PARALEGAL Ti t i k B a l i k K e s a d a r a n
PARALEGAL Ti t i k B a l i k K e s a d a r a n
Penulis : Eman, Wahyudin, Hikmat, Herlia, Muhammad Ridwan, Sayid M.
Prolog Arip Yogiawan,
Diterbitkan oleh: LBH Bandung Didukung oleh : Yayasan TIFA Foundation
Cetakan pertama, 2016 Penulis : Eman, Wahyudin, Hikmat, Herlia, Muhammad Ridwan, Sayid M. Penyunting : Erni Herdiani dan Tim LBH Bandung Penata Letak :
DAFTAR ISI
Wirdan Ardi Rukmana Ilustrasi dan Sampul : Heri Herdiandsyah Suhandi Diterbitkan oleh : Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung Jl. Sidomulyo no 26 Sukaluyu, Bandung, Jawa Barat Telp : 022-20453699 Website : lbhbandung.or.id Email : office@lbhbandung.or.id Didukung oleh : Yayasan TIFA Foundation 18 office park Lt. 15C-D Jl. T.B. Simatupang No 18 Telp/fax 021 – 2270-1427 Email: public@tifafoundation.org
IX
Pendahuluan
16 Bagian Ke-1 Kembalikan Lingkungan Sehat Kami 39 Bagian Ke-2 Catatan Di Medalsari 63 Bagian Ke-3 Investor Datang, Sejahterakah Kami (Penguasa , Pengusaha Bagi Komisi) 83 Bagian Ke-4 Aku Dan Gunung Kandaga 99 Bagian Ke-5 Perjuangan Masyarakat Dari Sudut Pandang Pengikut 125 Bagian Ke-6 Curhat
PENDAHULUAN
Sudah bertahun-tahun Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung melibatkan paralegal untuk menunjang pembelaan terhadap masyarakat miskin dan marjinal. Puluhan bahkan ratusan orang telah diikutsertakan dalam pendidikan maupun training paralegal yang diselenggarakan oleh LBH Bandung. Orang-orang yang dibidik untuk mengikuti pendidikan paralegal berasal dari wilayah-wilayah kasus maupun pendamping-pendamping rakyat seperti petani, buruh, aktivis mahasiswa maupun pemudapemuda di desa dan kota. Sampai saat ini belum ada yang menjelaskan secara persis kapan pengembangan paralegal mulai dilakukan oleh LBH Bandung, akan tetapi jika kita berkeliling ke wilayah-wilayah kasus baik di desa maupun di kantong-kantong buruh justru kita bisa merekam jejak dari paralegal yang dulu bekerja dan berjuang bersama Rakyat dan LBH. Apabila ada pertanyaan “Sejauh mana hasil dari kerja-kerja paralegal?” Tentu ada beragam jawaban. Jika saya diminta untuk menjawab Paralegal : Titik Balik Kesadaran | IX
pertanyaan tersebut, jawaban saya adalah bahwa kerja paralegal di Jawa Barat sangat luar biasa bahkan telah melampaui ekspektasi. Paralegal adalah representasi rakyat tertindas yang kemudian menjelma menjadi pembela hak-hak rakyat. Paralegal telah mendampingi rakyat dalam menyelesaikan kasusnya, melakukan pengorganisasian dan penguatan terhadap organisasi rakyat, melakukan pendidikan hukum kritis dan kegiatankegiatan lain untuk membangun kesadaran kritis rakyat. Paling tidak paralegal berhasil untuk menumbuhkan resistensi rakyat terhadap ketidakadilan. Dari hasil penelusuran kami, istilah paralegal mulai mengemuka di awal tahun 1990-an. Walaupun sebenarnya kerjakerja semacam itu sudah berlangsung sejak tahun 1980-an. Era itu merupakan zaman kelam dimana penguasa saat itu adalah rezim orde baru yang sangat otoritarian. Mereka haus akan tanahtanah rakyat untuk dijadikan perkebunan maupun peternakan. Sengketa agraria terjadi dalam situasi penguasa yang sangat otoritarian, suara rakyat dibungkam, tidak ada kemerdekaan untuk menyampaikan pendapat, informasi sangat tertutup rapat serta adanya regulasi-regulasi yang membatasi warga negara misalnya dengan diberlakukannya Undang-Undang Subversi. Di masa itu, kontrol negara terhadap rakyat begitu kuat dan nyata. Dalam situasi politik seperti itu, selain pengambilan tanah rakyat untuk perkebunan dan peternakan, industrialisasi manufaktur juga mulai dikembangkan oleh negara. Dengan dalih investasi, dibukalah industri-industri dalam skala besar dan pabrik didirikan dimana-mana. Jutaan rakyat mulai meninggalkan lahan-lahan pertanian dan bekerja di pabrikpabrik dengan sistem kerja yang menghisap. Apa yang dialami oleh buruh di parbik tidak ada bedanya dengan petani di pedesaan. Hak mereka diberangus, tidak ada kebebasan berserikat, dan Paralegal : Titik Balik Kesadaran | X
regulasi lagi-lagi tidak memihak terhadap kaum buruh. Dalam situasi yang seperti itu paralegal bekerja untuk mendampingi rakyat, mempromosikan demokrasi, dan hak asasi manusia. Sebagai rakyat biasa, tentu tantangan untuk kerja-kerja paralegal di era itu sangat besar. Tidak sedikit paralegal yang buron, dikriminalkan, atau bahkan hilang tidak jelas keberadaanya. Walaupun demikian, tidak sedikit pula rakyat yang tersadarkan dan terus berjuang menuntut hak dan mendorong demokrasi di tanah air tercinta. Beberapa serikat tani, serikat buruh, dan serikat rakyat lainnya lahir sebagai wadah perjuangan rakyat. Paralegal menjalankan fungsi untuk melakukan konsolidasi rakyat di level akar rumput. Hal itu merupakan konsolidasi rakyat yang paling nyata dan kongkrit. Cara kerja paralegal saat itu yang mendorong partisipasi rakyat dan melakukan empowering harus diakui sebagai manifestasi dari gerakan bantuan hukum struktural yang selama ini didengungkan oleh LBH. Selanjutnya di era Reformasi yang jaman dan situasi politiknya pun berubah. Jatuhnya rezim orde baru dianggap sebagai tonggak bersejarah dimana penindasan dan penghisapan telah hancur. Rakyat merayakan kebebasannya, mimpi dan cita-cita untuk menggapai kemerdekaan yang hakiki menggelora. Di era itu reclaiming atas tanah-tanah rakyat yang dulu dirampas secara massive terjadi di mana-mana. Tidak terkecuali tanahtanah yang dikuasai oleh Soeharto pun tidak luput dari obyek reklaming rakyat. Hampir disetiap wilayah di Jawa Barat terjadi pendudukan dan penggarapan lahan-lahan perkebunan serta lahan terlantar oleh rakyat yang setelah berpuluh-puluh tahun terbelenggu kemerdekaannya. Dalam waktu yang cukup singkat pendudukan tanah dan reclaiming terjadi dimana-mana. Rakyat memanfaatkan tanah-tanah tersebut untuk bercocok tanam dan tempat hunian. Namun tentu saja kelompok pengusaha dan Paralegal : Titik Balik Kesadaran | XI
negara tidak membiarkan hal seperti itu terjadi, maka konflikkonflik pertanahan yang berujung pada kriminalisasi meletup dimana-mana. Dalam situasi seperti itu, paralegal kembali menunjukan perannya yang sangat signifikan. Mendampingi rakyat yang berkonflik, memperkuat organisasi rakyat bahkan terlibat juga dalam upaya-upaya penyelesaian sengketa pertanahan. Setelah lebih dari sepuluh tahun reformasi, demokrasi politik pun menjadi bergejolak. Dalam isu ketenagakerjaan ada undang-undang tentang kebebasan berserikat tetapi rezim upah murah semakin menguat. Permasalahan-permasalahan perburuhan belum beranjak, dimana hak2 normatif buruh masih belum terpenuhi. Kemudian berkembang pula sistem kerja outsourching, buruh kontrak, sistem kerja target, sehingga buruh tidak memiliki kekuatan berunding dan berdampak terhadap PHK sepihak atau bahkan PHK masal. Berlakuanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) juga menjadi suatu problem tersendiri. Perlindungan sosial dirasakan oleh kaum buruh masih sangat minim. Sementara industrialisasi meluas, pembangunan infrastruktur, serta pembukaan lahan tambang menjadi penyebab terjadinya perampasan ruang hidup. Demokrasi mundur kembali, kebebasan berekspresi diberangus, penyelenggaraan diskusi buku, lapak perpustakaan jalanan, kegiatan literasi dan kegiatan ekspresi lainnya dibubarkan. Hal itu membuat paralegal semakin diperlukan karena rakyat tengah dihadapkan kepada krisis yang multidimensi. Keberadaan paralegal sendiri sudah sampai pada suatu pengakuan dari negara. Undang-undang Bantuan Hukum mengakomodir keberadaan paralegal sebagai salah satu pemberi bantuan hukum. Akan tetapi timbul kekhawatiran bahwa hal tersebut merupakan upaya untuk memoderasi keberadaan Paralegal : Titik Balik Kesadaran | XII
paralegal itu sendiri. Berangkat dari pembacaan situasi termasuk pembacaan regulasi, LBH Bandung mencoba untuk mengukuhkan lagi keberadaan paralegal tetapi sebagai nilai yang berkembang di masyarakat. Maka pilihan tegas LBH Bandung menyatakan bahwa paralegal yang akan dikembangkan adalah paralegal komunitas yang lahir, tumbuh dan berkembang di komunitas, ada dan bekerja di komunitas, serta menjalankan nilai dan prinsip kerja yang juga tumbuh di komunitas. Memodifikasi pengembangan paralegal melalui sekolah paralegal dalam konteks aktivitas, tetapi mengembalikan dan memperdalam nilai-nilai perjuangan paralegal justru menjadi kunci utama dari penyelenggaraan sekolah paralegal. Sekolah paralegal angkatan pertama telah dimulai pada tahun 2016. Diikuti oleh 19 peserta dari berbagai wilayah kasus dan berbagai komunitas. Diantaranya adalah Paguyuban Pedagang Pasar Limbangan (P3L) Garut, mereka adalah pedagang pasar tradisional gotong royong yang sedang melawan pembangunan pasar modern di Limbangan Garut. Forum Warga Sirnaresmi Melawan (FWSM) Sukabumi yang sedang menolak pembangunan pabrik semen SCG, Serikat Petani Krawang (SEPETAK), Forum Warga Peduli Lingkungan (FWPL) Antajaya Bogor yang sedang menolak penambangan Gunung Kanaga, PPMI Cimahi, KSN Majalengka dan Bandung Barat serta Jaringan Tanpa Asap Batubara (JATAYU) Indramayu yang sedang menolak pembangunan PLTU di Indramayu. Dari beberapa peserta tersebut, pengurus sekolah paralegal LBH Bandung, memilih beberapa orang untuk diberi kesempatan menuliskan perjalanan hidupnya. Perjalanan hidup mereka itulah yang kemudian melatarbelakangi mereka untuk memilih menjadi paralegal. Perjalanan hidup tersebut merupakan bagian dari kisah mereka menemukan semangat dan spirit melakukan Paralegal : Titik Balik Kesadaran | XIII
perubahan. Bahkan sebagian cerita mereka bisa dikatakan sebagai perjalanan spiritual mereka sebelum menjadi paralegal. Selain itu adapula peserta paralegal yang menuliskan kisah perjuangannya bersama rakyat maupun komunitas di wilayah tempat mereka tinggal. Kisah-kisah yang dituliskan dalam buku ini hanya sepenggal dari kisah-kisah perjuangan paralegal. Namun dari ceritacerita tersebut menjadi inspirasi bagi siapa saja yang sedang berjuang. Pembuatan buku ini juga sebagai apresiasi terhadap peserta paralegal yang telah mengukuhkan dan menetapkan pilihan hidupnya untuk menjadi paralegal. Buku ini juga dapat tersaji dengan baik atas kerja serius dari penyelenggara sekolah paralegal serta tim LBH Bandung. Oleh karena itu apresiasi yang setinggi-tingginya diberikan bagi semua pihak yang membantu memfasilitasi proses pembuatan buku ini. Bandung, November 2016 Arip Yogiawan, Direktur LBH Bandung
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | XIV
Bagian ke-1
kembalikan Lingkungan Sehat Kami Eman
Awal tahun 2014 di sebuah desa pinggiran Kota Sukabumi tepatnya Kampung Talagasari berdiri sebuah pabrik semen SCG (Semen Campur Getih) yang megah dan besar. Pabrik tersebut berada di pemukiman yang jaraknya hanya terhalang oleh jalan provinsi bahkan dengan rumah warga ada yang hanya berjarak 2 meter. Tepatnya berada di 4 daerah kedusunan untuk menggambarkan betapa besarnya pabrik tersebut. Kampung kami dulu sejuk, segar, nyaman, dan subur akan air. Namun sekarang kampung kami menjadi panas, gersang, bising, tiap malam dibanjiri debu, penyakit mulai merajalela (budug, gatalgatal, dan ispa), airpun menjadi bau dan berbusa. Bahkan sampai ada yang hilang sumber mata airnya. Petani mengalami gagal panen dan jalan pun menjadi rusak. Anak sekolah yang memakai kendaraan umum banyak yang kesiangan karena macet yang diakibatkan oleh lalu lalang kendaraan besar. Kecelakaan di jalan semakin meningkat bahkan berjatuhan korban akibat Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 16
kerusakan jalan tersebut. Di sebelah selatan pabrik melintas das Cimandiri yang membawa limbah penyebab pencemaran ke hilir. Di atasnya ada Gunung Guha yang menjadi kawasan tambang pabrik SCG dan di eksploitasi sampai sekarang. Padahal gunung tersebut menunjang kebutuhan masyarakat sekitar karena di samping dapat menyimpan persediaan air juga digunakan sebagai lahan pertanian. Selain itu juga karena di sisi gunung tersebut mengeluarkan resurgency dan banyak juga pesawahan yang awalnya digarap oleh warga sekitar. Daerah tersebut diantaranya adalah Rawa Dano, Rawa Gempol, Cibogo, Pasir Gedong, Pasir Gombong, dan Cikiray. Namun sekarang daerah tersebut menjadi hilang. Padahal daerah tersebut digunakan juga untuk kebutuhan ternak diantaranya kerbau, kambing, dan domba. Di sanalah tempat pakan ternak dan juga sebagian warga mencari kayu bakar. Apakah itu untuk kesejahteraan warga? Kemanakah petani itu? Kemanakah peternak itu? Apakah itu
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 17
kesejahteraan dari pemerintah? Tanah tersebut merupakan tanah Perhutani yang luasnya kurang lebih 600 ha. Pengguna lahan tersebut diantaranya adalah warga Desa Wangun Reja Kecamatan Nyalindung, warga Desa Tanjung Sari Kecamatan Jampang Tengah, dan warga Desa Sukamaju Kecamatan Nyalindung. Gunung tersebut merupakan gunung produktif bahkan termasuk ke dalam KBAK (Kawasan Bentang Alam Karst). Kalau guna pakai tuker guling, mana tanah yang digunakan untuk penukarannya, dan mana penggantian fasilitas yang biasa digunakan oleh warga. Gunung tersebut mutlak merupakan perampasan hak warga yang sangat banyak. Pada waktu itu saya diangkat menjadi Kadus dan hanya dimanfaatkan oleh camat dan SCG. Saya dipertemukan dengan Pak Adi dari SCG, camat, dan dua orang dari PLN. PLN : “ Pak Eman ini dari PLN, akan membangun listrik di wilayah kedusunan pak Eman”. Pak Eman : “ Listrik seperti apa pak?” PLN : “Seperti yang di bawah yang membentang ke pabrik hanya di tambah empat kabel”. Pak Eman : “Bukan sutet pak?” PLN : “Bukan dan tolong bantu pembebasan lahannya dan pengukurannya juga di fasilitasi”. Keesokan harinya tiba-tiba datang mobil avanza dan berhenti di depan rumah saya kemudian turunlah tiga orang dari PLN diantaranya adalah Pak Adi. Pa Adi pun memulai percakapan terkait masalah listrik yang dibicarakan kemarin. Kemudian obrolan menjadi panjang karena banyak hal yang saya tanyakan mengenai listrik. Pada sore harinya kami berangkat ke orangorang yang punya tanah yang dilewati oleh jalur listrik sambil menujukan batas-batas yang diperlukan oleh PLN. Disitu pula kami bertemu orang-orang yang di tuju dan kemudian Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 18
memunculkan nominal harga namun harga itu tidak disetujui oleh pihak penjual. Akhirnya kami pulang dan orang dari PLN pun menginap di rumah saya. Pagi harinya kami melanjutkan kembali pengukuran. Beberapa minggu kemudian datanglah beberapa ahli dari Unpad yang mengatakan bahwa masalah listrik tidak berbahaya karena sebelumnya ada beberapa orang warga yang mengatakan itu bukan listrik biasa tapi sutet (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) dan ahli pun mengatakan itu bukan sutet. Saya sendiri tidak tahu pasti itu pembangunan listrik biasa atau sutet. Seiring berjalannya waktu maka bertemulah titik harga yang diinginkan oleh penjual dan akhirnya disetujui oleh warga. Tiga minggu kemudian muncullah orang pimpro dari PLN ke rumah saya, mereka bermaksud hendak mengambil sampling tanah. Saya bilang ke mereka nanti dulu pak banyak warga yang tidak setuju kita harus klarifikasi dulu. Saya tanyakan dulu kepada pak RT/RW. Kemudian dari pihak PLN mengatakan bahwa Pak RT tidak masalah, tentu saja saya tidak percaya dengan begitu saja. Kemudian saya langsung mendatangi rumah pak RW dan beliaupun memberikan jawaban yang sama. Kalau ada pimpro dari PLN mau mengambil sampling tanah biar saya yang mengawal sampai ke tempat tujuan kata pak RW. Setiba di lokasi muncullah dua orang yang tinggi kekar dan kemudian marah-marah. “Apaapaan ini Man? Memang nya tidak dijelaskan oleh pak RT?” Saya tidak perlu penjelasan dari siapapun pokoknya tetap tidak setuju, dan kalau pun tidak setuju disuruh tarik mundur saja alatnya. Akhirnya beliau tidak memberikan jawaban dan langsung pulang. Tidak lama kemudian datanglah sekelompok ibu-ibu dan anakanak sambil berteriak mengatakan “bakar mobilnya”. Sayapun menghalanginya serta menjelaskan kalau mobil itu dibakar ibuibu pasti kena sanksi lagipula mobil itu sebetulnya sudah mau Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 19
pulang. Hari semakin larut malam, warga semakin banyak, dan saya berupaya untuk menjelaskan semua kejadian. Sebetulnya saya ada dipihak warga dan untuk pembuktiannya saya mengundurkan diri jadi Kadus malam ini juga. Akhirnya warga semakin sedikit dan datanglah seorang pemuda yang menghampiri saya sambil bicara “Pak Eman motornya rusak”, biarlah itu kesalahan saya dan motor sayapun dibawanya pulang. Pagi harinya Kapolsek datang menanyakan kabar saya yang katanya saya dipukuli oleh warga. Saya pun menjelaskan bahwa saya tidak dipukuli tapi hanya didemo oleh warga. Kapolsek menanyakan mengapa saya tidak meneleponnya, kemudian saya jawab ini urusan dengan warga saya dan tetangga saya masa harus dilaporkan. Hari demi hari orang yang menyuruh saya mendampingi PLN yaitu Pak Adi dan humas SCG tidak pernah Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 20
menanyakan lagi, begitupun Kades apalagi Camat. Semakin kuat saja dugaan saya bahwa pembangunan SCG itu memanfaatkan orang sekitar dan tidak ada tanggung jawabnya sama sekali. Kemudian keesokan harinya saya menelepon Kades dan mengatakan bahwa mulai dari sekarang saya menjadi musuh SCG dan tolong katakan juga kepada Adi bahwa saya sekarang menjadi musuh SCG. Pagi harinya Kades menelepon saya menanyakan kabar saya dan sayapun menjawab “baikbaik saja, tetapi bagaimana dengan motor saya?” Kades mengatakan bukannya sudah dibetulkan oleh PLN. Sejak saat itu saya tidak mau daftar lagi. Disitulah saya mendapat taufik dan hidayah dari Allah SWT, saya harus bertanggungjawab terhadap keluarga dan lingkungan. Saya tidak mau dimanfaatkan oleh orang lain apalagi untuk menindas keluarga saya dan orang di sekitar saya. Selama saya jadi Kadus usaha meubel di rumah saya semakin merosot karena saya jarang di rumah. Tetapi ketika pulang ke rumah masalah tidak terjawab, kebutuhan keluarga menanti saya. Orang yang butuh kusen atau yang lainnya tidak mau datang atau beli sama saya walaupun di los tempat meubel ada yang kerja. Teman yang Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 21
bekerja di tempat sayapun jarang masuk kerja karena tidak ada pekerjaan apalagi setelah SCG produksi cuaca menjadi panas sekali. Beberapa minggu kemudian disore harinya muncullah orang tinggi gemuk, pak Iim namanya. Dia mengatakan “Pak Eman mau berjuang tidak?” Sayapun balik bertanya “Berjuang untuk apa?” Saya tidak mau seperti yang sudah-sudah bergabung dengan forum yang mempunyai tujuan hanya mementingkan isi perut bukan memperjuangkan lingkungan. “Kalau mau, Pak Eman bergabung dengan Pak Rukmana. Ini bukan untuk meminta kompensasi tetapi tujuannya untuk mencari bagaimana caranya SCG tidak menimbulkan dampak”. Pembicaraan kami pun topiknya ke mana- mana. Sepulangnya Pak Iim yang ada
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 22
dipikiran saya adalah saya harus tahu siapa Pak Rukmana dan bagaimana karakter nya. Menurut beliau Pak Rukmana itu manager tehnik sepekerjaan dengan menantu saya. Lima hari kemudian anak menantu saya ke rumah, kebetulan sekali ada yang mau saya tanyakan. “Apakah benar Pak Rukmana itu satu pekerjaan dengan kamu dan bagaimana karakternya”, menantu saya pun menjawab karakternya tegas tapi untuk kebaikan. Kebetulan malam harinya ada diskusi warga di masjid H. Oding. Di sana berkumpul warga dari berbagai lapisan masyarakat yang sadar terhadap lingkungan yang baik dan sehat. Diskusi dimulai dengan dari mana memulai perjuangan dan apa yang harus dilakukan. Di sana ada tiga orang yang rumahnya masih ada di area pabrik yang belum dibebaskan sedangkan yang lainnya sudah dibayar oleh SCG yang jumlahnya satu ke RTan yaitu RT 01 RW 09. Setelah berembuk untuk mencari jalan keluarnya dan bagaimana rencana tindak lanjut (RTL), saya menghampiri salah seorang yang kepalanya botak kemudian saya bertanya “Pak tidak akan ngedorong mobil butut ini teh”, maksudnya kan di seberang jalan sana tinggal tiga rumah yang belum dibebaskan oleh SCG dan kemudian menjualnya. Beliau mengatakan itu tidak akan terjadi dan biar rumah saya menjadi sejarah perjuangan atau dimuseumkan dan disitu pun banyak yang mendengar pembicaraan kami. Beberapa minggu kemudian munculah orang pendek berambut gondrong namanya Kang Dadan Ramdan ternyata beliau adalah direktur Walhi Jabar yang dibawa oleh Pak Andrian. Disana terkumpul beberapa warga walaupun pada waktu itu forum belum terbentuk. Kang Ramdan memberikan beberapa pengetahuan. Sepulangnya Kang Ramdan beberapa minggu kemudian muncul Kang Iwang dan beliau menyarankan agar segera dibentuk wadah untuk warga yang tertindas atau yang terkena dampak dan kami Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 23
menyepakati itu untuk segera membentuk forum. Warga memilih yang dituakan itu adalah Pak Dokter namun beliau menolak dan lebih memilih menjadi penasehat forum. Kemudian ditunjuk lagi Pak Andrian dengan jawaban yang sama beliaupun menolak yang akhirnya dengan kesepakatan bersama bahwa Pak Rukmana lah yang dipilih walaupun sebenarnya beliau menolak juga karena kesibukan beliau. Namun dengan dorongan warga dan semua pihak akhirnya dengan sedikit terpaksa beliau menyetujuinya. Disaat kami sedang asik merencanakan aksi tiba-tiba berdering lah ponsel Kang Iwang. Ternyata Kapolsek yang menelepon dan menyuruh perwakilan dari kami untuk ke pendopo. Kami menolaknya karena tidak mau hanya perwakilan sebab dampaknya semua merasakannya. Kemudian kapolsek kembali menyuruh perwakilannya ke pendopo dan kami tetap menolak dengan alasan sudah malam dan tidak ada kendaraan. Akhirnya Kapolsek meminta 20 orang dengan memakai mobilnya untuk ke pendopo. Setibanya di sana ada Bupati, Dandim, dan kasepuhan SCG yang hadir. Kemudian Bupati bertanya hak warga itu apa? Kang Iwang menjelaskan hak warga, partisipator warga yang intinya aksi jangan di tunda, kami bersikeras akan mengadakan aksi sebelum permasalahan beres dengan warga. Bupati pun berjanji sebelum peresmian SCG akan mendengarkan keluhan warga dan akan datang besok jam11.00 WIB. Tapi keesokan harinya Bupati tidak muncul, warga yang ikut aksi waktu itu jumlahnya kurang lebih 2000 orang dan saya yang menjadi korlapnya. Hari semakin siang Bupati pun tak kunjung datang dan tidak lama kemudian beberapa mobil masuk yaitu kendaraan berwarna hijau yang berplat nomor polisi merah. Setelah beberapa lama kemudian kami membaca shalawatan, mobil kepolisian menyetel musik dengan keras dengan maksud untuk menghilangkan suara di dalam yang sedang mengadakan Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 24
peresmian SCG. Setelah jam 14:30 WIB munculah Bupati dari dalam, kemudian warga pun marah. Beliau berkata “ Jangan dulu bicara dampak, kalo ada dampak saya yang akan menutupnya”. Kemudian beberapa sosok bertubuh kekar melempar Bupati dengan botol mineral sehingga suasana menjadi kacau. Bupati diamankan oleh beberapa anggota kepolisian dan dibawa lari ke mobil sampai kepalanya pun ditundukan oleh polisi. Wargapun mengejarnya, kecewalah warga sedangkan pada waktu itu Bupati akan lengser beberapa bulan lagi. Bupati memberikan kado kepada warga berupa dampak dari pabrik SCG yang diantaranya tiap malam dibanjiri debu, ditambah bising, air tercemar, penyakit kulitpun merajalela, dan anak balita pun banyak yang terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Sekarang para petani pun sudah merasakan dampak pabrik SCG diantaranya petani gagal panen. Kami semua warga yang terkena dampak mengucapkan banyak terimakasih atas kadonya mudah-mudahan anda mendapatkan balasan yang setimpal. Banyak wartawan yang meliput tapi tidak semua Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 25
kemudian ditolak warga maka tidak jadi dibuat ternak ayamnya. Pembangunan pabrik semen kalau ada sosialisasi dengan warga tentu tidak akan terjadi. Ternak ayam saja tidak boleh apalagi pabrik semen. Kemudian Bupati merevisi kawasan Gunung Guruh menjadi kawasan industri pada tahun 2012. Beberapa minggu kemudian datanglah perwakilan dari LBH Bandung yaitu Kang Ari dan Bang Zein yang dibawa oleh Kang Iwang. Beliau pun menyarankan agar kami menggunakan jalur litigasi. Kami pun sepakat dan pada akhirnya kami tempuh lewat jalur hukum/litigasi. Kita butuh amdal dan IMB karena menurut mereka amdalnya kadaluarsa dan cacat hukum. Mekanisme
ditayangkan, dengan bahasanya warga menuding perusahaan tidak mengantongi izin. Padahal bukan itu tujuan kami yang sebenarnya. Surat IMB pasti akan ada karena ahli yang membuatnya tapi mekanisme pembuatannya tidak melibatkan partisipatif warga, tidak adanya sosialisasi dengan warga, dan akhirnya kami terimbas dampak SCG. Amdalnya pun cacat hukum dan kadaluarsa, kenapa demikian karena amdal dibuat pada tahun 2009 sedangkan pembangunan terlaksana pada tahun 2012 akhir berarti tenggang waktu 3 tahun, benar kah itu? Kemudian tanda tangan warga pun yang dianggap mewakili ternyata dimanipulasi. Kami punya bukti karena kami orang yang dianggap setuju, yang dianggap mewakili. Setelah diklarifikasi kebenarannya kami datangi satu persatu ternyata bohong. Ada yang menandatangani pada saat pembuatan sumur bor dan ada yang menggarap di PT. Shinta karena ada beberapa hektar tanah milik PT. Shinta yang tadinya akan dibuat untuk ternak ayam. Karena sosialisasi dulu dengan warga sekitar dan Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 26
pembuatannya pun tidak jelas dan pabrik semen tidak pernah memasang plang IMB. Kemudian upaya amdalnya ke kantor BLH, kami pergi ke Pelabuhan Ratu karena kantor BLHnya di sana. Tetapi tidak membuahkan hasil, akhirnya kami minta bantuan pada fraksi rakyat Bung Ojak dan kawan-kawan, Alhamdulillah amdal di dapat. Upaya kami untuk mendapat IMB sampai hari ini belum mendapatkan hasil, kami malah di bola pingpong, kata BPMPT ke perusahaan dan begitupun sebaliknya. Kemudian kami sengketakan ke KID dan putusan Majelis Komisioner KI kami dikabulkan. Tapi BPMPT tidak menerima begitu saja dan naik banding ke PTUN dengan alasan untuk melindungi PMA (penanam modal asing). Padahal yang harus dilindungi adalah kami yang terkena dampak pabrik. Sebelum putusan banding BPMPT di PTUN, kami empat orang diminta untuk mengikuti sekolah paralegal. Bersama dengan itu keadaan di warga kami semakin hilang kepercayaan karena Pak Andrian, Pak Dokter, dan Pak Asikin menjual rumahnya. Hampir 60% warga yang masuk FWSM hilang kepercayaan karena menganggap “ngadodorong mobil butut”. Padahal isu ini sudah sampai ke KLHK bahwa FWSM hanya mementingkan tiga orang yang menjual rumah dan Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 27
tempatnya s e m a h a l mungkin. T e r b u k t i sudah isu itu menjadi kenyataan dan perjuangan k a m i semakin b e r a t karena dua orang itu ternyata hanya pindah beberapa meter dari tempat sebelumnya, hanya pindah ke seberang jalan. Sedangkan yang dibicarakan oleh kami adalah dampak dari pabrik semen yaitu bising, setiap malam dibanjiri debu, bahkan regulasi karena terlalu dekat dengan pemukiman warga. Tujuan FWSM bukan untuk mempertahankan beberapa tokoh yang dianggap pengagas perjuangan tapi yang dipermasalahkan adalah dampaknya bagi warga, walaupun orang yang dianggap perintis perjuangan “kena masuk angin”. Dampak masih terus berjalan, lagi-lagi permasalahannya ditambah gugatan PTUN di kabulkan. Warga kami semakin hancur sudah, yang tadinya 150 kk semakin merosot. Kami dengan susah payah menyemangati dengan berbagai cara tapi masih belum dapat di mengerti warga. Padahal warga sebelum itu bertambah banyak karena ada kang Lingo dan kawan kawan yang memutar film kejadian di Rembang. Kami pun yang ada Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 28
di Forum merasa senang dengan melihat kesadaran warga yang memihak, mungkin itulah yang namanya perjuangan banyak tantangan yang luar biasa. Bahkan bukan hanya itu muncul lagi intimisasi (pendekatan dengan uang) dari pihak perusahaan yang meluncur di kedusunan Pangleseran. Satu kedusunan tinggal beberapa orang saja yang masih kuat dan tidak tergiur dengan uang satu juta/kk. Kami pun semakin lelah dan forum menjadi kacau tapi untungnya tim inti masih semangat. Terutama ketua forumnya masih merasa tidak lelah dan juga yang lainnya yang masih aktif, padahal sebetulnya yang dianggap tim inti tidak seberapa. Dengan susah payah saya harus membagi waktu untuk perjuangan dan keluarga. Setiap hari Sabtu dan Minggu saya harus berangkat pagi-pagi, itu tidak jadi penghalang karena harus berangkat sekolah paralegal. Kami butuh ilmu untuk perjuangan karena perjuangan membutuhkan ilmu yang pasti untuk menimbulkan keberanian. Kami berangkat ke Bandung berempat namun belum berapa bulan yang dianggap generasi muda malah mogok. Walaupun saya yang paling tua tapi temanteman di sekolah paralegal menganggap sama. Disaat malam kita canda tawa bersenda gurau tapi sayang sepulangnya ke rumah canda tawa semua hilang diganti dengan udara panas, bising, dan setiap malam dibanjiri debu. Saya punya pikiran iri terhadap kota Bandung walaupun kota tapi udara masih sejuk dan banyak pepohonan. Seperti kampung halaman saya yang dulu tapi sekarang berubah karena adanya pabrik semen. Kenapa hilang kampungku yang dulu? Kemana saudaraku yang sehat? Kemana tetangga yang akur?. Ternyata pabrik semen yang begitu besar yang berada di kampung kami tidak membuat kami semakin mengerti hukum. Hukum yang dirasakan di daerah kami tidak berlaku untuk orang- orang tertentu atau golongan yang banyak duit. Hukum Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 29
hanya untuk dilanggar tidak sesuai dengan hukum itu sendiri. Selain upaya kami lewat jalur litigasi atau lewat upaya hukum cara lainpun kami jalankan seperti audiensi ke DPRD Provinsi yang dilasanakan pada 15 Desember 2015. Saya merasa kaget karena saya diminta Kang Iwang untuk orasi di depan gedung DPRD Provinsi di Bandung. Pada saat itu ketua tidak dapat hadir, dengan rasa tanggung jawab saya memberanikan diri untuk orasi menyampaikan dampak yang dirasakan dan hak-hak kami yang dirampas SCG. Pelanggarannya pun saya sampaikan. Walaupun baru yang kedua kalinya saya orasi, Alhamdulillah karena dorongan dampak yang dirasakan dan kemarahan yang timbul akibat lingkungan yang dirusak. Setelah orasi tidak lama kemudian warga disuruh masuk ke gedung tetapi saya dikerumuni wartawan. Sebelum saya beres diwawancara wartawan kemudian dipanggil security untuk membiarkan saya masuk. Setibanya di dalam pasti saya disuruh berbicara oleh Walhi sedangkan Pak Atef sudah bicara panjang lebar. Saya bingung harus berbicara apa takutnya pembicaraan saya sudah disampaikan terlebih dahulu. Kemudian saya berbisik-bisik dengan Kang Iwang (“Kang, regulasi sudah disampaikan Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 30
belum?”) dan Kang Iwang menjawab belum. Setelah Pak Atef selesai, Walhi menyuruh saya berbicara, dengan semangat yang tinggi saya berbicara panjang lebar. Yang tadinya ketakutan saya malah menjadi berani. Saya menyampaikan tata letak SCG yang seharusnya dua sampai tiga kilometer dari pemukiman. Ini hanya terhalang oleh jalan provinsi bahkan ada yang kurang dari 2 meter serta partisipatif warga tidak dilibatkan yang seharusnya warga disejajarkan dengan pemerhati lingkungan dan instansi terkait. Selain itu ijin warga pun dimanipulasi karena saya mendatangi rumah warga satu per satu yang dianggap memberi persetujuan ternyata bohong. Awalnya akan dibangun pabrik semen di Desa Padabeunghar Kecamatan Jampang Tengah dan saya juga meminta pertanggungjawaban dari wakil rakyat yang ada di provinsi. Karena DPRD Kabupaten Sukabumi hanya berbicara “ jangan dulu bilang dampak kalau ada debu saya yang paling dulu menutup”, waktu itu pabrik belum launching dan sampai sekarang Agus Mulyadi ketua DPRD tidak muncul juga. Saya bertanya “Ibu tiasa nyarios Sunda?” (Ibu bisa berbicara bahasa Sunda?) dan beliau pun menjawab “Bisa saya juga orang Sukabumi”. “Bu, hukum teh jiga bedog ngadek saclekna milas saplasna kahandap seukeut kaluhur medu” dan tolong kami selamatkan dari dampak SCG. Setelah saya selesai berbicara, Kang Ramdan dari Walhi dan Kang Iwang ikut mempertegas pembicaraan saya dan menambahkan pelanggaran-pelanggaran pabrik semen dan instansi terkait. Kemudian pada 23 April 2016 dilakukan audiensi ke KLHK, ke Dirjen Penanggulangan dan Pencemaran, ketika diperjalanan sempat mampir juga ke WALHI Nasional. Pak Mukri yang mengarahkan kita tadinya mau dibagi dua ke Dirjen Penegakan Hukum dan Dirjen Penanggulangan dan Pencemaran Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 31
tapi ternyata Dirjen Gakum sedang tidak ada di tempat yang akhirnya kami semua pergi ke Dirjen Penanggulangan dan Pencemaran. Setibanya di KLHK warga yang berjumlah 115 orang turun semua dan Pak Mukri mengusahakan ke security agar warga bisa masuk dan tidak menunggu di pinggir jalan. Namun ditolak saya pun merasa sedih, kita itu seperti pengemis yang ketakutan kendaraan yang keluar masuk dan Pak Mukri serta kang Iwang tetap berusaha untuk bisa masuk ke area lapangan KLHK. Akhirnya warga bisa masuk kemudian kami foto-foto disana. Tidak lama kemudian kami disuruh masuk ke gedung tetapi sayangnya tidak semua bisa masuk. Hanya 50 orang yang boleh masuk karena kapasitasnya tidak cukup. Mulailah Pak Dirjen berbicara menyambut kedatangan kami dan dilanjutkan oleh Walhi Nasional Pak Mukri kemudian dilanjutkan oleh Walhi Jabar Kang Iwang yang selanjutnya ketua Forum. Maksud kedatangan kami kesini adalah untuk meminta pertanggungjawaban atas beberapa tim yang dikirimkan ke Sukabumi tidak ada hasilnya bahkan jangan sampai mubajir kami datang kesini karena tidak mudah kami untuk datang kesini warga harus mengumpukan beras perelek. Bahkan Dirjennya pun sempat bertanya oh ini yang namanya Pak Rukmana karena beliau sering mengirimkan dampak SCG lewat twitter. Kemudia ketua Forum panjang lebar membahas tentang dampak yang dirasakan warga. Dan Pak Endah ikut melontarkan bahwa jangan sampai masuk angin pak karena semua pemerintah Pemkab sudah masuk angin. Kemudian Pak Rukmana meneruskan kata-kata Pak Endah semua aparat sudah menjadi musuh kami dari Kades sampai ke atasnya. Giliran saya terakhir tetapi saya bingung harus ngomong apa sedangkan semua sudah disampaikan yang akhirnya saya berbicara bapakbapak jangan anggap kami pengemis ataupun orang yang mintaParalegal : Titik Balik Kesadaran | 32
minta, kami datang kesini meminta pertanggungjawaban akibat kebijakan pemerintah daerah kami. Semua instansi terkait tidak mau mendengarkan keluhan kami begitu juga dengan KLHK menerjunkan beberapa tim tidak ada hasilnya. Bahkan Pak Eko mengambil sampling air yang katanya mau di Lab dari September 2015 sampai sekarang tidak ada hasilnya. Kami pun ingin mengetahui apakah air tersebut tercemar atau tidak dan berbahaya atau tidak jika dikonsumsi warga. Kemudian yang mengambil sampling debu pun sama dari bulan Oktober 2015 sampai sekarang tidak menunjukkan hasilnya yang pada waktu itu dilakukan oleh Pak Dede yang kebetulan pada waktu itu berhadapan dengan saya. Saya tunjuk sambil bicara bapak sudah merasakan salah satu dampak dari pabrik SCG karena bapak pernah kesana. Apakah bapak tidak terpikir yang tadinya lingkungan kami sejuk sekarang berubah menjadi panas, tiap malam bising, dan dibanjiri debu. Dimana hati nurani bapak? Bapak mengambil sampling debu hanya buang-buang uang negara tidak ada hasilnya, itu pun bapak tidak datang langsung mengambil sampling. Pada waktu itu mesin dimatikan dia tidak mengeluarkan kata-kata dan kemudian dia berbicara oh kalau hasil lab debu ada. Iya pak itu masuk angin karena pada waktu itu Pak Dede tidak hadir kata Pak Endah. Begitupun juga hasil lab air tidak ada dan Dirjen Pengendalian dan Pencemaran pun berjanji akan menurunkan dua tim sekaligus dengan tim Gakum (Penegakan Hukum). Beberapa bulan kemudian tepatnya pada 03 Juni 2016 Pak Eko pun menghubungi saya untuk memfasilitasi pengambilan sample air. Kemudian kami mengambil sample dari 5 sumur untuk dilakukan pengecekan lab karena biayanya yang tidak sedikit. Kemudian setelah dikalahkan di PTUN kami kasasi ke MA dan hasilnya sangat mengecewakan karena kehabisan Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 33
waktu. Perjuangan ini semakin melelahkan tetapi saya sendiri dan kawan- kawan tidak mengurangi semangat perjuangan yang menjadi alasan apalagi tidak diperjuangkan, diperjuangkan saja belum ada perubahan. Semenjak berdirinya FWSM banyak sekali ormas yang mengajak kerja sama namun kami tolak diantaranya Garis, Gempar, Pemuda Pancasila, GMBI, FPI, dan Forum7. FWSM tetap ingin berdiri dikaki sendiri untuk memperjuangkan masa depan. Pada 09 Mei 2016 ibu-ibu pernah aksi spontan dengan menggunakan lilin karena di depan jalan pabrik semen lampunya mati dan mengakibatkan banyaknya terjadi kecelakaan. Kemudian di pagi harinya saya disuruh datang ke pabrik semen dengan beberapa perwakilan warga. Jam 09:00 WIB kami datang, hanya 20 orang itu pun tidak bisa masuk semua dan di sana Kades pun hadir, ketika kami masuk hanya lima orang yang boleh
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 34
masuk akhirnya disana timbul perdebatan. Ini masalah warga yang terkena dampak tapi kenapa ketika ada yang mau diselesaikan beberapa orang saja menimbulkan masalah. Akhirnya perwakilan warga yang berjumlah 10 orang disuruh masuk. Setibanya di dalam semua perwakilan berbicara, tadinya saya tidak mau berbicara dengan pihak SCG karena sudah keterlaluan. Oleh karena Pak Bambang sebagai humas ngomong “Iya masalah lampu akan segera saya selesaikan” dan mengenai debu beliau berbicara silahkan kalau ada debu keluar warga boleh masuk untuk mengeceknya. Kami berbicara bagaimana tidak ada debu kalau tiap malam kami dibanjiri oleh debu semen, begini saja bahwa pabrik semen itu menggiling batu menjadi tepung bagaimana tidak mengeluarkan debu? Kemudian bising juga kami rasakan karena tata laksana pabrik yang salah yang sangat dekat sekali dengan pemukiman warga. Makanya kami buktikan dengan ilmiah, kemudian salah satu perwakilan warga berbicara apakah pembicaraan kami ini tidak ilmiah dan Kades pun diam. Saya pun masih penasaran terkait dengan perizinan karena izin adalah perkara yang tidak boleh menjadi boleh dengan berbagai syarat. Ketika persyaratannya tidak dijalankan akan bagaimana? Dengan hati yang masih gondok akhirnya kami pulang. Pada 20 Mei 2016 kami mengadakan aksi di depan pabrik SCG yang korlapnya adalah Pak Ade. Waktu itu kami merasa bangga pendamping semua hadir diantaranya dari LBH Bandung, Walhi, dan juga teman-teman paralegal hadir memberikan dukungan kepada kami. Saya merasa puas karena teman-teman komunitas sudah pada lantang berbicara hukum dan pelanggarannya. Bahkan Pak Ajat dan kawan-kawan keliling mengajak warga datang sambil orasi “Bapak-bapak dan ibu-ibu jangan takut kita dilindungi oleh undang-undang, ayo bergabung kita wajib menjaga tanah air kita, kita wajib memperjuangkan hak kita yang Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 35
dirampas oleh SCG. Air kita di cemari oleh SCG, udara kita dikotori oleh SCG, hidup kita dibisingkan oleh SCG, ayo kita lawan SCG, emangnya siapa SCG dan kenapa kita yang menjadi korban”. Saya senyum sendiri karena mempunyai teman-teman yang mulai menujukkan keberaniannya walaupun didepan banyak sekali polisi. Suasana komunitas kami sudah ada kemajuan begitu juga dengan Pak Ade jauh lebih berani dari sebelumnya. Keyakinan kami semakin bangkit karena ilmu yang pasti. Semua permasalahan saya tahan waktu orasi agar pihak kepolisian dan orang pabrik tahu diantaranya upaya kami sudah semua dilakukan seperti ke DPRD Provinsi Komisi IV. Ada juga bu Dince orang BPLHD Provinsi (yang bicaranya tidak nyambung) kami bicara dampak pabrik beliau malah membahas pertambangan. Hasilnya mereka datang ke Forum tapi waktunya hanya satu jam itu pun ke Pendopo dulu dan mengundang SCG. Jadi kami diberi waktu sedikit karena sudah dihabiskan di Pendopo, menurut mereka pabrik semen tidak bising. Kemudian gugatan ke KI pun saya sampaikan kenapa orang BPMPT dan orang perusahaan bilang bahwa IMB adalah dokumen rahasia, tapi menurut Majelis Komisioner itu adalah Dokumen Informasi Publik. Dan saya jelaskan juga tentang pasal-pasal Informasi Publik diantaranya UU Deklarasi Umum pasal 19, UUD 1945 pasal 28f, UU HAM pasal 14 yang isinya bahwa untuk mencari, memperoleh, menyimpan, dan menyampaikan informasi publik adalah hak setiap orang. Dan juga untuk untuk mempertimbangkannya dilarang untuk mempertimbangkan pengecualian selain yang tertera dalam pasal 17. Dan kami pun memegang perkataan Dirjen Penegakan Hukum bahwa di negara kita ada beberapa larangan didirikannya pabrik semen diantaranya adalah kawasa hutan lindung. Sementara ini bukan di hutan lindung lagi tetapi di tengah pemukiman warga. Pantas saja pabrik semen ini berada di tengah Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 36
pemukiman warga, ini negara hukum dimana letak regulasi No 5 Thn 2012 sudah dilanggar tetapi kenapa dibiarkan. Saya juga sampaikan tentang pertambangannya, dimana pertambangan ini adalah termasuk kawasan bentang alam karst yang sama sekali tidak boleh di eksploitasi. Ciri-cirinya ada ponor, stalaktid, resurgensi, dan dunagi bawah tanah. Gunung Guha merupakan KBAK (Kawasan Bentang Alam Karst), bagaimana warga bisa hidup kalau stok airnya di eksploitasi atau di hancurkan. Kawasan Sukabumi Selatan akan menderita kekurangan air pantaskah ini dilakukan? Kenapa PMA dilindungi sementara kami terkena dampak akibat ulah PMA tidak dilindungi? Hak kami dirampas yaitu hak hidup sehat dan bersih yang mutlak dilindungi oleh undang-undang. Apakah warga menjadi maju setelah adanya pabrik semen? Cuma sebagian kecil, sosialnya hancur karena trik adu domba dari perusahaan, ada yang pro dan kontra. Apalagi budayanya sudah pasti hilang di ganti dengan perselihihan faham. Kemudian setelah semua unek-unek saya dikemukaan saya turun dan menghampiri kang Linggo. Di belakang saya Kapolsek mengikuti saya dan Kapolsek itu berbicara “Kalau sudah dibubarkan saja pak.” Belum sempat saya
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 37
ngomong, Kang Linggo menjawab perkataan Kapolsek “kenapa dibubarkan?” dan saya pun naik lagi ke mobil komando dan berorasi lagi supaya puas sampai suara saya serak. Padahal waktu itu badan saya kurang sehat. Setelah semua beres pulang lah warga yang ikut aksi, sampai di jalan raya kami pun menutup jalan dan semua polisi merasa kewalahan. Saya dan teman-teman lain meminta maaf kepada pengguna jalan, walaupun Yuli dan kepolisian sempat berdebat. Di sepanjang jalan kami tetap orasi, sampai posko hampir dua jam sambil melampiaskan amarah warga padahal jaraknya hanya 100 meter. Dipertengahan jalan munculah seorang polisi menyalakan megaphone bunyinya keras sekali yang kebetulan didepan Pak Ade, beliaupun memarahinya tetapi polisi itu hanya tersenyum saja. Pada 31 Mei 2016 kami kembali mengadakan aksi ke Pelabuhan Ratu di depan kantor DPRD dan anehnya tidak ada satu komisi pun yang ada di kantornya. Yang ada hanya Sekwan dan beliau menghampiri saya yang sedang orasi dan berkata, “Pak masuk saja” untuk apa masuk kalau tidak ada orangnya. Kami datang ke sini hanya ingin menagih janji kepada Pak Agus Ketua DPRD karena dulu beliau berjanji kalau SCG mengeluarkan debu saya yang paling dulu menutup pabrik. Kami sebagai warga yang terdampak oleh pembangunan pabrik semen SGC sampai kapanpun akan terus menyuarakan hak-hak kami. Kami tidak terima dengan bencana yang kami alami akibat dari pembangunan pabrik semen SGC. Semoga pemerintah dan wakil rakyat mau mendengarkan keluhan kami sehingga perjuangan yang kami lakukan tidak sia-sia. Dan kami mendapatkan kembali kehidupan kami yang dulu seperti, udara yang bersih, segar, nyaman, subur, serta air bersih yang melimpah. Amiin…. Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 38
Bagian ke-2
Catatan di Medalsari Wahyudin
Semenjak saya di PHK dari perusahaan, saya jarang ada di rumah. Saya sering main ke sekretariat Serikat Petani Karawang (Sepetak). Awalnya diajak oleh teman yang sudah menjadi pengurus di Serikat Petani Karawang. Karena keseringan main, saya mendapat undangan sekolah agraria dari Sepetak. Tidak salah untuk mencoba dan menambah pengalaman baru. Kemudian saya meminta ijin kepada orang tua, karena sekolah dilaksanakan tujuh hari. Waktu itu sekolah dilaksanakan di sekretariat Petani Karawang yang bertempat di Perumahan Grand Permata Blok B 8/7 Palumbon Sari, Karawang. Ketika mengikuti sekolah agraria, banyak pelajaran yang tidak didapatkan di sekolah. Diawali dari pelajaran filsafat, matrialisme dialektika histori (MDH), sejarah perkembangan manusia, keorganisasian, mengorganisir massa, sejarah gerakan tani Indonesia, dll. Pelajaran yang begitu mengejutkan adalah ketika materi filsafat, karena di sampaikan oleh seorang kakek. Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 39
Kakek tersebut bernama Sarkom atau biasa dipanggil Bah Sarkom. Bah Sarkom adalah pelaku sejarah tahanan politik (Tapol) di Pulau Buru dan merupakan anggota Pemuda Rakyat (PR). Umurnya saat ini kurang lebih sudah 75 tahun. Kesehariannya hanya mencangkul dan memakai caping di kepalanya. Bukan hanya memberi pelajaran, beliau juga memberi kesaksian ketika di buang ke Pulau Buru. Sejarah yang begitu sangat tidak dapat dilupakannya karena kekejaman di jaman itu. Mendengar cerita dari Bah Sarkom, jujur saya merasa takut. Tapi saya senang bisa mendengarkan langsung dari pelaku sejarah tahanan politik. Dan saat itulah rasa ingin tahu saya semakin menggebu untuk pelajaran-pelajaran yang akan disampaikan oleh pemateri yang lainnya. Awalnya hanya coba-coba tapi malah mengikuti sekolah agraria sampai selesai. Saya kira setelah sekolah agraria selesai tidak akan ada kegiatan lagi. Ternyata masih ada pelajaran lain yaitu praktek mengorganisir petani. Saya ditugaskan di Desa Medal Sari Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Medal Sari sudah menjadi basis Serikat Petani Karawang. Saya ditugaskan selama tiga bulan untuk menjalankan pencapaian pengorganisiran massa. Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 40
Sejarah Dan Status Tanah Desa Medal Sari terletak di Karawang Selatan, perbatasan antara Kabupaten Karawang dengan Kabupaten Bogor. Desa yang begitu indah dan sejuk karena berada di bawah kaki Gunung Sanggabuana. Pepohonan yang lebat, air terjun yang begitu indah, dan gunung- gunung menjulang tinggi yang begitu gagah tegak berdiri. Tapi sayangnya ada tanah petani yang telah di klaim oleh Perum Perhutani. Pertama kali datang ke Desa Medal Sari, saya mendatangi Pak Ano untuk meminta ijin tinggal sementara. Pak Ano memiliki tiga kios, k a r e n a ada satu kiosnya yang kosong maka Pak Ano mengijinkan saya untuk tinggal sementara di tempat tersebut. Saya dan tiga kawan langsung berbagi tugas, yaitu menganalisa sosial, mengumpulkan data, dan menggali sejarah tanah di Desa Medal Sari. Pagi sekitar jam 06.00 WIB sudah banyak warga yang berangkat ke ladang. Saya pun diajak oleh Mang Adang dan Mang Idim untuk ikut ke tempat dimana ia biasa menggarap. Ternyata untuk sampai ke ladang membutuhkan waktu sekitar satu jam dan jalan ke sana pun terjal. Di dekat jembatan Ciomas ada warung yang menjual sepatu karet. Saya membeli sepatu
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 41
Petani Di Kriminalisasikan Oleh Perhutani
karet yang bentuknya seperti sepatu bola seharga dua puluh ribu rupiah. Baru saja setengah perjalanan kaki saya lecet dan merasa lelah. Lalu saya berpikir, hebat sekali petani yang setiap hari berjalan kesini, mereka masih kuat sampai sekarang. Di perjalanan, saya mengobrol dengan beberapa petani membicarakan sejarah dan status tanah di hutan. Semua petani menjawab sama, bahwa banyak tanah yang sudah di klaim oleh Perhutani. Sebenarnya tanah itu ada alas hak nya yaitu berupa girik. Namun sekitar tahun 70-an, girik mereka diambil oleh Perum Perhutani dan mereka berjanji akan dikembalikan lagi. Sayangnya sampai sekarang girik tidak pernah dikembalikan lagi. Sisa girik yang ada hanya di beberapa petani dan bukti surat pengembalian girik pun masih ada. Petani juga mempunyai peta tahun 1971, mereka pun membayar pajak sebagaimana telah di wajibkan oleh negara. Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 42
Saya bertemu dengan keluarga Pak Suhendi, dia menceritakan pengalamannya kepada saya ketika di kriminalisasikan oleh Perhutani. Pak Suhendi yang akrab dipanggil Endi berumur sekira 38 tahun. Pak Endi adalah petani Desa Medal Sari yang kesehariannya adalah bertani di hutan. Pak Endi menebang kayu di tanah milik masyarakat desa yang di klaim oleh Perhutani. Barang buktinya berupa kayu pohon sengon seharga tujuh puluh ribu rupiah. Bahkan saat itu kayunya pun belum di bawa pulang dan masih berada di lokasi ketika menebang. Itulah awal mula tertangkapnya Pak Endi oleh pihak Perhutani yaitu ketika menebang sebatang pohon sengon. Saat itu Pak Endi membutuhkan kayu pohon sengon untuk memperbaiki bagian dapur rumahnya yang roboh. Pak Endi dilaporkan oleh seorang mantri hutan Perhutani ke Polsek Pangkalan. Oleh karena ada teman yang mengajak Pak Endi bekerja ke Jakarta untuk menjadi kuli bangunan, maka Pak Endi tercatat dalam daptar pencarian orang (DPO). Ketika sedang di Jakarta, keluarga Pak Endi mengupayakan agar Pak Endi tidak dipenjara dengan jalan mediasi. Bahkan Keluarga Pak Endi mengeluarkan uang sebesar Rp. 6.700.000-, kepada pihak Perhutani. Saat itu mediasi
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 43
dihadiri oleh keluarga Pak Endi, pihak Perhutani, dan Kepolisian. Dengan adanya mediasi ini keluarga Pak Endi berpikir kasusnya sudah selesai. Satu bulan kemudian Kepala Desa Medal Sari menjemput Pak Endi ke Jakarta dengan maksud untuk menguraikan masalah. Pak Endi dibawa ke kantor Polsek Pangkalan dengan alasan akan diadakan mediasi. Tapi ternyata Pak Endi malah dijebloskan ke dalam tahanan. Beberapa hari kemudian Pak Endi sudah menjadi tahanan jaksa. Sidang tuntutan dilakukan tanpa didampingi oleh seorang kuasa hukum dengan tuntutan hukuman selama satu tahun tujuh bulan penjara. Sebelum sidang putusan hukuman, keluarga Pak Endi meminta tolong kepada Pak Ano. Pak Ano adalah anggota Serikat Petani Karawang (Sepetak). Kemudian Pak Ano melaporkan hal ini kepada pimpinan Serikat Petani Karawang (Sepetak). Pengurus di kabupaten langsung melakukan pengkajian dan penelitian. Lalu Serikat Petani Karawang (Sepetak) mengkonsolidasi massa selama dua hari dan disepakati bahwa pada saat Pak Endi sidang akan turun ke jalan (Aksi). Hakim yang memimpin sidang akhirnya memberikan hukuman selama empat bulan, di potong masa tahanan tiga bulan lima belas hari. Berarti Pak Endi menjani masa hukuman selama lima belas hari.
Merindukan Seseorang Selama satu bulan tidak bertemu rasa kangen kepada keluarga dan kekasih sangat terasa. Wajar saja saya juga manusia yang punya rasa kangen. Saya selalu bingung apa alasan yang harus saya katakan pada mereka. Saya bukan buruh yang di upah oleh majikan, saya juga bukan malaikat penolong. Di sini saya hanya menjalankan tugas organisasi.
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 44
Kring... kring... kring... Ponsel di saku berbunyi. Nomor yang tertera di ponsel adalah dari kakak. Ketika saya menjawab telponnya ternyata yang berbicara adalah Ibu. Mamah : “ Assalamualaikum”… Saya : “ Waalaikumsalam… aya naon mah?” (Ada apa mah?) Mamah : “Dimana ayeuna? Iraha balik? Maneh moal balik-balik kitu? Emang didinya keur nanaonan sih maneh?”... (Dimana sekarang? Kapan pulang? Kamu tidak akan pulang-pulang gitu? Memangnya disana kamu sedang melakukan kegiatan apa sih?) Saya : “... ??” Sambil garuk-garuk kepala kemudian saya mengatakan “Tong loba pikiran Mah, doakeun weh sing cager, ke ge balik.” (Tidak usah banyak pikiran Mah, doakan saja semoga selalu sehat, nanti juga pulang) Mamah : “Karep maneh weh. Kahade weh di lembur batur eta tong sompral.” (Ya sudah terserah kamu saja. Hati-hati di kampung urang jangan bicara Sembarangan). Saya : “Enya, moal.” (Iya, tidak akan) Hadeuh... pikiran bimbang, rasa ingin pulang. Ibu menelpon, uang tidak ada, pikiran tidak karuaan, di tambah pacar telpon sambil marah-marah. Dia bilang Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 45
hubungan kita tuh seperti apa sih? Masa aku terus yang harus ngontak kamu duluan. Memangnya kamu tidak kangen sama aku? Kamu tuh mau jadi apa sih sebenarnya? Waktu itu saya belum bisa menjawab. Hanya pasrah menanti kabar baik. Apalagi setiap malam minggu melihat pemuda-pemudi di desa sedang berduaan membuat rasa ingin pulang semakin menjadi. Setiap menelpon pacar yang menjawab selalu operator “Maaf pulsa anda tidak mencukupi, untuk melakukan panggilan ini silahkan melakukan pengisian pulsa”. Akhirnya saya hanya menunggu ada yang menelpon. Memang awalnya tidak mudah hidup seperti ini. Tapi dengan menyibukkan diri semuanya terlupakan. Di saat sedang kumpulan bersama petani pacar menelpon, karena ponsel disenyapkan ya pastinya tidak terdengar bunyinya. Pas dilihat di layar ponsel ada 47 panggilan yang tidak terjawab. Apalagi SMS sudah tidak terhitung yang isinya marah- marah jadi malas bacanya juga. Bayangkan saja kalau sudah berkumpul dengan petani biasanya dari habis Isya sampai jam satu, mana ada waktu buat pacaran. Padahal sering sekali saya bertanya kepada pacar saya, “Kamu kan buruh, kamu juga kan ikut serikat, pasti kamu tahukan praktek pengorganisiran”. Namun dengan jawaban yang judes dia hanya berkata “Bodo amat ah”. Perlahan-lahan saya jelaskan dan sampaikan tentang aktivitas saya akhirnya dia mengerti dengan sendirinya. Dan sampai sekarang saya jadi pengurus Serikat Petani Karawang. Dia tidak asing lagi kalau ditinggal ke mana-mana. Sudah ah lebaynya kita serius lagi…
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 46
Petani Sawah Dan Petani Kebun Medal Sari sebagai desa yang terletak di kawasan hutan yang berada di selatan Kabupaten Karawang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor. Sekitar 90% masyarakatnya adalah petani sawah dan petani kebun. Banyak petani sawah merasa kebingungan karena tidak adanya peranan unit pelaksanaan yang melakukan penyuluhan lapangan. Banyak petani yang tidak memahami cara penanaman yang baik dan benar. Untuk takaran pemupukan pada tanamanpun petani hanya bisa mengirangira sehingga pencapaian hasil panen tidak maksimal. Adanya bantuan dari Dinas Pertanian ke Gapoktan seperti, benih, traktor, dan mesin rontog pun petani sering tidak tahu karena tidak diberitahu oleh ketua kelompok tani. Gapoktan adalah gabungan kelompok tani di pedesaan. Petani dibagi menjadi beberapa kelompok. Dicatat namanya dan diserahkan ke Dinas Pertaniaan untuk mendapatkan bantuan. Ketika ada bantuan dari Dinas Pertanian maka yang menerima bantuannya adalah Gapoktan. Tapi yang
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 47
terjadi sebaliknya, saat serah terima alsintan seperti traktor, penerima alsintan atas nama ketua kelompok tani harus membayar uang sebesar 5 juta rupiah kepada UPTD Pertanian. Oleh karena ada transaksi pembayaran itu maka ketua Gapoktan merasa memiliki alat bantuan tersebut. Sehingga akhirnya petani tidak dapat merasakan manfaat dari alat bantuan tersebut. Atas dasar pengakuaan petani seperti itu maka saya bersama tiga kawan saya mengadakan rapat dan pertemuan bersama petani. Dari hasil rapat itu, petani sepakat mengundang UPTD Pertanian Pangkalan untuk duduk bersama dengan petani di desa Medal Sari. Tujuannya untuk mengatasi masalah yang terus berlangsung sehingga tidak terjadi lagi dan alat pemberian dapat di manfaatkan oleh petani. Beberapa hari kemudian, pertemuan antara petani yang di dampingi oleh Serikat Petani Karawang dan UPTD Pertanian dilaksanakan di rumah Pak Haji Ilyas. Terjadi perdebatan yang sangat menarik. UPTD Pertanian menjelaskan bahwa jumlah penyuluh pertanian lapangan (PPL) yang sedikit dan gajinya yang kecil serta adanya permasalahan yang lainnya memang benar terjadi. Walau seperti biasa saling menuduh tapi mereka berjanji akan memperbaiki kinerja UPTD.
Kemenangan-Kemenangan Kecil Ternyata permasalahan petani di Desa Medal Sari bukan hanya tanah yang di klaim oleh Perhutani. Petani juga membutuhkan infrastuktur, modal, teknologi, dan pemasaran hasil panen. Dengan seringnya melakukan pertemuaan- pertemuan dan berdiskusi, maka dengan sendirinya pemikiran petani akan terbangun. Berawal ingin memajukan desa maka kami mengajak petani untuk menuntut hak dengan cara audiensi ke Dinas Pertaniaan, Cipta Karya, DPRD, dan Pemerintah Daerah Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 48
Karawang. Seminggu tiga kali kami bersama petani mendatangi kantorkantor terkait untuk menyuarakan apa yang dibutuhkan oleh petani. Setelah beraudiensi ada beberapa yang terealisasi yaitu seperti pengadaan traktor, pengecoran jalan, penerangan jalan umum, dsb. Petanipun merasa lebih percaya diri dan menyadari akan pentingnya berorganisasi. Ketika di rumah Mang Adang di Medal Sari ada peristiwa yang membuat saya terharu. Mang Idim, seorang petani Desa Medal Sari ketika sedang berkumpul di hadapan petani yang lainya mengatakan “Tah mun urang daek berjuang mah, naon wae anu ku urang-urang hayang bisa di bogaan komo deui mun urang demo jeung kompak mah”. (Nah, kalau kita mau berjuang, apapun yang kita semua inginkan pasti akan kita dapatkan, apalagi kalau kita demo dan kompak) Lewat diskusi mereka mulai memahami arti pentingnya berorganisasi. Tanpa berorganisasi atau berserikat petani belum tahu bagaimana cara untuk menuntut hak. Biasanya mereka merasa takut karena belum banyaknya pemahaman ketika menuntut hak. Intinya bukan memanjakan petani lewat meminta Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 49
kepada pemerintah. Namun mereka menuntut sesuai apa yang mereka butuhkan dan memang sudah menjadi kewajiban negara untuk menjamin rakyatnya. Negara harus hadir disaat petani membutuhkan apa yang membuatnya sejahtera, tapi negara seakan-akan menutup mata dan telinga. Dari pada dikorupsi lebih baik rakyat menuntut hak kepada pemerintah. Toh kita meminta kepada pemerintah tidak langsung di beri. Tetap saja harus ada aksi, diskusi, dan dihadapkan dengan aparat yang selalu represif.
Petani Menolak Eksploitasi Wisata Curug Lalai Forum terbuka bersama Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perhutani Purwakarta dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Karawang berawal dari petani diundang untuk bekerja sama dalam pembukaan Curug Lalai. Lokasi Curug Lalai berada di perbatasan Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bogor. Acara forum terbuka bertempat di sekretariat LMDH Dusun Tipar Kolot Desa Medal Sari. Perhutani dan LMDH menginginkan Curug Lalai menjadi tempat wisata. Bagi Perhutani dan kordinator LMDH Nace Permana dengan adanya tempat pariwisata curug dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perhutani dan kordinator LMDH Karawang tidak memikirkan apa dampak negatif yang akan terjadi di masyarakat. Air Curug Lalai yang mengalir ke Sungai Ciomas adalah satusatunya mata air bagi masyarakat Desa Medal Sari. Ciomas adalah aliran sungai pembatas Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bogor. Air yang mengalir digunakan sehari-hari untuk minum, wudhu, mandi, dan untuk pertanian. Apabila air terjun itu menjadi tempat wisata maka musibahlah yang akan datang kepada masyarakat. Kekhawatiran masyarakat adalah apabila Curug Lalai ini menjadi tempat wisata maka pendatang dengan merasa Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 50
tidak berdosanya menggunakan sampo, sabun, dan pastinya sampah plastik akan berceceran di sungai. Bila di hulu sudah tercemar maka masyarakat yang di bawah akan terkena dampaknya. Bukan hanya d a m p a k lingkungan saja tetapi pasti nantinya akan berjejeran villa yang akan mempersempit lahan pertanian. Curug Ciomas juga berlokasi dimana petani sedang mengajukan proses Inventarisasi Pengusaan P e m i l i k a n Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) di kawasan hutan. IP4T adalah kegiatan pendataan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, yang diolah dengan sistem informasi geografis yang menghasilkan peta dan informasi mengenai penguasaan tanah oleh pemohon. Juklak IP4T terbit pada Januari 2015, pasca ditandatanganinya Peraturan Bersama (Perber) Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Menteri Pertanahaan (BPN-RI) No.79 tahun 2014, No.PB.3/Menhut-II/2014, No.17.PRT/M/2014, NO.8/ Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 51
SKB/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang Berada Dalam Kawasan Hutan. Perber yang ditandatangani 17 Oktober 2014. Petani juga butuh kenyamanan saat bertani sehingga tidak terjadi lagi intimidasi dan kriminalisasi. Kalau memang wisata Curug Lalai dapat mensejahterakan masyarakat. Mengapa Curug Cigentis yang berada di Kecamatan Tegal Waru yang sudah lama dibuka menjadi tempat wisata tapi masyarakatanya tidak sejahtera? Malahan disaat musim kemarau masyarakatnya di hadapkan dengan kekeringan. Karena bagi petani bukan wisata yang dapat mensejahterakan rakyat. Petani Desa Medal Sari hanya menginginkan agar penyelesaian tanah yang di klaim oleh Perhutani cepat selesai. Kalau berbicara untung, yang akan mendapatkan keuntungan pasti yang mempunyai modal, aparat desa, dan Perhutani. Kubur dalam-dalam pemikiran dari wisata bisa mensejahterakan masyarakat karena yang ada hanya akan menjadi malapetaka bagi masyarakat.
Hari Tani Tasional 2015 Menjelang hari tani biasanya saya bertugas di Desa Medal Sari. Tiap hari dengan tidak bosannya mendatangi petani. Mengundang petani untuk datang berkumpul di rumah Kang Adang. Kang Adang adalah ketua dewan pimpinan tani desa di Medal Sari. Saya menjelaskan awal lahirnya UUPA dan dideklarasikannya menjadi Hari Tani Nasional. Petani sangat antusias bukan hanya merayakan hari tani tapi menyuarakan tuntutan kepada pemerintah daerah. Dimulai dari pertemuaan di dusun I dan dusun II kemudian menjadi pertemuan yang besar. Awalnya saya tidak percaya diri karena saya hanya sendiri. Saya memberanikan diri dihadapan petani untuk menyampaikan Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 52
tuntutan yang sudah disepakati oleh petani. Hari tani bertema Rebut Kedaulatan Agraria, Bangun Industrialisasi Pertaniaan. Pada malam hari tani saya tidak bisa tidur karena takut massa yang sudah dikonsolidasi tidak jadi ikut. Sampai jam dua malam saya ditemani Mang Adang menyiapkan transportasi. Adzan Subuh pun berkumandang, panggilan sholat untuk orang Islam. Beberapa petani dan istrinya sudah ada yang bawa makanan timbel. Setelah sholat Subuh, Mang Adang langsung memanggil dari toa mesjid, “Assalamualaikum wr.wb… Ka bapa-bapa sareng ka ibu-ibu nu bade ngiring demo ka Karawang diantos di payun kiosna Pak Ano (Kepada bapak-bapak dan ibu-ibu yang akan ikut demo ke Karawang ditunggu di depan kios Pak Ano). Saya terharu melihat antusias petani untuk aksi di hari tani. Massa berbondongbondong berdatangan dan ketika diabsen jumlahnya ada 541 orang yang akan berangkat. Hati sangat senang melihat petani yang solid. Di perjalan petani bersemangat sambil berteriak “HIDUP TANI”… “HIDUP TANI”... Seumur hidup saya baru membawa orang dari desa ke kota dengan jumlah ratusan orang. Sampai di kota Karawang bertemu dengan basis dari masing-masing desa. Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 53
Petani longmarch dari titk kumpul massa di GOR Panata Yuda. Aksi massa mengelilingi jalan bundaran Mega Mall, ke kantor Pemerintahan Daerah Karawang, Badan Pertanahan Nasional, sampai titik akhir di Pengadilan Negeri Karawang. Waktu itu saya memegang megaphon dan berada paling depan. Melihat msasa yang begitu banyak sampai mau meneteskan air mata karena sudah puluhan tahun petani harus di hadapkan dengan konflik agraria. Seakan-akan negara tidak pernah hadir di petani. Melihat petani yang sudah berumur 70an sedang menuntut haknya. Padahal di Pancasila sila ke-5 yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Tapi mereka belum mendapatkan keadilan sebagai warga Indonesia. Berawal mendatangi kantor Pemerintahan Daerah Karawang. Di kantor pemerintahan daerah kami hanya berorasi secara bergiliran. Menyampaikan tuntutan petani diantaranya petani menginginkan penyelesaian sengketa tanah cepat selesai, adanya keberpihakan kepada petani, dan mendesak agar pemerintah daerah secepatnya menyelesaikan sengketa baik dengan Agung Podomoro Land maupun dengan Perhutani. Setelah mendatangi kantor pemerintahan daerah kami pun dengan semangat mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasioanal (BPN). Massa aksi mendrobrak pintu gerbang kantor pertanahaan dan meminta agar perwakilan setiap basis masuk ke kantor untuk audiensi. Saya tidak ikut kedalam ruangan karena mengawasi massa aksi. Ketika perdebatan alot yang di dalam sms kepada saya meminta supaya yang di luar lebih keras menyemangati perwakilan yang masuk. Dan saya pun menginstruksikan supaya massa aksi untuk masuk ke dalam kantor. Kamipun saling dorong mendorong dengan aparat. Ketika massa memaksa untuk masuk akhirnya perwakilan dari basis kembali lagi. Dan Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 54
perwakilan BPN membacakan hasil dialog di dalam. 1. Badan pertanahan tidak akan pernah memproses sertifikasi kepada PT Agung Podomoro Land. 2. Badan pertanahaan akan memproses secepatnya Inventarisasi Pengusaan Pemilikan Penggunaan dan pemanfaatan Tanah (IP4T) di kawasan hutan. Sesudah mendapatkan kejelasan dari badan pertanahan massa aksi berjalan mendatangi kantor Pengadilan Negeri. Kami memandang Pengadilan Negeri Karawang tidak ada keberpihakan kepada petani. Setiap berperkara dengan petani yang dimenangkan selalu pihak pemodal. Petani yang menjadi korban eksekusi saling bergantian berorasi dan menunjukkan bukti-bukti kepemilikan tanah. Oleh karena keadilan bagi rakyat sudah mati di negeri ini maka petani langsung memblokir jalan untuk mengheningkan cipta.
Petani Dan Aktivis Tani Di Kriminalisasi Lagi-lagi petani dikriminalisasikan adalah Karsim, petani yang berasal dari Desa Medal Sari. Mempunyai garapan di hutan yang sedang dalam proses Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) di kawasan hutan. Sebagaimana diketahui masyarakat, sejumlah balok kayu tersebut adalah milik mutlak dari Karsim. Yang ia tanam dan kelola di tanah miliknya sendiri bahkan bibitnyapun ia beli sendiri dari daerah Cikampek. Paska ditemukannya sejumlah balok kayu di gubuk Karsim tersebut, sebagaimana yang di ungkapkan oleh Karsim bahwa Pihak LODAYA mengintimidasi akan membakar gubuk-gubuk petani begitu pula dengan intimidasi dari pihak Perhutani. Sekembalinya Karsim ke rumah, Okim seorang Mantri Hutan mendatangi Karsim di rumahnya dan menyampaikan bahwa Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 55
masalah tersebut sudah dilaporkan oleh LSM LODAYA kepada pihak terkait. Pembicaraan tersebut terekam oleh telepon seluler milik Karsim. Pada sore harinya Saudara Akew yang merupakan orang suruhan saudara Okim (Mantri Hutan) mendatangi keluarga Karsim meminta uang agar masalah ini tidak sampai ke Kepolisian. Namun dengan tegas keluarga Karsim menolak hal tersebut karena sesungguhnya Karsim adalah seorang petani yang menanam ditanahnya sendiri. Pada malam hari sekitar pukul 21.00 WIB, saya dan Hilman datang ke lokasi Desa Medal Sari. Saya langsung datang ke rumah Karsim dan langsung berkomunikasi dengan kawan yang ada di kota lewat telepon seluler. Memberitahukan bahwa salah satu anggota Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), telah melapor ke Perhutani bahwa Karsim mencuri kayu. Dan Perhutani langsung melaporkan ke Polsek Pangkalan. Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 56
LMDH adalah LSM binaan Perhutani, kordinator LMDH Karawang waktu itu adalah calon bupati no 1 dari jalur independen yaitu Nace Permana. Engkos Kosasih (Sekjen) dan Odang Rodiana (Dept. Pendidikan) melakukan propaganda secara luas. Namun calon bupati tersebut tidak merasa senang dan merasa dirugikan karena propaganda tersebut. Maka Engkos dan Odang dilaporkan ke Kepolisian Resort Karawang pada 12 Oktober 2015 dengan tuduhan pencemaran nama baik berdasar UU ITE No 11 tahun 2008. Keesokan harinya ratusan masyarakat Desa Medal Sari mendatangi Kantor RPH Pangkalan Karawang menolak kriminalisasi yang dilakukan oleh Perhutani. Namun petani yang melakukan aksi di kantor RPH tersebut hanya menemui kantor yang tak berpenghuni. Kemudian massa aksi pun bertolak ke Kantor Bupati Karawang dan lagi-lagi tidak bisa bertemu dengan pejabat yang dituju. Akhirnya massa aksi pulang ke desa tanpa mendapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten Karawang. Pada sore harinya atas desakan dari Kapolsek Pangkalan melalui Bahabinkamtibmas Medal Sari Brigpol Dudin Suhabudin, SH meminta dilakukan mediasi antara warga dengan pihak Perhutani yang juga dihadiri oleh beberapa pengurus Serikat Petani Karawang. Pertemuan mediasi tersebut begitu alot dengan berbagai macam bantahan dari pihak Perhutani yang berakhir dengan deadlock. Pihak Perhutani menolak semua rumusan berita acara yang awalnya disepakati berbagai pihak. Mediasi lanjutan saya tidak menghadirinya karena ada tugas di basis lain. Dan akhirnya Karsim tidak jadi di penjara. Tapi kasus tuduhan pencemaran nama baik masih berlanjut. Sampai sekarang kasusnya tidak jelas.
Aksi 1 Maret 2016 Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 57
Petani mempersiapan aksi 1Maret di masing-masing basis. Pengawalan proses IP4T tidak jelas. Dua minggu sekali saya mendatangi ketua panitia IP4T di Badan Pertanahan Nasional Karawang. Setiap datang ke BPN mereka selalu bilang belum ada anggaran untuk IP4T. Pada 26 April saya menjelaskan di rapat terkait IP4T di sekretariat Sepetak. Bahwa IP4T belum ada anggarannya di APBN dan APBD. Dan Engkos (Sekjen) mengatakan anggaran itu selalu ada kalau di ajukan, ada kecurigaan BPN tidak mengajukan dan tidak memprosesnya. Di rapat semua sepakat untuk datang membawa petani ke BPN. Masing-masing pengurus Serikat Petani Karawang diberi tugas untuk datang ke basis. Saya kebagian ke desa Medal Sari. Pada 27 April saya langsung siap-siap karena saya tidak mempunyai kendaraan, biasanya saya memakai angkutan umum. Uang di saku hanya lima puluh ribu rupiah. Setelah sampai di Pasar Loji kemudian saya menelepon ke anak petani meminta untuk di jemput. Ojek sih ada tapi uangnya tidak cukup untuk membayarnya. Di perjalanan menuju Desa Medal Sari motor terasa tidak nyaman pas di cek ternyata bannya kempes. Saya mendorong motor itu mencari tambal ban. Kira-kira 500 m baru ketemu bengkel ban. Ternyata ban bocor terkena paku saat di perjalanan. Selesai di tambal lalu membayar jasa sepuluh ribu rupiah. Motor dinyalakan lagi dan langsung ngebut. Sesudah sampai di Desa Medal Sari, saya datang ke tempat Kang Adang selaku ketua pimpinan petani desa. Saya memberitahu bahwa pada 1 Maret kita harus datang ke ketua panitia pelaksana IP4T. Tujuannya adalah untuk mendorong proses secepatnya seperti janji di hari tani. Sesudah Maghrib saya diantar Kang Adang ke setiap petani Dusun I, mengajak untuk berkumpul di rumah Kang Endi. Kang Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 58
Adang dengan biasanya memakai toa mesjid, “Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh, ka bapabapa sareng ibu-ibu nu rumaos anggota Sepetak diantos kasumpingana di bumina Kang Endi ba’da Isya” (Kepada bapak-bapak dan ibuibu yang merasa menjadi anggota Sepetak ditunggu kehadirannya di Rumah Kang Endi setelah Isya). Jam 20.00 WIB petani sudah banyak yang hadir saya pun langsung memulai rapat itu. Banyak perdebatan dan cacian terhadap pemerintah. Maka para petani di Dusun I sepakat untuk melakukan aksi pada 1 Maret karena sudah menunggu lebih dari tiga bulan belum ada proses. Pada 1 Maret 2016 digelarlah aksi, sebanyak 1226 petani dari Desa Medal Sari, Desa Kuta Mekar, dan Desa Mulya Sejati yang tergabung dalam Serikat Petani Karawang. Kami aksi bersama dengan Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI), dan Serikat Buruh Kerakyatan (SERBUK). Tuntutannya adalah tolak terbitkan hak guna bangunan untuk PT Agung Podomoro Land dan laksanakan secepatnya inventarisasi penguasaan pemilikan Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 59
tanah. Kemarahan petani tidak dapat dibendung lagi, petani langsung memblokir jalan kota. Kemacetan sangat panjang karena petani tidak dibukakan pintu. Suasana sangat mencekam, dorong mendorong di pintu gerbang kantor Badan Pertanahan Nasional Karawang pun terjadi. Akhirnya petani berhasil membuka pintu gerbang dan perwakilan petani di ijinkan masuk ke kantor Pertanahan Karawang. Mereka berjanji mengundang panitia pelaksana Inventarisasi Pengusaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) di kawasan hutan serta menerima berkas-berkas pendaftaran milik petani. Seminggu setelah aksi undangan pun di bagikan kepada panitia IP4T. Digelarlah rapat yang di ketuai oleh BPN serta dihadiri oleh Asda 1, Pertaniaan dan Kehutanan, Perhutani, dan Polisi. Salah satu penghambat adalah Perhutani yang memberikan surat edaran kepada Bupati dan BPN. Isi dari surat edaran itu adalah supaya program IP4T jangan dulu di proses karena akan ada judicial review. Perdebatan sangat keras pun terjadi dengan saling memberikan pendapat. Dan akhirnya hasil dari rapat tersebut adalah : 1. Agar melengkapi persyaratan yang masih kurang. 2. Asda akan mendorong supaya Bupati membalas surat dari Perhutani untuk meminta penjelasan yang jelas. 3. Menunjuk Dinas Pertaniaan agar menganggarkan program IP4T.
Penutup
Konflik tanah antara Perhutani dan petani harus segera
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 60
dituntaskan. Kalau tidak ada jalan penyelesaiannya maka petani dan Perhutani akan saling klaim tanah. Seharusnya pemerintah tunduk kepada ketentuan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar dan Manifesto Politik Republik Indonesia, sebagai mana yang ditegaskan dalam Pidato Presiden pada 17 Agustus 1960, yang mewajibkan negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya. Sehingga semua tanah di seluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-royong. Seharusnya kemakmuran untuk rakyat namun sebaliknya rakyat harus dihadapkan dengan konflik tanah. Sampai petani ada yang dikriminalisasi dan intimidasi. Dari dasar itu petani harus di organisir agar menjadi petani yang cerdas. Untuk dapat menjalankan tugas-tugas yang semakin berat ini menjadi lebih penting lagi soal penyelidikan yang teliti mengenai hubunganhubungan agraria di desa. Pendidikan politik dan organisasi untuk kader-kader tani dan mendidik banyak kader yang benarbenar mengerti persoalan desa dan kaum tani. Walaupun pengorganisasian berjalan tidak sebesar gerakan sosial pedesaan di daerah lain, pilihan untuk masuk ke dalam isu-isu yang ada di pedesaan dalam mengorganisir merupakan pilihan yang cukup realistis tanpa meninggalkan platform dasar organisasi. Hanya dengan melalui aksi-aksi menuntut hal-hal yang kelihatannya kecil, yang remeh, tidak penting, organisasi kaum tani semakin makin lama akan semakin kuat, akan semakin luas, dan semakin teguh (Aidit, 1960 : 29-30). Pendidikan bagi aktivis untuk mencetak lebih banyak kader gerakan yang mau bekerja dan mempertajam analisis terhadap situasi basis. Pengorganisasian juga menjadi bagian penting yang harus Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 61
dilakukan sehingga akan dapat membaca situasi dan kondisi yang terjadi.
Bagian ke-3
INVESTOR DATANG, SEJAHTERAKAH KAMI ( PENGUASA , PENGUSAHA BAGI KOMISI ) Hikmat
Kota Majalengka dikenal dengan julukan kota angin yang memiliki ciri khas oleh-oleh yaitu kecap. Kota Majalengka berada di antara perbatasan Kota Sumedang dan Cirebon. Masyarakat Majalengka sangat ramah tamah, suka bergotong royong, dan mencintai kedamaian.Pada awal tahun 2007 pembangunan pabrik-pabrik di Kabupaten Majalengka terus bertambah. Suasana nampak berbeda di tahun tersebut, di pagi hari udara yang begitu segar, jalan raya provinsi Bandung-Cirebon yang biasanya sepi, hanya sebatas aktivitas beberapa anak yang akan pergi ke sekolah kini terasa berubah. Jalanan menjadi ramai oleh buruh yang pergi bekerja, udara pun tercemar oleh polusi kendaraan dan polusi pabrik. Pada pertengahan tahun 2010 di Desa Sinarjati, terjadi kehebohan di masyarakat setempat yaitu akan di bangun pabrik besar milik orang asing tepatnya asal Taiwan. Mereka berencana akan mendirikan pabrik yang memproduksi keramik lantai di desa tersebut. Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 62
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 63
Warga terus berbincang mengenai pembangunan tersebut, bahkan perdebatan datang dari salah satu keluarga kecil yang hidup sederhana. Pemuda desa yang bernama Cemut adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Dia baru lulus SMA, dia sangat keras kepala, bahkan keinginan orang tua sendiripun tidak di turuti jika berlawanan dengan hatinya. “Lulus sakola teh damel ka pabrik wae nya Mut” (Setelah lulus sekolah bekerja di pabrik saja ya Mut), ujar ibu ke anaknya. “Aah alim, di pabrik mah upah na leutik mung cape na wae moal sejahtera” (Ah tidak mau, di pabrik upahnya sedikit tapi capek sekali tidak akan sejahtera), jawab Cemut. Setelah perdebatan dengan orang tuanya, Cemut pun mencari pekerjaan di Kota Cirebon. Akhirnya dia bekerja di sebuah dealer motor Yamaha JG Cirebon. 3 bulan di laluinya Cemut pun berhenti dan menjadi penjaga warnet (warung internet). Dia pun sadar dengan kehidupannya yang mulai terasa berbeda. Cemut dulunya dekat orang tua, sekarang menjauh. Akan tetapi disana
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 64
Cemut memiliki banyak teman, dari pedagang warteg, petugas parkir, bahkan dengan preman Stadion Bima yang dekat dengan tempat Cemut bekerja. Kehidupannya pun terasa semakin tidak jelas, selalu bergaul dengan miras, dan kelayapan setiap malam bagaikan angin tidak tentu arah. 5 bulan berlalu Cemut pun mendapat masalah di tempat kerjanya, ia menjegal salah satu preman entah dari mana yang tidak mau membayar warnet. Akhirnya terjadi keributan besar sehingga dia di berhentikan dari pekerjaannya demi kebaikan dirinya. Setelah itu Cemut pulang kampung kembali ke rumah orangtuanya di Majalengka. Memasuki awal tahun 2011, Cemut pun memutuskan untuk menuruti keinginan orang tuanya bekerja di pabrik setidaknya dia dapat membantu ekonomi keluarga. Saat itu Cemut ikut gelombang 3, test terakhir seleksi yang di fasilitasi oleh pemerintahan desa setempat. Cemut lolos seleksi karena mungkin hanya sebatas formalitas. Hari-hari dia lalui dengan mengabdi sebagai buruh pabrik baru dan untuk pertama kalinya berproduksi. Pekerjaan yang dia jalani sangat berat mulai dari menyiapkan, membereskan mesin-mesin besar, sampai di caci maki oleh orang asing karena masalah sepele. Akibat dari bahasa yang tidak di mengerti dan kejadian yang sama terus terjadi keesokan harinya. Akan tetapi Cemut sangat di senangi oleh teman-temannya, karena Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 65
dia senang bercanda dengan temannya walaupun saat bekerja. Sering menghibur teman-temannya jika mereka dalam kondisi yang stress. Banyak keunikan dari Cemut yang membuat dia banyak di dekati oleh temannya. Dua minggu Cemut lewati, dia menerima gaji pertamanya, sebesar Rp.350.000,-. Sungguh mengejutkan dan menyakitkan hati, Cemut dan buruh yang lain mendapat gaji per-bulan hanya Rp. 750.000,-, tanpa uang makan, tanpa ada uang transport, jauh dari kesejahteraan buruh dan sangat tidak sesuai dengan keringat yang mereka keluarkan. Terus menerus bekerja, bertahan demi sesuap nasi, pasrah menerima nasib yang Cemut terima, sama pula dengan yang dirasakan teman-temannya. Awal tahun 2013 setelah 2 tahun bekerja sebagai buruh dan perjanjian kontrak kerja akan habis, di sela waktu istirahat tersirat dari pikiran nakal Cemut sewaktu SMA. “Kita harus segera melawan” ujarnya di hadapan teman-temannya (Ajat, Atep, Enung, dan Kewer). “Caranya?” tanya mereka. Saat itu perbincangan berlanjut sampai waktu kerja dimulai. Walau pun saat
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 66
itu belum tahu bagaimana cara melawan yang dapat merubah nasib Cemut dan buruh lainnya di pabrik tersebut. Waktu terus berputar, hari pun terus berganti, bahkan perusahan terus menindas para buruh dengan adanya kerja malam atau shift malam. Buruh merasa semakin gelisah, waktu yang seharusnya untuk bersama keluarga, kini berkurang karena harus bergelut dengan pekerjaan di malam hari. Saat itu Cemut masuk pada shift kedua, masuk kerja jam 16.00 WIB dan keluar jam 00.00 WIB. Walaupun sedikit tenang dalam bekerja, karena orang asing tidak ada yang masuk ke dalam pabrik, tetapi tetap saja pekerjaan sangatlah berat dan selalu banyak masalah pada produksi. Malam semakin larut, produksi pun berangsur membaik. Dengan hanya memakai celana dalam, Cemut jalan ke belakang pabrik untuk mengambil minum, disana dia bertemu dengan salah satu temannya. “Aku sudah mendengar apa yang kamu bicarakan,” ungkap temannya kepada Cemut. Cemut kaget dengan ucapan temannya yang tergolong pendiam ini. Cemut masih belum mengerti apa yang dia katakan. Setelah mengobrol panjang lebar, Cemut mengerti dengan yang dia katakan. Sebelum bekerja di Majalengka, dia dulu pernah menjadi Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 67
anggota FSPK-KSN Karawang. Dia menyarankan kepada Cemut untuk membentuk sebuah wadah atau organisasi buruh di pabrik. Di malam itu mereka mengobrol sampai tidak terasa hingga saat jam pulang kerja. Cemut merasa lega, karena sedikit memiliki gambaran untuk merubah sistem atau melawan demi kesejahteraan dia dan temannya di pabrik keramik tersebut. Pada bulan Februari tahun 2013, Cemut mengikuti arahan temannya untuk menemui rekannya di Karawang yaitu Agus Jafar Sidiq, seorang pengurus serikat FSPK di Karawang. Seseorang yang lebih tahu dan paham mengenai perburuhan. Kemudian tidak menunggu banyak waktu lama, di sela hari libur Cemut bergegas berangkat ke Karawang bersama temannya Atep untuk segera menemui Agus Jafar. Sesampainya disana Cemut menunggu bahkan hampir putus asa karena Agus Jafar tidak kunjung datang. Penantian pun tidak sia-sia setelah menunggu lebih dari dua jam, akhirnya Agus Jafar datang dan mempersilahkan masuk ke rumahnya. Cemut antusias untuk bertanya, terus bertanya, dan terus bertanya. Setelah berdiskusi hampir dua jam lebih, Agus Jafar memberi arahan agar berkoordinasi dengan FSPK Bandung. “Karena kalau ke Karawang terlalu jauh” ungkap Agus. Kemudian Agus langsung Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 68
menelpon Hermawan, pengurus FSPK Bandung. Cemut dan Atep pun diberi nomor telepon Hermawan. “Baik kang, nanti sampai di Majalengka aku telpon Hermawan” jawab Cemut. Menjelang pagi, Cemut dan Atep langsung pulang ke Majalengka. Sesampainya di Majalengka, Cemut langsung mengabarkan hasil dari Karawang yaitu beberapa informasi untuk pembentukan organisasi. Berselang dua hari Cemut dan kawan-kawan berkumpul di kediaman Cemut untuk membahas kelanjutannya. Akhirnya Cemut menelpon Hermawan. “Halo… apa kabar kang, ini Cemut dari Majalengka, kapan bisa bertemu untuk membuat organisasi buruh kang?” tanyanya. Setelah panjang lebar mengobrol lewat telepon, “Ya sudah aku tunggu ya di Bandung,” jawab Hermawan. Seminggu kemudian dengan membawa hasil diskusi dan segala persiapan, Cemut dengan kawan-kawan (Ajat, Atep, Deni, Enung, Kewer, Yayan, dan Eye) bergegas pergi ke Bandung untuk menemui Hermawan. Sesampainya di Bandung, Cemut disambut oleh kawan-kawan buruh Kahatex. Cemut bersama temantemannya saling memperkenalkan diri, sembari membahas yang menjadi beberapa kecurangan dan ketidakadilan pihak perusahaan terhadap buruhnya. Mereka mulai mempersiapkan untuk pembentukan organisasi buruh di Kabupaten Majalengka. Setelah berdiskusi cukup lama bahkan sampai tengah malam, Cemut dan kawan-kawan berpamitan untuk pulang ke Majalengka dan memutuskan untuk segera membentuk serikat buruh di PT. MING CHIA CERAMICS INDONESIA di Kabupaten Majalengka. Hermawan juga mengarahkan minimalnya sudah ada figur-figur untuk menjadi pengurus inti di serikat tersebut. Mereka pulang dengan senang hati, dengan harapan perubahan yang lebih baik. Lelah pun tidak terasa di benak Cemut dan kawan-kawan. Sesampainya di Majalengka, Cemut dan kawanParalegal : Titik Balik Kesadaran | 69
kawan segera menentukan tempat untuk menyambut kedatangan Hermawan dan kawan-kawan buruh dari Bandung sekaligus membentuk kepengurusan inti serikat. Sesuai kesepakatan telah dipilih Enung Sanuri sebagai ketua, Cemut sebagai sekretaris, Omid sebagai bendahara dan divisi-divisi lain yang di butuhkan dalam serikat tersebut. Dua hari kemudian Hermawan dan kawan-kawan dari Bandung datang. Mereka berkumpul di kediaman Atep selaku wakil ketua. Mereka berdiskusi sambil melengkapi berkas, seperti AD/ART, dan yang lainnya. Setelah pemberkasan rampung, Cemut bersama Hermawan, Ajat, dan Atep berangkat ke Dinsosnakertrans Kabupaten Majalengka untuk mendaftarkan pencatatan serikat buruh PEPPSI-FSPK KSN PT.MCCI. Bulan Februari berlalu namun masih belum ada pencatatan dari Dinsosnakertrans. Sampai akhirnya pembentukan serikat buruh di PT. Ming Chia ini diketahui oleh pihak perusahaan. Namanya Mujianto, kepala pabrik yang gagah berasal dari Kota Surabaya dan Nita Nadya seorang HRD di pabrik tersebut. Di bulan Maret Cemut di datangi oleh Mujianto dan Nita di tempat Cemut bekerja yaitu di unit glazing line. Mujianto meminta kepada Cemut agar mengajak ketua, wakil ketua, bendahara, dan divisi advokasi untuk menghadap ke kantor setelah jam pulang kerja. Cemut bertanya dalam hati, “Ada apakah ini?” Tidak lama Cemut pun menginformasikan ke pengurus perihal undangan tersebut. Akhirnya sore itu, Cemut dan kawan-kawan mendatangi Mujianto dan Nita yang sudah menunggu di luar kantor di dekat mobil pribadi Mujianto. Tidak banyak bicara, Mujianto langsung menyuruh Cemut dan kawan-kawan masuk ke dalam mobilnya. “Sudah cepat masuk,” perintah Mujianto sambil tersenyum. Mereka pun terpaksa masuk ke dalam mobilnya. Sepanjang jalan Mujianto hanya berbasa-basi berbincang Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 70
mengenai produksi, Cemut pun terdiam dan masih berpikir mau dibawa kemana mereka. Sesampainya di tengah kota Majalengka, Mujianto turun dari mobil dan pergi ke sebuah mesin ATM untuk mengambil uang. Cemut berbisik ke Ajat “Rek naon ieu Jat?” (Mau apa ini Jat?). “Teuing” (Tidak tahu), jawab Ajat. Mujianto terus menjalankan mobilnya dan berkata “Kita makan-makan dulu lah…” Mereka diajak makan enak, di sebuah restoran ternama di Majalengka yaitu Saung Aki, Sindang Kasih. Setelah satu persatu m a k a n a n d i p e s a n , terjadi kejadian mengejutkan. Ternyata serikat buruh yang mereka dirikan dipertanyakan oleh Mujianto, dia diberitahu oleh Dinsosnakertrans. Perbincangan mengenai maksud dan tujuan didirikannya serikat buruh di ungkapkan oleh Cemut. “Kami butuh jamsostek, kami butuh uang transport, dan butuh kelengkapan safety yang baik dari pihak perusahaan pak, kami juga ingin menjadi karyawan tetap,” ungkap Cemut dengan penuh semangat. Saat itu Mujianto menampung semua keinginan dari mereka. “Semua akan dikabulkan asal jangan ada serikat“ jawab Mujianto. “Kami tetap akan membangun serikat Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 71
buruh ini pak,” jawab Cemut sambil dicubit oleh Atep karena bicara terlalu keras. Perbincangan mereka semakin panas, membuat rasa makanan enak dan mahal itu terasa pahit bagi Cemut dan kawan-kawan. Mereka pulang dengan perjalanan yang kurang menyenangkan. Mereka sadar ini adalah sebuah gerakan meredam dari pihak perusahaan. Pada keesokan harinya disaat Cemut dan kawankawan libur, mereka segera mendatangi Dinsosnakertrans untuk mendesak surat pencatatan. Sebuah hasil yang diharapkan, mediator Saker pun yaitu Aan Andaya menyerahkan berkas pencatatan tersebut. Pada awal bulan April Cemut mencari sekretariat di luar pabrik, karena dianggap sangat penting untuk kegiatan berserikat. Tidak lama setelah mendapat tempat, sekretariat pun banyak didatangi oleh para anggota PEPPSI dan para pengurus untuk berdiskusi mempersiapkan tujuan-tujuan berserikat yang harus mereka capai. Pada 4 April, Cemut bersama kawan-kawan merencanakan aksi unjuk rasa di depan perusahaan secara spontanitas hanya berbekal keberanian dan keyakinan di hati mereka. Tanpa pemberitahuan apapun kepada pihak Kepolisian ataupun perusahaan. Persiapan aksi tersebut hanya satu malam saja, mereka juga mengundang Hermawan via telepon. “Langsung besok? Benar kah?” tanya Hermawan. Hermawan kaget karena diberitahu secara mendadak. Cemut melihat situasi untuk keesokan hari apakah akan ada yang datang. Buruh yang bekerja di shift 3 dan shift 2 berkumpul di sekretariat dan yang bekerja di shift 1 diperbolehkan untuk berproduksi. Pada 5 April di pagi hari, dengan suasana alam yang seakan mendukung perlawanan, kawan-kawan sudah berkumpul di depan sekretariat bersiap memasang bendera KSN ke tiang bambu untuk menjadi alat aksi. Bahkan bendera grup band Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 72
Slank yang terkenal itu ikut dipasang oleh kawan-kawan buruh. Karena diantara mereka banyak slanker juga, tetapi hal-hal seperti itu membuktikan ketulusan dari para buruh keramik untuk berjuang. Jam 08.00 WIB massa aksi berangkat menuju pabrik Ming Chia. Security kaget dan langsung menutup gerbang masuk kantor. Polisi dan tentara datang secara spontanitas untuk mengamankan jalannya aksi mereka yang penuh semangat, penuh keyakinan, dan juga keberanian tanpa didasari pengetahuan yang begitu matang di benak Cemut dan kawan-kawan serikat buruh PEPPSI-FSPK PT MCCI. Teriakan-teriakan orasi yang keluar dari mulut mereka sangat bergejolak, sampai kemudian pihak dari Dinsosnaker Kabupaten Majalengka datang. Manajemen pusat dari Jakarta Cang Ju Fang juga datang, mereka menawarkan untuk mediasi. Sepakat untuk mediasi dengan perusahaan, mereka mencoba berbicara dengan sebisa-bisanya. Dan pada akhirnya aksi mereka membuahkan hasil yaitu kemenangan kecil yang sangat membahagiakan, berupa : 1. Diangkat menjadi karyawan tetap Di PT. Ming Chia Ceramics Indonesia bagi buruh yang sudah kontrak satu tahun. 2. Untuk karyawan baru, langsung diangkat menjadi karyawan tetap setelah melaksanakan training selama 3 bulan. 3. Di adakan program jamsostek, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan hari tua. 4. Di berikan sepatu safety kerja dan 2 buah seragam per 3 bulan. 5. Adanya uang makan sebesar Rp. 8.000,- perhari 6. Adanya uang susu sebesar Rp. 2.000,- pehari 7. Adanya insentive kehadiran perbulan dan bertahap total Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 73
hingga Rp. 150.000,- per bulan Sungguh sangat mengharukan, kejadian seperti ini sangat tidak disangka, ternyata perusahaan langsung mengambulkan permintaan karyawan dengan mudah. Pertengahan bulan April seluruh karyawawan yang masa kerjanya sudah lebih dari satu tahun langsung mendapat SK karyawan tetap. “Mantap Mut, berhasil” ungkap t e m a n temannya. Saat itu Cemut mendapat julukan dari teman-temannya yang iseng yaitu “MANIS, HUMORIS, dan IDEALIS”. Mereka juga teringat pada Hermawan yang ikut berjasa mengarahkan dan mengawal hingga kemenangan bisa dirasakan. Masih menggebu dengan kemenangan, di akhir bulan April kawan-kawan anggota PEPPSI berkeinginan melawan langsung kepada Pemerintah Kabupaten Majalengka dengan memanfaatkan hari besar buruh yaitu May Day. Setelah aksi unjuk rasa pertama, kini pabrik keramik ini menjadi sorotan dari ormas, preman, serta pemerintah desa setempat ikut di tekan untuk mengkondusifkan atau meredam gerakan buruh di pabrik tersebut. Dengan isu-isu beredar di kota yang mencintai
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 74
kedamaian ini, sekarang berubah menjadi gejolak perlawanan yang diawali oleh gerakan buruh pertama kalinya di Majalengka. May Day semakin dekat, Cemut dan kawan-kawan mempersiapkan langkah perlawanan dan terus berkomunikasi dengan Hermawan untuk kegiatan May Day tersebut. Federasi kembali menyerahkan keputusan kepada PEPPSI, akhirnya Cemut berdiskusi bersama anggota. Alhasil anggota PEPPSI kebanyakan ingin sekali melawan dan memperjuangkan nasib buruh lain yang ada di Majalengka. Keinginan menyuarakan teriakan buruh, ketulusan buruh PEPPSI sudah memuncak, sampai mereka didatangi oleh organisasi mahasiswa yaitu GMNI yang akan ikut bersolidaritas untuk buruh. Beberapa persiapan telah PEPPSI siapkan untuk acara May Day. Namun ketakutan pemerintah akan gerakan tulus serta murni dari buruh, sangat jelas terlihat, apalagi sampai bersolidaritas dengan mahasiswa. “Berarti buruh akan semakin kuat.” Sampai saat itu, suasana semakin memanas. Sehari sebelum May Day ancaman datang silih berganti mendatangi sekretariat PEPPSI. Seperti dari ormas BMI (Banteng Muda Indonesia), mereka mengancam akan menghalau aksi PEPPI MCCI di pendopo/Pemda. Pada akhirnya ada kecemasan dalam diri Cemut, ini bukan masalah keberanian tetapi nyawa anggotanya yang akan terancam. Cemut pun menelpon Hermawan, akan tetapi Hermawan pun sibuk jadi pada akhirnya yang bisa datang ke Majalengka sehari sebelum May Day adalah Dayat Hidayat, ketua dari PEPPSI KAHATEX Sumedang. Ia ikut membantu menyemangati, memberi arahan, bahkan membantu menghadapi siapapun yang datang ke sekretariat. Sangatlah heran, dengan adanya Dayat Hidayat di sekretariat PEPPSI, tidak lama datang kepala Dinsosnakertrans H.Eman, Kasi Saker AAN Andaya dan Kabid Saker Yati, di barengi oleh Wakasat Intel Polres Majalengka Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 75
Mulyono, Polsek Dawuan Mu’min, wakil kepala pabrik Iding dan HRD Nita. Mereka mendatangi sekretariat PEPPSI, dengan wajah sedikit muram dan kesal akan ulah buruh pabrik keramik ini. Sungguh mengejutkan pada saat mereka membicarakan May Day yang akan dilakukan di Majalengka, justru mereka menyuruh untuk aksi di luar Majalengka. Bahkan mau uang berapa pun untuk ongkosnya asal May Day nya di Bandung saja terucap dari kepala Dinsosnaker. Terdengar oleh beberapa anggota PEPPSI, justru mereka langsung marah, bahkan menambah semangat untuk melanjutkan perjuangan. Tiada hasil rombongan pejabat negara itu mendatangi sekretariat PEPPSI, hanya gigit jari dan siap dipermalukan pemerintah yang tidak becus mengurus buruhnya. Dayat pun kembali pulang ke Bandung karena dia juga akan melaksanakan aksinya di Bandung. Pada sore hari hingga tengah malam orang silih berganti menyambangi sekretariat PEPPSI, ada dari salah satu jurnalis Majalengka, dia mengaku bernama Ujang. Ia membawa uang sebesar Rp. 2 juta yang dimaksudkan untuk hadiah agar May Day dibatalkan. Hampir terjadi pemukulan oleh anggota PEPPSI beruntung kawan yang lain menghalangi. Hari menjelang tengah malam, Cemut pun gelisah dengan suasana yang memanas ini. Sukar memejamkan mata memikirkan bagaimana kalau besok kita benar dijegal karena ini adalah unjuk rasa yang kedua kali. Itu pun yang pertama hanya di perusahaan, sedangkan sekarang yang akan kita lawan adalah pemerintah daerah. Cemut merenung dalam sunyinya malam, dan benar ternyata kembali mengagetkan jiwa seorang pemuda tersebut, organisasi mahasiswa GMNI, mengatakan seakan memberi arahan seperti para pejabat siang tadi, yaitu batalkan aksi May Day, Ini akan bahaya, BMI siap menghadang. Sungguh pembicaraan yang membingungkan yang keluar dari Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 76
mulut mahasiswa tersebut. Apakah ini benar atau kah salah. Cemut berpikir, aksi unjuk rasa May Day ini seakan dijadikan sayembara, “Siapa dapat meredam dia dapat”, dalam pikirnya. Akhirnya waktunya tiba, 1 Mei 2013, dimana hari tersebut menjadi hari yang bersejarah bagi buruh internasional, khususnya pengalaman bersejarah bagi buruh Majalengka. PEPPSI FSPKKSN PT. MCCI berangkat ke Majalengka, akan meneriakkan keluh kesah mereka dihadapan pemerintah yang keliatannya menutup mata akan ketertindasan buruh di Majalengka. Dengan estimasI 100 orang, dengan satu mobil komando, dan puluhan sepeda motor, benar adanya kegentingan semalam sebelum May Day itu, mereka mendapat hambatan di jalan. Sebelum sampai ke sekretariat GMNI, mereka sudah dihalangi aparat kepolisian. Mereka berjaga di GGM Majalengka dengan puluhan motor trail. Cemut pun kala itu miris melihat hal seperti itu, motor polisi yang berjajar sudah sebanding dengan massa aksi. Kemudian kami datang di sekretariat GMNI, motor massa aksi disimpan di sekretariat tersebut sesuai teknis lapangan yang dibahas sebelumnya. Mereka pun long march menuju gedung DPRD, long march dengan diikuti puluhan oleh polisi bermotor, tidak di sangka pula, setelah tibanya di gedung Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 77
DPRD Kabupaten Majalengka, mereka kembali di halangi oleh aparat penegak hukum yang begitu banyak. Di tambah TNI yang ikut berjaga pula. Tokoh ormas ikut hadir di lokasi aksi tersebut. Sungguh ironis, mereka hanya akan berteriak-teriak dan menuntut ketegasan pemerintah. Tetapi sulit bagi mereka, setidaknya mereka sekarang menjadi tahu siapa yang menjadi musuh mereka, siapa yang tidak berada dalam barisan mereka. Kenapa ini bisa terjadi, pemerintah, penegak hukum, yang seharusnya membela rakyat malah sebaliknya, membekingi para kaum berdasi. May Day belum membuahkan hasil, ambisi para buruh di pabrik keramik semakin besar untuk terus mengorganisir buruh sebanyak-banyaknya. Buruh Bersatu Tak Bisa di Kalahkan, Maju Lawan Menang, jargon-jargon kawan-kawan buruh itu terus di kumandangkan. May Day berlalu kawan-kawan sering berkumpul di sekretariat, bahkan banyak juga didatangi oleh buruh-buruh pabrik lain untuk saling bercerita dan bertukar informasi. Kemudian ada di saat momen tepat untuk menyatukan kegelisahaan, ketertindasan, dan ketidakadilan, Cemut meneriakan UMK tahun 2014 harus Rp.1.700.000,-. Setelah terbangun konsolidasi dengan Hermawan, anggota PEPPSI saat itu mulai bangkit, dan bersemangat, bahkan ingin sekali survei ke pasar-pasar yang dijadikan pasar khusus penghitungan KHL. Anggota pun turun ke pasar dengan membawa tulisan yang berisi 60 komponen bahan pokok, sandang, pangan, dan papan yang telah ditentukan oleh dewan pengupahan kabupaten. “Keun Mut ku urang jeung Anggun tim survei mah siap” (Biar sama saya dan Anggun saja yang jadi tim surveinya), ujar salah satu anggota yaitu Oful dan Awok. Setelah sebulan melakukan survei yang dibagi dalam 4 pasar tradisional, ternyata hasil dari survei buruh sangatlah jauh Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 78
dengan hasil survei yang dilakukan oleh dewan pengupahan. Bahkan salah satu perwakilan buruh di Majalengka yang masuk di dewan pengupahan adalah SPSI Leetex Garment, mengeluarkan angka yang membuat marah semua buruh yaitu Rp. 900.000 per bulan, sementara hasil dari survei Disnaker dan Apindo mencapai Rp. 1.100.000,- sementara hasil survei yang dilakukan oleh buruh PEPPSI mencapai Rp. 1.800.000,- . Bulan September teriakan-teriakan untuk melawan bersamasama terus disebarkan, “Kita harus bersatu untuk meruntuhkan mereka”. Pengorganisiran terus dilakukan, diperkuat juga dengan dibentuknya Aliansi Buruh Majalengka (ABM) yang siap melawan dan memperjuangkan UMK tahun 2014 tersebut. Rapat-rapat serta konsolidasi terus gencar dilakukan yang dihadiri oleh SBSI, untuk merekap dan merapikan hasil survei dari pasar. Kemudian mereka mencoba mengajukan hasil survei tersebut ke Depekab. Tetapi tetap ditolak karena kalian bukan buruh yang masuk dalam dewan pengupahan, ungkap Dinsosnaker. Ini tidak bisa di diamkan, lagi-lagi buruh di paksa untuk turun ke jalan. Maka kemudian persiapan pun Cemut lakukan di ABM di pertengahan bulan September. Cemut mulai bersemangat menggebu, dia pun menjadi penanggung jawab ABM, lagi-lagi pemuda yang dulu tidak mau menjadi seorang buruh kini menjadi pejuang buruh. Dipertengahan bulan itu tepanya di Leuwipanas bertempat di rumah seorang pemuda bernama Carta, sengaja di pakai untuk tempat berkumpulnya ABM. Seiring terus berkumpul dan tidak ada cara lagi untuk menekan UMK yang diharapkan oleh para buruh, maka seperti wacana buruh harus tetap bersatu dan turun ke jalan, itu akan dilaksanakan. Kemudian pada 10 Oktober dilayangkan surat pemberitahuan aksi ABM kepada Polres Majalengka, yang akan dilaksanakan pada 28 Oktober s/d 01 November 2013. Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 79
Setelah ABM melayangkan surat ke Polres Majalengka, pemerintah sedikit kebingungan bagaimana cara menghentikan gerakan aksi massa yang akan terjadi bahkan dipandang lebih kuat dari gerakan sebelumnya. Terlihat oleh Cemut ketakutan pemerintah saat itu, dengan bukti bahwa Cemut kemudian ditawari untuk duduk di dewan pengupahan kabupaten, asalkan tidak ada aksi massa lagi dari buruh. “Kamu jangan bodoh, ikuti apa kemauan pemerintah, kamu bisa enak”, ujar Kanit Intelkam Polsek Dawuan. Tentunya waktu itu Cemut merasa bimbang dan heran sampai begini cara pemerintah untuk meredam gerakan yang murni membutuhkan keadilan. Cemut pun tidak menggubris pesanan pemerintah tersebut. Di suatu malam menjelang aksi ABM, sekretariat dipenuhi terus oleh buruh. Ternyata di kejauhan banyak preman yang memantau aktivitas kami. Sungguh gerakan ironis yang di lakukan pengusaha terhadap buruhnya. Sampai kawan Cemut yang bernama Acun, dia berkeluyuran membawa sepeda motor berniat membeli rokok terkena getahnya, dia di satroni empat preman lalu di pukuli sampai Acun hampir terjatuh. Beruntung dia masih bisa kabur dan bersembunyi di kerumunan pasar malam. Suasana menjelang aksi di pinggiran kota Majalengka selalu mencekam dan sangat berbahaya jika tidak saling menjaga. “Tidak pernah takut dan terus melawan”, ungkap Cemut dan kawan-kawan saat itu. Dimalam yang begitu dingin, kami mempersiapkan keperluan untuk unjuk rasa esok hari menuntut UMK yang layak dengan ABM. Hari pun berganti, buruh dari tiga perusahan yaitu, PT. Wika Beto, PT Cipta Bersama, dan PT. Diva Farmasi, sudah berkumpul di depan sekretariat dengan berbagai alat kelengkapan aksi. Sekitar 200 buruh hadir pada hari pertama, di tambah dengan SBSI PT TLI hari itu menambah semangat buruh KSN. Estimasi Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 80
massa bertambah sekitar 300 orang yang akan meluncur ke pendopo. Dengan pengawalan yang ketat dari aparat Kepolisian, kami pun menuju pendopo, Penanggung Jawab Cemut terus meneriakan “BURUH BERSATU TAK BISA DI KALAHKAN, KSN, MAJU, LAWAN, MENANG”, dengan penuh semangat dan terus mengumandangkan lagu-lagu perlawanan. Sesampainya di gedung pendopo, kawan-kawan buruh berorasi saling bergantian, meneriakkan semua penindasan-penindasan yang di alami di dalam pabrik mereka. Akan tetapi di hari pertama gagal berunding karena tidak ada pejabat daerah yang mau menemui massa aksi. Kami hanya di hadapkan dengan Satpol PP, Polisi, dan TNI. UMK Majalengka masih belum dapat diubah, akhirnya kami pulang kembali ke sekretariat masing-masing. Pada keesokan harinya, tidak patah semangat ABM pun bergegas berangkat aksi kembali dengan dukungan solidaritas dari PPB Wintai Majalaya, PEPPSI Kahatek, dan pengurus FSPK semua hadir dalam aksi tersebut. Seperti itulah p e r j u a n g a n mereka, paska memperjuangkan UMK 2014, banyak sekali s e r a n g a n Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 81
serangan dari pengusaha maupun pemerintah. Apalagi Majalengka yang kita cintai ini akan di jadikan kota industrialisasi, terbukti dengan adanya pembangunan jalan tol Cipali, Cisumdawu, dan akan di bangunnya Bandara Internasional Kertajati. “Sampai kapan perjuangan kita akan bertahan, dengan gencarnya serangan-serangan baik yang bersifat intimidasi maupun imingiming kenikmatan, tentulah persatuan dan kekompakan yang akan membuat bertahan, dan perpecahan akan dihancurkan “. Cemut mendiskusikan hal itu bersama Bedoy dan Mas Hermawan dengan diiringi lagu Om Funky ditemani secangkir kopi perlawanan. Cemut mendesah sambil menghisap sebatang rokok, “Sampai kapankah kita akan bertahan dengan semua ini...”
Bagian ke-4
AKU DAN GUNUNG KANDAGA Herlia
Namaku Herlia, banyak yang panggil aku Lia, Lea, Yong, Beb, dan Tante. Entah dari mana nama panggilan tante itu? Padahal 11 Agustus 2016 lalu aku baru berusia 18 tahun. Aku juga tidak mangkal di pinggir jalan, apalagi menggoda lawan jenis. Karena biasanya sebutan tante itu untuk perempuan nakal. Sekarang sudah jam 22.30 WIB, gelap, dan udara dingin, aku susah tidur! Daripada tidak bisa tidur mending aku melamun. Aku menarik Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 82
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 83
napas panjang menatap ke arah jendela yang berada di sebelah matahari muncul dengan tirai yang tembus pandang. Disana ada tembok bercat hijau, tembok dari rumah Pak Dadang y a n g di sewakan kepada PT GSR untuk dijadikan mes. Duh… jadi ingat waktu pulang sekolah. “Took… took… took…” Dari kejauhan aku melihat bapak sedang memukul kentongan/ kohkol di pos. Disusul dengan warga yang datang kira-kira ada sekitar 20 orang atau mungkin juga lebih. Setelah banyak warga yang datang lalu bapak berteriak sambil pergi ke mes, “Hayuuuu…” Mereka yang lewat hanya melihat, mungkin ada juga yang turun untuk sekadar bertanya ada apa. Maklumlah, orang Indonesia rasa ingin tahunya sangat tinggi. Aku turun dari motor lalu menghampiri ibu. “Aya naon?” (Ada apa?) “Bapak manggih kabel ngurilingan gunung.” (Bapak menemukan kabel mengelilingi gunung) “Emang teu ngomong heula? Eta kabel naon?” (Memangnya tidak ada pemberitahuan? Itu kabel apa?) “Teu nyaho, warga sarieun eta dinamit, rek kamana maneh? Ulah kadinya”. (Tidak tahu, warga ketakutan menyangka itu dinamit, kamu mau kemana? Jangan kesana)
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 84
Yang Berseragam Aku berlari, lalu diam. Kamu tahu kenapa? Pemandangan yang ku lihat sangat mengejutkan, ku kepalkan tangan ini ingin aku masuk dan kupukul mukanya. Bapakku bukan seorang penjahat, ataupun koruptor. Tapi kenapa bapakku di hadapkan pada benda hitam panjang dan mendekati dadanya, yang ternyata adalah senjata laras panjang. Mungkin dia hanya ingin menanyakan k e n a p a ada kabel mengelilingi gunung? Fungsinya apa? Dan kenapa tidak ada izin ke warga terlebih dahulu? “Heug arek di tembak mah, urang teu sien, lamun kudu paeh jang lembur, urang daek!” (Silahkan kalau mau ditembak, saya tidak takut, kalo harus mati untuk kampong halaman, saya rela). Pertanyaan dalam otakku buyar ketika bapak berkata seperti itu. Orang yang berseragam kemudian mundur, mungkin karena takut mendengar ucapan bapak. Ternyata, karena salah satu warga ada yang sedang merekamnya. Saat itu aku meyakini, bahwa seorang aparat negara, tidak takut dengan kesalahannya yang melanggar aturan. Tapi dia lebih takut, jika segala kesalahannya di publikasikan. Aku masih merasakan keberanian bapak, seperti film pendek namun aku bisa memutarnya kapan
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 85
saja. Saat aku sampai ke rumah, ada ibu yang sedang duduk di bale tiba-tiba saja berdiri.
Ibu Marah “Ari maneh! Pamajikan jeung anak arek dikamanaken hah?!” (Kamu ini bagaimana! Istri dan anak mau dikemanakan hah?!) ujar ibu dengan nada kesalnya. Bapak hanya tersenyum, aku tertawa. Insiden yang menakutkan itu tidak dapat ku lupakan, karena itu sangatlah menyakitkan. Seorang tentara yang seharusnya melindungi warganya tapi ini dia akan mengambil nyawa warganya. Benar-benar tidak mencerminkan 8 wajib tentara. Lamunanku memudar, jam menunjukkan pukul 23:50 WIB. Kantuk terasa mulai menyerang dan zzz…
Kawan Dan Surat Presiden “Dasar aparat bajunya saja yang melambangkan seorang aparat tapi kelakuannya tidak mencerminkan bahwa dirinya seorang aparat banget” “Aya naon ieu teh? Datang-datang geus gugurutu? Isuk keneh hoh!” (Ada apa ini? Datang-datang sudah menggerutu? Ini kan masih pagi.) “Apa memang aparat negara bisa dibeli? Di bayar sama orang berduit? Seperti kemarin ada moge (motor gede) yang di kawal. Aku mengira ada ambulan yang lewat eh tidak tahunya pasukan moge yang mau lewat. Mereka tidak mau jalannya terhalang oleh yang lain. Dasar seperti anak kecil saja!” Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 86
“Ssstt… aya naon bu haji daging? Isuk keneh geus ambekambekan?” (Ssstt.. ada apa bu haji daging? Masih pagi sudah marah-marah). “Kamari bapak di todong pistol ku aparat.” (Kemarin bapak saya ditodong pistol oleh aparat). “Hah?! Ning bisa kitu? Emang bapak ngalakukeun naon?” (Hah.. Kok bisa? Memangnya apa yang Bapak kamu lakukan). “Kamari bapak manggih kabel, kabelna teh ngurilingan gunung. Warga khawatir eta kabel teh dinamit” (Kemarin Bapak menemukan kabel yang mengelilingi gunung. Warga mengira itu adalah dinamit). “Trus eta bapak ka aparat arek naon?” (Lalu untuk apa Bapak ke aparat?) “Bapak teh ngumpulken warga, ngabejaan kanu lainna. Bapak jeung warga mah tibang rek nanyaken “kunaon aya kabel ngurilingan gunung?” tibang arek nanyaken eta hungkul. (Bapak mengumpulkan warga dan memberitahukan kepada warga. Bapak dan warga hanya ingin menanyakan untuk apa ada kabel mengelilingi gunung). “Trus eta aparat di hajaran teu kelekna?” (Lalu b a g a i m a n a dihajar aparatnya tidak?) “Hanjakalna henteu, poho.” ( Nyesel banget tidak, lupa) Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 87
“Hahaha… ari maneh nya. Heeuh ges antepken heula ayeunamah, inget! Allah pasti ngabales setiap perbuatan urang di dunia. Duka di bales di akhirat atau di dunia euweh nu nyaho” (Hahaha ah kamu itu. Ya sudahlah biarkan saja. Alloh pasti membalas setiap perbuatan kita. Kita tidak tahu akan mendapat balasan dimana apakah di dunia atau di akhirat). “Heueuh… wa haji…” (Iyaa.. wa haji) Bel masuk berbunyi, lalu di mulailah belajar. Pada jam istirahat dia memberikan saran untuk mengirimkan surat ke Presiden. Awalnya aku meragukan itu, aku berfikir apa presiden akan membaca suratku tapi aku meyakini diri sendiri bahwa presiden akan membacanya. Lalu aku menulis surat yang isinya curhatan tentang bapak yang di todong, minta untuk tidak membongkar gunung, dan jangan biarkan alam ini rusak dengan dalih untuk kepentingan rakyat. Yaa... yang aku takutkan memang benar-benar terjadi, presiden tidak membaca dan menjawab suratku. Kamu tahu kenapa? itu karena, aku lupa mengirimkan suratnya dan sampai saat ini suratnya masih ada. Lagi pula aku lebih yakin bahwa rakyat kecil tidak akan ditengok oleh seorang presiden jika belum terjadi masalah sampai banyak yang mati.
Berharap Bila boleh, aku berharap bisa seperti bapak yang berani melawan, tegas kepada anaknya, dan menjungjung tinggi kejujuran. Aku berharap bisa seperti ibu yang selalu sabar menghadapi sikap bapak dan aku. Aku berharap bisa seperti Laili yang berani ketika berbicara di muka umum, pintar mengatur strategi, dan ramah kepada orang yang bahkan tidak dikenalnya.
Beberapa hari setelah kejadian itu, sekitar jam 17.00 WIB masyarakat di kejutkan oleh kabar bahwa Muhamad Miki diculik Intel. Kenapa di bilang diculik Intel? karena tidak ada surat penangkapan dan petugas yang menangkap Miki tidak menunjukkan identitasnya. Maka sebagian warga pergi ke Polsek Cariu untuk menanyakan keberadaan Miki. Namun ternyata Miki tidak ada di Polsek Cariu. Akibatnya masyarakat Desa Antajaya panik lalu melakukan demo spontan, menyegel, dan mendirikan tenda di depan PT GSR pada malam itu juga. Kamu pasti bertanya siapa itu Miki. Muhamad Miki adalah temanku tapi dia lebih tua dariku, berambut gondrong, badannya lebih besar dari Amir. Dia seorang aktivis yang senang menggunakan motor skuter (scooteris). Aku tidak tahu bagaimana persisnya tapi yang aku dengar ya hanya seperti itu saja. Keesokan harinya terdengar kabar, bahwa Miki ada di Polsek Bogor sedang menjalani kurungan. Alasan Miki di tangkap adalah karena di tuduh telah mencuri kabel oleh pihak perusahaaan dan telah melakukan pemukulan terhadap salah satu pihak PT GSR.
Agustus
Aku baru ingat bahwa sekarang Bulan Agustus, bahkan
Penculikan Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 88
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 89
hanya tinggal menghitung hari menjelang tanggal bersejarah. Bulan yang katanya merdeka. Akan tetapi kami merasa belum merdeka. Mengapa? karena beberapa hari yang lalu bapak di todong dan di hari berikutnya Miki di tangkap. Sehingga aku harus mengatakan merdeka di sebelah mananya? 71 tahun yang lalu, Soekarno membacakan teks proklamasi dan menyatakan Indonesia merdeka, merdeka dari jajahan Jepang. Itu pantas untuk di merdekakan, karena mengusir bangsa asing tidaklah mudah. Namun rakyat kecil seperti aku apa yang harus di merdekakan? Aku merasa Indonesia belum benar-benar merdeka mungkin bukan aku saja yang merasakan tapi rakyat kecil yang lainnya juga sama. Berharap presiden menghentikan perusakan lingkungan, menghilangkan korupsi, dan pemerintah memperhatikan rakyat kecil. Kalau aku sebutkan satu-satu, mungkin buku ini akan penuh dengan harapanku kepada Bapak Presiden. Mereka itu kalau pakai jam tangan saja harganya bisa sampai berapa milyar gitu? Kalo punya mobil harus bermerk dan banyak, kadang aku suka berpikir punya mobil sebanyak itu untuk apa, apakah mau bikin showroom? Atau pas matinya mau dibawa kali ya? Biar nanti bisa kencan sama tante kuntilanak memakai mobil bermerk. Pemerintah selalu saja mengatasnamakan kepentingan rakyat, tapi entah rakyat yang mana? Tanpa mereka sadari, kamilah rakyat yang tidak pernah mereka anggap dan berkat kamilah mereka bisa duduk enak di atas kursi yang empuk. Argh… kadang aku merasa pemerintah itu seperti aktor/aktris yang pintar berakting dan hidupnya penuh dengan drama ketika di sorot media. Hmm… setahun yang lalu tepatnya pada bulan puasa, ada kegiatan dari pihak Perusahaan PT GSR berupa pengerukan batu yang menimbulkan suara bising, yang kemudian mengganggu Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 90
warga Desa Antajaya. Akibat suara bising itu, warga A n t a j a y a m e m b e r i t e g u r a n kepada pihak PT GSR agar aktivitas tidak lebih dari jam 18.00 WIB karena ada kegiatan sholat Tarawih. Tetapi pihak perusahaan tetap melakukan kegiatannya hingga pukul 21:00 WIB. Warga kembali menegur dan meminta untuk menghentikan kegiatannya karena warga merasa terganggu dengan aktivitas PT GSR. Tapi bukannya menghentikan kegiatannya, pihak PT GSR malah menyinggung perasaan warga dengan kata-kata kasar. Akhirnya warga menjadi marah lalu terjadi keributan antara warga dan pihak PT GSR. Setengah jam setelah keributan di perusahaan, pihak perusahaan yang bernama Rahmat (Menoy) salah seorang operator beko dari PT GSR datang membawa golok. Mendatangi warga di warung milik ibu Mil, yang kemudian langsung menendang muka Azis dan Amin yang disaksikan oleh Dede dan Mamad. Kejadian ini terjadi begitu saja, tidak ada saling meminta maaf atau tegur sapa lagi. Yang ada hanya aksi dari pihak polisi yang menjadikan Azis dan Amin sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang), entah karena kasus apa? Padahal yang menjadi korban penganiayaan kan mereka?
Kohkol Dan Aparat
“Took… took… took…” Jam 20.00 WIB kentongan/kohkol di pukul oleh Bapak, kemudian terdengar dari rumah-rumah yang Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 91
lain memukul kentongan/kohkol juga (saling bersahutan). Di wajibkan pada setiap jam 08.00 WB dan jam 20.00 WIB kentongan/ kohkol akan di pukul selama 5 menit. Jika kentongan/kohkol itu sudah di pukul maka setiap rumah akan memukul kentongan/ kohkolnya. Jika rumah tersebut tidak memiliki kentongan/ kohkol, maka apa saja yang ada akan mereka pukul. Ada yang memukul panci, tiang rumah yang terbuat dari bambu atau kayu dan masih banyak lagi. Setahu saya pemukulan kentongan/ kohkol memberikan 4 tanda tapi yang aku tahu hanya 2 yaitu, 1. Memberitahukan bahwa Desa Antajaya sedang dalam keadaan darurat 2. Kami tidak punya lurah (kepala desa) Tapi jika kentongan/kohkol tidak dibunyikan pada jam 8, dan waktunya lebih dari 5 menit. itu memberikan tanda, bahwa warga harus berkumpul. Ketika kentongan/kohkol di pukul aku bisa merasakan bahwa warga dari Kp. Kebon Jambe, Desa Antajaya, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor kompak. Dari situ juga aku tahu bahwa banyak yang menolak pembongkaran Gunung Kandaga. Setiap hari kentongan/kohkol di pukul, kadang aku juga memukul kentongan/kohkol. Dan setiap kali kentongan/kohkol itu di pukul pasti orang yang sedang naik motor akan berhenti lalu bertanya “Ada apa?” Mungkin mereka yang lewat tidak merasakan bagaimana gentingnya kami. Genting? Bagaimana aku tidak bilang genting jika sumber mata air dan mata pencaharian ada di Gunung Kandaga. Lalu kami mau makan dan minum apa jika gunungnya akan di hancurkan?. Kebiasaanku adalah duduk sambil nyender di depan warung. Iklan itu datang, ya iklan… dimana warga Antajaya bersusah payah mengusir para penjajah yang berasal dari bangsa sendiri. Mereka yang membuat baliho (spanduk) dengan berisikan tanda tangan warga setempat “KAMI WARGA Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 92
ANTAJAYA MENOLAK DENGAN KERAS PEMBONGKARAN GUNUNG KANDAGA” Aksi-aksi kecil kami suarakan lewat baliho untuk memberitahukan bahwa kami menolak pembongkaran di Gunung Kandaga. Dengan harapan mereka akan pergi dari tanah kelahiranku. Mereka yang datang bergerombol tanpa bilang apapun langsung menghantam Gunung Kandaga. Mereka merusaknya untuk dijadikan pertambangan galian C (batu andesit). Tidak perlu mereka tawarkan sebuah kekayaan dengan cara membiarkan Gunung Kandaga di rusak. Tanpa kedatangan mereka kami sudah merasa aman dan nyaman, menikmati hasil dari bumi dan masih bisa hidup dengan kesederhanaan. Tawaran apapun juga Antajaya tetap menolak pertambangan.
Yang Saya Tahu Saya Tidak Tahu Minggu depan akan ada sidang Praperadilan di Bogor. Aku bolos sekolah karena ikut ke Bogor. Pagi-pagi aku sudah bersiap untuk berangkat. Seperti biasa kebiasaan orang Indonesia adalah ngaret! Ya… dengan janji jam 05.00 WIB berangkat kenyataanya jam 07.00 WIB baru berangkat. Ini adalah pertama kalinya aku ikut sidang. Sesampainya disana kami makan dulu karena kami membawa bekal. Saat itu sidang menghadirkan saksi dari pihak tergugat yaitu kami, dan ternyata hari ini bapak menjadi saksi. Bapak adalah saksi yang terakhir, di ajukanlah beberapa pertanyaan salah satunya adalah, “Apa kamu tahu jika kabel itu milik PT GSR?” “Yang saya tahu, saya tidak tahu”. Hakim dan orang-orang yang berada di dalam persidangan pun tertawa, mungkin Bapak gugup jadi jawabannya sedikit membingungkan. Tetapi itu membuat suasana sidang menjadi tidak begitu tegang.
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 93
Kegagalan Menjemput Miki Sidang sudah beberapa kali dilaksanakan sehingga pada akhirnya memberikan titik cerah bahwa minggu depan adalah sidang putusan. Malam sebelum berangkat warga mengadakan kumpulan untuk memastikan siapa saja yang akan ikut. “Berdasarkan bukti dan saksi Miki dinyatakan tidak bersalah” itulah kalimat yang kami yakini akan keluar dari mulut hakim. Hari yang di nanti pun tiba, 6 buah mobil pick-up dan 1 buah truk menjadi bukti betapa antusiasnya warga menjemput Miki. Di perjalanan aku tertawa dan bernyanyi, ya… aku sangat gembira karena sesuatu yang hilang dari kampung akan kembali lagi. Sesampainya di depan gedung pengadilan seperti biasa tradisi kami adalah makan bersama, lalu orasi sebentar di lanjutkan dengan berdoa. Oleh karena jadwal sidang jam 13.00 WIB maka ada waktu dua jam untuk kami melakukan aksi di depan gedung kantor bupati. Sesampainya di depan gerbang, penjagaan sangat ketat dan kami mulai merapat. Satu persatu warga orasi dengan lantang dan beraninya, terkadang aku juga ingin seperti mereka. Tetapi itulah kelemahanku aku tidak pandai berbicara, banyak orang yang meledek karena omonganku yang pabuliwet atau tidak mudah di mengerti oleh orang lain. Karena itulah aku tidak banyak bicara, aku tidak berani berbicara di depan orang banyak. Orasi pun selesai, dilanjutkan dengan ibu-ibu qosidah. Mereka bershalawat dengan peralatan qosidah yang mereka bawa di depan para polisi. Tapi tahukah kamu? Mereka menertawakan ibu-ibu qosidah. Entahlah… apa yang mereka tertawakan? Yang jelas aku merasa mereka tidak punya otak. Kami berdiri tegap di bawah teriknya matahari meneriakkan keluh kesah atas perlakuan mereka dan para pejabat yang semena-mena terhadap kami. Kami adalah
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 94
rakyat kecil yang selalu di tindas. Mereka yang mengatasnamakan rakyat sebenarnya rakyat yang mana? Kadang aku merasa kesal dengan Pancasila Sila ke 5 “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” mungkin bukan seluruh rakyat Indonesia kali ya… tapi “Keadilan bagi Sebagian Rakyat Indonesia”. Dengan berkumandangnya Adzan Dzuhur pintu gerbang pun dibuka karena mesjid berada di dalam. Setelah sholat Dzuhur kami berangkat ke sidang praperadilan. Kami di beritahukan bahwa sidang di undur menjadi jam 15.00 WIB kami menunggu dan menunggu hinga jam menunjukan pukul 14.00 WIB. Ternyata Miki sudah di pindahkan ke Pengadilan Negeri dan kami gagal menjemput Miki, kami masih harus sidang. Kami menangis sejadi-jadinya, LBH KBR dan kawan-kawan yang lain berorasi sebentar saat itulah aku juga ingin berorasi. Mungkin saat ini kami kalah, silahkan anda tertawa semau anda, silahkan anda memaki dan mencaci kami tapi itu hanya berlaku untuk hari ini saja tidak dengan besok. Besok dan seterusnya kami akan menang. Aku ingin mencurahkan sebuah perasaan sedih dan harus tetap semangat. Kami pulang dengan sedih tidak ada lagi canda tawa, tidak ada senyum ataupun ekspresi yang enak dilihat. Yang kulihat dalam setiap raut wajahnya hanyalah sisa-sisa dari air mata dan ada pula yang masih menangis. Dan aku sama seperti mereka tidak ada kata-kata yang bisa di ungkapkan lagi selain aku kecewa.
Foto Penampakan Naga
Gunung Kandaga adalah sumber penghasilan bagi warga, termasuk bagi saya. Mungkin warga hanya menjadi penggarap
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 95
tapi dari hasil garapan itu kebutuhan warga tercukupi. Gunung Kandaga terdiri dari tanah, pepohonan, dan bebatuan yang besar. Di puncak gunung terdapat 3 kuburan dan ada gua, katanya sih gua itu digunakan untuk bertapa oleh para pendahulu. Di Gunung Kandaga, percaya atau tidak terdapat sebuah legenda yang menceritakan tentang sebuah naga yang menjaga gunung itu, ukurannya sangat besar, kepalanya ada di Gunung Putri dan ekornya berada di Gunung Kandaga. Desa Antajaya mendapat ancaman akan kehancuran, karena tersiar kabar 7 gunung yang akan di hancurkan termasuk Gunung Kandaga. Aku ingin mempertahankan tanah kelahiranku bukan Indonesia tapi Antajaya. Entah apa lagi yang ada di pikiran para pejabat yang akan menghancurkan alamnya, berdalih untuk kepentingan rakyat tapi tidak tahu sebenarnya rakyat yang mana? Pada suatu pagi aku dan kawankawan pergi lari (jogging) sebenarnya bukan lari tapi hanya ingin menghirup udara pagi sambil selfie dengan bermodalkan smartphone android yang backgroundnya sunrise. Dalam setiap langkah kami selalu selfie, tanpa disadari dalam salah satu foto terdapat penampakan mirip naga yang berada di samping Gunung Kandaga. Kami menyamakan foto dan Gunung Kandaga tetapi disana tidak ada apa-apa. Setelah beberapa hari, kejadian itu menjadi buah bibir di masyarakat Antajaya dan sekitarnya. Ada yang berasumsikan bahwa naga itu adalah penunggu dari Gunung Kandaga, ada juga yang Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 96
mengatakan foto itu rekayasa atau editan. Kamu boleh percaya atau tidak yang jelas aku tidak mengeditnya termasuk foto burem itu asli. Masyarakat Antajaya meyakini bahwa penunggu Gunung Kandaga ikut menolak penghancuran tempat tinggalnya.
Di Ajak Paralegal
Sekolah
“Ya… laptop di pake teu?” (Ya, laptop dipakai tidak?) “Henteu A” (Tidak, A) “Minjem heula atuh” (Boleh pinjam sebentar?) “ H e u e u h keudeung”
(Iya boleh) Aku mengambil laptop lalu menghampirinya. “Yeuh. Passwordna ieu…” (Ini kata sandinya) “Ah lieur ieu smskeun we” (Ah pusing sms kan saja) “Heueuh” (Iya) Dia adalah Muhamad Amir, nama panggilannya Sobleng. Entah mengapa dia di panggil Sobleng. Amir adalah salah satu aktivis lingkungan yang bertubuh selebar kertas hvs, berambut sedikit gondrong, dan beralis tebal. Jika di tanya dua kata untuk menggambarkan Amir, aku akan menjawab pikasebelen tapi sangat bersahabat, dia menjadi sahabat yang sangat baik dan mengerti tentang keadaanku. Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 97
Beberapa hari kemudian, Amir mengatakan bahwa akan ada sekolah paralegal dan siapa yang mau ikut? “Hayang ngiluan tapi ke bebeja heula ka bapak” (Ingin sekali ikut tapi nanti minta ijin dulu ke bapak) “Heueuh” (Iya) Aku memberitahu Bapak tentang ajakan Amir untuk mengikuti Sekolah Paralegal. Bapak membolehkan aku mengikuti sekolah paralegal.
Penitipan Sehari sebelum berangkat Bapak menitipkan aku kepada Amir. “Bleng, heug wae si Lia rek di babawa kamamana ge ari eta alus keur masa depanna mah, eta ge ari budakna daekeun” (Bleng, silakan saja si Lia kamu bawa kemanapun asal itu bagus untuk masa depannya, itu juga kalau anaknya mau) “emang budak teh barang meuni babari nitipkeun” ucap Ibu (Memangnya anak sama dengan barang, kok gampang sekali dititipkan) “Hahaha….” Amir tertawa
Fikss… Sekolah Paralegal Berawal dari kasus penodongan Bapak, aku dihadapkan pada sebuah pilihan. Dimana aku, yang hanya duduk sambil nyender ke tiang lalu mencaci maki mereka dengan sebutan jurig GSR atau bangkit dari tempat duduk dan belajar untuk menghentikan penghancuran alam ini. Ya… pada akhirnya aku memilih, besok aku akan Sekolah Paralegal
Bagian ke-5
Perjuangan Masyarakat Dari Sudut Pandang Pengikut Muhammad Ridwan
Meninggalnya Ayah Saya Semenjak ayah saya meninggal pada 12 Februari 2015, saya yang saat itu sedang kuliah disalah satu kampus swasta di Bandung, terpaksa harus berhenti kuliah untuk sementara waktu. Pertimbangan saya saat itu adalah karena saya anak tunggal, tidak tega rasanya meninggalkan ibu saya di rumah sendirian. Semenjak itulah saya lebih sering beraktivitas di rumah. Rumah saya tepatnya di Kp. Nagrak RT 01/01 Desa Antajaya Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Bogor. Di desa tersebut lah saya lahir dan di besarkan bersama suasana malam yang begitu menenangkan.
Tanpa Sadar Mulai Ikut-Ikutan Hari-hari berjalan biasa saja, karena aktivitas saya saat itu hanya di rumah dan sesekali berkumpul hingga pagi dengan temanteman. Hingga suatu hari tepatnya Selasa 11 Agustus 2015 sekira pukul 16.00 WIB tiba-tiba datang sms yang isinya “Kumpul di
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 98
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 99
parapatan”. Setelah membaca sms tersebut saya langsung bergegas pergi menuju ke tempat yang dimaksud. Parapatan adalah simpang tiga yang menghubungkan Kampung Nagrak, Kebon Jambe dengan Cipereng. Sesampainya di sana, telah banyak orang yang berkumpul. Semula saya tidak tahu apa yang membuat orang-orang berkumpul di situ. Dari perbincangan orang-orang tersebut, saya baru mengetahui informasi bahwa salah satu pemuda yang bernama Muhammad Miki di bawa orang tidak di kenal oleh sebuah mobil. Setahu saya Miki adalah salah satu pemuda yang menolak rencana pertambangan di Gunung Kandaga. Kejadiannya di lihat oleh salah seorang warga. Dia menuturkan bahwa Miki di tarik dan di seret oleh dua orang berbadan tegap dari dalam rumahnya dan mengaku sebagai anggota Polisi tapi tidak menggunakan seragam Polisi. Bahkan, salah seorang dari mereka menodongkan pistol di perutnya kemudian memaksa masuk ke dalam mobil.
17.00 Wib Aksi Spontan Ke Kantor Polsek Sekira pukul 17.00 WIB warga berbondong-bondong menggunakan sepeda motor menuju kantor Polsek Cariu. Oleh karena begitu banyaknya warga yang ikut akhirnya saya pun ikut karena tertarik. Nah… di situlah kira-kira awal mula tanpa sadar saya mulai ikut-ikutan dalam konflik yang ada di desa saya. Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 100
Setelah sampai di kantor Polsek tersebut, ternyata Miki tidak ada. Saya tidak mengetahui dengan jelas apa perbincangan di Polsek antara beberapa warga dan polisi yang ada di situ. Karena begitu banyak orang, bahkan hingga orang-orang yang melintas melewati Polsek tersebut pun ikut berhenti. Rupanya mereka ingin tahu ada ramai-ramai apa. Satu jam berlalu tanpa informasi jelas. Tiba-tiba semua warga dengan muka penuh kekecewaan langsung meninggalkan kantor Polsek tersebut dan saya pun ikut dengan semua warga.
19.30 Wib Aksi Spontan Ke PT.GSR Sekira pukul 19.00 WIB, saya kira rombongan warga yang tadi bergerombol mendatangi Polsek akan pulang menuju rumah masing-masing. Tapi ternyata semua warga malah mendatangi PT GSR atau sekarang PRIMKOKAR Perhutani yang waktu itu saya tahu dari papan nama yang dipajang. Saya pun penasaran ikut masuk ke dalam perusahaan yang saat itu hanya terdapat 3 bangunan mes karyawaan dan dalam keadaan semua lampu di matikan. Karena ingin keliatan seperti orang penting dan seolaholah paham permasalahan, saya sok-sok’an berjalan lebih ke atas, sedangkan sebagian warga berada di bawah dekat pos keamanan perusahaan tersebut. Karena situasi cahaya remangremang, saya baru sadar bahwa di samping kanan saya terdapat 3 orang polisi dengan pistol di pinggang. Saat itu suasana begitu sangat mencekam, warga mulai berteriak melontarkan kata-kata yang menggambarkan luapan Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 101
kekesalan. Mereka mengira kejadian yang terjadi terhadap Miki ada kaitannya dengan perusahaan tersebut. Dan tibatiba… “weerrrr… weerrrr…” suara pasir serta kerikil di lemparkan dari kerumunan warga yang terletak di bagian bawah. Saya yang saat itu posisinya berada di atas berdekatan dengan polisi dan mes yang menjadi arah sasaran lemparan. Maka otomatis sebagian pasir dan kerikil juga ada yang mengarah kepada saya. Kemudian atas desakan para warga yang meminta lampu di sekitar mes di hidupkan, agar tidak terjadi kejadian yang tidak diinginkan. Akhirnya lampu perusahaan pun di hidupkan. Maka terjadilah negosiasi atau perbincangan antara warga dan polisi. Hasilnya yang saya tahu ada informasi bahwa Miki ada di Polres Bogor. Tidak lama kemudian beberapa warga mulai meninggalkan lokasi tersebut termasuk saya pun ikut meninggakan lokasi tersebut.
Mulai Ikut Aksi Setelah kejadian malam itu ketika saya ikut terkena lemparan pasir dan batu saya jadi sering ikut dalam kumpulan para warga. Saya merasa penasaran dan ingin tahu apa yang di obrolkan dalam setiap kumpulan itu. Walaupun saya hanya sekedar duduk di posisi paling pojok berdesakan bersama dengan teman-teman. Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 102
Bisa di anggap kehadir saya saat itu hanya sebagai peramai suasana. Saat itu, rasanya ingin duduk di barisan paling depan bersama para tokoh dengan begitu banyak cemilan yang masih tersisa. Berbeda dengan grup yang duduk berdesakan di pojokan, setiap datang piring berisi cemilan, langsung ludes tidak tersisa. Yang saya ingat, saya pernah hadir di kumpulan warga di Kp Cikembar Hilir, Nagrak, dan Kebon Jambe. Dan dari situ saya jadi tahu kasus yang di alami Miki dan konflik karena adanya rencana pertambangan yang di lakukan PT GSR atau sekarang PRIMKOKAR Perhutani, yang sedang terjadi di desa saya secara lebih jelas. Selama persidangan pra peradilan Miki yang di tolak dan pada persidangan di Pengadilan Negeri, hingga akhirnya putusan bebas Miki, hampir setiap aksi ke Pemda Kabupaten Bogor saya Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 103
selalu hadir. Walaupun saat itu hanya ikut-ikutan karena tertarik dengan banyaknya orang-orang yang dengan seru menceritakan hal-hal menarik, lucu, dan unik saat aksi. Saya yang merasa tidak mau ketinggalan cerita, hanya bisa mendengarkan cerita dari teman saya. Walaupun tidak mengalami, saya langsung tertarik untuk ikut serta. Hampir semua teman-teman main saya pun ikut sehingga menambah kemauan dan ketertarikan saya untuk ikut. Yang saya ingat kontribusi saya pada saat itu hanya sebatas menuliskan kata-kata di karton untuk atribut pada salah satu aksi yang yang isinya tidak lain adalah tulisan “SELAMATKAN HUTAN KAMI”. Walaupun hanya sebatas tulisan sederhana dengan spidol permanen yang isinya hampir habis, akan tetapi ketika karton tersebut ada yang mengangkatnya saya merasa bangga. Aneh tapi nyata, kenapa saya bisa bangga padahal hanya sebatas karton biasa, bedanya “tulisannya saya yang buat” batin saya. Atau mungkin karena kata-kata tersebut adalah buah hasil pemikiran saya selama hampir satu jam. Masih tergambar jelas oleh saya, ketika pertama kali ikut demo saya dibuat heran. Karena setahu saya demo itu sedikit menyeramkan, berteriak-teriak dengan tangan di kepalkan ke atas, dan wajah dibuat sangar. Itulah yang saya liat dari TV. Tetapi ternyata yang terjadi pada saat itu ialah, ketika ibuibu turun dari kendaraan yang membawa mereka, bukannya malah langsung berbaris untuk aksi tetapi bergerombol berjalan menuju masjid. Dan di masjid itu setiap pintu toilet tertutup dan terdapat beberapa orang yang menunggu giliran masuk. Tidak lama kemudian para ibu ibu mulai membuat lingkaran-lingkaran kecil di tempat yang di anggap teduh. Memang saat itu matahari sedang terik teriknya. Kemudian semua ibu-ibu membuka bekal makanannya yang sengaja dibawa dari rumah dan digabung Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 104
dengan bekal yang lain. Tidak lama k e m u d i a n gerombolan bapak-bapak dan anak muda datang menghampiri halaman masjid dan ikut bergbung untuk memakan bekal yang dibawa oleh ibuibu. Jelas tergambar raut wajah sumringah. Yang tadinya tidak kenal, karena perasaan lapar ikut nimbrung dan terjadilah interaksi seperti yang sudah kenal lama padahal baru bertemu saat itu. Perbedaan lain juga terlihat dari pakaian yang mereka kenakan, berbeda dengan aksi-aksi yang saya lihat di televisi yaitu pakaian seragam dengan warna yang seragam pula. Tetapi yang terjadi saat itu, semua massa demo baik ibu-ibu, bapak-bapak, dan anak muda menggunakan baju terbaik mereka layaknya hari raya. Serta make up tebal dari ibuibu dengan tas yang ditengtengnya. Untuk anak muda yang saya lihat saat itu, ada yang memakai kaos Madrid dan Barcelona bergantian memakan cilok dalam satu plastik. Ada juga yang memakai kaos Noah, ST 12, dan Metalica. Jumlah peserta demo pada setiap aksi mencapai ratusan orang dari beberapa kampung tetapi masih satu desa. Dari situ juga lah saya tahu bahwa yang menjadi pendamping adalah LBH Keadilan Bogor Raya. Di setiap Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 105
aksi saya paling hanya sebagai warga yang ketika orang yang menggunakan pengeras suara di mobil komando mengatakan tolak, saya ikut berteriak tolak, dan ketika mengatakan hidup, saya pun ikut berteriak hidup. Kadang-kadang saya di suruh ikut bernyanyi,,. ya saya ikuti sajalah. Saya pun terkadang mengambil beberapa dokumentasi berupa foto-foto atau video hanya untuk koleksi pribadi. Pada saat putusan pra peradilan, saya ikut masuk ke dalam ruangan sidang yang ada di Pengadilan Negeri Cibinong untuk mengetahui putusan pra peradilan Miki. Pada saat itu suasana di dalam begitu sesak bahkan banyak orang yang tidak bisa masuk yang akhirnya hanya menunggu di luar. Karena ruang sidang tepatnya gedung pengadilan sedang direnovasi maka keadaan ruang persidangan sangat sempit dan tanpa ventilasi yang memadai. Kebanyakan yang masuk adalah ibu-ibu dan bapakbapak yang sudah berumur. Terlihat keringat membasahi dahi mereka mungkin akibat suasana dalam ruangan sidang atau bisa juga karena kelelahan sesudah melakukan aksi di depan kantor bupati dan berjalan menuju gedung pengadilan. Ketika sidang di mulai, hakim mengetuk palu pertanda dimulainya sidang. Kemudian hakim mulai membacakan putusannya hingga mengetuk palu kembali pertanda sidang berakhir. Saya beserta pengunjung sidang yang lain keluar dari ruangan siding. Saat itu saya masih bingung, tidak mengerti dengan bahasa serta kata-kata asing di telinga saya yang di bacakan oleh hakim sehingga saya tidak tahu apa hasil putusannya. Mau bertanya tapi malu. Saya rasa bukan hanya saya, tetapi hampir semua pengunjung sidang merasa bingung. Semua terlihat jelas dari wajah mereka dan bisik-bisik menanyakan yang intinya tadi hasilnya apa.Tidak lama kemudian saya baru tahu ternyata hasil pra peradilannya di tolak tapi belum tahu apa penyebabnya. Dan Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 106
saya juga tahu ternyata Miki akan mengalami persidangan lagi di Pengadilan Negeri Cibinong. Setelah serangkaian persidangan yang di jalani akhirnya hakim menyatakan Miki tidak bersalah.
Diminta Mengantar Ke Bandung Paska putusan bebas Miki yang diduga melakukan pencurian kabel dan disambut antusias warga. Hari-hari setelah itu saya merasa semakin penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentang apa yang di lakukan warga tentang permasalahan tambang yang terjadi di desa saya dan bahkan ingin terlibat langsung. Hingga pada hari Senin 7 Desember 2015, “Uduk… uduk…” terdengar teriakan suara tukang nasi uduk yang sudah tidak asing lagi. Kemudian saya bergegas keluar menghampiri tukang nasi uduk untuk membelinya. Saat itu matahari baru memunculkan sinarnya dan udara dingin sisa-sisa semalam masih jelas terasa. Dari kejauhan terlihat murid-murid sekolah berjalan kaki secara bergerombol berangkat menuju ke sekolah. Tiba-tiba terdengar suara dari ponsel saya menandakan ada panggilan masuk. Terlihat nama Abun dalam layar kemudian saya angkat dan kurang lebih percakapannya seperti berikut, Abun : “Dimana…?” Saya : “Di imah Bun.” (Di rumah Bun) Abun : “Sibuk teu…?” (Sibuk tidak?) Saya : “Henteu, aya naon?” (Tidak, ada apa?) Abun : “Bisa anter ka Bandung teu?” (Bisa minta antar ke Bandung tidak?) Saya : “Iraha?” (Kapan?) Abun : “Ayeuna.” (Sekarang) Saya : “Oke siapp…” Abun : “Ayeuna geus di tunggu di Pamipiran.” (Sekarang sudah ditunggu di Pamipiran) Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 107
Saya : “Oh heu euh, oke siap.” (Oh iya, oke siap) Setelah menutup telepon, kemudian saya bergegas mandi dan langsung berangkat. Tanpa tahu apa tujuannya pergi ke Bandung dan tanpa sempat memakan nasi uduk yang telah di beli. Setelah sampai di Pamipiran, oh iya Pamipiran adalah simpangan jalan masuk dari jalan raya ke desa Antajaya. Di situ saya bertemu dengan Amir, Enung, dan Nyanting tepat di depan tukang bubur, dan saya langsung di pesankan bubur. Karena lapar dan belum makan rasanya cukup lah semangkuk bubur untuk menggantikan nasi uduk yang belum sempat dimakan tadi. Setelah itu baru kita berangkat dengan dua sepeda motor, saya dengan Enung dan Amir dengan Nyanting. Di tengah p e r j a l a n a n tepatnya di s e k i t a r
Rajamandala, A m i r memberitahukan alamat yang akan dituju adalah kantor LBH Bandung, tepatnya di Jl. Rereng Wulung No.33 Sukaluyu, Cibeunying Kaler, Kota Bandung. Patokannya adalah Jalan Surapati ada jalan ke kiri pertama belok. Kira-kira begitulah isi pesan singkat yang diperlihatkan Amir ke saya dengan nama pengirim Bung Ramdhan Walhi. Begitu sampai di Bandung setelah sempat sedikit kelewat Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 108
sampai kampus Itenas hingga akhirnya kami bertanya pada salah seorang tukang ojek. Kemudian tukang ojek menunjukkan alamat yang saya tanyakan sambil memberikan rute. Setelah sedikit muter-muter akhirnya sampai juga di lokasi tersebut. Terlihat dari papan nama bertuliskan Lembaga Bantuan Hukum Bandung dengan spanduk di sampingnya bergambar Adnan Buyung Nasution. Saya tahu karena di kasih keterangan nama dibawahnya. Dan yang membuat saya terkejut adalah, ternyata Jl. Rereng Wulung tempat kantor LBH Bandung adalah jalan yang setiap hari berangkat dan pulang kuliah saya lalui sewaktu kuliah di Bandung. Setelah sampai di kantor LBH Bandung saya pun memarkirkan motor di garasi yang tampaknya penuh sesak. Dan sebelum masuk pintu, saya disambut oleh tulisan di salah satu pot tanaman yang membuat saya menghentikan langkah saya sejenak. Kira kira isi tulisan nya seperti ini “ Tanaman yang jauh lu belain, yang deket lu biarin MATI” mengingatkan saya untuk lebih peduli dan lebih berkontribusi terhadap lingkungan sekitar saya khususnya tentang rencana pertambangan di Gunung Kandaga. Setelah memasuki ruangan kantor, disanalah pertama kali saya mengetahui LBH Bandung dan orang-orang di dalamnya. Salah satunya Kang Yogi yang sedang sibuk dengan laptopnya dan Bang Willy yang sedang menyeduhkan kopi. Disana ada juga yang akhirnya saya tahu adalah Bung Dadan Ramdhan dan Iwang dari Walhi Jabar. Ada juga pria dengan kumisnya yang begitu lebat membawakan gorengan. Kemudian saya tahu namanya Abah Yuyun yang menjadi password wifi kantor tersebut. Tidak lama kemudian datang Miki bersama beberapa orang dari LBH Keadilan Bogor Raya yang saya tahu saat itu adalah Bung Fati, Daud, dan Alam. Dari situ saya baru tahu kalau ternyata salah satu tujuan datang ke Bandung adalah untuk menghadiri sidang Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 109
aksi besok, dengan tulisan yang diantaranya adalah,
PTUN Bandung. Saya juga baru tahu bahwa Amir dan Erwin adalah perwakilan masyarakat desa Antajaya, sebagai penggugat SK Bupati Bogor yang saya tahunya tentang izin. Belakangan saya tahu kemudian SK Bupati Bogor tentang Penyesuaian Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) menjadi Izin Usaha Pertambangn. Kemudian ada usulan dari Amir untuk melakukan aksi besok sebagai tanda kehadiran warga dalam sidang PTUN walaupun hanya beberapa orang. Tidak terasa jam di ponsel menunjukkan pukul 18.00 WIB, saat itu hujan gerimis. Kang Iwang mengajak Saya, Amir, Enung, dan Nyanting untuk bermalam di PSDK yang tempatnya saat itu di Bale Endah. Kami pergi ke PSDK, tapi sebelum itu mampir dulu ke kantor Walhi Jawa Barat dan itu pertama saya tahu kantor Walhi Jawa Barat. Setelah istirahat sebentar kita melanjutkan perjalanan ke Bale Endah menuju PSDK. Setelah sampai di sana kami langsung beristirahat. Tak lama kemudian datanglah Andri yang berambut gondrong, salah seorang warga Antajaya yang sudah beberapa bulan ini tinggal ke Ciwidey untuk alasan tertentu. Andri tidak sendiri, ia datang dengan seorang bapak-bapak yang menggunakan jaket gunung berwarna biru dan celana ¾ berjengot putih. Kemudian saya tahu bahwa namanya Wa Cecep. Setelah makan nasi kuning bungkus, kami menuliskan di keretas karton yang berjumlah 10 buah untuk
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 110
“MATA AIR BERGANTI AIR MATA” “TANGKAP DAN ADILI PENJAHAT LINGKUNGAN KELAS KAKAP” “USIR TAMBANG DARI GUNUNG KANDAGA” ”HUTAN BUKAN UNTUK DI TAMBANG” “HENTIKAN KRIMINALISASI TERHADAP WARGA” ”SK BUPATI BOGOR LANGGAR HAK LINGKUNGAN” ”PULIHKAN HAK HAK WARGA” “GUBERNUR MORATORIUM TAMBANG DI KAWASAN HUTAN” “CABUT IZIN TAMBANG PRIMKOKAR PERHUTANI” “HILANGKAN TAMBANG DI ANTAJAYA”.
Mengawal Sidang Ptun (Selasa, 8 Desember 2015 Sidang Pertama Ptun Dan Aksi Di Depan PTUN) Pagi harinya sekira pukul 07.00 WIB, kami berangkat dari Bale Endah dan sampai di PTUN Bandung pukul 08.30 WIB. Tidak lama kemudian datang 2 (dua) orang yang datang dari Antajaya mereka adalah Erwin yang tercatat sebagai penggugat dan Ust Anan yang merupakan ustad di kampung Gaok Tonggoh. Sidang hari itu dimulai sekitar pukul 10.00 WIB. Sebelum sidang berlangsung, kami melakukan aksi membentangkan karton berjejer di halaman dan jalan di depan PTUN. Saat itu peserta aksi tidak lebih dari 10 (sepuluh orang). Kemudian saya baru mengetahui ternyata agenda persidangan hanya menyerahkan perbaikan gugatan. Setelah itu kami langsung pulang ke Antajaya. Dari semenjak pertama kali mengantar, setiap kali sidang PTUN yang di gelar setiap hari selasa, saya selalu diminta mengantar dan saya meng iya kan saja daripada tidak ada aktivitas ya lebih baik ke Bandung sekalian jalan-jalan. Semenjak itu pula saya mulai tertarik dan ingin selalu hadir dalam persidangan karena Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 111
itu suasana yang baru. Kadang-kadang saya hadir berempat tapi pernah juga saya hanya berdua. Sepanjang menghadiri sidang, begitu banyak kejadian menarik dan hal-hal baru yang didapatkan. Diantaranya saya jadi tahu alur persidangan di PTUN dan begitu banyak istilah-istilah baru yang saya ketahui yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Walaupun harus menempuh waktu 3 jam perjalanan berarti kalau pulang pergi sekitar 6 jam, hanya untuk menghadiri dan mengawal jalannya sidang yang kadang hanya penyerahan berkas dan itupun hanya berlangsung kurang lebih 5 menit tetapi itu tidak membuat saya kapok. Akan tetapi malah semakin membuat saya tertarik dan merasa menikmati s e m u a prosesnya sehingga tidak mau ketinggalan sidang. A w a l a w a l persidangan yang saat itu sekitar bulan Desember dan Januari dan kita tahu bulan-bulan itu adalah musim hujan, tidak jarang setiap berangkat untuk menghadiri persidangan selalu kehujanan. Bahkan saya pernah hujan-hujanan tanpa menggunakan jas hujan sepanjang jalan dari Bandung sampai Bogor sepulang menghadiri sidang. Dan lagi-lagi itu tidak membuat saya mengeluh atau kapok untuk hadir lagi walaupun sidang hanya penyerahan berkas yang mungkin hanya memakan waktu 5 menit saja. Tidak hadir pun sebenarnya tidak apa-apa karena hanya menyerahkan berkas saja. Belum lagi bocornya ban yang hampir setiap berangkat Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 112
siding, begitupun razia oleh polisi yang menilang saya dan mewajibkan saya harus menghadiri sidang tilang sebanyak 3 kali. Di Bale Endah 2 kali dan Ci cianjur 1 kali. Jadi selain saya sering menghadiri sidang PTUN sering pula saya menghadiri sidang tilang. Belum lagi masalah lapar. Hampir setiap menghadiri sidang uang di dompet kadang tidak lebih dari Rp.30.000,-. Waktu itu yang penting ada buat bensin. Bahkan pernah suatu hari sebelum berangkat ke persidangan saya meminum obat sakit maag walaupun tidak ada riwayat penyakit maag. Obat itu saya minum sebagai antisipasi supaya tidak terserang sakit maag karena keseringan jarang makan akibat uang pas-pasan selama hadir di persidangan. Tapi kadang-kadang kalau sedang ada rezeki, setiap pulang dari persidangan dan mampir ke Walhi Jabar, Bung Ramdhan selalu memesankan Lotek. Lotek itulah yang selalu memberi tenaga untuk perjalanan pulang. Walaupun tujuan sebenarnya ke Walhi untuk bertemu Miki yang paska putusan bebas memilih tinggal di Walhi Jabar.
Jumat, 04 Maret 2016 Pemeriksaan Setempat Setelah beberapa kali persidangan di gelar, pihak dari kita mengajukan sidang setempat dan disepakati hakim bahwa pemeriksaan setempat akan dilaksanakan pada Jumat 4 Maret 2016. Di malam hari sebelumnya, rapat kecil digelar di rumah Amir untuk persiapan besok pagi. Intinya agar semua warga hadir menyaksikan pemeriksaan setempat yang merupakan rangkaian agenda persidangan. Selain itu juga untuk menunjukkan kepada majelis hakim bahwa warga benar-benar menolak adanya pertambangan. Rencananya persidangan setempat di jadwalkan pukul 10.00 WIB. Sekira pukul 21.47 WIB saya menjemput dua orang dari LBH Bandung di Pamipiran yaitu Bang Willy dan seorang lagi yang kemudian saya tahu namanya adalah Kang Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 113
Gugun. Di malam itu juga tersebar isu bahwa warga sedang menyiapkan bambu runcing untuk acara besok. Kabar itu bahkan tersebar hingga Polres Bogor. Kami pun merasa heran dan kaget, pasalnya bisa-bisanya ada isu seperti itu. Karena kami tdak merasa akan melakukan hal itu, kami pun tenang saja dalam menghadapi isu tersebut. Pagi harinya, terdengar suara motor yang membuat saya terbangun, ternyata itu adalah Mang Ucok dengan sedikit menggerutu yang intinya mengatakan hakim sudah datang, tapi warga belum kumpul sedangkan kami yang tidur di rumah Amir belum bangun. Mang ucok adalah salah satu warga yang paling keras menolak adanya tambang. Dia juga pernah menjadi saksi di persidangan PTUN Bandung sebagai saksi fakta. Dan kami yang terbangun kaget ternyata matahari sudah mulai terik, saat itu sekira pukul 09.00 WIB. Saya langsung bergegas pulang untuk mandi dan ganti baju. Setelah itu saya langsung berkeliling memberitahu warga bahwa hakim sudah datang. Kemudian saya mendatangi Majelis Ta’lim di Kp. Nagrak yaitu majelis ta’lim yang setiap hari jumat rutin diadakan pengajian ibu-ibu. Terlihat sudah ada dua orang yang menunggu di depan majelis ta’lim mereka adalah Abun dan Enung. Mereka sedang menunggu pengajian selesai untuk mengawal ibu-ibu menghadiri sidang setempat. Setelah saya memastikan ibu-ibu di Kp. Nagrak sudah ada yang mengkoordinir saya pun bergegas pergi ke tempat lain. Ketika sampai di Kp. Kebon Jambe, Tookk…Tookk… Tookk… terdengar suara kentongan yang di pukul. Kentongan itu bukan sekedar kentongan biasa, kentongan yang di juluki “kentongan setan” oleh perusahaan itu adalah kentongan yang apabila dipukul hampir semua warga langsung berkumpul. Tidak lama kemudian efek kentongan itu terasa, warga pun mulai datang berbondongParalegal : Titik Balik Kesadaran | 114
bondong. Sekira pukul 10.00 WIB warga mulai berjalan menuju lokasi sidang setempat yang berlokasi di dalam PT GSR atau PRIMKOKAR. Tidak lama kemudian sidangpun dimulai. Di tengah-tengah persidangan, tiba-tiba terdengar nyanyian serta musik qasidah. Ternyata itu adalah rombongan ibu-ibu pengajian majelis ta’lim Kp. Nagrak yang datang dengan mobil bak terbuka membuat persidangan terhenti sejenak. Setelah sidang selesai, ibu-ibu berorasi dan ada yang di wawancara oleh media. Setelah itu semua warga yang hadir langsung makan bersama dengan makanan yang di masak oleh ibu-ibu tim masak. Selang beberapa hari, setelah mendapatkan informasi dan konfirmasi bahwa sehari sebelum pemeriksaan setempat, di depan warung Mang Ucok sekira pukul 16.00 WIB melintas seorang satpam PT GSR dengan sepeda motor. Kebetulan saat itu ada Mang Ucok yang sedang berdiri sambil melihat dan mengobrol dengan seorang bapak yang sedang membuat pagar rumah dari bambu. Mungkin satpam tersebut mengira pagar yang dibuat adalah bambu runcing sehingga dia melaporkan dan menjadi isu malam itu.
Masuk Sekolah Paralegal Saat itu setelah menghadiri persidangan di PTUN, kalau tidak salah waktu itu agendanya adalah mendengarkan saksi fakta dari kami, kami di undang ke LBH Bandung. Disana kami di jelaskan bahwa akan diadakan sekolah paralegal sambil dijelaskan pula apa itu paralegal. Yang saya ingat perbandingannya saat itu adalah seperti bidan dan paraji. Kemudian dijelaskan pula bahwa setiap wilayah hanya dapat mengirim dua perwakilan saja dan kalau bisa ada wanitanya. Kemudian dengan berbagai pertimbangan akhirnya yang menjadi perwakilan saat itu adalah Amir dan Herlia. Amir selain sebagai salah satu penggugat SK Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 115
Menyatakan tetap sah dan berlaku Penetapan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Nomor 155/G/2015/
Bupati Bogor di PTUN Bandung belakangan saya tahu bahwa pria berbadan kurus itu juga adalah Ketua Forum Masyarakat Peduli Lingkungan (FMPL). Sedangkan Herlia, adalah seorang anak yang ayahnya dulu pernah ditodong senjata oleh Brimob. Yang saya tahu waktu itu sekolah paralegal diadakan setiap hari Sabtu dan Minggu. Hingga pada Jumat, 8 April 2016 sekira pukul 15.00 WIB ketika saya sedang berkumpul di warung Mang Ucok dengan Amir dan beberapa teman, tiba-tiba ponsel Amir berbunyi. Ternyata yang menelpon adalah Kang Gugun dari LBH Bandung yang intinya memberitahukan bahwa sekolah paralegal ada kuota tambahan 2 orang untuk Antajaya. Oleh karena yang lain ada kesibukan dan karena suatu alasan tertentu, akhirnya saya yang ikut. Kemudian sorenya sekira pukul 17.00 WIB kami pun berangkat ke Bandung. Malamnya sekira pukul 20.00 WIB saya tiba di Bandung tepatnya di KPRI Jawa Barat, tempat sekolah paralegal dilaksanakan. Sebenarnya ini kali kedua saya ke KPRI. Sebelumnya saya pernah kesana saat pulang menghadiri sidang dan membicarakan tentang kopi bersama Kang Yayan dan Kang Alex. Paginya sekira pukul 10.00 WIB, kelas dimulai dengan pembukaan oleh fasilitator. Saya yang baru bergabung dipertemuan itu dipersilahkan untuk memperkenalkan diri. Kemudian saya Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 116
PTUN.BDG tertanggal 3 Mei 2016 tentang penundaan pelaksanaan Keputusan Tergugat berupa Surat Keputusan Bupati Bogor Nomor 541.3/051/Kpts/ESDM/2011 tentang Penyesuaian Surat Izin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD) Eksploitasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Atas Nama Koperasi Primer Karyawan Perum Perhutani (Primkokar Perhutani) tanggal 21 Januari 2011,sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap atau sampai ada penetapan lain di kemudian hari; II. DALAM EKSEPSI; Menyatakan eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi tidak diterima; III. DALAM POKOK PERKARA; 1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat; 2. Menyatakan batal Keputusan Tergugat berupa Surat Keputusan Bupati Bogor Nomor 541.3/051/Kpts/ESDM/2011 tentang Penyesuaian Surat Izin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD) Eksploitasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Atas Nama Koperasi Primer Karyawan Perum Perhutani (Primkokar Perhutani) tanggal 21 Januari 2011; 3. Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Keputusan Tergugat berupa Surat Keputusan Bupati Bogor Nomor 541.3/051/Kpts/ESDM/2011 tentang Penyesuaian Surat Izin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD) Eksploitasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Atas Nama Koperasi Primer Karyawan Perum Perhutani (Primkokar Perhutani) tanggal 21 Januari 2011; Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 117
menceritakan sekilas kasus rencana pertambangan di desa saya dan hal apa yang telah di lakukan. Setelah itu saya disuruh menggambarkan diri saya sebagai apa? Atas usulan dari peserta yang lain adalah “TAMBANG” sehingga saya menuliskan untuk name tag yaitu “RIDWAN TAMBANG”. Saat itu yang baru masuk hari itu ternyata bukan hanya saya, ada pula wanita berbadan sedikit gemuk menggunakan jilbab. Ketika mengenalkan diri saya baru tahu namanya Indri yang kemudian dijuluki “INDRI DINAMIT”. Materi siang itu adalah tentang Ombudsman RI, kalau tidak salah pematerinya adalah Om Toto. Dia menerangkan bahwa Maladministrasi adalah salah satu perbuatan yang dapat mengarah dan dapat mengakibatkan terjadinya KKN. Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintah. Termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/ atau APBD. Tujun diadakannya Ombudsman adalah mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera. Mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisiensi, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari KKN. Meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik, dll. Di sana saya mulai mengenal semua peserta yang mengikuti sekolah paralegal. Ada dua anak muda Karawang dengan organisasi Sepetak yaitu Wahyudin dan Teguh. Ada warga Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 118
Sinaresmi Sukabumi yang tidak rela kehilangan air bersih karena operasi pabrik semen. Mereka adalah Pak Eman, Pak Ade, dan Teh Indri. Ada pula dua orang dari Indramayu yang sedang berkonflik dengan PLTU dan tergabung dalam organisasi JATAYU, mereka adalah Syahid dan Trisna. Dari Majalengka adalah Carta dan Hikmat. Riski dari AGRA, Kang Aceng dari Lembang, Bung Gito dan Matin yang disingkirkan dari JASA MARGA, ada juga Kang Bashar dan Yudi dari P3L (Paguyuban Pedagang Pasar Limbangan). Setelah istirahat pukul 12.00 WIB sampai 13.00 WIB, kelas dimulai kembali dengan materi kedua yaitu Keterbukaan Informasi Publik. Saat itu saya jadi tahu bahwa mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia adalah hak setiap orang. Esoknya sekitar pukul 10.00 WIB kelas dimulai lagi dengan materi praktek permohonan informasi. Sejak saat itu setiap hari Sabtu dan Minggu saya mengikuti sekolah paralegal dan setiap Selasa menghadiri sidang PTUN di Bandung. Berbagai macam materi saya dapatkan di antaranya Pengantar Ilmu Hukum, di materi itu yang paling saya ingat adalah quotesnya Blaise Pascal yaitu “Keadilan (hukum) tanpa kekuatan (kekuasaan) adalah tidak berdaya, kekuatan (kekuasaan) tanpa keadilan (hukum) adalah tirani.” Selain itu ada pula Pengantar Hukum Indonesia, Pengantar Hukum Pidana dan Perdata beserta Hukum Acaranya, Hukum Administrasi Negara, Politik Perburuhan, hingga Politik Agaria dan banyak lagi materi lainnya.
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 119
Putusan PTUN Beberapa minggu menjelang putusan PTUN, warga mulai mengumpulkan dana swadaya untuk aksi dan menghadiri sidang putusan di Bandung. Setelah beberapa hari dana yang di kumpulkan ternyata tidak sesuai harapan. Kebiasaan di harihari terakhir menjelang putusan suka kewalahan mencari dana. Saat itu saya mulai merasa khawatir, dana yang di kumpulkan tidak akan cukup untuk keperluan aksi. Dengan bermodalkan laptop, saya mencoba membuat desain kaos. Harapan saya hasil keuntungan penjualanya bisa digunakan untuk menutupi kekurangan dana saat aksi. Tetapi kendalanya saat itu adalah tidak ada modal untuk memulai. Maka saya menyiasati kendala tersebut dengan menggunakan sistem pre-order, jadi kaos dicetak bila sudah banyak yang memesan serta mentransfer uangnya. Ketika saya tawarkan secara langsung atau yang di posting melalui media sosial, ternyata tanggapannya positif dan banyak yang berminat. Akhirnya setelah seminggu pre-order langsung dicetak. Tiga hari menjelang putusan kaos pun saya ambil dari tukang sablon, dan langsung saya bagikan. Dana yang berhasil dikumpulkan dari donasi kaos tersebut sekitar Rp. 1.500.000.-. Malam hari menjelang putusan, warga berkumpul untuk melakukan doa bersama demi kelancaran besok dan putusannya berpihak kepada warga. Oleh karena ada perbaikan jalan di Padalarang dan macetnya sangat parah, maka disepakati berangkat jam 04.00 WIB. Namun saya rencananya menggunakan motor karena akan mengantar Erwin ke KPRI sepulang putusan. Saat itu saya beserta beberapa orang begadang dan saya pulang sekitar pukul 01.00 WIB untuk beristirahat. Sekitar jam 02.45 WIB ketika saya baru memejamkan mata, datang Amir dan Erwin ke rumah. Mereka mengatakan bahwa warga sudah
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 120
siap untuk berangkat bahkan dari jam 02.00 WIB kentongan sudah dipukul dan bis sudah siap. Saya yang saat itu masih ngantuk akhirnya tanpa sadar ketiduran hingga…teeeetttttt… teeeeetttt… teeeeetttttt… suara klakson dari sebuah bus besar membangunkan saya. Kemudian teriakan warga yang intinya menyuruh saya untuk sesegera mungkin berangkat, kemudian bus itu pergi. Di depan rumah sudah menunggu dua motor, setelah cuci muka saya langsung pergi menggunakan motor tersebut. Ketika Adzan Subuh berkumandang, kita semua berhenti di SPBU Cikalong untuk shalat berjamaah. Setelah selesai saya mengikuti di belakang dua bus yang membawa warga. Kirakira sebelum Situ Ciburuy, semua kendaraan berhenti. Terlihat kemacetan akibat perbaikan jalan sehingga menggunakan sistem buka tutup. Hampir 2 jam terjebak macet di Padalarang, hingga akhirnya tiba di PTUN Bandung sekira pukul 09.00 WIB. Setelah semua turun dari bus kami langsung makan bersama. Sebelum persidangan di mulai, kami menggelar aksi di depan PTUN, aksi tersebut berlangsung kurang lebih selama 1 jam. Sekira pukul 10.00 WIB persidangan dimulai, warga mulai memasuki ruangan siding. Akan tetapi karena banyaknya warga yang hadir, ruang sidang tidak mampu menampung semua warga, sehingga masih banyak warga yang tidak masuk dan hanya dapat melihat dari luar. Sedangkan saya saat itu duduk di barisan paling depan. Setelah hakim mengetuk palu pertanda sidang di mulai, hakim mulai membacakan putusannya. Rasa cemas terlihat dari sebagian warga, begitupun saya, hingga saat hakim mulai membacakan pertimbangannya saya mulai mempunyai firasat akan menang dan akhirnya hakim pun membacakan putusan yang isinya sebagai berikut, I. DALAM PENUNDAAN; Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 121
4. Membebankan kepada Tergugat dan Tergugat II Intervensi secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 5.766.000 (Lima Juta Tujuh Ratus Enam Puluh Enam Ribu Rupiah); Suasana haru mulai menyelimuti seisi ruangan sidang, air mata pun tumpah ruah. Saya yang mengawal dari awal hingga hingga akhir dan tahu setiap detiknya persidangan, tak kuasa menahan haru. Berbulan-bulan perjuangan bolak-balik Bandung-Bogor, rasa lapar, kehujanan, dan lain-lain selama mengawal sidang rasanya terbayar sudah. Sebelum pulang semua warga bersujud syukur di halaman PTUN pertanda rasa syukur atas putusan yang berpihak kepada warga.
Kunjungan Paralegal Ke Sukabumi Setelah berminggu-minggu mengikuti sekolah paralegal, akhirnya saya berkesempatan untuk melakukan kunjungan ke Sukabumi sebagai salah satu agenda sekolah paralegal. Malam harinya dari Bandung saya langsung menuju Sukabumi. Saya menginap di rumah Bu Esih yang merupakan ibu dari Teh Indri Dinamit. Dari Bu Esih lah saya banyak mendengarkan cerita
perjungannya selama menolak keberadaan pabrik semen. Esok paginya warga sudah bersiap-siap untuk melakukan aksi di depan pabrik semen. Aksi itu memang sudah direncanakan sebelumnya. Dan kebetulan saya kesana bertepatan dengan aksi yang dilakukan warga selama dua hari. Hari pertama di depan pabrik semen, hari ke dua di kantor DPRD Kabupaten Sukabumi. Aksi dimulai sekira pukul 09.00 WIB dan sempat menutup jalan, aksi berakhir pada pukul 15.00 WIB. Malam harinya, saya mengikuti evalusi aksi siang tadi dan persiapan aksi besok di posko FWSM (Forum Warga Sinaresmi Melawan). Malam itu saya menginap di rumah Pak Eman yang merupakan peserta paralegal dari Sukabumi. Pagi harinya warga telah berkumpul sekira pukul 07.00 WIB dan langsung pergi menuju kantor DPRD Kabupaten Sukabumi yang berada di Pelabuanratu. Saya berangkat di mobil bak terbuka dengan warga. Sesampainya disana, warga langsung menggelar aksi dan beberapa orang langsung berorasi. Hingga tidak ada orang lagi untuk berorasi saya memberanikan diri untuk berorasi. Itu adalah pertamakalinya saya berorasi di depan umum. Yang saya bahas pada saat itu adalah kondisi gedung DPRD yang seperti villa tua, dengan asbes yang sudah sedikit ambruk dimakan usia. Bagaimana bisa mengurus masyarakat jika kantornya sediri tidak terurus. Apalagi terpampang di depan pintu masuk tulisan berjalan yang intinya jagalah kebersihan. Setelah berorasi kemudian diadakan audiensi. Dan sebelum pulang, kami sepakat untuk pergi ke laut untuk makan bersama disana, setelah makan kami langsung pulang. Setelah sampai di posko FWSM saya pun langsung pulang menuju Antajaya Bogor.
Kelas Terakhir Sekolah Paralegal Hari itu Minggu, 24 Juli 2016, adalah kelas terakhir sekolah Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 122
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 123
paralegal. Empat bulan sudah saya mengikuti sekolah paralegal. Tentunya telah banyak pelajaran yang saya dapatkan. Selain materi tentang hukum, disana saya belajar menjadi manusia yang sebenarnya. Terkadang masih tidak percaya bahwa saya bisa bertemu dan berkumpul dengan kawan-kawan seperjuangan yang memiliki kasus atau masalah di daerahnya masing-masing. Dan yang tidak akan pernah saya lupakan adalah setiap memulai kelas kami menyanyikan lagu “Dalam segelas kopi perlawanan” yang selalu membuka semangat pagi. Di siang hari lagu “Ahon Berod” sebagai penyemangat dikala lelah menerima materi. Kedua lagu tersebut adalah karya Kang Mukti-Mukti. Selain itu Kang Sapei Rusin menambah semangat dengan lagu yang liriknya “Aku Pandang Punya Kamu”. Terasa jelas perbedaan yang saya rasakan sebelum dan sesudah memasuki sekolah paralegal. Yaitu sudut pandang saya dalam menyikapi setiap persoalan. Saya rasa meski ini kelas terakhir, ini adalah titik awal memulai hari dengan bekal ilmu yang didapatkan di sekolah paralegal.
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 124
Bagian ke-6
Curhat Sayid M
Sahabatku Tumpal Mangasisiagian… Di manakah keberadaanmu sekarang? Aku dan sahabatmu bertanya dan selalu mencarimu. Ternyata momen berkumpul dipertengahan tahun 2012 itu adalah yang terakhir bagi kita. Siang setelah aksi damai yang berakhir bentrok itu, kita berempat bergegas ke lahan menuju gubuk Daeng Baco. Sesampainya di gubuk Daeng Baco kita melepas kaos yang kita kenakan saat itu karena memang cuaca di Polongbangkeng saat itu sedang panas. Aku berinisiatif untuk menelfon Daeng Rampu meminta agar warga tidak usah datang ke lahan. “Daeng… mohon maaf sepertinya kawan-kawan yang ikut aksi tadi pagi lebih baik beristirahat di rumah masing-masing atau mengamankan diri karena tadi pagi aksinya chaos dengan penjaga gerbang dari mulai yang coklat, hitam, dan loreng terpukul”. Tibatiba pintu gubuk terbuka “gubrak” sontak membuat kami kaget karena yang masuk adalah orang yang berbadan tinggi, tegap, kekar, dengan laras panjang yang di tentengnya sambil berteriak Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 125
“Bangsat rupanya kalian ada disini!” Sayangnya gubuk Daeng Baco hanya berpintu satu sehingga membuat aku dan sahabatku tidak bisa apa-apa. “Oy…ngumpul disini semua ini” setelah teriakan kedua itu, Basso mencoba menyela tapi kawanan mereka terlalu beringas dan yang aku ingat saat itu ada hantaman benda tumpul dikepala bagian belakang bawah yang membuatku tidak mengingat apapun yang terjadi saat itu. Entah berapa lama tibatiba ada rasa sangat dingin membasahi sekujur tubuhku d a n membuatku terbangun. Dalam gelap aku mendengar ada suara tegas berkata “Di depan kalian ada makanan, makanlah kalian sebelum kami paksa untuk makan!” Tidak lama terdengar suara rintihan kesakitan begitupun dengan diriku. Tiba-tiba ada pukulan pada perut dan punggung, lalu ada yang membangkitkan badanku dan memegangi rambutku menyuruh jongkok terus menempelkan pipi di satu benda yang aku duga itu meja. Aku merasakan urat sepatu ada dipipi sebelah kiri sambil menekan dan membentak “An**ng… negara ini sudah merdeka… tanah yang kalian mau rebut itu milik negara untuk kepentingan semua rakyat... bodoh!” Kemudian aku mendengar jeritan kesakitan yang aku duga adalah sahabat-sahabatku yang Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 126
tadi disergap bersamaku di gubuk Daeng Baco. Banyak pukulan menuju bagian belakang tubuhku, terasa remuk seluruh tubuhku ini. Ruangan itu pun terdengar riuh ramai oleh rintihan sakit yang tidak berdaya. Kemudian ada suara lantang “Pendidikan apa yang kalian dapatkan di kampus go***k!” Injakan kaki menggunakan sepatu itu pun copot dan aku tergeletak, hanya rintihan yang bisa keluar dari mulutku. Ada suara lirih “Ini orang Indramayu dan belajar hukum di Unhas” tidak lama suara itu berhenti. Pukulan mendarat di perut sambil berteriak “Kuliah hukum itu bukan untuk melawan hukum t*l*l” tidak lama suara itu diam, kemudian ada teriakan “Uy… an**ng-an**ng ini mau kita apakan? kalau mau kita bunuh…. bunuh saja tidak usah lama-lama…!!” Setelah perut beberapa kali ditendang mereka, kemudian ada pukulan yang menuju rahang sebelah kiri, setelah itu aku tidak dapat merasakan apa-apa. Tiba-tiba hawa dingin terasa menusuk tulangku, lirih terdengar suara perempuan “Kang kadieu geura iyeu aya jelema, geura atuh kang” (Kang kesini cepat kang ini ada orang, cepat kang). Aku hanya dapat Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 127
berkata dalam hati “Aku ditangkap di Polongbangkeng kenapa ada Bahasa Sunda?” Yang aku dengar saat itu ada percakapan beberapa orang, setelah aku coba buka mata ternyata aku ada disela-sela pohon teh dan aku lihat disitu ada banyak orang yang melihatku. Ibu Wasti menyuruh bapak-bapak yang ada disana untuk mengangkat aku. Ternyata disana bukan hanya aku yang diangkat, sahabatku Yanto juga ada bersamaku di tempat yang sama. Tidak tahu persis dari jam berapa aku mulai ada disitu. Mereka membawaku ke rumah Ibu Wasti yang tidak jauh rumahnya dari perkebunan teh itu. Setelah sampai di kediaman Ibu Wasti, luka-luka yang ada disekujur tubuhku dirawat oleh Pak Dudu. Aku hanya dapat mengira-ngira suami isteri itu berumur sekitar 60 s/d 75 tahunan. Mereka sangat telaten merawat aku dan Yanto. Setiap pagi aku disuapi makan bubur yang alakadarnya. Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 128
Hari pertama di kediaman beliau aku di urut/pijat oleh bapakbapak yang aku sendiri tidak tahu namanya siapa. Orang itu jauh lebih tua dari Pak Dudu menurutku, karena orang di rumah itu memanggilnya dengan sebutan Abah Dana. Abah adalah sebutan bagi orang yang lebih tua atau dituakan di wilayah Jawa Barat. Sakit, ngilu, dan panas aku rasakan saat bagian rahangku dipijit oleh Abah karena menurutnya rahangku bergeser. Oleh karena itu butuh waktu dan ketelatenan untuk memperbaikinya. Hatiku bergumam “Bajingan dan terkutuklah orang yang sudah membuatku seperti ini”. Selepas Abah menyelesaikan pijatan disekujur tubuhku, abah tadi berpesan kepada Pak Dudu agar tidak terburu-buru menanyaiku. “Bisi arek nanyakeun engke wae, manehna teu acan bener rahangna ulah dipaksakeun titah ngomong nya Du”(Kalau mau bertanya nanti saja, posisi rahangnya belum bagus jangan dipaksa untuk bicara ya Du), kata Abah. Pak Dudu pun mengiyakan saran Abah. Saat itu aku belum tahu keadaan Yanto sahabatku. Sepuluh hingga lima belas hari aku mendapatkan perawatan tradisional dari Abah. Sekira dua bulan lamanya aku dirawat oleh orang yang tidak pernah aku kenal sebelumnya. Mulia sekali pasangan suami isteri yang menggantungkan hidupnya dari upah menjadi buruh perkebunan yang sejatinya telah merampas lahan penghidupan mereka. Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 129
Sampai pada akhirnya aku merasa kondisiku lebih baik dari hari-hari sebelumnya, barulah pasangan suami istri yang merawatku itu menanyakan daerah asalku dan kenapa bisa ada di tengah perkebunan teh dengan luka lebam di sekujur tubuhku. Kemudian aku menceritakan kejadiannya. Setelah mendengar cerita peristiwa mengerikan yang aku alami itu pasangan suami isteri itu meneteskan airmata sedihnya. Dan beliau mengatakan maaf atas pertanyaan yang mereka tanyakan padaku. “Hampura nya, A” (Maaf ya, A), kata Pak Dudu. Kemudian aku menanyakan keadaan Yanto sahabatku kepada Pak Dudu “Pak haputen, bapak terang rerencangan abdi, si Yanto henteu?” (Pak maaf, bapak tahu teman saya si Yanto?) kataku, dan Pak Dudu menjawab “Aya di bumina … ”(Aya di bumina …). Aku lupa nama yang merawat sahabatku itu. Aku meminta Pak Dudu mengantarkanku ke rumah yang merawat sahabatku. Sesampai di rumah yang aku tuju, ternyata luka sahabatku lebih parah. Dia mengalami patah tulang di bagian depan punggungnya. Namun kondisinya sudah cukup membaik. Beberapa hari kemudian tepatnya Hari Kamis sore kita berpamitan untuk pulang dari rumah yang telah merawat kita selama kurang lebih tiga bulan lamanya. Berat rasanya aku berpamitan pada Pak Dudu dan Ibu Wasti karena kedua orang ini sudah merawatku dengan sepenuh kemampuannya hingga aku sembuh seperti ini. Tidak lama kemudian Yanto datang ke rumah yang aku tinggali selama tiga bulan lamanya dan mengajak pulang bersamanya. Dan pasangan malaikat ini memberiku ongkos untuk pulang ke Indramayu. Berat sekali rasanya aku menerima uang itu karena aku sudah merepotkan beliau selama 3 bulan ini. Tetapi dua malaikat ini memaksa memberikannya dan aku pun menangis untuk kesekian kalinya karena melihat dua malaikat ini akan Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 130
aku tinggalkan. Jumat pagi sekitar pukul 07.00 WIB, aku dan Yanto pulang ke Indramayu dengan perasaan campur aduk. Kami jalan kaki menuju jalan besar untuk menunggu bus jurusan BandungIndramayu, karena jarak jalan besar tidak terlalu jauh. Suasana dingin hari itu tidak bisa menghentikan langkah kami berdua untuk pulang. Dan bus pun datang setelah 1 jam menunggu. Selama perjalanan ke Indramayu, aku dan Yanto tidur di kursi penumpang barisan tengah tempat kita berdua duduk. Sekira 3-4 jam lama perjalanan Bandung-Indramayu akhirnya kami tiba di Terminal Indramayu yang letaknya bersebelahan dengan toko serba ada (toserba). Di sebelah timur toserba berdiri bangunan besar tempat nongkrong para bajingan bersafari (DPRD-Indramayu). Setelah satu minggu berada di rumah Yanto, tepatnya Hari Kamis pagi, aku pamit untuk pulang ke rumah di ujung barat Kabupaten Indramayu yang berdekatan dengan perbatasan Kabupaten Subang. Tepatnya di Desa Tegaltaman. Tidak lama dari tiga harian itu Yanto datang ke rumahku menanyakan kapan berangkat ke Makassar lagi. “ Kapan kita berangkat ngampus lagi?” tanya Yanto padaku. “Lusa saja lah kita berangkat” jawabku, aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan sahabatsahabat yang lain. Selasa sore seminggu sebelum aksi warga itu, aku mendapat telpon dari Daeng Rampu, beliau meminta aku dan kawan untuk datang ke tempat mereka untuk membahas teknis lapangan aksi Hari Selasa depan. Setelah selesai pembicaraan di telpon dengan Daeng Rampu aku menyampaikan pesan beliau kepada sahabatsahabatku untuk berangkat bertemu warga di Polongbangken. Sekira setelah Maghrib kita berangkat ke Polongbangken. Selama
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 131
satu jam perjalanan dari tempat kos kami menuju Polongbangken itu banyak hal yang ganjil entah itu firasat tentang dirimu atau bukan aku tidak mengerti soal itu. Aku merasakan keanehan yang tidak seperti biasa, kau malas dan terkesan tidak mau berangkat menuju Polongbangken petang itu. Padahal dari awal kau lah yang paling ngotot untuk bisa belajar bareng dengan kawan-kawan di Polongbangkeng. Entah kenapa setibanya di rumah Daeng Rampu pun kau lebih banyak diam, cenderung sibuk dengan ponsel barumu, bahkan saat Daeng Baco meminta pendapatmu pun “Bagaimana menurut Bung Tumpal?” tanyanya. Kau menjawab dengan simpel pertanyaan Daeng Baco itu “Seperti biasa saja Daeng, jangan terlalu aneh-aneh, ngeri…” jawabmu. Obrolan malam itu disudahi sekira jam 23.00 WIB dan Daeng Rampu meminta kita untuk istirahat terutama sahabatku, “Bung Sayid kayaknya Bung Tumpal kurang enak badan, lebih baik kawan-kawan istirahat dulu ditempatku saja ya…” pinta Daeng. Aku pun mengiyakan “Oh iya Daeng terima kasih”, jawabku. Aku, Basso, dan Yanto pun merasakan keanehan dengan sikapmu hari itu sahabatku. Kemudian kita berinisitif minta izin kepada Daeng Rampu untuk pamit besok pagi karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan besok siangnya. “Iya bung terima kasih banyak atas informasi dan ilmunya,” kata Daeng Rampu. Keesokan harinya pukul 09.00 WIB, kita berpamitan yang kedua kalinya untuk pulang bersama. Daeng Rampu bilang “Bung maaf kami tidak bisa memberikan apapun sama Bung Sayid dan kawan-kawan”, ujarnya. “Ah Daeng nih kayak sama siapa saja, malah kami yang harusnya minta maaf sama Daeng dan bapak-bapak yang ada disini” sahutku. Dalam perjalanan pulang kita terkena razia yang menurut kita illegal. Sempat terjadi adu mulut dengan salah satu polisi yang sedang berugas Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 132
memeriksa kelengkapan surat-surat kendaraan kita. Polisi : “Selamat pagi mas maaf mengganggu perjalanan anda, bisa tunjukan surat kendaraan bermotor dan SIM nya mas?” Tumpal : “Pagi pak, sangat bisa butuh satu SIM atau semuanya pak?” Polisi : “Cukup yang nyetir saja mas, bisa ditunjukkan?” Tumpal : “Kan tadi saya sudah bilang sangat bisa, kalau mau yang bonceng juga ada kok” Polisi : “Loh kok ini STNK nya mati mas, ini pelanggaran mas dan kita harus menindak tegas dengan menilangnya mas.” Tumpal : “Sebentar pak maaf, bisa jelaskan kesalahannya apa kenapa kita di tilang?” Polisi : “Kan STNK mas mati makanya kita tilang, tidak mungkin kan kalau STNK mas nya masih berlaku lalu di
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 133
tilang.” Tumpal : “Bisa disebutkan melanggar pasal berapa kesalahan saya itu pak?” Polisi : “Ada di surat tilang mas, itu sudah lengkap mulai undang-undang nomor dan tahun nya kan ada!” Tumpal : “Saya tidak mau baca, bisa kan di sebutkan pak?” Polisi : “Ya sudah tinggal terima surat tilang dan datang saja mas.” Tumpal : “Ya tidak mau lah pak, kan belum jelas apa kesalahan saya, jangan-jangan tidak ada disitu ya…?” Polisi : “Eh kamu itu sudah melanggar aturan lalu lintas, kok ngeyel terus kalo masih mau berdebat sama komandan saya saja…!” Tumpal : “Bukan ngeyel dan mau debat pak, tapi saya kan juga warga negara yang punya hak untuk tahu aturan-aturan lalu lintas.” Tak lama kemudian datang lagi anggota yang sedang berada di lokasi itu, tapi yang sedang menanyai itu memberi hormat dengan badan tegap. Aku pikir ini pasti komandannya. Polisi 2 : “Ada apa ini ribut-ribut.” Polisi 1 : “Siap Komandan, orang ini ngeyel soal STNK mati dan sengaja mau mendebat saya. Tumpal : “Maaf saya bukan mau berdebat tapi wajar dong pak kalau saya tanya kesalahan saya itu ada di pasal berapa, lah kan saya cuma nanyain pasal berapa? Dan akhirnya si komandan polisi itu menggandeng kita agar lebih menjauh sedikit dari lokasi dan membawa ke mobil. Polisi 2 : “Mari sini mas kita ngobrolnya ke tempat yang teduh.” Tak lama berselang dari arah belakangku ada yang mendorong ke depan agar cepat memasuki mobil. Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 134
Polisi 3 : “Cepat masuk mobil!!” Sayid : “Hei apa-apaan ini, ngapain kita disuruh masuk mobil.” Aku bersama Tumpal dipaksa memasuki mobil dan mendorong tubuhku sangat kuat. “Ini pelanggaran, aku akan laporkan ini ke Propam,” kataku kepada mereka saat di dalam mobil. Tenyata Yanto dan Basso pun digiring ke Polres dengan mobil yang berbeda. Setiba di Polres Takalar kita semua di kumpulkan di dalam ruangan Waka Polres Takalar. Tidak lama kemudian kita dipersilahkan duduk dan ditanyai seputar aksi yang akan dilaksanakan oleh STP minggu depan. “Katanya serikat tani yang kalian dampingi mau aksi minggu depan ya,” tanyanya. “Kami tidak tahu soal aksi itu pak,” jawab Tumpal. “Bukannya kalian yang menyuruh petani aksi ke depan pabrik gula!” bentak Wakapolres saat itu. Dengan gaya yang sangat memuakkan, orang itu memasang muka marah dan berkeliling mengitari kami dengan bertolak pinggang dan mendangakkan kepalanya. “Sebenarnya kalian ini mau apa sebutkan? Ngapain kalian ngurusin orang-orang seperti mereka, sudahlah lebih baik kalian diam saja dan nanti saya akan meminta imbalan untuk kalian kepda pabrik gula. Kalian tahu bukan PTPN itu milik negara yang sudah jelas hasilny untuk rakyat Indonesia bukan sekedar untuk orang Polongbangkeng, Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 135
Takalar, atau Sulawesi sekalipun. Ingat untuk seluruh rakyat Indonesia. Berapa yang kalian minta?” tandasnya. Selang beberapa lama Wakapolres itu memegang telpon yang ada di mejanya, “Kamu bisa kesini.” ucapnya. Tidak lama kemudian pintu terketuk tiga kali dan Wakapolres pun menyuruhnya masuk. Masuklah sang pengetuk pintu itu dan siap menerima perintah dari Wakapolres untuk membawa kita pergi. “Sebentar pak motor kami bagaimana?” sahut Tumpal mengkhawatirkan motornya. “Aman bukan motor kawan-kawan ini?” ujar Wakapolres. “Siap, aman Komandan” sahut prajurit itu. Kemudian kita dipersilahkan meninggalkan ruangan yang mengerikan itu dengan kawalan satu prajurit. “Ada hal penting ya mas di dalam tadi?” tanya prajurit itu. “Ah tidak ada apa-apa pak” sahutku. “Motor kita ada dimana?” tanya Basso pada polisi itu. “Ada mas, di parkiran samping, mari saya antar,” jawabnya. Sahabatku Tumpal… Ingatkah yang kau bilang sebelum ketemu meraka “Kita adalah kaum muda yang ditugaskan untuk memberangus kaum tua yang mengacau.” Aku pikir itu adalah kata-kata keren yang kau keluarkan dari dalam lubuk hatimu sebelum aku tahu kalau kata-kata itu milik Soe Hok Gie dalam bukunya. Saat aku mendengar kata-kata dari mulutmu itu hatiku bergumam “Kawanku yang satu ini revolusioner sekali.” Namun tidak pernah aku sampaikan padamu rasa banggaku ini. Saat kita bertemu di warung kopi dekat Pantai Losari dengan beberapa teman dari FPR (Front Perjuangan Rakyat) dan kawan LBH Makassar, engkau satu-satunya sahabat yang mengenalkan orang-orang itu kepadaku dan empat kawanmu yang lain. Saat itu kita membahas soal HGU milik PTPN XIV yang seharusnya sudah habis di tahun 2003 lalu. Akan tetapi sampai hari ini belum dikembalikan. Pada tahun 2008 warga yang dirampas tanahnya itu merespon perilaku buruk PTPN dengan mendeklarasikan Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 136
serikat tani mereka yaitu Serikat Tani Polongbangkeng (STP). Setelah pertemuan sore itu makin banggalah aku mempunyai kawan sepertimu walau kadang kau sangat menjengkelkan dengan candaan garingmu. Seminggu kemudian kita berangkat ke Polongbangkeng menemui Daeng Baco untuk kumpul bersama warga. Ingatkah apa yang kau lakukan disana? Kau selalu menggebu-gebu untuk menguatkan warga dalam perspektif hukum dan perlawanan soal HGU PTPN XIV. Pabrik gula yang selama 25 tahun telah merampas tanah anggota STP (Serikat Tani Polongbangkeng). Kau pasti tahu, aku yang selalu mengingatkan saat kau bicara seharian dengan materi yang membosankan kepada warga dan beberapa Daeng disitu yang belum tentu paham atas apa yang kau sampaikan itu sahabatku. Dan ingatkah kau saat aku ngobrol bersama warga soal agraria dalam pemahaman yang sangat berbeda dengan para akademisi kampus. Ada canda, tawa, dan gurau. Warga semakin antusias untuk mengungkapkan cerita-cerita masa lalu soal tanah dan tempat kelahiran mereka yang dirampas negara selama 34 tahun lamanya. Kau juga ingat bukan saat Daeng Baco bercerita soal bagimana mereka sangat susah payah dan berdarah-darah mempertahankan tanah kelahiran dan ruang penghidupan mereka selama puluhan tahun. Aku semakin sedih saat beberapa petani bercerita banyak soal kekerasan yang dialami mereka selama setahun terakhir. Kadang aku berpikir belum tentu kita bisa mengatasi persoalan hidup yang mereka hadapi selama ini. Sering aku bertanya aku ini siapa, kenapa aku ada disini, dan mau apa aku disini. Padahal aku tidak punya kekuatan super seperti para pahlawan di film-film super hero yang sering kita tonton di zaman Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 137
kita kecil dulu. Aku bukan Batman, Spiderman, atau Superman. Aku sering bertanya soal itu didalam hati. Masih ingatkah kau ketika aku memberitahumu tentang bahasa penyampaian yang kau berikan kepada warga. Aku bilang, sahabatku jangan sering menggunakan bahasa kampus kalau sedang ada di lahan. Kadang kau pun sering mengeluhkan itu, iya kan? Sahabatku Tumpal… Kau ingat si Basso, sekarang dia sudah ganteng. Aku sedih melihat kawan kita yang satu itu kenapa
memilih jalan seperti itu. Dan mungkin kalau kau tahu juga akan sangat membencinya. Kalau Ozan, sekarang dia di Palembang dan kita masih sering berkabar hal yang kita bicarakan saat kita berkabar tentu adalah kau, sahabatku. Aku, Ozan, dan Yanto sering bertanya, dimana dirimu? sehatkah kau? Atau… kau seperti yang dibilang Yanto dulu saat kita masih kumpul di kosan itu, “Menjadi seperti kita itu pilihannya ada tiga, jadi milyuner karena bergelendotan dengan partai atau penguasa, sengsara dan damai, atau dipaksa mati sebelum saatnya.” Kau masih ingat betul bukan kata-kata Yanto yang sering kau jawab “Kalau takut mati jangan hidup kau kawan!” Sahabat yang Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 138
aku kagumi… aku rindu perbincangan kita di pinggiran Pantai Losari yang indah saat sunset menyelimuti langit. Rasa marah dan emosi sering kali kita luapkan pada saat-saat seperti itu. Sering kali kita berbeda sudut pandang dan seringkali pula kita temukan formula-formula baru tentang pengorganisiran. Kau adalah sahabat terbaik. Aku ingat betul siang itu kita sedang berbincang di rumah Daeng Rampu, ponsel beliau berdering dan beliau menjawab telpon itu dengan kagetnya. Beliau mendapat informasi bahwa a d a kejadian s a l a h s a t u polisi d a r i Polres Takalar menggunakan traktor menggarap salah satu lahan milik anggota STP Daeng Baco. Sahabatku Tumpal… ingatkah kau saat aku bercerita tentang diriku yang tidak menjadi diriku saat ada bersama petani yang tidak aku kenal. Aku yang biasa kasar, arogan, terburu-buru, dan tidak focus tetapi kalau ada di lahan mencoba belajar bersabar dan tenang. Dan kau juga yang sering mengingatkan agar aku selalu belajar untuk sabar dan terus sabar. Satu hari aku bersama Yanto datang ke Kabupaten Banggai, engkau dan Basso tetap di Kabupaten Takalar. Sore itu aku dibonceng Yanto untuk bertemu dengan Kak Eva yang ada di Kecamatan Toili bersama warga. Dan malamnya berbincang dengan warga untuk berbagi informasi dan ilmu-ilmu berharga dari mereka yang kumpul malam itu sambil bersenda gurau. Sahabatku Tumpal… Daeng Baco, Daeng Sijaya, Daeng Rampu, dan Daeng Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 139
Rani sering juga menanyakan kabarmu. Pertanyaan itu sering aku dapati saat aku datang bersilaturahmi dengan mereka. Pada 2014 kemarin, di Polba pecah lagi sahabatku lahan Daeng Rani diambil oleh anak ‘Pramuka’ yang membawa pistol seperti cowboycowboy ala Texas. Dengan garang mereka mendatangi lahan itu, sama seperti dulu yang pernah dialami oleh Daeng Baco. Sayangnya kawan-kawan yang berada di kampus kebanggan kita UNHAS agak sedikit terlambat datang ke lahan sana. Jangan-jangan mereka seperti yang kau bilang dulu. Untung saja masih ada kawan-kawan dari LBH-Makassar, beberapa kawan dari FPR, FMN, dan juga beberapa teman kita dari UIN, yang memang sedang berdekatan jaraknya dengan lokasi kawankawan STP. Aku sangat menyesal sahabatku karena saat itu aku tidak bisa datang ke lahan. Aku sedang pulang ke Indramayu untuk merawat bapakku yang terkena serangan jantung ringan, begitupun dengan Yanto. Sahabatku Tumpal… masih ingatkah engkau saat kita melepas kepenatan dengan bermain games virtual terbaru yang diluncurkan oleh Rocks Stars. Game serial Grand Taft Auto yang sangat kau sukai karena bebas melakukan aksi penembakan kepada polisi dan tentara. Tapi sayangnya kau tidak pernah memainkan dengan benar game bagus itu. Kau tahu kalau aku sudah 10 kali menyelesaikan semua misi yang ada pada permainan itu. Kau tidak tahu kalau sekarang mereka sudah Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 140
meluncurkan seri terbaru game itu dan aku belum pernah mencobanya. Semoga nanti kalau kita bertemu kita bisa memainkan game itu bersama-sama. Aku masih ingat saat memainkan permainan mengambil kontainer kapal kargo di pelabuhan yang isinya kapal selam untuk melakukan misi selanjutnya yaitu mengambil perangkat milik militer melalui pipa saluran air yang terhubung ke laut untuk menghancurkan markas militer. Kemudian misi tersebut berlanjut ke misi hacking data di kantor FIB untuk menyerang gedung milik LSPD dan berlanjut untuk menghancurkan gedung milik pemerintah. Saat itu kau bermimpi kita berempat yang melakukan perampokan itu bukan hanya permainan seperti di game tersebut, jadi kapan kita bisa melakukan hal itu?... Sahabatku Tumpal yang aku banggakan… aku sangat berterimakasih sekali kepadamu karena banyak pelajaran hidup yang sangat berharga yang aku peroleh darimu. Kau sahabat terhebat yang dapat memberikan motivasi agar aku terus melihat ke depan namun jangan pernah lupa untuk sesekali menengok kebelakang agar selalu waspada. Sahabatku… sekarang aku di Indramayu bersama petani di tempat yang agak berjauhan dengan kampungku. Tempat ini banyak disebut sebagai kawasan hutan. Disini aku belajar hidup bersama para petani yang menamakan Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 141
dirinya SPTIB (Serikat Pejuang Tani Indramayu Barat). Aku banyak belajar dari mereka soal kebersamaan. Berawal dari sanalah aku berjumpa dengan sahabat baru yaitu Linggo, Pecong, dan juga kawan-kawan LBH Bandung. Bermula dari pertemuan di lahan yang pemerintah sebut kawasan hutan itulah Linggo meminta aku untuk belajar di kampungku sendiri yang notabene ada permasalahan yang sangat rumit yaitu soal PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang berdiri sejak tahun 2009 lalu. Kemudian aku belajar mengorganisir beberapa pemuda dan para ibu yang terdampak oleh kebijakan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur berupa pembangkit listrik tenaga uap yang berbahan bakar batubara. Dulu kau pernah bilang bahwa hal itu sangat berbahaya dampaknya untuk kesehatan, sosial, ekonomi, dan ruang hidup. Ternyata di sebelah timur kampungku berdiri dengan megahnya dan akan dibangun satu lagi yang lebih besar, sahabat… Di awal Tahun 2015, aku ke Bandung untuk bertemu dengan kawan Linggo guna membahas tentang pola dan strategi membangun perlawanan warga kepada PLTU 1 Indramayu. Tibatiba kawan Widi menginformasikan bahwa dia juga sedang fokus pendampingan warga untuk dapat menutup PLTU 1 dengan melakukan pengujian sampel air, udara, dan tanah di sekitar Kecamatan Sukra dan Patrol. Akhir Agustus 2015 Widi memberitahuku akan ada tamu dari Jepang yaitu Hozue Hatae dari FOE (Friends of The Earth), Paul dari Water Keeper Australia, dan tim laboratorium air ALS Bogor untuk mengambil sampel air di 4 desa. Desa tersebut adalah Tegaltaman, Karanglayung, Sumuradem, dan Mekarsari. Mereka juga mengambil sampel air sawah terdekat dan air irigasi disamping tembok PLTU, serta air laut dan sedimentasi dengan titik yang sudah disepakati di pertemuan awal Agustus 2015 lalu. Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 142
Disamping melakukan kajian tentang dampak lingkungan hidup oleh kawan dari WALHI, di LBH Bandung juga aku dan beberapa teman membahas tentang strategi langkah hukum yang harus di tempuh. Namun pada perjalanannya ada kenyataan pahit yang harus didengar yaitu adanya kabar akan dibangun PLTU 2 Indramayu dengan daya 2 x 1000 Mw. Kabar ini akhirnya membuat kawan-kawan yang di desa dekat PLTU dan yang akan dibangun PLTU harus kerja ekstra dan terpecah fokus antara PLTU 1 atau PLTU 2. Tentu saja kawan di desa kekurangan tenaga dan waktu untuk dapat memobilisasi 8 desa yang ada di 2 kecamatan antara Sukra dan Patrol. Astaga… aku hampir lupa kalau di Sukra dan Patrol ada juga wadah diskusi antara warga dari 2 kecamatan yang nama awalnya kalau tidak salah AMPEL (Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan). Aku bertemu dengan kawan AMPEL di Cirebon yang juga sama sedang melawan PLTU di Cirebon, Bung Aan Anwarudin menyebut wadah mereka dinamai RAPEL (Rakyat Penyelamat Lingkungan). Akhirya dari AMPEL berubah menjadi JATAYU (Jaringan Tanpa Asap Batubara di Indramayu) kadang dengan nada bercanda kami menyebutnya dengan jaringan tanpa wong ayu… Serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan pengumpulan data mengenai pelanggaran oleh PLTU tentang lingkungan dan atau pelanggaran dalam prespektif hukumnya telah dilakukan. Walaupun terkadang sedikit membosankan bagiku saat hanya melakukan serangkaian kegiatan seperti diatas, namun aku juga harus selalu menghitung seberapa kuat untuk melakukan perlawanan yang vulgar. Karena yang aku rasakan sangat jauh berbeda dengan SPTIB yang memang banyak makan asam garam berorganisasi. Bahkan aksi-aksi perlawanan vulgar yang mereka lakukan berujung pada intimidasi, kriminalisasi, sampai diberi label PKI oleh Pemerintah Kabupaten, Polres, dan Kodim Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 143
terutama beberapa petinggi Perhutani Indramayu. Dan atmosfer itu belum aku rasakan di wilayah Kecamatan Sukra dan Patrol ini. Namun aku selalu mencoba agar dapat tumbuh dan berkembang layaknya bunga bermekaran saat disiram terus menerus. Kalau tidah salah antara Bulan Februari atau Maret di tahun 2016 lalu bertempat di salah satu bangunan dengan tembok dicat warna putih dan berpagarkan teralis besi berwarna hitam yang ada di Jalan Rerengwulung Bandung, aku bertemu dengan orang yang cukup keren dengan tubuh yang agak sedikit ‘gemuk’ menggunakan kacamata minus dibalut dengan frame quicksilver (aduh maaf aku nyebutin merek dagang nih…). Kalau untuk tingginya aku tidak tahu persis namun perkiraanku sekitar 170an cm dan sekitar 40 tahunanlah umurnya. Kami membicarakan masalah PLTU Indramayu dengan pemantik pembicaraan waktu itu kalau tidak salah adalah tentang keadaan SPTIB. Sebelumnya pada Desember 2015 kami pernah bertemu di acara ulang tahun sekaligus kongres SPTIB di desa Tanjungkerta Kecamatan Kroya Kabupaten Indramayu. Dari obrolan itu kemudian menjalar sampai pada isu meledaknya PLTU 1 Indramayu. Kemudian beliau menginformasikan bahwa LBH Bandung akan mengadakan Sekolah Paralegal angkatan 1 di Tahun 2016 ini yang akan diselenggarakan antara Bulan April atau Mei. Beliau bertanya kira- kira dari Indramayu yang sedang berkonflik dengan PLTU bisa mengirimkan kadernya atau tidak untuk mengikuti Sekolah Paralegal. Akupun mengatakan siap, bisa diusahakan dan akan ada yang ikut. Kemudian aku bertanya berapa kuota yang bisa ikut dan beliau mengatakan 2 sampai 4 orang. Akhirnya aku menemukan peserta yang akan mengikuti Sekolah Paralegal setelah berunding dengan beberapa petinggi Jatayu. Kami pun memutuskan akan mengirim 3 orang yang akan mengikuti Sekolah Paralegal LBH Bandung. Namun dalam Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 144
perjalanannya yang siap berangkat ternyata hanya 1 orang karena yang 2 orang berhalangan dengan berbagai alasan. Keadaan ini yang akhirnya memaksa aku mengikuti dan menjadi peserta didik Sekolah Paralegal. Mengingatkan kembali pada pelajaran yang pernah kita lalui bersama pada masa-masa dimana kita saling berkumpul untuk belajar bersama dengan teman-teman dan warga. Belajar bagaimana memunculkan commons dalam arti relasi antara manusia dengan alam (tanah, air, udara) dan relasi antara manusia satu dengan yang lain. Dan aku mendapat kata commons itu dari guru, sahabat, dan kawan belajarku di Jawa Barat ini, Sahabatku… Sahabatku… di manapun dirimu berada, engkau selalu menjadi sahabat terbaik dan terhebatku. Doakan sahabatmu ini untuk bisa menyelesaikan dengan baik perjalanan hidup yang semakin hari semakin berat. Sahabatku Tumpal Faiz Mangasisiagian… sampai hari ini aku masih seperti yang kau kenal dari pertama kali kita bertemu. Salam dari sahabat-sahabatmu, panjanglah selalu umur perlawananmu sahabat yang aku banggakan…
Paralegal : Titik Balik Kesadaran | 145
Lembaga Bantuan Hukum Bandung Lembaga Bantuan Hukum Bandung, yang selanjutnya disebut LBH Bandung, adalah Organisasi Non Pemerintah yang bekerja di bidang bantuan hukum dan hak asasi manusia dengan ruang lingkup kerja di seluruh provinsi Jawa Barat. LBH Bandung pertama kali didirikan pada 16 Febuari 1981 oleh advokat yang tergabung dalam Persatuan Advokat Indonesia (Peradin), pertama kali berdiri dengan menggunakan nama LBH Peradin Bandung dan pada tanggal 4-6 Juni 1981 dalam kongres Peradin V di Bandung. LBH Peradin Bandung diintegrasikan ke dalam Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Jakarta dan mengubah namanya menjadi LBH Bandung. Sebagai organisasi masyarakat sipil di Jawa Barat, LBH Bandung mempunyai pandangan bahwa penyelenggaraan Negara harus melindungi dan menjamin pemenuhan hakhak ekonomi, sosial, dan budaya dan semua kebebasan dasar manusia. LBH Bandung memandang bahwa rakyat harus diposisikan sebagai subyek dalam membangun keadilan dan supremasi hukum. LBH Bandung mempunyai cita-cita agar hukum tidak lagi dibentuk berdasarkan kompromi dan kekuatan modal, tapi lahir dari kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Para Penulis Eman, warga Kampung Talagasari adalah pejuang lingkungan di daerah Sinarresmi Kabupaten Sukabumi. Eman dalam kesehariannya membuat meubel sebagai sumber mata pencaharian. Namun, beliau aktif menyuarakan penolakan atas pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh pabrik semen di daerah tempat tinggalnya. Wahyudin, pemuda yang dulunya bekerja sebagai buruh pabrik, kini berperan aktif sebagai pengurus serikat petani di Karawang. Ia banyak terlibat dalam pengorganisasian kelompok tani dan ikut serta dalam advokasi sengketa lahan pertanian warga. Hikmat, aktif dalam perjuangan serikat buruh. Ia pernah bekerja di salah satu pabrik yang terletak di Majalengka. Hikmat kemudian mengalami PHK karena ia tergabung dalam serikat pekerja dan aktif menyuarakan hak-hak buruh. Herlia, gadis muda asal desa Antayaya. Ia adalah anak dari salah satu pejuang lingkungan di Desa Antajaya Kabupaten Bogor. Herlia kemudian mulai aktif ikut serta berjuang dalam gerakan masyarakat karena semangat yang ditularkan ayahnya. Ayahnya kemudian mendorong Herlia untuk mengikuti kegiatan sekolah paralegal yang diselenggarakan oleh LBH Bandung Ridwan, mahasiswa salah satu universitas di Bandung yang berasal dari Desa Antajaya. Ia mulai tergerak untuk aktif berjuang masyarakat ketika diminta menemani rekan-rekan aktivis lingkungan di wilayah tempat tinggalnya ke LBH Bandung. Saat melihat kegiatan yang dilakukan oleh teman-teman aktivis lingkungan tersebut, Ridwan tergerak untuk ikut serta juga dalam kegiatan-kegiatan penolakan pertambangan di gunung Kandaga. Sayid, pejuang lingkungan yang bertempat tinggal di daerah Indramayu. Ia telah aktif berorganisasi dan ikut dalam perjuangan dalam masyarakat semenjak kuliah. Salah satunya adalah perjuangannya membela kamu tani ketika sempat berkuliah di salah satu universitas di Makasar.
PARALEGAL Ti t i k B a l i k K e s a d a r a n
Enam paralegal menuliskan enam kisahnya dalam buku ini. Ada berbagai sudut cerita yang ditampilkan para penulis. Eman bertutur tentang proses masuknya pabrik semen ke desanya. Eman juga menceritakan mengenai saling silang pendapat warga dalam menerima dan menolak keberadaan semen. Selain Eman, ada Wahyudin dan Hikmat yang menuliskan cerita tentang penguatan organisasi di masyarakat. Wahyudin menguraikan proses pengorganisasian kaum tani di Medal Sari Kabupaten Karawang. Sedangkan Hikmat menceritakan pembangunan serikat buruh di tempat kerjanya di Majalaya Kabupaten Bandung. Ada pula Herlia dan Ridwan. Keduanya berasal dari Desa Antajaya Kabupaten Bogor. Mereka akan bercerita mengenai perlawanan warga terhadap Perhutani yang akan mengalihfungsikan pegunungan untuk kepentingan tambang. Di akhir buku, tulisan ditutup oleh Sayid. Pemuda asal Indramayu ini menuliskan pengalamannya ketika ia dan teman-temannya menyuarakan kepentingan kaum tani Polongbangkeng yang dirampas lahannya oleh perkebunan negara. Sayid dan rekan-rekannya diculik, dipukul, dan dibuang oleh orang yang diduga oleh aparat negara. *** Enam paralegal dengan enam kisah yang berbeda, mengawal titik balik kesadaran masyarakat.