LAPORAN
MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016 ĂŐƵƐ dĂŬǁŝŶ D͘ ,ŝŵĂǁĂŶ ƌŝĨŝĂŶƚŽ ůĨŝŶĚƌĂ WƌŝŵĂůĚŚŝ WĂŬƐŝ tĂůĂŶĚŽǁ ^ĂŚĂƚ <͘ WĂŶŐŐĂďĞĂŶ
LAPORAN
MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
Tim Penyusun: Bagus Takwin M. Himawan Arifianto Alfindra Primaldhi Paksi Walandow Sahat K. Panggabean
Mei 2017 Didukung oleh:
Laporan ini dihasilkan atas dukungan pendanaan dari TIFA dan Ford Foundation Isi dari buku ini sepenuhnya tanggung jawab INFID dan penulis, dan tidak mencerminkan posisi TIFA dan Ford Foundation
DAFTAR ISI KATAÂ PENGANTAR
5
RINGKASAN
6
BAB 1. PENDAHULUAN
11
MENGGALI PERSEPSI WARGA MENGENAI KETIMPANGAN SOSIAL SEBAGAI CARA MENDETEKSI KEADILAN SOSIAL
11
1.1. Latar Belakang
11
1.2. Pertanyaan Utama
14
1.3. Tujuan Pengukuran Ketimpangan Sosial
14
1.4. Manfaat Indeks Ketimpangan Sosial
14
BAB 2. TEMUAN-TEMUAN PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL
17
2.1. Sumber Ketimpangan Sosial
17
2.2.Ranah dan Wilayah Ketimpangan
20
2.2.1. Derajat Ketimpangan
20
2.2.2. Ketimpangan Penghasilan dengan Harapan
21
2.2.3. Ketimpangan Berdasarkan Gender
26
BAB 3. INDEKS KETIMPANGAN SOSIAL 2016
31
3.1. Indeks Ketimpangan Sosial 2016
31
3.2. Perlakuan Diskriminatif
33
3.3. Bantuan Hukum
36
Bab 4. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
39
4.1. Kesimpulan
39
4.2. Rekomendasi
39
DAFTAR PUSTAKA
42
Lampiran 1
43
Lampiran 2
45
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
3
KATA PENGANTAR
Pemerintah Indonesia telah menjadikan penurunan ketimpangan menjadi salah satu prioritas pembangunan. Berbagai upaya telah dilakukan dan hasilnya mulai terlihat, setidaknya dari menurunnya angka gini rasio dalam dua tahun terakhir. Sebagai kontribusi untuk memperkuat upaya pengurangan ketimpangan di Indonesia, INFID berinisiatif untuk melakukan survei warga tentang Ketimpangan Sosial. Survei yang dilakukan selama kurang lebih 3 bulan ini mengambil sampel sebanyak 2&10 responden di seluruh Indonesia.
Berdasarkan hasil survei, tidak hanya diketahui aspek-aspek dan penyebab ketimpangan, namun juga langkah atau cara untuk mengatasi ketimpangan tersebut berdasarkan penilaian warga. Harapannya, hasil survei dapat dijadikan salah acuan untuk memantau upaya-upaya pemerintah dalam mengurangi ketimpangan. Tidak hanya itu, hasil survei ini juga diharapkan dapat membantu memperkuat pengambil kebijakan untuk merumuskan kebijakan dan program pengurangan ketimpangan. Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada Dr. Bagus Takwin beserta timnya yang telah bekerja keras dalam melaksanakan dan menyusun laporan ketimpangan social ini.
Jakarta, 15 Mei 2017 Hamong Santono Senior Program Officer SDGs INFID
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
5
RINGKASAN
Di tahun 2016, INFID melakukan pengukuran penilaian warga mengenai ketimpangan sosial yang terjadi di Indonesia selama tahun 2015. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam penilaian warga ada penurunan ketimpangan sosial menurut warga. Indeks ketimpangan yang diperoleh lebih baik dari tahun sebelumnya. Indeks ketimpangan berubah dari 5,06 menjadi 4. Artinya setiap rata-rata warga menilai ada 4 ranah yang timpang di Indonesia. Meski ada penurunan ketimpangan jika dibandingkan dengan tahun 2014, indeks ketimpangan di tahun 2015 masih tergolong tinggi. Secara keseluruhan, 77% responden (dari total sampel 2&'0) mempersepsikan adanya ketimpangan setidaknya pada satu ranah. Bisa dikatakan, 7 dari 10 warga Indonesia mempersepsi adanya ketimpangan. Penghasilan dirasakan oleh warga sebagai ranah yang paling timpang dan paling besar peranannya dalam menghasilkan ketimpangan sosial. Ketimpangan penghasilan berdampak pada ketimpangan pada kepemilikan rumah dan harta benda, pendidikan dan kesehatan.Pengaruh ketimpangan penghasilan terhadap ketimpangan sosial keseluruhan paling besar. Warga juga menilai masih terjadinya diskriminasi. Diskrimisnasi dipersepsi oleh warga terjadi baik di Indonesia Bagian Barat, Tengah dan Timur. Persepsi pengalaman diskriminasi lebih tinggi di Indonesia bagian Timur dan Sumatra, bila dibandingkan dengan rata-rata (seluruh Indonesia). Persepsi ketimpangan gender lebih tinggi di wilayah Indonesia Bagian Timur dibandingkan dengan wilayah Indonesia Bagian Barat. Dua aspek yang dinilai paling timpang di antara laki-laki dan perempuan adalah kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan.
6
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
Rekomendasi Berdasarkan temuan-temuan Indeks Ketimpangan Sosial 2016 ini, dikemukakan rekomendasi sebagai berikut. 1. Kesenjangan yang paling dirasakan oleh warga adalah ketimpangan penghasilan. Ketimpangan penghasilan ini erat kaitannya dengan kesempatan kerja. Dengan dasar ini, direkomendasikan program sosial dalam bentuk pemberian tunjangan bagi pencari kerja sebagai salah satu cara untuk mengurangi ketimpangan penghasilan. Pemberian tunjangan ini dapat berperan untuk meningkatkan distribusi pendapatan. Bentuk dari tunjangan bagi pencari kerja dapat terdiri atas dua jenis: a. Tunjangan dalam bentuk uang yang diberikan kepada warga yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) melalui program asuransi; b. Tunjangan dalam bentuk bantuan konsultasi dan agen pencarian kerja bagi para pekerja yang membutuhkan pekerjaan sesuai dengan keahlian dan pengalamannya. 2. Untuk dapat meningkatkan penghasilan, para pekerja juga seringkali memerlukan peningkatan keahlian atau menambah keahlian baru. Agar para pekerja dapat meningkatkan atau menambah keahliannya, diperlukan program sosial dalam bentuk tunjangan pelatihan kerja, khususnya bagi mereka yang berusia di atas 30 tahun baik perempuan maupun laki-laki. 3. Diperlukan â&#x20AC;&#x153;paket penyelamatanâ&#x20AC;? untuk semua orang dewasa yang tidak memiliki pekerjaan dengan gaji bagus, mungkin karena kehidupan rumah tangga yang buruk dan/atau sekolah dan pelatihan yang tidak berhasil, agar mereka dapat memperoleh dan mempertahankan pekerjaan dengan penghasilan yang baik. 4. Untuk mengurangi pengangguran sebagai penyebab utama kemiskinan dan ketidaksetaraan, diperlukan langkah-langka. Pengangguran bisa dikurangi dengan: a. Skema penciptaan lapangan kerja yang disponsori pemerintah. b. Kebijakan pasar tenaga kerja aktif untuk meningkatkan kemampuan kerja, seperti skema re-training. c. Skema kesejahteraan kerja yang mendorong partisipasi pasar tenaga kerja.
