#AntologiBlog "Catatan Usang"

Page 1

sebuah antologi tulisan blog

CATATAN USANG M. Ali Ridho

- 1 -


Penulis M. Ali Ridho (catatanusangweb.wordpress.com) Ilustrasi dan Tata Letak Triana Novitasari Produksi Februari 2019

- 2 -


Daftar Isi Jurnalis Tanpa Jiwa [5]

Surat Ini Untukmu [13]

Sebuah Apresiasi Mini [19]

Besar Tapi Tak Tampak Besar, Tua Tapi Tak Bijaksana [26] Jadi Begini... [36]

Kau yang Terlihat di Kejauhan [41] Aku Tak Ingin Mati Muda [47]

Tuhan Maha Ikut Campur! [52]

Jokowi-Prabowo, Dengan Salah Satu Pernyataannya [58] Sudutku, Bagaimana Sudutmu, ECP? [63]

- 3 -


- 4 -


#1

Jurnalis Tanpa Jiwa 25 . 03 . 2018

“Dinginnya udara kali ini tidak menyurutkanku untuk tetap meneruskan bahasan seberapa jauh aku telah mengimplementasikan elemen-elemen jurnalisme.� - 5 -


Catatan Usang #1. Jurnalis Tanpa Jiwa

“Bagaimana mungkin aku mengatakan seorang jurnalis jika elemen-elemennya saja aku tak kenal.� Malam yang hangat kali ini ditemani secangkir kopi yang kedaluwarsa dan di lidah pun rasanya kecut-kecut asem, seperti

senyumanmu yang selalu asem gak ada manis-manisnya kala kita bergumam di ruang rindu, hehe. Ssstt‌ sepintas terpikir,

apakah aku ini benar-benar seorang jurnalis? Dari sini, aku mulai mengalami kebingungan akan identitas yang sudah melekat

beberapa tahun di raga ini ketika membaca buku karangan Bill Kovach yang berjudul A9ama Saya Adalah Jurnalisme. Dalam buku ini mengatakan bahwa seorang jurnalis itu harus paham tentang jiwa yang ada di jurnalisme itu. Maksud dari jiwa jurnalisme ini adalah elemen-elemen yang ada di Jurnalisme.

- 6 -


Catatan Usang #1. Jurnalis Tanpa Jiwa

Kali ini aku mengatakan bahwa aku seorang jurnalis kampus dengan catatan: jika dilihat dari kartu identitas sebagai

seorang jurnalis kampus. Dari identitas yang kumiliki itu, aku sudah menjadi seorang jurnalis. Tapi, kurasa cuma julukan saja yang kudapat, karena aku masih belum benar-benar bisa menerapkan elemen-elemen yang ada di jurnalisme itu.

Mengenai elemen pertama, memandang bahwa jurnalis itu harus berdasar pada kebenaran. Dari elemen pertama, aku

sudah merasa ragu, apakah aku sudah bisa memandang suatu peristiwa itu benar atau tidak. Karena kebenaran itu dapat

dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda. Namun dalam buku A9ama Saya Adalah Jurnalisme, dikatakan bahwa kebenaran

itu akan tercipta ketika melalui proses revisi-revisi. Namun, kebenaran yang dimaksud adalah dalam tataran fungsional

bukanlah filosofis. Bagaimana mungkin aku dengan PEDE-nya mengatakan aku seorang jurnalis kampus tapi masih ragu dalam memandang sebuah kebenaran.

- 7 -


Catatan Usang #1. Jurnalis Tanpa Jiwa

Kebingungan di kehangatan malam ini bertambah ketika aku mulai mengetahui elemen kedua dari jurnalisme, yakni

loyalitas. Maksud loyalitas ini apa? Pada siapa aku harus menempatkan loyalitasku sebagai seorang jurnalis kampus? Jika menganut perkataan Bill Kovach, maka loyalitas yang dimaksud adalah kepada masyarakat. Jika dalam jurnalis kampus, maka

loyalitas akan condong ke mahasiswa. Apakah posisiku kali ini sebagai jurnalis kampus sudah menempatkan loyalitas kepada

mahasiswa? Aku benar-benar mulai ragu dengan diriku sendiri, apakah aku sudah menempatkan loyalitas itu kepada temanteman mahasiswa, sedangkan aku kerap menyalahkan mahasiswa jika perilaku atau apapun itu yang kupandang tidak benar. Dan yang paling parah lagi, apakah nantinya loyalitas ini akan tetap ke mahasiswa meskipun mahasiswa itu berada pada posisi yang benar atau salah.

Sembari bercumbu dengan kebingungan-kebingungan, tak terasa malam sudah terlewatkan dan mulai memasuki dini

hari nan ditemani oleh lagu-lagu indie, tidak lagi ditemani kopi yang telah kedaluwarsa. Kehangatan malam sudah pudar dan - 8 -


Catatan Usang #1. Jurnalis Tanpa Jiwa

berganti dinginnya udara dini hari yang semakin terasa di tulang. Dinginnya udara kali ini tidak menyurutkanku untuk tetap meneruskan bahasan seberapa jauh aku telah mengimplementasikan elemen-elemen jurnalisme.

Sebagai seorang jurnalisme kampus, haruslah terbiasa disiplin verifikasi. Ini merupakan elemen ketiga dari jurnalisme.

Disiplin verifikasi itu menurutku penting guna mendapatkan informasi yang akurat. Kali ini di elemen ketiga jurnalisme, aku rasa tidak mengalami keraguan seperti di elemen-elemen sebelumnya.

Berlanjut ke elemen keempat. Jare koncoku, “Dadio jurnalis sing iso jogo independensi.� Maksudnya independen dalam

elemen jurnalisme yaitu jurnalis di haruskan mampu bersikap independen terhadap orang-orang yang diliput. Jika melihat kutipan dari Anthony Lewis, kolumnis The New York Times mengatakan bahwa jurnalis dapat menulis sesuai dengan sudut

pandang mereka sendiri, tapi jurnalis tetap harus menghargai fakta di atas segalanya. Keraguan mulai datang lagi di bagian ini, posisiku kali ini sebagai jurnalis kampus serta sebagai mahasiswa. Seberapa jauh independensi yang kumiliki sebagai - 9 -


Catatan Usang #1. Jurnalis Tanpa Jiwa

jurnalis kampus ketika aku mendapat tekanan dari berbagai pihak birokrasi, misalnya.

“Apakah aku ini sebagai jurnalis kampus benar-benar mampu menerapkan elemen yang satu ini? Namun dari keraguan yang muncul di bagian elemen ini, sepintasku teringat kalimat bahwa, kebenaran itu pasti tegak berdiri.� Banyak elemen-elemen lainnya di jurnalisme, seperti memantau kekuasaan dan penyambung lidah, sebagai forum publik,

jurnalis harus mampu memikat serta relevan, mampu membuat berita yang proporsional serta komprehensif dan elemen terakhir, jurnalis harus mendengarkan hati nurani.

- 10 -


Catatan Usang #1. Jurnalis Tanpa Jiwa

Lantas, dari ketidakpahamanku atas kesembilan elemen jurnalisme, apakah aku masih dianggap sebagai seorang jurnalis? Sudah kukatakan di awal, aku tetap seorang jurnalis kampus tapi sebatas di identitas kartu anggota saja, tapi tidak pernah memiliki jiwanya.

Tidak inginkah diri ini memiliki jiwanya? [] Tabik!

- 11 -


- 12 -


#2

Surat Ini Untukmu 26 . 04 . 2018

“Ya benar, hidup ini selalu berkaitan antara sebab dan akibat, bak ada api maka pastilah timbul asap. Begitulah kiranya perumpamaan yang kutujukkan pada kasihku yang terjeda empat kota.� - 13 -


Catatan Usang #2. Surat Ini Untukmu

Hai, salam konyol teruntuk kamu andeng-ku. Telah kesekian kalinya semenjak kita berdua terpisah oleh jarak tak bisa bertatap mata secara nyata saat hari terbaikmu.

Saat kita memasuki masa-masa menjadi mahasiswa, di saat itulah kita benar-benar jarang ada waktu untuk bertemu di dunia

nyata. Dari pernyataanku barusan, tak ada sedikit pun rasa yang kusesali ketika memang tak ada waktu bertemu antara aku dan kamu, karena aku yakin dirimu di sana ada alasan sebelum ada disana. Ya benar, hidup ini selalu berkaitan antara sebab dan akibat, bak ada api maka pastilah timbul asap. Begitulah kiranya perumpamaan yang kutujukan pada kasihku yang terjeda

empat kota. Namun, bukan berarti tempat penggabungan tulang rusuk mu ini hanya pasrah dan diam saja saat memiliki perumpamaan seperti itu. Telah berbagai upaya ku lakukan untuk mensubtitusikan waktu kencan kita berdua, seperti halnya mem–video call.

- 14 -


Catatan Usang #2. Surat Ini Untukmu

Memang kuakui, untuk saling bercanda tawa di chat pun telah langka. Itupun sudah kurasakan. Bukan hanya itu saja

manisku‌ Kini aku mengakui kalau sudah mulai berkurang rasa perhatianku terhadapmu. Hal itu karena aku memang sulit mengatur waktu. Aku tidak akan menyalahkan seluruh kegiatan yang menyibukkanku karena hal semacam itu hanya akan

memperbodoh pemikiranku nantinya. Karena yang kuyakini saat ini, menjadi manusia yang bermanfaat itu adalah manusia yang memiliki kesibukan.

“Bukan itu saja, setelah masa pendewasaanku saat ini, aku pikir hidup itu bukan melulu soal cinta. Cinta saja tak cukup pikirku. Maka wawasan, pengetahuan, ilmu, dan kebijaksanaan dalam berpikir, adalah tidak kalah penting ketika aku memilih mencintaimu hingga saat ini.� - 15 -


Catatan Usang #2. Surat Ini Untukmu

Aku setuju perkara hidup semacam itu, karena jika aku memprioritaskan hidupku hanya untuk mencintaimu saja, maka

sama halnya aku menuntunmu dalam zona sengsara. Dengan segala pledoi atas kesibukanku saat ini, kuharap dirimu yang di sana juga lebih memprioritaskan hidup dalam jangka panjang. Maksudnya bukan andeng-andeng kamu yang semakin panjang.

Eh salah, kurasa bukan panjang tapi malah melebar bak kue serabi, hehe. Sudah cukup bully-nya! Lubang hidungmu jangan kembang kempis setelah membaca ini, kue serabi, hahaha. Semakin ke arah sini, kok semakin bahagia ya akunya. Hai ndeng-andeng! Oops!!! Kali ini aku kan memperkenalkan nama manisku dalam surat konyol ini.

“Ya, dirimu bernama Putri Kurnia Naraswanik. Selamat ulang tahun, manisku.�

- 16 -


Catatan Usang #2. Surat Ini Untukmu

Semoga dengan jarangnya waktu bertemu antara kita di dunia nyata, tidak menyurutkan semangatmu untuk tetap menjadi

wanita saat aku pertama melihatmu dan begitupun sebaliknya dengan diriku. Selain itu, dengan kekonsistenan ku sejak awal

yakni bukan melulu soal cinta, maka kusemogakan juga dirimu akan selalu ingat kue serabi hehe‌ Selalu ingat berapa banyak

tetes keringat ayah dan ibumu untuk membiayaimu menempuh pendidikan. Hai manisku Putri Kurnia Naraswanik, jadilah

anak terakhir yang lebih membanggakan mereka. []

Salam manis serabi. Sekret Ecpose, arah kiblat. - 17 -


- 18 -


#3

Sebuah Apresiasi Mini 23 . 05 . 2018

“Percaya atau tidak, cepat atau lambat pemikiran yang dimiliki seorang Guru akan tertular pada muridnya. Dan muridnya akan menjadikan Guru sebagai panutan. Selebihnya, mereka akan diabadikan dalam tulisan. Ya seperti tulisan kali ini.� - 19 -


Catatan Usang #3. Sebuah Apresiasi Mini

Beranjak dari tempat di mana aku seperti sedang di surga tapi sayangnya tak ada bidadari yang nongol sekelibat pun saat

itu. Ya, itu adalah kamar tidur yang selalu menemaniku ketika bermimpi layaknya di surga. Pagi itu, aku langsung menghampiri

motor mini ku dan kubisikkan beberapa kata pada telinganya. “Hai patnerku, sudah pulas kah tidurmu? Kalau sudah, mari kita bekerjasama seperti biasanya (pergi ke kampus).�

Sial, bisikanku kurang diperhatikan pagi ini. Beberapa kali telah ku jenggreng-jenggreng, namun si motor mini tak kunjung

bangun. Apa mungkin partner-ku ini butuh diberi kalimat puitis agar cepat nurut, haha. Sepertinya aku mulai tidak beres.

Selang beberapa detik, partner pun telah meraung dan bangun dari tidur. Aku mulai siap tuk tancap gas agar tak melewati

batas zona bahaya, yakni telat. Sampailah aku di zona intelektual. Anggap saja dunia inteletual tempat aku berpijak sekarang. tapi katanya sih memang tempatnya orang intelek. Meskipun satu atau dua orang saja yang ku anggap benar-benar memiliki intelektual, pasnya tidak lebih dari 20 orang.

- 20 -


Catatan Usang #3. Sebuah Apresiasi Mini

“Yah, jadi ingat istilah oligopoli. Andai saja tempat pijakanku ini seperti persaingan sempurna, pasti seru!” “He Nub, tugasmu yaopo, mari?” Tanya si temanku bernama Sumo. “Mari Mo,”

“Pirang lembar? Wis siap maju?” tegas dia.

“Kepooo,” sedikit canda, kuselipkan di pagi hari. “Woooo, matane. Mara sing gena!”

- 21 -


Catatan Usang #3. Sebuah Apresiasi Mini

Tlepok! Bogeman melayang di bahuku kali ini. Akhirnya kujawab seluruh pertanyaan dia sepenuhnya.

Tepat di lantai tiga, kami masuk ruang kelas bercampur dengan napas yang ngos-ngosan. Kali ini, aku memilih duduk agak

belakang. Bukan karena memang terbiasa di belakang, hanya saja aku belum sepenuhnya siap untuk masuk perkuliahan hari ini. Begitu pengecutnya diriku, hadeh. Beberapa menit kemudian, masuklah seseorang yang akan mengajar di kelas yang aku masuki ini.

“Selamat pagi,” salam dia.

“Pagi, Paaaakkkk,” panjang memang ngucapin kata ‘Pak’ nya.

“Silahkan kumpulkan tugasnya, dan silahkan maju yang sudah siap,” lanjut dia. - 22 -


Catatan Usang #3. Sebuah Apresiasi Mini

Jeng jeng jeng, seketika meteor menabrak lapisan ozon bumi, lalu terjadi hujan meteor dan turun semuanya di hatiku.

Ambruklah gedung-gedung pencakar fakultas. Sayangnya itu dalam halusinasi.

Beberapa dari teman-temanku telah ke depan untuk mempresentasikan hasil kerjanya, tapi yang pasti bukan diriku. Lepas

itu, seseorang tersebut (oh ya mari kita panggil dia disini sebagai Guru) mulai menjelaskan mengenai ilmu yang semestinya

kami dapatkan. Ya, guruku yang satu ini sangat luas wawasan ilmu pengetahuannya. Hal itu ditunjang dari pengalamannya

yang telah menempuh pendidikan di dunia-dunia luar (dunia kesatu). Ditambah lagi, referensinya sangat banyak serta update keilmuannya.

Guruku kali ini ngomong panjang lebar mengenai bidang keilmuannya. Bicara bidang itu, maka akan sangat panjang

pembahasannya, tapi ya tergantung orangnya. Kalau orang model seperti aku kemungkinan besar bakal pendek bahasan

bidang keilmuannya. Sungguh tak ada yang dibanggakan dari diriku untuk saat ini. Ya, cuma untuk saat ini. Gatau kalau setelah - 23 -


Catatan Usang #3. Sebuah Apresiasi Mini

ini! Gatau juga kalau esok hari. Yang pasti ada perubahan yang aku inginkan tapi sayangnya itu masih sebatas wacana.

“Tapi setidaknya kali ini aku merasa bernasib baik. Dapat bertemu seorang Guru yang masih konsisten dalam bidang keilmuannya.� Percaya atau tidak, cepat atau lambat pemikiran yang dimiliki seorang Guru akan tertular pada muridnya. Dan muridnya

akan menjadikan mereka Guru sebagai panutan. Selebihnya, mereka akan diabadikan dalam tulisan. Ya seperti ini. [] Tabik! - 24 -


- 25 -


#4

Besar Tapi Tak Tampak Besar, Tua Tapi Tak Bijaksana 18 . 08 . 2018

“Serentetan masalah tengah terjadi di dunia ini terutama terkait dengan perekonomian dunia. Lain itu, permasalahan politik, bencana alam atau bahkan permasalahan rumah tangga juga kerap terjadi.� - 26 -


Catatan Usang #4. Besar Tapi Tak Tampak Besar, Tua Tapi Tak Bijaksana

“Tong, coba tebak! Besar tapi tak tampak besar? Tua tapi tak bijaksana? Apa Tong, Tau gak sampean? Tong, serentetan masalah tengah terjadi di dunia ini terutama terkait dengan perekonomian dunia. Lain itu, permasalahan politik, bencana alam atau bahkan permasalahan rumah tangga juga kerap terjadi, Tong, hehe…” “Namanya juga kehidupan kang, gak ada masalah itu rasanya gak sedap,” saut Tong dengan bibir menungging.

“Lhaa… bukan gitu juga kali, Tong. Kalau kehidupan ini dikatakan tak sedap tanpa adanya masalah, lantas apa gunamata pelajaran PPKN sewaktu di SD dulu, Tong?”

- 27 -


Catatan Usang #4. Besar Tapi Tak Tampak Besar, Tua Tapi Tak Bijaksana

“Iya juga sih, Kang. Tapi untungnya aku gak pernah nerima pelajaran PPKN, Kang,” ujar Tong lagi. “Tapi alasanku rasional

juga lho, Kang, kalau kehidupan itu tak sedap jika tanpa bumbu permasalahan,” lanjutnya.

“Hmmm kok yakin sekali kamu, Tong? Apa bukti atas pendapatmu itu? Aku masih belum yakin sepenuhnya.”

“Buktinya ya yang sekarang sampean rasakan, Kang. Coba deh telaah lebih dalam. Resapi sembari minum kopi. Pasti sampean sadar kalau kehidupan itu tak sedap tanpa bumbu permasalahan,” Kata Tong sambil mecucu. “Toh sampean juga pernah belajar PPKN, Kang. Nyatannya ya tetap saja masih ada permasalahan meski sudah ada pelajaran tentang PPKN. Betul gak, Kang?” lanjutnya. - 28 -


Catatan Usang #4. Besar Tapi Tak Tampak Besar, Tua Tapi Tak Bijaksana

“Eitss, cukup rasional juga alasanmu itu, Tong. Indonesia juga kerap mengalami serentetan permasalahan. Apalagi masalah terkait Tikus Berdasi hehe…”

“Wadaw, apa katamu, Kang? Tikus Berdasi? Jangan menyebut istilah seperti itu, Kang. Karena aku kira bangsa tikus pun juga tak mau dikait-kaitkan dengan permasalahan manusia. Kasihan bangsa tikus, cari nafkah di sisa tumpukan sampah masih saja di sematkan istilah bermakna jelek,” Kata si Tong. “Waduh, benar juga katamu barusan, Tong. Secara tidak langsung ucapanku telah menyakiti bangsa tikus,” ujarku. “Kembali - 29 -


Catatan Usang #4. Besar Tapi Tak Tampak Besar, Tua Tapi Tak Bijaksana

lagi ke awal, Tong. Udah nemu gak jawabannya? Besar tapi tak tampak besar? Tua tapi tak bijaksana?” lanjutku sambil nagih. “Mungkin itu adalah sesosok Mak Lampir, Kang,” kata Tong sambil meringis jongat. “Ahh, ngawur kamu, Tong. Begini Tong, kan tadi aku sempat baca berita, eh lagi marak-maraknya membahas permasalahan politik yang merembet ke ekonomi. Permasalahan itu memang gak melibatkan Indonesia, tapi sedang merambah ke Negara Turki sama Amerika Serikat. Permasalahan itu dipicu oleh peristiwa penahanan pendeta asal Amerika Serikat di Negara Turki beberapa pekan lalu karena diduga terlibat dalam kasus kudeta Turki tahun 2016 silam. Eh pas waktu ada penahanan, Amerika Serikat malah pingin warga negaranya itu di bebaskan secepatnya. Tapi keinginan itu di tolak oleh Turki, Tong.”

- 30 -


Catatan Usang #4. Besar Tapi Tak Tampak Besar, Tua Tapi Tak Bijaksana

“Lantas, apa yang terjadi setelahnya, Kang?” tanya Tong, serius.

“Ya akhirnya Amerika Serikat mulai mengancam Turki lah. Caranya, dengan menekan dari sisi perekonomian Turki. Presiden Trump langsung menaikkan tarif impor dua kali lipat terhadap produk baja dan alumunium dari Turki dengan masingmasing tarif menjadi 50% dan 20%. Dampaknya, sekarang Turki mengalami krisis keuangan. Nguwerii gak, Tong? Awale masalah politik eh malah merembet ke perekonomian,” ujarku.

- 31 -


Catatan Usang #4. Besar Tapi Tak Tampak Besar, Tua Tapi Tak Bijaksana

“Iyo, Kang. Ngueriii. Terus? Turki diam tok?” tanya Tong.

“Nah… waktu ada serangan dari Amerika Serikat, presiden Turki, Erdogan tidak gentar. Malah dia balas menyerang melalui perekonomian juga. Salah satu contohnya dengan mengarahkan warga Turki agar tidak menggunakan dollar AS. Selain itu, menyarankan warganya untuk berhenti menggunakan produk dari AS seperti ponsel iPhone dan minuman Cola. Bukan hanya itu Tong, masih ada lagi kebijakan lainnya, seperti menaikkan tarif impor produk mobil, alkohol, serta tembakau asal Amerika Serikat masing-masing menjadi 120%, 140% dan 60%.” - 32 -


Catatan Usang #4. Besar Tapi Tak Tampak Besar, Tua Tapi Tak Bijaksana

“...bagaimana Tong? Udah ada gambaran kan, tentang pertanyaanku tadi? Besar tapi tak tampak besar? Tua tapi tak bijaksana?” ujarku.

“Ohhh, iya. Benar memang, Yang besar tak selalu tampak besar, Yang tua tak selalu bijaksana. Seperti gambaran peristiwa yang sampean jelaskan tadi. Ada dua negara yang sedang konflik tentang urusan politik, eh malah saling ancamancaman tentang perekonomian...” “...apalagi kedua negara tersebut salah satunya adalah negara yang besar/maju. Bahkan juga termasuk negara yang tua

- 33 -


Catatan Usang #4. Besar Tapi Tak Tampak Besar, Tua Tapi Tak Bijaksana

umurnya. Ditambah lagi, pemimpinnya juga rata-rata udah sepuh, Kang, hehe,� saut Tong sambil tertawa Sarkas. “Ya begitulah, Tong. Sesuai dengan perkataanmu tadi kalau kehidupan tak sedap tanpa bumbu permasalahan hehehe,� kataku sembari menyeruput kopi. [] Tabik!

- 34 -


- 35 -


#5

Jadi Begini... 28 . 09 . 2018

“TUHAN, aku tak punya cukup pulsa untuk menelepon-Mu. Jadi, aku tulis saja keluh kesahku ini.� - 36 -


Catatan Usang #5. Jadi Begini...

TUHAN, aku tak punya cukup pulsa untuk menelepon-Mu. Jadi, aku tulis saja keluh kesah ku ini. Jadi begini TUHAN, aku

tak mengerti secara jelas apa yang kurasakan, tapi pada intinya aku bakal cerita mengenai lembaga yang Kau berikan padaku setahun yang lalu.

Begini TUHAN. Telah banyak yang telah diberikan lembaga ini pada kehidupanku, terutama terkait pengalaman,

kekeluargaan maupun keorganisasian. Kuakui, selama berjejak di sini, aku merasa belum maksimal dalam mengelola keorganisasian. Kurasakan hal ini saat mulai masuk kepengurusan – dan disinilah tanggung jawab ku mulai di uji.

Banyak teman-teman seangkatanku mulai hilang satu per satu. Tapi, aku lebih menyukai teman yang seperti itu. Teman

yang memang langsung menghilang tanpa kabar dan tak nongol di lembaga. Aku lebih menyukai itu, sungguh! Mereka yang

menghilang tanpa menampakkan muka menurutku sebuah bentuk agar aku tidak di buat berharap atas kedatangannya, atau bahkan kinerjanya.

- 37 -


Catatan Usang #5. Jadi Begini...

Dari pada teman yang terkadang nongol di lembaga cuma untuk tempat bersinggah sejenak lalu pergi dengan kesibukannya

yang lain. Lebih parahnya, abis nongol lalu pergi tanpa pamit.

“Bukan nya sedih karena di tinggal, tapi‌ ayolah. Jangan seperti ‘lontong di ketok-ketok, omong thok’. Ingat janji saat proses pengukuhan kala itu.â€? Tak jarang aku ingin menjadi seperti mereka. Mereka yang dengan mudahnya pergi tanpa ada beban. Tapi, niat itu kerap

kali gagal. Kegagalan itu, salah satunya karena memang bukan model kepribadianku. Lain itu, aku merasa punya beban moral pada lembaga.

- 38 -


Catatan Usang #5. Jadi Begini...

“Ya, aku bakal merasa memiliki beban moral ketika aku tidak menyalurkan seluruh pengetahuanku pada adik-adik.� Aku sangat memikirkan itu. Aku tak mau tidurku terus dibayangi oleh harapan besar adik-adik yang terucap saat

pendaftaran baru dibuka – dan melebur karena ketidakbecusanku saat mendidik.

Cukup sampai sini saja, semoga Kau bersedia meluangkan waktu untuk ber-rasan-rasan dengan diriku ini. Meskipun

pulsaku tak mencukupi untuk langsung menelepon-Mu. Lain kali, aku bakal isi ulang di toko terdekat. [] Salam. - 39 -


- 40 -


#6

Kau yang Terlihat di Kejauhan 29 . 09 . 2018

“Kita untuk saat ini memang dijauhkan oleh jarak, namun pikiranku masih tetap merasa dekat dengan dirimu.� - 41 -


Catatan Usang #6. Kau yang Terlihat di Kejauhan

Petang ini aku masih tetap di tempat yang sama. Tempat itu adalah sekret Ecpose. Entah kenapa, petang ini aku mulai

memikirkan sesuatu hal.

“Bukan urusan organisasi ataupun proyek lomba melainkan memikirkan dirimu yang jauh di sana. Di Malang. Itu jauh jika aku jalan kaki dari Jember ke Malang. Yah, benar kan? Itu pasti jauh, hehe.� Kita untuk saat ini memang dijauhkan oleh jarak, namun pikiranku masih tetap merasa dekat dengan dirimu. Aku mulai

memikirkan bagaimana rasanya jadi dirimu yang tengah merasakan rindu untuk bertemu diriku. Dalam posisi ini, jujur aku - 42 -


Catatan Usang #6. Kau yang Terlihat di Kejauhan

tak selalu dapat menuruti kemauan mu untuk saling bertemu, dan itu sangat jarang sekali. Hal itu sering terucap oleh lisanku yang kerap kali menolak untuk bertemu dengan alasan masih ada kegiatan di kampus, ada kegiatan di organisasi. Penolakanku bukan berarti aku tak merasakan rindu sama terhadap dirimu, wahai manisku.

Sebenarnya aku ingin kau tahu, kalau kita sering bertemu di waktu yang lagi sibuk-sibuknya, itu bakal menghambat sebuah

harapan dari orang tua. Jika aku mengiyakan kemauanmu tiap kau meminta, maka sama halnya aku mematahkan harapan

kedua orang tuamu, wahai manisku. Dan itu yang sangat kuhindari. Karena, sejak aku memilih dirimu untuk menjadi bagian dari ceritaku, aku sudah memantapkan janji. Dan janji itu sudah kuutarakan padamu.

Untuk mengingatkanmu, manisku, ada beberapa alasan ketika aku memilih kamu jadi bagian dari hidupku. Pertama,

kamu cantik dan seleraku. Kedua, aku tak mau menyusahkan dirimu atau orang tuamu kelak. Ketiga, jikalau nanti aku menyusahkan, maka aku siap meninggalkanmu atau kau nantinya yang bakal meninggalkanku. Aku yakin, kau yang jauh di - 43 -


Catatan Usang #6. Kau yang Terlihat di Kejauhan

sana masih ingat ucapanku ini.

Aku memang pernah sangat rindu.

“Rindu itu sangat tidak mengenakkan pikiran.� Bawa’annya ingin ketemu, ingin tau apa yang lagi di kerjakan, bahkan ingin terus-menerus chatting-an atau bahkan video

call via WhatsApp. Kusadari, rindu itu bukan dialami oleh orang yang lemah saja. Namun bagiku, rindu itu datang kepada orang yang lagi baru kasmaran, serta kepada orang yang lagi tak punya kesibukan lain. Kedua hal itu yang kurasakan saat aku mulai merindukanmu, wahai manisku.

- 44 -


Catatan Usang #6. Kau yang Terlihat di Kejauhan

Entah aku masih belum mengetahui bagaimana rindu menurut versimu. Aku sangat ingin mengetahuinya. Sungguh ingin.

“Manisku, meskipun untuk saat ini kita berdua jauh karena jarak. Tapi yakinlah, kita masih dapat saling menampakkan muka, masih dapat berbagi tawa, masih dapat bertukar kata romantik.” Karena perlu kau ketahui manisku… Kau selalu terlihat meskipun di kejauhan… []

- 45 -


- 46 -


#7

Aku Tak Ingin Mati Muda 17 . 10 . 2018

“Aku ingin seperti Gie yang memiliki sosok idealis, pemberani, lantang melawan ketidakbenaran yang terjadi. Tapi, tak selamanya aku sepenuhnya meniru Gie. Ia dan aku beda.� - 47 -


Catatan Usang #7. Aku Tak Ingin Mati Muda

“Via YouTube, pendengaranku kali ini mulai menyaring suara-suara khotbah penggalan puisi yang di lontarkan oleh Soe Hok Gie: Berbahagialah kalian yang mati muda.” Kala pagi, aku duduk bersila di atas karpet merah dengan memakai kemeja hitam bertuliskan kata ‘Pers’ di atas saku

sebelah kiri. Tak lama, datang seorang teman memasuki ruangan yang sama denganku. Ia nelonyong dengan melepas sandal

melebihi keset yang telah tertata. Lalu bergegas ia menaruh tas yang dipikulnya.

Tak beraturan sudah ruangan ini, kataku. Tas, sound system, kabel olor, asbak, dan sisa kopi pun menjadi variabel dari

‘bergeletakan-bergeletakan club’ itu. Tapi tak apa, akan selalu ada tangan-tangan tak terlihat yang senantiasa merapikan - 48 -


Catatan Usang #7. Aku Tak Ingin Mati Muda

kembali. Lain sisi, dengan ciri khas berantakan inilah, nanti bakal menjadi suatu hal yang bakal aku rindukan suatu esok.

Bicara perihal esok, jemariku mulai mengetik di kolom pencarian YouTube sambil duduk bersila. ‘Puisi Terakhir Soe Hok

Gie’ diiringi bunyi tek tek tek suara keyboard laptop. Dibarengi seorang teman yang juga duduk bersila, mulailah pendengaran ini terfokus pada pusat suara, yakni pembacaan puisi karya Gie.

Beberapa menit aku menikmati puisi Gie, hingga terlontarlah kata ‘Berbahagialah kalian yang mati muda...’ Sontak kawanku

satu ini sepertinya kagum dengan kalimat seperti itu. Beberapa kali ia mengatakan, “Iku loh, berbahagialah kalian yang mati muda!” dengan tawa lantang bak siluman di film Angling Dharma.

Aku sempat berpikir bahwa itu sebuah ke-waw–an yang wahhhh. Sebab sosok Gie telah menorehkan catatan sejarah

dengan melakukan perlawanan-perlawanan pada pemerintahan kala itu. - 49 -


Catatan Usang #7. Aku Tak Ingin Mati Muda

“Gie memang telah mati muda, dan berbahagialah Gie yang telah mati muda dengan segala jejaknya yang tetap membekas.� Aku ingin seperti Gie yang memiliki sosok idealis, pemberani, lantang melawan ketidakbenaran yang terjadi. Tapi, tak

selamanya aku sepenuhnya meniru Gie. Ia dan aku beda.

Di sudut lain, aku punya pemikiran jikalau diri ini mati muda, maka aku tak akan sempat melihat senyum putra-putri ku

kelak, tak sempat melihat calon istriku mengajari putra-putrinya saat belajar, dan tak sempat pula aku menceritakan kisah hidupku pada mereka.

Sebenarnya terlalu jauh aku membicarakan ini, tapi apa salahnya jika akal ini sempat berpikir semacam ini, hehehe. - 50 -


Catatan Usang #7. Aku Tak Ingin Mati Muda

Bukankah sama halnya ini adalah suatu bentuk keinginan seorang laki-laki sedang membayangkan dirinya menjadi sang ayah yang mampu menjadi petunjuk arah bagi keingintahuan keluarganya kelak.

