Bung!

Page 1

bung! w. muttaqien ahmad

K E DA I bu k u SI NAU



bung! W. MUTTAQIEN AHMAD

K E DA I bu k u SI NAU


iv

w. muttaqien ahmad

Kumpulan Sajak Judul: bung! oleh: W. MUTTAQIEN AHMAD Penerbit: Kedai Buku Sinau Gambar Sampul: adhiklaud Tata Letak Sampul dan Isi: Wees Skool Katalog Dalam Terbitan ISBN: 978-979-15449-5-5 Penerbit Kedai Buku Sinau www.kedaisinau.com pemesanan buku via sms ke 0815 8840310


Daftar Isi

daftar isi v biodata x 2 baris tentang struktur dan progres atau cuma sebuah kemungkinan-yang tersisa adalah kerja xi

peristiwa 2 terlalu tua untuk puisi sympathy for the devil di puncak 6 bulan di jakarta 8 mana 9 jakarta 27 10 kisah meja dapur blues ramadhan 13 ahai de’ 14 di matamu sajak 16 pada sebuah esei 17 memento 18 masih ada tapi 19 jalan ibu 20 tepiku sepikau 21 lima 22 terjemahkan lagi 24 rumah 25 tanduk mata 26 membaca perang 27 aku menulis kota 28 jika ini syair 29 kisah nun 30 jerusalem 31 insomnium 32 hutan luka 33 on muscle museum 34 dalam bis kota 35

bulan di jakarta 3 4

12

v


purnama 36 padamu 37 malam 14 februari

38

suatu hari di kedai kopi

habituasi 40 suatu pagi bersama satir secangkir cuaca 42 suatu hari di kedai kopi 1000 berhala 44 7.30 di beranda rumah sang penyair 46 39 47 buat sahabat 48 peringatan 49 ketika hujan 50 7, anjing, dan kau 51 hening 52 bung! 53 pemula 54

41 43 45

keheningan puisi persis seperti gelembung soda yang kaget ketika ada yang suka

tanahku 56 entah apa 57 asmara bunga 58 dusta dalam kaca 59 adriana 60 demam tubuh mendekati ramalan dan dunia liar 61 permainan 62 kemungkinan 63 dialog 64 menu 65 belajar menulis puisi 66 keheningan puisi persis seperti gelembung soda yang kaget ketika ada yang suka 67 catatan pejalan 68 sebuah senja 69 sesuatu terjadi padaku kemarin terjadi padamu esok di tempat yang sama 70

vi

w. muttaqien ahmad


vii sekopi 72 apa yang diingat kota tentang lelaki 73 @tubuh 74 jalan 75 logika perlawanan 76 langit lain 77 tembagapura 78 sudah waktunya 79 diaspora 80 kepada mia 81 dialah kata 82 sinta 83 yang paling sepi 84 yang paling puisi 85 puisi yang datang padamu 86 selain di sekitaran sini, tak ada arus lain 87 sajak senja 88 korupsi 89 dunia itu tuna 90 sebuah pembuka catatan yang bersembunyi di kerak kopi 91 dia cuma mendengarkan lagu the beatles 92 pada posisi ke sembilan belas 93

mimpi-mimpi yang kemudian disebut rumah yang tidak bisa tidur

selamat pagi komunis 96 kepada resty 98 mimpi-mimpi yang kemudian disebut rumah yang tidak bisa tidur 99 99 sajadah 104 batu bersurat 105 adalah manusia-manusia yang ingin tetap tinggal dalam rumah mereka yang sedang terbakar 106 setan 107 diberitahu tentang kau 108 kita bermusuhan saja 109 kartu-kartu menulis masa depan 111 malam bulan 112 rambut takdirku 113 ilusi tentang akhir 114 kemanisan 115 habib 116


benang magenta 117 willy pada suatu malam 118 surat untuk saut beranjak tua 119 guru pertama 120 lupakan januari 122 dalam sebuah judul yang masih ragu

123

biografi kerinduan

sajak perjalanan 126 suatu pagi, sebuah kerinduan 128 careful with that axe, agung 136 hari besar 138

viii

w. muttaqien ahmad


untuk diriku RPD, dan sang pemantik EWS ‘ketika bumi dan langit bersujud’

ix


BIODATA Widhyanto Muttaqien Ahmad, lahir dan besar di Jakarta. Kini berdagang buku, menyeduh kopi, dan bekerja sebagai peneliti lepas.

x

w. muttaqien ahmad


2 baris tentang struktur dan progres atau cuma sebuah kemungkinan-yang tersisa adalah kerja

pada mulanya kata-kata dipekerjakan kemudian ia berubah menjadi tuan

w.m.a 2012

xi


bulan di jakarta


peristiwa sebuah lubang ingatan yang tak tembus dan bola cahaya menyaksikan hamparan aksara 2012

2

w. muttaqien ahmad


Terlalu tua untuk puisi ia menggambar noda. di geligi dan sepatunya. noda yang sudah berumur. menutupnya di bawah daun pepaya. kemudian memasaknya bersama telurtelur berisi puisi. sebuah puisi yang cuma berisi gambargambar yang mirip kepala. tubuhnya terlalu sepuh untuk melakukan perjalanan yang mulai kadaluarsa. ia memilih bertelur saja. telurnya disiapkan untuk sarapan. ia memasak dengan sangat lama. membumbuinya dengan uap keringat yang telah menjadi noda di sela ketiak seorang presiden yang selalu bangun kesiangan. waktu makan presiden sering bernyanyi. ia menyanyi mentah saja sejak telurtelurnya lebih dulu mendalu. ia memasak sendiri telur di wajahnya. orangorang memandangnya sampai jatuh waktu. telurtelur gugur satusatu membatalkan diri. ia menggendong noda di klise dan warna petang. mencari penginapan.

3


sympathy for the devil ‘ Debu menjadi bintang, menjelma mahluk, dan kembali ke asal ?‘ Bising disini, industri kepedihan penghasil cinta, dijual dijalan-jalan, kaki lima, mall, kampung kumuh, Pondok Indah, komplek pelacuran, Kota Satelit, Pelabuhan, Kawasan Berikat, kurikulum wajib di sekolah Kita memulainya, mencipta kepedihan dengan cinta, fantasi kanak-kanak sampai sado masochist: terasing Dilipatgandakan fungsinya dengan berbagai kepentingan atas nama. Puing dan arang, amis warna merahnya. Jika kurang kita buat lagi subtitusinya: kecemburuan Sekarang salahkan semua pada rasa frustasi. Geliat libido yang menggelora. Bagaimana caramu merasakannya? Mengkhayalkannya sehingga menjadi teori baru, yang lebih ajaib dari rock n’ roll atau reggae ? Kepedihan, Cemburu, dan Frustasi. Mesin waktu yang eksotis, wajar namun menyedihkan. ‘ Seem I,m not alone in being alone…’ * Aku di dalamnya juga setengah manusia disini. Mencari Damai menebus dosa. Absurd ! Menjelajah berbagai media-das sein. das sollen. Bagai arloji, mengulang tanda yang sama. Sejarah! Sesuatu selalu datang dan pergi. Tak ada ruang kosong. Sia-sia aku menunggu atau mengejarnya. Man proposed, God disposed Biasa saja itu kesimpulannya, bangun pagi, seduh kopi campurkan susu bila perlu, beri gula sedikit saja atau tambahkan sesuai selera. Duduk di teras, baca koran-jangan banyak komentar, tegur tetangga-senyum, tindih istrinya bila suami berangkat kerja. Lalu pikirkan hal lain: spontanitas. Yap, dunia hanya gejala ketika Tuhan ingin mengatur semuanya.

4

w. muttaqien ahmad


Selanjutnya sampaikan simpatiku pada para pendosa, para pemain gagah-penantang para tuannya, dan selalu bertanya untuk apa ini semua. Apakah aku menggenapkan atau mengganjilkan, atau disini aku cuma untuk berkeringat, lain tidak. Setan, you aturlah!

Sympathy for The Devil, diambil dari lagu Rolling Stones * Message in The Bottle, The Police

5


di puncak dalam sorot cahaya-yang nyata adalah selayar kabut setiap gerak seperti bayang batang basah merunduk- ujung hari terpetik mengucap bahagia segala dingin menjadi intim-sesaat saja lahirkan bunyi hangat sungai mengalir ke sawah

2012

6

w. muttaqien ahmad


yang mati begitu saja digenggam musim mawar mencair bulan Agustus orangorang meniup lilin bersama nabinabi sedap malam : bersila-sila di kuburan orangorang tidak pergi tidak datang lahir dan mati begitu saja rumputrumput kering dan hijau liar di antara sebotol mawar wewangian kesedihan rayakan pahlawan : juga mati begitu saja 2011

7


BULAN DI JAKARTA bagianku matahari anakku bulan kota menyala malam anakku menanaknya di kepala membaginya ke kawan sebaya Jakarta syahdu bagi perindu gelandangan sempurnakan ritusnya anakku tidak pernah kecewa melihat peminta-minta dan tato yang didagangkan di bis kota murah saja walau tak begitu sederhana bulan melahirkan kengerian terasa bagai pernyataan kehidupan orangorang melewati takdirnya berakhir di keluarga atau dengan anjing plus topi miring anakku bulan memantulkan matahari cincin gerhana kering di mata serupa Jakarta disiang hari adakah menyala malam yang gagal disembunyikannya 2011

8

w. muttaqien ahmad


MANA kotakota milik pelarian sedang para penjudi berumah di kartu mati belum genap kalah berharap bulan kembali belah katakata milik pedagang : kau pasar apa menjual mana menunjuk neraka yang sama ‘Tuhanku aku masih menyebut namaMu ?’ segumpal tanah berebut darah

2011

Catatan Mana [kata benda] tenaga hidup yangg tidak berpribadi dan ada pada manusia, binatang, tumbuhan, dan segala macam benda, biasanya untuk jimat atau fetis, serta membawa keberuntungan bagi pemiliknya, tetapi akan menimbulkan kerugian bagi orang yang tidak menghiraukannya (menurut pandangan orang Melanesia) ‘Tuhanku aku masih menyebut namaMu’ diambil dari sajak Doa, Chairil Anwar, 1943

9


Jakarta 27

jika bukan kau mendesak di bising sirene siang ini masih ampang tapi ini berita serak, disini awal parade bukan semata duka ada air mata masih muda menghentikan sementara percakapan dengan tunduk tengadah atau lupa pada buku 30 Tahun Indonesia Merdeka “apa yang bisa kulakukan tanpa yang absurd dan yang sementara?1 jika bukan kau yang mendesak di lengkung senja sore ini masih sama, disana aku bisa saja menemani kau menemui kekasihmu dan masih mungkin bercakap-cakap layaknya temu wicara, mungkin aku sebagian yang datang dan bersimpuh di tilam yang lama salah satu dari kita pastilah bertanda luka “kalau kau mau kuterima kau kembali/untukku sendiri/ tapi sedang dengan cermin aku enggan berbagi�2 jika bukan kau pasti aku yang hanya khayal atau sekadar sembunyi pada yang harum pada yang darah yang ku ingin akhir yang telanjang bukan klimaks yang terjuntai atau mimpi mengapung seperti senyum Bapak Pembangunan 10

w. muttaqien ahmad


“terbangnya burung/hanya bisa dijelaskan/dengan bahasa batu�3 jika di angka ini kau berdiam mungkin aku menujumu dengan terseret dengan terserak buka kembali nilam tua dan mulai mengeja angka-angka batu-batu dan sihirmu kubingkai sempurna 2008 Catatan 1 Gunawan Mohamad, dalam Untuk Frida Kahlo 2 Chairil Anwar, dalam Penerimaan 3 Sapardi Joko Damono, dalam Terbangnya Burung

11


kisah meja dapur

buat ER: sebuah meja dapur adalah segalanya

‘meja dapur yang kita pilih mestilah besar dan kuat, juga celemek yang kau kenakan mestilah tembus pandang’ sedikitnya ia menambahkan mentega dan lada di hadapannya sebuah ketagihan yang terus bekerja dapurnya pencerah sekaligus pencahar yang menggelontorkan ocehan tentang harga pasar naiknya cabe, bawang, dan tempe seperti bulu ayam di meja kita saling memagut daging setiap hari layaknya pengantin baru mendatangi pasar seperti baru kenalan dan aku bilang pada anakku - kita ini harus bangga jadi bangsa tempe, biar diinjak-injak tetap terasa enakdan aku memeras garam di punggungmu otakku telentang melihat meja dapur yang kosong sambil menyiapkan nasi kepal kebahagian mustahil tanpa bumbu ususku mengunyah bungabunga melelehkannya di tungku bawah perutmu meja siangmalam menggilirmu huluhilir dengan atau tanpa celemek itu

2011

12

w. muttaqien ahmad


BLUES RAMADHAN di dalam masjid setiap orang berkhotbah telinga terus teriak sudutsudut seperti pasar gelap tawar menawar pakaian dalam seorang mungkin khusuk dalam penderitaan dalam kemiskinan berdoa sampai tiba malam lebaran di teras mendengung tetangga bicara tetangga sambil mengepulkan asap tembakau di taman anakanak letupkan petasan di mimbar terjadi ledakan -di tambang-tambang mawar kita masih gemar berperang dan lupa pada keindahan timbanganlantai masjid semakin berkeringat memikul hutang tak terangkat terbenam di lubang masa depan dunia dan akhirat beranjak tua bersama dengannya kita renta menapaki bulan pucat kita berdoa untuk diri sendiri berpunggungan menatap masa depan di taman anakanak masih letupkan petasan wajah kita sempat marah dalam doa yang penuh curiga di jalan orangorang lapar -seribu malam kita bersujud untuk diri sendiri, dan surgapun sepi2011

13


ahai de’ setiap 17 Agustus aku melihat garuda di atas podium dengan sayap dibentang meraih kiri dan kanan disambut jerit tangan bertepuk peluh mengucap takut bosan lepas tangan darah seperti diperas di ruang sidang dan sofa pemirsa senyum dibuat sekhidmat nota statistik 30 juta miskin pencapaiannya ini hidup dinamis progresif artinya tetangga 2 orang hilang pekerjaan pagi ini kerabat 10 orang mundur besok sore 20 juta sahabat masih serabutan aku sendiri menimbun utang dan tukang ojek harus menaikkan harga seribu perak jarak jauh dan dekat gurauan ini semestinya dihentikan tapi semua nampaknya sanggup bertahan manggut-manggut mengiya-iya o bulat o panjang oo bergantian disambut pekik merdeka aku tumben merindukan iklan dan celetukan ‘ahai de!’ mendengar pidato itu aku lupa cara mengucap sialan soalnya waktu terasa menjauh dan aku punya keyakinan yang membacanya juga tidak percaya pada angka dan pendengar setianya ‘ahai de!’ anakku 4 tahun sedang gemar garuda pancasila tapi ia bukan penggemar bola lagunya saja membuatnya bangga karena menghapalnya dalam beberapa hari saja aku semangat sekali memperbaiki nadanya menjawab pertanyaan tentang ‘akulah pendukungmu’ 14

w. muttaqien ahmad


dan ‘patriot proklamasi’ di pidatomu tak kutemukan jawabnya padahal anakku ingin ku sekolahkan disana pidato diakhiri tanpa Bagimu Negeri begitu banyak diagram struktur utang bukan untuk petani atau nelayan dan wajah Dewi SRI tidak lagi dikenali harapan digantung wakil rakyat yang sibuk Blackberry akhir pidatomu menyalami undangan luar negeri dengan peta investasi ditemani staf ahli bidang ad hoax membagi janji World Bank yang mendebet rekening generasi ke generasi 240 juta orang dilenyapkan dalam pidatomu, tidak - 240 juta orang adalah komoditas yang tergadai-lengkap dalam proposalmu seperti bolongbolong jalan sepanjang trans Sumatra dan berkaplingkapling kuburan di lahan sawit dan tambangtambang yang selalu siap memanen bencana setiap 17 Agustus aku melihat garuda di atas podium dengan sayap dibentang meraih kiri dan kanan sepertinya telah lama menyerah ‘ahai de!’ 2011

15


di matamu sajak katakata yang menghuni tubuhku ranggas ia merindukan aroma kerontang tanah yang tibatiba basah semoga tak abadi luka itu api terlanjur kutanam di matamu yang tanah yang air saling jamah jelma mula di matamu sajak ajak bicara 2011

16

w. muttaqien ahmad


pada sebuah esei sebuah karunia lahir dari sebatang kata sebagian menulisnya sebagai kategori seolah menemukannya begitu saja sebagian lagi mengucapnya ambil getah, kulit, dan masak daunnya menyuguhkannya sebagai obat dan adat istiadat di kota kata-kata dihuni oleh orangorang tempat-tempat dikalkulasi, gerak badan dibatasi hilirmudik rumah-gerobak, truk satpol PP, dan calo katakata diokupasi, hidup dikalibrasi sebatang kata jatuh bersuara nyaring orangorang sibuk merindukan tempat imaji berbaring 2011

17


memento siapa mesti dipersalahkan atas semua hening nestapa ini : kelahiran berkalikali dari dering telepon bagaimana memadamkan kemungkinan yang dibawa angin dan senja yang sembunyi : lapislapis ingatan bergeming dan berangsur kering kemana takjub ini mesti kuarahkan setelah junub mesti kau peluk lagi : gairah tak boleh mati pintupintu biarkan terkunci 2011

18

w. muttaqien ahmad


masih ada tapi kubuka kulkas di kepalamu. katakata tersimpan kaku kubuka pula laci hatimu. menawar yang paling ingin kubawakan koper untuk memulai perjalanan dingin ini : meski kau katakan tapi

2011

19


jalan ibu Sendirian keluyuran untuk dikenali sebagai saya Sebutir kota, tengah dan tepinya retak Disana, orang-orang melahirkan saya yang lain Ibu menunggu dengan segelas teh hangat, telor ceplok, dan nasi masih mengenali dan tersenyum Nak, Sendirian ibu di rumah. Dikenali sebagai ibu membuat banyak jalan tak retak tak bertepi tak pernah pergi 2011

20

w. muttaqien ahmad


tepiku sepikau tapi kau tepiku kini sepimusepiku tanpa kau tepiku sepikau sesepi tepi kususur kau menepi sepi bersisi-sisi mautkah kau sepiku dekap segala asing memencil dari kata purba di tubir mimpi Aku lihat Rusuk Kucing, gigil sepertikau sepiku 2012

21


Lima Seperti jeda retina dan kepak sayap lalat waktuku semakin akademis Dan mekarlah sajak itu Menangis Bila besok datang Besok begitu baik Datang dan ceritakanlah jika demikian Bila besok datang Besok catat hari ini Datang di sini Seseorang Beberapa orang Mencari

Sekelompok Beberapa kelompok Mencari

Teruslah mabuk Jadilah pengikut setialah Jangan lepaskan kepercayaan puisi revolusi Lawanlah, sekompi udara laut darat dan, Teruslah mabuk Di setiap waktu 22

w. muttaqien ahmad


Jangan puas Di bilangan lima Mungkin akan ada tanya Kapan dan bagaimana Hanya mabuk Dengan apa padanya Sila-sila terjadi Intim dan dekat 2009

23


Terjemahkan lagi Ini kulahirkan kembali bukan sunyi Seperti rindu cuma lalu Anak-anak dan warna ungu tanah merah dan dadu Yang berawal dalam sapuan waktu berakhir di para empu Secangkir kopi perjalanan tandas dalam hirupan dongengan Menunggu kepulangan lapuk kupunya kematian Kau belum bertanya tentang dewa-dewa luka Apa lupa meraja seperti lapar yang kau bawa Sekeping tubuh selekas subuh Kurengkuh ruh dari kata yang mulai rubuh Kutanam hujan dalam mata pada dunia tak sempurna Sampai matahari menerjemahkan bunga-bunga sebagai peta persetubuhan rasa 2009

24

w. muttaqien ahmad


Rumah dalam rumah dimana gelisah susut mimpi beranak mimpi dalam rumah dimana telanjang dan mabuk bukan cemar dalam rumah dimana asal-usul adalah masa depan dalam rumah sore itu sepeda dikayuh janji, kita tidak sedang membuat menara, tapi taman, seperti hasrat bocah pada buah mangga dalam rumah malam itu sajadah menjadi tangga, kita juga tidak ingin menggelar murka, tapi merajut bunga, dimana kumbang segala duka tertarik pada seberkas warna dalam rumah pagi itu kompor menjadi almanak, kita memasak untuk waktu kini, juga menyediakan angka-angka bagi yang datang kemudian dalam rumah siang itu daun-daun runcing rumput nengadah, kita sedang membuat kolam di angkasa, di masa datang kita urai cahayanya dalam rumah kita membuat peta-peta, menyusuri jalan-jalannya, yang bernama dan tak, yang bergelombang dan tak, yang berliku dan tak, yang menanjak dan tak dalam rumah kita terus telanjang dan mabuk kepayang, berjanji untuk kembali di masa depan 2010

25


tanduk mata ditanduk mata payudara mengugurkan daundaun -tak ada pancaroba di belahan inisebuah sumur garam ditambang di tumpukan luka hujan mengamuk pada hitam mata -catatkanbagaimana wajah kehampaan tibatiba serupa kata mata 2011

26

w. muttaqien ahmad


membaca perang yang bertempur tidak bertafakur. ia memandang padamu yang sedarah semerah amarah. tidak mungkin perang disebabkan cinta lalu menghadirkannya semesta perang bukan semesta kerinduan. ia memandang ke bukan cahaya. kubaca pelan-pelan dendam yang mengular. kesumat bersambat menusuk pengertian yang membaca cinta tidak perlu curiga. menahan lapar mata mencemburui si buta. hakikat cinta adalah cahaya berpinak di hati 2011

27


aku menulis kota telah sampai titik waktu terhitung lebih dari satu temboktembok belum habis ditulis aku keburu selesai koma di jalan ke kota 2008

28

w. muttaqien ahmad


Jika ini syair

1. jika ini syair maka inilah suatu yang sempurna seperti bentuk payudara jika kau membencinya maka jauhilah masa kecilmu jika ia melukaimu bersyukurlah kau masih merasa jika hidup begitu berat maka kematian tak akan sanggup kau tanggung 2. di atas segalanya yang paling indah adalah katalog seni jika bukan doa yang manja maka isinya melulu luka yang baik 3. na na na na na na na dan aku tak mampu lagi sembunyi 4. dan kau berkata ‘ini tisu, basuh pucatmu’ dengan putih dan kesepian yang kita bagi 5. jika ini syair yang datang bersama hujan maka ini bukanlah komedi jika kau tidak sedang dalam keadaan senang maka dekatilah pintu jika ia mengarahkan pandangannya padamu bersyukurlah masih ada jalan keluar jika hidup berarti maka seperti itulah mati

29


kisah nun lengkung aku memalumu membusur lekukmu mengarung langit ambang puncak tuk dijejak : hidup memangku bintang melamunkan Kau menjelajah bidangbidang rahasia 2011

30

w. muttaqien ahmad


Jerusalem ketika tuhan disalib dia tidak tahu di kota ini terlarang untuk mengatakan dosa karena selain tidak ada, juga menghina yang kuasa di salib tuhan berkata Eli Eli Lama Sabaktani di kota ini penghuninya kagum akan kebesaran tuhan dan tuhan berkata aku anugerahkan otak cemerlang kalian dapat menciptakan Aku dan sejarah berulang Aku menyalib Tuhan lalu menangis keras di tembok ratapan :tuhan mengapa cuma kau yang bisa mati berkali-kali? 2006

31


insomnium yang rindu menyebutmu segala terlihat tak tampak udara yang kuhirup, denyut pembuluh darah asin-asam keringat laut, harum lumut, soda air kelapa hasrat maut-menawar semua harga ini hidup deburan tak henti, mengunjungi segala anti gumuk mimpi rekam sejarah di situ meliang rindu dan gumam tak henti 2012

32

w. muttaqien ahmad


hutan luka luka sepi di hutan gugur daun bunyi angin jadi sajak cinta di telinga kijang dan bunga rumput luka sembuh di hutan embun lumut gerak angin jadi lukisan pada batu dan pasir luka buka di kedalaman kawah kata hati jadi cuka di gigir dan dasarnya meninggi luka jauh berjarak di gelap hutan dari keramaian peradaban kuburan dosa jadi lumpur mendera desa kalut hutan di keramaian bergegas sempoyongan bergelondong jadi luka yang hilang dari peta 2006

33


on muscle museum sembilu tumbuh seusia tubuh

seonggok tendon tercabik ingkar luka beban masa lalu hati seperti butuh pengakuan mari pergi! kembali menjadi dengan-tanpamu sembilu tumbuh di kamar paling sementara lenyapkan bahasa : kau berkata tentang sesuatu yang jatuh dari bunyi yang keluar dari telinga sebagai aksen aduh, semesta yang kupahami hanya bunyi Basic English dan bahasamu seperti konser air yang digelontorkan ke kali depan rumah dari kloset duduk bermerek American Standard

Catatan Muscle Museum sebuah lagu ciptaan MUSE

34

w. muttaqien ahmad


dalam bis kota kutemui kau menyanyi lagu pujian di sebelahmu duduk kebosanan penat dengan keindahan harapan kau dia dan aku bergantian bertukar peran bersepaham tanpa saling menatap ramahmu dikupas marah kau dia dan aku bertaruh hidup dengan satu lemparan ganjil dan genap apapun terambil bersiap lenyap melaju saja kepala atau ekor sama murahnya kau dia dan aku nanar bertatapan menahan muntah keluar 2007

35


Purnama Purnama pecah Malam terbelah Orangorang punah wajah

2011

36

w. muttaqien ahmad


Padamu doaku sampaikah padamu yang kupetik dari pagi dan kudatangi lewat laku sayangku, semakin ajal segala terjal segala kental kubawa padamu 2011

37


malam 14 Februari ada bahaya di rumpun kata sesuatu lelah berlari tidak, bersembunyi dari sisa imaji yang resmi dan tak resmi sungguh, kapan mata bosan jadi saksi ada bahaya di rumpun kata menduri di retina 2012

38

w. muttaqien ahmad


suatu hari di kedai kopi

39


habituasi di kepalaku ada setumpuk pasir menyusun waktu sampai bertemu dengan kebun binatang yang membawa sekwintal kotoran peristiwa pertemuan itu kita ulang dan rayakan kamar, dapur, kantor, kakus - tidak lagi personal pasir di kepalaku menjadi bagian dari waktumu sekwintal kotoran itu melekat dalam tubuhku 2011

40

w. muttaqien ahmad


suatu pagi bersama satir sebuah pohon mangga di depan rumah memiliki sarang lebah angin sering menggugurkan bunga hujan mematahkan cahaya membuat lengkung warna kupingku menjadi semacam caping menahan deras suara di jalan lalu motor disebut monster oleh anakku dan sebuah kepompong dipelihara di hatinya seperti ia belajar membuang sampah permen pada tempatnya aku tetap tidak menenggelamkan gula pada cangkir pagi kubiarkan kopi bermandi matahari anakku menanam berani dan menyiram melati melati dari jidah di Jakarta yang hadir kala banjir aku menceritakan suatu misteri tentang datangnya banjir ada Nuh di Jakarta mengajarkan ilmu alam pagi ini di kolam padma aku melihat banjir itu orangorang yang tidak hanyut naik di daun padma yang tersisa seperti dikepit di ketiak air anakku bertanya, apakah bungkus permen penyebabnya kepompong di hatinya pagi ini bermetamorfosa menyisiri satu bab pagi ini 2011

41


secangkir cuaca ia duduk sendiri saja. bersudut dengan sebuah meja ia memesan kemungkinan dan secangkir cuaca di sampingnya jendela setengah menjerit. menyimpan kejutan langit berkacakaca. bersikukuh dengan cerita ia duduk sendiri saja. bersamanya detik bergeletak ia tidak lagi menginginkan apapun kecuali jendela di langit kaca memburamkan dirinya di sampingnya cuaca menyimpan cerita 2011

42

w. muttaqien ahmad


suatu hari di kedai kopi Tertanda tutup untuk dahaga Terbuka pintu-pintu rahasia pakaianku tidak cukup pantas untuk mengucap salam pada tanda baca beribu tahun berulang dihampiri pengelana seorang yang purba mencoba menerka seribu tahun berikutnya menetak sabda di kedai kopi suatu hari tempat orang-orang lupa ajal mungkin tiba pada teguk ke tiga dan mulut yang kering mengucap asma meruncing makna harum bunga 2011

43


1000 berhala seribu batu terlempar tak mampu hancurkan yang terbelenggu: berhala akal nafsumu lebih pejal-berjejal tanpa musim terbenam 1000 berhala selama 1000 bulan ragu berkepanjangan, kau manusia: gemar menyusun misterinya sedangkan kami terbelenggu takdir dan terusir tak pernah punya rahasia 2011

44

w. muttaqien ahmad


7.30 di beranda rumah sebuah matahari menetas dalam otak bungabunga mekar kemudian memeluk cahaya

45


sang penyair Ia mati. Dan menjadi laut. Aku berenang di kedalamannya Menyusur ombak kata-kata dan pulau amsalnya Ia mati. Dan menjadi kota. Aku klayapan di jalan gelap dan terang Dengan kakitangan yang lapar dan penyakit menular Ia mati. Dan menjadi tanah. Orang-orang menanamnya dan menulisi nisannya: Aku mau hidup seribu tahun lagi (dan ia benar hidup, melampaui kematiannya tanpa menolak mati) Ia kembali. Mempekerjakan sajak Di negeri yang kehilangan harga diri Aku laki-laki akan menjadi ibu yang melahirkan diri Ia lakilaki pecinta yang tidak bisa menolak Ida Perempuan menciptakan sajaknya yang lakilaki Ia kembali berdiri. Dan tumpas segala luka Bung ayo bung! Rebut kembali segala yang kita punya Aku ingin kembali ke kuburnya. Menulis : Dusta tidak bisa dibiarkan sehidupmati dengan kita 2011

46

w. muttaqien ahmad


39 kuhadiahkan setangkup pelangi hanya karena ia tidak bertempat kecuali berkawin dengan cahaya umur kita demikian adanya lepas-berhadapan dengan silam dan tanah berpapan ia yang tidak pandai berhitung mungkin bisa lebih bahagia, kukira kelak akan ada yang bertanya jawab saja, ia pergi mengurai cahaya 2011

47


buat sahabat ia di sana merampas bayangmu sedangkan kau, baru saja membunuh perintahmu sendiri menelan sumpah: sajak-sajak itu kelak jadi alasmu juga puncakmu dengan kepala babi atau sapi sama suci bagi tuhan dan tamu dan, pisau itu mesti digunakan tak boleh ragu mari rayakan sebab itu kepala punya makna 2011

48

w. muttaqien ahmad


peringatan ada yang tidak pernah mendengarmu dubur dan kekasih yang menunggumu lengah 2011

49


KETIKA HUJAN inikah awal penghujan dendam tanah rendam air mata sesiap pandangmu ke hulu dan anakanak di atap bersama perabot susun langit segaris air sembilu lenyapkan beton membiru warna segala pasti alirkan sungai gelondongan hutan gergasi timbun janji usia bumi selengan lagi inikah awal penghujan anakanak berenang di jalan 2011

50

w. muttaqien ahmad


7, ANJING, DAN KAU kau orang yang cemberut di sayap waktu 7 lainnya membayangkan aman bersama anjing menawan berebut ruang bersepaham kau membaca tak mau percaya 7 lainnya memetik cahaya bersama anjing peladang membajak masa depan kau orang yang cemberut di riap malam percaya tapi penuh curiga 2011

51


Hening

aku membungkusmu dengan abu jantungku ketidakhadiranmu berdetak aku menamaimu rindu 2009

52

w. muttaqien ahmad


BUNG! mari pergi dan menyumpah menang atas buruan 2011

53


pemula Laut menatapmu seperti dirinya tumbuh dalam dirimu Rupamu seperti rumah Isinya melulu kesunyian yang membuat bahagia Lalu suara asing Seperti biola saat pertama kali ditemukan Dan gelombang penasaran pecah di batu karang Suaranya cipratan cat dikuas teratur Itukah kesederhanaan perasaan Semuanya seakan seperti pemula 2006

54

w. muttaqien ahmad


keheningan puisi persis seperti gelembung soda yang kaget ketika ada yang suka


tanahku tanahku masih bingung orangorang tidak bisa pulang angin dingin putuskan sesimpul darah segumpal asa dibunuh marah bukan suaraku bukan mulutmu tanahku masih bingung orangorang lupa rumah serimba peta buta disusur suarasuara tidak bisa tidak kuikat serta kubunuh dia dengan pena 2011

56

w. muttaqien ahmad


entah apa tubuhmu menjelma entah apa jika benda tentu jarakmu cuma berbatas ajal mungkin warna aku bergerak di atasmu sehingga berhingga sebatas lingkaran sampai usia kita mencapai semesta aku menjelma entah apa jika persetubuhan tentu gerakku cuma berbatas hasrat kau menyelubungiku dengan rahasia walau kita tertentu tak mampu juga kita menamakannya aku kau menjelma entah apa anehnya kita terus mengulanginya 2006

57


asmara bunga bunga disinggahi mimpi, rasanya seperti hujan manis. musim ini ia menunggu panggilan yang memuji namanya. bunga menari, matanya menghadap matahari. warnanya hitam. kemudian putih. rasa yang pernah ia bayangkan dan sebelum ada mimpi ia punya leluhur seperti yang diceritakan hujan. ketika bermain cinta. bunga menghitung setiap detik. meminta hujan untuk memejamkan mata. cuma di kegelapan cahaya menjadi sumber keabadian. sebentar, hujan memberikan butirannya kepada matahari. bunga menatap hujan yang menjadi surga warna. hujan terus memejamkan mata, tubuhnya disiangi terang. berharap tak pernah usai. hujan menceritakan asal usul yang dibawa dari langit tidak pernah ada kemenangan, ia semburat warna di kehijauan rerumputan atau biru di udara keajaiban kecil yang memanjakan mata sampai musim yang memisahkan. bunga ganti disiang angin menyerbuk mimpi- kisah lama yang dikenalnya bunga mengunjungi leluhur sambil menafsirkan cerita hujan ia menemukan mempelai ternyata awal 2006

58

w. muttaqien ahmad


Dusta Dalam Kaca Ketika aku sendiri dalam cinta Aku mulai berkaca Ah, sama sekali kita tidak serupa Mustahil, aku tak akan berubah Kau juga Hatiku sekuat tenaga melawanmu Ternyata tak sampai setengah Begitu sunyi seakan kita bertengkar sengit Tapi itu bayanganku sendiri Dua pertiga hatiku memujamu Syarafku juga tak kuasa menahan hasrat Menyentuhmu seperti luka Inderaku pasrah menerima jika itu datang darimu Ah, kaca juga mampu berdusta Ketika aku sendiri dalam cinta* 2006

*salah satu bab dalam sebuah buku

59


adriana pada ketinggian aku datangi gigir gunung memandangmu leluasa dalam fana cakrawala mataku dibutakan cahaya daundaun cemara gemetar dalam lafaz yang kering angin dingin dan hamparan pasir menunjuk arah pulang mendaki waktumu apakah abadi rupamu, kasihku 2011

60

w. muttaqien ahmad


demam tubuh mendekati ramalan dan dunia liar termometer pecah berkata tidak lalu ya pada demam seonggok ingatan berkata tidak tapi ya lalu tidak pada dendam tubuh rubuh api batu menimbun keyakinan limbung berkata ya lalu tidak pada Lubang Buaya sekilo ingatan terlanjur dicuri orang bersamanya aroma laut, matakata, dan sebaris hari tempat tubuh bersandar 2011 mengenang Pablo Neruda, Aidit, dan Laut

61


permainan kehidupan tak terkejar tumpas

orangorang meluap tambat buta

lepas sebagian lancung kalap tempat

massa dan lupa ingatan nyaris sepi ngelak ditebak

62

w. muttaqien ahmad


kemungkinan Tertinggal acak di sisa makan siang Gigitan kemarin kau hapus dengan tissue Di bibirku terbaca pernyataanmu Kita selesai sampai disini Sementara di kaca restoran Dua lelaki menangis berciuman Kemudian berpisah-bertukar senyum Ini yang akan kita lakukan Mewarnai hati langit Dunia yang bukan hitam-putih Kita bahkan belum sempat memulai Dan pengamen mulai menyanyikan lagu Seperti mendongengi kita Syair mereka terdengar meracau Matamu kering airmata Menyatu dalam gelas yang dikosongkan Malam kemarin lupakanlah Penyatuan itu latihan kemungkinan Di meja sebelah Lelaki perempuan menyisir coklat Banana split memisahkan mereka Aku mencari penutup di matamu Tak ada apa-apa, tak ada siapa-siapa Ingatanku mengoleksi kontur tubuhmu Menyasar sampai tak jumpa Pelayan yang menghampiri Menambahkan susu pada kopi Senyumnya mengatakan sore ini begitu bergula Jika aku tak bisa bercerita di sisi tubuhmu saat subuh yang gaduh Aku akan bercerita di sisi makammu saat magrib yang menggayut 2006

63


dialog jangan mencontek nanti jadi bodoh bodoh mencontek nanti jangan jadi bodoh nanti jadi mencontek

jangan bodoh

2006

64

w. muttaqien ahmad


Menu warnawarni nafasmu matahari jingga langit ungu disimpan keringat tubuhmu menu sore itu daging manis dan susu gagal dikancing waktu yang lepas satusatu 2011

65


belajar menulis puisi ada puisi di dalam kopi, di setiap gigitan kerupuk bukan di dalam buku ada puisi ikut keriting mangkok indomie ada puisi pesanan setengah matang di dalam sosis roti menghirup kopi setiap hari, membaca puisi puisi garing renyah, bergaram bisa dimakan setiap orang tak perlu berkerut kening, semua puisi bisa dipesan asyik, bercangkir-cangkir puisi setiap hari, satu puisi sekurangnya satu hari ada puisi tenderloin, dijual di depan kedai daging segar masih bisa basah oleh keringat bunyinya lenguh, berdecap-decap gaduh puisi berkeringat cocok untuk yang bersendiri ada puisi lahir dari kata-kata milik seniman yang penuh dengan makna hidup kadang menjadi sisi paling gelap puisi seperti ini tidak bisa dihirup setiap hari, karena seniman hidup sesuka hati 2006

66

w. muttaqien ahmad


keheningan puisi persis seperti gelembung soda yang kaget ketika ada yang suka yaitu ketika kenyataan sulit ditafsir puisi ditulis cuma sebagai jejak lawan tanding bagi rasio tersentak ketika dibuka paksa 2007

67


catatan pejalan

hampir kekal kaki-temali memanen debu batu pecah mungkin ini jalan pulang tapi bukankah tak ada jalan balik kembali 2011

68

w. muttaqien ahmad


sebuah senja

terdengar lautmenepuk karang pada awalnya kemudian siputmenekuk di hangat tepi sejauh angin menabrak laut dan ikan-ikan mengunci malam dahan mawar terpetik tangan segala bunyi adalah cumbuan sebelum malam benar malam semesta jingga melumat cakrawala dengan sunyi waktu mendengar segala cumbu adalah harapan 2011

69


sesuatu terjadi padaku kemarin terjadi padamu esok di tempat yang sama yang mengikat diri pada segulung angin semerbak aroma lembah subur sebiji kemerahan di langit malu-malu sebatang tegak membelah lidah air ini tanah Hindia Belanda dengan noni kopi bercampur keringat tropika anak kuli pemilik negeri senyum nyai di ujung hari sepadang susu sebidang budak secangkir demi secangkir mimpi tidak dikenali sebagai asali seperti kampung seperti saudara yang mengikat diri pada segumpal ingatan membusuk akar sisa tualang mengular waktu jejadian sekejap yang laknat merayap ini tanah Hindia Belanda tanpa muka noni tunduk pada bayang benda kulikuli menulis hari tanpa pakaian tanpa rupa kala sabit menyela malam melirik asa melepas bayangan ini oasis cahaya kerjap di tanah kelahiran mungkin ini yang diimpikan secangkir janji ditambah rasa heran disulam kisah negeri seberang susul menyusul bahasa perang ini tanah Hindia Belanda sementara merahputih hilang di jemuran 70

w. muttaqien ahmad


matahari bersinar di semua benua disini semakin menusuk mata tangan mengepal mulut tersumpal dan bulan puncak purnama noninoni dan budakbudak saling menyayat sempurna sungai luka yang mengikat diri pada kemarin inilah secangkir kompeni tanpa tanah tanpa air secangkir kopi masa depan 2011

71


sekopi sebuah tempat dimana asam dan pahit bertemu dalam buta malam serongga hasrat berdenting, tenggelamkan akutenggelamkan aku dalam ingatanmu 2011

72

w. muttaqien ahmad


apa yang diingat kota tentang lelaki Apa yang diingat kota Dan menjadi lelaki Jalan merana Gedung mendaki Sarapan lewat di rel Makan siang debu trotoar Makan malam dalam perjalanan Anak-anak diasuh televisi Pembantu lebih genit dari istri Apa yang diingat lelaki Dan menjadi kota Rumah yang sepi Tagihan sebelum gaji Iklan di jam istirahat Parfum isi ulang Ciuman pengingat perkawinan Dan persenggamaan liar Dengan wajah perempuan di jalan Apa yang diingat lelaki Tentang menjadi Kota tanpa jahitan Keluarga mengabur ke maya Bercengkrama dengan marah Bersendiri dengan masalah Dan apa yang bisa ditanyakan kota pada sepi Tentang lelaki yang semakin tidak dikenali Namun begitu percaya diri 2010

73


@TUBUH awalnya ia tanda baca. matanya koma. mulutnya seru. tangannya petik. kakinya titik tiga. hidungnya tanda tanya. telinganya parenthesis. lidahnya garis miring. kelaminnya tanda sambung. kulitnya dalam kurung. hatinya titik. ia lebih suka dengan pertidaksamaan. kemudian seluruh hidupnya ia hayati dengan titik dua. 2011

74

w. muttaqien ahmad


jalan begini saja, kita cari jalan pulang. kau di sebelah sana dan aku di sisi ini. kita tetap bisa saling tatap tanpa banyak cakap. jangan lupa jalan kita sama walau jaraknya terpisah berdepa-depa. jika bertemu lampu merah berhenti saja, karena suaraku tidak sampai ke seberang sana. jika bertemu perempatan, itulah saat kita berpisah. begini saja, jika kemalaman aku bersedia mengirimkan cahaya, asalkan kau mau bermain mata. rumahku pintu masa kecilmu. nanti ku sediakan susu dan benang sulam, agar kau tetap terjaga. jika jarum menusukmu jangan mengaduh, karena ia pertanda kau masih bisa bahagia 2011

75


Logika Perlawanan

Pertama, kubuatkan tenda sederhana untuk meletakkan mimpi, biar tidak tersapu angin dan debu yang suka menyelimuti sampul yang kau pakai. Kedua, kutaruh kamper wangi untuk membuatmu tetap kering dan dijauhi serangga yang jorok. Ketiga, kucarikan kau teman untuk berbincang dan membuat ramai suasana. Keempat, kutanam berbagai kembang agar kau betah duduk menunggu di beranda. Semuanya kucipta agar kau menyukaiku dengan cara yang berbeda. Jawabmu, jauhi cinta. Pertama, ia akan balik memilihmu, bukan kau yang memilihnya. Kedua, ia tidak cukup dirawat dengan keinginan. Ketiga, perselingkuhan jadi kembaran jiwanya. Keempat, ia tidak memiliki pintu masuk untuk diketuk, hanya ruang yang kau bisa masuki dari segala arah. Jika beban cinta yang kau tanam maka tenggelam. Mimpi yang kubuat jadi nyata, bukan tanpa masalah. Pertama, ia jadi mahluk yang punya kehendak. Kedua, ia memiliki sifat bosan dan kekanak-kanakan. Ketiga, alur pikirnya kadang tidak kumengerti. Keempat, ia jadi makin cantik dan membuatku cemburu pada semua yang tidak ada. Aku ingin membunuhnya namun ia meringkusku lebih dulu. Pertama, tenda yang kubuat berubah jadi penjara, angin dan debu jadi karibku. Kedua, pikiranku jadi jorok setelah segala percakapan tentang cinta. Ketiga, kawanmu jadi musuhku. Keempat, aku lupa menyiram semua yang kutanam. Kau lari dengan mahluk aneh lain yang kubuat untuk menjadi kawan baikmu. 2006

76

w. muttaqien ahmad


LANGIT LAIN buat AM ‘itu perahu, riwayatmu dulu’ berkawan kita sekarang. kau sebut juga sesuatu itu: proletar dan borjuis bersatulah. cukupkan cerita yang memisahkan kita seperti tubuh pekerja tanpa kepala. semalaman menukarnukar kamar. melihat cangkircangkir yang lalai menilai kesanggupan ginjal dan perang kesekian. dan tubuhtubuh busuk mulai menyusun dasar kemanusiaan. kita bersepakat sekarang: menetapkan kesunyian yang lahir dari ‘potongan kuku’. langit yang berdiam di tubuh sendiri. langit lain yang mesti kita perhatikan hadir lewat bocah yang belum pernah membaca puisi berkawan kita sekarang. kau sebut juga sesuatu itu: payudara adalah jeda-adalah langit lain, yang keluar darinya semacam hasrat yang menciptakan lubang dan selapis hutan ingatan yang tidak mengijinkan dusta menjadi sebuah kampung dan rahim perempuan adalah revolusi. nyalakanlah 2012

77


tembagapura : teringat winnetou tanah rumah ladang perjanjian suci dan impian kemudian prairi memerah darah kami membangun New York bukankah rahasia di Freeport roh leluhur tak mampu menahan para pemburu bison menjadi imigran yang lebih bermartabat ini memang buruk dan masih ada lagi jalanjalan di New York penuh kematian dari sebuah ras manusia yang dikenal cuma memiliki bahasa memberi 2011

78

w. muttaqien ahmad


sudah waktunya

sepatah kata, kupungut dan kuselipkan di telingamu. tak perlu curiga, sebab waktu tak berjenis kelamin. dan kematian tak melulu lewat sesuatu yang jahat dan dingin. sepatah kata, kupungut dari kerumunan. ia mungkin sihir. mungkin perintah. sepatah kata mulai bekerja. sudah waktunya. 2012

79


diaspora Nyalakan angin Ledaklah! Biarkan semua menyebar, menghampiri bunga menjelajah dataran rumput mencari tanah baru. Tanam benih Bajaklah! Terima semua yang merekah rela dimasuki rela disemai cinta itu katanya buta. Tuntunlah tangannya Genggamlah! Beri semua keyakinan tentang warna tentang bunyi dunia sunyi tanpa mereka. Torehkan mimpi Pandanglah! Barangkali nanti luput dipikirkan dikerjakan Setelah ini kita berlalu 2006

80

w. muttaqien ahmad


kepada mia bajingan kau, cinta yang nyaring aku yang memiliki kekasih terpaku padamu gugur di rindang pengetahuan malam adalah beban kau, bukan lagi gadis kecil mondar-mandir membawa kemarau -aih, cinta tak beranjaktidak pernah takluk pada akal sehat borgol dan kesumat hasrat begitu banyak penyair Mia meratapi puisinya sendiri terus kelaparan sedang aku memberimu daging utuh berpeluh kau dapat mencubitnya saat kau lapar puisiku lemang bersantan bajingan kau, cinta tak berjarak gagal bersekutu setan di kepala lain waktu Mia, kucuri ranjangmu 2009

81


dialah kata andai ia kukawin apa jadinya anak kita anak kita sudah mulai belajar nama dan pandai bercerita ia juga jatuh cinta padamu! 2010

82

w. muttaqien ahmad


sinta kau api Meraksasa melahap Rama dengan bimbangnya tetaplah api jangan berganti Sinta, kau huru hara Abadi di ranjang keyakinan memaksa Rama menerjemahkan setia 2008

83


Yang paling sepi ada kesepian yang demikian : saat-saat dimana puisi di kepala gaib tiba-tiba 2008

84

w. muttaqien ahmad


Yang paling puisi Yang paling puisi bukan terletak pada gadis Sajak pernikahan itu gombalku ditapis Berumah-rumahan dengan puisi jalan kelinci Beranak-pinak di langit kamar Begitu bercahaya 2008

85


puisi yang datang padamu puisi yang kau bilang omong kosong itu campuran hati, jali, lemak usia, batuk, 40 helai uban suatu saat, mungkin-kau baru bisa mengerti usia puisi bergantung pada kefasihan bunyi yang lindap diantara isi dan imaji puisi yang kau kutuk itu melulu Aku, masa lalu, dan sekaum asing kata yang memang setengah mampus untuk hidup di belantara dusta yang samar makna dan mulanya puisi yang kau harapkan itu enggan datang di belukar nalar yang alpa merasai katakata seperti dingin garpu di piring kosongmu yang gemetar menantang lapar 2011

86

w. muttaqien ahmad


selain di sekitaran sini, tak ada arus lain kalau kau benar puisi yang kucari mendekatlah-mari bermain di taman sekitar sini seluruh diksi telah keruh berguguran dicium karbondioksida satu-satunya harapan hanyalah aliran sungai dipenuhi batubatu sembunyi. kalau kau benar puisi yang ingin kulayari sandung aku dengan waktumu. sebab aku tertentu dan kau, hanya kau yang tahu. selain sungai itu tidak ada arus lain tempat pikiran hanyut. di sekitaran sini cuma satu yang patut melepas kalut. kita semulut kata. dan aku, murid pertamamu. 2011

87


sajak senja gerimis kali ini adalah sajak senja pertama pohonpohon begitu ritmis mencipta suara di tanah yang menjadi basa. sekabut harap tawarkan percakapan kecuali sunyi. dingin yang mengendap. sejulur masa lalu terangkat di cabang cemara yang menyimpan matahari. senja pertama begitu resah. menanti kekasih rebah di malam yang penuh remah. ingatanku gugur di bawah batang cemara. menunggu getah lilin menyalakan sebuah kisah. menetaskan kembali bayangmu di dinding cuaca. gerimis kali ini mungkin sebuah kebaikan. segaris air ditangkup kembali di hati. menggenapkan suasana senja ini dingin itu penyebab aku kembali menyelimutimu. masa lalu menyentuhmu hingga mekar kembali kenangan yang pernah gabuk bersama angin dalam cuaca seperti ini matahari mungkin bukan dibutuhkan kenangan meroyak buntu malam nanti sebuah janji pertemuan yang berisik kita pelajari kembali peta yang paling purba di atas tubuhmu 2011

88

w. muttaqien ahmad


Korupsi waktu dilipat-lipat masuk saku celana sang isteri tak boleh lihat begitu boros hidup ini pikirnya sambil menyenangkan hati terbayang kelamin lain berpendar-pendar bintang antrian kali ini pasti tidak ketahuan gumamnya keseribu kali mari-mari menerawang janji ke cahaya pelaminan bersegel rusak dipukau iseng tangan meremas-remas lipatan waktu di celana aku semakin muda saja 2006

89


Dunia itu tuna Aku yang menyempurnakannya Nyata kata Berbiaklah Bukan harus ternak Karena sejenak adalah jejak Mengalirlah Tolak semua ancaman Dan hidup yang tak kau harapkan

2006

90

w. muttaqien ahmad


sebuah pembuka catatan yang bersembunyi di kerak kopi Ada rumah harum Berbuah di tempat orang banyak Beribu kilometer dari tempat kita Atap dan pintunya persis milik kita Segala warna di dalamnya adalah doa Ada rumah harum Sekawan dengan maksud kita Mengeja anakanak sampai pada relung kuntum Berbeda di setiap lekuknya Ruang dalamnya mengucap cerita yang sama 2007

91


dia cuma mendengarkan lagu the beatles dia cuma mendengarkan lagu The Beatles dari Liverpool ke Tangerang di kamar dengan cd bajakan di tengah polusi dan bau got air hitam menggenang dan jemuran penuh baju biru dan werpak istirahat di shift ke tiga terdengar It’s a kind hard night belum genap satu jam kawan datang ajak berdiskusi tentang gaji dan jatah kopi seorang mengambil gitar di pojokan I’ve been working like a dog jika saja petani mereka tentu sedekah di sawah di tempat panas begini cuma ada rencana seperti sebelumnya hampir mampus bukan karena orgasme tapi diberangus mereka cuma minta audiensi sambil memikirkan anak-isteri when I’ am home everything will be right dan polisi datang menggadang asumsi mereka salah ideologi 2010

92

w. muttaqien ahmad


pada posisi ke sembilan belas

Seorang perempuan mulanya menjamahi buku terbuka di dipannya. Mengambil posisi terlentang dengan buku di atasnya. Ia mulai bergumam. Semalaman ia mencari nikmat dan sentimen pada setiap kalimat. Puncak demi puncak ia ungkap. Sebenarnya, aku belum lelah membaca, katanya pada posisi kesembilan belas. Cuma aku takut merasa bosan pada derit dipan. Ia jungkalkan buku dan mulai merapihkan seprai -Tak usah terlalu serius lain kali, harapan yang terlalu tebal hanya bikin purapura2012

93


94

w. muttaqien ahmad


mimpi-mimpi yang kemudian disebut rumah yang tidak bisa tidur


selamat pagi komunis yang benar dari pernyataanmu cuma anak istriku makan apa berikan padaku satu alasan untuk hidup sekarang atau menyerah kalah selembar demi selembar komunike pergi menuju tempat yang kau dengar ikuti aku kulihat kebalikan kita belum bebas apalagi puas satu komunikemu menyatakan jalan yang membebaskan di pagi hari ketika kebenaran bertanya tentang makan siapa hari ini seseorang yang berpikir selalu benar mungkin kakanak-kanakan selamat pagi komunis gambar sepia wajahmu populer di sini seperti guguran perempuan menjajakan diri sekadar mendapatkan selembar blue jeans dan kaset rock ‘n roll hidup disini penuh kesenangan sementara pesanmu kemuraman hidup komunike keduamu: suatu saat ini dunia menyatu para majikan sekarang adalah buruh yang berhasil dan besok buruh bebas tanpa kelas yang diciptakan dari pemenangan kuasa selamat pagi komunis satu-satunya kenyataan adalah materi perubahan mungkin terlihat jika kau bergerak ke arah kanan ditempat sejarah bukan mistik dan perbedaan bukan ancaman 96

w. muttaqien ahmad


yang benar dari pernyataanmu cuma anak istriku makan apa sementara di rumah sanak keluarga memulai hari dengan tontonan selingkuhan Superman dan Madonna selamat pagi komunis semalaman bercengkrama denganmu pagi ini aku mau berbenah diri kau, terserah padamu! 2006

97


kepada rest y Akhirnya ia membebaskanku, meminta darinya untuk terus menjauh. Berkirim surat-bertukar kabar walau aku tahu tidak akan pernah dibaca. Aku ingin tahu apapun tentangnya. Tentang dunia yang tidak pernah ia alami. Mengajaknya mampir ke kedai es krim, saling memandang menjilati manis lewat sisa es krim di bibirmu sambil menikmati ejakulasi mata seperti katamu. Aku bersetuju dengan itu. Akhirnya ia membebaskanku dalam satu kali pertemuan di kedai es krim itu. Kau pergi ke dalam gelas es krim, abadi di situ.

98

w. muttaqien ahmad


mimpi-mimpi yang kemudian disebut rumah yang tidak bisa tidur # bulan sepotong semangka udara menggigil. ketika bulan tepat di seberang kedai tak berpengunjung karena sudah setengah gaji. setengah hidup. menahan setengah bulan untuk setengah mati. berusaha tidak beku rasa panas mata cukup nasi di lemari pendingin. biar tidak basi lauk yang bisa dipanaskan besok pagi atau matikan saja selera seperti pertama kali bulan menggetarkan udara. dengan lingkaran pelangi di sekitarnya. bagai santa. bercengkerama di kebun yang penuh pohon buah pikiran memenuhi udara. tidak cukup untuk dimengerti. saat udara sesak. seperti masa kanak-kanak yang kembali. mengangguk terpesona kepada permainan bayangan tajuk dibuat untuk memantulkan cahayanya setelah setengah bulan menunggu disaat udara masih leluasa. menggeser angin ke arah barat atau timur dengan upacara sederhana yang disajikan oleh kekerasan waktu. fiksi dan ode yang diceritakan kembali. dianiaya tak terduga. tak dipercaya walau darah mengalir nyata di lembaran-lembaran laporan. cerita mulut ke mulut. pelataran kebun buah tempat pesta. dan cermin kamar mandi kusam penuh goresan luka yang tidak membuat jera sepotong demi sepotong bulan dimakan udara tidak pernah tersia-sia. dibagi berbagi perasaan. bukan untuk sekarang. genderang ditabuh cepat dan nyaring dengan sesuatu yang dipercaya. cuma dirasakan. seperti kematian 99


bahkan seperti kehidupan sebenarnya. bukan tentang pelajaran kehidupan yang cuma sepenggal kebajikan tertunda pelaksanaannya sepenggal lagi disisakan waktu untuk masa depan jika pengorbanan sampai pada bentuk yang sempurna namun bulan masih setengah semangka sebelumnya sabit. berteman dengan rumput, bintang, atau atap masjid setengah lagi terlempar. di depan kedai. sekarang tepat di seberang telah menjadi pucat udara kembali menggigil mengingat masa lalu. kemudian waktu menghitung mundur sampai setengah mendekati nol membeku udara di pesta Bulan Sepotong Semangka # namun hidup terlanjur berarti 1. waktuku tak banyak aku menyerah bukan berarti kalah pisaumu dedahkan mimpi dan surat cinta dari sahabat yang membabi saja butaku belum apa-apa belum amien 2. namun hidup terlanjur berarti adakah pesona lain kecuali musim yang tunduk tengadah menatap kemungkinan pada mata langit mungkin sesekali liar tak terkejar tapi tak mengapa kita masih punya lupa hidup ini terlanjur berarti walau hanya mengembara tangan kita kuasa memberi

100

w. muttaqien ahmad


# yang membuat seisi pertemuan cemburu yang membuat seisi pertemuan cemburu penanda tidak pernah salah waktu menjadikannya lambang yang berawal di keinginan aksara untuk memulai percakapan buat ramai bikin megah yang membuat seisi pertemuan cemburu percakapan soliter ketika bebas dan jauh mencari titik beku perasaan sebelum dan sesudahnya arah sudah ditetapkan seperti mencari bagian yang hilang dalam sebuah lukisan padahal hanya keanehan yang belum bisa dimengerti sebuah penanda selalu berakhir seru yang membuat seisi pertemuan cemburu rendez vous bunga merah berbunga semua tanda lebur didalamnya pengetahuan perguruan gincu kaukah itu akhir riwayatku, au revoir # setiap yang datang adalah orang yang tepat terima kasih #1 untuk tidak merasa iba bersikap sesuai dengan apa yang dipercaya ada walau hati berdentam berbunyi gentar warnanya sepucat buku putih itu malam nanti mari pergi mencari tempat lain untuk bercakap-cakap disini kita seperti orang gila berteman suara ketikan 101


mulai pagi ingatlah di dingin dinding ada mata di cangkir kopi ada telinga membaca kata-kata yang pingsan ketika berbaris di kuning kertas pesan (siang ini ada kemeriahan di kamar besuk) terima kasih #2 untuk kepercayaan yang diberikan kita telah bertukar darah bertukar catatan bukanlah sebuah kejahatan memiliki ketakutan untuk hidup dalam gelap ketakutan jenis itu adalah kekuatan yang membuat iri ilmuwan api dimatamu menebas gelap menghidupkan mahluk rekaan yang menghuni otak jika berkenan ajaklah aku berpetualang jadi pencuri atau penyelundup karena masih banyak yang tidak mampu masuk ke dalam kelas seperti kita karena salah asuhan atau salah baca (ada yang mangkir namun tetap tersenyum) terima kasih #3 saatnya main di kebun belakang kita tanam rumput ia hidup paling awal dan mati paling akhir cocok untuk menyemai kata-kata yang akan kita jadikan cerita ketika hari itu datang sungguh aku senang sebab bukan kekalahan seperti yang diberitakan aku cuma berpindah ruangan jika kau bersetia lunasi utangku bukan karena bangkrut tapi karena terlanjur berjanji buku kita nanti bersampul oranye saja (sebab senja adalah niscaya) 102

w. muttaqien ahmad


# jalan, warna, dan gairah kota yang pasang surut 1. pada sebuah pagi berkaca kecemasan dusta persetubuhan dalam kota terlampau kasar kelopakmu kubakar pelan-pelan sampai gairah menguncup 2. percakapan kemarin berisi jenuh penuh keinginan sementara orang mengejar kesepian mencabuti bunga-bunga ke puncak jerit bahagia karena kau terus asing 3. bibir sunggingkan merah dingin mengadu gaduh kuning rock n roll warna yang diinginkan seperti salah perlakuan kota seperti bingung. kehilangan ramuan 4. di sebuah kedai yang sama sekali tidak seperti bar sayup-sayup penonton tak beranjak menanti kematian dirinya sendiri sebagai aktor dari panggung yang hilang berahi bertualang 5. sebuah kota selalu muda. lebih baik demikian cuma keteguhan bunyi. mencari sudut tampil seperti syair rolling stone, you cant’t always get what you want untuk mengingatmu: akal sehat dan asesorisnya 2007

103


99 sajadah setelah sujud di tempatmu hatiku terpaut pada semua mahluk hasratpun tak kuasa untuk membayangkanmu merangkul yang hidup di semua jalanmu kemudian terbakar sepertiga malam bukan rumah, badan, atau kitab aku lenyap di hasrat menujumu bukan pada rupa buruk di depan cermin semakin panjang sajadah semakin haus akan wajahmu semakin memasuki dirimu semakin rindu untuk bertemu takdirmu dalam permainan yang melulu dunia tanganmu semakin berjarak dalam pertaruhan keyakinan aku kehilangan suara-suara yang berbeda mungkin ini saat yang tepat untuk berhenti bertaruh menghitung kembali sajadah yang lapuk sambil melihat abu dan arang yang dihasilkan doa-doa yang saling rajam mungkin kita bisa meminta katak untuk meminta hujan menabur segala kebaikannya pada semua yang dianggap suci dalam tempurung mungkin kita tidak bisa melihat langit lain yang juga tempat bersujud 2009

104

w. muttaqien ahmad


batu bersurat suratan pada bata merah senja menyahut dalam tubuh kota terakota beribu tahun bergenang dupa tempat pendeta mengunci tasbihnya dalam seru undakan waktu batu-batu menyebut namaMu 2009

105


Adalah manusia-manusia yang ingin tetap tinggal dalam rumah mereka yang sedang terbakar lompatlah ketika periuk belum panas karena setiap perubahan menyelamatkan apabila tepat di terik waktu jika perlahan maka kau tidak pernah tahu dirimu meregang ajal dalam panas kolam periuk itu seperti batok kelapa di kepalamu menjadi tempurung takut yang membuatmu nikmat ketika disantap 2009

106

w. muttaqien ahmad


setan

Sebentar sayang teruslah muda seketika Aku benci dengan caramu mengungkapkannya Tapi, kukecup kau dengan sungguh 2007

107


diberiTahu tentang kau buat: RPD kutemani kau. lalu di bangku taman. hujan peluru berkesudahan kita masih sehat. amunisi kita tersisa tiga simpan satu. enyahkan dia punguti kerikil. suara diinjak hening ambil satu. tahbiskan percuma mencari kesamaan. citacita cuma bermusim aku berguguran. lalu kesiap lenyap. di bangku taman ditemani kau. menimbun meluruh ‘mengutuk aku’ 2007

108

w. muttaqien ahmad


kita bermusuhan saja kita bermusuhan saja. sebelum amnesia mengingat kita sekomplot. dalam ketidakacuhan -seorang membakar diri di rumah kitabahasa api tanah airkah bagi petani yang kita preteli harga dirinya dengan merampas tanah dan kitapun menjual diri untuk membangun jalan-jembatan untuk memisahkan nusa bangsa komplotan padu dalam kepayang pemakluman bendera putih dikibarkan -seorang yang waras bertanya bagaimana bisasehalaman merah rasa api kita memesan darah melipur kesucian setiap hari harus ada korban genapi darah biru aku rasa kita memang bermusuhan saja koreng di lutut belum sembuh benar dan kau sudah mengokang sebutir peluru -satu remaja tewas, semacam patriot mengancam satu sekolahandulu pahlawan berharap tumbuh seribu satu patriot di tanah ini sekarang belum tentu pahlawan bersesakan dalam tanah Kalibata anaknya tidak pernah tumbuh-malah menembak lututku membantai petani sambil menuding orang yang pergi mengaji kita memang sekomplot penonton di bahu dua malaikat tegur-tapi tak bisa mencegah orang berbelanja jalan-jembatan menandur bencana dan kau terus memupur citra kita memang sekomplot-bicara perlahan mata kita celingungkan cari teman ah, semoga tak bertemu matamata ya, kuputuskan kita bermusuhan walau zaman kita sama tapi kau terlalu norak bahkan untuk generasi berikutnya kau tetap norak kau terlambat tak tumbuh tak utuh jembatan-jalan kau bangun tak lebih seperti perahu ditakdirkan untuk tidak berlayar haus tanah rakus darah 109


sementara bendera di atasnya kehilangan warna merah -korban terus berjatuhan, orangorang mengunduh video di laptop mereka- kita duduki kotakota, semacam pelabuhan bebas melayarkan semangat -Freeport-mengeras tertawa satu tanahkah kita, tanya sebuah letupan orangorang menari telanjang bersama bintang kemudian kita musnahkan kita ditakdirkan untuk bermusuhan, bukan api melahap satu orang, satu rumah, satu masjid, satu gereja, satu desa dan kita masih bungkam atas isyarat yang ingin disampaikan 2011

110

w. muttaqien ahmad


Kartu-kartu Menulis Masa Depan Pagi ini penuh dengan kertas plano, spidol, dan kartu-kartu kosong. Setelah kemarin menggambar masa kini, sekarang adalah merekam kejadian besok. Semangat ini, vital untuk perubahan, tapi mengubahmu bukan aku. Mengubah kalian bukan kita. Barisan hari esok rapih tertempel di tembok, sementara di luar, pada kenyataan lain tembok sudah penuh diisi tulisan: tidak ada masa depan atau hancurlah para tiran. Ada juga tulisan sederhana. Tolak kenaikan harga. Tembok dipenuhi oleh kata kerja. Di luar dan pada kartu yang akan dibariskan hari ini. Tidak ada subjek. Hidup di kartu yang dijajarkan sungguh enak, sebab dan akibatnya jelas. Semuanya akan selesai begitu saja seiring dengan logika yang ada. Di luar sana orang menumpahkan darah dan kering keringatnya berusaha mencampakkan logika mereka sendiri. Berpikir sama dengan mengulur waktu yang tidak lagi nyata. Hidup saja yang sederhana, artinya apa adanya. Belum ada sama dengan tidak mungkin. Percuma berkhayal menikmati ladang, hutan, dan laut yang terhampar di depan mata, dan memperkirakan apa yang akan terjadi. Buang saja pelajaran hitung dagang dan peluang, itu tidak berlaku disini; kenyataan diluar berteriak nyaring. Sementara kartu-kartu kosong itu sudah terisi. Satu kalimat pendek, lima sampai enam suku kata, sesuai instruksinya. Sebait puisi tertulis: kami miskin karena tidak punya tanah. Kartu-kartu itu berbaris, menjadi sebab atau menjadi akibat, menjadi nomor satu atau sepuluh. Begitu seterusnya kenyataan dibeberkan, pernyataan dipertanyakan. Diluar kartu-kartu tersebut berserabutan, ada yang bunuh diri ada yang dibunuh karena lain dengan kenyataan yang lain. Ada yang berubah menjadi coretan di dinding, banyak yang dilupakan, ada yang secara sah dipenjara karena beda versi, kebanyakan hilang demi kebaikan. 111


malam bulan

malam bulan gelap memunggungimu - mencatat yang paling telanjang 2011

112

w. muttaqien ahmad


rambut takdirku rambutku mencuri dunia kuwarnai merah-hitam panjang kusut menutup maksud usia mataku adalah kemudaan yang sebentar mencari keindahan yang terpancar berumah di punggung perempuan mulutku adalah keabadian kutukan rakus mengunyah kitab dahaga kupuasi dengan durhaka tanganku mencuri hati seperti kucing mengintip ikan kepalan keras hanya untuk membela diri beratus kepala kena hantam tipuan rambutku hutan bambu menyasar di setiap rumpunnya aku lari di atas rambutku kenangan masa muda dan segalanya mencuri tempat kembali 2007

113


ilusi tentang akhir ternyata Akhir Hidup Adalah Dia lepas kata dari tulangnya, melayang jadi lengkung di periuk waktu. hutan hilang, sawah jadi gudang barang, gunung jadi lempung, muntahannya kudekap lelap tertidur. Kau memberinya susu dari laut yang terang membawa serta ibu, sepeda, tetangga, kawan sepermainan, dan gedung sekolah. dari riwayat yang kuterima turun-temurun Kau akan tiba di seluruh kota menyelesaikan yang tak bisa ditunda. empat lapis tanah merah digali buat kebun doa, diucapkan matahari yang saat itu oranye sempat singgah di pantai. namun tak sempat datang bersama pasang. lalu gemuruh pindah dari langit ke laut yang seperti agar-agar merah disentil anak kecil yang usil. pelabuhan ikan pindah ke pasar, jualan tubuh legam telanjang. perahu nelayan di jalanjalan sepanjang kota menerima tamu asing yang asyik bicara ilusi tentang akhir kabarnya dimulai dari ujung pulau ini. pertemuan Dia di semenanjung yang sepi ini kini ramai dibicarakan orang: kampung-kampung kehilangan penghuninya di periuk waktu susut 2005

114

w. muttaqien ahmad


kemanisan harusnya cukup hidup dengan sesendok teh gula betapa malunya manis disalahkan kelebihan rasa pahit itu juga hidup cuma manis yang berlebih 2006

115


Habib kantong bunga, serupa rumah tanpa dinding, selembar tikar tempat para pencari menari angin tidak menyurutkan ingin ya kekasih, ya habib, tidak cukup rindu ini sampai tidak juga rancak rebana menjadi bunyi sunyi juga yang menghantarkan nyalamu dalam riuh hasrat adakah usai jalanmu dari pantai yang penuh kapal terbelenggu ke samudera pemahaman seperti kebebasan yang memalu-malu kuburan, kebuli, dan kopi jahe tidak bosan juga balada Timur didendangkan aroma subuh dan malaikat yang diandaikan hadir merenda pendengaran dengan yang intim ah, yang asing dalam dirimu tiba-tiba menjadi organ bertumbuh dalam diriku, cair seperti mentega di atas kue kamir itu ya habib, mungkin tanda ini yang ditunggu cinta yang tidak pura-pura 2010

116

w. muttaqien ahmad


benang magenta berdua kita menatap laut langit magenta mulai menetes menggaris kelambu udara kupakaikan pada tubuhmu (jemarimu menganyam benang pemberian langit yang seusia dengan kita sore itu) berdua kita menenggelamkan laut dalam gulungan kertas yang diikat benang magenta tegak meski telah kuyup (masih ada ruang tertutup tak lelah dimasuki doa yang barusan lahir setelah peristiwa laki-laki dan perempuan ingin jadi sempurna) 2006

117


Willy pada suatu malam begini Willy, aku sudah makan kau bersikukuh menawarkan lapar jalanjalan penuh siksa dan dendam kita, berhenti saja. Tidak, katamu syahdu ini bukan ajal. semacam tradisi kau ganti dengan deru segala penjuru kau buru kita tanam pamflet di dinding kota terutama di kompleks pelacuran rumah para pejabat dan gubernuran bukankah segala neraka ada disana. kota semacam citacita yang kemudian jadi cuka -kau melihat anak muda dari desa, membenci agrariatak ada yang lampau atau lapuk kecuali penjara, enyahkan ia dalam dirimu aku menjadi lapar. rumahku semakin renta begini Willy, aku akan membacakan pamflet hari ini di Kalibata ada calon pahlawan menunggu kata dan orangorang dari Parlemen mencuri ingatan dari kita apa yang lebih mulia Willy dendam atau lupa begini saja Willy, aku tidak ingin berjarak dari lapar atau pelacur sejenis kelenjar tak bisa diam dalam diriku. memanggil namamu, mungkin sebuah dosa. aku memakan buahmu sampai jumpa 2011

118

w. muttaqien ahmad


surat untuk saut beranjak tua saut menimbun luka. saat hari raya ia membaginya. ini sebuah kesetiaan pada puisi. disusun dari lumpur di Sidoarjo sampai emas di Papua. inilah bumiputera, semacam waktu yang ingin kita peram dan didihkan. puisi yang menyediakan hantaran menguliti batangbatang hutan kayu-sembilukah itu sebab puisimu menyusun akibat. hari raya ini kita masih panen air mata. dan tuak sesaat menyatukan kita. orang rudin juga berhak pesta, pukimak dengan neraka. dalam telanjang masingmasing kata beradu mata. langit tetap penuh rahasia. saut berlayar dengan puisi yang penuh bunga api. mautkah yang dilabuhkan atau semata menghindar dari pusaran. 2011

119


Guru Pertama suluh diri kenal dia dekat suluk dia jadi ada tidak begitu jauh dari kisah awan bercerita tentang asal usul hujan sambil membiarkan dirinya hilang disiang udara yang matang awan turun jadi latar belakang pagelaran katak yang senang menandai hari dengan teriakkan kakawin sambil memanggil ular yang malas berkejaran dengan nasib katak kawin sambil bermain nasib telurnya tergantung ikan yang tidak sedang dilanda kekeringan kolam airnya melimpah tenang menggoyang teratai yang mabuk doa sejuta kehidupan berlindung dibawahnya katak besar makanan ular katak kecil santapan ikan katak kawin lagi setelah awan kembali berkisah betina semedi di atas teratai altar doa persetubuhan terus diulang seperti kebaikan ikan dan ular melihat di kejauhan sambil meramal waktu berkenalan dengan ajal siapa yang pergi lebih dulu ular melirik ikan tenang berteman diam nyanyian katak dihentikan kemarau kemana awan pergi berbulan-bulan ikan-ikan, katak, dan teratai terjaga satu-satu menjemput awan ular berkelindan membuka kitab kakawin meninggalkan kulit jadi jejak usia ikan menjemput awan ke hulu sambil mencari kedalaman udara batu-batu bersahutan memanggil nama-nama yang berkunjung 120

w. muttaqien ahmad


katak ikan ular teratai beristirahatlah awan kembali berkisah tentang musim yang kembali mengganti penghuni cerita 2006

121


lupakan januari

seperti itukah kebimbangan kita. setiap pagi memikirkan rantai dan roda. di januari yang basah ini buah mangga dibelah cuaca. di sebatang pagi kita memandang sebilah cuaca dengan kilatan waktunya. ia seperti mewartakan: rantai dan rodamu tidak mungkin mencapai tujuan. seperti mangga yang berbuah begitu saja, peta kita seolah hadir begitu saja sama seperti rantai dan roda yang tumbuh di tubuh kita. mungkin kita tidak perlu memusingkan sebatang, sehutan, atau segurun pagi. tapi apa guna pagi jika demikian. bahkan ketika berak jam 5.30 pagi kitapun tidak sanggup menahan rantai dan roda yang memaksa kita mengitari kemarin dan 2 menit lebih 1 liter beras yang harus dimasak hari ini. januari mungkin memiliki harapan yang berbeda, seperti pagi yang dianggap awal. apakah ada kelebihan lain dari urutan waktu yang kian semu. sementara roda dan rantai tanpa almanak kerja terus membuat jalanjalan yang kita lupakan kemudian. 2012

122

w. muttaqien ahmad


dalam sebuah judul yang masih ragu siapa mentautkan dia dalam kita dalam sekat tibatiba beranjak hasrat. kita berdua saling pandang di bumi, abadilah surga itu kenangan yang membuat kita satusatu cemas terbit setelah anggur itu kita telan. kita, masihkah surga? ataukah kita cuma mencandra Dia, sekedar alibi keteguhan cemburu yang ingin kita terakan dan, bumi-inilah semacam kehadiran masa lalu-sebelum aku bertemu Hawa yang lebih suka terang dan telanjang dari kegaiban yang mencurigakan. Tapi, siapakah yang menciptakan Hawa kita, masihkah membutuhkan neraka? sebab aku masih merenggut separuh jembut Tuhan, membentang selapang. Cinta pertamaku bukan pada sekarang, sejarah, atau yang khayal dan waktu bertumbuh dalam pertanyaan ini. 2011

123


124

w. muttaqien ahmad


biografi kerinduan


sajak perjalanan 1. kita pergi jauh sayang dari dataran katakata sepantai luka akan menunggu kita tinggalkan saja bayangbayang walau hati masih lekat di kampung sejarah kini milik kita - genggam itu saja sayangsenja keemasan di tangan 2. dalam perjalanan kau masih membawa pintu walau tak pernah kau izinkan sebiji tamu mampir di situ seseorang berjalan dengan pintu yang kekar belum cukup mengenal dunia-sebuah jendela mesti kau bawa juga, dari sana perjalanan ini dapat menampung cuaca yang memanjakan mata 3. dalam pandang langit lengang mata kita mengaliri jalanan lempang sebaris bangau menyisir ladang kerontang : apakah sungguh ada perjumpaan 4. janjiku seperti warna mawar tak bisa kubilang yang mana kau pilih saja-duriku tetap sama menyemak dan sedap menyentuhmu janjiku utuh pada setiap kelopaknya yang mengantar perjalanan duri sampai ke pelaminannya 5. dalam surat yang kubaca pagi bertumbuhan setelah perjalanan malam. bumi memberi kabar : tak ada lagi mukjizat

126

w. muttaqien ahmad


6. -malam yang melahirkan bahaya dan laut pasrah-SPD cuaca yang gelisah melahirkan rindu petir menuntun pada yang perlu -cahaya, seberkas saja- sebuah jalan pulang menyambarmu hingga rekah seperti buku terbuka anatomi tubuhmu menghanyutkan malu yang lebur kemudian adalah waktu demam ditularkan angin dan terbit di tempat jauh cuaca yang gelisah membuatku kabur denganmu segalanya serba boneka masa kecil yang datang kemudian -kita mainmain dengan takdir- sebuah topografi rahasia lengkung demi lengkungnya kita isi dengan cairan lelehan manis yang melaporkan kejadian-kemenangan jalanjalan kita buat karena suka cuaca yang gelisah melahirkan rindu kita menjahitnya di atas perca ingatan 7. memulai perjalanan panjang ini -rasa haus jadikan langitberikan yang paling fana pada pagi pertama. di ujung perjalanan ini percakapan seperti mekar bunga langit menurunkan matanya pada yang paling wujud 2011

127


Suatu Pagi, Sebuah Kerinduan 1. Sebuah pagi yang pasti Sebuah biduk Siapa saja yang pulang bersahaja : ia yang selalu tahu jalan kembali dan berada di depan berkorban dan menelusuri jalan yang sunyi Ia yang tidak pernah sendiri namun tahu kapan waktu berhenti Pada kematian, ia menyeru: Kau tak mampu menyiangku walau itu memisahkanku dengan kesayangan Aku mengenalmu seumur hidupku Kau tak lebih dari pergantian waktu Sedang aku yang memekarkan cahaya Pada hitam jubahmu, kuberikan tanda : harapan 2. Sebuah pagi yang pasti Kopi dan rokok yang seharusnya ada Sepat mata dan sisa obrolan yang dibawa angin Kau kemana Katamu, menjauh Kau dimana Jawabmu, di sini Kau tidak apa-apa Tubuhmu seperti begitu terjal Dan aku mendaki jawab di matamu 3. kau selalu berkata ‘aku yakin’ 4. ternyata kau tidak butuh kartu-kartu untuk menghadap tuhanmu, lebih banyak rindu yang menjadi pembelamu 5. aku membuat rumah yang tidak besar, tapi seluruh dunia sanggup mengisinya rumahku tanpa taman dan air terjun, cuma hutan tropika 128

w. muttaqien ahmad


di sana ada petani, nelayan, dan anak muda aku membaca soekarno, hatta, iqbal, dan karl marx aku mencuri dari nabi-nabi aku menyusuri perasaan orang kebanyakan dan keadilan yang bersemayam di setiap hati ternyata tidak ada yang lebih berantakan dibanding tidak memenuhi janji maka, aku berjanji diantar sebanyak orang ketika aku tidak lagi mungkin berjanji kudefinisikan sebagai investasi 6. kau juga selalu berkata ‘kamu bisa’ 7. kembali pagi, tidak semua pagi adalah permulaan seperti gerimis ini yang dimulai sejak awal kita puasa sebenarnya ini rahasia dan menariknya hanya itu aturan permainan kita kau ber ci luk ba dari kamar ke kamar dan seperti biasa, aku kena! 8. aku bicara pada anakku ‘dia cuma tidak lagi bisa bersedih’ hanya itu apakah itu tanda bahagia anakku tertawa (dia baru berumur dua tahun dan bening matanya mengingatkanku padanya) 9. kau berkata, jangan terlalu sering ke sini terlalu putih dan steril dan ‘aku tidak akan menangis’ 10. kau tidak berubah, katamu suatu pagi 129


setidaknya rambutmu yang kukenal dengan baik bagaimana kabar istri dan anakmu dan rumah yang kau idamkan apakah sudah memenuhi segala keinginanmu cuma di sana sumber air mata ‘sebuah keluarga yang saling memaafkan ketika hendak berangkat tidur’ dan bahagia 11. aku bilang teruslah bermimpi kau menandaskan teruslah bertindak 12. tiba-tiba kamu ada dimana-mana menyala-nyala dan gaib 13. kamu sebentuk mimpi tidak sungguhan tidak ada yang begitu sempurna tapi kau tularkan juga bisa mu di setiap penjuru dan kau tepati janji kita sumpah pemuda entah jilid berapa dimulai dari kampungmu 14. akhirnya aku menangis hanya ketika kau tersenyum membaca stiker buku, kopi, dan puisi bercangkir-cangkir itu kamu yang selalu tahu pindahkan saja ke kepala semua orang dan kau tuangkan puisi itu dari pulau ke pulau berdua kita menangis 15. bukan pagi seperti ini yang aku maksudkan tapi kesedihan ini tak terelakkan kau juga yang padamkan dengan nisan yang bertonjolan kau darwis aku mayit 130

w. muttaqien ahmad


kita menari dalam alunan yang sama cuma namaku belum tertera 16. kata maju tidak berdiam di ruang tunggu 17. kawanmu masih juga bertanya apa yang membuat kau berbeda jawabku, ada pada keyakinan termasuk keyakinan akan adanya perbedaan kawanmu masih juga bertanya tapi jawabnya terbawa padamu, kataku ‘yang bukan materi hadir bersamamu’ 18. pelajaran hari ini bukan pelajaran tentang diam besok pelajaran tentang melawan sejarah adalah masa depan 19. ketika kita berdua terkunci dalam ruang kosong dan kau tiba-tiba menggambarinya dengan beraneka warna aku kebingungan memilih yang ku suka 20. : kita baru memulai lalu kau bergerak tanpa jeda 21. kubacakan lagi sebaris sajak yang ku ciptakan untukmu ‘kau miskin, maka aku ada’ ternyata semesta yang mesti kita jaga pantas tak pantas cukup ya cukup bukan mata untuk mata tapi hanya butuh satu pertemuan kau sanggup mencairkan segala dendam kita berdua mestinya fakir namun semestamu tak cukup untuk memenuhi aku

131


22. kota ini semakin berkeringat ia ranggas ketika upah ini belum juga terbayar mulutmu bisa menjaga bencana namun kota ini semakin tidak kau kenali dalam setiap keluh kau bertanya bagaimana peradaban ini bisa bernyali jika setiap tafsir cuma dijelajahi lewat wikipedia 23. setiap benang yang direntang cuma membutuhkan simpul bukan merah atau basah 24. seluruh lukamu kukemas dalam kata sampai waktunya kubuka saat kau bilang aku siap menghidangkan sebuah sop ayam dalam jiwa yang tenang semoga kau tidak menaruh curiga ini barang jiplakan 25. pasir yang penuh dengan remis ini tak jadi menu senin sore ketika pagi yang pasti datang bersama kematian yang biasa dengan orangorang yang tak biasa mengirimkan doa yang tak putus-putusnya dan cerita yang tidak ada perawinya kecuali tema yang sama yang tidak pernah bosan dijadikan suasana yang seperti perundingan tentang sesuatu yang tinggal ketika kau pergi meninggalkan meja yang bergelinjang: kau belum tua-tua amat, sialan tapi lidahmu sudah demikian sempurna 26. kau pernah bilang aku mesum aku bilang telanjang seharusnya sebagian dari iman dan kau sekarang benar-benar telanjang dan aku gagal berpikir segala hal yang mesum kecuali tentang kau yang pernah bilang 27. aku bacakan sebaris sajak istrimu mengatakan tenang dan kau seperti kesenangan ‌pada pagi hari. jangan terjaga sayang. 132

w. muttaqien ahmad


jangan terjaga1. jika ini adalah kemudahan yang diberikan. jangan pernah terjaga. istrimu bangun dan mungkin berkata: terimakasih tuhan 28. mimpi kita mungkin seragam. tidak jika kau belum berani mengarung pertanyaan itu berdua tigaan empatan sekampung. jika sudah jangan lepaskan genggaman 29. cerita perang dan kebenaran hanya membuat bosan juga perjuangan dan kemenangan tolong ceritakan hal-hal yang sederhana seperti keyakinan orang-orang biasa 30. sebelas dua belas mantra yang kau ucapkan setiap kali melihat setan 31. kau tentu memahami setiap ketidakakuran kita akan bermuara pada sejenis kesepakatan yang penuh tanda tanya. dan kesempatan yang kesekian mengajarkanku arti sebuah kata pembelajaran. senjataku ketidakpastian, cukup kau musnahkan dengan keyakinan. 32. di pulau kau jaring cinta pada gelap dan purnama sampai kering air mata pasir dan angin meminjam bahasamu sekedar menulis kata: legenda tapi kau curi juga mereka untuk anak di gunung-gunung dan kau jelmakan air mata menjadi kehidupan dengan wajahmu yang ada di mana-mana ku rasa 1 ‘kopi yang tidak diminum’, sajak dorothea rosa herliani, nikah ilalang, 2003. Penerbit Indonesia Tera.

133


33. berdua kita kikuk. bersalaman bersidekap sambil menyebut nama-nama. asing rasanya jika harus melepaskan keinginan. kita belum pernah berpelukan rasanya. hambar suasana keburu kau timpali dengan gurih air mata 34. pernah datang suatu permintaan maukah kau menyusun kembali logika kupikir-pikir itu kerja macam apa ternyata sangat sederhana: satu tambah satu belum tentu dua 35. transformasi itu telah sempurna dari zahir menjadi ide-ide yang terlacak jejaknya bermuara pada yang satu samudera pengertian yang kau kenalkan padaku 36. warna hati itu seperti kemudaan dan curiga mempercepat pelapukan pertanyaan tentang kemudahan dijawab dengan berbagai skenario masa depan 37. mungkin, terasku akan menggantikan aroma kopi yang ditingkahi diskusi hanya itu yang bisa kusembahkan. aroma kopi juga yang menempel pada janji kita 38. Aku mencintaiMu Aku juga menyukai Abu Nuwas dari sekian banyak imam tinggal satu saja yang tidak terdaftar sebagai yang fakih untuk urusan masa depan Aku menuliskan daftar baru Jika salah setidaknya dapat satu

134

w. muttaqien ahmad


39. rumah kami yang belum sempat kau singgahi berinterior seperti dunia yang kau ingin reka jika ada perubahan, tentu tentang semua hal yang kau katakan tentang keluarga, komunitas, dan indonesia raya yang lamat-lamat kau senandungkan hampir tanpa bersuara 40. aku bertaruh tentang semua hal. kau berkali lempar dadu enam terlalu pagi, mungkin untuk menilai semua kerja bagimu permainan baru dimulai selepas azan, kau bersembahyang sendirian menemui tuhan. aku bertaruh kau lempar lagi dadu enam 41. cuma seperti ini rasanya berlaksa kawan datang menjenguk pada suatu pagi hanya untuk sebuah upacara kau tersenyum dan bergeming 42. anggap saja ini musik blues yang ku pakaikan sebagai pengganti tahlil semoga kau bergoyang riang disana 43 hanya angka tidak lebih tidak kurang jika itu ditambahkan tujuh belas atau sepuluh angka itu membuka keheningan yang persis sama

2009

135


Careful With That Axe, Agung (di ambil dari lagu Pink Floyd, Careful with That Axe, Eugene) kampak itu menetak batubatu di kepala ada satudua katakata terjebak dalam waktu kita memulainya dari sebuah gema terengah juga memaki sambil menghirup kopi yang kau buatkan pahit saja seperti hidup katamu, nyalakanlah dan kaupun dengan ganja amat bergetah memandang dunia begitu membosankan aku bermimpi membuat rumah katamu sebuah keluarga, mungkin yang tidak terbuat dari batubatu aku ingat malam itu perempuanmu pergi ia membaca tubuh lain, mungkin cuaca dalam malam waktu berhenti kita seperti tidak sempat bertemu pagi mimpi berikan saja pada pendusta Kafka, Kundera, dan Bumi Manusia, mungkin lebih semesta kita cuma sekamar studio sempat pula kita berutang pada warung yang susah payah menjual makna statiska dan hitung dagang lupakan saja, kita mungkin tetap miskin kau, bahagiakah seperti ketika waktu kita tangkap kau suka sekali bermain kampak memotong logika yang kadung mapan dunia lebih indah mungkin tanpa kehadiran tuhan itukah abadimu cinta yang tetap menjadi luka dalam tubuhmu ada matahari yang terus senja dan keletihan berwarna ungu psychedelic di arah Barat ada rahasia disana sebuah sumber, di langit yang tidak berbatas dan kampakmu sekali lagi menebas 136

w. muttaqien ahmad


satudua logika pecah untukmu, hanya motif tersisa mungkin ini percakapan terakhir kita mungkin aku tidak merasa kehilangan mungkin kau juga tidak pernah mengingatku mungkin aku abai pada setiap batukmu mungkin kau memang menginginkan waktu meringkusmu mungkin sahabatmu cuma malam ketika kampak yang kau gunakan dapat jelas terlihat bening, dingin, dan cukup mahir mengiris prasangka dari keyakinan tentang Us and Them, dan Neraka mungkin aku hanya ingin menyeka sedikit debu dari setiap sisa pertemuan kita mungkin itu dapat menjadi kebaikan setidaknya, aku berusaha mendapatkan gema dari taksu yang kau punya waktu yang kita tangkap telah lepas aku tidak bisa menahannya lebih lama, kau juga mungkin inilah salah satu hari yang kau tunggu di antara harihari di Gunung Elba kemenangan atas rasa takut menjadi unggun perdebatan di setiap sisigelap bulan ada manusia cuma bicara kemanusiaan agama, letakkan dalam lembar logika jadi peta yang paling hening ‘rest in philosophy’ aku bersepakat dengan itu sungguh, disini akupun menyerap ketenangan yang sama meneruskan membaca, La Divina Comedia 2012

137


Hari Besar Adagio ma non tropo e molto espressivo Anakku lahir kunamakan Satir Ia melesat secepat angin Kegemarannya mengambil jalan pintas. menembusi ilalang, putri tidur, dan mengaduh. Satir, ganggang, dan kupu-kupu sama menikmati cahaya. Dia laksana Abu Nuwas menari-bernyanyi dan menangis seperti Shakespeare Pada matanya kulihat Dunia ini versi sungguhan dari sebuah imaji di luar semesta buku dan igauan dosen tentang kemajuan Datang dari bayangan kapal dagang, kambing kloningan, dan sekarang ideologi gadungan (seperti es krim palsu milik Shadow Master, anakku). Maka kubacakan syair Judas Priest: Rock Hard Ride Free, /Rock with a purpose/Got a mind that won’t bend/Diehard resolution/That is true to the end dari album Defenders of The Faith lagu Ebes keren katanya. aku ceritakan juga sejarah kaleng Coca Cola. Ihwal globalisasi, sungguh anakku tak melulu tentang saham dan hegemoni pengetahuan shalat malam dan dansa-dansi serupa Mc Donald atau Hoka-hoka Bento juga, inilah tradisi yang bukan partikular yang ingin Ebes kenalkan padamu. Anakku tidak bertanya tentang apa yang terjadi di perut Bunda sungguh Freud ada di kelakuan kita sekarang Ia malah gemar menyapa polisi dan tentara. ‘Hai Bapak Polisi’, katanya berbinar, di matanya ada Dunia Baru- yang tidak pernah kubaca pernah ditemukan Portugis, Inggris, Spanyol, atau Belanda. Sial, sekarang mereka mengekspor pemain bola-melatih kita pula. Globalisasi anakku bukan cuma basa-basi. Ia seranjang dengan mimpi dan ketika meninggalkan rumah, ia menempel di tubuh kita, bahkan udara yang kita hirup di Sukaraja mengandung frekuensi yang dikapitalisasi di Singapura. Satir kukenalkan dengan Sutardji dan ia bertanya hebat mana dengan Dora Emon. Ia berfoto bersama dengan Rendra, pulangnya mengemis boneka Ultraman. Globalisasi bukan Hantu, tapi seperti Hantu rekaan 138

w. muttaqien ahmad


Satir, kejam dan suka memuja anak-anak. Satir tertawa, ketika Bunda mengusir imajinya, hus, hus, hus. Anakku lahir kunamakan Godilkooh Ia menggeram sekuat ingin Takjub pada bintang, kunang-kunang dan tikus dapur. Seperti Chen Lung, ia jungkir balik, pukul beranak pukul. Dan tidak banyak bertanya seperti Sitting Bull. Dengannya segala macam aroma hujan kukenalkan. Hujan mencipta tradisi, kataku sok tahu. Setidaknya, tradisi kawin Ebes dan Bunda. Dalam rahim hujan, cahaya dipendarkan menjadi pelangi. Tradisi itu yang ingin Ebes pelajari, setumpuk buku yang kian menjadi aneh itu sebab utama. Tradisi membaca dari TK ke SD mengenalkan dukun Apache menjadi namamu. Diponegoro menjadi sibuk di hutan-Jati, taktik gerilya diteruskan Sudirman. Sebab buku mengenalkan mereka pada gurun di madrasah Jawa. Matahari mereka sama anakku, langit mereka abadi di kepala. Tentang Dwifungsi, Ebes m(b)uram, sayang: menyebabkan tentara keleleran di jalan dan bar dangdut murahan. ‘What’s done is done and life is a gun/Life is a gun on the run/Oh my dear, isn’t life a gun/A story shotgun that came undone, itu kata, Jay Malinowski, dalam album Bright Light and Brushes.’ Ia bersenjata gitar sayang, dan syair. Persis Rhoma Irama, Sang Satria Bergitar, kawan terdekat tentara kita yang kini tergantikan oleh Tiga Macan, Dewi Persik, dan jurus ngebor, ngecor, ngedol. Semua seperti pencak silat anakku, di atas langit ada langit. Itu tradisi sayang, seperti hujan yang bermusim. Tapi Godilkooh tidak tertarik pada tradisi, sopan santun dan kulonuwon. Semua dilabrak. Lepas dari tatapan dan menantang. Anakku lahir kunamakan Astagina Ia menjerit sebening belati Ia belum berkisah tentang apa-apa, kecuali malam yang hiruk pikuk. Tiga bulan pertama setelah caesar ia masih menerima setumpuk ciuman dari dua Abangnya. Ciuman Yang Paling Basah, begitu kami menyebutnya. Tidurnya tenang sekali. Ia seperti lahir dengan sempurna 139


– 111111 - bilangan biner: Yes. Tidak ada takdir buruk sepertinya, tangisnyapun terdengar indah dan tidak menyedihkan. Padanya kuperdengarkan Kesaksian, ‘banyak orang hilang nafkahnya-banyak orang dirampas haknya/mereka dihinakan tanpa daya, ya tanpa daya, terbiasa hidup sangsi’ dari album Kantata Takwa. Tak ada takdir buruk Astagina. Yang ada kemiskinan, bayi kurang gizi, epidemi, penggusuran, kebangkrutanm pasar saham dan kebangkrutan kulakan recehan. Yang ada kaya dan miskin. Kehidupan yang mengelak. Kematian di jalan, jembatan, pesawat, bis kota, dan tempat kerja. Tapi seperti tidak terjadi apa-apa, Astagina. Semua baik-baik saja. Alangkah bahaya masa depan! Sekali lagi, seperti tidak terjadi apa-apa. Tidak ada yang berubah di kurikulum, zebra cross, dan hutan kita. Semua lolos, Astagina. Lolos dari kesadaran dan tercuri dari keberanian. Lolos dan tercuri. Mungkin memang bukan apa-apa, belum seberapa, atau sudah semestinya. Maka, sekali lagi Astagina, yang ada cuma kaya dan miskin. Dan kita sepertinya putus asa, patah bergerak, sebab memikirkannya sama dengan menghujam belati di ulu hati. Astagina dengan bijak berkomentar: Ouou ngggg ouuu bunnn ouuuooouu. Kukira ia sangat tertarik dengan cerita ini, seperti aku terpukau oleh Catatan Pinggir, walau tak paham benar, isi dan manfaatnya bagi pembela, terbela, dan terdakwa atas kasus yang tidak selesai setiap minggunya lewat aforisma GM, muskil rasanya menunjuk akhir, mencari jalan lain untuk menyusun kembali Negara, bahkan menetapkan jalan menuju(N)ya. (N) bisa besar dan kecil, Astagina- kukira ini seharusnya berimbas pada irama dan tekanan suara, ternyata tidak. Aku sarankan ia dikurung saja, jika bahasamu berubah kelak. Tidak cukup hanya memandang besar dan kecil. Yang ada kaya dan miskin, Astagina. (N) besar bisa sangat berkuasa, dalam syair Kesaksian: merekalah yang menghinakan. Tapi itu tentu saja (sekali lagi) bukan takdir buruk. Allegro moderato-Adagio Pekerjaanku membungkus kepala dan menikam kuping. Terkadang kelebihan kata-kata. 10 tahun percuma. Kepala yang kubungkus kalah oleh jambu Bangkok, jeruk Shanghai, dan apel Washington. Telinga yang kutikam berdarah tidak tuli apalagi. Telinga-telinga tersebut tidakl agi selembar daun. Tapi menjadi tembok yang dipenuhi hujatan dan iklan. Kemudian aku menjual buku. Dengan ransel besar aku mendaki 140

w. muttaqien ahmad


kota-kota. Membuat jalan dari serat papirus dan pinus. Hutan-hutan kemudian dibongkar supaya rakyat pintar dan buat modal aku berjualan. Orang-orang di sekitar hutan malah tidak pernah melihat aku membawa ransel besar itu. Kawanku mengajak pergi melihat jerih payahku. Hutan hilang dan masyarakat sama sekali tidak mengerti mengapa buku dalam ranselku tidak pernah menuliskan korbanan mereka. Akupun berganti pekerjaan. Menjadi penghasut. Mengajak masyarakat untuk percaya pada pembangunan yang budiman dan pemaaf. Dan seperti yang aku pelajari dari anakku, mengajarkan mereka bahwa tidak ada takdir buruk. Khotbahku menyimpan rasa takut di laukpauk anakku. Sebagai seorang penghasut aku tidak pernah berhasil 100%. Walaupun ada beberapa kuping yang ku tikam dan berdarah cuma disebabkan mereka tidak makan sekolah dan tidak terlampau sering menonton televisi. Cat phyloxpun belum dibarter dengan jamur, ulin, rotan, madu, dan tuak. Aku dianyam bahagia di hutan. Buku-buku yang kubaca seperti mustahil diterjemahkan. Seperti sabda langit, sabda orang-orang berjenggot dari abad Pencerahan di Eropa sampai Abad Perang Dingin di Amerika menjadi lucu, seperti kera yang masih mencoba menjadi manusia, percaya pada keterbatasan sumberdaya, sambil terus menerus membuat senjata, merampas kayu-fosil yang berisi waktu. Orang-orang di hutan lebih suka menerjemahkan dengung kumbang, semak, pohonan, dan hujan. Aku merasa seperti barang bungkusan dan melihat kawan-kawan seperti bingkisan, diserahkan sekolah ke pabrik-pabrik perakitan. Sekarang aku berjual kopi, kusisipkan pada setiap buku sebagai lampiran . Kopiku mengalir dari senja sampai dini hari. Setiap pagi sisa kopi kujadikan humus percakapan. Aku seperti kehilangan takutku pada lauk-pauk anakku. Mereka senang sekali rasa pahit kopi. Di pikiranku segala getir berubah menjadi rencana. Aku menambah madu pada setiap cangkir kopi dan buku, dan orang-orang mulai membincang resep pada setiap percakapan. Aku mencoba percaya tidak ada takdir buruk. Aku ingin menanam anakku di abu vulkanik berumur ribuan tahun. Sementara tempatku berdiam adalah sebuah kota kolonial rumah gubernur jenderal. Sekarang gubernur jenderal telah cuti. Pekerjaannya diteruskan walikota. Kotaku sekarang berantakan. Sebuah kota tanpa trotoar dan selokan. Aku pulang pergi dari kedai kopi ke rumah. Kedai kopiku ada di sebuah kota kolonial pula, tempat para tentara latihan. dan pegawai negeri plesiran. Orang-orang bule senang mampir ke dua kota itu. Mereka senang dengan pohon-pohon besar seperti orangorang di hutan. Mereka juga senang dengan cah kangkung dengan kuah kartu pos bergambar sawah-sawah yang tidak ada lagi. Sawah-sawah itu sekarang menjadi saham-saham yang dijadikan indikator ekonomi sebuah negeri 141


petani. Yang rodarodanya patah saat lepas landas, dan sekarang dengan parasut menggantung di atap orang. Andante ma non troppo e molto cantabile Halaman rumah terdiri dari tiga pohon mangga, satu manggis, kopi, jambu bol, dan nangka. Semua kuberi nama seperti binatang kesayangan. Ada melati dan kamboja untuk menyapa tamu di asbak yang kuiisi air. Setiap pagi, mereka seperti berkaca-kaca. Air yang kusiramkan pada mereka perlahan menjadi keteduhan. Tempat burung-burung bermain setiap pagi di kepalaku dan anakku. Mampir juga di kerumun ibu-ibu di pengkolan jalan yang membeli sayuran sambil membincang kabar burung yang berubah isi dan intonasinya. Rumahku dibuat dari batako, adukan semen yang tidak sempurna, dan ubin kualitas tiga, dan bunga yang merindingkan. Rumah ini dikembangkan oleh pengembang yang terlihat makin hari makin tambun dan ingin terlihat muda. Dengan kening licin mengkilat dan bahasa Indonesia ala kadarnya, pengembang memberikan janji layaknya politisi (sementara rumahku baru tiga hari telah retak dan bocor sanasini). Setiap rapat ia seperti siap dilempar pot bunga, cuma tidak pernah dilakukan karena rapat selalu dilakukan di sebuah masjid yang kebetulan namanya sama dengan nama belakangku. Aku tidak tahu mengapa aku bisa mendapatkan diriku di sebuah tempat yang nama belakangnya sama dengan nama belakangku. Aku mencintai tempat itu, berak disana, mengetik laporan, dan meniduri istriku setiap malam. Ini kulakukan untuk bertahan hidup. Di rumah inilah aku tinggal, merasa tentram sekaligus sekarat oleh tagihan. Sebuah rumah banyak harapan. Disanalah orangorang menuliskan sejarah. Namun rumah juga bisa seperti tempat pengasingan, selalu berkabut, dan membuat orangorang kembali melihat peta. Aku mendekap harapan sekaligus kecemasan. Anakku mengajarkan kerelaan, rasa penasaran, dan sikap pemberontakan usia tiga tahunan. Dalam pemberontakannya ia seperti masa bodoh dan terus mencari titik kesetimbangan. Ia seperti malaikat kecil yang menjadi penunjuk jalan, bersamanya kematian walau niscaya seperti tidak begitu menakutkan. Peta Lacanian ternyata ku temukan dari anakku, dan seperti sebuah duel jalanan kami sepertinya begitu saling memperhatikan masing-masing gerakan. Darinya aku belajar kelakuan dan teladan dan ia belajar siasat dan kesempatan. Dalam rumah kami menjelajahi setiap yang mustahil jika kupikirkan sendirian. 142

w. muttaqien ahmad


Rumah yang sebelumnya aku ingin bangun, ternyata lebih baik aku temukan. Berlima kami mencari rumah di gugusan bintang dengan perasaan lapar, anganangan, dan jalanjalan yang tidak lagi bisa memberitahu umurnya sendiri, kecuali dandelion ungu di sela aspal yang retak sepertinya tahu bagaimana mestinya hidup. Presto esok hariku dipenuhi bunga tubuhku dimangsa serigala: hitung dagang dan utang-piutang dan aku seperti perawan di altar persembahan ilmu ekonomi pertama kali disentuh hasrat rupiah anakku berkata tentang hidup dan mengkhayal tentang bahaya di laut mangsa hari ini cerita tentang alpa membaca gagal menafsir ancaman dalam surat perjanjian informasi dibuat berjarak dari bayangbayang kematian aku berharap pada Astagina kelak kemurahatian datang dari pedagang bunga membolehkan kita menyatakan cinta lepas dari kelipatan bungabunga terus mekar di sisi kiri rekening kehidupan suarasuara benda kutukar dengan keheningan disini hidup seperti berselisih terus dengan kenyataan dan aku terus menerus beradupandang dengan statistika dan menumpuk percaya pada kesementaraan kapanpun namun sekarang nyatanya untuk benar percaya pada tidak ada takdir buruk ada rumah kenang, rumah yang dibawa dalam ingatan perlahan aku menjadi rumah bagi anakanakku mendongengkan kembali penemuan dunia baru dan cerita tentang orangorang yang pergi mencari pulang 143


sampai pada sebuah dunia yang teramat maya aku berani untuk percaya yang kekal hanyalah citacita tidak ada sesal ataupun wilayah terlarang seperti tidak ada laknat dalam kejam tindakan peluru yang lepas selalu membuka kemungkinan Molto-adagio-Andante di bulan April ini aku menukar arit dengan penggaris. mulai mengukur orbit. perasaan pahit kutuangkan ke cangkir. tidak lagi ada entah dalam kalender. juga luapan keinginan. karena sebaikbaiknya secangkir kopi yang ingin ku suguhkan adalah kopi yang tidak tumpah. apapun tidak ingin aku sangkal, pun Globalisasi yang ku jadikan subsub judul dalam sajak untuk setiap kening yang ku cium untuk ku baca kembali kelak bersama anakanak yang tumbuh semakin hebat. Sementara tradisi adalah apa yang mesti kau cipta, sebab kaupun tidak bisa utuh menjadi bagian darinya ataupun sembuh dari lukaluka yang diciptakan sebelumnya. tentang bunga, sebut saja dengan nama sebenarnya ia tetap menarik dan penuh kepentingan Alegro Untuk yang manis dan bertahan demi cinta. Seharusnya ini tidak ditulis, karena cepat atau lambat kita akan bosan dengan kata-kata, akankah kita? Aku akan membuatnya cepat dan bermartabat. Sebab terlalu banyak waktu yang kita lewati hanya dengan alasan untuk bertahan hidup. Kali ini akumulasi pengetahuan haruslah sepadan dengan riang kehidupan Yang kutahu, tidak ada yang lebih mendebarkan dalam hidup. Selain menikmati waktu senggang berdua dan orgasme bersama. Karena kau selalu berusaha menyenangkan dan berbeda setiap harinya semenit lebih lama tak mengapa. yang terucap tidak mungkin kita tarik kembali, ia telah berdiri sendiri-anak-anak kita kelak menafsirkannya 2012 144

w. muttaqien ahmad



bung! ttaqien ahmad sekumpulan sajak w. mu 99 sajadah batu bersurat adalah manusia-manusia yang ingin tetap tinggal dalam rumah mereka yang sedang terbakar 2 baris tentang struktur dan progres atau cuma sebuah kemungkinan-yang tersisa adalah kerja sang penyair setan belajar menulis puisi korupsi terjemahkan lagi 39 tentang kau rumah keheningan puisi diberitahu persis gelembung soda yang kaget ketika ada yang suka dunia seperti itu tuna buat sahabat bermusuhan saja peristiwa catatan pejalan kita sebuah pembuka catatan yang bersembunyi di kerak kopi tanduk mata peringatan menulis masa depan terlalu tua perang untuk puisi sebuah senja kartu-kartu dia cuma mendengarkan lagu the beatles membaca ketika hujan malam kemarin bulan terjadi padamu esok di tempat yang sama sympathy forkota the devil sesuatu terjadi padaku pada posisi ke sembilan belas aku menulis 7, anjing, dan kau rambut takdirku diundangan puncak sekopi judi akhir bulan jakarta apa yang diingat ilusi kotatentang tentang lelaki kisah di nun bung! kemanisan mana @tubuh jerusalem pemula habib jakarta jalan selamat pagi komunis insomnium 7.30 di beranda rumah benang magenta kisah meja dapur logika perlawanan kepada resty hutan luka blues ramadhan langit lain mimpi-mimpi yang kemudian disebut rumah yang tidak bisa tidur on muscle museum willy pada suatu malam ahai de’ dalam bis kota tanahku tembagapura dipurnama matamu sajak sudah waktunya surat untuk saut beranjak tua entah apa guru pertama pada sebuah esei diaspora 80 padamu asmara bunga lupakan januari memento kepada mia malam 14 februari dusta dalam kaca dalam sebuah judul yang masih ragu masih ada tapi dialah kata adriana jalan sinta ibu demam tubuh mendekati ramalan dan dunia liar tepiku sepikau yang paling sepi retno edan sajak perjalanan lima yang paling puisi habituasi kemungkinan pagi, sebuah kerinduan puisi yang datangsuatu padamu suatu pagi bersama satir dialog with that axe, agung selain di sekitarancareful sini, tak ada arus lain secangkir cuacahuft suatu hari di kedai kopi sajak senja hari besar 1000 berhala

Widhyanto Muttaqien Ahmad, lahir dan besar di Jakarta. Kini berdagang buku, menyeduh kopi, dan bekerja sebagai peneliti lepas.

pemandangan keseharian Commuter Line Jabodetabek


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.