test

Page 1


SALAM REDAKSI

SAJIAN UTAMA Muhammadiyah bukan Wahabiy? Apa argumentasinya?

MEMPERSEGAR PENAMPILAN SUARA MUHAMMADIYAH

KALAM Apa sesungguhnya kitab-kitab yang menjadi bacaan KHA Dahlan?

TANYA JAWAB AGAMA Kewajiban zakat profesi setelah dipotong pajak. Bagaimana caranya?

SHOHIFAH Sekarang ini terjadi ironi barat dan Islam. Contohnya?

Assalamu’alaikum wr. wb. Pembaca yang terhormat, mulai nomer awal tahun ini, penampilan majalah ini kami persegar. Salah satu cara adalah dengan mengurangi panjang majalah ini, agar kalau dipegang menjadi lebih mungil. Untuk ini, kami juga mulai memperpendek tulisan. Tulisan yang kami tampilkan akan menjadi semakin pendek, tapi padat dan kaya informasi. Tulisan panjang yang bertele-tele akan kami tinggalkan. Sebab pada zaman serba cepat ini para pembaca cenderung tidak punya waktu banyak untuk membaca. Dengan hadirnya tulisan ringkas bernas maka pembaca akan lebih mudah menikmati isinya. Selain itu kami juga akan mulai memperbanyak tulisan laporan yang menggambarkan dinamika Muhammadiyah di tingkat Pusat yang berdampak langsung kepada kepentingan Wilayah, Daerah, Cabang atau Ranting. Dengan demikian kita dapat mengetahui sejauhmana sesungguhnya Muhammadiyah telah berbuat banyak untuk pemberdayaan dan pembelaan terhadap kepentingan umat di tingkat bawah. Demikianlah, sampai jumpa edisi mendatang. Terima kasih. Wassalamu’alaikum wr. wb.

MENU 04 TAJUK RENCANA 07 SAJIAN UTAMA 12 BINGKAI 17 TANYA JAWAB AGAMA 20 KESEHATAN 21 TAFSIR AL-QUR’AN 23 HADITS 25 DIRASAH ISLAMIYAH 27 PEDOMAN 31 KHUTBAH 39 LAZIS 43 KALAM 44 HUMANIORA 46 SAKINAH 50 WAWASAN 56 SOHIFAH

REDAKSI

59 DINAMIKA PERSYARIKATAN

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

3


TAJUK RENCANA

MUHAMMADIYYAH LÂ WAHHABIYYAH

D

ulu, Muhammadiyah sering dijuluki “Wahhabiy” oleh golongan atau orang-orang yang tidak suka. Sebuah predikat yang kadang mengandung ejekan atau bersifat memojokkan, untuk menggambarkan organisasi Islam yang galak. Karena sudah terbiasa, tidak jarang julukan “Wahhabiy” itu menjadi terasa tidak lagi negatif. Bahkan lama kelamaan bagi sebagian kecil warga Persyarikatan, mungkin merasa Muhammadiyah itu “saudara kembar” Wahabiy atau malah menisbahkan seolah sama sebagai pengikut paham Muhammad bin Abdul Wahhab dari Arab Saudi itu. Kini, terdengar lagi ada suara mengaitkan Wahabiy dengan Muhammadiyah, meskipun samar-samar dan tidak langsung. Arahnya mengaitkan dengan pelaku bom bunuh diri atau tindakan teroris yang dikait-kaitkan ada sebagian di antaranya berlatarbelakang sosial keluarga Muhammadiyah. Ketika pelaku teror itu berlatarbelakang pesantren, dengan sigap dikatakan “bukan dari pesantren NU”, yang mengandung konotasi dari pesantren Islam yang lain. Suatu pengaitan yang ceroboh dan menyimpan maksud negatif untuk memojokkan kembali Muhammadiyah. Pelaku yang ingin mengaitkan Wahabiy dengan Muhammadiyah atau organisasi Islam modern dengan maksud negatif itu tentu berasal dari latarbelakang yang sama dengan yang dulu. Yakni pihak yang tidak suka dengan Muhammadiyah dan mungkin masih warisan lama. Baginya baik Wahabiy maupun Muhammadiyah itu mungkin dianggap ancaman untuk basis massanya di akar-rumput yang terbiasa memelihara tradisi yang berbau syirk, bid’ah, dan khurafat atau “TBC”. Jika basis umatnya pudar tentu posisi para elit dan organisasinya ikut tercerabut dari akar-rumput. Karenanya, tidak ada jalan lain kecuali menyodok kembali dengan menisbahkan atau mengaitkan keduanya dengan kasus negatif, yakni terorisme. Sikap lama yang suka menyebar pandangan negatif terhadap sesama organisasi Islam rupanya masih mewarnai sebagian elit organisasi Islam saat ini. Padahal dunia sudah berubah seratus delapan puluh derajat ketimbang masa lampau. Bahwa Wahabiy atau Wahabiyah itu masa lalu, yang sebenarnya jika ditelusuri secara objektif ada nilai positifnya selain kekurangannya. Demikian pula organisasi dan paham-paham lain di dunia Islam itu, termasuk di Indonesia, ada nilai plus sekaligus minus sesuai situasi dan tempat di mana gerakan-gerakan Islam itu hadir. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam tertua di Republik ini tentu dewasa dalam setiap menghadapi keragaman, termasuk yang menyudutkan dirinya. Muhammadiyah tidak perlu serius menyikapi setiap pandangan negatif, termasuk yang berusaha mengaitkannya dengan Wahabiy. Muhammadiyah sendiri yakin betul bahwa sebagai gerakan Islam yang membawa misi dakwah dan tajdid tidak terperangkap pada mazhab atau aliran tertentu, sehingga memiliki karakter atau jatidiri sendiri. Bahwa di sana sini terdapat kesamaan tertentu dengan gerakan atau pandangan Islam yang lain termasuk dari gerakan pembaruan Islam di dunia Muslim sebelum ini, tidaklah menjadi halangan bagi Muhammadiyah sejauh hal itu sejalan dengan prinsip dasar ajaran Islam. Sebagai gerakan tajdid atau pembaruan Muhammadiyah memiliki karakter pada pemurnian ajaran Islam, tetapi juga pada pengembangan atau dinamisasi, yang boleh jadi memiliki persentuhan atau kesamaan pada aspek-aspek tertentu dengan gerakan pembaruan lainnya. Namun Muhammadiyah memadukan kedua dimensi tajdid itu dalam gerakannya sehingga menampilkan Islam yang berkemajuan secara mendasar dan luas, yang menunjukkan keseimbangan. Muhammadiyah dengan menghargai setiap gerakan Islam yang lain, memiliki kepribadian sendiri sebagai gerakan Islam. Muhammadiyah bukan gerakan Islam yang lain, Muhammadiyah ya Muhammadiyah. Muhammadiyah juga bukan Wahabiy atau Wahabiyyah. Jadi, Muhammadiyah lâ Wahabiyyah.l HNs. PENASIHAT AHLI: H Din Syamsuddin, HM Amien Rais. PEMIMPIN UMUM: H Ahmad Syafii Maarif. WAKIL PEMIMPIN UMUM: HA Rosyad Sholeh. PEMIMPIN REDAKSI: H Haedar Nashir. WAKIL PEMIMPIN REDAKSI: HM Muchlas Abror. PEMIMPIN PERUSAHAAN: Didik Sujarwo. DEWAN REDAKSI: HA Munir Mulkhan, Sjafri Sairin, HM Sukriyanto AR, Yusuf A Hasan, Immawan Wahyudi, M Izzul Muslimin. REDAKSI PELAKSANA: Mustofa W Hasyim. STAF REDAKSI: Amru HM, Asep Purnama Bahtiar, Deni Al-Asy'ari, Ahmad Mu'arif. SEKRETARIS REDAKSI: Isngadi Marwah. TATA LETAK/ARTISTIK: Dwi Agus M., Amin Mubarok, Elly Djamila. PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN: Zuly Qodir. ARSIP & DOK: H Aulia Muhammad, A Nafian, EDITOR BAHASA: Imron Nasri, Ichwan Abror .

SM 01-2012 COVER: Amin Mubalrok

ALAMAT REDAKSI/TATAUSAHA: Jalan KH Ahmad Dahlan 43 Yogyakarta 55122 Telp. (0274) 376955 Fax. (0274)411306 SMS: 081904181912 E-mail: redaksism@gmail.com Web: www.suara-muhammadiyah.com Terbit 2 kali sebulan. Harga langganan/eceran 1 nomor Rp. 12.500,- +ongkos kirim untuk: - Sumatera dan Bali Rp.500,- Kalimantan dan Sulawesi Rp.1.500 ,- NTT, NTB, Maluku dan Indonesia Timur Rp.2.500,Berlangganan sekurang-kurangnya 3 bulan (6 nomor) bayar di muka. "SM" menerima sumbangan tulisan dari para pembaca. Panjang tulisan 3-7 hal A4, diketik dua spasi penulis harus mencantumkan alamat lengkap, no. telp., dan no. rekening. Semua naskah masuk menjadi milik Suara Muhammadiyah dan tidak akan dikembalikan.

WARTAWAN "SUARA MUHAMMADIYAH"

Melaksanakan Dakwah Islamiyah Amar Makruf Nahi Munkar. Dirintis KHA. Dahlan sejak tahun 1915 PENERBIT: Yayasan Badan Penerbit Pers "Suara Muhammadiyah" SIUPP: SK. Menpen RI No. 200/SK/Menpen/SIUPP/D.2/1986, tanggal 26 Juni 1986, Anggota SPS No. 1/1915/14/D/ 2002 // ISSN: 0215-7381

BANKERS: BNI Trikora Rek. No. 0030436020 BRI Katamso Rek. No. 0245.01.000264.30.7 BRI Cik Ditiro Rek. No. 0029.01.000537.30.6 Giro Pos Rek. No. 550 000200 1 Bank Niaga Syariah Rek. No. 520-01-00185-00-4 BPD Rek. No. 001.111.000798 BNI Syariah Rek. No. 009.2196765 Bank Muamalat Rek. No. 531.0000515 Shar-E Rek. 902 69924 99 an. Drs. H Mulyadi Dicetak: Cahaya Timur Offset Telp. (0274) 376730, 380372

TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA/MEMINTA APA PUN DARI NARASUMBER


SUARA PEMBACA

CERPEN RUBRIK TETAP Sebagai penulis cerpen yang berlangganan majalah ini lewat agen di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Tegal, saya terkejut dan gembira membaca Suara Muhammadiyah No 20/Tahun Ke 96 yang ada rubrik Humaniora memuat sebuah cerpen. Kegembiraan itu menyebabkan saya mengajukan hal-hal sebagai berikut: 1. Jadikan cerpen sebagai rubrik tetap

handal. 3. Agar anugerah yang diserahkan cukup ‘berbobot’, maka Suara Muhammadiyah perlu bekerja sama dengan instansi Pemerintah dan Dewan Kesenian. Penyerahan anugerah dilakukan di Kantor Suara Muhammadiyah pada ulang tahun kelahiran atau wafat alm Muhammad Diponegoro. 4. Dengan demikian maka Suara

pada Suara Muhammadiyah, syukur jika disertai ilustrasi yang bernilai seni. 2. Pada akhir kurun waktu tertentu dilakukan penilaian cerpen-cerpen yang termuat di Suara Muhammadiyah. Kepada penulis terbaik diberikan Anugerah Muhammad Diponegoro. Sebagaimana kita ketahui bahwa almarhum Muhammad Diponegoro adalah cerpenis dan Redaktur Suara Muhammadiyah yang

Muhammadiyah tidak hanya diperhatikan oleh warga Muhammadiyah saja, melainkan juga para pencita cerpen, khususnya serta peminat sastra pada umumnya. Dakwah kultural pun kita laksanakan tanpa banyak gembar-gembor. Semoga Anugerah Muhammad Diponegoro menjadi kenyataan. Terima kasih. SI Ratmana Jl. Rajawali I/13, Tegal, Jateng

BUDAYA PESAN PENDEK Tanpa kita sadari era komunikasi telah memberangus umat Islam. Era komunikasi mutakhir ditandai dengan lahirnya alat-alat komunikasi yang terjangkau segala strata masyarakat dengan munculnya HP dan Internet. Secara pelan dan pasti, kini umat Islam telah tararah dan tergiring untuk bersikap dan bertindak. 1. Melepaskan empatinya kepada yang kita ajak komunikasi. 2. Mengingatkan kewajiban menebarkan Islam. Tebaran salam ini dinyatakan dengan lisan maupun tertulis. Dalam ketikan HP sudah jarang yang menulis dengan ungkapan assalamu’alaikum wr. wb. 3. Berpikir dan bertindak apa perlunya. Seperti budaya menulis pesan pendek HP. Dari budaya apa perlunya ini muncul sikap yang mengiringi, antara lain lemahnya budaya menulis. 4. Barangkali ini sedikit temuan dari budaya SMS lewat HP. Barangkali ada ikhwan atau ukhti yang punya temuan dari budaya SMS mohon dipaparkan lewat Suara Muhammadiyah. Ini bagian dari watawashaubil haq watawashaubil sober. Nasrun minallahi wa fathun qorieb. Sujoko Kantor PCM Ampel, Kabupaten Boyolali.

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

5


SAJIAN UTAMA

BUKAN PENGANUT WAHABIY

D

alam garis besarnya, gagasan pembaruan dalam Islam (at-tajdid fi al-islam) berorientasi pada dua aspek: “pembaruan” (at-tajdid) dan “pemurnian” (attanzih). Pertama, gerakan Islam yang berorientasi pada “pembaruan” (tajdid) melahirkan pemikiran dan tradisi “modernis/moderat”—meminjam istilah Khaled Abou el-Fadl (2006) atau “liberal”— meminjam istilah Charles Kurzman (2001), yang dirintis oleh Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha pada pertengahan abad 19. Kedua, gerakan Islam yang berorientasi pada purifikasi (tanzih) melahirkan pemikiran dan tradisi “puritan-radikal”—meminjam istilah Khaled Abou el-Fadl (2006) atau “revivalis”—meminjam istilah Charles Kurzman (2001), yang dimotori oleh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab pada abad 18. Gerakan pemikiran Muhammad bin ‘Abdil Wahabiy merupakan matarantai gerakan ijtihad setelah generasi Ibnu Taimiyah. Gerakan Wahabiy lahir ketika para ulama masih berpegang teguh kepada prinsip bahwa jalan ijtihad sudah tertutup oleh otoritas mazhab fiqih yang empat (Syafii, Hanbali, Maliki, dan Hanafi). Padahal, kehidupan umat Islam semakin kompleks. Apalagi dihadapkan pada realitas politik Turki Usmani yang tidak stabil. Sementara daerah-daerah taklukkan tidak dapat menikmati iklim kebebasan di luar otoritas rezim ini. Tidak jarang, pandangan-pandangan fiqih mazhab tertentu menjadi identitas dan legitimasi untuk sebuah gerakan politik. Dinasti Turki Usmani, misalnya, hanya mengakui mazhab Syafii untuk menjaga stabilitas politik. Kelahiran gerakan Wahabiy yang menganut mazhab Hanbali dianggap sebagai makar yang akan menggulingkan legitimasi kekuasaan. Secara metodologis, manhaj hukum yang ditempuh kaum Wahhabi menggunakan manhaj salafiyah. Sebagaimana pandangan Ibnu Taimiyah,

6

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

Muhammad bin ‘Abdil Wahhab sangat menentang keras praktek dan budaya taklid. Apalagi praktek keagamaan sudah bercampur-aduk dengan adat. Sebab, pertemuan antar berbagai suku bangsa dengan latar belakang budaya yang berbeda merupakan dampak dari ekspansi kekuasaan Turki Usmani. Menurut kaum Wahabiy, paham Islam murni hanya dapat diperoleh lewat jalan ijtihad dengan mengacu pada dua sumber hukum Islam, AlQur’an dan Hadits Nabi. Dengan cara ini, slogan masyhur di kalangan kaum puritan adalah “kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits” (ar-ruju’ ila alQur’an wa al-Hadits). Sebagai gerakan Salaf, pemikiran Muhammad bin ‘Abdil Wahhab memberikan penghormatan yang lebih kepada pemikiran para ulama terdahulu yang dianggap shahih (Salafus Shalih). Lantas bagaimana dengan Muhammadiyah. Muhammadiyah jelas bukan penganut Wahabiy. Bahkan Muhammadiyah bukan penganut Ahmad Dahlaniyah, atau penganut paham yang dianut KHA Dahlan. Muhammadiyah adalah penganut Nabi Muhammad yang menerjemahkan Islam berdasar Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan mempertimbangkan kearifan, keperluan, dan kemajuan zaman dan umat manusia. Muhammadiyah memilih menjadi bagian dari ummatan wasathan agar mampu tampil sebagai syuhada ‘alan nas berpilar pada prestasi dan supremasi sosial, keilmuan, ekonomi, budaya dan kemanusiaan berbasis nilai Islam di tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Dengan demikian, jalan yang ditempuh oleh Muhammadiyah adalah jalan lurus Islam yang moderat. Dengan demikian, kalau ada pihak yang mencoba menghubungkan bahkan mengimpitkan Muhammadiyah dengan Wahabiy jelas merupakan salah besar.l Bahan rif dan tof. Tulisan: tof


SAJIAN UTAMA

WAHABIY KENAPA DIHUJAT? Kemunculan beberapa bentuk aksi radikal di Tanah Air seperti bom bunuh diri dan bentuk kekerasan lain yang dilakukan oleh sekelompok orang atas nama agama, sering dikaitkan dengan adanya pengaruh paham Wahabiy di Indonesia. Pandangan ini banyak diungkap oleh beberapa petinggi negeri ini termasuk salah satunya dari pimpinan ormas Islam, KH Said Agil Siradj.

I

rjen Pol (Purn) Arsyad Mbay, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris, dalam beberapa kesempatan termasuk ketika ditemui oleh Suara Muhammadiyah, pernah menyebutkan jika akar kekerasan di Tanah Air, karena adanya akibat masuknya paham Wahabiyyah pada masyarakat. “Memang menurut para ulama kita pemahaman-pemahaman radikal ini datang dari aliran Wahabiyy dan salafi atau salafi jihadis, dan ada lagi dari golongan Ikhwanul Muslimin”, katanya pada sebuah kesempatan di Hotel Grand Cempaka, Jakarta. Pandangan yang sama juga pernah diungkapkan oleh mantan kepala BIN, AM Hendro Priyono, dalam sebuah wawancara yang pernah dilakukan oleh salah satu TV nasional swasta ia bersimpulan bahwa kaum ekstremis Islam yg terlibat teroris mancanegara berasal dari dua aliran dalam agama Islam, yaitu Wahabiy dan Ikhwanul Muslimin. Nada yang sama juga diungkapkan oleh Said Agil Siradj, Ketua Umum PBNU ini dalam salah satu media cetak nasional pernah mengingatkan agar masyarakat

waspada dengan gerakan Wahabiy. Menurutnya gerakan Wahabiy ini salah satu embrio radikalisme. “ Wahabiy atau salafi itu gerakan radikal, satu grade lagi itu mereka menjadi teroris,” kata Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj . Bahkan Said juga mengajak untuk memerangi gerakan Wahabiy di Tanah Air. Pandangan Said ini tentu saja sangat ironis, menimbang kelahiran NU pun, menurut Prof Thohir Luth, Guru Besar Universitas Brawijaya, tidak lepas dari peran Wahabiy saat itu. “ dalam sejarah Islam disebutkan bahwa salah satu latar belakang berdirinya NU pada tanggal 31 Januari 1926 adalah persoalan Komite Hijaz yang berpaham Wahabiy”, katanya dalam sebuah seminat nasional yang diselenggarakan oleh Suara Muhammadiyah dan Universitas Ahmad Dahlan beberapa hari yang lalu di Yogyakarta (10/11). Wahabiy Dihujat, Kenapa ? Gerakan Wahabiy dalam ensiklopedi Islam Indonesia disebutkan, sebagai sebuah ajaran yang ingin mengembalikan Islam sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad saw, setelah mengalami

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

7


SAJIAN UTAMA penyimpangan-penyimpangan yang membahayakan, terutama terhadap tauhid atau Ke Esaan Allah seperti pengkultusan terhadap para wali dan Syekh-Syekh Tarekat, penyembahhan pohon-pohon keramat dan sajian dimakam para wali dan syekh-syekh tersebut. Sehingga ajaran yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahhab ini melakukan pemurnian terhadap akidah Islam yang menyimpang tersebut atau dalam istilah lain disebut sebagai alharakah al-tandhifiyah al-islamiyyah. DR Haedar Nashir, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menyebutkan bahwa pemurnian Islam atau pemurnian akidah yang diusung oleh gerakan Wahabiy ini, merujuk pada akidah “al-salaf al shalih” sebagaimana dipelopori oleh Hanbali dan Ibn Taimiyyah. Hanya saja, menurut Haedar, di tangan Muhammad bin Abdul Wahhab, gerakan pemurnian itu dibumikan secara lebih kongkret dan lebih massif. “Ajaran pemurnian ini ketika berada pada Abdul Wahab diaktualisasikan secara lebih praktis dan nyata dalam bentuk pemberantasan “Paganisme”, atau praktik keagamaan yang cenderung syirik, bid’ah, takhayul dan khurafat (TBC)”, katanya dalam keynote Speak pada sebuah acara seminar nasional yang diselenggarakan oleh Suara Muhammadiyah dan UAD. Lebih lanjut, sosiolog Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini menilai, bahwa pelaksanaan ajaran pemurnian Islam yang dilakukan secara ketat oleh Wahhab adalah sesuatu yang wajar, sebab menurutnya, Wahhab bukanlah seorang pemikir sebagaimana Ibnu Taimiyah atau Hanbali. Banyak ajaran-ajaran yang menyimpang ditentang oleh Wahhab untuk dikembalikan pada ajaran yang sesuai dengan tuntutan. Di antaranya melakukan perlawanan terhadap kepercayaan terhadap paganisme, kemudian menentang pemujaan terhadap kuburan, bahkan kegiatan melukis atau membuat gambar manusia juga dipandang sebagai sesuatu yang bertentangan dengan Akidah Islam. Gerakan Wahabiy menutut Haedar juga menolak keras sinkretisme kaum sufis 8

dan tradisional yang membawa praktik agama bersifat syirik atau politeistik, seraya menggelorakan gerakan mengakkan tauhid atau monoteisme yang membawa semangat transendensi Tuhan. Bagi pengikut Wahabiyah, gerakan pemurnian Islam ini merupakan jalan lurus yang diyakini sebagai wujud menegakkan tauhid yang murni dan membersihkan dari praktik-praktik syirik, bid’ah yang menodai.

“Ajaran pemurnian ini ketika berada pada Abdul Wahhab diaktualisasikan secara lebih praktis dan nyata dalam bentuk pemberantasan “Paganisme”, atau praktik keagamaan yang cenderung syirik, bid’ah, takhayul dan khurafat (TBC)” Secara normatif, dan jikalau diteliti secara jujur, menurut Prof Tohir Luth, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, dengan melihat ajaran Wahabiy tersebut, tidak ada yang salah. Sehingga umat Islam di mana pun berada berhak mengikuti jejak-jejak tersebut dan melanjutkan perjuangannya. “ Saya pikir tidak ada yang salah dari ajaran Wahabiy ini. Karena yang dilakukan oleh ajarannya adalah melalukan permunian akidah dari penyimpangan yang bisa masuk dalam kategori syirik. Sekali lagi ajaran ini tidak salah dan sesuai dengan ajaran AlQur’an,” ungkapnya. Haedar pun, memiliki kesimpulan yang sama. Menurutnya pemurnian Islam atau pemurnian akidah, sebenarnya tidak masalah dan bahkan dipandang wujud ideal dari semangat keagamaan umat Islam untuk kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah. “Masalah sekarang ini tergantung bagaimana penafsiran tentang paham dan praktik akidah Islam yang murni yang dikontruksikan oleh setiap orang atau kelompok, serta bagaimana

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

implementasinya dalam setiap kehidupan dalam kurun waktu dan tempat,” tambahnya. Bagi Muhammadiyah misalnya, makna pemurnian diikuti dengan dimensi “dinamisasi” atau pembaruan dalam arti luas, sehingga, permurnian didukung oleh gerakan pembaruan/pengembangan. Lantas kenapa Wahabiy, dihujat, disudutkan, di tuduh dengan berbagai macam label, seperti gerakan radikal, teroris, anarkhis dan sebagainya? Thohir Luth menilai, sikap yang kurang elok tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor, pertama, mereka ingin mencari muka dan sebagai penjilat untuk mendapatkan sesuatu, kedua, mereka ingin menciptakan sejarah baru, bahwa merekalah (yang menantang pemurnian) sebagai pejuang sejati membela kepentingan Islam. Ketiga, mereka tidak mau kehilangan logistik dari para pengikutnya, sehingga menghalalkan segala cara, merusak kekuatan lain yang sejalan dengan muwahhidun. Jadi Mengkontruksikan Wahabiy dengan berbagai label yang negatif, tidak lain ada kepentingan yang bersifat politik dan ekonomis untuk menyudutkan dan meminggirkan gerakan Islam lainnya yang memiliki kesamaan dalam hal gerakan pemurnian Islam. Seperti Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis dan lain sebagainya. Padahal ormasormas Islam yang disebutkan ini, jauh lebih berkembang dari apa yang diajarkan melalui gerakan pemurnian Abdul Wahhab. Yaitu adanya gerakan dinamisasi atau pembaruan dalam ajaran Islam, sehingga Islam mampu beradaptasi dan menyesuaikan dengan perubahan zaman. Namun yang terpenting dalam konteks ini sebagaimana diungkapkan oleh Haedar, jangan sampai melakukan absolutisme paham dan gerakan Islam. Sebab setiap gerakan Islam memiliki kelebihan dan kekurangan masingmasing. Seiring dengan hal tersebut, masing-masing gerakan Islam untuk senantiasa melakukan kritik ke dalam, dalam rangka saling mengembangkan Islam untuk menjawab berbagai kebutuhan umat, dan bukan sebaliknya, untuk menghancurkan kelompok lain demi sesuatu oleh kelompok tertentu.l d


SAJIAN UTAMA

MENYODOK MUHAMMADIYAH

Akhir-akhir ini nama gerakan Wahabiy kembali marak diperbincangkan masyarakat. Menjadi tema berbagai buku, dijadikan bahan artikel di media massa, bahkan juga dijadikan bahasan dalam pengajian, tabligh akbar maupun istghasah di berbagai daerah di seluruh penjuru Tanah Air.

M

ayoritas nada pembicaraan adalah mengkritisi bahkan cenderung menghujat dan memfitnah. Pembicaraan ter sebut ada yang berhenti di penghujatan Wahabiy dan salafi namun ada juga yang melanjutkanya pada gerakan ormas tertentu di Indonesia yang dianggapnya terkait dengan gerakan Wahabiy. Di Indonesia, penamaan Muwahidun dengan Wahabiy ini dikritik oleh sebagian ahli bahasa Arab, karena seharusnya bukan Wahabiy tapi Muhammadi karena dipelopori oleh Muhammad ibn Abdul Wahhab. Tapi penamaan seperti model ini juga banyak terjadi, misalnya pada madzab Hanbali yang dinisbatkan pada Muhammad ibn Hanbal.

Menurut catatan Pahlawan Nasional Buya Hamka, penghujatan terhadap gerakan Wahabiy di Tanah Air ini dimulai sejak era penjajahan Belanda dan digerakan oleh Pemerintah Kolonial. Gerakan anti Wahabiy saat itu didasari pada satu kepentingan politik kolonial yaitu melanggengkan kekuasaan penjajah barat terhadap daerah-daerah Muslim. Di daerah mana pun di dunia Muslim yang bersentuhan dengan paham gerakan Wahabiy selalu mengobarkan perlawanan terhadap penjajah. Orang-orang Islam dari berbagai negara jajahan yang bersentuhan paham dengan gerakan Wahabiy pasti akan menjadi inisiator gerakan melawan kekuasaan penjajah di negerinya. Dengan mengutip Buku Nalar-Nalar Indonesia, dalam seminar Mengupas Tuntas Gerakan Wahabiy yang diselenggarakan Suara Muhammadiyah dan Univesitas Ahmad Dahlan 15 Muharram 1433 yang lalu Ketua PWM Jatim, Prof DR Thohir Luth juga menyebutkan kalau penjajah Belanda di Indonesia menganggap paham gerakan Wahabiy ini sebagai sesuatu yang berbahaya. Menurut penjajah Belanda, jika paham dan ideologi gerakan pembaruan ini menjangkiti pola pikir masyarakat Indonesia, maka akan menciptakan bom waktu yang super dahsyat yang berupa sebuah revolusi sosial di tingkat grassroots. Oleh karena itu, Penjajah Belanda dengan sengaja mengundang opini publik untuk menjadikan Wahabiy sebagai musuh bersama. Melalui logika politik devide et impera mereka bertekad memecah belah dan menghancurkan persatuan bangsa dan selalu mengupayakan usaha untuk menghalangi terjadinya persatuan apalagi kekompakan umat Islam. Logika politik devide et impera atau politik pecah belah ini pada dasarnya dapat dikatakan menjadi platform utama kaum imperialis (bangsa penjajah) pada masa dahulu, masa sekarang, maupun masa yang akan datang. Saat ini, sejarah itu kembali berulang dengan menjadikan hantu terorisme yang dilakukan oleh umat Islam kaum imperialis telah menyerang dan menyudutkan kembali gerakan Wahabiy sebagai pesakitan zaman. Dengan meminjam, menyewa, dan berkolaborasi dengan kelompok Islam lain, mereka terus menghujat gerakan Wahabiy yang memang telah mempunyai sejarah panjang yang penuh warna. Yang apabila dibaca secara sepenggal-sepenggal, apalagi dipilih-pilih maka kita akan dapat melihatnya sesuai dengan selera kita. Hitam atau putih, damai SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

9


SAJIAN UTAMA atau berdarah-darah. Sama halnya dengan berbagai paham maupun aliran Islam yang lain semisal syi’ah, mu’tazilah, khawarij, maupun ahlus-sunah yang di samping pernah mencatat kegemilangan sejarah kemanusiaan juga pernah melakukan kejahatan kemanusiaan pada kelompok yang lain. Sebagai gerakan pembaruan yang berkembang cukup lama, gerakan Wahabiy (muwahidun) memang tidak selamanya mencatat sejarah yang baik. Apalagi gerakan ini di sebuah negara (kerajaan) telah dijadikan sebagai mazhab resmi Pemerintah yang berarti berkolaborasi dengan kepentingan politik penguasa setempat. Di sini standar penilaian baik dan buruk menjadi jauh lebih kompleks dan rumit. Sebagai ilustrasi, Presiden Soeharto yang merupakan bibit Muhammadiyah maupun Presiden Soekarno yang merupakan penerima satu-satunya bintang Muhammadiyah sebagai anggota setia, dapat dikatakan sebagai sebaik-baiknya penguasa RI. Namun dapat pula dikatakan sejahat-jahatnya penguasa, tergantung dari sudut pandang apa untuk melihat dan penggal sejarah yang mana untuk menilainya. Demikin pula halnya dengan Gerakan Wahabiy, di samping berjuang mengembalikan Islam yang murni, gerakan Wahabi juga dikritik oleh umat Islam yang lain. Ketua PWM Jawa Barat, Ustadz Ayat Dimyati, di forum seminar itu, mengemukakan beberapa tindakan gerakan Wahabiy yang mengundang kritik, di antaranya adalah: penghancuran situs, artefak produk sejarah awal umat Islam. Alasan penghancuran karena dijadikan berhala oleh sebagian umat Islam. Pada tahun 1801-1802, saat Abd Aziz Ibn Muhammad Ibn Saud merebut kota-kota Karbala dan Najf di Irak dia membantai orang penduduk Muslim yang berpandangan lain serta menghancurkan makan Husen Ibn Ali; Th.1803, di Makkah dan Medinah mereka menghancurkan monumen sejarah, situs muslim, makam Fatimah, bahkan makam Nabi saw juga akan dibongkar; sedangkan pada tahun 1998, membuldoser makam Aminah Binti Wahb, ibunda Nabi saw. Aksi atas nama dakwah Islam yang seperti inilah yang yang menjadikan sebagian kaum Muslimin dunia marah. Serangan-serangan terhadap “kejahatan Wahabiy” akhirakhir ini adalah sering dikaitkan dengan terorisme. Konyolnya, kemudian juga dikaitkan dengan praktik-praktik keagamaan khas Muhammadiyah. Misalnya setelah mengulas sejarah berdarah-darahnya gerakan Wahabiy, dikaitkan dengan terorisme, dikaitkan dengan toleransi, kemudian juga disebutkan ciri-ciri gerakan Wahabiy adalah tidak menghormati kuburan orang yang pantas dimuliakan, tidak menghormati hari-hari kematian orang mulia, melarang tawassul, tidak melakukan kenduri dan lain sebagainya yang semuanya itu merupakan amalan agama khas Muhammadiyah. Apa yang terjadi sekarang ini menurut Ketua PP Muhammadiyah Prof Yunahar di forum yang sama dikatakan sebagai permainan bilyard. Yang dibidik dan dijadikan sasaran tembak secara terang-terangan adalah gerakan Wahabiy tetapi dikenai Muhammadiyah. Menurut Sekretaris PWM Jateng, KH Tafsir, 10

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

antara gerakan Wahabiy dan Muhammadiyah memang ada banyak kesamaannya. Di antara persamaan itu adalah samasama mengusung ide purifikasi (pemurnian ajaran Islam). Ide purifikasi dan doktrin amar ma’ruf nahi munkar adalah merupakan bagian populer dari ajaran Syekh Muhammad bin Abdul Wahab ini adalah juga bagian dari branding Muhammadiyah. Di samping itu, slogan kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah yang sedemikian akrab dengan Muhammadiyah adalah juga merupakan hal yang selalu dikampanyekan kaum Wahabiy. Namun, sebenarnya ada juga banyak perbedaan antara ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab dengan paham agama Muhammadiyah. Muhammadiyah tidak melarang peringatan Maulid Nabi, tidak melarang ajaran kalam Asy’ariyah, tidak melarang mengkaji sifat Allah. Muhammadiyah juga tidak melarang melagukan adzan maupun melagukan Al-Qur’an, tidak melarang ziarah kubur, tidak melarang orang makan sirih dan lain-lainya lagi masih banyak. Dalam seminar tersebut KH Tafsir juga menyebutkan kalau tiga langkah pembaruan dengan cara mengembalikan kepada ajaran yang otentik (murni) dalam hal ini Al-Qur’an dan AsSunnah, membuka pintu ijtihad, serta menolak taqlid adalah hal yang sangat tepat untuk dijadikan ide dasar gerakan Islam. Namun, KH Tafsir juga mengingatkan kalau sesuatu yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah begitu cepat divonis bid’ah, itu sama saja dengan menutup pintu ijtihad. Artinya keinginan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah ditutup kembali oleh semangat kembali yang sempit. Kalau itu terjadi maka hasilnya, bukan gerakan Islam yang berkemajuan seperti yang dicita-citakan Muhammadiyah, tetapi gerakan Islam yang sempit, radikal, dan kering kreativitas budaya. Gerakan seperti ini sekarang juga marak di Indonesia. Dalam forum seminar tersebut, peneliti Muhammadiyah, Prof DR Jainuri juga mengajak untuk melihat gerakan Wahabiy pada tempat yang semestinya. Wahabiy menjadi mengeras seperti itu karena memang keadaan Islam pada masa itu di Jazirah Arab memang sudah sangat jauh menyimpang. Kalau sekarang Wahabiy dikaitan dengan teriorisme itu sangat jauh menyimpang. Menurut Prof DR Jainuri, Wahabiy adalah murni sebagai gerakan keagamaan, sedangkan terorisme lebih sarat dengan muatan politik, sosial, dan budaya. Apalagi kalau kita lihat, musuh utama terorisme yang digerakkan kelompok Muslim tertentu itu saat ini adalah Amerika Serikat dan Negara-Negara Barat yang lain. Saat ini Saudi Arabia adalah satu-satunya negara yang menyatakan kalau ajaran Wahabiy adalah ajaran resmi negara, padahal saat ini sekutu dekat bagi Saudi Arabia adalah Amerika Serikat, bukan Palestina apalagi Iran. Oleh karena itu sungguh tidak tepat kalau ada yang mengaitkan ajaran Wahabiy dengan gerakan pemberantasan teror yang sekarang marak, apalagi kalau kemudian juga dikaitkan pula dengan Muhammadiyah. Itu adalah sodokan yang ngawur yang hanya dipenuhi dengan kepentingan politik kekuasaan semata.l isma


SAJIAN UTAMA Muhammadiyah Gunakan Soft Strategy Prof DR Agus Suradika, Ketua PWM DKI uhammadiyah jelas berbeda dengan Wahabi, hal tersebut hendaknya disampaikan melalui pendekatanpendekatan yang bisa diterima oleh masyarakat secara luas, sehingga jika dipelajari secara mendalam akan terlihat jelas perbedaan antara Muhammadiyah dengan Wahabiy. Muhammadiyah lebih kepada mencari titik equilibrium yaitu penyeimbangan antara berbagai pemikiran maupun gerakan-gerakan yang dimaknai secara krusial oleh masyarakat luas. Bahwa tugas dakwah Muhammadiyah adalah dakwah yang mencerahkan, kepada siapa saja, misalnya yang menutup diri kepada Muhammadiyah harus diberikan pencerahan tidak boleh emosional, tidak boleh marah, tetapi karena ketidaktahuan orang menuduh seperti itu. Bahwa di dalam organisasi Muhammadiyah itu kemungkinan ada anggota yang memiliki pemikiran seperti Wahabiy, itu di level pemikiran saja, tetapi keputusan-keputusan Muhammadiyah itu dalam hal peribadatan, politik, sosial, kemasyarakatan itu jauh dari Wahabiy. Muhammadiyah berdakwah dengan soft strategi, tidak menyalah-nyalahkan orang lain, dakwah yang mencerdaskan, berkemajuan, tidak berdasar pada kekuasaan. Muhammadiyah bekerja dengan prinsip membantu masyarakat tidak sekedar memberi visi tanpa pernah melakukan sesuatu yang kemudian bermanfaat bagi masyarakat luas. Muhammadiyah mempunyai semangat bekerja, semangat berkarya, semangat menciptakan berbagai aktivitas sosial, keagamaan, pendidikan serta kesehatan yang betul-betul dirasakan oleh masyarakat. Oleh karena itu kemudian Muhammadiyah bisa hidup di masyarakat. Muhammadiyah bukan aliran keras yang kemudian seolah-olah melihat bahwa dalam agama itu harus dengan sesuatu yang bermakna pada usaha mengatakan kita yang terbaik / terbenar dan yang lain itu salah. Muhammadiyah ada di posisi komunitas yang berusaha menyuarakan kebenaran, tetapi dalam segi agama kita juga menyadari bahwa ada orang lain yang juga merasa benar. Untuk itu perlu berdiskusi, berdialog, mengadakan berbagai

M

aktivitas silahturrahim memberi jatidiri bahwa apa yang diputuskan merupakan keputusan yang terbaik dan dilaksanakan dengan kesepakatan semua anggota Persyarikatan Muhammadiyah.l irm

Dakwah Muhammadiyah itu Menggembirakan Dr Agus Taufikurrahman, Ketua PWM DIY uhammadiyah hadir di Indonesia, khususnya di Yogyakarta dengan semangat dari rujukan Al-Qur’an dan Sunnah, ditambah gerakan “amar ma’ruf nahi munkar”. Gerakan Muhammadiyah selama ini dijalankan dengan gerakan-gerakan yang porsi dakwahnya menggembirakan. Menurut Agus Taufikurraman selaku ketua PWM DIY, Muhammadiyah dan Wahabiy tidak bisa disamakan. Di dunia ini banyak sekali gerakan-gerakan yang merujuk pada Al-Qur’an dan Sunnah, namun tentu saja semua gerakan itu tidak persis sama bentuk, sama bangun karena memang berbeda. Jadi saya tidak setuju jika Muhammadiyah itu dikatakan Wahabiy. Muhammadiyah juga bergerak dibidang dakwah keagamaanya lewat gerakan pendidikan, gerakan sosial keagamaan, tentunya hal ini sudah cukup membedakan antara Muhammadiyah dengan Wahabiy. Tidak benar jika setiap gerakan yang merujuk pada AlQur’an dan Sunnah, yang ingin menegakkan tauhid, memurnikan tauhid, ingin kembali beribadah sesuai dengan tuntunan Rasullullah dikaitkan dengan Wahabiy, khususnya Muhammadiyah. Pertama, dalam sisi sosiologi dan keadaan sosialnya berbeda. Kedua, Muhammadiyah berprinsip mengikuti Rasullullah bukan mengikuti ulama atau yang lain. Otomatis merujuk pada AlQur’an dan sunnah dan semangat Muhammadiyah adalah ingin kembali seperti apa yang diajarkan Rasulullah. Semisal kita mengikuti Muhammad bin Abdul Wahhab atau yang lain, berarti gerakan kita akan mengkaitkan seluruh pemahaman Islamnya dengan orang yang disebut tadi. Sementara Muhammadiyah bersandarnya pada bagaimana Rasulullah menjelaskan Islam. Dakwah Muhammadiyah adalah dakwah yang santun, karena Rasulullah juga mengajarkan untuk mendakwahkan Islam dengan kasih sayang.l nis

M

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

11


BINGKAI

ANATOMI GERAKAN WAHABIYAH DR H HAEDAR NASHIR, MSI

Wahabi (Wahhaby) sebutan bagi orang yang mengikuti paham Muhammad bin Abdul Wahhab, sedangkan pahamnya disebut Wahabiyah (Wahhabiyyah) atau Wahabisme. Sebutan Wahabi atau Wahabiyah lebih merupakan konstruksi atau gambaran yang diberikan terhadap orang atau kelompok yang dianggap mengikuti paham Muhammad bin Abdul Wahhab itu, kadang dengan julukan yang negatif. Muhammadiyah misalnya oleh mereka yang tidak suka sering dikaitkan dengan Wahhabi, baik dulu maupun saat ini.

P

ara pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri lebih memilih sebutan “Al-Muwahhidun”, artinya orang-orang mengikuti Tauhid (Keyakinan kepada Allah Yang Maha Esa) yang menjadi landasan dan orientasi utama ajaran Islam. Kelompok ini juga lebih suka disebut “As-Salafiyyin”, “Ahl Tauhid”, “Ahl Sunnah”, “Al-Hanabilah”, “An-Najdiyyun”, serta predikat lain yang menurut mereka dikesankan sebagai predikat syar’i yang baik (Anshary, 2006). Pendek kata, menurut Nashir bin Abdul Karim Al-Aqli, pengikut Wahhabiyah ini lebih suka dan mengidentifikasikan dirinya dalam predikat Islamiyyah La Wahhabiyyah, pengikut ajaran Islam dan bukan Wahabiyah. Tauhid memang menjadi sentral pemikiran dan gerakan Wahhab, sebagaimana tulisan utamanya Kitab At-Tauhid. Tulisan Abdul Wahhab yang lain di antaranya Risalah Kasyf Asy-Syubhat, Tafsir Al-Fatihah, Ushul Al-Iman, Tafsir Syahadatain Lailahaillallah, Ma’rifat Al-‘Abdi Rabbahu Wa Dinahu Wa Nabiyahu, Al-Masail Al-Lati Khalafa Fiha Rasulullah SAW Ahlal Jahiliyyah, Fadhl Al-Islam, Nasihat Al-Muslimin, Ma’na Al-Kalimah At-Thayyibah, Al-Amr Bi Al-Maruf Wa Nahyu ‘An Al-Munkar. Wahhab berkomitmen kuat untuk menegakkan tauhid yang diyakini dan dipahaminya sebagai murni sebagaimana aqidah “As-Salaf As-Shalih”, sekaligus memberantas praktik syirk dan bid’ah di kalangan umat Islam di Jazirah Arab kala itu yang dipandang bertentangan dengan ajaran tauhid. Sebutan “Wahhabi” bagi pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab dan “Wahabisme” atau “Wahhabiyah” untuk gerakannya, jauh lebih populer dari gerakan Islam ini, yang sering disamakan dengan gerakan Salafiyah atau Fundamentalisme Islam yang militan di abad modern (Obert, 12

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

1997). Wahabiyah secara khusus dilekatkan dengan dan mengatasnamakan gerakan Salaf, yakni orientasi keagamaan yang ingin kembali ke masa Nabi dan tiga generasi sesudahnya, yang dipandang mempraktikkan Islam yang murni. Gerakan ini memiliki pengaruh yang luas untuk memurnikan tauhid umat Islam, menghilangkan segala perbuatan bid’ah, serta menghancurkan paham-paham yang banyak dianut oleh kaum Muslimin (Al-Hafni, 1999). Sosok Abdul Wahhab Wahabiyah dinisbahkan pada Muhammad bin Abdul Wahhab, sosok yang sarat kontroversial dalam sejarah pergerakan Islam. Maka sosok ini penting untuk diketahui karakter sikap dan tindakannya dalam latar kehidupannya di tempat kelahirannya, Najd, Saudi Arabia. Faktor pribadi dengan pengalaman hidup yang dialaminya sering berpengaruh terhadap watak sebuah gerakan. Secara sekilas, Muhammad bin Abdul Wahhab lahir tahun 1115 H (1703 M) dan wafat tahun 1206 H (1792 M) dalam usia 91 tahun. Lahir dan besar di Najd (Semenanjung/Saudi Arabia), sebuah pedesaan gurun pasir kering yang diwarnai corak budaya Badwi (‘Araby). Najd dikelilingi oleh daerah Hijaz di sebelah barat, Dahna di timur, Raba’ Al-Khali di selatan, dan Nufuzd Al-Kubra di sebelah utara. Sejak zaman jahiliyah Najd dihuni oleh banyak kabilah besar Arab pedesaan. Di antara subdaerah penting Najd ialah Yamamah sebagai jantung daerah ini, yang meliputi desa Dar’iyah, Uyainah, Riyadh, dan Huraimala’. Wahhab memiliki sikap keras dan puritan sebagaimana pada umumnya anak-anak di Najd kala itu, yang berbalut budaya Badwi pedesaan. Wahhab kecil sempat dikirim ke Madinah


BINGKAI

untuk menimba ilmu, dari sini pengaruh mazhab Hanbali dan idealisasi tentang kehidupan Salaf Al-Shalih terbentuk dan ikut menempa karakter Wahhab menjadi sangat puritan dalam beragama. Di daerah kelahirannya anak muda ini gelisah karena banyak praktik syirk dan bid’ah dalam beragama, yang membuatnya tidak sabar. Sewaktu ayahnya masih hidup, sang anak masih bersikap sabar sebagaimana dianjurkan ayahnya. Setelah ayahnya wafat, Wahhab mulai mandiri dan kehilangan kesabarannya untuk “beramar ma’ruf dan nahyu munkar”. Di tempat kelahirannya saat ini memang praktik pemujaan terhadap kuburan dan ajaran sufi memang meluas, yang menimbulkan persoalan dalam konteks ajaran tauhid yang diyakini Wahhab. Najd kala itu secara politik kebetulan berada dalam wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah pada masa Muawiyah dan Yazid bin Muawiyah, setelah itu di bawah kekhalifahan Abbasiyah dan Turki Usmani. Daerah ini sebagaimana jazirah Arabia yang luas kala itu tentu selalu menjadi rebutan kekuasan-kekuasaan Islam pasca Kekhalifahan Utama (Khulafa Ar-Rasyidun). Dengan berbagai praktik penyimpangan politik dan keagamaan, disertai konflik antargolongan dan mazhab yang mempengaruhinya, kehadiran berbagai Dinasti Kekhalifahan ini membekas dalam alam pikiran Wahhab. Di belakang hari, menurut sebagian kalangan, latarbelakan politik dan keagamaan yang dipandang menggelisahkan Wahhab inilah, yang membuat sosok ini bersama Muhammad bin Sa’ud kemudian menolak “Sistem Kekhalifahan”, dan lebih memilih “Sistem Kerajaan” dalam wujud “Kerajaan Saudi Arabiyah”, yang sebenarnya bersifat dinsati juga. Wahhab belia setelah dari Madinah sempat bermukim di Basrah, kota metropolitan yang sangat ternama di Irak (teluk Persia) kala itu. Di Basrah inilah, anak desa ini mengalami “kejutan budaya”. Di kota besar ini dia menyaksikan kehidupan keagamaan yang plural dan riuh rendah dalam banyak perde-

batan, banyak mazhab pemikiran, dan kehidupan masyarakat kota yang gemerlap. Wahhab memandangnya kehidupan Basrah itu, baik dalam hal keagamaan maupun budaya, sebagai “tumor yang membuat Islam lemah”. Karenanya dia kembali ke kampung halamannya di desa Najd itu dengan semangat membara untuk memberitakan “kebangkitan agama melalui pemulihan Islam ke bentuk aslinya”. Tauhid ditegakkan, syirik dan bid’ah dilenyapkan. Setiap orang harus mematuhi hukum yang ditetapkan Kitab Suci dan hidup persis seperti kaum awal generasi Salaf masa Nabi dan tiga generasi sesudahnya. Siapa saja “yang menghalangi pemulihan umat yang suci dan asli ini harus dibinasakan” (Anshary, 2006). Setelah lari ke Ad-Dar’iyyah dan berkoalisi dengan Pangeran Su’ud, sejak itu gerakan pemurnian Islam ala Wahhab bersenyawa dengan gerakan politik yang sama kerasnya dari Su’ud, yang di belakang hari melahirkan aliansi kekuasaan Wahhabiyah-Su’udiyah dan membentuk Kerajaan Saudi Arabia hingga langgeng sampai sekarang. Tahun 1766 Pangeran Su’ud dibunuh dalam pergolakan politik di jazirah ini melawan kekuasaan Bahrain dan Turki Usmani, kemudian digantikan anaknya Abdul Azis bin Su’ud untuk menyatukan kembali jazirah Arab. Sementara tahun 1792 Muhammad bin Abdul Wahhab meninggal dunia, dengan meninggalkan 20 orang janda dan anak-anak yang tidak terhitung jumlahnya (Anshary, 2006) . Wahhab muda kemudian melakukan gebrakan memerangi praktik syrk dan bid’ah serta semangat menegakkan syari’at Islam yang dipahaminya. Didukung sejumlah pengikutnya, Wahhab melakukan penebangan pohon-pohon yang dikeramatkan oleh penduduk Uyainah, merobohkan bangunan cungkup kuburan Zaid bin Al-Khattab Radhiyallahu Anhu, dan menghukum rajam perempuan yang berzina (Al-Aqli, 2006). Banyak yang mendukung, tetapi tidak sedikit pula yang menentang. Akhirnya Wahhab diusir dari Najd dan lari ke AdDar’iyyah, yang mempertemukan dirinya dengan Muhammad bin Sa’ud, yang dikemudian hari bekerjasama melakukan gerakan “pemurnian Islam” sekaligus gerakan politik untuk mendirikan Kerajaan Saudi Arabia untuk pertama kalinya. Gerakan Pemurnian Gerakan Wahabiyah atau predikat apapun yang dinisbahkan pada gerakan Muhammad bin Abdul Wahhab ini, sebenarnya gerakan ini pada dasarnya merupakan “gerakan pemurnian Islam” (al-Harakah al-Tandhifiyah al-Islamiyyah), hanya sebagai SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

13


BINGKAI satu sisi atau bagian dari Islam secara keseluruhan. Jargon gerakannya sebagaimana tema gerakan-gerakan pemurnian Islam ialah “at-Tandhif al-Aqidah al-Islamiyyah”, pemurnian akidah Islam. Pemunrian Islam atau pemurnian aqidah yang diusung, merujuk pada aqidah “al-Salaf al-Shalih” sebagaimana dipelopori oleh mazhab Hanbali dan Ibn Taimiyyah yang menjadi kiblat pemikiran keagamaan Muhammad bin Abdul Wahhab serta gerakan-gerakan pemurnian Islam lain di banyak belahan dunia Islam kala itu dan sesudahnya. Aqidah Salaf tentu saja merujuk pada akidah yang diajarkan dan dipraktikkan oleh Nabi Muhammad saw, generasi Sahabat, Tabi’in, dan Tabi’ut atTabi’in; yakni era Nabi dan tiga generasi sesudahnya. Muhammad bin Abdul Wahhab sebenarnya merupakan pelanjut dari pemikiran Ibn Taimiyah dalam hal pemurnian aqidah

(tandhif al-‘aqidah al-Islamiyyah), sekaligus penganut mazhab Hanbali yang ketat. Tapi di tangan Wahhab, gerakan pemurnian itu dibumikan secara lebih konkret dan masif dalam wujud pemberantasan “paganisme” atau praktik keagamaan yang cenderung syirk, bid’ah, tahayul, dan khurafat (TBC). Wahhab merupakan pelaksana gerakan pemurnian Islam yang dipelopori Taimiyyah dalam corak yang lebih konkret, kaku, dan keras. Sosok ini bukan pemikir seperti Ibn Taimiyah, tetapi lebih merupakan pengamal atau mempraktikkan pemurnian Islam di dunia nyata. Paganisme merupakan praktik keagamaan atau ritual religi yang melakukan sesembahan terhadap hal-hal yang bersifat benda tetapi dimaknai secara mitis atau mitologis, yang dalam terminologi umat Islam disebut praktik kemusyrikan, bid’ah, tahayul, dan khurafat. Bukan hanya soal praktik pemujaan terhadap kuburan yang disikapi Wahhab, bahkan kegiatan melukis atau membuat 14

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

gambar manusia dipandang sebagai bertentangan dengan akidah Islam. Bagi Wahhab, jika manusia berkreasi atau membuat gambar, berarti ia menyerupai Allah, dan kreasi atau ciptaannya menyerupai ciptaan Allah, tindakan ini merupakan pengelabuan atau pemalsuan, sekaligus merupakan bentuk pemberhalaan yang masuk dalam kategori syrik dan kufur (Adonis, 2009). Pandangan ini banyak dianut oleh gerakangerakan pemurnian Islam pasca Wahhab di berbagai belahan dunia Muslim. Gerakan Wahabi juga secara tegas dan keras menolak sinkretisme kaum sufis dan tradisional yang membawa pada praktik agama yang bersifat syirk atau politeistik, seraya menggelorakan gerakan menegakkan tauhid atau monoteisme yang membawa semangat transendensi Tuhan. Demikian kerasnya hingga gerakan Abd alWahhab memasukkan golongan Muslim yang terlibat keyakinan dan praktik keagamaan yang menempuh jalan sufi yang menjurus ke syirk sebagai kafir dan boleh dibunuh karena meninggalkan ajaran Islam. Gerakan ini sangat tipikal dan pengaruhnya meluas ke hampir seluruh dunia Islam pada abad ke-18 itu, termasuk ke Indonesia. Banyak guru yang pergi naik haji dan menuntut ilmu ke Arab Saudi kala itu setelah kembali ke Tanah Airnya membawa semangat Islam Wahhabisme (Obert, 1997). Gerakan Wahhab menjadi kekuatan yang militan secara politik setelah dirinya bergabung dengan pemimpin lokal Saudi yang bernama Muhammad Ibn Saud dari Dar’iyah, yang kemudian melahirkan kekuasaan baru di Semenanjung Arab Saudi. Kerjasama Wahhab dan Suud memadukan militansi agama dan kekuatan militer yang meluas di jazirah Arab dan akhirnya membentuk dan menjadi peletak dasar bagi pemerintahan baru Kerajaan Islam Saudi Arabia yang bercorak Wahabiyah. Sejak itu gerakan pemurnian Islam yang dipelopori Wahhab memperoleh dukungan politik yang kuat dan luas dari Muhammad ibn Sau’d dan penerusnya Aiz ibn Sa’ud. Gerakan ini bukan hanya menegakkan tauhid murni sebagaimana diyakini dan dipahaminya, sekaligus melakukan pemberantasan terhadap praktik syirk dan bid’ah, bahkan disertai gerakan penghancuran terhadap tempat-tempat yang dikeramatkan oleh sebagian umat Islam kala itu. Dengan gerakan menegakkan tauhid yang murni sebagai prinsip akidah monoteisme absolut yang menjadi doktrin utamanya, Wahabiyah melakukan penghancuran atas kuburankuburan dan benda-benda yang keramat yang “diberhalakan”


BINGKAI sebagai ikhtiar untuk mencegah umat Islam terjerumus ke jalan kemusyrikan dengan radikal ke semua jazirah yang menjadi area pengaruhnya. Bukan hanya di Makkah dan Madinah yang menjadi pusat kekuasaan Islam kala itu, Wahabiyah melakukan gerakan penghancuran benda-benda dan kuburan-kuburan yang dikeramatkan, bahkan hingga ke wilayah Irak di Karbala, sehingga menimbulkan konflik dengan kalangan Syi’ah (Esposito, 2003). Karena karakternya yang keras inilah, Wahhabi dikenal sebagai gerakan Islam yang lebih radikal dan tidak kenal kompromi terhadap ajaran-ajaran yang dipandang tidak Islami (Jainuri, 2002). Gerakan penghancuran tempat-tempat keramat seperti kuburan, dilakukan oleh Wahhab setelah terbentuk kekuasaan bersama Muhammad bin Sa’ud, terutama setelah berganti ke Aziz bin Muhammad Sa’ud. Aziz ibn Sa’ud pada tahun 1802 menyerang kota Karbala di Iraq, tempat kuburan Hussein bin Ali, dan menurut catatan sejarawan Tamim Ansari membunuh sekitar duaribu penduduk Syi’ah setempat. Pada tahun 1804, pasukan Aziz Sa’ud menaklukan Madinah dan juga menghancurkan kuburan para Sahabat Nabi Muhammad. Tahun 1811 aliansi Aziz-Wahabi memperluas kekuasaan hingga ke Turki dan Asia kecil. Namun gerakannya terhenti dan dipukul mundur oleh pasukan Turki Usmani. Di bawah pasukan Muhammad Ali, kemudian Aiz bin Sa’ud ditangkap dan dibawa ke Istanbul, yang kemudian dibunuh di ibukota kekuasaan Turki ini. Sebagaimana ayahnya Muhammad bin Sa’ud yang juga dibunuh tahun 1792, Azis Sa’ud terbunuh pula, yang menandai berakhirnya generasi awal peletak dasar Kerajaan Arab Saudi secara tragis, tetapi dinasti dan kekuasaan Saudiyah berlangsung hingga saat ini, yang juga bercorak paham Wahabi. Aliansi Wahabiyah-Saudiyah tetap berlangsung setelah Wahhab, Sa’ud, dan Aziz Sa’ud meninggal hingga berlangsung monarki atau dinasti Kerajaan Saudi Arabia sampai saat ini (Anshary, 2006). Bagi pengikut Wahabiyah sendiri, gerakan pemurnian Islam merupakan jalan lurus yang diyakini sebagai wujud menegakkan tauhid yang murni dan membersihkannya dari praktikpraktik syirk dan bid’ah yang menodainya. Abdurrahman Ar-Ruwaisyidi sebagaimana dikutip Nashir Al-Aqli melakukan pembelaan terhadap ajaran Wahhabiyah sebagai berikut: “Wahhabiyah bukan merupakan agama baru atau mazhab yang diada-adakan seperti isu yang dihembuskan oleh orang-orang yang tidak simpati kepadanya. Akan tetapi, Wahhabiyah adalah hasil perjuangan murni yang menyerukan untuk kembali kepada ajaran Islam sejati yang bersumber dari tasyri’ yang murni dan mengajak kepada gerakan pembersihan total terhadap segala bentuk kemusyrikan, bid’ah, penyimpangan, serta

kesesatan yang dapat menodai kesucian iman, merusak agama, dan menjauhkan kesetiaan kaum muslimin terhadap nilai-nilai ajarannya, baik dari segi keyakinan maupun perilaku” (Al-Aqli, hal. 4). Menurut Stoddard gerakan Wahabi atau Wahabiyah merupakan fenomena kebangkitan Islam awal abad ke-20 yang dinisbahkan pada gerakan pembaruan yang bercorak revivalisme Islam di Saudi Arabia, yakni pembaruan Islam dalam corak yang lebih kaku untuk membangkitkan kesadaran umat Islam dari dalam, yang melahirkan kebangkitan dunia Islam. Wahabiyah memiliki watak dan orientasi keagaman yang puritankonservatif dan cenderung keras dalam memberantas apa yang disebut dengan praktik keagamaan syirk dan bid’ah. Revivalisme Islam (al-Sahwa al-Islamyyah / al-Baats alIslamiyyah) merupakan gerakan kebangkitan kembali Islam. Pada umumnya istilah “kebangkitan Islam” dipergunakan untuk semua gerakan yang bertujuan memperbaharui cara berpikir dan cara hidup umat Islam. Dalam pemikiran Ibn Taimiyah gerakan seperti ini dinamakan “muhyi atsari Salaf”, yakni membangkitkan kembali ajaran-ajaran Islam generasi awal. Gerakan ini ingin mengembalikan umat Islam pada ajaran yang bersumber pada Al-Quran dan Sunnah Rasul yang murni, menentang praktik-praktik kemusyrikan dan bid’ah, dan mempraktikkan ijtihad, sehingga disebut pula sebagai Gerakan Salaf (Stoddard, 1966). Secara normatif atau di atas kertas gerakan pemurnian Islam atau pemurniah aqidah sesungguhnya tidak ada masalah, lebihlebih dengan semangat untuk kembali pada ajaran murni AlQuran dan As-Sunnah, al-Ruju’ ila al-Quran wa al-Sunnah. Demikian pula tidak ada yang salah dengan dakwah Salafiyah yang didukung kekuatan politik seperti aliansi Wahhab-Sa’ud pada masa pergerakan Islam di Semenjung Arab abad XII Hijriyah itu. Masalahnya tinggal bagaimana penafsiran tentang paham dan praktik Aqidah Islam yang murni atau Aqidah Salaf

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

15


BINGKAI itu dikonstruksikan oleh setiap orang atau gerakan, serta bagaimana implementasinya dalam kehidupan di setiap kurun waktu dan tempat, inilah yang biasanya menimbulkan keragaman dalam menampilkan gerakan pemurnian Islam. Keyakinan, paham, dan praktik Islam murni atau lebih khusus lagi aqidah yang murni sering berbeda satu sama lain di antara orang Islam atau golongan Islam di sepanjang tempat dan zaman. Sehingga persoalan ini menyisakan agenda berikutnya, apakah konstruksi Islam murni atau aqidah murni dari sesorang atau sekelompok orang itu representatif dengan keyakinan seluruh umat Islam dan autentisitas ajaran Islam itu sendiri? Islam murni ketika masuk dalam pandangan orang atau kelompok orang Islam yang mengkonstruksikan atau menafsirkannya tentu tidak identik dengan Islam itu sendiri, selalu ada reduksi, bias, dan penafsiran yang tidak sama dan sebangun. Persoalan berikutnya tentang tema pemurnian ajaran Islam. Apakah pemurnian merupakan esensi satu-satunya dari dimensi keyakinan, pemahaman, dan pengamalan ajaran Islam? Termasuk ketika pemurnian diidentikkan dengan tajdid fi al-Islam sebagaimana pandangan umum yang mewarnai gerakan-gerakan untuk “Kembali kepada Al-Qur’an dan AsSunnah”. Tarjih Muhammadiyah sejak tahun 2000 misalnya, mengoreksi penyempitan makna tajdid atau gerakan untuk kembali kepada ajaran Islam yang autentik itu dengan menambahkan dimensi “dinamisasi” atau pembaruan dalam arti luas, sehingga tajdid bermakna pemurnian plus pengembangan atau pengembangan plus pemurnian sebagai satu kesatuan gerakan tajdid. Lebih dari itu, tentu Islam sebagai ajaran melampau segala penyempitan dan reduksi tafsir, sehingga dimensi Islam pun dipahami bukan sekadar aspek akidah tetapi juga ibadah, akhlak, dan mu’amalat-duniawiyah; yang semuanya ialah Islam. Islam dalam pandangan Tarjih Muhammadiyah bahkan bukan sekadar mengandung perintahperintah (al-awamir) dan larangan-larangan (al-nawahi), tetapi juga petunjuk-petunjuk (al-irsyadat) bagi kehidupan umat manusia di dunia dan akhirat; yang menunjukkan keluasan kandungan Islam yang sama sekali tidak cukup memadai manakala hanya dikonstruksi dengan satu aspek, satu esensi, dan satu model tafsir. Selain itu, sikap dan tindakan-tindakan keras yang dilakukan Muhammad bin Abdul Wahhab dan Muhammad bin Sa’ud atau penerusnya Azis bin Muhammad bin Sa’ud seperti melakukan pengancuran terhadap kuburan-kuburan yang dikeramatkan, juga kekerasan yang menimbulkan terbunuhnya sesama Muslim, jelas tidak dapat dipindah dan diterapkan dalam masyarakat yang berbeda dan ditiru oleh gerakan-gerakan Islam lain. Masalah ini penting agar tidak terjadi pembenaran atas segala tindakan kekerasan atasnama Wahhabi apalagi atasnama Islam yang mengedepankan perdamaian dan cara-cara dakwah bil-hikmah. Jika hal itu terjadi maka berarti terdapat absolutisasi paham dan pengamalan ajaran Islam yang tidak memahami situasi dan konteks zaman, maupun substansi dan pesan Islam 16

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

yang lebih luas. Akhirnya, sebagai catatan perlu dikemukakan bahwa Wahabiyah maupun gerakan Islam lainnya lahir dalam argumentasi teks dan konteksnya sendiri, yang belum tentu sama dan sebangun dengan pandangan Islam secara keseluruhan, sekaligus tidak sama pula dengan wilayah sosiologis praktik pengamalan Islam belahan dunia Muslim yang lain. Tidak ada tafsir dan gerakan Islam yang sepenuhnya ideal, selalu terkena hukum relativitas. Kelompok moderat sekalipun, termasuk yang akomodasi terhadap budaya lokal, jangan mengklaim diri sebagai wujud kesempurnaan Islam, lebih-lebih ketika mengawetkan bentuk-bentuk tradisionalisme yang berlawanan dengan prinsip utama tauhid dan menyandera spirit kemajuan Islam. Tidak ada aktualisasi Islam yang sempurna di muka bumi ini, yang paling penting berusaha untuk menampilkan kedalaman dan keluasan ajaran Islam di sepanjang zaman. Kesempurnaan dan keluasan ajaran Islam meniscayakan perwujudan yang konsisten disertai perangkatperangkat spiritual, intelektual, institusional, dan infrastuktur yang sepadan sehingga Islam tampil sebagai din al-hadharah (agama peradaban, agama kemajuan). Mungkin Wahabiyah di Saudi Arabia ketika berdiri memang berhadapan dengan realitas sosiologis paganisme yang angkuh dan meluas, sehingga manakala tidak disikapi dengan sikap puritan akan melahirkan praktik-praktik syirk, bid’ah, dan khurafat yang masif dan pada akhirnya mematikan spirit utama tauhid. Namun sudah barang tentu Wahabiah juga tidak harus direproduksi dalam konteks zaman dan tempat yang keadaannya jauh berbeda, lebih-lebih ketika Islam dan umat Islam di berbagai belahan dunia saat ini memiliki agenda dan tantangan strategis yang jauh lebih kompleks ketimbang di masa lampau. Diperlukan pemahaman Islam yang lebih mendalam dan luas, sekaligus mendakwahkannya sejalan dengan prinsipprinsip Islam sebagai agama pembawa misi rahmatan lil-‘alamin. Penting untuk dicatat bahwa setiap gerakan Islam dalam bentuk perwujudan yang beragam memiliki kelebihan dan kelemahannya sendiri, baik yang berdimensi peneguhan atau pemurnian maupun pembaruan. Karenanya jangan sampai melakukan absolutisasi paham dan gerakan Islam, lebih-lebih untuk suatu paham dan gerakan yang bersifat bias atau reduksi Islam. Selain itu diperlukan kritik dan penyempurnaan yang terusmenerus sesuai dengan kedalaman dan keluasan dimenasi ajaran Islam serta kompleksitas sosio-histroris yang dihadapi umat Islam di tengah-tengah kehidupan yang penuh tantangan. Setiap reduksi, penyederhanaan, taklid, tafsir, dan pelanggengan status-quo pandangan keislaman yang tidak sejalan dengan misi utama, kedalaman esensial, dan keluasan ajaran Islam maka pada akhirnya hanya akan melahirkan jalan sempit bagi perjalanan Islam dan peradaban umat Islam, yang justru dapat melahirkan kondisi Islam sebagai “al-Ghuraba” sebagaimana prediksi Nabi tentang nasib Islam dan umat Islam yang terasing di masa depan. Wallahu ‘alam bi-shawwab.l


TANYA JAWAB AGAMA

KEWAJIBAN ZAKAT PROFESI SETELAH DIPOTONG PAJAK Pertanyaan: Yth Pengasuh Tanya Jawab Agama As-salamu ‘alaikum wr. wb. Saya seorang pegawai yang rutin menerima gaji setiap bulan. Setiap kali menerima gaji langsung dipotong pajak PPh 20%. Dengan adanya pemotongan PPh tersebut apakah saya masih wajib membayar zakat, infak, shadaqah? Wassalam Bapak Halim, di Jakarta (disidangkan pada hari Jum’at, 29 Zulhijjah 1432 H / 25 November 2011 M) Jawaban: Wa ‘alaikumus-salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaan Anda. Berikut ini jawaban kami atas pertanyaan yang Bapak ajukan. Kita tahu memang ada banyak kesamaan antara pajak dengan zakat. Tetapi di antara keduanya tetap ada perbedaan yang hakiki. Sehingga keduanya tidak bisa disamakan begitu saja. Berikut ini persamaan zakat dengan Pajak: 1. Keduanya bersifat wajib dan mengikat atas harta penduduk suatu negeri. 2. Zakat dan pajak harus disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai efisiensi penarikan keduanya dan alokasi penyalurannya. 3. Ada kesamaan antara keduanya dari sisi tujuan yaitu untuk menyelesaikan problem ekonomi dan mengentaskan kemiskinan yang terdapat di masyarakat. Namun dengan semua kesamaan di atas, bukan berarti pajak bisa begitu saja disamakan dengan zakat. Sebab antara

keduanya, ternyata ada perbedaan-perbedaan mendasar dan esensial. Sehingga menyamakan begitu saja antara keduanya, adalah tindakan yang fatal. Berikut ini adalah perbedaan antara zakat dan pajak: 1. Dari segi arti nama, zakat dalam bahasa Arab yang berasal dari kata “ ” berarti bersih, bertambah, dan berkembang. Menurut istilah, seperti yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, zakat ialah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan lain sebagainya) menurut ketentuan syarak. Sedangkan pajak dalam hukum Islam memiliki beberapa istilah, yakni al-Jizyah, al-Kharaaj, adh-Dhariibah, dan al-‘Usyuriyah. Sedangkan pajak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau Pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan lain sebagainya. 2. Dari segi dasar hukum, zakat diwajibkan berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Allah berfirman dalam Qs. Al-Baqarah [2]: 43

Artinya: “Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang yang rukuk...” (Qs. Al-Baqarah [2]: 43)

Sebagaimana disebutkan pula dalam Qs. At-Taubah [9]: 103:

Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka...” (Qs. At-Taubah [9]: 103) Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah:

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang diberi kekayaan oleh Allah lalu ia tidak menunaikan zakatnya maka pada hari kiamat nanti ia akan didatangi oleh seekor ular jantan gundul yang sangat berbisa dan sangat menakutkan dengan dua bintik di atas kedua matanya, lalu melilit dan mematuk lehernya sambil berteriak; ‘Saya adalah kekayaanmu yang kamu timbun dulu’. Lalu Nabi saw membaca ayat: ‘Sekalikali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka,

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

17


TANYA JAWAB AGAMA bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat’.” (HR. al-Bukhari dalam kitab Shahih al-Bukhari, bab Itsmu Maani’i az-Zakaati hadits nomor 1315) Adapun pajak ditentukan oleh undang-undang suatu negara. 3. Motivasi pembayaran zakat ialah karena keimanan dan ketakwaan kepada Allah, untuk ber-taqarrub kepada Allah, karena Allah memerintahkan hamba-Nya yang memiliki kelebihan harta tertentu untuk membayar zakat. Salah satunya adalah dalam Qs. AlBaqarah [2]: 267, Allah berfirman:

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 267) Sementara pajak dibayar atas dasar kewajiban negara. 4. Dari segi nisab dan tarif, nisab zakat dan tarifnya ditentukan oleh Allah dan bersifat mutlak sedangkan pajak ditentukan oleh negara dan bersifat relatif. Nisab zakat memiliki ukuran tetap sedangkan pajak berubah-ubah sesuai dengan neraca anggaran negara. Sebagai contoh, zakat pertanian:

TANYA JAWAB AGAMA amil zakat. Sedangkan perhitungan pajak menggunakan jasa akuntan pajak. 7. Dari segi obyek dan alokasi penerima, zakat diberikan kepada orang Muslim dan ditetapkan untuk 8 golongan, sebagaimana firman Allah:

Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Amr bin Yahya al-Maziniy dari ayahnya ia berkata aku mendengar Abu Sa’id al-Khudry berkata: Rasulullah saw bersabda: tidaklah wajib zakat pada yang kurang dari lima unta sampai tiga puluh unta, dan tidak wajib pula zakat pada yang kurang dari lima uqiyah (200 dirham), dan tidaklah wajib zakat pada yang kurang dari lima wasaq (653 kg).” (HR. al-Bukhari dalam kitab Shahih al-Bukhari, bab Zakat lil Wariqi hadits nomor 1355) 5. Zakat dikenakan pada harta yang produktif, artinya harta itu memberikan keuntungan, pendapatan, keuntungan investasi, ataupun pemasukan. Ataupun kekayaan itu berkembang sendiri yakni menghasilkan produksi. Hal ini karena Nabi saw tidak mewajibkan zakat atas kekayaan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi.

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah saw bersabda: ‘Seorang Muslim tidak wajib mengeluarkan zakat dari budak atau kuda nya’.” (HR. al-Bukhari dalam kitab Shahih al-Bukhari bab Laisa ‘alal-Muslimi fii ‘Abdihi Shadaqatun hadits nomor 1371) Sedangkan pajak dikenakan pada semua harta. 6. Perhitungan besar zakat dipercayakan kepada pembayar zakat dan dapat juga dengan bantuan lembaga

Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mu’allaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (Qs. At-Taubah [9]: 60) Sedangkan pajak diberikan kepada semua warga negara, untuk kepentingan pembangunan dan anggaran rutin. Melihat beberapa perbedaan di atas, jelaslah bahwa zakat tidak sama dengan pajak, sehingga pajak tidak dapat menggantikan kewajiban zakat. Seseorang yang telah membayar pajak tidak berarti kewajiban membayar zakatnya gugur. Begitu pula sebaliknya, jika seseorang telah membayar zakat bukan berarti ia terbebas dari beban pajak. Zakat penghasilan/gaji/profesi yang diwajibkan untuk dizakati adalah apabila penghasilan selama 1 tahun (12 bulan) setelah dikurangi biaya hidup untuk diri dan keluarga yang masih menjadi tanggungannya dan hutang (jika ia berhutang), mencapai harga 85 gram emas murni (24 karat) dan besar zakatnya ialah 2,5%. Dalam kasus yang Anda alami, maka jika

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

18

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H


TANYA JAWAB AGAMA setiap kali penerimaan gaji ada potongan pajak, maka ini memengaruhi perhitungan zakat. Yakni sebelum dikeluarkan zakatnya, besar gaji dikurangi pajak terlebih dahulu kemudian dikurangi kebutuhan primer selama setahun dan hutang, baru kemudian dikeluarkan zakatnya, apabila kelebihan gaji selama setahun tersebut mencapai nisab (harga 85 gram emas murni/24 karat). Hal ini karena memang zakat diwajibkan pada harta yang kelebihan, sebagaimana firman Allah:

Rp. 3.600.000,l Jika dikalkulasi dalam setahun pegawai tersebut mempunyai kelebihan harta sebesar Rp. 3.600.000,- x 12 bulan = Rp. 43.200.000,-, maka sudah mencapai nisab dan wajib mengeluarkan zakat l Zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5%xRp.43.200.000,-=Rp. 1.080.000,- jika dikeluarkan pertahun, atau bisa juga dikeluarkan satu kali setiap bulan sejumlah 2,5%xRp. 3.600.000,- = Rp. 90.000,-. Sedangkan infak dan shadaqah dalam Al-Qur’an ada yang berarti zakat. AlQur’an menyebutkan zakat dengan

Artinya: “Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, “kelebihan (dari apa yang diperlukan) ...” (Qs. AlBaqarah [2]: 219)

” seperti menggunakan lafadz “‘ dalam QS. al-Baqarah (2): 267

l

l l

l

Sebagai contoh: Nisab zakat = harga emas murni/ 24 karat 85 gram = Rp. 38.250.000,- (dengan asumsi harga emas murni/ 24 karat adalah Rp. 450.000,- /gram Gaji seorang pegawai Rp. 6.000.000,/ bulan Setelah dipotong biaya dapur, biaya pendidikan, kesehatan, biaya listrik, hutang, dan kebutuhan pokok lainnya, ternyata masih tersisa Rp. 4.500.000,Kemudian dikurangi pajak 15% tiap bulan (Rp. 900.000,-) sehingga tersisa

sebagaimana tersebut terdahulu. Para ulama menafsirkan kata “infak” dalam ayat ini adalah membayar zakat. Zakat juga disebutkan dalam Al-Qur’an dengan lafadz “ ”, sebagaimana juga telah disebutkan terdahulu.

Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyu-

cikan mereka...” (Qs. At-Taubah [9]: 103) Sehingga, makna infak dan sedekah memiliki arti yang sama dengan zakat. Namun masyarakat biasanya menyebut infak dan sedekah berbeda dengan zakat. Infak dan sedekah adalah sebuah pemberian yang bersifat sunnah. Infak dan shadaqah juga sama halnya dengan zakat dalam arti tidak bisa digantikan dengan adanya pajak. Oleh karena itu, kami menyimpulkan bahwa jika gaji Bapak setelah dikurangi pajak dan kebutuhan sehari-hari dan hutang dalam setahun ternyata masih memiliki kelebihan yang mencapai nisab, maka Bapak tetap dibebani kewajiban zakat gaji/profesi dan masih dapat mengeluarkan infak dan shadaqah meskipun tidak bersifat wajib. Sebagai penutup, perlu kami sampaikan bahwa Muhammadiyah telah memiliki lembaga zakat tingkat nasional dan telah resmi sesuai undang-undang yang berlaku di Indonesia, yaitu Lembaga Zakat Muhammadiyah atau di singkat LAZISMU. Oleh karena itu, sebagai warga Muhammadiyah kami sarankan agar membayarkan zakatnya melalui LAZISMU yang jejaringnya telah ada di seluruh wilayah di Indonesia. Bahkan, dengan membayar zakat melalui LAZISMU, dapat untuk mengurangi pajak yang wajib dibayarkan kepada negara. Wallahu a’lam bish-shawab. putmpi*).l

MAJELIS TARJIH DAN TAJDID PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH Mengucapka Turut berbelasungkawa atas meninggalnya :

Prof. Drs. H. Kamal Muchtar (Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Periode 1985-2010 Pada Hari Kamis, 13 Muharram1433 H / 8 Desember 201 Semoga amal ibadah beliau diterima disisi Allah SwT dan mendapat imbalan pahala yang tak terhingga. Amin Ketua, Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A.

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

19


KESEHATAN

ASAM URAT DR SITI KUNDARIYAH

“Setiap penyakit ada obatnya, maka jika sakit telah diobati, ia akan sembuh dengan ijin Allah� (Hr Muslim) Serangan gout pertama biasanya mengenai satu sendi (arthritis) dan berlangsung beberapa hari. Apabila serangan terjadi berulang akan semakin memburuk dan mengenai beberapa sendi (poliartritis) dengan urutan sendi yang terkena biasanya ibu jari kaki, sendi tarsal kaki, pergelangan kaki, sendi kaki belakang. Pergelangan tangan, lutut dan bursa olekranon pada siku. Penderita akan merasakan nyeri hebat pada satu sendi atau beberapa sendi, serangan sering terjadi pada malam hari. Biasanya penderita sebelumnya tampak segar bugar, tiba-tiba tengah malam menjelang pagi terbangun karena adanya rasa sakit yang hebat dan nyeri yang semakin memburuk serta tak tertahankan. Sendi yang terserang akan membengkak dan kulit di atasnya tampak merah atau keunguan, kencang, dan licin serta terasa hangat. Rasa nyeri akan berlangsung beberapa hari lalu menghilang. Gejala lain adalah demam, menggigil, tidak enak badan, dan denyut jantung cepat. Gout yang menahun dan berat menyebabkan terjadinya kelainan bentuk sendi, benjolan keras sekitar sendi karena adanya kristal urat (tofi) yang diendapkan di bawah kulit sekitar sendi. Tofi dapat terbentuk di dalam ginjal dan organ lainnya, di bawah kulit telinga atau sekitar siku. Gejala utama bengkak pada sendi, berwarna kemerahan, panas, dan nyeri kalau digerakkan, berupa benjolan pada sendi yang disebut dengan tofus. (Iskandar Junaidi, 2006) Cara Mengatasi Asam Urat Diet Makanan 1. Menghindari dan mengurangi makanan kaya purin. Bila kadar asam urat sudah mencapai lebih dari 7 mg/ dl, sebaiknya penderita tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung purin tinggi dan membatasi makanan yang mengandung purin sedang. 2. Menghindari Alkohol Alkohol merupakan sumber purin, juga dapat menghambat pembuangan purin melalui ginjal. Dalam hal ini alkohol akan menekan sistem saraf pusat yang dapat mengakibatkan kerja organ-organ lain terganggu. 20

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

3. Banyak Minum Air Putih Air putih dapat memperbanyak volume urin dan dapat mengeluarkan asam urat melalui urin tersebut dan meminimalkan pengendapan urin dalam saluran kencing, karena itu sangat dianjurkan minum air putih lebih dari 2 liter ( 10 gelas ) setiap hari. Menghindari Gangguan Fungsi Gerak 1. Menghindari pemakaian sendi secara berlebihan pada saat terjadi serangan gout. 2. Sendi yang terserang perlu diistirahatkan, dengan menggunakan bebat elastik/decker. 3. Menggunakan terapi panas ( diatermi, ultrasound, atau paraffin bath) untuk mengurangi kejang otot dan melancarkan peredaran darah di sekitar sendi. 4. Mengompres dengan air dingin pada bagian sendi saat terjadi serangan akut, untuk mengurangi nyeri dan menghindari terjadinya bengkak. Pengobatan Secara Medis Pengobatan ini ditujukan untuk dua keadaan penderita asam urat, yaitu pengobatan fase akut dan pengobatan jangka panjang. 1. Pengobatan fase akut Jika terjadi serangan arthritis akut, penderita diberikan terapi untuk mengurangi peradangan, dengan obat Kolsikin, atau obat lain dari golongan anti-inflamasi non steroid. Bisa juga digunakan Analgetik sebagai obat penghilang rasa sakit, atau memakai obat gosok krim. 2. Pengobatan jangka panjang Untuk mengatasi kadar asam urat yang tinggi, diperlukan pengobatan jangka panjang. Setelah serangan akut berakhir, barulah pengobatan ini dilakukan. Untuk pengobatan jangka panjang ini belum ditemukan obat khusus yang dapat menurunkan kadar asam urat yang berlebihan di dalam darah. Tetapi untuk memacu pembuangan asam urat lewat ginjal, dapat diberikan obat Probenesid. Sedangkan untuk penghambat pembentukan asam urat dapat diberikan obat Allopurinol.l ______________________________________________________ Penulis adalah dokter di RSIA ‘Aisyiyah Klaten Jawa Tengah dan Anggota MKLH Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah Depok Sleman Yogyakarta.


DI ANTARA KITA

Moderasi Islam dalam Kepribadian Rasulullah saw (4) PROF DR H MUHAMMAD CHIRZIN, MAg GURU BESAR UIN SUNAN KALIJAGA DAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

R

asulullah sederhana dalam makan, minum, tidur, berpakaian dan memenuhi kebutuhan sehari-hari serta dalam beribadah. Rasulullah pun pergi ke pasar.

Dan mereka berkata: “Mengapa Rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama- sama dengan dia? (Al-Furqan [25]: 7) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, bahwa beliau orang yang paling takwa, sungguhpun demikian beliau tidur pada malam hari,

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata: Suatu rombongan terdiri dari tiga orang datang ke rumah istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk bertanya tentang ibadah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Setelah diberi tahu, mereka menganggap ibadah mereka sedikit, sebab Nabi telah diampuni dosanya. Seorang di antara mereka berkata: “Saya akan shalat terus sepanjang malam”. Yang kedua berkata: “Saya akan puasa selamanya”. Yang ketiga berkata: “Saya akan menjauhi istri-istri dan tidak akan menikah.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam datang dan bertanya: “Kalian tadi berkata begini-begitu. Demi Allah, saya lebih takut kepada Allah daripada kamu, bahkan saya lebih bertaqwa, tetapi saya puasa dan berbuka, shalat dan tidur, juga menikah dengan beberapa orang wanita. Siapa yang mengabaikan sunnahku, maka ia bukan dari umatku.” (HR Bukhari & Muslim).

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Binasalah orang yang berlebih-lebihan dalam agama.” tiga kali (HR Muslim).

Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Saya shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam; shalatnya sedang, dan khutbahnya juga sedangsedang.” (Muslim).

Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari neneknya berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bukan dari umatku orang yang tidak belas kasih kepada yang lebih muda, dan tidak hormat kepada yang lebih tua.” (Abu Dawud dan Tirmidzi).

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Permudahlah dan jangan mempersukar, gembirakanlah dan jangan menggusarkan.” (Bukhari dan Muslim).

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Kami dilarang memaksakan diri.” (Bukhari). SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

21


Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shallallahu ‘alaihi wasallam shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kekuatan seseorang itu tidak diukur dengan kemampuannya dalam berkelahi; orang yang kuat ialah orang yang dapat menahan hawa nafsu pada waktu marah.” (Bukhari dan Muslim).

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sukakah kuberitahukan padamu orang yang diharamkan masuk neraka? Neraka itu haram atas orang yang lunak, ringan, tenang dan baik budi.” (Tirmidzi).

Abu Musa radhiyallahu ‘anhu berkata, saya bertanya: “Ya Rasulullah, siapakah yang paling utama di antara kaum muslimin?” Jawab Nabi: “Siapa yang semua muslim selamat dari gangguan lidah dan tangannya.” (Bukhari dan Muslim).

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah mencela makanan. Jika beliau suka beliau makan, dan jika tidak suka beliau tinggalkan.” (Bukhari dan Muslim).

22

perlihatkan amalnya kepada orang, Allah membalas riya’nya.” (Bukhari dan Muslim).

Abu Hafsh Umar bin Abi Salamah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Ketika saya masih kecil di bawah asuhan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, pada waktu makan tangan saya biasa berputar pada piring-piring dan mangkuk-mangkuk, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan saya: ’Hai cucuku, bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang dekat padamu.’ Maka demikianlah seterusnya cara saya makan setelah itu (Bukhari dan Muslim).

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap memasuki masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (Al-A’raf [7]: 31)

Dan kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? dan Tuhanmu Maha Melihat. (Al-Furqan [25]: 20)

Mu’adz bin Anas radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang meninggalkan pakaian mewah karena tawadhu’ kepada Allah, padahal ia dapat mengenakannya, Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di muka sekalian manusia agar ia memilih sendiri pakaian iman yang mana yang ia inginkan untuk dipakai.” (Tirmidzi).

Jundub bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang memperdengarkan amalnya kepada orang lain, maka Allah mempermalukannya di hari kiamat, dan siapa yang mem-

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus pahala amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. (Al-Hujurat [49]: 2) Meninggikan suara lebih dari suara Nabi atau bicara keras terhadap Nabi adalah suatu perbuatan yang menyakiti Nabi. Karena itu terlarang melakukannya dan menyebabkan hapusnya amal perbuatan. Sesuai dengan Luqman [31]: 1819 dan Qs. Al-Ahzab [33]: 56.l


HADITS

BERTEMU ALLAH MU’AMMAL HAMIDY, LC

Jabir menceritakan, bahwa kami pernah bersama Nabi saw dalam satu bepergian, lalu beliau melihat bulan di malam purnama, seraya bersabda: “Sesungguhnya kalian kelak (di akhirat) akan melihat Tuhanmu tampak dengan jelas, seperti kalian melihat bulan purnama ini, yang kalian tidak dipaksa-paksa dalam melihat-Nya. Karena itu, jika kalian bisa untuk tidak mengabaikan shalat (subuh) sebelum terbit matahari, dan shalat (ashar) sebelum terbenam matahari, maka kerjakanlah. (HR Bukhari dan Thabrani). Perbedaan Pendapat Ilmu Kalam Tentang melihat Allah ini, di kalangan teologi Islam atau yang lazim dikenal dengan Ilmu Kalam, yang sangat masyhur ada dua pendapat: Mu’tazilah dan Ahlu Sunnah. Mu’atazilah beranggapan bahwa manusia sama sekali tidak akan dapat melihat Allah, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Sementara Ahlu Sunnah berpandapat bahwa manusia di dunia tidak dapat melihat Allah, tetapi di akhirat nanti dapat. Pokok masalahnya adalah penafsiran atas surat Al-An’am ayat 103:

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (AlAn’am [6]: 103). Menurut kaum Mu’tazilah, ayat ini umum. Sementara menurut Ahlu Sunnah, keumuman ayat tersebut ditakhshish atau dikecualikan oleh Hadits Nabi saw. Antara lain adalah Hadits di atas. Sehingga, apa yang dimaksud “tidak melihat Allah” dalam ayat tersebut, adalah waktu di dunia ini, bukan di akhirat kelak. Namun, oleh kaum Mu’atazilah, Hadits ini ditakwil, sebagai “seolah-olah”. Yakni, di akhirat nanti orang Mukmin akan melihat Allah dalam hati seolah-olah seperti benderangnya bulan purnama ini, bukan dengan mata kepala. Tetapi, oleh kaum Ahlu Sunnah dibantah, bahwa kalau itu yang dimaksud, bahwa di dunia inipun seorang Mukmin bisa melihat Allah dengan hati dan cukup benderang. Karena manusia sebagai makhluk, sedang Tuhan (Allah) sebagai Khaliq pada satu saat pasti akan betemu. Dan pertemuan itu sudah diawali dengan pemikiran dan khayalan. Sehingga, dalam rangka pengenalan terhadap Allah, kita disuruh berfikir tentang alam ciptaan-Nya, yang semakin tajam pemikiran seseorang terhadap fenomena alam ini akan semakin jelas dan mantap pengenalannya kepada Tuhannya. Dan ini sudah diekspresikan dalam bentuk ungkapan “Asyhadu alla ilaha illallah”. Pengenalan semacam ini dikenal dengan pengenalan dalam dunia maya. Dan itu cukup mengasyikkan. Begitulah kalau seseorang dapat merasakan nikmatnya pengenalan itu. Di situ dia bisa meminta apa saja yang dikehendaki. Di situ dia juga bisa mengadukan segala problem yang sedang dialami untuk dimintakan pemecahannya. Gayung bersambut:

Abu Hurairah ra mengatakan, bahwa Nabi saw bersabda : Allah berfirman (dalam Hadits Qudsi): Aku berada dalam dugaan hamba-Ku pada-Ku (husnuzzan), dan Aku akan selalu bersama dia selama dia itu mengingat Aku, yaitu jika dia mengingat Aku dalam hatinya Aku akan mengingat dia dalam hati-Ku, jika dia itu menyebut nama-Ku dalam sebuah kelompok, Aku akan menyebut namanya dalam sebuah kelompok yang lebih baik daripada kelompok mereka, jika dia mendekati Aku sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta, jika dia mendekati Aku sehasta Aku akan mendekatinya sebahu, dan jika dia menghadap Aku dengan berjalan kaki Aku akan mendekatinya dengan lari kencang. (HR Bukhari dan Muslim). Nikmatnya Pertemuan dengan Allah Pertemuan dalam dunia maya ini akan berlanjut pada dunia hakiki, yaitu akhirat. Dan itu merupakan pertemuan yang paling indah, yang oleh Al-Qur’an diungkapkan dalam surat Al-Qiyamah:

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

23


HADITS Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Karena melihat Tuhannya ( Al-Qiyamah [75]: 22-23). Yang dalam Hadits Nabi saw penglihatannya itu diibaratkan seperti melihat bulan purnama di hari yang cerah, dengan ). Yang dalam Kamata telanjang ( mus Arab diartikan dengan nampak jelas ) dan tanpa hambatan ( tidak dipaksa-paksa dalam melihat-Nya, karena tidak terhalang oleh sesuatu apa pun. Dan itu bukan mustahil, karena alamnya bukan alam duniawi, tetapi alam ukhrawi, yang memang sangat berbeda. Yang oleh Rasulullah saw dikatakan:

Abu Hurairah ra mengatakan, bahwa Rasulullah saw bersabda: Allah berfirman: Aku telah mempersiapkan untuk hambahamba-Ku yang shalih sesuatu (tempat) yang tidak (terukur) oleh apa yang pernah dilihat oleh mata, tidak (terukur) oleh apa yang pernah dilihat dengan oleh telinga, dan tidak (terukur) oleh apa yang dikha-

yalkan dalam hati. (HR Bukhari dan Muslim). Dampak Positif Keyakinan Bertemu Allah Keyakinan bertemu Allah seperti itu dipandang sangat penting, karena kepercayaan yang satu ini dapat mengubah perilaku dan membentuk kepribadian, yang baik semakin baik, sedang yang tidak baik akan menjadi baik. Lalu, bagaimana cara agar kita bisa bertemu seperti itu? Dalam Hadits di atas, antara lain dikatakan, yaitu menunaikan shalat subuh dan asar tepat waktu. Karena dua macam shalat ini sering terabaikan. Atau dengan kata lain: menunaikan shalat tepat waktu, lebih-lebih subuh dan asar. Sementara dalam surat Al-Kahfi ayat 110 dikatakan:

hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (Q.s. Al-Kahfi [18]: 110). Menurut ayat ini, agar dapat bertemu Allah, haruslah beramal shalih dan beribadah dengan baik, serta menjauhi segala bentuk kesyirikan, dengan prinsip sebagai berikut: pertama, amal shalih yang meliputi akhlak dan peka lingkungan. Kedua, ibadah dengan baik, yaitu tekun dan mengikuti sunnah Rasul saw, karena beribadah yang tidak sesuai dengan Sunnah, tidak akan diterima, alias bid’ah. Ketiga, menjauhi segala bentuk kesyirikan, baik syirik sirri seperti riya’ maupun syirik jahri, seperti mengkeramatkan benda-benda dan orang-orang yang sudah mati. Karena syirik itu suatu dosa yang bisa membatalkan pahala amal dan tidak akan terampuni:

Artinya : Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (Q.s. An-Nisa’ [4]: 48). Wallahu a’lam!l

PENGUMUMAN Kepada Agen/LB/Personal Majalah Suara Muhammadiyah yang merasa telah mengirimkan nafkah majalah melalui Bank/Giro Pos/Wesel dan belum masuk pada pembukuan utang/piutang, dihimbau suyapa memberikan informasi kepada kami: SMS/CALL : 081 904 18 1912

24

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H


DIRASAH ISLAMIYAH

MELACAK REALIT AS KENABIAN REALITAS Warisan Intelektual Kiai Ahmad Dahlan dalam Memahami Nash ENDANG MINTARJA

‘Ibrah Ketika Kiai Ahmad Dahlan pulang dari Makkah, yang dibawa bukan tumpukan kitab atau oleh-oleh khas Arab, melainkan biola, kompas, dan peta dunia (film Sang Pencerah). Kiai Dahlan tidak membawa barang atau informasi/pengetahuan yang sudah banyak dikenal orang, terutama di dalam negeri, tetapi beliau membawa barang baru yang dianggap tabu oleh banyak orang pada waktu itu. Begitu juga keberaniannya mengenakan busana yang sama dengan model Belanda pada saat itu dan sekaligus mengajar di sekolah milik penjajah. Dari situ saja kita dapat menangkap wajah dan pola pikir cemerlang “Sang Pencerah.” Watak progresif dalam ide dan tindakan Kiai Dahlan disebabkan selama beliau melakukan rihlah ilmiyyah bukan hanya sekedar membaca atau menghafal teks/nash (apalagi sekedar membawanya sebagai oleh-oleh), tetapi menyelami dan menelusuri peradaban yang membentuk teks/nash itu sendiri, sehingga beliau bisa menelusuri asal-usul peradaban dan realitas ketika munculnya teks/nash hingga saat beliau membacanya. Pernyataan ini dapat didukung dengan keluasan pergaulan, wawasan, dan bacaannya yang mencakup ilmu turats (karya klasik Islam) dan khazanah hadlarah (kebudayaan dan peradaban Islam mutakhir). Alur pembelajarannya bukan hanya bermuara pada Ibnu Taimiyah (dalam masalah akidah), akan tetapi menelusuri ide baru dari Rasyid Ridha hingga ke Muhammad Abduh, bahkan merambah samudera ilmu AlGhazali (dalam bidang kalam, fiqih, filsafat, dan tasawuf). Fakta lebih otentik mengenai

pemikiran Kiai Dahlan dapat ditelusuri dari naskah pidatonya dalam konfrensi Umat Islam di Cirebon tahun 1921 dan Pidato Rapat Tahunan Muhammadiyah Januari 1923 yang diterbitkan Majlis Taman Pustaka PP Muhammadiyah dengan judul “Tali Pengikat Hidup” (Mulkhan, 2005). Kecenderungan dan pola pikir Sang Pencerah tersebut kemudian menjadi ruh dan identitas gerakan murid dan kaderkadernya di Muhammadiyah sejak awal perjalanan dakwahnya dan mengkristal di kemudian hari (dengan berbagai deviasinya). Hal itu dapat kita lihat dalam manhaj ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah yang secara lebih jelas dapat ditelusuri dalam produk-produk ijtihad Majelis Tarjih (HPT) maupun wacana (jurnal tarjih dan tajdid) serta fatwa dari dulu sampai sekarang yang senantiasa mencari relevansi teks dengan konteksnya. Klasifikasi Nash dan Cara Membacanya Memang dalam masalah aqidah/ tauhid (yang ditetapkan melalui nash qath’iyyul wurud; Al-Qur’an dan Hadits Mutawatir) dan ibadah mahdhah (ritual yang teknisnya baku berdasarkan ketetapan Allah dan Rasul-Nya) Muhammadiyah terlihat kaku dan cenderung berhati-hati dengan memberlakukan syarat yang ketat terhadap wurud/tsubut nash, yakni harus qath’iy, shahih, dan mutawatir dalam masalah akidah, dan minimal hasan/maqbul dalam masalah ibadah ritual. Kemudian memahami nash tersebut secara tekstual dan apa adanya sebagaimana yang tersurat (Pokok-

Pokok Manhaj Tarjih point 1 dan 5). Walaupun kadang melakukan ta’wil dalam masalah akidah, namun dengan persyaratan yang ketat, minimal ta’wil tersebut tidak keluar dari kaidah kebahasaan bahasa Arab. Hal itu dapat ditelusuri dalam putusan-putusan tarjih yang berkaitan dengan akidah selalu berdasar nash Al-Qur’an dan Hadits Mutawatir serta dipahami apa adanya, kalaupun ada Hadits Ahad dalam masalah tersebut, hanya dikutip sebagai pendukung atau penjelas atas nash yang kualitasnya lebih tinggi, seperti Hadits tentang rukun iman yang menjelaskan dan merangkum pokok-pokok akidah yang berserakan dalam Al-Qur’an. Dalam bahasa Prof Asjmuni, penggunaan hadits ahad termasuk yang dipandang lemah (dalam masalah akidah) tidak mengenai substansi, tetapi mengenai pendahuluan (Asjmuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih Muhammadiyah, 2007: 200). Dalam hal ini, mungkin Muhammadiyah agak berbeda dengan Al-Imam Asy-Syafi’i yang menerima hadits ahad dalam masalah akidah sekalipun, walaupun Syafi’i juga mengakui akan kemungkinan kekeliruan perawi ahad dalam periwayatannya (Syafi’i, al-Risaalah, 1999: 296). Ketatnya persyaratan Muhammadiyah dalam masalah akidah ini, sebagaimana kalangan ulama Hanafiyah, sepertinya berdasarkan argumen bahwa masalah akidah harus berdasarkan kepastian dan keyakinan, tidak hanya berdasar pada dugaan kuat (zhan) walaupun rajih, karena zhan dalam masalah akidah sama sekali tidak membawa faedah kebenaran sedikitpun (Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh: 109).

