Fajar Menyingsing di Tanah Aceh 55 Tahun Fekon Unsyiah Mengabdi
i
Fajar Menyingsing di Tanah Aceh 55 Tahun Fekon Unsyiah Mengabdi Pelindung Rektor Universitas Syiah Kuala Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng Penanggung Jawab: Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Dr. Mirza Tabrani, MBA Penyusun Naskah Jeliteng Pribadi, SE, MM, MA Kontributor Hertily Surviva, SE.Ak Editor Prof. Dr. Said Muhammad, MA | Drs. Syamsuddin Yacob Julia Novrita, SE, MA | Said Muniruddin, SE.Ak., M.Sc | Hertily Surviva, SE.Ak Chief Editor Jeliteng Pribadi, SE, MM, MA Editor Foto Wahyu Andhika Fadwa, SE Sumber Foto Wahyu Andhika Fadwa, SE | Dr. Iskandarsyah Madjid, SE, MM Safri Viena | Dahlia A. Hasjmy | Zulfikar, SE | Dokumentasi Fekon Unsyiah Desain Cover: Wahyu Andhika Fadwa, SE Layout Amir Faisal Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh Tel. 0651-51765, 0651-74100352 Cetakan I/Oktober 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Pribadi, Jeliteng Fajar Menyingsing di Tanah Aceh | 55 Tahun Fekon Unsyiah Mengabdi Editor: Said Muhammad, Syamsuddin Yacob, Julia Novrita, Said Muniruddin. Layouter: Amir Faisal Ed. 1, cet. 1. – Banda Aceh, 2007. 130 hlm: 20 x 20 cm
ii
© HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
Sambutan Rektor Universitas Syiah Kuala Assalamualaikum wr.wb.
P
enerbitan buku merupakan perwujudan harapan dan impian yang ditata dalam tulisan yang mengalir dari keikhlasan hati sebagai ungkapan kenangan, pengalaman, pemikiran, gagasan, pengamatan dan kepedulian. Alangkah berbahagianya manusia yang dapat memahami dan memaknai upaya ini, dalam usaha menghindari hilangnya jejak awal dan putusnya mata rantai suatu keberadaan. Dengan menulis kata sambutan dalam buku ini, agaknya saya berkesempatan mengajak pembaca lebih memahami perjalanan hidup sebuah fakultas yang menjadi cikal bakal bagi lahirnya sebuah universitas, yang dewasa ini cukup disegani di kalangan dunia akademis di Indonesia. Dalam perkembangannya, Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (Fekon Unsyiah) telah melalui pasang surut kehidupan. Ribuan bahkan puluhan ribu alumni telah dihasilkan fakultas tertua ini. Tidak dapat disangkal bahwa kehadiran Fekon Unsyiah telah mewarnai pembangunan ekonomi Aceh dan bahkan pembangunan nasional. Di usianya ke lima puluh lima, kami yakin Fekon telah cukup dewasa. Sehingga kelak dapat berkiprah dalam pembangunan dunia yang lebih luas. Memainkan peranan tidak hanya lokal, tetapi juga nasional dan internasional. Tentu saja hal ini membutuhkan kerja keras dan kebersamaan. Dirgahayu Fekon Unsyiah, semoga tetap jaya selalu. Wassalamualaikum wr.wb. Darussalam, September 2015
Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng Rektor
iii
Sambutan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
S
Assalamualaikum wr.wb.
egala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang, karena atas ridha-Nya, buku sejarah fakultas tertua di Universitas Syiah Kuala ini dapat terselesaikan. Tidak lupa pula kita ucapkan salawat dan salam kepangkuan Nabi Muhammad SAW yang menjadi tauladan dan inspirasi semangat pengabdian dan pengorbanan. Penulisan buku ini merupakan suatu upaya menyambung mata rantai sejarah sekaligus updating buku yang pernah diterbitkan pada enam dan dua puluh sembilan tahun lampau. Apabila tidak diperbaharui, kami khawatir ada sesuatu yang hilang. Karya dan dharma bakti para guru dan pendahulu akan musnah di telan masa sehingga generasi penerus akan terputus informasi dan sejarah. Kami berharap, penulisan kembali buku sejarah Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (Fekon Unsyiah) ini, dapat memberikan ketauladanan, wawasan, dan pengetahuan bagi generasi masa. Generasi penerus cita-cita mulia para endatu, para pendahulu yang setia mengabdi untuk kemuliaan rakyat dan tanah Aceh tercinta. Di usianya ke lima puluh lima tahun ini, kami berharap generasi Fekon ke depan dapat mencontoh tauladan para pendiri dan orang-orang tua terdahulu. Semangat penagbdian dan gotong royong, saling asah dan asuh telah menghasilkan apa yang kita rasakan saat ini. Bagaimanapun juga, untaian sejarah yang dituangkan dalam buku ini tidak akan mampu menggambarkan betapa besar jasa-jasa dan pengorbanan mereka. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada para guru, pendiri fakultas, dan tim yang telah mengeksplorasi, mengumpulkan data dan informasi, menyusun dan menulis buku hingga dapat diterbitkan hari ini. Wassalamualaikum wr.wb. Darussalam, September 2015
Dr. Mirza Tabrani, MBA Dekan
iv
Sekapur Sirih
U
sia lima puluh lima tahun bagi sebuah lembaga pendidikan tinggi bukanlah bilangan yang sedikit. Sejarah Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (Fekon Unsyiah) adalah suatu perjalanan panjang, penuh suka, duka, kenangan, dan memori. Hingga kini, FEkon Unsyiah telah menghasilkan lebih 15.000 alumni dari berbagai program studi D III, S1 reguler, S1 Ekstensi, S2, dan S3 yang tersebar di berbagai kota di Indonesia dan bahkan di luar negeri. Pada usia ke-55 ini, Fakultas Ekonomi merupakan salah satu fakultas paling populer dan paling bergengsi di Universitas Syiah Kuala. Prestasi ini bahkan diakui pada tingkat nasional sebagai fakultas ekonomi terbaik di luar Pulau Jawa. Tercatat segelintir nama-nama besar di fakultas ini antara lain: Prof. Dr. T. Iskandar (Alm.) pelopor histologi melayu dari Leiden University, Belanda; Prof. A. Madjid Ibrahim (Alm.) yang merupakan pelopor berdirinya Aceh Development Board (Bappeda-kini) hingga melahirkan Bappenas di tingkat nasional. Prof. Dr. Ibrahim Hasan, MBA (Alm.) yang telah berhasil mengangkat pembangunan Aceh sejajar dengan daerah-daerah lainnya di Sumatera yang sudah lebih dulu maju. Prof. Dr. Said Zainal Abidin, MPA yang berhasil berkiprah di pusat sebagai staf ahli menteri sejak masa pemerintahan Orde Baru. Prof. Dr. Zulkifli Husin, M.Sc yang berhasil mendirikan 2 buah program Pasca Sarjana bidang Ekonomi Pembangunan dan Manajemen dalam kurun waktu relatif singkat. Hingga kini masa Prof. Dr. Said Muhammad, MA dan Dr. Mirza Tabrani, MBA yang berhasil meningkatkan kualitas akademik dan kesejahteraan dosen dan karyawan, peningkatan fasilitas laboratorium, pembukaan program nonreguler, serta peningkatan kegiatan ekstra kurikuler mahasiswa dan internasionalisasi fakultas. Pasang surut gelombang sejarah Fakultas Ekonomi Unsyiah telah melewati kita semua. Masyarakat Aceh yang hidup pada kurun waktu berdirinya fakultas ini dan Unsyiah pada umumnya telah melihat perkembangan yang sangat luar biasa. Dari sebuah lahan perkebunan kelapa yang tandus dan gundukan tanah kuburan era penjajahan telah dilahirkan beribu-ribu sarjana yang saat ini memimpin negeri. Untuk menghormati, mengenang dan mentauladani sikap, perjuangan, semangat pengorbanan dan jasa-jasa para pendiri dan pendahulu, buku ini kami persembahkan. Panjangnya rentang sejarah yang hilang mengharuskan kami meluangkan waktu lebih lima tahun untuk mengurainya dalam buku singkat ini. Tentulah tidak sempurna, tapi mungkin bermanfaat. Semoga kita dapat memetik hikmah dari perjalanan panjang lembaga jantung hati rakyat Aceh ini. Di sini kami belajar...memperkaya iman dan ilmu. Di sini..di sini..di tempat tercinta, Universitas Syiah Kuala. Jeliteng Pribadi
v
Daftar Isi
Sambutan Rektor Universitas Syiah Kuala ~ iii Sambutan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala ~ iv Sekapur Sirih ~ v Daftar Isi ~ vi
01
Bagian Satu FEKON UNSYIAH, RIWAYATMU DULU
15
Bagian Dua TEKAD BULAT MEWUJUDKAN PERBUATAN NYATA
43
Bagian Tiga DARUSSALAM MENUJU PELAKSANAAN CITA-CITA
91
Bagian Empat MENYONGSONG MASA DEPAN
1. Senandung Tanah Harapan ~ 2 2. Romantisme Kampus Ikon Darussalam ~ 10
3. Fajar Menyingsing di Tanah Aceh ~ 16 4. Langkah Pertama ~ 24 5. Kuliah Perdana ~ 30 6. Berat Sama Dipikul, Ringan Sama Dijinjing ~ 34 7. Lahirnya Universitas Syiah Kuala ~ 38
8. Haru Biru Sarjana Muda ~ 44 9. Afiliasi dengan UI ~ 52 10. Sarjana Pertama ~ 58 11. Kerjasama dengan USU ~ 62
LAMPIRAN 1 ~ 132 LAMPIRAN 2 ~ 134 LAMPIRAN 3 ~ 136
vi
16. Menuju Center of Excelence ~ 92 17. Konflik dan Bencana Tsunami ~ 100 18. Perkembangan Staf Pengajar ~ 104 19. Kiprah dan Pesan Alumni ~ 121
12. Mentari Mulai Bersinar ~ 68 13. Masa Keemasan ~ 72 14. Memperkuat Pondasi Institusi ~ 76 15. Pascasarjana Pertama ~ 82
Bagian Satu
FEKON UNSYIAH, RIWAYATMU DULU
1
FAKULTAS EKONOMI TAHUN 1960
2
SENANDUNG TANAH HARAPAN
Di sini kami belajar memperkaya iman.... Di sini kami belajar mengembangkan ilmu.... Di sini, di sini di tempat tercinta ... Universitas Syiah Kuala..............
(W.S. Rendra)
Mentari beranjak turun perlahan. Menyisakan kehangatan lebih lama senja itu. Padahal, sudah beberapa hari hujan turun dengan deras. Hembusan angin pun sedang masa puncaknya. Selalu begitu bila musim Barat tiba. Beberapa titik genangan masih tersisa di rerumputan Tugu Darussalam. Pedagang kaki lima sedari tadi sibuk menjajakan barang dagangan. Beberapa di antaranya saling bersenda gurau riang. Berharap dagangan lebih banyak laku hari ini. Sementara jalanan mulai sepi ditinggalkan pembeli. Gema azan dari corong pengeras suara mesjid mulai terdengar bersahutan. Warga Darussalam larut dalam ibadah. Lampu-lampu mulai menyala. Gedung Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) nampak begitu megah. Kota kecil Darussalam pun nampak begitu bersahaja. Bekas kebun kelapa yang pernah menjadi medan pertempuran kini telah jauh berbeda. Semakin hidup namun juga semakin sesak. Suasana malam itu terlihat sedikit berbeda, lebih semarak. Sederetan papan bunga warna-warni menghiasi jalanan utama Darussalam. Semua terpusat di halaman gedung Academic Activity Center (AAC) Dayan Dawood. Deretan lainnya tampak menyesaki pintu gerbang lapangan Tugu Darussalam. Ya, peringatan Hari Pendidikan Aceh akan dilangsungkan esok hari 2 September 2014. Tanggal ini ditabalkan sebagai bentuk syukur dan kebanggaan masyarakat atas lahirnya lembaga pendidikan tinggi yang pertama di Aceh, Universitas Syiah Kuala, khususnya Fakultas Ekonomi sebagai fakultas tertua, pada 55 tahun silam.
3
Malam itu menutup perjalanan lima puluh lima tahun Fakultas Ekonomi dengan indah. Lima puluh lima tahun sudah berbakti. Menorehkan guratan indah pada sejarah panjang almamater. Menyemai benih pengetahuan di ladang negeri nan permai. Satu, sepuluh, seratus bahkan ribuan alumni silih berganti. Satu persatu guru dan tauladan telah pergi mendahului. Tak terhitung budi yang mereka semai. Tak terbilang buah yang kita tuai. Dharma bakti fakultas yang populer dengan sebutan Fekon ini telah ditorehkan putera-puteri terbaik negeri. Terpancang megah di bumi Serambi Mekkah. Semerbak mewangi sampai ke pelosok negeri. Masa telah mencatat sederetan panjang para pengabdi. Yang telah mencurahkan hidup dan pemikiran untuk kemakmuran negeri. Mulai dari generasi pendiri, perintis, pembangun, hingga tokoh pengembangan dewasa ini. Bagaimanapun juga, figur Prof. Ali Hasjmy dan Kolonel Sjamaun Gaharu tidak dapat dipisahkan dari sejarah Fakultas Ekonomi dan Unsyiah pada umumnya. Dari pemikiran dan kepemimpinan merekalah Fekon Unsyiah ada. Mengabdi Tanpa Henti “Tekad bulat melahirkan perbuatan njang njata, Darussalam menudju kepada pelaksanaan tjita2,� demikian tulis Bung Karno pada prasasti yang diabadikan di Tugu Darussalam. Karya nyata para pendiri yang tergabung dalam Panitia Persiapan Pendirian Fakultas Ekonomi lebih setengah abad silam, telah membentuk wajah pembangunan Aceh dewasa ini. Buah karya mereka telah melahirkan ribuan sarjana. Tidak sedikit pula yang berhasil menembus pendidikan lanjutan di luar negeri. Hingga meraih gelar doktor dan profesor, pimpinan birokrasi, pekerja profesional, maupun wirausahawan. Pengabdian
tokoh-tokoh
perintis
juga
tak kalah seru. Sebut saja sederet nama besar yang menjabat dekan sejak periode pertama seperti Dr. Teuku Iskandar (1959-1961), Prof. Abdullah Ibrahim (Pj. Dekan, 1962), Prof. A. Madjid Ibrahim (1963-1966), Prof. Dr. Ibrahim Hasan (1966-1975), dan Prof. T. Risyad (1975-1977). Demikian pula kegigihan para dekan berikutnya yang dapat dikatagorikan sebagai tokoh pembangunan dan pengembangan seperti Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud (1977-1981), Drs. Tabrani Ibrahim (1981-1987), Prof. Dr. Zulkifli Husin, MSc (19881994), dan Prof. Dr. Chairul Ichsan (1994-1997).
4
Prof. Ali Hasjmy dilahirkan di Seulimeum, Aceh Besar pada 28 Maret 1914. Di masa mudanya, ia merupakan idola dan panutan di kalangan pemuda karena kecerdasan, jiwa kepemimpinan, ketekunan dalam beribadah, serta ketampanannya. Drs. M. Asyek Ali, mantan Kepala Kantor Wilayah Perdagangan Provinsi Aceh yang merupakan salah satu anak buahnya dalam pasukan Tentara Pelajar mengisahkan rasa hormatnya yang besar kepada Ali Hasjmy. “Sejak masa mudanya dulu, beliau sudah menjadi idola dan panutan di kalangan pemuda dan pemudi saat itu. Ia menjadi teladan bagi anak laki-laki dan menjadi pusat perhatian bagi anak perempuan. Banyak gadis-gadis yang menaruh hati padanya,” tutur Asyek Ali. Semasa hidupnya, alumnus pondok pesantren Thawalib di Padang Panjang, Sumatera Barat tahun 1935 ini menaruh perhatian amat besar terhadap dunia pendidikan. Hasjmy yang haus ilmu inipun sempat menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan tahun 1952—1953. Mantan guru pada Perguruan Islam di Seulimum, pemimpin umum Aceh Shimbun dan Semangat Merdeka ini pernah dipenjara oleh Pemerintah Orde Lama di Jl. Listrik, Medan karena dianggap membantu perjuangan DI/TII. Karena tidak terbukti, ia dikeluarkan dari penjara dan kemudian terpilih menjadi Gubernur Aceh pada 27 Januari 1957-1964. Menurut Asyek Ali, ide mendirikan Fekon Unsyiah berasal dari A. Hasjmy sendiri. Sepengetahuannya, sejak masa mudanya, A. Hasjmy yang sangat tekun belajar, menginginkan berdirinya lembaga pendidikan tinggi di Aceh. Citacita ini semakin membara sewaktu ia menjabat Gubernur Aceh. Namun karena waktu itu Aceh tengah dalam konflik, ia cenderung mendorong Letkol Sjamaun Gaharu, Penguasa Perang Aceh sebagai Ketua Panitia Persiapan Pendirian Fakultas Ekonomi Kutaradja. Nama Syiah Kuala sendiri diangkat dari nama seorang guru sekaligus ulama besar yang pernah hidup di Aceh dan menjadi penasihat Sultan Iskandar Muda, Raja Kerajaan Aceh yang berkuasa pada waktu itu. Prof. Dr. T Iskandar, mantan Dekan FE yang pertama meyakini bahwa logo Unsyiah yang terdiri dari lima lembar daun seulanga juga dirancang oleh A. Hasjmy, sedangkan desain tugu Unsyiah dirancang oleh Kolonel Hamzah. Usai mendirikan Unsyiah, Ali Hasjmy juga menjadi pionir bagi berdirinya IAIN Jami`ah Ar-Raniry Darussalam, Banda Aceh, dimana ia kemudian diangkat menjadi rektor pada tahun 1963-1965. Semasa hidupnya, Ali Hasjmy banyak menulis buku, puisi dan novel. Dia telah mengarang tidak kurang dari 40 judul buku, meliputi Seni Budaya, Sejarah, Politik, Tata Negara, Dakwah dan Pendidikan. Karya-karyanya antara lain: Kisah Seorang Pengembara (1936), Sayap Terkulai (1936), Bermandi Cahaya Bulan (1937), Melalui Jalan Raya Dunia (1939), Dewan Sajak (1940), Dewi Fajar (1940), Suara Azan dan Lonceng Gereja (1940), Di Bawah Naungan Pohon Kemuning (1940), Puisi Islam Indonesia (1940), Kesusastraan Indonesia dari Zaman ke Zaman (1951), Rindu Bahagia (1960), Asmara dalam Pelukan Pelangi (1963), Semangat Kemerdekaan dalam sajak Indonesia (1963), Jalan Kembali (1964), Hikayat Perang Sabil Menjiwai Perang Aceh Lawan Belanda (1971), Ruba’i Hamzah Fansyuri (1976), Tanah Merah (Digul Bumi Pahlawan Kemerdekaan Indonesia) (1980), Sejarah Kebudayaan Islam, Di Bawah Pemerintahan Ratu, Sumbangan Kesusastraan Aceh dalam Pembinaan Kesusastraan Indonesia, dan Semangat Merdeka (1985). Ali Hasjmy meninggal di Banda Aceh pada tanggal 18 Januari 1998, menjelang ulang tahunnya yang ke 84. Jenazahnya dikebumikan di pemakaman keluarga yang kemudian diwakafkan menjadi pemakaman umum di Desa Geuce Kayee Jato, Jl. Sudirman, Banda Aceh. Di bekas kediamannya, didirikan sebuah perpustakaan Ali Hasjmy yang menyimpan banyak buku koleksinya dan catatan sejarah pembangunan Aceh. [ ]
5
Masa-masa sulit seakan terulang ketika konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) memuncak di tahun 1999 disusul gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2004. Dekan periode ini dijabat oleh Prof. Dr. T. Iskandar Daoed (1997-2001) dan Prof. Dr. Said Muhammad, MA (2001-2008). Meski tidak sama persis, konflik ini telah membawa fakultas kembali ke masa-masa awal berdirinya dulu, ketika pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) terjadi. Bahkan, dapat dikatakan lebih parah lagi. Memasuki masa rehabilitasi dan rekonstruksi pasca tsunami, Fekon Unsyiah menapaki era baru, periode internasionalisasi yang dirintis oleh Prof. Dr. Raja Masbar, M.Sc (2009-2013) dan Dr. Mirza Tabrani, MBA yang memimpin sejak tahun 2013 hingga saat ini. Periode ini ditandai dengan dibukanya kelas pre-internasional di dua prodi Akuntansi dan Manajemen. Setelah tiga tahun masa percobaan, prodi akuntansi meningkatkan programnya menjadi International Accounting Program (IAP) pada tahun 2010. Berbagai prestasi dan prestise telah dan akan terus diukir Fekon Unsyiah. Sejarah pun mencatat sumbangsihnya terhadap pembangunan Aceh maupun Bangsa Indonesia. Sebut saja pembentukan Aceh Development Board yang melahirkan Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) hingga akhirnya membentuk Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) yang diprakarsai Prof. A. Madjid Ibrahim. Penyusunan konsep 10 Terobosan Pembangunan Aceh oleh Prof. Dr. Ibrahim Hasan, MBA yang membebaskan daerah-daerah pantai Barat Aceh dan daerah terpencil dari keterisoliran. Dukungan tehadap pembentukan kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Aceh oleh Pusat Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pimpinan Prof. Nadir Abdul Kadir. Inisiator sekaligus perintis Program Pelatihan Teknik Manajemen Perencana Pembangunan (TMPP) – kini Jenjang Fungsional Perencana (JFP) yang dilaksanakan Bappenas sejak tahun 1993 untuk aparatur pemerintah oleh Prof. Dr. Zulkifli Husin, MSc. Kiprah dalam pembinaan dan penguatan lembaga usaha mikro, kecil, menengah di Aceh juga tak luput. Adalah Prof. Dr. A. Rahman Lubis, MSc. yang getol mendorong penguatan UMKM di Aceh melalui Klinik Konsultasi Bisnis (KKB) bekerjasama dengan Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Aceh. Juga, Inkubator Teknologi Bisnis (Intekbis) besutan duo karib Mukhlis Yunus dan Rustam Efendi. Memasuki era desentralisasi tahun 2000, Fekon Unsyiah mengambil peranan penting dalam menghitung dana bagi hasil migas untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang dimotori oleh Prof. Dr. Raja Masbar, MSc dan Dr. Islahuddin, M.Econ. Pasca tsunami, Fekon Unsyiah terus mewarnai pembangunan Aceh melalui pembentukan UKM Centre dan Aceh Micro Finance (Aismif ) yang sangat dominan kiprahnya waktu itu. Kedua lembaga ini masing-masing dikawal oleh Dr. Iskandarsyah Madjid, MM, dan Dr. Muslim A. Djalil, MBA. Terakhir, Prof. Dr. Jasman J. Ma’ruf, MBA berhasil meyakinkan Pemerintah Provinsi Aceh untuk menerapkan fit and proper test yang pertama kali dilakukan di Indonesia - terhadap calon kepala dinas dan badan pada awal tahun 2008 lalu.
6
Masih ingat dengan Bupati Nurdin AR? Drs Nurdin Abdul Rahman, MSi, dilahirkan di Sigli pada 12 April 1940. Penulis antologi tunggal “Derita Kami” (Pustaka Peradaban, 1985) ini merupakan salah satu figur dosen Fekon Unsyiah yang dipercaya masyarakat sebagai Bupati di tanah kelahirannya, Pidie selama dua periode berturut-turut (1980-1990). Gaya kepemimpinannya yang merakyat mengantarkan Kabupaten Pidie pada masa kegemilangan hingga berhasil meraih penghargaan tertinggi Prasamya Purnakarya Nugraha pada 10 September 1984. Pada masa itu, Kabupaten Pidie berhasil mencapai swasembada beras dan selalu surplus produksi hingga 150 ribu ton lebih hingga dijuluki sebagai ‘Lumbung Beras’ di Aceh. Alumni Fekon Unsyiah tahun 1973 ini pernah aktif sebagai ketua presidium KAMI Aceh 1966-1970 dan Anggota DPRD Aceh. Selain menulis puisi dan berbagai artikel di media cetak daerah dan nasional, ia juga pernah membacakan puisi-puisinya di sejumlah kota, seperti kampus Jabal Ghafur, Taman Budaya Aceh dan TIM Jakarta. Beberapa karyanya juga dimuat dalam antologi sastra “Seulawah” (1995). Ayah dari artis ibukota Nova Eliza ini merupakan pemimpin yang flamboyan dan nyentrik. Tidak jarang ia duduk di warung kopi bersama masyarakat, kemudian mentraktir semua yang duduk di warung tersebut. Ia juga biasa “nongol” dimana saja tanpa peduli di tempat apa. Pada saat menjabat, banyak pengusaha kelimpungan saat menunggu ‘Pak Bupati’ karena ternyata ia lebih suka istirahat siang di ‘Jambo Bak Rεt’ (Gubuk kayu dengan atap daun nipah, biasanya dibangun di atas saluran air di pinggir pematang sawah-red) daripada di Pendopo. Saat memberikan kuliah, tokoh di belakang layar dalam film Cut Nyak Dhien ini membolehkan mahasiswa untuk merokok asal mendapat izin dari teman mahasiswi yang duduk di sebelahnya. Dengan lengan baju dilipat, kancing baju belahan dada terbuka, ia memberi kuliah Ilmu Budaya Dasar dengan sangat lugas. Ide-ide dan kerja keras beliau dalam membangun tanah kelahirannya membuat masyarakat tetap mengenangnya. Wajar jika hingga kini masyarakat tetap menyebutnya sebagai ‘Pak Bupati’ meskipun ia sudah tiada. Kalau anda bertanya pada orang-orang tua di Pidie, di mana ‘gampong’ Pak Bupati, maka mereka akan menunjukkan daerah kampung Pak Nurdin AR, di Caleu. Salah satu peninggalan bersejarah Pak Nurdin AR adalah Universitas Jabal Gafur dan pembangunan Kota Baru Beureunun. [ ]
Sejarah juga mencatat kepercayaan masyarakat terhadap guru-guru besar dan civitas academica Fekon Unsyiah untuk duduk sebagai pejabat publik di Aceh dan bahkan di tingkat nasional. Mereka yang dipercaya menjadi Gubernur Aceh antara lain: Prof. A. Madjid Ibrahim (1978-1981), Prof. Dr. Ibrahim Hasan, MBA (2 periode, 1986-1993), dan Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud (2 periode, 1993-2000). Prof. Ibrahim Hasan memiliki kisah sukses tersendiri. Dinilai cakap dalam kepemimpinannya, ia dipercaya menjadi Menteri Pangan/Kabulog dalam Kabinet Pembangunan VI (1993 – 1998) pada era Presiden Suharto.
7
Pedagang kaki lima di Unsyiah
8
Beberapa jabatan Bupati/ Walikota pun demikian. Sebut saja misalnya, Drs. Syamsunan Mahmud, tercatat sebagai staf pengajar Fekon Unsyiah yang pertama kali dipercaya sebagai Bupati di Aceh Barat (19731978). Syamsunan menjabat Bupati pada usia relatif muda, yakni 34 tahun. Kemudian Drs. M. Yusuf Walad (Alm) yang dipercaya menjadi Walikota Sabang periode 1976-1983. Selanjutnya Prof. Dr. Jakfar Ahmad yang tercatat sebagai Walikota Banda Aceh periode 1978-1983. Hampir sama dengan Syamsunan, ia menjabat Walikota Kota Banda Aceh pada usia 35 tahun. Beberapa nama besar lainnya seperti Drs. Nurdin Abdul Rahman, Bupati Pidie periode 1980-1990. Drs. Sanusi Wahab, Bupati Aceh Besar periode 1988-1993. Drs. Karimuddin Hasybullah menjabat Bupati Aceh Utara periode 1993-1998. Selanjutnya, dosen luar biasa yang kerap mengajar perpajakan, Drs. Sofyan Harun juga dipercaya menjabat Walikota Sabang periode 2001-2006. Terakhir, Prof. Dr. Jasman J. Ma’ruf, MBA tercatat sebagai Pj. Bupati Aceh Jaya pada tahun 2012 setelah menjabat Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Aceh selama hampir 2 tahun.
Beberapa di antara civitas academica Fekon juga terpilih menjadi anggota Dewan Pewakilan Rakyat (DPR) baik di tingkat pusat maupun daerah antara lain : Drs. Asnawi Husin (DPR RI), Prof. T. A. Hamid, MAB (MPR RI), Drs. Samsunan Mahmud (DPR Dista Aceh, 1971-1973), Drs. Sa’aduddin Jamal (DPR Dista. Aceh), Prof. Dr. Jamaluddin Ahmad (DPR NAD), Dra. Naimah Hasan, MA (DPR NAD, 1997-1999), dan terakhir Drs. Hasbi A. Wahab, MSi (Ketua DPR Aceh, 2009-2014). Selain jabatan politis, dosen-dosen Fekon Unsyiah juga dipercaya mengisi posisi pada jabatan profesional di dinas maupun badan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Beberapa dosen yang dipercaya menjadi Kepala Bappeda Aceh antara lain: Prof. A. Madjid Ibrahim (Aceh Development Board, 1968-1973), Prof. Dr. Ibrahim Hasan (1973-1982), Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud (1982-1993), Prof. Dr. Dayan Dawood (1996-1998), Prof. Dr. T. Iskandar Daoed (2001-2002), Prof. Dr. Chairul Ichsan (2002-2005), dan Prof. Dr. A. Rahman Lubis (2006-2008). Pada Bappeda kabupaten juga terdapat beberapa nama antara lain: Drs. Fahdlon Miga (Aceh Besar periode 1987-1995), Murkhana, SE, MBA (Aceh Barat Daya periode 2004-2007), Weri, MA (Aceh Barat Daya periode 2012-sekarang). Untuk dinas dan badan terdapat beberapa nama misalnya Prof. Dr. Jasman J. Ma’ruf, MBA (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Aceh periode 2010-2012), Jalaluddin, SE, MBA (Badan Pelayanan Perizinan Terpadu periode 2012-2017). Peranan akademia Fekon Unsyiah juga dominan pada pengembangan bank milik Pemda Aceh, Bank Aceh. Beberapa dosen yang pernah menjabat posisi penting di Bank Aceh antara lain Drs. Syamsunan Mahmud (Direktur Utama), Prof. Dr. Raja Masbar (Komisaris periode 2006-2010), Dr. Mirza Tabrani, MBA (Komisaris periode 2010-2012) dan Dr. Islahuddin, M.Ec (Komisaris periode 2011-sekarang). Selain itu, Drs. M. Jacob Abdi, MM juga pernah tercatat sebagai Manajer Pusat Koperasi Unit Desa (Puskud) Provinsi Aceh, Prof. T. A. Hamid, MAB pernah menjabat Kepala Badan Pengelola Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET), Sabang. Dan terakhir, Prof. Dr. A. Rahman Lubis tercatat sebagai Direktur PD. Geunap Mufakat. Dalam era rekonstruksi dan rehabilitasi pasca tsunami, dosen-dosen Fekon juga dipercaya mengisi beberapa posisi di lembaga setingkat kementerian Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias seperti Dr. Nazamuddin, MA yang dipercaya sebagai Direktur Perencana, dan Dr. Syafruddin Chan, MBA sebagai Ketua International Outreach Office (IOO). Tidak dapat dipungkiri bahwa pengabdian para guru Fekon Unsyiah sedikit banyak telah mewarnai pembangunan Aceh hingga dapat bangkit dari ketertinggalan dan keterasingan dewasa ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa sudah sejak dulu, civitas academica Fekon Unsyiah sangat dominan hampir di semua sektor pembangunan di Aceh. Baik dalam bidang penelitian, pelatihan, maupun dalam konteks penyusunan kebijakan pembangunan. [ ]
9
MAHASISWA FEKON UNSYIAH
10
ROMANTISME KAMPUS ‘IKON DARUSSALAM’
Hari ini telah mengingatkan kita kembali pada sejarah panjang ke belakang. Pada sederet tawa dan untaian air mata. Pada saat bahagia dan nestapa. Hari ini kembali mengingatkan kita pada sejumlah guru, senior, teman yang telah mendahului. Teringat pada mereka yang pergi karena sakit, konflik, atau musibah tsunami. Tinggallah kita yang tersisa, berusaha bangkit dari puing-puing bencana. Membenahi kembali ruang yang usang, mengumpulkan tenaga yang tersisa, serta menyatukan gagasan yang berserak. Hari ini kita dapat melihat Fekon Unsyiah telah berdiri megah. Siapa nyana, kampus nan megah ini, yang lama menjadi ‘ikon Unsyiah’ dan bahkan ‘ikon Darussalam’ dibangun hanya bermodalkan semangat, gotong royong, dan tekad yang membara. ‘Mencerdaskan rakyat Aceh!’ Seorang jurnalis, Darmansyah, melukiskan perasaannya ketika menyambangi kampus tercinta beberapa waktu lalu. “Suasana kampus di sisi Barat gerbang Kopelma (Kota pelajar dan mahasiswa) itu, ketika kami datang di sebuah siang yang mendung, nampak lengang. Di bangku taman, di sudut kanan gedung utama, yang dulunya bekas kolam teratai, kini dirindangi pepohonan, hanya terlihat dua atau tiga mahasiswa sedang menyepi. Tak ada hingar bingar dan semarak celotehan lepas, khas anak muda, ketika kami menyusuri teras samping gedung aula, yang dulunya gedung terbaik di kampus itu, dari arah lapangan parkir dengan mobil berjejer dari berbagai merek. Aula “megah” itu, kini, ketika kami melongok dan menjalarkan kenangan ke masa jayanya, sudah dialihfungsikan menjadi laboratorium dan lapangan bulu tangkis . Kami hanya bisa mengingatnya, itulah aula satusatunya di kampus “jantong hate poma” dan milik fakultas ekonomi, tempat acara prestise, seperi kuliah gabungan, kuliah umum, orasi ilmiah, dies natalis dan wisuda sarjana berlangsung. Ketika langkah kami terhenti di pintu samping aula, dan disergap oleh selember kertas yang ditempelkan
11
dengan tulisan,” Lab dan Aula,“ kami tergagap dan terlempar ke 45 tahun lalu ketika di aula itu pernah berlangsung kuliah bersama untuk mata pelajaran Pancasila, Sosiologi, Pengantar Ekonomi dan Antropologi. Sebuah kuliah wajib untuk tingkat pertama, kala itu belum dikenal sistem semester, yang diikuti oleh seluruh mahasiswa dengan dosen yang sama pula. Dari teras aula kami masuk ke pintu samping menuju ruang tunggu, yang dulunya merupakan kantin fakultas. Menghadap taman terbuka yang sudah ditata rapi dengan “rumput” beton, kami hanya bisa mengingat di taman itu, ketika masih lapangan rumput, pernah dipentaskan sebuah drama kolosal “Odipus Berpulang”
karya adaptasi “Oedipus Rex” atau Oidipus Sang Raja, karya seniman besar Sophocles, yang disadur
oleh Rendra yang menceritakan tragedi negeri Thebes, Athena, Yunani Kuno tentang intrik dan kedukaan di sebuah kerajaan. Pentas Bengkel Teater di taman rumput itu, yang juga disutradarai oleh penyair dan dramawan beken Wahyu Sulaiman Rendra atau Willy Brodus Su Rendra di tahun 1972 itu, melambungkan nama Fakultas Ekonomi tidak hanya sebagai tempat persemaian ilmu tapi juga peduli dengan berkesenian untuk kemudiannya dikenang bertahun-tahun setelahnya sebagai salah satu almamater terbaik. Dari perkenalan mensponsori pertunjukan drama “oidipus berpulang” dan “kasidah berjanji” ini pulalah anak-anak ekonomi meminta Rendra menciptakan “hymne Unsyiah” yang monumental dan dipahatkankan dalam bentuk tulisan di pintu masuk gedung sidang utama DPR Aceh. Dari lokal-lokal berukuran enam kali empat meter, di Barat komplek bangunan, menjelang azan zuhur berhamburan mahasiswa yang baru saja ujian semester pendek. Di sini mulai terasa aroma kampus dengan suara hhaa…….hhiii …huuu yang ribet tentang soal tak terjawab atau kelupaan mengisi angka. Aroma kampus yang cair berisi teriakan sapa cas…ciss…cuss.. yang kadang ditingkahi umpatan kejengkelan kesalahan jawaban. Aroma khas mahasiswa itu, ketika kami menelusuri satu persatu lokal dan gedung di komplek itu menguapkan berkembangnya strata keilmuan di kampus itu sesuai dengan tuntutan kebutuhan pengajaran, yang oleh seorang dosen, ketika kami singgah di ruangnya, dikatakan “pengembangan yang disesusaikan untuk memenuhi tuntutan “….. uang dan……ilmu.”
12
Memang demikianlah adanya. Di usianya yang tidak lagi muda, fakultas yang diisi dan menghasilkan pimpinan lembaga penting di Aceh ini kini telah berkembang menjadi kampus yang modern dan menginternasional. Dari hanya seorang guru biasa, hingga 13 guru besar termasuk beberapa yang memasuki masa pensiun baru-baru ini. Tidak kurang 43 orang di antaranya bergelar doktor dan 102 bergelar master lulusan dalam dan luar negeri. Saat ini, terdapat 23 orang yang sedang menempuh pendidikan doktoral di dalam dan luar negeri. Dari tidak punya ruang belajar, kini memiliki 26 ruang belajar berkapasitas 30 hingga 200 mahasiswa. Juga ada 3 ruang seminar, 6 laboratorium dan 9 pustaka mini di masing-masing jurusan. Dari puluhan mahasiswa hingga ribuan kini jumlahnya. Berkat kerja keras seluruh civitas academica, Jurusan Manajemen dan Jurusan Studi Pembangunan berhasil memperoleh akreditasi A dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti). Sedangkan untuk Jurusan Akuntansi, tahun ini akan kembali melakukan re-akreditasi yang sebelumnya hanya kurang 12 poin untuk mendapat A. Sedangkan keenam Prodi D III yang ada, semuanya telah terakreditasi B. Akreditasi yang cukup prestisius ini menunjukkan bahwa Relevance, Academic Atmospheres, Internal Management, Sustainability, Efficiency, plus Access and Equity, and Norms (RAISE++) di lingkungan Fekon Unsyiah relatif sudah sangat baik. Dalam lingkup sistem informasi, Fekon Unsyiah telah menggunakan sistem komputerisasi online untuk pengisian kartu rencana studi mahasiswa. Tidak hanya itu, seluruh ruang administrasi dan pusat studi telah disambungkan dengan jaringan internet baik melalui kabel maupun nirkabel. Untuk menambah rasa nyaman, semua ruang belajar, laboratorium, dan
kantor
telah
dilengkapi
dengan
pendingin udara (AC). Ruang-ruang kuliah dan Balai Sidang di gedung utama telah pula dilengkapi dengan proyektor permanen dan layar gantung. Kegiatan mahasiswa semakin bertambah lancar saja karena tersedia dana untuk masing-masing jenis kegiatan yang tertera dalam budget program mahasiswa. Tidak cukup sampai di situ, pusatpusat studi yang dimiliki, mulai dari Pusat Studi Pembangunan (CDS), Lembaga Manajemen,
13
Mahasiswa di Koridor Aula
Bazar di FE Unsyiah
Mahasiswi PDPK
dan Lembaga Akuntansi memberikan kontribusi berarti dalam berbagai kegiatan penelitian, pelatihan, dan capacity building lembaga-lembaga bisnis dan pemerintah di Aceh. Lembaga Manajemen (LM) misalnya, sudah lima tahun terakhir dipercaya melakukan rekruitmen karyawan perusahaan-perusahaan besar di Aceh seperti PT. Pupuk Iskanda Muda (PIM), Bank Pembangunan Daerah (BPD) Aceh, PT. Bank BNI, PT. Semen Andalas Indonesia (SAI), dan PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN). Pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi pasca tsunami, lembaga ini mendapat kepercayaan dari FAO menyusun Analisa Jabatan bagi Dinas Kelautan dan Perikanan di 9 Kabupaten di Aceh. Juga, melakukan rekruitmen tenaga keamanan untuk PT. Angkasa Pura yang mengelola Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda sebelum diresmikan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Juga, melakukan studi kelayakan pengembangan kantor cabang Bank Aceh Syariah di beberapa Kabupaten/Kota di Aceh baru-baru ini. Sedangkan Lembaga Akuntansi, dipercaya oleh beberapa organisasi internasional seperti UNDP untuk mempersiapkan tenaga akuntan muda terdiri dari lulusan dan mahasiswa senior untuk membantu pembukuan perusahaan mikro kecil menengah (UMKM) di beberapa daerah di Provinsi Aceh. Sungguh, apa yang dihasilkan kini merupakan buah perjuangan panjang para guru dan pendahulu. Siapa sangka kalau Fekon Unsyiah yang kini megah hanya dibangun oleh modal tekad dan semangat saja? Tanpa dana, tanpa tenaga pengajar, dan bahkan tanpa ruang belajar? Siapa nyana kalau halaman hijau nan asri ini dulu hanyalah hamparan ilalang dan kebun kelapa? Siapa pula dapat mengira kalau dari tanah kebun dan kolam kangkung ini telah lahir ribuan sarjana dan umara? [ ]
14
Back to Nature
Bagian Dua
TEKAD BULAT MELAHIRKAN PERBUATAN NYATA
15
16
FAJAR MENYINGSING DI TANAH ACEH
Tahun 1957. Aceh masih diselimuti kabut konflik. Pemberontakan DI/TII di bawah pimpinan Tgk. Daud Beureueh yang pecah sejak 1953 semakin meluas. Muhammad Ali Hasyim atau lebih dikenal A. Hasjmy, yang diangkat menjadi Gubernur Aceh pada 27 Januari 1957 sadar bahwa hanya melalui perdamaian-lah, pembangunan akan dapat terlaksana dengan baik. Setidaknya ini yang dirasakan A. Hasjmy, ulama dan sastrawan yang pernah mendekam dalam penjara Jl. Listrik, Medan karena dituduh mendukung DI/TII pada September 1953 – Mei 1954. “Bagaimana bisa membangun dalam perang?” ungkap A. Hasjmy suatu hari pada Letkol. Sjamaun Gaharu, Panglima Komando Daerah Militer I (Pangdam) Iskandar Muda (IM) yang pertama, Ketua Penguasa Perang Daerah Swatantra Tk. I Atjeh – kala itu. Maka digagaslah jalan menuju perdamaian. Akhirnya, pada pertengahan Juli 19571, Gubernur Ali Hasjmy dan Pangdam IM mengikat perjanjian dengan DI/TII dalam ‘Ikrar Lamteh’. Gejolak di Aceh mereda untuk sementara. Namun, awal 1958 konflik kembali pecah. Kali ini, DI/TII Aceh pimpinan Daud Beureueh yang sudah memutus hubungan dengan DI/TII Kartosuwirjo bergabung dengan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Perdjuangan Semesta (Permesta). PRRI, Permesta dan DI/TII Aceh mengadakan operasi bersama menumpas orang-orang Soekarno dengan sandi Operasi Sabang-Merauke. Guna meyelesaikan konflik yang tak kunjung usai, A. Hasjmy bertekad membangun sebuah pusat perkampungan pelajar mahasiswa, lengkap dengan sekolah dan pemukimannya. Perkampungan ini kelak akan menjadi ladang yang menghasilkan para pemimpin Aceh yang berakhlak, berilmu dan berpengetahuan. Dengan harapan, ilmu pengetahuan dapat membantu masyarakat meningkatkan taraf hidup ekonomi dan sosialnya. “Saya pikir, dalam keadaan sulit seperti itu butuh pendidikan yang berkualitas,” tutur A. Hasjmy dalam memoarnya.
1 Adi Warsidi, seorang jurnalis di Banda Aceh menulis perjanjian ini terjadi pada tanggal 8 April 1957.
17
Untuk mewujudkan impian ini, dibentuklah Yayasan Dana Kesejahteraan Aceh (YDKA) pada 21 April 1958. Lembaga yang kemudian dikenal sebagai cikal bakal Bank Pembangunan Daerah Aceh ini awalnya dipimpin oleh M. Husein, Bupati Aceh Besar, kemudian digantikan oleh A. Hasjmy sendiri. Rupanya, apa yang difikirkan A. Hasjmy juga dirasakan oleh Letkol. Sjamaun Gaharu. Sjamaun berfikir, konflik yang seakan tak kunjung reda di Aceh merupakan Abu Beureueh di gunung
dampak dari keterbelakangan pendidikan dan kemiskinan. Pemikiran ini dituangkannya dalam sambutan peringatan
Dies Natalis Fekon yang pertama pada 2 September 1960. “Dalam abad ke-20 ini kedudukan suatu bangsa ditentukan oleh tinggi rendahnja taraf pengetahuan jang dipunjai oleh bangsa itu sendiri. .........Kedudukan kita jang setaraf dengan bangsa2 lain hanja dapat kita tjapai dengan mentale omvorming masjarakat kita, agar dapat melihat segala sesuatu dengan pandangan jang universeel, ......... Salah satu djalan untuk memperoleh alam fikiran jang universeel ini adalah universitas,� ungkap Letkol. Sjamaun Gaharu pada acara tersebut. 2 Untuk mendukung gagasan tersebut, Pangdam IM Letkol. Sjamaun Gaharu membentuk Komisi Perencana dan Pencipta Kota Pelajar/Mahasiswa pada tanggal 29 Juni 1958. Tugasnya adalah merancang, memikirkan, dan memberi inspirasi bagi YDKA dalam mewujudkan pembangunan perkampungan pelajar/mahasiswa. Dalam tempo kurang dari dua bulan, kerja keras YDKA dan komisi perencana membuahkan hasil. Pada tanggal 17 Agustus 1958, atas nama pemerintah pusat, Menteri Agama K.H. Mohd. Ilyas datang ke Banda Aceh untuk melakukan peletakan batu pertama pembangunan Kota Pelajar/Mahasiswa (KOPELMA) Darussalam. Setelah upacara peletakan batu pertama pembangunan Kopelma Darussalam dilakukan, niat untuk mewujudkan pendidikan tinggi di Aceh semakin menggelora. Berangkat dari keinginan untuk membangun Aceh ke depan yang makmur, rakyat yang cerdas, berakhlak karimah, sekaligus mendukung kebijakan pemulihan keamanan, Letkol Sjamaun Gaharu, Ali Hasjmy, dan beberapa tokoh masyarakat Aceh hanya memiliki satu tekad sebagai solusi, majukan pendidikan! 2 Dikutip dari Buku Peringatan Ulang Tahun (Dies Natalis) Pertama Fakultas Ekonomi USU di Kutaradja, tanggal 2 September 1960 yang berlangsung di Aula Fekon, Darussalam.
18
Ide pendirian universitas ini tentu saja mendapat sambutan luas dari segenap masyarakat yang memang sudah lama menantikan kehadiran pendidikan tinggi di tanah rencong. Beberapa tokoh masyarakat Aceh seperti Dr. Zainoel Abidin (Inspektur/Kepala Dinas Kesehatan Rakyat Propinsi Aceh), Ibrahim Abduh (Anggota Dewan Pemerintah Daerah Peralihan Propinsi Aceh), Nyak Yusda, Nazaruddin, Achmid Abdullah, dan beberapa lainnya sangat antusias. Mereka yakin dapat mewujudkan ide untuk memajukan Aceh guna melahirkan anak cucu generasi penerus tanah Aceh yang cerdas dan bermartabat. Maka, ide untuk mendirikan perguruan tinggi pun sudah menjadi tekad bulat. Namun muncul pertanyaan, bidang ilmu apa yang akan dibangun? Sumbang saran bermunculan dari beberapa tokoh. Antara lain yang berkembang pada waktu itu adalah bidang ilmu yang dibutuhkan untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Hal ini seirama dengan kehendak, bakat, serta sejarah masyarakat Aceh yang sejak ratusan tahun lampau terkenal sebagai saudagar yang berdagang sampai ke negeri Hindia dan Eropa. Atas dasar pertimbangan itulah, maka muncul kesepatakan untuk mendirikan fakultas ekonomi sebagai cikal bakal pendidikan tinggi di Aceh. Sewaktu Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (Menteri PP&K) Prof. Dr. Priyono berkunjung ke Aceh pada tanggal 24 Agustus 1958, beliau diminta untuk mengukuhkan Panitia Persiapan Pendirian Fakultas Ekonomi Kutaradja (Panitia PPFE). Permintaan ini melahirkan SK Menteri PP&K No. 1/S/Atjeh yang menetapkan 15 orang anggota panitia persiapan yang terdiri dari: 1.
Letkol Sjamaun Gaharu, anggota merangkap sebagai Ketua Umum.
2.
Ali Hasjmy, anggota merangkap sebagai Wakil Ketua Umum.
3.
Dokter Zainoel Abidin, anggota merangkap sebagai Ketua I.
4.
Ibrahim Abduh, anggota merangkap sebagai Ketua II.
5.
Njak Yusda (Pegawai Administrasi Dinas Pendidkan dan Kebudayaan Tk.A), anggota merangkap sebagai Sekretaris I.
6. Nazaruddin (Pemeriksa Kepala pada Kantor Pendidikan Masyarakat Kabupaten Aceh Besar) anggota merangkap sebagai Sekretaris II.
Ir. Soekarno menantagani piagam pendirian FE, 2 Sep 1959
19
Ali Hasjmy menuliskan idenya tentang Kota Darussalam dalam sebuah artikel yang berjudul ‘Konsep Ideal Darussalam’ pada buku 10 tahun Darussalam dan Hari Pendidikan Propinsi Daerah Istimewa Atjeh yang diterbitkan Jajasan Pembina Darussalam sebagai berikut: “Sedjarah perdjuangan Islam di Tanah air kita, dan perdjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan, serta kelandjutan perdjuangan untuk mengisi kemerdekaan, merupakan beban tanggungdjawab jang kontinu, jang harus dituangkan dalam usaha2 kongkrit dan positif ... Dengan irama dan tjirinja jang chas, jang melambangkan bahwa seluruh perdjuangan dan djihad kemerdekaan Rakjat di Daerah Atjeh, didjiwai dan dipanasi oleh semangat Islam, sehingga mendjadi suatu keharusan mutlak bahwa pengisian dan kelandjutan tjita2 itu, hendaknja tertjermin pula dalam kehidupan masjarakat disegala bidang kehidupan. Hasrat sutji itu dituangkan dalam suatu rentjana dan tjipta njata, jang per-tama2 dalam bidang pendidikan perguruan. Pusat tjita dan konsep ideal dari hasrat itu didjelmakan dengan pembinaan suatu komplek pendidikan : KOPELMA DARUSSALAM, "Kampus Model" jang ideal. Dengan tjita dan tjiri chasnja, DARUSSALAM jang lahirnja berlandaskan tjita Islam, haruslah dapat mendjiwai setiap insan jang berorientasi ke Darussalam dalam bentuk dan sifat apapun, sehingga setiap petugas, pengemban dan pelandjut usaha2 Darussalam, benar2 menjadari bahwa kehadirannja di Darussalam adalah dalam tugas sutji dan chalis. Dengan demikian, setiap siswa peladjar dan mahasiswa jang mendjatuhkan pilihannja untuk mengambil peladjaran-studinja di Darussalam, berarti pilihannja itu telah diawali dengan tekad dan dasar tjita akan mendjadi Manusia Pantjasila jang benar2 ber-Tuhan, insan mendatang jang diinginkan dan diidamkan oleh konsepsi ideal dan tjiri chas pembinaan Darussalam... Ilmu pengetahuan untuk diamalkan sebagai sendjata alat pembangunan mental dan pisik, adalah tugas dan hasrat bina dari Darussalam, dimana ilmu dan amal mendjadi satu, diikat erat oleh iman dan taqwa. Berbahagialah setiap partisipan jang menjadari kehadirannja di Darussalam, djauh atau dekat, moril atau materiil, pisik atau semangat, jang didasarkan atas tekad bina Darussalam jang bertjiri chas dan ideal itu.” [ ]
7.
A. Gani Adam (Pelaksana Kepala Dinas Perindustrian Propinsi Aceh), anggota merangkap sebagai Bendahara I.
8.
T. Sulaiman Polem (Pegawai Bank Nasional Indonesia Cabang Kutaradja), anggota merangkap sebagai Bendahara II.
20
9.
Overste Dokter Mas Abdullah (Kepala Jawatan Kesehatan Angkatan Darat).
10.
Ir. M. Tahir (Kepala Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Aceh).
11.
Dokter. Mlasowsky (Dokter Pemerintah di Kutaradja).
12.
Dokter. R. Midi (Kepala Rumah Sakit Umum Kutaradja).
13.
Letnan I Mr. Darsosugondo (Penasehat Hukum Komando Daerah Militer Aceh/ KDMA).
14.
Tgk. Ainal Mardhiah Ali (Anggota Yayasan Universitas Islam Kutaradja).
15.
Achmid Abdullah (Kepala Jawatan Penerangan Propinsi Aceh). Dengan terbentuknya panitia persiapan ini, jalan menuju cita-cita mulia sedikit lebih terbuka. Berbekal
tekad dan semangat gotong royong yang tinggi, komplitlah pasukan ini. Namun, panitia mengalami tantangan yang tidak mudah. Upaya merintis pendirian fakultas ekonomi ini mengalami banyak kendala. Mulai dari ketiadaan dana, minimnya pengetahuan dan pengalaman mendirikan sebuah sekolah tinggi, tidak ada staf pengajar, tidak ada prasarana dan segudang hambatan lainnya. Yang dimiliki hanya satu; Tekad bulat! Tahun 1959. Konflik bersenjata masih terus terjadi secara sporadis. Gubernur Ali Hasjmy bersama Kol. Sjamaun Gaharu dan Wakil Ketua Dewan Revolusi Aceh Hasan Saleh sangat intensif melobi Jakarta. Sebagai orang dekat Daud Beureueh yang selama bertahun-tahun di hutan, Hasan paham betul bagaimana keinginan temanteman yang berada di ‘luar pagar’. Hasilnya, pada 16 Mei 1959, Wakil Perdana Menteri RI Mr. Hardi mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1/Missi/1959. Intinya, SK ini memberikan otonomi bidang pendidikan, agama dan adat istiadat serta status Daerah Istimewa kepada Pemerintah Aceh. Meskipun otonomi disambut hangat segenap warga Aceh, namun konflik tidak serta merta mereda. Status keistimewaan Aceh, khususnya dalam bidang pendidikan semakin menguatkan semangat kerja panitia PPFE. Setelah berjibaku dan bermandi peluh selama setahun menggalang dana, mengumpulkan putera-puteri terbaik daerah, sukarelawan dari dalam dan luar daerah, melobi pemerintah pusat, izin mendirikan sebuah perguruan tinggi di Aceh pun diraih. Pendirian ini dikukuhkan melalui Surat Keputusan Menteri PP dan K No. 3328/S, antara lain berbunyi, “.........mulai tanggal 1 September 1959 dibuka Fakultas Ekonomi di Kutaraja yang merupakan bahagian dari Universitas Sumatera Utara, Medan”. Pada tanggal 2 September 1959, Presiden Soekarno didampingi Menteri PP dan K, Prof. Dr. Priyono meresmikan hasil kerja keras segenap lapisan masyarakat Aceh ini dengan membuka selubung Tugu Kota Darussalam dan menuliskan kata-kata berhikmah: “Tekad bulat melahirkan perbuatan jang njata, Darussalam menuju kepada pelaksanaan tjita-tjita.”
Peresmian Kota Darussalam
21
Di hadapan ribuan masyarakat di lapangan Tugu Darussalam, sebagaimana ciri khasnya, Bung Karno dengan lantang menyatakan, “Untuk memenuhi hasrat masyarakat di Daerah Istimewa Aceh, guna mempertinggi kecerdasan Bangsa Indonesia dalam arti kata yang seluas-luasnya dalam berbagai ilmu pengetahuan, maka pada hari ini Rabu, tanggal 2 September tahun 1959, kami resmikan Fakultas Ekonomi di Kota Darussalam, Kutaraja,� pekiknya sembari disambut tepuk tangan yang meriah dari para hadirin. Dalam amarannya, Presiden Soekarno berpesan agar pendidikan ekonomi di Fakultas Ekonomi ini jangan mengajarkan ekonomi Liberal, akan tetapi sesuai dengan semangat revolusi dan masyarakat kita dari Sabang sampai Marauke, yaitu sosial ekonomi, adil dan makmur dengan ekonomi terpimpin. Meskipun bukan kali pertama Soekarno datang ke Aceh, namun kunjungannya kali ini menjadi spesial. Karena. tanggal 2 September 1959 telah menjadi momentum bagi kebangkitan dunia pendidikan tinggi di Aceh. Pendirian Fakultas Ekonomi merupakan cikal bakal bagi lahirnya beberapa fakultas lainnya dan berdirinya Universitas Syiah Kuala (Unsyiah). Kampus dimana sedikitnya 32.000 mahasiswa yang tersebar di 12 fakultas saat ini menuntut ilmu dan amal. Menawarkan 6 jenjang studi D2, D3, S1, program profesi, S2, dan S3. Memiliki lebih 1.500-an staf pengajar bergelar Sarjana, Master, dan Doktor dari berbagai perguruan tinggi terkemuka di seluruh dunia. Menghasilkan 15.000 lebih alumni yang tersebar di seluruh pelosok nusantara dan bahkan di mancanegara. Sejak saat itu, tanggal 2 September ditetapkan sebagai Hari Kebangunan Kembali Pendidikan di Daerah Istimewa Aceh. Hingga kini, tanggal 2 September diperingati sebagai Hari Pendidikan Daerah (Hardikda) dalam sebuah upacara resmi yang dihadiri segenap komponen Pemerintah Provinsi Aceh dan civitas academica Unsyiah di lapangan Tugu Darussalam. [ ]
Soekarno Buat Kata-kata Hikmah
22
Menteri Prijono tanda tangan Piagam Fekon
Syamaun, Gaharu dan Ali Hasjmy
Tekad bulat melahirkan perbuatan jang njata, Darussalam menuju kepada pelaksanaan tjita-tjita. 23
ALI HASJMY DIRUANG KERJANYA
24
LANGKAH PERTAMA
"The journey of a thousand miles begins beneath one's feet," ungkap filsuf China termashur Lao-tzu (604 SM - 531 SM). Perjalanan seribu mil bermula dari langkah pertama, demikian kurang lebih terjemahan bebasnya. Apa yang diraih Universitas Syiah Kuala, khususnya Fakultas Ekonomi Unsyiah saat ini, tidak luput dari ide dan upaya Ali Hasjmy yang mendesak Dr. T. Iskandar untuk kembali ke Aceh. Putera Aceh kelahiran Trieng Gadeng, Pidie, 19 Oktober 1924 ini diminta untuk mempersiapkan pendirian Fakultas Ekonomi di Kutaradja. Waktu itu T. Iskandar masih bekerja sebagai asisten Prof. G.W. J. Drewes yang sedang menyusun Kamus Belanda-Melayu yang pertama. Ia memperoleh gelar Doktor dari Rijksuniversiteit Leiden, Belanda dalam bidang Sastra dan Sosial. Sarjananya juga diperoleh di sana dalam bidang administrasi dimana mata kuliah ekonomi merupakan pelajaran utama. Dapat dikatakan bahwa T. Iskandar merupakan putera Aceh pertama yang berhasil memperoleh gelar Doktor, justru di luar negeri. Gubernur Ali Hasjmy sangat menghormatinya dan berkeinginan agar ia bisa kembali pulang membangun Aceh. Pada awal 1959, T. Iskandar pun kembali ke Indonesia. “Pertama kali kembali dari Belanda, Saya tidak langsung ke Kutaradja. Oleh panitia yang mengurus perjalanan, Saya ditempatkan di Medan, diberikan rumah. Pada awalnya saya bekerja di Medan pada sebuah bank milik orang Aceh, Bank of Sumatra. Saya diangkat menjadi salah satu Board of Director di sana. Sambil bekerja, saya selalu datang ke Aceh untuk mempersiapkan pembukaan fakultas ekonomi. Gedung Aula sedang dikerjakan ketika pertama kali saya tiba di Darussalam. Pertempuran masih terus terjadi, terutama di malam hari. Panitia pendirian hanya memikir tentang pembangunan gedung-gedung yang tidak berjalan lancar,� kenang Iskandar dalam sebuah wawancara ekslusif sehari setelah detik-detik peringatan Dies Natalis Fekon Unsyiah ke-50 pada tanggal 4 September 2009, enam tahun silam. Pada Juli 1959, T. Iskandar mulai menetap di Aceh dan dimasukkan dalam struktur Panitia Pembangunan Universitas Syiah Kuala. Setelah melihat suasana pembangunan dari dekat, ia mengusulkan agar panitia menyusun
25
Prof. Dr. T. Iskandar dilahirkan di Trieng Gadeng, Pidie pada 19 Oktober 1924. Anak pertama dari 7 bersaudara ini mengenyam pendidikan Sekolah Rakyat (SR) di Trieng Gadeng, Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Sigli, dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Kutaradja (Banda Aceh kini). Tahun 1942, sang anak petani ini berhasil menyelesaikan pendidikan Algemeene Middlebare School (AMS) di Jakarta dan kembali ke Aceh. Tak lama kemudian, ia mendaftar menjadi tentara (TNI) dan mendapat pangkat Letnan Muda. Karier akademik dimulai dari pelariannya saat Agressi Belanda ke-2. Waktu itu, pasukan TNI di Sumatera Utara berhasil dipukul mundur. Iskandar yang bertugas di Pematang Siantar sempat melarikan diri dengan memaksa masinis kereta Api untuk berbalik arah menuju Tebing Tinggi. Namun, tentara Belanda terus mengejar dan menembaki mereka. Akibatnya, kereta api ini bertabrakan dengan kereta api lainnya yang menuju Pematang Siantar. Banyak penumpang cedera termasuk Iskandar yang mengalami patah tulang punggung. Oleh masyarakat setempat ia diobati dan dilindungi dari kejaran tentara Belanda. Setelah sembuh, ia mendengar kalau ada tentara yang tertangkap akan disiksa. Seorang temannya asal Maluku sempat disabet bayonet sehingga putus urat tumit kakinya dan lumpuh. Menghindari kejadian serupa, ia pergi ke rumah seorang perwira Belanda untuk menyerahkan diri. Furcht, yang pernah bertugas di Aceh menawarinya 3 pilihan untuk bekerja, tinggal di camp tentara Belanda, atau melanjutkan studi. Pilihan terakhir inilah yang kemudian mengantarnya menjadi Professor bidang sastra dan sejarah Melayu-Aceh. Asisten Prof. G.W.J. Drewes di Leiden University ini kembali ke Aceh setelah didesak oleh A. Hasjmy yang menjabat Gubernur Provinsi Aceh kala itu. Pada awal tahun 1961, Dr T. Iskandar menghadiri pembukaan Universitas Malaya di Kuala Lumpur, Malaysia. Ia menjadi satu-satunya utusan universitas dari Indonesia yang menghadiri acara tersebut karena waktu itu tengah terjadi sentimen anti Malaysia di Indonesia. Perdana Menteri Malaysia Tengku Abdurrahman sangat menghargai kedatangannya dan menyebutkan nama Universitas Syiah Kuala, sebagai utusan universitas dari Indonesia dalam pidatonya. Suatu hari, T. Iskandar diundang makan malam oleh PM Abdurrahman. Saat itulah Perdana Menteri memintanya menetap di sana untuk membangun universitas muda ini sekaligus dianugerahi gelar Profesor penuh. Tidak hanya itu, T. Iskandar juga mendapat tawaran serupa dari Kerajaan Brunei Darussalam untuk membuka University Brunei Darussalam. T. Iskandar merasa bahwa perlakuan istimewa yang diberikan negara tetangga jauh dari apa yang ia rasakan di negeri sendiri. Namun demi pengabdiannya, ia tak pernah merasa kecil hati. [ ]
prioritas, terutama menjelang kedatangan Presiden Soekarno pada 2 September. “Yang perlu dicari adalah dosen-dosen. Karena arti universitas sejak zaman Yunani kuno adalah masyarakat professor dan mahasiswa. Memberi kuliah boleh di bawah pohon kelapa,� tambah Iskandar dengan nada prihatin mengenang keadaan saat itu. Untuk itu, bersama seorang Hakim TNI (Iskandar lupa namanya, kemungkinan besar adalah Letnan I
26
Mr. Darsosugondo, penasihat hukum KDMA-red) ia pun berangkat ke Medan, menjumpai temantemannya sewaktu kuliah di Belanda seperti Tengku Mustafa (Dosen Fakultas Ekonomi USU), L. Tobing dan Barus Siregar (keduanya Dosen pada Fakultas Ekonomi Nommensen). “Mereka bersedia mengajar sebagai dosen terbang tapi menolak menjadi dosen tetap,” tutur Iskandar. Setelah
itu,
Iskandar
melanjutkan
perjalanan untuk mencari tenaga pengajar ke Dr. T. Iskandar di Leiden University
Jakarta, Bandung dan Jogya.
“Di Jakarta saya diperkenalkan hakim tentara tersebut dengan professornya. Namun penerimaan Professor tersebut dingin. Tidak seorang sarjanapun mau pergi ke Aceh meski dijanjikan mendapat tunjangan daerah sebesar gaji,” imbuh Iskandar pula. Perjalanan dilanjutkan ke Bandung, bertemu teman lama Iskandar, Prof. Mr. Utrecht. “Setelah memaparkan tujuan kedatangan kami, saya malah ditawari untuk bekerja di Bandung dan langsung diberikan rumah,” kenangnya. Demikian pula ketika bertemu bekas pelajar di Leiden asal Makassar. “Ia juga meminta saya menjadi Dekan Fakultas Sastra di Makasar karena Dekannya Prof. Tobing, alumni Leiden telah berhenti karena berselisih dengan Rektor Mononutu. Alhasil, tak seorang sarjana pun mau ke Aceh, kecuali sarjana-sarjana asal Aceh. Itupun kalau langsung mendapat gelar Profesor, jabatan Dekan, atau Rektor,” papar Iskandar lebih lanjut. Sambil menahan nafas, Prof. T. Iskandar mengambil kesimpulan sendiri. “Mungkin mereka enggan ke Aceh karena kondisi daerah yang belum stabil. Perang masih terus berkecamuk. Tidak terus menerus memang, tapi terus terjadi di beberapa daerah, khususnya
Drs. M. Asyek Ali
27
di malam hari. Fasilitas umum dan kondisi masyarakat masih sangat menyedihkan. Listrik dan alat transportasi masih menjadi barang langka kala itu,” imbuhnya perlahan. Kondisi ini juga dialami oleh Asyek Ali, Ibrahim Abdullah, Syamsuddin Mahmud dll. yang memutuskan kembali ke Aceh usai menyelesaikan sarjananya di Pulau Jawa. Teman-teman mereka di Jakarta dan Medan selalu mengolok-olok. “Keu peu kah jak wou lam uteun nyang hana harapan (Untuk apa kamu kembali ke hutan yang tidak ada harapan),” ejek mereka sambil tertawa. Namun olok-olokan ini justru dijadikan cemeti untuk membuktikan bahwa mereka mampu membangun Aceh. Syamsuddin Mahmud
Minimnya tenaga pengajar yang tersedia tidak menyurutkan langkah T. Iskandar. Beberapa staf Pemda Aceh dikerahkan menjadi
pengajar luar biasa. Demikian pula dari angkatan bersenjata yang dikomandoi Letkol. Sjamaun Gaharu. Tokohtokoh masyarakat dan pejabat pemerintah daerah yang dimotori Ali Hasjmy bekerja siang malam, bahu-membahu untuk segera mewujudkan impian mulia itu. Lambat laun, dukungan berdatangan bak mata air memancar dari celah pegunungan. Drs. M. Asyek Ali, alumnus FE Universitas Gajah Mada (UGM), Jogyakarta mengisahkan dukungan Pemda Aceh untuk Fekon. “Waktu itu saya baru saja selesai sarjana dan akan diberangkatkan ke Wisconsin, Amerika Serikat, sebagai calon staf pengajar. Namun Gubernur A. Hasjmy meminta saya pulang ke Aceh membantu beliau. Pak Hasjmy meminta langsung kepada Menteri Perdagangan agar saya diangkat menjadi Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Perdagangan Aceh, tapi dengan syarat juga ditugaskan untuk mengajar di Ekonomi sebagai tenaga pengajar luar biasa. Setahun kemudian, saya merekomendasikan Pak Ibrahim Abdullah (kini Prof. Ibrahim Abdullah, BSC, MIE, MA, akrab dipangil Utoe Him) kepada Pak Hasjmy untuk membantu mengajar. Akhirnya, dengan cara yang sama, pada tahun 1961 Utoe Him juga diboyong ke Aceh dan ditempatkan sebagai Kepala Kanwil Departemen Perindustrian sekaligus membantu mengajar di Ekonomi, paparnya panjang lebar. “Saya mengajar analisa neraca dan marketing waktu itu. Belakangan mata kuliah marketing saya alihkan kepada Pak Ibrahim,” kenangnya sambil menunjuk Utoe Him yang duduk di sebelah sambil termangut. “Saya malah mengajar sampai delapan mata kuliah waktu itu,” timpal Utoe Him yang mengajar akuntansi,
28
kalkulus, linear programming, ekonometrik, statistik, marketing, sejarah perekonomian, dan seminar ekonomi. Dahlia, putri kelima Ali Hasjmy dari 6 bersaudara masih dapat mengenang sibuknya panitia persiapan pendirian Fekon kala itu. “Saya tidak begitu banyak tahu tentang pendirian Unsyiah karena saya masih kecil. Namun yang saya ingat, sering kali mereka (sambil menunjukkan tokoh-tokoh yang ada dalam foto) datang ke rumah sampai larut malam untuk berdiskusi,” kenangnya. Para politikus yang diprakarsai Ibrahim Abduh juga tak kalah semangatnya. Demikian pula andil para pengusaha. Beberapa perusahaan yang sangat besar kontribusinya terhadap pembangunan Darussalam antara lain CV. Aceh Kongsi, PT. Meiwa, PT. Puspa, PT. Bahruni, Persik Lsm, NV Permai, Sabang Co, Finex dan lain-lain. Salah satu gedung bersejarah yang sampai sekarang masih berdiri megah yang dibantu Aceh Kongsi yakni Aula Fekon Unsyiah dan Wisma Tamu Unsyiah. Di sebelah Wisma Tamu, Gedung Pusat Penelitian Ilmu Sosial dan Budaya (PPISB) dibangun oleh NV Permai. Begitu pula antusiasme dan dukungan tenaga, moril dan material dari para tokoh pemuda dan pelajar bersatu padu bersama alim ulama, umara, dan orang-orang tua. Tercatat tokoh-tokoh muda yang sangat antusias atas upaya ini seperti Drs. A. Gani Adam, (menjabat sebagai Kepala Dinas Perindustrian Prop. Aceh – kala itu) dan Drs. A. Madjid Ibrahim yang bersedia meninggalkan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), Jakarta, tempat ia bersekolah dan kemudian menjadi staf pengajar. Semua bahu membahu, bergotong royong, menyumbangkan fikiran, tenaga, waktu, dan dana, dengan tujuan yang satu, berdirinya Fakultas Ekonomi di Tanah Serambi Mekkah. Prof. Dr. Yusny Saby, MA, mantan Rektor UIN Ar-Raniry Banda Aceh mengisahkan peranan pelajar dalam pembangunan gedung ekonomi dulu. “Saya masih MTsN di Jambo Tape waktu itu. Kami, para pelajar dikerahkan dari sekolah secara bergiliran. Dijemput pakai truk tentara untuk ikut membantu pembangunan gedung Ekonomi. Ada yang bertugas mengangkat batu, pasir, dll. Tidak diberi gaji, hanya dikasih nasi bungkus sekedarnya. Tapi semua pelajar bekerja penuh suka cita,” kenangnya. [ ]
Prof. Ibrahim Abdullah, BSC, MIE, MA
29
30
KULIAH PERDANA
Usai peresmian, Panitia PPFE semakin bertam bah semangat saja. Upaya penerimaan mahasiswa baru-pun dilakukan. Banyak peserta yang justru datang dari Medan setelah membaca pengumuman di Harian Mimbar Umum. Tercatat 164 orang yang resmi terdaftar ketika itu dengan SPP hanya Rp 2.500 per tahun (lumayan besar untuk sebuah fakultas yang baru berdiri di propinsi terpencil tahun 1959 kala itu-red). Termasuklah diantaranya seorang anak muda kelahiran Meuredu, Pidie, T.A. Hamid (alm. Prof. T.A. Hamid, MAB) yang justru pada saat itu sudah kuliah satu semester di Fakultas Sastra USU Medan. Atas desakan pakciknya, ia disarankan untuk kuliah ekonomi guna meneruskan usaha keluarga. “LeubĂŤh get kah wou gampong mantong Mid, kuliah bak Prof Drs. T. A Hamid, MAB
ekonomi untok neu uroh usaha keluarga entreuk (lebih baik kamu
pulang kampung saja Mid, kuliah di Ekonomi untuk mengurus usaha keluarga nanti),� kenang T. A. Hamid. Panitia PPFE mengurus seluruh kegiatan demi berlangsungnya perkuliahan. Mulai dari seleksi penerimaan mahasiswa, penjadwalan kuliah sampai mencari dosen. Meskipun dengan segala keterbatasan, kegiatan perkuliahan dapat berjalan normal. Sementara itu, proses pembentukan struktur organisasi kedekanan terus dilakukan. Lebih kurang tiga bulan lamanya PPFE menangani kegiatan akademik, hingga terpilihnya dekan defenitif. Lalu, pada tanggal 1 Januari 1960, serah terima kepada pejabat dekan pun dilakukan. Dr. T. Iskandar yang memang sudah dipersiapkan sejak awal dilantik menjadi Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
31
(USU) di Kutaradja. Putera Aceh kelahiran Trieng Gadeng, Pidie, 19 Oktober 1924 ini tercatat sebagai Dekan pertama Fakultas Ekonomi. Sementara, Drs. Anwar Abubakar yang juga merupakan salah satu Board of Directors pada Bank of Sumatra ditunjuk sebagai Sekretaris. Sejak saat itu, T. Iskandar mulai menetap di Kutaradja (Banda Aceh-sekarang). Oleh Pemerintah Aceh, ia disediakan rumah di Lampriet, sementara Anwar Abubakar tetap tinggal di Medan. Istri T. Iskandar, Gerarda Cornelis Herder yang merupakan putri Belanda tulen, dengan Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unsyiah sedang melihat pengumuman ujian.
setia mendampinginya. Dalam waktu singkat, Kerrie – panggilan Gerarda telah akrab dengan
lingkungannya di Lamprit dan mulai mengenal satu dua tetangga terdekat meskipun jarak rumahnya agak berjauhan satu sama lain. Agaknya pilihan A. Hasjmy tidak berlebihan. T. Iskandar merupakan sosok yang sangat rajin, peduli dan komit terhadap kelangsungan hidup fakultas ini. Ia merupakan pekerja keras dan disiplin. Ia jualah yang pontangpanting ke Medan, Jakarta, Bandung dan Jogyakarta untuk meminta beberapa koleganya mengajar di Kutaraja. Tidak luput putera-puteri kelahiran Aceh lainnya yang lagi menimba ilmu di luar daerah juga diminta pulang untuk mengabdi. Figur Dr. Teuku Iskandar yang sangat berwibawa digambarkan dengan jelas oleh Drs. Alfian Ibrahim, MSi, mantan Rektor Universitas Teuku Umar dan mantan Pembantu Rektor II Unsyiah. “Bila beliau duduk di ruangannya yang hanya dibatasi jendela kaca (bekas ruang Pembantu Dekan I dulured), maka mahasiswa tidak berani lewat di depan ruangannya, apalagi berbicara,� demikian kenang Alfian. Sejak kepulangan T. Iskandar ke Aceh, tantangan demi tantangan terus dialami Profesor Histografi Melayu ini. Mantan perwira pertama TNI yang dikukuhkan sebagai profesor di empat universitas di luar negeri a.l.: Leiden University, Universiti Malaya, Universiti Kebangsaan Malaysia, dan University of Brunei Darussalam ini berusaha sekuat tenaga untuk dapat bertahan. Meskipun kedekanan praktis dijalaninya sendiri karena Sekretaris tidak berfungsi, namun sistem perkuliahan berjalan aktif dan berfungsi penuh. Masa-masa sulit di awal perjalanan Fakultas Ekonomi kelihatannya masih belum akan berakhir dalam waktu dekat.
32
“Setahun pertama menjabat Dekan, saya tinggal di Lampriet. Lampriet dulu merupakan tempat di luar lingkar kota. Pos pertahanan militer terluar ada di Jambo Tape sekitar 1 km dari tempat saya tinggal. Bila malam, suasana sangat mencekam. Dentuman senjata sering terdengar. Pertama mendengar suara peluru, anak saya berlari ke luar untuk melihat ada apa gerangan. Dikiranya ada pesta kembang api. Saya dan istri panik menariknya kembali masuk ke dalam rumah dan tiarap di lantai. Suatu malam, terjadi dentuman seperti suara bom meledak sangat keras. Kol. T. Hamzah dan ajudannya Kapten L.B. Moerdani datang menjenguk. Mereka kira rumah kami sudah meledak,” kenangnya. Selang setahun semenjak dilantik, konflik bersenjata kembali memuncak. Kegiatan perkuliahan hampir terhenti karena tidak ada dosen yang mau pergi mengajar ke Darussalam. “Terkadang saya pergi dari rumah di Lamprit dengan dikawal konvoi tentara,” kenang T. Iskandar. Akhirnya, Penguasa Militer memaksa T. Iskandar untuk menetap di Darussalam. Iskandar mengisahkan bahwa jika ia tidak mau tinggal di Darussalam, maka Fakultas Ekonomi akan ditutup. Akhirnya, dengan setengah terpaksa dan mempertimbangkan kelangsungan hidup Fakultas Ekonomi, T. Iskandar memberanikan diri tinggal di Darussalam. “Saya tinggal di rumah di sebelah fakultas yang sekarang ditempati T. Risyad (Prof. T. Risyad-red). Suasana sedikit mencekam terutama di malam hari. Tidak ada listrik waktu itu. Terkadang pasukan DI/TII datang di malam hari ke Fakultas Ekonomi, meminta rokok dan kopi kepada pekerja. Tetapi mereka tidak mengganggu,” kenang T. Iskandar lebih jauh. Dalam tempo singkat, Iskandar sudah terbiasa dengan kehidupan di Darussalam. “Istri saya segera bisa beradaptasi dan sangat senang tinggal di Darussalam. Ia sudah berkenalan dengan beberapa ibu-ibu yang biasa memetik kangkung di belakang rumah. Ia pun sudah bisa berbahasa Aceh sedikitsedikit,” tambahnya pula. Selama masa-masa sulit mengemban tugas di Darussalam, Bupati Aceh Besar Zaini Bahri sangat perhatian kepadanya. “Ia pulalah yang meminjamkan mobil untuk digunakan Dekan Fakultas Ekonomi sebelum saya memperoleh mobil dinas,” kenang T. Iskandar. Meski dalam kondisi serba memprihatinkan, tidak membuat T. Iskandar patah semangat. Bila kita kembalikan pada konsep agama, demikianlah takdir yang ditetapkan Allah SWT. “Karena sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sungguh sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (Al-Quran, Surat AlAsrah Ayat 5-6) [ ]
33
34
BERAT SAMA DIPIKUL, RINGAN SAMA DIJINJING
Jerih payah mendirikan fakultas terbayar sudah. Namun, mempertahankan eksistensi lembaga tidaklah mudah. Dr. Teuku Iskandar berusaha sekuat tenaga mengatasi berbagai kendala yang ada. Mulai dari minimnya infrastruktur, ketiadaan staf pengajar, kondisi keamanan yang belum stabil, dan berbagai tantangan lainnya. Hanya tekad kuat dan tanggung jawab untuk memajukan Aceh menjadi motivator dan modal dasar untuk terus maju dan berkembang hingga saat ini. Meskipun ada sekretaris, Dekan T. Iskandar praktis harus bekerja sendiri. Anwar Abubakar, yang juga merupakan salah satu direksi pada Bank of Sumatra tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai Sekretaris karena kesibukannya di Medan. T. Iskandar memikul hampir semua beban pekerjaan dengan penuh kesabaran, ketekunan, dan tanpa mengenal lelah. Kendala utama yang paling dirasakan kala itu adalah ketiadaan staf pengajar, peralatan dan perlengkapan kuliah, serta dana operasional. Dosen yang ada pada waktu itu hanya 8 orang yakni Dr. T. Iskandar, Mr. Eddymurthy Abdulkadir, Miss Elaine M. Wills B.A., Dra. Dalipah Sjamsuddin, A.T. Baros M.Sc. Drs. Toga Tobing, Drs. Barus Siregar, dan S. Suwargadi yang kemudian digantikan T. Sembiring karena harus berangkat ke Amerika. Di antara 8 orang dosen ini, hanya 2 orang yang menetap di Kutaradja, yakni Dr. T. Iskandar dan Mr. Eddymurthy Abdulkadir yang bertugas di Kodam I Iskandar Rektor memberi hadiah kepada tiga orang pegawai Fakultas Ekonomi yang terlama mengabdi. M. Thaib Kays, M. Yasni Muda, sedangkan yang lainnya tinggal di Medan. Ishak dan M. Yusuf Amin.
35
“Mr. Eddymurthy pun tidak bisa bekerja penuh di fakultas. Sebagai seorang pejabat militer, ia juga banyak kesibukan. Otomatis tinggal saya sendiri yang harus mengelola fakultas,” kenang T. Iskandar. “Sungguh sulit membangun suasana akademik dan membina mahasiswa dengan kondisi seperti ini,” ungkap T. Iskandar. “Kondisi Fakultas Ekonomi bak sekuntum bunga yang baru mekar, tumbuh di atas tanah yang gersang yang senantiasa harus dipupuk dan disiram agar dapat terus hidup,” katanya dalam sambutan Dies Natalis Fekon pertama. Mantan Ketua Program Pasca Sarjana Program Ilmu Studi Pembangunan, Prof. Dr. Jakfar Ahmad Prof. Dr. Jakfar Ahmad, MA, mengenang peristiwa kuliah dulu dengan penuh canda. “Perkuliahan waktu itu tidak seperti saat ini yang sudah teratur rapi. Dulu kami terpaksa menunggu dosen berjam-jam di bawah-bawah pohon. Ada tidaknya kuliah tergantung pesawat. Kalau ada suara pesawat mendarat di Blang Bintang weingzzzzzz....., berarti ada kuliah karena dosennya sudah datang dan mereka pun bergegas ke ruang belajar,” kenang Ja’far sambil tersenyum. Prof. T. A. Hamid, MAB mengisahkan sebagian mahasiswa menunggu di Stasiun Kereta Api di deretan toko Sinbun Sibreh. “Kalau ada suara pesawat wuueeingzz...serentak mahasiswa mengayuh sepedanya seperti sedang balapan,” kenangnya sambil tersenyum riang. Tidak dapat dipungkiri bahwa bantuan staf Penghubung KDMA di Medan dan Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (Gasida) di Kutaradja dalam mengatur perjalanan dosen ‘terbang’ ini sangat menentukan kelancaran kuliah pada saat itu. Sungguh merupakan perwujudan komitmen dan semangat gotong royong yang mulai jarang kita temukan dalam kehidupan dunia modern dewasa ini. Sederet nama-nama besar seperti: Prof. T.A. Hamid, MAB, Prof. Dr. Jakfar Ahmad, Prof. Dr. Ali Basyah Amin, Drs. Syamsunan Mahmud, dll merupakan alumni angkatan pertama Fekon Unsyiah. Mereka lahir dari segenap keterbatasan kampus Darussalam. Saat itu belum ada ruang kuliah tetap. Kuliah perdana, pada September 1959 dilakukan di Aula SMA Negeri Darussalam. Belakangan gedung ini dijadikan Gedung FKIP dan sekarang telah dibangun gedung bertaraf internasional, Gedung Academic Activity Center (AAC) Prof. Dr. Dayan Dawood, MA. Administrasi perkantoran dan akademik dilaksanakan oleh hanya 4 orang pegawai honor antara lain: M. Yusuf Amin, M. Thaib Kaoy, M. Yasin Ishak (terakhir, ketiganya tercatat sebagai pensiunan Fekon), dan Pocut Zubaidah (berhenti). Sementara itu, pekerjaan pembantu umum atau kini populer disebut office boy dilakukan
36
Prof Dr Teuku Syarif Thayeb
oleh Tgk. Hadjad dan Tgk. M Yunus Husin. Menyadari minimnya ruang belajar, para pendiri Unsyiah terus berupaya menggalang dukungan. Sarana dan prasarana kuliah secara perlahan terus ditingkatkan. Bantuan demi bantuan terus mengalir. Antara lain yang bersumber dari Aceh Kongsi yang disalurkan melalui Yayasan Pembangunan Darussalam (YPD) yang juga dipimpin Ali Hasjmy. Selang setahun, tepatnya Prof. Dr. Emil Salim Prof.Dr.Ali Wardhana akhir tahun 1960, gedung Fakultas Ekonomi (kini gedung utama) berhasil didirikan. Sejak saat itu, kegiatan belajar mengajar mulai terpusat dan tertata baik. Upaya meningkatkan kualitas akademik terus dilakukan. Pada awal tahun 1961, Dekan T. Iskandar menemui Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Sjarief Thayeb di Salemba-Jakarta. Kebetulan, Prof. Sjarief Thayeb juga merupakan seorang putera Aceh yang sangat peduli terhadap dunia pendidikan. Sontak saja, tokoh pendiri Universitas Trisakti ini segera memanggil beberapa asisten serta mahasiswa tingkat akhir ke ruang sidang rektorat untuk bertemu dengan Dr. T. Iskandar dan meminta mereka untuk menjadi staf pengajar di Fakultas Ekonomi yang baru didirikan di Kutaradja. “Waktu itu kita janjikan kepada mereka untuk langsung diangkat menjadi Dosen penuh dan diberi tunjangan daerah sebesar gaji,” jelas Iskandar. Meskipun tidak serta merta memperoleh respons, namun T. Iskandar cukup berbesar hati. Akhirnya, salah seorang putera terbaik daerah berhasil dibawa pulang ke Aceh pada bulan September tahun itu juga, yakni Drs. Ibrahim Hasan (Prof. Dr., MBA) yang baru saja menyelesaikan sarjananya dan menjadi asisten Prof. Dr. M. Sadli. “Waktu pertama kali bertemu Ibrahim Hasan, saya sudah melihat bright future beliau,” aku T. Iskandar waktu pertama kali mengenal Ibrahim Hasan. Selain itu, beberapa staf pengajar tetap lainnya berhasil dirangkul seperti Drs. Abbas Abdullah yang kemudian menjabat Kepala Bagian Pendidikan dan Drs. M. Manullang yang kemudian menjabat Direktur Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial (waktu itu namanya Biro Penyelidikan Ekonomi dan Sosial). Mereka ini kebetulan teman-teman T. Iskandar dulu. Terakhir, Drs. M. Manullang pindah ke Medan sebagai dosen tetap di Unimed (dulu IKIP Medan). [ ]
Prof. Widjojo Nitisastro
37
IR. SOEKARNO SAAT MERESMIKAN PENDIRIAN FAKULTAS EKONOMI USU-KUTARAJA
38
LAHIRNYA UNIVERSITAS SYIAH KUALA
Waktu terus bergulir. Sebagai fakultas muda, kegiatan akademik Fakultas Ekonomi USU di Kutaraja berjalan perlahan. Namun tidak dengan Dr. T. Iskandar, ia bertambah sibuk saja. Selain menjabat dekan, ia juga merupakan anggota komisi Persiapan Pendirian Universitas Syiah Kuala. Semua tumpuan harapan rakyat Aceh akan hadirnya perguruan tinggi di bumi Iskandar Muda dibebankan pada mereka. Beban inilah yang mendorong panitia untuk bekerja keras. Guna melengkapi syarat sebuah universitas, panitia pun mempersiapkan pendirian beberapa fakultas lainnya. Maka, pada tanggal 9 Januari 1960, dibentuklah Panitia Persiapan Pembangunan FKHP (Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan). Ketua umum dan wakil ketua umum tetap dipegang oleh Letkol Sjamaun Gaharu dan Ali Hasjmy. Selanjutnya, untuk mendukung berbagai tugas seperti mencari tenaga pengajar, mengadakan pendekatan dengan FKHP / FKH lain yang ada di Indonesia, menghubungi menteri PP dan K, serta menyediakan perumahan untuk calon tenaga pengajar, tim panitia persiapan FKHP dibagi dua. Seksi A dipimpin oleh T. Sulaiman dibantu oleh Nazaruddin Noor sebagai sekretaris. Sedangkan seksi B dipimpin oleh drh. R. M. Soedjono Ronowinoto, Kepala Dinas Kehewanan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan dibantu oleh seorang sekretaris, Anwar. Sedangkan Dr. T. Iskandar tercatat sebagai anggota seksi B bersama dr. Zainoel Abidin, Mayor Eddy Murthy dan tiga orang lainnya. Setelah melalui proses marathon, akhirnya Menteri PP dan K menyetujui pendirian FKHP sebagai bagian dari Universitas Sumatera Utara, Medan melalui Surat Keputusan Menteri PP dan K No. 79966/UU tertanggal 17 Oktober 1960. Upacara peresmian dilaksanakan di Aula Fakultas Ekonomi, Darussalam pada tanggal 17 Oktober 1960. Piagam Pendirian FKHP ditandatangi oleh Direktur Jenderal Direktorat Pendidikan Tinggi Prof. Dr. R. Soegiono D. Poesponegoro atas nama Menteri P.P. dan K. Pada kesempatan yang sama, kalung jabatan dikenakan kepada
39
Pejabat Dekan drh. R. M. Soedjono Ronowinoto yang dilakukan oleh Presiden Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. A. Sofyan. Setelah FKHP berdiri, komisi persiapan Unsyiah semakin giat bekerja. Marzuki Nyakman, mantan Rektor Unsyiah menuliskan kenangannya tentang kesibukan komisi ini sbb1 : “Komisi ini sering mengadakan rapat dan diskusi2 jang melahirkan konsep-konsep untuk merealisir tjita-tita pembangun sebuah universitas bagi Atjeh. Diantara anggota2 komisi ini saja ingat Dr. T. Iskandar, Dr. R. Sugianto dan Tgk. H. Usman Jahja Tiba dan kemudian menjusul saudara Ibrahim Husin M.A. Komisi ini sering mengadakan rapat sampai larut malam sebagai sumbangan pikiran jang sangat diperlukan oleh Pemerintah Daerah. Setelah diadakan persiapan2 seperlunja, atas usut Pemerintah Daerah bersama Penguasa Perang, keluarlah Kunjungan Ir. Soekarno 7 April 1972 melantik Kolonel M. Jasmin presiden Unsyiah
Surat Keputusan Menteri PDK tanggal 17 November 1960 No. 96450/UU tentang pengangkatan Panitia Persiapan Universitas Negeri Shahkuala dan FKIP, jang terdiri dari para pediabat
pemerintah sipil dan militer serta tokoh-tokoh masjarakat, jang diketuai oleh Gubernur A. Hasjmy dan Sekretaris Drs. Marzuki Njakman. Rapat pertama dari Panitia tersebut berlangsung pada tanggal 17 Desember 1960 dibawah pimpinan Ketua Umum Gubernur A. Hasjmy. Kolonel M. Jasin (sekarang Majdjen) Pangdam I/Iskandarmuda selaku Wakil Ketua Umum Panitia dan Kolonel Sjammaun Gaharu (sekarang Brigdjen) selaku Penasehat Panitia turut memberikan kata-kata nasehat dan bimbingan didalam rapat tersebut. Gubernur A. Hasjmy dalam pertemuan tersebut mengharapkan kebulatan tekad seluruh anggota Panitia untuk bekerdja keras dengan penuh kesungguhan dan keichlasan sehingga tjita-tjita rakjat Atjeh untuk mewudjudkan pendirian universitas di Atjeh benar2 dalam waktu dekat mendjadi kenjataan.� Kebetulan pada saat hampir bersamaan, tepatnya tanggal 20 November 1960, beberapa anggota panitia persiapan Unsyiah seperti Dr. T. Iskandar, Ibrahim Husein, M.A., Drs. Marzuki Nyakman, Overste Sri Hardiman,
40
1 10 tahun Darussalam dan Hari Pendidikan Propinsi Daerah Istimewa Atjeh, Jajasan Pembina Darussalam, Juli 1969
BcHK, beserta Yahya Zamzami, dan Drs. Ahmad Sadiq mendirikan Perguruan Tinggi Rakyat Ilmu Hukum dan Pengetahuan Masyarakat. Perguruan tinggi swasta ini kemudian menjadi cikal bakal Fakultas Hukum Unsyiah. Sesuai dengan mandat SK Menteri PDK, panitia bertekad mendirikan beberapa fakultas lainnya. Maka, sambil mempersiapkan pendirian Unsyiah, panitia pun terus menggodok lahirnya FKIP dan Fakultas Hukum. Akhirnya, kerja keras Panitia Persiapan Pendirian Unsyiah pun terbayar. Pada tanggal 20 Juni 1961, Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) mengeluarkan Surat Keputusan No. 9/1961 yang menetapkan pendirian FKIP dalam lingkungan Unsyiah, terdiri dari 4 Jurusan, yaitu Jurusan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan, Jurusan Ekonomi, Jurusan Ilmu Hayat dan Jurusan Ilmu Pasti. Tidak hanya itu, Menteri PTIP juga mengeluarkan SK No. 10/1961 dengan tanggal yang sama 20 Juni 1961 yang menetapkan Perguruan Tinggi Rakyat Ilmu Hukum dan Pengetahuan Masyarakat menjadi Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, dan dimasukkan dalam lingkungan Unsyiah. Sehari kemudian, menyusul Surat Keputusan Menteri PTIP No. 11 Tahun 1961, tanggal 21 Juni 1961 yang menetapkan berdirinya Universitas Syiah Kuala dengan empat buah fakultas yakni: Fakultas Ekonomi, Fakultas Kedokteran Hewan dan Ilmu Peternakan, Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, serta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Untuk mengabadikan hari kebangkitan pendidikan di Aceh (Hari Pendidikan Daerah Istimewa Aceh) seiring berdirinya Fakultas Ekonomi di Kutaraja, persemian pendirian Universitas Syiah Kuala beserta dua fakultas terakhir, FKIP dan Fakultas Hukum dilaksanakan pada tanggal 2 September 1961. Sedangkan Upacara Peresmiannya
dilaksanakan
oleh
Presiden
Republik
Insonesia Ir. Soekarno bersama Menteri PTIP pada tanggal 27 April 1962. Bersamaan dengan peresmian Universitas Syiah Kuala, Kolonel Inf. M. Jasin (Pangdam I Iskandar Muda menggantikan Letkol. Sjamaun Gaharu) diangkat sebagai Presiden Universitas Syiah Kuala berdasarkan SK Menteri PTIP tanggal 20 Januari 1962 dan SK Presiden RI tanggal 30 April 1962. Sedangkan, Dr. T. Iskandar diangkat sebagai Wakil Presiden Unsyiah merangkap Dekan Fakultas
Bung Karno saat mengunjungi Aceh
41
Ekonomi dan Fakultas Hukum. Kemudian, Drs. Ibrahim Hasan diangkat sebagai Sekretaris Fakultas Ekonomi menggantikan Drs. Anwar Abubakar. Sejak saat itu pula, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara di Kutaraja secara resmi berubah nama menjadi Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (Fekon Unsyiah). Nama yang kemudian menjadi ciri khas ‘kaum intelektual’ khas Darussalam. Darmansyah, seorang alumni menuliskan bahwa Fekon Unsyiah telah menjadi “ikon” lembaga pendidikan tinggi di kampung “jantong hate poma” ini. “Mereka begitu lama mencengkeram berbagai “medan” jabatan, penelitian dan pelatihan sehingga untuk menyebut nama ekonomi berarti sudah “identik” dengan Unsyiah,” ungkapnya. [ ]
Dari kiri Drs. Alfian Ibrahim, Drs. A. Malik Sani dan Drs. Agussalim
42
Bagian Tiga
DARUSSALAM MENUJU PELAKSANAAN CITA-CITA
43
PROF. DR. TEUKU ISKANDAR
44
HARU BIRU SARJANA MUDA DAN KEPERGIAN SANG PERINTIS
Sejak berdirinya Unsyiah, aktivitas akademik di Fekon semakin padat saja. Maklum, hanya Fekon yang memiliki aula dan gedung permanen ketika itu. Sebagai satu-satunya ‘gedung megah’ dengan kapasitas yang sangat besar, Aula Fekon selalu dipenuhi mahasiswa dari berbagai fakultas yang mengambil mata kuliah dasar umum seperti Pancasila, Sosiologi, Pengantar Ekonomi dan Antropologi. Di sisi lain, tanggung jawab dan beban kerja Dekan T. Iskandar semakin bertambah saja. Presiden Unsyiah Kol. M. Jasin yang juga Panglima Kodam Iskandar Muda tidak dapat ‘duduk’ di kampus setiap hari. Jadilah T. Iskandar selaku sekretaris yang mengawal kegiatan Unsyiah sehari-hari. “Sebagai seorang tentara sekaligus Panglima Kodam, Kol. M. Jasin selaku Presiden Unsyiah hanya datang sebulan sekali untuk memimpin rapat universitas,” jelas T. Iskandar yang juga merangkap Dekan Fekon dan Fakultas Hukum sekaligus. Kondisi seperti ini terpaksa dilakoninya mengingat terbatasnya sumber daya yang ada. Memasuki tahun ketiga, perjuangan para pendiri dan pionir fakultas mulai berbuah manis. Pertengahan bulan Oktober 1962, Fekon Unsyiah berhasil menelurkan sarjana muda yang pertama. Keberhasilan ini disambut suka cita segenap civitas academica Fekon dan juga Unsyiah pada umumnya. Kebahagiaan menghasilkan sarjana muda dirasakan hanya sesaat. Suasana hari biru ini justru memberi tekanan baru bagi fakultas muda ini, yakni perlunya membuka jenjang pendidikan tingkat sarjana. Maka, dijajakilah upaya membuka program tingkat sarjana. Tantangan baru ini terasa semakin bertambah berat saja. Secara tiba-tiba, Dekan Dr. T. Iskandar terbang meninggalkan Aceh menuju Jakarta. Di Jakarta, selain melakukan beberapa urusan pribadi, ia sempatkan diri untuk menjumpai dan membujuk Drs. A Madjid Ibrahim, dosen Universitas Indonesia kala itu, agar mau pulang ke Aceh untuk menggantikannya sebagai Dekan Ekonomi. Rupanya T. Iskandar sudah berniat untuk tak kembali. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanannya dan menetap di Malaysia sebagai Profesor di University of Malaya.
45
Dalam otobiografinya, Ibrahim Hasan menduga bahwa kepergian Dr. Teuku Iskandar diakibatkan oleh rasa ketidaknyamanan selama tinggal di Darussalam karena minimnya sarana dan prasarana, seperti listrik dan air bersih. “Listrik menjadi barang mewah kala itu, karena hanya ada di seputar Merduati saja, tidak sampai ke Darussalam,” tulis Ibrahim Hasan yang menjadi Sekretaris Dekan waktu itu. Masalah keamanan juga menjadi salah Dosen dan para sarjana muda foto bersama
satu penyebab kepergian T. Iskandar.
“Ban ta adee ija ka gadoh (kain baru dijemur, sudah hilang),” ungkapnya pada Ibrahim Hasan tentang pengalamannya sewaktu kehilangan jemuran. Ketidakharmonisan hubungan dengan pejabat pemerintahan kota juga disinyalir menjadi salah satu faktor kepergiannya. “Dulu ada bantuan kenderaan dinas untuk Dekan dari pengusaha-pengusaha Aceh yang tergabung dalam Aceh Kongsi. Tapi entah karena alasan apa, Walikota mengambil kenderaan tersebut. Hal-hal inilah yang membuat Dr. Iskandar marah,” ungkap Ibrahim Hasan. Menanggapi
perdebatan
tentang
kepergiannya, T. Iskandar mengisahkan panjang lebar di
tentang
Darussalam.
pengalamannya Intinya,
ia
mengabdi
merasa
bahwa
sumbangsihnya tidak banyak berarti di mata segelintir elit yang justru memiliki peran penting dalam menunjang kemajuan Fakultas Ekonomi dan Unsyiah pada umumnya. Disamping itu, ia sadar bahwa isu politik menjelang
pemilihan
Gubernur
Aceh
yang
menyudutkannya dengan kata-kata kasar ‘neo kolonialisme’ dan “feodal” membuatnya sakit
46
Ibrahim Abdullah (Baju batik dua kiri)
hati. Dari Nyak Yusda - anggota DPRD, ia dengar namanya
digadang-gadang
sebagai
salah
seorang kandidat Gubernur Aceh waktu itu. Isu ini sampai menimbulkan perselisihan faham antara Kol. Sjamaun Gaharu dan Let. Kol. M. Jasin yang mendiskreditkannya hendak merebut kekuasaan. Belum lagi perlakuan kurang layak yang ia terima dari Dewan Penyantun dan Dana Kesejahteraan Aceh yang menurutnya kurang memperhatikan kesejahteraan masyarakat universitas yang justru mereka dirikan. Sebaliknya, ia merasa mendapat
Para Dosen berpose
penghargaan luar biasa tinggi dari pejabat pemerintah Indonesia di Jakarta, serta negara tetangga Malaysia dan Brunei Darussalam. Berikut surat yang dilayangkan Prof. Dr. T. Iskandar menyangkut silang pendapat mengenai kepergiannya dari Darussalam. Kepergian T. Iskandar menimbulkan kekosongan kepemimpinan fakultas. Situasi ini membuat keadaan fakultas menjadi harap-harap cemas. Berharap akan memperoleh pengganti yang mampu meneruskan perjuangannya, cemas karena ketiadaan sosok penggantinya. Untuk menjaga kekosongan kepemimpinan, Asyek Ali menceritakan bahwa Ibrahim Abdullah (Utoh Him) banyak sekali mengambil peranan. “Beliau (Utoh Him-red) mengambil peranan penting untuk mengendalikan jalannya fakultas,� ungkapnya. “Secara de facto, Ibrahim Abdullah (Utoh Him) yang menjalankan tugas-tugas Kedekanan sepeninggal Pak T. Iskandar. Ada hampir setahun masanya waktu itu,� katanya sambil meminta persetujuan Utoh Him yang duduk di sebelah, di teras belakang rumahnya yang asri di bilangan Pondok Indah, Jakarta. Namun secara resmi, kedudukan dan peranan Utoh Him tidak pernah tercatat dalam buku sejarah. Kekosongan jabatan Dekan Fekon memunculkan beberapa nama staf pengajar luar biasa yang selama ini menaruh perhatian besar terhadap pengembangan fakultas. Sebut saja misalnya Ibrahim Abdullah, BSC, MIE, MA (Utoeh Him), yang selama ini sering bertindak sebagai pimpinan, terutama apabila Dekan atau Sekretaris tidak berada di tempat. Selain itu ada Drs. M. Asyek Ali, Drs. Syafie Mochtar, Edi Murthy, SH, Letkol. Sri Hardiman, BcHk, Mr. Machdar Daud, Drs. Sukardi Is dan Drs. Marzuki Nyakman. Namun, proses pengisian jabatan ini membutuhkan pertimbangan yang matang. Dr. T. Iskandar sendiri
47
merekom Drs. A. Majid Ibrahim untuk menggantikan posisinya mengingat pengalamannya yang lebih luas dalam dunia akademis. A. Madjid yang baru kembali dari Columbia University, New York, USA pernah menjabat Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FE-UI pada tahun 1953 – 1958. Disamping mengajar di FE UI sebagai asisten Prof. Dr. M. Sadli pada tahun 1957 – 1962, ia juga mengajar sebagai dosen terbang di FE Universitas Syakiakirti, Palembang. “Mungkin beliau lebih serasi dengan suasana Darussalam pada masa itu,” kenang T. Iskandar ketika membujuk A. Madjid untuk menggantikan posisinya. Kekosongan posisi Dekan ini mendapat perhatian khusus dari Gubernur A. Hasjmy yang sejak awal memang sangat concern terhadap perkembangan Fekon Unsyiah. Bersama Ibrahim Hasan (Sekretaris Fekon kala itu), A. Hasjmy berangkat ke Jakarta dan berusaha meyakinkan Drs. A. Majid Ibrahim. Sosok yang sangat dihormati teman-temannya di FEUI seperti Saleh Afif dan Emil Salim ini akhirnya bersedia wou u gampong (pulang kampung) menggantikan Dr. T. Iskandar. [ ]
Sekda Provinsi NAD Hasan Basri dan Pangdam M. Amin turut menghadiri acara wisuda pada tahun 1970
48
Sat, September 12, 2009 7:32:25 PM Kepada yth. Jeliteng Pribadi Dosen Fak. Ekonomi Unsyiah, Darussalam. Assalamualaikum, Terima kasih, email telah saya terima dengan selamat. Harap dimaafkan tak dapat saya balas lebih cepat karena sesampai saya di Leiden badan kurang sehat. Saya terima kabar samar2 pada bulan Agustus dari keluarga saya akan diundang ke Aceh oleh Fak. Ek. pada ulang tahun ke-50. Saya tahun Fak. Ek. dibuka pada 2 Sept. 1959, tetapi saya sangka tidak akan dirayakan ulang tahun dalam Bulan Puasa. Jadi saya rancang kepergian saya sesudah Hari Raya sehingga dapat saya gabungkan penerbangan saya dengan undangan ke Kuala Lumpur sesudah Bulan Puasa. Misalnya saya ambil ticket Amsterdam-KL-Medan-Banda Aceh-KL, beberapa minggu di KL, kemudian balik ke Leiden. Dengan jalan begini akan menguntungkan Fak. Ek. Tetapi yang bertubi2 aya kirim tidak memberi jawaban atas pertanyaan saya kapan saya akan diminta sampai di Aceh. Sementara saya membaca 3 buku yang kebetulan ada di perpustakaan saya yang menyentuh Fak. Ekonomi dan Unsyiah. Saya merasa kecewa melihat nama dan peranan saya tidak disebut terutama dalam: 10 Tahun Darussalam dan Hari Pendidikan. Yang hanya disebut saya sebagai Dekan Fak. Ek. Sebab itu hampir setiap hari saya tulis email kepada keluarga saya di Aceh membentangkan recollection saya mengenai pengalaman saya dengan Fak. Ekon. dan Syiah Kuala. Agak terkejut saya mendengar dari seorang keluarga saya bahwa apa yang saya bentangkan dalam email2 mengenai diri saya bertentangan dengan yang disebut dalam Biografi Prof. Dr. Ibrahim Hasan. Memang sesudah saya terima scan dari beberapa episode biografi tsb. saya melihat perbedaan interpretasi dari kejadian2 tertentu. Suasana yang dibicarakan dalam Biografi Prof. Ibrahim H. mengenai episode pendirian Fak. Ek. dan Unsyiah selama 3 tahun pertama, periode survival, bukan pengamatan beliau sendiri dan mungkin from heresay, diperoleh dari pendengaran yang tidak tepat karena beliau belum lagi berada di Aceh. Juga pada pengresmian Unsyiah pada 27 April 1962 beliau belum memegang peranan berarti baik dalam pimpinan Fak. Ek. maupun dalam pimpinan Unsyiah ataupun dalam Panitia Pendirian Universitas Syiah Kuala. Memang sejak pertama kali saya berjumpa dengan beliau saya sudah dapat melihat bright future beliau. Namun pada ketika saya berhenti pimpinan Fak. Ek. saya usulkan diserahkan kepada Prof. Drs. Majid Ibrahim yang lebih banyak pengalaman.
49
Pada tahun pertama pendirian Fak. Ek. kami tinggal di Lampriek daerah pertempuran pada waktu malam hari, sehingga kami acap kali tidur di atas lantai. Saya selalu mendapat ancaman membayar infak pada DI/TII, gedung Fak. Ek. digerebek dan isinya dilarikan dan dihancurkan, ditepi laut dibelakang rumah kami motorbot diledakkan. Ini semua tidak mengerakkan hati kami untuk meninggalkan Darussalam. Juga sesudah kami menduduki rumah pertama di Darussalam hubungan kami dengan masyarakat disekeliling baik. Wanita2 disekitar datang mengambil kangkung dalam paya dibelakang rumah kami, dan mereka mengobrol2 dalam bahasa Aceh dengan isteri saya. Dia sudah dapat berbicara sepatah dua kata dalam bahasa Aceh. Karena kekurangan tepung dan gula saya, sebab hubungan baik dengan masyarakan perdagangan, selalu mendapat sumbangan bahan2 ini dari mereka untuk pegawai universitas. Jika ada kelibihan juga dibagi2 pada orang2 kampung sekeliling. Ketika saya katakan saya hendak berhenti isteri saya terkejut, ini tak disangka2nya. Kekecewaan saya teutama disebabkan tidak ada pengertian dari pimpinan (Dewan Penyantun, Dana Kesejahteraan Aceh dll.) terhadap kesejahteraan masyarakat universitas yang telah mereka dirikan, tetapi hanya memikirkan akan keuntungan diri sendiri. Kesejahteraan masyarakat universitas hanya dimulut saja. Ketika sudah dekat pemilihan Gubernur baru maka ada suara di DPRD yang menyebut nama saya sebagai calon (ini saya dengar dari Nyak Yusda, anggota DPRD dan sekretaris bakal Unsyiah), suatu hal yang tidak pernah timbul dalam hati sanubari saya. Sesudah itu ada diantara calon yang benar2 dalam pidato2nya mengungkit2kan kajahatan kaum feodal jaman dahulu (saya pikir ini stasion yang sudah lewat sebab itu saya kembali ke Aceh untuk menyumbangkan tenaga bagi pembangunan). Hal ini menyinggung perasaan saya, apalagi sesudah desas-desus setelah timbul persenengketaan anatar Kolonel Syamaun Gaharu dengan Lt. Kolonel Teuku Hamzah bahwa golongan feodal hendak mengambil alih kekuasaan. Karena saya selalu ke Medan sebab Unsyiah dibawah naungan USU saya banyak berkenalan dengan pengusaha2 luar negeri di sana. Seorang anggota direksi SOCFIN memberitahu saya sebuah mobil kecil merk Citroen kepunyaan perusahaan tersebut tidak dipakai lagi dan hendak dijual. Jika saya mau boleh pergi melihat di Meulaboh dan boleh membelinya. Sekembali saya di Aceh terus ke Meulaboh. Sepeneninggal saya datang Walikota/Anggota Dewan Penyantun ke rumah mencari saya. Kata isteri saya saya sudah ke Meulaboh hendak membeli mobil SOCFIN. Sepulang saya ke Banda Aceh mendapat telepon dari SOCFIN mobil tak jadi dijual. Akhirnya mobil itu ternyata milik Wali Kota/ Anggota Dewan Penyantun. Mobil dinas saya jika rusak terpaksa dibawa ke Dana Kesejahteraan Aceh untuk mendapat surat izin boleh dibawa supir kebengkel dan ongkosnya dibayar oleh Dana Kes. Aceh. Pada suatu kali supir membwa langsung ke bengkel dan ternyata ongkosnya Rp. 50.000,-. Dana K.A. tak mau membayar karena tridak menurut prosedur. Karena bukan salah saya
50
tetapi salah supir maka saya pecat supir, itupun tidak dibayar. Jadi dianggap saya yang bersalah perlu dihukum dengan membayar 10 bulan gaji saya. Perlakuan2 yang serupa inilah yang membuat saya berpikir dalam dunia semacam ini tidak mungkin saya dapat hidup dan saya membujuk Drs. Majid Ibrahim agar pulang untuk menggantikan saya. Mungkin beliau lebih serasi dengan suasana Darussalam pada masa itu. Sekianlah yang masih saya ingat dari pengalaman saya pada masa itu. Wassallam, T. Iskandar. Sambungan Dari Banda Aceh kami ke Jakarta melihat kemungkinan2 di sana. Banyak kerja yang ditawarkan pada masa di Belanda dan Aceh telah ditempati orang. Menteri meminta saya bekerja di Kementerian Perguruan Tinggi. Teuku Yusuf Muda Dalam (Menteri Keuangan?) mengusulkan saya kerja pada STANVAC sebagai orang Indonesia kedua (disamping Tahiya). Akhirnya kami ke Malaysia sebgai tujuan terakhir Leiden (pernah bekerja 9 tahun, 7 tahun asisten Prof.G.W.J. Drewes dan 2 tahun dosen/penyelidik untuk naskah2 Aceh. Dari penyelidikan ini terbit Dr. P. Voorhoeve & Dr.T. Iskandar: Catalogue of Achehnese Manuscripts, Leiden 1994). Tetapi sesampai di KL. pada bulan Agustus 1963 wang tak sampai2 dari Jakarta. Wang penjualan perkakas rumah tangga, yacht (perahu layar yang saya beli di Medan pada seorang Inggeris) sebanyak Rp 500.000,- yang saya titip pada seorang "kawan" untuk dikirimnya melalui bank accountnya di Londen ke KL tak sampai2. Kebetulan saya berjumpa dengan Des Alwi kawan lama ketika saya masih di Leiden dan dia bekerja pada kedutaan Indonesia di Londen. Dia rapat dengan Tengku Abdurrahman, PM Malaysia yang saya kenal sewaktu mewakili Unsyiah pada pembukaan University of Malaya (1961). Saya diundang dikediaman PM dan ditawarkan bekerja pada universitas atau pada perkamusan Malaysia, karena telah diminta seorang ahli pada UNESCO tetapi tak kunjung datang. Karena ada pengalaman dengan kamus Belanda-Aceh di Leiden saya pilih kamus sambil mengajar Malay Traditional Historigraphy pada Un. of Malaysia. Dalam antara itu saya diminta turut mendirikan Universiti Brunei Darussalam karena mereka dengan saya turut mendirikan Unsyiah, tetapi karena telah ada commitment dengan Malaysuia saya mohon maah. Baru tahun 1993 saya ke Brunei tetapi hanya untuk mendirikan Malay Studies Department. Pada tahun 1968 selesai kamus dan saya diangkat Prof. pada Universiti Kebangsaan Malaysia. Wassalam, T. Iskandar.
51
PROF. DR. SOEMITRO SEDANG BERBINCANG-BINCANG SEBELUM MEMBERIKAN KULIAH UMUM DI AULA FAKULTAS EKONOMI UNSYIAH
52
AFILIASI DENGAN UI
Awal Januari 1963, Drs. A. Majid Ibrahim mulai resmi menjabat Dekan Fekon Unsyiah. Langkah pertama yang ditempuhnya adalah mengadakan hubungan afiliasi dengan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), Jakarta. Hal ini dirasa sangat mendesak mengingat perkembangan pesat fakultas muda ini. Betapa tidak, selama empat tahun berselang, tepatnya akhir Februari 1963, jumlah sarjana muda yang dihasilkan sudah mencapai 43 orang. Tuntutan untuk membuka jenjang pendidikan tingkat sarjana pun semakin tinggi dan mendesak. Awal Maret 1963, afiliasi dengan FEUI terealisir. Hal ini sekaligus meresmikan penyelenggaraan pendidikan jenjang Sarjana Ekonomi (S1) di Unsyiah. Namun, Fekon Unsyiah hanya membuka dua jurusan saja, yakni Ekonomi Umum (sekarang Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan) dan Ekonomi Perusahaan (sekarang Ekonomi Manajemen). Sejak bulan pertama dibukanya jenjang pendidikan sarjana ini, mulailah berdatangan dosen-dosen kaliber internasional ke Banda Aceh. Sebut saja nama-nama seperti Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Prof. Dr. Widjojo Nitisastro, Prof. Dr. Ali Wardana, Prof. J.E. Ismael, Prof. Drs. Barli Halim, Prof. Dr. S. Hadibroto, Prof. Dr. J.B. Sumarlin, dan lain-lain. Masing-masing secara rutin terbang silih berganti dari Jakarta ke Banda Aceh. Lagi-lagi, peran Gasida sangat menonjol dalam merealisasikan afiliasi ini. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan tenaga pengajar tingkat sarjana, sejumlah dosen afiliasi pun ditambah lagi. Tercatat beberapa wajah baru yang didatangkan dari UI Jakarta seperti: Drs. Mustain Zain, MBA, Drs. B.S. Mulyono, Dr. Chandradhy, Drs. Niazi E. Nur, MA, Dr. Budi Paramita, Drs. Marsudi, dan Dr. Yulianto. Tentang dosen terbang ini, M. Yacob Abdi punya cerita tersendiri. Para dosen terbang itu datang sekali dalam satu semester. Saat datang, mereka mengajar sampai seminggu, dari pagi hingga malam. Nilai ujian biasanya dikirim melalui telegram. “Terkadang bosan juga,� gumamnya.
53
Dr Soemitro Djojohadikusumo mendarat di Aceh
Suatu hari, sesaat sebelum kuliah berlangsung, mantan Direktur Puskud Aceh ini mencorat- coret podium dosen dengan kata-kata lucu. “Banyak belajar banyak lupa, sedikit belajar sedikit lupa, tidak belajar tidak lupa-lupa.” Kata-kata itu muncul begitu saja di kepala Yacob Abdi. Ketika memasuki ruangan, sang dosen pun bertanya dengan nada tinggi kepada seluruh isi kelas siapa yang membuat tulisan ini. Seisi kelas pun terdiam. “Saya waktu itu sudah sangat ketakutan, tetapi terpaksa mengaku,” kenang mantan PD 3 Fekon ini galau. Ternyata setelah Yacob Abdi mengaku, sang Dosen tersebut tidak marah, malah berkata, “Bagus juga katakatanya....!!”. Grrr. Seisi kelas menjadi tenang kembali. Kampus terus berbenah mengikuti tuntutan perubahan zaman. Pada pertengahan tahun 1963, sesuai amanat Menteri Pendidikan Nasional, struktur organisasi fakultas pun dirubah. Hal ini berlaku pula pada struktur
54
kepemimpinan universitas dan fakultas se-Indonesia. Kini mulai diberlakukan sistem pembantu dekan di masingmasing fakultas. Namun, karena keterbatasan tenaga, Pak Majid terpaksa merangkap jabatan sebagai Dekan plus Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan (PD III). Selanjutnya, Drs. Ibrahim Hasan pun terpaksa merangkap jabatan Pembantu Dekan Bidang Akademik/Sekretaris (PD I) sekaligus Pembantu Dekan Bidang Administrasi Keuangan (PD II). Sementara itu, Drs. Abbas Abdullah menjabat sebagai Kabag Pendidikan. Tak lama berselang, beberapa mahasiswa FE UI asal Aceh yang baru saja menyelesaikan sarjananya kembali memperkuat barisan pengajaran Fekon Unsyiah. Pada Agustus 1963 mereka mendarat di Darussalam a.l. Jamaluddin, (kini Doktor. terakhir pindah ke Jakarta), Teuku Risyad (Prof. Drs., mantan Dekan Fekon 1975-1977), M. Yusuf Walad (Drs. MBA, mantan Walikota Sabang), dan Syamsuddin Mahmud (Prof. Dr., mantan Dekan Fekon 1977-1981, Ketua Bappeda Propinsi D.I. Aceh 1990-1994, dan Gubernur DI Aceh 1994-1999). Kepulangan Syamsuddin Mahmud dan kawan-kawan sebenarnya bukanlah tanpa disengaja. Syamsuddin sendiri sudah menanamkan tekad kelak ia akan mengabdi di Unsyiah sejak kepulangannya pada liburan kuliah di tahun 1960. Kala itu, di tengah hamparan ilalang dan deretan batang kelapa, ia menatap tajam gedung Fekon Unsyiah sambil menarik nafas dalam-dalam. “Suatu hari nanti saya akan kembali dan mengabdi di sini,” bisiknya dalam hati. Maka ketika Drs. A. Madjid Ibrahim dan Prof. Syarief Tayeb (Rektor UI kala itu) bertatap muka dengan calon Sarjana FE-UI mengajak mereka menjadi tenaga pengajar di Unsyiah, sontak saja diterimanya. Syamsuddin Mahmud masih ingat betul saat pertama kembali ke Darussalam sebagai tenaga pengajar tetap Fekon. Ia sangat terkesan dengan rumah yang ditempatinya bersama teman-temannya dari FEUI. “Waktu itu hanya ada sederatan rumah di sektor Selatan, deretan rumah Pak Ali Basyah Amin sampai rumah Pak Abdullah Ali,” kenangnya.
A. Majid Ibrahim berbincang dengan Prof. Saleh Afif dan staf pengajar dari luar negeri
55
Ke-21 orang dosen tetap yang berhasil direkrut pada periode kedekanan ini antara lain: Drs. Soegyarto Mangkuatmodjo (UGM, terakhir Prof.,Drs. Alm.), Drs. M. Yusuf Walad (Alm) dan Drs. M. Hasbuh Aziz (UI, kini Drs. MS,). Adapun beberapa dosen muda lainnya yang merupakan alumni Fekon Unsyiah sendiri antara lain: Drs. T. A. Hamid (Prof.,MAB, Alm), Drs. Imran Asyek, Drs. Fadhlon Miga (Alm), Drs. Lahmuddin Lubis (Alm), Drs. A. Malik Sani (Alm), Drs. Tabrani Ibrahim (Alm), Drs. Agussalim (Alm), Drs. M Ali Basyah Amin (Prof.,Dr.,MA, Alm.), Drs. Nadir Abdul Kadir (Prof., Drs.), Drs. Sanusi Wahab (Alm), Drs. M. Anis Thaib (Alm), Drs. Teuku Burhan, Drs. Jamaluddin Ahmad (Prof., Dr., MS), Drs. M. Syarief Isa, Drs. Karimuddin Hasybullah (Alm), Drs. Said Zainal Abidin (Prof., Dr., MA-kini di Jakarta), Drs. Jalaluddin Hasan dan Drs. Djakfar Ahmad (Prof., Dr., MA).
“Perumahan itu dibangun atas bantuan Aceh Kongsi yang dikoordinir oleh YPD. Rumah yang ditempati Pak Ali Basyah Amin dulunya ditempati Pak Ibrahim Hasan. Di sanalah kami menumpang bersama Pak Jamaluddin dan Pak Risyad. Tahun 1967 setelah menikah, saya menempati kamar Pak Ibrahim di depan yang lebih besar, kebetulan Pak Ibrahim sedang melanjutkan studi ke Amerika,” jelasnya panjang lebar. Tak lama berselang, Ibrahim Hasan lulus seleksi beasiswa Ford Foundation di University of Syracuse – New York. Ia menjadi orang Unsyiah pertama yang mendapat kesempatan melanjutkan studi ke luar negeri. Bulan Desember 1963, ia pun terbang ke Amerika. Namun sebagai konsekuensinya, jabatan PD I/Sekretaris dan PD II menjadi lowong. Untungnya kondisi ini tidak berlangsung lama. Tiga asisten muda penuh energi yang baru pulang dari UI siap untuk beraksi, antara lain: Drs. T. Risyad, Drs. Jamaluddin dan Drs. Syamsuddin Mahmud. “Sebenarnya kami sudah menyiapkan rencana untuk menghadapi situasi itu,” jelas Syamsuddin. Kami sepakat, bila Pak Ibrahim berangkat, maka yang akan menggantkannya adalah T. Risyad, karena dia paling akademis. Sedangkan Jamaluddin akan mengisi posisi Kabag Akademik. Dia cocok dengan pekerjaan itu. Sementara saya, karena saya tidak suka terikat dan senang melakukan penelitian, saya memilih untuk ditempatkan di Lembaga Penelitian,” ungkapnya. “Namun rencana kami buyar semua, tidak ada satupun yang berjalan sesuai rencana,” jelasnya sambil tertawa dalam wawancara tersebut di rumahnya di Sektor Selatan. Dengan sedikit otoriter, Dekan A. Majid Ibrahim meminta Syamsuddin Mahmud untuk mengisi jabatan PD I/Sekretaris. Sedangkan Jamaluddin ditunjuk sebagai PD II, dan T. Risyad menjadi Kabag Pendidikan. Selang setahun, T. Risyad digantikan oleh Drs. Soegyarto Mangkuatmodjo yang baru direkrut dari UGM. Sementara Abbas Abdullah dipromosikan menjadi PD III.
56
Periode kedekanan ini mencatat prestasi penting antara lain penambahan 21 orang dosen tetap dan pemantapan kurikulum. Misalnya, sejak akhir 1964, mahasiswa telah mulai diwajibkan untuk mengajukan judul dan proposal skripsi. Meskipun, pada saat itu peraturan dan prosedur pengajuan skripsi belum ada. Kebijakan ini telah memaksa tim fakultas bekerja ekstra keras untuk menyusun prosedur pengajuan skripsi. Akhirnya, selang beberapa minggu prosedur pengajuan skripsi pun selesai dibuat. Sejak saat itu, konsultasi dan bimbingan skripsi pun mulai diberlakukan. [ ]
Prof. Soemitro diapit Dekan dan Mahasiswa Fekon
57
PROF. DRS. A MAJID IBRAHIM DAN PROF DR. IBRAHIM HASAN, MBA USAI PROSESI WISUDA
58
SARJANA PERTAMA DAN PENGUATAN TIM PENGAJAR
Hanya setahun berselang, kebijakan peningkatan kualitas akademik ini membuahkan hasil. Pada 19 April 1965, dua orang Sarjana Ekonomi pertama berhasil dilahirkan yakni Drs. T. A. Hamid (terakhir Prof. Drs. T. A. Hamid, MAB – mantan Direktur KAPET Bandar Aceh Darussalam) dan Drs. T. Syahmidan - masing-masing dari jurusan Ekonomi Perusahaan. “Saya beruntung bisa diuji langsung oleh Prof. Dr. Widjojo Nitisastro. Kebetulan waktu itu beliau sedang memberi kuliah di sini (di Banda Aceh-red), sehingga dapat ikut menjadi anggota komisi ujian sarjana tersebut,” ungkap T. A. Hamid dalam suatu wawancara di kantornya pada Oktober 2004. Seusai ujian, segera saja Drs. T. A. Hamid yang berstatus asisten diusulkan sebagai dosen tetap dan dikirim ke FEUI Jakarta untuk magang selama enam bulan. Program magang ini turut membentuk karakter T.A. Hamid menjadi salah seorang dosen Fekon yang berdedikasi tinggi. Said Armia, SE, MM, salah seorang dosen Fekon yang kerap menjadi asistennya menuturkan bahwa T.A. Hamid sangat disiplin, tertib dan rapi. Bahan-bahan kuliahnya tersimpan rapi dalam buku catatannya. “Beliau juga sangat peduli dengan kami sebagai asistennya. Saya selalu dilibatkan dalam setiap pekerjaannya sehingga selai memperoleh ilmu, pengalaman, juga menambah penghasilan. Ketika saya sakit, beliau sangat perhatian sekali,” kenang Said Armia tentang sosok mantan Kepala Badan Pengelola Kawasan Sabang yang pertama ini. Pada tahun akademik 1965/1966, pimpinan fakultas memberanikan diri untuk memulai sistem pendidikan semesteran bagi tingkat persiapan, Berpose Usai Sidang Sarjana Perdana
59
Dewan penyantun dan senat saat mengikuti dies dan wisuda sarjana
Dekan Drs A Majid Ibrahim menyalami Sarjana Pertama T Syahmidan
Dewan Penyantun dan Senat di Wisma Tamu
sarjana muda I dan II. Sedangkan untuk tingkat sarjana masih menggunakan sistem tahunan. Padahal dari sejak awal berdirinya, sistem akademik Fekon Unsyiah masih menggunakan sistem tahunan untuk semua tingkatan. Hal ini dimungkinkan mengingat kesulitan tenaga pengajar mulai teratasi. Malangnya, kondisi ini tidak bertahan lama. Pergolakan politik nasional menjelang runtuhnya Orde Lama memasuki Orde Baru pada tahun 1965 mengakibatkan dosen-dosen afiliasi dari UI tidak bisa bolak-balik JakartaBanda Aceh seperti dulu lagi. Sebagian besar dosen-dosen afiliasi ini mendapat tugas-tugas negara yang sangat penting di Jakarta, bahkan beberapa diangkat menjadi menteri. Hal ini turut memberi guncangan bagi Fekon mengingat jumlah dosen yang pas-pasan. Syukurnya, pada Desember 1965, Ibrahim Hasan pulang setelah menyelesaikan studi MBA-nya. Tadinya ia sempat ragu-ragu untuk kembali ke Aceh. Setelah singgah beberapa minggu di rumah mertuanya di Tanjung Priok, Jakarta, hatinya gundah. Ia sangat risau dengan kondisi politik Indonesia pasca peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G.30.S/PKI). “Bagaimana pula dengan Aceh?,” pikirnya. Suasana waktu itu memang kacau balau. Kondisi perekonomian tidak menentu. Inflasi melonjak gilagilaan dan kerusuhan sosial terjadi di mana-mana. Untungya, Pak Majid, Dekan Fekon sekaligus Rektor Unsyiah waktu itu menjemputnya langsung ke Jakarta. Ia berhasil meyakinkan Ibrahim untuk segera pulang ke Darussalam. Kepulangan Drs. Ibrahim Hasan, MBA ke Darussalam disambut hangat oleh seluruh staf pengajar dan civitas academica. Tepat seperti dugaan Ibrahim, di Aceh waktu itu juga terimbas gejolak politik. Namun untungnya, kegiatan kuliah tetap berjalan seperti biasa. Hanya sebagian aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam dan Resimen Mahasiswa (Menwa) yang pergi ‘memburu’ aktivis PKI dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), underbow-nya. “Dulu kami kuliah sambil bawa senjata. Waktu ujian, saya buka buku dan letakkan persis di samping senjata. Dosen asisten pengawas gak bisa macam-macam, ha..ha..ha..,” kenang Drs. M. Jacob Abdi, MM, mantan anggota Menwa yang terakhir menjabat PD III Fekon Unsyiah.
60
Drs. T. Syahmidan dan Drs. T. A. Hamid foto besama Dekan Drs. A majid Ibrahim
Komisi Ujian menghadirkan Dr Wijoyo Nitisastro
Pelantikan Prof. Dr.Ibrahim Hasan, MBA 1973
Sepulangnya Drs. Ibrahim Hasan, MBA ke Darussalam pada tahun 1966, struktur kedekanan pun berganti. Posisi dekan yang selama ini dirangkap Drs. Majid Ibrahim digantikan oleh Drs. Ibrahim Hasan, MBA. Sementara jabatan PD I/Sekretaris, PD II, dan Kabag Pendidikan masing-masing tetap dipegang oleh Drs. Syamsuddin Mahmud, Drs. Jamaluddin, dan Drs. Soegyarto Mangkuatmodjo. Sedangkan PD III dijabat oleh Drs. Imran Asyek sebelum akhirnya diganti oleh Drs. M. Ali Basyah Amin. Karena staf yang ada pada saat itu masih minim, Dekan Ibrahim Hasan juga merangkap sebagai Ketua Jurusan Ekonomi Perusahaan. Demikian pula dengan Syamsuddin Mahmud. Selain sebagai PD I/Sekretaris, ia merangkap sebagai Ketua Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial. Ketua Jurusan Ekonomi Umum waktu itu dipercayakan kepada Drs. T. Risyad, sedangkan Lembaga Manajemen dipimpin oleh Drs. M. Yusuf Walad. “Padahal dulu saya tidak berkenan menjadi PD I. Saya senang meneliti, oleh sebab itu, saya ingin ditempatkan di Lembaga Penelitian saja. Tapi karena tidak ada orang, Pak Ibrahim memaksa saya,” kenang Syamsuddin. “Kamu masih bisa meneliti sambil tetap menjadi Pembantu Dekan,” ujar Dekan kepada Syamsuddin ketika itu. Pada tahun 1969, kembali terjadi perubahan kurikulum dimana sistem semester diberlakukan untuk semua tingkat pendidikan. Dengan demikian, sejak tahun akademik 1969, sistem pendidikan telah seragam untuk semua tingkat dan jurusan. Kebijakan ini diambil atas pertimbangan jumlah dosen tetap relatif sudah memadai, yakni 25 orang. Pada November 1969, giliran Pak Syam mendapat kesempatan belajar ke luar negeri. Ia melanjutkan studi pada Program Doktoral di Rijks University, Belgia (State University of Ghent). Sepeninggal Pak Syam ke luar negeri, posisi PD I yang ditinggalkannya diisi oleh Drs. Teuku Risyad. [ ]
Prof. T.A. Hamid (Tengah) dan Drs. M Jacob Abdi (kanan)
61
KERJASAMA DENGAN USU
62
KERJASAMA DENGAN USU
2 September 1969. Hari berganti hari, tahun demi tahun terlewati. Tak terasa sepuluh tahun sudah Fekon Unsyiah berdiri. Sejauh ini, banyak kemajuan yang sudah dicapai. Namun, bak kata pepatah, gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang di langit, maka kamu tak kan pernah bisa mencapainya. Namun, setidaknya kamu takkan memperoleh segenggam lumpur. Demikianlah adanya. Meskipun banyak prestasi yang diukir sejauh ini, namun terasa masih jauh dari cukup. Dalam masa jabatan periode keduanya, Ibrahim Hasan berupaya melihat kemungkinan pengembangan fakultas agar setara dengan fakultas ekonomi lainnya yang sudah lebih dulu maju di Indonesia. Yakni, melengkapi Drs. M. Hasbuh Azis, MS
program studi yang ditawarkan kepada mahasiswa dengan membuka
jurusan baru, akuntansi. Namun, keinginan ini terkendala staf pengajar yang minim. Waktu itu Fekon Unsyiah hanya memiliki seorang dosen tetap jurusan Akuntansi yakni Drs. M. Hasbuh Aziz. Sama seperti pendahulunya, Hasbuh Aziz yang sudah diangkat menjadi asisten dosen di UI dan mendapat tawaran dari Bank Indonesia juga memilih pulang demi cita-citanya mengabdi pada tanoh endatu. Untungnya, alumnus FE UI ini didukung penuh oleh Prof. Dr. Soehadji Hadibroto yang bersedia diangkat sebagai Guru Besar Akuntansi Fekon Unsyiah. Prof. Hadibroto merupakan Dosen FE USU Medan yang terakhir menjabat sebagai Dekan di sana. Ia rela bolak-balik Medan – Banda Aceh untuk memberi kuliah akuntansi sebelum jurusan akuntansi resmi dibuka. Dalam Konsorsium Fakultas Ekonomi se-Indonesia Bagian Barat di Bukit Tinggi, Padang, utusan Fekon Unsyiah meminta agar Jurusan Akuntasi Fekon Unsyiah diakui. Semua peserta konsorsium menolak dengan
63
alasan ketiadaan ruang dan dosen di Fekon. Kemudian Prof. S. Hadibroto yang merupakan Profesor akuntansi pertama di Indonesia ini angkat bicara, “Akui Jurusan Akuntansi Fekon Unsyiah. Nanti semua dosen saya yang tanggung jawab.” Pernyataan begawan akuntansi yang cukup disegani di Indonesia ini membuat semua peserta konsorsium tak berkutik. Akhirnya, Jurusan Akuntansi Fekon Unsyiah pun diakui secara resmi. Akhirnya, dengan tekad yang Kerjasama dengan USU-Ramah Tamah
kuat dan semangat gotong-royong yang tinggi, kembali sejarah terulang. Pada
tahun 1971, jurusan Akuntansi resmi berdiri, sejajar dengan dua ‘kakak leting’ lainnya, yakni Ekonomi Umum dan Ekonomi Perusahaan. Meskipun demikian, secara akademis jurusan ini masih tunduk ke Jurusan Akuntansi FE USU yang dipimpin Prof. S. Hadibroto. Wakil ketua jurusan baru ini dipercayakan langsung kepada Drs. M. Hasbuh Azis. Namun, sejarah seperti terulang. Jurusan baru Akuntansi kesulitan tenaga pengajar. Wakil Ketua Jurusan Drs. M. Hasbuh Aziz yang menjadi satu-satunya tenaga pengajar tetap Akuntansi kewalahan. Sementara dosen terbang dari USU datang hanya sesekali setiap bulannya. “Saya single fighter pada saat itu karena tenaganya kurang. Mahasiswa pertama EKA berkisar 20-an orang, dan mata kuliah akuntansi waktu itu masih menjadi momok yang menakutkan,” kenang Hasbuh yang terpaksa mengajar all round. Sementara itu, kegiatan kampus semakin padat saja. Kepercayaan lembaga pemerintah maupun asing kepada Fekon semakin besar. Pada tahun 1973, pemerintah pusat memberikan kepercayaan kepaa Fekon Unsyiah untuk melakukan Survey Fertilitas dan Mortalitas Indonesia. Pada waktu inilah Lembaga Demografi yang dirintis Dr. Syamsuddin Mahmud, Drs. Nadir Abdul Kadir dan Drs. Agussalim mulai menunjukkan kiprahnya. Pada tahun 1975, terjadi penggantian Dekan dari Ibrahim Hasan yang naik menjadi Rektor Unsyiah kepada T. Risyad. Pada periode ini, Jurusan Akuntansi seperti mendapat energi baru. Apalagi setelah Dr. Syamsuddin Mahmud yang baru pulang Studi S3 di Ghent University, Belgia diangkat menjadi Pembantu
64
Dekan I, posisi yang selama ini dirangkap Dekan. Syamsuddin Mahmud berhasil mencatatkan dirinya sebagai Doktor pertama di Unsyiah usai mempertahankan disertasinya yang berjudul “Monetary Developments and Policy in the Republic of Indonesia After World War II” pada tanggal 3 Pebruari 1975. Sedangkan PD II dan III masing-masing dijabat Drs. Lahmuddin Lubis, dan Drs. M. Ali Basyah Amin. Masuknya Syamsuddin Mahmud dalam jajaran kedekanan T. Risyad memberi dorongan besar dalam mewujudkan afiliasi dengan USU. Mengingat, pengalaman dua tahun pertama sejak berdirinya Jurusan Akuntansi, dosen terbang USU yang mengajar Akuntansi di Fekon Unsyiah Prof. S. Hadibroto
tidak pernah datang lagi. Dengan program kerjasama ini, Fekon Unsyiah
hanya menyelenggarakan pendidikan sarjana muda Akuntansi, sedangkan Sarjananya (S1) di lanjutkan di USU Medan. Alhasil, pada tahun 1976, lima tahun setelah resmi berdiri, Jurusan Akuntansi mampu mengirimkan lulusan sarjana muda pertamanya untuk melanjutkan studi tingkat Sarjana di FE USU Medan. Mantan PD II Fekon periode 2000-an, Tasmin A Rahim, MBA mengisahkan pengalaman pahitnya saat belajar di USU. “Zaman dulu, mahasiswa Aceh dianggap terbelakang, sehingga dikucilkan dan dianggap enteng,” kenang mantan Direktur Keuangan PT. Fajar Baizury ini datar. “Tetapi itu malah menjadi cambukan bagi kami untuk terus belajar dengan giat,” tambahnya. Tasmin muda dan kawan-kawan mahasiswa dari Aceh lainnya terus bekerja keras, belajar secara berkelompok, dan saling berdiskusi. Suatu hari, mereka berhasil mengumpulkan soal-soal ujian Auditing dari dosen USU dan membuat jawabannya, lalu diketik menjadi Buku Bank Soal Auditing. “Yang namanya dosen itu, kan punya Bank Soal, jadi hanya menukar-nukar angka saja. Ternyata kumpulan soal yang kami buat itu jitu, lalu buku itu kami fotocopy dan jual ke seluruh mahasiswa Medan. Mereka semua salut kepada kami. “Kreatif juga anak-anak Aceh,” puji mereka. Muhammad Natsir Nur Ibrahim, supervisor keuangan dan anggaran PT Arun menuturkan kisahnya.
Drs. Teuku Risyad 1975-1977
65
“Saya masuk tahun 1976. Tahun 1979 saya sudah mendapat gelar Sarjana Muda. Namun karena ketiadaan dosen, saya terpaksa menganggur satu tahun untuk bisa melanjutkan ke USU Medan karena banyak persyaratan yang harus dipenuhi,” papar mantan pendiri sekaligus Pemimpin Redaksi Majalah Peunawa Unsyiah ini mengenang kendala studinya dulu. “Kami Staf Lembaga Demografi sedang membahas Survey Fertilitas dan Moralitas Indonesia 1973
sempat
protes
waktu itu, membuat petisi yang ditandatangani puluhan mahasiswa dan diajukan kepada Dekan, Rektor
dan Ketua Yayasan Pembangunan Darussalam yang dipegang Gubernur. Intinya, kami menuntut agar fakultas menyediakan tenaga pengajar karena sudah berani membuka jurusan Akuntansi. Akhirnya kami dipanggil oleh Dekan. “Kenapa kalian harus tulis surat untuk nabi ‘Adam’ dan nabi ‘Ibrahim?” tanya Dekan Dr. Syamsuddin Mahmud sedikit bercanda mengingat rektor saat itu dijabat oleh Ibrahim Hasan. Mengingat hal ini, Drs. Dana Siswa, MSi, Ak (mantan PD II Fekon Unsyiah) dengan bangga mengisahkan masa kuliahnya dulu. “Angkatan saya merupakan angkatan pertama yang murni kuliah di Fekon Unsyiah dari awal sampai ujian sarjana. Di atas angkatan saya, semuanya terpaksa menyelesaikan kuliah tingkat akhir di Medan karena dosennya tidak bersedia datang ke Banda Aceh,” kenang mantan mahasiswa angkatan 1977 ini. Setelah sukses membuka Jurusan Akuntansi, Fekon Unsyiah
66
Drs. Tasmin A Rahim, MBA
kembali mengembangkan sayap. Kali ini melirik pengembangan Program Diploma III Pendidikan Ahli Administrasi Perusahaan (PAAP). Program ini merupakan integrasi dari Akademi Administrasi Niaga Negeri (AANN) Banda Aceh yang telah ada sebelumnya. Pembukaannya dikukuhkan melalui SK Menteri P dan K No. 042/U/1975 tanggal 18 Maret 1975 dan menawarkan Jurusan Administrasi Keuangan. Pengelolaan program baru ini dipercayakan kepada mantan Dekan Fekon, Drs. T. Risyad sebagai Direktur dan Drs. Karimuddin Hasybullah sebagai Sekretaris. Sementara itu, Drs. H.T. Husain Alamsyah dan Drs. H.M. Syarief Isa masing-masing dipercaya sebagai Ketua Jurusan Administrasi Keuangan dan Ketua Prodi Pemasaran. [ ]
Seminar pembangunan DISTA 1976 moderator Prof Dr Syamsudin Mahmud
67
68
MENTARI MULAI BERSINAR
Tahun 1977. Dr. Syamsuddin Mahmud diangkat sebagai Dekan menggantikan Drs. Teuku Risyad. Jabatan PD I, II, dan III kemudian dipercayakan kepada Drs. Djakfar Ahmad, MA, Drs. M. Syarief Isa, dan Drs. Nurdin Abdul Rahman yang akhirnya diganti oleh Drs. Said Hasan Ba’abud karena terpilih menjadi Bupati Pidie. Sementara itu, Rektor Unsyiah masih dijabat Drs. Ibrahim Hasan, MBA sekaligus merangkap sebagai Kepala Bappeda Aceh sejak tahun 1973. Di tingkat nasional, mantan Dekan sekaligus Rektor Unsyiah dam mantan Kepala Aceh Development Board, Prof. Drs. A. Majid Ibrahim menjabat Deputy Ketua Bappenas Bidang Regional dan Daerah, juga sejak tahun Dr. Syamsuddin Mahmud 1977-1981
1973. Konon, namanya digadang-gadang sebagai calon kuat dalam bursa
pemilihan Gubernur Aceh pada tahun 1978 bersama tiga kandidat lainnya, yakni H. Ramli Mahmud (seorang pengusaha), Drs. Abbas Abdullah (seorang pejabat Propinsi Aceh) dan Asnawi Hasymi SH, juga seorang pejabat di Pemda Aceh). Posisi strategis yang dijabat oleh Civitas Academica Fekon merupakan awal kegemilangan yang mewarnai sejarahnya. Periode ini terkenal sebagai periode penggalangan kekuatan. Pada periode inilah kiprah Fekon Unsyiah dalam pembangunan Provinsi Aceh menjadi sangat dominan. Secara internal, perkembangan Fekon Unsyiah terus menunjukkan kemajuan yang pesat. Delapan belas tahun sejak berdiri, jumlah tenaga pengajar Fekon Unsyiah telah mencapai 53 orang. Lebih setengahnya sudah bergelar S2 dari dalam maupun luar negeri. Pada tahun ini pula, tepatnya pada 1 Juli 1977, atas prakarsa Rektor Unsyiah Drs. Ibrahim Hasan, MBA
69
Para dosen senior berpose di Balai Sidang
dan Gubernur Muzakkir Walad, Fekon Unsyiah kembali membuka program baru, Program Diploma Pendidikan Kesekretariatan (PDPK). Program studi yang sudah dipersiapkan selama dua tahun terakhir ini, diintegrasikan sepenuhnya ke dalam Fakultas Ekonomi dengan nama Program Diploma III Ekonomi. Pendirian program PDPK ini dituangkan dalam Piagam Pembukaan yang ditandatangani Gubernur Muzakkir Walad dan Rektor Drs. Ibrahim Hasan, MBA pada tanggal 13 Juli 1977. Dra. Mariati Djuned diangkat sebagai Direktris Program dan dibantu oleh dua orang konsultan dari Filipina, Mrs. Blandina S. Panelo dan Lorry B. Ortha yang difasilitasi oleh The Asia Foundation. Sementara itu, beberapa perusahaan besar yang ada di Aceh sangat berperan besar dalam pengembangan program studi ini. Misalnya PT. Mobil Oil Indonsia, Inc., yang turut menyumbangkan gedung dan berbagai prasarana lainnya. Tidak ketinggalan PT. Arun, PT. AAF, PT. Semen Andalas Indonesia (SAI), dan Pemda Aceh sendiri. Kesempatan magang kerja bagi mahasiswi program kesekretariatan di perusahaan-perusahaan besar di atas, merupakan modal utama bagi keberhasilan PDPK seterusnya. Dengan
pemekaran
jurusan
dan
pembukaan Prodi D III, maka suasana kehidupan kampus pun menjadi semakin semarak saja. Jumlah mahasiswa melonjak drastis. Jadwal kuliah semakin padat saja. Suasana kampus Fekon menjadi benar-benar hidup dengan berbagai tingkah pola mahasiswa.
70
Mahasiswi PDPK selalu tampil di depan
Dalam seminar menyambut 38 tahun PDPK yang dilaksanakan oleh para alumni tanggal 12 Oktober 2015 lalu, Prof. Blandina S. Panelo, Ph.D dari The East University of Philiphine, mengemukakan kebahagiaannya ketika diterima sebagai konsultan oleh The Asia Foundation untuk mengembangkan Prodi Kesekretariatan Fekon Unsyiah. “Saya merasa seperti di rumah sendiri. Angkatan pertama ada 20 orang, di antaranya Herawati, Ajrun, Rafnidar, Cayarani, Naimah. Mereka semua sangat atraktif, mau belajar, dan pekerja keras. Ini yang membuat saya sangat senang,” ujarnya. “Saya juga merasa betah karena Unsyiah yang dipimpin Pak Ibrahim Hasan secara keseluruhan sangat supportif, terutama Pak Bahrein Sugihen. Ia seperti Bapak, Abang dan juga mentor saya,” tambahnya.
Kehadiran mahasiswa PDPK benar-benar seperti magnet yang mampu menarik perhatian banyak pihak. Tidak jarang, mahasiswa fakultas lain main ke Fekon hanya untuk cuci mata di depan kampus PDPK. Pada acara reuni PDPK awal Oktober lalu, Dra. Herawati (Cek Ti), angkatan pertama sekaligus mantan Ketua Prodi PDPK mengungkapkan bahwa sudah menjadi tradisi setiap selesai wisuda, anak-anak Fakultas Teknik naik di atas truk terbuka dan selalu bersorak dan bersiut-siutan bila sampai di depan gedung PDPK. “Truknya selalu berhenti di depan PDPK dan mereka bersorak membanggakan toganya di hadapan mahasiswi PDPK untuk mendapat simpati kita,” paparnya sambil tersenyum. Pernyataan ini diaminkan oleh PR IV Dr. Nazamuddin, MA. “Kehadiran PDPK seperti magnit bagi Unsyiah. Disamping karena prestasinya yang dibanggakan oleh mitra seperti Exon, Mobil Oil, AAF, dll., mahasiswi PDPK selalu menjadi idola para mahasiswa dan dosen di Unsyiah. Kebetulan istri saya juga salah seorang alumni PDPK,” ujar alumni Colorado State University disambut tepuk tangan meriah dari peserta reuni. [ ]
Prof. Blandina S Panelo, pioneer PDPK berpose dengan dosen dan mantan mahasiswa PDPK
71
PENGHARGAAN MAHASISWA BERPRESTASI
72
MASA KEEMASAN
Dalam kurun waktu 18 tahun sejak kelahirannya, Fekon Unsyiah terus menunjukkan kapasitasnya sebagai salah satu Fakultas Ekonomi yang diperhitungkan di tanah air. Hal ini dapat dilihat dari kepercayaan yang diberikan oleh Konsorsium Ilmu Ekonomi Indonesia dalam sebuah rapat konsultasi di Fekon Unsyiah, November 1977. Hasil rapat antara lain menyepakati pembentukan beberapa pusat (center) pada Fakultas Ekonomi dalam rangka pembinaan Fakultas Ekonomi di Sumatera dan Kalimantan Barat. Pada rapat konsultasi berikutnya di Medan, Maret 1978, ditetapkan pembentukan Center of Development Studies (CDS) di Fekon Unsyiah. Dapat dikatakan bahwa pembentukan CDS ini merupakan salah satu bukti Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud
kepercayaan Konsorsium Ilmu Ekonomi atas kemampuan Fekon Unsyiah,
khususnya dalam bidang Ilmu Ekonomi Pembangunan. Pada tanggal 27 Juli 1978, sebagaimana yang diprediksi banyak kalangan, Prof. Drs. A. Majid Ibrahim dilantik menjadi Gubernur Aceh oleh Mendagri Amir Mahmud menggantikan Abdullah Muzakkir Walad. Sebagai akademisi, dalam kepemimpinannya, A. Majid Ibrahim kerap meminta pertimbangan akademis dari ‘adik-adiknya’ di Darussalam sebelum membuat suatu kebijakan pembangunan. Pada masa inilah Bappeda Aceh yang dipimpin Drs. Ibrahim Hasan, MBA benar-benar memainkan peranan strategis sebagai lembaga koordinator perencanaan program pembangunan di Aceh. Periode ini benar-benar merupakan era keemasan Fekon Unsyiah. Hal ini diungkapkan sambil bercanda oleh Drs. M. Jacob Abdi, MM, mantan PD III era 1988-1995. “Gubernur orang ekonomi, Rektor juga orang ekonomi, Dekannya pun orang ekonomi, he..he..he,” candanya.
73
Rapat Konsorsium Ilmu Ekonomi
Memang demikianlah adanya kala itu. Darmansyah, seorang jurnalis senior menuliskan era saat itu dengan puncak kejayaan Fekon Unsyiah. “Fakultas Ekonomi, dulunya di singkat Fekon, Universitas Syiahkuala, merupakan “ikon” lembaga pendidikan tinggi di kampung “jantong hate poma” ini. Mereka begitu lama mencengkeram berbagai “medan” jabatan, penelitian dan pelatihan sehingga untuk menyebut nama ekonomi berarti sudah “identik” dengan Unsyiah.” Kembali ke kampus ‘ikon Darussalam’, Dekan Dr. Syamsuddin Mahmud tengah memantapkan kerja sama pembinaan Jurusan Akuntansi dengan FE USU Medan. Inisiatif ini sangat penting karena sudah tiga tahun mahasiswa-mahasiswa dari jurusan tersebut terbengkalai studinya. Bentuk kerjasama ini kemudian dijadikan
74
model oleh Konsorsium Ilmu Ekonomi untuk melakukan pembinaan fakultas-fakultas muda di seluruh Indonesia, terutama dalam bidang Akuntansi. Buah kerjasama ini diraih ketika 25 orang mahasiswa Jurusan Akuntansi dinyatakan lulus pada tahun ini. Yang menggembirakan, 12 orang diantaranya merupakan asisten dosen termasuk Drs. Tasmin A. Rahim (terakhir mantan PD II Fekon Unsyiah) yang tercatat sebagai lulusan pertama. Pada bulan Nopember 1978, Pak Syam terpilih kembali sebagai dekan untuk kedua kalinya. Periode kedekanan tahun 1979-1981 ini menempatkan Drs. M. Yusuf Walad, MBA sebagai PD I dan Drs. A. Rahim Prof DR. Ibrahim Hasan, MBA
Umar sebagai PD II. Sementara jabatan PD III tetap dipegang Drs. Said Hasan
Ba’abud sebelum digantikan oleh Drs. Alfian Ibrahim. Said Hasan Baabud memutuskan berkarier di PT. Exon Mobil, Lhokseumawe sebagai Direktur Keuangan. Periode ini mencatat beberapa peristiwa penting antara lain pelaksanaan Sistem Kredit Semester. Hal ini sesuai keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) No. 494/D/Q/1979. Dengan sistem ini, beban studi mahasiswa dinyatakan dalam satuan kredit semester. Sistem ini dilaksanakan secara serentak bagi seluruh mahasiswa, sehingga semua mata kuliah yang telah ditempuh mahasiswa dikonversikan ke dalam satuan kredit semester. Setahun berselang, tepatnya pada tahun 1979, menyusul Drs. Ibrahim Hasan, MBA meraih Doktor dari University of the Philipine dengan disertasi “Rice Marketing Study in Aceh�. Selama masa studi, Ibrahim Hasan terpaksa bolak-balik Banda Aceh-Jakarta-Manila untuk menyelesaikan studinya. Maklum, ia merupakan peserta joint program antara UI dan University of the Philipine (UP), Manila. Padahal, waktu itu ia masih menjabat sebagai Rektor Unsyiah sekaligus Kepala Bappeda Aceh. [ ]
75
76
MEMPERKUAT PONDASI INSTITUSI
Tahun 1981, memasuki usia ke dua puluh dua. Fekon Unsyiah telah beranjak dewasa. Kepemimpinan fakultas dilanjutkan oleh Drs. Tabrani Ibrahim melalui suatu pemilihan yang demokratis. Pak Tab (Panggilan akrab Drs. Tabrani Ibrahim) mempercayakan jabatan Pembantu Dekan (PD) I, II, dan III masing-masing kepada Drs. Soegyarto Mangkuatmodjo, Drs. Alfian Ibrahim yang kemudian diganti oleh Drs. Fadlon Miga, dan Drs. Syamsuddin Yakob. Periode kedekanan ini mencatat prestasi yang cukup gemilang yakni dalam hal peningkatan kesejahteraan dosen dan karyawan, serta disiplin akademik yang tinggi. Sering Pak Tab mengecek sendiri ke ruang kuliah untuk Drs. Tabrani Ibrahim 1981-1987
memastikan mahasiswa belajar seperti yang sudah dijadwalkan.
“Tidak hanya itu, Pak Tab setiap harinya memanggil 6 –12 mahasiswa untuk dimintai kritik dan sarannya untuk Fekon,” kenang Zul Maya, mantan Ketua Senat Mahasiswa kala itu. Pada periode ini, disiplin akademik juga diterapkan dalam bentuk penalty kepada mahasiswa yang lalai dalam menyelesaikan studinya. Dari semua fakultas yang ada di Unsyiah, Fekon merupakan yang pertama menerapkan sistem Dropped Out (DO). Mahasiswa yang justru menjadi ‘korban’ DO pertama adalah adik ipar Pak Tabrani sendiri. Sebagai pejabat Dekan, ia yang memerintahkan untuk men–DO adiknya ini. “Pernah suatu hari beberapa kelas kedapatan tidak ada dosen. Langsung saja Pak Tab memanggil dosen yang bersangkutan serta meminta beberapa mahasiswa mewakili kelas yang kosong tersebut untuk dimintai pendapatnya tentang kinerja dosen yang bersangkutan. Saya ceritakan saja yang sebenarnya. Tapi akhirnya saya malah dapat nilai D karena dosen tersebut marah pada saya. Tidak pernah lho saya dapet nilai D sebelumnya, padahal saya mampu untuk mata kuliah itu, buktinya waktu saya perbaiki dengan dosen lain, dapet nilai A,” ungkap Dr.
77
Sorayanti Utami, SE, MM yang kini malah menjadi salah satu staf pengajar Fekon Unsyiah. Untuk menjaga disiplin staf pengajar dan mahasiswa, tidak jarang Pak Tab berdiri di pintu depan fakultas. Bila ada mahasiswa atau dosen yang terlambat, ia tak segan-segan memarahinya. Zulmaya yang waktu itu bersama Pak Tab menceritakan kisah yang cukup mengharukan ini. Suatu hari, Ibu Bet (alm), datang terlambat (Bu Bet adalah salah seorang dosen Fekon yang tidak lain adalah istri Pak Tab sendiri). Tanpa pandang bulu, Pak Tabrani langsung memarahinya.
Abu Rizal Bakri di depan Mushalla Al Mizan
“Lho, kok terlambat?,” bentaknya. “Tadi kita bangun sama, sarapan sama, masa saya bisa duluan sampai”. Ibu Bet sontak gemetar ketakutan. Dengan terisak ia menjawab, “Bapak enak, bangun tidur langsung bersiap-siap pergi ke kampus. Saya mesti membereskan rumah dan mengurusi anak-anak terlebih dahulu. Bapak naik mobil ke kampus, saya naik labi-labi (angkutan kota-red). Semua itulah yang membuat saya telat,” ungkap Ibu Bet dengan suara parau. Pak Tabrani menjadi weuh hatee (tidak sampai hati) mendengar pengakuan istrinya ini. Lain lagi cerita Prof. A. Hadi Arifin, MSc. (Mantan Rektor Unimal Lhokseumawe) yang pernah melihat seorang mahasiswa keluar dari WC Dosen. Tanpa banyak tanya Pak Tab mendekati mahasiswa tersebut dan langsung menjewer telinganya. “Jeut baca kah, peu dituleh bak pinto nyan, WC dosen peu WC mahasiswa! (Bisa baca kamu, apa yang ditulis di pintu itu, WC dosen apa WC mahasiswa!),” bentaknya sambil terus menjewer telinga mahasiswa tersebut. Meski menjabat dekan, Pak Tab tidak sungkan duduk merokok bersama-sama karyawan dan petugas kebersihan di taman-taman fakultas, bahkan untuk langsung turun tangan membersihkan WC sekalipun. “Suatu hari Pak Tab melihat WC sangat kotor. Langsung saja ia membersihkan sendiri, sehingga seluruh karyawan kebersihan terkejut. Langsung besoknya seluruh WC dibersihkan oleh petugas kebersihan,” ungkap Drs. Syamsul Bahri Yushani di sela-sela diskusi dengan mahasiswa. “Era baru kepemimpinan kharismatik kembali muncul di Fekon Unsyiah setelah Ibrahim Hasan,” tambah dosen senior Jurusan Akuntansi ini bersemangat.
78
Lain lagi cerita Yacob Abdi tentang Pak Tab. Baginya, Tabrani merupakan sosok pemimpin yang sangat bersih dan merupakan dosen yang sangat menjaga aset negara. Waktu itu, Yacob Abdi, salah satu dosen favorit versi mahasiswa ini ingin ‘membayari’ kursi bekas yang sudah rusak untuk dibawa pulang dengan harga Rp 15.000. Namun, Pak Tab dengan tegas menolaknya dan justru memberinya uang Rp 240.000 untuk membeli kursi baru. Pada periode ini, tradisi memotong hewan Qurban dari penyisihan keuntungan kantin yang dikelola Koperasi Dosen dan Karyawan mulai dibudayakan. Tak tanggung-tanggung, dari hasil keuntungan kantin bisa disembelih 2 ekor sapi sekaligus setiap tahunnya. Pada pemilihan tahun 1984, Pak Tab kembali terpilih sebagai dekan periode 1985-1988. Namun di tingkat pembantu dekan terjadi sedikit perubahan. Dr. Zulkifli Husin, MSc. yang baru pulang menyelesaikan studi doktoralnya di Michigan, USA, dipercayakan sebagai PD I. Sementara itu, Drs. Abdul Rahim Umar dan Drs. Syamsuddin Yakob dipercayakan kembali memegang jabatan PD II dan PD III. Periode kali ini tetap mengedapankan disiplin akademik, kesejahteraan dosen dan karyawan. Pada periode ini, gedung ketiga PAAP (Diploma III) tuntas dibangun, hingga berjajar tiga buah gedung berlantai dua di halaman belakang Fekon Unsyiah seperti yang ada sekarang ini. Pada periode ini juga, atas donasi berbagai pihak terutama kontraktor gedung PAAP, mushalla Al Mizan yang terletak di tengah halaman belakang Fekon berhasil didirikan. Dalam peningkatan kualifikasi tenaga pengajar, periode ini telah menerapkan langkah-langkah strategik melalui program intensif Bahasa Inggris guna persiapan sekolah ke luar negeri. “Masa kami dulu, dosen muda tidak boleh langsung mengajar. Pak Zul menyuruh kami kursus bahasa Inggris terlebih dahulu. Kalau sudah dapat TOEFL di atas 500, disuruh lapor ke Pak Zul untuk tes beasiswa,” kenang
Dekan Drs.Tabrani Ibrahim bersama Rektor Prof. Dr. Ali Basyah Amin
Gedung D III
79
Mesjid Al-Mizan Mushalla Fekon yang kini dikenal sebagai Mesjid Al-Mizan dibangun pada tahun kedua Pak Tab menjabat sebagai Dekan. “Mushalla itu dibangun usai pembangunan gedung PAAP sekitar tahun 1982-1983,” kenang Syarifuddin A. Bakar, SE, salah seorang dosen senior yang sejak tahun 1990 terus dipercaya mengelola Program TMPP Bappenas-Fekon Unsyiah (JFP sekarang). “Sumber dananya diperoleh dari bantuan kontraktor yang membangun Gedung PAAP dan urunan para dermawan dosen, pegawai dan mahasiwa,” akunya. Hal ini diaminkan oleh Marwan Cut Hasan, SE, alumni Fekon Unsyiah angkatan 1973 yang terakhir menjabat Dirut Bank Duta, Jakarta. “Seingat saya Mushalla baru berdiri pada awal-awal Pak Tab menjabat dekan,” paparnya sambil mengernyitkan dahi. Pemberian nama ini sendiri dipilih oleh mahasiswa pengurus mushalla pada tahun 1990 yang waktu itu dipimpin oleh Nazarullah (Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cab. Banda Aceh) dan Ridwan Nurdin (sekarang menjadi dosen Fekon, tengah menyelesaikan studi Doktoral di Univeristy Kebangsaan Malaysia). Tulisan Al-Mizan ditabalkan melalui guratan kaligrafi pada bagian dinding list plank oleh Syukriy Abdullah, yang baru menyelesaikan studi Doktoralnya di UGM dan kini menjadi Sekretaris jurusan Akuntansi Fekon Unsyiah. Sejak tahun 1991, Mushalla Al-Mizan telah diramaikan oleh tadarrus pagi di bulan Ramadhan, kuliah tujuh menit (kultum) ba’da Zuhur dan Ashar, serta kelompok pengajian Iqra’. Belakangan, pengajian Iqra’ ini berkembang menjadi mata kuliah (MK) pendamping bagi MK Agama Islam. Seiring dengan pertumbuhan jumlah mahasiwa, gedung mushalla diperbesar pada tahun 1993, di bawah kedekanan Pak Zul. Tidak hanya itu, mushalla juga dilengkapi dengan perpustakaan yang berisikan buku-buku Islam terbitan terbaru. Pada periode kedekanan Prof. Dr. Said Muhammad, MA, gedung mushalla dirombak total dan ditingkatkan menjadi Mesjid Al-Mizan. Penggalangan dana dilakukan pada peringatan ulang tahun Fekon Unsyiah yang ke-48, tahun 2007 lalu. Waktu itu, Zul Sotek menjadi Master of Ceremony (MC) bersama dengan mantan Sekda NAD, Tantawi Ishak, SH, MM (Ketua Panitia) dan Dr. Nurdasila Dharsono, SE, MM (Bendahara) mengkoordinir acara pengumpulan dana untuk pendirian Mesjid Al-Mizan. Dengan dana awal yang terkumpul sebanyak Rp 318 juta bantuan para dermawan, peletakan batu pertama mulai dilaksanakan. Pembangunan mesjid kebanggan Fekon Unsyiah yang didukung segenap civitas academica, mahasiswa dan ikatan alumni ini dirasakan mendesak mengingat daya tampung mushalla yang mulai tidak memadai dan arah kiblat yang kurang sesuai. Akhirnya, pada Agustus 2008, Mesjid Al-Mizan selesai dikerjakan dan mulai berfungsi. Mesjid indah yang dikelola dengan baik oleh dosen, staf dan mahasiswa Fekon ini dilengkapi pula dengan penyejuk udara (AC) dan pustaka Islami. [ ]
80
Dr. Hafasnuddin, SE, MBA, Direktur Program D III Ekonomi. Dalam periode ini pula, turun Surat Keterangan Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) yang mengukuhkan penyelenggaraan Prodi PDPK melalui SK Dikti No. 59/Dikti/Kept/84 tanggal 31 Juli 1984. Tidak berhenti sampai di situ, pada periode ini pula terjalin kerjasama antara Fekon Unsyiah dengan IDAP, Belanda. IDAP memberikan bantuan teknis penguatan CDS Fekon Unsyiah dalam
Mahasiswa D III mulai tampil
menjalankan
proyek
pendidikan
manajemen perencanaan daerah kepada dosen
dan aparatur pemerintah sipil di Aceh. Seorang konsultan, Evert Jan Schreuel, ditugaskan khusus untuk membantu CDS dalam merumuskan berbagai programnya. IDAP – Belanda juga menggandeng Erasmus University, Belanda untuk merealisasikan program peningkatan mutu staf pengajar dan pejabat Pemda dalam bidang perencanaan pembangunan. Kegiatan yang diselenggarakan pada tahun 1986 dan 1987 ini tidak saja diikuti oleh dosen-dosen Unsyiah, melainkan juga dosen dari luar Aceh serta staf Pemda dari dalam dan luar Aceh. Pada
masa
kepemimpinan
Pak
Tab, kegiatan mahasiswa mulai menggeliat. Mahasiswa mendapat tempat yang cukup penting dalam pembangunan kehidupan kampus. Disamping itu, gaya kepemimpinan Pak Tab yang kebapakan menjadikan hubungan antar mahasiswa dan dosen semakin harmonis. Pada masa inilah, senat mahasiswa berhasil membeli peralatan band lengkap senilai Rp 25 juta saat itu yang kemudian membesarkan grup Fender – band mahasiswa yang sangat populer kala itu dan memenangi beberapa festival lokal dan nasional. [ ]
Kegiatan mengang FE Tahun 2013
81
GEDUNG PASCA SARJANA
82
PASCASARJANA PERTAMA
Tahun 1988. Tanpa terasa dua puluh sembilan tahun telah berlalu. Fekon tak pernah berhenti menorehkan sejarah. Setelah menjadi fakultas yang pertama di Aceh, Fekon kembali mencatatkan diri sebagai fakultas pertama yang membuka program pascasarjana. Proses mendirikan Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi inipun tak kalah heroiknya dibandingkan pendirian fakultas dulunya. Selain persyaratan yang ketat, tim juga harus melakukan loby-loby yang tak kalah alotnya. Keberhasilan ini tidak terlepas dari tangan dingin Dr. Zulkifli Husin, M.Sc yang menjabat dekan untuk periode 1988-1991. Seperti sudah diduga sebelumnya, mantan PD I era kedekanan Pak Tab ini berjalan mulus menuju kursi dekan. Selanjutnya, posisi PD I, II, dan III masing-masing dipercayakan kepada Drs. M. Hasbuh Aziz, MS., Drs. Agus Salim, dan Drs. M. Yacob Abdi. Selain membuka program pascasarjana, prestasi lain yang dicapai periode ini antara lain: mendirikan laboratorium komputer, perbaikan dan penyempurnaan kurikulum, serta perbaikan administrasi dan penyediaan sarana akademik. “Pembangunan laboratorium komputer yang
Usai serah terima jabatan dekan dari Tabrani Ibrahim ke Zulkifli Husin
83
juga tercatat sebagai yang pertama di Unsyiah ini diraih atas bantuan Yayasan Supersemar. Kehadirannya sangat berarti dalam menunjang kelancaran proses belajar mengajar, baik bagi kelancaran mata kuliah aplikasi
komputer,
penelitian,
maupun
administrasi. Dengan kehadiran Labkom ini, diharapkan lulusan Fekon mampu beradaptasi dengan perkembangan ilmu dan teknologi,� ungkap Drs. M. Jacob Ibrahim, MM, (Alm.) Ketua Labkom yang pertama. Lebih lanjut, Dekan memberikan plakat kepada Menteri Emil Salim pada Seminar ISMEI
pengarang buku Studi Kelayakan Bisnis ini sangat mendorong mahasiswa Fekon untuk
menguasai iptek, khususnya aplikasi komputer. “Sistem komputerisasi dewasa ini sangat membantu analisa kelayakan usaha. Kini, perhitungan analisa kriteria investasi menjadi lebih mudah dan cepat,� tambahnya. Pak Zul (panggilan Prof. Dr. Zulkifli Husin, M.Sc) sangat concern dalam meningkatkan kualitas akademik, terutama dalam meningkatkan komposisi pengajar bergelar pasca sarjana. Targetnya 5 tahun ke depan, jumlah dosen berpendidikan S2 mencapai 50 persen dari 40,25 persen yang ada saat ini. Cita-cita ini beralasan mengingat saat itu, ada 25 orang staf pengajar muda sedang mengikuti intensif Bahasa Inggris di Lembaga Bahasa Unsyiah sebagai persiapan melanjutkan studi di dalam dan luar negeri. Juga, rekruitmen staf junior yang berpotensi terus ditingkatkan melalui program tunjangan ikatan dinas (TID). Saat itu, mahasiswa Fekon Unsyiah telah berjumlah 4.100 orang. 1.760 diantaranya mahasiswa S1 dan 2.340 orang mahasiswa S0. Jumlah tenaga akademik tercatat sebanyak 104 orang dan tenaga administrasi 54 orang. Mengikuti sejarah sebelumnya, Pak Zul terpilih untuk kedua kalinya sebagai pimpinan fakultas masa bakti 1991-1994. Komposisi kedekanan pun diubah. Dr. Chairul Ichsan, M.Sc. dipercayakan sebagai PD I menggantikan Drs. M. Hasbuh Aziz, MS. Posisi PD II diisi oleh Drs. T. Razali Rasyid, menggantikan Drs. Agus Salim. Sementara itu, PD III tetap dipegang oleh Drs. M. Yacob Abdi. Masa kepimpinan Pak Zul merupakan masa kegemilangan Fekon Unsyiah dalam bidang akademik. Ketegasan Pak Zul tentang pentingnya melanjutkan studi bagi para dosen sangat tinggi. Salah satunya dirasakan
84
oleh Drs. Said Muhammad, SE, MBA, MA (alm) tentang sikap Pak Zul terhadap staf pengajar junior waktu itu. “You tidak boleh mengajar sebelum ikut intensif Bahasa Inggris. Kembali lagi ke saya kalau sudah dapat TOEFL 500�, ungkap Pak Zul berapi-api. Berkat ketegasan ini, tidak kurang 15 orang staf muda berhasil melanjutkan studinya di luar negeri dalam waktu yang hampir bersamaan. Sebut saja misalnya, Drs. Tasmin A. Rahim, MBA (Texas, USA); Dr. Islahuddin, M.Ec (Macquarie, Australia); Dr. Nazamuddin, MA (Colorado, USA); Drs. Musfiari Haridi, MBA (Cleveland State, USA); Dr. Hasan Basri, M.Com. (Wollongong, Australia); Weri, SE, MA (Virginia State, USA); Drs. Said Muhammad, MBA, MA (Alm) (Jacson State dan Georgia State, USA); Dr. Muslim A. Jalil, SE.Ak, MBA (California State, USA); Dr. Hafasnuddin, SE, MBA (Illinois-Chicago, USA); Dr. Muhammad Adam, SE, MBA (Central Florida, USA); Fachrizal, SE.Ak, MBA (Ashland, USA); M. Rizal Yahya, SE, M.Ec (Macquarie, Australia), dll. Dalam pembinaan kemahasiswaan, periode ini dapat dikatakan sangat menonjol. Hal ini tidak terlepas dari tangan dingin Pak Yacob (Drs. M. Jacob Abdi, MM). Pada masa ini, terbentuk Persatuan Orang Tua Wali Mahasiswa (Petualima). Organisasi yang awal berdirinya ditentang sebagian aktivis mahasiswa ini dipimpin oleh Letnan Jenderal (Purn) H.T. Johan (Alm). Sejak berdirinya Petualima, kegiatan akademik dan non akademik mahasiswa semakin bertambah lancar saja. Sebab, setiap kegiatan yang masuk dalam program kerja Senat Mahasiswa akan mendapat bantuan yang besarnya disesuaikan dengan kegiatan. Tercatat beberapa agenda penting mahasiwa yang dilakukan saat itu seperti : Seminar Nasional Lingkungan Hidup, Kongres Badan Pekerja Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (BP ISMEI), Ekspedisi 7 Puncak se-Sumatera oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pecinta Alam dan Lingkungan
Dekan Fekon peusijuk Menpangan dan Istri
Dekan Zukifli di ruang kerja bersama M. Yacob Ibrahim
85
Prof. Dr. Zulkifli Husin, M.Sc Mantan Dekan Fekon Unsyiah dan Rektor Universitas Bengkulu Masih seperti dulu, Doktor Ekonomi jebolan Michigan State University ini tetap bersemangat dan enerjik seperti waktu menjabat Dekan Fekon lebih dua puluh lima tahun silam. Ketika ditanya tentang posisi Fekon dalam konteks persaingan dunia pendidikan dewasa ini, ia mengatakan bahwa kita masih punya peluang. “Dari dulu hingga sekarang Fekon Unsyiah masih berjaya di luar Pulau Jawa. Hanya saja sekarang bagaimana kita mempertahankan kondisi ini,” ujarnya. “Yang kita butuhkan hanya upaya untuk menjaganya. Kalau dulu bisa ada kerja sama dengan USU, UI, UKM dan USM dari Malaysia dan bahkan dari Erasmus University Belanda, kenapa hal ini tidak bisa dilanjutkan. Bangun kompetensi. Hal ini bisa dilakukan melalui kerjasama itu. Bagaimana seharusnya mata kuliah-mata kuliah tertentu dapat diambil di UKM, misalnya. Atau sebaliknya, kuliah di Erasmus tetapi dapat mengambil beberapa course-nya di Fekon Unsyiah dan itu diakui kevalidannya. Sepanjang upaya-upaya internasionalisasi akademik yang sudah kita rintis dulu bisa kita pertahankan dan tingkatkan, maka bukan mustahil kita dapat menjadi yang terbaik di Asia Tenggara,” paparnya bersemangat. “Kalianlah yang muda-muda, terus sekolah, bukan begitu Man (sambil melirik Prof. Dr. Jasman J. Ma’ruf - kini Rektor Universitas Teuku Umar, Meulaboh)”. Tokoh yang terkenal berhasil menggaet proyek-proyek strategis dari Bappenas Jakarta ini – salah satunya adalah Program TMPP yang sudah memasuki angkatan ke 33 dan telah berganti nama menjadi JFPP dan JFPPM saat ini – merupakan mantan Ketua Forum Rektor Se-Indonesia. Melalui organisasi ini, Zulkifli berharap dapat memberikan peran yang lebih besar lagi dalam pembangunan pendidikan tinggi di Indonesia. Untuk Fekon Unsyiah, Pak Zul, demikian ia biasa disapa, berharap banyak agar pembangunan lebih dititikberatkan pada core competence-nya. “Hal ini dapat dilakukan bila staf pengajarnya memiliki core competensi-nya masingmasing. Contoh, untuk mata kuliah ekonomi ya ambilnya di ekonomi Jurusan Studi Pembangunan. Jadi kalau anak pertanian jurusan ilmu sosial ekonomi pertanian, mengambil mata kuliah ekonominya ya harus ke fakultas ekonomi, apalagi kalau ia memang mahasiswa ekonomi baik dari jurusan akuntansi maupun manajemen. Begitu seterusnya,” jelas Direktur Program Pasca Ekonomi Lingkungan Universitas Trisakti, Jakarta ini mantap. Ayah 4 orang putri yang kesemuanya sudah berumah tangga dan menyelesaikan sarjananya ini berharap agar Fekon Unsyiah dapat lebih berjaya di masa-masa depan. “Di tangan anda yang muda-muda inilah masa depan Fekon Unsyiah. You sudah S2?” tanyanya kepada penulis. [ ]
86
(Metalik), penerbitan majalah Perspektif, Festival Musik Kampus Live on Stage seSumatera-Jawa, dll.
UKM Bengkel Seni
dan Teater (Bestek), Pencak Silat, Tae Kwon Do, Economic Otomotiv Club (EOC), serta pengurus Mushalla Al Mizan juga sangat aktif ketika itu. Pada periode Pak Zul pulalah dibentuk Program Pendampingan Mata Kuliah Agama untuk mahasiswa Fekon Unsyiah bekerjasama dengan pengurus Mushalla Al Mizan. “Program ini dibuat karena banyak
Dosen Fekon Unsyiah
mahasiswa yang tidak bisa membaca Al-Qur’an. Dari 160 mahasiswa baru per kelas waktu itu, hanya 31% mahasiswa yang bisa membaca Al-Qur’an,” ujar Nazarullah, Ketua Mushalla Al Mizan pertama yang kini menjadi Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Banda Aceh. Seiring dengan berakhirnya masa tugas Pak Zul, Dr. Chairul Ichsan, M.Sc. (terakhir Ketua Bappeda Prov. NAD tahun 2002-2005) terpilih secara demokrasi sebagai dekan periode 1995-1999. Pak Zul kemudian dipercaya sebagai Rektor Universitas Bengkulu selama dua periode, selanjutnya dipercaya sebagai Ketua Program Pasca Ekonomi Lingkungan di Universitas Trisakti, Jakarta hingga kini. Dalam menjalankan tugasnya, Pak Ucok (panggilan Prof. Dr. Chairul Ichsan) yang waktu itu baru saja mendapat promosi gelar Profesor didampingi oleh Dr. Mas’ud D. Hiliry MA, Drs. Mansyahruddin Is, dan Drs. Mohd. Isa KB masing-masing sebagai PD I, II, dan III. Periode kedekanan Pak Ucok tidak begitu banyak berbeda dengan periode sebelumnya. Penekanan tetap difokuskan pada peningkatan mutu akademik. Maklum, ia dulunya duduk sebagai PD I di kabinet Pak Zul. Sehingga, kebijakan-kebijakan yang diambil pada masa ini tidak jauh berbeda dari masa-masa sebelumnya. Salah satu peristiwa penting yang dicatat dalam periode ini adalah Prof Dr Chairul Ichsan
pembukaan program S1 Ekstensi. Program ini dirancang untuk para profesional
87
yang ingin meningkatkan kariernya. Sekaligus, untuk menekan praktek jual-beli ijazah yang mulai marak di Aceh. Periode
ini
juga
mencatat
momen
bersejarah dengan mendirikan Program Studi Pasca Sarjana Program Magister Manajemen (PPS MM) Unsyiah pada tanggal 18 Agustus 1995. Pendirian ini dimotori oleh Dr. Abdul Rahman Lubis, M.Sc. (Prof. Dr. M.Sc, Ketua Bappeda NAD 2006-2009), yang kemudian terpilih sebagai Ketua. Sementara Wakil Ketua dan Sekretaris dipercayakan kepada Drs. Jasman J. Ma’ruf, MBA dan Muslim A. Jalil, Antusiasme Mahasiswa di Lab Komputer
SE.Ak, MBA.
Program Sarjana - Ekstensi Memasuki tahun 90-an, apresiasi masyarakat terhadap dunia pendidikan (baca: gelar pendidikan) semakin meningkat. Hal ini terlihat dari mulai menjamurnya ‘pendidikan tinggi ruko’. Melihat fenomena yang kurang sehat, Fekon Unsyiah mengambil inisiatif menawarkan program S1 ekstensi bagi para profesional. Syaratnya, memiliki gelar D III dan pengalaman kerja. Pembukaan program ini dikukuhkan melalui SK Dirjen Dikti-Departemen P & K Republik Indonesia Nomor : 450/Dikti/ Kep/1995. Program yang dikomandoi Drs. Agussalim dan Drs. Abdullah Rayeuk (sekretaris) ini menawarkan tiga jurusan, yaitu jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Manajemen, dan Akuntansi. Hasilnya cukup luar biasa. Program yang dimulai pada semester genap tahun akademik 1995/1996 ini berhasil menyaring banyak mahasiswa. Pada tahun 2000, jumlahnya terus membengkak hingga 1.352 orang atau lebih 20 persen dari total mahasiswa Fekon kala itu. Pada tahun 2003, struktur Program Ekstensi diganti. Drs. Muhammad Razali, MM dipercaya sebagai Ketua dan Drs. Abdullah Rayeuk, MSi sebagai Sekretaris. Seiring dengan tuntutan akreditasi dari Dirjen Dikti, Jakarta, sejak tahun 2007, program ekstensi dilebur ke dalam program reguler, namun diberi nama program non-reguler. Artinya, untuk masuk program reguler S1, Fekon menggunakan tiga pintu, yakni Undangan Sekolah Menengah Umum (USMU), Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), dan melalui saringan masuk Non-Reguler. [ ]
88
Pada pemilihan dekan tahun 1997 yang demokratis, Dr. Teuku Iskandar Daoed, SE (Alm.) yang baru pulang menyelesaikan studi Doktornya di UGM, Jogya berhasil mendapatkan kepercayaan dari sebagian besar dosen. Kemudian, Dr. Said Muhammad, MA yang juga baru pulang dari Amerika dipercaya sebagai PD I. Posisi PD II tetap dipercayakan kepada Drs. Mansyahruddin Is. Jabatan PD III diisi oleh Drs. Azhar Puteh, MSi. Kedekanan kali ini disesuaikan dengan peraturan baru, yakni menambah satu posisi PD IV bidang kerjasama. Posisi ini dipercayakan kepada Drs. Syakhiruddin, M.Si. Periode kedekanan kali ini mencatatkan sejarah dalam melahirkan program Doktoral Bidang Ilmu Ekonomi. Tidak hanya itu, periode ini juga melahirkan dua jurusan baru pada program studi D III, yakni Jurusan Fiskal dan Jurusan Perbankan. Dengan demikian, Fekon Unsyiah telah memiliki program yang lengkap dari berbagai strata, yaitu S0, S1, S2, dan S3. Sehingga wajar bila Fekon Unsyiah diharapkan mampu menjadi Fakultas Ekonomi terbaik di Wilayah Sumatera dan Kalimantan Barat. [ ] Program Magister Manajemen Sekembalinya Dr. A. Rahman Lubis, MSc dari Malaysia, gagasan mendirikan program pasca sarjana bidang ilmu manajemen terus mengemuka. Fekon Unsyiah yang telah berhasil menjalankan program pasca sarjana bidang ilmu ekonomi dirasa belum lengkap. Dengan dukungan berbagai pihak, terutama kerja keras panitia yang dikomandoi Pak Rahman (panggilan Prof. Dr. A. Rahman Lubis, MSc) akhirnya membuahkan hasil. Agustus 1995, Program Studi Magister Manajemen (MM) resmi berdiri sesuai Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen P & K Republik Indonesia Nomor : 360/Dikti/Kep/1995 tanggal 18 Agustus 1995. Kegiatan akademiknya dimulai pada semester ganjil 1995/1996. Setelah resmi berdiri, Pak Rahman langsung ditunjuk sebagai Ketua Program. Sementara Jasman J. Ma’ruf, MBA dan Muslim A. Djalil yang turut membidani lahirnya program ini dipercayakan sebagai wakil ketua dan sekretaris. Struktur ini bertahan sampai tahun 2000. Kemudian, seiring dengan berangkatnya Jasman J. Ma’ruf melanjutkan studi ke University Sains Malaysia (USM), posisinya diisi oleh Miftachudin, yang juga memberi andil dalam kelahiran program ini. Tahun 2004, Pak Jasman (panggilan Prof. Dr. Jasman J. Ma’ruf, MBA) menyelesaikan studi Doktornya. Pada tahun itu juga ia dipercaya mengambil alih tongkat estafet kepemimpinan di MM. Adapun struktur keorganisasian selengkapnya sejak awal lahirnya MM sbb: Periode 1995 – 1998 1998 – 2001 2001 – 2004 2004 – 2007 2008 – 2011 2012 – 2015
Ketua Program Dr. A. Rahman Lubis, M.Sc Dr. A. Rahman Lubis, M.Sc. Prof. Dr. A. Rahman Lubis, M.Sc. Prof. Dr. Jasman J. Ma’ruf, MBA Prof. Dr. Nasir Azis, MBA. Dr.. Mukhlis Yunus, MSi
Wakil Ketua Drs. Jasman J. Ma’ruf, MBA Drs. Jasman J. Ma’ruf, MBA Drs. Miftahuddin, MM Drs. Miftahuddin, MM -
Sekretaris Muslim A. Jalil, SE, MBA Muslim A. Jalil, SE, MBA Sofyan Idris, SE, MBA Sofyan Idris, SE, MBA Muhammad Adam, SE, MBA Dr. Amri, MSi
89
Program Doktor Ilmu Ekonomi (S3) Pada tanggal 30 Juli 1998, berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 250/DIKTI/Kep/1998, Fakultas Ekonomi Unsyiah telah dapat membuka program baru, yaitu Program Doktor Ilmu Ekonomi yang merupakan program pendidikan jenjang pendidikan S3 yang pertama di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dengan struktur pimpinan programnya digabungkan dengan Program Studi Magister IESP dalam kerangka efisiensi. Adapun struktur kepengurusan PPS IESP sejak awal berdirinya adalah sebagai berikut: Periode 1992 - 1994 1994 – 1996 1997 – 1999 1999 – 2002 2002 – 2005 2006 – 2009 2010 – 2013 2014 – sekaramg
90
Ketua Program Dr. Raja Masbar, M.Sc Dr. Raja Masbar, M.Sc Dr. Raja Masbar, M.Sc Dr. Nazamuddin, MA Dr. Nazamuddin, MA Prof. Dr. Jakfar Ahmad, MA Prof. Dr. Abubakar Hamzah, MS Prof. Dr. Raja Masbar, M.Sc
Wakil Ketua Drs. T. Iskandar Ben Hasan, MS Dr. Nazamuddin, MA -
Sekretaris Rustam Effendi, SE, Aliasuddin, SE, Sartiyah, SE Rustam Efendi, SE, Aliasuddin, SE Aliasuddin, SE, Msi Weri Binahar, SE, MA.Econ Weri Binahar, SE, MA.Econ Weri Binahar, SE, MA.Econ Dr, Sofyan Syahnur, MSi Dr, Muhammad Nasir, MSi, MA
Bagian Empat
MENYONGSONG MASA DEPAN
91
MAHASISWA DAN MAHASISWI SEDANG MENGIKUTI OSPEK
92
MENUJU CENTER OF EXCELLENCE
Waktu terus bergulir, masa terus berganti. Denyut nadi Fekon Unsyiah serasa tak pernah berhenti. Guratan demi guratan terukir indah pada setiap lembar sejarah. Tanpa terasa, lima puluh lima tahun berlalu sudah. Sang bocah telah beranjak dewasa. Ia telah tumbuh menjadi pusat pendidikan ilmu ekonomi di kawasan Barat Nusantara. Kini, Fekon Unsyiah memiliki empat program studi S1 (Studi Pembangunan, Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi Islam), satu Prodi Profesi Akuntansi, enam prodi D-III (Keuangan dan Perbankan, Akuntansi, Pemasaran, Sekretari, Perpajakan, dan Perusahaan), tiga Prodi S2 (Ekonomi Pembangunan, Manajemen, dan Akuntansi), dan 2 Prodi S3 (Ekonomi Pembangunan dan Manajemen). Ke depan, hanya tinggal memelihara dan meningkatkan saja. Merapikan sudut-sudut yang kusut. Merajut celah-celah yang merekah. Saatnya berbenah. Meningkatkan kualitas di semua strata. Bersama menuju center of excellence. Layar sudah dikembangkan. Sasaran sudah ditetapkan. Kemudi sudah dilimpahkan. Di tangan generasi tahun 2000-an semua ini dilimpahkan. Periode ini dapatlah dinamai sebagai Periode Modernisasi. Periode modernisasi pertama diawali oleh kepemimpinan Prof. Dr. Said Muhammad, MA. Alumnus Florida State University, USA ini dilantik sebagai dekan selama dua periode berturut-turut, 2001-2004 dan 2005-2008. Dalam kedua pemilihan ini, Pak Said (Panggilan Prof. Dr. Said Muhammad, MA) selalu menang mutlak. Pemilihan periode pertama dilaksanakan pada 20 Nopember 2000 dengan tiga orang kandidat yaitu: Drs. M. Jacob Ibrahim, MM (Alm), Drs. Husni Ali, MS (Alm), dan Pak Said sendiri. Periode kedekanan masa ini dilantik pada tanggal 7 Maret 2001. Jabatan PD I dipercayakan kepada Dr. Raja Masbar, MSc. yang sebelumnya menjabat Ketua Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (PPS IESP). Jabatan PD II, III, dan IV dipercayakan masing-masing kepada Drs. Tasmin A. Rahim, MBA; Drs. Azhar Puteh, M.Si; dan Murkhana, SE, MBA yang juga duduk sebagai Direktur Percetakan Unsyiah.
