Al-Quran & Perekonomian

Page 1

AL-QUR’AN &

SISTEM PEREKONOMIAN



AL-QUR’AN &

SISTEM PEREKONOMIAN

Dr. H. A. Muhtadi Ridwan, M.A.

UIN-MALIKI PRESS 2011


Al-Qur’an & Sistem Perekonomian A. Muhtadi Ridwan Š UIN-Maliki Press, 2011

All right reserved Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, tanpa izin tertulis dari Penerbit Penulis: Dr. H. A. Muhtadi Ridwan, M.Ag. Desain Isi: Bayu Tara Wijaya Desain Sampul: Robait Usman UMP 11063 ISBN 978-602-958-403-5 Cetakan I: 2011 Diterbitkan pertama kali oleh UIN-MALIKI PRESS (Anggota IKAPI) Jalan Gajayana 50 Malang 65144 Telepon/Faksimile (0341) 573225 E-mail: penerbitan@uin-malang.ac.id Website://press.uin-malang.ac.id


PENGANTAR PENULIS

P

uji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah swt, atas segala limpahan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku berjudul “Al-Qur’an dan Sistem Perekonomian” ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad saw bersama keluarga dan sahabat-sahabatnya. Buku ini disusun dalam rangka untuk: 1) mengungkapkan hikmah-hikmah yang terkandung di dalam al-Qur-an dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat di bidang ekonomi, sebagai pedoman bagi generasi sekarang dan akan datang; 2) mengemukakan kaidah-kaidah ekonomi yang terdapat dalam al-Qur’an serta contoh-contoh yang pernah dibe­ ri­kan oleh Nabi Muhammad saw; 3) mengemukakan bukti bahwa sistem ekonomi menurut al-Qur’an adalah satu-satunya alternatif di antara sistem-sistem yang lain seperti sistem Kapitalis dan Komunis yang harus dipegang teguh oleh umat Islam dalam praktik perekonomian; 4) mengemukakan situasi sosial antara masyarakat yang dalam praktik perekonomian berpegang pada kaidah al-Qur’an dan yang tidak; 5) untuk mengembalikan kehidupan masyarakat kepada prinsip-prinsip ajaran al-Qur’an sehingga mereka berkeyakinan bahwa al-Qur’an itu adalah sumber dari segala kehidupannya, dan mereka mempuv


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

nyai arah pandangan ke arah usaha untuk mewujudkan kebahagiaan dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi, sebagaimana tuntunan al-Qur’an. Dalam kesempatan ini, penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih yang sebesarnya kepada semua pihak khususnya yang terhormat: Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang; Bapak Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si., selaku Pembantu Rektor Bidang Akademik, Para Dosen Fakultas Ekonomi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang; Penerbit UIN-Maliki Press, dan siapa pun yang telah memberikan kontribusi dan dukungan pada penerbitan buku ini. Jazakumullah ahsanal jaza’ Kami menyadari sepenuhnya bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, atas kritik dan saran yang bersifat membangun masih kami harapkan sehingga dapat dijadikan pijakan untuk merevisi buku ini dalam edisi selanjutnya. Akhir kata, tak ada gading yang tak retak. Oleh sebab itu, masih banyak kekurangan dari buku ini. Meskipun demikian ada secerca harapan, semoga buku sederhana ini bisa bermanfaat bagi penulis sendiri dan semua orang yang membacanya. Amin. Malang, September 2011

Muhtadi Ridwan

vi


DAFTAR ISI

PENGANTAR PENULIS ~ v DAFTAR ISI ~ vii BAB I: PENDAHULUAN ~ 1 BAB II: CIRI KHAS EKONOMI MENURUT AL-QUR’AN ~ 7 A. Aspek Sumber ~ 9 B. Aspek Tata Nilai ~ 24 C. Sumber Daya Ekonomi ~ 34 BAB III: SISTEM EKONOMI MENURUT AL-QUR’AN DAN SENDI-SENDINYA ~ 49 A. Cara Memperoleh Pendapatan dan Kekayaan ~ 49 B. Perintah untuk Membelanjakan Harta ~ 60 C. Ketentuan tentang Harta Pusaka ~ 64 D. Pembagian Harta Rampasan Perang ~ 69 E. Hemat dalam Pembelanjaan ~ 71

vii


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

BAB IV: PERBEDAAN SISTEM PEREKONOMIAN MENURUT AL-QUR’AN DAN SISTEM YANG LAIN ~ 75 A. Sistem Kapitalisme ~ 75 B. Sistem Komunisme ~ 80 C. Sistem Ekonomi menurut al-Qur’an ~ 87 BAB V: PENUTUP ~ 117 DAFTAR PUSTAKA ~ 121 TENTANG PENULIS ~ 123

viii


BAB

I

PENDAHULUAN

S

ebagaimana telah dijelaskan dalam pengantar buku ini bahwa judul yang penulis pilih adalah “Al-Qur’an dan Sistem Perekonomian”. Untuk lebih jelasnya dan agar tidak terjadi kesalahpahaman, penulis akan menjelaskan kata demi kata dari judul buku ini, selanjutnya menjelaskan hubungannya antara kata-kata itu. “Al-Qur’an” menurut bahasa berarti “Bacaan”. Di dalam al-Qur’an sendiri ada pemakaian kata “Qur’an” dalam arti “Bacaan”.1 Firman Allah dalam surat al-Qiyamah ayat 17 dan 18:           

mengumpulkan17. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah   nya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.  selesai membacakannya Maka    18. Apabila kami telah ikutilah bacaannya itu.2

Kemudian ada beberapa pengertian al-Qur’an antara lain sebagai berikut: 1 2

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 16., Ibid., hlm. 999. 1


           A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

  

3

“Sesungguhnya al-Qur’an adalah kalam (perkataan) yang me­ ngandung mu’jizat diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Ditulis dalam mushaf, dinukil dengan mutawatir dan berpahala bagi pembacanya”.

Abdul Wahab Khallaf menjelaskan bahwa: Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan melalui Malaikat Jibril ke dalam hati Nabi Muhammad saw. Dengan lafadh (bahasa) Arab dan mempunyai arti yang haq (benar) untuk dijadikan hujjah bagi Rasul, bahwa dia benar-benar utusan Allah dan dijadikan sebagai pedoman bagi manusia, yaitu mereka yang mendapat petunjuk dari al-Qur’an serta mendekatkan pengabdian bagi pembacanya.4

Dalam Ensiklopedi Indonesia ditekankan: “Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam, sebagai pedoman dasar untuk segala aspek kehidupan”.5 Dari beberapa penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad saw untuk dibuat sebagai pedoman dasar bagi umat manusia dari segala aspek kehidup­ an yang memiliki unsur “i’jaz” dan unsur “ritual” bagi pembacanya. “Sistem” berasal dari bahasa Belanda yang juga terdapat dalam bahasa Inggris yang berarti susunan.6 Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, “Sistem” adalah sekelompok dari pendapat, peristiwa kepercayaan yang disusun dan diatur Shubi Ash Shaleh, Mahabits fi Ulumi Al-Qur’an, hlm. 21. Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushulul Fiqih, hlm. 23. 5 Hasan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, jilid I, hlm. 166. 6 M. Bahrum, Kamus Umum, hlm. 193 3 4

2


Pe n d a h u l u a n

baik-baik, atau cara (metode) yang teratur untuk melakukan sesuatu.7 “Ekonomi” (ekonomi) adalah pengetahuan dan penyelidik­ an mengenai asas-asas penghasilan (produksi), pembagian (distribusi) dan pemakaian barang-barang serta kekayaan.8 Albert L Mayers mengemukakan bahwa “Ilmu ekonomi adalah ilmu pengetahuan yang mempersoalkan kebutuhan dan pemuas kebutuhan manusia”.9 Sedang Prof. Dr. J. L. Mey Jr. berpendapat bahwa “Ekonomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha ke arah ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha manusia ke arah kemakmuran”.10 Dari definisi-definisi tersebut Dr. Winardi SF. mengomentari bahwa: Di samping itu definisi Ilmu Ekonomi adalah studi mengenai kekayaan material merupakan definisi yang terlalu sempit, karena ilmu ekonomi bukan hanya mempelajari kekayaan material. Selanjutnya mengatakan definisi Ilmu Ekonomi adalah ilmu mengenai penilaian serta pemilikan manusia”, terlampau luas.11

Untuk itu, Boulding mengutarakan bahwa hal-hal yang diperhatikan oleh analisis ekonomi adalah: • Fenomin-fenomin ekonomi, misalnya tiga macam aktivitas manusia berupa: produksi, konsumsi, dan pertukaran. • Semua aktivitas tersebut meliputi kwantitas-kwantitas. • Obyek ketiga analisis ekonomi, adalah organisasi dan lembaga-lembaga yang memimpin aktivitas ekonomi.

WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, hlm. 955. Ibid., hlm. 267. 9 Winardi SF., Pengantar Ilmu Ekonomi, edisi IV, hlm 6 10 Ibid 11 Ibid 7 8

3


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

• Pendapat-pendapat berikut yang dikemukakan oleh sejum­ lah ekonom menitikberatkan faktor manusia sehubungan dengan ilmu ekonomi.12 Hennipimen mengatakan bahwa “Bagian terbesar dari pada teori ekonomi, terutama teori nilai, betugas untuk me­ nganalisa manusia dan reaksinya dalam kehidupan ekonomi“.13 Dan, Prank Knight mengatakan “Studi mengenai ilmu ekonomi adalah studi mengenai cara bertindak ekonomis”.14 Dari pernyataan-pernyataan tersebut, jelaslah kiranya bahwa diulang-ulang dititikberatkan sebagai obyek penyelidik­an, dalam hal mana diperhatikan kelakuan manusia (human behavior). Selanjutnya kata “Ekonomi” mendapat awalan “per” dan akhiran “an”. “perekonomian” yang berarti urusan, tindakantindakan dan aturan-aturan mengenai ekonomi.15 Dari beberapa uraian tersebut di atas, maka pembahasan dalan buku ini dimaksudkan bagaimana cara berhubungan dengan urusan dan tindakan-tindakan dan aturan mengenai ekonomi menurut ajaran al-Qur’an. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi penulis dalam melakukan kajian buku ini, yaitu: 1. Rahasia-rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an tentang ayat-ayat yang menyangkut perekonomian membutuhkan penjelasan-penjelasan dan perlu dikembangkan tentang cara-cara mempraktikannya yang terkandung dalam al-Qur’an sehingga dapat dicari suatu praktik yang efektif (berhasil) dan efisien (rapi) sesuai dengan ajaran al-Qur’an. Ibid, hlm. 7 Ibid 14 Ibid 15 WJS. Poerwadarmanta, Op. Cit, hlm. 267 12 13

4


Pe n d a h u l u a n

2. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi pembinaan praktek perekonomian dalam hubungannya de­ ngan pelaku ekonomi tersebut di bidang tata nilai, baik tata nilai fundamental atau tata nilai instrumental perlu dikembangkan dan ditanamkan sesuai dengan ajaran Al Qur-an agar manusia tetap berpegang teguh pada ajarannya. Sebab di Negara-negara yang sedang berkembang atau yang sudah maju, kurang memperhatikan masalah-masalah tersebut. Untuk mencapai kesuksesan di segala aspek kehidupan, agama memegang peranan penting yang selaras dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan.(*)

5



BAB

II

CIRI KHAS EKONOMI MENURUT AL-QUR’AN

S

ecara garis besar ciri khas ekonomi menurut al-Qur ‘an terletak pada dua aspek, yakni pertama; aspek sumber pemikiran dan kedua; aspek isi. Aspek sumber pemikiran meliputi sumber wahyu (naqly) dan sumber sains (aqly/ijtihad). Aspek ini meliputi dua komponen yang saling berkait dan tidak dapat dipisahkan yaitu, komponen tata nilai dan komponen sumber daya ekonomi yang apabila dipadukan di antara keduanya sesuai dengan ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan alSunnah, maka akan terbentuk suasana hidup yang harmonis dengan adanya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan Hal tersebut di atas dipertegas dengan adanya sebuah pengakuan yang telah diterima secara aklamasi oleh kaum muslimin, bahwa al-Qur’an adalah sumber ajaran yang pertama dan utama. Secara berangsur-angsur al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad saw dalam masa dua puluh tiga tahun. Di setiap ada ayat al-Qur’an yang turun, Nabi segera menyampaikan ayat yang baru turun tersebut kepada para sahabat. Manakala ayat yang turun berkenaan dengan urusan hukum, maka berdasarkan ayat tersebut keputusankeputusan hukum diambil. Itulah salah satu maksud diturun­ 7


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

kannya al-Qur’an, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah swt surat al-Nisa’ ayat 105:

            1

Sesungguhnya Kami de­     telah  menurunkan  kitab  kepadamu    ngan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah swt wahyukan kepa ……… yang  damu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat.         

“     ” maksudnya ialah dengan apa yang telah Allah    yang    Allah  swt turun­ swt ajarkan dalam kitab-Nya dan telah kan kepadamu melalui wahyu. Bisa juga yang dimaksud adaapa yang  telah   Allah   swt  jadikan   sebagai  pendapatmu,   lah dari 2 baik melalui perantara wahyu ataupun ijtihad.

      

Demikian juga al-Sunnah yang menempati posisi kedua setelah al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam dan berfungsi          sebagai penjelas, penafsir dan mempertegas sumber yang pertama (al-Qur’an), sebagaimana ayat al-Qur’an, surat al-Hasyr         ayat7  dinyatakan:

 

        

Ayat ini dan beberapa ayat berikutnya diturunkan berhubungan dengan pencurian yang dilakukan Thu’mah dan ia menyembunyikan barang curian itu di rumah perbuatannya itu malah menuduh   bahseorang Yahudi. Thu’mah tidak mengakui wa yang mencuri barang itu orang Yahudi. Hal ini diajukan oleh kerabat-kerabat Thu’mah kepada Nabi saw dan mereka meminta agar Nabi membela Thu’mah   orang-orang  Yahudi.  Kendati  pun  mereka  tahu bahwa  yang danmenghukum mencuri barang itu ialah Thu’mah, Nabi sendiri Hampir-hampir membenarkan tuduhan Thu’mah dan kerabatnya itu terhadap orang Yahudi. 2    , Juz II, hlm. 142  Muhammad Ali As Sayis , Tafsirul ayatil Ahkam 1

   8    


           

C i r i K h a s E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n

          ………

“….. apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah.          Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah…”

      

Untuk selanjutnya penulis mencoba menjelaskan masingmasing aspek tersebut,   yaitu  aspek sumber  pemikiran  yang   terdiri dari sumber wahyu (al-Qur’an dan al-Sunnah) dan sumber sains(aqli  atau ijtihad)  dan aspek  isi  yang meliputi  komponen  tata nilai fundamental dan komponen tata nilai instrumental, yaitu sebagai   berikut:       

 Sumber         A. Aspek a. Sumber Wahyu

 

Dalam pandangan Islam, banyak sekali ciptaan Allah swt yang belum dikenal manusia. Untuk meningkatkan perke         nalan dalam hal ini, seorang muslim menggunakan salah satu sumber pokok, yakni sumber wahyu dalam bentuk al-Qur’an    dan al-Sunnah. 1. Sumber  Wahyu  berupa  al-Qur’an       Al-Qur’an sebagai kitab suci yang terakhir dan sebagai sumber pokok mencakup keseluruhan   isi kitab-kitab samawi  sebelumnya, sekaligus berisikan segala aspek tatanan hidup umatmanusia  sepanjang  zaman   untuk  mencapai  kebahagiaan,   kesejahteraan dan kemakmuran serta meningkatkan harkat dan martabat   manusia.           Hal ini tercermin dalam firman Allah swt, surat al-Mai­   dah,ayat 3:          9

 

         


         A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

 ………

               

  Kusempurnakan   untuk kamu  agama  “…..pada hari  initelah mu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu…….”

      

Nikmat   pemberian   Allah swt  yang  paling   besar bagi  umat

manusia adalah suatu hari di mana Allah swt telah menyempurnakan mereka  agama  mereka  (Islam)  sehingga    tidak  akan membutuhkan agama lain kecuali agama Islam dan juga tidak akan membutuhkan Nabi mereka Nabi kecuali   (Muhammad  saw). Dan karena itu, Allah swt menjadikan Nabi Muhammad sawsebagai  Nabi  yang  terakhir  untuk  manusia    dan jin,  maka tidak ada ketentuan halal dan haram kecuali yang ditetapkan Allah swt kepadanya, tidak agama  ada  kecuali yang telah   disampaikannya adalah benar. yang Dari  Ibn Abbas,   Ali ibn Abi Thalhah  berkata;    dimak

sud dengan “Din” dalam ayat tersebut adalah agama Islam, di mana Allah swt telah menyampaikan   kepada Nabi  Muhammad saw dan kepada orang-orang mu’min (pada waktu Nabimelakukan  Ibadah haji  wada’),  bahwa  Allah  swt  telah menyempurnakan iman orang-orang mu’min sehingga me­ reka tidak  membutuhkan      tambahan  dan Allah  swt  rela untuk 3 selama-lamanya.

 JJurji,     Of  Islamic  and  Comparative   Religion,  Edwar Professor

menyatakan:

3

 

AbuFida’ Ismail Ibn Katsir  al-Qurasyi  ad-Dimsqy,Tafsir   al-Qur’an   al-Adhim,   Juz II, hlm.12

    10   

        


C i r i K h a s E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n

“Whether in Philology, theology, history, letters or any other branch of culture, the Koran became the clue to wisdom and understanding. The effervescence of Arab civilization in Spain, North Africa, Middle East, India and elsewhere was presumably bound up with the spiritual, moral and social commond ments of the Koran.4 “Apakah dalam ilmu bahasa, ilmu ketuhanan, ilmu sejarah, kesusastraan, atau cabang-cabang kebudayaan yang lain, alQur’an menjadi petunjuk bagi kebijaksanaan dan pengertian. Gelora peradaban Islam di Spanyol, Afrika Utara, Timur Tengah, India dan di mana-mana, agaknya terlibat dengan firman yang bersifat spiritual, moral dan firman yang bersifat sosial kemasyarakatan”.

Al-Qur’an memiliki kaidah-kaidah yang umum dan prinsip-prinsip yang universal5 dan segala sesuatu yang sifatnya fundamental bagi umat manusia untuk diketahui, dihayati dan diamalkan dalam mencapai kehidupan manusiawi yang lebih sempurna, atas dasar keselarasan, keserasian dan keseimbang­ an, baik dalam hidup manusia secara pribadi, dalam hubung­ an manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan manusia dengan kekayaannya, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan-kemajuan lahiriyah dan kebahagiaan batiniyah. Al-Qur’an mempunyai nilai-nilai yang universal dan lestari. Dikatakan universal, karena al-Qur’an mengandung nilainilai yang harus dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradab di seluruh dunia. Dikatakan lestari, karena al-Qur’an menampung dinamika umat manusia sampai dengan akhir zaman, bahkan mengatur umat manusia sebagai mahkluk Tuhan dan 6

American Corporation, Encylopedia Americana, Vol XVI, hlm. 521 Khozin Siroj, Aspek-aspek Fundamental Hukum Islam, hlm. 77-78 6 Ibid, hlm. 75 4 5

11


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

sebagai mahkluk sosial untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia sampai akhirat. Hal tersebut ditegaskan pula oleh Abdullah Suhaili dalam bukunya “Prinsip-prinsip Islam”, bahwa: Ciri-ciri agama universal adalah berdasarkan faktor persamaan hak antara sesama manusianya tanpa adanya diskriminasi, serta meliputi ide internasional yang tidak terikat oleh waktu tertentu, bahkan sebaliknya akan selalu bersesuaian dengan masa kapan saja.7

Sebelum datang agama Islam tidak ada seseorang Rasul pun yang diutus untuk seluruh umat manusia, demikian pula          sebelum al-Qur’an diturunkan tidak ada sebuah kitab suci pun yang ditujukan untuk seluruh umat manusia. Satu-satunya Ra   sul yang diutus untuk sekalian umat manusia adalah Nabi Muhammad saw, dengan kitab suci yang dibawanya.8

        

Al-Qur’an merupakan sumber dasar,9 yakni merupakan sumber hukum yang setiap produk hukum di …dalam ……Islam  dan bahkan setiap norma-norma yang mengatur setiap tindakan dan tingkah laku    di dalam  Islam  haruslah  berlandaskan    dan bersumberkan pada ketentuan-ketentuan al-Qur’an.

   ayat  44:    Al-Qur’an, surat al-Maidah,

         

                Abdullah Suhaili, Prinsip-prinsip Islam, saduran dari karangan Abul A’la Al  yang  berjudul  The World Principle   Understanding  of Islam,  hlm.  24 Maududi 8 HM. Rosyidi, Hukum Islam dan Pelaksanaannya dalam sejarah, hlm. 10 9 Khozin Siroj, Op.Cit, hlm. 77 7

  12

        


                C i r i K h a s E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n

          

telah menurunkan kitab Taurat di daSesungguhnya   Kami         lamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh    Allah swt, oleh orang  nabi-nabi yang menyerah diri kepada orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan Allah  mereka  diperintahkan  memelihara   Kitab-Kitab     swt  dan mereka menjadi saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan   janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa diturunkan   Allah swt,  maka  mereka  itu adalah  orang yang orang yang kafir.

           

Maksudnya, setiap orang yang memutuskan sesuatu tidak apa  yang   diturunkan     swt (hukum-hukum    kebedengan Allah naran dan keadilan) karena memang ingkar (hawa nafsu) atau    kafir tendensi duniawi, maka mereka tergolong orang-orang (yang ingkar) dengan ayat-ayat ini (al-Qur’an), karena sesungiman yang  sebenarnya  adalah  mengharuskan    adanya   keguhnya patuhan dan kepatuhan mengharuskan adanya pengamalan.10

Dalam   Ensiklopedia   Indonesia  disebutkan  bahwa:  

galan Allah  swt, tentang    kewajiban  beramal  shaleh  dan  ten

Inti ajaran al-Qur’an adalah tentang keesaan atau ketungtang adanya hari akhirat, sebagai hari pembalasan yang adil terhadap tingkah laku manusia selama hidupnya di dunia. Ajaran-ajarannya tentang kemasyarakatan umumnya bersifat dasar, sehingga memungkinkan al-Qur’an itu menjadi pegang­an pada segala zaman dan tempat.11

Syekh Rasyid Ridha, Tafsir al-Mannar, Juz VI, hlm. 399 Hassan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, Jilid I, hlm. 166

10 11

13


          ………

A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

Dari berbagai ketentuan tersebut di atas terkandung mak         na bahwa al-Qur’an dalam kerangka tata urutan atau tingkat­ an sumber hukum Islam, merupakan sumber hukum yang me­        nempati kedudukan tertinggi, di atas sumber hukum Islam yang lain, al-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Dan bahkan boleh dikatakan           al-Sunnah itu pada umumnya hanya sebagai penafsir al-Qur’an yang autentik saja,12 sesudah ayat-ayat al-Qur’an itu sendiri.        Hanya kadangkala al-Sunnah itu bisa menetapkan hukum sendiri sebagai pelengkap dari al-Qur’an.13 Sedangkan Ijma’          dan Qiyas itu hanyalah bentuk-bentuk ijtihad, yakni bentukbentuk berpikir sebagai metode istidlal dan istimbath hukum  berpikir   untuk  menelorkan     dari dalil saja).  14 saja (cara hukum

 

Al-Qur’an surat al-Nahl, ayat 44:

        

  

Dan Keterangan-keterangan    (mukjizat)   dan kitab-kitab.     Kami 

turunkan kepadamu al-Qur‘an, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada me­  memikirkan.  reka15 dan supaya mereka

       

Sebagai hukum dasar, maka al-Qur’an memuat aturanaturan pokok  secara  garis    besar saja,  sehingga   merupakan  aturan-aturan yang singkat, padat, utuh, luwes dan kenyal, sertasesuai  dengan   perkembangan    zaman,  tetapi   tetap menja min kepastian hukum.

 Jilid I,   56 Abd. Wahab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ushul Fiqh), hlm. Ibid, hlm. 57 14 Ibid, hlm. 65 dan 75 12 13

Yakni: dan perintah-perintah,   larangan-larangan,    aturan     lain-lain   yang terdapat dalam al-Qur’an.

15

    14   

        


C i r i K h a s E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n

Sifat al-Qur’an yang sebagian besar ayat-ayatnya memuat aturan pokok saja, hanya memuat garis-garis besar yang bersifat fleksibel, elastis sehingga tidak akan mudah ketinggalan zaman yaitu dalam masalah-masalah yang menyangkut sopan santun, fiqih mu’amalah, dan ibadah amaliyah. Ia juga pada sebagian yang lain bersifat tegas dan kaku, yaitu dalam masalahmasalah keimanan, akhlak manusia, dan ibadah mahdlah. Sebenarnya dengan memperhatikan sifat ajaran agama Islam secara langsung sudah bisa diperoleh gambaran tentang Hukum Islam dengan sendirinya sebagai pedoman yang universal dan abadi, tetapi ini pun bisa dibuktikan pada berbagai aspek Hukum Islam, yaitu hukum yang bersifat elastis, subur dan hidup.16 Hal ini juga dikemukakan oleh Ahmad Zaki Yamani, bahwa Hukum Islam selalu berkembang dan sanggup menghadapi masalah-masalah yang sulit serta menjalani pembaharuanpembaharuan.17 2. Al-Sunnah Apabila diperhatikan dengan secara seksama tentulah akan didapati bahwa sebagian ayat hukum al-Qur’an datang dengan petunjuk yang jelas, tidak memerlukan lagi keterang­ an–keterangan. Juga akan didapati ayat hukum yang kurang terang petunjuknya, memerlukan tafsir atau ta’wil. Dan, ada pula yang bersifat mujmal, perlu kepada tafshil, atau muthlak, perlu kepada qayyid. Banyak hal-hal penting secara praktis tidak dibicarakan secara terurai dalam al-Qur’an karenanya sulit untuk menarik deduksi sikap praktis darinya. Karena itu M. Hasbi Ash Shiddiqy, Dinamika dan Elastisitas Hukum Islam, hlm. 26. Ahmad Zaki Yamani MCL LJM. Asy Syari’ah Al Khalidah wa Musyrikatil Ashr, terjemahan Mahyudi Syaf , Syari’at Islam yang abadi menjawab tantangan zaman, hlm. 12.

16 17

15


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

untuk sampai kepada pemahaman yang terang mengenai ayatayat seperti ini diperlukan penjelasan dari Nabi saw yang tercakup dalam sistem Hadis dan sunnah. Demikianlah maka para ulama muhaqqiqun dalam hal ini sampai pada kesimpulan bahwa hadis-hadis yang sahih adalah merupakan hujjah bagi umat Islam, dan siapapun orangnya yang menyimpang dari pendapat ini tak pantas berpredikat sebagai ilmuwan , kendati ia sendiri ataupun orang lain meng­ anggap sebagai ilmuwan.18 Imam al-Syafi’i menyatakan, bahwa al–Qur’an tidak memuat segala persoalan dan problematik secara detail, melain­ kan bersifat keseluruhan dan global. Banyak sekali ketetap­ an-ketetapan dalam al-Qur’an memerlukan penjelasan dan interpretasi dari berbagai aspek, baik dalam hal ubudiyah, maupun dalam hal muamalah. Petugas pertama untuk memberi penjelasan itu adalah Rasul.19 Memanglah demikian, selama kita percaya bahwa alQur’an adalah firman Allah swt yang sempurna dalam bentuk dan tujuan, maka satu-satunya kesimpulan yang logis adalah bahwa ia tidaklah dimaksudkan untuk dipergunakan terlepas dari pimpinan orang pada siapa firman itu diturunkan, yakni Nabi Muhammad saw. “Tidak mungkin kita dapat membuat keadilan yang lebih benar terhadap kitab suci itu kecuali de­ ngan mengikuti beliau yang menjadi alat wahyu.”20 Beliaulah yang paling paham terhadap maksud syari’at Allah swt, batasbatasnya, sasaran dan tujuannya. Dan beliaulah yang secara resmi memegang mandat dari Allah swt untuk menerangkan semua hal yang terkandung dalam Kitabullah itu ada dalam Subhi Sholeh, Ulumul Hadis wa Musthalahuhu, hlm. 291. M. Hasbi Ash Siddieqy, Problematika Hadis Sebagai Dasar Pembinaan Hukum Islam, hlm. 10. 20 Muhammad Asad, Islam at The Crossroads, terjemahan: M. Hashem, “Islam di Simpang Jalan”, hlm. 102. 18 19

16


                  C i r i K h a s E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n

 

surat al-Nahl, ayat 44:

        

  

Dan Keterangan-keterangan    (mukjizat)   dan kitab-kitab.     Kami 

turunkan kepadamu al-Qur‘an, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mer   eka21 dan supaya mereka memikirkan.

       

Maksudnya, agar kamu menerangkan kepada mereka, apa yang diturunkan   dari  Allah    swt,  oleh  karena   pengetahuan   tentang makna dari apa yang telah Allah swt turunkan kepadamu dan karena  kecenderunganmu     serta  ketaatanmu    kepada-Nya.  Juga oleh karena kami tahu bahwa kamu adalah seutama-utama makhluk dan tuan dari anak Adam. Kamu   perinci kepada  mereka apa yang mujmal dan kamu terangkan kepada mereka 22 apa yang tersembunyi   maknanya    atau musykil.      Bertolak dari kenyataan di atas, jalan pemikiran kita me­ ngatakan  bahwa  tak  mungkin  ada  juru tafsir  al-Qur’an   yang lebih baik dari Nabi Muhammad saw.

Kepercayaan  yang   kita  berikan  kepada   beliau  sebagai 

utus­an Allah swt (Rasul) mengharuskan kepada kita untuk mematuhi segala peraturan yang dibawanya. Perintah Allah swt yang mengharuskan demikian antara lain termaktub dalam surat al-Nisa’, ayat 59:

Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam al-Qur’an.

21

Abul Fida’, Ismail Ibnu Katsir Al-Qurasyi Ad-Dmaayqy, Op. cit., hlm. 571.

22

17


          

A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

       

                     

  orang-orang yang swt Hai     beriman,   taatilah  Allah    dan  taatilah  

Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada  Allah  swt (al-Qur‘an)  dan   (sunnahnya),   jika  Rasul kamu benar-benar beriman kepada Allah swt dan hari kemu(bagimu) dian. Yang  demikian  itu   lebih utama    dan lebih  baik  akibatnya.

Taat kepada Allah swt ialah megikuti ketentuan-ketentuan yang ada dalam kitab-Nya, taat kepada Rasul ialah mengikuti sunnahnya, dan taat kepada ulil Amri ialah mengikuti perintahperintah mereka yang berada dalam lingkup ketaatan kepada Allah swt, bukan perintah-perintah mereka yang berada dalam lingkup kemaksiatan kepada-Nya. Sedangkan yang dimaksud dengan mengembalikan perbedaan dan ketegangan pendapat tentang sesuatu kepada Allah swt dan Rasul, menurut mujahid dan beberapa ulama salaf yang lain, ialah mengembalikannya kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.23 Adanya pengulangan fi’il amr “athi’u“ pada ayat tersebut di atas, menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, adalah menunjukkan bahwa ketaatan kepada Rasul itu merupakan suatu kewajiban yang mandiri. Perintah Rasul wajib ditaati secara mutlak, sama saja perintah itu ada dalam al-Qur’an ataupun tidak. Adapun perintah untuk taat kepada ulil Amri pada ayat terse Abul Fida’ Ismail Ibnu Katsir Al Quraisyi Ad Dimasyiqi, Op. cit., Juz I, hlm. 158.

23

18


 

C i r i K h a s E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n

       

but di atas tidak lagi dengan pengulangan fi’il amr “athi’u”,   kewajiban     untuk  taat  kepada   mereka  tidaklah  dan karenanya bersifat mandiri. Ketaatan kepada mereka berada dalam ling mereka   wajib    selama  mereka  memberi  kup ketaatan ditaati perintah yang sejalan dengan ajaran Rasul.24

 

Di dalam surat al-Hasyr ayat 7 dinyatakan:

         

                

            

(fai-i) Apa saja harta rampasan    yang diberikan Allah swt 

kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah swt, untuk rasul, kaum kerabat,   anak-anak yatim, orang-orang  miskin    dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar  di antara   orang-orang   kaya saja  di antara   kamu.  Apa  yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah  dan bertak walah kepada Allah swt. Sesungguhnya Allah swt amat keras hukumannya.    

 

Yakni, apa saja yang beliau perintahkan kepadamu maka kerjakanlah dan apa yang beliau larang maka jauhilah. Sesung         guhnya beliau tidak lain hanyalah menyuruh kebaikan dan melarang keburukan.25

       

Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, I’lamul Muwaqi’in Ar Rabbil ‘alamin, Juz I, hlm. 48. Abul Fida’ Ismail Ibnu Katsir Al Quraisyi Ad Dimasyiqi, Op. cit., Juz IV, hlm. 336.

24 25

19

 

         


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

Bertalian dengan kenyataan di atas bahwa perintah-perintah dan larangan-larangan Rasulullah tidak selalu berdasarkan atas ayat-ayat al-Qur’an melainkan juga berdasarkan ketetapan-ketetapan beliau sendiri (Hadis), maka keumuman pada ayat 7, surat al-Hasyr tersebut di atas tentang kewajiban umat Islam mengambil apa yang diperintahkan Rasul kepada mereka dan meninggalkan apa yang dilarangnya, adalah berarti penetapan atas status kemandirian Hadis sebagai dasar tasyri’ Islam. Dengan kata lain bahwa dalam segala urusan seseorang harus berdasar atas sumber al-Sunnah. b. Sumber Sains Sebagaimana disebutkan di atas bahwa al-Qur’an adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw dan mengandung petunjuk-petunjuk bagi umat manusia. Di dalamnya mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan filsafat, kisah-kisah, peraturanperaturan yang mengatur tingkah laku dan tata cara hidup manusia, baik sebagai makhluk individu ataupun sebagai makhluk sosial. Petunjuk-petunjuk itu dimaksudkan sebagai kerangka menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dalam menerangkan persoalan-persoalan tersebut adakalanya al-Qur’an menjelaskan secara terperinci, seperti yang berhubungan dengan masalah perkawinan, hukum waris dan sebagainya. Tetapi ada pula yang dikemukakan secara umum atau secara garis besarnya saja. Hadis-hadis Nabi pada waktu itu mempunyai posisi menjelaskan atau memerinci hal-hal yang sifatnya umum dalam al-Qur’an. Kemudian sesuai dengan keperluan suatu kelompok manusia, keadaan, waktu dan tempat muncullah mufassir-mufassir mu’tabar pada periode mutaqaddimin (periode sahabat, 20


C i r i K h a s E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n

tabi’in, tabiit-tabi’in), periode mutaakhkhirin (abad 4 s/dan 12 H) dan periode baru (dimulai sejak akhir abad 19 M), yang menjelaskan maksud atau kandungan al-Qur’an.26 De­ngan demikian,  muslim    selalu  didorong   untuk  berijtihad   sesuai  de­ ngan keadaan, waktu dan tempat. Al-Qur’an dalam surat al-Ra’d; 11: 

       

             

    Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan mereka  menjaga­   dibelakangnya, nya atas perintah Allah swt.27 Sesungguhnya Allah swt tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan  28yang  ada   pada diri  mereka  sendiri  dan apabila  Allah swt menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, yang maka  tak  ada  dapat  menolaknya;   dan sekali-kali  tak ada  pelindung bagi mereka selain Dia.  

Rasulullah menyatakan:

         

 

           

Departemen Agama RI., Op. cit., hlm. 28 – 34. Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang menjaganya     tetap      secara bergiliran dan ada pula beberapa Malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut  Malaikat  Hafazhah.        28 Tuhan tidak akan mengubah keadaan mereka, selama mereka tidak mengubah sebab-sebab kemunduran mereka. 26 27

        21

            


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

“Kamu sekalian lebih mengetahui dengan urusan-urusan duniamu”29

Posisi manusia yang unik, di mana selalu didorong untuk berijtihad, sesuai dengan sifat kemakhlukannya yang tinggi, yang termaktub dalam kerangka penciptaanya oleh Allah swt sebagai makhluk yang memiliki kesempuranaan keadaan ahsani taqwim yang dilengkapi dengan budi, akal perasaan dan keterampilan. Selanjutnya Islam memberikan hak kepada manusia untuk menjadi “Wakil Allah swt” (khalifah Allah swt) di muka bumi. Sebuah fungsi kemasyarakatan yang mampu mensejahterahkan manusia itu sendiri secara menyeluruh dan tuntas.

          

Upaya yang sungguh-sungguh yang dilakukan kaum muslimin merupakan bagian yang tak terpisahkan   dari  kehidupan, yakni usaha sadar diri untuk selalu meningkatkan kualitas hidup dalam   rangka pencapaian kehidupan maslahah  di dunia dan di akhirat. Setiap tindakan atau usaha yang dilakukannya ketundukan, semata-mata   merupakan penjelmaan     kepatuhan kepada Khaliq (Allah swt), sebagai konsekuensi dari kesempurnaan sebagai     dirinya     makhluk   dan  kekhalifah  annya di muka bumi. Jadi setiap tindakan atau tingkah laku muslim merupakan amal ibadah kepada  Allah swt. Al-Qur’an  dalam surat al-Dzaariyaat, ayat 56;

   

 

melainkan Dan aku  tidak  menciptakan   jin  dan  manusia    su paya mereka mengabdi kepada-Ku.

        Imam Muslimin, Op. cit., hlm. 250.

29

22

 

         


C i r i K h a s E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n

Ibadah sering dibedakan menjadi dua bagian, yaitu ibadah khusus dan ibadah umum. Ibadah khusus menyangkut hal-hal yang sudah jelas aturannya, seperti shalat, zakat, puasa, haji dan bentuk amalan ritual lainnya. Sedangkan ibadah umum adalah semua bentuk aktivitas di dunia yang dilakukan oleh setiap muslim. Bentuk-bentuk aktivitas itu tentu saja selalu di­ sandarkan kepada al-Qur’an dan al-Sunnah. Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana menggali nilai-nilai al-Qur’an untuk menjawab masalah-masalah sosial? Jawaban ini tidak mudah, dan menghujam kepada permasalahan yang amat mendasar sifatnya, maka sangat naiflah jika pembahasan ini dimaksudkan untuk kerja seperti itu. Lebih tepat dikatakan, sebagai rangsang­an awal menggali nilai-nilai al-Qur’an, karena pekerjaan ini merupakan pekerjaan raksasa yang membutuhkan keahlian profesional yang memadai. Seperti yang diungkapkan sebelumnya, bahwa para sahabat, tabi’in, tabiit-tabi’in, dan ulama-ulama sesudahnya selalu berusaha menggali nilai-nilai al-Qur’an untuk menjawab tantangan masyarakat sesuai dengan keadaan, waktu dan tempat saat itu, maka muslim kinipun mempunyai tanggung jawab untuk memecahkan masalah-masalah sosial dalam lingkung­ an dengan cara menggali nilai-nilai al-Qur’an. Pengkajian hal ini dituntut adanya suatu keahlian dalam bidang bahasa Arab (Nahwu, Sharaf, dan Balaghah), ilmu syari’at (Tafsir, Hadis, dan Mushthalahul Hadis, Fiqih dan Ushul fiqh, Ilmu kalam), Sejarah, Filsafat, dan lain-lain.30 Pengenalan pertumbuhan penafsiran al-Qur’an secara historis akan memberikan gambaran obyektif dari potensi Islam sebagai pengatur tata laku kehidupan. Studi kesejarahan yang dilengkapi dengan analisa empiris merupakan prasyarat bagi pemahaman yang sehat dan realistis. Hal ini merupakan M. Hasbi As Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu Qur’an/Tafsir, hlm. 206.

30

23


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

bagian yang amat penting dari proses pengkajian nilai-nilai alQur’an guna menjawab masalah-masalah sosial. Islam sebagai agama yang mengatur tata laku kehidupan memberikan prinsip-prinsip dasar, yakni berupa ketentuanketentuan atau hukum-hukum yang tertuang dalam kitab suci al-Qur’an. Menggali nilai-nilai dari ketentuan-ketentuan hukum Allah swt merupakan bagian dari upaya menerjemahkan hukum-hukum Allah swt dalam kehidupan bermasyarakat, di mana nilai-nilai ini merupakan landasan berpijak untuk menentukan kebijaksanaan dalam membuat norma-norma hidup. Norma-norma inilah yang secara langsung mengatur tata laku kehidupan manusia, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial.

B. Aspek Tata Nilai Peranan tata nilai bagi pelaku ekonomi adalah mutlak dan menentukan, khususnya sebagai mekanisme kontrol yang bersifat instrinsik dari potensi eksploitatif manusia dan sebagai pendorong serta pengarah pelaku ekonomi untuk melakukan kegiatan-kegiatan atau upaya-upaya ekonomis yang konstruktif. Ada dua bentuk tata nilai yang bersifat fundamental yang perlu dipegang oleh manusia dalam segala aspek kehidupannya. Dan, tata nilai yang khas berkaitan dengan aktivitas-akti­ vitas ekonomi yakni tata nilai instrumental. a. Tata Nilai Fundamental Tata nilai fundamental ialah tata nilai yang seharusnya manunggal pada diri manusia dan selalu tercermin dalam segala aspek kehidupannya. Manusia sebagai pelaku ekonomi disebut Allah swt sebagai khalifah di bumi yang memegang amanat Allah swt untuk memakmurkan bumi ini selanjutnya 24


C i r i K h a s E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n

kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas amanat Allah swt itu.31 Sebab sebagai makhluk pengemban amanat, manusia dibekali berbagai macam kemampuan, diantaranya kemampuan untuk menguasai, mengelola dan memanfaatkan potensi alam guna mencukupkan kebutuhan dan mengembangkan taraf hidupnya. Manusia dibekali akal, indera, sifat-sifat badaniyah dan bakat hidup bermasyarakat yang memungkinkan untuk melaksanakan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Untuk mencapai sukses dalam melaksanakan amanat tersebut, Islam memberikan garis sebagaimana disebutkan oleh Khurshid Ahmad: Untuk menjadi seorang muslim yang sejati diperoleh tiga hal: kepercayaan, perbuatan dan kesadaran. Kepercayaan kepada Allah swt dan Rasul-Nya, perbuatan yang sesuai dengan kepercayaan tersebut, dan kesadaran akan hubungan dengan Allah swt sebagai buah dari perbuatan dan kepatuhan.32

Kepercayaan dalam Islam digambarkan dengan iman, yang berarti percaya bahwa Allah swt sajalah yang patut di­ sembah, dan bahwa Muhammad saw, adalah rasul Allah swt, serta bersaksi atas kebenaran pernyataan tersebut. Aspek kepercayaan (iman) tersebut hanya bisa direalisasikan oleh manusia dengan jalan memenuhi seruan Allah swt, dan ini hanya mungkin bila manusia percaya bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah swt. Selanjutnya dikatakan, beriman kepada Muhammad saw berarti bahwa al-Qur’an mencakup seluruh wahyu yang ditu Ahmad Azhar Basyir, Garis-garis Besar Sistem Ekonomi Islam, hlm. 5. Departemen Agama RI. Op. cit. hlm. 13, (QS.al-Baqarah: 30) 32 Khurshid Ahmad, Islam: It’s Meaning and Message, terjemahan, Ahsin Mohammad, Pesan Islam , hlm. 3-4 . 31

25


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

          

runkan kepada manusia melalui dia, bahwa wahyu tersebut merupakan bimbingan bagi kita, dan bahwa kita harus meng  abdi kepada Allah swt dengan mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan wahyu tersebut menurut metode yang dicon   tohkan oleh Muhammad saw. Bagi kita, yakni menurut cara yang sesuai dengan ucapan-ucapan dan praktik hidupnya      yang dikenal dengan sebutan Hadis dan sunnah.33

Memang   itulah   hakikat  dijadikannya   manusia   yakni

semata-mata hanya beribadah (mengabdi) kepada Allah swt. Sebagaimana tercermin dalam firman Allah  swt, surat al-Dza riyat ayat 56:

   

 

melainkan Dan aku  tidak  menciptakan   jin  dan  manusia    su paya mereka mengabdi kepada-Ku.

       

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa setiap tindakan atau tingkah laku muslim adalah merupakan perbuatan  amal ibadah kepada Allah swt, yakni sebagai manifestasi kehidupan yang sebenarnya ia telah   yang  mencerminkan   seberapa  jauh    menjadi hamba Allah swt yang sejati.

  perbuatan    memerlukan    hukum   dan peraturan  Karena peraturan sebagai pedoman bagi tingkah laku individual dan     secara   fisik  dalam  sosial, maka wahyu dan pencerminannya tindakan Rasulullah saw memberikan dasar dan pola bagi hu   manusia,   yang disebut  syari’at.  Disam­  kum dan tingkah laku ping iman yang menjadi tiang utama penyanggah struktural Islam  ada empat  tiang    yakni:  shalat,  puasa, zakat agama lain 34 dan haji. Sabda Nabi saw yang artinya:  hal.  4–5.        Ibid., Imam Muslim, Shahih Muslim, juz I hlm. 177.

33 34

   

    2     6         


C i r i K h a s E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n

“Islam dibangun di atas lima hal: persaksian bahwa tiada tuhan yang patut disembah kecuali Allah swt dan Muhammad adalah sebagai hamba yang menjadi Rasul (utusan) Allah swt, mengerjakan shalat, menunaikan zakat, pergi haji ke Baitullah dan puasa bulan Ramadlan”.

Keempat tiang Islam tersebut di atas erat sekali hubung­ annya dengan seluruh segi tingkah laku manusia yang lain, baik tingkah laku individual maupun tingkah laku sosialnya. Dengan mengikuti ajaran keempat tiang agama tersebut, ber­ arti seorang muslim menjalankan kehidupan yang penuh pengabdian kepada Allah swt, seseorang akan menjadi muslim yang sejati. Kesadaran manusia akan hubungannya dengan Allah swt adalah suatu segi spiritual yang dalam bahasa arab disebut “Ihsan” seperti yang diterangkan oleh Rasulullah saw sebagai berikut:35 “Hendaknya kamu beribadah yang seakan-akan engkau melihat Allah swt, apabila engkau tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Allah swt selalu melihatmu”.

Hadis ini menunjukkan bahwa seorang muslim diharuskan terus menerus mengerjakan semua amalan ibadahnya dan Allah swt senantiasa mengawasinya. Bila hal ini tidak mungkin dilaksanakan maka harus menyadari bahwa Allah swt selalu melihatnya. Kesadaran ini dipandang sebagai basis pengabdian yang sejati. Kesadaran ini adalah dasar dari kesalehan. Dan kesalehan ini merupakan sumber kebajikan, yang oleh Islam dipandang sebagai inti perbuatan dan tindakan yang adil. Orang-orang yang melalui iman, amal dan ihsan, akan menjadi lambang yang hidup bagi kebenaran. Mereka adalah Imam Bukhari, Shahih Bukhari, juz II , hlm. 37.

35

27


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

pembawa panji-panji gerakan reformasi yang ditegakkan oleh Rasulullah saw untuk merekonstruksi kehidupan manusia dan membawanya ke dalam keserasian dengan bimbingan Ilahi. Orang-orang yang seperti ini menjadi juru pengingat bagi manusia yang mengingatkan mereka akan arti yang sebenarnya dari kepasrahan manusia kepada kehendak Allah swt. Dan suatu masyarakat yang merealisasikan nilai-nilai iman, amal  dalam    kehidupan   kolektifnya   adalah   masyarakat  dan ihsan yang ideal yang ingin dibangun oleh Islam dengan kesejahter  aan paripurna bagi manusia.

  

b. Tata Nilai Instrumental

Tata nilai  instrumental  ialah tata nilai  yang seharusnya  

manunggal pada diri manusia yang khusus berhubungan de­ ngan aktivitas langsung   ekonomi,    baik     maupun  tidak  langsung  yang merupakan refleksi dari tata nilai fundamental. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh  seseorang yang  melibatkan diri dalam aktivitas ekonomi, antara lain:

   

1. Menepati janji

 

Surat al-Maidah, ayat 1:

                  

36 Hai orang-orang   yang  beriman,  penuhilah   aqad-aqad  itu . Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalal­

           

Aqad (perjanjian) mencakup janji prasetia hamba kepada Allah swt dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.

36

        28

        


            

C i r i K h a s E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n

kan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesung-

guhnya Allah swt   menetapkan hukum-hukum menurut yang  dikehendaki-Nya.

    

            Surat al-Anfal, ayat 27:

         

          

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah swt dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati   amanat-amanat    yang dipercayakan  kepadamu,   sedang kamu mengetahui.

         

Surat al-Nisa’, ayat 58:

                             

Sesungguhnya Allah    swt menyuruh  kamu menyampaikan    amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia sukamu  menetapkan    dengan adil. Sesungguhnya   Allah  paya swt memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.  Sesungguhnya   Allah swt  adalah   Maha   mendengar  lagi Maha  melihat.

                 29

        


                     A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i an                        2. Berprestasi tinggi        ayat 7-8:     Surat al-Insyirah,                             

  apabila   telah    (dari   urusan),  ker   selesai  sesuatu  Maka  kamu      37 jakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu      berharap.    

            

        

Surat 110:  al-Baqarah,         ayat    

                    

                           

Dan shalat  dirikanlah    dan  tunaikanlah  zakat.  Dan kebaikan   saja   kamu  usahakan dirimu,    tentu     akan yang         apa bagi kamu mendapat pahalanya pada sisi Allah swt. Sesungguhnya Alah  apa-apa yang  kamu       Maha   melihat     kerjakan.            

           10:       Surat  al-Jumu’ah,   ayat    

                                         

        di Apabila  telah  ditunaikan  shalat,  Maka bertebaranlah    kamu  muka bumi; dan carilah karunia Allah swt. Dan ingatlah Allah swt banyak-banyak supaya kamu beruntung.        

 sebagian   ahli tafsir menafsirkan   apabila  kamu    telah Maksudnya: (Muhammad) selesai berdakwah maka beribadatlah kepada Allah swt; apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia maka kerjakanlah urusan akhirat, dan ada lagi    mengerjakan   shalat  berdoalah.   yang mengatakan: apabila telah selesai

37

30


             C i r i K h a s E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n

       

3. Tidak boros dan tidak kikir

        

Surat al-Hasyr, ayat 9:

                

                

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung

Surat Ali Imran, ayat 180:

                      

            

Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta          yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya me-

 

  3 1      

        


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

nyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mere­ ka akan lehernya bakhilkan  itu    dikalungkan   kelak  di   di hari  kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu              kerjakan.

         

4. Tidak merusak lingkungan

Surat al-Baqarah, ayat 204–205:

  

                                                                       Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang  dunia menarik     dan dipersaksikannya   kehidupan hatimu, kepada Allah  swt (atas                         ia adalah  kebenaran) isi hatinya, padahal paling  keras.  Dan  apabila    ia berpaling   (dari  penantang yang  iaberjalan  di bumi untuk   mengadakan   kerusakan     kamu), padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak,      38   dan Allah    swt tidak  menyukai  kebinasaan.      5. Asas ta’awun/tolong-menolong                Surat al-Maidah, ayat 2:                                         38 Ungkapan ini adalah  ibarat dariorang-orang   yang berusaha menggoncangkan   iman orang-orang mukmin dan selalu Mengadakan pengacauan.        32    ………                


              

n o t  a  Cir mi M enu r u  l -Q ur’an  i KhasE ko

      kamu dalam        ………   dan tolong-menolonglah    (mengerjakan)  kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan  bertakwalah   kamu   kepa   da Allah swt, Sesungguhnya Allah swt amat berat siksa-Nya.            

6. Menepati sukatan dan timbangan

   1–3:      al-Muthaffifin,        Surat ayat

                          

39 1.  Kecelakaan   besarlah   bagi orang-orang       yang curang,  

2. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka    minta dipenuhi,         

3. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang    lain,  mereka   mengurangi.    

     35:      Surat al-Isra, ayat

    ………       

               

Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar,dan tim            banglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

            

………             

           

Yang dimaksud dengan orang-orang yang curang di sini ialah orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang.

39

         33

          


                  A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

             

Surat al-Syu’ara’, ayat 181–182:

                             

        

Sempurnakanlah takaran kamu ………   dan janganlah     Termasuk  orang- orang yang merugikan; Dan timbanglah dengan tim    bangan yang lurus.

                 

 Ekonomi         7. Keadilan

             

Surat al-Hasyr, ayat 7:

………                

...........supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang           Kaya saja di antara kamu........

       

         C. Sumber Daya Ekonomi

a. Sumber  Daya   Manusia          Salah satu komponen pokok dalam praktik perekonomian yang disebut bisa   sebagai  sumber  daya  ekonomi  adalah  manusia, di samping sumber daya lain yaitu alam dan lain sebagainya. pelaku  Manusia  sebagai     ekonomi  dituntut  untuk melaksanakan dayanya sesuai dengan naluri kemanusiaannya. Manusia dalam al-Qur’an disebut sebagai khalifah Allah swt yang menjadi tulang punggung di permukaan bumi ini. Allah swt menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kepentingan manusia. Dalam firman-Nya kepada para Malaikat mengenai manusia pertama; Adam, Allah swt mewahyukan dalam surat alBaqarah ayat 30–34: 34


  

C i r i K h a s E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n

………       

                             

       



       

                  

 

         

       

       

      30. berfirman kepada para Ingatlah ketika Tuhanmu       Malai kat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak   (khalifah)   dibumi   itu  orang yang  akan membuat   menjadikan kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal Kami  memuji  Engkau dan mensucikan   senantiasa bertasbih dengan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa  yang tidak kamu ketahui.”       31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (bendabenda) seluruhnya,    kemudian   mengemukakannya    kepada 

    3 5     

        


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

Para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!” 32. Mereka menjawab: “Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana40.” 33. Allah swt berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.”Maka setelah diberitahukannya kepada mereka Nama-nama benda itu, Allah swt berfirman:”Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” 34. Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: “Sujudlah41 kamu kepada Adam,”maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.

Tidak dapat diragukan lagi, ayat-ayat suci al-Qur’an tersebut menjunjung tinggi martabat manusia sejak semula diciptakan ke tingkat yang sempurna. Jelas bahwa manusia adalah khalifah Allah swt di muka bumi. Manusialah yang ditakdirkan Allah swt menyejahterakan, memperbaiki keadaan dan menguasai bumi. Untuk itu, Allah swt menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi bagi kepentingan manusia. Kemudian manusia dikaruniai kesanggupan mengenal dan mengetahui segala kenyataan yang ada di bumi . Disamping itu manusia Sebenarnya terjemahan hakim dengan Maha Bijaksana kurang tepat, karena arti hakim Ialah: yang mempunyai hikmah. Hikmah ialah penciptaan dan penggunaan sesuatu sesuai dengan sifat, guna dan faedahnya. Di sini diartikan dengan Maha Bijaksana karena dianggap arti tersebut hampir mendekati arti Hakim. 41 Sujud di sini berarti menghormati dan memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud memperhambakan diri, karena sujud memperhambakan diri itu hanyalah semata-mata kepada Allah swt. 40

36


      

 

 C h as  en ur ut a  l - Q ur ’an  i r iK E ko nom iM

   besar,   yaitu diperintahkannya    para mendapat kehormatan Malaikat supaya bersujud kepadanya. Hanya iblis yang meno itu ia  oleh Allah swt dan dijauhkan   dari  Rahlak, karena diusir mat-Nya.    165:     Al-Qur’an surat al-An’am; ayat

                                                      Dan Dialah    yang  menjadikan   kamu  penguasa-penguasa   di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian  lain) beberapa  derajat,  untuk  mengujimu   tentang  apa  (yang   kepadamu.   Sesungguhnya   Tuhanmu  amat  yang diberikan-Nya cepat siksaan-Nya     dan sesungguhnya   Dia Maha  Pengampun   lagi  Maha  Penyayang.                         Ayat ini menegaskan kedudukan manusia sebagai pen pengatur   di bumi,  dengan      berlebih,  guasadan bekal yang          antara sebagian dengan sebagian yang lain, guna menjadi ujian  apakah    anugerah   Allah  swt itudipergunakan   sebagi manusia          baik-baiknya atau tidak. Dalam al-Qur’an surat al-Hadid, ayat       7 disebutkan:                                                                                      37               


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

Berimanlah kamu kepada Allah swt dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah swt telah menjadikan kamu menguasainya.42 Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.

Ayat ini menegaskan bahwa terhadap harta benda yang telah diperoleh dengan usahanya sendiri pun, manusia berkedudukan sebagai orang yang memperoleh kuasa dari Allah swt untuk menggunakan sesuai dengan pedoman yang diberikan Allah swt. Dari beberapa ayat al-Qur’an tersebut di atas, mengan­dung pengertian bahwa walaupun manusia dijadikan oleh Allah swt sebagai makhluk yang paling sempurna, paling tinggi derajatnya di antara makhluk yang lain, sehingga diberi hak untuk menguasai segala apa yang ada di bumi, akan tetapi dia masih dan harus terikat tata cara yang diberikan oleh Allah swt. Menurut Islam, apabila kepercayaan, perbuatan, dan kesadaran berada dalam keserasian yang sempurna, maka manusia harus dapat memanifestasikan fakta bahwa dia adalah wakil Allah swt di bumi. Walaupun manusia memperoleh segala sesuatu dari Allah swt, tetapi dia adalah manifestasi yang paling lengkap dari sifat-sifat Allah swt dan dengan keadaannya yang demikian ia adalah wakil Allah swt di bumi. Seluruh alam semesta secara potensial berada dalam penguasaannya. Karena itu, Islam tidak menentukan batas bagi pengetahuan otoritas dan penguasaan manusia, kecuali batasan fundamental bahwa semuanya itu adalah amanat dari Allah swt, dan dengan demikian berarti bahwa manusia tidaklah berkuasa Yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. Hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah swt. Manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah swt karena itu tidaklah boleh kikir dan boros.

42

38


C i r i K h a s E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n

sendiri. Allah swt bisa mencabut kekuasaannya kapan saja Ia menghendaki.43 Ahmad Azhar Basyir, dalam bukunya “Garis Besar Sistem Ekonomi Islam”, menegaskan bahwa: Penegasan tentang kedudukan manusia sebagai makhluk Allah swt yang berfungsi mengemban amanat Allah swt untuk memakmuran kehidupan di bumi, dan kelak akan dimin­ tai pertanggung jawaban atas amanat Allah swt itu sebagai mahkluk pengemban amanat, manusia dibekali berbagai macam kemampuan, diantaranya ialah kemampuan untuk menguasai, mengelola dan memanfaatkan potensi alam, guna mencukupkan kebutuhan dan mengembangkan taraf hidupnya. Manusia dibekali akal, indra sifat-sifat badaniah dan bakat hidup bermasyarakat, yang memungkinkan untuk melaksanakan fungsinya dengan sebaik-baiknya.44

Selanjutnya Hakim Abdul Hameed menerangkan bahwa: Bakat, akal dan pemikiran mereka haruslah digunakan untuk mengembangkan sarana-sarana kehidupan dan menggunakan sebaik-baiknya segala karunia Tuhan untuk membuktikan statusnya sebagai khalifah Tuhan di bumi serta untuk mencari ridlo-Nya, mereka harus tunduk terhadap perintah Tuhan dalam segala perintah Tuhan.45

Kemudian sehubungan dengan sikap yang baru dimiliki oleh manusia untuk melakukan segala kegiatannya termasuk dalam kegiatan ekonomi tergambar dalam firman Allah swt, surat al-Isra’ ayat 23–38 sebagai berikut: Khurshid Ahmad, Islam: It’s Meaning and Massage, terjemahan, Ahsin Muhammad, Pesan Islam , hlm. 9 44 Ahmad Azhar Basyir, Garis Besar Sistem Ekonomi Islam, hlm. 5. 45 Hakeem Abdul Hameed, Islam at Glance, terjemahan, Drs. M. Ruslan Shiddieq, Aspek-Aspek Pokok Agama Islam, hlm. 150. 43

39


                  A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

          

                          

      

  

      

         

           

 

   

        

             



   

        

                    

    

   

   4 0               


           C i r i K h a s E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n

    

   

                   

         

                  

          

         

                       

23. memerintahkan Dan  Tuhanmu  telah    supaya  kamu jangan   menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang antara     atau kedua-duanya  sampai    lan di keduanya berumur jut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu  kepada keduanya   Perkataan   “ah”   janganlah  mengatakan dan kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.46  

24. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua de­ ngan  penuh  kesayangan  dan  ucapkanlah:”Wahai      Tuhanku,  

Mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dibolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata     atau memperlakukan   mereka dengan lebih kasar  daripada itu.

46

4 1        


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecilâ€?. 25. Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat. 26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. 27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudarasaudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. 28. Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas47. 29. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya48 ka­ rena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. 30. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. 31. Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. 32. Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. Maksudnya: apabila kamu tidak dapat melaksanakan perintah Allah swt seperti yang tersebut dalam ayat 26, maka katakanlah kepada mereka perkataan yang baik agar mereka tidak kecewa lantaran mereka belum mendapat bantuan dari kamu. Dalam pada itu kamu berusaha untuk mendapat rezeki (rahmat) dari Tuhanmu, sehingga kamu dapat memberikan kepada mereka hak-hak mereka. 48 Maksudnya: jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu pemurah. 47

42


C i r i K h a s E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n

33. Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah swt (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar49. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan50 kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan. 34. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya. 35. Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. 36. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabannya. 37. Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai se­ tinggi gunung. 38. Semua itu51 kejahatannya amat dibenci di sisi Tuhanmu. Maksudnya yang dibenarkan oleh syara’ seperti qishash membunuh orang murtad, rajam dan sebagainya. 50 Maksudnya: kekuasaan di sini ialah hal ahli waris yang terbunuh atau Penguasa untuk menuntut kisas atau menerima diat. Qishaash ialah mengambil pembalasan yang sama. qishaash itu tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat kema’afan dari ahli waris yang terbunuh Yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. pembayaran diat diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. Bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat, maka terhadapnya di dunia diambil qishaash dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih. Diat ialah pembayaran sejumlah harta karena sesuatu tindak pidana terhadap sesuatu jiwa atau anggota badan. 51 Maksudnya: semua larangan yang tersebut pada ayat-ayat: 22, 23, 26, 29, 31, 32, 33, 34, 36, dan 37 surat ini. 49

43


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

Dari ayat-ayat di atas dapat ditemukan berbagai bentuk pergaulan yang baik, dan petunjuk bagi kerja sama (tolong menolong) yang sempurna. Dimulai dengan perintah pengesaan Allah swt (tauhid) kemudian disertai dengan keharusan bersikap baik terhadap kedua orang tua. Selanjutnya ditingkatkan kepada kaum kerabat dekat lalu kepada orang-orang yang umumnya membutuhkan pertolongan. Lebih jauh dipe­ rintahkan supaya orang menjauhkan diri dari perbuatan zina, membunuh jiwa manusia tanpa alasan yang benar, mewasiatkan supaya melindungi anak yatim dan menjauhi hartanya, menekankan supaya orang memenuhi takaran dan timbangan sebagaimana mestinya, dan akhirnya sampailah pada puncaknya berupa peringatan kepada manusia, bahwa pende­ ngarannya, penglihatannya dan akal pikirannya akan dituntut pertanggungjawabannya. Oleh karenannya janganlah manusia menyalahgunakan pemberian-pemberian Ilahi itu. Kemudian manusia diperingatkan, bahwa ia adalah makhluk yang lemah, karena itu hendaknya menjauhkan diri dari sikap takabur dan supaya bersikap rendah diri. Sudah dapat dipastikan, barang siapa yang mengikuti dan menghayati ajaran-ajaran tersebut, ia layak menjadi manusia yang sempurna atau mendekati kesempurnaan. b. Sumber Daya Alam Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menyebutkan nikmat Allah swt berupa tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, biji-bijian dan lain sebagainya yang merupakan rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Hal ini memberi isyarat agar orang bekerja keras dan berusaha memanfaatkan potensi alam de­ ngan mengolah tanah untuk memperoleh kecukupan dalam usaha di bidang ekonomi. Potensi alam tersebut sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan dan dikembangkan. 44


                  C i r i K h a s E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n

                        

Bebarapa ayat al-Qur’an, dikemukakan sekadar contoh      sumber  daya   alam     yaitu dalam       tersebut,   hubungannya   dengan sebagai berikut:

  

Ibrahim,  ayat 32:        Surat

                                        

             

Allah swt-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan    airhujan   langit,  kemudian  Dia menge  menurunkan dari luarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi               dan  Dia telah  menundukkan   bahtera bagimu    untukmu; rezeki supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya,  Dia  menundukkan     bagimu sungai-sungai.    dan  telah    (pula)      

         

Surat al Hajj, ayat 65:

                            

Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah swt menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah swt benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.

45


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

Surat al-Jaatsiyah, ayat 13:

                  

Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah swt) bagi kaum yang berpikir.

Selanjutnya Musthafa Assiba’i, dalam bukunya “Isytirakiyah Al Islam” menerangkan bahwa: Dasar ini yakni memudahkan (menunjukkan) segala isi dalam alam semesta untuk kepentingan manusia, mengandung dua macam tujuan yang amat penting sekali, yaitu: Pertama: Bahwa di dalam alam semesta ini tidak ada sesuatupun yang sukar untuk dipergunakan oleh manusia itu, asal saja ia suka menggunakan akal pikiran serta ilmu pengetahuannya suka mengusahakan untuk diambil kemanfaatannya. Disertai dengan kemauan keras untuk menghasilkan itu. Sebabnya ialah karena segala sesuatu ini setelah ditundukkan oleh Allah swt, maka tidak ada yang tidak dapat dikuasai oleh manusia, selama ia masih suka dan giat mengusahakan faidahnya dan mengerti bagaimana cara mengembangkan kebaikan-kebaikan yang berasal dari benda itu. Kedua: Bahwa seluruh manusia ini sama haknya untuk mendapatkan kemanfaatan dari kebaikan-kebaikan yang berasal dari bumi ataupun langit. Jadi perjalanan dalam ayat-ayat Allah swt di atas adalah ditujukan untuk seluruh manusia. Allah swt telah mengaruniakan semuanya itu tanpa dipungut harga dan lain-lain biaya, semuanya diberikan kepada makhluk manusia ini tanpa dibeda-bedakan antara segolongan dengan segolongan lain atau suatu bangsa de­ ngan bangsa yang lain.52 Dr. Musthafa Husni Assiba’i, Isytiraakiyatul Islami, terjemahan, M. Abdai Ratomy, Kehidupan Sosial Islam Tuntunan Hidup Bermasyarakat, hlm. 153.

52

46


C i r i K h a s E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n

Dari beberapa uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ciri khas ekonomi menurut al-Qur’an terletak dari berbagai aspek, yakni aspek sumber pemikiran dan aspek sisi. Sudah barang tentu al-Qur’an sebagai sumber yang pertama dan utama yang harus senantiasa yang dibuat sebagai pegangan dalam tata kehidupan manusia, inherent masalah ekonomi. Sebab al-Qur’an sudah mencakup keseluruhan dari tata kehidup­ an manusia, di samping al-Sunnah. Sebab al-Sunnah sebagai sumber yang kedua, kadangkala ia berfungsi sebagai penafsir dan penguat al-Qur’an, bahkan kadang-kadang bersifat mandiri dalam menentukan hukum. Dan bersumber juga dari pengetahuan atau akal manusia itu sendiri. Hal ini untuk membantu menjabarkan kandungan al-Qur’an dan al-Sunnah dalam segala aspek kehidupan manusia yang senantiasa berkembang. Yang pada gilirannya, apabila manusia sebagai pelaku ekonomi yang berpredikat “Khalifah” di muka bumi ini berpegang teguh dan mempraktikkannya segala ketentuan yang ada dalam kedua sumber tersebut, maka nampak terbentuklah suasana hidup yang harmonis dengan adanya keselarasan, keserasian dan keseimbangan di antara sesama. Di samping manusia kelak dituntut untuk mempertanggungjawabkan segala yang diperbuat, karena kekuasaannya sebagai khalifah dan alam sebagai obyek ekonomi sematamata hanya merupakan amanat dari Allah swt. Ini merupakan aspek isi yang mengandung aturan atau tata nilai yang harus dipegang teguh oleh pelaku ekonomi.[]

47



BAB

III

SISTEM EKONOMI MENURUT AL-QUR’AN DAN SENDI-SENDINYA

A. Cara Memperoleh Pendapatan dan Kekayaan Pertama, anjuran untuk bekerja dan berusaha Seseorang akan dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara terhormat apabila ia bekerja dan berusaha. Terlebih jika seseorang dapat memberikan sumbangsihnya kepada masyarakat. Kerjasama dan tolong menolong kemasyarakatan akan terselenggara apabila para anggotanya bekerja dan berusaha. Bediam diri menanti pertolongan orang lain atau berusaha mencukupkan kebutuhan dengan jalan minta-minta tidak dapat dibenarkan, bahkan amat tercela. Berikut ini dijelaskan beberapa ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi saw tentang hal tersebut, yaitu antara lain sebagai berikut: Surat al-taubah, ayat 105:

       

          

    4 9             


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu  dan kamu  akan      (Allah)  yang menge  itu, dikembalikan kepada tahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada telah  kamu  apa  yang   kamu kerjakan.    

  

Surat al-Jumu’ah, ayat 10:

                

Apabila maka  telah  ditunaikan   shalat,     bertebaranlah   kamu  di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

               

    menunjukkan  suatu  anjuran  bagi Ayat-ayat   tersebut         umat manusia dan kaum muslimin agar bekerja dan berusaha men dalam rangka   memperoleh   pendapatan    dan  kekacari rezeki yaan atau kebutuhan-kebutuhan kehidupan dalam bidang              ekonomi.      

Dalam ayat lain Allah berfirman dalam surat al-Zukhruf,           ayat 32:

             

               

                 

Apakah   yang membagi-bagi   Kami  mereka      rahmat  Tuhanmu?     telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian

                                50


S i s t e m E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n d a n S e n d i - s e n d i n y a

       

mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian yang  mereka  dapat  mempergunakan   sebagian   lain.  Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

  

 ini mengajarkan   bahwa  dalam  kehidupan  dunia Ayat diperlukan adanya kerja sama umat manusia. Untuk memung  kerja sama  itu, Allah  menganugerahkan    kinkan terjadinya kelebihan-kelebihan di antara umat manusia sebagian atas se yang lain.  Hal  ini   dengan   naluri  manusia    bagian sesuai sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan di antara yang lain.          Demikian juga dalam al-Qur’an diisyaratkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling mengenal kebutu            han masing-masing yaitu dalam Surat al-Hujurat, ayat 13:         

              

Hai Kami  manusia,  sesungguhnya     menciptakan   kamu  dari  seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu  mengenal.  Sesungguhnya   orang   yang paling   mulia di  saling antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di kamu.   Sesungguhnya   Allah  Maha   Mengetahui   lagi  antara Maha Mengenal.

       

Ayat tersebut menegaskan bahwa umat manusia seluruh          nya berasal dari satu keturunan. Mereka semuanya berkeluarga, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa bukan untuk ber-

            

    51     

      


         

A  l -Q u r ’an & t em    Si s  Pe  r ekonom ian 

  antara    satu  terhadap    yang  lain, tetapi untuk bangga-bangga menciptakan kerja sama, saling mengenal kebutuhan masingsaling  mengisi  antara   satu  dengan  yang  lain.   masing, Atas dasar adanya ketentuan bahwa umat manusia adalah    yang  berasal   dari satu  keturunan   itu,  al-Qur’an  satu keluarga memerintahkan agar tolong-menolong dalam mengerjakan ke 2:  bajikan dan takwa, dalam Surat al-Maidah, ayat

                   

                 

                       Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar           syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulanbulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang haddan  binatang-binatang   qalaa’id, dan jangan (pula)    ya, mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridhaan dari Tuhannya  dan  apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka boleh­ lah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada          sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada me­    tolong-menolonglah    kamu  dalam  (mengerjakan)     reka). Dan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. 52


        

Si st e m E k u r’an d anS  i - se ndi nya o no  m i Men u rut al-Q end

 ditegakkannya   kerja sama  kemanusiaan   dalam Perintah mengerjakan kebajikan dan taqwa, bukan dalam berbuat dosa     dengan   kedudukan  manusia   sebadan pelanggaran itu sejalan gai mahkluk yang terhormat, sebagaimana ditegaskan dalam  70:         Surat al-Isra’,   ayat al-Qur’an          

        

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam,          Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri me­ reka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka   kelebihan  yang  sempurna  atas kebanyakan    makhluk  dengan yang telah Kami ciptakan.

Dari ayat-ayat tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang dalam hidupnya harus melaksanakan kerja sama dan tolong menolong sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk terhormat. Kerja sama antara umat manusia sebagaimana diajarkan dalam agama Islam itu akan dapat terlaksana apabila rasa solidaritas antara umat manusia dapat dipupuk. Kelebihan yang dianugerahkan Allah sebagaimana di­ sebutkan dalam ayat tersebut tidak selalu berarti bahwa yang satu dianugerahi derajat yang lebih tinggi dari yang lain, tetapi dimaksudkan juga bahwa kelebihan itu tidak lain daripada kelebihan keahlian dalam bidang masing-masing. Dengan demikian, setiap orang pasti mempunyai kelebihan atas orang lain dalam bidang kerja sama tertentu dan dengan adanya kelebih­ 53


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

an inilah setiap orang memerlukan bantuan orang lain untuk dapat terselenggaranya kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Mi­ salnya seorang dokter mempunyai kelebihan atas orang lain dalam bidang kedokteran. Tukang kayu mempunyai kelebih­ an atas orang lain dalam bidang pertukangan alat-alat kayu. Pedagang mempunyai kelebihan atas orang lain dalam bidang perdagangan dan seterusnya dan sebagainya. Adanya kelebihan yang satu atas yang lain dalam bidangbidang kerja tertentu itulah yang memungkinkan terjadinya pelayanan-pelayanan dalam berbagai macam kebutuhan hidup manusia. Dokter melayani orang lain yang menderita sakit. Guru melayani masyarakat dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Ahli hukum melayani kebutuhan masyarakat dalam bidang penegakan keadilan. Pedagang melayani kebutuhan masyarakat dalam sirkulasi barang-barang produksi. Demikianlah kerja sama kemasyarakatan terjadi oleh karena Allah menganugerahkan kelebihan-kelebihan yang satu terha­ dap yang lain. Kehidupan akan terselenggara apabila umat manusia bekerja dengan baik sesuai dengan bidang keahlian masing-masing.1 Demikian juga dalam Hadits Nabi Muhammad saw. Beliau mengajarkan bahwa untuk memperoleh kecukupan kebutuhan hidup pribadi juga harus dengan kerja dan usaha. Rasulullah ditanya: ”Pekerjaan apakah yang paling utama?” Beliau bersabda: “Pekerjaan orang dengan tangan (usaha)nya sendiri dan pula semua cara berdagang yang suci”.2

Diriwiyatkan pula dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah bersabda: “Andainya seseorang yang mencari kayu bakar dan dipikulkannya di atas punggungnya itu lebih baik daripada kalau ia Ahmad Azhar Basyir, Garis Besar Sistem Ekonomi dalam Islam, hlm. 26-27. Abi Abdillah Muhammad bin Islamil Al Bukhary, Matnul Bukhari, juz 2, hlm. 6.

1 2

54


         u r ’a n d a n S e n d i - s e n d i n y a  S is te m    Ekonom iMe nuru t al -Q     

meminta-minta pada seseorang yang kadang-kadang    diberi  atau ditolak”.3

          

Demikian al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw menga  bekerja  dan berusaha   adalah  hal  yang mutlak  jarkan bahwa bagi manusia yang ingin mendapatkan rezeki dalam rangka kebutuhan   hidupnya,   baik   bagi diri  sendiri   dan memenuhi keluarganya yang menjadi tanggungannya ataupun untuk  kemasyarakatan    secara terhormat.    Minta-minta  kepentingan adalah hal yang tercela, kecuali dalam keadaan mendesak dan           terpaksa. Kecuali memberi penegasan tentang mutlaknya bekerja   memberikan     nilai     sebagai    Islam  juga dan berusaha, keagamaan suatu ibadah yang berpahala dihadirat Allah swt. Bukankah   dalam  firman-Nya    dalam  al-Qur’an  Allahmengisyaratkan maksud diciptakannya makhluk di bumi ini semata-mata hanberibadah    yakni surat al-Dzariyat   ayat ya untuk kepada-Nya, 56:

 

Firman Allah dalam Surat al-Munafiquun ayat 9:

        

           Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.

Allah memberikan predikat seseorang yang taat pada orang yang tidak dapat melalaikan kewajiban terhadap Allah Ibid .

3

55


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

serta selalu berbakti kepada-Nya, ketika ia disibukkan untuk mencari harta dunia, firman Allah Surat al-Nur, ayat 37–38:

                   

                 

37. Laki-laki     yang  tidak  dilalaikan  oleh  perniagaan    dan  tidak  (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka              takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.

         

38. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang dan supaya   lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi   rezeki kepada  yang   dikehendaki-Nya      siapa    tanpa  batas.

             

Satu pihak Allah mencela sekali kepada orang-orang yang   saw  beliau        rasulullah   pada   waktu   ini meninggalkan berkhutbah pada hari Jum’at, semata karena ia terpikat dengan harta  11: firman Allah dalam  Surat al-Jumu’ah    ayat dagangannya,

               

              

Dan mereka perniagaan atau permainan, apabila    melihat           mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka ting-

   56    

           


S i s t e m E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n d a n S e n d i - s e n d i n y a

galkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: “Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan”, dan Allah Sebaik-baik pemberi rezeki.

Kedua: sesuai dengan syari’at agama Islam dan demi kemasla           hatan umum Oleh sebab  itu al-Qur’an   mengharamkan    segala   yang membahayakan kepentingan pribadi, kepentingan masyarakat atau yang  melanggar   peraturan   negara,  seperti:    1. Riba

          

  perampasan   terhadap   kelemahan  Riba adalah merupakan orang lain, merupakan penghisapan tenaga oleh orang yang ber        dapat  melenyapkan modalcukup, bahkan jiwa gotong royong dan tolong-menolong serta menghilangkan kepercayaan sese               Firman Allah dalam    ayat orang. Surat al-Baqarah, 278:                           

2.

Allah    orang-orang       bertakwalah    kepada Hai yang  beriman,    dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orangorang  yang  beriman.        

        

Mengurangi takaran atau mempermainkan timbangan.

ayat  Allah berfirman   dalam  surat  al-Muthaffifin,     1–5:             

                             

        57   

               


                      A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n             

         

1. Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, 2.           (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari   dipenuhi,  3.  Dan apabila  mereka   orang lain mereka minta lain, mereka  men menakar atau menimbang untuk orang gurangi,    4.Tidaklah  orang-orang   itu  menyangka,   bahwa  Se sungguhnya suatu  mereka akan  dibangkitkan,   5.Pada   hari  yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap              Tuhan semesta alam.

        

3. Berjudi sesuatu    atau  berdagang      yang tersimpan                                   Surat al-Maidah ayat 90:

                                                 Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)  berjudi,  (berkorban  untuk) berhala,      khamar, mengundi nasib panah,  adalah  termasuk  perbuatan   syaitan.  Maka  dengan  itu  agar  kamu      ke jauhilah perbuatan-perbuatan mendapat beruntungan.                4. Mencuri    Surat al-Maidah, ayat 38:                                              Laki-laki mencuri, yang mencuri  dan perempuan   yang    potong­  lah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang me­           reka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha    Maha Bijaksana.        Perkasa lagi                     58

         


  

S i s t e m E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n d a n S e n d i - s e n d i n y a

      

5. Makan harta orang lain dengan cara bathil

Surat al-Nisaa’ ayat 29:       

      

         

          Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling me          makan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali de­ ngan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka   kamu.  Dan janganlah   kamu  membunuh   dirimu;   se­  di antara sungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

         

Kebatilan maksudnya ialah seperti memeras, menggunakan sesuatu tanpa izin pemiliknya, mengelabuhi mata, menipu, menyuap dan lain-lain yang jelas keburukannya. Semuanya itu melenyapkan sendi-sendi akhlak yang luhur, bahkan dapat menyebabkan kesengsaraan orang lain. Itulah pula salah satu hal yang menyebabkan keguncangan keamanan masyarakat umum. Lebih-lebih kejinya lagi, sebab itu semua adalah pekerjaan yang sama sekali tidak mencucurkan keringat dan tidak menyebabkan kelelahan yang wajar. Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa melakukan penipuan pada kita, maka bukanlah termasuk golongan kita (umat Islam).” (HR. Muslim).4

Dalam sabdanya yang lain: “Dua orang yang jual beli itu boleh mengadakan pilihan selama keduanya belum berpisah (yakni boleh jadi atau urung). Imam Muslim, Shahih Muslim, juz I, hlm. 55.

4

59


            A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

            

Apabila keduanya benar kata-katanya, suka menjelaskan (barangkali ada celanya dalam barang yang diperjualbelikan),           maka keduanya diberkahi dalam jual belinya. Tetapi kalau keduanya saling menutupi dan berdusta, maka dilenyapkanBukhari).  5  lah keberkahan jual-beli mereka itu”. (HR.

       

Sabda yang lain:

6 “Penyuap diberi   dan   suap sama-sama  dalam  neraka”  

         Juga sabdanya:

“Barangsiapa yang merebut hak orang Islam dengan tangan itumasuk  neraka,  dan   Allah mewajibkan   orang nya, maka diharamkan masuk surga. Ada orang yang bertanya: “Kalau hanya begitu merupakan  benda yang  sedikit  (tidak    berharga),  bagaimana ya Rasulullah?” Beliau saw bersabda: ”Sekalipun 7 hanya sebesar batang arak (yang disebut bersiwak)”.   

       B. Perintah untuk Membelanjakan Harta    dan Sunnah    Rasul  saw, Sebagaimana tuntutan al-Qur’an

harta benda hendaknya dibelanjakan mula-mula untuk men  hidup    sendiri,  lalu    mencukupi  cukupi kebutuhan diri untuk kebutuhan keluarga yang menjadi tanggungannnya , istri,     tua  dan  keluarga  lainnya,   baru  kemudian  anak-anak, orang untuk kebutuhan masyarakat.

         

Al-Qur’an surat al-A’raaf ayat 32:

         

         

Ibid., juz I, hlm. 664. 6 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, II, hlm. 775. 7 Ahmad Bin Hambal, V, hlm.  Musnad  Ahmad bin  Hambal,    260.   5

60




                    S i s t e m E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n d a n S e n d i - s e n d i n y a

                   

Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat” Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.

Surat al-Qashash ayat 77:

         

                     

Dan Allahkepa carilah  pada apa  yang telah  dianugerahkan     damu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat         baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di   Allah    menyukai   orang (muka) bumi. Sesungguhnya tidak orang yang berbuat kerusakan.

 saw  bersabda:        Rasulullah

“Dahulukan dirimu, maka bersedekahlah atas dirimu, jika ada maka untuk  keluargamu,   jika  masih  sisa setelah    sisanya, untuk keluargamu, maka peruntukkanlah bagi kerabatmu yang lain, jika masih ada sisanya lagi,  maka  demikian   dan demikian”.   8

        

Imam Muslim, Op cit., hlm. 400.

8

61

        


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

Dari ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi tersebut dapat diperoleh perngertian bahwa menikmati kekayaan duniawi, selebihnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan baku untuk diri sendiri, pada dasarnya adalah boleh, selagi cara memperolehnya dilakukan sejalan dengan nilai-nilai etika islam, tidak melampaui batas, tidak bermotif kebanggan dan tidak berkecenderungan lebih mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan kewajiban-kewajiban kemasyarakatan dengan berpuas-puas menumpuk harta kekayaan. Setelah kebutuhan diri sendiri tercukupi, pembelanjaan berikutnya untuk keluarga, istri, anak-anak yang belum baligh yang belum mempunyai penghasilan, orang tua yang tidak berpenghasilan dan kerabat-kerabat yang lebih dekat yang memerlukan bantuan, karena miskin atau sebab yang lain. Kemudian pembelanjaan harta untuk kepentingan masyarakat yang dalamal-Qur’an  disebut    pembelanjaan    untuk sabilillah.  Sebab pada dasarnya manusia hidup dan memperoleh harta adalah adanya       orang  lain.   kehidupan      karena jasa dari Jadi manusia tidak dapat terpisah dari hubungan dengan masyarakat.   ayat 215:         Surat al-Baqarah

        

                

Mereka  bertanya   tentang   apa yang  mereka  nafkahkan.   Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim,  miskin  dan orang-orang   yang  sedang  dalam  per orang-orang jalanan.” Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka se­ sungguhnya Allah Maha mengetahuinya.        

    62    


           S i s t e m E k o n om i M t a l-Q S en di - s e n i nya enuru u r’anda n d

  banyak  ayat-ayat    al-Qur’an  yang    Kemudian memerintahkan agar membelanjakan sebagian harta untuk kepentingan   yang  begitu  besar    tersebut,  sehingga  almasyarakat motivasi Qur’an memberikan perumpamaan sebagai berikut: 261:        Surat al-Baqarah ayat

                  

                                     

Perumpamaan     dikeluarkan  oleh)     (nafkah   yang  orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa de­ngan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada            gandakan  (ganjaran)   tiap-tiap bulir seratus biji. Allah  melipat bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia lagi Maha   Mengetahui.          Nya)  

          

Perintah membelanjakan harta untuk kepentingan mas­ya­ rakatitu merupakan dorongan kejiwaan amat agar        yang   kuat        orang merasa ringan untuk melaksanakannya. Dorongan itu tercermin dalam beberapa ayatal-Qur’an    antara     lain  dalam    Su              rat al-Baqarah ayat 267:

         

                  

                    

                

               63

                  


           A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

       

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari          apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan  padahal kamu  sendiri  tidak  mau     daripadanya, mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah,  bahwa   Allah  Kaya  Maha  lagi Maha  Terpuji.  

    

Surat Ali Imron ayat 92:

          

       

Kamu sem sekali-kali   tidak  sampai   kepada kebajikan   (yang   purna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Se­    Allah  mengetahuinya.         sungguhnya

         

C. Ketentuan   tentang   Harta  Pusaka        

Apabila seseorang yang memiliki harta itu lebih dari ke­ perluan   dirinya  dan  kebutuhan   masyarakat,    kemudian   ia me­`ninggal dunia, maka berpindahlah hak milik harta tadi kepada warisnya. ahli    Disinilah   ketentuan   al-Qur’an   tentang  pembagian harta pusaka yang mengatur cara membaginya di antara banyak sekian       ahli waris  yang   berhak  menerimanya    itu. Kalau dilihat dengan teliti, tampak nyatalah bahwa ketentuan tersebut meliputi golongan yang amat  banyak  sekali  dari  keseluruhan keluarga si mayit yang ditinggalkan. Jadi tidak dibatasi dalam kelompok kecil saja, sebagaimana yang terdapat dalam undang-undang pembagian pusaka ciptaan manusia, adat maupun agama-agama lain di dunia. 64


         S i s t e m E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n d a n S e n d i - s e n d i n y a

          

Dari segi peranannya pembagian harta pusaka menurut  nilai yang amat   tinggi  dan  teral-Qur’an adalah mempunyai puji, sebagaimana diuraikan oleh Shaleh Abdul Qadir al-Bakri,          bahwa: Pembagian harta pusaka atau harta waris sangat besar per dalam  memeperteguh    ikatan  kekeluargaan   dan  anannya memepererat hubungan persaudaraan di antara sesama anggouta Masing-masing anggota  kerabat  saling   keluarga.          mendekati ,dan akan tumbuh pula rasa saling cinta serta sa­ ling bantu dalam kebajikan.9

    

Berikut  ini  penulis   kemukakan   beberapa   ayat al-Qur’an   tentang harta pusaka yang menerangkan secara terperinci yaitu dalam firman-Nya, surat al-Nisa’  ayat  11:     

         

                     

            

                      

           

    Shaleh Abdul Qadir al Bakriy, Al-Qur’an Wabina al Insan, terjamah Abu Laila dan Muhammad Tohir, Al-Qur’an dan Pembina Insan, hlm. 279.

