebuah sekuel tematik dari cerita pertama sampai terakhir, ketujuh cerita dalam buku ini merefleksikan perlawanan penulis terhadap rezim yang brutal — dari penolakan pasif dengan cara melarikan diri sampai menuntut pembubaran Partai Buruh, yang menjadi sarana kediktatoran atas kaum proletar.

‘Solzhenitsyn dari Korea Utara’ Manuskrip ini diselundupkan ke Korea Selatan pada tahun 2013 dengan sangat rahasia seperti dalam operasi spionase. Seorang saudara perempuan Bandi melarikan diri dari Korea Utara ke Seoul. Beberapa bulan kemudian, ia mengatakan kepada Do Heeyoon, sekretaris jenderal Koalisi Masyarakat untuk Hak Asasi Korban Penangkapan dan Pengungsi Korea Utara, me­ngenai manuskrip itu. Dengan mengirimkan surat kepada Bandi melalui seorang teman Cina yang berkunjung ke Korea Utara, Do memintanya mengirimkan manuskrip itu. Setelah membaca surat itu, Bandi mengambil manuskrip dari tempat rahasianya. Untuk mengelabuhi petugas pemeriksaan barang, ia menyembunyikan manuskrip itu di antara materi propaganda rezim Kim, seperti The Selected Works of Kim Il-sung dan sastra serupa lainnya. Manuskrip itu dalam keadaan yang sangat memprihatinkan seolah berasal dari tahun 1960-an atau 1970-an. Kertas yang mengu­ning menunjukkan bahwa penulisnya menekan keras dengan pensil ketika menulis cerita itu bertahun-tahun sebelunya. Penulis itu memberi judul kumpulan tulisan ini The Accusation . Ia memakai nama samaran Bandi. Menurut Do Hee-yoon, Bandi adalah laki-laki yang lahir pada tahun 1950, yang masih tinggal di Korea Utara dan menjadi anggota Serikat Penulis Korea. Ada spekulasi bahwa Do menyembunyikan identitas Bandi untuk melindunginya. Setelah melalui banyak lika-liku, cerita-cerita itu diterbitkan di Seoul dalam bulan Mei 2014. Di Korea Selatan, hanya sedikit orang yang memperhatikan karya Bandi. Mereka kurang tertarik karena penulis tidak melarikan diri tapi masih tinggal di Utara dan karena manuskripnya di­selundupkan ke luar negara itu. Beberapa orang bahkan mengira bahwa penulisnya hanya fiktif belaka. Oleh karena itu, orisinalitas dan nilai sastra karya ini tidak dihargai sama sekali.

Berbeda dengan respon dingin yang diterima buku ini di Korea Selatan, pembaca dan kritikus asing mulai memperlihatkan ke­tertarikan ketika edisi dalam bahasa Perancisnya diterbitkan pada tahun 2016. Pierre Rigoulot, sejarawan Perancis, aktivis hak asasi manusia Korea Utara dan direktur Institute of Social History di Paris, menyebut Bandi sebagai “Solzhenitsyn dari Korea Utara.” Dalam kata pengantarnya untuk edisi bahasa Perancis buku The Accusation , Rigoulot menulis, “Ia kunang-kunang kecil dengan harapan yang besar.” Buku ini diulas di banyak media masa besar di Perancis, seperti harian Le Figaro dan Libération, stasiun radio Perancis Inter, France Info dan RFI, dan majalah Marianne. “Saya sudah menerjemahkan banyak novel Korea ke dalam bahasa Perancis, tapi saya belum pernah merasa lebih terbuai secara inte­ lektual seperti ketika menerjemahkan cerita yang ditulis oleh Bandi. Alurnya luar biasa,” kata Lim Yeong-hee, yang menerjemahkan versi bahasa Perancis. The Accusation sudah diterjemahkan ke dalam 19 bahasa dan diterbitkan secara simultan di 21 negara, termasuk Inggris, Kanada, Italia, Jepang, Jerman, Swedia, Amerika Serikat, dan yang terbaru adalah Portugal, pada bulan Maret tahun ini. Versi bahasa Inggris diterjemahkan oleh Deborah Smith, seorang penerjemah Inggris yang memperoleh Man Booker International Prize untuk fiksi pada tahun 2016 bersama penulis Korea Han Kang untuk kar­ yanya yaitu terjemahan novel yang ditulis oleh Han The Vegetarian. Terjemahan Smith atas buku The Accusation termasuk di antara 10 pemenang PEN Translates Autumn 2016 yang dipilih oleh PEN Inggris. Di New York, orang-orang Korea-Amerika mengadakan kampanye untuk menominasikan Bandi sebagai penerima hadiah Nobel dalam bidang sastra. The Guardian Inggris menuliskan “Kumpulan cerita pendek yang ditulis oleh seseorang dengan nama samaran ini dibawa ke luar Korea Utara dan menjadi sensasi internasional”. “Kisah perlawanan penulis dengan nama samaran Bandi, yang sampai saat ini masih tinggal di negara itu, adalah fiksi yang lahir dari kediktatoran yang sangat tertutup.” The Millions , majalah sastra online , memilih The Accusation sebagai salah satu buku yang paling diminati di tahun 2017. Publisher Weekly, majalah yang mengulas buku-buku Amerika, memberikan komentar, “Bandi memberikan gambaran yang lain dari yang lain mengenai kehidupan gelap di Korea Utara.” Toko buku online Amerika Amazon mengatakan, “The Accusation adalah gambaran gamblang mengenai kehidupan di sebuah negara tertu-

The Guardian Inggris menuliskan “Kumpulan cerita pendek yang ditulis oleh seseorang dengan nama samaran ini dibawa ke luar Korea Utara dan menjadi sensasi internasional”. “Kisah perlawanan penulis dengan nama samaran Bandi, yang sampai saat ini masih tinggal di negara itu, adalah fiksi yang lahir dari kediktatoran yang sangat tertutup.” 44 KOREANA Musim Panas 2017


Penerbit dan aktivis hak asasi manusia dari berbagai negara berpartisipasi dalam acara pembacaan “Tuduhan” di Jembatan Kemerdekaan di dekat Paviliun Imjingak di selatan zona demiliterisasi di Paju, Provinsi Gyeonggi pada tanggal 30 Maret 2017.

© Lee Seung-hwan (Dasan Books)

tup dengan satu partai, dan ungkapan harapan pada kemanusiaan dan kehidupan yang nyaman dalam keadaan yang tidak manusiawi.” “Bukan hanya buku dengan kisah menarik di belakangnya: ini sebuah kumpulan cerita yang dibuat dengan sempurna yang, sama seperti karya Aleksandr Solzhenitsyn [dari Uni Soviet], bersuara dengan lantang dan terus terang,” Hannah Westland, dari Serpent’s Tail, penerbit Inggris The Accusation , mengatakan kepada The Guardian . “Pendekatan Bandi yang absurd terhadap satir mengingatkan kita kepada karya Ionesco ‘Rhinoceros ,’ dan penyampaiannya yang menggigit mengingatkan Anda kepada karya besar sastra Rusia, Mikhail Bulgakov.” “Bandi sangat berbeda dari penulis-penulis Korea Selatan kontemporer dari sudut pandang teknis. Kita tidak mudah menentukan level kemampuannya, karena sastra Korea Utara biasanya memperlihatkan kebesaran keluarga Kim. Kita harus fokus pada semangatnya menentang rezim itu,” kata Kim Jong-hoi, dosen sastra Korea di Kyung Hee University di Seoul. Sejak mulai diterima di luar negeri, versi bahasa Korea The Accusation sudah diterbitkan ulang oleh penerbit lain tiga tahun setelah debutnya di Korea Selatan. Dengan sampul baru, edisi ini fokus pada nilai sastra dengan membuatnya mendekati manuskrip asli. Dasan Books, penerbit edisi baru ini, mengatakan, “Pembaca akan melihatnya sangat berbeda dari edisi sebelumnya tiga tahun lalu. Kami percaya ini lebih diminati.”

Respon dari Pembaca Korea Selatan Banyak karya sastra yang ditulis oleh pelarian dari Korea Utara mendapatkan perhatian dari pembaca luar negeri lebih besar

dibanding di Korea Selatan. Pada tahun 2012, penyair Jang Jinsung memenangkan Rex Warner Literary Prize dari Oxford University untuk kumpulan puisinya I Am Selling My Daughter for 100 Won , yang secara gamblang mengungkap kehidupan di Korea Utara. Dear Leader, kumpulan esainya yang diterbitkan pada tahun 2014, menempati urutan ke-10 buku terlaris di Inggris tahun lalu. Kim Yu-gyong menandatangani kontrak dengan penerbit edisi bahasa Perancis Philippe Picquier untuk novelnya, Ingan Modokso (Camp for Defiling Human Beings), yang edisi aslinya terbit di tahun 2016. Ia pernah menulis cerita di Pyongyang sebagai anggota Serikat Penulis Korea. Ia melarikan diri dari negara itu pada tahun 2000. Pembaca Korea Selatan kurang responsif terhadap karya sastra Korea Utara dibanding pembaca dari luar, barangkali karena me­reka tidak penasaran mengenai masyarakat dan kehidupan di Korea Utara. Banyak orang Korea Selatan yang merasa tidak mengikuti berita terbaru dan tersentuh oleh karya sastra Korea Utara yang mengungkap realita tragis kehidupan sehari-hari di Korea Utara, karena mereka tinggal di tempat yang sangat dekat dengan Korea Utara di seberang zona demiliterisasi. Di radio, televisi, dan surat kabar, mereka mendengar, melihat dan membaca mengenai kehidupan saudara mereka setiap hari. Sementara Amerika dan Eropa menganggap ancaman nuklir dari Korea Utara atau kemungkinan perang di semenanjung Korea sebagai sesuatu yang sangat serius, Korea Selatan sudah kebal dengan ancaman dan krisis yang berkelanjutan. Akibatnya, banyak orang Korea Selatan cenderung melihat karya sastra Korea Utara hanya dari sudut pandang ideologi, bukan menghargai nilai sastranya. SENI & BUDAYA KOREA 45


JATUH CINTA PADA KOREA

Kim Hyun-sook CEO, K-MovieLove Ahn Hong-beom Fotografer

Wolf Schröder menjadi penyiar dan komentator dalam liga profesional eSports yang disaksikan oleh pecinta game di seluruh dunia. Di kampung halamannya di Atlanta, Amerika Serikat, Schröder kecil berteman dengan pemain Korea yang mengajarinya strategi bermain StarCraft. Ketika ia kuliah, presenter amatir ini ditawari pekerjaan oleh jaringan televisi kabel Korea.

S

aya mengunjungi Nexon Arena Studio di Gangman, bagian selatan Seoul, pada malam 3 April, ketika pertandingan SSL Series 2017 diadakan sebagai bagian dari Liga StarCraft II. Ini adalah pertandingan liga penuh dengan 20 pemain Korea berkompetisi selama sembilan minggu. Saya tiba satu jam sebelum pertandingan dimulai, tapi banyak orang sudah memadati studio. Sebagian besar dari mereka masih muda, dan banyak juga penonton asing. Pertandingan ini disiarkan secara langsung di Naver, SPOTV GAMES, eSports, dan YouTube, dan VoD. Ini pertandingan besar, sehingga banyak orang datang dan menyaksikannya secara langsung.

eSports Laris Sekali eSports adalah video game dengan menggunakan sistem elektronik, seperti komputer, jaringan networks, atau perangkat video. Aktivitasnya meliputi menonton video game yang disiarkan secara streaming dan ambil bagian dalam budaya siber, seperti aktivitas komunitas pecinta game . 46 KOREANA Musim Panas 2017

Pecinta game Korea sangat menyukai eSports. Kapan pun pertandingan diadakan di panggung yang dibuat di Seoul Plaza di depan Balaikota Seoul atau di pantai Haeundae di Busan, teriakan riang atau ungkapan kekecewaan ribuan penonton terdengar di seluruh area. Blizzard Entertainment, pembuat video game global Amerika seperti StarCraft, menyelenggarakan acara media di sini setiap kali mereka mengeluarkan game baru. Mike Morhaime, co-founder CEO Blizzard Entertainment, mengadakan acara “StarCraft: Remastered” di COEX Gangnam pada tanggal 26 Maret, sebelum peluncuran yang dijadwalkan pada musim panas ini. Ia sadar benar bahwa Korea adalah salah satu negara yang menentukan kesuksesan atau kegagalan sebuah video game . Blizzard membuat StarCraft I pada tahun 1998, tapi pengguna di Korealah yang menjadikannya berevolusi menjadi game online di eSports. Siapa yang bisa menjelaskan demam eSport di Korea lebih baik dari Wolf

Schröder? Saya bertemu dengannya di Nexon Arena Studio sebelum pertandingan dimulai. “Game ini tidak mahal dan bisa dimainkan secara gratis di PC-bang [pusat game online atau cafe dengan fasilitas LAN] yang murah. Perusahaan OnGameNet, yang dikenal dengan OGN, menyelenggarakan turnamen OnGameNet Starleague [OSL], yang secara resmi dimulai pada tahun 2000 dan berlangsung sampai tahun 2012,” kata Schröder. “Selama rentang waktu ini, game ini makin populer dan pemainnya makin meningkat. Sponsor besar seperti KT dan SKT ikut ambil bagian. Lalu, perusahan besar seperti Woongjin dan Samsung juga bergabung, dan bahkan perusahaan bir Hite punya tim di sini. StarCraft disiarkan di televisi oleh OnGameNet dan akhirnya menjadi saluran baru yaitu MBC Game. Bagi pemain, melihat game favorit me­reka di televisi dengan pemain profesional dan sponsor besar adalah sesuatu yang luar biasa. Tidak ada tempat lain di dunia yang mengenal eSports sepopuler ini, dan


pemain Korea sangat bangga akan hal ini. Ini masih terasa sampai sekarang.” Schröder tampak menguasai sejarah game online Korea, seolah ia berada di negara ini sejak awal industri game online mencapai kejayaan. Korea menjadi yang terdepan dalam eSports. Presenter eSports Amerika mengatakan itu semua karena kesungguhan, latihan, dan timwork kuat yang terbangun dalam kelompok para pemain.

Anak Laki-laki dari Atlanta yang Terbius oleh Video Game Pada suatu ketika, StarCraft dianggap sangat berpengaruh oleh para orang tua di Korea dan mereka menginginkan anak-anaknya berkonsentrasi pada studi. Sementara itu, jauh di Atlanta, Amerika Serikat, game telah mengubah nasib seorang anak laki-laki. Wolf Schröder pertama kali mengenal game ini pada usia 10 tahun dan dalam sekejap ia terbius. Kemudian, ia mengetahui beberapa anak Korea di sekolahnya lebih mahir memainkan game ini. Mereka tidak hanya menikmati Battle.net yang bisa dimainkan oleh banyak orang tapi juga mengembangkan aplikasi game sendiri dengan menggunakan fasilitas editor. Anak-anak Korea ini juga sangat menonjol dalam matematika. Ketika mulai berteman dengan mereka, Schröder sangat takjub pada StarCraft. Ia juga punya kesempatan makan hidangan Korea di rumah mereka: menikmati bulgogi dan ramyeon (mi instan) selain kudapan seperti Ppushyeo Ppushyeo (cemilan mi) dan Choco Pie. Ketika menjadi mahasiswa di Georgia State University, Schröder mengadakan turnamen Open Wolf Cup, yang diberi

Wolf Schröder, penyiar eSports lepas, dikenal memiliki gaya unik penyiaran yang ditandai oleh momen mempesona dalam pertandingan yang diselingi kisah-kisah pribadi tentang para pemain.

SENI & BUDAYA KOREA 47


Schröder sangat mahir bercerita. Ia mengubah momen menegangkan dalam game menjadi menarik dengan menceritakan kepada penonton kisah pribadi pemainnya, bukan komentar datar mengenai permainan itu. Ini dilakukannya karena ia tidak ingin pemain dan penggemar game di seluruh dunia melihat pemain Korea seperti mesin dan robot.

nama seperti namanya, dan menyiarkannya sendiri. Hanya berbekal komputer dan mikrofon, ia menyiarkan secara langsung dari apartemennya. Sebanyak 128 pemain ambil bagian dalam turnamen pertama ini dan hadiah uang tunai sebanyak $50 diberikan dari uangnya sendiri. Ia juga menjadi relawan sebagai presenter atau komentator dalam turnamen yang diadakan oleh orang lain. Ia menyiarkan sekitar 100 game dalam 14 turnamen, yang diikuti oleh 130 pemain. Tidak diragukan lagi, ia adalah generasi pertama presenter StarCraft. Kemudian, di tahun keduanya di bangku kuliah Schröder ditawari pekerjaan oleh sebuah jaringan televisi kabel Korea. “Saya diundang ke Korea untuk bekerja sebagai penyiar oleh GOMTV. Mereka mencari penyiar baru di Korea dan komentator dalam StarCraft II,” kata Schröder. “Karena saya punya sedikit pengalaman dalam menangani turnamen, saya bisa mengisi posisi itu. Saya punya daftar pengalaman yang panjang, tapi sebenarnya saya hanya pernah sekali bekerja dalam sebuah studio penyiaran offline. Saya sangat senang bisa ‘naik level’ secara profesional dan membawa karir saya ke tingkat yang lebih tinggi, dan Korea adalah tempatnya!”

Gaya Penyiaran yang Unik Pada tahun 2011, ia berhenti kuliah, terbang ke Korea, dan menandatangani kontrak bekerja selama satu tahun de­ngan GOMTV sebagai presenter game . Menjelang berakhirnya kontrak ini, ia sudah memiliki kepercayaan diri yang cukup untuk tinggal di sini dan bekerja sebagai pekerja lepas. Saat ini ia menjadi penyiar untuk lima atau enam game dalam seminggu, sebagian besar StarCraft II, Heroes, dan Overwatch, yang disiarkan di 48 KOREANA Musim Panas 2017

1 Wolf Schröder, mengenakan topi bergambar bendera nasional Korea, berpose di depan kamera. 2 Schröder, kedua dari kanan, menyiarkan sebuah game eSports di stan penyiar asing di Nexon Arena Studio, di mana sebuah pertandingan SSL Series 2017 sedang berlangsung sebagai bagian dari StarCraft II League. 1

GOMTV, AfreecaTV, dan SPOTV. Ia menyiarkan game ini di YouTube secara langsung untuk para penggemarnya di seluruh dunia dan banyak bepergian karena pekerjaannya ini. Banyak penggemar siarannya dalam bahasa Inggris ini adalah orang Korea. Schröder sangat mahir bercerita. Ia mengubah momen menegangkan dalam game menjadi menarik dengan menceritakan kepada penonton kisah pribadi pemainnya, bukan komentar datar mengenai permainan itu. Ini dilakukannya karena ia tidak ingin pemain dan penggemar game di seluruh dunia melihat pemain Korea seperti mesin dan robot. Schröder percaya gambaran pemain Korea makin baik karena ketrampilan me­reka. Karena menyadari hal ini, para pemain itu kadang-kadang mengatakan kepada­nya, “Pakai kata-kata yang manis buat saya, Wolf!” Tapi ia tetap menjaga jarak dari mereka karena khawatir kehilangan objektivitas sebagai penyiar. Ia mengumpulkan informasi mengenai para pemain dari media atau kenalan mereka. Setelah Wolf Schröder dikenal luas, penyelenggara KeSPA Cup 2016 merekrut lima presenter, tiga dari Korea dan dua presenter asing, dan mendulang sukses. Ketika Schröder mewawancari pemain Korea dalam bahasa Korea yang fasih, ia menarik perhatian khalayak dan mendapatkan


ju­lukan nama Korea Kim Eul-bu (transliterasi dari kata “Wolf”). Sejak saat itu, ia makin aktif bertukar pesan dengan penggemarnya di Korea melalui Twitter, Instagram, dan Facebook. Sekitar 10 presenter game dengan reputasi internasional, termasuk Schröder, kini tinggal di Seoul. Schröder sering bertemu mereka, meski tetap menjaga jarak dengan para pemain. Menurut eSports, menjadi terbaik di Korea berarti terbaik di dunia. Ini juga berlaku bagi presenter. Daari 10 atau lebih presenter game asing, Schröder menyebut Christopher “MonteCristo” Mykles, Duncan “Thorin” Shields, dan Cristopher "PapaSmithy" Smith sebagai panutannya. Mereka semua komentator dan presenter League of Legend. “Gaya analisis dan kemampuannya memproses dan menyampaikan informasi sangat menge-

sankan,” katanya.

Kecintaan pada Makanan Korea Schröder merasa dirinya sebagai orang Korea. Di media sosial, ia mengunggah foto dirinya sedang menikmasi hidangan Korea. Cerita pengalamannya menikmati makanan Korea dalam perjalanannya ke Amerika Serikat mendapatkan respon yang luar biasa dari penggemarnya. Ketika ia memasang foto sedang menggunakan dua garpu dan berseloroh bahwa ia lebih nyaman dengan sumpit dibanding memakai garpu, komentar pun berdatangan. Musim dingin lalu, Schröder mengunggah foto dirinya sedang mengikuti aksi damai dengan lilin di Gwanghwamun Square di pusat kota Seoul meminta Presiden Park Geun-hye turun. Ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan Presiden

2

harus turun, ia memberi selamat kepada orang-orang Korea atas kemenangan itu. Mereka bertahan sekian lama di jalanjalan di musim dingin yang menggigit demi masa depan negara. Ia berharap semua orang makan dengan nikmat hari itu. Ia menerima ribuan “like ” untuk tulisan itu, dan banyak orang mengatakan, “Dia orang Korea!” Ketika pulang dari Amerika Serikat, ia berseloroh tidak ada tempat senyaman rumahnya di Korea. Cinta Schröder akan Korea ditunjukkannya pada makanan. Ia masih ingat rasa tenderloin babi panggang yang dimakannya di restoran di Mapo, Seoul, ketika staf GOMTV membawanya ke sana di hari pertama ia bekerja. “Makanan Korea itu paling lezat. Saya selalu ingin makan hidangan ini,” katanya. “Cita rasanya sangat kuat, selalu disajikan panas, dan biasanya pedas. Ketika pertama kali saya pindah ke sini, banyak orang Korea yang mengatakan kepada saya bahwa mereka mengalami kesulitan di Amerika karena makanan di sana rasanya hambar. Sekarang saya tahu mengapa! Hampir semua restoran Korea buka sampai sangat larut malam dan mereka menyajikan soju dengan harga yang murah. Di Amerika harga BBQ Korea jauh lebih mahal, bisa dua atau tiga kali lipat. Satu botol soju harganya 10 dolar atau lebih.” Sejak kecintaannya pada makanan Korea mulai diketahui banyak orang, ia sering kali diminta tampil dalam acara memasak di televisi atau wawancara. Namun, laki-laki berusia 28 tahun ini sadar ia tidak punya banyak waktu untuk hal-hal seperti ini, dan bahwa ia adalah presenter eSports — tidak lebih, tidak kurang. Lebih dari enam tahun ini, sejak ia pertama kali tinggal di lingkungan di dekat studio GOMTV di Mok-dong, bagian barat laut Seoul, ia sudah pindah sebanyak enam kali untuk mencari tempat yang lebih baik. Ia masih memimpikan sebuah rumah yang bisa membuatnya melihat sungai Han ketika ia membuka tirai di pagi hari. Ia percaya mimpinya akan segera menjadi kenyataan. SENI & BUDAYA KOREA 49


DI ATAS JALAN

JALAN MENUJU IMPIAN

Gwak Jae-gu Penyair Ahn Hong-beom Fotografer

Chungju dan Danyang dipenuhi pemandangan luar biasa dengan tebing berbatu yang turun ke perairan Sungai Namhan, yang mengalir melalui pusat Korea. Jungangtap, atau “Menara Pusat� (Harta Benda Nasional No. 6), yang terletak di tengah Chungju, merupakan sebuah monumen yang ditinggalkan oleh Silla saat menyatukan Tiga Kerajaan kuno di abad ketujuh. Ini berlanjut hingga kini, menandai pusat geografis nasional.

50 KOREANA Musim Panas 2017


Jungangtap, atau “Pagoda Tengah�, sebuah pagoda batu tujuh tingkat dari periode Silla Bersatu, masih berdiri sampai sekarang di kota Chungju, Provinsi Chungcheong Utara, yang sekarang menjadi pusat geografis negara ini.

SENI & BUDAYA KOREA 51


H

ujan turun dengan lembut. Sebagaimana cerita-cerita lama, hujan merupakan hadiah selamat datang bagi para pelancong. Saat gunung dan ladang, bunga dan pepohonan diam-diam tertutup hujan, pelancong pun lolos dari jaring kehidupan untuk sesaat. Keluar dari jalan tol, aku memarkir mobil di jalan menuju Jungangtap-myeon, “Kota Menara Pusat,” di Chungju. Dengan menarik napas panjang, pikiranku menyapanya. Bernapas dalamdalam setiap kali memasuki kota merupakan kebiasaan perjalananku sejak dulu. Ketika aku berpikir bahwa jejak kehidupan orang-orang yang telah tinggal di tanah ini generasi demi generasi - rasa sakit dan gembira, sedih dan rindu, serta mimpi dan putus asa yang mereka hadapi - me­ngambang di suatu tempat di udara, aku dipenuhi dengan rasa kagum yang panjang, aku yakin bahwa warisan budaya terbesar dari kota manapun adalah udara yang melayang di atasnya. Penduduk Chungju suka menyebut kota mereka Jungwon, yang berarti “Daratan Tengah”, (hingga 1995, nama administrasinya adalah Kabupaten Jungwon.) Mereka bangga dengan fakta bahwa Chungju secara geografis dan historis merupakan pusat Korea. Setiap wisatawan me­nyetujui hal itu setelah beberapa malam tinggal di kota itu. Kota ini membentang di samping Sungai Han dengan warisan pagoda dan monumen lama yang menunjukkan masa lalunya.

Tanah Prajurit Tempat pertama yang ingin aku kunjungi sebagai tanda hormatku adalah monumen Goguryeo. Meskipun sekarang secara resmi disebut Monumen Chungju Goguryeo, banyak penduduk lokal masih terbiasa menyebutnya Monumen Jungwon Goguryeo. Ini merupakan satu-satu­ nya prasasti batu dari kerajaan kuno Goguryeo yang tersisa di Korea Selatan. Prasasti tersebut diduga berasal dari abad pertengahan hingga akhir abad kelima, ketika Goguryeo, yang didirikan di Cina timur laut yang sekarang disebut Manchuria, telah memperluas wilayahnya ke te­ngah semenanjung bagian selatan. Bagian dari tulisan yang diukir di permukaan me­ngatakan, “Goguryeo dan Silla seperti saudara laki-laki, dan raja Goguryeo mempersembahkan beberapa pakaian kepada raja Silla dan para pejabatnya”, sambil melukiskan gambaran sekilas hubungan antara kedua kerajaan kuno tersebut. Prasasti itu dipajang di aula pameran yang dibangun di dekat tempat ditemukannya; Di dekat lereng berhutan ada replika monumen; aula dan pamerannya berfungsi untuk mendidik pengunjung tentang sejarah Goguryeo, yang sebagian besar dikuasi Korea Utara hingga hari ini. Sebuah replika Kuburan Anak No. 3 (Hadiah Nasional Korea Utara No. 28), diproduksi ulang dalam grafis komputer 3D. Jelas digambarkan dalam mural makam mengenai anggota kavaleri Goguryeo yang disebut gaemamusa, atau “prajurit kuda besi”. Terdiri dari prajurit dan kuda yang berpakaian lengkap, baju kavaleri regu penyerang yang menerobos kamp musuh dalam suatu serangan dan sebagai kekuatan pelindung, yang menghalangi serangan dalam pertahanan. Pada puncak kekuasaannya, Goguryeo dikatakan telah memiliki kekuatan kavaleri kuda besi lebih dari 50.000. Dalam sejarah Barat, kuda-kuda lapis baja tidak tampak sampai lama kemudian: catatan yang paling awal adalah tentang pertempuran antara orang Persia dan Mongol pada tahun 1221. 1 Pada tahun 668, Goguryeo jatuh ke Silla, 52 KOREANA Musim Panas 2017

1 Monumen Goguryeo di Chungju merupakan satu-satunya peninggalan Goguryeo yang tersisa di Korea Selatan. Tinggi 2,03 meter, diduga didirikan pada abad kelima. 2 Jalan yang menuju Danau Chungju ke Danyang melewati pemandangan batu kapur yang menakjubkan dan pemandangan jalan Sungai Namhan yang berkelok-kelok. “Delapan Pemandangan Danyang” yang terkenal dapat dilihat dari dekat dengan naik kapal feri pesiar.


2

negara tetangga yang selama ini dipandang sebagai warga ne­gara serta adik laki-lakinya. Tidak sulit membayangkan penderitaan yang digambarkan oleh monumen Goguryeo, yang berdiri di te­ngah jalan di “wilayah tengah”. Beberapa orang percaya bahwa pengungsi Goguryeo, yang takut akan dianiaya, akan bersembunyi di bawah tanah, dan yang lainnya berspekulasi bahwa itu mungkin saja tempat itu digunakan sebagai landasan dalam bengkel pandai besi, berabad-abad dipukul cuaca dan angin, prasasti itu hancur dan terdistorsi hingga hampir tak dapat dikenali.

Simbol Bangsa Bersatu Aku memutar langkahku ke pagoda batu tujuh lantai di Tappyeong-ri, objek penghormatan terakhirku di wilayah ini. Orangorang Chungju menyebut pagoda ini sebagai Jungangtap, yang berarti “Pagoda Pusat”. Karenanya, nama distrik administratif di situ saat ini diubah menjadi Jungangtap-myeon, “Kota Pagoda Pusat”. Silla, yang menaklukkan dua negara tetangga melalui

pe­rang bertahun-tahun, mendirikan pagoda ini di tengah-tengah­ nya. Dalam cahaya matahari terbenam, aku tiga kali mengelilingi pagoda. Jumlah itu tidak memiliki arti khusus, aku hanya berpikir tentang Tiga Kerajaan - Silla, Goguryeo dan Baekje. Mereka sa­ling berkompetisi, bermimpi untuk menciptakan sejarah dan peradaban, namun Sillalah yang menjadi pemenang terakhir. Saat aku mengelilingi pagoda, kurasakan energi aneh dan tak dapat dijelaskan yang muncul darinya. Aku menyukai energi yang berasal dari pagoda kuno. Saat mengunjungi monumen Khajuraho di India, aku duduk di bawah naungan stupa batu dan menulis sebanyak 30 puisi dalam sete­ ngah hari. Aku juga menulis lusinan puisi dalam satu hari di Taj Mahal di Agra. Berkeliling di keteduhan pagoda tua, aku seakan mendengar pernapasan dan mencium aroma orang-orang yang berabad-abad lalu bermimpi dan menyanyikan lagu saat mereka berjalan mengelilingi pagoda.

SENI & BUDAYA KOREA 53


Nyanyian Sejuk, Malam Berhujan Tangeumdae merupakan tempat lain yang harus dikunjungi jika Anda ingin secara utuh menikmati makna geografis dan sejarah kawasan ini. Pada tahun 552, pada masa pemerintahan Raja Jinheung, seorang pria bernama Ureuk datang untuk tinggal di Silla. Dia berasal dari Gaya, sebuah negara kecil di selatan Silla, tempat musik dan ritus dianggap sangat penting. Di sana ia telah me­nemukan sebuah siter bersenar 12 yang dinamai gayageum dan menyusun 12 buah musik yang indah untuk instrumen baru: 12 senar mewakili 12 bulan dalam setahun. Raja Silla menyambutnya dengan hangat dan menyuruhnya tinggal di Jungwon untuk mengajarkan dasar-dasar musik. Tangeumdae merupakan batu tempat Ureuk memainkan gayageum. Suara gayageum menyempurnakan pemandangan luar biasa Sungai Namhan yang berkelok-kelok. Sungguh memuaskan bagaimana raja-raja kuno menaruh perhatian pada ritus dan musik sebagai alat panduan ideologis dalam manajemen negara. Aku penasaran apa itu utopia. Hal-hal yang paling berharga dalam kehidupan saat ini tampak sedikit berbeda dengan masa lalu. Di Chungju, ada tempat bernama Pasar Muhak. Nama itu

1

54 KOREANA Musim Panas 2017

berarti “Pasar Tarian Burung Bangau”. Nama yang indah ini akan mengubah semua orang di pasar, pedagang dan pembeli, menjadi burung bangau menari. Pasar berbentuk tulang ikan, dengan satu jalur tengah yang panjang membentuk tulang belakang dan jalan yang lebih kecil bercabang ke kiri dan ke kanan. Aku mengikuti tulang belakang dan bercabang di satu sisi jalan dan satu lagi sampai aku nyaris kehilangan arah. Tidak ada yang salah dengan berkeliaran di pasar dan tersesat, tapi bagaimana menemukan mobilku menjadi sedikit rumit. Setelah kembali berkeliaran, aku melihat sebuah rumah adat tua bernama Banseonjae. Ini merupa-kan rumah di mana Ban Ki-moon, mantan sekretaris jenderal PBB, beranjak besar. Nama tersebut mencerminkan tujuan hidup dalam “cara yang baik dan jujur.” Karena tidak dapat menemukan jalan masuk, aku keluar dan memutari pasar. Betapa senangnya me­nemukan mobilku setelah dua jam dalam perut lapar. Aku pergi ke penjual mie panas, dan seorang pelayan perempuan memberi saya semangkuk nasi tambahan. Tampaknya dia tahu aku sangat lapar. Malam-malam di kamarku, aku membuka jendela dan mendengarkan suara hujan jatuh di sepanjang malam.


Jika tidak terdapat tanda-tanda kehidupan manusia, pemandangan alam yang indah seringkali seakan setengah jadi. Keindahan alam mengandung pesona impian ketika semangat orang-orang yang tinggal di sana bisa terasa melayang di udara. 1 Oksunbong, atau “Puncak Tunas Bambu” dinamakan demikian karena bebatuannya yang putih kebiru-biruan tegak ke udara seperti tunas bambu. Ini salah satu yang sangat istimewa dari “Delapan Pemandangan Danyang.” 2 Pelabuhan feri Mokgye, pusat transportasi air di Sungai Namhan selama Dinasti Joseon, sekarang menjadi awal keberangkatan menaiki perahu sungai bagi wisatawan.

Kembali pada hari-hari Silla dan Goguryeo, juga akan ada orang-orang yang membuka jendela dan mendengarkan hujan turun sepanjang malam. Apakah ada satu hujan di antara 12 buah komposisi Ureuk, tidak adakah jejak yang tersisa sampai sekarang? Adakah lagu tentang suara hujan pada malam saat bunga-bunga mekar? Aku yakin akan ada satu. Di pagi hari, hujan terus turun dengan lembut dan tenang.

Mimpi di Pelabuhan Sungai Tua Mengemudi di sepanjang sungai di Jalan No. 599, aku menuju Pelabuhan Feri Mokgye. Pasar terbesar sepanjang Sungai Namhan telah dibuka di sini selama berabad-abad sejak periode Joseon. Produk dari pantai timur dan barat diperdagangkan di sini, dan kapal yang membawa biji-bijian untuk pajak dari tiga provinsi di Chungcheong, Gangwon, dan Gyeongsang, berhenti di sini dalam perjalanan ke ibu kota. Jalur air terbuka sejak Maret sampai November, dan pada bulan Juli dan Agustus ketika hujan menumpahkan air, kapal-kapal pedagang yang lebih besar berhenti di sini. Bepergian melalui air memerlukan sekitar 12 sampai 15 jam untuk mencapai Seoul, dan ketika melawan arus memerlukan lima hari sampai dua minggu untuk kembali ke Mokgye. Selama era Joseon, sekitar 800 rumah tangga tinggal di desa tepi sungai dan 100 kapal secara teratur berlabuh di sana, memberikan gambaran betapa luasnya pelabuhan. Di lereng bukit ada sebuah monumen yang bertuliskan puisi “Pasar Mokgye” oleh Shin Kyung-rim. Langit mendesakku untuk berubah menjadi awan, bumi mendesakku untuk berubah menjadi angin sepoi-sepoi; angin sepoi-sepoi bertiup sedikit di atas kapal feri, setelah awan badai berserakan dan hujan telah reda. Menjadi penjaja yang sedih bahkan di musim gugur yang bercahaya, memasuki Feri Mokgye, tiga hari naik perahu dari Seoul, untuk menjual bedak wajah, pada hari ke empat dan sembilan. Bukit-bukit mendorong ku untuk berubah menjadi bunga padang rumput, Sungai mendorongku untuk berubah menjadi batu. - Dari “Pasar Mokgye” oleh Shin Kyung-rim Aku beruntung. Pasar sungai dibuka pada hari Sabtu keempat setiap bulannya. Itulah hariku sampai di sana. Pasar itu semacam pasar loak, namun semua barang yang dijual buatan ta­ngan. Aku suka semua yang kulihat. Saya memiliki dua cap yang indah, satu dalam aksara Korea dan satu dengan huruf Cina. Lalu aku membeli beberapa cheonggukjang dan doenjang (kedua jenis pasta kedelai, yang dulu terasa lebih enak) dan selai sitrun serta patung kayu dan

2

SENI & BUDAYA KOREA 55


dompet kecil. Ketika aku membayar beberapa gantungan kunci, dompetku makin menipis. Pola pikir orang-orang yang membuat sesuatu dengan tangan dinyatakan oleh kata Korea jeongseong , yang berarti tempatkan seluruh isi hatimu ke dalam apa yang kamu lakukan. Orang yang bekerja seperti ini umumnya ramah; Aku percaya orang yang ramah tidak menyakiti orang lain. Mereka merupakan orang-orang yang membuat dunia pantas dihuni. Orang-orang ini di pasar mengatakan kepadaku bahwa pada bulan April, daerah tepi sungai ditutupi oleh bunga kanola kuning dan oleh karena itu aku harus berkunjung lagi tahun depan.

Menaiki Feri di Danau Chungju Sungguh sulit melukiskan dengan kata-kata keindahan perjalanan sepanjang Danau Chungju ke Danyang. Jalan tanpa henti mengikuti arus air. 1 Se­gala sesuatu yang memiliki permulaan pasti akan berakhir. Di dalam hujan penuh kabut jalan terasa hangat dan nyaman. Sepertinya jalan tidak akan pernah berakhir, tidak peduli seberapa jauh Anda pergi. Satu jam kemudian, aku menghentikan mobil di Pelabuhan Feri Janghoe. Saat ini, aku ingin naik feri Danau Chungju dari sini. Tapi rintik hujan berubah lebat. Aku bertanya-tanya mungkinkah feri akan tetap berlayar, anehnya terdapat banyak penumpang. Perahu sudah terisi penuh. Aku penasaran tentang Gudambong (“Puncak telaga Kura-kura”) dan Oksunbong (“Puncak Tunas Permata”) di danau, dua dari Delapan Pemandangan Danyang. Akankah saya mendapatkan pemandangan yang baik hari ini? Pemandangan merupakan topik yang disukai bagi seniman Joseon yang terkenal seperti Kim Hong-do dan Jeong Seon, dan ilmuwan Konfusius seperti Yi Hwang menulis bahwa pemandangan di sini lebih indah daripada Delapan Pandangan Sungai Xiao dan Xiang di Cina. Namun hujan tidak segera berhenti. Aku pun mengambil payung, menuju dek di luar. Udara dipenuhi hujan dan kabut, langit tertutup awan, dan sayangnya pemandangan hanya samar. Lebih-lebih terlalu banyak aku mengharapkan pemandangan pada perjalanan pertamaku di sini. Pertemuanku dengan dua puncak,

Situs Kunjungan di Chungju

Seoul 130km

Pasar Muhak Kota Chungju

56 KOREANA Musim Panas 2017

Tangeumdae Benteng Ondalsanseong Danau Chungju

Chungju


2

1 Ketika feri berjalan 200 meter menuju hulu dari Dodam Sambong, lengkungan batu seperti pintu masuk gua yang memeluk air terlihat di tepi kiri sungai. 2 Dodam Sambong merupakan sebuah pulau yang terdiri dari tiga puncak yang tegak di tengah air di hulu Sungai Namhan.

menuntaskan rinduku sejak membaca puisi Shin Kyung-rim “Feri Mokgye� di tahun 1980-an.

Lanskap dan Tempat Tinggal Penduduk “Keindahan Han memuncak di To-tam [Dodam], pemandangan sungai terbaik yang pernah saya lihat, hamparan yang dalam dengan teluk yang luas dan tebing batu kapur yang tinggi, di antara lereng hijau, rumah-rumah beratap cokelat di sebuah desa didirikan.� Bishop menikmati dua hal: puncak indah Dodam dan rumah-rumah beratap jerami di atas bukit. Jika tidak terdapat tanda-tanda kehidupan manusia, pemandangan alam yang indah seringkali seakan setengah jadi. Saat ini, beberapa rumah kaca dan rumah modern berdiri di atas bukit menggantikan rumah beratap jerami tua itu. Di Dodam, aku menaiki tangga setinggi 300 meter di atas lereng gunung yang curam dan turun lagi sekitar 100 meter sampai pada sebuah pintu gerbang batu. Air biru-hijau Sungai Han dapat dilihat di antara gua-gua. Dunia ideal alam ini memiliki martabat tertentu. Aku bertanya-tanya bagaimana Isabella Bird Bishop berhasil sampai di sini pada akhir abad ke-19, ketika transportasi masih merupakan hal yang sulit. Wisatawan sekarang ini tidak akan mengalami banyak masalah. Lampu yang bersinar di desa melalui udara penuh hujan terasa indah untuk dipandang. SENI & BUDAYA KOREA 57


SATU HARI BIASA

Penata Rambut Lee Chun-suk yang Tangkas dan Gembira Siapa pun yang berteman dengan penata rambut mereka pasti akan sangat bahagia. Tidak ada yang lebih beruntung daripada memiliki hubungan yang abadi dengan penata rambut yang baik. Lee Chunsuk merupakan seorang penata rambut dengan bakat tertentu yang mampu membuat pelanggan seperti teman lama. Cara dia memperlakukan pelanggan sungguh luar biasa. Kim Seo-ryung Direktur, Old & Deep Story Lab Ha Ji-kwon Fotografer

L

ee Chun-suk tiba di tempat kerjanya di Imun-dong, Seoul Timur, pada pukul 10 pagi. Papan nama di depan berbunyi “Lee Jeeun Salon”. Nama itu dipilihnya sendiri, bukan nama yang ada begitu saja. Di tengah ruang seluas 100 meter persegi itu ada dinding cermin dengan empat kursi menghadap di masing-masing sisi. Waktu yang dibutuhkan oleh delapan kursi dengan pelanggan di atasnya berbeda setiap hari. Kemarin, terdapat kehadiran pelanggan secara konstan sejak pintu dibuka dan makan siang terpaksa ditunda. Tetapi hari ini, pelanggan berdatangan nyaris bersamaan pada sore hari.

Keseharian yang Menyenangkan Di salah satu sudut ruang terdapat sebuah meja besar. Meja tersebut difungsikan sebagai tempat peristirahatan bagi pelanggan. Orang-orang yang menunggu giliran, orang-orang dengan rambut terbungkus tempelan pewarna rambut yang lengket, orang-orang dengan jepit rambut warna-warni dalam berbagai ukuran yang menggantung pada rambut mereka, duduk mengelilingi meja sambil membolak-balik majalah, melihat telepon mereka, atau menikmati tidur nyenyak. Di atas meja ada makanan ringan dan minuman seperti kopi, buah, permen, biskuit, dan cokelat. Pada musim di­ngin bahkan tersedia sekotak kentang manis yang 58 KOREANA Musim Panas 2017

di­simpan di sudut dan sebuah oven kecil di atas meja untuk memanggangnya. Lee Chun-suk, yang berusia 62 tahun ini, mulai berpakaian rapi sebagaimana profesinya sejak berusia 26 tahun dan belum berhenti hingga saat ini. Setelah mendirikan toko di dekat Seokgwan-dong dan bekerja di sana selama bertahun-tahun, dia harus pindah ke Imun-dong saat lingkungan dihancurkan untuk dibangun kembali. Meskipun berpindah tempat, sebagian besar pelanggan setianya masih tetap datang selama bertahun-tahun. Bagi mereka salon bukan sekadar tempat untuk memotong rambut atau pijat kulit kepala, tetapi juga tempat untuk berbagi camilan, menggosip, dan menghilangkan stres. “Kami mungkin memiliki banyak pelanggan yang datang ke salon kami dari tempat yang jauh. Mereka datang dari tempat yang tidak jauh seperti Uijeongbu, tetapi juga dari kota-kota yang jauh seperti Cheonan, Daejeon, dan bahkan Gwangju. Mereka tidak datang hanya untuk memperbaiki rambut mereka. Mereka datang untuk bertemu orang, membicarakan hal ini dan itu …. ” Lee menjelaskan dengan senyum ramah. Bekerja di bidang tata rambut ialah miyongsa, yang berarti “teknisi kecantikan.” Akhir-akhir ini, semakin banyak orang dalam profesi ini menggunakan istilah bahasa Inggris “perancang rambut”. Tetapi, bagi Lee, istilah Korea yang berarti “seseorang yang ahli dalam membuat keseluruhan penampilan cantik” jauh lebih menarik. Dengan cara yang sama, nama asli Lee Chun-suk terasa terdengar hangat dan akrab, meski sejak dulu, dia merasa terlalu kuno untuk mengenakan papan namanya di luar salonnya dan memilih “Jeeun” supaya lebih terdengar modern. Dengan tubuhnya yang kuat, gerakan tangkas, dan wajah yang bercahaya, sulit untuk mengatakan usia Lee pada pandangan pertama. “Kurasa saya telah begitu sibuk menciptakan gaya rambut yang indah bagi para pelanggan saya selama bertahun-tahun sehingga saya tidak punya waktu untuk menua,” guraunya. “Saat saya bekerja menata rambut, saya merasa tenang dan damai. Dan


Selama beberapa dekade, pemilik salon Lee Chun-suk menempatkan kepentingan terbesar untuk menjaga setiap helai rambut sehat para pelanggannya. Dia percaya bahwa kesan pertama yang baik bergantung pada kesehatan rambut.

SENI & BUDAYA KOREA 59


kemudian, ketika saya memberi sentuhan akhir pada gaya rambut seseorang, saya merasakan sukacita tertentu - kepuasan yang luar biasa.”

Adakah yang Lebih Penting Selain Gaya? “Saya sungguh-sungguh peduli dengan ke­sehatan rambut pelanggan saya. Saya tidak akan membiarkan mereka mengeritingkan rambut lebih dari tiga kali dalam setahun,” katanya. “Mereka adalah pelanggan saya, jadi jika rambut mereka menjadi kering dan kusam, sayalah yang harus menghadapi kerusakan. Masalahnya, tidak peduli seberapa hebat gaya mereka atau betapa indah pakaian mereka, rambut yang tidak sehat membuat penampilan seseorang tampak memelas.” “Rambut bisa aus karena usia. Melalui mikroskop akan terlihat inti setiap rambut penuh lubang. Agar rambut menjadi sehat, Anda perlu mengisi lubang itu dengan protein yang baik dan menjaga agar tetap asam. Jika rambut seseorang sehat, barulah diperlukan potongan yang bagus agar tampil menarik. Cara mengeringkan rambut juga penting. Cara terbaik adalah dengan menundukkan kepala ke depan dan menghandukinya hingga ke­ring, lembut namun teliti.” Ketika dia masih muda selalu memanfaatkan setiap kesempatan, Lee bahkan mengelola salon terpisah di dalam aula pernikahan di kawasan kaya Gahoe-dong. Dia menghasilkan banyak uang sehingga dia mengumpulkan jutaan won di keranjang kolekte gereja dan menikmati kemewahan sebagai pelanggan VIP di toserba kesukaannya. “Dengan uang, setelah titik tertentu, tidak masalah berapa banyak uang yang Anda peroleh karena hal itu tidak terlalu bermakna. Saya menyadari bahwa satu-satunya yang terkenang adalah saat saya puas menciptakan gaya rambut yang indah untuk seorang pelanggan. Sebagian besar pelanggan tertidur saat saya sedang menata rambut mereka. Lalu, saya pun memotong atau memijat kepala dengan perasaan yang rileks juga,” katanya. Panggilan yang Disadari pada Usia Muda Lee Chun-suk dibesarkan di sebuah desa tepi

pantai dekat Gangneung. Dia sudah mengalami menata rambut orang lain saat sebagai siswa SMA dan selalu menyisir rambut teman-temannya. “Hampir setiap hari, Chun-suk menata ekor kudaku. Hal itu membuat terlihat lebih cantik dan bergaya,” kenang pelanggan dan teman sekelas di SMA. Teman lain dari kampung halamannya berkata, “Saya tidak bisa melupakan keahlian Chunsuk, sejak kami masih muda dialah satu-satunya orang yang akan saya minta menata rambut saya.” Lee menjelaskan bagaimana dia dulu memulai. “Setelah lulus SMA, saya bekerja di sebuah kantor. Seorang kawan memberi saya satu set penjepit rambut listrik sebagai hadiah dari sebuah perjalanannya ke Jepang. Jika saya menata rambut saya dengan mereka di pagi hari, orang akan bercerita sepanjang hari betapa menakjubkan penampilan rambut saya. Hingga pada suatu peristiwa seorang pegawai wanita lainnya datang ke departemen keu­ angan tempat saya bekerja, meminta saya untuk menata rambut mereka. Saya pun berpikir mungkinkah ini merupakan cara yang lebih baik untuk mencari nafkah. Saya lalu mengikuti kelas malam setelah bekerja. Saat itu, daftar kandidat yang lulus ujian sertifikasi penata rambut diposkan di papan pengu­ muman di luar Balai Kota Seoul. Dua ratus orang mengikuti ujian dan hanya 11 yang berhasil lolos. Persaingan itu sangat ketat.” Lee membuka salon pertamanya pada tahun 1981 dan bertahun-tahun berlalu begitu saja. Wanita yang sering mengunjungi salonnya saat hamil akan muncul lagi sebagai ibu dengan bayi mereka di punggungnya. Bayi-bayi itu akan menangis, tapi itu tidak mengganggu Lee karena dia juga telah membesarkan dua anaknya sendiri di salon. Putrinya, sekarang seorang mahasiswa, ia bisa berhenti kapan pun dia punya waktu untuk mengulurkan tangannya.

Selalu Belajar “Termasuk asisten, kami punya tujuh pegawai. Tiga dari mereka telah bersama kami selama lebih dari 20 tahun. Mereka semua memiliki pelanggan tetap mereka sendiri,” kata Lee. “Saya tidak menggaji, tapi saya hanya menyediakan alat, produk, dan ruang. Mereka beroperasi seperti bisnis individu dan menyumbang sebagian kecil dari apa yang mereka dapatkan untuk menjalankan salon. Mereka berpengalaman dan pandai dalam pekerjaan mereka, jadi mereka mungkin membawa pulang sekitar 3,5 sampai 4 juta won sebulan. Saya mendapatkan jauh lebih sedikit dari itu. Saya tidak lagi muda, jadi saya sangat bersyukur saat pelanggan tetap meminta saya untuk menata rambut mereka. Itulah yang membuat saya abadi.” Ketika Lee pertama kali membuka salonnya, “Penata Rambut Yoon Si-nae,” gaya rambut disko seperti sphinx yang digemari oleh penyanyi populer tersebut, merupakan tampilan yang paling didambakan. Entah rambut itu dikeri­ ting atau ditata, penata rambut akan menciptakan volume, dan keterampilan penata rambut seperti itu akan dinilai. Dalam hal ini kemampuan mengeriting saja tidak cukup; keriting itu harus memiliki efek ikal yang maksimal dan bentuknya bisa awet selama mungkin. Orang yang berjalan di jalanan dengan ram-

“Menjadi penata rambut bukan hanya mengenai bekerja dengan rambut, namun juga bagaimana menyentuh hati orang. Apakah yang pelanggan obrolkan seusai rambut mereka dipotong atau tetap hanya diam, salon rambut merupakan ruang penyembuhan.” 60 KOREANA Musim Panas 2017


but lurus alami dianggap sangat kurang bergaya. Namun secara bertahap, bagaimanapun, preferensi telah berubah ke tampilan yang lebih alami, dan semakin banyak orang akhir-akhir ini menghindari tampilan salon yang sangat bergaya. Tentu saja, preferensi Lee telah mengubahnya seiring perja­ lanan waktu. “Jika kita tidak ingin kalah dengan waralaba salon bernama besar, salon independen kecil seperti kita harus bisa selangkah lebih maju dari tren. Anda harus memotong rambut pelanggan seperti yang mereka inginkan, tapi pada saat bersamaan, hasilnya harus melebihi harapan mereka. Bahkan de­ngan pengeritingan, teknik dan teknologi baru yang berkembang setiap tahun. Teknik pemotongan lebih sering berubah. Anda harus terus belajar dan me­nguasai keterampilan baru untuk memberi pelanggan perasaan baru dan segar setiap kali mereka datang,” kata Lee, menambahkan bahwa barubaru ini, dia menghadiri sebuah seminar untuk mempelajari gaya rambut yang populer di Italia tahun ini. Dia melanjutkan, “Sebagian besar konsumen

Lee pertama kali berbicara dengan pelanggan tentang apa yang harus dikerjakan terhadap rambutnya. Pada setiap pelanggan Lee memulai tugasnya dengan mendengarkan dengan saksama gagasan mereka dan mempertimbangkan apa yang terbaik.

saya adalah wanita yang lebih tua, jadi penting untuk membuat rambut mereka terlihat ringan. 'Bercahaya dan muda!' Itulah moto untuk tahun ini. Konsumen akan lebih konservatif mengenai rambutnya, yang terpenting adalah memotongnya dengan teknik terbaru. Itulah satu-satunya cara untuk membuatnya terlihat menarik saat mereka menata rambut mereka di rumah. Bagi pelanggan yang tidak menyukai perubahan atau mengikuti tren, diberi sentuhan halus dari sedikit perubahan. Bahkan dengan gaya pendek yang sama, cara Anda memotongnya membuat dunia berbeda.” Proporsi pelanggan yang hanya mempercayakan rambut mereka ke ta­ngan penata rambut dan mereka yang meminta bentuk atau gaya tertentu sekitar 50-50. Banyak orang datang untuk meminta agar rambut mereka ditata persis seperti aktris atau model yang terlihat di majalah. Pada saat seperti itu, jika gaya itu dipandang tidak sesuai dengan fitur atau bentuk wajah seseorang, penata rambut perlu mengetahui dan membujuknya dengan hati-hati untuk memilih model lain. Hanya dengan merasakan rambut seseorang, Lee sekarang bisa me­ngatakan apakah orang itu tipe bandel atau bisa menerima gaya baru. “Menjadi penata rambut bukan hanya mengenai bekerja dengan rambut, namun juga bagaimana menyentuh hati orang. Apakah yang pelanggan obrolkan seusai rambut mereka dipotong atau tetap hanya diam, salon rambut merupakan ruang penyembuhan. Karena alasan tersebut, saya membuat tempat istirahat yang luas dan tersaji banyak makanan ringan. Untuk perawatan keriting atau warna, pelanggan memerlukan dua atau tiga jam di sini. Paling tidak ketika itu, saya ingin mereka bisa rileks dan merasa seperti, ‘Ah! Inilah tempat paling nyaman di dunia! ’” Besok, Lee Chun-suk akan memulai harinya lagi dengan membuka pintu salonnya pada pukul 10 pagi dan menyajikan makanan ringan untuk para pelanggannya. SENI & BUDAYA KOREA 61


ESAI

RAHASIA DI BALIK CANTIK ALA KOREA Aviani Malik Jurnalis dan News Anchor Metro TV

D

unia tersentak saat demam lagu Gangnam Style yang dipopulerkan oleh PSY mewabah pada tahun 2012. PSY menjadi salah satu ikon musik korea yang mendunia dari sekian banyak artis K-Pop yang sudah terlebih dahulu melambungkan namanya di kancah internasional. Dalam lirik lagunya, PSY memotret gaya hidup mewah kalangan selebritis dan kaum sosialita yang selalu ingin tampil sempurna, yang tinggal di kawasan distrik Gangnam di Korea Selatan. Mungkin karena inilah 90 persen dari 300an klinik operasi plastik terdapat di distrik Gangnam, membuat tuntutan kesempurnaan penampilan bukan hanya menjadi milik para selebriti dan masyarakat papan atas Korea, tapi juga menjadi kebutuhan warga dari semua kelas sosial. Dibarengi dengan promosi yang masif lewat ta­yangan drama dan berbagai acara hiburan, fenomena ini pun semakin berkembang. Korea Selatan pun menjadi kiblat baru industri kecantikan. Kulit bersinar bak mutiara, mata bulat dan polesan lipstik merah merona menjadi daya tarik dan standart baru kecantikan perempuan tidak hanya se-Asia , namun juga dunia. Di Korea Selatan, lebih cantik, lebih tinggi, lebih putih, dan berhidung lebih mancung, menjadi impian yang mudah terwujud lewat operasi plastik berteknologi tinggi dengan harga yang bervariasi. Operasi hi­dung dan kelopak mata contohnya, menjadi pilihan yang paling banyak diminati anak muda Korea. Dengan harga sekitar Rp. 19.2 juta, anda sudah bisa memiliki mata yang lebih besar dan menawan, lewat operasi selama 30 menit saja. Bahkan ini menjadi kado ulang tahun yang umum diminta saat para remaja memasuki usia 17 tahun. Sebuah survey yang dilakukan BBC di tahun 2015 mengatakan hampir sepertiga perempuan di Korea Selatan pernah melakukan perubahan di wajahnya, lima puluh persen diantaranya melakukan di umur 20-an, termasuk para selebriti dan sosialita. Tidak heran jika saat melintasi jalan-jalan di kawasan Gangnam, cukup mudah ditemui orang yang

62 KOREANA Musim Panas 2017

lalu lalang dengan perban putih di bagian hidung dan wajahnya. Maraknya klinik kecantikan dan bedah plastik juga menegaskan bahwa hal ini sangat umum dan bahkan sudah menjadi industri tersendiri bagi Korea Selatan yang dinobatkan sebagai negara dengan tingkat operasi plastik tertinggi per kapita di dunia Seiring dengan perkembangan bedah plastik, merek dagang produk kecantikan pun tumbuh pesat. Sebuah artikel di Washington Post merilis bahwa pasar kecantikan Korea bernilai 10 Miliar Dollar Amerika dan terus meningkat sekitar 6 persen setiap tahunnya. Dengan kue market Asia yang besar , seperti Cina, Hongkong, Taiwan dan Indonesia, persaingan para produsen untuk merebut hati konsumen menjadi sangat kompetitif. Harga yang ekonomis dan peluncuran produk terbaru terus dilakukan, termasuk penambahan outlet penjualan. Dijamin akan sangat mudah menemukan outlet atau toko penjualan produk kecantikan dalam perjalanan anda dari rumah menuju ke kantor atau tempat wisata, its every where in Korea. Dari area stasiun kereta bawah tanah, pertokoan di kanan kiri jalan hingga pusat perbelanjaan dan mall besar. Televisi, telepon pintar serta gawai canggih yang ada di geng­gaman tangan menjadi media promosi terkuat, terutama lewat iklan, tv show dan drama korea yang digandrungi anak anak muda dan ibu rumah tangga se-Asia. Beberapa brand besar memiliki produk andalan yang memang sudah terkenal dan menjadi incaran. Tapi yang menarik, hampir semua produk kecantikan dan perawatan di Korea Selatan mengklaim bahan utama yang mereka gunakan adalah murni dari alam. Hampir semua wanita tentu akan tergoda untuk memakai krim peremajaan yang terbuat dari madu dan ginseng serta taburan serbuk emas sebagai pencerah kulit wajah. Belum lagi masker dengan ekstrak buah buahan segar seperti lemon, strawberry, lidah buaya bahkan caviar yang berbentuk topeng dari serat kain yang tipis sehingga mudah digunakan, dan jangan lewatkan deretan kosmetik yang mampu mem-


buat kulit wajah langsung bersinar alami dan menutup semua noda. Its like magic. Kepercayaan konsumen domestik akan kualitas produk kecantikan menjadi dukungan tersendiri bagi pertumbuhan industri kosmetik di negeri ginseng ini. Tercatat keuntungan penjualan produk kecantik­ an menembus angka 6,2 Miliar Dollar Amerika di tahun 2014 saja. Angka ini belum ditambah dengan eksport yang begitu besar, menurut data dari Asosiasi Perdagangan Internasional Korea di tahun 2016, Cina mengimport 378 juta dollar barang barang kosmetik Korea dalam kurun waktu Januari hingga Juli, atau meningkat 250,6 persen dari tahun 2014 di periode yang sama. Korea Selatan menguasai 22,1 persen pangsa pasar kosmetik import China dan kini mereka mulai merambah ke pasar Amerika Serikat dan Eropa. Meningkatnya angka penjualan ini, ternyata juga disokong oleh target market yang baru, yakni kaum adam. Banyak dari lelaki Korea juga memiliki tuntutan untuk tampil maksimal sebagaimana kaum hawa. Setidaknya 10 persen penjualan produk kecantikan dan perawatan menyasar segmen pria yang peduli akan kesempurnaan penampilan. Meski hal ini mungkin masih menjadi kontroversi di sejumlah negara, menggunakan kosmetik atau menjadi pasien bedah plastik menjadi hal yang biasa di kota kota besar Korea Selatan. Dan jangan anggap remeh, karena potensi pasar di segmen lelaki di Korea saja terus tumbuh setidaknya 9 persen pertahun. Lebih lanjut dalam sebuah survey yang dimuat di The Economist, merilis para lelaki di Korea Selatan menggunakan sedikitnya 13 produk perawatan setiap bulan atau separuh dari yang digunakan perempuan di Korea. Namun dibalik masifnya pertumbuhan industri kecantikan Korea Selatan, ada hal sederhana yang terkadang terlewatkan saat mengagumi keindahan wajah wanita (dan pria) Korea. Betapa mereka juga menjaga kesehatan dan merawat diri lewat konsumsi makanan yang alami. Kimchi menjadi andalan di setiap

sajian baik di dalam rumah tangga maupun restoran. Menurut Health Magazine, kimchi atau sayuran yang telah difermentasikan ini adalah salah satu makanan tersehat di dunia. Dengan kandungan prebiotik yang tinggi , kimchi menjadi bukti rahasia kesehatan orang Korea saat wabah SARS melanda di tahun 2003. Budaya me­ngonsumsi kimchi membuat daya tahan tubuh warga Korea menjadi kuat dan tidak mudah terserang penyakit. Tidak hanya itu, mereka pun memakan sayuran segar seperti ketimun, paprika dan tomat sebagai pengganti makanan ringan. Bahkan Korea Selatan mengklaim menjadi negara dengan makanan berbahan sayuran terbanyak di dunia, dan sayuran organik menjadi pilihan utama. Saat mengonsumsi daging pun, warga korea tak lupa membungkusnya dengan daun selada segar, ditambah bawang putih dan irisan cabai. Hampir seluruh sajian makanan utama Korea menggunakan sayur sebagai bahan dasar dan tambahan. Dan sebutan Korea Selatan sebagai negeri ginseng merujuk pada kebiasaan warga Korea yang menjadikan tanaman herbal ini sebagai kebutuhan sehari-hari. Tidak hanya diolah dalam berbagai bentuk masakan dan juga minuman, ginseng yang dipercaya memiliki banyak khasiat. Semakin tua ginseng semakin baik kualitasnya, pada usia 6 tahun ginseng baru mengandung saponin dan ginsenosida yang bermanfaat bagi tubuh. Asupan nutrisi yang sehat dan alami menjadi penunjang utama agar tubuh mencapai tingkat yang ideal dan bertahan lebih lama dibanding dengan cara cara instan untuk mendapatkan penampilan yang diinginkan. Jika kesempurnaan penampilan sudah menjadi tujuan utama, maka tidak cukup polesan di permukaan, namun kita perlu menjaga dan merawatnya dari dalam. Make up is art, but beauty is spirit.

SENI & BUDAYA KOREA 63


KISAH RAMUAN

GURITA TEKSTUR HALUS DI BALIK TAMPILAN KASAR Gurita dianggap sebagai hasil laut yang berharga untuk sajian spesial misalnya saat upacara untuk nenek moyang dan jamuan makan sejak dulu. Pada zaman ini globalisasi membuat masakan ikan gurita menjadi semakin bervariasi dan popular. Soul Ho-joung Kolumnis Bahan Makanan

64 KOREANA Musim Panas 2017


B

agaimana cara terbaik memasak gurita, moluska yang sedap dan bergizi di laut dalam? Rasa dan pesonanya sepertinya sangat bergantung pada bagaimana merebusnya. Bahkan, untuk hidangan goreng, ia harus direbus lebih dulu. Rebusan yang berhasil akan menjamin rasa sajian gurita.

Usaha untuk Mendapatkan Daging yang Lembut Gurita harus dicuci sebaik-mungkin sebelum direbus. Badan yang licin dicuci dulu dengan menggunakan garam. Terutama, alat penghisapnya mesti dicuci dengan seksama. Namun ada yang berpendapatbahwa daging akan terluka dan rasa asin dari garam meresap padanya jika gurita terlalu lama digosok dengan garam saat dicuci. Maka kadang-kadang tepung terigu digunakan untuk mencuci ikan gurita. Di negara-negara yang berada di Laut Mediteranian, misalnya Yunani, Spanyol, dan Portugal terdapat satu tahap lagi dalam memasak gurita sebelum direbus. Gurita diputar di dalam “octopus tumbler” yang berupa mesin cuci. Setelah itu, tubuhgurita dipukul dengan pemukul khusus untuk daging. Orang-orang di pesisir Yunani mendapatkan daging yang lembut dengan memukul tubuh gurita. Di Korea, lobak digunakan untuk merebus gurita demi memperoleh daging yang lembut. Tubuh guritadigosok lalu ditepuk dengan perasan lobak. Selain itu, lobak dimasukkan ke dalam air saat gurita direbus. Perasan lobak menghilang rasa amis dalam guritadan juga membuat dagingnya menjadi lembut. Konon, jika gurita direbus dengan kesemek kering, daging menjadi lembut. Di Jepang gurita direbus dengan lobak, teh hijau, kacang merah sedangkan di Italia gurita direbus dengan gabus botol anggur. Kesemek kering, teh hijau, kacang merah, dan gabus mengandung tannin di dalamnya dan rupanya tannin itu serasi dengan daging gurita. Di lima samudra terdapat lebih dari 300 jenis gurita. Di antaranya yang ditangkap di pesisir semenanjung Korea adalah hanya dua jenis yaitu chammuneo (Octopus vulgaris ) dan daemuneo (Enteroctopus dofleini ). Kedua jenis gurita tersebut disebut sebagai pimuneo yang berarti “gurita darah” karena warna badannya berubah menjadi merah jika dikeringkan. Sedangkan yang di­keringkan setelah dikupas disebut baekmuneo yang berarti “gurita putih” karena warna badannya berubah menjadi putih. Daemuneo yang ditangkap di Lautan Timur, berat badannya menjadi 50 kg dan panjang kakinya 3 meter jika menjadi besar. Chammuneo yang hidup di sela-sela batu di Laut Selatan yang dangkal, berat badanya hanya 3,5 kg jika menjadi besar. Guritaterdiri atas kepala yang bulat dan besar (sebenarya merupakan kantong organ), badan kecil (terdapat otak dan mata di dalamnya), dan 8 kaki. Di Korea dan Jepang gurita biasanya dimakan tanpa sisa sedangkan di negara-negara di Laut Mediteranian kepala gurita dibuang. ‘Ikan Gurita’ yang Dijunjung Tinggi Jika orang Korea berpikir tentang masakan gurita, yang teringat pertama adalah gurita mentah, muneo sukhoe yang dimakan dengan saus cabe yang ditambah cuka. Akhir-akhir ini untuk makanan itu sering digunakan gurita yang dibekukan, yang diimpor dari Indonesia, Filipina, Moroko, dan Cina. Hal itu disebabkan karena gurita semakin sulit ditangkap di pesisir semenanjung Korea dan harganya semakin tinggi. Gurita sulit ditangkarkan maka yang diimpor dari mana pun masih merupakan yang hasil tangkapan di laut. Di provinsi Gyeongsang Utara, seekor chammuneo , gurita kecil yang telah direbus, disajikan untuk ritual leluhur. Khususnya di Andong, kota yang dikenal sebagai kota priyayi gurita dianggap sebagai sajian yang paling bagus untuk upacara untuk nenek moyang dan jamuan untuk para tamu. Namun harus hati-hati bahwa ikan gurita susah dicernakan jika dimakan bersama gosari (fiddlehead fern, Pteridium aquilinum, pakis) saat minum minuman beralkohol di meja makan dalam ritu-

SENI & BUDAYA KOREA 65


1 Muneojo merupakan potongan bentuk bunga krisan oleh Seo Yong-gi, seorang ahli makanan seremonial tradisional Provinsi Jeolla Selatan. Gurita kering yang dipotong dalam berbagai bentuk dekoratif dipajang di meja seremonial ritus leluhur. 2 Gurita Muneo, gurita rebus dan diiris tipis yang dimakan dengan saus pasta cabe merah dan cuka, adalah hidangan gurita favorit kebanyakan orang Korea.

1

al leluhur. Muneojo , potongan gurita kering yang digunting dengan berbagai bentuk, dianggap sebagai hiasan yang sangat bagus untuk masakan upacara sejak dulu. Untuk muneojo itu, gurita darah dibiarkan di dalam sebuah kendi sampai menjadi lembut. Setelah itu, digunting halus dengan bentuk bunga serunai atau merak. Pada umumnya yang melakukan kerja itu adalah laki-laki. Namun belakangan ini jarang ditemukan rumah yang melanjutkan tradisi tersebut. . Di provinsi Gyeongsang dan Jeolla, potongan gurita kering ditambahkan untuk memperkaya rasa sup daging sapi bening yang disajikan pada ritus leluhur. Gurita juga merupakan bahan pilihan untuk bubur yang diberikan kepada ibu setelah melahirkan. Bubur yang berbahan gurita darah yang telah direndam dan jujube menyembuhkan wanita yang baru melahirkan bayi. Bubur gurita terkenal sebagai makanan penambah stamina bagi haenyeo , pe­nyelam wanita di pulau Jeju. Untuk membuat bubur gurita pertama-tama beras digoreng kemudian dimasukkan gurita yang segar, lalu ditumbuk di dalam lumpang. Setelah direbus, gurita dikeluarkan. Setelah ikan gurita diiris, lalu dimasukkan kembali dan direbus lagi. Warna merah kulit gurita memerahkan bubur dan rasanya bertambah lembut saat dikunyah. Di kota Yeosu di provinsi Jeolla Selatan, gurita darah dicuci lalu direndam di dalam air yang hangat-hangat kuku selama dua jam. Setelah itu, dibiarkan dengan berbagai macam bumbu selama semalam kemudiandirebus. Masakan tersebut disebut sebagai pimuneojjim dan dianggap sebagai masakan gurita yang paling mewah. Di samping itu, terdapat muneo hoemuchim (masakan gurita mentah dengan ketimun dan berbagai bumbu) muneo jorim (masakan gurita gaya Jepang). Di Pulperia Ezequiel, sebuah restoran di kota kecil yang berada di Melide, Spanyol sering ditemukan pengunjng Korea. Mereka berkunjung ke restoran itu dengan ransel besar dan kaki yang penat karena perjalanan jauh. Sambil masuk ke restoran mereka langsung memesan makanan dengan suara yang besar, “Minta Pulpo (berarti gurita)!â€? Masakan itu merupakan masakan gurita mentah dengan minyak olive, garam, dan bubuk paprika merah.

Berbagai Bahan Obat yang Mujarab Pada umunya bahan masakan yang bagus sering digunakan sebagai bahan obat. Demikian

Di provinsi Gyeongsang dan Jeolla, potongan gurita kering ditambahkan untuk memperkaya rasa sup daging sapi bening yang disajikan pada ritus leluhur. Gurita juga merupakan bahan pilihan untuk bubur yang diberikan kepada ibu setelah melahirkan. Bubur gurita terkenal sebagai makanan penambah stamina bagi haenyeo, penyelam wanita di pulau Jeju. 66 KOREANA Musim Panas 2017


juga dengan gurita. Menurut pengobatan tradisional, tinta guritadapat dipakai sebagai obat bagi orang yang menderita penyakit bawasir. Ada pun air yang telah dipakai untuk merebus gurita manjur untuk orang yang menderita radang dingin atau rasa gatal dengan bintik merah. Air yang telah dipakai untuk merebus gurita juga manjur untuk orang yang terganggu pencernaannya akibat ba­nyak makan daging sapi. Akhir-akhir ini gurita mencuri banyak perhatian karena unsur taurine di dalamnya. Taurine, salah sejenis asam amino, dikenal mujarab untuk mencegah gangguan pembuluh darah dan Alzheimer’s. Taurine adalah bubuk putih yang berada di kulit gurita dan cumi-cumi yang kering. Gurita mengandung taurine yang paling banyak di antara kerang-kerangan.

Restoran-restoran Ikan Gurita yang Terkenal Pada tahun 1955, dengan dibukanya jalur kereta api Yeongdong tersambunglah pelabuhan di provinsi Gangwon dengan pedalaman di provinsi Gyeongsang Utama. Alhasil ikan gurita yang ditangkap dan direbus di Laut Timur dapat diantarkan ke Yeongju, stasiun terakhir dengan kereta api. Gurita yang telah direbus diperam dengan suhu lingkungan di dalam kereta api selama perjalanan sehingga rasa gurih ikan gurita bertambah. Konon guritadi Yeongju dikenal paling sedap. Belakangan ini dengan lancarnya distribusi gurita segar, yang langsung dibawa dari Laut Timur dapat direbus dan diperam di Yeongju sebelum dijual. Restoran gurita Mukho yang berada di pasar Yeongku sangat terkenal dengan masakan gurita yang sangat sedap. Salad gurita di restoran seafood Sanho di Sinsa-dong, Seoul terkenal dengan rasa lembut dan aroma yang segar. Di restoran itu gurita direbus selama 10 menit dalam panci lalu direbus kembali sampai dagingnya menjadi lembut. Ramuan rahasia yang dimiliki restoran itu adalah pemakaian bubuk teh hijau, lobak yang digiling halus, dan organ gurita untuk masakan itu. Salad gurita di restoran Goraebul di Yeoksam-dong, Seoul terkenal dengan cara memasak: ikan gurita digoreng sedikit maka meninggalkan rasa gurih di dalam mulut karena da­gingnya setengah mentah. Di restoran itu cara merebus gurita pun cukup istimewa: gurita berulang kali dimasukkan dan dikeluarkan dari air dengan kelp dan lobak selama direbus hingga kulit luarnya menjadi matang. Menurut pemilik restoran itu, gurita yang digunakan adalah daemuneo, gurita besar yang dibawa dari Yeongdeok di provinsi Gyeongsang Utara.

2

SENI & BUDAYA KOREA 67


GAYA HIDUP

REUNI SMA PUTRI

PERSAHABATAN HINGGA TAHUN EMAS Sudah lebih dari 130 tahun gadis dan perempuan Korea memperoleh pendidikan formal dengan diperkenalkannya sistem sekolah Barat di negara ini. Wanita memiliki kesempatan memasuki ranah publik, namun di banyak reuni SMA masih sangat langka setelah lulus sekolah dan menikah perempuan berhubungan dengan dunia di luar keluarga dan mertua. Kim Yoo Kyung Wartawan Choi Jung-sun Fotografer

T

ahun-tahun di SMA dikenang sebagai waktu yang paling berkesan di sekolah. Bagi perempuan yang pergi ke sekolah ketika putri dan putra dipisahkan secara ketat, hubungan dengan teman mereka pada masa itu sangat istimewa dan berlanjut hingga setelah lulus, tetap segar dalam reuni reguler. Di antara pertemuan-pertemuan ini, kenangan manis tentang persahabatan masa muda tetap hidup menurut nyanyian mereka seperti “Sayap mimpi yang indah,” atau pahit seperti terungkap pada waktu wisuda, “Saat perpisahan telah tiba, selamat tinggal, semoga kalian selalu menemukan keberuntungan, selamat tinggal, teman….”

Perlu Lima Tahun Pembuatan Buku Alamat Son Hei-young, lulusan SMA Ewha Putri, sekolah tertua untuk wanita di Korea, mengenang saat teman sekolahnya mulai bereuni. “Pada tahun 1960-an, ketika kami lulus dari SMA, kami memiliki sebuah dunia baru yang terbentang di hadapan kami masing68 KOREANA Musim Panas 2017

masing, jadi alumni tersebut tidak bisa bersatu lagi. Setelah sekitar 20 tahun, kami telah menemukan hidup kita sampai tingkat tertentu dan ingin bertemu teman-teman lama, maka sekitar sepuluh orang dari kami, yang mudah dihubungi, mulai bertemu sebulan sekali. Lima tahun dibutuhkan untuk melengkapi buku alamat bagi sekitar 400 alumni. Kami kemudian menerbitkan sebuah buletin, menggelar acara ulang tahun ke 30, 40, dan 50, dan mengorganisasi komunitas hobi seperti olahraga, paduan suara, melukis, dan ke­giatan santai lainnya.” Kegiatan reuni pada umumnya mirip tidak peduli sekolah apa yang dihadiri oleh perempuan. Kelompok kecil bertemu secara teratur di setiap tempat tertentu, dan terkadang, acara resmi yang lebih besar diselenggarakan untuk reuni seluruh kelas. Terlepas dari besar-kecilnya pertemuan, para peserta menikmati pembicaraan mereka dan makan bersama, mengikuti kuliah, bermain olahraga, menari dan bernyanyi, bepergian, atau melakukan se­suatu bagi


almamater. Acara khusus biasanya diadakan di ballroom hotel, mereka berlatih menari dan bernyanyi terlebih dahulu. Me­reka tidak merasa canggung melakukan hal-hal ini bersama-sama, meskipun mereka bisa jadi tidak pernah bertemu dalam waktu lama; tentunya ini karena kenangan akan persahabatan mereka.

Persahabatan dalam Makanan Kampung Halaman Lulusan Sekolah Tinggi Putri Tongyeong, yang terletak di Tongyeong, sebuah kota pelabuhan di Provinsi Gyeongsang Selatan, mempertahankan tradisi khusus untuk reuni mereka. Setiap tahun pada tanggal 9 April, ulang tahun pendiri sekolah tersebut, mereka berkumpul untuk memasak panekuk azalea dan kue beras mugwort untuk disajikan dan diberikan sebagai hadiah. Seorang alumni Lee Jeong-yeon menjelaskan, “Di sekitar masa-masa itu, Pasar Tongyeong menjadi pasar bunga. Sebelum reuni, alumni yang tinggal di situ membuat persiapan sebagai tuan rumah pertemuan. Mereka bergabung dengan alumni lain yang mempersiapkan acara tersebut. Bersama-sama, mereka pergi ke pasar, membeli bunga azalea dan beras ketan untuk adonan dan membuat pancake; mereka juga membuat kue beras mugwort berbentuk bulan sabit dari campuran mugwort segar dan tepung beras. Kami berterima kasih kepada panitia reuni, yang menyiap-

kan makanan lezat ini setiap tahun.” Orang-orang desa yang tinggal di pegunungan terdekat memetik bunga azalea, mengeluarkan benang sari beracun, membawa sisanya dengan keranjang, dan menjualnya di pa­saran. Para alumni membelinya dan mencampurnya dengan adonan beras ketan sehingga adonannya hampir tidak terlihat. Pancake kecil, dipanggang sesaat sebelum makan, me­nyerupai bunga merah muda yang sedang mekar. Di Tongyeong, setiap keluarga mempersiapkan dan menikmati hal khusus ini di musim semi. Bae Do-su, ketua asosiasi alumni SMA Tongyeong Girls, me­ngatakan, “Mempersiapkan kebahagiaan ini memerlukan kerja keras, dan biaya untuk menjamu beberapa ratus orang tidaklah kecil, tapi kami dengan senang hati melakukannya setiap saat menyambut kedatangan mereka, ada yang dari tempat yang jauh, dengan harapan menikmati makanan khas tempat ini. Kami ingin menghidupkan kembali kenangan menikmati kebersamaan se­perti Pancake azalea yang indah, kelezatan awal musim semi yang dibuat dengan adonan ketan dicampur dengan kelopak azalea dan digoreng dengan minyak menjadi hidangan khusus dalam reuni tahunan lulusan Sekolah Tinggi Wanita Tongyeong di Tongyeong, Provinsi Gyeongsang Selatan, di mana bunga musim semi mekar lebih awal di seantero Korea. Alumni sekolah dari berbagai penjuru negeri berkumpul di halaman sekolah untuk berbagi kelezatan makanan yang mereka buat bersama dan untuk mengekalkan persahabatan.

SENI & BUDAYA KOREA 69


dulu.” Dia menambahkan, “Kami juga memberikan beberapa bunga sebagai hadiah.” Di Kaesong, sekarang di Korea Utara, orang-orang akan membuat sup untuk Hari Tahun Baru Imlek dengan joraeng-i tteok, kuekue beras kecil ditekan di tengah dengan tongkat bambu untuk membentuk gambar 8 atau bentuk kacang kulit. Sup disiapkan untuk ritual leluhur dan dibagikan kepada anggota keluarga sesudahnya. Penduduk asli Kaesong melestarikan masakan tradisional mereka bahkan setelah meninggalkan kampung halaman mereka dan menetap di Selatan. Lulusan SMA Putri Holston Kaesong berkumpul bersama sehari sebelum Tahun Baru Imlek dan membuat kue beras ini untuk dikirim ke teman dan keluarga sebagai hadiah. Tradisi ini telah diteruskan ke generasi muda, termasuk menantu perempuan mereka. Beberapa alumni yang tinggal di Seoul lebih sering bertemu bersama, mempertahankan persahabatan mereka melalui ber­ bagai tradisi pribadi. Bagi Lee He-suk, yang tinggal di sebuah rumah dengan halaman yang luas, membuat saus dengan menggunakan kedelai fermentasi bersama dengan teman-teman SD, SMP, dan SMA, merupakan acara tahunan yang penuh makna. Kira-kira dua bulan kemudian, mereka semua bisa membawa pulang saus buatan mereka sendiri. Cheon Yi-hyang, ketua asosiasi alumni SMA Putri Pungmun, dan rekan alumni lainnya, temantemannya yang berumur 40 tahun, membuat mandu [pangsit] di rumah bagi mereka yang sulit keluar untuk pesta akhir tahun. Semua orang membawa salah satu masakannya; saling bertukar hadiah dan bercakap-cakap dan bercanda seperti ketika masih

muda dulu. Hadiahnya berkisar dari kue beras, piring masak yang cantik, atau sabun halus, direncanakan dengan serius untuk menghindari persoalan di rumah. Mereka yang menerima telepon selama pertemuan harus rela didenda.

Menggunakan Media Sosial untuk Reuni Lee Sun dan teman sekolahnya yang berusia 30 tahun bertemu sebulan sekali di stasiun subway Sindorim di barat daya Seoul. Tempat pertemuan dipilih untuk kenyamanan mereka yang datang dari provinsi lain. Dari sana, mereka pindah ke pusat perbelanjaan terdekat untuk makan siang. Mengobrol dan mendiskusikan masa depan mereka, dan terkadang menonton film, mereka menghabiskan waktu sehari penuh. Banyak di antara mereka yang terampil dalam pekerjaan rumah tangga. Dari pengetahuan sepele hingga rahasia investasi cerdas, mereka saling bertukar informasi mengenai berbagai topik. Ada beberapa orang yang berpendapat tentang politik, yang terkadang menimbulkan suasana tegang, namun akhirnya, saat-saat berlalu dan diskusi terus berlanjut. Salah satu manfaat reuni adalah memberi kesempatan mereka untuk menjadi sukarelawan. Anggota melakukan tugas secara bergiliran, seperti merencanakan perjalan­an atau rapat, menyiapkan materi yang diperlukan, mengirimkan surat dan pesan, atau menyimpan keuangan. Bagi mereka yang sibuk dengan pekerjaan atau keluarga mereka, hal ini merupakan perubahan yang menyenangkan untuk melakukan sesuatu yang berbeda dan memungkinkan mereka untuk mengikuti tren saat ini. Seiring bertambahnya usia alumni, mereka men-

Dalam foto kelompok reuni 30 tahun, alumni tampak duduk atau berdiri tegak dalam pose formal. Pose di foto reuni 40 tahun tampak lebih bebas, sebagian terlihat setengah berbaring dan santai, semua tersenyum. Reuni 50 tahun reuni merupakan puncak tradisi ini.

Teman-teman sejak masa muda mereka, para wanita, yang sekarang sudah separo baya, kembali ke Gyeongju, ibu kota Kerajaan Silla kuno dan tujuan mengenang sekolah mereka yang tak terlupakan. Dengan kenangan masa lalu yang selalu segar, mereka bermain “jatuhkan saputangan” di halaman rumput dekat makam kerajaan. Dengan mengenakan seragam sekolah mereka, wajah mereka mencerminkan kegembiraan mengingat kembali kenangan dari tahun-tahun sekolah mereka.

70 KOREANA Musim Panas 2017


gumpulkan banyak uang dari anggota untuk pembiayaan. Biasanya, sumbangan bulanan sebesar 30.000 won (sekitar 30 dolar) untuk makan siang dan biaya lainnya, seperti membantu acara keluarga setiap anggota. sekarang saling menghubungi melalui chat room . Pemakaian email kini sudah lewat. Kira-kira 10 tahun yang lalu, warung internet dominan, tapi untuk beberapa tahun sekarang, aplikasi kirim pesan merupakan sarana komunikasi utama. Melalui smartphone, jarak antarteman dari seluruh Korea dan luar negeri menjadi tak ada lagi. Kelemahan aplikasi tersebut adalah memberikan terlalu banyak ruang obrolan bagaikan berenang di lautan sampah, memaksa seseorang untuk memutuskan sikap apa yang harus dilakukan terhadap banjir pesan. Terlebih lagi, dengan terlibat dalam banyak chat room , orang-orang terkadang menjadi bingung dan mengirim pesan yang salah, sehingga secara tidak sengaja mengungkapkan masalah pribadi kepada orang yang tidak tepat. Oleh karena itu, seseorang membutuhkan cukup banyak keterampilan bermedia sosial saat menggunakan chat room alumni. Karena merasa nyaman dan selalu ingin tahu, media sosial menarik digunakan pada awalnya, namun kini semakin banyak alumni yang meninggalkan chat room untuk menjaga hari-hari mereka lebih rileks.

Saat Senja Tradisi yang Manis Reuni alumni menandai berlalunya waktu. Dalam foto kelompok reuni 30 tahun, alumni tampak duduk atau berdiri tegak dalam pose formal. Pose di foto reuni 40 tahun tampak lebih bebas, seba-

gian terlihat setengah berbaring dan santai, semua tersenyum. Reuni 50 tahun reuni merupakan puncak tradisi ini. Para alumni berkumpul dari seluruh dunia, berpakaian spesial. Kontribusi ke almamater mereka, seperti beasiswa, menjadi lebih besar, dan banyak yang memamerkan bakat mereka yang sebelumnya tersem­bunyi dalam macam-macam pertunjukan selama pertemuan tersebut. Lima puluh tahun persahabatan dirayakan dengan cara yang istimewa. Beberapa kelompok alumni menerbitkan buku yang merekam aktivitas dan masa-masa mereka bersama. Lulusan SMA Ewha Putri tahun 1965, misalnya, mengumpulkan 300 foto alumni dari tahun 1946 sampai 2015 dan menerbitkan sebuah buku esai foto berjudul “Sejarah Busana Wanita Korea Modern 19462015.â€? Buku itu menelusuri selera estetika wanita Korea modern selama perkembangan industri dan sosial yang pesat, bukan melalui busana modis yang dikenakan oleh para modeling dan wanita profesional tetapi melalui pakaian sehari-hari ibu rumah tangga, yang menampilkan beberapa kenangan tentang perancang busana terkenal sebagai latar belakang. Tentu ada reuni 60 tahun juga, tetapi seiring bertambahnya usia, lebih sedikit mereka yang mampu mengumpulkan energi untuk mengelola acara. Pada usia 80 tahun, orang sering mengalami masalah karena radang sendi, sementara yang lainnya terbaring di tempat tidur, membuat reuni hampir tidak mungkin. Jadi, reuni SMA para perempuan yang melukiskan kedekatan mereka dan kegembiraan persahabatan yang terbentuk di masa muda perlahan memudar menjadi kenangan yang makin jauh.

SENI & BUDAYA KOREA 71


PERJALANAN KESUSASTRAAN KOREA

KRITIK

KAMI

SEMUA

HARUO

Choi Jae-bong Reporter, The Hankyoreh

“Desain utama cerpen ‘Separuh Haruo’ ini adalah hari libur di India, tetapi sebenarnya, saya menganggapnya sebagai cerita tentang Tanah Air. Haruo tampaknya betah tinggal di mana pun dia berada.”

L

ee Jang-wook, seorang novelis dan penyair. Di antara komunitas sastra Korea, tidak jarang kita menemukan novelis yang memulai kariernya sebagai penyair, tetapi tidak banyak penulis seperti Lee Jang-wook yang, karena telah membuat terobosan dalam genre lain, terus sama produktifnya dalam kedua ragam sastra itu. Pada tahun 2014, Lee menerima Kim Yu-jeong Literary Award, salah satu hadiah fiksi utama negara, dan kemudian, tahun 2016, dia dianugerahi Daesan Literary Award untuk puisi­ nya. Hal tersebut menunjukkan kualitas karyanya terus berlanjut, baik puisi maupun prosa. Diterbitkan pada tahun 2013, hal pertama yang menarik perhatian dalam cerita pendek Lee Jang-wook “Separuh Haruo” adalah teka-teki judulnya. Ceritanya berpusat pada pengamatan protagonis Korea pada seorang lelaki Jepang bernama Haruo Takahashi, dan judulnya berkaitan dengan latar belakang etnis tokoh Haruo. Tokoh ini menikmati betul setiap perjalanan dan pergaulannya dengan orang-orang asing. Protagonis berkata pada Haruo, “Engkau berbeda dari orang Jepang lainnya yang kukenal,” dan protagonis terjebak dalam pola pikir seperti itu, Haruo membuat lelucon yang aneh, “Jadi bisa dibilang, setidaknya separuh dari Haruo adalah Haruo yang entah bagaimana berbedanya.” Ucapan ini tidak hanya berlaku untuk gagasan tentang perkara silsilah. Haruo menanggapi komentar protagonis itu dengan senyuman, “Engkau juga berbeda dari orang Korea lainnya yang kukenal.” Dengan kata-kata ini, seseorang dapat mendeteksi bentuk resistensi dan kritik terhadap kecenderungan yang terlalu umum untuk diadili. Mendefinisikan orang menurut latar belakang etnis atau kewarganegaraan. Boleh dikatakan, cerita ini menggunakan karakter misterius tokoh Haruo, yang memiliki sifat mistis dan daya tarik yang sulit didefinisikan secara tepat,

72 KOREANA Musim Panas 2017


untuk mengeksplorasi gagasan tentang perbedaan dan kehebatannya. Haruo yang menikmati perjalanan dan melakukannya sebagai pekerjaan, hadir sebagai tokoh yang memancarkan semangat kosmopolitanisme yang memikat. Bisa dikatakan, silsilah biologis Haruo secara alami membuatnya kosmopolitan, namun untuk menjadi tokoh kosmopolitan yang kita jumpai dalam cerita itu, ia harus melalui petualangan “menantang kematian”. Setelah diintimidasi di sekolah dan kemudian gagal dalam ujian masuk universitas, Haruo memulai perjalanan “bunuh diri” ke Korea, dan di selatan kota Busan, dia menghadapi pengalaman yang mengubah hidupnya dengan cara yang mendasar. Sebe­narnya, pertemuan sesaat dan kebetulan itu bukanlah pengalaman yang sangat luar biasa, namun hal itu berakibat pada keinginannya untuk mati. Ketika Haruo mencoba menjelaskannya, dia berkata, “Engkau bisa mengatakannya seperti, dalam sekejap, makhluk itu akan masuk ke dunia lain sekitar lima sentimeter.” Lebih tepat mengatakannya: pada sebuah kondisi tentang kesiapan seseorang bergeser menempatkan pengalaman kecil menjadi setara dengan pengalaman menarik pelatuk. Apa pun detail dari pergeseran ini, melalui kejadian itulah Haruo menjadi orang “berbeda” di dunia yang “berbeda”. Ini menandai kelahiran kehidupan kosmopolitan “setidaknya itulah setengah dari Haruo.” Tokoh protagonis pertama kali bertemu dan berteman dengan Haruo saat bepergian ke India bersama pacarnya, dan sejak saat itu, ia terus melacaknya dengan membaca tulisan yang ditulis Haruo di blognya. Tetapi seiring berjalannya waktu, protagonis pun sering mengunjungi situs Haruo, dan pada akhirnya berhenti mengeceknya sama sekali. Setelah kehilangan kontak dengan Haruo, dia mendengar kabarnya lagi setelah bertahun-tahun kemudian dari

mantan pacarnya. Saat bekerja sebagai pramugari, mantan pacarnya menyaksikan sebuah insiden yang melibatkan Haruo di sebuah bandara di Amerika. Pada saat itu, Haruo menolak melakukan pemindaian seluruh tubuh, yang sering dikenai pada wisatawan asing Asia di bandara Amerika, dan oleh karena itu dia diseret ke ruang interogasi oleh petugas keamanan bandara. Mantan pacar protagonis itu menambahkan, “Aku tak yakin, apakah benar itu Haruo, tetapi….” Orang itu pasti Haruo. Untuk mencoba memperluas premis ini, insiden di bandara menunjukkan pembatasan dan penghancuran “kehidupan jenis Haruo.” Sebuah kenyataan saat tindakan pengamanan meningkat untuk para wisatawan setelah serangan teroris 11 September 2001 di Amerika, cara hidup seperti itu tidak mungkin lagi terjadi. Dunia dengan segala perbedaan dan kehebatannya yang diperlihatkan Haruo melambangkan bahwa segalanya bisa berubah. Kenyataan bahwa blog Haruo diambil secara offline setelah kejadian di bandara, juga bisa mencerminkan keadaan tempat kehidupan seseorang tipe Haruo, oleh karena itu, orang yang menjadi Haruo, tidak mungkin terjadi. Jika ceritanya berakhir di sini, hal itu harus disebut sebagai kesimpulan tragis atau sinis. Tetapi, penulis sepertinya ingin mengatakan: meski Haruo lenyap, kehidupan tipe Haruo belum sepenuhnya hilang. Ketika protagonis ditugaskan me­nyeleksi pelamar untuk menjadi karyawan baru perusahan internasional di tempatnya bekerja, seorang lelaki Jepang “yang mirip Haruo,” bernama Kyosuke Hara, muncul dan dipanggil untuk wawancara. Di akhir cerita, protagonis mengundurkan diri dari perusahaan tanpa insiden apa pun dan memesan sendiri tiket pesawat ke India. Meskipun sepertinya protagonis itu hendak melupakan Haruo sepenuhnya, sebenarnya dia sudah mencarinya sepanjang waktu, dan, untuk lebih tepatnya, percaya bahwa Haruo pasti ada di dunia ini. Bisa dikatakan bahwa dengan cara ini, cerita hendak menunjukkan penularan gaya hidup seperti Haruo, dan dengan ini, mungkin kita akan menyaksikan kelanjutan kehidupan Haruo yang lain di masa depan. Berikut dari sebuah wawancara dengan Lee Jang-wook yang terbit di jurnal review sastra Axt (Volume 6, Mei 2016) mungkin akan membantu pembaca mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang cerita ini. “Desain utama cerpen ‘Separuh Haruo’ ini adalah hari libur di India, tetapi sebenarnya, saya menganggapnya sebagai cerita tentang Tanah Air. Haruo tampaknya betah tinggal di mana pun dia berada.” Engkau punya karakter seperti Haruo yang tidak memiliki tanah air dan karakter ayah yang benar-benar melekat pada desanya. Belakangan saya menemukan rumusan berikut tentang humanisme orang-orang buangan, yang dikutip Edward Said dalam sebuah buku: Orang yang me­nemukan Tanah Airnya nyaman dan menyenangkan adalah pemula yang lembut; Kepada siapa pun, dikatakannya, setiap tanah pada dasarnya asli dan kokoh; Tetapi, untuk siapa seluruh tanah di dunia ini sebagai negeri asing. “Haruo tampaknya masuk kategori kedua, seseorang yang merasa betah di mana pun dia berada. Tetapi dikatakannya, bahwa orang yang benar-benar sempurna adalah orang yang merasa semua tempat itu asing. Meskipun saya membayangkan akan sangat menyiksa menjalani kehidupan seperti itu.” SENI & BUDAYA KOREA 73


Informasi Berlanqganan

Cara Berlangganan Biaya Berlanqganan

Isi formulir berlangganan di website (www.koreana.or.kr > Langganan) dan klik tombol “Kirim.� Anda akan menerima faktur dengan informasi pembayaran melalui E-mail.

Daerah

Biaya Berlangganan (Termasuk ongkos kirim melalui udara)

Edisi lama per eksemplar*

Korea

1 tahun

25,000 won

6,000 won

2 tahun

50,000 won

3 tahun

75,000 won

1 tahun

US$45

2 tahun

US$81

3 tahun

US$108

1 tahun

US$50

2 tahun

US$90

3 tahun

US$120

1 tahun

US$55

2 tahun

US$99

3 tahun

US$132

1 tahun

US$60

2 tahun

US$108

3 tahun

US$144

Asia Timur

1

Asia Tenggara dsb 2

Eropa dan Amerika Utara 3

Afrika dan Amerika Selatan 4

US$9

* Pemesanan edisi lama ditambah ongkos kirim. 1 Asia Timur(Jepang, Cina, Hong Kong, Makau, dan Taiwan) 2 Asia Tenggara(Kamboja, Laos, Myanmar,Thailand,Vietnam, Filipina,Malaysia, Timor Leste,Indonesia,Brunei, Singapura) dan Mongolia. 3 Eropa(termasuk Russia and CIS), Timur Tengah, Amerika Utara, Oseania, dan Asia Selatan (Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, India, Maldives, Nepal, Pakistan, dan Sri Lanka) 4 Afrika, Amerika Selatan/Sentral (termasuk Indies Barat), dan Kepulauan Pasifik Selatan

Mari bergabung dengan mailing list kami

Jadilah orang pertama yang mengetahui isu terbaru; maka daftarkan diri Anda pada Koreana web magazine dengan cara mengirimkan nama dan alamat e-mail Anda ke koreana@kf.or.kr

Tanggapan Pembaca

Tanggapan atau pemikiran Anda akan membantu kami meningkatkan daya tarik Koreana. Kirimkan komentar dan saran Anda melalui E-mail ke koreana@kf.or.kr.

84 KOREANA Musim Panas 2017

* Selain melalui majalah web, konten Koreana tersedia melalui layanan e-book untuk perangkat mobile (Apple i-books, Google Books, dan Amazon)



Priority / Prioritas By airmail / Dengan Pos Udara

IBRS / CCRI N° : 10015-41325 Batas Waktu : 30 September 2017

NO STAMP REQUIRED

Tanpa Perangko

REPLY PAID / Balasan Telah Terbayar KOREA (SEOUL)

The Korea Foundation 2558 Nambusunhwan-ro, Seocho-gu Seoul 06750, Korea

Nama Lengkap dan Alamat:

TEMPEL PRANGKO DI SINI

The Korea Foundation 2558 Nambusunhwan-ro, Seocho-gu Seoul 06750, Korea


Umpan Balik Pembaca

Silakan berbagi ide Anda untuk membantu kami meningkatkan daya tarik Koreana bagi pembaca kami. 1. A pakah Anda percaya bahwa Koreana menyajikan informasi mendalam yang bergunatentang budaya dan seni Korea, serta masyarakat kontemporer Korea? □Sangat Setuju

□Setuju

□Ragu-ragu

□Tidak setuju

□Sangat Tidak Setuju

2. Rubrik Koreana apa yang menurut Anda paling menarik/ menyenangkan? [Silakan pilih hingga tiga item.] □Fitur Khusus

□Fokus

□Wawancara

□Tinjauan Seni

□Perlindungan Warisan Budaya

□Cerita Tentang Dua Korea

□Jatuh Cinta pada Korea

□Di Atas Jalan

□Sepanjang Jejak Kaki Mereka

□Buku dan lainnya

□Hiburan

□Kisah Ramuan

□Gaya Hidup

□Perjalanan Kesusastraan Korea

3. Bagaimana penilaian Anda terhadap kualitas keseluruhan dan gaya Koreana (desain, tata letak, foto, keterbacaan)? □Sangat Baik

□Baik

□Rata-rata

□Sangat Buruk

□Buruk

4. berikan kepada kami berupa saran, pendapat, atau ide-ide tentang Koreana . 5. Informasi Pribadi [pilihan] Nama:

E-mail :

Umur:

□40-an

□20-an

□30-an

Negara:

□50-an

Country:

□60-an ke atas

Musim Panas 2017 (Edisi Bahasa Indonesia)

FORMULIR BERLANGGANAN NAMA:

Mohon saya dapat dikirim faktur biaya berlangganan majalah Koreana untuk.

PEKERJAAN: INSTANSI:

1 tahun

2 tahun

Lampirkan Daftar Biaya Berlangganan Kirim Faktur Biaya Berlangganan

3 tahun

ALAMAT:

No. Telp: Faks atau E-mail:



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.