Koreana Spring 2015 (Indonesian)

Page 1

MUSIM SEMI 2015

SENI & BUDAYA KOREA

FITUR KHUSUS

SENI LUKIS KOREA MODERN

Perintis Seni Lukis Korea Modern

VOL. 4 NO. 1 ISSN 2287-5565

SENI & BUDAYA KOREA 1


CITRA KOREA

Lampion Teratai Bunga yang Mekar di Hati Kim Hwa-young

Kritikus Sastra, Anggota Akademi Kesenian Nasional

K

abar awal musim semi lebih dahulu mencapai Korea di pulau-pulau selatan. Pada akhir Februari, dengan latar belakang laut biru, bunga kamelia merah muda merona mekar di sela-sela cahaya, daun hijau tua, bertaburan benang sari warna kuning. Jantungnya, mengakhiri musim dingin, mulai bergetar. Setelah itu, bunga-bunga bermekaran pada batangbatang plum yang ratusan tahun begitu dicintai oleh para penganut Konfusianisme di masa lalu. Dari akhir Maret hingga awal April, bunga lonceng-emas kuning, sahabat anakanak dan orang-orang kebanyakan, pohon ceri kornelian, dan azalea merah muda pekat muncul pada gilirannya. Meskipun, pikiran bergegas ke depan, cuaca masih agak dingin saat ini. Musim semi telah benar-benar datang hanya ketika pohon-pohon yang berjajar di jalan-jalan dipenuhi bunga sakura berdompol-dompol pada setiap

cabang-cabangnya. Namun, perhatian justru diarahkan pada parade lampion teratai memperingati hari ulang tahun Buddha pada pertengahan Mei ketika bunga rhododendron mekar. Hal itu terjadi ketika cahaya di dalam hati setiap orang bersinar dan menempatkan sentuhan akhir pada keindahan semua bunga musim semi yang selalu dipelihara oleh alam. Lampion teratai, yang disebut yeondeung di Korea, adalah lampion kertas berbentuk bunga teratai. Kegiatan tersebut menutup peringatan Ulang Tahun Buddha yang berisi doa agar hati yang penuh kegelapan dan penderitaan akan cerah seperti kebijaksanaan Buddha, serta kehangatan cinta diharap akan menyebar seperti sinar cahaya dan memenuhi seluruh dunia dengan kebijaksanaan dan welas asih Buddha . Ketika saya masih kecil, mendahului Ulang Tahun Buddha nenek saya tiba-tiba berubah menjadi orang yang percaya pada Buddha. Dia akan memotong dan merekat-

kan kertas yang dicelupkan ke warna kuning, hijau dan merah muda, ke bingkai bambu, menutupi bagian atas hingga membuat lampion dalam bentuk bunga teratai. Kemudian membawa lampion itu di tangannya, berjalan ke sebuah kuil besar di pegunungan sejauh 20 li jauhnya. Sejak saat itu, sepanjang jalan menuju kuil, bunga-bunga menutupi jalan di mana aku melangkah dengan nenek, bagaikan festival dalam dirinya sendiri dan menjadi jalan yang paling mempesona pada musim semi. Karena aku tahu bahwa kasih dan berkah di dalam lampion teratai yang akan dipersembahkan nenek kepada Buddha membimbing hatiku mencapai langit biru, membuat aku sangat bahagia. Ketika lampion, cahaya itu sekarang hilang, bagaikan segenggam debu yang terbang menjauh, musim panas datang tibatiba dan musim semi hanya melintas seperti mimpi di siang hari dari seseorang yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya.

SENI & BUDAYA KOREA 1


FITUR KHUSUS

Perintis Seni Lukis Korea Modern

FITUR KHUSUS 1

04 Semangat Pelukis-pelukis Korea yang Mekar dalam Gejolak Waktu 22

Kim Young-na

FITUR KHUSUS 2

08 Kim Whanki, Suasana Keluarbiasaan dan Indahnya Kemuliaan

Park Mee-jung

FITUR KHUSUS 3

12 Lee Ungno, Aksara, Tanda, dan Manusia: Introspeksi dan Cermin Diri dalam Tinta dan Kuas

Mok Soo-hyun

FITUR KHUSUS 4

18 Park Soo-keun: Mengangkat Melankoli pada Masanya ke dalam Lirisisme

42

WAWANCARA

Choi Youl

50

DI ATAS JALAN

22 Lee Ja-ram: Diva Pansori pada Masa Kini

42 Lagu Kehidupan Terdengar Nyaring di Geonmundo

Kim Soo-hyun

Gwak Jae-gu

TINJAUAN SENI

KENIKMATAN GOURMET

GAYA HIDUP

58 Sindrom Tongkat Selfie

Koo Bon-kwon

PERJALANAN KESUSASTRAAN KOREA

28 ‘Bulssang’ Kekacauan Hibrida: Perjuangan Mencari Jati Diri

50 Gimbap: Masakan Paling Populer dan Istimewa

Park Chan-il

HIBURAN

Shim Jeong-min

FOKUS

32 Plus-Minus Gelombang ‘Youke’

54 Hidden Singers: Semangat Penyanyi Peniru Menjiwai Lagu

Kim Bo-ram

Wee Geun-woo

JATUH CINTA PADA KOREA

ESAI

36 Bagaimana Mengolah Kimchi dan Cara Menikmatinya

Ben Jackson

56 Manhwa

Ulfa Nabeela

62

Mengangkat Kegelapan Menjadi Cahaya

Chang Du-yeong

Diiringi Cahaya

Cho Hae-jin


FITUR KHUSUS 1 Perintis Seni Lukis Korea Modern

Semangat Pelukis-pelukis Korea yang

Mekar dalam Gejolak Waktu Kim Young-na

Kepala Museum Nasional Korea

Pelukis Barat mulai dikenal di Asia yakni antara akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh. Pada masa penjajahan, budaya baru masuk terutama dari Jepang saja, dan pada masa itu lukisan dengan gaya dan pembawaan dari lukisan menjadi populer dalam masa yang berubah dengan cepat, dan Korea pun tak lepas dari dunia lukisan. Sejarah lukisan sejak zaman peralihan yang mengalir hingga zaman modern dengan berbagai alirannya, tetap berhasil mempertahankan jiwa Korea, yakni cara pembawaannya yang khas, yang sekaligus mengandung sifat modern berkat usaha para pelukis besar Korea.

P

“Matahari Terbenam” (1916) oleh Kim Gwan-ho, 127.5x127.5cm, minyak di atas kanvas, Sekolah Seni Murni Tokyo . Ketika karyanya Kim Gwan-ho (1890-?) diterima di kalangan resmi Jepang, sebuah surat kabar Korea dengan keras melaporkan fakta tapi tanpa disertai foto seperti telanjang pada waktu itu dianggap melawan etika tradisional Konfusianisme.

4 KOREANA Musim Semi 2015

ada tahun 1916, The Korea Daily News mewartakan secara khusus bahwa <Matahari Terbenam> karya Kim Kwan-ho masuk dalam Pameran Budaya yakni Official Salon Jepang. Tetapi karena karyanya itu melukiskan dua orang wanita yang telanjang, maka foto karyanya tidak ditampilkan. Lukisan telanjang wanita di Asia Timur, yang lebih akrab dengan lukisan tradisional, lukisan yang menampilkan pemandangan atau gambar diri menggunakan tinta dan kuas adalah satu jenis lukisan yang baru sama sekali. Alas-an lain adalah karena waktu itu lukisan bertemakan diri seseorang atau kehidupan adalah budaya baru di Asia, sementara budaya lukis Barat baru masuk sekitar akhir abad 19 dan awal abad 20. Untuk Korea yang merupakan masyarakat Konfucu, lukisan telanjang yang menggambarkan tubuh telanjang wanita merupakan hal yang sangat mengejutkan. Pemerintah Chosun sebagai tindakan kebijakan budaya pada tahun 1921 menyatakan dalam Pameran Seni Korea (朝鮮美 術展覽會) bahwa, “Lukisan telanjang bagi masyarakat umum yang tidak memiliki pengetahuan tentang seni bisa menyebabkan gairah amoral’, dan dengan alasan ini foto lukisan yang demikian tidak bisa disisipkan dalam surat kabar. Namun akhirnya lukisan telanjang menjadi bahan pendidikan seni mendasar di kalangan pelukis dan pematung ala Barat sehingga memasuki tahun 1930-an bersamaan dengan memasyarakatnya lukisan abstrak, seni modern turut meluas di Korea.

Masa Permulaan bagi Lukisan Modern di Korea yang dipelopori oleh Pelukis Jepang Tahun 1910 sampai 1945 adalah masa pendudukan Jepang di Korea, sehingga sekolah seni yang resmi tidak bisa didirikan. Sehingga bagi mereka yang ingin


1

2 1. “Potret Pastor Kim Dae-Geon” (1920) oleh Jang Bal, 60,5 x 50cm, minyak di atas kanvas, Museum UniversitasKatolik Korea. Jang Bal (1901-2001) merupakan seorang Katolik yang taat melukis banyak gambar kudus dan memberikan kontribusi besar terhadap landasan dasar katedral dan pendidikan seni setelah bebas dari kekuasaan Jepang. Pastor Kim DaeGeon adalah seorang imam Katolik pertama Korea. Dia menjadi martir pada tahun 1846. “Potret Seorang Sahabat” oleh Gu Bon-ung, 62 x 50cm, minyak di atas kanvas, National 2. Museum Nasional Seni Modern dan Kontemporer. Gu Bon-ung (1906-1953) adalah seorang pelukis, sangat dipengaruhioleh Fauves, serta pematung dan kritikus seni. Potret sahabat terbaik Gu, penyair Yi Sang, yang meninggal di usia muda. Janda Yi, Kim Hyang-an, kemudian menikah dengan Kim Whanki. Dalam sejarah seni Korea dia dikenang sebagai wanita yang merupakan teman dari dua orang seniman modern Korea yang sangat hebat.

belajar melukis tidak mempunyai pilihan selain pergi belajar ke Jepang. Memang ada segelintir pelukis seperti Bae Woon-sung (裵雲成, 1901-1978), Lee Jongwoo(李鍾禹, 1899-1981), dan Jang Bal(張勃, 1901-2001) yang pergi ke Eropa atau Amerika untuk menimba ilmu. Tetapi ke negara manapun mereka pergi, mereka harus membuat paspor Jepang, sehingga kebanyakan lebih memilih untuk belajar di Jepang. Pelajar yang ke Jepang pada masa permulaan kebanyakan pergi ke Sekolah Seni Tokyo(Tokyo School of Fine Arts). Setelah itu mulai tahun 1930-an mulailah pelajar belajar di perguruan swasta seperti Nihon University, Imperial School of Fine arts, Bunka Gakuen dan sebagainya, serta turut dalam kegiatan pameran. Setelah kembali ke tanah air, mereka inilah yang menjadi pendidik generasi selanjutnya dengan terus melakukan aktivitas pameran. Saat itu kebanyakan dari mereka yang belajar ke Tokyo berasal dari kalangan ekonomi atas sehingga bagi pelukis-pelukis ini cukuplah pendapatan mereka hanya dengan mengajar mahasiswa di universitas. Mereka mempunyai rasa bangga tersendiri karena telah memiliki pengetahuan tentang seni gaya baru. Pelukis zaman dulu yang melukis sebagai pekerjaan mereka dianggap rendah secara sosial. Tetapi setelah bermunculan pelukis yang mendapatkan pendidikan seni lukis dari luar negeri, maka pandangan masyarakat terhadap pelukispun menjadi berbeda. Bagi mereka, seniman adalah orang yang mempunyai bakat istimewa dan adalah ‘si genius yang kesepian’. Bisa jadi itu karena pengaruh dari pemikiran elit di Barat yang terbentuk semasa zaman romantisme. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa yang menjadi pelopor seni modern di Korea adalah para pelajar rantau dari Jepang.

Zaman Beragam Kekhawatiran dan Percobaan terhadap Gaya Lukis Barat Setelah merdeka dari Jepang di tahun 1945, Korea mengalami konflik dari kiri kanan, dan terbaginya Korea menjadi Korea Utara dan Selatan yang menyebabkan kekacauan dan perang Korea mengakibatkan seniman Korea tidak mungkin melakukan aktivitas seninya, hingga tahun 1955 saat mereka mulai bisa mengatasi guncangan terhadap perang. Dunia seni di Korea mulai melepaskan diri dari batasan Jepang dan memperlihatkan perhatian pada tren seni internasional. Dalam zaman pasca kemerdekaan yang sulit, pelukis seperti Park Soo-keun (朴壽根, 1914-1965) yang pernah aktif dari masa pendudukan Jepang, mencari nafkah dengan lukisan potret pada pangkalan Angkatan Darat AS dan kemudian dengan menjual lukisan kepada tentara Amerika. Beberapa seniman yang mempunyai keadaan lebih baik belajar merantau ke Perancis, yang adalah

SENI & BUDAYA KOREA 5


© Lee Ungno / Museum Lee Ungno, Daejeon, 2015

1. Lee Ung-no mengadakan pameran tunggal pertamanya pada tahun 1962 di Galerie Paul Facchetti di Paris. Di tengah foto berdiri Lee Ung-no dan istrinya, Park In-gyeong, tersenyum lebar di depan kamera. 2. Pada tahun 1959 surat kabar Jerman Barat Neue Presse menulis ulasan yang sangat menarik mengenai pameran Lee Ung-ada tentang lukisan sapuan tinta yang diselenggarakan di Frankfurt. Potret Lee yang diambil oleh wartawan.

1

Pelukis zaman dulu yang melukis sebagai pekerjaan mereka dianggap rendah secara sosial. Tetapi setelah bermunculan pelukis yang mendapatkan pendidikan seni lukis dari luar negeri, maka pandangan masyarakat terhadap pelukispun menjadi berbeda. Bagi mereka, seniman adalah orang yang mempunyai bakat istimewa dan adalah ‘si genius yang kesepian’. Bisa jadi itu karena pengaruh dari pemikiran elit di Barat yang terbentuk semasa zaman romantisme. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa yang menjadi pelopor seni modern di Korea adalah para pelajar rantau dari Jepang. 3

2

3. Kim Whanki dan istrinya, Kim Yang-an, berjalanjalan di Paris. Di Paris, Kim mencari akar seninya dan mencari jalan untuk mengungkapkan hal tersebut. 4. Setelah Perang Korea, Park Soo-keun menghidupi lukisan potret didasarkan pada pangkalan militer Amerika dan menjual karyanya bagi para tentara.

© Museum Park Soo Keun

© Yayasan Whanki / Museum Whanki

4

6 KOREANA Musim Semi 2015


yang menggambar lukisan tradisional menggunakan kuas dan mereka pun akhirnya berfokus pada ekspresi yang bersifat abstrak. Bahkan seniman pemahat dan pematungpun mengalihkan pandangan mereka dari bahan kayu atau perunggu ke cara baru yakni dengan mengelas dan membuat patung-patung dari logam, apalagi karena masa itu adalah masa pasca perang sehingga mudah mendapatkan logam-logam sebagai bahan karya seni.

mekah seni lukis di zaman itu, di antaranya adalah Lee Ung-no (李應魯, 1904-1989), Kim Whanki (金煥基, 19131974), Kim Heung-su (金興洙, 1919-2014), Kwon Okyoun (權玉淵 1923-2011) dan sebagainya yang telah beraktivitas sejak zaman pendudukan Jepang. Pada masa itu pelukis yang merantau untuk belajar di luar negeri merupakan impian yang besar dalam masyarakat sehingga berita tentang mereka muncul dalam surat kabar. Mereka yang belajar merantau ke Perancis melihat dan belajar banyak, dan mulai berpikir serius bagaimana cara melukis berbeda dengan cara yang dipakai oleh pelukis Barat. Lee Ung-no yang menyaksikan Art Informel memilih untuk menempelkan robekan kertas Hanji pada kanvas, sementara Kim Whanki lebih mengarahkan diri pada pengekspresian perasaan dengan tema yang menampilkan unsur Korea. Sementara seniman yang lahir pada tahun 1950an adalah generasi yang berbeda dengan mereka. Sebagian besar dari mereka adalah keluaran universitas seni seperti Universitas Seoul dan Universitas Hongik yang tidak berpuas diri dengan melukis lukisan akademis seperti lukisan diri atau lukisan pemandangan untuk menerima penghargaan pada pameran yang digelar oleh negara. Mereka yang telah mengalami pahitnya perang melepaskan diri dari kekakuan terhadap pengharapan menuju ke kebebasan. Pada masa itu, gerakan Abstract Expressionism dari Amerika atau Art Informel dari Eropa yang seolah tidak mempedulikan aturan seni kuas yang telah ada selama ini menarik hati kaum muda untuk menggoreskan kuas mereka dengan berani dan kuat. Pengaruh abstrak ini juga mulai mempengaruhi seniman

“Mimpi” (1960) oleh Kwon Ok-yeon, minyak di atas kanvas, 73 x 100cm, Museum Nasional Seni Modern dan Kontemporer. Kwon Ok-youn (19232011) adalah seorang seniman terkemuka yang pernah belajar di Paris dan Jepang. Karyanya menawarkan misteri dan fantasi Timur yang diungkapkan dengan rasa dan teknik Barat.

Kegiatan Kreativitas dan Pertukaran di Era Globalisasi Mulai tahun 1960-an seniman mulai mengalihkan pandangan dari aliran ala Barat kepada kegiatan seni aliran ala Amerika yang mulai terbuka saat itu. Saat itu, Amerika yang turut dalam Perang Korea memberikan berbagai dukungan dalam rekonstruksi Korea. Memang jika dibandingkan dengan bidang pertanian, kedokteran, ataupun pendidikan dukungan yang diberikan di bidang seni tidak seberapa, pada tahun 1957 digelar <Pameran Delapan Pematung Modern Amerika> di Museum Seni Deoksugung yang menampilkan karya-karya seniman dari barat laut Amerika seperti Mark Tobey, Morris Graves dan David Hare, menjadi kesempatan yang memicu minat orang Korea yang lebih luas tentang seni Amerika. Seniman seperti Kim Whan-ki, yang dididik di Jepang selama masa pendudukan dan tinggal di Perancis selama tiga tahun pada tahun 1956 sampai 1959 sebelum kembali ke Korea untuk menjadi dosen yang mengajar seni di Universitas Hongik, juga pergi ke Amerika Serikat, dido-rong oleh minat dalam seni Amerika sebagai pusat baru dari dunia seni kontemporer. Di tahun-tahun setelah itu, Amerika Serikat sebagai pusat seni kontemporer, menjadi tempat pelatihan bagi mahasiswa seni dari Korea. Sekolah seni di New York seperti Pratt dan Parsons masih memiliki banyak mahasiswa Korea sampai hari ini. Tetapi memasuki tahun 1980-an, mahasiswa seni mulai terversifikasi, ada yang pergi Jerman, Inggris dan juga ke negara-negara lain di seluruh dunia. Mereka tidak lagi cenderung mengarah ke satu arah saja dalam menerima seni Barat tetapi semakin lama berubah menjadi ke konsep pertukaran seni. Bagi mereka, Amerika Serikat dan Eropa bukan lagi menjadi tempat untuk belajar hal-hal baru tetapi tempat yang diperlukan untuk memperoleh pengalaman di era global. Sejak 1990-an, banyak pameran seni internasional seperti Gwangju Biennale telah digelar di Korea, dan seni dari negara-negara lain tidak lagi menjadi objek kekaguman atau rasa ingin tahu. Sebaliknya, belajar di luar negeri kini dianggap sebagai cara memperluas ruang lingkup kegiatan seni seorang seniman.

SENI & BUDAYA KOREA 7


FITUR KHUSUS 2 Perintis Seni Lukis Korea Modern

Suasana Keluarbiasaan dan Indahnya Kemuliaan

Park Mee-jung Kepala Museum Whanki

Kim Whanki adalah pelopor pelukis abstrak Korea modern yang memformulasi dunia seni yang penuh arti melalui bahasa visual yang detail dan bergaya. Karyanya yang terimplementasi melalui berbagai percobaan bentuk adalah nyanyian jiwa yang meneriakkan semangat dan keabadian, gema dari cahaya bulan dan matahari serta keinginan hati terhadap dunia yang terselubung.

K

1

8 KOREANA Musim Semi 2015

etika masih berada dalam kandungan ibunya, sang ibu bermimpi bendera-bendera warna warni yang cemerlang berkibaran. Bagai merespon mimpi tersebut, Kim Whanki (1913-1974) menjadi seorang seniman. Dia tertarik pada seni abstrak di usia 20-an, dan kemudian memimpin gerakan modernis dalam seni Korea. Minatnya dalam seni, sastra dan berbagai bidang budaya dan hubungan yang baik dengan berbagai seniman telah memperkaya hidupnya sebagai seorang seniman. Dan lebih dari semuanya, minatnya pada seni telah memberikan kesem patan untuk bertemu istrinya Kim Hyang-an. Sebagai partner di bidang seni dan pasangan jiwa yang memberinya dukungan penuh, Kim Hyang-an telah memberi pengaruh besar pada karir seni suaminya. Selain mendukung dan memberi semangat dalam penelitian seni, ia juga mengumpulkan karya suaminya untuk dipamerkan dan dipromosikan sehingga karya KimWhanki dikenal oleh dunia. Setelah Kim Whanki meninggal, Kim Hyang-an mendirikan Yayasan Whanki untuk melestarikan karya-karyanya sebagai aset budaya bagi masyarakat Korea. Dia juga mendirikan Museum Whanki, dan memberikan kontribusi untuk mendukung seniman dan menciptakan lingkungan artistik di Korea.


Menyanyikan Alam Kim Whanki, melewatkan masa mudanya dengan kecenderungan avant-garde dan seni abstrak, kemudian mengembangkan gayanya dengan menggabungkan lukisannya antara benda dengan latar belakang abstrak. Dengan pegunungan, bulan, bunga plum, guci bergambar bulan sebagai tema utama lukisannya, ia melukis tentang alam dengan cara mengekspresikan ide-ide ketimuran dalam bentuk harmonis alam dan keindahan bentuk. Kim Whanki yang berada di barisan terdepan dalam menemukan kualitas estetika budaya tradisional Korea yang dibaurkan dengan seni kuno, mulai mengumpulkan barang-barang antik termasuk lukisan-lukisan tua dan karya kaligrafi. Terutama ia

© Yayasan Whanki / Museum Whanki

Inti dari Seni dan Tatangan bagi Seniman Kim Whanki dikenal sebagai seorang tanpa kompromi di bidang seni. Semangat gigihnya dalam menghadapi tantangan membuatnya tidak berpuas diri dengan posisi dan reputasi yang kokoh di Korea. Bahkan dengan hati memulai segala sesuatu dari awal, ia melangkahkan kaki ke Paris dan New York yang adalah surga bagi dunia seni di zamannya. Pada tahun 1940, ia membentuk kelompok seniman disebut ‘Realis Baru’ berdasarkan keyakinannya bahwa dekonstruksi dan ekspresi internal akan benda-benda alam akan mengungkapkan “realitas baru yang melampaui kenyataan dan ilusi”. Dia beranggapan bahwa seorang seniman harus menangkap esensi dari seni melalui penemuan jati diri dan ekspresi yang bebas, dan bahwa itu adalah cara untuk menemukan tempatnya di panggung seni dunia. Disebut juga sebagai “penyair visual yang mengagungkan alam” dan juga “penyair yang memuliakan keabadian”, Kim Whanki memiliki karir artistik luas dapat dibagi menjadi dua bagian yakni sebelum dan setelah tahun 1963. Di bagian awal, dia adalah seorang seniman muda mencari akar gaya kreatif, dan kemudian sebagai anggota dari Realis Baru, mencoba untuk setia kepada cita-cita artistik. Berikutnya adalah era Paris (1956-1959), yakni ketika ia terus-menerus mengeksplorasi identitas artistik dan mencari esensi seni, dan kemudian turut berpartisipasi dalam São Paulo Art Biennial pada tahun 1963. Pada periode ini, ia berusaha untuk menjadi satu dengan alam dengan “10-X-73 #322 Udara menafsirkan dunia dengan cara alami. Bagian akhir 1. dan Suara II” (1973), dari karirnya adalah era New York, yakni sesuai de264 x 208 cm, minyak ngan periode ketika ia tinggal di New York (1963-1974). di atas katun Dalam periode ini, ia melakukan beragam eksperimen 2. “Alam Abadi” (1956-1957), dan memperoleh pandangan tentang keindahan terhadap 128 x 104 cm, kemuliaan dan keluarbiasaan. Ia menikmati alam dan minyak di atas kanvas menelusurinya secara kontemplatif dan objektif dan berhasil menyelesaikan karya-karyanya.

