PENGANTAR Mengapa seorang penulis rela menghabiskan hampir sepuluh tahun kehidupannya untuk meneliti dan menulis kisah tentang seekor anjing? Kalau membaca buku yang menakjubkan ini, kau akan mengerti alasannya. Ini mungkin kisah anjing paling menghanyutkan yang pernah diceritakan, mencakup sejarah sepanjang sembilan puluh tahun, tiga perang, kebangkitan industri gambar bergerak dan kelahiran televisi. Semuanya melalui pengalaman salah satu bintang film yang paling sering diberitakan di dunia, seekor anjing menggemaskan bernama Rin Tin Tin. Pada 1918, seorang tentara Amerika bernama Lee Duncan menemukan anak anjing telantar di sebuah wilayah pertempuran Prancis pada masa Perang Dunia I. Duncan punya impian besar untuk Rin Tin Tin yang dibawanya pulang ke Amerika Serikat dan terjun ke dalam karier seni peran di dalam film-film bisu. Tak lama kemudian, “Rinty� menjadi anjing paling terkenal di dunia dan menjadi salah satu di antara para calon penerima anugerah Academy Award yang pertama. Dinasti anjing paling terkemuka pun mulai dibangun.
Selama beberapa dekade, Rin Tin Tin mengalami perubahan seiring berjalannya waktu, bergerak dari film bisu ke film bicara, dari program radio ke salah satu acara televisi paling populer. Susan Orlean mengajak para pembaca melintasi lanskap yang sedang berubah, sedemikian rupa dan hanya dia yang bisa melakukannya. Yaitu, dengan menemukan kekocakan dan makna di berbagai tempat yang unik dan mengagumkan. The Washington Post pernah menggambarkan Susan Orlean sebagai “harta negara�. Bukunya yang fenomenal, The Orchid Thief, diangkat ke layar lebar. Meryl Streep memerankan Susan Orlean di dalam film adaptasi buku tersebut. Selain itu, Orlean memiliki lebih dari 100.000 pengikut di Twitter. Ini semua memang patut dibanggakan. Namun, itu hanya pendahuluan dari apa yang telah dicapainya dalam buku ini. Melalui matanya, kehidupan dan legenda Rin Tin Tin menjadi kisah cinta, penjelajahan dari lubuk hati tentang ikatan batin spiritual yang kita miliki dengan seekor anjing, dan sebuah meditasi tentang kefanaan serta keabadian. Kami belum pernah merasa seyakin ini tentang kekuatan daya tarik dan emosi dari sebuah buku. Kami harap kau turut merasakan antusiasmenya dan menyebarkannya. Penerbit
SELAMANYA Dia percaya bahwa anjing itu abadi. “Akan selalu ada Rin Tin Tin,� kata Lee Duncan, berulang kali, kepada wartawan, tamu, tetangga, keluarga, dan teman-temannya. Pada awalnya, ini pasti terdengar aneh—hanya angan-angan tentang makhluk yang mengusir kesepiannya dan membuat dirinya terkenal di seluruh dunia. Akan tetapi, seperti yang diyakini Lee, ternyata memang selalu ada Rin Tin Tin. Mungkin Rin Tin Tin kedua tidak seberbakat ayahnya. Namun, ia tetap Rin Tin Tin, melanjutkan apa yang telah dimulai oleh anjing pertama, kemudian Rin Tin Tin lain setelahnya, lalu yang lain, dan yang lain. Selalu ada Rin Tin Tin lain. Rin Tin Tin selalu lebih dari sekadar anjing. Ia sebuah gagasan dan sosok ideal. Sosok pahlawan yang juga seorang teman, pejuang yang peduli, genius bisu, penyendiri yang cocok dijadikan teman. Ia bintang sejati, seekor hewan peliharaan dan juga selebriti internasional. Ia lahir pada 1918 dan tidak pernah mati. Ada masa-masa keterpurukan dan kemunduran ketika Lee meragukan dirinya sendiri dan Rin Tin Tin. Saat itu, musim dingin 1952. Lee bangkrut. Dia tersingkir dari Hollywood dan tinggal di sebuah lembah gersang yang
