RUANG LAMA
Disusun oleh :
Bio Bhirawan, S.T., IAI.
I Wayan Andhika W, S.T., IAI.
M. Bagas R, S.T., IAI.
Nuthqy Fariz, S.T., IAI.
Penerbit:
CV. Tiga Media
Jalan Prof. Soedarto No 14
Tembalang
Semarang 50275 Jawa Tengah
Telp: (024) 70070033
Kata Pengantar
Assalamualaykum Wr Wb, Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga penyusunan buku yang berjudul “ Ruang Lama” pada awal tahun 2017 ini akhirnya dapat diselesaikan, nantinya sebagai pedoman atau pengetahuan mengenai beberapa ruang lama yang telah ada dari masa kolonial dahulu, sehingga masyarakat bisa mengambil hasil dan intisari dari buku ini yang telah ditemukan beberapa ruang di Kota Semarang.
Terimakasih kepada Dr. Ir. R. Siti Rukayah, MT yang telah memberikan motivasi dan masukan untuk penyusunan buku ini, juga untuk teman teman yang telah membantu penyusunan buku ini dan terimakasih juga untuk teman teman Magister Arsitektur tahun 2015 genap
Universitas Diponegoro yang juga memberikan motivasi untuk menyelesaikan buku ini, dan ucapan terimakasih kepada masyarakat kampung layur dan kampung darat semarang yang
telah mendukung kami untuk melakukan observasi di lapangan, serta seluruh pihak yang telah berkontribusi sehingga buku ini bisa diterbitkan untuk masyarakat umum.
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam buku ini, untuk itu kritik dan saran terhadap penyempurnaan buku ini sangat diharapkan. Serta kami berharap nantinya
bisa dilanjutkan dengan terbitan buku yang lain dengan tema yang lain. Semoga buku ini
bisa menjadi manfaat bagi masyarakat dan khususnya masyarakat Kota Semarang, dan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Semarang, 12 Januari 2017
Penulis
Pendahuluan
Kota Semarang merupakan salah satu kota yang berada di kawasan pantai utara yang dilewati oleh proyek jalan daendels yang dibangun oleh para pendatang dari belanda atau pada masa kolonial belanda. Kota lama yang menjadi daya tarik masyarakat indonesia terhadap semarang karena disana masih terdapat banyak bangunan ber arsitektur kolonial belanda.
Tidak hanya kota lama yang sekarang menjadi tujuan para pendatang untuk ke semarang, karena sebelum ada kota lama yang dibangun oleh pemerintah belanda sudah terdapat kampung atau kawasan penduduk yang dari sejak abad 18 sudah bertempat tinggal di wilayah tersebut. Salah satunya adalah kawasan kampung melayu yang ada di semarang bagian barat. Kampung melayu mempunyai beberapa kampung yang ada didalamnya, ada berbagai macam etnis yang hidup berdampingan selam bertahun tahun seperti kampung arab, kampung layur, kampung bugisa, kampung darat, kampung ndarat nipah dan masih banyak lagi.
Buku yang diterbitkan ini akan membahas salah satu dari kampung yang ada di kampung melayu tersebut yaitu kampung layur dan kampung darat, karena dari segi perkembangan dan historisnya kampung tersebut mempunyai cikal bakal berdirinya beberapa kampung di Kota Semarang. Ruang lama yaitu judul dari buku ini, kenapa karena ruang yang ini belum banyak orang tahu jadi kami menyajikan ruang ruang lama yang tertunggal sebenarnya mempunyai nilai historis yang sangat kental.
KAMPUNG LAYUR
Asal
Kampung Layur bermulai dari berpindahnya tempat singgah kapal-kapal dari mangkang ke ngeboom, yang
dimulai dari sekelompok kapal kompeni pada tahun 1743. Kepindahan ini dikarenakan Boom Lama memiliki suasana
lebih baik dan lebih dekat dengan kota sehingga pengangkutan barang lebih mudah tercapai.
Dengan berpindahnya tempat berlabuh kapal-kapal dari
Mangkang ke Boom Lama, menyebabkan Boom Lama menjadi ramai, terutama di dekat pelabuhan dengan banyaknya
pula orang-orang yang mengunjungi Kota Semarang.
Tidak lama kemudian di dekat Boom Lama berdiri satu dusun kecil yang juga disebut dusun darat. Dusun darat ini kemudian bergabung dengan dusun ngilir. Karena pada dusun tersebut dihuni oleh orang Melayu, maka dusun tersebut dinamakan Kampung Melayu. (Liem, 1933)
Terletak di Kota Semarang bagian Utara tepatnya di Kelurahan Dadapsari, kampung ini dikenal dengan sebutan Kampung Melayu, nama ini digunakan untuk membedakannya dengan kampung pribumi, karena diperkirakan kampung tersebut dibangun oleh pedagang-pedagang dari Melayu, Arab dan India (Budiman, 1978 ).