93
Periode ini melakukan beberapa pembenahan nyata di bidang administrasi keuangan, peningkatan kesejahteraan dosen dan karyawan, prasarana belajar, peningkatan manajemen kebersihan, perparkiran, dan kantin serta dukungan penuh terhadap kegiatan mahasiswa. Dosen dan karyawan diberikan kemudahan pinjaman lunak di Koperasi Dosen/ Karyawan Fekon yang dikelola Drs. Murkhana, MBA dengan transparan dan akuntabel. Honorarium staf dibayar tepat waktu. Sistem perparkiran, kantin dan kebersihan kampus ditenderkan kepada pihak swasta. Sementara, alokasi kegiatan mahasiswa dianggarkan setiap tahun. Dalam bidang peningkatan akademik, beberapa loncatan nyata Prof. Dr. Said Muhammad, MA
dilakukan pada masa ini. Beberapa diantaranya: pembukaan Program Pasca
Sarjana Ilmu Akuntansi dan pengiriman 13 orang dosen untuk melanjutkan studi ke Amerika melalui beasiswa USAID. Ikhwal pembukaan program Pasca Sarjana Bidang Akuntansi dimulai sejak kembalinya Islahuddin menyelesaikan studi doktoralnya dari Malaysia. Di tengah agenda akademik yang padat, Fekon Unsyiah telah pula berhasil mengadakan kerjasama peningkatan kapasitas staf pengajar dengan USAID. Setelah bolak-balik Jakarta – Banda Aceh, Pak Said dan Pak Islah berhasil meyakinkan donor bahwa Fekon Unsyiah layak dipertimbangkan untuk mendapatkan beasiswa ini. Disamping untuk penguatan kebijakan desentralisasi, keuangan
Aceh
publik
membutuhkan
karena
besarnya
ahli dana
perimbangan migas yang akan dikelola Aceh ke depan. Buntutnya, pada tahun 2001 dan 2002, Fekon Unsyiah berhasil mengirimkan 13 orang dosen melanjutkan studi master bidang Economic Policy/Public Finance di Georgia State University, Atlanta, USA. Tidak cukup sampai di situ, Fekon Unsyiah berhasil menggaet satu LSM Amerika dalam rangka capacity building, yakni dengan Institutional Reform and Informal Sector (IRIS).
94
Dekan Prof Said Muhammad diundang oleh Presiden SBY ke Istana
, SH, M
ufti,SE
rief M apak A
ma B
Bersa
Tiga belas orang staf dan calon staf yang mendapat kesempatan melanjutkan program Master of Art bidang Economic at Policy Track di Georgia State Unsiversity, Atlanta, USA, antara lain: Faisal SE, MSi, Muhammad Ilhamsyah Srg, SE, Syahruza, SE, Talbani Farlian, SE, Jeliteng Pribadi, SE, MM, serta Said Muhammad, SE, MBA dan Lusiana Lukman, SE (kedua terakhir merupakan korban tsunami 26 Desember 2004). Pada pertengahan tahun berikutnya, lima orang berhasil dikirim kembali a.l.: Putri Bintusy, SE, Nasir, SE, Ikhsan, SE, Miksalmina, SE, dan Ahya Ikhsan. Ahya akhirnya memilih bekerja di The World Bank, Jakarta.
Bentuk kerjasama ini diwujudkan melalui rangkaian seminar dan pelatihan di dalam dan luar negeri. Beberapa training berhasil dilakukan untuk meningkatkan kapasitas pejabat eksekutif dan legislatif tentang manajemen keuangan daerah. Disamping itu, IAPstudents
beberapa seminar tentang pengelolan keuangan daerah juga diikuti di Papua dan Denpasar. Selanjutnya, empat orang staf berhasil dikirim secara bergantian mengikuti summer short course dalam bidang Public Finance di Georgia State University, Atlanta, USA antara lain: Dr. Nazamuddin, MA, Dr. Raja Masbar, MSc., Dr. Islahuddin, M.Econ, dan Prof. Dr. Said Muhammad, MA. Sementara Drs. Fachrizal, MBA juga pernah dikirim mengikuti mu
a Kuliah T
training serupa pada musim panas tahun 2001 sebagai utusan USAID Banda Aceh. Selanjutnya, tongkat estafet
kepemim足pinan
dipercayakan kepada Prof. Dr. Raja Masbar, MSc yang memimpin kendali fakultas sejak
2009-2013.
Alumni
Prof Dr Raja Masbar MSc
95
Program Magister Sains Ilmu Akuntansi (S2) Program Magister Sains Ilmu Akuntansi didirikan pada tanggal 15 Agustus 2002 berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional No.1738/D/T/2002. Pengelola progam ini dikukuhkan berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Syiah Kuala No. 345 Tahun 2002 dengan susunan sebagai berikut: Periode 2002 – 2005 2005 – 2009 2009 – 2014 2014 – Sekarang
Ketua Program Dr.Islahuddin, M.Ec. Drs. Basri Zein, MSi Dr. Darwanis, SE, MSi.Ak. Dr. Hasan Basri, SE.,Ak. M.Ec
Wakil Ketua Drs. Basri Zein, MSi -
Sekretaris Fazli Syam BZ, SE, Ak, MSi Yossi Diantimala, SE,.Ak, MSi / Dr. Nadirsyah, SE, Ak, MSi Jalaluddin, SE.Ak, MSi/ Dr. M. Afran, SE, Ak, MSi Dr. M. Arfan, SE, Ak, MSi
Dengan berdirinya Program Magister Ilmu Akuntansi tersebut, maka Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala telah menjadi fakultas dengan program pasca sarjana terlengkap (semua jurusan) dalam lingkungan Universitas Syiah Kuala.
Kentucky State University ini memfokuskan pembangunannya ke arah peningkatan infrastuktur dan keuangan. Periode berikutnya pada era millenium ini dipercayakan kepada Dr. Mirza Tabrani, MBA untuk periode 2013-2017. Doktor Bisnis Administrasi lulusan University Kebangsaan Malaysia ini sebelumnya menjabat Pembantu Dekan I pada masa kepemimpinan Prof. Dr. Raja Masbar, MSc. Anak tertua Alm. Drs. Tabrani, mantan Dekan era 1980-an ini menyisihkan dua kandidat dekan lainnya yaitu Prof. Dr. Nasir Aziz, MBA dan Dr. Mukhlis Yunus, MSi. Yang menarik adalah, pada putaran pertama dengan ketiga kandidat di atas, suara Dr. Mirza dan Prof. Dr. Nasir Aziz berjumlah sama. Pada putaran terakhir pun, jumlah suara keduanya sama yakni 65 suara. Namun, pemilihan dihentikan Rektor dengan pertimbangan waktu. Akhirnya, setelah beberapa minggu, Rektor mengangkat Dr. Mirza Tabrani, MBA menjadi Dekan Fekon Unsyiah untuk periode 2013-2017. Pada periode ini, pejabat PD I, II, III, dan IV dipercayakan masing-masing kepada Dr. Aliasuddin, MSi, Muhammad Saleh, SE, MSi, Ak, Nashrillah Anis, SE, MM, dan Jeliteng Pribadi, SE, MM, MA. Sebagai anak mantan Dekan Fekon, Dr. Mirza Tabrani berkeinginan untuk mengembalikan kejayaan Fekon masa lampau. “Kita ingin membangun kebersamaan dan kesejahteraan civitas academica. Tetapi tentu saja kebersamaan yang menguntungkan fakultas, tandasnya,” tambah ayah 3 anak ini. Di bawah kepemimpinan Dr. Mirza, Fekon Unsyiah Dr. Mirza Tabrani, MBA
96
mengusung visi, misi, tujuan dan sasaran fakultas sebagai berikut”
Visi Menjadi Fakultas Ekonomi yang inovatif, mandiri dan terkemuka dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menghasilkan lulusan berdaya saing tinggi dalam bidang ilmu ekonomi, manajemen, ik 3 kadem
gA
Gedun
dan akuntansi serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika pada
Lantai
tahun 2026. MISI 1.
Menyelenggarakan sistem pendidikan tinggi terpadu untuk menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan serta mampu mengaplikasikannya sesuai dengan kebutuhan pengguna.
2.
Kerjasama deng an GTZ meningk atkan ekonomi keluarga
Mempelajari dan mengembangkan produk riset berkualitas dan bermanfaat baik secara lokal, nasional maupun internasional.
3. Mengembangkan
berbagai
kerja
sama
dengan/antar
instansi menuju kemandirian penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta menggalakkan pengabdian kepada masyarakat. 4.
Mengembangkan pendidikan moral dan etika di lingkungan civitas akademika.
5. Meningkatkan
Prof Drs
Sugiarto
gram pat Pro
pada ra
kualitas
manajemen
fakultas
secara
berkesinambungan guna mendukung proses belajar mengajar
MM
melalui penerapan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi yang bercirikan “good and clean governance�. Tujuan 1.
Mempersiapkan lulusan yang kompetitif di pasar tenaga kerja global atau melanjutkan pendidikan lebih tinggi, menciptakan lapangan kerja, serta mempromosikan perubahan dalam
Seminar nas Didi Hafifu ional ekonomi isla m bersam din ( Ketu a Bpk a Baznas ) Jakarta
masyarakat;
97
2.
Meningkatkan kapasitas, kemampuan dan kinerja dosen dan staf akademik;
3.
Mendorong kebutuhan dan kerjasama dengan institusi pemerintah, industri dan
stakeholders lainnya dalam
bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat; 4. Mendorong Menerima Kunju
ngan Mahasiswa
terbentuknya
atmosfir
akademik
yang
berorientasi IPTEK; UKM Malaysia
5.
Membentuk komunitas masyarakat ilmiah yang cerdas, jujur, disiplin, bertanggung jawab, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta memiliki kearifan sosial;
6.
Mendukung kebijakan Pemerintah Daerah dalam upaya menciptakan Good Corporate Governance.
Sasaran 1.
Proporsi mahasiswa yang mempunyai IPK > 3 diupayakan mencapai 90%.
2. s Penguru
BEM FE
3 iah 200
Meningkatkan jumlah mahasiswa yang mempunyai nilai TOEFL > 475 menjadi 90%.
Unsy
3. Meningkatkan pelayanan akademik sehingga rata-rata lama masa studi mahasiswa menjadi kurang dari 5 tahun untuk S1 dan kurang 3,5 tahun untuk D-III. 4. Peningkatan sistem pelayanan tugas akhir mahasiswa sehingga waktu rata-rata penyelesaian tugas akhir menjadi lebih singkat yaitu 6 bulan untuk S1 dan 4 bulan untuk D-III.
Program
5. Peningkatan kapasistas alumni dan sistem informasi Kerjasam
lapangan kerja sehingga waktu alumni menunggu
a Interna
sional
pekerjaan pertama lebih singkat yaitu 6 bulan. 6.
98
Semua program studi terakreditasi A.
Kebijakan dan Strategi Kebijakan 1. Peningkataan Ketersediaan Layanan Pendidikan, dengan strategi: 1.
Pembangunan perpustakaan fakultas.
2.
Pembangunan Ruang Kantor Prodi EKI.
3. Pengadaan software komputer penunjang praktik mata kuliah dan optimalisasi jadwal penggunaan lab. 4.
Penambahan dosen baru (tetap dan kontrak) untuk S1 sebanyak 14 orang dan D-3 sebanyak 49 orang.
5.
Magang/pelatihan dosen dan staf administrasi.
6.
Perlu penambahan luas tempat parkir.
7.
Membangun ruang kelas berstandard internasional.
Kebijakan 2. Peningkataan Keterjangkauan Layanan Pendidikan, dengan strategi: 1.
Pembaharuan dan peningkatan kapasitas laboratorium.
2.
Meningkatkan kerjasama untuk meningkatkan jumlah beasiswa untuk mahasiswa.
3.
Mempersiapkan software statistik untuk memudahkan penyelesaian tugas akhir.
Kebijakan 3. Peningkataan Kualitas dan Relevansi Layanan Pendidikan, dengan strategi: 1.
Pembekalan/pelatihan keterampilan penyusunan RKA-KL.
2.
Peningkatan fasilitas dan referensi buku perpustakaan.
3.
Pengadaan inventaris dan mobiler baru.
Kebijakan 4. Peningkataan Kesetaraan Layanan Pendidikan, dengan strategi:
1.
Peningkatan kapasitas Penyusunan Laporan Keuangan.
2.
Mewajibkan semua Prodi untuk melakukan evaluasi diri setiap semester.
3.
Pengurusan akreditasi Jurnal sesuai bidang keilmuan.
4.
Memfasilitasi dan memotivasi kenaikan pangkat dosen.
Kebijakan 5. Peningkataan Kepastian Mendapat足kan Layanan Pendidikan, dengan strategi: 1.
Sosialisasi kerjasama dan pembenahan lembaga kajian fakultas.
2.
Peningkatan publisitas fakultas.
3.
Memastikan kecukupan sarana dan prasarana.
99
PROF. DR. DAYAN DAWOOD, MA
100
KONFLIK DAN BENCANA TSUNAMI
Perang kiranya telah menjadi sisi lain keping sejarah tanah rencong. Sejak pecah perang pertama dengan Portugal awal abad ke-16 hingga perang dengan Belanda mulai tahun 1873. Pasca kemerdekaan, perang saudara masih terus berkecamuk. Dari mulai perang cumbok hingga perang DI/TII. Terakhir, perang antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI)/Polisi Republik Indonesia (Polri). GAM yang menuntut kemerdekaan Aceh dari Indonesia sejak tahun 1967 memilih angkat senjata. Puncaknya meletus di tahun 1999, sejak jatuhnya rezim Orde Baru dari tampuk kekuasaan pada tahun 1997. Waktu itu, aksi-aksi masyarakat menuntut kemerdekaan mulai marak, terutama di daerah-daerah. Spandukspanduk besar dan grafiti bertuliskan ’referendum’ tersebar di mana-mana. Di gedung-gedung, di tiang-tiang listrik, serta di jalan raya. Nuansa yang didominasi warna bendera GAM mulai mendominasi kota-kota di pantai Timur Aceh, mulai dari Sigli hingga Langsa. Eforia ini tak jarang berujung pada amuk massa, pembakaran bus, sweeping masyarakat terhadap anggota TNI/Polri dan warga non-Aceh. Puncaknya terjadi saat demonstrasi masyarakat terbesar sepanjang sejarah Aceh untuk menuntut referendum pada Februari 1999, dimotori mahasiswa yang tergabung dalam Sentra Informasi Referendum Aceh (SIRA). Situasi mulai mencekam. Sweeping masyarakat sipil bersenjata terhadap Bus-bus dan kenderaan lainnya di jalan raya semakin marak. Tak jarang kejadian ini berujung pada pembakaran kenderaan yang di sweeping. Jalan lintas timur Banda Aceh-Medan mulai lengang. Hanya truk-truk TNI/Polri dan panser-panser hilir mudik yang kelihatan. Sesekali ambulans berkecepatan tinggi melintas dengan sirene keras berbunyi. Biasanya, ia membawa korban perang yang tertembak atau bahkan tewas. Dampak konflik bersenjata turut berimbas pada kegiatan perkuliahan. Bukan cuma sekedar hadirnya mahasiswa ’tak terdaftar’ di tengah-tengah kelas, permintaan sumbangan dengan paksaan juga sampai ke meja pimpinan. Entah itu resmi atau perbuatan personal, yang jelas suasana belajar mengajar sudah terusik. Penguasa
101
Darurat Militer Aceh mengeluarkan surat edaran untuk menghentikan aktivitas kampus lewat pukul enam sore. Akibatnya, kelas malam eksekutif MM dipindahkan pada pagi dan sore hari. Kelas jauh program MM di Langsa, Lhokseumawe, Takengon dan Meulaboh terpaksa dihentikan. ”Saya harus terus berhubungan dengan mahasiswa via telfon sepanjang jalan bila hendak mengajar ke Takengon. Bagaimana, apakah aman di jalan?” kenang Miftachuddin (alm). ”Mahasiswa Prof. Masud D Hilliry, MA dan istri
mengawal
perja
lanan dosen dengan memantau keamanan melalui supir-supir angkutan L300 atau
truk yang baru melintas. Bila terjadi sesuatu di jalan, kami siap segera meluncur ke lokasi,” ungkap Ichwan Zuhri, MM, alumni kelas Takengon yang terhambat studinya karena konflik. Konflik kali ini telah merenggut putra-putra terbaik Nanggroe Aceh Darussalam seperti Prof. Dr. Safwan Idris, Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry. Ia ditembak di depan pintu rumahnya di sektor Utara Kopelma Darussalam, Sabtu, 16 September 2000. Selanjutnya Mayjen TNI (Purn.) H. Teuku Djohan selaku Ketua Persatuan Orang Tua/Wali Mahasiswa (Petualima) Fekon. Ia tewas ditembak saat berjalan pulang usai shalat maghrib di depan Mesjid Raya Baiturrahman, Kamis, 5 Mei 2001. Tak lama berselang, Rektor Unsyiah sekaligus Guru Besar Fekon, Prof. Dr. Dayan Dawood, MA dieksekusi dengan keji saat pulang dari kampus pada Kamis 6 September 2001. Dua butir peluru mengoyak rahang dan dada alumni University of Wisconsin, Hawaii ini. Tubuhnya lunglai bersimbah darah di jok belakang mobilnya. Memang, beberapa hari sebelum kejadian ia mendapat ancaman via telefon. Namun ancaman tersebut tidak begitu dilayani. Hanya saja ia lebih waspada. ”Biasanya Bapak tidak keluar rumah jika tidak benar-benar perlu. Dan bila ada orang datang ke rumah, ia akan mengecek terlebih dahulu. Karena sudah pernah kejadian terhadap Pak Syafwan (Prof. Dr. H. Syafwan Idrismantan Rektor IAIN Ar-Raniry – red), kenang Taufiq, anak kedua almarhum.
102
Serangkaian pembunuhan ini menjadi catatan kelam dalam sejarah pendidikan di Serambi Mekkah. Belum kering air mata akibat konflik, musibah gempa dan tsunami pada Minggu pagi, 26 Desember 2004 kembali merenggut puluhan dosen dan karyawan Fekon, termasuk seorang Guru Besar, Prof. Dr. Mas’ud D. Hilliry yang menjabat Ketua Lembaga Penelitian Unsyiah dan Dr. Ramlan Ilyas, Ketua Prodi Ekonomi Pembangunan kala itu. Yang memilukan, Pak Ramlan hilang disapu gelombang beserta seluruh keluarga besar dan handai taulan yang tengah mempersiapkan pesta pernikahan puteranya pada hari itu di rumahnya kawasan Lampaseh Kota. Demikian pula dengan Drs. Said Muhammad, SE, MBA, MA, dan Wan Mukhlis, SE, MSi yang hilang berserta seluruh anggota keluarganya. [ ] Konflik Aceh dan Bencana Tsunami Konflik telah merenggut para pendidik dan tauladan negeri. Mulai dari Prof. Dr Safwan Idris, Rektor IAIN Ar-Raniry, Mayjend (Purn) H.T. Djohan, Ketua Petualima Fekon Unsyiah, dan Prof. Dr. Dayan Dawood, MA, Rektor sekaligus Guru Besar Fekon Unsyiah. Selanjutnya, musibah tsunami 26 Desember 2004 merenggut puluhan dosen dan staf akademik. Untukmu sahabat, guru, senior dan adik-adik terkasih, doa kami selalu menyertai. Semoga Allah SWT meridhai seluruh amal baik dan pengabdian kalian.
Dosen
Staf Akademik
1. Prof. Dr. Masud D. Hiliry, MSc
1. Drs. Hasan Yusuf
2. Prof. Dr. Ramlan Ilyas, SE
2. Nuraini, SE
3. Drs. Husni Ali, MS
3. Ponijah
4. Drs. Said Muhammad, SE, MBA, MA
4. Murniati
5. Wan Mukhlis, SE, MSi
5. Ramli ibrahim
6. Rosna, SE, M.SocSc
6. Khairina (Nana) (sekretaris PPS MM)
7. Mirza, SE, MM
7. Fatmiati (Mimi) (sekretaris PPS IESP)
8. Ikram Said, SE, MA
8. Prima (Staf PPS MM)
9. Harlita, SE, MSi
9. Hafni, SE (Sekretaris Dekan)
10. Aria Hastuti, SE
10. Said Syarif
11. Teriansisi, SE, MSi. Ak 12. Lusiana Lukman, SE, MA 13. Eva Nurjannah, SE, MM
103
TIM STAF PENGAJAR FEKON
104
PERKEMBANGAN STAF PENGAJAR
Berawal dari hanya satu orang, Fekon Unsyiah kini telah memiliki 162 orang staf pengajar tetap. Dari hanya satu orang Doktor, kini sudah 40-an. Dari hanya satu gedung Aula, kini sudah sangat memadai. Tugas yang dhadapi periode Dekanan Dr. Mirza Tabrani adalah membawa kampus ini untuk go global. “Saat ini kita berupaya mengirimkan tenaga pengajar untuk present dia punya paper di jurnal-jurnal dan forum internasional. Selain dia bisa naik pangkat, nama fakultas kita akan dikenal di dunia internasional,” jelas alumni UKM yang baru saja pulang dari Seminar di Barcelona dan Italia baru-baru ini. Memang, Dekan yang terkenal blak-blakan ini sangat berkeinginan untuk menjadikan Fekon Unsyiah go global. “Saya panas juga dibilang Pak Rektor kalau bidang ilmu-ilmu sosial, termasuk ekonomi sangat sedikit artikel ilmiahnya. Orang ekonomi, katanya, hanya bisa ngomong di koran, sedangkan paper internasionalnya gak ada. Makanya saya dorong dosen-dosen kita untuk present di berbagai seminar internasional. Daripada kita buat seminar internasional di sini (FE Unsyiah – red), yang ada habis uang saja. Lebih bagus kirim dosendosen kita untuk present papernya di luar negeri,” ujar mantan Komisaris Bank Aceh ini semangat. “Tahun 2015 ini, kita sudah kirim 12 orang ikut konferensi ke luar negeri. Dua orang ke Spanyol, enam orang ke Italia, Dr. Mirza Tabrani, MBA
105
Dekan Dr. Mirza Tabrani berpose ketika mengikuti Konferensi EBES di Italia
Peserta Konferensi EBES usai presentasi
dan empat orang ke Jepang. Tahun depan kita akan anggarkan Rp 400 juta untuk present di luar negeri,� tambah ayah tiga anak yang turut mengikuti konferensi di Spanyol dan Italia ini. Dr. Hasan Basri, SE.Ak., M.Ec. yang turut mempresentasikan papernya pada Konferensi The 3rd World Congress of Administrative and Political Sciences (APDOL) di University of Barcelona, Spanyol, 28-29 November 2014 silam, sangat mengapresiasi kebijakan Dekan ini. “Saya melihat banyak sekali manfaat yang bisa kita peroleh dengan mengikuti event-event internasional. Dengan mengikuti konferensi atau seminar internasional kita dapat sharing ilmu dan menambah jaringan,� jelas Dosen Teladan FEkon tahun 2015 ini optimis.
Dr. Hasan Basri, SE,.Ak. MEc, yang juga menjabat sebagai Direktur Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi Unsyiah
106
Konferensi Barcelona - Dr. Hasan Basri berbincang dengan pembicara lain
“Saya melihat kualitas dosen-dosen di luar negeri tidak jauh berbeda dengan kita di sini. Malah mahasiswanya lebih sedikit. Mereka hanya menang fasilitas dan infrastruktur. Selain itu, dosen-dosen di sana banyak melakukan riset dan publikasi hasil penelitiannya di jurnal-jurnal internasional. Sehingga kampusnya menjadi populer. Memang harus kita akui, income mereka sudah memadai dan jadwal mengajar dibatasi, sehingga tidak perlu mengajar sebanyakbanyaknya. Ini merupakan tantangan kita di sini,” tambah dosen yang pernah menjadi visiting scholar (dosen tamu) selama satu semester di National University of Taiwan pada tahun 2013. Senada dengan Dr. Hasan Basri, salah satu dosen muda Jurusan Akuntansi, Dr. Heru Fahlevi, SE.Ak, MSc. yang menjadi salah satu presenter pada Konferensi Eurasia Business and Economics Society (EBES) ke-17 di Venice, Italia pada 15-17 Oktober 2015 lalu juga berpendapat serupa. Doktor jebolan Jerman ini menyatakan pentingnya mengikuti event-event internasional seperti ini. “Kita bisa meng-update ilmu sekaligus berkenalan dengan pakarpakar di seluruh dunia. Sehingga kampus dan dosen-dosen kita juga bisa masuk dalam jaringan kampus dan pakar-pakar internasional,” paparnya yang mengaku masing-masing diberikan uang hampir Rp 50 juta oleh Pak Dekan ketika pergi ke Italia. “Itu all in, sudah semuanya termasuk tiket, hotel, dan biaya pendaftaran konferensi. Paper kita semua dipublikasikan dalam bentuk proceeding. Namun kalau mau submit ke jurnal internasional juga dibolehkan,” tambahnya yang dalam waktu dekat akan mempublikasikan artikel ilmiahnya di jurnal internasional. “Cuma sayangnya waktu di Italy kemarin jumlah ruang panelnya terlalu banyak sehingga peserta menjadi terpecah-pecah. Satu ruang presentasi hanya dihadiri sekitar 10-15 orang saja,” pungkasnya. Pendapat yang sama juga dikemukakan Dr. T. Rolli Ilhamsyah Putera, SE, MM. Doktor termuda FEkon yang turut mempresentasikan papernya di Italia ini mengaku sangat mengapresiasi kebijakan Dekan. “Dengan
Peserta Konferensi EBES berpose sejenak
107
Konfeernsi EBES Dr. T. Rolli Ilhamsyah Putera, SE, MM.
Peserta Konferensi IAFOR Jepang berpose bersama
mengikuti event-event ilmiah internasional seperti ini, selain dapat meng-update ilmu juga dapat membuka wawasan dosen-dosen kita,� tambah ayah satu anak yang belum lama ini mengikuti program pertukaran dosen Mevlana Exchange di Universitas Karabuk, Turki. Alumni Unpad Bandung ini mengatakan bahwa konferensi EBES di Venice Italia waktu itu sangat dipersiapkan dengan baik, dan dihadiri sekitar 200-300 orang. Selain akan menerbitkan paper kita dalam bentuk proseeding di Springer’s Series Eurasian Studies in Business and Economics (EBES Conference Proceedings), penyelenggara juga merekomendasikan partisipan untuk mengirim paper ke jurnal Eurasian Economic Review (EAER) atau Eurasian Business Review (EABR) tanpa fee untuk publikasi. “Kehadiran
Peserta Konferensi IAFOR Jepang berpose bersama
108
Dr. Chenny Seftarita mempresentasikan papernya
para professor pemateri dari universitas setempat juga ikut melengkapi materi sehingga menambah pengetahuan partisipan terkait dengan sains dalam menghadapi permasalahan global,” tambah ayah satu anak ini senang. Demikian pula halnya dengan Dr. Chenny Seftarita
yang
mendapat
kesempatan
untuk
mempresentasikan papernya di International Academic Forum (IAFOR) di Art Center of Kobe, Jepang pada 11-14 Foto kegiatan senam pagi pegawai FE
Juni 2015 lalu. Sebelumnya ia sama sekali tidak pernah membayangkan akan bisa pergi mengikuti event
internasional, apalagi sampai ke Jepang. Namun, rasa kecil hati dan mindernya ini pupus ketika papernya diterima panitia dan didukung penuh oleh Dekan dan Rektorat untuk mempresentasikannya di forum internasional tersebut. “Saya grogi dan takut juga, namun setelah semua selesai, lega rasanya. Ternyata forum akademik internasoinal itu sangat membangun. Saya merasa mendapat banyak manfaat dengan mengikuti event internasional seperti itu. Namun harus kita sadari, apa yang diperoleh Fekon saat ini tidaklah mudah. Tantangan yang paling menonjol di awal pendirian adalah minimnya alumni yang bersedia menjadi tenaga pengajar. Disamping gajinya kecil, fasilitas dosen relatif amat minim dibandingkan tawaran pihak swasta maupun BUMN. Selain itu, tentu saja penguasaan Bahasa Inggris yang menjadi kendala untuk dapat melanjutkan studi ke luar negeri. “Waktu itu hanya sedikit orang yang ada. Sehingga kalau kita sekolah, tidak ada orang yang mengganti,” dalih Drs. M. Jacob Ibrahim, MM (alm), mantan ketua Labkom dan Lembaga Manajemen suatu ketika. “Dulu kita tidak sempat mikir sekolah. Banyak sekali pertimbangannya, terutama karena tugas-tugas di dalam maupun di luar fakultas. Dulu kan orang-orang yang sekolah sedikit. Jadi banyak dosen-dosen kita yang dikaryakan,” ungkap Drs. M. Jacob Abdi, mantan Direktur Pusat Koperasi Unit Desa (Puskud) Aceh dan PD III era 90-an. Lain lagi pengalaman T. Syahmidan, SE.Ak. Salah seorang lulusan tercepat angkatan 1976 ini sudah bekerja paruh waktu sebagai auditor pada salah satu kantor akuntan publik (KAP) Lahmudin & Rekan waktu itu. Kabid Intstansi Pemerintah Pusat BPKP Sumut ini terpaksa main kucing-kucingan dengan Drs. Thabrani yang menjabat Dekan. “Pak Tab terpaksa menahan 6 ijazah alumni yang dinilai berpotensi sebagai staf pengajar, namun
109
mereka tidak mau menjadi dosen,” kenang Syahmidan. “Masing-masing antara lain: Azwar, Pri Astuti, Yusra Huda, Ramli Puteh, dan T. Syahmidan sendiri. Satu orang lagi saya tidak ingat,” akunya sambil mencoba mengingat-ingat. “Saya sendiri sudah minta bantuan Pak Lahmuddin hingga Pak Ali Basyah (mantan Rektor-red), tapi tetap tidak dikasih. Suatu hari, Ramli Puteh (sekarang kerja di BPKP Medan) yang ijazahnya juga ditahan Pak Tab, berhasil mengendap-endap masuk ke ruang Dekan. Dengan sangat berani ia mengambil ijazahnya. Ketika Pak Tab mengetahui hal ini, ia marah besar. Pintu ruang dekan ia tendang hingga pecah,” kenang Syahmidan lebih jauh. Saya baru berhasil memperoleh ijazah setelah menghadap Dr. Abdullah Ali, MSc (Alm) yang baru pulang studi dari Kentucky. Setelah Pak Abdullah Ali meminta kepada Pak Tab, barulah ijazah kami diberikan,” tambahnya lagi. Dengan segala keterbatasan yang ada serta diiringi usaha yang sungguh-sungguh, maka jumlah staf pengajar tetap Fekon Unsyiah mengalami pertumbuhan yang signifian dalam 20 tahun terakhir. Meskipun demikian, akibat tingginya animo masyarakat untuk dapat kuliah di Fekon, tetap saja jumlah tenaga tidak memadai. Saat ini, rasio dosen dan mahasiswa tercatat sebesar 1:22. Inipun dengan memasukkan seluruh tenaga pengajar yang ada, meskipun dalam kenyataannya, banyak tenaga pengajar yang tidak sempat mengajar karena sudah dikaryakan di Pemda ataupun badan-badan pemerintah lainnya. Belum lagi para dosen yang ikut tugas suami, sehingga tidak dapat berada di tempat. Berikut perkembangan dosen Fekon Unsyiah dari tahun 1994, 2000 dan 2015. Perkembangan Staf Pengajar Fekon Unsyiah Staf Pengajar
1994
2000
2015
Guru Besar
4 orang
11 orang
7 orang
Gelar Doctor/ Ph.D
14 orang
17 orang
43 orang
Gelar Magister/Master (M.Si/M.Sc)
30 orang
64 orang
102 orang
Gelar Sarjana Ekonomi (SE)
95 orang
78 orang
4 orang
139 orang
159 orang
156 orang
Total Sumber: Fekon Unsyiah, 2015
Tabel di atas memperlihatkan bahwa dalam 20 tahun terakhir, jumlah staf pengajar relatif hanya bertambah sedikit dari 139 orang pada tahun 1994 menjadi 156 orang di tahun 2014. Namun demikian, dalam hal peningkatan jenjang pendidikan, angkanya naik drastis. Hal ini jelas merupakan sebuah prestasi. Lihat saja dalam hal jumlah Guru Besar, Doktor dan Masternya. Sebaliknya, jumlah staf pengajar yang hanya memiliki pendidikan S1 anjlok sangat drastis. Secara rata-rata, dalam kurun waktu dua dasawarsa terakhir, sebanyak 82 persen staf
110
pengajar telah mampu meningkatkan jenjang studinya ke level S2 atau bahkan S3. Angka ini masih akan terus bertambah mengingat saat ini terdapat 23 orang yang sedang menempuh pendidikan jenjang S2 dan S3. Artinya, dengan segala keterbatasan yang ada, Fekon Unsyiah telah mampu menjawab tantangan kebutuhan untuk terus meningkatkan kualitas staf pengajarnya. Beberapa staf yang telah menyelesaikan studi Doktoralnya dalam Kegiatan Mahasiswa di Perpustakaan kurun waktu sepuluh tahun terakhir adalah: Mirza Tabrani, SE, MBA, DBA (UKM, Malaysia), Dr. Iskandarsyah Madjid, SE, MM (USM Malaysia), Dr. Muhammad Nasir, MSi, MA (Bonn University, Jerman), dan Dr. Mahdani (USM, Malaysia). Selanjutnya sejak tahun 2009 hingga sekarang, menyusul beberapa orang yakni: Dr. Sofyan Syahnur (Bonn University, Jerman), Dr. Aliasuddin (UPM, Malaysia), Dr. Heru Fahlevi (DHF Verwaltung Swissenscheften, Jerman), Dr. Syukriy Abdullah (UGM, Jogja), Dr. Faisal, MSi, MA (UGM, Jogya), serta puluhan alumni kerjasama FE Unsyiah dengan Unpad Bandung antara lain: Dr. Mukhlis Yunus, Dr. M. Adam, Dr. Nurdasila, Dr. Teuku Roli Ilhamsyah Putra, Dr. Sorayanti Utami, Dr. Muslim A. Djalil, MBA, Dr. Hafasnuddin, MBA, Dr. Syafruddin Chan, MBA, Dr. Sofyan Idris, MBA, Dr. Permana Honeyta Lubis, Dr. Saiful Bahri, Dr. Ridwan Ibrahim. Berikutnya menyusul Dr. Srinita (Univ. Borobudur, Jakarta), Dr. Mulia Syahputra (USM, Malaysia), Dr. Fazly Syam (UI, Jakarta), serta tiga orang lulusan embrio Unsyiah yakni Dr. Djuraidin Ismail, Dr. Teuku Zulham , Dr. Abdul Jamal, dan Dr. Chenny Seftarita. Selanjutnya menyusul Dr. Mirna Indriani (Unpad, Bandung), Dr. Eddy Gunawan (Durham University, England), Dr. Yossi Diantimala (UGM, Jogya), dan Dr. Teuku Meldi Kesuma (USM, Malaysia). Perkembangan Staf Administrasi Berawal dari hanya ada 4 orang pegawai administrasi honor dan 2 orang pesuruh/penjaga malam, kini Fekon Unsyiah telah memiliki 75 orang pegawai administrasi (PNS) dan 40 pegawai honor. Jumlah pegawai administrasi berkembang seiring dengan peningkatan jumlah mahasiswa. Lagi-lagi, karena minimnya anggaran yang tersedia serta kesempatan mendapat jatah pegawai negeri, jumlah staf administrasi yang ada tetap saja kurang.
111
Dengan jumlah mahasiswa yang ada saat ini, satu orang pegawai administrasi melayani lebih kurang 73 orang mahasiswa. Dengan rasio ini, tentu saja banyak kendala yang dialami dalam melayani kebutuhan administrasi mahasiswa. Belum lagi bila dilihat kemampuan fakultas dalam memberikan kompensasi kepada staf yang sangat terbatas. Perkembangan Mahasiswa dan Lulusan Antusiasme masyarakat terhadap Fekon Unsyiah sejak awal pendiriannya menunjukkan grafik yang terus meningkat. Namun, akibat konflik dan bencana tsunami, terjadi penurunan peminat yang cukup drastis. Dalam lima tahun terakhir, jumlah rata-rata pelamar ke Fekon sebesar 3.850 orang. Dengan jumlah mahasiswa sebanyak 3.406, maka rasio dosen dan mahasiswa tercatat sebesar 1 : 22. Secara rata-rata, tingkat kelulusan mahasiswa relatif baik. IPK pada saat tamat mencapai sebesar 2,97, dengan nilai tertinggi diraih mahasiswa EKM, yakni 3,20. Meskipun demikian, dilihat dari lama masa belajar, relatif masih tinggi. Rata-rata mahasiswa Fekon belajar selama 5 tahun 1 bulan. Profil akademik selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut: Profil Akademik Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala No.
Nama Prodi
Akreditasi
Jumlah Mahasiswa Aktif 3.500
Tingkat Persaingan Masuk
Jlh Dosen 152
Jumlah Tenaga Administrasi 74
1.
EKP
A
562
1 : 14
31
6
2.
EKM
A
767
1 : 62
51
7
3.
EKA
B
698
1 : 25
58
6
4.
EKI
C
60
-
8*)
3
5.
PPAk
C
23
1 : 1,7
6*)
3
6
D3
B
1.390
1:3
14*)
18
Sumber: FE Unsyiah, Des 2014 Capaian Indikator Kinerja Secara umum, kinerja Fakultas Ekonomi sudah baik. Dari empat Prodi S1 yang ada saat ini, Prodi Manajemen memperoleh akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) selama dua periode sejak tahun 2008. Sedangkan Prodi Akuntansi memperoleh B, Prodi Ekonomi Pemba足ngunan sedang
112
dalam proses pengajuan. Sebelumnya, prodi ini memperoleh akreditasi A. Prodi Ekonomi Islam belum bisa mengajukan akreditasi karena baru saja berdiri. Untuk keenam Prodi Diploma III, saat ini semuanya sedang dalam proses pengajuan untuk tahap kedua. Detail capaian dan target kinerja Fakultas Ekonomi Unsyiah dapat dilihat pada tabel berikut: Target dan Capaian Indikator Kinerja Fakultas Ekonomi Base line (2013)
Capaian 2014
Target 2015
Target 2016
Target 2017 (Target Renstra)
Skor SNMPTN (point)
1 : 20
1 : 24
1 : 28
1 : 32
1 : 35
IPK rata-rata > 3,00 (%)
62,58
64,50
70
80
90
Lama masa studi S1 (thn)
4,8
4,5
4,3
4
3,8
Waktu alumni menunggu pekerjaan pertama <6 bln (%)
45
48
55
65
75
Program Studi terakreditasi A (bh)
1
4
5
7
9
Waktu Penyelesaian Skripsi (bln)
5,5
5,3
5,1
5,0
4,9
TOEFL Score>475 (%)
90
95
97
99
100
2.500
2.700
3.500
4.500
6.000
Indikator Kinerja
Gaji Pertama Rata-rata Lulusan (Rp 000) Sumber: RKT FE Unsyiah, 2014
Dalam empat tahun terakhir, kehadiran Program Internasional di Jurusan Akuntansi atau yang disebut International Accounting Program (IAP) telah memberi warna tersendiri bagi Fekon Unsyiah. Program yang dijalankan dengan menggunakan Bahasa Inggris secara penuh (full English) ini turut melengkapi prestasi dan prestise FEkon Unsyiah di mata publik. Sederet prestasi telah diukir mahasiswa IAP antara lain: Juara Harapan 2 Nasional pada Kegiatan Debat Ilmiah Nasional, Juara . Terakhir, pada awal Agustus 2015 lalu, 5 orang mahasiswa IAP berhasil lolos dalam seleksi beasiswa Erasmus Mundus untuk belajar di beberapa universitas di Eropa. Mereka adalah Erna Safriana (Universitas Zagreb, Kroasia), Dahlia dan Intan Farhana (University of Turku, Finlandia), Fauziah Aida Fitri dan Kartika Sari (Masaryk University, Republik Ceko). Ketua Jurusan Akuntansi, Dr. Nadirsyah, SE, MSi., Ak mengatakan bahwa program IAP rata-rata setiap tahunnya diikuti oleh 20 orang mahasiswa yang diseleksi kembali kemampuan Bahasa Inggris, dll. dari mahasiswa yang lulus SNMPTN maupun UMB di Jurusan Akuntansi Fekon Unsyiah. â&#x20AC;&#x153;Saat ini ada 50 mahasiswa
113
Fauziah Aida Fitri dan peserta Beasiswa di Masaryk Univ, Ceko
Peserta Program Beasiswa Erasmus Mundus 2015
IAP yang masih aktif dan ada 12 orang yang sudah menyelesaikan sarjananya,” tambah Dr. Heru Fahlevi, SE.Ak, M.Sc., sekretaris program. Lebih lanjut Dr. Nadir menjelaskan bahwa IAP juga memiliki berbagai kerjasama dengan universitas dan lembaga lainnya yang menunjang akademik dan bermanfaat bagi mahasiswa. “Kita ada kerjasama dengan sekolah Fatih Bilingual School yang mengirimkan mahasiswa beasiswa dari Eropa a.l.: Turki, Kazakhstan, dan Tajikistan untuk belajar di IAP,” jelas alumni Unpad ini bangga. Selain itu, ada kerjasama dual degree dengan University of Kectucky, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Universiti Sains Malaysia (USM), dan pertukaran pelajar (Students’ Mobility Programme) dengan Universiti Teknologi MARA (UiTM) Perak, Malaysia dan Universiti Utara Malaysia (UUM) yang sudah berlangsung sejak tahun 2012. “Students’ Mobility Programme merupakan program kuliah mahasiswa IAP di berbagai universitas di luar negeri. Selama di sana, mereka mengambil sejumlah mata kuliah yang telah disesuaikan dengan kurikulum IAP. Ketika selesai mengikuti program ini, seluruh nilai kreditnya akan diakui (credit transfer),” tambahnya. Perkembangan Sarana dan Prasarana Saat ini, Fekon Unsyiah memiliki 10 buah gedung utama terdiri dari Dr. Nadirsyah, SE, MSi
114
26 buah ruang kuliah dengan kapasitas barvariasi antara 30 – 200 orang
Peserta Program Beasiswa Erasmus Mundus 2015
mahasiswa, 3 ruang seminar, 6 laboratorium dan 9 buah pustaka mini di masing-masing jurusan. Sungguh angka yang sangat menonjol dibandingkan kondisi awal berdirinya 55 tahun silam, dengan ketiadaan ruang belajar sama sekali. Pada tahun 1992, dengan dana APBN telah dibangun sebuah gedung kuliah baru berlantai tiga dengan luas 3.600 m2. Pada saat ini gedung ini dipergunakan sebagian untuk ruang laboratorium komputer dan sebagian lagi untuk ruang dosen, ruang untuk jurusan, ruang untuk unit-unit kajian Lembaga Pengkajian Ekonomi Sosial (LPES), Lembaga Managemen (LM), Lembaga Demografi, Pengembangan Akuntasi, Pelatihan dan Perencanaan Pengembangan Regional. Namun malang, akibat hantaman gempa 8,9 SR pada 26 Desember 2004 silam, gedung ini tidak dapat difungsikan lagi dengan maksimal.
115
Program Akuntansi Internasional (IAP) didirikan pada tahun 2005, yang diawali dengan nama "Pre-International Class" (PIC). Program pionir ini dikawal oleh Cut Afrianandra, SE,. Ak, M.Buss (Acc) sebagai Ketua dan Said Muniruddin, SE,.Ak. MSc, sebagai Sekretaris. Ak Ec. Dengan kerja keras dan dukungan semua pihak, pada tahun 2011, program ini secara resmi menjadi "Program Akuntansi Internasional" (IAP) dan menjadi program internasional pertama dan satu-satunya di Unsyiah, kala itu. “Program internasional yang berada di bawah Jurusan Akuntansi Fekon Unsyiah ini sepenuhnya diselenggarakan dalam Bahasa Inggris. Kurikulum internasional telah diintegrasikan ke dalam proses belajar-mengajar formal,” jelas Cut Afrianandra. Pada tahun 2009, atas fasilitasi Dekan Prof. Dr. Raja Masbar, terjalinlah kerjasama dual degree antara Fakultas Ekonomi Unsyiah dengan University of Kentucky, Amerika Serikat. Artinya, mahasiswa IAP dapat menyelesaikan sarjananya di University of Kectucky, namun harus mencari beasiswa sendiri. “Program IAP dijalankan dengan standar pendidikan internasional. Kita berusaha untuk mencapai lingkungan akademik yang lebih baik dalam semua kegiatan akademik bagi mereka yang ingin mendapatkan manfaat lebih dari pendidikan tinggi di Fekon Unsyiah,” jelas Prof. Dr. Raja Masbar yang juga merupakan alumni Univesity of Kentucky. Sejak tahun 2014, terjadi peremajaan kepemimpinan IAP. Kini, IAP dipimpin oleh Rahmawaty, SE, MSi. Ak. (Ketua) dan Dr. Heru Fahlevi, SE, MSc (Sekretaris). “Perubahan adalah suatu keharusan dalam upaya peningkatan kualitas,” jelas Dekan Dr. Mirza Tabrani, MBA. “Kita berkeinginan untuk menjadi lembaga pendidikan tinggi yang dinamis dan bisa terkemuka dalam dunia internasional,” tambahnya. [ ].
116
Saat ini, atas bantuan Ikatan Akuntan Internasional yang tergabung dalam KPMG, Jurusan Akuntansi mendapat hibah sebuah gedung berlantai dua. Hibah ini tidak terlepas dari peranan Ahmadi Hadibroto, SE.Ak, Ketua Dewan Pengurus Pusat IAI. Putera ketiga Prof. Dr. H.S. Hadibroto, MA ini sangat komit dalam menggalang bantuan pasca tsunami untuk jurusan Akuntansi Fekon Unsyiah yang dibesarkan almarhum ayahnya ini.
Perpustakaan Fekon Unsyiah memiliki 8 buah pustaka mini di masing-masing prodi dengan luas berkisar 30 – 225 m2. Tiap-tiap pustaka jurusan dan Program Studi dapat meminjamkan buku kepada mahasiswa dan dosen dengan koleksi buku sekitar 179.000 buah terdiri dari lebih 3.000 judul. Saat ini, tengah dikembangkan perpustakaan fakultas dengan sistem pustaka digital sehingga ke depan, akses buku-buku maupun jurnal dapat dilakukan secara on line dan terpadu. Rencananya, pada tahun 2016 nanti, perpustakaan terpadu Fekon Unsyiah akan beroperasi secara resmi. M. Nasir, staf perpustakaan Jurusan EKM yang digadang-gadang akan menjadi Kepala Perpustakaan Terpadu ini mengaku senang akan hadirnya fasilitas ini. “Perpustakaan terpadu ini akan sangat membantu mahasiswa dalam memperoleh bahanbahan literatur yang diperlukan. Selama ini, perpustakaan di jurusan kurang memadai. Selain ruangannya sempit, mahasiswa jurusan lain ‘segan’ untuk datang,” tambah satusatunya staf Fekon yang pernah ikut Diklat Perpustakaan ini.[ ]
117
Perpust akaan Terpadu
FEkon Unsyiah
118
Perpustakaan Terpadu FEkon Unsyiah
M. Nasir, Ketua Perpustakaan FEkon Unsyiah
119
120
KIPRAH DAN PESAN ALUMNI
Usia lima puluh lima tahun bukanlah masa yang singkat dan tanpa perjuangan. Hingga kini, Fekon Unsyiah telah dan akan terus bertahan demi mewujudkan cita-cita para pendirinya. Menutip Letkol. Sjamaun Gaharu pada peringatan ultah FE pertama tahun 1960 bahwa, “Dalam abad ke-20 ini kedudukan suatu bangsa ditentukan oleh tinggi rendahnja taraf pengetahuan jang dipunjai oleh bangsa itu sendiri,” maka tercetuslah pertanyaan, dimanakah posisi Fekon sekarang? Apakah setelah 55 tahun, kita telah mampu bersaing dengan mereka dari bangsa-bangsa lain? Berikut pengakuan para alumni:
Yus Edisal, SE Kepala Wilayah Indonesia Bagian Timur PT Servier Indonesia Masa kuliah panjang yang dilaluinya bersama berbagai aktivitas petualangan sejak 1985-1994 menjadikannya begitu matang dalam bersikap. Aktivis mapala sekaligus penggagas dan pionir pendirian Metalik (Mahasiswa Ekonomi Pencinta Alam dan Lingkungan Hidup) ini menghabiskan masa-masa kuliahnya dengan kegiatan adventurir. Si Om – panggilannya – sangat menggemari hobi traveling dan mountaineering. “Kami pernah naik gunung Glee Tumpee pada lebaran kedua, ha..ha..” kenangnya akan kegilaannya dulu. Tokoh yang kini cukup mapan berkarir di salah satu perusahaan swasta asing di Jakarta ini mengaku bahwa bekal ilmu pengetahuan teori yang dimiliki di bangku kuliah tidak cukup dalam pekerjaannya. “Ilmu yang kita pelajari dulu terlalu teoritis. Sementara yang kami hadapi di lapangan justru sangat-sangat riel dan praktis. Akhirnya, kemampuan adaptasi dan inovasi sendirilah yang kami terapkan dalam pekerjaan”, ujar pencetus ide dan perancang dinding buatan yang sekarang tetap berdiri megah di halaman depan kampus Fekon Unsyiah ini. “Yah pande-pande kitalah dalam menghadapi klien”, tambahnya singkat. Ayah sepasang puteri- putera ini memaparkan bahwa alumni-alumni dari pulau Jawa secara bekal pengetahuan keilmuan masih lebih unggul, namun kemampuan individual tidak demikian. “Secara individual kita sama dengan mereka, bahkan kita bisa menggungguli mereka. Namun skill praktis seperti kemampuan bahasa Inggris dan penguasaan komputer mereka lebih baik”.
121
Rina Meutia, SE, MA Konsultan Bank Dunia, Washington, USA Sosok lembut kelahiran Banda Aceh, 8 Juni 1981 silam ini adalah mantan Ketua Bestek. Alumni akuntansi yang nyambi kerja di UNDP saat kuliah dulu merasa sangat berkesan saat masih kuliah. Oleh sebab itu, ia berharap agar momen ini dapat dijadikan pembelajaran bagi generasi penerus untuk mewujudkan cita-cita orang tua yang sangat ingin mewujudkan generasi penerus yang cerdas. Pengalaman yang tidak terlupakan semasa kuliah di Fekon adalah saat memimpin Bestek. Di masa kepemimpinannya, organisasi yang pernah berjaya di tahun 90-an kembali terangkat. Acara Band Kampus ‘Saturday Fever’ yang disponsori salah satu produk rokok ini kembali meramaikan kampus. Dekna yang kini tengah menyelesaikan program masternya di Amerika berpesan agar keakraban dosen dan mahasiswa dapat terus ditingkatkan. “Hal ini akan mempermudah proses transfer pengetahuan dan proses pendewasaan mahasiswa,” ungkap dara yang mahir bermain piano ini polos. Miftahuddin Cut Adek, SE, Wasekjen Panglima Laot NAD “Saya prihatin atas sangat minimnya hasil karya berupa penelitian dan juga buku yang ditulis oleh para alumni ekonomi. Indikator keberhasilan FE dapat dilihat dari jumlah hasil karya yang telah dihasilkan oleh para alumninya. Setahu saya, belum ada satupun alumni ekonomi yang mampu menghasilkan suatu teori yang bisa digunakan oleh orang lain. Hingga saat ini, FE hanya mengajarkan teori-teori yang dihasilkan oleh para ekonom luar, terutama dari negara-negara barat”. “Adapun satu dua buku yang merupakan hasil tulisan alumni (dosen FE), cukup sulit ditemukan di Aceh padahal buku tersebut dijadikan salah satu pegangan oleh FE di luar daerah,” ujarnya sedih. Miftahuddin juga mengutarakan bahwa kondisi Aceh yang terpuruk saat ini, terutama dengan isu korupsinya, tidak lepas dari kontribusi para lulusan Unsyiah, yang juga termasuk didalamnya para lulusan FE. Dua alumni lainnya yang berkiprah didunia NGO yang meminta untuk merahasiakan namanya, mempunyai pendapat yang sama. Berdasarkan pengamatan mereka, saat ini cukup banyak NGO asing di Aceh mengalami kesulitan dalam merekrut staff lokal yang trustworthy dan berdisiplin tinggi. “Yang cerdas banyak, namun yang cerdas, jujur dan disiplin semakin susah ditemukan”, demikian penjelasan salah satu dari mereka. Kamariah, SE, MBA Staf Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Pusat Jakarta Tidak banyak yang menduga – mungkin- kalau nyonya Umar Johansyah yang imut-imut dan pendiam ini adalah Master Bisnis jebolan School of Business International University of Japan. Dengan sedikit malu-malu ketika diwawancarai ia mengaku kalau bekal ilmu yang didapatnya sewaktu kuliah di Jurusan Akuntansi
122
tahun 1987-1993 dulu sangat membantu dalam karirnya. Meskipun demikian, ia sangat menyayangkan putusnya komunikasi antar alumni dan kepada almamater sendiri, sehingga unek-unek yang ingin disumbangkan untuk meningkatkan kualitas almamater jadi tak tersalurkan. Mengungkapkan pengalaman studinya di Jepang beberapa tahun silam, ia menuturkan banyak sekali hal yang harus kita pelajari. “Di sana rasa penghargaan kepada orang lain tinggi sekali. Profesor pun ia kalau bertemu dengan kita mahasiswanya tetap saja memberi salam penghormatan dengan membungkukkan badan. Tidak seperti kita, baru diangkat jadi dosen saja sudah tidak kenal lagi dengan mahasiswa,” ujar ibu yang biasa dipanggil Dede ini sedih. “Masalah disiplin, kebersihan, dan keseriusan dalam mengerjakan sesuatu, belajar, dll patut kita contoh. Sebaliknya, kita yang muslim malah tidak menerapkan ajaran kita. Suasana akademis pun sangat terasa di kampus. Bandingka dengan kita?”, ujarnya lirih. Alfian Ibrahim Mantan Rektor Universitas Teuku Umar, Meulaboh, Aceh Barat Juli 1965 mulai masuk kuliah. Tak lama kemudian terjadi peristiwa PKI, sehingga T.A. diundur menjadi 1 Januari 1966. Angkatan kami yang pertama waktu itu antara lain: Dayan Dawood, Azhar Puteh, Zulkifli Mahmud. Dulu ada kuliah gabungan FE dan FH untuk MKDU, seperti: Pancasila, Hukum Dagang, Teori Ekonomi Nasional, dll. Sistem kuliah jumlah mata kuliah (tingkat Sarjana Muda I, SM II), masing-masing periode dapat ijazah. Untuk ambil sarjana perlu dua tahun lagi. Tempat kuliah di aula Fekon. Semua MK yang ditawarkan di Sesmester I harus lulus (kurang lebih ada 10 MK), kalau tidak lulus bisa make up (her). Dulu yang mengajar dosen-dosen senior, jadi lebih enak karena mendapat guru-guru yang handal. Karena jumlah mahasiswa tidak banyak (117 orang), belum ada pembedaan jurusan, maka sistem kelompok sangat efektif. Jumlah dosen sekitar 25 – 30 orang. Prof. Dr. Sumitro menggunakan mimbar FE Unsyiah tahun 1965 untuk menyampaikan pidato ilmiah (pada saat Dies) setelah berada bertahun-tahun di pengasingan di berbagai negara di Asia usai peristiwa PRRI. Hal ini disebabkan hubungan emosional dengan Pak Majid, Pak Ibrahim dan Pak Syam. Setelah beliau menjadi Menteri perdagangan, Aceh mendapat banyak bantuan , a.l. Crumb Rubber salah satunya di Meulaboh yang saat ini ditempati sebagai kantor Dolog. Azhar Puteh Pensiunan Dosen Fekon Unsyiah Saya sempat berkelahi dengan akademik (Pak Giarto, dan Pak Malik) karena tidak dikasih masuk jurusan Akuntansi meskipun nilainya mencukupi (7,2). Sementara Pak Mansyah yang 6,7 bisa masuk akuntansi. Akhirnya, karena Pak Ibrahim memintanya masuk IESP dengan alasan jika tidak ada mahasiswa, maka FE akan tutup. Sampai kemudian saya dijemput waktu sedang main bola oleh Yunan Alfi (alm) (terakhir kerja di Kantor Pajak) dan T. Nandar (alm) (terakhir bekerja di Bappeda Aceh Barat). Saya dan Pak Dayan satu leting. Pak Dayan dulu jurusan EKM perbaiki mata kuliah sama dengan saya tidak lulus Matematik dengan ir. Hayatun Yusuf, asisten Pak
123
Jakfar Ahmad). Pak Zulkifli Husin cukup menonjol di angkatan waktu itu. Beliau tidak ada make up (perbaiki-red) MK. Dulu, setiap kuliah asistennya hadir. Dosen yang masuk hampir semua guru besar. Pak Ibrahim asistennya Pak Malik. Dulu, mahasiswa berebut untuk duduk di depan. Saptari (direktur BNI 46) yang mengajar akuntansi, asisten beliau Lahmuddin Lubis dan Pak Taher Tab. Buku pustaka dulu kurang, dan sebagian besar dalam bahasa inggris. Sehingga masing-msing kelompok berjuang untuk mendapatkan buku tersebut. Kami punya kelompok belajar Setui Studi Club, anggotanya: Alfian, Azhar Puteh, Dayan, T. Ali Sarong (tidak melanjutkan di SM I), Zulfkifli Mahmud, T Ilyas Ibrahim (tidak selesai th 68, terakhir selesai ekstensi di UI). Sistem penilaian dulu menggunakan skor. Skor Nilai tertinggi 1-5 (3-5 lulus). Ruang dosen saat ini, dulunya adalah kantin. Pembelajaran masa dulu, kerjasama dengan pemda erat sekali. Dulu kerja dengan peralatan terbatas, tapi loyalitas dan dedikasi tinggi. Hubungan dosen dengan mahasiswa dekat, mereka sering panggil abang, Bang Tab, Bang Sanusi, Bang Fadhlon. Sukardi Is (Dari Dinas Koperasi), mengajar Pancasila memiliki cara mengajar yang unik. Dari awalnya dulu, kegiatan ekstra kurikuler lebih menonjol. Misalnya, SEMI, Serikat Muslimin Indonesia (Pak Tab ketuanya). Dulu ekstra menguasai intra. Dewan Mahasiswa dikuasai aktivis ekstra. Kegiatannya a.l. basic training, PII buat basic training. Dema buat olah raga Drumb band yg cukup kuat, olah raga (dapat juara bola kaki Plaju Sriwijaya Game di palembang). Bersama Pak Ramli. Nasir Usman (BKMPD). Menwa cukup kuat dan dipersenjatai. Tokohnya a.l. Tabrani, Kaoy Syah, Nurdin Syah, Said Hasan Ba’bud. Syafriza Sofyan Mantan Deputy Coordinator Kantor Bank Dunia di Banda Aceh Perawakannya tegas, cerdas, dan cenderung agak pendiam. Safriza Sofyan, Deputy Coordinator World Bank ini, adalah mahasiswa jurusan akuntansi tahun 1988. Ia teringat, waktu itu saat kuliah, ia sering membentuk kelompok belajar, di mana antara satu kelompok dengan kelompok yang lain terjadi persaingan yang ketat. Mahasiswa dari Medan dan Aceh saling berkompetisi. Salah satu dosen yang paling berkesan bagi beliau adalah Pak Dana Siswar. “Bapak itu mengajar mahasiswa dengan menganggap mahasiswa itu adalah temannya.” Tentunya hal ini membuat mahasiswa mudah untuk menerima materi kuliah. Beliau juga menceritakan bahwa saat kuliah, lelaki penggemar buku biografi tokoh terkemuka ini pernah ditegur keras oleh Bapak T. Risyad, salah satu dosen senior Fekon. “Saya ditegur karena berbicara di kelas, padahal Pak T. Risyad itu adalah kakek saya,” kenangnya. “Saya menjadi lebih tough !” ujarnya saat mengungkapkan betapa ketatnya persaingan akademis mahasiswa dahulu. Ia mengharapkan agar mahasiswa Fekon lebih serius dalam menuntut ilmu. Beliau juga mengkritisi sikap beberapa dosen yang sangat loyal dalam memberi nilai terhadap mahasiswa. “Hal ini membuat mahasiswa menjadi manja,” ujar lelaki yang masih mempunyai hubungan saudara dengan bapak T. Iskandar, salah satu perintis Fekon Unsyiah. Ia juga berharap kedepannya Fekon tidak hanya harus meningkatkan kualitas, tetapi juga harus menjaga hubungan dengan alumni. Menyambut HUT ke 55 Fekon, ia Fakultas Ekonomi Syiah Kuala terus berkarya untuk meningkatkan kemandirian, kualitas, dan prestasi mahasiswa. Lebih lanjut, perlu digalang kekuatan alumni dengan membangun database alumni secara nasional untuk memperluas jejaring yang bermanfaat bagi kegiatan bisnis, sosial, serta bentuk kemitraan lainnya. (Hertily Surviva –Echy)
124
Zulkifli Ibrahim, SE.Ak PT. Sunzu Global Data Rizqy, mantan Ketua Ikafensyi Jakarta Kalau dari saya yang paling penting dilakukan saat ini melakukan sinergi antar jurusan, sehingga tidak seperti saat ini seolah-olah tidak dalam satu institusi dan seperti tidak ada keterikatan secara emisional. Terkait pemisahan manajemen antar jurusan yang terpisah demikian disebabkan kebijakan pra jurusan yang juga dihilangkan. Akibatnya antar mahasiswa dan alumni yang beda jurusan tidak saling kenal. Khusus untuk akuntansi karena memang sifatnya merupakan ilmu skill perlu dipikirkan untuk diperbanyak praktek dan lab. Mahasiswa senior harus jadi mentor untuk juniornya. Busra Abdullah Direktur Utama PT Bank Aceh “Secara umum, alumni Fekon Unsyiah lebih unggul dibandingkan alumni fakultas lainnya. Terutama jurusan manajemen, kemudian akuntansi, baru kemudian studi pembangunan. Pengalaman kita di Bank Aceh, alumni ekonomi bisa langsung menyesuaikan diri dengan pekerjaannya. Tapi kalau alumni fakultas lain mereka butuh penyesuaian. Dari segi disiplin, sopan santun, dan kreativitas, juga alumni kita cukup baik. Kalau dalam wawancara agak sedikit pendiam atau malu, itu memang sudah sifat kita orang Aceh pada umumnya. Tapi kalau dipancing dengan sedikit isu tentang sesuatu, umumnya mereka mampu mengemukakan pendapatnya dengan baik. Coba lihat alumnialimni kita yang di Jakarta, Bandung dan kota-kota besar lainnya. Mereka umumnya mampu bersaing dengan alumni-alumni dari perguruan tinggi ternama di Pulau Jawa. Malah banyak alumni-alumni kita yang menonjol dan dipercaya menduduki posisi penting di kantornya. Ke depan, untuk lebih baik lagi, perlu terus menyesuiakan kurikulum dan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha yang terus berkembang. Kemudian perlu sering-sering dibuat seminar atau workshop tingkat nasional dan internasional di fakultas. Sehingga banyak orang luar datang ke Aceh dan bisa membantu meningkatkan ekonomi daerah. Mereka akan menginap, makan, dan berwisata di sini. Dengan cara ini, nama fakultas kita dan daerah Aceh umumnya juga akan lebih dikenal di luar. Dalam waktu dekat, Bank Aceh akan membuat seminar nasional tentang perekonomian, saya berharap Fekon Unsyiah dapat mengambil peran. Kami siap untuk bekerjasama lebih jauh lagi dengan Fakultas Ekonomi.” Zulkifli Harun Pengusaha Masih ingat dengan Mars Ekonomi atau salam ekonomi? Tahukah Anda siapa penciptanya? Ya, Pak Zul Sotek lah penciptanya. Mahasiswa angkatan 77/78 ini terkenal dengan kekonyolannya dan ke‘kejam’annya saat menjadi mentor Ospek. “Asal udah datang dia, udah kacau!” ungkap teman-temannya. “Saya membuat lagu dan salam itu spontanitas saja, saat Pekan Orientasi Mahasiswa (POSMA),” ungkap Zul Sotek saat di konfirmasi mengenai Mars Ekonomi dan Salam Ekonomi.
