Catatan Perjalanan #Ecposer Goes to Banyuwangi

Page 1

1

Catatan Perjalanan satu perjalanan, ragam cerita.


2

KAMI, yang bertutur dan berkisah di dalamnya: Ali Ridho Ilham Faurizal R. Inten Tamimi M. Muwafikul Hoyr M. Riski Hidayatullah Nayla Rizqi K.

Putu Ayu D. P. S. Rorin Julian P. Shafly Pradana L. Siti Nur Malika Siti Khotijah Triana Novitasari


3

satU perjalanan, ragam cerita.


4

Kami.

Banyuwangi, 30 Desember 2017


5

Baris pengantar “Enaknya ngapain ya, akhir tahun ini?” Siapa sangka, satu pertanyaan sederhana dapat mengantarkan kami pada sebuah perjalanan. Sesederhana pertanyaan yang terlontar, perjalanan ini pun juga tak kalah sederhana. Dengan memanfaatkan jasa transportasi dari PT KAI dan kapal pengangkut barang, kami sudah dapat berpindah dari satu pulau ke pulau yang lain, serta melihat banyak hal selama perjalanan. Tak ingin menjadi perjalanan yang berakhir pada rasa lelah dan senang sementara, kami berinisiatif untuk ‘memotret’ perjalanan ini dalam sebuah tulisan, sebuah catatan perjalanan. Kami membebaskan diri kami untuk berekspresi, sehingga catatan yang dihasilkan tidak terikat pada jenis tulisan atau aturan tertentu. Buku ini merupakan kumpulan catatan yang kami tulis selama di perjalanan. Ditampilkan apa adanya, tanpa adanya pembenaran atas salah ketik, maupun kata-kata yang dianggap saru untuk ditampilkan. Senang, haru, dan ragam emosi lainnya tergambar lugas pada tiap catatan. Akhir kata, selamat membaca.

Salam hangat, “Rumah Orange”


6


7

PesOna Pantai GilimanUk Memberi SejUta Kebahagiaan Bagi KelUarga RUmah Orange Oleh: M. Muwafikul Hoyr


8

S

abtu, 30 Desember 2017 dimulai dari perjalanan yang tergesa-gesa dari rumah orange menuju Stasiun Jember untuk pemberangkatan menuju Banyuwangi naik kereta pukul 05.15 WIB. Berangkat dengan seadanya karena tadi pagi masih dalam suasana hujan yang tiada hentinya membasahi daerah Kampus Universitas Jember dan sekitar nya sehingga kita pun kesiangan, selang kurang berapa menit dari jadwal kereta yang telah kami pesan dengan kereta kelas ekonomi, kami pun berangkat ke Stasiun Jember. Bel bunyi di stasiun kereta api pertanda kereta api akan jalan menuju kota yang kita tuju. Hampir tiga jam yang kita tempuh menuju Stasiun Banyuwangi Baru tempat dimana kita turun di luar kota yaitu Banyuwangi. Tiga jam berlalu, tepat pada pukul 08.00 WIB kita sampai di Stasiun Banyuwangi. Kemudian, kita beristirahat sejenak sambil mencari kebutuhan pokok untuk si perut yang telah memanggilmanggil untuk segera diberikan sebuah hidangan makanan yang telah kami tahan selama tiga jam.

“

Semoga hal ini tetap sampai ke depannya, kita ketawa bareng, susah seneng bareng baik dalam kepentingan rumah orange maupun personal.

Sesudah makan, kita melanjutkan perjalanan menuju Pulau Bali yaitu di daerah Gilimanuk, namun sebelum itu kami membeli tiket untuk syarat kita menaiki kapal untuk menyeberang ke Pulau Bali. Selang berapa waktu, akhirnya kapal pun jalan menuju pelabuhan Gilimanuk dengan durasi waktu selama sekitar 30 menit. Kemudian, tibalah kita di pelabuhan Gilimanuk, Provinsi Bali.Setelah sampai


9 disana kita disuguki dengan sebuah patung besar Dewa Siwa yang menjadi icon di pelabuhan Gilimanuk dalam menyambut para penumpang yang berasal dari luar Bali. Tapi sayangnya, foto Dewa Siwa tidak disertai dengan pantai Gilimanuk yang dikelilingi pulau-pulau di sekitarnya. Kami pun disana menikmati Pantai Gilimanuk dengan penuh rasa capek, lelah. Namun semua itu, tersembunyi dengan kebahagiaan kita bisa liburan bersama-sama dengan para pengurus rumah orange. Tidak tanggung-tanggung kita menyewa sebuh kapal perahu yang harga nya cukup terjangkau untuk satu rombongan, kurang lebih sekitar 150 ribu sudah bisa mengelilingi sekitar Pantai Gilimanuk yang dikelilingi oleh beberapa pulau yaitu Pulang Gadung, Pulau Kalong dan Pulau Burung. Sekitar 45 menit kita tempuh untuk mengelilingi ke tiga pulau tersebut dan itu menambah pengalaman kita semua. Kami pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu dengan selfie, ngevlog atau yang lainnya yang berkaitan denga media sosial. Kami pun senang karena kita menghilangkan rasa penat kita dalam sebuah kapal kecil tapi rasa kekeluargaan nya kita para awak rumah orange. Semoga hal ini tetap sampai ke depannya, kita ketawa bareng, susah seneng bareng baik dalam kepentingan rumah orange maupun personal. Pantai Gilimanuk semoga menjadi saksi buat awak rumah orange. Kita awak rumah orange tidak akan pernah lupa jika di Pantai Gilimanuk ini punya cerita yang tidak akan pernah kita lupakan. []

M. Muwafikul Hoyr Salah satu anggota tetap LPME Ecpose yang sedang menempuh studi di Jurusan Ilmu Ekonomi. Menyenangi kajian sosial, politik dan ekonomi. Dapat disapa di leninkecil.wordpress.com.


10

Kisah KegembelankU bersama ecpOser Oleh: Ali Ridho

B

erawal dari sekret orange, mata lelah karena bergadang terlarut malam dan harus dipaksa bangun subuh demi tuntutan maha tiket yang berangkat pada pagi hari sekitar pukul 05.15 wib. Sangat terburu sekali berangkat menuju ke kereta yang akan mendampingi saya untuk berpetualang pada sabtu pagi (30/12). Dimulai dari antri parkir yang cukup lama, lalu posisi saat itu kereta sedang beranjak berangkat, setelah itu ganti dengan antri masuk ke dalam stasiun


11 Jember. Oh ya.. Perjalanan ini dimulai dari kota Jember hendak menuju ke Banyuwangi. Saat pengecekan tiket, ternyata ada sedikit gangguan pada tiketku kali ini, si tiket malah tidak bisa di scan, sungguh menguras waktu. Beberapa detik berlalu, akhirnya aku diperbolehkan masuk ke dalam stasiun dan langsung lari menuju pintu gerbong kereta, ya mungkin mirip dengan film bollywood yang berlari mengejar kereta karena di tinggal kekasih hehe.. Tapi bedanya, saya mengejar para awak ecpose yang sudah berdiri ngumpul seperti antri sembako gratis tepat di pintu gerbong kereta, sungguh pagi yang menyiksa batin, karena batinku di pagi hari masih terbiasa ngiler di sekret orange. Naiklah diri ini ke gerbong kereta yang saya tumpangi dan syukur saja tak ada yang tertinggal rombongan penghuni rumah orange ketika kereta beranjak pergi. Dalam perjalanan menuju ujung kota Banyuwangi, beberapa suguhan telah hadir di bola mata saya, mulai dari pemandangan alam yang hijau, penumpang yang berdiri tanpa tempat duduk, dan yang paling menyentuh hati ketika melihat emak-emak yg cukup tua, berpenampilan sederhana, memiliki kulit eksotik dan dipenuhi wajah yang risau. Entah risau tentang hal apa, saya tidak cukup ada keberaniaan menanyakan hal itu pada emak tersebut, yang saya tanyakan hanya tujuan emak itu mau berhenti kemana. Setelah beberapa selang ngobrol dengan emak tersebut, eh ada hal yang menurutku itu adalah menyentuh hati. Tangan Emak tersebut secara perlahan masuk ke tas yg ia bawa, lalu mengambil satu potong tahu goreng dan memakan nya sambil perlahan dan sembunyi-sembunyi. Pikirku berkata, kenapa kau harus malu mak, memakan tahu goreng dengan wajah tidak


12 penuh percaya diri, seharusnya saya yang malu, karna lupa berbagi makanan coklat yang juga saya makan kala itu. Tujuan stasiun akhir telah tiba, selepas itu kami rombongan pengguni rumah orange memilih untuk makan di warteg. Setelah makan, lalu beranjak ke pemesanan tiket untuk nyebrang ke pulau Bali. Di terik panas yang menyengat dan dalam hati masih penuh semangat, kami langsung menuju kapal yang akan ditumpangi. Saking semangatnya, eh ternyata yang kami masuki adalah kapal pengangkut barang atau tempatnya truk dan kontainer. Dalam hati pun saya berkata, “anjay, penggembelan ala ecpose mulai makin menjadi-jadi dan karena sebelumnya sudah awal keberangkatan, kisah yang dialami mirip film bollywood. Selepas itu, ya hati ini semangat meskipun naik kapal yang uduk daripada kapal yang lain, karena dari segi fisiknya, mungkin terlihat paling jelek ketimbang kapal yang lain. Beberapa jam kemudian, sampailah di pelabuhan gilimanuk. Kami bergegas keluar dengan wajah ceria namun tenggorokan terasa haus bagai hidup dipinggir tumang (kompor tradisional). Saya dan rombongan ecposer mencari minimarket, dengan wajah seperti maba yg terlihat kebingungan dan dengan ciri khasnya berjalan bergerombol seperti bebek yang sedang di angon. Akhirnya para bebek skeptis ini menemukan minimarket yang nantinya mengobati tenggorokan agar seperti dekat de-ngan kulkas yang dingin. Selepas itu, kami menghabiskan waktu di teluk gilimanuk letaknya dekat dengan pelabuhan. Waktu sore telah tiba, sekitar pukul 15.54 WITA, kami beranjak ke pelabuhan gilimanuk untuk menuju ke ketapang, namun sempat terhalang keberang-


13 katan nya karena ada hujan badai. Mungkin hujan badai itu datang karena ucapanku sendiri yang menginginkan ada badai hehe agar berkesan gitu. Beberapa menit, badai terhenti dan ecposer mungkin trauma dengan kapal yg ditumpangi kala di ketapang, mereka lalu memilih kapal yang terlihat bagus, dan sampai-sampai kami pun lari untuk bergegas ke kapal yg dinilai bagus dari fisik tersebut, eh ternyata uda mau naik kapal, ternyata kapal penuh dan kami dilarang masuk. Saat itu nyesek banget kan, udah lari-lari, tapi gagal, mungkin ini efek terlalu selektif. Dan dari kejadian itu, kami menunggu kapal selanjutnya sekitar 30 menitan. Akhirnya kami pun naik kapal dengan tidak banyak pilih-pilih lagi. Kapal yang kami tumpangi pun telah sampai di pelabuhan ketapang, dan hujan pun turun lagi secara deras, seperti derasnya detak jantung ini ketika melihat perempuan yang kita cintai. Cerita perjalanan kami tidak berhenti sampai di ketapang, namun ecposer


14 punya misi lagi, yaitu menemui Della si anak koin yang dia dianggap telah mampu membuka ruang baca di lingkungannya. Tujuan ecposer menemui dia sih untuk mewawancarai dia. Kami menanyakan tentang keberadaan anak tersebut ke pihak keamanan pelabuhan, terutama tentang kampung dimana anak tersebut tinggal. Sudah ditemui titik terang, namun hujan masih berlangsung deras dan kami pun dibantu pihak keamanan untuk mendapatkan angkot yang nantinya mengantar kami ke lokasi tujuan. Tapi kali ini penggembelan ecpose muncul kembali, bayangkan, satu angkot di isi 14 orang ecposer, 1 sopir, 2 orang di samping sopir. Wah serasa hidup di luar angkasa yang notabene nya minim oksigen. Bergeser - geserang, ada yang gendut ada yang kurus, tidak masalah saling ndusel yang penting sampai tujuan.

“

ternyata yang kami masuki adalah kapal pengangkut barang. Dalam hati pun saya berkata, "anjay, penggembelan ala ecpose mulai makin menjadi-jadi"

Sampailah saya dan rombongan ditempat tujuan, namanya kampung nelayan. Kami langsung menuju ke rumah RT kampung nelayan untuk menanyakan keberadaan rumah Della itu, dan ternyata Della berada di kampung sebelah. Akhirnya kami berjalan kaki ditemani oleh kaki yang tak kuat berpijak dan hujan yang sangat manja kala itu. Sekitar jarak 700 meter kami tempuh dengan berjalan kaki, kita bertanya pada seseorang lagi di dekat masjid, namun masih tidak ada kejelasan keberadaan si Della. Berbagai usaha telah ditempuh, seperti menelpon nomor HP dia, tapi nomornya sudah wafat. Oh ya, nomor itu kami dapatkan dari salah satu alumni ecposer yang kurang lebih, tahu tentang hal ini.


15 Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke stasiun banyuwangi baru, karena sangat kecil kemungkinan untuk menemui Della. Kami mulai penggembelan kembali, dengan berjalan kaki menuju stasiun Banyuwangi Baru yang jaraknya cukup jauh, sekitar 1 km lebih. Di sela jalan kaki, kami berusaha menghadang pick up agar lengkap sudah penggembelan ini, namun sang sopir pick up tak berhenti. Akhirnya ada angkot kosong dan kami naik angkot tersebut sambil ndusel kembali. Tibalah kami ke stasiun Banyuwangi baru, kami memutuskan untuk pergi ke cafe sembari menunggu keberangkatan kereta yang 2 jam lagi tiba. Disitu kami berdiskusi banyak hal, selain itu, ada yang saling mengungkapkan keburukan masing-masing individu dari segi pendapat teman sekitar. Waktu 2 jam telah dihabiskan dengan ngoceh sana sini, meskipun badan ini lelah, tapi jika kami telah berada dalam debat argumen, rasa lelah pun hilang dan otak mulai kembali berpikir kritis. Dua jam telah berlalu, kami bergegas memasuki stasiun tersebut, dan akhirnya beranjak pulang ke Jember. Sungguh perjalan ini memang penuh dengan kegembelan yang HQQ dan penuh dengan kenangan yang manis semanis gula tropicanaslim. []

Kereta api Pandanwangi/457, 30 Desember 2017 ; 23:20

Ali Ridho Salah satu anggota tetap LPME Ecpose yang saat ini sedang menempuh studi di Jurusan Ilmu Ekonomi. Lelaki asal Pasuruan ini menyenangi kajian politik dan sosial. Dapat dijumpai di catatanusangweb.wordpress.com.


16


17

MEREKA, yang mEMBURU KOIN di dalam air Oleh: Siti Khotijah


18

A

da pemandangan tak biasa ketika kita mulai memasuki dermaga, baik di gilimanuk maupun ketapang. selain orang-orang yg memenuhi pintu dermaga untuk naik ke atas kapal, Jika melihat ke air kita akan menemukan beberapa orang anak yg berenang disekitar dermaga. Mereka tak hanya sekedar berenang namun sedang menunggu para penumpang kapal yg bersedia untuk melempar koin atau apapun asalkan berwujud rupiah kedalam air. Uang yg di lempar kemudian mereka pungut dengan menyelam ke dalam air, siapa yg cepat maka ia yg dapat orang orang memanggil mereka denga sebutan anak logam. Ada perasaan ganjil ketika saya mencoba melempar koin kepada mereka. Sebuah perasaan tak tega bercampur ngeri, sebab takut mereka terlalu dalam menyelam koin-koin yg saya lempar, dan kemudian mereka tenggelam. Apa kira-kira yg orang lain pikirkan ketika melemparkan koin kepada mereka, akankah mereka menaruh rasa lasihan atau menganggapnya sebuah pertunjukan. salah satu penumpang lain yg juga melempar koin, berkata kepada temannya, “seperti memberi makan ikan ya�.

“

Ada perasaan ganjil ketika saya mencoba melempar koin kepada mereka. Sebuah perasaan tak tega bercampur ngeri.

Sungguh melihat sekumpulan anak anak logam yg menyelam untuk mengambil koin adalah suatu perbuatan nekat bagi saya. Dermaga bukan tempat yg aman untuk bermain, apalagi berenang dekat dengan kapal. Resiko tertabrak kapal


19

hingga tenggelam tentu saja menjadi resiko bahi semua anak anak logam. Ketika kapal berlabuh ke ketapang gerimis turun lagi sore ini, ada beberapa anak logam yg duduk d plengsengan dermaga namun tak berani turun ke air. Ketika sampai di pos pengawas kami berbincang sedikit dengan seorang petugas pelabuhan untuk menanyakan arah. Lalu kami menyinggung tentang anak sekumpulan anak logam yg tengah duduk di pinggir pelabuhan ketapang. setiono, setidaknya nama itulah yg tertulis di dada kanan petugas pelabuhan tersebut, ia mengatakan bahwa mereka tak berani turun ke air jika ada petugas yg sedang mengawasi. Setiono bercerita bahwa ada beberapa kecelakaan yg menimpa anak logam tersebut. yg ia ingat ada lima anak logam yg mengalami kejadian tak diinginkan sewaktu memungut koin dari penumpang kapal. Kejadian yg tak lama terjadi sekitar tahun 2015 lalu, ia mengatakan seorang anak logam meninggal dikarenakan ter senggol oleh kapal yg sedang berlabuh ketika memungut koin d dalam air. Apakah mereka tidak takut dengan lejadian serupa, mungkin saja. Namun kita tak tahu apa yg menbuat mereka sangatlah berani. []

Siti Khotijah Staf Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) di LPME Ecpose, yang sedang menempuh tahun terakhirnya di jurusan Manajemen Perusahaan. Menyenangi cerpen dan dapat disapa di paranoidrandom.wordpress.com.


20

Akhirnya, Jalan-Jalan JUga Oleh: Nayla Rizqi K.


21

S

aya lupa kapan tepatnya rencana berlibur bersama ini diperbincangkan, tapi jika dikira-kira seminggu yang lalu, saat kami para awak Ecpose sedang dirundung kesibukan kuliah berkedok UAS. Diawali dengan perbincangan sederhana antara saya dan Putu, kemudian dibahas dirapat pengurus lengkap dengan konsep yang bisa kami pertanggungjawabkan pasca bersenang-senang. Intinya kami tidak ingin hanya menyisakan kesenangan dengan ujung rasa capek di sekujur badan. Ya, jadi selain misi mencairkan kembali pertemuan yang sempat beku karena kesibukan masing-masing, setiap awak harus mendokumentasikan setiap rekam jejak perjalanan selama liburan. Kebahagiaan lantas mewarnai ruang hati saya pribadi dan tekad untuk membuat perencanaan tercapai, menggugah gerak saya agar secepat mungkin melakukan pemesanan tiket kereta api. Sehingga pada Selasa siang, 26 Desember 2017 saya meminta tolong kepada teman, Anwar, untuk bersedia mengantar ke stasiun kereta api Jember, berhubung tidak ada kendaraan pribadi yang bisa saya andalkan untuk berangkat sendiri. Sebab tidak pernah sekalipun melakukan pemesan tiket, saya kaget melihat panjangnya antrian di loket pendaftaran dan bingung apa yang harus dilakukan pertama kali. Lantas saya bertanya kepada Anwar, dan ya nihil, dia pun sama dengan saya, bingung. Antrian panjang dan kebingungan itu membuat saya mengurungkan niat. Kami pulang. Malamnya, saya menghubungi via WA salah satu awak Ecpose yang rumahnya di Banyuwangi, Inten. Kebetulan Ia pernah melakukan pemesanan tiket jauh hari sebelum hari keberangkatan. Setelah beberapa penjelasan mengenai tata cara pemesanan. Dia menyarankan untuk pergi ke stasiun pagi-pagi, masih sepi alasannya. Spontan saya meminta kesanggupannya untuk menemani


22 dan kami menyepakati berangkat jam 09.00. Sampai disana, nomor antrian 69 yang saya dapatkan dan nomor antrian yang dipanggil ketika itu masih urutan belasan, saya lupa berapa tepatnya. Ditengah penantian, jam 10.30 Inten harus pergi meninggalkan saya untuk melaksanakan tugasnya sebagai pemateri PMI di Fakultas Teknik, “wih bakal ngadepin brondong-brondong cakep”, goda saya saat itu. Sebelum Ia benar-benar pergi, Ia menyadari kematian ponsel pintarnya, Innalillah, efek jomblo yang suka kurang peduli isi batrai ponselnya haha. Kemudian Ia juga menyampaikan perkiraannya selesai bertugas, “jam 11.30 mungkin selesai, mbak”, katanya.

Intinya kami tidak ingin hanya menyisakan kesenangan dengan ujung rasa capek di sekujur badan.

Sendiri dan berada pada penantian membuat saya cepat bosan. Terlebih tayangan televisi gantung yang ada diruang antrian terus menayangkan hal sama berulang kali. Menayangkan Pak Jokowi yang sedang berada di dalam kereta, berbincang dengan penumpang dan mengucapkan selamat ulang tahun kepada PTKAI. Bukan bosan dengan Pak Jokowi, hanya dengan hal yang berulang kali terlihat dan terdengar tanpa jeda, huh. Hingga akhirnya lebih dari satu jam tiket telah tersimpan rapi di dompet, Inten tidak kunjung datang. Saya mulai gusar dan rasa kelaparan kian menghujam. Saya harus pulang, pikir saya. Kemudian saya jalan kaki, dan menurut bayangan awal, tidak jauh sebenarnya jarak stasiun dengan kos tempat saya tinggal. Pertengahan jalan, saya urungkan niat berjalan kaki, jauh rupanya setelah dibayangkan lagi. Saat itu saya melupakan lin kuning andalan yang biasa saya tumpangi untuk


23 pulang kampung, hanya ingat becak dan gojek. Tapi mahalnya tarif becak dan apk Gojek yang tidak terdonlowed di ponsel pintar yang sedang tergenggaman, mencegah saya menggunakan jasa keduanya. Setelah lama, Putu mengingatkan saya dengan lin kuning andalan via grup WA. Saya pulang kos dan sampai dengan lega. Jum’at malam, 29 Desember 2017, saya bermalam di sekret Ecpose karena jam keberangkatan kereta menuju banyuwangi yang terlalu pagi menurut saya bagi awak Ecpose, jam 05.15. Saya tawarkan kepada semua awak Ecpose yang ikut berngkat untuk bermalam juga, memudahkan koordinasi supaya tidak terlambat alasannya. Ada sebagian yang menyanggupi, dan sebagian lainnya tidak karena berbagai alasan. Namun rupanya, awak Ecpose yang menyanggupi ini yang akhirnya harus berlarian meghindari keterlambatan, hampir saja yang berangkat hanya sebagian. Tadi pagi, saya benar-benar merasakan kelegaan yang maha dahsyat setelah memastikan 13 awak Ecpose ada di atas kereta bersama saya. Ya, dan tepat jam 09.00 kami sampai di stasiun kereta Banyuwangi Baru. []

Kereta api, 30 Desember 2017.

Nayla Rizqi Kholifandari Masih menjabat sebagai Ketua Umum LPME Ecpose. Tengah menempuh tahun terakhirnya di jurusan Akuntansi, sembari memperdalam kajian sastra melalui buku-buku yang ia baca.


24

Rekam Jejak Oleh: Triana Novitasari


25

Pukul setengah 9 malam, gerbong 3 kereta api kelas ekonomi, bangku nomor 19D

S

aya tengah duduk di dalam kereta yang mulai melaju, mengamati teman-teman yang sedang asik bercanda seraya memainkan handphone nya. Yang meraka mainkan bukan game, ataupun media sosial. Masing-masing saling melihat foto-foto di handphone, mencari ekspresi maupun gaya terkonyol dari masing-masing kami, kemudian men-share ke grup untuk dijadikan bahan bercandaan. Setiap dari kami mendapat jatah foto konyolnya masing-masing, pun saya termasuk. Foto-foto itu kami peroleh dari perjalanan kami selama hampir seharian ini. Merencanakan untuk berlibur bersama pada akhir tahun 2017, maka kami memilih Banyuwangi sebagai destinasi kami. Alasannya, karena kami ingin naik kereta ramai-ramai, dan ketika sampai Banyuwangi, kami ingin merasakan naik kapal ferry lantas menyeberang ke Bali. Kami belum pernah mengadakan liburan hingga sejauh ini sebelumnya, maka wajar apabila kami cukup antusias, bahkan ada yang sampai bela-belain menginap di sekret agar tidak bangun kesiangan untuk mengejar kereta pukul 5 pagi. Nyatanya pagi kami tidak berjalan begitu mulus. Kawan-kawan yang menginap di sekret ternyata tetap bangun kesiangan, sehingga kami yang sudah siap di stasiun harus dibuat cemas karena mereka lah yang memegang tiket, dan mereka tak kunjung datang. Waktu keberangkatan telah tiba dan mereka yang ditunggu akhirnya datang juga. Kelakuan kami cukup heboh pagi ini dan sempat membuat keki petugas stasiun, tapi dari sana lah suasana tawa itu mulai terbentuk. Kami menertawakan


26 diri kami sendiri atas kehebohan itu. Bahkan di dalam gerbong kereta, kami saling memotret wajah kawan-kawan secara diam-diam saat mereka ada dalam ekspresi yang lucu. Men-share di grup dan tak ada satupun yang tersinggung, semua menertawakan kekonyolan masing-masing. Kehebohan di pagi hari nyatanya belum berakhir. Kami sempat berlari-lari mengejar kapal ferry agar sempat ikut berlayar, namun kami kalah cepat sehingga kami harus menunggu untuk pelayaran selanjutnya. Meski demikian, kami tidak menyalahkan satu sama lain. Yah, lagi-lagi kami hanya bisa tertawa, dan memanfaatkan waktu menunggu itu untuk mengambil beberapa foto dengan latar belakang laut lepas dan langitnya yang biru kelabu.

“

sebenarnya perjalanan kami bisa dikatakan cukup Melelahkan, tapi rasa lelah itu justru yang mengakrabkan kami.

Kami juga cukup bercerita banyak hal selama perjalanan. Tentang seorang kawan yang menceritakan hubungan percintaannya dengan kawan lelakinya. Tentang perkuliahan dan masa depan. Tentang uneg-uneg selama berproses di Ecpose. Kemudian obrolan ringan seputar poligami, cinta, dan agama di sebuah warung kopi di dekat Stasiun Banyuwangi. Keterbukaan kami dan penerimaan apabila salah satu kawan dijadikan bahan bercandaan, bagi saya adalah hal yang positif. Setidaknya kami sudah tidak malu-malu lagi untuk berbaur dan bercanda bersama. Sebenarnya perjalanan kami bisa dikatakan cukup melelahkan. Berjalan kaki dari stasiun Banyuwangi ke Pelabuhan Ketapang, kemudian ketika akhirnya menginjakkan kaki di Pulau Bali, kami masih setia menggunakan kaki untuk mobilisasi. Bahkan ketika kami kembali lagi Banyuwangi, kami disibukkan dengan mencari alamat seorang kawan yang ingin kami liput kegiatannya. Lagi-lagi


27 dengan berjalan kaki, karena angkatan umum cukup susah ditemui. Meskipun pada akhirnya angkot berhasil didapat, namun kami harus berdesakan agar kami yang berempat belas orang ini dapat muat dalam satu angkot. Tapi rasa lelah itu justru yang mengakrabkan kami. Pada akhirnya memang saya rasa yang perjuangannya lebih berat itu yang lebih bisa mengakrabkan, karena kami lelah bersama namun tetap bisa tertawa bersama dengan kekonyolan masing-masing. Saat ini kereta masih melaju pada jalurnya, tenang, diiringi suara gesekan antara rel dengan roda kereta yang riuh redam. Tadi ada seorang ibu di sebelah saya yang sedang mengomeli putrinya yang berusia sekitar 5 tahun, lantaran tidak ingin duduk. Lumayan lah, mengiringi keriuhan di kereta agar tak melulu monoton suara gesekan roda baja. Perjalanan menuju Jember memakan waktu 3 jam, dan kurang dari 30 menit lagi kami tiba di stasiun Jember. Saya mengamati wajah kawan-kawan satu persatu yang sudah tidak sesegar tadi pagi. Beberapa bahkan sudah tumbang, dan memilih untuk menjumpa alam mimpi. Saya masih terjaga, mengenang yang telah kami lakoni selama satu hari ini, kemudian tersenyum simpul, tertawa di dalam hati. Hari yang berkesan. Terima kasih untuk tawanya ya, teman-teman Ecpose. []

Triana Novitasari Pimpinan Redaksi LPME Ecpose yang sedang menempuh studi di Jurusan Akuntansi. Senang memvisualkan pemikirannya dalam bentuk grafis untuk dilempar ke sudut maya bernama Instagram.


28

sebUah cerita perjalanan Oleh: Inten Tamimi

P

agi itu (30 Des 2017) diisi dengan beranda cerita perjalananku bersama awak ecpose menuju Banyuwangi. Diawali dengan keterlambatanku untuk bangun tidur, karena pada malam harinya tidurku lumayan larut. Saat bangun, refleks kupandangi jam pada handphone canggihku, menunjukkan pukul 04.30. Astaga,


29

aku bisa terlambat kalau begini, gumamku menggerutu. Tanpa berpikir panjang, aku pun langsung mengemasi barang-barang yang akan kubawa, karena sekalian pulang kampung. Malasnya diriku yang tak menyiapkan itu dari jauh-jauh hari hingga kelabakan seperti ini. Setelah usai, aku pun bersiap diri dan kemudian


30 bergegas menuju Sekretariat Ecpose. Dalam keadaan kantuk masih melekat, kunyalakan mesin motorku. Saat itu bensin di sepeda motor yang akan kukendarai sedang krisiskrisisnya, tetapi ku acuhkan hal itu dan berharap akan sampai di sekret dalam keadaan bensin masih tersisa. Suasana jalan menuju sekretariat masih sangatlah sunyi, tetapi ini menyenangkan karena belum adanya polusi yang mengganggu. Tak membutuhkan waktu lama untuk sampai di sekret, tapi ada sesuatu hal yang membuatku ingin mengelus dada karena ternyata bensinku sudah habis, terbukti dari sepeda motorku yang tiba-tiba mati. Ah ini sebagai peringatan diriku untuk tak acuh. Dalam benakku, awak-awak ecpose pasti sudah siap dan tinggal melesat ke stasiun. Namun hal itu buyar, karena ternyata masih harus menunggu teman-teman. Pukul 05.05 kami pun berangkat ke sta-siun, tapi ada beberapa awak ecpose yang menyusul di belakang. Akhirnya kami sampai dengan tergesa gesa, disana awak ecpose yang tidak menginap di sekret sudah menunggu. Kami semua masuk sambil menunjukkan tiket masing-masing karena tidak boleh diwakilkan. Kami pun menuju tempat duduk yang tertera pada tiket, mendaratkan pantat kami untuk menikmati perjalanan. Kereta pun berangkat, tak ada yang tertinggal


31 dari kami lengkap 14 orang. Kami memulai dengan percakapan yang sederhana sambil memandangi pemandangan di luar jendela. Awak-awak ecpose mungkin pertama kalinya mereka mengunjungi Banyuwangi dengan kereta, berbeda dengan diriku yang memang tinggal di Banyuwangi tetapi jarang untuk pulang. Tepat pukul 08.00 kami pun telah sampai di stasiun Banyuwangi Baru, stasiun paling akhir dan letaknya berseberangan dengan Pelabuhan Ketapang, sehingga memudahkan akses kami. Sebelum menuju pelabuhan, kami mengisi perut terlebih dahulu, karena diantara kami nyatanya belum ada yang sarapan, kecuali Ilham, Rorin, dan Siti. Kami memilih warung yang berlokasi di bawah jembatan, sehingga perlu menuruni tangga, warung itu cukuplah untuk menampung kami yang tengah kelaparan. Usai makan, kami pun menuju Pelabuhan, sampai disana kami tak lupa untuk mengambil foto di depan tulisan “Pelabuhan Penyeberangan� sebagai jalan mengingat. Kami pun masuk dan mengantri beli tiket, yang mengkoordinir adalah Mbak Nay. Lumayan takjub dengan tarif tiket naik kapal, hanya perlu mengeluarkan uang sebesar Rp 6.500, ekonomis sekali. Setelah mengantri yang ternyata tidaklah lama, kami pun masuk dengan kartu yang telah diberikan oleh petugas.


32 Kami pun memasuki kapal yang sudah tersedia, disini kami berpencar untuk mencari tempat duduk. Aku memilih duduk di luar agar bisa merasakan sepoinya angin dengan ombaknya yang tenang. Angin yang bersahaja itu membuatku ingin terlelap sejenak, akhirnya ku pilih untuk terpejam sesaat. Butuh 1 jam melakukan penyebarangan Banyuwangi-Bali, aku pun bangun untuk melihat sebentar suasana kapal ini yang akan berlabuh di Gilimanuk,Bali. Yah tepat pukul 11.00 kami sudah sampai di Bali yang sering dikenal dengan sebutan Pulau Dewata ini. Ada rasa haus yang menggrogoti tenggorokan kami semenjak dari kapal ditambah dengan cuaca yang agak terik menyambut kedatangan kami. Kami memutuskan untuk membeli minuman dingin, sebelum akhirnya leye-leye. Kami membeli minuman di suatu minimarket dekat sana. Ada suatu kelegaan memasuki minimarket itu, seperti telah menemukan sumber kehidupan. Setelah membeli minuman, kami pun kembali ke tempat awal tadi yaitu Teluk Gilimanuk.

“

sore itu tengah sendu-sendunya, sembari lagu diputar, meresapi segala keindahan yang telah tuhan cipta.

Kami mencari tempat teduh di bawah pepohonan untuk sekedar melepas letih, dan merasakan sepoi angin. Ombak disana tidaklah deras, sangat lirih. Banyak orang menghabiskan waktunya disana untuk sekedar mencipta kenangan atau tertawa bersama, tak lupa pula anak-anak yang tengah bermain air menambah syahdunya teluk ini. Terdengar manis sepertinya. Kami menghabiskan waktu kami dengan menaiki perahu boat mengelilingi pulau yang mengitari Teluk Gilimanuk ini. Dengan mengangkut awak 14 ini, akhirnya perahu berangkat. Perahu berangkat


33 dengan agak pelan, disana kami isi dengan berfoto ria dan bertanya pada bapak yang mengawal kami tentang pulau-pulau. Setelah menghabiskan waktu kurang lebih 45 menit untuk berkeliling dengan boat, kami pun menuju musholla terdekat. Cuaca tiba-tiba kelabu pada waktu itu, sehingga usai dari musholla kami pun bergegas menuju pelabuhan untuk menyeberang ke Banyuwangi. Sampailah kami pada tempat antrian tiket dan memasuki lokasi tempat penyeberangan. Tapi kemudian tiba-tiba hujan turun lebat sekali, sehingga penyeberangan kapal ditunda. Kami pun harus menunggu. Tak terasa hujan lebat pun reda, kami pun menaiki kapal. Aku lagi-lagi memilih tempat duduk di luar, dan tempat duduk disana masih basah karena hujan. Jauh mata memandang kupandangi laut begitu luas dan tenangnya, kapal berjalan dengan lamat-lamat namun pasti. Sore itu tengah sendu-sendunya, sembari lagu diputar, meresapi segala keindahan yang telah Tuhan cipta. Perjalanan kami ditutup dengan singgah di cafe ketapang dekat dengan stasiun Banyuwangi Baru, sampai menunggu waktu untuk naik kereta menuju Jember, kami memesan minuman dan melakukan banyak obrolan. Ketika awak-awak ecpose kembali ke Jember, aku pun kembali ke rumah untuk membagi waktu bersama keluarga kecilku, menikmati tahun bersama mereka. []

Banyuwangi, 30 Desember 2017 Inten Tamimi Redaktur Pelaksana I LPME Ecpose, yang sedang menempuh studi di Jurusan Manajemen. Menyenangi sastra, dan dapat dijumpai di misspuitis.blogpsot.com untuk menengok beberapa karyanya.


34

K

ala itu kabut masih cukup tebal dengan dingin yang tersisa dari hujan semalam. Di penghujung tahun shio Ayam Api kali ini adalah kali ketigaku menaiki transportasi ular besi. Aku menatap layar ponsel pintarku sembari bernafas lega, tiga menit lagi kereta akan segera berangkat dan semua kawan-kawan ku telah tiba. Aku bergegas memeriksa tiket, melewati garis penjagaan dan mencari tempat duduk di gerbong Ekonomi nomor lima baris kesepuluh C. Pijakan pertama kulalui. Ah, ada apa dengan mereka? Mengapa bertumpuk di lorong-lorong toilet dan pintu masuk gerbong? Aku menatap orang-orang itu dengan heran. Ingatanku berusaha mengingat-ingat adakah kejadian ini pernah kutemui sebelumnya. Sekarang aku sudah terduduk di kursi dan dapat menjelajah ingatanku dengan bebas. Tapi tetap saja! Fenomena itu masih asing di kepalaku. Tak tahan dengan kebingunganku sendiri aku bertanya pada kawan di sebelahku, Ridho. “Iku nyapo kok akeh wong ngadek? Sailingku biyen gak tau onok koyok ngunu�. “Iku wes biasa ham, Nang kotaku (Pasuruan) akeh koyok ngunu. Iku pesen tiket tapi gak atek tempat duduk.� Aku masih tak percaya, tapi mengingat ini baru kali ketigaku naik kereta aku hanya bisa mengiyakan saja. Masih ada hal lain yang tak pernah kutemui di perjalananku kali ini. Penumpang yang benar-benar bising dan tak adanya pelayan yang berlalu-lalang menawarkan makanan siap


35

perjalanan dUA waktU Oleh: Ilham Faurizal R.

saji. Tapi hal itu tak mengalihkan rasa penasaran ku pada tiket tanpa kursi. Aku mulai bertanya pada Inten Tamimi yang duduk di hadapanku. Ternyata ia pernah melakukan hal yang sama dengan penumpang yang berdiri itu. Ia memilih memesan tiket tanpa tempat duduk karena murahnya tarif jika dibandingkan dengan harga karcis bus. Dengan kereta kau bisa menghemat 22 ribu rupiah


36 hanya untuk sekedar perjalanan dari Jember menuju Banyuwangi. Kau juga akan merasa lebih aman saat menaiki kereta karena ada petugas yang berjaga, ujar perempuan berkacamata itu lagi.

“

percakapan itu membuat atmosfer di sana sungguh hangat. seakan kami merasa dipersatukan oleh perjalanan ngebambong bersama.

Stasiun terakhir berada di Ketapang. Akhirnya lepas juga penderitaanku sebagai perokok aktif. Kupuaskan saja sambil ngudud di tengah perjalanan kaki menuju pelabuhan penyeberangan. Kali ini, memasuki lambung kapal aku kembali tersiksa. Bukan karena larangan awak kapal untuk tak merokok. Tapi karena sedikit mual yang datang tiba-tiba. Aku bukan pemabuk transportasi darat ataupun laut. Tak pernah sekalipun aku minum sejenis Antimo atau yang lainnya. Cukup mengherankan juga mengapa aku selalu terngiang lagu Om Iwan tentang Tampomas Dua nya yang terbakar dan ratusan korban jiwa setiap kali naik kapal. Aku merogoh novel romance dalam tas yang cukup nyaman untuk dibaca saat senggang dan menyelipkan earphone di telinga. Aku benarbenar berusaha mengusir rasa cemas dan sepertinya berhasil karena mualku hilang entah kemana. Waktu-waktu selanjutnya hanya terisi dengan bermain-main bersama. Naik jukung mengitari pulau-pulau kecil di pantai Gilimanuk, hunting foto dan berselfie ria. Baru akhirnya kami memutuskan menyebrang kembali menggapai waktu WIB. Disini kami mendapati agenda reportase yang gagal. Tapi ya


37 sudahlah, walau sempat kecewa agenda ngopi dadakan di Cafe My Garden seakan menjadi pelipur lara. Ada banyak canda dan tawa disini. Terutama kejujuran dari seorang anggota tetap yang pada akhirnya tercipta dari kebersamaan di perjalanan sebelumnya. Dia bernama Malika, anggota tetap yang sebelumnya benar-benar sibuk dengan organisasi lainnya sehingga tak sempat bercakap, bertemu muka, dan berproses banyak dengan kami. Dia mengungkapkan bila awalnya merasa segan denganku terutama untuk saling sapa karena masih belum mengenal dekat. Kini persepsinya akan ku telah berubah, mungkin karena tingkah konyolku sepanjang perjalanan yang kulihat sering membuatnya tertawa. Hahaha. Percakapan itu membuat atmosfer disana sungguh hangat. Seakan kami merasa dipersatukan oleh perjalanan ngebambong bersama. Disitu juga kami menutup perjalanan dengan foto bersama dengan harapan hubungan kami akan semakin erat. Mungkin cukup sekian cerita dari perjalanan menuju dan kembali dari dua zona waktu. Akhir kata. Tabik!

Ilham Faurizal R. Anggota Tetap LPME Ecpose, yang sedang menempuh studi di Jurusan Ilmu Ekonomi. Banyak menghabiskan waktu di sekretariat LPME Ecpose, sembari memperdalam kajian sastra dan ekonomi.


38

perjalanan ditemani hUjan Oleh: Shafly Pradana L.

B

unyi alarm tepat 3.30 pagi membuat saya bangun dan teringat kalau hari ini adalah harinya. Hari ini akan ada perjalanan panjang liburan bersama awak ecpose. Kereta yang akan saya naiki berangkat pukul 05.15. Mengikuti pengalaman ketinggalan kereta terdahulu ,membuat saya sudah sampai distasiun 30 menit sebelum pemberangkatan. Hingga kurang 10 menit,beberapa awak ecpose yang mengikuti liburan ini belum datang. Pikir saya bakal naik kereta siang ini,karena akan ketinggalan kereta. Tapi nasib masih berkata baik,semua datang tepat 2 menit sebelum kereta berangkat. Lalu,dimulailah awal perjalanan kami menuju Banyuangi.


39 Sesampainya distasiun Banyuangi Baru, kami turun keliling sambil berfoto bersama. Dan ternyata kita mau ke Bali, saya baru paham mau kemana kita selama ini. Sambil berjalanan menikmati kota orang, kami mencari warung untuk sarapan awak ecpose. Maklum banyak yang belum sarapan,anak kos enggak ada yang masakin. Terlihat sebuah warung yang menjual nasi uduk dan lontong sayur Jakarta. Rasa lapar yang bisa dibilang buas,membuat makan ini terasa sangat enak. Kalau udah laper semua makanan pasti jadinya enak. Harganya cukup terjangkau, dengan 10.000 sudah dapat ayam, bihun, tahu, sambal, nasi dan kerupuk. Makan bersama jauh lebih terasa lagi kenikmatan dari Nasi Uduk Jakarta yang saya makan. Perut sudah kenyang, stamina terisi penuh maka kami pun melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Ketapang buat naik kapal. Ditandai kepulan asap hitam diatas kapal, kami pun berangkat menuju pelabuhan Gilimanuk. Angin yang sejuk serta pemandangan birunya laut memanjakan mata disela perjalan itu. Tidak lupa kami, mengabadikan kenangan dengan berfoto satu dengan lainnya. Apalagi yang jarang atau bahkan tidak pernah naik kapal. Di pelabuhan Gilimanuk, kami langsung mencari tempat yang menjual minuman. Takut harga minumannya mahal. Kami mencari yang pasti dan ketemulah SWT mart dengan warna merah 11-12 kayak Alfamart. Untuk menghemat uang tapi perut terisi saya membeli mie sedap untuk diremas. Maklum generasi micin. Pantai Gilimanuk memiliki ombak yang cukup tenang, tidak seperti laut selatan yang terkenal dengan ombak yang ganas. Duduk berteduh dari panas digazebo dekat pantai, saya merasa tenang dengan memandang laut.. Kurang afdol kalau enggak keliling Gilimanuk naik kapal layar. Padahal karena dibayarin. Kami keliling daerah pantai Gilimanuk melihat tanaman - tanaman bakau serta pulau-pulau


40 disekitaran Gilimanuk. Meskipun terasa sebentar, menyenangkan rasanya bisa naik kapal layar. Ada hal yang sangat berkesan saat dipantai gilimanuk ini. Setelah naik kapal layar, saya nganterin Mas ilham cari toilet. Tak lupa selama perjalanan liburan ini saya memakai topi hewan. Efek pengen jadi anak-anak sih. Ditengah-tengah mencari toilet itu, saya berpapasan dengan anak kecil mungkin dibawah 5 tahun. Kemudian, dia bilang ke ayahnya sambil menunjuk saya. “Yah,ayah, itu laki kok pakai itu yah� kata anak kecil itu. Sejenak wajah saya bertemu dengan sang ayah anak tersebut dan tertawa mendengar anak masis itu. Jadi pengen punya adek yang masih kecil,guman saya dalam hati haha.

“

beruntung memiliki keluarga ecpose yang selalu dekat dan menyenangkan seperti ini.

Setelah keliling tak menentuk mencari toilet, abangku Ilham ini memutuskan bak ditempat sepi dengan wajah polosnya. Setelah itu, kamipun langsung kembali menuju tempat anak- anak dengan wajah tanpa dosa.Awan mulai tampak tak bersahabat, cuaca mendung gelap berjalan mengarah keposisi kami. Kemudian, diputuskanlah untuk menyudahi keliling main-main dipantai Gilimanuk. Hujan yang dasyatpun membuat kami untuk kembali ke Ketapang tertunda. Ya mungkin hujannya hari ini biar besok malem nunggu tahun baru enggak hujan. Sampai di Ketapang, perjalanan kami berlanjut mencari kampung nelayan di untuk menemukan seorang yang dulunya seorang anak koin bernama Dela. Kami berjalan mencari hingga tidak ketemu. Lagi-lagi hujan selalu setia menemani kami selama perjalanan mencari anak koin tersebut. Hingga mendekati magrib, kami memutuskan kembali ke daerah stasiun Banyuangi Baru. Naik lin dengan


41 berisikan 14 orang,membuat kami semua tertawa dengan tempat duduk yang sangat sesak. Kapan lagi bisa se-Lin 14 orang. Sebuah cafe dekat stasiun menjadi pemberhentian terakhir kami sebelum kereta datang. Yang jual disana bule, bisa bahasa Indonesia tapi. Adanya banyak kucing dicafe membuat kami nyaman dan senang. Meskipun ada yang badmood takut kalau ada kucing. Disana kami menghabiskan waktu dengan cerita,curhat, dan diskusi. Tidak lupa untuk selfi bareng. Diskusi panjang dari tentang oraganisasi luar kampus, padangan politik, hingga masalah poligami tanpa akhir menjadi penghabis waktu menunggu pemberangkatan untuk pulang. Tepat pukul 20.00 kami pun memutuskan untuk menuju stasiun. Suara bel kereta menandakan perjalanan kami akan berakhir. Kami duduk lelah dikursi penumpang menunggu kereta berangkat. Ada yang tertidur,ada yang selfi bareng dan ada yang curhat. Terkadang sangatlah jarang kedekatan yang mengenang terlihat disekitar kita. Saat semua berkumpul semua sibuk dengan gadget hal itulah yang sering ditemui saat ini. Saya beruntung memiliki keluarga Ecpose yang selalu dekat dan menyenangkan seperti ini. Suara jalannya kereta ini menutup tirai perjalanan kami menjelang akhir tahun ini. Ya,dan untuk kesekian kalinya kami disambut hangatnya hujan sesampai distasiun Jember. Hujan menjadi awak Ecpose ke-15 saat itu. [] Shafly Pradana L. Salah satu Anggota Tetap LPME Ecpose yang sedang menempuh studi di Jurusan Manajemen. Menyenangi bacaan berupa novel, terutama komik.


42

perjalanan sUci menyebrang laUtan Oleh: Putu Ayu D. P. S.


43

T

iga belas awak kapal Ecpose hari ini menyiapkan diri untuk mengarungi lautan menuju pelabuham Gilimanuk. Perjalanan kami dimulai dari stasiun Jember, hampir saja tiga jagoan Ecpose yang suka ngomong ke kiri-kirian yakni Ali, Ilham dan Wafik tertinggal kereta. Namun berkat kegupuhan dan lari-lari kecil, mereka mampu sampai sebelum kereta berangkat. Kami duduk di gerbong lima, aku sebangku dengan Inten dia pengagum kata-kata puitis panggilan bekennya miss puitis, sebelahnya ada Nayla dia ketua umum sekarang sedang membina jaringan dengan mas-mas kurusetra yang suka melucu itu, Mas Alpan namanya. Nayla percaya semboyan “Berjejaring dan saling menguatkan� mujarab untuk para anak persma yang sedang cari jodoh. Kursi sisi depan yang berhadapan langsung dengan kami bertiga, di duduki oleh Triana dia penggemar buku-buku klasik lebih tepatnya buku jaman old yang tak pernah terdengar lagi judulnya. Sebelah Triana duduk seoarang penggemar film India namanya Ridho sekarang dia tekun membaca satu buku yang membahas soal Mathama Gandhi, hingga sekarang belum selesai saking menghayatinya. Paling ujung ada Ilham, dia punya akun instagram yang menyebarkan paham kapitalis, niatnya gitu. Tapi postingannya baru sedikit mungkin belum giat-giat amat. Perjalanan dari stasiun Jember menuju Banyuwangi memakan waktu tiga jam, di dalam kereta aku dan beberapa kawan memperbincangkan soal tulisan Pramodya dalam tetralogi Bumi Manusia. Kami mencoba memahami bagaimana cara seorang terpelajar harus sudah berbuat adil


44

sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan, nasihat yang disampaikan oleh Jean Marais pada Minke. Obrolan itu berlajut hingga ke sistem ajaran, kemudian cara mendidik dan kuliah. Lama sekali kami tak pernah ngobrol hampir dua jam perjalanan. Betul-betul kesempatan yang suci.

“

hal yang sungguh langka selama di ecpose, kami saling bertukar perndapat perihal bokep, poligami, dan organisasi ekstra malam itu.

Sesampainya di Stasiun Banyuwangi langkah pertama kami adalah mencari sarapan. Seusai sarapan kami berjalan sebentar menuju pelabuhan Ketapang untuk naik kapal menuju Bali. Sebenarnya kami punya misi untuk bertemu dengan anak koin. Tapi sayangnya keberangkatan kami menuju pelabuhan Gilimanuk tak menemui satu pun anak koin. Mungkin perjalanan pulang akan beruntung. Di Dalam kapal Aku, Triana dan Siti perempuan yang suka sekali berucap awangawang kembali ngobrol soal buku berjudul Endorphin. Kami hanya ngobrol kecilkecil soal nasi, materialisme, dematerialisme dan tokoh dalam buku tersebut yang punya kemiripan dengan Siti. Lucunya tokoh itu akhirnya mati di buang ke laut gara-gara suka mengawang-awang, Untungnya pikiranku dan Triana masih waras jadi tidak ikut sekalian membuang Siti ke laut seperti dalam buku. Sesampainya di pelabuhan Gilimanuk kami tak banyak mengobrol, hanya bercanda dan berfoto-foto ria. Setelah puas berjalan-jalan di sekitar pelabuhan


45

kami memutuskan kembali ke Banyuwangi untuk mencari anak koin. Sesampainya di Banyuwangi kami mulai melacak keberadaan mereka, salah satunya Della satusatunya anak koin yang paling ingin kamu temui dengan bermodal pengetahuan artikel dari internet dan bertanya pada bapak TNI AL bernama Setiono. Kami mencoba mencarinya dengan naik angkot dan jalan kaki di temani gerimis kecilkecil nan imut. Namun hasilnya sia-sia kami tak menemukan anak koin yang bernama Della. Hari semakin malam kami pun memutuskan untuk kembali ke pelabuhan dan mencari warung kopi. Warung kopi yang berarsitektur mirip kafe ala-ala hawai yang punya banyak kucing dan pelayan bule, membuat kami betah disana terkecuali Wafik karena dia satu-satunya anak yang anti kucing-kucing club di gerombolan ini. Setelah bermain-main manja dengan kucing yang tak anarki sama sekali, kami kembali mengobrol. Hal yang sungguh langka selama di Ecpose, kami saling bertukar pendapat perihal bokep, poligami, dan organisasi ekstra malam itu. Obrolan campur aduk tapi menyenangkan, hal inilah yang aku rindukan. Aku berharap di rumah Ecpose juga ada obrolan-obrolan macam begini sambil ditemani kopi hitam dan nemo tersayang. Inilah yang namanya perjalanan suci, aku dan kalian bisa saling mengobrol dan berbagi pengalaman yang membuat jalan-jalan ini tak membosankan. []

Putu Ayu D. P. S. Pimpinan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) LPME Ecpose, yang menyenangi kajian feminis. Sedang menempuh tahun terakhirnya di Jurusan Akuntansi. Dapat disapa di zinalamra.wordpress.com.


46


47

pengalaman pertama dan penghancUr dinding canggUng Oleh: Siti Nur Malika


48

3

0 Desember 2017, hari itu merupakan hari paling memorable dalam hidupku, dimana pertama kali dalam 21 tahun hidup, aku bisa merasakan bagaimana rasanya naik kereta api. Tentu saja rasanya sangat excited, apalagi perginya bersama-sama dengan teman-teman ecpose. Agenda kita adalah mengunjungi kota Banyuwangi dan menyebrang melewati selat Bali mengunakan kapal laut. Tujuan utama mengikuti perjalanan ini sebenarnya untuk merasakan naik kereta api, namun ketika ditengah perjalanan aku sadar bahwa tujuan kedua ku adalah untuk lebih mengenal teman-teman ecpose. Karena sejujurnya aku belum begitu mengenal teman-teman ecpose, sehingga jarang sekali mengunjungi sekretnya karena rasa canggung yang lebih besar daripada rasa nyaman. Keberangkatan menuju kota Banyuwangi diawali pada pukul 05.15 pagi menggunakan kereta api Pandanwangi. Dengan terburu-buru karena temanteman ecpose datang ke stasiun di waktu yang sangat berdekatan dengan keberangkatan kereta, kami akhirnya bisa masuk ke dalam gerbong kereta yang sudah hampir penuh. Dengan berdesakan dengan penumpang lain, kami mencari tempat duduk sesuai dengan nomor di tiket kami. Setelah mendapat kursi masingmasing, kereta pun berangkat.

“

dan yang paling menarik adalah diskusi mengenai bokep, dimana akhirnya aku bisa mengetahui istilah-istilah perbokepan yang tidak aku ketahui.

Dari awal hingga akhir perjalanan ini, banyak hal yang terjadi, dari yang lucu hingga yang menyebalkan. Dari mbak siti dan mbak putu yang berdebat mengenai kertas penyerap minyak di wajah yang seharusnya dinamakan kertas minyak, hingga kita yang harus berjalan untuk mencari seorang anak koin yang membuka


49 perpustakaan mini di daerah kampung nelayan. Dan yang paling menyenangkan adalah ketika kita berada di sebuah cafe di dekat stasiun. Dimana kita ngobrol santai dan akhirnya mengetahui apa yang tidak sempat diungkapkan antar temanteman ecpose. Tidak hanya itu, kita juga tahu mengenai pandangan-pandangan teman-teman ecpose yang berbeda sehingga sangat menyenangkan untuk didiskusikan. Diskusi mengenai para laki-laki ecpose yang ada niatan untuk melakukan poligami atau ada yang berniat hanya setia pada satu wanita saja. Dan yang paling menarik adalah diskusi mengenai bokep, dimana akhirnya aku bisa mengetahui istilah-istilah perbokepan yang tidak aku ketahui. Seperti arti kata coli, dimana aku tidak pernah mendengar kata itu sebelumnya, akhirnya aku mengetahui artinya dan ada teman ecpose yang mengakui pernah melakukannya. Organisasi ekstra kampus juga tak ketinggalan dibahas dalam obrolan santai kami, dimana ada beberapa teman ecpose yang menjadi anggotanya. Obrolan santai di cafe itu, sangat menyenangkan dan sangat membantu menghancurkan kecanggungan antara aku dan teman-teman ecpose lainnya. Aku sangat berterima kasih kepada teman-teman ecpose yang telah merencanakan perjalanan ini, perjalanan ini adalah perjalanan dimana aku mendapat pengalaman pertamaku menaiki kereta api sekaligus pemecah kecanggungan antara aku dan temanteman ecpose lainnya. [] PS : terimakasih kepada semua teman-teman ecpose Siti Nur Malika Salah satu anggota tetap LPME Ecpose, sedang menempuh studi di Jurusan Akuntansi. Selain menulis, juga menyenangi kegiatan masak-memasak.


50

kebiasaan masa lalU Oleh: M. Riski Hidayatullah


51

S

ebenarnya tidak ada yang spesial di pagi itu, pagi itu berjalan seperti pagi biasanya yang sudah menjadi rutinitasku beberapa tahun belakanagn ini, hanya saja pada sabtu pagi itu tepatnya 30 desember 2017 aku akan pergi berlibur menaiki kereta bersama beberapa awak ecpose. Namun ada satu hal yang membuat pagi itu begitu spesial, “naik kereta api tut tut tut siapa hendak turut� adalah sepenggal kalimat dalam sebuah lagu yang sering kunyanyikan saat menaiki kendaran ini, kendaraan yang biasanya kunaiki untuk berlibur ke rumah paman, kendaraan yang biasa kupanjat bagasinya karena ingin membantu ibu meletakkan kopernya, kendaraan yang membuat aku dan teman-temanku bersorak dan mengucapkan “e bede sepor� disetiap kami melihatnya, ya ular besi itulah yang membuat pagi itu begitu spesial. Entah sudah berapa tahun aku


52

tidak pernah berinteraksi dengan kendaraan ini lagi, sejak PT. KAI menutup operasinya di kota kelahiranku Bondowoso. Sehingga memaksaku untuk berpindah ke moda transportasi lain jika ingin berlibur ke rumah paman.

“

aku kembali merasakan nikmatnya menghirup sebatang rokok yang telah lama kutinggalkan.

Pagi itu aku duduk bersama shafly, wafik dan siti, disepanjang perjalanan kami membahas berbagai hal, mulai dari kids jaman now yang sudah fasih menyanyikan lagu via valen (tidak seperti aku kan yang bisanya hanya menyanyikan lagu naik kereta api) hingga ke beberapa candaan yang kami buat untuk membunuh rasa bosan. Entah karena bosan atau apa tiba-tiba si wafik mengucapkan sebuah tebak-tebakan yang menyerempet ke sebuah sepikan kepada si siti, haha dasar wafik... Ternyata lenin kecil bisa juga ya mengumbar kata romantis. Tidak terasa 3 jam telah berlalu, kamipun telah sampai di Kabupaten Banyuwangi. Kamipun bergegas mencari makan, karena perut yang sudah keroncongan dari pagi tadi. Setelah selesai sarapan kami segera bergegas ke pelabuhan ketapang untuk menyebrang. Sesampainya di gilimanuk kami bergegasmencari mini market, namun dicegat oleh petugas untuk menanyakan identitas kami “apakah wajah kami seperti teroris


53

pak?�, tetapi akhirnya kami diizinkan keluar untuk mencari minuman. Setelah itu kami hanya bermain-main dan berfoto di pantai gilimanuk saja. Oh iya ada satu hal yang masih membuatku bertanya-tanya, ketika kita naik kapal boat dan mbak putu memegang sesuatu yang keras seperti kayu kering, kira-kira itu moncong buaya atau eek kering ya mbak put?. Setelah puas menikmati keindahan pantai gilimanuk, kami bergegas untuk menuju ke pelabuhan karena masih ada misi lain menuju kampung nelayan. Namun apa daya misi kita kali ini terpaksa gagal karena ada beberapa alasan tertentu. Tapi ada catatan penting bagiku di perjalanan pulang menuju stasiun Banyuwangi baru. Aku kembali merasakan nikmatnya menghirup sebatang rokok yang telah lama kutinggalkan. Kebiasaan yang kutinggalkan demi meraih ambisi yang hingga kini belum berhasil ku capai. Yah gara-gara melihat ilham dan wafik menikmati rokok dan didukung oleh suasana hujan yg pas ditemani dengan sebatang rokok, akhirnya aku tergoda melakukan kebiasaan lamaku itu. Ya begitulah cerita perjalananku kali ini, yang membuatku merasa de javu dengan beberapa kebiasaan masa laluku. []

M. Riski Hidayatullah Salah satu anggota tetap LPME Ecpose. Sedang menempuh tahun terakhirnya di Jurusan Akuntansi, sembari terus mengasah kemampuan menulis.


54

I

ni adalah perjalanan keduaku yang sama, sebelumnya aku juga pernah melakukan perjalanan yg sama seperti ini satu tahun yang lalu tepatnya dibulan yang sama. Yang membedakan hanyalah dengan siapa aku melakukan perjalanan ini, dan kesan yang aku dapatkan selama perjalanan. Memang Perjalanan ini adalah salah satu agenda impian liburanku setelah UAS dan Walla!! akhirnya kesampaian juga, setelah bercengkrama dengan mbak nayla dan teman-teman ecpose yang merencakan liburan ini, aku sangat excited dengan usulanya untuk berlibur mengunjungi banyuwangi menggunakan moda transportasi kereta api, yang d lanjut dengan menuju pelabuhan ketapang untuk menyebrang menuju pulau Bali. Sebelumnya aku pernah melakukan perjalanan ini bersama Mama dan rombongan dari sekolah Adikku.

kali kedUa Oleh: Rorin Julian P.


55


56

Walaupun sebelumnya mamaku tidak memberikan ijin saat itu untuk melakukan perjalanan ini kembali, aku tetap berusaha merayunya. Akhirnya mamapun mengijinkan dengan syarat harus ada orang kepercayaannya yang bisa mendampingi ku selama perjalanan. Baiklah, orang itupun dipilih mama sendiri . Sebelumnya aku merasa sungkan kepada teman-teman ecpose terutama mbak nayla jika aku harus membawa orang lain diluar ecpose untuk ikut kegiatan perjalanan ini. Namun, daripada aku harus melewati kesempatan ini, dan tidak mendapatkan ijin dari mama (yasudah) aku apa kata mama..

“

perjalanan ini adalah salah satu agenda impian liburanku setelah UAS dan walla!! akhirnya kesampaian juga.

04.00 Aku mulai mempersiapkan, apa saja keperluan yg harus aku bawa, seperti bekal makanan dengn harapan bisa mengirit uang saku walaupun pada akhirnya disana beli-beli juga. Aku berangkat mendahului teman-teman ecpose, karena perjalanan dari rumah ku ke stasiun jember lumayan agak jauh, menuju stasiun aku di antar kedua orang tuaku. Sesampainya di stasiun, ku tengok kanan kiri dengan harapan bisa menemukan teman-teman ecpose, ternyata mereka belum datang. Walaupun sebelumnya sesuai kesepakatan 04.30 kita harus sudah berkumpul distasiun..


57

Sembari menunggu kedatangan mereka , aku mengeluarkan kamera tempur ecpose. Jepret sana sini.. mengotak atik pengaturannya, dan jalan kesana kemari. Sampai pada akhirnya aku masuk kedalam gerbong kereta duluan, tapi temanteman ecpose belum datang juga. Namun beberpa menit kemudian teman-teman ecpose sudah memasuki gerbong dengan wajah penuh canda tawa dan penuh kelegaan ( karena sepertinya hampir saja mereka terlambat ) 3 jam perjalanan kami tempuh Aku sangat begitu menikmati perjalanan yg kedua kalinya ini. (Memang sebelumnya gak menikmati rin?) Sama sekali tidak dikarenakan saat itu teman-teman perjlanan saya adalah ibu-ibu rempong dengan anak-anak TK yang gak bisa diam... tidak ada agenda acara selama perjalanan mau seperti apa (kala itu) Jadi bagiku ini perjlanan kedua yg sangat berkesan. Sesampainya distasiun tujuan kami. Kami langsung berencana melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan ketapang yang tidak jauh dari stasiun. Sebelum itu, teman-teman ecpose terlebih dahulu mengisi energi mencari sarapan diwarungwarung sekitar yang pada akhirnya berhenti diwarung nasi uduk. []

Rorin Julian Bendahara Umum LPME Ecpose, yang sedang menempuh tahun terakhirnya di Jurusan Kesekreatriatan. Banyak menghabiskan waktu dengan membidik objek melalui lensa kamera.


58


59

Selesai. SAMPAI JUMPA DI PERJALANAN SELANJUTNYA.


60


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.