to create harmony with surroundings through sustainable growth
Corporate Social Responsibility
Agustus 2010
Produk CU Mitra Mandiri
PT. Swakarsa Sinarsentosa
Kesederhanaan & Kepemimpinan Selamat atas terselenggaranya
MTQ VI
di Kec. Muara Wahau PT. Swakarsa Sinarsentosa (Group)
Simpanan Saham
Khusus Anggota Simpanan Pokok Rp. 120.000,00 (1x setor)
Simpanan Wajib
Rp. 20.000,00 (tiap bulan)
Simpanan Umum
Tabungan Umum
SIBUHAR
Simpanan Bunga Harian
SISUKA
Simpanan Sukarela Berjangka
SIRAYA
Simpanan Hari Raya
SIDIKA
Simpanan Pendidikan Anak
Pinjaman
Khusus Anggota Pinjaman Umum Pinjaman modal kerja/usaha, membangun/renovasi rumah, investasi
Pinjaman Darurat
Pinjaman kebutuhan darurat: berobat, membayar uang sekolah/ kuliah
Pinjaman Investasi
Pinjaman untuk investasi jangka panjang Pendidikan anak/ pesiun
B
kebijaksanaan seperti Si Malim Batuah. Maka desa akan sangat maju dan penuh dengan kemakmuran dan ketentraman. Stevan Covey dalam bukunya Seven Habits (Tujuh Kebiasaan Efektif ) mengatakan kepemimpinan adalah faktor yang sangat kritis dalam membangun budaya perusahaan. Kepemimpinan dalam konsepnya adalah kemampuan seseorang dalam membangun lingkaran perngaruh positif yang besar di lingkungannya. Pemimpin bisa struktural tetapi kepemimpinan tidak mesti dan tidak harus dilakukan seorang pimpinan struktural. Bagi Stevan Covey seorang staff rendahan yang begitu jujur, penuh tanggung jawab dan berprestasipun serta setia pada pekerjaannya bisa membangun lingkaran pengaruh yang besar dari pada atasan atau pimpinannya. Menurut Stevan Covey inilah justru kepemimpinan yang sejati. Dia memberi pengaruh positif pada orang di sekelilingnya untuk melakukan hal serupa. Banyak orang mengagumi bahkan tergugah untuk mencontohnya. Stevan Covey bahkan mengungkapkan secara cukup ekstrem bagi kita, bagaimana seorang office boy (petugas kebersihan )telah memainkan peran kepemimpinannya. Si Ibu dari dusun pedalaman, Malim Batuah si kusir pedati dan office boy bukan pimpinan struktural di masyarakat tetapi mampu menjadi pemimpin yang sesungguhnya yakni pemimpin moriil dan teladan bagi kehidupan yang saat ini kita perlukan. Kita bisa melakukannya sesederhana mereka.
udaya memiliki kekuatan besar membentuk perilaku dan karakter manusia. Lalu dari mana budaya itu datang atau siapa yang membentuk budaya itu? Mesti ada “manusia-manusia hebat” yang menjadi penggugah terbangunnya nilainilai dalam budaya itu. Ada banyak nama-nama besar dunia yang mempengaruhi kehidupan di jamannya. Tetapi ketika memulai perjuangannya dahulu, mereka sesungguhnya adalah orang sangat biasa seperti kita. Mereka memulai dengan hal hal yang sederhana tanpa kekuatan apapun, kekuatannya adalah keinginan hatinya untuk berbuat yang baik untuk orang lain. Dahulu tentu, tidak ada kamera yang mewancarai, tidak ada media yang mewartakan pribadinya. Menurut Endratna, sekarang banyak orang menjadi hebat secara instan. Kampanye produk dan program, serta berbagai kampaye politik adalah bagian dari pembentukan budaya instan itu. Begitu selesai, hilang tanpa bekas. Di dalam kehidupan kita sehari hari ada orang orang sederhana yang mampu membawa pengaruh besar terhadap kehidupan suatu komunitas seperti keluarga, dusun, desa atau lingkungan kerja. Orang-orang tersebut dianggap sebagai “tokoh” di komunitas itu. Tokoh disini bukanlah orang ternama yang memiliki kedudukan ataupun kaya, melainkan benar-benar orang biasa. Mereka seperti bapak dalam sebuah keluarga yang sangat mewarnai kehidupan keluarganya. Ibu pun bisa menjadi tokoh sentral juga. Banyak anak berhasil justru karena kekuatan pengaruh seorang ibu dalam pendidikan. Sekalipun dia seorang ibu yang tinggal di pedalaman yang tidak memiliki pendidikan formal. Tetapi nilai-nilai kebaikan yang dihayati dalam kehidupannya mampu membangun kepribadian putra-putrinya. Demikian juga seorang ayah, seorang pemimpin atau tokoh juga demikian. Ketokohan tidak selalu melekat dengan jabatan. Seorang pejabat belum tentu memiliki sifat ketokohan. karena ketokohan banyak dinilai dari kebijaksanaan dan kearifannya. Masyarakatlah yang secara alamiah menilai dan memberi gelar ketokohan tersebut. Sedangkan jabatan bisa diberikan oleh pemerintah atau siapa yang lebih berwenang. Kita tentu ingat ketokohan dalam cerita dari Sumatra “Si Malim Batuah”. Seorang kusir pedati yang begitu dicintai masyarakat lebih dari cinta masyarakat kepada sang raja. Padahal dia hanyalah seorang kusir pedati. Banyak orang “Orang yang mau mengakui datang meminta nasihat kepadanya, demikian juga tamu-tamu dan memuji kebaikan orang lain tetangga kerajaan lebih banyak datang kepadanya dari pada datang menunjukkan bahwa ada bibit ke istana untuk meminta pendapat terkait kehidupan masyarakat. Tetapi dia tetap sederhana dan statusnya tetap sebagai seorang kebaikan di dalam hatinya” kusir pedati. Betapa hebat jika seandainya seorang pejabat memiliki