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

25


DIRASAH ISLAMIYAH yang melingkupi saat teks itu lahir akan membantu pembaca nash menemukan pesan hikmah dan ‘illat hukum dari suatu nash. Dalam kajian ushul fiqh, praktik ini dikenal dengan masalikul ‘illah (penelusuran sebab hukum). Oleh karena itulah, kaidah ushul al-hukmu yaduuru ma’a al-‘illati wujuudan wa adaman (hukum bergantung pada ada dan tidaknya sebab hukum tersebut, Wahbah Zuhaili: 651) dan kaidah taghayyur al-ahkaam bi taghayyur alazmaan (hukum dapat berubah seiring perubahan waktu, (Zuhaili: 1116 ) menjadi rumusan yang lazim digunakan dalam mengambil kesimpulan hukum (istinbath) di kalangan ulama Muhammadiyah.

Begitu juga dalam masalah ritual (ibadah mahdhah) seperti shalat dan ibadah haji, Muhammadiyah tidak berani berkreasi (nambah apalagi mengurangi) dan melakukan ritus ibadah sesuai bunyi (zahir) ayat atau Hadits yang dapat dipertanggungjawabkan, itu pun baru dapat disimpulkan setelah menghimpun Hadits-Hadits yang berkaitan dengan objek bahasan agar diperoleh pemahaman komprehensif. Kesimpulan itupun baru dapat diambil setelah menimbang temuan para ulama salaf maupun khalaf yang berserakan dalam berbagai karya mereka. Itulah salah satu bentuk tajdid dalam pengertian purifikasi atau pemurnian yang sudah dibuktikan dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan Muhammadiyah (Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah: 6). Namun, dalam masalah yang berkaitan dengan mu’amalah duniawiyah di mana bukan merupakan tugas dan tujuan diutusnya para Nabi (rumusan Dunia pada Masalah Lima, HPT: 276) atau bagian ibadah yang berdimensi teknis duniawi, maka Muhammadiyah akan melakukan penelusuran dan melacak teks lain yang berkaitan dan konteksnya sekaligus dengan menggali informasi realitas yang melingkupi saat teks itu lahir. Penelusuran pada realitas dan faktor 26

Ragam Penelusuran Realitas Kenabian Sebagaimana masalikul ‘illah dalam literatur ushul fiqih atau penelusuran hikmah dan maslahah dalam teori maqashid syari’ah (Asyatibi tidak membedakan keduanya, Al-Muwafaqat, 2002, I: 148). Penelusuran terhadap realitas kenabian guna mencari realitas objektif dari ketetapan syariat yang mencakup realitas alam (kauniyah), sejarah (tarikhiyah), sosial (ijtima’iyah), dan budaya (tsaqafiyah) sebagaimana dalam pendekatan Burhani (Putusan Muktamar Tarjih ke-25 di Jakarta). Secara garis besar, untuk menemukan realitas tersebut, paling tidak menempuh dua cara. Pertama, penelusuran melalui nash/teks. Terkadang sebab hukum atau realitas objektif lahirnya sebuah ketentuan dijelaskan oleh Syari’ (Allah SwT atau Rasulullah saw), dan penemuan realitas seperti ini merupakan keterangan yang terbaik dalam menjelaskan realitas teks atau ‘illat dan hikmah ketetapan syari’at. Para ahli ushul dalam bab qiyas, seperti as-Subki dalam Jam’ul Jawami’ menyebutnya dengan al-‘illah almanshuushah atau disebut juga alnaqliyyah sebagaimana Al-Ghazali menyebutnya dalam al-Mustashfa. Dalam teori maqasid, hikmah seperti ini disebut dengan al-maslahah almu’tabarah. Seperti ketentuan distribusi pendapatan negara dalam surat Al-Hasyr

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

(59) ayat 7 yang harus menyentuh beberapa kelompok masyarakat, terutama masyarakat bawah (miskin), sebagai upaya mencegah terjadinya perputaran harta pada kalangan orang kaya tertentu saja (konglomerasi, Putusan Munas Tarjih ke-26 Padang tentang etika bisnis). Kedua, melalui penelusuran al-umuur al-kharijiyah, yakni faktor-faktor eksternal yang melingkupi nash. Faktor tersebut bisa didekati dengan penelusuran tarikh (sejarah) pendekatan sosiologi dan antropologi. Cara kedua ini ditempuh oleh Muhammadiyah jika penelusuran realitas tidak terdapat secara eksplisit dalam nash, atau sekedar untuk memperkuat keterangan nash. Dalam masalikul ‘illah, cara kedua ini ‘illat-nya tidak manshushah (terdapat dalam nash), tetapi mustanbathah (hasil ijtihad terhadap nash). ‘Illat ini juga diyakini tidak bertentangan dengan nash. Pencarian ‘illat seperti ini dalam bab qiyas disebut dengan munasib mursal (Abu Zahrah: 243 ), sedangkan dalam teori istishlah disebut dengan maslahah mursalah. Faktor-faktor eksternal tersebut dilakukan setelah menempuh langkahlangkah penelitian terhadap; 1) sanad yang mencakup kualitas maupun kuantitas rawi, bentuk dan sifat periwayatan, sighat altahamul wa al-ada’. 2) matan dengan ketentuan menggunakan sighat nahyu lebih rajih dari sighat amr dan matan yang menggunakan sighat khas lebih rajih dari sighat ‘am. 3) Materi Hukum (Putusan Munas Tarjih ke25, Jakarta, 2000 mengenai Metode Tarjih terhadap Nash dalam Manhaj Ijtihad Umum). Uraian di atas adalah sedikit contoh jejak intelektual Kiai Dahlan dalam pikiran kader-kadernya terhadap nash. Insya Allah kita akan menelusuri jejak yang lain dalam masalah yang tidak terdapat nashnya sama sekali melalui kerangka pikir maqashid syari’ah dan kaidah ushul lainnya.l __________________________________ Penulis adalah Koordinator Forum Kajian Kader Ulama Muhammadiyah Kota Depok, Alumni Ponpes Muhammadiyah Tegal Lega, Bandung


P E D O M A N

Pengendalian dan Evaluasi HA ROSYAD SHOLEH

M

uktamar ke-46 atau yang lebih dikenal dengan Muktamar 1 Abad, yang diselenggarakan di kota kelahiran Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Juli tahun 2010, telah berlangsung dengan penuh syi’ar dan pesona. Siapa pun dari warga dan aktivis Persyarikatan yang berkesempatan mengikuti jalannya Muktamar tersebut, sejak dari Upacara Pembukaan sampai Upacara Penutupan serta acara-acara lain yang menyertainya, dapat dipastikan akan memberikan kesaksiannya tentang kemegahan, keanggunan, kekhidmatan, ketertiban dan kelancaran jalannya Muktamar. Keberhasilan Muktamar, tidak hanya bisa dilihat dari segi penyelenggaraannya saja, tetapi juga dari segi substansinya. Dari sisi substansinya, Muktamar 1 Abad telah berhasil membuahkan keputusan-keputusan berharga, yang apabila kita dapat melaksanakannya dengan baik, insya Allah tidak hanya bermanfaat bagi Persyarikatan saja, tetapi juga bagi umat, bangsa dan kemanusiaan. Saat ini, kita telah berada di awal tahun 2012. Tahun 2011 dan 2010 telah kita tinggalkan dengan penuh kenangan. Dihitung dari sejak usainya Muktamar 1 Abad tersebut, ada rentang waktu selama satu setengah tahun, yang telah kita lalui. Sampai Muktamar ke-47, yang kepastian tempatnya masih menunggu keputusan Tanwir, tinggal tersisa waktu tiga setengah tahun untuk menyelesaikan pelaksanaan keputusan Muktamar. Muktamar 1 Abad yang lalu telah membahas dan memutuskan berbagai hal yang sangat penting dan strategis, yang akan menentukan perjalanan dan masa depan Persyarikatan. Di antara hal-hal yang telah dibicarakan dan diputuskan oleh Muktamar itu, antara lain : Evaluasi terhadap Laporan Pimpinan Pusat Periode 20052010; Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua; Program Persyarikatan Periode 2010-2015; Pemilihan anggota Pimpinan Pusat Periode 2010-2015; Revitalisasi Cabang dan Ranting Muhammadiyah; Revitalisasi kader dan anggota Muhammadiyah; Revitalisasi pendidikan Muhammdiyah serta Muhammadiyah dan isu-isu strategis. Kita patut bersyukur, bahwa keputusan yang dihasilkan oleh Muktamar 1 Abad ini cukup berbobot. Keputusan tersebut, khususnya Program Persyarikatan telah diputuskan dengan mempertimbangkan berbagai faktor, baik visi dan misi Persyarikatan yang harus diwujudkan, maupun faktor lingkungan strategik, baik internal maupun eksternal. Kita merasa yakin, kalau keputusan-keputusan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, insya Allah, dalam memasuki Abad Kedua, Muhammadiyah akan mengalami kemajuan yang luar biasa dan merupakan sebuah kekuatan yang mampu mendorong lahirnya peradaban utama.

Pertanyaannya sekarang, apakah keputusan-keputusan Muktamar tersebut, dalam tenggang waktu satu setengah tahun ini sudah mulai dilaksakanan? Bagaimana keputusan itu dilaksanakan? Sudah sampai sejauh manakah pelaksanaannya? Dalam melaksanaan keputusan Muktamar, permasalahan, kendala dan hambatan apa saja yang dihadapi? Apakah selama satu setengah tahun ini, seluruh tingkatan Persyarikatan mulai dari tingkat Wilayah ke bawah sampai tingkat Ranting, semuanya sudah menyelenggarakan Musyawarah? Apakah masih ada Daerah, Cabang atau Ranting yang sampai saat ini belum menyelenggarakan Musyawarah? Apakah seluruh satuan organisasi, mulai dari tingkat Wilayah sampai Ranting, semuanya sudah menjabarkan Program Persyarikatan Periode 2010-2015, masing-masing sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi? Apakah Persyarikatan, dari tingkat Wilayah ke bawah sampai tingkat Ranting, semuanya sudah memperbarui pimpinannya? Apakah di semua tingkatan Persyarikatan, sudah dibentuk Unsur Pembantu Pimpinan (UPP), sesuai dengan Qaidah UPP dan Kebijakan Pimpinan Persyartikatan? Apakah Pimpinan Persyarikatan di semua tingkatan, sejak dari tingkat Pusat sampai tingkat Ranting sudah melakukan konsolidasi, mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan bagi pelaksanaan keputusankeputusan Muktamar, baik perangkat lunak maupun perangkat kerasnya? Apakah para akktivis Persyarikatan, terutama yang memegang tampuk pimpinan, baik di Persyarikatan, di UPP maupun di AUM, semuanya sudah memahami dengan baik keputusan-keputusan Muktamar? Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan baik, Pimpinan Persyarikatan di semua tingkatan, perlu melakukan pengendalian dan evaluasi, masing-masing sesuai dengan fungsi, tugas, wewenang dan tanggungjawabnya. Di samping itu dengan pengendalian dan evaluasi, Pimpinan Persyarikatan sekaligus dapat memberikan dorongan apabila pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar, khususnya Program Persyarikatan mengalami keterlambatan dan kemacetan. Bahkan lebih jauh lagi, dengan pengendalian dan evaluasi Pimpinan Persyarikatan dapat melakukan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan, serta penghentian terhadap kekeliruan yang sedang berlangsung. Dengan demikian peran pengendalian dan evaluasi sangat penting dan strategis. Ia sebagai pendinamis dan sekaligus sebagai pengaman bagi pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar.l SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

27


DIALOG

PROF DR AMIN ABDULLAH

Semangat Puritanisme Perlu Bersinergi dengan Keilmuan Kontemporer ‘Proyek’ meredam radikalisme agama yang santer dipropagandakan akhir-akhir ini mendapatkan sasaran bidik baru. Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab (Wahabiy) yang mengusung semangat puritanisme dituduh sebagai paham Islam radikal.

D

engan karakteristik yang radikal, paham Wahabiy disinyalir menjadi salah satu inspirasi gerakan terorisme di Tanah Air. Seperti apakah paham Wahabiy? Bagaimanakah masa depan paham puritan ini? Berikut petikan wawancara Mu’arif dari Suara Muhammadiyah dengan Prof DR Amin Abdullah, mantan rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, baru-baru ini. Citra Wahabiy sebagai paham yang menginspirasi gerakan teroris makin santer. Menurut bapak, benarkah penilaian tersebut? Sebenarnya, persoalan ini sangat kompleks. Satu faktor tidak bisa dijadikan sebagai sumber untuk memberikan penilaian, apakah Wahabiy dapat disebut sebagai inspirator gerakan teroris. Persoalan ini 28

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

melibatkan banyak faktor. Ada faktor politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Jadi, persoalannya multifaktor. Pada aspek mana paham Wahabiy sangat rentan melahirkan gerakan terorisme? Memang paham keagamaan dapat menjadi salah satu dari inspirasi gerakan teroris. Tetapi di atas segalanya itu bermuara pada problem keadilan. Jika persoalan belum ada solusi, atau keadilan belum dapat ditegakkan, orang akan dengan mudah menjadikan agama sebagai legitimasi untuk meruntuhkan rezim. Dalam persoalan ini, satu hal yang paling mudah dibidik adalah argumen ketidakadilan. Seperti apakah karakteristik pemikiran Wahabiy? Untuk bisa mengetahui karakteristik gerakan ini, kita perlu melihat sejarah pada era 1750-an. Kita perlu memahami kondisi sosial dan politik di tanah Arab pada era tersebut. Sebagai gerakan keagamaan, memang benar Wahabiy gerakan purifikasi. Tetapi, satu hal yang harus dicatat, bahwa semua agama juga memiliki potensi yang sama. Dalam agama Kristen juga ada gerakan purifikasi yang radikal. Demikian juga dalam Islam, ada gerakan purifikasi seperti Wahabiy yang sangat radikal. Hanya saja,


DIALOG pada era modern seperti sekarang ini, persoalannya sudah sangat kompleks, tidak cukup hanya purifikasi. Adakah yang harus dikoreksi dari paham Wahabiy? Manusia tidak hidup sendiri. Pada era modern sekarang ini, kita semua hidup sebagai warga dunia, world citizen. Dengan demikian, kita juga perlu kesadaran baru. Yaitu, kesadaran bahwa kita sedang hidup bersama dengan orang lain yang memiliki latarbelakang kewarganegaraan, agama, sosial, dan budaya berbeda. Saya sendiri tidak tahu, apakah kesadaran baru semacam ini tumbuh di kalangan pengikut Wahabiy atau tidak. Dapatkah pemikiran Wahabiy diaplikasikan dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia? Kalau yang dimaksud ajaran tauhid sebagai bagian dari keadilan, maka semua orang pasti masih membutuhkannya. Isu keadilan masih akan terus relevan. Gerakan purifikasi harus dapat menjawab persoalan sosial kekinian yang makin kompleks.

Kasus korupsi yang marak di Indonesia, misalnya, adalah bagian dari krisis moral. Jika kasus korupsi dipahami sebagai bagian dari persoalan agama, maka gerakan purifikasi harus dapat memberikan jawaban atas ketidakadilan sosial ini. Agar gerakan purifikasi tetap relevan, perlu perjumpaan dengan ilmu-ilmu sosial yang lain. Persoalan kehidupan manusia di era modern sekarang melibatkan banyak faktor yang kompleks. Muhammadiyah sering dituduh Wahabiy. Menurut Bapak, benarkah tuduhan tersebut? Bisa benar, bisa tidak. Inspirasi gerakan Muhammadiyah yang mengusung semangat pemurnian Islam tidak bisa lepas dari sejarah. Kemungkinan benar masih membutuhkan kajian dan penelitian lebih lanjut tentang hubungan ini dalam konteks kesejarahan. Sebab, dari segi lokalitas sejarah sudah berbeda. Namun, banyak indikasi yang menunjukkan bahwa Muhammadiyah berbeda dengan Wahabiy. Muhammadiyah mendirikan Perguruan Tinggi dengan membuka ilmu-ilmu baru. Gerakan Wahabiy

“Manusia tidak hidup sendiri. Pada era modern sekarang ini, kita semua hidup sebagai warga dunia, world citizen. Dengan demikian, kita juga perlu kesadaran baru.�

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

29


DIALOG tidak seperti itu. Muhammadiyah melakukan aktivitas, seperti mendirikan Rumah Sakit. Gerakan Wahabiy tidak melakukan seperti itu. Muhammadiyah juga mewadahi aktivitas kaum perempuan, sebut saja ‘Aisyiyah. Gerakan Wahabiy tidak sampai kesitu. Jadi, tidak mudah menganggap Muhammadiyah sama dengan Wahabiy. Adanya ruang bagi pengembangan kreativitas seni, penyelenggaraan PTM, pendirian rumah sakit, dan akomodasi gerakan perempuan, menjadi indikasi bahwa secara organisasi gerakan Muhammadiyah

Kasus perang Irak dan Kuwait membuat rezim Saudi Arabia ketakutan, kemudian mengundang Amerika Serikat. Begitu juga latarbelakang kemunculan gerakan ini berkaitan dengan politik kekuasaan setempat. Dengan demikian, pola gerakan Wahabiy sejak awal hingga sekarang sudah berbeda. Latar belakang gerakan Wahabiy berbeda dengan Muhammadiyah. Tantangan-tantangan yang dihadapi juga berbeda. Jika Wahabiy memiliki relasi dengan kekuasaan rezim setempat, maka Muhammadiyah tidak seperti itu. Tantangan-tantangan yang dihadapi

Wahabiy itu bermetamorfosa. Gerakan ini berhubungan dengan istana (kekuasaan— red.). Kasus perang Irak dan Kuwait membuat rezim Saudi Arabia ketakutan, kemudian mengundang Amerika Serikat. Begitu juga latarbelakang kemunculan gerakan ini berkaitan dengan politik kekuasaan setempat

berbeda dengan Wahabiy. Sekarang permasalahannya, jangan melihat gerakan Muhammadiyah dari aspek purifikasinya saja, tapi lihatlah aspek dinamisasinya. Pada aspek manakah gerakan Muhammadiyah sering dinilai sejalan dengan paham Wahabiy? Pada aspek pemurnian. Aspek ini ketika masuk wilayah budaya menjadi masalah. Kajian budaya membutuhkan ilmu-ilmu lain, seperti filsafat, sosiologi, antropologi, dan lain-lain. Jika budaya hanya dibenturkan dengan semangat purifikasi, maka itu akan menjadi masalah. Oleh karena itu, perlu digunakan ilmu-ilmu lain untuk mengkaji budaya. Dari segi organisasi, Muhammadiyah jelas tidak identik dengan Wahabiy. Menurut Bapak, apakah pola gerakan Wahabiy sama dengan Muhammadiyah? Wahabiy itu bermetamorfosa. Gerakan ini berhubungan dengan istana (kekuasaan—red.). 30

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

Muhammadiyah di Indonesia (dulu Hindia Belanda— red.) juga berbeda dengan Wahabiy di Arab Saudi. Ke depan, apakah puritanisme masih dapat bertahan di tengah kehidupan masyarakat modern yang makin kompleks? Ini dialektika kehidupan yang melibatkan banyak faktor. Harus ada dialektika antara agama, budaya lokal, dan keilmuan. Jangan memahami persoalan hanya sepotong, tetapi harus secara keseluruhan. Menurut saya, semangat puritanisme masih tetap relevan jika bersinergi dengan ilmu-ilmu sosial lain. Misalnya, dalam kasus moral, semangat pemurnian dari korupsi masih dibutuhkan. Saya kira, semangat semacam ini selamanya masih akan terus ada. Ke depan, semangat pemurnian masih dibutuhkan. Tentu saja dengan catatan, asalkan mau berdialog dengan ilmu-ilmu kontemporer yang terus berkembang. Kita adalah warga dunia dan membutuhkan kesadaran baru tentang itu.l rif


TELAAH PUSTAKA

PANDUAN BERISLAM SEHARI-HARI AHMAD FATONI Pengajar Bahasa Arab Universitas Muhammadiyah Malang

Judul Buku Penulis Penerbit Cetakan Tebal

A

: Islam dalam Kehidupan Keseharian : KH Mu’ammal Hamidy : Hikmah Press, Surabaya : Pertama, Maret 2011 : 382 halaman

DA seseorang yang berangkat haji tapi menggunakan uang pinjaman dari orang lain, kemudian dilunasi sepulang haji dengan cara potong gaji. Sahkah haji orang tersebut? Bagaimanakah hukum gaji yang diterima dari pekerjaan yang awal masuknya dengan cara menyuap? Kalau Islam membolehkan poligami sampai empat istri, lantas siapakah dari keempatnya itu yang akan menjadi pendamping sang suami di akhirat kelak? Jika pria di surga nanti ditemani bidadari, lalu kalau perempuan ditemani siapa? Itulah beberapa pertanyaan terkait permasalahan agama sehari-hari yang beredar di tengah masyarakat. Dalam kumpulan tulisan yang bersumber dari beberapa rubrik majalah yang diasuhnya, KH Mu’ammal Hamidy menjawab ratusan permasalahan umat mulai dari persoalan ibadah, muamalah, keluarga, dan dakwah sosial, kemudian dibukukan dengan judul Islam dalam Kehidupan Sehari-hari. Dari sekian topik masalah yang ada, itu disusun sedemikian sistematis. Buku ini secara garis besar dibagi menjadi sembilan bagian. Bagian pertama mengulas berbagai amalan shalat. Bagian kedua, ketiga, dan keempat secara berturut-turut membahas seputar shalat Berjamaah, shalat Jum’at, dan shalat Hari Raya. Bagian kelima, menyinggung perkara haji dan puasa. Bagian keenam, memaparkan permasalahan zakat dan harta. Bagian ketujuh, mengurai pernikahan dan hak waris. Bagian kedelapan dan kesembilan, menerangkan tentang adab dalam berkeluarga dan adab berpakaian. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dewasa ini, problem masyarakat sebagai subjek dan sekaligus objek, seolah mencapai titik kulminasi. Berbagai problema keagamaan yang dihadapi masyarakat sering tidak

terselesaikan melalui cara-cara tradisional, sehingga perlu dilakukan upaya konkret selain tekstual, yakni langkah-langkah pelacakan terhadap spirit universalitas dan fleksibilitas fiqih Islam secara lebih fungsional sehingga persoalan-persoalan keumatan dapat terdeteksi dan ditemukan solusinya. Upaya konkret itulah yang dapat kita simak dari buku ini karena telah mendokumentasikan pelbagai persoalan yang diajukan masyarakat. Masalah-masalah itu lantas direspons secara ilmiah lewat sebuah media konsultasi agama dengan harapan dapat dibaca masyarakat luas sebagai upaya membuka wawasan ke-Islaman mereka, terutama pengetahuan di bidang amaliah keseharian. Sebagai kumpulan tulisan, tentu saja sulit dihindari pengulangan topik yang sama. Namun demikian, usaha penulis patut mendapat apresiasi dari semua pihak. Mencermati jawaban-jawaban KH Mu’ammal Hamidy, barangkali terwakili dengan tiga kata: bernash, ashalah, dan istiqamah. Bernash dalam arti bahwa jawaban yang disampaikan selalu mendahulukan apa kata Allah SwT dan apa kata Rasulullah saw. Penulis tidak pernah mendahulukan pendapat manusia selagi teks Al-Qur’an atau Al-Hadits masih memadai. Maksud ashalah ialah bersungguhsungguh dalam menyajikan orisinalitas pandangan Islam dalam setiap jawaban. Adapun makna istiqamah di sini yaitu tidak gampang dipengaruhi oleh situasi zaman yang selalu berubahubah atau tidak mudah mengikuti pendapat siapa pun tanpa mengetahui proses dalam pengambilan dalil tentang suatu persoalan. Terlepas dari beberapa kekurangan, buku ini mengandung banyak kelebihan, pertama, cakupan bahasannya yang luas dan berhubungan langsung dengan berbagai persoalan keseharian kaum Muslim. Kedua, pembahasan dan uraiannya lugas dan tegas. Ketiga, muatannya mengandung spirit orisinalitas kebenaran. Dengan kata lain, bunga rampai persoalan keagamaan umat yang tertuang dalam buku ini setidaknya dapat memberikan kontribusi positif bagi pembinaan dan pencerahan umat.l

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

35


DI ANTARA KITA

MUHAMMADIYAH MAKIN PRO SENI BUDAYA

H

adirnya Lembaga Seni Budaya dan Olahraga di tubuh Muhammadiyah dimaksudkan agar dinamika seni budaya dan olah raga di Persyarikatan makin meningkat. Setelah berhasil merumuskan 60 macam kegiatan pokok, maka langkah pun terus diayunkan. Antara lain dengan menyelenggaraan Festival Muharam 1433 H di kampus Universitas Ahmad Dahlan yang berlangsung 26-27 Nopember 2011. “Ini sudah merupakan Festival Muharam tahun ke tujuh. Kali ini kegiatannya lebih komplet,” kata Drs Jabrohim, MM, Ketua Lembaga Seni Budaya dan Olahraga PP Muhammdiyah. Festival Muharam tahun ini, yang dilangsungkan berkat kerjasama LSBO PP Muhammadiyah dengan Universitas Ahmad Dahlan diawali dengan pembukaan Pameran Seni Rupa Islami yang diikuti pelukis dan perupa Islam di hall Kampus 1 Universitas Ahmad Dahlan. Pameran yang dimulai 26 November berlangsung selama satu minggu. Suasana kampus Universitas Ahmad Dahlan pun berubah dengan sajian karya seni rupa yang indah itu. Kemudian di auditrorium, kampus yang sama dilangsungkan Pidato Budaya oleh Prof Dr HM Amien Rais tentang bagaimana mengefektifkan komunitas dan event seni budaya sebagai upaya Muhammadiyah untuk lebih memasuki dan berkembang di masyarakat. “Muhammadiyah dulu dapat masuk ke Surakarta, bahkan sampai ke jantung Mangkunegaran dan Kasunanan Solo karena bapak-bapak kita dalam berdakwah dengan mempergunakan pendekatan budaya. Budaya Jawa yang sebenarnya berbasis nilai Islam kita hargai dan dikembangkan. Ini memudahkan Muhammadiyah beradaptasi dengan masyarakat luas,” kata Pak Amien Rais. Kegiatan yang cukup mendapat apresiasi adalah peluncuran 20 buku karya penulis Muhammadiyah. Buku yang diluncurkan oleh Ketua PP Muhammadiyah Drs Syukriyanto AR terdiri dari novel, kumpulan puisi, kumpulan esai yang terbit pada tahun mutakhir. “Saya harapkan akan lebih banyak lagi buku karya penulis Muhammadiyah. Tujuannya, agar para penulis Muhammadiyah dapat mengembangkan pengaruh di masyarakat sehingga kemudian dapat mempengaruhi arah perkembangan budaya masyarakat,” kata Pak Syukriyanto. Peluncuran buku ini dilengkapi dengan acara bedah buku 36

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

berjudul Rimba Ka’ban karya Syafril Thoha Nur, alumnus Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta yang sukses menjadi seniman teater dan aktivis media di Kalimantan Timur. Yang melakukan kajian atas buku ini, Aminudin Rifai yang bekerja di Balai Bahasa Kalimantan Timur. Kegiatan Festival Muharam tidak berhenti di sini. Pada hari yang sama setelah Maghrib, di kampus 2 Universitas Ahmad Dahlan berlangsung lomba baca puitisasi terjemahan Ayat Al- Qur’an, bedah buku dan pertunjukan non stop sampai malam dan pagi harinya. Untuk para guru seni budaya di sekolah Muhammadiyah diberi kesempatan untuk mengikuti workshop tentang bagaimana mengelola dan mengembangkan pendidikan seni di sekolah Muhammadiyah. Mulai dari seni rupa, sastra sampai seni musik. Kegiatan ini berlangsung di kampus 1 Universitas Ahmad Dahlan. Festival Muharam ini dihadiri oleh aktivis seni budaya Muhammadiyah dari berbagai daerah, luar Jawa dan dari dalam Jawa sendiri. Mereka menikmati sajian seni rupa, sajian musik, puisi, pertunjukan, diskusi, pidato kebudayaan dan workshop pendidikan seni budaya. Wakil dari berbagai kampus Muhammadiyah juga hadir pada kegiatan ini. Para alumni Universitas Ahmad Dahlan yang sukses di berbagai kota di Indonesia pun hadir. Bersama dengan para mahasiswa KKN yang memiliki desa binaan yang membawa rombongan seni pertunjukan lokal meramaikan festival ini. Rektor Universitas Ahmad Dahlan, Drs Kasyiyarno, MHum pun menyambut baik penyeleggaraan Festival Muharam yang tahun ini lebih mantap penjelenggaraannya. “Kami selalu mendukung kegiatan semacam ini, agar Muhammadiyah makin pro dengan seni budaya. Kampus kami pun aktif membina kelompok kesenian, baik yang modern maupun yang tradisional. Mudah-mudahan tahun depan kegiatan festival Muharam ini bisa lebih semarak lagi,“ kata Rektor UAD berharap. Selaku ketua LSBO PP Muhammadiyah, Jabrohim mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang membantu dan menyukseskan Festival Muharam ini. “Termasuk bantuan kampus lain di Yogyakarta dan Bandung,” katanya. LSBO terus berupaya agar Muhammadiyah makin pro seni budaya,” katanya.l Bahan dan tulisan: tof


DI ANTARA KITA

RSU PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA GREEN HOSPITAL RAIH AKREDITASI

R

umah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dalam Akreditasi 2011 oleh Pemerintah berhasil sukses meraih Akreditasi 16 Bidang Standar Pelayanan. Kesuksesan RS PKU yang berstatus RS Tipe C, melampaui status dari RS besar Tipe B di Yogyakarta yang hanya mampu meraih 12 Bidang Standar Pelayanan yang disandang oleh RSU Dr Sardjito Bulaksumur. RS PKU Muhammadiyah yang kini dikelola secara profesional dengan muatan ‘ekonomi’, tetap merupakan rumah sakit yang memberikan pelayanan sosial secara maksimal sebagai misinya dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar. Hal itu dibuktikan dengan penyediaan pelayanan kesehatan 40% untuk pasien tidak mampu, yang sebenarnya pada umumnya menurut undang-undang hanya sebesar 30% . Atau kini ditempatkan 100 tempat tidur pasien bagi orang tidak mampu. Dalam beberapa kasus tertentu, RS PKU Muhammadiyah bahkan memberikan keringan dan biaya gratis untuk pasien dengan observasi lewat penelitian teliti bagi para calon pasien yang akan diberikan pelayanan gratis. Sumber pendanaan untuk kategori tersebut, diungkapkan, ada beberapa sumber di antaranya adalah dari bazarnis, penyandang dana, dana karyawan yang dikumpulkan. Serta memberikan pelayanan jamkesmas, jamkesda, dan askes.