9

65


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh setengah harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Demikianlah sebagian contoh ketentuan ayat al-Qur’an tentang harta pusaka dan masih banyak ayat-ayat yang lain. Dan dengan demikian al-Qur’an menetapkan ketentuan hukum waris tersebut secara terperinci dan tidak memberi kemungkinan untuk tidak disalahartikan, dan tidak pula memberi kesempatan untuk dipermainkan. Salah satu ketetapan hukum syara’ ialah bahwa jumlah harta pusaka yang menjadi hak para ahli waris ialah dua pertiga. Sedangkan sisanya yang sepertiga, supaya diwasiatkan dan bagian yang diwasiatkan itu wajib diperuntukkan bagi kaum kerabat yang hidup miskin dan tidak mempunyai hak waris. Mengenai masalah wasiat itu Allah swt telah berfirman dalam Surat al-Baqarah, ayat 180-181:

66


S i s t e m E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n d a n S e n d i - s e n d i n y a

               

                 

180. Diwajibkan  atas  kamu,  apabila    seorang  diantara  kamu  kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatadalah)  kewajiban  atas      ma’ruf[112],  (ini nya secara orangorang yang bertakwa.

 Maka barangsiapa    yang  mengubah     itu, setelah  181. wasiat ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi   yang mengubahnya.   Sesungguhnya      Maha  orang-orang Allah Mendengar lagi Maha Mengetahui.          

Demikian cara Islam mengatur pembagian waris agar ja­ ngansampai  tertumpuk   di satu tangan,  sebab  hal  ini merupa kan kedzaliman terhadap orang-orang lain dari kaum kerabat yangseharusnya   berhak   menerima   bagian.  Islam  menetapkan  bagian dua pertiga harta waris sebagai keharusan yang wajib diberikan para kepada      ahli   waris,  sedangkan   yang  sepertiga  bagian bukan sebagai bukan keharusan. Sebab dimungkinkan orang yang wafat mempunyai tanggungan hutang  yang  harus dilunasi lebih dulu sebelum dilakukan pembagian harta waris.

   Abul A’la  al-Maududi   menjelaskan   bahwa:  Demikan juga Islam maju selangkah lagi untuk membagi-bagikan kekayaan  tempat,  se­  yang mungkin masih tinggal terkumpul di satu hingga sesudah pengeluarannya untuk keperluan pribadi,

          67

   

        


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

untuk infaq dijalan Allah dan untuk menunaikan zakat yang demikian itu ialah dengan melaksanakan hukumnya waris.10

Dr. Musthafa Husni as Siba’i dalam bukunya ‘Isytirakiyatul Islamiyah’ mengatakan bahwa: Tujuan Islam dengan memperbanyak penerima pusaka itu tidak lain, kecuali harta pusaka itu tidak hanya membeku dalam beberapa orang saja, tetapi terpencar luas dan terbagibagi, sehingga sekalipun besar harta penggilan itu, akhirnya akan menjadi hak milik orang banyak.11

Dari Uraian tersebut di atas jelas pembagian harta pusaka mempunyai nilai sosial yang tinggi dan mengandung nilai keadilan dengan adanya unsur pemerataan pembagian harta pe­ ninggalan harta tersebut, justru dapat dikatakan sebagai sistem pembagian pusaka yang paling adil di antara sistem-sistem yang lain. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Shalah Abdul Qadir al-Bakry bahwa: Sistem pembagian pusaka secara Islam adalah sistem pembagian yang adil, tidak memerlukan pengurangan atau tambahan. Banyak para sarjana hukum di barat yang setelah mempelajari berbagai segi hukum syari’at Islam berpendapat, bahwa sistem pembagian harta pusaka yang ditetapkan Islam berdasarkan al-Qur’an merupakan sistem pembagian yang paling adil.12

Abul A’la al Maududi, Asasu al Iqtishadi Al Islam wa an Nidhomi al Muashshiroh, terjemahan: Abdullah Suhaili “Dasar-dasar Ekonomi dalam Islam dan Berbagai Sistem Masa Kini”, hlm. 132. 11 Dr. Musthafa Husni Assiba’I, Kehidupan Sosial Menurut Islam, hlm,161. 12 Shalah Abdul Qadir al bakry, Op. cit., hlm. 286.

10

68


S i s t e m E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n d a n S e n d i - s e n d i n y a

Abdul A’la al-Maududi mengatakan: Hukum waris ini tidak ada bandingannya dalam suatu sistem ekonomi yang lain, karena yang dikehendaki oleh sistemsistem itu ialah supaya kekeyaan yang dikumpulkan oleh satu orang harus tetap terkumpul di tangan satu orang atau beberapa orang yang terbatas jumlahnya sesudahnya juga. Tetapi Islam tidak menyukai terkumpulnya dan tertahannya kekayaan itu. Islam hendak membagi-bagikan dan meratakannya, hingga peredaran dan perputaran kekayaan itu di kalangan masarakat ramai menjadi mudah dan lancar.13

D. Pembagian   Harta  Rampasan   Perang    

Al-Qur’an telah memerintahkan, agar harta yang dapat dirampas medan  oleh  kaum  muslimin  di   perang  dibagi  menjadi lima bagian. Empat bagian darinya untuk mereka yang turutberperang   dan  sebagian  untuk  kepentingan   sosial kaum muslimin.

 41:        Surat al-Anfaal ayat

                                    

Ketahuilah,  Sesungguhnya   apa  sajayang dapat  kamu  peroleh   sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang         miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan

         

Abdul A’la al Maududi, Op. cit., hlm. 132.

13

69

           


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

kepada (Mu apa  yang  Kami  turunkan  kepada  hamba  Kami    hammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

      

Yang dengan Allah  dikehendaki     bagian    dan  Rasul-Nya,  adalah bagian yang dikhususkan untuk tujuan-tujuan dan kepentingan sosial, dengan   tujuan  untuk  ibadah   yang  dikum 14 pulkan lewat “Baitul mal” yang dengan sendirinya dibawa pengawasan dan  pemerintah   menurut    hukum  Allah   Rasulullah saw.

 tanah-tanah   dan   benda yang dirampas   oleh Adapun harta pemerintah sebagai akibat dari sesuatu peperangan, maka  sendirilah   yang  mengurus   dan bertindak  atasnya  pemerintah sesuai dngan kepentingan umat muslimin dan kemaslahatan  firman  Allah   Surat   al-Hasyr  ayat 7:  mereka, seperti dalam                  

         

           

 

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada          Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat,  yang  anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara

Qasim  Jarullah  Mahmud  binUmar azZamahsary,   Tafsir     jilid II, Abdul AlKasysyaf, hal. 158-159.

14

70

    

        


S i s t e m E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n d a n S e n d i - s e n d i n y a

orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, Allah.  maka  tinggalkanlah.  Dan  bertakwalah   kepada    Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

      

Ayat-ayat tersebut tidak hanya menerangkan pos-pos  rampasan   harus     tetapi juga menying manaharta dikeluarkan, gung dengan isyarat yang jelas mengenai tujuan yang senan bukan   hanya  dalam    pembagian   harta tiasa diingatkan, yakni rampasan saja, akan tetapi juga dalam sistem ekonominya  yaitu:  agar    harta  itu jangan  hanya  beredar  yangmenyeluruh, di antara orang-orang kaya saja. Isi yang terkandung dalam ka simple   universal ini,  merupakan  dari    guru limatyang dan soko dari sistem ekonomi menurut al-Qur’an.

         

          E. Hemat dalam Pembelanjaan

Al-Qur’an  selalu  memperhatikan    dan  mengawasi    perputaran harta kekayaan pada seluruh masyarakat, dan ditentukan satu  bagian dari  orang-orang   kaya diperuntukkan   untuk masyarakat atau orang-orang yang membutuhkannya pada satu segi, dan  segi  lain  diperintahkan   untuk   tiap-tiap  in pada dividu dari anggota-anggota masyarakat dalam pembelanjaan mereka, karena sehingga       kelalaian    dan  keterlaluan   individu individu dalam mempergunakan kekayaan mereka.

 

Surat al-Furqaan ayat 67:

           

          71

    


                    A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n                    Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), me­  reka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pem          belanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.                    Surat al-Isra’ ayat 29:                                               Dan kamu tanganmu janganlah    jadikan    terbelenggu   pada le hermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena             itu kamu menjadi tercela dan menyesal.      

Pelajaran yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut, bahwa hendaknya    orang-orang   yang  membelanjakan    hartanya  melihat batas-batas kemampuan ekonominya. Dan tidak seyogyanya mereka melampaui batas, sehingga  pengeluarannya   lebih besar daripada pendapatannya. Dan tidak boleh kikir, sehingga enggan   mengeluarkan   belanjanya    meskipun   menurut  kadar kemampuan ekonominya.

    

Surat al-Isyraa’ ayat 26:

           

 Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

72


S i s t e m E k o n o m i M e n u r u t a l - Q u r ’a n d a n S e n d i - s e n d i n y a

Dalam ayat tersebut memberikan pelajaran moral de­ ngan melarang segala bentuk kekikiran dan pemborosan yang melampaui batas dan menumpahkan usahanya untuk menu­ tup segala jalan yang merusak keseimbangan dalam pembagian kekayaan. Untuk tujuan ini maka al-Qur’an satu segi juga melarang orang untuk berbuat zina, minum-minuman keras, judi dan lain sebagainya. Dan kehidupan yang diperintahkan adalah kehidupan yang sederhana yakni mempergunakan harta kekayaan menurut kadar kebutuhannya. Dalam bab ini dapat disimpulkan bahwa dari berbagai ajaran tentang sendi-sendi ekonomi dalam al-Qur’an yang mencakup ajaran tentang berbagai hal, baik cara memperoleh kekayaan, aturan pembelanjaan, ketentuan harta pusaka, pembagian harta rampasan perang dan lain sebagainya terkandung nilai sosial yang sangat tinggi, yakni dengan diperintahkannya bagi pelaku ekonomi untuk selalu menanamkan rasa solidaritas dengan mengadakan kerja sama yang baik, saling mengenal kebutuhan masing-masing dan saling mengisi antara satu dengan yang lain. Dan mengandung nilai keadilan dengan adanya unsur pemerataan pendapatan sebagaimana terlihat dalam tata urut­ an pembelanjaan menurut al-Qur’an yaitu pertama untuk diri sendiri, untuk keluarga terdekat, untuk keluarga yang lain,dan kemudian untuk kepentingan masyarakat, pembagian harta warisan dan pembagian harta rampasan perang. Kesemuanya itu untuk dimaksudkan agar kekayaan itu tidak hanya menumpuk pada tangan seseorang saja. Di samping itu juga terdapat kandungan nilai spiritual, sebab pada dasarnya semua ajaran tata kehidupan manusia termasuk ekonomi haruslah berjalan sesuai dengan norma-norma ajaran al-Qur’an dan haruslah senantiasa dalam keadaan ingat 73


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

kepada Allah swt. Ini semua dimaksudkan demi kemaslahatan umat manusia. Dan agar selalu bisa terjaga keseimbangan dalam pembagian kekayaan, maka dari masing-masing individu diperintahkan untuk tidak terlalu berlebihan dan dalam waktu yang bersamaan tidak boleh juga berlaku kikir. Dan harus selalu ditanamkan kebiasaan hidup yang sederhana.[]

74


BAB

IV

PERBEDAAN SISTEM PEREKONOMIAN MENURUT AL-QUR’AN DAN SISTEM YANG LAIN

K

onsep Islam tentang sistem perekonomian bila dihat dari sumbernya, yakni al-Qur’an dan al-Sunnah, sudah barang tentu merupakan satu-satunya yang paling tepat dan mema­ dai, di antara sistem-sistem yang lain. Oleh karenanya harus menjadi suatu alternatif satu-satunya di antara sistem-sistem yang lain telah berkembang di sebagian besar belahan bumi ini, sistem kapitalisme dan komunisme. Oleh karenanya, sebelum membahas tentang perbedaan di antara sistem menurut al-Qur’an dengan sistem tersebut, perlu kiranya mengetahui hakikat masing-masing sistem tersebut (kapitalisme dan komunisme).

A. Sistem Kapitalisme Kata “Kapitalis” sering diidentikan dengan bentuk suatu negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Perancis, dan banyak lagi negara lainnya yang dianggap negara kapitalis. Dikatakan dengan demikian karena kapitalis atau mo­ dal dalam negara-negara tadi dianggap suatu yang menonjol, se­hingga akhirnya negara tersebut dianggap sebagai negara kapi­talis. Di samping itu, uang atau modal digunakan sebagai 75


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

alat disam­ping mesin-mesin dari kebutuhan-kebutuhan lain dari produksi-produksi yang dimiliki oleh warga negara secara individu. Dalam Webster’s World University Dictionary “Kapitalisme” diartikan dengan “A system of economics in which private ownership of resources ispermited, along with the right to transact for personal profit”.1 Artinya: suatu sistem ekonomi, dimana milik secara pribadi atas bahan-bahan kebutuhan atas cadangan itu diperbolehkan, bersama itu pula diberikan hak untuk mengadakan perjanjian-perjanjian dagang untuk keuntungan pribadi.

Dalam encyclopedi Americana disebutkan bahwa: Capitalism is the type economy in which capital is privately owned and may freely used by the owners as they wish in attempting to make profits from their economic enterprises. This type of economy is known also as the capitalistic system. Implicit in capitalism is the existence of an effective technique for exchanging goods and services.2 Kapitalisme adalah suatu modal perekonomian dimana mo­ dal dimiliki secara individu dan digunakan secara bebas oleh pemiliknya dalam usaha memperoleh keuntungan dari usaha perekonomiannya. Modal perekonomian ini dikenal juga sebagai “Sistem Kapitalisme”. Termasuk dalam sistem ini, ada­nya teknik-teknik yang efektif dalam penukaran barangbarang dan jasa.

Akan tetapi dalam perkataan sehari-hari maupun dalam pembahasan ilmiah, kapitalisme diterapkan kepada dua pengertian. Di satu pihak istilah kapitalisme telah digunakan untuk memberikan pengertian tentang sosok atau bangun perekonomian tertentu dan terisolir atau kombinasi dari bangunbangun tersebut. Adam Lewis Mueford (M Edt), Webster’s University Dictionary, hlm. 165. Encyclopedi Americana, Americana Comporation, volume v, hlm. 599.

1 2

76


Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . . .

Di pihak lain istilah kapitalisme diberikan kepada suatu masyarakat, secara keseluruhan, yang susunan masyarakat serta mentalitas kapitalis atau mentalitas kapitalis dapat disertai susunan masyarakat dan mentalitas lain yang berbeda.3 Maxime Radison menyimpulkan bahwa dalam su­sun­ an masyarakat dan sifat-sifat mental kapitalis se­kurangkurangnya mempunyai ciri-ciri; pemilikan alat-alat produksi secara pribadi, perusahan-perusahaan bebas, berusaha mencari keuntungan merupakan pendo­rong utama dalam aktivitas perekonomian, produksi untuk pemasaran, penghematan uang, mekanisme persaing­an, rasionalisasi dalam pengolahan perusahaan dan lain sebaginya.4 Untuk menghindari kebinggunan pengertian terminologi berikut ini Maxime Radinson mengambil terminologi dari seorang ahli Sosiologi Polandia; Julia Hochfeld bahwa: Dalam arti sempit kapitalisme merupakan suatu cara perekonomian yang berhubungan dengan produksi–produksi apa saja yang dapat diselenggarakan dalam suatu perusahaan (dalam arti luas). Pemilik alat-alat produksi tersebut menghasilkan komoditi-komoditi yang akan dijual oleh pemilik– pemilik alat-alat produksi demi keuntungan pribadinya.5

Dari beberapa uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, kapitalitas adalah suatu teori yang berlandasan individu sebagai pemilik satu-satunya bagi apa yang dihasilkannya, sedang orang lain tidak mempunyai hak apa-apa terha­dapnya. Ia berhak untuk memonopoli semua alat produksi yang dapat dicapainya dengan usahanya. Dan ia juga berhak untuk tidak meliarkanya, kecuali pada jalan yang memberi keuntungan kepadanya. Maxime Rodinson, Islam and Capitalism, terjemahan; Asep Hikmat ”Islam dan Kapitalisme,” hlm. 29. 4 Ibid 5 Ibid, hlm.31. 3

77


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

Jadi teori ini bertitik tolak dari sifat egoisme yang dipertaruhkan kepada tiap-tiap individu dari suatu masyarakat dan berakhir pula pada sifat egoisme pula cinta kepada diri pribadi. Apabila ditinjau dari segi ekonomi, maka akan terlihat bahwa salah satu pembawaan dari teori ini ialah rusaknya keseimbangan dalam pembagiaan kekayaan di antara individuindividu dan tertumpuknya alat-alat produksi di tangan suatu kelompok yang merupakan suatu kelas yang paling mewah hidupnya dan paling unggul. Maka praktis, masyarakat terbagi menjadi dua kelas; kelas hartawan dan kelas fakir miskin. Kelas hartawan menguasai seluruh sumber kekayaan dan bertidak sekehendak hatinya serta tidak mempergunakanya kecuali uantuk kepentingan pribadinya. Dan terjadinya jurang pemisahaan antara si kaya dan si miskin. Hal ini dipertegas oleh Robert E Baldwin dengan me­ngutip analisa Marx yang menerangkan mengenai pembangun­an menurut kapitalisme sebagai berikut: Ada golongan dalam sistem itu; golongan kapitalisme dan golongan bekerja. Golongan yang pertama memiliki semua sarana produksi (peralatan dan sumber daya-sumber daya alam) yang terdapat dalam sistem ekonominya. Kaum pekerja atau buruh hanyalah memiliki untuk dijual. Tujuan setiap kapi­ talitas adalah sebanyak mungkin memperbesar keuntung­an (sewa dan laba atas modal), bukan saja untuk menaikkan taraf hidupnya sendiri, tetapi yang lebih besar dan penting lagi untuk mendapatkan dana-dana investasi untuk dapat bersaing dengan kapitalitas yang lain.6

Dengan demikian sistem kapitalisme menetapkan individu sebagai titik sentral pemilik sah dari apa yang dimiliki­ nya tanpa ada ketentuan-ketentuan sosial. Maka sudah barang Robert E. Baldwin , Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-negara Berkembang, hlm.54.

6

78


Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . . .

tentu dalam masyarakat ini terdapat segolongan manusia yang hidup dengan mewahnya dan segolong manusia banyak yang lain yang hidup dari menjual tenaga dan sejumlah kaum gembel yang menganggur karena mereka tidak memiliki keahlian apapun. Melihat yang melatarbelakanginya yaitu individualistis, maka dalam memandang persoalan paham kapitalisme ini mengembalikannya kepada tanggung jawab pribadi dalam persoalan kehidupan perekonomian. Bahkan mereka menanggung bahwa kemiskinan itu termasuk salah satu bahaya kehidupan. Problem kemiskinan bukan beban masyarakat, bukan beban negara, maupun beban orang kaya. Karena setiap orang bertanggung jawab sendirisendiri, ia bebas berbuat dan bebas menggunakan kekayaan.7 Maka sudah tidak mengherankan lagi, kalau kapitalisme pada permulaan lahirnya dan masa mudanya, sangat menonjolkan sikap yang keras, mengutamakan kepentingan diri sendiri secara berlebih-lebihan, tidak menaruh belas kasihan kepada yang kecil tidak menghargai kepada wanita, tidak sayang kepada yang lemah, dan tidak mau memandang dengan kaca mata perikemanusiaan kepada fakir miskin. Di antaranya ia memaksa orang-orang perempuan dan anak-anak kecil di bawah umur untuk bekerja di pabrik-pabrik dengan upah yang sangat rendah, sehingga mereka tidak sanggup melepaskan kekuatan silinder yang tidak menaruh belas kasihan, dan tidak mampu menundukkan orang-orang yang kuat dalam mayarakat rimba modern, dimana oknum-oknumnya berhati keras bagaikan batu, bahkan lebih.8 Dr. Syekh Muhamad Yusuf Al-Qardlaawy, Musykilatul Fakir wakaifa Alajahal Islam, terjemahan Umar Fanany BA;�Problem Kemiskinan, Apa Konsep Islam ?� hlm.18. 8 Ibid, 19-20. 7

79


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

Sikap golongan ini mengingatkan kita akan kisah Qarun dan pengikutnya pada zaman Nabi Musa as, dimana ia merasa bahwa harta yang ia peroleh adalah semata-mata hasil dari mereka sendiri, sewaktu ia dinasehati untuk mengunakan harta kekayaannya pada jalan allah dan membatu orang yang memerlukannya.

B. Sistem Komunisme Di hadapan sistem kapitalisme ada suatu sistim ekonomi lain yang bernama komunisme. Sistem ini timbul sebagai tindakan kritik yang cukup tajam terhadap sistem kapitalisme. Marx dan kawan-kawannya menyoroti kapitalisme dari akibat yang ditimbulkan oleh Revolusi industri dengan menyimpulkan bahwa eksploitasi terhadap kaum buruh merupakan setan kapitalisme. Menurutnya dikembangkannya mesin-mesin industri secara bebas telah menggeser tenaga manusia dalam produksi. Sebagai jawabannya, dua orang berkebangsaan Jerman, Karl Marx dan Friedrich Engels mengajukan fondasi Komunisme Modern dalam Manifesti Komunis (The Cummunist Manifesto) pada tahun 1848 dan dalam beberapa tulisan Marx berikutnya, yakni Class Struggles in France (1850), Das Kapital (first volume 1867), The Civil War in France (1981). Istilah ‘Komunisme’ pertama digunakan di Perancis sete­ lah tahun 1980, tetapi ide umum yang menyatakan bahwa kekayaan pribadi merupakan dasar dari semua penyakit masyarakat, dan hanya dapat diobati oleh pemilikan harta benda oleh masyarakat telah berkembang pada masa sebelumnya. Paham yang demikian akhirnya dikembangkan oleh Marx dan Engel sehingga akhirnya dapat berkembang luas menjadi sistem sosial. 80


Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . . .

Pengertian komunisme sebagai sistem sosial dapat kita pahami dari dua ungkapan di bawah ini: Communism is the term used broadly to designate a theory or system of social organization based on the holding of all property in common. Specifically and currently, it refers to the doctrines underlying the revolutionary move establish a society in which all goods will be socially owned and all economic activities socially planned and controlled.9 Komunisme adalah istilah yanag digunakan secara luas yang menunjuk kepada sebuah teori atau sistem sosial yang didasarkan kepada pemilikan harta oleh umum. Secara khusus dan sekarang ini, komunisme menunjuk kepada doktrin yang didasari gerakan-gerakan revolusioner dengan maksud untuk menghapuskan kapitalisme dan membangun suatu masyarakat di mana semua orang akan menjadi milik masyarakat dan semua aktivitas ekonomi direncanakan dan dikontrol oleh masyarakat.

Dalam Encyclopedi Britanica komunisme diartikan sebagai: Communism is a term used to denote systems of social organization based upon common property or an equal distribution of income and wealth.10 Komunisme adalah suatu istilah untuk menunjukkan sistem sosial yang mendasarkan pemilikan harta secara umum, atau pembagian pendapatan dan kesejahteraan yang sama.

Menurut teori Marx, semua perubahan sejarah pada akhir­nya ditentukan oleh perubahan tata hubungan dari causa produksi melalui kondisi-kondisi teknik. Seperti dalam sistem perekonomian perubahan terjadi dari perbudakan ke pertani Americana Comporation, Encyclopedi Americana, jilid 7, hlm. 435. Encyclopedi Britanica, jilid 6, hlm. 205.

9

10

81


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

an lalu ke kapitalisme dan akhirnya perburuhan bebas, di sana terdapat kesuksesan dalam produksi barang-barang material. Tetapi sebaliknya, menurut teori ini setiap sistem ekonomi menimbulkan ekploitasi kelas. Menurut teori ini, kapitalisme yang telah mengadakan eksploitasi terhadap kaum pekerja mendatangkan perbedaan tajam antara nilai produksi dan nilai upah yang diterima oleh pekerjanya. Kapitalisme telah menumbuhkan kelas-kelas produktif, tetapi pada saat yang sama menghukum kaum buruh untuk tidak hidup mengikat. Sehingga akhir dari proses sejarah, menurut Marx dan Engels, produksi kekayaan akan merupakan panggung yang dapat memuaskan secara material terhadap kebutuhan masyarakat.11 Menurut Marx dan Engels sejarah kehidupan manusia merupakan sejarah pertarungan kelas. Dalam pertarungan ini yang harus menang adalah kaum buruh. Kaum buruh harus diorganisasikan dalam dua partai politik untuk mendirikan ‘kekuasaan diktator prolelatiat’ guna merobohkan kapitalisme, dan mengganti sistem sosial dengan mendasarkan pemilikan kolektif dari alat-alat produksi. Dalam tulisan tulisanya Marx dan Engles menerangkan bahwa ide masyarakat yang ideal hanyalah terkandung dalam termonologi umum sebagai sistem pemilikan oleh masyarakat oleh masyarakat. Distribusi kebutuhan manusia didasarkan kepada kebutuhan dan negara merupakan satu-satunya alat dalam melakukan tugas ini. Marx dan Engels menggunakan terminologi komunisme untuk membedakan program mereka dari sosialisme. Pada mulanay dau istilah di atas dapat dibedakan, sebab gerakan sosialisme pada tahun 1840–an berarti reformasi ekonomi dan Americana Comporation, Op. cit. hlm 436.

11

82


Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . . .

sosial, tapi keduanya sama-sama mendukung pemilikan oleh masyarakat. Walaupun pada mulanya sosialisme hanya dalam bidang ekonomi, tapi dalam perjalanan sejarahnya, sosialime telah memasuki unsur moral, sosial dan politik. Kenyataanya, bersama dengan nasionalisme, sosialisme menjadi ideologi dari gerakan-gerakan politik abad ke-20. Oleh sebab itu sejak tahun 1875, terminologi sosialisme berhenti digunakan, dan doktrin Marx menjadi dikenal sebagai ‘sosialisme ilmiah‘, tapi doktrin ini baru diterima dan dibangkitkan oleh revolosi Bolsheviks di Rusia. Negara ini menjadi pemula diterapkannya teori komunisme secara utuh. Sejak kemenangan kaum Bolsheviks, penghapusan hak milik pribadi berjalan sangat lancar.12 Selanjutnya Abul A’la Al Maududi dalam bukunya ‘Dasardasar ekonomi dalam Islam dan berbagai sistem masa kini‘ menguraikan bahwa: Sistem ini berdiri di atas dasar yang mengatakan bahwa alat-alat produksi seluruhnya menjadi milik bersama antara anggota-anggota masyarakat. Individu-individu sebagai orang-seorang, tidak mempunyai hak untuk memilikinya dan bertindak atasnya menurut keinginannya dan menikmati­ nya secara sendiri-sendiri. Individu-individu tidak mungkin memperoleh sesuatu, kecuali sebagai upah atas jasa-jasa yang diberikannya untuk kemaslahatan masyarakat bersama. Masyarakatlah yang menyediakan kebutuhan hidup bagi me­ reka sedang mereka mengerjakan pekerjaan-pekerjaannya sebagai imbalannya.13

Jadi sistem ekonomi kapitalisme dan komunisme adalah merupakan suatu diametrikal berlawanan satu sama lain. Meskipun kapitalisme memberikan kebebasan pribadi dan Ibid., hlm. 436. Abul A’la Al Maududi, Ususu al Iqtishadi Baina al Islami Wannudhumi al Mu’ashirah, terjemahan: Abdullah Suhaili, ‘Dasar-dasar Ekonomi dalam Islam dan Berbagai Sistem Masa Kini’, hlm. 9.

12 13

83


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

hak asasi kepada individu-individu tetapi tidaklah terdapat di dalam prinsip-prinsip dan teori-teorinya sesuatu yang dapat membangkitkan jiwa individu–individu itu untuk mengabdi pada kepentingan masyarakat dan memaksa mereka untuk itu di mana perlu. Tetapi ia menumbukan pada diri mereka sen­ diri dan mendorong mereka untuk memerangi kepentingan masyarakat demi untuk membela kepentingan pribadi mereka, hingga rusaklah keseimbangan dalam pembagian kekayaan di antara anggota masyarakat. Akhirnya terjadi sekelompok minoritas yang mempunyai nasib baik telah menjadi jutawan-jutawan karena mereka telah menguasai sumber-sumber kekayaan, sedang mereka tidak putus-putusnya berusaha mengumpulkan sisa-sisa kekayaannya untuk diri mereka sendiri, berkat kekuatan kekuatan yang diberikan oleh model-model mereka dan kekayaan-kekayaan mereka yang tersimpan. Dan segi yang lain, terjadi keadaan perekonomian masyarakat ramai dan rakyat banyak makin menjadi suram, sehingga bagian mereka dari pembagian kekayaan nasional hanya sedikit. Dan tidak diragukan lagi bahwa kekayaan kaum kapitalis yang berlimpah-limpah dengan gagasan yang tidak berimbang itu, tidak lain akan terhentinya peredaran darah di dalam tubuh perekonomian, hingga matilah sebagian dari pada anggota-anggotanya karena kekurangan darah, sedang sebagian yang lain menguragi kerusakan karena darah terlalu banyak terkumpul di sana. Demikian Abul A’la al Maududi menyimpulkan bahwa: Sudah terang bahwa, sistem seperti ini semata hanya melahirkan rentenir-rentenir, pemilik-pemilik pabrik dan tuantuan tanah pada satu segi, kaum buruh dan kaum tani pada segi yang lain, menghendaki jiwa santun menyantun, tolong menolong dan gotong royong dari kalangan masyarakat, 84


Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . . .

hingga tiap-tiap individu terpaksa merasa putus asa dalam mencari penghidupannya dengan alat-alatnya sendiri, pergulatan untuk hidup terjadilah dengan hebatnya di antara anggota-anggota masyarakat, bukan tolong-menolong dan gotong-royong. Tiap-tiap individu berusaha dengan segenap kekuatan yang ada padanya untuk memiliki sendiri sumbersumber kekayaan. Dimonopoli dan tidak dipergunakanya kecuali untuk menambah kekayaan melipatgandakan.14

Selanjutnya dikatakan bahwa sistem ini mempunyai kecenderungan untuk mengumpulkan kekayaan dan tidak Me­ ngeluarkanya kecuali dengan jalan yang mendatangkan keuntungan besar bagi dirinya. Usaha ini semata mata dijiwai oleh tujuan, yaitu ‘memperoleh uang dengan uang‘ baik dengan jalan perdagangan, maupun membungakan uang (riba). Sebab mereka berpandangan bahwa tidak ada perbedaan yang prinsipil antara ‘jual beli‘ dan riba. Keduanya berada dalam satu sistem yang saling membutuhkan, sehingga mata perdagang­ an tidak bisa maju kecuali dengan riba.15 Dan, komunis bertujuan untuk menanggulangi kerusak­ an sistem kapitalisme, tetapi sayang memilih jalan yang sama sekali tidak benar. Tujuannya hendak menegakkan keadilan dan keseimbangan dalam pembagian kekayaan, tetapi untuk mencapai tujuan ini, ia memilih jalan yang pada hakikatnya memerangai fitrah manusia. Ia menghapuskan hak induviduindividu untuk menghayati hak milik perseorangan dan menjadikan mereka sebagai pelayan-pelayan yang bekerja untuk masyrakat. Bahayanya tidak saja menghancurkan perekonomian, tetapi juga memusnahkan kehidupan-kehidupan kebudayaan manusia seluruhnya, karena ia dalam masalah perekonomian manusia dan kebudayaannya, membinasakan jiwanya Ibid., hlm. 8. Ibid, hlm. 8-9.

14 15

85


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

dan menghancurkan kekuatannya yang hakiki yang menjadi pendorong untuk bekerja giat dan bersungguh-sungguh. Hal itu adalah karena yang mendorong individu-individu untuk menumpahkan segenap tenaganya dalam berusaha dan berjuang dalam bidang perekonomian dan kebudayaan pada hakikatnya tidak lain melainkan demi kepentingan pribadi mereka. Oleh karena itu Abdul A’la Maududi menjelaskan bahwa usaha untuk kepentingan pribadi ini adalah merupakan egoisme alamiah yang diperuntukkan oleh Allah kepada manusia. Maka tidak seorang pun mau mencurahkan tenaga dan pikirannya, kecuali dalam pekerjaan yang disukainya dan digemarinya karena kepentingan pribadi, atau dipandang bermanfaat bagi dirinya. Apabila hal tersebut tidak ada pada dirinya, bagaimana pun ia memeras tenaganya, namun tidak akan memperoleh manfaat dan keuntungan lebih dari apa yang telah ditentukan baginya. Dan, akan merosotlah kekuatan mental dan kegairah­ an kerja, ia pun tidak lebih hanya sebagai seorang buruh yang tidak bersemangat dalam karya melainkan sekadar besarnya upah yang telah ditetapkan untuknya.16 Jadi sistem ini mempergunakan individu-individu hanya sebagai alat mekanis yang mati dan merampas dari kemerdekaan berpikir manusia, kemerdekaan menyatakan pendapat dan kebebsan memilih pekerjaan. Inilah yang menjadikan pemerintah Rusia suatu pemerintah yang paling keras dan pa­ ling kejam. Hal ini bukan semata-mata karena orang yang memegang kendali pemerintahan seorang diktator seperti Stalin, karena fitrah sistem Komunis itu sendiri yang mengundang seorang yang menjadi diktator.

16

Ibid., hlm. 12. 86


Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . . .

C. Sistem Ekonomi menurut al-Qur’an Ajaran Islam tentang nilai-nilai hidup yang saleh menyangkut semua segi kehidupan dan kegiatan manusia. Menurut alQur’an, tidak ada satu pun segi kehidupan yang bersifat dunia­ wi semata-mata. Setiap segi kehidupan manusia, termasuk ma­salah ekonomi adalah bersifat spiritual, bila dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai ajaran al-Qur’an. Karena itu pemahaman yang tepat akan tujuan dan nilai-nilai ini adalah mutlak perlu sebelum menggambarkan sistem ekonomi menurut al-Qur’an. Ada empat tujuan dan nilai-nilai ekonomi menurut alQur’an yaitu: (1) Kesejehteraan ekonomi dalam kerangka norma-norma moral Islam, (2) Persaudaraan dan keadilan universal, (3) Distribusi pendapatan yang adil, dan (4) kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial. Keempat tujuan dan nilai-nilai tersebut belumlah menca­ kup semua tujuan dan nilai-nilai ekonomi menurut al-Qur’an, tetapi telah cukup memberikan kerangka yang memadai untuk membahas dan menyusun sistem ekonomi menurut al-Qur’an dan menjelaskan ciri-ciri ekonomi tersebut, yang membedakan dari kedua sistem ekonomi yang mengusai sebagian besar dunia, kapitalisme, dan komunisme. 1. Kesejahteraan ekonomi dalam kerangka norma-norma moral Islam Dalam kaitannya dengan “kesejahteraan ekonomi dan norma-norma moral’ tersebut, al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 168 menyebutkan:

87


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

                  

Hai sekalian  manusia,   makanlah   yang  halal  lagi baik  dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah    musuh  yang  nyata  bagimu.  17     

                   

Surat al-Baqarah ayat 60:

                   

                 

dan jan     (yang     Makan rezeki  dan  minumlah    diberikan)  Allah,     ganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.   18                

       

        

    al-Maidah   ayat  87–88:     Surat

                         

                                     

                                              87. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haram        kan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu,             17 Departemen Agama  RI.Al-Qur’an  dan Terjemahnya,    hlm. 41.    18              Ibid., hlm. 19.                      8 8                 


Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . . .

         

dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai yang  orang-orang    melampaui    batas.  

88. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan      kepadamu,   dan  19bertakwalah   kepada Al- lah yang kamu beriman kepada-Nya.

  

Ayat-ayat tersebut di atas dan banyak lagi ayat-ayat lain   menyampaikan    pokok-pokok    ajaran  dalam yang serupa, masalah ekonomi. Islam menyerukan pemeluk-pemeluknya    Allah  dan  melarang  memberi    batas untukmenikmati anugerah kuantitatif terhadap pertumbuhan material masyarakat. Bah kesejahtera­   an  menyamakan    usaha  untuk  mencapai kan Islam material dan tindak kebajikan.

  

Surat al-Jumu’ah, ayat 10

                

   ditunaikan      bertebaranlah   Apabila telah shalat, maka kamu     di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah 20  banyak-banyak supaya kamu beruntung.           

                  

          

“Bila Allah memberi kesempatan untuk mencari rezeki kepada salah seorang diantaramu, maka hendaklah memanfaat  kannya sampai habis atau sampai ia lagi menyukainya”.21

 

Ibid., hlm. 176. Ibid., hlm. 933. 21 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah , Juz II, hlm. 727. 19 20

       89

        


         

 A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k on o m i a n 

         

 bahkan  mengajarkan   lebih  jauh lagi. Islam  menye­  Islam rukan pemeluk-pemeluknya untuk menguasai dunia dan           al-Qur’an   semua   sumber-sumber    daya alam, karena menurut di langit maupun di bumi adalah diciptakan untuk kepenting­                  an manusia        

Surat Luqman ayat 20:

                     

                  

                          

Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menun  di dan apa  dukkan untuk (kepentingan)mu apa yang langit yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir Dan  dan batin.   di antara  manusia  ada yang  membantah   tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petun       juk dan tanpa kitab yang memberi penerangan.22

 

                            Jelaslah bahwa pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi       salah  satu tujuan-tujuan  ekonomis   yang tinggi harus menjadi 

masyarakat, karena hal itu merupakan manifestasi dari usaha   menerus,     memanfaatkan sumber-sumber      yang terus   untuk      daya yang disediakan oleh Allah untuk kepentingan dan pe­   taraf  hidup manusia,    ningkatkan dan       dengan demikian    menun jang usaha untuk mencapai tujuan diciptakannya manusia.

  juga    melarang   pemeluknya   untuk   me­ Demikan Islam ngemis dan menyuruh mereka untuk berusaha sendiri untuk   mencari nafkah, sebagaimana hadits Nabi saw:

        

Departemen Agama RI., Op. Cit. Hlm. 723.

22

90

        


          Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u ru t  a l -Q ur ’a n  . . .

   penghasilan    yang  lebih baik   yang diperoleh  se­  Tidak ada 23 sorang daripada hasil kerjanya sendiri.  

       

Dari hadits ini dapat diambil pengertian bahwa salah satu           tujuan ekonomis masyarakat menurut Islam haruslah berupa menciptakan kondisi dan lingkungan ekonomis yang sedemiki   an rupa hingga mereka yang ingin bekerja dan yang mencari nafkah (pekerjaan) dapat memperoleh yang menguntungkan         sesuai dengan kemampuan mereka. Bila hal ini tidak tercapai, maka masyarakat menurut Islam tidak bisa dikatakan berha         sil dalam tujuannya, bahkan dalam tujuan spiritualnyapun karena tidak punyamata akan orang-orang   yang    pencaharian  hidup sengsara tak terkira, kecuali bila  mereka bergantung     pada sedekah atau pengemis atau melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan moral. Padahal hal tersebut,            terutama dua hal yeng disebut terakhir, adalah bertentangan sama sekali dengan jiwa Islam.

        

Penekanan Islam terhadap kesejahteraan ekonomi bersumber yang dibawanya dari pesan         sendiri,  yakni Islam  datang dengan fungsi sebagai “rahmat” bagi seluruh umat manusia dengan tujuan membuat hidup lebih kaya dan  berharga,  bukannya lebih miskin dan penuh kesusahan.

 ayat 107:  Surat al-Anbiya’       

Dan untuk  Tiadalah  Kami mengutus  kamu,  melainkan     (men jadi) rahmat bagi semesta alam.24

      

  723.    Ibnu Majah , Op cit., hlm. Departemen Agama RI., Op. Cit. hlm. 508.

23 24

   

            91


               

   Al - Q u r ’a n & iste m Pe re k o n o m i a n    S                

 57:       Surat Yunus ayat

                                                

 

 kepadamu  pelajar­   manusia,  sesungguhnya    telah  datang Hai                                            dan    bagi  penyakit-penyakit   an dari Tuhanmu penyembuh    (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi 25                         orang-orang   yang beriman.       

 

  185:      Surat al-Baqarah,  ayat                         

Allah menghendaki    kemudahan  26  bagimu,  dan tidak  mengh  endaki kesukaran bagimu.       

 ayat   Surat al-Nisa’, 28:                  

Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.27

Surat al-Maidah, ayat 6:

                                                        

       

Ibid., hlm. 315. 26 Ibid., hlm. 45. 27 Ibid., hlm. 122. 25

        

          92


Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . . .

Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.28

Atas dasar ayat-ayat al-Qur’an ini para ahli hukum Islam seluruhnya setuju bahwa melayani kebutuhan orang banyak dan meringankan kesulitan-kesulitan mereka adalah tujuan utama Syari’ah.29 Imam Ghazali juga mengatakan bahwa

tujuan syari’ah adalah untuk meningkatkan kesejahtera­ an masyarakat yang kuncinya terletak pada pengamanan iman, hidup dan kecerdasan mereka, dan bahwa karena itu apapun yang memantapkan kelima hal itu berarti telah melayani kepentingan masyarakat dan dinilai baik sekali.30

Mungkin, seseorang akan bertindak ekstrem untuk me­ ngejar tingkat ekonomi yang lebih makmur dan sejahtera de­ ngan menempatkan kesejahteraan material itu sendiri sebagai tujuan sedang ia mengabaikan nilai-nilai spiritual. Atau ia mencari kekayaan dengan cara-cara yang tidak jujur, mengeks­ ploitir orang lain, memperlakukan orang lain denga dzalim dan tidak adil, dan tidak berusaha meningkatkan kesejahtera­ an orang-orang lain dengan apa yang dimiliki atau disimpannya. Dengan demikian karena Islam juga berusaha mensucikan maka  al-Qur’an   dengan    memperingatkan    akan  bahidup, jelas haya ini, yakni:

 Surat  al-Jumu’ah           ayat   10:                                 

                

Ibid., hlm. 159.  Abu Zahrah,  Usul  al Fiqh,  hlm.  355.  Muhammad 30 Imam Al Ghazali, Al Mustasfa, hlm. 139–140. 28 29

  

      93        


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.31

Kata “mengingat Allah banyak-banyak” adalah ketika menjual atau membeli, memberi atau menerima, kamu harus banyak-banyak mengingat Allah agar usaha-usaha dunia itu tidak menutup pandangan mata hatimu pada keuntungan yang kamu terima pada hari akhirat.32 Ayat al-Qur’an tersebut di atas menunjukkan cara Islam menciptakan keserasiaan antara materi dan moral dengan mendesak pemeluk-pemeluknya untuk berusaha mencapai kesejahteraan material, tapi pada waktu yang sama juga menekankan agar mereka menempatkan usaha material tersebut di atas moral dan dengan demikian orientasi spiritual kepada usaha material. Keserasian segi hidup material dan spiritual ini adalah ciri dari sistem ekonomi dalam al-Qur’an. Masalah spiritual dan material telah dijalin satu dengan yang lain agar keduanya dapat berfungsi sebagai sumber kekuatan yang sa­ ling menunjang dan bersama-sama menunjukkan kesejahtera­ an hidup yang sejati. Menghilangkan salah satu dari keduanya akan mengakibatkan tidak tercapainya kesejahteraan hidup sejati. Sintesa antar masalah material dan spiritual inilah yang tidak terdapat pada sistem kapitalisme dan komunisme, kare­ na pada dasarnya kedua-duanya sekuler dan tidak mengan­ dung nilai-nilai moral atau bersikap netral terhadap moral.

