3 minute read

Biografi Kesedihan

Resensi Buku

Biografi Kesedihan

Advertisement

Oleh AsefFaridA.

Judul Buku Penulis

Tebal

: GALIGI Kumpulan Cerpen : Gunawan Maryanto

:V + 158 halaman Penerbit : Koekoesan, Depok Tahun Terbit : Januarl, 2007

Sekilas tak ada yang istimewa dari sebuah buku kumpulan cerpen ini, hanya dengan coi/erorange dan hitam berilustrasikan tengkorak-tengkorak manusia, dengan wama putih yang melekat pada tulisan Galigi Kumpulan Cerpen. Seperti kebanyakan buku-buku yang lain yang didominasi oleh warnawama cerah, buku seperti ini akan membuat tersedot setiap orang yang memandangnya. DItambah lagi, dengan dipilihnya cerpen Galigi sebagai nama dari kumpulan cerpen ini, orang akan bertanya-tanya apa itu Galigi.

Ketika lembar demi iembar buku ini dibuka dan dibaca, sepintas sama saja dengan cerpen-cerpen

yang lain. Akan tetapi, ketika dicoba untuk dihayati dan didalami, dipahami setiap kata, setiap baris, setiap kalimat, setiap paragraf, sampai satu cerpen utuh, bahkan sampai satu kumpulan cerpen ini, kita akan menemukan hal-hal yang menarik untuk disimak. Cerpen-cerpen dalam kumpulan cerpen ini oleh sastrawan Joko Pinurbo (JokPin) disebutnya sebagai biografi kesedihan. Alasannya, hampir semua cerpennya bercerita tentang kesedihan. Walaupun demikian, bukanlah kesedihan yang ditonjolkan oleh pengarang, tetapi pada sisi-sisi lain. Sebut saja seperti Khima, Lasa, Seseorang yang Mencari Jalan Kematian, WaMukmuk, dst.

Resensi Buku

. "Anakmu tak akan pernah melihatmu. Meski demikian, rawatlah ia dengan baik. la satu-satunya orangyang bisa menghiburkesedihan kita dengan cara yang indah," (Khima: 136). Kutlpan ini adalah ucapan yang dilontarkan oleh Wa Mukmuk, tetua kampung di situ, kepada Lasa, wanita yang melahirkan Khima, wanlta yang buta sejak lahir. Lasa tertimpa kesedihan yang mendalam karena laki-laki yang akan menlkahinya hilang di tengah hutan saat mengambil kayu untuk mendirikan rumah. Kesedihan Lasa bertambah ketika. Khima lahir dengan tidak bisa memandang keindahan dunia. Tidak sampai di situ saja menariknya kumpulan cerpen Ini. Hampir semua cerpennya berhubungan satu dengan yang lain, sebut saja cerpen satu dengan yang iain saling berantal. Cerpen satu melengkapi cerpen yang iain atau cerpen yang satu merupakan kelanjutan dari cerpen sebeiumnya. Waiaupun cerpen-cerpen itu dibuat dengan waktu yang tidak bersamaan. Misalnya saja, cerpen 6a//g/bercerita tentang Gaiigi dan Lubdaka yang merebut sitar miiik Khima (Gadis Buta) dan akhirnya membunuhnya. Kemudian, Khima diceritakan kembaii oleh pengarang iewat judul Khima. Sama hainya dengan cerpen Wa Mukmuk yang bercerita tentang Lasa dan lima gerombolannya. Kemudian, Lasa diceritakan lagi oleh pengarang dengan judul Lasa. Dapat dikatakan bahwa cerpen yang satu bercerita tentang cerpen yang lain atau cerpen yang satu menceritakan cerpen yang iain. Oleh karena itu, tak heran kaiau kita membaca salah satu cerpen di dalamnya, terpaksa kita harus membuka atau membaca cerpen yang iainnya, bahkan terpaksa bolakbaiik dalam membacanya. Di sini cerpen satu merujuk cerpen yang lain, sehingga timbui rasa penasaran untuk membaca seluruhnya. Tak heran puia mengapa Joko Pinurbo lebih asyik membaca Gaiigi ini dari urutan paling belakang sampai ke depan. Karena, ternyata seolah-olah aiurnya dibangun dari cerpen yang paiing beiakang kemudian berurut sampai ke depan.

Cerita menarik tidak akan teriihat menarik kaiau dari segi bahasa yang digunakan atau pilihan bahasanya tidak bagus atau biasa-biasa saja. Di siniiah sebenarnya kekuatan Gaiigi tersebut. Si Cindii (panggilan akrab pengarang) dengan piawai memainkan bahasa yang digunakan. Dengan bahasa yang cenderung puitis, penuh metafor, dan penuh kiasan, SI Cindii berhasii membawakan ceritaceritanya, sehingga teriihat lebih menarik untuk dibaca. Komentar Agus Noor daiam launching kumpulan cerpen ini beberapa minggu yang laiu mengatakan, kekuatan dalam cerpen-cerpen ini ada pada bahasa yang digunakan. ia membandingkan dengan cerpen-cerpen Putut E.A. dan Seno Gumira Adjidarma kemudian berkomentar, "Tak kaiah dengan

mereka semua." Daiam pengakuannya, pria keiahiran Yogyakarta ini menuturkan, cerpen terbitan Koekoesan ini terinspirasi dari cerita-cerita kuno atau naskahnaskah kuno, sehingga dalam ceritanya masih terpengaruh oieh cerita masa laiu. Tak heran lagi karena Gunawan pernah mempeiajari sastra Jawa daiam pendidikannya dan juga dia senang membaca bukubuku atau teks iama. Seperti muncui kata Gaiigi, Wa Mukmuk, Lasa, Khima, Pratinkah (semuanya nama tokoh), semuanya ini didapatkan dari hasii pembacaannya terhadap karya-karya masa iaiu. Sayangnya, kata-kata yang diambii dari bahasa Sanskerta itu hanya dipakai dalam penamaan tokoh-tokohnya saja, tidak ditemukan daiam pemakaian yang lain. Ungkapan-ungkapan atau kata-kata, kalimat, atau yang lain yang mengambil istilah masa ialu. Sehingga, wacana terhadap kosa-kosa kata masa laiu (kuno) tidak bertambah. Dan juga, kita terpaksa harus mencari arti dari tiap kata yang teiah disebutkan di atas dari literatur-literatur yang iain karena tidak tersedianya glosarium yang menerangkan pada akhir cerita atau pada akhirhalaman buku. Akhirnya, periu kiranya dicatat, cerpen ini cocok bagi para pecinta sastra yang sudah bosan dengan cerpen-cerpen yang populer cepat saji. Dan juga, kepada para pecinta sastra yang suka dengan cerita-cerita masa ialu (kuno) atau sedang mencari

referensi cerita-cerita kuno. Selamat membaca! Yogyakarta, April 2007

Asef Farld AmanI, mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNY, HP 085228240584.

This article is from: