2 minute read

BINA ROHANI

Next Article
RESENSI MEDIA

RESENSI MEDIA

Paskah: Solideritas atas Kesengsaraan

Oleh KRESNA

Advertisement

JIKA natal adalah solideritas Tuhan terhadap manusia dan dunia, maka paskah adalah rangkaian solideritas Tuhan bagi si lemah dan tak berpunya yang menderita, hina dina, dan atas segala kesengsaraan.

Paskah tentunya bukan sekedar tentang kemenangan yesus atas kuasa maut atau pula atas terbebasnya manusia dari dosa karena ditebus oleh Yesus di kayu salib. Jika hanya dimaknai seperti itu, maka sia-sialah pembuktian Allah tentang kepedulian-Nya terhadap manusia.

Kepedulian Allah terhadap manusia justru ditunjukan lewat penderitaan dan kesengsaraan bersama manusia. Tentunya Allah bukan tidak sengaja hadir sebagai Yesus yang lahir dari keluarga seorang tukang kayu.

Jika niatnya hanya bisa hidup bersama manusia, bisa saja Allah memilih hadir dalam Yesus yang lahir sebagai seorang anak saudagar kaya raya atau anak raja, tapi itu tidak dilakukan. Ia memilih hadir dalam kesengsaraan dan kehinaan dikandang domba lalu mengakhirinya dengan cara yang tidak lebih sengsara dan menderita. Dikayu salib.

Dalam tradisi gereja mula-mula, mereka lebih mengutamakan perayaan paskah ketimbang natal. Lebih mengejutkan lagi, perayaan natal oleh gereja mula-mula hanya dijadikan ajang persiapan untuk perayaan paskah. Bahkan ritual untuk mengenang Yesus justru diabadikan dalam jalan salib. Ini jelas berbeda dengan perayaan natal yang biasa menampilkan drama anak tentang kelahiran Yesus.

Jalan salib dilakukan dalam rangka penghayatan terhadap kesengsaraan Yesus. Ini menjadi titik penting terhadap pemaknaan tentang sebuah kesengsaraan. Yesus sengsara untuk menunjukan betapa peduli ia terhadap kesengsaraan hidup manusia. Ia menggantikan manusia yang seharusnya menjalani sengsara itu. Dengan cara inilah Allah menunjukan solideritasnya atas kesengsaraan.

ISTIMEWA

Penghayatan tidaklah berhenti dalam upaya mencerahkan jiwa, menenangkan rasa. Namun haruslah menjadi sebuah refleksi dan aktualisasi diri dalam tindak kehidupan sehari-hari. Dalam kondisi masyarakat yang kian individualis sekarang ini, solideritas seperti yang dilakukan Allah lewat Yesus bisa dimaknai ulang sebagai solideritas manusia terhadap manusia, karena sejatinya Yesus juga adalah manusia.

Maka penghayatan kesengsaraan Yesus adalah penghayatan terhadap manusia yang hidup dalam kesengsaraan. Kesengsaraan dalam arti tidak seperti apa yang dialami Yesus dicambuk, dihina, lalu disalib. Kemiskinan adalah wujud nyata dari kesengsaraan sekarang ini.

Dilampu merah para tunawisma, pekerja anak, pengamen, pedagang kaki lima yang kerap kali merugi dan digusur, mereka hidup dalam serba kekurangan. Buruh-buruh dengan upah rendah dan terhimpit dalam sistem kerja yang merugikan, Pak Tani dan Bu Tani, mereka bingung bagaimana memberi makan anak-anaknya selama satu bulan.

Dengan kondisi sosial masyarakat yang macam ini, rasa solideritas ini harus kembali lagi dibangkitkan. Individualisme yang selalu mengiringi kehidupan masyarakat modern harus diganti dengan rasa kepedulian serta kebersamaan. Tentunya tidak sebatas pada rasa, namun mengiatkan dalam kehidupan sehari-hari dengan bermacam cara, dalam berbagai segi kehidupan.

Solideritas dalam dunia pendidikan bisa dilakukan dengan membuka akses kepada si miskin untuk dalam mengenyam pendidikan supaya lebih terjamin masa depannya. Dibidang lain bisa dengan memberikan ruang kepada pedagang kaki lima untuk tetap bertahan mengais rejeki tanpa penggusuran. Hingga yang terkecil dan paling sederhana dengan memberikan sedekah pada fakir miskin, tentunya dengan cara yang tepat.

Satu yang terpenting adalah bahwa solideritas ini dilakukan semata-mata atas kebaikan Allah yang lebih dahulu bersolideritas terhadap kesengsaraan manusia dalam dosa. Sehingga konsekuensinya, manusia bersolideritas atas segala kesengsaraan yang mendera sesama manusia.

Selamat Paskah, Selamat Bersolideritas!

KRESNA Mahasiswi FBS UNY

This article is from: