Jadi Banteng di Rantau

RIPASE Nostanta Br Purba memiliki pandangan hidup yang ia sarikan dari lagu daerah berjudul Anak Medan, yakni "walaupun kambing di kampung sendiri, tapi jadi banteng di perantauan".

Ripa, begitu sapaan akrabnya, memaknai pandangan hidup tersebut dengan berusaha sebaik mungkin, selama ia jauh dari kampung halamannya.

Ripa menyadari, bahwa hidup mandiri jauh dari keluarga adalah tantangan sekaligus menguji kemampuannya bertahan dan berkembang. Ia pun enggan terdiam tanpa aktivitas yang positif selama menuntut ilmu di Yogyakarta.

Saat ini, Ripa aktif menjadi dosen, penulis dan voice over talent. Ketiga profesi tersebut dijalani Ripa sebagai usahanya mewujudkan falsafah hidupnya menjadi banteng di perantauan.

“Makna menjadi banteng di perantauan itu sejatinya lebih sebagai motivasi agar aku berusaha maksimal.

Di profesi yang aku jalani, sehingga bisa setidaknya bermanfaat bagi banyak orang dan hidup ini memberi manfaat untuk orang lain,” ungkap Ripa.

Di bidang tulis menulis, Ripa selama ini menikmati fokus membuat tulisan di bidang seni. Hal ini memang setali tiga uang dengan latar belakang pendidikannya, yakni S1 Pendidikan Seni Rupa dan S2 Pengkajian Seni Lukis.

Sederet pengalaman menulis sudah dilakoni Rupa.

Di antaranya, pernah berpartisipasi pada program

Asana Bina Seni program kritisisme seni kontemporer sekaligus Pameran Arsip Game of the Archive Biennale Jogja XVI sebagai peneliti.

Selain itu, Ripa juga sempat menjadi penulis lepas di website Brisik.id, IDN Times, Jogja Art Weeks, Biennale Jogja dan Sudutkantin.com. Saat ini ia tengah menulis jurnal akademik dan buku pertamanya bertema Acara Seni di Jogja bersama platform informasi dan literasi seni terbesar di Jogja @bukusenirupa

“Menulis itu sarana menerima dan memberi pengalaman yang aku sangat nikmati. Menulis adalah bagaimana kita berdamai dengan diri sendiri,” kata Ripa.

Sementara itu, di dunia mengajar, Ripa kini menjadi dosen yang mengampu mata kuliah seni rupa dan desain. Selain menjadi pengajar seni, Ripa pun masih meneruskan predikatnya sebagai seorang seniman rupa.

Untuk memperdalam pengetahuan dan ilmu di bidang seninya, Ripa sudah menyelesaikan magister seni di jurusan pengkajian seni lukis.

Beberapa profesi yang dijalani Ripa sekaligus membuatnya merasa bersyukur, karena sesuai keinginannya yakni bisa beraktivitas dengan banyak pekerjaan.

“Aku memang tipe yang ingin memiliki banyak pekerjaan, pengin sibuk. Jadi, waktunya benar-benar efektif,” kata Ripa. (yud)

Penggemar Soto

DARA kelahiran Berastagi, 17 Agustus 1994 ini mengaku jatuh cinta dengan kota Yogyakarta sejak awal awal merantau. Kuliner menjadi salah satu yang membuatnya kangen dengan Yogya. Bukan gudeg tapi soto. Menurut Ripa, masakan soto sejatinya mirip masakan sup di kampung halamannya. Meski berbeda kultur kulinernya, Ripa mengaku bisa dengan mudah lidahnya menerima bumbu bumbu masakan ala Yogya.

“Kalau ada waktu aku menyempatkan kulineran. Kadang sendiri kadang bareng teman-teman. Memang paling sering nyicip soto, kan banyak jenis soto di Yogya,” kata Ripa.

Selain soto sebagai satu kuliner yang digemari Ripa, wisata alam Yogya dan gaya bergaul warga yang bermukim di Yogya menjadi yang ia kangeni. Bagi Ripa istilah guyub menjadi magnet tersendiri ketika ia bersosialisasi.

“Pada dasarnya yang menetap di Yogya itu ingin hidup berdampingan dengan damai dan nyaman. Kenyamanan itu yang sejatinya banyak dirindukan orang orang yang pernah tinggal di Yogya,” imbuh Ripa. (yud)

Ripase Nostanta Br Purba

Profesi : Dosen dan Penulis

Tempat tanggal lahir: Berastagi, 17 Agustus 1994

IG : @ripasenostanta

Hobi : menggambar, menulis