Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
Draft Desain Laporan Tifa
1
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
MEMBANGUN PERCAYA DIRI WARGA MENUNTUT AKUNTABILITAS: Kisah Implementasi Audit Sosial dari Makassar Ditulis oleh: Muhary Wahyu Nurba Nurliah Simolla Editor: Sri Aryani Diterbitkan oleh: TIFA Foundation 2012
2
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas Kisah Implementasi Audit Sosial dari Makassar
Draft Desain Laporan Tifa
3
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
4
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
1 Inisiasi Awal Audit Sosial Membangun Keberdayaan Warga
Draft Desain Laporan Tifa
5
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
6
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
B
icaranya cepat, lantang dan terus terang. Pertanyaannya kerap membuat narasumber kelimpungan menjawab. Ketika bertemu untuk kesekian kalinya dengan Ningsih (43) dalam sebuah pertemuan dengan instansi Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Kota Makassar, Jumat (12/8) di kantor BPM, ibu tiga putra-putri ini mengajukan sebuah pertanyaan. Ia mencoba mengingatkan BPM agar lebih teliti dalam memberi bantuan anggaran, pasalnya sejumlah pihak kerap memanfaatkan orang miskin untuk meraup keuntungan. “Saya bisa menunjuk orang yang buat proposal yang katanya untuk kemaslahatan masyarakat miskin. Kalau yang lain hanya ngomong saja tapi tak bisa menunjuk orangnya,” tukas Ningsih, di hadapan auditor sosial lainnya, Koordinator Program Audit Sosial Edy Aryadi dan Kepala Bidang Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat BPM, Eva Aprialti. Ningsih termasuk “orang lama” dalam program audit sosial ini. Tahun 2008 ia ikut serta sebagai tim audit sosial mewakili komunitas pedagang/perempuan Pa’baeng-baeng untuk sosial audit Pendidikan dan Kesehatan Gratis. Perempuan lincah ini tergabung bersama tiga komunitas lainnya yakni Komunitas Nelayan Lae-lae, Komunitas Buruh Kaluku Bodoa, dan Komunitas Pemulung Antang. Komunitas ini masuk dalam wilayah program pertama audit sosial yang khusus mengawasi pembangunan di Kota Makassar. Mereka membagi tugas, masing-masing dua komunitas mengawasi pendidikan, dan dua komunitas lainnya mengawasi bidang kesehatan. Ningsih lebih memilih bidang pendidikan, bahkan untuk program audit sosial kedua, ia juga memilih bidang yang sama. “Banyak kejanggalan di dinas pendidikan, lagipula saya sudah punya pengalaman pada program yang pertama,” tuturnya. Ningsih bukan orang baru dalam aktivitas advokasi warga. Ia telah lama mengikuti sebuah organisasi kemasyarakatan yang khusus menyuarakan kalangan miskin perkotaan (Komite Program Rakyat Miskin, KPRM). Disela-sela kesibukannya sebagai aktivis ia menafkahi
Draft Desain Laporan Tifa
1
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
keluarganya dengan berjualan kue-kue. Beberapa tahun yang lalu ia mulai bergabung dalam komunitas binaan Yayasan Pengkajian Pengembangan Masyarakat (YKPM). Ia mengikuti sejumlah pelatihan. Belajar membaca dokumen kemudian membandingkan dengan temuan di lapangan. Kemampuan mewawancarai narasumber dan menelisik kejanggalan menjadi kepiawaiannya. “Di KPRM saya banyak belajar. Kami sering melakukan demonstrasi. Tapi setelah bergabung di YKPM, pengetahuan saya lebih dilengkapi,� ucap orangtua tunggal ini.Di YKPM selain dilibatkan sebagai auditor sosial, Ningsih juga terlibat sebagai periset Derajat Partisipasi Perempuan dalam Musrenbang. Dalam program yang terakhir ini dia mendapat honor per bulan. Audit sosial kebijakan kesehatan dan pendidikan gratis dilatarbelakangi program pendidikan dan kesehatan gratis pasangan Walikota Ilham Arief Sirajuddin dan Wakil Walikota Supomo Guntur atau lebih dikenal IASMO. Kebijakan sang incumbent mengemas isu orang miskin merupakan program lanjutan dari periode periset. Isu ini acap menjadi primadona ketika pemilu, mulai dari pemilu presiden, legislatif hingga kepala daerah. Isu ini dianggap unggulan lantaran mengampanyekan pendidikan dan kesehatan gratis, program Raskin (beras miskin), Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan program PNPM. Entah karena isu kampanye IASMO terkait masalah tersebut, Ilham Arief Sirajuddin kembali berhasil menduduki kursi walikota (Wakil Walikota Supomo Guntur adalah pasangan barunya). Di periode sebelumnya ada program kesehatan dan pendidikan gratis. Program kesehatan gratis menyediakan subsidi obat-obatan tertentu, rawat inap kelas III dan Asuransi Kesehatan Daerah (Jamkesda), sedangkan pendidikan gratis meliputi subsidi buku-buku tertentu, bebas biaya masuk termasuk uang bangku dan pembangunan serta seragam sekolah gratis untuk SD dan SMP. Program lanjutan ini merupakan pengembangan dari kebijakan terdahulu. Program ini dikenal sebagai IASMO bebas. Yakni bebas biaya melahirkan, bebas biaya antar jenazah dan pemakaman, bebas biaya kesehatan, bebas biaya pendidikan, dan bebas biaya pendampingan hukum bagi warga miskin.
2
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
Kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah kota Makassar, membuahkan gagasan YKPM untuk melakukan audit sosial berbasis komunitas. Audit yang melibatkan warga miskin ini dalam pemahaman YKPM adalah masyarakat yang benar-benar tahu implementasi kebijakan tersebut karena merupakan masyarakat penerima manfaat. Pemberdayaan komunitas miskin ini lantaran selama ini mereka menjadi obyek pembangunan. Sehingga penting bagi mereka untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Paling tidak, pemerintah kota tak mengabaikan tanggung jawab komunitas dan menghormati hak-hak komunitas untuk berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan publik. Kendati selama ini proses perencanaan pembangunan pemerintah sudah menerapkan model perencanaan dari level bawah ke atas (masyarakat ke pemerintah) melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Musyawarah dimulai dari tingkat RT/RW, kemudian desa/kelurahan, lalu kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan berakhir di tingkat negara. Dalam prakteknya, konsep bottom-up tersebut masih terkesan semu lantaran seringkali usulan masyarakat tidak terakomodir dengan baik. Masalah ini menjadi fenomena di seluruh wilayah Indonesia. Akuntabilitas yang menjadi prinsip good governance adalah taruhannya. Ini tanggung jawab pemerintah untuk mendorong sebuah konsep advokasi bersama guna mendorong mekanisme kontrol dan audit pembangunan menjadi lebih terbuka. Maka model audit sosial yang melibatkan komunitas marjinal menjadi pilihan. Mereka secara partisipatif terlibat langsung mencari temuan-temuan penting terkait masalah pembangunan. Temuan-temuan ini lalu disampaikan kepada pemerintah kota untuk mendapatkan jawaban dan tanggapan agar evaluasi lebih tajam guna perbaikan program ke depannya. “Sebelumnya kami sudah mendampingi komunitas-komunitas warga di beberapa kelurahan itu. Mereka telah berproses dengan kami sebelumnya. Kemudian kami merencanakan sebuah konsep audit sosial. Karena komunitas ini sudah terbiasa dengan proses-proses
Draft Desain Laporan Tifa
3
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
mengevaluasi program-program pemerintah, maka mereka kami libatkan,� jelas Direktur Pelaksana YKPM Mulyadi Prayitno. Sebelum memulai audit sosial, sebuah program yang hampir mirip telah mereka kerjakan yakni audit pembangunan. Pada program ini mereka mendapat pembekalan dalam sebuah orientasi yang dilaksanakan di Bali. Dalam proses orientasi itu, YKPM mendapat masukan bahwa pembangunan berjalan tak seperti yang diharapkan. Bahkan konsep masih top down. Kebijakan pemerintahpun tak berjalan maksimal. Krisis ekonomi pada 1999 berdampak pada hutang luar negeri yang semakin besar. Masyarakat miskin adalah yang pertama kali merasakan krisis. Maka, tahun itu muncul kebijakan publik mengenai Jaring Pengaman Sosial (JPS). Tak lama kemudian program-program mengatasnamakan orang miskin bertaburan. Ada yang bernama
4
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
Beras Miskin (Raskin) hingga dana Kompensasi BBM atau lebih dikenal sebagai BLT. Lahirnya sejumlah program pemerintah yang bertujuan memberi manfaat besar bagi masyarakat miskin, telah menginspirasi YKPM untuk menjadikannya sebagai target audit pembangunan. Sayangnya, banyak sekali program untuk orang miskin, seperti pendidikan dan kesehatan, namun tak bisa dinikmati oleh orang miskin secara maksimal. Keprihatian ini sejalan dengan upaya Yayasan Tifa yang mendorong dilakukannya audit sosial. Audit sosial, dalam kacamata Tifa adalah sebuah upaya untuk mendorong manfaat optimal dari program-program pemerintah, terutama bagi orang miskin. Gagasan ini disambut baik oleh YKPM, yang kemudian didukung Tifa untuk melakukan audit sosial di Kota Makassar. “Kami sebelumnya sudah menjalankan audit pembangunan mengadaptasi pemikiran Vivet Vendi dari India. Tapi khusus untuk melakukan audit kompensasi BBM. Ketika bertemu Mickael B. Hoelman, pengelola program Demokrasi & Pemerintahan Yayasan Tifa, dan mendengarkan ide tersebut, saya lalu mencoba membuat konsep audit sosial untuk pendidikan dan kesehatan gratis, mengembangkan audit pembangunan yang sebelumnya sudah kami kerjakan. Apalagi kami juga melihat isu pendidikan dan kesehatan gratis sering digunakan hampir semua pemerintah dan calon kepala daerah. Nah, kami ingin tahu apakah program ini benar-benar berdampak bagi konstituen dilihat dari audit sosial,� ungkap Mulyadi. Gagasan audit sosial bukan hal baru di Indonesia, kendati belum banyak dilakukan oleh Organisasi Non Pemerintah (NGO) bersama masyarakat (CSO). Metode serupa audit sosial sudah pernah dilakukan Jari Indonesia dengan nama audit pembangunan berbasis komunitas yang dilakukan di Palu, Sulawesi Tengah. Audit pembangunan ini melibatkan komunitas miskin kota seperti pemulung, tukang becak, kelompok masyarakat gusuran, dan komunitas kesehatan alternatif. Di Sulawesi Selatan model audit sosial dilakukan sebatas dalam bentuk riset tanpa advokasi. Audit ini dilaksanakan oleh The Prakarsa, IRE dan Program Driving Change OXFAM. Jari Indonesia berhenti pada persoalan keterbatasan
Draft Desain Laporan Tifa
5
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
sumberdaya sehingga tidak berlanjut sebagai sebuah gerakan komunitas miskin kota. Sedangkan IRE fokus pada kualitas layanan program dan Driving Change fokus pada mekanisme perencanaan partisipatif dan pengaduan masyarakat. Hal senada diungkapkan Program Manager pada Audit Sosial pertama, Rusman Anno. Ia menjelaskan konsep audit sosial hampir sama dengan Forum Akuntabilitas Publik yang ia kerjakan di Palu, Sulawesi Tengah. Kendati berbeda nama, namun prinsipnya proses yang dikerjakan tak jauh berbeda. Komunitas masyarakat melakukan audit, memeriksa program pemerintah mulai dari sisi perencanaan kemudian implementasinya, hingga akhirnya membuat laporan dampak dan manfaatnya. “Audit sosial ini kita coba buat di Makassar, karena sebelumnya belum ada di Makassar,” tuturnya. Proses awal pelaksaan audit sosial adalah merekrut komunitas. Sedikitnya 80 orang masuk dalam pelatihan yang digelar di Restoran Pualam. Dari jumlah itu diciutkan kembali menjadi 20 orang, tiap komunitas terdiri lima auditor sosial. YKPM memberi porsi yang cukup besar bagi perempuan untuk terlibat sebagai auditor sosial. Hal ini lantaran perspektif perempuan dalam melihat persoalan cukup berbeda. Perempuan yang merasakan dampak langsung dari kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis menyoal hal yang lebih mendasar seperti baju sekolah, buku, dan sepatu. Sedangkan laki-laki menyoal hal yang berkaitan dengan hal-hal fisik seperti gedung sekolah atau bangku yang rusak. “Kami tetap mengikutkan laki-laki karena memberi keseimbangan pemahaman. Pemahaman antara lelaki dengan perempuan dalam menyoal pendidikan agak berbeda. Itu terungkap dalam pelatihan. Tapi kita tetap butuh keduanya untuk mendapat informasi yang berbeda,” jelas Mulyadi. YKPM sempat khawatir. Komunitas yang menjadi daerah dampingannya juga menjadi lokasi dampingan KPRM dan Ford Foundation. Agar tak terjadi conflict of interest, mereka tak disebut sebagai Masyarakat Miskin Kota. Pasalnya mendengarkan Masyarakat Miskin Kota, cukup identik dengan KPRM yang kerap berhadap-hadapan dengan walikota. “Nanti 6
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
Mengenal Audit Sosial Indonesia sebenarnya tidak kurang mekanisme kontrol. Ada mekanisme kontrol internal adapula mekanisme kontrol eksternal. Sebut saja Bawasda atau Inspektorat Jenderal untuk mekanisme internal, dan DPR, audit BPK sampai ombudsman sebagai mekanisme kontrol eksternal. Toh berbagai mekanisme tersebut masih kurang memadai untuk memastikan kepatutan layanan publik di negara yang tingkat korupsinya terbilang tinggi seperti Indonesia. Tidak heran kemudian kalau masyarakat sipil, selain mendorong penguatan mekanisme yang sudah ada, juga mendorong akuntabilitas sosial berbasis masyarakat. Dicirikan dengan partisipasi dan keterlibatan warga negara dalam memastikan akuntabilitas penyelenggara negara, akuntabilitas ini didesain untuk melengkapi berbagai mekanisme yang sudah ada. Salah satu metode akuntabilitas sosial yang coba didorong adalah audit sosial. Audit sosial adalah proses kritis untuk memeriksa bukti-bukti klaim pemerintah, relevansi sosial program pemerintah terhadap tujuan, kelompok sasaran dan efek yang ditimbulkan. Audit sosial memberikan pendapatnya sesuai dengan kenyataan di lapangan dan kemudian mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Sederhananya, audit sosial dilakukan untuk mengevaluasi relevansi sosial program pemerintah terhadap kebutuhan dan prioritas-prioritas kelompok sasarannya.Audit sosial juga mengevaluasi keseluruhan dampak sosial yang ditimbulkan dari pelaksanaan program, yang dirasakan oleh seluruh pemangku kepentingan dalam sebuah komunitas.
Draft Desain Laporan Tifa
7
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
walikota merasa diprovokasi,” ucap Mulyadi. Kendati pentolan KPRM cukup banyak, YKPM tak menyebutkan asal mereka. Antara KPRM dan Ford Foundation sudah saling berkoordinasi. “Kami tetap memakai pentolan dari ormas ini lantaran mereka sudah memahami kondisi kemiskinan. Jadi kami tak repot lagi melatih mereka. Audit sosial memerlukan orang yang memiliki kapasitas,” urainya. Mereka yang terpilih juga adalah masyarakat yang telah melakukan kontrak politik dengan walikota sebelum pemilihan walikota 2008. Mulyadi mengaku cukup selektif memilih tim auditor. Syarat yang ia ajukan memang sederhana, yakni bisa menulis dan membaca. Yang berat adalah mereka harus sudah terbiasa dalam program-program LSM terutama sudah lazim mendapat dampingan dari YKPM. Syarat lainnya adalah kemampuan berkomunikasi. Ia tak akan memilih auditor yang berkomunikasi buruk. Artinya terlalu kritis. Alasan Mulyadi, pemerintah tak suka yang kritis. Ia butuh auditor yang mampu “nyambung” dengan pemerintah. “Kriteria harus nyambung ini yang utama, kalau tak pernah nyambung, wah bahaya,” ucap Mulyadi. Pilihan lokasi pantauan didasarkan mewakili komunitas tertentu. Dan tentu saja sebaran komunitas ini serta tingkat keterjangkauannya terhadap pelayanan dua kebijakan tersebut. Komunitas Kaluku Bodoa mewakili kalangan buruh. Kawasan ini berada di dekat KIMA dimana terdapat banyak pabrik-pabrik. Realitas kehidupan masyarakatnya yang miskin dan sangat jorok. Ini terlihat dalam film yang dibuat oleh tim YKPM dimana seorang ibu tua yang sedang tidur sementara di kelilingnya banyak tinja. Ini mewakili kawasan utara. Komunitas Pa’baeng-baeng mewakili kawasan tengah kota yang mengikutkan pedagang kaki lima dari kalangan perempuan. Kawasan ini dekat dengan pasar yang dulunya berada di kawasan kabupaten Gowa. Masyarakatnya relatif homogen dimana dahulunya merupakan tempat penampungan orang kusta. Kini sudah bergeser dan menyatu dengan orang-orang kota Makassar. Mereka adalah kalangan yang kerap tergusur dari pembangunan kota. Lokasi ini mewakili kawasan Selatan. Komunitas pemulung Antang terletak di pinggiran Kota Makassar. Ini adalah lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah. Mereka kebanyakan
8
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
merupakan pendatang dari Makassar, Bulukumba, Jeneponto, Sinjai dan lainnya. Umumnya mereka adalah masyarakat urban miskin (urban poor). Lokasi ini mewakili kawasan Timur. Yang terakhir adalah kawasan nelayan Lae-lae. Kawasan ini berada sangat dekat dengan Kota Makassar. Hanya ditempuh selama kurang lebih 15 menit menggunakan perahu motor. Meski berada sangat dekat dengan kota, namun akses layaknya kawasan perkotaan sangat minim. Dari arah pulau mereka bisa melihat rumah jabatan walikota, hotel-hotel megah di pinggir pantai, dan taman hiburan yang berfungsi pula sebagai mall Trans Studio. Lokasi ini mewakili kawasan Barat. Warga di empat komunitas ini kemudian dilatih untuk paham mengenai audit sosial, hingga mampu membedakan monitoring dengan evaluasi. Mampu membedakan pemerintah dan
Draft Desain Laporan Tifa
9
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
Mengapa Makassar? Walikota terpilih Kota Makassar, Ilham Arif Sirajuddin, memiliki beberapa program unggulan. Di periode pertama pemerintahannya, Walikota Makassar mencanangkan program Pendidikan dan Kesehatan Gratis meliputi subsidi obat-obatan tertentu bagi masyarakat miskin, subsidi rawat inap kelas III untuk Rumah Sakit Daerah dan asuransi kesehatan daerah (Jamkesda) bagi masyarakat miskin, Subsidi untuk pembelian buku-buku tertentu, pembebasan biaya masuk SD dan SMP (Uang Bangku, Uang Pembangunan) serta biaya seragam sekolah Gratis. Program ini kemudian dikembangkan menjadi program unggulan IASMO bebas, pada periode kedua kepemimpinannya, yaitu; 1) Bebas Biaya Bersalin, 2) Bebas Biaya Antar Jenazah dan Pemakaman, 3) Bebas Biaya Kesehatan, 4) Bebas Biaya Pendidikan, 5)Bebas Pendampingan Hukum bagi warga miskin. Meski program bagi orang miskin terbilang banyak, jumlah penduduk miskin di Makassar meningkat sejalan dengan besarnya alokasi anggaran untuk penanggulangan kemiskinan. Di tahun 2009, jumlah penduduk miskin yang terdata adalah 62,096. Di tahun 2010, penduduk miskin 62,170 jiwa, dan pada tahun 2011 mencapai 78,700 jiwa. Di sisi lain, alokasi anggaran penanggulangan kemiskinan Kota Makassar mengalami kenaikan yakni Rp 38 Milyar pada 2009, Rp 49 M pada 2010, dan Rp 106 M pada 2011. Jika dihitung, maka seorang penduduk miskin akan mendapatkan jaminan sosial di tahun 2011 sekitar Rp. 1.3 juta per tahun atau sekitar Rp. 112 ribu per bulan. BPS sendiri menyebutkan mereka yang dianggap miskin adalah mereka yang berpenghasilan kurang dari 280 ribu per hari. Toh, jumlah subsidi bagi orang miskin di Makassar ini jauh lebih tinggi ketimbang subsidi di tahun sebelumnya yang hanya mencover jaminan sosial sebesar Rp. 778 ribu per orang per tahun atau sekitar Rp. 65 ribu per orang per bulan. Di tahun 2010, Makassar adalah kota dengan penduduk miskin terbanyak kedua di Sulawesi Selatan setelah Bone. Gambaran ini menunjukkan program penanggulangan kemiskinan tidak serta merta menurunkan penduduk miskin. Bisa jadi, programnya tidak efektif, tidak tepat sasaran, atau tidak menyentuh persoalan utama penduduk miskin, yang membuat penyelenggaraan audit sosial menemukan relevansinya.
10
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
Langkah-Langkah Melakukan Audit Sosial
Draft Desain Laporan Tifa
11
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
masyarakat. Mampu membedakan sosial audit dengan audit keuangan. Dilatih bagaimana berkomunikasi untuk menyampaikan aspirasi dan temuan. Yang cukup penting adalah melatih agar mereka mampu mengumpulkan dokumen yang dibutuhkan serta mendapatkan informasi yang diinginkan. Mereka juga diasistensi dalam hal membaca dokumen dan membahasnya. “Dalam program memang dicantumkan pelatihan hanya satu sampai dua kali, tapi faktanya kita lakukan berkali-kali,” tutur Mulyadi. Pelatihan terkait bagaimana melakukan audit sosial, membaca dokumen, berkomunikasi dilatih oleh tim Gapri dari Jakarta. Dua orang dari Gapri ini yakni Darmawan Triwibowo dan Abdul Ghofur memberikan pelatihan selama tiga hari dan menghasil tools pelaksanan audit dan sistematika pelaporan hasil audit sosial. Mulyadi mengungkapkan hampir tiap hari mereka melakukan analisis, karena kerja analisis ini tak bisa putus. Pasalnya begitu ada temuan, saat itu juga dilakukan analisis. “Jika menemukan temuan hari ini, apa lagi yang mesti dicapai. Kemudian FGD, lalu konservasi, ada temuan baru lagi, kita ulang lagi dengan mengecek ke pemerintah, berulang-ulang hingga tak tersisa lagi informasi yang mengganjal. Setelah klir tak ada lagi informasi di lapangan kami lakukan FGD kemudian audiensi dengan dinas terkait. Untuk masuk melakukan klarifikasi biasanya membutuhkan waktu dua sampai tiga bulan,” urai Mulyadi. Jadwal untuk melakukan analisis, pengumpulan data, hingga bertemu dengan siapa dijadwalkan oleh fasilitator. Program Manager Audit Sosial tahap pertama, Rusman Anno, menjelaskan bahwa bagaimana tahapan terlaksana adalah melalui metodologi tools yang dibicarakan bersama secara partisipatif. Tools yang menjadi indikator guna mengukur kinerja dinas kesehatan dan pendidikan dibangun bersama-sama dengan komunitas. “Mereka lebih paham apa yang mesti dinilai dan lebih tahu apa yang dirasakan lalu kemudian mengevaluasinya,” jelas Anno. Untuk memudahkan langkah ketika berada di lapangan, Anno mengatakan pihaknya terlebih dahulu menganalisis dokumen perencanaan yang dalam hal ini adalah RPJMD, visi dan
12
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
misi walikota terpilih. Kemudian fokus pada data-data IASMO bebas. Dokumen IASMO diperoleh dari brosur atau leaflet data-data pelengkap lainnya yang terkait dengan pendidikan gratis dan kesehatan gratis. Menurut Anno, analisis dokumen sudah biasa dilakukan komunitas karena sejak tahun 2008-2010 mereka diikutkan dalam menganalisis dana APBD. “Memang masih sederhana, kita beri penguatan untuk melakukan analisisnya bersama,” tuturnya. Sebagai fasilitator ia terus menerus mengingatkan bahwa walikota ini adalah incumbent sehingga dapat dikomparasikan data anggaran apakah konsisten sebelum menjadi incumbent dan sesudah menjadi incumbent. “Data hasil temuan yang dilacak harus krosecek dengan temuan lapangan. Dari situlah kita buat laporannya berdasarkan cross check antara data dan temuan lapangan,” urainya. Dalam setiap kegiatan apapun, Anno mengakui tak luput dari kendala. Namun satu hal kendala yang mereka temukan berasal dari legislatif. Anno berharap temuan-temuan komunitas seharusnya ditindaklanjuti oleh legislatif yang berfungsi sebagai wakil rakyat yang mendengarkan dan memberi penjelasan. Namun kenyatannya, legislatif tidak menjalankan fungsinya dengan benar. Ketika audiensi dilakukan, legislatif dipertemukan dengan dinas terkait, dan warga komunitas. Hadir pula pada pertemuan itu kepala dinas. Ternyata ketika dikonfrontir tentang aturannya darimana, bagaimana pelaksanaannya, hingga mekanismenya mereka tak tahu menahu. Bahkan terkesan tak peduli. Malah menyuruh para kepala dinas untuk menjawab, sementara sebelumnya mereka sudah membahas bersama komunitas. Menurut Mulyadi, hasil pertemuan itu hanya mendengar janji legislatif bahwa mereka akan membuat rekomendasi yang isinya akan membantu. “Fungsi pengawasan yang seharusnya mereka lakukan tak jalan,” tutur Mulyadi. Hal lainnya adalah berasal dari eksekutif yang menganggap audit yang dilakukan adalah audit konvensional dimana berkaitan dengan anggaran dan penggunaannya. Mereka meminta surat resmi hingga menyatakan keberatannya. Namun setelah diberi pemahaman oleh komunitas bahwa audit yang mereka lakukan lebih pada mengukur dampak dan manfaat dari kebijakan pendidikan gratis dan kesehatan gratis, mereka akhirnya mahfum. “Mereka
Draft Desain Laporan Tifa
13
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
sendiri yang menemukan kendala dan mencari problem solvingnya. Jadi mereka berproses sendiri. Biasanya kendala itu kita bahas di FGD dan kita bahas bagaimana mereka mengatasinya. Kita harap komunitas bisa mencari jalan keluar sendiri versi dia dan menemukan model pendekatan penyelesaian masalah yang dia temukan ketika itu,� jelasnya. Berkat kegiatan ini, terjadi perubahan terhadap komunitas. Dalam proses delapan bulan itu, mereka bisa lebih berinisiatif melakukan pengecekan kepada pemerintah. Mereka kemudian berani dan menjadi bisa. Jika menemukan masalah pun, warga komunitas dapat menemukan sendiri pemecahan masalahnya. “Meskipun memang waktunya sangat pendek. Paling tidak ada proses yang mereka lalui dan belajar untuk melakukan inisiatif-inisiatif sendiri ketika menghadapi masalah,� katanya. Hasil kegiatan ini mereka berhasil membuat rekomendasi. Rekomendasi penting tersebut adalah adanya perbaikan sistem pendataan kemiskinan, keseimbangan antara daya tampung rasio guru dengan jumlah murid dan fasilitas pendukung, harus ada kelembagaan untuk pengaduan di dinas pendidikan dan kesehatan, penyediakan obat-obatan sesuai prediksi tingkat kecendrungan penyakit, peniadaan pengeluaran honor pegawai, monitoring dan evaluasi kebijakan secara partisipatif, mekanisme penerimaan siswa baru harus transparan, memberi sanksi guru atau kepala sekolah yang berjualan, budaya menulis dikembangkan kembali agar tidak harus membeli LKS, pihak dinas aktif menyosialisasikan kebijakan sekolah dan kesehatan gratis. Dokumentasi terhadap kegiatan juga dilakukan dengan pembuatan film dan buku berjudul Taktik Politik Gratis. Perubahan di tingkat komunitas cukup menggembirakan, pengadaan obat-obatan direview kembali sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pengadaan obat-obat dasar lebih diperbanyak. Pengadaan obat mengutamakan suplai ke puskesmas, bukan ke rumah sakit rujukan. Soalnya rumah sakit rujukan sudah banyak menyerap dana kesehatan gratis. “Tahun ini anggaran kesehatan dan pendidikan meningkat menjadi 300 persen. Kita tidak tahu apakah karena program audit sosial atau daya serap anggarannya,� tandas Mulyadi.()
14
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
2 Menuju Pelembagaan Audit Sosial
Draft Desain Laporan Tifa
15
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
Penandatangan MoU antara pemerintah kota Makassar dengan YKPM, Yayasan Tifa dan DPRD Kota Makassar, 18 Juli 2011. Dari kiri ke kanan: Walikota Makassar Ilham Arief Siradjuddin, Direktur YKPM Mulyadi Prayitno, dan Program Manager Demokrasi & Pemerintahan Yayasan Tifa Mickael Bobby Hoelman.
16
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
A
udit sosial yang dikerjakan YKPM bersama masyarakat mengundang ketertarikan Pemkot Makassar. Hasil rekomendasi yang diserahkan kepada pemerintah kota, meyakinkan walikota perlu adanya evaluasi bersama mengukur kinerja SKPD yang mengurusi masalah masyarakat miskin. Polemik antara pemerintah provinsi dan pemerintah kota mengenai pendidikan gratis dan subsidi penuh, semakin menebalkan keinginan walikota untuk segera mengukur sejauh mana tingkat implementasi program yang dikeluarkannya. Perbedaan pendapat dalam memaknai pendidikan gratis dimana pemprov menyerang walikota sebagai orang yang melanggar konstitusi. Sementara walikota yakin, subsidi penuh tetap mengakomodir anggaran pendidikan bagi kalangan tak mampu. “Pemkot bukan menolak pendidikan gratis, ia menolak substansi pendidikan gratisnya. Soalnya pendidikan gratis lebih pada membiayai guru dan bujang sekolah, tidak termasuk dalam pembiayaan siswa miskin dan pembangunan sekolah maupun buku-bukunya. Berarti tak menyeluruh membiayai pendidikan, sehingga istilah yang lebih cocok digunakan menurut walikota adalah subsidi penuh,� tutur Mulyadi. Mulyadi mencoba meyakinkan Walikota Ilham Arief Sirajuddin bahwa audit sosial akan menempatkan konsep dan implementasi subsidi penuh dan gratis secara proporsional. Porsi pendidikan gratis menurut pemprov akan terlihat jelas, begitupun subsidi penuh. Sehingga polemik dapat lebih dikurangi, dan pemerintah bisa lebih fokus menjalankan kebijakan. Setelah proses menjelaskan itu, walikota langsung menyetujui. Ia bersedia menandatangani kontrak Memorandum of Understanding (MoU) dalam proses audit sosial kebijakan publik terkait program penanggulangan kemiskinan guna membangun akuntabilitas pemerintah daerah. Kendati setuju ingin berkolaborasi, namun ternyata proses menuju penandatangan kesepakatan menemui hambatan. Pasca terpilih sebagai ketua Demokrat, Walikota Aco sulit ditemui. Mulyadi bersama Heri dan Edy Aryadi menemui di rumahnya dan menunggu hingga tengah malam, tetap tak juga bisa menindaklanjuti pembicaraan awal. Walikota sangat sibuk dengan acara
Draft Desain Laporan Tifa
17
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
yang sangat padat. “Meski kita tunggui tetap susah temui dia,” ucapnya. Walikota tidur pukul 03.00 dinihari dan bangun pukul 05.00 pagi. Hingga akhirnya berhasil kami temui disela kesibukannya pada tanggal 18 Juli 2011. Saat itu juga dilakukan penandatanganan memorandum kesepakatan audit sosial gerakan membangun akuntabilitas program penanggulangan kemiskinan di ruang kerja Walikota Makassar sekitar pukul 15.00 wita. Hadir saat itu Program Manager Tifa Foundation Bobby Hoelman. Model audit sosial cukup beragam. Salah satunya adalah audit sosial berbasis komunitas atau disebut People Audit. Konsep people audit ini memberi porsi yang cukup besar kepada masyarakat untuk melakukan pengawasan dan penilaian. Namun hasil yang diperoleh masih sepihak karena belum melibatkan pula pemerintah. Idealnya audit ini dapat melibatkan pemerintah untuk bisa saling mencari temuan, melakukan klarifikasi bersama, dan memberikan penilaian bersama-sama. “Kita ingin ada obyektivitas. Kalau kita hanya menggunakan versi masyarakat maka kita tak bisa pungkiri subyektivitas. Maka perlu dilakukan bersama-sama,” terang Rusman Anno. Menurut Anno pengembangan-pengembangan dari ide sebelumnya adalah aspek selanjutnya yang menjadi tujuan program agar lebih mendapat hasil maksimal. Tak aneh, bila metodologi dan tools juga semakin berkembang. Bahkan tools yang mereka sepakati bersama pada program sebelumnya bukan harga mati. Tidak paten.Tools dapat dikembangkan lagi. Proses ini merupakan learning by doing. Selalu belajar dari pengalaman. “Apa yang jadi pengalaman ketika kami menemukan sesuatu, itu kami refleksikan, kemudian mengevaluasi dan menemukan satu formulasi yang baru yang kemudian bisa dikembangkan lagi. Formulasi itu diuji lagi, ditemukan lagi hal baru, dirumuskan lagi, lalu diformulasikan lagi, dan kemudian diuji lagi. Ini akan terus berkembang,” ungkapnya.
18
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
Program audit sosial tahap kedua ini lebih memfokuskan pada anggaran penanggulangan kemiskinan agar dapat lebih tepat sasaran. Agar implementasi dan mekanisme berjalan dan mendapatkan bentuk-bentuk yang tepat sasaran maka istilah dan implementasi dibedah dalam perspektif yang berbeda. Bukan lagi menggunakan istilah pendidikan gratis tetapi subsidi penuh. Untuk lebih tepat sasaran maka instrumen audit sosial akan lebih sistematis dalam mengimplementasikan strategi program supaya lebih tepat sasaran.Masyarakat kini tak lagi bekerja sendiri tapi berkolaborasi dengan pemerintah kota khususnya SKPD terkait. Kalau kemarin pelatihan khusus diberikan kepada masyarakat, kini dibuat Training of Trainer (TOT) bagi fasilitator yang direkrut dari 10 orang yang mewakili empat SKPD (BPM, BKKBN, Dinas Pendidikan, dan Dinas Kesehatan serta 10 orang masyarakat yang mewakili lima kecamatan yakni Panakkukang, Tallo, Ujung Tanah, Mariso, dan Tamalate. Sebelumnya dilakukan lebih dahulu workshop MoU, lalu kemudian TOT, dan berlanjut pada FGD atau membaca dokumen bersama-sama. “Trainingnya sama-sama, membaca dokumen sama-sama pula. Dokumen disiapkan pemerintah oleh SKPD terkait baik APBD, SK-SK yang berkaitan dengan program, RPJPD, rencana anggaran, pengelola, penanggungjawab program, lalu kemudian sama-sama membedahnya. Ini tidak sepihak lagi. Kita inginkan agar pemerintah terbuka agar sasaran dan tujuan dapat ditangkap serta dapat dilakukan perbaikan program,� ungkap Program Manager Audit Sosial Tahap kedua Edy Aryadi atau Pipit. Pemerintah Kota Makassar menargetkan penurunan jumlah penduduk miskin pada 2011 sebanyak 2,5 persen atau sekitar 1.587 kepala keluarga yang tersebar di 14 kecamatan. Jumlah kepala keluarga di 14 kecamatan adalah 248.498 KK, sedangkan penduduk miskin sebanyak 62.096 KK. Beberapa strategi penanggulangan kemiskinan telah dimasukkan dalam rencana strategi (renstra) seperti penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan, penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan dan berbasis kegiatan produktif. Tak salah jika empat SKPD menjadi sasaran audit sosial yakni Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) yang khusus
Draft Desain Laporan Tifa
19
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
menelisik program life skill, BKKBN yang khusus memantau program Alat Kontrasepsi (Alkon), Dinas Pendidikan yang khusus menginvestigasi pendidikan bersubsidi dan Dinas Kesehatan khusus melihat program Nutrition Improvement through Community Empowerment (NICE). Berdasarkan pembacaan dokumen secara bersama-sama dengan melihat SK pelaksana kegiatan, kebijakan program, RPJM, Renstra, Anggaran, Pengelolaan, dan penanggungjawab, lalu kemudian dimulai indepth interview (wawancara mendalam). Wawancara ini berdasarkan tools yang sudah disepakati bersama ketika TOT lalu. Misalnya untuk tools pendidikan item indikator adalah penyelenggara, cakupan, siapa, hasil dan dampak. Ini item yang standar yang kemudian dikembangkan pada daftar yang akan ditelisik lebih jauh. Item indikator lalu dikembangkan dalam proses diskusi, disepakati lalu kemudian dilaksanakan dalam bentuk implementasi indepth interview.
