Conservation International - Gedepahala Fact Sheet

Page 1

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (atau dikenal sebagai Gedepahala) adalah dua benteng terakhir pelindung kawasan hutan hujan tropis terbesar di Pulau Jawa. Berfungsi sebagai penyedia modal alam bagi keberlangsungan kehidupan lima kota besar, termasuk Ibukota Jakarta, kawasan gedepahala mengatur dan melindungi penyediaan air bersih bagi 30 juta orang. Menggunakan konsep “Green Wall” dan “Adopsi Pohon”, program Gedepahala bermaksud menggalang upaya restorasi fungsi ekosistem kedua Taman Nasional dengan berkolaborasi menghutankan wilayah lahan kritis. Saat ini hampir 500 hektar lahan kritis berhasil dihijaukan dengan dukungan masyarakat setempat dan sektor swasta. Dalam konteks keanekaragaman hayati, Gedepahala merupakan rumah tinggal bagi sejumlah spesies yang tidak dapat ditemukan di wilayah lain manapun di dunia, seperti owa Jawa (Hylobates moloch), elang Jawa (Spizaetus bartelsi), dan macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) yang semuanya terdaftar dalam daftar spesies terancam punah atau langka oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List.

PROGRAM KONSERVASI HUTAN/REFORESTASI

Melalui program “Green Wall” dan “Adopsi Pohon”, program Gedepahala berhasil menjaga 500 hektar hutan dengan dukungan dari perusahaan lokal dan multinasional. Green Wall Program ini dimulai pada Juli 2008 dengan dukungan dari Daikin Industries. Dalam periode 6 tahun, program ini bertujuan melakukan reforestasi pada kawasan seluas 300 hektar di dalam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. CI Indonesia berkolaborasi dengan komunitas lokal melakukan penanaman pohon untuk menciptakan sebuah vegetasi “green wall” (atau tembok hijau) untuk mengamankan kawasan hutan. Dalam jangka panjang, reforestasi untuk kawasan ini juga bermanfaat menjaga kawasan daerah aliran air penting dan membantu memastikan ketersediaan air bersih bagi pertanian dan masyarakat di sekitarnya. Sebagai bagian dari program, sebuah fasilitas pembangkit listrik tenaga air juga dibangun untuk memberikan akses listrik kepada masyarakat lokal. Kegiatan pemberdayaan masyarakat ini juga memberikan dampak terhadap peningkatan perekonomian mereka. Adopsi Pohon Program ini dimulai pada tahun 2008, mengajar pelaku bisnis dan individu untuk mengadopsi pohon dalam mendukung upaya reforestasi di wilayah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Saat ini, lebih dari 25 pelaku bisnis berpartisipasi dalam penanaman 80.000 pohon di kawasan seluas 200 hektar di dalam Taman Nasional. Biaya yang dibutuhkan untuk adopsi sebuah pohon adalah Rp 108.000 per pohon atau Rp 43.200.000 untuk 400 pohon per hektar, selama tiga tahun perawatan. Biaya tersebut termasuk pembelian bibit, perawatan, staf lapangan dan supervisor ahli, kegiatan pemberdayaan masyarakat, dan kampanye pendidikan/kesadaran lingkungan.


KONSERVASI SPESIES LANGKA

Pada tahun 2003, program konservasi spesies melakukan aktivitas konservasi bagi dua spesies langka di dalam kawasan Gedepahala seperti owa Jawa dan macan tutul Jawa. Untuk melindungi Owa Jawa, Kementerian Kehutanan dan Yayasan Owa Jawa yang didukung oleh CI Indonesia, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Universitas Indonesia, dan Silvery Gibbon Project membangun Javan Gibbon Center atau JGC (Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa). JGC ini bertujuan melakukan rehabilitasi owa yang pernah menjadi hewan peliharaan agar kesehatan fisik dan psikologisnya optimal sebelum mereka dilepasliarkan ke hutan. Sementara itu, untuk macan tutul Jawa, CI melakukan pemantauan atas penyebaran dan populasi macan tutul Jawa serta mendukung aktivitas pendidikan dan kampanye kesadaran perlindungan hewan langka.

PENDIDIKAN: PUSAT PENDIDIKAN KONSERVASI ALAM BODOGOL

Conservation International (CI) Indonesia sudah bekerja di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasianal Gunung Halimun Salak sejak 1998, dimulai dengan pembentukan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB) di dalam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Program ini fokus pada aktivitas pendidikan konservasi dengan dua topik utama yakni perlindungan hutan dan spesies langka. Sejak pertama kali diresmikan, pusat pendidikan konservasi ini sudah dikunjungi oleh lebih dari 100.000 orang. Selain pembuatan pusat pendidikan ini, CI Indonesia juga menyediakan unit mobil pendidikan konservasi yang secara rutin mengunjungi sekolah-sekolah di wilayah sekitar program, serta memberikan kelas-kelas pendidikan lingkungan.

Owa Jawa dikategorikan sebagai spesies langka pada IUCN Red List of Threatened Species. Diperkirakan bahwa 98% hutan yang menjadi rumah bagi Owa Jawa sudah rusak. Selain itu, perdagangan hewan langka ini – yang umumnya menjual Owa Jawa muda sebagai hewan peliharaan – juga menjadi ancaman kepunahan Owa Jawa. Beberapa survei populasi yang sudah dilakukan mengindikasikan bahwa hanya terdapat kurang dari 4.000 Owa Jawa di alam liar.

Untuk informasi lebih lanjut, silahkan hubungi: Conservation International Indonesia Jl. Pejaten Barat No 16 A Kemang, Jakarta Selatan 12550 Telepon: 021 – 788 38 626 Fax: 021 – 780 6723 Anton Ario Gedepahala Program Manager aario@conservation.org Aisyah Yustinawati Program Admin Assistant ayustinawati@conservation.org

Macan tutul Jawa Macan tutul Jawa diklasifikasikan sebagai spesies langka dan dikategorikan di dalam Appendix I CITES dalam IUCN Red List of Threatened Animals. Di Indonesia, macan tutul Jawa juga diklasifikasikan sebagai hewan yang dilindungi berdasarkan peraturan No. 5 Tahun 1990 dan Undang Undang Pemerintah No 7 Tahun 1999. Macan tutul Jawa tersebar dari Jawa sampai kawasan paling timur di Jawa Barat. Kepadatan relatif macan tutul ini ada dalam kisaran 6,5 - 7,7 km2 per individu. Populasi macan tutul Jawa yang tinggal di hutan Jawa diperkirakan kurang dari 500 ekor, khususnya di wilayah konservasi yang sekarang tersisa hanya kurang dari 10% dari wilayah Pulau Jawa.


Gunung Gede Pangrango National Park and Gunung Halimun Salak National Park (collectively known as Gedepahala) are the two largest tracts of remaining rainforest on the island of Java. Situated in the backyard of five major cities including Jakarta, Indonesia’s bustling capital, the two mountainous national parks protect the freshwater supply for 30 million people. Using “Green Wall” and “Tree Adoption” as a concept, Gedepahala program aims to gather participation from various stakeholders to restore the ecosystem function of two National Parks by collaboration reforestation activities in critical areas. Currently, more than 500 ha critical areas has been reforested, and it is involved participation and support from local communities and private sectors. In terms of biodiversity, Gedepahala shelters a number of species that are found nowhere else in the world, such as the Javan Silvery Gibbon (Hylobates moloch), Javan hawk-eagle (Spizaetus bartelsi), and Javan leopards (Panthera pardus melas), all listed as Endangered or Critically Endangered by the International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List.

THE PROGRAM FOREST CONSERVATION/REFORESTATION

Through “Green Wall” and “Tree Adoption” program, Gedepahala program are now saving 500 hectares forest, with participation from local and multinational companies. Green Wall The program began on July 2008 with support from Daikin Industries. For a six-year period, the program aims to reforest approximately 300 hectares of extended land within the Gunung Gede Pangrango National Park. CI collaborates with local communities to plant the trees to create a “green wall” of vegetation to secure the forest borders. In the long run, the reforestation of degraded areas will preserve critical watershed areas and helps ensure a steady supply of clean water for farms and communities in the region. As part of the program, a picohydro turbine is installed to provide local communities with electricity. The community empowerment activities have also benefited the local economy. Tree Adoption The program started in 2008, inviting businesses and individuals to adopt trees in support of reforestation efforts within Gunung Gede Pangrango National Park and Gunung Halimun Salak National Park. Currently, more than 25 and business has participated in planting 80,000 trees in 200 hectares of degraded land within the national park. The funds required to adopt a tree is Rp 108,000 or Rp 43,200,000 for 400 trees per hectare land for three years maintenance. The funds cover seedlings purchase, maintenance, field staff and expert supervisor, community development, and education/ awareness campaign.


ENDANGERED SPECIES CONSERVATION

In 2003, the program is expanded its species conservation activities to two endangered species within Gedepahala area namely Javan Gibbon and Javan Leopard. To protect the Javan Gibbon, The Ministry of Forestry and the Javan Gibbon Foundation, supported by CI Indonesia, Gunung Gede Pangrango National Park, University of Indonesia and Silvery Gibbon Project established the Javan Gibbon Center (JGC). The center aims to to rehabilitate excaptive gibbons to their full physical and psychological health before being returned to the forest. For Javan Leopard conservation, CI monitoring the distribution and population of Javan Leopard, and also supports educational and awareness campaign on the endangered species.

EDUCATION: BODOGOL CONSERVATION EDUCATION CENTER

Conservation International (CI) Indonesia has worked in Gunung Gede Pangrango National Park and Gunung Halimun Salak National Park area since 1998, beginning with the establishment of Bodogol Conservation Education Center in Gunung Gede National Park. The program focuses on conservation educational activities with two main topics of forest and endangered species protection. Since its inception, the conservation education has been visited by more than 100,000 people. In addition to the center, CI Indonesia also provided mobile conservation education unit that regularly visits schools in the program area and teach educational classes.

Javan Gibbon is listed as Endangered species on the 2006 IUCN (International Union for Conservation of Nature) Red List of Threatened Species. It is estimated that 98% of the forest home of Javan Silvery Gibbons has been destroyed. The wildlife trade exacerbates the problem, in particular the demand for juvenile gibbons as pets. Several population surveys indicate that there are fewer than 4,000 individuals remaining in the wild.

For further information, please contact: Conservation International Indonesia Jl. Pejaten Barat No 16 A Kemang, Jakarta Selatan 12550 Phone: 021 – 788 38 626 Fax: 021 – 780 6723 Anton Ario Gedepahala Program Manager aario@conservation.org Aisyah Yustinawati Program Admin Assistant ayustinawati@conservation.org

Javan leopard is classified as Critically Endangered species and categorized under Appendix I CITES in IUCN Red List of Threatened Animals. In Indonesia, javan leopard is also classified as protected animals based on the regulation No. 5 issued in 1990 and Government law No. 7 issued in 1999. Javan leopard spread from Java to eastern parts of the West. Relative density of leopards in the know range from 6.5 to 7.7 km2 for every single individual. The estimated population of Javan leopard less than 500 individuals living in the forests of Java, especially in conservation areas which left only less than 10% of the area of the Java island.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.