Koreana Winter 2013 (Indonesian)

Page 1

Musim dingin 2013

Seni & Budaya Korea

Seluk-beluk Soju

M usimmerd i 2012 n g i n 2013 vo l.n o2. 2n o . 4 sum vo l. 26

Fitur Khusus

Soju, Sekilas Latar Belakang Mengenainya Minuman Beralkohol Terlaris di Dunia Budaya Minum Orang Korea

Seluk-beluk Soju Minum sebagai Budaya Korea

www.koreana.or.kr

v o l. 2 NO. 4

ISSN 2287-5565


Penata Letak dan Desain

Negara di luar Amerika dan Kanada

© The Korea Foundatioon 2013

Direktur Editorial Zeon Nam-jin

Kim’s Communication Associates

(termasuk Korea)

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Pemimpin Redaksi

Koh Young Hun

384-13 Seogyo-dong, Mapo-gu, Seoul,

Korea Foundation

Dilarang memperbanyak sebagian atau

Penyunting

Mirna Yulistianti

121-839, Korea. www.gegd.co.kr

2558 Nambusunhwan-ro, Seocho-gu,

seluruhnya tanpa izin Korea Foundation.

Dewan Redaksi

Bae Bien-u

Telp: 82-2-335-4741 Faks: 82-2-335-4743

Seoul, Korea

Elisabeth Chabanol

Han Kyong-koo

Kim Hwa-young

Kim Mun-hwan

Kim Young-na

Koh Mi-seok

Song Hye-jin

Song Young-man

Werner Sasse

Pemimpin Umum

Yu Hyun-seok

Langganan

Telp: 82-2-2151-6544 Faks: 82-2-2151-6592

Biaya per tahun: Korea \18,000,

Percetakan Edisi Musim dingin 2013

Asia(udara) US$33, Negara di luar Asia(Udara) US$37

Samsung Munhwa Printing Co.

Harga per eksemplar (Korea): \4,500

274-34 Seongsu-dong 2-ga,

Informasi Berlangganan

Seongdong-gu, Seoul, Korea Telp: 82-2-468-0361/5

Amerika, Kanada

Pendapat penulis atau pengarang dalam majalah ini tidak harus selalu mencerminkan pendapat editor atau pihak Korea Foundation. Majalah Koreana ini sudah terdaftar di Kementerian Budaya, Olahraga, dan Pariwisata(No. Pendaftaran Ba 1033, 8 Agustus 1987), Korea sebagai majalah triwulanan, dan diterbitkan juga dalam bahasa Inggris, China,

Koryo Book Company

Prancis, Spanyol, Arab, Rusia, Jepang, dan

1368 Michelle Drive

Jerman.

St. Paul, MN 55123-1459 Telp: 1-651-454-1358 Faks: 1-651-454-3519

Seni & Budaya Korea Edisi Musim dingin 2013

http://www.koreana.or.kr

Diterbitkan empat kali setahun oleh Korea Foundation 2558 Nambusunhwan-ro, Seocho-gu, Seoul, Korea

“Dari Perahu, Memandang rimbun bunga Aprikot” karya Kim Hong-do (1745-sekitar 1806) dari Dinasti Joseon, tinta dan cahaya warna pada kertas, 164 x 76 cm, akhir abad ke-18 sampai awal abad ke-19.

Dari Redaksi

Musim Dingin yang Hangat

Musim dingin yang hangat, bukanlah sebuah paradoks. Seoul dan kota-kota lain di Korea, selalu menyambut

kehangatan. Jadi, datanglah ke Seoul, dan nikmati saljunya dalam kehangatan.

musim apa pun dengan kehangatan: serangkaian festival, pesta musiman, pameran, dunia belanja, dan dina-

Di wilayah lain, musim dingin adalah masa kehebohan: permainan ski, berselancar di atas es, atau berceng-

mika masyarakat, kerap menciptakan kehangatan. Tetapi, kehangatan kali ini, bagi Koreana , terasa lebih spe-

kerama di lapangan salju dengan segenap keluarga. Setelah itu, beristirahatlah sambil makan samgeytang

sial. Ada apakah gerangan?

(ayam rebus), dongtaetang (sup ikan), kodongo (ikan bakar) atau sup Hwangtae yang kaya protein. Jangan

Tahun ini adalah 40 tahun hubungan persahabatan Korea—Indonesia. Masa yang panjang, tanpa sekalipun

lupa, minumannya teh hangat, ginseng, atau bahkan soju ! Itulah kehangatan lain musim dingin.

ada masalah yang mengganjal. Bahkan, hubungan itu semakin erat dan akrab dengan bertambah luasnya

Koreana edisi musim dingin, ingin berbagi kehangatan itu. Selalu, sajiannya hangat. Eloklah jika sidang pem-

kerja sama antar-kedua negara. Sangat beralasan bagi Korea dan Indonesia, jika di masa mendatang, hubun-

baca yang mulia, mengajak keluarga, saudara, teman, dan handai tolan untuk menyampaikan informasi ten-

gan bilateral itu semakin meningkat dan terus meningkat guna mengangkat peranan dan martabat kedua

tang Koreana , media satu-satunya yang menyajikan seni budaya Korea, yang adiluhung dan kontemporer,

bangsa di mata bangsa-bangsa lain di dunia.

secara lengkap, secara hangat.

Salju dalam setiap musim dingin, biasanya turun awal atau pertengahan Desember. Kali ini, salju menyapa

Nikmatilah Koreana edisi musim dingin ini dengan hati yang hangat, hati yang mencintai persaudaraan dan

warga Seoul lebih cepat, yaitu pertengahan November. Meski begitu, warga Seoul, atau penduduk Korea

kemajuan!

umumnya, sudah akrab dengan alam. Dalam setiap pergantian musim, segalanya sudah disiapkan. Suhu udara musim dingin biasanya berkisar antara 5—10 derajat atau sampai puncaknya antara 10—15 derajat di bawah nol. Tetapi, segalanya tetap hangat. Gas, air, busana, makanan, mesin penghangat ruangan, kipas

Koh Young Hun

angin, sampai ke minuman soju dan makgeoli adalah perlengkapan penting musim dingin yang memberi

Pemimpin Redaksi Koreana Edisi Indonesia


Fitur Khusus Seluk-beluk Soju

04 08 14 18

Fitur Khusus 1

Soju, Sekilas Latar Belakang Mengenainya

Lee Chang-guy

Fitur Khusus 2

Minuman Beralkohol Terlaris di Dunia

Ye Jong-suk

Fitur Khusus 3

Budaya Minum Orang Korea

4

Cho Surng-gie

Fitur Khusus 4

Makanan Gurih yang Menemani Soju

Ye Jong-suk

8

22 28 32

25

40

WAWANCARA

Lee Young-hye: “Jika seni itu pertanyaan, desain adalah jawabannya.”

Chung Jae-suk

Jatuh Cinta pada Korea

Jembatan untuk Dunia Multikultural dr. Rajesh Chandra Joshi

Park Hyun-sook

DI ATAS JALAN

Pameran Seni : Kenangan tentang Cinta dan Perang di Sana Kim Yoo-kyung Distrik yang Bernama Cheorwon ‘Segitiga Besi’, Lokasi Koeksistensi Ketegangan dan Kedamaian Kim Dang

Buku & lebih Charles La Shure Seumur Hidup bersama Kesusastraan Korea

“Koreaku: 40 Tahun Tanpa Horsehair Hat ” Festival Film Sepanjang Tahun, Berbagi, dan Keterbukaan

Festival Film 29 Detik Hal-hal Kecil untuk Meditasi bagi Kebenaran yang Dalam dan Luas

Bayangan yang Bertumbuh 36

46 54

Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

44 46 52 56 62

Esai

Ke Korea di Musim Gugur

Masuki M. Astro

HIBURAN

Bong Joon-ho Membuat Debut Hollywood dengan ‘Kereta Api Negeri Salju’

Kim Young-jin

KENIKMATAN GOURMET

Hwangtae : Makanan Lezat Berprotein Tinggi dari Salju, Angin, dan Matahari

Ye Jong-suk

gaya hidup

Ekonomi Berbagi, Konsep Baru Kepemilikan

Lee Jin-joo

Perjalanan Kesusastraan Korea

Langkah untuk Mengingat Kehidupan yang Entah dan tak Relevan Lemari Tua Lee Hyun-su

Kang Ji-hee

3


Fitur Khusus 1 Seluk-beluk Soju

Soju, Sekilas Latar Belakang Mengenainya Belakangan ini kelihatannya tidak ada pembagian kelas yang jelas bagi orang Korea dalam hal minum minuman keras. Di latar belakangnya terdapat pola pikir optimis era industrialisasi dari pekerja-pekerja kota, dan itu berkembang menjadi ‘semangat soju’ yang unik dan istimewa di dalam budaya makan-makan di perusahaan-perusahaan.

Lee Chang-guy, Penyair, Kritikus Sastra

Lampu memikat dari penjual makanan kaki lima menarik perhatian orang-orang yang lewat.

P

ada tahun 1976 ketika teriknya matahari musim panas mulai berubah menjadi hangatnya matahari musim dingin, saya berbaring agak miring di teras rumah saya sambil membaca sebuah cerita bersambung di koran. Saat itu melintas di otak saya suatu pertanyaan, semua manusia di dunia rasanya hidup begitu saja menurut apa yang menerpanya. Apakah arti kehidupan bagi seorang yang sudah tua, dan sebagai orang yang begitu yakin sudah mengetahui bagaimana cara menjalani kehidupan yang baik, pemikiran ini membuat saya bingung sendiri dan akhirnya terjebak dalam kehausan dan kelemahan yang mendalam. Saat itu saya baru SMA kelas 2. Tetapi pertanyaan yang menyesakkan dada itu akhirnya menjadi ekstasi penyembuh bagi saya. Beberapa hari setelah itu adalah kelas menulis di sekolah. Hari itu guru kelas ‘Menulis’ mulai menggoreskan kapurnya di papan tulis, menuliskan sebuah puisi yang tidak ada pada buku

4

pelajaran kami. “Penyair muda / ayo kita batuk / mari kita batuk pada atas salju / mari kita turunkan hati turunkan hati agar salju bisa melihat / mari kita batuk”. Puisi karya Kim Su-young berjudul <Salju> ini menjadi pesan pertama bagi jiwa saya yang tenggelam dalam kepekatan zaman pada saat itu. Dan dari radio di malam tanpa kantuk itu terdengarlah lantunan puisi membangunkan ingatan romantis saya yang sempat terlupakan. Sebuah puisi karya Park In-hwan berjudul <Kuda Kayu dan Gadis>, yang diawali dengan “Minumlah segelas alkohol” dan dilanjutkan dengan “bintang-bintang berjatuhan dari botol bir / bintangbintang yang terluka itu hancur ringan di dadaku”. Tanpa segaris ragu, sayapun memasuki jalan penyelamat yang terbuka oleh minuman alkohol dan puisi.

Saya dan Soju Perilaku minum saya merupakan suara gendang S e n i & B u d a y a Ko re a


menggema di dada yang menandakan munculnya seorang ksatria baru yang hendak melawan dunia fana nan lusuh, merupakan pernyataan perang berhadapan muka dengan semua yang ditakuti manusia tanpa dapat melawannya, dan juga merupakan perjuangan dari seorang pemuda naif yang memimpikan kebebasan dari kesemuanya. Semua ‘anggur’ (dalam arti anggur pada perjamuan kudus di gereja) dalam ritual ini adalah soju dengan kadar alkohol 25 dan merek katak pada botolnya yang berwarna hijau. Soju merasuk dalam diri saya dengan berbagai rupa, yakni rasa, semangat, eksentrik, fantastik, tidak praktis, non-sosial, dan revolusi. Pada satu hari saya bisa saja meminum dalam sekejap sebotol soju. Hanya karena ingin hidup sebagai seorang manusia. Ketika mulai berceloteh dalam bahasa yang antara dikenal dan tak dikenal meniru seorang penyair, mulailah muncul satu atau dua orang peramal. Ritual kami dimulai dari sejak senja tiba dan semakin mendalam dengan datangnya malam. Semakin berulang pertemuan, semakin banyaklah pengikutnya. Penyelenggara menamakan pertemuan ini “Simposium Plato�. Tetapi kemudian mulailah serangan dari ‘orang-orang berkeyakinan lain’. Kami diskorsing dari sekolah atas tuduhan memalukan “minum alkohol di sekolah�, ditambah lagi dengan siksaan yang diatasnamakan “hukuman yang mendidik�. Pada tahun berikutnya di musim dingin, kami membuat perkumpulan besar besaran di kantor publikasi di tengah kota menggunakan segala dana yang kami punyai dan dengan bangga menyerukan keputusan kami kepada dunia. Pada akhir perkumpulan tersebut, saya menyatakan keluar dari rumah dan kemudian lari dari rumah. Meninggalkan kekasih tercinta yang mengenakan sarung tangan bulat di terminal. Tanggal 26 Oktober 1979, ketika saat peristiwa Presiden Park Jung-hee tertembak mati terjadi, saya dan teman terbaring di sebuah kamar kos lusuh dalam keadaan bobrok jasmani dan rohani. Dan pada musim dingin di tahun yang sama, bersamaan masuknya saya dengan susah payah ke militer, gugusan bintang saya hilang lenyap dari atas bumi ini.

Ayah dan Soju Ayah adalah seorang pengungsi dari provinsi Hwanghae yang meninggalkan kampung halaman dan keluarganya waktu perang Korea berkecamuk, dan lari ke selatan sendirian. Ayah yang kini berusia 89 tahun adalah seorang pecinta minuman alkohol yang bila merasa mampu, bahkan akan meminum soju sebagai teman makan. Mungkin memang sejak semula beliau tidak memiliki kesabaran untuk menunggu, selalu saja beliau mengosongkan Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

isi gelas yang diterimanya dengan iringan suara ‘cuuuk~’. Hal inilah yang selalu menyulitkan saya bila hari raya tiba, karena biasanya seringkali saat itu saya menemani beliau minum. Kalau saja sesekali saya hanya mengosongkan setengah dari isi gelas dan menurunkan gelas tersebut diam - diam, langsunglah akan terdengar suara bentakan ayah. Gelas soju kecil itu tidak berisi sampai seteguk, buat apa beririt minum, kata beliau. Kalau orang berpikir karena ayah adalah pengungsi dan pecinta minuman alkohol lantas yang menjadi alasannya adalah karena beliau ingin menghibur diri bila teringat pada keluarga yang ditinggalkannya, orang itu salah besar. Walaupun tidak bisa dikatakan alasan itu tidak ada sama sekali, sebenarnya ayah sudah mulai akrab dengan soju sejak tahun 1970. Saat usaha permobilan milik ayah yang dijalaninya bersama beberapa teknisi mulai miring, ketergantungan ayah pada sojupun meranjak pesat. Sampai sekarang ayah masih saja percaya dan mengatakan bahwa beliau tidak memiliki keberuntungan dalam berusaha, tetapi menurut saya dengan terbukanya bisnis permobilan sebagai suatu bidang industri baru, diperlukan teknisi-teknisi ahli dengan latar belakang pendidikan yang sistematis dalam setiap bidangnya. Karena itulah generasi insinyur bertipe ilmuwan penemu bertukar menjadi generasi insinyur ahli yang memiliki ilmu yang sistematis. Ayah juga belajar entah dari mana, saat mabuk beliau memanggil dan mengumpulkan seluruh anggota keluarga di tengah malam untuk memberikan ceramah panjang lebar tentang masa depan negeri ini dan juga bagaimana seorang manusia sepatutnya bertindak

Prajurit industri dan Soju Industrialisasi di Korea, yang menjadi landasan bagi Korea yang dulunya merupakan salah satu dari negara termiskin di dunia sejak usainya perang Korea untuk berkembang sebagai negara perdagangan di urutan ke 8 dunia, mulai memanas sejak tahun 1970. Pelaku utama dalam industrialisasi memang diawali oleh kaum elit muda lulusan perguruan tinggi yang mengatasi kesulitan ekonomi dengan belajar setinggi-tingginya, tetapi yang menjadi pendorong utamanya adalah kaum muda biasa yang berbondong-bondong meninggalkan kampung halamannya masing-masing untuk datang mengadu nasib ke kota. Keterampilan yang tinggi (namun murah) yang dimiliki mereka inilah yang menjadi kekuatan saing utama yang melahirkan industrialisasi di Korea. Yang menghibur tubuh lelah dan kerinduan pada kampung halaman mereka tak lain adalah segelas minuman alkohol saat pulang dari kerja. Pada masa industrialisasi di Inggris, para pekerja lebih menikmati brandy yang lebih

5


keras daripada wine atau bir. Demikianlah juga orang cenderung memilih soju daripada makgeolli yang menambah selera makan dan juga memberikan rasa mabuk yang stabil hanya dalam 3 gelas teguk. Rasa pahit di mulut yang diakhiri dengan rasa manis yang melingkupi lidah cukup untuk menghibur dan menguatkan jiwa yang lelah oleh beratnya kehidupan, dan dengan sedikit uang dapat menikmati rasa mabuk. Singkatnya, soju adalah minuman alkohol yang sempurna memenuhi keperluan zaman.

Minuman Optimis, Minuman Persatuan Perilaku orang-orang yang mabuk akibat minuman beralkohol di mana saja biasanya sama, tetapi bila disuruh bicara tentang ciri khas kebiasaan minum orang Korea, saya bisa mengatakan bahwa biasanya orang Korea gemar mabuk berat daripada menahan diri. Daripada minum ‘secukupnya’, mereka gemar minum ‘habishabisan’. Yang menarik adalah – yang mungkin saja dianggap aneh - mabuk berat bukanlah dibuat menjadi satu alasan untuk melarikan diri dari keadaan atau menutup kekurangan diri, tetapi justru membuat diri percaya diri dan optimis. Pepatah Korea yang mengatakan ‘suatu haripun matahari juga akan menerangi lubang tikus’, dan sebaris lirik lagu yang mengatakan ‘suatu hari, hari yang cerah akan datang’ yang kerap terdengar di rumah minum menunjukkan isi hati terdalam dari semua orang yang datang untuk minum. Sekalipun pada kenyataannya saat ini mereka terdorong kalah, mereka tidak menerima mentah - mentah kekalahan tersebut. Mereka percaya bahwa kekalahan itu hanya bersifat sementara dan menunggu suatu hari dapat masuk ke tengah–tengah medan. Soju adalah minuman penghibur bagi ‘prajurit-prajurit kalah palsu’ yang saling menguatkan satu sama lain. ‘Minum dalam sepi’ (dalam arti minum alkohol sendirian tanpa ada yang menemani)’ adalah pemandangan yang sulit untuk ditemukan. Minuman beralkohol sangatlah menggairahkan bak membuktikan hipotesis bahwa ia mendorong meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan

manusia. Budaya unik dan istimewa pada makan-makan di perusahaan-perusahaan bermula dari sini. Tidak ikut dalam acara Makan Bersama (atau mungkin lebih tepat disebut sebagai Minum Bersama) dapat diartikan sebagai penolakan untuk bersatu. Walaupun memang pada hari berikutnya ketika semua suasana dan perasaan kembali pada tingkat normal, semua orang akan melupakan acara Makan Bersama itu seolah tidak pernah terjadi apapun. Budaya minum yang berlanjut ke tahap dua dan tahap tiga yang merupakan sambungan dari acara makan bersama (yang sering disebut sebagai tahap satu) pada era industrialisasi yang dulunya tidak produktif dan boros kini telah berkembang menjadi budaya positif perusahaan guna meningkatkan produktivitas.

Tenaga Kerja Berubah, Sojupun Berubah Seingat saya istilah ‘Berubahnya Soju’ muncul di kalangan jurnalistik pada tahun 1995 ketika GDP Korea meraih 10.000 dolar. Yang menjadi fokus dari perubahan minuman beralkohol adalah kadar alkoholnya. Pada tahun 1998 kadar alkohol 23 turun menjadi 22 (tahun 2001), kemudian turun lagi menjadi 21 (tahun 2004) dan sekarang ditambah lagi variasinya dengan kadar alcohol 19,5. Semakin rendahnya kadar alkohol dalam soju juga merubah dan melenyapkan sikap peminum yang dulunya selalu berujar ‘kha…ha…’ seusai meneguk isi gelas mereka. Alasan dari semua ini bisa dikatakan adalah karena ‘budaya hidup sehat’ yang mendorong lahirnya ‘soju lembut’, dan juga bisa dikatakan karena perusahaan minuman mengincar kalangan muda dan wanita. Sebagai contohnya adalah munculnya berbagai variasi soju koktail dengan tambahan aroma buah. Saya berusaha mencari akar dari perubahan ini dari perubahan kualitas dan sifat dari tenaga kerja. kerja fisik dengan kerajinan dan kesetiaan untuk mencapai sasaran kerja yang dibuat satu arah pada masa industrialisasi memungkinkan Korea mencapai GDP sebesar 10.000 dolar. Pada era berikutnya – yang dikata orang ada-

‘Minum dalam sepi (dalam arti minum alkohol sendirian tanpa ada yang menemani)’ adalah pemandangan yang sulit untuk ditemukan. Minuman beralkohol sangatlah menggairahkan bak membuktikan hipotesis bahwa ia mendorong meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan manusia. Budaya unik dan istimewa pada makan-makan di perusahaan-perusahaan bermula dari sini. Budaya minum yang berlanjut ke tahap dua dan tahap tiga yang merupakan sambungan dari acara makan bersama (yang sering disebut sebagai tahap satu) pada era industrialisasi yang dulunya tidak produktif dan boros kini telah berkembang menjadi budaya positif perusahaan guna meningkatkan produktivitas kerja. 6

S e n i & B u d a y a Ko re a


Orang-orang bersulang sambil bersorak meneriakkan harapan baik. Tetapi bukankah bersulang sesungguhnya saling mendukung untuk bisa lebih mabuk?

lah zaman informasi – yang dinamakan sebagai ‘bekerja’ bukanlah lagi kerja fisik dengan imbalan uang, tetapi penunjukan jati diri di tengah masyarakat. Orang mulai memilih pekerjaan sesuai dengan minatnya, kedudukan seseorang di masyarakat mulai ditentukan berdasarkan kemampuan masing-masing, bahkan mulailah tersiar kabar burung bahwa kebahagiaan manusia bisa ditemukan di dalamnya. Dengan demikian, otomatis kebebasan untuk bersenang tanpa tujuan atau tidak melakukan apa - apa menjadi hilang, waktu kosong di sela kesibukan bekerja tidaklah lagi menjadi waktu sisa, tetapi menjadi waktu untuk menyiapkan suatu inovasi baru. Di sinilah pengkodean soju bermula. Fungsi membuat mabuk semakin menjauh, dan kini fungsi tersebut beralih ke fungsi minuman untuk meningkatkan dan memperbaiki hubungan melalui percakapan, atau sebagai minuman sinekdok yang dapat merangsang selera makan. Fenomena ini mirip dengan perubahan sebuah mobil yang tadinya lebih mementingkan kecepatan, tetapi kini lebih dianggap sebagai suatu sarana untuk memamerkan keamanan dan kekayaan. Jadi bila sekedar mau bersulang sambil saling membenturkan gelas, tidak diperlukan minuman alkohol berkadar tinggi. Minum berlebihan dianggap sebagai alasan penghalang untuk bersaing di hari berikutnya. Ini adalah cerita dari generasi masa kini yang menyerukan ‘kalau tidak bisa mengelak, nikmatilah’. Pada titik ini, soju yang muncul dalam kemasan pak bukanlah suatu produk ambiKo r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

sius untuk memudahkan seseorang membawa dan meminumnya ke mana dan di mana saja, tetapi merupakan produk kenang - kenangan yang membawa kita kembali pada ‘Masa Jaya Soju’. Perasaan berada ditengah gejolak kemajuan itu ditulis oleh penyair Park Roh-hye dalam puisinya <Subuh Seorang Pekerja> yang berbunyi ‘di dalam keringat dan air mata darah yang kasar / tumbuh dan bernafaslah cinta kita, amarah kita / demi harapan dan persatuan / tuangkanlah segelas soju untuk menghibur hati lara di subuh hari’. ‘Pesta telah usai / minuman sudah habis, satu per satu orang memasukkan dompetnya, dan akhirnya diapun turut pergi / tetapi aku dapat menduga dengan samar / seseorang akan tinggal seorang diri di tempat ini sampai detik terakhir / ia akan membereskan meja ini ganti pemilik toko / dan sambil berusaha mengingat kembali semuanya akan meneteskan air mata yang panas’ Choi Young-mi <Tiga Puluh, Pesta Telah Usai>. Masa muda di mana kita saling menuang penuh sampai meluap gelas - gelas soju untuk meredakan kehausan dan keperihan yang menyesakkan dada sambil saling menumpahkan perasaan-perasaan yang kuat telah berlalu. Demikian juga masa muda saya. Suara seruan asing yang menandakan bermulanya suatu arena baru globalisasi terdengar berisik. Suatu hari, tentulah mereka akan merindukan saat - saat mereka bekerja, mencintai, bermimpi dan saling berbagi soju dengan cara mereka sendiri.

7


1

2

3 1-3 Kim Yeun-bak, yang telah belajar seni membuat Soju dari ibunya dan pekerja seni yang ditunjuk pemerintah membuat Soju Andong, Cho Ok-hwa, dan istrinya Bae Kyung-hwa, yang disiapkan mewarisi gelarnya, mempersiapkan rendaman gandum, atau nuruk , yang digunakan untuk fermentasi minuman keras tradisional. Air ditambahkan untuk dikeringkan dan gandum dilumatkan, dan pencampuran bahan-bahan dilakukan dengan tangan (1). Sebuah bingkai bulat rendaman gandum dilapisi kain rami dan campuran yang ditekan pada bingkai (2). Kain dilipat di atas campuran dalam dua lapisan, dan kemudian campuran dipadatkan dengan injakan kaki (3). 4 Beras dimasak dalam sebuah kapal menyebarkan dingin pada lembaran di bawah bayangan, nasi ini dicampur dengan bubuk rendaman gandum dan air dan difermentasi dalam kendi tembikar untuk menghasilkan “bubur� yang nantinya akan disuling (bawah). 5 Bubur fermentasi dituangkan ke dalam kuali, yang kemudian berkembang dingin, dan ketika bubur direbus dengan Soju sulingan, ia akan mengalir ke dalam tabung (kanan).

4

8

5

S e n i & B u d a y a Ko re a


Fitur Khusus 2 Seluk-beluk Soju

Minuman Beralkohol Terlaris di Dunia Minuman beralkohol ini selalu hadir di setiap waktu makan, piknik, dan bahkan di dalam tas – minuman dalam botol hijau yang kecil ini begitu disukai masyarakat Korea. Sebenarnya, apa sih minuman yang bernama

soju ini? Ye Jong-suk, Kolumnis Makanan, Profesor Bidang Pemasaran, Universitas Hanyang Ahn Hong-beom Fotografer

T

ahun lalu warga Korea meminum 3,4 miliar botol soju. Dengan perincian rata-rata 88,4 botol per orang dewasa setahun atau 7,4 botol per bulan. Mengingat non-peminum dihitung juga di sini, terlihat jelas bahwa warga Korea minum soju dalam jumlah yang luar biasa. Menurut salah satu survei terbaru, 65 persen orang Korea langsung berpikir tentang soju ketika menyebut minuman beralkohol. Berdasarkan fakta tersebut, tidaklah berlebihan rasanya jika soju dijuluki sebagai minuman beralkohol nasional Korea.