Departemen Agama RI., Op. Cit. hlm. 933. Abul Fida’ Ismail ibn Katsir al Qurasyi, Tafsir Al-Qur’an Al Adhim, Juz IV, hlm. 368

31 32

94


Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . . .

2. Persaudaraan dan keadilan universal Islam bertujuan membentuk suatu tertib sosial dimana se diikat  dengan  tali    dan    sayang  mua  orang persaudaraan kasih seperti anggota-anggota satu keluarga yang diciptakan Allah swt darisatu   pasang       manusia.          Persaudaraan               ini    adalah         univer  sal dan tidak picik. Ia tidak dibatsi oleh batas-batas geologis tetapimelihat  seluruh  umat   manusia,  bukan hanya satu  kelom pok keluarga, suku atau ras. Dalam hal ini al-Qur’an menegaskan dalam surat ayat  al-Hujurat,     13:     

                                                                                          Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari            seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan   bangsa  dan bersuku-suku    supaya  kamu    kamu berbangsasalkenal-mengenal.   Sesungguhnya  orang yang  paling  mulia  ing  kamu   Allah  ialah  orang yang  paling  taqwa  di  diantara disisi antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi        33 Maha  Mengenal.                       Surat al-‘Araf ayat 158:                                 Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan        Allah kepadamu semua … “.34           Agama  RI, Op.  Cit, hlm.      33 Departemen 847. 34 Ibid,  hlm. 247.            95           

 


r ’a n& t e mPe n om n     A l -Qu  Si s  r ek o   i a

 Sebagai     konsekuensi            dari       adanya         persaudaraan                 univer  sal ini adalah kerja sama dan tolong-menolong, khususnya di antara disamping sesama kaum muslim,     dipersatukan   oleh asal-usul yang sama, sebagaimana dengan umat manusia yang lain, juga lebih ikatan  khusus  lagi  dipersatukan    oleh    persamaan ideologi, yang disifatkan dalam al-Qur’an sebagai “saudara seagama” antara  yang  saling   berkasih   sayang  di    mereka.  Suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dalam hubungannya  persaudaran    ini  adalah  penekanan    tentang  keadilan,  dengan  tegas  dinyatakan     al-Qur’an   harus  ditegas yang  dengan dalam  ajaran-aja­­  kan di muka bumi sebagai salah satu tujuan utama  Rasul   terutama           Muhammad             saw.                      ran para

 Surat            al-Hadid ayat25:                                          “Sesungguhnya telah  Kami   mengutus   Rasul-rasul  Kami  de­  ngan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami tu  bersama   mereka  al-Kitab   neraca   (keadilan)  su runkan dan  melaksanakan    keadilan….”  35    manusia   dapat paya               Keadilan menempati    adalah     kedudukan   yang  sangat   pen­ ting dalam Islam, sehingga berlaku adil dianggap sebagai    persyaratan untuk  bisa  disebut  saleh dan  bertaqwa  kepada  Allah swt, yaitu muslim. ciri  pokok  seorang       Surat al-Maidah ayat  8:                

            Ibid,  hlm. 904.  96           

35


                                                    

            Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . . .

               

                             

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi           orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali ke bencianmu   terhadap  sesuatu   kaum,  mendorong   kamu  untuk       berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Danbertakwalah  kepada  Allah,  sesungguhnya   Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.36

           Persaudaraan dan perlakuan yang sama terhadap  seluruh                                                               anggota masyarakat tidak berarti apa-apa, kalau tidak disertai  keadilan  ekonomi  yang      setiap  orang dengan memungkinkan  sumbangannya    terhadap masyarakat     hak   atas memperoleh    atau terhadap produksi sosial. Agar supaya tidak terjadi eks­    seseorang   oleh     lain,   ploitasi  terhadap      orang   al-Qur’an   men­ desak kaum muslimin untuk tidak menekan hak orang lain.       Surat al-Syu’ara ayat 183:            

     Ibid, hlm. 159. Ibid, hlm. 586.          97               

Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.37

36 37


          A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n 

 ayat  ini diisyaratkan  bahwa  setiap orang  harus Dalam memperoleh apa yang benar-benar menjadi haknya, bukan    dengan merampas hak orang lain.

  ketidakadilan, karena ketidakadilan ‘Hati-hatilah terhadap     akan mendatangkan kegelapan pada hari pengadilan’.38   terhadap Peringatan     ketidakadilan   dan  eksploitasi    ini adalah untuk melindungi hak-hak anggota masyarakat, baik maupun produsen  buruh para konsumen serta distributor, maupun majikan. Hal ini bertujuan untuk memajukan ke­              sejahteraan umum yang merupakan tujuan utama Islam.   adalah  Hubungan antara majikan dan buruh hal yang penting dalam keadilan ekonomi, yang oleh Islam ditempatkan  pada tempat yang selayaknya dan diberi norma-norma khusus sebagai pedoman untuk memperlakukan kedua belah pihak sebagaimana mestinya, juga untuk menciptakan keadilan di antara mereka. Seorang buruh berhak menerima upah yang adil atas hasil pekerjaannya dan tidaklah halal bagi seorang majikan Muslim untuk memeras buruhnya. Suatu batas upah yang adil dan apa yang disebut eks­ ploitasi terhadap buruh haruslah ditentukan berdasarkan keterangan-keterangan dari ajaran-ajaran al-Qur’an dan alSunnah. Islam tidak mengakui kontribusi produksi yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi selain kerja buruh, dan karena itu konsep eksploitasi buruh dalam Islam tidak punya sangkut paut dengan konsep nilai lebih (surplus value) yang digagas oleh Marx. Secara teoritis dapat diajukan bahwa upah yang adil haruslah upah yang senilai dengan nilai konstribusi Ahmad Ibnu Hambal, Musnad Ahmad, I, hlm. 8.

38

98


           Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . . .

            

terhadap produksi yang diberikan oleh buruh. Tetapi batasan ini sulit    dan tidak nilai     yang ditentukan    memiliki    kepraktisan  cukup dalam pengaturan upah.

  hadits yang  dapat  disimpulkan    secara   Tetapi ada sejumlah kualitatif tingkat upah yang minimum dan adil antara lain:

                  

                            perempuan) berhak, paling ‘Seorang  buruh  (laki-laki atau       sedikit memperoleh makanan dan pakaian yang baik dengan  pekerjaan  yang di  moderat dan tidak dibebani dengan ukuran                  luar batas kekuatannya’.                        Dari hadits ini dapat disimpulkan bahwa upah minimum       haruslah upah yang memungkinkan seorang buruh untuk memperoleh dan pakaian yang dan  makanan    baik  layak dalam 39

jumlah yang cukup untuk dirinya dan keluarganya tanpa ha­ rus bekerja terlalu keras. Ukuran ini dipandang sahabat    oleh  sahabat Nabi saw sebagai ukuran minimum untuk memper  tahankan standar nilai spiritual dalam masyarakat.

                         “Janganlah kamu bebani buruh perempuan di luar batas 

kekuatannya dalam usahanya mencari penghidupan, kare­ na bila kau lakukan hal itu terhadapnya, ia mungkin akan

Imam Malik ibn Anas, Al Muwaththa’, juz II, hlm.980.

39

99


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dangan moral,dan janganlah kamu bebani bawahanmu yang laki-laki dengan tugas yang di luar batas kemampuannya, mungkin ia akan melakukan pencurian. Berlakulah penuh pertimbangan terhadap pegawai-pegawaimu, niscaya Allah akan berlaku penuh pertimbangan terhadapmu. Wajiblah bagimu untuk memberi makanan yang baik dan halal”.40

Di samping upah minimum ada juga tingkat upah yang ideal, yakni yang memungkinkan seorang pegawai memperoleh makanan dan pakaian yang sama dengan yang bisa diperoleh majikannya, seperti dalam hadits:

  

“Pegawai-pegawaimu    adalah  saudara-saudaramu     yang  telah   dijadikan Allah sebagai bawahan-bawahanmu. Karena itu barangsiapa yang mempunyai saudara yang menjadi bawah   annya maka hendaknya ia memberikannya makanan dengan apa yang dimakannya sendiri dan memberinya pakaian de­  ngan apa yang dipakainya sendiri”.41

 Oleh  karenanya  upah  yang adil tidak  bisa  berada  dibawah upah minimum. Dengan sendirinya tingkat yang adil adalah   yang mendekati upah ideal agar dapat meminimalkan per

bedaan pemasukan dan menjembatani jurang antara tingkat         hidup majikan dan buruh, yang cenderung menciptakan dua kelas masyarakat yang berbeda, yakni kelompok the haves dan     the haves not, yang dengan demikian akan melemahkan ikatan persaudaraan sifat yang mendasar yang merupakan    dari suatu Ibid., hlm,981. Muslim, Shahih Muslim, juz II, hlm, 30.

40 41

  0  10  


Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . . .

masyarakat yang diinginkan Islam. Di antara kedua batas upah tersebut, upah minimum dan upah ideal-maka tingkat upah yang aktual akan ditentukan oleh interaksi persediaan dan permintaan (supply and demand), tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat kesadaran moral masyarakat yang bersangkutan. Di samping diberi upah, sedikit-dikitnya upah minimum dan sebaik-baiknya upah ideal, maka Islam menuntut agar buruh tidak dipekerjakan terlalu berat, atau dalam kondisi yang buruk, sehingga kesehatan mereka, atau kesempatan mereka untuk menikmati penghasilannya dan menjalani kehidupan  rumah tangga tidak terganggu.

 ayat  Surat al-Qashash 27: 

              

….maka aku      kamu Insya  tidak hendak memberati kamu. Dan Allah akan mendapatiku termasuk orangyangbaik”.       orang  42                   disuruh     Apabila mereka mengerjakan pekerjaan yang di luar batas kemampuan mereka, maka hendaklah mereka  dimemungkinkan   lengkapi dengan bantuan yang cukup untuk mengerjakan   pekerjaan  tersebut  tanpa kesukaran.   mereka 

         janganlah   kamu   bebani       pekerjaan   “…dan mereka dengan        yang di luar batas kemampuan mereka. Bila kamu lakukan hal  itu, maka bantulah mereka“.43    

      RI., Op.  cit., hlm.  Departemen Agama 613.  Imam Muslimin, Op. cit., hlm. 30.       

42 43

101

         


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

Hadits tersebut dapat diambil pengertian bahwa penetap­ an jumlah jam kerja maksimum, kondisi-kondisi kerja yang layak, dan pengambilan langkah-langkah penjagaan terhdap  industri  sesuai  semangat ajaran akibat resiko haruslah dengan Islam.

 

Sementara hal-hal tersebut di atas merupakan perlakuan    dari pihak     terhadap   buruhnya,    maka yang  diharapkan majikan karena komitmennya terhadap keadilan, Islam juga melin­dungi  kewajiban-kewa  kepentingan majikan dengan memberikan jiban moral tertentu kepada pihak buruh. Kewajiban buruh  yang pertama adalah mengerjakan pekerjaannya dengan jujur,  dan     teliti, rajin dengan kecermatan yang setinggi-tingginya.

            

           

“Sesungguhnya buruh kewajiban  seorang     yang melakukan     nya terhadap majikannya (yang mengangkat tugas, kejujuran     dan kepatuhan terhadapnya) dan juga baik pengabdiannya                   lipat (dari  kepada Allah, akan mendapatkan pahala dua kali  Allah)”.44

             adalah dan Kemudian   kewajiban  kedua   berlaku    jujur    bisa dipercaya.    Surat al-Qashash ayat 26:                        

          Salah seorang dari kedua  itu berkata:    wanita “Ya Bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena         Ibid., hlm. 31.    10          2              

44


        Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . . .   sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil un        tuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.45

   

   telah serahi “Barang siapa yang  kami  suatu pekerjaan dan te- lah kami sediakan nafkahnya, maka apa yang diperolehnya di luar itu adalah haram“.   46

       

Jadi di samping Islam membebankan sejumlah kewajibankewajiban terhadap majikan, ia juga menuntut pihak buruh           untuk bekerja dengan teliti dan rajin, berlaku jujur dan bisa dipercaya. Tujuannya adalah memberikan keadilan antara kedua       belah pihak dalam setiap hubungan ekonomi. Hanya dengan keserasian seperti inilah yang mengatur tanggung jawab ke­           dua belah pihak dan menekankan kerja sama dan pemenuhan kewajiban masing-masing dengan cermat, dalam suasana per         saudaraan, keadilan, dan memegang teguh nilai-nilai moral yang akan dapat melenyapkan konflik dan perpecahan antara        buruh dan majikan, dan akhirnya akan tercapailah suatu kedamaian dalam industri.

            

     3. Pembagian pendapatan yang adil

Dengan komitmen Islam yang khas dan mendalam ter­ hadap persaudaraan umat manusia dan keadilan ekonomi dan sosial, maka ketidakadilan dalam hal pendapatan kekayaan tentu saja bertentangan dengan semangat Islam. Departemen Agama RI., Op. cit., hlm. Abu Daud, Sunan Abu Daud, II, hlm. 121.

45 46

103


            A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n om ian  

 

Ketidakadilan seperti itu hanya akan merusak, bukan   yang hendak   Ismempererat rasa persaudaraan diciptakan lam. Di samping itu, karena seluruh sumber daya, menurut  adalah  amanat  Allah  swt kepada  seluruh  umat  maal-Qur’an nusia, maka tidak alasan mengapa sumberdaya-sumberdaya   tersebut harus dikuasai oleh sekelompok kecil manusia saja. Jadi Islam pendapatan dan kekayaan  menekankan    distribusi        yang adil hingga setiap individu memperoleh jaminan serta tingkat hidup yang manusiawi dan sesuai dengan terhormat,      harkat manusia, yang inherent dalam ajaran-ajaran Islam, yaitu sebagai bumi. masyarakat khalifah Allah dimuka  Suatu   yang gagal dalam memberikan jaminan dengan taraf hidup yang   manusiawi tidak diinginkan oleh Islam.

  

‘Bukanlah seorang yang    muslim    tidur dengan kenyang  sedang   tetangganya lapar’47

         

Tentang redistribusi kemakmuran terdiri dari tiga bagian,  terlebih  dahulu   yaitu:   seperti yang telah diuraikan

Pertama; ajaran-ajaran tentang pemberian bantuan bagi    dan  pencari  pekerjaan   supaya  mereka  kaum pengangguran memperoleh pekerjaan yang baik, dan pemberi upah yang adil   yang bekerja.  Kedua;   ajaran-ajaran   tentang  zakat bagi mereka dengan maksud untuk redistribusi pendapat dari kelompok  miskin   karena   ketidakmampuan    kaya kepada kelompok yang atau rintangan-rintangan pribadi (kondisi-kondisi fisik atau yang   bersifat     misalnya   ketiadaan   kesempat­   mental eksternal, an kerja) tidak mampu mencapai tingkat hidup yang terhor-

    

Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Jilid III, hlm. 52.

47

104


  

Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . ..

 mat dengan usaha sendiri. Hal ini dimaksudkan agar kekayaan   beredar di kalangan  orang-orang   kaya  saja. Ketiga; tidak hanya ajaran tentang pembagian harta pusaka, sesuai dengan patok­   an yang telah ditentukan dalam al–Qur’an, dimaksudkan un

tuk mengintensifkan    dan  mempercepat   distribusi kekayaan  di masyarakat.

Suatu konsep keadilan dalam  distribusi  pendapatan   dan kekayaan dan tentang keadilan ekonomi ini tidaklah menuntut bahwa menerima sama semua orang harus  upah yang  tanpa memandang kontribusinya kepada masyarakat. Al-Qur’an  menolerir ketidaksamaan pendapatan sampai tingkat tertentu karena setiap orang tidaklah sama sifat, kemampuan dan pe layanannya kepada masyarakat.

 

Surat al-An‘am ayat 165:

                  

    

Dan Dialah  yang   menjadikan   kamu  penguasa-penguasa   di  bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa       Sesungguhnya     amat  yang diberikan-Nya kepadamu. Tuhanmu cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun  48      lagi Maha Penyayang.

                 

Departemen Agama RI., Op. cit., hlm. 217.

48

105


        ian  A l- Q u r ’an & S i st e mPer e k ono m  

Surat al-Nahl, ayat 71: 

    

                         

Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang              lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada   sama  (merasa  budak-budak yang mereka miliki, agar mereka kan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?49

Karena itu, keadilan distributif dalam masyarakat menurut Islam, telah memberi jaminan tingkat hidup yang manusiawi kepada seluruh warganya melalui pelembagaan zakat, mengizinkan perbedaan pendapat yang sesuai dengan perbedaan nilai kontribusi atau pelayanan yang diberikan, masingmasing orang menerima pendapatan yang sepadan dengan nilai sosial dari pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Dan, apabila ajaran-ajaran Islam tentang halal dan haram dalam kaitannya dengan pencarian kekayaan ditaati, norma tentang keadilan diperhatikan, pedoman-pedoman redistribusi pendapatan dan kekayaan diterapkan, dan ketentuan hukum dalam masalah harta pusaka dilaksanakan, maka tidak akan ada perbedaan yang mencolok dalam hal pendapatan dan kekayaan dalam suatu masyarakat.

Ibid., hlm.412.

49

106


          Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . . .

        

4. Kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial Surat al-Ra’d ayat 36.     

                 

… Katakanlah “sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali”.50

Surat Luqman ayat 32:

                        

Dan apabila besar   mereka  dilamun  ombak  yang   seperti  gu nung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sam        pai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat- ayat Kami    tidak lagi  ingkar.     orang-orang yang    51  selain setia

         

Surat al-A’raf ayat 157:

              

              

Ibid., hlm. 375. hlm. 657.         Ibid,.

50 51

    

07   1                  


      

       A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

               

       

          (yaitu) Nabi yang orang-orang   yang mengikut   Rasul,    Ummi  yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka menger  yang ma’ruf dan melarang    dari     jakan mereka mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan   bagi mereka  segala   yang buruk  dan  membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu pada Maka yang  ada  mereka.      orang-orang  yang   beriman   kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an),  52   mereka itulah orang-orang yang beruntung.

        

Ayat-ayat al-Qur’an tersebut mengandung arti bahwa dasar iman yang paling adalah  penting dalam   Islam     kepercayaan, bahwa manusia diciptakan oleh Allah swt, karena itu hanya boleh bersikap hadapan    menghamba   di    Allah  swt  saja. Dan, ini adalah intisari tentang kemerdekaan dari segala jenis  penghambaan atau pembudakan. Kerena itu tak seorang pun, walau negara sekalipun, berhak merampas kemerdekaannya yang membuat hidupnya tunduk pada berbagai cara atau aturan. Ulama-ulama fiqih sepakat bahwa pembatasan-pembatasan tak dapat diberikan kepada seorang yang merdeka, de Ibid., hlm. 246.

52

108


Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . . .

wasa, dan sehat akal pikirannya. Bahkan Imam Abu Hanifiah melangkah lebih jauh dan menganggap pembatasan apapun tidak boleh dikenakan terhadap seorang yang merdeka, dewasa, dan sehat akal pikirannya, walaupun ia berbuat merugikan kepentingan dirinya sendiri dengan membelanjakan uangnya secara boros. Sebab merampas kemerdekaan menentukan pi­ lih­an adalah sama dengan merendahkan kemanusiaannya dan memperlakukannya seperti binatang. Kedzaliman yang ditimbulkan oleh tindakan ini adalah lebih besar daripada kerusak­ an yang timbul karena keborosannya. Suatu bencana yang le­ bih besar tak boleh dikenakan untuk menghindari bahaya yang lebih kecil.53

Selanjutnya al-Jaziri menyebutkan bahwa semua ahli hukum Islam berpendapat boleh dikenakan pembatasan apabila pembatasan itu dapat mencegah timbulnya kerugian di pihak orang lain atau meyelamatkan kepentingan umum, karena dalam kata-kata Abu Hanifah, Kontrol adalah perlu bagi seorang dokter yang tidak berpengalaman, atau seorang hakim yang tidak hati-hati, atau seorang majikan yang bangkrut, karena kontrol seperti itu berarti memberikan kerugian yang lebih kecil terhadap seseorang untuk menghindari bahaya yang lebih besar.54 Kemudian untuk menempatkan hak-hak antara individu dengan individu yang lain dalam masyarakat, para ulama ahli fiqih telah sepakat atas prinsip-prinsip dasar sebagai berikut: a. Kepentingan yang lebih besar dari masyarakat harus lebih diutamakan daripada kepentingan individu. b. Menghindari kesusahan dan meningkatkan keuntungan adalah tujuan utama syari’ah, namun yang utama lebih diutamakan daripada yang kedua. Abdur Rahman Al Jaziry, Kitab al-Fiqih ‘ala Madzahib al arba’ah, Juz II, hlm. 349. Ibid., hlm. 349.

53 54

109


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

c. Suatu kerugian yang lebih besar tak dapat dikenakan untuk menghindari kerugian yang lebih kecil, atau suatu keuntungan yang lebih besar tidak dapat dikorbankan demi keuntungan yang lebih kecil. Sebaliknya, kerugian yang lebih kecil dapat dikenakan untuk menghindari kerugian yang lebih besar, atau suatu keuntungan yang lebih kecil dapat dikorbankan demi keuntungan yang lebih besar.55 Kemerdekaan individu, dalam batas-batas etika Islam, hanya dapat dibenarkan selama tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat yang lebih besar, atau selama individu yang bersangkutan tidak melanggar hak-hak orang lain. 5. Sistem ekonomi menurut al-Qur’an Sebagaimana diuraikan tersebut di atas bahwa tujuantujuan ekonomi menurut al-Qur’an menunjukkan bahwa ke­ sejahteraan material yang berdasarkan nilai-nilai spiritual yang kokoh merupakan dasar yang sangat perlu dari sifat ekonomi tersebut. Karena dasar sistem ekonomi tersebut berbeda dari sistem kapitalisme dan komunisme, yang keduanya terikat pada keduniawian semata dan tidak berorientasi pada nilainilai spiritual, maka suprastrikturnya juga mesti berbeda. Sistem ekonomi menurut al-Qur’an adalah betul-betul diabadikan kepeda persaudaraaan umat manusia yang disertai keadilan ekonomi dan sosial, serta distribusi pendapatan yang adil, dan kepada kemerdekaan individu dalam konteks kesejahteraan sosial. Perlu dinyatakan di sini bahwa pengab­ dian ini berorientasi spiritual dan terjalin erat dengan kese­ luruhan jalinan nilai-nilai ekonomi dan sosialnya. Berbeda dengan kapitalisme dan komunisme. Orientasi kapitalisme pada keadilan ekonomi dan sosial serta distribusi pendapatan Muhammad Abu Zahrah, Op. cit., hlm. 350.

55

110


Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . . .

yang adil hanya bersifat parsial saja, dan merupakan akibat dari adanya desakan-desakan kelompok masyarakat, bukan   dorongan   dari  tujuan  spiritual  untuk   mennya merupakan ciptakan persaudaraan umat manusia, dan tidak merupakan integral  dari      filsafatnya.   Sedang   orientasi  bagian keseluruhan Komunisme walaupun dinyatakan sebagai hasil dari filsafat   tiadanya  pengdasarnya, tidaklah benar-benar berarti karena abdian kepada cita persaudaraan umat manusia dan kriteria dan  persamaan   yang  adil berdasarkan   kerohanian  keadilan di satu pihak, dan di pihak lain karena hilangnya kehormatan dan identitas individu  yang disebabkan    karena tidak diakui­  nya kemerdekaan individu, yang merupakan kebutuhan dasar manusia.         

Ketentuan Islam tentang kemerdekaan individu dengan jelas   dari sistem  komunis  atau    yang membedakannya sistem-sistem lain, yang tidak mengakui adanya kebebasan individu. Saling rela  antara  penjual  dan  pembeli,    semua  ulama tidakterpaksa menutut fiqih, adalah merupakan syarat sahnya transaksi dagang.56

 al-Nisa’ ayat 29:         Surat       

         

         

Hai beriman, janganlah  orang-orang   yang        kamu  saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali de­ ngan jalan perniagaan yang berlaku dengan sama-suka  suka    di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; se­ 57 sungguhnya  Allah adalah Maha  Penyayang   kepadamu.    Abdur Rahman al Jaziri, Op. cit., hlm. 153-168. Departemen Agama RI., Op. cit., hlm. 122.

56 57

        111

          


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

Satu-satunya sistem yang sesuai dengan semangat kebebasan dalam way of life Islam ini adalah sistem yang pelaksanaan sebagian besar proses produksi dan distribusi barangbarang serta jasa diserahkan kepada individu-individu atau kelompok-kelompok yang dibentuk dengan suka rela, dan dimana setiap individu diijinkan untuk menjual kepada dan membeli dari siapapun yang dikehendakinya dengan ketentuan yang disetujui, kedua belah pihak. Kebebasan berusaha, berlawanan dengan komunisme, memberikan kemungkinan untuk hal itu dan diakui oleh Islam bersama-sama dengan unsur –unsur yang mendampinginya, yaitu pelembagaan hak milik pribadi. Ayat-ayat al-Qur’an, Sunnah Nabi saw dan literatur fiqih banyak yang membahas secara terperinci tentang norma-norma yang menyangkut pencarian dan pembelanjaan harta benda pribadi dan perdagangan, di samping pembagian zakat dan warisan, yang pasti tidak akan dilakukan dengan demikian terperinci seandainya pelembagaan sumber-sumber daya yang produktif tidak diakui oleh Islam. Disamping itu, sepanjang sejarah Islam, prinsip ini telah dipegang teguh secara universal oleh kaum muslimin dengan pengecualian-pengecualian yang sangat jarang sekali, dan pengecualian-pengecualian ini tidak pernah diakui termasuk dalam aliran pemikiran islam. Karena itu, peniadaan hak milik pribadi ini tidak dapat dipandang sesuai dengan ajaran al-Qur’an. Mekanisme pasar juga dapat dipandang sebagai bagian integral dari sistem ekonomi menurut al-Qur’an, karena di satu pihak pelembagaan hak milik pribadi tidak akan dapat berfungsi tanpa pasar, dan di lain pihak pasar memberikan kesempatan kepada konsumen untuk mengungkapkan keinginannya terhadap produksi barang-barang yang mereka senangi dengan kesediaan mereka untuk membayar harganya, 112


Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . . .

dan juga memberikan kepada pemilik-pemilik sumber daya kesempatan untuk menjual barang-barang sesuai dengan keinginan mereka. Motif mencari keuntungan, yang mendasari keberhasilan pelaksanaan sistem yang dijiwai kebebasan berusaha yang diakui oleh islam, Abdur Rahman al-Jaziri, menjelaskan: “Jual beli diperbolehkan oleh Syari’ah agar orang banyak da­ pat saling memperoleh keuntungan. Tentu saja hal ini juga dapat menjadi sumber ketidakadilan, karena baik penjual atau pembeli menginginkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan Allah yang membuat hukum memang tidak melarang mengambil keuntungan dan tidak pula membatasi besarnya keuntungan yang diambil. Tetapi Dia melarang penipuan dan mengatakan sifat-sifat yang tidak ada dalam barang dagangan.58

Demikian ini, dikarenakan keuntungan memberikan insentif yang perlu bagi efisiensi pemakaian sumber daya yang telah dianugerahkan Allah swt kepada umat manusia. Efisiensi dalam alokasi sumber daya ini merupakan unsur yang perlu dalam kehidupan masyarakat yang sehat dan bergairah. Tetapi karena adalah mungkin untuk menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama dan dengan demikian membawa kepada berbagai penyakit ekonomi dan sosial, maka al-Qur’an menempatkan pembatasan-pembatasan moral tertentu atas motif mencari keuntungan sehingga motif tersebut menunjang kepentingan pribadi (individu) dalam konteks sosial dan tidak melanggar tujuan-tujuan Islam dalam keadilan ekonomi dan sosial serta distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil. Ketentuan Islam atas kebebasan berusaha bersama-sama dengan pelembagaan hak milik pribadi dan motif mencari Abdur Rahman Al Jaziri, Op. Cit., hlm. 283-284.

58

113


         Q ur’a k o nom n  A l - n&Si s t emPe  re i a 

       sistem        menjadikan   keuntungan tidaklah ekonomi menurut al-Qur’an mirip dengan sistem kapitalisme yang berdasarkan     itu kebebasan  berusaha. Perbedaan   antara  kedua  sistem     perlu dipahami dengan adanya dua alasan yang fundamental, yaitu:         

   sistem  ekonomi   menurut  al-Qur’an  walau Pertama, dalam pun pemilikan harta benda secara pribadi dizinkan, namun ia           sebagai    segala harusdipandang amanat dari Allah swt karena sesuatu yang ada di langit dan di bumi sebenarnya adalah mi               khalifah-Nya   mempulik Allah, dan manusia sebagai hanya nyai hak untuk memilikinya sebagai suatu amanat.                    

Surat al-Nisaa’ ayat 126:

                       

            

 yang     yang  di Kepunyaan Allah-lah apa dibumi,      apa  langit   dan  dan adalah (pengetahuan) Allah Maha meliputi segala se­ 59 suatu.                   

     84–85:         Surat al-Mu’minun

                

84. Katakanlah:   “Kepunyaan   siapakah   bumi  ini,dan semua   yang ada padanya, jika kamu mengetahui?”

 85. Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: 60 “maka apakah kamu tidak ingat?” Departemen Agama RI. Op.Cit., hlm. 142 Ibid., hlm. 536.

59 60

114


         Pe r b e d a a n S i s t e m Pe r e k o n o m i a n M e n u r u t a l - Q u r ’a n . . .        

Surat al-Nur ayat 33:

          

 …. dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah 61 yang dikaruniakan-Nya kepadamu …. Kedua, karena manusia adalah sebagai khalifah Allah di bumi dan harta benda yang dimilikinya adalah amanat dariNya, maka manusia terikat dengan syarat-syarat amanat, atau lebih khusus lagi oleh nilai-nilai norma Islam, terutama nilai-nilai halal dan haram, persaudaraan, keadilan sosisal dan ekonomi, distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, dan menunjang kebaikan masyarakat umum. Harta benda harus dicari dengan cara-cara yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam dan harus dipakai untuk tujuan-tujuan yang menjadi tujuan penciptaannya. Dari beberapa uraian dalam bab ini dapat disimpulkan bahwa ada tiga macam sistem ekonomi yang terkenal di sebagian besar belahan dunia ini yaitu: sistem ekonomi kapita­ lis, komunis, dan sistem menurut al-Qur’an. Ketiganya saling berbeda di antara satu dengan lainnya. Perbedaannya terletak pada prinsip dasar dari sistem-sistem tersebut, yaitu antara lain sebagai berikut: 1. Sistem ekonomi menurut al-Qur’an berdasarkan atas nilainilai spiritual dalam rangka mencapai kesejahteraan material, sedangkan sistem kapitalis dan komunis semata-mata hanya terikat pada keduniawian, tidak berorientasi pada nilai-nilai spiritual. 2. Satu hal yang sangat menonjol adalah perbedaan tentang hak milik. Kapitalis adalah suatu teori yang berlandaskan Ibid., hlm. 549.

61

115


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

individu sebagai pemilik satu-satunya bagi apa yang di­ usahakannya, yakni mengakui adanya hak milik individu secara mutlak. Dan Komunis tidak mengakuinya, akan tetapi ia berpendirian bahwa segala sesuatu yang dihasilkannya adalah bersifat komunal yakni milik bersama. Sedang sistem ekonomi menurut al-Qur’an sebagai sistem penengah dari kedua sistem tersebut yaitu mengakui ada­ nya hak milik individu secara relatif, sebab pada hakikatnya harta yang dimilikinya adalah semata-mata adalah sebagai amanat dari Allah swt dan berfungsi sosial. Dan seseorang akan terikat dengan nilai-nilai amanat tersebut. 3. Walaupun ketiganya sama-sama mengakui adanya motivasi untuk mencari keuntungan dalam praktik perekonomian, namun sistem ekonomi menurut al-Qur’an motif tersebut tidak sebagai tujuan utama, tetapi motif tersebut masih harus dibatasi dengan nilai-nilai moral, sehingga bisa menunjang kepentingan pribadi dalam konteks sosial dan tidak melanggar tujuan-tujuan Islam dalam keadilan ekonomi dan sosial serta distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil. Jadi jelas bahwa sistem ekonomi menurut al-Qur’an berdiri di antara dua sistem yang ekstrim sebagai sistem pertengahan. Pokok prinsipnya yang terbesar, ialah memberikan hak asasi individu dengan suatu cara yang tidak merusak keseimbangan dalam pembagian kekayaan. Dan di segi yang lain mengikat tiap-tiap tindakan individu dengan berbagai ikatan moral de­ ngan tujuan agar sumber-sumber kekayaan tidak terkumpul pada satu tempat secara besar-besaran, sehingga masing-ma­ sing mempunyai bagian yang pantas. Dengan demikian me­ ngatur perekonomiannya dengan suatu metode yang berbeda dengan kedua sistem kapitalis dan komunis dari segi jiwa, prinsip dan program kerja. (*) 116


BAB

V

PENUTUP

Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dapat penulis simpulkan sebagai berikut: Pertama, Prinsip dasar sistem ekonomi menurut al-Qur’an adalah tercapainya pemuasan berbagai keperluan manusia, baik perseorangan maupun masyarakat dan tercapainya hasil sebesar-besarnya menurut ukuran akal dengan meletakkan akal dengan meletakkan norma-norma etik asasi berdasarkan ajaran al-Qur’an dan Sunnah Rasul tentang ekonomi di samping dasar ilmu pengetahuan. Kedua, Nilai-nilai spiritual tentang nilai ekonomi yang di­ ajarkan oleh al-Qur’an dan al-Sunnah yang harus dipegang te­ guh oleh manusia sebagai pelaku ekonomi adalah harus senantiasa dalam keadaan ingat kepada Allah swt dan berkeyakinan bahwa pada hakikatnya harta kekayaan itu semata-mata hanya sebagai amanat khalifah Allah di bumi ini harus mempertanggungjawabkan terhadap-Nya atas amanat tersebut. Ketiga, Sistem ekonomi menurut al-Qur’an bertujuan demi keadilan ekonomi dan sosial serta distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, sehingga terjadi keseimbangan dan kese­ larasan kehidupan ekonomi di kalangan masyarakat. 117


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

Keempat, Ajaran zakat, shadaqah, infaq dan pembagian harta pusaka adalah sebagian dari media untuk mencapai terwujudnya suatu kehidupan ekonomi masyarakat yang adil dan sejahtera dan berjiwa gotong-royong yang dilandasi takwa kepada Allah swt. Kelima, Sistem ekonomi menurut al-Qur’an berbeda de­ ngan sistem kapitalis dan komunis. Perbedaannya terletak pada pokok prinsip dasar dari masing-masing sistem tersebut, yaitu: a) Sistem Kapitalis terlalu menonjolkan pengakuan adanya hak milik pribadi dan sitem Komunis tidak, yakni hak milik bersifat komunal atau milik bersama, sedangkan sistem menurut al-Qur’an berbeda di antara keduanya sebagai sistem pertengahan; dan b) Sistem ekonomi menurut al-Qur’an berdasarkan nilai-nilai spiritual di samping nilai material, sedangkan kapitalis dan komunis semata-mata hanya terikat pada nilai material atau duniawi dan tidak berdasarkan atas nilai-nilai spiritual. Berpijak pada hal di atas, hemat penulis, al-Qur’an sebagai sumber pokok dalam Islam yang mengandung tata aturan dan nilai-nilai hidup yang saleh menyangkut berbagai aspek kehidupan dan kegiatan manusia, haruslah senantiasa kita pegang teguh sebagai konsekuensi umat Islam demi tercapainya kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Oleh karena itu, kepada yang berwenang, hendaknya mengorganisir zakat sebagai sarana penyalur dan pemerataan distribusi pendapatan dan kekayaan di kalangan umat Islam dengan aturan sebaik-baiknya demi tercapainya keseimbang­ 118


Pe n u t u p

an kehidupan perekonomian masyarakat dalam rangka pe足 ran serta ikut menyukseskan pembangunan Negara Republik Indonesia. Sebab dengan adanya keseimbangan ekonomi di kalangan masyarakat tersebut maka akan terjaminlah suatu keamanan dan ketahanan nasional berjalan dengan stabil. (*)

119



DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Suhaili. Prinsip-prinsip Islam. saduran dari karangan Abul A’la Al Maududi yang berjudul The World Principle Understanding of Islam. Bandung: Al Ma’arif. 1976. Abul A’la Al Maududi, Ususu al Iqtishadi Baina al Islami Wannudhumi al Mu’ashirah, terjemahan: Abdullah Suhaili, ‘Dasar-dasar Ekonomi dalam Islam dan Berbagai Sistem Masa Kini’. Bandung: Al Ma’arif. 1980. Abi Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al Ghazali, Imam. Al Musytasyfa. Mesir: Maktabah Al Jandi. 1971. Adams, Lewis Mueford (M Edt), Webster’s World University Dictionary, Washington: Publiser Company Inc. 1965. Asad, Muhammad. 1981. Islam at The Crossroad, terjemahan: M. Hashem, Islam di Simpang Jalan. Bandung: Pustaka. Anas, Malik Ibn. tt. Al-Muwaththa’ Juz II. Mesir: Mustafa al Baby al Halaby. Bahrun, M. tt. Kamus Umum. Surabaya: Pelita Bahasa. Al Bakry, Shalah Abdul Qadir. 1980. Al-Qur’an Wabian Al Insan, terjemahan: Abu Lalila dan Muhammad Tohir, Al121


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

Qur’an dan Pembinaan Insan. Bandung: PT AL Ma’arif. Basyir, Ahmad Azhar . 1978. Garis-garis Besar Sistem Ekonomi Islam. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada. Al Bukhari, Abu Abdillah Muhammad Ibn Ismail. tt. Shahih Bukhari, Juz III. Mesir: Maktabah An Nashiriyah. Cayne Bernard S. 1978. Encyclopedia American. USA: American Corporation, Danbury, Connecticut. Daud, Abu, Sulaiman ibn Asy’as bin Ishaq Al Azdy as Sajastany. tt. Sunan Abu Daud Juz II. Mesir Departemen Agama RI. 1975. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: PT. Bumi Restu. Hakeem Abdul Hameed. 1983. Islam at A Glance, terjemahan: Ruslan Shiddieq, Aspek-aspek Pokok Agama Islam, cet. II. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya. Hassan Shadily, 1982. Ensiklopedi Indonesia, Jilid I. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve. Husain, Mirza Muhammad. 1970. Islam versus Sosialism, Sh. Muhammad Ashraf. Lahore. Imam Ahmad, bin Hambal. tt. Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Juz I. Mesir: Maktabul Islami. Imam Nasa’i. 1379 H. Sunan an-Nasa’i. Mesir: Musthofa Baby al Halaby. Al Jauziyah, Ibnul Qoyim. 1325 H. Islamul Muwaqqi’in ar Rabbil alamin. Mesir: An Nil. Al Jaziri, Abdur Rahman. 1980. Kitabul Fiqh ‘Ala Madzahibil Arba’ah, Jilid II. Mesir: Al Maktabah At Tijariyah Al Kubra.

122


Daftar Pustaka

Katsir al Qurasyi ad Dimasyqy, Abul Fida’ Ismail, ibn. tt. Tafsirul Qur’anil ‘Adhim, Juz II dan IV. Mesir: Al Babi Al Halabi. Khozin Siraj. 1979. Aspek-aspek Fundamental Hukum Islam. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi UII. Khushid, Ahmad. 1983. Islam, It’s Meaning and Message, terjemahan: Achsin Mohammad, “Pesan Islam”. Bandung: Pustaka. Majah, Ibnu. 1952. Sunan Ibnu Majah, Juz II. Mesir: Isa Al Babi Al Halabi. Maxim Rodinson. 1982. Islam and Capitalism, terjemahan: Asep Hikmat, “Islam dan Kapitalisme”. Bandung: Iqra’. Morehead, Albert, H. 1965. Illustrated Word Encyclopedia, Volume VI, XIII, XVIII. Bokley Publishing Corp. Muslim, Imam. tt. Shahih Muslim, Juz I, II. Bandung: Dahlan. Poerwadarminta WJS. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet. V. Jakarta: Balai Pustaka. Pusat Studi Interdisipliner tentang Islam. 1980. Pembangunan Ekonomi dalam Pandangan Islam. Seminar Nasional di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Surabaya: Al Ihsan. Rasyidi. 1978. Hukum Islam dan Pelaksanaannya. Jakarta: Bulan Bintang. Rasyid Ridla, Syekh. 1950. Tafsir Al Manar, Juz VI. Mesir: Darul Manar. Robert E Baldwin. 1981. Economic Development and Growth, terjemahan: St Dianjung “Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-negara Berkembang, cet. I. Jakarta: Bina Aksara. Ruslan Abdul Gani. 1963. Sosialisme Indonesia. Jakarta: Jajaran Prapanca. 123


A l - Q u r ’a n & S i s t e m Pe r e k o n o m i a n

As Sayis, Syekh Muhammad Ali. tt. Tafsir Ayatil Ahkam, Juz II. Mesir: Mathba’ah Ali Shalih. Ash Siddieqy, Hasbi. 1974. Dinamika dan Elastisitas Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang. _____________, 1971. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang. ____________, 1964. Problematika Hadits sebagai Dasar Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang. ___________, 1972. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur’an/Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang. As Shiba’i, Musthafa Husain. 1981. Isytirakiyatul Islami, terjemahan: M. Abdai Ratomy, “Kehidupan Sosial Islam, Tuntunan Hidup Masyarakat”. Bandung: CV. Diponegoro. Subhi Shaleh. 1977. Ulumul Hadits Wamusthalahuhu, cet. IX. Bairut: Darul Ilmi lil Malayun. ___________, 1977. Mabahis fi Ulumi Al Qur’an, cet. IX. Bairut: Darul Ilmi lil Malayun. Suseno, Slamet. 1982. Teknik Penulisan Ilmiah Populer, cet. II. Jakarta: Gramedia. Wahab Khalaf, Abd. 1980. Ushulul Fiqh, terjemahan: Moh. Tolchah Mansoer, Noer Iskandar Al Barsany, “Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ushulul Fiqh)” Jilid I. Yogyakarta: CV. Nurcahaya. Wermen E Preece. 1978. Enciclopedia Britanica. William Bentan Chicago. Winardi. tt. Pengantar tentang Sistem Ekonomi. Bandung: Karya Nusantara. ___________, tt. Pengantar Ilmu EKonomi, Edisi IV. Bandung: Karya Nusantara. 124


Daftar Pustaka

Yusuf Muhammad Al Qardlawi. 1977. Musykilatul Fakri wa Kaifa ‘Alajahal Islam, terjemahan: Umar Fanani, “Problem Kemiskinan Apa Konsep Islam”. Surabaya: Bina Ilmu. Zahroh Abu, Muhammad. 1958. Ushul Fiqh. Darul Fikri Al-Arabi. Zaki Yamani, Ahmad. 1974. Asy Syari’ah Al Khalidah wa Musyrikatil Azhar, terjemahan: Mahyudin Syaf, “Syariat Islam yang Abadi Menjawab Tantangan Zaman”. Bandung: Al Maarif. Az Zamakhsyari, Abul Qosim Jarullah Muhammad bin Umar. tt. Tafsir Al Kasyaf, Jilid II. Bairut Libanon: Darul Ma’rifah.

125



TENTANG PENULIS

Dr. H. A. Muhtadi Ridwan, M.Ag., lahir di Lamongan, 02 Maret 1955. Graduasi pendidikan di selesaikan di Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya (sarjana lengkap. Jenjang magister diselesaikan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang. Sedangkan gelar doktoral diraihnya pada Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya. Suami dari Dra. Hj. Jamilah tercatat aktif sebagai penggerak ekonomi masyarakat Islam kota. Dekan pada Fakultas Ekonomi UIN Maliki Malang ini juga dikenal sebagai Pendiri dan Ketua Yayasan Anak Yatim AT-TAUFIQ Sanan Malang. Selain mengajar, kesibukan dalam kesehariannya diisi dengan menjadi Pengarah Pengurus Ta’mir Masjid Bustanul Mukinin Bunulrejo Blimbing Malang.

127



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.