Hadirnya akal inilah, aku tak sepakat dengan Gie terkait penggalan puisinya itu. Selamat membaca putra-putriku, ini adalah

coretan masa lalu ayahmu beberapa puluh tahun silam yang telah memikirkanmu jauh-jauh hari. [] Salam!

- 51 -


- 52 -


#8

Tuhan Maha Ikut Campur! 24 . 12 . 2018

“Tuhan terlalu ikut campur kali ini, dan aku mengakui, aku tak mampu mempertahankan keputusanku dan akhirnya mengikuti kehendak yang Tuhan rencanakan.� - 53 -


Catatan Usang #8. Tuhan Maha Ikut Campur!

Beberapa bulan lalu, aku, seorang manusia yang tengah mencari jati diri mencoba membuat sebuah keputusan dengan

berbagai pertimbangan. Sampai akhirnya kutulis keputusan tersebut dalam ruang abadi yang kumiliki, Ya, ruang itu adalah blog pribadi.

Dalam tulisan sebelumnya, aku sudah berencana untuk menutup hati untuk terlibat kembali dalam suatu organisasi sebab

dalam posisi saat ini, ada hal yang perlu aku prioritaskan yakni keinginan keluarga. Sebuah keinginan keluarga sangatlah tidak ndakik-ndakik, yakni segera menuntaskan perkuliahan dan lulus dengan predikat Sarjana.

“Namun, Tuhan yang menciptakanku kali ini tidak sepakat dengan keputusan yang kubuat. Terutama dalam beberapa hari terakhir. Tuhan telah hadir dalam sebuah forum yang bakal mengakhiri urusanku di sebuah organisasi.� - 54 -


Catatan Usang #8. Tuhan Maha Ikut Campur!

Kala itu, aku sudah siap membeberkan sebuah perbuatan dosa yang pernah dilakukan. Pengakuan dosa itu berjalan selama

berpuluh-puluh jam lamanya, sampai akhirnya, Tuhan datang dengan membawa beberapa sosok hambanya.

“Kedatangannya, tak kusadari bakal mampu mengubah keputusan yang telah kubuat. Tapi ternyata, saat utusan Tuhan tersebut berbicara, menyidang aku dan beberapa teman yang terlibat dalam kepengurusan, ia meneteskan air mata.� Ya, utusan Tuhan mengeluarkan senjata yang mampu meleluhkan hati dan keputusan yang telah kupersiapkan sebelumnya.

Tetesan air mata beserta mata memerah dan bibir menggetar, itu sungguh sangat menjengkelkan. Sungguh hal itu adalah - 55 -


Catatan Usang #8. Tuhan Maha Ikut Campur!

senjata yang tepat yang dipersiapkan Tuhan kepadaku. Tuhan terlalu ikut campur kali ini, dan aku mengakui, aku tak mampu mempertahankan keputusanku dan akhirnya mengikuti kehendak yang Tuhan rencanakan.

Hai Tuhan, kamu sedang kurasani dalam ruang abadi yang kumiliki, semoga Engkau membaca dan senantiasa terlibat

dalam keputusan baru yang kau arahkan menuju lebih baik, sebab Engkau telah mengetahui rasaku terhadap organisasi yang kuhinggapi. [] Salam.

- 56 -


- 57 -


#9

Jokowi - Prabowo, Dengan Salah Satu Pernyataannya 06 . 02 . 2019

“Dalam debat kemarin, Jokowi banyak bicara terkait kesuksesan selama menjabat sebagai presiden sedangkan Prabowo kerap melontarkan pernyataan-pernyataan yang perlu ditelusuri data serta faktanya.� - 58 -


Catatan Usang #9. Jokowi - Prabowo, Dengan Salah Satu Pernyataannya

Rasanya, Debat Pilpres 2019 kemarin masih sulit move on dari pikiranku, sebab itu merupakan sebuah hiburan rakyat.

Rakyat yang mana? Tentunya rakyat sudah mampu dan mau memikirkan kondisi kehidupan dan kelanjutan bangsa.

Dalam debat kemarin, Jokowi banyak bicara terkait kesuksesan selama menjabat sebagai presiden sedangkan Prabowo

kerap melontarkan pernyataan-pernyataan yang perlu ditelusuri data serta faktanya. Namun, dari kalimat yang tuang sebelumnya, sebetulnya bukan itu yang terus melekat di pikiran ku. Terdapat kata yang keluar dari kedua kandidat tersebut.

“Mulai dari Jokowi. Dalam debat kemarin, Jokowi mengatakan, �Jika tahu ada sesuatu yang salah, tidak benar, ya laporkan saja pada pihak yang berwajib. Ini negara hukum, ada proses hukum di dalamnya.“ - 59 -


Catatan Usang #9. Jokowi - Prabowo, Dengan Salah Satu Pernyataannya

Dari pernyataan itu, aku sedikit kecewa, sebab tak semudah itu untuk melaporkan sebuah ketidakbenaran yang terjadi

di tengah sistem Indonesia yang dapat dibilang kacau. Kacaunya sistem tersebut ditandai oleh banyaknya kepentingankepentingan yang ditujukan untuk pribadi. Contoh sederhana, dari pengalaman pribadi. Pada salah satu perguruan tinggi yang kuhinggapi sekarang, terdapat beberapa budaya yang itu tidak mencerminkan intelektualitas, tetapi justru mencerminkan

budaya peruntungan pribadi yang terjadi di tiap tahun. Contoh, budaya KKL. Program KKL yang kujalani sudah tidak sesuai dengan marwahnya, dan itu telah menjadi rahasia umum di kalangan mahasiswa. Lalu, jika kembali dengan pernyataan Jokowi ‘laporkan saja dan bla bla bla’, itu sangat sulit sekali.

Kesulitan itu hadir menghampiri kasta bawah yang ingin melakukan perlawanan. Dan kesulitan itu hadir ketika mereka

tidak dilapisi perlindungan yang kuat serta terpercaya, sebab jika bicara mengenai keberanian serta idealisme, itu semua omong kosong dan sangat sulit dilakukan. Aku merasa kecewa jika jawaban Jokowi hanya main laporkan saja, tapi untuk - 60 -


Catatan Usang #9. Jokowi - Prabowo, Dengan Salah Satu Pernyataannya

melakukan itu sangat sulit dan perlu keberanian ekstra untuk mendobrak sistem yang kacau.

“Lalu, beranjak ke pernyataan Prabowo. Debat kemarin ia bilang, “Korupsi dengan jumlah sedikit itu lumrah.� Ah, padahal korupsi dalam bentuk apapun serta nominal berapapun, itu sama sekali tidak dibenarkan.� Ibarat Ruji sepeda, apabila di ambil satu biji saja, maka roda sepeda tersebut tidak bakal berjalan dengan lancar. begitulah

kiranya perumpamaan sederhananya. Jadi, sudah seharusnya sebuah ketidakbenaran dengan sengaja itu tidak dapat di toleransi, sebab sebuah negara memang butuh sebuah ketegasan. [] - 61 -


- 62 -


#10

Sudutku, Bagaimana Sudutmu, ECP? 15 . 02 . 2019

“Manusia harus merdeka atas pujian maupun hinaan yang masuk pada kehidupannya. Dengan begitu mereka tergolong manusia kuat.� - 63 -


Catatan Usang #10. Sudutku, Bagaimana Sudutmu, ECP?

Malam ini, aku terduduk di sebuah warung kopi ditemani dengan sebuah ponsel pintar dan satu buah buku novel karya

Muhidin M. Dahlan. Dalam cerita kali ini, aku tidak akan cerita tentang aktivitasku di warung kopi, apalagi mengupas isi buku yang sedang kubaca, melainkan akan sedikit bercerita serta bertanya pada kalian yang membaca terkait karakter seseorang. *** Beberapa minggu lalu, di tempat yang sama, aku dan kawan-kawan duduk melingkar ditemani cahaya remang dan dinginnya

angin malam. Sembari melingkar dan merasakan hembusan angin, terucaplah kata-kata mutiara dari salah seorang teman.

- 64 -


Catatan Usang #10. Sudutku, Bagaimana Sudutmu, ECP?

“Manusia yang masih terpengaruh dengan pujian ataupun hinaan, adalah manusia kelas amatir.� Wah, kalimat yang sederhana tapi sangat dalam permaknaannya. Mungkin aku saja yang menganggap itu dalam, tidak tahu

dengan kalian. Merujuk pada ucapan Mbah Pram, bahwa hidup itu sebenarnya sederna, hanya saja tafsirannya yang rumit. ***

Dorongan untuk berpikir terkait manusia amatir itu lekas menghampiri pikiranku. Wajar saja jika itu hadir, sebab pedoman - 65 -


Catatan Usang #10. Sudutku, Bagaimana Sudutmu, ECP?

ku dalam berpikir adalah Sapere Aude (Berani Berpikir). Setelah cukup lama membaca jurnal guna mendapat referensi yang relevan atas kalimat yang terucap oleh seorang kawan, akhirnya aku menemukan jawaban atas sudut pandangku sendiri.

“Dalam kalimat itu, intinya, manusia harus merdeka atas pujian maupun hinaan yang masuk pada kehidupannya. Dengan begitu mereka tergolong manusia kuat.� Tapi, anggapku sangat tidak mudah mencapai itu semua, butuh kerendahan hati serta moral yang tinggi sebab spesies

manusia secara umum memiliki sifat, perasaan ataupun nafsu. Manusia beda dengan malaikat, ia tidak punya rasa, ataupun nafsu. Jadi pantas malaikat bisa merdeka atas pujian dan hinaan.

- 66 -


Catatan Usang #10. Sudutku, Bagaimana Sudutmu, ECP?

Sudah jelas, perbandingan yang kuambil (manusia dengan malaikat) itu sangat njomplang. Lantas, apakah bisa manusia

itu dapat merdeka dari pujian atau hinaan agar tidak menjadi manusia amatir? Kalau menurut jawabanku, akan ku proksikan dalam sebuah “proses� yang pernah dilakukan oleh manusia itu sendiri.

Proses dalam artian, seseorang saat mencapai sesuatu dengan proses yang sungguh-sungguh dan apapun itu hasilnya,

maka mereka dapat merdeka dari pujaan atau hinaan dari manusia lainnya terhadap suatu capaian yang telah diraih. []

- 67 -


Tentang Catatan Usang Catatan Usang adalah sebuah blog yang dikelola oleh M. Ali Ridho, mahasiswa tingkat akhir asal Pasuruan, yang saat ini sedang berjuang mencari jati diri. Blog aktif sejak November 2017, dan

banyak berbicara mengenai keresahan penulis mengenai kehidupan kampus, organisasi, serta kisah asmaranya. Tak jarang topik ekonomi maupun politik juga beberapa kali ia angkat dalam tulisan. Hal ini ia lakukan sesuai dengan visi blog, yakni menulislah tentang apa saja karena: menulis adalah sebuah usaha melawan kegabutan!

Penulis dapat disapa di:

www.catatanusangweb.wordpress.com

- 68 -


“ nah, ini blog ku, mana blog mu?

copyright - 2019

- 69 -


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.