Sejarah Soju Sejarah soju merekam peristiwa yang penuh prahara. Sebenarnya, soju bukan asli Korea tapi dibawa ke negara itu oleh para penjajah. Pada awal abad ke-13, ketika Dinasti Goryeo memerintah Semenanjung Korea, tentara Mongol menyerang dan membawa masuk soju bersama mereka. Pasukan Mongol minum minuman keras hasil penyulingan yang kuat ini, yang tidak pernah ditemui sebelumnya. Minuman keras ini pun menjadi soju Korea. Sebelum itu, orang Korea minum hasil fermentasi seperti cheongju (anggur beras murni), beopju (anggur beras yang dipakai dalam upacara ritual, dibuat dengan proses seperti pembuatan bir), dan makgeolli (anggur beras yang belum dimurnikan). Soju dikenal di Mongolia sebagai “araki”, kata yang berasal dari bahasa Arab “araq,” yang mengacu pada minuman keras yang disuling. Jadi soju adalah minuman keras hasil penyulingan yang berkembang di Arab, melewati Mongolia serta Manchuria, sebelum masuk ke Korea. Menurut sebuah cerita, Genghis Khan memperkenalkan araq Arab ke Mongolia setelah invasi Kekaisaran Khwarezmian. Cucunya, Kublai Khan, kaisar pertama Dinasti Yuan, kemudian membawa araq ke Korea dalam perjalanan untuk menyerang Jepang. Jadi bisa dikatakan bahwa soju tersebar melalui perang. Fakta bahwa lokasi perkemahan Mongol pada saat itu terletak di daerah Gaeseong, Andong, dan Pulau Jeju, yang sekarang terkenal memproduksi Soju seharusnya menegaskan bukti sejarah itu. Setelah tentara Mongolia pergi, soju mulai populer di kalangan kelas atas masyarakat Goryeo. Soju terbuat dari biji-bijian yang mahal sehingga hanya kaum terhormat saja yang bisa membelinya. Mereka minum begitu banyak soju sehingga “Sejarah Goryeo” (Goryeosa) mencatat perintah yang diberikan oleh Raja U tahun 1375: “Masyarakat memang tidak tahu apaKo r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

9


apa tentang penghematan, mereka menghambur-hamburkan kekayaan demi soju, sutra, dan piring emas serta batu giok, sehingga selanjutnya hal-hal ini harus dilarang.” Perintah kerajaan ini berpengaruh kecil, sebagaimana “Intisari Sejarah Goryeo” (Goryeosa jeoryo) mencatat kutipan berikut: “Jenderal Kim Jin mempermalukan diri dengan minum soju dan tidak melaksanakan tugasnya. Ia mengumpulkan pelacur dan para komandan di bawahnya untuk minum soju siang dan malam, sehingga para prajurit menyebut mereka ‘Gerombolan Soju.’ ” Kesenangan berlebihan pada soju berlanjut sampai periode Joseon. “Riwayat Raja Seongjong” (1469-1494) mencatat bahwa Jenderal Penasihat Jo Hyo-dong berkata kepada raja, “Selama pemerintahan Raja Seongjong, para bangsawan jarang mengkonsumsi soju tapi sekarang semua meminumnya bahkan di perjamuan biasa, sehingga menyebabkan limbah yang luar biasa. Jadi mohon Yang Mulia melarang seluruh konsumsi tersebut.” Di sisi lain, soju juga digunakan untuk tujuan pengobatan seperti yang tertulis di “Riwayat Raja Danjong” (1452-1455) bahwa raja muda yang lemah diberi minum soju sebagai obat. “Jurnal Khusus Yi Su-gwang” (Jibong yuseol) yang diterbitkan pada awal abad ke-17 berbunyi, “soju yang digunakan sebagai obat tidak diminum dalam jumlah banyak melainkan diminum dari gelas kecil. Hal ini kemudian menjadi kebiasaan untuk menyebut gelas kecil sebagai ‘gelas soju.’ ”

Ujian bagi Soju Tradisional Banyak keluarga pada periode Joseon membuat minuman keras di rumah untuk konsumsi sendiri. Berbagai naskah pun mencatat metode untuk memproduksi soju hasil distilasi itu. Setiap daerah memiliki metode tersendiri yang menghasilkan banyak jenis soju terkenal, seperti gamhongno beraroma stoneweed, jungnyeokgo beraroma bambu panggang, iganggo beraroma buah pir dan jahe, dan samhaesoju yang dibuat dari beras ketan. Namun pada 1909 hukum pajak minuman keras pertama akhirnya disahkan, ketika Korea telah menjadi protektorat Jepang. Pada 1916 Pemerintah Jepang-Korea mengesahkan Undang-Undang Pajak Minuman Keras yang lebih ketat. Undang-undang ini melemahkan tidak hanya usaha penyulingan rumahan tetapi juga pasar produksi minuman keras, yang terutama didirikan di ibu kota Korea. Bersamaan dengan Jepang mendirikan berbagai institusi di Korea untuk mengeksploitasi koloni mereka, minuman keras tradisional daerah pun hilang. Industri minuman keras Korea direorganisasi berdasarkan modal Jepang. Terdapat lebih dari 28.000 produsen soju pada 1916, tetapi pada 1933 angka tersebut turun drastis menjadi 430. Pada 1934, sistem perizinan untuk pembuatan bir rumah dan penyulingan benar-benar dihapuskan dan minuman keras buatan sendiri benar-benar menghilang. Akibatnya, penerimaan pajak minuman keras Pemerintahan Jepang-Korea ini meningkat pesat. Pada 1918, pemerintah kolonial menerima 12 kali lipat jumlah pajak minuman keras dibandingkan pendapatan yang sama pada 1909. Pada 1933 pajak minuman keras menyumbang 33 persen dari seluruh pajak yang dipungut di Korea. Dalam perjalanannya, soju yang diseduh dengan gandum tradisional dan dimurnikan dalam alat penyuling gaya Korea secara bertahap menghilang lalu digantikan oleh soju yang dibuat dari ragi hitam dan diolah dengan mesin dari Jepang. Soju tradisional berhasil bertahan hidup meskipun banyak kesulitan, tetapi pada 1965 soju menghadapi ujian terbesar yang pernah dilaluinya. Dalam rangka penghematan bahan makanan, pemerintah Korea mengeluarkan Undang-Undang Pengelolaan Gandum dan melarang penggunaan biji-bijian dalam pembuatan minuman keras. Soju tradisional yang terbuat dari beras menjadi kenangan di masa lalu. Sebagai gantinya, soju diproduksi masal dengan meng-

Soju tradisional dari beras yang disuling telah terkenal sejak zaman dahulu dengan sejarahnya yang penuh prahara. Walaupun soju yang diencerkan memiliki image kurang baik, namun karena harganya murah dan rasanya yang unik sehingga dengan cepat mendapat tempat di hati masyarakat. 10

S e n i & B u d a y a Ko re a


1 1 Garis pemeriksaan produk di pabrik Jinro di Icheon, Provinsi Gyeonggi, pabrik ini sendiri menghasilkan 4,5 juta botol Soju per hari, sekitar 60 persen dari total produksi perusahaan. 2 Dalam ruang pameran pabrik penyulingan Jinro di Icheon, semua jenis Soju diproduksi oleh Jinro selama 80 tahun terakhir yang dipamerkan. Botol cokelat di depan pada alas kayu adalah varietas pertama, yang diproduksi pada tahun 1924.

2

Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

11


3

1-5 Leegangju diproduksi oleh seduhan pir, jahe, kayu manis, dan kunyit dalam alkohol sulingan dengan cara tradisional; campuran matang selama tiga bulan dan kemudian disaring melalui keranjang yang dilapisi kertas murbei tradisional. Lelaki pekerja, Cho Jeong-hyeong, praktisi seni yang membuat Leegangju yang ditunjuk pemerintah, berasal dari Jeonju, Provinsi Jeolla Utara.

1

2

12

S e n i & B u d a y a Ko re a


encerkan minuman keras yang disuling dari ubi jalar, sari tebu, tapioka, dan bahan makanan lainnya untuk memuaskan dahaga para peminum Korea. Perusahaan pembuat soju encer bermunculan satu demi satu pada 1960, namun pada 1973 pemerintah memberlakukan kebijakan satu perusahaan soju untuk satu provinsi hingga tinggal 10 perusahaan yang bertahan sampai hari ini. Langkah ini menjadi faktor penentu dalam penciptaan merek dari masing-masing daerah. Soju yang diencerkan itu memang tidak memiliki image berkualitas tinggi namun karena harganya murah dan memiliki rasa yang unik, sehingga dengan cepat merebut hati masyarakat.

Penyulingan Minuman Beralkohol Terlaris di Dunia

4

Sejarah soju encer di Korea ditandai dengan perubahan kandungan alkohol di dalamnya. Pada 1960 ketika soju encer mulai populer, di dalamnya terkandung 30 persen volume alkohol. Pada 1973, volume itu dikurangi menjadi 25 persen dan bertahan selama seperempat abad. Kemudian pada akhir 1990-an, seluruh dunia menunjukkan perhatian pada minuman rendah alkohol seiring dengan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi terhadap kesehatan. Soju dengan kandungan alkohol sebanyak 23 persen pun muncul, yang menyebabkan produsen lokal memperkenalkan produk baru dengan kandungan alkohol lebih rendah. Volume ini kemudian turun menjadi 22 persen lalu 21 persen, dan pada 2006 akhirnya merosot menuju garis yang sebelumnya tak dapat diterima, yaitu 20 persen. Akhirnya muncul soju dengan kandungan alkohol sebesar 15,5 persen. Hal ini menjadikan soju benar-benar sebagai “minuman ringan”, di mana soju tradisional pun akan malu untuk menganggapnya sebagai “sepupu jauh”. Soju dengan alkohol sedikit lebih tinggi kemudian diluncurkan ke pasar untuk memenuhi permintaan peminum yang tidak puas dengan penurunan kandungan alkohol, namun kegilaan untuk soju ringan terus berlanjut. Ketika kandungan alkohol soju menurun, ia mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar dari kaum perempuan. Nama merek pun berubah menjadi lebih menarik. Awalnya merek soju Korea memiliki nama yang tampak kuno dan sulit serta terdiri dari karakter China seperti Jinro (“Embun Sejati”), Gyeongwol (“Terang Bulan”), dan Muhak (“Bangau Menari”). Namun pada 1998, Jinro mengubah merek unggulannya menjadi lebih mudah dalam bahasa Korea asli bernama “Chamisul”. Langkah ini terbukti sangat sukses, membuat para pesaingnya mengeluarkan merek baru seperti Cheoeum Cheoreom (“Seperti Pertama Kali” ) dan Joeunday (“Ini Hari yang Baik!”). Saat soju menjadi minuman nasional Korea, kontroversi berkecamuk seputar masalah kecanduan yang berdampak pada kesehatan. Mereka yang mencintai soju sering menggambarkan rasanya “manis,” dan faktanya soju Korea encer ini memang mengandung pemanis buatan. Argumen pun berlanjut tentang bahan pemanis yang merugikan seperti sakarin, aspartam, dan stevioside. Walau para penyuling menjawab bahwa zat ini tidak berbahaya, namun beberapa konsumen menolak untuk percaya penjelasan ini, sehingga hal ini masih menjadi masalah yang harus dipecahkan. Setelah perjalanan yang penuh kisah, soju encer kini menemukan rumahnya di dalam masyarakat Korea. Sekarang soju dapat dibuat kembali dari beras. Minuman beralkohol tradisional yang terkenal itu kini telah dipulihkan namanya. Namun hal itu belum cukup untuk mengubah selera konsumen yang sudah terbiasa dengan soju murah dan encer yang beraroma. Menurut data penjualan yang diterbitkan pada 2011 di majalah Drinks International, Chamisul adalah soju pertama di dunia dalam kategori minuman penambah semangat, sedangkan Cheoeum Cheoreom menempati peringkat ketiga. Soju cair sekarang tidak hanya menjadi bagian dari budaya Korea, namun juga telah bergabung dalam jajaran minuman internasional.

Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

5

13


Fitur Khusus 3 Seluk-beluk Soju

Piktogram ini menggambarkan profil peminum, dibuat dengan gaya terjemahan Hangeul (aksara Korea) kata untuk minuman keras, sul

Budaya Minum Orang Korea Soju, minuman keras yang diminum karena senang, karena ingin melepaskan stres, karena bahagia, dan karena sedih. Mari kita coba mencari ciri khas budaya minum orang Korea berdasarkan nilai statistik dari sana sini. Cho Surng-gie, Peneliti Budaya Minum

B

udaya minum orang Korea berhubungan erat dengan rasa empati dan kesenangan, kebebasan orang Korea yang suka riang dan bersemangat. Kebiasaan untuk menjamu tamu seramah mungkin, saling berbagi gelas minuman, dan menyelesaikan acara minum saat semua sudah mabuk telah berakar urat dalam kehidupan orang Korea. Saat peringatan nenek moyang, biasanya di akhir upacara orang akan membagikan minuman keras yang telah dipersembahkan kepada nenek moyang kepada keturunannya. Pada saat itu ayah atau paman biasanya tanpa sungkan akan menawarkan minuman itu

14

kepada anak atau keponakan pria yang masih belum dewasa. Adalah budaya khas yang buersaha menciptakan hubungan melalui minuman keras. Saya rasa jarang sekali ada orang asing yang dengan mudah dapat memahami sekelompok penggemar olah raga yang bertemu di dini hari untuk berolah raga, dan mengakhiri kegiatan olah raga mereka dengan makan dan minum minuman keras. Pada tahun 1999 di California, dan kemudian pada tahun 2002 di New York, izin khusus penjualan minuman keras distilasi lolos yang S e n i & B u d a y a Ko re a


memungkinkan restoran umumnya yang tidak memiliki izin penjualan minuman keras hasil distilasi – soju – bisa menjualnya. Ini menandakan bahwa budaya minum korea – yakni minum setelah makan di restoran sambil menikmati hidangan - yang berbeda dengan budaya bar di Barat, telah diterima dan dimengerti. Terutama, ini berarti bahwa budaya unik Korea yakni menjadikan soju sebagai teman makan bulgogi atau samgyeopsal – makanan khas Korea - telah diakui keberadaannya.

Minum Seberapa, dan Apa Alasan Minum Sebagian besar dari orang Korea berpendapat bahwa ‘minuman keras merupakan kebutuhan primer dalam membina hubungan’ (71,8%), dan bahwa ‘yang namanya pria sudah tentu harus bias minum minuman keras’ (65,8%). 32,5% dari guru SMP dan SMA berpendapat bahwa ‘tidak apa - apa bagi seorang pelajar untuk minum minuman keras dalam jumlah sedikit’, yang menunjukkan kelonggaran dan sikap positif terhadap minum minuman keras. 81,5% dari responden berpendapat bahwa ‘siapapun mempunyai hak untuk menikmati minuman keras dengan bebas’. (Cho Surng-gie, Hasil Survei Minum Minuman Keras Orang Korea, Perhimpunan Industri Minuman Keras Korea, 2013). Setengah abad yang lalu, di Korea yang merupakan negara pertanian, biasanya orang lebih menikmati minuman fermentasi makgeolli yang kadar alkoholnya rendah (6%) di tempat - tempat kerja mereka. Makgeolli yang dianggap memberikan semangat dan hasil baik dari pekerja pada masa pertumbuhan industri produksi diambil alih posisinya oleh soju. Di Korea Soju dikonsumsi sebanyak 31 liter per orang pada tahun 2012, dengan asumsi batas usia peminum adalah 15 tahun. Sama artinya dengan satu orang minum rata-rata 88 botol per tahun. Jika 80% diantaranya minum untuk kepentingan sosialisasi, maka bisa diduga bahwa 20% dari antara peminum berat minum lebih banyak daripada itu. Yang paling banyak dikonsumsi adalah soju dengan kadar alkohol 19% yang ditampung dalam botol berwarna hijau berukuran 360ml. Minuman bening tak berwarna ini biasanya dituang beberapa kali dalam gelas berukuran 50ml, dan biasanya isi gelas dihabiskan dalam sekali teguk, terutama untuk gelas yang pertama. Soju adalah sarana untuk komunikasi luas dan untuk melepas stres. Menurut hasil survei ‘Statistik Kesehatan Rakyat’ yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan di tahun 2011 menunjukkan bahwa 77,6% pria dan 44,2% wanita rata-rata minum segelas lebih minuman keras dalam satu bulan. Bila dibanding dengan hasil survei sebelumnya, untuk kaum pria menunjukkan penurunan sementara untuk kaum wanita menunjukkan kecenderungan meningkat. Alasan utama minum soju adalah untuk mempererat hubungan dan untuk melepas stres, sementara jawaban minum dengan tujuan mabuk hanyalah sebatas 3%. Sebagai hasilnya dari penggemar alkohol tercatat rata - rata 2,2% saja, lebih rendah dari 4,3% yakni hasil 10 tahun yang lalu. Tetapi jumlah orang 4,4% yang minum cepat, atau minum Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

dalam waktu lama sehingga menyebabkan kekerasan dan kecelakaan menunjukkan bahwa penyalahgunaan alkohol meningkat.

Phok - than - ju, Baek - il - ju Belakangan ini ada kecenderungan orang menikmati phok - than - ju (miras campuran), yakni bir 200ml yang ditambah dengan segelas kecil soju yang biasa dikenal dengan nama ‘somek’. Orang asing yang sedang berwisata di Korea jika ia memperoleh teman Korea, sudah pasti kemungkinannya mendapatkan serbuan phok - than - ju sangat tinggi. Karena itu telah menjadi budaya minum di Korea. Sebelum munculnya ‘somek’, orang menikmati campuran bir dengan whiskey yang tentu kadar alkoholnya lebih tinggi. Tetapi untuk orang yang lemah terhadap alkohol, ‘somek’ yang diminum beriringan beberapa gelas dapat membuat mabuk dalam sekejap. Jumlah peminum berat di Korea yang minum lebih dari satu kali dalam seminggu berjumlah satu dari empat orang, dan jumlah orang yang minum berat setiap hari lebih dari 5%. Yang disebut dengan minum berat di sini adalah untuk menyebut pria yang minum 6 sampai 7 gelas lebih dan untuk wanita yang minum 3 sampai 4 gelas di satu tempat. (Kandungan alkohol murni dalam setiap satu gelas standar untuk soju, bir, dan whiskey tidaklah berbeda jauh, yakni sekitar 8 gram). Lebih tepatnya, seorang dianggap telah minum berat jika kadar alkohol dalam darahnya lebih tinggi dari 0,08. Secara umum, budaya minum berat ini berhubungan erat dengan tingkat stres yang disebabkan oleh indsutrialisasi dan urbanisasi. Memang orang Korea telah hidup dalam suasana stres yang disebabkan oleh karena Korea merupakan negara industri maju di tingkat dunia sejak beberapa dekade ini, namun sebenarnya sejarah budaya minum di Korea sudah ada sejak lama. Dalam catatan tua dari abad 3 SM disebutkan bahwa pada saat musim panen selesai biasanya orang akan berpesta selama berhari - hari di pinggir sungai sambil bersenang dan minum bersama. Dengan minum minuman keras, mereka berkomunikasi dengan langit, membuat kesempatan untuk bergembira bersama kerabat yang kerap kali berlanjut pada minum berlebihan atau minum berat. Entah sejak kapan bermulanya, kalangan remaja berpikir bahwa jika tidak minum minuman keras dalam 100 hari sebelum Ujian Masuk Perguruan Tinggi, maka seorang pelajar tidak akan lulus ujian tersebut. Baek - il - ju (Miras 100 Hari) yang ‘terpaksa’ diminum ini telah lama menjadi kode budaya di kalangan pelajar kelas 3 SMA. Memang untuk yang ini biasanya sangat jarang yang sampai berlanjut ke minum berat. Dalam acara penataran mahasiswa baru di mana senior dan yunior bertemu untuk pertama kalinya, ada juga sejenis ‘upacara’ minum soju sekaligus yang dituang dalam sebuah mangkuk besar. Inilah yang menjadi alasan munculnya berita di media tentang tewasnya mahasiswa akibat minuman keras.

Ditawari Sampai Mabuk Menurut survei yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Budaya Minum Korea yang dilakukan pada tahun 2007 terhadap 2000 orang res-

15


ponden pria dan wanita dengan kisaran usia di atas 15 tahun dan di bawah 64 tahun dengan pembagian di kota besar, menengah, dan kecil, sebanyak 57% dari karyawan mengaku pernah ‘dipaksa’ untuk minum dalam acara makan bersama yang dilakukan secara berkala di tempat kerjanya guna menyenangkan hati atasannya. Banyak orang yang berpikir bahwa gelas minuman yang ditawarkan oleh atasan melambangkan loyalitas dan nantinya juga meningkatkan produktivitas kerja. Minuman alkohol yang biasanya diminum dalam acara seperti ini adalah soju. Biasanya dalam acara makan bersama ini phok-than-ju diiringi dengan ritual ‘memutar gelas’ (dalam arti saling berbagi minuman keras dengan menggunakan satu gelas). Ada suatu kebiasaan unik orang Korea, jika setelah ditawari minuman dan tidak lagi menawarkan gelas tersebut kepada rekannya, maka rekan tersebut akan merasa kecewa. Artinya, kalau sudah ditawari gelas, sudah sepatutnya gelas itu ditawarkan lagi, dan hal itu terus berulang hingga semua menjadi mabuk. Menurut hasil survei, ritual ‘memutar gelas’ ini dilakukan oleh

16

75% dari peminum miras. Kaum wanita yang menyatakan melakukan ritual ini adalah sejumlah 61,4%. Menurut penelitian terbukti bahwa lebih dari setengah karyawan di Korea mengaku ikut dalam acara minum - minum sebanyak lebih dari dua kali – bahkan sampai tiga atau empat kali - dalam satu malam, entahkah itu acara dari tempat kerja atau pertemuan dengan teman teman mereka. Sebanyak 55% pria dan 35% wanita merespon demikian. Sebagai hasilnya, minum berlebihan dan minum berat selalu menyertainya. Responden yang mengaku mempunyai pengalaman minum lebih dari apa yang telah ditetapkannya sendiri adalah sejumlah 77%. Dalam sepuluh tahun terakhir ini jumlah rata-rata peminum pria menunjukkan pengurangan, sementara jumlah rata-rata peminum wanita menunjukkan peningkatan pesat. Beberapa waktu yang lalu masyarakat Korea sempat dikejutkan oleh berita yang memberitakan bahwa tingkat rata-rata peminum pelajar wanita SMA terbukti lebih banyak daripada pelajar pria. Jumlah peminum wanita dewasa

S e n i & B u d a y a Ko re a


telah meningkat 10% dari sepuluh tahun yang lalu, dan tingkat minum berat peminum wanita mencapai 30%. Sebagai hasilnya, Nilai Rata - rata Minum Berbahaya (yakni nilai rata-rata minum dalam satu kali, untuk pria lebih dari 7 gelas dan untuk wanita lebih dari 5 gelas, dengan frekuensi minum sebanyak lebih dari dua kali dalam satu minggu) mencapai 10 %. Untung sekali nilai rata-rata peminum wanita hamil semakin berkurang, namun masih saja satu dari lima wanita hamil masih belum mengetahui dengan baik sindrom alkohol janin yang disebabkan oleh minuman keras.

Soju Hybrid Soju produksi dalam negeri biasanya diproduksi dengan cara tradisional menggunakan padi-padian. Tetapi selain soju tersebut, sebagian dari soju yang dijual di pasaran menggunakan padi-padian yang diimpor dari Amerika Selatan atau Asia Tenggara yang difermentasi untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuat minuman keras distilasi. Jadi soju yang kini telah diproduksi besar - besaran di Korea mungkin

lebih tepat dinamakan ‘Soju Dunia’. Soju di era globalisasi adalah ‘Soju Hybrid’ yang merupakan pertemuan antara padi-padian luar negeri dengan teknologi pembuatan minuman keras Korea. Salah satu budaya minum Korea lainnya adalah bahwa walaupun minum berlebihan atau minum berat terkadang akhirnya berlanjut pada pertengkaran, namun pada pagi hari berikutnya sebagian besar dari mereka akan tersenyum dan berdamai. Ini juga merupakan tradisi lama, yang tercatat sulit dimengerti bahkan oleh orang - orang di negeri tetangga, Cina. Pastilah sulit bagi seorang asing untuk memahami perilaku orang Korea yang tidak minum sendiri, selalu minum bersama sembari menawarkan soju satu sama lain hingga minum berlebihan, atasan dengan kelapangan dada memaklumi bawahannya yang terlambat masuk kerja atau bolos kerja karena mabuk di hari sebelumnya. Pendapat saya, semua pemandangan itu bisa ada di Korea karena keberadaan soju.

“Mampir dalam Perjalanan Pulang” oleh Lee Sang-kwon, media campuran di atas kanvas, 116,5 x 45 cm, 2011.

Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

17


Fitur Khusus 4 Seluk-beluk Soju

W

arga Korea jarang minum alkohol tanpa makanan. Bahkan di masa Dinasti Joseon, ketika orang-orang memasuki kedai lokal untuk minum, mereka akan ditawari makanan ringan gratis. Minuman keras, terutama soju, memerlukan makanan sebagai pendamping minum. Ada yang mengatakan bahwa, “meneguk minuman keras tanpa anju akan menyebabkan masalah pada perut”. Bahkan terdapat pepatah: “minum tanpa anju bagaikan seorang menantu yang malang”. Intinya semua kalimat itu memperingatkan akan bahaya minum-minum tanpa makanan karena menyebabkan mabuk lebih cepat. Seperti anggur yang sering disajikan bersama makanan di Barat, soju juga bisa diminum bersama makanan. Namun di Korea, orang cenderung meneguk soju dengan hidangan pembuka baru kemudian dilanjutkan ke makanan utama.

Makanan yang Membangkitkan Selera Para Peminum Konsep anju di Korea mungkin tidak sama persis seperti di Barat, di mana orang tidak selalu mencari makanan untuk disajikan bersama minuman mereka. Walaupun istilah “munchies”, “snacks”, dan “side dishes” dalam bahasa Inggris bisa diterima untuk menggambarkan anju, namun sebetulnya kata itu memiliki nuansa berbeda. Anju bukan makanan lengkap tapi bukan juga makanan ringan. Anju lebih tepat digambarkan sebagai makanan yang bukan berfungsi untuk mengisi perut kosong tetapi untuk menguatkan rasa alkohol. Pada saat yang sama, banyak orang menyantap anju bersama minuman sehingga mereka tidak makan lagi setelah itu. Di China terdapat istilah jiucai dan jiuyao sementara di Jepang ada sakana. Istilah tersebut merujuk pada makanan yang disantap sebagai pendamping minum alkohol. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan anju adalah konsep yang hanya ditemukan di budaya makan dan minum Asia Timur. Seperti kata pepatah lama: “memandang anju membuat Anda ingin minum-minum”. Anju memang dapat merangsang keinginan untuk minum alkohol.

Anju Kering, Anju Basah Soju sangat cocok dinikmati dengan sebagian besar makanan Korea. Kecocokan ini secara umum mungkin menjelaskan mengapa soju menjadi minuman beralkohol kesukaan bangsa, meskipun memiliki sejarah yang relatif singkat dibanding minuman lain. Contoh hidangan anju kering istimewa yang sering disajikan adalah berbagai ikan kering dan makanan laut seperti cumi-cumi, ikan filefish dan ikan pollack, serta kacang-kacangan. Ada juga daftar panjang anju basah termasuk Cigae (rebus), Cim (masakan yang dikukus), jeongol (sajian rebus yang dimasak di meja), dan masakan tahu. Beberapa orang lebih suka anju kering, tetapi sebagian besar warga Korea menyukai makanan basah. Suyuk (daging sapi atau babi rebus) merupakan salah satu hidangan basah favorit untuk dimakan dengan soju. Daging rebus yang biasanya dihidangkan untuk tamu selama perayaan atau pemakaman, juga menjadi favorit untuk disajikan bersama minuman beralkohol itu. Yang sama populernya adalah hidangan daging seperti bulgogi (daging sapi yang diiris tipis, direndam dalam bumbu dan dipanggang), yang memiliki sejarah yang sama

Makanan Gurih yang Menemani Soju Tidak seperti bir, soju jarang dikonsumsi tanpa makanan pendamping yang disebut anju . Hanya dengan melihat makanan lezat itu di atas meja, selera untuk minum soju pun bisa terbangkitkan. Misalnya, ketika hidangan ikan tertentu sedang musimnya, hal ini dapat menjadi alasan yang tepat bagi orang-orang untuk berkumpul dan minum-minum setelah bekerja. Berbagai hidangan yang cocok dengan soju seakan tak ada habisnya. Ye Jong-suk, Kolumnis Kuliner; Profesor Bidang Pemasaran, Universitas Hanyang | Ahn Hong-beom Fotografer

18

S e n i & B u d a y a Ko re a


Tahu dan kimchi, murah dan berisi, adalah salah satu hidangan yang paling umum yang menyertai minum Soju di Korea.

Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

19


Menurut survei terhadap karyawan muda Korea, dalam tiap acara perusahaan yang berlangsung setelah bekerja, makanan yang paling populer sebagai pengiring soju adalah samgyeopsal atau perut babi panggang. Popularitasnya mulai menanjak sejak akhir 1970-an ketika orang menemukan bahwa rasa lemak perut babi menyatu dengan baik bersama minuman keras beralkohol tinggi yang telah dimurnikan.

20

S e n i & B u d a y a Ko re a


panjang dengan Kerajaan Goguryeo. Bindaetteok (panekuk kacang hijau dengan berbagai sayuran) yang dicelupkan ke dalam kecap juga sering dimakan dengan soju. Dulu makanan itu dijuluki binjaddeok (arti harfiahnya: “kue orang miskin”), makanan yang dikonsumsi oleh rakyat biasa. Hidangan lannya adalah ddeoksanjeok, lontong yang ditusuk dengan daging sapi yang berlumur bumbu, jamur, dan sayuran lainnya. Hidangan yang disajikan di atas meja ketika keluarga berkumpul untuk hari-hari besar, merupakan makanan favorit sejak lama untuk dimakan dengan soju. Anju basah yang paling populer, tentu saja, sulguk (arti harfiahnya “minum sup”). Ini adalah sup dengan irisan daging yang berukuran lebih besar dari biasanya. Sup ini juga dikenal sebagai “sahabat soju,” hidangan yang mengilhami peminum untuk meneguk beberapa botol soju dengan cepat.

Makanan Musiman Beragam hidangan yang selalu tersedia, dibuat dari bahan musiman yang segar, menjadi alasan yang lebih dari cukup bagi teman dan kolega kerja berkumpul untuk minum bersama-sama. Karena filosofi dasar masakan Korea selalu menggunakan bahan-bahan yang sedang musim, hal ini juga berlaku dalam menyiapkan makanan untuk disantap dengan soju. Misalnya, hidangan ikan yang berbeda disajikan di setiap musim yang berlainan, seperti kata pepatah: “ikan bundar untuk musim semi, ikan gizzard shad untuk musim gugur”. Wilayah dan kota-kota yang terkenal dengan hidangan musiman tertentu sering menyelenggarakan pameran makanan tahunan. Orang-orang di seluruh negeri berduyun-duyun ke daerah-daerah itu untuk mencoba produk lokal. Pecinta soju yang tidak bisa datang ke kota atau pedesaan yang banyak ikannya, akan mencari restoran di sekitar daerah mereka yang menghidangkan makanan setempat. Di musim dingin mereka minum soju dengan ikan pollack rebus segar, dan di musim semi mereka berkumpul di restoran yang menjual ikan bulat segar atau gurita webfoot. Pada musim panas, ikan croaker adalah ikan yang disukai oleh peminum soju, yang suka memakannya mentah, dalam kaldu pedas, atau dibalur dalam tepung dan telur serta digoreng di wajan. Beberapa pakar makanan Korea mengatakan kulit dan insang ikan croaker memiliki tekstur dan rasa yang lezat dan menjadi kombinasi yang fantastis dengan soju. Ikan bass laut yang mentah dan belut laut panggang juga menjadi hidangan musim panas yang terkenal, yang secara luas diyakini dapat meningkatkan stamina untuk menjalani musim panas.

Samgyeopsal, Anju Favorit Bangsa

Samgyeopsal (panggang perut babi) dan campuran sayuran yang menyertainya. Soju adalah minuman favorit karyawan muda Korea, dan Samgyeopsal hidangan favorit mereka.

Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

Menurut survei terhadap karyawan muda Korea, minuman paling populer dalam acara santai setelah bekerja adalah soju ditemani dengan samgyeopsal atau perut babi panggang. Dengan popularitas yang tidak terbantahkan, samgyeopsal yang kerap mengiringi minum soju di masa sekarang ini ternyata memiliki sejarah yang cukup pendek. Selama pemerintahan Dinasti Goryeo, yang menjunjung tinggi agama Buddha sebagai agama nasional, konsumsi daging dilarang atas dasar alasan agama. Bahkan setelah larangan tersebut dicabut semasa Dinasti Joseon yang berorientasi Konfusianisme, daging babi tetap tidak populer karena pasokan daging yang kurang, dan berdasarkan tradisi, orang Korea lebih memilih daging sapi daripada daging babi. Daging babi menjadi konsumsi utama pada 1970-an ketika pemerintah mempromosikan peternakan babi berskala besar dan mendorong produksi daging itu. Peningkatan besar dalam jumlah pasokan mulai menaikkan konsumsi daging babi. Sejak akhir 1970-an perut babi panggang menjadi kesukaan. Pada saat negeri ini berjuang untuk keluar dari kemiskinan, daging babi yang lebih murah menjadi sumber gizi dan makanan pendamping berlemak yang tepat untuk minuman keras. Makanan populer lainnya dalam survei tersebut adalah ayam goreng, irisan ikan mentah, daging sapi panggang, iga babi panggang yang diasinkan, jokbal (kaki babi), rebusan tulang babi dengan kentang, sayuran dan panekuk dengan berbagai variasi, serta sup usus daging sapi. Tentu saja, ini masih jauh dari daftar lengkap hidangan yang lazim disantap bersama soju. Daging sapi mentah yang berbumbu, jokpyeon (gelatin sapi), ikan roe kering, panekuk daun bawang, jeroan ayam panggang, budaecigae (disebut “sup militer”), duruchigi (tumis sayuran pedas dan daging), sup kerang, gurita kukus, gulungan telur, salad jelly biji acorn, salad soba jelly, dan berbagai makanan berlapis adonan telur dan gorengan (jeon) – adalah berbagai hidangan populer untuk disantap dengan soju. Siapa pun yang akan berkunjung ke Seoul tidak boleh melewatkan gang makanan (meokja golmok) di Pasar Gwangjang dekat Gerbang Timur (Dongdaemun). Di sanalah pengunjung dapat mencoba berbagai makanan yang disantap warga Korea saat mereka minum-minum.

21


WAWANCARA

22

S e n i & B u d a y a Ko re a


Lee Young-hye “ Jika seni itu pertanyaan, desain adalah jawabannya.” “Agar dapat sekali berlayar dua pulau terlampaui, baik keterpasaran dan estetika merupakan tujuan Lee Young-hye, Direktur Umum Bienial Desain Gwangju 2013. Walaupun dia mengklaim untuk memberikan advokasi “industrialisasi praktis daripada masalah desain,” dia mendapatkan pujian terkait peranan desain bagi kepentingan publik. Chung Jae-suk, Jurnalis Senior, The Joong Ang Ilbo | Ahn Hong-beom, Sung Jong-yun Fotografer

K

Lee Young-hye, direktur jenderal Bienial Desain Gwangju 2013, pendukung estetika desain utilitas. Dia menekankan edisi tahun ini sebagai tempat semua orang menjadi seorang desainer.

ota metropolitan Gwangju, Ibukota Provinsi Jeolla Selatan, berbentuk sebuah kota seni pada setiap bulan September, mendapatkan manfaat dari namanya, Yehyang, atau “Rumahnya Seni.” Bienial Desain Gwangju, yang sudah hampir berumur 20 tahun sejak peluncurannya pada tahun 1995, telah mencapai tingkat kedewasaannya. Sebagai tuan rumah pada tahun-tahun pelaksnaan Bienial Seni dan Bienial Desain, Gwangju telah menjadi salah satu titik penghubung dunia dalam perputaran bienial seni kontemporer internasional. Tahun 2013 diadakan Bienial Desain Gwangju 2013. Ini dibuka pada tanggal 6 September di Ruang Bienial di Buk-gu, Gwangju, dan tempat-tempat lainnya, seperti Uijae Museum, dan ditutup pada tanggal 3 November. Selama lebih dari 59 hari, 304 artis desain dari 20 negara dan 24 perusahaan memamerkan karya-karya mereka dengan berbagai tema, misalnya Pameran Tematis, Pameran Internasional, dan Pameran Gwangju. Lee Young-hye, CEO perusahaan Design House, berperan sebagai direktur bienial 2013. Dia adalah penerbit 10 majalah, mencakupi “Monthly Desain,” “House of Happiness,” dan “Luxury,” yang berkenaan dengan kebutuhan sehari-hari dan hal-hal terkait desain untuk kebutuhan keseharian. Dia mengungkapkan beberapa pertanyaan misalnya “Apa itu desain?” dan ”Apa yang sebaiknya para perancang kerjakan?” selama bertahun-tahun bagi media cetak. Selama 20 tahun terakhir, dia telah mengorganisasi sejumlah peristiwa terkait desain, misalnya Pesta Desain Seoul, yang menjadikannya terkenal sebagai pelaku yang selalu berbasis keparktisan daripada teori-teori desain semata. Ini benar-benar menunjukkan usaha-usaha

Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

untuk menghubungkan pembuat dengan pemakai, sambil memamerkan tren desain saat ini di Korea. Bangunan Rumah Desain yang berlokasi di Donghoro, Jung-gu, di pusat Seoul, adalah bekas gedung sekolah menengah atas yang sudah direnovasi, yang menunjukkan filosofi desain Lee yang sangat menyukai kegunaan daripada elaborasi. Kantornya, yang didekorasi dengan seni Korea modern, diisi oleh energi seorang CEO perempuan yang meminpin kegiatan sehari-hari yang sangat sibuk. Dari sebuah tempat pensil yang penuh diisi pensilpensil yang benar-benar tajam, dia mengambilnya sebuah pensil dan mulai berbicara tentang desain, gairah hidupnya, sambil membuat curat-coret di atas kertas bekas mengetik proposal untuk majalahnya.

Setiap Orang adalah Perancang Chung Jae-suk: Anda menekankan pendekatan Anda terhadap bienial ini dengan menulis, “Jika seni itu pertanyaan, desain adalah jawabannya.” Lee Young-hye: Karya seni selesai saat seniman rampung mengerjakannya. Tetapi untuk desain, terdapat evaluator yang hatinya dingin dan realistik, yakni, pelanggan yang menggunakan sebuah produk. Ada sebuah jawaban: terjual atau tidak lsaya. Itu tidak selalu merupakan jawaban yang benar, tetapi sebuah jawaban yang menakutkan. Bahkan, jawaban ini dapat membuat bangkrut perusahaan atau membuat ekonomi negara menurun. Salah satu contohnya adalah telepon genggam, yang mempunyai kekuatan yang maha dahsyat di abad ke-21. Dengan demikian, desain itu merupakan sebuah kekuatan yang sangat bermakna. Saya membuatnya dengan tujuan agar

23


pelanggan mendapatkan produk dengan kualitas lebih baik dan memberikan jawaban yang lebih baik pada acara Bienial Desain Gwangju. Chung: Sesungguhnya, apa sih desain itu? Lee: Hidup itu sendiri adalah desain. Dari mulai bangun pagi sampai kembali tidur di malam hari, hidup keseharian Anda semua terkait desain. Para desainer mengerjakan sebagian dari sebuah keseluruhan dalam keahliannya, untuk kita. Perusahaan membuat produksi untuk memenuhi keperluan tuntutan desain pelanggan. Itulah perbedaannya; setiap orang adalah desainer, berusaha keras untuk membuat kehidupan mereka lebih baik.

Apa pun dan Sesuatu Chung: Tema dari Bienial Desain Gwangju 2013 sangat indah – ungkapan geosigi (apa pun) dan meosigi (sesuatu). Lee: Sewaktu orang-orang Korea menggunakan istilah Korea geosigi dan meosigi dalam kalimat seperti, “Beri saya geosigi (apa pun)” atau “Itu meosigi,” mereka saling memahaminya. Kedua kata tersebut berasal dari dialek lokal dan memiliki makna implisit yang dipahami dalam konteks percakapan. Kata-kata itu tidak mengacu kepada benda konkrit tetapi dimengerti dari hati ke hati. Inilah inti dari pemasaran. Untuk memahami ini, saya ingin mendapatkan dua hal dalam sekali hentak, yang keduanya bermakna keterpasaran dan estetika.

1

24

Chung: Itu nampaknya lucu dan bermakna. Lee: Jika Anda menelaah ini lebih jauh, geosigi memiliki sesuatu yang terkait dengan geot-i-gi (untuk menjadi sesuatu). Apa pun dapat diproduksi massal melalui kemungkinan standarsasi dan mekanisme, yang membuatnya murah dan popular. Tetapi, meosigi, mengandungi makna terkait dengan meot-i-gi (menjadi sesuatu). Sesuatu yang diproduksi dalam jumlah terbatas melalui pembuatan manual merupakan sesuatu yang unik dan berharga. Preferensi zaman sekarang terus dibagi salah satu dari dua realitas, apa pun atau sesuatu. Karena masyarakat Korea semakin berumur dan kebutuhan rumah tangga seseorang bertambah, perubahan dari apa pun ke sesuatu nampaknya makin lazim. Tetapi, perancang harus mempertimbangkan keduanya. Dengan bangga saya mengatakan bahwa Bienial Desain Gwangju tahun ini merupakan jembatan penghubung antara produser dan konsumen. Chung: Dapat dimengerti bahwa lokalitas daerah Gwangju diberikan perhatian penuh. Lee: Sudah waktunya daerah menjadi pusat segala macam aktivitas juga. Sudah saatnya memandang daerah dengan perspektif baru. Judul “Geosigi, Meosigi” (Apa pun, Sesuatu) dipilih dengan semangat memikirkan lokalitas. Desain adalah konsep yang luas, tetapi kita membaginya ke dalam ranah yang lebih kecil, seperti lokalitas, anak-anak, makanan, pengelolaan rumah, dan lainnya, agar menarik perhatian orang-orang dengan aspek-aspek kenangan kembali kehidupannya. Chung: Saya ingat melihat pameran yang dirancang dengan sinar, yang dirancang berdasarkan nama lama Gwangju, “Kota cahaya” dan barang-barang pameran yang unik bagi Gwangju. Lee: Sewaktu bienial diselenggarakan di kota-kota mereka, bukankah penduduk Gwangju akan kecewa jika tidak ada pameran yang memuji merek lokal mereka menjadikan mereka bangga? Seragam sopir-sopir taksi Gwangju yang diusulkan merupakan cara untuk menaikkan kualitas pelayanan di Gwangju. Di setiap kota, dari lapangan terbang, stasiun kereta, dan terminal bus, para sopir taksilah yang mengurusi orang-orang asing yang datang di kota menuju ke tujuannya. Bukankah akan terlihat indah jika para sopir taksi tersebut berpakain rapi dan kelihatan pintar? Kami membuat desain kantong-kantong sampah untuk lima distrik di Gwangju agar distrik itu kelihatan rapi juga. Berjalan sepanjang jalan, Anda dapat melihat kantong-kantong plastik gelap dan berwarna. Walaupun sampah itu akan dibuang, tidak akan lucukah untuk setiap orang yang membuang, menatap dan membuang sampah, melihat gambar gajah besar digambar di permukaan plastik tersebut? Nampaknya kantong-kantong plastik

2

S e n i & B u d a y a Ko re a


1 “Desain Taman Desain Lapangan,” sebuah kolaborasi oleh arsitek Choi Si-young dan desainer taman Oh Gyeong-a, akan ditampilkan di depan ruang pameran utama. 2 Taman halaman “Desain Ruang dengan Motif Seni Timur” oleh desainer interior Chang Eung-bok.

besar menjadi semacam patung-patung yang dibentuk. Begitulah bagaimana kekuatan desain dapat membuat perbedaan dalam hidup Anda. Chung: Saya dapat kabar, rancangan desain untuk pengemasan sembilan jenis padi kualitas unggul tumbuh di Provinsi Jeolla Selatan disambut baik untuk segera dimanfaatkan. Lee: Kita menyantap nasi tiap hari, bukankah begitu? Kendati kita membeli beras secara teratur kita tidak terlalu hirau mengenai kantong pembungkusnya. Paling banter, gambaran butiran beras dengan nama tempat yang menghasilkannhya dan tanggal penggilingan tercetak di luarnya. Konsumsi beras sedang menurun sekarang. Akan tetapi, beras adalah elemen dasar dari identitas Korea, dan kita tidak dapat membantahnya. Apa kemudian yang dapat dilakukan oleh seorang desainer? Mereka semesti-

Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

nya berpikir bagaimana menampilkan beras sebagai cara untuk meningkatkan konsumsi. Untuk setiap pelanggan yang enggan membeli beras di dalam jumlah yang besar, desainer harus berpikir keras, pengemasan yang menarik untuk beras dalam jumlah kecil. Bagaimana juga misalnya dengan café gaya penggilingan di mana sejumlah beras yang diinginkan dapat digiling langsung di tempat? Desain juga dapat mendoroang orang untuk minum sikhye (minuman manis dari beras), daripada kopi, sambil kongkowkongkow bagaimana pesanan berasnya sedang digiling. Desain artinya membuat suatu kebudayaan baru, membuka alur bagi kebudayaan. Hal itu membuka mata, membuka hati.

‘Mari Jadikan Asia Sebuah Kesatuan!’ Chung: Tidak adanya stan pameran atau dinding

25


“Bagaimana negara ini bisa menghidupi dirinya sendiri? Pokoknya, bukankah desain ini menjadi trend-setter bagi tren desain? Secara sederhana, sebuah negara dapat mengatakan, ‘Saat ini, ini sedang laku,” sebuah negara dapat menjadi bahan pembicaraan masyarakat umum, misalnya, ‘Di Korea, kamu bisa belajar desain ……’ ini yang saya harapkan.”

1

26

Korea n Cu l tu re & A rts S e n i & B u d a y a Ko re a


1 Bagian dari “40 Pekerjaan Kecil” Pameran yang menampilkan desainer pemula dipilih melalui kontes desain. 2 Kantong sampah dengan cetakan raksasa untuk lima kabupaten di Kota Metropolitan Gwangju, disampaikan oleh Universal Package Design Center, sebuah kelompok desain para mahasiswai Chosun University.

penyekat saat ini, berbeda dengan tempat-tempat pameran khas, merupakan sentuhan menyegarkan. Lee: Saya bertanya kepada diri sendiri apa yang harus kita lakukan untuk mengurangi polusi. Kapan pun saya mengadakan pameran desain, berbagai macam sisa bahan perlu dibuang. Saya merasa sedih kapan pun saya harus membuang barang-barang tersebut. Dengan demikian, kami mengenalkan “eco system” pada acara pameran saat ini. Kami berusaha mengurangi jumlah sampah melalui program penggunaan kembali barang-barang bekas, tekstil, yang sesungguhnya lembut dan mengurangi debu. Kami khawatir apakah barang-barang tersebut tetap utuh selama 59 hari ini, tetapi tidak menjadi masalah. Saya akan menggunakan bahan yang sama untuk pameran-pameran yang akan datang. Chung: Sebagai kota tempat bienial seni dan desain diselenggarakan sekaligus, Istanbul di Turki nampaknya merupakan contoh satu-satunya yang dikenal dunia. Saya berharap Gwangju akan muncul sebagai kota seperti itu. Lee: Bekerja sebagai direktur bienial ini, saya memikirkan peranan Korea di Asia. Saya berani berpikir: Satukan Asia melalui desain. Bagaimana negara ini menafkahi dirinya sendiri? Pada dasarnya, bukankah negara ini mempunyai peran strategis terkait tren desain? Dengan mudah, sebuah negara yang dapat mengatakan, “Saat ini, ini sedang ngetop,” sebuah negara yang diperbincangkan orang, misalnya, “Di Korea, Anda bisa belajar desain….” Ini yang saya harapkan. Chung: Yang Anda maksudkan adalah “ekonomi kreatif’ yang banyak dibincangkan orang saat ini? Lee: Ekonomi kreatif, atau industri kreatif, dua-duanya OK. Tetapi kenyataannya kami hanya membincangkannya tanpa menyiapkan anggaran untuk kegiatan “kreatif” ini yang merupakan bagian dari inisiatif ini. Kita harus mengubah kerangkanya. Jika bujetnya seribu won, kita harus menyetujui menghabiskan 800 atau 900 won untuk kreativitas siluman ini agar dapat menciptakan program kreatif guna mencapai ekonomi kreatif. Yang lainnya adalah keseimbangan kerja sama. Secara sederhana, “orang yang cerdik” dapat lebih sukses sekarang, tetapi tanpa “orang-orang yang yang suka bekerja”, kecerdikan atau ide-ide brilian tidak akan ada gunanya (percuma). Tetapi, kecenderungan 2

ini perlu dihargai, sementara para pekerja kasar berakhir dengan tanpa adanya penghargaan. Saya kira desain mempunyai andil untuk menyeimbangkan disparitas yang memperdalam jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin. Chung: Bagaimana konsep “masa depan yang sudah lama” yang dapat membantu menyelesaikan ketidakharmonisan saat ini, dapat diterapkan bagi desain? Lee: Secara garis besar, benda-benda di museum merupakan produk industri di masa lalu. Karena bendabenda diproduksi dalam jumlah begitu, beberapa sisa masih bertahan. Dengan kata lain, produk-produk industri yang saat ini kita pakai atau butuhkan menunjukkan budaya kita dan akan tetap berada di museum sebagai tradisi masa lalu. Tidaklah salah kita mengatakan, “Sekarang kita menggunakan tradisi masa yang akan datang.” Cukuplah beralasan bahwa mengapa desain itu penting. Desain menciptakan budaya manusia saat ini dan saat yang akan datang, baik barang-barang sebagai produk untuk dikonsumsi dan menjadi barang peninggalan pada saat yang sama. Chung: Pada tahun 1970-an, sewaktu konsep desain masih agak asing, Anda pernah bekerja sebagai wartawan majalah “Desain,” satu majalah khusus dalam bidang desain. Kemudian, di masa 1980-an, Anda mengambil alih majalah ini. Itu adalah keputusan yang berisiko, saya kira. Sejak saat itu, Anda telah hidup dengan menaruh perhatian yang sangat istimewa terhadap majalahmajalah yang memfokuskan kepada desain. Apakah Anda merasa menyesal? Lee: Tahun depan, perusahaan kami akan mengobservasi ulang tahun ke-37. Kami mendapatkan keuntungan untuk pertama kali pada tahun kemarin. Umur saya sudah 60 tahun setelah mengelola Living Design Fair selama 20 tahun dan pesta desain selama 11 tahun. Ini sesungguhnya lebih dari apa yang Anda harapkan dari sebuah perusahaan. Nampaknya seperti tetesan air di lautan. Tetapi saya tidak menyesal. Melihat masa lalu, saya bangga telah mengerjakan hal-hal yang membuat konsumer dipisah-pisah. Mimpiku adalah menempatkan desain di mana-mana. Akhirnya, hidup kembali ke “desain badan”, bukan? Pikiran ada di dalam badan. Saat ini, saya sibuk mendiskusikan desain semata, yang lainnya saya tak pikirkan. Saya mengkonsentrasikan guna mengembangkan kerangka berpikir, memperlebar tempat penyimpanan ideideku. Saya bisa mengatakan juga bahwa saya memangkas diri sendiri dari hal-hal yang asing. Saya kira tanggung jawabku adalah menjembatani orang-orang yang memiliki bakat desain, mengorganisasi dan membuat mereka lebih kreatif. Kerja saya menjadi “koordinator desain.”

27


Jatuh Cinta pada Korea

dr. Rajesh Chandra Joshi terinspirasi oleh antusiasme dokter Korea yang menjadi relawan di Nepal datang ke Korea untuk menjadi dokter. Foto diambil bersama orangtuanya pada kunjungan ke Korea, istri dan ibu mertuanya.

28

S e n i & B u d a y a Ko re a


H

ari ini hari Rabu, pukul 2 siang hari. Bauer Hall di Universitas Keimyung di Kampus Daegu terlihat meriah dan ramai mahasiswa. Gedung tersebut dipenuhi oleh berbagai fasilitas yang mencakupi kafetaria, toko alat-alat tulis, agen perjalanan, bank, kantor pos, dan supermarket. Selain itu, gedung ini pun ramai oleh gelak tawa para mahasiswa yang baru selesai makan siang dan beberapa mahasiswa berlarian beberapa langkah untuk mengikuti kuliah selanjutnya. Walaupun gedung ini begitu ramai, terdapat tempat yang begitu membuat kita betah tinggal di dalamnya dan sunyi yang jaraknya hanya beberapa meter dari gedung tersebut, yakni sebuah klinik kesehatan yang pintunya terbuat dari kayu yang nampaknya seperti kayu pengedap suara agar suara berisik dari luar gedung tidak akan terdengar. Kedap suara ini dibutuhkan karena suara dr. Joshi yang begitu tenang. Suaranya yang hangat dan ramah merupakan kekuatan yang membuat pendengarnya dapat memfokuskan diri mendengar apa yang dikatakannya dan bahkan membuat sekelilingnya lebih sunyi.

ter lainnya! Anda akan memahami apa yang saya maksudkan segera setelah berbicara dengannya,” tutur mahasiswi tersebut yang kemudian dia bergegas pergi. Keingintahuan saya terusik, dan segera setelah saya memperhatikan bagaimana dia mengobati pasien, keingintahuan saya terobati. Sewaktu dia mengobati seorang mahasiswi berusia muda, dia menanyakan hal-hal atau simtom yang biasa ditanyakan dokter kepada pasiennya. Sewaktu mahasiswi tersebut mengatakan bahwa dia telah mabuk suatu malam, dokter tersebut bertanya, “Apakah kamu mabuk sendirian atau bersama teman lainnya? Oh, sendirian! Mengapa kamu mabuk sendirian? Ini yang membuat perut kamu sakit.” Jelas bahwa dokter ini berbeda dari dokter-dokter lainnya. Sewaktu seorang mahasiswa dari negara Cina mengatakan, “Saya makan kimchi beberapa hari yang lalu,” dr. Joshi berguman, “Ah maksudmu kamu makan kichim (batuk). Ini kichim, bukan kimchi. Tetapi jangan lupa kimchi. Mengonsumsi kimchi sangat berguna sewkatu kita terserang flu!” Mahasiswa

yang sedang belajar bahasa asing ini terlihat sangat santai. Walaupun sewaktu mahasiswa ini memasuki klinik tersebut terlihat tegang, dan depresi, dia meninggalkan klinik penuh dengan senyum. Saya dapat melihat wajahnya yang lepas dari penyakitnya. Sewaktu dr. Joshi menuliskan resep pengobatannya, dia selalu menambahkan tulisan yang penuh dengan kehangatan dalam resepnya tersebut, yang mengatakan bahwa dia pun dulu sewaktu menjadi mahasiswa di Korea, dia selalu aktif ikut klub-klub kemahasiswaan dan banyak dr. Rajesh Chandra Joshi bekerja sebagai dokter keluarga di mencari teman karena kedua hal ini dapat membuat kita tetap sehat. Universitas Keimyung di Daegu. dr. Joshi terlihat senang sewaktu saya Sebagai dokter Nepal pertama di Korea, dia mempunyai kualifikasi mengatakan bahwa dokter tersebut lebih bersebagai dokter setelah belajar 3 tahun lebih lama daripada yang fungsi sebagai seorang ibu daripada seorang lainnya. Dulu, dia pernah berfikir akan kembali ke Nepal segera setelah dokter dengan suara yang tenang dan mata yang simpati. “Saya selalu membuat pasien ia menjadi dokter, tetapi sekarang dia bekerja sebagai dokter di Korea hangat dan nyaman,” katanya. “Saya kira seoyang befungsi sebagai jembatan penghubung antara Korea dan Nepal. rang dokter sebaiknya sangat memperhatiPark Hyun-sook, Penulis Lepas | Ahn Hong-beom Fotografer kan pasien dan perhatian ini harus menjadi prioritas. Saya selalu mencoba mengingat Resep Dokter dari Hati yang Hangat bagaimana dampak kata-kata yang saya tuturkan terhadap pasien Dari mulai pukul dua sampai pukul empat setiap sorenya dalam yang sakit.” waktu dua kali seminggu, dr. Joshi, yang sudah tahun ketiga sebagai Melayani dengan Lima Bahasa Berbeda resident di Departemen Kesehatan Keluarga, Rumah Sakit Dongsan, Universitas Keimyung, menawarkan pelayanan medis sukarela bagi Bahasa Inggris dr. Joshi nampaknya sangat alamiah dan dialek mahasiswa dan staf akademik fakultas tersebut. Suatu hari, saya mengDaegunya mengagumkan dan ramah. Hal ini sebagai akibat dari lamaunjungi klinik tempat ia bekerja untuk mewawancarainya, ternyata nya ia tinggal di Korea, yakni selama 21 tahun dan dia pun mengsudah banyak orang menunggu agar dapat berobat ke “dr. Rajesh.” akui bahwa dia mudah mempelajari bahasa asing. Selain menguasai Saya mengikuti seorang mahasiswi yang mengaku telah dua kali beroBahasa Nepal sebagai bahasa ibunya, dia juga fasih berbahasa Hindi, bat kepada dokter tersebut. “Saya tidak mengerti bagaimana memahaPakistan, Inggris dan Korea. Sejumlah mahasiswa non-Korea beromi ini semua, karena dr. Rajesh benar-benar berbeda dari dokter-dokbat kepadanya dengan alasan penguasaan bahasa tersebut. Khusus-

Jembatan untuk Dunia Multikultural

dr. Rajesh Chandra Joshi

Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

29


nya bagi para peserta pelatihan industri dan mereka yang datang ke untuk menyelesaikan setidak-tidaknya 10 tahun pendidikan di negaraKorea untuk menikah dan belajar, dia juga berfungsi sebagai penjaga nya sebelum pergi keluar negeri untuk belajar, dr. Joshi menyelesaikan yang perannya lebih penting daripada sebagi seorang dokter semata. tahun kedua belajar biologi sebagai pilihannya di Universitas nasional Kadang-kadang dia mendapatkan panggilan telepon di tengah malam. Nepal sebelum datang ke Korea pada tahun 1992. Untuk belajar ke Selain melayani orang yang tiba-tiba sakit, banyak lagi orang yang luar negeri, mahasiswa Nepal biasanya pergi ke India atau Pakistan, membutuhkan bantuannya guna menangani berbagai keluhan lainnya. yang memiliki bahasa yang sama, atau ke Inggris atau Amerika kare“Saya tahu bahwa mereka menelepon saya pada jam tersebut na bahasa Inggris sebagai bahasa kedua di Nepal. Tetapi, bersyukur karena mereka harus bekerja di siang hari, dengan demikian saya kepada kesan yang kuat yang ditinggalkan oleh para dokter Korea dan berusaha sekeras mungkin untuk menolong mereka,” dr. Joshi berkesan kesamaan yang dia rasakan karena bibi dan pamannya yang tutur. “Misalnya, saya menyruruh mereka pergi di unit gawat darurat telah belajar di Ewha Womans University dan Seoul National Universisebuah rumah sakit untuk bertemu dokter lainnya. Kadang-kadang ty, secara berturut-turut, membuat dr. Joshi memilih Korea. Keputusansaya menyuruh mereka pergi ke Kantor Distrik setempat untuk berkonnya didukung oleh dr. Jeung Seong-deok, yang saat itu adalah profesultasi dan memberitahu saya orang yang sedang bertugas yang sor neuropsychiatry pada Pusat Kesehatan Universitas Yeungnam dan dapat saya hubungi. Di hari yang lain, saya bicara dengan anak muda ini. Pada akhir pembicaraan, dia mengatadr. R.C. Joshi bukan hanya memberikan pelayanan medis kan bahwa ‘Saya sudah sembuh hanya dengan berbicara bagi mereka yang datang ke Korea demi untuk menikah, kepada Anda.’ Hati saya berbunga-bunga mendengar belajar, atau pelatihan industry, tetapi juga berfungsi berita tersebut.” sebagai penjaga. Kadang-kadang dia mendapatkan dr. Joshi mengatakan bahwa kepuasan yang ia rasapanggilan telepon di tengah malam. “Suatu saat, saya kan setelah ia dapat meonolong seseorang yang sedang dalam kesulitan dapat menghilangkan kelelahan dan berbincang dengan seorang anak muda. Di akhir kepenatan yang disebabkan oleh kurang tidur. Lebih jauh pembicaraan dia mengatakan ‘Saya merasa sembuh dari lagi, dia merasakan begitu bahagia setelah ia menerima penyakit yang saya hadapi hanya karena saya berbincang plakat sebagai rasa terima kasih dari perkumpulan mahadenga Anda.’ Hatiku penuh dengan suka cita setelah siswa Nepal di Korea yang beranggotakan lebih dari 500 mendengar tuturan tersebut,” ungkap dr. Joshi. orang, dan setelah menerima penghargaan duta kehormatan bagi keluarga multikultural di Provinsi Gyeongsang Utara pada bulan Maret tahun ini. Juga, dia adalah anggota kelomsekarang sudah pensiun, yang mengenal paman ibunya dr. Joshi secapok Love Nepal, sebuah perkumpulan orang-orang Nepal di Korea, ra pribadi. dr. Joshi menganggap Dr. Jeong dan Dr. Lee Kyu-seok, seodan Namaste, sebuah lembaga yang membantu orang-orang miskin rang profesor dermatologi pada Universitas Keimyung, sebagai ayahdi Nepal. Orang sekelilingnya sangat khawatir dengan segala macam ayahnya. “Kedua professor ini, yang begitu teguh dengan kegiatan kesibukannya, tapi hal ini adalah wajar bagi seorang dokter medis yang medis sukarela di Nepal menjadi saksi pembelajaran saya dari mulai memilih hidupnya untuk menolong orang. sampai akhir masa studi saya. Mereka mensponsori saya dan menLebih dari 10 tahun yang lalu, bersama dokter-dokter medis Korea, dorong saya untuk belajar dengan teguh, keras dan tanpa kenal lelah dr. Joshi mulai mengunjungi Nepal untuk malakukan kegiatan sukarela dan mendapatkan berbagai pengalaman medis di Korea untuk menjadi selama satu atau dua pekan dalam masa cutinya setiap tahun. Sekitar dokter hebat di Nepal,” katanya. 20 tahun yang lalu, sewaktu dia kembali ke kampung halamannya berHalangan Ujian yang Tingginya Sama dengan Gunung Evesama dokter-dokter medis ini. rest “Saya begitu terenyuh melihat dokter-dokter medis Korea yang datang ke Nepal untuk tujuan kegiatan amal. Sangat mengejutkan dr. Joshi lahir sebagai anak tertua dengan satu saudara peremmengetahui momen ini sewaktu dokter-dokter medis Korea mendapuannya di sebuah keluarga yang cukup berada. Ayahnya adalah seotangani Nepal di saat satu-satunya liburan tahunan mereka. Saya kira rang pegawai setingkat wakil menteri di Kementerian Ekonomi di Nepal sesuatu yang termulia bagi seseorang adalah menjadi dokter. Saya dan ibunya menjalankan bisnis tekstil. Dia menyukai musik, melukis, melihat orang-orang yang berjalan siang dan malam beserta anggota dan film, dan banyak memiliki teman karena dia suka humor. Tetapi mereka hanya mengomsumsi sedikit roti selama perjalanan mereka. sewaktu dia datang di Korea, dia mengalami kehidupan yang keras. Saya juga bertemu orang-orang dengan fisik yang tidak sempurna “Mahasiswa Korea terkenal dengan belajarnya yang sangat keras, hidup dalam kemiskinan yang sangat mendera. Hal-hal itu membuat tekun! Di antara meteka, hanya mahasiswa yang nilainya tinggi dapat hatiku terkoyak. Inilah yang membuat aku memutuskan untuk menjadi berkuliah di Fakultas Kedokteran. Dengan demikian aku berada di jalan dokter dan bersekolah di Korea,” tutur dr. Joshi. menuju neraka. Masih berjuang keras untuk belajar bahasa Korea, Karena kebijakan pendidikan Nepal yang mewajibkan warganya aku benar-benar masih tertatih-tatih mempelajari istilah-istilah medis.

30

S e n i & B u d a y a Ko re a


rangan tiga poin. Di Nepal, kami hanya mengerjakan tes subjektif, dan di Korea ini aku “Jika ini bukan untuk orang-orang sekelilingku, aku tidak akan bisa selalu bingung menghadapi ujian pilihan. Seorang teman yang datang menjadi seorang dokter. Istriku, mertuaku, orang tuaku di Nepal, para bersamaku untuk belajar kedokteran di Korean segera menyerah dan profesor, dan teman-teman. Mengetahui betapa perhatian mereka kembali ke Nepal!” ingatnya. kepadaku, aku tidak akan menyerah. Akhirnya, aku mengikuti tes Belajar kedokteran di luar negeri benar-benar terasa sebagai bohongan dengan soal-soal yang disiapkan teman-temanku. Dengan sebuah hukuman. Karena dia tidak mengerti isi kuliah dengan baik, keteguhan yang kokoh, akhirnya aku lulus pada tes keempat kalinya,” dia benar-benar tertekan karena nilai ujian yang buruk. Berhari-hari dia tuturnya. selalu menyalahkan dirinya sendiri dan berfikir, “Aku ini benar-benar Lulus ujian nasional kedokteran baginya seperti menaklukkan gila. Mengapa aku begitu tergesa-gesa terhadap sesuatu yang begitu puncak Gunung Everest. Sebelumnya, dia sangat stress, menghabissulit?” karena dua kali ketidakhadirannya di kelas dan pernah gagal kan tujuh pil untuk menghilangkan sakit kepalanya, dan insomnia yang dalam ujian, dia berifkir untuk beralih pilihannya ke bidang manajemen. disebabkan oleh ketegangan. “Barangkali aku bisa belajar manajemen untuk membantu ibuku dalam mengelola usahanya. Aku bisa menolong orangSatu Impian Lagi orang miskin dengan uangku,” fikirnya. Tertapi ia Sewaktu dia gagal ujian nasional ketiga kalinya, dibuat sangat marah oleh seorang ‘gadis Korea’ ibu mertuanya berkata kepadanya, “Saya mendengyang ia ketemu sewaktu ia membantu para ar seorang dokter yang lulusnya setelah 10 tahun. peserta pelatihan insudtri dari Nepal. Setiap orang memiliki cara hidupnya sendiri-sendiri. “Dia sangat memarahiku sambil mengatakan Sebagian cepat dan sebagian lagi lambat! Saya kira bahwa aku akan mengecewakan orang tua yang kisah tentang orang-orang yang lambat nampaknya bekerja begitu keras di Nepal dan mendoakan lebih menarik untuk direnungi.” dr. Joshi mengatamasa depanku. Aku hampir menangis. Akhirnya kan bahwa dia selalu merasa terpacu kala ia mengaku memahami segalanya. Sekarang dia adalah ingatnya. mertuaku,” kata dr. Joshi. “Awalnya saya ingin menjadi seorang dokter Karena dia tidak betul-betul memahami mata secepat mungkin dan kembali ke Nepal. Tetapi kuliah yang ia hadiri, dr. Joshi menyerah untuk saat ini banyak dokter di Nepal. Sekarang banyak tidak membuat catatan kuliah lagi. Sebagai ganorang Nepal datang ke Korea dan saya merasakan tinya, dia menggunakan perekam dan mendengadanya kebutuhan akan adanya seseorang yang arkannya berkali-kali. Lama kelamaan, dia dapat dr. Joshi selalu menyampaikan banyak menjadi jembatan antara mereka dengan Korea. mengerti catatan teman-temannya, yang pada pertanyaan, meyakini bahwa resep terbaik Selain orang Nepal, saya juga ingin membantu para awalnya pun susah dibaca. Dia harus menyeledapat ditulis hanya ketika dokter dan pasien membuka hati mereka satu sama lain. pekerja asing dan perempuan yang menikahi orang saikan kuliahnya selama sembilan tahun, yang Korea, yang memiliki akses minim terhadap keunumumnya dapat diselesaikan dalam waktu enam tungan-keuntungan medis. Ini bukan berarti bahwa saya menanggalktahun. Pada tahun 2007, setelah kelulusannya, dia mengikuti ujian an mimpi-mimpi saya untuk memperbaiki kondisi medis di Nepal. Namnasional untuk menjadi dokter dengan ijin praktik, hanya untuk merasapaknya saya telah menambahkan satu mimpi lagi terhadap mimpi asli kannya. Sebagaimana yang ia prediksi, dia gagal. saya,” katanya. Pada tahun 2008, sambil belajar untuk mempersiapkan kedua kaliSewaktu belajar di Daegu, dr. Joshi mengatakan bahwa dia selalu nya, dia menikah. Istrinya, Jeong Se-yeong, adalah anak perempuan cemburu terhadap fasilitas medis yang begitu canggih di rumah sakit “gadis Koreanya” yang disebut-sebut di atas, yang menjadi teman universitas tersebut. Peralatan medis terbaru pun dapat dibeli, tetapi dekatnya sejak tahun pertama di kuliah pra-kedokteran. Pernikahansistem medis yang efisien membutuhkan pengembangan pendidinya lebih mendorongnya agar dapat lulus ujian nasional. Dia pergi ke kan efisien, teknologi, tenaga kerja dan organisasi. Dia sangat tertarik perpustakaan di pagi hari dan pulang di sore hari. Istrinya pun banguntuk mengenalkan sistem asuransi medis Korea, pusat kesehatan un pagi-pagi untuk menyiapkan makan siangnya dan mencari nafkah dan klinik kesehatan ke Nepal. sebagai seorang tutor. Sebagai gantinya dari menghafalkan isi bukuIni semua nampaknya terkait dengan sejarah kelulusan ujian setebuku kedokteran yang begitu tebal dengan pengetahuan yang luas, dia lah tiga kali kegagalan, tetapi dr. Joshi mengatakan dengan senyum, bergaul dengan mahasiswa-mahasiswa brilian dan belajar bersama “Saya tidak mau melakukan sesuatu yang tidak ada tantangannya!” mereka dengan mengajukan berbagai pertanyaan. Selama proses Ada pepatah bahwa kesuksesan yang lebih besar membutuhkan belajar demikian, dia mampu belajar dengan cara berfikir mereka dan waktu yang lebih lama. dr. Joshi, yang sangat menyayangi orang dan bagaimana mereka memformulasikan jawaban-jawaban mereka. Tetatidak takut menghadapi kesulitan, mengembangkan potensi untuk pi, pintu kesuksesan belum juga terbuka. Dia mengalami dua kegagamenjadi “dokter yang lebih baik.” lan dengan margin yang sangat tipis, kegagalan ketiga karena kekuKo r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

31


DI ATAS JALAN

Pameran Seni Kenangan tentang Cinta dan Perang di Sana Perang Korea selama 60 tahun terakhir telah meninggalkan warisan yakni Zona Demilitarisasi (DMZ) yang masih tetap terbekas pada ingatan maupun kesadaran siapapun, dan bukan hanya itu ia telah memberikan pengaruh baik besar maupun kecil kepada penduduk wilayah, kelompok masyarakat hingga seluruh rakyat Korea. Cheorwon adalah tempat di mana sejarah itu masih segar tersimpan, dan karena alasan tersebut ia menjadi ajang digelarnya pameran seni dengan nama <Proyek DMZ Riil>.

32

Kim Yoo-kyung, Jurnalis | Ahn Hong-beom Fotografer S e n i & B u d a y a Ko re a


P

ameran seni di DMZ yang digelar 60 tahun setelah perang terhenti di sudut sebuah kota militer menandakan adanya perubahan, kota itu dijadikan tempat wisata bahkan menjadi arena untuk menggelar kesenian. Melanjutkan tahun lalu di Cheorwon telah dibuka pameran yang skalanya cukup besar. Pameran tahun ini (27 Juli – 22 September 2013) dengan nama <Real DMZ Project 2013 : Borderline> atau <Proyek DMZ Riil 2013 : Perbatasan> yang merupakan rute wisata militer di kota Cheorwon yang memutar dengan foto - foto, lukisan, tayangan video, dan sekitar 20 buah karya seni ini memberikan pengalaman yang baru. Pengunjung akan dapat menikmati dengan caranya masing - masing dan dapat mengartikan kembali dengan pemahaman mereka sendiri tentang daerah perbatasan bersenjata berat saat mereka berwisata sambil menikmati berbagai situs dan meneliti karya seni kontemporer tentang makna DMZ yang disajikan oleh 12 seniman dari 11 negara. Kim Sun-jung, kepala kurator Pusat Seni Sonje di Seoul, mencatat bahwa “Proyek DMZ Riil adalah proyek penelitian dari perspektif humaniora dan seni tentang berbagai masalah yang mempengaruhi kehidupan dan budaya semenanjung Korea. “

Demilitarisasi dan Pagar Besi

“Peledakan” karya Back Seung-wooh yang dipamerkan dalam “Dari Utara” sebuah acara khusus di Artsonje Center di Seoul, yang melengkapi “Real DMZ Project 2013,” berlangsung di daerah dekat dengan DMZ di Cheorwon, Provinsi Gangwon. Yang menampilkan peledakan tersandung adegan sisa-sisa gambar yang telah dipotong oleh Badan sensor Korea Utara. Fotografer tersandung oleh gambar-gambar ini ketika ia mengunjungi Korea Utara pada tahun 2005. Montase foto dari 40 potong, cetak digital pigmen, 265 x 504 cm, 2005-2007.

Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

Dalam perjalanan dari pusat kota Seoul hingga tempat ini ingatan tentang Perang 6.25 begitu redup sampai-sampai saya hampir tidak menyadari adanya halte bus bernama “Bukit 104 Yeonhui”. Semakin mendekati kota Cheorwon, semakin banyak fasilitas militer dan kemanan yang menunjukkan bahwa kita semakin mendekati zona militer. Salah satu di antaranya adalah pagar besi. Sebuah gedung yang diperuntukkan untuk melindungi keamanan di wilayah itu seolah menceritakan betapa banyaknya waktu yang telah berlalu. Sebenarnya perjalanan ke Cheorwon untuk menyaksikan pameran itu sendiri seolah menceritakan banyaknya waktu yang telah mengalir. “Saya menyambut hangat bahwa di tempat ini telah terpusat perhatian di aspek budaya, bukan masalah - masalah militer”, kata sambutan dari gubernur kota Cheorwon juga tentunya berawal dari perasaan yang demikian. Perjalanan waktu telah merubah suatu sudut di zona militer menjadi ajang pariwisata dan selanjutnya ajang kesenian. Dalam Pameran Kesenian DMZ yang telah dibuka pada tahun ini untuk keduakalinya membuktikan bahwa perang tetap berada dalam ingatan generasi terdahulu dan kini. Pameran Kesenian ini adalah bak sekuntum bunga yang muncul di antara reruntuhan perang. Cheorwon di Provinsi Gangwon di tempat paling banyak terjadi pertempuran saat Perang 6.25 berlangsung adalah sebuah kota militer kecil, di mana suasana tegang terus terasa di kota dengan sumber utama penghasilan pertanian ini. Sebagian besar dari penduduk di kota ini bercocok tanam melewati dataran yang termasuk dalam kawasan Jalur Kontrol Sipil. Gedung Partai Buruh yang telah rusak tetap berada dalam keadaan yang sama hingga waktu membuatnya terdaftar sebagai warisan budaya. Pada saat yang sama di Sungai Hantan berbagai jenis olahraga modern seperti rafting dan bungee - jump ramai dinikmati wisatawan dan di sekitarnya juga ramai dengan restoran ikan air tawar. Paek Su – hyeon, pemandu yang menjelaskan kepada para pengunjung tentang kehidupan di tempat ini mengatakan, “Warga di sini sangat menghargai tanah, tempat di mana mereka telah dan masih tinggali, yakni sawah dan ladang tempat tanaman mereka tumbuh dan berkembang”. Mereka mengerjakan tanah yang dulunya adalah ladang ranjau. Terlepas dari ideologi, kepercayaan dan kecintaan yang mendalam terhadap tanah mereka sama artinya sebagai nafas mereka. Karya seni yang dipamerkan dalam pameran kali ini disajikan dari berbagai sudut pandang tentang daerah perbatasan. Orang - orang yang tidak akrab dengan seni kontemporer mungkin bertanya - tanya tentang bagaimana membedakan seni dari kenyataan namun jelas ini adalah cara lain untuk menelusuri sejarah melalui seni. Pertunjukan <Proyek Reunifikasi Psikis> yang digelar di ‘Auditorium Medan Perang Segitiga

33


Di Pyeonghwa - Munhwa - Kwangjang (Lapangan Seni Perdamaian) di depan Stasiun Woljongri banyak tergelar berbagai benda yang saling berbaur dengan keheningan. Kereta api berkarat, stasiun tanpa jejak manusia, bebatuan, dan keheningan. Kesemua benda ini menyatu untuk menceritakan keheningan selama 6 dekade di DMZ.

Besi’ oleh seniman Ireland Jesse Jones berusaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan tentang hubungan antar-Korea dengan membaca kartu tarot dalam suasana mistis oleh iringan irama gayageum. Dalam acara di mana pertanyaan pengunjung dijawab dengan lemparan kartu tarot ini terasa suasana seperti tempat konferensi untuk membicarakan topik-topik yang serius. “Apakah Korea akan bersatu? Apakah kekuasaan Kim Jong - un akan berkelanjutan? Apakah akan ada konflik bersenjata? Apakah mungkin senjata nuklir akan digunakan? Apakah wisata ke Gunung Kumkang akan terbuka lagi?”. Pada pertanyaan-pertanyaan pengunjung beberapa kartu diletakkan tertelungkup dan beberapa di antaranya dibuka dan tersorot ke layar lebar untuk disaksikan pengunjung. Mereka menerjemahkan kartu tersebut demikian “Reunifikasi tidaklah mudah, masalah yang ada sekarangpun sudah sangat menyulitkan, pada akhirnya komunikasilah yang akan membuka jalan, wisata Gunung Kumkang akan terbuka karena tujuan dari kedua pihak sama”. Pernyataan ini terdengar seolah-olah datang dari seorang ahli hubungan internasional. Tak seorang pun di antara penonton tertawa, mereka semua dengan sangat berminat menyaksikan pembacaan kartu. Dihadapkan dengan realitas DMZ, semua orang menjadi serius.

Stasiun Kereta Api Terbengkalai Yun Su - yeon, seniman Korea, menyajikan foto - foto yang detail tentang penduduk terlibat dalam pertanian dalam Jalur Kontrol Sipil. Menceritakan kunjungannya ke daerah-daerah, Yun berkata, “Saya takut pada awalnya. Tapi segera saya terkejut melihat rutinitas tenang dan damai di sana dan mendapati diri saya berharap saya bisa berbaur dengan lingkungan ini”. Sebingkai foto seorang petani yang sedang beristirahat di tengah menanam bibit padi seolah menjadi papan pengumuman yang terpasang berhadapan dengan Gunung Osong yang terletak di wilayah Korea Utara. Di sebelah pos penjagaan tentara di mana pada dindingnya masih tercantum yel-yel lama pasukan Cheongsung terhampar sawah ladang tempat burung musiman datang, tempat itu juga adalah sebuah perempatan di mana terpasang beberapa papan petunjuk yang mengarah ke segelintir gereja yang ada di sana. Tidak ada warga yang terlihat mondar-mandir pada saat itu. Mungkin kita baru bisa melihat mereka saat Jalur Kontrol Sipil ditutup pada waktu mereka pulang ke rumahnya. Petani yang muncul dalam foto itu katanya bercerita pada tetangga-tetangganya “Walaupun wajah tidak kelihatan, itu aku lho!”. Tetapi daripada warga setempat, akan lebih banyak wisatawan yang menyaksikan foto tersebut. Pameran juga menampilkan di hall Perdamaian dan Budaya DMZ

34

termasuk “Brotherhood of War - B Camera” foto mengingatkan pada film dengan judul yang sama oleh Jung Yeon-doo, “Tour” sebuah lukisan minyak yang menggambarkan DMZ sebagai hantu ideologis dengan teknik kolase oleh Hwang Se-jun, dan “Mari Mencoba! Kita pasti bisa! Tentara Infanteri Sekolah”, menggambarkan personil militer dan fasilitas sebagai representasi dari budaya militer oleh seniman Oh Hein-kuhn. Hampir saja tawa saya pecah namun dalam sesaat kembali membeku ketika melihat pemandangan tentara yang menuliskan di batu yel-yel “Buatlah hal mustahil menjadi hal yang tidak mustahil”. Senyum menjadi beku karena saya langsung menyadari bahwa slogan itu bukan main - main. Sebuah sisa kereta berkarat tergeletak di stasiun Weoljongri, stasiun paling utara dari Gyeong - Won (Seoul - Wonsan), jalur selatan DMZ yang terkenal. Ketika dulu saya pertama kali melihatnya, saya sangat terkesan karena keseluruhan dari kereta itu terlihat. Dulu maupun sekarang, kereta yang terletak di tempat itu tampak lebih artistik daripada karya seni. Tapi sekarang bagian lokomotif kereta terlalu maju ke depan, dan banyak bagian dari kereta yang ditutup dengan penutup sehingga terkesan terlihat dan tidak terlihat. Seniman Kanada Paul Kajander, bersama dengan anak-anak sekolah dasar dan menengah setempat menciptakan suatu pertunjukkan dengan gerakan tubuh dan suara yang menggambarkan terpisahnya kedua Korea di bangunan penyimpanan es yang didirikan pada masa penjajahan Jepang, dan setelah itu menggelarnya sebagai pameran berupa foto dan musik di stasiun kosong ini. Di lapangan Kedamaian dan Kesenian di depan Stasiun terdapat gambar - gambar besar yang dengan harmonis menunjukkan keheningan. Di sebuah sudut lapangan yang luas itu terdapat karya Heman Chong dari Singapura dengan tinggi 7 meter dan lebar 10 meter yang terbuat dari papan putih bertuliskan “Seratus Tahun Kesendirian” dengan warna hitam yang dikutip dari sebuah judul karya sastra. Di depannya pada tanah lapang terhampar berpuluh-puluh basalt yang dibawa dari Cheolwon. Itu adalah karya Koo Jeong A dari Korea dengan judul ‘Perluasan Kesadaran’. Kereta api berkarat, stasiun tanpa jejak manusia, bebatuan, dan keheningan. Kesemua imej ini menyatu untuk menceritakan keheningan selama 6 dekade di DMZ. Penduduk setempat dikatakan bergumam di antara mereka sen-

1 “Red House” karya fituris “Arirang,” Noh Sun-tag, senam massal Korea Utara. Arsip cetakan pigmen, 100 x 140 cm, tahun 2005. 2 “Tour” karya Hwang Se-jun, dipajang di Gedung Kebudayaan dan Perdamaian DMZ yang menggambarkan sebuah perjalanan penuh harapan menuju perdamaian dari takut Perang Dingin. Lukisan minyak di atas kanvas, 162 x 920 cm, 2012. 3 Stasiun Woljeong-ri telah lama kehilangan fungsinya sebagai stasiun kereta api. Hal ini digunakan untuk pameran foto selama “Real DMZ Project 2013.”

S e n i & B u d a y a Ko re a


1 2

Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

3

35


1

diri, “Jadi maksudnya batu yang dibawa dari ladang kita lalu diletakkan di sini dengan ditulisi tulisan itu adalah hasil karya seni?”. Tapi energi yang tertampilkan di sini adalah keindahan yang menyelubungi ketegangan dan kekerasan. Pemandangan yang sesungguhnya dari wilayah ini yang terbanding kontras dengan karya seni yang menggambarkan kesepian dan terhentinya waktu mahal terlihat jauh dari kenyataan.

“Aku adalah bagian dari Cheorwon” Dalam monorail menuju ke Observatori Perdamaian Cheorwon, saya menemukan sebuah karya pendekatan yang unik oleh seniman asing. Seniman Turki Fahrettin Orenli dengan penayangan videonya berjudul “Tanah penuh emosi, Pemotongan disebabkan oleh Post Operasi Plastik” adalah sebuah video tentang pembedahan kelopak mata. Menurutnya modernisasi di Korea Selatan tidak alami, sama seperti operasi kelopak mata, demikian juga hubungannya dengan Korea Utara. Lukisan cat minyak, seperti “Sawah di Cheorwon,” yang menggambarkan cinta rakyat terhadap tanah mereka tergantung di salah satu dinding. Di antara seniman yang berpartisipasi dalam acara ini, pelukis Kim Sun-kyong adalah satu-satunya yang lahir dan masih bekerja

36

1 “My Saintly Shelter” (2012), sebuah karya seni instalasi karya Kim Lyang, duduk dekat gedung lama Partai Pekerja. Struktur baja putih terbuat dari panel baja daur ulang yang pernah digunakan untuk membawa bibit padi dari tempat benih padi di daerah Cheorwon. 2 Di musim dingin, Cheorwon menjadi habitat burung bangau. 3 Sisa kerusakan kereta api di Stasiun Woljeong-ri, stasiun paling utara di Korea Selatan pada jaur kereta Gyeongwon (Seoul-Wonsan). Disimpan di sana bangkai kereta api berkarat yang hancur dalam serangan udara selama Perang Korea.

di Cheorwon. Dia berkata, “Saya cinta pada tanah ini, karenanya saya langsung kembali setelah lulus dari perguruan tinggi seni.” Dia menganggap perpaduan dari sawah, ladang, dan ladang ranjau, di mana ranjau darat masih belum seluruhnya tertangani itu sebagai kontur yang istimewa dari DMZ, sebuah pemandangan unik yang terlihat dari puncak Gunung Soi. Pada masa kecilnya ia sering bermain di sekitar gedung Partai Pekerja sampai senja. Sekarang fasilitas militer yang berkarat seperti logam, selongsong peluru, besi - besi, bahkan rel kereta api menjadi bahan lukisannya. Ketika muda, ia digunakan untuk bermain di sekitar gedung Partai Pekerja tua dan berlari hingga sore. Dengan latar belakang surya senja yang tenggelam, ia menunjuk pada potret diri karyanya dan berkata “Saya menganggap diri saya sebagai bagian dari kota Cheorwon”. Bangunan bekas Kantor Inspeksi Hasil Pertanian Cheorwon yang terdapat di sisi tapak wisata yang dulunya adalah jalan utama selama S e n i & B u d a y a Ko re a


perang nomor 3 juga digunakan sebagai tempat pameran. Selama perang ketika wilayah ini di bawah kendali Korea Utara, bangunan dulu merupakan tempat pemeriksaan hasil pertanian Cheorwon itu terkenal sebagai ruang penyiksaan bagi orang yang diduga sebagai anti komunis yang ditahan untuk diinterogasi. Bangunan ini biasanya ditutup tapi saya beruntung karena dapat melihat ke dalam berkat pameran ini. Seniman Korea Lee Joo - young telah menciptakan “Miniatur Kota Cheorwon Kedua, Gedung Keuangan” seperti semacam monumen. Bangunan Gedung Keuangan asli yang asli telah runtuh oleh pemboman beruntun dan kini tinggal tanahnya saja yang dilestarikan.

Jalan Setapak Gunung Soi Sebenarnya dalam hal seni, Cheorwon adalah gurun di mana tak ada satu pusat pertunjukan seni atau sebuah galeri seni. Pada jalan yang menuju ke Gunung Kumgang, Jeong Seon, seorang pelukis pemandangan dari Dinasti Jeoson telah melukis. Mewakili seniman kota Cheorwon, Kim Sun - kyong mengatakan “Pameran ini akan memberikan kejutan kepada penduduk Cheorwon dan juga cara untuk melihat kampung halaman mereka dengan berbagai cara yang berbeda”. Dan untuk kalangan seniman sendiri DMZ menjadi suatu kesempatan untuk melontarkan pertanyaan tentang bagaimana seharusnya

kita memandang DMZ. Pegunungan - dari Sapseul Peak (dekat Dongsong Reservoir), di mana sekitar 50.000 bom dijatuhkan dalam pertempuran sengit untuk memperoleh dataran tinggi selama perang, sampai ke Gunung Soi (dekat Gedung Partai Buruh) dan Halmi Peak (dekat daerah wisata Paviliun Goseok) - digunakan untuk menjadi bagian dataran tinggi yang mengarah ke Seoul selama periode Joseon. Im Kkeok - jeong, 2 sosok Robin Hood Korea pada era Joseon dikenang dalam bentuk nama restoran “Im Kkeok - jeong Garden”. Cheorwon terletak sekitar 200 meter di atas permukaan laut, membentuk dataran yang luas. Penduduk setempat sering melihat pelangi ganda setelah mandi. Sebuah jalan wisata baru, dijuluki “Jiroekkot - gil (Jalan Bunga Ranjau Darat)” baru - baru ini telah dikembangkan di sekitar Gunung Soi. Meskipun nama itu terkesan menakutkan, sebenarnya aman saja berjalan-jalan bagi petani lokal dan indah karena penuh dengan bunga - bunga liar yang cantik. Pemandu wisata Paek Su - hyeon berkata kepada saya, “Padang ini begitu cantik di akhir musim panas. Apakah Anda tidak ingin datang lagi?”. Saya bertanya balik padanya “Saya ingin tahu apakah Korea Utara tahu bahwa pameran seni yang diadakan di sini?”. “Mungkin mereka tahu. Karena daerah ini adalah daerah di bawah pengawasan dan pemantauan mereka” jawabnya.

3

Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

37


Distrik yang Bernama Cheorwon ‘Segitiga Besi’, Lokasi Koeksistensi Ketegangan dan Kedamaian Kim Dang, Editor Oh My News | Ahn Hong-beom Fotografer

Korea Utara terletak di luar DMZ, seperti yang terlihat dari Observatorium Perdamaian Cheorwon.

D

istrik Cheorwon secara geografis terletak di tengah pusat Semenanjung Korea dari timur-barat dan utara-selatan . Sejak kemerdekaan (pada tahun 1945) sebelum Korea terbagi menjadi dua, distrik Cheorwon merupakan pusat logistik dan transportasi yang dilewati rel kereta api Gyeongwonseon (yang menghubungkan Seoul - Wonsan). Setelah kemerdekaan saat Amerika Serikat dan Uni Soviet menempati Semenanjung Korea dengan membaginya pada garis batas negara 38, Cheorwon ditempatkan yurisdiksi ibukota provinsi Gangwon Utara di bawah militer Uni Soviet. Itulah sebabnya di distrik Cheorwon yang kini dikenal dengan produk wisata keamanannya terdapat gedung - gedung bernuansa komunis ala Rusia.

Distrik Yang Terbagi Saat Perang Korea (dari 25 Juni 1950 sampai 27 Juli 1953) mendekati detik-detik terakhirnya, Korea Utara dan Cina bertarung dengan sengitnya dengan Korea Selatan dan Amerika Serikat (yakni tentara PBB) untuk memperoleh wilayah kedudukan yang lebih luas. Sebagai hasilnya, Amerika Serikat dan Uni Soviet menggariskan garik lurus pada garis lintang 38 derajat di atas peta Semenanjung Korea, dan dengan usainya perang pada garis lurus tersebut terbentuk Zona Demiliterisasi yang terbagi lagi menjadi Front Barat yang menjadi wilayah yurisdiksi Korea Selatan dan Front Timur yang menjadi wilayah yurisdiksi Korea Utara. Setelah kemerdekaan, Kota Gaesung yang semula merupakan milik Korea Selatan masuk dalam ‘Misubokjigu’ (wilayah yang meliputi provinsi Hamgyeongnamdo, Hamgyeongbukdo, Pyeonganbukdo,

38

Pyeongannamdo, Hwanghaedo, dan sebagian dari Gangwondo) di bawah yurisdiki Korea Utara, sementara distrik Cheorwon yang merupakan semula merupakan milik Korea utara masuk dalam ‘Subokjigu’ (wilayah yang meliputi provinsi Gyeonggido yakni Yeoncheon dan Dongducheon, dan sebagian dari Phocheon, serta provinsi Gangwondo yakni Cheorwon, Hwacheon, Yanggu, Injae, Gosung, Seokcho, dan Yangyang) di bawah yurisdiksi Korea Selatan. Saat ini distrik Cheorwon menjadi wilayah administratif di bawah Republik Korea (Korea Selatan) dan Republik Demokratik Korea (Korea Utara). Saat Perang Korea sedang berkecamuk, Korea Utara yang ingin menduduki kota Seoul melakukan serangan dadakan melalui empat jalur utama. Salah satu di antaranya yang merupakan jalur serangan paling utama adalah Cheorwon – Uijeongbu – Seoul, dan yang kedua untuk jalur serangan Chogong adalah Gaesung – Munsan – Seoul. Melalui jalur yang pertama, tentara Korea Utara berhasil memasuki kota Seoul dalam waktu tiga hari. Tetapi karena adanya intervensi tentara Amerika Serikat dan serangan balik dari tentara Cina, perang menjadi panjang dan pada posisi jantung perang yang lebih dikenal dengan ‘Segitiga Besi’ (nama yang diberikan karena lokasi ini terdapat pada posisi lintang 38 derajat utara, tempat yang menghubungkan Cheorwon dan Kimhwa melalui Pyeonggang, yang merupakan posisi kurang baik untuk melakukan penyerangan tetapi secara geografis sangat tepat untuk melakukan pertahanan dari serangan musuh) terjadi pertarungan yang paling sengit. Sehingga jika orang mendengar nama ‘Distrik Cheorwon’ mereka akan langS e n i & B u d a y a Ko re a


sung teringat pada ‘Segitiga Besi’. Pertempuran paling sengit yang pernah terjadi di ‘Segitiga Besi’ adalah pertempuran ‘Baekmagoji’ (Pertempuran Kuda Putih di Dataran Tinggi). Menurut catatan tentang Baekmagoji, perang yang tercatat berlangsung selama sepuluh hari itu demikian sengitnya sehingga di hamparan dataran Cheorwon yang berlokasi 395 meter di atas permukaan laut dan bisa terlihat dengan sekilas pandang itu tertumpuk bubuk mesiu dan jenazah sampai sebatas lutut. Dalam pertempuran selama sepuluh hari itu, penguasa puncak gunung tersebut bertukar 24 kali, dalam pada itu sekitar 14.000 orang tentara tewas dan sebanyak lebih dari 300.000 mesiu dimuntahkan.

Lebih Banyak Tentara Daripada Warga

Namun di zona militer Cheorwon yang merupakan perwakilan daerah pertemuan dua kekuasaan militer, yang walaupun dengan alasan keamanan militer tidak dapat disebutkan skalanya, tercatat lebih banyak jumlah tentara muda yang ditempatkan daripada jumlah populasi warganya. Di Cheorwon, dengan berpusat pada Baekgolbude (Kamp 3) ditempatkan Seungribude (Kamp 15), Cheongsungbude (Kamp 6), Ottugibude (Kamp 8 Divisi Infanteri Mekanik), dan lain-lain, dan juga menjadi tempat pelatihan bagi beberapa korps lainnya. Saat ini di Korea sebuah program televisi populer berjudul ‘Jincca Sanai’ (Lelaki Tulen) yang menggambarkan beberapa aktor yang masuk dalam korps militer selama satu minggu untuk mengikuti pelatihan, dan Baekgolbude menjadi pilihan dari netters sebagai korps pertama yang patut dimasuki oleh seorang aktor. Baekgolbude adalah kamp milter yang berhubungan langsung dengan Hari Angkatan Bersenjata Korea. Kamp ini adalah kamp pertama yang melewati garis lintang 38 derajat dan bergerak ke utara pada tanggal 1 Oktober 1950 untuk pertama kalinya. Untuk memperingati peristiwa itu pada tanggal 1 Oktober 1956 Presiden Rhee Syngman menetapkan hari itu sebagai Hari Angkatan Bersenjata. Untuk meneruskan tradisi dari kamp ini dibentuklah kesatuan militer untuk ditempatkan pada garis terdepan di garis batas lintang 38 derajat untuk sewaktu - waktu menyerang ke utara bila diperlukan.

Di pihak Korea Utara, sebagai ganti memperoleh kota Gaesung, mereka terpaksa kehilangan Distrik Cheorwon. Sampai ada cerita bahwa Kim Il sung menangis selama empat hari setelah distrik Cheorwon terampas. Bagi Amerika Serikat, Subokjigu adalah wilayah yurisdiksi negara komunis pertama yang didudukinya sejak selesainya perang dunia kedua. Karena merupakan daerah strategis penting bagi Korea Selatan dan Utara, maka di daerah Cheorwon selalu difokuskan untuk penempatan kamp militer utama. Pihak Korea Utara menempatkan tentaranya yang mendapatkan penghargaan tinggi untuk jasanya dalam penyerangan ke kota Seoul pada masa Perang Korea di daerah Cheorwon yang termasuk dalam Misubokjigu. Pada tanggal 1 Oktober 1953, Korea Selatan membentuk 5 korps tentara, dan Perdamaian, Ekologi, Kehidupan Pada jalan menuju kamp sebagai ‘respon’nya Korea utara juga menempatkan veteran Perang Baekgolbude, sampai sekarang masih terdapat lambang tengkorak Korea dalam korps tiga, enam, dan sebagainya. putih yang cukup menakutkan dengan slogan yang ditujukan untuk Untuk mencegah terulangnya serangan, Korea Selatan dan Utara menggetarkan hati musuh. Namun setelah dicetuskannya gagasan menetapkan garis gencatan senjata yakni 2 km ke selatan dan utara Proyek Taman Perdamaian Internasional DMZ oleh Presiden Park dari titik batas lintang 38 derajat, masing-masing membangun batas Geun-hye untuk merubah suasana tegang menjadi suasana damai, pemisah dan bagian tengah dalam dari batas pemisah tersebut itu selain Provinsi Gyeonggido dan Paju, Cheorwon terpilih sebagai ditetapkan sebagai Zona Demiliterisasi (DMZ). Korea Selatan memwilayah yang dicalonkan. Sebenarnya sudah lama visi dari pemebuat daerah yang tertutup untuk warga sipil dalam kisaran 10 km ke rintah distrik Cheorwon adalah ‘Wilayah Pusat Perdamaian, Ekoarah selatan dari batas pemisah dan menetapkannya sebagai wilayah logi, dan Kehidupan’. Terutama pemerintah distrik Cheorwon, denterbatas untuk warga sipil. gan tujuan utama untuk menciptakan kesan dan produk perdamaian, Sepertiga dari total wilayah DMZ telah berusaha keras untuk menggali yang sering disebut sebagai ‘DMZ konten budaya pariwisata dengan MDL DMZ Provinsi Hwanghae Utara 155 mil’ merupakan bagian dari membentuk infrastruktur guna menjaCCL Border line area wilayah Cheorwon. Artinya pada daedikan wilayahnya sebagai pusat perTerowongan Di Bwah Tanah No. 2 Provinsi Hwanghae Selatan rah ini sangatlah luas wilayah yang damaian. Cheorwon Stasiun Woljeong-ri tidak dapat diakses oleh warga sipil. ‘Real DMZ Project’ yang telah Menurut statistik distrik Cheorwon, dimulai sejak tahun 2011 yang lalu, Provinsi Gyeonggi Provinsi Gangwon dengan slogan ‘Dari Wilayah Perbatasampai pada akhir bulan Juni 2013, Seoul populasi Cheorwon berkisar 47.588 san Yang Terhenti Waktunya Menjadi Korea Utara jiwa (laki - laki 24.597, perempuan Perbatasan Yang Luluh Oleh Seni’, 22.991 orang). Sama seperti daerah adalah satu contoh nyata yang menuCheorwon pedesaan lainnya populasi daerah njukkan Cheorwon sebagai perwakiKorea selatan pertanian Cheorwon juga menunjuklan dari ‘Wilayah DMZ’. kan kecenderungan berkurang.

Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

39


Buku & lebih Seumur Hidup bersama Kesusastraan Korea

“Koreaku: 40 Tahun Tanpa Horsehair Hat ” oleh Kevin O’Rouke, 314 halaman, $36.00/20,000 won, Folkestone, U.K.: Renaissance Books (2013)

Koreaku merupakan sebuah buku dengan genre yang sulit untuk diklasifikasikan. Pada bagian awal Kata Pengantar, sang penulis menegaskan bahwa buku ini bukanlah otobiografi atau novel melainkan “koleksi karya”. Ia juga menyatakan bahwa buku ini adalah cerita yang tulus dari hati seorang penyair, sehingga mestinya diinterpretasikan sebagai buku sastra, bukan sebagai buku sejarah, filsafat, atau sosiologi. Sesungguhnya buku ini adalah karya sastra, sebab di dalamnya terdapat puisi dan cerpen yang ditulis oleh pengarang dan diterjemahkannya ke dalam bahasa Korea. Namun pada sisi yang lain, buku ini juga menggali filsafat, sejarah, dan sosiologi dengan menggunakan bentuk sastra: sejarah sebuah negara yang bangkit dari perang kemudian berhasil mencari jalan dalam dunia modern; filsafat yang dipelajari dari tanah asing selama 40 tahun; dan sosiologi yang melihat semua hal sebagai sesuatu yang nyata, terlepas dari soal baik atau buruk. Sang penulis, Kevin O’Rourke, datang ke Korea pada 1964 sebagai seorang anggota Missionary Society of St. Columban. Buku ini dimulai dengan menggambarkan keadaan Korea pada 1960-an dan cerita yang penuh semangat sekaligus mengharukan tentang kegiatan para mualim di masa tersebut. Setelah itu, O’Rourke menceritakan usahanya untuk menyesuaikan diri dengan budaya baru kemudian mengajak para pembaca masuk ke budaya Korea. Bagian tersebut sangat menarik dan berguna untuk sejumlah orang asing yang baru datang ke Korea atau berminat pada Korea. Namun tidak pas jika buku ini dianggap hanya sebagai sebuah pengantar untuk budaya dan kehidupan Korea. Cara penulis menggali filsafat dan ideologi yang melatarbelakangi budaya Korea sangatlah mendalam serta membantu para pembaca memperoleh pemahaman yang baik tentang Korea. Di samping itu, penulis juga menampilkan diskusi mengenai Konfusianisme dengan berbagai referensi buku sastra yang berkaitan dengan Konfucius untuk mendobrak pandangan sebelah mata yang menganggap Konfusianisme sebagai gagasan yang ketat dan kaku. Sang Penulis juga menulis tentang pengaruh Budhis yang melatarbelakangi budaya Korea, sehingga membuat masingmasing ulasan pada buku itu menjadi seimbang. Bab terakhir yang berjudul “Pengantar Dasar untuk Kehidupan di Korea” merupakan salah satu bagian

40

yang paling menarik dalam buku ini. Pada bagian tersebut diuraikan tentang han, hŭ ng (heung), dan mŏ t (meot) yang dianggap penulis sebagai “mitos eksklusivitas.” Ketiga kata tersebut tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sehingga banyak orang beranggapan bahwa ketiga istilah itu adalah emosi dan konsep tersendiri yang hanya ada di Korea. Akan tetapi, O’Rourke menyatakan, hal tersebut makin membuktikan bahwa, “bahasa Korea lebih peka daripada bahasa Inggris dalam beberapa hal”, sementara gagasan dan perasaan itu sendiri adalah ‘universal.’ Pandangannya yang ringkas dan sangat menyakinkan itu dapat diapresiasi oleh sejumlah orang asing, baik yang baru datang maupun yang telah lama tinggal di Korea. Bagian tadi bukanlah akhir buku ini. Penulis juga mengajak para pembaca ke kampung halaman seorang penyair Korea yang terkenal, Seo Jeong-ju. Setelah itu ia membahas tentang perempuan Korea sebagai “Aset Terbesar di Korea.” Ia menyatakan, “Wanita Korea cantik, berani, dan penuh pengabdian; tanpa mereka, Korea tidak mungkin berjalan sampai abad ke-21”. Namun ia juga mengingatkan, “Mereka bukan sekadar patuh dan merendahkan diri: itu hanyalah ‘tampilan luar belaka.” Koreaku adalah buku yang menarik. Jika Anda merasa telah mengetahui Korea dengan baik, buku ini akan memberi kejutan yang segar bagi Anda. Sejumlah puisi dan cerpen yang termuat dalam buku ini adalah hasil dari usaha sang penulis yang menerjemahkan sastra Korea ke dalam bahasa Inggris. Cintanya terhadap sastra Korea sangat terlihat pada setiap halaman dalam seluruh buku ini. Puisi dan esai yang ditulisnya mengaburkan garis batas antara fiksi dengan non-fiksi. Sebagai contoh, dalam salah satu cerpen diceritakan kegiatan seorang asing yang telah lama tinggal di Korea, yang bernama Gugin Way, tetapi sebenarnya nama itu diambil dari kata waygugin (oegugin), ungkapan kata Korea untuk “orang asing”. Apakah penulis ini bercerita tentang dirinya sendiri, ataukah buku ini hanya sebuah fiksi belaka? Bagi pembaca, buku ini akan terasa seperti sebuah buku sastra tetapi kemudian kita akan menyadari bahwa bukanlah suatu hal yang penting untuk membedakan buku ini sebagai fiksi atau non-fiksi. Karena kebenaran tidak selalu mengenai kenyataan. Begitu juga dengan kehidupan penulis di Korea selama 40 tahun (sekarang hampir 50 tahun) tanpa horsehair hat yang tidak dapat dirumuskan sebagai hafalan yang kering terhadap segala kejadian. Perjalanan sastra ini akan mengharukan bagi sejumlah penjelajah, terlepas dari soal berapa lama penulis akan menjelajahi Semenanjung Korea ini.

S e n i & B u d a y a Ko re a


Charles La Shure, Profesor, School of Interpretation and Translation, Hankuk University of Foreign Studies

Festival Film Sepanjang Tahun, Berbagi, dan Keterbukaan

Festival Film 29 Detik http://29sfilm.com/

Ada dua tujuan penyelenggaraan Festival Film 29 Detik yang tertulis pada situsnya: pertama, menciptakan film yang berpengaruh kuat, yang dapat membangkitkan simpati masyarakat di seluruh dunia selama 29 detik. Kedua, menampilkan tata istilah film (film grammar) yang baru, yang sesuai untuk era digital ini, kemudian menemukan para pembuat film baru yang mampu menjalankan proses itu. Sebetulnya terdapat festival film yang diselenggarakan pada setiap minggu dan setiap bulan selama ini, tetapi Festival Film 29 Detik 2013 yang diselenggarakan tahun ini merupakan pesta berskala besar dan akan terus diselenggarakan setiap tahun. Awal periode penilaian berlangsung selama lebih sebulan, yaitu 19 Agustus-23 September. Periode penilaian selanjutnya berlangsung 27 September-17 Oktober, dan akhirnya, penerima penghargaan diumumkan pada 26 Oktober. Festival film ini terbuka untuk umum: siapa pun dapat ikut serta. Penilaian juga diberikan oleh para pengguna internet (netizen) bersama dengan penilaian dewan juri awal dan dewan juri final. Hal tersebut menunjukkan sifat keterbukaan festival ini. Selain itu, 191 film dari 454 film pendek yang terdaftar dalam situs dibuat oleh para pembuat film yang berumur di bawah 19 tahun. Menunjukkan bahwa salah satu tujuan festival film ini telah tercapai, yaitu menemukan ‘orang baru yang berbakat.’ Siapakah akan menjadi pemain utama dalam industri film Korea mendatang di antara para sutradara muda itu? Tema yang dilombakan pada babak final dalam kontes ini, yang disponsori oleh Yayasan Makanan Korea, adalah “Makanan Koreaku (My Korean Food).” Sebelas film yang masuk berusaha menangkap tema itu dalam 29 detik. Ada film yang fokus pada aspek visual makanan Korea, ada juga yang memperlihatkan orang-orang yang sedang menikmati makanan Korea, dan ada yang menghubungkan makanan dan keluarga. Sebuah film berjudul Rasa Itu (That Taste) memperlihatkan dengan baik bagaimana penyajian makanan dapat membangkitkan percabangan emosi yang sangat rumit. Kebanyakan film yang masuk menampilkan tema yang berbeda-beda. Ada satu film yang bagus, yang mendeskripsikan keadaan di dalam mesin kopi otomatis (coffee vending machine) sebagai warung kopi, lengkap dengan miniatur pelayannya. Ada juga film yang memperlihatkan beberapa isu masyarakat di Korea seperti kekerasan di sekolah Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

dan ketergantungan yang terlalu besar pada teknologi. Sebagaimana yang diperlihatkan semua film, film pendek ini merupakan jendela untuk melihat dunia para pembuat film. Dari sana, dapat disimpulkan bahwa Festival Film 29 Detik merupakan kesempatan yang baik untuk mewujudkan cita-cita dan menyumbangkan ide bagi para pembuat film, baik dari generasi tua maupun muda. Festival film ini juga menjadi tempat untuk dapat melihat masa depan film Korea atau generasi film Korea yang akan datang bagi mereka yang berminat pada film.

Hal-hal Kecil untuk Meditasi bagi Kebenaran yang Dalam dan Luas

Bayangan yang Bertumbuh Ditulis oleh Taejoon Mun, diterjemahkan oleh Won-Chung Kim & Christopher Merrill, 73 halaman, $8.95, Iowa: Autumn Hill Books (2012)

Mun Tae-jun yang lahir di Gimcheon, Provinsi Gyeongsang Utara, pada 1970 adalah salah seorang penyair utama dalam sastra Korea kontemporer. Dia meraih berbagai hadiah sastra termasuk Midang Literary Award pada 2005. Kumpulan puisi ini terdiri atas empat antologi berjudul Babbling Backyard (2000), Barefoot (2004), Flatfish (2006), dan The Growth of a Shadow (2008). Judul kumpulan puisi ini diambil dari judul buku puisinya yang terakhir. Puisi Mun penuh dengan detail yang sederhana dan halus, yang mengantar penyair atau para pembaca untuk merenung mengenai dunia dengan lebih luas. Pohon kesemek yang melemparkan bayangan pada atap rumah, kerang lokan yang membuka diri dengan membelah cangkangnya, capung yang terbang mengitari penyair, bunga kamelia merah yang mekar di halaman kuil — semua itu melambangkan kebenaran dalam arti yang lebih luas dan dalam. Mun mempelajari sastra di universitas dan karena sehari-hari menjalankan praktik sebagai seorang Buddhis, hal ini memberi syair liris bagi puisi-puisi yang ditulisnya tentang kehidupan dan dunia yang mengelilingi kita. Antologi yang menghimpun 65 puisi ini adalah sebuah pengantar yang baik untuk melihat dunia kepengarangan Mun Tae-jun dan mengantar para pembaca ke dunia kepengarangannya yang mendalam dan kaya. Pada Kata Pengantar yang ditulis agak panjang, terdapat alasan pemilihan puisi-puisi yang ditampilkan pada buku ini. Namun tanpa penjelasan itu pun, kita dapat menikmati keindahan puisi-puisi ini, yang mampu berbicara dengan sendirinya.

41


42

S e n i & B u d a y a Ko re a


oa

s!

Do wn l

d

ica l p Ap

n tio

Quick and Easy Tourist Information Korea Tourism Organization has launched useful applications for tablet PCs and mobile phones.

K-Books ●Various print publications have been combined into a single application! You’re only one touch away from all the tourist information on Korea you may need ●Includes more than 30 different English publications ●For iOS and Android devices How to Download? Search “K-books” in App Store or Google Play Or scan QR code below

Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

Korea - Illustrated Booklet ●This interactive book application features a great combination of high quality photos, music and video clips ●For iOS and Android devices How to Download? Search “tour2korea” in App Store or Google Play Or scan QR code below

43


Esai

Ke Korea di Musim Gugur Masuki M. Astro, Redaktur Kantor Berita Antara dan www.antarajatim.com

K

alau bosan itu manusiawi, ia tidak pernah berani datang saat mata terpesona oleh pesta dedaunan menyambut musim salju. Jika saja tubuh ini mampu melawan hawa dingin yang menusuk kuku, saya akan betah berlama-lama berdiri di balkon penginapan untuk memandangi lukisan alam pada ujung-ujung pepohonan itu. Daun-daun seolah tahu tugasnya masing-masing. Mana yang melambat di hijau, mana yang lebih dulu menguning dan mana yang harus memerah kecoklatan. Itulah pemandangan di Korea pada sebulan terakhir di musim gugur. Dengan peran berbeda, dedaunan seolah berlomba mempersembahkan warisan terindah sebelum kemudian berjatuhan dan menyatu kembali dengan asal muasalnya, tanah. Teringat bendera Korea dengan warna merah dan biru membentuk bulatan. Falsafah tentang keseimbangan. Alam di Korea dengan empat musim ini, juga begitu. Keberadaannya suatu ketika menyajikan ketidaknyamanan, --seperti dingin karena cuaca minus atau saat panas menyengat,-- namun sekaligus juga menjanjikan keindahan. Perubahan alam di negeri “seribu” terowongan ini juga mengajarkan tentang kesementaraan. Penderitaan, kalau boleh disebut demikian, hanyalah jeda untuk menemukan sensasi kebahagiaan. Karena sesungguhnya kebahagian tidak akan berarti apa-apa tanpa variasi. Hidup di musim salju laksana berada di dalam kulkas hanya perantara untuk berjumpa dengan keindahan di musim semi. Demikian juga di saat musim gugur yang memanjakan mata. Itu hanya sementara dan karenanya harus bersiap-siap untuk mengakrabi cuaca dingin di akhir November. Karena kondisi alam seperti inilah barangkali bangsa Korea mengenal “palli-palli” alias cepat-cepat. Kita banyak menemukan orang di jalan atau stasiun yang tergesa-gesa, bahkan tidak jarang berlari cepat. Falsafah di Indonesia alon-alon asal kelakon alias “pelan-pelan asal dikerjakan”, boleh jadi akan sangat “berbahaya” jika diterapkan di Korea. Bisa dibayangkan jika di musim dingin berjalan pelan-pelan di alam terbuka. Sudah menaluri agar setiap orang di musim dingin segera sampai ke dalam ruangan, entah rumah atau kantor. Maka, “palli-palli” menjadi semacam keharusan. Suatu ketika, di dekat Stasiun Anam, Kota Seoul, saya melihat perempuan muda mengemudikan sedan hitam berhenti karena lampu lalu lintas sedang merah. Ia memanfaatkan waktu menunggu pergantian warna lampu dengan berdandan. Bahkan ketika lampu merah berganti, si perempuan (dapat dipastikan wanita karier) masih menpuk-nepukkan bedak ke wajahnya sambil melajukan kendaraannya. Saya juga tidak terlalu kaget ketika pertama kali masuk ke kelas para manajer Lotte yang belajar Bahasa Indonesia di kampus Hankuk University of Foreign Studies (HUFS), mereka bertanya mengapa kami terlambat. Padahal “hanya” sekitar 3 menit. Ya, 3 menit, bukan 30 menit. Begitulah orang Korea menghargai waktu. Barangkali, untuk keterlambatan 1 menit pun tidak pantas kita sebut “hanya”. Kunjungan ke Pulau Nami, tempat syuting sinetron legendaris Winter Sonata, membuktikan betapa berartinya waktu. Kami datang saat musim gugur hampir mencapai sempurna. Pohon-pohon sudah meranggas dan dedaunan warna coklat muda berserakan di jalan. Bau tidak sedap juga menyeruap dari buah busuk yang sudah jatuh. Beberapa wisatawan menjadikan satu pohon yang menyisakan keindahan dengan daun merah lembayung

44

S e n i & B u d a y a Ko re a


sebagai tempat mengabadikan momen. Bahkan untuk mendapatkan foto dengan latar satu pohon yang daunnya mulai melayu itu mereka harus antre. *** Dengan empat musim, orang Korea memiliki waktu sangat pendek untuk melakukan sesuatu. Ketika musim gugur mereka harus segera menyelesaikan pekerjaan yang di saat musim salju tidak mungkin dikerjakan. Kalau tidak segera, maka akan kehilangan momentum atau kesempatan. Ini juga yang barangkali merangsang orang Korea untuk kreatif dalam mencipta. Ada pakaian musim panas, musim dingin dan pakaian saat musim “perantara� dari keduanya. Mereka juga kemudian harus membuat penghangat ruangan. Tampaknya alam mengajarkan dua hal yang terlihat kontradiktif. Kalau ingin senang (bahagia), maka menderitalah. Sebaliknya kalau siap untuk hidup menderita maka bersenang-senanglah. Kalau orang Korea memilih yang kedua, tidak mungkin negara berpenduduk sekitar 50 juta jiwa ini menjadi bangsa maju seperti sekarang. Korea dan masyarakatnya memilih menderita sementara waktu dengan bekerja keras untuk menjadi negara modern. Tentu saja mental yang membuat Korea melesat maju bukan karena hadiah dari cuaca yang empat musim itu. Apa yang menjadi karakter orang Korea saat ini tidak tiba-tiba sebagaimana datangnya salju di awal bulan Desember. Semua karena diikhtiarkan. Budaya tepat waktu, kerja keras, jujur, melayani sebagai kehormatan, rela antre dan lainnya adalah buah dari nilai dasar yang diikhtiarkan dengan kuat. Indonesia sebetulnya memiliki nilai-nilai dasar itu, baik yang bersumber dari agama maupun budaya lokal. Hanya saja, nilai itu mungkin belum menjadi pegas untuk menguatkan ikhtiar kolektif sebagai suatu bangsa. Dengan jumlah penduduk besar, wilayah yang luas, budaya beragam dan kompleksnya persoalan, Indonesia membutuhkan daya pegas pelontar yang lebih kuat dari yang dimiliki bangsa Korea. Hal yang tidak bisa dilupakan adalah sikap istikamah orang Korea. Kerja keras yang hasilnya melimpah tidak mengubah mereka kemudian keluar dari nilai dasar sebagai rel dalam menjalani hidup. Sikap ini saya lihat ketika orang Korea tidak memerlukan pembantu rumah tangga atau sopir pribadi. Keberhasilan tak membuat orang Korea kemudian menjadi malas. Orang-orang sukses di negeri ginseng ini tetap mau menyetir mobil sendiri, atau mungkin atau mencuci dan menyetrika pakaian sendiri. Menikmati musim gugur di Korea selama dua bulan 22 hari sebagai peserta Kwanhun-KPF Press Fellowship Program, telah mengajarkan saya tentang banyak hal. Dari perubahan warna daun saja saya banyak belajar tentang waktu, etos kerja, kreativitas, daya hidup dan keniscayaan dari perbedaan. Kesiapan dedaunan untuk menjadi tiada adalah simbol dari pelayanan sebagai suatu kehormatan. Daun-daun rela gugur untuk melayani pohon agar tetap bisa bertahan hidup di musim salju. Menjalani tugas itu, daun-daun tidak menganggapnya sebagai beban. Bahkan justru dirayakan dengan tampilan warna-warni yang indah. Ke Korea di musim gugur. Saya betul-betul harus belajar pada keikhlasan daun-daun. Sikap dedaunan itu saya lihat juga pada teman-teman di Korea Press Foundation (KPF), seperti Yuri Seo, Ji Hyuk Kim, atau Daejoong Kim alias Deje dan lainnya. Gamsahamnida. Tidak salah jika saya merindui Korea. (*)

Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

45


HIBURAN

Bong Joon-ho Membuat Debut Hollywood dengan ‘Kereta Api Negeri Salju’ 46

S e n i & B u d a y a Ko re a


Sebuah adegan ‘Kereta Api Negeri Salju’, karya terbaru sutradara Bong Joon-ho yang baru saja dirilis. Namgoong Minsu, seorang tokoh anarkis, diperankan Song Kang-ho, memberikan pesan simbolis bagi penonton.

S

elama beberapa tahun terakhir semakin sulit untuk menghubungi para sutradara film terkenal Korea. Sewaktu aku menelpon mereka, mereka mengirimkan jawaban bahwa mereka sedang bekerja di luar negeri, yakni di Los Angeles, New York City, atau Prague (Praha).

Mencapai Pasar Dunia? Setidak-tidaknya film-film berbahasa Inggris yang disutradarai para sutradara Korea, yang menampilkan aktor-aktor Amerika dan Eropa, diluncurkan di premier global dan di bioskop-bioskop Korea. Park Chanwook, sutradara yang diakui reputasi internasionalnya, mengusulkan idenya dengan “Stoker” untuk perusahaan film Fox Searchlight Pictures, sebuah anak perusahaan Fox Entertainment Group, yang berbaik hati memproduksi film-film produksi rumahan dengan anggaran menengah bagi Academy Awards dan terkenal karena masuk ke dalam film-film yang tidak sukses. Salah seorang teman sutradaranya Park, Kim Jee-woon, juga membuat debut film Hollywood dengan judul “The Last Stand” untuk perusahaan Lionsgate Films, sebuah studio ukuran menengah yang terkenal dengan sejarah kesuksesan komersialnya. Walaupun sikap ambisius dengan indusrti film-film Hollywood, secara terus terang, penerimaan para penonton terhadap kedua film tersebut sungguh mengecewakan. “Stoker,” yang dibuat dengan anggaran $10-juta, tidak mampu terjual dengan setengah dari biaya yang dihabiskan untuk pembuatannya. “The Last Stand,” dengan dana $20-juta, kurang mendapatkan kepopulerannya di antara para penontonnya. Khususnya, para penonton Amerika pun menyambut dingin bintang film Arnold Schwarzenegger, yang berperan sebagai aktor utama, karena kecemerlangannya redup oleh skandal pribadi. Tetapi, anehnya pendapat kritis cenderung lebih memaafkan daripada pertunjukan komersialnya. Dalam hal “The Last Standn,” lepas film dalam bentuk DVD dan format disket Blu-ray justru mendapatkan sambutan segar dan lebih positif terhadap manfaat sinematis film tersebut. Kedua sutradara Korea tersebut sekarang sedang menyiapkan proyekproyek baru dari Hollywood. Kegagalan film-film Park dan Kim, hal yang paling sulit bagi kedua sutradara tersebut yang harus ditelan adalah ketidakacuhan penggemar Korea sendiri. Dalam usaha menjembatani budaya dan rasa lokal dan Barat, nampaknya mereka menghadapi kesulitan. “Stoker,” mengingatkan kita kepada film-film Alfred Hitchcock, mendapatkan sensasi besar jika menggunakan bintang film Korea seperti Moon Geun-young dan Lee Byung-hun. Tetapi, dengan kisah yang dibuat di daerah terpencil di Amerika, thriller psikologis yang diterima penonton Korea sebagai sebuah alegori abstrak. Karena untuk Kim, yang telah menunjukkan kepiawaian kesutradaraanya dengan menginterpretasikan film-film Barat Hollywood ke dalam gaya Korea, misalnya “The Good, The Bad, The Weird” (2008) – kemampuan adaptasi modernnya terhadap film-film Barat Hollywood kurang mendapatkan popularitas di luar negeri.

Film SF yang Mengerikan Sementara Park Chan-wook dan Kim Jee-woon menyutradarai film-film Hollywood yang didanai oleh investor-investor Hollywood, Bong Joon-ho membuat film “Kereta Api Negeri Salju” dengan latar Czech Republic dengan dana sebesar $40-juta, yang sebagian besar dananya berasal dari CJ Entertainment Korea. Walaupun dana pokoknya dari Korea, para kru filmnya kebanyakan berasal dari luar negeri. Dengan mengadopsi sistem produksi dan perfilman Hollywood, “Kereta Api Negeri Salju” menggunakan aktor-aktor dan aktris-aktris Barat dengan kasting profil berkelas, seperti Chris Evans, Tilda Swinton, Ed Harris, dan

Strategi apa yang paling efektif bagi film Korea agar mendapatkan kesuksesan internasional? Bagian orang berpendapat bahwa mempertahankan “Kekoreaan” merupakan hal penting sementara sebagian lagi berpendapat bahwa ungkapan universalitas gaya Hollywood juga penting. Strategi yang mana yang diadopsi oleh Bong Joon-ho, seorang pembuat film Korea, dalam film terakhirnya dengan judul ‘Kereta Api Negeri Salju’? Atau, apakah dia mencoba menggunakan kedua pendekatan tersebut secara berimbang? Perdebatan kritis menyapu industri film Korea. Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

Kim Young-jin, Kritikus Film; Staf Pengajar, Department of Film and Musical, Myoungji University

47


John Hurt. Film tersebut hamper seluruhnya berbahasa Inggris, kecuali untuk dialog antara Song Kang-ho dan Ko Ah-sung tokoh Korea. Kisah yang sangat menarik ini terjadi 17 tahun after 2014, meluncurlah kereta berlapis baja bernama “Kereta Api Negeri Salju� yang terus-menerus mengelilingi dataran bumi yang membeku tertutup salju, sambil membawa orang-orang yang selamat dari bencana besar yang menandai Jaman Es Kedua. Dalam kereta api ini, perjuangan berat untuk mengontrolnya ditandai oleh adanya kontradiksi antara gerbong belakang yang diisi oleh para penumpang yang berhimpitan dan penuh tekanan dengan gerbong depan yang diisi oleh para penumpang istimewa yang penuh kenyamanan. Plot yang rumit dan ironis dalam film tersebut merupakan kerumitan tersendiri bagi para jurnalis dan pengkritik film. Khususnya, terdapat keraguan terkait prospek komersial film-film di Korea, karena kurangnya sentimen Korea,yang dapat mengakibatkan kegagalan terkait dengan para penonton Korea. Ternyata, penilaian kritis oleh media lokal ini membuktikan adanya kesulitan dalam penilaian. Walaupun reaksi penonton terbagi dengan jelas, kontroversi yang disebabkan oleh film tersebut membuat para penonton film ingin tahu dan akhirnya mereka berbondong-bondong. Kampanye yang gemerlapan pun menghasilkan keuntungan finansial yang menggembirakan. Sejauh ini, film tersebut sudah melampaui biaya pembuatannya dan menghasilkan kira-kira $60 juta di Korea sendiri dari penjualan tiketnya sendiri sebanyak 9.3 juta tiket di gedung film lokal. Ini dijadwalkan akan diliris di Perancis pada bulan Oktober, dan di Taiwan pada

1 1 Aktris Tilda Swinton, yang memerankan tokoh Mason, berinteraksi dengan para penggemarnya pada tahun 2013 pada Deauville American Film Festival di Perancis. Film ‘Kereta Api Negeri Salju’ diputar sebagai film penutup. 2 TK Khan yang muncul dalam film ini terus berusaha memasukkan kemurahan hati dan keunggulan Wilford serta ideologi kereta api yang dilambangkan sebagai kesucian mesin kereta api kepada anak-anak supaya dapat memelihara rezimnya.

48

S e n i & B u d a y a Ko re a


bulan November, dan Jepan pada bulan Februari 2014. Bahkan sebelum acara peluncurannya dijadwalkan di gedung film di Amerika, perusahaan Weinstein Company mendapatkan hak-hak distribusi. Studio film Amerika ini didirikan oleh Harvey Weinstein, yang merupakan tempat produksi film-film pemenang Oscar pada tahun 1990-an untuk Miramax Films. Diyakini bahwa Weinstein meminta Bong guna memperpendek waktu untuk versi peluncuran selama kurang lebih 20 menit guna penayangannya di Amerika, yang disetujui oleh sutradara Korea. Spekulasi kesuksesas film ini di dunia internasional cukup menggaung.

Gaya Bong Joon-ho Dalam diskusi pada Pesta Film Internasional Busan 2013 bulan Oktober, Bong berjanji untuk tidak menghabiskan dana besar untuk pembuatan sebuah film di masa yang akan datang, walaupun dia mendapatkan keuntungan finansial yang berarti dari filmnya “Kereta Api Negeri Salju.” Dia mengatakan bahwa dia mendapatkan tekanan yang luar biasa sewaktu dia mengerjakan proyek besar pembuatan film. Dia lebih menyukai pembuatan film dengan dana skala sedang karena dia mendapatkan keleluasaan bermanufer untuk mengungkapkan rasa kesutradaraannya dan bernarasi dengan bebas. Teman sejawatnya yang juga sebagai sutradara dan produser “Kereta Api Negeri Salju,” Park Chan-wook mengingatkannya waktu mengunjungi Bong di Prague pada bulan April 2012, sewaktu “dia seperti zombi.” Menurut Park, sewaktu pembuatan film akan selesai, kelelahan fisik dan psikologis sangat dirasakan oleh Bong. Tetapi bersyukurlah terhadap ketegaran-

Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

49

2


nya, narasi dan pesan-pesan film tersebut menenun kekhasan penyatuan antara kekhasan Korea dan pendekatan sentuhan-sentuhan kosmopolitan gaya Hollywood. Bong Joon-ho telah menunjukkan adopsi kreatifitas uniknya dan re-kontekstualisasi genre luar untuk memuaskan rasa Korea. Misalnya, film yang memenangkan berbagai penghargaan, yang berjudul “Kenangan Seorang Pembunuh” (2003), menceritakn seorang detektif yang gagal menangkap pembunuh yang melakukan pembunuhan berangkai di daerah Korea yang kumuh. Akhir dari cerita ini yang menceritakan kebingungan detektif menggugah para penonton. Akhir yang “tidak bahagia” ini merupakan penolakan terhadap kisah-kisah genre detektif Hollywood, yang merefleksikan realitas orang-orang Korea yang penuh kompleksitas. Dalam film “Raksasa” (2006), imaginasi kreatif Bong mentransformasikan kondisi sungai Han River yang biasa ke dalam surreal. Dalam film “Ibu” (2009), aktris Korea veteran, Kim Hye-ja, memerankan seorang wanita paruh baya yang mencari seorang pembunuh, meyakini bahwa tuduhan anak laki-lakinya yang pincang sebagai pembunuh hanyalah bualan belaka. Tetapi, dia mendapatkan realitas bahwa anaknya yang pincang itu benar-benar melakukan pembunuhan. Film ini mendapatkan popularitas yang hebat di Korea, dan pemain utama perempuan tersebut dan sutradaranya mendapatkan pengakuan luar biasa.

Studi Kepemimpinan “Kereta Api Negeri Salju” tidak secara terus terang terkait realitas kehidupan orang-orang Korea, tetapi film ini telah membuktikan kepopulerannya bagi orang-orang Korea setempat; pesan ilmiahnya telah menyentuh hati mereka. Kisahnya berfokus pada masalah-masalah pergolakan sosial. Sementara Curtis berusaha memobilisasi para penumpang yang miskin dan tertekan yang menumpang di gerbong belakang rangkaian kereta, dalam usaha menenangkan mereka, dia harus menguasai Wilford, seorang pemimpin yang kejam yang berada di anatar penumpang elit di gerbong depan. Nasihat cerdik Gilliam untuk menghentikan serangan di luar unit suplai air dan menerima bahwa usaha tersebut hanyalah kesia-siaan, berakhir dengan tidak diindahkannya. Curtis berusaha berontak. Tetapi, karena alasan-alasan tertentu, dia terbentur ke dalam dilema moralitas sewaktu dia mendekati gerbong depan. Tilda Swinton, yang pertunjukannya sebagai Mason mengesankan para kritikus film dan penonton, berpendapat bahwa “Kereta Api Negeri Salju” sebagai “sebuah investigasi kepemimpinan.” Dia berpendapat bahwa kemungkinan yang menarik adalah film tersebut merupakan dukungan dari sebuah bentuk kepemimpinan, sebagaimana seorang anarkis Namgoong Minsu (yang diperankan oleh Song Kang-ho) daripada pemberontak Curtis, Gilliam yang bijak, atau Wilford, pemimpin dunia anjing-makan-anjing. Namgoong Minsu seorang pecandu obat-obatan, yang berjuang mati-matian di dalam kereta. Beberapa kritikus yang berani berpendapat bahwa dunia fantasi seorang pecandu obat-obatan halusinogenik mungkin visi alternatif yang diusulkan Bong Joon-ho, sementara ujung bahagia film tersebut hanyalah sebuah ilusi. Dalam film-film sebelumnya, Bong telah menunjukkan sentuhan emosional ke dalam ruang-ruang terbatas dapat mengakibatkan claustrophobia. Gorong-gorong drainase sebuah tanggul antara padi dalam “Kenangan Seorang Pembunuh,” seorang penjahit dalam “Raksasa,” dan desa yang kumuh dan suram dalam “Ibu” merupakan seting utama dalam karya-karyanya. Spasialitas kereta yang sedang melaju, dalam imaginasi Bong, merupakan bagian pertunjukan sempurna untuk menggambarkan realitas tragis dengan efek yang hebat.

Direktur Bong Joon-ho di lokasi Kereta Api Negeri Salju di Praha, Republik Ceko. Dalam proyek film internasional pertamanya, Bong memenangkan pujian kritis dengan membuktikan kemampuannya menangani pengecoran multinasional dengan biaya sebesar ($ 40 juta).

50

S e n i & B u d a y a Ko re a


Bong berhasil mengatasi pembatas imaginasinya yang biasa dalam bagian akhir film “Kereta Api Negeri Salju.” Dongengnya yang distopia telah mengungkap resonansi emosional yang kuat bagi publik Korea terpajan apa adanya dan sangat sensitif terhadap realitas absurd bagi kekuatan yang tiada hentinya berjuang antara kelompok politik yang tertarik oleh merka sendiri dan para politisi. Song Kang-ho adalah seorang aktor yang mengungkap pesan utama dalam film ini. Tokohnya Namgoong Minsu adalah seorang pecandu obat yang acuh-tak-acuh terhadap perjuangan kelas, yang membuatnya tidak pantas menjadi seorang pemimpin. Dia bermimpi untuk melarikan diri sewaktu pendulum kekuatan bergerak bolak-balik di anatara dua kelompok yang berbeda tetapi tidak mendorong perubahan apa pun dalam tatanan masyarakat. Dalam hal ini, akhir dari “Kereta Api Negeri Salju” mengingatkan kita kepada “Raksasa,” yang menggambarkan tokoh utamanya (yang juga dimainkan oleh Song Kang-ho) menrima seorang anak laki-laki jalanan sebagai anaknya. Bahkan dia tiba-tiba mengkhawatirkan kemungkinan munculnya kembali monster, dia terus menjaga anak trsebut. Nampaknya, “Kereta Api Negeri Salju” membuat penonton kaget dengan memberikan nasihat visi alternatif dalam gaya Bong Joon-ho. Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

51


KENIKMATAN GOURMET

Hwangtae

Makanan Lezat Berprotein Tinggi dari Salju, Angin, dan Matahari Hwangtae dibuat dari ikan pollack yang berulang kali dibekukan dan dilunakkan dengan angin musim dingin hingga kering dan menguning. Berlatar proses pengeringan yang rumit untuk membuat bahan masakan yang mudah disimpan dan dimasak ini, sup hwangtae menjadi makanan yang paling baik untuk sarapan para peminum alkohol. Ye Jong-suk, Kolumnis Kuliner, Profesor Bidang Pemasaran, Universitas Hanyang

I

kan pollack dianggap sebagai salah satu ikan yang paling digemari orang Korea; jumlah konsumsi setahun selalu nomor satu, mengalahkan cumi-cumi, makarel, dan layur. Ikan itu biasanya dijual dalam keadaan sudah dikeringkan atau dibekukan. Yang menarik, dalam bahasa Korea ikan ini memiliki begitu banyak nama. Pemberian nama ini bergantung pada tempat ikan ditangkap dan proses pengeringannya. Pollack yang baru ditangkap disebut sebagai saengtae; jika setengah dikeringkan diberi nama kodari; yang telah dibekukan bernama dongtae; jika dikeringkan disebut bugeo; dan yang berulang kali dibekukan dan dilunakkan dengan angin musim dingin hingga berwarna kuning diberi nama hwangtae. Nama bugeo sering dipakai untuk menyebut pollack yang telah dikeringkan di Provinsi Gyeongdi di Korea Selatan. Menurut Jaemulbo, buku kosakata yang terbit pada akhir abad ke-18, “Ikan ini dipanggil bugeo karena ditangkap di Lautan Utara (‘bukhae’ dalam bahasa Korea).” Bugeo memiliki makna simbolis bagi orang Korea. Jika sebuah toko baru dibuka atau usaha bisnis baru dimulai, sering diselenggarakan ritual untuk mendoakan penghasilan yang berlimpah dengan bugeo. Setelah upacara itu selesai, orang Korea menggantungkan bugeo di atas pintu. Jika sebuah rumah baru dibangun, bugeo dililitkan dengan benang saat upacara pemasangan atap rumah. Di daerah pesisir Provinsi Gangwon, bugeo digunakan untuk upacara saat sebuah perahu baru akan berlayar untuk menangkap ikan di laut. Dalam upacara tersebut bugeo dilemparkan ke dalam laut untuk mendoakan nelayan agar memperoleh hasil yang berlimpah dan tidak mengalami musibah apa pun.

Pengeringan Beku Alamiah Nama hwangtae diberikan saat ikan pollack dalam puncak proses pengeringan, pada ‘tahapan puncak’nya. Hwangtae dan bugeo bisa dianggap sama karena keduanya berarti pollack yang telah dikeringkan. Meskipun begitu, kedua ikan itu sebenarnya berbeda. Bugeo biasanya dikeringkan di daerah pesisir, sementara hwangtae (pollack dengan bagian dalam dikeluarkan) mengalami proses pembekuan dan pelunakan yang berulang kali di pegunungan. Sejak Desember hingga awal April, selama lebih empat bulan, pollack membeku dalam suhu malam hari yang turun sampai minus 15 derajat Celsius dan menjadi agak lunak di bawah sinar matahari pada siang harinya. Melalui proses tersebut, pollack berubah menjadi hwangtae. Meskipun terlihat kering, ikan itu kenyal seperti telah direndam dalam air, berkilau, dagingnya lembut dan gurih. Pollack dikeringkan menjadi hwangtae di tempat yang bernama deokjang. Tempat itu terbuat dari kayu diletakkan di daerah berudara dingin dan banyak turun salju dengan suhu yang sangat jauh berbeda antara

52

S e n i & B u d a y a Ko re a


1

2

3

1 Bahan hwangtae , sup hangover : strip berbulu pollack kering, sebutir telur, daun bawang, tahu, dan lobak. 2 Tempat potongan hwangtae dengan beberapa minyak wijen, bawang putih, dan irisan tipis lobak dalam panci yang dipanaskan, ditambah ikan teri, dan aduk. 3 Ketika sup mendidih, aduk telur. 4 Sungguh menyegarkan sup hwangtae sebagai salah satu obat mabuk Korea yang paling populer.

Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

53

4


Kandungan protein hwangtae bertambah dua kali lipat ketika hwangtae mengalami proses pengeringan beku cukup lama. Sebetulnya hwangtae mengandung protein yang jauh lebih banyak daripada susu dan tahu, serta tidak mengandung banyak kolesterol. Hwangtae menjadi makanan yang baik untuk kesehatan karena berprotein tinggi dan rendah kolesterol.

54

S e n i & B u d a y a Ko re a


malam dan siang hari. Cara pembekuan dan pelunakan ini berkembang di Desa Sinpo, Provinsi Hamgyeong Utara, yang merupakan daerah utama penghasil pollack sejak zaman dulu. Setelah pecah Perang Saudara Korea (1950-53), para pengungsi dari Provinsi Hamgyeong tinggal di Sokcho, sebuah daerah pesisir Laut Timur yang dekat dengan garis perbatasan gencatan senjata. Mereka membuat tempat untuk menghasilkan hwangtae karena suhu dan kondisi daerah itu mirip dengan kampung halaman mereka. Sejak itu daerah tersebut terkenal sebagai daerah penghasilan hwangtae. Meskipun proses pembuatan hwangtae kelihatan tidak sulit, proses itu sebenarnya sangat rumit. Para pekerja harus bersusah-payah (mengerjakan sekitar 30 kali proses) untuk membuat ikan itu menjadi sajian di meja makan.

Masakan Hwangtae Begitu banyak jenis masakan yang menggunakan hwangtae, seperti sup, jjim, jeongol, dan gui. Hwangtae gui (hwangtae panggang) merupakan makanan yang sangat enak karena terasa gurih saat dagingnya dikunyah, sementara sup hwangtae bagus untuk para peminum alkohol. Protein dalam hwangtae akan bertambah hampir dua kali lipat saat ikan itu mengalami proses pengeringan. Hal ini membuat protein dalam hwangtae jauh lebih banyak dibandingkan susu atau tahu. Kolesterol dalam ikan itu pun juga sangat rendah. Oleh karena itu hwangtae merupakan bahan makanan yang sangat baik untuk kesehatan. Hwangtae haejangguk adalah salah satu makanan yang paling digemari orang Korea yang suka minum alkohol. Makanan tersebut sering disebut bugeotguk meskipun terbuat dari hwangtae. Cara memasak sajian itu adalah sebagai berikut: mula-mula, lepaskan kulit dan tulang hwangtae lalu sobek dagingnya dan rendam dalam air selama beberapa menit (daging hwangtae yang telah disobek dapat dibeli di toko). Setelah itu, tumislah daging bersama irisan bawang putih dan lobak yang dipotong kecil-kecil dengan minyak wijen pada panci yang telah dipanaskan. Tuangkan air dan beri kecap asin sedikit. Setelah itu biarkan sampai mendidih. Jika sudah mendidih, masukkan kecambah kedelai dan daun bawang hijau lalu biarkan sampai mendidih lagi. Jika ditambah telur dan tahu, gizinya pun akan bertambah. Sesuai selera, bisa ditambahkan lada atau bubuk cabai merah. Kalau Anda ingin sup yang lebih segar, sebaiknya menggunakan garam sebagai pengganti kecap asin. Sup ini lebih enak dan segar jika dimasak dengan kaldu yang menggunakan ikan teri, teri kering, dan bawang bombay. Hwangtae mengandung banyak asam amino termasuk methionine dan dianggap dapat menyehatkan hati orang yang minum banyak alkohol. Hwangtae bopuragi adalah salah satu lauk-pauk tradisional. Untuk masakan itu hwangtae yang telah dikeringkan dikreprek kemudian dikeluarkan tulangnya dan dagingnya diiris kecil-kecil supaya terasa lembut saat dikunyah. Setelah itu, tambahkan kecap asin, gula, garam, dan minyak wijen. Untuk memperindah sajian visual makanan itu, sebaiknya dihidangkan bersama bubuk cabai merah dan garam sebagai pengganti kecap asin. Sajian itu disebut “Tiga Warna Hwangtae Bopuragi.”

Perjalanan Musim Dingin ke Tempat Pengeringan Pollack Tempat pengeringan hwangtae bernama deokjang di daerah pegunungan Provinsi Gangwon yang dikelilingi desa-desa indah, dekat dengan resor ski, sebuah tempat wisata yang bagus selama musim dingin. Setelah melihat proses pengeringan pollack di deokjang, kita dapat mampir ke rumah makan di daerah itu untuk menyantap masakan hwangtae sekaligus menikmati suasana Provinsi Gangwon. Restoran Yongbawi di Yongdae-ri, Inje, dan Hwangtae Hoegwan di Hoengge-ri, Daegwanryung adalah beberapa restoran yang sangat terkenal dengan masakan hwangtae dan deokjang. Sayang sekali, akhir-akhir ini ikan pollack tidak dapat ditemukan di laut sekitar Korea. Pollack yang dijual di pasar sebenarnya berasal dari Rusia. Pemanasan global mengakibatkan pollack sulit ditemukan di laut yang berada di dekat Korea karena suhu laut yang tinggi. Dulu jumlah produksi pollack pada awal 1980 mencapai 150.000 ton setahun, tetapi sekarang jumlahnya kurang dari 10.000 ton setahun. Kebanyakan pollack yang dikonsumsi masyarakat Korea sekarang ditangkap di Laut Bering. Barangkali nenek moyang orang Korea dapat meramal masa depannya, sebab mereka menamakan ikan ini ‘bugeo’ yang berarti “ikan dari Laut Utara (‘bug’ berarti ‘utara’ sedangkan ‘eo’ berarti ‘ikan’ dalam bahasa Korea). Kita mesti bersyukur masih bisa menikmati pollack meskipun dari Rusia, karena pollack itu dapat dilahirkan kembali sebagai hwangtae setelah mengalami proses pengelolaan dengan angin dingin di tanah Korea. Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

Sebuah wilayah pengeringan pollack di daerah pegunungan Pyeongchang, Provinsi Gangwon (arah berlawanan).

55


gaya hidup

PE ND AN AA N

A M A S R E B

Ekonomi Berbagi, Konsep Baru Kepemilikan Pendanaan Bersama, atau investasi keyakinan yang baik, yang membuat orang mampu berkontribusi sosial dengan jumlah uang yang sedikit, sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Juga, kampanye untuk berbagai kegiatan “ekonomi berbagi�, yang membuat manusia berbagi kemampuan, pengetahuan, bakat mereka dan berbagai sumber sedang mewabah di internet. Lee Jin-joo, Penulis Lepas

56

S e n i & B u d a y a Ko re a


K

im Hong-min, pemilik Booksphere, sebuah penerbit skala kecil yang menerbitkan genre sastra, menyelenggarakan percobaan “pendanaan buku” dengan sukses tahun lalu. Hal itu terjadi sewaktu perusahaannya sedang menyiapkan publikasi buku “Anju” karya Miyuki Miyabe (yang biasa disebut ‘Mrs. Mimi’ oleh para pembacanya, seorang penulis misteri Jepang. Berbeda dengan penerbit berskala besar, Booksphere kekurangan dana untuk pemasarannya. Kim memutuskan untuk menghimbau para pelanggan setianya untuk memberikan dukungan finansial. Dia menjanjikan akan mengembalikan 10 persen kepada para investor jika dapat menjual lebih dari 15.000 kopi buku tersebut dalam setahun. Projeknya yang disebut “Wongiok” (yang artinya “bola energi yang berkekuatan”,) menuai kesuksesan luar biasa. Dia mendapatkan kenaikan sebesar 50 juta won (kira-kira US$40.000) dalam hanya 11 hari dari 112 peserta, yang masing-masing menyumbang mulai dari 100.000 won sampai 2 juta won. Nama “Wongiok” berasal dari “Bola Naga”, seri cerita komik Jepang (berseri dari tahun 1984 sampai 1995). Tokoh protagonisnya, Sun Wukong, si Raja Monyet, menciptakan bola energy besar yang dapat mengumpulkan energi dari sekelilingnya, sedikit demi sedikit, sampai dapat membentuk kekuatan yang begitu hebat untuk mengalahkan musuhnya. Dalam situasi yang sama, Kim membuat visi besarnya dengan proyek implementasinya yang besar dengan investasi kecil dari para pembacanya yang ia kumpulkan sedikit demi sedikit.

Keberhasilan Pendanaan Buku Kim telah lama mencari cara agar dapat berhubungan dengan para pembacanya melalui kegiatan-kegiatan inovatif. Bahkan sebelum projek “Wongiok” dilaksanakan, secara teratur dia berinteraksi dengan pembaca setianya. Ada pera pembacanya ynag secara sukarela menolongnya, bahkan para pembacanya berkompetisi untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar, seperti pengepakan buku-buku yang baru dicetak ke dalam boks-boks untuk pengiriman. Para pembaca setia ini adalah para pendukung loyal pada perusahaannya dan bahkan para pembaca ini secara suka rela mengirim pohon-pohon natal dan coelat Valentine ke kantornya. Kim meluncurkan proyek pendanaan buku kedua musim panas ini, agar dapat menerbitkan buku-buku Mrs. Mimi lainnya, dengan judul “Menginjak Bayang-bayang”) Dengan target pencarian dana sebesar 70 juta won, dia dapat menjual 30.000 kopi. Kantornya dipenuhi oleh panggilan telepon dari para pembacanya di hari terakhir kampanyenya, menawarkan pengiriman yang lebih pendek. Di hari terakhir kampanyenya, dia mendapatkan dana sebesar 17 juta won, yang dapat mengumpulkan dana bantuan sebesar 80 juta won dari 102 peserta. Kesuksesan Kim mendorong penerbit lain untuk mencoba pendanaan bersama demi mencapai kegiatan pemasaran mereka. “Pendanaan buku bukanlah seperti pencarian dana seperti membangun hubungan,” ujar Kim. “Kesuksesan akan tercapai jika Anda dapat membangun sikap kelompok pembaca pro-aktif dan stabil Anda.” Karya sastra bergenre (bercorak), yang mengacu kapada karya-karya fiksi dengan plot-plot yang digerakkan dengan cepat yang ditulis untuk Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

karya sastra tertentu, secara khusus menarik pembaca intelektual dan kritis, yang biasanya memiliki karir profesional yang khas. Kegiatan pendanaan buku telah membuktikan hal tersebut. Orang-orang kaya, yang biasanya terlalu sibuk untuk menghadiri kegiatan seperti ini, dapat ikut serta dalam proyek-proyek pencarian dana dengan secara mudah mengirimkan dananya melalui transmisi elektronik. Sudah tentu sangat penting bagi penerbit kecil yang belum memiliki kepercayaan pembacanya agar tetap hati-hati sebab situasinya dapat berubah dari yang buruk ke hal yang lebih buruk jika mereka mengalami kehilangan para pendukungnya, tutur Kim.

Pendanaan Bersama untuk Budaya dan Seni Pendanaan Bersama adalah sarana untuk orang-orang yang keuangan mereka pas-pasan, perusahaan yang dananya rentan (mudah rugi mudah untung), produser budaya dan para seniman guna mendapatkan pendanaan bagi kegiatan-kegiatan mereka dengan mempublikasikan proyek-proyek mereka dan meminta khalayak umum untuk memberikan dukungan. Dalam konteks budaya dan seni, proyek-proyek pembuatan film biasanya merupakan pendanaan bersama. Metode pendanaan biasanya digunakan oleh para produser film dengan dana kecil yang berkenaan dengan tema-tema kontroversial, contohnya isu-isu sosial dan politik sensitif. Contoh-contoh yang baik misalnya “Jiseul”, film tentang pembunuhan masal di Pulau Jeju pada tahun 1948, yang dianugrahi the World Cinema Jury Prize pada Sundance Film Festival di tahun 2013; “Pulau,” sebuah film dokumenter tentang Dokdo, daerah yang menjadi sengketa dengan Jepang; “Keluarga Orang,” yang menceritakan para penderita leukemia yang meyakini bahwa sakit mereka terkait pekerjaan mereka di pabrik Semikonduktor milik Samsung Electronics. Para produser film tersebut memanfaatkan pendanaan bersama sebagai strategi publisitas dan pemasaran dan juga produksi, karena proyek-proyek ini sukar menda- 2 patkan dana dari investor konvensional. Organisasi-organisasi kegiatan yang bertujuan menyebarkan pesan-pesan sosial juga bergantung kepada pendanaan bersama untuk mendapatkan dana dan melaksanaan kehumasan. Contoh-contoh terkait adalah “konser kesehatan” melalui pianis berjari empat, Lee Hee-ah, dan publikasi “Dekorasi Buku” yang terdiri dari 20 kertas pembungkus hadiah yang dirancang dengan ilustrasi bunga yang dipres yang dibuat selama sesi psychotherapy bagi “perempuan yang pernah memberikan kepuasaan” pada masa lalu, yang dipaksa untuk menjadi perbudakan seks yang dilakukan di masa penjajahan Jepang oleh tentara Jepang selama Perang Dunia II. Heeum The Classic, sebuah perusahaan ventura sosial, meluncurkan kegiatan pendanaan bersama pada bulan Maret dengan tujuan untuk mendapatkan 3 juta won untuk mencetak “Dekorasi Buku,” tetapi membuat kepala berita dengan menaikkan donasi sebesar 10.83 juta won hanya dalam beberapa hari saja.

Masukan Pelanggan yang Pro-aktiv-aktif Dengan semakin meningkatnya jumlah pelanggan yang tertarik

57


untuk mendapatkan barang-barang bermerek dengan edisi terbatas yang cocok dengan gaya hidup mereka, bukannya produk yang dibuat secara masal, produsen dan penyuplai berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan pembeli potensial agar dapat mengetahui benda-benda yang diinginkan terlebih dahulu, untuk memantik keinginan pelanggan, dan untuk mendapatkan investasi dari produk yang diinginkan. Pencarian dana bersama macam ini sama dengan penjualan sebelum masa panen produk tanaman (dalam konteks Indonesia ini disebut penjualan dengan sistem ijon). Pendekatan ini sang-at cocok untuk industri film dan desain yang dapat memvisualkan ide-ide baru. Salah satu contoh adalah crack-er.com, situs model yang mempublikasikan kreasi para perancang model popular sebelum memproduksi pakaian dengan jumlah terbatas dengan investasi dari para pelanggan. Ini merupakan uji coba yang membuat para perancang dapat menangkap keinginan para pelanggan secepat mungkin agar bakat dan waktu mereka tidak disia-siakan secara percuma. 1

Layanan Platform

buku-buku dan kalender. Netizens dapat mengakses situs tersebut untuk dapat membaca rincian proyek dan dananya dan mendonasikan seribu won atau lebih untuk proyek yang mereka sukai melalui dana transfer elektronik atau pembayaran melalui kartu kredit online. Nama “tumblebug” mendorong kenaikan dana dengan mengelola donasi dalam jumlah kecil secara hati-hati. Situs tersebut tidak mengembalikan uang kepada para pendonor atau menyiapkan kompensasi finansial. Hal ini hanya berupa penghargaan kepada para penyokong dana dengan gestur simbolik, contohnya mendistribusikan suvenir kecil atau menuliskan nama-nama mereka dalam kredit film-film. “Hal ini terkait dengan seluruh proses yang dapat berupa mainan uang jika kita menawarkan mereka yang berkontribusi pengembalian finansial dalam bentuk apa pun,” ungkap Yeom. Situs tumblebug.com tidak mulai menerima donasi sampai jumlah target dicapai, agar dapat melindungi para donator dari akibat-akibat yang tidak diharapkan. Donasi diterima secara simultan saat target tercapai. Sistem ini telah mendorong kepercayaan di situs tersebut.

Selama pendanaan bersama, layanan Platform untuk menghubungBerbagi Bakat dan Pengalaman kan para perencana dengan investor merupakan hal yang perlu diperhaPengetahuan, pengalaman, dan tikan juga. Saat ini, terdapat sekitar bakat dapat dibagi, juga. Sebuah 15 layanan Platform yang beroperasi. laman donasi bakat bernama “WisdoSebuah layanan Platform seni yang me” yang diluncurkan oleh Han Sangkhas adalah tumblebug.com, sebuah yeob, seorang pebisnis generasi pertasitus yang diluncurkan oleh Yeom Jaema ventura ekonomi berbagi di Korea. 2 seung, mahasiswa pada Departemen Siapa pun yang ingin berbagi ilmu atau 1 “Heeum The Classic,” usaha sosial, menyajikan Buku Dekorasi sebuah Film di Korea National University of pengalamannya dengan orang lain karya seni yang terdiri dari pola bunga ditekan dibuat oleh orang-orang Korea yang menjadi korban perbudakan seksual militer Jepang dalam sesi Arts. O Muel, direktur “Jiseul,” dibantu dapat meluncurkan komunitas “online” psikoterapi mereka. Crowdfunding juga digunakan dalam acara membantu oleh tumblebug.com. O mampu mulai dalam laman “Wisdome,” tempat para kaum miskin-tetangga Anda yang bertujuan untuk menyebarkan bantuan amal. 2 Gerai Booksphere dalam Wow Book Festival, yang diadakan membuat film dengan dana 70 juta won pemakai mengakses informasi terkait. setiap tahun di Seoul. Sebuah kantor penerbitan kecil, di antara penerbit, oleh para investor yang sangat tertarik “Saya memulai usaha ini dengan memBooksphere telah menarik perhatian dengan berhasil menghubungkan pemasaran pendanaan target pembaca buku. dalam bidang budaya dan para penduberikan 90% penduduk agar mendapaduk di Pulau Jeju, selain subsidi dari tkan kesempatan untuk ikut serta berKantor Pemerintah Provinsi Jeju. Kemudian dia menoleh tumblebug. bagi beragam informasi dengan biaya wajar yang jauh lebih berharga com untuk mendapatkan bantuan dan menerima 10 juta won untuk daripada 10% dengan pekerjaan yang gajinya tinggi,” kata Han. Pesanmenyelesaikan soundtrack film tersebut. pesan dalam laman tersebut merupakan cerita fakta dari orang-orang Seorang calon sutradara film, Yeom selalu mendapatkan kesulitan sekeliling Anda dan saya, tetangga Anda, bukan selebritis yang “berpeuntuk mencari dana guna pembuatan film-filmnya. Alasan itulah yang ran sebagai model.” membuat Yeom meluncurkan situs layanannya pada tahun 2011. TemSiapakah yang membayar biaya pengguna ke laman, yang latar pat layanannya meluaskan layanannya ke sekitar 810 proyek, sampai belakangnya tidak diverifikasi, untuk mempelajari sesuatu? Han September tahun ini, dengan tingkat kesuksesan 75%, ujarnya. Layamenyajikan data yang menunjukkan bahwa 40% pengguna situs adanan platform on-line menyajikan berbagai ide untuk proyek-proyek lah pelanggan yang mengulang untuk mendaftar agar dapat pelayanan yang diusulkan, yang mencakupi film, permainan, album musik, komik, tambahan. Sekitar sepuluh ribu pelanggan telah membayar pelayanan

58

S e n i & B u d a y a Ko re a


situs, selama satu periode yang berlangsung selama satu tahun dan tujuh bulan, dengan hanya dua dana pengembalian. Manusia itu pada dasarnya baik. Berbagi itu sudah ada dalam naluri kita. Setiap kehidupan itu sangat berharga. Keyakinan-keyakinan ini mendukung berjalannya “Wisdome,” yang merupakan sumber keefektifan. “Ini adalah masa kebangkitan dari kebiasaan tradisi masa sebelum industri yang berbasis berbagi bersama dalam pekerjaan, berbasis rasa kebersamaan di antara para tetangga,” tutur Han. Misalnya, spanduk besar bertuliskan “pelajaran membuat kopi” dipampang pada halaman pertama laman tersebut. Ini merupakan

gang di rumah-rumah pribadi, dan http://www.socar.kr/ yang mengatur “penyewaan mobil” dalam jangka pendek sekitar setengah jam atau satu jam. Manusia saat ini lebih cenderung lebih terbuka dan mau berbagi terhadap apa-apa yang mereka miliki unutk dipinjamkan kepada orang lain daripada manusia masa lalu. Sebenarnya ini cukup adil untuk mengatakan bahwa tipe berbagi ekonomi dan budaya telah menjadi keisengan di anatara orang Korea yang sadar akan tren. Sudah tentu, resesi glogal yang sedang berlangsung juga mempunyai pengaruh terhadap fenomena ini. Pada dasarnya, siapa pun dapat menawarkan atau menggunakan pelayanan dalam konteks ekonomi berbagi, tanpa mempedulikan di mana mereka tinggal, “Saya memulai bisnis ini untuk memberikan 90 persen tetapi adanya akses internet sudah tentu suatu keharuorang-orang di sebuah masyarakat kesempatan untuk san karena konsep ini berbasis pelayanan SNS, misalnya Facebook, Kakao Talk, dan Twitter. Budaya smartberpartisipasi dalam berbagai bentuk informasi, dengan phone mutakhir orang Korea membangun landasan biaya yang terjangkau, yang sebenarnya tersedia bagi 10 teknologi untuk tren ini. “Kmong.com,” sebuah laman persen dengan pekerjaan yang bayarannya cukup tinggi.” bertukar talenta yang mengikuti model Israel’s “fiverr. com,” berbasis di bagian selatan kota pelabuhan Masan, pengumuman yang mengatakan bahwa sebuah toko kopi dekat StaProvinsi Gyeongsang Selatan. siun Kereta Bawah Tanah Gangnam akan memberikan pelatihan agar Kim Ji-young, pegawai pemerintahan kota Seoul yang menangani para pelanggan mengetahui “keaslian rasa kopi.” Biaya untuk ikut pelainovasi sosial dan ekonomi berbagi, mengatakan: “manusia menjadi tihan ini sebesar 20.000 won selama dua jam, yang mencakupi biaya faktor penting dalam ekonomi berbagi. Konsep ini berbeda dari konsep kopi dan makanan dan minuman ringan, dan pengeluaran lainnnya. berbagi dan kampanye daur ulang ala ‘Anadaba’ di masa lalu, yakni Jumlah uang ini setara dengan pembelian lima cangkir kopi Starbucks. ekonomi berbagi mendorong pembangunan sebuah ekosistem berbagi Instruktur pelatihan ini adalah Jackie, pemenang medali emas pada baru dengan menghubungkan manusia secara bersama-sama.” World Barista Championship; Jenny, yang memenangi Korean Barista Tantangan-tantangan di Masa Yang akan Datang Championship; dan Leo, konsultan ekonomi populer, yang sudah mengKepercayaan, sebagai sebuah prasyarat dalam ekonomi berbagi, unjungi 1.500 toko kopi dan kafe. Jumlah peserta dibatasi sampai 15 bisa menjadi bentuk modal sosial yang luas. Dengan demikian, infrasorang, sehingga setiap “Wisdomer” (instruktur) yang dapat melatih lima truktur yang sistematik wajib adanya guna membangun kepercayaan “Wisdomis” (peserta). dan keyakinan publik dengan meminimalkan keterkaitan orang-orang Sebuah proyek “perpustakaan manusia” yang diluncurkan oleh yang tidak jujur dan amoral. Dengan demikian, penting guna memaksa Kantor Distrik Nowon di Seoul merupakan sebuah contoh bagaimana masyarakat umum dapat membagikan pengalaman dan pengetabiaya program bagi mereka yang menyewakan ruangan mereka dan huan mereka. Siapa pun dapat mendaftar sebagai “buku manusia”, mengembangkan sistem asuransi untuk mengkompensasi kerusakan yang membolehkan anggota perpustakaan lainnya boleh “meminjam” yang terjadi pada benda-benda mereka. secara gratis dalam satu jam dialog. Memahami berbagai hal kehiduDalam hal pendanaan bersama yang melibatkan unsur finansial, pan, misalnya bagaimana menyiapkan lauk-pauk, latihan perawatan perlu adanya kejelasan pembagian “pendanaan bersama” dari donamandiri, dan menggunakan telepon pintar, ditawarkan melalui percasi. Pada bulan Mei tahun ini, pemerintah mendorong undang-undang kapan. Kantor Pemerintahan Lokal ini menyiapkan ruang lebih besar terkait pendanaan bersama, dan penciptaan “berbagi lingkaran teruntuk buku-buku manusia populer seperti Ahn Cheol-soo, seorang kait modal ventura dan ekosistem populer.” Tetapi, belum ada satu legislator dari daerah ini, sehingga ia dapat menyajikan kuliah khusus pun aturan hukum terkait dibuat, dengan mempertimbangkan bahwa bagi audiens luas. Lebih dari 1.000 orang telah menggunakan perpuspendanaan bersama lebih mirip dengan pencarian dana mikro daritakaan ini dan lebih dari 2.000 orang telah menghadiri kuliah-kuliah pada keuangan reguler. Tidak ada cara untuk menghukum pelanggasemacam itu. ran kepercayaan, bahkan waktu dana yang didapat melalui pendanaan bersama tidak digunakan sesuai rencana atau jika proyek tidak dilakRuang dan Mobil untuk Berbagi sanakan setelah dana-dana dinaikkan. Dengan demikian, kita perlu Selain berbagi dana dan pengetahuan, berbagi fasilitas fisik pun sistem untuk melindungi investor dan mencegah mereka menjadi kortumbuh subur di seantero negeri. Berbagai cara berbagi difasilitasi ban-korban orang-orang yang melanggar kepercayaan publik. oleh kozaza.com, laman yang menyediakan penyewaan ruang sengKo r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

59


60

S e n i & B u d a y a Ko re a


Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

61


Perjalanan Kesusastraan Korea

Kritik

Langkah untuk Mengingat Kehidupan yang Entah dan Tak Relevan Kang Ji-hee, Kritikus Sastra

L

ee Hyun-su yang lahir pada tahun 1959, adalah penulis yang terampil dalam menciptakan prosa lezat. Secara harfiah, deskripsinya mengenai berbagai hidangan kuliner cukup membuat pembacanya tak kuasa menahan air liur. (Rumor mengatakan bahwa kecakapannya dalam perkara kuliner adalah bagian dari kehidupan nyatanya yang juga luar biasa). Itulah, boleh jadi, metafora-metafora yang terkait dengan makanan lalu menyelinap masuk begitu halus di antara deskripsi kulinernya yang baik yang dapat meninggalkan kesan mendalam. Misalnya, sambil menjelaskan rebusan mugwort dengan ikan kembung (flounder; dodari ssukguk), masakan khas provinsi-provinsi selatan, Lee menunjukkan mugwort, yang dalam kenyataannya merupakan sebuah ramuan yang sangat berharga, tetapi di Korea, mungkin karena mugwort tumbuh dan dimanfaatkan begitu biasa, maka banyak orang cenderung menerima begitu saja. “Seperti mereka tidak berperasaan suami,” tulisnya, “yang tampak begitu besar hasrat hendak melupakan segala upaya yang dilakukan istri setia mereka.” Setelah mengalami perasaan seperti ini, tidak ada cara lain bagi pembaca untuk coba makan rebusan mugwort dengan ikan kembung menggelepar-gelepar, tanpa ingat lagi Lee Hyun-su. Tak ada pengantar tentang sastrawan Lee Hyun-su yang lengkap tanpa menyebutkan cerita pendeknya “Chupungnyeong” (“Puncak Chupung”). Tokoh utama cerita ini dipaksa menyerahkan harapan pernikahannya untuk hidup sebagai kepala rumah tangga anak-anak yatim, merasakan beban derita seorang perempuan lansia yang mondok sementara seperti seorang dukun pemula. Setiap kali dia datang kembali, ibunya membuat panci rebusan kentang untuk makan keluarganya. Mereka merasa bahwa sup ini, “sementara panas dan pedas cukup untuk membuat lidah benar-benar mati rasa, masih terasa agak amis, dan licin sisa rasa kesedihan.” Tokoh utama, pada gilirannya, mengungkapkan bahwa sementara dia makan rebusan, setidaknya, dia mampu, entah bagaimana, untuk merasakannya sendiri” kesedihan dan kemarahan, amuk yang tidak masuk akal, dan panas pembakaran yang hidup di dalam dirinya sendiri. Memang, melalui sup kentang

62

yang sama dia pada akhirnya bisa berdamai dengan ibunya, seorang wanita mungkin memahaminya. Lee, dengan cara ini, mengungkapkan cara di mana rasa, dari seluruh pancaindera, terletak paling dalam dan paling dekat dengan hati manusia. Makanan dalam kisahnya itu, khususnya seperti rebusan kentang dalam cerita ini, menjadi sarana bagi mereka yang memasak untuk berkomunikasi “menyampaikan pesan dari hati” yang lama terkubur bahwa mereka tak dapat berkomunikasi melalui pidato, sementara juga menyembuhkan luka mereka yang menyantapnya. Jika, dalam cerita tersebut di atas, rebus kentang bertugas sebagai alat untuk si tokoh memeriksa dan memahami, yang pada akhirnya, memaafkan bagian masa lalu mereka, dalam cerpen “Lemari Sonokeling” fungsi ini diperankan oleh sebuah meja besar yang dimanfaatkan ayah si narator. Sesuatu yang besar, sepotong mebel kokoh, kreasi cerdas sang ayah adalah sebuah meja di luar tetapi tong beras di dalam, sayangnya, tidak nyaman untuk digunakan baik sebagai meja maupun sebagai tong beras, dan akhirnya tidak disukai dan diabaikan, sebuah gangguan yang mendorongnya mengumpulkan debu di pojokan. Dalam cerita ini, kematian keluarga patriarkat -seorang lelaki yang sangat baik pada apa pun, setidaknya menyediakan kebutuhan finansial bagi istri dan anak-anaknya– memaksa ibu si pencerita tampil ke depan dan mulai membangun sendiri bisnis yang sukses seakan-akan membentangkan sayapnya. Apakah pencerita menemukan bagian meja yang gosong bekas terbakar, bagaimanapun, si ibu sama cepatnya dalam menafkahi keluarga (belum lagi dua saudara perempuannya yang tak punya cita-cita dan masa bodoh pada hidup sehat) masih tetap mengandalkan bayangan sang ayah, sosok besar dan tidak berguna, tetapi selalu tetap dapat diandalkan di mana pun, seperti sepotong mebel yang kokoh. Sejak Oedipus, sejarah sastra di seluruh dunia selama ini berpusat di sekitar perjuangan melawan ayah. Konon, di Korea, dengan kompleksitas dan keunikannya, juga sejarah penyiksaan penjajahan dan kediktatoran, keunikan peran ayah dalam kesusastraan mungS e n i & B u d a y a Ko re a


Lee Hyun-su dikenal sebagai penulis yang mencurahkan perhatian pada pemanfaatan kekuatan sastra dalam rangka mengabadikan jejak berbagai aspek kehidupan yang cepat menghilang. Pengarang perempuan ini juga diakui sebagai sastrawan yang tangguh dengan keterampilan dan kemampuannya. Ia memotong rambutnya sebagai tanda kesedihan yang mendalam dan kesadarannya dalam menghadapi tantangan perempuan yang harus hidup dalam masyarakat patriarkat yang tidak dapat diperbaiki.

Lee Hyun-su kin dirasakan paling menusuk ketika terjadi ketidakhadiran ayah dalam unit keluarga. Menariknya, karya Lee Hyun-su memperlihatkan sikap yang tidak membenci atau bersimpati pada ayah, melainkan kisah-kisah yang tampaknya sekadar disiapkan untuk menerimanya. Di satu sisi, seolah-olah hidup kita sendiri pasti di dalamnya termasuk beberapa hal yang tak menyenangkan dan memberatkan yang menolak untuk memilah-milah sendiri, tidak berbeda jauh dengan meja yang sudah diapkir. Jika itu memang terjadi, maka cerita Lee Hyun-su tampaknya menunjukkan bahwa bagi kita berbuat menghadapi ketidakberdayaan semua yang tersisa lalu mencoba dan ingat, saat-saat istimewa, singkat, dan fana. Sebenarnya, yang membuat cerita ini lebih menarik adalah kisah luar yang meliputi narasi internal mengenang meja yang dibangun ayah narator. Cerita itu berada di luar narator sendiri, sosok tokoh yang kerap agak fleksibel dan sedikit canggung dengan keuangan suami sebagai arkeolog, mendapat ide untuk mencoba menangani usaha real estate dan mendaftar jatah undian pada konstruksi kantor baru - kehilangan minat melihat rumah model. Kisah kegagalan investasi real estat ini akhirnya menjadi sebuah kisah tentang celahcelah kelelahan yang menjadi ciri kecil, kehidupan biasa, sebuah kisah tentang selera vulgar yang merembes keluar dari retakanretakan ini – selera yang sungguh jujur tanpa berkedip ​​bahwa tidak mungkin tidak tertawa bersama mereka. Lee Hyun-su tidak menetapkan dirinya di atas keinginan-keinginan dasar, juga dia tidak menyerah kepada mereka. Dengan satu kaki tertanam kuat di dunia nyata, dia hanya mengakui, sambil tertawa kecil, bahwa kita tidak dapat memisahkan diri dari masalah ini, hanya untuk kemudian pergi dan menghindari perangkap mereka yang sepenuhnya tidak terelakkan. Lebih jauh dari gemuruh seorang biksu Zen yang mengatasi perjuangan ini sejak awal, cerita begitu terperosok dalam godaan keinginan duniawi yang ditandai dengan realitas dan kedekatan yang dapat menawarkan kenyamanan kesenangan dan kebijaksanaan. Di sini saya ingin beralih ke sebuah episode menarik yang meliKo r e a n a | Mu s i m D i n gin 2013

batkan penulis. Setelah enam tahun diperlukan untuk debut sastranya, Lee menghabiskan lima tahun tanpa satu pun tawaran dari pihak mana pun untuk sepotong tulisannya, dan kemudian, pada akhirnya, ia mulai mengirimkan langsung ke berbagai majalah. Dalam waktu enam bulan dia menerima kabar dari sebuah penerbitan yang ingin mencetak salah satu cerita - tetapi jurnal itu hanya bisa memberi waktu bagi Lee tiga hari merevisi karyanya. Dengan waktu yang tiga hari itu, Lee bertekad dan kemudian meninggalkan kota dan pergi ke pantai, yang berakhir di pulau Wolmido. Setelah mendatangi berbagai motel sepanjang pantai, dia akhirnya bisa menempatkan diri di sudut ruangan kecil untuk bekerja - hanya untuk segera menemukan, bahwa motel sepi sama sekali, dan dia akan mendapatkan pengalaman dari peristiwa sekeliling, dari berbagai fasilitas dan suara erangan yang keluar dari tiga pasang tamu setiap hari. Setelah kehilangan satu hari penuh menerima gangguan erangan-erangan ini, dia menyatakan: “Baik, kalian lakukan! Aku akan menulis!� Dan dengan itu, dia berhasil menjaga konsentrasi yang sempurna untuk dua hari berikutnya, menghasilkan akhir cerita yang hampir seluruhnya berbeda, yang akhirnya diterbitkan sebagai “Toran� (Taro) pada Changbi triwulanan edisi musim semi 2002. Mempertimbangkan, sejenak, jenis ketenangan batin yang diperlukan seorang penulis untuk bertahan 11 tahun dalam anonimitas - sebuah ketenangan batin yang semestinya kokoh dan juga seksi, yang dibangun seperti itu atas dasar erangan yang penuh gairah. Membaca ceritanya, kita jadi yakin untuk berusaha jatuh cinta, namun dengan cara Lee yang tidak mudah yang begitu hangat memeluk setiap sudut dan celah dari kedua dunia dan individu, dengan menyadari sepenuhnya kelemahan masing-masing. Kita akan kembali memasuki cerita itu lagi dan lagi - setiap kali kita mulai letih antara berjuang menghadapi dunia dan sesuatu yang entah, dalam hidup kita yang kadang-kadang tidak relevan- karena di dalamnya, kita akan menemukan kekuatan.

63


citra korea

D

uduk tinggi di atas singgasananya yang dilapisi salju, Raja Agung memadang ke bawah pada rakyatnya melalui perjalanan sejarah selama 600 tahun. Tujuh tahun setelah arsitek besar Filippo Brunelleschi menyelesaikan kubah katedral Florence Duomo, sebuah mahkota suci zaman Renaissance, di Tuscany, di ujung selatan benua Eropa, Raja Sejong, penerus takhta keempat Dinasti Joseon, menciptakan sistem tulisan Hangeul, di kerajaannya di ujung timur benua Asia. Sejak tahun 1443 itu, Korea memiliki sistem penulisan sendiri yang unik dan tak ternilai. Dan kini di Republik Korea, ada jalan lebar yang membentang ke selatan dari kilau cahaya ibukota Seoul, istana kerajaan yang diberi nama “Jalan Sejong” adalah penghormatan yang luhur kepada Sang Raja Agung. Hingga mencapai takhtanya, raja diselimuti salju yang menumpuk laksana rentang sejarah 600 tahun. Anak-anak khawatir, mereka memandang pada kehadiran seseorang yang patut dimuliakan dan mereka bertanya, “Apakah Paduka tak kedinginan?” Raja tak mengatakan sepatah kata pun. Salju menetes dalam hening. Hanya dalam beberapa tahun sejak Raja Sejong dihadirkan untuk menghormati semangatnya di alun-alun di jantung ibukota, kini salju menyelimutinya. Sebelum itu beliau beristirahat dengan damai pada lembaran hijau 10.000 won yang terselip dalam dompet kita. Sekarang zaman alun-alun kota sebagai tanda selamat datang di Korea. Pohon-pohon ginkgo tumbuh begitu mahal di sepanjang jalan sampai lapangan terbuka. Kemudian, Raja Agung di atas takhtanya dibawa ke alun-alun. Salju turun perlahan, seolah-olah berkata, “Semuanya baik …, semuanya sehat ....” Gwanghwamun, gerbang kerajaan besar, atap tinggi di atasnya untuk menunjukkan istana dan pegunungan tinggi di belakangnya, tersembunyi di tengah hujan salju. Musim dingin yang panjang akan berlalu perlahan di bawah salju yang menumpuk tebal dan terus menebal. Akankah Sang Raja, istana, dan pegunungan tinggi bangkit dari tidurnya hanya ketika musim semi tiba dan salju mencair?

Raja Sejong di bawah Selimut Salju Kim Hwa-young, Kritikus Sastra, Anggota Akademi Kesenian Nasional


Hawoo Publishing Catalog of Korean Books

THE US REBALANCING TOWARD ASIA: ESSAYS BY

Patrick M. Cronin, Michael McDevitt, Wu Xinbo, Donald K. Emmerson, Malcolm Fraser, Richard A. Bitzinger, Kang Choi & Noboru Yamaguchi

PLUS

RISKS & OPPORTUNITIES FOR ASIA’S NEW LEADERS: ESSAYS BY

Gilbert Rozman, Takashi Inoguchi, David Shambaugh, Joon Hyung Kim, Haksoon Paik, Leon V. Sigal, Jonathan Berkshire Miller & Lilia Shevtsova

By Pavin Chachavalpongpun

Georgiy Voloshin China as a Stabilizer in Central Asia Ramesh Thakur The New Great Game in Afghanistan Tridivesh Singh Maini & Manish Vaid The Emerging Role of Indo-Pakistan Border States Young-hoon Lee Economic Reform in North Korea Peter Hayes A Breakthrough Six-Party Summit in 2013? Asger Røjle Christensen Japan’s Abduction Saga Book Reviews by David C. Kang, Börje Ljunggren & John Delury

THE US REBALANCING TOWARD ASIA: ESSAYS BY

PLUS

CREATING A NEW WORLD OF SOCIAL ENTERPRISES

Reflections by Won-soon Park & Tae-won Chey DRAWING A LINE IN THE SOUTH CHINA SEA

By Nguyen Manh Hung

BURMA IN THE ASEAN CHAIR IN 2014, AT LAST

Patrick M. Cronin, Michael McDevitt, Wu Xinbo, Donald K. Emmerson, Malcolm Fraser, Richard A. Bitzinger, Kang Choi & Noboru Yamaguchi CREATING A NEW WORLD OF SOCIAL ENTERPRISES

Reflections by Won-soon Park & Tae-won Chey

Georgiy Voloshin China as a Stabilizer in Central Asia Ramesh Thakur The New Great Game in Afghanistan Tridivesh Singh Maini & Manish Vaid US$15.00 The Emerging Role of Indo-Pakistan Border States W15,000 Young-hoon Lee Economic Reform in North Korea

A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION | WWW.GLOBALASIA.ORG | VOLUME 7, NUMBER 4, WINTER 2012 Peter Hayes A Breakthrough Six-Party Summit in 2013? DRAWING A LINE IN THE SOUTH CHINA SEA

By Nguyen Manh Hung

The US ‘Pivot’ to Asia The US ‘Pivot’ to Asia

BURMA IN THE ASEAN CHAIR IN 2014, AT LAST

By Pavin Chachavalpongpun

THE US REBALANCING TOWARD ASIA: ESSAYS BY

Asger Røjle Christensen Japan’s Abduction Saga Book Reviews by David C. Kang, Börje Ljunggren & John Delury

PLUS

US$15.00 W15,000

Georgiy Voloshin China as a Stabilizer in Central Asia Patrick M. Cronin, Michael McDevitt, Wu Xinbo,| A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION WWW.GLOBALASIA.ORG | VOLUME 7, NUMBER 4, WINTER 2012 Donald K. Emmerson, Malcolm Fraser, Richard A. Bitzinger, Ramesh Thakur The New Great Game in Afghanistan Kang Choi & Noboru Yamaguchi Tridivesh Singh Maini & Manish Vaid

Is It JustTheAbout Emerging Role of Indo-Pakistan Border States CREATING A NEW WORLD OF SOCIAL ENTERPRISES Reflections by Won-soon Park & Tae-won Chey Young-hoon Lee Economic Reform in North Korea Containing China? Peter Hayes A Breakthrough Six-Party Summit in 2013? DRAWING A LINE IN THE SOUTH CHINA SEA By Nguyen Manh Hung

BURMA IN THE ASEAN CHAIR IN 2014, AT LAST

By Pavin Chachavalpongpun

Asger Røjle Christensen Japan’s Abduction Saga Book Reviews by David C. Kang, Börje Ljunggren & John Delury

Is It Just About Containing China?

US$15.00 W15,000

A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION | WWW.GLOBALASIA.ORG | VOLUME 7, NUMBER 4, WINTER 2012

The US ‘Pivot’ to Asia Is It Just About Containing China?

THE TPP AND THE QUEST FOR EAST ASIAN REGIONALISM

By Inkyo Cheong

THE DEBATE: IS THE TPP AIMED AT THWARTING CHINA?

TACKLING TRUST GAPS IN EAST

PLUS

Jennifer Lind Beware the Tomb of the Known Soldier Shalendra D. Sharma From Meltdown to Bounceback: How South Korea Weathered the 2008 Financial Crisis Andy Yee When Will Japan Tap Its Internet Potential? Saroj Kumar Rath Drugs in India Are a Security Threat

Wang Yong Squares Off Against Takashi Terada

In Focus: Taiwan Wu Yu-shan, Chen Tain-jy & Chu Yun-han

By Mark J. Valencia

ASSESSING A CODE OF CONDUCT FOR THE SOUTH CHINA SEA

Book Reviews by John Delury and Taehwan Kim

RISKS & OPPORTUNITIES FOR ASIA’S NEW LEADERS: ESSAYS BY

PLUS

Gilbert Rozman, Takashi Inoguchi, David Shambaugh, Joon Hyung Kim, Haksoon Paik, Leon V. Sigal, Jonathan Berkshire Miller & Lilia Shevtsova

THE TPP AND THE QUEST FOR EAST ASIAN REGIONALISM

By Inkyo Cheong

We now have an iPad and Android tablet Jennifer Lind Beware the Tomb of theedition! Known Soldier See p.5 Shalendra D. Sharma From Meltdown to Bounceback: How South Korea Weathered the 2008 FinancialUS$15.00 Crisis W15,000 Andy Yee When Will Japan Tap Its Internet Potential?

| VOLUME A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION | WWW.GLOBALASIA.ORG NUMBER 1, SPRING 2013 Saroj Kumar Rath Drugs in8,India Are a Security Threat THE DEBATE: IS THE TPP AIMED AT THWARTING CHINA?

Wang Yong Squares Off Against Takashi Terada

In Focus: Taiwan Wu Yu-shan, Chen Tain-jy & Chu Yun-han

ASSESSING A CODE OF CONDUCT FOR THE SOUTH CHINA SEA

Book Reviews by John Delury and Taehwan Kim

By Mark J. Valencia

RISKS & OPPORTUNITIES FOR ASIA’S NEW LEADERS: ESSAYS BY

We now have an iPad and Android tablet edition! See p.5 US$15.00 W15,000

PLUS

Gilbert Rozman, Takashi Inoguchi, David Shambaugh, Jennifer Lind Beware the Tomb of the Known Soldier | VOLUME A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION | WWW.GLOBALASIA.ORG 8, NUMBER 1, SPRING 2013 Joon Hyung Kim, Haksoon Paik, Leon V. Sigal, Shalendra D. Sharma From Meltdown to Bounceback: Jonathan Berkshire Miller & Lilia Shevtsova How South Korea Weathered the 2008 Financial Crisis THE TPP AND THE QUEST FOR EAST ASIAN REGIONALISM

By Inkyo Cheong

THE DEBATE: IS THE TPP AIMED AT THWARTING CHINA?

Andy Yee When Will Japan Tap Its Internet Potential? Saroj Kumar Rath Drugs in India Are a Security Threat

Wang Yong Squares Off Against Takashi Terada

In Focus: Taiwan Wu Yu-shan, Chen Tain-jy & Chu Yun-han

ASSESSING A CODE OF CONDUCT FOR THE SOUTH CHINA SEA

Book Reviews by John Delury and Taehwan Kim

By Mark J. Valencia

Avoiding the Mines Avoiding the Mines We now have an iPad and Android tablet edition! See p.5

US$15.00 W15,000

A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION | WWW.GLOBALASIA.ORG | VOLUME 8, NUMBER 1, SPRING 2013

New Leaders, New Dangers in Northeast Asia New Leaders, New Dangers in Northeast Asia

Avoiding the Mines

THE POLITICS OF ENGAGEMENT: ESSAYS BY

Mel Gurtov, Miroslav Nincic, Walter C. Clemens, Jr., Karin J. Lee, Andrei Lankov, Troy Stangarone, Stuart J. Thorson, Hyunjin Seo, Trita Parsi & Nicholas Farrelly JAPAN’S DANGEROUS GAMBLE ON ‘ABENOMICS’

By Gongpil Choi

THE DEBATE: IS POLITICAL RECONCILIATION POSSIBLE IN MALAYSIA?

Khairy Jamaluddin Squares Off Against Rafizi Ramli THE POLITICS OF ENGAGEMENT: ESSAYS BY

Mel Gurtov, Miroslav Nincic, Walter C. Clemens, Jr., Karin J. Lee, Andrei Lankov, Troy Stangarone, Stuart J. Thorson, Hyunjin Seo, Trita Parsi & Nicholas Farrelly JAPAN’S DANGEROUS GAMBLE ON ‘ABENOMICS’

PLUS

Rudiger Frank Rolling Reforms: Reflections on Visits to Kim Jong Un’s North Korea Cheol Hee Park The Double Life of Shinzo Abe Stein Tønnesson Steps Forward for China to Resolve the South China Sea Disputes Mark J. Valencia & Hong Nong Exploring Joint Development Possibilities in the South China Sea Book Reviews by John Delury Have and Taehwan Kim you tried our iPad or Android tablet PLUS editions? Rudiger Frank Rolling Reforms: Reflections on Visits to Kim Jong Un’s North KoreaSee p.3 Cheol Hee Park The Double Life of Shinzo AbeUS$15.00 Stein Tønnesson Steps Forward for China W15,000

to Resolve the|South China8,Sea Disputes A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION | WWW.GLOBALASIA.ORG VOLUME NUMBER 2, SUMMER 2013 By Gongpil Choi THE DEBATE: IS POLITICAL RECONCILIATION POSSIBLE IN MALAYSIA?

Positive Engagement with North Korea, Iran and Myanmar

Khairy Jamaluddin Squares Off Against Rafizi Ramli

Carrots Before Sticks Carrots Before Sticks Carrots Before Sticks

THE POLITICS OF ENGAGEMENT: ESSAYS BY

Mark J. Valencia & Hong Nong Exploring Joint Development Possibilities in the South China Sea Book Reviews by John Delury Have and Taehwan Kim you tried our iPad or Android tablet editions? See p.3 PLUS

US$15.00 W15,000

Rudiger Frank Reforms: Reflections Mel Gurtov, OF Miroslav Nincic, Walter C. Clemens, | Jr., | Rolling A JOURNAL THE EAST ASIA FOUNDATION WWW.GLOBALASIA.ORG VOLUME 8, NUMBER 2, SUMMER 2013 on Visits to Kim Jong Un’s North Korea Karin J. Lee, Andrei Lankov, Troy Stangarone, Stuart J. Thorson, Hyunjin Seo, Trita Parsi & Nicholas Farrelly Cheol Hee Park The Double Life of Shinzo Abe

Positive Engagement with North Korea, Iran and Myanmar

JAPAN’S DANGEROUS GAMBLE ON ‘ABENOMICS’

By Gongpil Choi

THE DEBATE: IS POLITICAL RECONCILIATION POSSIBLE IN MALAYSIA?

Khairy Jamaluddin Squares Off Against Rafizi Ramli

Stein Tønnesson Steps Forward for China to Resolve the South China Sea Disputes Mark J. Valencia & Hong Nong Exploring Joint Development Possibilities in the South China Sea Book Reviews by John Delury Have and Taehwan Kim you tried our iPad or Android tablet editions? See p.3 US$15.00 W15,000

A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION | WWW.GLOBALASIA.ORG | VOLUME 8, NUMBER 2, SUMMER 2013

Positive Engagement with North Korea, Iran and Myanmar

South Korea Leading the Way Into a New World of Social Enterprises

In This Issue: We Start a New Regular Section Profiling Asian Countries in Taiwan

South Korea Leading the Way Into a New World of Social Enterprises

In This Issue: We Start a New Regular Section Profiling Asian Countries in Taiwan

In This In Focus: Issue:How We Start to Break a New the Regular Deadlock Section in the South Profiling China Asian SeaCountries in Taiwan

South Korea Leading the Way Into a New World of Social Enterprises

In This Issue: We Start a New Regular Section Profiling Asian Countries in Taiwan

In This In Focus: Issue:How We Start to Break a New the Regular Deadlock Section in the South Profiling China Asian SeaCountries in Taiwan

New Leaders, New Dangers in Northeast Asia

In This In Focus: Issue:How We Start to Break a New the Regular Deadlock Section in the South Profiling China Asian SeaCountries in Taiwan

ASIA: ESSAYS BY

Yun Byung-se, Richard Ned Lebow, Tae-Seop Bahng, Charles A. Kupchan, Wang Yizhou, Yoshihide Soeya, Mansourov, Myung-bok Bae & Mohamed Alexandre Y. Jawhar Hassan

NON-WESTERN DEMOCRACIES AND ASIAN POLITICAL

By Alexei D. Voskressenshi.

SYSTEMS

THE DEBATE: TACKLING AUSTRALIA TRUST GAPS ’S INNEW EASTREFUGEE ASIA:

POLICY ESSAYS BY Andrew MarkusRichard Yun Byung-se, Squares OffLebow, Against Ned GraemeBahng, Tae-Seop McGregor Charles A. Kupchan, Wang Yizhou, Yoshihide Soeya, Mansourov, Myung-bok Bae & Mohamed Alexandre Y. Jawhar Hassan NON-WESTERN DEMOCRACIES AND ASIAN POLITICAL

By Alexei D. Voskressenshi.

THE DEBATE: AUSTRALIA’S NEW

SYSTEMS

REFUGEE POLICY

Andrew Markus Squares Off Against

Graeme McGregor

PLUS

Andrew Billo A Way to Peace in the South China Sea Jung-Sun Park Why ‘Gangnam Style’ Isn’t Hallyu Style Chung-in Moon North Korea vs. South Korea: What Will It Take to End 60 Years of War? Haruki Wada Korea’s War, Armistice and Legacy Book Reviews by John Delury, Taehwan Kim, Nayan PLUS Chanda and David Plott Andrew Billo A Way to Peace in the South China Sea Jung-Sun Park Why ‘Gangnam Style’ Have Isn’ttrie you Hallyu d Style Chung-in Moon North Korea vs. South ourKorea: iPad or What Will It Take to End 60 Years of And roid tablet War? Haruki Wada Korea’s War, Armisticeeditions? and Legacy See p.57 Book Reviews by John Delury, Taehwan Kim, Nayan Chanda and David Plott US$15.00

Have you triedW15,000 | VOLUME 8, NUMBER our iPad 3, FALL Andrew Billo A Way or 2013 to Peace in the South And roidChina tabletSea Jung-Sun Park Why ‘Gangnam Style’edit Isn’t Hallyu ions ? Style Chung-in Moon North Korea vs. SouthSee p.57 Korea: NON-WESTERN DEMOCRACIES AND ASIAN POLITICAL SYSTEMS What Will It Take to End 60 Years of War? By Alexei D. Voskressenshi. Haruki Wada Korea’s War, Armistice and Legacy US$15.00 Book Reviews by John Delury, Taehwan DEBATE: AUSTRALIA’S NEW REFUGEE ATHE JOURNAL Kim, W15,000 POLICY OF THE EAST ASIA FOUNDATI Nayan Chanda and David Plott ON | WWW.GLOBALASIA.O Andrew Markus Squares Off Against Graeme RG | VOLUME 8, NUMBER McGregor A TACKLING JOURNAL TRUST EASTFOUNDATI ASIA: ESSAYS BY OF THEGAPS EASTINASIA PLUS ON | WWW.GLOBALASIA.O Yun Byung-se, Richard RG Ned Lebow, Tae-Seop

Bahng, Charles A. Kupchan, Wang Yizhou, Yoshihide Soeya, Mansourov, Myung-bok Bae & Mohamed Alexandre Y. Jawhar Hassan

How East Asia Can Secure a Peaceful HowFutu East reAsia Can Secure a Peaceful Future How East Asia Can Secure a Peaceful Future

A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION

| WWW.GLOBALASIA.ORG

3, FALL 2013

Have you tried our iPad or Android tabl et editions? See p.57

US$15.00 W15,000 | VOLUME 8, NUMBER 3, FALL 2013

The Politics Trus Thof e Po littics of Trust The Politics of Trust

See our redesigne In This d website, Issue: Our www.glob New Section alasia.org Focusing , for analysis, on Asia's debates, Less Prominen archives tand Nations more

See our redesigne In This d website, Issue: Our www.glob New Section alasia.org Focusing , for analysis, on Asia's debates, Less Prominen archives tand Nations more

See our redesigne In This d website, Issue: Our www.glob New Section alasia.org Focusing , for analysis, on Asia's debates, Less Prominen archives tand Nations more

Hawoo Publishing Address 131-230 1F Mangu-dong, Jungnang-gu, Seoul, Korea Tel 82-2-922-7090 Fax 82-2-922-7092 Homepage www.hawoo.co.kr e-mail hawoo@hawoo.co.kr

Ad for Koreana 277x280 NEW.indd 1

12/16/13

Ad for Koreana 277x280 NEW.indd 1

12/16/13

Ad for Koreana 277x280 NEW.indd 1

12/16/13


Hawoo Publishing Catalog of Korean Books

THE US REBALANCING TOWARD ASIA: ESSAYS BY

Patrick M. Cronin, Michael McDevitt, Wu Xinbo, Donald K. Emmerson, Malcolm Fraser, Richard A. Bitzinger, Kang Choi & Noboru Yamaguchi

PLUS

RISKS & OPPORTUNITIES FOR ASIA’S NEW LEADERS: ESSAYS BY

Gilbert Rozman, Takashi Inoguchi, David Shambaugh, Joon Hyung Kim, Haksoon Paik, Leon V. Sigal, Jonathan Berkshire Miller & Lilia Shevtsova

By Pavin Chachavalpongpun

Georgiy Voloshin China as a Stabilizer in Central Asia Ramesh Thakur The New Great Game in Afghanistan Tridivesh Singh Maini & Manish Vaid The Emerging Role of Indo-Pakistan Border States Young-hoon Lee Economic Reform in North Korea Peter Hayes A Breakthrough Six-Party Summit in 2013? Asger Røjle Christensen Japan’s Abduction Saga Book Reviews by David C. Kang, Börje Ljunggren & John Delury

THE US REBALANCING TOWARD ASIA: ESSAYS BY

PLUS

CREATING A NEW WORLD OF SOCIAL ENTERPRISES

Reflections by Won-soon Park & Tae-won Chey DRAWING A LINE IN THE SOUTH CHINA SEA

By Nguyen Manh Hung

BURMA IN THE ASEAN CHAIR IN 2014, AT LAST

Patrick M. Cronin, Michael McDevitt, Wu Xinbo, Donald K. Emmerson, Malcolm Fraser, Richard A. Bitzinger, Kang Choi & Noboru Yamaguchi CREATING A NEW WORLD OF SOCIAL ENTERPRISES

Reflections by Won-soon Park & Tae-won Chey

Georgiy Voloshin China as a Stabilizer in Central Asia Ramesh Thakur The New Great Game in Afghanistan Tridivesh Singh Maini & Manish Vaid US$15.00 The Emerging Role of Indo-Pakistan Border States W15,000 Young-hoon Lee Economic Reform in North Korea

A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION | WWW.GLOBALASIA.ORG | VOLUME 7, NUMBER 4, WINTER 2012 Peter Hayes A Breakthrough Six-Party Summit in 2013? DRAWING A LINE IN THE SOUTH CHINA SEA

By Nguyen Manh Hung

The US ‘Pivot’ to Asia The US ‘Pivot’ to Asia

BURMA IN THE ASEAN CHAIR IN 2014, AT LAST

By Pavin Chachavalpongpun

THE US REBALANCING TOWARD ASIA: ESSAYS BY

Asger Røjle Christensen Japan’s Abduction Saga Book Reviews by David C. Kang, Börje Ljunggren & John Delury

PLUS

US$15.00 W15,000

Georgiy Voloshin China as a Stabilizer in Central Asia Patrick M. Cronin, Michael McDevitt, Wu Xinbo,| A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION WWW.GLOBALASIA.ORG | VOLUME 7, NUMBER 4, WINTER 2012 Donald K. Emmerson, Malcolm Fraser, Richard A. Bitzinger, Ramesh Thakur The New Great Game in Afghanistan Kang Choi & Noboru Yamaguchi Tridivesh Singh Maini & Manish Vaid

Is It JustTheAbout Emerging Role of Indo-Pakistan Border States CREATING A NEW WORLD OF SOCIAL ENTERPRISES Reflections by Won-soon Park & Tae-won Chey Young-hoon Lee Economic Reform in North Korea Containing China? Peter Hayes A Breakthrough Six-Party Summit in 2013? DRAWING A LINE IN THE SOUTH CHINA SEA By Nguyen Manh Hung

BURMA IN THE ASEAN CHAIR IN 2014, AT LAST

By Pavin Chachavalpongpun

Asger Røjle Christensen Japan’s Abduction Saga Book Reviews by David C. Kang, Börje Ljunggren & John Delury

Is It Just About Containing China?

US$15.00 W15,000

A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION | WWW.GLOBALASIA.ORG | VOLUME 7, NUMBER 4, WINTER 2012

The US ‘Pivot’ to Asia Is It Just About Containing China?

THE TPP AND THE QUEST FOR EAST ASIAN REGIONALISM

By Inkyo Cheong

THE DEBATE: IS THE TPP AIMED AT THWARTING CHINA?

TACKLING TRUST GAPS IN EAST

PLUS

Jennifer Lind Beware the Tomb of the Known Soldier Shalendra D. Sharma From Meltdown to Bounceback: How South Korea Weathered the 2008 Financial Crisis Andy Yee When Will Japan Tap Its Internet Potential? Saroj Kumar Rath Drugs in India Are a Security Threat

Wang Yong Squares Off Against Takashi Terada

In Focus: Taiwan Wu Yu-shan, Chen Tain-jy & Chu Yun-han

By Mark J. Valencia

ASSESSING A CODE OF CONDUCT FOR THE SOUTH CHINA SEA

Book Reviews by John Delury and Taehwan Kim

RISKS & OPPORTUNITIES FOR ASIA’S NEW LEADERS: ESSAYS BY

PLUS

Gilbert Rozman, Takashi Inoguchi, David Shambaugh, Joon Hyung Kim, Haksoon Paik, Leon V. Sigal, Jonathan Berkshire Miller & Lilia Shevtsova

THE TPP AND THE QUEST FOR EAST ASIAN REGIONALISM

By Inkyo Cheong

We now have an iPad and Android tablet Jennifer Lind Beware the Tomb of theedition! Known Soldier See p.5 Shalendra D. Sharma From Meltdown to Bounceback: How South Korea Weathered the 2008 FinancialUS$15.00 Crisis W15,000 Andy Yee When Will Japan Tap Its Internet Potential?

| VOLUME A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION | WWW.GLOBALASIA.ORG NUMBER 1, SPRING 2013 Saroj Kumar Rath Drugs in8,India Are a Security Threat THE DEBATE: IS THE TPP AIMED AT THWARTING CHINA?

Wang Yong Squares Off Against Takashi Terada

In Focus: Taiwan Wu Yu-shan, Chen Tain-jy & Chu Yun-han

ASSESSING A CODE OF CONDUCT FOR THE SOUTH CHINA SEA

Book Reviews by John Delury and Taehwan Kim

By Mark J. Valencia

RISKS & OPPORTUNITIES FOR ASIA’S NEW LEADERS: ESSAYS BY

We now have an iPad and Android tablet edition! See p.5 US$15.00 W15,000

PLUS

Gilbert Rozman, Takashi Inoguchi, David Shambaugh, Jennifer Lind Beware the Tomb of the Known Soldier | VOLUME A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION | WWW.GLOBALASIA.ORG 8, NUMBER 1, SPRING 2013 Joon Hyung Kim, Haksoon Paik, Leon V. Sigal, Shalendra D. Sharma From Meltdown to Bounceback: Jonathan Berkshire Miller & Lilia Shevtsova How South Korea Weathered the 2008 Financial Crisis THE TPP AND THE QUEST FOR EAST ASIAN REGIONALISM

By Inkyo Cheong

THE DEBATE: IS THE TPP AIMED AT THWARTING CHINA?

Andy Yee When Will Japan Tap Its Internet Potential? Saroj Kumar Rath Drugs in India Are a Security Threat

Wang Yong Squares Off Against Takashi Terada

In Focus: Taiwan Wu Yu-shan, Chen Tain-jy & Chu Yun-han

ASSESSING A CODE OF CONDUCT FOR THE SOUTH CHINA SEA

Book Reviews by John Delury and Taehwan Kim

By Mark J. Valencia

Avoiding the Mines Avoiding the Mines We now have an iPad and Android tablet edition! See p.5

US$15.00 W15,000

A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION | WWW.GLOBALASIA.ORG | VOLUME 8, NUMBER 1, SPRING 2013

New Leaders, New Dangers in Northeast Asia New Leaders, New Dangers in Northeast Asia

Avoiding the Mines

THE POLITICS OF ENGAGEMENT: ESSAYS BY

Mel Gurtov, Miroslav Nincic, Walter C. Clemens, Jr., Karin J. Lee, Andrei Lankov, Troy Stangarone, Stuart J. Thorson, Hyunjin Seo, Trita Parsi & Nicholas Farrelly JAPAN’S DANGEROUS GAMBLE ON ‘ABENOMICS’

By Gongpil Choi

THE DEBATE: IS POLITICAL RECONCILIATION POSSIBLE IN MALAYSIA?

Khairy Jamaluddin Squares Off Against Rafizi Ramli THE POLITICS OF ENGAGEMENT: ESSAYS BY

Mel Gurtov, Miroslav Nincic, Walter C. Clemens, Jr., Karin J. Lee, Andrei Lankov, Troy Stangarone, Stuart J. Thorson, Hyunjin Seo, Trita Parsi & Nicholas Farrelly JAPAN’S DANGEROUS GAMBLE ON ‘ABENOMICS’

PLUS

Rudiger Frank Rolling Reforms: Reflections on Visits to Kim Jong Un’s North Korea Cheol Hee Park The Double Life of Shinzo Abe Stein Tønnesson Steps Forward for China to Resolve the South China Sea Disputes Mark J. Valencia & Hong Nong Exploring Joint Development Possibilities in the South China Sea Book Reviews by John Delury Have and Taehwan Kim you tried our iPad or Android tablet PLUS editions? Rudiger Frank Rolling Reforms: Reflections on Visits to Kim Jong Un’s North KoreaSee p.3 Cheol Hee Park The Double Life of Shinzo AbeUS$15.00 Stein Tønnesson Steps Forward for China W15,000

to Resolve the|South China8,Sea Disputes A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION | WWW.GLOBALASIA.ORG VOLUME NUMBER 2, SUMMER 2013 By Gongpil Choi THE DEBATE: IS POLITICAL RECONCILIATION POSSIBLE IN MALAYSIA?

Positive Engagement with North Korea, Iran and Myanmar

Khairy Jamaluddin Squares Off Against Rafizi Ramli

Carrots Before Sticks Carrots Before Sticks Carrots Before Sticks

THE POLITICS OF ENGAGEMENT: ESSAYS BY

Mark J. Valencia & Hong Nong Exploring Joint Development Possibilities in the South China Sea Book Reviews by John Delury Have and Taehwan Kim you tried our iPad or Android tablet editions? See p.3 PLUS

US$15.00 W15,000

Rudiger Frank Reforms: Reflections Mel Gurtov, OF Miroslav Nincic, Walter C. Clemens, | Jr., | Rolling A JOURNAL THE EAST ASIA FOUNDATION WWW.GLOBALASIA.ORG VOLUME 8, NUMBER 2, SUMMER 2013 on Visits to Kim Jong Un’s North Korea Karin J. Lee, Andrei Lankov, Troy Stangarone, Stuart J. Thorson, Hyunjin Seo, Trita Parsi & Nicholas Farrelly Cheol Hee Park The Double Life of Shinzo Abe

Positive Engagement with North Korea, Iran and Myanmar

JAPAN’S DANGEROUS GAMBLE ON ‘ABENOMICS’

By Gongpil Choi

THE DEBATE: IS POLITICAL RECONCILIATION POSSIBLE IN MALAYSIA?

Khairy Jamaluddin Squares Off Against Rafizi Ramli

Stein Tønnesson Steps Forward for China to Resolve the South China Sea Disputes Mark J. Valencia & Hong Nong Exploring Joint Development Possibilities in the South China Sea Book Reviews by John Delury Have and Taehwan Kim you tried our iPad or Android tablet editions? See p.3 US$15.00 W15,000

A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION | WWW.GLOBALASIA.ORG | VOLUME 8, NUMBER 2, SUMMER 2013

Positive Engagement with North Korea, Iran and Myanmar

South Korea Leading the Way Into a New World of Social Enterprises

In This Issue: We Start a New Regular Section Profiling Asian Countries in Taiwan

South Korea Leading the Way Into a New World of Social Enterprises

In This Issue: We Start a New Regular Section Profiling Asian Countries in Taiwan

In This In Focus: Issue:How We Start to Break a New the Regular Deadlock Section in the South Profiling China Asian SeaCountries in Taiwan

South Korea Leading the Way Into a New World of Social Enterprises

In This Issue: We Start a New Regular Section Profiling Asian Countries in Taiwan

In This In Focus: Issue:How We Start to Break a New the Regular Deadlock Section in the South Profiling China Asian SeaCountries in Taiwan

New Leaders, New Dangers in Northeast Asia

In This In Focus: Issue:How We Start to Break a New the Regular Deadlock Section in the South Profiling China Asian SeaCountries in Taiwan

ASIA: ESSAYS BY

Yun Byung-se, Richard Ned Lebow, Tae-Seop Bahng, Charles A. Kupchan, Wang Yizhou, Yoshihide Soeya, Mansourov, Myung-bok Bae & Mohamed Alexandre Y. Jawhar Hassan

NON-WESTERN DEMOCRACIES AND ASIAN POLITICAL

By Alexei D. Voskressenshi.

SYSTEMS

THE DEBATE: TACKLING AUSTRALIA TRUST GAPS ’S INNEW EASTREFUGEE ASIA:

POLICY ESSAYS BY Andrew MarkusRichard Yun Byung-se, Squares OffLebow, Against Ned GraemeBahng, Tae-Seop McGregor Charles A. Kupchan, Wang Yizhou, Yoshihide Soeya, Mansourov, Myung-bok Bae & Mohamed Alexandre Y. Jawhar Hassan NON-WESTERN DEMOCRACIES AND ASIAN POLITICAL

By Alexei D. Voskressenshi.

THE DEBATE: AUSTRALIA’S NEW

SYSTEMS

REFUGEE POLICY

Andrew Markus Squares Off Against

Graeme McGregor

PLUS

Andrew Billo A Way to Peace in the South China Sea Jung-Sun Park Why ‘Gangnam Style’ Isn’t Hallyu Style Chung-in Moon North Korea vs. South Korea: What Will It Take to End 60 Years of War? Haruki Wada Korea’s War, Armistice and Legacy Book Reviews by John Delury, Taehwan Kim, Nayan PLUS Chanda and David Plott Andrew Billo A Way to Peace in the South China Sea Jung-Sun Park Why ‘Gangnam Style’ Have Isn’ttrie you Hallyu d Style Chung-in Moon North Korea vs. South ourKorea: iPad or What Will It Take to End 60 Years of And roid tablet War? Haruki Wada Korea’s War, Armisticeeditions? and Legacy See p.57 Book Reviews by John Delury, Taehwan Kim, Nayan Chanda and David Plott US$15.00

Have you triedW15,000 | VOLUME 8, NUMBER our iPad 3, FALL Andrew Billo A Way or 2013 to Peace in the South And roidChina tabletSea Jung-Sun Park Why ‘Gangnam Style’edit Isn’t Hallyu ions ? Style Chung-in Moon North Korea vs. SouthSee p.57 Korea: NON-WESTERN DEMOCRACIES AND ASIAN POLITICAL SYSTEMS What Will It Take to End 60 Years of War? By Alexei D. Voskressenshi. Haruki Wada Korea’s War, Armistice and Legacy US$15.00 Book Reviews by John Delury, Taehwan DEBATE: AUSTRALIA’S NEW REFUGEE ATHE JOURNAL Kim, W15,000 POLICY OF THE EAST ASIA FOUNDATI Nayan Chanda and David Plott ON | WWW.GLOBALASIA.O Andrew Markus Squares Off Against Graeme RG | VOLUME 8, NUMBER McGregor A TACKLING JOURNAL TRUST EASTFOUNDATI ASIA: ESSAYS BY OF THEGAPS EASTINASIA PLUS ON | WWW.GLOBALASIA.O Yun Byung-se, Richard RG Ned Lebow, Tae-Seop

Bahng, Charles A. Kupchan, Wang Yizhou, Yoshihide Soeya, Mansourov, Myung-bok Bae & Mohamed Alexandre Y. Jawhar Hassan

How East Asia Can Secure a Peaceful HowFutu East reAsia Can Secure a Peaceful Future How East Asia Can Secure a Peaceful Future

A JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION

| WWW.GLOBALASIA.ORG

3, FALL 2013

Have you tried our iPad or Android tabl et editions? See p.57

US$15.00 W15,000 | VOLUME 8, NUMBER 3, FALL 2013

The Politics Trus Thof e Po littics of Trust The Politics of Trust

See our redesigne In This d website, Issue: Our www.glob New Section alasia.org Focusing , for analysis, on Asia's debates, Less Prominen archives tand Nations more

See our redesigne In This d website, Issue: Our www.glob New Section alasia.org Focusing , for analysis, on Asia's debates, Less Prominen archives tand Nations more

See our redesigne In This d website, Issue: Our www.glob New Section alasia.org Focusing , for analysis, on Asia's debates, Less Prominen archives tand Nations more

Hawoo Publishing Address 131-230 1F Mangu-dong, Jungnang-gu, Seoul, Korea Tel 82-2-922-7090 Fax 82-2-922-7092 Homepage www.hawoo.co.kr e-mail hawoo@hawoo.co.kr

Ad for Koreana 277x280 NEW.indd 1

12/16/13

Ad for Koreana 277x280 NEW.indd 1

12/16/13

Ad for Koreana 277x280 NEW.indd 1

12/16/13


Musim dingin 2013

Seni & Budaya Korea

Seluk-beluk Soju

M usimmerd i 2012 n g i n 2013 vo l.n o2. 2n o . 4 sum vo l. 26

Fitur Khusus

Soju, Sekilas Latar Belakang Mengenainya Minuman Beralkohol Terlaris di Dunia Budaya Minum Orang Korea

Seluk-beluk Soju Minum sebagai Budaya Korea

www.koreana.or.kr

v o l. 2 NO. 4

ISSN 2287-5565


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.