panas di timur Los Angeles. Dia bertahan hidup dari pekerjaan istrinya sebagai pekerja pabrik pengemasan jeruk, sementara Rin Tin Tin hidup dari pakan gratis yang diterima Lee melalui pengaturan sponsor masa lalu dengan Ken-L-Ration, sebuah perusahaan pakan anjing. Hari-harinya panjang. Pada sore hari, Lee berada di paviliun di lumbungnya yang dia sebut Ruang Kenangan, tempat dia membalik-balik kliping surat kabar yang sudah lama dan foto-foto menguning dari masa-masa kejayaan Rin Tin Tin, menarik serpihan perca kenangan—tentang apa yang telah terjadi, apa yang ada di dalam ingatannya, dan apa yang sebenarnya dia inginkan—dan menyelubungkannya ke tepian kehidupannya yang kerontang. Dua puluh tahun yang lalu, kematian Rin Tin Tin pertama merupakan peristiwa yang begitu mengguncang. Berbagai stasiun radio di seluruh negara menghentikan siaran untuk mengumumkan berita tersebut dan kemudian menyiarkan persembahan selama satu jam penuh untuk mengenang anjing hebat itu. Desas-desus beredar bahwa saat-saat terakhir anjing itu, seperti kehidupannya, merupakan saat yang luar biasa—bahwa ia mati bagaikan bintang, berada di dalam pelukan lengan-lengan putih aktris kondang Jean Harlow, yang tinggal di dekat rumah Lee di Beverly Hills. Akan tetapi, kini semuanya berbeda. Bahkan, Ken-L-Ration pun meragukannya. “Kegiatan main filmmu tidak berjalan seperti harapanmu,” eksekutif perusahaan itu mencemoohnya dalam sebuah surat peringatan untuk memberitahukan bahwa mereka
berencana untuk menghentikan pasokan pakan anjing gratis. Lee tercenung. Dia membutuhkan pakan anjing itu. Tapi, penolakan itu menorehkan luka yang jauh lebih dalam karena dia masih percaya bahwa anjingnya dulu adalah bintang dan sekali lagi akan menjadi bintang. Dia membalas surat dari perusahaan itu, memohon. Katanya, di hadapan anjingnya—Rin Tin Tin III, cucu Rin Tin Tin pertama—terbentang seluruh kehidupannya dan banyak peluang yang menantinya. Setelah terkenal di seluruh dunia berkat film, radio, panggung hiburan, komik, dan buku, Rin Tin Tin sekarang sudah siap untuk terjun ke televisi. “Medium masa depan,” begitu Lee menyebutnya. Kenyataannya, Lee belum punya kontrak dan tidak punya hubungan dengan bisnis televisi. Dia meragukan bisnis tersebut akan menjadi sesuatu yang tak lebih dari sekadar bisnis iseng-iseng. Namun, dengan kemungkinan kehilangan Ken-L-Ration yang menggelayutinya, dia bergegas mencari seorang produser yang tertarik untuk membuat acara televisi dengan bintang Rin Tin Tin. Akan tetapi, Lee menginginkan seseorang yang menurutnya benar-benar memahami anjing itu dan keterikatan yang mendalam kepadanya. Musim dingin berlalu tanpa membuahkan hasil, kemudian musim semi, lalu musim panas. Setelah itu, pada suatu sore September 1953, seorang pemain pengganti yang mengenal Lee dari masa-masa Hollywood-nya berkunjung bersama seorang manajer produksi yang masih muda bernama Herbert “Bert” Leonard. Pemain pengganti itu
tahu Lee sedang mencari produser. Lee juga tahu Bert menginginkan proyek untuk diproduksi. Walau begitu, sepertinya perjodohan itu tidak cocok. Lee adalah orang Barat, seorang koboi nyentrik yang hanya akrab dengan anjing dan kuda-kudanya. Sedangkan, Bert pemuda New York yang gemar bicara dan berjudi, mengisap cerutu sambil bermain tenis, dan menyukai perhatian, tapi tidak tertarik pada anjing. Namun, mereka terhubung secepat kilat. Bert memutuskan ingin membuat acara televisi dibintangi Rin Tin Tin. Pada saat itu, Bert sedang mengelola produksi film dengan biaya rendah berjudul Slaves of Babylon. Saat istirahat makan siang keesokan harinya, dia menulis sebuah proposal untuk acara yang disebutnya The Adventure of Rin Tin Tin, dibintangi oleh anjing dan seorang anak yatim-piatu yang diadopsi oleh tentara Kavaleri A.S. di Arizone pada akhir 1800-an, pada masa perang Apache. Seperti yang diceritakan Bert kemudian, Lee tergila-gila pada cerita itu. Kisahnya fiksi, tapi menangkap sesuatu yang esensial dari hubungan Lee dengan Rin Tin Tin, dan dari sifat alami anjing—sebuah kualitas keterikatan murni, keberanian, kemandirian yang menyelubungi sifat inti yang rentan. Acara itu ditayangkan tiga tahun kemudian. Peringkatnya langsung melejit dibandingkan dengan kecepatan acara lain di dalam sejarah pertelevisian. Hampir empat dekade setelah Lee menemukan Rin Tin Tin untuk kali pertama, anjing yang paling terkenal di dunia itu terlahir kembali. Lee selalu yakin bahwa anjingnya abadi. Sekarang Bert
juga meyakininya. Seperti yang sering dikatakannya, “Tampaknya Rin Tin Tin hidup selamanya.� Dalam tahun-tahun pertama abad kedua puluh satu, Daphne Hereford menggandengkan trailer U-haul ke Cadillac El Dorado 1985 convertible-nya dan melaju keluar dari halaman rumahnya di Latexo, Texas, untuk memulai perjalanan sebelas bulannya keliling Amerika Serikat dengan tiga dari anjing gembala Jerman-nya: Gayle, Joanne, dan Rin Tin Tin VIII, yang biasanya dia panggil Old Man. Gayle sedang mengandung dan butuh perhatian, sedangkan Joanne merupakan teman yang baik. Akan tetapi, Old Man-lah tiket utamanya. Daphne tidak pernah pergi ke mana pun tanpa Old Man. Di rumah, anjing-anjing lain menghabiskan sebagian besar waktu mereka di kandang masing-masing di halaman belakang. Hanya Old Man yang mendapatkan keistimewaan masuk ke rumah. Daphne punya rencana untuk mengawetkan Old Man kalau sudah mati agar dia bisa selalu memilikinya. Tujuan dari perjalanan lintas negaranya ini adalah untuk mengikutsertakan Old Man ke ajang pertunjukan gembala Jerman dan acara-acara memorabilia Hollywood di seluruh negara. Perjalanan itu tidaklah mewah. Daphne tidur di mobilnya kalau perlu dan menoleransi berbagai kejadian aneh kehidupan jalanan. Termasuk, misalnya, saat ketika seorang teman pemilik rumah tempatnya menginap di Barat mencoba membunuhnya. Daphne menepis percobaan pembunuhan itu bersama dengan ketidaknyamanan lainnya
selama di perjalanan. “Aku tidak menyerah,” katanya kepadaku ketika aku mengunjunginya di Texas belum lama berselang. “Aku sama sekali tidak menyerah.” Kebulatan tekad merupakan sifat keturunan. Nenek Daphne, yang jatuh cinta kepada Rin Tin Tin ketika dia melihatnya di film-film awal anjing tersebut, begitu bertekad untuk memiliki seekor anjing Rin Tin Tin. Oleh karenanya, pada 1956, dia melacak Lee Duncan dan mengirimkan sepucuk surat kepadanya untuk memohon seekor anak anjing. “Aku selalu menginginkan anjing Rin Tin Tin sepanjang hidupku,” tulisnya, dan sebelum menanyakan harga, menambahkan dengan, “Aku bukan salah satu ‘orang kaya Texas’ yang sering kau dengar. Hanya perempuan tua desa biasa yang dibesarkan di sebuah tempat pertanian dan peternakan.” Dia berharap untuk memulai “pusaka hidup anjing-anjing Rin Tin Tin di Houston” dan berjanji kalau Lee bersedia mengirimkan seekor anak anjing kepadanya di Houston, dia akan mengembalikan peti pengiriman kepada Lee, pos kilat, pos parsel. Lee, yang terkesan akan kesungguhan wanita itu, setuju untuk menjual seekor anak anjing “berkualitas sempurna” keturunan Rin Tin Tin IV kepadanya. Ketika neneknya meninggal pada 1988, Daphne mengambil alih mengurus warisan tersebut. Dia juga menghidupkan kembali Klub Penggemar Rin Tin Tin dan mendaftarkan merek dagang Rin Tin Tin sebanyak mungkin. Semua uangnya habis untuk anjing-anjing, klub penggemar, dan proyek-proyek lain yang berhubungan 10
dengan anjing. Daphne tinggal di Latexo, di sebuah rumah sempit berbentuk persegi dengan satu pintu di masing-masing ujungnya. Dia makan tuna dan biskuit untuk mengirit, berbarter demi mendapatkan daging untuk anjing-anjingnya. Bagi Daphne, semuanya adalah tentang meneruskan garis keturunan Rin Tin Tin. Garis yang berasal dari Old Man, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ada persilangan di sana-sini, tapi selalu bisa ditelusuri ke anjing aslinya. Dan, yang lebih penting, kembali ke maksudnya semula—bahwa sesuatu yang benar-benar kau cintai itu tidak akan pernah mati. Kenanganku yang paling jelas tentang Rin Tin Tin sama sekali bukan dari seekor anjing hidup, melainkan benda plastik, sekitar dua puluh senti tingginya: patung Rin Tin Tin—kokoh, bermata cerah, ujung lidahnya menutupi gigi bawahnya. Kakekku menaruh patung ini di atas pengering tinta di meja tulisnya, jauh dari jangkauan. Sungguh menjengkelkan. Kakekku seorang akuntan, agak resmi, tidak terlalu tertarik pada, atau akrab dengan, anak-anak. Akan tetapi, anehnya, dia sangat menggemari mainan. Dia bahkan mengoleksi mainan dan memajang beberapa mainan istimewa di kantornya di rumah. Hal yang paling istimewa di antara mainan-mainan ini adalah patung Rin Tin Tin itu, anjing istimewa yang membintangi acara televisi yang sangat kusukai. Pada saat itu, sepanjang era 1950-an, Rin Tin Tin ada di mana-mana, universal, nyaris sesuatu yang ada 11
di dalam udara. Aku baru berumur empat tahun ketika acara itu mulai ditayangkan. Jadi, kenangan masa-masa tersebut dalam kehidupanku hanya berupa garis besar yang samar. Tapi, kakak-kakakku menonton acara itu dengan dedikasi dan ketaatan para umat gereja. Oleh karenanya, aku memastikan untuk menghempaskan diri di samping mereka. Kalau kau semuda aku pada waktu itu, kau pasti menyerap sesuatu seperti itu dan menjadi bagian dari dirimu. Jadi, aku merasa selalu mengenal Rin Tin Tin, seakan-akan hewan itu diperkenalkan kepadaku melalui proses osmosis. Ia menjadi bagian dari kesadaranku, bagaikan lagu nina bobo yang bisa kau dendangkan tanpa tahu bagaimana kau sampai mengetahui syairnya. Dari antara kenangan semasa balitaku yang samarsamar, ada seorang anak laki-laki di televisi yang selalu berteriak, “Yo, Rinty!” Sebuah terompet ditiup dan seekor anjing besar selalu meloncat-loncat menjadi pahlawan. Itulah sebabnya mengapa anjing pertama yang aku inginkan adalah seekor gembala Jerman. Dan, alasanku selalu menginginkannya sedemikian rupa sampai tibalah satu saat ketika dijelaskan bahwa aku tidak akan pernah mendapatkannya—ibuku, sayangnya, takut anjing. Sebagaimana layaknya impian semasa kecil, keinginan itu akhirnya menyurut tetapi tidak pernah sirna. Aku menjumpai nama “Rin Tin Tin” beberapa tahun yang lalu, ketika membaca tentang satwa-satwa di Hollywood. Nama yang sudah beberapa dekade tidak kudengar. Tetapi, aku langsung
12
tersengat mengenalinya dan membuatku terduduk tegak, seakan-akan baru saja menyentuh kompor panas. Dan, aku mendadak teringat patung itu. Teringat perasaan betapa aku mendambakannya. Keinginanku untuk memilikinya tetap tidak terpuaskan. Kakekku kadang-kadang mengizinkan kami memegang satu atau dua mainannya, tapi tidak pernah Rin Tin Tin. Aku tidak mengerti mengapa itu adalah satu-satunya harta karun yang tidak pernah boleh kami sentuh. Benda itu tidak lebih mudah pecah daripada mainan-mainan lainnya dan tidak memiliki mekanisme yang rumit. Tapi, tidak ada penjelasan. Benda itu hanya tidak boleh kami miliki. Ada sesuatu yang mengikat bagaikan mantra tentang kunjungan-kunjungan kami ke kantor tersebut—kakekku menjulang di atas kami, tangannya terulur di atas pengering tinta di meja untuk memilih mainan yang dia perbolehkan kami pegang. Pandangan kami mengikuti tangannya saat berhenti di mainan yang ini dan mainan yang itu, setiap kali mendekat ke Rin Tin Tin tapi melewatinya lagi, mengangkat harapan kami dan menghempaskannya. Tangan itu kemudian memegang dan memberikan kepada kami mainan lain yang mudah dilupakan dan melambaikan tangan untuk menyuruh kami keluar dari ruangan. Waktu pun berlalu, seperti yang sudah seharusnya, dan orang-orang berubah, sebagaimana mestinya. Tapi, patung anjing itu selalu konstan, selalu memanggil, selalu sama. Ketika aku diingatkan kepada Rin Tin Tin setelah beberapa dekade melupakannya, hal pertama yang aku ingat—dengan emosi 13
dalam dan tajam yang datang tiba-tiba—adalah patung misterius yang abadi itu.
14
BAGIAN 1
TELANTAR
15
16
1 Rin Tin Tin lahir di sebuah wilayah perang di Prancis timur pada September 1918. Tanggal persisnya tidak diketahui karena tak pernah ada laporan dari seseorang yang melihat kelahirannya. Tapi, ketika Lee Duncan menemukan anakanak anjing itu pada 15 September 1918, mereka belum bisa melihat dan masih menyusu. Mereka mungkin baru beberapa hari saja umurnya. Meuse Valley di Prancis pada 1918 adalah tempat kelahiran yang buruk. Dalam keadaan lain, lembah yang subur dan berombak serta dihiasi oleh peternakan sapi itu mungkin akan sangat menarik. Namun, lembah itu hingga ke perbatasan Jerman pada 1918 merupakan pusat panas Perang Dunia I. Sementara artileri Jerman bergerak maju ke arah barat, desa-desa di Meuse dipukul rata menjadi bubur lumpur. Pasukan perang berkalang tanah 17
di parit-parit, tempat pertempuran berlangsung lambat, tanpa belas kasihan, dan brutal. Kawat berduri dipasang sepanjang ratusan kilometer. Sebagian besar pertempurannya dilakukan dengan tangan kosong. Senjatanya kasar. Klorin beracun yang membuat melepuh serta gas mustar baru saja diperkenalkan di dalam pertempuran untuk kali pertama. Korban-korbannya nyaris seperti abad pertengahan. Begitu banyak korban dengan luka parah di bagian wajah, sehingga sekelompok di antara mereka membentuk sebuah organisasi yang disebut La Union des Blessés de a Face—Serikat Wajah Rusak. Kematian ada di mana-mana. Pada 1918, ketika Rin Tin Tin dilahirkan, ada lebih dari satu juta anak yatim-piatu akibat perang di Prancis. Tidak seperti Rin Tin Tin yang kukenal semasa kanak-kanak, anak anjing yang tumbuh menjadi bintang film ini berbulu gelap dan berhidung ramping, dengan kaki yang anehnya halus dan sifat pendiam serta khidmat bak seorang eksistensialis . Di dalam potret sangat terkenal yang diambil pada 1920-an ini—yang disalin oleh puluhan ribu orang dan ditandatangani “Most Faithfully, Rin Tin Tin” dengan tulisan tangan Lee yang runcing—dagu Rin Tin Tin mengatup dan matanya memandang ke bawah, seolah sedang memikirkan sesuatu yang sangat menyedihkan. Bahkan, ketika ia difoto saat melakukan sesuatu yang menyenangkan—misalnya, bermain ski . Aliran ������� filsafat ��������� yang ����� pahamnya ��������� berpusat ��������� pada ����� �������� manusia ��������� individu ����� yang ���� bertanggung� jawab ������ atas ����� kemauannya ����������� yang ����� bebas ������������ tanpa mengetahui ����������� mana ����� yang ����� benar dan mana yang tidak benar.
18
air, bermandikan cahaya matahari, menunggang kuda, mendapatkan perawatan manikur, bermain ski bersama bintang-bintang muda atau minum segelas susu bersama sekelompok anak-anak yang juga minum susu—ia selalu punya cara untuk tampak berpikir, sibuk dengan dirinya sendiri, seakan ada beban di jiwanya.
*
19
2 Leland Duncan adalah seorang anak desa, generasi ketiga orang California. Salah satu neneknya adalah orang Cherokee. Keluarga itu beternak, bertani, mengais mencari nafkah demi bertahan hidup. Mereka tidak kaya. Ibu Lee, Elizabeth, jatuh cinta saat berusia enam belas tahun. Tak banyak yang diketahui tentang kekasih pujaannya itu selain namanya Grant Duncan, dan dia seorang pemimpi. Walaupun keluarga Grant lebih baik keadaannya daripada keluarga Elizabeth, orangtua perempuan itu tidak menyukai Grant. Mereka murka saat Grant menikahi Elizabeth pada 1891. Lee lahir pada 1893, ketika Elizabeth baru berusia delapan belas. Elizabeth membayangkan masa depan cerah untuk putranya. Dia memberinya nama yang sama dengan nama seorang pengusaha rel kereta kaya raya, Leland 20