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
7
d. Menyelenggarakan program pelatihan sektoral, magang, dan program kerja sambil belajar. e. Berikan insentif yang kuat untuk penciptaan lapangan kerja di dalam kota/ kabupaten. 5. â&#x20AC;&#x153;Paket penyelamatanâ&#x20AC;? perlu diberlakukan untuk semua anak yang tidak memiliki awal yang baik dalam hidup atau tidak berprestasi di sekolah. Paket semacam itu harus memastikan bahwa anak-anak dapat mencapainya dari sekolah dan pelatihan sehingga akhirnya mendapatkan dan memperoleh pekerjaan dengan bayaran yang baik. 6. Pemberian pendidikan kesetaraan gender pada siswa SMP dan SMA, baik dalam sesi-sesi kelas khusus maupun dalam bentuk pembiasaan praktik pembelajaran dan aktivitas berbasis kesetaraan gender. 7. Meningkatkan bimbingan dan upaya lainnya untuk meningkatkan jumlah perempuan dalam pekerjaan laki-laki dan posisi kepemimpinan politik. 8. Tingkatkan dana pemerintah untuk opsi penitipan anak berkualitas tinggi sehingga memungkinkan orang tua, dan terutama ibu-ibu, bekerja di luar rumah jika mereka menginginkannya, dan melakukannya tanpa rasa takut bahwa keuangan mereka atau kesejahteraan anak-anak mereka akan dikompromikan atau dikorbankan. 9. Diperlukan kajian khusus mengenai faktor apa saja yang dapat mengurangi ketimpangan dan meningkatkan keadilan sosial, baik di tataran struktural, kultural dan personal. Di setiap tataran, sekaligus juga dikaji cara-cara mengurangi ketimpangan dan meningkatkan keadilan sosial di setiap tataran. Diperlukan juga kajian khusus mengenai program sosial apa saja yang dapat mengurangi ketimpangan. Perlu diketahui program sosial apa yang memiliki efek langsung terhadap penurunan ketimpangan, dan program sosial apa yang memiliki efek tak langsung. 10. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program-program pengurangan ketimpangan disarankan untuk dilakukan secara komprehensif. Pemantauan dan evaluasi ini dilakukan mulai dari perencanaan hingga pengukuran hasil dan dampak. Evaluasi tidak hanya dilakukan pada akhir pelaksanaan program, melainkan perlu dilakukan dalam keseluruhan rentang pelaksanaan program, sejak awal, pertengahan hingga akhir program sehinggaselain dapat menjadi masukan bagi pelaksanaan program berikutnya, juga menjadi dasar untuk perbaikan program yang sedang berlangsung.
8
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
9
10
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
'PUP (FSSZ
BAB 1 PENDAHULUAN
MENGGALI PERSEPSI WARGA MENGENAI KETIMPANGAN SOSIAL SEBAGAI CARA MENDETEKSI KEADILAN SOSIAL 1.1. Latar Belakang Kehidupan bersama yang memadai dan memiliki legitimasi adalah kehidupan yang menghasilkan keadilan. Tanpa keadilan, kehidupan bersama tak bermakna karena tak berbeda dengan hidup yang dijalani sendiri-sendiri oleh individu. Tujuan kehidupan bersama keadilan dalam kebersamaan dan kebahagiaan bagi individu yang berhimpun di dalamnya. Keadilan ini biasa disebut keadilan sosial, dengan pengertian keadilan dalam distribusi kemakmuran, kesempatan, dan privilese, termasuk cara dan prosedur pendistribusian serta akses terhadap sumber daya yang mewujudkan kemakmuran. Keadilan sosial adalah elemen konstitutif pusat dari legitimasi dan stabilitas dari setiap komunitas politik. Tanpa keadilan sosial, legitimasi komunitas politik lemah dan tak stabil. Konsep keadilan sosial didasari oleh postulat bahwa setiap individu harus diberdayakan untuk mengejar arah kehidupan yang ditentukannya sendiri, agar mereka terlibat dalam partisipasi sosial yang luas. Latar belakang sosial tertentu, seperti keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu atau ketidaksamaan titik awal tidak seharusnya memengaruhi secara negatif rencana kehidupan pribadi. Setidaknya ada enam dimensi keadilan sosial, meliputi pencegahan kemiskinan; akses pendidikan; inklusi pasar tenaga kerja; kohesi sosial dan non-diskriminasi; kesehatan; dan keadilan antargenerasi. Konsep keadilan ini menekankan penjaminan setiap kesempatan individu yang benar-benar sama untuk realisasi diri melalui investasi yang ditargetkan dalam pengembangan kapabilitas individu. Tujuannya adalah penyetaraan keadilan distributif atau kesetaraan kesempatan hidup formal dengan aturan main dan kode prosedur yang diterapkan sama. Tujuan yang lain
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
11
adalah keadilan sosial sebagai kerangka aturan dan pedoman bagi masyarakat partisipatif yang mengaktifkan dan memberdayakan anggotanya. Keadilan sosial bukan hal yang terberi begitu saja atau sesuatu yang otomatis berfungsi di masyarakat. Diperlukan usaha terus-menerus untuk menghadirkannya dalam kehidupan bersama, mulai dari identifikasi faktor yang berpeluang menghasilkan ketidakadilan, hingga upaya aktivitas-aktivitas yang menghasilkan keadilan. Salah satu usaha mencegah dan mengatasi ketidakadilan sosial adalah dengan mengidentifikasi ketimpangan sosial, yaitu ketimpangan di ranah-ranah kehidupan masyarakat, seperti penghasilan; kepemilikan benda; kesehatan; pendidikan; hukum; gender; dan politik. Dengan demikian, perlu ada aktivitas pengukuran ketimpangan, termasuk mengukur persepsi yang mengandung penilaian warga mengenai ketimpangan yang terjadi di masyarakatnya. Pentingnya identifikasi ketimpangan sosial disadari oleh INFID. Salah satu upaya INFID mengidentifikasi ketimpangan sosial adalah mengukur persepsi warga mengenai ketimpangan sosial. Seperti yang dilakukan pada tahun 2015, pada tahun 2016 INFID juga melakukan pengukuran persepsi warga mengenai ketimpangan sosial yang terjadi pada tahun 2015. Pengukuran persepsi mengenai ketimpangan sosial merupakan satu bentuk audit dari warga mengenai keadilan sosial yang ada di masyarakat Indonesia. Hasilnya dapat menjadi bahan pembanding dan pelengkap pengukuran ketimpangan dalam bentuk lain yang pernah dilakukan di Indonesia, seperti Gini Ratio, yang umum dijadikan indeks dari ketimpangan distribusi pendapatan. Ketimpangan sosial merupakan indikator keadilan sosial. Pengukuran ketimpangan sosial menurut warga dapat memberikan pemahaman mengenai ketimpangan apa saja. Lebih jauh lagi digali makna ketimpangan sosial menurut warga, di ranahnya, dan jenis ketimpangan sosial yang dipersepsi. Pengukuran ketimpangan memberikan pemahaman mengenai upaya yang diperlukan untuk mengatasi ketimpangan yang kemudian perlu ditindaklanjuti dengan kebijakan program sosial yang tepat. Hasil pengukuran ketimpangan sosial melengkapi hasil Barometer Sosial 2016 yang diperoleh INFID melalui pengukuran persepsi warga, sehingga dapat memberikan pemahaman secara lebih komprehensif mengenai keadilan sosial dan usaha-usaha untuk mencapainya.
12
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
Pengukuran ketimpangan sosial ini menggunakan kerangka pemikiran social justice (keadilan sosial) yang dikemukakan oleh Wolfgang Merkel (2001). Keadilan sosial diartikan perwujudan kesempatan dan peluang hidup yang setara. Ketimpangan adalah indikator belum terwujudnya keadilan sosial secara memadai yang secara umum memberikan gambaran belum memadainya legitimasi dan stabilitas masyarakat sebagai komunitas politik. Perlu dibedakan antara tingkat aktual ketimpangan (ketimpangan yang aktual terjadi di masyarakat) dengan tingkat persepsi ketimpangan (persepsi responden tentang ketimpangan di masyarakat) serta penilaian normatif tentang tingkat yang diinginkan dari ketimpangan sosial (harapan warga tentang tingkat ketimpangan yang ditoleransi dan diterima). Banyak survei dilakukan menggunakan konsep kedua, yaitu tingkat persepsi ketimpangan. Konsep tersebut digunakan dalam survei ini. Pengukuran ketimpangan sosial dilakukan melalui metode survei dengan kuesioner. Dalam survei ini, digunakan alat ukur ketimpangan sosial yang mengukur penilaian warga mengenai ketimpangan di beberapa ranah. Warga diminta menilai ranahranah ketimpangan yang terjadi di Indonesia. Evaluasi berdasarkan sudut pandang warga dilakukan untuk mengatasi dan memperkecil kemungkinan bias rezim yang muncul dalam evaluasi dan laporan pemerintah. Pengukuran ketimpangan sosial ini merupakan bagian tugas INFID sebagai organisasi masyarakat sipil yang memiliki mandat untuk memantau pembangunan. Berdasarkan hasil pemantauan, berupaya mengubah kebijakan dan program pembangunan agar menjadi lebih inklusif, bermanfaat, imparsial, dan tidak diskriminatif. Dalam menjalankan mandatnya, INFID menaruh perhatian besar terhadap kemiskinan, ketimpangan penghasilan, ketimpangan kesempatan terutama kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, serta belum adanya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun. Pengukuran ini merupakan usaha melengkapi bentuk pemantauan pembangunan Indonesia yang selama ini sudah dilakukan INFID. INFID telah melakukan berbagai bentuk pemantauan pembangunan melalui penelitian dan kajian, baik kajian dokumen maupun penelitian lapangan yang penting dan bermanfaat. Pemantauan INFID melalui pemantauan ini diharapkan memiliki daya pengaruh yang lebih luas, dipublikasikan kepada khalayak oleh media massa,
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
13
dan menjadi perhatian publik. Berdasarkan hal tersebut, pengukuran Barometer Sosial dan Ketimpangan Sosial dilakukan oleh INFID secara rutin.
1.2. Pertanyaan Utama Pertanyaan yang diajukan dalam Survei Indeks Barometer Sosial (IBS) dan Ketimpangan Sosial Menurut Warga 2016, terdiri atas: 1. Ranah/aspek/hal apa yang berperan menghasilkan ketimpangan sosial di daerah Anda? 2. Dalam setiap ranah/aspek/hal yang berperan itu, seberapa besar ketimpangan sosial yang terjadi di daerah Anda? 3. Apa yang menyebabkan ketimpangan di daerah Anda? 4. Siapa yang seharusnya bertanggung jawab mengatasi ketimpangan sosial yang ada di daerah Anda? 5. Apa yang perlu dilakukan untuk mengurangi ketimpangan sosial di daerah Anda? 6. Seberapa jauh ketimpangan gender terjadi di daerah Anda? 7. Apakah ada perlakukan diskriminatif daerah Anda? Seberapa Jauh?
1.3. Tujuan Pengukuran Ketimpangan Sosial Survei Ketimpangan Sosial yang dilakukan INFID bertujuan untuk menggali persepsi warga mengenai: 1. Ranah/aspek/hal yang berperan menghasilkan ketimpangan sosial di Indonesia 2. Seberapa besar ketimpangan sosial yang terjadi di Indonesia 3. Penyebab ketimpangan sosial di Indonesia 4. Pihak yang seharusnya bertanggung jawab mengatasi ketimpangan sosial yang ada di Indonesia 5. Usulan cara mengurangi ketimpangan di Indonesia 6. Ketimpangan gender di Indonesia 7. Perlakukan diskriminatif di Indonesia 1.4. Manfaat Indeks Ketimpangan Sosial Indeks Ketimpangan Sosial berfungsi sebagai alat advokasi pembangunan yang kuat dan secara bersama melibatkan partisipasi anggota INFID di berbagai kota di Indonesia
14
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
Indeks Ketimpangan Sosial dapat digunakan sebagai laporan pemantauan pembangunan yang reguler, mudah dimengerti dan dipahami oleh publik, media massa, dan pengambil kebijakan. Indeks Ketimpangan Sosial berfungsi sebagai feedback dan evaluasi mengenai kinerja dan capaian kebijakan program sosial untuk mengatasi ketimpangan bagi pengambil kebijakan di tingkat nasional dan daerah mengenai kinerja serta capaian program sosial.
Hasil yang Diharapkan Hasil yang hendak dicapai riset ini adalah laporan survei yang disebut sebagai Indeks Ketimpangan Sosial Menurut Warga 2016. Pemantauan pembangunan yang secara metodologis kuat dan bertanggung jawab dapat dilakukan melalui pengukuran ini. Sebelumnya INFID telah melansir Indeks Ketimpangan 2015. Diharapkan hasil Indeks Ketimpangan Sosial 2016 pun diliput banyak media massa Indonesia dan menjadi perhatian pengambil kebijakan.
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
15
16
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
'PUP (FSSZ
BAB 2
TEMUAN-TEMUAN PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL
Bab ini akan memaparkan hasil survei persepsi warga mengenai ketimpangan sosial di Indonesia. Ketimpangan sosial adalah perbedaan penghasilan, sumber daya, kekuasaan, dan status di dalam dan di antara masyarakat (Naidoo dan Wills, 2008). Ketimpangan sosial secara rinci merujuk pada tingkat perbedaan kategori sosial orang (menurut karakteristik, seperti jenis kelamin, usia, kelas, dan etnis) dalam hal akses ke berbagai kemaslahatan sosial, seperti tenaga kerja, pasar dan sumber penghasilan, sistem pendidikan dan kesehatan, serta bentuk-bentuk representasi dan partisipasi politik. Ketimpangan sosial mencakup perbedaan kesempatan dan akses pada sumber daya, serta proses-proses yang menghasilkan kesempatan dan akses itu. Amartya Sen (1982) menekankan pentingnya melihat ketimpangan berdasarkan kesempatan (kapabilitas dasar: pendidikan dan kesehatan) dan ketimpangan berdasarkan proses (demokrasi, kemampuan mengontrol sumber daya, dan lingkungan). Konsep ketimpangan sosial dapat digunakan untuk memberikan gambaran perbedaan antara penghasilan rata-rata, hal yang didapatkan orang miskin dan kaya, memiliki akses pendidikan yang baik dan yang tidak, serta bentuk-bentuk pengelompokan lain dalam masyarakat. Konsep ketimpangan sosial dapat mengenali tingkat distribusi sumber daya dan infrastruktur pada warga negara yang berbeda latar belakangnya.
2.1. Sumber Ketimpangan Sosial Apa sumber ketimpangan sosial yang terjadi di kehidupan warga? Bagaimana penyebaran ketimpangan di wilayah Indonesia? Seberapa jauh ketimpangan dan perlakukan diskriminatif berlangsung di masyarakat Indonesia? Survei ini hendak menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut melalui persepsi warga.
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
17
Ranah yang menjadi sumber ditentukan berdasarkan ranah kepuasan hidup yang memengaruhi kapabilitas, kesempatan, kebebasan, kontrol terhadap sumber daya, kepuasan hidup, dan kebahagiaan individu. Dalam pengukuran, ranah terdiri atas penghasilan; harta benda yang dimiliki; kesejahteraan keluarga; pendidikan; pekerjaan; rumah/tempat tinggal, lingkungan tempat tinggal; hukum; kesehatan; dan aktivitas politik. Warga diminta menilai apakah ranah-ranah ini merupakan sumber ketimpangan dan sejauh mana ketimpangan yang ada di setiap ranah. Secara umum, hasil yang didapatkan adalah warga mempersepsikan bahwa ranah-ranah tersebut merupakan sumber ketimpangan sosial. Sumber ketimpangan jika diurutkan dapat dilihat aspek yang menimbulkan masalah ketimpangan. Urutan tertinggi berada di atas. Urutan sumber ketimpangan adalah sebagai berikut. 1. Kesempatan mendapatkan pekerjaan 2. Penghasilan 3. Harta benda yang dimiliki 4. Rumah/tempat tinggal 5. Pendidikan 6. Kesejahteraan keluarga 7. Hukum 8. Keterlibatan dalam politik 9. Lingkungan tempat tinggal 10. Kesehatan
18
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
Grafik 1. Sumber dan Ranah Ketimpangan dalam Masyarakat
Berdasarkan data, dapat dilihat ranah yang sering terjadi ketimpangan di masyarakat. Urutan tertinggi berada di atas. Urutan ranah yang sering terjadi ketimpangan adalah sebagai berikut. 1. Kesempatan mendapatkan pekerjaan 2. Penghasilan 3. Hukum 4. Pendidikan 5. Harta benda yang dimiliki 6. Rumah/tempat tinggal 7. Kesejahteraan keluarga 8. Keterlibatan dalam politik 9. Lingkungan tempat tinggal 10. Kesehatan Membaca data di atas, terdapat diskrepansi antara ranah yang dipersepsikan dapat menimbulkan ketimpangan dengan di ranah tempat ketimpangan aktual terjadi. Dapat dilihat dari jarak persentase ranah-ranah yang dipersepsikan menimbulkan ketimpangan dan di ranah-ranah tempat ketimpangan terjadi.
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
19
2.2. Ranah dan Wilayah Ketimpangan 2.2.1. Derajat Ketimpangan Warga mempersepsi ketimpangan terjadi di ranah yang dinilai. Derajat ketimpangannya tergolong moderat, memiliki rentang sebesar 14-28% partisipan menilai setiap ranah timpang-sangat timpang. Angka ini mengindikasikan peningkatan dibandingkan dengan tahun lalu, sehingga bisa dikatakan bahwa berdasarkan data yang didapat, ranah-ranah yang disebutkan dalam grafik di bawah ini lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu.
Grafik 2. Persentase Ketimpangan di Setiap Ranah
Grafik 3. PersentaseKetimpangan di Setiap Ranah di Indonesia Barat dan Timur
20
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
Indonesia jika dibagi menjadi dua, yaitu Barat dan Timur, dapat dilihat ketimpangan berdasarkan region yang disasar. Berdasarkan data yang didapatkan, secara umum persepsi ketimpangan lebih tinggi di wilayah Barat dibandingkan dengan wilayah Timur. Grafik 4. Persentase Ketimpangan di Setiap Ranah di Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Bagian Timur (NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat)
Indonesia jika dibagi lima, yaitu Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, dan gugusan Indonesia bagian Timur, dapat dilihat ketimpangan yang lebih tinggi berada di Sumatera dan Jawa-Bali bila dibandingkan dengan wilayah lain.
2.2.2. Ketimpangan Penghasilan dengan Harapan Khusus penghasilan, diajukan pertanyaan mengenai kesesuaian penghasilan responden dengan yang diharapkan mereka. Penghasilan dirasakan warga sebagai ranah yang paling timpang dan paling besar peranannya dalam menciptakan ketimpangan sosial. Sebesar 40% masyarakat merasa penghasilan mereka berada di bawah harapan (kurang layak). Selain itu, sekitar 50% masyarakat merasa penghasilan mereka sesuai dengan harapan. Sementara, 10% masyarakat penghasilannya berada
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
21
di atas harapan. Penemuan ini mengindikasikan adanya peningkatan dibandingkan tahun lalu, yaitu sekitar 50% warga menilai penghasilannya berada di bawah harapan. Lebih tinggi dibandingkan dengan tahun ini, yaitu sekitar 40% warga yang menilai penghasilannya berada di bawah harapan. Sekitar 40% masyarakat merasa penghasilannya berada di bawah harapan. Angka ini jika ditarik ke populasi, dapat dikatakan bahwa hampir setengah warga Indonesia dewasa menilai penghasilan mereka kurang layak. Penghasilan yang mereka dapatkan tidak dapat memenuhi kebutuhan primer atau hanya dapat memenuhi kebutuhan primer mereka. Sekitar 50% masyarakat merasa penghasilannya sudah sesuai dengan harapan, bahkan 10% responden merasa penghasilan mereka sudah berada di atas harapan. Hasil penelitian dapat diperoleh indikasi bahwa ketimpangan penghasilan masih cukup besar, walaupun membaik bila dibandingkan dengan tahun lalu. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jika dibagi berdasarkan kesesuaian penghasilan, masyarakat Indonesia terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu 1) Warga yang berpenghasilan kurang layak, 2) Warga yang berpenghasilan layak dan 3) Warga yang berpenghasilan lebih dari layak. Kelompok dengan proporsi terbesar adalah kelompok warga yang berpenghasilan layak, diikuti dengan kelompok warga yang berpenghasilan kurang layak. Proporsi terkecil adalah warga yang berpenghasilan lebih dari layak. Keadaan ini tersebar hampir merata di seluruh wilayah Indonesia.
Grafik 5. Kesesuaian Penghasilan
22
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
Grafik6. Kesesuaian Penghasilan di Indonesia Barat dan Timur
Terdapat perbedaan persepsi terhadap penghasilan di wilayah Barat dan Timur Indonesia. Perbedaan yang cukup signifikan ada pada persepsi bahwa penghasilan dianggap sesuai dengan harapan, wilayah Barat lebih tinggi sekitar 10% dibandingkan dengan wilayah Timur. Akan tetapi, dua kelompok lain tidak terdapat perbedaan yang cukup jauh. Masyarakat di wilayah Timur memiliki persepsi penghasilan yang dianggap melebihi harapan lebih tinggi 4% dibandingkan dengan wilayah Barat. Persepsi ketimpangan yang lebih besar berada di wilayah Timur, yaitu 44% warga merasa bahwa penghasilan mereka berada di bawah harapan, lebih tinggi dibanding wilayah Barat yang memiliki persentase 38%.
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
23
Grafik 7. Kesesuaian Penghasilan di Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Bagian Timur (NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat
Perbedaan persepsi terhadap penghasilan jika Indonesia dibagi menjadi lima wilayah akan memetakan ketimpangan lebih spesifik. Jika dilihat persebaran datanya, lima wilayah ini (Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia bagian Timur) terbagi menjadi dua pola ketimpangan. Gugus Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, dan Sulawesi tidak terlalu berbeda jauh ketimpangannya. Rata-rata 50% warga merasa bahwa penghasilannya sudah sesuai harapan dan sekitar 30% warga merasa penghasilannya masih berada di bawah harapan. Sementara, Indonesia bagian Timur berbeda dibandingkan pola sebelumnya, dengan jumlah persepsi penghasilan yang tidak sesuai harapan lebih rendah (51%) dibandingkan dengan penghasilan yang sesuai harapan (38%). Hasil ini memberikan gambaran bahwa terdapat ketimpangan dalam persepsi terhadap penghasilan, dengan implikasi bahwa warga di Indonesia bagian Timur merasakan ketimpangan lebih besar dibandingkan wilayah Indonesia lainnya.
24
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
Grafik 8. Distribusi Persepsi Kesesuaian Penghasilan dengan Usaha yang Dilakukan dan Kesesuaian Kebutuhan dari Penghasilan di Indonesia Timur dan Barat
Mayoritas responden (60%) menilai penghasilan yang mereka peroleh sesuai dengan usaha mereka. Artinya, usaha mereka bekerja untuk mendapatkan penghasilan terkompensasi dengan baik. Sekitar 38% responden merasa bahwa penghasilan yang mereka dapatkan tidak mencukupi kebutuhan. Mereka menilai penghasilannya jauh dari harapan dan kecukupan pemenuhan kebutuhan. Persepsi ini relatif merata, baik di wilayah Indonesia Barat maupun Timur.
Grafik 9. Distribusi Persepsi Kesesuaian Penghasilan dengan Usaha yang Dilakukan dan Kesesuaian Kebutuhan dari Penghasilan di Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Bagian Timur
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
25
Sebagian besar responden menilai penghasilan yang mereka peroleh tidak sesuai dengan usaha mereka. Artinya, usaha mereka dalam bekerja untuk mendapatkan penghasilan tidak terkompensasi dengan baik. Sekitar 30% warga menilai bahwa penghasilan mereka jauh dari harapan dan kecukupan pemenuhan kebutuhan. Persepsi ini relatif merata di berbagai wilayah, kecuali Kalimantan yang memiliki proporsi yang cenderung setara pada persepsi penghasilan yang sesuai dengan usaha.
2.2.3. Ketimpangan Berdasarkan Gender Berdasarkan rujukan dari penemuan tahun lalu, survei ini juga mengukur persepsi terhadap ketimpangan antara perempuan dengan laki-laki. Persepsi terhadap ketimpangan antara perempuan dengan laki-laki tergolong agak rendah, sebesar 32% responden menilai ada ketimpangan antara perempuan dengan laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan adanya inkoherensi dari penemuan beberapa ahli yang berkecimpung dalam permasalahan gender dengan penemuan survei ini. Penjelasan lain yang dapat digunakan untuk memahami persepsi warga adalah kesadaran mengenai kesetaraan gender belum tinggi di masyarakat, sehingga banyak warga yang kurang peka terhadap diskriminasi gender.
Grafik 10. Persepsi Mengenai Ketimpangan antara Laki-laki dengan Perempuan
26
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
Grafik 11. Persepsi Mengenai Ketimpangan antara Laki-laki dengan Perempuan di Indonesia Barat dan Timur
Persepsi ketimpangan gender lebih tinggi di wilayah Timur (35%) dibandingkan dengan wilayah Barat (29%). Hasil ini masih dapat dikategorikan sebagai ketimpangan yang tergolong rendah.
Grafik 12. Persepsi Mengenai Ketimpangan antara Laki-laki dengan Perempuan di Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Bagian Timur
Penelitian menunjukkan, ketimpangan yang lebih tinggi dari rata-rata (Indonesia; secara keseluruhan) berada di wilayah Sumatera, Sulawesi, dan
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
27
Indonesia Timur. Namun, rentang proporsi ini tidak terlalu berbeda jauh, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketimpangan yang terjadi tergolong rendah. Berdasarkan penemuan dari Indeks Barometer Sosial 2015, terlihat adanya kebutuhan untuk melakukan studi lebih lanjut mengenai aspek yang menyebabkan ketimpangan gender. Aspek-aspek yang dipersepsikan menjadi sumber ketimpangan adalah harta benda yang dimiliki, penghasilan, lingkungan tempat tinggal, kesejahteraan keluarga, kesehatan, rumah/tempat tinggal, kesempatan mendapatkan pekerjaan, pendidikan, pengambilan keputusan yang terkait dengan kesejahteraan dirinya, dan hukum. Dua aspek yang dinilai paling timpang adalah kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan. Namun, aspek dari ketimpangan gender ini tidak dapat dilihat begitu saja. Untuk melihat ketimpangan gender secara utuh, perlu dilihat populasi di Indonesia dari aspek-aspek yang dianggap menjadi sumber ketimpangan gender, seperti perbandingan antargender pada posisi dan jenis pekerjaan yang memiliki implikasi pada perbedaan gaji yang diterima. Grafik 13. Persepsi terhadap Aspek Ketimpangan Gender yang Terjadi*
*diolah dari responden yang mempersepsikan adanya ketimpangan gender
28
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
Grafik 14. Persepsi terhadap Aspek Ketimpangan Gender yang Terjadi*
*diolah dari responden yang mempersepsikan adanya ketimpangan gender
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
29
30
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
'PUP (FSSZ
BAB 3
Indeks Ketimpangan Sosial 2016 3.1. Indeks Ketimpangan Sosial 2016 Indeks Ketimpangan Sosial 2016 ditentukan berdasarkan banyaknya ranah yang dinilai warga mengalami ketimpangan. Semakin besar indeks,semakin banyak ranah yang dinilai mengalami ketimpangan. Definisinya adalah sebagai berikut. Indeks Ketimpangan Sosial adalah angka yang mengindikasikan berapa banyak ranah dalam kehidupan sosial yang dinilai warga mengalami ketimpangan. Berdasarkan hal tersebut, Indeks Ketimpangan Sosial mengindikasikanjumlah ranah dari 10 ranah sumber ketimpangan yang dinilai timpang oleh seluruh responden. Rentang Indeks: 1-10 0 = tidak ada ranah yang timpang 10 = ada ketimpangan di 10 ranah Indeks Ketimpangan Sosial 2016 adalah 4.,4 Artinya, seluruh responden menilai ada ketimpangan di 4 dari 10 ranah sumber ketimpangan
Grafik 15. Indeks Ketimpangan Sosial 2016
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
31
Secara keseluruhan, 77% responden (dari total sampel 2010) mempersepsikan adanya ketimpangan, setidaknya di satu ranah. Bisa dikatakan, sekitar tujuh dari sepuluh warga Indonesia merasakan adanya ketimpangan. Dilihat per wilayah, lebih dari 70% responden di Jawa-Bali, Kalimantan, dan Sulawesi mempersepsikan bahwa mereka merasakan ketimpangan, setidaknya di satu ranah. Persentase lebih tinggi diSumatera dan Indonesia Timur, yaitu lebih dari 80%. Di ranah harta benda yang dimiliki, ketimpangan paling besar dipersepsikan oleh masyarakat Jawa-Bali (25%), diikuti Sulawesi (22%), Sumatera (20%), Kalimantan (16%), dan Indonesia Timur (14%). Di ranah penghasilan, ketimpangan paling besar dipersepsikan masyarakat JawaBali (38%), Kalimantan (30%), Sumatera (26%), Sulawesi (25%), dan Indonesia Timur (23%). Di ranah lingkungan tempat tinggal, ketimpangan paling besar dipersepsikan masyarakat Sulawesi (18%), Sumatera (15%), Indonesia Timur (14%), serta Jawa-Bali dan Kalimantan pada angka 13%. Di ranah kesejahteraan keluarga, ketimpangan paling besar dipersepsikan masyarakat Indonesia Timur (21%), Sulawesi (20%), Jawa-Bali (19%), Kalimantan (15%), dan Sumatera (14%). Di ranah kesehatan, ketimpangan paling besar dipersepsikan masyarakat Indonesia Timur (20%), Kalimantan (16%), Jawa-Bali dan Sulawesi berada di angka yang sama (14%), dan Sumatera (11%). Di ranah rumah/tempat tinggal, ketimpangan paling besar dipersepsikan masyarakat Kalimantan (26%), Sumatera (22%), Sulawesi (16%), serta Jawa-Bali dan Indonesia Timur (15%). Di ranah kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, ketimpangan paling besar berada di wilayah Sumatera (34%), diikuti Kalimantan (31%), Jawa-Bali (27%), Indonesia Timur (26%), dan Sulawesi (21%).
32
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
Di ranah pendidikan, ketimpangan terbesar di Jawa-Bali (26%), diikuti Sulawesi dan Indonesia Timur (21%), Kalimantan (20%), dan Sumatera (19%). Di ranah keterlibatan dalam politik, ketimpangan terbesar berada di Sulawesi (20%), diikuti Sumatera (19%), Kalimantan dan Indonesia Timur (18%), dan Jawa-Bali (8%) yang perbedaannya yang cukup jauh. Di ranah hukum, ketimpangan yang terjadi dapat dianggap setara besarannya di semua daerah, dengan persentase terbesar Sumatera (24%), Indonesia Timur (22%), Kalimantan (21%), dan Jawa-Bali dan Sulawesi (19%).
3.2. Perlakuan Diskriminatif Survei ini melakukan studi persepsi mengenai pengalaman perlakuan diskriminatif bagi dirinya, orang lain, dan seberapa jauh terjadi diskriminasi pada ranah-ranah tertentu (harta benda, penghasilan, lingkungan tempat tinggal, kesejahteraan keluarga, kesehatan, rumah/tempat tinggal, kesempatan mendapatkan pekerjaan, pendidikan, keterlibatan dalam politik, dan hukum).Tujuannya untuk mencari tahu diskriminasi yang terjadi di Indonesia
Grafik 16. Perlakuan Diskriminatif (Bagi Dirinya dan Orang Lain)
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
33
Berdasarkan data, perlakuan diskriminatif yang terjadi di Indonesia tergolong rendah, yaitu kisaran 29% pada diri sendiri, dan 26% pada orang lain.
Grafik 17. Perlakuan Diskriminatif (Bagi Dirinya dan Orang Lain) di Indonesia Barat dan Timur
Persentase penilaian responden terhadap diskriminasi di Indonesia relatif setara antara Indonesia Barat dengan Timur.
Grafik 18. Perlakuan Diskriminatif (Bagi Dirinya dan Orang Lain) di Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Timur
34
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
Persepsi pengalaman diskriminasi lebih tinggi di Indonesia bagian Timur dan Sumatera, bila dibandingkan dengan rata-rata (seluruh Indonesia). Selain persebaran tindakan diskriminasi, perlu dilihat aspek-aspek yang menyebabkan diskriminasi. Melihat aspek-aspek yang menjadi konteks diskriminasi, secara umum terdapat tiga aspek yang rentan terhadap diskriminasi, yaitu harta benda, kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, dan penghasilan.
Grafik 19. Aspek-aspek yang Dipersepsikan Menjadi Konteks Diskriminasi
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
35
Grafik 20. Aspek-aspek yang Dipersepsikan Menjadi Konteks Diskriminasi
3.3. Bantuan Hukum Survei ini membahas mengenai bantuan hukum dan perannya di masyarakat. Grafik 21. Bantuan Hukum Gratis bagi Rakyat Miskin dan Perannya
Sebagian besar masyarakat (56%) tidak mengetahui bahwa negara menyediakan bantuan hukum gratis bagi rakyat miskin, meskipun mereka mempersepsikan bahwa bantuan hukum memiliki peranan yang sangat penting (62%) untuk memperoleh keadilan.
36
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
Grafik 22. Masalah Hukum dan Aparat Hukum
Sebagian besar warga (62%) mengakui bahwa jika mereka mengalami masalah hukum, mereka akan membawanya ke aparat penegak hukum/pengadilan. Namun, 48% menjawab pasti untuk membawa masalah hukum ke aparat penegak hukum.
Grafik 23. Fungsi dan Proses Memperoleh Kartu Identitas dan Akta Kelahiran
Berdasarkan data yang didapatkan, 59% warga menilai bahwa kartu identitas/akta kelahiran sangat penting fungsinya bagi warga negara. Sekitar 57% warga menilai bahwa proses mendapatkan kartu identitas/akta kelahiran ini mudah, dan 15% yang menjawab prosesnya sangat mudah.
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
37
38
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
'PUP (FSSZ
Bab 4
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 4.1. Kesimpulan 1.
Pada pengukuran kali ini, diperoleh indeks ketimpangan yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Indeks ketimpangan sosial pada tahun 2016 adalah 4,4. Artinya, seluruh responden menilai ada ketimpangan di 4 dari 10 ranah sumber ketimpangan. Indeks ketimpangan 2016 lebih rendah dibandingkan indeks ketimpangan 2015 yang mencapai angka 5,06. Menurut penilaian warga, secara keseluruhan pada 10 ranah yang dinilai di tahun 2015 terjadi penurunan ketimpangan sosial.
2. Secara keseluruhan, 77% responden (dari total sampel (&'&) mempersepsikan adanya ketimpangan, setidaknya di satu ranah. Bisa dikatakan, 7 dari 10 warga Indonesia mempersepsi adanya ketimpangan. 3. Derajat ketimpangannya tergolong moderat, memiliki rentang sebesar 1428% partisipan menilai setiap ranah timpang-sangat timpang. Angka ini mengindikasikan peningkatan dibandingkan dengan tahun lalu. 4. Penghasilan dirasakan oleh warga sebagai ranah yang paling timpang dan paling besar peranannya dalam menghasilkan ketimpangan sosial. 5. Persepsi pengalaman diskriminasi lebih tinggi di Indonesia bagian Timur dan Sumatera, bila dibandingkan dengan rata-rata (seluruh Indonesia). Terdapat tiga aspek yang rentan terhadap diskriminasi, yaitu harta benda, kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, dan penghasilan. 6. Persepsi ketimpangan gender lebih tinggi di wilayah Indonesia bagian Timur dibandingkan dengan wilayah Indonesia bagian Barat. 7. Sebagian besar masyarakat (56%) tidak mengetahui bahwa negara menyediakan bantuan hukum gratis bagi rakyat miskin, namun hanya 48% yang menjawab pasti membawa masalah hukum tersebut ke aparat penegak hukum.
4.2. Rekomendasi 1. Mengingat kesenjangan yang paling dirasakan warga adalah ketimpangan penghasilan, diperlukan program sosial yang dapat mengatasi ketimpangan.
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
39
Ketimpangan penghasilan erat kaitannya dengan kesempatan kerja. Berdasarkan hal tersebut, direkomendasikan program sosial dalam bentuk pemberian tunjangan bagi pencari kerja sebagai salah satu cara untuk mengurangi ketimpangan penghasilan. Pemberian tunjangan dapat berperan meningkatkan distribusi pendapatan. Bentuk tunjangan bagi pencari kerja terdiri atas dua jenis, antara lain. a. Tunjangan dalam bentuk uang yang diberikan kepada warga yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) melalui program asuransi. b. Tunjangan dalam bentuk bantuan konsultasi dan agen pencarian kerja bagi para pekerja yang membutuhkan pekerjaan sesuai dengan keahlian dan pengalamannya. 2. Para pekerja seringkali memerlukan peningkatan keahlian atau menambah keahlian baru untuk dapat meningkatkan penghasilan. Diperlukan program sosial dalam bentuk tunjangan pelatihan kerja agar para pekerja dapat meningkatkan atau menambah keahliannya, khususnya bagi mereka yang berusia di atas 30 tahun, baik perempuan maupun laki-laki. 3. Diperlukan â&#x20AC;&#x153;paket penyelamatanâ&#x20AC;? bagi semua orang dewasa yang tidak memiliki pekerjaan dengan gaji bagus, mungkin karena kehidupan rumah tangga yang buruk dan/atau sekolah dan pelatihan yang tidak berhasil, agar mereka dapat memperoleh dan mempertahankan pekerjaan dengan penghasilan yang baik. 4. Diperlukan
langkah-langkah
untuk
mengurangi
pengangguran
sebagai
penyebab utama kemiskinan dan ketidaksetaraan. Pengangguran bisa dikurangi, antara lain dengan cara sebagai berikut. a. Skema penciptaan lapangan kerja yang disponsori pemerintah. b. Kebijakan pasar tenaga kerja aktif untuk meningkatkan kemampuan kerja, seperti skema re-training. c. Skema kesejahteraan kerja yang mendorong partisipasi pasar tenaga kerja. d. Menyelenggarakan program pelatihan sektoral, magang, dan program kerja sambil belajar. e. Memberikan insentif yang kuat untuk penciptaan lapangan kerja di dalam kota/kabupaten. 5. â&#x20AC;&#x153;Paket penyelamatanâ&#x20AC;? perlu diberlakukan bagi semua anak yang tidak memiliki awal yang baik dalam hidup atau tidak berprestasi di sekolah. Paket semacam itu harus memastikan bahwa anak-anak dapat mencapainya di sekolah dan di pelatihan sehingga memperoleh pekerjaan dengan bayaran yang baik.
40
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
6. Pemberian pendidikan kesetaraan gender pada siswa SMP dan SMA, baik dalam sesi-sesi kelas khusus maupun dalam bentuk pembiasaan praktik pembelajaran dan aktivitas berbasis kesetaraan gender. 7. Meningkatkan bimbingan dan upaya lainnya untuk meningkatkan jumlah perempuan dalam pekerjaan laki-laki dan posisi kepemimpinan politik. 8. Meningkatkan dana pemerintah untuk opsi penitipan anak berkualitas tinggi sehingga memungkinkan orang tua, terutama ibu-ibu, bekerja di luar rumah jika mereka menginginkannya, dan melakukannya tanpa rasa takut bahwa keuangan mereka atau kesejahteraan anak-anak mereka akan dikompromikan atau dikorbankan. 9. Diperlukan kajian khusus mengenai faktor-faktor yang dapat mengurangi ketimpangan dan meningkatkan keadilan sosial, baik di tataran struktural, kultural, dan personal. Di setiap tataran, sekaligus dikaji cara-cara mengurangi ketimpangan dan meningkatkan keadilan sosial. Diperlukan kajian khusus mengenai program sosial yang dapat mengurangi ketimpangan. Perlu diketahui program sosial yang memberi efek langsung terhadap penurunan ketimpangan, dan program sosial yang memberi efek tak langsung. 10. Diperlukan
pemantauan
dan
evaluasi
pelaksanaan
program-program
pengurangan ketimpangan. Pemantauan dan evaluasi perlu dilakukan secara komprehensif, mulai dari perencanaan hingga pengukuran hasil dan dampak. Evaluasi tidak hanya dilakukan pada akhir pelaksanaan program. Evaluasi perlu dilakukan dalam keseluruhan rentang pelaksanaan program, sejak awal, pertengahan, hingga akhir program. Hasil pemantauan dan evaluasi menjadi masukan bagi pelaksanaan program berikutnya, juga menjadi dasar untuk perbaikan program yang sedang berlangsung.
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
41
DAFTAR PUSTAKA
Acemoglu, Daron, and James A Robinson. 2012. Why Nations Fail: The Origins of Power, Prosperity and Poverty. 1st ed. New York: Crown. Merkel, Wolfgang (2001): The Third Ways of Social Democracy, in: Cuperus, Rene/ Duffek, Karl/Kandell, Johannes (Eds.): European Social Democracy Facing the Twin Revolution of Globalisation and the Knowledge Society, Amsterdam/Berlin/Vienna: 27-62. Naidoo, Jenny and Wills, Jane. 2008. Health Studies: An Introduction. Basingstoke: Palgrave. Sen, Amartya (1982). Choice, Welfare, and Measurement. Cambridge, MA: Harvard University Press. Turner, Bryan (1986) Equality. Chichester, and Tavistock, London: Ellis Horwood.
42
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
LAMPIRAN 1
Kerangka Teoretik 1. Ketimpangan Sosial Ketimpangan sosial didefinisikan sebagai ketidakmerataan distribusi sumber daya dalam masyarakat. Konsep ketimpangan sosial dikembangkan untuk dapat memberikan gambaran perbedaan antara pendapatan rata-rata dengan yang didapatkan orang miskin dan kaya atau kelompok-kelompok dalam masyarakat. Konsep ketimpangan sosial dapat mengenalitingkat kebaikan warga negara yang berbeda mendistribusikan atau berbagi pendapatan yang mereka peroleh. Turner (1986, 34-35) mengidentifikasi empat jenis kesetaraan. Pertama, kesetaraan ontologis atau kesetaraan mendasar orang. Kedua, kesetaraan kesempatan mencapai tujuan yang diinginkan. Ketiga, kesetaraan kondisi mengenai upaya membuat kondisi kehidupan yang sama bagi kelompok-kelompok sosial yang relevan. Keempat, ada kesetaraan hasil atau kesetaraan hasil.
2. Ketimpangan Sosial Berdasarkan Konsep Kapabilitas dari Amartya Sen Menurut Amartya Sen, nasib dan kualitas hidup manusia bergantung sejauh perluasan kebebasan berlangsung. Ide mengenai perluasan kebebasan berkait erat dengan gagasan mengenai keadilan. Sen membagi dua definisi kebebasan, yaitu Well-Being Freedom (kebebasan untuk mencapai kondisi baik atau dikenal dengan kapabilitas atau kesempatan mencapai kondisi baik, dan Agency of Freedom atau kebebasan perlakukan atau kebebasan mencapai sesuatu yang dianggap baik. Dua hal ini mengartikan kebebasan karena adanya kesempatan (opportunity) dan ada proses yang mendukung. Pendekatan Sen kemudian diterjemahkan pentingnya melihat ketimpangan kesempatan (kapabilitas dasar: pendidikan, kesehatan) dan ketimpangan karena proses (demokrasi, kemampuan mengontrol sumber daya dan lingkungan).
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
43
3. Ketimpangan Sosial dari Sudut Pandang Ekonomi Ketimpangan sosial dapat dilihat juga dari sudut pandang ekonomi berdasarkan pengukuran pendapatan dan aset, mencakup tabungan, properti, tanah, dan lain-lain. Pendekatan ini digunakan banyak ekonom yang menulis mengenai ketimpangan, seperti Thomas Piketty (Capital in the Twenty-First Century), Branco Milanovic (The Haves and the Have-Nots), J. E. Stiglitz (The Price of Inequaity), Nancy Birdshall (the World is not Flat: Inequality and Injustice in Our Global Economy). Sebagian besar para ekonom tersebut menganalisis bentuk ketimpangan dan menguraikan penyebab ketimpangan yang berkaitan dengan institusi negara.
4. Ketimpangan Sosial dari Sudut Pandang Kelembagaan atau Institutional oleh Daron Acemoglu & James Robinson (Why Nations Fails) Ketimpangan sosial dapat dilihat dari sudut pandang kelembagaan atau institutional. Pendekatan ini dikemukakan oleh Daron Acemoglu dan James Robinson dalam buku Why Nations Fails. Menurut Daron, dkk â&#x20AC;&#x153;Pentingnya peran institusi politik dan institusi ekonomi dalam mendorong kemajuan dan kesetaraanâ&#x20AC;?. Ketika suatu negara memiliki institusi ekonomi dan politik yang inklusif, negara akan mempu mewujudkan kesejahteraan sekaligus kesetaraan.
44
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
Lampiran 2
Metode 1. Pendekatan Secara umum, survei ini akan mengadopsi perspektif keadilan sosial sebagaimana disusun dalam Indeks Keadilan Sosial yang disusun Wolgang Merkel/Bertlleman Stiftung. Tetapi softwareitu disadur dan dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan Indonesia dan metode survei. Metode itu antara lain mengukur dan menilai kebijakan mengatasi kemiskinan, ketimpangan, kinerja pelayanan kesehatan, pasar kerja, dan sebagainya.
2. Waktu Pelaksanaan Pengukuran dilaksanakan selama tiga bulan dengan perincian, satu bulan persiapan, satu bulan pengambilan data lapangan, dan satu bulan pengolahan data serta pembuatan laporan.
3. Permasalahan Indikator ketimpangan sosial, antara lain. 1. Banyaknya ranah yang menjadi sumber ketimpangan sosial. Dalam pengukuran ini sumber ketimpangan sosial yang dinilai warga mencakuppenghasilan; harta benda yang dimiliki; kesejahteraan keluarga; pendidikan; pekerjaan; rumah/ tempat tinggal; lingkungan tempat tinggal; hukum; kesehatan; dan aktivitas politik. 2. Penilaian warga mengenai seberapa jauh terjadi ketimpangan di setiap ranah yang menjadi sumber ketimpangan sosial. Selain hendak menggali sumber dan seberapa jauh ketimpangan sosial terjadi menurut warga, dalam pengukuran ini juga digali persepsi warga mengenai penyebab ketimpangan sosial. Di sini digali juga persepsi warga tentang pihak yang semestinya bertanggungjawab atas ketimpangan sosial dan cara untuk mengatasi ketimpangan sosial. Untuk melengkapi pemahaman mengenai ketimpangan sosial,
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
45
dalam pengukuran ini juga digali persepsi warga mengenai ketimpangan sosial antara perempuan dengan laki-laki, serta ada atau tidak perlakuan diskriminatif yang dialami warga. Dalam pengolahannya, dianalisis perbedaan persepsi mengenai ketimpangan sosial antara perempuan dengan laki-laki. Pertanyaan yang diajukan mengenai ketimpangan sosial terdiri atas. 1. Ranah/aspek/hal apa yang berperan menghasilkan ketimpangan sosial di daerah Anda? 2. Dalam setiap ranah/aspek/hal yang berperan, seberapa besar ketimpangan sosial yang terjadi di daerah Anda? 3. Apa yang menyebabkan ketimpangan di daerah Anda? 4. Siapa yang seharusnya bertanggung jawab mengatasi ketimpangan sosial yang ada di daerah Anda? 5. Apa yang perlu dilakukan untuk mengurangi ketimpangan sosial di daerah Anda? 6. Seberapa jauh ketimpangan gender terjadi di daerah Anda? 7. Apakah ada perlakuan diskriminatif daerah Anda? Seberapa jauh?
4. Metode Riset Pengukuran Ketimpangan Sosial 2015 termasuk dalam jenis riset kuantitatif. Metode riset yang digunakan adalah metode kuantitatif yang mengandalkan peroleh data pada wawancara, observasi, dan kuesioner. Data yang diperoleh adalah data kuantitatif atau data yang diberi kode angka berdasarkan skala ordinal dan interval sehingga dapat dianalisis menggunakan perhitungan matematik. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara terstruktur berdasarkan kuesioner untuk memperoleh data kuantitatif tentang gejala yang ingin diketahui. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner selfreport. Kuesioner adalah dokumen tertulis yang terdiri dari seperangkat pertanyaan, diberikan kepada responden untuk memberikan pertanyaan dan mencatat jawaban (self-report). Melalui self-report, partisipan diminta memberikan respons yang sesuai dengan pengalaman dan keadaan dirinya. Partisipan diberikan sejumlah pertanyaan yang sama untuk kemudian jawabannya dikumpulkan dan dianalisis. Dilihat dari tujuan dan pengolahan datanya, pengukuran barometer sosial
46
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
termasuk jenis riset deskriptif dan korelasional. Variabel-variabel yang diukur akan dideskripsikan dan dikorelasikan satu sama lain untuk memperoleh pemahaman mengenai hubungan antar-variabel.
5. Jumlah Responden dan Teknik Sampling Jumlah responden mencakup (&'& orang. Mencakup responden di 34 provinsi di
Indonesia.
Metode
survei
yang
digunakan
adalah
suvei
dengan
menggunakan kuesioner. Teknik sampling yang digunakan adalah multistage random sampling, yaitu pengambilan sampel secara bertingkat, pertama dengan menentukan kelompokkelompok sampel, kemudian sampel dipilih secara random dari kelompok-kelompok itu. Multistage random sampling seperti cluster sampling, tetapi melibatkan pemilihan sampel dalam cluster yang dipilih. Dengan teknik ini, pemilihan sampel dilakukan paling sedikit pada dua tahap (stage).
6. Penyusunan Instrumen Pengukuran Instrumen yang digunakan dalam pengukuran barometer sosial dan ketimpangan sosial adalah alat ukur berupa skala dan kuesioner. Penyusunan alat ukur itu mengikuti langkah-langkah berikut. 1. Identifikasi tujuan utama penggunaan alat ukur: Memperoleh Indeks Barometer Sosial dan Ketimpangan Sosial. 2. Penentuan konstruk pengukuran: Komponen-komponen Barometer Sosial dan Ketimpangan Sosial. 3. Identifikasi indikator yang mewakili konstruk dan mendefinisikan ranah (domain) Barometer Sosial dan Ketimpangan Sosial yang akan diukur. 4. Menyiapkan rangkaian spesifikasi alat ukur, termasuk proporsi item yang akan dibuat berkaitan dengan tingkah laku yang akan diukur dari konstruk. 5. Konstruksi sejumlah item (items pooling). 6. Review item, uji keterbacaan, expert judgment dan revisi.
PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016
47
7. Tryout: Pengambilan data lapangan pada sejumlah sampel representatif dari populasi yang dituju oleh alat ukur. 8. Analisis item: Pengujian statistik terhadap item-item alat ukur; jika diperlukan, menghilangkan item-item yang tidak memenuhi kriteria item yang baik atau melakukan revisi terhadap item-item tersebut. 9. Uji reliabilitas dan validitas bentuk alat ukur final. 10. Membuat manual administrasi, skoring, dan interpretasi terhadap skor alat ukur (di antaranya membuat tabel norma, standarperforma, dan cutting scores).
7. Teknik Analisis Data Analisis data akan dilakukan menggunakan perhitungan statistik yang tepat dan sesuai untuk setiap variabel yang hendak diukur dan diteliti. Teknik analisis data yang akan digunakan mencakup statistik deskriptif, teknik analisis korelasional dan pemodelan. Untuk melihat gambaran umum subjek penelitian dilakukan perhitungan persentase, rata-rata (mean) serta penyebaran usia dan jenis kelamin subjek melalui statistik deskriptif. Analisis data dari variabel-variabel yang menjadi komponen barometer sosial dan hubungannya masing-masing terhadap variabel lain dilakukan dengan perhitungan multiple correlation dan multiple regresion. Untuk melihat hubungan pengaruh antar-variabel barometer sosial digunakan analisis persamaan struktur (structural equation modelling) satu arah dengan hubungan resiprokal yang dilakukan dengan menggunakan perangkat-lunak Lisrel.
48
LAPORAN | MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA
NGO in Special Consultative Status with the Economic and Social Council of the United Nations, Ref. No : D1035 Jl. Jatipadang Raya Kav.3 No.105 Pasar Minggu Jakarta Selatan, 12540 Phone : 021 7819734, 7819735 )QEMP MRJS$MR½H SVK ;IFWMXI [[[ MR½H SVK