125
Baik di kalangan mahasiswa ataupun dosen, beliau emang terkenal paling kocak. “Dulu saat menunggu Alm. Pak Anis Taib masuk untuk mengajar ekonomi transportasi, saya membanyol di kelas. Saya meniru logat dan gaya bapak itu mengajar. Tanpa sadar, ternyata bapak itu sudah di belakang saya. Akhirnya saya diusir dari kelas gara-gara hal itu.” “Saat kuliah, saya ke kampus jalan kaki atau naik robur.” Suami dari Fazliah Maimun ini juga menceritakan, “Saat ospek tahun 1980 orang yang paling di benci oleh istri saya adalah saya. Saya merupakan mentor Ospek tahun itu dan istri saya adalah ‘korban’nya.” Zul Sotek pernah memakan bekal makan siang ‘bekas pacarnnya’ ini saat Ospek hingga ibu mertua nya sendiri pernah untuk sementara waktu membenci dirinya. “Udah hitam, jelek, makan nasi anaknya lagi. Makanya mertua saya marah sekali,” ujarnya penuh gelak tawa. Salah satu dosen yang beliau ingat adalah Pak Fadhlon Miga karena beliau sering mengucapkan ‘saya simpan di kepala’. Waktu Ospek, saat hari pembalasan, beliau selalu menjadi sasaran empuk mahasiswa yang dendam terhadap dirinya. Saat kuliah, ia pernah membuka usaha fotocopy di Jambotape, dengan jumlah mesin fotocopy hanya satu. Oleh karena itulah ia diberi julukan Sok Tinggi Ekonomi Kurang (SOTEK). Lelaki yang sedang mengurus pesantren keluarganya, Dayah Darul Hijah, di Samahani ini menceritakan ia pernah menangkap sekumpulan mahasiswa yang sedang memfotokopi bocoran soal ujian Sipenmaru di tempat fotocopy nya. Gara-gara prestasinya ini, ia mendapat beasiswa hingga tamat kuliah dari Universitas Syiah Kuala. Ia juga pernah menjadi bahan tertawaan satu kelas gara-gara tertangkap membawa kopekjan saat ujian. Ia berharap, ke depannya hubungan mahasiswa dan dosen akan semakin akrab seiring bertambahnya usia. Hertily Surviva [Echy]
Dr. Permana Honeyta Lubis, MM Dosen Fekon Unsyiah “Saat kuliah, kami masih menggunakan Sistem Kenaikan Tingkat, bukan Sistem Kredit,” ungkapnya saat membuka percakapan. Wanita bernama lengakap Permana Honeyta Lubis ini acap di panggil dengan sebutan Bu Oni. Wanita angkatan 77 ini merupakan anggota Tim Basket Putri Unsyiah sewaktu masih menimba ilmu di Fekon. Saat Tim Putri Basket Fekon sedang bertanding sangat banyak mahasiswa Fakultas Teknik yang menonton. “Maklum, kami waktu itu masih menggunakan celana yang sangat pendek saat bermain basket,” ujar Bu Oni tersenyum malu. “Bu Oni ini paling gaya, keren, dan stylish saat kuliah. Kalau pake baju kuning, sepatu juga kuning. Sangat banyak laki-laki yang mengejarnya,” goda Bu Zahara saat kami sedang mewawancara Bu Oni. Beliau juga mengisahkan, saat kuliah hubungan mahasiswa dengan dosen sangat dekat, tetapi tetap segan. “Waktu dekan Pak Syam, kami pernah camping ke Ujung Batee bersama-sama.” Saat kuliah, wanita yang bersuamikan alumnus Fakultas Teknik ini sangat ingat dengan Dosen Akuntansi, Pak Tahir Tab. Beliau sering mengatakan, “Kamu tanya sama nenek kamu di rumah!” Beliau sering mengatakan ini jika ada mahasiswa yang tidak tahu ketika ditanyai. Hertily Surviva (Echy)
126
Drs. M. Jacob Abdi, MM Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Era 1988-1994 Pada tahun 1989, menjelang ulang tahun Fekon yang ke 30, M. Jacob Abdi, selaku PD 3 mengadakan survei kecil-kecilan mengenai dosen dan mahasiswa. “Jangan dibawa ke hati, ini sekedar untuk lucu-lucu saja,” pintanya sambil meminta maaf terlebih dahulu. Inilah hasil surveinya : 1. Dosen Tiada Tara (paling bagus cara mengajarnya) adalah M. Alibasyah Amin. 2. Dosen yang pakaiannya paling rapi, mewah, dan gagah adalah Drs. Karimudin Hasbullah. “Mungkin semua uang gajinya habis untuk membeli baju,” ujar Yacob Abdi sembari tertawa terbahak-bahak. 3. Dosen yang pakaiannya rapi, tetapi sederhana adalah Hasbuh Aziz 4. Dosen yang paling tidak rapi adalah Husni Ali MS dan Fadlul Miga 5. Dosen yang paling aneh adalah T.S. Berabo karena ia dulu mempunyai kebiasaan unik. Setiap mengajar di suatu kelas, ia akan meminta seluruh mahasiswanya memberi foto masing-masing yang akan ia kumpulkan dalam suatu album. 6. Mahasiswa paling cepat selesai adalah Rahman Lubis (4 tahun) dan yang paling lambat selesai Daud Mansyur 25 tahun. 7. Dosen yang paling exotic adalah Ahmad Nizam. Beliau memerintahkan seluruh mahasiswa jika masuk kuliah di kelasnya harus memakai dasi. 8. Dosen paling digemari atau disenangi mahasiswa adalah Alm.Yacob Ibrahim. 9. Dosen paling semarak adalah Dana Siswar. Dosen ini selalu tertawa baik di kala sakit, apalagi di kala senang. Beberapa mengatakan bahwa beliau adalah dosen dengan tawa 70 km karena gelak tawanya yang sangat besar. 10. Dosen paling killer dan disiplin adalah Pak Syakiruddin. 11. Dosen yang memiliki hubungan relasi paling baik adalah Samsudin Mahmud. Baik dengan tukang sapu, kuli, pejabatpejabat, beliau selalu akrab dengan siapa saja. 12. Dosen paling berprestasi adalah Ibrahim Hasan 13. Dosen pemberi kuliah ekonomi terbaik adalah Prof. A. Madjid Ibrahim 14. Dosen yang easy going atau No Problem Lecture adalah Dr. Abubakar Hamzah dan Mas’ud D. Hiliry. 15. Dosen dengan pangkat yang tetap adalah Djamil Ahmad. Saat menjadi Dosen pangkatnya 3A dan saat pensiun pun pangkatnya 3A. 16. Mahasiswa yang paling unik adalah Iskandarsyah Madjid – anak guru besar Fekon, Madjid Ibrahim, yang sekarang menjadi dosen Fekon. Beliau saat pertama kuliah memiliki IP 2,4. Bukan karena bodoh, padahal beliau merupakan sosok yang cerdas. Tetapi karena tulisannya yang jelek, hingga dosenpun tidak mampu membacanya. Anehnya, Iskandarsayah Madjid sendiripun tidak mampu membaca tulisannya sendiri. 17. Dosen dengan 6 juta masalah, ‘The Six Million Man’ adalah Hafasnudin. Saat mengambil beasiswa ke Amerika, beliau hanya memakan telur selama 2 tahun disana hingga hanya menghabiskan uang sejumlah 1 dollar selama seminggu. Saat pulang sekolah, kelebihan uang beasiswanya ini ia belikan toko dan mobil. Beliau memang dikenal sebagai pribadi yang hemat. Sesampainya di kampung halamanpun ia ‘balas dendam’ dengan makan banyak. Akhirnya ia jatuh sakit dan di diagnosa oleh dokter karena menderita kekurangan gizi. Mobil dan toko hasil kelebihan uang beasiswanyapun terpaksa dijual kembali untuk mengobati penyakitnya. (Hertily Surviva-Echy)
127
Cut Susilawati Mantan Putri Citra Se-Indonesia Namanya Cut Susilawati. Wanita kelahiran Aceh Selatan 38 tahun silam ini, tampak anggun saat mengenakan baju gamis bermotif batik. Wajahnya tampak lebih muda dari usianya. Saat masuk kuliah, ia menjadi sasaran empuk para senior, khususnya para lelaki. Hal itu disebabkan saat SMA ia pernah menjadi Putri Citra Se-Indonesia pada tahun 1988 yang diadakan oleh Yayasan Argadia. “Saat masuk kuliah, saya sudah menggunakan jilbab,” ujarnya. Lalu beberapa senior mengatakan, “Aduuuh, sayang ya, nggak bisa lihat putri citra lagi.” Ia pun lalu disuruh keliling kampus berjalan bak putri citra sedang membawa piala, tetapi piala ‘sepatu’ yang digunakannya. Saat kuliah, tidak ada batas antara dosen dan mahasiswa. Waktu itu saya akrab dengan salah satu dosen, Bu Mala namanya. “Jika ada arisan di rumah beliau, saya selalu di ajak.” sangat akrab dengan beliau. Wanita yang akrab dipanggil Susi ini sekarang sedang membuka usaha Baby Shop. Beberapa dari barang yang ia jual, ia buat sendiri. Ia juga aktif mengajar di Dekranas. Hal ini ia lakukan karena kecintaannya pada hobi membuat kerajinan tangan. “Saya juga pernah mewakili Fekon untuk mengikuti kontes tari di Jepang, Singapura, dan Bangkok.” Ia juga mempunyai saran kepada mahasiswa Fekon agar serius dalam belajar. "Insyaallah ada manfaatnya. Implementasi ilmu manajemen sangat berguna bagi saya dalam menjalankan usaha baby shop ini. Usaha saya maju beberapa langkah daripada pengusaha lain yang tidak mempunyai basis ilmu ekonomi. Dalam mengatur urusan rumah tangga, saya juga berprinsip dengan menggunakan sumber daya yang seminimal mungkin, berusaha mendapat keuntungan sebesar-besarnya,” ujarnya menutup wawancara dengan gelak tawa. (Hertily Surviva–Echy) Elly Susilawati (D3 Managemen Kesekretariatan Fekon) Manager Service Management Departement PT. Telkomsel Regional Sumbagut Wanita kelahiran Banda Aceh, 8 April 1969 ini menceritakan saat ia dinyatakan lulus dengan nilai memuaskan di meja hijau merupakan momen yang sangat mengharukan. Baginya, masa Ospek merupakan masa yang sangat melelahkan karena itu merupakan ajang balas dendam senior. Ia mengharapkan agar ke depannya dapat di buat Ospek yang lebih edukatif. Mengawali karir sebagai staff sales & marketing, ia merasa tidak puas. “Sangat administratif dan tidak ada tantangan,” ujarnya.Akhirnya ia keluar dari pekerjaan pertamanya dan mengikuti open recruitment perusahaan telekomunikasi seluler GSM. Wanita berkulit putih yang hobi masak dan nonton ini juga pernah menjabat sebagai Pimpinan Kantor Telkomsel Banda Aceh, Pimpinan Telkomsel Kantor Bangka & Belitung, serta terakhir sebagai Manager Service Management departement PT. Telkomsel regional Sumbagut. Elly Susilawati sangat mengidolakan Ibu Jangjayadi karena beliau adalah dosen Bahasa Inggris yang sangat mengenal kemampuan tiap mahasiswinya. Metode pengajaran yang diberikan dapat membuat para mahasiswi menerima atau menyerap materi yang disajikan. Beliau juga lugas, tegas, diksinya jelas, bahasa tubuh yang tidak berlebihan dan sangat
128
disiplin. Ibu Jangjayadi juga tidak segan-segan menghukum mahasiswi yang terlambat hadir dengan tidak mengizinkan untuk mengikuti kuliah yang diberikan pada hari itu atau mempersilakan mahasiswi yang terlambat untuk berdiri sepanjang jam kuliah didepan ruang belajar. Ibu Jangjayadi sering menyebut ‘antena tinggi’ untuk mahasiswi yang sering menjawab pertanyaannya adan ‘antena bengkok’ untuk mahasiswa yang tidaka dapat menjawab pertanyaannya. Ibu tiga anak yang menyukai nasi goreng ini berharap agar Fekon ke depan lebih menekankan kepada edukasi enterpreneurship sebagai cikal bakal lahirnya para entrepreneur- entrepreneur yang mandiri sehingga mampu menciptakan lapangan kerja bagi yang lain. Ia juga mengusulkan agar Fekon mengubah visi dan misinya agar sesuai dengan kondisi pertumbuhan dunia usaha & dunia pendidikan saat ini dan agar mahasiswa/i mampu masuk dalam era kompetisi yang mendunia/global. (Hertily Surviva -Echy)
Salmi Thalib (Alumni Angkatan 1994) berdomisili di Singaura “Saya angkatan 1994, hanya sebagai mahasiswi biasa. Seingat saya, kualitas belajar mengajar waktu itu sebenarnya udah bagus, dosen-dosennya berkualitas. Namun, ada juga yg harus diperbaiki. Sebagai mantan mahasiswa, menurut saya, dosen kalau mengajar jangan setengah hati. Kadang-kadang dosen banyak kegiatan di luar, jadi kosentrasi mengajar jadi terpecah. Ada dosen yang datang terlambat tanpa ada kepastian, kadang2 kami udah menunggu selama 20 menit, tapi dosennya belum datang juga. Akhirnya banyak teman-teman yg bubar, dan ketika dosen masuk, di kelas hanya tinggal beberapa orang saja. Kemudian disalahkan mahasiswanya malas. Terus, buku-buku untuk referensi mengajar juga harusnya yang keluaran terbaru ya. Saya ini sedikit komentar saya untuk meningkatkan daya saing kampus kita di masa yang akan datang. Itu saja dulu ya,” akunya malu-malu.
Ismail Rasyid (Alumni Angkatan 1987) Pengusaha - Mantan Ketua Ikafensy periode 2014-2015, Jakarta Menurut saya mahasiswa dan alumni Fekon saat ini sudah jauh lebih baik dari masa kami dulu. Baik dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan, bahasa Inggris dan teknologi informasi. Apalagi saat ini fasilitas sudah jauh memadai. Namun kekompakan mahasiswa dan alumni kelihatannya sudah mulai kendur. Saya fikir ke depan harus dibuat kegiatan-kegiatan nasional dan internasional dengan menghadirkan pakarpakar dan alumni yang saat ini sudah banyak berkiprah baik di level nasional maupun internasional. Dengan event-event seperti ini, mahasiswa akan dapat meningkatkan wawasan dan kekompakan dengan alumni. Saya turut prihatin dengan kondisi yang terjadi antara fakultas dan ikatan alumni di Banda Aceh. Seharusnya bisa dimusyawarahkan terlebih dahulu sebelum ada pergantian pengurus. [ ]
129
Muhaimin Adamy, SE, MM Kepala PT Taspen Cab. Pematang Siantar Mendidik mahasiswa saat ini membutuhkan pendekatan yang berbeda dengan masa kita dulu. Kalau dulu, kualitas akademik relatif lebih longgar dibandingkan saat ini, sehingga kreativitas mahasiswa bisa lebih leluasa. Namun, hasilnya bisa kita lihat saat ini dimana banyak alumni yang menjadi sukses memimpin di berbagai instansi. Namun saya lihat saat ini mahasiswa terlalu banyak dikungkung dengan aturan akademik. Memang IP nya menjadi tinggi, namun kemampuan sosial dan penguasaan lingkungannya rendah. Kalau melamar pekerjaan, IP nya sangat memukau, namun banyak yang gagal waktu wawancara. Wajar jika alumni kita saat ini sulit berkembang dan bersaing di level nasional karena terlalu teoritis. Kemampuan taktis dan wawasan lingkungannya rendah. Untuk itu, pimpinan harus bisa mengkombinasian pendekatan yang berimbang antara peningkatan akademik dan non akademik. [ ]
130
UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggitinggi kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusinya baik secara moril dan materil, langsung maupun tidak langsung sehingga buku ini dapat berada di tangan pembaca yang budiman. Terima kasih utamanya kepada Guru-guru yang telah sharing pengalaman dan pemikirannya untuk meluruskan sejarah berdirinya FEkon Unsyiah. Kepada Prof. Dr. T. Iskandar (Alm), Prof. Dr. Ibrahim Hasan (Alm), Prof. Dr. Ibrahim Abdullah (Utoh Him) (Alm), Prof. Dr. Ali Basyah Amin (Alm), Prof. T.A. Hamid MAB (Alm), Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud, Drs. Syamsuddin Yakob (Alm), Drs. Asyek Ali, Prof. Dr. Said Muhammad, MA. Kepada Rektor Universitas Syiah Kuala Prof. Dr. If. Samsul Rizal, M.Eng dan Dekan Fekon Unsyiah, Dr. Mirza Tabrani, MBA atas dukungan dan motivasinya untuk menerbitkan buku ini. Kepada Muslim (Alm) dan Zulfikar, SE yang membantu pengetikan beberapa dokumen lama. Wahyu Andhika Fadwa yang memberikan foto-foto terbaiknya. Kepada rekan Julia Novrita, SE, MA dan Ir. Monalisa, MSi yang telah mengedit naskah awal buku ini. Juga kepada Hertily Surviva, SE.Ak (Echy) serta temanteman dan alumni yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Terima kasih. All The Best. [Jeliteng Pribadi]
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH
131
LAMPIRAN 1 Pejabat Struktural Fakultas (Periode 2006-2009) 1. Dekan Pembantu Dekan Bidang Pendidikan Bidang Administrasi dan Keuangan Bidang Kemahasiswaan Bidang Kerjasama 2. Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) Ketua Sekretaris Ilmu Ekonomi Manajemen (EKM) Ketua Sekretaris Ilmu Ekonomi Akuntansi (EKA) Ketua Sekretaris Ilmu Ekonomi Islam (EKI) Ketua Sekretaris Program Profesi Akuntansi (PPA) Ketua Sekretaris 3. Program Diploma III Direktur Wakil Direktur Bid. Akademik Bid. Adm. & Keuangan Prodi D-III Keuangan dan Perbankan Ketua Sekretaris Prodi D-III Pemasaran Ketua Sekretaris Prodi D-III Akuntasi Ketua Sekretaris Prodi D-III Kesekretariatan Ketua Sekretaris
132
:
Dr. Mirza Tabrani, MBA
: : : :
Dr. Aliasuddin, MSi Muhammad Saleh, SE, MSi.Ak Nashrillah Anis, SE, MM Jeliteng Pribadi, SE, MM, MA
: :
Dr. Abdul Jamal, MSi. Muhammad Ilhamsyah Srg. SE, MA
: :
Ahmad Nizam, SE, MM Fairuzzabadi, SE, M.Sc
: :
Dr. Nadirsyah, SE. MSi.Ak Dr. Syukriy Abdullah, SE. MSi.Ak.
: :
Dr. Shabri A. Majid, MSc Amri, SSi. MSi.
: :
Drs. M. Rizal Yahya, MEc Sayuti, SE, MSi.Ak
: : :
Dr. Hafasnuddin, MBA Drs. John Andra Asmara, MSi. Ak Vivi Silvia, SE, M.Si
: :
Lenny Rakhmawati, SE, MM Farid, SE, MM
: :
Ade Irma Suryani, SE, MM Chairil Anwar, ST, MM, M.Sc
: :
Adhisyahfitri Evalina Ikhsan, SE.Ak, M.Si Suazhari, SE.Ak, MSi
: :
Nurkhalis, SE, MM Afrida Yahya, SE, M.Ed
4. 5. 6.
Prodi D-III Perpajakan Ketua : Meutia Fitri, SE.Ak.,MM Sekretaris : Aida Yulia, SE.Ak, MM Prodi D-III Perusahaan Ketua : Dr. Juraidin Ismail, SE, MSi Sekretaris : Megawati, SE, MM Lembaga/Unit Kajian Lembaga Manajemen Ketua : Dr. Mahdani, MBA Sekretaris : Nashrillah Anis, SE, MM Pusat Studi Pembangunan (CDS) Ketua : Taufiq C. Dawood, SE, MEcon.Dev. Sekretaris : Ikhsan, SE, MA Unit Pelatihan dan Perencanaan Pembangunan Regional Kepala : Drs. Muhammad Harun, M.Si Sekretaris : Drs. Syarifuddin A. Bakar Bagian-Bagian : Laboratorium Komputer/Mengetik Ketua : Nita Erika Ariani, SE, MSi.Ak Sekretaris : Dr. Chenny Seftarita, SE, MSi Lab Mikro Banking Ketua : M. Ridha Siregar, SE, MM Sekretaris : Syarifah Evi Zuhra, SE, MM Laboratorium Iklan Ketua : Rizky Amalia, SE, MAB Laboratorium IESP Ketua : Suryani, SE, MSi Sekretaris : Fachruddin, SE, MSi Laboratorium Manajemen Ketua : Sarifah Rahmawati, SE, MM Sekretaris : Wirdah Irawati, SE, M.Sc Laboratorium Akuntansi Ketua : Rulfah M. Daud, SE, MSi Sekretaris : Maya Febrianti Lautania, SE, MM.Ak. Bagian Tata Usaha : Kasubag. Tata Usaha : Muslim, SE Kasubag. Kepegawaian : Faisal. ST, MT Kasubag. Akademik : Sulistina Widyastuti, SE Kasubag. Umum/Perlengkapan : M. Yazid, SE Kasubag Kemahasiswaan : Khairun Nahar, SE
133
LAMPIRAN 2 Kepemimpinan Fakultas Periode
Pembantu Dekan
1960 - 1962
Dr. T. Iskandar
Sekretaris: Anwar Abubakar kemudian digantikan oleh Drs. Ibarhim Hasan
1963 – 1964
Drs. A. Madjid Ibrahim
PD I : Drs. Ibrahim Hasan PD II: Drs. Ibrahim Hasan PD III: Drs. A. Madjid Ibrahim
Drs. A. Madjid Ibrahim
PD I : Drs. Syamsuddin Mahmud PD II: Drs. Jamaluddin PD III: Drs. Abbas Abdullah
1966 - 1969
Drs. Ibrahim Hasan, MBA
PD I : Drs. Syamsuddin Mahmud PD II: Drs. Jamaluddin PD III: Drs. Imran Asyik, kemudian diganti oleh Drs. M. Ali Basyah Amin
1970 - 1974
Drs. Ibrahim Hasan, MBA
PD I : Drs. T. Risyad PD II: Drs. Jamaluddin PD III: Drs. M. Ali Basyah Amin
1975 - 1977
Drs. T. Risyad
PD I : Drs. Syamsuddin Mahmud PD II: Drs. Lahmuddin Lubis PD III: Drs. M. Ali Basyah Amin
Dr. Syamsuddin Mahmud
PD I : Drs. Djakfar Ahmad PD II: Drs. M. Syarief Isa PD III: Drs. Drs. Nurdin Abdurrahman, diganti oleh Drs. Said Hasan Ba’abud
Dr. Syamsuddin Mahmud
PD I : Drs. M. Yusuf Walad PD II: Drs. A. Rahim Umar PD III: Drs. Said Hasan Ba’abud, kemudian diganti Drs. Alfian Ibrahim
Drs. Tabrani Ibrahim
PD I : Drs. Soegyarto Mangkuatmodjo PD II: Drs. Alfian Ibrahim, kemudian diganti oleh Drs. Fadhlon Miga PD III: Drs. Syamsyuddin Yakob
1964 - 1965
1977-1979
1979-1981
1982-1984
134
Dekan
1985-1988
1988-1991
1991-1994
1994-1997
1997-2000
2001-2005
2006-2009
2009-2013
2013-2017
Drs. Tabrani Ibrahim
PD I : Dr. Zulkifli Husin, MSc PD II: Drs. A. Rahim Umar PD III: Drs. Syamsyuddin Yakob
Dr. Zulkifli Husin, MSc
PD I : Drs. M. Hasbuh Aziz, MS PD II: Drs. Agus Salim PD III: Drs. M. Yacob Abdi
Dr. Zulkifli Husin, MSc
PD I : Dr. Chairul Ichsan, MSc. PD II: Drs. T. Razali Rasyid PD III: Drs. M. Yacob Abdi
Dr. Chairul Ichsan, MSc
PD I : Dr. Masud D. Hilliry, MSc PD II: Drs. Mansyahruddin Is PD III: Drs. Mohd. Isa KB
Dr. T. Iskandar Daoed, SE
PD I : Dr. Said Muhammad, MA PD II: Drs. Mansyahruddin Is PD III: Drs. Azhar Puteh, MSi PD IV: Drs. Syakhiruddin, MSi
Prof. Dr. Said Muhammad, MA
PD I : Dr. Raja Masbar, MSc PD II: Drs. Tasmin A. Rahim, MBA PD III: Drs. Azhar Puteh, MSi PD IV: Murkhana, SE, MBA
Prof. Dr. Said Muhammad, MA
PD I : Dr. Islahuddin, M.Econ PD II : Drs. Tasmin A. Rahim, MBA PD III : Drs. Ridwan Ibrahim, MM PD IV: Dra. Permana Honeyta Lubis, MM
Prof. Dr. Raja Masbar
PD I : Dr. Mirza Tabrani, MBA PD II : Dana Siswar, SE. MSi. Ak PD III : T. Zulham, SE, MSi PD IV : Dr. Iskandarsyah Majid, SE, MM
Dr. Mirza Tabrani, MBA
PD I : Dr. Aliasuddin, SE, MSi PD II : Muhammad Saleh, SE, MSi. Ak PD III : Nashrillah Anis, SE, MM PD IV : Jeliteng Pribadi, SE, MM, MA
135
LAMPIRAN 3 PIDATO LET.KOL SYAMAUN GAHARU/KETUA UMUM PANITIA PERSIAPAN PENDIRIAN FAKULTAS EKONOMI KUTARAJA PADA PEMBUKAAN FAKULTAS EKONOMI TANGGAL 2 SEPTEMBER 1959 Pdk. Yml. Presiden Ym. Menteri Muda P.P dan K Yml. Para Menteri Yml. Para Perwakilan Negara2 Asing serta saudara2 sekalian Dalam rangka rencana pembangunan daerah Aceh yang dititik beratkan kepada ”tri karya bakti ” : 1. pemulihan keamanan 2. pengisian otonomi 3. pembangunan maka rencana dasar telah kami titik beratkan kepada pembangunan dibidang sosial ekonomis, phisik dan bertepatan dengan persoalan yang sekarang kita hadapi disini, ialah pembangunan bidang mental yakni membangunkan kota pelajar/mahasiswa Darussalam yang baru saja diresmikan oleh Pdk. Yml. Predisen dan sebagai langkah pertama membuka F0akultas Ekonomi. Syukur Alhamdulillah kami mohonkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, bahwa dengan rachmatNya pada hari ini Pdk, Yml, Presdiden telah berada di tengah-tengah kita sekalian untuk meresmikan pembukaan Fakultas Ekonomi Negeri Kutaraja yang telah lama dinanti-nantikan oleh satu setengah juta lebih rakyat di Aceh khususnya dan seluruh rakyat Indonesia pada umumnya. Pdk. Yml. Presiden Terlebih dahulu perkenankanlah kami untuk menhaturkan sekali lagi selamat datang kepada Pdk Yml berserta rombongan keruangan dan ditempat ini yang sebentar lagi akan diresmikan seabgai tempat kuliah-kuliah Fakultas Ekonomi Kutaraja dan izinkanlah kami pula untuk mengemukakan sekadar latar belakang dari pada usaha-usaha yang telah kami lakukan dalam merealisasi pembukaan Fakultas Ekonomi ini. Pdk. Yml. Presiden dan hadirin sekalian. Menurut sejarah perhatian rakyat di Aceh sangat besar dalam soal-soal Ekonomi umumnya dan perdagangan khususnya. Sejak zaman Sulthan Iskandarmuda hubungan perdagangan Aceh telah ada dengan Malaya. Tiongkok, Siam, Burma , India dan Arabia dan sampai-sampai ke Negara-negara Eropah. Dalam dokumen sejarah pada waktu itu telah terdapat, malahan pengiriman Misi perdagangan dan politik ke Negara-Negara Eropah. Banyak putera-putera didaerah ini yang mencemplungkan dirinya dalam lapangan tersebut terutama dalam zaman kemerdaan telah terbuka kesempatan bagi mereka untuk melakukan perdagangan seluas-luasnya dalam dan luar negeri. Perdagangan adalah sebagian bakat dan watak rakyat didaerah Aceh, tetapi sayang bakat yang telah dipusakai turun-temurun tersebut, hanya merupakan ”bakat Alamiah ” tidak disertai dan ditambah dengan ilmiah. Dengan kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan untuk mengajar ketinggalan2 yang disebabkan oleh serba peristiwa yang menimpa tanah rakyat didaerah ini seperti tersebut, maka cita-cita untuk mendirikan suatu Fakultas Ekonomi yang kelak meluas menjadi satu Universitas telah disampaikan kepada Yml Menteri P dan K. ”Gayung bersambut, kata berjawab”. Demikian kata peribahasa Indonesia. Yml. Menteri P.P dan K dalam kunjungannya ke Aceh pada bulan Agustus 1958 yang lalu, mengeluarkan surat keputusanNo. 1/S/Aceh tanggal 24 Agustus 1958 tentang membentuk Panitia Persiapan Pendirian Fakultas Ekonomi Kutaraja dengan tugas mengadakan penyelidikan tentang kemungkinan2 untuk mendirikan dan menyiapkan pendirian Fakultas Ekonomi itu sebagai suatu bagian dari Universitas Sumatera Utara dalam tahun 1959. Pdk .Yml. Presiden dan hadirin sekalian. Perkenankanlah saya menyebutkan susunan dari panitian tersebut : 1. Letnan Kolonel Syamaun Gaharu, Ketua Pengusaha Perang Daerah Swatara TK, I Aceh, sebagai anggota merangkap Ketua Umum. 2. A. Hasymy, Gubernur/Kepala Daerah Popinsi Aceh, sebagai anggota merangkap Wakil Ketua Umum. 3. Dokter Zainal Abidin, Inspektur/Kepala Dinas Kesehatan Rakyat Propinsi Aceh, sebagai anggota merangkap Ketua I.
136
4. Ibrahim Abduh, anggota Dewan Pemerintah Daerah peralihan Propinsi Aceh ( Seksi PPK), sebagai anggota merangkap Ketua II. 5. Nyak Yusda, pemimpin Pegawai Administrasi Tingkat A, sebagai anggota merangkap Sekretaris I. 6. Nazaruddin, Pemeriksa Kepala pada Kantor Pendidikan Masyarakat Kabupaten Aceh Besar di Kutaraja, sebagai anggota merangkap Sekretaris II. 7. A. Gani Adam, Pelaksana Kepala Dinas Perindustrian Propinsi Aceh sebagai anggota merangkap Bendahara I. 8. T. Sulaiman Polem, pegawai Bank Negara Indonesia Cabang Kutaraja, sebagai anggota merangkap Bendahara II. 9. Overste Dokter Mas Abdullah, Kepala Jawatan Kesehatan Angkatan Darat, sebagai anggota. 10. Ir. M. Tahir , Kepala Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Aceh, sebagai anggota 11. Dr. Mlasowsky, Dokter Pemerintah di Kutaraja, sebagai anggota. 12. Dokter R. Midi, Kepala Rumah Sakit Umum Kutaraja, sebagai anggota. 13. Letnan I Mr. Darsosugondo, Penasehat Hukum K.D.M.A, sebagai anggota. 14. Tgk. Ainal Mardhiah, anggota Yayasan Universitas Islam Kutaraja, sebagai anggota. 15. Achmid Abdullah, Kepala Jawatan Penerangan Propinsi Aceh, sebagai anggota. Pada tanggal 25 Agustus 1958, nama Panitia tersebut dilantik sendiri oleh Yml.Menteri P.P dan K, bertempat digedung DPRDP Tk. I Aceh. Setelah Panitia tersebut resmi dilantik oleh Yml . Menteri P.P. dan K, Panitia terus melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam surat Keputusan tersebut dengan suatu cita-cita bulat, bagaimanapun kesukaran2 dalam segala bidang yang akan dijumpai, namun untuk memenuhi hastrat rakyat, sebuah Fakultas Ekonomi pasti dapat dibuka di Kutaraja pada tahun ajaran 1959 – 1960, kemudian dan menyusul Fakultas-FAkultas lain yang Insya Allah akan tergabung di bawah nama “ UNIVERSITAS SYIAH KUALA “. Dalam melaksanakan tugas Panitia tersebut, kami dapat bantuan langsung, beserta bimbingan dari Presiden Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ahmad Sofyan dan stafnya, dalam kesempatan ini kami mengucapkan diperbanyak terima kasih atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan oleh beliau tersebut. Setelah mengadakan rapat Pleno sebanyak 3 kali dalam tahun 1958 dan 14 kali rapat-rapat Seksi Panitia Perumus, serta setelah mengirimkan sebuah team Panitia yang dipimpin Gubernur A. Hasymy selaku wakil ketua umum Panitia menghadap Presiden Universitas Sumatera Utara di Medan dan Yml. Menteri P.P. dan K, di Jakarta, dan team Ibrahim Abduh/Nyak Yusda yang membawa laporan terakhir, maka dengan keputusan Yml Menteri P.P. dan K tanggal 12 Januari 1959, No, 3328/S, mulai tanggal 1 September 1959 ini, dibuka Fakultas Ekonomi Kutaraja yang merupakan bagian dari pada Universitas Sumatera Utara. Untuk menampung akibat dari surat Keputusan Menteri tersebut dan guna merampungkan persiapan2 lanjutan, sampai upacara pembukaan Fakultas Ekonomi pada hari ini, dalam tahun 1959 ini Panitia telah mengadakan rapat pleno sebanyak 3 kali, kemudian dilanjutkan terus dengan rapat-rapat khusus mengenai penyelenggaraan tehnis, seperti mengenai perlengkapan dan pendidikan dan sebagainya. Yang selalu merupakan handicap yang mungkin juga dialami oleh lain-lain Perguruan Tinggi di Indonesia ialah kekurangan tenaga pengajar tetapi Insya Allah hal ini dapat diatasi dengan bantuan besar yang telah diberikan Koordinasi Perguruan Tinggi Kem. PPK dan Presiden Universitas Sumatera Utara Medan, yang bersedia “ menerbangkan “ tenaga dosen dari Medan. Systeem ” penerbangan ” Guru Besar ini, sebenarnya pada prinsipnya sangat menyulitkan, tetapi kalau juga jalan ini ditempuh adalah akibat dari pada keadaan ” conditio sine qua non”. Pdk .Yml. Presiden dan hadirin sekalian. Hari ini tugas Panitia yang saya pimpin sudah selesai dan sebentar lagi akan diresmikan pembukaan Fakultas Ekonomi Kutaraja serta pejabat Dekannya Dr. Teuku Iskandar. Sebagai penutup sekali lagi kami mengucapkan banyak terima kasih kepada segenap pihak, terutama Yml. Menteri P.P. dan K sendiri serta pejabatpejabat lain dalam lingkungan Kem.P.P dan K dan Presiden Universitas Sumatera Utara beserta stafnya, atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan selama ini kepada Panitia. Tidak lupa kami ucapkan pula terima kasih kepda beberapa Perwakilan Asing yang telah memberikan beberapa bantuan merupakan alat-alat perlengkapan kepada Fakultas Ekonomi yang kami dirikan ini. Selanjutnya kepada para dosen, dekan dan anggota dewan Corator yang telah sedia memberikan tenaganya kepada kepentingan pendidikan di kota pelajar/Mahasiswa Darussalam baikpun pada saat permulaan ini maupun untuk dimasa-masa yang akan datang, kami sangat mengharapkan agar dapat memberikan tenaga sepenuhnya dan pengorbanan yang ikhlas. Setiap kita telah dapat memahami, bahwa tidak suatu pekerjaan besar yang tidak lebih dahulu mengalami kesulitan. Tetapi kami penuh berkeyakinan, bahwa semua para dosen, dekan dan anggota Dewan Curator telah dapat menyelami persoalan-persoalan yang dihadapi sekarang, sehingga dalam melakukan tugasnya benar-benar dapat membawa hasil yang sebesar-besarnya untuk kepentingan kejayaan bagi generasi-generasi dimasa – masa yang akan datang. Terima kasih.
137
Kata Sambutan Gubernur A. Hasymy Assalamualaikum w.w Pdk. Yml. Presiden. Yml. Menteri â&#x20AC;&#x201C; Menteri. Yml. Duta â&#x20AC;&#x201C; duta Besar dan Duta â&#x20AC;&#x201C; duta. Saudara â&#x20AC;&#x201C; saudara, hadirin dan hadirat. Rakyat Aceh sudah semenjak lama, sudah semenjak zaman api revolusi bernyala-nyala, menghasratkan adanya perguruan tinggi didaed\ rahnya. Hasrat yang baik ini tidak pernah padam, bahkan tetap bernyala-nyala seperti bernyalanya api revolusi, api mana yang pada hakekatnya tidak pernah padam dalam dada rakyat didaerah ini. Oleh karena demikian, sejuta delapan ratus ribu rakyat didaerah Aceh ini menyambut dengan rasa syukur dan gembira keputusan Pemerintah untuk mendirikan Fakultas Ekonomi didaerahnya, sebagai Fakultas pertama yang akan disusul dengan Fakultas-fakultas yang lain. Bukanlah suatu hal yang tidak diduga, kalau pada detik ini sejuta delapan ratus ribu pasang mata dan telinga ditujukan dengan penuh minat ketempat ini, ke kota Pelajar/Mahasiswa Darusalam ini. Atas nama Pemerintah Daerah dan segenap lapisan rakyat didaerah Aceh ini, kami merasa wajib menyampaikan terima kasih yang seikhlasikhlasnya kepada Pemerintah Pusat, yang telah sudi membuka Fakultas Ekonomi dan pada saat ini telah diresmikan oleh Pdk,Yml.Pred\siden sendiri. Sesuai dengan cita-cita pembangunan kota Pelajar/Mahasiswa Darussalam, dimana pada suatu waktu nanti ia harus mempunyai satu Universitas sendiri yang lengkap dengan berbagai-bagai Fakultasnya, maka pada tempatnyalah kalau dalam kesempatan ini kami memohon kepada Pemerintah, agar dalam waktu yang cepat dapat di iringi dengan pembukaan Fakultas-fakultas yang lain sesuai dengan Aceh sebagai daerah ternak, maka patutlah kiranya kalau kami mengharap agar Fakultas Kehewanan dapat segera didirikannya, demikian pula Fakultas agama untuk memenuhi kehausan jiwa rakyat didaerah ini. Alangkah besar syukurnya rakyat didaerah ini, kalau dalam waktu yang cepat, Pemerintah dapat membentuk Panitia Persiapan untuk Fakultas-fakultas tersebut, sehingga usaha pengisian Kota Pelajar/Mahasiswa Darussalam tidak terhenti. Demikianlah sambutan dan pengharapan kami. Assalamualaikum w.w
AMANAT PDK YML PRESIDEN SUKARNO Dalam amanatnya Pdk Yml Presiden antara lain beliau mengagumkan perjuangan perjuangan Nehru dan Thomas Jefferson dari Amerika. Akan tetapi demikian Presiden, perjuangan-perjuangan mereka itu lebih hebat dan mengagumkan lagi perjuangan kita. Revolusi Amerika dicetuskan pada tahun 1776 oleh Thomas Jefferson yaitu revolusi politik guna melepaskan Amerika dari penjajahan. Kemudian disusul dengan revolusi Perancis yang menghendaki suatu systim politik yang baru tidak memakai politik sosial. Selanjutnya pada tahun 1905 disusul pula dengan revolusi besar Rusia yaitu revolusi ini tidak berhasil dan tidak pula gagal, tetapi hanya merupakan general repetisi. Dan revolusi selanjutnya meledak pada tahun 1917 yang merobah seluruhnya struktur masyarakat yaitu merupakan revolusi sosial. Revolusi kita ini yang kita cetuskan pada tahun 1945, adalah revolusi yang menakjudkan dan mengagungkan, lebih dari pada revolusi politik dan sosial itu. Dalam memberikan kuliah di Fakultas Ekonomi ini, Pdk Yml. Presiden sependapat dengan Prof. Priyono, bahwa ekonomi Liberal jangan di ajarkan lagi, akan tetapi sesuai dengan revolusi kita dan masyarakat kita dari Sabang sampai Marauke, yaitu sosial ekonomi, adil dan makmur dengan ekonomi terpimpin. Akhirnya Pdk Yml. Presiden selesai amanatnya memberikan sebuah gong kepada Ketua Umum Letnan Kolonel Syamaun Gaharu dengan pukulan pertama dilakukan oleh Pdk. Yml Presiden sebagai menandakan bahwa Fakultas Ekonomi telah diresmikan pembukaannya. Pada upacara pembukaan Fakultas Ekonomi ini, juga turut dihadiri oleh para dosen, Mahaguru dan Dewan Curator.
138
No. 3328/S KUTIPAN :
dari daftar surat-surat keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Djakarta, 12 Djanuari 1959.
MENTERI PENDIDIKAN, PENGADJARAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. b.
bahwa hastrat rakyat Atjeh dalam lapangan ekonomi dan perdagangan sangat besar, sehingga perlu dibuka suatu Fakultas Ekonomi di Kutaradja, yang merupakan bagian dari pada Universitas Sumatera Utara. bahwa persiapan kearah pendirian Fakultas Ekonomi itu sudah selesai dan tjukup memberi kemungkinan untuk membuka Fakultas tersebut ;
Mengingat : a. b. c. d.
Hooger-Onderwijs Ordonnantie tahun 1964 beserta segala perubahannya. Undang-undang darurat No. 7 tahun 1950, tentang perguruan tinggi. Undang-undang No.4 tahun 1950 R.I. Negara Bagian d.h.d. Undang-undang No. 12 tahun 1954, tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran disekolah. Peraturan Pemerintah No. 48 tahun 1957, tentang pendirian Universitas Sumatera Utara. MEMUTUSKAN
Menetapkan hal-hal seperti berikut : I. Mulai 1 September 1959 dibuka Fakultas Ekonomi di Kutaraja jang merupakan bagian dari Universitas Sumatera Utara. II. Fakultas tersebut pada I diselenggarakan menurut peraturan-peraturan dan adat kebiasaan yang berlaku untuk pendidikan dan pengajaran tinggi pada umumnya dan untuk Fakultas negeri yang sedjenis pada chususnya. III. Biaja penjelenggara fakultas tersebut dibebankan pada anggaran belandja Kementrian Pendidikan Pengadjaran dan Kebudajaan , jaitu untuk tahun 1959 pada pasal anggaran 10. 3 . 12 dan untuk tahun-tahun selandjutnja pada pasal anggaran jang selaras dengan itu. MENTERI PENDIDIKAN, PENGADJARAN DAN KEBUDAYAAN d.t.o. P R I J O N O.
139
Selamat
Ulang Tahun
VIVI JAYANTI TARIGAN Mahasiswa Berprestasi Prodi D III Pemasaran
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH