Manajemen Forum
SPECIAL EDITION
Indonesian Consumunity Expo 2010
ISSN 0215 - 1146
PRASETIYA MULYA
Vol. XXIV | 06 | November - Desember 2010
Point of View
The New
Jos Luhukay Wakil Direktur Bank Danamon ¤Komunitas Perlu Memiliki Badan Hukum¤
Business Model
ESSENCE
Nationalism Free Trade in Minds and Natural Disaster
Strategy
Strategy
Big is Not Mean Profitable Menuju Perusahaan yang Lebih Efisien
Berbisnis dari Komunitas Konsumen
Marketing
ICE: Kemitraan Bersama Komunitas untuk Indonesia Unggul
Brand Community Branding from Within
Empowering Community Melalui Brand Menuju Komunitas Berdikari
Communities Ç Ç Ç Ç
Rp. 29.000
Love History, Love Nation A Business from your kitchen It®s time for indonesian comics Di Luar kami, mereka saudara juga
content
Vol. XXIV No. 06 | November - Desember 2010
Creative Art agrasandhya-designstudio
82
Foto-foto content: sebagian besar dukumentasi ICE 2009. Fotografer: Supardi, PMBS
88
Marketing
Brand Community: Branding from Within
26
Business Model Strategy
Indonesian Consumunity Expo
Kemitraan Bersama Komunitas untuk Indonesia Unggul
94
Berkembangnya komunitas konsumen berdampak pada terciptanya peluang yang demikian besar bagi setiap individu untuk melakukan bisnis.
Strategy
Memahami “Jinak-Jinak Merpati”
Membangun Relasi Komunitas - Perusahaan
ICE atau Indonesian Consumunity Expo, terkait dengan pemahaman konsumunitas. Konsumunitas (consumunity) berasal dari kata konsumsi dan komunitas. Dari pemaknaan dua hal inilah diredefinisi konsep tentang produk.
Agus W. Soehadi
Global Economic 108 New Architecture
Yudho Hartono Bagai burung yang jinak, tetapi jinak-jinak merpati. Begitulah bisa digambarkan perasaan pemasar di banyak perusahaan ketika mereka mencoba berhubungan dengan komunitas. .
Big is Not Mean Profitable
32
FEATURE
Empowering Community
48
Melalui Brand Menuju Komunitas Berdikari
36
From Community to Excellent Indonesia
Merangkai Peran-peran Komunitas dalam Konsumunitas Chikita Rosemarie
42
Step by Step to Community Interaction
68
54
76
Menuju Perusahaan yang Lebih Efisien
Stefan S. Handoyo Dampak buruk krisis keuangan satu dekade terakhir pada dunia yang rentan ini, benar-benar telah menjadi perhatian bersama pemerintah dan masyarakat di seluruh dunia. Dampak krisis itu semakin menunjukkan bagaimana globalisasi saling menghubungkan dunia.
Meidi Wibowo Gagasan tentang pertumbuhan tidak harus selalu bersinonim dengan “menjadi lebih besar”. Yang besar itu bisa jadi kuat kelihatannya, tapi ternyata tak selamanya menguntungkan.
A Business from Your Kitchen
Usaha Rumah ala Natural Cooking Club Wisnu Ali Martono
60
It’s Time for Indonesian Comics Era Komik Indonesia Berlaga
114
Wahjoe
64
New Venture
It’s All About Fun and Biz
Di Luar Kami, Saudara Juga
Menikmati Hobi, Berkomunitas dan Berwirausaha
Ego Sektoral vs Spirit Komunal
Harry Budiman
Edo Rusyanto
Siapa bilang kegiatan komunitas hanya bersenang-senang menyalurkan minat, hobi, kesukaan mereka. Kenyataan juga mengubah semua itu menjadi bisnis berbasis komunitas.
Kita Masih Perlu 4,7 Juta Wirausaha
CLOSER WITH
Lima Prinsip Dasar dalam Kerja
> regular 08
Dari IT, Traveling, sampai Perbankan
Nationalism, Free Trade in Minds and Natural Disaster Tiga bencana alam besar yang melanda Indonesia dalam bulan Oktober 2010 sepertinya telah memupus peluang merekoleksi pengalaman berbangsa sesuai semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Komunitas Perlu Memiliki Badan Hukum
CLOSER WITH
ESSENCE
Sammy Kristamuljana
POINT OF VIEW
Wawancara: Jos Luhukay Wakil Direktur Bank Danamon
80
Tawaran Etis Pelaku Bisnis Masa Kini
POINT OF VIEW
Wawancara: Agus Muharram Deputi SDM Kementerian Koperasi dan UKM
74
Love History Love Nation Asep Kembali
Pola “Try-Share-Relate” dalam Komunitas Daniel Haryanto
102
FEATURE EXPLORE COMMUNITIES Ungkapan Nasionalisme Komunitas Historia Indonesia
Dyonisius Beti
Pemasaran Berbasis Komunitas Akhir-akhir ini istilah pemasaran berbasis komunitas sering kita dengar. Namun seperti apa sebenarnya hal ini bisa diwujudkan?
Sangat wajar bila merek-merek legendaris memiliki komunitas yang kuat. Yang istimewa adalah bila komunitas melahirkan sebuah merek.
Eka Ardianto
Berbisnis dari Komunitas Konsumen
Community Marketing Dudut Urip Prasetyo
Handyanto Widjojo
> headline 18 SPOTLIGHT The New
> department
120
TURNING POINT
Are You Underperformer? It’s Not Incurable
04 06 07 12 14 16 118 128
Content Editor’s Note From Readers In the History Innovation BIZPEDIA The Manager Next Edition
Heronimus Maryono
4
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
5
editor’s
from
note
readers
Sebuah Kaleidoskop
P
embaca budiman, bukan tanpa terasa tahun 2010 sudah akan berakhir. Tahun ini bisa diartikan masa cobaan yang cukup berat bagi bangsa kita. Di tahun ini kita masih tertatih menghadapi krisis ekonomi global, walau harapan pertumbuhan ekonomi tetap ada. Kita mencatat, di edisi kedua tahun ini, optimisme para pelaku bisnis (Departemen Riset PMBS, Optimisme Pelaku Bisnis 2010, FMPM Maret-April 2010, hal.17). Sementara itu, gerakan ide-ide manajemen bisnis mewarnai diskusi-diskusi rumah manajemen kita ini. Dari diskusi tentang konektivitas era jejaring sosial (FMPM edisi Januari-Februari 2010), pemetaan permasalahan AFCTA yang sempat mencemaskan pelaku bisnis Indonesia (edisi Maret-April), human capital (Mei-Juni), reinvensi di masa tak pasti (Juli-September), bisnis keluarga (edisi khusus/Oktober) dan akhinya, di purna edisi tahun ini, kita serasa memilih tema yang tepat dengan keprihatinan bangsa; menyoal dinamika komunitas. Pisau analisa kita tentu saja tetap sama, manajemen bisnis. Di tengah keberadaan kita sebagai komunitas, sebangsa dan setanah air, yang sedang dirundung keprihatinan
SIDANG REDAKSI
Pemimpin Umum: Prof. Sammy Kristamuljana, Ph.D Wakil Pemimpin Umum: Prof. Dr. Andreas Budihardjo Sidang Redaksi: Dwi Sosronegoro, MPsi; Hendro Adiarso, MBA; Istijanto, MM, MCom; Juliati T. Gunadi, MBA; J. Bely Utarja MBA; Paul Oppusunggu, MM; Teguh Endaryono, MM
EDITORIAL
Pemimpin Redaksi: Eko Napitupulu Redaktur Pelaksana: Hr. Maryono, SS, BAT Redaktur: Gloria N. Situmorang, MPsi; A. Widyaputranto, MA; M. Setiawan Kusmulyono Redaktur Artistik: N.E. Wijaya Kontributor: Harry Budiman (Jakarta), Dr. Beni Bevly (California), Dr. Fitra K. (Mexico)
FMPM DIGITAL
www.management-update.org
PENERBIT Jl. TB Simatupang, Cilandak Barat, Jakarta 12430
6
mendalam pada apa yang menimpa saudarasaudari kita di Mentawai, Merapi dan Wasior, kita tertarik bicara soal komunitas di sini. Era ekonomi kapitalis-individual, bahkan yang juga global sifatnya, mungkin belum bisa dikatakan berakhir saat ini. Di tengah situasi itu, kita begitu jelas merasakan—di Indonesia umumnya, dan di ICE (Indonesian Consumunity Expo) khususnya—bahwa ekonomi berbasis komunitas itu sangat mungkin dan bahkan efektif. Kita bisa memetakan kekuatan komunitas itu pada uraian-uraian para penemu fenomena komunitas konsumen (consumunity), Eka Ardianto dan Agus W. Soehadi, pada edisi akhir tahun ini (lihat dua artikel pada rubrik Spotlight, hal. 19-31). Kesaksian-kesaksian menarik dan realistis dari para anggota komunitas konsumen, juga merupakan dinamika yang patut kita pertimbangkan dalam bahasan kita kali ini. Akhirnya, menutup tahun edisi 2010 ini, FMPM menyampaikan terima kasih untuk partisipasi ide dan gagasan yang selalu dinamis pada terbitanterbitan kita yang lalu. Selamat menyongsong tahun baru 2011. Sukses selalu! Redaksi
PENGELOLA USAHA
Ketua Pengelola: M. Anwar Sirkulasi & Promosi: Rahmat Hidayat
EDITORIAL, LANGGANAN, PROMOSI PMBS Publishing Telp. (021) 750 0463 ext.: 8863, 8864. Fax (021) 765 3110 E-mail: penerbitan@pmbs.ac.id
Edisi Khusus Oktober 2010, dengan fokus Family Business, The Hardest in Hard Time, sudah mengglobal via jejaring maya. Beberapa penulis mancanegara menangkap kehadiran FMPM dan menanggapinya dengan mengirimkan email ke kotak Redaksi. Redaksi mempersilakan Anda untuk menyampaikan keluhan terhadap penyajian majalah ini atau Anda dapat berbagi opini atas artikel-artikel yang dimuat pada edisi ini. Cantumkan nama, alamat rumah, dan nomor telepon. Surat Anda akan dimuat tanpa alamat dan nomor telepon, dengan lebih dahulu disunting demi kejelasan dan ruang publik yang tersedia. Email Redaksi: Penerbitan@pmbs.ac.id
Dear FMPM, I thank you for sending me the latest edition of PMBS magazine. Appreciate it very much. In case you are interested, please join IICD Monthly Chairman’s Breakfast this coming Monday, October 25. Attached is the program detail. It is free and a good venue for networking. Hope to see you there. Regards,
Halo FMPM, Terima kasih untuk kiriman majalahnya. Kalau boleh tahu, tema bahasan edisi depan apa? Saya senang bila bisa berkontribusi. Selama ini beberapa analisa yang sifatnya liputan saya sudah buat untuk beberapa terbitan edisi lalu. Kalau redaksi tidak keberatan, saya lebih menyukai tipe-tipe analisa kasus dan akademik populer daripada reportase. Mungkin dengan itu partisipasi saya jadi maksimal. Salam.
Stefan S. Handoyo, Jakarta
Jenie S Bev, California USA
Halo juga Ibu Jenie. Senang mendengar kabar dari Anda. Tema kita edisi depan adalah “Leadership in the Age of Social Media”. Namun, kami akan juga memfokuskan bahasan Explore pada topik tentang “family business”. Kami menunggu artikel-artikel analisa kasus terbaik Anda.
Dear Mr. Handoyo, Thank you very much for the invitation. That’s a special breakfast! We will to attend the event which is so valuable. Fortunately, we are preparing the special topic for rubric Explore about the Family Business in next January-February 2011. Such seminar is definitely a very good reference for that preparation. So, make sure that we will present. Thanks for all. Best Regards.
FORUM MANAJEMEN PRASETIYA MULYA terbit perdana pada tahun 1986, merupakan ruang publik untuk berbagi gagasan dan pengalaman antar-komunitas akademisi, praktisi, dan peminat manajemen bisnis. Arah editorial FMPM adalah mengusung semangat pembelajaran melalui tulisan-tulisan berisi gagasan terkini, inspiratif, dan berdampak konkret untuk kemajuan khazanah ilmu manajemen dan keberlangsungan organisasi bisnis global. Redaksi akan menyunting semua artikel yang masuk. FORUM MANAJEMEN PRASETIYA MULYA terbit perdana pada tahun 1986, merupakan KOMUNITAS PENULIS & PEMBACA Redaksi menerima naskah feature ilmiah populer ruang publik untuk berbagi gagasan dan pengalaman antar-komunitas akademisi, yang sesuai dengan arah editorial dan gaya penulisan FMPM. Panjang artikel maksimal praktisi, dan peminat manajemen bisnis. Arah editorial FMPM adalah mengusung 7 halaman A4 (maks. 10.500 karakter tanpa spasi), format MS Word, font 12pt Times semangat pembelajaran melalui tulisan-tulisan berisi gagasan terkini, inspiratif, dan New Roman, dan spasi 1,5. Foto dalam format JPG/TIFF, minimal 200 Kb. Semua berdampak konkret untuk kemajuan khazanah ilmu manajemen dan keberlangsungan penulis akan menerima konfirmasi atas naskahnya yang dikirim dan sekaligus bersedia organisasi bisnis global. Redaksi akan menyunting semua artikel yang masuk. menjadi anggota Komunitas Blog management-update.org. Alamat pengiriman naskah: penerbitan@pmbs.ac.id
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
7
essence
Nationalism,
Free Trade in Minds and Natural Disaster Oleh: Sammy Kristamuljana Tiga bencana alam besar yang melanda Indonesia dalam bulan Oktober 2010 sepertinya telah memupus peluang merekoleksi pengalaman berbangsa sesuai semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
essence
P
eluang merekoleksi ini sangat penting bagi penentuan arah ke depan, di tengah kenyataan semakin mewujudnya perdagangan bebas kemampuan intelektual dunia pendidikan tinggi (free trade in minds) di lingkup global. Pupusnya peluang rekoleksi itu sejatinya tidak perlu terjadi karena respon terhadap dampak tragis dari ketiga bencana alam yang muncul susul menyusul itu, akan menunjukkan sampai sejauh mana pemahaman kebangsaan kita di tengah-tengah kecenderungan globalisasi pendidikan tinggi. Tidak banyak negara di dunia yang mengalami tiga bencana alam yang berbeda-beda, secara susul-menyusul dalam rentang waktu yang pendek, di lokasi yang terpisah ribuan kilometer, dan memakan korban dalam jumlah besar. Banjir bandang di Wasior, Papua Barat, 4 Oktober 2010 menewaskan 172 orang. Tsunami Mentawai, Sumatera Barat, 25 Oktober 2010 menewaskan 445 orang. Dan letusan Gunung Merapi di perbatasan kota Yogyakarta, 26 Oktober 2010 menewaskan 114 orang. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, adanya tiga bencana alam ini sepertinya telah membuat dunia di luar sana berhenti berputar. Seluruh perhatian bangsa kini tertuju kepada berbagai upaya penanggulangan dampak tragis akibat bencana. Nasionalisme atau rasa kebangsaan yang selalu dievaluasi setiap tanggal 28 Oktober kini mewujud dalam pergulatan bersama hari-hari ini untuk mengatasi dampak tragis itu. Air mata kesedihan bangsa serasa telah habis, pikiran, tenaga dan dana yang sedianya bisa dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan yang lain terkuras sudah.
8
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
Dunia Terus Berputar: Free Trade in Minds Dalam kenyataannya dunia di luar sana terus berputar. Untuk beberapa saat terlihat munculnya perasaan simpati masyarakat dunia atas kejadian yang menimpa Indonesia. Tetapi, itu tidak berlangsung lama, sebab bencana alam tidak hanya terjadi di Indonesia. Perhatian harus juga diberikan kepada dampak gempa bumi di Haiti yang terjadi beberapa bulan yang lalu dan kini berlanjut dengan munculnya wabah kolera. Juga banjir yang melanda Pakistan dan kebakaran di Rusia, yang dikuatirkan akan berdampak pada berkurangnya pasokan bahan pangan di dunia. Salah satu perkembangan dunia di luar Indonesia yang menarik adalah semakin mewujudnya perdagangan bebas kemampuan intelektual dunia pendidikan tinggi (free trade in minds). Selain kampuskampus universitas kelas dunia terus berusaha memperkuat pijakannya di lingkup global, banyak negara kini tertarik untuk juga menjadi pusat pembelajaran kelas dunia. Sebut saja King Abdullah University of Science and Technology atau KAUST di Saudi Arabia yang baru berdiri September 2009 dan dikelola bukan oleh Kementerian Pendidikan tetapi perusahaan minyak negara ARAMCO. Poster-poster beasiswa KAUST tertempel hingga ganggang kampus seperti Indian Institute of Technology atau IIT di Madras, India. Dengan reputasi IIT sebagai sekolah pasca sarjana yang mahasiswanya dicari oleh perusahaan-perusahaan kelas dunia dan juga mitra stratejik universitas-universitas sekelas Yale University dan Brown University, apa yang dilakukan KAUST tersebut menjadi sangat masuk akal. Bukan itu saja, KAUST memilih Choon Fong Shih, mantan Presiden National
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
9
essence
University of Singapore atau NUS, sebagai presiden pertamanya. Choon kecil dibawa beremigrasi ke Singapura oleh ayahnya yang berasal dari China dan ibunya dari Malaysia, di sana ia tumbuh besar hingga memperoleh gelar sarjana. Dengan mengikuti pola migrasi akademik Timur-keBarat Choon belajar ke Kanada dan meraih gelar pasca sarjana dari McGill University dan doktor dari Harvard University, Amerika Serikat (AS). Karir membawanya menjadi kepala grup riset di General Electric Corporate Research Lab, periset terkemuka di Brown University, kembali ke Singapura untuk mendirikan Materials Science Institute di NUS, menjadi President NUS pada tahun 2000, dan terakhir direkrut oleh KAUST. Gambaran di atas adalah salah satu cerminan dari dampak globalisasi meskipun gejala mobilitas kemampuan intelektual dunia pendidikan tinggi bisa dilacak hingga sekitar 900 tahun yang lalu. Ketika itu para mahasiswa dari berbagai penjuru Eropa mendatangi universitas-universitas pertama di Bologna, Paris dan Oxford. Pada abad ke20 gejala yang sama berulang setelah Perang Dunia II. Universitas-universitas di AS menjadi “magnit” bagi para profesor dan mahasiswa dari berbagai penjuru dunia. Kemampuan universitas-universitas AS menyatukan pengajaran dan penelitian di bawah satu atap dengan dukungan dana berlimpah sebagai bentuk “amal” dari penyumbangnya sebenarnya bersumber dari temuan model “kebebasan mimbar akademik” di Jerman. Dengan model ini para intelektual didorong untuk terus melakukan riset tanpa campur tangan pemerintah dan pada saat yang bersamaan mempromosikan pendidikan teknikal dan vokasional. Penggagasnya adalah Wilhelm von Humboldt, reformator pendidikan Prusia, dan diwujudkan pertama kali lewat berdirinya University of Berlin pada tahun 1820.
10
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
essence
Bila mobilitas kemampuan intelektual dunia pendidikan tinggi pada era abad ke-19 terjadi karena reformasi pemikiran, maka pada era global dewasa ini hal itu terjadi karena enam faktor yang saling memperkuat. Faktor-faktor itu adalah: (1) keinginan banyak pemerintah untuk membangun ekonomi berbasis pengetahuan mendorong diperbaikinya sistem pendidikan tinggi, (2) pendapat bahwa yang disebut orang “terdidik baik” harus terbuka terhadap berbagai ide dan mampu melintas batas negara, (3) mem”bludak”nya permintaan akan gelar dari luar negeri, (4) ketertarikkan universitas luar negeri untuk menarik bayaran uang sekolah yang lebih tinggi dari mahaiswa asing, (5) banyak universitas merasa citranya akan lebih tinggi bila berkiprah di lingkup global dibandingkan bila hanya di lingkup lokal, dan (6) kenyataan yang tidak pernah ada sebelumnya seperti komunikasi yang lebih baik dan lebih cepat serta biaya transportasi yang semakin murah memungkinkan lebih banyak lagi orang dapat mengajar, belajar, berkolaborasi, dan berkompetisi lintas batas negara. Pengalaman Soegondo Djojopoespito Ketika menengok ulang sejarah diadakannya Kongres Pemuda II tanggal 27 dan 28 Oktober 1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda, peran penting mobilitas kemampuan intelektual dunia pendidikan tinggi di lingkup internasional teridentifikasi lewat pengalaman Soegondo Djojopoespito, sang Ketua Panitia Kongres. Pengenalan Soegondo kepada wawasan kebangsaan Indonesia dimulai ketika sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum di Batavia tahun 1926 bisa mendapatkan majalah Indonesia Merdeka yang dilarang masuk ke Hindia Belanda. Bacaan yang diterbitkan oleh Perhimpunan Indonesia di Belanda itu menginspirasi Soegondo dan
teman-teman mendirikan Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) pada tahun 1926. PPPI inilah yang pada tahun 1928 merencanakan rapat umum yang kemudian dikenal sebagai Kongres Pemuda II. Dalam mempersiapkan kongres tersebut panitia juga meminta beberapa pemuda Indonesia lulusan Belanda untuk menjadi penasihat. Berkat para penasihat inilah pembesar Hindia Belanda ketika itu berhasil dilobi untuk mengijinkan dilangsungkannya Kongres Pemuda II, dan lahirlah Sumpah Pemuda. Jejak sumbangan mobilitas kemampuan intelektual dunia pendidikan tinggi lintas batas negara juga bisa dilacak kepada rumusan kebangsaan Sumpah Pemuda yang bersifat inklusif. Sifat eksklusif berbagai perkumpulan pemuda ketika itu yang sebagian besar didasarkan pada ikatan kedaerahan hanyalah wahana sementara yang dibutuhkan untuk membawa kepada Sumpah Pemuda yang melebur semuanya untuk melahirkan sifat inklusif kebangsaan Indonesia. Lebih jauh lagi, UUD 45 sebagai produk turunan Sumpah Pemuda pada bagian Pembukaannya menunjukkan tujuan kebangsaan Indonesia dalam kata-kata: “…,supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, …”. Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang inklusif, mengikutsertakan semua. Bukan eksklusif atau milik sebagian orang saja. Suatu nasionalisme yang tidak terkendala oleh batas-batas negara. Sebuah produk dari the free trade in minds.
circulation dengan hasil akhirnya yang pasti yaitu brain gain. Bukan hanya individu yang bersangkutan, bahkan komunitas bangsa dan umat manusia menikmati hasil dari proses pemuliaan tersebut. Ke depan, pemahaman terhadap kebangsaan Indonesia yang lintas batas negara menjadi semakin dibutuhkan, khususnya bila mengingat bahwa dari keseluruhan 129 gunung berapi yang menandai bagian bumi yang disebut Cincin Api Pasifik 30 di antaranya berada di pulau Jawa. Bila saat ini saja ada sekitar 120 juta orang yang hidup dalam bayang-bayang dampak tragis letusan gunung berapi, banjir bandang dan tanah longsor dan sebagai negara kepulauan kita sangat rentan terhadap bahaya Tsunami, maka kebutuhan akan sumbangan mobilitas kemampuan intelektual dunia pendidikan tinggi lintas batas negara menjadi tidak terelakkan. Jadi, bila kemiskinan dan keterbelakangan adalah konsekuensi logis dari hidup dalam “penjajahan”, dan bencana alam adalah konsekuensi logis dari hidup di wilayah “Cincin Api”, agar kita berkehidupan kebangsaan yang bebas adalah konsekuensi logis dari hidup dengan mempraktekkan the free trade in minds. (Editor: mry/ey)
referensi Wildavsky, B. 2010. The Great Brain Race: How global universities are reshaping the world. Princeton, NJ: Princeton University Press. Sammy Kristamuljana
Pengalaman Soegondo dan Choon Fong Shih telah menunjukkan bahwa hanya gejala awalnya saja the free trade in minds berakibat kepada brain drain. Tetapi, yang sesungguhnya terjadi adalah brain
Guru Besar Manajemen Stratejik, Ketua Prasetiya Mulya Business School
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
11
inTHE HISTORY
Jurnal Ilmiah Nasional Satu-satunya di Bidang Ekonomi Pemenang Hibah Kompetisi DIKTI untuk Penginternasionalan Berkala llmiah Periode 2010-2012
ICE
Indonesian Consumunity
EXPO
Konsumunitas digagas oleh 2 akademisi Prasetiya Mulya Business School, yaitu Prof. Agus W. Soehadi dan Dr. Eka Ardianto. Berdasarkan etimologisnya, kata konsumunitas berasal dari kata konsumsi dan komunitas.
15 Desember 2007, Komunitas dan Perusahaan Untuk pertama kalinya, ICE melakukan aktivasi kegiatannya di Plaza Timur Gelora Bung Karno, Jakarta. 40 komunitas berpartisipasi aktif di dalamnya. Didahului dengan kegiatan penelitian secara akademik. Survei konsumunitas 2007 mengambil tema “Kontribusi Komunitas Konsumen kepada Perusahaan”.
1-2 November 2008, Konsumen-Produsen untuk Masyarakat Berdampingan dengan peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional, Survei Konsumunitas 2008 mengambil tema “Melalui Komunitas Konsumen, Produsen dapat Memberi Kontribusi Positif kepada Masyarakat”. Jumlah komunitas yang berpartisipasi sekitar 78 komunitas. Jangkauan survei konsumunitas telah mengambil sampel dari komunitaskomunitas yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali.
12-22 November 2009, Interaksi Antar Komunitas Bertempat kembali di Plaza Timur Gelora Bung Karno, Jakarta, ICE menggelar eksibisi komunitas untuk yang ke-3 kalinya. Jumlah komunitas yang hadir 150 komunitas; berasal dari berbagai latar belakang, seperti hobi, otomotif, kesejarahan. Tema yang diusung adalah “Interaksi antar Komunitas”. Hasil penelitian menyimpulkan: setiap komunitas memiliki karakteristik yang unik. Antar komunitas dapat menggalang suatu kemitraan, akan tetapi mereka sangat memahami perbedaan nilai yang dijiwai oleh masing-masing komunitas.
November 2010-Awal Tahun 2011, Menuju Indonesia Unggul Melalui tema utama ICE tahun ini, ”Kemitraan Bersama Komunitas untuk Indonesia Unggul”, ICE ingin berkontribusi lebih besar terhadap kesejahteraan nasional. ICE digelar dalam 3 fase: ICE Conference, ICE Business Incubator, dan ICE Exhibition. Tujuannya untuk memperkuat komunitas agar berkontribusi bagi Indonesia. Konsep ICE pada tahun ini melibatkan para Akademisi, Pemerintah dan Pebisnis untuk bersinergi dalam harmonisasi kegiatan bersama dalam mewujudkan Indonesia Unggul. Sumber: Pusat Data Center for Consumunity Studies PMBS
12
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
Innovation
Innovation
M
ungkin pembaca sekalian masih ingat dengan nama Prita Mulyasari, atau Bilqis, seorang balita yang menderita atresia billier (penyakit yang menyebabkan saluran empedu tidak terbentuk dengan normal). Keduanya menjadi trending topic di berbagai situs web dan pemberitaan nasional. Akan tetapi, diluar kasusnya, hal yang menjadikan mereka sebagai bahan perbincangan utama adalah aksi-aksi untuk mendukung mereka. Adalah Koin untuk Prita dan Koin Cinta Bilqis yang menjadi sebuah model baru pengumpulan perhatian nyata dari masyarakat. Berdasarkan informasi dari koinkeadilan. com, jumlah berat koin untuk Prita mencapai lebih dari 6 ton, dan berjumlah lebih dari 1 miliar rupiah. Tidak jauh berbeda dengan Prita, Koin Cinta untuk Bilqis pun mencapai jumlah yang kurang lebih sama. Melihat dari sudut pandang komunitas, khususnya yang berasal dari sebuah dunia online, isu menjadi sebuah tenaga terbesar untuk menggerakkan massa. Isu mengenai Prita, Bilqis, dan bahkan dunia politik seperti kasus Bibit-Chandra, menjadi sebuah stimulan terbesar bagi pergerakan massa.
Landing Page Oleh: M. Setiawan Kusmulyono
Akan tetapi, jika ditelusuri lebih lanjut, isuisu tersebut dapat menjadi balon udara yang menyusut jika hanya melayang-layang di setiap domain website kita. Para aktivis di komunitas Langsat, menjadi tonggak inovator penting dalam dunia komunitas. Melalui ide koin untuk Prita, para aktivis tersebut menciptakan sebuah landing page bagi pergerakan isu tersebut.
Secara umum, konsep landing page yang mereka lakukan adalah membuat suatu wadah aktivasi nyata dari perputaran isu online yang mengemuka. Tujuan adanya landing page ini adalah agar isu tersebut dapat ditindaklanjuti dan memiliki kekuatan yang nyata, baik dari sisi partisipasi maupun lebih jauhnya dari sisi hukum. Bukti keberhasilan dari aktivitas ini adalah terkumpulnya dana hingga lebih dari 1 miliar rupiah serta mampu menggerakkan seluruh aspek masyarakat dari anak kecil hingga para lanjut usia. Lebih jauhnya lagi, aksi koin keadilan ini mampu menjadi bahan pertimbangan penting bagi revisi Undang-undang ITE untuk lebih promasyarakat. Landing page ini juga menjadi salah satu unsur yang mendasari terbangunnya ICE (Indonesian Consumunity Expo). Sebelum digagasnya konsumunitas, banyak komunitas kesulitan untuk mencari landing page yang dapat mengakomodasi kebutuhan lintas komunitas. Oleh karena itu, keberadaan ICE menjadi suatu penghubung penting bagi terwujudnya kontribusi oleh komunitas kepada masyarakat. Kehadiran landing page merupakan sebuah wacana baru, khususnya bagi komunitas untuk menjadi suatu bentuk aktivasi offline pergerakan komunitas di dunia nyata. Dan menjadi sebuah wacana menarik jika setiap komunitas dapat menjalin suatu kemitraan dalam sebuah landing page unik untuk memberikan sumbangsih besar terhadap kesejahteraan nasional.
Masih ingat dengan nama Prita Mulyasari, atau Bilqis, seorang balita yang menderita atresia billier penyakit yang menyebabkan saluran empedu tidak terbentuk dengan normal?
14
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
15
BIZPEDIA
KOPI DARAT
Yahoo! Kopi Darat for Indonesian Developers By Arief Rakhmadani
Kopi darat atau biasa disapa kopdar. Ajang temu tatap muka komunitas. Salah satu Kopdar besar di Indonesia adalah ICE (Indonesian Consumunity Expo). Umumnya kopdar dilakukan untuk memperkuat jaringan komunitas lintas regional maupun ajang untuk gathering.
CtoC CtoC (consumer to consumer) bisnis model adalah model bisnis yang konsumennya (individu) menawarkan layanan/produk kepada konsumen lainnya, secara langsung atau melalui pihak ketiga. Sebagai contoh, forum jual beli. Konsumen mem-posting item “dijual” dan konsumen lain mengajukan tawaran untuk “membeli”. Pihak ketiga umumnya menetapkan biaya tetap atau komisi atas transaksi yang terjadi.
Founder ICE Para pemrakarsa ICE (Indonesia Consumunity Expo) untuk pertama kalinya. Mereka adalah dua akademisi Prasetiya Mulya Business Schoo, Prof. Agus W. Soehadi, Dr. Eka Ardianto) dan Majalah SWA. Para founder ini bekerja sama membangun ICE denganpenelitian yang mendalam mengenai kontribusi komunitas terhadap masyarakat.
Owner ICE
CtoB
Komponen penting pelaksanaan ICE. Mereka yang memiliki hak untuk mengarahkan tema tahunan ICE sesuai dengan hasil diskusi dan tren komunitas yang sedang berkembang.
CtoB (consumer to bisnis) model adalah model bisnis yang konsumennya (individu) menawarkan produk/layanan untuk perusahaan dan perusahaan membayar atas usaha mereka.
Bro
Linggo
Ini merupakan sapaan akrab yang biasa terjalin di antara para anggota komunitas. Umumnya sapaan ini banyak dilakukan oleh anggota komunitas yang bergerak di dunia otomotif.
Linggo merupakan suatu bentuk bahasa baru yang muncul dalam komunitas pengguna Kaskus. Bahasa ini muncul dari intensitas akrab yang terbangun secara online di dalam situs itu. Beberapa bahasa yang popular antara lain gan, up up, pertamax, hoax, dan lain-lain. Sumber: Pusat Data Center for Consumunity Studies PMBS
16
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
spotlight
spotlight
Berkembangnya komunitas konsumen berdampak pada terciptanya peluang yang demikian besar bagi setiap individu untuk melakukan bisnis.
B
The New
Business Model Strategy Berbisnis dari Komunitas Konsumen Oleh: Agus W. Soehadi
18
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
isnis yang dikembangkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan anggota komunitas tetapi juga konsumen di luar anggota komunitas, bahkan kebutuhan organisasi komersial. Sebagai contoh adalah komunitas Lomography. Ribuan anggota komunitas ini aktif melakukan transaksi bisnis melalui toko yang dikelola oleh para ambassador (perwakilan komunitas) di setiap negara. Pada bulan april 2010, komunitas ini meluncurkan galeri terbarunya di daerah yang prestigious di Los Angeles. Contoh berikutnya adalah besarnya transaksi jual beli yang terjadi di forum jual beli komunitas KasKus selama tahun 2009 dengan total pengguna yang terdaftar sebanyak 135 juta. Ini menunjukkan potensi bisnis yang dapat berkembang di komunitas konsumen. Hal ini sejalan dengan perkembangan yang terjadi di pasar; penciptaan nilai (value creation) tidak lagi menjadi domain produsen, melainkan juga konsumen. Peran konsumen tidak hanya mengonsumsi nilai tetapi juga mampu memproduksi nilai (Soehadi 2009). Demikian konsumen juga berperan sebagai entitas bisnis komersial yang dapat melakukan transaksi baik dengan konsumen, organisasi komersial bahkan dengan pemerintah. Untuk itu berbagai bisnis model dapat dikembangkan terkait dengan komunitas konsumen. Dalam tulisan ini, saya mengusulkan dua bisnis
model untuk komunitas konsumen yaitu: CtoC business Model (consumer to consumer business model) dan CtoB business model (consumer to business business model). “Nine Building Blocks� Bisnis model didefinisikan sebagai cara organisasi menawarkan proposisi nilai yang superior, menjamin bahwa nilai tersebut dapat diproduksi dan target konsumennya memiliki akses terhadap produk tersebut. Untuk kelangsungan bisnis itu, penerimaan yang diperoleh dari transaksi pelanggan harus melebihi biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi produk atau layanan tersebut. Untuk memproduksi produk atau layanan yang superior maka asumsi yang kritikal dari bisnis model adalah bagaimana perusahaan mempunyai pengetahuan yang kuat mengenai apa yang diinginkan pelanggan dan bagaimana perusahaan mengorganisasi aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, mendapatkan bayaran atas apa yang ditawarkan dan menghasilkan keuntungan. Berbagai bisnis model telah dikembangkan oleh peneliti maupun praktisi bisnis. Saya di sini menggunakan pendekatan yang diajukan oleh Osterwalder dan Pigneur (2010). Berdasarkan kajian terhadap perusahaan-perusahaan yang inovatif, Osterwalder dan Pigneur (2010) mengajukan pendekatan kanvas yang memudahkan pebisnis untuk mengkaji ulang keseluruhan proses bisnisnya agar lebih kompetitif maupun dalam pengembangan bisnis baru. Kanvas ini dibangun atas dasar “nine building blocks�. Adapun hubungan di antara blok tersebut dapat dilihat pada gambar 1.
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
19
spotlight
spotlight
GAGASAN • Potensi bisnis bisa berkembang di komunitas konsumen. • Bisnis yang dikembangkan di samping memenuhi kebutuhan anggota komunitas, juga konsumen di luar anggota komunitas, bahkan kebutuhan organisasi komersial. • Di komunitas konsumen, penciptaan nilai (value creation) tidak lagi menjadi domain produsen, melainkan juga konsumen. • Dua bisnis model bisa dikembangkan dalam komunitas konsumen: CtoC business Model (consumer to consumer business model) dan CtoB business model (consumer to business business model). KEYWORDS: komunitas konsumen, bisnis model, C to C business Model, C to B business model
Gambar 1. Kanvas rancang bisnis model (modifikasi Osterwalder dan Pigneur 2010)
Elemen utama dari kanvas ini adalah proposisi nilai, seberapa jauh produk atau layanan yang ditawarkan mempunyai nilai yang tinggi menurut target pelanggannya. Dengan kata lain seberapa jauh perusahaan dapat menawarkan produk atau layanan yang berbeda dengan para pesaingnya. Tidak hanya berbeda tetapi juga mempunyai nilai yang superior atau disukai oleh konsumen. Proposisi nilai didasari atas beberapa pendekatan. Pendekatan pertama berdasarkan nilai fungsional dari produk atau layanan yang ditawarkan. Pendekatan kedua berdasarkan nilai emosional baik berupa nilai simbol (peningkatan atau perkuatan status sosial pelanggan), nilai hedonis
20
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
(memanjakan pancaindra pelanggan) dan nilai sosial (kebersamaan, bergabung dalam kelompok yang memiliki minat yang sama, eksistensi dalam kelompok). Pendekatan ketiga berdasarkan nilai spiritual (memberikan solusi bagi permasalahan sosial, kesempatan memperjuangkan nilai-nilai yang dianggap benar). Hubungan antara proposisi nilai dengan pelanggan dalam kanvas bisnis model diterjemahkan dalam tiga elemen yaitu kelompok pelanggan, saluran distribusi dan komunikasi pemasaran, dan pengelolaan pelanggan. Keputusan atas kelompok pelanggan yang akan dilayani oleh perusahaan
akan menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan dari implementasi bisnis model. Kelompok pelanggan akan menjadi dasar perancangan elemen berikutnya dalam bisnis model. Setiap kelompok pelanggan memiliki sensitifitas yang berbeda terhadap proposisi nilai. Pengetahuan yang kuat terhadap kelompok pelanggan menjadi kunci dalam merancang proposisi nilai yang superior. Elemen selanjutnya adalah saluran distribusi dan komunikasi pemasaran yaitu seberapa jauh proposisi nilai dapat diakses oleh kelompok pelanggan yang dipilih. Elemen ini penting karena proposisi nilai yang ditawarkan harus dapat dikenal, diakses, dirasakan dan dikonsumsi oleh target pelanggan. Pengelolaan pelanggan adalah elemen terakhir dalam blok hubungan proposisi nilai dengan pelanggan. Sumber pendapatan perusahaan berasal dari para pelanggannya sehingga pengelolaan pelanggan menjadi faktor yang penting dalam menjaga keberlangsungan perusahaan. Pengelolaan pelanggan di sini termasuk bagaimana menarik calon pelanggan baru dan meretensi pelanggan yang ada. Dalam pengelolaan pelanggan, perusahaan tidak hanya memperhatikan jumlah pelanggan tetapi juga kualitas pelanggan. Kualitas pelanggan didefinisikan sebagai nilai rupiah yang dapat disumbangkan pelanggan selama berhubungan dengan perusahaan. Ketiga elemen hubungan value proposition dan konsumen menggambarkan efektifitas perusahaan dalam meyakinkan pasar bahwa produk atau layanan yang ditawarkan mempunyai nilai yang superior. Nilai yang superior merupakan salah satu jaminan pelanggan akan terus melakukan transaksi dengan perusahaan.
Peran konsumen tidak hanya mengonsumsi nilai tetapi juga mampu memproduksi nilai (Soehadi 2009) Faktor kritikal berikutnya adalah seberapa jauh proposisi nilai tersebut dapat disampaikan atau diproduksi oleh perusahaan. Untuk itu perlu disiapkan platform yang akan menjamin bahwa value proposition dapat diproduksi. Elemen platform dalam kanvas bisnis model adalah aktivitas, sumber daya dan kapabilitas inti, dan mitra inti. Aktivitas inti merupakan serangkaian kegiatan dalam proses penciptaan produk atau layanan sesuai dengan value proposisi nilai. Sebagai contoh aktivitas inti perguruan tinggi seperti proses perekrutan pengajar; proses pembinaan pengajar, proses interaksi pengajar dan siswa serta siswa dan siswa; proses interaksi civitas akademis dengan external parties (perusahaan, profesional perusahaan, pebisnis, pemerintah, asosiasi peneliti dan profesional, dan perguruan tinggi lainnya); serta proses pengembangan, evaluasi dan perbaikan kurikulum pendidikan. Agar serangkaian aktivitas dapat lebih berkontributif terhadap penciptaan nilai yang superior, maka perusahaan harus memiliki kapabilitas maupun sumberdaya yang kuat. Sebagai contoh, kualifikasi pengajar, keterampilan mengajar, keterampilan riset pengajar, koleksi buku dan jurnal ilmiah menjadi faktor kritikal yang harus dikelola sekolah. Lebih jauh lagi, kemitraan dengan pebisnis, asosiasi
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
21
spotlight
spotlight
Keputusan atas kelompok pelanggan yang akan dilayani oleh perusahaan menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan dari implementasi bisnis model. profesional, pemerintah menjadi hal yang penting dalam peningkatan kualitas sekolah. Pertanyaan terakhir dari bisnis model adalah seberapa jauh bisnis yang dikembangkan dapat bertahan. Untuk itu pendapatan yang diperoleh dari transaksi dengan konsumen harus melebihi biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi produk atau layanan. Bisnis Model Komunitas Konsumen C toC (consumer to consumer) bisnis model adalah model bisnis yang konsumennya (individu) menawarkan layanan atau produk kepada konsumen lainnya, secara langsung atau melalui pihak ke tiga. Sebagai contoh adalah forum jual beli, konsumen posting item “dijual” dan sementara konsumen lain mengajukan tawaran untuk “membeli” dan pihak ketiga umumnya menetapkan biaya tetap atau komisi atas transaksi yang terjadi. Mulai banyak situs internet yang mengembangkan platform yang memudahkan konsumen melakukan transaksi penjualan. Situs berperan sebagai perantara yang mempertemukan pembeli dan penjual. CtoC Bisnis model banyak didiskusikan terutama sejak social network berkembang cepat. Konsumen
22
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
menjadi lebih aktif dalam beberapa media sosial seperti Friendster, My space, dan Facebook. Threadless.com adalah salah satu contoh CtoC Bisnis yang menggunakan platform “web based t-shirt design competition”. Konsumen mengirim rancangan original t-shirts, kemudian komunitas diminta untuk memberikan pilihan rancangan yang disukai. Setiap rancangan yang menang akan dicetak dan dijual di situs tersebut. Dalam waktu lima tahun setelah diluncurkan, threadless.com sudah memiliki 215 ribu pengguna. Terdapat lebih dari 20 ribu rancangan yang dikirim setiap tahunnya dan rata-rata 600 ribu t-shirts terjual setiap bulannya (Chafkin 2008). C toB (consumer to bisnis) model adalah model bisnis yang konsumennya (individu) menawarkan produk atau layanan untuk perusahaan dan perusahaan membayar atas usaha mereka. Model bisnis ini merupakan kebalikan dari model bisnis pada umumnya, yakni perusahaan menawarkan barang dan jasa kepada konsumen atau disebut B2C (business to consumer). Bisnis model CtoB didasarkan atas 3 pemain utama: konsumen bertindak sebagai penjual, perusahaan yang bertindak sebagai pembeli dan perantara (intermediaries) yang menghubungkan antara penjual dan pembeli. Umumnya pendekatan CtoB banyak dilakukan melalui platform yang dikembangkan perusahaan IT seperti Google, Secondlife, Facebook, MySpace, dan Flicker. Sebagai contoh Webmaster/ blogger yang menawarkan layanan advertising (sebagai contoh dapat melalui program Google Adsense atau
afiliasi program Amazon.com). Konsumen individu dapat menampilkan “banner” iklan, dan item promosi yang lain di website pribadinya. Konsumen tersebut mendapatkan komisi dari setiap layanan periklanan kepada perusahaan. Contoh lain Platforms seperti Fotolia or Google Video juga merupakan contoh yang menarik dari munculnya Bisnis model C2B. Dalam website mereka, setiap orang dapat menjual konten digital (photo, images, icons, animasi dan video) ke perusahaan. Dua Buah Model Bisnis Pertanyaan yang menarik dijawab adalah seberapa jauh perkembangan bisnis yang terdapat pada komunitas konsumen di Indonesia? Berikut ini kajian terhadap dua komunitas yang sudah menjalankan bisnis yaitu HTML (Honda Tiger Mailing List) dan NCC (Natura Cooking Club). Nara sumber kita adalah Sastrodimejo (Ketua HTML periode 2003-2005) dan Fatma. Kasus diambil berdasarkan observasi terhadap komunitas-komunitas yang bergabung di ICE. Komunitas Motor HTML berdiri pada tahun tahun 2000, yang diawali di dunia maya melalui mailist yang diinisiasi oleh Bro Dinar. Komunitas ini terus berkembang, dan data terakhir lebih dari 2500 anggotanya aktif baik di mailist maupun pada saat “kopi darat”, istilah komunitas yang artinya bertemu. Komunitas ini memiliki badan usaha dalam bentuk Koperasi HTML. Salah satu tujuannya adalah agar transaksi yang terjadi antara anggota komunitas dengan anggota komunitas atau pedagang dapat diberdayakan untuk kepentingan komunitas HTML. Salah satu hal yang menarik dari HTML adalah penyebaran informasi yang cepat
Pertanyaan yang menarik dijawab adalah seberapa jauh perkembangan bisnis yang terdapat pada komunitas konsumen di Indonesia? mengenai modifikasi, asesoris, spare part dan lain ke sesama anggota. Sebagai contoh, ketika satu anggota beli GV (tempat penyimpanan barang untuk motor) maka dalam waktu cepat temantemannya juga melakukan hal yang sama. Ini menjadi pasar yang menarik bagi pebisnis. Pebisnis memanfaatkan anggota komunitas sebagai agen mereka. Agar lebih bermanfaat bagi kepentingan komunitas maka pengurus HTML mendirikan divisi dagang. Seluruh pedagang yang memanfaatkan komunitas HTML sebagai pasarnya, harus terdaftar resmi di divisi pedagang. Untuk itu mereka harus membayar fee dari setiap transaksi yang terjadi. Adapun besarannya merupakan hasil negosiasi antara divisi ini dengan pedagang. Tidak adanya aturan yang baku memunculkan konflik di antara pedagang. Pedagang yang satu merasa lebih dipermudah, yang lain dipersulit. Pembentukan organisasi bisnis yang mapan menjadi salah satu jawaban dari permasalahan tersebut. Akhirnya dibentuklah koperasi, yang sesuai dengan karakteristik komunitas yaitu untung tanggung sama-sama, rugi tanggung renteng. Koperasi inilah yang akan menaungi para pedagang. Pedagang menjadi pemasok, dan yang melakukan
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
23
spotlight
spotlight
HTML merekrut profesional untuk menjalankan kegiatan usaha. Awalnya koperasi hanya memiliki unit bisnis bengkel AHASS dan toko di Lenteng Agung, selanjutnya memiliki unit bengkel AHASS di Bintaro dan di Lampung. Salah satu hal yang menarik adalah perkembangan berikutnya; anggota koperasi juga berperan sebagai investor dengan membeli saham AHASS dengan harga satuannya sebesar 1 juta rupiah. Jadi bagi anggota komunitas yang tertarik untuk melakukan bisnis, disiapkan wadahnya dengan bergabung dalam koperasi. Konsekuensinya adalah dalam komunitas HTML ada tiga struktur yang terpisah yaitu: struktur komunitas, struktur koperasi, dan struktur dewan investor.
saat tertentu orang tidak hanya sekedar “kopi darat” tetapi juga ingin berkembang dengan belajar dan menjalankan bisnis. Hal ini yang coba difasilitasi oleh HTML, sehingga menjadi budaya yang tumbuh di komunitas. Sebagai contoh, ketika pembagian SHU (sisa hasil usaha), sebagian besar anggota menginvestasikan kembali ke koperasi untuk mengembangkan usaha. Hal yang lebih menarik adalah jika ada investor yang ingin menjual sahamnya, maka harga saham tersebut biasanya dijual di bawah harga pasar. Bisnis HTML ini merupakan proyek masa depan HTML. Motto dari divisi bisnis HTML adalah sekali bisnis yang dikembangkan berhasil, maka bisnis yang lainnya juga harus berhasil. Pengurus HTML berharap, ke depan memiliki HTML Inc. yang bergerak di bidang apa aja, seperti Konsultan IT, Software House.
Dasar pembentukan bisnis tidak 100% ditujukan untuk mencari keuntungan tetapi lebih kepada menjaga network dan passion dari komunitas. Pada suatu
Komunitas Kuliner NCC (Natural Cooking Club) adalah komunitas pehobi kuliner yang berdiri pada 5 Januari 2005. Berawal dari kumpul
penjualan ke anggota komunitas adalah koperasi.
teman-teman yang menyukai kuekue dan masakan buatannya, mereka meminta Ibu Fatma membuka kursus dengan nama Private Class Ibu Fatma. Banyaknya teman-teman Private Class Ibu Fatma yang bertanya lewat SMS dan telepon mengenai resep-resep makanan. Dirasakan penggunaan kedua media tersebut kurang efektif. Untuk meningkatkan efektifitas komunikasi, selanjutnya dikembangkan mailing list. Setelah itu, komunitas NCC mulai bertumbuh dan tahun 2010 sudah memiliki lebih 8200 dari anggota. Untuk mengelola komunitas NCC, Ibu Fatma dibantu oleh 7 orang. Salah satu hal menarik yang ditawarkan oleh pengurus NCC adalah tagline-nya “dari rumah kita bisa cari uang”. Artinya jangan pernah takut ada di rumah, gunakan peralatan seadanya di rumah untuk mulai berbisnis. NCC memberikan alternatif bagi anggotanya untuk melakukan bisnis di rumah. Salah satu tujuannya adalah membantu anggota komunitas lebih mandiri. Demikian keberadaan NCC dirasakan manfaatnya bagi anggota, sehingga diharapkan ikatan sesama anggota komunitas menjadi semakin kuat. Perkembangan bisnis anggota NCC cukup menarik, kegiatannya tidak hanya kursus memasak dan membuat kue tetapi juga melakukan penjualan foto makanan, penjualan resep, penjualan “foodstylish”. Banyaknya permasalahan di dalam kuliner juga merupakan peluang bisnis bagi anggota NCC. Sebagai contoh, peserta kursus mengalami kesulitan ketika mencoba resep di rumah, seperti kuenya “bantet” (tidak mengembang). Kesulitan tersebut kemudian didiskusikan baik melalui
mailing list, sms atau telpon untuk mencari solusi. Fungsi konsultasi menjadi sangat penting bagi anggota komunitas. Situasi ini membuat beberapa anggota memberikan layanan konsultasi. Di samping itu juga berkembang layanan pelatihan dan layanan usaha kurir kue. Hal yang menarik dari layanan usaha kurir kue adalah pemberdayaan anakanak motor. Mereka selanjutnya dilatih untuk membawa kue tart, agar tidak rusak sampai tujuan. Sebagian keuntungan yang diperoleh dari setiap aktivitas bisnis yang dijalankan, secara sukarela disumbangkan ke kas komunitas. Untuk melaksanakan kegiatan komunitas seperti “wisata ke toko”, selain dana yang berasal dari kegiatan bisnis, beberapa anggota juga melakukan donasi. Dari dua contoh bisnis model tersebut, bisa diringkaskan sebuah rancangan bisnis model untuk komunitas konsumen (gambar 2).
referensi Soehadi, Agus W., (2009), “Siapkah Perusahaan Berbagi Dengan Komunitas?” SWA 24/ XXV, November, 38-39. Chafkin, Max (2008), “The Customer is the Company”, http://www.inc.com/ magazine/20080601/the-customer-isthe-company_Printer_Friendly.html Osterwalder, Alexander and Yves Pigneur, (2010), Business Model Generation, Self Published.
Agus W. Soehadi
Co-founder ICE Guru Besar Marketing, Direktur S1 Bisnis Prasetiya Mulya Business School
Gambar 2. Bisnis Model Komunitas Konsumen
24
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
25
spotlight
spotlight
situasi, kemudian mengekspresi sekaligus merefleksikan apa yang dikonsumsinya. Dalam prosesnya, ada tiga ciri konsumsi yang dapat membentuk komunitas, yaitu konsumsi atraktif, konstruktif, dan interaktif. Ciri konsumsi tersebut, menyebabkan konsumunitas bersifat mengajak, menghasilkan karya positif dan memberi kontribusi kebaikan pada siapapun. Dengan demikian, konsumunitas mengandung pengertian proses, kegiatan bahkan suatu gerakan.
Indonesian Consumunity Expo
Menuju Indonesia Unggul! Belajar dari 3 tahun penyelenggaraan ICE yang melibatkan sekitar 150 komunitas dari berbagai latar belakang minat dan idealisme, serta masukan dari berbagai pihak, maka mulai tahun 2010, ICE merupakan Kemitraan Bersama Komunitas untuk Indonesia Unggul!. Dalam kemitraan tersebut terlibat 4 pihak, pemerintah, akademisi, produsen atau pebisnis, serta komunitas itu sendiri. Format kemitraan tersebut berbasis pada wirausaha yang mengandung
kesejarahan, pendidikan dan lingkungan. Melalui kemitraan serta format tersebut, kita merasa dapat ikut menyumbang pada Indonesia, demi negara yang lebih baik. Ilustrasi berikut menggambarkan mengenai konsumunitas serta ekspresinya dalam ajang yang dinamakan ICE tersebut. Kemitraan Berbasis Wirausaha Format kemitraan berbasis wirausaha mengandung sejarah, pendidikan, dan lingkungan. Melalui sejarah kita dapat melakukan introspeksi diri dan mengapresiasi makna lain. Dalam pengertian ini, sejarah dipahami dalam dua pengertian. Pertama, merupakan nilai, sikap, karya, dan peristiwa yang awalnya terjadi atau dicetuskan pada masa lalu. Ia dapat berupa nilai moral tertentu, misalnya kebersamaan atau kepedulian, sikap tertentu, misalnya keberanian untuk mendobrak suatu tatanan, atau berupa karya tertentu, misalnya tarian, ramuan obat atau resep masakan. Atau, ia dapat berupa peristiwa
Kemitraan Bersama Komunitas untuk Indonesia Unggul Oleh: Eka Ardianto ICE atau Indonesian Consumunity Expo, terkait dengan pemahaman konsumunitas. Konsumunitas (consumunity) berasal dari kata konsumsi dan komunitas. Dari pemaknaan dua hal inilah diredefinisi konsep tentang produk.
K
onsumsi adalah cara anggota komunitas menikmati produk. Produk bisa berarti apapun, mulai dari ide, wacana, musik, masakan, kegiatan tertentu seperti olahraga, tempat tertentu seperti suatu kawasan wilayah, hingga suatu barang
26
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
tertentu. Dalam konsumsi, komunitas aktif melakukan pemaknaan ulang terhadap makna yang telah diproduksi oleh pihak lain, oleh karena itu dalam konsumsi juga mengandung produksi. Selain itu komunitas mengonstruksi berbagai makna di berbagai
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
27
spotlight
spotlight
GAGASAN • Consumunity (konsumunitas) adalah proses komprehensif konsumsi komunitas; proses yang terdiri dari pembentukan, produksi, kontribusi, interaksi, ekspresi dan refleksi komunitas. • Format kemitraan berbasis wirausaha mengandung sejarah, pendidikan, dan lingkungan. • Beberapa karakter khas komunitas yang berwirausaha dalam konteks konsumunitas: semangat modifikasi dan inovasi, ide kreatif, dukungan produsen, keberlangsungan usaha, interaksi usaha antar komunitas tinggi. • Pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah konsumunitas adalah pemerintah, akademisi, perusahaan, pebisnis dan komunitas sendiri. KEYWORDS: Konsumunitas, Indonesian Consumunity Expo, kemitraan berbasis wirausaha.
tertentu, misalnya pelayaran kapal di masa Majapahit. Melalui perbandingan antara sejarah dengan masa kini, kita dapat melakukan introspeksi diri. Bisa jadi, masa kini belum tentu lebih baik dari sejarah. Pengertian kedua, sejarah dipahami dalam makna terbuka dengan beragam arti. Kemajemukan makna justru merupakan kekayaan dari sejarah itu sendiri. Mengapresiasi makna lain dilakukan ketika kemajemukan tersebut muncul. Dari kedua pengertian terhadap sejarah tersebut, dapat dinyatakan bahwa untuk menuju Indonesia Unggul, kita memerlukan introspeksi diri dan mengapresiasi makna lain melalui sejarah. Dalam ICE, banyak komunitas yang peduli dengan kesejarahan, seperti Komunitas Historia Indonesia (KHI), Komunitas Jelajah Budaya, Komunitas Onthel Batavia (KOBA), Komunitas Indonesia Railway Preservation Society (IRPS), Komunitas Indonesia Reenactor (IDR), Komunitas Arsitektur Hijau (Arjau), dan Komunitas Jadoel. Melalui ICE mereka diberi kesempatan melakukan kemitraan dalam program yang berbasis wirausaha,
28
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
misalnya membuat paket wisata kota tua, perjalanan menggunakan kereta tua, dan masih banyak lagi. Selanjutnya, melalui pendidikan kita lebih dapat melakukan inovasi dan mengapresiasi interaksi kita dengan siapa pun. Dalam pengertian ini, pendidikan dipahami dalam dua pengertian. Pertama, erat kaitannya dengan pengetahuan yang dipahami dengan sistematika tertentu untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya, bisa dalam bentuk modifikasi atau bahkan inovasi. Pengetahuan tersebut bisa berupa berbagai strategi bermain bola, strategi modifikasi atau inovasi berbagai jenis aliran musik, inovasi berbagai teknologi robot, modifikasi atau inovasi mesin mobil dan motor, atau bahkan modifikasi resep masakan. Pengertian kedua, pendidikan erat kaitannya dengan suatu pengetahuan yang dipahami dengan sistematika tertentu melalui berbagai pengetahuan dari berbagai pihak. Kemajemukan pengetahuan justru merupakan kekayaan dari pendidikan itu sendiri. Dari kedua pengertian terhadap
pendidikan tersebut, dapat dinyatakan bahwa untuk menuju Indonesia Unggul, kita memerlukan inovasi dan mengapresiasi interaksi kita dengan siapapun melalui pendidikan. Dalam ICE, banyak komunitas yang peduli dengan pendidikan, seperti Komunitas Natural Cooking Club (NCC), Komunitas Nebeng.com, Komunitas Yamaha Jupiter Club, dan Komunitas Menulis Yuk. Melalui ICE mereka diberi kesempatan untuk melakukan kemitraan dalam program yang berbasis wirausaha, misalnya membuat sekolah kuliner, bengkel otomotif, usaha shuttle bus di kawasan three-in-one Jakarta, klinik menulis, dan masih banyak lagi. Kita beralih memahami lingkungan. Lingkungan dalam pengertian ini bukan bersifat pasif, melainkan aktif berproses, dan dapat memberi implikasi terhadap berbagai aspek. Apa yang kita lakukan terhadap lingkungan akan direspon olehnya. Hubungan keduanya saling
memerlukan, agar berkesinambungan. Lingkungan di satu sisi akan memberi manfaat, di lain sisi memerlukan perawatan dan pemeliharaan. Dari pengertian terhadap lingkungan tersebut, dapat dinyatakan bahwa untuk menuju Indonesia Unggul, kita perlu bersahabat dengan lingkungan. Dalam ICE, banyak komunitas yang peduli dengan lingkungan, seperti Komunitas Bike to Work, Komunitas Peta Hijau, dan Komunitas Lantan Bentala. Melalui ICE mereka diberi kesempatan untuk melakukan kemitraan dalam program yang berbasis wirausaha, misalnya membuat produk ramah lingkungan, bengkel sepeda, dan lain-lain. Karakter-Karakter Khas Komunitas Setelah memahami masing-masing format kemitraan, perlu dimengerti kewirausahaan sebagai basis. Indonesia membutuhkan banyak wirausaha. Pertanyaan menariknya adalah apa daya tariknya antara wirausaha dengan
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
29
spotlight
spotlight
komunitas? Selama ini wirausaha lebih banyak dibahas dari sisi individu bukan komunitas. Ada beberapa karakter khas yang positif terhadap komunitas yang berwirausaha dipandang dari teori konsumunitas, yaitu: Semangat modifikasi maupun inovasi -yang diperlukan dalam menghasilkan produk yang berkualitas- sangat tinggi di dalam komunitas. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena ada dukungan semangat di antara sesama anggota dalam komunitas untuk tidak mudah menyerah dalam melakukan modifikasi maupun inovasi produk. Semakin mendapat dukungan semangat dari sesama anggota, semakin tidak mudah menyerah dalam melakukan eksperimen modifikasi atau inovasi. Ide kreatif -yang diperlukan dalam menghasilkan produk baru- sangat melimpah di dalam komunitas. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena komunitas memiliki ‘ruang’ untuk bebas mengekspresikan idenya dalam suatu forum, misalnya forum jumpa dengan para anggota dalam bentuk apa yang dinamakan dengan “KOPDAR” atau “Kopi Darat”, atau dalam bentuk forum di internet. Semakin terbuka lebar ‘ruang’ ekspresi tersebut, maka semakin melimpah ide kreatif mereka. Dukungan perusahaan atau produsen atau pebisnis sangat positif, baik dalam hal pendanaan maupun bantuan teknis. Hal tersebut dimungkinkan terjadi tidak saja bagi komunitas konsumen (anggotanya para konsumen yang mengonsumsi suatu produk), tetapi juga bagi komunitas perusahaan (anggotanya para karyawan suatu perusahaan yang sama). Dukungan tersebut tidak semata-mata karena
30
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
jumlah anggota suatu komunitas yang besar –tentunya menguntungkan perusahaan dari segi pemasaran-, tetapi yang lebih penting adalah nilai moral yang dijunjung dalam suatu komunitas yang sejalan dengan misi perusahaan tersebut. Dukungan tersebut sangat diperlukan dalam membesarkan usaha komunitas. Keberlanjutan usaha komunitas lebih langgeng. Usaha komunitas dibangun atas dasar minat maupun idealisme yang tinggi. Hal tersebut menjadi penjelas mengapa keberlanjutan usaha mereka akan menjadi lebih langgeng. Keberlanjutan usaha sangat diperlukan dalam wirausaha karena melibatkan serta memberikan kontribusi kepada banyak pihak. Interaksi usaha antar berbagai komunitas tinggi. Usaha komunitas tidak hanya melibatkan para anggota di dalam komunitas yang sama, tetapi juga dapat melibatkan komunitas lainnya, karena eksistensi komunitas salah satunya adalah berinteraksi dengan komunitas lainnya. Interaksi usaha yang melibatkan antar berbagai komunitas diperlukan dalam wirausaha karena memberikan kontribusi kepada banyak pihak. Pihak-pihak yang Terlibat Kita mulai dari pemerintah. Teori konsumunitas mengungkap bahwa interaksi antar berbagai komunitas dari latar belakang minat dan idealismenya sangat tinggi. Mereka ingin belajar untuk saling memahami masingmasing perbedaan, untuk selanjutnya mencari format kemitraan yang dapat diwujudkannya. Artinya komunitas sangat menjunjung tinggi keberagaman.
Justru karena kita beragam, kita bersatu. Hal ini menjelaskan secara nyata yang tertulis dalam lambang negara kita, “Bhinneka Tunggal Ika”. Pemerintah punya peran memelihara kemajemukan itu agar menjadi aset nasional bagi kemakmuran dan kejayaan bangsa.
Selanjutnya peran yang diharapkan terhadap perusahaaan atau pebisnis atau produsen dalam kemitraan antara lain: bermitra dengan komunitas untuk mewujudkan usaha komunitas, memberikan dukungan dana maupun teknis.
Komunitas yang berwirausaha adalah komunitas yang mandiri baik secara finansial maupun sosial, melibatkan banyak anggotanya. Pemerintah punya peran dalam hal ini, untuk mendorong dan memfasilitasi banyak warganya agar dapat mandiri membuka lapangan kerja dan diharapkan memperkuat ekonomi bangsa.
Berikutnya, peran komunitas sendiri dalam kemitraan ini antara lain: mengusulkan program kemitraannya, yang menguraikan ide bisnis dan pihak yang terlibat serta hubungannya, menyosialisasikan nilai moralnya dalam kemitraan tersebut kepada siapapun. Sehingga melalui kemitraan ini, komunitas tetap dapat eksis menyuarakan sisi idealisme, tetapi di lain sisi dapat mandiri mendanai kegiatannya karena memiliki usaha dalam kemitraan tersebut. Peran lain adalah membagi pengalaman kemitraannya kepada komunitas lain agar dapat ikut membuat usaha kemitraan, bagi komunitas konsumen, akan memperkuat reputasi produsennya, dan bagi komunitas perusahaan, memperkuat reputasi perusahaannya.
Komunitas yang unggul adalah komunitas yang dapat menjadi contoh keteladanan. Melalui ICE diharapkan komunitas yang unggul dapat ikut serta dalam eksibisi ICE kelak di luar negeri mewakili ‘kontingen’ Indonesia, bersanding dengan komunitas dari negara lain. Pemerintah punya peran untuk selalu mendorong dan memfasilitasi warganya agar dapat berkiprah di kancah internasional mengharumkan nama bangsa. Setelah pemerintah, ada akademisi yang bisa mendukung kemitraan dalam beberapa hal. Antara lain sebagai pendamping komunitas dalam mempersiapkan dan membuat proposal bisnis dan teknis sehingga layak didanai, melakukan penelitian untuk memperkuat daya saing usaha komunitas, mempertemukan dengan pihak perusahaaan atau pebisnis atau produsen atau penyandang dana yang akan menjalin kemitraan dengan komunitas.
Yang terakhir, seluruh program kemitraan tersebut ditujukan tidak hanya untuk manfaat mereka yang terlibat dalam program kemitraan tersebut, tetapi juga diharapkan untuk manfaat masyarakat luas. Manfaat tersebut antara lain masyarakat secara tidak langsung tidak saja akan dapat merasakan secara ekonomis, tetapi juga manfaat sosial.
Eka Ardianto
Co-Founder ICE, pengajar di Prasetiya Mulya Business School.
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
31
feature
feature
back sebuah brand dapat dengan cepat diterima kembali oleh brand yang menaungi komunitas tersebut. Baik feed back yang positif maupun negatif. New Wave Marketing Gaya pemasaran melalui iklan akan lebih kuat lagi, jika ditunjang dengan strategi pemasaran horizontal melalui komunitas. Pasalnya komunikasi yang terjadi pada komunitas bersifat dialogis dan interaktif (two way communications), walaupun, terkadang respon yang diberikan komunitas terhadap brandnya, tidak selalu positif. Namun demikian, justru di situlah seni menjaga keberadaan komunitas. Hermawan Kertajaya, seorang pakar pemasaran, menyebut hal ini sebagai era New Wave Marketing. Peranan marketing sekarang ini sudah banyak dipengaruhi oleh eksistensi suatu komunitas dan juga jejaring sosial.
Empowering
Community Melalui Brand Menuju Komunitas Berdikari Oleh: Dyonisius Beti Sekarang ini, komunitas tidak bisa dianggap lagi sekumpulan orang yang bergerak karena tujuan bersama dan berpengaruh pada komunitasnya belaka.
L
ebih dari itu, komunitas sudah bisa dikategorikan sebagai sarana pemasaran yang efektif, karena di dalamnya setiap orang dapat saling berbagi ide, pengalaman, petunjuk, bahkan rekomendasi dan nasihat tentang berbagai hal yang sekarang ini terjadi (word of mouth).
32
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
Pergerakan komunitas pun semakin luas menjangkau semua anggota, komunitas lain dan masyarakat luas. Berkat peranan aktifnya komunitas dalam kehidupan nyata maupun di dunia maya (online). Kejadian pada suatu komunitas, dapat langsung diketahui oleh komunitas lain, di daerah berbeda. Sehingga feed
Menyadari besarnya pengaruh komunitas terhadap suatu merek (brand), Yamaha Indonesia di bawah ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek) PT. YMKI (Yamaha Motor Kencana Indonesia), terus mengelola kedekatannya (relationship) dengan komunitas. Apa yang Yamaha lakukan untuk komunitas, bukan hanya sebatas peningkatan brand awareness saja. Lebih dari itu, Yamaha berusaha memajukan, membina dan membuka iklim kondusif di komunitas, sehingga tercipta kreativitas lain sebagai hasil dari berorganisasi yang dilakukan oleh komunitas tersebut. Saat ini, Yamaha memiliki komunitas bikers di bawah payung resmi YRC (Yamaha Riders Club) dan ada juga komunitas bikers Yamaha yang indie (tidak berada dibawah naungan YRC). Semuanya
memiliki peluang untuk berwirausaha sendiri, untuk menunjang eksistensi komunitasnya seperti; mendirikan koperasi, membuka usaha Warnet (warung internet), usaha pengantar barang dan sebagainya. Parameter Brand Ada beberapa parameter yang diangkat dari insight dalam sebuah komunitas bikers terhadap brand. Dan parameter ini umumnya berlaku secara bertahap sesuai dengan kemapanan dan kematangan sebuah komunitas. Berikut ini adalah insight yang sekaligus menjadi parameter sebuah brand untuk bisa menjalankan dan memahami hubungan yang harmonis dengan komunitasnya. Eksistensi. Semakin terkenal suatu brand, maka semakin bangga komunitas memakai produknya. Sehingga terbentuknya komunitas, sekaligus untuk menunjukkan eksistensi bikers tersebut. Eksistensi secara riil (off line) maupun on line. Contohnya, eksistensi Yamaha telah cukup lama teruji di Indonesia sebagai produsen sepeda motor. Sehingga bikers tidak ragu untuk mendirikan komunitas atas nama Yamaha. Prestasi. Ukuran dari prestasi tidak hanya dari banyaknya penghargaan yang diterima sebuah brand. Lebih dari itu, prestasi Yamaha dengan memenangkan hati komunitas dan publik jauh lebih penting dari sekadar janji sebuah iklan. Contoh, Yamaha berhasil menjadi juara dunia 3 tahun terakhir dan termasuk di MotoGP tahun 2010 ini. Sehingga banyak komunitas Yamaha dan di luar Yamaha mengakui dan mengagumi prestasi Yamaha di dunia motor.
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
33
feature
feature
GAGASAN • Dewasa ini komunitas sudah bisa dikategorikan sebagai sarana pemasaran yang efektif. • Komunikasi yang terjadi pada komunitas bersifat dialogis dan interaktif, meski respon yang diberikan komunitas terhadap brand-nya tidak selalu positif. • Ada empat parameter community insight yang menjadi tolok ukur kesuksesan brand Yamaha, yakni eksistensi, prestasi, reputasi, dan aktualiasi. • Di era pemasaran interaktif, sudah waktunya setiap produsen mendengar suara konsumen lebih dekat, melalui komunitasnya. KEYWORDS: komunitas, pemasaran efektif, branding, new wave marketing.
Reputasi. Reputasi atau pencitraan suatu merek, berpengaruh besar terhadap konsumen. sekaligus bagi tumbuh kembangnya komunitas. Semakin baik reputasi brand, maka semakin banyak konsumen yang percaya terhadap produk-produknya. Contoh, Yamaha terus mengutamakan kualitas produknya, sehingga sampai pada tingkat purna jual (aftersales) pun harganya tetap tinggi. Selain itu, dealer serta spare part-nya mudah didapatkan dan tersebar dimanamana. Poin-poin itulah yang mengangkat nama baik produk-produk motor Yamaha, di mata konsumen dan komunitas termasuk di mata kompetitor Yamaha. Aktualisasi. Yamaha terus melakukan pendekatan terhadap komunitasnya. Hal ini tentu sangat membanggakan komunitas, karena dapat berinteraksi langsung dengan brand-nya. Contohnya, Yamaha mengadakan event Amazing Journey di Gunung Bromo, yang melibatkan komunitas motor Yamaha dan non Yamaha. Selain itu Yamaha juga terus memelihara hubungan dengan komunitas melalui media internal Yamaha seperti majalah MotoDream dan www. motodream.net.
34
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
Mengelola Komunitas Merujuk pada beberapa insight tersebut, untuk mengakomodir kegiatan para pengendara sepeda motor, Yamaha membuat sebuah wadah sebagai wujud apresiasi dan penghargaan untuk mereka. Untuk itu, Yamaha membuat sebuah payung sebagai bentuk komunikasi dengan komunitas pengguna motor Yamaha bernama Yamaha Riders Club (YRC). YRC berisikan beberapa komunitas motor buatan Yamaha seperti RX King, RXZ/RZR, Tiara, Touch, TZT 125, Vega R, Jupiter Z, Jupiter MX, Mio Sporty, Mio Soul, F1ZR, Scorpio Z, V-Ixion hingga Xeoners. Eksistensi dan prestasi komunitas yang berada di bawah payung YRC ini terus meningkat. Komunitas RX King (KCDj) contohnya, dengan jumlah anggota sekitar 300 lebih, terus menunjukan eksistensi dengan membuat chapter di setiap pelosok Indonesia. Tidak ada lagi batas antara komunitas motor ini di Jakarta atau di daerah lain. Sebuah komunitas tidak hanya mengedepankan eksistensi, namun torehan prestasi akan menjadikan kebanggaan tersendiri seperti inisiatif membuat acara ‘kopdar’ hingga kegiatan
sosial ke masyarakat. Dengan demikian, Yamaha sebagai brand owner semakin bangga dengan prestasi komunitas motor sejauh ini. Selain komunitas RX King yang terus menunjukan eksistensi, komunitas Yamaha Scorpio Z (YSC) sudah lebih maju dari komunitas Yamaha lainnya. Komunitas motor berlogo kalajengking ini tidak asal membuat sebuah komunitas, tapi YSC berhasil membuat koperasi spare part bagi komunitasnya. Dengan susunan AD/ART yang matang, perlahan namun pasti YSC menjelma menjadi komunitas yang sukses dari segi finansial. Pembentukan koperasi yang menyediakan spare part khusus Scorpio Z, YSC sukses membukukan keuntungan yang tidak sedikit. Tahun 2009, keuntungan yang didapat mencapai 200 juta rupiah. Jumlah ini lebih besar setelah pada tahun sebelumnya omzet koperasi ini mencapai 150 juta Rupiah. Kesuksesan yang diraih, karena dalam urusan distribusi spare part tidak hanya bagi anggota, YSC secara berkala mengirimkan permintaan spare part ke semua daerah di Indonesia. Bahkan, awal tahun 2010 ini YSC sudah mengirimkan spare part ke komunitas yang ada di Malaysia, Singapura, hingga Yunani. Seiring dengan berjalannya waktu, keberadaan komunitas motor di bawah kendali YRC ini menguntungkan kedua belah pihak. Komunitas motor ini bisa menjadi ujung tombak promosi dan pengenalan produk-produk Yamaha terbaru. Dan yang teraktual adalah saat launching Yamaha Xeon, Byson dan New Scorpio Z. Masing-masing perwakilan setiap komunitas ikut menjajal motor baru itu, dan Yamaha mendapat informasi
tentang kelebihan dan kekurangan agar kedepannya Yamaha terus melakukan perbaikan demi kepuasan konsumen. Keberhasilan koperasi yang dikelola oleh komunitas YSC menjadi salah satu titik keberhasilan Yamaha mengelola komunitasnya yang beranggotakan lebih dari 4 juta orang. Disinilah tantangan Yamaha terus bertambah untuk mengelola dan memberdayakan berdikari komunitasnya. Dari Brand ke Komunitas Mandiri Dengan demikian, dimulai dari latar belakang Yamaha sebagai salah satu pabrikan sepeda motor terbesar sudah tidak diragukan lagi. Hal itu diperkuat dengan empat parameter community insight yang menjadi tolok ukur kesuksesan brand Yamaha seperti Eksistensi, Prestasi, Reputasi, dan Aktualiasi. Yamaha juga turut mendukung kegiatan komunitas sepeda motor dengan membuat sebuah wadah bernama Yamaha Riders Club (YRC). Alhasil Yamaha memberikan kebebasan kepada komunitasnya berkreasi dan membesarkan komunitasnya sendiri. Selamat datang di era pemasaran interaktif. Sudah waktunya setiap produsen mendengar suara konsumen lebih dekat, melalui komunitasnya. Membiarkan suara konsumen berlalu begitu saja, berarti membiarkan kesempatan itu lepas.
Dyonisius Beti
Presiden Direktur PT Yamaha Motor Kencana Indonesia
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
35
feature
feature
From Community to Excellent Indonesia Merangkai Peran-peran Komunitas dalam Konsumunitas Oleh: Chikita Rosemarie Kehidupan sehari-hari yang kita alami di masyarakat, umumnya membawa pada situasi tidak homogen. Masyarakat, khususnya yang memiliki ruang lingkup yang luas pasti memiliki kadar pluralitas tertentu.
I
ntinya, dalam hidup akan ditemukan berbagai bentuk keberagaman. Salah satu contoh dapat dilihat melalui kelompok-kelompok sosial. Pada masyarakat modern, bentuk dari kegiatan kelompok-kelompok tersebut dapat dilihat di tingkat komunitas yang berkembang di dalam masyarakat itu
36
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
sendiri. Oleh sebab itu komunitas adalah bentuk nyata dari masyarakat yang lebih luas. Komunitas dalam Konteks Masyarakat Modern Berbagai tipe komunitas dapat ditemukan dalam masyarakat. Semakin berkembang
suatu masyarakat maka komunitaskomunitas yang berkembang juga akan semakin beragam. Secara umum konsep komunitas adalah kumpulan orang yang memiliki identitas yang sama berdasarkan kepentingan yang sama pula. Secara sosiologis komunitas lebih homogen dan ada rasa memiliki di antara anggotanya. Kepentingan suatu komunitas dapat didasari oleh tempat tinggal (komunitas spasial), atau berdasarkan profesi yang sama dan karena kepentingan tertentu sebagai asosiasi. Rasa memiliki dalam suatu komunitas umumnya kuat dan kepentingan bersama akan mengikat anggota komunitas dalam bentuk solidaritas sosial. Solidaritas sosial akan membentuk komunitas menjadi kuat dan harus diarahkan pada hal-hal yang positif untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas. Sebagai contoh, ada komunitas yang berlandaskan kesukaan akan suatu jenis musik tertentu, bentuk-bentuk materiil akan suatu hal tertentu (seperti jenis mobil, motor, musik jazz, dangdut, kelompok musik, dan sebagainya), bahkan memiliki hobi yang sama. Selain itu ada komunitaskomunitas yang mengusung kepentingan dan mempunyai visi-misi sama terkait dengan kondisi sosial masyarakat (seperti komunitas pencinta lingkungan, gerakan anti kemiskinan, anti korupsi). Persamaan kepentingan dari anggota (assosiasional) menjadi bagian dari komunitas yang mengikat individu-individu dalam suatu kelompok yang disebut ‘komunitas’. Hal tersebut pada konteks masyarakat modern, disebut gejala munculnya urban culture, yang diartikan Ferdinand Tonnies sebagai “suatu hasil evolusi dari bentuk komunitas menjadi bentuk asosiatif yang memiliki karakteristik akan
adanya pembagian peran, melemahnya loyalitas, dan pengutamaan hubunganhubungan sosial yang bersifat sekunder dibandingkan dengan yang bersifat primer� (Soemantri, 2007). Sifat asosiatif yang dimaksudkan disini adalah adanya bentuk interest atau kepentingan tertentu yang membentuk komunitas-komunitas yang lebih kecil di dalam suatu komunitas yang lebih besar yakni masyarakat itu sendiri. Komunitas Sebagai Modal Sosial Komunitas-komunitas yang bersifat asosiasional tersebut, walaupun menunjukkan gejala segregasi atau pembedaan secara sosial dalam suatu masyarakat, namun di lain pihak dapat menunjukkan adanya suatu kekuatan baru yang dikenal dengan modal-modal sosial. Ikatan sosial yang terbentuk adalah kekuatan yang seringkali dilupakan, karena umumnya modal hanya terkait dengan uang (financial) atau bentuk material lain. Kerja sama, kolaborasi adalah bentuk jejaring sosial yang menjadi bagian penting dari modal sosial. Selain dari nilai dan norma sosial yang dianut oleh suatu masyarakat. Seorang ahli ilmu sosial mengatakan bahwa modal manusia ada di dalam kepala seseorang (Coleman, 2000), modal finansial di dalam dompet, sementara modal sosial ada dalam hubungan sosial antar individu di komunitas. Hubungan sosial yang terbentuk secara berulang, dan sering dalam kehidupan sehari-hari di komunitas, akan menghasilkan komunitas yang aktif dan ini kekuatan sebagai bentuk dari modal sosial. Kekuatan ini akan memberi manfaat baik bagi anggota komunitas (internal) atau dengan komunitaskomunitas lainnya (eksternal).
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
37
feature
feature
GAGASAN • Makin beragam suatu masyarakat, makin beragam pula komunitasnya. • Persamaan kepentingan menjadi bagian dari komunitas yang mengikat individuindividu dalam suatu kelompok. • Komunitas-komunitas yang asosiasional menunjukkan adanya suatu kekuatan baru yang dikenal dengan modal-modal sosial. • Dimensi bonding, bridging, linking pada modal sosial masyarakat pada dasarnya dapat mempertahankan kekuatan komunitas. KEYWORDS: komunitas, bonding, bridging, linking, Indonesian Consumunity Expo.
Proses bonding dalam suatu komunitas yang internal berjalan dengan baik dapat menguatkan eksistensi komunitas tersebut dalam masyarakat, sehingga di dalamnya diharapkan dapat tercipta suatu proses yang individu-individunya terlibat dan mengalami perkembangan (human development), khususnya pada ranah kemampuan organisasional serta daya kreativitas sesuai dengan asosiasi komunitas di mana mereka berada. Selanjutnya, selain bonding yang terjadi sebagai suatu proses intra-komunitas, proses bridging juga diperlukan dalam mengembangkan komunitas-komunitas tersebut pada ranah yang lebih luas. Proses bridging ini merujuk pada pembentukan relasi antar-komunitas. Komunitas-komunitas dengan landasan asosiasional yang berbeda dapat menjalin interaksi sosial. Dalam proses tersebut, komunitas-komunitas dapat saling berbagi pengetahuan, berbagi informasi, mempelajari visi-misi satu sama lain, dan kembali menemukan kesamaankesamaan yang memperkuat proses bridging itu sendiri. Dimensi bonding dan bridging pada modal sosial masyarakat pada dasarnya
38
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
dapat mempertahankan kekuatan komunitas. Pada lingkup yang lebih luas dapat menciptakan suatu jaringan sosial dalam masyarakat. Selain dapat melancarkan interaksi antar komunitas, juga memberikan ruang bagi komunitaskomunitas yang berbeda untuk melebarkan sayap, mengolah kembali kreativitas mereka masing-masing, dan membuktikan eksistensi mereka di dalam masyarakat dalam keaktifan mereka melalui jaringan. Selebihnya, jaringan sosial tersebut, diharapkan nantinya dapat membawa hasil yang berupa perkembangan modal sosial masyarakat yang lebih luas, yaitu masyarakat dimana komunitas-komunitas yang berbeda tersebut berada. Ada pula konsep linking, yang menunjuk pada hubungan pertukaran, yang dilakukan oleh dua kelompok, yang bukan hanya berbeda dalam jenis tetapi juga berada pada posisi yang berbeda dalam jangkauan kuasa dan akses terhadap sumber daya. Dimensi linking pada modal sosial menjelaskan jaringan serta hubungan yang lebih bersifat institusional dengan unequal agents. Secara sederhana, hubungan tersebut dapat dilihat pada hubungan
yang tercipta antara suatu komunitas dengan agen eksternalnya, seperti dengan korporasi maupun negara. Proses inilah, yang diharapkan dapat semakin memperkuat modal sosial masyarakat, yang nantinya kekuatan modal sosial tersebut dapat digunakan demi memunculkan perubahan-perubahan di masyarakat ke arah yang lebih baik. Indonesian Consumunity Expo 2010 Proses kehidupan berorganisasi yang mampu mewujudkan bonding, bridging dan linking yang sedang diupayakan dalam Indonesian Consumunity Expo (ICE) 2010. Dengan mengusung tema ‘Indonesia Unggul’, ICE berupaya menggali potensi-potensi komunitas yang beragam yang ada di masyarakat, serta menjadi wadah bagi proses bridging antar komunitas. Ke depannya proses tersebut dapat berlanjut kepada proses linking yang merujuk pada pihak-pihak seperti korporasi sebagai pemegang sumber daya (atau dalam hal ini dapat disebut sebagai ‘pendonor’) maupun pemerintah, sebagai pemegang otoritas yang dapat membawa perubahan nyata dalam masyarakat secara luas. Konsep ‘Indonesia Unggul’ dalam hal ini merujuk pada kualitas yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia yang telah tergali di dalam potensi-potensi komunitas menjadi Visi bersama dicapai melalui Misi bersama. Kolaborasi komunitaskomunitas yang berjejaring yang secara langsung dan tidak langsung telah mewujudkan wajah dari modal sosial dalam keragaman masyarakat Indonesia itu sendiri. Dalam pengertian yang lebih luas, konsep Indonesia Unggul berusaha memunculkan modal-modal sosial yang ada, yang telah membentuk suatu
jaringan, serta memiliki kekuatan dalam melakukan perubahan. ICE Sebagai Gerakan Sosial Kegiatan ICE 2010 secara tematik bukan hanya berusaha memunculkan modal sosial dalam proses bonding, bridging, dan linking, namun pada saat yang sama juga memunculkan suatu gerakan sosial (social movement). Gerakan sosial untuk meningkatkan serta mencapai masyarakat Indonesia yang lebih berkualitas. Dasar pemikiran yang meletakkan kegiatan ini sebagai suatu gerakan sosial dapat dilihat secara konseptual melalui definisi dari ‘gerakan sosial’ itu sendiri. Gerakan sosial, secara definitif berarti suatu aliansi sosial sejumlah besar orang yang berserikat untuk mendorong ataupun menghambat suatu segi perubahan sosial dalam suatu masyarakat (Jary dan Jary, 1995:614-615). Jadi, gerakan tersebut menunjuk pada suatu proses kerja sama antara beberapa orang atau kelompok (yang dalam hal ini adalah komunitas), yang didasari oleh tujuan yang sama (kepentingan bersama). Pada konteks ICE 2010, tujuan bersama yang menjadi visi-misi kegiatan adalah perubahan yang mengarah pada konsepsi ‘Indonesia Unggul’. Adapun, gerakan sosial biasanya ditandai oleh adanya dua hal, yakni: 1) tujuan jangka panjang, yaitu untuk merubah ataupun mempertahankan masyarakat atau institusi yang ada di dalamnya. Pada ICE 2010, dapat dilihat dengan jelas bahwa tujuan jangka panjang sebagai “outcome” yang ingin dicapai adalah untuk merubah masyarakat atau institusi sesuai dengan visi-misi ‘Indonesia Unggul’. Selanjutnya, ciri yang kedua adalah, 2) penggunaan
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
39
feature
cara yang berbeda di luar institusi yang ada. Dalam hal ini, institusi yang dimaksud adalah komunitas yang berdiri sendiri dan tersebar secara tersegregasi dalam masyarakat. ICE bukan hanya menjadi wadah bagi komunitas untuk berinteraksi satu sama lain, namun juga menjadi suatu paguyuban bagi komunitas-komunitas dalam melakukan suatu kegiatan yang bersifat kolektif, yang bahkan mengarah pada suatu gerakan sosial. Meski demikian, suatu kegiatan yang mengarah pada gerakan sosial bukan berarti menjadi tanpa kendala. Khususnya pada kegiatan seperti ICE 2010; perubahan yang ingin dicapai bersifat menyeluruh dan mencoba melibatkan semua unsur masyarakat (transformatif ), khususnya mereka yang bernaung di dalam komunitas-komunitas. Kegiatan sosiabilitas antar komunitas harus menjadi motor penggerak yang mampu mewujudkan sinergi kolaborasi yang produktif dari berbagai kepentingan dan keberagaman komunitas yang berkembang di masyarakat. Suatu gerakan sosial yang bersifat transformatif membutuhkan ‘proses’ dinamis, yang bukan hanya melibatkan implementasi, namun melalui proses perencanaan. Proses tersebut harus dapat bersinergi secara kolektif melibatkan pihak-pihak yang terlibat menjadi agen perubahan, yang pada konteks ICE 2010 adalah komunitas. Satu persatu komunitas harus dapat benar-benar memahami makna dari visi-misi gerakan, serta harus dapat terlibat dalam keseluruhan proses yang melahirkan transformasi yang dikehendaki. Proses inilah yang diharapkan sudah secara perlahan dimulai pada rangkaian kegiatan ICE yang sudah secara rutin diadakan sejak tahun 2007
40
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
lalu. Proses dinamis dan terus menerus akan membentuk suatu pola hubungan sosial yang sinergi antar komunitaskomunitas yang menjadi bagian dari ICE yang akan mampu membentuk ‘modal sosial baru’ seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
K
ian menjamurnya berbagai komunitas konsumen merupakan fenomena menarik untuk dikaji. Tidak saja karena begitu fanatiknya komunitas konsumen terhadap suatu merek, namun juga kontribusi positif mereka bagi para produsen maupun masyarakat luas. Buku ini bercerita tentang teori komunitas konsumen dari pendekatan antropologi. Sebagai referensi terkini, buku ini tak bisa dilewatkan begitu saja oleh para akademisi dan mahasiswa yang tertarik pada kajian komunitas konsumen, serta para produsen yang ingin mengelola komunitas konsumennya dan para anggotanya yang tertarik memahami lebih dalam jati diri komunitasnya.
Andil Komunitas ICE Kegiatan ICE 2010, selain menjadi suatu bentuk gerakan sosial transformatif dalam masyarakat Indonesia, juga secara tidak langsung menunjukkan bahwa komunitas-komunitas yang selama ini tersebar, pasif, bergerak, aktif dan memiliki kegiatan sendiri, sudah saatnya harus punya andil dalam mewujudkan kemajuan bangsa. Meskipun komunitaskomunitas tersebut berdiri berdasarkan kepentingan-kepentingan yang berbeda menjadi kuat dalam ikatan ICE. Selain itu, pesan positif, sebagai pengarus utamaan yaitu bahwa keragaman yang ada dalam masyarakat Indonesia harus dapat menjadi potensi yang mengarahkan masyarakat untuk bertransformasi ke arah yang lebih baik dan berkualitas. Dengan demikian semua komunitas akan semakin tergerak dan semakin menghargai keberagaman dalam bentuk apapun. Hal-hal positif tersebut juga dapat mendorong kita semua untuk sama-sama berusaha menunjukkan andil masingmasing dalam suatu bentuk kolektif, yaitu suatu gerakan sosial, demi mewujudkan Indonesia Unggul.
Chikita Rosemarie
Pendiri Yayasan Lantan Bentala Yayasan Bentala ICEr No. : 04.0007 Keikutsertaan : 2009
Oleh: Dr. Eka Ardianto Diterbitkan oleh Bagian Penerbitan Prasetiya Mulya
“The power of community, begitu banyak kekuatan yang tersimpan dalam sebuah komunitas. Karena itu, sangat menarik bila kita membedah apa yang membuatnya begitu powerfull. Buku ini cukup menarik, salah satu alasannya karena berupaya membedah bagaimana suatu komunitas konsumen itu terbentuk”. Suharjo Nugroho (jojo-html002) Pendiri Honda Tiger Mailing List (HTML) “Keberadaan komunitas konsumen makin berharga, tidak hanya mengenai konsumen memburu produsen, namun para produsen pun membutuhkan komunitas tersebut. Buku ini akan memberikan pencerahan bagi mereka yang masih ragu bahwa komunitas konsumen merupakan strategi pemasaran yang tepat”. Andhika Sarwendha Suksmana Presiden BIGREDS Indonesia Official Liverpool Supporters Club
feature
feature
Gravity: Measuring Bidirectional Effects by Trust and Rating on Online Social Networks. Tokyo, Japan.), ada 4 tahapan dalam membangun sebuah interaksi sosial: Rating to Trust. Budi, seorang penikmat film “Star Wars”, berkenalan dengan Andi di Facebook. Mengapa Budi ingin berkenalan dengan Andi? Karena Budi melihat dan percaya bahwa Andi memiliki nilai yang sama dengan dirinya yaitu sama-sama menyukai film “Star Wars”.
Step by Step
to Community Interaction
Pola “Try-Share-Relate” dalam Komunitas
Trust to Rating. Budi mengirim sebuah pesan singkat kepada Andi bahwa ia menyukai film “Star Wars”. Andi mencoba mengenal Budi dengan bertukar pesan (komunikasi) dan mempelajari karakteristik profil Budi. Homophily Effects. Setelah beberapa lama timbul kepercayaan dari Andi yang pada akhirnya menyetujui Budi sebagai temannya di Facebook. Mereka berdua kemudian saling bertukar pikiran tentang film “Star Wars”. Bidirectional Effects. Ternyata setelah lama berteman, Andi dan Budi tidak hanya sama-sama penikmat film “Star Wars”
Oleh:Daniel Haryanto
saja, tetapi juga menyukai genre filmfilm Science Fiction lainnya dan di antara mereka terbentuk sebuah interaksi sosial sebagai penikmat film genre Science Fiction. Keempat tahapan interaksi sosial tersebut membentuk suatu gambaran bahwa keterlibatan serta kepercayaan sangat mempengaruhi kekuatan perkembangan sebuah kelompok. Perubahan sebuah kelompok menjadi komunitas terjadi melalui suatu pola dan pembangunan unsur-unsur didalam setiap polanya (Bacon, Jono. 2009. The Art of Community. O’Reilly Media, Inc.). Pola perkembangan sebuah komunitas mengikuti tahapan “try-share-relate”. Try. Mencoba artinya memahami, mengerti apa yang terjadi di dalamnya. Pada tingkatan ini, seseorang yang ingin bergabung dengan sebuah komunitas akan mempelajari sejarah, perilaku, dan aktivitas komunitas tersebut. Jika individu tersebut melihat adanya unsur kesamaan nilai antara dirinya dengan komunitas dan melihat respons positif masyarakat terhadap komunitas tersebut maka ia akan mencoba melakukan kegiatan yang biasa dilakukan komunitas
“Bike To Work”, “Black Motor Community”, “Avanza Xenia Indonesia Club (AXIC)”, “Honda Tiger Mailing List (HTML)”, “IndoRoma” adalah beberapa komunitas yang ramai muncul tahun 2000-an. Ada apa di balik menjamurnya pertumbuhan mereka?
K
omunitas, sebuah kata yang akrab di telinga kita beberapa tahun terakhir, menjadi banyak pembicaraan di berbagai perusahaan, televisi, radio, majalah, buku, dan media lainnya. Semuanya berlombalomba menggunakan komunitas untuk meningkatkan komoditas penjualan produk-produknya..
42
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
Jika seseorang menyukai suatu produk, mulai dari wacana, ide, olahraga, musik, makanan, hingga suatu barang, muncul kecenderungan dari orang tersebut untuk membagi apa yang dia sukai kepada orang lain serta berinteraksi dengan orang yang menikmati produk yang sama. Menurut Matsuo dan Yamamoto (Matsuo, Yutaka and Hikaru Yamamoto. 2009. Community
Sumber: Matsuo and Yamamoto, Community Gravity 2009
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
43
feature
feature
GAGASAN • Ada 4 tahapan dalam membangun sebuah interaksi sosial: rating to trust, trust to rating, homophily effects, bidirectional effects. • Pola perkembangan sebuah komunitas mengikuti tahapan “try-share-relate”. • Untuk memperkuat sosialisasi komunitas, peran media jejaring sosial sangatlah besar. • Komunitas I “Light” This adalah sebuah contoh efektifitas dunia maya. KEYWORDS: community interaction, social media, rating to trust, trust to rating, homophily effects, bidirectional effects.
dan mencoba berkomunikasi dengan pihak-pihak didalam komunitas. Kita ambil contoh Charles, ketika ia tertarik dengan aktivitas kelompok fotografi “KFB – Komunitas Fotografi BudPar”, maka ia akan mempelajari tentang KFB dimulai dari sejarah terbentuknya, tempat berkumpulnya (kopdar), hasil karya dari KFB. Setelah ia melihat adanya kesamaan nilai dari kegiatan KFB yaitu , maka Charles akan membeli sebuah kamera digital untuk memulai aktivitas fotografi dengan harapan hasil karyanya akan bisa dibagi dengan KFB. Share. Di tahapan ini, jika unsur kepercayaan sudah terbentuk maka individu tersebut akan membagi serta bertukar pengalamannya dengan komunitas dan pembauran antar individu akan terjadi. Charles yang sudah membeli kamera digital mulai bertukar hasil karya fotonya dengan salah satu anggota KFB (katakanlah “Dwi”) yang ia kenal dan percaya dari situs jejaring sosial. Kemudian Dwi mengajak Charles untuk datang ke “kopdar” KFB yang rutin dilakukan setiap hari tertentu. Relate. Di sini, pola interaksi komunitas sudah terjadi dan unsur relasi antar individu semakin erat dan kuat. Charles
44
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
yang datang ke “kopdar” KFB bertemu langsung dengan Dwi dan anggota komunitas yang lain, dan dengan sendirinya Charles telah menjadi bagian dari kelompok KFB dan bergabung dalam aktivitas-aktivitas yang dilakukan KFB. Di dalam tahapan ini, kekuatan komunitas akan diuji apakah bisa menjadi lebih padu dan kuat atau menjadi lemah dan rusak, karena dengan masuknya anggota baru yang membawa pesan dan pengetahuan yang baru biasanya akan merubah pola interaksi yang terjadi di dalam sebuah komunitas. Apalagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat membuat komunitas tersebut harus terus menerus belajar dari awal, sehingga pola try-share-relate akan terus berulang. Apabila komunitas tersebut cerdas dalam beradaptasi maka niscaya akan menjadi kuat dan padu. ICE (Indonesian Consumunitiy Expo), sejak tahun 2007 terus menggali pola-pola interaksi yang terjadi dalam komunitas baik interaksi yang terjadi antar anggota, antar komunitas, dan interaksi antara komunitas dengan perusahaan. Setiap tahunnya event ICE diikuti oleh puluhan komunitas yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda serta unik. Pola interaksi
Perlahan-lahan mereka menjelma menjadi artis jejaring sosial yang sangat popular bahkan video serta status tentang mereka beredar luas di dunia jejaring sosial. Selain dampak positif yang dirasakan, situs jejaring sosial terkadang memberikan Adaptasi”: Evans, Social Media Marketing: An Hour A Day, 2008. dampak negatif juga seperti pertumbuhan kasus pedofilia yang terbentuk dalam setiap kegiatan di jejaring sosial, kasus pornografi yang ICE semakin lama semakin besar baik di sempat melibatkan artis papan atas dunia nyata maupun maya. Indonesia, dan kasus-kasus penipuan lewat jejaring sosial lainnya. Informasi Aktivitas Media Jejaring Sosial yang beredar di dunia maya memang Berbicara tentang dunia maya tidak tidak bisa dibatasi, akan tetapi kita bisa lepas dari situs-situs berbasis web 2.0 memanfaatkan kebebasan tersebut untuk terutama situs jejaring sosial (sosial memperkuat sosialisasi komunitas. media) ditambah dengan pertumbuhan smart mobile phone seperti Blackberry, Sosial media mempunyai karakteristik IPhone, Nokia, dan lainnya yang sangat yang membuat seseorang atau membantu akses komunikasi dalam dunia sekelompok orang bisa menjadi besar sosial media. Bila kita bicara tentang situs dan erat keterikatannya (Evans, Dave. jejaring sosial di Indonesia pasti tidak 2008. Social Media Marketing: An Hour lepas dari dua nama besar, Facebook dan A Day. Wiley Publishing, Inc.), hal ini Twitter, yang jumlah pengguna di atas dikarenakan sosial media memiliki: 10 (sepuluh) juta users. Kemudian nama Pertama, content. Segala sesuatu yang lain seperti Foursquare mulai mengambil ada dalam situs jejaring sosial bisa dilihat peranan dalam pertumbuhan situs oleh siapapun serta tidak bisa dikontrol jejaring sosial di Indonesia. Perpaduan ataupun disembunyikan (transparansi). situs-situs ini, dengan situs video seperti Mengatur isi situs jejaring sosial YouTube dan situs gambar seperti Flickr, merupakan suatu tantangan bagi setiap memberikan nilai tambah bagi situs-situs orang atau kelompok, karena content jejaring sosial. situs merupakan ciri khas dari kelompok atau individu. Komunitas harus mulai Mungkin masih teringat dalam benak memikirkan desain, model, bentuk dan kita tentang “Justin Bieber”, “Gamaliel – besar tulisan serta informasi-informasi Audrey” dan “Sinta dan Jojo”? Terlepas yang perlu diletakkan di dalam situs dari faktor keberuntungan, kreativitas jejaring sosial. mereka yang tertuang dalam video yang mereka unggah di YouTube dan efektivitas mereka dalam menggunakan situs jejaring sosial sangatlah berhasil.
Kedua, conversation. Komunikasi yang akan kita sampaikan dalam situs harus
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
45
feature
feature
sesuai dengan segmen atau target pendengar kita. Jika disampaikan di Twitter, maka harus dipikirkan jenis komunikasi yang bisa disampaikan dengan jelas dalam 140 karakter. Komunikasi yang menarik dalam sebuah komunitas akan membuat target pendengar akan memberikan respons kepada kita serta semakin banyak pula pendengar-pendengar baru yang berpartisipasi dalam komunitas tersebut. Ketiga, connection. Kita berpartisipasi dalam situs jejaring sosial karena konektivitas atau relasi di situs jejaring
ini sangat mudah terbentuk. Dalam hal konektivitas atau relasi ini yang terpenting adalah kepercayaan antara setiap individu dan adanya nilai tambah dari suatu informasi yang ada di situs jejaring sosial. Keempat, Community. Situs jejaring sosial mengharuskan kita secara tidak langsung untuk membuat sebuah komunitas, karena situs jejaring sosial berbicara tentang sharing dan interaksi, seseorang harus mempunyai seorang teman agar bisa mendengarkan apa yang ingin dia ceritakan.
5 Jurus Dasar Komunikasi Komunitas
M
enurut Juju dan Sulianta (Juju, Dominikus dan Feri Sulianta. 2010. Branding Promotion with Social Networks. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.), dalam membangun komunikasi komunitas di dunia sosial media, sebuah komunitas harus berpegang pada:
•
•
46
Memilih jejaring sosial. Di Internet terdapat banyak situs jejaring sosial, dan hal ini bukan berarti sebuah komunitas harus aktif di seluruh jejaring sosial yang ada, akan tetapi komunitas harus menentukan situs yang sesuai dengan karakter komunitas. Pada umumnya, Facebook cocok untuk komunitas karena pendekatannya menggunakan personal public relation. Kemudian komunitas harus mengombinasikan situs tersebut dengan channel-channel situs lain seperti YouTube dan Flickr. Menentukan tujuan. Sebuah komunitas harus mempunyai tujuan di sosial media, apakah untuk sarana komunikasi, sarana penambahan anggota, atau penyebaran informasi atau event. Semakin banyak tujuan di dalamnya, maka semakin banyak kinerja dari situs jejaring sosial tersebut dan
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
•
•
•
dibutuhkan sumber daya manusia untuk mengerjakannya. Menemukan fans dan follower. Tanpa ada fans atau follower dalam situs komunitas Anda, maka apapun yang dilakukan akan sia-sia. Sebuah komunitas membutuhkan orangorang yang loyal terhadap komunitas dan bukan merupakan suatu hal yang sulit untuk menemukan mereka. Strategi komunikasi yang baik, ramah, dan tidak menyombongkan diri dalam menjaring fans dan follower sangat dibutuhkan. Keterbukaan. Jika komunitas sudah terkoneksi dengan sosial media, maka komunitas harus terbuka terhadap segala saran dan kritik yang masuk tanpa ada kesan dibatas-batasi. Keramahan, kehangatan, dan keterbukaan personal sangat berperan untuk membuat orang-orang menghargai komunitas Anda. Menjadi pendengar yang baik. Biarkan fans atau follower kita yang mengemukakan pendapatnya, karena mereka ingin mendapatkan pelayanan yang terbaik dari komunitas.
Komunitas dapat menggunakan social web sebagai awareness komunitas tersebut agar semakin dikenal di kalangan masyarakat dan memperkuat interaksi komunikasi antar anggota komunitas. Bahkan dalam beberapa hal, situs jejaring sosial bisa dijadikan media kerja sama antara komunitas dengan komunitas lain dalam membangun sebuah event bersama. Situs jejaring sosial juga menjadi media marketing bagi komunitas agar bisa menjalin kerja sama dengan perusahaan dalam mempromosikan produk-produknya atau menggunakan komunitas sebagai media periklanan perusahaan. Komunitas I “Light” This: Sebuah Contoh Efektifitas Dunia Maya Komunitas I “Light” This berawal dari sekumpulan anak-anak muda kreatif (dinamakan “kroo”) yang menyukai Lighting Graffiti. Lighting Graffiti merupakan aliran seni urban yang diciptakan oleh Picasso di tahun 1949, aliran ini mencampurkan elemen art, visual, cahaya, dan fotografi. I “Light” This berdiri pada tanggal 14 Maret 2009, pada awalnya menggunakan Forum Kaskus untuk mempromosikan komunitas mereka. Cara mereka mempromosikan komunitas mereka di dalam Kaskus menggunakan bahasa anak muda dengan usia anggota di antara 15 – 25 tahun. Informasi yang mereka tulis dalam Kaskus sebagian besar berisi gambargambar foto karya anggota-anggota “kroo” yang unik serta kreatif. Hal ini menimbulkan banyak sekali pertanyaan dan penyebarluasan oleh penikmat Kaskus (Kaskuser) dan sebagian besar menanyakan tentang bagaimana cara mereka membuat foto tersebut dan keinginan untuk bergabung dengan komunitas I “Light” This.
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul membuat mereka berkreasi dengan memberikan tips dan trik tentang cara melakukan lighting Graffiti yang sesungguhnya tanpa menggunakan aplikasi pencitraan imaji dan pemberian tanggal serta tempat mereka melakukan kopdar. Perkembangan komunitas mereka di Kaskus membuat mereka memutuskan untuk mengintegrasikannya dengan Facebook dan Twitter yang sedang naik jumlah penggunanya. Di dalam Facebook dan Twitter, mereka mempopulerkan istilah Lighting Graffiti. Mereka juga membuat blog dan video untuk membagi ilmu-ilmu yang mereka pelajari kepada pengguna internet. Dari aktivitas-aktivitas mereka di dunia maya yang tak kenal henti, gayung pun bersambut, mereka mulai sering tampil di liputan media-media cetak dan televisi, dan jasa mereka mulai digunakan fotofoto pre-wedding dan periklanan. Di Facebook sendiri, jumlah anggota mereka telah mencapai angka 5,000. Dari komunitas, kita bisa mempelajari bahwa setiap bentuk komunikasi dalam dunia maya bisa terjalin dengan baik dan bertambah besar apabila setiap anggota komunitas siap untuk percaya dan terbuka dengan sesamanya. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah siapkah komunitas Anda aktif di dunia jejaring sosial.
Daniel Haryanto
Faculty Member di Marketing Department, Prasetiya Mulya Business School.
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
47
feature
EXPLORE COMMUNITIES
EXPLORE COMMUNITIES
"B
angunlah jiwa-nya, bangunlah badan-nya...� begitulah seperti yang termaktub di dalam lagu kebangsaan kita, Indonesia Raya. Kenapa jiwa memiliki urutan pertama? Karena jiwalah yang menjadi pijakan sekaligus pendorong kuat bagi ketahanan mental bangsa ini. Ini teruji pada bangsa lain. Kesadaran akan kehidupan berbangsa dan bernegara bahwa kesatuan dan persatuan Indonesia hanya bisa terwujud melalui pemahaman (jiwa) sejarah bangsanya sendiri, belum menjadi prioritas pembangunan nasional, apalagi tertanam di dalam jiwa dan pikiran. Bahkan, ada hal sangat yang berbeda pada diri bangsa Indonesia. Kini, tidak
feature
saja generasi tua yang telah menjadi korban, tetapi juga generasi muda sudah mulai melupakan sejarah, bahkan lari meninggalkan sejarah. Mereka lebih memilih modernisasi dan melupakan tradisi, mereka mengagungkan globalisasi tetapi melupakan lokalitas, mereka menjiwai masa kini tapi melupakan bahkan meremehkan masa lalu. Padahal sebuah ungkapan logis berkata; “Untuk menghancurkan suatu bangsa/negara, maka hancurkan ingatan (sejarah) generasi mudanya!� Inilah petaka itu. Komunitas Historia Indonesia (KHI) Keprihatinan beberapa mahasiswa jurusan Pendidikan Sejarah Universitas
8 Alasan Penting Mengapa KHI Perlu Berdiri
Love History Love Nation Ungkapan Nasionalisme Komunitas Historia Indonesia Oleh: Asep Kambali
Di negara kita, di era globalisasi yang semakin membumi, ada yang dilupakan oleh semua komponen bangsa ini, bahwa disela-sela pembangunan fisik, seharusnya dilakukan pembangunan jiwa-nya.
48
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
1. Telah terjadinya penurunan kuantitas dan kualitas warisan sejarah dan budaya (heritage) yang ditandai dengan hancurnya sebagain besar bangunan bersejarah di Indonesia. 2. Telah terjadi penurunan penghargaan dan kepedulian sebagian besar masyarakat Indonesia terhadap natural heritage dan cultural heritage. 3. Kurangnya pengetahuan sebagian besar masyarakat Indonesia, terhadap heritage sebagai akibat dari rendahnya kesadaran sejarah dan budaya. 4. Fenomena yang mengkhawatirkan; pelajaran sejarah sebagai media pengenalan heritage tidak lagi menjadi trend, tetapi menjadi nomor kesekian dari prioritas serta pilihan banyak orang. 5. Stigma negatif bahwa mahasiswa lulusan sejarah memiliki masa depan suram telah menjadi momok bagi masyarakat. Karena tidak banyak perusahaan yang mempekerjakan mereka.
6. KHI memiliki posisi strategis sejak delapan tahun silam. Mahasiswa lulusan sejarah, antropologi, arkeologi, dan ilmu humaniora lain dikumpulkan, dibina dan diberikan pengalaman menjadi personal yang handal dan trampil dibidangnya dan siap terjun ke masyarakat. 7. Melalui kegiatan yang mengedepankan konsep, jalan-jalan, belajar dan bersenang-senang, diharapkan sejarah tidak lagi membosankan, bikin ngantuk, garing dan ngebetein, tetapi sejarah dikemas menjadi menarik, menyenangkan dan gaul. 8. Sejarah menyangkut jati diri dan identitas suatu bangsa, ketika sejarah dilupakan/ dihilangkan/ditinggalkan, maka bangsa itu mudah dikendalikan bangsa lain. Maka Nasionalisme salah satunya secara dominan hanya bisa ditumbuhkan melalui pendidikan Sejarah dan Budaya.
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
49
feature
EXPLORE COMMUNITIES
EXPLORE COMMUNITIES
GAGASAN • Kesadaran kesatuan dan persatuan Indonesia bisa terwujud melalui pemahaman (jiwa) sejarah. • Mengerti sejarah berarti juga menumbuhkan sikap nasionalisme bangsa. • Keprihatinan beberapa mahasiswa jurusan pendidikan sejarah terhadap kondisi masyarakat yang enggan mempelajari sejarah dan budaya, melahirkan Komunitas Historia Indonesia (KHI). • Belajar sejarah itu tak hanya terbatas pada membaca teks buku sekolah, melainkan bisa dengan ragam kegiatan yang menyenangkan dan mendidik. KEYWORDS: Sejarah, nasionalisme, warisan budaya, komunitas pecinta sejarah dan budaya
Negeri Jakarta (UNJ) –dahulu IKIP Jakarta dan mahasiswa Jurusan Sejarah Universitas Indonesia (UI) terhadap kondisi masyarakat yang enggan mempelajari sejarah dan budaya, telah melahirkan Komunitas Peduli Sejarah dan Budaya Indonesia (KPSBI-Historia) atau yang kini lebih dikenal dengan Komunitas Historia Indonesia (KHI). KHI didirikan di Jakarta pada 22 Maret 2003 berdasarkan hasil kesepakatan pada forum rapat di kampus UNJ Rawamangun yang dihadiri beberapa mahasiswa dari UNJ dan UI.
Jurusan Sejarah UNJ yang menggelar Lomba Lintas Sejarah bagi siswa SMA se-Jabodetabek). Dalam kegiatan itu para siswa melakukan napak tilas dan amazing race ke beberapa museum dan situs sejarah yang berhubungan dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia selama satu hari penuh. Kegiatan yang didukung oleh semua museum tujuan dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI ini ternyata mendapat respon positif dari berbagai pihak dan sangat dinikmati oleh para peserta lomba.
Beberapa hal yang menjadi keprihatinan KHI antara lain; banyaknya masyarakat dan generasi muda yang tidak peduli dengan potensi sejarah dan budaya yang dimiliki bangsa ini. Apalagi jika dikaitkan dengan pelajaran sejarah di sekolah, yang sering dianggap para siswa sebagai yang membosankan, bikin ngantuk, gak gaul dan tidak menyenangkan.
Kegiatan yang diharapakan dapat dilanjutkan oleh pengurus BEM berikutnya, ternyata berhenti setelah kepengurusan Asep digantikan. Kalau pun ada, konsepnya memiliki nama dan bentuk yang berbeda. “Saya pikir sayang kalau kegiatan ini berakhir begitu saja. Tetapi bagaimana caranya supaya saya tetap bisa punya wadah untuk melakukan kegiatan itu? Lahirlah kemudian konsep awal Komunitas Historia.” Ujar Asep.
Inspirasi dibentuknya KHI bermula dari buah pemikiran, inisiatif dan prakarsa Asep Kambali (sang pendiri, mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah UNJ, yang ketika itu menjabat sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
50
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
Hubungan baik yang dibina KHI dengan berbagai pihak, terutama yang terkait dengan pendidikan, pariwisata, sejarah dan museum, akhirnya membawa KHI
menjadi mitra utama berbagai pengelola bangunan tua di Jakarta, seperti Museum Sejarah Jakarta, Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, Kantor Pos Jakarta Taman Fatahillah, Musuem Juang 45, Café Batavia, Xpose Cafe, Cafe Galangan, Batavia Hotel, Museum Bahari, Museum Kebangkitan Nasional dan lain sebagainya. Selain itu, dukungan dari berbagai media massa, baik elektronik maupun cetak, menjadikan KHI semakin dikenal luas. KHI sering dipercaya menjadi mitra dan fasilitator berbagai program radio dan televisi, sekolah nasional plus dan internasional, perusahaan, perkumpulan dan ekspatriat dalam mempelajari sejarah dan budaya Indonesia secara menyenangkan dan mendidik (edutainment). Kegiatan-kegiatan KHI sering diliput berbagai media massa baik lokal, nasional dan maupun media massa internasional. History is Fun and Educative Kerja sama yang demikian baik itu membuahkan hasil. Kiprah KHI sebagai Komunitas Peduli Sejarah dan Budaya Indonesia yang “gaul, populer dan renyah” semakin membumi di dalam hati kaum muda dan masyarakat. Semua itu kini menjadikan pertumbuhan KHI semakin pesat. KHI dalam gerakannya selalu berupaya mencari format dan strategi baru guna menjadikan sejarah dan budaya menjadi menarik, menyenangkan dan bermanfaat. Upaya ini dilakukan secara terus menerus agar sejarah dan budaya semakin digemari kaum muda dan masyarakat. Konsep kegiatan yang “rekreatif, edukatif dan menghibur” merupakan strategi yang
feature
dikembangkan KHI dalam membangun pola pikir masyarakat sehingga tercipta suasana yang menyenangkan dan membekas di hati setelah mereka belajar sejarah dan budaya. Dengan bergabung di KHI, mempelajari sejarah dan budaya menjadi tanpa paksaan dan apa adanya. “Yang kami lakukan adalah bagaimana membuat sejarah menjadi menarik dan menyenangkan. Pada akhirnya mereka dengan mudah mendapatkan hikmah dari pengetahuan tentang suatu peristiwa sejarah.” Kondisi demikianlah yang dikenal sebagai kesadaran sejarah. Melampaui Nasionalisme dan Patriotisme Formal Visi KHI adalah membangun kesadaran sejarah dan budaya masyarakat Indonesia yang terwujud dalam Nasionalisme & Patriotisme. Misi KHI adalah mewujudkan program-program yang rekreatif, edukatif dan menghibur. Melalui kegiatan rekreasi (empirik), yaitu dengan mengunjungi langsung situs sejarah/budaya atau museum, proses ini pemahaman sejarah akan mudah dicerna, diingat dan melekat. Melalui kegiatan yang mendidik (edukasi), KHI memperkenalkan sejarah dan budaya yang mengandung unsur pengetahuan dan hikmah yang harus disampaikan agar setelah mempelajarinya, masyarakat memperoleh kemampuan kognisi, afeksi dan behaviour yang menumbuhkan jiwa kritis-analisis. Sedang melalui kegiatan yang menghibur (entertainment), suasana jadi menyenangkan dan menggairahkan. Potensi yang Terabaikan Di Indonesia, terdapat beragam kebudayaan dengan latar belakang sejarah yang begitu panjang. Hal itu
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
51
feature
EXPLORE COMMUNITIES
bisa dilihat dari beragamnya arsitektur bangunan, nama jalan dan kampung, peristiwa sejarah, atraksi budaya serta bentuk-bentuk kebudayaan lain yang unik dan telah menjadi ciri khas Indonesia. Inilah yang dikenal sebagai special plavours of Indonesia itu. Namun demikian, tidak semua masyarakat Indonesia kenal dengan potensi sejarah dan budaya di sekitarnya itu. “Orang Indonesia tidak berakar, karena tidak mau mengenal sejarah dan budayanya sendiri.” Banyak masyarakat Indonesia yang tidak peduli dengan lingkungan sekitar mereka. Atas dasar pemikiran di atas, KHI bergerak secara terus menerus dengan menggelar program-program pendidikan, kesejarahan dan kebudayaan. Upaya ini diharapkan dapat memacu pemahaman dan kecintaan masyarakat terhadap sejarah dan budaya itu. KHI selalu mengajaka masyarakat dan dunia usaha untuk turut serta ambil bagian dalam proses pembangunan manusia Indonesia seutuhnya ini. Karena dengan Pendidikan, Sejarah dan Kebudayaan, kita sejatinya memanusiakan manusia (Anhar Gongong).
52
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
EXPLORE COMMUNITIES
Sejarah itu Tak Hanya di Buku Pelajaran Program yang kita sajikan ini merupakan program interdisipliner, terutama memadukan ilmu-ilmu yang terdapat di dalam ilmu sosial. Dengan meracik unsur rekreasi-empirik, edukasi dan hiburan, program ini menjadi menarik, bermanfaat dan fun. Tidak hanya itu, ketiga ranah pendidikan “Bloom” juga menjadi tujuan akhir yang harus dicapai. Sehingga, perkembangan kognitif, afektif dan psikomotorik peserta (didik), seperti anak-anak usia sekolah, menjadi landasan dan tujuan dasar program ini. Kita akan menelusuri gedung-gedung tua, danau-danau purba, gua bersejarah, kampung-kampung tua, jalan, situssitus sejarah, kota tua, dan museum di kawasan bersejarah dan budaya yang menjadi milik bangsa sebagai warisan dunia. Kita akan berdiskusi dan bertukar pikiran, nonton film tempo doeloe dan makan-makan kuliner heritage kita. Sebenarnya, program ini biasa dipadukan dengan mengunjungi tempat-tempat hiburan, tempat makan-makan, dan tempat belanja. Lebih menyenangkan jika dilakukan beberapa hari.
Program-program tersebut antara lain: Jakarta Heritage Trails (Wisata Kota Tua Jakarta. Menjelajahi Kota Tua Jakarta, Wisata Senja di Kota Tua, Menjelajahi Kota Tua Jakarta pada sore hingga petang hari, Wisata Malam Kota Tua Jakarta, Menjelajahi Kota Tua Jakarta pada malam hari; Wisata Kampung Tua (Menjelajahi Kampung-Kampung Tua di Indonesia); China Town Journey (Menjelajahi perkampungan orang-orang Tionghoa di Jakarta); The Legend of Si Pitung Trip (Menjelajahi perkampungan Marunda dan Legenda Si Pitung di Jakarta); Arabic Village Tour (Mengeksplorasi perkampungan orang-orang Arab di Jakarta); Tour de Busway (Sightseeing Tour keliling Jakarta menggunakan Bus Transjakarta); Napak Tilas Proklamasi (Menelusuri situs-situs sejarah Indonesia dari Pergerakan Nasional hingga Proklamasi); Wisata Bahari: Historical Island Adventure (Berpetualang menjelajahi pulau-pulau bersejarah di Teluk Jakarta); Wisata Museum: Night @ The Museum (Menelusuri museum malam-malam. Nonton film tempo doeloe, makan malam tempo doeloe, all about reenactment); Jakarta City Tour (Menjelajahi tempat-tempat wisata di Jakarta dalam beberapa hari). Program-program lain yang tak kalah menarik adalah History Amazing Race. Suatu penjelajahan yang menggabungkan tantangan yang harus diselesaikan oleh para peserta dalam waktu yg sudah ditentukan. Setiap pos yang dilewati memiliki tantangan dan tingkat kesulitan yang berbeda. Ada lagi yang disebut Volunteers Orientation. Suatu upaya dalam membangun Jaringan dan Sumber Daya Manusia untuk meneruskan perjuangan KHI dikemudian hari. Dan
feature
masih banyak lagi kegiatan lain, seperti Heritage Talk: KHI Monthly Discussion, History & Culture Seminar, Historia Art & Creative, Historic Movie Screening dan lainlain. Keanggotan bagi Pecinta Sejarah dan Budaya Beberapa tahun terakhir, selama kurun waktu tujuh tahun, anggota Komunitas Historia terus bertambah. Tercatat jumlah anggota per September 2010 sekitar 10.000-an anggota. “Dengan sistem keanggotaan yang tidak mengikat, komunitas ini benar-benar menjadi wadah bagi pencinta sejarah dan budaya. Maka itu, anggotanya bisa datang dan pergi. Mereka yang memang cinta sejarah, akan setia dan bertahan. Kalau pun tidak terlalu cinta, bisa juga tetap bergabung, sekadar menambah teman,” demikian jelas sang pendiri. Dalam setiap aktivitasnya KHI selalu merangkul berbagai pihak yang memiliki kepedulian dan penghargaan yang sama terhadap sejarah dan budaya bangsa. Mereka yang telah meliput, memberi dukungan dan bekerja sama dengan KHI terus dilibatkan dalam berbagai kegiatan berikutnya dan begitupun sebaliknya, ketika mereka (para institusi yang pernah bekerja sama dengan KHI) mengadakan kegiatan berikutnya selalu melibatkan KHI.
Asep Kambali
Pencetus dan pendiri Komunitas Historia Indonesia
Komunitas Historia Indonesia ICEr No. : 10.0015 Keikutsertaan : 2009
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
53
feature
EXPLORE COMMUNITIES
EXPLORE COMMUNITIES
Berdasarkan diskusi dengan istri, cofounder komunitas ini, muncul gagasan bahwa komunitas yang akan terbentuk nanti harus jelas memberikan arah yang berbeda dengan komunitas kulinerprodusen yang sudah ada pada waktu itu, yaitu mengajarkan berbisnis dari rumah. Di saat milis kuliner lain masih menganggap mengajarkan bisnis di milis itu tabu, NCC sudah mengarah ke situ. Dengan demikian, topik bahasan mailing list bukan saja bagaimana memproduksi kue, cake atau masakan lain tetapi juga bagaimana memasarkan produk kuliner itu. Termasuk bagaimana menghitung harga yang pantas agar kreasi kuliner yang dipasarkan mendatangkan keuntungan finansial. Tagline yang digunakan adalah menjual roti tanpa perlu punya bakery, menjual makanan tanpa perlu punya restoran.
A Business from Your Kitchen Usaha Rumah ala Natural Cooking Club Oleh: Wisnu Ali Martono Siapa sangka sebuah niat menghadiahkan makanan spesial bagi sang istri berujung untung? Sepenggal kisah sederhana itu berubah menjadi sejarah berdirinya sebuah bisnis beranggotakan 9.200 orang pengikut.
N
aturalCookingClub atau yang lebih dikenal di kalangan anggotanya sebagai NCC adalah sebuah komunitas yang didirikan sejak awal tahun 2005 di Jakarta. Komunitas kuliner-produsen ini (untuk membedakan
54
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
dengan komunitas kuliner-penikmat) sebenarnya bermula dari ide pribadi untuk memberikan hadiah ulang tahun pada istri saya, Fatmah Bahalwan, pada tanggal 15 Januari 2005.
Bertolak dari Sebuah Milis Memanfaatkan internet sebagai wahana promosi utama, menjual produk hanya pada saat ada pembeli yang pasti. Dua hal tersebut sangat mempermudah menjalankan bisnis, bahkan bagi mereka yang masih memiliki pekerjaan kantoran, selain mengurangi biaya produksi dibandingkan jika menggunakan cara berjualan tradisional offline. Untuk mendukung agar member NCC yang ingin memiliki bisnis rumahan dapat menjalankan tagline NCC, ada beberapa persyaratan yang dianggap penting untuk dikuasai oleh para member. Pertama, member harus bisa membuat produk yang laku dijual. Kedua, member harus bisa merepresentasikan produk yang dibuatnya, online maupun offline. Moderator kemudian memberikan wahana untuk menguasai persyaratan tersebut dalam bentuk menerbitkan
feature
buku resep sendiri, mengadakan kursus kuliner, kursus membuat blog, kursus food photography. Teknologi digital menjadikan keahlian merepresentasikan produk kuliner terkait erat dengan kemampuan fotografi. Karena fotografi makanan berbeda dengan fotografi secara umum, NCC secara khusus menyediakan kursus Food Photography. Aktivitas ini (terkecuali menerbitkasn buku resep sendiri yang agak sulit diikuti) di kemudian hari menjadi pattern diikuti oleh komunitas kuliner-produsen lain. Selain menyediakan jasa kursus berbayar (offline) dan diskusi gratis (online) secara internal, NCC juga menyediakan wahana bagi para member untuk melakukan promo online secara reguler dan gratis. Melalui wahana promo online ini member diajari untuk merepresentasikan produk yang dijualnya agar menarik calon pembeli. Promo yang dikirimkan ke milis selalu diajarkan untuk memenuhi aspek 4W dan 2H (what, who,when,why, how much, how to buy). Misi utama promo ini adalah ikut memajukan bisnis para member. Oleh karena itu, promo (gratis) ini tertutup bagi perusahaan yang sudah established. Perusahaan yang sudah masuk tahap komersial hanya dapat memasang promo di web NCC, dengan tarif tertentu. Kumpulan Pengusaha Rumahan Upaya merepresentasikan produk kuliner para member juga dilakukan secara offline dalam bentuk pencetakan buku Direktori Bakul Kuliner NCC, berisi daftar para member yang sudah menjalankan semua bisnis yang terakit dengan kuliner. Seri pertama buku ini diterbitkan tahun 2010. Tidak kurang dari 300 bakul mengisi entri buku ini. Artinya, sementara ini sudah
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
55
feature
EXPLORE COMMUNITIES
EXPLORE COMMUNITIES
GAGASAN • Natural Cooking Club (NCC) berdiri dengan motivasi mengajarkan bisnis dari rumah kepada anggota-anggotanya. • NCC memanfaatkan internet sebagai wahana promosi utama, menjual produk hanya pada saat ada pembeli yang pasti. • Dalam tempo hampir enam tahun NCC berhasil mengumpulkan member di atas 9.200 orang, dari berbagai kota di Indonesia dan di berbagai negara. • Di mata para produsen bahan dan peralatan membuat kue, NCC merupakan pasar yang menarik untuk didekati dan diajak bekerja sama. KEYWORDS: hobby, business, internet, networking. blog, food photography
terdapat 300 pengusaha rumahan yang bergabung dengan NCC. Selain penerbitan buku Direktori Bakul Kuliner, secara berkala NCC juga mengadakan event tahunan bernama HMFF, home-made food fiesta. Event ini adalah gathering kopdar (kopi darat) di mana para anggota yang hadir mambawa kreasi kulinernya untuk diapresiasi oleh member lain, diabadikan dalam event food photography lalu disantap bersama. Dalam HMFF Jakarta 2009 yang diadakan bersama PT CNI, disajikan tidak kurang dari 300 jenis makanan, masakan dan minuman kreasi para member. Dalam HMFF Surabaya 2010, juga diadakan melalui kerja sama dengan PT CNI, tidak kurang dari 100 jenis makanan, masakan dan minuman disajikan.
Selain menampung keinginan bertemu para member, event besar semacam ini juga merupakan etalase untuk menunjukkan soliditas para member. Kenapa? Jumlah member suatu milis memang merupakan tolok ukur pertama dalam menilai postur suatu milis. Dalam tempo hampir enam tahun (Januari 2005- September 2010) NCC berhasil mengumpulkan member di atas 9.200 orang, dari berbagai kota di Indonesia dan di berbagai negara. Daya Beli Hingga 45 Milyar Rupiah Dalam bentuk kekuatan ekonomi riil, andaikata rata-rata member NCC ini mempunyai pengeluaran bulanan Rp 5 juta (ini adalah pengeluaran sederhana untuk masyarakat yang sudah melek internet), secara ekonomi komunitas NCC memiliki daya beli lebih dari Rp 45 milyar
Tabel 1.Traffic Posting Bulan Tertentu dan Anggota NCC Tahunan Tahun 2010 2009 2008 2007 2006 2005
Jan 7587 2816 2016 2946 3787 100
Mar 5743 4311 1682 3029 4201 869
Mei 7441 3539 2287 2547 3854 2053
Jul 5790 3840 2612 2279 3091 2506
Sep 6468 4409 2171 2164 3055 1816
Nov 5948 2520 1710 1888 2827
Sumber: web miling list naturalcookingclub Oktober 2010 * anggota pada akhir tahun
56
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
Anggota * 9300 8000 6000 4000 2500 900
per bulan. Dengan demikiaan, di mata para produsen bahan maupun peralatan membuat kue, NCC merupakan pasar yang menarik untuk didekati dan diajak bekerja sama. Akan tetapi, jumlah yang banyak saja tidak cukup untuk menunjukkan soliditas suatu milis. Tolok ukur kedua ada pada jumlah traffic posting. Tabel berikut menunjukkan traffic posting. Tolok ukur berikutnya adalah jumlah member yang hadir dalam kopdar. Mengajak member aktif secara online adalah satu hal. Mengajak hadir dalam cara offline, lain lagi masalahnya. Soliditas Komunitas Soliditas suatu komunitas sebenarnya merupakan fungsi dari soliditas pengurusnya. Untuk pengaturan, komunitas NCC dilengkapi dengan 5 moderator. Para moderator ini selain menjalankan aktivitas operasional milis mempunyai tugas masing-masing sebagai sekretaris (Eka Arie Shanti), bendahara (Yenny Suryasusanti), Business Development (Dewi Anwar), IT (Riana Ambarsari) dan Nadrah Shahab (web operator). Sejak awal pendirian, moderator ini belum pernah berubah,
feature
kecuali ada seorang moderator yang meninggal (almarhumah Ruri Hujiansyah). Dengan kemudahan untuk mendirikan milis, godaan bagi para moderator sebuah milis yang sukses untuk keluar dan mendirikan milis sendiri, lepas dari para owner yang secara teknis memiliki milis, sebenarnya sangat besar. Akan tetapi tindakan ini sebenarnya tidak hanya merugikan milis yang ditinggalkan, melainkan meningkatkan kompetisi dalam memperebutkan para member, yang tidak selalu menguntungkan bagi milis new comer. Ibarat sebuah pasar yang sudah terbentuk, milis entrant harus dapat memberikan sesuatu yang baru, jika ingin bertahan dan berkembang. Jika tidak, milis seperti ini biasanya hanya akan muncul sebentar, lalu ditinggalkan anggotanya yang tidak melihat kelebihan bergabung dibandingkan bergabung dengan milis lain yang sudah mapan. Dengan soliditas moderator yang dimiliki, tenaga dan pikiran pengurus (owner plus moderator) dapat dicurahkan untuk merencanakan aktivitas dan pengembangan milis ke depan. Pada gilirannya, para member yang akan menilai apakah sebuah milis kuliner-produsen
Diagram 1. Keterkaitan Antara Soliditas Moderator dan Keberlajutan Milis
Solidaritas Moderator
Pengembangan Aktivitas
Jumlah Member
Manfaat untuk Member
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
57
feature
EXPLORE COMMUNITIES
EXPLORE COMMUNITIES
Alasan Mereka yang Berhasil Keluar dari Pekerjaan Kantor, Memilih Jualan Kue Di NCC ini dianggap sebagai the final leap of faith untuk menjadi bakul kue sesungguhnya. Oleh karenanya, ketika seorang member NCC memutuskan berhenti bekerja kantoran, momen ini dikemukakan dengan bangga di milis. Akhirnya, saya memutuskan berhenti kerja kantoran dan pilih jadi bakul kue! Berikut adalah alasan sejumlah member yang memutuskan menjadi bakul kue. Membuka Kesempatan Kerja buat Orang Lain Demikian ungkap Meilani Sri Rejeki (www. ceploktelor.blogspot.com), salah satu member NCC sejak 2005, ketika ditanya mengapa memutuskan berhenti kerja kantoran. Bagi Lani, demikian lulusan D3 Akademi Sekretari Tarakanita yang terakhir bekerja kantoran sebagai Sekretaris GM Sekolah Pelita Harapan ini dikenal di milis, memiliki bisnis sendiri berarti membuka kesempatan kerja buat orang lain. Setelah memutuskan berhenti dari pekerjaan kantor di tahun 2008, Lani mengelola kafe di Jakarta Selatan yang mempekerjakan 6 orang. Selain itu, Lani menyadari bahwa potensi finansial sebagai pengusaha rumahan ternyata lebih besar dibanding gaji kantoran. Ekspresi Diri Tidak ingin selamanya menjadi orang gajian yang terikat waktu dan prosedur kantor. Ini alasan Peni Respati, alumnus D3 Lembaga Pendidikan Perkebunan Yogyakarta, ketika pada
layak untuk diikuti secara aktif, atau hanya sekedar menambah membership lalu merubah setting setting no-mail. Bagi moderator sendiri, jumlah member yang semakin bertambah dan keaktifan para member dalam melakukan aktivitas online dan offline akan memberikan kepuasan
58
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
tahun 2007 mengajukan pengunduran diri dari Quality Control & Technical Officer dari PT J.A. Wattie, Jakarta. Menjadi member NCC sejak akhir 2005 setelah membaca artikel komunitas NCC di Kompas Minggu, kini Peni Respati telah menerbitkan beberapa buku tentang Coklat dan Cake Hias dan dikenal sebagai salah satu pengajar di NCC. Dari segi penghasilan, walau kehilangan kepastian memperoleh gaji dari kantor, pemilik www.cakemiracle.com yang menjadi pengajar dan penjual kue ini mampu memperoleh penghasilan hingga sepuluh kali lipat gaji terakhirnya yang berjumlah Rp 4 juta per bulan. Lebih dari itu, sebagai pengajar dan penjual kue Peni Respati merasa memiliki kesempatan untuk mengekspresikan kemampuan seninya, di antaranya dalam bentuk Cake Hias bertema Batik. Mengawasi Perkembangan Anak-Anak Sebagai alumnus STM jurusan Informatika, saya hanya digaji Rp 2 juta per bulan. Selain itu, saya harus meninggalkan anak-anak sepanjang siang. Demikian kata Yulia Riani, member NCC sejak 2007. Setelah berada di lingkungan milis NCC yang dikenalnya dari ajakan seorang teman, tahun lalu Yulia memutuskan berhenti bekerja.Salah satu alasannya adalah agar dapat mengawasi perkembangan anak-anaknya dari dekat. Dengan kemampuannya mendekor kue, pemilik www. makicakes.com ini mampu memperoleh omzet bulanan hingga Rp 20 juta, selain mempekerjakan satu pegawai. Hal yang sama juga menjadi alasan bagi Erinawati Aziza yang di NCC dikenal sebagai Ina Larizz (www.larizz.blogspot.com)
tersendiri yang dapat memberikan alasan untuk tetap berada di milis yang sama. NCC sendiri diuntungkan oleh fakta bahwa milis memiliki keterkaitan sentiment dari owner dan co-owner. Dengan demikian pemikiran terhadap rencana pengembangan milis nyaris
ketika memutuskan berhenti kerja kantoran dua tahun lalu. Wanita berumur 30 tahun ini terakhir bekerja sebagai disain grafis di Gudang Imajinasi. Saat ini, selain jualan kue, Ina juga dikenal sebagai salah satu pemasok edible image untuk member NCC. Nina Herlina, mantan pramugari Saudia Airlines, juga menganggap menjadi penjual kue rumahan memberikan kesempatan untuk tetap aktif memperoleh penghasilan sambil tetap mengawasi perkembangan anak dari dekat. Walau masih belum dapat melampaui gajinya sebagai pramugari sebesar USD 1700/bulan, pemilik www.naninakitchen.blogspot.com ini merasa menemukan dunianya. Tidak mengapa hasilnya masih belum sebesar gaji terakhir.Yang penting anak terjaga. Ini alasan Hepi Ika Hapsari, lulusan S1 Arsitek pemilik www.milagrokitchen. blogspot.com ketika memberanikan diri berhenti bekerja sebagai export marketing staff di Gresik. Kena PHK Terkena PHK karena BPR tempatnya bekerja terkena likuidasi tidak membuat Fitrina Rinaldi, wanita berusia 36 tahun pemilik www.dgcoklat. blogspot.com bingung. Kebetulan sejak 2008 sudah bergabung dengan milis NCC. Segera buka usaha jualan kue dan praline coklat, dengan mempekerjakan 2 pegawai. Selain memberikan alternatif pekerjaan, sebagai penjual kue mampu memperoleh penghasilkan empat kali lipat dari gaji terakhir sebesar Rp 3,7 juta/bulan. Selain itu ada tekanan untuk terus melakukan inovasi, sesuatu yang tidak ada ketika menjadi pegawai kantoran.
feature
Jika menilik dari diagram di atas, yang disusun berdasarkan pengalaman di komunitas NCC, sebenarnya manfaat suatu komunitas terhadap member (dan masyarakat secara umum) dimulai dari sikap para pengurusnya sendiri (owner dan moderator). Jika terdapat soliditas di kalangan pengurus, yang dihasilkan dari kesamaan visi, akan mudah untuk mengarahkan sebuah komunitas menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi para anggotanya.Sebaliknya, jika tidak terdapat kesamaan visi, mudah sekali bagi pengurus itu untuk memisahkan diri, membentuk milis sendiri yang belum tentu menghasilkan visi sama, mengulangi lagi perpecahan internal, yang pada akhirnya tidak menarik minat untuk bergabung.
Sumber: www.ncc-indonesia.com
dilakukan 24 jam sehari, suatu hal yang mungkin tidak terjadi di milis lain. Secara skematis keterkaitan soliditas moderator suatu milis dan kemungkinan keberlanjutannya dapat digambarkan sebagai pada diagram 1.
Wisnu Ali Martono
Pendiri Natural Cooking Club Natural Cooking Club ICEr No. : 01.0001 Keikutsertaan : 2007, 2008, 2009
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
59
feature
EXPLORE COMMUNITIES
EXPLORE COMMUNITIES
budaya telah terlanjur dicap buruk di kalangan orang tua dan pendidik padahal komik juga punya fungsi sebagai media yang bersifat netral seperti media lainnya seperti koran, majalah, radio, televisi dan lain-lain.
It’s Time for
Indonesian Comics Saat itu sangat jarang bahan bacaan dan pengetahuan mengenai seluk beluk komik yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Kalaupun ada yang menulis tentang sejarah komik Indonesia—itu pun ditulis oleh orang Perancis—sumber datanya pun bukan yang mutakhir, hanya mencatat hingga perkembangan komik hingga akhir 70-an. Seolah-olah tahun 80-an hingga 90-an adalah sebuah penegasan matinya komik Indonesia, walaupun komik-komik strip masih rutin muncul dikoran lokal maupun daerah dan komik-komik lokal dalam bentuk buku tetap dijumpai di toko buku.
Kondisi seperti itu merupakan tantangan tersendiri bagi MKI untuk terus mengkampanyekan keberadaan komik lokal karena meyakini potensi besar sumberdaya komikus dan pembacanya. MKI menjalin kerja sama dengan pemerintah dan penerbit-penerbit yang mau mendukung komik lokal, namun usaha itu rupanya belum membuahkan hasil yang menggembirakan walaupun sering digelar acara komik di kampuskampus dan sekolah-sekolah di berbagai daerah. Rupanya lagi-lagi kita masih kurang kompak menggempur komikkomik asing itu. Pelaku industri komik kita masih ragu dan punya pandangan yang beragam mengenai potensi industri dari komik lokal. Hal ini disadari MKI sebagai kelemahan yang cukup mendasar karena ternyata potensi yang didasarkan keyakinan saja tentunya tidaklah cukup untuk mengajak pelaku industri untuk mau terlibat. Harap maklum saja, pengurus MKI memang tidak ada yang punya visi bisnis yang terstruktur dengan jelas karena latar belakang komik sebagai hobi tadi.
Banjirnya Komik-komik Asing Membanjirnya komik asing terjemahan memang sudah tak tertahankan lagi karena kita tidak punya dasar pijakan industri yang mapan seperti mereka. Komikus kita hanya menempatkan komik sebatas hobi, sementara pemerintah tidak punya pandangan yang jelas akan potensi komik lokal sebagai mesin devisa. Di samping itu, komik sebagai produk
Kondisi Komik Lokal Saat Ini Dilihat dari potensinya, sesungguhnya komik lokal sangat menjanjikan. Kemampuan individu komikusnya sudah sejajar dengan komikus asing. Banyak komikus lokal yang rutin mengerjakan pesanan komik dari raksasa komik Amerika seperti DC dan Marvel dan mereka bisa hidup layak dari sana. Dari yang sekedar hobi, banyak yang
Era Komik Indonesia Berlaga Oleh: Wahjoe
Berawal dari kegelisahan sekelompok mahasiswa melihat pesatnya perkembangan komik asing dan terpuruknya komik lokal, dibentuklah sebuah wadah komunikasi bagi pecinta komik Indonesia.
I
tu berlangsung pada 15 Maret 1997 pada Pekan Komik Nasional pertama. Usaha dari panitia kecil ini ternyata mendapat dukungan penuh dari komikus-komikus senior yang kala itu hadir, diantaranya Dwi Koendoro, Jan Mintaraga (Alm.), Djair Warni, dan Taguan Hardjo (Alm.). Semangat untuk saling berkomunikasi ini didasari atas dukungan yang besar yang berasal dari peserta, pengunjung dan media yang meliput acara yang berlangsung lima hari itu.
60
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
Kesadaran bersama para pecinta komik untuk membangkitkan kembali potensi komik Indonesia itu membuat para mahasiswa kemudian membentuk sebuah forum komunikasi bernama Masyarakat Komik Indonesia (MKI). Harapan awal mereka dengan adanya wadah tersebut adalah semakin terjalinnya komunikasi antar pecinta komik lokal sehingga diantara mereka bisa saling berbagi pengetahuan dalam membuat komik.
feature
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
61
feature
EXPLORE COMMUNITIES
EXPLORE COMMUNITIES
GAGASAN • Membanjirnya komik impor terjemahan sempat menggusur keberadaan komik Indonesia. • Berdirinya MKI (Masyarakat Komik Indonesia) merupakan fenomen baru yang memacu bangkitnya komik indonesia yang bersaing. • Perkembangan teknologi komunikasi yang pesat sangat membantu mendorong berkembangnya profesi pembuat komik.. KEYWORDS: komik lokal, komik impor, daya saing.
kemudian menjadikannya profesi yang membanggakan. Kondisi ini juga merupakan salah satu alasan mengapa dua tahun belakangan ini mulai muncul lagi penerbit lokal yang terang-terangan mau menyalurkan potensi komikus lokal. Mereka dengan gagah berani mengumumkan dukungan terhadap komik lokal dengan menerbitkannya secara berkala. Akibatnya berbondong-bondonglah naskah komik membanjiri penerbit itu hingga mereka kewalahan. Ternyata, pasar merespon sangat positif sehingga beberapa judul sudah cetak ulang beberapa kali. Di toko-toko buku mulai dijumpai seksi khusus komik lokal yang memudahkan pembaca mengidentifikasi agar langsung membelinya. Apakah ini pertanda industri komik lokal sudah berjalan? Sayangnya tidak ada kajian bisnis yang dapat menterjemahkan kondisi tersebut. MKI, Perkembangan Teknologi dan ICE Perkembangan teknologi komunikasi yang pesat sangat membantu mendorong berkembangnya profesi ini. Bentuk fisik komik juga berkembang ke arah digital. Cita-cita awal MKI untuk saling berkomunikasi antar pelaku
62
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
industri komik sudah terlampaui. Saat ini adalah momentum komik lokal untuk memanfaatkan kondisi yang semakin cepat perkembangannya ini. Lewat Dunia Maya, komikus dengan mudah mengembangkan bakat dan profesinya. Selain itu, para pelaku industri juga dengan mudah mengakses kebutuhannya akan potensi ekonomi komik lokal untuk dikembangkan sebagai bisnis yang menguntungkan. Oleh karena itu kemudian MKI secara sadar mendorong berkembangnya komik-komik digital sebagai salah satu kanal yang dapat mengembangkan potensi komik lokal selain format cetak yang biasa dilakukan. Beberapa operator seluler sudah banyak yang memanfaatkan komik lokal sebagai
feature
content yang dapat dijual kepada konsumen, sehingga komikus mendapatkan keuntungan darinya. Lewat dunia maya pula, sudah dua kali MKI mendapat kesempatan untuk ikut dalam ICE (Indonesia Consumunity Expo) yang diinisiasi oleh Prasetya Mulya Business School. ICE kemudian sungguh membuka kesempatan bagi MKI untuk lebih berkembang dan sekaligus introspeksi. MKI merasa selama ini hanya merasa hebat di “kandang”-nya sendiri, di komunitas komik saja. Lewat ICE MKI berkesempatan bertemu dan berinteraksi dengan komunitas berbeda sehingga wawasan sosial dan bisnisnya mulai berkembang. Di kesempatan yang ketiga ini, ICE 2010 menawarkan pemikiran yang “memaksa” MKI lebih serius mengembangkan komik dalam skala industri, apalagi memang sejak tahun lalu pemerintah telah mencanangkan Tahun Industri Kreatif yang di dalamnya komik merupakan salah satu bagiannya. Kali ini ICE terasa berbeda dari hanya sekedar temu kangen dan show off antar komunitas menjadi event yang diarahkan langsung bersangkutan dengan industri.
MKI berterima kasih mempunyai rekanan yang faham dunia bisnis dan bersedia membantu mengembangkannya. Semangat untuk mengusung potensi lokal untuk kebanggaan bangsa sejalan dengan visi MKI yang terus mendorong terbentuknya industri komik lokal yang berguna buat banyak orang. Inilah saatnya ICE dan komunitas di dalamnya segera merapatkan barisan untuk melangkah bersama keburu momentumnya hilang. Bravo ICE! SalKomSel (salam komik selalu).
Wahjoe
Komikus, pendiri MKI
Masyarakat Komik Indonesia ICEr No. : 10.0008 Keikutsertaan : 2008, 2009
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
63
feature
EXPLORE COMMUNITIES
EXPLORE COMMUNITIES
menutup kemungkinan memicu benih perpecahan. Kedua, Â bertukar informasi seputar sepeda motor. Bagi bikers yang mengendarai sepeda motor varian baru, butuh saling bertukar pikiran untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi pada sepeda motor mereka. Misalnya saja untuk permesinan dan komponen sepeda motor.
Di Luar Kami,
Saudara Juga Ego Sektoral vs Spirit Komunal Oleh: Edo Rusyanto Ego sektoral suatu kelompok kadang menyeret akal sehat ke dasar sumur yang gelap. Tak sedikit yang dengan lantang berteriak, di luar kelompok kami adalah lawan.
B
isakah dimaklumi jika hal itu terjadi pada kehidupan sosial kelompok pengguna sepeda motor alias bikers? Sepanjang pengamatan saya di kalangan kelompok sepeda motor, saya mencatat setidaknya ada empat motivasi untuk mereka berkelompok. Keempatnya mencakup mencari teman, bertukar informasi seputar sepeda motor, menyalurkan hobi, dan mengaktualisasi diri.
64
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
Mari kita telusuri. Pertama, mencari teman. Para bikers merasa butuh teman untuk saling berinteraksi mengenai kehidupan sehari-hari. Sebagai mahluk sosial, bikers tak bisa hidup sendiri. Teman bisa menjadi tempat untuk bercerita, berbagi, dan mencapai tujuan bersama. Kian banyak teman, ada perasaan nyaman karena bisa mendapat banyak input. Walau, jika tanpa pengelolaan yang tepat, kadang terjadi dinamika atau pergesekan. Hal itu tak
Ketiga, menyalurkan hobi bersama. Bikers yang hobi balapan (racing) akan berhimpun dengan sesama penyuka olahraga tersebut. Bagi yang hobi berpetualang (adventure) juga demikian, termasuk mereka yang hobi berkeliling mengunjungi tempat-tempat wisata atau daerah-daerah eksotis yang belum pernah dikunjungi alias para penghobi touring.
feature
Selanjutnya, baik itu yang menyebut dirinya komunitas atau klub, merancang segenap aturan untuk membuat kelompoknya nyaman. Aturan yang lebih longgar diterapkan oleh kelompok yang menyebut dirinya komunitas. Misalnya, melonggarkan diri dari aturan iuran wajib untuk memperkuat kas kelompok. Sementara itu, di klub, ada aturan iuran wajib. Dana yang dihimpun untuk kepentingan bersama, misalnya, untuk touring atau respek kedukaan jika salah satu anggota tertimpa musibah.
Keempat, aktualisasi diri. Kelompok yang seperti ini relatif spesifik. Misalnya, aktualisasi diri untuk berbagi mengenai bagaimana bersepeda motor yang aman, nyaman, dan selamat. Saat ini, kondang disebut safety riding. Dalam ICE 2009 misalnya, IBC (Independent Bikers Club) menginisiasi deklarasi safety riding didukung sekitar 150 komunitas. Aktualisasi yang seperti ini fokusnya pada penyebarluasan semangat untuk berbagi mewujudkan perilaku berkendaraan yang aman dan selamat. Belakangan, aktualisasi diri juga merebak ke aspekaspek lain, seperti hobi fotografi, olahraga, atau kesenian.
Pemimpin kelompok menjadi perekat sekaligus motivator bagi segenap anggota. Sekalipun, kadang ditemui pembangkangan atas aturan maupun instruksi yang dikeluarkan sang pemimpin kelompok. Maklum, tingkat kecairan organisasi seperti ini amat tinggi. Struktur kepengurusan sebatas formalitas. Kecuali, kelompok tersebut sudah memiliki ‘jam terbang tinggi’ dan mau belajar terus menerus dari tahun ke tahun. Terutama, terkait dengan ketegasan alias penegakan aturan yang memang sudah disepakati bersama.  Basis Konsumsi Terlepas dari semua itu, keberadaan kelompok pengguna sepeda motor menjadi elemen yang penting bagi para produsen sepeda motor. Tak ayal, para produsen mulai serius menata hubungan dengan kelompok tersebut. Intervensi para produsen dalam kehidupan kelompok tersebut berbentuk dukungan finansial maupun kebutuhan logistik.
Antara Peraturan dan Kelonggaran Dari semua jenis motivasi tersebut, akarnya ada pada semangat untuk menghimpun diri dan saling berbagi.
Di samping kedua bentuk di atas, intervensi yang amat penting juga adalah pengakuan atas eksistensi kelompok. Misalnya, melibatkan kelompok tertentu
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
65
feature
EXPLORE COMMUNITIES
GAGASAN • Di kalangan pengguna sepeda motor, ada empat motivasi berkelompok yang membentuk komunitas: mencari teman, bertukar informasi seputar sepeda motor, menyalurkan hobi, dan mengaktualisasi diri. • Dari semua motivasi akarnya ada pada semangat untuk menghimpun diri dan saling berbagi, maka dirancang aturan, di samping kelonggaran-kelonggaran tertentu. • Keberadaan kelompok pengguna sepeda motor menjadi elemen yang penting bagi para produsen sepeda motor. • Keberadaan kelompok tak lebih dari katup sosial untuk memudahkan interaksi dalam kelompok yang lebih besar yakni masyarakat bahkan warga Indonesia.. KEYWORDS: komunitas, produsen, primordialisme komunitas, ego sektoral.
dalam kegiatan-kegiatan promosi para produsen sepeda motor. Ajakan terlibat dalam kegiatan tersebut mampu mendorong motivasi para anggota kelompok untuk lebih loyal pada produk keluaran sang produsen. Memang, pada tataran yang paling bawah, kelompok sepeda motor bisa menjadi duta merek sang produsen. Sedangkan pada tingkatan yang paling atas, keberadaan kelompok sepeda motor tersebut bisa menjadi penjaga dan faktor peninggi citra sebuah produk, bahkan produsen yang bersangkutan. Tak ada konsumen yang menghujat produk yang dikonsumsinya. Termasuk, konsumen sepeda motor. Hal ini menjadi akar hubungan yang positif antara kelompok konsumen dengan produsen. Simbiosis demikian perlu dirawat. Tren ke depan, kedekatan konsumen dan produsen bisa memuluskan rencana bisnis produsen dalam mengembangkan sayap perusahaan. Primordialisme Sempit Para pengurus atau pemimpin informal dalam kelompok, serta para
66
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
produsen yang menata hubungan serius dengan kelompok tersebut, perlu mewaspadai dan menjaga agar tidak terjadi primordialisme sempit. Maklum, setiap kelompok memiliki ego. Jika diterjemahkan sebagai pendorong untuk meningkatkan kesatuan, hal itu tentulah amat positif. Namun, jika kebablasan, tanpa memilah duduk persoalan, primordialisme bisa mengarah kepada jargon “di luar kelompok kita adalah lawan”. Sedikit saja percikan, mampu menyulut benturan atau menciptakan disintegrasi. Karena itu, perlu terus dibangun pemahaman bahwa keberadaan kelompok tak lebih dari katup sosial untuk memudahkan interaksi dalam kelompok yang lebih besar yakni masyarakat bahkan warga Indonesia.
Edo Rusyanto
Ketua Independen Bikers Club Independent Bikers Club ICEr No. : 08.0007 Keikutsertaan : 2008, 2009
point of view
point of view
Wawancara & Foto Utama : Harry Budiman Ditemui di kantor kementerian Koperasi dan UKM, Deputi SDM, Agus Muharram bertutur banyak tentang pentingnya wirausaha ditumbuhkan di negeri ini. Di Indonesia jumlah wirausaha masih belum sampai pada yang ideal. Mimpi yang sedang diwujudkan dan didorong terjadi di Indonesia ini adalah one family one entrepreneur. Berikut uraiannya pada FMPM.
Agus Muharram
Deputi SDM Kementerian Koperasi dan UKM
Kita Masih Perlu
4,7 Juta Wirausaha 68
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
Bagaimana situasi kewirausahaan di Indonesia? Saat ini lebih dari 92,08% tenaga kerja adalah orang-orang yang bekerja pada unit usaha berskala mikro, kecil dan menengah. Jumlahnya sekitar 52,76 juta unit atau 99,67% dari jumlah pelaku
usaha di Indonesia. Mereka ini telah memberikan sumbangan terhadap PDB sebesar Rp. 2.993,15 triliun atau 53,32%. Ini menunjukkan betapa strategisnya peranan usaha mikro, kecil dan menengah dalam perekonomian nasional.
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
69
point of view
Kita perlu terus menumbuh kembangkan jumlah wirausaha dari berbagai kalangan termasuk generasi muda untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan data BPS 2010, jumlah pelaku usaha mikro dan kecil 587,8 ribu unit, usaha menengah 168,0 ribu unit dan usaha besar 4,7 ribu unit, yang keseluruhannya berbentuk usaha formal sebanyak 760,5 ribu unit atau 0,32% dari jumlah penduduk Indonesia. Mereka inilah sesungguhnya yang dapat dikategorikan sebagai wirausaha Indonesia karena memiliki karakteristik wirausaha; dengan berani mengorbankan aset yang dimiliki dan menanggung resiko untuk mengembangkan usaha secara formal. Saat ini jumlah koperasi yang ada sebanyak 175.102 unit yang juga merupakan salah satu wadah bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Suatu bangsa akan maju dan sejahtera, bila memenuhi besaran jumlah entrepreneur-nya, yaitu minimal 2% dari total penduduk. Ini berarti bangsa kita masih memerlukan sekitar 4,07 juta wirausaha untuk membangun perekonomian yang maju dan mampu mensejahterakan rakyatnya. Peran Kementerian Koperasi dan UKM? Peran Kementerian Koperasi dan UKM, terutama bagi kalangan intelektual. Pak Menteri dan para pejabat lainnya melakukan sosialisasi ke beberapa provinsi dengan dukungan dari pemda setempat. Juga melakukan kunjungan dan menjadi narasumber ke berbagai perguruan tinggi. Dalam kurun waktu 8 bulan ini sudah mengunjungi 23 perguruan tinggi. Melalui upaya ini, pemerintah berkomitmen dan berpihak
70
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
point of view
pada ekonomi kerakyatan, menegaskan peran strategis sarjana kaum muda dalam menentukan kemajuan dan arah perjalanan bangsa Indonesia ke depan. Mereka harus dipersiapkan untuk mampu mandiri dan percaya diri menghadapi tantangan global dan menjaga martabat bangsa Indonesia tercinta ini. Oleh karena itu, perlu dimotivasi untuk menumbuhkan minat para sarjana supaya berani memulai usaha sebagai wirausaha muda mandiri, kreatif dan produktif. Sehingga ke depan kita dapat mewujudkan tumbuhnya one family one entrepreneur di lingkungan masyarakat kita. Kebijakan yang mendukung? Sebagai institusi atau lembaga teknis yang bertugas memberdayakan koperasi,
usaha mikro, kecil dan menengah telah menyusun beberapa kebijakan, strategi dan serangkaian program, dengan bertumpu pada pemanfaatan kekuatan yang mereka miliki di samping keunggulan yang ada. Arah kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah), pertama, meningkatkan daya saing UKM; kedua, memperkuat kelembagaan usaha; ketiga, memperkuat basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan; keempat, mengembangkan peran UMKM sebagai penyedia barang dan jasa dan semakin berdaya saing terhadap produk import; dan yang terakhir, membangun koperasi yang diarahkan untuk memperkuat tatanan kelembagaan dan organisasi. Dari berbagai aplikasi program pembinaan dan pemberdayaan KUMKM (Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) hingga saat ini, dapat ditunjukkan tentang �concern� pemerintah terhadap kewirausahaan. Materi kewirusahaan telah ditempatkan menjadi salah satu fokus dalam pembinaan atau pemberdayaan wirausaha baru, yang handal dan tangguh. Karena itu berbagai kebijakan dan strategi yang dipilih diarahkan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi kewirausahaan SDM KUMKM.
Lembaga Pendidikan dan masyarakat pada umumnya, akan lebih optimal bila dilaksanakan melalui media praktek langsung berwirausaha. Minimal ada tiga alasan mengapa Kementerian Koperasi dan UKM mengembangkan program Penumbuhan dan Pengembangan Sarjana Wirausaha. Pertama, karena sarjana merupakan kelompok intelektual dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman di perguruan tinggi. Kedua, kemampuan beradaptasi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketiga, beban psikologis dengan predikat menganggur. Paradigma yang terjadi sekarang, secara umum tingkat kemandirian berwirausaha dari para sarjana di negara kita sangat minim, yaitu hanya sekitar 6,14% sementara 83,18 % berminat menjadi pegawai. Paradigma tersebut ingin kita balik menjadi sarjana pencipta kerja atau sebagai seorang job creator dengan merubah mindset para sarjana dan mahasiswa. Dengan demikian diharapkan
K e b e r h a s i l a n mengembangkan kewirausahaan di kalangan
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
71
point of view
point of view
SMES’co sebagai ajang pertemuan antara KUKM dengan buyer.
dapat mengurangi pengangguran, menekan angka kemiskinan dan memperluas kesempatan kerja. Para sarjana yang berminat menjadi wirausaha, diberi kesempatan untuk memulai usaha dan dapat memperoleh bantuan pinjaman dengan bunga ringan dan persyaratan ringan, dengan melalui persyaratan dan prosedur, antara lain usia di bawah 35 tahun dan dimulai dengan mengajukan proposal sederhana ke Dinas Koperasi dan UKM di tingkat provinsi. Program-program apa saja yang digelar oleh Kementerian Koperasi dan UKM? Di antaranya, ada Program Sarjana Wirausaha Mandiri, yang dikemas dengan nama “Program Penumbuhan 1000 Sarjana�; merupakan salah satu program strategis Kementerian Koperasi dan UKM, yang diawali dengan pembekalan untuk memotivasi dan menumbuhkan semangat berwirausaha khususnya dari kalangan sarjana. Kegiatan pembekalan bekerja sama dengan gubernur, perbankan, BUMD
72
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
diawali pada tanggal 10 Desember 2009 di DKI Jakarta dan sudah dilaksanakanan di 15 provinsi diikuti 7.471 orang dan yang berminat untuk menjadi wirausaha sebanyak 1.475 orang dengan mengajukan proposal ke dinas koperasi setempat. Sebagai tindak lanjut dari pengajuan proposal tersebut dilakukan bimbingan teknis kepada 859 orang untuk mempertajam proposal usaha agar feasible, dan yang layak ditindaklanjuti sebanyak 374 proposal. Di samping itu, Kementerian Koperasi dan UKM juga telah melakukan bantuan perkuatan, antara lain bagi kelompok pemuda dan kelompok wanita, bagi pelaku usaha yang sudah memulai usahanya dapat pula mengakses Kredit Usaha Rakyat melalui bank yang ditunjuk. Untuk meng-akses pemasaran, Kementerian juga mempunyai kegiatan pameran nasional maupun internasional dalam upaya memasarkan produk KUKM, di samping juga tersedianya gedung
Dalam menjalankan program-proram kewirausahaan, pihak-pihak mana saja yang menjadi mitra? Kewirausahaan sudah menjadi isu nasional, dan Kementerian Koperasi dan UKM sesuai Inpres 4 tahun 1995, tentang Gerakan Nasional Kewirausahaan menjadi leading sector untuk penumbuhan dan pengembangan kewirausahaan. Oleh karena itu, seluruh instansi pemerintah menjadi mitra dalam menjalankan program-program kewirausahaan. Hal ini terwujud pula dalam Kesepakatan Bersama 5 Menteri, yakni Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Perindustrian, Menteri Kelautan dan Perikanan serta Menteri Pemuda dan Olahraga tentang Perluasan Kesempatan Kerja dan Peningkatan Kesejahteraan Tenaga Kerja melalui Penciptaan dan Pengembangan Wirausaha. Di samping peranan swasta seperti PT. SHELL, PT. Telkom, PT. Astra, PT. KRAFT dan lain-lain, serta peranan perguruan tinggi yang juga diwujudkan dalam kerja sama seperti IPB, Universitas Mercu Buana, Universitas Haluleo, UNDIP, ITS, Institut Perguruan Tinggi Perempuan yang mempunyai peran dalam memotivasi, membimbing calon sarjana untuk menjadi wirausaha di samping lembaga masyarakat lainnya yang mempunyai kepedulian terhadap kewirausahaan. Bagaimana pemasaran produk-produk pengusaha hasil binaan Menkop & UKM? Melalui berbagai kegiatan pameran, baik tingkat nasional maupun internasional, di samping itu juga disediakan tempat untuk memamerkan produk dari seluruh
Nusantara di gedung SMES’Co, Jl. Gatot Soebroto, Pancoran, Jakarta Selatan. Diharapkan dari kegiatan pameran itu para pengusaha dapat dipertemukan dengan buyer yang pada akhirnya akan terjadi transaksi eksport ke manca negara. Oleh karena itu harus dibarengi dengan peningkatan kualitas SDM dalam menghadapi arus globalisasi, AFCTA sehingga KUMKM mampu bersaing dengan produk import. Dalam ICE tahun ini, dengan tema Kemitraan bersama Komunitas untuk Indonesia Unggul, kami melibatkan 4 elemen; pemerintah, akademisi, bisnis, dan komunitas. Bagaimana pandangan Kementerian tentang event seperti ini? Kita sepenuhnya menyadari, bahwa perwujudan cita-cita menumbuhkembangkan wirausaha tidak sederhana, perlu dukungan, komitmen dan kerja sama seluruh civitas akademika baik itu dalam bentuk komunitas maupun bentuk lainnya, jajaran pemerintah pusat dan daerah serta kalangan dunia usaha dan civitas akademika perlu menyingsingkan lengan baju membantu pemerintah dan masyarakat dengan memberikan solusi konkrit mengembangkan kewirausahaan dan menciptakan kaderkader intelektual koperasi berwawasan wirausaha Oleh karena itu kegiatan ICE, sangatlah menunjang program pemerintah dalam meningkatkan ekonomi rakyat yang sekaligus dapat mengurangi pengangguran terutama dari kalangan intelektual. (Editor: mry)
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
73
closer with
closer with
sama dengan yang kita terima. Baginya, sebuah aksi, akan selalu menghasilkan reaksi yang sama seimbangnya. Maka, kita tidak boleh sungkan berbagi. Dengan memberi, sesungguhnya kita menerima.
Agus Muharram Deputi SDM Kementerian Koperasi dan UKM
Lima Prinsip Dasar dalam Kerja Di tengah kesibukannya yang padat dan formal, Pak Agus, demikian ia biasa disapa, masih menyempatkan diri menikmati hobinya, menyanyi. “Saya ini pop singer. Pernah juga punya rekaman kecil-kecilan,” akunya pada FMPM.
D 74
alam pekerjaan, ia memegang prinsip yang tegas. “Kita ini harus hidup. Kalau hidup tentu dalam
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
bekerja kita harus berenergi,”ujarnya. Energi yang kita keluarkan itu, menurut orang penting di Kementerian Koperasi ini, akan
5 Hal dalam Filosofi Kerja Ditanya tentang filosofi hidup yang membuatnya sukses seperti sekarang ini, Agus menjawab, “untuk saya ada lima prinsip penting yang selalu saya bawa dalam pekerjaan saya,” akunya. Pertama, attitude. Kedua, knowledge. Ketiga, keterampilan dan keempat, networking, jaringan silaturahmi. Yang terakhir, bagaimana memanfaatkan peluang. “Ketika kita diberi tugas, kita harus melaksanakan dengan berserah diri, artinya hendaknya ada hubungannya dengan agama yang kita yakini. Karena meski kita bekerja, sering hasilnya bukan kita yang mengaturnya. Tapi kita harus selalu berusaha, dan tidak cukup hanya berharap dan berdoa. Dalam bekerja juga, kemampuan saja ternyata tidak cukup, bila kita tak punya jaringan. Kemampuan kita, kalau begitu, serasa tak berarti banyak untuk orang banyak. Banyak pengusaha dadakan, menurut ayah dua anak ini, kurang bisa berjuang dan berinovasi. Kebanyakan sudah merasa puas dengan apa yang diperolehnya dari pendidikan dan model-model bisnis yang umum. Tak heran kalau masih banyak yang jalannya biasa-biasa saja. Pernah Jadi Pop Singer Kepresidenan Hobi yang disalurkannya secara agak serius adalah menyanyi. Dari kecil ikut kejuaraan-kejuaraan dan lomba menyanyi. “Saya ini pop singer kepresidenan. Saya punya rekaman kecilkecilan,” akunya. Hobi lain yang ia tekuni
adalah melukis. “Saya juga senang jalanjalan melihat ke mall, lalu merenungi betapa orang sulit mencari rejeki,” ujarnya sambil menceritakan seorang pedagang mi ayam yang membuat hatinya trenyuh (tersentuh, haru), ketika menjajakan dagangan sampai larut malam saat kita semua sudah nyaman tidur. Pengalaman melihat perjuangan hidup orang-orang kecil seperti itulah agaknya membuatnya begitu mencintai Indonesia, yang ia inginkan menjadi negara yang lebih maju dari sebelumnya dan terbebaskan dari masalah-masalah kemiskinan dan diskriminasi. “Maka waktu jadi deputi pemasaran, saya tambahkan tagline untuk pemasaran kalimat ‘mari membeli produk buatan Indonesia’,” katanya tampak bangga dengan segala yang berbau Indonesia. Small is Beautiful Ditanya soal buku kesayangan, ia mengaku punya dua buku yang sangat berpengaruh dalam hidupnya. Ia juga pengagum pengarang-pengarangnya. Pertama, David J. Schwartz, dengan bukunya Berpikir Positif dan Berjiwa Besar (The Magic of Thinking Big). Lalu, E. F. Schumacher, Small is Beautiful. “Kita harus berjiwa besar, tidak boleh merasa kecil,” ungkapnya menyinggung buku yang merujuk pada buku yang dibacanya. “Kita juga jangan merasa besar terus. Biar kecil, kita bisa memberi arti. Berawal dari yang kecil,” tambahnya lagi. Ia lalu mengutip syair Bimbo yang berbicara soal perjuangan hidup; “Buatlah jalan setapak yang menuju mata air”. (Editor: mry)
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
75
point of view
Jos Luhukay
Wakil Direktur Bank Danamon
Pendanaan Wirausahawan Komunitas Perlu Memiliki Badan Hukum
point of view
Tuturan yang tajam dan menyeluruh tentang bagaimana prasyarat menjadi seorang entrepreneur yang siap itu, diselinggi dengan paparan keprihatinannya akan situasi birokrasi Indonesia yang kadang menghambat tumbuhnya kewirausahaan. “Di Indonesia itu soal perijinan ribet sekali,� ungkapnya menyinggung bagaimana prosesnya sebuah usaha bisa berdiri. Dalam situasi seperti itu, komunitas adalah alternatif yang tepat untuk menumbuhkembangkan kewirusahaan. Di situlah peran Bank tetap dianggap penting menurutnya. Hanya saja, pendanaan dari Bank hanya bisa terlaksana bila sebuah komunitas memiliki badan hukum yang jelas. Berikut uraian lebih dalam orang nomor dua di Danamon Indonesia ini dalam wawancara FMPM beberapa waktu lalu.
Menurut Anda apa ciri-ciri seorang entrepreneur yang baik itu? Secara umum entrepreneur itu muncul dari kreativitas dan inovasi. Tanpa kreativitas, entrepreneurship tak akan ada. Jadi, prasyarat-prasyarat dari sisi orangnya, wirausahawannya adalah orang-orang yang mempunyai semangat bisa. Jika dia gagal, maka dia akan bangkit lagi. Jadi, ada isu semangat bisa yang menjadi prasyarat yang penting juga dalam hal ini. Cukupkah dengan hanya kreativitas? Tentu saja tidak. Ada tiga prasyarat formal dalam kewirausahaan, selain kreativitas. Pertama, jelas akses ke modal. Akses ke modal menjadi sesuatu yang agak rumit karena jika si calon wirausahawan mengajukan pinjaman dalam bentuk kredit, maka si calon wirausahawan akan menghadapi prasyarat-prasyarat seperti: usaha minimal sudah berjalan selama 2 (dua) tahun, ada tidaknya pembukuan usaha dan sebagainya. Jadi umumnya untuk entrepreneurship, institusi perbankan tidak cocok.
Wawancara & Foto Utama : Harry Budiman
76
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
Jadi, permodalan untuk entrepreneurship dapat diakses ke, pertama, Modal Ventura, seperti dari Bahana, PNM. Modal ventura selalu muncul dalam 2 bentuk, yaitu
pinjaman dan penyertaan modal. Dalam pemberian pinjaman atau penyertaan modal, Modal Ventura mensyaratkan si wirausahawan harus berlindung di belakang sebuah atau diayomi, diwadahi sebuah badan hukum seperti CV, PT atau koperasi. Kalau tidak ada badan hukum, pinjaman tersebut merupakan pinjaman individual dalam bentuk kredit tanpa agunan (KTA) atau kredit dengan agunan. Kredit dengan agunan mensyaratkan si entrepreneur memiliki harta yang bisa diagunkan, seperti rumah, motor. Jika tidak memiliki harta, si entrepreneur harus dibantu oleh seseorang. Selain Modal Ventura, ada akses permodalan lain yang namanya Angel Investor, ini bisa dilatih dengan adanya sebuah intermediasi, misalnya sebuah institusi akademik yang kemudian mengumpulkan entrepreneur-entrepreneur ini dan mereka mempresentasikannya. Atau akses lain, Keluarga. Di Indonesia, masyarakat-masyarakat tertentu, seperti Padang, Cina, memiliki kekeluargaan yang kental sekali. Jangan kecilkan yang ketiga ini, justru yang ketiga ini paling besar, sehingga urutannya keluarga, angel
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
77
point of view
investor dan modal ventura. Kalau di luar negeri urutannya memang terbalik: modal ventura, angel investor dan keluarga. Prasyarat lain adalah akses ke teknologi atau skill. Sesuatu yang kadang-kadang langka atau si wirausahawan cenderung tidak tahu atau tidak bisa mendekatinya. Saya mengambil contoh dari cerita sebenarnya, bagaimana seorang anak muda melihat peluang bahwa belum ada orang yang menternak kalkun, kebanyakan orang Indonesia menternak ayam, bebek. Anak muda ini memperoleh ide tersebut setelah dia menonton film Thanks Giving. Anak muda tersebut harus terbang ke Amerika bagian timur untuk bertemu dengan peternak kalkun yang ahli karena di Indonesia belum ada peternak kalkun. Ketuntasan dalam gagasan itu adalah skill atau technical ability. Jadi, gagasan yang tadinya ada bisa hidup atau mati ditentukan oleh akses ke teknologi atau skill. Apa hambatan-hambatan umum para wirausahawan di Indonesia? Ini berhubungan dengan prasyarat ketiga sebenarnya. Bila orang ingin jadi wirausahawan yang siap, ia mesti punya akses ke pasar. Tapi apa yang terjadi? Di Indonesia, seringkali akses ke pasar merupakan sesuatu yang bersifat privilege, hanya pihak-pihak tertentu yang bisa mendapatkan akses ke pasar, pihakpihak dari luar tidak bisa masuk. Selain itu, akses ke pasar sarat dengan regulasi dan seringkali regulatornya lebih dari satu. Saya ambil contoh ponsel ini, salah satu regulatornya Bank Indonesia karena berkaitan dengan uang, Departemen Komunikasi dan Informatika karena memakai frekuensi radio. Departemen Perhubungan, dalam hal ini Jasa Marga.
78
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
point of view
Kondisi tersebut membuat pengurusan ijin ribet sekali di Indonesia. Jadi, akses ke pasar selain dikuasai oleh pihakpihak yang memiliki priviledge, juga regulatornya banyak dan regulasinya berlaku. Hal-hal tersebut membuat bank tidak bisa melakukan perannya. Banyak sekali kendala-kendala yang harus dihadapi oleh wirausahawan di Indonesia, akibatnya, secara umum, yang lebih feasible adalah wirausahawan yang peringkatnya kecil, seperti Komunitas Nebeng.Com, Komunitas Tangan Di Atas, yang bergerak di bidang consumers goods. Wirausahawan yang mau berusaha di bidang UKM akan susah karena kendala regulasi. Selain itu, budaya masyarakat pun bisa menjadi penghalang untuk melakukan inovasi atau berkreativitas. Kondisi ini perlu diatasi untuk memberikan ruang bagi inovasi atau kreativitas wirausahawan. Di antara tiga prasyarat tadi di mana peran Bank? Tiga hal tersebut yakni akses ke modal, akses ke teknologi/skill dan akses ke pasar merupakan prasyarat yang tidak bisa dipungkiri. Semua upaya
entrepereneurship harus menghadapi dan mengatasi ketiga hal ini. Akibatnya, yang paling bisa adalah di bidang-bidang konsumen. Jika kita melihat di mana peran bank, peran bank susah. Bank akan menanyakan gagasannya seperti apa, sudah ada yang mau belikah, akses pasar musti ada dulu. Jadi, bank selalu menanyakan dari hulu sampai hilirnya. Jadi, gagasannya mesti yang sifatnya sangat konsumen, yaitu usaha kecil. Di Indonesia, usaha kecil, antara perusahaan dan usaha per orangan kelabu. Jadi kalau ada agunan, agunannya agunan pribadi sehingga entrepreneurship yang ada di Indonesia selalu kelabu, dimana keuangan pribadi dan pembukuan usaha menyatu. Hal tersebut menyulitkan untuk membaca pembukuan usahanya dan mengenakan pajak kepada si wirausahawan. Dengan kondisi tersebut, komunitas dapat memainkan peran penting untuk menumbuhkan dan mengembangkan entrepreneurship. Untuk itu, komunitas perlu memiliki badan hukum. Jika komunitas tidak memiliki badan hukum, bank atau lembaga pendanaan tidak bisa mendanai karena tidak tahu siapa yang harus dibiayai. Jika komunitas memiliki badan hukum, misalnya koperasi, bank atau
lembaga pendanaan, akan jauh lebih mudah untuk dibiayai karena ada budaya malu. Namun, mau tidak mau Bank harus kreatif juga untuk bisa membiayai. Danamon melakukan hal yang dilakukan oleh Muhammad Yunus dengan memberikan pinjaman kepada orang yang paling lemah dari suatu komunitas, melalui Dana Simpan Pinjam Danamon. Komunitas yang menjadi target dari Dana Simpan Pinjam ini adalah komunitas pasar basah dengan jumlah sekitar 12.000 pasar. Hubungan mereka sebatas hubungan sosial, namun budaya malu mereka sangat kuat. Jika ada salah satu orang dari komunitas pasar basah tersebut tidak bayar, maka komunitas pedagang pasar basah di pasar tersebut tahu. Hal ini pun juga dilakukan oleh Bank Sahabat, TP.Rachmat. Dalam struktur peraturan BI, ada jalan keluar yang cukup baik. Jadi di Komunitas itu perlu sekali badan hukum (Koperasi), ada AD/ART, syarat keanggotaan, tindakan disipliner, dan sebagainya. Sebaiknya, sifatnya menyimpan terlebih dahulu, sebelum meminjam. Lalu, diangkat 3 orang anggota komunitas. (editor: mry)
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
79
closer with
closer with
Jos Luhukay Wakil Direktur Bank Danamon
IT, Traveling, Dari
sampai
Perbankan
Salah satu media berkomentar pada ungkapannya sebagai “orang yang tak pernah gagal”. Betapa tidak, dunia kajian dan pekerjaannya mencakup bidang-bidang yang tak selalu berhubungan. Namun dalam ketekunan dan rasa ingin tahunya yang tinggi, ia menguasai semua bidang yang ia pilih itu dengan profesional.
Manuver ke Dunia Ekonomi Kedekatannya kepada ekonomi secara praktis bermula karena seringnya ia mengikuti rapat pengambilan keputusan pada Bank Niaga, tempat ia bekerja dulu (1989 – 1990; 1994-1995). “Sampai-sampai saya mengalami pembelokan bidang, memimpin masyarakat pasar modal, kemudian menjadi ketua pelaksana Prakarsa Jakarta yang sama sekali tidak ada IT-nya,” imbuhnya. Itulah titik balik ia menjadi pakar ekonomi.
kembali ke alam, yang jauh dari hiruk pikuk dunia bisnis dan perkotaan. Tak heran bila ia sangat akrap dengan dunia traveling. Ia masih menyempatkan diri traveling untuk mempelajari budaya asing. Bukan Eropa yang ia tuju, tapi negara-negara seperti Tibet, Nepal, dan Zimbabwe yang ia datangi. ”Dua sampai tiga kali, dan selalu dengan keluarga, terutama anak-anak saya. Saya lebih suka mengunjungi tempat-tempat yang tidak banyak dikunjungi turis, walaupun juga tidak menutup kemungkinan pergi ke Eropa dan Amerika,” tutur pria yang hanya betah tidur empat jam dalam sehari itu. “Saya ingin dekat dengan alam, kembali ke alam,” tutur pendiri Fakultas Ilmu Komputer UI itu. Cara mengatasinya, ia kerap kali melakukan tetirah ke negeri sepi seperti Tibet, untuk menengkan diri. Negeri itu memang negeri penuh keajaiban, baginya. Di sana kerap terjadi sesuatu yang tak dapat dinalar, hal yang juga terjadi di Indonesia. Misalnya tekanan demi tekanan yang terus menghimpit bangsa ini, tapi tak luntur. “Itulah mistik,” ujarnya. (Editor: mry)
osisinya yang kini ia emban, sebagai Wak il Direktur Bank Danamon sejak tahun 2008, bukan dunia yang begitu saja masuki. Ia merencanakan semua dengan serius dan penuh ketekunan. “Sejak umur 17 tahun saya telah merancang masa depan saya, kira-kira pada usia 55 tahun saya menjadi apa, usia 25 tahun berencana memperoleh Phd. Saya membuat proyeksi yang cukup panjang tentang masa depan,” katanya.
dengan menjadi teknisi Angkatan Udara. Sayang itu tak lama dilakoninya, lantaran kehidupan tentara yang sangat minim membuatnya tak betah. Ada pendorong mengapa ia memilih Angkatan Udara. Selain karena kakeknya prajurit TNI Angkatan Udara, ia tak menyukai Angkatan Darat. “Angkatan darat tugasnya hanya perang melulu, di AU ada kenikmatan ketika kita bisa menerbangkan pesawat,” kilahnya.
Pada krisis ekonomi 1998 lalu ia dengan berani menyampaikan telaahannya berkaitan dengan beberapa kecenderungan miring para bankir negeri ini. Menurutnya, salah satu sebab kejatuhan ekonomi Indonesia adalah karena bukan pengusaha yang mengejar modal. Biodata Sebaliknya para bankir Nama : Joseph Fellipus Peter Luhukay menguber pengusaha Lahir : Jakarta, 18 Desember 1946 untuk menyalurkan Pendidikan : dananya. Sayangnya 1. Teknik Elektro, Universitas Indonesia (S1, 1972) ketidakefektifan aparatur 2. Ilmu Komputer, University of Illinois at UrbanazChampaign, AS (MSc., 1982) pemerintah dan pengusaha 3. Ilmu komputer, University of Illinois at Urbanamembuat banyak terjadi Champaign, AS (Ph.D., 1983) 4. Executive Workshop on Information Management, pelanggaran di semua lini.
Menjadi Teknisi di Angkatan Udara Karir awalnya justru ia tekuni di dunia IT (Information Tecnology). Cita-cita kecilnya menjadi insinyur ia wujudkan
Sepanjang 1972 hingga 1977 ia malang melintang di berbagai lembaga sebagai teknisi. Pada 1980 ia memperdalam ilmu komputer di University of Illinois
Traveling dan Penenangan Diri Di sela-sela kesibukannya yang serius, ia selalu merindukan
P
80
di Urbana Champaign, AS, hingga memperoleh gelar Ph. D. (1983). Sekembalinya dari Amerika Serikat ia mendirikan Fakultas Ilmu Komputer UI. “Saya merasakan bahwa perkembangan IT 99,9 % terletak di negara maju, dan kita hanya sebagai pemakai. Itulah yang membuat saya terdorong mendirikan Fakultas Ilmu Komputer,” ujarnya.
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
Harvard Business School, Boston, AS (1993) 5. Executive Workshop on Making Corporate Boards More Effective, Harvard Business School, Boston, AS (2002)
Keluarga Anak
: 2 (dua anak)
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
81
marketing
marketing
Brand Community: Branding from Within Oleh: Handyanto Widjojo
Sangat wajar bila merek-merek legendaris memiliki komunitas yang kuat. Yang istimewa adalah bila komunitas melahirkan sebuah merek.
J
elas lebih mudah bila suatu merek dengan reputasi yang baik dapat menarik para konsumennya menjadi suatu komunitas. Ada performance dan experience merek yang teruji sebagai daya tariknya. Komunitas tumbuh dan berkembang semakin besar dan akhirnya memperkuat merek yang diusungnya. Bagaimana bila situasinya dibalik? Dapatkah merek muncul dari dalam suatu komunitas? Bila mungkin, bagaimana proses pembentukannya? Bagaimana menumbuhkan keyakinan pasar terhadap merek tersebut? Merek yang berasal dari komunitas memang jumlahnya masih sedikit di Indonesia dibandingkan dengan merek yang dibentuk dari komunitas yang berorientasi pada merek tertentu
ataupun komunitas independen penggemar merek tertentu. Untuk memudahkan pembahasan lebih lanjut, merek yang tumbuh dari dalam komunitas disebut sebagai community brand sebagai pembeda dengan brand community (komunitas yang terkait dengan merek tertentu yang sudah ada). Sebagian potensi yang benar-benar muncul dari dalam suatu komunitas (community brand) masih tersembunyi dan hanya populer di kalangan komunitas itu sendiri, walaupun sebagian lagi telah melejit bahkan gaungnya sampai ke luar negeri. Sebut saja merek Bike to Work (B2W) yang kiprahnya telah dikenal di kalangan internasional. Beberapa lagi yang masih merupakan primordial community brand adalah Natural Cooking Club (NCC) dan I Light This.
Gambar 1. The Circle of Branding in Community (Di-adaptasi dari de Chernatony 2001)
82
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
83
marketing
marketing Brand Community Positioning Spectrum
GAGASAN • Merek yang tumbuh dari dalam komunitas disebut sebagai community brand, sedang brand community adalah komunitas yang terkait dengan merek tertentu yang sudah ada. • Community brand terbangun karena suatu visi yang kuat akan kehidupan yang lebih baik.
What you have Infrastructure & Assets
What you do Products and Service
• Visi dari komunitas mendorong terbentuknya nilai–nilai merek yang akan menjadi landasan yang kokoh bagi pembangunan merek dalam komunitas. • Upaya membangun merek baik melalui komunikasi maupun orientasi pengalaman perlu dilakukan terfokus, pesan yang jelas dan didasari saling percaya.
2.
Pemimpin komunitas yang berani membuat terobosan visioner harus hadir sebagai sosok yang kuat, sebagai
84
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
Value Crystallization Adanya visi kuat dari komunitas akan mendorong terbentuknya nilai–nilai merek yang akan menjadi landasan yang kokoh bagi pembangunan merek dalam komunitas tersebut. Nilai-nilai tersebut membangun kepercayaan dan keterikatan yang kuat dan merupakan dasar pembentukan positioning merek.
Why you do it Cause and Value
Gambar 2. Flow Chart of Brand Expression
KEYWORDS: community brand, brand community, branding process.
penancap bendera mula-mula dalam proses pembangunan community brand. Komunitas tersebut tidak harus memiliki banyak anggota, walaupun juga bukan berarti komunitas dengan sedikit anggota. Hal yang lebih penting adalah adanya keeratan hubungan dan dukungan bagi pemimpin dan penggerak komunitas tersebut atas dasar orientasi visi dan misi yang sepaham.
Who you are People & Personality
Community Brand Building Process
• Komunitas yang solid membawa dampak positif dalam pembangunan merek dari dalam.
Born from the Vision Bila ditinjau kesamaan pola merek yang tumbuh dari suatu komunitas maka faktor adanya visi yang kuat merupakan hal pertama yang harus ada. Visi tersebut biasanya didasari nilai-nilai luhur untuk membuat kualitas kehidupan menjadi lebih baik dan lebih berharga. Munculnya B2W diawali dengan keprihatinan terhadap masalah kemacetan lalu lintas dan polusi udara yang parah, sehingga lahirlah visi untuk terciptanya lingkungan hidup yang sehat dengan bersepeda dan dituangkan dalam misi membangun jalur prioritas bersepeda. NCC memiliki visi mencetak pendapatan dari dapur rumah dan dijabarkan dalam misinya mendorong pengusaha kue rumahan sebagai gerakan ekonomi dari dapur sendiri. I Light This dengan tagline-nya Lighting Gravity Community mencoba mengangkat aliran fotografi seni urban dengan meramu beberapa elemen seni dan visual pencahayaan.
How you do it Approach & Expertise
3.
4.
5.
konflik internal dan tidak bertentangan dengan norma dan nilai-nilai di dalam dirinya. Identitas dan Ekspresi Diri Konsumen lebih menyukai suatu merek karena mengekspresikan karakter dan identitas dirinya. Emosi dan Kecintaan Konsumen menyukai barang atau jasa karena mereka menyukai mereknya. Persepsi dan Program Konsumen menyukai suatu merek karena program komunikasi yang dilakukan menimbulkan persepsi positif yang dapat diterima berdasarkan logika mereka. Manfaat dan Janji Konsumen menyukai suatu merek karena adanya manfaat nyata dan pemenuhan janji yang meyakinkan.
Proses branding yang terjadi dari/ pada community brand tidak dimulai dari what you have, namun dimulai dengan why you do it, berbeda dengan positioning spectrum yang biasa terjadi pada komunitas yang berdasarkan atau berorientasi pada merek tertentu. Hal ini dimungkinkan karena the first consumers adalah komunitas itu sendiri (internal consumers). Positioning dalam hal ini merupakan penguatan nilai inti suatu merek berdasarkan nilai moral dari komunitas tersebut. Dengan demikian fase who you are merupakan ekspresi nilai-nilai yang tampak dari karakter merek. Tahapan berikutnya adalah how you do, what you do. Komunitas mulai memikirkan cara mengembangkan dan mengomunikasikan community brand kepada pasar eksternal serta cara meramu bauran pemasaran lainnya
Buchholz, A and W. Wördemann (2000) menjelaskan perlunya 5 hal yang harus ada dalam pikiran konsumen sehingga suatu merek dapat diterima : 1. Norma dan Nilai Konsumen lebih menyukai suatu merek karena tidak menimbulkan
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
85
marketing
marketing pasar terbuka. Kuncinya adalah kepuasan konsumen yang terjaga dan terus ditingkatkan dari dalam dengan tetap mendengarkan aspirasi dan masukan dari anggotanya. Hal ini akan mendorong keterlibatan anggota komunitas yang lebih besar. Dengan demikian perbaikan dan pengembangan diri terhadap merek akan terjadi dengan sendirinya. Hal ini juga mendorong terjadinya pembelian kembali dan loyalitas pelanggan karena adanya dorongan untuk terus menghidupi merek tersebut.
dalam aktivasinya. Tahapan akhir dari pengkristalan nilai brand adalah mencari sumber daya (what you have), baik secara internal atau eksternal untuk merealisasikannya community brand yang siap berekspresi, bertumbuh dan berkembang dalam dunia tanpa batas (borderless community). Path to The New Brand Komunikasi internal dalam proses membangun merek perlu diupayakan secara konsisten dan berkesinambungan sehingga setiap anggota komunitas senantiasa memperoleh perkembangan informasi terkini serta melakukan peran aktif mereka dalam membangun cerita sukses merek yang sedang dibangun. Tujuan utamanya adalah meningkatkan pemahaman setiap anggota komunitas
86
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
terhadap merek tersebut dan menurunkan persepsi negatif yang berpotensi sebagai penghalang proses pembentukan merek. Oleh karena itu, upaya membangun merek baik melalui komunikasi maupun orientasi pengalaman perlu dilakukan terfokus, pesan yang jelas dan didasari saling percaya. Dengan demikian akan terbentuk hubungan yang berarti antara merek yang dibangun dan komunitas (Davis and Dunn 2002) serta terbangunnya pembelajaran pengetahuan brand yang berharga. Komunitas merupakan populasi target konsumen yang sempurna dalam pasar captive, sehingga secara logika proses membangun loyaltitas pelanggan lebih mudah bila dibandingkan dengan membangun loyalitas konsumen pada
Strength from Within Komunitas yang solid membawa dampak positif dalam pembangunan merek dari dalam. Nilai-nilai yang diusung akan menjadi tantangan bersama untuk mencapai visi yang telah ditetapkan. Pengaruhnya akan terpancar dari dalam komunitas dan akan menjadi magnet bagi external market. Dalam hal ini komunitas berperan sebagai produsen, endorser dan pemasar sekaligus. Suatu rantai pemasaran yang efisien dalam menjangkau external market. Tingkat kepercayaan external market akan berkembang karena adanya bukti melalui pengalaman yang dialami oleh anggota komunitas. Proses adopsi berlangsung lebih efektif karena adanya contoh nyata yang telah teruji dari dalam komunitas. Namun kondisi ini bukan akhir dari proses branding. Clifton and Simmons 2003 menyebutkan bahwa agar suatu brand menjadi besar memerlukan inovasi dan evaluasi berkelanjutan terhadap upayaupaya yang mendorong terciptanya nilai brand secara finansial, yaitu : • Konsistensi dalam menyampaikan pesan dan pemenuhan janji • Kontinuitas perbaikan baik pada
• • •
proses maupun produk Positioning yang berbeda dan lebih baik dari pesaing Komitmen hubungan komunitas dan pasar eksternal dengan merek Kemampuan untuk mempertahankan relevansi merek
Inovasi dan performa merek memiliki hubungan yang erat. Proses branding dari dalam komunitas merupakan langkah awal dari munculnya community brand yang mampu melewati rentang waktu.
referensi Buchholz, A and W. Wördemann. What Makes Winning Brands Different – The Hidden Method Behind The World’s Most Successful Brands, John Wiley and Sons Ltd, West Sussex, England, 2000 Bruce, D and D. Harvey. Brand Enigma – Decoding The Secrets of Your Brand, John Wiley & Sons, West Sussex, England, 2008 Clifton, R and J.Simmons. Brands and Branding, The Economist, Profile Books Ltd, London, Great Britain, 2003. Davis, S.M and M.Dunn. Building The BrandDriven Business - Operationalize Your Brand To Drive Profitable Growth, John Wiley and Sons, Inc, San Francisco, United State of America, 2002.
Handyanto Widjojo Pengajar tetap di Marketing Department Prasetiya Mulya Business School
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
87
marketing
marketing
Gambar 1. Konsep inti sebuah pemasaran
moral dan terakhir, seseorang yang dapat menjadi bagian dari beberapa rumpun.
Community
Marketing
Pemasaran Berbasis Komunitas Oleh: Dudut Urip Prasetyo Akhir-akhir ini istilah pemasaran berbasis komunitas sering kita dengar. Namun seperti apa sebenarnya hal ini bisa diwujudkan?
A
da dua sisi pemasaran, dari sisi produsen dan komunitas sebagai konsumen yang terkumpul secara sukarela, tanpa ikatan formal yang tegas. Menurut Adianto (2008 ), ada 3 jenis komunitas penikmat, yaitu komunitas atraktif, interaktif dan komunitas
88
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
konstruktif. Dia juga menyebutkan ada 7 ciri komunitas penikmat, yakni konsumen aktif, konsumen mengonstruksi, konsumen mengekspresi sekaligus merefleksi, konsumen yang memiliki ikatan kebersamaan, memelihara ritual dan tradisi, memiliki tanggung jawab
Gambar 1 memperlihatkan bagaimana lazimnya hubungan yang terbentuk antara Industry (Produsen) dan Market (Kumpulan Konsumen). Produsen akan mendapatkan feedback dari konsumennya tentang seperti apa produk yang dibutuhkan dan diinginkan konsumen. Lantas produsen akan melakukan pematangan konsep tentang produknya di internal perusahaannya, sampai kepada rencana mereka untuk masuk ke pasar. Produk yang dihasilkan tersebut akan sampai di tangan konsumennya melalui aktivitas dari Marketing Mix, sehingga akan muncul sebuah persepsi di benak konsumen berdasarkan janji-janji yang diberikan produsen terhadap produknya. Persepsi yang muncul itu tentunya akan dibuktikan oleh konsumennya setelah dia mengonsumsinya. Demikian uraian dari Kottler dan Keller (2006) dalam bukunya Marketing Management. Co-Creation Strategy Konsep yang sederhana ini sekarang
berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan peradaban manusia. Terakhir kita mengenal sebuah konsep yang melibatkan konsumennya untuk masuk terlibat ke dalam pembuatan desain produknya. Strategi seperti ini dikenal dengan nama CoCreation Strategy, konsep ini dikembangkan oleh Kottler & Keller (2006). Tantangan terbesar ke depan adalah sampai sejauh mana pihak Produsen dalam hal ini pihak Brand management “rela� dicampuri urusannya oleh orang luar perusahaan. Padahal orang luar perusahaan yang dimaksud bisa saja datang dari konsumen loyal atau dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang mungkin saja ingin menghancurkan brand tersebut. Pengalaman menarik yang bisa di bagi pada kesempatan ini adalah bagaimana sebuah merek dari produk yang biasa dikonsumsi secara sadar ingin melibatkan konsumennya di dalam hal dia berpromosi. Tujuan awalnya adalah agar tercipta sebuah “bonding� antara merek produk dari perusahaan tersebut dengan konsumennya. Untuk mewujudkan strategi pemasaran ini, pihak perusahaan bekerja sama dengan agensi pemasarannya. Keterlibatan paling awal adalah bagaimana para konsumen dilibatkan dalam mengumpulkan kata-kata bijak yang menggelitik, yang mampu dicerna
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
89
marketing
marketing GAGASAN • Kemajuan teknologi memungkinkan pemasaran dilakukann dengan peran besar konsumen. • Dalam Co-Creation Strategy konsumen dilibatkan secara langsung dalam penciptaan produk dan pemasarannya. • Dalam konteks Co-Creation Strategy, ada dua cara pemasaran, menggunakan teknologi informasi dan cara konvensional. KEYWORDS: marketing, komunitas, co-creation strategy, teknologi informasi.
dan memberi arti di mata konsumen. Katakata tersebut nanti akan dikumpulkan dalam sebuah bank kata-kata yang bisa diakses oleh semua konsumennya. Hal di atas diambil dari Anonim (2002), dalam Catatan A Mild Brand Plan. Sudah barang tentu ide ini disambut sangat antusias oleh konsumennya, karena memang sudah muncul semacam “soulmate” antara konsumen loyalnya dengan cara-cara merek produk tersebut berpromosi. Tidaklah heran dalam waktu singkat sangat banyak kata-kata bijak yang masuk ke bank kata-kata tersebut. Banyak sekali keuntungan yang dapat diraih perusahaan dengan melibatkan konsumennya secara aktif di dalam berpromosi. Selain terciptanya “bonding”, perusahaan juga akan mendapatkan semacam tenaga sukarela yang berfungsi sebagai mata dan telinga perusahaan tentang apa-apa yang ada dan sedang “In” di tengah-tengah masyarakat yang ada hubungannya dengan soul dari merek produk kita. Mereka adalah kaum loyalis produk kita, yang tentunya akan menjadi asset perusahaan yang sangat berharga. Hal ini tidak bisa diraih secara sepotongsepotong dalam waktu singkat, artinya perusahaan juga dituntut untuk konsisten melakukan perbaikan yang merupakan
90
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
tuntutan yang muncul dari konsumennya. Janji-janji yang diberikan perusahaan, selamanya akan diuji oleh para konsumen dan suka atau tidak akan dinilai, maka aka nada 3 kemungkinan yang muncul : Pertama, janji perusahaan yang tidak menjadi kenyataan, artinya kenyataannya di bawah ekspektasi konsumen, maka sangat wajar bila konsumen akan kecewa. Dan mengelola orang atau sekumpulan orang yang kecewa tentulah tidak mudah. Kedua, janji perusahaan yang berhasil dipenuhi, misalnya perusahaan berjanji untuk “sesuatu” yang bernilai 10, dan kenyataannya konsumen merasakan janji itu telah berhasil diberikan perusahaan di sekitar angka 10 dan 11, maka dapat dipastikan konsumen akan terpuaskan. Ketiga, hampir sama dengan hal kedua, hanya saja kenyataannya yang bisa dirasakan konsumen bernilai 13 atau lebih, dan itu terjadi secara terus menerus, sehingga dengan image yang sangat positif dimiliki perusahaan maka konsumen yang loyal tersebut malah bersedia menjadi pembela merek produk dari perusahaan kita. Sehingga tidak jarang kita temui dimasyarakat munculnya kelompok-
kelompok loyalis dan bersedia membela sebuah merek, bahkan mereka membentuk komunitas-komunitas yang mengatas namakan merek dari produk kita. Eksekusi pemanfaatkan komunitas untuk kepentingan pemasaran perusahaan sangat banyak ragamnya, secara umum dapat kita kelompokkan menjadi 2 besar: pemanfaatan dengan menggunakan IT dan pendekatan konvensional. Komunitas Pengguna IT Pengguna Internet naik cukup dramatis dalam 5 tahun terakhir ini. Menurut catatan Asosiasi Digital Marketing, pada tahun 2009 Quartal 3 pengguna internet di Indonesia mencapai 30 juta, meskipun yang benar-benar punya account dan aktif berselancar hanya 9 juta pengguna internet. Mereka memperkirakan angka ini akan terus bertambah mencapai 146 juta di akhir tahun 2010 (ADMI 2010, pada www.asiadma.com). Kehadiran media seperti internet semakin membuat dunia nyaris tanpa batas. Kita semakin gampang berhubungan dengan orang lain yang ttinggalnya di belahan bumi lain yang mungkin saja baru saja kita kenal. Tentunya para pemasar akan melihat fenomena semacam ini sebagai peluang untuk digunakan sebagai alternatif media berkomunikasi dengan para konsumennya. Para pemasar harus proaktif di dalam menyambutnya, agar dapat menjadi bagian subjek dari media ini. Dengan memanfaatkan penemuan IT ini, akan sangat dimudahkan dalam banyak hal, misalnya apabila kita menginginkan informasi tentang sebuah produk melalui
media on line. Kita cukup mengetikkan kata yang ingin kita ketahui melalui “search engine” kemudian akan muncul banyak pilihan yang berkaitan dengan kata yang baru kita ketik tadi. Sekarang tinggal kita memilihnya mana yang sesuai dengan kebutuhannya. Ibarat pajangan di sebuah toko, tampilan kita harus mampu “menarik” perhatian dari potensial konsumen kita. Disitulah awal dari sebuah persaingan dimulai. Sehingga kita perlu memikirkannya; dari kata-kata yang menarik perhatian, menggunakan jenis huruf maupun aspek inovasi teknologi lainnya seperti kemudahan di akses, kecepatan tampil dan akurat Sebuah perusahaan otomotif yang meluncurkan produk barunya di sebuah mall di Jakarta Barat menggunakan media on line seperti ini. Dalam hitungan detik kita ter up dated beritanya. Dan informasi ini akan menjadi sangat menarik perhatian bila dilengkapi oleh foto-foto dan rangkaian acaranya. Kita juga bisa mengikuti komentar para pakar Otomotif, dan juga bisa ikut berkomentar. Orang bebas berbicara, siapapun dia. Di sinilah peran pemasar sebagai subjek menggiring opini semua orang ke arah yang dikehendaki oleh perusahaan pemasar itu. Para pemasar harus cerdas menggunakan media on line ini layaknya setajam pisau silet dan secepat kilat, seluruh komunitas terlibat asyik memberi komentar positif terhadap produk kita. Atau juga mampu menggiring opini negatif kembali ke arah positif dengan memberikan tambahan kelengkapan informasi yang belum diketahui sebelumnya.
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
91
marketing
marketing Pendekatan Konvensional Secepat apapun pertumbuhan pengguna Internet di Indonesia, untuk saat ini masih lebih banyak lagi yang tidak menggunakannya. Selain itu kultur bangsa kita yang masih memegang tradisi ketimuran, masihlah cukup relevan untuk para pemasar, fokus menggarap komunitas dilakukan dengan pendekatan konvensional. Khususnya untuk produkproduk yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat sub urban sampai rural di Indonesia. Kita memiliki komunitas nelayan, komunitas tukang ojek, komunitas pesantren dan banyak lagi bentuk-bentuk komunitas yang ada di masyarakat kita. Bekerja dengan komunitas seperti ini tentu saja merupakan tantangan tersendiri buat para pemasar. Sebuah contoh keberhasilan pemasar, adalah pendekatan pemasar pada komunitas pesantren berkaitan dengan kasus produk mi instan yang sedang dinyatakan tidak “halal” oleh pihak lain. Brand management perusahaan berhasil meyakinkan para ulama bahwa produk mereka diproses secara benar dan tidak menggunakan sedikit pun barang haram menurut akidah tertentu. Dan titik puncak dari keberhasilan tersebut adalah bagaimana para ulama tersebut didaulat untuk makan dan mencicipi produk mi yang diisukan haram tersebut. Pelajaran menarik disini adalah Brand Management perusahaan tersebut berhasil mendefinisikan permasalahan yang muncul, yaitu adanya issue sensisitif tuduhan menggunakan lemak babi pada produk mie instantnya , dan menemukan solusi yang tepat dengan menggunakan tokoh berpengaruh, yaitu kelompok kyai
92
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
kharismatik yang sangat dihormati umat islam di Indonesia untuk menjawab issue tersebut, dengan cara mengajak beberapa ulama untuk bersama-sama mengonsumsi produk yang dituduh mengandung lemak babi. Ada banyak tradisi ketimuran yang menjadi dasar para pemasar merancang program promosinya, misalnya kebiasaan di dalam memberi upeti kepada raja, atasan ataupun kokolot, serta keluarga besarnya. Dari kebiasaan ini kita mengenal program Parcel Lebaran, Natalan berupa kemasan khusus, spesial untuk special momento dan sebagainnya. Peristiwa unik lainnya adalah di awal 1990 an tercatat bahwa rokok SE 555 keluaran British American Tobacco (BAT) terjual cukup tinggi dan sangat popular di China, padahal kita tahu bahwa negara itu menganut sistem ekonomi tertutup dan khusus industri rokok disana tergolong investasi yang terlarang dimasuki. Jangankan BAT mendirikan pabrik, melakukan join venture dengan pengusaha lokal pun tidak diperkenankan (Prasetio (1995), Strategy Pengembangan SE 555 di Indonesia). Usut punya usut, ternyata kegemaran merokok dari sang pemimpin tertinggi dan legendaries mereka saat itu Deng Xiao Ping adalah rokok SE 555. Sehingga sangatlah tidak heran dengan fanomena yang muncul di atas, kenapa SE 555 sangat popular di negeri China. Rakyat China selalu ingin mencontoh idolanya, sang pemimpin Deng Xiao Ping, apapun yang biasa di lakukannya, tidak terkecuali juga kebiasaannya mengonsumsi rokok.
Para pemasar mempelajari peristiwa ini dan mengembangkannya di Indonesia dengan mengawinkannya dengan kebiasaan kultur khas kita, maka lahirlah program promosi yang dikenal dengan nama “Leader Smoker”, mereka mendekati sang pemimpin untuk mau mengonsumsi produk mereka dan ditampilkan. Pengertian pemimpin di sini pun makin dikembangkan bukan saja mereka yang punya rakyat saja, tetapi juga mereka yang memiliki fans, yang sekarang mereka lebih kita kenal dengan nama selebritis. Program promosi seperti ini sangat berdampak positif untuk menjaring konsumen pemula yang masih mencari jati diri, sehingga mereka sangat mengidolakan “Hero”nya. Pemasaran berbasis komunitas sangat berbeda dengan pola pemasaran yang secara langsung di sasar ke konsumen. Point penting yang harus kita pegang kuat disini adalah pesan moral yang harus dijaga bila kita akan memasarkan produk kita dengan basis komunitas. Pemanfaatan pengguna IT yang terus berkembang pesat, harus dikelola secara cermat, dikarenakan reaksi yang timbul akibat dari promosi yang kita programkan hanya ada dalam hitungan detik. Dia tidak perlu menunggu naik cetak atau menunggu antrian iklan di jam tayang iklan premium di sebuah stasiun televisi. Dengan membuka website dan diurus dengan baik, sebuah BANK kata-kata akan diseleksi berdasarkan “jiwa” dari brand tersebut. Kepada konsumen yang kiriman kata-katanya terpilih mereka akan mendapatkan hadiah dan diberikan tanda keanggotaan yang spesial. Mereka akan
menjadi keluarga besar dari merek rokok tersebut, dan banyak sekali manfaatnya yang dapat diperoleh, antara lain mereka akan diupdated tentang rencana promosi dan sponsorship. Juga berlaku potongan harga khusus bila akan membeli tiket pertunjukan yang di selenggarakan merek rokok tersebut. Bagi mereka yang percaya dengan promosi konvensional , juga bukan berarti jelek. Suka atau tidak, masyarakat Indonesia pada umumnya masih belum melek teknologi internet, apalagi mereka yang tinggal di pedesaan, dan jumlah mereka yang sangat banyak.
referensi ADMI.2010. Diunduh dari www.asiadma.com pada tanggal 8 Oktober 2010. Anonim, 2002. Catatan A Mild Brand Plan. Sampoerna. Jakarta. Ardianto,E. 2008, Komunitas Konsumen, Teori dengan Pendekatan Antropologi, Prasetiya Mulya, Jakarta. Kottler,P & K.L Keller. 2006. Marketing Management. Edisi 12. Prentice Hall. London. Prasetio,R. 1995. Strategy Pengembangan SE 555 di Indonesia. British American Tobacco. Jakarta.
Dudut Urip Prasetyo
Pengajar Marketing di Prasetiya Mulya Business School
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
93
strategy
strategy
Di
satu sisi, mereka paham bahwa komunitas sekarang menjadi fenomena bak cendawan di musim hujan, namun disisi yang lain, komunitas juga kerap menjaga jarak dengan para pemilik merek. Bahkan, beberapa komunitas yang dari awal susah dibangun (inisiasi pembentukan komunitas), ketika sudah terbentuk dan berjalan, punya potensi kecenderungan belum tentu loyal kepada merek yang memayunginya, sehingga ujung-ujungnya menjadi high cost marketing activity dari sisi perusahaan.
Memahami
“Jinak-Jinak Merpati” Membangun Relasi Komunitas - Perusahaan Oleh: Yudho Hartono Bagai burung yang jinak, tetapi jinak-jinak merpati. Begitulah bisa digambarkan perasaan pemasar di banyak perusahaan ketika mereka mencoba berhubungan dengan komunitas.
94
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
Salah seorang rekan pernah bercerita bahwa di komunitasnya ada contoh nyata bagaimana sebuah komunitas melakukan “aksi cuek” ketika suatu perusahaan melakukan presentasi produk mereka di sebuah acara komunitas. Alasannya sederhana, daripada cuap-cuap memberikan keterangan serta melakukan sosialisasi terhadap keunggulan suatu produk (yang pada saat itu memiliki citra yang negatif ), lebih baik bagi produk itu menjelaskan mengapa ia sampai dipersepsikan negatif di mata konsumennya. Sudah sampai sebegitu tingginya kah posisi tawar komunitas di mata produsen? Welcome to The Enlightened Consumers Era Robert Delamar mengatakan bahwa “Humanity is the centre of the postmodern period: indeed it is helpful to characterize this age as the self centered era.” Kaitannya dengan dunia bisnis adalah semakin banyaknya konsumen yang tiba-tiba menjadi berdaya (suddenly empowered). Namun disisi yang lain, hal tersebut cenderung ditanggapi negatif oleh perusahaan karena mereka tidak siap kehilangan kekuatan untuk mengontrol.
Konsumen sekarang jauh lebih ekspresif bukan karena teknologi dan informasi yang berubah begitu cepat, namun karena mereka memaknai ulang teknologi dan informasi untuk kepentingan mereka. Konsumen mendapatkan jawabanjawaban baru atas pertanyaan mereka yang selama ini dibatasi oleh hambatanhambatan komunikasi. individu ini kemudian saling berbagi di internet untuk mendapatkan kesamaan perasaan dengan teman mereka yang lain di belahan dunia yang berbeda. Rasa saling berbagi dengan memanfaatkan teknologi dan internet inilah yang juga mempercepat proses pembentukan komunitas yang didasarkan dari hubungan online activity yang kemudian ditindaklanjuti dengan kopi darat atau offline activity. Dengan adanya komunitas mereka menjadi saling menguatkan karena kesamaan perasaan tadi. Dalam dunia bisnis sudah saatnya Anda memahami bahwa ini adalah eranya konsumen yang tercerahkan (the enlightened consumers) dan memahami dunia komunitas itu ibarat memahami burung merpati, kadang jinak kadang lari. Mengikis Kesalahan Persepsi tentang Komunitas Masih banyak kesalahan persepsi yang dilakukan oleh perusahaan dalam hubungannya dengan komunitas. Artikel berjudul Getting Brand Communities Right yang ditulis Susan Fournier dan Lara Lee di Harvard Business Review menunjukkan mitos-mitos yang merupakan bentuk kesalahan perusahaan dalam berhubungan dengan komunitas. Beberapa poin di bawah ini merupakan kombinasi pendapat Susan Fournier dan hasil temuan observasi pada beberapa hubungan antara perusahaan dengan komunitas, serta diskusi
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
95
strategy
strategy GAGASAN • Masalah mendasar dalam konsumunitas adalah membangun relasi yang baik antara komunitas dan perusahaan. • Relasi yang tidak terjalin disebabkan di antaranya oleh kesalahan persepsi perusahaan dalam memahami komunitas. • Salah satu langkah strategis perusahaan untuk menjalin hubungan dengan komunitas adalah dengan memahami within – between relationship pada komunitas. KEYWORDS: Brand community, within-between relationship, marketing strategy, consumer.
mengenai kesalahan-kesalahan umum yang dilakukan oleh perusahaan yang bisa dijadikan sebagai catatan oleh para pemasar: Yang pertama, masih banyak perusahaan menganggap keberadaan komunitas adalah untuk melayani bisnis mereka, padahal komunitas itu ada untuk melayani kebutuhan para anggotanya. Individu bergabung dengan komunitas karena memiliki kebutuhan dan alasan yang berbeda-beda. Perlu dicatat bahwa communities are means to an end, not an end in themselves. Komunitas menjadi kendaraan bagi tujuan dari masingmasing individu yang tergabung di dalamnya. Kedua, masih banyak perusahaan yang melihat komunitas hanya berdasarkan “angka” belaka. Diskusi saya dengan salah seorang penggagas teori konsumunitas, Dr Eka Ardianto, menyimpulkan bahwa masih banyak perusahaan berharap bisa bekerja sama dengan komunitas yang memiliki jumlah anggota yang besar. Hal ini disebabkan oleh anggapan yang salah bahwa komunitas yang besar jumlah anggotanya bisa diprediksikan memiliki daya beli terhadap barang atau jasa
96
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
yang ditawarkan oleh perusahaan. Justru perilaku komunitaslah yang nantinya akan mencerminkan agenda yang dibawa oleh komunitas tersebut. Agenda yang mengindikasikan mengapa komunitas itu berdiri (why is this community possible?) inilah yang tercermin dari moral values komunitas tersebut. Ketiga, masih banyak pemasar beranggapan bahwa dengan membangun merek yang kuat maka komunitas akan mengikuti. Anggapan tersebut jelas tidak tepat. Dalam kasus yang kebanyakan terjadi justru merek hanyalah trigger factor yang menyatukan individu. Faktor pencetusnya justru kebutuhan akan wadah dan tempat untuk berekspresi serta saling sharing di antara sesama individu di dalam komunitas. Kasus komunitas IDBERRY (komunitas penghasil blackberry themes di Indonesia) bisa menjadi contoh yang bagus. Dengan nilai yang di usungnya; create-share-collaborate ditunjukkan bahwa nilai yang diusung oleh komunitas kemudian disosialisasikan kepada para anggota baru melalui workshop-workshop pembuatan themes dan setelah itu hubungan akan lebih bersifat informal serta akrab. Kalimat jargonnya, “the link is
more important than the thing”, jadi begitu nyata. Keempat, Social Media strategy dianggap menjadi kunci mendekati komunitas. Kenyataannya tidaklah demikian. Social media strategy hanyalah salah satu strategi komunitas saja. Dalam kasus Yamaha misalnya, hidup bersama dengan komunitas ternyata sudah menjadi bagian dari values Yamaha Global yang mengusung tema “touching your heart”. Dengan berorientasi kepada kepuasan konsumen dan selalu berusaha untuk dekat dengan konsumennya, Yamaha mengakomodir keberadaan komunitas yang digagas oleh konsumennya seperti RXZ Club di tahun 1987 dan RX King Club di tahun 1991. Sadar akan potensi komunitas yang begitu besar, Yamaha
Art
terus menjadikan komunitas sebagai bagian dari strateginya dengan The 360 degrees concept: Touch Entire Aspect of Human Life (Gambar 1). Konsep ini mencoba mengusung tema bahwa Yamaha mencoba mengaktifkan mereknya agar bisa hidup di berbagai konteks komunitas yang ada. Membangun Hubungan Baru dengan Komunitas Pertanyaan yang akan muncul adalah apa langkah yang harus saya ambil kalau ingin berhubungan dengan komunitas? Kajian berikut akan lebih menunjukkan langkah strategis perusahaan dalam memahami hubungan mereka dengan komunitas. Komunitas ini kelak dapat hidup berdampingan dengan perusahaan dalam jangka waktu yang panjang. Salah
Music
Social Culture
Sport YAMAHA Consumunity
Woman & Family Automotive
School
Racing
Gambar 1 The 360° Concept: Touch Entire Aspect of Human Life
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
97
strategy
strategy satu usulan yang diajukan adalah dengan memahami within – between relationship pada komunitas. Konsep Within Relationship pada Komunitas Memahami komunitas dapat dilihat dari pendekatan modal sosial yang diajukan oleh Putnam (1996). Dia menyatakan bahwa modal sosial merupakan bagian dari kehidupan sosial yang di dalamnya terdapat norma, jaringan dan kepercayaan yang mendorong partisipan bertindak bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Gagasan Putnam menggambarkan bahwa secara tidak langsung komunitas dilihat dari pendekatan modal sosial diasumsikan sebagai jaringan sosial yang memiliki nilai yang kontak sosialnya dapat mempengaruhi produkstivitas individu maupun kelompoknya. Bagi perusahaan, setelah memahami bahwa komunitas merupakan bentuk jaringan sosial yang memiliki nilai tertentu maka pendekatan untuk berhubungan dengan komunitas tidak bisa lagi dilakukan secara konvensional. Relasi Within-Between pada komunitas haruslah menjadi perhatian penting perusahaan. Komunitas tak lagi hanya dipandang sebagai angka atau besaran jumlah anggotanya saja, tetapi lebih dari itu adalah dengan mengamati hubungan within-between yang terjadi pada komunitas. Pemahaman akan interaksi yang terjadi di dalam (within) perlulah mendapat kajian secara mendalam. Justru dengan pemahaman yang utuh mengenai perilaku keseharian anggota komunitas, kita jadi sadar seperti apa komunitas yang akan kita ajak kerja sama sebagai partner atau mitra perusahaan. Susan Fournier
98
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
dan Lara Lee menggambarkan paling tidak ada 3 model yang bisa dijadikan acuan dalam memahami afiliasi yang terdapat di dalam komunitas yaitu:
Hubs
antara para elit komunitas atau seiring dengan waktu, komunitas tersebut tidak lagi mampu menjaga eksistensinya karena nilai yang dianut tidak lagi dapat mengikat para anggotanya dan masih banyak faktor yang perlu diteliti, mengapa suatu komunitas tidak dapat bertahan lama.
Pools
Hubs
Pools Digambarkan sebagai tempat para anggota disatukan oleh kepentingan bersama atau nilai yang sama. Kelemahan dari tipe ini adalah kurangnya hubungan interpersonal di antara anggota-anggotanya sehingga kurang memberikan keuntungan bagi pemilik merek.
Webs
Webs Pada komunitas berbentuk webs, hubungan terjadi berdasarkan relasi antar individu yang begitu kuat. Webs juga memiliki tingkat kohesivitas sosial yang tinggi. Komunitas ini paling stabil karena anggotanya saling terikat dan masingmasing individu ingin memberikan kontribusi kepada komunitas agar lebih baik di masa yang akan datang.
Keterikatan anggota komunitas didasarkan pada figur yang diidolakan oleh banyak orang. Hanya saja bentuk ini rentan pada berbagai tantangan atau isu yang menghampiri tokoh yang pada awalnya dijadikan panutan oleh sebagian besar anggota komunitas. Perusahaan perlu mengidentifikasi proses yang terjadi di antara individu-individu yang terdapat di dalam komunitas. Hal ini menjadi penting karena di samping dengan semakin kuatnya hubungan antara individu di dalam komunitas, perusahaan juga dapat mengamati values komunitas yang tercermin dari aktivitas dan perilaku individu yang nantinya akan berdampak kepada eksistensi komunitas. Konsep Between Relationship pada Komunitas Konsep Between Relationship sebenarnya lebih memotret mengenai bagaimana perilaku komunitas dalam hubungannya dengan ketidakpastian lingkungan. Komunitas perlu terus hidup untuk menyejahterakan para anggotanya, tetap mempertahankan roda organisasinya agar tetap langgeng meski acuan untuk melihatnya adalah waktu. Banyak komunitas yang lahir dan banyak pula komunitas yang mati. Entah karena para anggotanya tidak merasakan ada manfaat, gesekan kepentingan di
Salah satu upaya untuk menjaga eksistensi dari komunitas adalah dengan membangun hubungan dengan pihak lain. Komunitas perlu berhubungan dengan pihak lain untuk menjaga, melestarikan, mengkampanyekan nilai-nilai yang dibawa oleh komunitas tersebut. Tujuannya bisa sebagai eksposur terhadap nilai komunitas, dapat disosialisasikan dan diterima serta diakui eksistensinya oleh pihak lain dan tidak menutup kemungkinan terciptanya berbagai peluang kerja sama diantara satu dengan yang lainnya. Between relationship pada komunitas sejauh ini yang bisa tercatat melalui kegiatan riset dan observasi adalah: interkomunitas (intercommunity), hubungan antara perusahaan dengan komunitas dan kontribusi komunitas kepada masyarakat. Interkomunitas Penelitian mengenai Konsumunitas di tahun 2009 mencoba mengamati tentang hubungan antar komunitas atau intercommunity. Hubungan antar komunitas tersebut pada akhirnya akan menghasilkan pola interaksi yang ditunjukkan oleh gambar 2. Relasi Perusahaan dan Komunitas Hubungan perusahaan dan komunitas dilihat dari aktivitas perusahaaan selama ini dalam berhubungan
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
99
strategy Ketiga, hubungan kuat atau lemah juga dapat terlihat dalam hubungan antara perusahaan dan komunitasnya. HOG (Harley Owners Group) yang merupakan bentukan perusahaan dan HTML (Honda Tiger Mailing List) adalah contoh yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan kuat dan lemah. Dalam kasus HOG, perusahaan (dalam hal ini adalah Gambar 2 Interkomunitas: Sembilan Pola Interaksi Antar Komunitas Harley Davidson) Sumber: Eka Ardianto, Pemikiran dan Tindakan Prasetiya Mulya Business School dalam Memberdayakan Peran Komunitas untuk Menuju Indonesia Unggul, Prasetia Mulya 2010 cenderung dalam posisi yang lebih kuat atau dominan karena dengan komunitas. Aktivitas tersebut semua acara seperti touring, baksos berupa kegiatan pemasaran baik dan sebagainya dibuat oleh produsen dalam pengenalan produk dengan dan sangat difasilitasi oleh perusahaan. fokus mengakuisisi konsumen baru, Pada kasus ini inisiatif cenderung mendapatkan input baru dan juga upaya datang dari perusahaan. Dalam kasus untuk meretensi konsumen. HTML, komunitas ini menunjukkan semangat independensinya dan Pertama, hubungan yang bersifat mandiri. Posisi tawar mereka semakin partnership atau mitra sejajar yang menguat mengingat semakin banyaknya mengutamakan hubungan yang bersifat perusahaan yang ingin bekerja sama jangka panjang dan mutualistis, seperti dengan mereka. Bahkan pihak Honda hubungan yang ditunjukkan oleh Polygon selaku produsen motor Tiger tidak bisa sebagai produsen sepeda dengan Bike 2 “mengatur” komunitas ini. Work. Keempat, kooptasi menunjukkan bahwa Kedua, Indosat di industri telekomunikasi masih banyaknya perusahaan yang melihat termasuk perusahaan yang bersifat konsumen hanya dari segi banyaknya suportif terhadap keberadaan komunitas member dalam suatu komunitas saja. yang bermunculan, baik yang muncul dari Komunitas hanyalah kumpulan angka grassroot atau secara topdown, yang pada dan perusahaan berharap bisa menarik setiap acara gathering atau sosialisasi keuntungan maksimal dan kemudian bisa produk baru, mereka melibatkan meninggalkannya kapan saja. Hubungan komunitas-komunitas tersebut untuk ini mungkin bisa menghasilkan revenues terlibat aktif. secara jangka pendek namun secara
100
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
strategy jangka panjang tentunya akan berdampak pada brand image produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.
menciptakan kursus fotografi makanan, kursus blog sampai pemberdayaan tukang ojek untuk menjadi delivery order.
Kelima, Bogasari dan komunitas pedagang mie misalnya, menunjukkan hubungan yang disebut sebagai patron klien. Dalam hal ini Bogasari yang memiliki sumberdaya menggunakannya untuk menyediakan berbagai macam keuntungan berupa workshop, akses terhadap pasar kepada komunitas yang secara posisi tawarnya lebih rendah. Dalam hal ini posisi perusahaan sudah dianggap sebagai “ayah” bagi komunitasnya
Menjinakkan ‘si Merpati’ Persepsi negatif yang selama ini berkembang mengenai komunitas tentunya perlu diperhatikan lebih lanjut oleh perusahaan. Perusahaan sudah tidak bisa lagi memainkan peran superiotas mereka, seperti mengurangi peran mereka selama ini sebagai pengatur. Kedepannya bisa memainkan peran sebagai fasilitator.
Kontribusi Komunitas kepada Masyarakat Aktivitas lainnya yang dapat dilihat adalah kontribusi komunitas kepada masyarakat. Banyaknya agenda kegiatan komunitas sebenarnya mencerminkan nilai atau misi sosial yang dibawa oleh komunitas untuk ikut terlibat dalam memecahkan berbagai permasalahn yang terdapat didalam masyarakat. Adanya komunitas Tangan Diatas (TDA) yang berusaha membantu memecahkan permasalahan masyarakat melalui wirausaha menunjukkan bahwa menjadi wirausaha tidak lagi menjadi sulit karena sistemnya dipermudah melalui aktivitas komunitas seperti mastermind, workshop pemberdayaan dan networking yang tentunya bagi pengusaha pemula akan membantu menggeser mindset bahwa menjadi pengusaha adalah hal sulit. Natural Cooking Club (NCC) juga memiliki agenda pemberdayaan ekonomi keluarga melalui kegiatan-kegiatan masakmemasak. Pada perkembangannya NCC jadi begitu besar dan bisa melakukan banyak terobosan dengan tidak terfokus pada kursus masak saja tetapi juga
Peran baru perusahaan sebagai fasilitator ini akan berdampak strategis bagi perusahaan.
referensi Ardianto, Eka (2010), Pemikiran dan Tindakan Prasetiya Mulya Business School dalam Memberdayakan Peran Komunitas untuk Menuju Indonesia Unggul Beti, Dyonisius L (2009), The Yamaha Way (2009) disampaikan dalam seminar the Indonesian Consumunity Expo, Shangrila Hotel Delamar, Robert, (2000), Spark Online Issue 6.0, “Post Modernism, Electronic Consciousness and Humanness” Field, John, (2010) , Penerbit Kreasi Wacana. Modal Sosial Fournier, Susan and Lara Lee (2009), Harvard Business Review, Getting Brand Communities Right: Embrace Conflict, Resist the Urge to Control, Forget Opinion Leaders-and Build Your Brand Hartono, Yudho (2007), Integritas Jurnal Manajemen Bisnis, Dinamika Hubungan Perusahaan dan Komunitas Konsumen: Sebuah Implikasi Stratejik Bagi Pemasar Yudho Hartono
Pengajar tetap Prasetiya Mulya Business School
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
101
strategy
Big is
Not Mean Profitable
Menuju Perusahaan yang Lebih Efisien Oleh: Meidi Wibowo
strategy Gagasan tentang pertumbuhan tidak harus selalu bersinonim dengan “menjadi lebih besar�. Yang besar itu bisa jadi kuat kelihatannya, tapi ternyata tak selamanya menguntungkan.
P
ertumbuhan adalah gerak maju, melampaui tembok-tembok yang selama ini membatasi dan mengekang bisnis. Pertumbuhan adalah apa yang Johnson & Johnson, Starbuck dan W.L Gore tetap lakukan sambil tidur. Apa yang pernah dilakukan Walmart dan apa yang sedang berusaha ditemukan kembali oleh Ford dan Sony. Menjadi lebih besar adalah salah satu produk sampingan pertumbuhan, tetapi bukan tujuan utamanya. Banyak perusahaan yang dibangun menjadi besar namun akhirnya bangkrut, lihat table 1, beberapa perusahaan dengan aset hingga billion USD. Bisnis yang mengambil jalan pintas , yakni mengejar ukuran secara instan dan bukannya mewujudkan hal itu lewat kerja keras pertumbuhan sejati, ibarat atlet mengkonsumsi steroid yang memperbesar otot.
Pertumbuhan dimulai dengan orang, bukan strategi. Gairah untuk memperoleh keterampilan baru dan menghadapi tantangan yang lebih keras mendorong pertumbuhan, sementara keserakahan dan kemegahan adalah dua pendorong utama ukuran besar. Orang yang ingin menumbuhkan bisnis harus memiliki dorongan untuk pertama-tama menumbuhkan diri sebagai orang. Tiga Faktor Ukuran Besar Tak Menguntungkan Setidaknya ada 3 faktor yang mempengaruhi terhadap ukuran besar, yang bisa menjadi bumerang: lingkungan perusahaan yang tidak ramah lagi, sumber daya yang makin sedikit, dan organisasi menjadi kurang efektif. Lingkungan yang tidak ramah, lingkungan bisnis selalu berubah pasar yang dulu
Company
Date
Assets (billion)
Enron
Dec 2001
$63.4
Texaco
Aparil 1987
$35.9
Financial Corp of Amer
Sept 1988
$33.9
Globa Crossing
Jan 2002
$25.5
Pacific Gas & Electric
April 2001
$21.5
MCORP
Mar 1989
$20.2
Kmart
Jan 2002
$17.0
First Executive
May 1991
$15.1
Gibraltar
Feb 1990
$15.0
Finova Group
Mar 2001
$14.0
Tabel 1: Perussahaan-perusahaan besar dunia dan keuntungannya Sumber: Majalah Fortune
102
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
103
strategy
strategy GAGASAN • Menjadi lebih besar adalah salah satu produk sampingan pertumbuhan, tetapi bukan tujuan utama sebuah perusahaan. • Ada 3 faktor ukuran besar, tapi tidak menguntungkan: lingkungan perusahaan yang tidak ramah lagi, sumber daya yang makin sedikit, dan organisasi menjadi kurang efektif. • Pertumbuhan adalah tentang kemajuan, bukan ukuran besar, tujuan pertumbuhan adalah mencapai potensi maksimal, bukan ukuran maksimal. • Inovasi adalah babak pertama drama pertumbuhan, inovasi memberi bahan bakar pertumbuhan.. KEYWORDS: strategi, pertumbuhan, profit, inovasi, efisiensi perusahaan.
Pertumbuhan dimulai dengan orang, bukan strategi. bersemangat dan menerima menjadi tidak konsisten dan jenuh, pemangsa baru bermunculan, pesaing lama bangkit, teknologi berubah, begitu juga peraturan dan kebijakan pemerintah. Apa yang berhasil kemarin mungkin tidak ada kaitannya dengan apa yang diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan perusahaan besok. Kendala sumber daya, seperti Wallmart, makin banyak berekspansi, makin membutuhkan SDM yang baik, remunerasi dan benefit dan harus tetap dicari talenta people. Kelangkaan tenaga kerja mulai terjadi. Hambatan organisasi. Anda ingin tumbuh menjadi lebih besar lagi? Gajah membutuhkan kaki-kaki yang lebih kokoh untuk menahan beban tambahan, akan tetapi, kaki-kaki ini
104
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
terlalu berat sehingga tidak mungkin gajah mengangkat-nya. Ketika ukuran bisnis bertambah, semakin sedikit jumlah karyawan perusahaan yang memiliki akses langsung kepada pelanggan dan pesaing perusahaan. Peringatan dini dari pasar sering diabaikan, kemampuan merespon melonggar, pesaing yang lebih lincah menang dan ekspansi bisnis pada akhirnya melambat. Seperti pada kasus Citigroup, mantan CEO Marsh & Mclennan, menetapkan sasaran ekspansi laba yang menantang, tapi gagal memberikan kerangka kerja yang kokoh sebagai pedoman untuk mewujudkannya. Memang menyenangkan menikmati laba yang dihasilkan oleh produk yang bervolume besar, meski menghasilkan penjualan besar, produk-produk ini juga membuat perusahaan rentan terhadap resiko ukuran super besar karena sebagian laba berasal dari segelintir saja. Contoh misalnya kasus perusahaan merck dengan produk vioxx, Wyeth dengan redux dan Bayer dengan penurunan kolesterol baycol, pada akhirnya terjadilah
penarikan produk, sangsi dari pihak berwenang dan gugatan besar-besaran. Pertumbuhan itu Bukan Ukuran Besar Pertumbuhan adalah tentang kemajuan, bukan ukuran besar, tujuan pertumbuhan adalah mencapai potensi maksimal, bukan ukuran maksimal. Pertumbuhan membutuhkan inovasi secara terus menerus. Seperti beberapa kasus ini; • Ketika Bill Greenwod, menemukan cara mengubah perusahaan truk, pesaing terberat perusahaan kereta apinya, menjadi pelanggan terbaik, perusahaan kereta api Burlington northern tumbuh. Setelah menyingkirkan truk container dan pengangkut dari jalan raya yang terlalu sesak dengan mengangkutnya, beserta peti kemas yang dibawa truk-truk itu, di atas gerbong khusus (flatcar) • Ketika Al Bru salah seorang manajer Enrico menghabiskan 57 juta dolar AS untuk membuang lemak dari makanan ringan Frito-Lay, pemilik Fritolay, Pepsi co tumbuh.
Sebenarnya apa yang terjadi terhadap orang-orang tersebut? Mereka memberikan perhatian pada: 1. Usaha membuang cara kuno dalam melihat situasi yang mereka hadapi 2. Usaha mencerna, pertama dalam diri sendiri, dan selanjutnya di dalam organisasi mereka, sudut pandang baru 3. Membangun kemampuan yang diperlukan untuk mendukung sudut pandang baru 4. Mengarahkan kembali organisasi mereka dan lingkungan sekitarnya ke kemungkinan-kemungkinan baru. Untuk mempertahankan pertumbuhan perusahaan perlu memberi manfaat pada lingkungan tempat perusahaan beroperasi, juga kepada bisnis itu sendiri, sehingga pelanggan, pemegang saham, pemasok dan masyarakat di sekelilingnya merasa berkepentingan mempertahankan keberhasilan tersebut. Melihat Apa yang Orang Lain Lihat Bagaimana cara Procter and Gamble (P&G), melalui Deborah Henretta. Dia
Burlington Northern
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
105
strategy
strategy
Ketika ukuran bisnis bertambah, semakin sedikit jumlah karyawan perusahaan yang memiliki akses langsung kepada pelanggan dan pesaing perusahaan. benar-benar mengajak pelanggan divisi produk perawatan bayinya ke lantai tempat ia bekerja. Dengan membuka pusat uji popok beberapa lantai di bawah kantornya. Ia memaksa tim perancang dan pemasar produk (termasuk ia sendiri) mendengar apa yang sebenarnya dipikirkan para pelanggan secara langsung. Mereka menyimpulkan bahwa para ibu ini lebih membutuhkan bantuan membesarkan anak daripada popok paling kering di dunia. Pemahaman ini mendorong diciptakannya rangkaian produk baru yang lebih luas, dari celana olahraga hingga sapu tangan bayi, yang membantu merek Henretta, Pampers merebut pangsa pasarnya, Huggies, untuk pertama kalinya selama satu dasawarsa terakhir. Usaha Al Bru menambahkan zat gizi ke dalam campuran bahan Frito-lay bukan dimotivasi oleh merosotnya penjualan makanan ringan. Ia melakukan hal ini karena membaca arah angin dalam pasarnya. Bru mau bergerak keluar dari asumsi bahwa makanan ringan adalah makanan sampah.
106
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
Demikian pula Amazom.com bangkit ketika Jeff Bezos memutuskan mengijinkan pihak ketiga menjual produk mereka di situs web nya, seringkali dengan harga lebih murah dibandingkan Amazon sendiri. Bezos membuang keyakinan bisnis tradisional yang mengatakan bahwa apapun yang membantu pesaing pasti merugikan Anda. Inovasi atau Mati Inovasi adalah babak pertama drama pertumbuhan, inovasi memberi bahan bakar pertumbuhan. Contoh Apple adalah sebuah bisnis dengan ketidakmampuan kronis untuk melangkah melewati babak pertama, dari inovasi ke pertumbuhan. Ketika Frito-Lay mengubah bentuk berbagai produk makanan ringannya dengan menambah sedikit lekukan sehingga lebih mudah dicelupkan dalam saus salsa, perusahaan itu berinovasi. Konsumen senang lebih banyak makanan yang masuk ke mulut daripada yang jatuh ke lantai. Penjualan keripik pun naik. Akan tetapi, Frito-lay tumbuh ketika perusahaan mengundang sejumlah ahli gizi untuk meminta nasihat tentang cara menata kembali rangkaian produk dan misi korporat mereka. Pemimpin Frito Lay saat itu , Al Bru, mengumumkan lemak turunan harus dibuang dari semua makanan ringan produksi mereka, inilah jalan pertumbuhan yang dipilih Bru untuk perusahaannya. Pendorong dan penstabil adalah dua sisi mata uang pertumbuhan. Pertumbuhan tidak sekedar memaksimalkan hasil yang mungkin hanya dengan bergerak maju, sebaliknya, pertumbuhan mensyaratkan
optimasi gambaran besar termasuk efek samping percepatan. Konsultan Mc Kinsey & CO, mempelajari kinerja ekonomi separuh perusahaan yang masuk dalam S&P 500 selama periode 20 tahun. Mereka meneliti hasil jangka panjang dan jangka pendek, serta mendapati bahwa para juara adalah mereka yang berhasil meniti jembatan tali antara hasil operasional jangka pendek dan investasi pada inovasi yang efektif demi pertumbuhan jangka panjang. Seperti disebutkan dalam artikel ini di awal dalam kasus Enron, sebagai perusahaan yang tidak memilki fokus strategi yang nyata, karyawan yang terlalu merdeka, unit organisasi yang terlalu otonom dan batas-batas yang kabur, serta mentalitas pasar bebas yang tidak dilengkapi dengan pengawasan dan keseimbangan. Dan ternyata bahwa batasan-batasan yang muncul selalu membuat pertumbuhan menjadi nyata, seperti Walmart; istri sam Walton menolak tinggal di kota manapun yang bukan kota kecil. Walton yang ingin perusahaan dan perkawinannya berhasil, mengarahkan ekspansinya ke pedalaman Amerika, nyaman, di luar radar pemain besar dengan jaringan mapan. Hal lain dicontoh oleh IKEA, yang muncul secara kebetulan ketika kelangkaan karyawan ruang pamer menimbulkan antrean panjang. Konsumen yang frustasi di sebuah toko, hilang kesabaran dan menerobos masuk ke gudang mengambil barang sendiri.
Maskapai southwest airlines
Strategi ini dikembangkan pada awal berdirinya Southwest dalam kondisi keuangan terbatas, ketika salah satu pesawat sewaan harus dikembalikan kepada pemiliknya dan karyawan perusahaan itu terpaksa mencari cara agar ketiga pesawat lainnya dapat menutup kerja empat pesawat. Jadi, kunci keberhasilan tidak dilihat dari seberapa besar perusahaan Anda sekarang, namun seberapa besar Anda bisa menciptakan pertumbuhan.
referensi Meidi Wibowo, efisiensi perusahaan melalui penerapan manajemen proses bisnis, Grasindo, 2006 Meidi Wibowo, Integrasi Proses bisnis, Graha ilmu jogja, 2008 Robert M Tomasko, Bigger isn’t always better, Gramedia pustaka utama, 2008 Meidi Wibowo
Demikian pula, frekuensi kedatangan pesawat terbang Southwest Airlines yang tinggi juga bukan suatu kesengajaan.
Penulis buku Efisiensi Perusahaan, Pengajar untuk manajemen, bisnis, dan efisiensi untuk perusahaan dan praktisi.
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
107
strategy
strategy
M
emang, bayang-bayang gelap krisis ini membawa kemungkinan pada gagalnya upaya untuk mengurangi kemiskinan dan menambah angka pada jumlah mereka yang hidup dalam kemiskinan ekstrim.
New Global Economic Architecture Tawaran Etis Pelaku Bisnis Masa Kini Oleh: Stefan S. Handoyo Dampak buruk krisis keuangan satu dekade terakhir pada dunia yang rentan ini, benar-benar telah menjadi perhatian bersama pemerintah dan masyarakat di seluruh dunia. Dampak krisis itu semakin menunjukkan bagaimana globalisasi saling menghubungkan dunia.
108
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
Krisis utang di Yunani beberapa bulan lalu dilihat oleh banyak orang sebagai masalah lain yang mencuat di pasar dunia. Yunani semakin terancam jatuh ke jurang reruntuhan keuangan, belum lagi ditambah dengan ketakutan bahwa krisis akan menyebar dan melanda dunia sekali lagi, terutama dengan masalah yang serupa di Spanyol dan Portugal, di mana utang relatif terhadap PDB telah mencapai tingkat kritis. Memang, memprediksi di mana dan kapan riak berikutnya akan terasa adalah ilmu eksak. Selama krisis Asia tahun 1997, utang Rusia cukup mengejutkan dunia. Meskipun skala dampak krisis Yunani mungkin tidak meluas sebanyak yang diperkirakan, toh tetap mengganggu proses pemulihan yang sedang berlangsung di banyak negara akibat krisis keuangan Amerika Serikat (AS) tahun 2008. Yang Baik dari Peristiwa Buruk Namun demikian, krisis kadang-kadang membawa serta “hal-hal yang baik”. Sebuah pesan tersembunyi terungkap ketika kita menjadi sadar siapa kita sebenarnya dan apa yang telah salah dengan yang telah kita lakukan selama ini. Tapi yang paling sering terjadi, krisis bisa melahirkan segala kejadian yang tidak diinginkan, seperti konflik internal, kesalahpahaman, ketidakadilan, proteksionisme, perang, kemiskinan dan lain-lain. Paus Benediktus XVI baru-baru ini mengamati, “Rincian keuangan dunia,
seperti yang kita ketahui, menunjukkan rapuhnya sistem ekonomi saat ini dan lembaga-lembaga yang terkait. Hal ini juga menunjukkan kesalahan dari asumsi bahwa pasar mampu mengatur dirinya sendiri, terlepas dari intervensi publik dan dukungan standar moral yang diinternalisasi.” Dia berkata bahwa asumsi keliru itu didasarkan pada sebuah “pengertian miskin tentang kehidupan ekonomi, sebagai semacam mekanisme mengkalibrasi-diri yang didorong oleh kepentingan pribadi dan mencari keuntungan semata.“ Krisis demi krisis dunia yang kita alami dekade terakhir ini telah menunjukkan sisi buruk globalisasi ekonomi, yang hampir mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat di berbagai kalangan. Namun, dinamika globalisasi seringkali masih sulit dipahami. Misalnya, kesenjangan ekonomi antar berbagai negara dan wilayah disebabkan oleh globalisasi, atau karena mereka negaranegara miskin maka tidak cukup masuk ke dunia global? Jadi, pemahaman tentang globalisasi sebagian sulit diterjemahkan karena keberadaan kita terjebak dalam suatu proses yang masih berkembang, dan yang hasilnya tidak jelas. Globalisasi itu sendiri bukan masalah baik atau buruk, tetapi yang jelas dampaknya akan tergantung pada keputusan yang kita buat. Globalisasi harus dilihat sebagai proses, bukan sebagai tujuan, untuk mencapai kemakmuran global yang didasarkan pada keadilan dan kesetaraan. Oleh karena itu, mengatur globalisasi ekonomi berarti sebuah panggilan pada
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
109
strategy
strategy GAGASAN • Krisis ekonomi dewasa ini menunjukkan buruknya sistem ekonomi dunia dan buruknya globalisasi ekonomi. • Globalisasi ekonomi seharusnya tidak dilihat hanya dalam hal data empiris pertumbuhan ekonomi, namun harus berdasar pada globalitas sifat manusia. • Globalisasi harus selalu mempertimbangkan martabat manusia dan membela yang lemah dan untuk itu diperlukan manajemen ekonomi dunia yang lebih manusiawi. • Dalam konteks Indonesia, dimensi spiritual mengubah model globalisasi yang sangat sekuler ke dalam globalisasi baru dengan wajah manusia. KEYWORDS: ekonomi, krisis ekonomi, sistem keuangan global, dimensi etis ekonomi.
kebijaksanaan, bukan hanya pada data empiris pertumbuhan ekonomi dan fundamental. Globalisasi yang Bertumpu Globalitas Sifat Manusia Selain itu, Benediktus XVI menjelaskan, ekonomi selalu memiliki etika dasar yang esencial. “Daripada hanya melihat kebutuhan manusia hanya sebagai spiral produksi dan konsumsi, kehidupan ekonomi harus benar dilihat sebagai suatu latihan tanggung jawab manusia, yang secara intrinsik berorientasi pada promosi martabat manusia, mengutamakan kepentingan umum dan pengembangan integral - politik, budaya dan spiritual individu, keluarga dan masyarakat.“
110
sempit pada aspek ekonomi interkoneksi global saat ini, yang telah memperluas dan memperdalam, khususnya di bidang perdagangan dan keuangan. Pasar, yang membuka dan “dibebaskan” dari hambatan di jalan efisiensinya, seperti FTA ASEAN-China beberapa waktu lalu, telah diandalkan untuk menghasilkan keuntungan dalam kesejahteraan material.
Landasan etika umum untuk membimbing globalisasi ekonomi, oleh karena itu, akan didasarkan pada sifat universal manusia. Dalam menghadapi globalisasi, kita harus ingat globalitas sifat manusia dan perlunya solidaritas universal antar semua bangsa.
Ekonomi Bagi yang Lemah Globalisasi tidak boleh disamakan dengan ideologi ekonomi pasar yang menekankan pada pasar sebagai “satu-satunya faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penataan kehidupan dan institusi”. Ia seharusnya tidak melihat dunia yang bergerak maju hanya dalam praktek pasar dunia bisnis, yang meninggalkan ruang dimensi lain dari ekonomi murni. Masalah yang lebih komprehensif untuk isu-isu sosial, seperti “keamanan manusia dan pembangunan” harus juga diberikan tekanannya melalui kerja sama dan promosi keadilan sosial.
Dari perspektif banyak negara berkembang, seperti Indonesia, globalisasi tidak hanya harus berfokus
Kita tidak boleh lupa bahwa dunia yang bisa menemukan, dalam beberapa minggu, triliunan dolar untuk
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
menyelamatkan bank dan lembaga investasi keuangan ini, belum berhasil menemukan 1% pun dari jumlah tersebut untuk kebutuhan mereka yang lapar, dimulai dengan 3 miliar dolar AS yang diperlukan untuk memberikan makanan kepada anak-anak sekolah yang lapar atau 5 milyar dolar yang dibutuhkan untuk mendukung dana darurat pangan dari World Food Program. Kita juga memiliki pengingat jelas dari pasar keuangan dalam beberapa tahun terakhir. Pada krisis sistem keuangan AS tahun 2008 misalnya, ada lebih banyak uang untuk sebuah sistem pasar yang kompetitif daripada nilai dan prinsipprinsip ekonomi. Sebenarnya, di bagian bawah dari setiap sistem pasar yang kompetitif adalah uang dan kredit, yang keduanya didasarkan pada keyakinan dan kepercayaan. Tapi, hal ini berkembang dalam analisis akhir hanya dalam budaya etika, yang menyerukan nilai-nilai untuk kebajikan. Dengan demikian, kepentingan pribadi harus diimbangi dengan kepentingan umum, dan tangan tak terlihat pasar (the invisible hand of market) harus diimbangi dengan tangan lebih terlihat dari otoritas publik. Konsekuensi buruk dari fokus (sempit) pembangunan manusia pada pertumbuhan PDB riil, kesejahteraan pribadi pada keuntungan efisiensi, hubungan internasional pada dimensi ekonomi perdagangan bebas dan terbuka serta arus globalisasi keuangan, telah memperburuk arti globalisasi. Pengalaman menunjukkan bahwa kekuatan pasar, untuk semua efisiensi mereka, bisa jadi buta, terutama pada
dimensi yang lebih luas, kesejahteraan manusia dan keamanan pribadi. Mereka juga tidak memiliki kepekaan terhadap tuntutan keadilan sosial dan kesetaraan, sehingga memperluas perpecahan dan meningkatkan kesenjangan antara kelas yang berpendapatan dan kelompok sosial. Membiarkan saja bergerak pada dirinya sendiri, pasar tidak akan dapat mengatur diri. Pasar masih memerlukan kehadiran instansi pemerintah dan peraturan lainnya. Globalisasi baru membutuhkan sebuah budaya baru yang dapat membimbing pada perubahan. “Budaya baru” ini terdiri baik dalam membedakan unsur-unsur budaya positif yang sudah ada, maupun yang mengusulkan unsur budaya baru. Penegasan diperlukan untuk menghindari penerimaan sebuah visi globalisasi yang melihat dirinya sebagai bagian dari proses postmodern, di mana kebebasan diberikan nilai mutlak dan tempat, sedang tradisi dan prinsip-prinsip moral ditolak. Sebagai bagian dari penemuan kembali sebuah budaya baru bagi globalisasi baru, Paus Benediktus XVI mengamati bahwa “krisis saat ini mengharuskan kita untuk kembali pada rencana perjalanan kita, untuk mengatur diri kita sendiri dengan aturan baru dan untuk menemukan bentuk-bentuk komitmen baru.” Ia mengakui, “ merencanaan kembali sebuah perjalanan juga berarti mencari standar komprehensif dan objektif untuk menilai struktur, lembaga dan keputusan kongkrit yang membimbing dan kehidupan ekonomi secara langsung.“ Prinsip-prinsip ini memiliki sumber utama pada hukum alam universal, katanya.
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
111
strategy
strategy
Dan dengan demikian, “prinsip-prinsip aturan etika ini, tertulis dalam penciptaan itu sendiri, yang dapat diakses oleh akal manusia dan, dengan demikian, harus diadopsi sebagai dasar untuk pilihan praktis. Sebagai bagian dari warisan besar hikmat manusia, hukum moral alam berfungsi sebagai pedoman supaya individu dan masyarakat mengejar yang baik dan untuk menghindari kejahatan, sambil mengarahkan komitmen mereka untuk membangun masyarakat yang sejati adil dan manusiawi.“ Pada premis ini, pertama, kita perlu mengusulkan budaya berdasarkan prinsip-prinsip dasar, seperti tujuan universal barang-barang duniawi dan kebaikan bersama, didasarkan pada penghormatan terhadap martabat manusia dan diakui sebagai tujuan utama produksi dan sistem perdagangan, lembaga-lembaga politik dan kesejahteraan sosial. Menjadi semakin jelas sekarang bahwa kepentingan umum mencakup tanggung jawab terhadap generasi mendatang. Maka, salah satu aspek penting
112
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
globalisasi adalah mempromosikan prinsip solidaritas. Suatu solidaritas global yang harus diakui menjadi kriteria etis dasar untuk menilai setiap sistem sosial dan memastikan semua orang dapat memperoleh manfaat dari globalisasi ekonomi. Solidaritas itu mencakup pada membuat diri kita bertanggung jawab atas kesejahteraan orang lain. Hal ini lebih dari kasih sayang atau sentimen, karena merupakan panggilan timbal balik penuh dalam hubungan manusia. Prosedur Manajemen Ekonomi Global Realitas ini menunjukkan urgensi penguatan prosedur tata kelola ekonomi global, meskipun dengan tetap menghormati prinsip subsidiaritas. Ini berarti menghindari konsentrasi kekuasaan yang berlebihan di tingkat yang lebih tinggi, seperti pemerintah, dan memungkinkan lembaga seperti keluarga, masyarakat setempat, LSM, dan kelompok etnis otonom, untuk menjalankan fungsi-fungsi mereka dalam proses globalisasi. Globalisasi, oleh karena itu, perlu proses yang dibimbing oleh rasa hormat
terhadap kebebasan manusia. Sebuah globalisasi berorientasi pada dua prinsip yang akan menghasilkan satu kesatuan yang harmonis dari keluarga manusia. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mempromosikan dan melindungi penerapan kedua prinsip.
orang, dan dikhotbahkan dari bentengbenteng kapitalisme pasar. Nilai utama mereka adalah untuk memperbanyak pendapatan dan kekayaan dalam waktu singkat, jika bukan untuk semua orang, setidaknya untuk segelintir pengusaha perusahaan besar.
Dalam Konteks Indonesia Dalam konteks ini, Indonesia—yang dianggap sebagai negara demokrasi terbesar ketiga setelah AS dan India—telah cukup berhasil menjaga kebebasan manusia atau kebebasan dalam kehidupan awal demokrasi. Juga dengan menjadi negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia berkesempatan menunjukkan kepada dunia, bahwa Islam telah menjadi sumber moralitas dan demokrasi yang menghormati kebebasan manusia, yang kompatibel dan saling melengkapi.
Menjadi etis artinya bisa kemampuan untuk mengelola ketegangan antara kepentingan diri sendiri dan apa yang baik bagi kelompok atau komunitas di mana kita tinggal atau bekerja. Secara lebih luas, yang etis berarti memiliki cara untuk mengelola ketegangan antara yang benar dan salah, antara yang baik dan buruk, antara apa yang terpuji dan tercela. Di sinilah, kita sebagai komunitas global harus memiliki kode etik yang disepakati, yang seharusnya tidak hanya mencakup aspek ekonomi dan keuangan dari suatu sistem pasar yang kompetitif, tetapi juga dialamatkan pada dan memperkuat infrastruktur iman dan kepercayaan yang dasar untuk setiap masyarakat.
Ketika kita bicara tentang Islam, kita bicara juga tentang agama yang membawa sebuah hukum moral universal yang diperlukan untuk membimbing proses globalisasi. Oleh karena itu, Indonesia dapat menawarkan solusi unik untuk banyak masalah globalisasi, dengan aktif mengajukan nilai-nilai universal umum dari agama-agama dunia sebagai dasar dan sumber bagi globalisasi yang lebih manusiawi dan ramah. Dalam dunia kita yang semakin mengglobal, kita memiliki nilai ekonomi dan prinsip-prinsip yang mendasari sistem pasar kompetitif pada kekuasaan. Kepentingan pribadi, tangan efisiensi, tak terlihat dan efektivitas, fokus pada baris bawah dan penilaian dari kapitalisasi pasar, adalah beberapa prinsip yang cenderung dihargai banyak
Dalam konteks ini, peran—dan kompatibilitas—agama dan politik, iman dan demokrasi kebajikan dan kekayaan di masyarakat Indonesia menjadi sangat relevan untuk model kerangka globalisasi baru. Dimensi spiritual ini sangat mendasar untuk mengubah model globalisasi yang sangat sekuler ke dalam globalisasi baru dengan wajah manusia.
Stefan S. Handoyo
Managing Director PT. SBA (Strategic Business Advisory) Group International dan Senior Advisor of Family Business Network di Indonesia.
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
113
NE W
NE W
venture
venture (ide, wacana, musik, masakan, olahraga hingga suatu barang tertentu). Dalam konsumsi, konsumen aktif melakukan pemaknaan ulang terhadap makna yang telah diproduksi oleh produsen. Selain itu, konsumen mengonstruksi berbagai makna di berbagai situasi. Selanjutnya konsumen mengekspresikan sekaligus merefleksikan terhadap apa yang dikonsumsinya. Dalam prosesnya ada tiga ciri konsumsi yang dapat membentuk komunitas konsumen, yaitu konsumsi atraktif (mengajak), konstruktif (menghasilkan karya positif ) dan interaktif (memberi kontribusi kebaikan). Dengan demikian, konsumunitas (consumunity) mengandung pengertian proses, kegiatan bahkan suatu gerakan.
It’s All about Fun and Biz
Menikmati Hobi, Berkomunitas dan Berwirausaha Oleh: Harry Budiman Siapa bilang kegiatan komunitas hanya bersenang-senang menyalurkan minat, hobi, kesukaan mereka. Kenyataan juga mengubah semua itu menjadi bisnis berbasis komunitas.
S
eperti ungkapan Gede Prama: “Hobi mempunyai business value.” Jika kita membicarakan tentang komunitas, maka kita membicarakan sekelompok orang yang suka menkonsumsi suatu produk. Di Indonesia, pemikiran mengenai konsumsi dan
114
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
komunitas telah dan terus dikembangkan oleh 2 akademisi Prasetiya Mulya Business School, Prof. Agus W. Soehadi, Ph.D dan Dr. Eka Ardianto. Mereka berdua menyebutnya konsumunitas (consumunity). Konsumsi diartikan cara konsumen dalam menikmati suatu produk
Sedangkan komunitas didefiniskan sebagai jaringan hubungan sosial yang ditandai dengan kebersamaan dan ikatan emosi (Bender, 1978 dalam Ardianto, Eka : “ Komunitas Konsumen: Teori dengan Pendekatan Antropologi,” Penerbitan Prasetiya Mulya, Jakarta 2008, hal.20) Menurut Muniz dan O’Guinn ada tiga ciri komunitas yang anggotanya: pertama, memiliki ikatan kebersamaan; kedua, memelihara ritual dan tradisi; dan ketiga, mempunyai tanggung jawab moral. Dengan demikian, eksistensi komunitas bukanlah sekadar kumpul-kumpul, tetapi juga peduli terhadap serta turut memecahkan permasalahanpermasalahan sosial yang ada di masyarakat, salah satunya melalui kewirausahaan. Dari Hobi ke Bisnis Hobi menurut Hornby, adalah aktivitas atau pekerjaan yang menarik, dan Tyler
G.Hicks melihat hobi sebagai suatu hal atau pekerjaan yang membuat gembira, menarik dan mengasyikkan. Dengan kata lain, di saat kita melakukan hobi, kita bisa lupa waktu, tidak cepat lelah karena kita begitu menikmati, merasa asyik, senang, gembira,fun dan enjoy dengan semua aktivitas yang kita lakukan. Kita seringkali menganggap bahwa hobi hanya dilakukan untuk mengisi waktu luang, kegiatan yang tidak bernilai tambah, malah hanya mengeluarkan uang. Tidak demikian bagi beberapa komunitas yang sudah menjalankan usahanya dari hobi/minat mereka. Mereka melihat bahwa hobi/minat terhadap suatu produk mempunyai nilai bisnis (business value). Dari usaha ini, beberapa komunitas dapat memberikan manfaat lebih dari sekadar kumpul bareng dan berbagi informasi untuk anggota komunitasnya, mengembangkan organisasi komunitasnya dan berkontribusi kepada masyarakat. Bukan Proses yang Mudah Namun, proses mengubah hobi menjadi bisnis berbasis komunitas bukanlah proses yang mudah, pertengkaran internal yang berujung pada perpecahan kerapkali terjadi dan sudah banyak contohnya. Hal ini dikarenakan kita sering memisahkan dengan tajam antara hobi dan bisnis. Padahal, menurut Gail Tycer membuat hobi menjadi suatu bentuk usaha adalah sesuatu yang ideal. Dengan kata lain, apabila komunitas berwirausaha dan jenis usaha serta aktivitas yang terlibat di dalamnya merupakan representasi dari bakat atau potensi diri maka besar kemungkinannya akan sukses.
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
115
NE W
NE W
venture
venture GAGASAN • Dalam konsep konsumunitas, komunitas tidak hanya berarti ajang penyaluran hobi, melainkan juga peluang berwirausaha. • Tujuh alasan mengapa hobi punya peluang menjadi bisnis yang sukses: ekspresi bakat, menarik ditekuni, peluang kreativitas, cara termudah menguasai bisnis, menghasilkan barang dan jasa yang unik,peluang keuntungan jangka panjang, produk yang berkualitas. • Beberapa contoh komunitas yang berbisnis, yang awalnya berangkat dari hobi: Komunitas I “light” this, MKI (Masyarakat Komik Indonesia) dan Komunitas Hong. KEYWORDS: komunitas, hobi, konsumunitas, wirausaha.
Ketika hobi sudah menjadi bisnis, paling tidak ada tujuh alasan yang membuat hobi/minat memiliki kemungkinan besar untuk sukses jika dijadikan bisnis, yaitu: Pertama, mengeluti bisnis yang terkait dengan hobi merupakan ekspresi bakat, dengan kata lain apabila kita mencintai aktivitas usaha yang kita lakukan, maka kemungkinan besar kita akan mampu mengoptimalkan bakat yang ada pada diri kita; Kedua, membuat orang menjadi tekun, maksudnya kita mampu melakukan suatu objek atau aktivitas tertentu dalam jangka waktu yang lama dan tidak merasa bosan dengan aktivitas itu. Dalam hal bisnis, memulai usaha dari nol kemudian menjadi sebuah perusahaan yang besar dan kokoh sungguh menuntut ketekunan dan keuletan yang luar biasa; Ketiga, membuat orang menjadi kreatif. Maksudnya, ketekunan haruslah dibarengi kreativitas. Tanpa kreatifitas tidak akan muncul gagasan ataupun ide baru.; Keempat, cara termudah menguasai dunia bisnis. Dengan kata lain, orang yang mencintai pekerjaan atau usahanya cenderung mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, terus memicunya untuk terus belajar terhadap projek yang tengah ia lakukan; Kelima, akan menghasilkan barang
116
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
atau jasa yang unik. Maksudnya orang yang kreatif dan tekun kemungkinan besar akan mampu menghasilkan suatu produk atau jasa yang unik; Keenam, bisa memengaruhi orang berpikir keuntungan jangka panjang. Dengan kata lain, orang lebih mementingkan usahanya bisa berjalan dulu tanpa memedulikan apakah usahanya itu pada awalnya mengalami kerugian atau tidak.; Ketujuh, bisa menghasilkan produk yang berkualitas. Maksudnya, orang tersebut tekun, kreatif dan benar-benar menguasai proses bisnis yang dijalankannya sehingga menghasilkan produk atau jasa yang bermutu. Bukti Kesuksesan Komunitas Berwirausaha Rasa cinta terhadap aktivitas usaha yang terkait dengan hobi, minat mereka telah menjadi kunci kesuksesan usaha beberapa komunitas. Kecintaan mereka tersebut terus memicu mereka untuk terus mencari tahu formulasi menjalankan bisnis berbasis komunitas serta memicu mereka untuk terus belajar terhadap bisnis yang tengah mereka lakukan. Berikut beberapa komunitas yang telah sukses mengubah hobi mereka menjadi bisnis berbasis komunitas,
Komunitas I ‘Light’ This Komunitas yang berdiri pada awal juli 2009, yang berawal dari dunia maya hingga akhirnya tercetuslah ide untuk membuat komunitas yang berisikan orang-orang penggila seni fotografi lighting grafiti. Komunitas ini ingin mengembangkan seni lighting grafiti di Indonesia. Lighting grafiti merupakan teknik fotografi yang pengambilan gambarnya dilakukan pada malam hari atau di ruangan yang gelap.Untuk mendapatkan cahaya, biasanya si fotografer menggunakan benda-benda yang dapat menghasilkan cahaya, seperti senter,korek api dan sebagainya. Sumber cahaya tersebut digerak-gerakkan sesuai imajinasi fotografer untuk mendapatkan efek yang menarik. Dalam perjalanannya, komunitas ini melihat bahwa hobi mereka merupakan peluang usaha yang dapat menjadi sumber pendanaan untuk menjalankan kegiatan komunitas. Pada pagelaran Indonesian Consumunity Expo 2009, Komunitas ini membuka studio bagi para pengunjung yang ingin difoto dengan teknik lighting grafiti cukup membayar Rp 5.000 untuk ukuran 4R dan Rp10.000 untuk ukuran 10R. Selain foto shoot, Komunitas ini mulai merambah ke foto pre-wed, aksesoris, dan pembuatan buku tahunan sekolah serta sedang menjajaki tawaran dari salah satu production house asal negeri Jiran.
Indonesia, yang seiring perjalanan waktu semakin terpuruk dengan gempuran komik-komik Jepang dan Amerika. Kesadaran bersama tersebut diwujudkan dalam bentuk sebuah forum, yaitu MKI, dengan misi/visi mengembalikan masa kejayaan komik Indonesia pada era 1970an. Komunitas MKI sangat sadar bahwa untuk mencapai tujuan tersebut, MKI membutuhkan pendanaan. Atas dasar tersebut, MKI membuka workshop bagi calon komikus-komikus masa depan Indonesia. Selain itu, MKI sering menerima order untuk pembuatan komik dari LSM. Pada saat ini, Masyarakat Komik Indonesia sedang bergerak ke arah pembuatan komik digital. Beberapa operator seluler sudah banyak yang memanfaatkan komik lokal sebagai content yang dapat dijual kepada konsumen, sehingga komikus mendapatkan keuntungan darinya. Komunitas Hong Didirikan pada tahun 2003 dan melakukan penelitian mainan sejak tahun 1996. Komunitas mainan ini bertekad melestarikan mainan dan permainan rakyat. Komunitas ini terdiri dari 150 anggota yang berasal dari berbagai kalangan masyarakat.Tingkatan usia dari mulai usia 6 tahun sampai usia 90 tahun. Kelompok anak adalah pelaku dalam permainan, sedangkan untuk anggota dewasa adalah sebagai narasumber dan pembuat mainan. Penulis adalah Kontributor FMPM, Research Center for Consumunity Studies
Komunitas Masyarakat Komik Indonesia Komunitas yang lahir dari kegelisahan sekelompok orang mahasiswa yang peduli terhadap dunia perkomikan
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
117
the
the
MANAGER
MANAGER Model Bisnis Gaya Komunitas Threadless.com memiliki model bisnis yang unik. Setiap anggota berhak untuk mengunggah desain t-shirt miliknya. Setiap desain yang diunggah dapat dipilih oleh para pengguna Threadless.com. Pemilik desain yang memenangkan pilihan akan mendapatkan hadiah uang tunai sebesar $2.000 dan voucher pembelian di Threadless.com sebesar $500. Threadless. com mampu memainkan kekuatan komunitas untuk “unjuk gigi” di antara rekan-rekannya dengan desain-desain unik yang menarik, sehingga jika desain mereka menang, kebanggaan yang diraih melebihi harga ribuan dolar.
JACK NICKELL Membangun Komunitas dari Kebanggaan Oleh: M. Setiawan Kusmulyono 10 tahun lalu mungkin tidak ada yang berpikir bahwa sebuah perusahaan produsen T-Shirt dapat berpenghasilan $20 juta hanya dengan 20 pegawai saja. Bagi Threadless, hal itu dapat diraih hanya dalam 10 tahun berkarya sejak berdiri di tahun 2000.
A
dalah Jack Nickell, seorang pemuda kreatif yang memulainya. Bersama rekannya, Jacob De Hart, Nickell membangun Threadless dari sebuah studi kasus yang dia laksanakan di Harvard Business School. Nickell merupakan salah satu pengusaha sukses yang mampu membangun kerajaan bisnisnya dari mengelola sebuah
118
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
komunitas. Melalui Threadless.com, Nickell kini telah memiliki 900.000 anggota aktif yang rutin mengunjungi situsnya. Nickell pun saat ini telah mampu mempekerjakan Tom Ryan, mantan pimpinan Virgin Mobile dan EMI salah satu market leader industri musik di Amerika, untuk menggantikan dirinya menjadi Direktur Eksekutif Threadless.com.
Nickell memiliki beberapa pemikiran yang dapat dijadikan modal usaha untuk membangun bisnis berbasis komunitas. Hal pertama adalah berani menghadapi hal yang benar-benar baru. Nickell mengajarkan untuk tidak takut menggoreskan tinta pertama pada sebuah kertas putih yang masih sangat bersih. Kata kuncinya adalah berani menentukan langkah awal, karena langkah tersebut akan menentukan goresan-goresan berikutnya. Hal kedua adalah memiliki sikap lunak terhadap komunitas. Sikap lunak tidak berarti “nrimo” dengan keadaan. Akan tetapi sikap lunak adalah sikap akomodatif yang dapat menangkap setiap arah dan pergerakan komunitas. Prinsip yang dipegang harus lebih luwes dan berkembang. Hal selanjutnya adalah jangan memaksakan diri sendiri untuk mengerjakan sesuatu yang akan lebih fleksibel jika dijalankan bersama. Kehadiran Tom Ryan untuk menggantikan Nickell sebagai CEO termasuk terlambat. Jika Ryan dapat hadir 1 tahun lebih awal, maka Threadless.com dapat berkembang jauh lebih besar dengan waktu yang lebih cepat.
Hal keempat adalah jangan selalu memberi perhatian kepada “feedback” yang negatif. Seringkali “feedback” yang positif menyimpan permasalahan yang tidak terselesaikan. Keberhasilan Threadless. com menjual habis barangnya pada suatu event di Gilt.com ternyata menuai kritik. Threadless.com diprotes karena hanya menjual pakaian pria saja tanpa menyediakan tipe untuk konsumen wanita. Hal ini membuat Threadless.com membuat pameran susulan serupa untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dan hal yang terakhir adalah, pengelolaan komunitas online tidak akan lengkap tanpa adanya aktivasi di dunia off-line. Kedekatan dan interaksi tatap muka tetap menjadi faktor penting dalam pengikat “bonding” antara komunitas dan Threadless. com. Oleh karena itu, Threadless.com kini telah memiliki toko retail di Chicago dan sering berpartisipasi aktif dalam roadshowroadshow di Amerika. Modal Kebanggaan Pemikiran-pemikiran tersebut telah mendorong Nickell untuk mengelola komunitas dengan maksimal dan mencapai kejayaannya. Inovasi dan kejelian menjadi faktor pendukung berjalannya pemikiranpemikiran Nickell. Hal ini menjadikan sebuah pembelajaran penting bagaimana model-model pengelolaan komunitas dengan pola entrepreneurship dapat berjalan dengan baik. Dan ini menunjukkan bahwa komunitas tidak dapat dibangun hanya dengan modal materi, melainkan dengan kebanggaan menjadi bagian dari komunitas tersebut.
Sumber: http://www.threadless.com Penulis adalah Redaktur Tamu Desk Regular, bekerja di Entrepreneurship Development Center – PMBS.
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
119
TURNING
TURNING
POINT
POINT Siapa mau disebut underperformer? Label negatif itu tentu dihindari oleh siapa pun yang bekerja di sebuah perusahaan atau institusi. Bila itu menimpa seorang karyawan, biasanya menjadi hal yang memalukan dan mengecewakan.
A
ndi, sebut saja demikian namanya, baru-baru ini bergabung dengan sebuah perusahaan telekomunikasi terkenal di Jakarta sebagai sales executive senior. Di awal masa kerjanya, ia mendapat gaji yang cukup besar sesuai keinginannya. Beberapa bulan kemudian, sama dengan karyawan lain, ia memperoleh kenaikan gaji dari perusahaan. Hanya saja, masalah mulai muncul ketika diketahui bahwa tingkat kinerjanya menurun drastis dan bahkan nyaris tidak mampu memenuhi tuntutan kebutuhan perusahaan. Bosnya mulai melakukan monitoring secara ketat pada semua pekerjaannya, membimbingnya di setiap titik masalah, untuk membantu meningkatkan kinerjanya. Tetapi, masalahnya seperti justru makin tambah memburuk. Itu membuatnya makin rendah diri dan tak percaya diri. Karena tak tahan menanggung beban dan malu, ia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya, meski perusahaan masih memberinya kesempatan..
Are You Underperformer?
It’s Not Incurable Oleh: Heronimus Maryono
120
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
Tak bisa disangkal, ada banyak sebab yang membuat seseorang kadang gagal memenuhi harapan tempat ia bekerja. Kalau sudah demikian, ia masuk dalam kelompok pekerja yang underperformance. Lalu, apakah itu artinya akhir dari karir seseorang? Tentu saja tidak. Alih-alih berarti kiamat sebuah karir, bagi orang yang tertantang untuk menjadikan itu titik tolak bagi perbaikan kinerjanya secara menyeluruh, status underperformer itu justru bisa menjadi
cambuk yang baik untuk sebuah evaluasi diri yang penting. Tak Penting Siapa yang Tahu J. Richard Hackman, seorang profesor dari Harvard University, mengatakan, “Biasanya seseorang tidak menyadari bahwa ia underperformer,” (J.Richard Hackman, Leading Teams: Setting the Stage for Great Performances, HBR Press Book, 2002). Maka tak seorang pun dengan sukarela mau menyatakan dirinya underperformer. Karena itu kadang-kadang seorang atasan, kadang rekan, atau yang sewajarnya seorang perwakilan HR-lah yang biasanya akan memberitahu seorang karyawan, bahwa ia tak memenuhi standar kinerja yang ditetapkan perusahaan. Namun demikian, menurut Hackman, yang semestinya terjadi bukan yang prosedural seperti itu. Tidak penting bagaimana kinerja seseorang yang kurang itu diidentifikasi oleh dirinya sendiri atau orang lain. Menyadari kenyataan itu terjadi pada diri seseorang adalah langkah penting pertama agar seseorang bisa memperbaiki performansinya. “Jika performansi Anda buruk, kemungkinan semua orang memang tahu itu. Jika semua orang tahu itu, maka mari kita mengakui itu dengan tenang, karena setidaknya kita semua hidup di dunia yang sama,” kata Jean-François Manzoni, Profesor Kepemimpinan dan Pengembangan Organisasi di IMD international (Jean-Francois Manzoni,
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
121
TURNING
TURNING
POINT
POINT Jean-Louis Barsoux, The Set-Up-to-Fail Syndrome: How Good Managers Cause Great People to Fail, HBR Press Book, 2007). Langkah pertama itu menentukan langkah-langkah berikutnya untuk memperbaiki performance seseorang. Apa yang Bisa Kuubah, Apa yang Tidak? Menurut Hackman, kita semua memiliki kemampuan luar biasa untuk retrospeksi diri secara logis, yang memungkinkan kita merasionalisasi kesulitan sebagai “bukan salahku”. Kita sering begitu mudah menjadi defensif demi mengelak terbebabi sesuatu, terutama karena alasan-alasan yang mendasar untuk membela diri seringkali sederhana. Biasanya ada banyak alasan yang kompleks berkaitan dengan kekurangan yang sulit kita akui. Sementara itu, benar mungkin bahwa kita berada pada manajemen yang buruk atau karena mewarisi tim yang lemah. Entah itu menyangkut data konkret, seperti angka penjualan, atau feedback yang konsisten dari atasan kita, sesama teman, atau laporan langsung dan sebagainya, adalah hal-hal yang memang selalu penting untuk menyeimbangkan informasi tentang penilaian diri kita. “Bagi orang-orang yang tak mau mengalah, kecenderungannya adalah memberi atribut yang terlalu banyak pada kegiatan-kegiatan eksternal,” kata Manzoni. Hal ini terjadi terutama karena bias melayani diri sendiri. Misalnya, kita mungkin merasa yakin bahwa kita memang memiliki wilayah penjualan atau tim lebih sulit dari yang orang lain punyai. Meskipun ada kemungkinan alasanalasan itu memang benar, bisa
122
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
jadi ada juga aspek perilaku kita sendiri yang menyebabkan sebuah kegagalan, yang menyebabkan kita menjadi underperformer. Manzoni merekomendasikan kita mengambil sikap tegas melihat kinerja kita sendiri dan membedakan antara apa yang kita bisa ubah dan apa yang tidak bisa. Hackman menyarankan kita agar tak segan meminta masukan rekan sekerja, untuk lebih memahami bagaimana kita bisa salah sasaran dalam pekerjaan. Tapi, jangan hanya bertanya: “Bagaimana pekerjaan yang kulakukan?” Cara-cara seperti ini umumnya “jauh lebih membangun dan membantu untuk mencari konfirmasi, dibandingkan meminta seseorang untuk menanggapi sebuah pertanyaan terbuka tentang kinerja seseorang,” kata Hackman. Usaha, Strategi dan Bakat “Jika Anda membuat kekacauan, Anda harus terbuka dengan atasan Anda,” desak Manzoni. Banyak bos menilai lebih baik sikap terbuka mengatakan “aku butuh bantuan”, daripada melakukan berbagai rasionalisasi dan penjelasan yang sering menyertai kinerja yang buruk. Nyatakanlah secara konkrit apa yang Anda minta. “Orang lain akan lebih terbuka membantu jika Anda menunjukkan kepada mereka bagaimana mereka dapat membantu, dan Anda menunjukkan pada mereka bahwa Anda bertanggung jawab untuk apa yang ada dalam kendali Anda,” kata Manzoni. Melibatkan orang lain –rekan, mentor, bahkan informasi-informasi langsung— juga dapat membantu. Mintalah evaluasi tentang bagaimana Anda melakukan sesuatu dan nasihat mengenai
bagaimana Anda dapat meningkatkan kualitasnya. Pertimbanganpertimbangan ini punya dua tujuan. Pertama, agar mereka membantu Anda mendapatkan wawasan yang bermanfaat tentang perilaku Anda sendiri. Kedua, agar mereka juga tahu bahwa Anda bekerja pada masalah ini. Jika mereka tahu, mereka lebih cenderung menguntungkan dalam menilai kinerja masa depan Anda. Menurut Hackman ada tiga hal penting yang perlu kita lihat untuk menilai secara obyektif penyebab kinerja kita yang memburuk: • Usaha. Apakah saya menempatkan cukup waktu dan tenaga untuk itu? • Strategi. Apakah saya bekerja cerdas dan tidak hanya mengandalkan yang rutin-biasa? • Bakat. Apakah saya memiliki keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan saya dengan baik? Cukup dengan hanya bertanya dan menjawab tiga pertanyaan sederhana itu, seseorang akan menemukan beberapa hal konkrit yang bisa dilakukan untuk memperbaiki diri. Gunakanlah jawabanjawaban yang Anda ungkapkan secara jujur dan tepat itu untuk memutuskan dimana Anda harus memfokuskan upayaupaya Anda. Mengembalikan Reputasi Ketika kita mulai mengubah kinerja kita di sekitar, kita mungkin akan menyadari bahwa ternyata reputasi kita telah rusak. Tanda yang paling jelas dan valid adalah apakah Anda secara aktif dicari untuk pekerjaan yang paling menantang dan penting, atau apakah Anda diabaikan
ketika sesuatu muncul yang benarbenar penting. Jika ini terjadi, Anda perlu memberi perhatikan khusus pada bagaimana Anda bersikap dan bertindak di hadapan orang lain. Menurut Manzoni, dalam situasi ini kita tidak hanya perlu melakukan pekerjaan kita lebih baik lagi, tetapi juga harus dilihat bahwa benar kita melakukan pekerjaan kita secara lebih baik. Setelah Anda membuat beberapa kemajuan, berbagilah keberhasilan dengan orang lain. Mintalah evaluasi untuk mengonfirmasi bahwa sungguh mereka telah melihat perbaikan pada kinerja Anda. Bertanyalah dengan pernyataan seperti ini: “Aku telah melakukan beberapa pekerjaan untuk meningkatkan derajat kinerja saya. Apakah Anda melihat adanya perubahan? Apakah ada hal-hal tambahan yang Anda ingin sarankan pada saya?” Setelah semua itu, kita harus ingat bahwa akan selalu ada reputasi yang kurang, karena pemulihannya memang memakan waktu. Reputasi baru akan terbukti pulih, bila Anda mulai dilibatkan
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
123
TURNING
POINT
Bantuan yang Bisa Ditemukan di HRD Konseling. Ini adalah tanggung jawab manajer lini dan HRD untuk mencatat apa yang tidak beres dengan seorang underperformer. Pihak HRD dan sang manager tim sebaiknya duduk bersama dengan orang yang bersangkutan untuk menganalisis dan menyelesaikan masalah. Mereka harus mengambil langkah-langkah yang memastikan bahwa masalah tersebut diselesaikan dan karyawan tersebut kembali ke jalur.: Pelatihan Manajer. Melatih manajer dengan cara bersama manajer-manajer lain saling berbagi dan memberi masukan dalam kegiatan pelatihan khusus tiga sampai lima hari. tim mereka. Tujuannya agar mereka mengetahui apa yang ingin diciptakan dalam organisasi. Strategi Perekrutan yang Benar. Strategi perekrutan holistik dapat membantu mengendalikan masalah underperformers. Selain tes bakat, perusahaan juga dapat melakukan tes
dalam pekerjaan-pekerjaan yang penting dalam perusahaan Anda. When You Find It Too Difficult to Restore Harus diakui, ada saatnya kita mungkin merasa terlalu sulit memperbaiki performansi kita. Bahkan jika kita sebenarnya telah membuat kemajuan objektif, orang lain mungkin tidak mengakui seperti itu. Ada juga kemungkinan kita menjadi sadar bahwa kinerja kita yang buruk itu disebabkan karena kita memang tidak tertarik atau menjadi kurang berminat dalam pekerjaan yang saat ini kita jalani. Dalam
124
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
psikometri dan wawancara berbasis kompetensi untuk memahami calon dalam hal bakat dan perilaku. Penghargaan dan Pengakuan. Mengakui upaya membantu karyawan dalam meningkatkan semangat mereka. Memberi penghargaan untuk tujuan yang telah dicapai manajemen. Penghargaan dan insentif tidak perlu murni untuk penjualan, tetapi untuk departemen lain juga, dimana karyawan diberikan kegiatan terikat waktu dan di mana, jika mereka melakukan dan jika mereka mampu memberikan hasil, mereka diberikan hadiah. Memotivasi Karyawan. Dengan menawarkan peran menantang. Hal ini karena uang, sebagai motivator, sering tak berumur panjang. Tawaran tugas menantang dan pengakuan pada penyelesaian yang sukses.
kedua situasi tersebut, pertimbangan untuk pindah posisi pekerjaan merupakan hal yang bijaksana dan bisa dimengerti, baik dipindah dengan tim baru atau karyawan yang lain. Menurut Hackman, kadang-kadang menarik diri dari pekerjaan yang tidak diminati atau yang tidak sukai seseorang, benar-benar merupakan pilihan terbaik. Sumber utama: http://blogs.hbr.org Redaktur Pelaksana Forum Manajemen Bisnis Prasetiya Mulya Business School.
Pertama kali di Indonesia
Publishing
Buku Inovasi yang digagas sekolah bisnis di tanah air Kekayaan Perspektif untuk Mendesain Hari Esok yang lebih Baik ”Buku ini sangat dinantikan inovator sejati, para pelaku bisnis di Indonesia. Suksesnya sebuah inovasi perlu menggabungkan tiga komponen pengelolaan secara terintegrasi: pengelolaan bisnis (business management), pengelolaan program (program management), dan pengelolaan teknologi (technology management). Buku ini membahas berbagai kiat dan juga “sharing” pengalaman tentang masing-masing unsur tersebut. Selamat atas penerbitan buku inovasi ini. Triharyo Indrawan Soesilo, MCh.E – Komisaris PT Pertamina (Persero) dan mantan Dirut PT Rekayasa Industri. Layaknya manajemen sebagai science, art, crafting, begitu pula inovasi! Mencapai perubahan besar membutuhkan sistematika, disiplin, dan seni tersendiri dalam menjalankan proses inovasi kolektif. Selamat atas terbitnya Prasetiya Mulya on Innovation yang secara kolaboratif mempersembahkan ragam perspektif kepemimpinan, doing the right things, dan manajemen inovasi, doing things right! Avanti Fontana Ph.D, Penulis buku Innovate We Can! Pengajar Strategi & Manajemen Inovasi - Universitas Indonesia.
Shape
your Horizon
Sudah sering kita mendengar kata inovasi, tapi memulai berinovasi adalah tantangan begitu berat, khususnya bagi perusahaan yang sudah mapan dan sedang bertengger di puncak. Buku ini membantu kita memperkaya upaya kita melakukan inovasi, apalagi ditulis dari beragam perspektif. Irfan Setiaputra, CEO PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero). Kumpulan karya akademisi di Prasetiya Mulya ini menggambarkan kekayaan keragaman gagasan inovasi sebagai penggerak kemajuan dalam artikulasi khas Indonesia. Dalam segala keterbatasannya, buku ini menjadi kontribusi bermakna bagi perkembangan pemikiran tentang inovasi di Tanah Air.” Dr. Yanuar Nugroho, Research Associate, Manchester Institute of Innovation Research MIoIR/PREST, the University of Manchester, United Kingdom. Penulis
: Ade Febransyah, Andreas Budihardjo, Djoko Wintoro, Dudut Prasetiyo, Eka Ardianto, Eko Suhartanto, Elliot Simangunsong, Franky Supriyadi, Gregorius Pratiknyo, Hendro Adiarso, Ignas G. Sidik, Istijanto, J. Bely Utarja, Lenny Sunaryo, Rachmat Anggara, Safitri Siswono, Willem Dagi
Editor
: Ade Febransyah, Eko Y. Napitupulu
Tebal Ukuran Harga Retail Distributor Tunggal
: xvi + 306 halaman : 16,5cm x 24 cm. : Rp. 90.000 : PT Buku Kita - Agromedia Group Tersedia di seluruh toko buku Gramedia seJabotabek dan Pulau Jawa
Manajemen Forum
Vol. XXIV | 05 | Oktober 2010
PRASETIYA MULYA Publishing
Media
WORKSHOP
PRASETIYA MULYA
BooksPublisher
e-journal, e-magazine & blog community
management-update.org
17 th Anniversary
NEXT
edition
Terakreditasi Nasional Berdasarkan SK DIKTI No. 83/DIKTI/Kep/2009
LEADERSHIP
in the Age of Social Media
S
udah bukan rahasia lagi, media jejaring sosial (social media)—yang global, terbuka, transparan, non hirarkis, interaktif dan dalam waktu riil—telah dan sedang mengubah perilaku konsumen dan target-target pekerjaan. Hasilnya, bisnisbisnis yang terbaik sedang menciptakan strategi-strategi menyeluruh dalam bidang ini, untuk mendukung pencapaian-pencapaian mereka. Namun demikian, dalam penelitian Soumitra Dutta (Managing Yourself: What’s Your Personal Social Media Strategy?, Harvard Business Review November
128
FMPM Vol XXIV No. 06 November - Desember 2010
2010) tentang implikasi-implikasi media sosial bagi organisasi dan berdasarkan beberapa risetnya di Amerika, Eropa dan Asia, terungkap indikasi lambatnya para pemimpin perusahaan mempertimbangkan paradigma baru ini sebagai faktor penting dalam kepemimpinan mereka. Seberapa jauh media jejaring sosial mempengaruhi kepemimpinan (leadership) perusahaan dewasa ini? Bagaimana meredefinisi kepemimpimpinan era media jejaring sosial? Apa implikasi-implikasi praktis dan bukti-bukti konkritnya dalam dinamika bisnis global?
Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional
media partner
Manajemen management update.org Forum
PRASETIYA MULYA