Metro 17

Page 1

www.cusawiran.org

Sutinah, Pemecah Batu Kali Kedung Bendo Sangat menyentuh itulah kesan saya saat menonton TV yang menayangkan perjuangan Sutinah perempuan asal Kedung Bendo Arjosari Pacitan. Sebagai seorang ibu, dia berjuang mencukupi kebutuhan hidup keluarga dan sekolah anaknya dengan bekerja sebagai pemecah batu kali. Batu kali dipungutnya dari tengah lalu dikumpulkannya di pinggir kali Kedung Bendo yang kering. Di pinggir kali itulah sutinah lalu memecahkan batu-batu tersebut di bantu suami dan putrinya yang umur 12 tahun untuk dijadikan batu koral. Suaminya tidak bisa lagi bekerja berat setelah kecelakaan yang mematahkan kakinya. “Saya tidak mau mengemis saya ingin makan dari hasil keringat saya,� demikian katanya. "Saya juga ingin suatu saat anak saya bisa mengubah nasib keluarga. Saya ingin menyekolahkannya sampai kuliah. Justru dengan bekerja seperti ini saya ingin memotivasi anak saya supaya dia sadar bahwa sekolahnya dibiayai dari keringat ibunya bukan dari belas kasihan orang�. Bagi kita yang jarang berkunjung di daerah tandus agak sulit membayangkan betapa sulitnya mendapatkan penghasilan. Peluang yang ada hanyalah pekerjaan kasar, berat, dengan risiko besar tetapi hasilnya tidak seberapa. Kadang hanya cukup untuk makan 1 hari saja. Bu sutinah tentu menyadari keterbatasan ini tetapi dia terus berjuang dan berjuang karena dia memiliki keyakinan bahwa kelak anaknya tidak akan pernah lupa dan menyia-nyiakan pengorbanannya. Anak saya harus belajar bahwa jalan pintas dan gampangan tidak menjamin kebahagiaan yang sebenarnya. Sebaliknya jalan terjal susah tetapi jujur seperti yang dijalaninya saat ini akan bermuara pada kebahagiaan dan kemakmuran. Tuhan itu adil demikian keyakinannya. Apakah aneh? Tentu tidak! Cerita sukses dari banyak orang sukses justru bermula dari keadaan sulit seperti Bu Sutinah. Demikian juga bentuk kepribadian dan karakter baik dan sukses dari kebayakan seorang good persone justru berpangkal dari kondisi sulit. Maka tidak heran banyak usaha mulai dari yang kelas teri sampai kakap yang dulu sukses dikelola orang tuanya setelah dikelola keturunannya menjadi hancur tidak berbekas. “Saya adalah pribadi dengan karir cukup sukses saat ini tetapi saya ingat betul bahwa saya dilahirkan dari keluarga yang tidak mampu. Saya tidak pernah lupa ibu saya tidak mampu memberi uang jajan dan transpor. Padahal jarak rumah dengan sekolah saya sejauh 8 km. Saya juga ingat betul bahwa saya harus jalan

kaki pergi pulang sekolah setiap hari. Saya juga ingat bahwa supaya tidak terlambat masuk sekolah ibu selalu menyediakan saya dan adik kakak saya 1 kepel (genggam) nasi loyang (nasi putih dicampur dengan parutan kelapa dan garam) untuk dimakan dalam perjalanan ke sekolah. Saya tidak lupa setiap akhir bulan saya selalu ditegur oleh wali kelas karena selalu telat membayar SPP. Saya malu pada awalnya tetapi saya merasa berdosa kalau saya malu karena orang tua saya sudah demikian keras bekerja untuk hidup saya. Saya mencari akal bagaimana supaya tidak ditegur wali kelas saya lagi. Setiap kali pulang sekolah saya tidak langsung pulang. Tetapi membantu pekerjaan penjaga sekolah membersihkan kelas hingga sore. Kepala sekolah yang mendapatkan laporan tentang apa yang saya lakukan membebaskan saya dari SPP, sedangkan uang SPP dari ibu saya (yang tidak pasti itu) saya tabungkan untuk membeli keperluan alat tulis. Rasa malu berubah menjadi rasa bangga. Alangkah bahagianya saya pada orang tua saya karena telah mendidik saya dengan segala kekurangannya. Saya tidak pernah menyesal punya pengalaman sulit seperti itu. Saya justru bangga menceritakannya pada orang lain, karena saya tidak akan bisa sukses bila tidak tertempa oleh keadaan sulit masa lalu�, demikian kisah seorang teman penulis yang saat ini menjabat sebagai salah satu direktur perusahan mie raksasa di Indonesia. Bu Sutinah tidak peduli dengan penilaian orang. Dia lebih peduli dengan penilaian anaknya. Dia tidak ingin dimata anaknya dia adalah wanita yang malas, lemah, dan peminta belas kasihan orang. Visi pribadinya membuat dia tidak takut dengan keadaan ekonomi saat ini. Ketakutan hanya membuat orang lemah. Ketakutan satu-satunya adalah tidak bisa memberi teladan yang benar dan baik pada anaknya. Dia harus bisa menjadi inspirasi yang membuat anaknya termotivasi untuk kuat dalam tantangan dan bersemangat dalam harapan. Inspirasi yang hebat itu adalah memecahkan kebuntuan ekonomi dengan bekerja keras. Lebih hebat dari kekuatan tenaganya memecahkan batu kali Kedung Bendo Semoga pengalaman Bu Sutinah menjadi inspirasi bagi kita semua untuk tidak takut pada keadaan ekonomi yang sulit seperti saat ini. Ketakutan hanya akan melemahkan kita dalam bekerja. Kelemahan itu akan membuat kita bermental miskin. Bermental miskin akan menjerumuskan kita dalam jurang kemalasan. (elang)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.