Pembelajaran Pengalaman YKPM menunjukkan: 1. Warga yang terorganisir dan kritis menjadi salah satu faktor yang mempermudah proses audit sosial. 2. Ketersediaan dokumen menjadi salah satu prasyarat mutlak. 3. Keterlibatan pemerintah dapat membuat hasil audit sosial direspon dengan memadai dan berdampak pada perubahan kebijakan dan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik
20
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
Mickael Bobby Hoelman:
“Audit Sosial itu Harus Transformatif� Sebenarnya apa sih audit sosial itu? Audit sosial adalah upaya untuk mendorong lahirnya pertanggungjawaban pemerintah hingga pemberi layanan kepada warga. Dalam praktiknya, upaya ini juga bersamaan melahirkan kepercayaan kepada warga bahwa mereka memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban itu. Secara ringkas, audit sosial yang dikembangkan oleh Tifa setidaknya melingkupi tiga elemen utama, yakni: dilakukan oleh warga, untuk menilai dampak sosial dari suatu kebijakan/ program/layanan, dll. dan menjawab masalah-masalah sosial (transformative). Mengapa audit sosial itu yang dipilih oleh Tifa? Audit sosial dipilih karena refleksi Tifa menunjukkan bahwa pelibatan warga dalam perancangan kebijakan hingga perumusan anggaran masih semu. Audit sosial yang dipilih Tifa dapat dilihat sebagai jalan lain untuk kembali mempengaruhi kualitas perancangan kebijakan dan perumusan anggaran yang menyertainya. Idealnya bagaimana audit sosial itu dilaksanakan? Bagaimana di Indonesia hal tersebut dilaksanakan? Idealnya, audit sosial pertama dapat menumbuhkan kepercayaan di warga bahwa mereka memiliki hak untuk melakukan pengawasan dan penilaian terhadap kebijakan maupun kualitas pelaksanaan
Draft Desain Laporan Tifa
21
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
kebijakan. Kepercayaan inilah yang selanjutnya diikuti oleh keterampilan warga untuk mengugat akuntabilitas melalui serangkaian metode di dalam audit sosial. Idealnya sebuah upaya audit sosial dapat dilakukan langsung oleh warga untuk menilai dampak-dampak dari kebijakan/ program/ layanan, dll. dan mampu menjawab masalah-masalah sosial (transformative). Sejauh ini Tifa sudah melaksanakan audit sosial di mana saja? Tifa pertamakali mengembangkan pendekatan audit sosial di 15 wilayah di Indonesia melalui kemitraannya dengan Gerakan Anti-pemiskinan Republik Indonesia (GAPRI) untuk melakukan audit sosial terhadap kebijakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri pada tahun 2009. Hasil-hasil dari kemitraan ini menjadi bahan pembelajaran bagi pengembangan upaya audit sosial di daerah pada tahun 2010 dan seterusnya. Hingga hari ini, audit sosial telah dilaksanakan oleh Tifa bersama mitra-mitranya di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Medan Sumatera Utara, Sukabumi Jawa Barat, Kota Makassar dan Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, hingga Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dari pengalaman Tifa keberhasilan apa saja yang sudah dipetik? Banyak hal yang dapat dipetik, diantaranya yang paling banyak mengemuka bahwa istilah audit sosial memang belum terlalu banyak dikenal oleh para pihak, termasuk warga. Bagi pemerintah, istilah audit dipandang menyeramkan, dan tidak patut dilakukan oleh warga sendiri secara langsung. Sementara, pada sisi pendekatan dan metode, metodelogi audit sosial berkembang dan diperkaya oleh pembelajaran khas di beragam daerah. Beberapa daerah menggunakan audit sosial sebagai alat pemberdayaan hak warga, sementara di daerah yang lain ia lekat sebagai alat advokasi bahkan ada yang mengembangkannya sebagai alat kerjasama (engagement) dengan pemerintah atau pemberi layanan. Sebagai sebuat pendekatan, audit sosial berhasil mendorong kesadaran warga atas hak mereka (rights holder) untuk melakukan pengawasan dan penilaian, berbarengan ia juga telah meminta pemerintah dan para pemberi layanan untuk senantiasa bercermin terhadap kinerjanya sebagai para pemegang tanggung-jawab (duty bearer).
22
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
Dari pengalaman Tifa apa yang menjadi manfaat utama dari audit sosial? Banyak manfaat yang didapatkan dari audit sosial selaian meningkatkan kesadaran dan keterampilan warga dalam menuntut pertanggunggugatan pemerintah/ pemberi layanan. Di berbagai daerah, manfaat audit sosial biasanya bervariasi dari level komunitas, misalnya tumbuhnya solidaritas warga dalam menjawab masalah sosial yang ditemukan oleh audit sosial hingga tanggapan pemberi layanan atau pemerintah terhadap keluhan-keluhan praktis warga misalnya stok obat, ketidakhadiran bidan sampai pembangunan saluran air bersih desa. Sementara di level pemerintah, manfaat terutama dari audit sosial adalah kemampuannya untuk menemukenali kendala yang dihadapi oleh pelaksanaan kebijakan langsung di lapangan. Apa hambatan utama dalam melaksanakan audit sosial? Hambatan utama dan terutama dalam melaksanakan audit sosial adalah memastikan bahwa tanggapan pemberi layanan atau pemerintah terhadap temuan-temuan audit sosial benar-benar sesuai dengan waktu dan kebutuhan warga. Saat ini audit sosial telah berhasil menyediakan umpan balik pengawasan dan penilaian dari lapangan secara langsung dan dalam waktu yang relative cepat ketimbang pendekatan-pendekatan birokratis atau politik yang tersedia saat ini. Meski begitu, tanggapan atau respon yang juga relative cepat dan tepat sasaran diperlukan untuk memastikan setiap temuan dari audit sosial tidak membusuk (decay) atau kurang relevan karena daya tanggapnya yang lama sebagaimana pendekatan-pendekatan yang lain. Menurut Tifa, apakah pendekatan audit sosial ini sudah memadai? Apa yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan? Seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya, pendekatan audit sosial masih memerlukan perbaikan metodelogi terutama terhadap tanggapan atau respon yang dibutuhkan dari setiap temuan-temuannya. Selain itu, sebagai sebuah pendekatan, audit sosial memerlukan pelembagaan lebih lanjut di tingkat komunitas untuk memungkinkannya sebagai sebuah bagian dari siklus pengawasan dan penilaian mandiri oleh masyarakat. Di aras kebijakan, pendekatan audit sosial dapat dipertimbangkan untuk diadopsi oleh pemerintah ke dalam mekanisme monitoring dan evaluasi pembangunan sebagaimana dipraktikkan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Draft Desain Laporan Tifa
23
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
3 Pengalaman Komunitas Dalam Melakukan Audit Sosial
24
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
Draft Desain Laporan Tifa
25
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
Umrawati:
“Audit Sosial Membuat Kita Percaya Diri dan Berani Bersuara” “Setelah ikut dalam program audit sosial, saya berani bersuara,” ucap Umrawati, auditor sosial dari komunitas Nelayan Laelae. Urusan sekolah, listrik hingga pelayanan kesehatan yang tak adil bagi masyarakat Lae-lae tak luput dari protesnya. Ibu dua anak ini tak lagi sungkan menanyakan kebijakan publik yang memarjinalkan komunitasnya. Berkat pelatihan dan dampingan YKPM dalam membaca dokumen pemerintah, ia kini tahu banyak kebijakan yang seharusnya memihak masyarakat miskin. Bertahun-tahun ia nunut saja apapun yang dilakukan pemerintah kota. Perbaikan sekolah di lingkungannya yang akan merenovasi bangunan sekolah, ia tak ambil peduli. Obat-obatan yang sama untuk penyakit berbeda tak membuatnya bertanya. Dokter yang jarang datang ke Puskesmas Pembantu (Pustu) dan paramedis yang tak satupun menetap di Laelae tak mau ia urusi. Namun berkat pelatihan audit sosial, ia bersama 20 warga lain yang mengikuti pelatihan yang sama berani mempertanyakan semuanya. Ia lalu tahu hak-haknya. Kepala sekolah yang kepala batu tak memasang papan pengumuman tentang jumlah anggaran renovasi sekolah, ditelanjangi. Pembayaran uang gedung, buku hingga keputusan sekolah yang tak melibatkan komite sekolah, menjadi bahannya untuk melucuti kebijakan kepala sekolah. “Kalau tidak, kami akan bertanya terus. Langkah selanjutnya kami pertanyakan kepada kepala dinas pendidikan. Lagipula ada mekanisme FGD (Focus Group Discussion),” tegas auditor
26
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
“Sekarang saya tidak takut. Makanya saya berani cerita sekarang. Masak saya mau takut lagi. Kalau saya diapa-apakan saya bisa mengadu” (Umrawati)
bidang pendidikan ini. Dulu ia acap kesal, sedikit-sedikit anaknya minta uang untuk membayar hal-hal terkait sekolah. Kini ia sudah merasa terbantu tak lagi harus mengeluarkan duit setiap saat. “Kalau disini melenceng dari janji, masyarakat sudah langsung bergerak,” kata perempuan 37 tahun ini. Masyarakat lain di komunitas nelayan selain dirinya juga sudah berani. Soal alat kontrasepsi yang harus dibeli kini sudah dibenahi. Namun, permintaan agar paramedis menetap di Laelae belum mendapat respon. “Paling tidak, obat-obatannya tidak sama lagi untuk penyakit yang berbeda,” kata Umra tertawa. Kendati listrik tak masuk dalam program audit sosial, ia tetap meluangkan waktunya untuk mengadvokasi warga. Bisa jadi lantaran ia juga merasakan langsung dampaknya. Ia bersama warga mempertanyakan mahalnya pembayaran listrik per bulan di tiap rumah tangga. Setiap rumah tangga membayar di kisaran Rp 100 ribu. Padahal jadwal listrik dihidupkan antara pukul 18.00 Wita hingga 00.00 Wita. Setelah waktu itu, listrik secara otomatis akan padam. Ia
Draft Desain Laporan Tifa
27
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
membandingkan warga Kota Makassar yang kerap hanya membayar di kitaran Rp 30-60 ribu. Padahal listrik menyala seharian. Ia menilai ada permainan. Ia meminta PLN membenahi persoalan itu. Menurutnya, seorang warga mendapat backing dari PLN sehingga seenak perutnya mempermainkan jumlah pembayaran setiap bulannya. “Oknum ini juga yang memasang alat kilometer pada kami. memang dia yang menanggung lebih dulu, tapi akhirnya dia mengendalikan semuanya,� ungkapnya. Mengungkapkan persoalan ini sebenarnya cukup beresiko. Oknum yang dimaksud Umrawati adalah tokoh masyarakat yang disegani di pulau Laelae bernama Haji Ikkong. Suatu ketika seorang ibu pernah memprotes pemasangan kilometer yang harganya mencapai Rp 3,5 juta, padahal harga resmi untuk pemasangan kilometer Rp 1 juta saja. Tapi tak disangka, ia harus menelan pil pahit. Alat kilometer dengan paksa dicabut oleh Haji Ikkong. Masyarakat hanya diam saja melihat kelakuan sang Haji. “Sekarang saya tidak takut. Makanya saya berani cerita sekarang. Masak saya mau takut lagi. Kalau saya diapa-apakan saya bisa mengadu,� ucapnya.
28
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
Agus:
“Tegas menuntut Transparansi, Menghasilkan Perubahan�
Tak seperti rekannya, Umrawati, Agus Baitullah lebih kalem. Bicara tanpa ekspresi. Bahkan kerap omongannya tak terlalu runut. Namun sebagai auditor sosial di komunitasnya ia dikenal cukup garang. Ia bisa melabrak kepala sekolah yang tak memasang papan pengumuman pada pembangunan atau renovasi sekolah. Ia juga berani mempertanyakan komite sekolah yang tidak dilibatkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sekolah. Tentu ini tak berani ia lakukan seandainya tak mengikuti pelatihan audit sosial dari YKPM, penguasaan dalam membaca dokumen kebijakan publik, proses penelisikan kejanggalan kebijakan, dan akses pada pemegang kebijakan untuk mempertanyakan hak-hak warganya yang terabaikan. “Kami berani mengungkapkan masalah itu karena kami sudah ada pegangan sama fondasi selama ini ketika mengikuti pelatihan. Karena kami sudah tahu, maka kami bisa pertanyakan jika ada ganjalan dalam pendidikan atau kesehatan. Kita bisa langsung menanyakannya,� ungkapnya. Sebagai nelayan, seperti masyarakat Laelae lainnya, ia tak ambil pusing dengan urusan politik. Ia hanya tahu, ia harus melaut untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Hingga suatu saat ia direkrut dalam sebuah program YKPM. Ia menceritakan bahwa pelatihan audit sosial dilakukan
Draft Desain Laporan Tifa
29
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
bersama beberapa warga Lae-lae di restoran Pualam. Restoran ini cukup dijangkau 15 menit dari tempat tinggalnya menggunakan sampan atau perahu bermesin. Dalam pelatihan itu ia mendapat bagian menelisik dokumen dan implementasi kerja bidang pendidikan gratis (subsidi penuh). Sebagian temannya yang lain membidani kesehatan. Ayah dua anak ini sangat mengingat bahwa ketidakadilan terjadi apabila anggaran atau kebijakan publik tak disampaikan secara transparan. “Pembagian ini cukup bagus supaya tidak terlalu banyak yang ikut urusi masalah yang sama,’ tuturnya. Ia lalu menangani sejumlah kasus. Ia melihat untuk sekolah di lingkungannya ternyata mendapat banyak dana-dana. Misalnya dana BOS dan subsidi penuh. Tapi ternyata, ketika pembangunan sekolah, rincian bahan yang dibeli tak dijelaskan secara rinci. “Seharusnya ada papan yang memasang pengeluaran sekian, pemasukan sekian,” ujarnya. Melihat adanya kejanggalan, ia meminta kepala sekolah menjelaskan hal itu. Ia menyarankan kepala sekolah harus transparan. Ternyata dari hasil telisik anggaran yang tidak transparan, Agus menemukan kalau ternyata selama ini sekolah tak pernah melibatkan komite sekolah dalam kebijakan mengenai sekolah. “Kepala sekolah tak pernah mengundang komite sekolah,” katanya. Sementara komite sekolah seharusnya terlibat pada apapun yang menjadi kebijakan sekolah. Ini malah komite sekolah yang beranggotakan orangtua murid dan tokoh masyarakat Laelae tak pernah terlibat bahkan tak tahu dimana mengalirnya dana bantuan untuk sekolah. Agus bersama rekannya terus merongrong. Dalam sebuah FGD dengan kepala dinas pendidikan dan stafnya, ia mempertanyakan sejumlah temuannya. Hasilnya, kepala sekolah tersebut mulai berubah. Kebijakan sekolah yang melibatkan anggaran dan lainnya kini sudah dicantumkan dalam papan pengumuman. “Sekarang di sekolah sudah ada perubahan. Buku-buku dan danadana sudah berjalan baik. Kalau kita melakukan tugas mengaudit, kepala sekolah sudah mau mendengar,” ucapnya.
30
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
Meski tak terlibat dalam bidang kesehatan, Agus menceritakan bahwa permintaan warga kepada dinas pendidikan agar paramedis berada 24 jam di Pustu Laelae belum mendapat respon positif. Suatu saat dalam sebuah pertemuan dengan dinas kesehatan agar menempatkan satu petugas puskesmas. Pasalnya, jika malam hari warga sakit, tak bisa ditangani oleh tim kesehatan. Akhirnya, mereka harus menunggu hingga pagi hari untuk menuju ke rumah sakit di kota. “Tapi tak ada realisasi sampai sekarang,� ungkapnya. Di bidang kesehatan perubahan hanya terjadi pada perubahan sikap Rumah Sakit Stella Maris. Jika tadinya bila warga Laelae mendatangi rumah sakit swasta tersebut, kerap kali mendapat penolakan. Terutama warga yang memegang kartu Jamkesmas untuk berobat gratis. Dulunya warga diam saja ketika datang, petugas akan mengatakan bahwa ruang untuk berobat gratis sudah penuh. Mereka pun mahfum dan beranjak mencari rumah sakit lain yang mau menerima mereka, meski lokasinya lebih jauh. Namun, kini masyarakat sudah berani. Jika petugas mengatakan full mereka langsung ke ruangan khusus Jamkesmas. “Makanya mereka tak bisa bohong lagi atau tolak kita lagi,� katanya. Selama surat-surat lengkap, warga Laelae yang ingin berobat tak mendapat penolakan lagi.
Draft Desain Laporan Tifa
31
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
Mengenai listrik, Agus mengatakan sudah tak ada masalah lagi. Pembayaran iuran per bulan tak lagi semahal dulu. Ternyata mahalnya pembayaran listrik akibat oknum PLN yang melakukan korupsi. “Kini kita sudah dipasangi kilometer yang berasal dari PLN, sehingga kini tak lagi membayar lebih besar,� tuturnya. Namun, ia kecewa dengan Walikota Ilham Arief Siradjuddin. Janji-janji tak pernah ditepati. Padahal, ia bersama warga lain ikut serta ketika Aco menandatangani kontrak sosial dengan warga. “Janjinya mau menyediakan perahu buat menyeberangkan anak-anak ke sekolah. Kita sudah sampai meminta ke dinas pendidikan, tapi sampai sekarang belum ada realisasi. Kami masih terus menunggu janji ini direalisasikan,� tandasnya.
32
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
Ningsih:
“Dinas Tak Menyediakan Dokumen, Audit Sosial pun Terhambat�
Sebagai kelompok dampingan YKPM untuk pemberdayaan kaum perempuan, ia mewakili perempuan di komunitasnya mengikuti sejumlah pelatihan sebelum memulai audit sosial. Pelatihan membaca anggaran ia ikuti sebelum akhirnya bersama empat komunitas lainnya mengikuti pelatihan khusus auditor sosial. Setelah pelatihan itu mereka dibagi dalam dua kelompok besar untuk memantau pada bidang kesehatan dan pendidikan. Ia memilih pendidikan. Bidang pendidikan dikerjakan oleh dua komunitas yakni komunitas Pa’baengbaeng dan Laelae. Komunitas Kaluku Bodoa dan Antang khusus memantau kesehatan. Jika menemukan masalah di masyarakat setelah FGD pada masing-masing komunitas, mereka lalu bersama-sama ke dinas kesehatan atau pendidikan untuk melakukan audiens. Proses ini mereka lakukan selama delapan bulan. Pertemuan dengan anggota DPRD Kota Makassar adalah puncak dari permintaan klarifikasi kepada pejabat publik terkait persoalan atau kejanggalan yang mereka temukan. Temuan-temuan masalah di Dinas Pendidikan berdasarkan hasil amatan dan laporan masayarakat di lingkungannya.�Ini kami padukan antara temuan di lapangan dan laporan komunitas,� katanya. Sebab beberapa warga di komunitasnya pernah mengikuti pelatihan audit sosial maka mereka sudah paham bagaimana mengadvokasi diri. Namun ketika menemui hambatan menurut Ningsih, mereka baru mendatangi anggota auditor sosial lainnya. Ningsih mengungkapkan dari lima audit sosial di komunitasnya yang terpilih, hanya dia dan Syarifuddin
Draft Desain Laporan Tifa
33
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
“tidak ada proses membaca dokumen karena sulit mengajak kerjasama dinas-dinas. Mudah-mudahan program kedua ini karena sudah kerjasama dengan pihak pemerintah kota, kita lebih mudah mendapatkan dokumen,” (Ningsih)
yang cukup aktif dan intens bergerak. “Sehingga hanya dua dari kami ini yang kerap mendapat laporan dari masyarakat,” tuturnya. Mekanisme yang dilalui auditor sosial menurut Ningsih seharusnya adalah pembacaan dokumen. Karena dokumen agak sulit diperoleh maka, auditor sosial menelisik temuan sambil jalan. Dinas pendidikan menurut Ningsih sangat sulit diajak bekerjasama. Sehingga tak ada dokumen yang bisa mereka pegang. Alhasil, baru ketika menemui kejanggalan di lapangan, mereka memberitahu pihak koordinator program. Untuk menyinkronkan antara temuan lapangan dengan dokumen baru bisa dilakukan ketika proses analisis dilaksanakan. “Kemarin tidak ada proses membaca dokumen karena sulit mengajak kerjasama dinas-dinas. Mudah-mudahan program kedua ini karena sudah kerjasama dengan pihak pemerintah kota, kita lebih mudah mendapatkan dokumen,” jelasnya.
34
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
Selama proses pemantauan di lapangan Ningsih menemukan sejumlah kejanggalan yang dilakukan sekolah-sekolah. Pengamatan Ningsih, yang sangat memberatkan orangtua adalah buku Lembar Kerja Siswa (LKS). Buku jenis ini wajib dibeli. Harganya dibanderol Rp 10.000 tiap mata pelajaran. Yang lebih mengganggu adalah pembayaran uang bangku. Hampir setiap sekolah negeri memberlakukan wajib bayar uang bangku, kalau tidak harus duduk di lantai. Harga setiap bangku dibanderol antara Rp 250 ribu sampai Rp 500 ribu. Tak hanya duduk di lantai ganjarannya, ujian semester pun tak diikutkan. Kejanggalan sekolah yang cukup unik adalah sekolah-sekolah negeri baik SMP dan SMA menyediakan ruang bagi anak yang bisa membayar masuk kendati tak lulus dalam proses seleksi dengan membayar dengan nilai tertentu. Sistem sogok menyogok di sekolah ini dikenal dengan nama letjen, lewat jendela. Salah satu anak menjadi korban. Ia bersama sekitar 10 anak lainnya di SMP Negeri 27 menolak pembayaran. Meski beberapa akhirnya mengalah, namun selebihnya akhirnya tinggal kelas. Nurung Pallangi salah satunya. Ia kini tak naik kelas. Ingin pindah ke sekolah lain malah dipersulit. Sekolah tak mau menyerahkan surat pindah dan rapor. Mereka tetap memaksa orangtua Nurung membayar uang bangku lebih dulu. Jika membayar ia diberi pilihan tetap sekolah di SMPN 27 dan tinggal kelas atau rapornya dinaikkan dan bisa ke sekolah lainnya. Namun Musdalifah, orangtua Nurung, tak bergeming. Ia tetap ingin pindah tanpa harus mengeluarkan biaya apapun. “Loh kalau saya bayar, siapa yang pakai bangkunya, anakku kan akan pindah sekolah,� jelasnya. Ihwal tinggal kelasnya Nurung sangat tragis. Tiap hari guru wali kelasnya meminta bayaran uang bangku. Lantaran tak pernah bisa membayar, ia malu ke sekolah. Tiba ujian, ia datang, tapi malah tak diperkenankan ikut. Buat Musdalifah selama ini dia mahfum dengan pembayaran uang masuk. Meski kaget dengan jumlahnya Rp 400 ribu termasuk di dalamnya baju sekolah yang belum dijahit dan buku pelajaran. Untuk uang masuk, Musdalifah berusaha keras mencari. Ia adalah orangtua tunggal dengan lima anak yang masih kecil. Ia menghidupi keluarganya dengan berjualan kue. Nurung anak keduanya, yang pertama sudah sekolah di
Draft Desain Laporan Tifa
35
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
sebuah sekolah kejuruan. Ia sudah mewanti-wanti pihak sekolah kalau dirinya warga miskin. Makanya ia melengkapi dengan surat keterangan miskin dari RT dan kelurahan. Pembicaraan mengenai uang bangku tak pernah dibahas sebelumnya. Tapi setelah masuk sekolah, kewajiban ini datang dan membuatnya kaget. Ia berusaha mendatangi guru dan kepala sekolah tapi tak digubris. Langkah terakhir, ia mendatangi Ningsih. Melaporkan kondisi yang dialaminya. Ningsih ingin memediasi, maka ia mendatangi guru sekolah. Ternyata jawaban dari pihak sekolah membuat Ningsih kaget. “Pembayaran uang bangku ternyata berasal dari permintaan dinas pendidikan,” tuturnya. Alasannya, dinas pendidikan mengizinkan lantaran sekolah tengah dalam proses membangun. Sementara, Ningsih mengamati tak ada renovasi atau proses pembangunan sekolah. Ningsih berusaha mendatangi Dinas Pendidikan untuk mengklarifikasi persoalan. Namun tak ada respon. Begitupun dengan surat yang ia kirimkan. “Sekarang anak-anak di lingkungan kami sudah tidak mau sekolah di negeri. Bayarannya lebih mahal dari sekolah swasta. Padahal dana BOS dan dana pendidikan gratis sama-sama mereka dapatkan. Ini aneh,” ungkapnya. ia punya pengalaman yang menurutnya sangat buruk. Ketika mengadvokasi atau mengklarifikasi ke dinas pendidikan, pihak Dinas Pendidikan selalu mencoleknya dan bilang tak usah bilangbilang (tentang masalah komunitasnya). Ia bahkan diiming-imingi kemudahan kalau tak mempersoalkan kejanggalan di Dinas Pendidikan. “Mereka malah menggampangkan persoalan,” ucap Ningsih. Khusus di lingkungannya sekolah dasar yang bersubsidi penuh tak ada masalah. Di komunitas Kaluku Bodoa keluhannya adalah masalah sanitasi sekolah, sedangkan komunitas Laelae mempersoalakan transportasi anak sekolah baik perahu dan angkot. Sedangkan keluhan SMP di komunitas Antang mengenai sekolah-sekolah negeri yang tidak memperkenankan anak sekitar lokasi tersebut bersekolah di sana. padahal sekolah itu dekat dengan lingkungan mereka. Pihak sekolah sengaja memberikan syarat khusus agar tak dapat lolos masuk dalam proses seleksi.
36
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
Masalah yang kerap menghantui para orangtua juga mengenai uang baju. Kendati lulus tes masuk sekolah negeri bayaran sekolah gratis (hasil amatan di SMP 24, SMP 3, SMP 1, SMP 27) namun siswa tetap diwajibkan membayar uang baju. Untuk satu anak wajib menbayar antara Rp 400 ribu sampai Rp 900 ribu (SMPN 3 Makassar). Tak ada masalah dengan baju olahraga, hanya saja baju seragam, batik dan pramuka ternyata diberi bukan dalam bentuk jadi tetapi hanya bahan kain saja. “Wah ini harus dijahit lagi, sementara bayarn tukang jahit hampir sama harganya dengan bahan kain,” terang Ningsih. Ningsih mengungkapkan dirinya pernah menanyakan persoalan ini kepada pihak sekolah. Jawaban pihak sekolah sungguh mengejutkan, ternyata pengadaan kain adalah proyek pribadi kepala Dinas Pendidikan. Penjualan kain baju sekolah ini berlindung di bawah koperasi sekolah, sehingga mampu menutupi. “Hasil penjualannya disetor sama bos, siapa lagi bosnya kepala sekolah selain kepala dinas,” ungkapnya. FGD biasanya dilaksanakan di masing-masing komunitas. Misalnya untuk komunitas Pa’baengbaeng mempermasalahkan tentang kondisi sekolah atau kenjanggalan implementasi kebijakan pendidikan gratis di sekolah. Dari FGD tersebut pihak Dinas Pendidikan atau Dinas Kesehatan memberi klarifikasi. Kerap dalam pertemuan grup itu, ada yang berhasil mereka kompromikan, ada yang alot dibicarakan dan berhasil diselesaikan. Nah, jika kasus tak bisa diselesaikan di tingkat FGD, jalan terakhir adalah mendatangi dinas terkait. Di sana mereka secara berombongan dari seluruh anggota komunitas mendatangi dinas tersebut. Biasanya kunjungan dilakukan kepada pemegang kebijakan tertinggi semisal kepala dinas. Proses ini biasa disebut audiensi. “Kalau Dinas Kesehatan cepat merespon jika ada keluhan. Beda dengan Dinas Pendidikan tak merespon sama sekali. Kelemahan di dinas kesehatan hanya satu kalau kita datang janjinya jam 10.00 tahu-tahu molor dua jam. Kalau Dinas Pendidikan tepat waktu tapi jawabannya selalu nantipi kami lanjutkan. Tapi tinggal nanti, tak ada realisasi. Kita tak pernah puas kalau Dinas Pendidikan,” ungkapnya.
Draft Desain Laporan Tifa
37
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
Yang cukup membuat kesal adalah tingkah laku anggota DPRD Kota Makassar ketika ingin ditemui warga untuk klarifikasi. Kendati sudah diberi undangan yang menyampaikan rencana kedatangan komunitas, namun ketika berada di kantor dewan tak satupun mengerti maksud kedatangan mereka. Bahkan mereka saling tunjuk untuk mengalihkan tanggungjawab. Ketika audiens dengan anggota dewan tersebut, seluruh SKPD terkait hadir baik staf dan kepala dinas. Salah satu wakil Komisi D dan Badan Kehormatan DPRD kota Makassar Erna Amin menerima mereka. Namun, baru saja membuka rapat pertemuan itu ia mendapat telepon untuk hadir pada sebuah rapat penting dan mengesampingkan rapat hearing dengan warga. Diiringi permintaan maaf dan berjanji akan mengundang komunitas warga melalui YKPM. Namun hingga hari ini tak ada satupun undangan yang datang. “Saya sudah bilang jangan pernah harap kalau dari dewan, kita saja yang datang dia tidak siap apalagi mau mengundang,” tuturnya. Proses terakhir adalah menganalisis hasil temuan dan menyinkronkan data. Ningsih menyebut proses menganalisis data merupakan proses yang kerap menjadi kendala. Pasalnya sejumlah auditor belum terlalu piawai membuat analisis. Ningsih akui hal itu terjadi lantaran pengetahuan mereka belum memadai. Beberapa kali empat komunitas tersebut bersama dengan koordinator program melakukan analisis secara bersama-sama. “Jadi yang kebanyakan kerjakan ya koordinator program, kita sendiri kurang sekali pengetahuan dalam menganalisis,” ungkapnya. Ningsih berharap program kedua yang kini sementara berjalan dan masih dalam proses pembacaan dokumen, dinas-dinas terkait lebih gampang memberikan dokumen yang dibutuhkan. Ia optimis dengan dinas lain, namun ia tak bisa yakin dinas pendidikan bersedia memberikan dokumen yang dibutuhkan. “Dinas Pendidikan sulit mau membuka dokumennya,” ucapnya. Dan beberapa waktu lalu terbukti, Dinas Pendidikan memang bersedia menemui mereka dalam sebuah pertemuan, namun tak ada persiapan sama sekali terutama dalam menyiapkan data. “Padahal kami butuh item-item apa saja yang dibiayai untuk subsidi penuh ini,” tandasnya.
38
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
Andi Naisyah:
“Program Gagal Karena Asal Bapak Senang, Audit Sosial Membantu Mengatasinya�
Program audit sosial tahap pertama, Dinas Kesehatan termasuk instansi yang paling merespon kerja para auditor. Ketika ada keluhan, klarifikasi, kejanggalan implementasi kebijakan, instansi yang mengurusi orang-orang sakit ini menyediakan waktu untuk berbicara dengan masyarakat. Kendati ada permintaan yang belum bisa diwujudkan, namun beberapa tuntutan dasar seperti pemenuhan obat-obatan sudah terealisasi. Jika beberapa instansi mempertanyakan nama audit sosial dan tampak dianggap momok lantaran istilah ini sangat dekat dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyelidiki ketidaksinkronan anggaran di pemerintahan, namun tidak bagi Dinas Kesehatan. dr Andi Naisyah Tunur Azikin yang menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan mengaku tak serupa momok. Ia memang tadinya berpikir seakan-akan diaudit, tapi yang terlintas malah pikiran positif bahwa kegiatan ini akan membantu dan menjadi perpanjangan tangan pemerintah agar program berjalan semestinya. Apalagi ia menilai audit dilakukan oleh tim independen dimana mereka yang benar-benar merasakan dampak kebijakan yang dikeluarkan. “Tak perlu takut, tetapi memahami bahwa dengan mereka mencari kelemahan-kelemahan kita, maka ada kesempatan untuk bisa memperbaiki. Bukan mencari kesalahan, tapi kelemahan untuk jadi bahan masukan,� terangnya didampingi Kepala Seksi Gizi Masyarakat, Hj Andi Bau Ratna, SKM, M. Kes.
Draft Desain Laporan Tifa
39
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
“Tak perlu takut, tetapi memahami bahwa dengan mereka mencari kelemahan-kelemahan kita, maka ada kesempatan untuk bisa memperbaiki...” (Andi Naisyah) Program yang selama ini mengalami kegagalan akibat laporan yang masuk Asal Bapak Senang (ABS). Namun, kinerja ini yang menyebabkan negara hancur. Naisyah ingin program pengeliminasian campak pada 2011 dapat berhasil. Ia yakin jika laporan yang masuk bagusbagus semua, namun ternyata baru terdeteksi pada 2015, Naisyah meyakini sebagai sebuah kegagalan. “kalau dideteksi sekarang kita bisa pelan-pelan menangani, dan akhirnya secara pelan-pelan pula menurun,” tuturnya. Ibu tiga anak ini sangat yakin proses audit akan mampu memperbaiki kinerja program ke depannya. Ia siap menerima apapun yang ditemukan, sejelek apapun, karena hal itu yang diharapkannya. “Audit sosial ini sangat bagus sekali karena kita bisa melihat apa yang dilakukan teman-teman di masyarakat, apakah sesuai dengan yang diharapkan. Kita harap juga hasilnya tidak bias, tapi sesuai dengan realita yang ada. Kita ingin mereka bekerja profesional dan tidak terpengaruh pada apapun. Mentang-mentang kenal misalnya lalu menulis yang bagus-bagus,” ucap dokter yang selalu tertawa di setiap jeda obrolan ini.
40
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
Nurdin Rasyid:
“Data dan Dokumen Tidak Boleh Disalahgunakan” Kesuksesan audit sosial terletak pada dokumen yang berhasil dipegang oleh tim audit sosial. Dokumen itu akan dibandingkan dengan temuan-temuan di lapangan, apakah sesuai dengan aturan kebijakan atau tidak. Nah, salah satu instansi yang tak terlalu terbuka memberikan data maupun dokumen adalah Dinas Pendidikan. Pada program audit sosial pertama berbasis komunitas, masih banyak hasil temuan yang belum jelas mendapat klarifikasi dan respon dari dinas yang mengurusi anak sekolahan ini. Bahkan pada tahapan kedua audit sosial, Dinas Pendidikan tak memberikan dokumen ketika digelar pertemuan di dinas tersebut. Padahal tahap kedua ini merupakan instruksi langsung dari walikota. Kabid Kurikulum Dinas Pendidikan Kota Nurdin Rasyid menjawab, bahwa data dan dokumen tak berani mereka serahkan kepada LSM lantaran takut dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Ia mengatakan tak akan mudah menyerahkan dokumen dan data. “Jangan-jangan yang datang meminta data bukan dari yayasan (YKPM, red). Nanti disalahgunakan, tentu akan kembali pada kami juga,” ungkapnya. Dari lembaga manapun, aku Nurdin, pihaknya akan selektif, harus jelas akan digunakan untuk apa, surat masuknya pun akan diperiksa seteliti mungkin, data itu dibutuhkan dalam rangka apa. “Kalau dibutuhkan kita tak akan sembunyikan, kalau kegiatannya untuk pengembangan Sumber Daya Manusia,” katanya memberi apologi.
Draft Desain Laporan Tifa
41
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
Alasan Nurdin cukup membingungkan, di satu sisi ia katakan tak akan menyembunyikan asal jelas siapa dan untuk apa, namun ketika diminta menyerahkan data untuk kepentingan program bersama ternyata tak juga diberikan. Bahkan alasan bahwa Yayasan yang datang tak terlalu familiar, namun ia sendiri mengungkapkan bahwa LSM yang paling sering mengundang dan melakukan surat menyurat dengan Dinas Pendidikan adalah YKPM. “Mereka bagus koordinasinya, tapi mereka seharusnya sedari awal berkonsolidasi dengan kami supaya kami tahu apa yang mereka kerjakan dan target apa yang ingin mereka capai,” ucapnya kembali beralasan. Ia mengkritik kerja yang dilakukan tim auditor. Jika menemukan kejanggalan di lapangan misalnya adanya temuan soal penerimaan siswa baru, atau pelaksanaan ujian nasional dan penerimaan beasiswa, pihak auditor hanya menyatakan secara lisan. Lalu meminta klarifikasi dari Dinas Pendidikan. Padahal cara itu hanya membingungkan Dinas Pendidikan, karena tanpa laporan tertulis. Ia agak kesulitan mencocokkan jika ada laporan lisan saja lantaran ada sejumlah 350 sekolah, guru dan kepala sekolah. “Kalau jelas nama sekolah, guru atau kepala sekolah dan alamatnya, serta pengirim keluhan, kami bisa dengan mudah mengecek dimana tempatnya. Jadi sebaiknya harus dengan laporan tertulis,” terangnya. Ia juga menyarankan pentingnya batasan-batasan ketika mereka melakukan audit sosial. Agar tak ada pemahaman bahwa yang dilakukan audit sosial berbeda dengan audit keuangan yang dilakukan BPK. “Biasanya di kontrol sosial (audit sosial) mau juga melakukan hal seperti BPK lakukan, padahal tidak sampai kesana. Kalau umum saja misalnya apakah terjadi penyimpangan nah itu baru wilayah mereka. Tidak sampai melihat berkas keuangan,” tegasnya.
42
Draft Desain Laporan Tifa
Kisah Implementasi Audit Sosial Dari Makassar
Zainal Arifin:
“Program Tumpang Tindih Akibat Ego Sektoral Masing-masing Instansi Instansi”” Kabid Kependidikan Nonformal dan Informal Dinas Pendidikan Kota Makassar, Zainal Arifin, lebih menyorot pada ego sektoral masing-masing instansi. Instansi lain menganggap instansi satunya tak lebih penting dengan instansinya. Padahal jika walikota menyampaikan laporan pertanggungjawaban ia harus menyampaikan laporan untuk seluruh sektor. Sementara Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan daerah (TKPKD) tak bekerja sesuai harapan. Padahal instansi yang menangani masalah orang miskin berada di bawah koordinasinya. Alhasil jumlah orang miskin tak pernah bisa menurun akibat masing-masing menjalankan programnya yang sebenarnya sama saja. “BPM bikin pelatihan life skill, Dinsos juga bikin, Disperindag bikin pelatihan life skill, Dinas Tenaga Kerja begitu juga. Lima institusi mengerjakan program yang sama padahal itu bukan tupoksinya. Seharusnya supaya penanggulangan kemiskinan berhasil dikurangi, ya diberikan Dinas Pendidkan yang melakukan pelatihan life skill, BPM yang memberikan alat kerja dan modal, Disperindag memberikan SITU atau SIUP agar mereka bisa membuka usaha, dan Dinas Sosial atau Dinas Tenaga Kerja memberikan modal awal. Kalau seperti ini, kita bisa mengurangi kemiskinan,” ungkapnya. Akibat ego sektoral pula sehingga kucuran dana pendidikan gratis terjadi bias. Dari hasil audit sosial memperlihatkan bahwa kucuran dana ini ternyata tak dinikmati oleh anak miskin. Kendati Dinas Pendidikan berkelit menggunakan model perhitungan SUCA (Standard Unit Cost
Draft Desain Laporan Tifa
43
Membangun Percaya Diri Warga Menuntut Akuntabilitas
Administration) yang digunakan untuk menghitung biaya yang dibutuhkan sekolah. Seharusnya menurut menurut Zainal seperti Dinas Kesehatan yang menggunakan sistem satu kartu. Sehingga data yang dipegang oleh Dinas Kesehatan, sama dengan Dinas Sosial, dan BPM. Sehingga ketika mengambil beras Raskin, ia juga pemegang kartu kesehatan. “Nah, Dinas Pendidikan seharusnya seperti itu juga agar data sama sehingga jelas siapa yang ditangani. Sekarang ini Dinas Kesehatan bilang 5.000 orang miskin tapi di Dinas Pendidikan katakan ada 30 ribu orang miskin. Alhasil hanya 70 persen orang miskin yang bisa menikmati dana pendidikan gratis, 30 persen orang kaya. Ini lantaran perhitungan Dinas Pendidikan berdasarkan jumlah sekolah bukan jumlah orang miskin,� ungkapnya. Ia mengakui bahwa Dinas Pendidikan sangat tertutup dalam memberikan data lantaran terkait dengan administrasi program. Keengganan untuk terbuka ini lantaran takut dalam program audit sosial ini akan memperlihatkan kelemahan programnya. “Ini karena gengsi kepala dinasnya. Kalau ganti kepala dinas yang baru saya kira data akan bisa terbuka. Kalau seperti ini terus dana miliaran rupiah tidak tepat sasaran, bahkan dinikmati 30 persen oleh orang mampu,� ucapnya mengakhiri penjelasannya.()
44
Draft Desain Laporan Tifa