Masyarakat
Kampung Melayu merupakan masyarakat multi etnik, disamping terdiri dari masyarakat asli Semarang juga terdapat etnis pribumi lain seperti Arab, Cina, Banjar, Melayu, jawa, dan lain-lain. Walaupun terdapat banyak etnik disana, namun keharmonisan dan ketentramanlah yang terlihat disana, dan semua masyarakat melebur menjadi satu di Kampung Melayu tersebut. Etnik Tionghoa dahulu menghuni sepanjang koridor dengan membangun rumah toko, sedangkan etnik Arab Hadramaut menghuni bagian belakang ruko etnik Tionghoa. Terdapat sebuah Klenteng yang masih terjaga sampai saat ini keberadaanya, bernama Klenteng Tek Haybio dimana telah ada sejak tahun 1756.
Keberadaan
klenteng ini terletak di mulut kampung Melayu
Semarang, menurut Madiasworo (2009) kelenteng dibangun
oleh etnik Tionghoa di kampung Melayu yang pembang nannya
dikepalai oleh tuan Liem A Gie pada tahun 1900 dan berhasil
diselesaikan pada tahun 1901. Keberadaan kelenteng di kawasan
koridur kampung layur yang juga berdekatan dengan Masjid
Layur atau Masjid Menara, membuktikan bahwa kawasan ini
memiliki keberagam etnik yang sudah tertanam sejak lama, dan toleransi yang tinggi di kawasan tersebut.
Keberadaan
bangunan di koridor Layur pada saat ini sangat memprihatinkan, banyak bangunan yang tidak terawat, sepirti hal nya bangunan “SENI FOTO GERAK CEPAT” bangunan yang berada di ujung koridor utama Layur ini menurut Madiasworo (2009) Bangunan ini adalah milik Badan wakaf masjid Menara Layur. Awalnya bangunan ini mengalami beberapa kali perubahan fungsi, dan pernah digunakan sebagai markas Belanda, kemudian sebagai tempat barter barang dan juga pernah berfungsi sebagai sekolah yang bernama AlIrsyad. Usaha renovasi p rubahan sempat dilakukan oleh penghuni bangunan. Dan sekarang kondisi bangunan ini sudah tidak terawat, dan tidak difungsikan lagi.
Perubahan koridor kampung layur yang dulu disebut koridor Harun Tohir selama satu abad
1910-2016, tidak hanya perubahan bangunan tetapi juga perubahan pada suasana dari aktifitas penduduk, yang mana pada masa sekarang koridor dipenuhi kendaraan bermotor.
Detail bangunan bernuansa arsitektur melayu masih bisa ditemukan di kawasan ini, hal ini menunjukan bahwa bukti dari keberadaan peradaban melayu pada masa dahulu.
MASJID
MENARA
Masjid
Menara Layur ini dibangun pada tahun 1802 oleh
Pemilik Persatuan Orang Arab, dan digunakan untuk beristrahat dan beribadah bagi para saudagar yang berlabuh di Pelabuhan Semarang. Hal ini berkaitan erat dengan lokasi masjid Menara Layur yang berbatasan dengan kali Semarang di sisi timur dan bebatasan dengan koridor Layur pada sisi barat (Madiasworo, 2009).
media-kitlv.nl/Meijers, W.
Lokasi
Masjid Layur atau yang sering disebut “Masjid Menara” ini terletak di Jalan Layur No. 33 Kampung
Melayu, Semarang. Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di Semarang yang masih kokoh berdiri.
Tak sulit untuk menemukan lokasi masjid ini. Dari arah
Pasar Johar mengikuti jalur putar yang menuju arah
kantor pos atau arah Stasiun Tawang. Dari rel kereta api di depan Jalan Layur, menara masjid sudah bisa terlihat dari kejauhan.
Estetika dari ornamen-ornamen dinding terlihat berkarakter dan indah. Detail arsitektur pada bangunan yang memiliki nilai estetika yang tinggi. Dari gaya arsitekturnya, Masjid Layur merupakan percampuran dari tiga budaya yakni, Jawa, Melayu, dan Arab. Masjid Layur dikelilingi tembok menyerupai benteng. Hal yang unik dari masjid ini adalah bentuk bangunan yang kental dengan bangunan di Timur Tengah.
Keistimewaasn
pada masjid layur juga tampak pada menara yang berdiri kokoh di depan pintu masuk masjid. Konon masjid ini dilengkapi menara setinggi hampir 21 meter. Namun, karena tersambar petir, menara itu diperpendek dan kini tinggal 13 meter. Menara ini pernah digunakan sebagai mercusuar dan dahulu menara ini sebagai tempat azan berkumandang, namun pada masa sekarang tidak pernah digunakan lagi karena konstruksi menara yang sudah rapuh, namun tertutupi oleh kegagahan dari menara ini.
KAMPUNG
DARAT
Cikal-bakal
terbentuknya kampung Melayu Semarang ini diakibatkan oleh orang-orang ramai melakukan aktivitas perdagangan yang pada akhirnya tumbuh menjadi sebuah dusun yang di kenal dengan nama ‘ndarat’ yang kemudian dalam perkembangannya menjadi satu dengan dusun ngilir. Dinamakan darat atau ‘ndarat’ adalah karena ditempat ini dulunya orang pertama kali mengunjungi Semarang mau mendarat Pada daerah darat ini banyak terdapat orang yang melakukan aktivitas bongkar muat barang dan kapal-kapal yang berlabuh.
(Liem Thian Joe, 1933)Tidak
ada yang akan menyangka kawasan ini padat penduduk di kampung darat ini merupakan kawasan pessantren yang dibesarkan oleh mbah sholeh darat, menurut Lukman yang merupakan keturunan dari KH. Soleh Darat, kawasan ndarat merupukan salah satu pesantren besar di jawa tengah yang mana didirikan oleh mertua KH. Sholeh darat dan dikelola turun temurun.
Selain
kiiab-kitabnya yang belum semua bisa
ditemukan, nyaris tak ada peninggalan fisik Simbah KH Sholeh Darat yang tersisa. Langgar kayu
berbentuk rumah panggung telah rusak sejak
lama, akibat dimakan usia dan tergenang air rob yang langganan melanda. Lalu pada tahun 1993
H Ali Cholil bersama dzurriyah yang ada, membongkar langgar tersebut lalu membangun masjid berbahan tembok. Masjid ini telah menjadi
tempat ibadah warga sekitar, namun belum makmur untuk pengajian. Karena itu para ahli waris
berupaya meneruskan peijuangan Simbah KH
Sholeh Darat dengan mengadakan pertemuan
Keluarga Besar Bani KH Sholeh Darat tiap tahun. (buku sejarah mbah sholeh darat semarang)
Kini
masjid atau langgar yang dulunya ramai dan menjadi masjid peninggalan KH. Sholeh darat dan menjadi pusat pesantren tidak begitu memiliki kegiatan yang besar, hanya digunakan sebagai tempat ibadah biasa di kampung darat semarang.
Kehidupan
masyarakat pada masa sekarang di kampung darat sangat beragam, yang sudah tercampur aduk suku dan etnik didalamnya. Kehidupan masyarakat disana hidup rukun, dan selain fungsi sebagai permukiman di koridor utama kampung darat juga digunakan sebagai kawasan perekonomian, terdiri dari toko, pabrik, dan gudang diyang berada di kawasan ini.
Kesimpulan
Cepatnya perubahan jaman membuat sejarah sedikit terlupakan oleh sebagian besar masyarakat. Baik dari perubahan yang berbentuk fisik maupun non fisik. Terlihat dalam pembahasan tadi banyaknya perubahan fisik yang terjadi dari bentuk bangunan, rusaknya material dan kondisi lingkungan yang kurang terjaga. Bergesernya aktivitas yang semula perdagangan sekarang sudah mulai hilang juga terlihat dalam bahasan diatas.
Pemerintah sudah melakukan semaksimal mungkin sehingga daerah kampung layur terutama masjid menara sudah menjadi bangunan cagar budaya yang di atur dalam peraturan daerah Kota Semarang, tetapi masyarakat belum banyak yang mengetahui mengenai kampung layur dan kampung darat, sehingga buku ini bisa menjadi pengetahuan dan wawasan tentang bangunan bersejarah di Kota Semarang terutama Kampung Layur dan Kampung Darat.
Daftar Pustaka
Budiman, Amen. 1978. Semarang Riwajatmoe Doeloe. Semarang : Penerbit Tanjung Sari.
Thian Joe, Liem. 1933. Riwayat Semarang. Semarang-Batavia. Semarang : Penerbit Ho Kim Yoe.
Lynch, Kevin. 1960, The Image Of The City, The MIT Press, Cambridge.
Madiasworo, Taufan. 2009. Revitalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Kampung Melayu Semarang Dalam
Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Local Wisdom, Volume 1 No 1, November 2010, 10-18.
http://www.media-kitlv.nl/