Progres, partisipasi, juga kegagapan

Page 1


Progres, Partisipasi, Juga Kegagapan

Riset Penerapan UU Keterbukaan Informasi Publik di beberapa lembaga pemerintahan nasional dan daerah

TEMPO INSTITUTE dengan Yayasan TIFA April 2012

2


Progres, Partisipasi, Juga Kegagapan: Riset Penerapan UU Keterbukaan Informasi Publik di beberapa lembaga pemerintahan nasional dan daerah

Penanggung Jawab: Mardiyah Chamim Penyunting: Mardiyah Chamim, Philipus Parera, Bramantya Basuki Tim Riset: M.Z. Al-Faqih, M Syaifurohman, Imam Hidayah, Eman Suherman, Andri Wahyudin, Apsoro M, Ai Ratna Intan Solihah, Febri Dwi Tim Reporter: Angga Sukma Wijaya, Ananda Badudu (Jakarta), Ni Made Purnama (Bali) Tim Tempo Institute: Bimo Wicaksono, Maya Wuysang Desain cover: Eko S Bimantara (Serrum)

3


Daftar Isi Halaman Judul

1

Daftar Isi

4

Daftar Tabel

5

Daftar Diagram

6

Daftar Gambar

7

Pengantar

8

Bab I: Pendahuluan

11

1.1. Latar Belakang

11

1.2. Tujuan

26

1.3. Pertanyaan Penelitian

27

1.4. Bagaimana Penelitian Dilakukan

27

1.5. Struktur Laporan

28

Bab II: Capaian Kementerian Kesehatan 2.1.

2.2.

2.3.

2.4.

2.5.

30

Produk hukum

32

2.1.1. Peraturan Pelaksana

32

2.1.2. Temuan dan Analisis

38

Keberadaan PPID

39

2.2.1. Kondisi Obyektif

39

2.2.2. Temuan dan Analisis

43

Pelayanan Informasi Publik

44

2.3.1. Kondisi Obyektif

44

2.3.2. Temuan dan Analisis

47

Infrastruktur Pelayanan Informasi Publik

48

2.4.1. Kondisi Obyektif

48

2.4.2. Temuan dan Analisis

52

Kesimpulan dan Rekomendasi

53

Bab III: Capaian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 3.1. Produk Hukum

54 55

3.1.1. Peraturan Pelaksana

55

3.1.2. Temuan dan Analisis

59

3.2. Keberadaan PPID 3.2.1. Kondisi Obyektif

60 60 4


3.2.2. Temuan dan Analisis

64

3.3. Pelayanan Informasi Publik

65

3.3.1. Kondisi Obyektif

65

3.3.2. Temuan dan Analisis

67

3.4. Infrastruktur Pelayanan Informasi Publik

68

3.4.1. Kondisi Obyektif

68

3.4.2. Temuan dan Analisis

73

3.5. Kesimpulan dan Rekomendasi

74

Bab IV: Capaian Pemerintah Kota Jakarta Selatan

76

4.1. Produk Hukum

77

4.2. Keberadaan PPID

77

4.3. Pelayanan Informasi Publik

78

4.3.1. Kondisi Obyektif

78

4.3.2. Temuan dan Analisis

78

4.4. Infrastruktur Pelayanan Informasi

79

4.4.1. Kondisi Obyektif

79

4.4.2. Temuan dan Analisis

80

4.5. Kesimpulan dan Rekomendasi

80

Bab V: Capaian Pemerintah Kabupaten Jembrana

82

5.1. Keberadaan PPID

83

5.2. Pelayanan Informasi Publik

83

5.2.1. Kondisi Obyektif

83

5.3.2. Temuan dan Analisis

84

5.3. Infrastruktur Pelayanan Informasi

86

5.3.1. Kondisi Obyektif

86

5.3.2. Temuan dan Analisis

90

5.4. Kesimpulan dan Rekomendasi Bab VI: Melangkah Maju: Belajar dari Pengalaman

91 92

6.1. Kendala Umum

94

6.2. Teladan di Lapangan

96

6.3. Keterbatasan Penelitian dan Rekomendasi

98

Daftar Pustaka

99

5


Daftar Tabel

Tabel 1.1. Kewajiban Badan Publik Membentuk PPID

18

Tabel 1.2. Kewajiban badan publik dalam pelayanan informasi

21

Tabel 2.1. Klasifikasi Informasi di Kementerian Kesehatan

34

Tabel 3.1. Kategorisasi Informasi di Kementerian Pendidikan Kebudayaan

56

Tabel 3.2. Struktur Penetapan Pejabat PPID

62

6


Daftar Diagram Diagram 1.1. Jumlah Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi ke Komisi Informasi Pusat

14

Diagram 1.2. Prosentasi Kakus yang Tidak Layak Ditangani oleh Komisi Informasi Pusat

15

Diagram 1.3. Prosentase Kategori Pemohon Sengketa Informasi ke Komisi Informasi Pusat

15

Diagram 1.4. Prosentase Informasi yang Disengketakan ke Komisi Informasi Pusat

16

Diagram 1.5. Perbandingan Jumlah Provinsi dan Komisi Informasi tingkat Provinsi Diagram 2.1. Sruktur Organisasi PPID Kementerian Kesehatan

17 40

Diagram 2.2. Jumlah Pemohon Informasi Kementerian Kesehatan Tahun 2011 45 Diagram 2.3. Jumlah Permohonan Informasi Publik Kemenkes tahun 2011

45

Diagram 2.5. Jumlah Pengakses PTRC tahun 2011

51

Diagram 3.1. Bagan Organisasi Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat

64

Diagram 3.2. Kategori Pemohon Informasi

66

Diagram 3.3. Kategori Organisasi Asal Pemohon Informasi

66

Diagram 3.4. Kategori Jenis Informasi yang Diminta

67

7


Daftar Gambar

Gambar 2.1. Papan Pengumuman Pojok Informasi Kementerian Kesehatan

49

Gambar 2.2. Meja Informasi di Pojok Informasi, Kementerian Kesehatan 49 Gambar 2.3. Ruangan Nyaman untuk Para Pemohon Informasi

50

Gambar 2.4. Tampilan Website PPID Kementerian Kesehatan

52

Gambar 3.2. Petugas Sedang Melayani Permohonan Informasi

69

Gambar 3.3. Meja Informasi dan Petugas Informasi di Gerai Informasi

70

Gambar 3.4. Ruangan untuk para pemohon informasi

70

Gambar 3.5. Rak majalah dan brosur terbitan Kemendikbud

71

Gambar 3.6. Tampilan Website Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 72 Gambar 3.7. Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

73

Gambar 5.1. Petugas sedang memeragakan ATM Palugada

89

Gambar 5.2. Mesin ATM Palugada

89

8


Kata Pengantar

9


10


Bab I Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Sebuah langkah penting diayun Indonesia dalam hal keterbukaan informasi. Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) secara resmi diberlakukan sejak 30 April 2010. Pemberlakuan beleid ini mendapat sambutan positif dari masyarakat, baik secara perorangan maupun dalam kelompok. Lapis demi lapis masyarakat mulai

memanfaatkan

UU

KIP

untuk

mendapatkan

informasi

terkait

kepentingan publik, kegiatan pembangunan, bahkan daftar kekayaan aparat negara --sesuatu yang sebelumnya hampir mustahil bisa didapatkan publik. Pada skala dunia, pemberlakuan undang-undang yang proses penyusunannya didorong berbagai LSM (lembaga swadaya masyarakat) dan perorangan yang tergabung dalam Koalisi Untuk Kebebasan Informasi ini, membawa Indonesia masuk kategori free (warna hijau) dalam Freedom World Map, bersama 68 negara lain. Ini peta yang dibuat Freedom House USA berdasarkan hasil survei pemenuhan hak-hak politik dan kebebasan sipil di seluruh dunia. Dalam peta tersebut 62 negara masih dalam kategori partly free (warna kuning), dan 62 negara masuk kategori not free (warna merah). 1 Tergabung dalam kelompok 68 negara yang masuk kategori “free information� tentulah prestasi yang patut dibanggakan. Namun, berbangga saja tidaklah cukup. Kerja belum selesai. Bagian paling penting dari pemberlakukan UU KIP adalah memastikan bahwa undang-undang ini diimplementasikan secara benar. Implementasi aturan ini dengan sendirinya akan mendorong penguatan institusi publik, meningkatkan partisipasi publik, 1

Laporan tahunan Komisi Informasi Pusat tahun 2010. 11


dan pada ujungnya bakal tercipta tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) di segala lini. Merujuk definisi United Nation Development Project (UNDP), di dalam good governance rakyat bukanlah obyek tetapi subyek kebijakan publik.2 Model ini membutuhkan sebuah sistem yang menjamin hak rakyat mendapatkan akses terhadap semua informasi publik yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara. Di Indonesia, akses warga terhadap informasi publik ini diatur dalam UU KIP. Pasal mengenai tujuan hukum UU KIP secara eksplisit menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, proses pengambilan keputusan publik, hingga alasan pengambilan suatu keputusan publik.3

Tentu saja kami percaya, negara yang diwakili oleh pemerintah bersungguh-sungguh berupaya menjalankan UU KIP. Kami juga yakin bahwa undang-undang ini merupakan politik hukum yang berpihak pada publik, yang secara politis mengawali sebuah era baru penyelenggaraan negara yang transparan, akuntabel, fair, dan demokratis. 4 Namun, patut kita soroti dengan kritis bahwa setelah dua tahun resmi diberlakukan, masih banyak persoalan berkaitan dengan kesiapan dan kesediaan lembaga publik melayani kebutuhan masyarakat akan informasi. Kegagapan, terutama dalam hal teknis penyediaan dan pelayanan informasi, muncul di sana-sini.

2

Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal 63-64 Tujuan UU KIP tertera dalam Pasal 3 yang berbunyi: “Undang-Undang ini bertujuan untuk: (a) menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; (b) mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; (c) meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik; (d) mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan; (e) mengetahui alasan kebijakan publik yang memengaruhi hajat hidup Orang banyak; (f) mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/ atau (g) meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.� 3

4

Mahfud MD menjelaskan bahwa politik hukum adalah legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan Negara. Lihat Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia,. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal 1. Padmo Wahjono mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi hukum yang akan dibentuk. Sementara menurut Teuku Mohammad Radhie, politik hukum merupakan pernyataan kehendak penguasa Negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya dan mengenai arah perkembangan hukum yang akan dibangun. Lihat Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Hukum, P.T. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, hal 26-27. 12


Kegagapan pelayanan publik tergambar dalam dua fakta berikut. Pertama, meningkatnya jumlah sengketa informasi yang didaftarkan ke Komisi Informasi belum diimbangi penyelesaian sengketa yang belum 100 persen. Meskipun harus kita akui, keterbukaan informasi memang soal baru dan lembaga publik masih harus belajar banyak untuk menyediakan informasi. Pada satu sisi, masyarakat luas belum menggunakan hak untuk menuntut ketersediaan informasi secara optimal. Pada sisi yang lain, lembaga publik dan

pemerintah

belum

terbiasa

pro-aktif

melayani

permintaan

dan

menyediakan informasi yang menjadi hak publik. Secara statistik kita bisa menyoroti sengketa informasi yang ditangani Komisi Informasi Pusat. Sepanjang paruh kedua tahun 2010, permohonan penyelesaian sengketa informasi yang ditangani Komisi melonjak dari 15 permohonan (pada Juli) menjadi 40 permohonan pada Desember. Dari total 112 permohonan penyelesaian sengketa informasi yang diterima Komisi Informasi Pusat pada periode tersebut, hanya tercatat 45 kasus (40,17 persen) yang bisa ditangani. Ada beberapa penyebab sengketa informasi tidak bisa ditangani Komisi Informasi Pusat, antara lain karena dibatalkan oleh si peminta, tidak memenuhi prosedur, atau dilimpahkan ke Komisi Informasi Daerah. Komisi Informasi Daerah (KID) juga tak kalah sibuk melayani permintaan informasi. KID Jawa Barat, misalnya, baru dibentuk resmi pada 2011. Provinsi Jawa Barat, dengan penduduk sekitar 46 juta jiwa, hingga Mei 2012 sudah melayani 200 sengketa informasi.5 Tingginya angka sengketa informasi ini menandai tingginya minat dan partisipasi publik, suatu modal sosial yang patut membuat kita berbesar hati. Patut kita catat pula, tidak semua sengketa informasi yang ditangani oleh Komisi Informasi di pusat maupun daerah selesai dengan baik. Di Jawa Tengah, misalnya, Lembaga Penelitian dan Aplikasi Wacana (LPAW) Blora hingga kini belum mendapatkan dokumen perjanjian kerjasama antara PT Blora Patragas Hulu dengan PT Anugerah Bangun Saran mengenai

5

Wawancara dengan Anggota Komisi Informasi Jawa Barat, Budiyoga Soebandi, Sabtu, 2 Juni 2012 13


pengelolaan saham milik Kabupaten Blora, di sumur minyak Cepu. 6 PT Blora, perusahaan daerah, berkeras bahwa perjanjian kerjasama tersebut harus dirahasiakan, meskipun Komite Informasi Jawa Tengah telah memerintahkan mereka memberikan infomasi yang diminta LPAW. Di Ibukota Negara, Indonesian Corruption Watch (ICW) memenangkan sengketa infomasi publik melawan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Komisi Informasi Pusat memutuskan Mabes Polri harus membuka nama 17 perwira tinggi polisi yang menurut Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

(PPATK)

mencurigakan. bersedia

7

diduga

mempunyai

rekening

dengan

transaksi

Tapi, sampai kini belum ada tanda-tanda Markas Besar Polri

membuka

daftar

rekening

17

perwira

kepolisian

yang

dipermasalahkan. Diagram 1.1.

6 Pada 7 Oktober 2010, Komisi Informasi memutuskan dokumen perjanjian kerja sama antara PT Blora dan PT Anugerah Bangun Sarana Jaya bukan rahasia sehingga harus diserahkan kepada LPAW. Tapi PT Blora menolak. Komisi Informasi menyarankan LPAW melapor ke polisi, tapi LPAW belum melakukannya (Koran Tempo Edisi Daerah Istimewa Yogyakarta & Jawa Tengah, 29 Desember 2010, “LPAW Disarankan Melaporkan PT Blora ke Polisi”.). 7

ICW mengajukan permohonan sengketa informasi kepada Komisi Informasi Pusat (Tempo.Co, 21 Oktober 2010, “ICW Ajukan Sengketa Informasi Rekening Gendunt Polisi ke KIP.”) Hasilnya Komisi Informasi Pusat memutuskan bahwa Mabes Polri harus menyerahkan informasi yang diminta ICW. 14


Diagram 1.2.

Diagram 1.3.

Sumber : Laporan tahunan komisi informasi tahun 2010

15


Diagram 1.4.

Kedua, kegagapan lembaga publik dalam penerapan UU KIP juga tampak dalam ketidaksiapan teknis pelaksana. Beberapa pemerintah daerah maupun lembaga publik masih mengabaikan Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU KIP, yang mewajibkan mereka menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) paling lambat 23 Agustus 2011. Data dari Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Barat, misalnya, menyatakan bahwa sepanjang tahun 2010 belum satu pun kabupaten atau kota di Jawa Barat yang telah membentuk PPID. Bahkan di pemerintahan pusat, hingga penelitian ini selesai dibuat, masih ada lima kementerian yang belum memiliki PPID. Dan dari 33 provinsi di Indonesia baru 14 provinsi (41%) yang sudah memiliki Komisi Informasi Daerah, sisanya masih dalam proses pembentukan. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa kesiapan teknis lembaga publik dalam melayani informasi secara umum masih jauh dari memadai. 16


Diagram 1.5. Perbandingan Jumlah Provinsi dan Komisi Informasi tingkat Provinsi

35 30 25 20 15 10 5 0 Perbandingan Jumlah Provinsi dan Komisi Informasi tingkat Provinsi

Jumlah Provinsi di Indonesia

Jumlah Komisi Informasi di tingkat Provinsi

Sumber : Laporan tahunan komisi informasi tahun 2010

Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2008, PP No. 61 Tahun 2010, dan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2011, PPID berperan penting dalam pelayanan informasi publik. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi harus menguasai seluk-beluk lembaga tempat dia bertugas, terutama memahami siapa saja staf yang memiliki akses informasi, sehingga yang bersangkutan bisa menyediakan informasi sesuai permintaan publik. Dengan deskripsi tugas yang demikian, PPID membutuhkan penguasaan pengetahuan dan juga otoritas yang memadai untuk menjamin ketersediaan pelayanan informasi kepada publik. Adapun dasar hukum pembentukan PPID dan kewajiban badan publik dalam memberikan informasi publik dapat dilihat pada tabel berikut ini:

17


Tabel 1.1. Kewajiban Badan Publik Membentuk PPID

No

Perundangan

1. UU No. 14 Tahun 2008

Ketentuan

Pasal 13 : Untuk mewujudkan pelayanan cepat , tepat , dan sederhana set iap Badan Publik: a. menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; dan b. membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat , mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan informasi publik yang berlaku secara nasional. • Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibantu oleh pejabat fungsional. 2. PP No. 61 Tahun 2010

Pasal 21 butir (1) : PPID harus sudah ditunjuk paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak peraturan pemerintah ini diundangkan.

3. Permendagri No. 35/2010

Pasal 7 ayat (1) : untuk mengelola pelayanan informasi dan dokumentasi di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah ditetapkan PPID.

18


Pasal 8 • PPID di lingkungan Kementerian Dalam

Negeri bertanggung jawabkepada Menteri Dalam Negeri melalui Sekretaris Jenderal. • PPID di lingkungan Pemerintahan

Provinsi bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. • PPID di lingkungan Pemerintahan

Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada Bupati/Wali Kota melalui Sekretaris Daerah. • PPID di lingkungan Kementerian Dalam

Negeri dibantu oleh PPID Pembantu yang berada di lingkungan Komponen dan/atau Pejabat Fungsional. • PPID di lingkungan Pemerintahan

Provinsi dibantu oleh PPID Pembantu yang berada di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah dan/atau Pejabat Fungsional. • PPID di lingkungan Pemerintahan

Kabupaten/Kota dibantu oleh PPID Pembantu yang berada di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah dan/atau Pejabat Fungsional. 4. Peraturan KI No. 1 Tahun 2010 Pasal 4 : Badan publik wajib : (e) menunjuk dan mengangkat PPID untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta wewenangnya

19


Pasal 5 : Badan Publik bisa menunjuk pejabat fungsional dan/atau petugas informasi yang membantu PPID dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan anggaran.

20


Tabel 1.2. Kewajiban badan publik dalam pelayanan informasi No

Perundangan

Ketentuan

1. UU No. 14 Tahun 2008 Pasal 7 : • Badan Publik wajib menyediakan, memberikan

dan/ atau menerbitkan Informasi Publik yang berada dibawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. • Badan Publik wajib menyediakan Informasi

Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. • Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) , Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah. • Badan Publik wajib membuat pertimbangan

secara tertulis set iap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak set iap Orang atas Informasi Publik. • Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat

(4) antara lain memuat pert imbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/ atau pertahanan dan keamanan negara. • Dalam rangka memenuhi kewajiban ayat (1)

sampai dengan ayat (4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/ atau media elektronik dan nonelektronik.

21


2. PP No. 61 Tahun 2010

Pasal 2 : • Dalam hal ada permintaan Informasi Publik

oleh Pemohon Informasi Publik, Badan Publik wajib membuat pertimbangan tertulis atas setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap Pemohon Informasi Publik. • Pertimbangan tertulis sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) ditetapkan oleh PPID atas persetujuan pimpinan Badan Publik yang bersangkutan. • Pertimbangan tertulis sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dapat diakses oleh setiap Pemohon Informasi Publik. 3. Peraturan Menteri Dalam Pasal 6 : Negeri No. 35 Tahun

• Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan

2010

Daerah wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai peraturan perundang-undangan. • Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi pengelolaan Informasi Publik yang dapat diakses dengan mudah.

22


4. Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun

Pasal 4 : Badan Publik wajib: •

2010

Menyediakan dan memberikan Informasi Publik sebagaimana diatur di dalam Peraturan ini.

Membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien;

Menetapkan peraturan mengenai standar prosedur operasional layanan Informasi Publik sesuai dengan Peraturan ini;

Menetapkan dan memutakhirkan secara berkala Daftar Informasi Publik atas seluruh Informasi Publik yang dikelola;

Menunjuk dan mengangkat PPID untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta wewenangnya;

Menyediakan sarana dan prasarana layanan Informasi Publik, termasuk papan pengumuman dan meja informasi di setiap kantor Badan Publik, serta situs resmi bagi Badan Publik Negara;

Menetapkan standar biaya perolehan salinan Informasi Publik;

Menganggarkan pembiayaan secara memadai bagi layanan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik yang mengajukan keberatan;

Membuat dan mengumumkan laporan tentang layanan Informasi Publik sesuai dengan Peraturan ini serta menyampaikan salinan laporan kepada Komisi Informasi; dan

Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan layanan Informasi Publik pada instansinya.

23


Berkaca pada serangkaian fakta kegagapan dan ketidaksiapan lembaga publik menyediakan informasi, Yayasan Tifa dan Tempo Institute bekerja

sama

melakukan

penelitian

ini.

Kami

bermaksud

memotret

implementasi UU KIP oleh badan-badan publik di sektor pemerintahan: apakah sudah sesuai dengan tuntutan UU dan peraturan pelaksanaan yang telah ditetapkan atau belum. Penelitian ini tidak dimaksudkan mengukur sukses atau gagalnya implementasi UU KIP, mengingat undang-undang ini baru diberlakukan selama dua tahun. Kami membatasi diri pada telaah faktual dan analitik, untuk mencari tahu hal-hal baik maupun buruk yang telah dilakukan dalam pelayanan informasi publik oleh lembaga-lembaga publik, dan apakah semua itu sudah sesuai dengan aturan atau belum. Selanjutnya kami akan merekomendasikan langkah-langkah praktis maupun strategis yang perlu diambil untuk memaksimalkan penerapan UU KIP. Pada riset ini kami memilih empat obyek penelitian, yakni : 1. Kementerian Pendidikan Nasional, 2. Kementerian Kesehatan, 3. Pemerintah Kabupaten Jembrana, 4. Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan. Pada tingkat nasional, kami memilih Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Kesehatan sebagai obyek riset. Ada dua alasan yang mendasari pemilihan ini. Pertama, kedua kementerian ini memiliki bidang kerja yang langsung berhubungan dengan publik, dan area pelayanan mereka langsung bersentuhan dengan hajat hidup masyarakat luas, yakni pendidikan dan kesehatan. Tak jarang masyarakat rela mengeluarkan biaya tak terbatas untuk mengakses pelayanan publik pada dua bidang ini, sehingga keterbukaan informasi sangat dibutuhkan. Alasan berikutnya, kedua kementerian mendapatkan porsi belanja yang cukup besar dari APBN. Pada 2011, kedua kementerian ini mendapat porsi anggaran belanja masing-masing lebih dari Rp 20 triliun. 24


Adapun Kabupaten Jembrana dan Kodya Jakarta Selatan kami pilih sebagai obyek penelitian dengan asumsi bahwa infrastruktur pemerintahan di kedua wilayah ini tergolong cukup baik. Jembrana mewakili pemerintahan daerah karena telah memiliki pelayanan publik terbaik. Kabupaten ini sudah membangun infrastruktur pelayanan informasi publik sejak awal 2000. Dengan demikian, menarik untuk ditelaah bagaimana keberlanjutan sistem pelayanan informasi di Jembrana seiring dengan terbitnya UU KIP. Selanjutnya, Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan kami pilih karena memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi di Indonesia. Pemerintah Kota Jakarta Selatan juga berada di bawah naungan pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang di tahun 2004 dinilai oleh Asian Development Bank sebagai provinsi dengan layanan publik yang baik, penyediaan infrastruktur yang baik, dan partisipasi politik warga di daerahnya yang cukup baik.8 Ini

bukan penelitian

pertama

yang

dilakukan

untuk

memotret

implementasi UU KIP. Pada 2010, Article 19 bersama Tifa, bekerja sama dengan peneliti dari Bappeda Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Yayasan PIAR NTT, membuat riset berjudul “Penilaian Awal Akses Informasi Publik di Nusa Tenggara Timur�. Subyek penelitian adalah penerapan UU KIP pada Pemerintah Provinsi NTT, Pemerintah Kota Kupang, dan Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan. Fokus penelitian ini pada bagaimana publik dapat

mengakses

informasi

dan

bagaimana

badan

publik

melayani

permohonan informasi. Temuan penelitian tersebut, antara lain, belum ada peraturan lokal sebagai implementasi UU KIP di tiga pemerintahan tersebut, terbentuknya Komisi Informasi Daerah, tidak

belum

adanya standar dalam

penerapan layanan informasi publik, belum terbentuknya PPID, dan adanya subyektivitas pejabat publik dalam penentuan informasi yang dikecualikan. Penelitian ini memotret penanganan informasi serta jumlah keberatan dan sengketa informasi yang diajukan publik di tiga pemerintahan tersebut. Juga tidak digali alasan-alasan yang menjelaskan mengapa pada dua lembaga 8

Sofyan Effendi dalam Agus Pramusinto dan Wahyudi Kumorotomo, Governance Reform di Indonesia: Mencari arah kelembagaan politik yang demokratis dan birokrasi yang profesional., Gava Media dan MAP UGM, Yogyakarta, 2009, hal 99. 25


publik yang diteliti PPID belum terbentuk dan tidak ada Standar Layanan Informasi Publik. Kontras bekerjasama dengan Yayasan Tifa juga pernah meneliti di institusi Kepolisian Republik Indonesia pada 2011. Mereka mengukur capaian implementasi UU KIP pada instansi kepolisian di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Barat, dan Papua. Penelitian ini menggunakan metode partisipatif dengan cara mengajukan permohonan informasi ke semua institusi tersebut kemudian menilai pelayanan yang diberikan. Penelitian yang cukup komprehesif, dilakukan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Mengambil obyek penelitian Provinsi Aceh, DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua Barat, Kota Banda Aceh, Kota Surabaya, dan Kabupaten Manokwari mereka memotret hal pokok: 1) kemajuan dalam keterbukaan informasi publik; 2) enabling and constraining factors dalam implementasi keterbukaan informasi publik, dan; 3) peta inovasi atau terobosan di daerah terkait keterbukaan informasi publik. Dari sekian banyak penelitian yang dibuat, belum ada yang meneliti implementasi UU KIP pada lembaga negara di tingkat pusat. Kekosongan inilah yang kami coba mengisinya dengan memotret implementasi UU KIP di Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

1.2. Tujuan Riset ini memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan Umum: •

Mendorong terwujudnya keterbukaan informasi publik di Indonesia demi mendukung terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

•

Mendorong terwujudnya demokratisasi informasi di Indonesia yang menjamin terpenuhinya Hak Asasi Manusia warga negara Indonesia di bidang informasi publik oleh negara

•

Mendorong terwujudnya masyarakat informasi di Indonesia. 26


Tujuan khusus: •

Mengetahui implementasi Undang-Undang KIP oleh badan publik.

•

Memahami proses penyediaan informasi publik oleh badan publik menurut Undang-Undang KIP dan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010

1.3. Pertanyaan Penelitian

Ada empat pertanyaan pokok penelitian, yang hendak dijawab dalam ini: 1. Apakah badan publik sudah membuat kebijakan publik di bidang informasi dalam bentuk peraturan dan keputusan-keputusan sebagai implementasi UU KIP? 2. Apakah di badan publik sudah terbentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi ? 3. Apakah Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di badan publik sudah memberikan pelayanan informasi publik sebagaimana yang diwajibkan peraturan perundang-undangan? 4. Apa saja bentuk media dan sarana yang digunakan badan publik dalam pelayanan informasi publik? 1.4. Bagaimana Penelitian Dilakukan

Penelitian ini merupakan sebuah studi kasus dengan pendekatan kualitatif, yang membahas secara mendalam temuan-temuan penelitian di lembaga-lembaga publik yang menjadi subjek penelitian.9 Seluruhnya ada enam tahapan dalam penelitian ini, dari pengumpulan data awal hingga penulisan laporan penelitian, berlangsung sejak 25 April 2011 sampai 31 Desember 2011. Tahap 1, Pengumpulan Data Awal. Dalam pengumpulan data dan informasi awal, tim peneliti mempelajari profil badan-badan publik yang diteliti 9

Lihat Michael Quinn Patton, Qualitative Evaluation ad Research Methods, New Delhi, SAGE PUBLICATION, 1990, hal 13 dan John W. Creswel, Qualitative Inquiry and Research Design, Choosing Among Five Tradition, New Delhi, SAGE PUBLICATION, 1998, Hal 61 27


menggunakan bantuan internet, sebagai bahan untuk menyusun Laporan Pendahuluan. Ini dilakukan agar penelitian fokus pada masalah yang diteliti serta memiliki pedoman dan arah yang jelas. Tahap 2, Diskusi Group Terfokus (FGD) #1. Pada tahap ini diselenggarakan diskusi terfokus dengan menghadirkan narasumber dari instansi yang akan diteliti, dan dari Komisi Informasi Pusat. Narasumber yang diundang dalam FGD ini akan diminta memberikan penilaian dan saran atas Laporan

Pendahuluan

yang

telah

disusun

Tim

Peneliti,

serta

ikut

mempertajam perumusan masalah yang akan diteliti. Tahap 3, Pelaksanaan Riset Lapangan. Kami menerjunkan tim untuk mengumpulkan data primer dan sekunder. Data primer dimaksud adalah keterangan dari informan kunci yang diwawancarai secara mendalam (indepth interview) mengenai implementasi UU KIP di setiap badan publik yang menjadi subjek penelitian. Adapun data sekunder adalah peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang dikeluarkan badan publik yang menjadi subyek penelitian, juga data-data lain yang relevan. Tahap 4, Pengolahan Data Hasil Riset. Semua data dan informasi yang diperoleh akan diklasifikasikan lalu dianalisis oleh Tim Peneliti. Pada tahap ini informasi

yang

tidak

relevan

dengan

pertanyaan

penelitian

akan

dikesampingkan. Tahap 5, Diskusi Grup Terfokus ke-2. Narasumber dalam FGD kali adalah PPID dari Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Kesehatan. Tahap 6, Penyusunan laporan akhir.

1.5. Struktur Laporan

Agar temuan di setiap lembaga publik yang menjadi subjek penelitian terekam secara detail dan komprehensif dalam laporan ini, maka kami mula28


mula akan menyajikan temuan di Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta di Pemerintah Daerah Jembrana dan Jakarta Selatan, dalam empat bab terpisah. Kemudian akan dilakukan telah kritis terhadap pola maupun praktek pelayanan informasi publik di lembagalembaga tersebut, menggunakan pendekatan dan teori lintas ilmu serta berbagai peraturan dan UU tentang informasi publik. Laporan akan ditutup dengan kesimpulan dan rekomendasi. Secara lebih rinci, laporan ini akan disajikan dalam bab-bab sebagai berikut. Setelah Bab I Pendahuluan ini, Bab II berisi profil Kementerian Kesehatan dan uraian temuan-temuan yang diperoleh Tim Peneliti di Kementerian Kesehatan, mengaku kepada pertanyaan penelitian. Bab III berisi profil Kementerian Pendidikan Nasional dan uraian temuan-temuan yang diperoleh tim peneliti di kementrian ini. Bab IV berisi profil Pemerintah Kota Jakarta Selatan dan temuan-temuan yang diperoleh tim peneliti di sana. Bab V berisi profil Pemerintah Kabupaten Jembrana Provinsi Bali dan temuan-temuan penelitian di sana. Lalu dalam Bab VI kami mendiskusikan secara kritis temuan di keempat instansi yang menjadi subjek penelitian. Bab ini juga berisi kesimpulan penelitian dan rekomendasi untuk perbaikan pelayanan informasi publik di Indonesia.

29


Bab II Capaian Kementerian Kesehatan

Kinerja Kementerian Kesehatan, pada masa almarhumah Menteri Endang Sedyawati, difokuskan pada program preventif dan promosi kesehatan.

Dua jurus

utama

yang

bersandar

pada

pelayanan

dan

ketersediaan informasi. Lembaga ini agaknya paham benar dengan pentingnya informasi. Itulah sebabnya, secara umum Kementerian Kesehatan tidak menghadapi hambatan serius pada penerapan UU Keterbukaan Informasi Publik. Merespon pemberlakuan UU KIP dan peraturan pelaksanaannya, Kementerian Kesehatan melakukan koordinasi kelembagaan, baik internal maupun eksternal. Koordinasi internal dilakukan antar instansi di lingkungan Kementerian

Kesehatan.

Sedangkan

koordinasi

eksternal

antara lain

dilakukan dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi, dengan tujuan memperkuat pemahaman aparatur Kementerian Kesehatan mengenai UU KIP. Selanjutnya Kementerian Kesehatan menjalin kerjasama dengan sebuah lembaga yang didanai asing dalam rangka advokasi implementasi UU KIP.10 Dana untuk pelayanan informasi publik di Kementerian ini sudah mulai dianggarkan sejak tahun 2010.11 Pada tahun pertama implementasi UU KIP, sebagian besar budget digunakan untuk sosialisasi undang-undang ini dan peraturan pelaksananya, di internal Kementerian Kesehatan. Tujuannya membekali birokrat dengan pengetahuan tentang prinsip-prinsip keterbukaan

10

Wawancara dengan Doddy Riyadi, pegawai Kementerian Kesehatan, pada 4 Mei 2011. Sebagian besar pejabat di Kementerian Kesehatan kurang bersimpati terhadap lembaga-lembaga yang didanai asing. Lembaga-lembaga ini dicurigai memiliki agenda tertentu, 11 Wawancara dengan Prawito, Kepala Sub Bidang (Kasubbid) Publikasi dan Layanan Informasi Kementerian Kesehatan, pada 16 Mei 2012. Tahun 2010 dialokasikan anggaran Rp. 443.080.000 untuk sosialisasi UU KIP bagi Dinas Kesehatan Propinsi seluruh Indonesia dan rapat koordinasi. Pada tahun 2011 dialokasikan Rp 535.700.000 untuk kegiatan sosialisasi bagi pejabat humas, penyusunan pedoman dan rapat-rapat koordinasi. 30


informasi publik. Bersamaan dengan sosialisasi internal, Kementerian membentuk PPID, membangun infrastruktur pelayanan informasi publik, membuat Standar Operasional Prosedur (SOP), dan mulai melayani permintaan informasi publik. Atas semua capaian ini, Komisi Informasi Pusat menganugerahkan Kementerian Kesehatan penghargaan sebagai badan publik yang responsif dan aktif dalam persiapan dan implementasi UU KIP, dan memilih Kementerian ini sebagai salah satu dari 10 badan publik terbaik dalam hal pelaksanaan UU KIP di tahun 2010. Sosialisasi yang lebih luas dilakukan pada tahun 2011.

Pertama,

sosialisasi kepada Unit Pelaksana Teknis (UPT) vertikal yang berada di bawah Koordinasi Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,

yaitu

Kantor

Kesehatan

Pelabuhan.

Sosialisasi

ini

diselenggarakan di 10 Provinsi, yakni: Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Maluku, dan Batam.12 Kedua, sosialisasi ditujukan kepada pejabat struktural dan pegawai di Rumah Sakit yang berada di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Masyarakat. Sosialisasi ini diselenggarakan di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita dan Rumah Sakit Persahabatan.13 Ketiga, sosialisasi keapda pejabat Humas Rumah Sakit yang berada di bawah Koordinasi Kementerian Kesehatan. Yang terakhir ini dihadiri para pejabat humas wakil dari 33 Rumah Sakit di seluruh Indonesia.14 Secara umum implementasi UU KIP dan peraturan pelaksanaannya di Kementerian Kesehatan memang sudah cukup baik. Namun demikian, kami menemukan ada kelemahan yang perlu segera diperbaiki. Pertama, sampai dengan bulan Mei 2011 masih ada unit pelaksana teknis di lingkungan Kementerian Kesehatan yang belum membentuk PPID. Kedua, belum ada aturan pasti mengenai informasi yang dikecualikan di Kementerian ini. Dalam diskusi terfokus yang kami selenggarakan (pada 31 12

Wawancara dengan Prawito, Kasubbid Publikasi dan Layanan Informasi Kementerian Kesehatan pada tanggal 16 Mei 2012 13 Ibid 14 Ibid 31


Januari 2012), Ria Purwanti dan Dyah Yuniar dari Pusat Komunikasi Kementerian

Kesehatan

mengungkapkan

masih

adanya

kebingungan

menentukan mana informasi yang dikecualikan dari layanan kepada publik. Masih dalam diskusi yang sama, Abdul Rahman Ma’mun, anggota Komisi Informasi Pusat, membenarkan bahwa kebingungan menentukan ragam informasi yang dikecualikan memang terjadi di berbagai instansi. Pada proses perancangan UU KIP, menurut Abdul Rahman, kategorisasi informasi yang dikecualikan ini memang tidak diatur secara rinci. Alasannya, setiap instansi dan lembaga publik memiliki kekhasan dan kadar kerahasiaan informasi tersendiri. Oleh karena itu dibutuhkan pembicaraan yang khusus di setiap lembaga untuk menentukan rambu-rambu mana informasi yang dikecualikan. Berikut rincian temuan penelitian tentang capaian implementasi keterbukaan informasi di Kementerian Kesehatan. Ukuran yang digunakan untuk memotret capaian ini adalah ukuran yang terdapat di UU KIP dan peraturan pelaksananya, yakni: produk hukum sebagai pelaksanaan UU KIP, keberadaan PPID, pelayanan permohonan informasi publik, dan infrastruktur pelayanan informasi. 2.1.

Produk hukum

2.1.1. Peraturan Pelaksana Indikator pertama untuk menilai keberhasilan impelementasi UU KIP adalah tersedianya produk hukum sebagai aturan pelaksanaan UU KIP. Indikator ini penting karena pada lembaga-lembaga pemerintahan, aturan pelaksanaan merupakan pedoman teknis yang mengatur operasionalisasi produk-produk hukum yang lebih tinggi. Dengan asumsi ini, lembaga yang tidak atau belum memiliki aturan pelaksaan bisa disimpulkan belum siap menerapkan UU KIP. Kementerian Kesehatan telah mulai menerbitkan aturan pelaksaan UU KIP sejak 2010. Produk hukum pertama mereka adalah Keputusan Menteri Nomor 708/Menkes/SK/VI/2010 tentang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kementerian Kesehatan. Aturan ini menjadi dasar pembentukan 32


PPID di kementerian tersebut. Belakangan, pada tahun kedua pelaksanaan UU KIP, Menteri Kesehatan mencabut Keputusan Menteri Nomor 708 dan menggantinya

dengan

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Nomor

1625/Menkes/SK/VIII/2011 tentang hal yang sama. Selanjutnya

dikeluarkan

2166/Menkes/Per/X/2011

Peraturan

tentang

Standar

Menteri Layanan

Kesehatan

Nomor

Informasi

Publik.

Peraturan ini mengatur soal: 1) Kategorisasi informasi publik di Lingkungan Kementerian Kesehatan; 2) Mekanisme Koordinasi Pelayanan Informasi antar Unit Utama dan Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Kementerian Kesehatan; 3) Mekanisme Pelayanan Informasi; 4) Prosedur pelayanan dan penyampaian salinan informasi; 5) Mekanisme pelayanan Informasi Publik; 6) Tata Cara Pengecualian Informasi Publik; 7) Mekanisme uji konsekuensi, dan; 8) Mekanisme penanganan keberatan terhadap pelayanan informasi publik. Ada empat kategori informasi di Kementerian Kesehatan menurut aturan ini. Pertama, informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala. Kedua, informasi yang wajib diumumkan secara serta merta. Ketiga, informasi yang wajib tersedia setiap saat. Dan keempat, informasi yang dikecualikan. Kategorisasi ini merujuk kepada kategorisasi dalam UU KIP tetapi disesuaikan dengan ruang lingkup Kementerian Kesehatan.

33


Tabel 2.1. Klasifikasi Informasi di Kementerian Kesehatan No

Kategorisasi

1. Informasi yang wajib

Jenis Informasi •

disediakan dan diumumkan secara berkala

Informasi

tentang

profil

Kementerian

Kesehatan •

Ringkasan

informasi

tentang

program

dan/atau kegiatan yang sedang dijalankan dalam lingkup Kementerian Kesehatan •

Ringkasan informasi tentang kinerja dalam lingkup Kementerian Kesehatan berupa narasi tentang realisasi kegiatan yang telah maupun

sedang

dijalankan

beserta

capaiannya, seperti Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) •

Ringkasan laporan keuangan Kementerian Kesehatan yang sudah diaudit

Ringkasan laporan

informasi

program

spesifik

atau

tentang

kegiatan

yang

berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat banyak •

Informasi lain yang dimandatkan oleh peraturan

perundang-undangan

untuk

diumumkan kepada publik secara berkala •

Informasi

tentang

hak

dan

tata

cara

memperoleh informasi publik, serta tata cara pengajuan

keberatan

serta

proses

penyelesaian sengketa Informasi Publik •

Informasi tentang pengumuman pengadaan barang dan jasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait

Informasi tentang prosedur peringatan dini dan prosedur evakuasi keadaan darurat di kantor Kementerian Kesehatan

34


2. Informasi diumumkan

yang secara

wajib

serta

Informasi mengenai epidemi dan pandemi penyakit, sekaligus obat yang dibutuhkan

merta

untuk menangkalnya •

Informasi penanganan kesehatan situasi

krisis/bencana

alam,

dalam

kegagalan

teknologi dan bencana sosial, seperti banjir, gempa bumi, tsunami, gunung meletus dan tanah longsor •

Informasi bahan-bahan

tentang

kebocoran/pelepasan

berbahaya,

seperti

asap

beracun dalam kebakaran hutan. •

Informasi soal keracunan obat dan makanan, serta

alat

kesehatan

dan

Perbekalan

Kesehatan Rumah Tangga (PRKT) •

Informasi jenis, persebaran dan daerah yang menjadi sumber penyakit, yang berpotensi menjadi wabah atau Kejadian Luar Biasa

Informasi lain yang sifat urgensinya akan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan

35


3. Informasi

yang

wajib • Daftar seluruh informasi publik yang berada di

tersedia setiap saat

bawah penguasaan Kementerian Kesehatan, tidak termasuk informasi yang dikecualikan • Rencana strategis (renstra), dan rencana kerja

(renja) Kementrian • Syarat-syarat perizinan, izin yang diterbitkan

dan/atau dikeluarkan. • Peraturan, keputusan dan/atau kebijakan serta

surat edaran yang telah diterbitkan • Data perbendaharaan atau inventaris yang sudah

diaudit • Informasi perjanjian

kerjasama Kementerian

Kesehatan dengan pihak ketiga berikut dokumen pendukungnya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan • Sambutan

mewakilinya,

Menteri baik

atau berupa

pejabat tulisan

yang maupun

rekaman audio yang sudah dipublikasikan • Jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran

yang ditemukan dalam pengawasan internal serta laporan tindak lanjut • Jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran

yang dilaporkan oleh masyarakat serta tindak lanjutnya • Daftar, serta hasil-hasil penelitian yang dilakukan • Informasi dan kebijakan yang disampaikan

pejabat publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum • Organisasi,

administrasi,

kepegawaian

dan

keuangan Kementerian Kesehatan

4. Informasi yang

Akan diatur dalam peraturan tersendiri

dikecualikan 36


Peraturan ini mengharuskan Kementerian Kesehatan mengumumkan “Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala” melalui berbagai saluran komunikasi, setidaknya setahun sekali. Media yang digunakan bisa berupa website, leaflet, media internal dan atau papan pengumuman. Informasi dengan kategori seperti ini wajib diumumkan tanpa harus didahului oleh permintaan informasi dari publik. PPID Kementerian Kesehatan juga diwajibkan mengumumkan layanan informasi yang telah mereka berikan. Ini meliputi jumlah permintaan informasi yang mereka terima, waktu yang diperlukan untuk memenuhi setiap permintaan informasi, jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi, dan alasan penolakan permintaan informasi.15 Informasi mengenai “layanan informasi publik” ini, dan “Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala”, masuk golongan informasi proaktif yang menurut aturan Menteri Kesehatan harus diumumkan secara serta merta melalui berbagai media komunikasi massa berupa situs resmi, surat edaran, media massa baik cetak dan elektronik.16 Hal penting lain yang diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 2166 ini adalah mengenai penentuan informasi yang masuk kategori dikecualikan. Ditegaskan bahwa pengecualian Informasi harus melalui uji konsekuensi publik yang mengacu kepada batasan-batasan normatif di Pasal 17 UU KIP.17 Petugas Pengelola Informasi dan Dokumentasi di Lingkungan Kementerian Kesehatan tidak dibenarkan membuat pertimbangan pengecualian informasi berdasarkan alasan-alasan subyektif. Terakhir, aturan ini memberian hak kepada pemohon informasi untuk mengajukan keberatan atas pelayanan informasi publik yang mereka terima. Keberatan bisa diajukan jika: pertama, permohonan informasi pemohon 15

Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2166/Menkes/Per/X/2011 Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2166/Menkes/Per/X/2011 17 Pasal 17 UU KIP menetapkan sepuluh jenis informasi yang dikecualikan , hurup a sampai j. Sedangkan Pasal 19 mewajibkan PPID di setiap instansi publik untuk melakukan uji konsekuensi sebelum menyatakan informasi publik tertentu dikecualikan. 16

37


ditolak; kedua, permohonan informasi pemohon tidak ditanggapi; ketiga, jika ada aparatur Kemetrian yang meminta biaya penggantian salinan dokumen yang jumlahnya tidak wajar.18 2.1.2. Temuan dan Analisis Persoalan utama dalam pengaturan pelayanan informasi publik di Kementerian Kesehatan adalah belum ditetapkannya informasi yang masuk kategori dikecualikan, berdasarkan ruang lingkup Kementerian Kesehatan. Karena belum ada batasan yang spesifik dalam menetapkan informasi yang dikecualikan PPID akhirnya menggunakan batasan umum yang diatur dalam UU KIP. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2166/Menkes/Per/X/2011 tentang Standar Layanan Informasi Publik menyatakan bahwa mengenai informasi yang dikecualikan, akan diatur tersendiri di dalam peraturan lain. Namun hingga penelitian ini selesai dibuat aturan mengenai informasi yang dikecualikan belum ada. Tak ditemukan alasan yang pasti mengenai belum tersusunnya daftar informasi publik yang dikecualikan. Bisa jadi ini karena lemahnya koordinasi antara PPID Utama dan PPID Pelaksana, dan belum samanya pemahaman para pejabat UPT mengenai kategorisasi infomasi.19 Tapi bisa juga karena alasan yang sangat sederhana, yakni ketiadaan anggaran.20 Karena belum ada peraturan yang dibuat tentang biaya penggantian salinan dokumen, dalam pelayanan informasi publik Kementerian tidak meminta bayaran dari pemohon informasi. Ketiadaan aturan ini menyebabkan Kementerian pada akhirnya juga mengeluarkan dana untuk pengadaan salinan dokumen. Baiknya, ini cuma untuk salinan-salinan yang pendek. Untuk

18

Sesuai harga yang disepakati oleh pemohon dan penyedia informasi dan dianggap wajar sesuai dengan harga fotokopi di daerah bersangkutan.

19

Wawancara dengan Prawito, Kasubbid Publikasi dan Layanan Informasi Kementerian Kesehatan, pada tanggal 13 Juli 2011. 20 Laporan Tahunan Layanan Informasi Kementerian Kesehatan Tahun 2011 38


dokumen

yang

panjang/banyak,

Kementerian

memutuskan

untuk

memberikannya dalam bentuk soft file.21 Lepas dari berbagai kekurangan di atas, tim peneliti berpendapat bahwa Kementerian Kesehatan telah cukup baik dalam mengoperasionalkan aturan UU KIP. Bahkan beberapa poin dalam Peraturan Menteri Kesehatan, menurut kami cukup progresif, dalam arti sudah mengantisipasi potensi penyelewengan yang mungkin dilakukan oleh pejabat PPID yang tidak memiliki komitmen terhadap

keterbukaan informasi. Di antaranya, yang

terpenting, PPID dilarang membuat pertimbangan pengecualian informasi berdasarkan

alasan-alasan subyektif, tanpa merujuk pada ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

2.2.

Keberadaan PPID

2.2.1. Kondisi Obyektif Petugas Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah aktor sentral dalam pelayanan informasi publik di sebuah badan publik. Ketiadaan PPID dapat menghambat pelayanan informasi publik dan menjadi penyebab tidak terpenuhinya hak-hak publik di bidang informasi publik. Di Kementerian Kesehatan PPID sudah terbentuk dan mulai bekerja sejak tahun 2010. Dasar hukum

pembentukannya

708/Menkes/SK/VI/2010 Dokumentasi

adalah

tentang

Kementerian

Keputusan

Pejabat

Kesehatan,

Menteri

Pengelola

yang

kemudian

Nomor

Informasi

dan

dicabut

oleh

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1625/MENKES/SK/VIII/2011. Organisasi PPID di Kementerian Kesehatan terdiri dari Pembina PPID, PPID Utama, Atasan PPID Pelaksana, PPID Pelaksana, Koordinator Pelayanan Informasi, dan Petugas Informasi.22 Setiap jabatan memiliki tugas dan kewenangan berbeda. Pembina PPID berwenang menetapkan dan mengevaluasi kebijakan akses publik di lingkungan Kementerian Kesehatan 21

Wawancara dengan Prawito, Kasubbid Publikasi dan Layanan Informasi Kementerian Kesehatan, pada tanggal 16 Mei 2012 22 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1625/Menkes/SK/VIII/2011 39


dan membina PPID Utama. Jabatan Pembina PPID ini dipegang oleh Menteri Kesehatan, sedangkan Jabatan PPID Utama dipegang Sekretaris Jenderal Kementerian

Kesehatan.23

Sruktur

Organisasi

PPID

di

Lingkungan

Kementerian Kesehatan dapat dilihat di tabel berikut.

Diagram 2.1. Sruktur Organisasi PPID Kementerian Kesehatan

Sumber: Kementrian Kesehatan

23

Ibid 40


PPID Utama bertugas: 1. Mengkoordinasikan penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan,

dan pelayanan informasi publik yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan atau diterima. 2. Mengkoordinasikan PPID Pelaksana dalam melaksanakan pelayanan

informasi publik. 3. Mendelegasikan sebagian kewenangan pengelolaan dan pelayanan

informasi

publik

kepada

PPID

Pelaksana,

selain

kewenangan

melakukan uji konsekuensi. 4. Menetapkan daftar informasi yang dikecualikan. 5. Membuat laporan secara berkala dan setiap saat diperlukan, kepada

pembina.24 Dalam bertugas PPID Utama dibantu Tim Pengelolaan dan Pelayanan Informasi. Tim ini terdiri dari Kepala Pusat Komunikasi Publik, Kepala Pusat Data dan Informasi, dan Kepala Biro Hukum dan Organisasi. Di bawah PPID Utama tedapat struktur yang bernama Atasan PPID Pelaksana, dijabat oleh eselon I, dan bertanggungjawab kepada PPID utama. Tugas Atasan PPID Pelaksana sebagai berikut: 1. Mengoordinir

PPID

pelaksana

dalam

melaksanakan

pelayanan

informasi publik. 2. Mengetahui dan memberikan persetujuan atas setiap informasi yang

dikeluarkan oleh PPID Pelaksana di unitnya masing-masing. 3. Memberikan

persetujuan atas penetapan daftar informasi yang

dikecualikan. 4. Menyampaikan laporan rutin maupun berkala yang disampaikan oleh

PPID Pelaksana, kepada PPID Utama.25 Di bawah Atasan PPID Pelaksana terdapat PPID Pelaksana yang terdiri dari PPID Pelaksana Kantor Pusat/Koordinator PPID Pelaksana Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan PPID Pelaksana UPT. Tugas PPID Pelaksana Kantor Pusat/Koordinator PPID UPT sebagai berikut:

24 25

Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1625/Menkes/SK/VIII/2011 Ibid 41


1. Melaksanakan penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan

pelayanan informasi publik yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima di lingkungan unit kerjanya. 2. Melaksanakan

kewenangan

Atasan

PPID

Pelaksana

yang

didelegasikan kepadanya. 3. Menetapkan kategorisasi informasi di lingkungan unit kerjanya. 4. Menyampaikan informasi kategori yang dikecualikan kepada Atasan

PPID Pelaksana. 5. Melaksanakan pelayanan informasi publik. 6. Melaksanakan koordinasi dan pembinaan kepada PPID Pelaksana

UPT, dan

membuat laporan secara

berkala dan setiap saat jika

diperlukan.26 PPID Pelaksana membawahi Koordinator Pelayanan Informasi, yang dijabat oleh eselon III atau eselon IV. Struktur ini berada di masing-masing unit utama atau UPT yang menangani pekerjaan kehumasan. Tugasnya sebagai berikut : 1.

Melaksanakan penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan pelayanan informasi publik yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan atau diterima di lingkungan unit kerjanya.

2.

Melaksanakan kewenangan PPID Pelaksana Kantor Pusat/Koordinator PPID Pelaksana UPT dan PPID Pelaksana UPT yang didelegasikan kepadanya.

3.

Melaksanakan pelayanan informasi publik

4.

Membuat

laporan

berkala

kepada

PPID

Pelaksana

Kantor

Pusat/Koordinator PPID Pelaksana UPT dan PPID Pelaksana UPT masing-masing.27 Petugas Informasi berada pada bagian terbawah struktur PPID di Kementerian Kesehatan. Mereka terdiri dari staf di bagian kehumasan, para pejabat fungsional pranata humas, dan pustakawan di masing-masing unit utama UPT. Tugas mereka adalah :

26 27

Ibid Ibid 42


1. Menerima permohonan informasi dan

memberikan informasi yang

diminta oleh pemohon, 2. Meneruskan permohonan informasi kepada Koordinator Pelayanan

Informasi 3. Melakukan pendataan dan rekapitulasi secara berkala terhadap

permohonan informasi yang masuk maupun informasi yang sudah dikeluarkan.28 Di Kementerian Kesehatan, ujung tombak penyebarluasan dan pelayanan informasi publik ada pada Tim Pengelolaan dan Pelayanan Informasi. Meskipun, secara struktural tim ini tidak merupakan bagian dari hirarki PPID. Dalam tim ini ada Pusat Komunikasi Publik dan Pusat Data dan Informasi. Pusat Komunikasi Publik memberi pelayanan dan pengelolaan informasi, sedangkan Pusat Data dan Informasi menyediakan sarana informasi. Pemohon informasi yang datang ke Kementerian Kesehatan akan berhadapan petugas Bidang Pelayanan Informasi Publik, pada Pusat Komuniasi Publik. Seluruhnya ada 15 orang petugas informasi yang bertugas setiap hari: 12 orang bertugas di Pojok Informasi dan 3 orang di Pusat Tanggap dan Respon Cepat (PTRC) Kementerian Kesehatan.29 Semua petugas informasi ini telah mendapat pelatihan yang berkaitan dengan kebijakan Kementerian Kesehatan dan teknik menghadapi berbagai pemohon dan permohonan informasi.30 2.2.2. Temuan dan Analisis

Sampai dengan bulan Mei tahun 2011, PPID di semua Unit Utama sudah terbentuk. Pembentukan ini berdasarkan Surat Keputusan yang diterbitkan masing-masing Unit Utama. Tapi, pada periode yang sama, PPID

28

Ibid Wawancara dengan Prawito, Kasubbid Publikasi dan Layanan Informasi Kementerian Kesehatan pada tanggal 16 Mei 2012. 30 Wawancara dengan Prawito, Kasubbid Publikasi dan Layanan Informasi Kementerian Kesehatan pada tanggal 13 Juli 2011. 29

43


di UPT-UPT belum juga terbentuk.31 Terlambatnya pembentukan PPID di UPT-UPT ini harusnya tidak terjadi mengingat PP 61 Tahun 2010 telah dengan tegas mewajibkan badan publik membentuk PPID paling lambat tanggal 23 Agustus 2011. Ketiadaan PPID di UPT-UPT dapat menghambat pelayanan informasi kepada masyarakat. 2.3.

Pelayanan Informasi Publik

2.3.1. Kondisi Obyektif Selama tahun 2011 fluktuasi jumlah pemohon informasi di Kementerian Kesehatan mirip pola pelana kuda, banyak di awal tahun, lalu terus berkurang hingga cuma satu pemohon di bulan September, dan mencapai puncaknya di akhir tahun. Ini bertolak belakang dengan pola jumlah permohonan informasi yang terus meningkat dari awal bulan hingga mencapai puncak pada bulan Agustus, lalu kembali berkurang. Total selama 2011 ada 925 permohonan informasi yang diajukan oleh 114 pemohon. Meski jumlah permohonan informasi cukup banyak, kedua pola ini menunjukkan bahwa kesadaran dan kepedulian warga untuk mendapatkan informasi publik di Kementerian Kesehatan masih rendah. Atau, sebagian besar masyarakat belum mengerti prosedur dan fasilitas pelayanan informasi publik di Kementrian Kesehatan. Sebagai contoh, 170 permohonan informasi pada Agustus ternyata diajukan hanya oleh lima pemohon. Angka 170 pemohon didapat dari mereka yang mengisi daftar hadir yang ada di pusat informasi Kementrian Kesehatan. Bisa saja orang yang sekedar mengambil flyer, edaran atau bertanya langsung ke pusat informasi. Sedangkan lima orang pemohon adalah mereka yang betul-betul serius memohon informasi dengan menggunakan surat resmi dan persyaratan lainnya.32

31

Wawancara dengan Prawito, Kasubbid Publikasi dan Layanan Informasi Kementerian Kesehatan pada tanggal 13 Juli 2011. 32 Wawancara dengan Prawito, Kasubbid Publikasi dan Layanan Informasi Kementerian Kesehatan pada tanggal 5 Juni 2012. 44


Diagram 2.2. Jumlah Pemohon Informasi Kementerian Kesehatan Tahun 2011

Sumber: Laporan Tahunan Layanan Informasi Kementerian Kesehatan Tahun 2011

Diagram 2.3. Jumlah Permohonan Informasi Publik Kementerian Kesehatan tahun 2011

Sumber: Laporan Tahunan Layanan Informasi Kementerian Kesehatan Tahun 2011 45


Hampir semua permohonan informasi selama 2011 dapat dipenuhi oleh Kementerian Kesehatan secara langsung. Cuma lima permohonan dari dua pemohon yang harus diselesaikan di meja mediasi, dengan mediator Komisi Informasi Pusat. Ada empat permohonan yang diajukan oleh satu pemohon tidak dipenuhi dan satu permohonan dari seorang pemohon ditolak. Permintaan Informasi tidak dipenuhi ketika pemohon tidak mendapatkan jawaban. Sedangkan permohonan informasi ditolak ketika informasi yang bersangkutan termasuk dikecualikan atau tidak disediakan organisasi yang bersangkutan. Permohonan yang tidak dipenuhi berkaitan dengan: data tentang penelitian makanan, data bahan-bahan makanan berbahaya, data Jaminam Kesehatan Masyarakat, dan data informasi publik di website Kementerian Kesehatan. Adapun satu permohoan ditolak dengan alasan informasi yang diminta masuk dalam kategori informasi yang dikecualikan berdasar ketentuan UU KIP.33 Tapi pengecualian informasi ini ternyata tidak melalui proses uji konsekuensi sesuai ketentuan UU KIP. PPIP Kementrian Kesehatan mengganggap mekanisme ajudikasi non litigasi dengan mediator Komisi Informasi Pusat sebagai foum uji konsekuensi.34 Mediasi terhadap empat permohonan yang tidak dipenuhi berlangsung sebanyak dua kali, pada 8 April 2011 dan pada 21 April 20101. Kementerian Kesehatan akhirnya bersedia memberikan informasi yang diminta oleh pemohon. Adapun mediasi menyangkut permohonan informasi yang ditolak diadakan pada tanggal 10 November 2011 dan 23 November 2011. Tapi pihak Kementerian Kesehatan tetap tidak mau memenuhi permintaan informasi publik tersebut, dengan alasan informasi itu masuk dalam kategori informasi yang dikecualikan.35

33

Wawancara dengan Kunto, pegawai di Kementerian Kesehatan, pada tanggal 13 Juli 2011. Wawancara dengan Prawito, Kasubbid Publikasi dan Layanan Informasi Kementerian Kesehatan, pada tanggal 16 Mei 2012 35 Tim Peneliti sudah meminta detail informasi yang ditolak pada saat wawancara tanggal 16 Mei 2012 tapi hingga laporan ini dibuat Kementerian Kesehatan belum bersedia memberikannya. 34

46


2.3.2. Temuan dan Analisis Secara statistik, kinerja Kementerian Kesehatan dalam pelayanan informasi publik telah cukup baik. Dari 925 permohonan informasi publik, sebanyak 920 atau 99, 5 persen berhasil dipenuhi. Capaian ini tidak terlepas dari peran Pusat Komunikasi Publik, Pusat Data dan Informasi, dan Petugas Informasi. Keputusan Pusat Komunikasi Publik melalui Bidang Publikasi dan Layanan Informasi untuk memanfaatkan teknologi dalam pelayanan informasi publik,

telah membuka lebar peluang bagi masyarakat untuk mengakses

informasi publik di Kementerian Kesehatan. Menurut data yang kami dapatkan, semua permohonan layanan informasi publik yang diterima Kementrian Kesehatan, masuk melalui Pusat Tanggap Respon Cepat. Ini berarti permintaan informasi masuk melalui telpon, faksimili, Short Message Service, surat elektronik, jaringan sosial (facebook, Flicker dan twitter), atau surat. Faktor lain yang membuat pelayanan informasi berjalan dengan baik adalah kekhawatiran pejabat PPID dan Petugas Informasi terhadap sanksi yang diatur dalam UU KIP.36 Kekhawatiran ini yang telah menggiatkan pejabat PPID dan petugas informasi dalam pelayanan informasi publik. Dalam konteks ini, UU KIP cukup ternyata efektif mendorong aparatur menjadi pelayan publik yang baik dan bertanggungjawab. Namun demikian, peneliti mencatat adanya kecenderungan yang bisa berpotensi mengkhawatirkan, yakni Kementerian Kesehatan telah membuat pengecualian informasi tanpa melalui prosedur yang diatur di dalam UU KIP. Ada satu permintaan informasi publik yang ditolak tanpa uji konsekuensi terlebih dahulu. Sayangnya evaluasi lebih jauh mengenai kasus ini tidak bisa dilakukan karena hingga penelitian ini berakhir, Tim Peneliti tak juga bisa mendapatkan informasi yang lengkap dari Kementerian Kesehatan mengenai kasus penolakan permohonan informasi ini.

36

Wawancara dengan Prawito, Kasubbid Publikasi dan Layanan Informasi Kementerian Kesehatan pada tanggal 13 Juli 2011. Prawito menjelaskan bahwa UU KIP dilihat oleh sebagian besar pegawai Kementerian Kesehatan menakutkan, karena memuat banyak sanksi. Ini terungkap dalam berbagai forum sosialisasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan. Doddy Riyadi, pegawai Kementerian kesehatan menambahkan, sanksi yang ditakutkan adalah sanksi pidana. Wawancara pada tanggal 13 Juli 2011 47


2.4.

Infrastruktur Pelayanan Informasi Publik

2.4.1. Kondisi Obyektif Untuk mempermudah para pemohon informasi mendapatkan informasi publik, Kementerian Kesehatan membangun beberapa infrastruktur pelayanan informasi publik. Infrastruktur tersebut adalah: Pojok Informasi, Pusat Tanggap Respon Cepat, Laman PPID di internet, dan Perpustakaan. Pojok Informasi disediakan bagi anggota masyarakat yang datang ke kantor Kementerian Kesehatan untuk meminta informasi ataupun meminta penjelasan mengenai hal-hal yang tidak dipahami. Pojok Informasi ini terletak di lobi Kantor Kementerian Kesehatan. Berukuran 5 x 5 m, ruangan tersebut tampak tertata apik. Di dalam ruangan itu ada meja informasi, sofa untuk tamu, dan papan pengumuman dengan didesign menarik. Para tamu dan pemohon informasi yang datang dilayani oleh dua orang petugas yang menguasai prosedur pelayanan informasi. Mekanisme pelayanan di pojok informasi sebagai berikut. Mula-mula pemohon informasi yang datang akan dilayani oleh petugas. Jika permohonan informasi tersebut diterima, petugas di lobi akan meneruskan permohonan tersebut ke back office yang berada di bawah koordinasi Kepala Sub Bidang (Kasubbid) Publikasi dan Pelayanan Informasi. Biasanya informasi yang mudah disediakan akan diberikan saat itu juga. Namun Jika informasi yang diminta perlu dicari ke unit-unit utama, maka pemohon infomasi akan diminta menunggu sesuai dengan batas waktu yang diatur UU KIP. Pemohon yang ingin diskusi dan memerlukan tanya jawab, akan dilayani secara langsung oleh Kepala Sub Bidang Publikasi dan Layanan Informasi. Sesuai keterangan yang dikumpulkan, infomasi yang paling sering diminta adalah mengenai Program Kementerian dan Peraturan PerundangUndangan.37

37

Wawancara dengan Prawito, Kasubbid Publikasi dan Layanan Informasi Kementerian Kesehatan pada tanggal 13 Juli .2011 48


Gambar 2.1. Papan Pengumuman Pojok Informasi Kementerian Kesehatan

Gambar 2.2. Meja Informasi di Pojok Informasi, Kementerian Kesehatan

49


Gambar 2.3. Ruangan Nyaman untuk Para Pemohon Informasi

Pusat Tanggap Respon Cepat dibentuk untuk melayani permohonan informasi yang disampaikan melalui telpon, faksimili, Short Message Service, surat elektronik, jaringan sosial (facebook, Flicker dan twitter), dan surat. Aduan melalui telpon ditujukan ke nomor (021) 500567, faksimili (021) 52921669,

Short

Message

Service

081281562620,

surat

elektronik

kontak@depkes.go.id dan surat ditujukan ke PTRC Kementerian Kesehatan, Pusat Komunikasi Publik, jalan Rasuna Said X-5 Kav. 4-9 Kuningan Jakarta Selatan 12750. PTRC melayani informasi publik

setiap hari, Senin sampai Minggu,

mulai pukul 08.00 hingga 21.00 WIB. Sebuah posko layanan yang patut diapresiasi

karena

bekerja

penuh

sepanjang

pekan.

Berikut

jumlah

masyarakat yang mengakses PTRC selama periode Januari sampai dengan Desember 2011.

50


Diagram 2.5.

Sumber: PTRC Kementerian Kesehatan RI, 2011

Selama tahun 2011, PTRC melayani 1.171 pengakses. Paling besar, sebanyak 925 pengakses atau 78,99%, meminta pelayanan informasi. Lalu ada 227 pengakses (19,39%) yang mengadu berkaitan dengan bidang kesehatan. Sisanya, 19 pengakses atau 1,62%, memberikan saran dan masukan bagi Kementerian Kesehatan. Infrastruktur lain yang digunakan untuk memberikan pelayanan informasi publik adalah situs atau laman PPID www.ppid.depkes.go.id. Laman ini diluncurkan pada bulan Oktober 2011, berisi sembilan kanal: beranda, profil, informasi publik, pelayanan info, tanya jawab, media online, link, kontak, dan download. Dalam laman PPID ini publik diberikan kesempatan untuk meminta informasi dengan mengisi formulir secara online, juga dibuka ruang untuk konsultasi.

51


Gambar 2.4. Tampilan Website PPID Kementerian Kesehatan

Sumber: www.ppid.depkes.go.id

2.4.2. Temuan dan Analisis Proses pelayanan informasi publik di Kementrian Kesehatan tak bisa berlangsung cepat dan mudah. Hal ini karena belum terbangunnya sistem informasi terpusat yang menyediakan data seluruh unit-unit utama. Kami menemukan, informasi publik masih dikuasai oleh unit-unit utama dan UPT-UPT secara terpisah. Akibatnya, setiap ada permintaan informasi, Petugas Informasi dan back office pada setiap gerai informasi di Kementrian Kesehatan

harus

berkoordinasi

dengan

unit-unit

utama,

sehingga

menghambat pelayanan.38 Data-yang tersebar di UPT-UPT dan unit-unit utama, sementara letak UPT-UPT jauh dari ibukota, menjadi alasan sulitnya data dikumpulkan. Alasan lain, menurut petugas, adalah keterbatasan dana yang tersedia.

38

Wawancara dengan Doddy Riyadi, Pegawai Kementerian Kesehatan, pada tanggal 13 Juli 2011 52


Namun, lepas dari masalah belum adanya sistem informasi terpusat, kami menemukan bahwa semua infrastruktur pelayanan informasi di Kementerian ini -- Pojok Informasi, Pusat Tanggap Respon Cepat, Laman PPID di internet, dan Perpustakaan --

telah beroperasi dengan baik.

Kalaupun ada kendala menyangkut permohonan informasi yang ditolak, itu lebih karena persoalan policy, bukan masalah teknis pelayanan di infrastruktur pelayanan informasi.

2.5.

Kesimpulan dan Rekomendasi Secara prosedural, Kementerian Kesehatan telah menjalankan hampir

semua hal yang diatur dalam UU KIP dan aturan pelaksanaannya dengan baik. Mereka sudah punya panduan operasional yang cukup detail melalui ketetapan dan peraturan Menteri, organisasi PPID juga sudah dibentuk, sudah mulai melakukan pelayanan informasi publik, dan memiliki infrastruktur pelayanan informasi publik yang bagus. Meski demikian, menurut kami beberapa perbaikan tetap perlu dilakukan agar kinerja Kementrian Kesehatan dalam hal pelayanan informasi publik bisa lebih baik. Pertama, perlu segera dirampungkan kategorisasi informasi, terutama ketetapan mengenai informasi yang dikecualikan. Kedua, perlu segera dibentuk PPID pada UPT-UPT di lingkungan Kementerian Kesehatan. Ketiga akan lebih baik jika bisa dibangun sistem informasi terpusat yang menampung semua data publik di Kementerian Kesehatan dalam satu tempat yang sama.

53


Bab III Capaian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Pendidikan adalah sektor yang menuntut ketersediaan informasi secara memadai. Namun, setidaknya pada tahun 2010, belum tampak derap program yang progresif terencana di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengimplementasikan UU KIP dan peraturan pelaksananya. Hal ini tercermin pada postur anggaran kementerian, yakni tidak ada anggaran yang dialokasikan untuk program implementasi UU KIP pada 2010 hingga 2011. Meski demikian, kepada Tim Peneliti, Kepala Sub Bidang Pengelolaan Aspirasi Masyarakat di Kementerian ini, Srie Indiyani mengatakan, mereka sudah mulai melayani permohonan informasi publik sejak 2010.39 Selain itu, setidaknya ada empat hal pokok yang menurut dia sudah dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pertama, sosialisasi peraturan mengenai keterbukaan informasi publik kepada jajaran aparatur birokrasi di lingkungan Kementerian. Sosialisasi ini diadakan di berbagai daerah, antara lain: Yogyakarta, Semarang, Riau,

Makassar, Surabaya, Palembang,

Bandung, Lampung, Gorontalo, dan Banten. Kedua, pembentukan PPID pada tahun 2010. Ketiga, pengadaan infrastruktur pelayanan informasi publik. Dan, keempat, penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan informasi publik. Memperhatikan semua data dan informasi yang berhasil dikumpulkan, Tim

Peneliti

berpendapat

masih

terdapat

banyak

kelemahan

dalam

implementasi UU KIP dan peraturan pelaksananya di Kementerian ini. Antara lain, yang paling penting adalah, kategorisasi informasi publik yang masih jauh dari sempurna dan belum terbentuknya PPID di seluruh Perguruan Tinggi se-

39

Wawancara dengan Srie Indiyani, Kepala Sub Bidang Pengelolaan Aspirasi Masyarakat , pada tanggal 16 Mei 2012 54


Indonesia, PPID Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta se-Indonesia, dan PPID Unit Pelaksana Teknis. Selanjutnya akan kami paparkan temuan lengkap penelitian di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Seperti pada instasi pemerintah yang lain, kami menggunakan empat ukuran untuk menilai capaian Kementerian ini dalam implementasi UU KIP dan peraturan pelaksananya. Ukuran itu adalah: produk hukum sebagai pelaksanaan UU KIP, keberadaan PPID, pelayanan permohonan informasi publik, dan infrastruktur pelayanan informasi.

3.1.

Produk Hukum

3.1.1. Peraturan Pelaksana

Produk hukum pertama yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berkaitan dengan implementasi UU KIP adalah Keputusan Menteri Nomor 094/P/2010 Tentang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di Lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional. Menyusul Keputusan ini, PPID Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dibentuk pada 6 September 2010. Setelah itu, muncul Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2011 tentang Layanan Informasi Publik di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.40 Peraturan ini mengatur bentuk organisasi PPID, kategori informasi, tata cara pengelolaan informasi publik, penyelesaian sengketa Informasi, pelaporan informasi dan pembiayaan pengelolaan informasi. Aturan ini membagi informasi publik di lingkup Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam dua kategori, informasi terbuka dan informasi dikecualikan. Informasi terbuka terdiri atas: informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta, dan Informasi yang wajib tersedia setiap saat.41

40

Peraturan ini juga sebagai standar operasional prosedur sebagaimana diwajibkan oleh peraturan Komisi Informasi Nomor 01 Tahun 2010. 41 Pasal 12 Peraturan Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2011 55


Tabel 3.1. Kategorisasi Informasi di Kementerian Pendidikan Kebudayaan

No

Kategorisasi

1. Informasi yang

Jenis Informasi • Informasi tentang profil Kementerian, perguruan tinggi

wajib disediakan

negeri, koordinasi perguruan tinggi swasta, atau unit

dan diumumkan

pelaksana teknis

secara berkala

• Ringkasan informasi tentang program dan/atau kegiatan

yang sedang dijalankan dalam lingkup PPID • Ringkasan informasi tentang kinerja dalam lingkup

Kementerian berupa narasi tentang realisasi kegiatan yang

telah

maupun

sedang

dijalankan

beserta

capaiannya. • Ringkasan laporan keuangan • Ringkasan laporan akses informasi publik • Informasi

tentang

peraturan,

keputusan,

dan/atau

kebijakan yang mengikat dan/atau berdampak bagi publik di lingkungan PPID masing-masing • Informasi tentang hak dan tata cara memperoleh

informasi publik, serta tata cara pengajuan keberatan serta proses penyelesaian sengketa informasi publik berikut pihak-pihak yang bertanggungjawab yang dapat dihubungi • Informasi tentang tata cara pengaduan penyalahgunaan

wewenang atau pelanggaran yang dilakukan baik oleh pejabat yang mencakup tugas dan wewenang PPID yang bersangkutan maupun pihak yang mendapatkan izin atau perjanjian kerja dari unit kerja di lingkungan PPID yang bersangkutan • Informasi tentang pengumuman pengadaan barang dan

jasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan • Informasi tentang prosedur peringatan dini dan prosedur

evakuasi keadaan darurat pada unit kerja di lingkungan PPID yang bersangkutan.

56


2. Informasi publik

Informasi publik yang wajib diumumkan secara serta

yang wajib

merta meliputi informasi yang dapat mengancam hajat

diumumkan secara

hidup orang banyak dan ketertiban umum sebagai akibat

serta merta

seperti bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial, penyebaran penyakit, racun pada bahan makanan, gangguan

terhadap

utilitas

publik.

Informasi

ini

diumumkan melalui laman PPID yang bersangkutan dan media elektronik 3. Informasi yang

• Seluruh informasi lengkap yang wajib disediakan dan

wajib tersedia

diumumkan secara berkala sebagaimana dimaksud

setiap saat

dalam Pasal 13. • Surat-surat perjanjian dengan pihak ketiga berikut

dokumen pendukungnya • Surat menyurat pimpinan atau pejabat di lingkungan

PPID yang

bersangkutan dalam rangka pelaksanaan

tugas pokok dan fungsinya • Syarat-syarat perizinan, izin yang diterbitkan dan/atau

dikeluarkan berikut dokumen pendukungnya, dan laporan penataan izin yang diberikan • Data perbendaharaan dan inventaris • Rencana strategis dan rencana kerja Kementerian • Agenda kerja pimpinan satuan kerja • Informasi mengenai kegiatan pelayanan informasi

publik yang dilaksanakan, sarana dan prasarana layanan informasi publik yang dimiliki beserta kondisinya, sumberdaya

manusia

yang

menangani

layanan

informasi publik beserta kualifikasinya, anggaran layanan informasi publik serta laporan penggunaanya

57


4. Informasi yang dikecualikan

1.Informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan 2.Informasi yang dapat mengungkapkan isi akta otentik

yang bersifaf pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang 3.Informasi yang dapat mengungkapkan rahasia pribadi,

memorandum atau surat-surat badan publik atau intra badan publik yang menurut sifatnya dirahasiakan 4.Informasi yang tidak boleh diungkap berdasarkan

peraturan perundang-undangan 5.Informasi yang diminta belum dikuasai atau

didokumentasi 6.Informasi yang bersifat rahasia yang digunakan untuk

mengetahui penilaian prestasi peserta didik, dan soal ujian dalam penyaringan penerimaan pegawai negeri sipil 7.Informasi yang ditentukan kemudian oleh PPID

Kementerian atas persetujuan atasan PPID Kementerian 8.Informasi yang ditentukan kemudian oleh PPID

perguruan tinggi negeri, PPID koordinasi perguruan tinggi swasta, dan PPID unit pelaksana teknis atas persetujuan atasan PPID yang bersangkutan.

Dalam hal pelayanan informasi, peraturan ini memberikan peluang bagi pemohon informasi untuk mengajukan keberatan. Alasan hukum yang dapat dijadikan dasar pengajuan keberatan ini adalah: penolakan PPID atas permohonan informasi, tidak tersedianya informasi secara berkala oleh PPID, permohonan informasi tidak ditanggapi oleh PPID, pemohon informasi dimintai pengganti biaya salinan dokumen yang tidak wajar, dan jangka waktu pelayanan informasi publik melebihi batas waktu yang ditentukan oleh UU KIP.42

42

Pasal 22 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2011 58


3.1.2. Temuan dan Analisis Meski peraturan ini sudah mengatur mengenai kategorisasi informasi publik, dalam kenyataannya hingga akhir tahun 2011 belum tersusun kategorisasi informasi publik sebagaimana diminta oleh UU KIP dan Peraturan ini.43 Fenomena ini membenarkan pendapat pegawai gerai informasi bahwa UU KIP belum secara merata dipahami oleh aparatur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, walaupun upaya sosialisasi sudah sering dilakukan.44 Adapun dalam hal informasi publik yang wajib diumumkan secara serta merta, peraturan ini tidak specifik. Dia hanya memberikan batasan atau definisi tanpa rincian yang bisa menjadi pedoman bagi PPID untuk bekerja. Perhatian khusus barangkali perlu diberikan pada bagian yang mengatur soal informasi yang dikecualikan. Selain belum menggunakan batas-batas yang spesifik sesuai dengan ruang lingkup Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, peraturan ini memberikan kewenangan sukbyektif kepada PPID, dengan persetujuan atasan PPID, untuk menentukan informasi yang ingin dikecualikan, yang belum diatur oleh UU KIP.45 Menurut kami, pemberian kewenangan subyektif tanpa batas-batas yang jelas ini berpotensi disalahgunakan oleh pejabat PPID maupun oleh institusi dalam lingkup Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang tidak punya komitmen terhadap keterbukaan informasi. Bahkan, Pasal 18 Peraturan Menteri Nomor 50 tahun 2011 ini menyiratkan keengganan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk diawasi dan dinilai oleh publik. Pasal ini menyebutkan bahwa informasi yang akan menjalani uji konsekuensi dan dikecualikan adalah informasi yang apabila dibuka berpotensi mengganggu citra Kementerian, kinerja Kementerian, dan mengganggu ketertiban umum. Norma ini adalah cerminan dari sikap sebagian besar aparatur birokrasi di Indonesia yang tidak ingin citranya jatuh meski kinerjanya buruk. Penggunaan

43

Wawancara dengan Srie Indriyani, Kepala Subbidang Pengelolaan Aspirasi Masyarakat, pada tanggal 16 Mei 2012 44 Wawancara dengan Erna, Pegawai di Gerai Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada tanggal 27 Juni 2011 45 Pasal Pasal 12 ayat 3 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2011 59


citra sebagai ukuran, yang tentu saja relatif, dibanding kepentingan publik bisa dianggap sebagai pengingkaran terhadap kedaulatan publik itu sendiri. Hal positif dari aturan ini adalah jaminan terhadap hak publik atas informasi publik. Artinya, publik diberikan kewenangan untuk mengajukan keberatan kepada atasan PPID jika ada yang kurang beres dalam pelayanan informasi publik yang diterima.46

3.2.

Keberadaan PPID

3.2.1. Kondisi Obyektif

Di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, PPID sudah terbentuk sejak tanggal 6 September 2010. Keberadaan PPID ini didasarkan pada Keputusan

Menteri

Pendidikan

Nasional

Republik

Indonesia

Nomor

094/P/2010 Tentang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di Lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional. Mengaku kepada Keputusan Menteri ini, organisasi PPID di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masih sederhana. Struktur PPID hanya terdiri dari Pusat Informasi dan Hubungan

Masyarakat.

Selain

struktur,

Keputusan

Menteri

ini

juga

menguraikan tugas-tugas PPID. Pejabat PPID bertanggungjawab kepada Menteri Pendidikan Nasional yang sekarang sudah berganti menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Ada tiga tugas pokok PPID di Lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional menurut keputusan ini. Pertama, mengkoordinasikan penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan pelayanan informasi publik yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh Kementerian Pendidikan Nasional sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Kedua, menyiapkan sistem, prosedur, dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya. Ketiga, melaporkan pekerjaannya kepada Menteri Pendidikan Nasional.

46

Pasal 22 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2011 60


Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 094/P/2010 hingga saat ini masih berlaku dan belum pernah dicabut walaupun nama Kementerian Pendidikan Nasional sudah berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.47 Belakangan struktur PPID ini dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan objektif di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kebutuhan objektif ini meliputi adanya potensi pengajuan keberatan dari pemohon informasi publik, adanya sengketa informasi dari pemohon informasi publik, dan adanya permintaan informasi publik dari masyarakat terhadap unit-unit pelaksana teknis dan jajaran instansi di dalam ruang lingkup Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Alasan-alasan obyektif inilah yang menjadi dasar perombakan, pengembangan,

dan

penyempurnaan

struktur

PPID

di

Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan. PPID tidak lagi hanya terdiri dari PPID Kementerian yang menunjuk Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat, tetapi ada struktur tambahan lain yaitu PPID Perguruan Tinggi, PPID Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta, PPID Unit Pelaksana Teknis, Atasan PPID,

dan

Tim

Pertimbangan

Pelayanan

Informasi.

Perombakan,

penambahan dan penyempurnaan struktur PPID ini diatur di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Layanan Informasi Publik di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Di dalam peraturan ini, PPID Kementerian masih dijabat oleh Kepala Pusat Informasi dan Humas yang ditetapkan oleh Menteri. PPID perguruan tinggi negeri dijabat oleh Pejabat yang ditunjuk pemimpin perguruan tinggi negeri yang ditetapkan oleh Rektor/Ketua/Direktur perguruan tinggi negeri. PPID Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta dijabat oleh pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh koordinator koordinasi perguruan tinggi swasta. PPID unit

47

Perubahan ini diatur di Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2011 Tentang Perubahan Penggunaan Nama Kementerian Pendidikan Nasional Menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 61


pelaksana teknis dijabat oleh pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pemimpin unit pelaksana teknis.48 Tabel 3.2. Struktur Penetapan Pejabat PPID

PPID Kementerian

Dijabat Oleh

Ditetapkan Oleh

Kepala PIH

Atasan PPID

Menteri

Sekretaris Jenderal

Perguruan Tinggi Pejabat yang ditunjuk

Rektor/Ketua/

Rektor/Ketua/

Negeri

oleh Pemimpin PTN

Direktur

Direktur

Kopertis

Pejabat yang ditunjuk

Koordinator

Koordinator Kopertis

oleh Koordinator

Kopertis

Kopertis UPT

Pejabat yang ditunjuk

Pemimpin UPT

Pemimpin UPT

oleh Pemimpin UPT Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Tugas dan tanggungjawab PPID Kementerian adalah sebagai berikut; 6. Mengkoordinasikan

pengelolaan

informasi

publik

di

lingkungan

Kementerian 7. Melakukan uji konsekuensi terhadap informasi yang akan dikecualikan 8. Menyediakan, mengumumkan, memberikan layanan informasi publik

yang bersifat terbuka 9. Menyelesaikan sengketa informasi publik.49

Tugas dan tanggungjawab PPID perguruan tinggi negeri, PPID koordinasi perguruan tinggi swasta, dan PPID unit pelaksana teknis bertugas dan bertanggung jawab adalah: 5. Mengkoordinasikan

pengelolaan

informasi

publik

di

lingkungan

masingmasing 6. Melakukan uji konsekuensi terhadap informasi yang akan dikecualikan 7. Menyediakan, mengumumkan, memberikan layanan informasi publik 8. Yang bersifat terbuka 9. Menyelesaikan sengketa informasi publik.

50

48

Pasal 3 ayat (2), (3), (4), (5) Juncto pasal 4 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2011 49 Pasal 9 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2011 62


Dalam melaksanaan kewenangan dan tugasnya, semua PPID di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dibantu oleh pejabat fungsional pengelola informasi dan dokumentasi. Pejabat fungsional ini diangkat oleh pejabat PPID. Selain itu, PPID dibantu oleh Tim Pertimbangan Pelayanan Informasi. Tim ini bertugas memberikan pertimbangan kepada atasan PPID dalam proses penyelesaian sengketa yang diajukan oleh pemohon informasi kepada atasan PPID. Meski demikian, hingga penelitian ini selesai dibuat, struktur dan organisasi disesuaikan

PPID

di

Kementrian

Pendidikan

dengan

Keputusan

Menteri

dan

yang

Kebudayaan terbaru,

dan

belum masih

menggunakan nama Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat.

50

Pasal 10 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2011 63


Diagram 3.1.

BAGAN ORGANISASI PUSAT INFORMASI DAN HUBUNGAN MASYARAKAT Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan PUSAT INFORMASI DAN HUBUNGAN MASYARAKAT

BAGIAN TATA USAHA

SUBB AGIAN K EUANGAN

BIDAN G IN FOR MA SI

SUBBIDANG INTE GRASI I NF ORMASI

S UBBIDANG ARSI P DAN DOKUMENTAS I

SUBBAGIAN TATALAKSANA DAN KEPEGAWAIAN

B ID ANG PENGEMBAN GA N K EMITRAA N

SUBBIDANG PERPUST AKAAN

SUBBIDANG KEM ITRAAN LEMBAGA NEGARA

SUBBIDANG KEM ITRAAN M EDIA

SUBBAGIAN RUMAH TANGGA

B ID ANG PEN CITR AAN

SUBBIDANG KEMIT RAAN L EM BAGA MAS YARAKAT

SU BBID ANG PE NG ELO LAA N AS PIRA SI M AS YAR AK AT

SUBBIDANG PENG EL OLAAN KONTEN MEDIA

SUBBIDANG PUBLIKAS I

KELOMPOK J ABATAN FUN GSION AL

Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

3.2.2. Temuan dan Analisis Sampai akhir tahun 2011 PPID Perguruan Tinggi Negeri, PPID Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta, dan PPID Unit pelaksana Teknis di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan belum terbentuk.51 Ini dapat dipahami mengingat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Layanan Informasi Publik di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan baru terbit pada tanggal 30 November 2011.

Sepanjang tahun 2010 hingga 2011 PPID yang ada hanya PPID Kementerian yang bernama Pusat Informasi dan Humas. Keterlambatan pembentukan PPID di seluruh Perguruan Tinggi seluruh Indonesia, PPID

51

Wawancara dengan Srie Indriyani, Kepala Subbidang Pengelolaan Aspirasi Masyarakat, pada tanggal 16 Mei 2012 64


Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta seluruh Indonesia, dan PPID Unit Pelaksana Teknis merupakan pelanggaran terhadap ketentuan PP 61 tahun 2010. Di dalam PP tersebut disebutkan bahwa PPID sudah harus dibentuk paling lambat tanggal 23 Agustus 2011. Keterlambatan dapat disebabkan karena penguasaan pejabat publik mengenai UU KIP lemah. Ini dihubungkan dengan frekuensi sosialisasi UU KIP yang sedikit ke instansi-instansi di lingkungan Kementerian dan Kebudayaan. Sampai akhir tahun 2011 sosialisasi baru dilakukan di 10 provinsi di Indonesia. Persebarannya sebagai berikut; Yogyakarta, Semarang, Riau, Makassar, Surabaya, Palembang, Bandung, Lampung, Gorontalo, dan Banten.52 Sayangnya, sosialisasi di masing-masing provinsi ini diselenggarakan hanya satu kali kegiatan. Akibat belum rampungnya struktur dan organisasi PPID, pelayanan informasi publik di kementerian ini terhambat. Hal ini antara lain dapat dilihat dari minimnya jumlah permohonan informasi yang masuk pada periode Juli 2010 hingga Juni 2011, yakni cuma 124 permohonan informasi.

3.3.

Pelayanan Informasi Publik

3.3.1. Kondisi Obyektif

Permohonan informasi yang masuk ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dari bulan Juli tahun 2010 hingga bulan Juni tahun 2011 sebanyak 124 permohonan, berasal dari 81 pemohon. Dari 124 permohonan itu sebanyak 122 permohonan bisa dipenuhi, sisanya tidak dapat dipenuhi dan menjadi sengketa informasi.

52

Wawancara dengan Srie Indiyani, Kepala Subbidang Pengelolaan Aspirasi Masyarakat, pada tanggal 16 Mei 2012 65


Diagram 3.2. Kategori Pemohon Informasi

Sumber: Gerai Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Dilihat

dari

kategori

pemohon

informasi,

informasi

publik

di

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ternyata lebih dibutuhkan atau diminati oleh perorangan. Sedangkan badan hukum yang mengajukan permohonan informasi kebanyakan merupakan instansi pemerintah atau negara, sebagaimana ditunjukkan oleh diagram berikut:

Diagram 3.3. Kategori Organisasi Asal Pemohon Informasi

Sumber: Gerai Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

66


Variasi yang lebih luas tampak pada jenis informasi yang diminta. Setidaknya, 124 informasi publik yang dipinta oleh 81 pemohon bisa dikategorikan dalam 14 jenis kelompok informasi yang berbeda. Yang paling banyak diminta adalah informasi yang berkaitan dengan data statistik/data base (22 permohonan informasi atau 17,7 %). Adapun informasi yang paling sedikit diminta adalah data kelulusan dan harta kekayaan aparatur (2 permohonan informasi atau 1.6 %).

Diagram 3.4. Kategori Jenis Informasi yang Diminta

Sumber: Gerai Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

3.3.2. Temuan dan Analisis Dalam hal pelayanan informasi publik, kinerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tergolong baik. Prestasi ini tergambar pada prosentase terpenuhinya permintaan informasi publik dari masyarakat.53 Dari 124

53

Wawancara dengan Erna, Pegawai di Gerai Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada tanggal 27 Juni 2011 67


permohonan informasi yang masuk, 122 (98,5 %) diantaranya dapat dilayani dengan baik, dan hanya dua yang diselesaikan melalui ajudikasi. Capaian prestasi ini tidak terlepas dari peran petugas di gerai informasi. Penguasaan mereka terhadap UU KIP

dan prosedur pelayanan informasi

publik cukup baik. Mereka mampu menjelaskan prosedur pelayanan informasi publik.54 Mereka juga memahami berbagai konsekuensi hukum yang akan muncul jika permintaan informasi publik tidak dipenuhi.55 Dalam konteks ini, UU KIP cukup efektif mendorong perilaku aparatur menjadi pelayan publik yang baik. Meski

demikian,

karena setiap

pemberian

informasi

publik

di

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus melalui telaah dan izin pejabat PPID, petugas di gerai informasi tidak bisa memproses setiap permohonan informasi publik dengan cepat dan mudah.

3.4.

Infrastruktur Pelayanan Informasi Publik

3.4.1. Kondisi Obyektif Terdapat empat infratrusktur pelayanan informasi publik di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Infrastruktur tersebut adalah: Gerai Informasi, layanan informasi tidak tatap muka, laman Kementerian di internet, dan perpustakaan. Gerai informasi disediakan bagi anggota masyarakat yang datang ke kantor Kementerian Kesehatan untuk meminta informasi atau pun meminta penjelasan atas sesuatu hal yang tidak dipahami. Gerai ini berlokasi di lobi Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Gerai ini ruangannya tertata rapi. Petugas yang melayani cukup ramah. Di dalamnya terdapat meja informasi, sofa untuk tamu, majalah, koran, serta berbagai terbitan Kementerian yang tertata dengan baik. 54

Erna, pegawai yang bertugas di Gerai Informasi, cukup fasih menjelaskan pasal-pasal yang terdapat di UU KIP, yang berkaitan dengan kewajiban badan publik dalam pelayanan informasi publik. Wawancara pada tanggal 27 Juni 2011. Dina Amelia, pegawai di Gerai Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, juga cukup fasih menjelaskan prosedur pelayanan informasi publik berdasarkan UU KIP. Wawancara pada tanggal 27 Juni 2011 55 Wawancara dengan Erna, Pegawai di Gerai Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada tanggal 27 Juni 2011 68


Setiap pemohon informasi yang datang ke gerai akan ditanyai petugas maksud dan tujuan kedatangannya. Setelah keperluannya jelas, pemohon akan disodori formulir untuk diisi. Formulir berisi kolom identitas pemohon dan kolom mengenai uraian informasi yang dibutuhkan. Jika informasi yang dipinta datanya tersedia di meja petugas dan di folder komputer petugas, maka informasi yang dipinta akan diberikan saat itu juga. Namun jika informasi yang diminta ada di unit-unit utama maka petugas akan berkoordinasi dengan unitunit utama dan pemohon diminta menunggu jawaban dari Kementerian sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan UU KIP. Pemohon yang memerlukan penjelasan berkaitan dengan kebijakan tidak dilayani oleh petugas, tapi dipertemukan dengan Kepala Sub Bidang Pengelolaan Aspirasi Masyarakat, yang saat ini dijabat oleh Srie Indriyani. Secara umum pelayanan informasi di Gerai sudah sesuai dengan standar UU KIP dan Peraturan Komisi Informasi Nomor 01 Tahun 2010.

Gambar 3.2. Petugas Sedang Melayani Permohonan Informasi

69


Gambar 3.3. Meja Informasi dan petugas Informasi di Gerai Informasi

Gambar 3.4. Ruangan untuk para pemohon informasi

70


Gambar 3.5. Rak majalah dan brosur terbitan Kemendikbud

Infrastruktur lain yang sudah dibangun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah layanan informasi tidak tatap muka. Fasilitas ini untuk memberikan pelayanan informasi bagi anggota masyarakat melalui telpon, faksimili, Short Message Service, surat elektronik (email), dan surat. Permintaan informasi melalui telpon ditujukan ke nomor call centre 177 dan nomor (021) 5703303, faksimili (021) 5733125, Short Message Service 0811976929, surat elektronik (email) pengaduan@kemdiknas.go.id, dan surat ditujukan ke kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.56 Masyarakat juga dapat mengakses informasi publik melalui laman internet www.kemendiknas.go.id.

Di dalamnya ada informasi mengenai

Bantuan Operasional Sekolah, beasiswa Bidikmisi, beasiswa unggulan, hingga portal berisi layanan buku sekolah elektronik. Situs ini dibuat untuk menjadi salah satu bentuk pelayanan informasi publik yang mudah diakses oleh masyarakat.

56

Wawancara dengan Srie Indriyani, Kepala Subbidang Pengelolaan Aspirasi Masyarakat, pada tanggal 16 Mei 2012 71


Gambar 3.6. Tampilan Website Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Sumber: http://www.kemdiknas.go.id

Infrastruktur lainnya adalah perpustakaan. Infrastruktur ini dibangun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat akan informasi lebih mendalam. Koleksi buku di perpustakaan ini tertata rapih, umumnya buku-buku yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Perpustakaan ini berada di dalam gerai informasi.

72


Gambar 3.7. Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

3.4.2. Temuan dan Analisis Pelayanan

informasi

publik

di

Kementerian

Pendidikan

dan

Kebudayaan tidak bisa berlangsung cepat dan mudah karena belum terbangun sistem informasi terpusat yang menyediakan data seluruh unit-unit utama. Hampir setiap waktu petugas informasi harus berkoordinasi dengan unit-unit utama karena tidak semua informasi yang diminta publik tersedia dalam data base yang bisa mereka akses seketika. Kami juga menemukan bahwa laman milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ternyata dikelola oleh pihak luar, yakni outsourcing. Petugas dari Kementerian hanya membantu secara teknis. dari

sisi

pendanaan

merupakan

57

penghamburan

Ini disayangkan karena uang

negara,

dan

memperlihatkan bahwa terdapat kekurangan sumber daya manusia yang ahli

57

Wawancara dengan Erna, Pegawai di Gerai Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada tanggal 27 Juni 2011 73


di bidang penyediaan informasi melalui media on-line di Kementerian ini.58 Seharusnya laman ini dikelola sendiri oleh pegawai Kementerian.

3.5.

Kesimpulan dan Rekomendasi Capaian

Kementerian

Pendidikan

dan

Kebudayaan

dalam

implementasi UU KIP dan peraturan pelaksananya belum maksimal, meski keempat indikator sudah dipenuhi. Keterlambatan dalam penyesuaian struktur dan organisasi PPID dengan aturan Menteri yang terbaru menunjukkan ketidakseriusan Kementerian dalam hal pelayanan informasi publik. Ada kesan PPID hanya ditempelkan pada struktur kehumasan yang sudah ada untuk

mempelihatkan

bahwa

secara

prosedural

Kementerian

telah

melaksanakan UU KIP. Kesimpulkan ini dikuatkan oleh kenyataan bahwa selama periode 2010 – 2011, Kementerian sama sekali tidak mengalokasikan dana untuk kepentingan pelayanan informasi publik. Setidaknya ada enam hal yang menurut kami perlu segera dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memperbaiki kualitas pelayanan informasi publiknya. 1) Merampungkan kategorisasi informasi sebagaimana disyaratkan UU KIP dan peraturan pelaksananya. 2) Membentuk PPID Perguruan Tinggi di seluruh Perguruan Tinggi seIndonesia, PPID Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta se-Indonesia, dan PPID Unit Pelaksana Teknis. 3) Mempercayakan pengelolaan laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kepada pegawai sendiri dan bukan pihak luar. 4) Menambah dan memperdalam pengetahuan aparatur di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang UU KIP dan peraturan pelaksananya. 5) Membangun sistem informasi yang terpusat.

58

Wawancara dengan Jusman Sihombing, Subbidang Pengelolaan Konten Media, pada tanggal 12 Agustus 2011 74


6) Merevisi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 tentang Layanan Informasi Publik di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Khusus mengenai revisi Peraturan Menteri, ada dua hal yang kami anggap penting. Pertama, memasukkan batasan-batasan informasi yang dikecualikan berdasarkan ruang lingkup Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini ditujukan untuk memperjelas kategori informasi sehingga menghindari kebingungan dari pejabat PPID maupun pemohon informasi publik. Kedua, merevisi pasal yang membolehkan pengecualian informasi tanpa uji konsekuensi sebagaimana yang diatur dalam UU KIP. Adapun tujuan dari revisi tersebut untuk mencegah potensi penyalahgunaan pembatasan informasi publik oleh pejabat PPID. Di lain sisi, revisi ini diperlukan untuk menjamin

komitmen

Kementrian

Pendidikan

dan

Kebudayaan

dalam

keterbukaan informasi.

75


Bab IV Capaian Pemerintah Kota Jakarta Selatan

Dari empat ukuran yang dipakai untuk memotret capaian implementasi UU KIP dan peraturan pelaksanaannya -- yakni produk hukum, keberadaan PPID, pelayanan permohonan informasi publik, dan infrastruktur pelayanan informasi -- hanya dua yang menurut Tim Peneliti dipenuhi oleh Pemerintah Kota Jakarta Selatan. Dua ukuran yang sudah terpenuhi itu adalah pembentukan PPID dan infrastuktur. Itu pun dengan sejumlah kekurangan di sana-sini. Padahal, sebagai badan publik, Pemerintah Kota Jakarta Selatan wajib menerapkan UU KIP dan peraturan pelaksananya. Semenjak UU KIP resmi diberlakukan pada April 2010 Pemerintah Kota Jakarta selatan yang berada di bawah koordinasi Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah melakukan dua kali program sosialisasi. Sosialisasi pertama menghadirkan redaktur salah satu surat kabar harian dan Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat Henny S. Widyaningsih, dengan materi utama penyusunan kategorisasi informasi sebagaimana diwajibkan UU KIP. Sosialisasi kedua diselenggarakan secara internal dengan fokus memberikan pemahaman kepada pejabat Pemerintah Kota Jakarta Selatan mengenai prosedur pelayanan informasi.

PPID dan infrastruktur pelayanan informasi publik di Kota Jakarta Selatan dibentuk pada 2011. Seharusnya, sejak itu pelayanan informasi publik di Kota Jakarta Selatan mulai bergulir.59 Berdasarkan keterangan Anita Indrawati, hal ini belum dilakukan. Di Jakarta Selatan juga belum tersedia anggaran untuk penyebarluasan dan pelayanan informasi publik. Anita Indrawati menjelaskan, sampai dengan tahun 2012, Unit-Unit/SKPD di 59

Wawancara dengan Anita Indrawati Kepala Seksi Humas Wali Kota Jakarta Selatan pada tanggal 8 Agustus 2011. 76


lingkungan Kantor Kota Administrasi Jakarta Selatan termasuk suku dinas komunikasi, informatika dan kehumasan Kota Administrasi Jakarta Selatan belum

mengalokasikan

anggaran

untuk

implementasi

UU

KIP.

Di

Pemerintahan Jakarta Selatan Juga belum terbangun sistem informasi yang terpusat.

60

Berikut paparan lengkap temuan Tim Peneliti di Kota Jakarta

Selatan.

4.1. Produk Hukum Hingga penelitian ini berakhir, kami tidak menemukan adanya produk hukum

yang

berkaitan

dengan

operasionalisasi

UU

KIP

di

lingkup

Pemerintahan Kota Jakarta Selantan. Satu-satunya produk hukum yang digunakan sebagai dasar pelayanan informasi publik di Kota ini adalah Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta (yang belum diketahui detailnya) yang menjadi

dasar

pembentukan

PPID

di

Pemerintahan

Kota.

Padahal

sebagaimana yang terjadi di beberapa instansi publik lain, disamping untuk membentuk PPID produk hukum internal sangat dibutuhkan sebagai acuan kategorisasi informasi publik sebagaimana diminta oleh UU KIP. Selain itu, Pemerintah Kota Jakarta Selatan juga belum memiliki standar operasional prosedur pelayanan informasi publik. Tapi pejabat humas Pemerintah Kota Jakarta Selatan menuturkan, kategorisasi informasi dan standar operasional prosedur baru bisa mereka rampungkan jika sudah ada peraturan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentang Standar Layanan Informasi publik.61

4.2.

Keberadaan PPID PPID di Pemerintah Kota Jakarta Selatan sudah terbentuk pada tahun

2011 dengan dasar Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta (tim peneliti tidak bisa menjelaskan secara detail tentang PPID, karena tim peneliti tidak memiliki SK PPID). Pejabat PPID dipegang oleh Kepala Bagian Umum dan Protokol Pemerintah Kota Jakarta Selatan. Tapi yang sudah terbentuk hanya 60

Wawancara dengan Anita Indrawati Kepala Seksi Humas Walikota Jakarta Selatan pada tanggal 14 Juni 2012 61 Wawancara dengan Anita Indrawati Kepala Seksi Humas Wali Kota Jakarta Selatan pada tanggal 8 Agustus 2011 77


PPID di kantor walikota, sementara PPID di tingkat kecamatan dan kelurahan belum terbentuk. Padahal, bagi pemerintahan kota/kabupaten, di mana pelayanan publik lebih banyak dilakukan di kantor-kantor kecamatan dan keluarahan,

urgensi

PPID

di tingkat

kecamatan dan kelurahan tak

terbantahkan. Dengan kehadiran PPID di kantor kecamatan atau kelurahan, warga kota bisa lebih mudah dan cepat dalam mengakses informasi publik yang mereka butuhkan.

4.3.

Pelayanan Informasi Publik

4.3.1. Kondisi Obyektif Dalam hal pelayanan informasi publik, pemerintah Kota Jakarta Selatan termasuk pemerintahan dengan pelayanan informasi yang buruk. Ini berdasar temuan Ketua Dewan Kota Jakarta Selatan Firdaus Turmudzi.62 Dia mencontohkan, dalam sebuah pertemuan yang melibatkan ketua RT dan RW di daerah Gandaria Utara, terungkap bahwa informasi mengenai programprogram yang sudah dilaksanakan Pemerintah Kota Jakarta Selatan belum tersampaikan ke semua Rukun Tetangga dan Rukun Warga tersebut. Bahkan menurut Firdaus, informasi-informasi publik yang sifatnya mendasar, di Kota ini, belum sepenuhnya tersebar luas ke seluruh warga. Semisal informasi tentang Kartu Tanda Penduduk dan Informasi mengenai Kartu Keluarga.63 Informasi publik di Jakarta Selatan masih menjadi barang mewah, karena hanya bisa diakses oleh kelas menengah yang sadar teknologi, misalnya melalui internet. (Tim peneliti tidak bisa menggambarkan secara lengkap jumlah pengajuan informasi, penanganan informasi, dan sengketa informasi. Data tidak tersedia. Tim peneliti juga tidak bisa menceritakan tentang peraturan-peraturan yang menjadi dasar hukum pelayanan informasi, karena data tidak tersedia.)

62

Wawancara dengan Firdaus Turmudzi, Ketua Dewan Kota Jakarta Selatan pada tanggal 28 Mei 2012. 63 Wawancara dengan Firdaus Turmudzi, Ketua Dewan Kota Jakarta Selatan pada tanggal 28 Mei 2012 78


4.3.2. Temuan dan Analisis Tidak adanya peraturan yang menjadi dasar bagi pelayanan informasi publik di lingkup Pemerintahan Kota Jakarta Selatan, ditengarai sebagai pangkal semua ketidakberesan dalam pelayanan informasi publik di Kota Jakarta Selatan. UU KIP misalnya mengamanatkan adanya informasi yang “wajib disediakan dan diumumkan secara berkala�. Di lembaga publik lain, masuk kategori ini adalah informasi mengenai berapa jumlah permohonan informasi yang diajukan publik dan bagaimana mekanisme pelayanan dan penangannya.

Namun,

bahkan

untuk

penelitian

ini,

kami

kesulitan

menemukan data yang sistematis dan valid menyangkut jumlah dan mekanisme pelayanan informasi publik di sana. Lantaran ketiadaan petunjuk teknis ini, terutama soal kategorisasi informasi, bisa mengerti kalau banyak aparatur Pemerintah Kota Jakarta Selatan seolah tidak siap memberikan

pelayanan informasi publik sesuai

yang ditetapkan oleh UU KIP. Kami juga menemukan ada sebagian aparatur yang

tampak

enggan

mengimplementasikan

UU

mempersoalkan apakah semua informasi harus terbuka.

KIP 64

dan

masih

Para aparatur ini

belum memahami bahwa informasi publik adalah hak konstitusional warga negara. Buruknya pelayanan informasi ini karena pemerintah Kota Selatan tidak memiliki political will yang baik. Ini tergambar dari tidak adanya anggaran, tidak adanya program pengembangan sumber daya manusia, dan masih banyaknya aparatur yang kurang setuju dengan keterbukaan informasi. Ini tergambar dari belum diikutinya batasan hari yang ditetapkan UU KIP dalam pelayanan informasi.65

64

Wawancara dengan Anita Indrawati Kepala Seksi Humas Wali Kota Jakarta Selatan pada tanggal 8 Agustus 2011 65 Wawancara dengan Anita Indrawati Kepala Seksi Humas Walikota Jakarta Selatan pada tanggal 14 Juni 2012 79


4.4.

Infrastruktur Pelayanan Informasi

4.4.1. Kondisi Obyektif Infrastruktur

pelayanan

informasi

yang

sudah

dibangun

oleh

Pemerintah Kota Jakarta adalah alat informasi mengunakan komputer layar sentuh yang terdapat di kantor humas pemerintah kota Jakarta Selatan, dan laman internet. Informasi yang tersaji dan disediakan komputer layar sentuh ini adalah informasi tentang profil dan program dari satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemerintahan Kota Jakarta Selatan. Situs www.selatan.jakarta.go.id juga dikelola sebagai salah satu upaya pelayanan informasi publik. Laman memiliki beberapa halaman informasi antara lain: home, profil wilayah pemerintahan, statistik, pariwisata, agenda walikota, pelayanan, dan kotak saran. Pada link profil wilayah tersedia informasi mengenai geografi, demografi, kecamatan dan kelurahan, serta potensi kota. Sementara jika kita masuk ke saluran statistik, tersedia informasi mengenai

statistik

pemerintahan

dan

ketertiban,

penduduk

dan

ketenagakerjaan, sosial, perdagangan dan pariwisata. Di saluran pariwisata tersedia informasi mengenai tempat wisata, budaya betawi, hotel, tempat belanja dan restoran. Jadwal kegiatan Walikota Jakarta Selatan dapat dilihat pada link agenda walikota, sedangkan di saluran pelayanan tersedia informasi mengenai pelayanan UPT dan pelayanan Samsat. Pengaduan, masuka dan saran perbaikan bagi penyelenggaraan pemerintah Kota dapat diberikan melalui kanal kotak saran. (Tim Peneliti tidak bisa menceritakan secara lengkap mekanisme operasional infrastuktur dan SDM yang menopangnya, karena data tidak tersedia) Di pemerintahan Kota Jakarta Selatan juga belum terbangun sistem informasi terpusat.

4.4.2. Temuan dan Analisis Meski memiliki laman internet sendiri, Pemerintah Kota Jakarta Selatan ternyata belum memuat informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala sebagaimana diatur dalam UU KIP. Laman ini hanya berisi informasi-informasi umum

tentang Pemerintahan Kota dan keadaan Kota

Jakarta Selatan. Contoh, di laman ini hanya ada agenda walikota, padahal UU 80


KIP meminta badan publik secara berkala mengumumkan informasi mengenai kegiatan dan kinerjanya. Di laman ini juga tidak disediakan penjelasan kinerja dan laporan keuangan yang sudah digunakan oleh pemerintahan kota Jakarta Selatan.66

4.5.

Kesimpulan dan Rekomendasi Tim Peneliti berpendapat, Pemerintah Kota Jakarta Selatan belum

berhasil mengimplementasikan UU KIP dan peraturan pelaksananya secara baik. Dari empat indikator yang kami pakai sebagai ukuran keberhasilan, hanya dua indikator yang dipenuhi. Yakni, terbentuknya PPID dan infrastruktur pelayanan informasi. Tapi ini pun belum sempurna. PPID hanya ada di tingkat walikota,

padahal warga kota sehari-hari lebih banyak berurusan dengan

kantor kecamatan dan kelurahan. Demikian pula, infrastruktur informasi, terkesan hanya sekadar ada, tanpa fasilitas bagi warga untuk mengajukan permohonan informasi publik. Dari temuan-temuan ini, kami menyimpulkan Pemerintah Kota Jakarta Selatan tidak punya kemauan yang sungguh untuk menerapkan UU KIP. Untuk perbaikan pelayanan informasi di lembaga publik ini, kami merekomendasikan beberapa hal. Pertama, segera ditetapkan kategorisasi informasi publik dalam ruang lingkup Pemerintahan Kota Jakarta Selatan sebagaimana disyaratkan UU KIP dan peraturan pelaksananya. Kedua, perlu segera dibuat peraturan mengenai standar layanan informasi dan standar operasional prosedur pelayanan informasi publik. Ketiga, secepatnya dibentuk PPID di tingkat kecamatan dan kelurahan. Keempat, perlu dibangun sistem informasi

terpusat untuk memberikan pelayanan yang cepat dan efisien

kepada warga pemohon informasi publik. Kelima, perlu diadakan sosialisasi secara berkala kepada aparatur birokrasi untuk menguatkan pemahaman aparatur birokrasi tentang UU KIP dan keterbukaan informasi. Keenam, laman milik Pemerintah Kota Jakarta Selatan perlu dibenahi dan isinya sebaiknya disesuaikan dengan UU KIP.

66

Kewajiban ini tercantum di dalam pasal 9 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik 81


Bab V Capaian Pemerintah Kabupaten Jembrana Meski tidak ada produk hukum internal, dan PPID yang sudah terbentuk belum memiliki struktur kelengkapan organisasi. Penelitian ini menemukan dalam upaya implementasi UU KIP, beberapa upaya sudah dilakukan Pemerintah Kabupaten Jembrana. Diantaranya adalah sosialisasi sudah dilakukan tiga kali. Sosialisasi pertama kepada Kepala SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jembrana, dengan pemberi materi Kepala Dinas Hubkominfo Kabupaten Jembrana. Materi yang dibahas mengenai kewajiban Badan Publik dalam pelayanan informasi publik. Sosialisasi kedua pesertanya pegawai di lingkungan pemerintah Kabupaten Jembrana, Materi yang dibahas isi UU KIP. Sosialisasi ketiga ditujukan kepada organisasi wanita di Kecamatan Mendoyo dan Pekutatan.. Pelayanan informasi publik oleh Pemerintah Kabupaten Jembrata telah cukup baik. Mereka juga memiliki infrastruktur pelayanan informasi yang menjangkau hampir seluruh warga kabupaten dan sistem informasi yang terpusat. Semua ini dimungkinkan karena ada dukungan finansial dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pengadaan infrastuktur informasi dan keseriusan aparatur pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan informasi. Di luar fakta positif tersebut di atas, terdapat kelemahan dalam implementasi UU KIP dan peraturan pelaksananya oleh Pemerintah Kabupaten yang berada di bawah koordinasi Pemerintah Provinsi Bali. Paling pokok, pemerintah belum membuat Standar Operasional Prosedur dan belum memiliki kategori informasi yang pasti untuk pelayanan informasi publik dalam ruang lingkup Pemerintahan Kabupaten Jembrana.67

67

Wawancara dengan Kepala Bidang Humas Dinas Hubkominfo Pemkab Jembrana, Komang Supartapada tanggal 21 Juli 2011 82


Dalam bab ini kami akan menyajian temuan penelitian tentang capaian Pemerintah Kabupaten Jembrana dalam implementasi keterbukaan informasi. Ukuran yang digunakan untuk memotret capaian ini adalah ukuran yang terdapat di UU KIP dan peraturan pelaksananya, yakni: keberadaan PPID, pelayanan

permohonan

informasi

publik,

dan

infrastruktur

pelayanan

informasi.

5.1.

Keberadaan PPID Di kabupaten Jembrana PPID sudah terbentuk sejak tanggal 10

November 2010. Pembentukan ini berdasar Surat Keputusan Bupati Jembrana Nomor: 1032/Hubkominfo/2010 tanggal 10 Nopember 2010 tentang Penetapan Petugas Pengelola Informasi Dan Dokumentasi ( PPID ). Pejabat PPID di Kabupaten Jembrana adalah kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika kabupaten Jembrana. Struktur kelembagaan PPID belum terbentuk.(Tim peneliti tidak bisa menceritakan secara lengkap karena datadatanya tidak tersedia) PPID sudah terbentuk, namun masih terdapat kekurangan, struktur organisasi

kelembagaannya

belum

terbentuk.

Selain

itu,

pemerintah

Kabupaten Jembrana juga belum membuat produk hukum yang mengatur kategorisasi informasi publik sebagaimana diminta oleh UU KIP. Juga belum ada aturan mengenai standar operasional prosedur pelayanan informasi publik sebagaimana diminta oleh Peraturan Komisi Informasi Nomor 01 Tahun 2010. Penyebab semua ini karena sebagian besar aparatur kurang menguasai UU KIP dan peraturan pelaksananya. Ini dapat dipahami mengingat Bimbingan teknis kepada aparatur mengenai UU KIP belum pernah diselenggarakan oleh pemerintah Kabupaten Jembrana.68

68

Wawancara pada tanggal DS Surya, Humas Kabupaten Jembrana. Senin, 18 Juni 2012 83


5.2.

Pelayanan Informasi Publik

5.2.1. Kondisi Obyektif Pemerintah

Kabupaten

Jembrana

telah

melayani

permohonan

informasi dari masyarakat, baik pemohon infomasi yang datang ke kantor pemerintahan ataupun yang menyampaikan permohonan melalui saluransaluran pelayanan informasi yang mereka sediakan. Di Jembrana, warga bisa mengakses informasi publik melalui telepon, faksimili, short message service, dan surat elektronik. Setiap permintaan informasi diproses dengan cepat. Dalam pelayanan informasi publik ini, yang menjadi ujung tombak adalah pejabat di bidang hubungan masyarakat dan petugas informasi yang berada di bawah koordinasinya, operator yang ditugaskan mengoperasikan infrastuktur informasi, dan aparatur desa. Mekanisme pelayanan informasi diselenggarakan sebagai berikut; pemohon yang memohon informasi diminta membuat surat permohonan data atau dokumen. Pejabat PPID kemudian mencatat semua hal yang dimohonkan. Setelah itu pemohon akan diberikan bukti nomor pendaftaran. Tahap akhir, PPID akan memberikan data yang dipinta.69 Para pejabat humas yang melayani permintaan informasi secara umum, cukup menguasai prosedur pelayanan informasi dan permasalahan pemerintahan Kabupaten Jembrana. Data-data berbagai satuan kerja pemerintahan Kabupaten Jembrana dikuasai dengan baik. Misal, data mengenai kependudukan, data mengenai layanan kesehatan, data mengenai pendidikan, dan data mengenai kemiskinan. Selain itu, para pejabat ini juga menguasai prosedur pelayanan informasi, sistem informasi, dan cara kerja sistem tersebut.70. Kami mendapat kesan, petugas informasi dan operator infrastruktur informasi memiliki semangat untuk melayani permintaan informasi dari publik. Setiap anggota masyarakat yang datang memohon informasi, selalu dilayani dengan sigap dan cekatan. Ini dapat dimengerti karena para petugas tersebut telah mengikuti program pendidikan dan latihan mengenai prosedur pelayanan 69

Wawancara Wawancara pada tanggal DS Surya, Humas Kabupaten Jembrana. Senin, 18 Juni 2012 Kepala Bidang Humas Pemerintahan Kabupaten Jembrana dan aparatur di bawahnya cukup fasih menerangkan tentang angka kemiskinan, pertumbuhan penduduk, potensi kabupaten, dan berbagai kebijakan publik lainnya. Wawancara pada tanggal 21 Juli 2011

70

84


informasi dan cara mengoperasikan infrastruktur informasi. Pendidikan dan pelatihan ini diselenggarakan oleh Kantor Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah Kabupeten Jembrana. Biaya pendidikan dan pelatihan ini menjadi tanggungan Kantor Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Jembrana.71 Pelatihan serupa juga diberikan kepada para apatur desa se-Kabupaten Jembrana. Setiap desa mengirim utusan sebanyak dua orang. Selesai mengikuti pendidikan dan pelatihan mereka diangkat menjadi operator infrastruktur informasi di desa-desa, yang sekaligus juga menjadi petugas informasi.72 Berikut dipaparkan data permohonan informasi yang masuk ke pemerintah kabupaten Jembrana sejak tahun 2010 hingga tahun 2011. Pada Tahun 2010, tidak terdapat permohonan informasi. Di tahun 2011, terdapat 15 permohonan informasi yang disampaikan oleh satu pemohon, Forum Jembrana Transparansi (FJTA). Permohonan ini disampaikan pada bulan Nopember 2011 dan dapat dipenuhi di bulan Januari 2012. Di tahun 2012 tidak terdapat permohonan informasi.73 15 jenis permohonan informasi yang dimohonkan tersebut adalah 5 jenis dengan rincian :RPJMD Jembrana 2011-2015, RKPD Jembrana 2010,2011,2012, KUA Jembrana tahun 2010,2011,2012, KUA Perubahan Jembrana tahun 210 dan 2011,PPAS Jembrana tahun 2010,2011,2012, PPAS Perubahan

2010,2011,Penjabaran

APBD

Kabupaten

Jembrana

tahun

2010,2011,2012, Penjabaran APBD Perubahan Kabupaten Jembrana tahun 2010,2011,Penjabaran APBD Realisasi Kabupaten Jembrana tahun 2010, LPJ Penggunaan APBD tahun 2009 dan 2010 Kabupaten Jembrana,Profil Sektor Pendidikan,Kesehatan dan Pertanian Kabupaten Jembrana, Renstra SKPD

Dinas

PKL

Kabupaten

Jembrana

2011,2012,

Renstra

Dinas

Perindustrian, Perdagangan dan Koerasi Kabupaten Jembrana tahun 2011 dan 2012, Renstra Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial kabupaten Jembrana tahun 2011 dan 2012, dan Renstra Dinas Pendidikan pemuda Olah

71

Wawancara dengan Kepala Bidang Humas Dinas Hubkominfo Pemkab Jembrana, Komang Supartapada tanggal 21 Juli 2011 72 Ibid 73 Wawancara Wawancara pada tanggal DS Surya, Humas Kabupaten Jembrana. Senin, 18 Juni 2012 85


raga, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jembrana tahun 2011 dan 2012.74

5.2.2. Temuan dan Analisis Pemerintahan Kabupaten Jembrana sudah berupaya untuk melakukan pelayanan informasi publik dengan baik. Pendidikan dan pelatihan untuk para petugas pelayanan informasi publik, juga aparatur desa, memperlihatkan bahwa pemerintah Kabupaten Jembrana sangat serius dalam melayani permohonan informasi dari publik. Dari sisi lain, ikut sertanya aparatur desa dalam

pendidikan dan pelatihan pelayanan informasi menunjukkan bahwa

pemahaman mengenai keterbukaan informasi publik di kalangan di kalangan aparatur pemerintahan Jembrana sudah sangat merata. Kesigapan dan kecekatan petugas informasi dan operator informasi di pusat-pusat pelayanan informasi di lingkungan pemerintahan Kabupaten Jembrana merupakan bukti kongkrit keberhasilan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah Kabupaten Jembrana dalam mempersiapkan petugas pelayanan informasi. Para pejabat humas dan petugas informasi di Pemerintah Kabupaten Jembrana merupakan potret yang tidak umum dalam birokrasi Indonesia. Umumnya, sebagian besar aparatur birokrasi di Indonesia kurang menguasai masalah yang berada di bawah otoritasnya. Di Jembrana Tim Peneliti menemukan, para pejabat humas dan petugas informasi sangat menguasai bidang kerjanya, dan memiliki pengetahuan yang komprehensif mengenai berbagai informasi dan masalah dalam lingkup pemerintahan Kabupaten Jembrana. Temuan ini menggugurkan hipotesis umum bahwa aparatur birokrasi sulit melayani tapi ingin dilayani. Sebagai efek langsung dari keseriusan dan kemauan bersama inilah, Informasi publik sebagian besar telah tersebar secara merata ke seluruh warga kabupaten. Capaian prestasi ini tidak terlepas dari peran Bidang Hubungan Masyarakat pada Pemerintah Kabupaten Jembrana sebagai pelayan informasi publik, Bidang Komunikasi dan Informasi yang mengelola 74

Ibid 86


sistem dan infrastruktur informasi publik, petugas informasi dan operator infrastruktur informasi, serta aparat desa yang terlibat menjadi petugas dan operator informasi. Sisi lainnya, pelayanan informasi masih belum memenuhi ketentuan UU KIP. Batas waktu yang diminta UU KIP belum dipenuhi. Penyebabnya adalah informasi masih dikuasai oleh SKPD-SKPD, dan para petugas belum sepenuhnya memahami tentang tugas, kewajiban dan wewenangnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

5.3.

Infrastruktur Pelayanan Informasi

5.3.1. Kondisi Obyektif Infrastruktur

pelayanan

informasi

yang

sudah

dibangun

oleh

Pemerintah Kabupaten Jembrana adalah J.Net yang merupakan singkatan dari Jimbarwana Networking. Yang dimaksud dengan J.Net adalah Jaringan internet yang mengintegrasikan Kecamatan, desa-desa, sekolah, dan lembaga lain se-Kabupaten Jembrana. Pembangunan J.Net ini dimaksudkan untuk meningkatan kualitas pelayanan publik dan kualitas pendidikan, serta diseminasi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi kepada kalangan masyarakat.75 Sistem J.Net ini terdiri dari infrastruktur berupa perangkat komputer dan jaringan internet di pusat pemerintahan, yang terhubung dengan komputer dan jaringan internet di setiap instansi

di bawah koordinasi pemerintahan

Kabupaten Jembrana. Awalnya J.Net dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana. Tapi infrastruktur ini kemudian dihibahkan kepada instansi-instansi terkait seperti sekolah, desa, dan yang lain. Kini pemeliharaan J.Net dilakukan secara swadaya oleh masyarakat menggunakan anggaran desa. Pembangunan J.Net tidak menghabiskan banyak biaya karena Pegawai Negeri Sipil di instansi-instansi terkait ikut dilibatkan sebagai 75

Ibid 87


operator. Pelatihan cara mengoperasikan infrastruktur ini pun tak memerlukan anggaran besar karena para instruktur didatangkan dari Bidang Komunikasi dan Informasi Pemerintah Kabupaten Jembrana. J.Net setidaknya memberikan tiga manfaat. Pertama, terbangunnya sistem informasi yang terpusat. Kedua, koordinasi antara bupati dengan instansi-instansi yang ada di bawahnya menjadi lebih mudah. Ketiga, pemegang kebijakan dapat lebih cepat menangkap aspirasi yang disampaikan anggota masyarakat di akar rumput. Bupati Jembrana sering mengadakan tatap muka virtual dengan aparat desa dan anggota masyarakat melalui J.Net. Instansi-instansi yang berada di bawah koordinasi Pemerintah Kabupaten Jembrana pun dapat mengakses kebijakan yang telah disusun bupati lewat jaringan ini.76 Pada awal

pembangunannya J-Net tidak

mengalami masalah.

Segalanya berjalan dengan baik. J-Net telah menjadi inovasi baru dalam pelayanan informasi bagi publik. inovasi yang belum pernah ada di tempat lain. Dalam perkembangannya, J-Net mengalami masalah. Instansi-instansi yang dihibahkan perangkat J-Net tidak mampu membiayai pemeliharaan infrastruktur ini. Perangkat J-Net di sebagian besar sekolah dasar di Kabupaten Jembrana tidak berfungsi, karena tidak terawat dan terbelengkalai. Hal ini dibenarkan oleh Kepala Dinas Dikporaparbud Kabupaten Jembrana. Bahkan beliau mengatakan kondisi tiang penyangga fasilitas internet tersebut keropos dan dikhawatirkan roboh.77 Bali post melaporkan tower J-Net pernah ada yang menimpa rumah penduduk.78 Pemerintah

Kabupaten

Jembrana

pernah

mewacanakan

untuk

membiayai pengelolaan J-Net dari dana BOS, di kemudian hari wacana itu tidak jadi dilaksanakan. Pertimbangannya, setelah dikalkulasi, biaya yang dibutuhkan sangat besar. Bupati Kabupaten Jembrana, I Putu Artha, lebih memprioritaskan membangun gedung sekolah, laboratorium, dan alat sekolah lainnya, seperti meja dan kursi.79 Banyaknya perangkat J-Net yang rusak dan tidak terawat ini mengundang kritik dari ketua Komisi C DPRD Kabupaten 76

Ibid http://bali.antaranews.com/berita/15055/perangkat-j-net-di-jembrana-terbengkalai 78 Bali Post, Jumat, 1 Juli 2011 79 Ibid. Keluhan terhadap J-Net ini juga disampaikan anggota masyarakat melalui laman milik pemerintah Kabupaten Jembrana 77

88


Jembrana. Kritiknya, seharusnya biaya pemeliharaan J-Net dianggarkan dalam anggaran satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD), masyakarat jangan dibebani untuk pemeliharaan ini.80 Infrastruktur lain yang sudah dibangun dalam rangka pelayanan informasi

publik

adalah

laman

di

internet.

Nama

situsnya

www.jembranakab.go.id. Di laman ini terdapat berbagai saluran antara lain: profil, fasilitas, pemerintahan, pariwisata, galeri, berita, dan informasi publik. Kanal profil berisi informasi tata ruang, infrastruktur, kependudukan, ekonomi, sosial budaya, sejarah, arti lambang, pendidikan, dan kesehatan. Di saluran fasilitas tersedia informasi fasilitas pendidikan, kesehatan, keamanan, olahraga, dan pertemuan. Informasi tentang eksekutif, produk hukum, APBD dan PAD, aparatur pemerintahan, dapat ditemukan di kanal pemerintahan. Sedangkan informasi mengenai akomodasi, objek wisata, dan event, tersedia di kanal pariwisata. Di saluran Galeri tersedia foto dan video dan foto kegiatan pemerintahan. Kanal berita menyediakan berita mengenai Jembrana, SKPD, agenda pemerintahan, atau pengumuman yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat. Akhnirnya, pada saluran informasi publik, tersedia informasi tentang profil Jembrana, perizinan, beasiswa, lowongan kerja, harga pasar, dan Jaminan Kesehatan Bali Mandara. Infrastruktur informasi lain yang sudah dibangun adalah Media Informasi Touch Screen. Media Informasi ini berisi data profil jembrana, potensi wisata, dan syarat-syarat perijinan. Media ini ditempatkan di kabupaten dan kecamatan-kecamatan untuk mempermudah masyarakat memperoleh informasi.

80

Bali Post, Jumat, 1 Juli 2011 89


Gambar 5.1. Media Touch Screen

Infrastruktur lainnya yang sudah dibangun adalah SMS Center and Broadcast. Infrastruktur ini dibangun untuk memberikan informasi kepada masyarakat apabila terdapat kegiatan yang melibatkan partisipasi masyarakat. Sampai saat ini database di SMS Center and Broadcast menyimpan Nomor 195.543 nomor mobile phone milik masyarakat kabupaten Jembrana.81 Infrastruktur pelayanan informasi lain yang sudah dibangun adalah ATM Palugada. Di dalam alat ini terintegrasi beberapa database SKPD-SKPD. ATM ini berisi data kependudukan, kepegawaian, perizinan, dan pelayanan

81

Wawancara Wawancara pada tanggal DS Surya, Humas Kabupaten Jembrana. Senin, 18 Juni 2012 90


rumah sakit.. ATM ini bekerja dengan cara membaca chip yang ada pada KTP.82 ATM ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat dalam waktu cepat. Dia berisi data pribadi dan dokumen seluruh penduduk Kabupaten

Jembrana.

Tujuan

pengadaan

infrastruktur

ini

untuk

mempermudah pengurusan perizinan, terutama saat dokumen-dokumen yang disyaratkan dalam sebuah urusan tidak dibawa. Warga yang kehilangan dokumen pribadi bisa mendapatkan back up informasi dari mesin ini. Melalui bantuan ATM ini informasi yang dibutuhkan dapat dicetak saat itu juga melalui bantuan petugas informasi dan operator infrastruktur. Cara menggunakannya sangat mudah, cukup dengan memasukkan Kartu Tanda Penduduk ke dalam mesin. Gambar 5.2. Petugas sedang memeragakan ATM Palugada

82

Wawancara Wawancara pada tanggal DS Surya, Humas Kabupaten Jembrana. Senin, 18 Juni 2012 91


Gambar 5.3. Mesin ATM Palugada

Infrastruktur lainnya yang sudah dibangun adalah papan-papan informasi yang mudah diakses oleh publik. Papan ini sengaja disediakan di tempat-tempat yang mudah terlihat publik. berikut gambar papan informasi.

92


Gambar 5.4. Papan Informasi Pemerintah Kabupaten Jembrana (1)

Gambar 5.5. Papan Informasi Pemerintah Kabupaten Jembrana (2)

93


Gambar 5.6. Papan Informasi Perizinan Pemerintah Kabupaten Jembrana

Infrastruktur lainnya yang sudah terbangun adalah, infrastruktur informasi terpusat di NOC Kantor Bupati. Seluruh server dari aplikasi yang ada di Pemkab Jembrana sudah diletakan di NOC (Net Operation Countrol) yang berada di salah satu ruangan khusus pada Dinas perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Jembrana.83

5.3.2. Temuan dan Analisis J.Net merupakan inovasi Pemerintah Kabupaten Jembrana dalam hal manejemen informasi yang menurut Tim Peneliti telah sangat membantu terbentuknya sistem birokrasi kabupaten yang efektif dan efisien. Semua informasi mengenai pemerintahan dan penduduk terdata dengan baik sistem jaringan informasi ini. Sistem ini memudahkan bupati untuk mengawasi bawahannya, dan memungkinkan masyarakat memantau secara langsung kinerja bupati. Melalui jaringan ini bupati juga lebih mudah menyerap aspirasi 83

Wawancara Wawancara pada tanggal DS Surya, Humas Kabupaten Jembrana. Senin, 18 Juni 2012 94


warga secara langsung. Dengan J.Net, Pemerintah Kabupaten Jembrana telah membangun kultur birokrasi yang transparan dan akuntabel. Ini inovasi yang layak dicontoh oleh penyelenggara pemerintahan lain di Indonesia. Meskipun demikian tetap ada hal yang perlu dijadikan catatan penting. Dalam perkembangannya J-Net tidak terawat dan terbelengkalai karena instansi-instansi yang dihibahkan perangkat ini tak sanggup membiayai infrastruktur J-Net. Kesalahan ini ada di pihak pemerintah Kabupaten Jembrana,

yang

tidak

memperhitungkan

dengan

cermat

pengadaan

infrastruktur ini. Seharusnya sejak awal sudah dilakukan kajian akademis yang matang dan terukur sebelum pembangunan infrastruktur dilaksanakan. Sehingga pengadaan infrastruktur ini tidak membebani masyarakat. Temuan ini

memperlihatkan

bahwa pemerintah

kabupaten Jembrana

memiliki

semangat pelayanan tapi kurang cermat dalam perencanaan. Temuan lain yang tak kalah menarik adalah ATM Palugada, yang kerap dikelakarkan menjadi “apa yang lu mau gua ada�. ATM ini telah memudahkan masyarakat mengakses data dirinya tanpa melalui prosedur yang rumit. Melalui jasa mesin ini hambatan-hambatan pelayanan informasi berkaitan dengan data diri seseorang, dapat teratasi dengan baik. Temuan lainnya adalah adanya papan informasi yang ditempatkan diberbagai tempat yang mudah diakses. Adanya media touch screen yang mempermudah masyarakat di kecamatan-kecamatan dalam mengakses kebijakan pemerintah tanpa harus datang ke kantor-kantor pemerintahan. Kemudian terdapat SMS center and broadcast yang semakin mendekatkan pemerintah dengan masyarakat. Melalui sms yang disebar, anggota masyarakat menjadi tahu apa yang sedang dikerjakan oleh pemerintahnya. Ini bentuk perwujudan good governance dimana terdapat keterlibatan publik dalam penyelenggaraan negara. Terakhir, dengan adanya Net Operation control (NOC) sistem informasi telah terbangun secara terpusat. Meski demikian tidak berarti Pemerintah Kabupaten Jembrana telah sepenuhnya menjalankan amanat UU KIP. Laman internet yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana, misalnya, belum memuat informasi yang 95


wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, sebagaimana yang diminta UU KIP. Laman ini juga belum berisi informasi laporan keuangan yang sudah digunakan oleh pemerintahan Kabupaten Jembrana.84 Hal lainnya, belum tersedianya data yang lengkap dari SKPD-SKPD di NOC. Data-data sebagian besar masih dikuasai oleh SKPD-SKPD. 5.4.

Kesimpulan dan Rekomendasi Capaian Pemerintah Kabupaten Jembrana dalam implementasi UU KIP

dan peraturan pelaksananya secara umum sudah baik. Dari empat indikator, tiga indikator sudah dipenuhi. Yakni adanya PPID, pelayanan informasi yang baik dan adanya infrastruktur pelayanan informasi. Kualitas pelayanan informasi dan infrastruktur pelayanan informasi di Kabupaten Jembrana termasuk yang terbaik, jika dibandingkan dengan tiga lembaga publik lain yang menjadi subjek teliti dalam penelitian ini. Berikut rekomendasi kami untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam implementasi UU KIP di Jembrana. Pertama, perlu segera dibuat kategorisasi informasi dalam ruang lingkup Pemerintahan Kabupaten Jembrana, sebagaimana disyaratkan UU KIP dan peraturan pelaksananya. Kedua, perlu segera dibentuk peraturan tentang Standar layanan informasi dan Standar operasional prosedur pelayanan informasi publik. Ketiga, isi laman milik Pemerintah Kabupaten Jembrana perlu disesuaikan dengan ketentuan yang terdapat di dalam UU KIP. Keempat, perlu dialokasikan anggaran untuk pemeliharaan J-Net di semua instansi di bawah koordinasi pemerintah

Kabupaten

Jembrana.

Agar

masyarakat

tidak

terbebani

pemeliharaan infrastruktur ini. Kelima, perlu dilengkapi data-data SKPD yang terpusat di NOC. Keenam, perlu diselenggarakan Bimbingan Teknik secara reguler kepada aparatur agar memahami secara lengkap UU KIP.

84

Kewajiban ini tercantum di dalam pasal 9 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik 96


Bab VI Melangkah Maju: Belajar dari Pengalaman

Manakala merancang penelitian ini, kami bersandar pada asumsi yang sangat sederhana bahwa implementasi UU KIP cuma persoalan teknis, dari membuat aturan pelaksanaan, membentuk struktur dan organisasi PPID, menentukan

kategori

informasi,

membangun

gerai

informasi,

hingga

menyediakan petugas informasi. Ternyata temuan di keempat subjek penelitian

–

Kementerian

Kesehatan,

Kementerian

Pendidikan

dan

Kebudayaan, Pemerintah Kota Jakarta Selatan dan Pemerintah Kabupaten Jembrana – menunjukkan ada pengaruh berbagai aspek lain pada keberhasilan

atau

kekurangberahasilan

sebuah

lembaga

publik

menyelenggarakan pelayanan informasi publik yang baik sesuai undangundang. Ada pengaruh politik, misalnya tampak pada kasus Pemerintahan Kota Jakarta Selatan. Ketika kami menanyakan alasan mengapa mereka belum memiliki kategori informasi publik yang baku, pejabat di sana menjawab mereka menunggu keputusan Gubernur DKI Jakarta mengenai hal tersebut.85 Ini dapat dipahami karena ada relasi kekuasaan yang bersifat struktural antara Provinsi DKI Jakarta dengan Kota Jakarta Selatan. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta melekatkan otonomi pada level provinsi, di mana para kepala daerah administrasi/kabupaten dalam wilayah DKI diangkat dan diberhentikan oleh gubernur atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam konteks ini Walikota Jakarta Selatan adalah bawahan dari Gubernur DKI Jakarta.

85

Wawancara dengan Anita Indrawati Kepala Seksi Humas Wali Kota Jakarta Selatan pada tanggal 8 agustus 2011 97


Fenomena Kota Jakarta Selatan ini amat berbeda dengan Kabupaten Jembrana. Meski masuk wilayah Provinsi Bali, Jembrana merupakan daerah otonom dengan kewenangan politis yang lebih besar dibandingkan Jakarta Selatan di bawah DKI. Bupati Jembrana juga dipilih langsung oleh warga melalui pemungutan suara lima tahun sekali. Perbedaan natur politik inilah yang kami pandang menjadi sebab mengapa Jembrana memiliki ruang untuk berkreasi dan berinovasi yang lebih luas dibandingkan dengan Jakarta Selatan. Pada lembaga publik yang otonom, yang memiliki kewenangan yang cukup luas untuk mengatur dirinya – dalam penelitian ini Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Pemerintah Kabupaten Jembrana – kami percaya pemimpin menjadi faktor penting yang menentukan maju mundurnya institusi tersebut dalam implementasi UU KIP. Itu sebabnya kami menduga, perbedaan kebijakan dalam implementasi UU KIP di Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian, dalam batasbatas tertentu, merupakan cerminan dari perbedaan karakter Menteri Kesehatan almarhumah Endang Rahayu Sedyaningsih dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh. Mungkin perlu penelitian tersendiri untuk menguji hipotesa ini. Bicara soal karakter aparatur, ada temuan menarik lain yang juga memunculkan pertanyaan baru, yakni: apa yang membuat aparatur dan petugas informasi di Jembarana tampak begitu spontan dan tulus melayani permintaan informasi dari warga, sementara aparatur di instansi lain, dalam hal

ini

Kementerian

Kesehatan

dan

Kementerian

Pendidikan

dan

Kebudayaan, mengaku terpaksa melakukan pelayanan karena takut pada ancaman UU KIP Nomor 14 Tahun 2008.86 Meski pada akhirnya mereka menghasilkan output yang sama, Tim Peneliti berkeyakinan, kualitas pelayanan yang diberikan oleh kedua tipe aparatur ini berbeda.

86

Dalam wawancara tanggal 13 Juli 2011, Kepala Sub Bidang Publikasi dan Layanan Informasi Kementerian Prawito menjelaskan bahwa UU KIP menakutkan bagi sebagian besar pegawai Kementerian Kesehatan, karena memuat banyak sanksi. Doddy Riyadi, pegawai Kementerian kesehatan yang diwawancarai pada hari yang sama menambahkan,sanksi yang ditakutkan adalah sanksi pidana. Sedangkan Erna, pegawai di Gerai Informasi Kementerian Pendidikan yang diwawancarai pada 27 Juni 2011 mengatakan, mereka sangat paham dengan konsekuensi hukum terhadap mereka jika permintaan informasi publik tidak dipenuhi. 98


Tentu saja masih ada banyak aspek lain yang mempengaruhi berbagai pilihan dan keputusan di setiap instansi subjek penelitian,

dalam

implementasi UU KIP. Antara lain, misalnya, kekuatiran lembaga bahwa penerapkan UU KIP bisa menjadi bumerang bagi mereka. Aspek psikologis ini tampak pada kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam hal infomasi yang dikecualikan. Pasal 18 Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 50 Tahun 2011 misalnya menegaskan bahwa, terhadap informasi yang kalau dibuka berpotensi mengganggu citra Kementerian akan dikenakan uji konsekuensi. Berikut ringkasan hasil penelitian ini, yang kami harapkan bisa menjadi semacam peta kecil untuk memahami dinamika implementasi UU KIP di lembaga-lembaga publik.

6.1. Kendala Umum

Setidaknya ada enam hal atau faktor yang kami catat menjadi sebab rendahnya pencapain subjek penelitian dalam hal implementasi UU KIP. Pertama, faktor PPID yang belum terbentuk. Ini kasus Jakarta Selantan dan Jembrana. Dengan catatan, untuk Jembrana, meski belum memiliki PPID, pemerintah kabupaten ini telah berhasil membangun sistem pelayanan informasi yang menjangkau hingga wilayah pedesaan. Hal lain, harusnya PPID dan serta petugas informasi tersedia hingga pada unit pelaksana teknis, tapi dalam kasus Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini belum sepenuhnya terlaksana. Kedua, faktor kategorisasi informasi. Tidak adanya, atau kurang lengkapnya pengaturan soal kategori informasi sering menyebabkan petugas informasi bingung dalam melakukan pelayanan informasi publik. Juga, instansi akhirnya tidak dapat menjalankan perintah UU KIP, misalkan dalam hal mengumumkan informasi-informasi yang bekaitan denga program kerja institusi atau penggunaan anggaran. Hal ini dialami semua subjek penelitian. Kementerian Kesehatan bermasalah dengan informasi yang dikecualikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga belum memiliki kategorisasi yang tegas dan spesifik soal informasi yang dikecualikan, dan kurang jelas 99


pada bagian informasi publik yang perlu diumumkan secara serta merta. Pemerintah Kota Jakarta Selatan dan Pemerintah Kabupaten Jembrana bahkan sama sekali belum membuat kategorisasi informasi. Tim Peneliti menduga ini terjadi karena instasi tidak memiliki otonomi dan menunggu keputusan dari lembaga publik yang berkedudukan lebih tinggi (Jakarta Selatan), ada kekhawatiran keterbukaan informasi bisa berimplikasi buruk terhadap lembaga dan aparatur lembaga publik (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), lemahnya koordinasi antar pejabat PPID (Kementerian Kesehatan)87, atau untuk alasan yang belum diketahui (Kabupaten Jembrana). Ketiga, faktor standard operasional prosedur pelayanan informasi publik dan standard layanan informasi. Baru Kementerian Kesehatan yang memiliki standard-standard seperti yang diatur dalam Peraturan Komisi Informasi Nomor 01 Tahun 2010. Akibatnya, sistem dan prosedur pelayanan di Kementerian Kesehatan lebih teratur dan lebih baik dibandingkan dengan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan di Pemerintah Jakarta Selatan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berusaha efisien dengan sekadar mengubah struktur kehumasan menjadi PPID. Cuma, karena yang diubah hanya nama, sementara organisasi dan fungsinya tampak tidak ditata ulang, inovasi ini tidak memberikan hasil yang memuaskan. Anomali terjadi pada Pemerintah Kabupaten Jembrana. Meski belum menetapkan standard layanan informasi sesuai ketentuan Komisi Informasi, pelayanan informasi publik di Jembrana ternyata lebih cepat dan lebih efektif dibanding tiga lembaga publik lain yang diteliti. Ini antara lain karena Pemerintah Jembrana memiliki petugas informasi di hampir setiap kantor pemerintahan, di samping kenyataan bahwa informasi terkait publik dan aktivitas pemerintah di Jembrana sudah terpusat. Di sisi lain, Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah Kabupaten Jembrana punya andil besar dalam mempersiapkan petugas informasi yang handal. Keempat, faktor sistem informasi terpusat. Manfaat sistem informasi terpusat bisa dilihat pada praktek pengelolaan informasi publik di Kabupaten Jembrana. Terutama, pelayanan informasi menjadi lebih cepat, mudah, dan

87 Wawancara dengan Prawito, Kasubbid Publikasi dan Layanan Informasi Kementerian Kesehatan, pada tanggal 13 Juli 2011. 100


efisien. Malah, dengan sistem jaringan atau J.Net dan ATM Palugada, layanan informasi pada pemerintahan Jembrana bisa realtime. Kelima, faktor alokasi dana untuk pelayanan informasi publik. Kami mengamati, meski bukan merupakan penentu utama dana ikut menunjang keberhasilan implementasi UU KIP di lembaga-lembaga subjek penelitian. Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Kabupaten Jembran yang secara khusus mengalokasikan dana untuk pelayanan informasi publik, ternyata memiliki profil pelayanan informasi yang lebih baik dibandingkan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Pemerintah Kota Jakarta Selatan yang tidak memiliki anggaran khusus untuk pelayanan informasi publik. Keenam, faktor aturan hukum. Dari semua kendala yang kami temukan, aturan hukum merupakan poin utama yang menentukan baik-buruknya implementasi UU KIP di

keempat subjek penelitian. Pada Kementerian

Kesehatan dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tampak jelas bahwa ketetapan dan peraturan menteri menjadi motor bagi implementasi UU KIP di masing-masing kementerian. Sebaliknya pada Kota Jakarta Selatan dan Pemerintah Kabupaten Jembrana, kekosongan produk hukum telah menyebabkan kedua lembaga publik ini gagal memenuhi tuntutan UU KIP dan aturan

pelaksanaannya,

antara

lain

menyangkut

pembetukan

PPID,

penetapan kategori informasi, dan penetapan standard operasional prosedur pelayanan informasi publik dan standard layanan informasi. Dengan dua fakta sederhana ini bisa disimpulkan bahwa aturan hukum internal harusnya bisa menjadi jalan masuk utama utama untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas pelayanan informasi di lembaga-lembaga publik.

6.2. Teladan di Lapangan Meskipun lembaga-lembaga publik yang menjadi subjek penelitian belum lama menerapkan UU KIP di lingkup kerjanya masing-masing, beberapa dari mereka ternyata berhasil mengembangkan pola dan sistem kerja yang patut dicontoh. Pertama, Pojok Informasi di Kementerian 101


Kesehatan dan Gerai Informas di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kami berpendapat fasilitas ini sangat berguna, bukan cuma untuk melayani permintaan informasi tapi sekaligus menjadi beranda yang mempertemukan publik dan lembaga publik dalam interaksi yang humanis dan konstruktif. Fasilitas seperti ini perlu diperbanyak, jika mungkin di setiap kantor pelayanan publik. Disamping itu, petugas informasi di Pojok atau pun Gerai Informasi harus sepenuhnya paham dan mengerti aturan serta semangat UU KIP. Kedua, Pusat Tanggap Respon Cepat di Kementerian Kesehatan dan Layanan Informasi Tidak Tatap Muka di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Fasilitas semacam ini layak untuk direplikasi di lembaga publik lain, mengingat telah terbukti sangat efektif dan paling populer sebagai jalur komunikasi informasi publik. Sebagai contoh, semua permohonan informasi publik yang diterima Kementerian Kesehatan pada periode 2011, masuk melalui jalur ini. Ketiga, ATM Palugada di Jembrana.

Inovasi unik ini memudahkan

warga, sekaligus memangkas kerumitan birokrasi dan korupsi yang sering muncul dalam urusan administrasi kemasyarakatan. Model ini bisa ditiru mengingat mulai tahun 2013 seluruh warga Indonesia diproyeksikan telah mulai menggunakan Kartu Tanda Penduduk elektronik. Terakhir, Jimbarwana Networking alias J.Net. Di Kabupaten Jembrana, inovasi dalam hal manejemen informasi ini sangat efektif dan efisien. Bupati bisa mengawasi bawahannya melalui jaringan ini, sebaliknya masyarakat bisa menggunakan jaringan ini untuk memantau secara langsung kinerja bupati, dan menyampaikan aspirasi mereka. J.Net menurut kami memadukan dua hal penting dalam pelayanan informasi: akses dan kekuatan jaringan.88 Ini inovasi yang

layak

dicontoh.

Meskipun

harus

tetap

diberi

catatan

perihal

perkembangan infrastruktur J.Net yang terbengkalai dan kurang diperhatikan oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana.

88 Hukum Metcalfe menyebutkan, nilai sebuah jaringan telekomunikasi akan meningkat secara kuadratik, proporsional terhadap jumlah peserta jaringan, sementara biaya yang dibutuhkan paling banyak akan tumbuh secara linear. 102


6.3. Keterbatasan Penelitian dan Rekomendasi

Penelitian ini hanya menggunakan data sekunder terutama yang diperoleh dari keempat lembaga publik subjek penelitian, dan informasi dari wawancara serta focus group discussion dengan para aparatur di lembagalembaga tersebut. Konsekuensi dari pilihan ini, capaian subjek penelitian dalam hal penerapan UU KIP hanya kami takar secara normatif dengan menggunakan alat ukur yang telah ditetapkan oleh undang-udang, yakni ada tidaknya: produk hukum sebagai aturan pelaksanaan UU KIP, pelayanan

permohonan

informasi

publik,

dan

infrastruktur

PPID,

pelayanan

informasi. Karena itu kami merekomendasikan agar dibuat penelitian lain yang mengukur capaian implementasi UU KIP secara lebih subtantif seperti: tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan informasi publik, serta impak dari pelaksanaan undang-undang ini terhadap pelayanan publik dan tingkat partisipasi publik dalam penyelenggaraan negara. Penelitian lanjutan ini, jika dilakukan, juga akan menjelaskan apakah praktek pelayanan informasi yang telah

dilakukan

lembaga-lembaga

publik

ini,

sungguh

mendorong

terbentuknya sebuah sistem yang menjamin hak rakyat untuk mendapatkan akses

terhadap

semua

informasi

publik

yang

berkaitan

dengan

penyelenggaraan negara.

103


Daftar Pustaka Buku:

Agus Pramusinto dan Wahyudi Kumorotomo. Governance Reform di Indonesia: Mencari

Arah

Kelembagaan

Politik

Yang

Demokratis dan Birokrasi Yang Professional.Yogyakarta: Magister Administrasi Publik UGM kerjasama dengan Gava Media, 2009. Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008. John W. Creswel, Qualitative Inquiry and Research Design:Choosing Among Five Traditions. London: Sage Publications. 1998. Mahfud MD. Politik Hukum di Indonesia Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009 Michael Quinn Patton. Qualitative Evaluation Methods. London: Sage Publications, 1990. Miftah Thoha. 2005. Birokrasi dan Politik di Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005 Artikel dan Jurnal: Antaranews.com. Selasa, 13 Oktober 2011. “Perangkat J.Net di Jembrana Terbelengkalai” Bali Post. Jumat, 1 Juli 2011. “Pelayanan KTP ‘Online” Ngadat” Koran Tempo Edisi Daerah Istimewa Yogyakarta & Jawa Tengah. 29 Desember 2010. “LPAW Disarankan Melaporkan PT Blora ke Polisi” Laporan tahunan Komisi Informasi Pusat tahun 2010 Tempo.co. 21 Oktober 2010. “ICW Ajukan Sengketa Informasi Rekening Gendunt Polisi ke KIP.”

104


Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan UU Nomor 14 Tahun 2008 Peraturan Komisi Informasi nomor 01 Tahun 2010 Tentang Standar Layanan Informasi Publik Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2166/Menkes/Per/X/2011 Peraturan Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2011 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2011 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2011 Tentang Perubahan Penggunaan Nama Kementerian Pendidikan Nasional Menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

1625/Menkes/SK/VIII/2011

105


106


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.