2

sangat menyukai guci porselen putih besar yang disebut Guci Bulan sehingga ia mengumpulkannya lebih dari sekadar hobi dan guci itu memberikan pengaruh besar pada karyanya. Banyak lukisannya dibuat sebelum ia mencapai abstraksionisme sempurna menampilkan guci tersebut di samping pemandangan alam Korea dan benda-benda tradisional sebagai unsur figuratif yang mewakili identitas dan semangat puitis. Bahkan dalam lukisan abstraknya yang menggunakan garis sederhana dan warna-warna lembut mengingatkan kita pada garis elegan yang terkendali dan halus yang menjadi nada cahaya porselen putih Korea. Dengan garis anggun dan perpaduan warna-warna lembut yang tumpang tindih dan diulas berulang, lukisan-lukisannya menggambarkan penciptaan dan kehancuran alam menggunakan pembauran alami antara gaya abstrak dan figuratif. Berbagai nuansa biru yang menjadi favoritnya dalam melukis yang bersifat liris dan impian untuk lukisannya, melambangkan alam Korea. Selain itu, ia juga menekankan optimisme dan energi positif yang menjadi sumber dari dari semua ciptaan dalam kanvasnya. Masa yang dilewatkannya di Paris untuk mengejar naturalistik, telah menjadi pembuka jalan dalam

SENI & BUDAYA KOREA 9


1

2

mencari identitas diri, identitas seni dan esensi seni. Di Paris, ia mendapatkan kesan yang kuat saat melihat karya-karya yang menampilkan “pesan puitis” di dalamnya dan kemudian merenungkan pesan apa bisa disampaikannya melalui karya-karyanya sendiri. Suratnya kepada seorang kenalan yang dikirimnya dari Paris pada tahun 1957 mencerminkan keadaan hatinya saat itu. “Tidak ada yang berubah pada seniku. Apa yang aku rasakan di sini adalah semangat dan pikiran baru. Aku pikir seni harus memiliki musik dan nyanyian di dalamnya. Karya-karya seniman besar semua berisi musik dan nyanyian yang kuat. Rasanya nyanyian yang selama ini aku lantunkan dalam selama ini barulah menjadi spesifik selama aku tinggal di Paris. Seolah-olah aku baru menyadari terangnya matahari yang selama ini selalu bersinar sampai aku datang di sini”. Di Paris, Kim berhasil menemukan cara membuat akar semangat artistik menjadi spesifik dan mengungkapkannya secara lahiriah. Ia menyadari bahwa kekuatan suatu karya untuk dapat bertahan di Paris bukanlah apa yang terlukis pada kanvas. Suatu karya bisa bertahan jika memiliki esensi dan kesungguhan dari semangat Korea. Dalam masa tersebut, ia menghasilkan beberapa karya yang menampilkan gunung, bulan, burung, guci bulan, dan bunga plum dengan latar belakang warna biru khas yang menjadi favoritnya, yang melambangkan alam dan karakteristik Korea. Sehingga bagi Kim Whanki sebagai seorang seniman, masa yang dilewatkannya di Paris menjadi masa di mana semangat dan intensitas yang dimilikinya menerima energi tantangan yang membuatnya menjadi ‘saat-saat kreatif’.

Menyanyikan Keabadian Pada tahun 1963, Kim Whanki menerima penghargaan di São Paulo Art Biennial, Brasil. Pertemuannya dengan karya-karya seniman besar dari seluruh pelosok dunia membuatnya mengembalikan diri ke langkah awal sebagai seorang seniman dan menjadikan New York – yang adalah pusat seni - tempat untuk merefleksi jiwa seninya. Pada saat itu, ia berusia lima puluh tahun. Di New York

10 KOREANA Musim Semi 2015

Setiap satu dari titik-titik, bagai sel-sel hidup yang terus membelah diri, adalah fragmen meditasinya. Titik-titik tersebut melambangkan aliran energi matahari yang kuat, lampu berkedip-kedip berirama dari konstelasi, yang tak lain adalah suasana kota di waktu malam, dan pemandangan indah dari tanah dan air Korea, serta wajah-wajah orang yang dirindukan. Selain itu juga melambangkan laut yang tak terduga dalamnya dan lukisan alam semesta. yang bebas dan penuh dengan energi kreatif ia memikirkan jalan seni yang akan ditempuh selanjutnya. Tenggelam dalam lingkungan baru, Kim memberanikan diri mencoba tantangan seni lain. Setelah mengalami dua perang dunia abad ke-20, di New York pada saat itu terbentuk lingkungan sosial yang kompleks dengan orang-orang yang berasal dari latar belakang etnis dan budaya yang beragam, sehingga saat itu hanyalah pandangan dan pikiran terbuka yang bisa diterima oleh semua orang tersebut sajalah yang dapat menguasai masyarakat. Seniman dengan ‘Gaya New York’ yang bersifat abstrak ekspresionis dari New York menunjukkan bahwa sifat seni yang beragam yang ditampilkan dengan gaya dan selera khas masing-masing menuju satu titik temu bersama telah bisa diterima di kalangan seniman. Bagi Kim Whanki, New York bukanlah medan perang yang menakutkan di mana ia harus berjuang untuk bertahan hidup, tetapi merupakan dunia baru yang merangsang rasa ingin tahu, inspirasi, dan kemauan untuk terus maju. Dan juga merupakan tempat yang optimal untuk mencurahkan energinya pada karya kreatif tanpa terganggu oleh aktivitas seni yang harus dijalankan seperti bila ia


3

berada di Korea. Di kota New York, di mana ia bisa bertemu dengan segala macam gaya seni dunia, ia melihat cakrawala baru terbuka di hadapannya, menginspirasinya untuk membuat lukisan dengan daya tarik yang lebih luas dengan liris figuratif berdasarkan rasa cintanya pada alam. Perubahan dalam dunia seninya tidaklah terhenti pada isi lukisan, tetapi juga pada gaya lukisan. Bereksperimen dengan berbagai bahan dan komposisi, gambar figuratif alam secara bertahap berkembang menjadi abstraksi dengan berisi titik, garis, dan bidang. Eksperimen dengan titik-titik dan garis-garis, yang telah mulai muncul dalam lukisannya di tahun 1950-an, terus ditampilkan dalam karya-karyanya dengan komposisi yang beragam sampai ia kembali menggunakan gaya pointilisme. Gaya sebelumnya dengan komposisi implikatif dan nuansa biru dikembangkan menjadi karya suasana hati puitis, baik intim maupun universal, yang terdiri dari unsur-unsur formatif dasar, seperti titik, garis dan bidang. Dalam prosesnya, ia melakukan berbagai percobaan dalam bentuk (abstraksi pegunungan dan bulan, lintas komposisi, abstraksi warna dan pesawat, pointilisme, dll) menggunakan berbagai bahan (tanah liat kertas, benda, kolase, warna minyak di surat kabar, dan sebagainya.). Pada 1970-an, ia mulai menghasilkan lukisan yang terdiri dari hanya titik, garis dan bidang, yang kemudian berkembang menjadi gaya yang menyebar ke seluruh kanvas dengan jumlah titik tak terhingga, menciptakan efek visual yang mendalam dan rumit. Setiap satu dari titik-titik, bagai sel-sel hidup yang terus membelah diri, adalah fragmen meditasinya. Titik-titik tersebut melambangkan aliran energi matahari yang kuat, lampu berkedip-kedip berirama dari konstelasi, yang tak lain adalah suasana kota di waktu malam, dan pemandangan indah dari tanah dan air Korea, serta wajah-wajah orang yang dirindukan. Selain itu juga melambangkan laut yang tak terduga dalamnya dan lukisan alam semesta.

Melalui Seni dan Bersama Dengan Seni Karya-karya serial Kim Whanki, <Di mana, dan dalam rupa bagaimana kita akan berjumpa lagi?> (1970) dan <Alam Semesta-Universe> (1971) adalah karya besar yang mewakili seni modern Korea. Dalam lukisan tersebut, ia menciptakan ruang meditasi yang dalam dan misterius biru dengan warna biru langit, biru laut biru dan biru Prusia. Mengekspresikan segala perasaan asing yang dirasakan oleh pelukisnya di negeri tanah asing dengan nuansa halus titik-titik berwarna, melampaui waktu dan ruang untuk mendekati keabadian. Titik-titik pada lukisan itu bukan sematamata digoreskan sembarangan, tetapi pada setiap titik terkandung arti alam dan pertemuan, seni, waktu kehidupan yang telah terlewati serta mediasi yang tidak terduga dalamnya. Lukisan titik-titik Kim Whanki adalah perluasan dari semangat puitis yang diutamakannya yang meluas ke dunia fantasi. Ia menggunakan cat minyak pada kanvas yakni bahan untuk seni lukis ala barat, tetapi ia dalam melukis ia menggunakan efek lukisan Asia dengan mengatur konsentrasi cat warna untuk menampilkan warna-warna yang seolah-olah tipis, ringan dan meresap lembut pada kertas murbei atau kain. Semua itu untuk mengekspresikan emosi ketimuran yang menang atas sifat kebendaan, dari realitas ke keabadian, yang melampaui waktu dan tempat. Inilah alam, manu-

1. Kim Whanki di tempatnya bekerja. Seniman ini tertarik terhadap budaya tradisional dan seni kuno, mengumpulkan barang-barang antik, lukisan-lukisan tua dan kaligrafi. Dia sangat menyukai “guci bulan,” dan mengumpulkannya bukan hanya karena hobi tapi sesuatu yang sangat berpengaruh pada karyanya. 2. Era Kim Whanki di New York dimulai pada 1963. Dia mengembangkan gaya aslinya yaitu pointilisme dalam periode ini. 3. “16-VII-68 # 28” (1968), 177 x 128cm, minyak di atas katun.

sia, dan alam semesta yang ingin dipahaminya sebagai seorang seniman melalui seni. Pengalaman kreatif yang dijalaninya membuat Kim menyadari bahwa jalan yang sempurna untuk seorang seniman itu harus diambil dari “dalam seni, melalui seni, dan bersama dengan seni”. Dunia ciptaan adalah alam transendental di mana seorang seniman perlu berjuang untuk mencapai dalam kehidupan nyata dengan seni yang tidak dapat dicapai tanpa menderita sakit bersalin. Itu adalah dunia luhur yang dicapai dengan membakar jiwa untuk memberi impuls kreatif dan dengan menggerakkan orang dengan “estetika transendensi”. Jika Kim Whanki era Paris menggambarkan alam dengan sapuan kuas kontemplatif yang didasarkan pada semangat puitisnya, Kim Whanki era New York mengungkapkan nyanyian paling murni dengan membuka dunia batin kepada bentuk baru dari alam dan ruang metafisik ditemukan dalam peradaban perkotaan. Lukisan hasil karyanya tetap memberikan keharuan bagi kita dan akan abadi selamanya.

SENI & BUDAYA KOREA 11


FITUR KHUSUS 3 Perintis Seni Lukis Korea Modern

Mok Soo-hyun Peneliti Tamu pada Kyujanggak, Seoul National University

Sejak lukisan awalnya dengan tinta dan kuas bambunya hingga seri “Orang-orang”, Lee Ungno tidak pernah ada tanpa tinta dan kertas. Ia adalah seorang seniman perintis, aktif di kancah internasional dan tinggal di Eropa setelah perang. Ia tak hanya menghasilkan karya-karya tinta di atas kertas, namun juga bahan dan teknik yang beragam lainnya termasuk minyak di atas kanvas dan kolase kertas. Karyanya menjangkau spektrum yang luas, termasuk cetak, patung, dan ilustrasi dan sebagai hasilnya ia meninggalkan koleksi-koleksi lebih dari 10.000 karya, di samping meninggalkan jejak pada sejarah seni abstrak.

P

ada tahun 1958, pada usia 55 tahun, Lee Ungno (1904-1989) berangkat ke Paris, meninggalkan karir yang mantap sebagai seniman dan profesor di universitas. Selain tiga tahun yang ia habiskan di penjara (1967-1969) setelah terlibat dalam peristiwa yang disebut insiden “Berlin Timur”, yang lahir dari keadaan politik keterbelahan nasional negara Korea, Lee menghabiskan sisa hidupnya di Paris dengan bekerja secara internasional. Di sana ia menciptakan dunia seni sendiri yang unik, yang melintas antara masa lalu dan sekarang, Timur dan Barat.

Percobaan Tiada Henti Ketika Lee mencapai Paris, dunia seni terjebak dalam gerakan Art Informel. Perkenalannya dengan kritikus terkenal Jacques Lassaigne, membuat penampilan perdana Lee sukses di pentas pada tahun 1962, dengan pameran karya kolase di Galerie Paul Facchetti. Dari para seniman di seluruh dunia seperti Pierre Soulages, Hans Hartung, dan Zao Wou-ki yang berkumpul di Paris, ia telah menemukan cara lain untuk mengekspresikan dunia di sekelilingnya. Dulu di Korea, Lee telah belajar melukis bambu dengan tinta dan kuas di bawah asuhan seniman terkemuka dan ahli kaligrafi saat itu, Kim Gyu-jin. Sejak 1935 hingga 1945, ia menghabiskan sepuluh tahun belajar seni di Tokyo pada Sekolah Lukis Kawabata dan Institut Lukisan Hongo dan di bawah pengaruh Matsubayashi Keigetsu yang membuka matanya mengenai aliran realisme. Namun, di paruh kedua tahun 1940-an menuju 1950-an ia berkonsentrasi pada ekspresi abstrak lukisan tinta dan kuas sebelum berangkat ke Paris di mana ia bertemu Art Informel. Sementara para seniman dari tradisi tinta dan kuas lainnya terus

12 KOREANA Musim Semi 2015

melukis subjek yang sama, Lee mengeksplorasi cara untuk mengadaptasi tradisi tersebut untuk seni kontemporer. Dalam berkarya, ia tidak meninggalkan akar artistiknya tetapi mengambil mereka sebagai dasar yang kuat untuk menyerap Art Informel yang baru. Dengan didasarkan pada semangat kaligrafi, yang mengambil wujud dari bentuk benda nyata, dan dunia tinta dan kuas lukis, yang berusaha untuk mengungkapkan prinsip-prinsip mengenai segala sesuatu dengan tinta di atas kertas, ia mulai menjelajahi dunianya secara mental pada seni terkini yang mencoba untuk mengungkapkan kehancuran dan kejutan peperangan seakan telah mengalaminya. Namun Lee tidak membatasi dirinya untuk Art Informel. Meskipun dekonstruksi tentang bentuk-bentuk kaligrafi yang dikuasainya sejak kecil jatuh sejalan dengan aspek Art Informel yang “tak berbentuk”, ia melampaui eksperimen dengan bentuk untuk menciptakan karya menggunakan kertas dan karakter Cina. Pada tahun 1960 Lee berfokus pada menciptakan bentuk dengan kolase yang terdiri dari potongan kertas robekan-tangan serta seperti mendekonstruksi bentuk ke dalam karya tinta dan kuas yang abstrak. Meskipun potongan-potongan kertas robek dan ditumpuk bersamaan dapat dianggap sebagai “tak berbentuk,” pada saat yang sama mereka disusun ulang pada kanvas melalui sapuan dan unsur-unsur lain dari karakter aslinya. Dengan penambahan kapas di atasnya, karya tersebut menyajikan tekstur yang unik dan Matiere. Dalam karya tinta dan kuas Lee, bentuk abstrak tersebut terkadang tampil sebagai tanda-tanda, kadang-kadang sebagai pohon atau gunung, dan kadangkala sebagai binatang atau manusia. Lee menjelaskan karya-karyanya dari periode ini dengan istilah


© Lee Ungno / Museum Lee Ungno, Daejeon, 2015

“Su (Panjang Umur)” (1972), 274 x 132cm, Tinta pada hanji, Collage. Pada 1970-an, Lee menunjukkan kecenderungan pada konstruktivis yang kuat dalam karya ideografik abstrak terdiri atas simbol-simbol dengan garis yang jelas.

SENI & BUDAYA KOREA 13


“abstrak sauijeok,” berarti karya abstrak yang mengungkapkan pikiran seseorang. Prestasi besar lain Lee di Paris adalah berdirinya Academie de Peinture Oriental de Paris di Musee Cernnuschi (Museum Seni Asia) pada bulan November 1964. Pada saat ini, Eropa yang menunjukkan kuncup-kuncup minat dalam semangat dunia Timur dan banyak yang ingin untuk belajar tentang semangat Timur dari Lee Ungno, seniman Korea yang dikenal karena meleburkan modernisme Eropa dalam karyanya. Dalam tahun-tahun berikutnya, di sekolah ini Lee mengajar siswa bagaimana menggunakan kuas dan tinta, teknik tinta dan lukisan cat air basah, dan bagaimana memanfaatkan ruang kosong. Melalui murid-muridnya disebarkanlah lewat Eropa cara berpikir orang Timur berpikir dan bahasa formatifnya.

Potret Gelap Sejarah Korea Modern Insiden paling menyakitkan dalam hidup Lee Ung-no adalah dipenjara tiga tahun sejak tahun 1967 hingga 1969. Hal ini terjadi karena keterlibatannya dalam peristiwa yang disebut “Insiden Berlin Timur”, kasus spionase yang dibuat-buat oleh lembaga pemerintah Korea. Kasus ini berkisar di antara mahasiswa Korea Selatan yang belajar di Eropa dan tokoh-tokoh dari kalangan seni dan budaya yang telah berhubungan dengan orang-orang dari Korea Utara. Anak Lee telah direkrut menjadi milisi Korea Utara selama Perang Korea dan dibawa ke Utara, tidak pernah kembali. Lee pergi ke Berlin Timur untuk mencoba dan menemukan beberapa informasi tentang anaknya. Selama di penjara, Lee, yang telah mendapat izin untuk menggunakan kuas, menciptakan lebih kurang 300 karya menggunakan kecap, pasta kacang kedelai, butiran-butiran nasi masak dan kotak-kotak makan siang dari kayu di mana makanan dihidangkan. Seri “Foto Diri”, yang menunjukkan Lee membungkuk rendah, berasal dari masa itu. Karya-karya ini menampilkan titik penggumpalan tinta yang tampak seperti “tonjolan jelaga” yang mungkin mencerminkan dunia batin Lee ke dalam gaya informel dengan lebih baik daripada karya yang lain. Dalam tahun selanjutnya ia memanfaatkan pengalaman ini untuk melihat lebih dalam ke manusia dan sejarah. Abstraksi Aksara dan Manusia Karya Lee dari tahun 1970-an digambarkan sebagai “abstraksi kaligrafi.” Rekonstruksi sebelumnya membongkar aksara untuk mewujudkan makna aslinya, ia menghidupkan kembali semangat lukisan Timur. Dibandingkan dengan karya-karyanya dari tahun 1960-an, karya abstraknya pada waktu ini terdiri atas simbol dan tanda-tanda dengan garis yang dinyatakan dengan jelas, menunjukkan kecenderungan menuju konstruktivisme. Ia menyajikan kaligrafi baru yang dihasilkan dari dekonstruksi modern dan transfor-masi tata bahasa tradisional dalam kaligrafi. Karya besar Lee dari tahun 1980-an adalah seri yang menampilkan “Orang-orang” dan “Kerumuman”. Meskipun ia telah bekerja untuk memberikan bentuk kepada orang-orang dari tahun 1960an, lukisan Lee dari waktu ini menampilkan ratusan dan kadangkadang ribuan sosok manusia yang tertangkap dalam gerakan, kadangkala seolah-olah berbaris dalam prosesi dan kadangka-

14 KOREANA Musim Semi 2015

la seolah-olah menari, digambarkan dalam tinta di atas kanvas raksasa. Karyanya seri “Orang-orang” menggambarkan gerakan demokratisasi di Korea, termasuk pemberontakan demokrasi 18 Mei di Gwangju pada tahun 1980. Lukisan-lukisan ini yang mencerminkan introspeksi mendalam seorang maestro besar pada umat manusia di tahun-tahun berikutnya juga sangat dijiwai dengan cinta kasih yang mendalam bagi Korea dan kerinduan yang menyakitkan akan tanah airnya, yang telah ia tinggalkan karena alasan politik. Pada tahun 1977, istri Lee terlibat dalam percobaan Korea utara untuk menculik Pianis Korea Paik Kun-woo dan istrinya yang seorang aktris film, Yun Jung-hee, dan sekali lagi dunia seni Korea berpaling dari Lee Ung-no. Dengan kejadian ini, ia harus merelakan keinginan lamanya untuk kembali ke Korea dan hidup demi lukisan di usia terakhirnya dan hidup tenang. Sebelum meninggalkan negaranya pada tahun 1958, Lee telah aktif di kancah seni Korea selama lebih dari 30 tahun, dan kemudian mendapat pengakuan luas di Eropa. Namun dikarenakan situasi politik dalam hal keterbelahan nasional, namanya tidak dikenal luas di masyarakat Korea. Saat karyanya bergeser dari abstraksi aksara hingga orangorang, dari totem hingga abstraksi kaligrafi, Lee tidak pernah berhenti melukis bambu. Setelah Insiden Berlin Timur, karya bambu menjadi “daun bambu yang menari” yang kemudian berubah menjadi orang dalam gerakan. Figur manusia, diadopsi sebagai subjek utama dari tahun 1980-an, sebenarnya adalah daun bambu yang telah ia telah lukis sepanjang hidupnya, serta alam, manusia dan sejarah. Dalam lukisan “Kerumunan” semua angka bergerak menuju irama tertentu. Tetapi jika kita melihat lebih dekat pada lukisan itu menjadi jelas bahwa setiap gambar membuat gerakan yang berbeda menuju gambar berikutnya. Meskipun demikian, mereka semua pergi ke suatu tempat bersamaan. Dan “kita” atau “saya” dapat ditemukan di antara orang-orang yang tak terhitung jumlahnya. Sejak itu, banyak pameran yang mencerminkan cinta yang mendalam dan kekaguman terhadap karya-karyanya telah diselenggarakan di Korea. Hari ini, hidup dan karyanya diperingati di Museum Lee Ung-no yang didirikan di Daejeon serta di Rumah dan Memorial Lee Ung-no di kota asal seniman Hongseong di Provinsi Chungcheong Selatan. Pada gelombang demokratisasi, pada tahun 1988 pemerintah Korea Selatan mencabut larangan terhadap karya-karya penulis yang telah membelot ke Korea Utara dan pada saat yang sama Lee Ungno medapat pemulihan akan hak-haknya sebagai warga negara. Akhirnya, pada tahun 1989 sebuah retrospektif karya-karyanya diselenggarakan di Korea, mengarahkan “penemuan kembali” karyanya dalam seni dalam negeri. Lee dirancang untuk mengunjungi Korea selama pameran, namun pada tanggal 10 Januari 1989, hari retrospektif dibuka di Seoul, ia meninggal karena serangan jantung di sebuah rumah sakit di Paris. Sejak itu, banyak pameran yang mencerminkan cinta yang mendalam dan kekaguman dari karyakaryanya telah diselenggarakan di Korea. Hari-hari ini, hidup dan karyanya diperingati di Museum Lee Ungno yang didirikan di Daejeon serta di Rumah dan Memorial Lee Ungno di kota sang seniman di Hongseong, Provinsi Chungcheong Selatan.