“Ternyata masyarakat merasakan manfaatnya, kendati rumah sakit sendiri menombok Rp 1,8 milyar setiap tahunnya,” kata Ahmad Hidayat. Peningkatan kualitas SDM, terbanyak dalam menyekolahkan karyawan untuk mengikuti pendidikan di luar negeri terutama di Taiwan. “Setiap tahun kita keluarkan dana Rp 500 juta untuk sekolah tenaga dokter spesialis,” tambah Dr Joko Mudianto. Sebagai rumah sakit yang mencanangkan pengembangan konsep Green Hospital, RS PKU Muhammadiyah memiliki sistem pengolah limbah sendiri yang hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan rumah sakit. Di antaranya, dari hasil pengolahan limbah cair, airnya dapat dimanfaatkan untuk penyiraman pohon tanaman. Sedang pengolahan limbah padat yang menghasilkan kompos, dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi kecil. “Konsep ini sangat efisien, save water and save energy” katanya, sehingga kemudian dikembangkan menjadi Rumah Sakit Pendidikan yang bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, sebagai rumah sakit swasta yang sedang berjalan menuju arah klasifikasi RS Tipe “B”, merupakan rumah sakit yang memiliki dokter tetap cukup besar, yaitu 36 dokter serta dukungan 800 karyawan.l am

UHAMKA WISUDA 2.280 MAHASISWA JAKARTA - Universitas DR Hamka (UHAMKA) dalam periode 2011-2012 ini, berhasil mewisuda 2.280 mahasiswa. Rektor UHAMKA Prof DR H Suyatno, MPd menegaskan bahwa di tahun akademik 2011-2012 UHAMKA berhasil mewisuda 2. 280 magister, sarjana, dan ahli madya. Hal tersebut ditegaskan Prof DR Suyatno, MPd saat memberikan laporan pada sidang terbuka senat UHAMKA dalam rangka wisuda magister, sarjana dan ahli madya di Balai Sidang Jakarta Convention Center, 17 Desember 2011. Menurut Suyatno, besarnya jumlah wisudawan itu merupakan sebuah rekor tertinggi sepanjang 54 tahun perjalanan UHAMKA. “Tahun 2011 ini merupakan tahun yang menggembirakan bagi perjalanan UHAMKA sepanjang 54 tahun usianya. Karena di tahun ini jumlah wisudawan mencapai 2.285 orang. Ini merupakan sebuah rekor tertinggi yang dicapai UHAMKA,”ujarnya.l m/d

UAD WISUDA 1.055 MAHASISWA YOGYAKARTA– Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta menyelenggarakan wisuda periode Desember 2011, akhir pekan lalu. Wisuda UAD yang berlangsung di Jogja Expo Center (JEC) tersebut meluluskan 1.055 sarjana dari 29 program studi (prodi). Mereka terdiri dari 1.029 lulusan S-1 dan 21 lulusan program S-2 (pascasarjana dan magister). Dari jumlah tersebut, 154 lulus dengan predikat cumlaude dan peraih indeks prestasi kumulatif (IPK) tertinggi yakni Ayu Fitriani dari Prodi Psikologi dengan IPK 3,9. Sedangkan wisudawan termuda disandang Laelun Hartati juga dari Prodi Psikologi yang lulus pada usia 21,2 tahun. Dengan bertambahnya lulusan periode ini, maka alumni UAD telah mencapai 26.481 orang. Demikian diungkapkan Drs Dedi Pramono, MSi kepada Suara Muhammadiyah. Wisuda UAD kali ini termasuk wisuda yang terbanyak dibandingkan wisuda pada periode pertama maupun kedua pada tahun 2011 ini.l d SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

37


‘ I B R A H

BUKAN KULIT LUAR

A

mr bin Ash dan keluarganya sewaktu awal masuk Islam mengalami tekanan dan siksaan fisik dari kaum kafir Quraisy sebagaimana Bilal bin Rabbah. Karena siksaan yang luar biasa dan rasa kasih sayang untuk menyelamatkan anggota keluarganya, Amr bin Ash sampai dipaksa untuk menyatakan tidak mengikuti ajaran Islam. Berita ini menggemparkan kaum Muslimin, sampai sebagian menghakimi dan mencela Amr bin Ash. Namun Nabi sangatlah arif. Beliau meminta kaum Muslimin tidak memvonis Amr bin Ash keluar dari Islam. Amr masih beragama Islam. Kaum Muslimin pun memahami keadaan yang demikian. Kasus lain berkisah sebaliknya. Komunitas Badui dari suku Bani Ibn Khuzaiman berbondong-bondong masuk Islam. Motif lahiriahnya karena saat itu sedang ditimpa musim kelaparan atau paceklik. Mereka datang menghadap Nabi dan mengikrarkan diri telah beriman. Pada saat itu turunlah ayat ke-14 Al-Qur’an surat Al-Hujarat, yang artinya: “Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman.” Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujarat: 14). Beriman dan ber-Islam bukan sekadar berikrar, tetapi harus ditunjukkan oleh keyakinan dan tindakan yang nyata serta konsisten. Komunitas Badui Arab itu baru berikrar masuk Islam, belum ber-Islam dalam arti tunduk secara awal atau lisan, yang harus ditunjukkan dengan ke-Islaman yang lebih dari itu, lebihlebih untuk beriman. Esensinya ialah Islam itu harus paralel dengan iman dan ihsan sebagaimana Hadits Nabi ketika didatangi Malaikat Jibril dan ditanya tentang tiga perkara itu. Islam harus terkait dengan iman dan ihsan, iman harus sejalan dengan Islam dan ihsan, dan ihsan harus seirama dengan Islam dan iman dalam satu kesatuan yang utuh. Pendek kata, Islam secara keseluruhan mencakup di dalamnya iman dan ihsan. Islam termasuk di dalamnya iman dan amal. Islam bukan sekadar ikrar dalam lisan, tetapi harus ditunjukkan dengan perbuatan yang sejalan. Di sinilah pentingnya konsistensi dalam ke-Islaman. Bahwa ke-Islaman itu bukan hanya kata-kata, retorika, dan simbol semata. Ke-Islaman itu harus dibuktikan dengan tindakan-tindakan yang mengandung pesan Islam sebagaimana ajaran-ajarannya yang mendasar. Jadi, Islam itu bukan sekadar kulit luar. Kini karena demikian semangatnya untuk menampilkan

38

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

Islam ke luar, tidak jarang yang hadir simbol semata. Simbol itu baik, tetapi tidak cukup. Syariat secara lahiriah itu penting, tetapi isi dan substansi itu tidak kalah pentingnya. Paling ideal tentu saja syraiat itu rukun sekaligus isi, sehingga menampilkan konsistensi atau paralel dari kesatuan Islam dengan iman dan ihsan. Tapi yang sering terjadi malah reduksi atau pengurangan atau penyederhanaan yang membuat ke-Islaman kehilangan substansi dan pesan utamanya. Islam yang ditampilkan dalam syariat lahiriah ternyata yang ditunjukkan hal-hal yang parsial dan formal semata. Cara berpakaian ala Arab, atribut-atribut fisik seperti jenggot, dan namanama yang diberi atribut syariat tetapi tidak disertai isi yang unggul dan lebih baik dari yang lain. Tidak lebih bersih, tidak lebih sehat, tidak lebih akuntabel, tidak lebih utama, tidak lebih baik, tidak lebih unggul dari sistem yang lain. Akibatnya, ke-Islaman yang serba simbolik dan kulit luar itu kehilangan keterpercayaan dan kehormatan di hadapan sistem lain. Kadang muncul pertanyaan kritis. Banyak negara-negara yang disebut sekuler tetapi kehidupannya lebih maju, tidak ada korupsi, damai, dan unggul dalam berbagai aspek kehidupan. Tetapi negara-negara yang memakai simbol Islam malah tertutup, otoriter, korup, dan banyak masalah. Di mana Islam itu hadir dalam klaim serba formal? Tentu yang baik dan ideal ialah antara Islam normatif dan Islam sejarah (kenyataan) sejalan. Tapi tentu saja, hal-hal yang disebut Islami itu lahir dari substansi Islam yang autentik atau hakiki, bukan sekadar kulit luar. Harus ditunjukkan pula secara jujur, mana yang benar-benar langsung dari ajaran Islam dan mana hasil ijtihad agar tidak terjadi pemutlakan yang sesungguhnya bersifat ijtihadi yang memungkinkan setiap umat berbeda dalam pemahaman dan pengamalannya. Karena semangatnya menampilkan simbol luar, kadang mudah menghakimi sesama sebagai tidak menjalankan syariat. Tidak Islami. Malah memvonis sesama Muslim sebagai mengikuti sistem non-Islam, sistem thaghut, sistem haram. Akibatnya, kehidupan ke-Islaman lebih banyak diwarnai labellabel yang memvonis sambil kehilangan pancaran mengamalkan Islam yang mencerahkan kehidupan. Malah jangan sampai paradoks, klaim dan kulit luarnya Islami, tetapi isinya masih jauh panggang dari api. Tampilkan konsistensi Islam antara kulit luar dan isi. Islam yang terbaik dalam kenyataan lebih dari sekadar simbol dan klaim formal. Islam yang sejalan antara kata atau lisan dan tindakan. Islam yang menjadi rahmatan lil’alamin.l A. Nuha


SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

39


B I N A

A K I D A H

PERINGATAN TAHUN BARU DALAM KONTEKS MANUSIA BERIMAN DR MOHAMMAD DAMAMI, MAg

B

agi umat Islam, sejak tanggal 26 November 2011, kalendernya telah masuk ke 1433 H. Dalam konteks ini, latar belakang diterapkannya kalender khusus umat Islam tersebut perlu menjadi acuan untuk memahami peringatan atau memasuki tahun baru yang lain. Dalam hal ini Tahun Baru Masihiyah/Miladiyah yang insya Allah akan memasuki tahun 2012 M. Seperti diketahui, diterapkannya Tahun Hijriyah adalah atas inisiatif Khalifah Umar bin Khaththab. Penamaan Hijriyah berkaitan langsung dengan masalah peristiwa “hijrah” yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad saw dan umatnya dari kota Makkah ke kota Yatsrib pada waktu itu, yang kemudian kota tersebut diberi nama baru Madinah. Apa hakikat hijrah? Seperti diketahui, dakwah Rasulullah saw senantiasa mendapat halangan dan bahkan ancaman dari masyarakat Makkah di bawah komando suku Quraisy dan tokoh-tokohnya. Seperti Abu Jahal, Abu Lahab, Umayyah bin Khalaf, Ubay bin Khalaf, Al-Hakam bin Abul-Ash, dan sebagainya. Setelah ancaman tersebut telah tampak mulai menapaki puncaknya, yaitu dengan rencana Quraisy untuk membunuh Rasulullah saw secara terang-terangan, maka niat untuk hijrah ke Yatsrib menjadi bulatlah dalam hati Rasulullah saw. Perjalanan hijrah tersebut, Rasulullah saw ditemani Abu Bakar Ash-Shiddiq sangat menegangkan dan sekaligus mencemaskan, karena orang Quraisy sudah bersumpah akan mati-matian berusaha untuk menangkap Rasulullah saw, hidup atau mati. Sungguhpun begitu semangat dan intensif usaha mereka untuk menangkapnya, namun usaha mereka tetap gagal. Allah SwT yang menggagalkannya (Al-Anfal [8]: 30). Dengan demikian, penamaan kalender Islam dengan sebutan “hijriyah” mengandung pesan bahwa yang perlu diperingati dari peristiwa 40

tersebut adalah nilai “perjuangan atau kejuangan” dari Nabi Muhammad saw dan umatnya yang biasa disebut kaum Muhajirin. Jadi yang diperingati bukan hari, tanggal atau tahun lahir sesuatu atau didirikannya sesuatu. Bahkan ketika kaum muhajirin menegaskan sikap dan niatnya untuk berhijrah, sebenarnya di depan mereka masih terdapat teka-teki apa yang akan menjadi konsekuensi untuk masa-masa selanjutnya, apakah sukses atau justru gagal, apakah nanti hidup lebih tenang atau malahan ancaman kematian menjadi-jadi. Sekarang kita berbicara tentang Tahun Baru Masihiyah/Miladiyah yang kemudian popular dengan sebutan Tahun Masehi. Seperti diketahui, Tahun Masehi adalah memperingati kelahiran Isa al Masih as. Dalam kalangan kaum Kristiani dikenal dengan sebutan Peringatan Natal (“natal” berasal dari kata “natus” yang berarti lahir; bahasa Latin). Puncaknya adalah masuk Tahun Baru Masehi. Sejauh yang pernah diketahui, makna yang terkandung dalam Natal adalah untuk memperingati kelahiran Isa al-Masih as atau yang di kalangan kaum Kristiani disebut Yesus Kristus. Muatan peringatannya lerbih banyak terfokus pada bagaimana proses Yesus Kristus dilahirkan Bunda Maria. Disitulah lalu diadakan upacara agama atau disebut juga ritus. Diceritakan dalam upacara tersebut bagaimana tanda-tanda alam menunjukkan akan lahirnya Yesus Kristus di kalangan para penggembala di tanah Yudea, yaitu di kampung Betlehem dengan segala keunikannya. Jadi, masalah kelahiran dan seputarnya yang diutamakan. Dengan berdasar uraian di atas menjadi jelas bahwa terdapat perbedaan tajam dalam menyikapi 2 (dua) tahun baru tersebut. Tahun Baru Hijriyah mengutamakan pesan “perjuangan”, sedangkan dalam Tahun Baru Masehi tampak lebih

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

mengutamakan “sosok”, yaitu Yesus Kristus. Sekarang pertanyaannya adalah bagaimana cara seorang Muslim/ Mukmin dalam menyikapi terhadap Tahun Baru Masehi? Untuk menjawabnya perlu urutan berfikir berikut ini. Pertama, sosok yang diperingati dalam Tahun Baru Masehi memang ada padanannya dalam AlQur’an, yaitu Isa al-Masih atau Isa ibnu Maryam (Ali Imran [3]: 45). Dengan demikian ada padanan nama dari sosok tersebut. Kedua, dalam Al-Qur’an Isa alMasih telah dinyatakan dengan jelas dan tegas bahwa dia adalah salah seorang Rasulullah, atau utusan Allah SwT (AnNisa’ [4]:171; Ash-Shaf [61]: 6, bahkan dimasukkan ke dalam kelompok RasulRasul Allah SwT yang besar, yaitu Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Mohammad (AlAhzab [33]: 7). Karena itu umat Islam dan kaum Mukminin wajib mengimani mereka, tanpa membeda-bedakannya. Ketiga, dari kelima nama Rasul yang besar tersebut yang diperingati dan dijadikan kelahirannya menjadi nama dan hitungan tahun hanyalah Isa al Masih saja. Sementara itu setiap Rasul sudah pasti memiliki pengikut, bukan hanya Rasul tertentu yang memiliki pengikut. Keempat, umat Islam diajari untuk tidak membeda-bedakan antara satu Rasul dengan Rasul lainnya. Semuanya sama, yaitu sama-sama (hanya dan) sebagai Rasul, utusan Allah SwT. Karena itu umat Islam tidak diajari untuk mengkultuskan di antara Rasul-Rasul tersebut secara berlebih-lebihan. Berdasar argumen 4 (empat) butir di atas, maka bagi umat Islam atau kaum Mukmin dalam menghadapi Tahun Baru Masehi perlu dengan sikap yang khas Islam, yaitu hanya ingin memperingati bagaimana “perjuangan” Nabi Muhammad saw berdakwah seperti yang termuat dalam peristiwa hijrah. Jadi, bukan untuk kultus sosok dan semacamnya. Wallahu a’lam bishshawab.l


B I N A

A K H L A K

Bertahun Baru dengan Muhasabah MUHSIN HARIYANTO

M

enikmati suasana malam tahun baru di kota ini (Yogyakarta) terasa pengap. Deru suara knalpot, mercon yang dipadu dengan hingar bingar musik cadas yang menyiratkan pemberontakan anak muda terhadap kejenuhan mereka dalam menghadapi persoalan hidup, semakin membuat diri penulis paham bahwa ada sesuatu yang perlu diperbaiki. Dan kata kuncinya “pendidikan karakter”, yang selama ini kurang mendapat perhatian dibanding pendidikan formal di sekolah yang lebih menekankan artipentingnya “intelektualitas”. Ironis! Di tengah keterpurukan bangsa ini dalam budaya ‘korupsi’. Meminjam istilah Dewabrata (2005), “Di antara kerabat durjana (penjahat), memang korupsilah yang amat populer di kalangan rakyat Indonesia sejak zaman Orde Baru hingga Orde Reformasi yang tidak kalah amburadul dibanding orde-orde sebelumnya. Tak henti-henti orang mempergunjingkan korupsi sambil tertekan rasa jengkel, gondok seleher. Sementara itu, koruptornya tak habis-habis bermunculan; dijaring satu tertangkap seribu. Saking berjubelnya koruptor. Namun, hingga kini penulis – dan juga anak-anak muda yang tengah berpesta pora di malam tahun baru itu – tahu bahwa pemberantasan korupsi masih terlalu jauh dari harapan, meskipun sudah ada tanda-tanda kepedulian yang lebih-kurang bisa sedikit membuat ‘lega’. Tahun baru kali ini lebih banyak menjadi ajang untuk ‘berhura-hura’. Tak hanya anak muda, bahkan orang-orang tua pun pada malam tahun baru kali ini ikut serta (berpartisipasi aktif) untuk meramaikan pesta yang bernuansa ‘tabdzîr dan ‘isrâf’ ini. Umat Islam jangan sampai terjebak menghamburkan harta untuk kesenangan di tengah musibah. Perguliran waktu justru harus jadi momentum bermuhâsabah, mengorek kedirian tentang hal yang sudah dilakukan. Berbagai tragedi menjadi i’tibar bahwa hari depan harus dipersiapkan dengan lebih baik dan cermat

Melihat tontonan yang tak layak menjadi tuntunan itu, Di awal tahun 2112 Masehi atau tahun 1433 Hijriyah ini, saatnya kita evaluasi apa yang telah kita lakukan, dan kita persiapkan diri kita untuk menggapai masa depan yang lebih baik. Kita renungkan kembali makna firman Allah dalam Al-Hasyr [59]: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri, mengevaluasi kembali apa yang telah dilakukan untuk menata hari esok. Dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan”. Berkaitan dengan keprihatinan ini, menengok kembali ungkapan Al-Alusi — dalam Magnum Opusnya — “Rûh alMa’âniy, bahwa “setiap perbuatan manusia yang telah dilakukan pada masa lalu, mencerminkan perbuatan dia untuk persiapan di hari depan. Karena hidup di dunia bagaikan satu hari dan keesokan harinya merupakan hari depan kita yang abadi. Tak beruntunglah manusia yang tidak mengetahui visinya sendiri”. Masa lalu adalah “cermin yang paling baik” bagi masa depan kita. Muhâsabah (evaluasi diri) adalah cara yang tepat untuk meningkatkan kualitas diri. Dengan selalu mengambil hikmah dari setiap sesuatu yang pernah terjadi dalam diri kita, kita akan tahu apa seharusnya kita perbuat hari ini, untuk kepentingan masa depan kita. Kita semua perlu secepatnya mengingat kembali janji kita yang selalu kita ucapkan di shalat kita. Sumpah kita kepada Allah: iyyâka na’budu wa iyyâka nasta’în (hanya kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan), dan bahkan ada pula sebagian dari diri kita yang kemudian berjanji: “inna shalâtî wa nusukî, wa mahyâya, wa mamâtî, lillââ rabil ‘âlamîn” (sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku semata-mata karena Allah Rabb [Tuhan] semesta alam). Penulis yakin, bahwa semakin sering kita mengingat janji,

insya Allah kita akan senantiasa bisa menapaki kehidupan ini dengan nilai-nilai ketakwaan. Sudah saatnya diri kita senantiasa merasa diawasi oleh Allah. Inilah di antara pilar ketakwaan yang harus dimiliki setiap kali kita mengawali awal tahun dan menutup tahun yang lalu. Perasaan selalu merasa diawasi oleh Allah dalam bahasa Haditsnya adalah ihsân (senantiasa beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihatNya, kalau pun engkau belum bisa melihatNya, ketahuilah sesungguhnya Allah melihat kepadamu”. Ihsân adalah salah satu pilar penting di antara jalan yang harus kita tempuh untuk menuju ketakwaan yang harus kita persiapkan dalam menyongsong dan mengisi lembaran tahun baru saat ini dan saat-saat berikutnya. Cobalah untuk memberi sanksi kepada diri kita sendiri, ketika diri kita telah melakukan sebuah kekhilafan, memberikan teguran dan sanksi kepada diri kita sendiri ketika diri kita melakukan kesalahan, sebelum diri kita diberi sanksi oleh orang lain, apalagi (sanksi) dari Allah. . Misalnya, di saat kita terlambat untuk melakukan shalat subuh dengan berjamaah di masjid, maka hukumlah diri dengan infak di siang hari. Manakala diri terlewat membaca Al-Qur’an hukumlah diri kita dengan memberi bantuan kepada fakir-miskin. Kalau diri melewatkan sebuah amal shalih maka hukumlah diri kita sendiri dengan melakukan amal shalih yang lain. Inilah, cara terbaik untuk melakukan muhâsabah. Setiap saat, di ketika kita merasa telah melakukan kesalahan sekecil apa pun dan setiap kesempatan ketika kita telah selesai melakukan amal kebajikan, tak perlu kita menunggu satu tahun, apalagi menunggu adanya acara muhâsabah tahunan. Jadikan setiap saat adalah momentum untuk bermuhâsabah.l ____________________________________ Penulis adalah Dosen Tetap FAI-UM Yogyakarta dan Dosen Tidak Tetap STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

41


B I N A

J A M A A H

BERHATI-HATI WAKTU MENGUNDANG MUBALIGH

A

da aktivis takmir masjid yang suatu hari mengeluh. Pada awalnya jamaah shalat wajib di masjid itu banyak sekali. Setiap shalat Maghrib dan Isyak’ masjid itu hampir penuh shafnya. Kalau ada pengajian, yang hadir lebih banyak lagi karena mereka yang tadinya tidak sempat shalat berjamaah Isya’ menyempatkan diri untuk hadir di masjid. Suatu hari, Takmir mengundang muballigh yang baru pulang dari mencari ilmu dari luar negeri. Alangkah kagetnya hadirin yang datang di pengajian itu. Sebab, mereka sepanjang detik demi detik, menit dan jam mereka hadir di masjid itu tidak ada sedetik pun mereka merasa nyaman dan tenteram. Pengisi pengajian itu selalu menyalahkan yang hadir yang pengetahuan agamanya masih sedikit, mengolok-olok hadirin karena masih sering salah dalam melakukan ibadah, mengecap hadirin sebagai manusia yang perlu diperingatkan agar tidak sesat dan memvonis serta menakuti-nakuti hadirin sebagai calon penghuni neraka jika tidak mau menuruti kata-katanya. Hadirin yang terdiri dari jamaah masjid dan jamaah pengajian itu marah dan dongkol di dalam hati. Akan tetapi, demi sopan santun mereka terpaksa menahan diri. Mereka tidak berani menunjukkan kemarahannya terhadap muballigh yang merasa paling benar itu. Baru setelah pengajian usai dan pemberi pengajian itu pulang, ada beberapa orang dari jamaah mengajukan protes kepada Takmir. Mereka menyatakan tidak setuju dengan cara pemberi pengajian tadi menyampaikan pengajiannya. Isi pengajian sebenarnya bagus, tetapi cara menyampaikannya yang tidak bagus, karena bernada menyakiti hati pendengarnya. Dengan rendah hati, pengurus Takmir pun menyatakan minta maaf karena salah memilih muballigh untuk ditampilkan di masjid itu. Sejak peristiwa itu, pengurus takmir selalu berhati-hati dalam memilih muballigh. Mereka bertanya kepada orang yang kirakira tahu latar belakang pendidikan dan kecenderungan muballigh yang akan ditampilkan. Mereka tidak mau kecolongan. Meski demikian, suatu malam takmir ini kecolongan lagi. Ada muballigh sudah setengah baya yang sebelum beraksi di podium tampak lembut dan ramah, tetapi ketika diberi kesempatan memberi pengajian, suara dia menggelegar mirip suara singa yang menakutkan. Ia mengajak hadirin agar melewati jalan ke surga dengan memilih jalan lurus, sederhana dan tegas. Sepanjang uraiannya ia lebih banyak mengemukakan tentang apa yang tidak boleh dilakukan manusia ketimbang apa yang boleh dilakukan. Hadirin pun sesak nafas dan merasa sepertinya agama itu berisi larangan melulu. Berisi peringatan dan ancaman melulu. Menjadi manusia beragama sepertinya diperlakukan sebagai obyek dari peringatan dan ancanam itu. Terjadilah protes diam dari jamaah. Minggu berikutnya dan bulan berikutnya, ketika diadakan pengajian, yang datang tinggal

42

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

sedikit sekali. Sekitar seperiima dari jumlah oang yang hadir sebelumnya. Meski kemudian Takmir mengundang muballigh atau ustadz yang ramah, kadang juga dipanggil ustadz yang suka melucu, tetapi jamaah yang hadir tetap sedikit. Takmir pun merasa rugi. Sebab dakwah masjidnya sekarang tidak lagi mampu menjangkau sebagian besar warga setempat. Kasus serupa banyak dikeluhkan oleh para aktivis masjid yang lain, dengan kisah yang berbeda tetapi polanya nyaris sama. Bahkan ketika akan ada muballigh dari luar sebelum pengajian dimulai ada yang sudah berani berkata lantang. “Pak Ustadz, kami mau mendengarkan pengajian ini asal kami jangan dimarah-marahi dan disalah-salahkan. Kami memang banyak dosa, dan di masjid ini mau taubat dan beribadah. Jangan sakiti hati kami ya Pak Ustadz,” katanya. Biasanya seorang ustadz atau muballigh yang bijaksana akan mengubah gaya atau stylenya dalam berdakwah kalau sudah mendengar permintaan seperti itu. Ia tahu bahwa ibarat memberi makanan maka yang berada di depannya adalah bayi yang masih memerlukan makanan lunak seperti bubur, yang terasa manis dan perutnya langsung sakit kalau diberi makanan yang pedaspedas. Dengan gaya ramah dan sedikit jenaka ia akan memberi pengajian dengan materi hal yang mudah dicerna dan yang enakenak di telinga saja. Biasanya, seusai pengajian ada hadirin yang nyeletuk, ”Pak Takmir, kalau memanggil muballigh itu mbok yang seperti tadi. Asyik sekali lho Pak Takmir,” celetuk salah seorang dari hadirin yang tadi terpesona oleh uraian muballigh. Memang ada muballigh yang memakai strategi mirip tukang masak yang menyuguhkan pesta prasamanan. Semua jenis makanan, dengan aneka rasa disajikan. Kalau jamaahnya memiliki pendidikan tinggi, mereka dapat mencerna apa yang dia sampaikan dan tidak bingung. Tetapi kalau di kampung dan di desa yang kebanyakan jamaahnya adalah manusia sederhana, terdiri dari petani, tukang parkir, tukang batu, penjual makanan anak-anak, sopir angkot, kondektur bis, tukang ojek dan tukang sampah, mereka akan kebingungan mendengar uraian Pak Muballigh yang sebentar-sebentar berganti tema, dengan ayat dan Hadits yang bertaburan nyaris tanpa diuraikan atau ditafsirkan. Menurut orang awam, muballigh seperti ini dianggap kurang fokus dalam memberikan materi. Dengan demikian, berhati-hati dalam memanggil muballigh tetap penting. Bahkan merupakan hal yang paling strategis dalam pengelolaan pengajian jamaah-jamaah masjid. Takmir perlu memiliki database semua muballigh lengkap dengan kecenderungan dan keahlian mereka. Berdasar database muballigh ini mereka dapat mengemas pengajian dengan sebaik-baiknya. Kalau toh suatu hari takmir ini menampilkan dua muballigh secara duet maka pasangan muballigh yang ditampilkan akan serasi dan pas sekali penampilannya.l Mustofa W Hasyim


KALAM K A L A M

Kitab-Kitab Bacaan KH Ahmad Dahlan M MUCHLAS ABROR

M

UHAMMAD DARWISY mendapat pendidikan agama Islam pertama kali dari orangtuanya. Kepada ayahnya, KH Abubakar, ia belajar mengaji Al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu agama Islam. Kemudian ia berguru kepada kedua kakak iparnya, yaitu KH Muhammad Shalih, kepadanya ia belajar fiqih dan kepada KH Muhsin, ia belajar nahwu. Ia juga berguru kepada KH Muhammad Nur (kakak iparnya pula) dan KH Abdulhamid tentang berbagai ilmu agama Islam. Selain itu, ia belajar ilmu falak antara lain kepada KH Dahlan Semarang, menantu Kiai Saleh Darat Semarang. Semua itu menjadi bekalnya ketika berangkat ke Tanah Suci. Muhammad Darwisy menunaikan ibadah haji dua kali, ketika dalam usia masih muda. Pertama, ia menunaikan ibadah haji pada tahun 1890, ketika berumur 22 tahun. Setelah kembali dari menunaikan haji, ia berganti nama baru Ahmad Dahlan. Ayahnya memberi kepercayaan kepadanya untuk memberi pengajian kepada anak-anak, berikutnya kepada para remaja, dan selanjutnya kepada orang-orang dewasa. Setelah ayahnya meninggal tahun 1896, ia menggantikannya menjadi khatib tetap Masjid Gedhe (Masjid Kraton) Kauman, Yogyakarta. Bahkan Kraton menetapkannya sebagai anggota Raad Agama Islam Hukum Kraton. Karena itu, kita dapat memahami kalau kemudian melekat pada dirinya dan masyarakat menyebut namanya KH Ahmad Dahlan. Kedua, ia menunaikan ibadah haji lagi tahun 1903, ketika berumur 35 tahun. Ini berarti ia telah dewasa penuh serta jiwanya lebih stabil dan lebih mantap daripada waktu berhaji sebelumnya. Dua kesempatan tersebut selain digunakan oleh KH Ahmad Dahlan untuk menunaikan ibadah haji, juga dimanfaatkan untuk studi lanjut mendalami ajaran-ajaran Islam kepada beberapa ulama Indonesia yang telah lama mukim di Tanah Suci. Di samping kepada ulama lainnya. Setelah selesai menunaikan ibadah haji, baik yang pertama maupun yang kedua, ia tidak segera kembali ke Indonesia. Pada waktu haji yang pertama, ia berada di Tanah Suci selama delapan bulan. Sedangkan pada haji yang kedua, lebih lama lagi ia berada di sana, sekitar dua tahun. Selagi berada di Tanah Suci, KH Ahmad Dahlan mendengar, membaca, dan bersentuhan dengan gerakan pembaruan dalam Islam di Timur Tengah, misal, di Mesir. Apalagi ia menyadari bahwa dirinya berada dalam ruang dan waktu. Maka ia berusaha ingin tahu apa sebenarnya yang sedang terjadi. Ia manfaatkan keberadaannya itu untuk banyak membaca berbagai kitab dan buku yang dikarang para tokoh Gerakan Pembaharuan dalam Islam antara lain Taqiyuddin Ibnu Taimiyyah, Jamaluddin AlAfghani, dan Muhammad Abduh. Melalui kitab dan buku yang dibaca itu, ia dapat berkenalan dan mengetahui pokok-pokok pikiran mereka. Dari perkenalan secara tidak langsung itu, ia mendapat pelajaran berharga, memperoleh inspirasi, dan memiliki motivasi kuat untuk melakukan pembaruan. Sebagai seorang yang alim, KH Ahmad Dahlan memiliki banyak kitab. Bermacam kitab yang menjadi pegangan ulama

dan dikaji di pondok pesantren, ia punya dan mendalaminya dengan baik. Bahkan sebagai seorang alim yang berpikiran maju yang berkehendak membawa Islam yang berkemajuan, ia banyak membaca kitab-kitab baru yang mengilhami dalam hidup dan perjuangannya. Di antara beberapa kitab bacaannya adalah Kitab Fil Bid’ah dan At-Tawassul wal Wasilah karangan Ibnu Taimiyyah, Kitab Tauhid, Kitab Tafsir Juz Amma, dan Kitab Al-Islam wan Nashraniyyah (ketiganya karangan Muhammad ‘Abduh), Kitab Tafsir Al-Manar karangan Rasyid Ridha, Kitab Dairatul Ma’arif karangan Farid Wajdi, dan Majalah Al-Urwatul Wutsqa. Mengenai Majalah Al-Urwatul Wutsqa dan Tafsir Al-Manar berikut ini penjelasan sekadarnya. Majalah Al-Urwatul Wutsqa: Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh, ketika tinggal di Paris, menerbitkan majalah Al-Urwatul Wutsqa. Melalui Majalah ini, mereka bermaksud menyebarluaskan ide-ide pembaruan. Selain itu, mereka berharap agar Majalah ini menjadi media pembentuk opini masyarakat dan media pembinaan umat Islam di dunia. Jamaluddin mempunyai cita-cita Pan Islamisme. Majalah ini mendapat sambutan hangat. Tapi Majalah ini hanya dapat terbit sampai No. 18. Karena Inggris, kemudian diikuti para penjajah lainnya, melarang Majalah ini beredar di negeri-negeri jajahannya. Tafsir Al-Manar: Rasyid Ridha adalah murid terdekat Muhammad Abduh. Ia berotak cemerlang serta mempunyai bakat mengarang dan menulis. Selagi kuliah di Universitas Al-Azhar, ia mengikuti dan mencatat semua kuliah tafsir oleh Muhammad Abduh. Atas persetujuan gurunya itu, diterbitkan majalah kampus Al-Manar dan ia menjadi pemimpin redaksinya. Setiap terbit, Al-Manar memuat tulisan kuliah yang disusun oleh Rasyid Ridha dalam bentuk karangan teratur setelah dikoreksi oleh Muhammad Abduh. Kuliah tafsir oleh Muhammad Abduh (tahun 1899 – 1905/akhir hayat) yang dimuat dalam AlManar hanya sampai ayat 125 dari Qs. An-Nisa’. Pada nomornomor berikutnya, tafsir Al-Manar tidak lagi oleh Muhammad Abduh malainkan sepenuhnya oleh Rasyid Ridha sendiri. KH Ahmad Dahlan telah banyak mengenal tulisan Muhammad Abduh. Deliar Noer dalam bukunya “Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900 – 1942” menulis, “Diceriterakanlah bahwa suatu kali Dahlan dan Soorkatti (Syekh Ahmad Soorkatti, seorang alim, asal Sudan, diundang oleh Al-Jam’iyat al-Khairiyah untuk menjadi guru, kemudian ia bergabung dengan Al-Irsyad, pen) duduk berhadap-hadapan di dalam sebuah gerbong kereta-api, dalam suatu perjalanan. Keduanya, satu sama lain tidak saling mengenal. Untuk menghabiskan waktunya, Dahlan, pada waktu itu membaca Tafsir Al-Manar dari Muhammad Abduh. Hal ini sangat menarik perhatian Soorkatti yang tidak menyangka seorang pribumi dapat membaca kitab yang sangat ilmiah itu. Hal ini menimbulkan percakapan antara keduanya yang menyampaikan pada janji bersama bahwa mereka akan bekerja untuk menyebarkan pemikiran Abduh di dalam masyarakat masing-masing, yaitu kalangan Arab dan Indonesia”. Demikian beberapa kitab bacaan KH Ahmad Dahlan yang turut mempengaruhi pemikirannya.l SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

43


HUMANIORA

PUISI PUISI FAUZI ABSAL: RAHASIA ILAHI Rahasia buah pisang adalah buahnya yang manis Rahasia pohon beringin adalah kerindangannya untuk berteduh dari terik matahari Rahasia pohon kelapa adalah buahnya yang bersantan dan seluruhnya dengan berbagai guna Rahasia mawar adalah bunganya yang seindah jiwa mukmin Rahasia gunung adalah panoramanya yang menawan teguh dan tawakal menuju Ilahi Semua rahasia-Nya membesarkan sanubari umat manusia Tapi rahasia para koruptor adalah bencana bagi semua yang menunggu buahnya Sekalipun mereka tawakal dan ikut berpuasa. 2011

DESIR ANGIN BERDESIR desir angin berdesir menyambangi hati siapa yang berduka di ini penjara membesuk siapa yang kesakitan di ini rumah sakit menghibur orang yang kena tipu janji-janji di ini negeri apa hanya ngajak bersujud memuliakan Tuhan seperti jejak-jejak hari yang kukuh menjaga silaturahmi dengan Ilahi 2011

44

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H


HUMANIORA RASASYUKUR Ada rasa syukur melayang-layang di awan putih Ada rasa syukur bersenandung di hati para sufi Ada rasa syukur bergelantungan di bebuahan Ada rasa syukur bergoyang-goyang di dedaunan Ada rasa syukur gemulai di dada soleha Ada rasa syukur di kalbu para pemimpin yang diridlai Rasa syukur adalah petanda Ilahi menjaga umat-Nya. 2011

PERTANYAAN CUCU DAN JAWAB SANG KAKEK Seorang cucu bertanya kepada kakeknya setelah lama Merenung-renung melihat pohon pisang berbeda dengan pohon beringin “Kenapa pohon pisang punya buah yang enak dimakan sedang pohon beringin tidak, ya, Kek?” Sang Kakek terceleguk hingga pelegukan tak segera menjawab. Anak ini plesetan apa beneran, gumam hatinya “Tapi beringin kan bisa untuk berlindung dari terik matahari,” jawab Sang Kakek seperti melarikan diri “Saya bertanya tentang buah lho, kek. Bukan yang lainnya!” tandas cucu dengan hati agak mecucu. “Oh, ya-ya-ya,” sambut sang Kakek seraya berupaya menegakkan kekakekannya. Pertanyaan ini sederhana tapi tak masuk akal, tapi cespleng. Jawabannya juga harus sederhana, tak masuk akal, meski tidak secespleng pertanyaannya. “Kakek juga pernah bertanya kepada Tuhan mengenai hal buah itu; “Itu rahasiaKu!” bersabda Tuhan: ‘Kehidupan ini adalah buah dari segala rahasia. Syukuri dan nikmatilah. Kewajibanmu hanyalah mengingat akan Aku. Jika manusia kehilangan rasa syukur, rasa nikmat dan rasa ingat padaKu, maka ia ada dalam bahaya besar!’” demikianlah yang kakek dengar, wahai cucuku.” “Termasuk aku harus berlatih mensyukuri dan menikmati kehidupan tanpa ayah dan ibu karena bencana alam beberapa tahun lalu?” “Ya, karena itu adalah juga rahasia Ilahi.” Ketika terlihat oleh Sang Kakek di mata cucunya tiba-tiba membersit linangan air mata” Kenapa kau menangis? Ingat ayah ibumu?” “Aku menikmati dan mensyukuri air mataku, Kek. Dengan cara inilah aku mengingat Tuhan Sang Pencipta,” jawab si cucu seraya tersenyum. 2011

Rubrik Humaniora ini dipersembahkan oleh

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

45


K E L U A R G A

S A K I N A H

Masih Kecil Sudah Pacaran Assalamu’alaikum wr. wb. Bu Emmy yth., saya ibu dari 3 anak. Yang petama putri dan yang kedua dan ketiga putra. Alhamdulillah ketiga anak saya tumbuh sehat dan prestasinya cukup membanggakan. Terutama yang sulung, ia selalu dapat ranking di kelasnya. Namun, kini ia yang juga sedang membuat saya agak bingung menghadapinya. Usia si sulung 10 tahun kelas V SD. Ia sudah mulai senang dengan cowok. Saya tahu dari guru dan orang tua dari teman cowoknya. Intinya saya diminta untuk menasihati anak saya agar anak saya tidak lagi menyurati dan sms yang katanya isinya layaknya anak pacaran. Akhir-akhir ini ia memang agak tertutup dengan saya. Saya kerja, maka waktu untuk anak saya tidak banyak. Saya agak lalai memperhatikan perkembangan jiwanya, saya hanya memperhatikan akademisnya yang memang tidak bermasalah. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana saya harus menghadapinya? Saya tidak ingin salah dalam membimbingnya, apalagi membuat dia jauh dari saya. Atas jawaban Bu Emmy saya ucapkan jazakumullah. Wassalamu’alaikum wr. wb. Ibu Reni, di Jogja. Wa’alaikumsalam wr. wb. Untuk mengurangi kegalauan Ibu perlu kiranya ibu mengetahui hal-hal sebagai berikut: 1. Identitas gender. Berdasarkan tahap perkembangan, anak dengan usia 2-4 tahun, pertama kali memahami mengenai identitas gendernya dan mulai menyadari bahwa terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Pada usia ini mereka banyak mengeksplorasi bagian tubuh serta aktivitas yang sesuai dengan gendernya. Beberapa di antara anak usia inipun mudah sekali dekat dengan lawan jenisnya dan tidak jarang yang menyebutnya telah memiliki pacar. Orang tua sebaiknya jangan bereaksi terlalu keras karena makna dari pacar bagi mereka sangatlah berbeda dengan makna pacaran anak remaja. Pada usia 5-8 tahun, anak mulai menyadari secara penuh identitas gendernya. Mereka menjadi lebih sadar akan bentuk tubuh yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Mulai memiliki perasaan malu terhadap lawan jenis dan menumbuhkan perasaan tabu pada beberapa istilah seksual. Karena itu, pada masa ini anak banyak bermain dengan teman sesama jenis dan banyak mempelajari peran sesuai dengan jenis kelaminnya. 2. Menjawab Rasa Penasaran. Karena rasa penasaran anak mengenai hal-hal terkait dengan seksual masih sangat

tinggi, tidak jarang kita banyak melihat anak usia 5-8 tahun mulai tertarik dan berdekatan dengan lawan jenis. Anak pun mulai banyak bertanya kepada orangtua mengenai hal-hal seksual. Pada masa inilah peran orangtua dan lingkungan menjadi sangat penting untuk membimbing anak. Berikanlah jawaban yang sederhana, apa adanya dan masuk di akal. Sehingga rasa penasaran anak terjawab dan tidak mencari jawaban dari sumber-sumber lain yang mungkin kurang tepat. Orangtua tidak perlu menjawab dengan detil, biarkan pertanyaan dan komentar anak memberitahu seberapa jauh anak ingin tahu dan siap untuk mendengar jawaban dari orangtua. Pada masa ini, istilah pacaran lebih banyak didasarkan oleh pengaruh lingkungan dan juga media terutama televisi. Bagi mereka, pacaran lebih didasarkan oleh teman yang mereka sering menghabiskan waktu bermain bersama, namun mereka belum memahami arti pacaran yang sebenarnya. Jangan lupa sejak dini juga beritahukan bagaimana agama memandang tentang pacaran. Misalnya, anak melihat perilaku orangtuanya seperti sepasang anak muda yang mereka lihat di TV, lalu mereka berkomentar “Bapak dan Ibu pacaran.” Itulah saatnya yang paling tepat untuk menjelaskan, bahwa perilaku seperti ciuman, berpelukan itu boleh dilakukan kalau sudah menikah, seperti Bapak dan Ibu. Kata ‘menikah’ perlu ditekankan, supaya anak mengerti bahwa agama memang mengajarkan perilaku itu hanya boleh dilakukan setelah menikah. Kalau dilakukan sebelum menikah berarti melanggar agama dan itu dosa. 3. Hubungan Timbal Balik. Usia 8-12 tahun merupakan masa anak mulai mendekati pubertas. Mereka mulai tertutup akan masalah seksual, meskipun rasa penasaran mereka masih tetap ada. Mereka juga sudah memahami arti hubungan timbal balik terhadap lawan jenis. Namun sebagian besar anak belum sampai pada menumbuhkan hubungan yang sangat mendalam yang memberikan pengaruh besar pada hidup mereka. Cobalah untuk terbuka, tidak menghakimi. Di saat yang tepat, tanyakan pada anak mengenai cinta, pacaran dan seksual. Dari jawabannya, orangtua akan terbantu dalam memberi penjelasan mengenai semua itu. Juga membantu anak untuk memiliki rasa penerimaan diri yang lebih besar dan menjadi acuan serta arahan yang berguna untuk mereka. Sehingga rasa penasaran dan perilaku anak dalam berhubungan dengan lawan jenis dapat terarah dengan baik. Anjurkan anak untuk mempunyai teman sebanyak-banyaknya. Dan arahkan agar mereka mempunyai kegiatan positif bersama teman-temannya.l

Kami membuka rubrik tanya jawab masalah keluarga. Pembaca bisa mengutarakan persoalan dengan mengajukan pertanyaan. Pengasuh rubrik ini, Emmy Wahyuni, S.Psi. seorang pakar psikologi, dengan senang hati akan menjawabnya.

46

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H


KRONIK DUNIA ISLAM

WACANA PENYERANGAN KE IRAN AHMAD SAHIDE

Jika kita mengikuti perkembangan politik di Timur Tengah, wacana penyerangan kepada Iran ini bukanlah yang pertama kalinya. Pada pertengahan Februari tahun lalu, wacana serangan Israel terhadap Iran kembali menghiasi berita dunia internasional. Pada saat itu, Menteri Negara Israel untuk urusan Strategis, Moshe Yaalon, mengatakan, tidak tertutup kemungkinan bagi Israel memilih opsi militer untuk mencegah Iran memiliki senjata nuklir (Kompas, 10/02/2010). Ini menunjukkan, setelah Saddam Hussein hilang dari kamus politik Timur Tengah dan Irak luluh lantak oleh kekuatan Barat, kini yang menjadi ancaman eksistensi Israel adalah Iran, terutama di bawah kepemimpinan Ahmadinedjad. Negara Yahudi itu selalu cemas dengan keamanannya karena, memang sejak berdirinya pada 1948, Israel tercatat sudah beberapa kali berperang dengan negaranegara Muslim di Timur Tengah. Israel sejak berdirinya sampai sekarang memiliki tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap Amerika Serikat, dan begitu pun juga sebaliknya. Lebih dari itu, kekuatan utama politik Israel adalah Amerika. Artinya, ketika Israel memilih opsi militer dalam menghentikan langkah pengembangan nuklir Iran, Israel tentu bersandar pada Amerika. Tanpa sokongan militer Amerika, Israel tidak punya kekuatan apa-apa dalam menghadapi Iran. Amerika sendiri, melalui Menteri Pertahanannya, Leon Panetta, menegaskan, AS memilih sanksi ekonomi ketimbang serangan militer kepada Iran (Kompas, 12/11/2011). Hal ini menunjukkan, Amerika tidak sejalan dengan wacana yang dilemparkan Ehud Barak pada awal November lalu terkait dengan penyerangan Iran. Seturut penulis, Amerika memang tidak akan semudah itu mengambil langkah militer dalam menghadapi Iran. Amerika saat ini sedang berjuang menghadapi krisis keuangan. Saat ini AS memiliki beban timbunan utang mencapai 14,25 triliun (Kompas, 15/4/11). Nominal yang cukup tinggi tentunya. Maka Presiden Obama mengajak rakyatnya untuk berhemat. Ia kemudian mencanangkan pengurangan defisit anggaran pemerintah sebesar 4 triliun dollar AS selama 12 tahun melalui pemangkasan jaminan kesehatan, pertahanan, dan menaikkan pajak (Kompas, 15/4/11). Tingginya beban utang AS ini tentu salah satunya disebabkan perang. Oleh karena itu dalam serangan NATO terhadap Libya dalam menggulingkan rezim Khadafi, yang dimulai sejak 20 Maret lalu, AS tidak hadir sebagai pemimpin dalam serangan tersebut. Kepemimpinan itu diserahkan pada Prancis dan Inggris. Salah satu pertimbangannya adalah penghematan yang dilakukan Obama. Artinya, Obama sebisa mungkin menghindari

perang untuk mencegah AS agar tidak mengikuti jejak krisis Yunani yang tidak mampu menangani utangnya sendiri. Nominal 14,25 triliun, yang dalam situasi bahaya, tentu tidak terlepas dari keterlibatan AS dalam memerangi Taliban di Afghanistan dan Saddam Hussein di Irak. Obama tentu sadar besaran beban yang harus ditanggung oleh AS dalam perang tersebut. belajar dari pengalaman perang di kedua negara tersebut, Obama akan sangat hati-hati dalam memainkan perannya di kancah politik Timur Tengah. Perang akan dihindari Obama bila tidak ingin dililit utang yang tidak mampu ia tanggulangi. Rakyat Amerika tentu tidak akan mendukung opsi militer jika itu menjadi pilihan pemimpin AS. Maka dari itu, wacana serangan terhadap Iran yang dilakukan Ehud Barak pada awal November lalu hanyalah wacana yang bertujuan “mengancam� Iran. Israel menunjukkan kepada Iran, negara Yahudi ini siap untuk berperang. Dalam politik hubungan internasional, dikenal adanya teori, untuk mencapai perdamaian, maka bersiaplah untuk berperang. Sepertinya inilah teori politik yang sedang dimainkan Israel untuk perdamaian akan eksistensinya di Timur Tengah. Israel, tanpa bantuan AS tidak akan memilih opsi militer tersebut. Sementara kondisi dalam negeri AS, terutama keuangan, sedang tidak siap untuk menanggung biaya perang lagi di Timur Tengah. Perang di Afghanistan dan Irak saja sudah cukup menguras anggaran AS, apalagi kalau kembali harus menambah beban anggaran perangnya di Timur Tengah. Jika pun opsi ini diambil Obama, tentu hal ini akan menjadi bumerang bagi dirinya dan dapat menjadi celah bagi kandidat presiden dari Republik untuk menjatuhkan popularitas Obama dalam upayanya bertahan di Gedung Putih sampai 2016 nanti. Obama bukanlah malaikat, ia tetaplah sebagai manusia, sebagai politisi yang memiliki ambisi untuk mempertahankan kekuasaannya. Maka opsi militer akan dia hapus dari memori politiknya. Dan bertahan di Gedung Putih akan menjadi perhatian utama Obama saat ini, menghadapi pemilu 2012 nanti. Menghindari perang tentu dapat membantu Obama untuk bertahan di Gedung Putih. Dengan demikian AS tidak akan mendukung opsi militer terhadap Iran, dan Israel tentu tidak berani menyerang Iran sendirian. Lebih dari itu, Iran bukanlah Irak. Di balik Iran, ada Rusia dan China yang selalu menjadi bagian dari kekuatan politiknya.l Penulis adalah Alumni Ilmu Hubungan Internasional UM Yogyakarta dan Alumni Kajian Timur Tengah Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta. SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

47


HADLARAH

MENGENANG PAHLAWAN NASIONAL

PROF DR HAMKA AHDA ABID AL-GHIFFARI

Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 113/TK/2011 adalah akhir dari penantian panjang keluarga, kolega, dan para pengagum tokoh yang satu ini. Pada tanggal 9 November 2011, bersama Mr Sjafruddin Prawiranegara, Pemerintah Indonesia menganugrahkan kepadanya gelar “Pahlawan Nasional.” Dialah Prof DR Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih akrab dipanggil buya Hamka. HAMKA Hamka lahir di Sungai Batang, Maninjau (Sumatra Barat) pada hari Ahad, 16 Februari 1908 M (13 Muharam 1326 H). Ayahnya bernama Haji Abdul Karim Amrullah atau sering disebut Haji Rasul. Ibunya bernama Siti Shafiyah Tanjung binti Zakaria (Samsul Nizar, 2008: 15-17). Sejak kecil, ia telah menerima dasar-dasar agama dan membaca Al-Qur’an langsung dari ayahnya. Pendidikannya berlanjut ketika ia dibawa ayahnya ke Padangpanjang dan dimasukkan ke sebuah sekolah desa pada usia tujuh tahun, namun hanya sempat dienyam tiga tahun saja. Malamnya, ia belajar mengaji dengan ayahnya hingga khattam. Tahun 1916 sampai 1923, Hamka melalui pendidikan formalnya. Ia belajar di lembaga pendidikan Diniyah School, Sumatera Thawalib, dan di Parabek. Pendidikan tradisional yang diterimanya saat itu tidak memuaskan kecerdasannya. Ia pun berhasrat merantau ke Jawa untuk memuaskan kehausan intelektualnya. Harapan itu, tampaknya, bersambut baik. Di pulau Jawa, kecerdasan dan aktivitas Hamka mulai berkembang. Ia banyak bertemu beberapa ulama, seperti Ki Bagus Hadikusumo, RM Soeryopranoto, KH Mas Mansur, Haji Fachrodin, HOS Tjokroaminoto, Mirza Wali Ahmad Baig, A Hasan, AR Sutan Mansur, dan M Natsir. “Saya tidak dapat melupakan Almarhum HOS Tjokroaminoto yang mulai menunjukkan pandangan Islam dari segi ilmu pengetahuan 48

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

Barat, ketika beliau mengajarkan “Islam dan Sosialisme” kepada kami ketika saya ke yogya tahun 1924. Saya tidak dapat melupakan perkenalan saya dengan guru A. Hasan Bandung dan M. Natsir ditahun 1929 di Bandung. Saya diterima mereka menjadi penulis dalam majalah “Pembela Islam”. Waktu itu mulai saya menulis tentang Islam dari ciptaan renungan saya sendiri”, kenang Hamka dalam bukunya, Falsafah Hidup (1983 – cet. Ke-10: 1). Hamka juga berkenalan dengan ide-ide modernisme Islam yang dibawa oleh Sarekat Islam (SI) dan Muhammadiyah. Perkenalan itu semakin membentuk pribadinya. Ia sempat membandingkan sebuah model Islam di Minangkabau yang penuh perselisihan ulama dengan Islam yang dinamis di Yogyakarta. Setelah masa-masa perkenalan itu, Hamka terjun aktif menjadi anggota SI pada tahun 1925. Hamka banyak belajar dari ide-ide pembaruan Jammaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Sembari itu pula, ia giat berdakwah untuk memperkenalkan semangat Islam modernis dengan membuka kursus pidato yang diberi nama “Tabligh Muhammadiyah”. Menurut Abdullah Azam, dakwah Islam adalah melalui tinta para ulama dan darah para syuhada. Sejak tahun 1928, Hamka bergerak menuju dakwah Islam melalui tinta ulama. Ketika di Makasar, sembari melakukan tugasnya sebagai mubaligh Muhammadiyah, Hamka memanfaatkan momentum tersebut untuk melacak beberapa manuskrip sejarawan Muslim lokal. Hasilnya, ia berhasil mengungkap secara luas riwayat ulama besar Sulawesi Selatan, Syekh Yusuf al-Makassari! Selama di Makassar pula, ia menerbitkan sebuah majalah bulanan yang diberi nama al-Mahdi. Pada tahun 1945, Hamka membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di Medan. Tahun 1947, ia dipercaya oleh Muhammad Hatta sebagai sekretaris jenderal Front Pertahanan Nasional (FPN). Pasca menjabat sebagai Sekjen FPN, Hamka mulai menapaki karir politiknya, menjadi anggota Konstituante Masyumi. Ketika Masyumi dibubarkan pada tahun 1960, Hamka dituduh kontra-revolusioner. Lain halnya dengan Natsir dan kawan-kawan, Hamka dipenjarakan oleh Soekarno karena dituduh pro-Malaysia (Ahmad Syafi’i Ma’arif, 1996: 103). Keluasan pengetahuan Hamka tentang Islam dan


HADLARAH yang berbunyi, “Perbedaan dikarenakan kebangsaan, kesukuan, tanah asal, agama, kepercayaan, dan keturunan bukan merupakan penghalang untuk melakukan perkawinan”. Poin terpenting dari pasal tersebut adalah tentang agama dan kepercayaan. Ajaran Islam melarang seorang Muslim menikah dengan seorang non-Muslim. RUU tersebut dibantah Hamka, dan menyatakan bahwa seorang Muslim hanya wajib nikah secara hukum Islam. RUU itupun tak jadi disahkan. Pertimbangan-pertimbangan seperti itu mungkin membuat Hamka Gigih Perjuangkan Akidah memilih untuk ikut berpartisipasi dalam lembaga fatwa tersebut Sejarah keterlibatan golongan Islam dalam kegiatan politik pada tahun 1975. telah menyangkutkan berbagai panKasus fatwa Natal menyebabkan dangan politik dari setiap golongan Islam Hamka memilih untuk mengundurkan selama empat dasawarsa (Kuntodiri dari jabatan ketua MUI pada tahun wijoyo, 1985). Hamka yang berdiri me1981. Pada suatu khutbah Jum’at di nembus tiga kekuasaan besar PemeMasjid Al-Azhar, Hamka mengingatkan rintahan di Indonesia telah memanbahwa haram hukumnya, bahkan kafir, faatkan keterlibatannya dalam politik jika umat Islam mengikuti perayaan Natal untuk kepentingan umat yang kadangbersama. Perayaan Natal, kata Hamka, kala berbenturan dengan porsi kekuaadalah akidah orang Nasrani. Jika ada saan yang tidak seimbang. Selama orang Islam turut menghadirinya, maka kurun waktu itu Hamka selalu bersenmusyriklah ia! (Artawijaya, 2008). Fatwa tuhan dengan masalah-masalah printersebut memang tergolong lemah di sipil yang menyinggung akidah Islam. bawah kuasa Pemerintah, namun di Porsi perjuangan dan dakwah dalam diri seorang Muslim sejati, fatwa Hamka di Indonesia terlihat salah satutersebut adalah masuk akal diterima nya dalam lembaga MUI. Sebelumnya, karena akidah Muslim tak dapat diperia menolak pembentukan MUI. Memainkan begitu saja dengan menghadiri nurutnya, pembentukan MUI tidak lain majelis kemusyrikan. Bagi Hamka, inisiatif Pemerintah agar agama bisa kekuatan fatwa tersebut kuat dan berlaku dijadikan “alat” legitimasi Pemerintah. sepanjang masa. Artinya, MUI hanya akan menjadikan Dalam hal cinta Tanah Air, Hamka agama (Islam) dipolitisasi Pemerintah. juga kerap menyuarakan tentang porsi Namun, dalam Deklarasi Muktamar yang tepat agar nasionalisme tidak MUI I (21-27 Juli 1975) di Jakarta yang menjurus kepada kesyirikan. Dalam ditandatangani 53 peserta, ia akhirnya Hamka (kiri) dan Mulyadi Joyomartono. buku Pandangan Hidup Muslim (1966), menerima kehadiran lembaga ini dan Foto tahun 1931 di Yogyakarta. dok SM/HM Hamka menulis, “Tanah Air adalah Yunus Anis. kemudian terpilih menjadi ketua umum nikmat Ilahi kepada kita. Di atas pertamanya. bumiNya kita dibesarkan, hasil buminya yang kita makan, airnya Hamka sebenarnya tak serta-merta menerima pendirian yang mengalir kita minum. Jadi dapatlah dikatakan, bahwa karena lembaga ini. Ia terus mempertahankan ketegasannya sebagai mencintai Allahlah maka timbul cinta kita kepada Tanah Air. ulama, sebagai “kue bika”, ia harus lebih merekat ke bawah Rumpun cinta yang seperti ini dari Tauhid asalnya. Tetapi cinta daripada ke atas. Selama masa jabatannya di MUI, Hamka Tanah Air itu kadang-kadang terlepas dari uratnya, terbongkar ingin meluruskan perkara-perkara yang menyimpang dari dari asalnya, sebagaimana juga pada segi-segi yang lain, cinta akidah Islam dan melindungi umat Islam dari deradikalisasi itu terlepas dari urat tauhid lalu menjadi musyrik.” dakwah dan diskriminasi golongan seperti yang terjadi pada Sosok Buya Hamka adalah ulama panutan bagi umat Islam tahun 1973, yaitu kasus kontroversi RUU Perkawinan. Indonesia yang sebenarnya. Masih pantaskah kita merindukan RUU Perkawinan pada tahun itu telah dinilai ulama ulama lain yang belum setegas dan penyayang seperti dia?l menyimpang dari akidah Islam. Bung Hatta yang menjadi penasehat Presiden saat itu juga menentang RUU tersebut (lihat ______________________________________________________ harian Kami dan Abadi, Jum’at 19 Oktober 1973). Salah satu Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas penyimpangan RUU P tersebut terletak pada Pasal 10 ayat 2 Negeri Yogyakarta kepeduliannya terhadap nasib umat Islam membawanya memperoleh anugrah penghargaan akademik. Pada tahun 1959, ia mendapat anugrah gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar Kairo karena jasa-jasanya terhadap penyiaran agama Islam. Tahun 1974, ia kembali mendapat gelar kehormatan dari Universitas Kebangsaan Malaysia pada bidang kesusastraan dan gelar Profesor dari Universitas Prof DR Moestopo.

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

49


WAWASAN

MANHAJ FIQIH SYEIKH MUHAMMAD ABDUL WAHAB PROF DR H YUNAHAR ILYAS, LC, MA Guru Besar Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Pendahuluan Syeikh Muhammad ibn Abd al-Wahhab (selanjutnya ditulis Muhammad Abdul Wahab), 1115-1206 H adalah seorang mujaddid besar abad XII H yang luas pengaruhnya di dunia Islam, terutama dalam pemurnian Tauhid. Jika disebut namanya, orang akan segera ingat Kitab at-Tauhid (Judul lengkapnya adalah Kitab at-Tauhid alladzi Huwa Haqqullah ‘ala al- ‘Abid, tetapi popular dengan judul awalnya saja yaitu Kitab at-Tauhid) dan perjuangannya membersihkan akidah umat Islam pada masa itu—terutama wilayah Nejd Jazirah Arabia— dari segala macam bentuk kemusyrikan, apalagi setelah beliau bekerja sama bahu membahu dengan Imam Muhammad ibn Su’ud. Selain Kitab at-Tauhid, dalam bidang akidah beliau juga menulis buku-buku atau risalah lain seperti Kasyf asy-Syubuhat, Mufid al-Mustqfidfi Kufr Tarik at-Tauhid, al-Ushul ats-Tsalatsah wa Adillatuha, Kalimat fi Bayan Syahadah an La Ilaha Illallah wa Bayan at-Tauhid, Kalimat fi Ma’rifah Syahadah an Lailaha illallah wa anna Muhammadan Rasulullah, Arba’ Qawa ‘id liddin, Arba’ Qawa ‘id dzakarahallahu fi Muhkam Kitabih, al-MasailalKhamsal-Wajib Ma’rifatuha dan Tafsir Kalimah at-Tauhid (Lihat Abdullah ash-Shalih al-’Utsaimin, asy-Syaikh Muhammad ibn Abd al-Wahhab, Hayatuhu wa Fikruhu, Riyadh: Dar al-’Ulum, 1993, hlm. 73-84.) Di samping buku-buku dan risalah tentang akidah Islam, Syeikh Muhammad Abdul Wahab juga memiliki banyak karya tulis dalam bidang Tafsir, Hadits, Fiqih, dan Sirah Nabawiyah. Khusus dalam bidang Fiqih, beliau meringkas kitab Zad al-Ma ‘adfi Huda Khair al- Jbad, karya Imam Ibn al-Qayyim alJauziyah, kemudian diberinya judul Mukhtashar Zad al-Ma ‘ad. Beliau juga menulis ringkasan dua kitab Fiqih terkenal dari mazhab Hanbali. Pertama, kitab al-Inshaffi Ma ‘rifah ar-Rajih min al-Khilaf, karya al-Alamah al-Faqih Ala ad-Din Ali ibn Sulaiman al-Mardawi al-Hanbali (817-885 H). Kedua, kitab asySyarh al-Kabir, karya Syams ad-Din Abu al-Faraj Abd arRahman ibn Abi Umar Ibn Qudamah al-Maqdasy (597-682 H). Kedua kitab ini adalah syarah kitab al-Muqni’ karya Muwaffiq ad-Din Abdullah ibn Qudamah al-Maqdasy (541-620 H). Ringkasan dua kitab fiqih Hanbali tersebut beliau beri nama Mukhtashar al-Inshafwa asy-Syarh al-Kabir. Dari keseluruhan karya beliau, kitab ringkasan inilah yang paling panjang. (Lihat Abd al-Aziz Zaid ar-Rumy dkk, Muallqfah asy-Syaikh al-Imam 50

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

Muhammad ibn Abd al-Wahab (Riyadh: Jamiah al-Imam Muhammad ibn Su’ud al-Islamiyah, 1398 H), jilid II, hlm 4. Kitab Muallqfah jilid II ini hanya memuat kitab Mukhtashar alInshafwa asy-Syarh al-Kabir sebanyak 789 halaman.) Karya fiqih Muhammad Abdul Wahab lainnya adalah Majmu’ al-Hadits ‘ala Abwab al-Fiqih, Adab al-Masyyi ila ash-Shalah, Ibthal Waqaf al-Jinf’wal-ltsmi, dan Ahham ash-Shalah. Tulisan ini khusus membahas tentang Manhaj Fiqih Syeikh Muhammad Abdul Wahhab, tetapi sebelumnya diungkapkan secara ringkas perjalanan beliau menuntut ilmu untuk mengetahui latar belakang keilmuan tokoh pembaru ini. Tulisan ini lebih banyak bersifat deskriptif daripada analisis. Rihlah Ilmiah Syeikh Muhammad Abdul Wahab Syeikh Muhammad Abdul Wahab dilahirkan di Uyainah, Nejd, Jazirah Arabia, tahun 1115 H/1703 M dari keluarga ulama. Bapaknya Abd al-Wahab ibn Sulaiman (w 1153 H) adalah seorang yang punya pengalaman panjang dalam fiqih karena pernah menjabat sebagai Qadhi ‘Uyainah dan Huraimala’ dalam waktu yang lama. Kakeknya Sulaiman ibn ‘Ali termasuk salah seorang ulama terkenal pada masanya, beliau menulis kitab yang terkenal tentang manasik haji yang sering menjadi rujukan para pengikut mazhab Hanbali. Pamannya, Ibrahim ibn Sulaiman, juga seorang ulama yang disegani pada masa itu. (Mas’ud an-Nadwi, Muhammad ibn Abd al-Wahhab, Mushlih Mazhlum wa Muftara ‘alaih, Riyadh: Jami’ah al-Imam Muhammad ibn Su’ud alIslamiyah, 1411, hlm.31). Muhammad Abdul Wahab sejak kecil sudah menunjukkan kecerdasan dan kekuatan hafalan yang luar biasa. Belum genap umur 10 tahun beliau sudah hafal Al-Qur’an. Muhammad Abdul Wahab kecil belajar kitab-kitab fiqih Hanbali dari bapaknya, dan juga banyak membaca kitab-kitab Hadits dan tafsir. Kecerdasan dan bakatnya yang luar biasa itu membuat kagum bapaknya sendiri. Sering dia meminta anaknya menjadi imam shalat walaupun masih kecil. Beliau menikah pada waktu masih sangat muda, kemudian pergi melaksanakan ibadah haji dan bermukim di Madinah Munawarah, kemudian kembali ke Uyainah untuk meneruskan menuntut ilmu dari orangtuanya. Sejak awal beliau sudah rajin menulis, hingga dalam satu kali duduk dapat menulis dua puluh halaman. (Ibid, hlm. 31-32.) Hidup di tengah-tengah keluarga besar ulama, kondisi


WAWASAN ekonomi yang mendukung, ditambah kecerdasan dan kemauan pribadi yang kuat menyebabkan Muhammad Abdul Wahab dapat secara tekun dan penuh mendalami ajaran Islam, baik melalui orangtuanya sendiri maupun melalui ulama-ulama yang lain. Tidak cukup hanya di Uyainah, beliau menuntut ilmu ke beberapa pusat ilmu waktu itu. Mula-mula beliau pergi ke Bashrah, terus ke Disa’, kembali lagi ke Bashrah, kemudian ke Madinah Munawarah, kemudian kembali ke Nejd. Tatkala berada di Madinah, beliau banyak belajar dari beberapa ulama di Masjid Nabawi, termasuk dua orang ulama yang banyak berpengaruh kepada beliau— tidak banyak dari segi keilmuan tetapi juga dari segi pembaruan atau ishlah—yaitu Abdullah ibn Saif dan Muhammad Hayah asSanadi. Ibn Saif adalah seorang ahli fiqih Hanbali dan juga ahli Hadits. Gurunya inilah, sebagai seorang pengagum Ibn Taimiyah, yang mendorong Muhammad Abdul Wahab untuk mempelajari kitab-kitab ulama besar tersebut. Sedangkan Muhammad Hayah as-Sanadi adalah seorang alim dalam Hadits dan ulum al-Hadits. AsSanadi banyak menulis buku tentang Hadits. Semangat pembaruan dan tidak fanatik mazhab didapatkan juga oleh Muhammad Abdul Wahab dari gurunya ini. (Abdullah ash-Shalih alUtsaimin, asy-Syaikh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab, Hayatuhu wa Fikruhu (Riyadh: Bar al-’Ulum, 1993), hlm 29-32). Waktu di Bashrah, Syeikh Muhammad Abdul Wahab belajar fiqih, Hadits dan bahasa Arab dari beberapa ulama, di antaranya dari Syeikh Muhammad al-Majmu’i. Berbeda dengan Uyainah, Bashrah adalah kota besar dengan penduduk yang heterogen pemahaman dan pengamalan agamanya. Banyak persoalan muncul, apalagi di kota itu tinggal banyak orang-orang Syi’ah. Bashrah tidak jauh dari tempat-tempat suci Syi’ah seperti Najaf dan Karbala. Sudah bukan rahasia lagi antara Syi’ah dan Ahl As-Sunnah banyak terjadi perbedaan. Tinggal di kota seperti itu, Muhammad Abdul Wahab tidak hanya belajar, tapi mulai meluruskan dan menentang apa yang menurut beliau bertentangan dengan kebenaran. Beliau sering berdiskusi dan berdebat dengan para penentang dakwahnya, terutama dalam masalah akidah. Sedangkan di Ihsa’ Syeikh Muhammad Abdul Wahab belajar dari beberapa ulama seperti Abdullah ibn Fairuz, Abdullah ibn Abd al-Lathif, dan Muhammad ibn ‘Afaliq dan banyak berdiskusi tentang masalah akidah, terutama tauhid. Ihsa’ adalah kota terakhir tempat Muhammad Abdul Wahab belajar di luar ‘Uyainah setelah Hijaz dan Bashrah sebelum kemudian menetap kembali di ‘Uyainah. (Abdullah ash-Shalih al-’Utsaimin, asy-Syaikh Muhammad ibn

‘Abd al-Wahhab, Hayatuhu wa Fikruhu (Riyadh: Dar al-’Ulum, 1993), hlm 34-36.) Mazhab Fiqih Syeikh Muhammad Abdul Wahab Syeikh Muhammad Abdul Wahab, tidak diragukan lagi adalah seorang ulama pembaru yang mengembalikan segala persoalan agama kepada dua sumber utamanya yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Beliau ingin melihat Islam tampil dalam bentuknya yang asli, murni, tidak bercanipur dengan ajaran agama dan kepercayaan lain. Seluruh persoalan, sedapat mungkin, dikembalikan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Berangkat dari cara berpikir seperti itulah, sekalipun dalam fiqih, beliau mengikuti mazhab Imam Ahmad ibn Hanbal (w 246 H) tetapi beliau tidak ta’ashub atau fanatik terhadap mazhab Hanbaly. Dalam suatu kesempatan beliau menyatakan: “Adapun mazhab kita, adalah mazhab Imam Ahmad ibn Hanbal, Imam Ahl AsSunnah dalam masalah furu’, tidak perlu lagi kita melakukan ijtihad sendiri. Apabila jelas bagi kita sunnah shahihah dari Rasulullah saw kita akan mengamalkannya. Kita tidak akan mendahulukan pendapat siapapun di dunia ini atas As-Sunnah tersebut.” (Mas’ud anNadwi, Muhammad ibn Abd alWahhab, Mushlih Mazhlum wa Muftara alaih, Riyadh: Jami’ah alImam Muhammad ibn Su’ud alIslamiyah, 1411, hlm. 148.) Dalam kesempatan lain Muhammad Abdul Wahab menyatakan: “Kita belum berhak menjadi mujtahid muthlaq, tidak ada seorang pun di antara kita yang mengaku dapat melakukannya. Akan tetapi dalam beberapa masalah, jika menurut kita ada pendapat yang jelas-jelas berdasarkan AlQur’an maupun As-Sunnah yang dikemukakan imam-imam fiqih yang lain, tentu akan kita ambil, walupun dengan demikian kita harus meninggalkan pendapat Hanabilah.” (Mas’ud anNadwi, Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab, Mushlih Mazhlum wa Muftara ‘alaih (Riyadh: Jami’ah al-Imam Muhammad ibn Su’ud al-Islamiyah, 1411), hlm. 149. Adakalanya, dalam beberapa hal, beliau berhujjah dengan mengutip pendapat Imam Ibn Taimiyah dan Imam Ibn alQayyim, tanpa harus taqlid kepada keduanya. Syeikh Muhammad Abdul Wahhab, hanya mengikuti Ibn Taimiyah dan Ibn al-Qayyim, jika menurut pengetahuannya, pendapat kedua imam besar tersebut sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Beliau menyukai dua tokoh besar ini, karena komitmen mereka berdua yang sangat kuat untuk berpegang teguh kepada AlQur’an dan As-Sunnah. Muhammad Abdul Wahab menyatakan: SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

51


WAWASAN “Imam Ibn al-Qayyim dan gurunya adalah dua orang imam kebenaran dan Ahlus Sunnah, kitab-kitab mereka, bagi kami, termasuk kitab-kitab yang bemilai tinggi, namun demikian kita tidak taqlid mengikuti mereka berdua dalam setiap persoalan.” (ibid.) Syeikh Muhammad Abdul Wahab, dalam persoalan furu’fiqihiyah memang seorang Hanbali, tetapi beliau tidak memaksa orang lain untuk mengikutinya. Beliau meminta kepada seorang pengikuti Syafii untuk tetap menjadi Syafiiyan, pengikuti Hanafi tetap menjadi seorang Hanafiyan, karena tidak seorang pun imam-imam fiqih yang membenarkan perbuatan bid’ah dan taqlid. Dalam hal ini Muhammad Abdul Wahab menyatakan: “Kami juga dalam masalah furu’ mengikuti mazhab Imam Ahmad ibn Hanbal, tetapi kami tidak menolak kalau ada yang bertaqlid kepada salah satu dari empat mazhab yang ada, karena mazhab-mazhab yang lain seperti Rafidhah tidak dapat

dipercaya...”. (Mas’ud an-Nadwi, Muhammad ibn ‘Abd alWahhab, Mushlih Mazhlum wa Muftara ‘alaih (Riyadh: Jami’ah al-Imam Muhammad ibn Su’ud al-Islamiyah, 1411), hlm. 149.) Seperti sudah dijelaskan di atas, di samping memang tidak ta’ashub dengan mazhab Hanbali, Syeikh Muhammad Abdul Wahab juga tidak menjadi penganjur orang untuk mengikuti mazhab yang dianutnya sebagaimana banyak dilakukan oleh para pengikuti mazhab fiqih lainnya. Beliau hanya mengambil dari mazhab Hanbali apa-apa yang sesuai dengan dalil, dan mengambil pendapat imam-imam fiqih lain mana yang menurut beliau dalilnya kuat. (Lihat juga Manna’ al-Qathan, “I’timad Dakwah asy-Syaikh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab ‘ala alKitab wa As-Sunnah” dalam Buhuts Nadwah Dakwah asySyaikh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab rahimahullah (Riyadh: Jami’ah Imam Muhammad ibn Su’ud al-Islamiyah, 1991), jilid I, him 239-241. Berpegang Teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah Dalam berbagai kesempatan, baik melalui buku-buku, 52

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

risalah-risalah, fatwa-fatwa dan pelajaran-pelajaran yang diberikan kepada murid-muridnya, Syeikh Muhammad Abdul Wahab, berulang-ulang menegaskan pentingnya kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tidak hanya dalam masalah akidah, dalam persoalan fiqih pun sikap ini tetap beliau ikuti dengan konsisten. Kita akan lihat dalam tulisan-tulisannya tentang berbagai persoalan fiqih, beliau konsisten mengemukakan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, salah satu atau kedua-duanya. Sebagai contoh, tentang tayamum, dalam Kitab Thaharah, Muhammad Abdul Wahab menulis: “Tayamum termasuk kekhususan umat ini, Allah tidak menjadikan tanah suci bagi umat lainnya, dia juga merupakan ganti bersuci dengan air untuk segala sesuatu yang menggunakan air tetapi tidak dapat ditemukan. Syarat tayamum ada empat: 1) Tidak sanggup menggunakan air, bisa karena tidak ada air berdasarkan firman Allah: “...lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik..” (Qs. Al-Maidah: 6), atau karena khawatir penggunaan air akan mendatangkan mudharat karena sakit tertentu, atau karena sangat dingin atau karena luka, berdasarkan firman Allah: “...dan jika kamu sakit...” (Qs. Al-Maidah: 6). Dan juga berdasarkan Hadits ‘Amru bin al-’Ash, diriwayatkan oleh Abu Daud. Atau takut kehabisan air untuk minum, berdasarkan ijma’ yang diriwayatkan oleh Ibn Al-Mundzir, atau dia harus membelinya dengan harga yang mahal lebih dari harga biasa. Jika dia mungkin menggunakan air untuk sebagian badan, harus dia gunakan dan bertayamum untuk bagian badan yang lain, berdasarkan Hadits Abu Hurairah yang di dalamnya ada teks: “Jika aku memerintahkan kamu untuk melakukan sesuatu, maka lakukanlah sebatas kemampuanmu. 2) Telah masuk waktu. Berkata Syeikh Taqiyuddin: “Tayamum menghilangkan hadats. Ini adalah mazhab Abu Hanifah, dan riwayat dari Ahmad. Dia berkata dalam al-Fatawa alMishriyah: Tayamum untuk setiap waktu shalat sampai masuk waktu shalat lain adalah pendapat yang paling baik.” (Manna’ al-Qathan, “I’timad Dakwah asy-Syaikh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab ‘ala al-Kitab wa As-Sunnah” dalam Buhuts Nadwah Dakwah asy-Syaikh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab rahimahullah, Riyadh: Jami’ah Imam Muhammad ibn Su’ud al-Islamiyah, 1991, jilid I, hlm 239-240.) Contoh lain tentang shalat berjamaah beliau menulis: “Paling sedikit shalat berjamaah dua orang, kecuali Jum’at dan Shalat ‘ld. Hukumnya wajib atas setiap orang, baik yang muqim, maupun yang musafir, bahkan tetap wajib dalam keadaan takut, berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka, lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka...” (Qs. An-Nisa’ 102). Shalat berjamaah lebih utama 27 derajat dibandingkan shalat sendiri. Lebih utama dikerjakan di Masjid, apalagi di Masjid Haram, dan begitu juga lebih utama jika jamaahnya lebih banyak, dan


WAWASAN masjidnya lebih jauh, janganlah seseorang mengimami shalat di sebuah masjid sebelum imam tetap, kecuali atas izinnya, atau imam ratibnya terlambat,maka tidak makruh, berdasarkan perbuatan Abu Bakar dan Abd ar-Rahman ibn ‘ Auf.” (Abd alMuhsin ibn Hamad al-Badar, Syarh Kitab Adah al-Masyi ila ash-Shalah (al-Musytamil ‘ala Ahkam ash-Shalah, \va az-Zakah \va ash-Shiyam), karya Syaikh al-Islam Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab (Riyadh: t.p., 1426), him 108-110.) Sekalipun Syeikh Muhammad Abdul Wahab selalu merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, tetapi secara teknis adakalanya beliau tidak mengutip sama sekali teks Hadits yang dimaksud, malah kadangkala tidak menyebut sama sekali dalil yang dirujuknya. Misalnya tentang menentukan awal Ramadlan, beliau menulis: “Disunahkan mengamati munculnya hilal malam tiga puluh bulan Sya’ban, diwajibkan puasa Ramadhan apabila hilal sudah terlihat, maka apabila tidak dapat dilihat hilal, maka sempurnakanlah Sya’ban tiga puluh hari, barulah kemudian berpuasa tanpa ada perbedaan pendapat” (Abd al-Muhsin ibn Hamad al-Badar, Syarh Kitab Adab al-Masyi ila ash-Shalah (al-Musytamil ‘ala Ahkam ash-Shalah, wa az-Zakah wa ashShiyam), karya Syaikh al-Islam Muhammad ibn ‘Abd alWahhab (Riyadh: t.p., 1426) hlm 215.) Dalam masalah ini, Muhammad Abdul Wahab tidak mengutip Hadits riwayat Bukhari dan Muslim tentang menentukan awal Ramadlan dan awal Syawal dengan melihat hilal, apabila hilal tidak terlihat karena mendung, jumlah hari dalam bulan itu dipenuhkan tiga puluh. Boleh jadi teks hadits tersebut tidak dikutip karena sudah sangat populer atau sudah ditulis pada buku atau risalah lain. Penulis Syarah seperti Abd alMuhsin al-Badr kemudian menelusuri dan mengutipnya dengan menyebut sumbernya. Empat Kaidah Pokok Menurut Syeikh Muhammad Abdul Wahab, ada empat kaidah pokok yang menjadi landasan memahami agama Islam, baik dalam ilmu tafsir, ilmu ushul, atau ilmu amalan hati atau yang dinamai ilmu suluk, ilmu halal dan haram atau ahkam atau yang dinamai dengan fiqih, atau ilmu wa’d dan wa’id atau ilmuilmu agama yang lainnya. Empat kaidah itu adalah: 1. Tidak boleh berbicara tentang Allah tanpa ilmu. Berdasarkan firman Allah S wT yang artinya: “Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-A’raf: 33) 2. Segala sesuatu yang Asy-Syari’ mendiamkannya maka dia termasuk yang dimaafkan, tidak boleh seorang pun mengharamkan, atau mewajibkan, atau mengistihabkan, atau memakruhkannya. Berdasarkan firman Allah SwT yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al-Qur’an itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang halhal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”. (AlMaidah: 101) Nabi Muhammad saw bersabda: “Segala sesuatu yang Allah mendiamkannya adalah rahmat bagi kalian, bukan karena lupa, oleh sebab itu jangan bertanya tentang hal itu” (H.R. adDaruquthni, menurut Imam Nawawi Hadits ini hasan.) 3. Meninggalkan dalil yang jelas, kemudian beristidlal dengan lafzh mutasyabih adalah jalan orang yang menyimpang seperti Rafidhah dan Khawarij. Allah SwT berfirman yang artinya: “Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan. Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya. (Ali Imran: 7) Adalah wajib bagi seorang Muslim mengikuti yang muhkam. Jika dia mengetahui makna mutasyabih, boleh diikuti jika tidak bertentangan dengan yang muhkam, kalau tidak, wajib baginya mengikuti apa yang dikatakan oleh orang-orang yang mendalam ilmunya, yaitu: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” (Bagian dari Ali Imran: 7) 4. Nabi Muhammad saw menyebutkan bahwa yang halal sudah jelas, dan yang haram juga sudah jelas, sedangkan antara keduanya ada perkara-perkara yang mutasyaabihaat, maka barangsiapa yang tidak mengikuti kaidah ini, lalu ingin berbicara tentang segala sesuatu tentang panjang lebar maka dia telah sesat dan menyesatkan. (Shalih ibn Abd ar-Rahman al-Athram, I’timad Fiqih Dakwah Syaikh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahab ‘ala al-Kitab wa As-Sunnah, dalam Buhuts Nadwah Dakwah asy-Syaikh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab rahimahullah (Riyadh: Jami’ah Imam Muhammad ibn Su’ud al-Islamiyah, 1991), jilid I, hhn 272-273.) Penutup Dari uraian ringkas di atas jelaslah bagi kita bahwa Syeikh Muhammad Abdul Wahab, dalam bidang fiqih —sebagaimana bidang-bidang yang lain— selalu berpegang teguh dengan AlQur’an dan As-Sunnah. Beliau berangkat dan mengembalikan segala sesuatunya kepada kedua sumber utama ajaran Islam ini. Sekalipun beliau dididik sejak kecil dalam mazhab Hanbali dan kemudian menjadi pengikutnya, tetapi beliau tidaklah memiliki sikap fanatik atau ta’ashub dengan mazhab ini, dan tidak ada hambatan bagi beliau mengambil pendapat mazhab yang lainnya jika menurutnya sesuai dengan Al-Qur’an dan AsSunnah. Demikianlah, semoga bermanfaat.l SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

53


CAKRAWALA

TANWIR NASYIATUL AISYIYAH:

NA ADVOKASI PROBLEM PEREMPUAN DAN ANAK Ketua PP Muhammadiyah DR Haedar Nashir, MSc, membuka Sidang Tanwir Nasyiatul Aisyiyah ke2, dalam sambutannya mengatakan, pengambilan tema Sidang Tanwir sangat bagus. Sidang pertama NA yang berlangsung pada tahun 1933, sesuai dengan artinya, yaitu Tanwir berarti penerang, atau membebaskan manusia dari segala bentuk kegelapan manusia menuju arah terang benderang.

Islam sesungguhnya agama peradaban, yang mengontrol ke dalam alam pikiran dan terbentuk pada perilaku. Islam jadi kekuatan agama peradaban dunia. “Tidak banyak memang, orang yang merengkuh arti dari agama Islam sebagai kekuatan peradaban.” Bahkan, sebagian orang sedang mengalami masa romantisme kejayaan Islam masa lalu. Yang terkungkung pada mental tradisi kecil. Nasyiatul Aisyiyah, katanya, harus dapat berpikir pada bingkai api kemajuan pada tradisi besar kemajuan.

S

udah sejak zaman Rasulullah pembawa agama penerang, salah satunya bidang ekonomi sudah menunjukkan sebagai bangsa yang sudah mencapai taraf ekonomi berkemajuan. Tetapi tidak pada segi peradaban, karena Rasulullah masih harus membebaskan manusia dari peradaban gelap. Yakni, sebuah zaman yang sungguh menggambarkan kekejaman manusia atas manusia yang baru lahir (perempuan). “Para ibu yang melahirkan bayi, jika bayinya perempuan tidak ada tempat lagi untuk hidup,” katanya. Tetapi begitu Islam datang, Islam membebaskan bayi yang lahir perempuan untuk meneruskan kehidupannya. “Sebuah awal dari zaman yang memuliakan kaum perempuan,” tandasnya. Runtuhnya budaya yang merendahkan perempuan, kaum perempuan di kelas bawah oleh Islam dibawa sejajar. Gerakan perempuan yang dimotori oleh Nyi Ahmad Dahlan, demikian pula, misinya untuk memuliakan kaum perempuan yang sudah terimbas oleh kemajuan mengagungkan kepada kemajuan alam pikiran. Aisyiyah menerobos untuk menggerakkan sebuah pencerahan perempuan. 54

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

Tidak perlu lagi takut pada pikiran besar orang lain. Sebagaimana ditunjukkan Dahlan, ketika memulai pencerahannya, banyak orang kaget. Dahlan membawa perubahan di banyak kota besar, yang penuh sangkar budaya. Diwarnai dengan kehidupan masyarakat tradisional. Dahlan menerobos kegigihan dengan pikirannya. Menunjukkan militansi dalam perjuangannya, menerobos benteng. Barat yang dipandang dari


CAKRAWALA sebuah pusat kemajuan modern, dipandang amat digdaya. Kehidupan modern membuat suka pragmatis. Menghalalkan segala cara. Semuanya berpengaruh pada lingkungan kehidupan, moral mulai tergerus, nilai-nilai kesahajaan dan kesantunan semakin terdesak. “NA harus gigih berpikir besar, bekerja keras, dan terus mengembangkan diri,” ajak Haedar Nashir kepada para peserta Sidang Tanwir NA. Warna Lain Sidang Tanwir ke-2 Nasyiatul Aisyiyah berlangsung 2-4 Desember 2011, di Hotel Satya Graha diikuti oleh 200 peserta dari utusan PW NA se Indonesia. Mengagendakan penguatan konsolidasi organisasi, sekaligus perumusan materi dan agenda Muktamar NA XII yang rencananya akan digelar pada 2012. Tema yang diusung “Peningkatan Kualitas Kader NA dalam Menggerakkan Aksi Advokasi Perempuan dan Anak”. Dengan harapan, kader NA dapat melakukan advokasi dengan mendorong terwujudnya kebijakan Pemerintah yang berpihak pada perempuan dan anak, serta mengawalnya menuju tercapainya Sasaran Pembangunan Milenium (Milenium Development Goals/MDGs) Kegiatannya di antaranya, menghadirkan ceramah dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Kehutanan RI, Ceramah dari MPR RI, DR Hajriyanto Y Thohari dan Concert Opick di Kampus UAD. Hajriyanto Y Thohari, dalam ceramahnya, mengatakan, NA sebagai gerakan perempuan muda harus terus bergerak melindungi kekerasan pada TKW. “Aisyiyah harus bersikap kritis, kader-kadernya yang ada di mancanegara sebagaimana melindungi segenap bangsa Indonesia. Sementara itu, Kementrian Kehutanan yang diwakili Ir Ali Taher Fathoni MSc, mengemukakan, melalui pemberdayaan ekonomi perempuan bisa mandiri di tengah era globalisasi. Banyak perempuan yang menjadi TKW di luar negeri, karena dunia di alam globalisasi. “Tetapi kita jangan menjadi mental pembantu,” katanya. Sementara itu, pentas Opick di UAD sangat memukau para penonton. Beberapa lagu-lagu pilihan seperti, Irhamna, Cahaya Hati, Ya Nabi Salam dilantunkan dengan merdu. Dalam Sidang Pleno, secara aklamasi PW NA Lampung terpilih menjadi tuan rumah Muktamar XII

pada Juli 2012 mendatang. Menolak Kawin Siri Ketua Umum Nasyiatul Aisyiyah periode 2008-2010 Abidah Muflihati, MSi, sebelumnya, menegaskan bahwa Nasyiatul Aisyiyah menolak kawin siri yang belakang ini seakan menjadi fenomena yang terus bermunculan. Kawin siri, menurutnya, kendati dibenarkan oleh agama dengan persyaratan tertentu yang sangat ketat tetapi untuk iklim di Indonesia hal itu tidak mencerminkan ketaatan akan status yang dibenarkan oleh hukum. “Kawin yang syah adalah kawin yang dicatatkan kepada Departemen Agama, sedang kawin siri jauh dari status itu,” katanya. Keluarga yang utuh, yang sesuai dengan kehidupan keluarga yang Islami lebih dibutuhkan untuk membangun suasana keluarga yang sehat dan sejahtera sakinah mawadah wa rahmah. Menyinggung tentang kehidupan keluarga yang sehat, terutama dalam mendukung kehidupan keluarga sejahtera Keluarga Berencana (KB), Nasyiatul Aisyiyah sangat apresiatif dengan program BKKBN. Kerjasama antara Nasyaitul Aisyiyah dengan BKKBN menghasilkan sebuah modul yang diberlakukan untuk sekolah setingkat SMA/SMK. Selain itu Nasyiatul Aisyiyah juga sudah mendirikan Pos Yandu Remaja di beberapa tempat sebagai model yang nantinya juga akan diterapkan di seluruh kabupaten kota. Untuk upaya pencegahan penyakit HIV/AIDS, secara spesifik NA tidak menganjurkan pemakaian alat kontrasepsi kondom untuk masyarakat. “Yang terpenting adalah keluarga sakinah harus menjauhkan dari perbuatan kehidupan yang munkar,” katanya. Termasuk menjauhi kehidupan pemakaian obatanobatan /narkoba yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Kepedulian NA sangat tinggi terhadap upaya pencegahan penyebaran HIV/AIDS, karena fenomena saat ini penularan sudah menyeret ibu dan anak sebagai korbannya. Indikasi penularannya bervariasi lewat jarum suntik, transfusi darah, dll. Secara khusus, Abidah menegaskan, bahwa hasil Tanwsir akan mengeluarkan rekomendasi yang akan disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait. Khususnya kepada pemerintah Republik Indonesia dalam membangun kehidupan bangsa yang lebih sehat dan lebih baik. Karena upaya-upaya penyelesaian konflik, kekerasan terhadap perempuan, juga pelecehan yang menimpa para TKW masih terus saja terjadi. Tetapi, upaya pencegahan serta penyelesaiannya masih jauh dari memuaskan.l am SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

55


SOHIFAH

IRONI BARAT DAN ISLAM HASNAN BACHTIAR

Peneliti PSIF Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur

I

slam itu adalah dua hal. Pertama, adalah agama, sedang maknanya yang lain adalah ilmu. Dua kesimpulan ini terangkum jelas dalam ayat-ayat Al-Qur’an, maupun Sunnah Rasulullah sebagai cahaya-cahaya yang menerangi. Namun sayang, sebagian golongan tidak pernah mengakui, bahwa Islam itu adalah ilmu yang mulia. Bahkan, pengetahuan mereka hanya sebatas bahwa Islam hanyalah citra kebengisan, kepentingan politik dan iman masyarakat tribal, seolah belum pernah meraih peradaban. Itulah ironi, dari arogansi pengetahuan sebagian umat. Suatu bentuk pengingkaran yang nyata. Menggambarkan hal ini, Roger Garaudy di dalam bukunya yang terkenal, Promeses de l’Islam (1981), mencontohkan bahwa ada sebagian masyarakat yang tidak pernah mengakui kebesaran Islam. Misalnya saja, masyarakat Barat sejak abad ke 13, tidak pernah mengakui bahwa peradabannya yang sedang berkembang “sedikit” itu, sejatinya telah mewarisi dan berhutang budi pada peradaban Islam yang luhur. Dalam buku dengan isi yang sama, namun berjudul L’Islam habite nore avenir, seorang filsuf Perancis ini mengungkapkan kekecewaannya pada peradaban Barat bahwa, “Telah sampai waktunya untuk insyaf, karena perkembangan Barat mendorong kita untuk hidup tanpa tujuan dan kematian. Mereka membenarkan dirinya dalam suatu kebudayaan dan ideologi yang keji” (1981: 17). Para intelektual dunia telah mafhum, bahwa kegagalan Barat tersebut, antara lain karena anggapan dan sikap mereka yang terlampau meninggikan tiga hal. Pertama, meninggikan arogansi kepemilikan alam. Menurut mereka, alam adalah miliknya sendiri, bukan miliki dunia. Kedua, mereka mengimani konsepsi yang tak mengenal belas kasihan tentang hubungan manusia. Individualisme adalah ciri khas keseharian yang nampak positif, padahal juga bersifat mengekang diri sendiri maupun orang lain. Ketiga, mereka punya nilai yang menyebabkan rasa putus asa terhadap masa depan. Dengan kata lain, menanggalkan kebenaran tentang ketuhanan. Kiranya perlu contoh-contoh, agar lebih terang persoalanpersoalan ini. Pertama, soal arogansi kepemilikan alam. Seolaholah bagi mereka, manusia di seberang teritori, kebudayaan dan peradaban lainnya tidak berhak atas dunia. Dunia hanya patut mereka warisi. Perdamaian, HAM, kemajuan sains dan teknologi, seluruh bidang pengetahuan, citra dunia, hingga sumber daya alam. Seperti minyak, uranium (nuklir) dan kekayaan tambang lainnya, merekalah yang berhak mengelola, serta tentu saja “memilikinya”. Tidak heran jika dewasa ini, Israel, Perancis, Inggris, Jerman dan Amerika Serikat hendak menggencarkan serangan militer ke Iran yang disinyalir telah mengembangkan nuklir. 56

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

Kedua, alih-alih mengapresiasi privasi dan hak pribadi, manusia Barat menciptakan masyarakat persaingan pasar, konfrontasi, dan kekerasan. Di mana kehidupan ekonomi dan politik memihak yang kuat, sekaligus memperbudak atau memangsa mereka yang lemah. Tidak pernah ada di dalam sejarah bahwa negara dunia ketiga akan bangkit dan bersaing dengan negara adikuasa. Indonesia jelas tidak sebanding dengan negara-negara Uni Eropa dan Amerika Serikat. Kekuasaan ekonomi dan politik (Barat), tidak pernah rela agar negara berkembang turut andil dalam pesta peradaban. Ketiga, masyarakat Barat memelihara ateisme. Namun di sini, bentuk ateisme tersebut adalah spesifik. Memang ada banyak jenis ateisme. Misalnya saja, ada ateisme yang menyanyikan kematian Tuhan (Requiem aeternam deo) seperti Nietzsche, ada yang sangat religius namun menolak agama (kekafiran religius) seperti kisah Doktor Faust, ada pula ateisme yang mengakui agama dan tuhan namun memanfaatkannya untuk menjerat, merampok dan menguasai manusia lainnya yang mereka anggap sebagai liyan. Ateisme yang terakhir inilah yang lebih dekat dengan rasa putus asa akan masa depan. Sejatinya mereka beragama, namun tidak sungguh-sungguh menjalankannya, karena yang berlaku adalah birahi imperialismenya. Dalam khazanah latin, tradisi itu disindir dengan menyandang sebutan conquistadores atau kaum penakluk. Itu bukan sebuah prestasi. Itulah persoalan-persoalan, di mana Islam sebagai al-din yang agung, pada akhirnya diremehkan atau bahkan hanya menjadi hal yang sepele saja. Namun ternyata yang mengagetkan, hal ini juga terjadi dalam kultur Timur, bahkan menjadi tutur dan laku masyarakat Islam itu sendiri. Kendati, dengan caracara yang berbeda, namun sama-sama merugikannya, bahkan jauh lebih buruk dari sikap masyarakat Barat. Orang Islam, merendahkan ketinggian Islamnya. Pernah ada suatu ungkapan dari intelektual Mesir yang menghabiskan studinya di Perancis bahwa, Barat itu sedemikian maju karena meninggalkan agamanya. Berbeda dengan dunia Islam yang menjadi sangat merosot, karena para penganutnya telah meninggalkan Islam itu sendiri. Barat meraih peradaban, karena terbebas dari belenggu agama yang lebih banyak menekan dan menghilangkan dimensi kebebasan dan kemanusiaan. Namun sebagian masyarakat Islam, justru meninggalkan agamanya dengan membuat belenggu-belenggu baru, sehingga menghapus segala kebebasan. Demikianlah, manusia yang tidak merdeka adalah terpenjara oleh nafsu duniawi. Meninggalkan Islam yang membebaskan, barangkali bisa dilakukan dengan memberinya makna yang kolot, bebal dan


SOHIFAH terlampau menjerat kebebasan atau kemerdekaan terhadap agama itu sendiri. Hal itu mungkin bisa “dimaklumi” karena terbentuk dalam kultur dan kondisi sosial yang beragam dan rumit. Menurut catatan Fazlurrahman, ada sebagian masyarakat Islam yang memilih untuk menjadi konservatif, pembela skripturalisme Islam dan sangat ketat terhadap hukum agama, hanya karena gagal membuat strategi kreatif dalam menghadapi modernitas, kolonialisme dan persaingan internasional. Di Indonesia hal itu bisa disaksikan dengan mata telanjang. Yang miris, bahwa hal itu menjadi semacam penyakit (ironi) yang menjangkiti para intelektual Muslim. Ada banyak orang terpelajar, cendekia atau sarjana yang gagap dan gagal untuk menjawab tantangan zaman. Al-Quran dan Hadits nabi dianggap sebagai hukum-hukum agama yang ketat, rigid dan tidak pernah kompromis dengan pelbagai bentuk hikmah dan kemanusiaan. Setelah runtuhnya menara kembar WTC pada 11 September 2001, masyarakat Barat, antara lain Eropa dan Amerika menciptakan citra terorisme bagi keseluruhan masyarakat Islam. Ini semakin memperburuk keadaan, karena menambah langgeng tafsiran-tafsiran Islam yang membelenggu. Justru dari sini, yang menjadi pertanyaan mendesak bahwa, apakah dengan memperketat dan mendangkalkan makna Islam, maka akan menyelesaikan problem krusial di dunia internasional, khususnya menyangkut modernitas? Kondisi-kondisi negatif yang menimpa sebagian umat Islam itu, paling tidak disebabkan oleh tiga hal. Pertama, pengetahuan yang sempit akan Islam, lahir karena kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan itu bisa berupa hasrat atau kehendak. Dalam beberapa kesempatan, salah seorang Grand Syeikh dari Universitas al-Azhar, Kairo, Profesor Abu Zahro menegaskan bahwa itulah arogansi atas pengetahuan Islam mereka. Karena otoritas kultur Islam yang tidak seberapa, mereka mengklaim paling tahu tentang Islam. Kedua, kurangnya pengetahuan akan Islam yang tinggi (ya’lu wala yu’la ‘alaih), karena rasa minder yang akut. Sebagian masyarakat Islam, terjangkit inferiority complex (merasa rendah diri) tatkala bergumul dengan realitas dunia yang sangat rumit, bahkan kerumitannya melampaui solusi tekstual sederhana dari kitab suci. Mereka rendah diri dengan kemajuan masyarakat lainnya dalam pelbagai bidang. Alih-alih teori-teori, khazanah intelektual dan peradaban Barat, - yang sedang populer dan menanjak - adalah tidak sebanding dengan tingginya agama. Namun sebenarnya, secara tidak sadar, justru mereka memalingkan makna agung dari agama tersebut, yang sejak dari wataknya adalah menerima kebenaran dan kebaikan dari manapun. Bukankah dalam Islam kita mengenal tradisi tentang, hendaknya membuka mata terhadap ayat-ayat kauniyah? Hendaknya kita berlapang dada dengan ilmu-ilmu Allah yang ada di mana-mana? Pernahkah kita merenungkan kredo, almaslahah, syariatun (setiap kebaikan, itulah agama yang sejati)? Ketiga, pengetahuan mereka berasal dari rasa kecewa yang mendalam akan peradaban lain, di luar apa yang mereka miliki. Eropa dan Amerika barangkali, merekalah yang paling gencar berkampanye soal demokrasi, HAM dan kemanusiaan, namun faktanya, mereka pula pelanggar nomor wahid di dunia. Tapi apa jadinya jika pengetahuan alias tafsiran akan Islam adalah

buah dari kekecewaan? Bukankah Nabi saw mengajarkan bahwa makanlah makanan yang baik, berasal dari hal yang baik? Dalam falsafah yang lebih mendalam bahwa, bukankah kebaikan itu mestinya berasal dari kebaikan pula dan bukan kekecewaan? Artinya bahwa, kebaikan Barat, hendaknya juga diapresiasi, tanpa harus latah ke-barat-barat-an (Eurosentrisme). Inilah gambaran nyata, fenomena yang unik, suatu ironi yang menimpa masyarakat Muslim sendiri, yang kiranya kesulitan untuk menjawab tantangan zaman. Karena seluruhnya adalah pemalingan makna yang “tinggi” dari Islam, baik itu karena arogansi maupun kebebalan, maka untuk menyelesaikannya adalah mengembalikan Islam pada maknanya yang sejati. Islam itu adalah agama dan pengetahuan yang agung. Ada beberapa jalan untuk merubah ironi akan arogansi pengetahuan Barat dan Islam, yaitu mengapresiasi prinsip progresivitas, bersikap terbuka dan optimis, serta tidak terlampau emosional tatkala mencandra teks-teks keagamaaan. Pertama, menurut Doktor Muhammad Iqbal, dalam the Reconstruction of Religious Thought of Islam (1951), Islam itu secara alamiah memiliki prinsip gerak yang mengarah pada kemajuan. Prinsip ini sangatlah universal dan berlaku menjangkau semua golongan. Seperti tuturan ummu al-kitab, “Alhamdulillahi rabbi al-alamin,” yang berarti segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam, seluruh umat manusia pula. Prinsip ini dalam khazanah syariah, lazim disebut sebagai ijtihad. Ijtihad itu adalah upaya mengerahkan seluruh kemampuan manusia dengan sungguh-sungguh, untuk mewujudkan bahwa al-Islamu, ya’lu wala yu’la ‘alaih, Islam itu tinggi dan paling puncak. Jika umat Islam berpegang pada prinsip progresivitas ini, maka dia akan melepas segala pikiran negatif, kebelakang maupun terbelakang dan obskurantis atau kehilangan nyali untuk menatap kemajuan. Kedua, adalah open minded dan optimis. Seorang sufi besar Imam Ghazali pernah menuturkan bahwa, segala ilmu yang benar (al-‘ilmu al-syar’iyyah), datangnya tiada lain dari Allah SwT. semata. Kita sangat sulit mengabaikan hal ini, bahkan seorang intelektual Barat Non-Muslim, Karen Amstrong mengakuinya dengan segenap kerendahan hati. Segala teori, pengetahuan, kultur, kebiasaan, tradisi dan peradaban, dari manapun datangnya, selama tidak bertentangan dengan akidah karena sifatnya yang positif, maka Islam menerimanya. Kemajuan sains dan teknologi misalnya, harus dihargai dengan baik karena mengandung manfaat yang besar. Nabi mengajarkan bahwa, “Ilmu yang paling baik, adalah ilmu yang bermanfaat.” Ketiga, dalam menafsirkan teks keagamaan, Islam mensyaratkan adanya pikiran yang sehat, hati yang bersih dan niat yang suci. Tradisi ini, seperti digambarkan oleh Muhammad Abed al-Jabiri, adalah tradisi irfani atau nilai dan prinsip kebaikan batin tatkala berijtihad. Rasulullah saw memberi teladan akan adanya pikiran yang waras, tidak emosional, dengan pembawaan yang tenang , bijaksana, solutif, namun strategis. Para pembaca yang budiman, khususnya kaum Muslimin yang dirahmati Allah, marilah senantiasa menjunjung Islam yang tinggi di hadapan dunia, mengapresiasinya, mempelajari, memperdalam dan menyalakan api-api kegemilangan dalam hidup sehari-hari. Wa Allahu a’lam bi al-shawwab.l SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

57


S S II L L A A T T U U R R A A H H II M M LAHIR: l Salmah Alifah Rohmadini, anak pertama pasangan Ana Rohmatullah, Ssos dan Eka Apridaningsih, SE, 15 Agustus 2011, di Pekanbaru, Riau. l Fathin Yafi Musyaffa, anak pertama pasangan Mismanto dan Elistiorini, 24 September 2011, di Asahan, Sumatera Utara. l Muhammad Mizanul Akmal, anak kedua pasangan Bambang Asmayadi dan Ivi Yunita, 29 September 2011, di Rokan Hilir, Riau. l Faathimah Az-Zahrah, anak pertama pasangan Yusran Mustafa dan Nur Najmi, Amd, 25 Nopember 2011, di Sengkang, Wajo, Sulawesi Selatan.

MENIKAH l Asrullah dengan Sarmina, 24 November 2011, di Parepare, Sulawesi Selatan. l Hj Nurlia Wijayanti, SFar, Apt binti Drs RB Yuhana, MSi dengan Yulyanto Aurdin, SFar, Apt bin Aurdin Ahmad, BE, 2 Desember 2011, di Giwangan, Umbulharjo, Yogyakarta.

MENINGGAL: l H Aslan Tjanring (70 th), 20 November 2011, di Parepare, Sulawesi Selatan. l Hj Fatimah Madani (73 tahun), 6 Desember 2011, di Parepare, Sulawesi Selatan. l Hj Siti Arum Miyarsi (69 tahun), 2 Desember 2011, di Yogyakarta. l H Fahrudin Sahlan (66 tahun), 10 Desember 2011, di Kauman Kulon, Banjarnegara, Jawa Tengah. l Hj Wartini (63 tahun), anggota PCA Margadana Kota Tegal, 13 Nopember 2011, di Tegal, Jawa Tengah. l Drs H Wanhar S (75 th), 15 Desember 2011, di Ciputat, Tangerang Selatan. l Djaidah Mu’in (77 th), 16 Desember 2011, di Kauman Yogyakarta.

58

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

JALAN PINGGIR Kisruh kembali terjadi ditubuh PSSI. Bagaimana mau maju, kalau kisruh terus. *** RUU pengadaan tanah berpotensi langgar HAM. Karena akan menjadi legitimasi penggusuran tanah rakyat. Tanah memang jadi masalah krusial. Padahal yang dibutuhkan hanya sekitar 2x3 meter. *** Ribuan petani tebu menolak impor gula. Gula dalam negeri tidak kalah manisnya, dari gula impor. *** Satu persatu buronan KPK berhasil ditangkap. Setelah Nazarudin, kini Nunun Nurbaiti. Tapi, yang belum tertangkap lebih banyak. *** Peran politik luar negeri dan diplomasi masih lemah. Menteri luar negerinya juga lemah, kok. *** Kesadaran terhadap sejarah dan budaya meluntur, terutama di kalangan pelajar dan anak muda. Karena orangtua yang mengerti sejarah dan budaya, saat ini sudah tidak ada. *** Wakil Presiden Boedino: laut adalah masa depan Indonesia. Tapi hasil kekayaan laut, milik orang lain, Pak. *** Program jamkes yang disediakan Pemerintah untuk warga miskin, sangat terbatas. Untuk yang kaya, disediakan di luar negeri. *** BUNG SANTRI


MUHAMMADIYAH JALIN KERJASAMA DENGAN SALAM WORD JAKARTA. Pimpinan Pusat Muhammadiyah, baru-baru ini menandatangani kesepakatan kerjasama dengan Salam Word di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat. Kerjasama ini ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin dan Coordinator of Executive Board Salam Word, Nedim Kaya. Kerjasama ini dijalin terkait rencana pembuatan media Islam online yang berpusat di Istambul. Salam Word merupakan lembaga Islam yang memiliki konsen dalam proyek IT berbasis Islam. “Karenanya, kita sedang mempersiapkan sebuah konten dan mesin pencari bagi dunia internet yang berbasis Islam,” kata Kaya. Selain itu, dengan semakin besarnya pengguna internet di dunia yang mencapai dua milyar orang, dan 300 ribu di antaranya umat Islam. Maka, Salam Word bermaksud untuk memberikan konten yang sehat dan halal. “Jadi, internet kita no haram, no pornografi,” jelasnya. Bahkan, orang berwarganegara Turki ini berjanji ke depan juga akan dibuat jejaring sosial Islam. Selain itu, internet Islam ini juga akan menampilkan lebih dari 20 layanan. Mulai dari sejarah Islam, pemikiran Islam, makanan (restoran) Islam, artis-artis Islam, masjid-masjid, dan hal-hal terkait dengan Islam di seluruh dunia. Sehingga umat Islam di dunia akan sangat membutuhkan bank data yang bersifat online ini. Selain beberapa negara lain yang akan bekerjasama, Indonesia menurut Kaya merupakan negara yang sangat penting. Selain penduduknya mayoritas Muslim terbesar di dunia, juga pengguna internetnya sangat tinggi sekali. “Dan kami sangat berharap Muhammadiyah dapat menjadi perantara bagi umat Islam di Indonesia. Sehingga konten keIslaman akan diposting langsung dari sini,” harapnya. Di sisi lain, Din Syamsudin menganggap kerjasama ini begitu penting. “Selain dari lembaganya yang memang senafas dengan kita, yaitu membawa pesan perdamaian, juga ini penting karena menyangkut dunia informasi yang sangat vital bagi umat Islam saat ini,” ujar Din. Dengan adanya kerjasama ini, Din berharap ke depan umat Islam akan terlindungi dari konten-konten yang haram. “Walaupun memang yang halal itu bukan berarti halal dalam arti sempit. Tetapi secara luas adalah segala sesuatu yang mengandung kebaikan,” jelasnya. Kerjasama ini penting bagi Muhammadiyah dan umat Islam pada umumnya. Mengingat selama ini umat Islam masih berada pada taraf konsumen bukan produsen informasi. “Walaupun umat Islam Indonesia ini sangat besar, tetapi jujur saja bahwa kita kurang dikenal dunia. Bahkan umat Islam dunia sekalipun,” jelas Din. Sehingga, dengan adanya website, mesin pencari, media sosial yang berbasis Islam ini, akan sangat membantu eksistensi kita.l Roni PDM KOTA BENGKULU ADAKAN PAWAI TA’ARUF BENGKULU. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Bengkulu mengadakan pawai ta’aruf keluarga besar Muhammadiyah, dalam rangka memeriahkan Milad Muhammadiyah ke-102 dan menyambut tahun baru Islam 1433 H. Pawai taaruf ini dilaksanakan dengan melewati jalan-jalan protokol di Kota Bengkulu. Pawai ta’aruf yang diikuti oleh anggota PDM Kota Bengkulu, Majelis/Lembaga yang ada di PDM Kota Bengkulu, Ortom tingkat daerah, PCM dan PRM se-Kota Bengkulu, sekolahsekolah Muhammadiyah se-Kota Bengkulu ini, dilepas langsung oleh Ketua PDM Kota Bengkulu, Drs H Efendi Joni, ZA. Dalam sambutannya, sebelum melepas peserta pawai ta’aruf, Drs H Efendi Joni, ZA mengharapakan, Muhammadiyah hendaknya meningkatkan peran dalam membangun akhlak mulia sebagai dasar kemandirian dan kemajuan. Menjalankan misi Muhammadiyah dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar,

meningkatkan ukhuwah Islamiyah serta kesatuan dan persatuan dan meningkatkan revitalisasi dan konsolidasi organisasi.l Arif Rahman

MUSYAWARAH PRM HUTAPADANG ULUPUNGKUT MANDAILING NATAL. Pimpinan Ranting Muhammadiyah dan Aisyiyah Hutapadang Ulupungkut, Cabang Kotanopan, barubaru ini mengadakan Musyawarah Ranting secara bersamaan. Bertempat di kompleks Madrasah Muhammadiyah, Jln. Ulupungkut no. 1, Hutapadang. Musyawarah Ranting ke-3 ini dibuka oleh Ketua PCM Kotanopan, M Nur Nasution, dihadiri unsur PCM dan PCA Kotanopan, Kepala Desa Hutapadang, Ali Syarif Hsb serta tokoh masyarakat Desa Hutapadang. Musyawarah yang diikuti oleh 32 orang peserta Muhammadiyah dan 45 orang peserta Aisyiyah ini, berhasil menyusun program kerjasama untuk lima tahun ke depan. Dan memilih SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

59


Pimpinan Ranting periode 2010-2015. Untuk anggota Pimpinan Ranting Muhammadiyah terpilih, Baniyamin Lbs, Sahroni Hsb, Pandopatan Lbs, Sulpardi Btr, Girdam Nst, Makmur Hsb dan Rahmad Nst, serta menetapkan Pandapotan Lubis sebagai Ketua. Sementara untuk anggota Pimpinan Ranting Aisyiyah terpilih, Israwati Hsb, Nurhayati Hs, Sukmawati Hsb, Sahriani Btr, Reni Nst, Nursyamsi Nst, Nurasiah Lbs, Mesrawati Lbs dan Rahanum Btr, dan menetapkan Nurhayati Hs sebagai Ketua Pimpinan Ranting Aisyiyah Hutapadang periode 2010-2015.l im

PENGAJIAN KHUSUS PRM SRIHARDONO PUNDONG. Pimpinan Ranting Muhammadiyah Srihardono, Cabang Pundong baru-baru ini menyelenggarakan pengajian khusus bagi warga Muhammadiyah Ranting Srihardono. Pengajian yang dilaksanakan di halaman Masjid Al Amin Gulon ini, menghadirkan Ustadz H Afrokhi Abdul Ghoni dari Kandangan Kediri, dengan tema, “Islam itu Indah dan Mudah”. Dalam sambutannya, Camat Pundong mengajak untuk menjaga keyakinan dan iman kita sebaik-baiknya. Sehingga tercermin amal perbuatan yang shalih dalam kehidupan seharihari. Turut hadir dalam pengajian ini, jajaran Kapolres Bantul, Polsek Pundong dan Kepala Desa Srihardono dan Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Pundong, H Rismanto, SPd.

Ikut mendukung kegiatan ini, KOKAM Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Bantul.l Mujiman

PENGAJIAN UMUM PDM SUKABUMI SUKABUMI. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sukabumi, Jawa Barat belum lama ini mengadakan pengajian umum bulanan. Pengajian dalam rangka menyongsong Abad ke-2 Muhammadiyah ini, dilaksanakan di aula serbaguna Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI). Pengajian bulanan ini diisi oleh DR H Oman Fathurrahman SW, degan tema “Metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal Solusi Penanggalan Hijriyah Global”. Pengajian bulanan ini, turut mengundang Walikota Sukabumi, Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Sukabumi, Pimpinan Daerah Aisyiyah Kabupaten Sukabumi beserta Ortom-ortom serta simpatisan dan jamaah umum. Pengajian bulanan ini merupakan rangkaian dari pengajian Ahad pagi setiap minggunya, yang diisi oleh PWM Jawa Barat yang bertempat di Masjid Anas bin Malik, kompleks PDM Sukabumi. Pengajian merupakan salah satu program unggulan PDM Sukabumi periode 2010-2015. Salah satu agenda dari PDM Sukabumi adalah kembali menggembirakan pengajianpengajian dilingkungan Muhammadiyah. Harapan besarnya adalah selain dengan amal usaha pendidikan yang sudah dimiliki selama ini, Muhammadiyah pun dikenal dengan pengajianpengajiannya yang mencerahkan.l im

MUSPIMDA MUHAMMADIYAH BANJARNEGARA BANJARNEGARA. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banjarnegara, Jawa Tengah, belum lama ini menyelenggarakan Musyawarah Pimpinan Daerah Muhammadiyah dalam rangka Milad ke-102 Muhammadiyah. Kegiatan ini diikuti oleh anggota PDM, Pimpinan Majelis dan Lembaga, Pimpinan Ortom, dan Pimpinan Cabang Muhammadiyah se-Kabupaten Banjarnegara. “Tujuan dari penyelenggaraan Muspimda ini, adalah agar semua program Muhammadiyah Daerah masa bakti 2010-2015, yang sudah ditanfidzkan dapat segera dilaksanakan oleh Majelis dan Lembaga,” kata Ketua PDM Banjarnegara, H Kamali, BA. Bupati Banjarnegara, Sutedjo Slamet Utomo, SH melalui Kabag Kesra Dwi Suryanto, SSos dalam sambutannya pada acara itu, mengharapkan agar semua kekuatan ormas keagamaan di Banjarnegara menyatu untuk mendukung pembangunan di Banjarnegara dengan cara menjaga persatuan dan kesatuan agar tercapai masyarakat Banjarnegara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Hal tersebut diimbangi oleh Pemerintah yang bersih, transparan dan berkeadilan bagi semua lapisan masyarakat dan golongan. “Bila itu dapat terwujud, dapat mendekatkan kita pada gambaran seperti yang disyaratkan oleh agama, bahwa paling tidak ada empat syarat makmurnya suatu masyarakat. Empat syarat tersebut, yaitu adilnya umaro, ilmu ulama yang diamalkan, doanya fuqoro dan masakin, serta dermawannya orang kaya,” ujarnya. Sementara itu, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Prof DR Suparman Syukur dalam pengajiannya mengatakan bahwa, bagi suatu organisasi besar seperti Muhammadiyah, sesungguhnya yang paling mempunyai peranan besar dalam pergerakan organisasi adalah di tingkat Ranting dan Cabang. Oleh karena merekalah yang langsung berhadapan dengan realitas di lapangan. “Meski secara dhohir kedudukan Pimpinan Pusat ataupun Pimpinan Wilayah lebih tinggi, tetapi nyawa organisasi pada hakekatnya berada pada hidupnya Ranting dan Cabang,” katanya. Oleh karena itu, ujar Prof DR Suparman Syukur, PWM Jawa Tengah saat ini sedang memikirkan bagaimana caranya untuk merevitalisasi gerakan Muhammadiyah di tingkat Ranting dan Cabang. Menjadi Pimpinan Pusat bagus, Pimpinan Wilayah bagus, dan Pimpinan Daerah juga bagus. Tetapi lebih bagus lagi bila dia juga menjadi anggota aktif di Rantingnya. “Bila ingin beramal besar, maka ladangnya ada pada Ranting dan Cabang,” tegasnya.l Eko Budi Raharjo 60

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H


PENDIDIKAN PURUK CAHU TINGKATKAN DIRI MURUNG RAYA. Dikenal sebagai lumbung pembibitan kader-kader Muhammadiyah yang ada di sudut pelosok pedalaman, di Kalimantan Tengah, sosok Muhammadiyah di Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah termotivasi untuk terus meningkatkan diri kualitas dakwahnya. Sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang pendidik, Fachrul Zean, SY , Muhammadiyah yang sudah semakin kuat dengan dukungan dari jaringan organisasi Persyarikatan, di antaranya berdiri Pimpinan Cabang dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah semakin menambah semangat untuk bergembira membangun Muhammadiyah. Yakni, lewat pendirian amal usaha pendidikkan, kesehatan dan sosial. Bidang pendidikan, misalnya, sudah berhasil mendirikan SMP Muhammadiyah di Puruk Cahu. SMP Muhammadiyah ini beroperasi sejak tahun ajaran baru 2011-2012 nanti. Kendati demikian, para pendidik yang mengelola sekolah tersebut semakin berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan melahirkan kader-kader yang kuat untuk berdakwah. “Dukungan dari warga masyarakat dan para simpatisan di pedalaman Kalimantan Tengah cukup tinggi,� kata Fachrul Zean. Di Puruk Cahu sendiri, kehadiran Muhammadiyah sudah sangat dikenal oleh masyarakatnya. PDM Murang Raya sendiri baru berdiri pada tahun 2004, tetapi sudah berhasil merintis pendirian Panti Asuhan Anak Yatim Putra Muhammadiyah dan Panti Asuhan Putri Aisyiyah. Kegiatan di bidang sosial ini, semakin melegakan. Karena banyak anak asuh dari kalangan warga yang tidak mampu semakin mempercayakan pendidikannya kepada Muhammadiyah. Sedang di Puruk Cahu sendiri, sudah ada jaringan PRM Beriwit, Mangkahui, dan Puruk Cahu Seberang.l Suryadi Majedi KEGIATAN MUHAMMADIYAH GUNUNG GUNTUR BALIKPAPAN. Muhammadiyah Daerah Balikpapan mengadakan serangkaian kegiatan penyembelihan hewan kurban dalam Hari Raya Idul Kurban, didistribusikan ke beberapa kawasan. Kehadiran lembaga pendidikan Perguruan Muhammadiyah Gunung Guntur di Kota Balikpapan, sudah tidak asing lagi bagi masyarakat kota tersebut. Beberapa waktu lalu mengadakan serangkaian kegiatan yang berkaitan ibadah amal. Dalam pelaksanaan Idul Kurban belum lama lalu, di Perguruan Muhammadiyah Gunung Guntur menyembelih 1 ekor sapi, dan 6 ekor kambing. Sementara itu, di Pondok Pesantren Muhammadiyah Mujahidin Jalan Sukarno Hatta Km 10 Karang Joang Balikpapan menyembelih 4 ekor sapi, 3 ekor kambing, di Masjid At Taubah Balikpapan Barat menyembelih 8 ekor sapi. Sementara itu di tempat lain, seperti di Masjid Ihya Ussunah Balikpapan Barat menyembelih 5 ekor sapi, di Masjid Tarbiyah Jalan Pangeran Antasari Gunung Kawi menyembelih 7 ekor sapi dan 5 ekor kambing, di Halaman Bank Bukopin Balikpapan Permai menyembelih beberapa ekor sapi, di Halaman Kantor Kecamatan Balikpapan Timur beberapa ekor sapi dan di Perguruan Muhammadiyah Gunung Guntur Balikpapan Tengah menyembelih 21 ekor sapi dan 6 ekor kambing. Perguruan Gunung Guntur sendiri sangat populer di mata

masyarakat, karena di lembaga Pendidikan Muhammadiyah sarat akan berbagai kegiatan dan aktivitas Muhammadiyah. Perguruan Muhammadiyah Gunung Guntur terdiri dari SMP Muhammadiyah 1, SMA Muhammadiyah 1 dan SMK Muhammadiyah.Memiliki total siswa 174 anak dari 3 sekolah dan 35 guru. Perguruan Muhammadiyah Gunung Guntur menjadi basis kuat penyebaran Islam dan menjadi lahan pembibitan kader-kader muda Muhammadiyah.l am

MPM LATIH PENULISAN ILMIAH GURU Bulukumba. Majelis Pemberdayaan Masyarakat Muhammadiyah Sulawesi Selatan kerja sama dengan Yayasan Taman Kanak-kanak Sukma Bangsa melatih 30 orang guru se Kecamatan Bontotiro Kabupaten Bulukumba tentang teknik penulisan ilmiah dan tindakan di kelas. Kegiatan yang berlangsung di Kelurahan Eka Tiro Kecamatan Bontitiro Kabupaten Bulukumba tersebut, diisi oleh Drs HM Husni Yunus , MPd, Drs H Mahung Sangaji, Ismail, SPd, dan Fatmawati SPd. Menurut laporan Ketua Yayasan TK Sukma Bangsa, Sukarni, SE, latihan tersebut sangat amat berguna bagi para guru, tentu memberi nuasan cukup bagi pengembangan sekolah. Juga memiliki momentum untuk mengembangkan SDM pendidik anak usia dini. Sebab jika tidak diberikan arahan yang benar sejak usia dini dan usia taman kanak tentu dapat menyesatkan masa depan anak. SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 1 - 15 JANUARI 2012

61


Kerjasama antara SMP dan pihak sekolah tersebut, diharapkan dapat berjalan baik dan sangat konsen terhadap pengembangan dan peningkatan kualitas guru. Juga dapat mendorong para guru untuk meningkatkan kemampuan menulis yang sangat berguna untuk peningkatan mengajar di kelas. Terutama dapat menunjang kepangkatan dalam jenjang kepegawaian di Dinas Pendidikan.l hus

PELEPASAN MUBALIGH PEMBERDAYAAN HUTAN GOWA. Kini para mubaligh tidak cukup hanya diberikan bekal kemampuan agama dan pengetahuan, tetapi juga diperlukan memiliki kemampuan keterampilan dalam bidang pemberdayaan hutan. Terobosan ini dilakukan oleh MPM Sulawesi Selatan yang merancang pelatihan kepada para mubaligh Muhammadiyah untuk diterjunkan di sejumlah kawasan hutan di Kabupaten Gowa. Dukungan kemampuan juga dilakukan oleh Universitas Muhammadiyah Makassar dimana para mubaligh tersebut menempuh pendidikan kuliah. Kemampuan memberikan pendampingan di bidang peternakan, pertanian, dan perkebunan terutama pengembangan kawasan hutan, nantinya juga diharapkan mampu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat yang hidup di sekitar hutan. “Dakwah dengan nilai tambah seperti ini, merupakan salah satu terobosan yang dilakukan oleh MPM Sulsel,” kata Husni Yunus yang menjadi penggerak kegiatan tersebut. Membangun sumberdaya manusia di bidang kehidupan, menurut Husni Yunus, diperlukan salah satunya kemampuan membangun keterampilan di bidang pertanian terpadu. Agar peningkatan kualitas hidup dan peningkatan kualitas keberagaman dapat berjalan seimbang.l hus PCM ASA KOTA PRODUKTIF DIRIKAN PRM Bima. Pimpinan Cabang Muhammadiyah Asa Kota yang berada di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat sangat produktif mendirikan Pimpinan Ranting Muhammadiyah. Produktivitas pendirian jaringan organisasi tersebut berkat kerja keras dari segenap Pimpinan Muhammadiyah Cabang dan arahan dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota. Beberapa Ranting yang cukup potensial di antaranya adalah, PRM Pane yang berada di Kelurahan Nae, Kota Bima, PRM Waki di Kelurahan Manggo Nao, PRM Jatiwangi di Desa Jatiwangi Bima, PRM Ranggo di Kelurahan Nae Kota Bima, dan PRM Dara di Kelurahan Paruga. Sementara itu, jaringan yang cukup produktif juga ada PRM Nae, PRM Manggemaci di Kelurahan Manggo Naro Bima, PRM Tato di Desa Jatiwangi, PRM Gindi Tambana di Desa Jatiwangi, PRM Gilipanda di Kelurahan Sarae, PRM Tanjung di Kelurahan Tanjung Kota, PRM Tolobali di Kelurahah Sare dan PRM Karara di Kelurahan Monggonao, Bima Kota. Gerakan dan kegiatan PRM berkisar pada penggalangan jamaah pengajian, mengadakan kegiatan memperingati hari Besar Islam, menyelenggarakan kegiatan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Kurban. 62

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 97 | 6 - 20 SAFAR 1433 H

Diakui, beberapa PRM di antaranya masih memerlukan dukungan motivasi semangat dari para pembina karena masih belums sepenuhnya dapat menjalankan roda organisasi secara rutin.l am

PCM PAHARANGAN GIATKAN PENGAJIAN BANJAR. Di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan di mana Muhammadiyah terus menggeliat mengadakan serangkaian kegiatan dakwah Islam, PCM Paharangan berusaha terus berkiprah menjalankan dakwah secara konsisten. Boleh dibilang hanya didukung oleh dua Pimpinan Ranting Muhammadiyah, tetapi keberadaan PCM Parahangan memberikan arti penting bagi kehadiran Muhammadiyah di tengah-tengah kehidupan warga masyarakat di Hulu Sungai Selatan Kabupaten Banjar. PRM yang berdiri di Desa Paharangan RT 7 RW IV No. 18 Daha Utara 71225, lebih dikenal dengan sebutan PRM Paharangan I. Sedang keberadaan Paharangan II berada di Desa Paharangan RT 7 RW IV No 18 Daha Utara. Diusahakan dalam setiap kegiatannya, tidak pernah ketinggalan menjalankan misi yang ingin dicapai oleh Muhammadiyah kepada warga masyarakat. Terutama bergerak dalam dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan mendirikan amal usaha.l am MUHAMMADIYAH BONE KUATKAN JARINGAN BONE BOLANGO. Keberadaan masjid Muhammadiyah masih menjadi basis gerakan dakwah Islam di Kabupaten Bone Bolango, dengan kegiatan pengajian. Di Masjid Al Fath, Jalan Kabila Suwawa Km 5, Kelurahan Pauwo Kabila Gorontalo berdiri PRM Pauwo, sementara di Masjid Muttaqin Jalan Kabila Suwawa, Kelurahan Tanggi Linggo Kecamatan Kabila berdiri PRM Tanggilingo. Sementara itu di Masjid Al Amin Mautong Kabila berdiri PRM Mautong, di Masjid Al Khairat Kompleks MTsM Km 8 Desa Bongime berdiri PRM Bongoime. Juga di Masjid Al Mukhlisin, Kelurahan Pauwo Kabila berdiri PRM Padeng, dan terakhir di Masjid Al Mubin, Km 9 Desa Toto Utara, Kecamatan Kabila berdiri PRM Toto Utara. Tersebarnya masjid-masjid Muhammadiyah di berbagai pelosok di Kabupaten Bone, menjadi ciri khas gerakan Muhammadiyah dalam menjalankan roda misinya untuk memberikan kesejahteraan masyarakat luas. Sementara itu, keberadaan PRM yang berbasis di rumahrumah warga juga terdapat, PRM Ulunuta yang beralamatkan di rumah Anis Daud, Jalan Kabila Suwawa Kelurahan Pauwo, PRM Tumbihe beralamatkan di rumah Drs Adam K Tadu di Jalan Kabila Suwawa Km 4, PRM Padeng, ada di rumah Saleh Ali, Jl Kabila Suwawa, PRM Dutohe, ada di rumah Anis M Daud, di Jalan Tapa Suwawa dan PRM Toto Selatan, ada di rumah Achmad Hunta, Jalan Sawah Besar 78, Desa Pauwo. Kesadaran warga masyarakat untuk menjadikan organisasi sebagai landasan gerakan di tubuh Muhammadiyah sudah sangat dipahami arti pentingnya bagi efektivitas berjalannya roda dakwah Islam yang menjadi cirinya.l am


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.