1

Sosok manusia, yang diadopsi sebagai subjek utamamya sejak tahun 1980an, sebenarnya adalah daun bambu yang telah ia telah lukis sepanjang hidupnya, serta alam, manusia, dan sejarah. Dalam lukisan “Kerumunan”, semua sosok bergerak menuju irama tertentu. Tetapi jika kita amati lebih dekat lukisan itu, menjadi jelas bahwa setiap gambar membuat gerakan

1. “ Orang” (1986), 167 x 266cm, Tinta pada hanji 2. Pada 1964 Lee Ungno mendirikan Academie de Peinture Oriental de Paris di Musee Cernnuschi (Museum Seni Asia) di mana ia mengajar siswa bagaimana menggunakan kuas dan tinta, teknik tinta sapuan lukisan, dan fungsi ruang kosong dalam komposisi. Secara keseluruhan, ia mengajar sekitar 3.000 siswa. 3. Museum Lee Ungno yang terletak di tengah-tengah Daejeon dibuka pada tahun 2007 sebagai tempat agar karya Lee dikenal dunia. Museum ini menyelenggarakan pameran dan melakukan berbagai kegiatan penelitian.

yang berbeda ke gambar berikutnya. 2

3

SENI & BUDAYA KOREA 15


Park Re-hyun dan Chun Kyung-ja Dua Pelukis Wanita Terkemuka

Choi Youl Kritikus Seni

Park Re-hyun (1920-1976) dan Chun Kyung-ja (1924), dua pelukis wanita yang menjalani kehidupan yang sama sekali berbeda, memiliki impian yang berbeda, dan cara yang berbeda untuk menggambarkan dunia, adalah jiwa-jiwa menarik yang akan selalu dikenang dalam sejarah seni feminis Korea. Keduanya penemu besar di bidang tinta tradisional dan lukisan warna cat air (chaesaekhwa), menghasilkan karya-karya yang dijiwai dengan dalam sentimen misterius perempuan dan diliputi dengan 2

Park Re-hyun lahir di Jinnampo, Provinsi Pyeongan Selatan (sekarang di Korea Utara) namun dibesarkan di Gunsan, Provinsi Jeolla Utara. Di usia 20-an, dia pergi untuk belajar ke Jepang di Sekolah Seni Tokyo untuk Wanita demi mewujudkan mimpinya untuk menjadi seorang seniman. Ia masih mahasiswa ketika dia memenangkan hadiah utama Pameran Kesenian Joseon, yang menjamin masa depan yang cerah. Seni Park sebagian besar dapat dibagi menjadi tiga jenis: pertama, lukisan dengan komposisi geometris yang diciptakan dengan membagi gambar pesawat menggunakan teknik kubisme Barat untuk menggambarkan pemandangan pedesaan tradisional Korea; kedua, lukisan yang menampilkan abstraksi motif kerakyatan seperti rangkaian-rangkaian koin tua dan tikar bulat jerami; dan ketiga, serangkaian seni rupa yang terbuat dari kain tenun yang menempel di kanvas. Pendekatan Park terhadap subjeknya tidak sederhana. Dalam hal materi subjek saja, ia adalah seorang seniman yang melukis utamanya perempuan dan pemandangan pra-modern Korea. Tapi lebih dari itu, ia memiliki semangat eksperimental dan dengan minat terhadap bentuk bagi kepentingan diri sendiri ia mengadopsi gaya modernisme Barat untuk melakukan inovasi dengan garis-garis, bidang dan warna. Dia adalah seorang seniman yang berusaha menggabungkan Timur 1 16 KOREANA Musim Semi 2015

Š Yayasan Woonbo

warna seperti mimpi untuk menapakkan jejak mereka pada kesenian Korea abad ke-20.


3

dan Barat. Karya gambar relief tekstil Park, dimulai ketika ia berada di usia 50-an, adalah manifestasi seni kewanitaan sehariharinya. Koin Dinasti Joseon tua yang tergantung di relief tekstil menandakan upaya untuk mencampurkan kehidupan seharihari perempuan dan bekerja secara tradisional dan modern, serta suasana pasar. Selain itu, warna polos, tekstur halus dan terkendali namun mengesankan komposisi demi mengubah kanvas ke dalam ruang seperti mimpi yang anggun. Chun Kyung-ja lahir di semenanjung Goheung di Provinsi Jeolla Selatan. Dia masuk Sekolah Seni Tokyo untuk Wanita pada usia 18 dan sebagai mahasiswa karyanya diterima di Pameran Seni Joseon. Setelah pembebasan Korea dari kekuasaan Jepang, ia menjadi seorang guru seni dan memulai karirnya sendiri juga. Pada awalnya ia berkonsentrasi untuk setia mewakili penampilan subjeknya, tetapi Perang Korea (1950-1953) membawa perubahan besar bagi karyanya. Seorang seniman wanita berusia 30-an, Chun mulai membebaskan dan menggunakan warna berani untuk mengekspresikan subjeknya baik dari realitas dan mimpi. Lukisannya, sangat dekoratif dan berani imajinatif, menonjolkan karakter fantastis. Mengambil “feminitas sensual” sebagai tema utamanya, Chun menciptakan utopia fantasi, dunia istimewa yang menggabungkan sifat alami dan kemanusiaan yang

4 1. “Asal Mula B” (1972) oleh Park Re-hyun, 50,5 x 37cm, grafis pada lempeng logam, National Museum Nasional Seni Modern dan Kontemporer. Park Rehyun mengadopsi bentuk modernisme Barat dan menghasilkan lebih dalam, karya-karya inovatif yang terdiri dari garis, bidang dan warna. 2. pelukis Kim Ki-chang, di Park Re-hyun dan suaminya, studio rumah mereka. 3. menjelaskan karyanya Chun Kyung-ja sedang sendiri “Wanita Cantik” (1977). 4. “Halaman 22 Legenda Sedih Saya” (1977) oleh Chun Kyung-ja, 43.5 x 36 cm, warna di atas kertas, Museum Seni Seoul

hanya bisa dimiliki oleh perempuan. Melanggar hukum perspektif, ia berpaling ke cara tradisional menggunakan beberapa sudut pandang yang populer di Dinasti Joseon dan mengisi kanvas dengan berbagai objek. Di tangan terampil Chun pewarnaan yang cerah menampilkan karya yang tidak hanya sensualitas, tetapi juga kemewahan dan keanggunan. Meskipun Park Re-hyun dan Chun Kyung-ja mencari tema dan cara yang berbeda untuk mengekspresikan diri mereka, mereka mirip dalam transformasi bebas dan rekonstruksi orang serta objek-objek yang sesuai dengan logika dan imajinasi mereka sendiri. Sambil dengan setia mengikuti logika kesenian pascaperang, Park mencapai gaya yang sangat individual yang ditandai oleh tampilan luar femininnya yang spesial dan rekonstruksi subjek. Chun di sisi lain menolak logika seni saat itu tapi dengan rasa naluriah ia juga menciptakan gaya yang sangat unik yang ditandai dengan ledakan warna dan imajinasi. Dalam hal ini, kedua artis dapat dilihat sebagai sahabat di jalan yang sama.

SENI & BUDAYA KOREA 17


FITUR KHUSUS 4 Perintis Seni Lukis Korea Modern Choi Youl Kritikus Seni

Mengangkat Melankoli pada Masanya ke dalam Lirisisme

P

ark Soo-keun (1914-1965) meninggal dunia tahun 1965 dalam usia 51, saat ia berada pada puncaknya. Pada 1957, delapan tahun sebelumnya, ia telah gagal mengupayakan karyanya untuk diterima dalam Pameran Seni Nasional. Tentu saja, saat itu Park ialah seorang seniman yang dikenal dengan baik yang karyanya telah sebelumnya diterima dalam Asosiasi Pameran Kesenian Korea berkali-kali dan pada 1955 telah dianugerahi Penghargaan Direktur Komite Dewan Nasional Kebudayaan di Asosiasi Pameran Kesenian Korea, Namun dalam berita kegagalan yang tak terduga pada tahun 1957, Park dikabarkan bersimbah air mata. Hasilnya bahkan lebih sulit untuk dimengerti, bahwa dua tahun kemudian, pada 1959, ia terpilih sebagai seorang seniman yang direkomendasikan dalam Pameran Kesenian Nasional dan ditunjuk sebagai juri dalam kompetisi yang sama pada 1962. Park Soo-keun adalah seorang seniman otodidak dengan tidak lebih dari pendidikan sekolah dasar. Dipilihnya sebagai seniman dan juri yang direkomendasikan dalam Pameran Kesenian Nasional tak diragukan menguji statusnya sebagai sosok yang mengemuka dalam lingkaran kesenian Korea, setidaknya sejauh perhatian formal terhadapnya. Namun kenyataannya, gerakan kekuatan dominan dalam lingkaran kesenian sebenarnya lebih banyak menertawakannya. Air mata pria matang tersebut datang dari introspeksi dan sebuah hati yang lembut. Penyiksaan diri semacam itu membawa permulaan sirosis hati, katarak, penyakit ginjal, dan hepatitis. Kemiskinan yang tak pernah pergi dari seluruh hidupnya, dan kelompok-kelompok berkekuatan dalam panggung kesenian domestik membekas sebagai masalah yang terus menerus bagi Park, yang tak memiliki ikatan regional atau lainnya yang menolong. Dan akhirnya ia meninggal dunia terlalu dini. Namun kenyataannya, gerakan kekuatan dominan dalam lingkaran kesenian sebenarnya lebih banyak menertawakannya. Air mata pria matang tersebut datang dari introspeksi dan sebuah hati yang lembut. Penyiksaan diri semacam itu membawa permulaan sirosis hati, katarak, penyakit ginjal, dan hepatitis. Kemiskinan yang tak pernah pergi dari seluruh hidupnya, dan kelompok-kelompok

18 KOREANA Musim Semi 2015

Seorang seniman yang belajar mandiri, Park Soo-keun berlatih tanpa henti dan mencapai sebuah keindahan yang sederhana dan megah dalam karya-karyanya. Gayanya, yang seakan mendekati “rahasia alam semesta” yang tak terduga, ialah sebuah gaya yang tak dapat ditiru yang mewakili puncak kesenian Korea dalam masanya dan memberikan kita bayangan ke dalam masa itu. berkekuatan dalam panggung kesenian domestik membekas sebagai masalah yang terus menerus bagi Park, yang tak memiliki ikatan regional atau lainnya yang menolong. Dan akhirnya ia meninggal dunia terlalu dini.

Mimpi untuk Memotret Kehidupan Sehari-hari Sebagai seorang anak laki-laki muda, Park berkeliling di gunung-gunung dan sawah-sawah dan melukis kejadian seharihari yang biasa dijumpai di kehidupan pedesaan seperti wanita yang bekerja di ladang, atau penduduk desa yang memetik dedaunan hijau liar. Saat ia melihat sebuah salinan dari “L’Angelus” karya Millet, ia mulai membentuk mimpi yang belum jelas untuk menjadi seorang seniman besar seperti Millet. Hasrat Millet untuk melukis benda-benda saat ia melihatnya dan untuk mengekspresikannya sebaik mungkin menjadi mimpi Park Soo-keun muda juga. Park terkagum-kagum pada karya Millet, dan seperti Millet mengejar untuk membingkai secara jujur pemandangan alam daerah asalnya dan kehidupan harian penduduk sederhana yang hidup di sana. Meskipun cita-cita Park sangat kuat, keluarganya tak sanggup membiayai untuk mengirimnya ke sekolah seni. Jadi, ia bekerja sendiri dan pada umur 18 sebuah lukisannya diterima dalam Pameran Kesenian Joseon, sebagai satu-satunya cara untuk seorang seniman menunjukkan karyanya dalam sebuah pagelaran. Park membaktikan diri pada seni sejak saat itu, namun karena keadaannya tidak berkembang, pada 1953 ia akhirnya mendapatkan pekerjaan untuk melukis potret-potret pada Komando Investigasi Kriminal Amerika dan pada PX dalam basis Angkatan Bersenjata Amerika Serikat di Seoul. Dampaknya ia dicap sebagai “seniman baliho”, ia banyak dicemooh namun dengan uang yang ditabungnya ia berusaha tinggal dalam pondok di Changsin-dong, di mana pada waktu itu merupakan daerah pinggiran Seoul. Pada tahun-tahun selanjutnya, apapun yang terjadi, Park menarik perhatian orang-orang asing di Seoul seperti Maria Henderson, istri dari wakil konsul Kedutaan Besar Amerika Serikat; Margaret Miller, istri dari diplomat Amerika Serikat lainnya; dan Celia Zimmerman, pedagang dan kolektor seni.


Š Gallery Hyundai

1

1. minyakBermain di atas papan “Gadis Jackstone� (1960), 22x30cm, 2. bersama sang istri, Kimduduk Bok-sun, Park Soo-keun sedang di rumahnya dan putri keduanya, In-ae, pada tahun 1959.

2

Ia tak memiliki guru atau tradisi untuk diikuti. Ia bebas untuk menyusun arahannya sendiri dan melukis dengan caranya sendiri. Dengan tak memiliki latar belakang sekolah seni yang terkenal, ia tak dapat memasuki lingkaran politik seni, dan betul-betul tak memiliki keinginan untuk melakukannya. Ia berpenghasilan tak seberapa saat berkeliling dari Gangwondo ke Seoul ke Pyongyang, namun dengan kegigihannya sendiri ia mampu membentuk jalannya ke depan sebagai seorang seniman. Ia melukis hanya apa yang ingin dilukisnya dan menangkap kehidupan secara jujur tentang kehidupan masyarakat biasa yang keras namun indah.

SENI & BUDAYA KOREA 19


Penyokong ini terbukti sebagai pendukung Park yang terbesar. Pada umur 48 ia tak pernah menyelenggarakan sebuah pameran, namun tahun 1962, penyokong dan pengagum Amerikanya mengorganisasikan pameran tunggal pertamanya di Pangkalan Angkatan Udara Amerika Serikat di Pyeongtaek. Walaupun itu hanya sebuah kegiatan kecil yang diselenggarakan dalam sebuah perpustakaan dalam Pangkalan Militer Amerika Serikat, kegiatan itu merupakan pameran tunggal pertama dan terakhir dalam hidup Park Soo-keun.

1. “Gadis Mendukung Bayi” (1953), 28x13cm, minyak di atas kanvas 2. “Jalan ke Rumah” (1965), 20.5x36.5cm, minyak di atas papan

20 KOREANA Musim Semi 2015

1

Jejak Seorang Seniman, Kuat dan Sendiri Pada 1958, setelah gagal masuk dalam Pameran Seni Nasional, karya Park sebetulnya ditampilkan dalam “Pameran Kesenian Timur dan Barat” yang diselenggarakan di San Francisco, disponsori oleh Komisi Amerika Serikat untuk UNESCO, dan “Pameran Lukisan Modern Korea” yang diselenggarakan di Galeri World House di New York. Lalu pada 1959 ia merupakan seniman yang direkomendasikan dalam Pameran Kesenian Nasional dan diundang untuk ambil bagian dalam “Pameran Seniman-seniman Modern Chosun Ilbo” yang ketiga. Sungguh bersyukur pada pencapaiannya di luar negeri, Park ternyata sanggup menembus batas Korea. Walaupun harus dikatakan, cara mengikuti jejak langkah Barat ialah potret sedih masyarakat Korea pada abad ke-20. Dalam sisi lain, Park menggapai dalam beberapa hal dengan tidak terikat pada tren lingkaran seni yang ada. Ia tak memiliki guru atau tradisi untuk diikuti. Ia bebas menyusun arahannya sendiri dan melukis dengan caranya sendiri. Dengan tak memiliki latar belakang sekolah seni yang terkenal, ia tak dapat memasuki lingkaran politik seni, dan betul-betul tak memiliki keinginan untuk melakukannya. Ia berpenghasilan yang tak seberapa saat ia berkeliling dari Gangwon-do ke Seoul ke Pyongyang, namun dengan kegigihannya sendiri ia mampu membentuk jalannya ke depan sebagai seorang seniman. Ia melukis hanya apa yang ingin dilukisnya dan menangkap kehidupan secara jujur tentang kehidupan masyarakat biasa yang keras namun indah. Hampir semua seniman muda di tahun 1930-an hidup di bawah kuasa kolonial berupaya untuk menangkap sebagian warna lokal atau rasa pedesaan dalam karya-karya mereka, sadar bahwa ini ialah satu dari kriteria utama untuk penilaian dalam semua jenis kompetisi. Pada hari-hari tersebut, Park merupakan seorang seniman muda berumur 20-an yang berjuang dengan kekasaran hidup. Tak pernah bermimpi memenangkan hadiah utama, yang ia harapkan adalah untuk mendapatkan karyanya diterima di pameran nasional. Selalu berada di luar kancah seni, ia tak memiliki tempat untuk menentramkan kesepiannya hingga tahun 1940-an saat ia akhirnya mulai berkenalan dengan seniman lain. Park mendapatkan pekerjaan sebagai seorang juru ketik dalam kantor Provinsi Pyeongan Selatan (sekarang di Korea Utara) dan di sana bertemu dengan Choe Yeong-lim (1916-1985), Jang Ri-Seok (1916-) dan Hwang Yuyeop (1916-2010). Di tahun yang sama ia juga menikah dan memiliki anak laki-laki, dan walaupun bayarannya tidaklah banyak, kehidupannya menjadi agak stabil. Terpikir bahwa periode dari 1940-1944 merupakan waktu paling bahagia dalam kehidupan seniman itu.


2

Dengan istrinya Kim Bok-sun, model satu-satunya dan teman tetap dalam hidup, Park mengatasi segala ragam kehidupan.

Sensibilitas Perkotaan Modern Park ialah seorang pelukis yang memperlakukan tradisi dengan sebuah sensibilitas perkotaan modern. Dengan menempatkan dirinya dari pedesaan ke kota dan akhirnya tinggal setelah berkelana di pinggiran, menderita setiap saat, materi subjeknya bergeser dari masa lalu ke masa kini dan dari klasik ke modern. Kritikus seni Lee Gyeong-seong (1919-2009) berkata, “Ini ialah sebuah testamen untuk bakat Park Soo-keun bahwa ia telah sanggup untuk mengambil tema “kampung halaman”, satu hal yang dengan mudah menjadi hambar, dan daripada menggerusnya ini telah berubah bentuk menuju sebuah syair pujian penuh perasaan yang bersih dan terhormat untuk orang-orang biasa. Lebih dari bakat, hal tersebut dapat menjadi manifestasi karakternya yang sepenuhnya tanpa kepura-puraan. Karyanya yang sederhana dapat dikaitkan dengan fakta bahwa tidak masalah berapa lama ia melukis ia akan selalu begitu, sampai batas tertentu, bersifat amatir dalam aturan dan caranya. Karya-karyanya memiliki kesegaran yang primitif, tidak ternoda oleh teknik atau kecerdasan. Seorang seniman seperti ini tidak terlahir dari upaya individu semata namun juga merupakan hasil dari zaman atau lingkungan. Park Soo-keun mengawalinya sebagai seorang amatir yang tak tahu apapun tentang teori akademis, dan akan tak terhindarkan mencari materi subjeknya mengenai kampung halaman (dari masa kolonial), tanpa ia sadari. Bagaimanapun, hampir tak ada karyakarya awal Park dari tahun 1930-an dan tahun 1940-an masih ada. Lukisan-lukisan dari masa itu, hanya dapat terlihat dalam fotofoto, didominasi oleh garis lengkung dan kasar, walapun dihasilkan dengan hati-hati. Sejak tahun 1940-an ia mulai menggunakan cat kental dan garis yang tebal, dan menunjukkan sebuah keinginan yang besar untuk menciptakan gambar tertentu dalam hal keteduhan dan komposisi. Itu dapat terlihat dalam lukisan-lukisan seperti “Perempuan yang Mengumpulkan Sayuran Hijau” dari tahun

1940, yang menampilkan komposisi cat air “Musim Semi” di tahun 1937, serta “Perempuan yang Menggiling Gabah di atas Batu Giling” diperkirakan sekitar akhir 1940-an. Sejak tahun 1950-an, Park mulai mengembangkan gayanya sendiri secara jelas. Subjek tegas ditunjukkan, garisnya menjadi lebih tebal dan lebih sederhana, dan garisnya makin melurus pada keseluruhan. Beberapa contoh yang baik ialah “Perempuan yang Menumbuk Lesung” dan “Tempat Mencuci” dari tahun 1954, dan “Dua Perempuan dan sebuah Pohon” dari tahun 1962. Ia menciptakan permukaan bertekstur kasar dengan menyapukan beberapa lapisan cat di atas satu sama lain dengan cara sangat metodis, seperti tenunan benang pada kain. Ia berhasil menciptakan tekstur patung batu granit tradisional. Pada hari-hari tersebut, Park merasakan sumber keindahan yang tak dapat dijelaskan dalam karya seni tradisional seperti pagoda batu dan batu bersosok Buddha dan ingin memberikan rasa itu pada lukisannya sendiri. Mengenai karya-karyanya dan gaya lukisannya sendiri, pada tahun 1962 Park mengatakan, “Sekarang saya menggunakan teknik simbolisme dan impresionisme. Saya mencoba untuk membuat kanvas-kanvas yang indah.” Tentunya ia berusaha melambangkan “kehidupan zaman”. Untuk Park, yang pernah mengalami kehidupan peperangan dan perkotaan, kebiasaan dan kesederhanaan telah menjadi subjek bagi simbolisme. Kehidupan orang biasa di pinggiran kota, topik yang mulai ia rangkul lagi, yang juga menjadi subjek simbolisme adalah mitos dan legenda yang dijiwai dalam patung batu Buddha. Pada titik tertentu, minat Park telah bergeser untuk menciptakan “lukisan di mana orang bisa merasakan asal keindahan”, atau dengan kata lain, “lukisan yang indah”. Park Soo-keun, yang menjalani kehidupan keras di bawah pendudukan Jepang diikuti oleh perang dan kapitalisme modern, lebih sangat diakui setelah kematiannya dan merupakan seniman masa kini Korea yang paling dicintai. Dalam jarak antara kehidupan primitif dan peradaban, negara dan kota, realisme dan abstraksi, serta tradisi dan modernisme, Park menciptakan temuan liris murni dan akhirnya mencapai dunia yang jauh yakni surga.

SENI & BUDAYA KOREA 21


WAWANCARA

LEE JA-RAM

Diva Pansori pada Masa Kini Kim Soo-hyun

Kolumnis Seni Pop

Lee Ja-ram, 36 tahun, adalah seorang pemain pansori muda berbakat. Ia mengembalikan popularitas genre opera naratif tradisional yang sejak lama hanya dinikmati oleh penonton dari usia tertentu, dan berhasil menyatukan penonton dari semua umur, laki-laki dan perempuan, tua dan muda. Tiket untuk semua pertunjukan terjual habis, sebuah fenomena langka untuk pertunjukan pansori. Ia sangat dikenal dalam berbagai festival di dalam dan luar negeri. Di akhir bulan Januari, saya bertemu Lee di Festival Sydney 2015 usai menampilkan Ukchuk-ga : Pansori Keteguhan Hati Ibunda , yang merupakan adaptasi Keteguhan Hati Ibunda dan Anak-anaknya , sebuah drama besutan Bertolt Brecht, dan ia mendapatkan sambutan luar biasa.

K

eteguhan Hati Ibunda menangis pilu di samping mayat anak perempuannya. Penonton yang berjubel di Gedung Opera Sydney menyambut Lee Ja-ram dengan tepuk tangan gegap gempita karena terpesona oleh suaranya yang penuh penghayatan. Mereka terhibur oleh pertunjukan Ukchukga selama dua jam 30 menit, yang dengan penampilan solonya, Lee memainkan 15 tokoh berbeda, termasuk Keteguhan Hati Ibunda . Bukan sesuatu yang mudah untuk tampil di Sydney, yang sama sekali tidak mengenal pansori. Namun, ternyata pertunjukan ini memperoleh sambutan luar biasa dan mendapatkan banyak ulasan yang sangat antusias dari para kritikus, kata Fiona Winning, kepala bagian acara di Festival Sydney. Lee juga mengatakan, penonton “terhanyut” dalam pertunjukan itu. Lee memainkan peran sebagai penulis naskah, komposer, direktur seni, dan penampil dalam Ukchuk-ga , sebuah “pansori kreatif” terkenal yang merupakan perpaduan antara pansori dan teater. Ia menggabungkan instrumen perkusi Afrika, gitar, dan bas ganda, dan instrumen musik tradisional Korea, untuk menciptakan kesan dramatik, dengan tetap mempertahankan karakteristik khusus pansori tradisional, yaitu sebuah pertunjukan solo di mana seorang pemain mengisahkan cerita panjang dengan menyanyi, memperagakan

22 KOREANA Musim Semi 2015

adegan, mengujarkan beberapa baris kalimat, dan membaca narasi. Ia berhasil membawakan kisah seorang wanita tangguh, yang berjuang dan bertahan di zona perang dalam Jeokbyeokga – satu dari lima pansori tentang legenda sejarah Cina mengenai Perang Tebing Merah – walaupun Ukchuk-ga merupakan adaptasi dari drama Brechet. Sacheon-ga , sebuah pansori kreatif yang ditampilkan pada tahun 2008 sebelum Ukchuk-ga dipertunjukkan pada tahun 2011, digubah dari drama Brechet lainnya yaitu The Good Person of Szechwan . Dengan latar Sacheon-ga di Korea abad 21, Sundeok, sang tokoh utama, mengolok-olok kekonyolan yang memprihatinkan dari masyarakat modern – yang menekankan pada penampilan fisik, latar belakang akademik, dan persaingan tanpa batas – dan memperlihatkan perlawanan dengan motto “Berbuat baik!” – dengan iringan musik pansori. (Lee mendapatkan penghargaan sebagai “Aktris Terbaik” untuk karya ini dalam Festival Teater Internasional KONTACT di Polandia pada tahun 2010.) Sacheon-ga dan Ukchuk-ga memberikan nuansa baru dalam era kontemporer dengan tetap memasukkan unsur klasik melalui pansori. Penampilan Lee mendapat sabutan hangat di Perancis, Polandia, Rumania, Brazil, dan Uruguay, dan Korea. Sejak tahun 2011, Teater Nasional Populer di Lyon mengundangnya setiap tahun.


Seorang pemain pansori muda Lee Ja-ram menarik perhatian langsung dari penonton, yang tidak akrab dengan nyanyian epik pansori, dengan suara lembut yang unik dan sikap yang tidak dibuat-buat.


‘Dari Lokal ke Global’ Kim Soo-hyun Setahu saya, Gedung Opera Sydney hanya memperbolehkan seniman yang berdedikasi pada karya seni orisinil untuk tampil. Pertunjukan pansori Anda di teater ini menjadi berita utama di dalam dan luar negeri, karena sangat spesial. Surat kabar The Sydney Morning Herald pada tanggal 20 Januari menyebut penampilan Anda “interpretasi perkusif karya Brecht.” Harian itu juga menambahkan, “Efeknya sangat dahsyat.” Saya ingin tahu bagaimana perasaan Anda. Lee Ja-ram Saya katakan kepada penonton di suatu negara, yang sama sekali tidak mengenal pansori, bahwa “inilah pansori dan inilah budaya Korea.” Saya gugup dan khawatir karena ini adalah penampilan pertama saya di negara berbahasa Inggris, meskipun saya sudah pernah berkunjung ke banyak negara di Eropa dan Amerika Latin. Di Sydney, mereka memberikan sambutan luar biasa di tengah pertunjukan sampai-sampai saya harus berhenti sejenak. Saya sangat bahagia karena pertunjukan itu sangat sukses, jika boleh menyebutnya begitu. Direktur panggung mengatakan bahwa ia jarang melihat begitu banyak penonton yang berdiri usai sebuah pertunjukan selama 26 tahun ia bekerja di Australia. KS Bagian mana dari Ukchuk-ga yang berkesan bagi mereka? LJ Baik warga Korea maupun penonton asing terkesan pada penampil solo yang membawakan beberapa tokoh dan mempertahankan kesan dramatik untuk jangka waktu yang sangat lama dan tekstur suara yang kaya, termasuk “suara yang sangat kuat” seperti suara palu besi dan suara ringan yang “renyah dan jelas,” tanpa sedikitpun berteriak. Mereka juga terkesan pada kami karena menambahkan sesuatu yang baru pada tradisi lama. Beberapa kritikus yang mengulas penampilan saya mengatakan bahwa mereka mung-

24 KOREANA Musim Semi 2015

kin akan melakukan hal yang sama pada pertunjukan opera mereka. KS Korea ingin memperkenalkan seni tradisi secara luas kepada masyarakat internasional. Bagaimana pendapat Anda mengenai istilah “dari Korea ke pentas dunia”? LJ Menurut saya begini, “Segala yang alami sangat berpeluang dikenal secara global.” Jika Anda bertanya kepada orang-orang di jalan apa pendapat mereka mengenai sesuatu yang paling menunjukkan gaya Korea, jawaban mereka pasti berbeda-beda. Menurut saya, yang paling alami adalah yang paling kontemporer. Saya adalah fenomena sosial yang mewakili gambaran kontemporer itu. Saya sering disebut sebagai contoh nyata dari ‘popularisasi dan globalisasi budaya tradisional’ namun saya sendiri tidak merasa begitu. Saya hanya menemukan celah, yang bisa saya gunakan untuk berkomunikasi dengan lebih banyak orang, setelah melalui proses bertanya kepada diri sendiri dan mencoba menemukan jawabannya. KS Biasanya penonton memberikan respon kepada pertunjukan pansori dengan seruan “eolssu ,” “eolssigu ,” “jotta ,” atau “jalhanda ”! Saya ingin tahu bagaimana penonton asing memberikan sambutan kepada penampilan Anda. LJ Sebelum tampil, saya mengajari mereka mengenai kalimat seruan itu, “Seruan penonton sangat penting dalam pertunjukan pansori. Jika Anda memberikan seruan di antara jeda, penampil akan lebih lincah dan ceria. Saya akan tunjukkan caranya. Mari kita lakukan bersama-sama!” Bukannya berteriak, mereka malah bertepuk tangan, dan berharap tepukan itu menyenangkan saya. Saya ingat pernah mengatakan kepada penonton di akhir sebuah pertunjukan beberapa waktu yang lalu, “Saya merasa menjadi teman Anda. Inilah pansori. Tak peduli apakah sebelumnya Anda mengenal pansori atau tidak, kini Anda menikmatinya.”


Lee Ja-ram tampil sendiri di atas panggung, memainkan 15 karakter yang berbeda dalam Ukchuk-ga: Pansori Keteguhan Hati Ibunda selama 2 jam 30 menit.

SENI & BUDAYA KOREA 25


Senyum bidadari dan wajahnya yang tanpa banyak make-up tidak mudah dibayangkan citranya saat dia menyerap dan menaklukkan penonton dengan kehadirannya yang karismatik di atas panggung.


“Menurut saya, yang paling alami adalah yang paling kontemporer. Saya berada dalam fenomena sosial yang mewakili gambaran kontemporer itu. Saya sering disebut sebagai contoh nyata ‘popularisasi dan globalisasi budaya tradisional’, tapi saya sendiri tidak merasa begitu. Saya hanya menemukan celah, yang bisa saya gunakan untuk berkomunikasi dengan lebih banyak orang, setelah melalui proses bertanya kepada diri sendiri dan mencoba menemukan jawabannya.”

‘Tugas saya adalah menjaga tradisi tetap hidup’ Tahun lalu, Lee memperkenalkan An Ugly Person/Murder , sebuah koleksi adaptasi pansori dari dua cerita pendek yang ditulis oleh Joo Yo-seop (1902-1972), kepada publik. An Ugly Person adalah cerita tentang seorang wanita buruk rupa yang diperlakukan seperti monster sejak lahir, sementara Murder mengisahkan seorang pelacur yang merenungi kembali perjalanan hidupnya setelah ia merasakan jatuh cinta. Ia juga menampilkan adaptasi pansori dari Bon Voyage, Mr. President , sebuah novel karya Gabriel Garcia Marquez, di Festival Musik Internasional Tongyeong. Lee, seorang seniman yang terus melakukan banyak terobosan artistik segar, merasa mengemban tugas menjaga tradisi pansori tetap hidup di masyarakat. Ia mulai belajar pansori di usia 11 tahun. Setelah ikut dalam acara musik tradisional anak-anak, ia berguru pada diva pansori Eun Hee-jin (1947-2000), yang mengajarinya dasar-dasar seni pansori. Ia belajar pansori di sekolah menengah seni tradisional dan memperoleh gelar BA dan MA dalam seni pansori dari Jurusan Musik Korea di Seoul National University. Di tahun 1999, ketika berumur 20 tahun, ia memecahkan rekor dunia dan tercatat dalam Guinness Book of World Records sebagai seniman pansori termuda yang menampilkan Chunhyangga selama delapan jam. Ia juga menampilkan karya pansori lain yaitu Sugungga , Jeokbyeok-ga , dan Simcheongga . KS Saya melihat ada perubahan dalam karya Anda setelah Sacheon-ga dan Ukchuk-ga . LJ Jujur saja, ada saatnya saya membenci kesuksesan saya dalam Ukchuk-ga . Saya merasa memikul beban tanggung jawab yang sangat berat untuk tampil solo dalam pertunjukan di teater besar seperti LG Arts Center. Oleh karenanya, saya tidak tampil di teater besar untuk sementara waktu. Saya lebih suka pansori ditampilkan di teater kecil. Saya menemukan diri saya tampil utuh meskipun saya berada di panggung kosong, dan hanya mengenakan rok katun dan kaos dengan kipas tradisional di tangan saya.

Penampilan saya dalam An Ugly Person/Murder dan Bon Voyage, Mr. President di panggung kecil adalah upaya saya membawakan pansori orisinal. Tapi, saya masih muda dan tentu saja harus siap tampil di panggung besar atau kecil. Drama yang sedang saya garap adaptasinya adalah Our Town karya penulis Amerika Thornton Wilder. Saya mengemas drama ini dalam pertunjukan besar, yang tidak cocok ditampilkan di teater kecil. KS An Ugly Person/Murder meraih tiga penghargaan, termasuk penghargaan Teater Konsep Baru, dari Penghargaan Teater Dong-A di tahun 2014. Bagaimana pendapat Anda mengenai istilah Teater Konsep Baru? LJ Saya sangat berterima kasih untuk itu, karena itu berarti lingkaran teatrikal Korea sudah menerima pansori sebagai salah satu genrenya. Saya merasa tidak termasuk dalam musik tradisional maupun teater tradisional sepenuhnya. Penghargaan ini memberi saya semacam dukungan dan pengakuan resmi. Saya juga berharap kesempatan ini akan membuka jalan bagi peminat pansori yang masih muda untuk tampil di teater besar. KS Sebagian orang mengatakan bahwa pengaruh pansori tradisional secara bertahap memudar, sementara pansori kreatif semakin luas dikenal. LJ Menurut saya sangat penting menyeimbangkan genre pansori tradisional dan kreatif. Saya tetap berkecimpung dalam dunia pansori tradisional, meski sering dianggap aktif berkiprah dalam genre pansori kreatif. Saya tampil dalam pertunjukan pansori tradisional di Café Iri dekat Universitas Hongik setiap musim gugur. Saat itu tempat duduknya dipenuhi penonton muda. Saya melihat ada harapan di sana. Saya ingin ada perubahan, dan akan terus berusaha. KS Apa rencana Anda di masa datang? LJ Saya akan tampil dalam Bon Voyage, Mr. President , di Tongyeong, Seoul, dalam waktu dekat. Saya juga punya rencana tampil di Okinawa musim panas ini dan di Lyon tahun depan. Dan, saya berharap bisa menyelesaikan skrip Our Town akhir tahun ini.

SENI & BUDAYA KOREA 27


TINJAUAN SENI

‘Bulssang’ Shim Jeong-min Kritikus Tari

Kekacauan Hibrida: Perjuangan Mencari Jati Diri Tarian repertoar <Bulssang > dari Korea National Contemporary Dance Company yang dipimpin oleh koreografer Ahn Ae-soon telah mendapatkan pengakuan dari dunia. Gerakan tarian yang melewati batas budaya dan genre yang berbeda telah menciptakan kekacauan hibrida penuh kejenakaan.

28 KOREANA Musim Semi 2015


K

etika tirai dinaikkan, di atas panggung penuh dengan patung Buddha yang berjejer duduk bersila. Selain patung Buddha, ada juga patung Yesus, dan patung-patung dewa lain dari berbagai agama dan kepercayaan yang tidak asing lagi bagi kita duduk dengan wajah jenaka yang tidak jelas mengekspresikan apa. Di sela-sela patung-patung itu, penaripenari yang mengenakan topeng tokoh-tokoh kartun seperti Astroboy, Shrek, Smurf, Ultraman, Bart Simpson dan lain-lain menari bebas dengan gerakan-gerakan aneh. Kesamaan dari keduanya adalah patungpatung adalah simbol keagamaan atau kepercayaan, sementara tokoh-tokoh kartun adalah simbol budaya yang dicipta dan dipertuhan oleh manusia. Gerakan yang ditarikan oleh penari juga tidak jelas. Karena gerakan mereka merupakan perpaduan bebas dari tarian tradisional Asia dari Korea, Cina, India dan sebagainya yang dibaur dengan gerakan tari ala Barat seperti tari b-boy, marshal arch, dan sebagainya. Penghalang antara sekuler dan religius dari Timur dan Barat yang kabur menciptakan panggung yang bernuansa ‘kekacauan ajaib’. Pintu kekacauan yang ajaib dan rumit ini akan dibuka dengan tiga kata kunci.

Kata kunci 1: Buddha Bar Sejak digelar pertama kali pada tahun 2009, Bulssang dipentaskan untuk keempat kalinya di bulan Oktober 2013. Kata Bulssang berasal dari kata Korea untuk patung Buddha, yang ditulis sesuai dengan cara pengucapannya. Kata itu menggambarkan tema utama

Dandanan dalam topeng tokoh buku komik, para penari tampil dalam gerak yang ganjil, kombinasi tarian tradisional Asia dan gerakan Barat.

yang ingin melihat patung Buddha yang bersifat tradisional dengan cara pandang modern. Ahn Ae-soon, kepala Korea National Contemporary Dance Company merancang Bulssang karena terinspirasi oleh Buddha Bar yang adalah sebuah hotel dan juga restoran di Perancis. Buddha Bar adalah tempat favorit di Paris yang menggabungkan unsur-unsur oriental dengan berpusat pada agama Buddha sebagai konsep utama berbentuk lounge musik. Ahn mengamati patung Buddha di tempat itu yang telah kehilangan makna aslinya dan telah berubah menjadi tren konsumsi. “Saya mendapatkan inspirasi dari patung Buddha yang sebenarnya simbol budaya Asia dan lambang agama, berubah fungsi menjadi patung pop-art yang hampir-hampir tidak bisa lagi dikenali lagi wujud asalnya dan digunakan untuk dekorasi interior atau furniture�. Tirai berulang kali turun dan naik, menunjukkan bagaimana patung Buddha berubah, ditiru dengan menambah campuran, dan diterima serta mengalami bentrokan sesuai dengan berjalannya waktu. Di sini budaya Timur dan Barat tercampur aduk tidak keruan dan di sana terdapat pertanyaan besar tentang identitas diri kita yang hidup di dalamnya. Dalam versi perdana Bulssang , gambar selebriti seperti James Dean, Marilyn Monroe, Barrack Obama, dan logo merek Starbucks, Ford, dan Nike digunakan dengan seronok untuk menghias panggung. Pencarian jati diri dalam dalam dunia yang terselubung dengan pelambang-pelambang budaya dan konsumsi ditampilkan secara konsisten sejak pentas pertama digelar.

Kata kunci 2: Hibrida Tari kontemporer mempunyai esensi bersifat hibrida. Hibriditas, diartikan sebagai heterogenitas, perbauran, dan campuran yang menjadi senjata kuat dari tarian kontemporer. Bulssang menunjukkan gerakan hibrida yang tak kunjung habis. Dengan berfokus pada tari kontemporer, tarian ini mengadopsi unsur-unsur dari tarian klasik India Kathak, seni bela diri Cina Bodhidharma, tari tradisional gendang Jindo dan gaya bebas tari Korea ke tari pergaulan seperti tango dan waltz, tari b-boying, tari klub, dan juga dimasukkan gerakan dari seni bela diri, akrobat, dan olahraga, menciptakan sebentuk tarian yang sensasional. Kolaborasinya dengan genre lain seperti musik, seni, kostum, dan gambar juga unik. Patung-patung Buddha berlapis emas yang gemerlap dipadu dengan keranjang bambu anyaman berwarna-warni menampilkan seni instalasi yang lebih sensual, menjadi latar untuk mementaskan tarian eksotis yang menampilkan pertemuan dan bentrokan di antara hiphop, lounge, music soul yang muncul silih berganti. Bagian lukisan seni ditangani oleh seniman instalasi terkenal Choi Jeong Hwa, sementara musik

SENI & BUDAYA KOREA 29


1

Bulssang menunjukkan gerakan hibrida yang tak kunjung habis. Dengan berfokus pada tari kontemporer, tarian ini mengadopsi unsur-unsur dari tarian klasik India Kathak, seni bela diri Cina Bodhidharma, tari tradisional gendang Jindo, dan gaya bebas tari Korea ke tari pergaulan seperti tango dan waltz, tari b-boying, tari klub, dan juga dimasukkan gerakan dari seni bela diri, akrobat, dan olahraga, menciptakan sebentuk tari yang sensasional. ditangani oleh DJSoulScape. Khususnya Choi Jeong Hwa, ia berhasil mewujudkan dengan nyata pandangan Bulssang terhadap dunia melalui seni instalasinya. Sebagai contohnya, keranjang bambu yang berwarna-warni bagai melambangkan tanda-tanda visual yang membanjiri masyarakat modern saat ini. Menjelang babak terakhir, patung, keranjang bambu, payung, bangku mandi, dan monitor yang tergeletak begitu saja di atas panggung menyiratkan dengan jelas sekali bahwa objek ibadah yang berserakan di lantai telah kehilangan makna aslinya.

Kata kunci 3: Ahn Ae-soon Ahn Ae-Soon adalah pelopor utama yang memimpin Tarian Kontemporer Korea sebagai kepala dan direktur seni Korea National Contemporary Dance Company. Dia menciptakan dunia tari tersendiri dengan harmonisasi gerak tari Korea dan keindahan tradisional dengan tari modern yang membuatnya mendapat pengakuan dunia di Kompetisi Internasional Kontemporer di Bagnolet pada tahun 1998 dengan karyanya The 11 th Shadow . Dia terdaftar sebagai salah satu penari terkemuka Korea dalam Oxford Dictionary of Dance dan

30 KOREANA Musim Semi 2015

International Dictionary of Modern Dance . Memasuki tahun 2000-an, dia mulai melepaskan diri dari batas-batas tradisional tari kontemporer bergaya Korea dan mencari jawaban dalam tren saat ini. Karyanya mencakup unsur bermain, disintegrasi, spontanitas, dan partisipasi penonton. Gut-Play dan Lingkaran - Setelah lainnya adalah contoh dari karya tersebut. Seni ala Ahn bermuara mencari kemungkinan koeksistensi antara identitas budaya tradisional Korea dan tari kontemporer, dan mempraktekkan tren tari dunia melalui paduan dengan genre seni lainnya. Harapan Ahn ini terkandung dalam Bulssang , yang terus melebarkan sayapnya ke pentas dunia. Dalam pagelaran pada Art Summit Indonesia 2013 di Jakarta, Bulssang menerima standing ovation (tepuk tangan dengan berdiri). Setelah digelar di Sydney pada bulan Januari 2014 lalu, Ahn menerima undangan dari festival tari kontemporer bergengsi Eropa, yaitu Italia ‘s Fabrica Europa pada bulan Juni dan Jerman’ s Tanz Im Agustus pada bulan Agustus. Bulssang juga dijadwalkan akan dipentaskan di Teater Nasional de Chaillot pada tahun 2015, untuk bertemu dengan lebih banyak penonton di seluruh dunia.

1. “Bulssang�, produksi terbaru Korea National Contemporary Dance Company, adalah produksi eksotis ditandai oleh seni instalasi yang sensual dan pertunjukan langsung hip-hop DJing, ruang duduk, dan musik soul. Foto ini diambil dari Penampilan 2013 di CJ Towol Theater of Seoul Arts Center. 2. Mengacu pada akhir penampilan patung yang ditelantarkan di tumpukan sampah, menggiring pesan simbolis bahwa bagaimana patung Buddha, sebagai objek ibadah, telah kehilangan makna aslinya. 3. Seorang penari tunggal di tengah-tengah patung berlapis emas seakan melemparkan pertanyaan tentang identitas kita sebagai penghuni sebuah dunia yang dipengaruhi oleh budaya timur dan barat.


2 3

SENI & BUDAYA KOREA 31


FOCUS

Plus-Minus Gelombang Kim Bo-ram Wartawan Majalah Ekonomi Hankuk

Tahun lalu, total 100 juta “Youke� (wisatawan Cina) berkeliling dunia. Korea kedatangan 6 juta Youke dari Cina tahun itu dan menjadi tujuan wisata luar negeri yang paling banyak dikunjungi orang-orang Cina. Mendengar bahasa Cina diucapkan kini telah menjadi rutinitas sehari-hari di tempat-tempat wisata yang terkenal di Seoul, seperti Myeong-dong, Pasar Namdaemun, dan jalan sepanjang aliran sungai Cheonggyecheon . Papan-papan nama toko atau iklan yang ditulis dalam bahasa Cina saat ini sudah menjadi pemandangan umum.

32 KOREANA Musim Semi 2015

Hingga saat ini, sebagian besar wisatawan China telah mengunjungi Korea dengan tujuan utama untuk berbelanja. Bahkan, mereka membeli barang-barang bermerek di toko-toko bebas bea di bandara atau di daerah pusat kota atau di department store , atau membeli produk murah dalam jumlah besar di pasar tradisional seperti Pasar Dongdaemun.


S

ebagian besar wisatawan Cina mengunjungi Hong Kong, Makau, dan Korea pada tahun lalu, menurut Administrasi Pariwisata Nasional Cina. Bahkan, Korea menjadi tujuan wisata luar negeri yang paling banyak dikunjungi bagi orang-orang Cina, mengingat bahwa Hong Kong dan Makau adalah daerah administrasi khusus Cina. Gelombang wisatawan Cina akhir-akhir ini menuju Korea adalah dampak dari gabungan berbagai faktor seperti gelombang korea (Korean Wave ) di Cina, kedekatan geografis, pembatasan terhadap pengunjung Cina ke Hong Kong, dan ketegangan antara Beijing dan Tokyo.

Youke, Energi Pertumbuhan Baru untuk Industri Pariwisata Korea Industri pariwisata Korea dan pasar domestik mendapatkan kembali vitalitas mereka, dengan gelombang wisatawan Cina sebagai suatu momentum. Dengan meningkatnya jumlah mereka, kosakata Cina baru “Youke,” atau “turis,” mengacu pada wisatawan Cina pun tercipta. Hasil survei terbaru Organisasi Pariwisata

Korea menunjukkan bahwa 82,8 persen transaksi belanja berasal dari kegiatan Youke Cina. Dengan kata lain, mayoritas dari mereka memfokuskan diri pada belanja selama mereka tinggal di sini. Mereka membeli barang-barang murah dalam jumlah besar di Pasar Myeong-dong atau Dongdaemun, serta barang-barang bermerek di toko-toko bebas bea. Barang-barang paling populer yang dibeli oleh wisatawan Cina adalah kosmetik, pakaian, bahan makanan, dan obat-obatan herbal. Dampaknya, produsen dan merek Korea serta pedagang Pasar Dongdaemun mengalami pertumbuhan penjualan. Neraca pariwisata domestik menjadi positif dalam waktu sekitar dua tahun. Saat ini, Youke telah memainkan peran, tidak hanya sebagai sekelompok pengunjung asing, tetapi sebagai salah satu pilar penting dari distribusi dalam negeri dan industri pariwisata Korea. Di samping sisi positif seperti lonjakan Youke, ada juga sisi negatifnya untuk hal tersebut. Beberapa agen perjalanan menjual paket tur murah yang disukai, karena mereka membuat jadwal tur hanya untuk mendorong wisatawan Cina agar berbelanja. Mereka

SENI & BUDAYA KOREA 33


Wisatawan Cina Youke pergi ke mana pun mereka bisa menikmati gaya hidup Korea, tidak hanya fokus pada tamasya dan wisata belanja seperti sebelumnya. Akibat perubahan pola perjalanan Youke Cina, tidak jarang terlihat banyak wisatawan Cina menikmati perjalanan wisata penuh gaya bebas di Itaewon, layaknya tujuan akhir pekan yang hangat bagi pemuda Korea; di Jalan Garosugil kawasan Sinsadong, sebuah pusat tren budaya baru; dan restoran enak, yang sebelumnya hanya dikunjungi orang Korea.

1. Sebuah perubahan terjadi dalam gaya “Youke” (“遊客”, Cina untuk turis), yang mendapat julukan “kelompok wisatawan pembawa spanduk” untuk pola pariwisata mereka yang selalu bergegas menuju tempat wisata utama di Seoul, sambil membawa spanduk berwarna-warni. 2. Pertunjukan non-verbal hanya menggunakan gerakan tubuh dan tarian yang muncul sebagai salah satu program wisata baru untuk Youke yang yang ingin mengalami Korea dengan cara yang beragam. Gambar ini menunjukkan penampilan jalan khusus Jump , sebuah pertunjukan non-verbal, oleh rombongan akrobat.

memandang Youke hanya sebagai “pelanggan dengan daya beli tinggi.” Agen perjalanan tersebut hanya tertarik pada keuntungan dengan menyediakan Youke layanan standar, Youke hanya sebagai pembeli, tanpa membantu mereka menikmati dan merasakan budaya Korea secara substantif, seperti ditunjukkan banyak ahli.

Perhatian Youke Beralih pada Pengalaman Baru Dalam keadaan seperti itu, Youke mengalami perubahan selera. Mereka sekarang ingin merasakan dan menikmati budaya Korea dengan cara yang lebih beragam. Salah satu fenomena tersebut adalah peningkatan jumlah Youke yang ingin merasakan dan menikmati budaya Korea lewat drama atau musikal. Terutama, pertunjukan non-verbal dengan menggunakan gerakan tubuh dan tarian yang populer di kalangan Youke. Para pemain menciptakan sebuah genre gelombang korea (Korean Wave ) baru berdasarkan komunikasi non-verbal, tanpa bantuan dari bintang budaya pop terkenal seperti di K-pop atau opera sabun. Promosi dari mulut ke mulut telah mendorong genre ini sebagai “sesuatu yang harus wajib dilihat” oleh Youke. Menurut Produksi PMC sebagai perusahaan pembuatan Nanta , drama non-verbal yang menggambarkan koki di dapur dengan cara yang kocak, lebih dari 80 persen kursi aula pertunjukan Myeongdong dipenuhi oleh Youke selama hari libur nasional Cina tahun lalu. Anggota penonton yang kesepuluh juta merupakan seorang turis

34 KOREANA Musim Semi 2015

Cina yang mengunjungi aula pertunjukan pada 29 Desember tahun lalu. Satu atau dua tahun yang lalu, sebagian besar penonton adalah grup wisatawan dari Cina, namun peningkatan jumlah penonton sekarang merupakan wisatawan perorangan. Umumnya, wisatawan Cina membeli tiket acara pertunjukan Korea, sebelum terbang ke Korea, di www.hanyouwang.com, situs berbahasa Cina di mana wisatawan Cina mendapatkan informasi wisata di Korea. Bahkan hebatnya, lebih banyak Youke secara bertahap bepergian ke daerah di luar Seoul, yang menunjukkan perubahan di kalangan turis Cina muda yang lebih memilih perjalanan mereka sendiri, yang bermakna dan akan membawa kenangan. Destinasi baru mereka meliputi Pulau Jeju, Pantai Haeundae di Busan, dan Provinsi Gangwon. Di antara tempat-tempat tersebut, Jeju dan Gangwon muncul sebagai model umum tujuan liburan, dengan fasilitas resort yang baru, museum tematik, fasilitas rekreasi, dan pusat perbelanjaan yang dibangun melengkapi alam dan pemandangan yang indah.

Wisata untuk Menikmati Korea Sebuah perubahan besar juga muncul dalam pola perjalanan mereka. Di masa lalu, kebanyakan wisatawan Cina datang berkelompok hanya untuk melihat tempat-tempat wisata di Seoul dengan mengikuti kibaran bendera pemandu wisata. Akan tetapi, sekarang Youke bepergian ke seluruh Korea secara individu maupun kelompok yang lebih kecil untuk merasakan dan menikmati budaya


Korea. Kualitas pariwisata membaik seiring peningkatan jumlah wisatawan Cina perorangan. Dalam situasi di mana jumlah Youke yang mengunjungi Korea berulang kali meningkat sedikit demi sedikit, sulit untuk memuaskan wisatawan Cina yang menginginkan hal baru, bukan hanya program tur standar yang berfokus pada belanja di Myeong-dong atau di toko-toko bebas bea. Wisatawan Youke Cina pergi ke berbagai tempat untuk menikmati gaya hidup Korea, dengan lebih sedikit berfokus pada jalan-jalan dan wisata belanja seperti sebelumnya. Akibat perubahan pola perjalanan Youke Cina, tidak jarang banyak wisatawan Cina menikmati tur dengan gaya bebas di Itaewon, tujuan akhir pekan yang hangat bagi anak muda Korea; di jalan Garosugil kawasan Sinsadong, sebuah pusat tren budaya baru; dan restoran enak, yang sebelumnya hanya dikunjungi orang Korea. Bahkan, perubahan tersebut selaras dengan tren perjalanan global. Tren global yang baru membaur dengan penduduk setempat, bukan hanya mengunjungi tempat-tempat wisata, juga memiliki dampak pada pola perjalanan Youke. Kebalikan dengan Youke yang bepergian ke setiap sudut Korea, infrastruktur dan jasa pariwisata domestik masih belum mencukupi. Tentu saja, wisatawan Youke perorangan melakukan sendiri segala sesuatunya seperti reservasi hotel, perjalanan, memilih tujuan perjalanan, dan menemukan restoran, dan mereka terpaksa lebih banyak mengalami ketidaknyamanan daripada wisatawan kelom-

pok. Informasi ini sangat diperlukan untuk membangun infrastruktur di daerah-daerah, termasuk memperbarui sistem transportasi umum dan rambu-rambu jalan dan mengembangkan alat komunikasi seperti aplikasi smartphone sebagai informasi wisata yang dapat digunakan wisatawan asing untuk menambah pengetahuan mereka tentang Korea. Tidak sedikit agen perjalanan yang telah berupaya sedemikian rupa untuk menarik lebih banyak Youke ke Korea, termasuk mengembangkan paket “airtel ” (penerbangan dan hotel) untuk Youke, yang tidak suka paket wisata konvensional, dan datang dengan program perjalanan tematik gratis yang mengkhususkan diri dalam “pariwisata medis,” “pariwisata pernikahan,” atau perjalan ke pasar-pasat tradisional. Di atas segalanya, pengelola perjalanan wisata perlu memperhatikan ketertarikan selera Youke yang beragam. Hal ini penting bagi mereka untuk mengembangkan program wisata yang unik, sehingga mereka dapat memperlakukan Youke dengan keramahan yang tulus dan membantu mereka mendapatkan kesan mendalam dari Korea, daripada hanya fokus pada daya beli mereka dan mencari keuntungan jangka pendek. Sudah saatnya kita harus memperhatikan Youke mengubah pola perjalanan dan melakukan investasi dalam mengembangkan program-program untuk mereka secara konsisten, dan berpikir serius tentang bagaimana cara untuk membuat Youke datang terus-menerus.

SENI & BUDAYA KOREA 35


JATUH CINTA PADA KOREA

Bagaimana Mengolah Kimchi dan Cara Menikmatinya Ben Jackson Penulis Lepas Cho Ji-young Fotografer

Sebuah blog yang memperkenalkan budaya Korea, yang bernama “Makan Kimchi Anda — The Eat Your

Kimchi (EYK)” tumbuh sebagai kekaisaran yang besar sejak 4 tahun yang lalu. Pada sisi dinding sebuah gedung di Hongdae tergantung logo “EYK” yang tidak terasa asing lagi. Di tempat parkir yang ada di belakang gedung itu terdapat mobil Kia hatchback dengan ditempeli logo The Eat Your Kimchi dan logo itu mampu menarik perhatian orang di mana-mana. Di sekitarnya terdapat You Are Here Café yang dibuat oleh EYK dengan bekerja-sama dengan situs pendidikan bahasa yang bernama “Talk to Me in Korean” pada Agustus 2014. Apa yang telah terjadi?

36 KOREANA Musim Semi 2015


K

embali pada akhir tahun 2010, Simon dan Martina Stawski, dua orang pendiri EYK berdiri di depan kamera untuk sampul majalah Inggris yang diterbitkan di Seoul pada tahun 2010. Dengan memakai kacamata 3D dan makan popcorn, mereka duduk di bangku dengan latar alang-alang di Taman Noeul Seoul ketika matahari terbenam di belakang mereka. Pada waktu itu pasangan Kanada yang sangat optimis dan dipenuhi hasratnya yang penuh teka-teki itu, Spudgy, baru memulai menggencarkan usaha blog video yang sangat baru dan bergaya beda. Usaha itu adalah yang mengungkapkan aspek budaya Korea yang pernah ditemukan mereka dengan menggunakan humor. Video yang dibuat mereka dengan bersikap terus terang cukup menarik perhatian para penonton dari seluruh dunia. Simon berani meninggalkan pekerjaannya sebagai guru bahasa Inggris untuk membuat situs dan YouTube channel tentang Kimchi, sedangkan Martina masih mengajar pelajar Korea dengan “sugar mama” -nya.

Simon dan Martina Stawski merebut hati pemirsa, baik di dalam dan di luar Korea dengan video YouTube mereka yang bercanda memperkenalkan gaya hidup Korea dan budaya pop asing dengan cara yang berbeda.

Ke Dalam Danau Api Semua hal itu dimulai pada tahun 2008, saat mereka tiba di Bandara Incheon Internasional. Di depan mereka terbentang pekerjaan baru, yaitu mengajar bahasa Inggris. Dahulu mereka sudah memiliki karir pengajaran lainnya dan sesungguhnya orang tuanya sangat ketakutan di Kanada membayangkan ancaman Korea Utara terhadap Korea Selatan bahwa akan membuat Korea Selatan sebagai lautan api. “Beberapa saat kemudian kami baru mengetahui bahwa Korea Utara telah sering menggunakan kata-kata seperti laut, danau dan api sebagai metafor,” kata Martina. “Penghancuran dengan cairan,” tambah Simon sambil bergurau. Untuk meredakan kekhawatiran keluarganya, mereka mengirim video ketika mereka sedang makan Jjigae Sundubu , masakan sup tahu lembut yang terkenal. Sejak saat itu, mereka membuat video dan jumlah video yang dibuat mereka telah mencapai kurang lebih 2.000. Mulai dari yang mengenai makanan Korea, ada juga yang mengenai K-pop dan sebagainya untuk menjawab segala pertanyaan dari para penggemar video mereka. Penonton yang ditargetkan mereka bukan hanya keluarga mereka tetapi juga para rekan (mereka memberi sejumlah informasi untuk kehidupan di Korea, yang tidak pernah diberi siapa pun, misalnya informasi tentang cara penggunaan mesin cuci dan cara yang membuangkan sampah sesuai dengan jenisnya

kepada rekan-rekan mereka), para penonton yang berminat pada Korea, dan, akhirnya, mereka masuk untuk mengenal Simon dan Martina sendiri. “Saya masih ingat orang yang pertama kali menonton video yang kami buat. Dia seorang Inggris yang bernama Steve,” kenang Simon. “Dia mengirim email kepada kami dengan berkata, ‘Hai, saya akan berkunjung ke Bucheon dan saya ingin mendapat informasi tentang ini-itu yang berkenaan dengan Bucheon.’ Apakah Anda ingat Anti-English Spectrum (kelompok Korea terkenal karena sangat mengkritik guru bahasa Inggris asing di Korea pada waktu itu)? Ketika kami mendapat email darinya pertama kali, kami berpikir bahwa yang mengirim email itu adalah salah seorang anggota dari kelompok itu, dan dia berpura-pura sebagai seorang asing. Sebab kami tidak menduga adanya orang asing yang berminat pada video kami. Pada waktu itu kami kira, dia akan membujuk kami untuk keluar dari rumah kami kemudian akan membunuhnya. Untungnya ternyata dia bukan pembunuh tetapi seorang pria keren dari Inggris.” Jumlah penonton video mereka semakin meningkat melebihi catatan yang selama secara sungguh-sungguh ada. Di studio EYK dapat dilihat penghargaan dari YouTube untuk menandai jumlah penonton yang melampaui 100.000 orang. Pada saat saya sedang menulis artikel ini, jumlah klik di tiga saluran YouTube yang mereka pakai sudah menunjukkan angka 241.033.279. Stawskis pun sangat terkejut pada kesuksesan yang telah mereka capai. Simon berkata, “Kami tidak mengerti mengapa banyak orang berminat pada video buatan kami.” “Mungkin kami tidak akan pernah tahu alasannya,” kata Martina. “Kami hanya menikmati pembuatan video kami saja.” Mereka terlihat sebagai pasangan yang sangat kompak ketika diwawancarai. Mereka pintar dan lucu, bersemangat tinggi, dan tidak bersikap mendominasi satu dengan yang lain. Mereka saling bergurau dan kelihatan selalu senang. Sepertinya hal itulah yang membuat hubungan mereka selalu harmonis dan positif. Beberapa penggemar video mereka berkata bahwa melihat pasangan yang harmonis seperti mereka membawa kesenangan dan kenyamanan kepada orang-orang yang bertumbuh di dalam lingkungan keluarga yang tidak harmonis atau kepada pasangan yang sedang mengalami kesulitan dalam hubungan.

SENI & BUDAYA KOREA 37


1. Simon dan Martina menikmati seluncur air di taman air, tempat liburan musim panas favorit bagi orang Korea, dan menjelaskan bagaimana cara menghindari musim panas tanpa harus meninggalkan tengah kota. 2. Simon dan Martina menguraikan mengenai bahan dan rasa dingin hidangan mie naengmyeon , hidangan spesial musim panas di Korea.

Dalam Kontrol Ketenaran, terutama di dunia online , bisa berubahubah dan berumur pendek. Namun, sementara orang lain akan banyak mengalami goncangan saat ini, pasangan Stawskis terampil berselancar dalam gelombang popularitas mereka bahkan mencapai proporsi yang sangat dahsyat. Video yang dibuat mereka mengandung gurau yang jernih dan riang gembira. Simon, sebagai seorang “ahli teknik” — sebagaimana sebutan akan dirinya — tak henti hentinya memantau dan menganalisis tentang tayangan apa yang disenangi orangorang dan rata-rata berapa lama orang-orang menonton sebuah tayangan sampai mereka menjadi merasa jenuh kemudian berpindah ke tayangan yang lain. EYK menyesuiakan capaian yang sesuai. Para penggemar dapat menonton video dalam enam kategori setiap minggu, mulai dari “K Crunch Indie Segment” yang memperkenalkan Korean indie music setiap hari Minggu sampai “Wonderful Treasure Find Korea (WTF)” yang disajikan setiap hari Sabtu yang memperkenalkan produk yang tidak biasa dan bendabenda yang mereka temukan, misalnya penghangat kaki Hello Kitty atau gelas soju yang terukir tanda untuk mencampur dengan perbandingan terbaik antara soju dan bir untuk menciptakan somaek gelas yang sempurna. Video YouTube pendek tetapi kuat serta situs yang menyajikan sesuatu yang lebih mendalam.

Reputasi Internasional Setelah 7 tahun, jumlah penggemar mereka bertambah banyak. Mereka pergi ke luar negeri beberapa kali untuk menyelenggarakan acara: dua kali ke Eropa, Australia, Singapura dan beberapa negara lagi. Mereka pun merencanakan untuk bepergian ke Amerika. “Kami terharu dan juga bingung,” kata Simon. “Ada orang-orang yang menunggu dengan antre sangat panjang ketika kami menyelenggarakan suatu acara. Pada tahun lalu kami pernah membuka studio selama sehari sebelum kami membuka kafe dan seorang datang dari Australia untuk berkunjung ke acara kami itu. Katanya dia tidak sempat mengikuti acara kami yang diselenggarakan di Melbourne saat kami berkunjung ke Australia, maka dia memutuskan untuk berkunjung ke tempat kami kali itu. ” Memang hal tersebut merupakan sesuatu yang mengagetkan tetapi pada sisi lain dapat dikatakan sangatlah wajar jika melihat apa yang disajikan mereka kepada para penggemar selama mereka ada di luar negeri. “Kami lupa bahwa kami sudah membuat video selama 7 tahun di Korea, “ kata Martina. “ Para penonton bertumbuh bersama dengan video yang kami buat. Mereka mengawali sejak SMA hingga menjadi mahasiswa perguruan tinggi sambil menyaksikan


1

2

SENI & BUDAYA KOREA 39


perkembangan dan perubahan kami. “Jadi dapat dikatakan hampir seperti ‘Reality TV Show.’ Orang-orang menonton kami bersusahpayah mengenali Korea, mengamati hal-hal yang tak kami mengerti asalnya; saya membenci susu pisang dan “soseji” (industri kejudaging-gunge yang dipadatkan dibungkus plastik dan dipasarkan dengan sebutan sosis) dan odeng (kue ikan rebus) yang dijual di kios Tteokbokki. Namun lima tahun kemudian kami menjadi sangat mencintainya dengan berkata, ‘Mereka adalah makanan-makanan yang paling enak di antara sejumlah makanan yang pernah kami makan!’ Maka orang-orang menonton perubahan kami yang seperti itu. Dari gaya rambut dan berat badan kami, semua telah berubah.” Simon menambahkan bahwa media on-line mampu membangun hubungan yang lebih dekat dengan penonton: “Kamera tepat berada di depan wajah kita, kita pun memandang lensa, berbicara dengan banyak orang, kita sapa nama mereka dalam banyak video kami. Kami mengobrol dengan hidup, terasa ada rasa persahabatan yang kuat yang tak dijumpai dalam media tradisional.” “Yang paling aneh ketika mengunjungi kampung halaman sendiri, karena acara diselenggarakan di Universitas Toronto, tempat kami diwisuda dulu,” kata Martina. “Di ruang yang sama dengan saat berkuliah dulu bertemu orang-orang yang mendengarkan ceramah kami di atas panggung. Sungguh membingungkan. Orang tua kami datang, dan ibu bapa Simon menangis, air matanya menetes pada barisan depan. “

Siapa yang Makan Kimchi EYK? Orang asing sering muncul di media Korea hanya karena mereka itu asing. Jika mereka bisa berbahasa Korea, dampak rasa heran dan kagum yang berlebihan mempebesar peluang mereka menjadi selebriti besar hingga mereka tertangkap karena terlibat skandal hubungan di luar nikah atau merujuk Laut Timur sebagai “Laut Jepang.” Namun, mengamati Simon dan Martina, yang terjadi justru bertolak belakang dengan kategori stereotip ini. “Tentu pendengar kami 98 % berada di luar Korea,” kata Simon. “75 % adalah perempuan, dan persentase terbesar pada usia dewasa antara 20 dan 29 tahun, diikuti oleh 13 sampai 18. 35 % dari Amerika Serikat, 10 persen dari Kanada, 9 persen dari Inggris, dan banyak dari Asia Tenggara.” Banyak penggemar mereka ternyata etnis Korea yang tinggal di kota-kota kecil di Amerika, yang merasa terisolasi dari budaya nenek moyang mereka yang mengagumkan untuk menemukan pasangan Kanada yang tanpa hambatan bisa akrab dengan budaya itu. Sesungguhnya di dunia ada banyak orang yang bersusah payah mendaki dinding marmar yang licin, yang bernama reputasi supaya menjadi selebriti atau orang yang terkenal. Dibandingkan dengan orang-orang yang seperti itu, Martina dan Simon menjadi terkenal berkat jumlah penggemar mereka yang terus meningkat. Ketika mereka berusaha untuk mengumpulkan dana sejumlah 40.000 dolar untuk membuat studio dengan menawarkan usulan kepada situs Indiegogo pada tahun 2012, mereka dapat memperoleh dana itu dalam 7 jam. “Kami mulai hal itu pada malam hari sebelum kami tidur kemudian esok pagi kami menemukan tujuan kami telah dicapai,” kata Martina. Studio tempat mereka diwawancarai sam-

40 KOREANA Musim Semi 2015

bil duduk di atas beanbags yang besar di dalamnya terlihat sebagai perwujudan dari isi yang ada di dalam on-line EYK. Dilihat dari luarnya studio mereka terasa agak artificial seperti kumis palsu yang berwarna-warni, tetapi sebenarnya penuh dengan ide yang sangat kreatif. Di dalamnya ada kamar tidur yang dihiasi dengan galaksi yang berbintang, sebuah meja yang dipakai dengan berdiri (Mereka berkata bahwa hanya duduk saja tidak baik untuk kesehatan. Itu seperti merokok), dan juga ditemukan dinding yang bertuliskan nama-mana donatur Indiegogo EYK. Kamar yang lain penuh dengan barang-barang yang dijual di toko on-line EYK dan pada dinding-dinding ditempel kado-kado dan surat-surat dari para penggemar mereka.

Mendapat Dana Bantuan Mobil EYK yang ada di tempat parkir belakang juga merupakan petunjuk yang memperlihatkan evolusi EYK. Mobil yang beroperasi sejak bulan Mei 2014 merupakan pemberian KIA Motors. Mereka memohon dana bantuan kepada KIA Motors selama lebih setahun dan mobil itu adalah hasilnya. “Hal itu sangat mengagumkan karena sebuah konglomerat menghargai usaha kami,” kata Martina. “Bloggers dan YouTubers masih belum dihargai di Korea, berbeda dengan negara-negara lain. Bloggers dan YouTubers tidak dianggap sebagai perusahaan yang formal di sini sehingga mereka mengalami kesulitan dalam mendapat dana bantuan. ” Mobil yang diberi KIA sering muncul dalam tayang video mereka dan mobil itu mengantar para tokoh video berjalan-jalan ke mana-mana. “Kami mengirim semua video kami yang memperlihatkan mobil KIA ini muncul di dalamnya kepada KIA Motors. Mereka sangat puas dengan cara kami mempromosikan mobil ini,” lanjut Martina. “Kami tidak mengikuti cara pengiklanan yang stereotipe, yaitu cara yang hanya memperkenalkan ciriciri barang dengan memuji kualitas barang. ” Ada juga petunjuk lain, yang memperihatkan apa yang dicapai mereka sejauh ini dalam sejarah EYK. Itu adalah You Are Here Café yang dibuka pada tahun lalu. Kafe itu terletak di tempat yang tidak jauh dari studio mereka. Di dalam menu kafe itu ada beberapa yang diciptakan oleh Simon dan Martina sendiri, misalnya milkshakes, zucchini brownies , dan powerballs .” Yang paling menarik adalah video booth yang dipasang di dalam kafe. Di sana para pengunjung dapat berbincang-bincang dengan bebas dan perbincangan mengenai berbagai isu yang ambigu baik dalam bahasa Korea maupun dalam bahasa Inggris dapat direkam. Di sana selalu tersedia penerjemah sukarelawan yang membuat teks video. Masa Depan Empat tahun yang lalu Simon dan Martina telah mengarahkan perhatian mereka terhadap Jepang sebagai sumber untuk petualangan mereka yang baru. Namun, karena mereka menjadi terkenal mendadak di Korea, mereka terpaksa menunda petualangan mereka ke Jepang. Akan tetapi pada akhirnya setelah diwawancarai oleh majalah Koreana , mereka berangkat ke Jepang. Popularitas video mereka di Eropa membuktikan bahwa banyak penggemar mereka setelah ditayangkannya tentang mereka, dan belum tentu berhubungan dengan Korea. “Saya kaget sekali,” kata Martina.


Martina memperlihatkan bagaimana cara membuat kimchi dengan melakukannya sendiri saat berkunjung bersama keluarga Korea.

“Jadi dapat dikatakan hampir seperti ‘Reality TV Show.’ Orang-orang menonton kami bersusah-payah mengenali Korea, mengamati hal-hal yang tak kami mengerti asalnya; saya membenci susu pisang dan “soseji” (industri keju-daginggunge yang dipadatkan dibungkus plastik dan dipasarkan dengan sebutan sosis) dan odeng (kue ikan rebus) yang dijual di kios Tteokbokki. Namun lima tahun kemudian kami menjadi sangat mencintainya dengan berkata, ‘Mereka adalah makanan-makanan yang paling enak di antara sejumlah makanan yang pernah kami makan!’ Maka orang-orang menonton perubahan kami yang seperti itu. ” Bagaimana tujuh tahun terakhir mampu mengubah mereka? “Saya rindu kepolosan dan spontanitas saya masa lalu,” kata Simon. “Hari-hari ini, kami harus berpikir lebih banyak tentang segala sesuatu yang kami unggah, dan bagaimana hal itu akan dinikmati oleh lebih banyak orang. Banyak hal yang tidak terasa baru dan segar. “ Tapi hal itu bukan berarti kekeringan ide. “Kami memiliki dua penyunting video, tapi kita masih mem-

butuhkan lebih banyak lagi,” kata Simon. “Kami memiliki begitu banyak yang ingin kami lakukan. Saya hanya berharap kami memiliki lebih banyak waktu.” Dengan jadwal mingguan yang padat, mereka terus-menerus memperlihatkan inspirasi yang kuat dengan mencari sesuatu yang baru. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kesuksesan Eat Your Kimchi akan berlangsung terus untuk masa depan.

SENI & BUDAYA KOREA 41


42 KOREANA Musim Semi 2015


DI ATAS JALAN

Lagu Kehidupan Terdengar Nyaring di Daratan itu dikelilingi teluk. Dan, siapa pun yang datang ke tepi teluk tak akan bisa ke mana-mana lagi. Namun, bagi kapal ikan,

Gwak Jae-gu Penyair Lee Han-koo Fotografer

inilah titik mula keberangkatan mereka. Menarik, bukan? Ketika jalan seakan berakhir bagi langkah kaki, perjalanan kembali bermula dari awal lagi.

SENI & BUDAYA KOREA 43


S

epuluh tahun yang lalu, ketika memasuki usia pertengahan empatpuluhan, saya menghabiskan waktu berkelana dari satu desa di pesisir pantai ke desa lainnya. Jika saya tak dapat menemukan tempat bermalam, saya singgah di balai desa dan bertanya pada tetua desa apakah saya bisa menghabiskan malam di sana. Mereka menjawab tanpa ragu, “Tentu saja. Silakan.” Mereka tersenyum dan mengulurkan tangan mengajak bersalaman, dan saya bisa merasakan tangan mereka—tangan seseorang yang menghabiskan sepanjang usianya bekerja di kota, dari pabrik hingga pasar dan kembali ke kampung halaman, atau tangan seseorang yang menganggap desa sebagai pusat alam semesta, sudah beranjak tua dan keriput, yang memancing dan mengumpulkan rumput laut sebagai mata pencaharian. Tangan itu kasar dan kuat tapi hangat, yang merupakan gambaran kesedihan dan kerinduan, mimpi dan keputusasaan yang dialami dalam hidupnya. Ketika saya terdampar dari sebuah desa ke desa selanjutnya, kaki saya akan selalu mengajak saya ke pelabuhan. Ketika saya melihat kapal ikan membelah laut, menuju ke suatu tempat dengan mesinnya yang menderu, saya sedih. Namun, ketika melihat kapal itu tiba saat matahari tenggelam, saya kembali merasa bahagia.

Tiga Pulau Merengkuh Lautan Ketika berada di atas kapal dari Yeosu ke Geomundo (Pulau Geomun), jantung saya berdetak cepat. Yeosu adalah kota pelabuhan dengan populasi sekitar 300.000 orang. Pada tahun 2012, kota ini menjadi tuan rumah Pameran Maritim Internasional. Yeosu adalah kota dengan kecantikan alami. Pada tahun yang sama saya menyusuri desa-desa kecil di pesisir pantai Yeosu dengan beberapa teman dari Eropa. Di antara mereka adalah Eric, dari kota Nice di Perancis. Ia adalah seorang pilot pesawat ringan. Ia menjadi pilot karena sangat mencintai pesisir pantai di kampung halamannya, Nice, dan ingin selalu bisa menikmati pemandangan garis pantai sepanjang hidupnya. Ketika melewati desa Gajeong-ri ia berkata, “Laut di sini sama dengan di Nice, sebelum kota itu tercemar oleh peradaban manusia.” Geomundo adalah taman nasional maritim, sekitar 114,7 km dari pelabuhan Yeosu. Taman nasional ini meliputi tiga pulau—Dongdo, Seodo, dan Godo—yang terletak melingkar meyerupai telur. Perairan di sekitar pulau-pulau itu disebut Donaehae, yang pantainya menghubungkan desa-desa di pulau itu. Tebing di bagian luar pulau membentengi ombak yang ganas, membuat air di dalamnya sangat tenang sehingga dulu orang menyebutnya Samho, yang berarti “danau yang terbentuk dari tiga pulau.” Geomundo menjadi terkenal di dunia karena disebut dalam catatan perjalanan kapal perang Inggris Samarang pada tahun 1845. Orang-orang Inggris menyebut pelabuhan yang sangat menyenangkan ini dengan Port Hamilton, sesuai dengan nama sekretaris Angkatan Laut, Kapten Hamilton. Pada saat itu, Dinasti Qing juga tertarik pada pulau itu. Kapal perang Cina datang dengan dikomandani oleh Laksamana Ding Ruchang. Orang-orang Cina, yang sangat menyukai komunikasi tulis, menuliskannya dalam tiga karakter “菊花發” (“bunga krisan yang sedang mekar”) namun tak seorang pun bisa membacanya. Lalu warga desa membawa kertas itu kepada seorang yang terpela-

44 KOREANA Musim Semi 2015

1

1. Geomundo merupakan bagian dari Taman Nasional Maritim, terletak 114, 7 km di sebelah selatan Pelabuhan Yeosu di Provinsi Jeolla Selatan. Feri yang pulang-pergi mengangkut ikat antar desa nelayan di pulau-pulau timur dan barat (Dongdo dan Seodo) merupakan sarana penting transportasi bagi warga pulau. 2. Memancing makerel (jenis ikan air tawar) adalah kegiatan utama nelayan Geomundo. Wisatawan yang pergi ke pulau bisa mencicipi makarel mentah segar atau makarel panggang dalam saus. 3. “Geomundo Boat Song” merupakan Properti Budaya Provinsi Jeolla Selatan No 1 yang tak teraba tetapi penting, adalah lagu karya seorang nelayan yang mencerminkan kehidupan yang sulit dn suka duka mereka.


2

3

SENI & BUDAYA KOREA 45


1

jar di pulau itu. Ia menyuruh warga memberi hadiah kepada orangorang Cina itu sekotak buah kesemek kering. Orang-orang Cina itu datang ke Geomundo pada musim gugur, ketika pulau itu diselimuti bunga krisan yang sedang mekar sempurna. Mereka mengatakan, “Bunga krisan mekar dengan cantiknya di seluruh pulau,” dan orang terpelajar ini terbawa perasaan hingga ia memberi hadiah buah kesemek kering. Ia dan anak buah laksamana berkomunikassi secara tertulis dan mereka sangat terkesan. Mereka menyebut pulau itu Geomundo, yang artinya “pulau orang terpelajar.” Sebelumnya, orang-orang Cina menyebutnya Geomado, yang berarti “pulau yang dikelilingi oleh batuan raksasa.” Nama orang terpelajar itu adalah Kim Yu. Pada tanggal 5 April 1885, Geomundo diduduki oleh tiga kapal laut kerajaan Inggris dan bendera Inggris dikibarkan di seluruh pulau. Armada Inggris mendirikan kamp, membangun pelabuhan dan memasang instalasi listrik. Melalui proyek ini, warga Geomundo menjadi orang Korea pertama di luar istana kerajaan Gyeongbokgung yang menggunakan fasilitas listrik dan menyaksikan datangnya modernisasi. Meski Inggris mengklaim bahwa pendudukan pulau itu ada kaitannya dengan persiapan perang dengan Rusia, hal itu tetap merupakan pelanggaran hukum internasional. Geomundo terjebak di tengah perebutan kekuatan besar di akhir abad 19. Meski begitu, pengadilan Joseon tidak punya kekuatan untuk melawan pendudukan ilegal ini. Inggris akhirnya meninggalkan Korea pada tahun 1887, setelah menerima jaminan bahwa Rusia tidak akan masuk ke Geomundo. Yang tertinggal di pulau itu hanyalah kuburan tiga tentara angkatan laut Inggris yang meninggal di sana.

Putri Duyung Sinjikki, Pelindung Nelayan Geomundo Segera setelah meletakkan tas di penginapan di desa pesisir di Geomun-ri, saya pergi menyusuri Seodo. Sebagai pulau paling besar di antara ketiga pulau itu, Seodo punya dua mercusuar, yaitu Noksan di sebelah utara dan Geomundo di sebelah selatan. Jalan dari satu mercusuar ke mercusuar lainnya melewati desa Seodo-ri, Byeonchon-ri dan Deokchon-ri. Ketika berjalan melewati desa-desa

46 KOREANA Musim Semi 2015

1. Jalan setapak sepanjang 1km menuju mercu suar Noksan di ujung utara Seodo, pulau Barat, adalah jalan yang membentang di dataran yang luas dan diperhitungkan sebagai salah satu daya tarik dari tur jalan kaki di Geomundo. 2. Pada bulan Februari ketika kamelia penuh bermekaran, jalan menuju Mt. Suwol di Seodo diselimuti karpet tebal bunga kamelia yang telah berjatuhan hampir semuanya dari pohon.

2

Saya sangat menyukai menikmati malam hari di desa kecil di pinggir pantai di sebuah rumah dengan jendela terbuka sambil mendengarkan suara ombak. Siang atau malam, musim semi, musim panas, musim gugur atau musim dingin yang menggigit sekalipun — saya selalu tidur dengan jendela terbuka sambil mendengarkan suara ombak. Rumah itu bukan rumah khas Korea, yang biasanya punya lantai yang berpemanas yang disebut ondol .


yang padat penduduk, pesisir pantai dan pegunungan, semua urusan dunia seakan terlupakan. Sepanjang jalur ke mercusuar Noksan di sana sini ada lahan yang ditutupi sesuatu yang nampak seperti jaring berwarna hijau. Saya bertanya kepada seorang perempuan yang bekerja di situ, dan ia menjawab bahwa yang menyerupai jaring hijau itu adalah “tanaman angin laut.� Tanaman ini khas Geomundo, yang tumbuh di laut. Warga desa memasaknya dalam sup dan memakai daun segar atau daun yang sudah dikeringkan sebagai teh. Sebelum naik ke mercusuar, di taman saya melihat patung putri duyung yang disebut Sinjikki atau Sinjikke. Legenda mengatakan putri duyung Geomundo berkulit putih dan berambut hitam panjang dan muncul pada saat bulan purnama atau di saat fajar menyingsing. Ia melempar batu ke arah tebing atau membuat suarasuara lain, untuk memandu para nelayan menjauh dari karang dan menyelamatkan mereka dari angin puyuh. Suatu hal yang wajar

bahwa di pulau yang jauh dari dataran utama hidup sebuah legenda tentang putri duyung. Novelis Han Chang-hun, yang lahir di Geomundo dan menghabiskan masa kecilnya di sana, menulis sebuah buku berjudul Kadang-kadang Laut Memandang Bayangan Pulau , yang melukiskan pemandangan dari masa remajanya dan menciptakan sensasi dengan cerita hantu yang ia dengar dari teman-temannya. Pada suatu malam gelap gulita, seorang temannya pergi memancing di lereng berbatu di sisi pulau ketika ia merasakan sesuatu menarik kailnya. Ia menarik kailnya dan melihat apa yang didapatnya. Ternyata ada seorang perempuan dengan mata kail di mulutnya, dan ia memandang ke arahnya. Perempuan itu mendekat dan menyerangnya. Ia melawan sekuat tenaga, namun perempuan itu sangat kuat. Han tak pernah sedetikpun meragukan temannya itu. Ia seorang laki-laki jujur yang tak mengenyam pendidikan formal dan tak pernah berbohong. Kisah tentang putri duyung Sinjik-

SENI & BUDAYA KOREA 47


1

ki adalah mimpi indah tentang hidup, dan kisah hantu berpakaian berkabung serba putih yang muncul di ujung kail adalah kisah realistis tentang bertahan hidup. Jalan menuju mercusuar Geomundo, melewati “tebing naga” dan “batu abadi.” Di pesisir ada hutan yang dipenuhi bunga kamelia. Jalan di hutan itu nampak seperti sebuah gua dan kadang-kadang seperti terowongan. Masyarakat menyebut jalur ini “jalan cinta”, yang memuaskan pasangan yang sedang dimabuk cinta, saling berpegang tangan sepanjang jalan yang ditumbuhi bunga kamelia. 2

1. Bagian dalam laut di Geomundo dikelilingi dan dilindungi dari angin dan gelombang oleh tiga pulau dan karenanya airnya terkesan lembut dan sangat damai. 2. Geomundo merupakan wilayah kecil dengan jumlah penduduk sekitar 1.400 (atau 590 KK). Sangat menghangatkan hati ketika melihat penduduk desa menyambut wisatawan asing dengan senyum lembut.

48 KOREANA Musim Semi 2015

Jalan hutan itu semarak dengan bunga kamelia merah dan nyanyian burung yang terbang menembus hutan. Itu adalah pertanda sesuatu yang indah ada di depan, yaitu mercusuar di ujung jalan. Mercusuar itu menerangi laut di sekitarnya. Kapal yang tersesat kembali ke jalurnya setelah melihat cahaya dari mercusuar itu. Mercusuar Geomundo dibuka pada tahun 1905 dan sudah berhenti beroperasi, sementara mercusuar baru setinggi 33 meter dibangun di sebelahnya dan menebarkan cahaya. Serat optik dinyalakan setiap 15 detik dan bisa dilihat dari jarak 42 km.

Suara Ombak Bagaikan Ninabobo Seorang Ibu Ketika matahari terbenam saya menikmati malam di sebuah rumah kecil di pinggir pantai. Ada satu syarat saat saya memilih penginapan, yaitu harus ada jendela yang menghadap laut, tak peduli besar atau kecil. Saya sangat menikmati malam di sebuah desa kecil di pesisir pantai di sebuah rumah dengan jendela terbuka karena saya ingin mendengarkan suara ombak. Siang atau malam, musim semi, musim panas, musim gugur atau musim dingin yang menggigit—saya selalu tidur dengan jendela terbuka sambil mendengarkan suara ombak. Bukan rumah khas Korea, yang biasanya punya lantai dengan pemanas yang disebut ondol. Bagi saya, suara ombak seperti suara ninabobo yang dinyanyikan ibu saya. Ombak itu menyanyikan lagu ninabobo, yang menjadi bagian dari tubuh saya seperti DNA, dan menghadirkan kenangan hangat tentang ibu membuai saya di pangkuannya dan menyanyi dengan lembut. Barangkali begitu juga bagi orang lain. Mereka yang mengingat lagu ninabobo adalah mereka yang merawat mimpi untuk waktu yang lama. Geomundo adalah sebuah dunia yang dipenuhi oleh orang-orang semacam ini, dan akan tetap menjadi tempat yang hangat dan damai untuk jangka waktu yang sangat lama.


Jalan Menuju Pulau Indah Geomundo Kimpo International Yongsan Station Seoul Airport

Yeosu Airport

Yeosu EXPO Station Yeosu

Geomundo Jejudo

Band Amatir Deungdae dan Seorang Ibu yang Menyukai Puisi Sungguh suatu keberuntungan bagi saya bertemu band amatir Geomun-ri di balai desa. Nama band yang dibentuk tahun lalu ini berarti “mercusuar.” Meski belum punya prestrasi gemilang, mereka tetap berlatih sekeras band yang sudah mapan. Apa yang membuatnya spesial adalah seluruh anggotanya yang berjumlah 13 orang adalah warga desa yang punya pekerjaan baik tapi masih meluangkan waktu berlatih di malam hari dan mengejar mimpi mereka. “K” adalah pemimpin band sekaligus penabuh drum dalam band itu. Ia seorang arsitek dan desainer, yang membangun gedung di pulau itu dan mendekorasi interiornya. Ia ingin menjadi penabuh drum sejak SMP dan kini mimpinya menjadi kenyataan. “P” adalah penyanyi dan di usianya yang ke-42, menjadi bintang band itu. Di siang hari ia menjadi sopir taksi di salah satu dari dua perusahaan taksi di Geomundo. Di sesi latihan, ia membawakan lagu-lagu favorit seperti “Let’s Go Travelling” yang dinyanyikan Cho Yong-pil (Cho Yong-pil) dan “Raguyo” (Kang San-ae). Ia mendapatkan sambutan luar biasa dari penggemarnya. “Y” adalah pemilik penginapan dan pemain bass. Setelah beberapa kali bisnisnya di dataran utama gagal, ia menderita depresi berat. Namun, setelah tiga tahun tinggal di Geomundo, kesehatannya kembali pulih. Ia merengkuh hidupnya sekali lagi, berkat angin, cahaya matahari dan ombak di pulau itu. “J” adalah peniup saksofon yang sangat fantastik. Ia menjadi tentara selama 32 tahun, dan pengalaman serta kedisiplinannya menjadi bagian dari musiknya. Obrolan saya dengan pemain gitar “T” sangat hangat. Ia bekerja di sebuah kantor di Yeosu dan sedang mengunjungi kampung halamannya. Ia mengatakan bahwa 26 tahun yang lalu ketika

masih menjadi tentara, ibunya mengirim surat. Ibunya menuliskan sebuah puisi—salah satu puisi saya. Lalu ia mencari nama saya dan melalui ujung kenangan orang lain, kami berjabat tangan. Ibunya adalah pencinta buku sejak masih sekolah. Perempuan itu membaca puisi sepanjang malam dan dari semua yang sudah dibacanya ia memilih satu puisi, menuliskan dan mengirimkan kepada anak lelakinya. Ia ingat, ibunya satu tahun lebih muda dari usianya kini saat menulis surat itu. Malam itu, saya kembali ke kamar, membuka jendela lebar-lebar dan berbaring. Suara ombak terdengar lembut seperti suara ibu saya menyanyikan lagu ninabobo. Mata saya sulit terpejam karena akan bertemu ibu T esok harinya. Saya sudah menghabiskan lebih dari 40 tahun menulis puisi. Tentu saya selalu berharap bahwa puisi yang saya tulis itu menyejukkan jiwa, tapi jika Anda bertanya bagaimana makna puisi itu bagi saya, saya tak dapat menjawabnya. Esok saya akan tanyakan kepada perempuan itu, puisi mana yang dituliskan untuk anak lelakinya itu. Setelah tahu bahwa salah satu puisi saya menjadi makanan jiwa seseorang membuat saya merasa 40 tahun ini bukanlah sesuatu yang sia-sia. Saya naik kapal ke Seodo dan bicara dengan ibunda T melalui telepon. “Ini Gwak Jae-gu, penulis puisi. Bolehkah saya bertemu Anda?” Saya bicara sepenuh hati. Lalu ia menjawab: “Sekarang saya sudah jadi seorang nenek. Ketika muda, saya sangat menyukai puisi. Tapi kini saya menghabiskan hari-hari saya mengambil “tanaman angin laut” dan mengumpulkan rumput laut. Saya sudah tua dan merasa malu. Saya tak bisa menemui Anda.” Saya terpaku. Saya tak bisa menemui ibunda T hari itu. Lebih baik saya ikuti saja keinginannya.

Pesawat KA Ekspres Jalan Tol

Dari Seoul ke Yeosu Perjalanan dari Seoul ke Yeosu Mobil memakan waktu sekitar 4 jam dengan mobil. Bus express dari terminal Central City di Banpodong, Seoul, memakan waktu sekitar 4 jam 15 menit, dengan bus yang berangkat setiap setengah jam dari pukul 5:30 pagi (hticket.co.kr). Ongkosnya 20.700 won untuk bus biasa dan 30.800 won untuk bus eksekutif. Kereta KTX yang berkecepatan tinggi Kereta dari stasiun Yongsan ke stasiun Yeosu Expo beroperasi sembilan kali sehari dengan interval setiap dua jam. Perjalanan ini memakan waktu 3 jam 40 menit. Untuk keterangan lebih lengkap, cek situs korail.com. Pesawat Korean Air (koreanair. Pesawat com) dan Asiana (flyasiana.com) beroperasi dari Gimpo ke Yeosu. Jadwal penerbangan tiga atau empat kali sehari dan harganya bervariasi setiap harinya. Para pelancong disarankan melihat jadwal penerbangan dan melakukan reservasi melalui situs perusahaan penerbangan tersebut.

Kimpo International Yongsan Station Seoul Airport

Yeosu Ferry Terminal Yeosu

Geomundo

Kapal

Terminal Yeosu ke Geomundo Ferry dari terminal Yeosu ke Geomundo Jejudo berangkat dua kali yaitu pukul 7:40 pagi dan 1:10 siang. Ferry pergi-pulang dari terminal Yeosu berangkat pukul 10:30 pagi dan 3:50 sore. Perjalanan ini memakan waktu 1 jam 26 menit sekali jalan. Biaya perjalanan pergipulang 72.000 won. Waktu keberangkatan bisa berubah tergantung keadaan cuaca. Sebaiknya hubungi terminal Yeosu (nomor utama 1666-0920) dan cek sebelumnya. Tidak ada layanan khusus untuk turis asing, tapi informassi umum mengenai Geomundo bisa didapatkan di situs Kota Yeosu (ystour.kr) dalam bahasa Inggris, China, Jepang dan Perancis.

SENI & BUDAYA KOREA 49


KENIKMATAN GOURMET

Gimbap

Park Chan-il Koki

Lim Hark-hyoun Fotografer

Masakan Paling Populer dan Istimewa

Dari gimbap yang terkenang di masa kanak-kanak buatan ibu untuk piknik sekolah sampai gimbap seharga 1 dolar sebagai makanan untuk orang berkantong tipis, bahkan sampai gimbap premium yang berharga tinggi dalam tren yang membahagiakan, mari kita mengenal lebih dalam tentang gimbap , salah satu makanan Korea yang paling digemari dalam sejarah dan keragaman rasa dan harga.

I

bu saya sering menyuruh saya untuk membeli bahan masakan di toko ketika saya masih kecil. Saya kira itulah sebabnya mengapa saya menjadi seorang koki. Memasak dimulai dari mencari bahan masakan yang diperlukan dan menimbang berbagai hal yang berkenaan dengan bahan masakan, misalnya apa itu bahan masakan yang bagus, apakah harga bahan masakan tertentu layak atau tidak. Saya belajar sejumlah hal tersebut dari pengalaman masa kecil saya. Saya sangat gembira kalau disuruh ibu saya untuk membeli gim(rumput laut) . Saya membeli bayam, wortel, danmuji , sosis dan dua cheops (cheop adalah paket sepuluh helai gim ) gim dengan membayangkan betapa menyenangkan gimbap yang akan dibuat esok. Dalam perjalanan pulang, saya berani mencicipi sehelai gim . Pada waktu itu, gim merupakan bahan masakan yang cukup mahal harganya dan bahkan yang sulit ditemukan. Maka, makan gim mentah pun terasa sangat enak bagi saya. Gim yang tertempel di tangan saya yang berkeringat membawa aroma laut yang menyengat.

Masakan Kotak Terbaik Ketika Piknik Pagi-pagi pada hari piknik sekolah, ibu saya mulai menanak nasi untuk gimbap . Jika nasi terlalu kering, gimbap tidak saling lengket, dan jika nasi terlalu lembek, gimbap kehilangan bentuknya, jadi dia mengambil sungguh berhati-hati dalam memasak nasi. Lalu dibumbui dengan garam dan sedikit cuka untuk mencegah agar nasi tidak basi selama sehari, nasi yang sudah dimasak dengan benar itu siap untuk gimbap . Langkah selanjutnya adalah persiapan mengisi bagian dalam. Ibu sudah mempersiapkan segalanya sekitar jam empat atau lima pagi. Aroma telur dadar, bayam, dan wortel yang digoreng membangunkan seluruh keluarga kami. Kami sekeluarga

50 KOREANA Musim Semi 2015

menonton ibu yang membuat gimbap . Tontonan yang paling asyik adalah saat dia menggulung gimbap . Ibu saya menaruh gim di bal (tatakan bambu), kemudian membentangkan nasi yang telah dibumbui. Setelah itu, dia menaruh bahan isi gimbap dengan rapi dan menggulungnya. Penggulungan itu tidak boleh terlalu kuat ataupun terlalu lemah. Memotong gimbap pun bukan hal yang mudah. Jika tidak dipotong dengan baik, gim menjadi sobek dan isinya keluar. Kejadian tersebut dikatakan sebagai “sisi yang pecah”. Ungkapan tersebut sering digunakan orang Korea sebagai humor untuk mengekpresikan rasa bingung ketika sebuah situasi yang terjadi, yang tidak pernah dibayangkan. Memotongnya harus secara hati-hati, dengan memakai pisau baja yang dibasahi terus-menerus. Ibuku memiliki kecenderungan ‘tangan besar’ dan memotong gimbap menjadi potongan-potongan besar, yang masing-masing terlalu besar untuk dimasukkan ke dalam mulut saya sekaligus. Jika turun hujan pada hari piknik, saya terpaksa makan gimbap di dalam kelas atau aula sekolah. Jika hal itu terjadi gimbap terasa sangat kurang enak karena tidak ada harum rumput dan sinar cahaya matahari bulan Mei.

gimbap dalam Keanekaragaman Rasa dan Bentuknya Sebuah kamus mendefinisikan gimbap sebagai “hidangan Korea yang berupa nasi dan sayuran yang digulung dalam lembaran rumput laut.” gimbap dapat memiliki aneka rasa yang berbeda bergantung pada bahan isiannya antara lain kimchi, ikan tuna, keju, ikan teri, dan sayuran acar. Saat ini gimbap memiliki begitu banyak jenis, bentuk, dan ukuran, seperti gimbap segitiga, gimbap kecil untuk anak-anak, atau gimbap telanjang yang nasinya tampak di luar. Ada


Š Baruda Kim Sunseng

Gimbap adalah hidangan nasi dan sayuran yang digulung dalam selembar rumput laut. hidangan ini dapat memiliki rasa yang berbeda berdasarkan bahan yang diisikan antara lain: kimchi, ikan tuna, keju, ikan teri, dan sayuran acar.

KOREAN SENICULTURE & BUDAYA&KOREA ARTS 51


Apakah gimbap berasal dari Jepang atau Korea sendiri itu masih menjadi perdebatan. Beberapa orang menyatakan bahwa gimbap berasal dari masakan makizushi atau futomaki , makanan Jepang selama masa penjajahan Jepang atau saat pelabuhan Korea membuka diri terhadap orang Jepang (abad akhir kesembilan belas). Sementara itu, beberapa orang membantah pernyataan tersebut dengan menunjukkan bahwa orang Korea sudah makan rumput laut (gim ) sejak dahulu dan membungkus nasi (bap) dengan lembaran rumput laut yang kering sebagai makanan merupakan hal yang wajar.

1

juga gimbap lokal yang populer secara nasional, Chungmu gimbap , yang berasal Chumgmu (sekarang Tongyeong) di propinsi Gyeongsang Selatan. gimbap ini dibuat hanya dari nasi saja dibungkus gim dan disajikan dengan ggakdugi (kimchi lobak yang dipotong seperti dadu) dan cumi-cumi pedas di dalamnya. Konon masakan tersebut dibuat secara sederhana tanpa ramuan tambahan agar tidak memperburuk kerja nelayan yang waktu makannya tak dapat diduga. Apakah gimbap berasal dari Jepang atau Korea sendiri itu masih menjadi perdebatan. Beberapa orang menyatakan bahwa gimbap berasal dari masakan makizushi atau futomaki , makanan Jepang selama masa penjajahan Jepang atau saat pelabuhan Korea membuka diri terhadap orang Jepang (abad akhir kesembilan belas). Sementara itu, beberapa orang membantah pernyataan tersebut dengan menunjukkan bahwa orang Korea sudah makan rumput laut (gim ) sejak dahulu dan membungkus nasi (bap ) dengan lembaran rumput laut yang kering sebagai makanan merupakan hal yang wajar. Doktor Jeong Mun-gi peraih gelar doktor pertama kali di Korea pada bidang studi hasil laut menulis di dalam bukunya yang berjudul “Hasil Laut di Era Kerajaan Joseon� bahwa sejarah gim di

52 KOREANA Musim Semi 2015

1. Sangat menyenangkan menonton proses pembuatan Gimbap. Pertunjukan terbaik adalah proses menggulirkan Gimbap menggunakan tikar bambu setelah menata isian yang telah disiapkan dengan berbagai warna ke tengah-tengah lapisan nasi, yang bisa merangsang nafsu makan. 2. Gimbap premium baru, memecahkan stereotip Gimbap sebagai hidangan khusus orang miskin selama ini, semakin populer di kalangan anak muda dengan sajian rasa yang berbeda saat dinikmati dalam suasana yang menyenangkan.

Joseon dimulai sejak dua ratus tahun yang lalu saat gim ditemukan pertama kali di bangryeom , peralatan untuk menangkap ikan di rancang didirikan di laut pulau Wando di Provinsi Jeolla Selatan. Sejak saat itu dibudidayakan. Terlepas dari mana gimbap berasal, pertanian gim itu sendiri sungguh asli Korea. Bahkan lebih awal daripada catatan Jeong tentang asal gim , sebuah catatan yang diukir di monumen peringatan dari 1640-an untuk seorang sarjana yang bernama Kim Yeo-ik pada masa kerajaan Joseon menyatakan “ Dia, sebagai seorang prajurit selama Perang Manchu Kedua pada tahun 1636, mengusahakan gim untuk menghidupi orang-orang kampung.� Gim juga diperkenalkan dalam Geografi Provinsi Gyeongsang yang dibuat pada zaman Raja Sejong (1418-1450) dan Dongduk-Yeoji-Seungram , sebuah teks geografis yang diterbitkan pada zaman Raja Seongjong (1469-1495). Kedua teks tersebut memperlihatkan bahwa gim merupakan hasil makanan dari laut yang sudah lama digemari orang Korea sejak zaman dahulu sebelum gim dibudidayakan. Di Hadong di Provinsi Gyeongsang Selatan, terdapat bahwa sebuah cerita yang terkenal, yang berkenaan dengan pembudidayaan gim diturunkan dari masa ke masa. Sekitar tiga ratus tahun yang lalu, seorang ibu yang tua mengumpulkan kerang di Sungai Sumjin


2

yang mengalir ke Laut Selatan dan dia menemukan sebuah potongan kayu yang terbalut gim dari sungai itu. Kemudian dia mendapat ide untuk mulai menempelkan gim pada pohon bambu dan menumbuhkannya di laut. Cara itu menjadi salah satu cara pengusahaan gim yang paling tua dan bernama jijusik , metode saranagalah.

Gimbap Murah VS Gimbap Premium Gimbap yang dulu dianggap sebagai makanan mewah yang hanya dapat dimakan pada hari piknik sekolah atau keluarga sekarang menjadi salah satu makanan yang paling murah harganya dan paling digemari rakyat Korea. Harga gimbap yang paling murah adalah hanya 1 dolar. Harga itu jauh lebih murah daripada harga rata-rata makanan yang dijual di Korea. Saya, sebagai seorang koki yang selalu menganalisis harga bahan makanan selalu bertanyatanya bagaimana mungkin gimbap yang berharga hanya 1 dolar memberikan keuntungan. Semangkuk nasi saja biasanya biaya lebih dari satu dolar di restoran, namun gimbap yang dibuat dengan berbagai bahan dan gim, disajikan bahkan dengan kimchi dan sup sebagai lauk, hanya berharga satu dolar! Apapun yang terjadi orang-orang yang memiliki sedikit uang akan sangat terbantu oleh

gimbap yang sangat murah. Sebaliknya terdapat juga gimbap premium. Dengan lebih memperhatikan penggunaan bahan yang bagus untuk kesehatan, gimbap yang berharga tinggi juga dapat ditemukan. Ada orang yang mengkritik bahwa gimbap yang berharga tinggi itu adalah ‘gimbap untuk kaisar’ dan menganggapnya hanya sebagai tipu muslihat untuk penjualan. Sementara itu ada juga yang mempersoalkan mengapa gimbap mesti berposisi hanya sebagai makanan yang murah. Memang gagasan yang seperti itu dapat dikatakan sebagai gagasan yang segar karena gagasan itu membongkar gagasan stereotipe, yaitu gimbap adalah sekadar makanan untuk orang miskin. Gagasan itu memperlihatkan bahwa gimbap dapat dinikmati di restoran yang mewah. Namun, saya pun bertanya-tanya berapa banyak orang yang mampu, baik secara psikologis maupun secara finansial membeli gimbap yang berharga 5-6 dolar per gulung. Kita masih harus menunggu dan melihat apakah gimbap premium hanya tren sementara yang disebabkan oleh ketidak-percayaan terhadap kualitas gimbap yang murah atau justru keinginan orang untuk menikmati masakan baru, ataupun apakah gimbap premium adalah sebuah tren yang didasarkan pada posisi gimbap sebagai makanan yang sehat dan bergizi tinggi sejak zaman dulu.

SENI & BUDAYA KOREA 53


HIBURAN

Hidden Singers: Semangat Penyanyi Peniru Menjiwai Lagu Wee Geun-woo

Jurnalis Majalah-Web IZE

Pada November 2014, JTBC menjadi berita utama karena penjualannya format Hidden Singer, program kompetisi bernyanyi, kepada NBC Universal. Sebelumnya format MBC Daddy, Where Are We Going? pernah dijual kepada Hunan TV Cina, dan format Better Late Than Never, sebuah program tvN’s juga dijual kepada NBC untuk pertama kali sebagai program hiburan televisi Korea. Namun Superstar K , program Mnet’ meniru format American Idol, program Fox dan program kompetisi menyanyi Mnet yang lain, misalnya The Voice of Korea yang formatnya diimpor dari program menyanyi Inggris memberi pikiran stereotype bahwa “program kompetisi bernyanyi” selalu berasal dari Inggris dan Amerika. Oleh karena itu pengeksporan Hidden Singer ke Amerika merupakan peristiwa terobosan baru bagi Korea.

A

tandingan selama siaran reguler pertama dengan Sung Si Kyung, Hidden Singer mencatat rating 2 %, sungguh luar biasa untuk television channel of comprehensive programming , yang lazimnya tidak pernah mendapat rating lebih dari 1 %.

Kompetisi antara Penyanyi Asli dengan Penyanyi Peniru Sebenarnya program ini sederhana saja. Seorang penyanyi terkenal dan beberapa penyanyi peniru yang baik bersembunyi di balik tirai, dan masing-masing menyanyikan beberapa penggal dari lagu yang dipilih secara terus-menerus. Ketika selesai bernyanyi, 100 orang penonton menekan tombol untuk mengeliminasi penyanyi paling mirip dengan penyanyi aslinya. Setelah penilaian selesai, tirai terbuka untuk memperlihatkan penyanyi dan siapa orang yang gagal, dan seberapa banyak suara yang didapatkan. Para kandidat pun gugur satu-persatu dalam tiga putaran, dan akhirnya pemenang pada babak final berhak menerima hadiah sekitar 10.000 dolar. Program ini mungkin hanya terlihat untuk menambahkan format bertahan dalam kontes penyanyi peniru yang sederhana. Yang baru dalam kontes adalah usaha kreatif Hidden Singer melibatkan penyanyi asli dalam kompetisi. Dengan kata lain, dalam sistem kompetisi kali ini bisa saja penyanyi asli ditundukkan oleh penyanyi peniru. Inovasi tersebut mendapat sambutan hangat. Ketika pertandingan pertama dengan Lena Park dan yang kedua dengan Kim Kyung-ho disiarkan sebagai program percontohan pada akhir 2012, pemirsa merespon secara antusias, dan tiga bulan kemudian dalam per-

Penyanyi Peniru Mengalahkan Penyanyi Asli Titik kenikmatan pada awal program ini relatif jelas. Seorang pun tidak menyangka bahwa penyanyi asli harus bersusah payah untuk mengalahkan para penyanyi peniru yang “lebih nyata dari yang nyata” dalam pertandingan. Secara istimewa dalam pertandingan dengan Kim Kyung-ho, Kim sangat terperangah seorang kandidat yang bernama Won Kill, yang mempertontonkan nada suara tinggi sebaik Kim sendiri. Dalam pertandingan dengan Lee Moonsae, seorang kandidat mencuri perhatian para juri karena dia bukan hanya pintar meniru menyanyikan lagu Lee tetapi juga suaranya pun hampir sama dengan Lee. Bagaimana pun kemungkinan bahwa penyanyi asli dapat dikalahkan penyanyi peniru sangat menegangkan, baik kepada penyanyi asli maupun kepada para pemirsa. Dalam kebanyakan kasus selama tiga musim, penyanyi asli selamat dan menang di final, setelah mampu mengatasi krisis karena hampir gagal, dan pemirsa pun telah dibuat cemas menyaksikan hingga akhir kompetisi setiap minggu. Yang sangat mengesankan terjadi dalam Season 2 yang dimulai bulan September 2013 ketika terjadi penghancuran pola bahwa penyanyi asli harus keluar jadi pemenang dengan kenyataan bahwa penyanyi peniru bisa mengalahkan penyanyi asli. Hal tersebut terjadi dalam pertandingan dengan Shin Seung-hun, seorang penyanyi legendaris baik dari segi reputasi maupun dari segi jumlah penjualan album. Dalam kontes itu dipilih lagu-lagu hitnya yang sangat populer pada tahun 1990-an, zaman gemilang baginya. Para pe-

da sebuah rumor yang sangat terkenal yaitu Charlie Chaplin, aktor komedi dan sutradara Inggris terkenal di dunia, bernasib buruk dalam Charlie Chaplin Contest Look-Alike . Konon tidak disebutkan siapa pemenang pertama, mungkin terdapat keyakinan bahwa bagaimanapun paling banyak tiruan hanya merupakan bayangan dari yang asli. Hidden Singer , sebagai sebuah program saluran kabel mencatat rekor sangat tinggi mencapai rating 4-5%, jauh melampaui dari yang diyakini.

54 KOREANA Musim Semi 2015


Yang menyebabkan Hidden Singer populer adalah hal-hal di luar kompetisi, pertunjukan yang menghadirkan penyanyi asli, penyanyi peniru, hakim, dan pemirsa televisi yang bersama-sama terlibat secara emosional.

nyanyi peniru mendapat keuntungan karena suara penyanyi asli sudah mengalami perubahan ketika itu, yang tentu saja penuh kejutan. Belum lagi kejutan itu sirna, dalam pertandingan berikutnya yaitu pertandingan dengan Jo Sung-mo, penyanyi asli itu tersingkir sebelum mencapai babak final.

Nyanyian Membangkitkan Kenangan dan Simpasi Hal yang membuat program Hidden Singer tetap populer sampai season ketiga adalah hal-hal di luar kompetisi yaitu kehadiran penyanyi asli, penyanyi peniru, para juri, dan para pemirsa televisi yang bersama-sama terikat secara emosional. Mayoritas penyanyi peniru mencintai dan mengagumi lagu-lagu dari penyanyi aslinya, dan mereka telah berlatih bernyanyi sebagai penggemar setia. Bahkan, beberapa kandidat dalam pertarungan dengan Lim Chang-jung selama Season 2 hampir menangis saat mengingat Lim sudah pensiun sebagai penyanyi. Ketika Lim Chang-jung dan para penyanyi peniru menyanyikan lagu Lim bersamasama, generasi yang tumbuh seiring lagu Lim merasa kembali ke masa lalu dalam suasana yang dibawa lagu

Kompetisi antara penyanyi asli dan penyanyi peniru di Hidden Singer menyuguhkan sebuah semangat festival tanpa memedulikan siapa yang menang atau kalah.

Lim dan mereka pun menikmatinya. Direktor produser, Jo Seung-uk menjelaskan bahwa tema utama dalam program itu adalah pengikatan emosi antara penyanyi asli dengan para penyanyi peniru, juga penonton di luar kompetisi. “Sebenarnya, saya pikir pada awalnya hal ini akan menjadi pertandingan yang menyenangkan ketika penyanyi asli dan penyanyi peniru bernyanyi dengan cara menyembunyikan wajah mereka. Tetapi melalui tahapan awal dan rekaman, saya menyadari bahwa peserta tidak hanya berbakat dalam menirukan penyanyi bernyanyi, mereka juga membuat upaya besar untuk meniru penyanyi tertentu dan lagu-lagu para penyanyi yang benar-benar mereka cintai. Aku merasakan kecintaan para penggemar yang melampaui batasan wajar. “ Terdapat pula keterbatasan program Hidden Singer . Memang ada banyak penyanyi tetapi tidak banyak yang dicintai dalam jangka waktu yang cukup panjang melampaui kesenjangan generasi di atas 10 tahun dan banyak melahirkan lagu-lagu hit. Banyak penyanyi legendaris sudah tampil dalam program itu, tak ada yang tertinggal, dan sisanya hanya yang sungguh-sungguh sangat sulit untuk ditampilkan. Mampukah Hidden Singer menanggulangi keterbatasan mendasar seperti itu lalu dapat memperoleh keberhasilan satu season lagi? Kunci jawabannya ada pada kata direktur program, Jo Seung-uk. Dia berkata “Ciri khas program ini, selain penyanyi asli dan peniru, adalah lagu itu sendiri. Suatu lagu memang milik penyanyi tertentu, ketika lagu itu dikeluarkan, tapi seiring waktu, terjadi perubahan dan penambahan makna baru, bagaikan ciptaan yang hidup. Hal itu dapat dicipta ulang, atau diterima kembali oleh penikmat baru. Oleh karenanya, saya merasa senang mendengar bahwa orang-orang yang mengambil CD tuanya di rumah untuk mendengarkan lagu-lagu itu lagi setelah menonton program kami.�

SENI & BUDAYA KOREA 55


ESAI

Manhwa Ulfa Nabeela Mahasiswa Program Studi Korea, Universitas Indonesia

A

nak remaja berkerumun di sejumlah toko-toko buku besar di Jakarta dan sebagian di antaranya bergerombol di sudut rak yang memajang komik-komik terjemahan dari berbagai negara termasuk dari Korea. Gempuran komik Korea yang biasa disebut manhwa ini, semakin dahsyat setelah hallyu (The Korean Wave). Manhwa menjadi bacaan hiburan alternatif setelah komik Jepang yang juga menghebohkan. Sejak tahun 70-an, komik Barat seperti Eropa dan Amerika membanjiri Indonesia, kemudian disusul oleh komik Jepang pada tahun 90-an. Setelah itu, manhwa pelan-pelan masuk. Komik lokal milik Indonesia sendiri banyak bermunculan pada tahun 1960 sampai 1970-an, namun tenggelam sejanak karena serbuan komik asing kian kuat. Sebenarnya, pada tahun 30-an dan 50-an pun penerbitan komik telah tumbuh, tapi itu pun terputus-putus. Di saat Indonesia kembali menghadirkan komik-komik lokal dalam bentuk yang sudah terpengaruh oleh pasaran global, manhwa melangkah masuk pasaran Indonesia dengan strategi yang lebih matang. Awalnya, di kalangan pembaca Indonesia, manhwa masih terasa sangat asing. Kalau tidak karena sedang iseng, orang-orang lebih memilih untuk tidak membeli. Apalagi jika sebuah judul manhwa itu ternyata komik berseri. Sering kali, para konsumen mencari jalan aman untuk memilih kualitas komik — entah isi ceritanya atau gaya gambarny — , untuk itu langkah mereka akan cenderung ke rak-rak komik Barat atau Asia, lagi-lagi pilihannya hanya Jepang. Segalanya membutuhkan waktu, manhwa di Indonesia pun perlu waktu untuk diapresiasi. Tanggapan pembaca saat pertama membaca manhwa adalah, kurang lebih, pembawaan ceritanya terasa serius, atau mungkin tidak terlalu serius tapi tetap agak susah untuk dimengerti. Namun, seiring dikenalkannya karya-karya Korea yang lain, seperti serial drama, yang entah mengapa diterima konsumen-konsumen Indonesia dengan baik, terlebih beberapa drama ternyata diadopsi dari manhwa atau sebaliknya, para konsumen pun mulai menaruh minat pada manhwa dan mulai mengatasi kebingungan atau ketidakbiasaan mereka dengan berusaha memahami style yang dimiliki manhwa untuk memuaskan kebutuhan rekreasi mereka. Bertambahnya peminat manhwa, mengundang beberapa penerbit Indonesia untuk menerbitkan terjamahannya. Salah satu di antaranya adalah penerbit m&c! yang berhasil megemas manhwa dengan tampilan sedikit berbeda dari komik-komik lainnya yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Misalkan, dari ukurannya. Ukuran manhwa yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dicetak dengan ukuran yang lebih besar dari komikkomik Asia lainnya yang juga diterjemahkan dan diterbitkan di Indonesia. Kertas yang digunakan lebih berkualitas dan tebal. Sedikit pengalaman pribadi, wanginya pun berbeda. Har-

56 KOREANA Musim Semi 2015


ganya memang jadi lebih mahal dibanding komik-komik yang bukan manhwa, tapi angkaangka tersebut masih masuk akal, sehingga sebenarnya pembeli, khususnya penggemar komik, bisa mengerti dan tidak keberatan. Beberapa judul yang baru-baru ini diterbitkan oleh m&c! adalah manhwa serial karya Han Yu Rang (The General’s Daughter) dan karya Hwang Mi Ree (Nice Guy Syndrome), yang sama-sama diterbitkan di Indonesia pada Maret 2015. Hanya beda seminggu saja tanggal penerbitan dua manhwa dari pengarang yang berbeda ini. Meski gambar mereka banyak dibilang mirip, cerita-cerita mereka cukup bervariasi dan masa pengerjaan manhwa mereka pun ngebut-ngebutan. Hal baru bagi orang-orang Indonesia yang menggemari manhwa adalah, format pengarang manhwa yang bisa dibilang cukup unik, yaitu berkelompok. Kelompok-kelompok ini bahkan sebenarnya bukan tokoh nyata, yang mana ini cukup membingungkan pada awalnya. Han Yu Rang dan Hwang Mi Ree, kalau dibaca sekilas saja, jelas-jelas itu nama seseorang, terlepas dari seseorang itu laki-laki atau perempuan. Tapi teryata nama-nama ini adalah nama-nama perusahaan, dimana di dalam Han Yu Rang ada banyak orang dengan pembagian tugas yang berbeda-beda, begitu juga dengan Hwang Mi Ree. Tidak heran, hasil kerja dua nama ini cepat-cepat. Kedatangan manhwa di Indonesia memperluas cakupan peminat komik di Indonesia, dalam artian, ada penggemar-penggemar manhwa yang sebelumnya sama sekali bukan penggemar komik sejati, namun menjadi suka komik karena manhwa yang mungkin kelebihannya tidak bisa dipenuhi oleh komik-komik dari negara lain. Pembaca memiliki lebih banyak pilihan. Bagaimanapun, komik telah menjadi industri dan bisnis dan pasar yang luas sebagai bagian gaya kebudayaan popular. Komik dan ilustrasinya lebih dari sekedar seni. Ini semua adalah bisnis pendukung industri, seperti iklan dan desain. Butuh lebih dari sekedar seniman untuk menghasilkan karya bermutu dan laku di pasaran. Saat ini Indonesia sedang menekuni komik dalam bentuk majalah komik, dengan nama re:ON comics, yaitu majalah yang berisi beberapa judul komik seri yang akan terbit secara teratur tiap bulannya. Di dalamnya pun terdapat berbagai macam komik buatan seniman-seniman Indonesia. Gaya penggambaran dan penceritaannya sangat berbeda-beda, dan menjadi kumpulan komik yang ditunggu-tunggu penggemar komik Indonesia, karena sebelumnya belum pernah ada format komik macam ini (kecuali majalah komik itu majalah komik terjamahan). Dari persentuhan dengan manhwa, diharapkan, industri komik Indonesia pun bisa berkembang pesat seperti industri manhwa.

SENI & BUDAYA KOREA 57


GAYA HIDUP

Sindrom Tongkat Selfie Tahun lalu, tongkat selfie menjadi produk terlaris menurut beberapa survei konsumen. Tingginya angka distribusi telepon pintar di Korea dan aktifnya budaya SNS negara ini ikut memopulerkan alat berupa tongkat yang bisa dipanjangkan hingga satu meter, yang dilekatkan pada perangkat telepon untuk mengambil foto. Foto ini dikenal dengan sebutan selfie. Koo Bon-kwon Direktur, Institut Riset Digital Sumber Daya Manusia, The Hankyoreh

P

emandangan apa yang paling menyita perhatian pengunjung di Korea? Hasil survei sebuah agen perjalanan pada 466 orang turis asing tahun lalu memperlihatkan bahwa sebanyak 48 persen dari mereka “berfoto de-ngan tongkat selfie .” Kita juga dapat dengan mudah melihat warga Korea menggunakan tongkat selfie di beberapa destinasi wisata dan di beberapa tempat di tengah kota. Seorang warga negara Australia yang ikut berpartisipasi dalam survei itu mengatakan, “Berfoto dengan tongkat panjang seperti itu hampir tak dijumpai di negara-negara lain.” (Beberapa pemandangan menarik di Korea adalah “pesepeda di kota yang memakai baju khusus” dan “penduduk lokal memakai pakaian hiking berwarna-warni”).

Tongkat Selfie Sebagai Peralatan Wajib Ketika Bepergian Sebenarnya, tongkat selfie tidak hanya dikenal di Korea. Majalah berita Time yang terbit di Amerika menyebut tongkat selfie sebagai salah satu penemuan terbesar di tahun 2014. Majalah Time menuliskan, “Jika 2013 adalah tahun selfie , tahun 2014 adalah tahun selfie menjadi fenomena budaya,” dan “Beberapa perusahaan meluncurkan alat yang didesain untuk memudahkan pengalaman berfoto selfie karena melihat peluang pasar.” Majalah ini menambahkan bahwa “tongkat selfie , yang memungkinkan pengguna memakai tele-

58 KOREANA Musim Semi 2015

pon mereka lebih jauh dari jangkauan tangan untuk mencari sudut pengambilan foto yang lebih bagus menambah nilai alami sebuah foto.” Berada di antara 24 penemuan lainnya termasuk charger nirkabel, arloji Apple , printer 3D , dan Blackphone , semua produk teknologi mutakhir; tongkat selfie ini secara khusus sangat menarik karena merupakan simbol fenomena kebudayaan baru. Sebenarnya, ide tongkat selfie berawal di Jepang pada tahun 1983, dan terdaftar secara resmi pada kantor hak cipta Amerika Serikat pada tahun 1985. Alat ini merupakan pengembangan dari monopod berupa tiang yang ditancapkan di tanah untuk menghindari goyangan dan dilengkapi dengan sebuah tombol, walaupun dalam praktiknya lebih sering diselipkan di ikat pinggang. Ide dasar alat ini dan konten patennya ini tidak jauh berbeda dari tongkat selfie yang kita lihat sekarang. Ternyata, perlu waktu 30 tahun sampai alat ini diminati banyak orang. Tongkat selfie sudah dikenal di Korea sejak tiga atau empat tahun yang lalu. Awalnya, memegang tongkat dengan telepon terpasang di ujungnya tampak tak biasa, tapi banyaknya sudut pengambilan gambar yang lebih dinamis sangat digemari generasi muda. Karena jauh lebih nyaman dibanding pengambilan foto dengan eoljjang (sudut terbaik) yang dilakukan hanya dengan jangkauan tangan, tongkat selfie ini dikenal


Jauh lebih baik daripada mengambil gambar dengan hanya melalui peregangan lengan untuk memperoleh sebuah sudut eoljjang (sudut terbaik pemotretan wajah), tongkat selfie lebih menguntungkan untuk mendapatkan sudut yang lebih luas dan foto yang lebih dinamis, karenanya alat ini cepat digemari oleh kalangan anak muda.

SENI & BUDAYA KOREA 59


1. Sebagaimana terlihat dalam sebuah reality show “Youth Over Flowers� yang diikuti oleh empat lelaki tua dalam perjalanan ke luar negeri serta memperlihatkan beberapa selebriti menggunakan tongkat selfie dan menikmati perjalanan mereka. Tongkat selfie harus menjadi peralatan pentingdalam sebuah perjalanan. 2. Tongkat selfie sangat populer untuk digunakan dalam perjalanan wisata karena tongkat itu mampu menangkap latar dan para sahabat dalam satu frame, suatu prestasi yang mustahil dilakukan hanya dengan peregangan lengan.

1

luas dalam waktu yang sangat singkat. Alat ini sangat populer digunakan dalam dunia wisata. Tongkat selfie menangkap latar belakang dan sekitarnya dalam satu frame , yang tidak mungkin dilakukan dengan tangan saja. Pelancong yang pergi seorang diri pun tak perlu lagi meminta orang asing untuk mengambil gambar dirinya, dan tongkat selfie membuatnya bebas mengambil gambar di mana pun dan dari sudut mana pun yang mereka suka. Di Korea, Youth Over Flowers adalah sebuah reality show di televisi yang menampilkan mereka yang sudah lanjut usia bepergian ke luar negeri. Acara itu sangat berperan memopulerkan tongkat selfie . Karena acara ini menampilkan pesohor memakai tongkat selfie dan sangat menikmati plesiran mereka, tongkat ini kemudian menjadi peralatan wajib bagi para pelancong.

Bagaimana Tongkat Selfie Populer di Korea Pertama, menurut Menteri Ilmu Pengetahuan, Informasi dan Teknologi dan Perencanaan, distribusi telepon pintar di Korea melejit hingga 79.4% dunia di tahun 2014, yang artinya 4,6 kali lebih tinggi disbanding ratarata negara OECD lainnya. Distribusi telepon pintar LTE model terbaru berada di atas 55% dan tertinggi di dunia untuk telepon sejenis. Hasil penelitian mengungkap bahwa penggunaan telepon rata-rata tiap hari adalah 3 jam 39 menit, dengan penggunaan SNS sebagian besar dari waktu tersebut. Tongkat selfie sangat populer di Korea karena penggunaan telepon dan SNS yang sangat tinggi, lebih tinggi dibanding negara-negara lain. Kedua, warga Korea cenderung cepat menerima dan menikmati gaya paling mutakhir. Mereka selalu mencoba

60 KOREANA Musim Semi 2015

mencari sesuatu yang baru dan memakainya dengan percaya diri. Inilah alasannya mengapa banyak perusahaan internasional menganggap Korea sebagai pasar terbaik untuk produk-produk baru mereka. Sebelum memasuki pasar global, mereka sering kali melihat reaksi konsumen mereka di pasar Korea untuk memperkirakan keberhasilannya. Di Korea, film, lagu-lagu pop dan produk budaya lain menjadi trend dalam waktu singkat. Bahkan pilihan individu, seperti gaya busana, tata rambut dan tata rias para wanita mengikuti tren yang sedang digemari. Sensitivitas mengikuti tren ini juga mendorong kepopuleran tongkat selfie . Ketiga, kesadaran warga Korea atas penampilan mereka. Keinginan generasi muda yang kuat untuk berekspresi dan kepedulian mereka akan penampilan berperan juga dalam memopulerkan tongkat selfie . Sebuah artikel dari tahun 2013 dalam majalah ekonomi mingguan yang berpusat di London The Economist mengutip laporan International Society of Aesthetic Plastic Surgery mengemukakan bahwa Korea adalah negara dengan angka operasi plastik tertinggi di dunia berdasarkan persentase populasinya. Menurut artikel yang terbit di tahun 2013 dalam surat kabar yang berpusat di London Financial Times , bahkan dalam pasar kosmetik untuk pria, Korea mencatat 20% dari total penjualan dunia, dan menempati posisi atas. Meski ide awalnya adalah mengambil foto diri sendiri, kini tujuan berfoto dengan cara ini adalah untuk membaginya dengan orang lain dan bukan hanya sekadar untuk kepuasan pribadi. “Abad berbagi foto selfie � telah tiba.


2

Meski ide awalnya adalah mengambil foto diri sendiri, kini tujuan berfoto dengan cara ini adalah untuk membaginya dengan orang lain dan bukan hanya sekadar untuk kepuasan pribadi. “Abad berbagi foto selfie� telah tiba.

SENI & BUDAYA KOREA 61


PERJALANAN KESUSASTRAAN KOREA

KRITIK

Mengangkat Kegelapan Menjadi Cahaya Chang Du-yeong Kritikus Sastra

Kata ‘largo’ seperti yang terdapat pada karya Jo Haejin itu. “Melebar, perlahan, bernas.” Karya Jo Hae-jin bergerak lambat, dengan pilihan yang tepat atas katakata yang digunakannya dan tidak ada frase berlebihan, tetapi mengembangkan narasi tanpa istirahat. Ini bukan jenis tulisan yang bergantung berlebihan pada tema atau ide-ide baru, juga tidak mengumbar kenikmatan humor, kecerdasan, dan sarkasme. Akumulasi dari serangkaian pertimbangan yang terampil dengan gerakan yang lambat yang kemudian berhasil meninggalkan gema emosi berlama-lama menjadi sangat serius ketika akhirnya tercapai. Dalam hal ini, karya Jo Hae-jin dapat dianggap mengikuti ketepatan karakteristik estetis cerita pendek, menangkap hati-hati dengan mata yang tajam tentang sepotong kehidupan yang terjadi sehari-hari.

62 KOREANA Musim Semi 2015

K

isah “Diiringi Cahaya” penuh unsur “largo”. Hal ini dapat dirasakan dengan jelas pada bagian pembuka cerita. Dimulai dengan “Aku” si pencerita yang tiba di bandara di New York, berjalan menuju pemeriksaan imigrasi, kemudian berhenti sejenak. Bandara penuh dengan manusia, masing-masing bergegas menuju tempat tujuan mereka sendiri adalah representasi simbolis dari realitas sehari-hari penduduk kota yang modern. Pencerita berhenti di tengahtengah “kesibukan” ini dan ternyata menuju “largo” waktu. Pencerita berhenti karena hujan salju di luar jendela. Salju menutupi landasan pacu bandara yang juga merupakan kristalisasi dari “largo,” perlahan, diam-diam jatuh ke bumi dari di atas langit. Pencocokan kecepatan salju yang perlahan-lahan jatuh, “Aku” berhenti sebentar, meninggalkan kehidupan sehari-hari yang sibuk dalam “largo” waktu dan bertemu dengan adegan redup dalam kenangan masa lalu. Ada cerita melambat tetapi masih dengan konsistensi pantang menyerah menuju rahasia masa lalu. Dering lagu dalam ingatan “Aku” kembali menghidupkan kenangan pada saat itu juga merupakan salah satu yang bergerak lambat. Tidak ada yang tahu, siapa yang menyanyikannya, atau apa judul lagu itu, hanya salah satu dari lagu-lagu yang dinyanyikan sepanjang hari, jenis lagu yang tidak ada seorang pun yang bisa mendengarkannya, seperti anting di telinga sendiri. Dalam cerita pendek itu, pencerita samar-samar mengingat melodi. Melewati jangka waktu yang panjang, melodi itu perlahan-lahan membawa narator kembali ke kenangan samar yang panjang, lama, dan merembet ke tempat-tempat seperti kamar yang sempit, dingin, taman bermain yang tertutup salju pada suatu hari


Minggu, ruang rawat yang penuh dengan bau bahan kimia. Setelah melodi itu, serangkaian langkah peristiwa kemudian “melebar, lambat, bernas” merupakan irama narratorial. Irama narratorial yang dimulai pada “waktu largo,” dengan ratarata petunjuk diperhitungkan, keterampilan mengontrol kecepatan dalam pengembangan narratorial, dan alur yang kokoh menghasilkan berbagai kompleks makna. Lambat, tenang, kadang-kadang memicu rasa hormat, suasana cerita yang unik membangkitkan, memintal jahitan, membordir yang dirangkai oleh pencerita yang piawai dengan keterampilan yang tinggi. Cerita ini diikat secara bersama sebagai satu kesatuan beberapa proses, akumulasi petunjuk kecil yang memprovokasi kekaguman, kemudian setelah akumulasi, petunjuk ini menghasilkan petunjuk yang mengarah ke wawasan tentang kehidupan manusia dan peradaban. Pertama, cerita ini merupakan sebuah proses yang melibatkan usaha memecahkan teka-teki. Kita, pembaca, rela berpartisipasi dalam upaya pencerita melompat ke sana ke mari melampaui lubang lupa dalam menghadapi kebenaran masa lalu. Petunjuknya disajikan satu per satu, maka “Aku” merenung panjang lebar setiap petunjuk. Petunjuk ini umumnya “datang perlahan pada si aku, langkah demi langkah, seperti titik-titik jejak kaki yang tertutup salju.” Melodi terdengar dari sisi yang jauh lewat kenangan bukanlah sesuatu yang kita tahu tentang pencerita yang segera mengatakan, bahwa dia sedang mencoba mengingatnya, ia datang secara bertahap, sedikit demi sedikit, perlahan-lahan. Sebagai pencerita ditunjukkannya, bahwa melodi “telah menempati bagian dari pikiranku.” Kedua, kisah ini adalah proses untuk mencapai pemahaman yang benar tentang hal yang lain. Hal ini menunjukkan bagaimana berbicara kepada orang-orang di sekitar kita yang terisolasi dan kemegahan ketika cahaya datang merebak. Perasaan kedekatan antara pencerita dan peristiwa lainnya harus melewati perlahan melalui proses yang sulit keragu-raguan. Pencerita berpikir seje-

nak, lalu naik ke hal yang lain dan menawarkan untuk berbagi payung tapi akhirnya mengingkarinya, merasa bahwa keheningan di bawah payung akan membuatnya risau. “Aku” merasakan simpati atau komunikasi sebagai gangguan, dan mengaku “tidak ingin gegabah berbagi drama batin orang lain.” Semacam kelambatan, proses yang sulit yang membuat kita menyadari apa yang mendalam, tekad ketulusan komunikasi yang benar dengan tuntutan lain. Ketiga, cerita ini adalah proses yang menunjukkan tuntutan kepada kita untuk berjiwa besar. Seperti yang kita ikuti, kisahan berkembang dengan menggunakan teknik metafora yang rinci, muncul gambaran yang lain, terisolasi dari dunia karena kurangnya perhatian, dikurung dalam sebuah ruangan gelap dan dingin. Pada saat itu dimensi seorang pribadi, kadang-kadang berkaitan dengan dimensi sejarah. Dalam hal apa pun, yang penting adalah memperkenalkan cahaya yang memungkinkan mereka melarikan diri dari hawa dingin dan ruang yang gelap. Kisah ini diam-diam menunjukkan kefasihan sumbangan lain, memperkenalkan “diiringi cahaya,” adalah sesuatu yang besar yang tidak semua orang bisa melakukannya, tetapi pada saat yang sama, itulah tugas manusia, dan siapa pun bisa dan harus melakukannya. Dalam cerita, kita menemukan kata-kata: “Ada cahaya pada jejak kaki mereka. Apakah jejak kaki itu tidak terlihat seperti perahu-perahu kecil yang sarat cahaya?” Dalam kenyataannya, selalu ada, di mana-mana, cahaya dalam lingkungan kita. Namun, untuk menemukan cahaya, kebenaran harus dipulihkan, tangan harus menjangkau orang lain. Di luar keragu-raguan itu, keberanian diperlukan. Melalui upaya-upaya tersebut, cahaya yang sepele bisa menjadi “terang yang besar” mengawal orang-orang di sekitar kita yang kesepian dan terisolasi. Lambat, suara penulis akhirnya berpusat pada kemungkinan komunikasi yang benar dengan orang lain. Itulah etika manusia yang dinyatakan dalam cerita ini.

SENI & BUDAYA KOREA 63


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.